11.01.2015 Views

Hal. 75-81Telaah Kritis.pdf - BPK Penabur

Hal. 75-81Telaah Kritis.pdf - BPK Penabur

Hal. 75-81Telaah Kritis.pdf - BPK Penabur

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Opini<br />

Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan Pendeta Sekolah<br />

Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab<br />

Jabatan Pendeta Sekolah di Lingkungan <strong>BPK</strong> PENABUR<br />

Djudjun Djaenuddin Supriadi *)<br />

Abstrak<br />

ehadiran seorang Pendeta di lingkungan <strong>BPK</strong> PENABUR telah menjadi kerinduan sejak<br />

lama. Kehadiran tersebut dimungkinkan karena telah menjadi keputusan dalam tingkat<br />

K Sinodal pada tahun 1984. Keputusan tersebut juga telah dilengkapi dengan tata laksana<br />

tugas pendeta sekolah. Seiring dengan perjalanan waktu ternyata Tata Laksana tersebut<br />

perlu ditelaah lebih dalam. Tulisan ini merupakan telaah terhadap tugas dan tanggung jawab<br />

jabatan Pendeta Sekolah. Penelaahan pertama-tama dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen<br />

yang ada, kemudian penulis mencoba melakukan penelaahan secara kritis terhadap tugas tersebut.<br />

Kata kunci : Pendeta Sekolah, Tata Laksana GKI SW Jabar, Pendidikan Agama Kristen.<br />

The presence of chaplain in <strong>BPK</strong> PENABUR society has become a longing for long time. This presence could<br />

happen as a result of the decision in the church synod in 1984. The decision is supplemented with the<br />

guidelines of the chaplain role. As the time has been passing by, the guidelines seem need to be analysed in<br />

depth. Based on the document study this article presents some critical review and suggestion on the functions,<br />

