You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ila cina jadi tentara<br />
NGERI<br />
NGERI<br />
SUTAN<br />
EDISI <strong>114</strong> | 3 - 9 FEBRUARI 2014
DAFTAR ISI<br />
Edisi <strong>114</strong> 3 - 9 februari 2014 Tap Pada konten untuk membaca artikel<br />
Fokus<br />
Bila Bhatoegana<br />
Terantuk Dolar<br />
Sutan Bhatoegana dituding<br />
menerima gratifikasi dari SKK<br />
Migas. Juga dituduh memeras<br />
Pertamina. “Ini pasti diambil<br />
dari Twitter, orang suka macammacam<br />
itu,” ujar Sutan.<br />
Nasional<br />
Hukum<br />
n dana saksi disetujui, lalu ditolak<br />
n serba bingung pengungsi sinabung<br />
internasional<br />
n ketika pekerja migran jadi bulan-bulanan<br />
kriminal<br />
n Awas, Pengidap Kelainan Seks Mengintai<br />
ekonomi<br />
n Pertaruhan Terakhir Yingluck<br />
Utang<br />
n Utang Terus Menggunung<br />
n “kami bukan pengemis”<br />
interview<br />
n ridwan kamil, wali kota bandung<br />
kolom<br />
n pemilu serentak kuatkan sistem presidensial<br />
bisnis<br />
n invasi maskapai penerbangan murah indonesia<br />
n pajero juragan wc umum<br />
n perempuan menjadi pasar utama<br />
lensa<br />
selingan<br />
n Bila cina jadi tentara<br />
sisi lain capres<br />
n lelet, kena semprot, deh<br />
n Mobil-mobil Baru F1 di Musim 2014<br />
people<br />
sport<br />
n istri pun ditinggal demi tenis<br />
sains<br />
n dna kembar identik terbukti tak serupa<br />
Seni hiburan<br />
n Lorde | Vino G.Sebastian | Nina Tamam<br />
gaya hidup<br />
n Aksi Riuh Penipu Ulung<br />
n Lanskap Kota dalam Bidikan Lensa<br />
n film pekan ini<br />
n agenda<br />
Cover:<br />
Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />
@majalah_detik<br />
majalah detik<br />
n bapak rumah tangga, kenapa tidak<br />
n romantisisme raja yogya<br />
n tempat nongkrong para neneners<br />
Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />
Nugroho, Mulat Esti Utami, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif<br />
Arianto, Aryo Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita,<br />
Kustiah, M Rizal, Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar<br />
Rifai Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar Tim Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus<br />
Purnomo Product Management: Sena Achari, Eko Tri Hatmono Creative Designer: Mahmud Yunus, Kiagus<br />
Aulianshah, Galih Gerryaldy, Desy Purwaningrum, Suteja, Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Edi<br />
Wahyono, Fuad Hasim, Luthfy Syahban.<br />
Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />
Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />
appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />
No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />
Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.
lensa<br />
Mobil-mobil Baru<br />
F1 di Musim 2014<br />
Tap untuk melihat foto UKURAN BESAR<br />
Balapan mobil paling bergengsi Formula One musim 2014 bakal dimulai dari Sirkuit Jerez,<br />
Spanyol, pekan pertama Februari. Sejumlah tim mengeluarkan mobil-mobil seri baru dari tahun<br />
sebelumnya. Masing-masing tim beradu cepat, sarat emosi.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
1<br />
2<br />
3<br />
1. Toro Rosso saat meluncurkan mobil baru STR9 di Sirkuit Jerez, Spanyol (27/1). (Getty Images/Ker<br />
Robertson) 2. Pembalap Infiniti Red Bull, Sebastian Vettel (kiri), dan Daniel Ricciardo dengan mobil<br />
baru RB10 Formula One di Sirkuit Jerez (28/1) (Getty Images/Ker Robertson) 3. Peluncuran mobil<br />
baru Infiniti Red Bull RB 10 (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo)
4<br />
5<br />
6<br />
4: Pembalap dari tim Mercedes, Lewis Hamilton (kiri) dan Nico Rosberg, saat peluncuran mobil baru F1<br />
W05, yang akan mengikuti kompetisi tahun ini (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo) 5. Lewis Hamilton<br />
bakal menjajal mobil baru Marcedes di Sirkuit Jerez, yang menjadi pembuka kompetisi musim 2014 (28/1).<br />
(Getty Images/Ker Robertson) 6. Penggemar memberikan dukungan pada mantan pembalap F1, Michael<br />
Schumacher, saat melihat peluncuruan mobil Mercedes W05 (28/1). (Getty Images/Ker Robertson)
7<br />
8 9<br />
7. Tim Ferrari Formula One bersama mobil barunya, F14 T (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo) 8. Pembalap<br />
Ferrari, Kimi Raikkonen, menjajal mobil baru F14 T, saat mencoba trek Sirkuit Jerez, Spanyol (28/1).<br />
(REUTERS/Marcelo del Pozo) 9. Penggemar Ferrari berpose dengan gambar pembalap legendaris Ferrari,<br />
Michael Schumacher, di Sirkuit Jerez (26/1). (REUTERS/Francois Lenoir)
10<br />
11 12<br />
10. 11. 12. Pembalap Sergio Perez dengan mobil baru dari tim Force India, VJM07 (28/1). (Getty Images/<br />
Andrew Hone)
12<br />
13<br />
12: Sebastian Vettel bersiap sebelum menjajal mobil Infiniti RB10 (28/1). (Getty Images/Mark Thompson)<br />
13. Persiapan mobil baru STR9 sebelum mengetes kemampuan mesin di Sirkuit Jerez, Spanyol (18/1).<br />
(Getty Images/Peter Fox)
nasional<br />
Dana Saksi<br />
Disetujui,<br />
lalu Ditolak<br />
dikhy sashra/detikfoto<br />
Pemerintah mengembalikan usulan pemberian dana saksi pemilu<br />
kepada partai-partai politik. Anggaran sebesar Rp 660 miliar<br />
yang dibiayai negara dinilai terlalu besar.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan<br />
Rakyat Abdul Hakam Naja mesam-mesem<br />
saat ditanya wartawan ihwal reaksi penolakan<br />
terhadap usulan dana untuk saksi pemilihan<br />
umum yang berasal dari partai politik. Di tengah senyumnya,<br />
politikus Partai Amanat Nasional ini mengaku bingung.<br />
Sebabnya, selama ini, ketika DPR, pemerintah yang diwakili<br />
Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, dan<br />
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membahas dana saksi<br />
pemilu dari parpol, tak satu pun anggota Dewan yang memperdebatkan.<br />
Kini sebagian dari partai yang wakilnya juga<br />
duduk di komisi tersebut berbalik menolaknya.<br />
Dari keputusan rapat-rapat tersebut, disepakati dana yang<br />
dialokasikan untuk saksi dari parpol peserta pemilu total sekitar<br />
Rp 660 miliar atau Rp 55 miliar setiap partainya. Hitungannya,<br />
ada 12 partai peserta Pemilu 2014. Jika setiap saksi<br />
mendapatkan honor Rp 100 ribu, dan ada 545.778 tempat<br />
pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia, muncullah<br />
angka Rp 660 miliar tersebut.<br />
“Mereka (yang partainya menolak) saya tanya, ‘Bagaimana<br />
bisa’ Teman di Komisi II juga mengaku bingung (kenapa partainya<br />
menolak),” kata Hakam di kompleks Parlemen, Senanasional<br />
Para saksi yang disiapkan<br />
di salah satu TPS pada<br />
Pemilu 2009.<br />
dikhy sashra/detikfoto<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
ANTARA FOTO<br />
Kita realistis<br />
saja. Di TPS bisa<br />
jadi ada sulapan<br />
kalau tidak<br />
diawasi saksi.<br />
Abdul Hakam Naja<br />
yan, Jakarta, Selasa 28 Januari 2014. Partainya salah satu yang<br />
setuju dana saksi parpol didanai oleh negara.<br />
Hakam mengisahkan, dalam berkali-kali rapat pembahasan<br />
dana untuk saksi pemilu dari parpol, tak satu pun anggota<br />
komisinya yang menolak. Bahkan, hampir semua sepakat<br />
honor Rp 100 ribu untuk setiap saksi itu bisa mengurangi<br />
kecurangan di TPS.<br />
Pertimbangannya, jika para saksi dari parpol juga dibiayai<br />
oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,<br />
tidak akan ada lagi kesenjangan di tingkat parpol. Sebab,<br />
baik partai besar berduit maupun parpol kecil berkantong<br />
tipis bisa menghadirkan saksi yang ikut mengawasi jalannya<br />
pemilu di TPS.<br />
“Kita realistis saja. Di TPS bisa jadi ada sulapan kalau tidak<br />
diawasi saksi. Bagi partai berduit, menghadirkan saksi mungkin<br />
tak jadi masalah. Tapi, bagaimana dengan partai kecil yang<br />
tak punya uang untuk bayar saksi” ujarnya.<br />
Bagi partainya, keputusan pendanaan saksi dari parpol<br />
merupakan solusi agar pemilu bisa berjalan jujur dan<br />
adil. Ide pembiayaan saksi parpol ini sebenarnya sudah<br />
dibahas mulai 2011, saat pembahasan Undang-<br />
Undang Pemilu. Namun, karena belum ada titik<br />
temu, usulan itu belum diputuskan secara bulat.<br />
“Mulanya, Bawaslu mengusulkan tentang pembiayaan<br />
untuk mitra Pengawas Pemilu Lapangan<br />
(PPL). Saat pembahasan, muncul klausul bagaimana<br />
jika pembiayaan tidak hanya diberlakukan untuk<br />
PPL, tapi juga saksi dari parpol,” tuturnya.<br />
Anggota Bawaslu, Nelson Simanjutak, membenarkan<br />
bahwa dana untuk mitra PPL diusulkan oleh Bawaslu, dan<br />
telah disepakati di DPR bersama KPU dan pemerintah. Dana<br />
mitra PPL disiapkan sebesar Rp 800 miliar. Namun, terkait<br />
usulan dana saksi parpol yang berjumlah Rp 660 miliar, Bawaslu<br />
menolak disebut sebagai inisiator.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Seorang saksi pemilu<br />
sedang mengamati<br />
coblosan pada kertas<br />
suara.<br />
dikhy sashra/detikfoto<br />
Kesepakatan pembahasan dana saksi parpol justru dimatangkan<br />
ketika rapat bersama KPU, Mendagri, dan Kementerian<br />
Keuangan saat diundang rapat bersama Menteri Koordinator<br />
Politik, Hukum, dan Keamanan. “Dalam rapat, Menko<br />
Polhukam mengatakan ada parpol yang mengusulkan supaya<br />
dana saksi sebaiknya dibiayai APBN,” ucap Nelson.<br />
Menurut Nelson, saat itu juga disepakati bahwa, jika saksi<br />
parpol dibiayai APBN, kekhawatiran terjadinya kecurangan<br />
saat pemilu bisa ditekan dan diminimalkan. Forum rapat juga<br />
menunjuk Bawaslu yang memegang anggaran dan mendistribusikannya.<br />
Namun, saat itu Bawaslu menolak dengan alasan<br />
tugas tersebut bisa mengganggu fungsi pengawasan dan<br />
penghitungan suara pemilu, selain pendistribusian anggaran<br />
yang juga rentan dipolitisasi.<br />
“Karena kami yakin pembagian anggaran (saksi parpol) ini<br />
tidak akan mulus. Kami hanya akan pegang anggaran yang<br />
akan kami pergunakan sesuai tugas dan kewenangan kami,”<br />
katanya.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Proses penghitungan suara<br />
di salah satu TPS saat<br />
Pemilu 2009.<br />
dikhy sashra/detikfoto<br />
Salah satu dari partai yang menolak dana saksi parpol adalah<br />
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sekretaris Jenderal<br />
PDIP Tjahjo Kumolo menilai pendanaan saksi parpol masih<br />
belum jelas mekanisme pertanggungjawaban dan penyalurannya.<br />
Ia menduga, jangan-jangan pemerintah menyamakan<br />
dana saksi parpol dengan bantuan tunai dari pemerintah<br />
semacam dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau<br />
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (Balsem).<br />
“PDI Perjuangan sebagaimana hasil rapat DPP setelah<br />
mempertimbangkan berbagai aspek prinsipnya menolak,”<br />
kata Tjahjo.<br />
Hampir senada, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai<br />
Nasional Demokrat, Ferry Mursyidan Baldan, menilai pendanaan<br />
saksi parpol dengan APBN bertentangan dengan semangat<br />
UU Pemilu yang melarang dana kampanye memakai<br />
duit negara. Begitu juga seharusnya untuk dana saksi pemilu.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Siti Zuhro<br />
Ari Saputra/detik foto<br />
“Sama seperti kampanye, dana untuk saksi<br />
pemilu itu kebijakan partai dan sifatnya tidak<br />
wajib, apakah partai mau menggunakan<br />
saksi atau tidak,” ujarnya secara terpisah.<br />
Partainya yang diketuai Surya Paloh ini ikut<br />
menolak alokasi dana untuk saksi parpol<br />
tersebut.<br />
Sementara itu, pengamat politik dari<br />
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti<br />
Zuhro, menilai jumlah Rp 660 miliar dari<br />
APBN untuk mendanai para saksi dari parpol<br />
sangatlah besar. Tidak sepatutnya para<br />
saksi parpol juga dibiayai negara. Jika hal itu<br />
direalisasi, bisa melukai hati rakyat.<br />
Menurut dia, saat menyongsong pemilu<br />
legislatif April 2014, partai-partai justru harus<br />
mempersolek dirinya. Parpol semestinya<br />
mendanai para saksinya sendiri. “Toh, nantinya ada pengawas<br />
pemilu, relawan pemilu. Kalaupun parpol tidak merasa sreg<br />
dan khawatir, kan bisa dipantau kader. Bisa bergantian setiap<br />
dua jam sekali selama 8 jam,” tutur Siti.<br />
Meskipun diwarnai penolakan, rencana pemberian dana<br />
saksi parpol ini tidak serta-merta ditolak pemerintah. Peraturan<br />
presiden yang mengatur hal itu pun masih dibahas. Kendati<br />
begitu, usulan tersebut dikembalikan lagi kepada partai-partai.<br />
Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, pihaknya<br />
tak menginginkan parpol yang menolak menganggap usulan<br />
dana tersebut sebagai inisiatif pemerintah.<br />
“Akan kami kembalikan kepada parpol, apakah dana saksi<br />
ini perlu atau tidak,” ujar Gamawan saat ditemui di kantornya,<br />
Rabu, 29 Januari lalu. “Jangan sampai niat baik ini malah<br />
dicurigai yang bukan-bukan. Jadi, sebaiknya kita serahkan (ke<br />
partai) supaya diselesaikan dulu.” ■ KUSTIAH, M. RIZAL | dimas<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Irsan Mulyadi/antara foto<br />
Serba Bingung<br />
Pengungsi Sinabung<br />
Para pengungsi letusan Gunung Sinabung mulai jenuh karena harus tinggal<br />
di pengungsian selama berbulan-bulan. BNPB menggelar kegiatan padat<br />
karya untuk memberi penghasilan kepada mereka yang tak bisa bertani.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Warga desa di kaki<br />
Gunung Sinabung saat<br />
mengangkut barang<br />
menggunakan truk.<br />
Lebih dari 25 ribu jiwa<br />
mengungsi akibat letusan<br />
gunung tersebut.<br />
Beawiharta/reuterS<br />
Seperti namanya, perempuan bernama Sabar<br />
Menanti Boru Sitepu itu masih harus bersabar lebih<br />
lama lagi untuk tinggal di pengungsian. Padahal<br />
sudah tiga bulan ini perempuan berusia 51 tahun<br />
tersebut tinggal di posko pengungsian di Gereja Batak Karo<br />
Protestan Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.<br />
Warga Dusun Sibintun, Desa Berastepu, itu terpaksa angkat<br />
kaki dari rumahnya, yang hanya berjarak 4 kilometer dari<br />
puncak Gunung Sinabung, yang mulai menggeliat sejak 15<br />
September 2013. Awalnya, Sabar Menanti dan warga lain memilih<br />
tetap bertahan. Mereka enggan meninggalkan rumah<br />
dan ladang sayuran yang selama ini menjadi sandaran hidup.<br />
Tapi kenyataan berkata lain. Dusun Sibintun masuk radius<br />
bahaya erupsi Sinabung, dan mereka terpaksa diungsikan.<br />
“Kami diungsikan sejak akhir Oktober tahun lalu karena takut<br />
kena awan panas,” kata Sabar Menanti saat ditemui majalah<br />
detik di pengungsian.<br />
Praktis, sejak saat itu, ia dan warga lainnya tak lagi bisa menengok<br />
rumah dan ladangnya. Kini sehari-hari mereka hanya<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
“Makanan memang<br />
berlimpah. Tapi yang<br />
kami butuhkan uang<br />
tunai untuk membeli<br />
kebutuhan seharihari,<br />
terutama<br />
untuk memperbaiki<br />
rumah.”<br />
duduk-duduk di dalam barak pengungsian yang penuh sesak.<br />
Untuk mengisi waktu luang, menganyam tikar dari daun<br />
pandan menjadi pilihan.<br />
“Saya diajari sama pengurus gereja. Setelah jadi (tikar<br />
anyaman), gereja yang menjual,” ujar perempuan dengan<br />
tiga cucu tersebut.<br />
Menganyam tikar dibutuhkan waktu sekitar satu minggu.<br />
Setelah itu, tikar akan dibawa relawan gereja untuk dijual.<br />
Dari satu tikar yang terjual, Sabar Menanti mendapat uang<br />
Rp 100 ribu. Uang tersebut dia gunakan untuk jajan bagi<br />
cucu-cucunya serta membeli sirih.<br />
Bagi para pengungsi Sinabung, uang tunai sangat dibutuhkan.<br />
Sebab, selama berbulan-bulan di pengungsian, mereka<br />
tidak lagi punya penghasilan. Padahal kebutuhan<br />
buat keluarga harus mereka penuhi.<br />
“Makanan memang berlimpah. Tapi yang<br />
kami butuhkan uang tunai untuk membeli<br />
kebutuhan sehari-hari, terutama untuk<br />
memperbaiki rumah,” tutur Petrus Ginting,<br />
pengungsi lainnya, di posko Universitas<br />
Karo, Kabanjahe.<br />
Hampir setiap sore para pengungsi berkumpul,<br />
terutama kaum pria. Mereka berembuk<br />
memikirkan masa depan keluarga,<br />
tanah, dan rumah mereka. Kebingungan melanda<br />
penduduk kaki Sinabung selama di pengungsian.<br />
Seperti Suparjo Sitepu, 32 tahun, suami Mastarina Boru<br />
Ginting, 24 tahun, yang saat ini sedang hamil sembilan bulan.<br />
Suparjo mengaku bingung dengan nasib istri dan anaknya<br />
yang masih di dalam kandungan.<br />
“Macam mana nasib kita, sudah tiga bulan lebih di pengungsian.<br />
Istriku hamil pula sembilan bulan. Sudah hampir<br />
melahirkan pula,” kata Suparjo, yang mengungsi di Masjid<br />
Raya Kabanjahe.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Sejumlah anak pengungsi<br />
erupsi Gunung Sinabung<br />
bermain di depan tenda<br />
pengungsian, di halaman<br />
kantor GBKP Klasis,<br />
Brastagi, Karo, Minggu<br />
(5/1).<br />
Irsan Mulyadi | antara FOTO<br />
Saban hari, kata Suparjo, ia bolak-balik dari pengungsian<br />
ke kebun dan rumah miliknya. Tapi kondisinya tetap sama,<br />
semuanya masih tertimbun abu vulkanik. “Sudah hancur.<br />
Wortel di kebun juga gosong semua. Tambah lagi anakku ini,<br />
Muhammad Imanda, sebentar lagi harus masuk PAUD. Mana<br />
ada PAUD di pengungsian” ucapnya.<br />
Masalah lain, kebosanan kini mendera para pengungsi. Mereka<br />
sebenarnya ingin jalan-jalan ke rumah saudara, kerabat,<br />
atau sekadar melancong ke Kota Medan untuk menghilangkan<br />
stres. Namun, apa daya, mereka sudah tidak punya uang<br />
lagi untuk transportasi.<br />
Saat ini kerugian yang diderita warga akibat erupsi gunung<br />
api tertinggi di Provinsi Sumatera Utara tersebut lebih dari<br />
Rp 1 triliun. Kerugian itu meliputi kerusakan sektor pertanian<br />
sebesar Rp 712 miliar, perumahan Rp 234 miliar, serta kerusakan<br />
lainnya. Sementara itu, pengungsi terus bertambah,<br />
dan telah mencapai 29.227 jiwa atau 9.236 keluarga. Mereka<br />
mengungsi di 42 titik.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Kepala Badan Nasional<br />
Penanggulangan Bencana<br />
Syamsul Ma’arif<br />
rengga sancaya/detikfoto<br />
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)<br />
Letnan Jenderal (Purnawirawan) Syamsul Ma’arif kepada<br />
majalah detik menjelaskan, sudah sepekan belakangan ini<br />
pihaknya memberikan kegiatan padat karya dengan imbalan<br />
Rp 50 ribu per kepala keluarga pengungsi Sinabung. Kegiatan<br />
itu berupa pembersihan lingkungan, bercocok tanam di<br />
sekitar pengungsian, dan beberapa kegiatan untuk mengisi<br />
kekosongan waktu.<br />
“Daripada diam dan bengong, kan kasihan. Dengan bantuan<br />
tersebut, minimal setiap kepala keluarga menerima Rp 3<br />
juta per dua bulan,” kata Syamsul.<br />
Uang itu diberikan selama dua bulan, dengan asumsi,<br />
setelah dua bulan, bencana mereda. Selain itu, Syamsul menambahkan,<br />
pemerintah memberikan uang beasiswa kepada<br />
keluarga pengungsi yang memiliki anak sekolah mulai tingkat<br />
sekolah dasar hingga perguruan tinggi.<br />
Besaran beasiswa juga beragam. Untuk siswa SD, beasiswa<br />
diberikan Rp 450 ribu per orang, siswa sekolah menengah<br />
pertama Rp 700 ribu per orang, dan sekolah menengah atas<br />
Rp 1 juta per orang. Sedangkan mahasiswa diberi beasiswa<br />
hingga Rp 2,5 juta per orangnya.<br />
Bukan itu saja, BNPB juga sudah<br />
melakukan rembuk dengan sejumlah<br />
otoritas jasa keuangan, di antaranya<br />
Bank Sumatera Utara, Bank BRI,<br />
Bank BNI, Bank Mandiri, dan tiga<br />
bank perkreditan rakyat. Dalam pertemuan<br />
itu, mereka sepakat memberikan<br />
keringanan pembayaran utang<br />
kepada para petani sampai 3 tahun<br />
ke depan.<br />
“Nah, walaupun kondisi nanti<br />
normal, bank akan memberikan<br />
kemudahan pinjaman juga kepada<br />
para petani,” ujar Syamsul.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
nasional<br />
Anak-anak pengungsi erupsi<br />
Sinabung berdoa ketika<br />
mengikuti kebaktian di<br />
lokasi pengungsian, Minggu<br />
(19/1).<br />
Irsan Mulyadi/antara foto<br />
Kebijakan lain, BNPB akan menyiapkan la han relokasi bagi<br />
921 keluarga yang tinggal di 35 desa, yang jaraknya sangat<br />
dekat dengan Gunung Sinabung. Mereka akan ditempatkan<br />
di radius 7 kilometer dari wilayah yang terkena dampak.<br />
Menurut Syamsul, letusan Gunung Sinabung berbeda<br />
dengan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta.<br />
Sebab, efek letusan Gunung Merapi bisa menyuburkan lahan<br />
pertanian. Tak demikian halnya di Sinabung, yang memiliki<br />
perbedaan karakteristik lahan. “Ini yang masih diteliti pihak<br />
Balitbang Kementerian Pertanian,” tuturnya.<br />
Sampai saat ini, gunung berketinggian 2.460 meter di atas<br />
permukaan laut itu masih berstatus Awas. Pusat Vulkanologi<br />
dan Kegempaan dan Geofisika mengatakan data aktivitas<br />
Gunung Sinabung cenderung menurun.<br />
Meski demikian, keadaan kondusif diprediksi baru akan terjadi<br />
pada akhir Februari atau bulan Maret mendatang. Sabar<br />
Menanti, dan pengungsi Sinabung lainnya, harus bersabar<br />
lebih lama lagi. n Deden Gunawan (Sinabung), M. Rizal<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
sisi lain capres<br />
Lelet, Kena<br />
Semprot, Deh<br />
Dino Patti Djalal ditegur seorang relawan karena dianggap lamban saat<br />
membantu membagi-bagikan makanan kepada pengungsi Sinabung. Sang relawan<br />
akhirnya sadar yang dia “semprot” itu ternyata seorang capres.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
sisi lain capres<br />
Seorang petinggi negeri pasti<br />
akan mendapat perlakuan khusus<br />
ketika datang ke sebuah tempat,<br />
sekalipun saat itu dia sedang menyambangi<br />
lokasi bencana. Tapi pengalaman<br />
berbeda rupanya pernah dirasakan Dino Patti<br />
Djalal, bekas Duta Besar Republik Indonesia<br />
untuk Amerika Serikat, yang kini menjadi<br />
salah satu peserta konvensi calon presiden<br />
Partai Demokrat.<br />
Dino mungkin satu-satunya bakal calon<br />
presiden yang pernah “kena semprot” saat<br />
menyambangi lokasi bencana. Saat itu―<br />
terjadi belum lama ini―Dino datang sebagai<br />
relawan korban letusan Gunung Sinabung di<br />
salah satu lokasi pengungsian, sebuah masjid<br />
di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.<br />
Seperti relawan lainnya, Dino ikut membantu<br />
membagi-bagikan makanan kepada<br />
warga pengungsi. Saat itu para relawan di<br />
sana dipimpin seorang ibu bernama Zamenta.<br />
Nah, Zamenta rupanya tidak tahu salah<br />
satu relawan yang dikomandoinya adalah<br />
seorang kandidat capres. Dino pun tak luput<br />
mendapat perintah dari Zamenta.<br />
Tidak hanya disuruh-suruh, mantan juru<br />
bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />
ini juga sempat “kena semprot” Zamenta.<br />
Gara-garanya, Dino dianggap lamban saat<br />
membagi-bagikan makanan kepada pengungsi.<br />
“Saya dianggap lelet,” kata Dino menceritakan<br />
pengalamannya itu saat mengunjungi<br />
kantor detik.com, kawasan Warung<br />
Buncit, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Januari<br />
2014.<br />
“Maksud hati, saya membantu korban, tapi<br />
Bu Zamenta menegur dan menyuruh saya<br />
supaya cepat kerjanya,” ujar pria kelahiran<br />
Beograd, Yugoslavia, 10 September 1965, ini<br />
mengenang.<br />
Namun Dino tidak tersinggung, apalagi<br />
marah. Ia sadar akan kesalahannya. Penyandang<br />
gelar doktor bidang hubungan internasional<br />
dari London School of Economics<br />
and Political Science ini mengaku memang<br />
membutuhkan waktu lebih lama saat membagi-bagikan<br />
makanan. Sebab, ia sembari<br />
berbincang dengan para pengungsi. Maklum<br />
saja, sebagai kandidat capres, ia perlu mengetahui<br />
kondisi masyarakat di sana.<br />
Belakangan, Zamenta sadar bahwa pria<br />
yang ia perintah-perintah dan sempat ia<br />
marahi itu ternyata seorang kandidat capres.<br />
Ia pun mendekati Dino dan meminta maaf.<br />
“Tapi saya sampaikan ke Ibu Zamenta bahwa<br />
hari itu saya memang jadi anak buahnya,<br />
dan Bu Zamenta bos saya,” tutur Dino, yang<br />
mengusung tagline “Nasionalisme Unggul,<br />
Semangat 45, Prestasi Abad Ke-21” dalam<br />
kampanyenya.<br />
Jati diri Dino ketahuan setelah ia dikerubungi<br />
oleh wartawan. Saat itu Dino, yang<br />
mengenakan seragam relawan Palang Merah<br />
Indonesia, memilih menyingkir karena<br />
merasa tak enak lantaran tidak bisa bekerja<br />
cepat.<br />
Kalau jadi presiden, enggak lelet lagi kan,<br />
Pak n Kustiah | Dimas<br />
Majalah detik februari 2014<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
hukum<br />
Ketika Pekerja Migran<br />
jadi Bulan-bulanan<br />
Setelah kasus Erwiana yang mengalami penganiayaan oleh majikan di Hong<br />
Kong, muncul lagi kasus TKI dianiaya di Taiwan. Keduanya belum mendapat<br />
keadilan. Pemerintah dinilai kurang sigap.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
hukum<br />
Majikan Sehatul (kanan)<br />
saat melakukan mediasi<br />
dengan keluarga korban<br />
melalui Skype. Mediasi<br />
difasilitasi BNP2TKI.<br />
dok. migrant care<br />
Tubuh Sehatulah Alfiyah tergolek lemah di ranjang<br />
sebuah rumah sakit di Taiwan. Tubuh tenaga kerja<br />
Indonesia asal Desa Plampangrejo, Banyuwangi,<br />
Jawa Timur, itu dipenuhi lilitan selang. Matanya<br />
melek tapi tak berkedip. Tangan dan kakinya kurus.<br />
Seorang anggota Asosiasi TKI di Taiwan yang menjenguknya<br />
lalu membetulkan letak tangan Uul—panggilan Sehatulah—<br />
yang tertekuk lunglai di sisi bantal. Kondisi Uul itu<br />
terlihat dari rekaman yang dikirim para aktivis Asosiasi TKI<br />
di Taiwan kepada Saifullah Anas, staf advokasi Migrant Care,<br />
pertengahan Januari lalu.<br />
Emilatun, kakak Sehatul yang juga bekerja sebagai TKI di<br />
Taiwan, mengatakan kondisi adiknya sangat memprihatinkan.<br />
Sudah empat bulan ini dia mengalami koma. Tak ada kawan<br />
ataupun kerabat yang menemaninya di rumah sakit.<br />
“Emilatun dan kawan-kawan di Taiwan sesekali menjenguk.<br />
Karena mereka juga harus bekerja,” kata Saifullah di kantornya,<br />
kawasan Pulo Asem, Jakarta Timur, Selasa, 28 Januari lalu.<br />
Saat ini Uul tidak lagi dirawat di rumah sakit. Ia telah dipindah<br />
ke panti jompo lantaran majikannya tidak lagi membayar<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
hukum<br />
Kalau dia sakit, tentu<br />
dia tidak bisa bekerja<br />
ke luar negeri.<br />
biayanya. Hal ini berbeda dengan keterangan pihak penyalur<br />
TKI yang memberangkatkan Sehatul, PT Sinergi Bina<br />
Karya, yang menyatakan Uul dipindah karena kondisinya<br />
membaik.<br />
Wanita berusia 27 tahun itu diduga menjadi korban penganiayaan<br />
oleh majikannya, Huang Deng Jin. Saat berangkat<br />
ke Taiwan, Uul dalam keadaan sehat. Bahkan, sehari sebelum<br />
koma, ia masih berkomunikasi dengan Emilatun.<br />
Menurut siaran pers yang dirilis anggota Komisi IX Dewan<br />
Perwakilan Rakyat, Rieke Diah Pitaloka, saat berangkat<br />
pada 2012 menempuh jalur resmi melalui PT Sinergi, disepakati,<br />
Sehatul akan bekerja merawat orang jompo. Namun,<br />
sesampai di Taiwan, ia malah dipekerjakan sebagai<br />
pemerah susu dan pembersih kandang sapi di<br />
Liouying, Distrik Tainan City.<br />
Dia harus memerah sapi dan membersihkan<br />
kandang berisi 300 sapi setiap hari. Jam kerjanya<br />
pukul 03.30-10.00 waktu setempat,<br />
dilanjutkan pada pukul 15.00 hingga 22.00.<br />
Dia juga tidur di dekat kandang sapi. Selain<br />
pekerjaan di luar kontrak kerja, Sehatul<br />
sering dianiaya.<br />
Karena tidak tahan, ia pun mengadu ke<br />
perusahaan penyalurnya. Pihak PT Sinergi<br />
Bina Karya kemudian mendatangi rumah<br />
Huang Deng. Namun, bukannya diizinkan<br />
pindah, Sehatul malah semakin disiksa. Pada 21<br />
September 2013, dia diduga dipukul dengan benda<br />
tumpul oleh majikannya hingga tak sadarkan diri. Ia lalu<br />
dilarikan ke RS Chi Mei Medical Centre di Liouying.<br />
Suami Uul, Suhandik, juga menduga istrinya dianiaya.<br />
Menurut dia, Uul tidak pernah menderita sakit berat. “Kalau<br />
dia sakit, tentu dia tidak bisa bekerja ke luar negeri,” ujar<br />
pria berusia 28 tahun ini.<br />
Namun dugaan bahwa Uul koma karena dianiaya justru<br />
dibantah oleh Direktur Perlindungan Warga Negara<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
hukum<br />
Sehatul alias Uul dalam<br />
perawatan di rumah sakit<br />
di Taiwan.<br />
dok. migrant care<br />
Indonesia Kementerian Luar Negeri, Tatang Razak, dan Ketua<br />
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Jumhur<br />
Hidayat. Senada, keduanya mengatakan, berdasarkan hasil<br />
visum dokter, Uul koma akibat gagal jantung, bukan lantaran<br />
dianiaya majikan.<br />
Tatang, saat dihubungi, juga membantah Sehatul bekerja mengurus<br />
kandang berisi 300 ekor sapi. “Itu tidak masuk akal. Memelihara<br />
10 ekor sapi saja berat, apalagi sampai 300,” ia menuturkan.<br />
Adapun Jumhur menyebut majikan Uul telah membantah<br />
menganiaya dan mempekerjakannya tidak sesuai kontrak<br />
kerja. Kendati begitu, pemerintah Indonesia melalui Kamar<br />
Dagang Ekonomi Indonesia di Taiwan, serta kepolisian Taiwan<br />
masih menunggu kondisi Uul membaik. “Baru setelah itu kita<br />
konfrontir kedua belah pihak (Uul dan majikan),” tuturnya<br />
secara terpisah.<br />
Sebelum kasus Sehatul mengemuka, masyarakat Indonesia<br />
juga dibuat prihatin oleh kasus Erwiana Sulistyaningsih, TKI di<br />
Hong Kong, yang diduga menjadi korban penganiayaan majikannya,<br />
Law Wan Tung. Dalam kondisi lemah, ia dipulangkan<br />
ke Indonesia dengan cara ditinggal begitu saja di Bandar<br />
Udara Chek Lap Kok.<br />
Saat ditemukan oleh seorang anggota Asosiasi TKI bernama<br />
Rian di Bandara Hong Kong, kondisi Erwiana sangat mengenaskan.<br />
