06.02.2015 Views

Daftar - Ditjen Cipta Karya - Departemen Pekerjaan Umum

Daftar - Ditjen Cipta Karya - Departemen Pekerjaan Umum

Daftar - Ditjen Cipta Karya - Departemen Pekerjaan Umum

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

http://ciptakarya.pu.go.id<br />

<strong>Daftar</strong> Isi<br />

Berita Utama<br />

Menggandeng Organisasi Perempuan Indonesia<br />

2 Dalam Pengembangan Sanitasi<br />

Liputan Khusus Info Baru 1<br />

8<br />

Suara Habitat<br />

di Bumi Sriwijaya<br />

14<br />

Ketika Para Menristek<br />

Bicara Soal Habitat<br />

Liputan Khusus<br />

9 100 Siswa SD Palembang<br />

Kunjungi Kampung Ramah<br />

Lingkungan<br />

12 Kesetaraan Gender dalam<br />

Pembangunan Permukiman<br />

Berkelanjutan<br />

Info Baru 2<br />

16 2012 Semarang Bebas Banjir dan<br />

Rob<br />

Inovasi 1<br />

18 Revitalisasi Kawasan Pura<br />

Tirta Empul Bali<br />

Inovasi 2<br />

21 Metode Shear Wall Alternatif<br />

Pembangunan Rumah Susun<br />

Sederhana<br />

24 SPAM Baron Kabupaten Gungung<br />

Kidul Mengaliri Masyarakat dengan<br />

Air Minum Lebih Murah<br />

Resensi<br />

28 Membangun Komitmen Reformasi<br />

Pembangunan Air Minum dan<br />

Penyehatan Lingkungan


Suara Anda<br />

Kami, kantor perwakilan National Library of Australia-<br />

Regional Office Asia melalui Indonesia Acquisitions Program<br />

mengumpulkan publikasi-publikasi yang diterbitkan badan<br />

pemerintah, institusi akademik, maupun organisasi masyarakat<br />

sipil di Indonesia berupa buku, jurnal, maupun majalah.<br />

Kami tertarik dengan Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> yang diterbitkan oleh<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>, <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> dan melalui<br />

kesempatan ini kami bermaksud mengajukan permohonan untuk<br />

bisa mendapatkan publikasi tersebut secara regular sebanyak 1<br />

eksemplar.<br />

Selanjutanya publikasi tersebut akan kami kirimkan ke<br />

National Library of Australia di Canberra A.C.T, Australia, untuk<br />

kepentingan peneliti dan peminat budaya Indoensia di Australia.<br />

Dalam hal ini, tentunya terbitan tersebut akan menjadi koleksi<br />

yang bernilai bagi Perpustakaan Nasional kami.<br />

Dari : Dedi Effendi (Acquisitions Assistant)<br />

Jawaban:<br />

Sesuai dengan permintaan Bapak, bersama ini kami sampaikan<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Edisi Juli 2009 sebanyak lima eksemplar.<br />

Mulai saat ini kami mengirimkan terbitan berkala Buletin <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong> tiap bulannya sebanyak 2 (dua) eksemplar kepada Kantor<br />

National Library of Australia-Regional Office Asia-Australian<br />

Embassy di Jakarta.<br />

Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait<br />

bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> ke email sddtainfo@yahoo.com<br />

atau di saran dan pengaduan www.pu.go.id<br />

Senyawa Perempuan dan Sanitasi<br />

Lahirkan Kepedulian<br />

Menurut orang bijak, kata ‘Perempuan’ dibangun dari kata<br />

‘empu’, yang berarti tuan. Dari asal kata tersebut, perempuan bisa<br />

dianalogikan sang empu, yang dalam cerita babad tanah leluhur<br />

Indonesia berarti orang yang mampu dan ahli. Dalam keseharian,<br />

perempuan harus berhadapan dengan urusan ‘belakang’, dari<br />

memasak, mencuci, memandikan anak, dll. Sehingga mereka<br />

mau tidak mau harus memikirkan juga bahan buangan yang acap<br />

menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau<br />

binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik<br />

(cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian). Yang bisa<br />

mereka lakukan baru sebatas menjaga kebersihan pribadi, atau<br />

teknologi sederhana (kakus, tangki septik), namun secara massal<br />

belum mampu berpikir penanganan sanitasi yang lebih luas. Itulah<br />

senyawa yang dimaksud dalam judul editorial di atas.<br />

Dengan menggandeng perempuan, diharapkan lahir kepedulian<br />

untuk menjaga lingkungannya bersama-sama, termasuk sanitasi.<br />

Langkah yang dilakukan Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> sudah<br />

tepat, yaitu dengan menggandeng tujuh organisasi perempuan<br />

di Indonesia untuk memperhatikan masalah sanitasi dalam<br />

pembangunan infrastruktur sanitasi bernama SANIMAS (Sanitasi<br />

oleh Masyarakat). Mereka antara lain; Solidaritas Istri Kabinet<br />

Indonesia Bersatu (SIKIB), Dharma Wanita Persatuan (DWP) Pusat,<br />

Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Bhayangkari,<br />

Aliansi Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB),<br />

dan KOWANI.<br />

Keberhasilan SANIMAS sangat tergantung pada keberlanjutan<br />

pengelolaan yang bertumpu pada peran aktif masyarakat, sehingga<br />

diperlukan upaya evaluasi dan monitoring, serta kampanye yang<br />

lebih baik. Dengan demikian, peran organisasi perempuan sebagai<br />

mitra pemerintah sangat dibutuhkan dalam meningkatkan upaya<br />

peningkatan kualitas pengelolaan SANIMAS. Dalam edisi Oktober<br />

2009, Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> mengulas tentang ini.<br />

Selain itu, kami juga masih menilai penting event peringatan<br />

Hari Habitat Dunia 2009 di Indonesia yang peringatan puncaknya<br />

dipusatkan di Kota Palembang, Senin 5 Oktober 2009. Kami<br />

masih mengingatkan kepada semua pihak, bahwa peringatan<br />

Hari Habitat Dunia bukan hanya milik elit tertentu. Membangun<br />

kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas permukiman<br />

harus berkelanjutan.<br />

Kami juga menyuguhkan inovasi teknologi Shear Wall untuk<br />

membangun Rumah Susun Sederhana agar lebih murah dan tahan<br />

goncangan gempa. Revitalisasi kawasan Tirta Empul di Gianyar<br />

Bali akan menyapa kita di tengah-tengah ulasan. Kami juga<br />

turut berbangga atas terpilihnya kembali Bapak Djoko Kirmanto<br />

sebagai Menteri <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> Kabinet Indonesia Bersatu II.<br />

Segenap Tim Redaksi Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> mengucapkan selamat<br />

dan mendoakan beliau dan lembaga yang dipimpinnya ini untuk<br />

mampu mencapai target-target pembangunannya.<br />

Selamat membaca dan berkarya!<br />

Foto :<br />

MCK Percontohan di Kelurahan Cisarua,<br />

Kec. Cikole, Kota Sukabumi<br />

1Editorial


Berita Utama<br />

Menggandeng Organisasi Perempuan Indonesia<br />

Dalam Pengembangan Sanitasi<br />

Oleh : Endang Setyaningrum*)<br />

Suhaeniti **)<br />

Sanitasi oleh Masyarakat atau yang lebih dikenal dengan Sanimas adalah infrastruktur permukiman<br />

yang langsung menyentuh masyarakat. Untuk mempercepat jangkauan kepada masyarakat serta<br />

mengkamapanyekan kesadaran masyarakat akan pentingnya akses sanitasi yang sehat, <strong>Departemen</strong><br />

<strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> menggandeng organisasi perempuan.<br />

Opsi Teknologi Sanitasi dalam permukiman<br />

2<br />

Banyak orang mengira, permukiman<br />

layak huni adalah permukiman<br />

yang dipenuhi rumah bagus, jalan<br />

lingkungan yang tidak rusak, tertata rapi<br />

dan bersih, dilengkapi dengan taman dan<br />

hijau dedaunan, dan tidak ketinggalan<br />

dengan tersedianya air dan listrik. Satu<br />

hal yang sebenarnya tidak kalah penting<br />

bagi permukiman layak huni, namun sering<br />

terlupakan, yakni bagaimana kondisi sanitasi<br />

di lingkungan tersebut. Sebuah permukiman<br />

disebut layak huni jika dilengkapi juga<br />

dengan sistem sanitasi yang memenuhi<br />

syarat bagi kesehatan lingkungan, karena<br />

terdapat hubungan yang erat antara tingkat<br />

akses penduduk terhadap sarana sanitasi<br />

dengan tingkat kesehatan (kualitas hidup)<br />

penduduk.<br />

Saat ini pengembangan sarana<br />

sanitasi di Indonesia masih belum sesuai<br />

dengan harapan, terutama bagi penduduk<br />

berpenghasilan rendah di kawasan<br />

permukiman rawan sanitasi, padat, dan<br />

kumuh di perkotaan. Dari segi kuantitas,<br />

akses penduduk Indonesia terhadap sarana<br />

sanitasi dasar (basic sanitation) di tahun 2007<br />

memang cukup tinggi, yaitu 77,15% (BPS,<br />

2007). Angka ini telah melampaui target<br />

Millenium Development Goals (MDGs) 2015.<br />

Namun, dari segi kualitas ternyata akses<br />

sanitasi penduduk Indonesia masih jauh dari<br />

yang diharapkan. Prosentase rumah tangga<br />

yang menggunakan sistem sanitasi setempat<br />

(on-site system) yang aman (menggunakan<br />

tangki septik) di tahun 2007 baru sebesar<br />

49,13%, yaitu 71,06% di perkotaan dan<br />

32,47% di perdesaan, karena masih banyak<br />

warga yang memiliki jamban, namun buangan<br />

dari jamban tersebut langsung dialirkan ke<br />

badan air atau sungai tanpa melalui proses<br />

pengolahan terlebih dulu.<br />

Kurangnya kualitas sarana sanitasi ini


Bangunan SANIMAS<br />

dapat mencemari sumber air tanah dan air<br />

dan air permukaan yang merupakan sumber<br />

air baku untuk air minum bagi sebagian besar<br />

penduduk Indonesia. Pencemaran air tanah<br />

dan air permukaan ini dapat menimbulkan<br />

berbagai resiko penyakit yang menular<br />

melalui media air (waterborne diseases),<br />

seperti diare, disentri, kolera, dan penyakit<br />

kulit, yang pada akhirnya dapat mengurangi<br />

kualitas hidup penduduk. Jika sumber air<br />

baku untuk air minum telah tercemar karena<br />

lingkungan permukiman tidak dilengkapi<br />

dengan sarana sanitasi yang memenuhi<br />

syarat bagi kesehatan lingkungan, bagaimana<br />

dapat dikatakan permukiman yang layak<br />

huni Dan bagaimana penduduk Indonesia<br />

dapat mencapai kehidupan yang lebih baik<br />

Untuk mengatasi persoalan sanitasi ini,<br />

pemerintah telah mencanangkan beberapa<br />

target dan sasaran, seperti : (1) pencapaian<br />

“Open Defecation Free” di akhir tahun 2009,<br />

(2) Target MDGs 2015 : Mengurangi setengah<br />

proporsi jumlah penduduk yang kesulitan<br />

memperoleh akses terhadap air baku yang<br />

aman dan sanitasi yang memadai, (3)<br />

Indonesia Sehat 2010, dan (4) Target akses<br />

sanitasi sistem setempat (on-site) yang aman<br />

Pemanfaatan SANIMAS di Kota Mamuju<br />

SANIMAS Sungailiat<br />

(menggunakan tangki septik), yaitu 80% di<br />

perkotaan dan 50% di perdesaan, atau 60%<br />

secara nasional.<br />

Untuk mencapai target tersebut,<br />

diperlukan langkah-langkah strategis, salah<br />

satunya melalui program Sanitasi oleh<br />

Masyarakat (SANIMAS). Hingga saat ini<br />

SANIMAS telah dibangun lebih dari 400<br />

lokasi hampir di seluruh provinsi di Indonesia,<br />

yang hingga saat ini masih berjalan baik<br />

(sustainable). SANIMAS merupakan usaha<br />

penyehatan lingkungan permukiman pada<br />

skala lingkungan (kampung, RT atau untuk<br />

100-200 KK) dengan cara membangun<br />

fasilitas sanitasi yang dilakukan secara<br />

inisiatif dalam semangat kebersamaan<br />

di antara para pemangku kepentingan,<br />

yaitu warga setempat, LSM atau swasta,<br />

pemerintah daerah dan pemerintah pusat.<br />

SANIMAS menggunakan prinsip<br />

Demand Responsive Approach (DRA)<br />

atau Pendekatan yang Tanggap Terhadap<br />

Kebutuhan. Apabila kota/kabupaten tidak<br />

menyampaikan minat maka tidak akan<br />

difasilitasi. Minat tersebut salah satunya<br />

dicerminkan dengan kemauan untuk<br />

mengalokasikan dana dari APBD. Oleh karena<br />

Pemanfaatan SANIMAS<br />

itu, SANIMAS juga menekankan prinsip<br />

pendanaan multi sumber (multi-source of<br />

fund). SANIMAS juga menggunakan prinsip<br />

seleksi-sendiri (self selection), opsi teknologi<br />

sanitasi, partisipatif dan pemberdayaan.<br />

Opsi (pilihan) teknologi sanitasi dalam<br />

SANIMAS terdiri dari : (1) MCK Plus++;<br />

terdiri dari sejumlah pintu, biasanya<br />

dilengkapi kamar mandi, sarana mencuci,<br />

dan pengolahan air limbah (yang dilengkapi<br />

dengan biodigester). Setiap jamban dapat<br />

melayani 5 KK (25 orang). Sistem ini sesuai<br />

untuk lokasi yang kebanyakan warganya<br />

tidak memiliki jamban; (2) Sistem Perpipaan<br />

Komunal, menggunakan sistem pemipaan<br />

PVC. Pipa biasanya diletakkan di halaman<br />

depan, gang, atau halaman belakang, dan<br />

membutuhkan bak kontrol tiap 20 dan di<br />

tiap titik pertemuan. Pipa-pipa ini berakhir<br />

pada komponen pengolahan air limbah,<br />

(3) Septictank Bersama, biasanya satu<br />

septictank digunakan untuk 3-15 KK.<br />

SANIMAS merupakan solusi tepat bagi<br />

permasalahan sanitasi khususnya di negara<br />

berkembang seperti Indonesia, yang sebagian<br />

besar masyarakatnya berpenghasilan rendah<br />

dan tinggal di permukiman padat, rawan<br />

3Berita Utama


Berita Utama<br />

sanitasi, dan kumuh perkotaan. Hal ini karena<br />

SANIMAS dapat memfasilitasi masyarakat<br />

berpenghasilan rendah untuk mendapatkan<br />

fasilitas santiasi yang memenuhi syarat bagi<br />

kesehatan lingkungan dengan biaya yang<br />

terjangkau, dibandingkan dengan sistem<br />

perpipaan (sewerage system) skala kota<br />

yang menelan biaya cukup besar.<br />

Kerjasama <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong><br />

dengan organisasi perempuan Indonesia<br />

ini diawali dengan perjanjian kerjasama<br />

antara <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong><br />

dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia<br />

Bersatu (SIKIB) No. 02/PKS/M/2008 dan<br />

153/05/SIKIB/2008 tentang “Pengembangan<br />

Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Penyediaan<br />

Air Minum dan Sanitasi di Kawasan<br />

Permukiman Untuk Mendukung Indonesia<br />

Hijau dan Sehat”. Lingkup kerjasama ini<br />

meliputi pendampingan kepada masyarakat<br />

dalam menumbuhkan kreatifitas masyarakat<br />

dalam pengembangan sanitasi serta<br />

penyelenggaraan sosialisasi dan stimulasi<br />

penyediaan sanitasi untuk mendorong<br />

pemerintah daerah dan stakeholders terkait<br />

dalam meningkatkan kualitas lingkungan<br />

pada kawasan permukiman perkotaan.<br />

Dalam pelaksanaannya, SIKIB juga<br />

melibatkan organisasi perempuan lainnya,<br />

yaitu PKK Pusat, Dharma Wanita Persatuan<br />

Pusat, Dharma Pertiwi, Bhayangkari,<br />

Aliansi Perempuan untuk Pembangunan<br />

SANIMAS Tebing Tinggi<br />

Berkelanjutan (APPB), dan KOWANI.<br />

Kerjasama organisasi perempuan<br />

Indonesia dengan <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong><br />

