22.06.2015 Views

09_Fobia Sosial - Kalbe

09_Fobia Sosial - Kalbe

09_Fobia Sosial - Kalbe

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

TINJAUAN PUSTAKA<br />

<strong>Fobia</strong> <strong>Sosial</strong><br />

Yaslinda Yaunin<br />

Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas<br />

Padang, Sumatera Barat, Indonesia<br />

ABSTRAK<br />

<strong>Fobia</strong> sosial merupakan suatu ketakutan yang bermakna dan terus menerus dari satu atau lebih situasi-situasi sosial yang dapat membuat malu.<br />

<strong>Fobia</strong> sosial bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Gambaran klinis tidak dapat digeneralisasi, seperti saat berbicara di depan umum, makan/<br />

minum di tempat umum. <strong>Fobia</strong> sosial merupakan ketakutan yang dapat terjadi pada hampir semua situasi sosial yang asing. Penatalaksanaan<br />

kombinasi farmakoterapi dengan psikoterapi memberikan hasil lebih baik.<br />

Kata kunci: fobia sosial, gambaran klinis, penatalaksanaan<br />

ABSTRACT<br />

Social phobia is strong and persistent fear from one or more social situations which may make embarrassed. The etiology is multifactorial.<br />

Clinical features can not be generalized such as in public speaking, drinking or eating in public place. Generalized social phobia is a fear that<br />

happens mostly in unfamiliar social situations. Combination of pharmacotherapy and psychotherapy give better results. Yaslinda Yaunin.<br />

