Nicotine Replacement Therapy - Kalbe
Nicotine Replacement Therapy - Kalbe
Nicotine Replacement Therapy - Kalbe
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Nicotine</strong> <strong>Replacement</strong> <strong>Therapy</strong><br />
Anggi Gayatri *, Agus Dwi Susanto**, Arini Setiawati *<br />
* Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,<br />
** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi,<br />
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia<br />
Tinjauan Pustaka<br />
PENDAHULUAN<br />
Rokok mengandung berbagai zat kimia<br />
berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan,<br />
seperti nikotin, tar dan zat alkaloid<br />
lain. Bahan-bahan kimia tersebut dapat<br />
menimbulkan gangguan kesehatan di berbagai<br />
organ seperti kardiovaskuler, pulmonal,<br />
gastrointestinal, reproduksi, mulut dan<br />
sebagainya. Gangguan yang ditimbulkan<br />
juga dapat berakibat fatal, seperti kerentanan<br />
terkena infeksi, penyakit jantung<br />
koroner, hingga kanker pada berbagai organ.<br />
1 Walaupun demikian, jumlah perokok<br />
di Indonesia masih terus meningkat tiap<br />
tahunnya.<br />
Indonesia merupakan negara dengan<br />
konsumsi rokok terbesar nomor 3 setelah<br />
Cina dan India yaitu sekitar 28%<br />
jumlah penduduk atau sekitar 65 juta<br />
orang. Angka ini meningkat 0,9% dalam<br />
periode 2000-2008. 2,3 Berbagai usaha telah<br />
dilakukan oleh pemerintah dan pihak<br />
swasta untuk mengurangi angka tersebut,<br />
salah satunya dengan pendirian klinik berhenti<br />
merokok. Klinik tersebut akan membantu<br />
para perokok agar dapat lepas dari<br />
ketergantungan terhadap rokok melalui<br />
berbagai cara, seperti konseling dan farmakoterapi.<br />
4<br />
FARMAKOKINETIK NIKOTIN<br />
Absorpsi nikotin melalui membran sel bergantung<br />
pH. Nikotin tidak dapat menembus<br />
membran pada lingkungan asam karena<br />
pada lingkungan tersebut nikotin akan<br />
terionisasi. Nikotin dapat cepat menembus<br />
membran pada pH darah fisiologis karena<br />
pada pH tersebut 31% nikotin tidak terionisasi.<br />
Nikotin paling mudah diabsorpsi<br />
pada lingkungan basa terutama melalui<br />
membran mukosa oral dan nasal karena<br />
epitel daerah tersebut tipis dan kaya suplai<br />
darah. Nikotin juga mudah diserap melalui<br />
kulit. Melalui tiga jalur absorpsi tersebut,<br />
kadar nikotin darah akan meningkat<br />
bermakna karena nikotin tidak melewati<br />
metabolisme di hati. Nikotin yang ditelan<br />
diabsorpsi melalui usus halus, melalui sirkulasi<br />
vena portal mengalami metabolisme<br />
pre-sistemik oleh hati. Keadaan ini menyebabkan<br />
bioavailabilitas nikotin per oral<br />
sekitar 30-40%. 5,6<br />
Nikotin didistribusikan cepat dan ekstensif<br />
ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi<br />
nikotin darah arteri dan otak akan meningkat<br />
tajam setelah pajanan, turun setelah<br />
20-30 menit karena nikotin terdistribusi<br />
ke jaringan lain. Kadar nikotin tertinggi<br />
dalam organ hati, ginjal, limpa, dan paru;<br />
dan paling rendah dalam jaringan lemak.<br />
Dalam beberapa menit setelah absorpsi,<br />
kadar nikotin lebih tinggi di arteri daripada<br />
vena. Konsentrasi nikotin dalam vena akan<br />
menurun lebih perlahan. Hal ini menggambarkan<br />
redistribusi dari jaringan tubuh<br />
dan kecepatan eliminasi. Rasio konsentrasi<br />
nikotin di otak terhadap konsentrasi dalam<br />
vena tertinggi selama dan pada akhir periode<br />
pajanan dan akan menurun secara<br />
perlahan karena memasuki fase eliminasi.<br />
Absorpsi melalui oral, nasal atau transdermal<br />
menghasilkan peningkatan konsentrasi<br />
nikotin dalam otak secara bertahap<br />
dengan rasio terhadap dalam vena relatif<br />
rendah dengan disekuilibrium arteriovenosa<br />
yang kecil. 5,6<br />
Sebagian besar nikotin dimetabolisme di<br />