Badannya kurus, wajah serta tangannya penuh<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
hukum<br />
Erwiana Sulistyaningsih<br />
terbaring di Rumah Sakit Amal<br />
Sehat, Sragen, Jumat (17/1).<br />
Andika Betha / ANTARA FOTO<br />
luka lebam. Saat berangkat ke negeri itu, berat badan wanita<br />
tersebut 50 kilogram. Namun kini bobotnya turun drastis<br />
menjadi 25 kilogram.<br />
“Saat ditemukan di bandara, Erwiana memakai baju rangkap<br />
enam dan jaket untuk menyamarkan tubuh dan menutupi<br />
mukanya yang penuh lebam,” ucap Syamsuddin Nurseha,<br />
pendamping Erwiana, yang juga Ketua Lembaga Bantuan<br />
Hukum (LBH) Yogyakarta.<br />
Majikannya juga tak membayar upah Erwiana selama tujuh<br />
bulan sebagai pekerja rumah tangga. Saat pulang, ia dipaksa<br />
menandatangani kuitansi tiga bulan gaji sebesar Rp 6.900.000.<br />
Namun ia tak menerima uang tersebut. Erwiana sendiri saat ini<br />
dirawat di RS Amal Sehat, Sragen, Jawa Tengah.<br />
Syamsuddin berharap kepolisian Hong Kong menjerat pelaku<br />
dengan hukuman seberat-beratnya. Pelaku kini membayar<br />
jaminan sebesar Rp 1,5 miliar, dan Pengadilan Hong Kong<br />
menetapkan statusnya sebagai tahanan kota.<br />
LBH Yogyakarta berencana mengadukan perkara ini ke<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
hukum<br />
Aksi solidaritas kaum buruh<br />
migran di Hong Kong untuk<br />
Erwiana.<br />
AFP PHOTO / Philippe Lopez<br />
Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena penegakan hukum terhadap<br />
pelaku penganiaya TKI asal Desa Pucangan, Ngrambe,<br />
Ngawi, Jawa Timur, itu tidak sesuai Undang-Undang Nomor<br />
6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional mengenai Perlindungan<br />
Hak-hak Seluruh Pekerja Migran.<br />
“Kita sudah meratifikasi konvensi itu,” katanya.<br />
Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, menilai pemerintah<br />
kurang sigap dalam menangani kasus ketenagakerjaan<br />
di luar negeri. Akibatnya, para TKI yang menjadi korban terancam<br />
tak memperoleh keadilan sebaik pekerja dari negara<br />
lain yang menghadapi kekerasan yang sama.<br />
“Kita tidak tegas dan tidak punya posisi tawar. Pekerja kita<br />
selalu menjadi korban di negeri orang,” ujar Wahyu.<br />
Ia juga menyesalkan sikap pemerintah yang permisif kepada<br />
pelaku, sehingga para pekerja migran di luar negeri menjadi<br />
bulan-bulanan. Wahyu menduga, karena tidak adanya ketegasan<br />
pemerintah Indonesia terhadap kasus ini, Pengadilan<br />
Hong Kong akhirnya memutuskan majikan Erwiana hanya<br />
dikenai membayar jaminan dan berstatus tahanan kota.<br />
Namun Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,<br />
Dita Indah Sari, berjanji pemerintah akan mendampingi<br />
kedua korban sampai mendapat keadilan. Apalagi Erwiana<br />
dan Uul adalah korban, bukan pelaku tindak pidana.<br />
“Untuk TKI kasus narkoba atas nama Triyana Trijayanti asal<br />
Kediri saja, KBRI Malaysia melakukan pendampingan hingga<br />
bebas. Apalagi untuk Erwiana dan Uul,” tuturnya. n<br />
KUSTIAH | DIMAS<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kriminal<br />
Awas, Pengidap<br />
Kelainan Seks<br />
Mengintai<br />
Kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di moda angkutan massal<br />
seperti Transjakarta selalu “menguap”. Tidak ada efek jera bagi pelaku<br />
pengidap kelainan seks.<br />
ilustrasi: edi wahyono<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kriminal<br />
Ruang genset tempat<br />
terjadinya pelecehan<br />
terhadap korban.<br />
dok. detiktv<br />
Empat petugas Transjakarta yang dituduh<br />
menca buli seorang penumpang wanita itu akhirnya<br />
dipecat oleh Unit Pelaksana (UP) Transjakarta.<br />
Mereka adalah AKI, 26 tahun, ED (26), IVE<br />
(28), dan DR (27). Semuanya mengakui melecehkan YF<br />
di salah satu halte moda transportasi massal di Ibu Kota<br />
tersebut pada 21 Januari lalu.<br />
Kejadian bermula ketika karyawati swasta itu naik bus<br />
Transjakarta dari halte Rumah Sakit Islam. Di tengah<br />
perjalanan, YF mengalami sesak<br />
napas, dan pingsan karena asmanya<br />
kambuh. Dia kemudian ditolong petugas<br />
Transjakarta di halte Atrium<br />
Senen, Jakarta Pusat.<br />
Petugas itu lalu membawa YF ke<br />
shelter Harmoni. Dia lalu diserahkan<br />
kepada empat petugas di sana. Namun,<br />
bukannya ditolong, YF malah<br />
mendapat pelecehan seksual. Salah<br />
seorang pelaku, ED, membawa<br />
korban ke ruang genset di belakang<br />
halte. Tidak lama berselang, AKI,<br />
IVE, dan DR menyusul. Di ruangan<br />
berukuran 2 x 3 meter itulah pelecehan<br />
terjadi.<br />
Empat petugas tersebut kini sudah<br />
ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 281 Kitab<br />
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan<br />
terhadap kesopanan atau kesusilaan. Sesuai pasal itu,<br />
keempatnya diancam hukuman maksimum dua tahun<br />
delapan bulan penjara. Kendati demikian, keempatnya<br />
kini belum ditahan.<br />
“Kami tidak bisa menahan meski sudah menjadi<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kriminal<br />
Orang sudah<br />
pingsan kok<br />
dikerjain juga.<br />
Sepatutnya<br />
4 petugas itu<br />
kena pecat dan<br />
diproses hukum<br />
sampai tuntas.<br />
tersangka. Yang bisa menahan mereka hanya jaksa,”<br />
kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor<br />
Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Tatan<br />
Dirsan Atmaja. Ia beralasan, polisi tidak wajib menahan<br />
mereka karena ancaman hukuman pasal tersebut<br />
kurang dari lima tahun.<br />
Namun hal itu menuai protes dari Komunitas Suara<br />
Transjakarta. Tidak ditahannya para pelaku pelecehan<br />
seksual di moda angkutan massal tersebut membuat<br />
tidak adanya efek jera bagi pelaku. Hal ini dianggap sebagai<br />
penyebab mengapa praktek itu tak pernah hilang.<br />
“Penyelesaiannya tidak pernah ada hasil yang terbuka,<br />
sehingga kita tidak tahu apakah ada kesalahan atau<br />
tindak kriminal. Kasusnya hilang begitu saja,” ujar Ketua<br />
Komunitas Suara Transjakarta David Chyn kepada majalah<br />
detik.<br />
Berdasarkan catatan komunitas tersebut, ada sejumlah<br />
kasus pelecehan di Transjakarta yang menguap<br />
begitu saja. Mereka tidak tahu apakah kasus itu sudah<br />
diselesaikan secara hukum atau melalui jalan damai.<br />
Secara terpisah, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen<br />
Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, juga menyesalkan<br />
lemahnya penegakan hukum bagi pelaku pelecehan di<br />
Transjakarta. Ia menilai kasus empat petugas Transjakarta<br />
yang terjadi belum lama ini bukan semata pelecehan<br />
seks.<br />
“Tapi sudah tindak kriminal. Orang sudah pingsan kok<br />
dikerjain juga. Saya kira sepatutnya 4 petugas itu kena<br />
pecat dan diproses hukum sampai tuntas,” tuturnya saat<br />
ditemui.<br />
Menurut Tulus, kasus pelecehan seksual di Transjakarta<br />
kerap terjadi dan masih terus ada. Pada 2011,<br />
YLKI pernah menyurvei perilaku pelecehan seks di<br />
bus yang memiliki jalur khusus tersebut. Hasilnya,<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kriminal<br />
Salah satu halte bus<br />
Transjakarta saat dipenuhi<br />
calon penumpang.<br />
4,25 persen dari 3.000 responden penumpang Transjakarta<br />
mengaku pernah mengalami pelecehan seks<br />
selama di perjalanan.<br />
Ia menduga maraknya pelecehan itu disebabkan bus<br />
Transjakarta yang selalu penuh sesak di jam-jam sibuk.<br />
Bahkan melebihi kapasitasnya. Jadwal keberangkatan<br />
bus yang tidak pasti semakin menambah kerawanan.<br />
Idealnya, menurut Tulus, armada bus Transjakarta<br />
ditambah dan jadwalnya terukur.<br />
“Selama ini kan enggak jelas. Penumpang sampai menunggu<br />
setengah jam sampai 1 jam lebih di halte-halte<br />
tertentu. Padat sekali,” ucapnya.<br />
Masalah pelayanan Transjakarta juga pernah menjadi<br />
obyek penelitian Rachma Fitriati, peneliti dari Universitas<br />
Indonesia, pada 2009-2013. Dalam penelitian yang dibiayai<br />
secara mandiri itu, hasilnya selalu sama. Pelayanan<br />
angkutan tersebut belum baik.<br />
Menurut Rachma, penelitiannya pada 2009 antara lain<br />
menyimpulkan jumlah bus terbatas dan kasus pelecehan<br />
seksual masih terjadi. Hal ini, kata dia, menunjukkan<br />
rekomendasi kajiannya masih relevan untuk perbaikan<br />
Transjakarta ke depan meskipun dilakukan empat tahun<br />
lalu.<br />
Masih buruknya pelayanan Transjakarta juga membuka<br />
peluang pelaku yang mengidap kelainan seks untuk<br />
beraksi. Seperti dituturkan psikolog seksual Zoya<br />
Amirin, penyebab munculnya pelecehan di Transjakarhasan<br />
alhabshy/detikfoto<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kriminal<br />
Antrean para calon<br />
penumpang bus<br />
Transjakarta. Penuh sesak<br />
di halte-halte tertentu.<br />
lamhot aritonang/detik foto<br />
ta bukan pakaian perempuan yang sering memancing<br />
berahi.<br />
“Pelaku memilih korban sama sekali bukan karena<br />
pakaian seksi sehingga dia terangsang, seperti rok mini<br />
atau baju ketat. Tapi ini orang memang terganggu, dia<br />
punya penyakit. Buat dia, yang penting perempuan,” kata<br />
Zoya secara terpisah. “Selama dia bisa menggesekkan<br />
alat kelaminnya, ya sudah (terpuaskan).”<br />
Indikasinya, menurut Zoya, adalah adanya perempuan<br />
yang menggunakan pakaian tertutup, seperti jilbab, juga<br />
tak lepas menjadi sasaran para pengidap gangguan perilaku<br />
seksual ini. “Mahasiswi saya di UI banyak yang naik<br />
kereta dan enggak terlepas dari pelecehan, meskipun<br />
mereka pakai jilbab,” ujarnya, seraya meminta para penumpang<br />
perempuan selalu waspada.<br />
Modus pelecehan seksual yang sering terjadi di angkutan<br />
umum, menurut Zoya, masuk dalam kategori frot<br />
teurism. Pelaku suka menggesekkan alat kelaminnya<br />
ke tubuh orang lain. Gangguan ini adalah cabang dari<br />
paraphilia atau kelainan seksual.<br />
Pelaku akan mendapatkan kepuasan seksual pada individu<br />
lain secara nonkonsensual atau tanpa persetujuan.<br />
Caranya dengan menempelkan atau menggesekkan<br />
organ seksualnya saat berdesakan di tempat umum,<br />
seperti bus, kereta api, ataupun di tempat pertunjukan<br />
konser. Awas! n<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kriminal<br />
Tips<br />
Menghindari<br />
Pelecehan<br />
Seksual dan<br />
Kriminalitas<br />
di Bus<br />
Transjakarta<br />
1.<br />
Merencanakan<br />
perjalanan, di<br />
antaranya rute dan<br />
alternatif rute, serta<br />
menghindari jam-jam padat<br />
dengan menyesuaikan<br />
pakaian.<br />
2.<br />
Saat antre tiket,<br />
siapkan uang pas/eticket.<br />
Apabila bawa<br />
tas ransel, letakkan di<br />
depan, dada, atau perut.<br />
3.<br />
Di halte, antrelah<br />
di depan pintu<br />
sesuai tujuan, dan<br />
melangkah dengan hatihati<br />
dan selalu waspada.<br />
4.<br />
Di dalam bus<br />
saat perjalanan,<br />
jangan berdiri<br />
bergerombol dekat pintu<br />
keluar/masuk karena<br />
rawan kriminalitas.<br />
Masuk lebih dalam,<br />
duduk maupun berdiri<br />
bila tujuan masih cukup<br />
jauh, dan baru mendekat<br />
pintu keluar satu halte<br />
sebelum sampai di halte<br />
tujuan.<br />
5.<br />
Selalu waspada.<br />
Bila terjadi<br />
gangguan<br />
keamanan, sesegera<br />
mungkin lapor petugas<br />
Transjakarta atau pihak<br />
keamanan. n<br />
M. RIZal (Tips dari Ketua Komunitas Suara<br />
Transjakarta, David Chyn)<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Bila Bhatoegana<br />
Terantuk Dolar<br />
Sutan Bhatoegana dituding<br />
menerima gratifikasi dari<br />
SKK Migas. Juga dituduh<br />
memeras Pertamina. “Ini pasti<br />
diambil dari Twitter, orang<br />
suka macam-macam itu,”<br />
ujar Sutan.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Sutan Bhatoegana diperiksa<br />
di KPK sebagai saksi untuk<br />
Waryono Karyo (atas). Toko buah<br />
All Fresh tempat penyerahan<br />
uang Rudi kepada Tri Yulianto<br />
(bawah).<br />
Widodo S. Jusuf / ANTARA<br />
Waktu berbuka puasa baru saja berlalu. Jumat,<br />
26 Juli 2013, Rudi Rubiandini, 51 tahun,<br />
bersiap pulang ke Bandung, Jawa Barat. Sejak<br />
menjadi birokrat di Jakarta, guru besar bidang<br />
teknik perminyakan dan energi Institut Teknologi Bandung<br />
itu memang selalu menghabiskan akhir pekan di rumahnya<br />
di Kota Kembang.<br />
Tapi, sembari mudik, Rudi, yang saat itu menjabat Kepala<br />
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak<br />
dan Gas Bumi (SKK Migas), masih harus menuntaskan satu<br />
agenda penting. Petang itu, ia mesti bertemu dengan anggota<br />
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (yang membidangi<br />
masalah energi dan sumber daya mineral, riset dan teknologi,<br />
serta lingkungan hidup) dari Partai Demokrat, Tri Yulianto.<br />
Maka, sebelum ke Bandung, Rudi, yang membawa tas ransel<br />
hitam, kepada sopirnya minta diturunkan di toko buah All<br />
Fresh, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan.<br />
Tri harus ditemui karena kader senior Demokrat itu ingin<br />
mengambil uang US$ 200 ribu yang dijanjikan Rudi. Uang<br />
tersebut sudah disiapkan dalam tas hitam yang dibawa Rudi.<br />
Uang itu sebenarnya “pesanan” Ketua Komisi VII DPR Sutan<br />
Bhatoegana. Awalnya, Rudi ingin bertemu langsung Sutan,<br />
bukan dengan Tri. “Kalau tidak bisa, (baru) saya kontak Mas<br />
Tri,” ujar Rudi kepada Sutan lewat telepon seperti dituturkan<br />
sumber majalah detik.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Mantan Sekjen<br />
Kementerian ESDM<br />
Waryono Karno (tengah)<br />
usai diperiksa di KPK.<br />
Rosa Panggabean / ANTARA<br />
Dalam dakwaan atas Rudi, uang US$ 200<br />
ribu itu merupakan bagian dari kasus dugaan<br />
suap SKK Migas, yang menyeret bekas Wakil<br />
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral<br />
(ESDM) tersebut ke meja hijau. Uang dari<br />
Deviardi, pelatih golf Rudi, itu dialirkan ke Senayan<br />
karena Rudi tidak tahan terus-menerus<br />
didesak Komisi VII agar memberikan uang<br />
tunjangan hari raya (THR). “Yang membagi<br />
Tri Yulianto,” ujar kuasa hukum Rudi, Rusdi A.<br />
Abu Bakar, kepada majalah detik.<br />
Sutan, juga Tri, beribu kali membantah anggapan<br />
kecipratan dolar Rudi. Namun urusan<br />
THR gelap itu agaknya bakal panjang. Selain<br />
Sutan dan Tri, kini muncul lagi satu nama politikus Demokrat<br />
yang disebut ikut “memburu” THR, yakni Jhonny Allen Marbun.<br />
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu juga merupakan<br />
anggota Komisi VII merangkap anggota Badan Anggaran<br />
DPR.<br />
Mendapati data pengadilan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi<br />
semakin intensif melakukan penyidikan. Pada 17 Januari<br />
2014, penyidik “mengaduk-aduk” rumah megah Sutan di<br />
Kompleks Villa Duta, Bogor, Jawa Barat. Penggeledahan juga<br />
menjalar ke ruangan kerja pria yang terkenal dengan kalimat<br />
“ngeri-ngeri sedap” itu di lantai 9 gedung DPR. Tri pun mengalami<br />
nasib sama.<br />
Pada hari itu juga, bekas Sekretaris Jenderal Kementerian<br />
ESDM Waryono Karno ditetapkan sebagai tersangka dugaan<br />
suap SKK Migas. Keterlibatan Waryono dibidik sejak KPK<br />
menemukan uang US$ 285 ribu di ruangannya, yang diduga<br />
berkaitan dengan uang di tangan Rudi. Uang itu diduga kemudian<br />
hendak disetorkan ke DPR.<br />
Waryono disebut-sebut sebagai perantara gratifikasi SKK<br />
Migas ke Komisi VII DPR, khususnya kepada Sutan. Dia<br />
menampung uang yang ditujukan kepada DPR sepanjang<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Video<br />
Mei-Juni 2013 ketika Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR<br />
merembuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja<br />
Negara Perubahan 2013. Sayang, ia belum bisa dimintai konfirmasi.<br />
Kucuran uang SKK Migas ke Sutan melalui Waryono diungkap<br />
Didi Dwi Sutrisnohadi, bekas Kepala Biro Keuangan<br />
Kementerian ESDM. Dalam salinan berita acara pemeriksaan<br />
(BAP) Didi yang diperoleh majalah detik, pada 28 Mei 2013,<br />
menjelang rapat Kementerian ESDM dengan Komisi VII, Waryono<br />
menerima uang sekitar US$ 140 ribu dari SKK Migas.<br />
Waryono memerintahkan Didi mengirim uang itu kepada<br />
Sutan. Uang itu dipilah-pilah Didi menjadi tiga amplop cokelat,<br />
masing-masing dengan kode P (pimpinan Komisi VII<br />
DPR), A (anggota Komisi VII DPR), dan S (Sekretariat Komisi<br />
VI DPR). Pimpinan Komisi VII berjumlah 4 orang, masing-ma-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Dirut Pertamina Karen<br />
Agustiawan usai diperiksa<br />
di KPK.<br />
M Agung Rajasa / ANTARA<br />
sing menerima US$ 7.500, anggota 43 orang masing-masing<br />
US$ 2.500, dan Sekretariat Komisi VII sebesar US$ 2.500.<br />
Selesai merapikan uang-uang ke dalam amplop, Didi menelepon<br />
Irianto Muchyi, staf ahli Sutan di DPR, yang juga salah<br />
satu pendiri Demokrat. “Ini ada yang mau disampaikan ke<br />
Pak Sutan, tolong diambil,” ujar Didi. “Ya, baik,” jawab Irianto.<br />
Tak berapa lama, Irianto datang dan meneken tanda terima.<br />
Bukti transaksi itu kabarnya sudah diamankan KPK.<br />
Pada 10 Juni 2013, berlangsung lagi rapat Kementerian<br />
ESDM, Badan Anggaran DPR, dan Komisi VII di Puncak, Bogor.<br />
Menurut sumber majalah detik, saat itu Rudi berkata<br />
kepada Jhonny Allen Marbun bahwa ia telah menyiapkan<br />
uang US$ 20 ribu, namun ditolak. Kata Jhonny, BP Migas—<br />
lembaga asal SKK Migas—mempunyai “utang” kepada DPR<br />
sebesar US$ 1 juta.<br />
Puncak pembahasan RAPBN Perubahan Kementerian<br />
ESDM terjadi pada 12 Juni 2013. Dalam rapat kerja tertutup,<br />
disepakati anggaran Kementerian ESDM, yang semula Rp<br />
18,8 triliun dalam APBN 2013, berkurang menjadi Rp 17,4<br />
triliun dalam RAPBN Perubahan 2013.<br />
Sebelum rapat kerja dimulai, Waryono memanggil Didi dan<br />
menanyakan apakah SKK Migas sudah mengirimkan uang.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
Rusdi A. Abu Bakar.<br />
Bahtiar Rifai/majalah detik<br />
sutan bhatoegana<br />
Karena SKK Migas hanya mengirim US$ 50<br />
ribu, Waryono khawatir bukan main. “Wah,<br />
kok segitu, nanti (Komisi VII DPR) marah,”<br />
ucap Waryono.<br />
Di tempat lain, Rudi berusaha menghimpun<br />
uang. Ia menelepon Direktur Utama PT<br />
Pertamina (persero) Karen Agustiawan dan<br />
bilang sudah membuat kesepakatan dengan<br />
Menteri ESDM Jero Wacik. Kata Rudi, yang<br />
“buka kendang” adalah SKK Migas sebesar<br />
US$ 150 ribu, sedangkan yang “tutup kendang”<br />
Pertamina dengan jumlah yang sama.<br />
Uang itu harus dikumpulkan pukul 13.00<br />
WIB karena rapat pengesahan RAPBN Perubahan<br />
Kementerian ESDM digelar pukul 15.00<br />
WIB. Karen emoh. Dia beralasan Pertamina<br />
sudah memberikan jatah tersendiri. Tapi alasan<br />
itu, menurut Karen, hanya alibi agar ia tidak ditagih lagi<br />
oleh Rudi. Karena Karen tidak kooperatif, Rudi mengancam<br />
akan melaporkannya kepada Menteri Jero Wacik, atasan<br />
Karen.<br />
Saat diperiksa KPK pada 7 November 2013, Karen juga menyebutkan<br />
bawahannya sempat dimintai uang oleh Sutan<br />
dan Jhonny. Tahun 2011, keduanya memanggil Direktur Perencanaan<br />
Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Afdal<br />
Bahaudin serta Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina<br />
Hanung Budya. Jhonny, dengan disertai ancaman, meminta<br />
“upeti” Rp 1 per liter untuk volume BBM PSO/BBM bersubsidi.<br />
Setahun berikutnya, Hanung Budya serta Direktur Gas<br />
Hary K. juga dipanggil Jhonny dan Sutan ke Senayan. Jhonny<br />
minta komisi dari setiap pembangunan stasiun pengisian<br />
bahan bakar gas, juga dengan disertai ancaman pemecatan.<br />
Namun permintaan itu tidak dilayani Pertamina.<br />
Menurut Karen, Sutan pernah melobinya agar PT Timas,<br />
perusahaan Sutan, diikutkan dalam tender di Pertamina.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Gedung KPK.<br />
detikfoto<br />
Tap/klik untuk berkomentar<br />
Namun telat. Sutan juga meminta agar PT Pertamina Drilling<br />
Service Indonesia ditunjuk langsung mengelola rig Northwest<br />
Java selama 5 tahun. Padahal ketentuan SKK Migas hanya 3<br />
tahun.<br />
Selain melalui stafnya, Sutan sempat bertemu dengan<br />
Rudi sampai lima kali agar THR yang dimintanya cair. Sumber<br />
majalah detik mengatakan pertemuan itu terjadi di Pacific<br />
Place, Bellagio Mall, Plaza Senayan, Klub Bimasena kompleks<br />
Hotel The Dharmawangsa, dan rumah Rudi.<br />
Disodori tudingan-tudingan itu, Sutan menjawab tidak<br />
pernah melakukannya. “Ini pasti diambil dari Twitter, orang<br />
suka macam-macam itu,” kata dia.<br />
Adapun Jhonny Allen tidak bersedia dimintai tanggapan.<br />
“Kalian jangan mancing-mancing saya. Saya tidak akan berkomentar<br />
kalau barangnya enggak jelas,” katanya kepada<br />
majalah detik.<br />
Rudi untuk sementara menolak memberi tanggapan. Namun<br />
ia berjanji bakal membeberkan semua nama itu dalam<br />
persidangan. “Ada Sutan Bhatoegana, Ibu Karen, dan sebagainya.<br />
Itu semua suatu hari nanti akan terbuka lembarnya,”<br />
kata Rudi seusai sidang di Pengadilan Tipikor, 28 Januari 2013.<br />
“Saya berserah diri pada Tuhan saja,” tanggap Sutan. ■ Isfari<br />
Hikmat, Pasti Liberty, Monique Shintami, Bahtiar Rifai | Irwan Nugroho<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal THR sutan bhatoegana<br />
Kisah<br />
‘Ngeri-ngeri Sedap’<br />
Sutan<br />
Sutan Bhatoegana adalah<br />
orang kuat di Partai<br />
Demokrat. Ia berhasil<br />
meniti politik sejak partai<br />
berlambang bintang Mercy<br />
ini lahir. Kekayaannya<br />
melimpah setelah berpolitik.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal THR sutan bhatoegana<br />
Coba rumah Anda<br />
digitu-gitukan,<br />
macam kita<br />
teroris saja.<br />
Mobil Alphard berwarna hitam tiba-tiba memberikan<br />
tanda menepi. Duduk di belakang sopir<br />
mobil itu adalah Sutan Bhatoegana Siregar. Telepon<br />
genggam Ketua Komisi VII DPR, komisi yang<br />
membidangi energi sumber daya mineral, riset dan teknologi,<br />
serta lingkungan hidup, itu mendadak berbunyi. Di seberang<br />
telepon, sang istri terdengar ketakutan.<br />
Perempuan yang hobi merancang rumah itu mengabarkan,<br />
pada Kamis 16 Januari 2014 itu, rumah mereka digeledah<br />
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada delapan penyidik<br />
KPK dengan kawalan dua orang Brimob mendatangi rumah<br />
Sutan nan megah di kompleks elite Perumahan Villa Duta,<br />
Jalan Sipatahunan No. 26, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan<br />
Bogor, Bogor, Jawa Barat, itu.<br />
Saat itu, mobil Sutan tengah melaju di Tol Jagorawi mendekati<br />
Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ia hendak ke kantornya,<br />
gedung Nusantara I Kompleks MPR, DPR, dan DPD, Senayan,<br />
Jakarta. Namun, usai menerima telepon itu, Sutan pun<br />
meminta sopir untuk berbalik arah, kembali menuju rumahnya.<br />
Padahal rumah itu baru beberapa menit ditinggalkannya.<br />
“Sebenarnya saya tidak apa-apa, tetapi istri saya takut, jadi<br />
balik saja,” jelas Sutan saat ditemui majalah detik.<br />
Sutan mengaku hingga kini sang istri masih shock dengan<br />
penggeledahan tersebut. Ibu dua anak itu kaget dengan<br />
berita yang menyebut rumah berlantai tiga itu hasil korupsi.<br />
Maka, Sutan pun menolak wartawan yang ingin masuk ke<br />
rumahnya. Bahkan, dengan alasan takut ancaman teroris, ia<br />
“mengusir” wartawan yang mendekati rumahnya. “Coba rumah<br />
Anda digitu-gitukan, macam kita teroris saja,” kata pria<br />
yang terkenal dengan ungkapan “ngeri-ngeri sedap itu”.<br />
Rumah Sutan yang digeledah KPK terlihat paling mencolok<br />
di antara rumah mewah lain di sekitarnya. Beberapa pilar<br />
besar ini menjadi penanda gaya khas arsitektur Mediterania.<br />
Rumah yang didominasi warna netral abu-abu ini terlihat bak<br />
istana. “Ini istri saya yang mendesain sendiri,” ungkap Sutan.<br />
Harga rumah dengan luas 1.000 meter persegi itu ditaksir<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal THR sutan bhatoegana<br />
Sutan Bhatoegana berbincang<br />
dengan wartawan setelah KPK<br />
menggeledah rumahnya di<br />
Kompleks Villa Duta.<br />
Rachman Haryanto / detikfoto<br />
mencapai Rp 20 miliar. Tanah dan rumah itu dibeli dan dibangun<br />
secara bertahap oleh Sutan. Menurut Sutan, rumah itu<br />
sejatinya tidak semewah yang disangkakan orang. “Ada kolam<br />
renang kalian bilang, itu kan kolam ikan kecil.”<br />
Sutan lebih sering menempati rumah tersebut belakangan<br />
ini meskipun sering mengeluhkan jalannya yang rusak dan<br />
kerap macet. Rumah itu baru ditinggali Sutan dan keluarganya<br />
pada pertengahan 2013 lalu. Luas tanahnya sekitar 1.000<br />
meter persegi. “Saya bantah ada pemberitaan yang bilang<br />
6.000 meter persegi,” kata Sutan.<br />
Rumah itu menjadi target komisi antirasuah karena terkait<br />
dugaan suap Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha<br />
Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) sebesar US$ 200 ribu.<br />
Nama Sutan tertera dalam dakwaan mantan Ketua SKK<br />
Migas Rudi Rubiandini, yang duduk di kursi pesakitan Pengadilan<br />
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal THR sutan bhatoegana<br />
Rumah Sutan di Babakan<br />
Madang.<br />
isfari hikmah / detikfoto<br />
Uang suap SKK Migas diduga mengalir hingga ke kantong<br />
Sutan. Versi Rudi, uang itu diberikan melalui Tri Yulianto,<br />
kader senior Demokrat yang satu komisi dengan Sutan di<br />
Komisi VII DPR. Namun Sutan membantah uang itu sampai<br />
pada dirinya. “Ya tidak ada. Tidak ada memang,” kata Sutan.<br />
l l l<br />
Kasus dugaan suap SKK Migas bukan kasus korupsi pertama<br />
yang menyeret nama Sutan. Pada 2012, nama Sutan disebutkan<br />
oleh Sofyan Kasim, pengacara terdakwa kasus dugaan<br />
korupsi pengadaan solar home system (SHS) di Kementerian<br />
ESDM. Sutan dituding membantu melobi Kementerian ESDM<br />
untuk memasukkan dua perusahaan dalam proyek senilai Rp<br />
526 miliar ini. Kasus ini sendiri telah menelan kerugian negara<br />
sebesar Rp 131,3 miliar.<br />
Selain Sofyan, terdakwa kasus korupsi SHS Ridwan Sanjaya<br />
juga menyebutkan keterlibatan Sutan. Namun keterangan<br />
dalam pemeriksaan di KPK ini tidak tertera dalam dakwaan<br />
jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta.<br />
Sutan juga berhadapan dengan KPK saat dugaan suap pembangunan<br />
Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga<br />
Nasional (P3SON) Hambalang. KPK melakukan pemeriksaan<br />
terhadap Sutan karena ia menerima pemberian telepon geng-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal THR sutan bhatoegana<br />
Buku Partai Demokrat & SBY<br />
karya Akbar Faizal.<br />
Aryo/majalah detik<br />
gam dari mantan Bendahara<br />
Partai Demokrat M. Nazaruddin.<br />
Isu kuat menyebut<br />
uang suap mengalir hingga<br />
Kongres Partai Demokrat di<br />
Bandung 2010 lalu.<br />
Namun urusan kali ini tampaknya<br />
berbeda. Tidak cuma<br />
digeledah rumah dan kantornya,<br />
KPK juga sudah tiga kali<br />
memeriksa Sutan. Bahkan,<br />
staf ahlinya, Irianto Muchyi,<br />
juga dicegah bepergian ke<br />
luar negeri oleh komisi itu.<br />
Tidak aneh, perilaku Sutan pun berubah. Sejak penggeledahan<br />
rumah mewahnya itu, ia lebih sering menebar pesan<br />
berantai mengenai fitnah melalui telepon genggam Black-<br />
Berry-nya. “Sejak 1992 itu, kalau malam saya dibangunkan<br />
Allah, tahajud.”<br />
Sutan juga tidak lagi tertawa lebar seperti biasanya saat<br />
muncul di media massa. Ia juga tidak lagi mengobral kalimatkalimat<br />
aneh yang menjadi trademark-nya. Selama ini, Sutan<br />
terkenal ulet membela Demokrat dengan kalimat lucu, salah<br />
satunya kata “ngeri-ngeri sedap”. Lalu ada istilah “ikan salmon”<br />
untuk mencela politikus partai koalisi Sekretariat Gabungan,<br />
yang tidak konsisten mendukung Presiden Susilo Bambang<br />
Yudhoyono.<br />
Istilah itu merujuk pada Golkar dan PKS yang menyatakan<br />
mendukung Yudhoyono-Boediono dalam Pemilu 2009,<br />
namun para politikusnya di Senayan selalu menyerang sang<br />
Presiden. “Makanya saya katakan ini kelompok ‘ikan salmon’,<br />
intelektual kagetan asal ngomong muncul terus tanpa tahu<br />
dampak politiknya,” ujar Sutan Bhatoegana awal 2012.<br />
Sutan mengawali karier di bidang politik sebagai pendiri<br />
Demokrat di lapis kedua. Nama Sutan ikut tertera dalam 99<br />
nama penandatangan dukungan berdirinya Demokrat pada<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal THR sutan bhatoegana<br />
Para penyidik KPK<br />
menggeledah ruangan Komisi<br />
VII dari Fraksi Partai Demokrat<br />
DPR RI Senayan, Jakarta.<br />
rengga sancaya / detikfoto<br />
2001. Aktif di politik, Sutan melepaskan usahanya sebagai<br />
Presiden Direktur PT Timas Suplindo, yang bergerak dalam<br />
konstruksi pertambangan.<br />
Sutan langsung terlibat aktif dalam kepengurusan Demokrat.<br />
Ia duduk sebagai wakil sekretaris jenderal ketika Demokrat<br />
berada di bawah Ketua Umum Subur Budhisantoso. Sepak<br />
terjang Sutan dalam politik dimulai dari posisi wasekjen ini.<br />
Akbar Faizal, dalam bukunya yang terbit pada tahun 2005,<br />
Partai Demokrat & SBY, menyebutkan Sutan terlibat dalam<br />
upaya penggulingan Subur sebagai ketua umum menjelang<br />
Pemilu Legislatif 2004.<br />
Sutan beranggapan latar belakang Subur sebagai peneliti<br />
kurang mumpuni jika memegang kendali ketua umum. Apalagi<br />
Pemilu 2004 merupakan uji kekuatan perdana bagi Demokrat<br />
dalam kancah politik nasional. Dalam buku itu, Sutan<br />
mengharap ketua umum yang bermental petarung.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal THR sutan bhatoegana<br />
Sutan Bhatoegana di dalam<br />
mobilnya usai diperiksa KPK.<br />
ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf<br />
Namun harapan ini siasia,<br />
SBY tidak menghendaki<br />
pergantian ketua umum<br />
hingga masa jabatan selesai<br />
pada 2005. Meski begitu,<br />
keberhasilan Demokrat tetap<br />
dirasakan Sutan. Ia lolos<br />
sebagai calon anggota legislatif<br />
periode 2004-2009.<br />
Kepiawaiannya berpolitik<br />
menempatkan Sutan sebagai<br />
anggota DPR selama 9<br />
tahun. Tahun 2014 ini pun<br />
Sutan masih akan bertarung<br />
sebagai caleg Demokrat.<br />
Sukses dalam karier politik rupanya juga diimbangi dengan<br />
kekayaan Sutan yang berlimpah. Harta kekayaannya mencapai<br />
Rp 2,4 miliar pada 2009. Kekayaan terbesarnya disimpan<br />
dalam bentuk rumah dan bangunan. Total kekayaannya<br />
berupa tanah dan bangunan yang dimilikinya mencapai Rp<br />
1,1 miliar. Jumlah ini menurun dari Laporan Harta Kekayaan<br />
Penyelenggara Negara (LHKPN) Sutan tahun 2007, yakni Rp<br />
2,5 miliar.<br />
Rumah yang digeledah KPK belum dimasukkan dalam<br />
LHKPN tersebut. Alasannya, rumah itu baru direnovasi dan<br />
belum balik nama. Rumah Sutan pun tidak hanya satu itu.<br />
Penelusuran majalah detik, dari 6 aset tanah dan bangunan<br />
milik Sutan, terdapat dua rumah mewah yang masih miliknya,<br />
yakni rumah yang digeledah KPK dan rumah di Jalan Mahkota<br />
Pirus No. 21, Perumahan Victoria, Bogor, Jawa Barat.<br />
Sutan menegaskan harta kekayaannya diperoleh dengan<br />
cara yang benar. Ia mengaku sudah lama kaya. “Tahu tidak,<br />
saya kan umur 27 tahun sudah punya rumah di Tebet (Jakarta<br />
Selatan),” ujarnya. n ISFARI HIKMAT, moniQUE Shintami, Bahtiar RIFAI, dan aryo<br />
BHAWONO<br />
Majalah detik 3 - - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Korupsi Sengat<br />
Tim Angka Keramat<br />
Para pendiri Demokrat terseret kasus-kasus dugaan<br />
korupsi. Belum ada yang jadi tersangka. Diprediksi bakal<br />
makin menurunkan perolehan suara partai.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Ketua Komisi VII DPR<br />
Sutan Bhatoegana.<br />
Lamhot aritonang /detikfoto<br />
Sutan Bhatoegana Siregar tidak berpikir lama-lama<br />
ketika diajak Vence Rumangkang bergabung dengan<br />
partainya. Sekitar Juli 2001 itu, Vence termasuk<br />
anggota Tim 9, yang bertugas menyiapkan pendirian<br />
partai yang digagas oleh Susilo Bambang Yudhoyono.<br />
“Saya diberi tahu Pak Vence bahwa SBY mendukung pendirian<br />
partai,” kata Sutan. “Saya langsung tertarik.”<br />
Sebulan setelahnya, jumlah anggota Tim 9 beranak-pinak,<br />
dan menjadi Tim 99. Jumlahnya memang sengaja kelipatan 9,<br />
yang konon angka keramat Yudhoyono.<br />
Pada 9 September 2001, nama-nama anggota Tim 99 dilaporkan<br />
kepada Yudhoyono, yang menggelar perayaan hari<br />
ulang tahunnya. Yu dhoyono merestui dan memberikan nama<br />
Partai Demokrat dengan logo bintang bersudut tiga.<br />
Sepuluh hari setelah hajatan itu, Tim 99 berkumpul di<br />
kantor Vence di gedung Graha Pratama, Jalan M.T. Haryono,<br />
Jakarta Selatan. Di hadapan notaris Aswendi Kamuli, “tim<br />
angka keramat” itu membuat akta pendirian partai.<br />
Karena saat itu Letnan Jenderal Yudhoyono, yang menjabat<br />
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, masih menjaga<br />
jarak dengan partai, praktis tidak ada militer di barisan deklarator<br />
Demokrat. Yang ada hanya akademisi dan pengusaha.<br />
Faksi akademisi rata-rata orang rekrutan Ketua Umum Subur<br />
Budhisantoso, yang merupakan guru besar ilmu antropologi<br />
Universitas Indonesia. “Kelompok pengusaha dipimpin<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Mendirikan DPD<br />
dan pengurus anak<br />
cabang seluruh<br />
Indonesia itu butuh<br />
puluhan miliar.<br />
Vence Rumangkang<br />
Lamhot aritonang /detikfoto<br />
Vence Rumangkang sebagai pendiri sekaligus penyandang<br />
dana,” kata penulis buku Partai Demokrat & SBY, Akbar Faizal.<br />
Buku Partai Demokrat & SBY terbit pada tahun 2005. Saat<br />
itu, Akbar menjadi Ketua Umum Kader Muda Demokrat. Kini<br />
ia menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat<br />
(Nasdem).<br />
Para pengusaha yang masuk Demokrat termasuk yang<br />
lumayan banyak berkeringat. Mereka, menurut Vence, harus<br />
melego harta miliknya, terutama saat partai membangun<br />
jaringan kepengurusan di tingkat daerah agar lolos verifikasi<br />
Komisi Pemilihan Umum. “Mendirikan DPD dan pengurus<br />
anak cabang seluruh Indonesia itu butuh puluhan miliar,”<br />
ujarnya.<br />
Vence bersama Sutan memang masuk Tim Akselerasi<br />
pembentukan pengurus daerah. Di dalam tim itu juga ada<br />
Syarief Hasan.<br />
Kini pendiri partai, seperti Sutan dan Syarief, mulai disorot<br />
dalam kasus dugaan korupsi. Sebelumnya, pemberitaan kasus<br />
korupsi banyak diisi politikus yang masuk Demokrat menjelang<br />
Pemilihan Umum 2009. Kader “indekos”—begitu mereka<br />
dijuluki—bertumbangan setelah terbongkarnya permainan<br />
proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor.<br />
Dimulai dari Bendahara Demokrat M. Nazaruddin, berturutturut<br />
masuk ruang tahanan Andi Alifian Mallarangeng dan<br />
setelah itu mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum.<br />
Nah, kini mulai muncul nama deklarator dan kader senior<br />
dalam radar Komisi Pemberantasan Korupsi. Misalnya saja<br />
Irianto Muchyi, yang menurut buku Partai Demokrat & SBY,<br />
termasuk anggota Tim 99 yang mendirikan Demokrat.<br />
Staf ahli Sutan ini disebut KPK menerima uang dari Didi<br />
Dwi Sutrisnohadi, Kepala Biro Keuangan Kementerian Energi<br />
dan Sumber Daya Mineral.<br />
Akibat kasus dugaan suap di kementerian ini, Menteri<br />
ESDM Jero Wacik pun disorot. Namun kader senior Demokrat<br />
itu membantah adanya uang dari kementeriannya buat<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Mantan Kepala SKK Migas<br />
Rudi Rubiandini di gedung<br />
KPK.<br />
Lamhot aritonang / detikfoto<br />
Dewan Perwakilan Rakyat. “Tidak ada itu,” kata Jero, yang jadi<br />
pengurus Dewan Pimpinan Pusat Demokrat pasca-Pemilihan<br />
Umum 2004.<br />
Kader senior Demokrat lainnya, Tri Yulianto, juga diduga<br />
menerima “uang tunjangan hari raya” dari Kepala Satuan Kerja<br />
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas<br />
Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Tri termasuk anggota DPR<br />
pertama dari Demokrat yang lolos dalam Pemilu 2004.<br />
Dalam kasus dugaan suap dari SKK Migas ini, KPK mencekal<br />
Eka Putra. Dia adalah staf Sartono Hutomo, mantan<br />
Bendahara Umum Demokrat, yang dimutasi jadi Ketua Divisi<br />
Logistik. Sutan membenarkan Eka adalah staf Sartono.<br />
Sartono, yang merupakan sepupu Yudhoyono, bergabung<br />
dengan Demokrat pascapemilihan anggota legislatif pada<br />
2004. Pengusaha pariwisata ini tercatat menjabat bendahara<br />
di DPD I Bali.<br />
Dalam penyelidikan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini,<br />
juga muncul nama Jhonny Allen Marbun. Jhonny tercantum<br />
sebagai salah satu penerima uang dalam laporan keuangan<br />
PT Anugrah Nusantara, salah satu perusahaan Grup Permai<br />
milik Nazaruddin, pada 25 Januari 2008.<br />
Sebelumnya, Jhonny disebut dalam kasus dugaan suap<br />
proyek perluasan bandara dan dermaga di Sulawesi Selatan.<br />
Keterlibatan Jhonny dilaporkan ke KPK oleh Risco Pesiwaris-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Saya marah.<br />
Kenapa dia<br />
bertindak tanpa<br />
sepengetahuan<br />
saya.<br />
Syarief Hasan<br />
Lamhot aritonang /detikfoto<br />
sa, yang mengklaim pernah jadi asisten<br />
pribadi Jhonny.<br />
Dimintai konfirmasi soal kasus-kasus<br />
ini, Jhonny enggan berkomentar. “Saya<br />
tahu kalian ini cuma mancing-mancing<br />
dan jebak saya,” ujarnya.<br />
Lalu masih ada Menteri Koperasi Syarief<br />
Ha san. Ketua Harian Demokrat ini<br />
tersandung kasus korupsi pengadaan<br />
videotron di Kementerian Koperasi dan<br />
Usaha Kecil Menengah, yang diduga<br />
melibatkan putranya, Riefan Avrian.<br />
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengendus<br />
adanya kerugian negara senilai<br />
Rp 17 miliar akibat penggelembungan<br />
nilai proyek dan pengerjaan yang tidak sesuai dengan<br />
spesifikasi tender. Kejaksaan menduga PT Imaji Media, yang<br />
memenangi lelang proyek videotron, adalah perusahaan<br />
bodong yang dipimpin oleh Hendra Saputra, office boy yang<br />
dijadikan direktur oleh Riefan.<br />
Kongkalikong memenangi proyek itu diatur oleh Riefan<br />
dengan Kepala Biro Umum Kementerian Koperasi Hasnawi<br />
Bachtiar. Kemenangan perusahaan buatan Riefan itu diduga<br />
diarahkan karena, ternyata, Hasnawi masih berkerabat dengan<br />
Syarief Hasan.<br />
Syarief membantah jika dikatakan bahwa dia juga diperiksa<br />
dalam kasus ini. Namun dia mengaku memarahi Riefan<br />
karena namanya sampai disebut-sebut dalam kasus dugaan<br />
korupsi videotron. “Saya marah. Kenapa dia bertindak tanpa<br />
sepengetahuan saya,” kata Syarief kepada majalah detik.<br />
“Saya dari dulu melarang keluarga saya masuk tempat saya.”<br />
Meski banyak disebut, sejauh ini memang belum ada pendiri<br />
ataupun kader senior demokrat yang jadi tersangka kasus<br />
korupsi. Namun, menurut pengamat politik Hamdi Muluk,<br />
hal tersebut bukan berarti kabar baik bagi Demokrat.<br />
Hamdi melihat elektabilitas Demokrat bakal terpukul se-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Ibarat pohon,<br />
Demokrat pohonnya<br />
tinggi, anginnya<br />
besar.<br />
Achmad Mubarok<br />
ari saputra/detik foto<br />
iring dengan makin gencarnya pemberitaan<br />
soal Sutan Bhatoegana dan Jero<br />
Wacik dalam kasus dugaan aliran uang<br />
tunjangan hari raya dari SKK Migas.<br />
“Semakin banyak kader yang tersangkut,<br />
semakin turun pamor Partai Demokrat,”<br />
ujarnya.<br />
Hamdi menengarai, pendiri sekalipun<br />
bakal dipenggal hubungannya dengan<br />
partai jika mereka tidak punya kedekatan<br />
istimewa dengan Yudhoyono. Jika<br />
kader seperti Sutan, yang menurut dia<br />
tidak terlalu kuat di lingkup internal<br />
partai, terkena kasus korupsi, “Saya<br />
rasa tidak akan dibela-belain banget,”<br />
kata Hamdi.<br />
Anggota Tim 9, Achmad Mubarok,<br />
meyakini pemberitaan kasus korupsi, meskipun meluas ke<br />
kader senior, tidak akan berpengaruh banyak pada elektabilitas<br />
partainya. Menurut dia, pengaruh berita korupsi hanya di<br />
perkotaan, sementara di kampung-kampung biasa saja.<br />
Tumbangnya beberapa politikus muda Demokrat karena<br />
kasus korupsi dilihatnya sebagai ujian saringan demi mendapatkan<br />
kader yang bersih. Bagi Mubarok, politikus Demokrat<br />
yang terkena kasus tidak sebanyak di partai lain, namun pemberitaannya<br />
saja yang berlebihan. “Ibarat pohon, Demokrat<br />
pohonnya tinggi, anginnya besar,” ujarnya.<br />
Vence Rumangkang, yang kini memimpin Dewan Pendiri<br />
Partai Demokrat, menilai, jika elektabilitas partainya menurun,<br />
itu kesalahan kader yang terlibat korupsi. Dia berharap<br />
tidak ada pendiri yang terlibat dalam perkara rasuah. “Baru<br />
Pak Sutan saja, dan mudah-mudahan tidak lebih jauh dari<br />
situ,” ujarnya. ■ Aryo Bhawono, Bahtiar Rifai, Monique Shintami, Pasti Liberti,<br />
Isfari Hikmat | Okta Wiguna<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
lamhot aritonang / detik foto<br />
Sutan Bhatoegana:<br />
Kerja Saya<br />
Mengumpulkan<br />
Duit<br />
“Jadi, tahu tidak, saya umur 27 tahun sudah<br />
punya rumah di Tebet (Jakarta Selatan). Punya<br />
rumah di Yogya. Kerja saya mengumpulkan duit.”<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Rumah Sutan Bhatoegana di<br />
Villa Duta, Kota Bogor.<br />
isfari hikmat / majalah detik<br />
Ada apa dengan Sutan Bhatoegana Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi telah tiga kali memeriksa<br />
Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat<br />
ini. Kantor dan rumahnya juga digeledah komisi<br />
antirasuah itu. Staf ahli Sutan, Irianto Muchyi, yang masih<br />
terhitung sebagai pendiri Partai Demokrat, pun dicegah KPK.<br />
Sutan, yang juga menjabat Sekretaris Fraksi Partai Demokrat,<br />
merasa tidak melanggar hukum apa pun. Semua tindakan<br />
KPK terhadap dirinya dia anggap sebagai tindakan prosedural<br />
hukum biasa.<br />
“Saya kooperatif saja. Kita tunggu saja hasilnya,” kata Sutan<br />
kepada majalah detik saat menemuinya di ruang rapat Komisi<br />
VII, yang membidangi energi dan sumber daya mineral,<br />
riset dan teknologi, serta lingkungan hidup, setelah memimpin<br />
rapat kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Zulkifli hasan<br />
Hidup kita<br />
ini rahmatan<br />
lil alamin,<br />
keberkahan untuk<br />
sekalian alam.<br />
Masak ada ancamancaman<br />
Mineral, Rabu, 29 Januari 2014 sekitar pukul 18.00 WIB.<br />
Sebelum wawancara, Sutan berdiskusi dengan Wakil Ketua<br />
Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun. Apa yang<br />
mereka bicarakan, hanya mereka yang tahu. Namun wajah<br />
Sutan tampak serius saat berbincang dengan Jhonny Allen.<br />
Sutan mulai ramai dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi<br />
setelah namanya disebut mantan Kepala Satuan Kerja Khusus<br />
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK<br />
Migas) Rudi Rubiandini. Dalam sidang di Pengadilan Tindak<br />
Pidana Korupsi, Jakarta, pada 28 November 2013, Rudi membuat<br />
pengakuan mengejutkan. Terdakwa suap SKK Migas ini<br />
memberikan uang US$ 200 ribu ke Komisi VII DPR.<br />
Uang itu diberikan sebagai tunjangan hari raya. Uang itu,<br />
kata Rudi, diterima oleh Tri Yulianto. Tri tercatat sebagai anggota<br />
Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat. Dalam sidang<br />
Rudi pada 23 Desember 2013 terungkap, uang itu sebetulnya<br />
hendak diberikan kepada Sutan. Uang itu diserahkan melalui<br />
Tri Yulianto di toko buah All Fresh, Jalan Gatot Subroto, Jakarta<br />
Selatan.<br />
Belakangan terungkap, untuk memenuhi permintaan Komisi<br />
VII itu, Rudi meminta PT Pertamina (Persero) membantu<br />
iuran. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pada<br />
Senin, 27 Januari, diperiksa KPK karena mengakui sempat<br />
dijawil Rudi. Namun dia menolak memberikan iuran sebagai<br />
THR bagi Komisi VII DPR. Kuasa hukum Karen, Rudy Alfonso,<br />
pada hari yang sama juga mengungkapkan kliennya sering<br />
mendapat ancaman pemecatan lantaran kerap menolak<br />
memberikan apa pun. Namun Rudy tidak mau menyebut<br />
identitas pihak yang mengancam Karen.<br />
Sutan membantah semua tudingan yang mengarah ke dirinya.<br />
Ia mengaku tidak pernah menerima duit dari Rudi. Ia pun<br />
menyatakan tidak pernah mengancam akan merekomendasikan<br />
pemecatan Karen dari jabatan Direktur Utama Pertamina.<br />
“Hidup kita ini rahmatan lil alamin, keberkahan untuk sekalian<br />
alam. Masak ada ancam-ancaman” ujar Sutan.<br />
Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dan Aryo Bhawono<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Video<br />
dari majalah detik dengan Sutan Bhatoegana.<br />
Nama Anda ramai disebut-sebut belakangan ini….<br />
Nama Tuhan pun disebut tidak apa-apa, apalagi<br />
nama kita. Kan tidak jadi masalah.<br />
Nama Anda disebut dalam dakwaan Rudi Rubiandini.<br />
Anda disebut bakal menerima THR US$ 200 ribu. Bagaimana<br />
tanggapannya<br />
Lo, kok melalui saya Tidak salah Di BAP (berita acara pemeriksaan)<br />
tidak begitu ceritanya. Melalui si A ke Pak Sutan.<br />
Sedangkan si A sendiri bilang tidak ada. Jadi, jawaban saya,<br />
kita sendiri tidak ada. Ya, tidak ada memang. Itu kan sudah<br />
di BAP yang disebut ketemu sama beliau. Saya sudah (beri)<br />
klarifikasi, di BAP saya sudah ada itu.<br />
Staf Anda, Irianto Muchyi, dicekal KPK. Bagaimana<br />
tanggapan Anda<br />
Dia tidak tahu apa-apa. Tapi dia sudah dipanggil KPK kemarin.<br />
Ditanya tentang kinerja-kinerja saja. Apa kerjanya, itu-itu<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Sutan Bhatoegana bersama<br />
pengurus Fraksi Partai<br />
Demokrat.<br />
lamhot aritonang/ majalah detik<br />
saja, lainnya tidak ada.<br />
Anda juga beberapa kali diperiksa KPK….<br />
Saya tiga kali diperiksa. Pertama sebagai saksi untuk Pak<br />
Anas (Urbaningrum) tentang Hambalang. Itu sudah selesai.<br />
Satu untuk Pak Rudi, selesai. Satu lagi untuk mantan Sekjen<br />
ESDM. Itu ada tiga orang. Tiga kali saya ke sana berbedabeda<br />
masalahnya. Ya, saya tidak tahu. Tapi kan judulnya satu<br />
Rudi, satu ESDM. Apakah itu satu kaitan, saya tidak tahu. Apa<br />
yang mereka tanyakan, saya jawab.<br />
Rumah Anda juga digeledah KPK….<br />
Kalau itu tindakan prosedural, dilakukan untuk menuntaskan<br />
suatu masalah. Kita kan harus kooperatif. Saya kooperatif<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
saja. Kita tunggu saja hasilnya.<br />
Apakah benar Anda meminta KPK menunda penggeledahan<br />
Saya yang bertanya, apakah bisa menunggu saya, karena<br />
istri saya tidak siap, ia ketakutan. Tidak siap dengan begitu<br />
itu. Mereka bilang, “Pak, sebenarnya tidak apa-apa. Kami biasa-biasa<br />
saja. Bilang sama Ibu, biar Ibu saja yang menemani.<br />
Bapak kembali bertugas saja.” “Oh, kalau begitu tidak apaapa.”<br />
Saya lebih baik memimpin Komisi VII, kan. Eh, ternyata<br />
di sini (kantor) digeledah juga.<br />
Arsiteknya istri<br />
saya. Yang bangun<br />
keponakan saya,<br />
jadi bangun<br />
sendiri supaya<br />
lebih murah.<br />
Apakah keluarga masih shock dengan penggeledahan<br />
itu<br />
Shock-nya bukan karena didatangi KPK. Wartawan<br />
yang memberitakan yang aneh-aneh, itu yang<br />
bikin kita begitu. Coba rumah Anda digitu-gitukan,<br />
macam kita teroris juga. Soal rumah itu tidak ada yang saya<br />
tutup-tutupi. Tanya teman-teman media lain, satu bus dari<br />
DPR, mereka datang ke rumah saya dalam rangka syukuran.<br />
Jadi jangan kalian pikir ini diumpet-umpetin. Kan saya bilang<br />
di TV, kita shock ketika wartawan ada yang memberitakan<br />
bahwa ini hasil korupsi.<br />
Mereka tidak mengerti. Begini, lo, harta saya itu pada<br />
2004 dilaporkan. Waktu itu kan (saya) menjadi caleg, harta<br />
itu harus dilaporkan. Lalu mengalami peningkatan (seiring<br />
waktu), pada 2008 menurun. Kan orang bertanya, bekerja<br />
tapi kok (kekayaan) turun. Orang itu tidak tahu ada dana<br />
deposito yang saya ambil, saya cairkan pada 2009. Lalu pada<br />
2010 saya ambil lagi duit dari teman, pinjaman dulu oleh<br />
teman-teman kita. Uang itu untuk bangun rumah. Pada 2010<br />
sudah bisa terkumpul, kita bangun. Yang membangun istri<br />
saya, arsiteknya istri saya. Yang bangun keponakan saya, jadi<br />
bangun sendiri supaya lebih murah. Bukan dikontrakkan atau<br />
diborongkan, ternyata kan memang lebih murah.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
Yang mendesain semua rumah itu istri Anda sendiri<br />
Ya, istri saya. Siapa lagi Dia yang bangun sendiri, beli sendiri.<br />
Jadi, kalau kalian tanya, (saya) beli tanah ini kenapa tidak<br />
dilaporkan, bagaimana dilaporkan Beli properti ini harus<br />
balik nama dulu. Itu dibeli dulu tanah, harus bangun dulu,<br />
baru balik nama. Kalau tidak balik nama, tidak mau dia jual<br />
itu. Makanya harus kita bangun. Karena takut nanti jadi apa.<br />
Sayang, kan.<br />
Sutan berbincang dengan<br />
wartawan setelah rumahnya<br />
digeledah KPK.<br />
Jafkhairi / ANTARA<br />
besar. Jadi itu ceritanya.<br />
Uang untuk membangun<br />
rumah di Villa Duta,<br />
Bogor, itu juga uang sendiri<br />
semua<br />
Duit dari mana kira-kira.<br />
Kau sendiri bilang gede<br />
banget. Banyak yang lebih<br />
besar di situ. Itu kan 1.000<br />
meter. Ada yang bilang<br />
6.000 meter, itu bohong.<br />
Ada kolam renang kalian<br />
bilang, itu kolam ikan kecil,<br />
mudah-mudahan jadi kolam<br />
Nilai rumah itu berapa<br />
Istri saya yang tahu. Tahun 2009 beli tanah, 2010 dikumpulkan<br />
kekuatan, supaya tidak berutang di tengah jalan. Kalau<br />
(rumah) tidak jadi, kan malu kita. 2011 dibangun, pertengahan<br />
2013 selesai, baru ditempati.<br />
Sebelum di rumah mewah Villa Duta itu, Anda tinggal<br />
di Babakan Madang, Sentul<br />
Tidak, saya (tinggal) di Gunung Putri (Bogor).<br />
Rumah itu (yang di Babakan Madang) kan begini,<br />
rumah di Gunung Putri, sama yang satu lagi, kan<br />
sebelum saya jadi anggota Dewan itu sudah ada. Jadi, tahu<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
tidak, saya umur 27 tahun sudah punya rumah di Tebet (Jakarta<br />
Selatan). Punya rumah di Yogya.<br />
Kerja saya mengumpulkan duit. Kalau ada orang kepepet<br />
butuh duit, lantas diagunkan tanahnya, tidak sanggup lagi<br />
dia (tebus), kita yang ambil alih, kita yang (lanjut) mencicil.<br />
Kayak yang di Sentul itu kan begitu. Itu saya kredit dari tahun<br />
berapa cuma sejuta. Sudah lunas sekarang. Itu dua rumah<br />
dijadikan satu.<br />
Kalau yang di Villa Duta itu tabungan. Sama ada dana-dana<br />
dipinjam sebelum masuk anggota Dewan, tidak dibukukan,<br />
kita tarik lagi. Istri saya yang<br />
tukang minta agar dikembalikan<br />
lagi. Dulu kan katanya<br />
mau dicicil (oleh yang meminjam),<br />
tapi tidak (dicicil)<br />
juga, makanya dikejar sama<br />
istri saya. Terkumpul (dana)<br />
sampai kira-kira cukup, baru<br />
rumah itu kita bangun.<br />
Rumah yang di Sentul<br />
itu juga masih punya<br />
Anda<br />
Masih, masih.<br />
Rumah Sutan di Babakan<br />
Madang, Bogor.<br />
isfari hikmat / majalah detik<br />
Tidak sedang dijual atau disewakan<br />
Itu sudah ada yang ngontrak, sudah ngontrak sudah selesai,<br />
kemudian ya dibisniskan itu. Kan kerja saya, kalau ada duit,<br />
buat beli rumah, daripada buat hura-hura, (mending) dikontrakkan.<br />
Kan begitu.<br />
Apakah Anda mengancam Karen kalau tidak mau<br />
memberi THR<br />
Kalau itu, tanyakan kepada beliau. Itu lebih bagus daripada<br />
tanya kita. Karena kita tidak tahu. Lebih fair kan begitu. Saya<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Fokus<br />
skandal thr<br />
sutan bhatoegana<br />
tidak tahu, tidak tahu saya. Baru dengar dari kalian soal ini.<br />
Isunya, Anda mengancam akan memecat Karen<br />
Ah, boro-boro. Kau ini. Hidup kita ini rahmatan lil alamin,<br />
keberkahan untuk sekalian alam. Masak ada ancam-ancaman<br />
Bagaimana sih Insya Allah tidak ada, tidak ada.<br />
Benarkah tidak<br />
ada ancaman memecat<br />
Karen<br />
Apa tugas kita Apa<br />
kita bisa memecat<br />
orang Lihat tupoksi<br />
(tugas pokok dan<br />
fungsi)-nya, apa tugas<br />
kita itu, apa kita bisa<br />
memecat orang. Lihat<br />
tupoksinya, kan tidak<br />
ada itu.<br />
Rumah Sutan di Sentul,<br />
Bogor.<br />
isfari hikmat / majalah detik<br />
(ancaman).<br />
Pernah bertemu<br />
Karen<br />
Saya ketemu Bu<br />
Karen di sini (DPR),<br />
insya Allah tidak ada<br />
Bagaimana menghadapi kondisi saat ini<br />
Kita pasrah kepada Allah. Kan Tuhan menyatakan, apabila<br />
ada orang memfitnah kau, yang kau tidak lakukan, pahala dia<br />
ke kita, dosa kita ke dia. Jadi dosa-dosa kita dibersihkan. Tapi<br />
saya tidak minta supaya saya difitnah-fitnah untuk dibersihkan<br />
dosa-dosa saya. Saya hadapi dengan berserah kepada<br />
Allah saja. Oke, clear ya, jangan jadi fitnah. ■<br />
Isfari Hikmat | Aryo Bhawono<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
Bapak<br />
Rumah Tangga,<br />
Kenapa Tidak<br />
Di negara maju, jumlah bapak rumah tangga makin tinggi.<br />
Tapi di Indonesia masih banyak yang malu mengakui.<br />
foto-foto: thinkstock<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
Saya bapak rumah tangga.” Mungkin tak banyak<br />
laki-laki yang berani menjawab dengan kalimat itu<br />
jika ditanya soal pekerjaannya. Dari jutaan lelaki<br />
yang ada di Indonesia, mungkin jumlahnya bisa<br />
dihitung dengan jari.<br />
Itu memang pendapat pribadi saya. Tapi, tentu saja, saya<br />
tidak asal mengatakan begitu. Dari pengalaman beberapa<br />
psikolog yang saya temui, ternyata mengambil peran di<br />
rumah bukan pilihan gampang bagi para lelaki.<br />
Salah satunya, psikolog Ratih Ibrahim menyebut, bapak<br />
rumah tangga memang belum lazim di Indonesia. Di Tanah<br />
Air, seorang laki-laki yang tidak bekerja dan tak menghasilkan<br />
uang masih dipandang sebelah mata.<br />
Orang mungkin bisa saja mengabaikan tanggapan orang<br />
lain yang “nyinyir”. Tapi bagaimana jika ungkapan-ungkapan<br />
sinis itu muncul dari keluarga. Atau bahkan dari keluarga<br />
istri Sulit, bukan<br />
Makanya tak mengherankan jika banyak pria<br />
akhirnya tidak mau secara terbuka mengakui posisi<br />
ini. Padahal bisa jadi pria itu sudah membuat<br />
deal khusus dengan istrinya.<br />
Seperti yang dilakukan Eddy, 32 tahun. Dia mengambil<br />
peran sang istri untuk memasak serta<br />
mengurus dan mengantar anak-anak ke sekolah<br />
selama istrinya bekerja. Sedangkan sang<br />
istri meniti karier sebagai dosen di salah<br />
satu perguruan tinggi negeri ternama.<br />
Tantangan langsung muncul begitu<br />
Eddy memutuskan berhenti bekerja.<br />
Dia langsung disemprot orang tuanya.<br />
Awalnya Eddy cuek. Tapi lama-lama<br />
kupingnya panas juga.<br />
Apalagi sewaktu orang tua istrinya<br />
seakan-akan memandang sebelah mata garagara<br />
Eddy tidak menghasilkan uang untuk roda<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
ekonomi keluarganya. “Laki-laki ya harus kerja, masak suruh<br />
istri banting tulang,” ujarnya menirukan mertuanya.<br />
Hal sama dialami Vito, bapak satu anak. Dia memutuskan<br />
tidak bekerja saat anaknya berusia sekitar 5 bulan. Waktu<br />
itu, Vito dan Rini, istrinya, kebingungan mencari pengasuh<br />
untuk anaknya.<br />
“Tidak ada keluarga yang bisa dititipi anak, jadi harus ada<br />
salah satu dari kami yang keluar dari pekerjaan. Gaji dan<br />
posisi istri saya memang lebih tinggi. Jadi mau tak mau saya<br />
yang keluar kerja,” kata Vito.<br />
Guncangan terjadi saat ibu Rini “mengoceh”. Sang mertua<br />
menyebut Vito tidak bertanggung jawab. Suasana semakin<br />
panas saat ibu Vito tidak terima dan meminta sang anak<br />
kembali bekerja.<br />
Banyak Proses<br />
Menjadi bapak rumah tangga di Indonesia memang lebih<br />
susah dibanding di negara maju, seperti Amerika Serikat,<br />
Jerman, dan Australia. Di negara-negara itu, sudah banyak<br />
pria yang secara terbuka menyebutkan posisinya, dan bersedia<br />
mengambil alih tugas istri.<br />
Istilah untuk para pria itu juga beragam, mulai a stay at<br />
home dad, stay at home father, househusband, house dad,<br />
hingga house-spouse. Di Amerika, para pria rumah ini<br />
mulai muncul sejak akhir abad ke-20.<br />
Saat itu, makin banyak perempuan masuk ke<br />
sektor publik. Dan saat mereka menikah, urusan<br />
domestik (rumah tangga) menjadi tanggung jawab<br />
bersama, bukan lagi monopoli perempuan.<br />
Tak aneh jika di keluarga Amerika, para pria begitu<br />
terampil melakoni peran domestik, seperti memasak,<br />
membersihkan rumah, dan berbelanja.<br />
Di Australia tak jauh berbeda. Para suami dan bapak<br />
di Negeri Kanguru juga terampil mengurus keperluan<br />
anak-anak. Mereka juga tak gengsi menyebut profesinya<br />
sebagai house dad atau house husband.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
Dan ternyata,<br />
serial-serial<br />
bertema house<br />
husband itu<br />
menginspirasi<br />
para pria.<br />
Di Jerman juga begitu. Ayah tak ragu kongko bersama ayah<br />
lainnya sambil mengasuh buah hati masing-masing. Mereka<br />
juga sangat “fasih” mengurus anak, seperti menyuapi dan<br />
membuat susu.<br />
Fenomena house dad itu juga tergambar dalam beberapa<br />
serial televisi. Dan ternyata, serial-serial bertema house husband<br />
itu menginspirasi para pria. Bahkan pria Jepang, yang<br />
sebenarnya sangat patriarkal, tertarik menjadi ayah rumah<br />
tangga.<br />
Mereka menganggap membiarkan istri meniti karier,<br />
sementara suami mengurus rumah, adalah tren yang<br />
sangat menarik untuk diikuti. Dan semakin hari, jumlah<br />
ayah rumah tangga di Jepang terus meningkat.<br />
Lalu bagaimana di Indonesia Hmm, jika dilihat dari<br />
pengalaman Eddy dan Vito, rasanya hal itu tidak mudah.<br />
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rachmawati,<br />
menyebutkan masih perlu waktu panjang. Menurut<br />
dia, saat ini jumlah kaum menengah yang berpendidikan<br />
terus meningkat, tapi masih butuh waktu untuk membuat<br />
masyarakat menerima profesi bapak rumah tangga.<br />
Lagi pula belum banyak pria Indonesia yang rela bertukar<br />
peran dengan sang istri. Mungkin saja ada yang bersedia,<br />
tapi untuk mau buka-bukaan di depan umum soal pertukaran<br />
itu Hmm, nanti dulu.<br />
Menurut Devie, hanya sosok luar biasa yang mau menegaskan<br />
dirinya dalam posisi itu. Maklum saja, banyak sekali<br />
tantangan dan proses yang harus dilalui. Nah, apakah Anda<br />
pria hebat itu n KEN YUNITA<br />
Majalah Majalah detik detik 16 - 322 - 9 Desember februari 2014 2013
gaya hidup<br />
Romantisisme<br />
Raja Yogya<br />
foto-foto: thinkstock<br />
Dulu Taman Sari adalah tempat raja melepas lelah<br />
bersama para selirnya. Konon, di sini juga Sultan<br />
Yogya menemui Kanjeng Ratu Kidul.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
agi warga Yogyakarta, nama Taman Sari tentu sudah<br />
akrab di telinga. Tapi terus terang, saya, yang<br />
lahir dan besar di Yogya, belum begitu paham<br />
dengan tempat wisata taman air itu.<br />
Jujur, saya hanya hafal jalan menuju ke sana.<br />
Kalau ditanya bagaimana sejarah dan cerita<br />
tempat pemandian para raja itu, saya geleng<br />
kepala.<br />
Karena itu, saat pulang kampung agak lama, saya<br />
menyempatkan diri berkunjung ke Taman Sari. Saya<br />
memilih waktu sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB, saat matahari<br />
tak terlalu terik.<br />
Meski bukan libur akhir pekan, Taman Sari sore itu cukup<br />