tasks, and responsibility of the chaplain.<br />

Pendahuluan<br />

Jabatan Pendeta Sekolah di lingkungan <strong>BPK</strong><br />

PENABUR sebenarnya telah dimungkinkan<br />

sejak dikeluarkannya keputusan persidangan<br />

Majelis Sinode ke-44 Gereja Kristen Indonesia<br />

Sinode Wilayah (GKI SW) Jabar yang<br />

dilaksanakan di Linggar Jati pada tahun 1986.<br />

Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah<br />

mengapa jabatan yang menurut penulis strategis<br />

dan penuh bermakna tersebut sampai sekarang<br />

kurang diminati oleh para lulusan teologia<br />

utusan Sinode GKI SW Jabar ataupun pendetapendeta<br />

dilingkungan Sinode GKI SW Jabar.<br />

Pertanyaan inilah yang menggelitik penulis<br />

untuk menelusuri dokumen-dokumen yang ada<br />

tentang jabatan pendeta sekolah di lingkungan<br />

GKI SW Jabar khususnya dalam bidang<br />

pelayanan pendidikan melalui Yayasan <strong>BPK</strong><br />

PENABUR. Alasan lain adalah untuk<br />

mengetahui bagaimana sejarah Jabatan Pendeta<br />

Sekolah di lingkungan GKI SW Jabar, apa tugas<br />

dan tanggungjawab Pendeta Sekolah. Penulis<br />

lebih menekanan penulisan sejarah, tugas dan<br />

tanggungjawab Pendeta Sekolah di lingkungan<br />

GKI SW Jabar. Penulis juga mencoba untuk<br />

menguraikan sejak kapan gereja terlibat dalam<br />

dunia pendidikan dan juga GKI SW Jabar terlibat<br />

dalam dunia pendidikan. Tulisan ini diakhiri<br />

dengan telaah kritis terhadap jabatan tersebut.<br />

Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah (GKI<br />

SW) Jabar dan Pendidikan<br />

Telah diuraikan oleh penulis dalam Jurnal<br />

Pendidikan: PENABUR No. 04/IV/Juli 2005<br />

dalam judul tulisan Pendidikan Kristiani:<br />

Konsep dan Aplikasinya, bahwa keterlibatan<br />

*) Kepala Bidang Kerohanian <strong>BPK</strong> PENABUR Jakarta<br />

Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007<br />

<strong>75</strong>


Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan Pendeta Sekolah<br />

GKI SW Jabar dalam bidang pendidikan secara<br />

lebih serius dan terencana dimulai ketika pada<br />

tanggal 28 Mei 1948 Sinode GKI SW Jabar (masih<br />

memakai nama Sinode Tionghoa Kie Tok Kauw<br />

Hwee Khoe Hwee (THKTKHKH) yang pada waktu<br />

itu berkedudukan di Bandung mengambil<br />

keputusan untuk membentuk suatu panitia yang<br />

pada akhirnya terbentuk Yayasan <strong>BPK</strong><br />

PENABUR dengan tujuan:<br />

1. Bekerja di lapangan pendidikan Kristen<br />

Protestan dalam arti seluas-luasnya, di<br />

daerah pekerjaan GKI SW Jabar.<br />

2. Melakukan pekerjaan tersebut terutama<br />

antara bangsa Tionghoa, akan tetapi<br />

bilamana ternyata perlu dan mungkin<br />

bangsa lain pun terhisap dalam tujuannya.<br />

3. Akan mendirikan dan mengurus sekolahsekolah,<br />

kursus-kursus dan sebagainya.<br />

Sedangkan<br />

motivasi dan tujuan<br />

pendirian sekolah<br />

berdasarkan uraian<br />

tulisan yang lalu<br />

adalah sekolah<br />

merupakan selain<br />

tempat pembibitan,<br />

juga tempat<br />

pembinaan,<br />

pelayanan dan<br />

kesaksian dan<br />

pemberitaan Injil<br />

dalam bentuk<br />

konkrit dan praktis. Sekolah Kristen bukan<br />

sekedar nama tapi dimaksud sungguh untuk<br />

menghembuskan nafas Kristiani pada segala<br />

tindakan kegiatan pelayanannya.<br />

Bagi gereja, sekolah bukan sekedar menambah<br />

orang-orang Kristen, tetapi menitik-beratkan<br />

kesadaran akan tugas-panggilannya. Gereja<br />

mempunyai tanggungjawab membangun<br />

manusia yang utuh melalui bidang pendidikan.<br />

Bahkan gereja punya tanggungjawab untuk<br />

membentuk manusia yang berkualitas tinggi.<br />

Dengan demikian gereja pun secara langsung<br />

punya peran – serta membina dan membangun<br />

