22.06.2015 Views

06_193Inhibitor Asetilkolinesterase untuk Menghilangkan - Kalbe

06_193Inhibitor Asetilkolinesterase untuk Menghilangkan - Kalbe

06_193Inhibitor Asetilkolinesterase untuk Menghilangkan - Kalbe

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

TINJAUAN PUSTAKA<br />

Inhibitor <strong>Asetilkolinesterase</strong> <strong>untuk</strong> <strong>Menghilangkan</strong><br />

Efek Relaksan Otot Non-depolarisasi<br />

Iswandi Erwin 1 , Donni Indra Kusuma 2<br />

1<br />

Dokter Umum, Asisten Peneliti Pokdisus RSUPN-CM, Jakarta, Indonesia<br />

2<br />

Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLU RSUD Kota Semarang<br />

Jawa Tengah, Indonesia<br />

ABSTRAK<br />

Transmisi neuromuskular berawal dari asetilkolin, neurotransmiter di ujung saraf motorik yang memengaruhi reseptor muskarinik dan nikotinik<br />

di banyak organ tubuh. Pemulih pelumpuh otot golongan non-depolarisasi disebut golongan inhibitor asetilkolinesterase atau golongan antikolinesterase,<br />

salah satunya adalah prostigmin. Obat golongan ini, terutama golongan non-depolarisasi makin rutin digunakan pada anestesi<br />

yang menggunakan pelumpuh otot. Pada makalah ini akan dibahas jenis-jenis inhibitor asetilkolinesterase yang umum dipakai dan mekanisme<br />

kerjanya dalam pemulihan efek pelumpuh otot pasca-anestesi.<br />

Kata kunci: prostigmin, inhibitor asetilkolinesterase, antikolinesterase, reseptor<br />