hati dan sebagian kecil dimetabolisme di<br />
paru dan ginjal. Metabolit utamanya adalah<br />
kotinin (70%) dan nikotin-N-oksida (4%).<br />
Kotinin dibentuk di hati dalam dua tahap<br />
yang melibatkan sitokrom P450 dan enzim<br />
aldehid oksidase. Sitokrom P450 yang terutama<br />
berperan adalah CYP2A6. Isoenzim<br />
lain yang juga memetabolisme nikotin<br />
adalah CYP2B6, CYP2D6, dan CYP2E1.<br />
Waktu paruh kotinin yang panjang (16 jam)<br />
menyebabkan metabolit ini dapat dijadikan<br />
penanda biokimia penggunaan nikotin. Sebagian<br />
kecil nikotin diekskresikan melalui<br />
urin, yaitu sekitar 5-10% dari eliminasi total.<br />
Waktu paruh eliminasi nikotin rata-rata 2<br />
jam. 5,6<br />
Pada seseorang yang merokok secara regular,<br />
kadar nikotin dalam darah akan meningkat<br />
dalam 6-8 jam. Kadar nikotin dalam<br />
darah yang diambil pada siang hari (dalam<br />
keadaan kadar mantap) berkisar antara 10-<br />
50 ng/mL. Tiap batang rokok akan menghasilkan<br />
konsentrasi nikotin dalam darah<br />
sekitar 5-30 ng/mL, tergantung cara rokok<br />
dihisap. Pada malam hari kadar nikotin akan<br />
menurun dan hanya tersisa sedikit di dalam<br />
darah ketika bangun pada pagi harinya. 5<br />
FARMAKODINAMIK NIKOTIN<br />
Nikotin bekerja pada reseptor kolinergik<br />
nikotinik di otak, ganglia autonom, medula<br />
adrenal dan sambungan neuromuskuler. 1,5,7<br />
Reseptor kolinergik nikotinik memiliki<br />
dua subunit yaitu subunit α dan subunit β<br />
. Nikotin akan berikatan dengan reseptor<br />
nikotinik yang terdapat di badan sel, pada<br />
terminal saraf dan akson. 1,5 Respons terhadap<br />
stimulasi reseptor nikotinik melibatkan<br />
sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Efek<br />
simpatis terutama dimediasi oleh stimulasi<br />
reseptor nikotinik di medula adrenal yang<br />
menyebabkan pelepasan epinefrin dan<br />
norepinefrin. Efek simpatis dominan pada<br />
sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi,<br />
takikardi dan vasokontriksi perifer. Efek<br />
parasimpatis terutama pada sistem saluran<br />
cerna dan saluran kemih yaitu menimbulkan<br />
gejala mual, muntah, diare dan peningkatan<br />
pembentukan urin. Efek muntah juga<br />
dapat disebabkan oleh stimulasi chemoreceptor<br />
trigger zone di area postrema medula<br />
oblongata. 7<br />
Efek nikotin yang dapat menimbulkan<br />
kecanduan adalah efeknya pada reseptor<br />
kolinergik nikotinik di otak. Nikotin diserap<br />
dari asap rokok ke sirkulasi dalam paru, lalu<br />
melalui arteri karotis internal akan mencapai<br />
otak. Di dalam otak, nikotin akan be-<br />
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012<br />
25
Tinjauan Pustaka<br />
kerja pada reseptor kolinergik nikotinik dalam<br />
waktu 10-15 detik setelah menghisap<br />
rokok. Ikatan antara nikotin dengan reseptor<br />
nikotiniknya di area tegmental ventral<br />
otak menyebabkan pelepasan dopamin<br />
di nukleus akumbens, yang akan menimbulkan<br />
perasaan nyaman (pleasure). Timbulnya<br />
rasa nyaman akibat nikotin dalam<br />
hitungan detik inilah yang menyebabkan<br />
ketergantungan pada rokok. Selain itu,<br />
nikotin juga menyebabkan pelepasan neurotransmiter<br />
lain seperti norepinefrin, β<br />
-endorfin, asetilkolin dan serotonin yang<br />
akan meningkatkan kemampuan kognitif,<br />
kewaspadaan dan memori serta menurunkan<br />
ketegangan dan kecemasan. 1,7 Respon<br />
stimulasi reseptor nikotinik di otak diperlihatkan<br />
pada gambar 1.<br />
Nikotin<br />
dopamin<br />
norepinefrin<br />
asetilkolin<br />
GABA<br />
serotonin<br />
beta-endorfin<br />
Rasa nyaman, supresi nafsu makan<br />
Peningkatan kewaspadaan, supresi<br />
nafsu makan<br />
Peningkatan kemampuan kognitif<br />
Mengurangi rasa cemas dan tegang<br />
Modulasi mood, supresi nafsu makan<br />
Mengurangi rasa cemas dan tegang<br />
BERHENTI MEROKOK<br />