ramai. Saya sampai agak kesulitan mendapat tempat parkir.<br />
Saya baru ingat, saat itu adalah liburan Natal dan tahun<br />
baru. Pantas saja amat ramai.<br />
Setelah mendapat tempat parkir, saya langsung menuju<br />
tempat penjualan tiket masuk. Saya membeli tiga lembar,<br />
yang per tiketnya dihargai Rp 3.500. Murah meriah.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
Saat kami memasuki pintu gerbang, sejumlah pemandu<br />
wisata menawarkan jasa mereka. Awalnya saya tak mau<br />
memakai jasa pemandu wisata itu, tapi setelah dipikir-pikir,<br />
mungkin saya perlu juga.<br />
Seingat saya, tidak ada tulisan atau cerita apa pun yang<br />
bisa menjadi petunjuk bagi pengunjung mengenai sejarah<br />
Taman Sari. Jadi, kalau tidak menggunakan jasa pemandu,<br />
pengunjung hanya bisa melihat-lihat bangunan saja.<br />
Dan jadilah kami ditemani seorang pemandu wisata, pria<br />
berusia sekitar 50 tahun. Dari dia, saya baru tahu bahwa<br />
pintu yang saya lewati itu bukanlah gerbang depan Taman<br />
Sari.<br />
Menurut dia, pintu gerbang yang sekarang digunakan sebagai<br />
pintu masuk tersebut sebenarnya gerbang belakang.<br />
Pintu gerbang depan tidak dipakai karena disesaki rumah<br />
penduduk.<br />
Gerbang tempat kami masuk dinamai Gedong Panggung.<br />
Dulu tempat ini adalah tempat para penjaga. Di sisi kanan<br />
dan kirinya terdapat ruang-ruang untuk bersemadi.<br />
Pengunjung bisa memasuki ruangan itu. Tapi<br />
hati-hati, pintunya pendek.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
Konon, pintu-pintu itu sengaja dibuat pendek agar orang<br />
yang masuk ke ruangan tersebut menunduk. Ini mengingatkan<br />
mereka agar tidak sombong.<br />
Bangunan cagar budaya nomor 19 di dunia ini dibangun<br />
pada abad ke-18. Namun, pada 1800-an, bangunan itu<br />
hancur oleh serangan pasukan Inggris. Sejak itu, Taman Sari<br />
mangkrak, tak terpakai. Pada 1970-an, bangunan itu diperbaiki<br />
dan dibuka kembali, meski masih banyak kerusakan di<br />
sana-sini.<br />
Si pemandu juga menyebutkan bangunan di Taman Sari<br />
merupakan campuran berbagai unsur budaya, yaitu Hindu,<br />
Buddha, Tiongkok, dan Eropa. Atap bangunan, misalnya,<br />
mirip kelenteng. Sedangkan jendela-jendelanya didesain<br />
bergaya Eropa. Ada juga lambang penolak bala di pintu<br />
gerbang, yang diadaptasi dari budaya Hindu.<br />
Dulu, semua bangunan di Taman Sari punya warna khas.<br />
Tapi, setelah dipugar pada tahun 2000-an, warnanya menjadi<br />
cokelat muda agak oranye. Sedikit disayangkan karena<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
warna asli bangunan, yang konon berasal dari batu bata<br />
tumbuk dicampur batu kapur, tertutupi.<br />
Selepas dari Gedong Panggung, kami dihadapkan pada<br />
sebuah pelataran dengan beberapa bangunan yang terpisah-pisah.<br />
Ini disebut Gedong Sekawan. Dulu merupakan<br />
tempat bermain para putri dan selir.<br />
Mungkin kalau zaman sekarang area ini merupakan tempat<br />
berkumpulnya para selir. Banyak aktivitas bisa dilakukan<br />
di sini, seperti merawat tubuh atau sekadar mengobrol.<br />
Beberapa pohon jeruk kingkit tumbuh di pelataran ini.<br />
Setelah puas melihat-lihat, saya melanjutkan perjalanan<br />
menuju kolam pemandian. Untuk menuju ke sana, saya<br />
harus menuruni anak tangga yang cukup curam.<br />
Ada dua kolam besar di area itu. Satu bernama Umbul<br />
Muncar, tempat pemandian para putri raja. Satu lagi<br />
bernama Umbul Kuras, yakni tempat pemandian<br />
para selir.<br />
Saat para selir mandi, biasanya raja mengintip<br />
dari menara di atas ruang ganti para selir. Dari menara<br />
itulah raja akan melempar bunga. Selir yang mendapatkan<br />
lemparan bunga dipilih untuk menemani<br />
raja mandi di kolam pemandian khusus, yang<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
lokasinya berada di balik menara.<br />
Selain mandi, raja dan selir terpilih akan sauna bersama.<br />
Bentuknya mirip tempat tidur dengan beberapa<br />
lubang untuk tempat pembakaran.<br />
Area selanjutnya adalah pelataran dengan ujung<br />
bangunan berupa gerbang tapi tertutup. Pintu<br />
inilah yang menjadi pintu masuk Taman Sari dulu.<br />
Dari pelataran ini, saya bisa melihat bagaimana<br />
padatnya penduduk yang tinggal di sini. Di area<br />
ini juga terdapat Gedong Carik dan Gedong Madaran<br />
(dapur).<br />
Ada juga tempat penginapan raja saat bertandang<br />
ke Taman Sari. Terdapat empat ruang di sisi kanan-kiri.<br />
Ada tempat tidur untuk selir dan tempat tidur buat raja. Di<br />
tempat ini raja juga sering bertapa. Konon, di tempat inilah<br />
raja bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa Laut<br />
Selatan. Hingga kini banyak orang datang untuk bersemadi<br />
di tempat ini.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
gaya hidup<br />
ken yunita | majalah detik<br />
Masjid Bundar<br />
Pemandu kemudian mengantar kami ke Masjid Bundar di<br />
bawah tanah. Orang Yogya sering menyebut area ini dengan<br />
sebutan Sumur Gemuling karena di tengah-tengahnya<br />
memang terdapat sumur.<br />
Kami menyusuri perkampungan padat penduduk. Selama<br />
perjalanan ke Masjid Bundar, kami disuguhi showroom batik<br />
selama perjalanan. Tak hanya melihat-lihat koleksi batik, pengunjung<br />
juga bisa melihat proses pembuatan batik di sini.<br />
Para penduduk di sekitar Taman Sari sepertinya memang<br />
sudah sadar wisata. Selain menata kampungnya supaya terlihat<br />
bersih, mereka menyediakan segala keperluan untuk<br />
wisatawan.<br />
Misalnya saja WC umum dengan kondisi cukup bersih.<br />
Juga warung tempat menjual aneka makanan dan minuman<br />
ringan. Harganya Sedikit mahal, tetapi masih terjangkau.<br />
Masjid Bundar terdiri atas dua lantai. Tepat di tengah-tengah<br />
masjid terdapat tangga dan dulu terdapat sumur untuk<br />
mengambil wudu. Tapi sekarang sumur itu ditutup.<br />
Saya tidak tahan berlama-lama di dalam masjid ini karena<br />
udaranya pengap.<br />
Saya pun buru-buru melanjutkan perjalanan ke bangunan<br />
berikutnya, titik nol dari Gunung Merapi ke pantai selatan.<br />
Dulu merupakan tempat karantina para selir raja. Dari sini<br />
pengunjung bisa melihat Kota Yogyakarta dari atas.<br />
Cukup melelahkan memang kunjungan ke Taman Sari ini.<br />
Tapi sekarang saya bisa bercerita panjang-lebar mengenai<br />
Taman Sari. n KEN YUNITA<br />
Majalah Majalah detik detik 16 - 322 - 9 Desember februari 2014 2013
kuliner<br />
Tempat minum<br />
susu segar<br />
biasanya hanya<br />
warung tenda<br />
kaki lima. Tapi<br />
yang satu ini beda.<br />
Tempatnya cozy,<br />
susunya beraneka<br />
rasa. Yuk, dicoba!<br />
foto-foto : ken yunita | majalah detik<br />
tempat<br />
nongkrong<br />
Para<br />
Neneners<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kuliner<br />
Halo neneners…. Ups, jangan<br />
berpikir yang tidak-tidak dulu. Itu<br />
cuma sapaan untuk pengunjung<br />
tempat nongkrong di Kota Yogya<br />
ini. Namanya Kalimilk.<br />
Yup, dari namanya bisa ditebak kalau tempat yang satu<br />
ini menawarkan beragam hidangan dari susu. Tepatnya<br />
susu sapi segar.<br />
Warung susu sapi segar sebenarnya banyak ditemui di<br />
Kota Yogya. Hampir di setiap sudut di kota pelajar ini pasti<br />
ada warung tenda yang menyediakan susu sapi segar yang<br />
menyehatkan itu.<br />
Tapi Kalimilk menawarkan sesuatu yang berbeda. Selain<br />
tempatnya yang cozy sehingga enak buat nongkrong, Kalimilk<br />
juga menawarkan menu susu segar dengan aneka<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kuliner<br />
Begitu masuk,<br />
pengunjung akan<br />
disambut ‘photo<br />
booth’ dengan tulisan<br />
‘Neneners Palace’<br />
rasa. Benar-benar mengundang untuk berkunjung.<br />
Buktinya, hampir setiap hari Kalimilk selalu dipadati pengunjung.<br />
Tiga cabang kafe ini, yakni di Jalan Kaliurang, Jalan<br />
Monumen Jogja Kembali, dan di kawasan Seturan, selalu<br />
ramai.<br />
Saya, yang pencinta susu, tentu tak ingin melewatkan<br />
mencicipi susu segar di Kalimilk. Maka, di hari terakhir liburan<br />
di Yogya, saya menyempatkan untuk mampir ke sana.<br />
Saya memilih Kalimilk di Jalan Kaliurang. Letaknya tak<br />
jauh dari kampus Universitas Gadjah Mada (UGM). Bayangan<br />
warung tenda susu segar langsung sirna<br />
begitu saya sampai. Bangunannya dua lantai dengan<br />
banyak kaca. Pengunjung, baik yang bermotor<br />
maupun bermobil, tak bakal kesulitan mencari<br />
parkir. Tempat parkirnya cukup luas.<br />
Begitu masuk, pengunjung akan disambut “photo<br />
booth” dengan tulisan “Neneners Palace”. Saya<br />
menyebut “photo booth” karena nyaris setiap pengunjung<br />
berfoto dengan latar itu. Termasuk saya.<br />
Suasana yang cozy plus free Wi-Fi membuat banyak<br />
mahasiswa betah nongkrong di sini. Meja dan<br />
kursinya tidak berbeda jauh dengan warung-warung tenda,<br />
tapi finishing-nya yang membuat beda. Lebih bagus. Beberapa<br />
di antaranya dibiarkan dengan finishing alami.<br />
Kebetulan, di lantai satu ada meja kosong, maka saya<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kuliner<br />
langsung memilih tempat itu.<br />
Begitu kami duduk, seorang<br />
waiter langsung menghampiri<br />
dan menyerahkan buku menu.<br />
Begitu menu dibuka, terpampang<br />
sederet susu segar aneka<br />
rasa, seperti rasa jeruk, coco<br />
pandan, nangka, dan durian.<br />
Selain rasa buah, ada juga susu<br />
rasa cookies, seperti moka, karamel,<br />
dan green tea.<br />
Saya langsung jatuh cinta pada menu susu durian. Saking<br />
semangatnya, saya memilih susu gajah alias gelas berukuran<br />
besar. He-he-he. Sedangkan teman-teman saya masing-masing<br />
memilih rasa moka dan green tea.<br />
Saya agak kaget begitu pesanan saya datang. Gelasnya<br />
gede betul. Dan begitu saya cicipi, waduh, saya tak bisa<br />
berhenti menyedotnya. Kombinasi rasa durian dan susunya<br />
benar-benar mantap.<br />
Harga susu di Kalimilk berkisar antara Rp 10 ribu untuk<br />
gelas reguler dan Rp 15 ribu untuk gelas gajah atau besar.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
kuliner<br />
Ukuran gelasnya cukup signifikan lo,<br />
bedanya. Anda bisa memilih, mau<br />
susu panas atau dingin.<br />
Bagi mereka yang alergi susu atau<br />
benar-benar tidak suka susu, tetap<br />
bisa nongkrong di sini. Ada banyak<br />
menu minuman lain yang tak kalah<br />
enak, misalnya blackcurrant ice tea.<br />
Rasanya Hmm… segarrr.<br />
Untuk teman minum susu, ada<br />
berbagai menu makanan, mulai dari<br />
sandwich, omelette, fettucini, risoles<br />
keju, dan roti goreng. Rekomendasi<br />
saya risoles keju. Harganya Rp 8 ribu<br />
saja.<br />
Risoles berisi daging giling dengan<br />
keju lumer, benar-benar enak. Satu<br />
porsi berisi dua risoles, cukup kenyang<br />
karena saya habis minum susu<br />
berukuran gajah. Ha-ha-ha.<br />
n ken yunita<br />
Majalah detik Majalah 27 januari detik 3 - 92 februari 2014
KOLOM<br />
Pemilu<br />
Serentak<br />
Kuatkan<br />
Sistem<br />
Presidensial<br />
Oleh: R. Siti Zuhro<br />
Pemilu serentak bisa mengantar<br />
pada terciptanya pemerintahan<br />
yang kuat dan efektif.<br />
Biodata<br />
Nama:<br />
R. Siti Zuhro<br />
Tempat/Tanggal Lahir:<br />
Blitar, Jawa Timur,<br />
7 November 1959<br />
Pendidikan:<br />
n Sarjana Ilmu Hubungan<br />
Internasional FISIP,<br />
Universitas Jember<br />
n Master Ilmu Politik di<br />
The Flinders University,<br />
Adelaide, Australia<br />
n Doktoral Ilmu Politik di<br />
Curtin University, Perth,<br />
Australia<br />
Pada 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi<br />
memutuskan bahwa pemilihan umum DPR,<br />
DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota<br />
serta pemilu presiden-wakil presiden (pemilu lima<br />
kotak) pada 2019 harus dilakukan serentak. Secara teknis,<br />
pemilu tersebut akan lebih rumit daripada pemilu sebelumnya.<br />
Bisa dipahami bila nantinya banyak warga yang kurang<br />
berpendidikan bakal mengalami sedikit kesulitan dalam<br />
menggunakan hak politiknya untuk memilih.<br />
Lepas dari perdebatan tentang kesahihan proses administrasi<br />
dan legalitasnya, secara substansial putusan<br />
MK patut diapresiasi. Dalam hal ini, persoalannya bukan<br />
sekadar masalah penghematan biaya, waktu, dan energi.<br />
Putusan MK itu sesungguhnya merupakan koreksi atas<br />
ketidakkonsistenan para pembuat Undang-Undang Pemilu,<br />
yakni DPR dan pemerintah, terhadap konstitusi.<br />
Padahal, sejak lahirnya era reformasi, Indonesia berkomitmen<br />
mempraktekkan sistem demokrasi presidensial.
Karier:<br />
n Anggota tim perumus<br />
RUU Pemilukada<br />
n Peneliti Habibie Center<br />
n Profesor Riset/Peneliti<br />
Senior di LIPI<br />
Karya:<br />
n Konflik dan Kerja Sama<br />
Antardaerah (Jakarta:<br />
Pusat Penelitian Politik<br />
LIPI, 2004)<br />
n Menata Kewenangan<br />
Pusat-Daerah yang<br />
Aplikatif Demokratis<br />
(Jakarta: Pusat<br />
Penelitian Politik LIPI,<br />
2005)<br />
n Efektivitas dan Efisiensi<br />
Pemerintahan Daerah<br />
di Jawa Tengah dan<br />
Sumatera Barat (Jakarta:<br />
Pusat Penelitian Politik<br />
LIPI, 2006)<br />
n Profesionalitas dan<br />
Netralitas Birokrasi:<br />
Menuju Daya Saing<br />
Ekonomi Daerah, Studi di<br />
Empat Provinsi (Jakarta:<br />
The Habibie Center dan<br />
Hanns Seidel Foundation,<br />
2007)<br />
n Demokrasi dan<br />
Globalisasi: Meretas<br />
Jalan Menuju<br />
Kemandirian (Jakarta:<br />
PT THC Mandiri, 2008)<br />
n Demokrasi Lokal:<br />
Perubahan dan<br />
Kesinambungan<br />
Nilai-nilai Budaya<br />
Politik Lokal di Jawa<br />
Timur, Sumatera Barat,<br />
Sulawesi Selatan,<br />
dan Bali (Yogyakarta:<br />
Ombak, 2009)<br />
n Demokrasi Lokal:<br />
Peran Aktor dalam<br />
Demokratisasi<br />
(Yogyakarta: Ombak,<br />
2009)<br />
Dalam konteks ini, pemilu serentak bisa mengantar pada<br />
terciptanya pemerintahan yang kuat dan efektif. Sebab,<br />
hasilnya cenderung akan melahirkan pemerintahan yang<br />
kongruen, yakni presiden terpilih mendapat dukungan<br />
mayoritas anggota parlemen terpilih. Potret yang sama<br />
akan tecermin pada kekuatan politik di daerah.<br />
Komitmen Setengah Hati<br />
Sesungguhnya ada beberapa catatan yang menyiratkan<br />
tentang komitmen Indonesia atas sistem politik presidensial.<br />
Pertama, presiden/wakil presiden dipilih secara<br />
langsung. Kedua, ada batasan masa jabatan presiden/wakil<br />
presiden. Ketiga, presiden/wakil presiden tidak mudah<br />
dijatuhkan atau dimakzulkan. Keempat, meskipun turut<br />
memberikan persetujuan, kewenangan legislasi tidak lagi<br />
di tangan presiden, melainkan di tangan DPR. Kelima,<br />
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi berkedudukan<br />
sebagai lembaga tertinggi negara. DPR, DPD, dan presiden<br />
menjadi lembaga tinggi yang sama stratanya serta<br />
berperan dalam mewujudkan checks and balances.<br />
Meskipun berkomitmen pada sistem presidensial, realitasnya,<br />
hal itu bersifat setengah hati. Hal ini terlihat jelas<br />
pada beberapa ketentuan dalam UUD 1945 hasil amendemen<br />
yang memperlihatkan kewenangan DPR yang keluar<br />
dari tugas pokok dan fungsinya, yakni legislasi, budgeting,<br />
dan pengawasan (Pasal 20-A). Misalnya dalam hal pengangkatan<br />
duta besar, Panglima TNI, serta beberapa anggota<br />
lembaga dan komisi negara, yang merupakan domain<br />
eksekutif.<br />
Penguatan Sistem Presidensial<br />
Pemilu serentak lima kotak menjadi penting karena coattail<br />
effects yang ditimbulkannya cenderung akan memperkuat<br />
sistem presidensial. Dengan pemilu serentak, presidential<br />
threshold seharusnya tak relevan lagi. Sebab, semua<br />
partai politik peserta pemilu berkesempatan mengajukan<br />
calon presiden/wakil presidennya. Kenyataan ini<br />
akan mendorong partai politik menjadi lebih terbuka<br />
dan demokratis dalam menentukan calon presiden/wakil<br />
presidennya. Dalam hal ini, konvensi menjadi mekanisme<br />
penting skema pengajuan calon presiden, sehingga ketua
n Kisruh Perda: Mengurai<br />
Masalah & Solusinya<br />
(Yogyakarta: Ombak,<br />
2010)<br />
n Model Demokrasi Lokal<br />
di Jawa Timur, Sumatera<br />
Barat, Sulawesi Selatan,<br />
dan Bali (Jakarta: PT<br />
THC Mandiri, 2011)<br />
umum partai tak lagi bisa memonopoli pencalonan itu<br />
karena kompetisinya menjadi terbuka. Persaingan tersebut<br />
tidak hanya bersifat internal, tapi juga dengan pihak<br />
eksternal. Dengan demikian, format baru pemilu presiden<br />
tersebut akan mampu menjanjikan terwujudnya presiden<br />
yang kapabel, akuntabel, dan akseptabel. Bukan sekadar<br />
presiden yang elektabel karena kepiawaiannya dalam<br />
pencitraan.<br />
Dengan sistem multipartai, koalisi antarpartai politik<br />
menjadi penting. Meskipun secara teoretis sistem pemerintahan<br />
presidensial tak memerlukan koalisi, dalam sistem<br />
multipartai seperti saat ini sulit dihasilkan pemenang<br />
pemilu presiden yang diikuti dengan perolehan kursi mayoritas<br />
partainya di parlemen. Karena itu, bukan hal tabu<br />
bila, jauh sebelum pemilu serentak, beberapa partai bekerja<br />
sama untuk membangun koalisi pemerintahan.<br />
Dengan pemilu serentak, koalisi pemerintahan yang dibangun<br />
jauh sebelum pemilu cenderung akan lebih solid<br />
karena tidak didasari kepentingan pragmatis jangka pen-
dek. Idealnya, partai-partai politik yang memiliki kemiripan<br />
ideologi, platform, dan program bekerja sama membangun<br />
sejumlah kesepakatan serta pakta integritas di<br />
antara mereka. Koalisi yang kalah dalam pemilu presiden<br />
dengan sendirinya akan menjadi partai oposisi, yang juga<br />
sama solidnya.<br />
Meskipun presidential threshold tak lagi relevan, parliamentary<br />
threshold tetap penting karena sistem presidensial<br />
membutuhkan penyederhanaan jumlah partai. Yang<br />
diperlukan adalah membangun ambang batas parliamentary<br />
threshold dengan mempertimbangkan ideologi-ideologi<br />
yang hidup di masyarakat. Dengan begitu, partai yang<br />
seideologi tidak hanya bisa membuat koalisi yang solid,<br />
tapi juga dapat berfusi. Karena tujuan pendirian partai<br />
semestinya bukan mengejar kekuasaan semata, tapi juga<br />
untuk merealisasi kesejahteraan rakyat melalui jalan keyakinan<br />
ideologi politik yang dianutnya.<br />
Langkah ke Depan<br />
Sebagai konsekuensi logis dari pemilu serentak, ada banyak<br />
hal yang harus dilakukan untuk membangun sistem<br />
presidensial yang kuat, di antaranya mengamendemen<br />
pasal-pasal dalam konstitusi yang menyiratkan nuansa<br />
parlementarian. Sebagai lembaga penyeimbang pemerintah,<br />
DPR diharapkan hanya memfokuskan fungsinya sesuai<br />
dengan amanat konstitusi tanpa perlu mencampuri<br />
wewenang eksekutif. Juga diperlukan penyatuan undangundang<br />
pemilu (legislatif dan presiden) serta penyempurnaan<br />
format sistem perwakilan dan sistem kepartaian.<br />
Dengan pemilu serentak, tiap parpol berkepentingan<br />
membangun kader-kader partainya dengan baik untuk<br />
menghasilkan calon presiden yang berkualitas dan bukan<br />
sekadar mengandalkan popularitas. n<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung:<br />
Saya Tak Rela<br />
Bandung<br />
Hancur<br />
“Kami ingin membangun dan<br />
mengembangkan Kota Bandung<br />
dengan dana nonbujeter.”<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
ochamad Ridwan Kamil baru empat bulan<br />
dilantik menjadi Wali Kota Bandung. Namun pria<br />
kelahiran Bandung, 42 tahun lalu, ini telah melakukan serangkaian<br />
terobosan. Salah satunya menggali dana corporate social<br />
responsibility (CSR) senilai jutaan euro dari perusahaan-perusahaan<br />
di Eropa. Maklum, dana pembangunan Kota Bandung<br />
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebesar Rp<br />
5 triliun jauh dari memadai untuk menata dan membangun<br />
Bandung. Untuk mengawasi penggunaan dana, ia merekrut<br />
auditor internasional, PricewaterhouseCooper.<br />
Dalam keseharian, arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung<br />
dan Universitas Berkeley, Amerika Serikat, ini juga aktif<br />
mendengarkan keluhan masyarakat. Majalah detik sempat<br />
mengintilinya berkunjung ke rumah warga miskin di Kelurahan<br />
Burangrang, Kecamatan Lengkong. Saat itulah Ridwan dan<br />
istrinya terlihat berkaca-kaca saat mendengarkan cerita duka<br />
warganya.<br />
Namun dia juga bisa galak dan tegas kepada pedagang<br />
kaki lima yang dianggap melanggar ketentuan. Sesaat sebelum<br />
menuju rumah warga miskin, dia memimpin langsung<br />
razia terhadap mereka. “Kepada PKL yang teregistrasi, kami<br />
menyediakan fasilitas kredit sebesar Rp 3 juta untuk meningkatkan<br />
kemampuan mereka,” kata Ridwan kepada majalah<br />
detik, Jumat, 24 Januari 2014.<br />
Lantas, bagaimana dia membenahi masalah lain, seperti<br />
sampah dan kemacetan Bagaimana pula dia membangun<br />
perekonomian yang prorakyat miskin Apa yang membuatnya<br />
tertarik terjun ke dunia politik Berikut ini petikan wawancara<br />
majalah detik di pendapa Balai Kota, selama dalam<br />
perjalanan di mobil dinas, hingga di pinggir jalan.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
Kami merekrut<br />
konsultan<br />
internasional<br />
untuk mencari<br />
dana-dana<br />
CSR sekaligus<br />
mengaudit<br />
dana yang<br />
terkumpul dan<br />
penggunaannya.<br />
Bagaimana ceritanya Anda bisa mendapatkan komitmen<br />
dana CSR dari perusahaan-perusahaan swasta di Eropa<br />
Pembangunan dan pembenahan Kota Bandung membutuhkan<br />
upaya yang besar dan serius, sehingga juga butuh<br />
dana besar. Padahal APBD kami hanya Rp 5 triliun. Di sisi<br />
lain, pengalaman saya selama 17 tahun sebagai arsitek di<br />
mancanegara telah membentuk networking yang luas. Jaringan<br />
dan pengalaman itulah yang ingin saya gali kembali. Bagi<br />
saya, networking is everything. Saya teringat pada beberapa<br />
perusahaan yang pernah menjadi mitra saya sewaktu bekerja<br />
menjadi arsitek. Perusahaan-perusahaan itulah yang kemudian<br />
saya datangi untuk kami mintai dana CSR.<br />
Jadi faktor anggaran yang cekak menjadi faktor pendorong<br />
Yang utama memang itu. Bandung mungkin punya sekitar<br />
100 permasalahan, sehingga perlu terobosan. Sedangkan<br />
saya memiliki 300 program yang ingin dicapai selama masa<br />
kepemimpinan. Artinya, banyak sekali permasalahan yang<br />
membutuhkan penanganan secara cepat dan menyeluruh,<br />
tapi dananya minim. Karena itu, kami tetapkan konsep<br />
pengembangan Kota Bandung harus (dilakukan secara)<br />
kolaborasi atau gotong-royong. Kami bekerja sama dengan<br />
Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN) melalui program BUMN<br />
Peduli Bandung, antara lain melalui PT Telkom dan PT Pos.<br />
Kami ingin membangun dan mengembangkan Kota Bandung<br />
dengan dana nonbujeter. Tetapi itu saja kan tidak cukup. Karena<br />
itu, saya berinisiatif menggali dana dari luar negeri tapi<br />
tetap dalam koridor hukum dan aturan.<br />
Perusahaan mana saja yang sudah memberikan komitmen<br />
Saya di Eropa bertemu dengan 11 lembaga. Misi utama saya<br />
adalah menggali dana-dana CSR perusahaan dunia. Yang sudah<br />
kami tanda tangani MOU (nota kesepahaman)-nya adalah<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
Bersilaturahmi dan makan<br />
bersama keluarga miskin di<br />
Kelurahan Burangrang.<br />
Rachman/detikfoto<br />
perusahaan air di Belanda, Vitens Evides. Besarnya 5-10 juta<br />
euro dan difokuskan pada pengelolaan air di Kota Bandung.<br />
Tetapi, satu hal yang perlu dicatat, saya tidak memegang<br />
uangnya sama sekali. Perusahaan itu langsung memberikannya<br />
ke perusahaan daerah air minum Kota Bandung.<br />
Selain perusahaan swasta, dari pemerintah Prancis kami<br />
mendapatkan pinjaman senilai Rp 1,7 triliun untuk efektivikasi<br />
jalur kereta Padalarang-Cicalengka. Kami juga sudah bertemu<br />
dengan konsultan dari Prancis, yang menitipkan terciptanya<br />
Bandung Sky Walk.<br />
Bagaimana akuntabilitas dari pencarian dana tersebut<br />
Tentu persoalan akuntabilitas adalah hal yang utama.<br />
Karena itu, kami merekrut konsultan internasional, yakni<br />
PricewaterhouseCooper. Lembaga ini menjadi agen dalam<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
mencari dana-dana tersebut. Dana yang dikumpulkan diaudit.<br />
Begitupun dengan penggunaannya. Lembaga atau perusahaan<br />
yang memberikan dananya juga turut mengawasi. Selain<br />
itu, lembaga swadaya masyarakat, (anggota) legislatif, dan<br />
lembaga audit pemerintah kami persilakan mengawasinya.<br />
Kereta monorel<br />
gantung sangat<br />
cocok untuk<br />
Kota Bandung,<br />
yang minim<br />
area. Kami telah<br />
mengunjungi<br />
pabriknya di<br />
Jerman.<br />
Apa persoalan utama yang dihadapi Bandung<br />
Infrastruktur, jalan. Banyak sekali masalah di jalan. Jalan<br />
gelap, bolong, yang semuanya membuat lalu lintas jadi ruwet<br />
dan macet. Karena itu, sebagai prioritas, saya akan bereskan<br />
jalan. Kalau jalannya tidak bolong dan tidak banjir, saya rasa<br />
Bandung akan jadi lebih baik, lebih nyaman. Kalau orang yang<br />
ada di Bandung nyaman, ekonomi akan semakin tumbuh. Semua<br />
kegiatan lancar dan tidak boros. Setelah soal kemacetan,<br />
berikutnya adalah masalah sampah, pedagang kaki lima,<br />
pengembangan ekonomi masyarakat, dan lain-lain.<br />
Terkait jalan, dua hari lalu pengadilan menghukum Pemerintah<br />
Kota Bandung melakukan perbaikan secepatnya....<br />
Ha-ha-ha… iya. Tuntutan warga itu salah satu yang mendorong<br />
saya menjadi wali kota. Saya siap dan bertanggung<br />
jawab dengan semua putusan tersebut Karena itu, begitu<br />
dilantik, saya langsung membentuk tim petugas reaksi cepat<br />
untuk menambal jalan yang bolong. Mereka langsung<br />
bertindak begitu mendapati jalanan berlubang. Selain tetap<br />
menjaga kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan,<br />
cara itu menghemat anggaran. Sebab, lubang yang ada tidak<br />
sempat membesar.<br />
Untuk mengatasi kemacetan, kabarnya Anda akan<br />
membangun monorel<br />
Angkutan massal kereta monorel gantung sangat cocok<br />
untuk Kota Bandung, yang minim area. Kami telah mengunjungi<br />
pabrik monorel dan menemukannya di Jerman. Dinas<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
Perhubungan Kota Bandung sedang<br />
menyiapkan dokumen lelang<br />
monorel bagi investor dalam waktu<br />
dua bulan. Saya sudah meluncurkan<br />
bus sekolah, juga sepeda sewa.<br />
Bagaimana dengan pengembangan<br />
ekonomi masyarakat<br />
Pertumbuhan ekonomi Kota Bandung<br />
setiap tahun 9 persen, bahkan<br />
lebih. Angka itu sangat tinggi. Nah,<br />
tantangan saya adalah bagaimana<br />
pertumbuhan ekonomi itu bisa<br />
dinikmati oleh seluruh warga masyarakat<br />
di berbagai tingkatan.<br />
Memimpin tim reaksi cepat<br />
untuk menambal jalan<br />
berlubang.<br />
@ridwankamil<br />
Seperti apa model yang Anda<br />
tawarkan agar maksimal<br />
Kami antara lain membuat kampung<br />
kreatif, yang akan menjadi<br />
destinasi wisata karena kekhasan<br />
kampung masing-masing. Misalnya, ada kampung musik,<br />
kampung patung, kampung burung, dan lain-lain. Estimasi<br />
saya ada 151 kelurahan, berarti ada 151 tema. Di situlah masyarakat<br />
akan terlibat aktif.<br />
Di Twitter Anda berkomunikasi dalam bahasa Sunda,<br />
Indonesia, dan Inggris. Langkah itu turut menunjang<br />
tugas-tugas Anda<br />
Itu saya gunakan dalam waktu yang berbeda, ada jadwalnya.<br />
Maksudnya agar warga Bandung melek terhadap kondisi<br />
nasional sekaligus global. Bandung harus menjadi kota<br />
internasional. Begitupun warganya. Meski begitu, jati diri,<br />
adat istiadat, dan budaya tidak boleh ditinggalkan. Makanya,<br />
saya gunakan juga bahasa Sunda. Lewat media sosial, masya-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
rakat bisa langsung mengeluarkan unek-unek dan saran atau<br />
mengkritik. Cuma, (kritik) tanpa data dan fakta atau sekadar<br />
umpatan kasar tidak saya tanggapi. Sejauh ini cara itu cukup<br />
efektif.<br />
Sebagai arsitek kelas dunia, secara materi penghasilan<br />
Anda lebih dari cukup. Kenapa tergiur terjun ke politik<br />
dan pemerintahan<br />
Kalau hanya berpikir soal materi, tentu saya tidak akan mau<br />
terjun ke politik. Saya lahir dan besar di Bandung. Ketika saya<br />
berhasil menggali ilmu, kemudian menjadi konsultan bagi<br />
kota-kota lain, bahkan di luar negeri, tapi kota kelahiran saya<br />
amburadul, apakah saya harus berdiam diri Rasanya tidak.<br />
Bagi saya, berpegang<br />
pada aturan yang<br />
ada, bekerja secara<br />
sungguh-sungguh dan<br />
ikhlas, insya Allah<br />
kita akan tetap di<br />
jalan yang benar.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
interview<br />
Saya tidak rela tanah kelahiran saya hancur penuh masalah.<br />
Karena itu, panggilan itu saya ungkapkan secara tulus kepada<br />
masyarakat. Alhamdulillah, mereka dengan tulus menyambutnya.<br />
Saya diberi kepercayaan.<br />
Jadi, Anda sekeluarga sudah siap dengan segala risiko<br />
di dunia politik, yang kerap penuh intrik<br />
Insya Allah. Kami sudah siap dan menyadari segala risikonya.<br />
Bagi saya, berpegang pada aturan yang ada, bekerja secara<br />
sungguh-sungguh dan ikhlas, insya Allah kita akan tetap di<br />
jalan yang benar.<br />
Anda resmi menjadi kader salah satu partai<br />
Bukan kader atau pengurus partai. Saya kan pegawai<br />
negeri sipil, saya masih dosen ITB hingga saat ini. Pegawai<br />
negeri tidak boleh menjadi kader atau pengurus partai. Tapi<br />
ada partai yang mengusung saya karena visi dan tekad saya.<br />
Mungkin dinilai cocok atau senapas dengan partai, sehingga<br />
saya diusung dalam pemilihan umum kepala daerah. n<br />
ARIF ARIANTO<br />
BIODATA<br />
Nama: Mochamad Ridwan Kamil<br />
Tempat/Tanggal Lahir:<br />