PENDAHULUAN<br />

Setiap serabut saraf motorik mempersarafi beberapa<br />

serabut otot lurik; sambungan ujung<br />

saraf dengan otot lurik disebut sambungan<br />

saraf otot. Obat pelumpuh otot disebut juga<br />

sebagai obat blokade neuromuskular. 1 Walaupun<br />

bukan obat anestetik, obat ini sangat<br />

membantu pelaksanaan anestesi umum,<br />

antara lain memudahkan dan mengurangi<br />

cedera tindakan laringoskopi dan intubasi<br />

trakea, serta memberikan relaksasi otot yang<br />

dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi<br />

kendali. 2<br />

FISIOLOGI TRANSMISI SARAF-OTOT<br />

Transmisi rangsang saraf ke otot terjadi melalui<br />

hubungan saraf-otot. Hubungan ini terdiri<br />

atas bagian ujung saraf motorik yang tidak<br />

berlapis myelin dan membran otot yang dipisah<br />

oleh celah sinap. Di ujung saraf motorik<br />

terdapat gudang persediaan kalsium, vesikel<br />

atau gudang asetilkolin, mitokondria, dan retikulum<br />

endoplasmik. Di bagian membran otot<br />

terdapat reseptor asetilkolin. 2<br />

Asetilkolin merupakan bahan penghantar<br />

rangsang saraf (neurotransmitter) yang dibuat<br />

di dalam ujung serabut saraf motorik melalui<br />

proses asetilasi kolin ekstrasel dan koenzim<br />

A yang memerlukan enzim asetiltransferase.<br />

Asetilkolin disimpan dalam kantung atau gudang<br />

yang disebut vesikel. Ada tiga bentuk<br />

asetilkolin, yaitu bentuk bebas, bentuk cadangan<br />

belum siap pakai, dan bentuk siap pakai.<br />

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi<br />

proses sintesis dan/atau pelepasan asetilkolin,<br />

antara lain, adalah kalsium, magnesium,<br />

nutrisi, oksigenisasi, suhu, analgetik lokal, dan<br />

antibiotik golongan aminoglikosida.<br />

Potensial istirahat membran ujung saraf motorik<br />

(resting membrane potential) terjadi karena<br />

membran lebih mudah ditembus ion kalium<br />

ekstrasel daripada ion natrium. Potensial<br />

yang terukur umumnya 85-90 mV. Asetilkolin<br />

membuat membran tersebut lebih permeabel<br />

terhadap ion natrium sehingga terjadi depolarisasi.<br />

Influks ion kalsium memicu keluarnya<br />

asetilkolin sebagai transmiter saraf. Asetilkolin<br />

saraf akan menyeberang dan melekat pada<br />

reseptor nikotinik dan kolinergik di otot. Jika<br />

jumlahnya cukup banyak, akan terjadi depolarisasi<br />

dan lorong ion terbuka. Ion natrium dan<br />

kalsium masuk, sedangkan ion kalium keluar,<br />

terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisis<br />

oleh asetilkolin-esterase (kolin-esterase<br />

khusus atau murni) menjadi asetil dan<br />

kolin, sehingga lorong tertutup kembali maka<br />

terjadilah repolarisasi.<br />

MEKANISME HAMBATAN (BLOK) SARAF<br />

OTOT 2<br />

Otot yang pertama kali dihambat adalah otototot<br />

kecil dengan gerakan cepat seperti otot<br />

mata dan jari, kemudian otot trunkus dan abdomen,<br />

otot interkostal dan akhirnya diafragma.<br />

Pemulihan terjadi sebaliknya, sehingga diafragma<br />

akan kembali berfungsi paling awal.<br />

Injeksi intravena obat pelumpuh otot nondepolarisasi<br />

pada orang sadar mula-mula<br />

menimbulkan kesulitan memfokus dan kelemahan<br />

otot mandibula diikuti ptosis, diplopia,<br />

dan disfagia. Relaksasi otot telinga akan<br />

memperbaiki pendengaran. Kesadaran dan<br />

sensorik utuh.<br />

1. Hambatan kompetisi atau blok nondepolarisasi<br />

Hambatan gabungan asetilkolin dengan reseptor<br />

di membran ujung motor terjadi karena<br />

pemberian tubokurarin, galamin, alkuronium,<br />

dan sebagainya.<br />

Karena reseptor asetilkolin diduduki oleh<br />

molekul-molekul obat pelumpuh otot nondepolarisasi,<br />

tidak terjadi proses depolarisasi<br />

membran otot dan otot menjadi lumpuh.<br />

Pemulihan fungsi saraf otot terjadi jika jumlah<br />

molekul obat yang menduduki reseptor<br />

asetilkolin telah berkurang, antara lain karena<br />

proses eliminasi dan atau distribusi. Pemulihan<br />

juga dapat dipercepat dengan pemberian<br />

obat antikolinesterase (neostigmin) yang<br />

meningkatkan jumlah asetilkolin.<br />

2. Hambatan depolarisasi atau blok<br />

depolarisasi<br />

Hambatan penurunan kepekaan membran<br />

ujung motorik terjadi karena pemberian obat<br />

pelumpuh otot depolarisasi. Serabut otot<br />

mendapat rangsang depolarisasi menetap<br />

sampai akhirnya kehilangan respons kontraksi<br />

CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012<br />

333<br />

CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 333<br />

6/5/2012 11:01:46 AM


TINJAUAN PUSTAKA<br />

menimbulkan kelumpuhan. Ciri kelumpuhan<br />

ditandai dengan fasikulasi otot. Pulihnya fungsi<br />

saraf otot sangat bergantung pada kemampuan<br />

daya hidrolisis enzim kolinesterase.<br />

3. Hambatan lain<br />

a. Hambatan fase II atau blok desensitisasi/<br />

bifasik (blok ganda)<br />

Disebabkan oleh pemberian obat pelumpuh<br />

otot depolarisasi yang berulang-ulang<br />

sehingga fase I (depolarisasi)<br />

membran berubah menjadi fase II (nondepolarisasi).<br />

Mekanisme perubahan ini<br />

belum diketahui.<br />

Pemberian suksinilkolin hingga dosis 500<br />

