Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
selingan<br />
Jangankan<br />
masuk ke<br />
tamtama<br />
atau bintara,<br />
gaji perwira<br />
tentara itu<br />
lebih kecil<br />
dibanding<br />
berbisnis.<br />
Tap/klik untuk berkomentar<br />
ada semacam kebijakan tak tertulis bahwa profesi tersebut,<br />
termasuk pegawai negeri sipil, memang tertutup untuk mereka.<br />
Hal ini terkait dengan wacana yang sempat mengemuka<br />
dalam Seminar Angkatan Darat II pada 1966, yang menganjurkan<br />
penggantian istilah Tionghoa dengan Cina. “Padahal<br />
resminya tak pernah ada peraturan yang melarang,” ujarnya.<br />
Kalaupun di era Sukarno terdapat rekrutmen besar-besaran<br />
dalam ketentaraan yang diikuti banyak orang Tionghoa,<br />
itu karena ada Operasi Dwikora (konflik dengan Malaysia)<br />
dan Trikora (pembebasan Irian Barat) serta berbagai pemberontakan<br />
di seluruh Nusantara, mulai Pemerintahan Revolusioner<br />
Republik Indonesia, Perjuangan Rakyat Semesta,<br />
sampai Republik Maluku Selatan. Karena negara butuh banyak<br />
tentara, setiap calon sarjana, apalagi dokter, dokter gigi,<br />
apoteker, dan insinyur, secara otomatis harus ikut seleksi jadi<br />
tentara.<br />
“Periode ini mungkin adalah periode di mana orang Tionghoa<br />
paling banyak menjadi tentara karena dimobilisasi<br />
melalui gelar akademis,” ujar Ivan.<br />
Tapi pasca-Gerakan 30 September 1965 dan ketika rezim<br />
Orde Baru berkuasa, yang terjadi kemudian adalah pembatasan-pembatasan,<br />
seperti tidak diperbolehkannya penggunaan<br />
aksara Cina, pelarangan sekolah Cina, dan pengetatan seleksi<br />
pelajar Tionghoa yang akan masuk universitas.<br />
Meski begitu, di era sekarang, Ivan berharap warga keturunan<br />
Tionghoa yang memang benar-benar berminat menjadi<br />
tentara sebaiknya mendaftar dan mengikuti ujian secara<br />
fair. Sebaiknya, ujarnya, tidak langsung berprasangka bahwa<br />
mereka akan dipersulit atau dilarang masuk tentara-polisi.<br />
“Kalau memang tidak ada yang diterima, baru pantas protes.<br />
Kalau sudah diterima, tentu harus berprestasi. Minimal harus<br />
paling berani di medan perang. Bintang itu diperebutkan,<br />
bukan diberikan,” ujarnya. n ARIF ARIANTO | Sudrajat<br />
Majalah detik 3 - 9 februari 2014