Bandung, 4 Oktober 1971<br />
Istri: Atalia Praratya<br />
Pendidikan:<br />
• SDN Banjarsari III Bandung, 1978-<br />
1984<br />
• SMP, 1984-1987<br />
• SMA, 1987-1990<br />
• Sarjana S-1 Teknik Arsitektur,<br />
Institut Teknologi Bandung, 1990-<br />
1995<br />
• Master of Urban Design, University<br />
of California, Berkeley, 1999-<br />
2001<br />
Karier:<br />
• Arsitek di perusahaan Amerika<br />
Serikat, 1996<br />
• Pegawai di Departemen Perencanaan<br />
Kota Berkeley, Amerika<br />
Serikat, 1999<br />
• Dosen Fakultas Teknik Arsitektur<br />
ITB, 2002-sekarang<br />
• Principal PT Urbane Indonesia,<br />
Senior Urban Design Consultant<br />
SOM, EDAW (Hong Kong & San<br />
Francisco), dan SAA (Singapura),<br />
2004<br />
• Wali Kota Bandung, 2013-2018<br />
Kegiatan sosial:<br />
• Taman Bermain Babakan Asih<br />
Kopo, Bandung. Ini adalah program<br />
perbaikan kampung dengan<br />
cara membeli sepetak tanah<br />
untuk dijadikan taman bermain<br />
anak dan kegiatan lomba mewarnai<br />
dinding kampung dengan<br />
gambar-gambar kreatif.<br />
• Komunitas Bandung Berkebun.<br />
Kegiatan ini adalah cara warga<br />
Bandung memanfaatkan lahan-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
lahan kosong untuk dihijaukan<br />
interview<br />
oleh tanaman pertanian, seperti<br />
sayur-sayuran. Lokasi kebun-kebun<br />
ini juga menjadi ruang sosial<br />
sebagai alternatif akhir pekan bagi<br />
anak-anak. Hasil panen sebagian<br />
dijual untuk menambah penghasilan<br />
anggota komunitas.<br />
• Gerakan Indonesia Bersepeda<br />
(Bike Bdg). Kegiatan ini memberi<br />
pilihan kepada warga Kota bandung<br />
untuk beraktivitas seharihari<br />
dengan sepeda sewa (Bike<br />
Sharing).<br />
• Deklarasi Babakan Siliwangi sebagai<br />
Hutan Kota Dunia Perserikatan<br />
Bangsa-Bangsa.<br />
Karya Arsitektur:<br />
• Bandung Creative<br />
Park Project: Taman<br />
Cikapayang Dago<br />
• Masjid Merapi.<br />
Proyek sosial<br />
menggunakan<br />
abu letusan Gunung Merapi<br />
untuk dikonversi menjadi batako.<br />
• Rumah Gempa Padang. Proyek<br />
sosial ini merupakan pembangunan<br />
rumah-rumah tahan gempa<br />
dengan material kayu dan bambu<br />
lokal.<br />
• Lampu Botol (Walking Brain)<br />
• Bottle House, rumah yang dirancang<br />
dengan konsep Courtyard<br />
House, dibangun dengan lebih<br />
dari 30 ribu botol bekas.<br />
• Museum Tsunami, merupakan<br />
hasil desain karya sayembara<br />
pada 2007 untuk memperingati<br />
musibah tsunami.<br />
Penghargaan:<br />
• Selama 2004-2013 menerima<br />
berbagai penghargaan di tingkat<br />
nasional maupun internasional,<br />
baik atas karya-karya yang<br />
dirancangnya atas nama pribadi<br />
maupun biro arsitek Urbane,<br />
dan program aktivitas di<br />
bidang sosial.<br />
Rachman | detikfoto<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
people<br />
Lucy Nicholson | REUTERS | Ari Saputra | detikfoto | hasan alhabshy | detikfoto<br />
Lorde<br />
Vino G.Sebastian<br />
Nina Tamam<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
people<br />
Lucy Nicholson | REUTERS<br />
Lorde<br />
Mungkin tak banyak yang<br />
tahu siapa Lorde, dan baru<br />
mengenalnya setelah penyanyi<br />
Selandia Baru ini<br />
memenangi Grammy tahun ini. Tak<br />
tanggung-tanggung, penyanyi yang baru<br />
berumur 17 tahun itu menyabet dua<br />
Grammy sekaligus.<br />
Bahkan, penyanyi yang bernama asli<br />
Ella Maria Lani Yelich-O’Connor ini<br />
tak percaya debutnya bakal diganjar<br />
penghargaan tertinggi di dunia musik.<br />
Apalagi lagunya sama sekali belum<br />
pernah masuk dalam jajaran 40 lagu<br />
terpopuler.<br />
Tak mengherankan jika ia menyebut<br />
semua ini fenomenal. “Aku sama sekali tak<br />
pernah menyangka bisa seperti malam<br />
ini,” ujarnya saat menerima Grammy<br />
untuk kategori “Best Pop Solo Performance”.<br />
Dan saat lagunya yang berjudul<br />
Royals dinobatkan sebagai “Song of The<br />
Year”, Lorde juga tak banyak berbicara.<br />
“Terima kasih pada semua yang telah<br />
membuat lagu ini meledak,” ujarnya.<br />
Namun karena masih di bawah umur,<br />
penyanyi yang September lalu baru<br />
merilis album pertamanya, Pure Heroine,<br />
ini harus merayakan prestasinya tanpa<br />
minuman beralkohol. Suatu hal yang tak<br />
lazim di Hollywood.<br />
n NYDAILY NEWS.COM/CBSNEWS.COM | ESTI UTAMI<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
people<br />
Vino G. Sebastian<br />
Ari Saputra | detikfoto<br />
Dengan mata berbinar, Vino<br />
G. Sebastian menceritakan<br />
perkembangan anaknya, Jizzy<br />
Pearl Sebastian, yang kini berusia<br />
6 bulan. “Ia sudah mulai mengenali<br />
suara dan tahu kalau namanya dipanggilnya,”<br />
ujarnya bangga.<br />
Jizzy tampaknya benar-benar menjadi<br />
mutiara bagi Vino dan istrinya,<br />
Marsha Timothy. Saat Jizzy lahir pertengahan<br />
tahun lalu, Vino langsung meninggalkan<br />
syuting sinetron Tuhanlah<br />
yang Tahu, yang saat itu sedang kejar<br />
tayang.<br />
Bahkan, agar bisa melihat langsung<br />
perkembangan sang buah hati, peraih<br />
Piala Citra pada 2008 lewat film Radit<br />
dan Jani ini menolak sejumlah tawaran<br />
main film yang diperkirakan bakal<br />
menangguk sukses. “Saya yakin rezeki<br />
tak akan lari ke mana,” ujarnya di sela<br />
syukuran film Tabula Rasa di Jakarta<br />
beberapa waktu lalu.<br />
Bukan hanya itu, Vino dan Marsha juga<br />
tak mau mempercayakan perawatan<br />
sang buah hati kepada baby sitter. Mereka<br />
memilih berbagi shift untuk merawat<br />
sendiri Jizzy. Soal makanan pun pasangan<br />
ini sangat selektif. Mereka membuatkan<br />
sendiri makanan untuk Jizzy. “Sebisa<br />
mungkin bukan makanan instan,” ujarnya.<br />
Angkat jempol, deh. n Esti Utami<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
people<br />
hasan alhabshy | detikfoto<br />
Nina Tamam<br />
Bagaimana kabar Nina Tamam<br />
Ternyata diam-diam eks<br />
vokalis grup Warna ini kini tengah<br />
menyiapkan album baru,<br />
yang rencananya dirilis tahun ini. Di sela<br />
persiapan itu, perempuan kelahiran 29<br />
Maret 1975 ini tetap aktif di berbagai<br />
kegiatan sosial. Setahun terakhir, dia<br />
dipercaya menjadi duta penyelamatan<br />
hiu oleh organisasi perlindungan satwa<br />
dunia WWF.<br />
Kepada majalah detik, Nina mengisahkan,<br />
semua itu berawal ketika dia<br />
menyaksikan bagaimana hiu “dipanen”.<br />
“Brutal. Enggak manusiawi banget! Mereka<br />
diambil siripnya (hanya siripnya),<br />
lalu dibuang kembali hidup-hidup ke<br />
laut. Hiu masih hidup dan dibuang ke<br />
laut tanpa sirip. Enggak bisa berenang,<br />
enggak bisa ngapa-ngapain. Hidup berdarah-darah,”<br />
ujarnya.<br />
Sejak saat itu ia menyetop hobi mengkonsumsi<br />
sup sirip hiu. Ia juga langsung<br />
mengiyakan ketika WWF memintanya<br />
membantu mengkampanyekan #SOShark:<br />
Stop Eating Sharks Fin.<br />
Eh, ternyata Nina juga rajin mengkampanyekan<br />
food combining, yang sudah<br />
dijalaninya selama enam tahun. Ada satu<br />
masa, ujarnya, ketika selama 5 bulan berturut-turut<br />
masuk UGD akibat demam<br />
tinggi. Pada bulan ke-6, ia mengikuti<br />
jejak sang suami, melakukan food combining.<br />
“Manfaatnya Huaduuuh, banyak.<br />
Yang pasti memutus membership dengan<br />
UGD. Yang sebelumnya underweight,<br />
jadi normal setelah 3 bulan melakukan<br />
food combining,” ujarnya. n Esti Utami<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
internasional<br />
Pertaruhan Terakhir<br />
Yingluck<br />
"Aku sudah bosan dengan semua orasi-orasi itu.<br />
Sekarang waktunya membersihkan negara ini, semua<br />
elite itu. Mereka semua."<br />
REUTERS/Damir Sagolj<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
internasional<br />
Pasukan antihuru-hara<br />
Thailand bersiaga di depan<br />
Markas Kepolisian Thailand,<br />
Rabu (29/1).<br />
REUTERS/Athit Perawongmetha<br />
Gayanya tak jauh beda dengan Che Guevara,<br />
tokoh revolusioner dari Argentina. Baret merah di<br />
kepala dengan kacamata hitam nangkring di atas<br />
hidungnya. Tapi Ko Tee dan belasan anak buahnya<br />
tak hendak menggelar revolusi di Thailand. Alih-alih hendak<br />
menumbangkan pemerintah, Ko Tee malah berniat mempertahankan<br />
kekuasaan pemerintah Thailand.<br />
Ko Tee dan barisan kaus merah lainnya—julukan bagi kelompok<br />
pendukung Perdana Menteri Yingluck Shinawatra—<br />
siap “berperang” melawan mereka yang berniat menggusur<br />
Yingluck dari kursinya. “Sekarang sudah masuk perang, tapi<br />
masih perang tanpa senjata. Tapi, jika sampai terjadi kudeta<br />
atau pemilihan umum gagal terselenggara, maka akan berubah<br />
menjadi perang bersenjata,” Ko Tee memperingatkan<br />
lawan-lawannya.<br />
Suara Ko Tee keras. Mengancam. Siap berperang. “Aku ingin<br />
terjadi banyak kekerasan di sana untuk mengakhiri ini semua.<br />
Aku sudah bosan dengan semua orasi-orasi itu. Sekarang<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
internasional<br />
Semakin lama<br />
pemilu ditunda,<br />
masalahnya bakal<br />
tambah rumit.”<br />
waktunya membersihkan negara ini, semua elite itu. Mereka<br />
semua,” kata Ko Tee tanpa ragu. Phutthiphong Khamhaengphon,<br />
koordinator kaus merah di Khon Kaen, menimpali ancaman<br />
Ko Tee. “Jika perlu, kami akan menjadi seperti Vietkong<br />
saat melawan invasi Amerika Serikat. Perang gerilya.”<br />
Walaupun terus ditekan oleh protes tanpa henti oleh barisan<br />
oposisi yang dikomando oleh Komite Reformasi Demokrasi<br />
Rakyat, bahkan terusir dari kantornya, Perdana Menteri<br />
Yingluck tak menyerah. Setelah bertemu dengan Komisi<br />
Pemilihan Umum di markas militer di utara Kota Bangkok,<br />
Selasa, 28 Januari 2014, Yingluck mengumumkan pemilu<br />
pada 2 Februari jalan terus.<br />
“Aku bertahan demi demokrasi, bukan untuk politik,” kata<br />
Yingluck. “Pemilu akan menjadi keputusan terakhir rakyat<br />
Thailand.” Sehari sebelumnya, anggota Komisi Pemilu, Somchai<br />
Srisutthiyakorn, menyarankan supaya pemilu ditunda<br />
tiga hingga empat bulan. Penundaan itu akan memberi waktu<br />
bagi pemerintah dan oposisi untuk bernegosiasi bagaimana<br />
proses transisi politik yang bisa diterima kedua pihak.<br />
Namun, menurut Wakil Perdana Menteri Phongthep Thepkanchana,<br />
jika pemerintah Thailand memutuskan menunda<br />
pemilu, tak ada jaminan kubu antipemerintah menghentikan<br />
protesnya. “Kami memahami kekhawatiran Komisi Pemilu.<br />
Tapi, semakin lama pemilu ditunda, masalahnya bakal tambah<br />
rumit,” kata Phongthep.<br />
Komisi Pemilu sendiri memang masih jauh dari siap untuk<br />
menyelenggarakan pemilihan umum. Sampai Rabu pekan<br />
lalu, calon anggota parlemen untuk 28 daerah pemilihan<br />
masih kosong. Surat suara untuk 14 provinsi di wilayah selatan<br />
Thailand juga masih nyangkut di kantor pos Nakhon Si<br />
Thammarat. Somchai memperkirakan, paling tidak butuh<br />
waktu enam bulan untuk menuntaskan semua pemungutan<br />
suara dan terbentuk pemerintahan baru.<br />
Begitu pemilu diputuskan jalan terus, Menteri Dalam Negeri<br />
Charupong Ruangsuwan segera memerintahkan semua<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
internasional<br />
Massa antipemerintah<br />
menggelar protes menolak<br />
pemilu di Bangkok, Kamis<br />
(30/1).<br />
REUTERS/Athit Perawongmetha<br />
gubernur di Thailand menggelar kampanye mendukung<br />
pemilihan umum. “Kami tak ingin mengesankan bahwa ini<br />
sebuah tantangan. Tapi, jika mereka memantik kekerasan,<br />
kami juga harus melindungi rakyat,” ujar Charupong. “Kalian<br />
bisa saja menjatuhkan pemerintah setelah beberapa bulan.<br />
Tapi itu tidak punya legitimasi. Sesuatu pasti akan terjadi<br />
kemudian.”<br />
Untuk mencegah kekerasan, 10 ribu polisi diterjunkan di<br />
Bangkok. Militer Thailand juga menambah jumlah prajuritnya<br />
yang ditugaskan di Bangkok dan sekitarnya. Menurut juru<br />
bicara militer Thailand, Kolonel Winthai Suvaree, saat ini ada<br />
5.000 prajurit yang disiagakan di Bangkok.<br />
Suthep Thaugsuban, pemimpin Komite Reformasi Demokrasi,<br />
mati-matian berusaha menggagalkan pemilu. Sejak Kamis<br />
pekan lalu, Komite Reformasi Demokrasi mengerahkan<br />
ribuan pendukungnya untuk melumpuhkan semua aktivitas<br />
di Kota Bangkok. “Kami tak setuju dengan pemilu, tapi kami<br />
tak akan menghalangi.... Jadi, siapa pun yang ingin memberikan<br />
suara, silakan saja. Jika kalian setuju dengan kami, jangan<br />
berikan suara,” kata Suthep.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
internasional<br />
Aku bertahan<br />
demi demokrasi,<br />
bukan untuk<br />
politik.”<br />
l l l<br />
Sejak tiga bulan lalu, Thailand tersandera protes tak berkesudahan.<br />
Suhu politik mulai memanas setelah pemerintahan<br />
Yingluck mengajukan rancangan undang-undang amnesti<br />
politik ke parlemen. Yingluck berdalih undang-undang itu dibutuhkan<br />
untuk menyatukan kembali Thailand yang terbelah<br />
setelah kerusuhan politik tiga tahun lalu.<br />
Lawan-lawan politiknya curiga, peraturan itu bakal membuka<br />
jalan bagi Thaksin Shinawatra untuk pulang dari pelariannya<br />
tanpa harus menjalani hukuman. Thaksin, yang digusur<br />
dari kursi perdana menteri pada 2006, diadili secara in absensia,<br />
tanpa kehadirannya, atas tuduhan korupsi dan diputus<br />
bersalah. Senat Thailand menolak rancangan undang-undang<br />
amnesti tersebut.<br />
Namun usulan itu telanjur melukai kepercayaan terhadap<br />
pemerintahan Perdana Menteri Yingluck. Lawan-lawan<br />
politiknya menuding Yingluck hanyalah boneka sang kakak,<br />
yang kini tinggal di Dubai, Uni Emirat Arab. Jalan-jalan di Kota<br />
Bangkok kini dikuasai barisan oposisi yang dikomando oleh<br />
Komite Reformasi Demokrasi Rakyat. Yingluck juga terusir<br />
dari kantornya.<br />
Kini, setiap kali bepergian, Yingluck harus menyamarkan<br />
perjalanannya. Tak ada lagi sirene meraung-raung. Tak ada<br />
pula konvoi kendaraan berderet-deret. Bahkan rombongan<br />
orang nomor satu di Thailand ini pun berhenti ketika lampu<br />
merah di jalan menyala. Setiap kali ada di Bangkok, kini dia<br />
terpaksa berkantor di markas Angkatan Udara Thailand. “Dia<br />
berada di bawah tekanan yang tak terbayangkan. Tapi dia<br />
bisa mengatasinya dengan baik,” Suranand Vejjajiva, Kepala<br />
Staf Kantor Perdana Menteri Thailand, memuji bosnya.<br />
Kantor-kantor pemerintah pun juga tercerai-berai. Para pejabat<br />
Kantor Imigrasi Thailand kini harus bekerja dari sebuah<br />
bekas gedung bioskop, Major Hollywood, di Provinsi Samut<br />
Prakarn. Sebagian pegawai Kementerian Sosial berkantor di<br />
rumah yatim-piatu di Nonthaburi. Sementara pejabat Kemen-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
internasional<br />
Pemimpin barisan<br />
antipemerintah, Suthep<br />
Thaugsuban, di antara para<br />
pendukungnya.<br />
REUTERS/Nir Elias<br />
terian Perdagangan terpaksa “mengungsi” ke pusat kerajinan<br />
di Provinsi Ayutthaya, sekitar 55 kilometer dari Bangkok.<br />
Pemilihan umum pada Ahad, 2 Februari, bisa menjadi<br />
klimaks, tapi bisa pula antiklimaks dari sengketa politik di<br />
Negeri Gajah Putih. Sulit dipastikan pemilu itu akan mengakhiri<br />
perseteruan antara kedua kubu. Menurut Yuttaporn Issarachai,<br />
pengamat politik dari Universitas Terbuka Sukhothai<br />
Thammathirat, pemilu akan menjadi alat uji bagi pemerintah<br />
maupun protes yang digalang Suthep.<br />
“Pertaruhannya sangat besar. Jika pemerintah berhasil<br />
menarik sebagian besar rakyat Thailand untuk ikut pemilu,<br />
maka itu menjadi sinyal bahwa mereka tak setuju dengan<br />
sikap Suthep menolak pemilu,” kata Yuttaporn. n<br />
SAPTO PRADITYO | BAngkok POST | reuters | telegrAPH | WSJ<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
internasional<br />
BIRMINGHAMMAIL<br />
“Kami Bukan<br />
Pengemis”<br />
Film dokumenter Benefits Street, yang ditayangkan di stasiun<br />
televisi Channel 4, memantik kontroversi di Inggris<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
internasional<br />
ibtimes<br />
Benefits Street mestinya bukan merupakan panduan<br />
cara mengutil yang “aman” di toko. Pada satu<br />
episode Benefits Street yang ditayangkan stasiun<br />
Channel 4 di Inggris beberapa pekan lalu, Danny<br />
Smith memamerkan kelihaiannya berkelit dari alat pemindai<br />
yang dipasang di toko busana.<br />
Suatu hari, dia masuk sebuah toko busana sembari menenteng<br />
tas kertas. Yang tak biasa, bagian dalam tas itu dilapisi<br />
kertas aluminium. “Isi saja dengan jaket seharga 2.000 pound<br />
sterling (sekitar Rp 40 juta) atau apa pun yang kalian inginkan,<br />
dan silakan melenggang jalan keluar dari toko. Tak akan ada<br />
satu pun alarm yang bersuara,” Danny memaparkan teknik<br />
mengutilnya.<br />
Tap untuk melihat Video<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
internasional<br />
Benefits Street menggambarkan<br />
orang-orang yang menerima bantuan<br />
pemerintah seperti pengemis.<br />
Danny memiliki tiga anak dan sertifikat instruktur kebugaran.<br />
Tapi dia mengaku terlalu malas untuk bekerja. Dia selalu<br />
memilih jalan pintas. Sehari setelah keluar dari penjara, tangannya<br />
sudah gatal untuk kembali ke “hobi” lamanya: mengutil.<br />
Catatan kejahatannya sangat panjang. Dia sudah puluhan<br />
kali masuk bui sejak umur 12 tahun. Tapi kapok tak ada dalam<br />
kamus hidup bandit kecil ini. Hari itu dia mengutil lima jaket<br />
mahal, yang kemudian dia jual seharga 200 pound sterling<br />
atau sekitar Rp 4 juta. Uang itu ludes dibelanjakan ganja dan<br />
dia teler seharian.<br />
“Orang ini adalah salah satu pengutil paling hebat yang<br />
pernah aku temui seumur hidupku. Inilah Jalan James Turner,<br />
dan seperti inilah cara kami mendapatkan uang,” kata Fungi,<br />
bukan nama sebenarnya, tetangga Danny di Jalan James Turner,<br />
Distrik Winson Green,<br />
Birmingham, Inggris.<br />
Fungi tak jauh beda dari<br />
Danny. Suatu kali, juru kamera<br />
Benefits Street menyorot<br />
bagaimana Fungi “menyelundup”<br />
ke Hotel Premier Inn,<br />
mencuri majalah-majalah<br />
baru yang ada di lobi hotel itu dan menjualnya di jalan. Dari<br />
kejahatan kecilnya, penganggur ini mengantongi beberapa<br />
puluh pound sterling.<br />
Serial dokumenter Benefits Street memang khusus menyorot<br />
kehidupan sehari-hari warga sepanjang Jalan James Turner.<br />
Sepenggal jalan di Birmingham ini memang agak “unik”.<br />
Sekitar 90 persen warganya menerima kucuran rupa-rupa<br />
santunan dari pemerintah Inggris. Sejak pertama kali tayang<br />
pada awal Januari 2014, serial dokumenter yang dibuat oleh<br />
Love Productions ini langsung merebut hampir 5 juta penonton<br />
televisi di Inggris. Rating acara ini tertinggi sepanjang<br />
sejarah Channel 4.<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
internasional<br />
guardian<br />
Bukan cuma puja-puji yang diperoleh Benefits Street, tapi<br />
juga hujan caci maki, bahkan ancaman mati. Bukan cuma<br />
kepada pembuat film itu, tapi juga terhadap warga Jalan<br />
James Turner. “Set fire to #benefitstreet,” seorang warga Inggris<br />
menumpahkan kemarahannya di akun Twitter. “All these<br />
people should just die,” orang lain menulis di laman Twitter.<br />
Arshad Mahmood, warga Distrik Bradford, tak jauh dari<br />
Distrik Winson Green, menggalang petisi untuk menghentikan<br />
penayangan film dokumenter itu. Menurut Arshad, serial<br />
Benefits menyebarkan prasangka dan kebencian terhadap<br />
para penerima santunan dari pemerintah.<br />
“Benefits Street menggambarkan orang-orang yang menerima<br />
bantuan pemerintah seperti pengemis. Gambaran itu<br />
salah besar,” kata Arshad dua pekan lalu. “Aku bekerja selama<br />
33 tahun. Tapi, setelah menjalani operasi, aku tak bisa lagi<br />
bekerja. Sekarang aku terpaksa menerima santunan pemerintah.”<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
internasional<br />
Tayangan itu sangat jujur,<br />
menggambarkan kehidupan<br />
nyata di Inggris.<br />
Richard McKerrow, Direktur Kreatif Benefits Street, mengelak<br />
jika filmnya dituding tak seimbang dan hanya menyebarkan<br />
kebencian terhadap para penerima tunjangan. “Tayangan<br />
itu sangat jujur, menggambarkan kehidupan nyata di Inggris.<br />
Orang hanya takut menghadapinya,” kata Richard.<br />
Pemerintah Inggris memberikan sejumlah santunan kepada<br />
para penyandang cacat, penganggur, mereka yang bekerja<br />
tapi gajinya di bawah standar minimum, dan warga lanjut<br />
usia. Pada 2012-2013, anggaran untuk tunjangan ini sebesar<br />
161 miliar pound sterling atau sekitar Rp 3.258 triliun. Hampir<br />
separuhnya diberikan kepada warga lanjut usia. Sisanya,<br />
antara lain, sekitar 5 miliar pound sterling atau Rp 100 triliun<br />
diberikan kepada para penganggur, 13,5 miliar pound sterling<br />
atau Rp 270 triliun bagi penyandang<br />
cacat, dan 24<br />
miliar pound sterling atau Rp<br />
485 triliun untuk tunjangan<br />
perumahan.<br />
Pemerintah Inggris memang<br />
sangat dermawan.<br />
Mereka menghabiskan seperlima<br />
anggaran belanjanya<br />
untuk rupa-rupa santunan.<br />
Tapi beberapa cerita yang ditayangkan di Benefits Street<br />
memang bisa membuat orang-orang yang sungguh-sungguh<br />
memeras keringat cemburu berat.<br />
Bayangkan saja, pasangan muda Mark dan Becky, keduanya<br />
juga tinggal di Jalan James Turner, bersama kedua anaknya,<br />
menerima tunjangan 1.500 pound sterling atau Rp 30,3 juta<br />
per bulan. Tunjangan itu dihentikan setelah ketahuan keduanya<br />
memalsukan data. “Kami memang curang, dan dengan<br />
gampang memperoleh 1.500 pound sterling setiap bulan,”<br />
Mark berterus terang.<br />
Kisah para penerima santunan seperti yang ditayangkan<br />
Benefits Street ini memang bisa bikin orang sewot. Tak meng-<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
internasional<br />
guardian<br />
herankan jika sampai ada yang<br />
berpendapat orang-orang<br />
ini tak beda dengan parasit.<br />
Gambaran yang sebenarnya tak akurat. “Kami menjadi tampak<br />
seperti gelandangan,” kata Anna Korzen, 28 tahun. Dia<br />
tinggal di James Turner bersama dua anaknya dan menerima<br />
santunan 900 pound sterling atau Rp 18 juta per bulan.<br />
Masih ada orang-orang seperti Stephen Smith alias<br />
Smoggy, bapak dua anak, yang mati-matian mencari uang<br />
meskipun dia juga menikmati tunjangan dari pemerintah<br />
Inggris. Setiap hari dia berjualan barang-barang kebutuhan<br />
sehari-hari, seperti sabun dan tisu toilet, dari pintu ke pintu.<br />
Menjelang Natal tahun lalu, dia juga menyambi kerja sebagai<br />
pembungkus paket di salah satu perusahaan pengiriman<br />
barang pada malam hari.<br />
Penelitian tim dari Sekolah Ilmu Sosial dan Politik Universitas<br />
Edinburgh pada akhir tahun lalu pun membuktikan,<br />
pemberian tunjangan oleh pemerintah tak membuat para<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
internasional<br />
STEPHEN ALIAS Smoggy<br />
mirror<br />
penganggur bermalas-malasan dan melunturkan niat mencari<br />
pekerjaan.<br />
Ada orang seperti Craig, yang, sekalipun ke mana-mana harus<br />
berkursi roda, tak menyerah mencari pekerjaan. Setiap pekan<br />
dia menerima tunjangan 171,25 pound sterling atau Rp 3,5 juta.<br />
Sudah ratusan lamaran pekerjaan dia layangkan, tapi ratusan kali<br />
pula dia ditolak. Setiap kali dia mencantumkan kekurangannya<br />
dalam surat lamaran pekerjaan, tak sekali pun dia dipanggil untuk<br />
wawancara. “Aku ingin menunjukkan kepada orang di seluruh<br />
dunia bahwa aku juga mampu bekerja seperti orang lain,” kata<br />
Craig. ■<br />
SAPTO PRADITYO | guardian | Brimingham mail | BBC<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
sport<br />
Istri Pun Ditinggal<br />
demi Tenis<br />
"Ever tried. Ever failed. No matter.<br />
Try again. Fail again. Fail better."<br />
jason reed / reuters<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
sport<br />
Aku tak pernah<br />
bermimpi, karena<br />
aku tahu, aku tak<br />
cukup bagus untuk<br />
mengalahkan dia.<br />
Stanislas Wawrinka barangkali memang agak<br />
“sinting”. Bayangkan saja, pemain tenis kelahiran<br />
Lausanne, Swiss, ini rela “menukar” keluarganya<br />
dengan karier di lapangan tenis, tiga tahun lalu.<br />
Sang istri, Ilham Vuilloud, kini 39 tahun, menuturkan, pada<br />
20 September 2010 Stanislas pulang ke rumah mereka di<br />
Kota Saint Barthelemy, Swiss. Bukannya bersantai menikmati<br />
kebersamaan bersama istri dan anaknya, Alexia, yang masih<br />
bayi, Stanislas malah buru-buru berkemas lagi.<br />
“Dia mengatakan kepadaku punya prioritas hidup baru,”<br />
kata Ilham kepada tabloid Blick tiga bulan kemudian. “Dia<br />
buru-buru berkemas, memasukkan barang-barangnya ke<br />
dalam tas dan pindah ke hotel.” Stanislas memutuskan<br />
meninggalkan keluarganya supaya bisa berfokus<br />
seratus persen pada karier tenisnya, tanpa direcoki<br />
urusan rumah tangga.<br />
Kepada Ilham, Stanislas mengatakan hanya<br />
tinggal punya waktu lima tahun lagi untuk mencatatkan<br />
namanya dalam sejarah tenis. Stanislas,<br />
saat itu telah berumur 25 tahun, belum pernah<br />
sekali pun menginjakkan kakinya di babak final turnamen<br />
grand slam. Ilham menyayangkan keputusan<br />
mendadak suaminya. “Mestinya ada jalan lain jika dia<br />
menceritakan kepadaku sebelumnya,” kata mantan penyiar<br />
televisi tersebut.<br />
Hari-hari itu mungkin memang saat-saat yang sulit untuk<br />
Stanislas Wawrinka. Dua pekan sebelumnya, Stanislas sukses<br />
besar menekuk Andy Murray, petenis unggulan dari Inggris,<br />
di babak ketiga turnamen Grand Slam US Open. Berhasil menaklukkan<br />
Murray, setengah kaki Stanislas mestinya sudah<br />
berada di babak semifinal. Posisinya lebih diunggulkan saat<br />
berhadapan dengan petenis Rusia, Mikhail Youzhny, di babak<br />
perempat final.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
sport<br />
petar kujundzic / reuters<br />
Tapi tenis bukan matematika, yang rumusnya serba pasti.<br />
Stanislas, yang tak bermain tenang, dilipat Youzhny, 3-6,<br />
7-6, 3-6, 6-3, 6-3. Dua kali Stanislas membanting raketnya ke<br />
lapangan dengan frustrasi dan mendapat peringatan dari wasit.<br />
Dia layak frustrasi lantaran buruknya akurasi pukulannya<br />
sendiri. Walaupun 13 kali mencatatkan servis ace, Stanislas<br />
membuat 71 kali kesalahan sendiri.<br />
Nasib sialnya rupanya masih berekor. Sepekan setelah angkat<br />
kaki dari US Open, Stanislas terbang ke Astana, Kazakhstan,<br />
untuk bergabung dengan tim Piala Davis Swiss. Stanislas<br />
menjadi andalan Swiss untuk mengalahkan tim Kazakhstan,<br />
yang sama sekali tak diunggulkan.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
sport<br />
Jika kalian bukan<br />
Roger, Rafa,<br />
Novak, atau<br />
Andy, kalian tak<br />
akan memenangi<br />
banyak turnamen<br />
dan kalian akan<br />
selalu kalah.<br />
Bukannya menang dengan gampang, tim Swiss, yang<br />
tak diperkuat Roger Federer, malah dipermalukan tim tuan<br />
rumah. Stanislas dan kawan-kawannya dibantai 5-0 tanpa<br />
balas. Stanislas Wawrinka, yang jadi andalan, ditaklukkan Mikhail<br />
Kukushkin, 3-6, 6-1, 6-4, 1-6, 6-3. Dari Astana, Stanislas<br />
langsung pulang ke rumahnya di Saint Barthelemy, Swiss,<br />
dan memutuskan berpisah dari anak-istrinya.<br />
●●●<br />
Lebih dari 40 bulan setelah meninggalkan anak-istrinya,<br />
Stanislas Wawrinka, kini 28 tahun, semakin dekat dengan<br />
posisi puncak. Pada Ahad, 26 Januari 2014, Stanislas<br />
menjadi petenis kedua dari Swiss yang memenangi<br />
nomor tunggal pria turnamen grand slam setelah<br />
Roger Federer.<br />
Di babak final Australia Open, Stanislas, yang<br />
berada di posisi underdog, mencundangi Rafael<br />
Nadal di lapangan Rod Laver Arena, 6-3, 6-2, 3-6,<br />
6-3. Dua belas kali melawan Nadal sebelumnya,<br />
dan tak sekali pun pernah menang, Stanislas sama<br />
sekali tak diunggulkan di depan Nadal, yang sangat<br />
superior.<br />
“Benar-benar gila yang terjadi hari ini... aku tak pernah<br />
berharap bisa memenangi grand slam. Aku tak pernah<br />
bermimpi, karena aku tahu, aku tak cukup bagus untuk mengalahkan<br />
dia,” katanya seusai pertandingan. “Aku telah menyaksikan<br />
Federer merebut banyak sekali gelar juara grand<br />
slam. Sekarang tiba giliranku.”<br />
Stanislas memang agak tertolong oleh cedera punggung<br />
yang diderita Nadal. Selama pertandingan, beberapa kali<br />
Nadal minta waktu untuk menjalani terapi masalah di punggungnya.<br />
Tapi bukan berarti dia tak layak merebut trofi Aus-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
sport<br />
david gray / reuters<br />
tralia Open. Jalan yang mesti dilewati Stanislas menuju babak<br />
final sama sekali bukan jalan yang gampang.<br />
Dia harus melewati unggulan kedua Novak Djokovic dan<br />
Tomas Berdych, peringkat ketujuh dunia. “So deserving for<br />
Stan the man #nevergiveup #whatamatch #sohappy,” Roger<br />
Federer menulis di akun Twitter-nya. Sekalipun sudah mendekati<br />
usia “senja” untuk ukuran pemain tenis, semangat<br />
pantang menyerah Stanislas memang luar biasa.<br />
Dia tahu betul, bakatnya<br />
tak sehebat empat<br />
penguasa lapangan tenis<br />
selama beberapa tahun<br />
terakhir: Rafael Nadal,<br />
Novak Djokovic, Roger<br />
Federer, dan Andy Murray.<br />
Keempat pemain ini<br />
merebut 34 gelar juara<br />
dari 35 gelar grand slam<br />
terakhir. Sejak Prancis<br />
Terbuka 2005, hanya<br />
Juan Martin del Potro<br />
yang pernah menembus<br />
dominasi mereka. Stanislas<br />
hampir selalu kalah<br />
melawan empat petenis<br />
elite ini.<br />
“Jika kalian bukan Roger, Rafa, Novak, atau Andy, kalian tak<br />
akan memenangi banyak turnamen dan kalian akan selalu kalah.<br />
Mereka selalu lebih baik ketimbang kami semua. Itu fakta<br />
yang harus dihadapi,” kata Stanislas merendah. “Tapi kalian<br />