mg dikatakan dapat menyebabkan hambatan<br />

fase II. Hambatan jenis ini tidak dapat<br />

diatasi oleh obat antikolinesterase.<br />

b. Hambatan campuran<br />

Terjadi karena pemberian simultan obat<br />

pelumpuh otot depolarisasi dan nondepolarisasi.<br />

CIRI KELUMPUHAN OTOT<br />

1. Non-depolarisasi<br />

a. Tidak ada fasikulasi otot.<br />

b. Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia,<br />

obat anestetik inhalasi (eter, halotan,<br />

enfluran, isofluran).<br />

c. Kelumpuhan bertahap pada perangsangan<br />

tunggal atau tetanik.<br />

d. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.<br />

2. Depolarisasi<br />

a. Ada fasikulasi otot.<br />

b. Berpotensiasi dengan antikolinesterase.<br />

c. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian<br />

obat pelumpuh otot non-depolarisasi<br />

dan asidosis.<br />

d. Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap<br />

pada perangsangan tunggal maupun<br />

tetanik.<br />

e. Belum dapat diatasi dengan obat spesifi<br />

k .<br />

PELUMPUH OTOT NON-DEPOLARISASI<br />

Manfaat obat ini di bidang anestesiologi<br />

antara lain <strong>untuk</strong>:<br />

1. Memudahkan dan mengurangi cedera<br />

tindakan laringoskopi dan intubasi trakea.<br />

2. Membuat relaksasi selama pembedahan.<br />

3. <strong>Menghilangkan</strong> spasme laring dan refleks<br />

jalan napas atas selama anestesi.<br />

4. Memudahkan pernapasan kendali selama<br />

anestesi.<br />

5. Mencegah fasikulasi otot akibat obat pelumpuh<br />

otot depolarisasi.<br />

Obat ini bekerja berikatan dengan reseptor<br />

kolinergik nikotinik tanpa menyebabkan depolarisasi,<br />

tetapi menghalangi penempatan<br />

asetilkolin, sehingga asetilkolin tidak dapat<br />

bekerja.<br />

Berdasarkan susunan kimianya, obat pelumpuh<br />

otot non-depolarisasi digolongkan menjadi:<br />

1. Bensiliso-kuinolinum: d-tubokurarin, metokurium,<br />

atrakurium, doksakurium, mivakurium.<br />

2. Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium,<br />

ropakuronium, rokuronium.<br />

3. Eter-fenolik: galamin.<br />

4. Nortoksiferin: alkuronium.<br />

Karakter pada rangsang listrik stimulator saraf<br />

perifer:<br />

1. Penurunan respons twitch pada rangsang<br />

tunggal<br />

2. Respons singkat (fade) selama rangsang<br />

kontinu<br />

3. Rasio TOF (train-of-four)


TINJAUAN PUSTAKA<br />

CHOLINE<br />

Choline<br />

Acetyltransferase<br />

ACETYCHOLINE<br />

Acetyltransferase<br />

ACETYL-CoA<br />

+<br />

HO – CH 2<br />

– CH 2<br />

– + N – CH 3<br />

CH 3<br />

– C – O – CH 2<br />

– CH 2<br />

– + N – CH 3<br />

= =<br />

O<br />

O<br />

CH 3<br />

–<br />

–<br />

CH 3<br />

CH 3<br />

–<br />

–<br />

CH 3<br />

linergik, seperti atropin. 3 Walaupun reseptor<br />

nikotinik dan muskarinik dibedakan atas respons<br />

kerja mereka terhadap beberapa agonis<br />

(seperti nikotin dan muskarin) dan antagonis<br />

(pankuronium, atropin), kedua jenis reseptor<br />

ini responsif terhadap rangsangan asetilkolin<br />

(Tabel 2). Agonis kolinergik yang tersedia secara<br />

klinis menahan proses hidrolisis oleh kolinesterase.<br />

Metakolin dan betanekol adalah<br />

contoh agonis muskarinik utama,sedangkan<br />

karbakol mempunyai aktivitas agonis nikotin<br />

dan muskarin. Metakolin inhalasi telah lama<br />

digunakan sebagai tes provokasi pada asma,<br />

sedangkan betanekol merupakan terapi atonia<br />

vesika urinaria. Karbakol digunakan sebagai<br />

obat topikal glaukoma sudut terbuka.<br />

Tabel 2 Karakteristik reseptor kolinergik<br />

Midbrain<br />

Medulla<br />

Preganglion<br />

Vagus<br />

nerve<br />

ACETATE<br />

CH 3<br />

– C – OH<br />

+<br />

CHOLINE<br />

Gambar 1 Sintesis dan Hidrolisis Asetilkolin<br />

Post-ganglion<br />

Ciliary ganglion<br />

Submandibular ganglion<br />

Otic<br />

ganglion<br />

Eye<br />

Salivary<br />

glands<br />

Contraction of iris sphincter<br />

(miosis)<br />

Contraction of ciliary muscle<br />

(near vision)<br />

Secretion<br />

Nikotinik<br />

Muskarinik<br />

Lokasi Ganglia autonom Kelenjar<br />

lakrimal<br />

Ganglia simpatis Kelenjar liur<br />

Ganglia parasimpatis Lambung<br />

Otot skelet<br />

Otot Polos<br />

Bronkus<br />

Gastrointestinal<br />

Kandung<br />

kemih<br />

Pembuluh<br />

darah<br />

Jantung<br />

Nodus SA<br />

Nodus AV<br />

Agonis Asetilkolin Asetilkolin<br />

Nikotin<br />

Muskarin<br />

Antagonis Nondepolarizing relaxants Antimuskarinik<br />

Atropin<br />

Skopolamin<br />

Glikopirolat<br />

Heart<br />

heart rate<br />

conduction velocity<br />

contraction<br />

NICOTINE<br />

Lungs<br />

Bronchial constriction<br />

N<br />

N<br />

Spinal<br />

cord<br />

Pancreas<br />

insulin secretion<br />

HO<br />

MUSCARINE<br />

Pelvic<br />

nerves<br />

Intestine<br />

tone and motility<br />

H 3<br />

C<br />

O<br />

CH 2<br />

+<br />

N<br />

CH 3<br />

CH 3<br />

CH 3<br />

CH 3<br />

Bladder<br />

Sphincter relaxation<br />

Dentrusor contraction<br />

Gambar 2 Sistem saraf parasimpatis menggunakan asetilkolin sebagai neurotransmiter preganglionik dan postganglionik<br />