bangsa yang tinggi ilmu dan tinggi moral.<br />

Sejarah Jabatan Pendeta Sekolah di GKI SW<br />

Jabar<br />

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa<br />

motivasi dan tujuan GKI SW Jabar mendirikan<br />

sekolah adalah untuk merealisasikan<br />

panggilannya secara konkrit dalam dunia<br />

tempat gereja berada dan ditempatkan<br />

khususnya dalam dunia pendidikan. Motivasi<br />

dan tujuan ini kemudian dinyatakan dalam<br />

bentuk tindakan nyata yaitu membentuk<br />

Yayasan yang mengelola sekolah-sekolah yang<br />

ada dan juga membicarakan masalah<br />

pendidikan dalam setiap Persidangan Majelis<br />

Sinode GKI SW Jabar. Dalam persidangan<br />

tersebut, pendidikan dibicarakan dengan<br />

dibentuknya Sidang Seksi Edukasi. Yang menjadi<br />

pertanyaan adakah masalah-masalah dalam<br />

perealisasian tersebut Bagaimana jalan<br />

pemecahan dari masalah-masalah tersebut<br />

Berdasarkan dokumen-dokumen yang ada,<br />

terdapat beberapa hambatan, misalnya yang<br />

muncul dari waktu ke waktu adalah masalah<br />

yang secara singkat disebut sebagai masalah<br />

“nafas Kristen” di<br />

sekolah-sekolah<br />

yang berada di<br />

bawah naungan<br />

Terhadap penyelenggaraan PAK,<br />

gereja belum mampu untuk ikut<br />

memikirkan masalah perencanaan<br />

maupun pelaksanaan pengajaran<br />

agama di sekolah-sekolah dalam<br />

bentuk program yang menyeluruh<br />

dan lengkap.<br />

GKI SW Jabar.<br />

Banyak orang<br />

turut mempersoalkan<br />

dan<br />

melemparkan<br />

kritik bahwa<br />

m e s k i p u n<br />

sekolah-sekolah<br />

kita mencantum<br />

nama “Kristen”<br />

tetapi pada penyelenggaraan sehari-hari<br />

nampaknya “isi” kekristenan yang sebenarnya<br />

tidak terlalu jelas, tidak nampak bahkan tidak<br />

sesuai. Dan tentu saja untuk menangani masalah<br />

ini perlu penanganan yang serius dan<br />

berkelanjutan.<br />

Masalah lain yang muncul dalam rangka<br />

perealisasian tersebut adalah pandangan yang<br />

tidak seragam tentang Pendidikan Agama<br />

Kristen (PAK) di sekolah. Terhadap<br />

penyelenggaraan PAK, gereja belum mampu<br />

untuk ikut memikirkan masalah perencanaan<br />

maupun pelaksanaan pengajaran agama di<br />

sekolah-sekolah dalam bentuk program yang<br />

menyeluruh dan lengkap. Penanganan gereja<br />

hanya tambal sulam, asal jalan dan tanpa<br />

konsep berkesinambungan dan menyeluruh.<br />

PAK yang seharusnya menjadi tugas dan<br />

tanggung-jawab gereja, namun karena banyak<br />

faktor, di antaranya tidak adanya tenaga khusus<br />

76 Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007


Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan Pendeta Sekolah<br />

yang dipersiapkan untuk menangani hal itu,<br />

ternyata tidak dapat dilakukan dengan baik.<br />

Pendeta Sekolah<br />

Untuk menjawab kedua masalah tersebut dalam<br />

persidangan Majelis Sinode GKI SW Jabar yang<br />

diselenggarakan di Binawarga, Cipayung pada<br />

tanggal 19 –22 November 1984, Pdt. Lukito<br />

Handoyo selaku ketua BPMS (Badan Pekerja<br />

Majelis Sinode) melontarkan gagasan agar<br />

adanya jabatan “chaplain” atau “Pendeta<br />

Sekolah”. Secara lengkap dalam persidangan<br />

itu ia mengatakan :<br />

“Dalam hal kita memikirkan hal ini lebih<br />

mendalam, baik secara struktural maupun<br />

fungsional, hal ini menyangkut pula<br />

penempatan tenaga khusus untuk Badan<br />

Pendidikan Kristen Jabar (<strong>BPK</strong>) guna<br />

mengembangkan pemikiran tersebut<br />

secara khusus pula. Dan untuk itu harus<br />

juga ada perencanaan yang lebih<br />

konsepsional dalam jangka pendek<br />

maupun jangka panjang. Maka sudah<br />

waktunya juga bagi kita memikirkan<br />

menetapkan fungsi “chaplain” atau<br />

