01.01.2015 Views

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

sisi lain capres<br />

Seorang petinggi negeri pasti<br />

akan mendapat perlakuan khusus<br />

ketika datang ke sebuah tempat,<br />

sekalipun saat itu dia sedang menyambangi<br />

lokasi bencana. Tapi pengalaman<br />

berbeda rupanya pernah dirasakan Dino Patti<br />

Djalal, bekas Duta Besar Republik Indonesia<br />

untuk Amerika Serikat, yang kini menjadi<br />

salah satu peserta konvensi calon presiden<br />

Partai Demokrat.<br />

Dino mungkin satu-satunya bakal calon<br />

presiden yang pernah “kena semprot” saat<br />

menyambangi lokasi bencana. Saat itu―<br />

terjadi belum lama ini―Dino datang sebagai<br />

relawan korban letusan Gunung Sinabung di<br />

salah satu lokasi pengungsian, sebuah masjid<br />

di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.<br />

Seperti relawan lainnya, Dino ikut membantu<br />

membagi-bagikan makanan kepada<br />

warga pengungsi. Saat itu para relawan di<br />

sana dipimpin seorang ibu bernama Zamenta.<br />

Nah, Zamenta rupanya tidak tahu salah<br />

satu relawan yang dikomandoinya adalah<br />

seorang kandidat capres. Dino pun tak luput<br />

mendapat perintah dari Zamenta.<br />

Tidak hanya disuruh-suruh, mantan juru<br />

bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

ini juga sempat “kena semprot” Zamenta.<br />

Gara-garanya, Dino dianggap lamban saat<br />

membagi-bagikan makanan kepada pengungsi.<br />

“Saya dianggap lelet,” kata Dino menceritakan<br />

pengalamannya itu saat mengunjungi<br />

kantor detik.com, kawasan Warung<br />

Buncit, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Januari<br />

2014.<br />

“Maksud hati, saya membantu korban, tapi<br />

Bu Zamenta menegur dan menyuruh saya<br />

supaya cepat kerjanya,” ujar pria kelahiran<br />

Beograd, Yugoslavia, 10 September 1965, ini<br />

mengenang.<br />

Namun Dino tidak tersinggung, apalagi<br />

marah. Ia sadar akan kesalahannya. Penyandang<br />

gelar doktor bidang hubungan internasional<br />

dari London School of Economics<br />

and Political Science ini mengaku memang<br />

membutuhkan waktu lebih lama saat membagi-bagikan<br />

makanan. Sebab, ia sembari<br />

berbincang dengan para pengungsi. Maklum<br />

saja, sebagai kandidat capres, ia perlu mengetahui<br />

kondisi masyarakat di sana.<br />

Belakangan, Zamenta sadar bahwa pria<br />

yang ia perintah-perintah dan sempat ia<br />

marahi itu ternyata seorang kandidat capres.<br />

Ia pun mendekati Dino dan meminta maaf.<br />

“Tapi saya sampaikan ke Ibu Zamenta bahwa<br />

hari itu saya memang jadi anak buahnya,<br />

dan Bu Zamenta bos saya,” tutur Dino, yang<br />

mengusung tagline “Nasionalisme Unggul,<br />

Semangat 45, Prestasi Abad Ke-21” dalam<br />

kampanyenya.<br />

Jati diri Dino ketahuan setelah ia dikerubungi<br />

oleh wartawan. Saat itu Dino, yang<br />

mengenakan seragam relawan Palang Merah<br />

Indonesia, memilih menyingkir karena<br />

merasa tak enak lantaran tidak bisa bekerja<br />

cepat.<br />

Kalau jadi presiden, enggak lelet lagi kan,<br />

Pak n Kustiah | Dimas<br />

Majalah detik februari 2014<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!