Gambar 3 Struktur molekul nikotin dan muskarin. Bandingkan<br />

dengan asetilkolin<br />

Kunci utama pemulihan efek blokade neuromuskular adalah<br />

memaksimalkan transmisi nikotinik dan meminimalkan<br />

efek samping muskariniknya.<br />

CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012<br />

335<br />

CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 335<br />

6/5/2012 11:01:47 AM


TINJAUAN PUSTAKA<br />

Mekanisme Kerja<br />

Transmisi neuromuskular normal secara umum<br />

bergantung pada ikatan asetilkolin pada reseptor<br />

nikotinik-kolinergik di motor-end-plate. Pelumpuh<br />

otot non-depolarisasi bekerja dengan<br />

mekanisme kompetisi dengan asetilkolin pada<br />

sisi ikatan ini, sehingga memblok transmisi<br />

neuromuskular. Pemulihan efek blokade ini<br />

tergantung pada difusi bertahap, redistribusi,<br />

metabolisme dan ekskresi obat pelumpuh otot<br />

non-depolarisasi dari dalam tubuh (pemulihan<br />

spontan) ataupun dengan pemberian agen<br />

pemulih spesifik (pemulihan farmakologik).<br />

Inhibitor kolinesterase secara tidak langsung<br />

menambah jumlah asetilkolin yang tersedia<br />

<strong>untuk</strong> berkompetisi dengan pelumpuh otot<br />

non-depolarisasi, sehingga mengembalikan<br />

transmisi neuromuskular normal. 4<br />

Inhibitor kolinesterase menonaktifkan asetilkolinesterase<br />

dengan cara berikatan dengan enzim<br />

ini secara reversibel. Stabilitas ikatan memengaruhi<br />

durasi kerja obat, contoh: tarikan<br />

elektrostatik dan ikatan hidrogen edrofonium<br />

terhadap enzim ini bekerja singkat, namun<br />

ikatan kovalen neostigmin dan piridostigmin<br />

terhadap asetilkolinesterase bertahan lebih<br />

lama.<br />

Organofosfat, salah satu tipe inhibitor kolinesterase,<br />

membentuk ikatan sangat stabil dan<br />

irreversibel terhadap asetilkolinesterase. Zat<br />

ini digunakan dalam bidang oftalmologi dan<br />

lebih umum sebagai pestisida.<br />

Durasi klinis inhibitor kolinesterase dipengaruhi<br />

oleh kecepatan hilangnya obat ini dari<br />

plasma. Perbedaan durasi kerja dapat diatasi<br />

dengan penyesuaian dosis, sehingga durasi<br />

edrofonium yang normalnya singkat sebagian<br />

dapat diatasi dengan meningkatkan dosis. Inhibitor<br />

kolinesterase juga digunakan pada diagnosis<br />

dan pengobatan miastenia gravis.<br />

Mekanisme kerja selain inaktivasi asetilkolinesterase<br />

mungkin juga berperan dalam pemulihan<br />

fungsi neuromuskular. 4 Edrofonium<br />

tampaknya mempunyai efek prejunctional<br />

yang mempercepat pelepasan asetilkolin.<br />

Neostigmin mempunyai efek agonis lemah<br />

terhadap reseptor nikotinik. Mobilisasi dan<br />

pelepasan asetilkolin juga dipercepat (mekanisme<br />

presinaptik).<br />

Pada dosis berlebihan, asetilkolinesterase<br />

inhibitor secara paradoksal mempotensiasi<br />

blokade neuromuskular non-depolarisasi.<br />

Neostigmin dosis tinggi dapat menyebabkan<br />

blokade chanel dari asetilkolin. Obat-obatan<br />

jenis ini juga memperpanjang blok depolarisasi<br />

oleh suksinilkolin. 5 Ada dua penjelasan<br />

yang mendasari mekanisme terjadinya hal ini:<br />

peningkatan asetilkolin (yang meningkatkan<br />

depolarisasi motor-end-plate) dan inhibisi aktivitas<br />

pseudokolinesterase. Neostigmin dan<br />

beberapa prototipe piridostigmin memperlihatkan<br />

aktivitas penghambatan pseudokolinesterase<br />

walaupun efeknya terhadap asetilkolinesterase<br />

jauh lebih besar. 5 Edrofonium<br />

mempunyai efek yang kecil sekali terhadap<br />

pseudokolinesterase bahkan hampir tidak<br />

ada. Neostigmin, walau dikatakan dapat memperlambat<br />

metabolisme mivakurium secara<br />

ringan, efek totalnya adalah mempercepat<br />

pemulihan efek blokade mivakurium. Dalam<br />

dosis besar, neostigmin dapat menyebabkan<br />

blokade depolarisasi neuromuskular ringan. 6<br />

Farmakologi Klinis<br />

Karakteristik umum<br />

Peningkatan jumlah asetilkolin yang disebabkan<br />

oleh inhibitor kolinesterase mempengaruhi<br />

bukan saja hanya reseptor nikotinik otot<br />

skelet, melainkan juga efek muskarinik beberapa<br />

sistem organ lain (Tabel 3).<br />

Tabel 3 Efek samping muskarinik inhibitor kolinesterase<br />

Kardiovaskular Denyut jantung menurun,<br />

bradiaritmia<br />

Pulmoner Bronkospasme, sekresi bronkus<br />

meningkat<br />

Serebral Eksitasi difus 1<br />

Gastrointestinal Spasme intestinal, salivasi meningkat<br />

Genitourinarius Tonus kandung kemih meningkat<br />

Oftalmologi Konstriksi pupil<br />

1<br />

Hanya <strong>untuk</strong> fisostigmin<br />

Reseptor kardiovaskular—Efek muskarinik<br />

predominan pada jantung adalah bradikardi<br />

menyerupai refleks vagal yang dapat berlanjut<br />

menjadi henti sinus (sinus arrest). Efek<br />

ini telah dilaporkan pada jantung yang baru<br />

ditransplantasikan (denervasi), lebih sering<br />

pada jantung yang telah ditransplantasikan 6<br />

bulan sebelumnya (reinervasi).<br />

Reseptor Pulmoner—Stimulasi muskarinik<br />

dapat menyebabkan bronkospasme dan peningkatan<br />

sekresi saluran napas.<br />

Reseptor Serebral—Fisostigmin adalah<br />

inhibitor kolinesterase yang dapat melewati<br />