“Pendeta Sekolah” dengan pengertian<br />

tidak sempit”.<br />

Gagasan dari Lukito Handoyo ini kemudian<br />

dibahas dalam sidang kelompok dalam<br />

persidangan Majelis Sinode ke- 44 GKI SW Jabar<br />

dan menjadi keputusan persidangan tersebut.<br />

Dari hasil keputusan tersebut dikatakan bahwa:<br />

“Persidangan melihat bahwa Pendeta<br />

Sekolah dibutuhkan di tingkat daerah”<br />

(stilah yang digunakan adalah <strong>BPK</strong> KPS)<br />

yang berhubungan langsung dengan guruguru<br />

agama, pastoral bagi guru –guru dan<br />

murid-murid, pelaksanaan kebaktian,<br />

kegiatan persekutuan dan pembinaan<br />

mental rohani.<br />

Sungguh pun dalam persidangan ini telah<br />

diputuskan tentang adanya Pendeta Sekolah<br />

tetapi Tata Laksana dari Pendeta sekolah yang<br />

mengatur segi-segi pelayanan Pendeta Sekolah<br />

sehubungan dengan tugasnya di bidang<br />

pendidikan dalam kaitannya dengan gereja,<br />

baru diputuskan dalam Persidangan Majelis<br />

Sinode ke- 44, tanggal 17 – 19 November 1986, di<br />

Linggarjati.<br />

Tugas Pendeta Sekolah dalam<br />

Penggembalaan, Pendidikan Agama<br />

Kristen dan Peribadahan/Pembinaan<br />

Telah diuraikan di atas bahwa dalam<br />

Persidangan Majelis Sinode ke- 44, tanggal 17–<br />

19 November 1986, di Linggarjati telah<br />

diputuskan Tata Laksana Pendeta Sekolah.<br />

Dalam tata laksana tersebut diatur antara lain<br />

apa yang dimaksudkan dengan Pendeta<br />

Sekolah, Bidang Pelayanan Pendeta Sekolah,<br />

Kedudukan Pendeta Sekolah, Kewajiban<br />

Pendeta Sekolah, Masa pelayanan Pendeta<br />

Sekolah, Jaminan Pendeta Sekolah, Persyaratan<br />

Pendeta Sekolah, Pemanggilan Pendeta Sekolah<br />

dan hal-hal lain.<br />

Tulisan ini hanya akan menguraikan<br />

bidang Pelayanan Pendeta Sekolah (lampiran<br />

keputusan PMS GKI (SW) JABAR tahun 1986).<br />

Menurut tata laksana Pendeta Sekolah maka<br />

bidang pelayanan pendeta sekolah terbagi<br />

menjadi empat bagian yaitu :<br />

1. Penggembalaan<br />

Pelayanan Pendeta Sekolah terutama<br />

mengarah pada penggembalaan, yaitu<br />

upaya menerangi persoalan-persoalan<br />

kehidupan dari subjek-subjek yang terlibat<br />

dalam lingkungan sekolah, dengan Terang<br />

Firman Tuhan.<br />

Dalam rangka penggembalaan itu, Pendeta<br />

Sekolah juga memperhatikan segi-segi<br />

kesehatan/kesejahteraan dari subjek-subjek<br />

yang dilayaninya yaitu siswa dan orang<br />

tuanya, guru, karyawan dan pengurus.<br />

Tugas utama Pendeta Sekolah ini<br />

menempatkan ia pada posisi dan fungsi<br />

sebagai gembala dalam lingkungan sekolah<br />

dimana ia melayani, yang bekerjasama<br />

dengan lembaga Bimbingan dan<br />

Penyuluhan Siswa.<br />

2. Pendidikan Agama Kristen.<br />

Pendeta Sekolah bertanggungjawab atas<br />

Pendidikan Agama Kristen (PAK), yaitu<br />

upaya mengajak siswa memahami dan<br />

menghayati nilai-nilai dan iman Kristen.<br />

Dalam rangka Pendidikan Agama Kristen<br />

itu, Pendeta Sekolah memperhatikan segisegi<br />

ajaran, bahan, kurikulum, metode serta<br />

Guru Agama yang melaksanakannya.<br />

Tugas PAK ini menempatkan Pendeta Sekolah<br />

pada posisi dan fungsi selaku<br />

Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007<br />

77


Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan Pendeta Sekolah<br />

koordinator PAK dan Guru Agama di<br />

sekolah-sekolah yang dilayaninya.<br />

3. Falsafah Pendidikan Kristen<br />

Pelayanan Pendeta Sekolah yang lebih luas<br />

di lingkungan <strong>BPK</strong> Jabar dan Sinode GKI<br />

SW Jabar, mencakup tugas mengembangkan<br />

falsafah pendidikan Kristen, yaitu upaya<br />

memahami pertanyaan-pertanyaan dan<br />

jawaban-jawaban essensial sekitar realitas<br />

kemanusiaan, keilmuan, keagamaan dan<br />