harus melihat sisi positif sebuah kekalahan.” Sejak beberapa<br />
bulan lalu, dia menato tangan kirinya dengan satu kutipan<br />
dari novelis Irlandia, Samuel Beckett. "Ever tried. Ever failed.<br />
No matter. Try again. Fail again. Fail better."<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
sport<br />
blick<br />
Menurut Magnus Norman, sang pelatih, walaupun sudah<br />
bertahun-tahun berada di jajaran 25 besar peringkat tenis<br />
dunia, Stanislas masih sering grogi dan kurang percaya diri<br />
saat berada di babak-babak krusial, terutama saat berhadapan<br />
dengan empat petenis itu. “Dia selalu dua kali melangkah<br />
ke depan, satu langkah ke belakang,” Severin Luthi, kapten<br />
tim Piala Davis Swiss, menggambarkan karakter Stanislas.<br />
Begitu kepercayaan dirinya semakin mantap, performa Stanislas<br />
di lapangan juga<br />
semakin kinclong. Semua<br />
pemain top pernah<br />
dia taklukkan. Dia<br />
juga sudah kembali<br />
berkumpul dengan<br />
istri dan anaknya.<br />
Norman mengatakan<br />
tak ada jurus rahasia<br />
untuk Stanislas. Yang<br />
penting bagaimana<br />
membuat dia percaya<br />
pada kemampuan dirinya.<br />
“Dia sekarang sudah<br />
tahu bagaimana<br />
bermain di panggung<br />
yang besar,” ujar<br />
Djokovic, memuji lawannya.<br />
Tapi Stanislas tetap belum berani mengincar posisi<br />
nomor satu—setelah Australia Open, peringkatnya langsung<br />
melesat ke urutan ketiga dunia, di bawah Nadal dan Djokovic.<br />
“Tidak... tidak sama sekali. Aku masih harus meningkatkan<br />
permainanku selangkah demi selangkah,” kata Stanislas.<br />
SAPTO PRADITYO | ESPN | guarDIAN | USA TODAY<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
SAINS<br />
DNA Kembar Identik<br />
Terbukti tak Serupa<br />
“Kami hanya bisa berharap kemajuan sains yang akan<br />
mengejar terus kasus itu.... Kami tahu itu bakal terjadi.<br />
Hanya tinggal soal waktu saja.”<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
SAINS<br />
Kedua orang ini juga sama-sama<br />
memberi pernyataan, dan keduanya<br />
membantah tuduhan sebagai pelaku<br />
pemerkosaan mahasiswi itu.<br />
Setelah berpekan-pekan menyelidiki kasus<br />
pemerkosaan terhadap enam perempuan, tim<br />
detektif Kepolisian Marseille, Prancis, berhasil<br />
mempersempit kemungkinan pelakunya. Rekaman<br />
kamera CCTV di sepanjang blok apartemen lokasi pemerkosaan<br />
memperkuat bukti mereka.<br />
Pada Februari setahun lalu, Kepolisian Marseille akhirnya<br />
menangkap tersangka pelakunya. Bukan satu orang, melainkan<br />
dua orang: Elwin dan Yohan—bukan nama sebenarnya.<br />
Dari foto keduanya, para korban yang berumur antara 22<br />
tahun hingga 76 tahun juga telah memastikan bahwa mereka<br />
inilah pelaku pemerkosaan.<br />
Tapi urusan hukum tak lantas serbagampang dan semulus<br />
jalan tol. Yang jadi soal, tak ada korban yang cukup yakin,<br />
apakah Elwin atau Yohan yang jadi pemerkosanya. Ya, Elwin<br />
dan Yohan adalah dua saudara kembar identik. Bukti noda<br />
sperma yang dimiliki polisi pun tak cukup untuk menyeret Elwin<br />
atau Yohan, atau bahkan mungkin keduanya, ke penjara.<br />
Sebab uji DNA (deoxyribonucleic<br />
acid) standar gagal membedakan<br />
apakah sperma itu milik Elwin<br />
atau Yohan.<br />
Emmanuel Kiehl, kepala penyelidikan<br />
kasus pemerkosaan<br />
ini, cuma bisa garuk-garuk kepala. “Ini kasus yang langka, di<br />
mana kemungkinan tersangkanya dua orang kembar identik,”<br />
kata Kiehl, kala itu. Saat Elwin dan Yohan ditangkap setahun<br />
lalu, belum ada metode yang mangkus, cukup akurat, dan<br />
ongkosnya masuk akal, untuk membedakan DNA milik dua<br />
orang kembar identik. Kiehl perlu perintah khusus untuk<br />
menahan Elwin dan Yohan.<br />
Pada kasus biasa, menurut seorang ahli forensik kepada<br />
harian La Provence, untuk membuktikan DNA seseorang, mereka<br />
cukup meneliti 400 pasang kode genetik. Untuk kasus<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
SAINS<br />
langka seperti Elwin dan Yohan, mereka harus memelototi<br />
bermiliar-miliar pasangan kode genetik untuk mengenali kelainan<br />
genetik yang unik. Ongkosnya bisa beberapa juta euro<br />
atau puluhan miliar rupiah. Repotnya, selain ongkosnya luar<br />
biasa mahal, Kepolisian Marseille juga tak punya fasilitasnya.<br />
Kembar identik atau kembar monozigotik, seperti Elwin<br />
dan Yohan, terlahir dari proses pembuahan satu sel telur oleh<br />
satu sperma. Proses pembelahan yang melahirkan dua embrio<br />
bayi, kemungkinan terjadi setelah tahap blastosis. Angka<br />
ETHNOS<br />
kelahiran kembar monozigotik bervariasi dari satu tempat ke<br />
tempat lain, tapi rata-rata global sekitar 3,5 per 1.000 kelahiran.<br />
Kasus kriminal yang bikin puyeng seperti Elwin dan Yohan<br />
bukan cuma ditemui Emmanuel Kiehl dan timnya. Pada 23<br />
November 1999, seorang mahasiswi Sekolah Seni dan Desain<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
SAINS<br />
Pada saat proses pewarisan ini, typo<br />
alias ‘salah ketik’ terjadi.<br />
Kendall di Grand Rapids, Michigan, Amerika Serikat, dipukul<br />
seseorang dari belakang dan diperkosa. Lima tahun kemudian,<br />
polisi menemukan tersangkanya, yakni Jerome Cooper.<br />
Belakangan, polisi menemukan fakta bahwa Jerome memiliki<br />
saudara kembar identik, Tyrone Cooper. Kedua saudara<br />
kembar ini sama-sama memiliki catatan buruk soal kejahatan<br />
seksual.<br />
“Kedua orang ini juga sama-sama memberi pernyataan, dan<br />
keduanya membantah tuduhan sebagai pelaku pemerkosaan<br />
mahasiswi itu,” kata Kapten Jeffrey Hertel, Kepala Kepolisian<br />
Grand Rapids, beberapa pekan lalu. “Padahal kami semula<br />
berharap salah satu akan mengatakan, ‘Aku tak ingin saudaraku<br />
menghadapi tuduhan yang<br />
salah. Akulah pelakunya.’ Tapi<br />
itu tak pernah terjadi.”<br />
Saat dikumpulkan dalam satu<br />
ruangan, Cooper bersaudara tak pernah sekalipun menyinggung<br />
soal kasus itu. Bukti percikan sperma pada jaket sang<br />
korban juga tak banyak menolong karena tes DNA saat itu<br />
gagal membedakan apakah itu milik Jerome atau Tyrone.<br />
Walhasil, tanpa pengakuan dan tak ada bukti pasti, dengan<br />
kecut, polisi terpaksa membiarkan Cooper bersaudara melenggang<br />
keluar dari tahanan polisi.<br />
“Kami hanya bisa berharap kemajuan sains yang akan mengejar<br />
terus kasus itu.... Kami tahu itu bakal terjadi. Hanya<br />
tinggal soal waktu saja,” kata Kapten Hertel. Setelah<br />
14 tahun kasus itu tak tertuntaskan, menurut Hertel,<br />
sang korban masih terus berharap kasusnya<br />
suatu saat nanti bisa dibawa ke pengadilan.<br />
●●●<br />
Keadilan itu mungkin akan datang tak lama<br />
lagi. Cooper bersaudara tak bisa berkelit lagi.<br />
Sudah ditemukan cara untuk membedakan DNA<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
SAINS<br />
EUROFINS<br />
milik dua orang kembar identik, seperti Cooper bersaudara<br />
dan Elwin-Yohan. Terbukti, saudara kembar identik sebenarnya<br />
tak benar-benar serupa DNA-nya.<br />
Georg Gradl, peneliti genetik Eurofins Genomics (Eurofins<br />
MWG Operon), mengatakan manusia memiliki sekitar tiga<br />
miliar pasang kode genetik. “Saat pembuahan terjadi, embrio<br />
berkembang, seluruh kode genetik ini akan disalin, diwariskan,”<br />
kata Dr. Gradl, tiga pekan lalu. “Pada saat proses pewarisan<br />
ini, typo alias ‘salah ketik’ terjadi.” “Salah ketik”, atau<br />
lebih tepatnya mutasi genetis, inilah yang membedakan DNA<br />
antara dua kembar identik.<br />
Pada tes DNA standar, menurut Gradl, perbedaan kecil<br />
akibat mutasi saat proses pewarisan ini tak bakal terdeteksi.<br />
Gradl bersama tim Eurofins telah membuat metode khusus<br />
untuk menganalisis lebih dari tiga miliar kode genetis itu<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
SAINS<br />
Aku sudah capek. Urusan ini<br />
sudah aku anggap selesai.<br />
GEORG GRALD<br />
EUROFINS<br />
dan mencari setitik perbedaan DNA antara saudara kembar<br />
identik akibat mutasi kecil tersebut. Seluruh proses ini akan<br />
memakan waktu sekitar satu bulan.<br />
Sudah ada sejumlah lembaga forensik dan kantor kepolisian<br />
yang meminta tim Eurofins membantu memecahkan kasus<br />
kejahatan yang melibatkan dua saudara kembar identik. Satu<br />
di antaranya adalah Kepolisian Marseille. “Kami sangat yakin<br />
bakal bisa mendapatkan hasilnya,” kata Dr.<br />
Gradl. Belum jelas, berapa ongkos pemeriksaan<br />
DNA saudara kembar identik oleh Eurofins ini.<br />
Jika ongkosnya cukup murah, metode Eurofins<br />
ini barangkali juga bisa membantu kasus unik seperti yang<br />
dihadapi Holly Marie Adams. Sepuluh tahun lalu, Holly melahirkan<br />
bayi. Dia mengklaim Raymond Miller-lah ayah bayi itu.<br />
Namun Raymond membantahnya dan menolak membayar<br />
tunjangan bagi anak itu. Urusan ini terpaksa dibawa ke Pengadilan<br />
Missouri.<br />
Di muka majelis hakim, Raymond membawa saudara kembarnya,<br />
Richard Miller. Dia meminta dilakukan tes DNA untuk<br />
membuktikan apakah dia atau Raymond bapak anak itu.<br />
Hasilnya, kemungkinan 99,9 persen Raymond atau Richard<br />
adalah bapak anak itu. Yang bikin tambah runyam,<br />
juga bikin kepala Hakim Fred Copeland cenat-cenut,<br />
Holly mengaku berhubungan seks dengan Raymond<br />
maupun Richard pada hari di mana kemungkinan besar<br />
terjadi pembuahan itu.<br />
Majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa Raymond-lah—sekalipun<br />
dia terus membantah—“ayah”<br />
anak itu. “Aku sudah capek. Urusan ini sudah aku anggap<br />
selesai,” kata Holly, beberapa tahun lalu. Seandainya<br />
metode Eurofins sudah ditemukan, barangkali urusan<br />
ini tak bakal berlarat-larat. ■<br />
SAPTO PRADITYO | BBC | daily mail | popsCI | USA today<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Utang Terus<br />
Menggunung<br />
Utang pemerintah terus<br />
meningkat dan menembus<br />
Rp 2.000 triliun. Para ekonom<br />
memandang wajar. Penggunaan<br />
utang untuk subsidi bahan<br />
bakar minyak dikritik.<br />
thinkstockphotos.com<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Nelayan mengangkat<br />
keranjang berisi ikan di<br />
Ulee Lheue, Banda Aceh.<br />
Utang luar negeri mestinya<br />
digunakan untuk membangun<br />
infrastruktur yang bisa<br />
memperbaiki nasib nelayan.<br />
ANTARA FOTO/Ampelsa<br />
AWAL 2014 agaknya menjadi tahun yang menguntungkan<br />
bagi Direktorat Jenderal Pengelolaan<br />
Utang. Lembaga di bawah Kementerian Keuangan<br />
ini salah satu tugasnya adalah mencari utang<br />
untuk negara dengan bunga semurah mungkin. Tugas itu<br />
dijalankan dengan baik pada awal tahun ini.<br />
Direktorat ini berhasil mendapatkan utang sesuai dengan<br />
target pada sejumlah lelang Surat Utang Negara, bahkan<br />
berhasil mendapatkan Rp 15 triliun dari target Rp 10 triliun<br />
pada 21 Januari lalu.<br />
Pemerintah Indonesia, seperti negara lain, memang mengandalkan<br />
lelang-lelang seperti ini untuk mendapatkan sebagian<br />
utangnya, yang tahun ini sudah melewati garis Rp 2.000<br />
triliun. Dan utang yang mencapai Rp 2.300 triliun itu, setidaknya<br />
menurut versi pemerintah, tak perlu dicemaskan. “Tidak<br />
perlu khawatir berlebihan,” kata Wakil Menteri Keuangan<br />
Bambang Brodjonegoro. “Tetap kita harus jaga utang kita,<br />
tapi enggak usah berlebihan.”<br />
Tren nilai utang pemerintah memang terus naik. Sepuluh<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Pembangunan salah satu<br />
gedung di Jakarta. Proyek<br />
infrastruktur di Indonesia<br />
banyak memanfaatkan<br />
dana utang.<br />
ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan<br />
tahun silam, utang pemerintah sekitar Rp 1.300 triliun. Tapi<br />
pemerintah menunjuk bahwa sedikit-banyaknya utang tidak<br />
melulu dilihat dari nilai nominalnya, tapi mesti dibandingkan<br />
dengan angka produk domestik bruto.<br />
Utang pemerintah memang cenderung turun jika menggunakan<br />
perbandingan ini. Saat itu, besar utang lebih dari 50<br />
persen dari angka ini, tapi sejak 2009 di bawah 30 persen.<br />
Sekarang, dengan utang Rp 2.300 triliun, rasionya hanya 28<br />
persen dibanding produk domestik bruto.<br />
Persentase yang 28 itu memang relatif kecil dibanding utang<br />
negara lain. Malaysia, misalnya, setahun silam angkanya 53<br />
persen. Negara maju persentasenya malah lebih tinggi. Rasio<br />
Singapura atau Amerika Serikat di kisaran 100 persen. Jepang<br />
malah di atas 200 persen. Hanya negara dengan sumber daya<br />
alam tinggi, seperti Arab Saudi, yang rasionya sangat rendah.<br />
Dengan melihat perbandingan ini, ekonom Universitas<br />
Indonesia, Telisa Aulia Falianty, menyebut utang pemerintah<br />
masih wajar. “Sebagai negara berkembang, wajar saja pemerintah<br />
memakai utang untuk menutup defisit,” katanya.<br />
Utang mestinya digunakan untuk kegiatan yang produktif,<br />
seperti membangun infrastruktur atau mendorong kegiatan<br />
ekonomi, termasuk usaha kecil, bukan menyubsidi bahan<br />
bakar minyak atau menggaji pegawai negeri.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Utang pemerintah Indonesia dibanding produk domestik bruto memperlihatkan tren menurun<br />
dalam 10 tahun ini, dari kisaran 60 persen menjadi di bawah 30 persen. Angka ini lebih rendah dari<br />
Malaysia, misalnya, apalagi Amerika Serikat dan Singapura.<br />
120<br />
100<br />
80<br />
60<br />
40<br />
20<br />
0<br />
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013<br />
Indonesia Malaysia Amerika Serikat Singapura Arab Saudi<br />
Meski angka utang itu wajar, ekonom Institute for Development<br />
of Economics and Finance, Ahmad Erani Yustika,<br />
berharap pemerintah mengoptimalkan penerimaan dalam<br />
negeri serta melakukan efisiensi belanja Anggaran Pendapatan<br />
dan Belanja Negara agar tidak terlalu dibebani utang. Masalahnya,<br />
menurut dia, pemerintah tidak mau bekerja serius<br />
mengoptimalkan penerimaan dan tidak memiliki iktikad baik<br />
untuk efisiensi belanja.<br />
“Akibatnya, jalan pintas yang dilakukan pemerintah adalah<br />
mengajukan permohonan utang walaupun akhirnya ada yang<br />
tidak terserap,” ujar Ahmad Erani.<br />
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latief<br />
Adam, berpendapat sama. Pemerintah harus mendorong<br />
peningkatan penerimaan dari perpajakan dan nonpajak pada<br />
titik optimal. Utang pun harus digunakan secara efisien untuk<br />
membiayai pengeluaran yang produktif, seperti membangun<br />
infrastruktur. “Bukan untuk membiayai kegiatan-kegiatan<br />
yang bermotif kepentingan populis, seperti menambah subsidi<br />
BBM,” katanya. n Hans Henricus B.S. Aron<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Indonesia Masuk Daftar<br />
Lima Negara Rapuh<br />
ADA istilah ekonomi baru yang<br />
muncul dan menjadi tren pada<br />
awal tahun ini. Istilah itu adalah<br />
Fragile Five alias Lima Negara Rapuh.<br />
Malangnya, Indonesia masuk daftar lima<br />
negara rapuh ini, di samping India, Turki,<br />
Brasil, dan Afrika Selatan.<br />
Negara-negara ini memiliki pertumbuhan<br />
ekonomi bagus selama beberapa<br />
tahun. Hanya, masalahnya, pertumbuhan<br />
ini sangat bergantung pada investasi dari<br />
luar negeri. Investor memborong surat<br />
utang dan saham di negara-negara ini<br />
saat ekonomi dipandang membaik. Tapi,<br />
begitu ada persoalan, investor langsung<br />
lari.<br />
Di Indonesia, saat ada tanda-tanda bunga<br />
bakal naik di Amerika Serikat karena<br />
negara itu menghentikan stimulus ekonomi,<br />
investor langsung lari. Akibatnya,<br />
bursa saham anjlok dan sepanjang 2013<br />
seperti tertahan. Rupiah juga anjlok, sehingga<br />
pemerintah terpaksa mengerem<br />
laju ekonomi dengan menaikkan suku<br />
bunga.<br />
Negara-negara lain dalam Fragile Five<br />
ANTARA FOTO/Yusran Uccang<br />
mengalami nasib yang kira-kira sama.<br />
Semula ekonominya dipandang mulus.<br />
Tapi, begitu investor asing pergi, ekonomi<br />
menjadi mengkhawatirkan. Utang<br />
jangka pendek pun menjadi salah satu<br />
ancaman saat investor ini keluar dari<br />
sebuah negara. n Nur Khoiri<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Perempuan menjadi<br />
Pasar Utama<br />
Bisnis mobil travel tak lekang dihantam moda angkutan lain.<br />
Orang tua dan perempuan menjadi sasaran pasar utama.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Meski tarif<br />
pesawat<br />
terbang<br />
semakin<br />
terjangkau dan<br />
bus semakin<br />
bagus, travel<br />
masih bisa<br />
bertahan.<br />
MINIBUS Daihatsu Luxio putih itu diparkir pada<br />
Rabu siang, 29 Januari 2014, di depan kompleks<br />
ruko di Jalan Jombang Raya, Pondok Aren, Tangerang.<br />
Mobil itu sedang beristirahat setelah<br />
malamnya bekerja menjemput penumpang dari rumahnya di<br />
sejumlah kota di Jawa Tengah dan mengantar sampai pintu<br />
rumah tujuan di Jakarta dan sekitarnya.<br />
Ini memang mobil travel. Moda angkutan umum ini mengandalkan<br />
minibus dan sebagian besar menggunakan sistem<br />
door to door, penumpang dijemput di rumah dan diantar sampai<br />
pintu rumah tujuan. “Ini salah satu dari empat Luxio kami,”<br />
ucap Timbul Bejo, salah satu pengelola CV Wahyu Pendowo<br />
Sinergy, yang mengoperasikan minibus dengan rute Jakarta<br />
ke Jawa Tengah.<br />
Luxio, dengan kapasitas tujuh penumpang, menjadi salah<br />
satu favorit pengusaha travel. Tapi armada yang dimiliki Timbul<br />
tidak hanya Luxio. Ia juga memiliki tiga Isuzu Elf, minibus<br />
dengan kapasitas belasan penumpang.<br />
Moda transportasi yang dikelola Timbul ini mulai populer<br />
sejak 1970-an. Tidak jelas siapa yang memulai, tapi salah satu<br />
pemain lamanya adalah perusahaan dari Bandung, 4848.<br />
Perusahaan ini bersaing dengan bus dan kereta api untuk<br />
melayani rute gemuk Jakarta-Bandung. Belakangan, setelah<br />
Bandung tersambung jalan tol sampai Jakarta, pemain baru<br />
bermunculan, seperti DayTrans dan Cipaganti.<br />
Di Jawa Tengah, misalnya, sejak 1970-an juga sudah muncul<br />
moda transportasi ini. Bisa dibilang seluruh kota di Jawa<br />
Tengah dijangkau moda transportasi door to door ini. Pada<br />
saat itu, jenis angkutan travel menjadi salah satu moda transportasi<br />
premium, alternatif dari bus, yang saat itu hanya<br />
menyediakan kelas ekonomi.<br />
Saat ini, meski tarif pesawat terbang semakin terjangkau<br />
dan bus semakin bagus, travel masih bisa bertahan. Timbul,<br />
misalnya, baru mengoperasikan armadanya tiga tahun silam.<br />
Tapi ia melihat pasar bisnis travel cukup cerah.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Cipaganti berekspansi ke<br />
layanan bus wisata setelah<br />
sukses di bisnis travel.<br />
hasan alhabsy/detikfot0<br />
Mereka sudah membidik pasarnya. Mereka adalah orang<br />
tua, kaum perempuan, dan kelompok masyarakat yang tidak<br />
mau repot pindah moda transportasi saat bepergian karena<br />
pada dasarnya layanan ini mirip taksi. “(Kami) sudah memetakan<br />
siapa saja calon pelanggan,” kata Iwan Bango, rekan<br />
bisnis Timbul.<br />
Bahkan munculnya pesawat murah tidak memukul bisnis<br />
mereka, malah bisa saling melengkapi. Perusahaan travel<br />
akan bisa melayani penumpang pesawat dari bandara sampai<br />
ke kota asal penumpang. “Di situlah posisi keberadaan jasa<br />
travel dibutuhkan,” kata Iwan.<br />
Pasar lain yang dibidik, menurut Sekretaris Perusahaan<br />
Cipaganti, adalah masyarakat yang belum memiliki mobil. Ia<br />
mengatakan pertambahan jumlah mobil—sekitar 800 ribu<br />
sekitar dua tahun silam—tidak sebanding dengan naiknya<br />
jumlah penduduk. “Berapa persen yang memiliki mobil pribadi”<br />
ungkap Toto.<br />
Cipaganti agak berbeda dengan sejumlah perusahaan travel<br />
lain karena layanannya bukan door to door, melainkan point to<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Sopir kami<br />
harus cepat<br />
dan tepat<br />
mengantarkan<br />
penumpang<br />
sesuai<br />
tujuannya.<br />
point. Mereka tidak menjemput dan mengantar sampai rumah<br />
tujuan, tapi menyebar titik keberangkatan dan kedatangan di<br />
Jakarta dan Bandung, sehingga para penumpang bisa memilih<br />
titik terdekat tujuan. Bagi penumpang, kelebihannya adalah<br />
lebih cepat karena tidak perlu berputar-putar dulu mengantar<br />
penumpang lain. Kekurangannya, penumpang mesti berganti<br />
moda transportasi.<br />
Saat ini, Cipaganti baru beroperasi di sekitar Bandung-Jakarta.<br />
Rutenya adalah wilayah yang tersambung jalan tol. Tapi<br />
mereka sudah bersiap membuka layanan di luar Jawa, seperti<br />
Medan dan Makassar. “Saya baru kemarin dari Medan, potensi<br />
pasar di sana sangat menarik,” ucap Toto. Rute paling<br />
gemuk mereka adalah Bandung-Jakarta, yang mereka layani<br />
dengan 680 mobil atau sekitar separuh armada mereka.<br />
Dengan armada sebesar itu, Cipaganti memang bisa<br />
dibilang raksasa dibanding perusahaan travel seperti yang<br />
dikelola Timbul. Tapi Timbul tidak minder, dan senjata yang<br />
menjadi andalannya adalah pelayanan. “Karena kami bukan<br />
angkot, pelayanan adalah sumber penghidupan kami,” ucapnya<br />
mantap.<br />
Dalam sebulan, rata-rata mobilnya menjalani rute Jakarta-<br />
Jawa Tengah 11 kali pulang-pergi. “Sesepi-sepinya, ya enam<br />
sampai tujuh kali PP (pulang-pergi)-lah,” ungkapnya. Para<br />
penumpang dikenai tarif sekitar Rp 200 ribu.<br />
Dia mempekerjakan 10 sopir. Salah satunya, Andi Guyub,<br />
mengatakan penghasilannya adalah 40 persen dari total tiket<br />
penumpang. Sepekan, ia bisa narik dua kali pulang-pergi.<br />
Uniknya, struktur bisnis Wahyu Pendowo Sinergy sangat<br />
“cair”. Perusahaan ini terdiri atas Wahyu Pendowo yang<br />
dimiliki Timbul, Sinergy Transport yang dimiliki Iwan, dan<br />
Pendowo yang dimiliki salah satu rekan mereka yang mereka<br />
panggil Pak Toying. Mereka menyatukan organisasi, seperti<br />
membentuk agen tiket. “Setiap agen hanya boleh menaikkan<br />
tarif tiket tak lebih dari 10-15 persen saja,” ucap Iwan.<br />
Rute travel yang juga “gemuk” adalah Jakarta-Bandar Lam-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
ekonomi<br />
Isuzu Elf, salah satu jenis<br />
kendaraan favorit para<br />
operator travel.<br />
dok travel.com<br />
pung. Travel dari Jakarta ke provinsi paling selatan Sumatera<br />
itu tetap bisa kokoh. Pesaing utama mereka di rute ini adalah<br />
bus Damri, yang berangkat dari Stasiun Gambir dengan tarif<br />
Rp 135-205 ribu, tergantung kelasnya.<br />
Salah satu pemain travel Jakarta-Lampung, Ramatrans,<br />
mematok tarif lebih mahal, Rp 200-300 ribu. Berbeda dengan<br />
Damri yang mematok harga tergantung fasilitas busnya,<br />
Ramatrans mematok tarif berdasarkan jarak perjalanan.<br />
“Sampai wilayah mana di sekitar Lampung penumpang kami<br />
antar, di situlah kita bicarakan tarifnya” kata Rama Dody, yang<br />
mengoperasikan 35 mobil dari pulnya di kawasan Cawang,<br />
Jakarta Timur.<br />
Agar bisa memenangi persaingan seperti Timbul, andalan<br />
Dody adalah pelayanan. “Sopir kami harus cepat dan<br />
tepat mengantarkan penumpang sesuai tujuannya,” ucapnya.<br />
n BUDI ALIMUDDIN<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Invasi Maskapai<br />
Penerbangan<br />
Murah Indonesia<br />
tak puas jadi jago kandang, Maskapai penerbangan murah<br />
Indonesia Beramai-ramai menerbangi rute internasional.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
EMPAT eksekutif Airbus itu duduk melingkari meja<br />
ruang rapat Citilink di kawasan Jalan S. Parman,<br />
Jakarta Barat, pada Selasa siang, 28 Januari 2014.<br />
Mereka membicarakan puluhan pesawat yang<br />
dipesan maskapai penerbangan murah yang didirikan PT<br />
Garuda Indonesia itu.<br />
“Ini mau bicarain pengiriman pesawat yang sudah kami<br />
pesan beberapa waktu lalu,” kata Presiden Direktur Citilink<br />
Arif Wibowo mengomentari pertemuan itu. Saat ini Citilink<br />
mengoperasikan 25 Airbus A320 dan sudah memesan 40<br />
pesawat lain.<br />
Arif mengungkapkan, penambahan pesawat ini dilakukan<br />
karena mereka akan memperluas jalur penerbangan ke<br />
sejumlah kota di luar negeri. Jadwal pertama mereka adalah<br />
menerbangi rute Denpasar-Perth. Kota di Australia itu akan<br />
mulai direngkuh pada Maret atau April nanti lewat satu penerbangan<br />
per hari. “Tapi ke depannya minimal kami akan<br />
menyelenggarakan penerbangan sehari 3 kali, Denpasarbisnis<br />
Citilink, salah satu maskapai<br />
penerbangan murah,<br />
saat mulai mengudara<br />
dari Bandara Halim<br />
Perdanakusuma, Jakarta,<br />
awal bulan lalu.<br />
M Agung Rajasa | ANTARA foto<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Sriwijaya Air di salah satu<br />
bandara. Maskapai yang<br />
memposisikan diri di<br />
kelas medium ini mulai<br />
agresif masuk layanan<br />
internasional.<br />
foto: getty images<br />
Perth,” ucapnya.<br />
Citilink bukan satu-satunya<br />
maskapai penerbangan murah<br />
Indonesia yang mulai bermain<br />
di luar negeri. Maskapai<br />
lain, seperti Sriwijaya Air, juga<br />
mulai menjangkau Cina lewat<br />
penerbangan dari Denpasar.<br />
Sedangkan Lion Air malah<br />
mendirikan anak perusahaan<br />
di Malaysia dan Thailand.<br />
Mandala dan AirAsia Indonesia<br />
memang memiliki induk<br />
di luar negeri, yakni Tiger Air dari Singapura dan AirAsia dari<br />
Malaysia, sehingga secara alami mereka memiliki sejumlah<br />
rute internasional.<br />
Lewat grup seperti ini, mereka bisa bekerja sama seperti<br />
yang dilakukan Mandala, misalnya. Mereka memanfaatkan<br />
jaringan grup Tiger Air, sehingga penumpang dari Jakarta<br />
di Manila tidak perlu membeli dua tiket. Penumpang cukup<br />
membeli satu tiket meski nantinya transit di Singapura dan<br />
pindah pesawat dari Filipina, Cebu Pacific Air.<br />
Adapun Sriwijaya mulai menerbangi Cina sejak 22 Januari<br />
silam, yakni dari Denpasar ke tiga kota di Tiongkok: Hangzhou,<br />
Ningbo, dan Nanjing. “Penerbangan ke Cina ini menggunakan<br />
pesawat Boeing 737-800 Next Generation,” kata<br />
Senior Manager Corporate Secretary Sriwijaya Air, Agus<br />
Sudjono.<br />
Sriwijaya masuk pasar ini dengan alasan jelas: tidak ada<br />
penerbangan langsung Denpasar ke Cina setelah Batavia<br />
Air tutup. “Kami tidak punya pesaing (di rute itu),” ucapnya<br />
diiringi derai tawa.<br />
Karena peluang ada, Sriwijaya memasang target rute ini<br />
sebagai tonggak awal membuka bisnis di jarak menengah,<br />
tidak hanya penerbangan domestik. “Ke depannya, pener-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Kesibukan di Bandara<br />
Soekarno-Hatta, Jakarta.<br />
Maskapai penerbangan<br />
murah tidak hanya melayani<br />
penerbangan lokal, tapi juga<br />
mulai masuk pasar-pasar<br />
internasional.<br />
Rivan Awal Lingga | ANTARA foto<br />
bangan ke kota lain di Cina bisa<br />
dilakukan,” kata Agus.<br />
Maskapai yang memposisikan<br />
diri sebagai maskapai medium—antara<br />
full service dan<br />
penerbangan murah—sudah<br />
mengincar belasan kota lain di<br />
negara berpenduduk terbesar<br />
dunia itu, mulai Beijing, Wuhan,<br />
sampai Shenzhen. “Tapi baru<br />
tiga yang mendapat izin,” ucapnya.<br />
Rute ke Cina ini menambah<br />
daftar kota tujuan di luar negeri, setelah mereka juga menerbangi<br />
Dili di Timor Leste dan Penang di Malaysia.<br />
Bermain di pasar tanpa pesaing ini tentu relatif lebih<br />
enteng daripada yang dilakukan Citilink, yang masuk rute<br />
Perth-Denpasar dengan banyak pemain di dalamnya. Di jalur<br />
itu, pasar penerbangan murah sudah bercokol Virgin Air,<br />
Jetstar, dan AirAsia dengan jumlah penerbangan total 8-10<br />
per hari. “Tahun ini Tiger Air juga akan masuk,” kata Arif.<br />
Dengan persaingan keras, Citilink berharap bisa meraup 10<br />
persen pasar ini.<br />
Persaingan penerbangan murah Perth-Denpasar berat,<br />
menurut Arif, karena banyak warga Australia kelas ekonomi<br />
C dan D—menengah ke bawah untuk ukuran negara itu—<br />
yang gemar piknik ke Bali. “Kelas ini akan mencari penerbangan<br />
yang lebih murah,” katanya.<br />
Pasar lain yang diincar Citilink adalah orang Indonesia<br />
yang tinggal di Australia. Meski tidak semua orang ini pulang<br />
ke Bali, Citilink memiliki penerbangan cukup lengkap<br />
dari Denpasar ke kota-kota lain di Indonesia. “Denpasar itu<br />
hub (pusat rute) kami,” katanya. ■ Budi Alimuddin<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Pajero<br />
Juragan WC Umum<br />
Jangan remehkan bisnis WC umum terminal atau pasar. Desa di<br />
pelosok Tasikmalaya memasok pekerja dan juragan WC umum.<br />
Juragannya pun bermobil Toyota Land Cruiser atau Mitsubishi Pajero.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Rumah salah satu juragan<br />
WC, Haji Cecep Ruchimat,<br />
yang berada di pelosok<br />
Tasikmalaya.<br />
rengga sancaya | detik foto<br />
JIKA hanya melihat rumah itu, mungkin membayangkan<br />
lokasinya berada di Jakarta dan sekitarnya,<br />
bukan di desa terpencil di kaki Gunung Talaga<br />
Bodas, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari<br />
Tasikmalaya.<br />
Rumah itu berlantai dua, lebih banyak memasang kaca<br />
sebagai dinding daripada batu bata yang disemen dan<br />
dicat tebal. Sebuah kolam renang menyatu dengan halaman<br />
belakang rumah. Di samping rumah bergaya minimalis<br />
ini, bertengger dua mobil mahal, Toyota Land Cruiser dan<br />
Mitsubishi Pajero Sport Dakar.<br />
Dua mobil itu fungsinya sedikit berbeda. “Kalau mobil yang<br />
ini untuk blusukan,” ujar pemiliknya, Haji Cecep Ruchimat,<br />
menunjuk Land Cruiser.<br />
Haji Cecep bukan satu-satunya pemilik rumah gedong<br />
atau mobil sekelas Pajero di desanya, Cijaho, atau desa sebelahnya,<br />
Kiarajangkung. Pak haji itu, seperti ratusan orang<br />
lain di sana, bisa menikmati kehidupan kelas menengah<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Salah satu WC umum yang<br />