sawar darah otak, dapat menyebabkan aktivasi<br />

elektroensefalogram yang difus karena<br />

menstimulasi reseptor muskarinik dan nikotinik<br />

susunan saraf pusat. Inaktivasi reseptor<br />

nikotinik-asetilkolin di susunan saraf pusat<br />

berperan penting pada mekanisme kerja<br />

anestesi umum.<br />

Reseptor Gastrointestinal — Stimulasi<br />

muskarinik meningkatkan aktivitas peristaltik<br />

saluran cerna (esofagus, lambung dan usus)<br />

dan juga sekresi kelenjar (kelenjar ludah, dll.).<br />

Kebocoran perioperatif post anastomosis<br />

usus, mual dan muntah, juga inkontinensia<br />

feses merupakan beberapa komplikasi penggunaan<br />

inhibitor kolinesterase.<br />

Efek samping muskarinik yang tidak diinginkan<br />

dikurangi dengan penggunaan antikolinergik<br />

sebelum atau bersamaan dengan pemberian<br />

inhibitor asetilkolinesterase, seperti pemberian<br />

atropin bersama glikopirolat.<br />

Durasi kerja obat golongan inhibitor asetilkolinesterase<br />

berbeda-beda. Klirens tergantung<br />

pada metabolisme hepatik (25-50%) dan<br />

ekskresi renal (50-75%). Perpanjangan kerja<br />

pelumpuh otot non-depolarisasi akan diikuti<br />

oleh peningkatan durasi kerja obat inhibitor<br />

asetilkolinesterase.<br />

Dosis yang diperlukan tergantung derajat<br />

blok neuromuskular yang telah pulih; biasanya<br />

diperkirakan dengan melihat respons<br />

stimulasi saraf perifer. Umumnya tidak ada<br />

inhibitor asetilkolinesterase yang dapat memulihkan<br />

blok saraf sangat intens yang tidak<br />

responsif terhadap stimulasi saraf perifer.<br />

Tidak adanya twitch sedikitpun pada 5 detik<br />

setelah stimulasi tetanik pada 50 Hz menggambarkan<br />

blok sangat intensif yang tidak<br />

bisa dipulihkan. Dosis berlebihan inhibitor<br />

kolinesterase akan memperpanjang masa<br />

pemulihan. Tanda adanya pemulihan spontan<br />

(contoh: twitch pertama pada train-of-four<br />

[TOF]) harus ada sebelum dilakukan pemulihan<br />

farmakologik. Perhitungan pasca-tetanik<br />

(jumlah twitch yang dapat dipalpasi pasca<br />

tetanik) secara umum berhubungan dengan<br />

waktu pemulihan twitch pertama TOF, sehingga<br />

berhubungan dengan kemampuan<br />

memulihkan paralisis intens. Pada obat kerjasedang,<br />

seperti atrakurium dan venkuronium,<br />

twitch pasca-tetanik yang teraba akan muncul<br />

10 menit sebelum pemulihan spontan twitch<br />

pertama pada TOF. Sebaliknya, pada agen<br />

336<br />

CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012<br />

CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 336<br />

6/5/2012 11:01:49 AM


TINJAUAN PUSTAKA<br />

kerja-panjang, seperti pankuronium, twitch<br />

pertama TOF akan muncul 40 menit setelah<br />

twitch pasca-tetanik yang teraba.<br />

Waktu pemulihan efek blokade non-depolarisasi<br />

bergantung pada beberapa faktor,<br />

termasuk pilihan dan dosis obat inhibitor kolinesterase<br />

yang digunakan, pelumpuh otot<br />

yang diantagonis, dan derajat blokade sebelum<br />

pemulihan. Pemulihan menggunakan<br />

edrofonium umumnya berlangsung lebih cepat<br />

daripada menggunakan neostigmin. Dosis<br />

besar neostigmin berlangsung lebih cepat<br />

daripada obat yang sama dengan dosis yang<br />

lebih sedikit. Pelumpuh otot kerja sedang<br />

membutuhkan dosis agen pemulihan (<strong>untuk</strong><br />

derajat blok yang sama) yang lebih kecil daripada<br />

agen yang lebih lama masa kerjanya. Ekskresi<br />

dan metabolisme yang memadai akan<br />

mempercepat masa pemulihan agen kerja<br />

singkat dan sedang. Keuntungan ini dapat<br />

hilang dalam kondisi kerusakan organ tingkat<br />

terminal (misalnya, penggunaan vekuronium<br />

pada pasien gagal fungsi hati) ataupun<br />

defisiensi enzim (misalnya, pemberian mivakurium<br />

pada pasien homozygous atypical<br />

pseudocholinesterase). Bergantung pada dosis<br />

pelumpuh otot yang telah diberikan, pemulihan<br />

spontan sampai ke tahap adekuat secara<br />

farmakologik dapat berlangsung lebih dari<br />

1 jam pada pelumpuh otot kerja panjang<br />

karena metabolisme yang kurang signifikan<br />

hingga ekskresi lambat. Faktor-faktor yang<br />

mempecepat pemulihan juga biasanya berhubungan<br />

dengan kejadian paralisis residual<br />

yang lebih kecil dan kejadian komplikasi pernafasan<br />

pascabedah.<br />

Agen pemulihan mesti diberikan secara rutin<br />

pada pasien yang mendapatkan pelumpuh<br />

otot non-depolarisasi kecuali pemulihan universal<br />

dapat dibuktikan ataupun rencana post<br />

operasi yang berkaitan dengan intubasi dan<br />

ventilasi, dimana pada situasi terakhir ini sedasi<br />

yang adekuat harus tersedia.<br />

Gambar 4 Struktur kimia inhibitor kolinesterase<br />

Tabel 4 Inhibitor kolinesterase yang digunakan sebagai pemulih pelumpuh otot, antikolinergik, dan dosisnya<br />

Inhibitor kolinesterase Dosis umum Antikolinergik yang<br />

dianjurkan<br />

Neostigmin 0,04-0,08 mg/kg Glikopirolat 0,2 mg<br />

Piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg Glikopirolat 0,05 mg<br />

Edrofonium 0,5-1 mg/kg Atropin 0,014 mg<br />

Fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg Biasanya tidak perlu NA<br />