kelembagaan pendidikan, serta upaya<br />

menanamkan dan menumbuhkan nafas<br />

iman Kristen dalam lingkungan <strong>BPK</strong> Jabar.<br />

Dalam rangka pengembangan falsafah<br />

pendidikan Kristen itu, Pendeta Sekolah<br />

memperhatikan segi-segi makna realitas,<br />

makna pengetahuan dan makna kekristenan<br />

guna memupuk nilai-nilai kekristenan<br />

dalam bangunan falsafah pendidikan<br />

Kristen tersebut.<br />

Tugas filosofis ini menempatkan Pendeta<br />

Sekolah pada posisi selaku fungsionaris<br />

yang bekerja sama dengan orang-orang dan<br />

ahli-ahli lain dalam membangun dan<br />

memberlakukan Falsafah Pendidikan<br />

Kristen itu.<br />

4. Peribadahan dan Pembinaan<br />

Pendeta Sekolah bertugas menyelenggarakan<br />

dan mengkoordinasikan kegiatan<br />

peribadahan sekolah bagi siswa, guru, dan<br />

karyawan sesuai dengan kalender sekolah,<br />

kalender gerejawi, maupun peristiwa<br />

khusus lainnya.<br />

Pendeta Sekolah bertugas menyelenggarakan<br />

pembinaan bagi siswa dalam<br />

kegiatan ekstra kurikuler seperti misalnya<br />

perkemahan, retret dan sejenisnya yang diisi<br />

dengan pembinaan nilai-nilai kehidupan<br />

Kristen serta kecakapan memberlakukannya.<br />

Telaah <strong>Kritis</strong><br />

Dari seluruh uraian di atas, ada beberapa hal<br />

yang dapat ditelaah ketika GKI SW Jabar<br />

memutuskan untuk terlibat dalam bidang<br />

pendidikan dengan mendirikan sekolah,<br />

yayasan yang mengelola sekolah dan juga<br />

menempatkan “Pendeta Sekolah”. Pertama-tama<br />

yang ditelaah adalah seluruh uraian tugas<br />

Pendeta berdasarkan Tata Gereja Kristen<br />

Indonesia yang baru, mulai berlaku sejak tahun<br />

2003, dan setelah itu dilakukan penelaahan<br />

terhadap tugas Pendeta Sekolah yang<br />

mencakup penggembalaan, Pendidikan Agama<br />

Kristen, Falsafah Pendidikan, Peribadahan dan<br />

pembinaan berdasarkan Tata Laksana Tugas<br />

Pendeta Sekolah.<br />

Tugas Pendeta Berdasarkan<br />

Tata GKI SW Jabar<br />

1. Pendeta sekolah sebagai pemangku jabatan<br />

gerejawi<br />

Di dalam Tata Dasar GKI, yang merupakan<br />

bagian dari Tata Gereja GKI pasal 9 tentang<br />

kepemimpinan dikatakan: “Jabatan gerejawi<br />

GKI terdiri dari penatua dan pendeta.” Khusus<br />

untuk jabatan pendeta, dilingkungan GKI<br />

dikenal Pendeta Tugas Khusus seperti diatur<br />

dalam Tata Laksana BAB XX Jabatan Gereja<br />

pasal 69 ayat 6., yang berbunyi :<br />

“Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode<br />

dapat mempunyai bidang-bidang<br />

pelayanan khusus seperti misalnya<br />

pelayanan dalam bidang keorganisasian<br />

gerejawi, pendidikan, pendidikan theologi,<br />

pembinaan, kesehatan, sosial, dan TNI-<br />

POLRI. Jika dipandang perlu untuk<br />

melaksanakan tugas tersebut dapat<br />

diangkat pendeta tugas khusus.”<br />

Penulis dapat menyimpulkan bahwa<br />

adanya Pendeta Sekolah adalah merupakan<br />

perwujudan dari keperluan Sinode Wilayah.<br />

Pendeta sekolah disini adalah jabatan gerejawi<br />

sebagai pendeta tugas khusus. Yang menjadi<br />

masalah kemudian, gereja dan sekolah adalah<br />

dua institusi yang mempunyai perbedaan.<br />

Gereja ada, karena Kristuslah yang<br />

mendirikannya. Oleh sebab itu Gereja sering<br />

disebut sebagai Tubuh Kristus, tanpa Kristus<br />

tidaklah mungkin Gereja ada dan berdiri.<br />

Sedangkan sekolah sebagai institusi karena<br />

manusialah yang mendirikannya. Memang<br />

harus diakui ketika mendirikan sekolah, Gereja<br />

seharusnya melandasi dengan landasanlandasan<br />

teologis seperti yang dikatakan oleh<br />

Pazmino (1988). Akan tetapi apakah ketika<br />

mendirikan sekolah, GKI SW Jabar telah<br />

melakukannya dengan sungguh-sungguh.<br />

