01.01.2015 Views

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ila cina jadi tentara<br />

NGERI<br />

NGERI<br />

SUTAN<br />

EDISI <strong>114</strong> | 3 - 9 FEBRUARI 2014


DAFTAR ISI<br />

Edisi <strong>114</strong> 3 - 9 februari 2014 Tap Pada konten untuk membaca artikel<br />

Fokus<br />

Bila Bhatoegana<br />

Terantuk Dolar<br />

Sutan Bhatoegana dituding<br />

menerima gratifikasi dari SKK<br />

Migas. Juga dituduh memeras<br />

Pertamina. “Ini pasti diambil<br />

dari Twitter, orang suka macammacam<br />

itu,” ujar Sutan.<br />

Nasional<br />

Hukum<br />

n dana saksi disetujui, lalu ditolak<br />

n serba bingung pengungsi sinabung<br />

internasional<br />

n ketika pekerja migran jadi bulan-bulanan<br />

kriminal<br />

n Awas, Pengidap Kelainan Seks Mengintai<br />

ekonomi<br />

n Pertaruhan Terakhir Yingluck<br />

Utang<br />

n Utang Terus Menggunung<br />

n “kami bukan pengemis”<br />

interview<br />

n ridwan kamil, wali kota bandung<br />

kolom<br />

n pemilu serentak kuatkan sistem presidensial<br />

bisnis<br />

n invasi maskapai penerbangan murah indonesia<br />

n pajero juragan wc umum<br />

n perempuan menjadi pasar utama<br />

lensa<br />

selingan<br />

n Bila cina jadi tentara<br />

sisi lain capres<br />

n lelet, kena semprot, deh<br />

n Mobil-mobil Baru F1 di Musim 2014<br />

people<br />

sport<br />

n istri pun ditinggal demi tenis<br />

sains<br />

n dna kembar identik terbukti tak serupa<br />

Seni hiburan<br />

n Lorde | Vino G.Sebastian | Nina Tamam<br />

gaya hidup<br />

n Aksi Riuh Penipu Ulung<br />

n Lanskap Kota dalam Bidikan Lensa<br />

n film pekan ini<br />

n agenda<br />

Cover:<br />

Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik<br />

n bapak rumah tangga, kenapa tidak<br />

n romantisisme raja yogya<br />

n tempat nongkrong para neneners<br />

Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />

Nugroho, Mulat Esti Utami, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif<br />

Arianto, Aryo Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita,<br />

Kustiah, M Rizal, Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar<br />

Rifai Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar Tim Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus<br />

Purnomo Product Management: Sena Achari, Eko Tri Hatmono Creative Designer: Mahmud Yunus, Kiagus<br />

Aulianshah, Galih Gerryaldy, Desy Purwaningrum, Suteja, Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Edi<br />

Wahyono, Fuad Hasim, Luthfy Syahban.<br />

Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />

Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />

appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />

No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.


lensa<br />

Mobil-mobil Baru<br />

F1 di Musim 2014<br />

Tap untuk melihat foto UKURAN BESAR<br />

Balapan mobil paling bergengsi Formula One musim 2014 bakal dimulai dari Sirkuit Jerez,<br />

Spanyol, pekan pertama Februari. Sejumlah tim mengeluarkan mobil-mobil seri baru dari tahun<br />

sebelumnya. Masing-masing tim beradu cepat, sarat emosi.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


1<br />

2<br />

3<br />

1. Toro Rosso saat meluncurkan mobil baru STR9 di Sirkuit Jerez, Spanyol (27/1). (Getty Images/Ker<br />

Robertson) 2. Pembalap Infiniti Red Bull, Sebastian Vettel (kiri), dan Daniel Ricciardo dengan mobil<br />

baru RB10 Formula One di Sirkuit Jerez (28/1) (Getty Images/Ker Robertson) 3. Peluncuran mobil<br />

baru Infiniti Red Bull RB 10 (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo)


4<br />

5<br />

6<br />

4: Pembalap dari tim Mercedes, Lewis Hamilton (kiri) dan Nico Rosberg, saat peluncuran mobil baru F1<br />

W05, yang akan mengikuti kompetisi tahun ini (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo) 5. Lewis Hamilton<br />

bakal menjajal mobil baru Marcedes di Sirkuit Jerez, yang menjadi pembuka kompetisi musim 2014 (28/1).<br />

(Getty Images/Ker Robertson) 6. Penggemar memberikan dukungan pada mantan pembalap F1, Michael<br />

Schumacher, saat melihat peluncuruan mobil Mercedes W05 (28/1). (Getty Images/Ker Robertson)


7<br />

8 9<br />

7. Tim Ferrari Formula One bersama mobil barunya, F14 T (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo) 8. Pembalap<br />

Ferrari, Kimi Raikkonen, menjajal mobil baru F14 T, saat mencoba trek Sirkuit Jerez, Spanyol (28/1).<br />

(REUTERS/Marcelo del Pozo) 9. Penggemar Ferrari berpose dengan gambar pembalap legendaris Ferrari,<br />

Michael Schumacher, di Sirkuit Jerez (26/1). (REUTERS/Francois Lenoir)


10<br />

11 12<br />

10. 11. 12. Pembalap Sergio Perez dengan mobil baru dari tim Force India, VJM07 (28/1). (Getty Images/<br />

Andrew Hone)


12<br />

13<br />

12: Sebastian Vettel bersiap sebelum menjajal mobil Infiniti RB10 (28/1). (Getty Images/Mark Thompson)<br />

13. Persiapan mobil baru STR9 sebelum mengetes kemampuan mesin di Sirkuit Jerez, Spanyol (18/1).<br />

(Getty Images/Peter Fox)


nasional<br />

Dana Saksi<br />

Disetujui,<br />

lalu Ditolak<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Pemerintah mengembalikan usulan pemberian dana saksi pemilu<br />

kepada partai-partai politik. Anggaran sebesar Rp 660 miliar<br />

yang dibiayai negara dinilai terlalu besar.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan<br />

Rakyat Abdul Hakam Naja mesam-mesem<br />

saat ditanya wartawan ihwal reaksi penolakan<br />

terhadap usulan dana untuk saksi pemilihan<br />

umum yang berasal dari partai politik. Di tengah senyumnya,<br />

politikus Partai Amanat Nasional ini mengaku bingung.<br />

Sebabnya, selama ini, ketika DPR, pemerintah yang diwakili<br />

Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, dan<br />

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membahas dana saksi<br />

pemilu dari parpol, tak satu pun anggota Dewan yang memperdebatkan.<br />

Kini sebagian dari partai yang wakilnya juga<br />

duduk di komisi tersebut berbalik menolaknya.<br />

Dari keputusan rapat-rapat tersebut, disepakati dana yang<br />

dialokasikan untuk saksi dari parpol peserta pemilu total sekitar<br />

Rp 660 miliar atau Rp 55 miliar setiap partainya. Hitungannya,<br />

ada 12 partai peserta Pemilu 2014. Jika setiap saksi<br />

mendapatkan honor Rp 100 ribu, dan ada 545.778 tempat<br />

pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia, muncullah<br />

angka Rp 660 miliar tersebut.<br />

“Mereka (yang partainya menolak) saya tanya, ‘Bagaimana<br />

bisa’ Teman di Komisi II juga mengaku bingung (kenapa partainya<br />

menolak),” kata Hakam di kompleks Parlemen, Senanasional<br />

Para saksi yang disiapkan<br />

di salah satu TPS pada<br />

Pemilu 2009.<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

ANTARA FOTO<br />

Kita realistis<br />

saja. Di TPS bisa<br />

jadi ada sulapan<br />

kalau tidak<br />

diawasi saksi.<br />

Abdul Hakam Naja<br />

yan, Jakarta, Selasa 28 Januari 2014. Partainya salah satu yang<br />

setuju dana saksi parpol didanai oleh negara.<br />

Hakam mengisahkan, dalam berkali-kali rapat pembahasan<br />

dana untuk saksi pemilu dari parpol, tak satu pun anggota<br />

komisinya yang menolak. Bahkan, hampir semua sepakat<br />

honor Rp 100 ribu untuk setiap saksi itu bisa mengurangi<br />

kecurangan di TPS.<br />

Pertimbangannya, jika para saksi dari parpol juga dibiayai<br />

oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,<br />

tidak akan ada lagi kesenjangan di tingkat parpol. Sebab,<br />

baik partai besar berduit maupun parpol kecil berkantong<br />

tipis bisa menghadirkan saksi yang ikut mengawasi jalannya<br />

pemilu di TPS.<br />

“Kita realistis saja. Di TPS bisa jadi ada sulapan kalau tidak<br />

diawasi saksi. Bagi partai berduit, menghadirkan saksi mungkin<br />

tak jadi masalah. Tapi, bagaimana dengan partai kecil yang<br />

tak punya uang untuk bayar saksi” ujarnya.<br />

Bagi partainya, keputusan pendanaan saksi dari parpol<br />

merupakan solusi agar pemilu bisa berjalan jujur dan<br />

adil. Ide pembiayaan saksi parpol ini sebenarnya sudah<br />

dibahas mulai 2011, saat pembahasan Undang-<br />

Undang Pemilu. Namun, karena belum ada titik<br />

temu, usulan itu belum diputuskan secara bulat.<br />

“Mulanya, Bawaslu mengusulkan tentang pembiayaan<br />

untuk mitra Pengawas Pemilu Lapangan<br />

(PPL). Saat pembahasan, muncul klausul bagaimana<br />

jika pembiayaan tidak hanya diberlakukan untuk<br />

PPL, tapi juga saksi dari parpol,” tuturnya.<br />

Anggota Bawaslu, Nelson Simanjutak, membenarkan<br />

bahwa dana untuk mitra PPL diusulkan oleh Bawaslu, dan<br />

telah disepakati di DPR bersama KPU dan pemerintah. Dana<br />

mitra PPL disiapkan sebesar Rp 800 miliar. Namun, terkait<br />

usulan dana saksi parpol yang berjumlah Rp 660 miliar, Bawaslu<br />

menolak disebut sebagai inisiator.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Seorang saksi pemilu<br />

sedang mengamati<br />

coblosan pada kertas<br />

suara.<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Kesepakatan pembahasan dana saksi parpol justru dimatangkan<br />

ketika rapat bersama KPU, Mendagri, dan Kementerian<br />

Keuangan saat diundang rapat bersama Menteri Koordinator<br />

Politik, Hukum, dan Keamanan. “Dalam rapat, Menko<br />

Polhukam mengatakan ada parpol yang mengusulkan supaya<br />

dana saksi sebaiknya dibiayai APBN,” ucap Nelson.<br />

Menurut Nelson, saat itu juga disepakati bahwa, jika saksi<br />

parpol dibiayai APBN, kekhawatiran terjadinya kecurangan<br />

saat pemilu bisa ditekan dan diminimalkan. Forum rapat juga<br />

menunjuk Bawaslu yang memegang anggaran dan mendistribusikannya.<br />

Namun, saat itu Bawaslu menolak dengan alasan<br />

tugas tersebut bisa mengganggu fungsi pengawasan dan<br />

penghitungan suara pemilu, selain pendistribusian anggaran<br />

yang juga rentan dipolitisasi.<br />

“Karena kami yakin pembagian anggaran (saksi parpol) ini<br />

tidak akan mulus. Kami hanya akan pegang anggaran yang<br />

akan kami pergunakan sesuai tugas dan kewenangan kami,”<br />

katanya.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Proses penghitungan suara<br />

di salah satu TPS saat<br />

Pemilu 2009.<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Salah satu dari partai yang menolak dana saksi parpol adalah<br />

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sekretaris Jenderal<br />

PDIP Tjahjo Kumolo menilai pendanaan saksi parpol masih<br />

belum jelas mekanisme pertanggungjawaban dan penyalurannya.<br />

Ia menduga, jangan-jangan pemerintah menyamakan<br />

dana saksi parpol dengan bantuan tunai dari pemerintah<br />

semacam dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau<br />

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (Balsem).<br />

“PDI Perjuangan sebagaimana hasil rapat DPP setelah<br />

mempertimbangkan berbagai aspek prinsipnya menolak,”<br />

kata Tjahjo.<br />

Hampir senada, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai<br />

Nasional Demokrat, Ferry Mursyidan Baldan, menilai pendanaan<br />

saksi parpol dengan APBN bertentangan dengan semangat<br />

UU Pemilu yang melarang dana kampanye memakai<br />

duit negara. Begitu juga seharusnya untuk dana saksi pemilu.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Siti Zuhro<br />

Ari Saputra/detik foto<br />

“Sama seperti kampanye, dana untuk saksi<br />

pemilu itu kebijakan partai dan sifatnya tidak<br />

wajib, apakah partai mau menggunakan<br />

saksi atau tidak,” ujarnya secara terpisah.<br />

Partainya yang diketuai Surya Paloh ini ikut<br />

menolak alokasi dana untuk saksi parpol<br />

tersebut.<br />

Sementara itu, pengamat politik dari<br />

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti<br />

Zuhro, menilai jumlah Rp 660 miliar dari<br />

APBN untuk mendanai para saksi dari parpol<br />

sangatlah besar. Tidak sepatutnya para<br />

saksi parpol juga dibiayai negara. Jika hal itu<br />

direalisasi, bisa melukai hati rakyat.<br />

Menurut dia, saat menyongsong pemilu<br />

legislatif April 2014, partai-partai justru harus<br />

mempersolek dirinya. Parpol semestinya<br />

mendanai para saksinya sendiri. “Toh, nantinya ada pengawas<br />

pemilu, relawan pemilu. Kalaupun parpol tidak merasa sreg<br />

dan khawatir, kan bisa dipantau kader. Bisa bergantian setiap<br />

dua jam sekali selama 8 jam,” tutur Siti.<br />

Meskipun diwarnai penolakan, rencana pemberian dana<br />

saksi parpol ini tidak serta-merta ditolak pemerintah. Peraturan<br />

presiden yang mengatur hal itu pun masih dibahas. Kendati<br />

begitu, usulan tersebut dikembalikan lagi kepada partai-partai.<br />

Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, pihaknya<br />

tak menginginkan parpol yang menolak menganggap usulan<br />

dana tersebut sebagai inisiatif pemerintah.<br />

“Akan kami kembalikan kepada parpol, apakah dana saksi<br />

ini perlu atau tidak,” ujar Gamawan saat ditemui di kantornya,<br />

Rabu, 29 Januari lalu. “Jangan sampai niat baik ini malah<br />

dicurigai yang bukan-bukan. Jadi, sebaiknya kita serahkan (ke<br />

partai) supaya diselesaikan dulu.” ■ KUSTIAH, M. RIZAL | dimas<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Irsan Mulyadi/antara foto<br />

Serba Bingung<br />

Pengungsi Sinabung<br />

Para pengungsi letusan Gunung Sinabung mulai jenuh karena harus tinggal<br />

di pengungsian selama berbulan-bulan. BNPB menggelar kegiatan padat<br />

karya untuk memberi penghasilan kepada mereka yang tak bisa bertani.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Warga desa di kaki<br />

Gunung Sinabung saat<br />

mengangkut barang<br />

menggunakan truk.<br />

Lebih dari 25 ribu jiwa<br />

mengungsi akibat letusan<br />

gunung tersebut.<br />

Beawiharta/reuterS<br />

Seperti namanya, perempuan bernama Sabar<br />

Menanti Boru Sitepu itu masih harus bersabar lebih<br />

lama lagi untuk tinggal di pengungsian. Padahal<br />

sudah tiga bulan ini perempuan berusia 51 tahun<br />

tersebut tinggal di posko pengungsian di Gereja Batak Karo<br />

Protestan Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.<br />

Warga Dusun Sibintun, Desa Berastepu, itu terpaksa angkat<br />

kaki dari rumahnya, yang hanya berjarak 4 kilometer dari<br />

puncak Gunung Sinabung, yang mulai menggeliat sejak 15<br />

September 2013. Awalnya, Sabar Menanti dan warga lain memilih<br />

tetap bertahan. Mereka enggan meninggalkan rumah<br />

dan ladang sayuran yang selama ini menjadi sandaran hidup.<br />

Tapi kenyataan berkata lain. Dusun Sibintun masuk radius<br />

bahaya erupsi Sinabung, dan mereka terpaksa diungsikan.<br />

“Kami diungsikan sejak akhir Oktober tahun lalu karena takut<br />

kena awan panas,” kata Sabar Menanti saat ditemui majalah<br />

detik di pengungsian.<br />

Praktis, sejak saat itu, ia dan warga lainnya tak lagi bisa menengok<br />

rumah dan ladangnya. Kini sehari-hari mereka hanya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

“Makanan memang<br />

berlimpah. Tapi yang<br />

kami butuhkan uang<br />

tunai untuk membeli<br />

kebutuhan seharihari,<br />

terutama<br />

untuk memperbaiki<br />

rumah.”<br />

duduk-duduk di dalam barak pengungsian yang penuh sesak.<br />

Untuk mengisi waktu luang, menganyam tikar dari daun<br />

pandan menjadi pilihan.<br />

“Saya diajari sama pengurus gereja. Setelah jadi (tikar<br />

anyaman), gereja yang menjual,” ujar perempuan dengan<br />

tiga cucu tersebut.<br />

Menganyam tikar dibutuhkan waktu sekitar satu minggu.<br />

Setelah itu, tikar akan dibawa relawan gereja untuk dijual.<br />

Dari satu tikar yang terjual, Sabar Menanti mendapat uang<br />

Rp 100 ribu. Uang tersebut dia gunakan untuk jajan bagi<br />

cucu-cucunya serta membeli sirih.<br />

Bagi para pengungsi Sinabung, uang tunai sangat dibutuhkan.<br />

Sebab, selama berbulan-bulan di pengungsian, mereka<br />

tidak lagi punya penghasilan. Padahal kebutuhan<br />

buat keluarga harus mereka penuhi.<br />

“Makanan memang berlimpah. Tapi yang<br />

kami butuhkan uang tunai untuk membeli<br />

kebutuhan sehari-hari, terutama untuk<br />

memperbaiki rumah,” tutur Petrus Ginting,<br />

pengungsi lainnya, di posko Universitas<br />

Karo, Kabanjahe.<br />

Hampir setiap sore para pengungsi berkumpul,<br />

terutama kaum pria. Mereka berembuk<br />

memikirkan masa depan keluarga,<br />

tanah, dan rumah mereka. Kebingungan melanda<br />

penduduk kaki Sinabung selama di pengungsian.<br />

Seperti Suparjo Sitepu, 32 tahun, suami Mastarina Boru<br />

Ginting, 24 tahun, yang saat ini sedang hamil sembilan bulan.<br />

Suparjo mengaku bingung dengan nasib istri dan anaknya<br />

yang masih di dalam kandungan.<br />

“Macam mana nasib kita, sudah tiga bulan lebih di pengungsian.<br />

Istriku hamil pula sembilan bulan. Sudah hampir<br />

melahirkan pula,” kata Suparjo, yang mengungsi di Masjid<br />

Raya Kabanjahe.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Sejumlah anak pengungsi<br />

erupsi Gunung Sinabung<br />

bermain di depan tenda<br />

pengungsian, di halaman<br />

kantor GBKP Klasis,<br />

Brastagi, Karo, Minggu<br />

(5/1).<br />

Irsan Mulyadi | antara FOTO<br />

Saban hari, kata Suparjo, ia bolak-balik dari pengungsian<br />

ke kebun dan rumah miliknya. Tapi kondisinya tetap sama,<br />

semuanya masih tertimbun abu vulkanik. “Sudah hancur.<br />

Wortel di kebun juga gosong semua. Tambah lagi anakku ini,<br />

Muhammad Imanda, sebentar lagi harus masuk PAUD. Mana<br />

ada PAUD di pengungsian” ucapnya.<br />

Masalah lain, kebosanan kini mendera para pengungsi. Mereka<br />

sebenarnya ingin jalan-jalan ke rumah saudara, kerabat,<br />

atau sekadar melancong ke Kota Medan untuk menghilangkan<br />

stres. Namun, apa daya, mereka sudah tidak punya uang<br />

lagi untuk transportasi.<br />

Saat ini kerugian yang diderita warga akibat erupsi gunung<br />

api tertinggi di Provinsi Sumatera Utara tersebut lebih dari<br />

Rp 1 triliun. Kerugian itu meliputi kerusakan sektor pertanian<br />

sebesar Rp 712 miliar, perumahan Rp 234 miliar, serta kerusakan<br />

lainnya. Sementara itu, pengungsi terus bertambah,<br />

dan telah mencapai 29.227 jiwa atau 9.236 keluarga. Mereka<br />

mengungsi di 42 titik.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Kepala Badan Nasional<br />

Penanggulangan Bencana<br />

Syamsul Ma’arif<br />

rengga sancaya/detikfoto<br />

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)<br />

Letnan Jenderal (Purnawirawan) Syamsul Ma’arif kepada<br />

majalah detik menjelaskan, sudah sepekan belakangan ini<br />

pihaknya memberikan kegiatan padat karya dengan imbalan<br />

Rp 50 ribu per kepala keluarga pengungsi Sinabung. Kegiatan<br />

itu berupa pembersihan lingkungan, bercocok tanam di<br />

sekitar pengungsian, dan beberapa kegiatan untuk mengisi<br />

kekosongan waktu.<br />

“Daripada diam dan bengong, kan kasihan. Dengan bantuan<br />

tersebut, minimal setiap kepala keluarga menerima Rp 3<br />

juta per dua bulan,” kata Syamsul.<br />

Uang itu diberikan selama dua bulan, dengan asumsi,<br />

setelah dua bulan, bencana mereda. Selain itu, Syamsul menambahkan,<br />

pemerintah memberikan uang beasiswa kepada<br />

keluarga pengungsi yang memiliki anak sekolah mulai tingkat<br />

sekolah dasar hingga perguruan tinggi.<br />

Besaran beasiswa juga beragam. Untuk siswa SD, beasiswa<br />

diberikan Rp 450 ribu per orang, siswa sekolah menengah<br />

pertama Rp 700 ribu per orang, dan sekolah menengah atas<br />

Rp 1 juta per orang. Sedangkan mahasiswa diberi beasiswa<br />

hingga Rp 2,5 juta per orangnya.<br />

Bukan itu saja, BNPB juga sudah<br />

melakukan rembuk dengan sejumlah<br />

otoritas jasa keuangan, di antaranya<br />

Bank Sumatera Utara, Bank BRI,<br />

Bank BNI, Bank Mandiri, dan tiga<br />

bank perkreditan rakyat. Dalam pertemuan<br />

itu, mereka sepakat memberikan<br />

keringanan pembayaran utang<br />

kepada para petani sampai 3 tahun<br />

ke depan.<br />

“Nah, walaupun kondisi nanti<br />

normal, bank akan memberikan<br />

kemudahan pinjaman juga kepada<br />

para petani,” ujar Syamsul.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Anak-anak pengungsi erupsi<br />

Sinabung berdoa ketika<br />

mengikuti kebaktian di<br />

lokasi pengungsian, Minggu<br />

(19/1).<br />

Irsan Mulyadi/antara foto<br />

Kebijakan lain, BNPB akan menyiapkan la han relokasi bagi<br />

921 keluarga yang tinggal di 35 desa, yang jaraknya sangat<br />

dekat dengan Gunung Sinabung. Mereka akan ditempatkan<br />

di radius 7 kilometer dari wilayah yang terkena dampak.<br />

Menurut Syamsul, letusan Gunung Sinabung berbeda<br />

dengan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta.<br />

Sebab, efek letusan Gunung Merapi bisa menyuburkan lahan<br />

pertanian. Tak demikian halnya di Sinabung, yang memiliki<br />

perbedaan karakteristik lahan. “Ini yang masih diteliti pihak<br />

Balitbang Kementerian Pertanian,” tuturnya.<br />

Sampai saat ini, gunung berketinggian 2.460 meter di atas<br />

permukaan laut itu masih berstatus Awas. Pusat Vulkanologi<br />

dan Kegempaan dan Geofisika mengatakan data aktivitas<br />

Gunung Sinabung cenderung menurun.<br />

Meski demikian, keadaan kondusif diprediksi baru akan terjadi<br />

pada akhir Februari atau bulan Maret mendatang. Sabar<br />

Menanti, dan pengungsi Sinabung lainnya, harus bersabar<br />

lebih lama lagi. n Deden Gunawan (Sinabung), M. Rizal<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sisi lain capres<br />

Lelet, Kena<br />

Semprot, Deh<br />

Dino Patti Djalal ditegur seorang relawan karena dianggap lamban saat<br />

membantu membagi-bagikan makanan kepada pengungsi Sinabung. Sang relawan<br />

akhirnya sadar yang dia “semprot” itu ternyata seorang capres.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sisi lain capres<br />

Seorang petinggi negeri pasti<br />

akan mendapat perlakuan khusus<br />

ketika datang ke sebuah tempat,<br />

sekalipun saat itu dia sedang menyambangi<br />

lokasi bencana. Tapi pengalaman<br />

berbeda rupanya pernah dirasakan Dino Patti<br />

Djalal, bekas Duta Besar Republik Indonesia<br />

untuk Amerika Serikat, yang kini menjadi<br />

salah satu peserta konvensi calon presiden<br />

Partai Demokrat.<br />

Dino mungkin satu-satunya bakal calon<br />

presiden yang pernah “kena semprot” saat<br />

menyambangi lokasi bencana. Saat itu―<br />

terjadi belum lama ini―Dino datang sebagai<br />

relawan korban letusan Gunung Sinabung di<br />

salah satu lokasi pengungsian, sebuah masjid<br />

di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.<br />

Seperti relawan lainnya, Dino ikut membantu<br />

membagi-bagikan makanan kepada<br />

warga pengungsi. Saat itu para relawan di<br />

sana dipimpin seorang ibu bernama Zamenta.<br />

Nah, Zamenta rupanya tidak tahu salah<br />

satu relawan yang dikomandoinya adalah<br />

seorang kandidat capres. Dino pun tak luput<br />

mendapat perintah dari Zamenta.<br />

Tidak hanya disuruh-suruh, mantan juru<br />

bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

ini juga sempat “kena semprot” Zamenta.<br />

Gara-garanya, Dino dianggap lamban saat<br />

membagi-bagikan makanan kepada pengungsi.<br />

“Saya dianggap lelet,” kata Dino menceritakan<br />

pengalamannya itu saat mengunjungi<br />

kantor detik.com, kawasan Warung<br />

Buncit, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Januari<br />

2014.<br />

“Maksud hati, saya membantu korban, tapi<br />

Bu Zamenta menegur dan menyuruh saya<br />

supaya cepat kerjanya,” ujar pria kelahiran<br />

Beograd, Yugoslavia, 10 September 1965, ini<br />

mengenang.<br />

Namun Dino tidak tersinggung, apalagi<br />

marah. Ia sadar akan kesalahannya. Penyandang<br />

gelar doktor bidang hubungan internasional<br />

dari London School of Economics<br />

and Political Science ini mengaku memang<br />

membutuhkan waktu lebih lama saat membagi-bagikan<br />

makanan. Sebab, ia sembari<br />

berbincang dengan para pengungsi. Maklum<br />

saja, sebagai kandidat capres, ia perlu mengetahui<br />

kondisi masyarakat di sana.<br />

Belakangan, Zamenta sadar bahwa pria<br />

yang ia perintah-perintah dan sempat ia<br />

marahi itu ternyata seorang kandidat capres.<br />

Ia pun mendekati Dino dan meminta maaf.<br />

“Tapi saya sampaikan ke Ibu Zamenta bahwa<br />

hari itu saya memang jadi anak buahnya,<br />

dan Bu Zamenta bos saya,” tutur Dino, yang<br />

mengusung tagline “Nasionalisme Unggul,<br />

Semangat 45, Prestasi Abad Ke-21” dalam<br />

kampanyenya.<br />

Jati diri Dino ketahuan setelah ia dikerubungi<br />

oleh wartawan. Saat itu Dino, yang<br />

mengenakan seragam relawan Palang Merah<br />

Indonesia, memilih menyingkir karena<br />

merasa tak enak lantaran tidak bisa bekerja<br />

cepat.<br />

Kalau jadi presiden, enggak lelet lagi kan,<br />

Pak n Kustiah | Dimas<br />

Majalah detik februari 2014<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Ketika Pekerja Migran<br />

jadi Bulan-bulanan<br />

Setelah kasus Erwiana yang mengalami penganiayaan oleh majikan di Hong<br />

Kong, muncul lagi kasus TKI dianiaya di Taiwan. Keduanya belum mendapat<br />

keadilan. Pemerintah dinilai kurang sigap.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Majikan Sehatul (kanan)<br />

saat melakukan mediasi<br />

dengan keluarga korban<br />

melalui Skype. Mediasi<br />

difasilitasi BNP2TKI.<br />

dok. migrant care<br />

Tubuh Sehatulah Alfiyah tergolek lemah di ranjang<br />

sebuah rumah sakit di Taiwan. Tubuh tenaga kerja<br />

Indonesia asal Desa Plampangrejo, Banyuwangi,<br />

Jawa Timur, itu dipenuhi lilitan selang. Matanya<br />

melek tapi tak berkedip. Tangan dan kakinya kurus.<br />

Seorang anggota Asosiasi TKI di Taiwan yang menjenguknya<br />

lalu membetulkan letak tangan Uul—panggilan Sehatulah—<br />

yang tertekuk lunglai di sisi bantal. Kondisi Uul itu<br />

terlihat dari rekaman yang dikirim para aktivis Asosiasi TKI<br />

di Taiwan kepada Saifullah Anas, staf advokasi Migrant Care,<br />

pertengahan Januari lalu.<br />

Emilatun, kakak Sehatul yang juga bekerja sebagai TKI di<br />

Taiwan, mengatakan kondisi adiknya sangat memprihatinkan.<br />

Sudah empat bulan ini dia mengalami koma. Tak ada kawan<br />

ataupun kerabat yang menemaninya di rumah sakit.<br />

“Emilatun dan kawan-kawan di Taiwan sesekali menjenguk.<br />

Karena mereka juga harus bekerja,” kata Saifullah di kantornya,<br />

kawasan Pulo Asem, Jakarta Timur, Selasa, 28 Januari lalu.<br />

Saat ini Uul tidak lagi dirawat di rumah sakit. Ia telah dipindah<br />

ke panti jompo lantaran majikannya tidak lagi membayar<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Kalau dia sakit, tentu<br />

dia tidak bisa bekerja<br />

ke luar negeri.<br />

biayanya. Hal ini berbeda dengan keterangan pihak penyalur<br />

TKI yang memberangkatkan Sehatul, PT Sinergi Bina<br />

Karya, yang menyatakan Uul dipindah karena kondisinya<br />

membaik.<br />

Wanita berusia 27 tahun itu diduga menjadi korban penganiayaan<br />

oleh majikannya, Huang Deng Jin. Saat berangkat<br />

ke Taiwan, Uul dalam keadaan sehat. Bahkan, sehari sebelum<br />

koma, ia masih berkomunikasi dengan Emilatun.<br />

Menurut siaran pers yang dirilis anggota Komisi IX Dewan<br />

Perwakilan Rakyat, Rieke Diah Pitaloka, saat berangkat<br />

pada 2012 menempuh jalur resmi melalui PT Sinergi, disepakati,<br />

Sehatul akan bekerja merawat orang jompo. Namun,<br />

sesampai di Taiwan, ia malah dipekerjakan sebagai<br />

pemerah susu dan pembersih kandang sapi di<br />

Liouying, Distrik Tainan City.<br />

Dia harus memerah sapi dan membersihkan<br />

kandang berisi 300 sapi setiap hari. Jam kerjanya<br />

pukul 03.30-10.00 waktu setempat,<br />

dilanjutkan pada pukul 15.00 hingga 22.00.<br />

Dia juga tidur di dekat kandang sapi. Selain<br />

pekerjaan di luar kontrak kerja, Sehatul<br />

sering dianiaya.<br />

Karena tidak tahan, ia pun mengadu ke<br />

perusahaan penyalurnya. Pihak PT Sinergi<br />

Bina Karya kemudian mendatangi rumah<br />

Huang Deng. Namun, bukannya diizinkan<br />

pindah, Sehatul malah semakin disiksa. Pada 21<br />

September 2013, dia diduga dipukul dengan benda<br />

tumpul oleh majikannya hingga tak sadarkan diri. Ia lalu<br />

dilarikan ke RS Chi Mei Medical Centre di Liouying.<br />

Suami Uul, Suhandik, juga menduga istrinya dianiaya.<br />

Menurut dia, Uul tidak pernah menderita sakit berat. “Kalau<br />

dia sakit, tentu dia tidak bisa bekerja ke luar negeri,” ujar<br />

pria berusia 28 tahun ini.<br />

Namun dugaan bahwa Uul koma karena dianiaya justru<br />

dibantah oleh Direktur Perlindungan Warga Negara<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Sehatul alias Uul dalam<br />

perawatan di rumah sakit<br />

di Taiwan.<br />

dok. migrant care<br />

Indonesia Kementerian Luar Negeri, Tatang Razak, dan Ketua<br />

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Jumhur<br />

Hidayat. Senada, keduanya mengatakan, berdasarkan hasil<br />

visum dokter, Uul koma akibat gagal jantung, bukan lantaran<br />

dianiaya majikan.<br />

Tatang, saat dihubungi, juga membantah Sehatul bekerja mengurus<br />

kandang berisi 300 ekor sapi. “Itu tidak masuk akal. Memelihara<br />

10 ekor sapi saja berat, apalagi sampai 300,” ia menuturkan.<br />

Adapun Jumhur menyebut majikan Uul telah membantah<br />

menganiaya dan mempekerjakannya tidak sesuai kontrak<br />

kerja. Kendati begitu, pemerintah Indonesia melalui Kamar<br />

Dagang Ekonomi Indonesia di Taiwan, serta kepolisian Taiwan<br />

masih menunggu kondisi Uul membaik. “Baru setelah itu kita<br />

konfrontir kedua belah pihak (Uul dan majikan),” tuturnya<br />

secara terpisah.<br />

Sebelum kasus Sehatul mengemuka, masyarakat Indonesia<br />

juga dibuat prihatin oleh kasus Erwiana Sulistyaningsih, TKI di<br />

Hong Kong, yang diduga menjadi korban penganiayaan majikannya,<br />

Law Wan Tung. Dalam kondisi lemah, ia dipulangkan<br />

ke Indonesia dengan cara ditinggal begitu saja di Bandar<br />

Udara Chek Lap Kok.<br />

Saat ditemukan oleh seorang anggota Asosiasi TKI bernama<br />

Rian di Bandara Hong Kong, kondisi Erwiana sangat mengenaskan.<br />

Badannya kurus, wajah serta tangannya penuh<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Erwiana Sulistyaningsih<br />

terbaring di Rumah Sakit Amal<br />

Sehat, Sragen, Jumat (17/1).<br />

Andika Betha / ANTARA FOTO<br />

luka lebam. Saat berangkat ke negeri itu, berat badan wanita<br />

tersebut 50 kilogram. Namun kini bobotnya turun drastis<br />

menjadi 25 kilogram.<br />

“Saat ditemukan di bandara, Erwiana memakai baju rangkap<br />

enam dan jaket untuk menyamarkan tubuh dan menutupi<br />

mukanya yang penuh lebam,” ucap Syamsuddin Nurseha,<br />

pendamping Erwiana, yang juga Ketua Lembaga Bantuan<br />

Hukum (LBH) Yogyakarta.<br />

Majikannya juga tak membayar upah Erwiana selama tujuh<br />

bulan sebagai pekerja rumah tangga. Saat pulang, ia dipaksa<br />

menandatangani kuitansi tiga bulan gaji sebesar Rp 6.900.000.<br />

Namun ia tak menerima uang tersebut. Erwiana sendiri saat ini<br />

dirawat di RS Amal Sehat, Sragen, Jawa Tengah.<br />

Syamsuddin berharap kepolisian Hong Kong menjerat pelaku<br />

dengan hukuman seberat-beratnya. Pelaku kini membayar<br />

jaminan sebesar Rp 1,5 miliar, dan Pengadilan Hong Kong<br />

menetapkan statusnya sebagai tahanan kota.<br />

LBH Yogyakarta berencana mengadukan perkara ini ke<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Aksi solidaritas kaum buruh<br />

migran di Hong Kong untuk<br />

Erwiana.<br />

AFP PHOTO / Philippe Lopez<br />

Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena penegakan hukum terhadap<br />

pelaku penganiaya TKI asal Desa Pucangan, Ngrambe,<br />

Ngawi, Jawa Timur, itu tidak sesuai Undang-Undang Nomor<br />

6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional mengenai Perlindungan<br />