Stimulasi saraf perifer juga mestilah digunakan<br />

<strong>untuk</strong> memonitor kemajuan dan konfirmasi<br />

bahwa reversal sudah adekuat. Secara<br />

umum, semakin tinggi frekuensi stimulasi, semakin<br />

tinggi sensitivitas test tersebut (100-Hz<br />

tetanik >50-Hz tetanik atau TOF >single-twitch<br />

height). Dikarenakan stimulasi saraf perifer<br />

tidaklah nyaman pada pasien sadar, maka<br />

double-burst stimulation and test alternatif<br />

dari fungsi neuromuskuler yang mestinya digunakan<br />

pada pasien sadar. Variasi juga didapatkan<br />

pada sensitivitasnya (sustained head<br />

lift > inspiratory force > vital capacity > tidal<br />

volume). Maka dari itu, batas seseorang dapat<br />

dikatakan pulih ialah tetanus yang berkelanjutan<br />

5 detik setelah respons dari stimulus 100<br />

Hz pada pasien terbius ataupun mengangkat<br />

kepala pada pasien sadar. Jika tidak ada titik<br />

akhir diatas yang dapat dicapai, pasien harus<br />

tetap terintubasi dan ventilasi diteruskan.<br />

Edrofonium<br />

Edrofonium merupakan salah satu senyawa<br />

inhibitor asetilkolinesterase yang reversibel.<br />

Obat ini bertindak sebagai inhibitor kompetitif<br />

enzim asetilkolinesterase, terutama<br />

pada neuromuscular junction, mencegah<br />

pemecahan asetilkolin. Edrofonium tidak<br />

mempunyai molekul karbamat sehingga bergantung<br />

pada ikatan nonkovalen terhadap<br />

enzim asetilkolinesterase. Senyawa amonium<br />

kuartener obat ini membatasi kelarutan obat<br />

ini dalam lemak.<br />

Efektivitas edrofonium 10% lebih kecil dari<br />

neostigmin. Dosis yang dianjurkan adalah<br />

0,5-1 mg/kgBB. Edrofonium tersedia dalam larutan<br />

10 mg/mL dan dalam kombinasi dengan<br />

atropin. Edrofonium mempunyai onset paling<br />

cepat (1-2 menit) dan durasi kerja paling pendek<br />

di antara inhibitor asetilkolinesterase lain.<br />

Dosis kecil tidak dianjurkan karena efek obat<br />

pelumpuh otot lebih panjang. Dosis tinggi<br />

Dosis umum<br />

antikolinergik per mg<br />

inhibitor kolinesterase<br />

edrofonium akan memperpanjang durasi kerja<br />

hingga lebih dari 1 jam. Pasien usia sangat<br />

lanjut tidak lebih sensitif terhadap edrofonium<br />

dibandingkan dengan neostigmin. Edrofonium<br />

mungkin tidak lebih efektif dari neostigmin<br />

dalam mengobati kelumpuhan otot yang<br />

berat, namun lebih efektif mengobati efek<br />

mivakurium. Pada dosis equipotent, efek muskarinik<br />

edrofonium dikatakan lebih kecil dari<br />

neostigmin dan piridostigmin. Onset obat ini<br />

jika dibandingkan dengan pemberian atropin<br />

adalah 0,014 mg atropin per 1 mg edrofonium.<br />

Dapat diberikan glikopirolat (0,007 mg<br />

per 1 mg edrofonium), tetapi harus diberikan<br />

beberapa menit sebelum edrofonium <strong>untuk</strong><br />

menghindari bradikardia. 6<br />

Mengingat durasi kerja edrofonium hanya<br />

sekitar 20 menit, edrofonium digunakan <strong>untuk</strong><br />

membedakan miastenia gravis dari krisis<br />

kolinergik (Tensilon Test). 7 Pada miastenia gravis,<br />

edrofonium akan menghasilkan stimulasi<br />

efektif melalui penghambatan asetilkolinesterase<br />

yang meningkatkan jumlah asetilkolin.<br />

Pada krisis kolinergik, edrofonium akan memperparah<br />

kelemahan otot melalui mekanisme<br />

induksi blok depolarisasi dari otot.<br />

Neostigmin (prostigmin, vagostimin)<br />

Merupakan senyawa inhibitor asetilkolinesterase<br />

bersifat parasimpatomimetik. Obat<br />

ini pertama kali dibuat oleh Aesclimann dan<br />

Reinert (1931) melalui sintesis 3-dimetilamin-<br />

CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012<br />

337<br />

CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 337<br />

6/5/2012 11:01:49 AM


TINJAUAN PUSTAKA<br />

ofenol dengan N-dimetilkarbamoil klorida,<br />

membentuk senyawa dimetilkarbamat. Kemudian<br />

produk ini dialkilasi menggunakan<br />

dimetilsulfat membentuk neostigmin. 8<br />

Dengan menghambat proses pemecahan<br />

asetilkolin, obat ini secara tidak langsung<br />

menstimulasi baik reseptor muskarinik maupun<br />

reseptor nikotinik. Tidak seperti fisostigmin,<br />

neostigmin merupakan senyawa nitrogen<br />

kuartener sehingga lebih polar dan tidak<br />

masuk ke susunan saraf pusat. Efek obat ini<br />

terhadap otot rangka lebih besar daripada<br />

efek fisostigmin, dapat menstimulasi kontraksi<br />

otot bahkan sebelum lumpuh. 9 Neostigmin<br />

mempunyai durasi kerja singkat, biasanya 30<br />

menit sampai 2 jam. 9 Neostigmin berikatan<br />

dengan sisi anionik asetilkolinesterase. Obat<br />

ini memblok tempat aktif asetilkolinesterase<br />

sehingga enzim ini tidak dapat merusak<br />

molekul asetilkolin. Kejadian ini mengakibatkan<br />

ambang rangsang lebih cepat tercapai<br />

<strong>untuk</strong> membentuk impuls baru.<br />

Dosis rekomendasi maksimal neostigmin<br />

ialah 0,08 mg/kgBB (dapat sampai di atas 5<br />

mg pada dewasa). Neostigmin umumnya dalam<br />

kemasan 10 mL pada konsentrasi 1 mg/<br />

mL, tersedia juga pada konsentrasi 0,5 mg/mL<br />

dan 0,25 mg/mL.<br />

Efek neostigmin (0,04 mL/kgBB) umumnya<br />

muncul dalam 5-10 menit, puncaknya pada<br />

10 menit dan berlangsung lebih dari 1 jam.<br />

Jika pemulihan tidak muncul 10 menit setelah<br />

pemberian 0,08 mL/kgBB, fungsi kontraksi selanjutnya<br />

dipengaruhi oleh pemberian pelumpuh<br />

otot sebelumnya dan intensitas blokade.<br />

Pada praktek sehari-hari, digunakan dosis 0,04<br />

mg/kgBB jika masih terdapat kelumpuhan otot<br />

ringan hingga sedang dan dosis 0,08 mg/kgBB<br />

jika kontraksi otot telah terjadi. Pasien anak dan<br />

usia lanjut umumnya lebih sensitif, sehingga<br />

onsetnya lebih cepat dan membutuhkan dosis<br />

lebih kecil; durasi kerja obat ini diperpanjang<br />

pada pasien geriatrik. Efek samping muskarinik<br />

diminimalkan dengan pemberian antikolinergik<br />

sebelumnya atau bersamaan. Onset kerja<br />

glikopirolat (0,2 mg glikopirolat per 1 mg neostigmin)<br />

sebanding dengan neostigmin dan<br />

lebih jarang menyebabkan takikardi daripada<br />

atropin (0,4 mg atropin per 1 mg neostigmin).<br />