Di antara seluruh perokok, 70% ingin berhenti<br />
merokok dan 46% perokok berusaha<br />
berhenti merokok tiap tahunnya. 1 Namun<br />
hanya 1-3% yang berhasil berhenti spontan<br />
(tanpa bantuan tenaga kesehatan). 1,8<br />
Nasihat sederhana dari tenaga kesehatan<br />
dapat meningkatkan angka keberhasilan<br />
menjadi 3%. Bantuan program intervensi<br />
yang minimal dapat meningkatkan angka<br />
keberhasilan menjadi 5-10% dan terapi<br />
yang lebih intensif, termasuk klinik berhenti<br />
merokok, dapat meningkatkan angka<br />
keberhasilan hingga 25-30%. Karena<br />
itulah kalangan kesehatan mengembangkan<br />
berbagai usaha untuk menghentikan<br />
kebiasaan merokok. 1<br />
Ya<br />
Ingin menggunakan<br />
farmakoterapi<br />
Tanya pasien: apakah<br />
ingin berhenti<br />
merokok<br />
ya<br />
Berikan nasihat penggunaan<br />
obat & konseling<br />
keduanya<br />
Strategi utama yang dapat dilakukan adalah<br />
konseling, intervensi farmakologis,<br />
atau kombinasi keduanya. Banyak perokok<br />
telah mencoba obat yang dijual bebas<br />
untuk menghentikan kebiasaan merokok<br />
sebelum berdiskusi dengan petugas kesehatan.<br />
Penggunaan obat bebas terkadang<br />
tidak memuaskan karena pemilihan dan<br />
penggunaan yang kurang tepat. Berbagai<br />
faktor juga turut mempengaruhi hasil usaha<br />
menghentikan kebiasaan merokok seperti<br />
kontak dengan orang-orang yang masih<br />
merokok atau keadaan lain yang dapat menimbulkan<br />
relapsnya kebiasaan merokok. 1<br />
Berbagai panduan mengenai penghentian<br />
kebiasaan merokok telah dibuat oleh beberapa<br />
pihak. Salah satunya adalah berdasarkan<br />
hasil panel Delphi tahun 2008, (Gambar<br />
2). 9<br />
tidak<br />
ya<br />
Menginginkan<br />
konseling<br />
Berikan konseling<br />
motivasi<br />
Gambar 1. Efek neurokimia nikotin 1<br />
Penggunaan nikotin, baik akut maupun<br />
kronik, dapat menimbulkan toleransi. Toleransi<br />
akut terjadi akibat desensitisasi<br />
reseptor. Ketika nikotin berikatan dengan<br />
reseptor nikotinik, akan terjadi perubahan<br />
alosterik dan reseptor menjadi tidak sensitif<br />
terhadap nikotin untuk beberapa waktu.<br />
Penggunaan kronik akan meningkatkan<br />
jumlah reseptor nikotinik hingga 50% yang<br />
mungkin merupakan akibat dari desensitisasi<br />
reseptor. 5 Pada keadaan tersebut jika<br />
nikotin tidak tersedia, maka pelepasan dopamin<br />
dan neurotransmiter lainnya akan<br />
menurun di bawah kadar normal, sehingga<br />
akan menimbulkan efek putus zat. Beberapa<br />
gejala yang akan timbul pada putus<br />
nikotin adalah rasa cemas, iritabilitas, sulit<br />
berkonsentrasi, sulit beristirahat, peningkatan<br />
nafsu makan, gangguan tidur dan<br />
depresi. 1,7<br />
26<br />
NRT<br />
bupropion<br />
Pilih tipe farmakoterapi<br />
berdasarkan pada:<br />
1. bukti<br />
2. pilihan pasien<br />
3. pengalaman pasien<br />
4. kebutuhan pasien<br />
5. riwayat pasien<br />
6. potensiasi efek samping<br />
dan interaksi obat<br />
varenicline<br />
Lakukan pengawasan berkala<br />
Frekuensi pengawasan tergantung pada<br />
kebutuhan pasien dan jenis farmakoterapi<br />
Pilih monoterapi atau kombinasi<br />
Perhatian<br />
Pasien dengan dua diagnosis,<br />
pertimbangkan:<br />
1. kontraindikasi<br />
2. farmakoterapi spesifik<br />
yang bermanfaat untuk<br />
keadaan komorbid<br />
3. medikasi dengan dua<br />
manfaat<br />
Gambar 2. Algoritma tata laksana berhenti merokok 9<br />
Pilih kombinasi farmakoterapi<br />
berdasarkan pada:<br />
1. gagal dengan monoterapi<br />
2. sangat ingin merokok<br />
3. derajat ketergantungan<br />
4. kegagalan multipel<br />
5. pengalaman gejala putus<br />
nikotin<br />
Gambar 2. Algoritma tata laksana berhenti merokok (9)<br />
Kombinasi spesifik yang dapat<br />
digunakan:<br />
1. 2 atau lebih bentuk NRT<br />
• Transdermal + permen<br />
karet<br />
• Transdermal + inhaler<br />
