11.07.2015 Views

Reformasi Regulasi Persaingan Usaha - KPPU

Reformasi Regulasi Persaingan Usaha - KPPU

Reformasi Regulasi Persaingan Usaha - KPPU

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

_____________________________________________________________________LAPORAN TAHUN 2007<strong>Reformasi</strong> <strong>Regulasi</strong><strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHAREPUBLIK INDONESIAHalaman 1 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Halaman 2 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________B A B1PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG<strong>Reformasi</strong> <strong>Regulasi</strong> dalam prakteknya merupakan sebuah tantangan yang harusdijawab dengan tindakan nyata yang melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini,komitmen Pemerintah dituntut dalam peranannya sebagai Regulator. Sejalandengan hal tersebut, <strong>KPPU</strong> terus mendorong Pemerintah untuk secara aktifmengembangkan reformasi regulasi terutama dalam mengeluarkan kebijakankebijakanyang langsung dapat mempengaruhi iklim usaha.Selain itu, reformasi regulasi juga diharapkan dapat menjadi suatu titik cerah dalammenciptakan kepastian dalam melakukan usaha yang sehat, dimana hal ini akanberdampak langsung terhadap pengembangan di bidang ekonomi agar dapatmemberikan manfaat setinggi-tingginya bagi rakyat Indonesia, yang dilandasi olehnilai-nilai positif persaingan usaha yang sehat.Istilah persaingan usaha yang sehat kini terasa semakin berkembang di tanah air.Tidak hanya bagi kalangan ahli hukum dan akademisi melainkan juga di kalanganmasyarakat, perlahan tetapi pasti mulai memahami dan menyadari tujuan danmanfaat dari kelahiran UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat.Seperti yang telah diamanatkan undang-undang bahwa Komisi Pengawas<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) mempunyai tugas untuk mengawasi dunia usaha diIndonesia guna menciptakan suatu iklim usaha yang sehat, dimana <strong>KPPU</strong>Halaman 3 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________mempunyai tugas dan tanggung jawab yang spesifik sebagai ujung tombakperencanaan dan pelaksanaan penegakan hukum persaingan usaha.Sepanjang tahun 2007, <strong>KPPU</strong> telah melaksanakan sejumlah program kerjanyadengan para anggota <strong>KPPU</strong> yang baru. Anggota <strong>KPPU</strong> yang bertugas untuk periode2006–2011 terdiri dari empat anggota <strong>KPPU</strong> periode sebelumnya dan sembilananggota yang dipilih melalui proses seleksi. Ketiga belas anggota <strong>KPPU</strong> tersebuttelah ditugaskan menjalankan kewajibannya sesuai dengan Keputusan Presiden(Keppres) Nomor 59/P Tahun 2006 tanggal 12 Desember 2006 yang dituangkandalam bentuk laporan tahunan.Laporan tahun 2007 difokuskan pada <strong>Reformasi</strong> <strong>Regulasi</strong> atau Regulatory Reformyang merupakan tema besar dalam pelaksanaan kegiatan <strong>KPPU</strong>. <strong>Reformasi</strong>regulasi dapat didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuanuntuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerjaekonomi, efektifitas biaya, serta administrasi pemerintahan.Bentuk reformasi dapat berupa revisi dan penataan ulang kerangka regulasi sertaperbaikan proses yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalamreformasi regulasi, yaitu kebijakan pemerintah sebagai regulator, kebijakanpersaingan, dan kebijakan keterbukaan pasar.Esensi reformasi regulasi adalah:• Peningkatan kualitas regulasi melalui peningkatan kinerja, efektifitas biaya,kualitas regulasi, serta berbagai ketentuan formal lainnya.• <strong>Reformasi</strong> berarti revisi, penghapusan, atau pembentukan tatanan regulasiberikut institusinya.• <strong>Reformasi</strong> juga termasuk perbaikan kualitas penyusunan dan pembuatankebijakan atau regulasi serta manajemen reformasi regulasi.• Deregulasi merupakan bagian dari reformasi regulasi, yang berarti penghapusansebagian dari perangkat regulasi untuk suatu sektor untuk meningkatkan kinerjaperekonomian.Halaman 4 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Instrumen penting dalam reformasi regulasi terdiri atas:• Deregulasi dan Privatisasi oleh Pemerintah (tingkat pusat dan daerah) untukmemaksimalkan efisiensi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dariberbagai regulasi.• Kebijakan <strong>Persaingan</strong> yang mencakup regulasi atau kebijakan perdagangan,industri, perpajakan, dan lain sebagainya dengan melibatkan pemerintah(departemen teknis terkait), regulator, serta otoritas pemerintah daerah.• Hukum <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> yaitu UU No. 5/1999, dengan <strong>KPPU</strong> sebagailembaga pengemban amanat undang-undang tersebut. Hukum persainganusaha yang efektif diperlukan untuk menjamin terciptanya iklim persainganusaha sehat.Dalam bidang kebijakan persaingan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikandalam reformasi regulasi, diantaranya:• Kebijakan persaingan dapat mendorong efisiensi dan mengeleminimasi aspekaspekyang menyebabkan hambatan persaingan.• Tujuan dari kebijakan persaingan usaha yang terkait dan tidak terkaitdiharapkan dapat melindungi proses persaingan usaha yang terjadi dan dapatmeningkatkan efisiensi ekonomi.• Kebijakan persaingan usaha dapat dijadikan sebuah mandat dalam melakukanadvokasi untuk menginternalisasikan nilai-nilai persaingan dan meningkatkanefisiensi ekonomi, juga dapat meningkatkan kesadaran akan manfaat daripersaingan.• Kebijakan persaingan dapat menciptakan iklim usaha yang sehat antaraperusahaan yang dimiliki swasta maupun pemerintah.Berbagai indikator dan survei mengenai tingkat kondusifitas usaha serta hambatanbirokrasi dalam hal perizinan semakin memperkuat dugaan bahwa dampak positifyang diharapkan muncul dari reformasi regulasi belum terasa di masyarakat. Bahkanpasca otonomi daerah, pengaturan regulasi serta retribusi di daerah dirasakansemakin memberatkan pelaku usaha dan masyarakat. Pada tingkat internasional,indikator global competitiveness index dan business competitiveness indexIndonesia tahun 2006 juga mengindikasikan bahwa iklim untuk berusaha diIndonesia masih kurang kondusif. Posisi Indonesia ditinjau dari dua indikator duniaHalaman 5 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________usaha tersebut masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan sesama negaraASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.Sejalan dengan hal tersebut, masih ditemukan banyaknya sumber kebijakanPemerintah yang belum sejalan dengan Undang-undang persaingan usaha tersebutantara lain karena kebijakan Pemerintah yang tidak didukung oleh peraturanperundang-undangan yang jelas atau kebijakan yang belum selaras dengansemangat UU No. 5/1999.Dari pengamatan <strong>KPPU</strong> selama ini, kebijakan yang tidak selaras dengan UU No.5/1999 dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok kebijakan yangmemberikan ruang lebih besar kepada pelaku usaha yang memiliki posisi dominanatau pelaku usaha tertentu. Kebijakan Pemerintah tersebut cenderung menciptakanentry barrier bagi pelaku usaha pesaingnya. Akibatnya muncul perilakupenyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha tersebut.Kelompok kedua adalah kebijakan pemerintah yang memfasilitasi munculnyaperjanjian antara pelaku usaha yang secara eksplisit bertentangan dengan UU No.5/1999. Akibat dari munculnya perjanjian seperti itu, maka muncul perilaku antipersaingan dari pelaku usaha seperti menciptakan entry barrier dan pembatasanpembatasankepada mitra yang melakukan perjanjian.Kelompok ketiga adalah kebijakan yang merupakan bentuk intervensi Pemerintahterhadap mekanisme pasar yang berjalan. Hal ini antara lain muncul dalam bentuktata niaga atau regulasi yang membatasi jumlah pemain yang terlibat. Dilihat dariaspek persaingan, hal ini merupakan kemunduran, karena mencegah bekerjanyamekanisme pasar di sektor tersebut yang dapat memberikan banyak manfaat bagimasyarakat.Pasar yang dibebaskan bersaing secara sehat dipercaya dapat memberikan banyakkeuntungan dan peran Pemerintah diperlukan untuk mewujudkannya. Pada kasustertentu, persaingan dapat berhasil dengan baik apabila Pemerintah tidakmengintervensi, apalagi bila intervensi yang terjadi cenderung menguntungkansegelintir pelaku usaha yang meraup keuntungan besar. Ironisnya, terkadangpermasalahan dalam industri tersebut bersumber dari hal-hal di luar persoalanekonomi, seperti penyelundupan. Sayangnya solusi yang diambil malah merusakHalaman 6 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tatanan yang sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan mekanismepersaingan, contohnya adalah penanganan kebijakan industri gula.Kedepan, diharapkan melalui mekanisme reformasi regulasi yang sedang digulirkansaat ini akan menciptakan iklim perekonomian nasional yang lebih efisen dengantujuan akhir adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.1.2 PENEGAKAN HUKUM DAN KEBIJAKANPERSAINGAN DALAM KERANGKA REFORMASIREGULASIPembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama telahmenghasilkan banyak kemajuan di berbagai bidang yang meningkatkankesejahteraan rakyat. Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pembangunanekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama, namun menyisakantantangan dan persoalan dalam sistem perekonomian nasional yang tidak lagisesuai dengan kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika danperkembangan usaha di dalam negeri, terlebih bangsa Indonesia mengalami krisismulti dimensi pada akhir era tahun 1990 yang telah memporakporandakan tatanankehidupan yang telah dibangun dalam jangka waktu yang tidak sebentar.Keinginan rakyat untuk keluar dari krisis ekonomi didukung dengan adanyareformasi dalam hukum, dimana salah satu upayanya adalah menata kembaliregulasi dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia agar dapat tumbuh danberkembang dengan baik yang terhindar dari pemusatan kekuatan ekonomi padaperorangan atau kelompok tertentu.Cita-cita besar untuk dapat mewujudkan terciptanya persaingan usaha yang sehatdiharapkan akan memberikan daya tarik kepada para investor baik dalam maupunluar negeri untuk berinvestasi, dengan adanya investasi yang masuk ke Indonesiatentunya akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru yang tentunya menjadiangin segar untuk mengurangi jumlah pengangguran yang angkanya cenderungmeningkat. Dengan banyaknya pelaku usaha yang berinvestasi tentunya juga akanmeningkatkan baik jumlah maupun pilihan terhadap barang dan atau jasa yangHalaman 7 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tersedia di pasar dan masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan terhadapbarang dan atau jasa dengan kualitas dan harga yang bersaing.Untuk menuju kepada terciptanya iklim usaha yang sehat, tentunya bukanlahpekerjaan yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari, oleh karena itu dibutuhkankomitmen yang kuat dari segenap lapisan masyarakat, termasuk pelaku usaha danpemerintah. Adanya jaminan kepastian hukum merupakan salah satu penunjangdalam mencegah praktek-praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehatsehingga tercipta efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha yang akanmeningkatan efisiensi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkankesejahteraan rakyat.