Obat ini dilaporkan dapat melewati plasenta<br />

sehingga dapat mengakibatkan bradikardia fetal,<br />

sehingga pada wanita hamil atropin merupakan<br />

obat pilihan..<br />

Neostigmin (50–100 g) telah digunakan sebagai<br />

ajuvan pada anestesia intratekal. Neostigmin<br />

digunakan sebagai pengobatan miastenia<br />

gravis dan secara rutin pada bidang<br />

anestesia di akhir operasi sebagai reversal efek<br />

obat pelumpuh otot non-depolarisasi, seperti<br />

rocuronium dan vecuronium. Obat ini dapat<br />

pula digunakan pada kasus retensi urin pascaanestesi<br />

umum, ileus paralitik, dan pengobatan<br />

keracunan obat kurariformis. Indikasi lain<br />

obat ini adalah Sindrom Ogilvie - penyakit<br />

pseudoobstruksi kolon pada pasien kritis.<br />

Efek samping neostigmin termasuk mual,<br />

muntah, inkontinensia alvi, perpanjangan<br />

waktu pemulihan dan bradikardi-resistenatropin<br />

pada dosis lebih tinggi (200 μg). Neostigmin<br />

dapat memicu efek samping okuler<br />

meliputi nyeri kepala, pandangan kabur, fakodonesis,<br />

injeksi perikornea, iritis kongestif,<br />

reaksi alergi, dan (amat jarang) kerusakan retina.<br />

8 Neostigmin juga menyebabkan bradikardia<br />

sehingga biasanya digunakan bersamaan<br />

dengan obat-obat parasimpatolitik, seperti<br />

atropin dan glikopirolat.<br />

Piridostigmin<br />

Secara struktural mirip dengan neostigmin,<br />

kecuali bahwa senyawa ammonium kuartener<br />

terikat dengan cincin fenol. Piridostigmin<br />

juga bersifat kovalen terhadap ikatan pada<br />

asetilkolinesterase dan tidak larut lemak.<br />

Piridostigmin mempunyai potensi 20% neostigmin,<br />

dapat diberikan pada dosis sampai<br />

0,4 mg/kgBB (umumnya 20 mg pada dewasa).<br />

Obat ini tersedia pada sediaan larutan konsentrasi<br />

5 mg/mL.<br />

Mula kerja piridostigmin 10-15 menit lebih<br />

lambat dan durasinya sedikit lebih panjang<br />

(>2 jam) dibandingkan neostigmin. Glikopirolat<br />

(0,05 mg per 1 mg piridostigmin) atau<br />

atropin (0,1 mg per 1 mg piridostigmin) harus<br />

diberikan <strong>untuk</strong> mencegah bradikardi. Glikopirolat<br />

lebih disukai karena mula kerjanya<br />

yang lebih lambat cocok dengan piridostigmin<br />

dalam mencegah terjadinya takikardia<br />

usai pemberian antikolinergik.<br />

Piridostigmin juga digunakan <strong>untuk</strong> mengobati<br />

kelemahan otot pada pasien dengan miastenia<br />

gravis dan memulihkan efek keracunan<br />

obat kurariformis. Obat ini telah disetujui FDA<br />

<strong>untuk</strong> pengobatan Gulf War Syndrome; saat ini<br />

digunakan <strong>untuk</strong> hipotensi ortostatik. Obat ini<br />

dikontraindikasikan pada ileus obstruktif dan<br />

obstruksi urin, juga diperhatikan pemberiannya<br />

pada pasien dengan asma bronkial. 9<br />

Fisostigmin<br />

Fisostigmin merupakan struktur amin tertier<br />

yang mempunyai molekul karbamat namun<br />

tidak mempunyai struktur ammonium kuartener.<br />

Karenanya senyawa ini larut dalam lemak<br />

dan merupakan satu-satunya obat inhibitor<br />

asetilkolinesterase yang dapat menembus<br />

sawar darah-otak.<br />

Sifat ini membatasi kegunaannya sebagai<br />

agen pemulihan efek pelumpuh otot nondepolarisasi,<br />

namun efektif mengobati keracunan<br />

antikolinergik sentral seperti atropin<br />

dan skopolamin. Obat ini juga dapat berefek<br />

reversal terhadap depresi susunan saraf pusat<br />

dan delirium akibat penggunaan golongan<br />

benzodiazepin dan anestesi volatil lainnya.<br />

Fisostigmin (0,04 mg/kg) tampaknya efektif<br />

mengatasi menggigil post operasi. Obat ini<br />

antara lain antagonis terhadap efek depresi<br />

pernafasan oleh golongan morfin. 10 Hal ini<br />

diduga karena efek morfin yang mengurangi<br />

jumlah pelepasan asetilkolin di otak dan pusat<br />

pernafasan. Efek ini dilaporkan sementara dan<br />

mungkin diperlukan dosis berulang.<br />

Mekanismenya sebagai inhibitor asetilkolinesterase<br />

pada tingkat transmisi sama dengan golongan<br />

sejenis. Inhibisi ini meningkatkan efek<br />

asetilkolin sehingga berguna <strong>untuk</strong> gangguan<br />

kolinergik dan miastenia gravis. Akhir-akhir ini<br />

dilaporkan obat ini meningkatkan daya ingat<br />

penderita Alzheimer karena aktivitas antikolinesterasenya<br />

yang poten di susunan saraf<br />

pusat. Sayangnya, formula fisostigmin salisilat<br />

mempunyai bioavailabilitas rendah.<br />

Fisostigmin mempunyai efek miotik pada<br />

pupil. Selain itu juga meningkatkan outflow<br />

aqueous humour mata, sehingga berguna <strong>untuk</strong><br />

pengobatan glaukoma.<br />

Fisostigmin digunakan <strong>untuk</strong> mengobati miastenia<br />

gravis, glaukoma, penyakit Alzheimer<br />

dan hambatan pengosongan lambung. Obat<br />

ini juga dapat meningkatkan memori jangka<br />

pendek (Krus et al 1968). Akhir-akhir ini juga<br />

digunakan sebagai pengobatan hipotensi<br />

ortostatik. Karena bentuknya amin tersier<br />

(dan tidak mengandung ikatan hidrogen dan<br />

membuatnya menjadi hidrofobik), obat ini<br />

338<br />

CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012<br />

CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 338<br />

6/5/2012 11:01:50 AM


TINJAUAN PUSTAKA<br />

dapat menembus sawar darah otak; fisostigmin<br />

salisilat digunakan <strong>untuk</strong> mengatasi efek<br />

susunan saraf pusat dari atropin, skopolamin<br />

dan overdosis obat antikolinergik. Fisostigmin<br />

juga merupakan antidotum keracunan Datura<br />

stramonium dan Atropa belladonna.<br />

Fisostigmin diusulkan <strong>untuk</strong> pengobatan intoksikasi<br />

GHB (Gama Hidroksi Butirat), agen<br />

hipnotik-sedatif poten yang dapat mengakibatkan<br />

kehilangan kesadaran, kehilangan<br />

kontrol otot lurik hingga kematian. Fisostigmin<br />

menjadi agen penawar keracunan GHB<br />

dengan memproduksi tingkat kesadaran<br />

non-spesifik, 10 tetapi belum ada bukti ilmiah<br />

yang cukup <strong>untuk</strong> membuktikannya sebagai<br />

penawar keracunan GHB yang tepat.<br />

Fisostigmin juga dapat menangkal efek samping<br />

tidak diinginkan dari golongan benzodiazepin<br />