• Transdermal + tablet hisap<br />
2. bupropion + NRT<br />
• bupropion + transdermal<br />
• bupropion + permen karet<br />
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tinjauan Pustaka<br />
FARMAKOTERAPI UNTUK BER-<br />
HENTI MEROKOK<br />
Secara umum farmakoterapi untuk menghentikan<br />
kebiasaan merokok dapat dibagi<br />
menjadi dua, yaitu lini pertama dan lini<br />
kedua. Tiga obat yang termasuk dalam lini<br />
pertama yaitu:<br />
a. Bupropion, antidepresan yang bekerja<br />
menghambat ambilan kembali<br />
dopamine dan norepinephrine.<br />
b. <strong>Nicotine</strong><br />
c. Varenicline agonis parsial reseptor<br />
nikotin.<br />
Obat-obat yang termasuk lini kedua adalah<br />
clonidine dan nortryptiline. 1<br />
<strong>Nicotine</strong> <strong>Replacement</strong> <strong>Therapy</strong><br />
Efek berbahaya rokok ditimbulkan oleh zatzat<br />
selain nikotin yang terkandung dalam<br />
rokok. Sementara itu, efek ketergantungannya<br />
disebabkan oleh nikotin yang jumlahnya<br />
dalam rokok relatif kecil dan cukup<br />
aman. Oleh karena itu salah satu cara untuk<br />
menghentikan kebiasaan merokok adalah<br />
dengan memberikan nikotin dengan cara<br />
bukan melalui rokok, yaitu nicotine replacement<br />
therapy (NRT).<br />
<strong>Nicotine</strong> replacement therapy adalah farmakoterapi<br />
yang paling banyak diteliti untuk<br />
menghentikan kebiasaan merokok. 8,10<br />
Penggunaan NRT bertujuan untuk menggantikan<br />
nikotin yang sebelumnya diperoleh<br />
dari rokok. Tiga mekanisme kerja utama<br />
NRT adalah mengurangi gejala putus<br />
nikotin, mengurangi efek penguatan nikotin<br />
dan memberikan efek yang sebelumnya<br />
didapatkan dari rokok. 10 Penggunaan NRT<br />
efektif, dapat ditoleransi dengan baik dan<br />
efek sampingnya ringan. 8<br />
<strong>Nicotine</strong> replacement therapy terdiri dari<br />
enam bentuk sediaan, yaitu nikotin transdermal,<br />
permen karet (gum), tablet hisap<br />
(lozenge), tablet sublingual, inhaler dan<br />
obat semprot nasal (nasal spray). 11 Semua<br />
bentuk memiliki efikasi yang hampir sama<br />
dengan tingkat kepatuhan pengguna paling<br />
tinggi pada bentuk transdermal, lebih rendah<br />
untuk permen karet dan sangat rendah<br />
untuk sediaan semprot hidung dan inhaler. 1<br />
Bentuk sediaan dan cara penggunaan NRT<br />
dalam berbagai bentuk sediaan tercantum<br />
pada tabel 1.<br />
Nikotin Transdermal<br />
Nikotin transdermal adalah unit dengan<br />
Transdermal Permen karet Tablet hisap Tablet sublingual Inhaler Semprot hidung<br />
Dosis<br />
Transdermal 16 jam<br />
>10cpd atau lebih:<br />
15 mg selama 8 minggu<br />
10 mg selama 2 minggu<br />
5 mg selama 2 minggu<br />
10 cpd atau lebih:<br />
21 mg selama 6 minggu<br />
14 mg selama 2 minggu<br />
7 mg selama 2 minggu<br />
< 10 cpd atau kurang:<br />
14 mg selama 6 minggu<br />
7 mg selama 2 minggu<br />
2 kekuatan: 4 mg dan<br />
2 mg<br />
Maksimal digunakan 15<br />
buah setiap hari<br />
>20 cpd atau lebih: 4 mg<br />
20 cpd atau lebih: 4 mg<br />
20 cpd atau lebih: 4 mg<br />
per jam<br />
Tinjauan Pustaka<br />
beberapa lapisan yang dapat menghantarkan<br />
nikotin setelah pemakaian pada kulit.<br />
Diperkirakan 68% nikotin yang dilepaskan<br />
oleh sistem transdermal akan masuk ke dalam<br />
sirkulasi. 7 Nikotin transdermal tersedia<br />
dalam berbagai kekuatan, tergantung dari<br />
lama pemakaian dan kekuatan dosis. Berdasarkan<br />
lama waktu pemakaian, dapat<br />
dibedakan menjadi dua yaitu sediaan yang<br />
digunakan selama 16 jam dan 24 jam. Sediaan<br />
yang digunakan selama 16 jam, terdiri<br />
dari beberapa sediaan dosis yaitu 5 mg, 10<br />
mg dan 15 mg. Sementara itu, untuk sediaan<br />
yang digunakan selama 24 jam terdiri<br />
dari 3 sediaan dosis yaitu 7 mg, 14 mg dan<br />
21 mg. 10,11<br />
Sifat farmakokinetik nikotin transdermal<br />