<strong>KPPU</strong> sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan amanat UU No. 5/1999telah melakukan upaya penegakan hukum persaingan usaha sifatnya lebihmenekankan kepada suatu permasalahan secara spesifik dalam industri atau padapasar tertentu, misalnya mengenai masalah kebijakan pemerintah di sektortelekomunikasi, ritel, dan percetakan sekuriti, dengan mengurangi adanyahambatan-hambatan masuk dari pelaku usaha yang berada dalam posisi dominanbahkan menjadi monopolis di pasar bersangkutan.Saat ini merupakan waktunya untuk mengubah paradigma berpikir pemerintahdalam kerangka reformasi regulasi yang sebelumnya selalu menjadi penentu pasarmenjadi pengatur saja dan persaingan diserahkan pada mekanisme pasar. Begitujuga dengan pola berbisnis pelaku usaha, perlu diberikan pemahaman bahwabanyak praktek-praktek bisnis yang selama ini mereka jalani dan yakini sebagaipraktek bisnis yang lazim atau biasa menjadi suatu praktek bisnis yang dilarangsemenjak disahkannya UU No. 5 /1999.Pemerintah selaku regulator, diharapkan dapat menelurkan sejumlah kebijakan yangsejalan dengan semangat persaingan yang sehat, hal ini diharapkan dapatmenggerakan sektor ekonomi agar bisa berkembang dengan pesat. <strong>Persaingan</strong>usaha yang sehat merupakan salah satu kunci sukses bagi sistem ekonomi pasaryang wajar. Dalam implementasinya hal tersebut diwujudkan dalam dua hal, pertamamelalui penegakan hukum persaingan, kedua melalui kebijakan persaingan yangkondusif terhadap perkembangan sektor ekonomi.Halaman 8 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus jauh dari upaya mendistorsipasar secara negatif, yang dapat mengakibatkan berbagai praktek bisnis yang tidaksehat dan akhirnya melahirkan iklim persaingan usaha yang tidak kondusif. Keduahal tersebut harus bersinergi satu sama lain untuk menghasilkan sebuah iklimpersaingan usaha yang sehat dalam ekonomi Indonesia. Motor bagi implementasikeduanya, dalam prakteknya dilakukan oleh lembaga persaingan, yang di Indonesiadipegang oleh <strong>KPPU</strong> sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5/1999.Terkait dengan upaya internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalamkebijakan pemerintah, <strong>KPPU</strong> selama ini memainkan perannya dengan senantiasamelakukan regulatory assessment dalam perspektif persaingan usaha, terhadapberbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun lembaga regulator.Hasil dari aktivitas tersebut kemudian disampaikan kepada pemerintah atau lembagaregulator melalui proses advokasi dan harmonisasi kebijakan. Dalam hal inilah makasebagian besar program <strong>KPPU</strong> senantiasa disinergikan dengan program-programpemerintah di sektor ekonomi.Dalam beberapa tahun terakhir, kerangka sinergi program <strong>KPPU</strong> dengan agendapemerintah, regulatory assessment difokuskan terhadap kebijakan dalam sektoryang memiliki keterkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya dalam sektoryang memiliki keterkaitan erat dengan pelayanan publik seperti telekomunikasi,pelabuhan, air minum, minyak goreng, buku pelajaran, pos, energi, kesehatan, dantransportasi. <strong>KPPU</strong> juga senantiasa melakukan assessment terhadap berbagaikebijakan tataniaga komoditas pertanian yang seringkali memberikan efek distorsiyang berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat, mengingat sektor pertaniansampai saat ini masih menjadi sektor di mana sebagian besar masyarakat Indonesiamenggantungkan hidupnya.Penetapan sektor-sektor prioritas ini dilakukan untuk dapat mengoptimalkan peran<strong>KPPU</strong> dalam upaya mendorong lahirnya sektor ekonomi yang efisien yang dalamgilirannya akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi danefektivitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akanHalaman 9 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar,menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkandaya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing baik di pasar domestikmaupun pasar internasional.Halaman 10 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________B A B2REFORMASI REGULASI DANKEBIJAKAN PERSAINGANRencana kerja pemerintah yang disusun dalam paket kebijakan ekonomi bertujuanuntuk menentukan arah implementasi yang jelas terhadap kebijakan pemerintahyang ditujukan untuk meningkatkan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan<strong>Usaha</strong> Kecil Menengah (UKM). Penjelasan tersebut disampaikan oleh MenteriKoordinator Perekonomian pada Seminar “APEC–OECD Integrated Checklist onRegulatory Reform” yang diselenggarakan atas kerjasama <strong>KPPU</strong> dengan SekretariatAPEC pada tanggal 13 Juni 2007 di Jakarta.<strong>Reformasi</strong> regulasi didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuanuntuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi,efektifitas biaya serta administrasi pemerintahan. Bentuk reformasi dapat beruparevisi dan penataan ulang kerangka regulasi serta perbaikan proses penyusunankebijakan yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalam reformasiregulasi yaitu kebijakan regulasi, kebijakan persaingan, dan kebijakan keterbukaanpasar dan dilakukan secara terintegrasi.Sejalan dengan konsep tersebut, maka dalam paket kebijakan ekonomi terbaru,yaitu Kebijakan Percepatan Perkembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UKM,pemerintah telah merancang kebijakan yang diharapkan dapat mengurangiketidakpastian dalam bisnis dan meningkatkan insentif bagi investasi. TujuanHalaman 11 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________utamanya adalah dapat meminimalkan hambatan regulasi bagi bisnis yang padasaat bersamaan juga mencapai tujuan pelayanan publik.Berdasarkan pengalaman yang ada, pendekatan ad hoc tidak dapat berjalan secaraberkesinambungan berdasarkan dua alasan, yaitu birokrasi dan regulasi yang buruk.Strategi reformasi yang komprehensif dibutuhkan untuk hasil yang efektif danberkelanjutan karena tantangan yang sesungguhnya akan dihadapi pada saatkebijakan tersebut mulai diimplementasikan. Sejauh ini, hambatan implementasiyang dihadapi adalah kepentingan golongan dan tekanan dari berbagai pihak.Dalam hal ini, pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Dukungan dari lembaga yangberwenang dalam implementasi kebijakan merupakan faktor penentu kebijakantersebut berjalan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, tugas dan wewenang<strong>KPPU</strong> sangat berperan dalam meletakkan landasan pembangunan ekonomi yangkonstruktif. Interaksi aktif di bidang ekonomi dan kerjasama antara <strong>KPPU</strong> danpemerintah untuk masa mendatang sangat diperlukan bagi keberhasilan bersama.2.1. KEBIJAKAN PERSAINGANBerdasarkan program yang dikembangkan tahun-tahun sebelumnya, programkebijakan persaingan di tahun 2007 tidak jauh berbeda. Dalam tahun 2007 programkebijakan persaingan usaha antara lain meliputi kegiatan harmonisasi kebijakanyang ditujukan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah untukmemudahkan proses internalisasi nilai-nilai persaingan usaha dalam kebijakanpemerintah. Melalui kegiatan ini, diharapkan UU No. 5/1999 dapat menjadikonsideran pemerintah dalam menetapkan setiap kebijakan di sektor ekonomi.Kegiatan harmonisasi terdiri dari 3 (tiga) sub kegiatan yaitu membangun sistemkoordinasi kebijakan persaingan, evaluasi kebijakan pemerintah, dan pemberiansaran pertimbangan kepada pemerintah.Sub kegiatan membangun sistem koordinasi kebijakan persaingan ditujukan untukmembangun mekanisme baku koordinasi antara <strong>KPPU</strong> dengan instansi Pemerintahdan lembaga regulator terkait dengan kebijakan persaingan. Sementara evaluasikebijakan pemerintah ditujukan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalamperspektif persaingan usaha. Sub kegiatan yang merupakan tugas utama <strong>KPPU</strong>Halaman 12 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________yakni pemberian saran pertimbangan kepada pemerintah. Sub kegiatan inimerupakan tindak lanjut dari beberapa hasil aktivitas <strong>KPPU</strong> seperti monitoringpelaku usaha, penanganan perkara, kajian sektor industri dan perdagangan, sertaevaluasi kebijakan pemerintah.Dalam program kebijakan persaingan juga terdapat kegiatan kajian sektor industridan perdagangan. Kegiatan ini ditujukan untuk menganalisis kondisi sebuah sektorindustri dan perdagangan dilihat dari perspektif persaingan usaha. Selain itu, untukmemperluas pemahaman terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha, khusus untuktahun 2007 <strong>KPPU</strong> melakukan eksplorasi terhadap prinsip-prinsip dasar pengecualianyang terdapat dalam UU No. 5/1999.Fokus ketiga dalam program kebijakan persaingan adalah kegiatan pengembanganpranata hukum persaingan usaha yang ditujukan untuk mendukung implementasitugas <strong>KPPU</strong> baik dalam penegakan hukum maupun pemberian saran danpertimbangan kepada pemerintah. Kegiatan pengembangan pranata hukum yangdilaksanakan sampai dengan pertengahan tahun anggaran 2007 antara lain meliputipenyusunan pedoman pelaksanaan UU No. 5/1999 dan pembahasan amandemenUU tersebut.Penyusunan pedoman pelaksanaan UU No. 5/1999 adalah salah satu tugas <strong>KPPU</strong>sebagaimana diamanatkan UU No. 5/1999 dalam Pasal 35 huruf f. Pedomanpelaksanaan bertujuan memberikan pengertian yang jelas sehingga dapat dijadikandasar pemahaman atas suatu substansi ketentuan pengaturan dalam UUNo. 5/1999. Melalui pedoman tersebut diharapkan terdapat persamaan persepsidari seluruh stakeholders UU No. 5/1999 terhadap substansi yang diatur dalam UUtersebut.Kegiatan pembahasan amandemen UU No. 5/1999 dimaksudkan untuk menggalimasukan-masukan dari berbagai pihak atas usulan amandemen yang telahdisiapkan pada tahun sebelumnya. Dalam tahun 2007 ini pembahasan diharapkanpaling tidak telah menyelesaikan koreksi-koreksi yang terkait dengan permasalahanpermasalahanyang paling mengganggu dalam implementasi UU No. 5/1999.Halaman 13 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________2.2. HARMONISASI KEBIJAKANHarmonisasi kebijakan persaingan merupakan salah satu program utama <strong>KPPU</strong>untuk mendorong terjadinya reformasi regulasi menuju terciptanya kebijakanpersaingan yang efektif di Indonesia. Melalui kegiatan ini diharapkan internalisasinilai-nilai persaingan dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh instansipemerintah maupun lembaga regulator dapat dilakukan dengan lebih mudah. Faktamemperlihatkan bahwa sebagai akibat dari proses harmonisasi tahun-tahunsebelumnya, di tahun 2007 beberapa instansi pemerintah secara intensif melakukankoordinasi dengan <strong>KPPU</strong> terkait dengan isu persaingan dalam beberapa sektor yangdiaturnya.Harmonisasi kebijakan memiliki 3 (tiga) sub kegiatan yakni membangun sistemkoordinasi kebijakan persaingan, evaluasi kebijakan pemerintah, serta pemberiansaran dan pertimbangan kepada pemerintah.I. Membangun Sistem Koordinasi Kebijakan <strong>Persaingan</strong>Berbagai bentuk partisipatif dan koordinatif <strong>KPPU</strong> dengan beberapa instansipemerintah dan lembaga regulator, memperlihatkan bahwa proses harmonisasikebijakan persaingan berlangsung dengan baik. Sampai dengan bulan Desembertahun 2007 beberapa aktivitas koordinasi kebijakan persaingan yang dilakukanoleh <strong>KPPU</strong> antara lain:1. <strong>KPPU</strong> sebagai otoritas pengawas persaingan dilibatkan oleh pemerintahdalam proses penyusunan RPP Penataan <strong>Usaha</strong> Pasar Modern dan <strong>Usaha</strong>Toko Modern yang dikoordinir oleh Departemen Perdagangan. PenyusunanRPP ini sebagai bentuk respon pemerintah terhadap perkembangan dalamindustri ritel yang melahirkan persaingan ”tidak sebanding” antara ritel kecilatau tradisional dengan ritel modern. Dalam hal ini <strong>KPPU</strong> memberikanmasukan terhadap substansi penyusunan RPP tersebut berdasarkan hasilkajian <strong>KPPU</strong> terkait industri ritel serta dua penanganan perkara dalamindustri ritel yakni kasus Indomaret yang terkait dengan permasalahan ritelmodern dan ritel tradisional dan kasus Carrefour yang terkait denganpermasalahan hubungan ritel modern dengan pemasok.Halaman 14 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa sekuritas di pasar modal. AsosiasiPerusahaan Efek Indonesia (APEI) mendesak Bapepam untuk menetapkanbatas bawah tarif sebagai cara untuk meredam perang tarif yang dianggapsebagai bentuk persaingan usaha tidak sehat. Berkaitan dengan hal tersebut,<strong>KPPU</strong> memberikan pandangan kepada Bapepam bahwa batas bawahmemiliki kecenderungan bertentangan dengan prinsip persaingan karenaakan mereduksi kapabilitas pelaku usaha melakukan value creation berbasisefisiensi yang akan bermuara pada rendahnya fee penjaminan emisi. <strong>KPPU</strong>menyarankan agar Bapepam menggunakan instrumen lain untuk mendorongsehatnya industri efek dengan mengedepankan profesionalitas dankesehatan perusahaan.6. Sehubungan dengan munculnya berbagai wacana yang mengaitkan hargatiket dengan keselamatan penerbangan, Departemen Perhubungan bersama<strong>KPPU</strong> terlibat dalam dialog mengenai pengaturan tarif batas bawah. Dalamhal ini <strong>KPPU</strong> tetap menegaskan bahwa permasalahan keselamatanpenerbangan angkutan udara Indonesia lebih terkait dengan prosespenegakan peraturan teknis keselamatan daripada permasalahan tarif. Solusiterbaik adalah menegakkan peraturan keselamatan penerbangan dengankonsekuensi. Saat ini pemerintah secara intensif telah melakukan perbaikanyang signifikan dalam penegakan peraturan penerbangan, terutamakeselamatan.7. <strong>KPPU</strong> masih terus melakukan kerjasama yang erat dengan DewanPerwakilan Rakyat (DPR), khususnya Komisi VI, melalui mekanisme rapatdengar pendapat. Melalui kegiatan ini, <strong>KPPU</strong> mendapatkan masukan dariDPR berkaitan dengan perilaku persaingan usaha tidak sehat dan kebijakanpemerintah yang bertentangan dengan UU No. 5/1999 yang berada dalamsektor yang merupakan ruang lingkup kerja Komisi VI. Forum yang samajuga menjadi tempat bagi <strong>KPPU</strong> untuk menyampaikan berbagai penanganankasus persaingan serta analisa kebijakan yang telah dilakukan oleh <strong>KPPU</strong>.Halaman 16 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________II. Evaluasi Kebijakan Pemerintah dalam Perspektif <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>Kegiatan ini merupakan upaya <strong>KPPU</strong> untuk menganalisis substansi kebijakandalam perspektif persaingan usaha. Hal ini terkait dengan munculnyakekhawatiran bahwa terdapat beberapa kebijakan yang menjadi sarana bagilahirnya perilaku pelaku usaha yang bertentangan dengan prinsip persainganusaha yang sehat sebagaimana tercantum dalam UU No. 5/1999.Kegiatan evaluasi kebijakan pemerintah di tahun 2007 berjumlah 14 (empatbelas) kegiatan, dengan penjelasan garis besar masing-masing kegiatan sebagaiberikut:1. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Sektor Industri PerbukuanEvaluasi ini merupakan inisiatif <strong>KPPU</strong> setelah <strong>KPPU</strong> menerima MenteriPendidikan Nasional dalam diskusi tentang industri perbukuan yang telahdiubah model pengelolaannya dari monopoli menuju kompetisi. Berbagaikalangan menilai bahwa harga buku masih dirasakan sangat mahal olehmasyarakat. Berbagai usulan perbaikan bermunculan, salah satunya adalahdengan mengembalikan pengelolaan perbukuan ke dalam bentuk tata niaga.Hal ini dipandang sebuah kemunduran oleh Menteri Pendidikan Nasional.Mencermati hal tersebut kemudian <strong>KPPU</strong> melakukan evaluasi terhadapkebijakan perbukuan nasional. Dari sisi pengaturan <strong>KPPU</strong> melihat bahwaregulasi sudah selaras dengan persaingan usaha, tetapi implementasinyayang masih jauh dari harapan. Secara umum berikut adalah beberapatemuan <strong>KPPU</strong>:a. Terdistorsinya sistem ideal yang diinginkan pemerintah. Jejaringdistribusi yang seharusnya penerbit–distributor–toko buku–konsumenterdistorsi menjadi penerbit–kepala sekolah–guru–siswa (konsumen),penerbit–kepala dinas–kepala sekolah–guru–siswa (konsumen), danpenerbit–guru–siswa (konsumen).Distorsi tersebut menyebabkan persaingan usaha yang sehat dalamsistem ideal yang diinginkan pemerintah terhambat. <strong>Persaingan</strong> yangseharusnya berujung pada efisiensi industri buku dengan muara akhirbuku yang berkualitas dan murah, tidak terjadi. Efisiensi dalam industriHalaman 17 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________buku hanya berujung pada upaya kolusif dengan memberikan komisisebesar-besarnya bagi pejabat dan atau pelaksana pendidikan nasional(kepala sekolah, guru, kepala dinas, dan beberapa pejabat pendidikanlainnya).b. Lemahnya kebijakan yang antara lain muncul dalam bentuk definisipasar yang tidak tegas menyatakan toko buku, sehingga pengertianpasar menjadi multi interpretatif sesuai kepentingan masing-masingpihak terkait. Penerbit menyatakan bahwa pasar adalah konsumen akhir,sehingga tidak menjadi masalah ketika penerbit mendistribusikan kesekolah.Kelemahan kebijakan lainnya terletak pada tidak adanya peraturanpelaksana (baik petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis). Akibatkondisi ini, maka pengaturan sistem ideal yang diinginkan pemerintahberhenti pada tataran kebijakan saja, dengan implementasi yang hampirtidak ada.c. Lemahnya implementasi yang disebabkan oleh beberapa permasalahanantara lain tidak tersedianya sarana dan prasarana untukmengimplementasikan sistem ideal dalam hal ini minimnya toko buku.Kelemahan lainnya terletak pada pengawasan implementasi kebijakanyang berada pada tataran minimal. Tidak jelas siapa yang harus menjadipengawas sekaligus memberikan sanksi bagi pelanggaran yang terjadi.Di sisi lain, pelanggaran terjadi dengan masal. Beberapa pihak bahkan”memahami” pelanggaran tersebut dengan mendalilkan rendahnyakesejahteraan guru. Akibat kondisi tersebut, sistem sanksi pun menjaditidak jelas sehingga tidak mengherankan apabila pelanggaran terjadidengan masif.d. Kebijakan harga buku saat ini dengan yang menyerahkannya kepadamekanisme pasar di mana para penerbitlah yang menetapkan hargabuku dianggap tidak tepat, sekalipun dengan kewajiban penerbit untukmencetak harga buku pada sampul sebagai Harga Eceran TertinggiHalaman 18 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________(HET). Hal ini disebabkan buku merupakan komoditas publik denganpasokan yang relatif terbatas dengan struktur industri yang cenderungmengarah ke oligopoli. Akibatnya potensi pengaturan harga yangexcessive oleh pelaku usaha sangat besar.Dalam perspektif persaingan, umumnya kebijakan yang tepat untukkondisi tersebut adalah dengan intervensi pemerintah melalui penetapanHET, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya eksploitasi konsumen(siswa). Dalam konsep HET, persaingan tetap terjadi karena ruang bagipelaku usaha yang efisien tetap terjaga.e. Terdapat potensi persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat daridistorsi sistem, serta tidak adanya pengawasan dan sanksi yangmemadai. Potensi muncul dalam bentuk kartel penerbit yang justrubanyak difasilitasi pejabat pemerintah.2. Evaluasi terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) PosEvaluasi kebijakan ini merupakan inisiatif <strong>KPPU</strong> terkait dengan upaya pihakeksekutif dan legislatif untuk melakukan amandemen terhadap UU No.6/1984 tentang Pos. Secara umum, substansi pengaturan yang ada baikdalam UU No. 6/1984 maupun dalam RUU Pos banyak berhubungan denganpersaingan usaha. Hal tersebut antara lain menyangkut terjadinya perubahanmodel pengelolaan dari monopoli menuju kompetisi. Melalui evaluasikebijakan ini diharapkan <strong>KPPU</strong> dapat memberikan masukan kepadapemerintah terkait dengan reformasi regulasi pos diantaranya melaluiamandemen terhadap UU No. 6/1984.3. Evaluasi Kebijakan Industri Kelapa SawitEvaluasi kebijakan ini dilakukan sebagai respon <strong>KPPU</strong> terhadap kondisiaktual dalam industri Crude Palm Oil (CPO), di mana beberapa petani kelapasawit mengeluhkan adanya pembatasan pabrik tanpa kebun yangmenyebabkan mereka tidak memiliki banyak pilihan untuk menjual kelapasawitnya. Sementara di sisi lain, perkebunan besar yang juga memiliki pabrikpengolahan kelapa sawit mengeluhkan maraknya pabrik kelapa sawit tanpaHalaman 19 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________kebun yang justru kontraproduktif karena dianggap menggerogoti kinerjamereka.4. Evaluasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Milik PemerintahMengingat kegiatan pengadaan barang/jasa melibatkan anggaran yangsedemikian besar dalam APBN/APBD, maka pelaksanaan pengadaanbarang/jasa perlu dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Untuk menjaminhal tersebut, maka pengawasan terhadap pelaksanaan pengadaanbarang/jasa menjadi sangat penting. <strong>KPPU</strong> selama ini telah menindakberbagai praktek kolusi dalam tender yang dapat berdampak negatif terhadaphasil dari kegiatan pengadaan. Upaya meningkatkan efektifitas pengadaanbarang atau jasa tersebut tidak hanya dilakukan oleh <strong>KPPU</strong> melaluipenangan perkara, namun juga melalui upaya pembenahan kebijakanpemerintah. Kebijakan pemerintah dan kebijakan persaingan usaha perludisinergikan dan dioptimalkan dalam rangka menciptakan pengadaan barangatau jasa yang efektif dan efisien.5. Evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Industri Jasa KonstuksiEvaluasi kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi kebijakansebelumnya yang memperlihatkan bahwa persaingan usaha tidak sehatdalam industri jasa konstruksi, banyak dilatarbelakangi oleh penyalahgunaanterhadap kebijakan jasa konstruksi khususnya peran LPJK sebagai regulatordalam industri jasa konstruksi.Evaluasi juga dilakukan mengingat saat ini pemerintah tengah berupayauntuk melakukan perubahan PP No. 20 Tahun 2000 tentang usaha danperan masyarakat jasa konstruksi di mana di dalamnya terdapat upaya untukmengakomodasi beberapa temuan <strong>KPPU</strong> bahwa kebijakan jasa konstruksibanyak memfasilitasi terjadinya pelanggaran melalui pengaturan-pengaturanoleh pelaku usaha.6. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Bahan Bakar MinyakEvaluasi kebijakan pemerintah di industri BBM pada tahun 2007 membahasmengenai implementasi dari UU No. 22 Tahun 2001 khususnya yangberkaitan dengan isu pembukaan pasar BBM. Ada dua hal yang dikaji dalamHalaman 20 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________evaluasi ini, yaitu mengenai pembukaan pasar BBM bersubsidi yangditenderkan pada tahun 2007 serta pembukaan pasar avtur.Pemerintah saat ini telah mempersiapkan tahapan pembukaan pasar hilirmigas, namun belum terlaksana seutuhnya. Perencanaan pentahapanpembukaan pasar menjelaskan bahwa secara perlahan BBM subsidi akandikurangi. Mengenai rencana ini, ada hambatan yang dialami karena pasarBBM subsidi mencakup kepentingan orang banyak dan infrastruktur yangtersedia hanya dimiliki oleh Pertamina. Pelaku usaha di sisi hilir migas padaprinsipnya akan bertambah, akan tetapi hambatan yang seringkali timbul dandirasakan pelaku usaha baru adalah belum jelasnya aturan main yangdikeluarkan oleh regulator sehingga mereka cenderung menunggu.Evaluasi kebijakan ini perlu dilanjutkan untuk mengawasi:a. Implementasi paska dikeluarkan aturan avtur oleh Badan Pengatur HilirMinyak dan Gas Bumi (BPH Migas).b. Implementasi kebijakan tender untuk Bahan Bakar Minyak Public ServiceObligation (BBM PSO) yang juga akan direncanakan oleh BPH Migas.c. Isu perubahan Peraturan Pemerintah di sektor hilir migas selaku aturanyang menyempurnakan UU No. 22/2001 setelah diubah oleh MahkamahKonstitusi.7. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri TelekomunikasiSecara umum permasalahan kebijakan kompetisi di sektor telekomunikasiantara lain adalah belum siapnya pemerintah Indonesia selaku regulatorpenyelenggaraan telekomunikasi untuk mengantisipasi perubahan bisnistelekomunikasi sehingga kebijakan sering tidak konsisten dan tidak sesuaidengan UU No. 5/1999. Ketidaksiapan kerangka hukum dan regulasi yangada sehingga tidak mampu mengantisipasi perubahan bisnis dan teknologitelekomunikasi untuk mendorong kompetisi yang sehat dan menarikinvestor. Di sisi lain, para pemain baik operator incumbent maupun operatorbaru belum mempertimbangkan adanya aspek persaingan sehinggadiperkirakan akan menimbulkan kecurangan-kecurangan yang bisamenghambat iklim persaingan usaha yang sehat.Halaman 21 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Beberapa indikator/kecenderungan dalam industri telekomunikasi diIndonesia meliputi:a. Pertumbuhan yang berlanjut. Industri telekomunikasi akan terus tumbuh,karena kelanjutan pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan akanmeningkatkan permintaan akan layanan telekomunikasi;b. Migrasi ke jaringan nirkabel. Layanan nirkabel akan semakin populersebagai akibat dari semakin luasnya area cakupan dan membaiknyakualitas jaringan nirkabel, menurunnya biaya pesawat telepon genggam,dan meluasnya layanan prabayar;c. Meningkatnya persaingan. Pasar telekomunikasi akan semakinkompetitif sebagai akibat dari reformasi peraturan pemerintah.Berdasarkan situasi tersebut, maka <strong>KPPU</strong> perlu melakukan evaluasiterhadap kebijakan pemerintah di sektor telekomunikasi agar dapat sejalandengan prinsip persaingan usaha.8. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Minyak GorengEvaluasi kebijakan terhadap industri minyak goreng bertujuan untukmengidentifikasi keragaan pasar dan menganalisis kinerja pasar hulu (bahanbaku minyak goreng sawit) industri minyak goreng sawit di Indonesia sertamenganalisis dampak kebijakan pemerintah dalam upaya stabilisasi hargaminyak goreng sawit di pasar domestik terhadap keragaan dan kinerja pasarhulu dan industri minyak goreng sawit di Indonesia.Beberapa data dan informasi yang akan menjadi bahan analisis diantaranyamengenai Perkembangan volume produksi tandan buah segar, Crude PalmOil (CPO), dan minyak goreng sawit; perkembangan volume ekspor CPO kepasar luar negeri; perkembangan volume kebutuhan CPO untuk pasardomestik khususnya yang digunakan untuk bahan baku minyak goreng sawit;pergerakan harga CPO di pasar domestik dan internasional; pergerakanharga minyak goreng sawit di pasar domestik dan internasional; kebijakanpemerintah dalam industri CPO dan minyak goreng sawit.Halaman 22 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Hasil evaluasi mengahasilkan kesimpulan sebagai berikut:1. Kebijakan stabilisasi harga minyak goreng dengan instrumen kebijakanjangka pendek (Domestic Market Obligation, Pajak Ekspor, Subsidi, BebasPPN) perlu didukung dengan instrumen kebijakan industri danperdagangan yang lebih strategis.2. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam dan monitoring terhadap dugaanpraktek usaha yang mengarah pada pengaturan dan pengendalianproduksi yang diindikasikan dengan rendahnya tingkat utilisasi pabrikminyak goreng sawit nasional yang berkisar pada tingkat utilisasi pabriksebesar 25 persen s/d 49 persen.9. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Air MinumSektor air minum merupakan sektor natural monopoly dan memilikikarakteristik public service obligation (PSO). Pengelolaan sektor air minumdilakukan oleh pemerintah (pusat dan daerah) yang kemudian dapatdidelegasikan kepada BUMN/BUMD. Berbagai keterbatasan yang dimilikiPDAM selaku pengelola tunggal sektor air minum, menyebabkan rendahnyakualitas pelayanan dan kinerja perusahaan. Untuk mengantisipasi berbagaikelemahan pengelolaan air minum selama ini, maka Pemerintah mencobamelakukan peningkatan partisipasi swasta dalam pembangunan sektor airminum. Terdapat beberapa bentuk kerjasama dengan sektor swasta antaralain service contract, management contract, lease contract, BOT contract,dan konsesi.Dari hasil evaluasi kebijakan tersebut diperoleh beberapa kesimpulan,sebagai berikut:1. Pemilihan mitra kerjasama PDAM untuk pengelolaan SPAM harusdilakukan melalui proses lelang/tender secara terbuka dan kompetitif;2. Dari berbagai bentuk (model) kerjasama yang tersedia, model divestasitidak diperkenankan karena bertentangan dengan peraturan perundanganSDA;3. Sampai saat ini sudah terdapat beberapa PDAM yang bekerjasamadengan mitra swasta dalam pengelolaan SPAM. Untuk ke depannya,Halaman 23 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________terdapat sekitar 10-15 proyek kerjasama SPAM yang akan ditenderkanoleh pemerintah;4. Kerjasama pengelolaan yang tidak melalui tender sebelum lahirnya UUNO 16/2004 tentang SDA tetap berlaku;5. Proses penunjukkan langsung (kasus PAM Jaya dan PT. ATB Batam)mengindikasikan bahwa proses tersebut berpotensi menimbulkanpermasalahan di tingkat implementasi. Dalam hal ini, penunjukanlangsung mitra kerjasama dapat berdampak kepada timbulnya praktekmonopoli dan atau penyalahgunaan posisi dominan oleh operator yangbersangkutan. Paling tidak, diperlukan penyesuaian terhadap PKS untuklebih menyeimbangkan kepentingan komersial dan kepentinganpelayanan publik;6. Pengaturan penetapan tarif air minum sudah tepat, yaitu denganmelibatkan stakeholder (konsumen dan legislatif) serta melalui usulanregulator/direksi PDAM. Namun dalam implementasinya tidak adatransparansi informasi dalam menetapkan tarif air minum. Keterlibatanstakeholder dalam prakteknya hanya sebatas pemberitahuan tentangrencana kenaikan tarif tetapi tidak ada mekanisme untuk mengakomodasifeedback dari stakeholder.7. Penghitungan tarif air minum dengan metode full cost recovery sertasubsidi silang antar pengguna merupakan metode yang tidak optimal darisisi pelayanan publik dan memberatkan operator;8. Beberapa PDAM sudah mampu menghasilkan kinerja keuangan positif,namun masih di bawah ambang batas target yang ditetapkan pemerintah(ROA 10%). Secara umum, biaya operasional dan maintenance masihsulit untuk ditutup oleh operator, terlebih dengan sistem subsidi silangantar pengguna;9. Penyesuaian tarif secara periodik belum mempertimbangkan targetefisiensi operator;10. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri KepelabuhanSumber usulan evaluasi kebijakan berawal dari adanya kesepakatan tarifpelayanan barang dan peti kemas LCL (Less than Container Load) impor diPelabuhan Tanjung Priok yang dilakukan oleh para pelaku usaha penyediaHalaman 24 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________jasa dan pengguna jasa pelabuhan. Kesepakatan tersebut dilakukan karenamereka menganggap bahwa tarif pelayanan barang dan petikemas LCLimpor Tanjung Priok bervariasi dan tidak jelas peruntukannya. Ketidakjelasanpenetapan tarif tersebut yang menyebabkan terjadinya high cost economyyang harus ditanggung oleh importir.Kesepakatan tarif bersama yang dilakukan enam asosiasi yang terdiri dariasosiasi penyedia jasa; GAFEKSI, APBMI, INSA, APTESINDO, dan asosiasipengguna jasa; GPEI dan GINSI berisi tentang kesepakatan komponen danbesaran tarif yang mengikat. Tarif kesepakatan ini, menurut enam asosiasiyang terlibat bertujuan untuk menurunkan high cost economy dalamperdagangan impor LCL.Model penetapan tarif tersebut nampaknya lebih terkait dengan kepentinganpara pelaku usaha tertentu. Di sisi lain intervensi pemerintah dalampenetapan tarif dirasakan minim, untuk industri yang sifatnya naturalmonopoly seperti industri kepelabuhanan.Oleh karena itu dalam rangka internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yangsehat dalam dalam sektor tersebut, <strong>KPPU</strong> melakukan evaluasi dan dampakkebijakan persaingan dalam industri kepelabuhanan.Berkaitan dengan hasil analisa yang telah dilakukan <strong>KPPU</strong> menghasilkanrekomendasi sebagai berikut :• Permasalahan biaya ekonomi tinggi di pelabuhan, seharusnya diatasidengan kebijakan pengelolaan pelabuhan secara menyeluruh olehpemerintah, bukan dengan kesepakatan tarif antar pelaku usaha.• Melihat kondisi pelabuhan yang masih natural monopoly, maka diperlukanpengaturan tarif yang menjadi peran pemerintah sebagai regulator dantidak diserahkan kepada asosiasi karena hal tersebut akan berpotensimenimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Meski demikian, dalamkondisi pelabuhan yang secara umum masih natural monopoly, ada subsubusaha didalamnya yang dapat dikompetisikan. Maka, seluruh kegiatandi pelabuhan seharusnya dipetakan dan dicarikan alternatifnya yangterbaik untuk masing-masing jenis usaha.• Melihat karakteristik gudang CFS yang bervariasi, maka kebijakan tarifyang sesuai adalah price cap dengan standar kualitas.• Berdasarkan regulasi yang ada, untuk jenis, struktur, dan golongan tarifforwarding ditentukan oleh pemerintah dalam bentuk KM, sampai saat iniHalaman 25 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________KM belum terbentuk. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera menyusunKM tersebut.11. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Asuransi Kecelakaan di LuarJam Kerja di wilayah DKI JakartaLatar belakang dari kegiatan Evaluasi dan Kajian Dampak KebijakanPemerintah Yang Terkait <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Dalam Industri AsuransiPemerintah Daerah adalah lahirnya Pergub DKI Jakarta No. 82 Tahun 2006tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kecelakaan Diri danKematian Dalam Hubungan Kerja Untuk di Luar Jam Kerja (JKDK). DalamPeraturan Gubernur tersebut diatur bahwa seluruh perusahaan di DKIJakarta wajib mengikuti Program Jaminan Kecelakaan Diri dan KematianDalam Hubungan Kerja Untuk di Luar Jam Kerja (JKDK). Pada prakteknya,ditemukan fakta bahwa hanya ada satu perusahaan asuransi yang menjadiprovider dalam Program JKDK tersebut. Kondisi tersebut menyebabkanperlunya diselenggarakan analisa yang lebih jauh dari sisi persaingan usahaantara lain terkait masalah apakah mekanisme pemilihan penyedia jasadalam Program JKDK yang diatur dalam Pergub 82/2006 telah sesuaidengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.Berdasarkan analisa yang dilakukan <strong>KPPU</strong>, dapatdisimpulkan beberapa halsebagai berikut :1. Asuransi JKDK merupakan asuransi campuran yaitu gabungan antaraasuransi umum dan asuransi jiwa. Penyedia jasa dalam industri asuransitersebut cukup banyak di Indonesia, atau tidak eksklusif hanya dapatdilayani oleh satu/sedikit perusahaan saja.2. Apabila dilihat dari sisi demand, perbandingan antara pegawai yang telahmengikuti program JKDK dengan yang belum juga menunjukkan bahwapasar indusri ini masih terbuka luas. Hal ini ditunjukkan dengan masihkecilnya pegawai di DKI Jakarta yang dilindungi melalui program ini.3. <strong>Regulasi</strong> JKDK di DKI Jakarta tidak menimbulkan entry barrier bagiperusahaan asuransi yang ingin menjadi provider dalam program JKDK.Hal ini disebabkan karena Pergub 82 tahun 2006 memberikanHalaman 26 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________kesempatan bagi setiap perusahaan asuransi yang tertarik untuk menjadipenyedia jasa dalam program JKDK, untuk mendaftar kepada Pemda DKI.4. Meskipun demikian perlu adanya pengawasan yang ketat dari masyarakatatas proses seleksi yang dilakukan Pemda DKI Jakarta, sehingga prosesseleksi tersebut dapat berjalan dengan adil dan transparan.5. <strong>Regulasi</strong> JKDK DKI Jakarta mempunyai potensi menghilangkan pilihankonsumen, karena program ini bersifat wajib bagi setiap perusahaan diDKI Jakarta meskipun perusahaan tersebut telah mempunyai programserupa yang lebih baik. Berbeda dengan Jamsostek, yang hanya bersifatwajib bagi perusahaan yang belum mengikuti program tersebut.Sedangkan bagi yang telah mempunyai program yang lebih baik, tidak lagidiwajibkan mengikuti program Jamsostek.6. Dalam regulasi JKDK di Kotamadya Tangerang dan Serang, diatur bahwapelaku usaha penyedia jasa asuransi dalam Program JKDK, adalahperusahaan yang ditunjuk oleh Bupati atau Walikota. Kondisi tersebutmempunyai potensi persaingan usaha tidak sehat yang cukup besar,karena tidak adanya transparansi dalam porses seleksi serta tidak adanyabatasan yang jelas bagi perusahaan asuransi yang dapat menjadi providerdalam program JKDK di kedua daerah tersebut.12. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Bawang MerahHarga bawang merah di tingkat petani kota Brebes kerap jatuh ke tingkat harga yangjauh di bawah biaya produksi, sementara harga di tingkat konsumen relatif stabil.Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan masuknya bawang merah impor olehbeberapa pedagang, sekalipun Kab. Brebes merupakan sentra produsen bawangmerah di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Kab.Brebes berencana untuk mengeluarkan kebijakan (Perda) tentang tata niaga imporbawang merah.Dalam melaksanakan fungsi internalisasi prinsip-prinsip persaingan usaha, <strong>KPPU</strong>melakukan evaluasi terhadap rencana tata niaga tersebut. Tujuan evaluasi ini adalahuntuk memetakan permasalahan yang terdapat pada industri dan perdaganganbawang merah.Halaman 27 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Berdasarkan data produksi tahunan, sebenarnya jumlah produksi bawang merahIndonesia lebih besar dibandingkn dengan jumlah konsumsinya (over supply). Akantetapi, bawang merah merupakan komoditas pertanian yang sifatnya musiman dantidak tahan lama jika disimpan dengan penanganan yang kurang memadai.Sehingga pada saat di dalam negeri sedang mengalami musim paceklik, makapedagang besar akan mengimpor bawang merah dari luar negeri.Berdasarkan analisa statistik, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara volumebawang impor dengan fluktuasi harga bawang di Brebes. Dengan demikian, volumeimpor tidak berpengaruh terhadap penurunan harga bawang di tingkat petaniBrebes. Titik permasalahan yang lebih besar justru terletak pada saluranpemasaran/distribusi perdagangan bawang merah. Pihak yang memiliki peran besardalam mengendalikan pasokan bawang lintas daerah, termasuk bawang impor,adalah pedagang besar yang terletak di antara petani dan pengecer di pasar induk –pasar sekunder. Pedagang besar tersebut memiliki kemampuan untuk menetapkanharga bawang merah (price maker). Dari hasil analisa jalur distribusi ditemukan faktabahwa struktur pasar yang terbentuk pada perdagangan bawang merah adalaholigopoli/oligopsoni, dengan jumlah petani dan pedagang pengecer lebih banyakdibandingkan dengan jumlah pedagang besar. Hal ini pula yang memperkuat posisipedagang sebagai price maker. Oleh sebab itu, pihak yang lebih berpengaruh dalammengendalikan harga bawang merah di tingkat petani Brebes adalah pedagangbesar.Untuk mengatasi permasalahan tersebut, <strong>KPPU</strong> merekomendasikan supayadilakukan penataan jalur distribusi untuk meningkatkan efisiensi perdagangan danmeminimalisasi market power pedagang besar. Alternatif yang dapat dipilih antaralain :• mengaktifkan peranan pasar (market creation) sebagai titik transaksi antarapetani dan pedagang pengumpul/besar.• memanfaatkan peran koperasi untuk meningkatkan bargaining power di tingkatpetani.• memanfaatkan mekanisme resi gudang untuk mengurangi resiko ketidakpastianharga bagi para petani.Halaman 28 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Apabila Pemerintah tetap akan mengeluarkan kebijakan larangan impor bawangmerah ke Brebes, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan departemen teknis terkaitserta terintegrasi dengan kebijakan perdagangan nasional.13. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Bidang SubsidiDewasa ini muncul wacana dari pemerintah untuk melakukan penghematananggaran yang salah satunya dilakukan dengan cara mengurangi pemberian subsidiyang dinilai tidak tepat sasaran. Beberapa pos subsidi dinilai tidak menciptakanmekanisme pasar yang sehat akan tetapi justru memberikan efek distorsi pasar. Halini berdampak negatif pada penciptaan efisiensi dan daya saing operasional pelakuusaha terutama yang menerima subsidi dari pemerintah dan cenderung akan dapatmenyebabkan perilaku rent-seeking bagi pelaku usaha tersebut sehingga tidak adagairah untuk dapat meningkatkan daya saing produknya.Beberapa pos subsidi yang saat ini menjadi tanggung jawab pemerintah diantaranya adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, subsidi bungakredit program, subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, dan subsidi PublicService Obligation (PSO) bertujuan untuk menciptakan stabilitas harga, membantumasyarakat kurang mampu dan usaha kecil menengah dalam memenuhi sebagiankebutuhannya, serta membantu Badan <strong>Usaha</strong> Milik Negara (BUMN) yangmelaksanakan tugas pelayanan umum. Mekanisme pemberian subsidi ini biasanyamelalui perusahaan yang menjual produk yang bersangkutan sehingga harga jualproduknya menjadi lebih murah dan terjangkau masyarakat. Namun demikian kitaperlu membedakan antara konsep subsidi dengan konsep bantuan sosial. Konsepsubsidi yang dikenal dalam Anggaran pemerintah adalah subsidi yang disalurkanmelalui perusahaan (BUMN maupun swasta). Sedangkan bantuan sosial merupakanbantuan dari pemerintah yang diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat akibatefek inflasi.Secara umum pengertian subsidi dikaitkan dengan tugas pemerintah untukmengatasi kegagalan pasar melalui pemberian transfer payment kepadamasyarakat. Kegagalan pasar tersebut terjadi karena sumber daya tidak teralokasisecara efisien. Kebijakan subsidi merupakan salah satu upaya pemerintah untukmeminimalisir dampak market failure tersebut. yang menjadi perhatian utamaHalaman 29 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________pemerintah saat ini bahwa kebijakan subsidi adalah untuk meningkatkan daya belimasyarakat atas produk yang menjadi kebutuhan utama mereka. Namun demikian,kebijakan subsidi tersebut harus tepat sasaran supaya tidak menjadi governmentfailure yang akan menyebabkan alokasi sumber daya menjadi semakin tidak efisien.Untuk itu perlu adanya evaluasi agar pemberian subsidi menjadi tepat sasaran.Terkait dengan isu persaingan usaha, kebijakan subsidi memerlukan mekanismepenyaluran yang tepat. Hal ini diperlukan mengingat kebijakan subsidi dapatmemberikan dampak efisiensi atau sebaliknya dapat menyebabkan governmentfailure. Perilaku rent-seeking dapat terjadi ketika pelaku ekonomi memperolehmanfaat dari pemberian subsidi dari pemerintah tersebut dan tidak ingin mengubahkondisi tersebut. Bagi pelaku usaha, keberadaan komponen subsidi akan merubahstruktur biaya pada setiap aktivitas ekonomi mereka. hal ini akan berpengaruhterhadap perilaku pelaku usaha di pasar. Perilaku pelaku usaha di suatu pasar akanberpengaruh terhadap performance pasar itu sendiri. Pelaku usaha lain yang masihberada dalam pasar bersangkutan yang sama juga akan terpengaruh olehkeberadaan pelaku usaha yang memperoleh subsidi tersebut. Akibatnya pelakuusaha pesaing juga akan memiliki perilaku untuk menyesuaikan diri dengan perilakupelaku usaha yang menerima subsidi dari pemerintah. Hal ini menyebabkan kinerjausaha dari tiap-tiap pelaku usaha yang ada di pasar tidak berada pada tingkatkompetitif.14. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Bidang Asuransi Kendaraan BermotorPada tanggal 29 Juni 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmimengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.010/2007 tentangPenyelenggaraan Pertanggungan Asuransi Pada Lini <strong>Usaha</strong> AsuransiKendaraan Bermotor (selanjutnya disingkat menjadi PMK No. 74/2007). LahirnyaPMK No. 74/2007 merupakan sebuah proses panjang yang dilakukan olehDepartemen Keuangan berdasarkan desakan dari Asosiasi Asuransi UmumIndonesia (AAUI), khususnya penyelenggara asuransi kendaraan bermotor.Bahkan dalam perjalanannya, AAUI sempat datang ke Komisi Pengawas<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) untuk berkonsultasi dengan rencana penetapankesepakatan tarif premi asuransi sebagaimana yang diinginkan oleh asosiasiHalaman 30 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tersebut. Kesepakatan tarif tersebut dianggap mendesak oleh AAUI untukmengatasi kondisi yang digambarkan mereka sebagai perang tarif. Pada saatberkonsultasi dengan <strong>KPPU</strong> tersebut, sesungguhnya telah muncul keinginanmereka untuk mendesak pemerintah agar mengatur tarif premi yang merekagambarkan sudah sampai pada tahap saling menghancurkan. <strong>KPPU</strong> sendiripada saat itu berketetapan bahwa setiap penetapan tarif melalui kesepakatanpelaku usaha dianggap bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999, karena haltersebut akan menjadi kasus persaingan usaha apabila ada pelaku usaha yangmelakukannya.Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya keluarlah PMK No.74/2007 yang diharapkan dapat menjadi solusi dari gejolak yang terjadi dalamindustri asuransi Indonesia. Tetapi setelah diberlakukan mulai 1 September2007, gejolak terjadi. Beberapa stakeholder industri asuransi kendaraanbermotor seperti perusahaan pembiayaan, agen, produsen otomotif dan brokerasuransi, secara serentak mengajukan keberatannya. Bahkan merekamemberikan bukti bahwa akibat kebijakan tersebut, maka asuransi kendaraanbermotor menjadi mahal dan merugikan konsumen.Terkait dengan kebijakan tersebut, terdapat beberapa isu persaingan didalamnya. Isu utama adalah munculnya penetapan tarif yang digiring dengantarif referensi. Dikhawatirkan tarif referensi ini akan menjadi sarana tarifkesepakatan pelaku usaha sekaligus sebagai batas bawah tarif sebagaimanayang sering ditentang <strong>KPPU</strong> selama ini.Isu persaingan lainnya adalah terkait dengan munculnya dugaan bahwa latarbelakang lahirnya PMK No. 74/2007 ini adalah karena pelaku usaha asuransibesar tidak mampu lagi bersaing dengan asuransi kecil yang mampumenerapkan tarif yang kompetitif.Hasil evaluasi kebijakan di atas menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu :1. Disusun saran pertimbangan bagi Pemerintah terkait dengan upayaperbaikan kebijakan Pemerintah di industri asuransi kendaraan bermotoryang selaras dengan UU No. 5 Tahun 1999. Beberapa substansi saranpertimbangan antara lain menyangkut :Halaman 31 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________a. Perbaikan substansi pengaturan tarif premi yang komprehensif sehinggatidak menimbulkan kerancuan dan multi tafsir bagi pelaku usaha dalampenerapannya di lapangan.b. Mendorong ketegasan regulator untuk menerapkan disiplin yang ketatdalam pelaksanaan PMK No.74/2007 ini dalam bentuk sanksi yang tegasbagi pelaku usaha yang melanggar sehingga tujuan kebijakan yangdiharapkan bisa tercapai sebagaimana mestinya.c. Percepatan penyusunan dan penerapan Arsitektur Asuransi Indonesia(AAI) yang didalamnya mengatur industri asuransi secara tersegmentasi,sehingga masing-masing perusahaan asuransi bermain sesuai dengankelasnya. Dengan adanya AAI diharapkan bisa memberi arah danpengaturan yang jelas dalam industri perasuransian dan dapat menjadiobat mujarab untuk mengatasi dan mencegah persaingan usaha yangtidak sehat di industri asuransi, lebih khusus di lini kendaraan bermotor.2. Mengingat kebijakan ini baru berjalan sekitar empat bulan sehinggaimplementasinya masih belum terlihat secara jelas, maka tim menyarankanperlunya dilakukan monitoring terhadap implementasi kebijakan ini.3. Maraknya ”tren” penetapan tarif oleh regulator tentu perlu menjadi perhatian<strong>KPPU</strong>. Penetapan tarif referensi, di satu sisi merupakan salah satu saranapenyelamat sektor usaha, namun di sisi lain dapat mengarah pada terjadinyakolusi harga yang difasilitasi oleh regulator. Ini adalah hal yang harusdiwaspadai oleh <strong>KPPU</strong>, mengingat semakin banyaknya usulan yang diajukanoleh asosiasi pelaku usaha untuk melakukan kolusi harga namun dengankedok penetapan tarif yang difasilitasi oleh regulator. Sekali lagi perluditegaskan bahwa persaingan