seperti diazepam, dan efek barbiturat<br />

(semua turunan asam barbiturat yang digunakan<br />

<strong>untuk</strong> hipnotik-sedatif ).<br />

Bradikardia jarang terjadi pada dosis dianjurkan,<br />

tetapi atropin dan glikopirolat harus tetap<br />

tersedia. Glikopirolat tidak menembus sawar<br />

darah otak sehingga tidak akan mengembalikan<br />

efek susunan saraf pusat fisostigmin.<br />

Efek samping muskarinik lain yang mungkin<br />

terjadi ialah salivasi berlebihan, muntah dan<br />

kejang. Fisostigmin dimetabolisme hampir<br />

lengkap oleh plasma esterase, sehingga ekskresi<br />

melalui ginjal kurang penting.<br />

Dosis fisostigmin 0,01-0,03 mg/kgBB, tersedia<br />

dalam larutan konsentrasi 1 mg/mL.<br />

SIMPULAN<br />

Transmisi rangsang saraf ke otot terjadi melalui<br />

hubungan saraf otot. Hubungan ini terdiri atas<br />

ujung saraf motorik tidak berlapis myelin dan<br />

membran otot yang dipisah oleh celah sinap.<br />

Asetilkolin merupakan neurotransmiter yang<br />

dibuat di dalam ujung serabut saraf motorik.<br />

Asetilkolin yang terbentuk cepat dihidrolisis<br />

oleh asetilkolinesterase.<br />

Potensial istirahat (resting membran potential)<br />

membran ujung saraf motorik terjadi karena<br />

membran lebih mudah ditembus ion Kalium<br />

ekstrasel daripada ion Natrium. Pada saat<br />

pelepasan asetilkolin, membran tersebut sebaliknya<br />

akan lebih permeabel terhadap ion<br />

Natrium sehingga terjadi depolarisasi otot.<br />

Hambatan atau blok saraf dibagi menjadi<br />

beberapa mekanisme, yaitu hambatan kompetitif<br />

atau non-depolarisasi, hambatan depolarisasi<br />

atau hambatan jenis lain, seperti hambatan<br />

fase II /blok desensititasi, dan hambatan<br />

campuran. Inhibitor asetilkolinesterase hanya<br />

dapat memulihkan hambatan yang disebabkan<br />

oleh mekanisme non-depolarisasi.<br />

Terminologi kolinergik merujuk kepada efek<br />

asetilkolin yang berlawanan dengan efek<br />

adrenergik dari noradrenalin (norepinefrin).<br />

Asetilkolin merupakan neurotransmiter semua<br />

sistem saraf parasimpatis (ganglion<br />

parasimpatis dan sel efektor), sebagian sistem<br />

saraf simpatis (ganglion simpatis, medula adrenal<br />

dan kelenjar keringat), beberapa neuron<br />

susunan saraf pusat dan saraf somatik yang<br />

mempersarafi otot skelet.<br />

Reseptor kolinergik dibagi menjadi dua golongan<br />

besar berdasarkan reaksi mereka terhadap<br />

alkaloid muskarin dan nikotin. Nikotin menstimulasi<br />

ganglia otonom dan reseptor otot<br />

skelet (reseptor nikotinik), muskarin mengaktivasi<br />

sel efektor ujung organ otot polos<br />

bronkus, kelenjar air liur dan nodus sinoatrial<br />

(reseptor muskarinik).<br />

Transmisi neuromuskular normal secara<br />

umum bergantung pada ikatan asetilkolin<br />

pada reseptor nikotinik-kolinergik motor-endplate.<br />

Pelumpuh otot non-depolarisasi bekerja<br />

berkompetisi dengan asetilkolin pada<br />

sisi ikatan ini, sehingga memblok transmisi<br />

neuromuskular. Inhibitor kolinesterase secara<br />

tidak langsung menambah jumlah asetilkolin<br />

<strong>untuk</strong> berkompetisi dengan pelumpuh otot<br />

non-depolarisasi, sehingga mengembalikan<br />

transmisi neuromuskular normal. Pada dosis<br />

berlebihan, inhibitor asetilkolinesterase secara<br />

paradoksal mempotensiasi blokade neuromuskular<br />

non-depolarisasi.<br />

Agen asetilkolinesterase yang umum dipakai<br />

dalam pemulihan pelumpuh otot non-depolarisasi<br />

ialah edrofonium, piridostigmin, neostigmin<br />

dan fisostigmin. Hanya fisostigmin<br />

yang mampu menembus sawar darah otak,<br />

sehingga terbatas kegunaannya dalam pemulihan<br />

pelumpuh otot di bidang anestesi.<br />

Dosis inhibitor kolinesterase yang diperlukan<br />

tergantung derajat blok neuromuskular yang<br />

telah dipulihkan; waktu yang dibutuhkan <strong>untuk</strong><br />

memulihkan efek blok non-depolarisasi<br />

bergantung pada beberapa faktor termasuk<br />

pilihan dan dosis obat inhibitor kolinesterase<br />

yang digunakan, jenis pelumpuh otot yang<br />

diantagonis, dan derajat blokade sebelum<br />

pemulihan. Agen pemulihan harus diberikan<br />

rutin pada pasien yang mendapat pelumpuh<br />

otot non-depolarisasi kecuali ada pemulihan<br />

universal, rencana pasca-operasi yang<br />

berkaitan dengan intubasi dan ventilasi, <strong>untuk</strong><br />

menyediakan sedasi yang adekuat.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Pelumpuh otot. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi 2. Jakarta; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.<br />

2007;3:66-70.<br />

2. Rachmat L, Sunatrio S. Obat pelumpuh otot. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta. 2004;15:81-6.<br />

3. Savarese JJ. A current practice of relaxation. In: Clinical Anesthesiology, 3rd ed. McGraw-Hill, 2002:10-9.<br />

4. Stoelting RK. Pharmacology and physiology. In: Anesthetic Practice. 3rd ed. Lippincott, William & Wilkins, 1999. 76-108.<br />

5. Jones JE, Hunter JM, Utting JE. Use of neostigmine in the antagonism of residual neuromuscular blockade produced by vecuronium. Br J Anaesth 1987;59:1454.<br />

6. Joshi GP, Garg SA, Hailey A, Yu SY. The effects of antagonizing residual neuromuscular blockade by neostigmine and glycopyrrolate on nausea and vomiting after ambulatory surgery.<br />

Anesth Analg 1999;89:628.<br />

7. Brenner GM. Pharmacology. Philadelphia, PA: WB. Saunders Co. 2000: 108-89.<br />

8. Gilman AG, Goodman LS, Gilman A. Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics; 6th ed. Macmillan Publ. Co., Inc., 1980; 103-14.<br />

9. Howland RD, Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC, Mycek MJ. Pharmacology 3rd edition, Lippincott’s Illustrated Reviews, 2008; 51.<br />

10. Traub SJ, Nelson, Hoffman. Physostigmine as a treatment for gamma-hydroxybutyrate toxicity: a review. Clin. Toxicol. 2002; 40 (6): 781-7.<br />

CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012<br />

339<br />

CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 339<br />

6/5/2012 11:01:51 AM

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!