berbeda dengan bentuk sediaan NRT lain.<br />
Komponen yang membatasi penyerapannya<br />
adalah keadaan kulit tempat transdermal<br />
digunakan. Nikotin transdermal dapat<br />
digunakan pada semua kulit yang bersih,<br />
kering, dan tidak berambut. Waktu paruh<br />
eliminasinya cukup panjang, yaitu sekitar<br />
3-6 jam. 12 terutama disebabkan oleh penyerapan<br />
nikotin secara terus menerus dari<br />
sediaan transdermal, sehingga waktu paruhnya<br />
panjang dan kadarnya dalam darah<br />
menetap lebih lama dibandingkan bentuk<br />
sediaan lain. 10,12<br />
Dosis dan lama penggunaan nikotin transdermal<br />
ditentukan oleh banyaknya rokok<br />
yang dihisap setiap hari. Seorang perokok<br />
berat dapat menggunakan transdermal dosis<br />
terkuat dan perokok ringan-sedang dapat<br />
menggunakan transdermal dosis lebih<br />
rendah (tabel 1). Dosis dapat diturunkan<br />
secara perlahan untuk mengurangi ketergantungan<br />
terhadap nikotin. 10,11<br />
Efek samping yang dapat timbul relatif<br />
ringan, sehingga sediaan ini dapat ditoleransi<br />
dengan baik. Efek samping yang<br />
sering timbul yaitu iritasi di bagian kulit<br />
tempat ditempelkannya nikotin transdermal.<br />
Risiko iritasi kulit dapat dikurangi<br />
dengan mengubah tempat penempelan<br />
setiap hari. Gangguan tidur kadang terjadi<br />
pada penggunaan nikotin transdermal<br />
selama 24 jam (termasuk pada malam hari<br />
ketika tidur). 7,11 Kadar nikotin yang dapat<br />
bertahan lebih lama, efek samping yang<br />
ringan dan penggunaannya yang mudah<br />
membuat kepatuhan pasien pengguna<br />
bentuk sediaan ini paling tinggi dibandingkan<br />
bentuk sediaan lain. 10,12<br />
Permen Karet Nikotin<br />
Permen karet nikotin mengandung nikotin<br />
yang terikat pada kompleks resin. Nikotin<br />
permen karet tersedia dalam dua dosis<br />
yaitu 2 mg dan 4 mg. 7,10,11 Bagi orang yang<br />
merokok lebih dari 20 batang per hari dapat<br />
menggunakan sediaan 4 mg dan bagi<br />
orang yang merokok kurang dari 20 batang<br />
per hari dapat menggunakan sediaan 2<br />
mg. 10,11 Pengguna sediaan ini diinstruksikan<br />
untuk menggunakan permen karet tiap 1-2<br />
jam pada 6 minggu pertama, lalu dikurangi<br />
tiap 2-4 jam selama 3 minggu, dan tiap 4-8<br />
jam selama 3 minggu. 10<br />
Penggunaan permen karet nikotin berbeda<br />
dengan permen karet biasa, sebab permen<br />
karet nikotin sulit dikunyah hingga dapat<br />
memberikan rasa nyeri pada rahang. Selain<br />
itu rasanya tidak terlalu enak, walaupun<br />
saat ini telah dikembangkan permen<br />
karet nikotin dengan rasa buah. Permen<br />
karet dikunyah hingga melunak kemudian<br />
ditempatkan di antara pipi dan gusi. Ulangi<br />
cara ini tiap beberapa menit. 7,10 Mengunyah<br />
akan mentitrasi dosis nikotin yang diterima<br />
secara perlahan. Mengunyah secara intermiten<br />
juga akan memperlambat absorpsi<br />
melalui mukosa bukal dan mengurangi<br />
jumlah nikotin yang tertelan, sebab nikotin<br />
yang tertelan tidak diserap dengan baik<br />
melalui saluran cerna dan dapat menimbulkan<br />
iritasi saluran cerna. 7<br />
Lima puluh persen dari dosis 2 mg dan 4<br />
mg akan diserap melalui mukosa bukal. Absorpsinya<br />
tidak konsisten, tetapi lebih cepat<br />
dibandingkan bentuk transdermal. Absorpsi<br />
nikotin melalui mukosa bukal menurun jika<br />
digunakan bersamaan dengan minuman<br />
yang bersifat asam, seperti kopi, minuman<br />
bersoda atau jus jeruk. Karena itu, minuman-minuman<br />
ini harus dihindari 15 menit<br />
sebelum menggunakan nikotin permen<br />
karet. 7,10 Penggunaan nikotin permen karet<br />
yang mudah membuat kepatuhan penggunanya<br />
cukup tinggi, walaupun masih lebih<br />
rendah dibandingkan pengguna nikotin<br />
transdermal.<br />
Tablet Hisap Nikotin<br />
Tablet hisap nikotin tersedia dalam formulasi<br />
1 mg, 2 mg dan 4 mg. Bagi perokok<br />