Pertanyaan yang lain dapatkah dengan adanya<br />

perbedaan tersebut tugas pendeta seperti yang<br />

diatur dalam Tata Laksana pasal 69 ayat 1 yang<br />

mengatur tugas seorang pendeta dapat<br />

78 Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007


Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan Pendeta Sekolah<br />

dilaksanakan dengan sepenuhnya Di sinilah<br />

pentingnya peninjauan ulang terhadap Tata<br />

Laksana Pendeta Sekolah. Sebab menurut<br />

penulis Tata Laksana yang ada harus<br />

disesuaikan dengan perkembangan yang ada<br />

pada saat ini. Misalnya apakah kehadiran<br />

pendeta hanya sebagai konseptor atau ia juga<br />

merangkap seorang praktisi (misalnya: menjadi<br />

koodinator guru PAK).<br />

2. Tugas pendeta sekolah.<br />

Di dalam Tata Dasar Tata Gereja GKI pasal 9<br />

ayat 3 Penatua dan Pendeta berfungsi sebagai<br />

pemimpin untuk mewujudkan pembangunan<br />

jemaat. Sedangkan mengenai pembangunan<br />

jemaat dalam pasal 7 Tata Dasar tersebut<br />

dikatakan demikian :<br />

1. Pengertian Dasar.<br />

a. Pembangunan gereja adalah<br />

keseluruhan upaya yang dilakukan oleh<br />

GKI untuk merencanakan dan<br />

melakukan proses-proses perubahan<br />

secara menyeluruh, terpadu, terarah dan<br />

bersinambung pada semua lingkupnya,<br />

yaitu Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah<br />

dan Sinode, dalam hubungan timbal<br />

balik dengan masyarakat dimana GKI<br />

hidup dan berkarya.<br />

b. Pembangunan gereja bertujuan agar<br />

jemaat, Klasis Sinode Wilayah dan<br />

Sinode GKI, baik sendiri-sendiri<br />

maupun bersama-sama mampu<br />

mewujudkan persekutuan serta<br />

melaksanakan kesaksian dan<br />

pelayanan sesuai dengan kehendak<br />

Allah di dalam Kristus di<br />

lingkungannya masing-masing.<br />

Dari uraian diatas maka jika didalam poin<br />

enam tugas pendeta sekolah melakukan<br />

penggembalaan, Pendidikan Agama Kristen,<br />

mengembangkan Falsafah Pendidikan Kristen,<br />

dan mengembangkan peribadahan dan<br />

pembinaan maka menurut penulis tugas tersebut<br />

adalah dalam rangka perwujudan persekutuan<br />

serta melaksanakan kesaksian dan pelayanan<br />

sesuai dengan kehendak Allah di dalam Kristus<br />

di lingkungan pendidikan (sekolah).<br />

Penelaahan Tugas Pendeta<br />

Berdasarkan Tata Laksana Tugas<br />

Pendeta Sekolah<br />

1. Penggembalaan<br />

Di dalam Tata Laksana Bab XII tentang<br />

Penggembalaan pasal 33 tentang pengertian<br />

pengembalaan dikatakan :<br />

1. Penggembalaan adalah pelayanan yang<br />

dilakukan di dalam kasih untuk<br />

mendukung, membimbing,<br />

menyembuhkan, dan mendamaikan<br />

agar anggota baik secara individual<br />

maupun komunal, hidup dalam damai<br />

sejahtera dan taat kepada Allah.<br />

2. Penggembalaan dilakukan dalam<br />

hubungan-hubungan interaktif antar<br />

individu, antara individu dan<br />

kelompok-lembaga serta antar<br />

kelompok-antar lembaga, dalam<br />

lingkup Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah,<br />

dan Sinode.<br />

3. Penggembalaan pada dasarnya merupakan<br />

tanggungjawab setiap anggota<br />

baik individual maupun komunal.<br />

Jika ketiga uraian tentang pengertian<br />

penggembalaan, diperhadapkan kepada<br />

tugas pendeta sekolah yang di dalamnya<br />

melakukan penggembalaan makna pasal<br />

tersebut (pasal 33 ayat 3) menjadi kabur.<br />

Kekaburan ini: Apakah sekolah dan<br />

lembaga (baca: yayasan) dapat disebut<br />

sebuah komunal yang identik dengan<br />

gereja. Jika Pendeta Sekolah melakukan<br />

penggembalaan terhadap anggota keluarga<br />

<strong>BPK</strong> PENABUR, sejauh mana<br />

penggembalaan itu dilakukan Kalau<br />

anggota keluarga <strong>BPK</strong> PENABUR itu juga<br />

