01.01.2015 Views

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ekonomi<br />

Pembangunan salah satu<br />

gedung di Jakarta. Proyek<br />

infrastruktur di Indonesia<br />

banyak memanfaatkan<br />

dana utang.<br />

ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan<br />

tahun silam, utang pemerintah sekitar Rp 1.300 triliun. Tapi<br />

pemerintah menunjuk bahwa sedikit-banyaknya utang tidak<br />

melulu dilihat dari nilai nominalnya, tapi mesti dibandingkan<br />

dengan angka produk domestik bruto.<br />

Utang pemerintah memang cenderung turun jika menggunakan<br />

perbandingan ini. Saat itu, besar utang lebih dari 50<br />

persen dari angka ini, tapi sejak 2009 di bawah 30 persen.<br />

Sekarang, dengan utang Rp 2.300 triliun, rasionya hanya 28<br />

persen dibanding produk domestik bruto.<br />

Persentase yang 28 itu memang relatif kecil dibanding utang<br />

negara lain. Malaysia, misalnya, setahun silam angkanya 53<br />

persen. Negara maju persentasenya malah lebih tinggi. Rasio<br />

Singapura atau Amerika Serikat di kisaran 100 persen. Jepang<br />

malah di atas 200 persen. Hanya negara dengan sumber daya<br />

alam tinggi, seperti Arab Saudi, yang rasionya sangat rendah.<br />

Dengan melihat perbandingan ini, ekonom Universitas<br />

Indonesia, Telisa Aulia Falianty, menyebut utang pemerintah<br />

masih wajar. “Sebagai negara berkembang, wajar saja pemerintah<br />

memakai utang untuk menutup defisit,” katanya.<br />

Utang mestinya digunakan untuk kegiatan yang produktif,<br />

seperti membangun infrastruktur atau mendorong kegiatan<br />

ekonomi, termasuk usaha kecil, bukan menyubsidi bahan<br />

bakar minyak atau menggaji pegawai negeri.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!