<strong>Umum</strong> ini diwujudkan dalam bentuk<br />

pembinaan kepada masyarakat di sekitar<br />

lokasi sarana SANIMAS, khususnya<br />

mengenai perilaku hidup bersih dan sehat<br />

serta pengelolaan sarana terbangun<br />

demi keberlanjutan (sustainability)<br />

fasilitas SANIMAS, yang akan berlanjut<br />

pada meningkatnya kualitas lingkungan<br />

permukiman. Kerjasama ini ditandai dengan<br />

rangkaian peresmian SANIMAS oleh 7 (tujuh)<br />

organisasi perempuan di Indonesia.<br />

1. SANIMAS 2008 KAMPUNG NELAYAN I,<br />

SUNGAILIAT— KAB. BANGKA<br />

Sanimas ini berlokasi di Kampung<br />

Nelayan I, Kec.Sungailiat, Kab. Bangka,<br />

Provinsi Bangka Belitung. Sebelum ada<br />

SANIMAS, masyarakat melakukan aktivitas<br />

BAB di WC helikopter (cubluk yang<br />

dibangun di atas sungai) atau langsung ke<br />

badan air. Sumber air bersih masyarakat<br />

berasal dari PDAM Tirta Bangka. Sesuai<br />

nama kampungnya, sebagian besar mata<br />

pencaharian masyarakatnya adalah nelayan.<br />

Kondisi sanitasi yang buruk dan tingkat<br />

Lokasi SANIMAS binaan ketujuh organisasi perempuan<br />

No Provinsi - Kab/Kota Lokasi Pembina Peresmian<br />

1 SUMUT - Kota Tebing Tinggi Kel. Tanjung Marulak Hilir,<br />

Kec.Rambutan<br />

PKK Pusat 25 Maret 2009<br />

2 NTB - Kab. Lombok Timur Lingkungan Bermi, Kec. Selong DWPP (Dharma Wanita Persatuan Pusat) 6 Mei 2009<br />

3 JATIM - Kota Mojokerto Kel. Blooto, Kec. Prajurit Kulon<br />

Bhayangkari 23 Mei 2009<br />

4 Kep. BABEL - Kab. Bangka Lkel. Air Hanyut, Kec. Sungailiat SIKIB (SOLIDARITAS Istri Kabinet<br />

Indonesia Bersatu)<br />

23 April 2009<br />

5 KALSEL - Kota Banjarmasin Kel.Sei Jingah, Kec.Banjarmasin<br />

Barat<br />

Dharma Pertiwi 3 Juni 2009<br />

6 BANTEN - Kab. Serang Kp. Poponcol, Ds. Damping APPB (Aliansi Perempuan untuk<br />

Kec.Pamarayan<br />

Pembangunan Berkelanjutan)<br />

27 Mei 2009<br />

7 JABAR - Kota Tasikmalaya Kp. Leuwianyar, Kec. Cipedes KOWANI 25 Juni 2009<br />

4<br />

8 JABAR - Kota Sukabumi Kp. Cijangkar, Kel. Cisarua,<br />

Kec.Cikole (mendukung program<br />

Desa Sejahtera Binaan SIKIB)<br />

SIKIB dan Ibu Negara RI<br />

29 Juli 2009


pendapatan masyarakat yang rendah<br />

itulah yang membuat Kel. Air Hanyut, Kec.<br />

Sungailiat terpilih sebagai penerima program<br />

SANIMAS tahun 2008.<br />

SANIMAS ini akan dikelola oleh KSM<br />

Nelayan I, dan dibawah binaan organisasi<br />

SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia<br />

Bersatu) yang diketuai oleh Ny. Widodo A.S.<br />

Pembinaan ini ditandai dengan peresmian<br />

SANIMAS MCK Plus oleh Istri Menteri<br />

<strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong>, Ny. Lies Djoko Kirmanto<br />

pada tanggal 23 April 2009.<br />

Peresmian SANIMAS Nelayan I yang<br />

ditandai dengan Penandatanganan Prasasti,<br />

dan Pengguntingan Pita oleh Ibu Lies<br />

Djoko Kirmanto dan Bupati Bangka. Dalam<br />

sambutannya, Ibu Lies Djoko Kirmanto<br />

berharap dengan pembangunan SANIMAS<br />

ini dapat menggugah dan mendorong<br />

perhatian yang sungguh-sungguh dari semua<br />

pihak dan unsur terkait untuk meningkatkan<br />

kesadaran dan mempercepat perbaikan<br />

sanitasi, sejalan dengan tujuan Rencana<br />

Pembangunan Jangka Menengah 2005-<br />

2009, dimana BAB (Buang Air Besar) tidak<br />

pada tempatnya dapat dihilangkan.<br />

2. SANIMAS 2008 TANJUNG MARULAK<br />

HILIR KOTA TEBING TINGGI—SUMUT<br />

Pada umumnya kondisi sanitasi<br />

masyarakat di Lingkungan III, Kel. Tanjung<br />

Marulak Hilir, Kec. Rambutan, Kota Tebing<br />

Tinggi (jumlah penduduk 2100 jiwa atau 300<br />

KK) sebelum pembangunan MCK masih<br />

buruk, yaitu aktivitas BAB dilakukan warga di<br />

kebun atau parit karena MCK yang ada sudah<br />

tidak layak pakai. Disamping itu, sebagian<br />

besar masyarakat mengumpulkan sampah<br />

kemudian dibakar di kebun, sedangkan<br />

untuk drainase masih berupa parit/selokan<br />

dari tanah. Jaringan PDAM belum melayani<br />

air bersih di Lingkungan III sehingga<br />

untuk mencukupi kebutuhan air bersih,<br />

masyarakat menggunakan air tanah dengan<br />

menggunakan pompa baik itu pompa tangan<br />

maupun pompa listrik (jetpump). Sebagian<br />

besar mata pencaharian masyarakatnya<br />

adalah buruh, pedagang kaki lima, dan<br />

tukang ojek. Kondisi sanitasi yang buruk<br />

dan tingkat pendapatan masyarakat yang<br />

rendah itulah yang membuat Lingkungan III,<br />

Kel. Tanjung Marulak Hilir terpilih sebagai<br />

penerima program SANIMAS tahun 2008.<br />

SANIMAS ini akan dikelola oleh KSM<br />

Mekar Jaya, dan dibawah binaan organisasi<br />

PKK Pusat yang diketuai oleh Ny. Effi<br />

Mardiyanto. Pembinaan ini ditandai dengan<br />

peresmian SANIMAS MCK Plus++ oleh Ketua<br />

<strong>Umum</strong> Tim Penggerak PKK pada tanggal<br />

25 Maret 2009. Dalam sambutannnya, baik<br />

Ketua <strong>Umum</strong> Tim Penggerak PKK maupun<br />

Walikota Tebing Tinggi berpesan kepada<br />

masyarakat agar tetap menggunakan dan<br />

memelihara dengan baik MCK Plus++ ini<br />

dengan baik, karena sejak awal proses<br />

pembangunannya melibatkan masyarakat<br />

secara penuh.<br />

3. SANIMAS 2008 LINGKUNGAN BERMI<br />

SANIMAS Sukabumi<br />

KAB. LOMBOK TIMUR — NTB<br />

Pada umumnya kondisi sanitasi<br />

masyarakat di Lingkungan Bermi, Kelurahan<br />

Pancor, Kecamatan Selong, Kab. Lombok<br />

Timur sebelum pembangunan MCK masih<br />

buruk. Masyarakat mencuci dan mandi di<br />

kolam besar di ruang terbuka dengan air yang<br />

kurang bersih, sedangkan untuk buang air<br />

besar, mereka menggunakan plengsengan<br />

(jamban tradisional) yang pembuangannya<br />

langsung ke sungai di bawahnya. Sumber air<br />

bersihnya pun langsung dari aliran sungai di<br />

atasnya. Kondisi sanitasi yang buruk itulah<br />

5Berita Utama


Berita Utama<br />

yang membuat Lingkungan Bermi, Kelurahan<br />

Pancor, Kecamatan Selong terpilih sebagai<br />

penerima program SANIMAS tahun 2008.<br />

4. SANIMAS 2008 SEI JINGAH KOTA<br />

BANJARMASIN — KALSEL<br />

Kelurahan Sei Jingah Kota Banjarmasin<br />

merupakan daerah yang cukup padat,<br />

dipengaruhi pasang surut dan rawan sanitasi.<br />

Secara umum masalah sanitasi di kawasan ini<br />

adalah penyediaan air bersih yang terbatas<br />

karena kualitas airnya asin, rendahnya<br />

pendapatan masyarakat setempat, sebagian<br />

besar masyarakat membuang sampahnya<br />

di kebun, dan sarana sanitasi yang ada<br />

membahayakan kesehatan.<br />

SANIMAS ini akan dikelola oleh KSM<br />

Amanah, dan dibawah binaan organisasi<br />

Dharma Pertiwi yang diketuai oleh Ny. Angky<br />

Djoko Santoso. Pembinaan ini ditandai<br />

dengan peresmian SANIMAS MCK Plus++<br />

oleh Ketua <strong>Umum</strong> Dharma Pertiwi pada<br />

tanggal 3 Juni 2009. Dalam sambutannnya,<br />

baik Ketua <strong>Umum</strong> Dharma Pertiwi berpesan<br />

kepada masyarakat agar tetap menggunakan<br />

dan memelihara dengan baik MCK Plus++<br />

ini dengan baik, karena sejak awal proses<br />

pembangunannya melibatkan masyarakat<br />

secara penuh.<br />

6<br />

5. SANIMAS 2008 KEL. BLOOTO KOTA<br />

MOJOKERTO — JATIM<br />

SANIMAS 2008 di kota Mojokerto terletak<br />

di Kampung Trenggilis RT.02 RW.I, Kelurahan<br />

Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon, yaitu salah<br />

satu kampung padat dan berpenghasilan<br />

rendah. Luas wilayah kampung ini adalah 29<br />

Ha dengan jumlah penduduk sebesar 180 KK<br />

(679 jiwa). Sebagian besar penduduk bekerja<br />

sebagai pengrajin sepatu dan petani dengan<br />

pendapatan rata-rata sekitar Rp. 600.000,-<br />

per bulan. Sebagian besar masyarakat di<br />

kampung ini tidak memiliki jamban di rumah,<br />

sehingga mereka biasanya menggunakan<br />

jumbleng (semacam jamban tradisional),<br />

yaitu berupa tanah yang digali kemudian<br />

diberi tutup dari bekas spanduk.<br />

SANIMAS ini akan dikelola oleh KSM<br />

Kertowongso Sejahtera, dan dibawah<br />

binaan organisasi Bhayangkari yang diketuai<br />

oleh Ny. Nanny Bambang Hendarso.<br />

Pembinaan ini ditandai dengan peresmian<br />

SANIMAS MCK Plus++ oleh Ketua <strong>Umum</strong><br />

Bhayangkari pada tanggal 23 Mei 2009.<br />

Dalam sambutannnya, baik Ketua <strong>Umum</strong><br />

Bhayangkari maupun Walikota Mojokerto<br />

Ibu Ani Yudhoyono, didampingi Ibu Wakil Gubernur Jawa Barat, Ibu Menteri PU saat meninjau<br />

MCK ++ Plus di Kelurahan Cisarua, Kec. Cikole, Kota Sukabumi<br />

Orang ini harus mengambil air bersih dari tempat lain untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus


Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengakses sanitasi secara sehat<br />

berpesan kepada masyarakat agar tetap<br />

menggunakan dan memelihara dengan baik<br />

MCK Plus++ ini dengan baik, karena sejak<br />

awal proses pembangunannya melibatkan<br />

masyarakat secara penuh.<br />

6. SANIMAS 2008 CIJANGKAR KOTA<br />

SUKABUMI — JABAR<br />

Kampung Cijangkar, Kel. Cisarua, Kec.<br />

Cikole, Kota Sukabumi merupakan lokasi<br />

terpilih dalam program Desa Sejahtera<br />

Binaan SIKIB, khususnya terhadap perbaikan<br />

sanitasinya. Hal ini dikarenakan kondisi<br />

sanitasi di wilayah ini cukup memprihatinkan,<br />

dimana sebagian besar masyarakatnya<br />

belum memiliki jamban, yang memanfaatkan<br />

MCK di pinggir sungai. Dari 50% masyarakat<br />

yang memiliki jamban pun kondisinya<br />

Dalam sambutannnya, baik<br />

Ketua <strong>Umum</strong> Bhayangkari<br />

maupun Walikota Mojokerto<br />

berpesan kepada masyarakat<br />

agar tetap menggunakan<br />

dan memelihara dengan baik<br />

MCK Plus++ ini dengan baik,<br />

karena sejak awal proses<br />

pembangunannya melibatkan<br />

masyarakat secara penuh.<br />

mengkhawatirkan, karena air limbahnya<br />

langsung dibuang ke saluran terbuka atau ke<br />

su-ngai tanpa diolah terlebih dulu. Akibatnya,<br />

masyarakat sering menderita penyakit diare<br />

dan penyakit kulit. Hal ini juga didukung<br />

kurangnya pengetahuan mereka tentang<br />

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).<br />

Untuk mengatasi kondisi tersebut <strong>Departemen</strong><br />

<strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> dan Pemko Sukabumi<br />

mengupayakan pengemba-ngan sanitasi<br />

jangka pendek berupa pembangunan MCK<br />

Percontohan (lokasi di sekitar masjid) dan<br />

SANIMAS (lokasi di pinggir sungai).<br />

*) Kasubdit Pengelolaan dan Pengusahaan,<br />

Direktorat Pengembangan PLP<br />

**) Staf Subdit Pengembangan Sistem Air limbah,<br />

Direktorat Pengembangan PLP<br />

7Berita Utama


Liputan Khusus<br />

Suara Habitat<br />

Suasana pembukaan Hari Habitat Dunia 2009<br />

di Palembang<br />

di Bumi Sriwijaya<br />

Kota Pelambang merupakan<br />

kota tertua di Indonesia. Hal<br />

ini didasarkan pada prasasti<br />

Kedukan Bukit (683 M) yang<br />

ditemukan di Bukit Siguntang,<br />

sebelah barat Kota Palembang.<br />

Hingga kini, tahun tersebut<br />

dipercaya sebagai hari lahir Kota<br />

Palembang. Jika benar, berarti<br />

kota ini sudah menampung<br />

penduduknya yang berkembang<br />

pesat selama lebih kurang 1.326<br />

tahun. Usia yang tak cukup tua<br />

dan perlu perencanaan dan<br />

peremajaan kota terus menerus<br />

agar bisa awet menghadapi<br />

tuntutan demografi.<br />

8<br />

Sultan Mahmud Badaudin, generasi<br />

penerus Sultan Mahmud Badarudin<br />

seolah tersenyum di depan Kuto<br />

Besak. Sultan yang membawa Palembang<br />

menjadi kerajaan disegani seantero<br />

Nusantara itu seolah melihat kekompakkan<br />

generasi sekarang untuk merencanakan kota<br />

yang dulu mati-matian dipertahankannya<br />

dari jajahan Belanda. Sebuah ilusi untuk<br />

menggambarkan kemeriahan peringatan<br />

Hari Habitat Dunia (HHD) 2009 di Indonesia<br />

yang digelar persis di depan kesultanan yang<br />

masih berdiri tegak sejak hampir 3 abad yang<br />

lalu. Peringatan HHD 2009 dilaksanakan pada<br />

Senin, 5 Oktober 2009 dengan rangkaian<br />

kegiatan yang akan dan sudah dilakukan<br />

sebelumnya. ‘Merencanakan Masa Depan<br />

Perkotaan Kita’ adalah tema yang diusung<br />

dalam peringatan kali ini.<br />

Dalam sambutannya, Menteri <strong>Pekerjaan</strong><br />

<strong>Umum</strong> Djoko Kirmanto mengungkapkan<br />

peran perencanaan kota (urban planning)<br />

yang lebih baik, lebih terarah, lebih<br />

komprehensif dan lebih partisipatif tentunya<br />

akan menjadi kunci untuk mewujudkan masa<br />

depan kota yang lebih baik. Peringatan Hari<br />

Habitat menurut Djoko Kirmanto tidak boleh<br />

dipandang sebatas seremonial belaka,<br />

namun harus dihayati maknanya agar kita<br />

semua dapat meningkatkan kepedulian<br />

terhadap kualitas permukiman dan perkotaan<br />

yang lebih baik.<br />

Sementara itu, nun jauh di Washington,<br />

DC, pada hari yang sama Barack Obama<br />

mengingatkan bahwa pemerintahannya<br />

sedang memandang ke arah kemitraan yang<br />

lebih kuat dengan organisasi-organisasi lain<br />

dalam mengatasi tantangan yang dihadapi<br />

rakyat Amerika, termasuk perumahan.<br />

Sementara itu Menteri Perumahan<br />

dan Pembangunan Perkotaan AS, Shaun<br />

Donovan, mengingatkan kesadaran akan<br />

kebutuhan untuk memperbaiki perencanaan<br />

kota guna menghadapi tantangan utama<br />

baru abad ke-21. Dengan perencanaan yang<br />

baik, kota-kota kita dapat mengelola dan<br />

mengurangi dampak gangguan iklim, krisis<br />

ekonomi dan kemiskinan di perkotaan dunia.<br />

Kembali ke Bumi Sriwijaya, Djoko<br />

Kirmanto sekali lagi menyatakan, Pemerintah<br />

terus berkomitmen untuk meningkatkan<br />

kualitas permukiman dan perkotaan yang<br />

lebih baik. Salah satu bentuk komitmen ini<br />

adalah terbentuknya Sekretariat Nasional<br />

Habitat sejak tahun 2008. Seknas Habitat<br />

ini anggotanya terdiri dari perwakilan<br />

<strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong>, Kementerian<br />

Negara Perumahan Rakyat, Kementerian<br />

Koordinasi Kesejahteraan Rakyat,<br />

<strong>Departemen</strong> Dalam Negeri, <strong>Departemen</strong><br />

Kesehatan, Bappenas, <strong>Departemen</strong> Luar<br />

Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup.<br />

“Saya menghimbau agar kiranya bentuk<br />

kelembagaan seperti Sekertariat Habitat ini<br />

dapat dikembangkan pula di daerah,” seru<br />

Djoko.<br />

Ia juga mengajak setiap kota agar dapat<br />

segera menyiapkan Strategi Pembangunan<br />

Kota dan Strategi Pengembangan<br />

Permukiman Perkotaan sebagai langkah<br />

antisipasi penanganan permukiman dan<br />

perkotaan yang tidak bersifat reaktif<br />

namun bersifat berkelanjutan (sustainable).<br />

Disamping itu, kita dihimbau untuk menjadikan<br />

momen peringatan Hari Habitat ini sebagai<br />

wadah dan forum antar kota-kota untuk<br />

bertukar pengalaman-pengalaman terbaiknya<br />

(sharing best practices) dalam pembangunan<br />

permukiman dan pembangunan kotanya.<br />

Acara peringatan HHD turut dihadiri<br />

oleh Menteri Negara Perumahan Rakyat<br />

Yusuf Asyari, Gubernur Sumatera Selatan<br />

Alex Nurdin dan Walikota Palembang Eddy<br />

Santana Putra. Peringatan HHD 2009<br />

memiliki tema “Merencanakan Masa Depan<br />

Perkotaan Kita” yang bertujuan untuk<br />

memikirkan kondisi permukiman dan hak<br />

atas hunian yang layak serta tanggung jawab<br />

bersama untuk masa depan permukiman<br />

yang lebih baik.<br />

Peran penting perencanaan kota dan<br />

penegakan peraturan dalam mewujudkan<br />

kota sebagai permukiman layak huni bagi<br />

seluruh penduduknya amat krusial dalam<br />

menghadapi tantangan akibat pertumbuhan<br />

pesat urbanisasi seperti peningkatan<br />

kepadatan penduduk, peningkatan<br />

kemiskinan dan permukiman kumuh yang<br />

memberikan konsekuensi negatif dan<br />

memperlebar kesenjangan sosial.<br />

Salah satu agenda penting bagi perbaikan<br />

habitat di Indonesia adalah meningkatkan<br />

jumlah kota tanpa kekumuhan/kawasan<br />

kumuh. Pada 2010, ditargetkan 200 kota di<br />

Indonesia tidak lagi mempunyai kawasan<br />

kumuh, lalu pada 2015 menjadi 350 kota dan<br />

pada 2020 diharapkan semua kota terbebas<br />

dari kawasan kumuh.<br />

Dalam kesempatan peringatan HHD<br />

2009 di Palembang juga diresmikan instalasi<br />

pengolahan air minum kota Muara Beliti<br />

Kabupaten Musi Rawas dan 1 twin block<br />

Rusunawa Kasdriansyah kota Palembang.<br />

(bcr)


100 Siswa SD Palembang<br />

Kunjungi Kampung Ramah Lingkungan<br />

Sedikitnya 100 siswa siswi<br />

sekolah dasar Kota Palembang,<br />

Sabtu (3/10), mengunjungi<br />

Kampung Ramah Lingkungan di<br />

Kelurahan Sukodadi Kecamatan<br />

Sukarami Kota Palembang.<br />

Kunjungan siswa SD tersebut mengawali<br />

rangkaian acara peringatan Hari Habitat<br />

Dunia di Indonesia yang pada 2009 ini<br />

dihelat di Kota Palembang. Sebelum menuju<br />

lokasi, para siswa dibekali pengetahuan<br />

tentang habitat dari Direktur Pengembangan<br />

Permukiman Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>,<br />

<strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong>, Guratno<br />

Hartono. Pembekalan tersebut bertempat di<br />

Aula Kantor Kecamatan Seberang Ulu 1.<br />

Pada kesempatan tersebut, Guratno<br />

menjelaskan syarat menciptakan permukiman<br />

layak huni. Ia menyebut pertama adalah<br />

memiliki rumah untuk tempat tinggal.<br />

Kedua memiliki akses air minum (akses air<br />

bersih) yang aman. Ketiga, memiliki akses<br />

terhadap sanitasi yang aman dan sehat,<br />

seperti pengelolaan sampah, limbah, saluran<br />

(drainase). Keempat, didukung dengan<br />

jalan lingkungan. Kelima, memiliki taman<br />

Anak-anak SD kota Palembang ketika mengunjungi Kampung ramah lingkungan Sukodadi dalam peringatan<br />

Hari Habitat Dunia 2009 di Palembang<br />

atau ruang terbuka hijau. Sedangkan yang<br />

keenam yaitu adanya orang-orang yang<br />

peduli untuk mewujudkan permukiman layak<br />

huni.<br />

“Anak-anak tahu tidak kenapa<br />

penyelenggaraan Hari Habitat tahun 2009<br />

di Palembang”, tanya Guratno kepada<br />

anak-anak. Menurutnya, Kota Palembang<br />

memiliki semua syarat untuk menjadi contoh<br />

bagaimana mewujudkan habitat yang layak<br />

huni. Dan yang paling penting menurut<br />

Guratno, Kota Pelambang memiliki orangorang<br />

yang peduli.<br />

Saat berada di Kampung Ramah<br />

Lingkungan RT 24 RW 15 Kelurahan<br />

Sukodadi, para siswa disambut Camat<br />

Sukarami, Lisma Peni, bersama masyarakat<br />

setempat di Pendopo Kelurahan. Rombongan<br />

diterangkan kisah sukses Kampung tersebut<br />

menyabet berbagai penghargaan tingkat<br />

kota, provinsi maupun nasional. Turut hadir<br />

bersama rombongan, selain Tim Direktorat<br />

Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>, hadir juga Asisten<br />

Perencanaan Pemerintah Kota Pelembang,<br />

dan Kepala Dinas <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Provinsi<br />

Sumatera Selatan.<br />

Kunjungan berakhir di kantor Perusahaan<br />

Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi<br />

Palembang. Para siswa dijelaskan tentang<br />

bagaimana proses mengolah air baku<br />

dari sungai musi menjadi air minum yang<br />

dikonsumsi mereka selama ini sebagai<br />

sumber kehidupan. Pertanyaan mengalir<br />

tak terbendung dari para siswa seputar<br />

pengolahan air di PDAM. Turut hadir di acara<br />

tersebut Direktur Pengembangan Air Minum,<br />

Tamin M. Zakaria Amin, beserta tim <strong>Ditjen</strong><br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> lainnya. (bcr)<br />

9Liputan Khusus<br />

Anak-anak SD kota Palembang ketika mengunjungi PDAM Tirta Musi


Liputan Khusus<br />

Masih Banyak<br />

Kota Reaktif<br />

Terhadap<br />

Kekumuhan<br />

Masih banyak kota-kota di<br />

Indonesia masih bersikap reaktif<br />

menghadapi laju urbanisasi yang<br />

banyak melahirkan kawasan<br />

kumuh (slum area) dan hunian<br />

liar (squatter).<br />

Penataan kawasan kumuh di kelurahan 3-4 Hulu dalam program NUSSP<br />

Foto-foto : Dagu Komunika<br />

10<br />

Karena itu selain memiliki perencanaan<br />

kota yang berbasis tata ruang,<br />

setiap kota hendaknya memiliki<br />

strategi pengembangan permukiman yang<br />

penyusunanya harus melibatkan masyarakat.<br />

Ini bertujuan agar kebutuhan rumah yang<br />

layak untuk warganya dapat diketahui, baik<br />

dari kelompok kurang mampu (MBR) maupun<br />

kelompok menengah ke atas.<br />

Direktur Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

<strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> Budi Yuwono<br />

dalam Dialog Interaktif yang disiarkan live<br />

oleh stasiun televisi Kota Palembang (PAL<br />

TV), Minggu (4/10). Dialog yang mengupas<br />

tema Perencanaan Kota yang Disiplin dan<br />

Interaktif juga menghadirkan narasumber<br />

lainnya yaitu Walikota Palembang Eddy<br />

Santana Putra.<br />

Wacana yang menyebutkan target<br />

Indonesia terbebas dari kawasan kumuh pada<br />

tahun 2025 dibenarkan oleh Budi Yuwono.<br />

Namun menurutnya itu hanya target nasional<br />

sebagai pendorong perkotaan di Indonesia.<br />

“Target pembebasan kumuh disesuaikan<br />

dengan kondisi masing-masing kota, seperti<br />

yang dicanangkan Kota Pekalongan yang<br />

pada tahun 2010 terbebas dari kumuh,”<br />

ungkap Budi.<br />

Budi Yuwono juga menyebut Pemerintah<br />

Kota Solo yang secara humanis dapat<br />

mengajak masyarakatnya untuk pindah dari<br />

slums area di pinggiran Bengawan Solo ke<br />

Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)<br />

tanpa protes sedikitpun. Maka tidak heran jika<br />

Kota Palembang, Pekalonga,Solo, bersama<br />

enam kota lainnya (Yogyakarta, Surabaya,<br />

Balikpapan, Bontang, Tarakan, dan Blitar)<br />

didaulat sebagai contoh kota terbaik dalam<br />

hal penanganan kekumuhan.<br />

Eddy SP mengungkapkan pemerintahnya<br />

sudah memfasilitasi kebutuhan rumah<br />

untuk MBR, dengan penghasilan kurang<br />

dasrii Rp. 2,5 juta per bulan dengan<br />

membangun Rusunawa seperti di Seberang<br />

Ilir dan Kasnariansyah. Sedangkan untuk<br />

di beberapa titik kawasan kumuh lainnya<br />

seperti di seberang Ulu I, Kertapati,<br />

sebagian Seberang Ilir, Pemkot Palembang<br />

bekerjasama dengan swasta membangun<br />

Rumah Sederhana Sehat (RSH).<br />

“Yang dibangun paling banyak adalah<br />

RSH Type 36 yang nilainya sekitar Rp.<br />

54 juta. Di Seberang Ulu sudah dilakukan<br />

sampai dengan Rp 34 juta dengan cicilan<br />

Rp 12 ribu sampai Rp 15 ribu per hari,” kata<br />

Eddy seraya menyebut impiannya untuk<br />

membebaskan Sungai Musi dari permukiman<br />

kumuh.<br />

Sementara pada kesempatan lain,<br />

Walikota Pekalongan Mohammad Basyir<br />

Ahmad menerangkan target pengurangan<br />

kawasan kumuh pada 2010 saat ini sudah<br />

mencapai 75%. Dari luasan kawasan kumuh<br />

saat ini sudah tertangani 150 ha dari 263 ha,<br />

sedangkan dari penanganan rumah telah<br />

selesai 6500 rumah dari 7200 rumah kumuh.<br />

“Strateginya harus mengajak masyarakat<br />

miskin, membentuk dan memberdayakan<br />

kelembagaan seperti Badan Keswadyaan<br />

Masyarakat (BKM), PKK, Lembaga<br />

Musyawarah Desa (LMD), dan Karang<br />

Taruna. Selanjutnya membantu mereka<br />

dengan pembinaan dan dana yang dipatok<br />

maksimum 30% dari APBD, kecuali untuk<br />

rumah para jompo. (bcr/gt)