yang merokok lebih dari 20 batang sehari<br />
dapat menggunakan sediaan 4 mg dan<br />
bagi yang merokok kurang dari 20 batang<br />
per hari dapat menggunakan sediaan 2<br />
mg. 11 Beberapa ahli menetapkan formulasi<br />
yang akan digunakan berdasarkan<br />
pada seberapa cepat setelah bangun tidur<br />
di pagi hari seseorang merokok. Waktu<br />
pertama kali merokok di pagi hari merupakan<br />
indeks yang kuat untuk menentukan<br />
ketergantungan terhadap nikotin dan<br />
merupakan cara yang dapat digunakan<br />
untuk mengukur kebutuhan nikotin tiap<br />
perokok. 1,10 Bagi perokok yang mulai merokok<br />
dalam waktu 30 menit disarankan<br />
menggunakan sediaan 4 mg dan bagi perokok<br />
yang mulai merokok dalam waktu<br />
lebih dari 30 menit disarankan menggunakan<br />
sediaan 2 mg. Sediaan tablet hisap<br />
dapat digunakan tiap 1-2 jam. 1<br />
Nikotin tablet hisap diabsorpsi secara<br />
perlahan (dalam waktu 30 menit) melalui<br />
mukosa bukal. Sediaan ini tidak boleh dikunyah.<br />
Jumlah nikotin yang diserap dari<br />
sediaan tablet hisap lebih besar daripada<br />
permen karet. Pada suatu studi dosis tunggal,<br />
diperoleh kadar maksimum sediaan<br />
tablet hisap 8-10% lebih tinggi daripada<br />
sediaan permen karet. 11 Dari studi lain<br />
didapatkan bahwa potensi nikotin tablet<br />
hisap 1 mg sama dengan permen karet<br />
nikotin 2 mg. Selain itu, jika dibandingkan<br />
dengan permen karet, nikotin tablet<br />
hisap memiliki beberapa keunggulan yaitu<br />
dapat digunakan walaupun terdapat keterbatasan<br />
kesehatan mulut, penerimaan<br />
sosial yang lebih baik, dan tidak perlu<br />
dikunyah seperti permen karet. Sediaan<br />
tablet hisap dapat memenuhi kebutuhan<br />
dosis akut jika pasien tiba-tiba ingin sekali<br />
merokok. 13<br />
Tablet Sublingual Nikotin<br />
Satu tablet sublingual nikotin memiliki<br />
kekuatan 2 mg. Cara penggunaan sediaan<br />
ini adalah dengan menempatkannya di<br />
bawah lidah dan membiarkannya hingga<br />
terlarut. Kecepatan absorpsi nikotin meningkat<br />
pada pH mulut alkali dibandingkan<br />
dengan pH asam. Profil farmakokinetik<br />
tablet sublingual nikotin 2 mg setara dengan<br />
permen karet nikotin 2 mg. Perokok<br />
yang menggunakan kurang dari 20 rokok<br />
sehari dapat menggunakan 1 tablet sublingual<br />
tiap jam dan untuk perokok yang<br />
28<br />
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012
Tinjauan Pustaka<br />
menggunakan 20 rokok atau lebih sehari<br />
dapat menggunakan 2 tablet sublingual<br />
tiap jam. Penggunaan dalam satu hari<br />
tidak boleh dari 40 tablet. Dosis ini dapat<br />
digunakan hingga 12 minggu. Setelah<br />
12 minggu, dosis harus diturunkan secara<br />
bertahap. 10,14<br />
Inhaler Nikotin<br />
Inhaler nikotin terdiri dari mouthpiece dan<br />
cartridge plastik berisi nikotin. Ketika inhaler<br />
disemprotkan, nikotin akan melalui<br />
mouthpiece masuk ke dalam mulut. Tiap<br />
cartridge inhaler mengandung nikotin<br />
10 mg. Dari 10 mg tersebut, 4 mg akan<br />
masuk ke dalam mulut dan 2 mg akan<br />
diabsorpsi. 7,10 Sediaan ini bukan inhaler<br />
sebenarnya karena nikotin yang disemprotkan<br />
tidak masuk ke dalam bronkus<br />
atau paru, tapi terdeposit dan diabsorpsi<br />
melalui mulut. Sebagian besar nikotin akan<br />
masuk ke dalam kavitas oral (36%), esofagus<br />
dan lambung (36%), serta sebagian<br />
kecil (4%) mencapai paru. 10<br />
Jumlah nikotin yang diabsorpsi dari inhaler<br />
bergantung pada suhu-suhu lingkungan<br />
yang tinggi akan meningkatkan absorpsi,<br />
sedangkan suhu rendah akan menurunkan<br />
absorpsi. Efek terbaik diperoleh jika digunakan<br />
selama 20 menit. Penggunaan sediaan<br />
ini direkomendasikan selama 3 bulan,<br />
setelah itu dosis dapat diturunkan secara<br />
bertahap selama 6-12 minggu. 10 Jumlah<br />
nikotin yang diperoleh melalui sediaan ini<br />