anggota jemaat GKI, siapa yang melakukan<br />

penggembalaan Pendeta Sekolah atau<br />

Pendeta dari anggota dimana anggota itu<br />

tercatat sebagai anggota jemaat<br />

2. Pendidikan Agama Kristen<br />

Dalam Tata Laksana Pendeta Sekolah<br />

dikatakan bahwa tugas Pendeta Sekolah<br />

di bidang PAK adalah: bertanggungjawab<br />

atas Pendidikan Agama Kristen (PAK),<br />

yaitu upaya mengajak siswa memahami dan<br />

menghayati nilai-nilai dan iman Kristen<br />

dengan memperhatikan segi-segi ajaran,<br />

bahan, kurikulum, metode serta Guru<br />

Agama yang melaksanakannya. Tugas PAK<br />

Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007<br />

79


Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan Pendeta Sekolah<br />

ini menempatkan Pendeta Sekolah pada<br />

posisi dan fungsi selaku koordinator PAK<br />

dan Guru Agama di sekolah-sekolah yang<br />

dilayaninya.<br />

Jika tugas ini akan dilakukan maka jelas<br />

kualifikasi seorang Pendeta Sekolah sangat<br />

berat. Ia bukan hanya harus menguasai halhal<br />

yang prinsipil (memperhatikan segi<br />

ajaran) tetapi juga menangani masalahmasalah<br />

yang praktis (mengkoordinir).<br />

Tugas ini harus dipilah sehingga seorang<br />

Pendeta Sekolah lebih fokus kepada hal-hal<br />

prinsipil. Untuk menjaga apakah hal-hal<br />

prinsipil itu terealisasi, maka bisa ditunjuk<br />

semacam staf atau unit yang lain yang<br />

dikoordinir oleh pendeta yang bersangkutan.<br />

3. Falasafah Pen-didikan Kristen<br />

Uraian di atas<br />

juga mencakup<br />

tugas mengembangkan<br />

Falsafah<br />

Pendidikan<br />

Kristen,<br />

yaitu upaya<br />

memahami<br />

pertanyaan-pertanyaan<br />

dan<br />

jawabanj<br />

a w a b a n<br />

essensial sekitar<br />

r e a l i t a s<br />

kemanusiaan,<br />

keilmuan, keagamaan dan kelembagaan<br />

pendidikan, serta upaya menanamkan dan<br />

menumbuhkan nafas iman Kristen dalam<br />

lingkungan <strong>BPK</strong> PENABUR. Memberikan<br />

falsafah Pendidikan Kristen inilah menjadi<br />

tugas yang sangat penting dan esensial<br />

yang harus dilakukan.<br />

Karena selama ini ada asumsi yang<br />

mengatakan bahwa Yayasan-Yayasan<br />

Kristen yang bergerak di bidang Pendidikan<br />

(mungkin juga <strong>BPK</strong> PENABUR) hanya<br />

menjadikan nama “Kristen” sebagai<br />

tempelan dan tidak menjadi jiwa serta nafas<br />

dalam kehidupan sehari-hari. Bagi <strong>BPK</strong><br />

PENABUR sendiri usaha-usaha untuk tidak<br />

menjadian nama “Kristen” bukan hanya<br />

sebagai tempelan, salah satunya telah<br />

nampak dalam perumusan Visi dan Misi.<br />

Dengan kehadiran seorang Pendeta Sekolah<br />

diharapkan nama “Kristen” nampak secara<br />

nyata dalam seluruh kebijakan dan<br />

peraturan serta sikap sehari-hari seluruh<br />

anggota Keluarga Besar <strong>BPK</strong> PENABUR<br />

(Pengurus, Guru, Karyawan,dan Siswa).<br />

4. Peribadahan dan Pembinaan<br />

Sama seperti tugas Pendeta Sekolah dalam<br />

PAK, keberadaan Pendeta Sekolah dalam<br />

peribadahan dan pembinaan cenderung<br />

kepada hal-hal praktis bukan prinsipil. Jika<br />

hal ini dilakukan maka seluruh waktu akan<br />

tersita kepada hal-hal yang praktis. Ada<br />

baiknya tugas pokok Pendeta Sekolah jika<br />

ingin fokus maka dalam per-ibadahan dan<br />

pembinaan adalah meng-ejawantahkan<br />

keputusankeputusan<br />

tingkat Sinodal<br />

yang menyangkut<br />

kedua<br />

aspek peribadahan<br />

dan<br />

pembinaan<br />

untuk bisa<br />

dioprasionalkan<br />

di bawah<br />

(sekolah,<br />

karyawan,<br />

pengurus).<br />

Misalnya<br />

Pendeta Sekolah membuat konsep yang<br />

mendasar tentang bentuk liturgi yang<br />

kreatif dan dapat diterima oleh siswa<br />