Hak-hak Seluruh Pekerja Migran.<br />

“Kita sudah meratifikasi konvensi itu,” katanya.<br />

Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, menilai pemerintah<br />

kurang sigap dalam menangani kasus ketenagakerjaan<br />

di luar negeri. Akibatnya, para TKI yang menjadi korban terancam<br />

tak memperoleh keadilan sebaik pekerja dari negara<br />

lain yang menghadapi kekerasan yang sama.<br />

“Kita tidak tegas dan tidak punya posisi tawar. Pekerja kita<br />

selalu menjadi korban di negeri orang,” ujar Wahyu.<br />

Ia juga menyesalkan sikap pemerintah yang permisif kepada<br />

pelaku, sehingga para pekerja migran di luar negeri menjadi<br />

bulan-bulanan. Wahyu menduga, karena tidak adanya ketegasan<br />

pemerintah Indonesia terhadap kasus ini, Pengadilan<br />

Hong Kong akhirnya memutuskan majikan Erwiana hanya<br />

dikenai membayar jaminan dan berstatus tahanan kota.<br />

Namun Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,<br />

Dita Indah Sari, berjanji pemerintah akan mendampingi<br />

kedua korban sampai mendapat keadilan. Apalagi Erwiana<br />

dan Uul adalah korban, bukan pelaku tindak pidana.<br />

“Untuk TKI kasus narkoba atas nama Triyana Trijayanti asal<br />

Kediri saja, KBRI Malaysia melakukan pendampingan hingga<br />

bebas. Apalagi untuk Erwiana dan Uul,” tuturnya. n<br />

KUSTIAH | DIMAS<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Awas, Pengidap<br />

Kelainan Seks<br />

Mengintai<br />

Kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di moda angkutan massal<br />

seperti Transjakarta selalu “menguap”. Tidak ada efek jera bagi pelaku<br />

pengidap kelainan seks.<br />

ilustrasi: edi wahyono<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Ruang genset tempat<br />

terjadinya pelecehan<br />

terhadap korban.<br />

dok. detiktv<br />

Empat petugas Transjakarta yang dituduh<br />

menca buli seorang penumpang wanita itu akhirnya<br />

dipecat oleh Unit Pelaksana (UP) Transjakarta.<br />

Mereka adalah AKI, 26 tahun, ED (26), IVE<br />

(28), dan DR (27). Semuanya mengakui melecehkan YF<br />

di salah satu halte moda transportasi massal di Ibu Kota<br />

tersebut pada 21 Januari lalu.<br />

Kejadian bermula ketika karyawati swasta itu naik bus<br />

Transjakarta dari halte Rumah Sakit Islam. Di tengah<br />

perjalanan, YF mengalami sesak<br />

napas, dan pingsan karena asmanya<br />

kambuh. Dia kemudian ditolong petugas<br />

Transjakarta di halte Atrium<br />

Senen, Jakarta Pusat.<br />

Petugas itu lalu membawa YF ke<br />

shelter Harmoni. Dia lalu diserahkan<br />

kepada empat petugas di sana. Namun,<br />

bukannya ditolong, YF malah<br />

mendapat pelecehan seksual. Salah<br />

seorang pelaku, ED, membawa<br />

korban ke ruang genset di belakang<br />

halte. Tidak lama berselang, AKI,<br />

IVE, dan DR menyusul. Di ruangan<br />

berukuran 2 x 3 meter itulah pelecehan<br />

terjadi.<br />

Empat petugas tersebut kini sudah<br />

ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 281 Kitab<br />

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan<br />

terhadap kesopanan atau kesusilaan. Sesuai pasal itu,<br />

keempatnya diancam hukuman maksimum dua tahun<br />

delapan bulan penjara. Kendati demikian, keempatnya<br />

kini belum ditahan.<br />

“Kami tidak bisa menahan meski sudah menjadi<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Orang sudah<br />

pingsan kok<br />

dikerjain juga.<br />

Sepatutnya<br />

4 petugas itu<br />

kena pecat dan<br />

diproses hukum<br />

sampai tuntas.<br />

tersangka. Yang bisa menahan mereka hanya jaksa,”<br />

kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor<br />

Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Tatan<br />

Dirsan Atmaja. Ia beralasan, polisi tidak wajib menahan<br />

mereka karena ancaman hukuman pasal tersebut<br />

kurang dari lima tahun.<br />

Namun hal itu menuai protes dari Komunitas Suara<br />

Transjakarta. Tidak ditahannya para pelaku pelecehan<br />

seksual di moda angkutan massal tersebut membuat<br />

tidak adanya efek jera bagi pelaku. Hal ini dianggap sebagai<br />

penyebab mengapa praktek itu tak pernah hilang.<br />

“Penyelesaiannya tidak pernah ada hasil yang terbuka,<br />

sehingga kita tidak tahu apakah ada kesalahan atau<br />

tindak kriminal. Kasusnya hilang begitu saja,” ujar Ketua<br />

Komunitas Suara Transjakarta David Chyn kepada majalah<br />

detik.<br />

Berdasarkan catatan komunitas tersebut, ada sejumlah<br />

kasus pelecehan di Transjakarta yang menguap<br />

begitu saja. Mereka tidak tahu apakah kasus itu sudah<br />

diselesaikan secara hukum atau melalui jalan damai.<br />

Secara terpisah, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen<br />

Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, juga menyesalkan<br />

lemahnya penegakan hukum bagi pelaku pelecehan di<br />

Transjakarta. Ia menilai kasus empat petugas Transjakarta<br />

yang terjadi belum lama ini bukan semata pelecehan<br />

seks.<br />

“Tapi sudah tindak kriminal. Orang sudah pingsan kok<br />

dikerjain juga. Saya kira sepatutnya 4 petugas itu kena<br />

pecat dan diproses hukum sampai tuntas,” tuturnya saat<br />

ditemui.<br />

Menurut Tulus, kasus pelecehan seksual di Transjakarta<br />

kerap terjadi dan masih terus ada. Pada 2011,<br />

YLKI pernah menyurvei perilaku pelecehan seks di<br />

bus yang memiliki jalur khusus tersebut. Hasilnya,<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Salah satu halte bus<br />

Transjakarta saat dipenuhi<br />

calon penumpang.<br />

4,25 persen dari 3.000 responden penumpang Transjakarta<br />

mengaku pernah mengalami pelecehan seks<br />

selama di perjalanan.<br />

Ia menduga maraknya pelecehan itu disebabkan bus<br />

Transjakarta yang selalu penuh sesak di jam-jam sibuk.<br />

Bahkan melebihi kapasitasnya. Jadwal keberangkatan<br />

bus yang tidak pasti semakin menambah kerawanan.<br />

Idealnya, menurut Tulus, armada bus Transjakarta<br />

ditambah dan jadwalnya terukur.<br />

“Selama ini kan enggak jelas. Penumpang sampai menunggu<br />

setengah jam sampai 1 jam lebih di halte-halte<br />

tertentu. Padat sekali,” ucapnya.<br />

Masalah pelayanan Transjakarta juga pernah menjadi<br />

obyek penelitian Rachma Fitriati, peneliti dari Universitas<br />

Indonesia, pada 2009-2013. Dalam penelitian yang dibiayai<br />

secara mandiri itu, hasilnya selalu sama. Pelayanan<br />

angkutan tersebut belum baik.<br />

Menurut Rachma, penelitiannya pada 2009 antara lain<br />

menyimpulkan jumlah bus terbatas dan kasus pelecehan<br />

seksual masih terjadi. Hal ini, kata dia, menunjukkan<br />

rekomendasi kajiannya masih relevan untuk perbaikan<br />

Transjakarta ke depan meskipun dilakukan empat tahun<br />

lalu.<br />

Masih buruknya pelayanan Transjakarta juga membuka<br />

peluang pelaku yang mengidap kelainan seks untuk<br />

beraksi. Seperti dituturkan psikolog seksual Zoya<br />

Amirin, penyebab munculnya pelecehan di Transjakarhasan<br />

alhabshy/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Antrean para calon<br />

penumpang bus<br />

Transjakarta. Penuh sesak<br />

di halte-halte tertentu.<br />

lamhot aritonang/detik foto<br />

ta bukan pakaian perempuan yang sering memancing<br />

berahi.<br />

“Pelaku memilih korban sama sekali bukan karena<br />

pakaian seksi sehingga dia terangsang, seperti rok mini<br />

atau baju ketat. Tapi ini orang memang terganggu, dia<br />

punya penyakit. Buat dia, yang penting perempuan,” kata<br />

Zoya secara terpisah. “Selama dia bisa menggesekkan<br />

alat kelaminnya, ya sudah (terpuaskan).”<br />

Indikasinya, menurut Zoya, adalah adanya perempuan<br />

yang menggunakan pakaian tertutup, seperti jilbab, juga<br />

tak lepas menjadi sasaran para pengidap gangguan perilaku<br />

seksual ini. “Mahasiswi saya di UI banyak yang naik<br />

kereta dan enggak terlepas dari pelecehan, meskipun<br />

mereka pakai jilbab,” ujarnya, seraya meminta para penumpang<br />

perempuan selalu waspada.<br />

Modus pelecehan seksual yang sering terjadi di angkutan<br />

umum, menurut Zoya, masuk dalam kategori frot<br />

teurism. Pelaku suka menggesekkan alat kelaminnya<br />

ke tubuh orang lain. Gangguan ini adalah cabang dari<br />

paraphilia atau kelainan seksual.<br />

Pelaku akan mendapatkan kepuasan seksual pada individu<br />

lain secara nonkonsensual atau tanpa persetujuan.<br />

Caranya dengan menempelkan atau menggesekkan<br />

organ seksualnya saat berdesakan di tempat umum,<br />

seperti bus, kereta api, ataupun di tempat pertunjukan<br />

konser. Awas! n<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Tips<br />

Menghindari<br />

Pelecehan<br />

Seksual dan<br />

Kriminalitas<br />

di Bus<br />

Transjakarta<br />

1.<br />

Merencanakan<br />

perjalanan, di<br />

antaranya rute dan<br />

alternatif rute, serta<br />

menghindari jam-jam padat<br />

dengan menyesuaikan<br />

pakaian.<br />

2.<br />

Saat antre tiket,<br />

siapkan uang pas/eticket.<br />

Apabila bawa<br />

tas ransel, letakkan di<br />

depan, dada, atau perut.<br />

3.<br />

Di halte, antrelah<br />

di depan pintu<br />

sesuai tujuan, dan<br />

melangkah dengan hatihati<br />

dan selalu waspada.<br />

4.<br />

Di dalam bus<br />

saat perjalanan,<br />

jangan berdiri<br />

bergerombol dekat pintu<br />

keluar/masuk karena<br />

rawan kriminalitas.<br />

Masuk lebih dalam,<br />

duduk maupun berdiri<br />

bila tujuan masih cukup<br />

jauh, dan baru mendekat<br />

pintu keluar satu halte<br />

sebelum sampai di halte<br />

tujuan.<br />

5.<br />

Selalu waspada.<br />

Bila terjadi<br />

gangguan<br />

keamanan, sesegera<br />

mungkin lapor petugas<br />

Transjakarta atau pihak<br />

keamanan. n<br />

M. RIZal (Tips dari Ketua Komunitas Suara<br />

Transjakarta, David Chyn)<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Bila Bhatoegana<br />

Terantuk Dolar<br />

Sutan Bhatoegana dituding<br />

menerima gratifikasi dari<br />

SKK Migas. Juga dituduh<br />

memeras Pertamina. “Ini pasti<br />

diambil dari Twitter, orang<br />

suka macam-macam itu,”<br />

ujar Sutan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana diperiksa<br />

di KPK sebagai saksi untuk<br />

Waryono Karyo (atas). Toko buah<br />

All Fresh tempat penyerahan<br />

uang Rudi kepada Tri Yulianto<br />

(bawah).<br />

Widodo S. Jusuf / ANTARA<br />

Waktu berbuka puasa baru saja berlalu. Jumat,<br />

26 Juli 2013, Rudi Rubiandini, 51 tahun,<br />

bersiap pulang ke Bandung, Jawa Barat. Sejak<br />

menjadi birokrat di Jakarta, guru besar bidang<br />

teknik perminyakan dan energi Institut Teknologi Bandung<br />

itu memang selalu menghabiskan akhir pekan di rumahnya<br />

di Kota Kembang.<br />

Tapi, sembari mudik, Rudi, yang saat itu menjabat Kepala<br />

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak<br />

dan Gas Bumi (SKK Migas), masih harus menuntaskan satu<br />

agenda penting. Petang itu, ia mesti bertemu dengan anggota<br />

Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (yang membidangi<br />

masalah energi dan sumber daya mineral, riset dan teknologi,<br />

serta lingkungan hidup) dari Partai Demokrat, Tri Yulianto.<br />

Maka, sebelum ke Bandung, Rudi, yang membawa tas ransel<br />

hitam, kepada sopirnya minta diturunkan di toko buah All<br />

Fresh, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan.<br />

Tri harus ditemui karena kader senior Demokrat itu ingin<br />

mengambil uang US$ 200 ribu yang dijanjikan Rudi. Uang<br />

tersebut sudah disiapkan dalam tas hitam yang dibawa Rudi.<br />

Uang itu sebenarnya “pesanan” Ketua Komisi VII DPR Sutan<br />

Bhatoegana. Awalnya, Rudi ingin bertemu langsung Sutan,<br />

bukan dengan Tri. “Kalau tidak bisa, (baru) saya kontak Mas<br />

Tri,” ujar Rudi kepada Sutan lewat telepon seperti dituturkan<br />

sumber majalah detik.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Mantan Sekjen<br />

Kementerian ESDM<br />

Waryono Karno (tengah)<br />

usai diperiksa di KPK.<br />

Rosa Panggabean / ANTARA<br />

Dalam dakwaan atas Rudi, uang US$ 200<br />

ribu itu merupakan bagian dari kasus dugaan<br />

suap SKK Migas, yang menyeret bekas Wakil<br />

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral<br />

(ESDM) tersebut ke meja hijau. Uang dari<br />

Deviardi, pelatih golf Rudi, itu dialirkan ke Senayan<br />

karena Rudi tidak tahan terus-menerus<br />

didesak Komisi VII agar memberikan uang<br />

tunjangan hari raya (THR). “Yang membagi<br />

Tri Yulianto,” ujar kuasa hukum Rudi, Rusdi A.<br />

Abu Bakar, kepada majalah detik.<br />

Sutan, juga Tri, beribu kali membantah anggapan<br />

kecipratan dolar Rudi. Namun urusan<br />

THR gelap itu agaknya bakal panjang. Selain<br />

Sutan dan Tri, kini muncul lagi satu nama politikus Demokrat<br />

yang disebut ikut “memburu” THR, yakni Jhonny Allen Marbun.<br />

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu juga merupakan<br />

anggota Komisi VII merangkap anggota Badan Anggaran<br />

DPR.<br />

Mendapati data pengadilan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi<br />

semakin intensif melakukan penyidikan. Pada 17 Januari<br />

2014, penyidik “mengaduk-aduk” rumah megah Sutan di<br />

Kompleks Villa Duta, Bogor, Jawa Barat. Penggeledahan juga<br />

menjalar ke ruangan kerja pria yang terkenal dengan kalimat<br />

“ngeri-ngeri sedap” itu di lantai 9 gedung DPR. Tri pun mengalami<br />

nasib sama.<br />

Pada hari itu juga, bekas Sekretaris Jenderal Kementerian<br />

ESDM Waryono Karno ditetapkan sebagai tersangka dugaan<br />

suap SKK Migas. Keterlibatan Waryono dibidik sejak KPK<br />

menemukan uang US$ 285 ribu di ruangannya, yang diduga<br />

berkaitan dengan uang di tangan Rudi. Uang itu diduga kemudian<br />

hendak disetorkan ke DPR.<br />

Waryono disebut-sebut sebagai perantara gratifikasi SKK<br />

Migas ke Komisi VII DPR, khususnya kepada Sutan. Dia<br />

menampung uang yang ditujukan kepada DPR sepanjang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Video<br />

Mei-Juni 2013 ketika Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR<br />

merembuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja<br />

Negara Perubahan 2013. Sayang, ia belum bisa dimintai konfirmasi.<br />

Kucuran uang SKK Migas ke Sutan melalui Waryono diungkap<br />

Didi Dwi Sutrisnohadi, bekas Kepala Biro Keuangan<br />

Kementerian ESDM. Dalam salinan berita acara pemeriksaan<br />

(BAP) Didi yang diperoleh majalah detik, pada 28 Mei 2013,<br />

menjelang rapat Kementerian ESDM dengan Komisi VII, Waryono<br />

menerima uang sekitar US$ 140 ribu dari SKK Migas.<br />

Waryono memerintahkan Didi mengirim uang itu kepada<br />

Sutan. Uang itu dipilah-pilah Didi menjadi tiga amplop cokelat,<br />

masing-masing dengan kode P (pimpinan Komisi VII<br />

DPR), A (anggota Komisi VII DPR), dan S (Sekretariat Komisi<br />

VI DPR). Pimpinan Komisi VII berjumlah 4 orang, masing-ma-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Dirut Pertamina Karen<br />

Agustiawan usai diperiksa<br />

di KPK.<br />

M Agung Rajasa / ANTARA<br />

sing menerima US$ 7.500, anggota 43 orang masing-masing<br />

US$ 2.500, dan Sekretariat Komisi VII sebesar US$ 2.500.<br />

Selesai merapikan uang-uang ke dalam amplop, Didi menelepon<br />

Irianto Muchyi, staf ahli Sutan di DPR, yang juga salah<br />

satu pendiri Demokrat. “Ini ada yang mau disampaikan ke<br />

Pak Sutan, tolong diambil,” ujar Didi. “Ya, baik,” jawab Irianto.<br />

Tak berapa lama, Irianto datang dan meneken tanda terima.<br />

Bukti transaksi itu kabarnya sudah diamankan KPK.<br />

Pada 10 Juni 2013, berlangsung lagi rapat Kementerian<br />

ESDM, Badan Anggaran DPR, dan Komisi VII di Puncak, Bogor.<br />

Menurut sumber majalah detik, saat itu Rudi berkata<br />

kepada Jhonny Allen Marbun bahwa ia telah menyiapkan<br />

uang US$ 20 ribu, namun ditolak. Kata Jhonny, BP Migas—<br />

lembaga asal SKK Migas—mempunyai “utang” kepada DPR<br />

sebesar US$ 1 juta.<br />

Puncak pembahasan RAPBN Perubahan Kementerian<br />

ESDM terjadi pada 12 Juni 2013. Dalam rapat kerja tertutup,<br />

disepakati anggaran Kementerian ESDM, yang semula Rp<br />

18,8 triliun dalam APBN 2013, berkurang menjadi Rp 17,4<br />

triliun dalam RAPBN Perubahan 2013.<br />

Sebelum rapat kerja dimulai, Waryono memanggil Didi dan<br />

menanyakan apakah SKK Migas sudah mengirimkan uang.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

Rusdi A. Abu Bakar.<br />

Bahtiar Rifai/majalah detik<br />

sutan bhatoegana<br />

Karena SKK Migas hanya mengirim US$ 50<br />

ribu, Waryono khawatir bukan main. “Wah,<br />

kok segitu, nanti (Komisi VII DPR) marah,”<br />

ucap Waryono.<br />

Di tempat lain, Rudi berusaha menghimpun<br />

uang. Ia menelepon Direktur Utama PT<br />

Pertamina (persero) Karen Agustiawan dan<br />

bilang sudah membuat kesepakatan dengan<br />

Menteri ESDM Jero Wacik. Kata Rudi, yang<br />

“buka kendang” adalah SKK Migas sebesar<br />

US$ 150 ribu, sedangkan yang “tutup kendang”<br />

Pertamina dengan jumlah yang sama.<br />

Uang itu harus dikumpulkan pukul 13.00<br />

WIB karena rapat pengesahan RAPBN Perubahan<br />

Kementerian ESDM digelar pukul 15.00<br />

WIB. Karen emoh. Dia beralasan Pertamina<br />

sudah memberikan jatah tersendiri. Tapi alasan<br />

itu, menurut Karen, hanya alibi agar ia tidak ditagih lagi<br />

oleh Rudi. Karena Karen tidak kooperatif, Rudi mengancam<br />

akan melaporkannya kepada Menteri Jero Wacik, atasan<br />

Karen.<br />

Saat diperiksa KPK pada 7 November 2013, Karen juga menyebutkan<br />

bawahannya sempat dimintai uang oleh Sutan<br />

dan Jhonny. Tahun 2011, keduanya memanggil Direktur Perencanaan<br />

Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Afdal<br />

Bahaudin serta Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina<br />

Hanung Budya. Jhonny, dengan disertai ancaman, meminta<br />

“upeti” Rp 1 per liter untuk volume BBM PSO/BBM bersubsidi.<br />

Setahun berikutnya, Hanung Budya serta Direktur Gas<br />

Hary K. juga dipanggil Jhonny dan Sutan ke Senayan. Jhonny<br />

minta komisi dari setiap pembangunan stasiun pengisian<br />

bahan bakar gas, juga dengan disertai ancaman pemecatan.<br />

Namun permintaan itu tidak dilayani Pertamina.<br />

Menurut Karen, Sutan pernah melobinya agar PT Timas,<br />

perusahaan Sutan, diikutkan dalam tender di Pertamina.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Gedung KPK.<br />

detikfoto<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

Namun telat. Sutan juga meminta agar PT Pertamina Drilling<br />

Service Indonesia ditunjuk langsung mengelola rig Northwest<br />

Java selama 5 tahun. Padahal ketentuan SKK Migas hanya 3<br />

tahun.<br />

Selain melalui stafnya, Sutan sempat bertemu dengan<br />

Rudi sampai lima kali agar THR yang dimintanya cair. Sumber<br />

majalah detik mengatakan pertemuan itu terjadi di Pacific<br />

Place, Bellagio Mall, Plaza Senayan, Klub Bimasena kompleks<br />

Hotel The Dharmawangsa, dan rumah Rudi.<br />

Disodori tudingan-tudingan itu, Sutan menjawab tidak<br />

pernah melakukannya. “Ini pasti diambil dari Twitter, orang<br />

suka macam-macam itu,” kata dia.<br />

Adapun Jhonny Allen tidak bersedia dimintai tanggapan.<br />

“Kalian jangan mancing-mancing saya. Saya tidak akan berkomentar<br />

kalau barangnya enggak jelas,” katanya kepada<br />

majalah detik.<br />

Rudi untuk sementara menolak memberi tanggapan. Namun<br />

ia berjanji bakal membeberkan semua nama itu dalam<br />

persidangan. “Ada Sutan Bhatoegana, Ibu Karen, dan sebagainya.<br />

Itu semua suatu hari nanti akan terbuka lembarnya,”<br />

kata Rudi seusai sidang di Pengadilan Tipikor, 28 Januari 2013.<br />

“Saya berserah diri pada Tuhan saja,” tanggap Sutan. ■ Isfari<br />

Hikmat, Pasti Liberty, Monique Shintami, Bahtiar Rifai | Irwan Nugroho<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Kisah<br />

‘Ngeri-ngeri Sedap’<br />

Sutan<br />

Sutan Bhatoegana adalah<br />

orang kuat di Partai<br />

Demokrat. Ia berhasil<br />

meniti politik sejak partai<br />

berlambang bintang Mercy<br />

ini lahir. Kekayaannya<br />

melimpah setelah berpolitik.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Coba rumah Anda<br />

digitu-gitukan,<br />

macam kita<br />

teroris saja.<br />

Mobil Alphard berwarna hitam tiba-tiba memberikan<br />

tanda menepi. Duduk di belakang sopir<br />

mobil itu adalah Sutan Bhatoegana Siregar. Telepon<br />

genggam Ketua Komisi VII DPR, komisi yang<br />

membidangi energi sumber daya mineral, riset dan teknologi,<br />

serta lingkungan hidup, itu mendadak berbunyi. Di seberang<br />

telepon, sang istri terdengar ketakutan.<br />

Perempuan yang hobi merancang rumah itu mengabarkan,<br />

pada Kamis 16 Januari 2014 itu, rumah mereka digeledah<br />

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada delapan penyidik<br />

KPK dengan kawalan dua orang Brimob mendatangi rumah<br />

Sutan nan megah di kompleks elite Perumahan Villa Duta,<br />

Jalan Sipatahunan No. 26, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan<br />

Bogor, Bogor, Jawa Barat, itu.<br />

Saat itu, mobil Sutan tengah melaju di Tol Jagorawi mendekati<br />

Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ia hendak ke kantornya,<br />

gedung Nusantara I Kompleks MPR, DPR, dan DPD, Senayan,<br />

Jakarta. Namun, usai menerima telepon itu, Sutan pun<br />

meminta sopir untuk berbalik arah, kembali menuju rumahnya.<br />

Padahal rumah itu baru beberapa menit ditinggalkannya.<br />

“Sebenarnya saya tidak apa-apa, tetapi istri saya takut, jadi<br />

balik saja,” jelas Sutan saat ditemui majalah detik.<br />

Sutan mengaku hingga kini sang istri masih shock dengan<br />

penggeledahan tersebut. Ibu dua anak itu kaget dengan<br />

berita yang menyebut rumah berlantai tiga itu hasil korupsi.<br />

Maka, Sutan pun menolak wartawan yang ingin masuk ke<br />

rumahnya. Bahkan, dengan alasan takut ancaman teroris, ia<br />

“mengusir” wartawan yang mendekati rumahnya. “Coba rumah<br />

Anda digitu-gitukan, macam kita teroris saja,” kata pria<br />

yang terkenal dengan ungkapan “ngeri-ngeri sedap itu”.<br />

Rumah Sutan yang digeledah KPK terlihat paling mencolok<br />

di antara rumah mewah lain di sekitarnya. Beberapa pilar<br />

besar ini menjadi penanda gaya khas arsitektur Mediterania.<br />

Rumah yang didominasi warna netral abu-abu ini terlihat bak<br />

istana. “Ini istri saya yang mendesain sendiri,” ungkap Sutan.<br />

Harga rumah dengan luas 1.000 meter persegi itu ditaksir<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana berbincang<br />

dengan wartawan setelah KPK<br />

menggeledah rumahnya di<br />

Kompleks Villa Duta.<br />

Rachman Haryanto / detikfoto<br />

mencapai Rp 20 miliar. Tanah dan rumah itu dibeli dan dibangun<br />

secara bertahap oleh Sutan. Menurut Sutan, rumah itu<br />

sejatinya tidak semewah yang disangkakan orang. “Ada kolam<br />

renang kalian bilang, itu kan kolam ikan kecil.”<br />

Sutan lebih sering menempati rumah tersebut belakangan<br />

ini meskipun sering mengeluhkan jalannya yang rusak dan<br />

kerap macet. Rumah itu baru ditinggali Sutan dan keluarganya<br />

pada pertengahan 2013 lalu. Luas tanahnya sekitar 1.000<br />

meter persegi. “Saya bantah ada pemberitaan yang bilang<br />

6.000 meter persegi,” kata Sutan.<br />

Rumah itu menjadi target komisi antirasuah karena terkait<br />

dugaan suap Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha<br />

Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) sebesar US$ 200 ribu.<br />

Nama Sutan tertera dalam dakwaan mantan Ketua SKK<br />

Migas Rudi Rubiandini, yang duduk di kursi pesakitan Pengadilan<br />

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Rumah Sutan di Babakan<br />

Madang.<br />

isfari hikmah / detikfoto<br />

Uang suap SKK Migas diduga mengalir hingga ke kantong<br />

Sutan. Versi Rudi, uang itu diberikan melalui Tri Yulianto,<br />

kader senior Demokrat yang satu komisi dengan Sutan di<br />

Komisi VII DPR. Namun Sutan membantah uang itu sampai<br />

pada dirinya. “Ya tidak ada. Tidak ada memang,” kata Sutan.<br />

l l l<br />

Kasus dugaan suap SKK Migas bukan kasus korupsi pertama<br />

yang menyeret nama Sutan. Pada 2012, nama Sutan disebutkan<br />

oleh Sofyan Kasim, pengacara terdakwa kasus dugaan<br />

korupsi pengadaan solar home system (SHS) di Kementerian<br />

ESDM. Sutan dituding membantu melobi Kementerian ESDM<br />

untuk memasukkan dua perusahaan dalam proyek senilai Rp<br />

526 miliar ini. Kasus ini sendiri telah menelan kerugian negara<br />

sebesar Rp 131,3 miliar.<br />

Selain Sofyan, terdakwa kasus korupsi SHS Ridwan Sanjaya<br />

juga menyebutkan keterlibatan Sutan. Namun keterangan<br />

dalam pemeriksaan di KPK ini tidak tertera dalam dakwaan<br />

jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta.<br />

Sutan juga berhadapan dengan KPK saat dugaan suap pembangunan<br />

Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga<br />

Nasional (P3SON) Hambalang. KPK melakukan pemeriksaan<br />

terhadap Sutan karena ia menerima pemberian telepon geng-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Buku Partai Demokrat & SBY<br />

karya Akbar Faizal.<br />

Aryo/majalah detik<br />

gam dari mantan Bendahara<br />

Partai Demokrat M. Nazaruddin.<br />

Isu kuat menyebut<br />

uang suap mengalir hingga<br />

Kongres Partai Demokrat di<br />

Bandung 2010 lalu.<br />

Namun urusan kali ini tampaknya<br />

berbeda. Tidak cuma<br />

digeledah rumah dan kantornya,<br />

KPK juga sudah tiga kali<br />

memeriksa Sutan. Bahkan,<br />

staf ahlinya, Irianto Muchyi,<br />

juga dicegah bepergian ke<br />

luar negeri oleh komisi itu.<br />

Tidak aneh, perilaku Sutan pun berubah. Sejak penggeledahan<br />

rumah mewahnya itu, ia lebih sering menebar pesan<br />

berantai mengenai fitnah melalui telepon genggam Black-<br />

Berry-nya. “Sejak 1992 itu, kalau malam saya dibangunkan<br />

Allah, tahajud.”<br />

Sutan juga tidak lagi tertawa lebar seperti biasanya saat<br />

muncul di media massa. Ia juga tidak lagi mengobral kalimatkalimat<br />

aneh yang menjadi trademark-nya. Selama ini, Sutan<br />

terkenal ulet membela Demokrat dengan kalimat lucu, salah<br />

satunya kata “ngeri-ngeri sedap”. Lalu ada istilah “ikan salmon”<br />

untuk mencela politikus partai koalisi Sekretariat Gabungan,<br />

yang tidak konsisten mendukung Presiden Susilo Bambang<br />

Yudhoyono.<br />

Istilah itu merujuk pada Golkar dan PKS yang menyatakan<br />

mendukung Yudhoyono-Boediono dalam Pemilu 2009,<br />

namun para politikusnya di Senayan selalu menyerang sang<br />

Presiden. “Makanya saya katakan ini kelompok ‘ikan salmon’,<br />

intelektual kagetan asal ngomong muncul terus tanpa tahu<br />

dampak politiknya,” ujar Sutan Bhatoegana awal 2012.<br />

Sutan mengawali karier di bidang politik sebagai pendiri<br />

Demokrat di lapis kedua. Nama Sutan ikut tertera dalam 99<br />

nama penandatangan dukungan berdirinya Demokrat pada<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Para penyidik KPK<br />

menggeledah ruangan Komisi<br />

VII dari Fraksi Partai Demokrat<br />

DPR RI Senayan, Jakarta.<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

2001. Aktif di politik, Sutan melepaskan usahanya sebagai<br />

Presiden Direktur PT Timas Suplindo, yang bergerak dalam<br />

konstruksi pertambangan.<br />

Sutan langsung terlibat aktif dalam kepengurusan Demokrat.<br />

Ia duduk sebagai wakil sekretaris jenderal ketika Demokrat<br />

berada di bawah Ketua Umum Subur Budhisantoso. Sepak<br />

terjang Sutan dalam politik dimulai dari posisi wasekjen ini.<br />

Akbar Faizal, dalam bukunya yang terbit pada tahun 2005,<br />

Partai Demokrat & SBY, menyebutkan Sutan terlibat dalam<br />

upaya penggulingan Subur sebagai ketua umum menjelang<br />

Pemilu Legislatif 2004.<br />

Sutan beranggapan latar belakang Subur sebagai peneliti<br />

kurang mumpuni jika memegang kendali ketua umum. Apalagi<br />

Pemilu 2004 merupakan uji kekuatan perdana bagi Demokrat<br />

dalam kancah politik nasional. Dalam buku itu, Sutan<br />

mengharap ketua umum yang bermental petarung.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana di dalam<br />

mobilnya usai diperiksa KPK.<br />

ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf<br />

Namun harapan ini siasia,<br />

SBY tidak menghendaki<br />

pergantian ketua umum<br />

hingga masa jabatan selesai<br />

pada 2005. Meski begitu,<br />

keberhasilan Demokrat tetap<br />

dirasakan Sutan. Ia lolos<br />

sebagai calon anggota legislatif<br />

periode 2004-2009.<br />

Kepiawaiannya berpolitik<br />

menempatkan Sutan sebagai<br />

anggota DPR selama 9<br />

tahun. Tahun 2014 ini pun<br />

Sutan masih akan bertarung<br />

sebagai caleg Demokrat.<br />

Sukses dalam karier politik rupanya juga diimbangi dengan<br />

kekayaan Sutan yang berlimpah. Harta kekayaannya mencapai<br />

Rp 2,4 miliar pada 2009. Kekayaan terbesarnya disimpan<br />

dalam bentuk rumah dan bangunan. Total kekayaannya<br />

berupa tanah dan bangunan yang dimilikinya mencapai Rp<br />

1,1 miliar. Jumlah ini menurun dari Laporan Harta Kekayaan<br />

Penyelenggara Negara (LHKPN) Sutan tahun 2007, yakni Rp<br />

2,5 miliar.<br />

Rumah yang digeledah KPK belum dimasukkan dalam<br />

LHKPN tersebut. Alasannya, rumah itu baru direnovasi dan<br />

belum balik nama. Rumah Sutan pun tidak hanya satu itu.<br />

Penelusuran majalah detik, dari 6 aset tanah dan bangunan<br />

milik Sutan, terdapat dua rumah mewah yang masih miliknya,<br />

yakni rumah yang digeledah KPK dan rumah di Jalan Mahkota<br />

Pirus No. 21, Perumahan Victoria, Bogor, Jawa Barat.<br />

Sutan menegaskan harta kekayaannya diperoleh dengan<br />

cara yang benar. Ia mengaku sudah lama kaya. “Tahu tidak,<br />

saya kan umur 27 tahun sudah punya rumah di Tebet (Jakarta<br />

Selatan),” ujarnya. n ISFARI HIKMAT, moniQUE Shintami, Bahtiar RIFAI, dan aryo<br />