Social Phobia.<br />

Key words: social phobia, clinical feature, treatment<br />

PENDAHULUAN<br />

<strong>Fobia</strong> berasal dari kata Phobos, nama salah satu<br />

Dewa Yunani yang dapat menimbulkan rasa<br />

takut. Sang Dewa digambarkan sebagai satu<br />

lukisan memakai kedok/topeng dan pelindung<br />

untuk menakuti lawan dalam peperangan.<br />

Kata “phobia” berasal dari namanya yang<br />

diartikan dengan kekhawatiran, ketakutan,<br />

atau kepanikan. 1 <strong>Fobia</strong> sosial (social phobia)<br />

dalam DSM IV-R disebut juga gangguan<br />

ansietas sosial (social anxiety disorder). 1,2<br />

Freud yang pertama kali membahas rumusan<br />

teoretis terbentuknya fobia dalam sejarah/<br />

riwayat kasusnya yang cukup terkenal,<br />

“Little-Hans”, yang bercerita tentang seorang<br />

anak laki-laki usia 5 tahun yang mempunyai<br />

ketakutan berlebihan terhadap kuda. 1,2<br />

Berdasarkan penemuan empiris, sebagian<br />

besar oleh Marks, terdapat 4 subtipe fobia:<br />

agorafobia, fobia sosial, fobia binatang, dan<br />

fobia spesifik. Kebanyakan penelitian lebih<br />

mencurahkan perhatian pada agorafobia,<br />

masih sedikit yang menyelidiki fobia sosial. 1<br />

<strong>Fobia</strong> sosial adalah suatu ketakutan yang<br />

bermakna dan terus-menerus atas satu atau<br />

lebih situasi-situasi sosial atau perbuatan/<br />

penampilan (performance) tatkala orang<br />

tersebut dihadapkan/dipertemukan dengan<br />

orang-orang yang tak dikenalnya, atau<br />

kemungkinan untuk diperhatikan dengan<br />

cermat oleh orang lain. Individu tersebut takut<br />

bahwa dia akan berbuat sesuatu (menunjukkan<br />

gejala ansietas) yang memalukan. 1-3<br />

ETIOLOGI<br />

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan<br />

sebagai penyebab terjadinya gangguan fobia<br />

sosial ini.<br />

1. Faktor Perilaku<br />

Beberapa penelitian melaporkan adanya<br />

kemungkinan ciri tersendiri pada anak-anak<br />

yang mempunyai pola perilaku menahan<br />

diri (behavioral inhibition). Anak-anak yang<br />

mempunyai sifat demikian sering mempunyai<br />

orang tua menderita gangguan panik dan<br />

anak tersebut akan berkembang menjadi<br />

sangat pemalu. Beberapa orang fobia sosial<br />

juga menunjukkan perilaku menahan diri<br />

semasa kanak-kanaknya. Juga ada data yang<br />

menunjukkan bahwa orang tua pasien fobia<br />

sosial kurang memperhatikan/menjaga<br />

anaknya (less caring), lebih menolak (more<br />

rejecting) atau over protective terhadap anakanaknya.<br />

1,2<br />

2. Faktor Psikoanalitik<br />

Sigmund Freud mengatakan bahwa<br />

gangguan ansietas (salah satunya gangguan<br />

fobia) sebagai akibat konflik yang berasal dari<br />

kejadian-kejadian pada fase perkembangan<br />

psikoseksual yang tidak terselesaikan<br />

dengan baik; pada pasien fobia mekanisme<br />

pertahanan ego yang dipakai adalah<br />

displacement (memindahkan situasi yang<br />

tidak bisa diterima ke situasi yang lebih bisa<br />

diterima). Beberapa penelitian melaporkan<br />

hubungan dengan kebiasaan menghalanghalangi<br />

anak pada masa kecilnya .<br />

Freud pertama kali membahas rumusan<br />

teoritis terbentuknya fobia pada kasusnya<br />

yang terkenal, “Little Hans”, bercerita tentang<br />

seorang anak laki-laki usia 5 tahun yang takut<br />

terhadap kuda. 1 Hans pernah melihat seekor<br />

kuda jatuh dan kemudian berkembang<br />

satu ketakutan bahwa kuda akan jatuh dan<br />

menggigitnya. Freud dapat menunjukkan<br />

bahwa kuda tidak ada hubungannya dengan<br />

ketakutan Hans yang sebenarnya, tetapi<br />

sebagai simbol menggantikan ayahnya yang<br />

752<br />

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012<br />

CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 752<br />