paling kecil dibandingkan sediaan lainnya.<br />
Sediaan ini terutama berguna untuk perokok<br />
dengan tingkat ketergantungan rendah,<br />
sebagai terapi tambahan pada nikotin<br />
transdermal untuk menangani keinginan<br />
merokok tiba-tiba atau dalam kombinasi<br />
dengan bupropion. 7<br />
Semprot Hidung Nikotin<br />
Semprot hidung nikotin dirancang untuk<br />
memberikan dosis nikotin pada perokok<br />
lebih cepat daripada NRT lain; karena itu<br />
nikotin semprot hidung dapat digunakan<br />
untuk memenuhi keinginan merokok yang<br />
tiba-tiba. Sediaan ini akan mengantarkan<br />
nikotin langsung ke membran nasal<br />
dan lalu akan diserap ke dalam pembuluh<br />
darah. Peningkatan kadarnya dalam darah<br />
lebih lambat dibandingkan dengan rokok,<br />
tapi lebih cepat dibandingkan dengan<br />
bentuk NRT lain. 7,10<br />
Alat semprot hidung adalah botol multidosis<br />
dengan pompa yang akan mengeluarkan<br />
0,5 mg nikotin tiap semprotan. Satu<br />
dosis artinya adalah dua kali semprotan<br />
(mengeluarkan 1 mg nikotin). Dosis yang<br />
diperlukan tiap pasien berbeda-beda tergantung<br />
derajat ketergantungan nikotin.<br />
Pasien dapat mulai dengan 1 atau 2 dosis<br />
per jam dan dapat ditingkatkan hingga<br />
maksimum 40 dosis per hari. Efek samping<br />
yang sering timbul adalah iritasi<br />
hidung, bersin-bersin, batuk dan mata<br />
berair. 7,10<br />
Penggunaan <strong>Nicotine</strong> <strong>Replacement</strong><br />
<strong>Therapy</strong> pada Keadaan Khusus<br />
<strong>Nicotine</strong> replacement therapy relatif aman<br />
digunakan pada keadaan tertentu seperti<br />
pada remaja, kehamilan dan masa menyusui,<br />
perokok dengan penyakit kardiovaskular,<br />
perokok dengan diabetes mellitus<br />
dan perokok dengan gangguan fungsi hati.<br />
<strong>Nicotine</strong> replacement therapy dapat digunakan<br />
oleh remaja berusia 12-18 tahun<br />
dengan perhitungan dosis sama dengan<br />
orang dewasa. Penggunaannya harus dalam<br />
pengawasan dokter atau tenaga kesehatan<br />
lain. 11<br />
<strong>Nicotine</strong> replacement therapy dapat digunakan<br />
dengan aman pada ibu hamil dan<br />
menyusui, walaupun ibu hamil sebaiknya<br />
menghentikan kebiasaan merokok tanpa<br />
NRT. Penggunaan NRT pada ibu hamil<br />
harus mempertimbangkan manfaat bagi<br />
ibu dan risiko timbulnya efek samping<br />
pada bayi. Nikotin dari NRT dapat keluar<br />
ke air susu, walaupun jumlahnya sangat<br />
kecil. Pada dua keadaan ini sebaiknya<br />
digunakan bentuk sediaan NRT intermiten.<br />
11<br />
Penggunaan NRT pada pasien penyakit<br />
jantung telah disetujui. Tidak seperti<br />
rokok, NRT bukan faktor risiko bermakna<br />
untuk kejadian kardiovaskular. Perokok<br />
dengan penyakit kardiovaskular disarankan<br />
menggunakan NRT kerja singkat.<br />
<strong>Nicotine</strong> replacement therapy juga aman<br />
digunakan pada perokok dengan diabetes<br />
mellitus, walaupun perlu pemeriksaan<br />
kadar glukosa darah lebih sering<br />
karena nikotin merangsang pelepasan<br />
katekolamin yang dapat mempengaruhi<br />
metabolisme karbohidrat. Penggunaan<br />
NRT pada perokok dengan penyakit hati<br />
juga perlu perhatian khusus atau bahkan<br />
hingga mengurangi dosis, karena nikotin<br />
dimetabolisme di hati. 11<br />
Farmakoterapi Kombinasi<br />
Penggunaan farmakoterapi kombinasi untuk<br />
penghentian kebiasaan merokok dapat<br />
lebih efektif daripada terapi dengan modalitas<br />
tunggal, terutama jika mengkombinasikan<br />
farmakoterapi kerja panjang (misalnya<br />
nikotin transdermal atau bupropion)<br />
dengan NRT kerja pendek yang dapat<br />
digunakan ketika tiba-tiba sangat ingin merokok.<br />
Farmakoterapi yang biasa digunakan<br />
sebagai kombinasi adalah nikotin transdermal<br />
dan bupropion, yang dikombinasikan<br />
dengan NRT bentuk lain. Suatu studi menyimpulkan<br />