BHAWONO<br />

Majalah detik 3 - - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Korupsi Sengat<br />

Tim Angka Keramat<br />

Para pendiri Demokrat terseret kasus-kasus dugaan<br />

korupsi. Belum ada yang jadi tersangka. Diprediksi bakal<br />

makin menurunkan perolehan suara partai.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Ketua Komisi VII DPR<br />

Sutan Bhatoegana.<br />

Lamhot aritonang /detikfoto<br />

Sutan Bhatoegana Siregar tidak berpikir lama-lama<br />

ketika diajak Vence Rumangkang bergabung dengan<br />

partainya. Sekitar Juli 2001 itu, Vence termasuk<br />

anggota Tim 9, yang bertugas menyiapkan pendirian<br />

partai yang digagas oleh Susilo Bambang Yudhoyono.<br />

“Saya diberi tahu Pak Vence bahwa SBY mendukung pendirian<br />

partai,” kata Sutan. “Saya langsung tertarik.”<br />

Sebulan setelahnya, jumlah anggota Tim 9 beranak-pinak,<br />

dan menjadi Tim 99. Jumlahnya memang sengaja kelipatan 9,<br />

yang konon angka keramat Yudhoyono.<br />

Pada 9 September 2001, nama-nama anggota Tim 99 dilaporkan<br />

kepada Yudhoyono, yang menggelar perayaan hari<br />

ulang tahunnya. Yu dhoyono merestui dan memberikan nama<br />

Partai Demokrat dengan logo bintang bersudut tiga.<br />

Sepuluh hari setelah hajatan itu, Tim 99 berkumpul di<br />

kantor Vence di gedung Graha Pratama, Jalan M.T. Haryono,<br />

Jakarta Selatan. Di hadapan notaris Aswendi Kamuli, “tim<br />

angka keramat” itu membuat akta pendirian partai.<br />

Karena saat itu Letnan Jenderal Yudhoyono, yang menjabat<br />

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, masih menjaga<br />

jarak dengan partai, praktis tidak ada militer di barisan deklarator<br />

Demokrat. Yang ada hanya akademisi dan pengusaha.<br />

Faksi akademisi rata-rata orang rekrutan Ketua Umum Subur<br />

Budhisantoso, yang merupakan guru besar ilmu antropologi<br />

Universitas Indonesia. “Kelompok pengusaha dipimpin<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Mendirikan DPD<br />

dan pengurus anak<br />

cabang seluruh<br />

Indonesia itu butuh<br />

puluhan miliar.<br />

Vence Rumangkang<br />

Lamhot aritonang /detikfoto<br />

Vence Rumangkang sebagai pendiri sekaligus penyandang<br />

dana,” kata penulis buku Partai Demokrat & SBY, Akbar Faizal.<br />

Buku Partai Demokrat & SBY terbit pada tahun 2005. Saat<br />

itu, Akbar menjadi Ketua Umum Kader Muda Demokrat. Kini<br />

ia menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat<br />

(Nasdem).<br />

Para pengusaha yang masuk Demokrat termasuk yang<br />

lumayan banyak berkeringat. Mereka, menurut Vence, harus<br />

melego harta miliknya, terutama saat partai membangun<br />

jaringan kepengurusan di tingkat daerah agar lolos verifikasi<br />

Komisi Pemilihan Umum. “Mendirikan DPD dan pengurus<br />

anak cabang seluruh Indonesia itu butuh puluhan miliar,”<br />

ujarnya.<br />

Vence bersama Sutan memang masuk Tim Akselerasi<br />

pembentukan pengurus daerah. Di dalam tim itu juga ada<br />

Syarief Hasan.<br />

Kini pendiri partai, seperti Sutan dan Syarief, mulai disorot<br />

dalam kasus dugaan korupsi. Sebelumnya, pemberitaan kasus<br />

korupsi banyak diisi politikus yang masuk Demokrat menjelang<br />

Pemilihan Umum 2009. Kader “indekos”—begitu mereka<br />

dijuluki—bertumbangan setelah terbongkarnya permainan<br />

proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor.<br />

Dimulai dari Bendahara Demokrat M. Nazaruddin, berturutturut<br />

masuk ruang tahanan Andi Alifian Mallarangeng dan<br />

setelah itu mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum.<br />

Nah, kini mulai muncul nama deklarator dan kader senior<br />

dalam radar Komisi Pemberantasan Korupsi. Misalnya saja<br />

Irianto Muchyi, yang menurut buku Partai Demokrat & SBY,<br />

termasuk anggota Tim 99 yang mendirikan Demokrat.<br />

Staf ahli Sutan ini disebut KPK menerima uang dari Didi<br />

Dwi Sutrisnohadi, Kepala Biro Keuangan Kementerian Energi<br />

dan Sumber Daya Mineral.<br />

Akibat kasus dugaan suap di kementerian ini, Menteri<br />

ESDM Jero Wacik pun disorot. Namun kader senior Demokrat<br />

itu membantah adanya uang dari kementeriannya buat<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Mantan Kepala SKK Migas<br />

Rudi Rubiandini di gedung<br />

KPK.<br />

Lamhot aritonang / detikfoto<br />

Dewan Perwakilan Rakyat. “Tidak ada itu,” kata Jero, yang jadi<br />

pengurus Dewan Pimpinan Pusat Demokrat pasca-Pemilihan<br />

Umum 2004.<br />

Kader senior Demokrat lainnya, Tri Yulianto, juga diduga<br />

menerima “uang tunjangan hari raya” dari Kepala Satuan Kerja<br />

Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas<br />

Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Tri termasuk anggota DPR<br />

pertama dari Demokrat yang lolos dalam Pemilu 2004.<br />

Dalam kasus dugaan suap dari SKK Migas ini, KPK mencekal<br />

Eka Putra. Dia adalah staf Sartono Hutomo, mantan<br />

Bendahara Umum Demokrat, yang dimutasi jadi Ketua Divisi<br />

Logistik. Sutan membenarkan Eka adalah staf Sartono.<br />

Sartono, yang merupakan sepupu Yudhoyono, bergabung<br />

dengan Demokrat pascapemilihan anggota legislatif pada<br />

2004. Pengusaha pariwisata ini tercatat menjabat bendahara<br />

di DPD I Bali.<br />

Dalam penyelidikan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini,<br />

juga muncul nama Jhonny Allen Marbun. Jhonny tercantum<br />

sebagai salah satu penerima uang dalam laporan keuangan<br />

PT Anugrah Nusantara, salah satu perusahaan Grup Permai<br />

milik Nazaruddin, pada 25 Januari 2008.<br />

Sebelumnya, Jhonny disebut dalam kasus dugaan suap<br />

proyek perluasan bandara dan dermaga di Sulawesi Selatan.<br />

Keterlibatan Jhonny dilaporkan ke KPK oleh Risco Pesiwaris-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Saya marah.<br />

Kenapa dia<br />

bertindak tanpa<br />

sepengetahuan<br />

saya.<br />

Syarief Hasan<br />

Lamhot aritonang /detikfoto<br />

sa, yang mengklaim pernah jadi asisten<br />

pribadi Jhonny.<br />

Dimintai konfirmasi soal kasus-kasus<br />

ini, Jhonny enggan berkomentar. “Saya<br />

tahu kalian ini cuma mancing-mancing<br />

dan jebak saya,” ujarnya.<br />

Lalu masih ada Menteri Koperasi Syarief<br />

Ha san. Ketua Harian Demokrat ini<br />

tersandung kasus korupsi pengadaan<br />

videotron di Kementerian Koperasi dan<br />

Usaha Kecil Menengah, yang diduga<br />

melibatkan putranya, Riefan Avrian.<br />

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengendus<br />

adanya kerugian negara senilai<br />

Rp 17 miliar akibat penggelembungan<br />

nilai proyek dan pengerjaan yang tidak sesuai dengan<br />

spesifikasi tender. Kejaksaan menduga PT Imaji Media, yang<br />

memenangi lelang proyek videotron, adalah perusahaan<br />

bodong yang dipimpin oleh Hendra Saputra, office boy yang<br />

dijadikan direktur oleh Riefan.<br />

Kongkalikong memenangi proyek itu diatur oleh Riefan<br />

dengan Kepala Biro Umum Kementerian Koperasi Hasnawi<br />

Bachtiar. Kemenangan perusahaan buatan Riefan itu diduga<br />

diarahkan karena, ternyata, Hasnawi masih berkerabat dengan<br />

Syarief Hasan.<br />

Syarief membantah jika dikatakan bahwa dia juga diperiksa<br />

dalam kasus ini. Namun dia mengaku memarahi Riefan<br />

karena namanya sampai disebut-sebut dalam kasus dugaan<br />

korupsi videotron. “Saya marah. Kenapa dia bertindak tanpa<br />

sepengetahuan saya,” kata Syarief kepada majalah detik.<br />

“Saya dari dulu melarang keluarga saya masuk tempat saya.”<br />

Meski banyak disebut, sejauh ini memang belum ada pendiri<br />

ataupun kader senior demokrat yang jadi tersangka kasus<br />

korupsi. Namun, menurut pengamat politik Hamdi Muluk,<br />

hal tersebut bukan berarti kabar baik bagi Demokrat.<br />

Hamdi melihat elektabilitas Demokrat bakal terpukul se-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Ibarat pohon,<br />

Demokrat pohonnya<br />

tinggi, anginnya<br />

besar.<br />

Achmad Mubarok<br />

ari saputra/detik foto<br />

iring dengan makin gencarnya pemberitaan<br />

soal Sutan Bhatoegana dan Jero<br />

Wacik dalam kasus dugaan aliran uang<br />

tunjangan hari raya dari SKK Migas.<br />

“Semakin banyak kader yang tersangkut,<br />

semakin turun pamor Partai Demokrat,”<br />

ujarnya.<br />

Hamdi menengarai, pendiri sekalipun<br />

bakal dipenggal hubungannya dengan<br />

partai jika mereka tidak punya kedekatan<br />

istimewa dengan Yudhoyono. Jika<br />

kader seperti Sutan, yang menurut dia<br />

tidak terlalu kuat di lingkup internal<br />

partai, terkena kasus korupsi, “Saya<br />

rasa tidak akan dibela-belain banget,”<br />

kata Hamdi.<br />

Anggota Tim 9, Achmad Mubarok,<br />

meyakini pemberitaan kasus korupsi, meskipun meluas ke<br />

kader senior, tidak akan berpengaruh banyak pada elektabilitas<br />

partainya. Menurut dia, pengaruh berita korupsi hanya di<br />

perkotaan, sementara di kampung-kampung biasa saja.<br />

Tumbangnya beberapa politikus muda Demokrat karena<br />

kasus korupsi dilihatnya sebagai ujian saringan demi mendapatkan<br />

kader yang bersih. Bagi Mubarok, politikus Demokrat<br />

yang terkena kasus tidak sebanyak di partai lain, namun pemberitaannya<br />

saja yang berlebihan. “Ibarat pohon, Demokrat<br />

pohonnya tinggi, anginnya besar,” ujarnya.<br />

Vence Rumangkang, yang kini memimpin Dewan Pendiri<br />

Partai Demokrat, menilai, jika elektabilitas partainya menurun,<br />

itu kesalahan kader yang terlibat korupsi. Dia berharap<br />

tidak ada pendiri yang terlibat dalam perkara rasuah. “Baru<br />

Pak Sutan saja, dan mudah-mudahan tidak lebih jauh dari<br />

situ,” ujarnya. ■ Aryo Bhawono, Bahtiar Rifai, Monique Shintami, Pasti Liberti,<br />

Isfari Hikmat | Okta Wiguna<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

lamhot aritonang / detik foto<br />

Sutan Bhatoegana:<br />

Kerja Saya<br />

Mengumpulkan<br />

Duit<br />

“Jadi, tahu tidak, saya umur 27 tahun sudah<br />

punya rumah di Tebet (Jakarta Selatan). Punya<br />

rumah di Yogya. Kerja saya mengumpulkan duit.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Rumah Sutan Bhatoegana di<br />

Villa Duta, Kota Bogor.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Ada apa dengan Sutan Bhatoegana Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi telah tiga kali memeriksa<br />

Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat<br />

ini. Kantor dan rumahnya juga digeledah komisi<br />

antirasuah itu. Staf ahli Sutan, Irianto Muchyi, yang masih<br />

terhitung sebagai pendiri Partai Demokrat, pun dicegah KPK.<br />

Sutan, yang juga menjabat Sekretaris Fraksi Partai Demokrat,<br />

merasa tidak melanggar hukum apa pun. Semua tindakan<br />

KPK terhadap dirinya dia anggap sebagai tindakan prosedural<br />

hukum biasa.<br />

“Saya kooperatif saja. Kita tunggu saja hasilnya,” kata Sutan<br />

kepada majalah detik saat menemuinya di ruang rapat Komisi<br />

VII, yang membidangi energi dan sumber daya mineral,<br />

riset dan teknologi, serta lingkungan hidup, setelah memimpin<br />

rapat kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Zulkifli hasan<br />

Hidup kita<br />

ini rahmatan<br />

lil alamin,<br />

keberkahan untuk<br />

sekalian alam.<br />

Masak ada ancamancaman<br />

Mineral, Rabu, 29 Januari 2014 sekitar pukul 18.00 WIB.<br />

Sebelum wawancara, Sutan berdiskusi dengan Wakil Ketua<br />

Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun. Apa yang<br />

mereka bicarakan, hanya mereka yang tahu. Namun wajah<br />

Sutan tampak serius saat berbincang dengan Jhonny Allen.<br />

Sutan mulai ramai dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi<br />

setelah namanya disebut mantan Kepala Satuan Kerja Khusus<br />

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK<br />

Migas) Rudi Rubiandini. Dalam sidang di Pengadilan Tindak<br />

Pidana Korupsi, Jakarta, pada 28 November 2013, Rudi membuat<br />

pengakuan mengejutkan. Terdakwa suap SKK Migas ini<br />

memberikan uang US$ 200 ribu ke Komisi VII DPR.<br />

Uang itu diberikan sebagai tunjangan hari raya. Uang itu,<br />

kata Rudi, diterima oleh Tri Yulianto. Tri tercatat sebagai anggota<br />

Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat. Dalam sidang<br />

Rudi pada 23 Desember 2013 terungkap, uang itu sebetulnya<br />

hendak diberikan kepada Sutan. Uang itu diserahkan melalui<br />

Tri Yulianto di toko buah All Fresh, Jalan Gatot Subroto, Jakarta<br />

Selatan.<br />

Belakangan terungkap, untuk memenuhi permintaan Komisi<br />

VII itu, Rudi meminta PT Pertamina (Persero) membantu<br />

iuran. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pada<br />

Senin, 27 Januari, diperiksa KPK karena mengakui sempat<br />

dijawil Rudi. Namun dia menolak memberikan iuran sebagai<br />

THR bagi Komisi VII DPR. Kuasa hukum Karen, Rudy Alfonso,<br />

pada hari yang sama juga mengungkapkan kliennya sering<br />

mendapat ancaman pemecatan lantaran kerap menolak<br />

memberikan apa pun. Namun Rudy tidak mau menyebut<br />

identitas pihak yang mengancam Karen.<br />

Sutan membantah semua tudingan yang mengarah ke dirinya.<br />

Ia mengaku tidak pernah menerima duit dari Rudi. Ia pun<br />

menyatakan tidak pernah mengancam akan merekomendasikan<br />

pemecatan Karen dari jabatan Direktur Utama Pertamina.<br />

“Hidup kita ini rahmatan lil alamin, keberkahan untuk sekalian<br />

alam. Masak ada ancam-ancaman” ujar Sutan.<br />

Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dan Aryo Bhawono<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Video<br />

dari majalah detik dengan Sutan Bhatoegana.<br />

Nama Anda ramai disebut-sebut belakangan ini….<br />

Nama Tuhan pun disebut tidak apa-apa, apalagi<br />

nama kita. Kan tidak jadi masalah.<br />

Nama Anda disebut dalam dakwaan Rudi Rubiandini.<br />

Anda disebut bakal menerima THR US$ 200 ribu. Bagaimana<br />

tanggapannya<br />

Lo, kok melalui saya Tidak salah Di BAP (berita acara pemeriksaan)<br />

tidak begitu ceritanya. Melalui si A ke Pak Sutan.<br />

Sedangkan si A sendiri bilang tidak ada. Jadi, jawaban saya,<br />

kita sendiri tidak ada. Ya, tidak ada memang. Itu kan sudah<br />

di BAP yang disebut ketemu sama beliau. Saya sudah (beri)<br />

klarifikasi, di BAP saya sudah ada itu.<br />

Staf Anda, Irianto Muchyi, dicekal KPK. Bagaimana<br />

tanggapan Anda<br />

Dia tidak tahu apa-apa. Tapi dia sudah dipanggil KPK kemarin.<br />

Ditanya tentang kinerja-kinerja saja. Apa kerjanya, itu-itu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana bersama<br />

pengurus Fraksi Partai<br />

Demokrat.<br />

lamhot aritonang/ majalah detik<br />

saja, lainnya tidak ada.<br />

Anda juga beberapa kali diperiksa KPK….<br />

Saya tiga kali diperiksa. Pertama sebagai saksi untuk Pak<br />

Anas (Urbaningrum) tentang Hambalang. Itu sudah selesai.<br />

Satu untuk Pak Rudi, selesai. Satu lagi untuk mantan Sekjen<br />

ESDM. Itu ada tiga orang. Tiga kali saya ke sana berbedabeda<br />

masalahnya. Ya, saya tidak tahu. Tapi kan judulnya satu<br />

Rudi, satu ESDM. Apakah itu satu kaitan, saya tidak tahu. Apa<br />

yang mereka tanyakan, saya jawab.<br />

Rumah Anda juga digeledah KPK….<br />

Kalau itu tindakan prosedural, dilakukan untuk menuntaskan<br />

suatu masalah. Kita kan harus kooperatif. Saya kooperatif<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

saja. Kita tunggu saja hasilnya.<br />

Apakah benar Anda meminta KPK menunda penggeledahan<br />

Saya yang bertanya, apakah bisa menunggu saya, karena<br />

istri saya tidak siap, ia ketakutan. Tidak siap dengan begitu<br />

itu. Mereka bilang, “Pak, sebenarnya tidak apa-apa. Kami biasa-biasa<br />

saja. Bilang sama Ibu, biar Ibu saja yang menemani.<br />

Bapak kembali bertugas saja.” “Oh, kalau begitu tidak apaapa.”<br />

Saya lebih baik memimpin Komisi VII, kan. Eh, ternyata<br />

di sini (kantor) digeledah juga.<br />

Arsiteknya istri<br />

saya. Yang bangun<br />

keponakan saya,<br />

jadi bangun<br />

sendiri supaya<br />

lebih murah.<br />

Apakah keluarga masih shock dengan penggeledahan<br />

itu<br />

Shock-nya bukan karena didatangi KPK. Wartawan<br />

yang memberitakan yang aneh-aneh, itu yang<br />

bikin kita begitu. Coba rumah Anda digitu-gitukan,<br />

macam kita teroris juga. Soal rumah itu tidak ada yang saya<br />

tutup-tutupi. Tanya teman-teman media lain, satu bus dari<br />

DPR, mereka datang ke rumah saya dalam rangka syukuran.<br />

Jadi jangan kalian pikir ini diumpet-umpetin. Kan saya bilang<br />

di TV, kita shock ketika wartawan ada yang memberitakan<br />

bahwa ini hasil korupsi.<br />

Mereka tidak mengerti. Begini, lo, harta saya itu pada<br />

2004 dilaporkan. Waktu itu kan (saya) menjadi caleg, harta<br />

itu harus dilaporkan. Lalu mengalami peningkatan (seiring<br />

waktu), pada 2008 menurun. Kan orang bertanya, bekerja<br />

tapi kok (kekayaan) turun. Orang itu tidak tahu ada dana<br />

deposito yang saya ambil, saya cairkan pada 2009. Lalu pada<br />

2010 saya ambil lagi duit dari teman, pinjaman dulu oleh<br />

teman-teman kita. Uang itu untuk bangun rumah. Pada 2010<br />

sudah bisa terkumpul, kita bangun. Yang membangun istri<br />

saya, arsiteknya istri saya. Yang bangun keponakan saya, jadi<br />

bangun sendiri supaya lebih murah. Bukan dikontrakkan atau<br />

diborongkan, ternyata kan memang lebih murah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Yang mendesain semua rumah itu istri Anda sendiri<br />

Ya, istri saya. Siapa lagi Dia yang bangun sendiri, beli sendiri.<br />

Jadi, kalau kalian tanya, (saya) beli tanah ini kenapa tidak<br />

dilaporkan, bagaimana dilaporkan Beli properti ini harus<br />

balik nama dulu. Itu dibeli dulu tanah, harus bangun dulu,<br />

baru balik nama. Kalau tidak balik nama, tidak mau dia jual<br />

itu. Makanya harus kita bangun. Karena takut nanti jadi apa.<br />

Sayang, kan.<br />

Sutan berbincang dengan<br />

wartawan setelah rumahnya<br />

digeledah KPK.<br />

Jafkhairi / ANTARA<br />

besar. Jadi itu ceritanya.<br />

Uang untuk membangun<br />

rumah di Villa Duta,<br />

Bogor, itu juga uang sendiri<br />

semua<br />

Duit dari mana kira-kira.<br />

Kau sendiri bilang gede<br />

banget. Banyak yang lebih<br />

besar di situ. Itu kan 1.000<br />

meter. Ada yang bilang<br />

6.000 meter, itu bohong.<br />

Ada kolam renang kalian<br />

bilang, itu kolam ikan kecil,<br />

mudah-mudahan jadi kolam<br />

Nilai rumah itu berapa<br />

Istri saya yang tahu. Tahun 2009 beli tanah, 2010 dikumpulkan<br />

kekuatan, supaya tidak berutang di tengah jalan. Kalau<br />

(rumah) tidak jadi, kan malu kita. 2011 dibangun, pertengahan<br />

2013 selesai, baru ditempati.<br />

Sebelum di rumah mewah Villa Duta itu, Anda tinggal<br />

di Babakan Madang, Sentul<br />

Tidak, saya (tinggal) di Gunung Putri (Bogor).<br />

Rumah itu (yang di Babakan Madang) kan begini,<br />

rumah di Gunung Putri, sama yang satu lagi, kan<br />

sebelum saya jadi anggota Dewan itu sudah ada. Jadi, tahu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

tidak, saya umur 27 tahun sudah punya rumah di Tebet (Jakarta<br />

Selatan). Punya rumah di Yogya.<br />

Kerja saya mengumpulkan duit. Kalau ada orang kepepet<br />

butuh duit, lantas diagunkan tanahnya, tidak sanggup lagi<br />

dia (tebus), kita yang ambil alih, kita yang (lanjut) mencicil.<br />

Kayak yang di Sentul itu kan begitu. Itu saya kredit dari tahun<br />

berapa cuma sejuta. Sudah lunas sekarang. Itu dua rumah<br />

dijadikan satu.<br />

Kalau yang di Villa Duta itu tabungan. Sama ada dana-dana<br />

dipinjam sebelum masuk anggota Dewan, tidak dibukukan,<br />

kita tarik lagi. Istri saya yang<br />

tukang minta agar dikembalikan<br />

lagi. Dulu kan katanya<br />

mau dicicil (oleh yang meminjam),<br />

tapi tidak (dicicil)<br />

juga, makanya dikejar sama<br />

istri saya. Terkumpul (dana)<br />

sampai kira-kira cukup, baru<br />

rumah itu kita bangun.<br />

Rumah yang di Sentul<br />

itu juga masih punya<br />

Anda<br />

Masih, masih.<br />

Rumah Sutan di Babakan<br />

Madang, Bogor.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Tidak sedang dijual atau disewakan<br />

Itu sudah ada yang ngontrak, sudah ngontrak sudah selesai,<br />

kemudian ya dibisniskan itu. Kan kerja saya, kalau ada duit,<br />

buat beli rumah, daripada buat hura-hura, (mending) dikontrakkan.<br />

Kan begitu.<br />

Apakah Anda mengancam Karen kalau tidak mau<br />

memberi THR<br />

Kalau itu, tanyakan kepada beliau. Itu lebih bagus daripada<br />

tanya kita. Karena kita tidak tahu. Lebih fair kan begitu. Saya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

tidak tahu, tidak tahu saya. Baru dengar dari kalian soal ini.<br />

Isunya, Anda mengancam akan memecat Karen<br />

Ah, boro-boro. Kau ini. Hidup kita ini rahmatan lil alamin,<br />

keberkahan untuk sekalian alam. Masak ada ancam-ancaman<br />

Bagaimana sih Insya Allah tidak ada, tidak ada.<br />

Benarkah tidak<br />

ada ancaman memecat<br />

Karen<br />

Apa tugas kita Apa<br />

kita bisa memecat<br />

orang Lihat tupoksi<br />

(tugas pokok dan<br />

fungsi)-nya, apa tugas<br />

kita itu, apa kita bisa<br />

memecat orang. Lihat<br />

tupoksinya, kan tidak<br />

ada itu.<br />

Rumah Sutan di Sentul,<br />

Bogor.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

(ancaman).<br />

Pernah bertemu<br />

Karen<br />

Saya ketemu Bu<br />

Karen di sini (DPR),<br />

insya Allah tidak ada<br />

Bagaimana menghadapi kondisi saat ini<br />

Kita pasrah kepada Allah. Kan Tuhan menyatakan, apabila<br />

ada orang memfitnah kau, yang kau tidak lakukan, pahala dia<br />

ke kita, dosa kita ke dia. Jadi dosa-dosa kita dibersihkan. Tapi<br />

saya tidak minta supaya saya difitnah-fitnah untuk dibersihkan<br />

dosa-dosa saya. Saya hadapi dengan berserah kepada<br />

Allah saja. Oke, clear ya, jangan jadi fitnah. ■<br />

Isfari Hikmat | Aryo Bhawono<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Bapak<br />

Rumah Tangga,<br />

Kenapa Tidak<br />

Di negara maju, jumlah bapak rumah tangga makin tinggi.<br />

Tapi di Indonesia masih banyak yang malu mengakui.<br />

foto-foto: thinkstock<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Saya bapak rumah tangga.” Mungkin tak banyak<br />

laki-laki yang berani menjawab dengan kalimat itu<br />

jika ditanya soal pekerjaannya. Dari jutaan lelaki<br />

yang ada di Indonesia, mungkin jumlahnya bisa<br />

dihitung dengan jari.<br />

Itu memang pendapat pribadi saya. Tapi, tentu saja, saya<br />

tidak asal mengatakan begitu. Dari pengalaman beberapa<br />

psikolog yang saya temui, ternyata mengambil peran di<br />

rumah bukan pilihan gampang bagi para lelaki.<br />

Salah satunya, psikolog Ratih Ibrahim menyebut, bapak<br />

rumah tangga memang belum lazim di Indonesia. Di Tanah<br />

Air, seorang laki-laki yang tidak bekerja dan tak menghasilkan<br />

uang masih dipandang sebelah mata.<br />

Orang mungkin bisa saja mengabaikan tanggapan orang<br />

lain yang “nyinyir”. Tapi bagaimana jika ungkapan-ungkapan<br />

sinis itu muncul dari keluarga. Atau bahkan dari keluarga<br />

istri Sulit, bukan<br />

Makanya tak mengherankan jika banyak pria<br />

akhirnya tidak mau secara terbuka mengakui posisi<br />

ini. Padahal bisa jadi pria itu sudah membuat<br />

deal khusus dengan istrinya.<br />

Seperti yang dilakukan Eddy, 32 tahun. Dia mengambil<br />

peran sang istri untuk memasak serta<br />

mengurus dan mengantar anak-anak ke sekolah<br />

selama istrinya bekerja. Sedangkan sang<br />

istri meniti karier sebagai dosen di salah<br />

satu perguruan tinggi negeri ternama.<br />

Tantangan langsung muncul begitu<br />

Eddy memutuskan berhenti bekerja.<br />

Dia langsung disemprot orang tuanya.<br />

Awalnya Eddy cuek. Tapi lama-lama<br />

kupingnya panas juga.<br />

Apalagi sewaktu orang tua istrinya<br />

seakan-akan memandang sebelah mata garagara<br />

Eddy tidak menghasilkan uang untuk roda<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

ekonomi keluarganya. “Laki-laki ya harus kerja, masak suruh<br />

istri banting tulang,” ujarnya menirukan mertuanya.<br />

Hal sama dialami Vito, bapak satu anak. Dia memutuskan<br />

tidak bekerja saat anaknya berusia sekitar 5 bulan. Waktu<br />

itu, Vito dan Rini, istrinya, kebingungan mencari pengasuh<br />

untuk anaknya.<br />

“Tidak ada keluarga yang bisa dititipi anak, jadi harus ada<br />

salah satu dari kami yang keluar dari pekerjaan. Gaji dan<br />

posisi istri saya memang lebih tinggi. Jadi mau tak mau saya<br />

yang keluar kerja,” kata Vito.<br />

Guncangan terjadi saat ibu Rini “mengoceh”. Sang mertua<br />

menyebut Vito tidak bertanggung jawab. Suasana semakin<br />

panas saat ibu Vito tidak terima dan meminta sang anak<br />

kembali bekerja.<br />

Banyak Proses<br />

Menjadi bapak rumah tangga di Indonesia memang lebih<br />

susah dibanding di negara maju, seperti Amerika Serikat,<br />

Jerman, dan Australia. Di negara-negara itu, sudah banyak<br />

pria yang secara terbuka menyebutkan posisinya, dan bersedia<br />

mengambil alih tugas istri.<br />

Istilah untuk para pria itu juga beragam, mulai a stay at<br />

home dad, stay at home father, househusband, house dad,<br />

hingga house-spouse. Di Amerika, para pria rumah ini<br />

mulai muncul sejak akhir abad ke-20.<br />

Saat itu, makin banyak perempuan masuk ke<br />

sektor publik. Dan saat mereka menikah, urusan<br />

domestik (rumah tangga) menjadi tanggung jawab<br />

bersama, bukan lagi monopoli perempuan.<br />

Tak aneh jika di keluarga Amerika, para pria begitu<br />

terampil melakoni peran domestik, seperti memasak,<br />

membersihkan rumah, dan berbelanja.<br />

Di Australia tak jauh berbeda. Para suami dan bapak<br />

di Negeri Kanguru juga terampil mengurus keperluan<br />

anak-anak. Mereka juga tak gengsi menyebut profesinya<br />

sebagai house dad atau house husband.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Dan ternyata,<br />

serial-serial<br />

bertema house<br />

husband itu<br />

menginspirasi<br />

para pria.<br />

Di Jerman juga begitu. Ayah tak ragu kongko bersama ayah<br />

lainnya sambil mengasuh buah hati masing-masing. Mereka<br />

juga sangat “fasih” mengurus anak, seperti menyuapi dan<br />

membuat susu.<br />

Fenomena house dad itu juga tergambar dalam beberapa<br />

serial televisi. Dan ternyata, serial-serial bertema house husband<br />

itu menginspirasi para pria. Bahkan pria Jepang, yang<br />

sebenarnya sangat patriarkal, tertarik menjadi ayah rumah<br />

tangga.<br />

Mereka menganggap membiarkan istri meniti karier,<br />

sementara suami mengurus rumah, adalah tren yang<br />

sangat menarik untuk diikuti. Dan semakin hari, jumlah<br />

ayah rumah tangga di Jepang terus meningkat.<br />

Lalu bagaimana di Indonesia Hmm, jika dilihat dari<br />

pengalaman Eddy dan Vito, rasanya hal itu tidak mudah.<br />

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rachmawati,<br />

menyebutkan masih perlu waktu panjang. Menurut<br />

dia, saat ini jumlah kaum menengah yang berpendidikan<br />

terus meningkat, tapi masih butuh waktu untuk membuat<br />

masyarakat menerima profesi bapak rumah tangga.<br />

Lagi pula belum banyak pria Indonesia yang rela bertukar<br />

peran dengan sang istri. Mungkin saja ada yang bersedia,<br />

tapi untuk mau buka-bukaan di depan umum soal pertukaran<br />

itu Hmm, nanti dulu.<br />

Menurut Devie, hanya sosok luar biasa yang mau menegaskan<br />

dirinya dalam posisi itu. Maklum saja, banyak sekali<br />

tantangan dan proses yang harus dilalui. Nah, apakah Anda<br />

pria hebat itu n KEN YUNITA<br />

Majalah Majalah detik detik 16 - 322 - 9 Desember februari 2014 2013


gaya hidup<br />

Romantisisme<br />

Raja Yogya<br />

foto-foto: thinkstock<br />

Dulu Taman Sari adalah tempat raja melepas lelah<br />

bersama para selirnya. Konon, di sini juga Sultan<br />

Yogya menemui Kanjeng Ratu Kidul.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

agi warga Yogyakarta, nama Taman Sari tentu sudah<br />

akrab di telinga. Tapi terus terang, saya, yang<br />

lahir dan besar di Yogya, belum begitu paham<br />

dengan tempat wisata taman air itu.<br />

Jujur, saya hanya hafal jalan menuju ke sana.<br />

Kalau ditanya bagaimana sejarah dan cerita<br />

tempat pemandian para raja itu, saya geleng<br />

kepala.<br />

Karena itu, saat pulang kampung agak lama, saya<br />

menyempatkan diri berkunjung ke Taman Sari. Saya<br />

memilih waktu sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB, saat matahari<br />

tak terlalu terik.<br />

Meski bukan libur akhir pekan, Taman Sari sore itu cukup<br />

ramai. Saya sampai agak kesulitan mendapat tempat parkir.<br />

Saya baru ingat, saat itu adalah liburan Natal dan tahun<br />

baru. Pantas saja amat ramai.<br />

Setelah mendapat tempat parkir, saya langsung menuju<br />

tempat penjualan tiket masuk. Saya membeli tiga lembar,<br />

yang per tiketnya dihargai Rp 3.500. Murah meriah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Saat kami memasuki pintu gerbang, sejumlah pemandu<br />