10/25/2012 11:11:08 AM


TINJAUAN PUSTAKA<br />

ditakutinya secara tidak sadar. Gigitan kuda<br />

menjadi simbol (secara tidak sadar) ancaman<br />

kastrasi oleh ayahnya. Ketakutan terhadap<br />

si ayah telah direpresi dan diganti ke objek<br />

lain. Freud percaya bahwa baik dorongan<br />

seksual atau agresif, atau gabungan keduanya<br />

bersamaan, menjadikan adanya kekuatan<br />

bertahan dalam melawan dorongan tersebut.<br />

Prinsip teori psikoanalitik adalah ide/pikiran<br />

yang merupakan sumber asli ketakutan telah<br />

digantikan (replaced) menjadi fobia objek<br />

lain yang memunculkan (represent) sumber<br />

aslinya secara simbolik; melalui represi dan<br />

displacement, sumber asli ketakutan tersebut<br />

tidak diketahui oleh individu. 1,2<br />

3. Faktor Neurokimiawi<br />

Hipersensitif terhadap penolakan oleh orang<br />

lain diperkirakan dipengaruhi oleh sistem<br />

dopaminergik. Kekurangan dopamin telah<br />

ditemukan pada tikus yang punya sifat<br />

pemalu dan inilah yang membedakannya dari<br />

mereka yang bersifat lebih agresif; bila sistem<br />

dopamin pada tikus yang agresif diputus secara<br />

farmakologik maka binatang tersebut akan<br />

menjadi lebih patuh/tunduk. Penelitian lain<br />

menunjukkan bahwa kadar metabolit dopamin<br />

dalam cairan spinal meninggi pada orangorang<br />

ekstrovert dengan gangguan depresif<br />

dibandingkan dengan orang-orang introvert.<br />

Dopamin bertanggung jawab terhadap<br />

beberapa fungsi motivasi dan dorongan/<br />

rangsangan (incentive) susunan saraf pusat,<br />

minat sosial yang tinggi; keinginan berteman/<br />

berkumpul dengan kelompok dan kepercayaan<br />

diri bisa mencerminkan pengaruh tersebut. 1<br />

Pasien fobia penampilan/perbuatan<br />

(performance anxiety) melepaskan lebih<br />

banyak norepinefrin dan epinefrin sentral<br />

ataupun perifer dibandingkan orang nonfobik;<br />

pasien ini bisa sangat sensitif terhadap<br />

rangsang adrenergik normal. Keadaan ini<br />

berhubungan dengan tanda karakteristik,<br />

seperti denyut jantung yang cepat, banyak<br />

keringat, dan tremor jika penderita tampil. 1,2<br />

4. Faktor Neuroendokrin<br />

Anak-anak dengan defisiensi hormon<br />

pertumbuhan (growth hormone deficiency,<br />

GHD) mempunyai kecenderungan mengidap<br />

gangguan penyesuaian psikologik. Anakanak<br />

tersebut mempunyai sifat imatur,<br />

tergantung (dependent), pemalu (shy),<br />

menarik diri (withdrawal), dan terisolasi sosial<br />

(socially isolated). Anak-anak ini menunjukkan<br />

ketidakmampuan kognitif dan perilaku. Orang<br />

dewasa pengidap growth hormone deficiency<br />

yang diobati dengan pemberian growth<br />

hormone melaporkan adanya perbaikan status<br />

kesehatan dan perasaan senang (wellbeing)<br />

secara psikologik. Berdasarkan hal ini, diduga<br />

growth hormone punya pengaruh terhadap<br />

neuroendokrin sentral. Di kelompok dewasa<br />

yang pernah mengalami defisiensi growth<br />

hormone, ditemukan insidens fobia sosial<br />

yang cukup tinggi. 1<br />

5. Faktor Genetik<br />

Keluarga tingkat pertama (first degree relatives)<br />

penderita fobia sosial kira-kira tiga kali lebih<br />

sering menderita fobia sosial dibandingkan<br />

keluarga tingkat pertama orang tanpa<br />

gangguan mental/kontrol. 2-4 Penelitian pada<br />

1.427 orang anak kembar (898 monozigot dan<br />

529 dizigot) menemukan kasus gangguan<br />

kepribadian menghindar sebanyak 2,7% dan<br />

fobia sosial 5%. 4 Meta-analisis ikatan gen pada<br />

pasien gangguan fobia menemukan kelainan<br />

pada kromosom 16q (Gelernter et al, 2001-<br />

2004). 3<br />

GAMBARAN KLINIS<br />

<strong>Fobia</strong> ditandai dengan timbulnya kecemasan<br />

cukup berat saat pasien dihadapkan pada satu<br />