“Penerbitan Perda ini sebagai<br />

upaya pencegahan karena Kota<br />

Palembang terletak di zona 3<br />

gempa di Pulau Sumatera,”<br />

Liputan Khusus<br />

Foto : Dagu Komunika<br />

Pengembangan kawasan baru (New Site Development) dalam program NUSSP dikelurahan 3-4 Hulu<br />

Sumsel Akan Terbitkan Perda SNI<br />

Rumah Tahan Gempa<br />

Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, berencana menerbitkan<br />

Peraturan Daerah (Perda) mengenai SNI rumah tahan gempa menjadi<br />

salah satu persyaratan mendirikan bangunan di Sumatera Selatan.<br />

Penyusunan Perda tersebut sesuai<br />

himbuan Menteri <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> dan<br />

pengalaman meninjau dampak gempa<br />

di Sumater Barat. Hal ini disampaikan Alex<br />

pada puncak peringatan Hari Habitat Dunia<br />

2009 di Kota Palembang, Senin (5/10).<br />

Menteri <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> Djoko Kirmanto<br />

menyambut baik keinginan tersebut dan<br />

mengatakan bahwa selain persyaratan Ijin<br />

Mendirikan Bangunan (IMB) yang didapatkan<br />

pada saat mendirikan bangunan, setelah<br />

bangunan selesai harus mendapat sertifikat<br />

layak huni, salah satunya tahan gempa.<br />

Namun Menteri PU menyatakan bahwa<br />

rumah tahan gempa bukabnlah rumah<br />

yang tetap berdiri meski diguncang gempa<br />

kekuatan besar. Menurutnya rumah tahan<br />

gempa merupakan rumah yang apabila terjadi<br />

gempa tidak langsung ambruk sehingga<br />

memberikan kesempatan kepada orang<br />

didalamnya untuk keluar menyelamatkan<br />

diri.<br />

Saat ini sudah banyak Standar Nasional<br />

Indonesia (SNI), serta peraturan-peraturan<br />

yang diterbitkan <strong>Departemen</strong> PU tentang<br />

bagaimana membangun bangunan dan<br />

gedung yang baik dan tahan gempa, namun<br />

belum banyak di-Perda-kan oleh Pemerintah<br />

Daerah.<br />

Alex Noerdin mengakui berkaca pada<br />

Foto : DI/Danang<br />

dampak gempa yang terjadi di Kota Padang<br />

Sumatera Barat, sama halnya dengan Kota<br />

Palembang yang merupakan wilayah padat<br />

penduduk dan bangunan, tentu harus<br />

mengantisipasi dampak tersebut agar korban<br />

jiwa dapat dihindari.<br />

“Penerbitan Perda ini sebagai upaya<br />

pencegahan karena Kota Palembang terletak<br />

di zona 3 gempa di Pulau Sumatera,” ucapnya<br />

di hadapan undangan yang menghadiri HHD<br />

2009 di kawasan Benteng Kuto Besak.<br />

Selain itu, Alex menyampaikan kepada<br />

pemerintah kabupaten/kota di Sumatera<br />

Selatan untuk membentuk tim dengan<br />

keterampilan khusus dan perlengkapan yang<br />

memadai untuk menghadapi bencana.<br />

Pada bagian lain, Alex Noerdin juga<br />

menyambut baik peringatan Hari Habitat<br />

Dunia 2009 di Kota Palembang. “Didasari<br />

peringatan HHD tahun 1996, kami<br />

sudah membuat MoU (Memorandum of<br />

Understanding, red) dengan Menteri Negara<br />

Perumahan Rakyat untuk membangun 1000<br />

rumah sehat sederhana (RSH) di tanah<br />

seluas 120 ha,” sambung Alex.<br />

Perumahan RSH bertype 36 dilengkapi<br />

juga dengan prasarana dan sarana seperti<br />

sanitasi, air bersih, listrik, dan gas dan<br />

ditujukan untuk PNS golongan rendah,<br />

anggota TNI/Polri, serta atlet berprestasi.<br />

Mereka hanya perlu mengangsur Rp 10 ribu<br />

per harinya. Sedangkan type 24 dengan luas<br />

tanah 80 ha, dengan kelengkapan prasarana<br />

dasar yang sama, diperuntukkan bagi<br />

nelayan, kuli pelabuhan dan buruh dengan<br />

angsuran per harinya sebesar Rp 5 ribu.<br />

Langkah ini sudah diikuti oleh 8 kabupaten/<br />

kota lain di Sumatera Selatan, dengan<br />

demikian ke depan semakin banyak kepala<br />

keluarga bisa menikmati rumah layak huni.<br />

(bcr)<br />

11


Berita Liputan Utama Khusus<br />

Suasana Pelatihan<br />

Kesetaraan Gender dalam Pembangunan<br />

Permukiman Berkelanjutan<br />

Menyimak Rencana Aksi<br />

Gender dalam RIS<br />

Oleh: Tanozisochi Lase*)<br />

‘gender’ dalam proses pembangunan itu<br />

sendiri.<br />

Negara – Negara kelas tiga seperti<br />

Mongolia, Afghanistan, Vietnam, India,<br />

Laos, Thailand, dan juga Indonesia disebutsebut<br />

dalam seminar tersebut memiliki<br />

kesamaan masalah lingkungan yang hampir<br />

sama. Contohnya kurangnya penyediaan<br />

infrastruktur, pemanfaatan sumber daya<br />

alam yang berlebihan, kemiskinan, dan<br />

pencemaran lingkungan. Semua masalah<br />

itu akan mengakibatkan menurunnya tingkat<br />

kesehatan dan produktifitas masyarakat,<br />

juga dapat menyebabkan timbulnya bencana<br />

seperti banjir, pencemaran air tanah, dan<br />

ancaman bahaya kebakaran akibat kurang<br />

bijaknya kita mengelola lingkungan.<br />

Data statistik dari masing-masing<br />

Negara itu menyebutkan bahwa yang lebih<br />

merasakan dampak lingkungan ini adalah<br />

penduduk miskin baik di perkotaan dan di<br />

perdesaan. Secara spesifik ditunjuk, jumlah<br />

kaum wanita lebih banyak yang menderita<br />

dibandingkan kaum pria.<br />

Hal ini antara lain disebabkan karena<br />

kondisi berikut; pertama, penduduk miskin<br />

tidak memiliki kemampuan (teknis dan<br />

keuangan) dalam menyediakan tempat<br />

tinggal dan prasarana lingkungannya dengan<br />

layak dan aman. Kedua, disebabkan desakan<br />

kebutuhan ekonomi rumah tangganya, maka<br />

pada umumnya penduduk miskin memenuhi<br />

kebutuhan hidupnya dengan mengabaikan<br />

dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti<br />

mendiami tempat tinggal di bantaran sungai<br />

Pembangunan lingkungan permukiman merupakan tanggungjawab<br />

semua orang terutama bagi mereka yang menetap di lingkungan<br />

tersebut tanpa membedakan pria dengan wanita, baik di perkotaan<br />

maupun di perdesaan. Hal ini dibahas secara lebih spesifik dalam<br />

Seminar Regional tentang ‘Gender, Environment and Natural<br />

Resources Management’ yang diselenggarakan oleh Asian<br />

Development Bank (ADB) pada tanggal 22-24 Oktober 2009 di New<br />

Delhi, India.<br />

12<br />

Gender vs Lingkungan<br />

Kita perlu mengelola lingkungan secara<br />

bijak agar dapat meningkatkan<br />

kesejahteraan dan produktifitas<br />

lingkungan kita secara berkelanjutan.<br />

Konsep ini sudah lama digaungkan secara<br />

internasional dengan apa yang disebut<br />

sebagai ‘sustainable development’. Namun,<br />

nampaknya masih ada yang tertinggal dalam<br />

upaya mewujudkan pembangunan yang<br />

berkelanjutan itu, yaitu peranan kesetaraan<br />

Pembangunan jembatan Paseban Kelurahan


dan kegiatan penebangan pohon secara liar<br />

di kawasan lindung.<br />

Ketiga, bagi kaum wanita miskin yang<br />

tidak bekerja, mereka tinggal di rumah dan<br />

hidup dalam keterbatasan tempat tinggal dan<br />

prasarana lingkungan seperti penyediaan air<br />

bersih, pengelolaan sanitasi dan sampah.<br />

Keempat, bagi kaum wanita miskin yang<br />

bekerja di perkotaan, seringkali mencari<br />

nafkah atau berusaha disekitar tempat<br />

tinggalnya dengan keterbatasan prasarana<br />

lingkungan yang ada.<br />

Kelima, keterbatasan sumber daya<br />

energi di perdesaan (listrik dan bahan bakar),<br />

menyebabkan kurangnya produktifitas<br />

masyarakat miskin untuk berkembang.<br />

Karakteristik kaum wanita di perdesaan<br />

ini ada yang ikut bekerja di ladang atau<br />

memenuhi kebutuhan rumah tangga seharihari<br />

seperti memasak, mencuci, dan membina<br />

anak-anak. Kegiatan ini membutuhkan<br />

sumber daya energi yang sesuai untuk dapat<br />

meningkatkan produktifitas masyarakat<br />

perdesaan.<br />

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa<br />

kaum wanita lebih banyak berinteraksi<br />

dengan kondisi lingkungannya. Sementara<br />

pada umumnya kaum pria lebih banyak<br />

bertanggungjawab untuk bekerja mencari<br />

nafkah bagi keluarganya. Kondisi inilah yang<br />

menjadi pokok pemikiran diperlukannya<br />

pemberdayaan wanita dalam dalam rangka<br />

pengelolaan lingkungan permukiman<br />

secara berkelanjutan. Adapun kesetaraan<br />

‘gender’ yang dimaksud dalam pengelolaan<br />

lingkungan ini adalah suatu pengertian<br />

bahwa kaum pria dan kaum wanita memiliki<br />

tanggungjawab dan peranan yang sama<br />

dalam pengelolaan lingkungan permukiman.<br />

Sehingga dengan demikian pemberdayaan<br />

kaum wanita juga menjadi suatu kebutuhan<br />

dalam proses pembangunan lingkungan<br />

permukiman.<br />

Rencana Aksi ‘Gender’ atau<br />

‘Gender Action Plan’<br />

Istilah ‘Gender Action Plan’ atau disingkat<br />

GAD merupakan istilah yang digunakan oleh<br />

ADB dalam meningkatkan kesadaran bagi<br />

lembaga penerima bantuan agar langkahlangkah<br />

pemberdayaan wanita ini dapat<br />

disusun secara holistik dalam suatu proses<br />

pelaksanaan kegiatan pembangunan.<br />

GAD merupakan suatu alat untuk<br />

mengukur tingkat keberhasilan suatu<br />

program dalam upaya pemberdayaan wanita<br />

dalam pembangunan. GAD ini selanjutnya<br />

akan dipantau dan dievaluasi tingkat<br />

keberhasilannya sesuai target-target yang<br />

telah ditetapkan dalam kelayakan program<br />

atau disusun dalam dokumen Project<br />

Administration Memorandum (PAM) untuk<br />

program yang didanai dari pinjaman ADB.<br />

Sebagai contohnya adalah program Rural<br />

Infrastructure Support (RIS) to PNPM Mandiri<br />

yang saat ini sedang dilaksanakan oleh <strong>Ditjen</strong>.<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> melalui pendanaan ADB Loan<br />

No. 2449-INO (SF). Kegiatan RIS termasuk<br />

dalam Program Nasional Pemberdayaan<br />

Masyarakat (PNPM) yang dikenal dengan<br />

PNPM Infrastruktur Perdesaan.<br />

GAD dalam pelaksanaan RIS antara lain<br />

diwujudkan dalam proses sebagai berikut;<br />

pertama, jumlah tenaga fasilitator masyarakat<br />

dalam satu tim sekurang-kurangnya 30%<br />

adalah kaum wanita; kedua, pada proses<br />

soliasasi program ditingkat masyarakat<br />

harus dihadiri oleh kaum wanita sekurangkurangnya<br />

30% dari peserta yang hadir;<br />

ketiga, Organisasi Masyarakat Setempat<br />

(OMS) yang dibentuk dengan anggota<br />

sekurang-kurangnya 20% adalah wanita;<br />

keempat, jumlah wanita yang hadir dalam<br />

rembug warga untuk penyusunan Rencana<br />

Kerja Masyarakat sekurang-kurangnya<br />

sebanyak 30%. GAD juga diwujudkan dalam<br />

Kelompok Pemelihara dan Pemanfaat<br />

(KPP) yang dibentuk untuk operasi dan<br />

pemeliharaan infrastruktur terbangun<br />

sekurang-kurangnya terdiri dari kaum wanita<br />

sebanyak 30%.<br />

Target-target di atas ditetapkan oleh<br />

Executing Agency sebagai suatu rencana<br />

pemberdayaan kaum wanita dalam proses<br />

pembangunan. Adapun GAD tersebut<br />

haruslah di pantau dan evaluasi tingkat<br />

keberhasilannya termasuk dalam mencapai<br />

tujuan PNPM itu sendiri dalam rangka<br />

penanggulangan kemiskinan.<br />

Betapapun panjang perwujudannya,<br />

kesetaraan ‘Gender’ dalam suatu proses<br />

pembangunan lingkungan permukiman<br />

merupakan suatu prinsip yang perlu<br />

dikembangkan dalam rangka menjamin<br />

adanya keberlanjutan pembangunan itu<br />

selanjutnya. Untuk dapat mewujudkan<br />

kesetaraan ‘Gender’ tersebut diperlukan<br />

program pemberdayaan kaum wanita yang<br />

secara ‘holistik’ terencana dalam proses<br />

pelaksanaan program secara menyeluruh.<br />

Rencana Aksi ‘Gender’ atau GAD harus<br />

disusun dalam tahap perencanaan sehingga<br />

GAD ini dapat menjadi alat ukur pemantauan<br />

dan evaluasi tingkat keberhasilan kesetaraan<br />

‘gender’ dalam suatu proses pembangunan<br />

lingkungan permukiman dalam rangka<br />

mencapai tujuan program yang telah<br />

ditetapkan.<br />

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita<br />

semua dan para pemerhati pembangunan<br />

lingkungan.<br />

*) Kepala Satker Pembinaan Pembangunan<br />

Infrastruktur Perdesaan, DIrektorat Bina Program<br />

DIrektorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Liputan Khusus<br />