wisata menawarkan jasa mereka. Awalnya saya tak mau<br />

memakai jasa pemandu wisata itu, tapi setelah dipikir-pikir,<br />

mungkin saya perlu juga.<br />

Seingat saya, tidak ada tulisan atau cerita apa pun yang<br />

bisa menjadi petunjuk bagi pengunjung mengenai sejarah<br />

Taman Sari. Jadi, kalau tidak menggunakan jasa pemandu,<br />

pengunjung hanya bisa melihat-lihat bangunan saja.<br />

Dan jadilah kami ditemani seorang pemandu wisata, pria<br />

berusia sekitar 50 tahun. Dari dia, saya baru tahu bahwa<br />

pintu yang saya lewati itu bukanlah gerbang depan Taman<br />

Sari.<br />

Menurut dia, pintu gerbang yang sekarang digunakan sebagai<br />

pintu masuk tersebut sebenarnya gerbang belakang.<br />

Pintu gerbang depan tidak dipakai karena disesaki rumah<br />

penduduk.<br />

Gerbang tempat kami masuk dinamai Gedong Panggung.<br />

Dulu tempat ini adalah tempat para penjaga. Di sisi kanan<br />

dan kirinya terdapat ruang-ruang untuk bersemadi.<br />

Pengunjung bisa memasuki ruangan itu. Tapi<br />

hati-hati, pintunya pendek.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Konon, pintu-pintu itu sengaja dibuat pendek agar orang<br />

yang masuk ke ruangan tersebut menunduk. Ini mengingatkan<br />

mereka agar tidak sombong.<br />

Bangunan cagar budaya nomor 19 di dunia ini dibangun<br />

pada abad ke-18. Namun, pada 1800-an, bangunan itu<br />

hancur oleh serangan pasukan Inggris. Sejak itu, Taman Sari<br />

mangkrak, tak terpakai. Pada 1970-an, bangunan itu diperbaiki<br />

dan dibuka kembali, meski masih banyak kerusakan di<br />

sana-sini.<br />

Si pemandu juga menyebutkan bangunan di Taman Sari<br />

merupakan campuran berbagai unsur budaya, yaitu Hindu,<br />

Buddha, Tiongkok, dan Eropa. Atap bangunan, misalnya,<br />

mirip kelenteng. Sedangkan jendela-jendelanya didesain<br />

bergaya Eropa. Ada juga lambang penolak bala di pintu<br />

gerbang, yang diadaptasi dari budaya Hindu.<br />

Dulu, semua bangunan di Taman Sari punya warna khas.<br />

Tapi, setelah dipugar pada tahun 2000-an, warnanya menjadi<br />

cokelat muda agak oranye. Sedikit disayangkan karena<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

warna asli bangunan, yang konon berasal dari batu bata<br />

tumbuk dicampur batu kapur, tertutupi.<br />

Selepas dari Gedong Panggung, kami dihadapkan pada<br />

sebuah pelataran dengan beberapa bangunan yang terpisah-pisah.<br />

Ini disebut Gedong Sekawan. Dulu merupakan<br />

tempat bermain para putri dan selir.<br />

Mungkin kalau zaman sekarang area ini merupakan tempat<br />

berkumpulnya para selir. Banyak aktivitas bisa dilakukan<br />

di sini, seperti merawat tubuh atau sekadar mengobrol.<br />

Beberapa pohon jeruk kingkit tumbuh di pelataran ini.<br />

Setelah puas melihat-lihat, saya melanjutkan perjalanan<br />

menuju kolam pemandian. Untuk menuju ke sana, saya<br />

harus menuruni anak tangga yang cukup curam.<br />

Ada dua kolam besar di area itu. Satu bernama Umbul<br />

Muncar, tempat pemandian para putri raja. Satu lagi<br />

bernama Umbul Kuras, yakni tempat pemandian<br />

para selir.<br />

Saat para selir mandi, biasanya raja mengintip<br />

dari menara di atas ruang ganti para selir. Dari menara<br />

itulah raja akan melempar bunga. Selir yang mendapatkan<br />

lemparan bunga dipilih untuk menemani<br />

raja mandi di kolam pemandian khusus, yang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

lokasinya berada di balik menara.<br />

Selain mandi, raja dan selir terpilih akan sauna bersama.<br />

Bentuknya mirip tempat tidur dengan beberapa<br />

lubang untuk tempat pembakaran.<br />

Area selanjutnya adalah pelataran dengan ujung<br />

bangunan berupa gerbang tapi tertutup. Pintu<br />

inilah yang menjadi pintu masuk Taman Sari dulu.<br />

Dari pelataran ini, saya bisa melihat bagaimana<br />

padatnya penduduk yang tinggal di sini. Di area<br />

ini juga terdapat Gedong Carik dan Gedong Madaran<br />

(dapur).<br />

Ada juga tempat penginapan raja saat bertandang<br />

ke Taman Sari. Terdapat empat ruang di sisi kanan-kiri.<br />

Ada tempat tidur untuk selir dan tempat tidur buat raja. Di<br />

tempat ini raja juga sering bertapa. Konon, di tempat inilah<br />

raja bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa Laut<br />

Selatan. Hingga kini banyak orang datang untuk bersemadi<br />

di tempat ini.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

ken yunita | majalah detik<br />

Masjid Bundar<br />

Pemandu kemudian mengantar kami ke Masjid Bundar di<br />

bawah tanah. Orang Yogya sering menyebut area ini dengan<br />

sebutan Sumur Gemuling karena di tengah-tengahnya<br />

memang terdapat sumur.<br />

Kami menyusuri perkampungan padat penduduk. Selama<br />

perjalanan ke Masjid Bundar, kami disuguhi showroom batik<br />

selama perjalanan. Tak hanya melihat-lihat koleksi batik, pengunjung<br />

juga bisa melihat proses pembuatan batik di sini.<br />

Para penduduk di sekitar Taman Sari sepertinya memang<br />

sudah sadar wisata. Selain menata kampungnya supaya terlihat<br />

bersih, mereka menyediakan segala keperluan untuk<br />

wisatawan.<br />

Misalnya saja WC umum dengan kondisi cukup bersih.<br />

Juga warung tempat menjual aneka makanan dan minuman<br />

ringan. Harganya Sedikit mahal, tetapi masih terjangkau.<br />

Masjid Bundar terdiri atas dua lantai. Tepat di tengah-tengah<br />

masjid terdapat tangga dan dulu terdapat sumur untuk<br />

mengambil wudu. Tapi sekarang sumur itu ditutup.<br />

Saya tidak tahan berlama-lama di dalam masjid ini karena<br />

udaranya pengap.<br />

Saya pun buru-buru melanjutkan perjalanan ke bangunan<br />

berikutnya, titik nol dari Gunung Merapi ke pantai selatan.<br />

Dulu merupakan tempat karantina para selir raja. Dari sini<br />

pengunjung bisa melihat Kota Yogyakarta dari atas.<br />

Cukup melelahkan memang kunjungan ke Taman Sari ini.<br />

Tapi sekarang saya bisa bercerita panjang-lebar mengenai<br />

Taman Sari. n KEN YUNITA<br />

Majalah Majalah detik detik 16 - 322 - 9 Desember februari 2014 2013


kuliner<br />

Tempat minum<br />

susu segar<br />

biasanya hanya<br />

warung tenda<br />

kaki lima. Tapi<br />

yang satu ini beda.<br />

Tempatnya cozy,<br />

susunya beraneka<br />

rasa. Yuk, dicoba!<br />

foto-foto : ken yunita | majalah detik<br />

tempat<br />

nongkrong<br />

Para<br />

Neneners<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

Halo neneners…. Ups, jangan<br />

berpikir yang tidak-tidak dulu. Itu<br />

cuma sapaan untuk pengunjung<br />

tempat nongkrong di Kota Yogya<br />

ini. Namanya Kalimilk.<br />

Yup, dari namanya bisa ditebak kalau tempat yang satu<br />

ini menawarkan beragam hidangan dari susu. Tepatnya<br />

susu sapi segar.<br />

Warung susu sapi segar sebenarnya banyak ditemui di<br />

Kota Yogya. Hampir di setiap sudut di kota pelajar ini pasti<br />

ada warung tenda yang menyediakan susu sapi segar yang<br />

menyehatkan itu.<br />

Tapi Kalimilk menawarkan sesuatu yang berbeda. Selain<br />

tempatnya yang cozy sehingga enak buat nongkrong, Kalimilk<br />

juga menawarkan menu susu segar dengan aneka<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

Begitu masuk,<br />

pengunjung akan<br />

disambut ‘photo<br />

booth’ dengan tulisan<br />

‘Neneners Palace’<br />

rasa. Benar-benar mengundang untuk berkunjung.<br />

Buktinya, hampir setiap hari Kalimilk selalu dipadati pengunjung.<br />

Tiga cabang kafe ini, yakni di Jalan Kaliurang, Jalan<br />

Monumen Jogja Kembali, dan di kawasan Seturan, selalu<br />

ramai.<br />

Saya, yang pencinta susu, tentu tak ingin melewatkan<br />

mencicipi susu segar di Kalimilk. Maka, di hari terakhir liburan<br />

di Yogya, saya menyempatkan untuk mampir ke sana.<br />

Saya memilih Kalimilk di Jalan Kaliurang. Letaknya tak<br />

jauh dari kampus Universitas Gadjah Mada (UGM). Bayangan<br />

warung tenda susu segar langsung sirna<br />

begitu saya sampai. Bangunannya dua lantai dengan<br />

banyak kaca. Pengunjung, baik yang bermotor<br />

maupun bermobil, tak bakal kesulitan mencari<br />

parkir. Tempat parkirnya cukup luas.<br />

Begitu masuk, pengunjung akan disambut “photo<br />

booth” dengan tulisan “Neneners Palace”. Saya<br />

menyebut “photo booth” karena nyaris setiap pengunjung<br />

berfoto dengan latar itu. Termasuk saya.<br />

Suasana yang cozy plus free Wi-Fi membuat banyak<br />

mahasiswa betah nongkrong di sini. Meja dan<br />

kursinya tidak berbeda jauh dengan warung-warung tenda,<br />

tapi finishing-nya yang membuat beda. Lebih bagus. Beberapa<br />

di antaranya dibiarkan dengan finishing alami.<br />

Kebetulan, di lantai satu ada meja kosong, maka saya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

langsung memilih tempat itu.<br />

Begitu kami duduk, seorang<br />

waiter langsung menghampiri<br />

dan menyerahkan buku menu.<br />

Begitu menu dibuka, terpampang<br />

sederet susu segar aneka<br />

rasa, seperti rasa jeruk, coco<br />

pandan, nangka, dan durian.<br />

Selain rasa buah, ada juga susu<br />

rasa cookies, seperti moka, karamel,<br />

dan green tea.<br />

Saya langsung jatuh cinta pada menu susu durian. Saking<br />

semangatnya, saya memilih susu gajah alias gelas berukuran<br />

besar. He-he-he. Sedangkan teman-teman saya masing-masing<br />

memilih rasa moka dan green tea.<br />

Saya agak kaget begitu pesanan saya datang. Gelasnya<br />

gede betul. Dan begitu saya cicipi, waduh, saya tak bisa<br />

berhenti menyedotnya. Kombinasi rasa durian dan susunya<br />

benar-benar mantap.<br />

Harga susu di Kalimilk berkisar antara Rp 10 ribu untuk<br />

gelas reguler dan Rp 15 ribu untuk gelas gajah atau besar.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

Ukuran gelasnya cukup signifikan lo,<br />

bedanya. Anda bisa memilih, mau<br />

susu panas atau dingin.<br />

Bagi mereka yang alergi susu atau<br />

benar-benar tidak suka susu, tetap<br />

bisa nongkrong di sini. Ada banyak<br />

menu minuman lain yang tak kalah<br />

enak, misalnya blackcurrant ice tea.<br />

Rasanya Hmm… segarrr.<br />

Untuk teman minum susu, ada<br />

berbagai menu makanan, mulai dari<br />

sandwich, omelette, fettucini, risoles<br />

keju, dan roti goreng. Rekomendasi<br />

saya risoles keju. Harganya Rp 8 ribu<br />

saja.<br />

Risoles berisi daging giling dengan<br />

keju lumer, benar-benar enak. Satu<br />

porsi berisi dua risoles, cukup kenyang<br />

karena saya habis minum susu<br />

berukuran gajah. Ha-ha-ha.<br />

n ken yunita<br />

Majalah detik Majalah 27 januari detik 3 - 92 februari 2014


KOLOM<br />

Pemilu<br />

Serentak<br />

Kuatkan<br />

Sistem<br />

Presidensial<br />

Oleh: R. Siti Zuhro<br />

Pemilu serentak bisa mengantar<br />

pada terciptanya pemerintahan<br />

yang kuat dan efektif.<br />

Biodata<br />

Nama:<br />

R. Siti Zuhro<br />

Tempat/Tanggal Lahir:<br />

Blitar, Jawa Timur,<br />

7 November 1959<br />

Pendidikan:<br />

n Sarjana Ilmu Hubungan<br />

Internasional FISIP,<br />

Universitas Jember<br />

n Master Ilmu Politik di<br />

The Flinders University,<br />

Adelaide, Australia<br />

n Doktoral Ilmu Politik di<br />

Curtin University, Perth,<br />

Australia<br />

Pada 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi<br />

memutuskan bahwa pemilihan umum DPR,<br />

DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota<br />

serta pemilu presiden-wakil presiden (pemilu lima<br />

kotak) pada 2019 harus dilakukan serentak. Secara teknis,<br />

pemilu tersebut akan lebih rumit daripada pemilu sebelumnya.<br />

Bisa dipahami bila nantinya banyak warga yang kurang<br />

berpendidikan bakal mengalami sedikit kesulitan dalam<br />

menggunakan hak politiknya untuk memilih.<br />

Lepas dari perdebatan tentang kesahihan proses administrasi<br />

dan legalitasnya, secara substansial putusan<br />

MK patut diapresiasi. Dalam hal ini, persoalannya bukan<br />

sekadar masalah penghematan biaya, waktu, dan energi.<br />

Putusan MK itu sesungguhnya merupakan koreksi atas<br />

ketidakkonsistenan para pembuat Undang-Undang Pemilu,<br />

yakni DPR dan pemerintah, terhadap konstitusi.<br />

Padahal, sejak lahirnya era reformasi, Indonesia berkomitmen<br />

mempraktekkan sistem demokrasi presidensial.


Karier:<br />

n Anggota tim perumus<br />

RUU Pemilukada<br />

n Peneliti Habibie Center<br />

n Profesor Riset/Peneliti<br />

Senior di LIPI<br />

Karya:<br />

n Konflik dan Kerja Sama<br />

Antardaerah (Jakarta:<br />

Pusat Penelitian Politik<br />

LIPI, 2004)<br />

n Menata Kewenangan<br />

Pusat-Daerah yang<br />

Aplikatif Demokratis<br />

(Jakarta: Pusat<br />

Penelitian Politik LIPI,<br />

2005)<br />

n Efektivitas dan Efisiensi<br />

Pemerintahan Daerah<br />

di Jawa Tengah dan<br />

Sumatera Barat (Jakarta:<br />

Pusat Penelitian Politik<br />

LIPI, 2006)<br />

n Profesionalitas dan<br />

Netralitas Birokrasi:<br />

Menuju Daya Saing<br />

Ekonomi Daerah, Studi di<br />

Empat Provinsi (Jakarta:<br />

The Habibie Center dan<br />

Hanns Seidel Foundation,<br />

2007)<br />

n Demokrasi dan<br />

Globalisasi: Meretas<br />

Jalan Menuju<br />

Kemandirian (Jakarta:<br />

PT THC Mandiri, 2008)<br />

n Demokrasi Lokal:<br />

Perubahan dan<br />

Kesinambungan<br />

Nilai-nilai Budaya<br />

Politik Lokal di Jawa<br />

Timur, Sumatera Barat,<br />

Sulawesi Selatan,<br />

dan Bali (Yogyakarta:<br />

Ombak, 2009)<br />

n Demokrasi Lokal:<br />

Peran Aktor dalam<br />

Demokratisasi<br />

(Yogyakarta: Ombak,<br />

2009)<br />

Dalam konteks ini, pemilu serentak bisa mengantar pada<br />

terciptanya pemerintahan yang kuat dan efektif. Sebab,<br />

hasilnya cenderung akan melahirkan pemerintahan yang<br />

kongruen, yakni presiden terpilih mendapat dukungan<br />

mayoritas anggota parlemen terpilih. Potret yang sama<br />

akan tecermin pada kekuatan politik di daerah.<br />

Komitmen Setengah Hati<br />

Sesungguhnya ada beberapa catatan yang menyiratkan<br />

tentang komitmen Indonesia atas sistem politik presidensial.<br />

Pertama, presiden/wakil presiden dipilih secara<br />

langsung. Kedua, ada batasan masa jabatan presiden/wakil<br />

presiden. Ketiga, presiden/wakil presiden tidak mudah<br />

dijatuhkan atau dimakzulkan. Keempat, meskipun turut<br />

memberikan persetujuan, kewenangan legislasi tidak lagi<br />

di tangan presiden, melainkan di tangan DPR. Kelima,<br />

Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi berkedudukan<br />

sebagai lembaga tertinggi negara. DPR, DPD, dan presiden<br />

menjadi lembaga tinggi yang sama stratanya serta<br />

berperan dalam mewujudkan checks and balances.<br />

Meskipun berkomitmen pada sistem presidensial, realitasnya,<br />

hal itu bersifat setengah hati. Hal ini terlihat jelas<br />

pada beberapa ketentuan dalam UUD 1945 hasil amendemen<br />

yang memperlihatkan kewenangan DPR yang keluar<br />

dari tugas pokok dan fungsinya, yakni legislasi, budgeting,<br />

dan pengawasan (Pasal 20-A). Misalnya dalam hal pengangkatan<br />

duta besar, Panglima TNI, serta beberapa anggota<br />

lembaga dan komisi negara, yang merupakan domain<br />

eksekutif.<br />

Penguatan Sistem Presidensial<br />

Pemilu serentak lima kotak menjadi penting karena coattail<br />

effects yang ditimbulkannya cenderung akan memperkuat<br />

sistem presidensial. Dengan pemilu serentak, presidential<br />

threshold seharusnya tak relevan lagi. Sebab, semua<br />

partai politik peserta pemilu berkesempatan mengajukan<br />

calon presiden/wakil presidennya. Kenyataan ini<br />

akan mendorong partai politik menjadi lebih terbuka<br />

dan demokratis dalam menentukan calon presiden/wakil<br />

presidennya. Dalam hal ini, konvensi menjadi mekanisme<br />

penting skema pengajuan calon presiden, sehingga ketua


n Kisruh Perda: Mengurai<br />

Masalah & Solusinya<br />

(Yogyakarta: Ombak,<br />

2010)<br />

n Model Demokrasi Lokal<br />

di Jawa Timur, Sumatera<br />

Barat, Sulawesi Selatan,<br />

dan Bali (Jakarta: PT<br />

THC Mandiri, 2011)<br />

umum partai tak lagi bisa memonopoli pencalonan itu<br />

karena kompetisinya menjadi terbuka. Persaingan tersebut<br />

tidak hanya bersifat internal, tapi juga dengan pihak<br />

eksternal. Dengan demikian, format baru pemilu presiden<br />

tersebut akan mampu menjanjikan terwujudnya presiden<br />

yang kapabel, akuntabel, dan akseptabel. Bukan sekadar<br />

presiden yang elektabel karena kepiawaiannya dalam<br />

pencitraan.<br />

Dengan sistem multipartai, koalisi antarpartai politik<br />

menjadi penting. Meskipun secara teoretis sistem pemerintahan<br />

presidensial tak memerlukan koalisi, dalam sistem<br />

multipartai seperti saat ini sulit dihasilkan pemenang<br />

pemilu presiden yang diikuti dengan perolehan kursi mayoritas<br />

partainya di parlemen. Karena itu, bukan hal tabu<br />

bila, jauh sebelum pemilu serentak, beberapa partai bekerja<br />

sama untuk membangun koalisi pemerintahan.<br />

Dengan pemilu serentak, koalisi pemerintahan yang dibangun<br />

jauh sebelum pemilu cenderung akan lebih solid<br />

karena tidak didasari kepentingan pragmatis jangka pen-


dek. Idealnya, partai-partai politik yang memiliki kemiripan<br />

ideologi, platform, dan program bekerja sama membangun<br />

sejumlah kesepakatan serta pakta integritas di<br />

antara mereka. Koalisi yang kalah dalam pemilu presiden<br />

dengan sendirinya akan menjadi partai oposisi, yang juga<br />

sama solidnya.<br />

Meskipun presidential threshold tak lagi relevan, parliamentary<br />

threshold tetap penting karena sistem presidensial<br />

membutuhkan penyederhanaan jumlah partai. Yang<br />

diperlukan adalah membangun ambang batas parliamentary<br />

threshold dengan mempertimbangkan ideologi-ideologi<br />

yang hidup di masyarakat. Dengan begitu, partai yang<br />

seideologi tidak hanya bisa membuat koalisi yang solid,<br />

tapi juga dapat berfusi. Karena tujuan pendirian partai<br />

semestinya bukan mengejar kekuasaan semata, tapi juga<br />

untuk merealisasi kesejahteraan rakyat melalui jalan keyakinan<br />

ideologi politik yang dianutnya.<br />

Langkah ke Depan<br />

Sebagai konsekuensi logis dari pemilu serentak, ada banyak<br />

hal yang harus dilakukan untuk membangun sistem<br />

presidensial yang kuat, di antaranya mengamendemen<br />

pasal-pasal dalam konstitusi yang menyiratkan nuansa<br />

parlementarian. Sebagai lembaga penyeimbang pemerintah,<br />

DPR diharapkan hanya memfokuskan fungsinya sesuai<br />

dengan amanat konstitusi tanpa perlu mencampuri<br />

wewenang eksekutif. Juga diperlukan penyatuan undangundang<br />

pemilu (legislatif dan presiden) serta penyempurnaan<br />

format sistem perwakilan dan sistem kepartaian.<br />

Dengan pemilu serentak, tiap parpol berkepentingan<br />

membangun kader-kader partainya dengan baik untuk<br />

menghasilkan calon presiden yang berkualitas dan bukan<br />

sekadar mengandalkan popularitas. n<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung:<br />

Saya Tak Rela<br />

Bandung<br />

Hancur<br />

“Kami ingin membangun dan<br />

mengembangkan Kota Bandung<br />

dengan dana nonbujeter.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

ochamad Ridwan Kamil baru empat bulan<br />

dilantik menjadi Wali Kota Bandung. Namun pria<br />

kelahiran Bandung, 42 tahun lalu, ini telah melakukan serangkaian<br />

terobosan. Salah satunya menggali dana corporate social<br />

responsibility (CSR) senilai jutaan euro dari perusahaan-perusahaan<br />

di Eropa. Maklum, dana pembangunan Kota Bandung<br />

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebesar Rp<br />

5 triliun jauh dari memadai untuk menata dan membangun<br />

Bandung. Untuk mengawasi penggunaan dana, ia merekrut<br />

auditor internasional, PricewaterhouseCooper.<br />

Dalam keseharian, arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung<br />

dan Universitas Berkeley, Amerika Serikat, ini juga aktif<br />

mendengarkan keluhan masyarakat. Majalah detik sempat<br />

mengintilinya berkunjung ke rumah warga miskin di Kelurahan<br />

Burangrang, Kecamatan Lengkong. Saat itulah Ridwan dan<br />

istrinya terlihat berkaca-kaca saat mendengarkan cerita duka<br />

warganya.<br />

Namun dia juga bisa galak dan tegas kepada pedagang<br />

kaki lima yang dianggap melanggar ketentuan. Sesaat sebelum<br />

menuju rumah warga miskin, dia memimpin langsung<br />

razia terhadap mereka. “Kepada PKL yang teregistrasi, kami<br />

menyediakan fasilitas kredit sebesar Rp 3 juta untuk meningkatkan<br />

kemampuan mereka,” kata Ridwan kepada majalah<br />

detik, Jumat, 24 Januari 2014.<br />

Lantas, bagaimana dia membenahi masalah lain, seperti<br />

sampah dan kemacetan Bagaimana pula dia membangun<br />

perekonomian yang prorakyat miskin Apa yang membuatnya<br />

tertarik terjun ke dunia politik Berikut ini petikan wawancara<br />

majalah detik di pendapa Balai Kota, selama dalam<br />

perjalanan di mobil dinas, hingga di pinggir jalan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Kami merekrut<br />

konsultan<br />

internasional<br />

untuk mencari<br />

dana-dana<br />

CSR sekaligus<br />

mengaudit<br />

dana yang<br />

terkumpul dan<br />

penggunaannya.<br />

Bagaimana ceritanya Anda bisa mendapatkan komitmen<br />

dana CSR dari perusahaan-perusahaan swasta di Eropa<br />

Pembangunan dan pembenahan Kota Bandung membutuhkan<br />

upaya yang besar dan serius, sehingga juga butuh<br />

dana besar. Padahal APBD kami hanya Rp 5 triliun. Di sisi<br />

lain, pengalaman saya selama 17 tahun sebagai arsitek di<br />

mancanegara telah membentuk networking yang luas. Jaringan<br />

dan pengalaman itulah yang ingin saya gali kembali. Bagi<br />

saya, networking is everything. Saya teringat pada beberapa<br />

perusahaan yang pernah menjadi mitra saya sewaktu bekerja<br />

menjadi arsitek. Perusahaan-perusahaan itulah yang kemudian<br />

saya datangi untuk kami mintai dana CSR.<br />

Jadi faktor anggaran yang cekak menjadi faktor pendorong<br />

Yang utama memang itu. Bandung mungkin punya sekitar<br />

100 permasalahan, sehingga perlu terobosan. Sedangkan<br />

saya memiliki 300 program yang ingin dicapai selama masa<br />

kepemimpinan. Artinya, banyak sekali permasalahan yang<br />

membutuhkan penanganan secara cepat dan menyeluruh,<br />

tapi dananya minim. Karena itu, kami tetapkan konsep<br />

pengembangan Kota Bandung harus (dilakukan secara)<br />

kolaborasi atau gotong-royong. Kami bekerja sama dengan<br />

Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN) melalui program BUMN<br />

Peduli Bandung, antara lain melalui PT Telkom dan PT Pos.<br />

Kami ingin membangun dan mengembangkan Kota Bandung<br />

dengan dana nonbujeter. Tetapi itu saja kan tidak cukup. Karena<br />

itu, saya berinisiatif menggali dana dari luar negeri tapi<br />

tetap dalam koridor hukum dan aturan.<br />

Perusahaan mana saja yang sudah memberikan komitmen<br />

Saya di Eropa bertemu dengan 11 lembaga. Misi utama saya<br />

adalah menggali dana-dana CSR perusahaan dunia. Yang sudah<br />

kami tanda tangani MOU (nota kesepahaman)-nya adalah<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Bersilaturahmi dan makan<br />

bersama keluarga miskin di<br />

Kelurahan Burangrang.<br />

Rachman/detikfoto<br />

perusahaan air di Belanda, Vitens Evides. Besarnya 5-10 juta<br />

euro dan difokuskan pada pengelolaan air di Kota Bandung.<br />

Tetapi, satu hal yang perlu dicatat, saya tidak memegang<br />

uangnya sama sekali. Perusahaan itu langsung memberikannya<br />

ke perusahaan daerah air minum Kota Bandung.<br />

Selain perusahaan swasta, dari pemerintah Prancis kami<br />

mendapatkan pinjaman senilai Rp 1,7 triliun untuk efektivikasi<br />

jalur kereta Padalarang-Cicalengka. Kami juga sudah bertemu<br />

dengan konsultan dari Prancis, yang menitipkan terciptanya<br />

Bandung Sky Walk.<br />

Bagaimana akuntabilitas dari pencarian dana tersebut<br />

Tentu persoalan akuntabilitas adalah hal yang utama.<br />

Karena itu, kami merekrut konsultan internasional, yakni<br />

PricewaterhouseCooper. Lembaga ini menjadi agen dalam<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

mencari dana-dana tersebut. Dana yang dikumpulkan diaudit.<br />

Begitupun dengan penggunaannya. Lembaga atau perusahaan<br />

yang memberikan dananya juga turut mengawasi. Selain<br />

itu, lembaga swadaya masyarakat, (anggota) legislatif, dan<br />

lembaga audit pemerintah kami persilakan mengawasinya.<br />

Kereta monorel<br />

gantung sangat<br />

cocok untuk<br />

Kota Bandung,<br />

yang minim<br />

area. Kami telah<br />

mengunjungi<br />

pabriknya di<br />

Jerman.<br />

Apa persoalan utama yang dihadapi Bandung<br />

Infrastruktur, jalan. Banyak sekali masalah di jalan. Jalan<br />

gelap, bolong, yang semuanya membuat lalu lintas jadi ruwet<br />

dan macet. Karena itu, sebagai prioritas, saya akan bereskan<br />

jalan. Kalau jalannya tidak bolong dan tidak banjir, saya rasa<br />

Bandung akan jadi lebih baik, lebih nyaman. Kalau orang yang<br />

ada di Bandung nyaman, ekonomi akan semakin tumbuh. Semua<br />

kegiatan lancar dan tidak boros. Setelah soal kemacetan,<br />

berikutnya adalah masalah sampah, pedagang kaki lima,<br />

pengembangan ekonomi masyarakat, dan lain-lain.<br />

Terkait jalan, dua hari lalu pengadilan menghukum Pemerintah<br />

Kota Bandung melakukan perbaikan secepatnya....<br />

Ha-ha-ha… iya. Tuntutan warga itu salah satu yang mendorong<br />

saya menjadi wali kota. Saya siap dan bertanggung<br />

jawab dengan semua putusan tersebut Karena itu, begitu<br />

dilantik, saya langsung membentuk tim petugas reaksi cepat<br />

untuk menambal jalan yang bolong. Mereka langsung<br />

bertindak begitu mendapati jalanan berlubang. Selain tetap<br />

menjaga kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan,<br />

cara itu menghemat anggaran. Sebab, lubang yang ada tidak<br />

sempat membesar.<br />

Untuk mengatasi kemacetan, kabarnya Anda akan<br />

membangun monorel<br />

Angkutan massal kereta monorel gantung sangat cocok<br />

untuk Kota Bandung, yang minim area. Kami telah mengunjungi<br />

pabrik monorel dan menemukannya di Jerman. Dinas<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Perhubungan Kota Bandung sedang<br />

menyiapkan dokumen lelang<br />

monorel bagi investor dalam waktu<br />

dua bulan. Saya sudah meluncurkan<br />

bus sekolah, juga sepeda sewa.<br />

Bagaimana dengan pengembangan<br />

ekonomi masyarakat<br />

Pertumbuhan ekonomi Kota Bandung<br />

setiap tahun 9 persen, bahkan<br />

lebih. Angka itu sangat tinggi. Nah,<br />

tantangan saya adalah bagaimana<br />

pertumbuhan ekonomi itu bisa<br />

dinikmati oleh seluruh warga masyarakat<br />

di berbagai tingkatan.<br />

Memimpin tim reaksi cepat<br />

untuk menambal jalan<br />

berlubang.<br />

@ridwankamil<br />

Seperti apa model yang Anda<br />

tawarkan agar maksimal<br />

Kami antara lain membuat kampung<br />

kreatif, yang akan menjadi<br />

destinasi wisata karena kekhasan<br />

kampung masing-masing. Misalnya, ada kampung musik,<br />

kampung patung, kampung burung, dan lain-lain. Estimasi<br />

saya ada 151 kelurahan, berarti ada 151 tema. Di situlah masyarakat<br />

akan terlibat aktif.<br />

Di Twitter Anda berkomunikasi dalam bahasa Sunda,<br />

Indonesia, dan Inggris. Langkah itu turut menunjang<br />

tugas-tugas Anda<br />

Itu saya gunakan dalam waktu yang berbeda, ada jadwalnya.<br />

Maksudnya agar warga Bandung melek terhadap kondisi<br />

nasional sekaligus global. Bandung harus menjadi kota<br />

internasional. Begitupun warganya. Meski begitu, jati diri,<br />

adat istiadat, dan budaya tidak boleh ditinggalkan. Makanya,<br />

saya gunakan juga bahasa Sunda. Lewat media sosial, masya-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

rakat bisa langsung mengeluarkan unek-unek dan saran atau<br />

mengkritik. Cuma, (kritik) tanpa data dan fakta atau sekadar<br />

umpatan kasar tidak saya tanggapi. Sejauh ini cara itu cukup<br />

efektif.<br />

Sebagai arsitek kelas dunia, secara materi penghasilan<br />

Anda lebih dari cukup. Kenapa tergiur terjun ke politik<br />

dan pemerintahan<br />

Kalau hanya berpikir soal materi, tentu saya tidak akan mau<br />

terjun ke politik. Saya lahir dan besar di Bandung. Ketika saya<br />

berhasil menggali ilmu, kemudian menjadi konsultan bagi<br />

kota-kota lain, bahkan di luar negeri, tapi kota kelahiran saya<br />

amburadul, apakah saya harus berdiam diri Rasanya tidak.<br />

Bagi saya, berpegang<br />

pada aturan yang<br />

ada, bekerja secara<br />

sungguh-sungguh dan<br />

ikhlas, insya Allah<br />

kita akan tetap di<br />

jalan yang benar.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Saya tidak rela tanah kelahiran saya hancur penuh masalah.<br />