situasi atau objek yang spesifik. Pasien-pasien<br />

fobia akan mencoba menghindari stimulus<br />

fobik. 1<br />

Beberapa individu pengidap fobia sosial bisa<br />

mempunyai ketakutan yang sangat spesifik<br />

(non-generalized social phobia) dengan<br />

gambaran sangat jelas, seperti berbicara<br />

di depan umum dan makan/minum atau<br />

menulis di tempat umum, menghadapi<br />

lawan jenis, tidak dapat buang air kecil di<br />

toilet umum (“shy bladder”), atau ketakutan<br />

terhadap interaksi yang terbatas pada satu<br />

atau dua keadaan saja. Jenis fobia sosial lain<br />

adalah takut pada keadaan-keadaan yang<br />

bersifat umum (generalized type). Penderita<br />

ini takut atau merasa malu atau tidak dapat<br />

berada dalam sebagian besar situasi-situasi<br />

sosial atau keadaan-keadaan fungsi sosial<br />

khusus. 1-3 Dalam PPDGJ-III, gangguan ini<br />

disebut dengan gambaran kabur (difus) yang<br />

mencakup hampir semua situasi sosial di luar<br />

lingkungan keluarga. 5<br />

Orang dikatakan menderita fobia sosial umum<br />

(generalized social phobia) jika ia merasa takut<br />

akan situasi-situasi interaksi dengan orang lain,<br />

seperti pertemuan sosial atau terlibat dalam<br />

satu percakapan, sedangkan tipe spesifik<br />

atau nongeneralized social phobia jika yang<br />

bersangkutan takut akan situasi-situasi yang<br />

berorientasi pada penampilan/perbuatan<br />

(performance-oriented situations), seperti<br />

berbicara di depan umum atau menulis di<br />

hadapan orang lain. 1<br />

Manifestasi klinis bisa bermacam-macam dan<br />

bisa mengenai setiap sistem tubuh. Gejala<br />

yang sering adalah palpitasi, kadang-kadang<br />

disertai nyeri dada, dispnea, mulut kering,<br />

kadang-kadang disertai mual atau muntah.<br />

Selain itu, bisa terdapat gejala banyak keringat,<br />

ketegangan otot, perasaan panas dingin,<br />

serta rasa tertekan di kepala atau nyeri kepala.<br />

Dapat juga tercetus keluhan malu (muka<br />

merah), tangan gemetar, atau ingin buang air<br />

kecil. Kadang-kadang individu bersangkutan<br />

merasa yakin bahwa salah satu dari manifestasi<br />

gejala sekunder ansietasnya merupakan yang<br />

utama; dalam hal ini, gejala dapat berkembang<br />

menjadi serangan panik. 1,2<br />

Temuan pemeriksaan status mental yang<br />

paling bermakna adalah ketakutan irasional<br />

dan ego-distonik terhadap situasi, aktivitas,<br />

atau objek tertentu; pasien juga dapat menggambarkan<br />

bagaimana mereka menghindari<br />

hubungan/kontak dengan situasi fobik tersebut.<br />

Depresi ditemukan pada kira-kira sepertiga<br />

pasien fobia. 1,3<br />

DIAGNOSIS<br />

Diagnosis ditegakkan berdasarkan Diagnostic<br />

and Statistical Manual of Mental Disorders- IV<br />

Text Revision (DSM IV-TR, 2000) atau Pedoman<br />

Diagnostik <strong>Fobia</strong> <strong>Sosial</strong> Menurut Pedoman<br />

Gangguan Jiwa di Indonesia III (F40.1).<br />

PENATALAKSANAAN<br />

Farmakologik 1,2,6<br />

1. Benzodiazepin: diazepam (dosis dewasa:<br />

2-40 mg/hari), alprazolam (0,5-6 mg/hari), dan<br />

klonazepam (0,5-4,0 mg/hari);<br />

2. Selective serotonin reuptake inhibitors<br />

(SSRIs): fluvoksamin (50-300 mg/hari),<br />

fluoksetin (10-40 mg/hari), paroksetin (10-30<br />

mg/hari), sertralin (50-100 mg/hari);<br />

3. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs):<br />

fenelzin 45-90 mg/hari;<br />

4. Reversible inhibitors of monoamine oxidase<br />

A (RIMA): moklobemid 300-450 mg/hari;<br />

5. β-Adrenergic receptor antagonists:<br />

propranolol 20-40 mg, atenolol 50-100 mg<br />

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012<br />

753<br />

CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 753<br />

10/25/2012 11:11:<strong>09</strong> AM


TINJAUAN PUSTAKA<br />