Ambarawa, Kab. Semarang<br />

Betapapun panjang perwujudannya, kesetaraan ‘Gender’ dalam<br />

suatu proses pembangunan lingkungan permukiman merupakan<br />

suatu prinsip yang perlu dikembangkan dalam rangka menjamin<br />

adanya keberlanjutan pembangunan itu selanjutnya. Untuk dapat<br />

mewujudkan kesetaraan ‘Gender’ tersebut diperlukan program<br />

pemberdayaan kaum wanita yang secara ‘holistik’ terencana dalam<br />

proses pelaksanaan program secara menyeluruh.<br />

13


Info Baru 1<br />

Salah satu ruang terbuka hijau disudut kota Negara Singapura<br />

Ketika Para Menristek<br />

Bicara Soal Habitat<br />

14<br />

Dalam rangkaian Hari Habitat Dunia<br />

(HHD) yang diadakan bulan ini,<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> menggelar<br />

seminar nasional dengan tema “Penataan<br />

Permukiman Kota Kedepan”. Dalam seminar<br />

yang merupakan rangkaian akhir HHD ini<br />

mendatangkan pembicara para mantan<br />

maupun yang sedang menjabat sebagai<br />

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)<br />

untuk berbicara atau membagi ilmu dan<br />

pandangannya mengenai habitat khususnya<br />

tema perencanaan kota kedepan. Ketiga tokoh<br />

tersebut adalah BJ Habibie, Kusmayanto<br />

Kadiman dan Muhammad Zuhal.<br />

Dalam kesempatan tersebut mantan<br />

Menristek Era Presiden Suharto BJ<br />

Habibie diberi kesempatan pertama untuk<br />

mempresentasikan pandangannnya<br />

mengenai penataan kota kedepan. Dengan<br />

gayanya yang khas dan eksentrik pria<br />

kelahiran Pare- Pare Sulawesi Selatan 1963<br />

lalu ini masih kelihatan segar dan lugas.<br />

Terkait dengan perencanaan kota<br />

kedepan sebagai tema dari hari habitat<br />

tahun ini, menurutnya, sebuah kriteria<br />

kota kedepan haruslah ramah lingkungan,<br />

tentram, sejahtera dan mandiri. Ada enam<br />

kriteria untuk kota ramah lingkungan, antara<br />

lain penghijauan harus berkisar antara 30%<br />

sampai 60%, air minum, pembangunan<br />

jaringan drainase, penampungan air hujan<br />

dan pengolahan air limbah, menhemat<br />

energi dan menggunakan energi alternatif,<br />

pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan<br />

pasar produk andalan kota, prasarana<br />

ekonomi untuk ekonomi biaya rendah dan<br />

prasarana teknologi informasi kota sebagai<br />

bagian terpadu sistem ekonomi nasional.<br />

“Untuk ramah lingkungan, 30% wilayah<br />

kota harus hijau, untuk kota mandiri atau<br />

untuk dapat terus menyuplai air bersih<br />

harus 60% hijau,” kata profesor yang saat ini<br />

berusia 74 tahun ini.<br />

Ia menambahkan, untuk merencanakan<br />

tata kota kedepan tentunya memerlukan<br />

dana yang besar. Dana tersebut dari mana<br />

“Yha dari kita sendiri,” katanya. Sebagai<br />

orang Indonesia kita harus memilki tanggung<br />

jawab sosial kepada sesama. . Yang tidak<br />

bisa bayar dibayar oleh orang yang mampu,<br />

itu yang disebut tanggung jawab sosial.<br />

Tanggung jawab sosial itu merupakan<br />

kebutuhan dasar manusia.<br />

Ia juga meyinggung soal pengelohan<br />

air limbah yang benar. Ia mengingatkan<br />

bahwa setiap manusia yang hidup pasti<br />

menghasilkan waste (sampah). Untuk itu<br />

kita harus bisa mengolah dan menyikapinya.<br />

Manusia yang memperburuk lingkungan<br />

maka manusia itu sendiri yang harus<br />

menyelesaikannya. “Saya yakin kita yang<br />

mengaku pintar ini bisa melakukannya,<br />

karena solusinya dan jawabannya adalah di<br />

otak kita masing-masing. Its in your brain,”<br />

tambahnya.<br />

Dari pemamparannya Habibie, dapat<br />

ditarik kesimpulan bahwa ia menekankan<br />

pentingnya sumber daya manusia yang<br />

unggul yaitu yang dapat mengaktualisasikan


diri dan juga memiliki tanggung jawab sosial<br />

kepada sesama.<br />

Kusmayanto Kadiman<br />

Sementara itu, Menristek saat ini<br />

Kusmayanto Kadiman memberikan<br />

penjelasan mengenai pentingnya hubungan<br />

yang harmonis antara kaum environmentalist<br />

dan scientis dalam membangun kota<br />

kedepannya. Menurutnya, kaum scientist<br />

menganggap kaum environmentalist gaptek<br />

(gagap teknologi ) dan sebaliknya ada istilah<br />

gapsos (gagap sosial). Ia memberi contoh,<br />

orang yang hidup disekitar gunung berapi.<br />

Kaum enviromentalis atau orang sekitar<br />

mengganggap letupan gunung berapi bukan<br />

merupakan bencana tetapi anugerah.<br />

“Setiap letupan berarti 50 truk pasir.<br />

Hal ini karena setiap letupan gunung akan<br />

menghasilkan pasir bagi mereka dengan<br />

memperhatikan etika sosial. Sementara itu<br />

kaum scientis lebih memilih mengebor sisisisi<br />

gunung untuk menghasilkan pasir karena<br />

lebih praktis,” katanya.<br />

Untuk itu dalam menyusun perencanaan<br />

kota kedepan, semua faktor-faktor dari<br />

berbagai segi sudut pandang haruslah kita<br />

tengok secara serasi. Selain itu, dalam<br />

membangun kota harus antisipatif, tidak<br />

hanya reaktif. Aceh misalnya, menunggu<br />

hancur dulu baru kita bangun.<br />

Kita dapat memetik pelajaran berharga<br />

dari pembangunan kota Canberra Australia.<br />

Dalam membangun kota tersebut dilakukan<br />

perencanaan dahulu baru kemudian<br />

dibangun. Mulai dari tidak ada apa-apa<br />

sampai jadi di bangun. “Kalau di Indoensia<br />

ini, kita menyeberang jembatan sambil<br />

jembatannya dibuat,” tambah mantan Rektor<br />

ITB ini.<br />

Terkait dengan bencana alam, ia<br />

mengharapkan adanya pemetaan tematik<br />

dengan berbagai zonasi bencana dalam<br />

penataan ruang kedepannya. Kita buat kan<br />

zonasinya dari yang atas sampai bawah,<br />

kemudian diterjemahkan dalam bentuk<br />

building code dengan menharmonisasikan<br />

antara sudut pandang enviromentalist dan<br />

scientist dalam membuatnya, yang tak<br />

kalah penting adalah law enforcement harus<br />

ditegakkan dan terakhir adalah bagaimana<br />

melindunginya dengan memasang instrument<br />

yang benar.<br />

Dalam pemaparannya dapat disimpulkan<br />

bahwa dalam merencanakan kota kedepan<br />

penerapan iptek harus berjalan seiringan<br />

dengan lingkungan. Paling tidak adalah pola<br />

pikir dan cara nalarnya harus disamakan,<br />

karena ada dua pilihan yaitu “apakah kita<br />

hidup di dunia apakah hidup dengan<br />

dunia,” tambahnya.<br />

Muhammad Zuhal<br />

Menristek era Megawati Muhammad<br />

Zuhal memilki konsep tentang kota kompetitif.<br />

Dimana kota kompetitif merupakan bagian<br />

dari sistem inovasi nasional. Syarat kota<br />

kompetitif menurutnya memiliki empat unsur,<br />

yaitu efisen dalam perkonomiannya, efisen<br />

dunia bisnisnya, efisien pemerintahannya<br />

dan juga efiisen dalam infrastrukturnya.<br />

Untuk mencapai kota kompetitif<br />

tersebut haruslah didukung dengan SDM<br />

unggul yang dapat menciptakan inovasi<br />

dan menguasai iptek. Perencanaan kota<br />

yang tidak memperhatikan inovasi maka<br />

menjadi perencanaan kota tempat terjadinya<br />

urbanisasi dan menciptakan kantongkantongh<br />

kemiskinan seperti yang banyak<br />

dikeluhkan sekarang ini.<br />

“Oleh karena itu, riset dan teknologi<br />

untuk mewujudkan kota yang kompetitif harus<br />

makin ditingkatkan. Nantinya perencanaan<br />

kota harus menjadi bagian dari sistem inovasi<br />

nasional,” tambahnya.<br />

Ia melihat Indonesia 2025 nanti<br />

memerlukan kota-kota yang bisa<br />

menampung kluster keunggulan. Bukan<br />

sekedar membangun kota ,tapi kota tersebut<br />

merupakan bagian dari sistem inovasi kota<br />

yang menciptakan kluster pertumbuhan<br />

ekonomi dan memiliki cirri khas pembangunan<br />

kota masing-masing.<br />

Yang tak kalah penting, setiap<br />

perencanaan kota terutama di luar Jawa<br />

harus bisa melihat struktur tenaga kerja kita<br />

yang berbentuk kerucut, dimana Industri Kecil<br />

Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah<br />

(UKM) memegang peranan penting dalam<br />

menyerap tenaga kerja. “Sehingga usaha<br />

kecil dan menengah itu bisa merupakan<br />

unggulan daerah yang dapat mencegah<br />

urbanisasi ,” tambahnya.<br />

Dalam paparannya ia menekankan<br />

pembangunan kota-kota kompetitif baik<br />

di daerah maupun pusat, tidak hanya<br />

meningkatkan pajak namun sebagai bagian<br />

sistem inovasi nasional. Yang sering tidak<br />

kita sadari sekarang adalah pembangunan<br />

kota berbasis maritim, mengingat Indonesia<br />

merupakan negara kepulauan terbesar di<br />

dunia yang kaya akan keanekaragaman<br />

hayati laut. (dvt)<br />

“Untuk ramah lingkungan, 30% wilayah<br />

kota harus hijau, untuk kota mandiri<br />

atau untuk dapat terus menyuplai air<br />

bersih harus 60% hijau,”<br />

BJ. Habibie<br />

“Untuk itu dalam menyusun<br />

perencanaan kota kedepan, semua<br />

faktor-faktor dari berbagai segi sudut<br />

pandang baik environmentalist maupun<br />

scientist haruslah kita tengok secara<br />

serasi. Selain itu, dalam membangun<br />

kota harus antisipatif, tidak hanya<br />

reaktif. Aceh misalnya, menunggu<br />

hancur dulu baru kita bangun,”<br />

Kusmayanto Kadiman<br />

“Yang sering tidak kita sadari<br />

sekarang adalah pembangunan<br />

kota berbasis maritim, mengingat<br />

Indonesia merupakan negara<br />

kepulauan terbesar di dunia yang kaya<br />

akan keanekaragaman hayati laut”<br />

Muhammad Zuhal<br />

Info Baru 1<br />

15


Info Baru 2<br />

Maket Pompa Air Semarang yang rencananya akan selesai pada 2012<br />

2012<br />

Semarang Bebas Banjir dan Rob<br />

Kota Semarang merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah dengan penduduk 1.434.000 jiwa pada tahun<br />

2006. Letak Kota Semarang sangat strategis dalam konteks nasional meupun regional. Tumbuh sebagai<br />

kota industri dan perdagangan yang pesat, Kota Semarang setiap tahun dilanda banjir khususnya di musim<br />

hujan dan kekurangan air minum di musim kemarau.<br />

16<br />

Selanjutnya, dibagian pantai Kota<br />

Semarang, pada 10 tahun terakhir<br />

terjadi amblesan (land subsidence)<br />

yang terus berlangsung dan dipercepat<br />

dengan adanya pengambilan tanah yang<br />

berlebihan. Disisi lain, kondisi sistem<br />

drainase Kota Semarang diperburuk oleh<br />

adanya pertumbuhan penduduk dan kegiatan<br />

perekonomian yang cepat. Pembangunan<br />

real estate dan industrial tumbuh dengan<br />

cepat, dan hal ini berdampak pada semakin<br />

besarnya surface run off yang mengakibatkan<br />

banjir dimusim hujan dan semakin kecilnya air<br />

hujan yang masuk kedalam tanah (infiltration<br />

rate) sebagai ground water recharge.<br />

Selain itu semakin banyaknya volume air<br />

limbah penduduk dan sampah yang masuk<br />

kedalam sistem drainase Kota Semarang.<br />

Disisi lain semakin besarnya erosi permukaan<br />

tanah dan menambah volume sedimen masuk<br />

ke dalam saluran-saluran drainase kota dan<br />

terjadi penurunan kapasitas penyaluran air<br />

drainase ke laut.<br />

Untuk mengatasi masalah banjir karena<br />

air rob di Semarang antara Banjir Kanal Barat<br />

dan Banjir Kanal Timur perlu adanya upaya<br />

perbaikan fasilitas drainase. Untuk itu<br />

pada Kamis (15/10) dilakukan pencanangan<br />

stasiun pompa drainase dan kolam retensi<br />

yang dilakukan oleh Menteri <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong><br />