Karena itu, panggilan itu saya ungkapkan secara tulus kepada<br />

masyarakat. Alhamdulillah, mereka dengan tulus menyambutnya.<br />

Saya diberi kepercayaan.<br />

Jadi, Anda sekeluarga sudah siap dengan segala risiko<br />

di dunia politik, yang kerap penuh intrik<br />

Insya Allah. Kami sudah siap dan menyadari segala risikonya.<br />

Bagi saya, berpegang pada aturan yang ada, bekerja secara<br />

sungguh-sungguh dan ikhlas, insya Allah kita akan tetap di<br />

jalan yang benar.<br />

Anda resmi menjadi kader salah satu partai<br />

Bukan kader atau pengurus partai. Saya kan pegawai<br />

negeri sipil, saya masih dosen ITB hingga saat ini. Pegawai<br />

negeri tidak boleh menjadi kader atau pengurus partai. Tapi<br />

ada partai yang mengusung saya karena visi dan tekad saya.<br />

Mungkin dinilai cocok atau senapas dengan partai, sehingga<br />

saya diusung dalam pemilihan umum kepala daerah. n<br />

ARIF ARIANTO<br />

BIODATA<br />

Nama: Mochamad Ridwan Kamil<br />

Tempat/Tanggal Lahir:<br />

Bandung, 4 Oktober 1971<br />

Istri: Atalia Praratya<br />

Pendidikan:<br />

• SDN Banjarsari III Bandung, 1978-<br />

1984<br />

• SMP, 1984-1987<br />

• SMA, 1987-1990<br />

• Sarjana S-1 Teknik Arsitektur,<br />

Institut Teknologi Bandung, 1990-<br />

1995<br />

• Master of Urban Design, University<br />

of California, Berkeley, 1999-<br />

2001<br />

Karier:<br />

• Arsitek di perusahaan Amerika<br />

Serikat, 1996<br />

• Pegawai di Departemen Perencanaan<br />

Kota Berkeley, Amerika<br />

Serikat, 1999<br />

• Dosen Fakultas Teknik Arsitektur<br />

ITB, 2002-sekarang<br />

• Principal PT Urbane Indonesia,<br />

Senior Urban Design Consultant<br />

SOM, EDAW (Hong Kong & San<br />

Francisco), dan SAA (Singapura),<br />

2004<br />

• Wali Kota Bandung, 2013-2018<br />

Kegiatan sosial:<br />

• Taman Bermain Babakan Asih<br />

Kopo, Bandung. Ini adalah program<br />

perbaikan kampung dengan<br />

cara membeli sepetak tanah<br />

untuk dijadikan taman bermain<br />

anak dan kegiatan lomba mewarnai<br />

dinding kampung dengan<br />

gambar-gambar kreatif.<br />

• Komunitas Bandung Berkebun.<br />

Kegiatan ini adalah cara warga<br />

Bandung memanfaatkan lahan-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


lahan kosong untuk dihijaukan<br />

interview<br />

oleh tanaman pertanian, seperti<br />

sayur-sayuran. Lokasi kebun-kebun<br />

ini juga menjadi ruang sosial<br />

sebagai alternatif akhir pekan bagi<br />

anak-anak. Hasil panen sebagian<br />

dijual untuk menambah penghasilan<br />

anggota komunitas.<br />

• Gerakan Indonesia Bersepeda<br />

(Bike Bdg). Kegiatan ini memberi<br />

pilihan kepada warga Kota bandung<br />

untuk beraktivitas seharihari<br />

dengan sepeda sewa (Bike<br />

Sharing).<br />

• Deklarasi Babakan Siliwangi sebagai<br />

Hutan Kota Dunia Perserikatan<br />

Bangsa-Bangsa.<br />

Karya Arsitektur:<br />

• Bandung Creative<br />

Park Project: Taman<br />

Cikapayang Dago<br />

• Masjid Merapi.<br />

Proyek sosial<br />

menggunakan<br />

abu letusan Gunung Merapi<br />

untuk dikonversi menjadi batako.<br />

• Rumah Gempa Padang. Proyek<br />

sosial ini merupakan pembangunan<br />

rumah-rumah tahan gempa<br />

dengan material kayu dan bambu<br />

lokal.<br />

• Lampu Botol (Walking Brain)<br />

• Bottle House, rumah yang dirancang<br />

dengan konsep Courtyard<br />

House, dibangun dengan lebih<br />

dari 30 ribu botol bekas.<br />

• Museum Tsunami, merupakan<br />

hasil desain karya sayembara<br />

pada 2007 untuk memperingati<br />

musibah tsunami.<br />

Penghargaan:<br />

• Selama 2004-2013 menerima<br />

berbagai penghargaan di tingkat<br />

nasional maupun internasional,<br />

baik atas karya-karya yang<br />

dirancangnya atas nama pribadi<br />

maupun biro arsitek Urbane,<br />

dan program aktivitas di<br />

bidang sosial.<br />

Rachman | detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

Lucy Nicholson | REUTERS | Ari Saputra | detikfoto | hasan alhabshy | detikfoto<br />

Lorde<br />

Vino G.Sebastian<br />

Nina Tamam<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

Lucy Nicholson | REUTERS<br />

Lorde<br />

Mungkin tak banyak yang<br />

tahu siapa Lorde, dan baru<br />

mengenalnya setelah penyanyi<br />

Selandia Baru ini<br />

memenangi Grammy tahun ini. Tak<br />

tanggung-tanggung, penyanyi yang baru<br />

berumur 17 tahun itu menyabet dua<br />

Grammy sekaligus.<br />

Bahkan, penyanyi yang bernama asli<br />

Ella Maria Lani Yelich-O’Connor ini<br />

tak percaya debutnya bakal diganjar<br />

penghargaan tertinggi di dunia musik.<br />

Apalagi lagunya sama sekali belum<br />

pernah masuk dalam jajaran 40 lagu<br />

terpopuler.<br />

Tak mengherankan jika ia menyebut<br />

semua ini fenomenal. “Aku sama sekali tak<br />

pernah menyangka bisa seperti malam<br />

ini,” ujarnya saat menerima Grammy<br />

untuk kategori “Best Pop Solo Performance”.<br />

Dan saat lagunya yang berjudul<br />

Royals dinobatkan sebagai “Song of The<br />

Year”, Lorde juga tak banyak berbicara.<br />

“Terima kasih pada semua yang telah<br />

membuat lagu ini meledak,” ujarnya.<br />

Namun karena masih di bawah umur,<br />

penyanyi yang September lalu baru<br />

merilis album pertamanya, Pure Heroine,<br />

ini harus merayakan prestasinya tanpa<br />

minuman beralkohol. Suatu hal yang tak<br />

lazim di Hollywood.<br />

n NYDAILY NEWS.COM/CBSNEWS.COM | ESTI UTAMI<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

Vino G. Sebastian<br />

Ari Saputra | detikfoto<br />

Dengan mata berbinar, Vino<br />

G. Sebastian menceritakan<br />

perkembangan anaknya, Jizzy<br />

Pearl Sebastian, yang kini berusia<br />

6 bulan. “Ia sudah mulai mengenali<br />

suara dan tahu kalau namanya dipanggilnya,”<br />

ujarnya bangga.<br />

Jizzy tampaknya benar-benar menjadi<br />

mutiara bagi Vino dan istrinya,<br />

Marsha Timothy. Saat Jizzy lahir pertengahan<br />

tahun lalu, Vino langsung meninggalkan<br />

syuting sinetron Tuhanlah<br />

yang Tahu, yang saat itu sedang kejar<br />

tayang.<br />

Bahkan, agar bisa melihat langsung<br />

perkembangan sang buah hati, peraih<br />

Piala Citra pada 2008 lewat film Radit<br />

dan Jani ini menolak sejumlah tawaran<br />

main film yang diperkirakan bakal<br />

menangguk sukses. “Saya yakin rezeki<br />

tak akan lari ke mana,” ujarnya di sela<br />

syukuran film Tabula Rasa di Jakarta<br />

beberapa waktu lalu.<br />

Bukan hanya itu, Vino dan Marsha juga<br />

tak mau mempercayakan perawatan<br />

sang buah hati kepada baby sitter. Mereka<br />

memilih berbagi shift untuk merawat<br />

sendiri Jizzy. Soal makanan pun pasangan<br />

ini sangat selektif. Mereka membuatkan<br />

sendiri makanan untuk Jizzy. “Sebisa<br />

mungkin bukan makanan instan,” ujarnya.<br />

Angkat jempol, deh. n Esti Utami<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

hasan alhabshy | detikfoto<br />

Nina Tamam<br />

Bagaimana kabar Nina Tamam<br />

Ternyata diam-diam eks<br />

vokalis grup Warna ini kini tengah<br />

menyiapkan album baru,<br />

yang rencananya dirilis tahun ini. Di sela<br />

persiapan itu, perempuan kelahiran 29<br />

Maret 1975 ini tetap aktif di berbagai<br />

kegiatan sosial. Setahun terakhir, dia<br />

dipercaya menjadi duta penyelamatan<br />

hiu oleh organisasi perlindungan satwa<br />

dunia WWF.<br />

Kepada majalah detik, Nina mengisahkan,<br />

semua itu berawal ketika dia<br />

menyaksikan bagaimana hiu “dipanen”.<br />

“Brutal. Enggak manusiawi banget! Mereka<br />

diambil siripnya (hanya siripnya),<br />

lalu dibuang kembali hidup-hidup ke<br />

laut. Hiu masih hidup dan dibuang ke<br />

laut tanpa sirip. Enggak bisa berenang,<br />

enggak bisa ngapa-ngapain. Hidup berdarah-darah,”<br />

ujarnya.<br />

Sejak saat itu ia menyetop hobi mengkonsumsi<br />

sup sirip hiu. Ia juga langsung<br />

mengiyakan ketika WWF memintanya<br />

membantu mengkampanyekan #SOShark:<br />

Stop Eating Sharks Fin.<br />

Eh, ternyata Nina juga rajin mengkampanyekan<br />

food combining, yang sudah<br />

dijalaninya selama enam tahun. Ada satu<br />

masa, ujarnya, ketika selama 5 bulan berturut-turut<br />

masuk UGD akibat demam<br />

tinggi. Pada bulan ke-6, ia mengikuti<br />

jejak sang suami, melakukan food combining.<br />

“Manfaatnya Huaduuuh, banyak.<br />

Yang pasti memutus membership dengan<br />

UGD. Yang sebelumnya underweight,<br />

jadi normal setelah 3 bulan melakukan<br />

food combining,” ujarnya. n Esti Utami<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Pertaruhan Terakhir<br />

Yingluck<br />

"Aku sudah bosan dengan semua orasi-orasi itu.<br />

Sekarang waktunya membersihkan negara ini, semua<br />

elite itu. Mereka semua."<br />

REUTERS/Damir Sagolj<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Pasukan antihuru-hara<br />

Thailand bersiaga di depan<br />

Markas Kepolisian Thailand,<br />

Rabu (29/1).<br />

REUTERS/Athit Perawongmetha<br />

Gayanya tak jauh beda dengan Che Guevara,<br />

tokoh revolusioner dari Argentina. Baret merah di<br />

kepala dengan kacamata hitam nangkring di atas<br />

hidungnya. Tapi Ko Tee dan belasan anak buahnya<br />

tak hendak menggelar revolusi di Thailand. Alih-alih hendak<br />

menumbangkan pemerintah, Ko Tee malah berniat mempertahankan<br />

kekuasaan pemerintah Thailand.<br />

Ko Tee dan barisan kaus merah lainnya—julukan bagi kelompok<br />

pendukung Perdana Menteri Yingluck Shinawatra—<br />

siap “berperang” melawan mereka yang berniat menggusur<br />

Yingluck dari kursinya. “Sekarang sudah masuk perang, tapi<br />

masih perang tanpa senjata. Tapi, jika sampai terjadi kudeta<br />

atau pemilihan umum gagal terselenggara, maka akan berubah<br />

menjadi perang bersenjata,” Ko Tee memperingatkan<br />

lawan-lawannya.<br />

Suara Ko Tee keras. Mengancam. Siap berperang. “Aku ingin<br />

terjadi banyak kekerasan di sana untuk mengakhiri ini semua.<br />

Aku sudah bosan dengan semua orasi-orasi itu. Sekarang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Semakin lama<br />

pemilu ditunda,<br />

masalahnya bakal<br />

tambah rumit.”<br />

waktunya membersihkan negara ini, semua elite itu. Mereka<br />

semua,” kata Ko Tee tanpa ragu. Phutthiphong Khamhaengphon,<br />

koordinator kaus merah di Khon Kaen, menimpali ancaman<br />

Ko Tee. “Jika perlu, kami akan menjadi seperti Vietkong<br />

saat melawan invasi Amerika Serikat. Perang gerilya.”<br />

Walaupun terus ditekan oleh protes tanpa henti oleh barisan<br />

oposisi yang dikomando oleh Komite Reformasi Demokrasi<br />

Rakyat, bahkan terusir dari kantornya, Perdana Menteri<br />

Yingluck tak menyerah. Setelah bertemu dengan Komisi<br />

Pemilihan Umum di markas militer di utara Kota Bangkok,<br />

Selasa, 28 Januari 2014, Yingluck mengumumkan pemilu<br />

pada 2 Februari jalan terus.<br />

“Aku bertahan demi demokrasi, bukan untuk politik,” kata<br />

Yingluck. “Pemilu akan menjadi keputusan terakhir rakyat<br />

Thailand.” Sehari sebelumnya, anggota Komisi Pemilu, Somchai<br />

Srisutthiyakorn, menyarankan supaya pemilu ditunda<br />

tiga hingga empat bulan. Penundaan itu akan memberi waktu<br />

bagi pemerintah dan oposisi untuk bernegosiasi bagaimana<br />

proses transisi politik yang bisa diterima kedua pihak.<br />

Namun, menurut Wakil Perdana Menteri Phongthep Thepkanchana,<br />

jika pemerintah Thailand memutuskan menunda<br />

pemilu, tak ada jaminan kubu antipemerintah menghentikan<br />

protesnya. “Kami memahami kekhawatiran Komisi Pemilu.<br />

Tapi, semakin lama pemilu ditunda, masalahnya bakal tambah<br />

rumit,” kata Phongthep.<br />

Komisi Pemilu sendiri memang masih jauh dari siap untuk<br />

menyelenggarakan pemilihan umum. Sampai Rabu pekan<br />

lalu, calon anggota parlemen untuk 28 daerah pemilihan<br />

masih kosong. Surat suara untuk 14 provinsi di wilayah selatan<br />

Thailand juga masih nyangkut di kantor pos Nakhon Si<br />

Thammarat. Somchai memperkirakan, paling tidak butuh<br />

waktu enam bulan untuk menuntaskan semua pemungutan<br />

suara dan terbentuk pemerintahan baru.<br />

Begitu pemilu diputuskan jalan terus, Menteri Dalam Negeri<br />

Charupong Ruangsuwan segera memerintahkan semua<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Massa antipemerintah<br />

menggelar protes menolak<br />

pemilu di Bangkok, Kamis<br />

(30/1).<br />

REUTERS/Athit Perawongmetha<br />

gubernur di Thailand menggelar kampanye mendukung<br />

pemilihan umum. “Kami tak ingin mengesankan bahwa ini<br />

sebuah tantangan. Tapi, jika mereka memantik kekerasan,<br />

kami juga harus melindungi rakyat,” ujar Charupong. “Kalian<br />

bisa saja menjatuhkan pemerintah setelah beberapa bulan.<br />

Tapi itu tidak punya legitimasi. Sesuatu pasti akan terjadi<br />

kemudian.”<br />

Untuk mencegah kekerasan, 10 ribu polisi diterjunkan di<br />

Bangkok. Militer Thailand juga menambah jumlah prajuritnya<br />

yang ditugaskan di Bangkok dan sekitarnya. Menurut juru<br />

bicara militer Thailand, Kolonel Winthai Suvaree, saat ini ada<br />

5.000 prajurit yang disiagakan di Bangkok.<br />

Suthep Thaugsuban, pemimpin Komite Reformasi Demokrasi,<br />

mati-matian berusaha menggagalkan pemilu. Sejak Kamis<br />

pekan lalu, Komite Reformasi Demokrasi mengerahkan<br />

ribuan pendukungnya untuk melumpuhkan semua aktivitas<br />

di Kota Bangkok. “Kami tak setuju dengan pemilu, tapi kami<br />

tak akan menghalangi.... Jadi, siapa pun yang ingin memberikan<br />

suara, silakan saja. Jika kalian setuju dengan kami, jangan<br />

berikan suara,” kata Suthep.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Aku bertahan<br />

demi demokrasi,<br />

bukan untuk<br />

politik.”<br />

l l l<br />

Sejak tiga bulan lalu, Thailand tersandera protes tak berkesudahan.<br />

Suhu politik mulai memanas setelah pemerintahan<br />

Yingluck mengajukan rancangan undang-undang amnesti<br />

politik ke parlemen. Yingluck berdalih undang-undang itu dibutuhkan<br />

untuk menyatukan kembali Thailand yang terbelah<br />

setelah kerusuhan politik tiga tahun lalu.<br />

Lawan-lawan politiknya curiga, peraturan itu bakal membuka<br />

jalan bagi Thaksin Shinawatra untuk pulang dari pelariannya<br />

tanpa harus menjalani hukuman. Thaksin, yang digusur<br />

dari kursi perdana menteri pada 2006, diadili secara in absensia,<br />

tanpa kehadirannya, atas tuduhan korupsi dan diputus<br />

bersalah. Senat Thailand menolak rancangan undang-undang<br />

amnesti tersebut.<br />

Namun usulan itu telanjur melukai kepercayaan terhadap<br />

pemerintahan Perdana Menteri Yingluck. Lawan-lawan<br />

politiknya menuding Yingluck hanyalah boneka sang kakak,<br />

yang kini tinggal di Dubai, Uni Emirat Arab. Jalan-jalan di Kota<br />

Bangkok kini dikuasai barisan oposisi yang dikomando oleh<br />

Komite Reformasi Demokrasi Rakyat. Yingluck juga terusir<br />

dari kantornya.<br />

Kini, setiap kali bepergian, Yingluck harus menyamarkan<br />

perjalanannya. Tak ada lagi sirene meraung-raung. Tak ada<br />

pula konvoi kendaraan berderet-deret. Bahkan rombongan<br />

orang nomor satu di Thailand ini pun berhenti ketika lampu<br />

merah di jalan menyala. Setiap kali ada di Bangkok, kini dia<br />

terpaksa berkantor di markas Angkatan Udara Thailand. “Dia<br />

berada di bawah tekanan yang tak terbayangkan. Tapi dia<br />

bisa mengatasinya dengan baik,” Suranand Vejjajiva, Kepala<br />

Staf Kantor Perdana Menteri Thailand, memuji bosnya.<br />

Kantor-kantor pemerintah pun juga tercerai-berai. Para pejabat<br />

Kantor Imigrasi Thailand kini harus bekerja dari sebuah<br />

bekas gedung bioskop, Major Hollywood, di Provinsi Samut<br />

Prakarn. Sebagian pegawai Kementerian Sosial berkantor di<br />

rumah yatim-piatu di Nonthaburi. Sementara pejabat Kemen-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Pemimpin barisan<br />

antipemerintah, Suthep<br />

Thaugsuban, di antara para<br />

pendukungnya.<br />

REUTERS/Nir Elias<br />

terian Perdagangan terpaksa “mengungsi” ke pusat kerajinan<br />

di Provinsi Ayutthaya, sekitar 55 kilometer dari Bangkok.<br />

Pemilihan umum pada Ahad, 2 Februari, bisa menjadi<br />

klimaks, tapi bisa pula antiklimaks dari sengketa politik di<br />

Negeri Gajah Putih. Sulit dipastikan pemilu itu akan mengakhiri<br />

perseteruan antara kedua kubu. Menurut Yuttaporn Issarachai,<br />

pengamat politik dari Universitas Terbuka Sukhothai<br />

Thammathirat, pemilu akan menjadi alat uji bagi pemerintah<br />

maupun protes yang digalang Suthep.<br />

“Pertaruhannya sangat besar. Jika pemerintah berhasil<br />

menarik sebagian besar rakyat Thailand untuk ikut pemilu,<br />

maka itu menjadi sinyal bahwa mereka tak setuju dengan<br />

sikap Suthep menolak pemilu,” kata Yuttaporn. n<br />

SAPTO PRADITYO | BAngkok POST | reuters | telegrAPH | WSJ<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

BIRMINGHAMMAIL<br />

“Kami Bukan<br />

Pengemis”<br />

Film dokumenter Benefits Street, yang ditayangkan di stasiun<br />

televisi Channel 4, memantik kontroversi di Inggris<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

ibtimes<br />

Benefits Street mestinya bukan merupakan panduan<br />

cara mengutil yang “aman” di toko. Pada satu<br />

episode Benefits Street yang ditayangkan stasiun<br />

Channel 4 di Inggris beberapa pekan lalu, Danny<br />

Smith memamerkan kelihaiannya berkelit dari alat pemindai<br />

yang dipasang di toko busana.<br />

Suatu hari, dia masuk sebuah toko busana sembari menenteng<br />

tas kertas. Yang tak biasa, bagian dalam tas itu dilapisi<br />

kertas aluminium. “Isi saja dengan jaket seharga 2.000 pound<br />

sterling (sekitar Rp 40 juta) atau apa pun yang kalian inginkan,<br />

dan silakan melenggang jalan keluar dari toko. Tak akan ada<br />

satu pun alarm yang bersuara,” Danny memaparkan teknik<br />

mengutilnya.<br />

Tap untuk melihat Video<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

Benefits Street menggambarkan<br />

orang-orang yang menerima bantuan<br />

pemerintah seperti pengemis.<br />

Danny memiliki tiga anak dan sertifikat instruktur kebugaran.<br />

Tapi dia mengaku terlalu malas untuk bekerja. Dia selalu<br />

memilih jalan pintas. Sehari setelah keluar dari penjara, tangannya<br />

sudah gatal untuk kembali ke “hobi” lamanya: mengutil.<br />

Catatan kejahatannya sangat panjang. Dia sudah puluhan<br />

kali masuk bui sejak umur 12 tahun. Tapi kapok tak ada dalam<br />

kamus hidup bandit kecil ini. Hari itu dia mengutil lima jaket<br />

mahal, yang kemudian dia jual seharga 200 pound sterling<br />

atau sekitar Rp 4 juta. Uang itu ludes dibelanjakan ganja dan<br />

dia teler seharian.<br />

“Orang ini adalah salah satu pengutil paling hebat yang<br />

pernah aku temui seumur hidupku. Inilah Jalan James Turner,<br />

dan seperti inilah cara kami mendapatkan uang,” kata Fungi,<br />

bukan nama sebenarnya, tetangga Danny di Jalan James Turner,<br />

Distrik Winson Green,<br />

Birmingham, Inggris.<br />

Fungi tak jauh beda dari<br />

Danny. Suatu kali, juru kamera<br />

Benefits Street menyorot<br />

bagaimana Fungi “menyelundup”<br />

ke Hotel Premier Inn,<br />

mencuri majalah-majalah<br />

baru yang ada di lobi hotel itu dan menjualnya di jalan. Dari<br />

kejahatan kecilnya, penganggur ini mengantongi beberapa<br />

puluh pound sterling.<br />

Serial dokumenter Benefits Street memang khusus menyorot<br />

kehidupan sehari-hari warga sepanjang Jalan James Turner.<br />

Sepenggal jalan di Birmingham ini memang agak “unik”.<br />

Sekitar 90 persen warganya menerima kucuran rupa-rupa<br />

santunan dari pemerintah Inggris. Sejak pertama kali tayang<br />

pada awal Januari 2014, serial dokumenter yang dibuat oleh<br />

Love Productions ini langsung merebut hampir 5 juta penonton<br />

televisi di Inggris. Rating acara ini tertinggi sepanjang<br />

sejarah Channel 4.<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

guardian<br />

Bukan cuma puja-puji yang diperoleh Benefits Street, tapi<br />

juga hujan caci maki, bahkan ancaman mati. Bukan cuma<br />

kepada pembuat film itu, tapi juga terhadap warga Jalan<br />

James Turner. “Set fire to #benefitstreet,” seorang warga Inggris<br />

menumpahkan kemarahannya di akun Twitter. “All these<br />

people should just die,” orang lain menulis di laman Twitter.<br />

Arshad Mahmood, warga Distrik Bradford, tak jauh dari<br />

Distrik Winson Green, menggalang petisi untuk menghentikan<br />

penayangan film dokumenter itu. Menurut Arshad, serial<br />

Benefits menyebarkan prasangka dan kebencian terhadap<br />

para penerima santunan dari pemerintah.<br />

“Benefits Street menggambarkan orang-orang yang menerima<br />

bantuan pemerintah seperti pengemis. Gambaran itu<br />

salah besar,” kata Arshad dua pekan lalu. “Aku bekerja selama<br />

33 tahun. Tapi, setelah menjalani operasi, aku tak bisa lagi<br />

bekerja. Sekarang aku terpaksa menerima santunan pemerintah.”<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

Tayangan itu sangat jujur,<br />

menggambarkan kehidupan<br />

nyata di Inggris.<br />

Richard McKerrow, Direktur Kreatif Benefits Street, mengelak<br />

jika filmnya dituding tak seimbang dan hanya menyebarkan<br />

kebencian terhadap para penerima tunjangan. “Tayangan<br />

itu sangat jujur, menggambarkan kehidupan nyata di Inggris.<br />

Orang hanya takut menghadapinya,” kata Richard.<br />

Pemerintah Inggris memberikan sejumlah santunan kepada<br />

para penyandang cacat, penganggur, mereka yang bekerja<br />

tapi gajinya di bawah standar minimum, dan warga lanjut<br />

usia. Pada 2012-2013, anggaran untuk tunjangan ini sebesar<br />

161 miliar pound sterling atau sekitar Rp 3.258 triliun. Hampir<br />

separuhnya diberikan kepada warga lanjut usia. Sisanya,<br />

antara lain, sekitar 5 miliar pound sterling atau Rp 100 triliun<br />

diberikan kepada para penganggur, 13,5 miliar pound sterling<br />

atau Rp 270 triliun bagi penyandang<br />

cacat, dan 24<br />

miliar pound sterling atau Rp<br />

485 triliun untuk tunjangan<br />

perumahan.<br />

Pemerintah Inggris memang<br />

sangat dermawan.<br />

Mereka menghabiskan seperlima<br />

anggaran belanjanya<br />

untuk rupa-rupa santunan.<br />

Tapi beberapa cerita yang ditayangkan di Benefits Street<br />

memang bisa membuat orang-orang yang sungguh-sungguh<br />

memeras keringat cemburu berat.<br />

Bayangkan saja, pasangan muda Mark dan Becky, keduanya<br />

juga tinggal di Jalan James Turner, bersama kedua anaknya,<br />

menerima tunjangan 1.500 pound sterling atau Rp 30,3 juta<br />

per bulan. Tunjangan itu dihentikan setelah ketahuan keduanya<br />

memalsukan data. “Kami memang curang, dan dengan<br />

gampang memperoleh 1.500 pound sterling setiap bulan,”<br />

Mark berterus terang.<br />

Kisah para penerima santunan seperti yang ditayangkan<br />

Benefits Street ini memang bisa bikin orang sewot. Tak meng-<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

guardian<br />

herankan jika sampai ada yang<br />

berpendapat orang-orang<br />

ini tak beda dengan parasit.<br />

Gambaran yang sebenarnya tak akurat. “Kami menjadi tampak<br />

seperti gelandangan,” kata Anna Korzen, 28 tahun. Dia<br />

tinggal di James Turner bersama dua anaknya dan menerima<br />

santunan 900 pound sterling atau Rp 18 juta per bulan.<br />

Masih ada orang-orang seperti Stephen Smith alias<br />

Smoggy, bapak dua anak, yang mati-matian mencari uang<br />

meskipun dia juga menikmati tunjangan dari pemerintah<br />

Inggris. Setiap hari dia berjualan barang-barang kebutuhan<br />

sehari-hari, seperti sabun dan tisu toilet, dari pintu ke pintu.<br />

Menjelang Natal tahun lalu, dia juga menyambi kerja sebagai<br />

pembungkus paket di salah satu perusahaan pengiriman<br />

barang pada malam hari.<br />

Penelitian tim dari Sekolah Ilmu Sosial dan Politik Universitas<br />

Edinburgh pada akhir tahun lalu pun membuktikan,<br />

pemberian tunjangan oleh pemerintah tak membuat para<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

STEPHEN ALIAS Smoggy<br />

mirror<br />

penganggur bermalas-malasan dan melunturkan niat mencari<br />

pekerjaan.<br />

Ada orang seperti Craig, yang, sekalipun ke mana-mana harus<br />

berkursi roda, tak menyerah mencari pekerjaan. Setiap pekan<br />

dia menerima tunjangan 171,25 pound sterling atau Rp 3,5 juta.<br />

Sudah ratusan lamaran pekerjaan dia layangkan, tapi ratusan kali<br />

pula dia ditolak. Setiap kali dia mencantumkan kekurangannya<br />

dalam surat lamaran pekerjaan, tak sekali pun dia dipanggil untuk<br />

wawancara. “Aku ingin menunjukkan kepada orang di seluruh<br />

dunia bahwa aku juga mampu bekerja seperti orang lain,” kata<br />

Craig. ■<br />

SAPTO PRADITYO | guardian | Brimingham mail | BBC<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


sport<br />

Istri Pun Ditinggal<br />

demi Tenis<br />

"Ever tried. Ever failed. No matter.<br />

Try again. Fail again. Fail better."<br />

jason reed / reuters<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

Aku tak pernah<br />

bermimpi, karena<br />

aku tahu, aku tak<br />

cukup bagus untuk<br />

mengalahkan dia.<br />

Stanislas Wawrinka barangkali memang agak<br />

“sinting”. Bayangkan saja, pemain tenis kelahiran<br />

Lausanne, Swiss, ini rela “menukar” keluarganya<br />

dengan karier di lapangan tenis, tiga tahun lalu.<br />

Sang istri, Ilham Vuilloud, kini 39 tahun, menuturkan, pada<br />

20 September 2010 Stanislas pulang ke rumah mereka di<br />

Kota Saint Barthelemy, Swiss. Bukannya bersantai menikmati<br />

kebersamaan bersama istri dan anaknya, Alexia, yang masih<br />

bayi, Stanislas malah buru-buru berkemas lagi.<br />

“Dia mengatakan kepadaku punya prioritas hidup baru,”<br />

kata Ilham kepada tabloid Blick tiga bulan kemudian. “Dia<br />

buru-buru berkemas, memasukkan barang-barangnya ke<br />

dalam tas dan pindah ke hotel.” Stanislas memutuskan<br />

meninggalkan keluarganya supaya bisa berfokus<br />

seratus persen pada karier tenisnya, tanpa direcoki<br />

urusan rumah tangga.<br />

Kepada Ilham, Stanislas mengatakan hanya<br />

tinggal punya waktu lima tahun lagi untuk mencatatkan<br />

namanya dalam sejarah tenis. Stanislas,<br />

saat itu telah berumur 25 tahun, belum pernah<br />

sekali pun menginjakkan kakinya di babak final turnamen<br />

grand slam. Ilham menyayangkan keputusan<br />

mendadak suaminya. “Mestinya ada jalan lain jika dia<br />

menceritakan kepadaku sebelumnya,” kata mantan penyiar<br />

televisi tersebut.<br />

Hari-hari itu mungkin memang saat-saat yang sulit untuk<br />

Stanislas Wawrinka. Dua pekan sebelumnya, Stanislas sukses<br />

besar menekuk Andy Murray, petenis unggulan dari Inggris,<br />

di babak ketiga turnamen Grand Slam US Open. Berhasil menaklukkan<br />

Murray, setengah kaki Stanislas mestinya sudah<br />

berada di babak semifinal. Posisinya lebih diunggulkan saat<br />

berhadapan dengan petenis Rusia, Mikhail Youzhny, di babak<br />

perempat final.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

petar kujundzic / reuters<br />

Tapi tenis bukan matematika, yang rumusnya serba pasti.<br />

Stanislas, yang tak bermain tenang, dilipat Youzhny, 3-6,<br />

7-6, 3-6, 6-3, 6-3. Dua kali Stanislas membanting raketnya ke<br />

lapangan dengan frustrasi dan mendapat peringatan dari wasit.<br />

Dia layak frustrasi lantaran buruknya akurasi pukulannya<br />

sendiri. Walaupun 13 kali mencatatkan servis ace, Stanislas<br />

membuat 71 kali kesalahan sendiri.<br />

Nasib sialnya rupanya masih berekor. Sepekan setelah angkat<br />

kaki dari US Open, Stanislas terbang ke Astana, Kazakhstan,<br />

untuk bergabung dengan tim Piala Davis Swiss. Stanislas<br />

menjadi andalan Swiss untuk mengalahkan tim Kazakhstan,<br />

yang sama sekali tak diunggulkan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

Jika kalian bukan<br />

Roger, Rafa,<br />

Novak, atau<br />

Andy, kalian tak<br />

akan memenangi<br />

banyak turnamen<br />

dan kalian akan<br />

selalu kalah.<br />

Bukannya menang dengan gampang, tim Swiss, yang<br />

tak diperkuat Roger Federer, malah dipermalukan tim tuan<br />

rumah. Stanislas dan kawan-kawannya dibantai 5-0 tanpa<br />

balas. Stanislas Wawrinka, yang jadi andalan, ditaklukkan Mikhail<br />

Kukushkin, 3-6, 6-1, 6-4, 1-6, 6-3. Dari Astana, Stanislas<br />

langsung pulang ke rumahnya di Saint Barthelemy, Swiss,<br />

dan memutuskan berpisah dari anak-istrinya.<br />

●●●<br />

Lebih dari 40 bulan setelah meninggalkan anak-istrinya,<br />

Stanislas Wawrinka, kini 28 tahun, semakin dekat dengan<br />

posisi puncak. Pada Ahad, 26 Januari 2014, Stanislas<br />

menjadi petenis kedua dari Swiss yang memenangi<br />

nomor tunggal pria turnamen grand slam setelah<br />

Roger Federer.<br />

Di babak final Australia Open, Stanislas, yang<br />

berada di posisi underdog, mencundangi Rafael<br />

Nadal di lapangan Rod Laver Arena, 6-3, 6-2, 3-6,<br />

6-3. Dua belas kali melawan Nadal sebelumnya,<br />

dan tak sekali pun pernah menang, Stanislas sama<br />

sekali tak diunggulkan di depan Nadal, yang sangat<br />

superior.<br />

“Benar-benar gila yang terjadi hari ini... aku tak pernah<br />

berharap bisa memenangi grand slam. Aku tak pernah<br />

bermimpi, karena aku tahu, aku tak cukup bagus untuk mengalahkan<br />

dia,” katanya seusai pertandingan. “Aku telah menyaksikan<br />

Federer merebut banyak sekali gelar juara grand<br />

slam. Sekarang tiba giliranku.”<br />

Stanislas memang agak tertolong oleh cedera punggung<br />

yang diderita Nadal. Selama pertandingan, beberapa kali<br />

Nadal minta waktu untuk menjalani terapi masalah di punggungnya.<br />

Tapi bukan berarti dia tak layak merebut trofi Aus-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

david gray / reuters<br />

tralia Open. Jalan yang mesti dilewati Stanislas menuju babak<br />

final sama sekali bukan jalan yang gampang.<br />

Dia harus melewati unggulan kedua Novak Djokovic dan<br />

Tomas Berdych, peringkat ketujuh dunia. “So deserving for<br />

Stan the man #nevergiveup #whatamatch #sohappy,” Roger<br />

Federer menulis di akun Twitter-nya. Sekalipun sudah mendekati<br />

usia “senja” untuk ukuran pemain tenis, semangat<br />

pantang menyerah Stanislas memang luar biasa.<br />

Dia tahu betul, bakatnya<br />

tak sehebat empat<br />

penguasa lapangan tenis<br />

selama beberapa tahun<br />

terakhir: Rafael Nadal,<br />

Novak Djokovic, Roger<br />

Federer, dan Andy Murray.<br />

Keempat pemain ini<br />

merebut 34 gelar juara<br />

dari 35 gelar grand slam<br />

terakhir. Sejak Prancis<br />

Terbuka 2005, hanya<br />

Juan Martin del Potro<br />

yang pernah menembus<br />

dominasi mereka. Stanislas<br />

hampir selalu kalah<br />

melawan empat petenis<br />

elite ini.<br />

“Jika kalian bukan Roger, Rafa, Novak, atau Andy, kalian tak<br />

akan memenangi banyak turnamen dan kalian akan selalu kalah.<br />

Mereka selalu lebih baik ketimbang kami semua. Itu fakta<br />

yang harus dihadapi,” kata Stanislas merendah. “Tapi kalian<br />

harus melihat sisi positif sebuah kekalahan.” Sejak beberapa<br />

bulan lalu, dia menato tangan kirinya dengan satu kutipan<br />

dari novelis Irlandia, Samuel Beckett. "Ever tried. Ever failed.<br />

No matter. Try again. Fail again. Fail better."<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

blick<br />

Menurut Magnus Norman, sang pelatih, walaupun sudah<br />

bertahun-tahun berada di jajaran 25 besar peringkat tenis<br />

dunia, Stanislas masih sering grogi dan kurang percaya diri<br />

saat berada di babak-babak krusial, terutama saat berhadapan<br />

dengan empat petenis itu. “Dia selalu dua kali melangkah<br />

ke depan, satu langkah ke belakang,” Severin Luthi, kapten<br />

tim Piala Davis Swiss, menggambarkan karakter Stanislas.<br />

Begitu kepercayaan dirinya semakin mantap, performa Stanislas<br />

di lapangan juga<br />

semakin kinclong. Semua<br />

pemain top pernah<br />

dia taklukkan. Dia<br />

juga sudah kembali<br />

berkumpul dengan<br />

istri dan anaknya.<br />

Norman mengatakan<br />

tak ada jurus rahasia<br />

untuk Stanislas. Yang<br />

penting bagaimana<br />

membuat dia percaya<br />

pada kemampuan dirinya.<br />

“Dia sekarang sudah<br />

tahu bagaimana<br />

bermain di panggung<br />

yang besar,” ujar<br />

Djokovic, memuji lawannya.<br />

Tapi Stanislas tetap belum berani mengincar posisi<br />

nomor satu—setelah Australia Open, peringkatnya langsung<br />

melesat ke urutan ketiga dunia, di bawah Nadal dan Djokovic.<br />

“Tidak... tidak sama sekali. Aku masih harus meningkatkan<br />

permainanku selangkah demi selangkah,” kata Stanislas.<br />

SAPTO PRADITYO | ESPN | guarDIAN | USA TODAY<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