dengan tidak kehilangan ciri ke-GKI-annya.<br />

Sedangkan pelaksanaan dalam tingkat<br />

oprasional bisa diserahkan kepada pihak<br />

sekolah. Pendeta Sekolah hanya<br />

memonitoring bagaimana keputusankeputusan<br />

itu dilaksanakan. Tentu saja<br />

untuk mendapat dan mendengar hal yang<br />

terjadi sekali-sekali Pendeta Sekolah bisa<br />

melakukan pembinaan dan memimpin<br />

peribadahan secara langsung tetapi tidak<br />

menjadi tugas pokok dalam bentuk<br />

oprasional.<br />

Kesimpulan<br />

Dengan kehadiran seorang Pendeta<br />

Sekolah diharapkan nama<br />

“Kristen” nampak secara nyata<br />

dalam seluruh kebijakan dan<br />

peraturan serta sikap sehari-hari<br />

seluruh anggota Keluarga Besar<br />

<strong>BPK</strong> PENABUR (Pengurus, Guru,<br />

Karyawan,dan Siswa).<br />

80 Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007


Telaah <strong>Kritis</strong> Terhadap Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan Pendeta Sekolah<br />

1. Dari perjalanan sejarah, jelas GKI SW Jabar<br />

telah menyadari bahwa kehadiran seorang<br />

Pendeta di bidang pendidikan dalam<br />

yayasan yang dibuatnya sangatlah penting.<br />

Pentingnya kehadiran seorang Pendeta<br />

dalam bidang pendidikan yang sering<br />

disebut dengan Pendeta Sekolah telah<br />

dibuktikan dengan dibicarakannya hal<br />

tersebut dalam persidangan tingkat Sinodal<br />

dan berhasilnya diputuskan Tata Laksana<br />

Pendeta Sekolah.<br />

2. Tata Laksana bisa dikatakan tidak sesuai<br />

lagi atau tidak dapat dengan serta merta<br />

dilaksanakan, tetapi harus ada<br />

penyesusaian-penyesuaian khususnya<br />

dalam tugas dan tanggung jawab Pendeta<br />

Sekolah. Penyesuaian ini perlu dilakukan<br />

karena di lingkungan GKI telah dihasilkan<br />

Tata Gereja GKI yang baru.<br />

3. Perlu juga dipikirkan apakah tugas Pendeta<br />

Sekolah itu menyangkut: Pengggembalan,<br />

PAK, falasafah pendidikan serta<br />

peribadahan dan pembinaan, atau tugas<br />

Pendeta Sekolah lebih fokus kepada hal-hal<br />

yang prinsipil berupa konsep-konsep dan<br />

tidak kepada hal-hal yang praktis dan<br />

oprasional.<br />

4. Salah satu cara untuk menghindari agar<br />

Pendeta Sekolah tidak hanya mengerjakan<br />

hal-hal yang prinsipil dan mengabaikan<br />

masalah-masalah praktis dan operasional<br />

ialah dengan menunjuk staf dan melakukan<br />

koordinasi, kunjungan (visitasi) ke sekolah,<br />

ataupun percakapan informal.<br />

5. Tugas penggembalaan perlu juga diatur<br />

sedemikian rupa sehingga makna<br />

penggembalaan seperti yang diatur dalam<br />

Tata Laksana Bab XII tentang<br />

Penggembalaan pasal 33 dapat terlaksana<br />

dengan baik dan tidak terjadi tumpang<br />

tindih dengan tugas Pendeta yang lain jika<br />

anggota <strong>BPK</strong> PENABUR tersebut juga<br />

anggota jemaat GKI SW Jabar.<br />

Daftar Pustaka<br />

_____ Akta Persidangan Majelis Sinode ke- 44<br />

GKI JABAR, Linggarjati, 17 – 19 November<br />

1986<br />

____ (1986). Tata Laksana Pendeta Sekolah<br />

(lampiran keputusan PMS GKI SW Jabar<br />

_____ BPMS GKI. (2003). Tata Gereja Kristen Indonesia.<br />

Jakarta: PT Rama Prado Kriya<br />

Purwanto, Hendro Lazarus, Dr., Indonesian<br />

Chruch Orders Under Scrutiny, Thesis (doctoral),<br />

Theologische Universiteit Van de<br />

Gereformeerde Kerk in Nederland te Kampen,<br />

1997, Kampen van de Berg.<br />

Pazmino, Robert W. (1988). Foundational issues in<br />

christian education- an introduction in evangelical<br />

Perspective. Michigan: Baker Book<br />

House<br />

_____ Tata Gereja GKI – Tata Laksana Bab XX<br />

Jabatan Gerejawi, pasal 69, hal. 104-105<br />

Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007<br />

81

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!