setiap pagi atau satu jam sebelum tampil.<br />

Nonfarmakologik<br />

Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku<br />

kognitif (cognitive behaviour therapy) secara<br />

profesional akan sangat efektif. Terapi perilaku<br />

kognitif dapat dilakukan sendiri atau dalam<br />

bentuk kelompok. 1,7 Terapi perilaku dengan<br />

cara desensitisasi (memperkenalkan/mendekatkan<br />

kepada objek/situasi yang ditakuti secara<br />

bertahap mulai dari ringan sampai pada situasi<br />

yang paling ditakuti) atau melalui latihan berulang-ulang,<br />

latihan di rumah (homework) dan<br />

latihan relaksasi. Terapi perilaku kognitif dengan<br />

cara exposure (membawa pasien langsung<br />

pada situasi yang ditakutinya), atau melalui<br />

feedback videotape atau dengan fantasi, cukup<br />

menolong beberapa individu yang takut bicara<br />

di depan umum dan bentuk fobia lainnya. 1,2,6,7<br />

Pada terapi perilaku kognitif, kemungkinan<br />

relaps kecil jika dihentikan karena active coping<br />

dan adanya dorongan yang menumbuhkan<br />

kepercayaan diri pasien. 1,7 Kombinasi terapi<br />

farmakologik dan terapi perilaku kognitif<br />

bisa memberikan perbaikan lebih bermakna<br />

khususnya pada pasien dengan gangguan<br />

berat dengan hendaya cukup tinggi. 1,3,6<br />

PROGNOSIS<br />

Sekitar 15-20% kasus baru mencari<br />

pengobatan gangguan psikiatri lainnya,<br />

seperti depresi dan penyalahgunaan alkohol<br />

setelah bertahun-tahun. 6<br />

SIMPULAN<br />

<strong>Fobia</strong> sosial merupakan ketakutan yang<br />

bermakna dan terus menerus dari satu atau<br />

lebih situasi-situasi sosial saat orang tersebut<br />

berhadapan dengan orang-orang tak dikenal<br />

atau kemungkinan untuk diperhatikan<br />

dengan cermat oleh orang lain. Penyebab<br />

fobia sosial bisa karena faktor perilaku,<br />

psikoanalitik, neurokimiawi, neuroendokrin,<br />

dan genetik.<br />

Beberapa individu dengan fobia sosial<br />

mempunyai ketakutan sangat spesifik dengan<br />

gambaran sangat jelas, seperti berbicara,<br />

makan/minum di depan umum, menghadapi<br />

lawan jenis, dan tidak bisa buang air kecil di<br />

WC umum. Di lain pihak, fobia sosial umum<br />

merupakan rasa takut pada situasi-situasi yang<br />

mengharuskan interaksi dengan orang lain,<br />

seperti pertemuan sosial atau terlibat dalam<br />

satu percakapan. Penatalaksanaan kombinasi<br />

farmakoterapi dengan terapi perilaku kognitif<br />

memberikan hasil yang lebih baik.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

1. Kaplan & Sadock’s. Anxiety disorder. In: Synopsis of psychiatry. 10th ed. Philadelphia-USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 597-604.<br />

2. Shelton RC. Anxiety disorder. In: Ebert MH, Nurcombe B, Loosen PT, Leckman JF, editors. Current diagnosis & treatment psychiatry. 2nd ed. The Mc Graw Hill Co. Inc.; 2008. p. 351-62.<br />

3. SmollerJW, Sheidley BK, Tsuang MI. Anxiety disorder. In: Psychiatry genetics application in practical practice. USA: American Psychiatric Publishing Inc.; 2008. p. 150-6.<br />

4. The relationship between avoidant personality disorder and social fhobia: A population-based twin study. Amer J Psychiatr. 2007;164(11):1722-8.<br />

5. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI-Direktorat Jenderal Pelayanan Medik; 1993. p. 175-6.<br />

6. Social anxiety disorder. NEJM. 2006;355:1029-36.<br />

7. Moscovitch DA, Hofmann SG, Suvak MK, Albon TI. Mediation of changes in anxiety and depression during treatment of social phobia. J Consult Clin Psychol. 2005;73(5):945-52.<br />

754<br />

CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012<br />

CDK-198_vol39_no10_th2012 ok bgt.indd 754<br />

10/25/2012 11:11:<strong>09</strong> AM

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!