DNA Kembar Identik<br />

Terbukti tak Serupa<br />

“Kami hanya bisa berharap kemajuan sains yang akan<br />

mengejar terus kasus itu.... Kami tahu itu bakal terjadi.<br />

Hanya tinggal soal waktu saja.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

Kedua orang ini juga sama-sama<br />

memberi pernyataan, dan keduanya<br />

membantah tuduhan sebagai pelaku<br />

pemerkosaan mahasiswi itu.<br />

Setelah berpekan-pekan menyelidiki kasus<br />

pemerkosaan terhadap enam perempuan, tim<br />

detektif Kepolisian Marseille, Prancis, berhasil<br />

mempersempit kemungkinan pelakunya. Rekaman<br />

kamera CCTV di sepanjang blok apartemen lokasi pemerkosaan<br />

memperkuat bukti mereka.<br />

Pada Februari setahun lalu, Kepolisian Marseille akhirnya<br />

menangkap tersangka pelakunya. Bukan satu orang, melainkan<br />

dua orang: Elwin dan Yohan—bukan nama sebenarnya.<br />

Dari foto keduanya, para korban yang berumur antara 22<br />

tahun hingga 76 tahun juga telah memastikan bahwa mereka<br />

inilah pelaku pemerkosaan.<br />

Tapi urusan hukum tak lantas serbagampang dan semulus<br />

jalan tol. Yang jadi soal, tak ada korban yang cukup yakin,<br />

apakah Elwin atau Yohan yang jadi pemerkosanya. Ya, Elwin<br />

dan Yohan adalah dua saudara kembar identik. Bukti noda<br />

sperma yang dimiliki polisi pun tak cukup untuk menyeret Elwin<br />

atau Yohan, atau bahkan mungkin keduanya, ke penjara.<br />

Sebab uji DNA (deoxyribonucleic<br />

acid) standar gagal membedakan<br />

apakah sperma itu milik Elwin<br />

atau Yohan.<br />

Emmanuel Kiehl, kepala penyelidikan<br />

kasus pemerkosaan<br />

ini, cuma bisa garuk-garuk kepala. “Ini kasus yang langka, di<br />

mana kemungkinan tersangkanya dua orang kembar identik,”<br />

kata Kiehl, kala itu. Saat Elwin dan Yohan ditangkap setahun<br />

lalu, belum ada metode yang mangkus, cukup akurat, dan<br />

ongkosnya masuk akal, untuk membedakan DNA milik dua<br />

orang kembar identik. Kiehl perlu perintah khusus untuk<br />

menahan Elwin dan Yohan.<br />

Pada kasus biasa, menurut seorang ahli forensik kepada<br />

harian La Provence, untuk membuktikan DNA seseorang, mereka<br />

cukup meneliti 400 pasang kode genetik. Untuk kasus<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

langka seperti Elwin dan Yohan, mereka harus memelototi<br />

bermiliar-miliar pasangan kode genetik untuk mengenali kelainan<br />

genetik yang unik. Ongkosnya bisa beberapa juta euro<br />

atau puluhan miliar rupiah. Repotnya, selain ongkosnya luar<br />

biasa mahal, Kepolisian Marseille juga tak punya fasilitasnya.<br />

Kembar identik atau kembar monozigotik, seperti Elwin<br />

dan Yohan, terlahir dari proses pembuahan satu sel telur oleh<br />

satu sperma. Proses pembelahan yang melahirkan dua embrio<br />

bayi, kemungkinan terjadi setelah tahap blastosis. Angka<br />

ETHNOS<br />

kelahiran kembar monozigotik bervariasi dari satu tempat ke<br />

tempat lain, tapi rata-rata global sekitar 3,5 per 1.000 kelahiran.<br />

Kasus kriminal yang bikin puyeng seperti Elwin dan Yohan<br />

bukan cuma ditemui Emmanuel Kiehl dan timnya. Pada 23<br />

November 1999, seorang mahasiswi Sekolah Seni dan Desain<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

Pada saat proses pewarisan ini, typo<br />

alias ‘salah ketik’ terjadi.<br />

Kendall di Grand Rapids, Michigan, Amerika Serikat, dipukul<br />

seseorang dari belakang dan diperkosa. Lima tahun kemudian,<br />

polisi menemukan tersangkanya, yakni Jerome Cooper.<br />

Belakangan, polisi menemukan fakta bahwa Jerome memiliki<br />

saudara kembar identik, Tyrone Cooper. Kedua saudara<br />

kembar ini sama-sama memiliki catatan buruk soal kejahatan<br />

seksual.<br />

“Kedua orang ini juga sama-sama memberi pernyataan, dan<br />

keduanya membantah tuduhan sebagai pelaku pemerkosaan<br />

mahasiswi itu,” kata Kapten Jeffrey Hertel, Kepala Kepolisian<br />

Grand Rapids, beberapa pekan lalu. “Padahal kami semula<br />

berharap salah satu akan mengatakan, ‘Aku tak ingin saudaraku<br />

menghadapi tuduhan yang<br />

salah. Akulah pelakunya.’ Tapi<br />

itu tak pernah terjadi.”<br />

Saat dikumpulkan dalam satu<br />

ruangan, Cooper bersaudara tak pernah sekalipun menyinggung<br />

soal kasus itu. Bukti percikan sperma pada jaket sang<br />

korban juga tak banyak menolong karena tes DNA saat itu<br />

gagal membedakan apakah itu milik Jerome atau Tyrone.<br />

Walhasil, tanpa pengakuan dan tak ada bukti pasti, dengan<br />

kecut, polisi terpaksa membiarkan Cooper bersaudara melenggang<br />

keluar dari tahanan polisi.<br />

“Kami hanya bisa berharap kemajuan sains yang akan mengejar<br />

terus kasus itu.... Kami tahu itu bakal terjadi. Hanya<br />

tinggal soal waktu saja,” kata Kapten Hertel. Setelah<br />

14 tahun kasus itu tak tertuntaskan, menurut Hertel,<br />

sang korban masih terus berharap kasusnya<br />

suatu saat nanti bisa dibawa ke pengadilan.<br />

●●●<br />

Keadilan itu mungkin akan datang tak lama<br />

lagi. Cooper bersaudara tak bisa berkelit lagi.<br />

Sudah ditemukan cara untuk membedakan DNA<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

EUROFINS<br />

milik dua orang kembar identik, seperti Cooper bersaudara<br />

dan Elwin-Yohan. Terbukti, saudara kembar identik sebenarnya<br />

tak benar-benar serupa DNA-nya.<br />

Georg Gradl, peneliti genetik Eurofins Genomics (Eurofins<br />

MWG Operon), mengatakan manusia memiliki sekitar tiga<br />

miliar pasang kode genetik. “Saat pembuahan terjadi, embrio<br />

berkembang, seluruh kode genetik ini akan disalin, diwariskan,”<br />

kata Dr. Gradl, tiga pekan lalu. “Pada saat proses pewarisan<br />

ini, typo alias ‘salah ketik’ terjadi.” “Salah ketik”, atau<br />

lebih tepatnya mutasi genetis, inilah yang membedakan DNA<br />

antara dua kembar identik.<br />

Pada tes DNA standar, menurut Gradl, perbedaan kecil<br />

akibat mutasi saat proses pewarisan ini tak bakal terdeteksi.<br />

Gradl bersama tim Eurofins telah membuat metode khusus<br />

untuk menganalisis lebih dari tiga miliar kode genetis itu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

Aku sudah capek. Urusan ini<br />

sudah aku anggap selesai.<br />

GEORG GRALD<br />

EUROFINS<br />

dan mencari setitik perbedaan DNA antara saudara kembar<br />

identik akibat mutasi kecil tersebut. Seluruh proses ini akan<br />

memakan waktu sekitar satu bulan.<br />

Sudah ada sejumlah lembaga forensik dan kantor kepolisian<br />

yang meminta tim Eurofins membantu memecahkan kasus<br />

kejahatan yang melibatkan dua saudara kembar identik. Satu<br />

di antaranya adalah Kepolisian Marseille. “Kami sangat yakin<br />

bakal bisa mendapatkan hasilnya,” kata Dr.<br />

Gradl. Belum jelas, berapa ongkos pemeriksaan<br />

DNA saudara kembar identik oleh Eurofins ini.<br />

Jika ongkosnya cukup murah, metode Eurofins<br />

ini barangkali juga bisa membantu kasus unik seperti yang<br />

dihadapi Holly Marie Adams. Sepuluh tahun lalu, Holly melahirkan<br />

bayi. Dia mengklaim Raymond Miller-lah ayah bayi itu.<br />

Namun Raymond membantahnya dan menolak membayar<br />

tunjangan bagi anak itu. Urusan ini terpaksa dibawa ke Pengadilan<br />

Missouri.<br />

Di muka majelis hakim, Raymond membawa saudara kembarnya,<br />

Richard Miller. Dia meminta dilakukan tes DNA untuk<br />

membuktikan apakah dia atau Raymond bapak anak itu.<br />

Hasilnya, kemungkinan 99,9 persen Raymond atau Richard<br />

adalah bapak anak itu. Yang bikin tambah runyam,<br />

juga bikin kepala Hakim Fred Copeland cenat-cenut,<br />

Holly mengaku berhubungan seks dengan Raymond<br />

maupun Richard pada hari di mana kemungkinan besar<br />

terjadi pembuahan itu.<br />

Majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa Raymond-lah—sekalipun<br />

dia terus membantah—“ayah”<br />

anak itu. “Aku sudah capek. Urusan ini sudah aku anggap<br />

selesai,” kata Holly, beberapa tahun lalu. Seandainya<br />

metode Eurofins sudah ditemukan, barangkali urusan<br />

ini tak bakal berlarat-larat. ■<br />

SAPTO PRADITYO | BBC | daily mail | popsCI | USA today<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Utang Terus<br />

Menggunung<br />

Utang pemerintah terus<br />

meningkat dan menembus<br />

Rp 2.000 triliun. Para ekonom<br />

memandang wajar. Penggunaan<br />

utang untuk subsidi bahan<br />

bakar minyak dikritik.<br />

thinkstockphotos.com<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Nelayan mengangkat<br />

keranjang berisi ikan di<br />

Ulee Lheue, Banda Aceh.<br />

Utang luar negeri mestinya<br />

digunakan untuk membangun<br />

infrastruktur yang bisa<br />

memperbaiki nasib nelayan.<br />

ANTARA FOTO/Ampelsa<br />

AWAL 2014 agaknya menjadi tahun yang menguntungkan<br />

bagi Direktorat Jenderal Pengelolaan<br />

Utang. Lembaga di bawah Kementerian Keuangan<br />

ini salah satu tugasnya adalah mencari utang<br />

untuk negara dengan bunga semurah mungkin. Tugas itu<br />

dijalankan dengan baik pada awal tahun ini.<br />

Direktorat ini berhasil mendapatkan utang sesuai dengan<br />

target pada sejumlah lelang Surat Utang Negara, bahkan<br />

berhasil mendapatkan Rp 15 triliun dari target Rp 10 triliun<br />

pada 21 Januari lalu.<br />

Pemerintah Indonesia, seperti negara lain, memang mengandalkan<br />

lelang-lelang seperti ini untuk mendapatkan sebagian<br />

utangnya, yang tahun ini sudah melewati garis Rp 2.000<br />

triliun. Dan utang yang mencapai Rp 2.300 triliun itu, setidaknya<br />

menurut versi pemerintah, tak perlu dicemaskan. “Tidak<br />

perlu khawatir berlebihan,” kata Wakil Menteri Keuangan<br />

Bambang Brodjonegoro. “Tetap kita harus jaga utang kita,<br />

tapi enggak usah berlebihan.”<br />

Tren nilai utang pemerintah memang terus naik. Sepuluh<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Pembangunan salah satu<br />

gedung di Jakarta. Proyek<br />

infrastruktur di Indonesia<br />

banyak memanfaatkan<br />

dana utang.<br />

ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan<br />

tahun silam, utang pemerintah sekitar Rp 1.300 triliun. Tapi<br />

pemerintah menunjuk bahwa sedikit-banyaknya utang tidak<br />

melulu dilihat dari nilai nominalnya, tapi mesti dibandingkan<br />

dengan angka produk domestik bruto.<br />

Utang pemerintah memang cenderung turun jika menggunakan<br />

perbandingan ini. Saat itu, besar utang lebih dari 50<br />

persen dari angka ini, tapi sejak 2009 di bawah 30 persen.<br />

Sekarang, dengan utang Rp 2.300 triliun, rasionya hanya 28<br />

persen dibanding produk domestik bruto.<br />

Persentase yang 28 itu memang relatif kecil dibanding utang<br />

negara lain. Malaysia, misalnya, setahun silam angkanya 53<br />

persen. Negara maju persentasenya malah lebih tinggi. Rasio<br />

Singapura atau Amerika Serikat di kisaran 100 persen. Jepang<br />

malah di atas 200 persen. Hanya negara dengan sumber daya<br />

alam tinggi, seperti Arab Saudi, yang rasionya sangat rendah.<br />

Dengan melihat perbandingan ini, ekonom Universitas<br />

Indonesia, Telisa Aulia Falianty, menyebut utang pemerintah<br />

masih wajar. “Sebagai negara berkembang, wajar saja pemerintah<br />

memakai utang untuk menutup defisit,” katanya.<br />

Utang mestinya digunakan untuk kegiatan yang produktif,<br />

seperti membangun infrastruktur atau mendorong kegiatan<br />

ekonomi, termasuk usaha kecil, bukan menyubsidi bahan<br />

bakar minyak atau menggaji pegawai negeri.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Utang pemerintah Indonesia dibanding produk domestik bruto memperlihatkan tren menurun<br />

dalam 10 tahun ini, dari kisaran 60 persen menjadi di bawah 30 persen. Angka ini lebih rendah dari<br />

Malaysia, misalnya, apalagi Amerika Serikat dan Singapura.<br />

120<br />

100<br />

80<br />

60<br />

40<br />

20<br />

0<br />

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013<br />

Indonesia Malaysia Amerika Serikat Singapura Arab Saudi<br />

Meski angka utang itu wajar, ekonom Institute for Development<br />

of Economics and Finance, Ahmad Erani Yustika,<br />

berharap pemerintah mengoptimalkan penerimaan dalam<br />

negeri serta melakukan efisiensi belanja Anggaran Pendapatan<br />

dan Belanja Negara agar tidak terlalu dibebani utang. Masalahnya,<br />

menurut dia, pemerintah tidak mau bekerja serius<br />

mengoptimalkan penerimaan dan tidak memiliki iktikad baik<br />

untuk efisiensi belanja.<br />

“Akibatnya, jalan pintas yang dilakukan pemerintah adalah<br />

mengajukan permohonan utang walaupun akhirnya ada yang<br />

tidak terserap,” ujar Ahmad Erani.<br />

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latief<br />

Adam, berpendapat sama. Pemerintah harus mendorong<br />

peningkatan penerimaan dari perpajakan dan nonpajak pada<br />

titik optimal. Utang pun harus digunakan secara efisien untuk<br />

membiayai pengeluaran yang produktif, seperti membangun<br />

infrastruktur. “Bukan untuk membiayai kegiatan-kegiatan<br />

yang bermotif kepentingan populis, seperti menambah subsidi<br />

BBM,” katanya. n Hans Henricus B.S. Aron<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Indonesia Masuk Daftar<br />

Lima Negara Rapuh<br />

ADA istilah ekonomi baru yang<br />

muncul dan menjadi tren pada<br />

awal tahun ini. Istilah itu adalah<br />

Fragile Five alias Lima Negara Rapuh.<br />

Malangnya, Indonesia masuk daftar lima<br />

negara rapuh ini, di samping India, Turki,<br />

Brasil, dan Afrika Selatan.<br />

Negara-negara ini memiliki pertumbuhan<br />

ekonomi bagus selama beberapa<br />

tahun. Hanya, masalahnya, pertumbuhan<br />

ini sangat bergantung pada investasi dari<br />

luar negeri. Investor memborong surat<br />

utang dan saham di negara-negara ini<br />

saat ekonomi dipandang membaik. Tapi,<br />

begitu ada persoalan, investor langsung<br />

lari.<br />

Di Indonesia, saat ada tanda-tanda bunga<br />

bakal naik di Amerika Serikat karena<br />

negara itu menghentikan stimulus ekonomi,<br />

investor langsung lari. Akibatnya,<br />

bursa saham anjlok dan sepanjang 2013<br />

seperti tertahan. Rupiah juga anjlok, sehingga<br />

pemerintah terpaksa mengerem<br />

laju ekonomi dengan menaikkan suku<br />

bunga.<br />

Negara-negara lain dalam Fragile Five<br />

ANTARA FOTO/Yusran Uccang<br />

mengalami nasib yang kira-kira sama.<br />

Semula ekonominya dipandang mulus.<br />

Tapi, begitu investor asing pergi, ekonomi<br />

menjadi mengkhawatirkan. Utang<br />

jangka pendek pun menjadi salah satu<br />

ancaman saat investor ini keluar dari<br />

sebuah negara. n Nur Khoiri<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Perempuan menjadi<br />

Pasar Utama<br />

Bisnis mobil travel tak lekang dihantam moda angkutan lain.<br />

Orang tua dan perempuan menjadi sasaran pasar utama.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Meski tarif<br />

pesawat<br />

terbang<br />

semakin<br />

terjangkau dan<br />

bus semakin<br />

bagus, travel<br />

masih bisa<br />

bertahan.<br />

MINIBUS Daihatsu Luxio putih itu diparkir pada<br />

Rabu siang, 29 Januari 2014, di depan kompleks<br />

ruko di Jalan Jombang Raya, Pondok Aren, Tangerang.<br />

Mobil itu sedang beristirahat setelah<br />

malamnya bekerja menjemput penumpang dari rumahnya di<br />

sejumlah kota di Jawa Tengah dan mengantar sampai pintu<br />

rumah tujuan di Jakarta dan sekitarnya.<br />

Ini memang mobil travel. Moda angkutan umum ini mengandalkan<br />

minibus dan sebagian besar menggunakan sistem<br />

door to door, penumpang dijemput di rumah dan diantar sampai<br />

pintu rumah tujuan. “Ini salah satu dari empat Luxio kami,”<br />

ucap Timbul Bejo, salah satu pengelola CV Wahyu Pendowo<br />

Sinergy, yang mengoperasikan minibus dengan rute Jakarta<br />

ke Jawa Tengah.<br />

Luxio, dengan kapasitas tujuh penumpang, menjadi salah<br />

satu favorit pengusaha travel. Tapi armada yang dimiliki Timbul<br />

tidak hanya Luxio. Ia juga memiliki tiga Isuzu Elf, minibus<br />

dengan kapasitas belasan penumpang.<br />

Moda transportasi yang dikelola Timbul ini mulai populer<br />

sejak 1970-an. Tidak jelas siapa yang memulai, tapi salah satu<br />

pemain lamanya adalah perusahaan dari Bandung, 4848.<br />

Perusahaan ini bersaing dengan bus dan kereta api untuk<br />

melayani rute gemuk Jakarta-Bandung. Belakangan, setelah<br />

Bandung tersambung jalan tol sampai Jakarta, pemain baru<br />

bermunculan, seperti DayTrans dan Cipaganti.<br />

Di Jawa Tengah, misalnya, sejak 1970-an juga sudah muncul<br />

moda transportasi ini. Bisa dibilang seluruh kota di Jawa<br />

Tengah dijangkau moda transportasi door to door ini. Pada<br />

saat itu, jenis angkutan travel menjadi salah satu moda transportasi<br />

premium, alternatif dari bus, yang saat itu hanya<br />

menyediakan kelas ekonomi.<br />

Saat ini, meski tarif pesawat terbang semakin terjangkau<br />

dan bus semakin bagus, travel masih bisa bertahan. Timbul,<br />

misalnya, baru mengoperasikan armadanya tiga tahun silam.<br />

Tapi ia melihat pasar bisnis travel cukup cerah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Cipaganti berekspansi ke<br />

layanan bus wisata setelah<br />

sukses di bisnis travel.<br />

hasan alhabsy/detikfot0<br />

Mereka sudah membidik pasarnya. Mereka adalah orang<br />

tua, kaum perempuan, dan kelompok masyarakat yang tidak<br />

mau repot pindah moda transportasi saat bepergian karena<br />

pada dasarnya layanan ini mirip taksi. “(Kami) sudah memetakan<br />

siapa saja calon pelanggan,” kata Iwan Bango, rekan<br />

bisnis Timbul.<br />

Bahkan munculnya pesawat murah tidak memukul bisnis<br />

mereka, malah bisa saling melengkapi. Perusahaan travel<br />

akan bisa melayani penumpang pesawat dari bandara sampai<br />

ke kota asal penumpang. “Di situlah posisi keberadaan jasa<br />

travel dibutuhkan,” kata Iwan.<br />

Pasar lain yang dibidik, menurut Sekretaris Perusahaan<br />

Cipaganti, adalah masyarakat yang belum memiliki mobil. Ia<br />

mengatakan pertambahan jumlah mobil—sekitar 800 ribu<br />

sekitar dua tahun silam—tidak sebanding dengan naiknya<br />

jumlah penduduk. “Berapa persen yang memiliki mobil pribadi”<br />

ungkap Toto.<br />

Cipaganti agak berbeda dengan sejumlah perusahaan travel<br />

lain karena layanannya bukan door to door, melainkan point to<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Sopir kami<br />

harus cepat<br />

dan tepat<br />

mengantarkan<br />

penumpang<br />

sesuai<br />

tujuannya.<br />

point. Mereka tidak menjemput dan mengantar sampai rumah<br />

tujuan, tapi menyebar titik keberangkatan dan kedatangan di<br />

Jakarta dan Bandung, sehingga para penumpang bisa memilih<br />

titik terdekat tujuan. Bagi penumpang, kelebihannya adalah<br />

lebih cepat karena tidak perlu berputar-putar dulu mengantar<br />

penumpang lain. Kekurangannya, penumpang mesti berganti<br />

moda transportasi.<br />

Saat ini, Cipaganti baru beroperasi di sekitar Bandung-Jakarta.<br />

Rutenya adalah wilayah yang tersambung jalan tol. Tapi<br />

mereka sudah bersiap membuka layanan di luar Jawa, seperti<br />

Medan dan Makassar. “Saya baru kemarin dari Medan, potensi<br />

pasar di sana sangat menarik,” ucap Toto. Rute paling<br />

gemuk mereka adalah Bandung-Jakarta, yang mereka layani<br />

dengan 680 mobil atau sekitar separuh armada mereka.<br />

Dengan armada sebesar itu, Cipaganti memang bisa<br />

dibilang raksasa dibanding perusahaan travel seperti yang<br />

dikelola Timbul. Tapi Timbul tidak minder, dan senjata yang<br />

menjadi andalannya adalah pelayanan. “Karena kami bukan<br />

angkot, pelayanan adalah sumber penghidupan kami,” ucapnya<br />

mantap.<br />

Dalam sebulan, rata-rata mobilnya menjalani rute Jakarta-<br />

Jawa Tengah 11 kali pulang-pergi. “Sesepi-sepinya, ya enam<br />

sampai tujuh kali PP (pulang-pergi)-lah,” ungkapnya. Para<br />

penumpang dikenai tarif sekitar Rp 200 ribu.<br />

Dia mempekerjakan 10 sopir. Salah satunya, Andi Guyub,<br />

mengatakan penghasilannya adalah 40 persen dari total tiket<br />

penumpang. Sepekan, ia bisa narik dua kali pulang-pergi.<br />

Uniknya, struktur bisnis Wahyu Pendowo Sinergy sangat<br />

“cair”. Perusahaan ini terdiri atas Wahyu Pendowo yang<br />

dimiliki Timbul, Sinergy Transport yang dimiliki Iwan, dan<br />

Pendowo yang dimiliki salah satu rekan mereka yang mereka<br />

panggil Pak Toying. Mereka menyatukan organisasi, seperti<br />

membentuk agen tiket. “Setiap agen hanya boleh menaikkan<br />

tarif tiket tak lebih dari 10-15 persen saja,” ucap Iwan.<br />

Rute travel yang juga “gemuk” adalah Jakarta-Bandar Lam-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Isuzu Elf, salah satu jenis<br />

kendaraan favorit para<br />

operator travel.<br />

dok travel.com<br />

pung. Travel dari Jakarta ke provinsi paling selatan Sumatera<br />

itu tetap bisa kokoh. Pesaing utama mereka di rute ini adalah<br />

bus Damri, yang berangkat dari Stasiun Gambir dengan tarif<br />

Rp 135-205 ribu, tergantung kelasnya.<br />

Salah satu pemain travel Jakarta-Lampung, Ramatrans,<br />

mematok tarif lebih mahal, Rp 200-300 ribu. Berbeda dengan<br />

Damri yang mematok harga tergantung fasilitas busnya,<br />

Ramatrans mematok tarif berdasarkan jarak perjalanan.<br />

“Sampai wilayah mana di sekitar Lampung penumpang kami<br />

antar, di situlah kita bicarakan tarifnya” kata Rama Dody, yang<br />

mengoperasikan 35 mobil dari pulnya di kawasan Cawang,<br />

Jakarta Timur.<br />

Agar bisa memenangi persaingan seperti Timbul, andalan<br />

Dody adalah pelayanan. “Sopir kami harus cepat dan<br />

tepat mengantarkan penumpang sesuai tujuannya,” ucapnya.<br />

n BUDI ALIMUDDIN<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Invasi Maskapai<br />

Penerbangan<br />

Murah Indonesia<br />

tak puas jadi jago kandang, Maskapai penerbangan murah<br />

Indonesia Beramai-ramai menerbangi rute internasional.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


EMPAT eksekutif Airbus itu duduk melingkari meja<br />

ruang rapat Citilink di kawasan Jalan S. Parman,<br />

Jakarta Barat, pada Selasa siang, 28 Januari 2014.<br />

Mereka membicarakan puluhan pesawat yang<br />

dipesan maskapai penerbangan murah yang didirikan PT<br />

Garuda Indonesia itu.<br />

“Ini mau bicarain pengiriman pesawat yang sudah kami<br />

pesan beberapa waktu lalu,” kata Presiden Direktur Citilink<br />

Arif Wibowo mengomentari pertemuan itu. Saat ini Citilink<br />

mengoperasikan 25 Airbus A320 dan sudah memesan 40<br />

pesawat lain.<br />

Arif mengungkapkan, penambahan pesawat ini dilakukan<br />

karena mereka akan memperluas jalur penerbangan ke<br />

sejumlah kota di luar negeri. Jadwal pertama mereka adalah<br />

menerbangi rute Denpasar-Perth. Kota di Australia itu akan<br />

mulai direngkuh pada Maret atau April nanti lewat satu penerbangan<br />

per hari. “Tapi ke depannya minimal kami akan<br />

menyelenggarakan penerbangan sehari 3 kali, Denpasarbisnis<br />

Citilink, salah satu maskapai<br />

penerbangan murah,<br />

saat mulai mengudara<br />

dari Bandara Halim<br />

Perdanakusuma, Jakarta,<br />

awal bulan lalu.<br />

M Agung Rajasa | ANTARA foto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Sriwijaya Air di salah satu<br />

bandara. Maskapai yang<br />

memposisikan diri di<br />

kelas medium ini mulai<br />

agresif masuk layanan<br />

internasional.<br />

foto: getty images<br />

Perth,” ucapnya.<br />

Citilink bukan satu-satunya<br />

maskapai penerbangan murah<br />

Indonesia yang mulai bermain<br />

di luar negeri. Maskapai<br />

lain, seperti Sriwijaya Air, juga<br />

mulai menjangkau Cina lewat<br />

penerbangan dari Denpasar.<br />

Sedangkan Lion Air malah<br />

mendirikan anak perusahaan<br />

di Malaysia dan Thailand.<br />

Mandala dan AirAsia Indonesia<br />

memang memiliki induk<br />

di luar negeri, yakni Tiger Air dari Singapura dan AirAsia dari<br />

Malaysia, sehingga secara alami mereka memiliki sejumlah<br />

rute internasional.<br />

Lewat grup seperti ini, mereka bisa bekerja sama seperti<br />

yang dilakukan Mandala, misalnya. Mereka memanfaatkan<br />

jaringan grup Tiger Air, sehingga penumpang dari Jakarta<br />

di Manila tidak perlu membeli dua tiket. Penumpang cukup<br />

membeli satu tiket meski nantinya transit di Singapura dan<br />

pindah pesawat dari Filipina, Cebu Pacific Air.<br />

Adapun Sriwijaya mulai menerbangi Cina sejak 22 Januari<br />

silam, yakni dari Denpasar ke tiga kota di Tiongkok: Hangzhou,<br />

Ningbo, dan Nanjing. “Penerbangan ke Cina ini menggunakan<br />

pesawat Boeing 737-800 Next Generation,” kata<br />

Senior Manager Corporate Secretary Sriwijaya Air, Agus<br />

Sudjono.<br />

Sriwijaya masuk pasar ini dengan alasan jelas: tidak ada<br />

penerbangan langsung Denpasar ke Cina setelah Batavia<br />

Air tutup. “Kami tidak punya pesaing (di rute itu),” ucapnya<br />

diiringi derai tawa.<br />

Karena peluang ada, Sriwijaya memasang target rute ini<br />

sebagai tonggak awal membuka bisnis di jarak menengah,<br />

tidak hanya penerbangan domestik. “Ke depannya, pener-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Kesibukan di Bandara<br />

Soekarno-Hatta, Jakarta.<br />

Maskapai penerbangan<br />

murah tidak hanya melayani<br />

penerbangan lokal, tapi juga<br />

mulai masuk pasar-pasar<br />

internasional.<br />

Rivan Awal Lingga | ANTARA foto<br />

bangan ke kota lain di Cina bisa<br />

dilakukan,” kata Agus.<br />

Maskapai yang memposisikan<br />

diri sebagai maskapai medium—antara<br />

full service dan<br />

penerbangan murah—sudah<br />

mengincar belasan kota lain di<br />

negara berpenduduk terbesar<br />

dunia itu, mulai Beijing, Wuhan,<br />

sampai Shenzhen. “Tapi baru<br />

tiga yang mendapat izin,” ucapnya.<br />

Rute ke Cina ini menambah<br />

daftar kota tujuan di luar negeri, setelah mereka juga menerbangi<br />

Dili di Timor Leste dan Penang di Malaysia.<br />

Bermain di pasar tanpa pesaing ini tentu relatif lebih<br />

enteng daripada yang dilakukan Citilink, yang masuk rute<br />

Perth-Denpasar dengan banyak pemain di dalamnya. Di jalur<br />

itu, pasar penerbangan murah sudah bercokol Virgin Air,<br />

Jetstar, dan AirAsia dengan jumlah penerbangan total 8-10<br />

per hari. “Tahun ini Tiger Air juga akan masuk,” kata Arif.<br />

Dengan persaingan keras, Citilink berharap bisa meraup 10<br />

persen pasar ini.<br />

Persaingan penerbangan murah Perth-Denpasar berat,<br />

menurut Arif, karena banyak warga Australia kelas ekonomi<br />

C dan D—menengah ke bawah untuk ukuran negara itu—<br />

yang gemar piknik ke Bali. “Kelas ini akan mencari penerbangan<br />

yang lebih murah,” katanya.<br />

Pasar lain yang diincar Citilink adalah orang Indonesia<br />

yang tinggal di Australia. Meski tidak semua orang ini pulang<br />

ke Bali, Citilink memiliki penerbangan cukup lengkap<br />

dari Denpasar ke kota-kota lain di Indonesia. “Denpasar itu<br />

hub (pusat rute) kami,” katanya. ■ Budi Alimuddin<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Pajero<br />

Juragan WC Umum<br />

Jangan remehkan bisnis WC umum terminal atau pasar. Desa di<br />

pelosok Tasikmalaya memasok pekerja dan juragan WC umum.<br />

Juragannya pun bermobil Toyota Land Cruiser atau Mitsubishi Pajero.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Rumah salah satu juragan<br />