bahwa terapi kombinasi 2-3 kali<br />
lebih efektif dibandingkan dengan farmakoterapi<br />
tunggal. 1,10 Farmakoterapi kombinasi<br />
diindikasikan pada beberapa keadaan<br />
berikut:<br />
a. Gagal menghentikan kebiasaan merokok<br />
dengan satu jenis farmakoterapi<br />
b. Pasien yang seringkali merasa tiba-tiba<br />
sangat ingin merokok<br />
c. Derajat ketergantungan<br />
d. Kegagalan usaha yang multipel<br />
e. Perokok dengan gejala putus nikotin<br />
SIMPULAN<br />
1. Salah satu jenis farmakoterapi yang<br />
dapat digunakan untuk menghentikan<br />
kebiasaan merokok adalah nicotine<br />
replacement therapy dengan enam<br />
bentuk sediaan yaitu nikotin transdermal,<br />
permen karet, tablet hisap, tablet<br />
sublingual, inhaler dan obat semprot<br />
nasal.<br />
2. Efikasi keenam bentuk sediaan NRT<br />
hampir setara, walaupun masing-masing<br />
bentuk sediaan memiliki kelebihan<br />
dan kekurangan.<br />
3. <strong>Nicotine</strong> replacement therapy juga dapat<br />
digunakan sebagai kombinasi dengan<br />
farmakoterapi lain atau dengan<br />
bentuk sediaan NRT yang berbeda.<br />
Penggunaan kombinasi bertujuan untuk<br />
meningkatkan keberhasilan.<br />
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012<br />
29
Tinjauan Pustaka<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Benowitz NL, Brunetta PG. Smoking hazards and cessation. In: Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA, editors. Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory<br />
Medicine. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 2453-68.<br />
2. World Health Organization. WHO report on the global tobacco epidemic, 2008. The MPOWER Package. 2008. Available from: http://www.who.int/tobacco/<br />
mpower/mpower_report_full_2008_pdf<br />
3. 10 negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. [cited 2010 Feb 7]. Available from: http://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/31/10-negara-jumlah-perokok-terbesar-di-dunia/.<br />
4. Pakai pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi. [cited 2010 Feb 7]. Available from: http://bataviase.co.id/node/43092?page=1.<br />
5. Houezec JL. Role of nicotine pharmacokinetics in nicotine addiction and nicotine replacement therapy: a review. Int J Tuberc Lung Dis. 2003; 7(9):811–9.<br />
6. Hukkanen J, Jacob P, Benowitz NL. Metabolism and disposition kinetics of nicotine. Pharmacol Rev 2005; 57:79–115.<br />
7. Rau JL. Selected agents used in respiratory disease. In: Rau JL, ed. Respiratory care pharmacology. 6th ed. New York: Mosby; 2002. p. 321-5.<br />
8. Moore D, Aveyard P, Connock M, Wang D, Fry-Smith A, Barton P. Effectiveness and safety of nicotine replacement therapy assisted reduction to stop smoking:<br />
systematic review and meta-analysis. BMJ 2009; 338:b1024.<br />
9. Bader P, McDonald P, Selby P. An algorithm for tailoring pharmacotherapy for smoking cessation: results from a Delphi panel of international experts. Tobacco<br />
Control. 2009;18:34–42.<br />
10. Henningfield JE, Fant RV, Buchhalter AR, Stitzer ML. Pharmacotherapy for nicotine dependence. CA Cancer J Clin. 2005;55;281-99.<br />
11. Manchester City Council. Guideline for the use of nicotine replacement therapy (NRT) only; 2009. Available from: http://www.manchester.gov.uk/<br />
12. Lewis S, Subramanian G, Pandey S, Udupa N. Pharmacokinetic evaluation of a developed nicotine transdermal system. Indian J Pharmaceut Sci. 2007;69(2):309-12.<br />
13. Dautzenberg B, Nides M, Kienzler J, Callens A. Pharmacokinetics, safety and efficacy from randomized controlled trials of 1 and 2 mg nicotine bitartrate lozenges<br />
(<strong>Nicotine</strong>ll®). BMC Clin Pharmacol. 2007; 7:1-15.<br />
14. Molander L, Lunell E. Pharmacokinetic investigation of a nicotine sublingual tablet. Eur J Clin Pharmacol. 2001; 56: 813-9.<br />
30<br />
CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012