Djoko Kirmanto di Muara Kali Semarang.<br />

Stasiun pompa Semarang tersebut rencannya<br />

selesai tahun 2012.<br />

Menteri <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> Djoko Kirmanto<br />

meminta semua pihak untuk mendukung<br />

pembangunan ini. “Mari kita berdoa bersama<br />

agar pembangunan stasiun pompa semarang<br />

ini cepat selesai,” katanya usai mencangkan<br />

pembangunan yang ditandai secara<br />

simbolik dengan pengerukan tanah dengan<br />

eskavator.<br />

Pembangunan Stasiun Pompa Semarang<br />

terdiri dari pompa drainase berkapasitas 30<br />

m3/detik, lima pintu air, kolam retensi seluas<br />

6,8 ha dengan kapasitas tampungan 170.000<br />

m3, tanggul darurat sepanjang 26 meter dan<br />

saringan sampah.<br />

Pompa drainase ini dirancang untuk<br />

mengatasi banjir akibat air hujan dengan<br />

kala ulang 5 tahunan. Pada saat terjadi hujan<br />

deras, semua pompa dengan kapasitas


Menteri PU dan Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> menerima penjelasan tentang rencana pembangunan<br />

Stasiun Pompa Drainase Semarang (kiri), dan Peta Sistem Drainase Kota Semarang (kanan)<br />

total 30 m3/detik akan dioperasikan secara<br />

bertahap, sesuai dengan elevansi permukaan<br />

air yang ada di kolam retensi, secara otomatis<br />

dan dapat juga dengan cara manual.<br />

Untuk menjaga agar sampah tidak<br />

masuk ke kolam retensi, di hulu bangunan ini<br />

dilengkapi dengan saringan sampah selebar<br />

40 meter, dilengkapi dengan alat pengambil<br />

sampah (Trash Rack) sebanyak dua buah,<br />

dengan kapasitas 4 m3 untuk sekali angkat<br />

dalam waktu 10 menit.<br />

Saringan sampah juga dipasang<br />

beberapa meter di hulu pompa drainase ini<br />

untuk sampah-sampah yang berukuran kecil.<br />

Sampah-sampah disini diambil dengan Trash<br />

Rack dengan kapasitas yang hampir sama<br />

dengan yang ada di bagian hulu.<br />

Selain itu juga akan dilakukan perbaikan<br />

sistem drainase Kali Semarang, Kali Asin<br />

dan Kali Baru mencakup pengerukan dasar<br />

sungai, masing-masing sepanjang 6.550<br />

meter untuk Kali Semarang, Kali Asin 1.200<br />

meter dan Kali Baru 950 meter.<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono<br />

mengatakan, selain untuk mangatasi rob dan<br />

banjir, pembangunan pompa ini bertujuan<br />

untuk mewujudkan lingkungan perumahan<br />

dan permukiman yang lebih sehat, layak dan<br />

bersih bagi warga kota Semarang.<br />

“Pembangunan fasilitas ini merupakan<br />

solusi yang lebih baik dalam mengatasi banjir<br />

di Semarang, karena dapat menghemat<br />

biaya daripada untuk melakukan peninggian<br />

terhadap fasilitas-fasilitas umum dan<br />

transportasi ,” tambahnya.<br />

Investasi pembangunan ini berasal dari<br />

pinjaman Pemerintah Jepang, melalui Japan<br />

International Cooperation Agency (JICA),<br />

sebesar Rp 277 miliar, serta APBD Propinsi<br />

Jawa Tengah dan Kota Semarang sebesar<br />

Rp 20 miliar.<br />

Seperti kita ketahui, terdapat 12.000<br />

ha lebih kawasan roba dan banjir di Kota<br />

Semarang, dengan penduduk yang rawan<br />

tergenang sebanyak 120.000 jiwa. Banjir<br />

dan rob ini disebabkan pertumbuhan<br />

pesat Semarang sebagai Kota Industri<br />

dan perdagangan dalam sepuluh tahun<br />

terakhir dimana memberikan ekses negatif<br />

terhadap sistem drainase Kota Semarang.<br />

Pembangunan stasiun pompa ini sebagai<br />

salah satu solusi untuk mengurangi banjir<br />

dan rob tersebut. (dvt)<br />

Info Baru 2<br />

17


Inovasi 1<br />

Revitalisasi Kawasan<br />

Pura Tirta Empul Bali<br />

Oleh: Indah Widi Hapsari*)<br />

Pura Tirta Empul merupakan salah satu situs peningggalan sejarah yang sampai saat ini masih sering<br />

dikunjungi oleh wisatawan dan merupakan salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Gianyar, Bali.<br />

Terletak kurang lebih 40 km sebelah utara Kota Denpasar, memerlukan sekitar 1 jam perjalanan dari<br />

Bandara Internasional Ngurah Rai menuju pura tersebut.<br />

Kolam pancuran di Tirta Empul yang biasa digunakan wisatawan untuk mandi<br />

dimana ada larangan menggunakan sabun dan telanjang<br />

18<br />

Foto : www.flickr.com


Inovasi 1<br />

Layout Balai Pesandekan<br />

Pura Tirta Empul terletak di Desa<br />

Manukaya, Kecamatan Tampaksiring,<br />

Kabupaten Gianyar dan dapat dicapai<br />

dengan mudah karena telah dihubungkan<br />

dengan infrastruktur jalan raya yang<br />

sangat baik. Dari Denpasar perjalanan<br />

akan ditempuh dengan jarak sekitar 32 km,<br />

melalui Desa Bedulu kemudian Pejeng lalu<br />

Tampaksiring.<br />

Lokasi Pura Tirta Empul terletak pada<br />

ketinggian 479 meter di atas permukaan laut<br />

dengan suhu rata-rata 23 derajat Celcius<br />

dan curah hujan per tahun mencapai 1618<br />

mm menyebabkan menyebabkan suhu yang<br />

sejuk di dalam pura. Memasuki wilayah Tirta<br />

Empul, tersaji sebuah panorama yang indah.<br />

Selain itu Tirta Empul memiliki fasilitas yang<br />

cukup lengkap berupa warung makan, kios<br />

cendera mata, dan halaman parkir yang<br />

cukup luas. Kelengkapan fasilitas ini karena<br />

Pura Tirta Empul merupakan salah satu obyek<br />

wisata yang banyak dikunjungi wisatawan.<br />

Di perbukitan sebelah barat Pura Tirta<br />

Empul terdapat Istana Kepresidenan Tampak<br />

Siring yang sangat indah dan di sebelah<br />

timur mengalir Sungai Pakerisan yang kaya<br />

dengan peninggalan purbakala.<br />

Sejarah<br />

Keberadaan Pura Tirta Empul<br />

dilatarbelakangi oleh legenda masyarakat<br />

Bali pada masa pemerintahan Mayadenawa<br />

yang sewenang-wenang. Bhatara<br />

Indra diutus untuk melawan kekuatan<br />

Mayadenawa. Pada saat pertempuran<br />

banyak pasukan Mayadenawa yang mati<br />

terbunuh dan akhirnya Mayadenawa<br />

melarikan diri. Dalam perjalanan melarikan<br />

diri tersebut Mayadenawa berjalan dengan<br />

cara memiringkan kakinya agar tanah yang<br />

dipijak tidak bergetar dan diketahui oleh<br />

Bhatara Indra. Oleh karena itu di tempat di<br />

mana Mayadenawa memiringkan kakinya<br />

diberi nama Tampaksiring. Oleh karena<br />

kewalahan mengahadapi pasukan Bhatara<br />

Indra akhirnya Mayadenawa membuat air<br />

racun yang diminum oleh laskar Bhatara<br />

Indra sehingga mereka menjadi lemas.<br />

Akhirnya Bhatara Indra mengambil bendera<br />

berwarna kuning dan menancapkannya ke<br />

tanah, sehingga tersemburlah keluar air<br />

bening yang mengepul sehingga tempat<br />

tersebut diberi nama Tirta Empul.<br />

Menurut masyarakat Hindu Bali, tirta<br />

atau air yang disucikan dapat memberikan<br />

kesembuhan, dan membersihkan segala<br />

kotoran, baik kotoran lahir maupun batin, atau<br />

oleh masyarakat Bali disebut pengleburan<br />

secara sekala dan niskala. Tirta Empul juga<br />

merupakan salah satu tirta utama yang<br />

digunakan pada setiap upacara-upacara<br />

kegamaan Hindu di Bali.<br />

Pada awal tahun 2009 ini Pura Tirta Empul<br />

mengalami kerusakan karena tumbangnya<br />

pohon pinus dari Istana Kepresidenan<br />

Tampak Siring. Untuk mempertahankan<br />

fungsi pura ini, Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

melaksanakan revitalisasi di lingkungan Pura<br />

Tirta Empul.<br />

Revitalisasi merupakan rangkaian upaya<br />

menghidupkan kembali kawasan yang<br />

cenderung mati, meningkatkan nilai-nilai<br />

vitalitas yang strategis dan signifikan dari<br />

kawasan yang masih mempunyai potensi<br />

dan atau mengendalikan kawasan yang<br />

19


Inovasi 1<br />

Hasil Revitalisasi Balai Pesandekan – Pura Tirta Empul<br />

cenderung kacau atau semrawut. Penataan<br />

dan Revitalisasi Kawasan dilakukan melalui<br />

pengembangan kawasan-kawasan tertentu<br />

yang layak untuk direvitalisasi baik dari<br />

segi setting kawasan (bangunan dan ruang<br />

kawasan), kualitas lingkungan, sarana,<br />

prasarana dan utilitas kawasan, sosio<br />

kultural, sosio ekonomi dan sosio politik.<br />

Revitalisasi pada prinsipya tidak sekedar<br />

menyangkut masalah konservasi bangunan<br />

dan ruang kawasan bersejarah saja, tetapi<br />

lebih kepada upaya untuk mengembalikan<br />

atau menghidupkan kembali kawasan dalam<br />

konteks kota yang tidak berfungsi atau<br />

menurun fungsinya agar berfungsi kembali,<br />

atau menata dan mengembangkan lebih<br />

lanjut kawasan yang berkembang sangat<br />

pesat namun kondisinya cenderung tidak<br />

terkendali.<br />

Revitalisasi kawasan lama dan<br />

bersejarah dilakukan supaya pemanfaatan<br />

kawasan tersebut secara berkelanjutan<br />

dapat dimungkinkan karena adanya asetaset<br />

kawasan lama yang berharga dan dapat<br />

dikembangkan, tidak saja bagi peningkatan<br />

ekonomi lokal, tetapi juga dapat menjadi<br />

bagian penting bagi pelestarian identitas<br />

budaya secara nasional.<br />

Revitalisasi kawasan bersejarah di<br />

Asia dilakukan melalui perspektif efisiensi<br />

ekonomi, promosi dan komersialisasi,<br />

perdagangan, pariwisata, penciptaan<br />

lapangan kerja, pengurangan kemiskinan,<br />

Dengan merevitalisasi Pura Tirta Empul ini diharapkan bukan hanya menjadi<br />

sebuah kegiatan perbaikan fisik suatu kawasan saja, namun juga sebagai<br />

strategi jangka pendek untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan<br />

ekonomi jangka panjang<br />

penguatan kebanggaan masyarakat dan<br />

nasional.<br />

Ketika suatu kawasan bersejarah yang<br />

memiliki latar belakang budaya dan sejarah<br />

di masa lalu mengalami degradasi kualitas<br />

lingkungan, maka proses revitalisasi kawasan<br />

tersebut harus dimulai dengan terfokus pada<br />

identifikasi asset pusaka budaya dan asset<br />

warisan budaya yang lain sehingga menjadi<br />

titik tolak pengembangan ekonomi dan sosial<br />

budaya masyarakat. Proses ini kemudian<br />

dilanjutkan dengan justifikasi bahwa kawasan<br />

tersebut memiliki kejayaan di masa lalu<br />

namun telah mengalami penurunan kualitas<br />

lingkungan. Justifikasi ini dilengkapi dengan<br />

bagaimana penurunan kualitas itu terjadi.<br />

Revitalisasi Pura Tirta Empul ini<br />

dilakukan dengan membangun kembali 3<br />

massa bangunan di Bale Pesandekan. Bale<br />

Pesandekan ini sendiri berfungsi sebagai<br />

tempat rapat atau tempat menyiapkan banten<br />

sebelum masuk ke Utama Mandala.<br />

Proses pembangunan kembali ini<br />

berlangsung selama 3 bulan, dari Bulan<br />

April sampai dengan akhir Bulan Juni 2009,<br />

meliputi pekerjaan struktur, atap, lantai,<br />

pemasangan ornamen khas Bali, instalasi<br />

listrik, hingga penataan halaman.<br />

Dengan merevitalisasi Pura Tirta Empul<br />

ini diharapkan bukan hanya menjadi sebuah<br />

kegiatan perbaikan fisik suatu kawasan saja,<br />

namun juga sebagai strategi jangka pendek<br />

untuk mendorong terjadinya peningkatan<br />

kegiatan ekonomi jangka panjang. Oleh<br />

karena itu revitalisasi ekonomi yang tetap<br />

mengindahkan aspek sosial budaya dan<br />

lingkungan tetap harus diperhatikan,<br />

sehingga melalui pemanfaatan ruang yang<br />

produktif secara otomatis dapat melahirkan<br />

suatu mekanisme kontrol yang berkelanjutan<br />

terhadap keberadaan dan fungsi fasilitas<br />

dan infrastruktur kawasan. Peran pemanfaat<br />

kawasan serta komitmen yang tinggi dari<br />

pemerintah kabupaten/kota diharapkan<br />

dapat menjadi akar yang kuat dalam<br />

menjamin keberlanjutan upaya penataan dan<br />

revitalisasi kawasan yang telah dilakukan.<br />

*) Staf Subdit Penataan Wilayah I,<br />

Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan<br />

20


Pada tahun 2007 lalu Presiden Susilo Bambang<br />

Yudhoyono mencanangkan pembangunan rumah<br />

susun yang dikenal dnegan program seribu tower.<br />

Program tersebut ditujukan untuk menyediakan<br />

hunian yang layak bagi Mayarakat Berpenghasilan<br />

Rendah (MBR) di kawasan perkotaan dengan<br />

kondisi lahan yang terbatas.<br />

Metode Shear Wall<br />

Alternatif Pembangunan<br />

Rumah Susun Sederhana<br />

Oleh : Deva Kurniawan Rahmadi *)<br />

Rekyan Puruhita Sari **)<br />

Inovasi 1<br />

Kegagalan struktur soft storey akibat gempa bumi di Padang (Foto: Kantor Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Propinsi Sumbar<br />