WC, Haji Cecep Ruchimat,<br />

yang berada di pelosok<br />

Tasikmalaya.<br />

rengga sancaya | detik foto<br />

JIKA hanya melihat rumah itu, mungkin membayangkan<br />

lokasinya berada di Jakarta dan sekitarnya,<br />

bukan di desa terpencil di kaki Gunung Talaga<br />

Bodas, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari<br />

Tasikmalaya.<br />

Rumah itu berlantai dua, lebih banyak memasang kaca<br />

sebagai dinding daripada batu bata yang disemen dan<br />

dicat tebal. Sebuah kolam renang menyatu dengan halaman<br />

belakang rumah. Di samping rumah bergaya minimalis<br />

ini, bertengger dua mobil mahal, Toyota Land Cruiser dan<br />

Mitsubishi Pajero Sport Dakar.<br />

Dua mobil itu fungsinya sedikit berbeda. “Kalau mobil yang<br />

ini untuk blusukan,” ujar pemiliknya, Haji Cecep Ruchimat,<br />

menunjuk Land Cruiser.<br />

Haji Cecep bukan satu-satunya pemilik rumah gedong<br />

atau mobil sekelas Pajero di desanya, Cijaho, atau desa sebelahnya,<br />

Kiarajangkung. Pak haji itu, seperti ratusan orang<br />

lain di sana, bisa menikmati kehidupan kelas menengah<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Salah satu WC umum yang<br />

sedang beroperasi.<br />

rengga sancaya | detik foto<br />

atas karena bisnisnya yang<br />

kurang lazim dan kadang tidak<br />

dipandang mata: menjadi<br />

juragan WC umum.<br />

Kepala Desa Kiarajangkung,<br />

Asep Wawan, mengatakan<br />

ia memimpin 1.200-an keluarga.<br />

Dari jumlah itu, sekitar<br />

20 persen warganya menjadi<br />

juragan WC umum. Selain<br />

itu, 70 persen adalah petani,<br />

yang di luar musim tanam<br />

menjadi pekerja WC umum<br />

yang dimiliki para tetangganya<br />

itu. Sisanya menekuni pekerjaan lain, seperti tukang<br />

kredit.<br />

“Orang-orang di sini bertani iya, sebagai karyawan di<br />

WC umum juga iya,” kata Asep yang selain menjadi kuwu<br />

alias kepala desa, juga mengoperasikan 6 unit WC umum<br />

di pasar di Jawa Tengah, yakni di Jepara dan Rejowinangun,<br />

Magelang. “Jadi ada aplusan, kalau musim tanam sudah<br />

selesai, berangkat jadi karyawan WC umum.”<br />

Para jawara WC umum dari Kiarajangkung itu di antaranya<br />

Haji Nurjaman dan anaknya, Haji Nur Alam, yang<br />

memiliki rest area Kampoeng Nagreg di jalur lintas Nagreg<br />

menuju Kecamatan Malangbong. Ada pula Haji Lukman,<br />

Haji Oyoh,dan Haji Empon Suryana.<br />

Profesi ini membawa kemakmuran bagi warga desa. Jalanan<br />

desa yang terpencil itu beraspal mulus semua. Begitu<br />

pula rumah-rumah berdesain minimalis terbaru banyak<br />

bertengger di tengah-tengah permukiman.<br />

Keberhasilan ini juga membuat Haji Cecep, pemilik Land<br />

Cruiser, gengsinya naik dan sekarang sedang berusaha<br />

merebut kursi DPRD Kabupaten Tasikmalaya, sebagai calon<br />

legislator nomor satu Partai Gerindra. Usaha berbisnis WC<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Setelah izin RT, RW, dan kelurahan,<br />

saya langsung renovasi dan pasang<br />

jet pump (pompa air bertenaga<br />

tinggi) dengan menggali hingga<br />

kedalaman 50 meter.<br />

umum yang ditekuni selama 30 tahun—bahkan ia nekat<br />

keluar dari pekerjaan sebelumnya di PT Pelindo, salah satu<br />

BUMN—seperti terbayar.<br />

Haji Cecep ini mengoperasikan WC umum di sejumlah<br />

kota besar di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta. Namun<br />

dia enggan bercerita banyak mengenai bisnis yang digelutinya<br />

selama 30 tahun itu. “Yang sukses itu Haji Mumu, kalau<br />

saya kan hanya ngikut aja,” imbuhnya.<br />

Haji Mumu Hermana, yang disebut “sukses” oleh Haji<br />

Cecep, juga berasal dari Desa Kiarajangkung. Di desa itu,<br />

Haji Mumu memiliki rumah berlantai dua dengan tiga penangkal<br />

petir bertengger pada gentingnya.<br />

Meski begitu, setahun cuma beberapa kali<br />

ia pulang ke rumah megahnya di kampung<br />

itu. Haji Mumu, yang sekarang berusia 65<br />

tahun, tinggal di Ciracas, Jakarta Timur, dan<br />

rumahnya di Kiarajangkung dihuni anak<br />

angkatnya, Budi Rahmatillah.<br />

Mumu memang menjadi perintis bisnis<br />

WC umum itu. Ia memulainya pada 1980.<br />

Saat itu, ia melihat bahwa WC umum di<br />

8 RW kawasan Cengkareng Bedeng, Jakarta Barat, tidak<br />

terpelihara. Ia menawarkan jasa untuk merenovasi dan mengelola<br />

bangunan WC di wilayah itu.<br />

Karena setiap RW terdapat 10 unit, total 80 unit ia perbaiki<br />

dan dikelola. “Setelah izin RT, RW, dan kelurahan, saya langsung<br />

renovasi dan pasang jet pump (pompa air bertenaga<br />

tinggi) dengan menggali hingga kedalaman 50 meter,” tutur<br />

Mumu. Modal yang ia keluarkan di wilayah itu Rp 5 juta,<br />

uang yang cukup banyak karena saat itu bensin premium<br />

hanya Rp 150 per liter.<br />

Dengan pengalaman bisnis di Cengkareng Bedeng,<br />

Mumu berekspansi ke seluruh wilayah Jawa. Target favoritnya<br />

adalah pasar dan terminal. Salah satu strategi yang ia<br />

pasang, di pasar dan terminal itu selalu membangun masjid<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Pencalonan Haji Cecep<br />

Ruchimat sebagai calon<br />

anggota DPRD Kabupaten<br />

Tasikmalaya.<br />

rengga sancaya | detik foto<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

atau musala di samping WC umum miliknya. Salah satunya<br />

di Terminal Arjosari, Malang, Mumu mendirikan masjid berukuran<br />

240 meter persegi.<br />

Selain mengundang orang untuk beribadah, mendirikan<br />

tempat ibadah ini juga menarik konsumen. “Masjid atau<br />

musala itu bikin ramai, makanya saya kalau bikin WC pasti<br />

ada musala atau masjidnya,” ujarnya.<br />

Bisnis WC umumnya pun semakin profesional. Belakangan,<br />

usaha ini ia bentuk sebagai sebuah perseroan terbatas<br />

dengan nama PT Mulia Jaya Sejahtera. Perusahaan ini mengelola<br />

WC umum, seperti di Pasar Induk Kramat Jati, Pasar<br />

Tanah Abang, Glodok, Depok, Cianjur, sampai Malang. Total<br />

pegawainya sekitar 200 orang, yang ia rekrut dari Kiarajangkung<br />

dan desa-desa sekitarnya.<br />

Tarif WC umum yang dipatok para warga Kiarajangkung<br />

itu antara Rp 500-1.000 untuk buang air kecil dan Rp 2.000<br />

untuk buang air besar. Mumu dan para pengusaha itu enggan<br />

menceritakan omzetnya. Namun dari rumah-rumah megah<br />

dan Land Cruiser di Kiarajangkung, uang yang dikumpulkan<br />

agaknya bukan lagi recehan. ■ HANS HENRICUS B.S. aron<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Retribusi Terus Naik<br />

PARA pengusaha WC umum itu cenderung enggan mengungkapkan<br />

perincian bisnis mereka. Salah satu pengusaha<br />

mengatakan bahwa pernah ada tabloid yang menulis tentang<br />

mereka. Setelah tulisan dipublikasikan, mereka terkena dampak<br />

buruk: otoritas setempat menaikkan retribusi WC umum mereka.<br />

Saat ini retribusi rata-rata WC umum adalah Rp 10-20 juta. Per tahun,<br />

ungkap salah satu pengusaha, naik sekitar 10-20 persen. Sebelum ada<br />

artikel di tabloid itu, kenaikan hanya sekitar 5 persen per tahun.<br />

Salah satu pengusaha juga mengatakan mereka enggan mengungkapkan<br />

sisi bisnis karena takut bakal muncul pesaing baru. Dalam posisi sekarang,<br />

bisnis ini memang jarang yang melirik. Mungkin karena dipandang bisnis<br />

yang kotor dan bau, atau mungkin karena melihat konsumen hanya membayar<br />

uang receh, Rp 1.000-2.000 sekali transaksi.<br />

Padahal, jika melihat WC<br />

umum di terminal, misalnya,<br />

setidaknya setiap menit<br />

ada yang membayar Rp<br />

1.000. Jika terminal itu beroperasi<br />

12 jam, secara kasar<br />

bakal terkumpul 12 jam x<br />

60 menit x 1.000. Alhasil,<br />

WC itu akan menghasilkan<br />

Rp 720 ribu per hari. Bukan<br />

jumlah yang sedikit apalagi<br />

jika melihat di banyak tempat,<br />

orang bahkan harus<br />

antre untuk masuk.<br />

■ HANS HENRICUS B.S. aron<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Bila Cina<br />

Jadi Tentara<br />

Selama ini ada anggapan bahwa kesempatan<br />

menjadi tentara dan pegawai negeri tertutup bagi<br />

warga keturunan Cina (Tionghoa). Akibatnya,<br />

mereka pun banyak berkiprah sebagai pedagang.<br />

Apalagi buku-buku sejarah di sekolah nyaris tak<br />

menyebutkan peran mereka dalam mengusir<br />

penjajah. Padahal, jika ditelisik, dalam setiap<br />

angkatan di tubuh TNI-Polri, ada satu-dua prajurit<br />

berdarah Tionghoa. Di berbagai daerah, tersebar<br />

tokoh Tionghoa yang diangkat sebagai veteran<br />

dan sudah ada yang dimakamkan di taman makam<br />

pahlawan. Juga ada yang bergelar pahlawan<br />

nasional. Beberapa artikel berikut ini mengungkap<br />

hal tersebut. Selamat membaca!<br />

Orang Tionghoa,<br />

Jago dagang dan perang<br />

Dari Penyelundup<br />

Menjadi Laksamana<br />

Menjadi Koki hingga<br />

Membuka Warung Kopi<br />

veteran Tionghoa<br />

di Pemakaman Pahlawan<br />

Majalah detik 3 - 9 Februari 2014


selingan<br />

g<br />

Orang Tionghoa<br />

Jago Berdagang Juga Berperang<br />

Kiprah mereka dalam membantu kemerdekaan<br />

tak tertulis dalam buku sejarah di sekolah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Hendra Kho dan istrinya<br />

Chang Jane<br />

dok. pribadi<br />

Kisah kehidupan sang kakek, Kho Bak Tjoa, yang<br />

turut mengangkat senjata mengusir kolonial Belanda<br />

di Jambi, rupanya banyak mengusik benak<br />

Hendra Kho. Apalagi sang kakek, yang meraih Bintang<br />

Gerilya dari Presiden Sukarno, kerap menyatakan darma<br />

paling mulia dari seseorang adalah ketika memberikan yang<br />

terbaik kepada orang banyak. Untuk negara dan bangsa. Pria<br />

kelahiran Jambi, 9 September 1982, itu pun menerjemahkannya<br />

dengan menjadi tentara. Korps infanteri adalah idamannya.<br />

Selepas sekolah menengah atas, ia pun mendaftarkan diri<br />

mengikuti seleksi calon taruna Akademi Militer. Sayang, pada<br />

tahap akhir dia dinyatakan tak lulus. Kedua orang tuanya,<br />

Djoni Kho dan Tjoa Ngang Heng, membesarkan hati dengan<br />

menyarankan agar mengikuti tes pada tahun berikutnya. Tapi<br />

Hendra tak mau. Dia tak ingin makin frustrasi karena menjadi<br />

penganggur.<br />

Untuk melupakan kegagalan itu, atas restu orang tuanya,<br />

Hendra hijrah ke Jakarta dan mendaftar ke Fakultas Hukum<br />

Universitas Trisakti. Ketika titel sarjana hukum hampir<br />

digenggam, Hendra mengaku sempat berniat menjadi pebisnis.<br />

Tapi, sekelebat kemudian, cita-cita menjadi tentara<br />

kembali membuhul. “Saya ingin membuktikan bahwa orang<br />

Tionghoa tidak hanya pandai berdagang,” kata suami<br />

Chang Jane ini saat berbincang dengan majalah detik<br />

melalui telepon seluler pada Rabu, 29 Januari 2014.<br />

Dengan sokongan ayah-ibunya, Hendra, yang<br />

telah bertitel sarjana hukum, mengikuti seleksi<br />

sekolah perwira prajurit karier. Kali ini ia dinyatakan<br />

diterima dan lulus dengan pangkat letnan dua TNI<br />

Angkatan Udara pada Juli 2007. Dari 256 orang<br />

lulusan perwira, Hendra tercatat menduduki<br />

peringkat ke-32. Dari 72 siswa matra udara, dia<br />

berada di urutan ketujuh dari 10 siswa terbaik.<br />

Selanjutnya, dia ditempatkan di Korps Pasukan<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Tap untuk<br />

melihat video<br />

Khas (Pasukan Komando) TNI Angkatan Udara.<br />

Hendra, yang kini menjabat Kepala Hukum Pusat Pendidikan<br />

dan Latihan Paskhas TNI AU di Bandung, mendapat<br />

anugerah tiga tanda jasa, yakni Dharma Nusa, Wira Dharma,<br />

serta Wira Nusa. Oktober tahun lalu, dia meraih pangkat<br />

kapten.<br />

Hendra Kho adalah segelintir warga negara Indonesia keturunan<br />

Tionghoa yang mau menjadi anggota TNI dan berani<br />

mengungkapkannya ke publik. Selebihnya memilih menutup<br />

rapat jati diri dan kiprah mereka sebagai prajurit TNI-Polri. Padahal<br />

rata-rata mereka mencapai pangkat perwira menengah,<br />

bahkan jenderal. Sebut saja Mayor Jenderal dr Daniel Tjen,<br />

SpS, yang kini menjabat Kepala Pusat Kesehatan TNI. Atau<br />

Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Teddy Yusuf (Him Tek Ji),<br />

yang lama aktif sebagai perwira intelijen dan pernah menjadi<br />

anggota Fraksi ABRI (1995-1999). Selain itu, ada Laksamana<br />

Muda John Lie, yang pada 2009 dianugerahi gelar pahlawan<br />

nasional dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Brigjen Dr Daneil Tjen, kini<br />

berpangkat Mayor Jenderal.<br />

puspen kodam tanjungpura<br />

Kalibata. (Baca “Dari Penyelundup Menjadi Laksamana”)<br />

Bahkan penelusuran Didi Kwartanada dari Yayasan Nation<br />

Building (Nabil) menemukan bahwa kiprah warga keturunan<br />

Tionghoa ada sejak sebelum perang kemerdekaan dan selama<br />

perjuangan merebut kemerdekaan. Buktinya, di tamantaman<br />

makam pahlawan di beberapa daerah, ada sejumlah<br />

makam yang menggunakan nama Tionghoa. Ia antara lain<br />

merujuk makam Tentara Pelajar, Ferry Sie King Lien, di TMP<br />

Jurug, Surakarta. Ferry tewas saat angkat senjata melawan<br />

Belanda pada 1948-1949.<br />

Di Pemalang, Jawa Tengah, juga diketahui ada “Laskar<br />

Pemuda Tionghoa” dengan tokoh Tan Djiem Kwan, alumnus<br />

Sekolah Tionghoa Tegal. Juga terdapat orang-orang Tionghoa<br />

yang melibatkan diri dalam Batalion Macan Putih, satu<br />

kesatuan gerilya yang aktif di wilayah-wilayah sekitar lereng<br />

Gunung Muria (Tayu, Jepara, Kudus, Welahan).<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Ivan Wibowo<br />

dok. pribadi<br />

“Orang Tionghoa di daerah-daerah tersebut mengumpulkan<br />

perhiasan empat-lima kali untuk dibelikan senjata di Singapura.<br />

Mereka juga menyediakan makanan yang dibungkus<br />

daun jati bagi para pejuang,” ujar Didi dalam artikel bertajuk<br />

“Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan”, yang<br />

diterbitkan Nabil Forum edisi Juli 2011.<br />

Sayangnya, kisah mereka tak pernah tertulis dalam bukubuku<br />

sejarah di sekolah, sehingga memunculkan anggapan<br />

bahwa masyarakat dari etnis Tionghoa cuma berpangku<br />

tangan dan menjadi penonton pada era revolusi fisik.<br />

Sekretaris Jenderal Legiun Veteran Republik Indonesia<br />

Marsekal Muda (Purnawirawan) F.X. Soejitno mengungkapkan,<br />

kiprah masyarakat etnis Tionghoa dalam ketentaraan di<br />

Indonesia sejatinya sudah ada sebelum perang kemerdekaan<br />

dan selama perjuangan merebut kemerdekaan. Sebelum<br />

Indonesia merdeka, terutama pada masa pemerintahan kolonial<br />

Belanda, banyak warga keturunan Tionghoa yang bahumembahu<br />

bersama pejuang Indonesia melawan penjajah.<br />

Kiprah serupa terjejak menjelang dan pada awal kemerdekaan.<br />

Pada masa revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan<br />

yang baru diproklamasikan, banyak anggota masyarakat<br />

keturunan Tionghoa yang bergabung dalam laskar pemuda<br />

pejuang. “Karena, sesaat setelah proklamasi, kita kan belum<br />

memiliki tentara. Jadi badan-badan perjuangan yang mempertahankan<br />

kemerdekaan itu ya laskar-laskar pemuda,” tutur<br />

Soejitno kepada majalah detik, yang menemui di kantornya,<br />

gedung Balai Sarbini, Jakarta.<br />

Ketika pemerintah resmi membentuk tentara, seperti halnya<br />

anggota laskar yang lainnya, tidak sedikit dari anggota<br />

laskar keturunan Tionghoa yang memilih kembali menjadi<br />

masyarakat sipil atau profesi sebelumnya. Sebaliknya, tidak<br />

sedikit pula yang bergabung dalam institusi tentara.<br />

Peluang warga keturunan Tionghoa menjadi tentara, Soejitno<br />

melanjutkan, juga tidak pernah tertutup atau ditutup.<br />

Seperti suku-suku lain di Indonesia, mereka memiliki hak<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

FX Suyitno<br />

Okta Marfianto/detikfoto<br />

yang sama. “Sebab, di dunia militer, baik tentara maupun<br />

polisi, tidak ada satu pun aturan atau undang-undang yang<br />

menyebut larangan bagi suku atau ras tertentu menjadi<br />

anggotanya,” kata Panglima Komando Pertahanan Udara<br />

Nasional pada 1993-1995 itu.<br />

Dia mencontohkan pengalamannya saat masuk Akademi<br />

Angkatan Udara pada 1965. Saat itu, dari sekian puluh ribu<br />

pendaftar, yang diterima sekitar 100 orang. Dari jumlah tersebut,<br />

empat orang di antaranya adalah pemuda keturunan<br />

Tionghoa.<br />

Ia menduga minimnya minat masyarakat keturunan Tionghoa<br />

masuk menjadi tentara lebih karena kesejahteraan yang<br />

kurang menjanjikan ketimbang menjadi pengusaha. “Jangankan<br />

masuk ke tamtama atau bintara, gaji perwira tentara itu<br />

lebih kecil dibanding berbisnis,” ujar mantan asisten KSAU itu.<br />

Namun Ivan Wibowo, pengacara yang aktif di lembaga<br />

Jaringan Tionghoa Muda, punya pandangan berbeda. Minimnya<br />

minat warga Tionghoa masuk TNI-Polri karena memang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Jangankan<br />

masuk ke<br />

tamtama<br />

atau bintara,<br />

gaji perwira<br />

tentara itu<br />

lebih kecil<br />

dibanding<br />

berbisnis.<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

ada semacam kebijakan tak tertulis bahwa profesi tersebut,<br />

termasuk pegawai negeri sipil, memang tertutup untuk mereka.<br />

Hal ini terkait dengan wacana yang sempat mengemuka<br />

dalam Seminar Angkatan Darat II pada 1966, yang menganjurkan<br />

penggantian istilah Tionghoa dengan Cina. “Padahal<br />

resminya tak pernah ada peraturan yang melarang,” ujarnya.<br />

Kalaupun di era Sukarno terdapat rekrutmen besar-besaran<br />

dalam ketentaraan yang diikuti banyak orang Tionghoa,<br />

itu karena ada Operasi Dwikora (konflik dengan Malaysia)<br />

dan Trikora (pembebasan Irian Barat) serta berbagai pemberontakan<br />

di seluruh Nusantara, mulai Pemerintahan Revolusioner<br />

Republik Indonesia, Perjuangan Rakyat Semesta,<br />

sampai Republik Maluku Selatan. Karena negara butuh banyak<br />

tentara, setiap calon sarjana, apalagi dokter, dokter gigi,<br />

apoteker, dan insinyur, secara otomatis harus ikut seleksi jadi<br />

tentara.<br />

“Periode ini mungkin adalah periode di mana orang Tionghoa<br />

paling banyak menjadi tentara karena dimobilisasi<br />

melalui gelar akademis,” ujar Ivan.<br />

Tapi pasca-Gerakan 30 September 1965 dan ketika rezim<br />

Orde Baru berkuasa, yang terjadi kemudian adalah pembatasan-pembatasan,<br />

seperti tidak diperbolehkannya penggunaan<br />

aksara Cina, pelarangan sekolah Cina, dan pengetatan seleksi<br />

pelajar Tionghoa yang akan masuk universitas.<br />

Meski begitu, di era sekarang, Ivan berharap warga keturunan<br />

Tionghoa yang memang benar-benar berminat menjadi<br />

tentara sebaiknya mendaftar dan mengikuti ujian secara<br />

fair. Sebaiknya, ujarnya, tidak langsung berprasangka bahwa<br />

mereka akan dipersulit atau dilarang masuk tentara-polisi.<br />

“Kalau memang tidak ada yang diterima, baru pantas protes.<br />

Kalau sudah diterima, tentu harus berprestasi. Minimal harus<br />

paling berani di medan perang. Bintang itu diperebutkan,<br />

bukan diberikan,” ujarnya. n ARIF ARIANTO | Sudrajat<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Dari Penyelundup<br />

Menjadi Laksamana<br />

Meski berpengalaman internasional, sewaktu bergabung dengan<br />

Angkatan Laut, John Lie diberi pangkat terendah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Selama ini, bila kita berbicara tentang sejarah<br />

Angkatan Laut, yang tertulis di buku-buku sejarah<br />

cuma mengenai heroisme Komodor Yos Sudarso<br />

dalam pertempuran di Laut Aru. Padahal, pada era<br />

perang kemerdekaan, ada prajurit yang kiprahnya spektakuler,<br />

yakni John Lie Tjeng Tjoan, yang kemudian berganti nama<br />

menjadi Jahja Daniel Dharma.<br />

Entah karena masih keturunan Tionghoa atau sebab lain,<br />

namanya baru ramai diperbincangkan sekitar lima tahun lalu.<br />

Lelaki kelahiran Manado, 11 Maret 1911, dan wafat pada 1988<br />

itu akhirnya mendapat gelar pahlawan nasional serta Bintang<br />

Mahaputera Adipradana dari Presiden Susilo Bambang<br />

Yudhoyono pada 10 November 2009. “Om John Lie berasal<br />

dari keluarga kaya di Manado. Ayahnya (Lie Kae Tae) pemilik<br />

perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming<br />

Lie Kay Thai),” kata Rita Tuwasey Lie, keponakan John<br />

Lie, kepada majalah detik, Rabu, 29 Januari 2014.<br />

Menginjak usia 17 tahun, Rita melanjutkan, John Lie kabur<br />

ke Batavia karena ingin menjadi pelaut. Di<br />

kota ini, sembari menjadi buruh pelabuhan,<br />

ia mengikuti kursus navigasi. Setelah<br />

itu John Lie menjadi klerk mualim III pada<br />

kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij,<br />

perusahaan pelayaran Belanda. Pada 1942,<br />

John Lie bertugas di Khorramshahr, Iran,<br />

dan mendapatkan pendidikan militer.<br />

Ketika Perang Dunia II berakhir dan<br />

Indonesia merdeka, dia memutuskan<br />

bergabung dengan Angkatan Laut. “Oleh<br />

Mas Pardi (Kepala Staf Umum TKR Laut,<br />

Laksamana Muda Mas Pardi), meski berpengalaman<br />

internasional, waktu itu John<br />

Lie diberi pangkat terendah. Tapi dia tidak<br />

mempersoalkan itu karena dia cuma ingin<br />

mengabdi kepada bangsanya,” kata Didi<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Kepala Staf Angkatan<br />

Laut Laksamana<br />

Poernomo berphoto<br />

bersama Margaretha<br />

Dharma Angkuw, istri<br />

John Lie.<br />

foto : Dispenal<br />

John Lie orangnya tegas<br />

dalam bersikap dan<br />

bertindak. Kepekaan<br />

kemanusiaannya<br />

tinggi dan pasti sangat<br />

mencintai negerinya.<br />

Kwartanada, PhD, dari Yayasan Nation Building (Nabil).<br />

John Lie mengawali tugas di Cilacap, Jawa Tengah. Dia<br />

memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan<br />

senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah<br />

operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon,<br />

Manila, dan New Delhi. Atas keberanian dan keberhasilannya<br />

memimpin misi, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor. Karena<br />

semua aksi John Lie biasa dilakukan malam<br />

pada hari dengan kapal yang sengaja tidak<br />

dilengkapi lampu agar tak terdeteksi patroli<br />

Belanda ataupun Inggris, ada yang menjulukinya<br />

The Black Speed Boat.<br />

Uniknya, dalam menjalankan misi penyelundupan,<br />

John Lie terbiasa membawa Injil. Karena<br />

itu, Roy Rowan, wartawan majalah Life,<br />

yang mewawancarainya, mengabadikan kisah<br />

perjuangan John Lie dengan judul “Guns—And<br />

Bibles—Are Smuggled to Indonesia”, yang terbit<br />

pada 26 Oktober 1949. Dari situlah John Lie dijuluki The<br />

Great Smuggler with the Bible.<br />

Menurut kesaksian Jenderal Besar A.H. Nasution pada 1988,<br />

prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut” karena dia<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Antara/ Ali Anwar<br />

Presiden Susilo<br />

Bambang Yudhoyono<br />

menyerahkan gelar<br />

Pahlawan Nasional<br />

kepada Margaretha<br />

Dharma Angkuw, istri<br />

John Lie, pada 10<br />

November 2009.<br />

adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis<br />

eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas<br />

kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan<br />

Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat<br />

Semesta.<br />

Ia pensiun pada 1967 dengan dua bintang di pundaknya<br />

dan mengganti nama menjadi Jahja Daniel Dharma. Masa<br />

pensiunnya, kata Rita, diisi dengan berbagai kegiatan sosial.<br />

Salah satu indikasi namanya cukup disegani, ketika dia wafat<br />

pada 27 Agustus 1988, banyak orang datang melayat, mulai<br />

Presiden Soeharto hingga anak-anak gelandangan. Selain itu,<br />

John Lie dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata,<br />

Jakarta. Puncaknya, pemerintah memberikan gelar pahlawan<br />

nasional pada 2009 berkat usulan sejarawan Asvi Warman<br />

Adam dan Eddie Lembong dari Yayasan Nabil, sejak 2003.<br />

Terkait dengan hal itu, sejarawan muda dari Makassar, M.<br />

Nursam, menulis buku Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi:<br />

Biografi Laksamana Muda John Lie (2008), yang diterbitkan<br />

Penerbit Ombak, Yogyakarta dan Yayasan Nabil.<br />

“John Lie orangnya tegas dalam bersikap dan bertindak.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Ari Saputra/detik foto<br />

Rita Tuwasey Lie<br />

Kepekaan kemanusiaannya tinggi dan pasti sangat mencintai<br />

negerinya, Indonesia,” ujar Nursam. Kesimpulan itu ia dapatkan<br />

berdasarkan sejumlah kesaksian dari orang yang pernah<br />

dekat dengan John, mulai istrinya, Margaretha Dharma Angkuw,<br />

hingga mantan Panglima Komando Operasi Pemulihan<br />

Keamanan dan Ketertiban Laksamana Sudomo.<br />

Nursam mengaku tertarik menuliskan biografi tersebut karena<br />

John Lie keturunan Tionghoa. “Saya ingin menunjukkan<br />

bahwa semua ras, etnik, dan golongan mempunyai saham<br />

dalam pembentukan Republik Indonesia,” ujarnya.<br />

Buku tersebut melengkapi kisah tentang John Lie yang<br />

ditulis Solichin Salam dalam buku John Lie Penembus Blokade<br />

Kapal-kapal Kerajaan Belanda yang terbit pada 1988. Juga<br />

buku “Dari Pelayaran Niaga ke Operasi Menembus Blokade<br />

Musuh Sebagaimana Pernah Diceritakannya kepada Wartawan”<br />

yang dimuat dalam buku Memoar Pejuang Republik<br />

Indonesia Seputar ‘Zaman Singapura’ 1945-1950 karya Kustiniyati<br />

Mochtar terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2002. ■<br />

Arif Arianto | Sudrajat<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Jadi Koki<br />

hingga buka<br />

Warung Kopi<br />

Aktivitas warga Tionghoa di berbagai daerah<br />

Nusantara terdeteksi banyak yang turut dalam<br />

menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />

Ada yang langsung mengangkat senjata, memasok<br />

makanan di dapur umum, atau dengan cara membuka kedai<br />

kopi dan menyelundupkan persenjataan. Mereka diangkat<br />

sebagai veteran, dan beberapa dimakamkan di Taman Makam<br />

Pahlawan. Berikut ini adalah sebagian kecil dari kiprah para<br />

veteran keturunan Tionghoa yang dimaksud.<br />

Riau<br />

1. Cia Tau Kiat , 2. Lie Ching Tek, 3. Lai Liong Ngip<br />

Riau-Singapura<br />

Tang Kim Teng<br />

Seorang Tionghoa totok yang bergabung dengan<br />

Resimen IV, Divisi IX Banteng wilayah Sumatera<br />

Tengah. Bertugas mencari senjata, bahan peledak,<br />

seragam tentara, sepatu, obat-obatan dan<br />

perbekalan lainnya di Singapura. Dia menjadi<br />

anggota Legiun Veteran RI Riau dan dianugerahi<br />

Satya Lencana Perang Kemerdekaan.<br />

Sumatera Barat<br />

Pembantu Letnan<br />

Sho Bun Seng (1911-<br />

2000)<br />

Di masa revolusi, ia<br />

berjuang di Padang<br />

dan bergabung dengan<br />

batalion Pagarruyung,<br />

kemudian bertugas<br />

di Jawa Barat<br />

dan Kalimantan Barat.<br />

Dia dimakamkan di<br />

TMP Kalibata Jakarta<br />

(2000).<br />

Jambi<br />

1. Kwee Tjoa Kwang<br />

Karwandy (1912-<br />

1980)<br />

Anggota Laskar<br />

Rakyat di Batalion I,<br />

Resimen II, Divisi II<br />

di Jambi ini antara<br />

lain bertugas memasukkan<br />

senjata untuk<br />

Laskar Rakyat.<br />

2. Kho Bak Tjoa alias<br />

K. Barun (1909-<br />

2005)<br />

Jawa Barat<br />

1. Oen Pei Hin (1912-1996)<br />

Aktif mendukung logistik bagi<br />

pasukan Siliwangi, dan dimakamkan<br />

di TMP Cikadut, Bandung.<br />

2. Oey Eng Soe (Ujeng Suwargana)<br />

(1917-1979)<br />

Pada masa revolusi menjadi perwira<br />

menengah sekaligus komandan<br />

logistik Teritorium III Siliwangi. Ia<br />

dikenal dekat dengan Jendral A.H.<br />

Nasution<br />

3. Oeij Kim Bie alias Erawan Gondaseputra<br />

(1904- …)<br />

Bergabung dengan Laskar Pesindo<br />

melawan Inggris dan merampas<br />

obat-obatan untuk tentara Republik<br />

di Andir, Bandung. Pada 1960 mendapat<br />

bintang dari Legiun Veteran RI.<br />

4. Tan Tjen Boen (Mas Amien)<br />

Informan Tentara Keamanan Rakyat<br />

di Jawa Barat. Mendapat bintang<br />

Veteran RI.<br />

Jawa Tengah<br />

Ferry Sie King Lien (1933-1949)<br />

Tewas saat bergerilya dengan<br />

Tentara Pelajar di Surakarta, 1949,<br />

dan dimakamkan di TMP Jurug,<br />

Surakarta.<br />

Sulawesi<br />

Selatan<br />

Liem Ching Gie<br />

atau Abdul Malik<br />

(1911-1970)<br />

Aktif dalam perjuangan<br />

bersenjata.<br />

Ia ditangkap dan<br />

dipenjara Belanda<br />

pada 1947-1948.<br />

Makassar<br />

Han Lim Kuang<br />

(1911-1962)<br />

Warung kopinya<br />

menjadi pusat<br />

pertemuan rahasia<br />

gerilyawan dari<br />

kesatuan “Harimau<br />

Republik”. Dia juga<br />

turut menyediakan<br />

senjata bagi para<br />

gerilyawan. Seperti<br />

Ibu Liem, Han<br />

dimakamkan dalam<br />

upacara militer.<br />

Aktif dalam laskar<br />

pemuda pejuang di<br />

Jambi, Bukit Tinggi<br />

dan Padang, Sumatera.<br />

Dia mendapatkan<br />

bintang gerilya dari<br />

Presiden Sukarno.<br />

Sumber: Hendra Kho dan artikel<br />

“Sumbangsih Tinghoa di Masa<br />

Revolusi Kemerdekaan” karya Didi<br />

Kwartanada, dalam Nabil Forum<br />

edisi Juli 2011.<br />

Jawa Timur<br />

1. Gian Liam Nio alias Ny. Liem<br />

Thiam Kwie (1901-1953)<br />

Para prajurit kala itu menyapanya<br />

“Ibu Liem”, yang biasa bergiat di<br />

dapur umum. Ketika wafat, upacara<br />

pemakamannya dilakukan secara<br />

militer dan dihadiri KASAD Kol Bambang<br />

Sugeng dan Wali Kota Malang.<br />

2. Letnan Dua Dokter Tjia Giok<br />

Thwan (Basuki Hidayat)<br />

Di masa mudanya, Tjia adalah<br />

anggota regu pasukan penggempur<br />

Pasukan 19 CDMT (Corps Mahasiswa<br />

Djawa Timur) dan aktif bergerilya.<br />

Dimakamkan di TMP Suropati,<br />

Malang pada 1982.<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


selingan<br />

Didi Kwartanada:<br />

di Pemakaman<br />

Pahlawan<br />

Politik pecah-belah Belanda membuat masyarakat Tionghoa<br />

tak padu menyokong upaya kemerdekaan Republik.<br />

okta marfianto/my trans<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Bagi Didi Kwartanada, sumber penulisan sejarah<br />

tak melulu berupa dokumen langka di sudut-sudut<br />

perpustakaan. Iklan kematian di surat kabar pun<br />

bisa menjadi sumber informasi cukup sahih. Hal<br />

ini ia lakukan antara lain untuk mengumpulkan data tentang<br />

warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang masuk<br />

menjadi anggota TNI.<br />

“Karena, biasanya pas meninggal itu nama Tionghoanya<br />

ditulis lengkap,” kata Didi.<br />

Dari penelisikan Didi, sebetulnya cukup banyak orang Tionghoa<br />

yang terlibat langsung dalam perang kemerdekaan,<br />

baik sebagai prajurit maupun membantu di bidang lain sesuai<br />

keahliannya. Termasuk di era Orde Baru hingga saat ini.<br />

Untuk lebih jelasnya, berikut ini petikan perbincangan<br />

majalah detik dengan Didi di kantornya, Yayasan Nation<br />

Building, kawasan Permata Hijau, Jakarta, Rabu 29 Januari<br />

2014.<br />

Di buku-buku sejarah nyaris tak ada nama orang<br />

Tionghoa yang terlibat dalam perang kemerdekaan.<br />

Kenapa bisa begitu<br />

okta marfianto/my trans<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Di masa penjajahan<br />