sesungguhnya dilakukan untuk mengurangidistorsi harga, dan mendorong sumber daya bebas mengalir ke sektor palingefisien. <strong>Persaingan</strong> juga mendorong perusahaan memperbaikiproduktivitasnya dan mendorong inovasi sehingga tersedia barang dan jasadengan harga lebih murah, mutu lebih baik, serta pilihan lebih luas bagikonsumen. <strong>Persaingan</strong> bukanlah semata-mata untuk memperoleh hargayang paling murah tetapi mengabaikan kepentingan konsumen, namunpersaingan justru seharusnya menjadi jaminan bagi konsumen untukmemperoleh produk (barang atau jasa) yang terbaik. Beberapa kasuspenetapan tarif selain di industri asuransi kendaraan bermotor bisa dilihatpada penerapan tarif referensi penerbangan dan juga kesepakatan tarif di liniHalaman 32 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________2 Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Terkait dengan hal tersebut, tim menilaiperlu dilakukan kajian dampak penetapan tarif referensi oleh regulator dalamperspektif persaingan usaha.4. Dengan melihat hasil analisis penghitungan dengan metode CR4 dan HHIdimana bisa disimpulkan bahwa peta persaingan tidak terpusat di beberapaperusahaan saja, maka <strong>KPPU</strong> memandang bahwa PMK No. 74/2007 tidakbertentangan dengan UU No 5/1999.III. Saran dan Pertimbangan Kepada PemerintahSebagai salah satu tugas utama <strong>KPPU</strong> sebagaimana tercantum dalam Pasal 35huruf e UU No. 5/1999, di tahun 2007 ini <strong>KPPU</strong> akan terus memberikan sarandan pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan yang memilikipotensi bertentangan dengan UU No. 5/1999. Hal ini dilakukan sebagai koreksi,agar kebijakan pemerintah selaras dengan prinsip-prinsip persaingan usahayang sehat yang akan mendorong terciptanya kinerja sektor ekonomi yang lebihbaik yang bermuara pada kesejahteraan rakyat.Untuk periode Januari-Desember 2007, saran dan pertimbangan yang diberikanoleh <strong>KPPU</strong> kepada pemerintah adalah sebagai berikut:1. Saran dan Pertimbangan Terkait Dengan Sektor RitelPokok permasalahan dalam sektor ritel adalah tidak adanya pengaturan tentangequal playing field antara ritel kecil/tradisional dan pemasok dengan ritel besaryang memiliki kapital besar.Terkait kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :a. <strong>KPPU</strong> mendukung substansi pengaturan yang dilakukan sebagai upayaperlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta perlindungan terhadappemasok ritel modern. Mengenai substansi pengaturan <strong>KPPU</strong> memahamibahwa hal tersebut merupakan kewenangan pemerintahb. Dalam beberapa substansi pengaturan, <strong>KPPU</strong> mengharapkan agarmemperhatikan potensi-potensi persaingan usaha tidak sehat sebagaimanadiatur dalam UU No.5 Tahun 1999 antara lain menyangkut pengaturanpembatasan jumlah pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply danHalaman 33 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________demand. Diharapkan pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadiinstrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukanpraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasiterhadap konsumen.c. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agar haltersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil tetapi juga pemasokmenengah dan besar, mengingat daya tawar ritel modern yang sangat tinggitidak hanya berefek pada pelaku usaha kecil tetapi juga usaha menengahdan besar. Dalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwa segala bentukhubungan transaksi antara pemasok dan peritel modern tidak bolehbertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha dan sehatd. Apabila keterlibatan <strong>KPPU</strong> akan didefinisikan secara eksplisit dalamsubstansi pengaturan, maka diusulkan terdapat klausul tambahan dalambab/pasal tersendiri sebagai berikut:Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat1. Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkanterjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan UU No.5Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>Tidak SehatHingga saat ini belum ada respon resmi dari pemerintah terhadap saran dari<strong>KPPU</strong> untuk memasukan klausul tambahan dalam bab/pasal tersendiri.2. Saran dan Pertimbangan Terhadap Memorandum of Understanding(MOU) Pemerintah - MicrosoftSaran pertimbangan ini, diberikan sehubungan dengan ditandatanganinyaMoU antara Pemerintah dan Microsoft, yang dinilai oleh <strong>KPPU</strong> dapatmendistorsi proses persaingan dalam industri software Indonesia. Hal inimengingat Microsoft telah menjadi pemegang posisi dominan dalam industrisoftware Indonesia. Alasan Pemerintah bahwa hal ini merupakan bagian dariupaya pemberantasan pembajakan sesungguhnya dapat diterima, hanyasayangnya dalam implementasinya MoU tersebut bertentangan dengansemangat persaingan usaha yang sehat.Halaman 34 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Atas MoU tersebut <strong>KPPU</strong> memberikan saran pertimbangan dengan substansisebagai berikut :1. <strong>KPPU</strong> memahami dan mendukung upaya Pemerintah untuk melakukanpemberantasan software ilegal di Indonesia, khususnya di instansiPemerintah yang dijadikan landasan kebijakan MoU tersebut. Prosespembajakan software, telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkandan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industri softwareIndonesia. Akibatnya inovasi di industri software terancam stagnanbahkan berhenti sama sekali, yang dalam gilirannya dapat mematikaninovasi dan potensi wirausaha di industri tersebut.2. Tetapi terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan MoUdengan Microsoft sebagai bagian dari upaya pemberantasanpembajakan, <strong>KPPU</strong> berpendapat hal tersebut tidaklah tepat karenabertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimanadiatur dalam UU No 5 Tahun 1999. MoU yang dalam implementasinyaakan dilakukan dalam bentuk perjanjian, jika ditindaklanjuti akanmenyebabkan beberapa hal :a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi Microsoftyang secara faktual telah menjadi pemegang posisi dominan denganmenguasai lebih dari 90% pangsa pasar operating system software(melalui Microsoft windows) dan software aplikasi kantor (melaluiMicrosoft Office). Kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensiuntuk disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi saranaeksploitasi konsumen (instansi Pemerintah) oleh Microsoft sebagaisatu-satunya penyedia software (operating system dan aplikasikantor).b. Menutup peluang pelaku usaha penyedia operating system softwaredan aplikasi kantor Indonesia selain Microsoft, untuk dapatmemasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal ini akan menjadidisinsentif bagi pengembangan software di Indonesia. Inovator danwirausahawan Indonesia dalam industri software terancamkelangsungannya, karena tidak lagi ada daya tarik pasar.c. Menyebabkan tidak adanya alternatif pilihan operating systemsoftware dan software aplikasi kantor bagi instansi Pemerintah selainproduk Microsoft. Dalam jangka panjang hal ini akan menutup potensiHalaman 35 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________efisiensi proses pengadaan software di instansi Pemerintah. InstansiPemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif menumbuhkaninovasi industri software yang bersaing dengan sehat (bukan sajamicrosoft).3. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, <strong>KPPU</strong> berpendapat bahwa solusiuntuk mengatasi pembajakan dengan melakukan MoU dengan Microsoft,tidaklah tepat mengingat akar permasalahan yang sesungguhnya darimaraknya pembajakan software adalah terkait dengan permasalahanpenegakan hukum dari peraturan perundangan tentang hak kekayaanintelektual yang telah ada.4. Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakan hanya dapat dilakukanmelalui penegakan hukum yang tegas. Meskipun hal tersebutmemerlukan waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras, tetapi<strong>KPPU</strong> meyakini bahwa apabila semua elemen bangsa ini memilikikemauan untuk mewujudkannya, maka hal tersebut dapatdiimplementasikan.5. Mencermati hal-hal di atas maka <strong>KPPU</strong> menyarankan agar Pemerintahmencari model kebijakan lain yang berdampak luas pada pemberantasanpembajakan software dan persaingan usaha yang sehat. <strong>Persaingan</strong>usaha yang sehat diharapkan mampu mengatasi digital divide dalampembangunan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge basedeconomy) dalam jangka panjang, karena munculnya inovasi softwareyang berbasis open system dan aplikasi perkantoran serta aplikasikhusus lainnya yang lebih terjangkau masyarakat luas.6. Berdasarkan analisis di atas, <strong>KPPU</strong> menyarankan agar Pemerintah tidakmenindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligusmencabut MoU tersebut, untuk menghindarkan munculnya potensipotensipersaingan usaha tidak sehat di industri software IndonesiaHingga saat ini belum terdapat tanggapan dari pemerintah, meskipundemikian Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah danMicrosoft tersebut tidak dilaksanakan.Halaman 36 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________3. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan SuratEdaran Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Pengiriman SuratSaran pertimbangan ini, terkait dengan munculnya Surat Edaran (SE)Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 tentang Pengiriman Surat. Darisudut persaingan usaha, terbitnya SE ini menghambat iklim usaha danpersaingan dalam jasa pelayanan pos. Hal tersebut mengingat substansi SEdiskriminatif terhadap pelaku usaha tertentu, menghambat pelaku usaha lain(entry barrier) serta membatasi pilihan konsumen, terutama konsumenperusahaan non individu. Kondisi tersebut tidak hanya merugikan sektor jasapos saja, namun dikhawatirkan berdampak negatif terhadap kinerjaperekonomian keseluruhan, karena sektor jasa pos telah tumbuh begitudinamis dengan keterlibatan sejumlah pelaku usaha yang memilikikemampuan untuk memberikan layanan dengan kualitas dan harga yangberagam, serta telah menjadi sarana bekerja ribuan tenaga kerja Indonesia.Di satu sisi, <strong>KPPU</strong> melihat bahwa SE tersebut secara langsung telahmengembalikan atau menegaskan posisi monopoli PT Pos Indonesia. <strong>KPPU</strong>menyadari bahwa hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang (UU) No 6Tahun 1984 tentang Pos. Akan tetapi <strong>KPPU</strong> juga melihat fakta bahwa selamabertahun-tahun Pemerintah membiarkan, bahkan cenderung memfasilitasikehadiran para pelaku usaha swasta di sektor jasa pos selain PT PosIndonesia. Dalam perspektif persaingan adanya SE tersebut menimbulkansituasi yang tidak kondusif baik terhadap PT. Pos Indonesia, pelaku usahajasa kurir swasta dan konsumen. Dampak terhadap PT. Pos Indonesia dalamjangka pendek, adalah peningkatan kinerja dengan memanfaatkan hakmonopolinya. Dalam jangka panjang, PT Pos Indonesia akan kembalidibesarkan dalam situasi monopoli, yang dapat menjadi disinsentif bagi PTPos Indonesia untuk berkembang secara efisien sebagaimana yang terjadibertahun-tahun. Akibatnya saat sektor jasa pos terbuka, PT Pos Indonesiatidak memiliki daya saing yang memadai. Dalam kondisi tersebut, secarakeseluruhan, pertumbuhan industri pos dan logistik di Indonesia akanterhambat.Halaman 37 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________<strong>KPPU</strong> menyadari bahwa kinerja PT Pos Indonesia saat ini belum optimal.Namun solusi untuk meningkatkan kinerja PT Pos Indonesia tidak harusmelalui kebijakan yang cenderung bertentangan dengan prinsip-prinsippersaingan usaha yang sehat. Kebijakan yang anti persaingan bahkan dapatmemperburuk kinerja