Pembangunan tidak hanya bertujuan<br />

untuk menekan backlog kebutuhan<br />

rumah, namun dalam rangka penataan<br />

kawasan permukiman kumuh seperti yang<br />

telah dilakukan <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong><br />

<strong>Umum</strong> dalam hal ini <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> sejak<br />

tahun 2003.<br />

Pembangunan rumah susun tersebut<br />

hingga kini terus mengembangkan teknologi<br />

konstruksi dengan tujuan agar haraganya<br />

semakin terjangkau bagi MBR.<br />

Dalam rangka menekankan efisiensi<br />

dan efektifitas pelaksanaan pekerjaan<br />

dilapangan, telah dikembangkan suatu<br />

metode struktur shear wall yang digunakan<br />

untuk pembangunan highrise building.<br />

Metode shear wall system ini menekankan<br />

pada komponen struktur dan panel mortar<br />

ringan sebagai dinding tampak/non struktural<br />

supaya diperoleh efisiensi dan efektifitasbiaya<br />

pembangunan, tenaga kerja, bahan dan<br />

21


Inovasi 1<br />

RC Shear wall pada bangunan-sistem struktur yang bagus untuk<br />

mereduksi kerusakan<br />

RC Shear wall harus didesain simetri - kerusakan gedung dapat<br />

dihindari<br />

Salah satu sudut lantai dasar Rusunawa Marisso, Makassar<br />

22<br />

waktu sehingga dapat menghasilkan kualitas<br />

yang terjamin dengan harga yang terjangkau.<br />

Bahkan bangunan dengan metode shear<br />

wall juga sangat dianjurkan bagi daerah yang<br />

rawan gempa.<br />

Konsep struktur bangunan shear wall<br />

menggunakan dinding pemikul beban tanpa<br />

kolom dan balok karena ditahan oleh dinding<br />

beton bertulang. Konstruksi yang kurang<br />

tepat pada kawasan gempa salah satunya<br />

adalah konstruksi soft storey, seperti dilihat<br />

pada gambar di atas Kantor Dinas Prasarana<br />

Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Propinsi<br />

Sumater Barat rusak akibat gempa, 30<br />

September 2009 lalu.<br />

Apa itu Bangunan shear wall<br />

Bangunan dengan struktur beton<br />

bertulang/Reinforced Concrete (RC) sering<br />

memiliki plat vertikal/dinding yang bernama<br />

Shear Walls sebagai penunjang dari sloof,<br />

balok dan kolom. Dinding shear wall biasanya<br />

dimulai dari pondasi/ level bawah menerus ke<br />

atas sesuai ketinggian bangunan. Ketebalan<br />

dinding ini berkisar 15cm - 40cm. Shear wall<br />

biasa diletakkan pada sisi lebar dan panjang<br />

bangunan dan menyalurkan beban termasuk<br />

gempa bumi sampai menuju pondasi.<br />

Dinding shear wall dapat dikategorikan<br />

sebagai dinding struktur dan dinding<br />

pengisi. shear wall termasuk tipe dinding<br />

struktur yang menyediakan perlindungan<br />

beban lateral pada bangunan. Beban lateral<br />

tersebut secara umum disalurkan kepada<br />

shear wall dengan bahan dari kayu, beton,<br />

maupun CMU (batu atau bata dengan bahan<br />

pengikat berupa campuran semen).<br />

Keuntungan menggunakan Shear<br />

wall pada bangunan RC<br />

Pada umumnya bangunan dengan<br />

struktur beton yang dapat mendistribusikan<br />

beban akan bertahan pada saat gempa.<br />

Namun dengan design yang tepat dan<br />

struktur bangunan menggunakan shear<br />

wall tentunya lebih dapat bertahan dalam<br />

menghadapi gempa bumi.<br />

Shear wall mudah dibangun karena<br />

desain dari dinding struktur biasanya<br />

relatif tegak lurus sehingga mudah dalam<br />

pemasangan di lokasi pembangunan. Shear<br />

wall lebih efisien dari segi biaya konstruksi<br />

dan efektif untuk mereduksi kerusakan<br />

gempa pada elemen struktural dan non<br />

struktural bangunan seperti jendela kaca.<br />

Aspek Arsitektural dari Shear Wall<br />

Kebanyakan bangunan RC dengan shear<br />

wall juga memiliki kolom, yang menyalurkan<br />

beban gravitasi selain beban mati dari<br />

bangunan itu sendiri. Shear wall menyediakan<br />

kekuatan dan kekakuan bangunan sesuai<br />

orientasinya yang mampu secara signifikan<br />

mengurangi lentingan lateral dari bangunan<br />

tersebut. Lentingan itu mampu mengurangi<br />

kerusakan pada bangunan karena shear wall<br />

membawa kekuatan horizontal dari kekuatan<br />

gempa bumi,<br />

Kekuatan balik potensial yang dimilikipun<br />

sangat besar , sehingga membuat desain dari<br />

pondasi bangunan membutuhkan perhatian<br />

khusus. Shear wall harus di letakkan disisi


memanjang maupun melebar bangunan. Bila<br />

hanya diletakkan pada salah satu sisi saja<br />

maka grid dari balok dan kolom (momentresintant<br />

frame) harus disediakan secara<br />

merata untuk mereduksi kekuatan gempa.<br />

Bukaan berupa pintu atau jendela dapat<br />

diletakkan pada shear wall tetapi ukuran<br />

mereka harus terbatas untuk tetap menjaga<br />

aliran beban yang melewati shear wall. Letak<br />

bukaan pada dinding harus secara simetri<br />

baik pada tampak dan denah.<br />

Bila perlu membutuhkan desain khusus<br />

untuk memastikan area bidang silang dari<br />

dinding yang memiliki bukaan mampu<br />

menahan beban horizontal akibat gempa.<br />

Seperti pada gambar 3, menempatkan<br />

shear wall pada bidang exterior secara<br />

simetri, yang mampu mereduksi bangunan<br />

untuk terpuntir atau kolaps.<br />

kekuatannya seperti pada gambar 5b. Ujung<br />

dari shear wall dengan penambahan dimensi<br />

yang disebut juga elemen batas (boundary<br />

element). Elemen ini mirip dengan kolom di<br />

kebanyakan dinding RC Lainnya. Ketebalan<br />

dari elemen batas ini terkadang diperbesar.<br />

Dinding yang memiliki elemen batas memiliki<br />

kapasitas kemampuan puntir dan geser<br />

horizontal sehingga mereduksi kerusakan<br />

gempa pada bangunan di bandingkan<br />

dengan dinding yang tanpa elemen batas.<br />

*) Staf Subdit. Perencanaan<br />

Teknis dan PengaturanDit. Pengembangan<br />

Permukiman<br />

**) Staf Subdit Kawasan Metropolitan Dit.<br />

Pengembangan Permukiman<br />

Inovasi 1<br />

Alasan Shear wall Cocok untuk<br />

daerah rawan gempa<br />

1. Flexible/ Elastis Design dari Shear Wal<br />

Seperti balok dan kolom beton (RC), RC<br />

shear walls juga mampu didesain bersifat<br />

elastis. Proporsi geometri secara umum dari<br />

dinding, tipe dan jumlah kekuatan sambungan<br />

dengan elemen bangunan lainnya dapat<br />

membantu ke elastisan dari dinding. Sebagai<br />

referensi, The Indian Standard Ductile<br />

Detailing Code for RC members (IS:13920-<br />

1993) menyediakan pedoman special desain<br />

untuk dinding shear wall yang elastis.<br />

2. Bentuk geometris<br />

Shear wall dapat berbentuk bujursangkar,<br />

berbentuk-L dan berbentuk-U juga dapat<br />

dipakai, selain itu dinding shaft yang biasanya<br />

bersatu dengan elevator core dari bangunan<br />

juga dapat membantu sebagai shear wall<br />

yang dapat mereduksi kekuatan gempa.<br />

Lihat gambar 4.<br />

3. Tiang Pembesian dalam dinding RC<br />

Tiang Pembesian yang diletakkan di<br />

antara bidang vertical dan horizontal (Gambar<br />

5a). Pembesian dapat berupa satu, dua<br />

layer pararel yang disebut curtain. Adapun<br />

struktur pembesian horizontal harus diikat<br />

ditiap ujung dinding, sedangkan struktur<br />

pembesian vertical harus diangkur pada<br />

bagian pondasi.<br />

4. Elemen Batas<br />

Dibawah tekanan beban horizontal yang<br />

besar gempa sudut dari shear wall tertekan<br />

oleh kompresi yang besar pula, untuk<br />

menjaga ke elastisan dinding harus di desain<br />

dengan perlakuan khusus tanpa mengurangi<br />

RC Shear wall<br />

dengan geometri<br />

yang berbeda<br />

Desain pembesian<br />

yang bagus untuk<br />

mereduksi kekuatan<br />

seimic pada<br />

bangunan<br />

23


Inovasi 2<br />

SPAM Baron Kabupaten Gunung Kidul<br />

Mengaliri Masyarakat<br />

dengan Air Minum<br />

Lebih Murah<br />

Kabupaten Gunung Kidul dengan jumlah<br />

penduduk (2007) sebesar 685.000 jiwa secara<br />

alami berada pada daerah dengan kemiringan<br />

topografi yang relatif besar dan curah hujan<br />

sangat rendah khususnya musim kemarau.<br />

Kondisi alami ini menyebabkan daerah sangat<br />

miskin potensi sumber daya air. Kondisi<br />

paling kering dialami pada Juli dan Agustus<br />

setiap tahun. Disamping itu, daerah ini banyak<br />

dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah<br />

dibandingkan dengan kabupaten disekitarnya.<br />

Masyarakat Baron, Gunung Kidul Menikmati Air Bersih<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono, dan Gubernur DIY Sri Sultan<br />

Hamengkubuwono X, membuka saringan pasir lambat SPAM Baron<br />

24<br />

Kondisi keterbatasan ekonomi dan<br />

kelangkaan sumber air baku tercermin<br />

pada kondisi pelayanan sistem<br />

penyediaan air minum (SPAM) PDAM<br />

Gunung Kidul khususnya di Kecamatan<br />

Baron dan Ngobaran. Secara umum cakupan<br />

pelayanan pelayanan SPAM eksisting<br />

Kabupaten Gunung Kidul baru mencapai<br />

30%. Pelayanan air minum PDAM Gunung<br />

Kidul untuk Ngobaran dan Baron dilakukan<br />

secara terpisah melalui SPAM Ngobaran<br />

dan SPAM Baron. Baik SPAM Ngobaran<br />

maupun Baron melayani masyarakat dengan<br />

mendistribusikan air tanpa pengolahan<br />

dari sungai bawah tanah yang terletak di<br />

Ngobaran dan Baron. Kondisi pelayanan air<br />

minum tanpa pengolahan ini sangat rentan<br />

terhadap perubahan kualitas sumber. Hal itu<br />

terbukti pada saat musim hujan, sungai bawah<br />

tanah di Ngobaran dan Baron mengalami<br />

penurunan kualitas akibat kekeruhan yang<br />

tinggi dan pencemaran ’fecal coli’.<br />

Memperhatikan kondisi pelayanan<br />

di daerah ini, maka diperlukan upaya<br />

peningkatan kapasitas pelayanan berupa<br />

pembangunan intake baru, pipa transmisi<br />

dan unit distribusi. Pemerintah Jepang pada<br />

Juni 2004 melalui JICA melakukan penelitian<br />

di kawasan ini dan menyusun Basic Design.<br />

Sebagai rekomendasi tindak lanjut Basic<br />

Design tersebut, Pemerintah Jepang pada<br />

tahun 2006 memberikan Grant Aid The<br />

Project for Water Supply in Gunung Kidul<br />

Regency of Yogyakarta Special Territory.<br />

Tujuan pembangunan SPAM Ngobaran<br />

dan Baron adalah meningkatkan cakupan,<br />

kualitas dan kontinuitas pelayanan air minum<br />

masyarakat di Kecamatan Ngobaran dan<br />

Baron.<br />

Semangat memenuhi hak dasar<br />

masyarakat tersebut dibayar dengan<br />

kedatangan Sri Sultan Hamengku Bowono<br />

X didampingi Direktur Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Budi Yuwono (mewakil Menteri <strong>Pekerjaan</strong><br />

<strong>Umum</strong>), dan Bupati Gunung Kidul Suharto.<br />

Sultan meresmikan Sistem Penyediaan Air<br />

Minum (SPAM) Baron, Kabupaten Gunung<br />

Kidul yang berkapasitas 100 liter/detik, Rabu<br />

(14/10).<br />

Sejak dioperasikan dua tahun lalu, SPAM<br />

ini sudah melayani 70 persen masyarakat di<br />

empat kecamatan wilayah pelayanan, yaitu<br />

Kecamatan Tanjung Sari, Kecamatan Paliyan,<br />

Kecamatan Panggang, dan Kecamatan<br />

Sapto Sari. Dari total 130 ribu jiwa di empat<br />

kecamatan tersebut, baru sekitar 95 ribu jiwa<br />

terlayani.<br />

Investasi pembangunan SPAM Baron<br />

berasal dari hibah Pemerintah Jepang<br />

melalui “Japan International Cooperation<br />

Agency” (JICA) sebesar Rp 78,89 miliar, dan<br />

APBD Kabupaten Gunung Kidul Rp 7 miliar.<br />

Hibah pemerintah Jepang digunakan untuk<br />

membangun intake dan pompa, saringan<br />

pasir lambat (SPL/Slow Sand Filter), reservoir<br />

distribusi, pipa transmisi dan distribusi,<br />

pemasangan sambungan rumah (SR)<br />

dan hidran umum (HU), serta peningkatan<br />

sumber daya manusia (SDM) PDAM Gunung<br />

Kidul. Sedangkan dana APBD sebagian<br />

besar digunakan untuk pembebasan dan<br />

penyiapan lahan.