Jepang, etnis Tionghoa<br />

semakin diperlakukan<br />

berbeda dan dikenai pajak<br />

layaknya orang asing.<br />

Saya mau kilas balik untuk menjawabnya. Jadi, saat menjajah<br />

Indonesia, pemerintah kolonial membagi tiga lapisan<br />

masyarakat, yaitu kelompok minoritas yang merupakan<br />

orang-orang Eropa, seperti Belanda dan Inggris. Kemudian<br />

Jepang masuk kelompok ini. Lalu ada kelompok pribumi atau<br />

inlander sebagai mayoritas, dan kelompok perantara yang<br />

berada di tengah-tengah. Kelompok terakhir ini ada Tionghoa,<br />

Arab, dan India. Kebijakan divide et impera efektif mencegah<br />

kemungkinan munculnya persatuan yang berpotensi membahayakan<br />

kekuasaan pemerintah kolonial.<br />

Ketika Jepang masuk pada 1942, dia bukan memperbaiki<br />

struktur masyarakat, tapi malah memperkuat<br />

segregasi di antara masing-masing<br />

kelompok tersebut. Di masa penjajahan<br />

Jepang, etnis Tionghoa semakin diperlakukan<br />

berbeda dan dikenai pajak layaknya<br />

orang asing. Padahal di antara masyarakat<br />

Tionghoa itu tentu saja tak semuanya<br />

totok atau pendatang baru dari daratan<br />

Tiongkok, tapi ada peranakan. Tapi semua diperlakukan sama.<br />

Kondisi tersebut berpengaruh saat pecah revolusi fisik.<br />

Sejarawan Jerman, Mary Frances Somers-Heidhues, yang<br />

meneliti soal politik peranakan sewaktu kuliah di Universitas<br />

Cornell, Amerika Serikat, menyebut ada tiga sikap politik<br />

yang muncul dari kalangan etnis Tionghoa di Indonesia ketika<br />

revolusi kemerdekaan. Pertama, yang mayoritas adalah<br />

bersikap netral karena merasa perang kemerdekaan itu urusan<br />

Indonesia dan penjajahnya, yakni Belanda.<br />

Kedua, justru bersikap aktif dengan turut menjadi pejuang<br />

dalam pertempuran, menyelundupkan senjata, membantu<br />

logistik lewat dapur umum atau lewat relawan kesehatan.<br />

Dan ketiga adalah mereka yang menghendaki perlindungan<br />

dari Republik Tiongkok di bawah Chiang Kai-shek. Kan waktu<br />

itu Cina termasuk “The Big Five”, yang mendirikan Perserikatan<br />

Bangsa-Bangsa.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

(Dari kiri ke kanan) Budi<br />

Hartantyo/Tan Hoo Tong<br />

(mantan Dubes RI di<br />

Hungaria), Didi Kwartanada,<br />

dan Robert Liem<br />

(purnawirawan TNI AL)<br />

repro: Nabil Forum, Juli 2011<br />

Kenyataan itulah yang bisa menjelaskan kenapa kelompok<br />

etnis Tionghoa tidak padu dalam menyokong perang kemerdekaan<br />

Indonesia. Tapi sebetulnya di kalangan pribumi<br />

sendiri juga ada orang-orang yang ikut jadi serdadu Belanda.<br />

Bahkan, ketika Van Mook melakukan perundingan, misalnya,<br />

dia mengutus Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo, bangsawan<br />

Jawa.<br />

Dengan latar belakang seperti itu, Anda bisa menyebutkan<br />

orang-orang Tionghoa yang terlibat dalam<br />

perjuangan....<br />

Ketika memasuki masa revolusi, sebetulnya ada beberapa<br />

orang Tionghoa yang bergabung dengan TNI. Saya menemukan<br />

kliping koran pada 1940-an yang memberitakan tentang<br />

tertangkapnya seorang keturunan Tionghoa oleh tentara Belanda<br />

karena membawa dokumen-dokumen tentara. Lalu di<br />

Taman Makam Pahlawan Jurug, Surakarta, itu juga ada satu<br />

makam tentara pelajar: Ferry Sie King Lien, yang tewas saat<br />

angkat senjata melawan Belanda. Kurun waktunya 1948-1949.<br />

Kami juga sedang mengumpulkan nama-nama Tionghoa<br />

yang dimakamkan di TMP di berbagai daerah. Atau mereka<br />

yang mendapatkan bintang jasa atau penghargaan, seperti<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Di Manado, hubungan<br />

etnis Arab dengan<br />

penduduk setempat,<br />

yang mayoritas<br />

Protestan, tidak ada<br />

masalah. Itu menarik<br />

sekali.<br />

bintang gerilya dan lain-lain. Di Riau, misalnya, ada Tang Kim<br />

Teng, anggota Resimen IV, Divisi IX Banteng wilayah Sumatera<br />

Tengah pimpinan Hassan Basri. Dia bertugas mencari<br />

senjata, bahan peledak, seragam tentara, sepatu, obat-obatan,<br />

dan perbekalan lainnya di Singapura.<br />

Di Jambi cukup banyak keturunan Tionghoa yang menjadi<br />

veteran dan mendapat penghargaan. Cuma, selama ini peran<br />

dan kiprah mereka memang belum banyak diekspos.<br />

Di awal tadi disebut ada tiga etnis asing, yakni Tionghoa,<br />

Arab, dan India. Tapi kenapa cuma Tionghoa yang<br />

sepertinya mendapat perhatian khusus<br />

Itu bisa dipahami karena Tionghoa secara<br />

demografi jumlahnya lebih besar. Sedangkan<br />

golongan Arab, karena memiliki kesamaan<br />

agama dengan penduduk mayoritas, tentu<br />

turut mempengaruhi eksistensi mereka.<br />

Artinya, bila mayoritas pribumi nonmuslim,<br />

tentu etnis keturunan Arab dan<br />

India yang....<br />

Belum tentu juga. Di Manado, hubungan<br />

etnis Arab dengan penduduk setempat, yang<br />

mayoritas Protestan, tidak ada masalah. Itu menarik sekali.<br />

Benarkah di era Orde Baru etnis Tionghoa terlarang<br />

masuk birokrasi dan ABRI<br />

Nah, memasuki masa republik yang stabil, rupanya TNI<br />

Angkatan Udara dan Angkatan Laut itu lebih dulu mencatat<br />

nama-nama Tionghoa di kesatuannya. Di AL, sejak berdiri, ada<br />

nama John Lie. Di AU pun, ketika mengirim pilot-pilotnya ke<br />

Taloa (Academy of Aeronautics, Transocean Airlines Oakland<br />

Airport di Minterfield-California, pada 1950), dua di antaranya<br />

adalah keturunan Tionghoa. Salah satunya mencapai pangkat<br />

bintang satu, yakni Gan Sing Liep (Sugandhi B.).<br />

Dia salah satu penerbang terbaik Hercules yang menerbangkan<br />

Moerdani dalam operasi pembebasan Irian Barat.<br />

Beliau dimakamkan di TMP Kalibata. Para lulusan Taloa itu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Tim ekspedisi di lembah "X"<br />

Irian Barat (dari kiri): Lettu<br />

Inf Sintong Panjaitan, Kapten<br />

Inf Feisal Tanjung, Kapten Inf<br />

Azhim Zahif, wartawan TVRI<br />

Hendro Subroto, dan Lettu Czi<br />

Agung Harmono<br />

repro: buku feisal tanjung:<br />

terbaik untuk rakyat terbaik<br />

untuk abri<br />

antara lain Oemar Dhani dan Saleh Basarah, yang kemudian<br />

menjadi KSAU. (Juga Sri Mulyono Herlambang—red).<br />

Sedangkan di AD, saya menangkap kesan sepertinya agak<br />

lambat. Baru pada 1960-an pemuda-pemuda Tionghoa masuk,<br />

seperti Brigjen Teddy Yusuf. Juga ada Agung Harmono<br />

(Oei Tiong Hoo), yang seangkatan dengan Pak Kuntara dan<br />

Sintong Panjaitan. Pak Agung pernah berjuang bersama Feisal<br />

Tanjung di Papua.<br />

Tapi sejak 1970-an, yang masuk tentara lebih banyak<br />

lewat jalur ikatan dinas, seperti dokter dan<br />

hukum....<br />

Sepertinya memang demikian, tapi data saya masih terbatas.<br />

Salah satu upaya saya menelisik data-data orang Tionghoa<br />

yang masuk TNI itu antara lain dari iklan kematian di surat<br />

kabar. Karena, biasanya pas meninggal itu nama Tionghoanya<br />

ditulis lengkap. Atau, bila ada orang tua Tionghoa meninggal<br />

dunia, di deretan yang berduka biasanya ada nama anak-anak<br />

yang ternyata berpangkat kemiliteran, maka itu menjadi indikasi<br />

yang bersangkutan keturunan Tionghoa.<br />

Tapi, kalau dokter itu dari masa Dwikora dan Trikora itu<br />

sudah banyak orang keturunan Tionghoa yang masuk TNI.<br />

Seperti sepupu saya dari kedokteran, waktu operasi di Irian<br />

Barat itu ikut bergabung. n SUDRAJAT<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

okta marfianto/my trans<br />

BIODATA<br />

Nama: Didi Kwartanada<br />

Tempat/Tanggal Lahir:<br />

Yogyakarta, 3 Februari 1968<br />

Pendidikan:<br />

Fakultas Sejarah Universitas Gadjah Mada<br />

National University of Singapore (tak tamat)<br />

Aktivitas:<br />

Asisten peneliti di Waseda Institute of<br />

Asia Pacific Studies (WIAPS), Tokyo<br />

Staf Yayasan Nabil (Nation Building),<br />

Jakarta<br />

Pemimpin Redaksi Nabil Forum<br />

Karya:<br />

2011, Dari “Timur Asing” ke “Orang Indonesia”: Pemuda Tionghoa dan Arab dalam Pergerakan<br />

Nasional (1900-1942), Jurnal Prisma Vol. 30 No. 2/2011.<br />

2011, Translations in Romanized Malay and the Revival of Chineseness among the Peranakans<br />

in Java (1880s-1911), dalam Jan van der Putten & Ronit Ricci (eds) Translation in<br />

Asia: Theories, Practices, Histories. Manchester: St. Jerome Press.<br />

2010, The Encyclopedia of Indonesia in the Pacific War (Leiden: E.J.Brill), sebagai ko-editor<br />

dan kontributor.<br />

2009, Dari “Clara” hingga “Yin Galema”: Tionghoa dalam Fiksi di Masa Reformasi, Suara<br />

Baru: Media Perhimpunan INTI (Jakarta), 24 (IV), Juli-Agustus.<br />

2008, Perang Jawa (1825-1830) dan Implikasinya pada Hubungan Cina-Jawa, pengantar<br />

Peter Carey, Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa.<br />

2004, Tionghoa-Java: A Peranakan Family History from the Javanese Principalities, CHC<br />

Bulletin (Chinese Heritage Centre, Singapore), 4 December 2004.<br />

2002, Competition, Patriotism and Collaboration: The Chinese Businessmen of Yogyakarta<br />

Between the 1930s-1945, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 33, No. 2.<br />

Majalah detik 3 3 - 9 - 9 februari 2014 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Lanskap<br />

Kota dalam<br />

Bidikan<br />

Lensa<br />

Kota-kota dunia menghadapi masalah yang nyaris seragam sejak<br />

urbanisasi jadi sebuah gerakan masif. Fotografer Ostkreuz<br />

menyuguhkannya dalam esai fotografi yang menawan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

g<br />

edung-gedung tua merah<br />

bata masih berdiri rapat-rapat berdampingan,<br />

tak beda dengan masa<br />

jaya Detroit pada 1950-an, tapi kini<br />

wajahnya muram, tak ceria. Petakpetak<br />

luas tempat parkir di depan<br />

deretan gedung ditinggalkan kosong,<br />

hanya berkawan tiang-tiang<br />

lampu yang mengitarinya. Di jalan tak tampak lagi mobil<br />

melintas.<br />

Detroit adalah kantor pusat tiga produsen mobil terbesar<br />

di Amerika, yaitu Ford, Chrysler, dan General Motors. Dulu,<br />

berduyun-duyun orang datang mencari pekerjaan ke sini.<br />

Umumnya orang kulit hitam. Mereka bermukim di tengah<br />

kota, dekat tempat kerja di pabrik mobil. Sedangkan masyarakat<br />

kulit putih menghuni kawasan pinggir kota.<br />

Dan, ketika pada abad milenium, para produsen mobil mengalami<br />

kesulitan dan terpaksa memecat pekerja secara besarbesaran,<br />

pusat kota pun sepi setelah ditinggalkan penduduknya.<br />

Kawasan pinggir kota, yang umumnya dihuni masyarakat kulit<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

putih, tidak terusik. Itu sebabnya, sekarang kota Detroit dijuluki<br />

“donat urban”. Berisi di tepi, kosong di tengah.<br />

Fotografer Dawin Meckel memotret Detroit hari ini yang<br />

kosong dan ditumbuhi rumput dalam seri Downtown (Pusat<br />

Kota). Salah satunya adalah foto berjudul Waste Land in the<br />

City Center, yang jadi pembuka tulisan ini. Sedangkan dalam<br />

Al Hill Lives in the Largest Empty Building in Detroit, The<br />

Former Packard Automobile Factory, semakin terlihat demikian<br />

merananya Detroit sebagai kota yang ditinggalkan. Yakni<br />

melalui sosok pria berambut dan berjenggot putih, ditemani<br />

dua anjingnya, berdiri di depan bekas pabrik mobil yang tampak<br />

sudah lama dikosongkan. Merekalah yang sekarang jadi<br />

“pemilik” dan penghuni tetap gedung.<br />

Dawin Meckel bersama para fotografer lain dari Ostkreuz,<br />

sebuah agensi foto penting di Jerman, mengonsep pameran<br />

Kota: Tentang Kebangkitan dan Keruntuhan (Die Stadt: Vom<br />

Werden und Vergehen), yang sejak 2010 dipamerkan di banyak<br />

negara. Di Jakarta, 150 foto itu dapat dilihat umum pada<br />

24 Januari hingga 7 Februari 2014 di Galeri Nasional.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Dalam memperingati 20 tahun Ostkreuz, 18 fotografer<br />

dari agensi ini melakukan penjelajahan untuk mencari inti<br />

sari realitas perkotaan masa kini. Mereka di antaranya Sibylle<br />

Bergemann, Annette Hauschild, Harald Hauswald, Pepa<br />

Hristova, Andrej Krementschouk, dan Ute Mahler, mengumpulkan<br />

foto mengenai kebangkitan dan keruntuhan urban<br />

dari 22 kota di seluruh dunia. Kesan-kesan pribadi tentang<br />

kehidupan di Tokyo, Manila, Lagos, Las Vegas, Berlin, Minsk,<br />

dan Gaza dipadatkan dalam sebuah esai fotografi.<br />

Upaya inventarisasi ini dipicu adanya rekor baru urbanisasi<br />

pada 2008, yakni untuk pertama kali lebih banyak orang<br />

berdiam di kota daripada di pedesaan. Proses yang sudah teramati<br />

sejak masa industrialisasi abad ke-19 itu kini menghasilkan<br />

25 megakota yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa.<br />

Sebaliknya, ada kota yang malah menyusut atau dihancurkan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Ostkreuz didirikan tujuh fotografer di Berlin Timur pada<br />

1990, akhir masa Jerman Timur. Saat ini Ostkreuz beranggotakan<br />

18 orang yang hampir semuanya pernah meraih penghargaan<br />

tingkat nasional dan internasional.<br />

Khusus di Jakarta, pameran fotografi Kota memamerkan<br />

juga sejumlah karya fotografer Indonesia, Fanny Octavianus<br />

dari Antara News Agency, Jakarta. Fanny mengumpulkan<br />

perspektifnya sendiri tentang Jakarta yang kelak akan disusun<br />

menjadi buku foto berjudul JKT.<br />

Dari kacamata orang yang setiap hari berhadapan dengan<br />

kehidupan Jakarta, Ushuaia jadi demikian unik. Kota di ujung<br />

selatan Argentina ini adalah juga kota paling selatan di dunia.<br />

Jorg Bruggemann merekam kehidupan masyarakatnya dalam<br />

esai foto Mas Austral.<br />

Sampai akhir 1940-an, nyaris seluruh penduduk Ushuaia<br />

adalah narapidana yang dibuang ke tempat terpencil ini.<br />

Setelah dibentuk zona perdagangan bebas pada 1970-an,<br />

berbagai industri mulai tumbuh. Sekarang Ushuaia, kota berukuran<br />

23 kilometer persegi, dihuni 60 ribu jiwa.<br />

Walau letaknya secara harafiah di ujung dunia, anak muda<br />

di sana ikut larut dalam arus globalisasi. Mereka menggunakan<br />

Internet, menonton video di YouTube, dan mengunduh<br />

musik. Di jalanan, mereka berkumpul dengan teman, membuat<br />

graffiti dengan cat semprot, mendirikan band, minum<br />

bir, bermain skateboard. Ada komunitas hardcore, punk, skater,<br />

BMX, hip-hop, elektro. Semua aliran generasi muda ada di<br />

Ushuaia, hanya saja dalam skala kecil.<br />

Perubahan yang terbilang besar-besaran adalah Dubai.<br />

Gedung-gedung pencakar langit susul-menyusul berdiri. Burj<br />

Khalifa, gedung tertinggi di dunia (828 meter), saat itu masih<br />

dalam proses pengerjaan. Thomas Meyer melalui esai Resort<br />

menyuguhkan wajah Dubai yang jarang kita temui.<br />

Sejak awal datang sudah dia niatkan untuk tidak terbujuk gigantomania.<br />

Meyer menghindari segala kebesaran, lalu mencari<br />

detail, struktur, dan ornamen. Downtown dia menangkap tiga<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

pekerja berdiri di sebuah lahan kosong yang luas, bersebelahan<br />

dengan gedung pencakar langit. Tiga sosok itu tak ubahnya<br />

nyamuk ketika dikontraskan dengan keluasan lahan kosong dan<br />

barisan gedung di dekatnya.<br />

Terkesan, pertimbangan komersial jadi satu-satunya alasan<br />

“lomba tinggi-tinggian” gedung di Dubai. Tak terlihat visi,<br />

gagasan, dan konsep yang mengatakan seperti inilah kami<br />

ingin hidup. Selain Burj Khalifa, banyak gedung lain yang<br />

tidak terasa urgensinya diselesaikan lalu mencari penghuni<br />

atau penyewa.<br />

Meyer menuliskan kalimat ini dalam pengantar esainya,<br />

“Saya sempat lihat orang-orang tampak bingung di depan bangunan<br />

yang mereka bangun sendiri. Segala kebangkitan di<br />

sini langsung dibayangi kehancuran, seakan-akan bangunan<br />

baru sekaligus merupakan reruntuhan, seakan-akan kelahiran<br />

dan kematian menjadi satu.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Ratusan ribu orang setiap harinya di seluruh dunia pindah<br />

dari desa ke kota. Ada janji untuk kehidupan yang lebih baik,<br />

kesejahteraan, kesempatan yang lebih besar, dan kebebasan<br />

di sana. Tapi kota juga menyembunyikan kemiskinan, kriminalitas,<br />

dan ketimpangan sosial yang jadi ciri banyak kota<br />

metropolitan.<br />

Kota adalah awal dari peradaban, peleburan kebudayaan,<br />

mental, agama, dan ide. Asal-usul dan keluarga jadi tak begitu<br />

penting selama bisa membuktikan pencapaian di bidang budaya<br />

dan sosial. Di kota, setiap orang merupakan bagian dari<br />

suatu keseluruhan yang bermakna, tapi sekaligus hanya salah<br />

satu komponen kecil yang tidak penting. Kota menyimpan<br />

masa depan dunia. n<br />

SILVIA GALIKANO<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Aksi Riuh<br />

Penipu Ulung<br />

Setelah kedoknya terbuka, duo kriminal Irving dan Sydney terpaksa bekerja<br />

sama dengan FBI membongkar kejahatan di pemerintahan. Tanpa disadari FBI,<br />

mereka tetap punya posisi tawar.<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Judul: American Hustle<br />

Genre: Crime | Drama<br />

Sutradara: David O. Russell<br />

Skenario: Eric Warren Singer,<br />

David O. Russell<br />

Produksi: Sony Pictures<br />

Pemain: Christian Bale,<br />

Amy Adams, Bradley Cooper,<br />

Jennifer Lawrence<br />

Durasi: 2 jam 9 menit<br />

Irving Rosenfeld (Christian Bale)<br />

dan mitra kerjanya, Sydney Prosser<br />

(Amy Adams), dibekuk FBI. Klien yang<br />

barusan sepakat pinjam duit dalam<br />

jumlah besar ternyata agen FBI yang menyamar,<br />

Richie DiMaso (Bradley Cooper).<br />

Selesai sudah bisnis mereka yang selama<br />

ini mulus-mulus saja.<br />

Setelah bermitra dengan Sydney Prosser (Amy Adams),<br />

usaha rentenir Irving Rosenfeld (Christian Bale) makin laris<br />

dan “naik kelas”. Sydney berpura-pura sebagai aristokrat Inggris<br />

yang punya “jaringan Inggris”. Tujuannya, menarik klien<br />

kelas atas yang meminjam uang dalam jumlah banyak.<br />

Si peminjam harus setor uang dulu sebelum mendapat<br />

pinjaman. Ternyata setelah uang disetor, yang disebut jaringan<br />

Inggris itu tidak juga mencairkan pinjaman. Yup, jaringan<br />

itu fiktif.<br />

Ini awalnya cuma usaha sampingan. Usaha utama Irving<br />

adalah mengelola jaringan laundry yang sudah mencapai<br />

Majalah Majalah detik detik 23 - 3 29 -- 9 desember februari 2014 2013


seni hiburan<br />

FILM<br />

enam outlet di dua kota. Semuanya berjalan lancar. Usaha<br />

sampingan satu lagi adalah menjual lukisan palsu yang diakui<br />

sebagai lukisan asli.<br />

Irving jeli melihat Sydney, karyawati majalah Cosmopolitan,<br />

yang punya taste bagus dalam urusan mode dan mengerti<br />

seni. Irving pun menyediakan baju-baju bagus yang boleh<br />

Sydney pilih langsung. Bukan pilih di toko baju, tapi di ruang<br />

belakang outlet laundry-nya yang khusus menyimpan bajubaju<br />

yang tidak diambil lagi oleh klien setelah di-laundry.<br />

Hubungan Irving dan Sydney berkembang bukan sekadar<br />

hubungan kerja. Mereka terlibat hubungan asmara walau<br />

Irving punya istri, Rosalyn Rosenfeld (Jennifer Lawrence).<br />

Rumah tangga mereka sudah lama tidak akur tapi Rosalyn<br />

menolak bercerai. Andaipun dia meloloskan keinginan Irving<br />

untuk bercerai, Rosalyn akan membawa anaknya, anak kandung<br />

yang kemudian diadopsi Irving dan diberi nama belakang<br />

Rosenfeld, Danny Rosenfeld. Irving sangat mencintai<br />

Majalah detik detik 9 - 3 15 -- 9 desember februari 2014 2013


seni hiburan<br />

FILM<br />

American Hustle adalah<br />

versi fiksionalisasi<br />

Abscam, yakni operasi<br />

FBI menangkap tangan<br />

para politikus korup pada<br />

akhir 1970-an hingga<br />

awal 1980-an dengan<br />

umpan syekh dari Arab.<br />

Skandal ini sempat<br />

mengguncang Amerika.<br />

bocah ini.<br />

FBI tidak berhenti di Irving dan Sydney. Ada sasaran kakap<br />

yang diincar, yakni para politikus korup. Richie melihat ada peluang<br />

meringkus kalangan pemerintahan itu dengan terlebih<br />

dahulu meringkus Irving dan Sydney. Dia memberi tawaran<br />

pada keduanya untuk bekerja sama, melakukan penyamaran<br />

untuk menjebak senator, anggota kongres, hingga Gubernur<br />

New Jersey, Carmine Polito (Jeremy Renner). Imbalannya,<br />

Irving dan Sydney tidak akan dipenjara.<br />

Tak punya pilihan lebih baik, keduanya menyanggupi tawaran<br />

Richie untuk memasuki kejahatan kerah putih. Mulailah<br />

Irving dan Sydney melanjutkan akting mereka di bawah arahan<br />

Richie. Sydney melanjutkan perannya sebagai si aristokrat<br />

Inggris.<br />

American Hustle adalah versi fiksionalisasi Abscam, yakni<br />

operasi FBI menangkap tangan para politikus korup pada<br />

akhir 1970-an hingga awal 1980-an dengan umpan sheikh<br />

dari Arab. Skandal ini sempat mengguncang Amerika. Di<br />

awal film memang ditulis sebagian diambil dari kejadian nyata,<br />

tapi tak perlu pusing bagian mana yang fakta, mana yang<br />

fiksi, nikmati saja.<br />

Begitu film dimulai, sutradara David O. Russell dan penulis<br />

Eric Warren Singer langsung menyengat penonton dengan<br />

bagian inti operasi Abscam. Di situ ada dua penipu ulung<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

kita, ada agen FBI, ada dua politikus, dan ada Pak Wali Kota.<br />

Di lantai ada koper berisi duit yang siap disorongkan. Siapa<br />

yang akan menerima<br />

Christian Bale, Amy Adams, Bradley Cooper, dan Jennifer<br />

Lawrence adalah headliners dalam ansambel menawan ini.<br />

Mereka semua pernah bekerja sama dengan Russel sebelumnya,<br />

sehingga kini tak sulit bagi mereka memberikan kepercayaan<br />

penuh pada sang sutradara.<br />

Akting Christian Bale dan Amy Adams sebagai pasangan<br />

penipu dimainkan sangat bagus, pol-polan. Bale bersinar<br />

dalam perannya kali ini yang sangat berbeda dari karakterkarakter<br />

yang pernah dia perankan sebelumnya.<br />

Russell memberikan Amy Adams peran empuk untuk dikunyah.<br />

Dia harus menggali sisi seksinya dan menggunakan<br />

muslihat femininnya untuk menjalani peran sebagai Sydney.<br />

Desainer kostum Michael Wilkinson membuat film ini<br />

sebagai parade fashion dengan sederet gaun berleher superrendah<br />

hingga membelah perut, mengingatkan kita pada<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

cover majalah Cosmopolitan. Rambut juga berperan lebih dari<br />

sekadar pendukung.<br />

Christian Bale yang in-good-shape itu dibuat berperut<br />

buncit dan berkepala botak bagian atas dan gondrong di<br />

samping. Sutradara David O. Russell memberi adegan khusus<br />

cara Irving “menambal” botaknya dengan gumpalan rambut<br />

yang diolesi lem, lalu menutupkan rambut samping kanan<br />

ke samping kiri, menyeberangi gumpalan. Sydney menjuluki<br />

cara Irving menyisir itu sebagai “elaborate.”<br />

Ada pula adegan pembicaraan telepon antara Sydney dan<br />

Richie saat kepala mereka sama-sama sedang dipenuhi rol<br />

rambut. Perempuan dengan rol rambut besar-besar, jamak<br />

kita lihat. Tapi, begitu layar menampilkan Bradley Cooper<br />

yang ganteng dan manly itu dengan rol rambut kecil-kecil<br />

menutupi kepalanya, alamak, sinting kali Russel ini. Idenya<br />

priceless!<br />

Daaann... tak mungkin kita meninggalkan bioskop tanpa<br />

membawa ingatan tentang Rosalyn yang cerewet dan in-<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

secure. Russel memberi dialog-dialog unik, kalau tidak bisa<br />

dibilang kampungan, untuk perempuan ini. Menggelikan<br />

bagaimana dia marah-marah pada Irving setelah microwave<br />

baru pemberian Carmine meledak, padahal Rosalyn sendiri<br />

penyebabnya, memasukkan loyang ke dalam microwave.<br />

“Why don't you build something, like he does Instead of all<br />

your empty deals, they're just like your fuckin' science oven. You<br />

know, I read that it takes all of the nutrition out of our food! It's<br />

empty, just like your deals. Empty! Empty!”<br />

Karakter Rosalyn sebagai istri yang banyak menuntut ditaklukkan<br />

habis oleh Jennifer Lawrence. Di seri The Hunger<br />

Games (2012 dan 2013) dia memerankan Katniss Everdeen, si<br />

remaja yang cekatan memanah dan tak banyak cakap. Tapi di<br />

American Hustle, perempuan berusia 23 tahun ini memainkan<br />

karakter ibu rumah tangga yang mengisi hari-harinya dengan<br />

mengurus anak dan berdandan. Tubuhnya padat berisi, ba-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

nyak bergolek di ranjang, dan tahu benar bagaimana menghadapi<br />

Irvin.<br />

American Hustle adalah film cerdas, lucu, menakjubkan,<br />

nyaris tanpa cela, dan membuat gaya heboh tahun 1970-an<br />

nampak menggoda. Ada nuansa film-film Martin Scorsese<br />

di sana, terutama GoodFellas. Terlebih saat Robert DeNiro<br />

muncul dalam peran kecil sebagai bos mafia.<br />

Film ini menyabet Golden Globe Award tahun ini untuk<br />

kategori “Best Motion Picture, Comedy or Musical”. Dua aktrisnya,<br />

Amy Adams dan Jennifer Lawrence, juga membawa<br />

pulang award untuk kategori masing-masing “Best Actress”<br />

dan “Best Supporting Actress”.<br />

Skenario Russell dan Eric Warren Singer seperti tarian rumit<br />

yang banyak lapis. Kisah tentang politikus korup hanyalah subplot.<br />

Fokusnya pada hubungan kompleks antara Irving, Rosalyn,<br />

Sydney, dan Richie. Pertanyaan besar siapa yang menipu siapa<br />

pada akhirnya tidak benar-benar jelas dan penonton dibuat kaget<br />

di akhir film. Ulung benar duo penipu ini. ■<br />

SILVIA GALIKANO<br />

Majalah detik - februari 2014<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

Film pekan ini<br />

THE WOLF<br />

OF WALL<br />

STREET<br />

Jenis Film: Drama<br />

Produser: Martin<br />

Scorsese, Leonardo<br />

DiCaprio, Riza Aziz,<br />

Emma Tillinger<br />

Koskoff<br />

Produksi: Eagle Films<br />

Sutradara: Martin<br />

Scorsese<br />

Durasi: 165 menit<br />

B erkisah tentang seorang pialang saham New York, Jordan Belfort<br />

(Leonardo DiCaprio). Belfort memulai dengan saham hingga korupsi pada akhir<br />

1980-an. Sukses dan kaya pada awal usia 20-an tahun sebagai pendiri perusahaan<br />

broker Stratton Oakmont membuat Belfort diberi gelar Serigala dari Wall Street.<br />

Uang, kekuasaan, wanita, dan obat-obatan adalah godaan sekaligus ancaman. Bagi Belfort<br />

dan timnya, kerendahan hati dengan cepat dianggap sesuatu yang berlebihan, dan<br />

uang berlimpah tidaklah pernah cukup.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

Film pekan ini<br />

DARK<br />

SKIES<br />

K ehidupan damai yang<br />

dijalani pasangan muda Daniel<br />

Barrett (Josh Hamilton) dan Lacy<br />

Barrett (Keri Russell) seketika berubah menjadi<br />

mimpi buruk yang tidak pernah mereka<br />

bayangkan sebelumnya. Makhluk misterius<br />

meneror keluarga Barrett dengan cara yang<br />

sangat menakutkan. Dimulai dengan menyerang<br />

anak-anak mereka.<br />

Tidak mendapat dukungan dari tetangga<br />

dan teman-teman, keluarga Barrett terpaksa<br />

mencari cara agar selamat dari teror yang<br />

mematikan.<br />

Jenis Film: Horor<br />

Produser: Jason Blum<br />

Produksi: Dimension Films<br />

Sutradara: Scott Stewart<br />

Durasi: 112 menit<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

Film pekan ini<br />

F ilm ini menceritakan mantan<br />

tentara yang membuat perubahan<br />

dalam masyarakat untuk membantu<br />

sesama. Jai (Salman Khan) adalah pria yang<br />

dengan tegak berjuang melawan korupsi dan<br />

ketidakadilan. Dia memiliki misi membantu<br />

orang sebanyak mungkin. Mantranya cukup<br />

sederhana, yaitu membantu seseorang dan<br />

kemudian orang tersebut membantu orang<br />

lain, sehingga terbentuklah lingkaran orang<br />

yang saling membantu.<br />

JAI<br />

HO<br />

Jenis Film: Action<br />

Produser: Sohail Khan,<br />

Sunil Lulla<br />

Produksi: Sohail Khan<br />

Productions<br />

Sutradara: Sohail Khan<br />

Durasi: 143 menit<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

agenda<br />

februari<br />

Serambi Jazz:<br />

Tribute to Chick Corea<br />

Indra Lesmana Group, 6 Februari 2014,<br />

pukul 19.30 WIB, GoetheHaus, Jakarta, Gratis<br />

feb<br />

6<br />

feb<br />

1<br />

Pameran Tunggal<br />

Lukisan Ponco Setyohadi<br />

1-14 Februari 2014, pukul 17.00 Wita<br />

Alila Villas Soori, Desa Kelating, Banjar<br />

Dukuh, Kerambitan, Tabanan, Bali<br />

feb<br />

2<br />

KONSER AMAL<br />

singing TOILET<br />

Graha Bhakti Budaya, Taman<br />

Ismail Marzuki, Minggu, 2 Februari<br />

2014, pukul 17.00 WIB<br />

Gratis dan Terbuka Untuk Umum<br />

Pameran Sentana Art &<br />

Pementasan The Art of<br />

Making & Music Concert<br />

Pementasan Peni Candra Rini<br />

(6/2) pukul 19.30 WIB<br />

Sarasehan Musik bersama Dwi Nugroho<br />

(7/2) pukul 14.00 WIB<br />

Pameran berlangsung sampai 13 Februari<br />

2014, pukul 10.00-18.00 WIB<br />

feb<br />

6<br />

feb<br />

4<br />

Pameran Foto: Jakarta<br />

Photojournalist Fest 2014<br />

Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki<br />

Selasa-Senin, 4-10 Februari 2014<br />

Pukul: 10.00-21.00 WIB<br />

Gratis dan Terbuka Untuk Umum<br />

Jadwal Kegiatan:<br />

Rabu, 5/2/2014: PHOTOTALK dan SLIDE<br />

SHOW (M. Safir Makki) Sabtu, 8/2/2014:<br />

DISKUSI PERKEMBANGAN FOTOGRAFI<br />

JURNALISTIK DALAM INDUSTRI MEDIA<br />

(Norman Meokko dan Tatan Syuflana)<br />

Kethoprak Humor<br />

Tombok Kangen:<br />

Presiden Minakjinggo<br />

Didukung pemain Srimulat, pelawak Gaplek,<br />

Paguyuban Pelawak Indonesia dan Para<br />

Komik (Stand Up Comedy), Yon Koeswoyo,<br />

Nunung , Jumat, 7 Februari 2014,<br />

pukul 20.00 WIB, Gedung Kesenian Jakarta<br />

Holi Water Festival<br />

Watergun & Color Fights in Jakarta.<br />

Adaptasi dari perayaan terkenal budaya<br />

India, yang disebut Holi Festival (Festival<br />

of Colors). 8 Februari 2014<br />

,Parkir Timur Senayan Jakarta<br />

feb<br />

7<br />

feb<br />

8<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />

Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />

Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!