sedang beroperasi.<br />
rengga sancaya | detik foto<br />
atas karena bisnisnya yang<br />
kurang lazim dan kadang tidak<br />
dipandang mata: menjadi<br />
juragan WC umum.<br />
Kepala Desa Kiarajangkung,<br />
Asep Wawan, mengatakan<br />
ia memimpin 1.200-an keluarga.<br />
Dari jumlah itu, sekitar<br />
20 persen warganya menjadi<br />
juragan WC umum. Selain<br />
itu, 70 persen adalah petani,<br />
yang di luar musim tanam<br />
menjadi pekerja WC umum<br />
yang dimiliki para tetangganya<br />
itu. Sisanya menekuni pekerjaan lain, seperti tukang<br />
kredit.<br />
“Orang-orang di sini bertani iya, sebagai karyawan di<br />
WC umum juga iya,” kata Asep yang selain menjadi kuwu<br />
alias kepala desa, juga mengoperasikan 6 unit WC umum<br />
di pasar di Jawa Tengah, yakni di Jepara dan Rejowinangun,<br />
Magelang. “Jadi ada aplusan, kalau musim tanam sudah<br />
selesai, berangkat jadi karyawan WC umum.”<br />
Para jawara WC umum dari Kiarajangkung itu di antaranya<br />
Haji Nurjaman dan anaknya, Haji Nur Alam, yang<br />
memiliki rest area Kampoeng Nagreg di jalur lintas Nagreg<br />
menuju Kecamatan Malangbong. Ada pula Haji Lukman,<br />
Haji Oyoh,dan Haji Empon Suryana.<br />
Profesi ini membawa kemakmuran bagi warga desa. Jalanan<br />
desa yang terpencil itu beraspal mulus semua. Begitu<br />
pula rumah-rumah berdesain minimalis terbaru banyak<br />
bertengger di tengah-tengah permukiman.<br />
Keberhasilan ini juga membuat Haji Cecep, pemilik Land<br />
Cruiser, gengsinya naik dan sekarang sedang berusaha<br />
merebut kursi DPRD Kabupaten Tasikmalaya, sebagai calon<br />
legislator nomor satu Partai Gerindra. Usaha berbisnis WC<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Setelah izin RT, RW, dan kelurahan,<br />
saya langsung renovasi dan pasang<br />
jet pump (pompa air bertenaga<br />
tinggi) dengan menggali hingga<br />
kedalaman 50 meter.<br />
umum yang ditekuni selama 30 tahun—bahkan ia nekat<br />
keluar dari pekerjaan sebelumnya di PT Pelindo, salah satu<br />
BUMN—seperti terbayar.<br />
Haji Cecep ini mengoperasikan WC umum di sejumlah<br />
kota besar di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta. Namun<br />
dia enggan bercerita banyak mengenai bisnis yang digelutinya<br />
selama 30 tahun itu. “Yang sukses itu Haji Mumu, kalau<br />
saya kan hanya ngikut aja,” imbuhnya.<br />
Haji Mumu Hermana, yang disebut “sukses” oleh Haji<br />
Cecep, juga berasal dari Desa Kiarajangkung. Di desa itu,<br />
Haji Mumu memiliki rumah berlantai dua dengan tiga penangkal<br />
petir bertengger pada gentingnya.<br />
Meski begitu, setahun cuma beberapa kali<br />
ia pulang ke rumah megahnya di kampung<br />
itu. Haji Mumu, yang sekarang berusia 65<br />
tahun, tinggal di Ciracas, Jakarta Timur, dan<br />
rumahnya di Kiarajangkung dihuni anak<br />
angkatnya, Budi Rahmatillah.<br />
Mumu memang menjadi perintis bisnis<br />
WC umum itu. Ia memulainya pada 1980.<br />
Saat itu, ia melihat bahwa WC umum di<br />
8 RW kawasan Cengkareng Bedeng, Jakarta Barat, tidak<br />
terpelihara. Ia menawarkan jasa untuk merenovasi dan mengelola<br />
bangunan WC di wilayah itu.<br />
Karena setiap RW terdapat 10 unit, total 80 unit ia perbaiki<br />
dan dikelola. “Setelah izin RT, RW, dan kelurahan, saya langsung<br />
renovasi dan pasang jet pump (pompa air bertenaga<br />
tinggi) dengan menggali hingga kedalaman 50 meter,” tutur<br />
Mumu. Modal yang ia keluarkan di wilayah itu Rp 5 juta,<br />
uang yang cukup banyak karena saat itu bensin premium<br />
hanya Rp 150 per liter.<br />
Dengan pengalaman bisnis di Cengkareng Bedeng,<br />
Mumu berekspansi ke seluruh wilayah Jawa. Target favoritnya<br />
adalah pasar dan terminal. Salah satu strategi yang ia<br />
pasang, di pasar dan terminal itu selalu membangun masjid<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Pencalonan Haji Cecep<br />
Ruchimat sebagai calon<br />
anggota DPRD Kabupaten<br />
Tasikmalaya.<br />
rengga sancaya | detik foto<br />
Tap/klik untuk berkomentar<br />
atau musala di samping WC umum miliknya. Salah satunya<br />
di Terminal Arjosari, Malang, Mumu mendirikan masjid berukuran<br />
240 meter persegi.<br />
Selain mengundang orang untuk beribadah, mendirikan<br />
tempat ibadah ini juga menarik konsumen. “Masjid atau<br />
musala itu bikin ramai, makanya saya kalau bikin WC pasti<br />
ada musala atau masjidnya,” ujarnya.<br />
Bisnis WC umumnya pun semakin profesional. Belakangan,<br />
usaha ini ia bentuk sebagai sebuah perseroan terbatas<br />
dengan nama PT Mulia Jaya Sejahtera. Perusahaan ini mengelola<br />
WC umum, seperti di Pasar Induk Kramat Jati, Pasar<br />
Tanah Abang, Glodok, Depok, Cianjur, sampai Malang. Total<br />
pegawainya sekitar 200 orang, yang ia rekrut dari Kiarajangkung<br />
dan desa-desa sekitarnya.<br />
Tarif WC umum yang dipatok para warga Kiarajangkung<br />
itu antara Rp 500-1.000 untuk buang air kecil dan Rp 2.000<br />
untuk buang air besar. Mumu dan para pengusaha itu enggan<br />
menceritakan omzetnya. Namun dari rumah-rumah megah<br />
dan Land Cruiser di Kiarajangkung, uang yang dikumpulkan<br />
agaknya bukan lagi recehan. ■ HANS HENRICUS B.S. aron<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
isnis<br />
Retribusi Terus Naik<br />
PARA pengusaha WC umum itu cenderung enggan mengungkapkan<br />
perincian bisnis mereka. Salah satu pengusaha<br />
mengatakan bahwa pernah ada tabloid yang menulis tentang<br />
mereka. Setelah tulisan dipublikasikan, mereka terkena dampak<br />
buruk: otoritas setempat menaikkan retribusi WC umum mereka.<br />
Saat ini retribusi rata-rata WC umum adalah Rp 10-20 juta. Per tahun,<br />
ungkap salah satu pengusaha, naik sekitar 10-20 persen. Sebelum ada<br />
artikel di tabloid itu, kenaikan hanya sekitar 5 persen per tahun.<br />
Salah satu pengusaha juga mengatakan mereka enggan mengungkapkan<br />
sisi bisnis karena takut bakal muncul pesaing baru. Dalam posisi sekarang,<br />
bisnis ini memang jarang yang melirik. Mungkin karena dipandang bisnis<br />
yang kotor dan bau, atau mungkin karena melihat konsumen hanya membayar<br />
uang receh, Rp 1.000-2.000 sekali transaksi.<br />
Padahal, jika melihat WC<br />
umum di terminal, misalnya,<br />
setidaknya setiap menit<br />
ada yang membayar Rp<br />
1.000. Jika terminal itu beroperasi<br />
12 jam, secara kasar<br />
bakal terkumpul 12 jam x<br />
60 menit x 1.000. Alhasil,<br />
WC itu akan menghasilkan<br />
Rp 720 ribu per hari. Bukan<br />
jumlah yang sedikit apalagi<br />
jika melihat di banyak tempat,<br />
orang bahkan harus<br />
antre untuk masuk.<br />
■ HANS HENRICUS B.S. aron<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Bila Cina<br />
Jadi Tentara<br />
Selama ini ada anggapan bahwa kesempatan<br />
menjadi tentara dan pegawai negeri tertutup bagi<br />
warga keturunan Cina (Tionghoa). Akibatnya,<br />
mereka pun banyak berkiprah sebagai pedagang.<br />
Apalagi buku-buku sejarah di sekolah nyaris tak<br />
menyebutkan peran mereka dalam mengusir<br />
penjajah. Padahal, jika ditelisik, dalam setiap<br />
angkatan di tubuh TNI-Polri, ada satu-dua prajurit<br />
berdarah Tionghoa. Di berbagai daerah, tersebar<br />
tokoh Tionghoa yang diangkat sebagai veteran<br />
dan sudah ada yang dimakamkan di taman makam<br />
pahlawan. Juga ada yang bergelar pahlawan<br />
nasional. Beberapa artikel berikut ini mengungkap<br />
hal tersebut. Selamat membaca!<br />
Orang Tionghoa,<br />
Jago dagang dan perang<br />
Dari Penyelundup<br />
Menjadi Laksamana<br />
Menjadi Koki hingga<br />
Membuka Warung Kopi<br />
veteran Tionghoa<br />
di Pemakaman Pahlawan<br />
Majalah detik 3 - 9 Februari 2014
selingan<br />
g<br />
Orang Tionghoa<br />
Jago Berdagang Juga Berperang<br />
Kiprah mereka dalam membantu kemerdekaan<br />
tak tertulis dalam buku sejarah di sekolah.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Hendra Kho dan istrinya<br />
Chang Jane<br />
dok. pribadi<br />
Kisah kehidupan sang kakek, Kho Bak Tjoa, yang<br />
turut mengangkat senjata mengusir kolonial Belanda<br />
di Jambi, rupanya banyak mengusik benak<br />
Hendra Kho. Apalagi sang kakek, yang meraih Bintang<br />
Gerilya dari Presiden Sukarno, kerap menyatakan darma<br />
paling mulia dari seseorang adalah ketika memberikan yang<br />
terbaik kepada orang banyak. Untuk negara dan bangsa. Pria<br />
kelahiran Jambi, 9 September 1982, itu pun menerjemahkannya<br />
dengan menjadi tentara. Korps infanteri adalah idamannya.<br />
Selepas sekolah menengah atas, ia pun mendaftarkan diri<br />
mengikuti seleksi calon taruna Akademi Militer. Sayang, pada<br />
tahap akhir dia dinyatakan tak lulus. Kedua orang tuanya,<br />
Djoni Kho dan Tjoa Ngang Heng, membesarkan hati dengan<br />
menyarankan agar mengikuti tes pada tahun berikutnya. Tapi<br />
Hendra tak mau. Dia tak ingin makin frustrasi karena menjadi<br />
penganggur.<br />
Untuk melupakan kegagalan itu, atas restu orang tuanya,<br />
Hendra hijrah ke Jakarta dan mendaftar ke Fakultas Hukum<br />
Universitas Trisakti. Ketika titel sarjana hukum hampir<br />
digenggam, Hendra mengaku sempat berniat menjadi pebisnis.<br />
Tapi, sekelebat kemudian, cita-cita menjadi tentara<br />
kembali membuhul. “Saya ingin membuktikan bahwa orang<br />
Tionghoa tidak hanya pandai berdagang,” kata suami<br />
Chang Jane ini saat berbincang dengan majalah detik<br />
melalui telepon seluler pada Rabu, 29 Januari 2014.<br />
Dengan sokongan ayah-ibunya, Hendra, yang<br />
telah bertitel sarjana hukum, mengikuti seleksi<br />
sekolah perwira prajurit karier. Kali ini ia dinyatakan<br />
diterima dan lulus dengan pangkat letnan dua TNI<br />
Angkatan Udara pada Juli 2007. Dari 256 orang<br />
lulusan perwira, Hendra tercatat menduduki<br />
peringkat ke-32. Dari 72 siswa matra udara, dia<br />
berada di urutan ketujuh dari 10 siswa terbaik.<br />
Selanjutnya, dia ditempatkan di Korps Pasukan<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Tap untuk<br />
melihat video<br />
Khas (Pasukan Komando) TNI Angkatan Udara.<br />
Hendra, yang kini menjabat Kepala Hukum Pusat Pendidikan<br />
dan Latihan Paskhas TNI AU di Bandung, mendapat<br />
anugerah tiga tanda jasa, yakni Dharma Nusa, Wira Dharma,<br />
serta Wira Nusa. Oktober tahun lalu, dia meraih pangkat<br />
kapten.<br />
Hendra Kho adalah segelintir warga negara Indonesia keturunan<br />
Tionghoa yang mau menjadi anggota TNI dan berani<br />
mengungkapkannya ke publik. Selebihnya memilih menutup<br />
rapat jati diri dan kiprah mereka sebagai prajurit TNI-Polri. Padahal<br />
rata-rata mereka mencapai pangkat perwira menengah,<br />
bahkan jenderal. Sebut saja Mayor Jenderal dr Daniel Tjen,<br />
SpS, yang kini menjabat Kepala Pusat Kesehatan TNI. Atau<br />
Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Teddy Yusuf (Him Tek Ji),<br />
yang lama aktif sebagai perwira intelijen dan pernah menjadi<br />
anggota Fraksi ABRI (1995-1999). Selain itu, ada Laksamana<br />
Muda John Lie, yang pada 2009 dianugerahi gelar pahlawan<br />
nasional dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Brigjen Dr Daneil Tjen, kini<br />
berpangkat Mayor Jenderal.<br />
puspen kodam tanjungpura<br />
Kalibata. (Baca “Dari Penyelundup Menjadi Laksamana”)<br />
Bahkan penelusuran Didi Kwartanada dari Yayasan Nation<br />
Building (Nabil) menemukan bahwa kiprah warga keturunan<br />
Tionghoa ada sejak sebelum perang kemerdekaan dan selama<br />
perjuangan merebut kemerdekaan. Buktinya, di tamantaman<br />
makam pahlawan di beberapa daerah, ada sejumlah<br />
makam yang menggunakan nama Tionghoa. Ia antara lain<br />
merujuk makam Tentara Pelajar, Ferry Sie King Lien, di TMP<br />
Jurug, Surakarta. Ferry tewas saat angkat senjata melawan<br />
Belanda pada 1948-1949.<br />
Di Pemalang, Jawa Tengah, juga diketahui ada “Laskar<br />
Pemuda Tionghoa” dengan tokoh Tan Djiem Kwan, alumnus<br />
Sekolah Tionghoa Tegal. Juga terdapat orang-orang Tionghoa<br />
yang melibatkan diri dalam Batalion Macan Putih, satu<br />
kesatuan gerilya yang aktif di wilayah-wilayah sekitar lereng<br />
Gunung Muria (Tayu, Jepara, Kudus, Welahan).<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Ivan Wibowo<br />
dok. pribadi<br />
“Orang Tionghoa di daerah-daerah tersebut mengumpulkan<br />
perhiasan empat-lima kali untuk dibelikan senjata di Singapura.<br />
Mereka juga menyediakan makanan yang dibungkus<br />
daun jati bagi para pejuang,” ujar Didi dalam artikel bertajuk<br />
“Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan”, yang<br />
diterbitkan Nabil Forum edisi Juli 2011.<br />
Sayangnya, kisah mereka tak pernah tertulis dalam bukubuku<br />
sejarah di sekolah, sehingga memunculkan anggapan<br />
bahwa masyarakat dari etnis Tionghoa cuma berpangku<br />
tangan dan menjadi penonton pada era revolusi fisik.<br />
Sekretaris Jenderal Legiun Veteran Republik Indonesia<br />
Marsekal Muda (Purnawirawan) F.X. Soejitno mengungkapkan,<br />
kiprah masyarakat etnis Tionghoa dalam ketentaraan di<br />
Indonesia sejatinya sudah ada sebelum perang kemerdekaan<br />
dan selama perjuangan merebut kemerdekaan. Sebelum<br />
Indonesia merdeka, terutama pada masa pemerintahan kolonial<br />
Belanda, banyak warga keturunan Tionghoa yang bahumembahu<br />
bersama pejuang Indonesia melawan penjajah.<br />
Kiprah serupa terjejak menjelang dan pada awal kemerdekaan.<br />
Pada masa revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan<br />
yang baru diproklamasikan, banyak anggota masyarakat<br />
keturunan Tionghoa yang bergabung dalam laskar pemuda<br />
pejuang. “Karena, sesaat setelah proklamasi, kita kan belum<br />
memiliki tentara. Jadi badan-badan perjuangan yang mempertahankan<br />
kemerdekaan itu ya laskar-laskar pemuda,” tutur<br />
Soejitno kepada majalah detik, yang menemui di kantornya,<br />
gedung Balai Sarbini, Jakarta.<br />
Ketika pemerintah resmi membentuk tentara, seperti halnya<br />
anggota laskar yang lainnya, tidak sedikit dari anggota<br />
laskar keturunan Tionghoa yang memilih kembali menjadi<br />
masyarakat sipil atau profesi sebelumnya. Sebaliknya, tidak<br />
sedikit pula yang bergabung dalam institusi tentara.<br />
Peluang warga keturunan Tionghoa menjadi tentara, Soejitno<br />
melanjutkan, juga tidak pernah tertutup atau ditutup.<br />
Seperti suku-suku lain di Indonesia, mereka memiliki hak<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
FX Suyitno<br />
Okta Marfianto/detikfoto<br />
yang sama. “Sebab, di dunia militer, baik tentara maupun<br />
polisi, tidak ada satu pun aturan atau undang-undang yang<br />
menyebut larangan bagi suku atau ras tertentu menjadi<br />
anggotanya,” kata Panglima Komando Pertahanan Udara<br />
Nasional pada 1993-1995 itu.<br />
Dia mencontohkan pengalamannya saat masuk Akademi<br />
Angkatan Udara pada 1965. Saat itu, dari sekian puluh ribu<br />
pendaftar, yang diterima sekitar 100 orang. Dari jumlah tersebut,<br />
empat orang di antaranya adalah pemuda keturunan<br />
Tionghoa.<br />
Ia menduga minimnya minat masyarakat keturunan Tionghoa<br />
masuk menjadi tentara lebih karena kesejahteraan yang<br />
kurang menjanjikan ketimbang menjadi pengusaha. “Jangankan<br />
masuk ke tamtama atau bintara, gaji perwira tentara itu<br />
lebih kecil dibanding berbisnis,” ujar mantan asisten KSAU itu.<br />
Namun Ivan Wibowo, pengacara yang aktif di lembaga<br />
Jaringan Tionghoa Muda, punya pandangan berbeda. Minimnya<br />
minat warga Tionghoa masuk TNI-Polri karena memang<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Jangankan<br />
masuk ke<br />
tamtama<br />
atau bintara,<br />
gaji perwira<br />
tentara itu<br />
lebih kecil<br />
dibanding<br />
berbisnis.<br />
Tap/klik untuk berkomentar<br />
ada semacam kebijakan tak tertulis bahwa profesi tersebut,<br />
termasuk pegawai negeri sipil, memang tertutup untuk mereka.<br />
Hal ini terkait dengan wacana yang sempat mengemuka<br />
dalam Seminar Angkatan Darat II pada 1966, yang menganjurkan<br />
penggantian istilah Tionghoa dengan Cina. “Padahal<br />
resminya tak pernah ada peraturan yang melarang,” ujarnya.<br />
Kalaupun di era Sukarno terdapat rekrutmen besar-besaran<br />
dalam ketentaraan yang diikuti banyak orang Tionghoa,<br />
itu karena ada Operasi Dwikora (konflik dengan Malaysia)<br />
dan Trikora (pembebasan Irian Barat) serta berbagai pemberontakan<br />
di seluruh Nusantara, mulai Pemerintahan Revolusioner<br />
Republik Indonesia, Perjuangan Rakyat Semesta,<br />
sampai Republik Maluku Selatan. Karena negara butuh banyak<br />
tentara, setiap calon sarjana, apalagi dokter, dokter gigi,<br />
apoteker, dan insinyur, secara otomatis harus ikut seleksi jadi<br />
tentara.<br />
“Periode ini mungkin adalah periode di mana orang Tionghoa<br />
paling banyak menjadi tentara karena dimobilisasi<br />
melalui gelar akademis,” ujar Ivan.<br />
Tapi pasca-Gerakan 30 September 1965 dan ketika rezim<br />
Orde Baru berkuasa, yang terjadi kemudian adalah pembatasan-pembatasan,<br />
seperti tidak diperbolehkannya penggunaan<br />
aksara Cina, pelarangan sekolah Cina, dan pengetatan seleksi<br />
pelajar Tionghoa yang akan masuk universitas.<br />
Meski begitu, di era sekarang, Ivan berharap warga keturunan<br />
Tionghoa yang memang benar-benar berminat menjadi<br />
tentara sebaiknya mendaftar dan mengikuti ujian secara<br />
fair. Sebaiknya, ujarnya, tidak langsung berprasangka bahwa<br />
mereka akan dipersulit atau dilarang masuk tentara-polisi.<br />
“Kalau memang tidak ada yang diterima, baru pantas protes.<br />
Kalau sudah diterima, tentu harus berprestasi. Minimal harus<br />
paling berani di medan perang. Bintang itu diperebutkan,<br />
bukan diberikan,” ujarnya. n ARIF ARIANTO | Sudrajat<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Dari Penyelundup<br />
Menjadi Laksamana<br />
Meski berpengalaman internasional, sewaktu bergabung dengan<br />
Angkatan Laut, John Lie diberi pangkat terendah.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Selama ini, bila kita berbicara tentang sejarah<br />
Angkatan Laut, yang tertulis di buku-buku sejarah<br />
cuma mengenai heroisme Komodor Yos Sudarso<br />
dalam pertempuran di Laut Aru. Padahal, pada era<br />
perang kemerdekaan, ada prajurit yang kiprahnya spektakuler,<br />
yakni John Lie Tjeng Tjoan, yang kemudian berganti nama<br />
menjadi Jahja Daniel Dharma.<br />
Entah karena masih keturunan Tionghoa atau sebab lain,<br />
namanya baru ramai diperbincangkan sekitar lima tahun lalu.<br />
Lelaki kelahiran Manado, 11 Maret 1911, dan wafat pada 1988<br />
itu akhirnya mendapat gelar pahlawan nasional serta Bintang<br />
Mahaputera Adipradana dari Presiden Susilo Bambang<br />
Yudhoyono pada 10 November 2009. “Om John Lie berasal<br />
dari keluarga kaya di Manado. Ayahnya (Lie Kae Tae) pemilik<br />
perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming<br />
Lie Kay Thai),” kata Rita Tuwasey Lie, keponakan John<br />
Lie, kepada majalah detik, Rabu, 29 Januari 2014.<br />
Menginjak usia 17 tahun, Rita melanjutkan, John Lie kabur<br />
ke Batavia karena ingin menjadi pelaut. Di<br />
kota ini, sembari menjadi buruh pelabuhan,<br />
ia mengikuti kursus navigasi. Setelah<br />
itu John Lie menjadi klerk mualim III pada<br />
kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij,<br />
perusahaan pelayaran Belanda. Pada 1942,<br />
John Lie bertugas di Khorramshahr, Iran,<br />
dan mendapatkan pendidikan militer.<br />
Ketika Perang Dunia II berakhir dan<br />
Indonesia merdeka, dia memutuskan<br />
bergabung dengan Angkatan Laut. “Oleh<br />
Mas Pardi (Kepala Staf Umum TKR Laut,<br />
Laksamana Muda Mas Pardi), meski berpengalaman<br />
internasional, waktu itu John<br />
Lie diberi pangkat terendah. Tapi dia tidak<br />
mempersoalkan itu karena dia cuma ingin<br />
mengabdi kepada bangsanya,” kata Didi<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Kepala Staf Angkatan<br />
Laut Laksamana<br />
Poernomo berphoto<br />
bersama Margaretha<br />
Dharma Angkuw, istri<br />
John Lie.<br />
foto : Dispenal<br />
John Lie orangnya tegas<br />
dalam bersikap dan<br />
bertindak. Kepekaan<br />
kemanusiaannya<br />
tinggi dan pasti sangat<br />
mencintai negerinya.<br />
Kwartanada, PhD, dari Yayasan Nation Building (Nabil).<br />
John Lie mengawali tugas di Cilacap, Jawa Tengah. Dia<br />
memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan<br />
senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah<br />
operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon,<br />
Manila, dan New Delhi. Atas keberanian dan keberhasilannya<br />
memimpin misi, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor. Karena<br />
semua aksi John Lie biasa dilakukan malam<br />
pada hari dengan kapal yang sengaja tidak<br />
dilengkapi lampu agar tak terdeteksi patroli<br />
Belanda ataupun Inggris, ada yang menjulukinya<br />
The Black Speed Boat.<br />
Uniknya, dalam menjalankan misi penyelundupan,<br />
John Lie terbiasa membawa Injil. Karena<br />
itu, Roy Rowan, wartawan majalah Life,<br />
yang mewawancarainya, mengabadikan kisah<br />
perjuangan John Lie dengan judul “Guns—And<br />
Bibles—Are Smuggled to Indonesia”, yang terbit<br />
pada 26 Oktober 1949. Dari situlah John Lie dijuluki The<br />
Great Smuggler with the Bible.<br />
Menurut kesaksian Jenderal Besar A.H. Nasution pada 1988,<br />
prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut” karena dia<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Antara/ Ali Anwar<br />
Presiden Susilo<br />
Bambang Yudhoyono<br />
menyerahkan gelar<br />
Pahlawan Nasional<br />
kepada Margaretha<br />
Dharma Angkuw, istri<br />
John Lie, pada 10<br />
November 2009.<br />
adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis<br />
eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas<br />
kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan<br />
Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat<br />
Semesta.<br />
Ia pensiun pada 1967 dengan dua bintang di pundaknya<br />
dan mengganti nama menjadi Jahja Daniel Dharma. Masa<br />
pensiunnya, kata Rita, diisi dengan berbagai kegiatan sosial.<br />
Salah satu indikasi namanya cukup disegani, ketika dia wafat<br />
pada 27 Agustus 1988, banyak orang datang melayat, mulai<br />
Presiden Soeharto hingga anak-anak gelandangan. Selain itu,<br />
John Lie dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata,<br />
Jakarta. Puncaknya, pemerintah memberikan gelar pahlawan<br />
nasional pada 2009 berkat usulan sejarawan Asvi Warman<br />
Adam dan Eddie Lembong dari Yayasan Nabil, sejak 2003.<br />
Terkait dengan hal itu, sejarawan muda dari Makassar, M.<br />
Nursam, menulis buku Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi:<br />
Biografi Laksamana Muda John Lie (2008), yang diterbitkan<br />
Penerbit Ombak, Yogyakarta dan Yayasan Nabil.<br />
“John Lie orangnya tegas dalam bersikap dan bertindak.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Ari Saputra/detik foto<br />
Rita Tuwasey Lie<br />
Kepekaan kemanusiaannya tinggi dan pasti sangat mencintai<br />
negerinya, Indonesia,” ujar Nursam. Kesimpulan itu ia dapatkan<br />
berdasarkan sejumlah kesaksian dari orang yang pernah<br />
dekat dengan John, mulai istrinya, Margaretha Dharma Angkuw,<br />
hingga mantan Panglima Komando Operasi Pemulihan<br />
Keamanan dan Ketertiban Laksamana Sudomo.<br />
Nursam mengaku tertarik menuliskan biografi tersebut karena<br />
John Lie keturunan Tionghoa. “Saya ingin menunjukkan<br />
bahwa semua ras, etnik, dan golongan mempunyai saham<br />
dalam pembentukan Republik Indonesia,” ujarnya.<br />
Buku tersebut melengkapi kisah tentang John Lie yang<br />
ditulis Solichin Salam dalam buku John Lie Penembus Blokade<br />
Kapal-kapal Kerajaan Belanda yang terbit pada 1988. Juga<br />
buku “Dari Pelayaran Niaga ke Operasi Menembus Blokade<br />
Musuh Sebagaimana Pernah Diceritakannya kepada Wartawan”<br />
yang dimuat dalam buku Memoar Pejuang Republik<br />
Indonesia Seputar ‘Zaman Singapura’ 1945-1950 karya Kustiniyati<br />
Mochtar terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2002. ■<br />
Arif Arianto | Sudrajat<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Jadi Koki<br />
hingga buka<br />
Warung Kopi<br />
Aktivitas warga Tionghoa di berbagai daerah<br />
Nusantara terdeteksi banyak yang turut dalam<br />
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />
Ada yang langsung mengangkat senjata, memasok<br />
makanan di dapur umum, atau dengan cara membuka kedai<br />
kopi dan menyelundupkan persenjataan. Mereka diangkat<br />
sebagai veteran, dan beberapa dimakamkan di Taman Makam<br />
Pahlawan. Berikut ini adalah sebagian kecil dari kiprah para<br />
veteran keturunan Tionghoa yang dimaksud.<br />
Riau<br />
1. Cia Tau Kiat , 2. Lie Ching Tek, 3. Lai Liong Ngip<br />
Riau-Singapura<br />
Tang Kim Teng<br />
Seorang Tionghoa totok yang bergabung dengan<br />
Resimen IV, Divisi IX Banteng wilayah Sumatera<br />
Tengah. Bertugas mencari senjata, bahan peledak,<br />
seragam tentara, sepatu, obat-obatan dan<br />
perbekalan lainnya di Singapura. Dia menjadi<br />
anggota Legiun Veteran RI Riau dan dianugerahi<br />
Satya Lencana Perang Kemerdekaan.<br />
Sumatera Barat<br />
Pembantu Letnan<br />
Sho Bun Seng (1911-<br />
2000)<br />
Di masa revolusi, ia<br />
berjuang di Padang<br />
dan bergabung dengan<br />
batalion Pagarruyung,<br />
kemudian bertugas<br />
di Jawa Barat<br />
dan Kalimantan Barat.<br />
Dia dimakamkan di<br />
TMP Kalibata Jakarta<br />
(2000).<br />
Jambi<br />
1. Kwee Tjoa Kwang<br />
Karwandy (1912-<br />
1980)<br />
Anggota Laskar<br />
Rakyat di Batalion I,<br />
Resimen II, Divisi II<br />
di Jambi ini antara<br />
lain bertugas memasukkan<br />
senjata untuk<br />
Laskar Rakyat.<br />
2. Kho Bak Tjoa alias<br />
K. Barun (1909-<br />
2005)<br />
Jawa Barat<br />
1. Oen Pei Hin (1912-1996)<br />
Aktif mendukung logistik bagi<br />
pasukan Siliwangi, dan dimakamkan<br />
di TMP Cikadut, Bandung.<br />
2. Oey Eng Soe (Ujeng Suwargana)<br />
(1917-1979)<br />
Pada masa revolusi menjadi perwira<br />
menengah sekaligus komandan<br />
logistik Teritorium III Siliwangi. Ia<br />
dikenal dekat dengan Jendral A.H.<br />
Nasution<br />
3. Oeij Kim Bie alias Erawan Gondaseputra<br />
(1904- …)<br />
Bergabung dengan Laskar Pesindo<br />
melawan Inggris dan merampas<br />
obat-obatan untuk tentara Republik<br />
di Andir, Bandung. Pada 1960 mendapat<br />
bintang dari Legiun Veteran RI.<br />
4. Tan Tjen Boen (Mas Amien)<br />
Informan Tentara Keamanan Rakyat<br />
di Jawa Barat. Mendapat bintang<br />
Veteran RI.<br />
Jawa Tengah<br />
Ferry Sie King Lien (1933-1949)<br />
Tewas saat bergerilya dengan<br />
Tentara Pelajar di Surakarta, 1949,<br />
dan dimakamkan di TMP Jurug,<br />
Surakarta.<br />
Sulawesi<br />
Selatan<br />
Liem Ching Gie<br />
atau Abdul Malik<br />
(1911-1970)<br />
Aktif dalam perjuangan<br />
bersenjata.<br />
Ia ditangkap dan<br />
dipenjara Belanda<br />
pada 1947-1948.<br />
Makassar<br />
Han Lim Kuang<br />
(1911-1962)<br />
Warung kopinya<br />
menjadi pusat<br />
pertemuan rahasia<br />
gerilyawan dari<br />
kesatuan “Harimau<br />
Republik”. Dia juga<br />
turut menyediakan<br />
senjata bagi para<br />
gerilyawan. Seperti<br />
Ibu Liem, Han<br />
dimakamkan dalam<br />
upacara militer.<br />
Aktif dalam laskar<br />
pemuda pejuang di<br />
Jambi, Bukit Tinggi<br />
dan Padang, Sumatera.<br />
Dia mendapatkan<br />
bintang gerilya dari<br />
Presiden Sukarno.<br />
Sumber: Hendra Kho dan artikel<br />
“Sumbangsih Tinghoa di Masa<br />
Revolusi Kemerdekaan” karya Didi<br />
Kwartanada, dalam Nabil Forum<br />
edisi Juli 2011.<br />
Jawa Timur<br />
1. Gian Liam Nio alias Ny. Liem<br />
Thiam Kwie (1901-1953)<br />
Para prajurit kala itu menyapanya<br />
“Ibu Liem”, yang biasa bergiat di<br />
dapur umum. Ketika wafat, upacara<br />
pemakamannya dilakukan secara<br />
militer dan dihadiri KASAD Kol Bambang<br />
Sugeng dan Wali Kota Malang.<br />
2. Letnan Dua Dokter Tjia Giok<br />
Thwan (Basuki Hidayat)<br />
Di masa mudanya, Tjia adalah<br />
anggota regu pasukan penggempur<br />
Pasukan 19 CDMT (Corps Mahasiswa<br />
Djawa Timur) dan aktif bergerilya.<br />
Dimakamkan di TMP Suropati,<br />
Malang pada 1982.<br />
Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014
selingan<br />
Didi Kwartanada:<br />
di Pemakaman<br />
Pahlawan<br />
Politik pecah-belah Belanda membuat masyarakat Tionghoa<br />
tak padu menyokong upaya kemerdekaan Republik.<br />
okta marfianto/my trans<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Bagi Didi Kwartanada, sumber penulisan sejarah<br />
tak melulu berupa dokumen langka di sudut-sudut<br />
perpustakaan. Iklan kematian di surat kabar pun<br />
bisa menjadi sumber informasi cukup sahih. Hal<br />
ini ia lakukan antara lain untuk mengumpulkan data tentang<br />
warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang masuk<br />
menjadi anggota TNI.<br />
“Karena, biasanya pas meninggal itu nama Tionghoanya<br />
ditulis lengkap,” kata Didi.<br />
Dari penelisikan Didi, sebetulnya cukup banyak orang Tionghoa<br />
yang terlibat langsung dalam perang kemerdekaan,<br />
baik sebagai prajurit maupun membantu di bidang lain sesuai<br />
keahliannya. Termasuk di era Orde Baru hingga saat ini.<br />
Untuk lebih jelasnya, berikut ini petikan perbincangan<br />
majalah detik dengan Didi di kantornya, Yayasan Nation<br />
Building, kawasan Permata Hijau, Jakarta, Rabu 29 Januari<br />
2014.<br />
Di buku-buku sejarah nyaris tak ada nama orang<br />
Tionghoa yang terlibat dalam perang kemerdekaan.<br />
Kenapa bisa begitu<br />
okta marfianto/my trans<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Di masa penjajahan<br />
Jepang, etnis Tionghoa<br />
semakin diperlakukan<br />
berbeda dan dikenai pajak<br />
layaknya orang asing.<br />
Saya mau kilas balik untuk menjawabnya. Jadi, saat menjajah<br />
Indonesia, pemerintah kolonial membagi tiga lapisan<br />
masyarakat, yaitu kelompok minoritas yang merupakan<br />