Saat ini biaya yang harus dibayar<br />

masyarakat Rp 3000 per m3. Padahal<br />

biaya operasonal SPAM Baron mencapai<br />

Rp 3.750 per m3. Biaya operasional untuk<br />

listrik Rp 140 juta per bulan selama ini masih<br />

ditanggung Pemerintah Kabupaten Gunung<br />

Kidul. Namun meski sudah wajar, masih ada<br />

saja warga yang meminta keringanan tarif<br />

pemasangan. Seperti yang diungkapkan<br />

Subani dan Asri Sudarmi, mereka<br />

berharap pemerintah daerah membantu<br />

membebaskan biaya pemasangan instalasi<br />

dari penampungan ke rumah. Selain itu,<br />

mereka mengharapkan dicari solusi agar<br />

rumah yang topografinya lebih tinggi dari<br />

penampungan bisa mendapatkan air.<br />

“Potensi masyarakat untuk menggunakan<br />

sambungan air minum perpipaan tetap ada.<br />

Dengan tariff Rp 3.750 per m3 sebenarnya<br />

masih termasuk murah. Apalagi jika<br />

membandingkan harga 1 m3 air minum dari<br />

SPAM Baron. Jika dalam sebulan satu rumah<br />

butuh 10 m3 air, biayanya hanya Rp. 37.500.<br />

Bandingkan jika masyarakat masih beli air<br />

tangki, sebulannya bisa capai Rp 200.000,<br />

bahkan lebih,” terang Sri Sultan HB X.<br />

Kemudahan akses air minum dan harga<br />

air yang tetap murah, lanjut HB X, seharusnya<br />

dapat dipahami masyarakat bahwa kenaikan<br />

tarif memang sudah sewajarnya. Kenaikan<br />

tarif perlu dijalankan, namun pelaksnaannya<br />

bertahap hingga masyarakat cuku siap.<br />

Investasi Air Minum Terbesar di<br />

Indonesia<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono<br />

mengatakan investasi air minum di SPAM<br />

Baron yang mencatatkan nilai sekitar<br />

Rp 89 miliar hingga saat ini menjadi investasi<br />

paling besar di suatu daerah di Indonesia.<br />

Komitmen Pemerintah Pusat diwujudkan<br />

dalam pembanguan SPAM Baron untuk<br />

masyarakat Gunung Kidul yang selama ini<br />

alami kesulitan akses air minum yang aman.<br />

“SPAM Baron juga akan menyupali SPAM<br />

Ngobaran yang saat ini sudah melayani 6.400<br />

SR. pembangunan SPAM Baron bukanlah<br />

yang pertama kali di Gunung Kidul. Sejak<br />

1998 sudah tercatat sekitar Rp. 200 miliar<br />

untuk menyediakan akses air minum aman<br />

bagi masyarakat Gunung Kidul,” kata Budi.<br />

Karena itu, pada kesempatan yang<br />

sama Budi Yuwono juga berpesan kepada<br />

Pemerintah Daerah untuk keberlanjutan<br />

SPAM yang sudah dibangun. Pertama,<br />

kelembagaan pengelola yang kuat yang<br />

Masyarakat Baron Gunung Kidul memanfaatkan air dari hidran umum yang berasal dari SPAM Baron<br />

diantaranya diindikasikan oleh pengelola<br />

yang kompeten.<br />

Manajemen juga harus bertindak tegas<br />

terhadap pencurian air yang hingga saat<br />

ini secara nasional sudah mencapai tingkat<br />

kehilangan air sebesar 37%. Kedua, Pemda<br />

harus menerapkan tarif air minum yang wajar<br />

hingga melampaui biaya produksi. Ketiga,<br />

masyarakat Gunung Kidul yang sudah lama<br />

kesulitan air hendaknya tetap bijak dalam<br />

memanfaatkan air meskipun sudah dilayani<br />

oleh SPAM Baron. (bcr)<br />

“SPAM Baron juga akan<br />

mensuplai SPAM Ngobaran yang<br />

saat ini sudah melayani 6.400<br />

SR. pembangunan SPAM Baron<br />

bukanlah yang pertama kali di<br />

Gunung Kidul. Sejak 1998 sudah<br />

tercatat sekitar Rp. 200 miliar<br />

untuk menyediakan akses air<br />

minum aman bagi masyarakat<br />

Gunung Kidul”<br />

(Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono)<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>, Budi Yuwono mencoba<br />

sambungan rumah SPAM Baron, Gunung Kidul<br />

Inovasi 2<br />

25


Inovasi 2<br />

Gubernur D.I. Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubowono X:<br />

SPAM Baron Perlu Satu Lagi Kolam Penjernihan<br />

Sebelumnya saya informasikan, air dari SPAM Baron kemungkinan besar akan keruh<br />

karena air sungai di Gua Baron akan banyak dialiri air dari sungai – sungai lain, karena<br />

itu kami akan membangun satu kolam lagi untuk penjernihan. Biayanya akan diambil<br />

dari APBD Propinsi D.I. Yogyakarta dan Kabupaten Gunung Kidul TA 2010. Oleh karena itu<br />

masyarakat jangan buru-buru menyalahkan pengelola SPAM Baron. Saya yakin, masyarakat<br />

Gunung Kidul mempunyai niat besar untuk menikmati air minum dari keran.<br />

Saya senang terhadap antusiasme masyarakat. Ada potensi yang besar untuk masyarakat<br />

bisa memanfaatkan system air minum perpipaan dari SPAM Baron. Dibandingkan dengan<br />

membayar satu bulan Rp. 200.000 untuk membeli 2 tangki air minum atau 10 m3, dengan<br />

SPAM Baron masyarakat cuma membayar Rp 37.000 perbulannya. (bcr)<br />

Bupati Gunung Kidul , Drs. Suharto<br />

Bersyukur Masyarakat Sudah Sadar Tarif<br />

Kami akan manfaatkan seoptimal mungkin SPAM perpipaan yang dibangun pemerintah<br />

pusat maupun daerah. Selain itu, untuk menjangkau daerah yang belum terlayani<br />

kami memakai pola swadaya mandiri. Pemda dan pemerintah pusat akan<br />

memfasilitasi daerah yang memiliki potensi air minum yang pada akhirnya diserahkan<br />

pengelolaannya ke masyarakat melalui Badan Usaha Milik Desa atau organisasi yang<br />

sudah ada yaitu, PAMMASKARTA (Paguyuban Air Minum Masyarakat se-Yogyakarta).<br />

Bagi yang sulit air dan belum tersentuh system perpipaan, kami sudah bekerjasama<br />

dengan Jepang untuk menyediakan 1.480 Penampung Air Hujan (PAH), khususnya daerah<br />

yang terkena gempa (Patuk dan Gedangsari).<br />

Yang lebih penting, langkah konservasi dan rehabilitasi lahan dengan menciptakan<br />

hutan rakyat akan kami tegakkan guna menjamin keberlangsungan SPAM yang<br />

sudah dibangun oleh pemerintah. Kami juga sangat berterimakasih kepada<br />

pemerintah maupun pemerintah Jepang, karena dengan SPAM Baron bisa<br />

meningkatkan pelayanan air minum di wilayah selatan Gunung Kidul.<br />

Sebelum SPAM Baron beroperasi, masyarakat baru bisa menikmati<br />

air minum dengan kapasitas 15 liter/detik dengan 250 sambungan<br />

rumah dan dimanfaatkan oleh 1.250 orang. Dengan diresmikan dan<br />

diserahterimakannya SPAM Baron masyarakat bisa teralir 100 liter/<br />

detik dengan target pertama sebanyak 3.111 SR, dan kedepan<br />

diharapkan akan bisa dimanfaatkan oleh lebih dari 21.000 jiwa.<br />

Kami bersyukur masyarakat sadar tarif. Jika mereka<br />

masih membayar Rp 1.000 per m3, maka SPAM Baron akan<br />

berhenti beroperasi. Dengan demikian disepakati Rp 3.500<br />

per m3, dengan tetap melakukan efisiensi penggunaan. Jika<br />

dibandingkan dengan harga jual air minum tangi yang per m3<br />

Rp. 20.000 (asumsi 1 tangki = 5 m3 = Rp. 100.000), maka<br />

tarif SPAM Baron jauh lebih murah. (bcr)<br />

26


Pemerintah Akan Bangun IPAL di Lima Kota<br />

Pemerintah melalui <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> akan membangun<br />

lagi Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan sistem terpusat<br />

di lima kota. Kelima kota itu adalah Makassar, Surabaya, Palembang,<br />

Semarang dan Batam. Dengan demikian terdapat 16 kota di<br />

Indonesia yang memiliki IPAL secara terpusat. Sebelumnya, Kota<br />

Solo, Denpasar dan juga Banjarmasin adalah beberapa kota yang<br />

telah memiliki sistem pengolahan air limbah secara terpusat.<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono mengatakan, dalam Kabinet<br />

Indonesia Bersatu Jilid II ini, pemerintah berkomitmen untuk<br />

menambah pembangunan IPAL di lima kota lagi.<br />

Namun menurutnya, untuk lima tahun kedepan, sistem air limbah<br />

lebih banyak dilakukan dengan mengoptimalkan pengembangan IPAL<br />

sistem terpusat yang telah ada. “Pengoptimalan itu adalah dengan<br />

menambah jaringan perpipaan dan distribusi,” katanya di Jakarta<br />

(23/10).<br />

Seputar Kita<br />

Pemilihan Sampah Berbasis Masyarakat<br />

Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> dan<br />

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) saat ini tengah menggodok<br />

rancangan Peraturan Pemerintah baru mengenai persampahan.<br />

Terdapat tiga PP yang akan dirumuskan yaitu PP tentang pengurangan<br />

sampah, PP tentang sampah spesifik dan PP tentang penanganan<br />

sampah. PP ini ditargetkan selesai tahun 2010 nanti.<br />

Kasubdit Pengembangan Sistem Drainase dan Persampahan Kati<br />

Andraini mengatakan, dalam PP tentang pengurangan sampah,<br />

nantinya akan ada dua kota sebagai pilot project aturan tersebut.<br />

“Pilot project tersebut akan dilakukan secara menyeluruh, mulai dari<br />

fasilitasi pembuatan peraturan daerahnya sampai dengan bantuan<br />

teknis tenaga operasionalnya. Project ini akan mendapatkan bantuan<br />

dari Japan Internasional Cooperation Agency (JICA),” katanya di<br />

Jakarta (28/10).<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Siapkan Rp. 1,8 Miliar Untuk Rehabilitasi Gempa Sumbar<br />

Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> menyiapkan dana sebesar Rp1,8<br />

miliar untuk membantu pemulihan pelayanan air minum perpipaan di<br />

Sumatera Barat, pasca gempa lalu. Dana yang diambil dari pos dana<br />

darurat bencana tersebut akan digunakan untuk memperbaiki instalasi<br />

pengolahan air minum PDAM Kota Padang. “Untuk perbaikan jaringan<br />

perpipaan di rumah-rumah dan penanganan pipa yang bocor akibat<br />

gempa akan dilakukan oleh PDAM Kota Padang. Ditargetkan pada<br />

akhir bulan ini, pelayanan air minum sudah dapat kembali normal.”<br />

kata Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono di Jakarta (20/10).<br />

Selain air minum, <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> telah mengirimkan tim yang bersamasama<br />

mahasiswa melakukan verifikasi untuk menghitung berapa<br />

banyak rumah yang mengalami rusak berat maupun rusak ringan.<br />

27


Resensi<br />

28<br />

Membangun Komitmen Reformasi<br />

Pembangunan Air Minum<br />

dan Penyehatan Lingkungan<br />

Kebijakan pembangunan air minum di Indonesia perlu dilakukan<br />

secara bertahap dan juga belajar dari berbagai pengalaman. Terkait<br />

hal tersebut, Water and Sanitation Policy Formulation and Action<br />

Planning Project (WASPOLA) bekerjasama dengan Badan Perencana<br />

dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengeluarkan buku terkait<br />

dengan kebijakan air minum dengan judul “Membangun Komitmen<br />

Reformasi Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan”.<br />

Tulisan pada buku ini disajikan secara ringan, melalui berbagai<br />

sumber informasi, data dan fakta yang diperoleh selama kunjungan<br />

lapangan. Terdiri dari lima bab yang mengupas bagaimana<br />

perjalanan “membumikan kebijakan”, pola pendekatan, fasilitasi,<br />

membangun harmonisasi pusat dan daerah, pengalaman<br />

empat daerah dan pembelajaran yang didapat, serta catatan<br />

kritis untuk perbaikan ke depan. Selain itu, juga dilengkapi<br />

dengan contoh sukses daerah mitra kerja WASPOLA.<br />

Provinsi Gorontalo misalnya, secara proaktif mengaitkan<br />

pembangunan AMPL dengan capaian target MDGs bidang AMPL<br />

dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyrakat. Karenanya<br />

pembangun bidang AMPL-pun memperoleh prioritas utama.<br />

Sementara di Jawa Tengah pelaksanaan Kebijakan Nasional diliahat<br />

sebagai penyegaran kembali dengan cara pandang baru atas model<br />

pembangunan yang selama ini telah diterapkan. Tidak kalah penting,<br />

Provinsi Banten telah mempu meleburkan ego sektoral dalam<br />

melaksanakan pembangunan AMPL<br />

Buku setebal 120 halaman ini, pada dasarnya menyajikan sebuah<br />

pembelajaran bagaimana upaya membumikan Kebijakan Nasional<br />

Pembangunan Air Minum Dan Penyehatn Lingkungan Berbasis<br />

Masyarakat (AMPL-BM) menkadi suatu visi bersama. Tak hanya sekedar<br />

menggambarkan proses perubahan (reformasi), tetapi juga tantangan<br />

dan hambatan yang melingkupinya selama proses “pembumian”<br />

Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL.<br />

Buku ini juga mengupas bagaimana pola pikir dan persepsi yang<br />

berkembang dari masing-masing pelaku di daerah, siapa saja yang terlibat,<br />

bagaimana komitmennya, kelembagaan yang mengimplemantasikan<br />

kebijkan, dukungan dan kontribusi semua pihak terkait, regulasi yang<br />

disediakan, inovasi dan penguatan kapasitas yang dikembangkanm,<br />

dukungan penganggaran dan juga keberlanjutan implementasinya di setiap<br />

tingkat pemerintahan.<br />

Dengan kumpulan pembelajaran ini, daerah dampingan WASPOLA maupun<br />

daerah lainnya mendapatkan inspirasi untuk melakukan perubahan ke arah<br />

yang lebih positif. Diharapkan juga hasil pembelajaran ini dapat terinternalisasi<br />

dalam proses pengambilan keputusan pembangunan AMPL oleh pemangku<br />

kepentingan.<br />

Buku yang dilengkapi dengan bundle CD berisi panduan operasional kebijakan<br />

AMPL ini, memberikan nilai positif terhadap upaya pemerintah daerah maupun<br />

pusat dalam mencapai tujuan ketujuh pembangunan millennium (MDG), yaitu<br />

mengurangi separuh proporsi penduduk yang belum mendapat akses air minum<br />

dan sanitasi yang layak, pada tahun 2015. (dvt).


Segenap Pimpinan dan Staf Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

mengucapkan<br />

Selamat Atas Terpilihnya Kembali<br />

Bapak Ir. Djoko Kirmanto, Dipl.HE<br />

sebagai Menteri <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong><br />

Kabinet Indonesia Bersatu II

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!