orang-orang Eropa, seperti Belanda dan Inggris. Kemudian<br />
Jepang masuk kelompok ini. Lalu ada kelompok pribumi atau<br />
inlander sebagai mayoritas, dan kelompok perantara yang<br />
berada di tengah-tengah. Kelompok terakhir ini ada Tionghoa,<br />
Arab, dan India. Kebijakan divide et impera efektif mencegah<br />
kemungkinan munculnya persatuan yang berpotensi membahayakan<br />
kekuasaan pemerintah kolonial.<br />
Ketika Jepang masuk pada 1942, dia bukan memperbaiki<br />
struktur masyarakat, tapi malah memperkuat<br />
segregasi di antara masing-masing<br />
kelompok tersebut. Di masa penjajahan<br />
Jepang, etnis Tionghoa semakin diperlakukan<br />
berbeda dan dikenai pajak layaknya<br />
orang asing. Padahal di antara masyarakat<br />
Tionghoa itu tentu saja tak semuanya<br />
totok atau pendatang baru dari daratan<br />
Tiongkok, tapi ada peranakan. Tapi semua diperlakukan sama.<br />
Kondisi tersebut berpengaruh saat pecah revolusi fisik.<br />
Sejarawan Jerman, Mary Frances Somers-Heidhues, yang<br />
meneliti soal politik peranakan sewaktu kuliah di Universitas<br />
Cornell, Amerika Serikat, menyebut ada tiga sikap politik<br />
yang muncul dari kalangan etnis Tionghoa di Indonesia ketika<br />
revolusi kemerdekaan. Pertama, yang mayoritas adalah<br />
bersikap netral karena merasa perang kemerdekaan itu urusan<br />
Indonesia dan penjajahnya, yakni Belanda.<br />
Kedua, justru bersikap aktif dengan turut menjadi pejuang<br />
dalam pertempuran, menyelundupkan senjata, membantu<br />
logistik lewat dapur umum atau lewat relawan kesehatan.<br />
Dan ketiga adalah mereka yang menghendaki perlindungan<br />
dari Republik Tiongkok di bawah Chiang Kai-shek. Kan waktu<br />
itu Cina termasuk “The Big Five”, yang mendirikan Perserikatan<br />
Bangsa-Bangsa.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
(Dari kiri ke kanan) Budi<br />
Hartantyo/Tan Hoo Tong<br />
(mantan Dubes RI di<br />
Hungaria), Didi Kwartanada,<br />
dan Robert Liem<br />
(purnawirawan TNI AL)<br />
repro: Nabil Forum, Juli 2011<br />
Kenyataan itulah yang bisa menjelaskan kenapa kelompok<br />
etnis Tionghoa tidak padu dalam menyokong perang kemerdekaan<br />
Indonesia. Tapi sebetulnya di kalangan pribumi<br />
sendiri juga ada orang-orang yang ikut jadi serdadu Belanda.<br />
Bahkan, ketika Van Mook melakukan perundingan, misalnya,<br />
dia mengutus Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo, bangsawan<br />
Jawa.<br />
Dengan latar belakang seperti itu, Anda bisa menyebutkan<br />
orang-orang Tionghoa yang terlibat dalam<br />
perjuangan....<br />
Ketika memasuki masa revolusi, sebetulnya ada beberapa<br />
orang Tionghoa yang bergabung dengan TNI. Saya menemukan<br />
kliping koran pada 1940-an yang memberitakan tentang<br />
tertangkapnya seorang keturunan Tionghoa oleh tentara Belanda<br />
karena membawa dokumen-dokumen tentara. Lalu di<br />
Taman Makam Pahlawan Jurug, Surakarta, itu juga ada satu<br />
makam tentara pelajar: Ferry Sie King Lien, yang tewas saat<br />
angkat senjata melawan Belanda. Kurun waktunya 1948-1949.<br />
Kami juga sedang mengumpulkan nama-nama Tionghoa<br />
yang dimakamkan di TMP di berbagai daerah. Atau mereka<br />
yang mendapatkan bintang jasa atau penghargaan, seperti<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Di Manado, hubungan<br />
etnis Arab dengan<br />
penduduk setempat,<br />
yang mayoritas<br />
Protestan, tidak ada<br />
masalah. Itu menarik<br />
sekali.<br />
bintang gerilya dan lain-lain. Di Riau, misalnya, ada Tang Kim<br />
Teng, anggota Resimen IV, Divisi IX Banteng wilayah Sumatera<br />
Tengah pimpinan Hassan Basri. Dia bertugas mencari<br />
senjata, bahan peledak, seragam tentara, sepatu, obat-obatan,<br />
dan perbekalan lainnya di Singapura.<br />
Di Jambi cukup banyak keturunan Tionghoa yang menjadi<br />
veteran dan mendapat penghargaan. Cuma, selama ini peran<br />
dan kiprah mereka memang belum banyak diekspos.<br />
Di awal tadi disebut ada tiga etnis asing, yakni Tionghoa,<br />
Arab, dan India. Tapi kenapa cuma Tionghoa yang<br />
sepertinya mendapat perhatian khusus<br />
Itu bisa dipahami karena Tionghoa secara<br />
demografi jumlahnya lebih besar. Sedangkan<br />
golongan Arab, karena memiliki kesamaan<br />
agama dengan penduduk mayoritas, tentu<br />
turut mempengaruhi eksistensi mereka.<br />
Artinya, bila mayoritas pribumi nonmuslim,<br />
tentu etnis keturunan Arab dan<br />
India yang....<br />
Belum tentu juga. Di Manado, hubungan<br />
etnis Arab dengan penduduk setempat, yang<br />
mayoritas Protestan, tidak ada masalah. Itu menarik sekali.<br />
Benarkah di era Orde Baru etnis Tionghoa terlarang<br />
masuk birokrasi dan ABRI<br />
Nah, memasuki masa republik yang stabil, rupanya TNI<br />
Angkatan Udara dan Angkatan Laut itu lebih dulu mencatat<br />
nama-nama Tionghoa di kesatuannya. Di AL, sejak berdiri, ada<br />
nama John Lie. Di AU pun, ketika mengirim pilot-pilotnya ke<br />
Taloa (Academy of Aeronautics, Transocean Airlines Oakland<br />
Airport di Minterfield-California, pada 1950), dua di antaranya<br />
adalah keturunan Tionghoa. Salah satunya mencapai pangkat<br />
bintang satu, yakni Gan Sing Liep (Sugandhi B.).<br />
Dia salah satu penerbang terbaik Hercules yang menerbangkan<br />
Moerdani dalam operasi pembebasan Irian Barat.<br />
Beliau dimakamkan di TMP Kalibata. Para lulusan Taloa itu<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
Tim ekspedisi di lembah "X"<br />
Irian Barat (dari kiri): Lettu<br />
Inf Sintong Panjaitan, Kapten<br />
Inf Feisal Tanjung, Kapten Inf<br />
Azhim Zahif, wartawan TVRI<br />
Hendro Subroto, dan Lettu Czi<br />
Agung Harmono<br />
repro: buku feisal tanjung:<br />
terbaik untuk rakyat terbaik<br />
untuk abri<br />
antara lain Oemar Dhani dan Saleh Basarah, yang kemudian<br />
menjadi KSAU. (Juga Sri Mulyono Herlambang—red).<br />
Sedangkan di AD, saya menangkap kesan sepertinya agak<br />
lambat. Baru pada 1960-an pemuda-pemuda Tionghoa masuk,<br />
seperti Brigjen Teddy Yusuf. Juga ada Agung Harmono<br />
(Oei Tiong Hoo), yang seangkatan dengan Pak Kuntara dan<br />
Sintong Panjaitan. Pak Agung pernah berjuang bersama Feisal<br />
Tanjung di Papua.<br />
Tapi sejak 1970-an, yang masuk tentara lebih banyak<br />
lewat jalur ikatan dinas, seperti dokter dan<br />
hukum....<br />
Sepertinya memang demikian, tapi data saya masih terbatas.<br />
Salah satu upaya saya menelisik data-data orang Tionghoa<br />
yang masuk TNI itu antara lain dari iklan kematian di surat<br />
kabar. Karena, biasanya pas meninggal itu nama Tionghoanya<br />
ditulis lengkap. Atau, bila ada orang tua Tionghoa meninggal<br />
dunia, di deretan yang berduka biasanya ada nama anak-anak<br />
yang ternyata berpangkat kemiliteran, maka itu menjadi indikasi<br />
yang bersangkutan keturunan Tionghoa.<br />
Tapi, kalau dokter itu dari masa Dwikora dan Trikora itu<br />
sudah banyak orang keturunan Tionghoa yang masuk TNI.<br />
Seperti sepupu saya dari kedokteran, waktu operasi di Irian<br />
Barat itu ikut bergabung. n SUDRAJAT<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
selingan<br />
okta marfianto/my trans<br />
BIODATA<br />
Nama: Didi Kwartanada<br />
Tempat/Tanggal Lahir:<br />
Yogyakarta, 3 Februari 1968<br />
Pendidikan:<br />
Fakultas Sejarah Universitas Gadjah Mada<br />
National University of Singapore (tak tamat)<br />
Aktivitas:<br />
Asisten peneliti di Waseda Institute of<br />
Asia Pacific Studies (WIAPS), Tokyo<br />
Staf Yayasan Nabil (Nation Building),<br />
Jakarta<br />
Pemimpin Redaksi Nabil Forum<br />
Karya:<br />
2011, Dari “Timur Asing” ke “Orang Indonesia”: Pemuda Tionghoa dan Arab dalam Pergerakan<br />
Nasional (1900-1942), Jurnal Prisma Vol. 30 No. 2/2011.<br />
2011, Translations in Romanized Malay and the Revival of Chineseness among the Peranakans<br />
in Java (1880s-1911), dalam Jan van der Putten & Ronit Ricci (eds) Translation in<br />
Asia: Theories, Practices, Histories. Manchester: St. Jerome Press.<br />
2010, The Encyclopedia of Indonesia in the Pacific War (Leiden: E.J.Brill), sebagai ko-editor<br />
dan kontributor.<br />
2009, Dari “Clara” hingga “Yin Galema”: Tionghoa dalam Fiksi di Masa Reformasi, Suara<br />
Baru: Media Perhimpunan INTI (Jakarta), 24 (IV), Juli-Agustus.<br />
2008, Perang Jawa (1825-1830) dan Implikasinya pada Hubungan Cina-Jawa, pengantar<br />
Peter Carey, Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa.<br />
2004, Tionghoa-Java: A Peranakan Family History from the Javanese Principalities, CHC<br />
Bulletin (Chinese Heritage Centre, Singapore), 4 December 2004.<br />
2002, Competition, Patriotism and Collaboration: The Chinese Businessmen of Yogyakarta<br />
Between the 1930s-1945, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 33, No. 2.<br />
Majalah detik 3 3 - 9 - 9 februari 2014 2014
seni hiburan<br />
pameran<br />
Lanskap<br />
Kota dalam<br />
Bidikan<br />
Lensa<br />
Kota-kota dunia menghadapi masalah yang nyaris seragam sejak<br />
urbanisasi jadi sebuah gerakan masif. Fotografer Ostkreuz<br />
menyuguhkannya dalam esai fotografi yang menawan.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
pameran<br />
g<br />
edung-gedung tua merah<br />
bata masih berdiri rapat-rapat berdampingan,<br />
tak beda dengan masa<br />
jaya Detroit pada 1950-an, tapi kini<br />
wajahnya muram, tak ceria. Petakpetak<br />
luas tempat parkir di depan<br />
deretan gedung ditinggalkan kosong,<br />
hanya berkawan tiang-tiang<br />
lampu yang mengitarinya. Di jalan tak tampak lagi mobil<br />
melintas.<br />
Detroit adalah kantor pusat tiga produsen mobil terbesar<br />
di Amerika, yaitu Ford, Chrysler, dan General Motors. Dulu,<br />
berduyun-duyun orang datang mencari pekerjaan ke sini.<br />
Umumnya orang kulit hitam. Mereka bermukim di tengah<br />
kota, dekat tempat kerja di pabrik mobil. Sedangkan masyarakat<br />
kulit putih menghuni kawasan pinggir kota.<br />
Dan, ketika pada abad milenium, para produsen mobil mengalami<br />
kesulitan dan terpaksa memecat pekerja secara besarbesaran,<br />
pusat kota pun sepi setelah ditinggalkan penduduknya.<br />
Kawasan pinggir kota, yang umumnya dihuni masyarakat kulit<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
pameran<br />
putih, tidak terusik. Itu sebabnya, sekarang kota Detroit dijuluki<br />
“donat urban”. Berisi di tepi, kosong di tengah.<br />
Fotografer Dawin Meckel memotret Detroit hari ini yang<br />
kosong dan ditumbuhi rumput dalam seri Downtown (Pusat<br />
Kota). Salah satunya adalah foto berjudul Waste Land in the<br />
City Center, yang jadi pembuka tulisan ini. Sedangkan dalam<br />
Al Hill Lives in the Largest Empty Building in Detroit, The<br />
Former Packard Automobile Factory, semakin terlihat demikian<br />
merananya Detroit sebagai kota yang ditinggalkan. Yakni<br />
melalui sosok pria berambut dan berjenggot putih, ditemani<br />
dua anjingnya, berdiri di depan bekas pabrik mobil yang tampak<br />
sudah lama dikosongkan. Merekalah yang sekarang jadi<br />
“pemilik” dan penghuni tetap gedung.<br />
Dawin Meckel bersama para fotografer lain dari Ostkreuz,<br />
sebuah agensi foto penting di Jerman, mengonsep pameran<br />
Kota: Tentang Kebangkitan dan Keruntuhan (Die Stadt: Vom<br />
Werden und Vergehen), yang sejak 2010 dipamerkan di banyak<br />
negara. Di Jakarta, 150 foto itu dapat dilihat umum pada<br />
24 Januari hingga 7 Februari 2014 di Galeri Nasional.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
pameran<br />
Dalam memperingati 20 tahun Ostkreuz, 18 fotografer<br />
dari agensi ini melakukan penjelajahan untuk mencari inti<br />
sari realitas perkotaan masa kini. Mereka di antaranya Sibylle<br />
Bergemann, Annette Hauschild, Harald Hauswald, Pepa<br />
Hristova, Andrej Krementschouk, dan Ute Mahler, mengumpulkan<br />
foto mengenai kebangkitan dan keruntuhan urban<br />
dari 22 kota di seluruh dunia. Kesan-kesan pribadi tentang<br />
kehidupan di Tokyo, Manila, Lagos, Las Vegas, Berlin, Minsk,<br />
dan Gaza dipadatkan dalam sebuah esai fotografi.<br />
Upaya inventarisasi ini dipicu adanya rekor baru urbanisasi<br />
pada 2008, yakni untuk pertama kali lebih banyak orang<br />
berdiam di kota daripada di pedesaan. Proses yang sudah teramati<br />
sejak masa industrialisasi abad ke-19 itu kini menghasilkan<br />
25 megakota yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa.<br />
Sebaliknya, ada kota yang malah menyusut atau dihancurkan.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
pameran<br />
Ostkreuz didirikan tujuh fotografer di Berlin Timur pada<br />
1990, akhir masa Jerman Timur. Saat ini Ostkreuz beranggotakan<br />
18 orang yang hampir semuanya pernah meraih penghargaan<br />
tingkat nasional dan internasional.<br />
Khusus di Jakarta, pameran fotografi Kota memamerkan<br />
juga sejumlah karya fotografer Indonesia, Fanny Octavianus<br />
dari Antara News Agency, Jakarta. Fanny mengumpulkan<br />
perspektifnya sendiri tentang Jakarta yang kelak akan disusun<br />
menjadi buku foto berjudul JKT.<br />
Dari kacamata orang yang setiap hari berhadapan dengan<br />
kehidupan Jakarta, Ushuaia jadi demikian unik. Kota di ujung<br />
selatan Argentina ini adalah juga kota paling selatan di dunia.<br />
Jorg Bruggemann merekam kehidupan masyarakatnya dalam<br />
esai foto Mas Austral.<br />
Sampai akhir 1940-an, nyaris seluruh penduduk Ushuaia<br />
adalah narapidana yang dibuang ke tempat terpencil ini.<br />
Setelah dibentuk zona perdagangan bebas pada 1970-an,<br />
berbagai industri mulai tumbuh. Sekarang Ushuaia, kota berukuran<br />
23 kilometer persegi, dihuni 60 ribu jiwa.<br />
Walau letaknya secara harafiah di ujung dunia, anak muda<br />
di sana ikut larut dalam arus globalisasi. Mereka menggunakan<br />
Internet, menonton video di YouTube, dan mengunduh<br />
musik. Di jalanan, mereka berkumpul dengan teman, membuat<br />
graffiti dengan cat semprot, mendirikan band, minum<br />
bir, bermain skateboard. Ada komunitas hardcore, punk, skater,<br />
BMX, hip-hop, elektro. Semua aliran generasi muda ada di<br />
Ushuaia, hanya saja dalam skala kecil.<br />
Perubahan yang terbilang besar-besaran adalah Dubai.<br />
Gedung-gedung pencakar langit susul-menyusul berdiri. Burj<br />
Khalifa, gedung tertinggi di dunia (828 meter), saat itu masih<br />
dalam proses pengerjaan. Thomas Meyer melalui esai Resort<br />
menyuguhkan wajah Dubai yang jarang kita temui.<br />
Sejak awal datang sudah dia niatkan untuk tidak terbujuk gigantomania.<br />
Meyer menghindari segala kebesaran, lalu mencari<br />
detail, struktur, dan ornamen. Downtown dia menangkap tiga<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
pameran<br />
pekerja berdiri di sebuah lahan kosong yang luas, bersebelahan<br />
dengan gedung pencakar langit. Tiga sosok itu tak ubahnya<br />
nyamuk ketika dikontraskan dengan keluasan lahan kosong dan<br />
barisan gedung di dekatnya.<br />
Terkesan, pertimbangan komersial jadi satu-satunya alasan<br />
“lomba tinggi-tinggian” gedung di Dubai. Tak terlihat visi,<br />
gagasan, dan konsep yang mengatakan seperti inilah kami<br />
ingin hidup. Selain Burj Khalifa, banyak gedung lain yang<br />
tidak terasa urgensinya diselesaikan lalu mencari penghuni<br />
atau penyewa.<br />
Meyer menuliskan kalimat ini dalam pengantar esainya,<br />
“Saya sempat lihat orang-orang tampak bingung di depan bangunan<br />
yang mereka bangun sendiri. Segala kebangkitan di<br />
sini langsung dibayangi kehancuran, seakan-akan bangunan<br />
baru sekaligus merupakan reruntuhan, seakan-akan kelahiran<br />
dan kematian menjadi satu.”<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
pameran<br />
Ratusan ribu orang setiap harinya di seluruh dunia pindah<br />
dari desa ke kota. Ada janji untuk kehidupan yang lebih baik,<br />
kesejahteraan, kesempatan yang lebih besar, dan kebebasan<br />
di sana. Tapi kota juga menyembunyikan kemiskinan, kriminalitas,<br />
dan ketimpangan sosial yang jadi ciri banyak kota<br />
metropolitan.<br />
Kota adalah awal dari peradaban, peleburan kebudayaan,<br />
mental, agama, dan ide. Asal-usul dan keluarga jadi tak begitu<br />
penting selama bisa membuktikan pencapaian di bidang budaya<br />
dan sosial. Di kota, setiap orang merupakan bagian dari<br />
suatu keseluruhan yang bermakna, tapi sekaligus hanya salah<br />
satu komponen kecil yang tidak penting. Kota menyimpan<br />
masa depan dunia. n<br />
SILVIA GALIKANO<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
Aksi Riuh<br />
Penipu Ulung<br />
Setelah kedoknya terbuka, duo kriminal Irving dan Sydney terpaksa bekerja<br />
sama dengan FBI membongkar kejahatan di pemerintahan. Tanpa disadari FBI,<br />
mereka tetap punya posisi tawar.<br />
Majalah detik 3 -- 9 februari 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
Judul: American Hustle<br />
Genre: Crime | Drama<br />
Sutradara: David O. Russell<br />
Skenario: Eric Warren Singer,<br />
David O. Russell<br />
Produksi: Sony Pictures<br />
Pemain: Christian Bale,<br />
Amy Adams, Bradley Cooper,<br />
Jennifer Lawrence<br />
Durasi: 2 jam 9 menit<br />
Irving Rosenfeld (Christian Bale)<br />
dan mitra kerjanya, Sydney Prosser<br />
(Amy Adams), dibekuk FBI. Klien yang<br />
barusan sepakat pinjam duit dalam<br />
jumlah besar ternyata agen FBI yang menyamar,<br />
Richie DiMaso (Bradley Cooper).<br />
Selesai sudah bisnis mereka yang selama<br />
ini mulus-mulus saja.<br />
Setelah bermitra dengan Sydney Prosser (Amy Adams),<br />
usaha rentenir Irving Rosenfeld (Christian Bale) makin laris<br />
dan “naik kelas”. Sydney berpura-pura sebagai aristokrat Inggris<br />
yang punya “jaringan Inggris”. Tujuannya, menarik klien<br />
kelas atas yang meminjam uang dalam jumlah banyak.<br />
Si peminjam harus setor uang dulu sebelum mendapat<br />
pinjaman. Ternyata setelah uang disetor, yang disebut jaringan<br />
Inggris itu tidak juga mencairkan pinjaman. Yup, jaringan<br />
itu fiktif.<br />
Ini awalnya cuma usaha sampingan. Usaha utama Irving<br />
adalah mengelola jaringan laundry yang sudah mencapai<br />
Majalah Majalah detik detik 23 - 3 29 -- 9 desember februari 2014 2013
seni hiburan<br />
FILM<br />
enam outlet di dua kota. Semuanya berjalan lancar. Usaha<br />
sampingan satu lagi adalah menjual lukisan palsu yang diakui<br />
sebagai lukisan asli.<br />
Irving jeli melihat Sydney, karyawati majalah Cosmopolitan,<br />
yang punya taste bagus dalam urusan mode dan mengerti<br />
seni. Irving pun menyediakan baju-baju bagus yang boleh<br />
Sydney pilih langsung. Bukan pilih di toko baju, tapi di ruang<br />
belakang outlet laundry-nya yang khusus menyimpan bajubaju<br />
yang tidak diambil lagi oleh klien setelah di-laundry.<br />
Hubungan Irving dan Sydney berkembang bukan sekadar<br />
hubungan kerja. Mereka terlibat hubungan asmara walau<br />
Irving punya istri, Rosalyn Rosenfeld (Jennifer Lawrence).<br />
Rumah tangga mereka sudah lama tidak akur tapi Rosalyn<br />
menolak bercerai. Andaipun dia meloloskan keinginan Irving<br />
untuk bercerai, Rosalyn akan membawa anaknya, anak kandung<br />
yang kemudian diadopsi Irving dan diberi nama belakang<br />
Rosenfeld, Danny Rosenfeld. Irving sangat mencintai<br />
Majalah detik detik 9 - 3 15 -- 9 desember februari 2014 2013
seni hiburan<br />
FILM<br />
American Hustle adalah<br />
versi fiksionalisasi<br />
Abscam, yakni operasi<br />
FBI menangkap tangan<br />
para politikus korup pada<br />
akhir 1970-an hingga<br />
awal 1980-an dengan<br />
umpan syekh dari Arab.<br />
Skandal ini sempat<br />
mengguncang Amerika.<br />
bocah ini.<br />
FBI tidak berhenti di Irving dan Sydney. Ada sasaran kakap<br />
yang diincar, yakni para politikus korup. Richie melihat ada peluang<br />
meringkus kalangan pemerintahan itu dengan terlebih<br />
dahulu meringkus Irving dan Sydney. Dia memberi tawaran<br />
pada keduanya untuk bekerja sama, melakukan penyamaran<br />
untuk menjebak senator, anggota kongres, hingga Gubernur<br />
New Jersey, Carmine Polito (Jeremy Renner). Imbalannya,<br />
Irving dan Sydney tidak akan dipenjara.<br />
Tak punya pilihan lebih baik, keduanya menyanggupi tawaran<br />
Richie untuk memasuki kejahatan kerah putih. Mulailah<br />
Irving dan Sydney melanjutkan akting mereka di bawah arahan<br />
Richie. Sydney melanjutkan perannya sebagai si aristokrat<br />
Inggris.<br />
American Hustle adalah versi fiksionalisasi Abscam, yakni<br />
operasi FBI menangkap tangan para politikus korup pada<br />
akhir 1970-an hingga awal 1980-an dengan umpan sheikh<br />
dari Arab. Skandal ini sempat mengguncang Amerika. Di<br />
awal film memang ditulis sebagian diambil dari kejadian nyata,<br />
tapi tak perlu pusing bagian mana yang fakta, mana yang<br />
fiksi, nikmati saja.<br />
Begitu film dimulai, sutradara David O. Russell dan penulis<br />
Eric Warren Singer langsung menyengat penonton dengan<br />
bagian inti operasi Abscam. Di situ ada dua penipu ulung<br />
Majalah detik 3 -- 9 februari 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
kita, ada agen FBI, ada dua politikus, dan ada Pak Wali Kota.<br />
Di lantai ada koper berisi duit yang siap disorongkan. Siapa<br />
yang akan menerima<br />
Christian Bale, Amy Adams, Bradley Cooper, dan Jennifer<br />
Lawrence adalah headliners dalam ansambel menawan ini.<br />
Mereka semua pernah bekerja sama dengan Russel sebelumnya,<br />
sehingga kini tak sulit bagi mereka memberikan kepercayaan<br />
penuh pada sang sutradara.<br />
Akting Christian Bale dan Amy Adams sebagai pasangan<br />
penipu dimainkan sangat bagus, pol-polan. Bale bersinar<br />
dalam perannya kali ini yang sangat berbeda dari karakterkarakter<br />
yang pernah dia perankan sebelumnya.<br />
Russell memberikan Amy Adams peran empuk untuk dikunyah.<br />
Dia harus menggali sisi seksinya dan menggunakan<br />
muslihat femininnya untuk menjalani peran sebagai Sydney.<br />
Desainer kostum Michael Wilkinson membuat film ini<br />
sebagai parade fashion dengan sederet gaun berleher superrendah<br />
hingga membelah perut, mengingatkan kita pada<br />
Majalah detik 3 -- 9 februari 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
cover majalah Cosmopolitan. Rambut juga berperan lebih dari<br />
sekadar pendukung.<br />
Christian Bale yang in-good-shape itu dibuat berperut<br />
buncit dan berkepala botak bagian atas dan gondrong di<br />
samping. Sutradara David O. Russell memberi adegan khusus<br />
cara Irving “menambal” botaknya dengan gumpalan rambut<br />
yang diolesi lem, lalu menutupkan rambut samping kanan<br />
ke samping kiri, menyeberangi gumpalan. Sydney menjuluki<br />
cara Irving menyisir itu sebagai “elaborate.”<br />
Ada pula adegan pembicaraan telepon antara Sydney dan<br />
Richie saat kepala mereka sama-sama sedang dipenuhi rol<br />
rambut. Perempuan dengan rol rambut besar-besar, jamak<br />
kita lihat. Tapi, begitu layar menampilkan Bradley Cooper<br />
yang ganteng dan manly itu dengan rol rambut kecil-kecil<br />
menutupi kepalanya, alamak, sinting kali Russel ini. Idenya<br />
priceless!<br />
Daaann... tak mungkin kita meninggalkan bioskop tanpa<br />
membawa ingatan tentang Rosalyn yang cerewet dan in-<br />
Majalah detik 3 -- 9 februari 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
secure. Russel memberi dialog-dialog unik, kalau tidak bisa<br />
dibilang kampungan, untuk perempuan ini. Menggelikan<br />
bagaimana dia marah-marah pada Irving setelah microwave<br />
baru pemberian Carmine meledak, padahal Rosalyn sendiri<br />
penyebabnya, memasukkan loyang ke dalam microwave.<br />
“Why don't you build something, like he does Instead of all<br />
your empty deals, they're just like your fuckin' science oven. You<br />
know, I read that it takes all of the nutrition out of our food! It's<br />
empty, just like your deals. Empty! Empty!”<br />
Karakter Rosalyn sebagai istri yang banyak menuntut ditaklukkan<br />
habis oleh Jennifer Lawrence. Di seri The Hunger<br />
Games (2012 dan 2013) dia memerankan Katniss Everdeen, si<br />
remaja yang cekatan memanah dan tak banyak cakap. Tapi di<br />
American Hustle, perempuan berusia 23 tahun ini memainkan<br />
karakter ibu rumah tangga yang mengisi hari-harinya dengan<br />
mengurus anak dan berdandan. Tubuhnya padat berisi, ba-<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
nyak bergolek di ranjang, dan tahu benar bagaimana menghadapi<br />
Irvin.<br />
American Hustle adalah film cerdas, lucu, menakjubkan,<br />
nyaris tanpa cela, dan membuat gaya heboh tahun 1970-an<br />
nampak menggoda. Ada nuansa film-film Martin Scorsese<br />
di sana, terutama GoodFellas. Terlebih saat Robert DeNiro<br />
muncul dalam peran kecil sebagai bos mafia.<br />
Film ini menyabet Golden Globe Award tahun ini untuk<br />
kategori “Best Motion Picture, Comedy or Musical”. Dua aktrisnya,<br />
Amy Adams dan Jennifer Lawrence, juga membawa<br />
pulang award untuk kategori masing-masing “Best Actress”<br />
dan “Best Supporting Actress”.<br />
Skenario Russell dan Eric Warren Singer seperti tarian rumit<br />
yang banyak lapis. Kisah tentang politikus korup hanyalah subplot.<br />
Fokusnya pada hubungan kompleks antara Irving, Rosalyn,<br />
Sydney, dan Richie. Pertanyaan besar siapa yang menipu siapa<br />
pada akhirnya tidak benar-benar jelas dan penonton dibuat kaget<br />
di akhir film. Ulung benar duo penipu ini. ■<br />
SILVIA GALIKANO<br />
Majalah detik - februari 2014<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
Film pekan ini<br />
THE WOLF<br />
OF WALL<br />
STREET<br />
Jenis Film: Drama<br />
Produser: Martin<br />
Scorsese, Leonardo<br />
DiCaprio, Riza Aziz,<br />
Emma Tillinger<br />
Koskoff<br />
Produksi: Eagle Films<br />
Sutradara: Martin<br />
Scorsese<br />
Durasi: 165 menit<br />
B erkisah tentang seorang pialang saham New York, Jordan Belfort<br />
(Leonardo DiCaprio). Belfort memulai dengan saham hingga korupsi pada akhir<br />
1980-an. Sukses dan kaya pada awal usia 20-an tahun sebagai pendiri perusahaan<br />
broker Stratton Oakmont membuat Belfort diberi gelar Serigala dari Wall Street.<br />
Uang, kekuasaan, wanita, dan obat-obatan adalah godaan sekaligus ancaman. Bagi Belfort<br />
dan timnya, kerendahan hati dengan cepat dianggap sesuatu yang berlebihan, dan<br />
uang berlimpah tidaklah pernah cukup.<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
Film pekan ini<br />
DARK<br />
SKIES<br />
K ehidupan damai yang<br />
dijalani pasangan muda Daniel<br />
Barrett (Josh Hamilton) dan Lacy<br />
Barrett (Keri Russell) seketika berubah menjadi<br />
mimpi buruk yang tidak pernah mereka<br />
bayangkan sebelumnya. Makhluk misterius<br />
meneror keluarga Barrett dengan cara yang<br />
sangat menakutkan. Dimulai dengan menyerang<br />
anak-anak mereka.<br />
Tidak mendapat dukungan dari tetangga<br />
dan teman-teman, keluarga Barrett terpaksa<br />
mencari cara agar selamat dari teror yang<br />
mematikan.<br />
Jenis Film: Horor<br />
Produser: Jason Blum<br />
Produksi: Dimension Films<br />
Sutradara: Scott Stewart<br />
Durasi: 112 menit<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
Film pekan ini<br />
F ilm ini menceritakan mantan<br />
tentara yang membuat perubahan<br />
dalam masyarakat untuk membantu<br />
sesama. Jai (Salman Khan) adalah pria yang<br />
dengan tegak berjuang melawan korupsi dan<br />
ketidakadilan. Dia memiliki misi membantu<br />
orang sebanyak mungkin. Mantranya cukup<br />
sederhana, yaitu membantu seseorang dan<br />
kemudian orang tersebut membantu orang<br />
lain, sehingga terbentuklah lingkaran orang<br />
yang saling membantu.<br />
JAI<br />
HO<br />
Jenis Film: Action<br />
Produser: Sohail Khan,<br />
Sunil Lulla<br />
Produksi: Sohail Khan<br />
Productions<br />
Sutradara: Sohail Khan<br />
Durasi: 143 menit<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
seni hiburan<br />
agenda<br />
februari<br />
Serambi Jazz:<br />
Tribute to Chick Corea<br />
Indra Lesmana Group, 6 Februari 2014,<br />
pukul 19.30 WIB, GoetheHaus, Jakarta, Gratis<br />
feb<br />
6<br />
feb<br />
1<br />
Pameran Tunggal<br />
Lukisan Ponco Setyohadi<br />
1-14 Februari 2014, pukul 17.00 Wita<br />
Alila Villas Soori, Desa Kelating, Banjar<br />
Dukuh, Kerambitan, Tabanan, Bali<br />
feb<br />
2<br />
KONSER AMAL<br />
singing TOILET<br />
Graha Bhakti Budaya, Taman<br />
Ismail Marzuki, Minggu, 2 Februari<br />
2014, pukul 17.00 WIB<br />
Gratis dan Terbuka Untuk Umum<br />
Pameran Sentana Art &<br />
Pementasan The Art of<br />
Making & Music Concert<br />
Pementasan Peni Candra Rini<br />
(6/2) pukul 19.30 WIB<br />
Sarasehan Musik bersama Dwi Nugroho<br />
(7/2) pukul 14.00 WIB<br />
Pameran berlangsung sampai 13 Februari<br />
2014, pukul 10.00-18.00 WIB<br />
feb<br />
6<br />
feb<br />
4<br />
Pameran Foto: Jakarta<br />
Photojournalist Fest 2014<br />
Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki<br />
Selasa-Senin, 4-10 Februari 2014<br />
Pukul: 10.00-21.00 WIB<br />
Gratis dan Terbuka Untuk Umum<br />
Jadwal Kegiatan:<br />
Rabu, 5/2/2014: PHOTOTALK dan SLIDE<br />
SHOW (M. Safir Makki) Sabtu, 8/2/2014:<br />
DISKUSI PERKEMBANGAN FOTOGRAFI<br />
JURNALISTIK DALAM INDUSTRI MEDIA<br />
(Norman Meokko dan Tatan Syuflana)<br />
Kethoprak Humor<br />
Tombok Kangen:<br />
Presiden Minakjinggo<br />
Didukung pemain Srimulat, pelawak Gaplek,<br />
Paguyuban Pelawak Indonesia dan Para<br />
Komik (Stand Up Comedy), Yon Koeswoyo,<br />
Nunung , Jumat, 7 Februari 2014,<br />
pukul 20.00 WIB, Gedung Kesenian Jakarta<br />
Holi Water Festival<br />
Watergun & Color Fights in Jakarta.<br />
Adaptasi dari perayaan terkenal budaya<br />
India, yang disebut Holi Festival (Festival<br />
of Colors). 8 Februari 2014<br />
,Parkir Timur Senayan Jakarta<br />
feb<br />
7<br />
feb<br />
8<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014
Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />
Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />
Email: redaksi@majalahdetik.com<br />
Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />
@majalah_detik<br />
majalah detik