sektor jasa pos secara keseluruhan. <strong>KPPU</strong> memandangperlunya program revitalisasi yang komprehensif terhadap PT. Pos Indonesiauntuk perbaikan serta peningkatan kinerja operasional dan pelayanan. Untukhal tersebut, dibutuhkan dukungan penuh Pemerintah, baik melalui kebijakanmaupun hal-hal lain terutama yang terkait dengan penugasan PT PosIndonesia yang tidak memiliki nilai ekonomis (komersial) yang biasanyaterwujud dalam bentuk public service obligation (PSO). Sementara untukkegiatan komersial, sudah selayaknya manajemen PT. Pos Indonesiadiberikan fleksibilitas untuk menetapkan berbagai kebijakan operasional danstrategis, seperti diantaranya adalah penetapan tarif layanan komersial daninovasi produk dan jasa kepada konsumen komersial. Hal ini sejalan denganstatus PT. Pos Indonesia (Persero) yang salah satu tujuan utamanya adalahmencari keuntungan (profit center).Sementara itu di sisi lain, kehadiran SE tersebut juga menjadi cermin dariinkonsistensi (dualisme) kebijakan Pemerintah dalam upaya pengembangansektor jasa pos. Melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perposan yangsaat ini sedang diproses di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pemerintahsecara tegas dan jelas menyatakan dukungan bagi terjadinya perubahanmodel pengelolaan sektor jasa pos Indonesia dari monopoli menujupersaingan. Tetapi kehadiran SE, memberikan gambaran sikap Pemerintahyang sebaliknya, yang bertentangan dengan upaya perubahan pengelolaansebagaimana tertuang dalam RUU Perposan.Sebagai upaya perbaikan dalam pengelolaan sektor jasa pos, <strong>KPPU</strong>menyambut baik langkah-langkah yang ditempuh pihak eksekutif maupunlegislatif saat ini dalam melakukan perubahan terhadap Undang-Undang (UU)No 6 Tahun 1984 tentang Pos. Harus diakui bahwa undang-undang tersebutberikut regulasi turunannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan duniausaha saat ini yang semakin terbuka dan dinamis. Untuk mendorongterjadinya perbaikan kinerja sektor jasa pos keseluruhan, sekaligusmemecahkan persoalan yang ditimbulkan oleh kehadiran SE di muka, <strong>KPPU</strong>Halaman 38 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________berharap agar pembahasan perubahan UU No 6/1984 dapat diselesaikandalam waktu dekat. <strong>KPPU</strong> juga berharap agar selama proses pembahasandraft RUU Perposan, pemerintah atau dalam hal ini Menkominfo dapatmeninjau kembali SE Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 agar tetapsesuai dengan koridor persaingan usaha yang sehat. Selain hal tersebut,<strong>KPPU</strong> juga berharap agar program revitalisasi PT. Pos Indonesia dapatdirumuskan dan segera diimplementasikan dalam waktu yang tidak terlalulama.4. Saran dan Pertimbangan terkait dengan Rancangan Peraturan Presiden(RPP) tentang Penataan dan Pembinaan <strong>Usaha</strong> Pasar Modern dan <strong>Usaha</strong>Toko ModernSaran pertimbangan ini merupakan respon <strong>KPPU</strong> terhadap upayapenyusunan RPP yang diharapkan mampu meminimalkan persoalan diindustri ritel yang terjadi selama ini.Secara garis besar saran pertimbangan yang diberikan adalah sebagaiberikut:a. <strong>KPPU</strong> mendukung sepenuhnya substansi pengaturan yang dilakukandalam upaya perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional sertaperlindungan terhadap pemasok ritel modern. Menyangkut substansipengaturan <strong>KPPU</strong> memahami sepenuhnya bahwa hal tersebutmerupakan kewenangan Pemerintah.b. Dalam beberapa substansi pengaturan, <strong>KPPU</strong> mengharapkan agarsubstansi pengaturan memperhatikan potensi-potensi terjadinyapersaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 tahun1999. Hal tersebut antara lain menyangkut pengaturan pembatasanjumlah pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply dan demand.Diharapkan pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadi instrumenyang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan praktekmonopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasi terhadapkonsumen. Misalnya saja dengan melakukan praktek kartel antar pelakuusaha yang jumlahnya terbatas atau bahkan praktek monopoli karenahanya ada satu pelaku usaha di satu wilayah.Halaman 39 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________c. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agarhal tersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil, tetapi juga pemasokmenengah dan besar. Hal tersebut mengingat daya tawar ritel modernyang sangat tinggi tidak hanya berefek terhadap pelaku usaha kecil sajatetapi juga usaha menengah dan besar. Selain itu, dalam pengaturanjuga perlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungan transaksi antarapemasok dan peritel modern tidak boleh bertentangan dengan prinsipprinsippersaingan usaha yang sehat.Sampai dengan laporan tahun 2007 ini disusun, RPP masih dalam prosespenyusunan oleh Pemerintah dan <strong>KPPU</strong> selalu dilibatkan dalam prosespembahasan RPP Ritel tersebut.5. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan Kebijakandalam Penyelenggaraan HajiSaran ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan evaluasi kebijakan dalampenyelenggaraan Haji. <strong>KPPU</strong> memandang penting hal ini, karenapenyelenggaraan ibadah haji merupakan kegiatan yang sangat bersentuhandengan masyarakat banyak. Setiap tahun sekitar 200.000 jamaah haji menjadipeserta ibadah Haji. Biaya murah dengan kualitas layanan penyelenggaraanyang baik merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah.Dalam sarannya <strong>KPPU</strong> menyampaikan apresiasi terhadap beberapaperubahan yang dilakukan dalam kebijakan penyelenggaraan ibadah hajiseperti upaya pemisahan fungsi pengawasan dan fungsi pengelolaan danaabadi umat, sehingga selaras dengan upaya penciptaan good governance.Namun demikian, pembenahan yang diusulkan di dalam RUU Haji, belumcukup maksimal mendorong pembenahan kebijakan penyelenggaraan hajisecara keseluruhan. Terdapat tiga permasalahan utama yang menurutpandangan <strong>KPPU</strong> perlu dibenahi secara komprehensif, yakni :1. Kebijakan tarif<strong>KPPU</strong> memahami bahwa peran Pemerintah masih dibutuhkan untukmenjamin tingkat tarif penyelenggaraan ibadah haji (selanjutnya disingkatHalaman 40 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________BPIH) yang wajar sehingga terjangkau masyarakat. Berdasarkan regulasiyang berlaku, penetapan BPIH dilakukan oleh Presiden berdasarkanusulan Menteri Agama yang telah mendapat persetujuan DPR.Sayangnya, usulan BPIH yang diajukan Departemen Agama selalumenggunakan dasar perhitungan biaya operasional tahun sebelumnya.Di sisi lain, besarnya hambatan masuk di pasar jasa penyelenggaraanhaji masih tinggi, terutama jasa transportasi, akomodasi dan konsumsi(catering). Akibatnya, BPIH yang ditetapkan Pemerintah memilikikecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Mekanisme kebijakandemikian, telah menyebabkan terjadinya legitimasi bagi terjadinya praktekmonopoli dalam penyelenggaraan ibadah haji, karena pasardipersepsikan statis.2. Kebijakan Pemberdayaan Pelaku <strong>Usaha</strong> Nasional<strong>KPPU</strong> berpendapat dinamika pasar di industri jasa transportasi, jasaperjalanan (tour&travel), dan jasa boga, telah berkembang dengan baik.Tidak seharusnya mekanisme tender (competition for the market) yangdijalankan pemerintah dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah hajidilakukan diskriminatif.Sebagaimana ditunjukkan pada tahun 1999, dampak keikutsertaanperusahaan penerbangan selain PT Garuda Indonesia, yaitu SaudiArabian Airlines, dapat menekan tarif angkutan haji (dari US$ 1,750.-menjadi US$ 1,250.- per orang). Jika perusahaan penerbangan asing(yaitu SV) saja telah diberi akses untuk melayani angkutan haji, kenapaperusahaan penerbangan nasional tidak?. Paradigma pemberdayaanpasar dengan mengikutsertakan pelaku usaha nasional menurut hematkami perlu dikedepankan.Selanjutnya, dalam hal penyediaan akomodasi dan konsumsi mekanismeyang dijalankan pemerintah masih diskriminatif sehingga belum efektifmendorong penciptaan kesempatan berusaha yang sama bagi pelakuusaha di sektor bersangkutan. Mekanisme tender (competition for theHalaman 41 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________market) yang dilakukan pemerintah masih jauh dari kondisi yangdiharapkan.3. Organisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji.<strong>KPPU</strong> berpendapat perangkapan fungsi regulasi dan fungsi pelaksanaanoleh pemerintah, menjadi salah satu penyebab utama dari inefisiensipenyelenggaraan haji. Hubungan regulator-operator seharusnya bersifatvertikal. Perangkapan fungsi akan menyulitkan mekanisme reward andpunishment. Berdasarkan pengalaman, Departemen Agama tidak pernahmendapatkan ’hukuman’ (sebagai bentuk pertanggungjawaban kepadapublik) atas terus terulangnya berbagai permasalahan di dalampenyelenggaraan ibadah haji.<strong>KPPU</strong> berpandangan bahwa bentuk jaminan perlindungan negara tidak‘harus’ selalu termanifestasikan dalam bentuk perangkapan fungsiregulator dan pelaksana oleh Pemerintah. Kinerja dalampenyelenggaraan haji selama ini menunjukkan bahwa pola yang berlakutelah mengakibatkan penyelenggaraan haji tidak maksimal.Menanggapi surat saran dan pertimbangan <strong>KPPU</strong>, Menteri Agama memberitanggapan sebagai berikut :1. Mengenai tarif BPIH, telah dibahas bersama dengan DPR-RI melaluimekanisme pembentukan Panja, dimana sebelumnya telah dilakukanRapat Dengar Pendapat dengan pihak-pihak terkait untuk membahaspenetuan tarif yang wajar dan proporsional. Tarif BPIH tersebut tetapmenggunakan tarif tahun sebelumnya dengan juga melakukanpembahasan dan tawar-menawar untuk memperoleh tarif yang wajar danproporsional. Sedangkan mengenai keikutsertaan pelaku usaha laindalam transportasi haji, maskapai nasional yang dipakai hanya satu yaituGaruda. Hal ini dikarenakan adanya kesulitan perolahan izin pendaratandi Saudi Arabia yaitu Pemerintah Arab Saudi yang memberlakukan singledesignator bagi penerbangan haji suatu negara. Selain itu maskapailainnya selalu memberikan penawaran tarif yang lebih tinggi dari Garudadan Saudi Airline.Halaman 42 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________2. Implementasi melalui tender terbuka telah dilakukan melalui mediamassa seperti pengumuman hasil tender catering di Surabaya melaluikoran media Indonesia. Sedangkan untuk tarif pemondokan,penentuannya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan mengikat diArab Saudi. Departemen Agama melakukan upaya negosiasi untukmemperoleh harga yang wajar dan kompetitif.3. Departemen Agama telah mendorong untuk melakukan efisiensi dengantetap memperhatikan perlindungan terhadap jemaah. Untuk itu,Departemen Agama menetapkan harga minimal dalam rangkaperlindungan agar pelayanan benar-benar dapat dilaksanakan sesuaiyang dijanjikan. Sementara ini belum dilakukan pembatasan hargamaksimal sesuai saran <strong>KPPU</strong>, karena di Arab Saudi belum adastandarisasi tarif hotel, naqobah, dan catering. Namun, DepartemenAgama akan tetap menjaga agar tarif yang ditentukan harus sesuaidengan pelayanan yang diberikan.4. Tender terbuka telah dilakukan dengan mengumumkan pemenanglelang/tender melaui website disamping koran nasional yang sesuaidengan Kepres No.80 Tahun 2003.5. Dalam pendekatan G to G, sangat diharapkan adanya peran aktif daripelaku usaha nasional untuk mendapatkan partner bisnis di Arab Saudi.6. Usulan pemisahan fungsi regulasi dan fungsi pelaksanaan telahdiusulkan oleh beberapa pengamat perhajian dan telah mendominasipembahasan pada pembicaraan usul inisiatif DPR-RI tentang PerubahanUndang-Undang No.17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan IbadahHaji.7. Departemen Agama sependapat untuk membentuk komite pengawasindependen yang ikut mengawasi penyelenggaraan haji di Indonesia,dengan pertimbangan untuk mengantisipasi tidak adanya tumpang tindihpelaksanaan dengan lembaga pengawasan yang dibentuk oleh peraturanperundangan.8. Akuntabilitas penyelenggaraan haji dilakukan oleh institusi pemeriksainternal yaitu Inspektorat Jenderal dan BPKP, serta institusi pemeriksaeksternal yaitu BPK. Perlu diketahui bahwa sejak dua tahun ini, setelahselesai operasional haji telah diumumkan neraca BPIH secara luaskepada masyarakat melalui media massa nasional.Halaman 43 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________6. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan Perbukuan NasionalPeraturan Menteri No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaranmerupakan kebijakan yang selaras dengan semangat persaingan usaha yangsehat. Namun dalam implementasinya, kerangka industri perbukuan yang idealyang sesuai dengan kebijakan masih jauh dari harapan. Salah satupermasalahan yang muncul adalah terjadinya distorsi terhadap sistem idealyang diinginkan Pemerintah serta minimnya perhatian Pemerintah untukmendorong implementasi kebijakan yang ditetapkan oleh DepartemenPendidikan Nasional.Terkait dengan kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan beberapa halsebagai berikut:1. Apabila Pemerintah ingin mempertahankan bentuk pengaturan saat ini,maka Pemerintah harus memperkuat kebijakan tersebut dengan :a. mengembangkan program-program turunan dari kebijakan yang telahdibuat saat ini, antara lain dengan :i. mengembangkan pengaturan teknis dari kebijakan yang telah adaii. mengembangkan toko buku sebagai ujung tombak industri bukub. menegakkan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan yangtelah ditetapkan, terutama ditujukan kepada pejabat dan pelaksanapendidikan nasional yang mendistorsi sistem melalui kewenangannya.2. Terkait kebijakan harga buku nasional, mengingat potensi oligopoli dalamindustri buku sangat besar, maka untuk menghindari terjadinya eksploitasikonsumen Pemerintah disarankan untuk menetapkan batas atas hargabuku. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap potensieksploitasi siswa oleh pelaku usaha. Di sisi lain kebijakan tersebut memberiruang persaingan yang seluas-luasnya sehingga upaya efisiensi pelakuusaha tetap terjadi.3. Memperhatikan nilai strategis perbukuan dalam pendidikan nasional danlemahnya implementasi kebijakan saat ini, disarankan agar pengaturanperbukuan menggunakan peraturan perundangan yang lebih tinggi yangmengikat setiap warga Negara yang menjadi obyeknya. <strong>KPPU</strong>mengusulkan bentuk pengaturan yang tepat adalah dalam bentuk Undang-Undang. Untuk itu <strong>KPPU</strong> mengusulkan agar Pemerintah segeramenyiapkan Rancangan Undang-Undang Perbukuan Nasional.Halaman 44 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________7. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan KebijakanPerposan<strong>KPPU</strong> melakukan analisa terhadap Draft Rancangan Undang-UndangPerposan, dalam rangka perbaikan regulasi sektor yang bersangkutan. Untukmemperoleh masukan yang lebih komprehensif, <strong>KPPU</strong> juga melakukanelaborasi terhadap berbagai pendekatan ”best practices” dalam regulasi posinternasional.Saran dan pertimbangan <strong>KPPU</strong> berkaitan dengan industri perposan ini antaralain:a. Perlu ada klasifikasi dan spesifikasi yang lebih jelas terhadap jasa posatau produk pos yang masuk dalam kategori wajib (core) terkait denganKewajiban Pelayanan Umum/Public Service Obligation (PSO),sebagaimana tercantum dalam konvensi UPU yang telah diratifikasi olehPemerintah Indonesia melalui Keppres No. 112/2000 (Protokol keenamUPU di Beijing) dan Perpres No. 98/2006 (Protokol ketujuh UPU diBucharest). Klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan kombinasidari tiga kriteria utama yaitu jenis jasa pelayanan (class of services),berat, dan tarif.b. Mengacu pada berbagai kebijakan pos yang diterapkan di berbagainegara (sebagaimana tercantum dalam literatur UPU dan OECD), jasapos standar dengan berat tertentu merupakan kategori produk/jasa yangbersifat wajib disediakan oleh operator/negara dengan tarif yangterjangkau (affordable prices). Sementara, produk/jasa pos sepertiexpress mail dan jasa pos premium lainnya merupakan produk/jasabernilai tambah yang termasuk ke dalam wilayah komersial dan dapatdilakukan secara kompetitif, baik dari segi pelayanan maupun tarif,berdasarkan mekanisme pasar yang wajar.c. Sejalan dengan ketentuan konvensi UPU yang menegaskan bahwadalam peraturan (undang-undang) pos di setiap negara anggota harusmemuat pengaturan mengenai public service obligation (PSO) dalamjasa pos, maka RUU Pos harus tetap memuat pengaturan mengenaiPSO dalam jasa pos di Indonesia. Undang-undang pos yang baru harusmemberikan amanat kepada negara (pemerintah) dalam hal penyediaanPSO jasa pos dengan sistem dan metode pembiayaan yang memadai.Halaman 45 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Dalam hal ini, metode atau praktek subsidi silang antara jasa pos yangbernilai komersial dengan jasa pos non komersial harus dihilangkan,karena akan memberatkan kinerja operator sebagai pelaksana PSO posdan juga akan menimbulkan adanya hambatan terhadap iklimpersaingan usaha yang sehat.d. Pemerintah berdasarkan undang-undang pos yang baru perlumenerbitkan kebijakan yang memberikan hak konsesi kepada operator(pelaksana) PSO dalam jasa pos melalui proses yang kompetitif dantransparan. Melalui proses tersebut, akan diperoleh operator (pelaksana)PSO jasa pos yang dapat melaksanakan fungsi PSO dengan biayaterendah (lowest scheme subsidy) serta menghilangkan adanya subsidisilang antara layanan PSO dengan layanan komersial. Tentunya untukmencapai hal tersebut diperlukan kajian serta evaluasi yangkomprehensif, baik terhadap berbagai metode pendanaan PSO yangtersedia maupun terhadap kinerja serta kemampuan kandidat operatorsebagai pelaksana POS dalam jasa pos.e. Untuk menjamin terlaksananya fungsi PSO dan operasional sektor possecara keseluruhan, maka perlu penguatan fungsi serta peran regulatordan pengawas dalam undang-undang pos yang baru. Penguatan duafungsi tersebut diutamakan dalam hal status hukum, tatanan institusi,pendanaan serta kewenangannya. Selain hal tersebut, regulator danpengawas pos harus menjamin tidak terjadi penyimpangan ataupersilangan (cross subsidy) antara produk/jasa yang bersifat wajibdengan produk/jasa pos bernilai tambah dan bersifat komersial, terutamadari sisi kebijakan tarif oleh operator (pelaksana) PSO dan pelaku usahalainnya.f. Dalam RUU Pos sebaiknya juga mencakup berbagai perkembangan daninovasi dalam dunia bisnis, terutama dalam rangka mengantisipasi trenintegrasi layanan jasa pos (komersial) dan logistik. Sebagaimanadiketahui bersama, integrasi pelayanan jasa (termasuk untuk sektor posdan logistik) memungkinkan terjadinya peningkatan efisiensi dan inovasidalam supply chain sehingga dapat mengarah kepada peningkatankualitas layanan konsumen (user) dengan tarif yang lebih kompetitif.Halaman 46 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Pada dasarnya, terdapat beberapa isu persaingan dalam sektor pos, sepertidiantaranya adalah integrasi vertikal, akses terhadap jaringan pos (melaluiinterkoneksi) serta penetapan tarif yang tidak wajar (predatory pricing). Untukmenyikapi berbagai isu tersebut, sebaiknya berbagai ketentuan dalam RUU Posnantinya tetap mempertimbangkan kaidah-kaidah prinsip persaingan usahasehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang LaranganPraktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat.Berdasarkan perkembangan terakhir, substansi saran <strong>KPPU</strong> tersebut telahmenjadi masukan baik bagi pemerintah dan atau DPR dalam prosespenyusunan Draft RUU Pos terbaru.8. Saran dan Pertimbangan Terhadap Kebijakan <strong>Usaha</strong> Perkebunan SawitDalam industri kelapa sawit, masih diperlukan berbagai pembenahan agarperkembangan industri kelapa sawit sesuai dengan harapan melaluipengakomodasian nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalampengembangannya.Isi saran dan pertimbangan tersebut terkait dengan beberapa hal, antara lain:a. Terbitnya ketentuan yang mengharuskan perusahaan pengolahan hasilperkebunan sawit untuk memenuhi minimal 20% pasokan bahan bakunyadari pengusahaan budidaya tanaman perkebunan sendiri sebagaimanatertuang di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan <strong>Usaha</strong>Perkebunan yang mengharuskan usaha pengolahan hasil perkebunan sawituntuk memenuhi minimal 20% pasokan bahan baku dari pengusahaanbudidaya tanaman perkebunan sendiri. Peraturan tersebut dapat menjadihambatan masuk bagi perusahaan pengolahan hasil perkebunan sawit yangtidak dapat memenuhi syarat 20% pasokan bahan baku dari kebun sendirikarena minimnya lahan, dan sebagaimana diatur melalui UU No.18/1999tentang usaha perkebunan, tidak berarti pelaku usaha pengolahan hasilperkebunan juga harus melakukan usaha budidaya tanaman perkebunansendiri. sehingga <strong>KPPU</strong> menyarankan agar peraturan tersebut dicabut.Halaman 47 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________b. Kemitraan antara perkebunan rakyat sebagai pemasok bahan baku danperusahaan pengolah sawit sebagai pembeli bahan baku menunjukkan posisitawar pekebun tidak sebanding dengan perusahaan inti (unequal bargainingpower), meskipun perkebunan rakyat mengusahakan 35,58% dari total luasareal perkebunan sawit nasional, namun tingkat ketergantungan merekaterhadap industri pengolahan kelapa sawit sangat tinggi, sehingga tingkatkeseimbangan pasar lebih dikendalikan oleh inti sebagai pemilik pabrikpengolahan hasil tandan buah segar sawit daripada sisi pekebun sebagaiplasma yang menproduksi tandan buah segar sawit. Oleh karena itu,sebaiknya pola kemitraan antara pemasok dan pengolah bahan bakumemperhatikan ketentuan larangan praktek monopsoni dalam UU No. 5Tahun 1999.c. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005 mengenaiPedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebunsecara teknis dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi tawar pekebunplasma dalam mendapatkan harga tandan buah segar yang wajar. Namundalam prakteknya, kebijakan tersebut digunakan untuk menyeragamkantingkat harga tandan buah segar sawit, baik yang diproduksi pekebunplasma maupun pekebun non-plasma (perkebunan rakyat swadaya). Praktektersebut mengarah kepada praktek penetapan harga (price fixing) yangberlawanan dengan UU No. 5 tahun 1999. <strong>KPPU</strong> menyarankan agardepartemen teknis ataupun instansi yang berwenang menjalankan ketentuanoperasional Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005dan tidak menyalahgunakannya sebagai instrumen penetapan harga.d. Perusahaan perkebunan besar swasta mendominasi penguasaan luas arealperkebunan kelapa sawit nasional. Meskipun demikian, produktivitas kelapasawitnya masih lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas perusahaanperkebunan negara dan relatif sebanding dengan produktivitas perkebunanrakyat. Hal tersebut menunjukkan adanya dominasi lahan yang inefisien,sehingga memerlukan evaluasi lebih lanjut dari departemen teknis daninstansi terkait.<strong>KPPU</strong> menyarankan agar departemen ataupun instansi yang berwenangmenjalankan ketentuan operasional Peraturan Menteri Pertanian Nomor395/Kpts/OT.140/11/2005 disarankan untuk tidak menyalahgunakannyaHalaman 48 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________sebagai instrumen memaksakan keseragaman harga pasar di pasarbersangkutannya.8. Saran dan Pertimbangan <strong>KPPU</strong> terhadap Pelaksanaan AngkutanKontainer Roll On–Roll Of (RoRo) Batam – Singapura.Pemanfaatan kapal RoRo sebagai angkutan Batam-Singapura saat ini belumdiakomodasi dengan baik dalam kebijakan sektor perhubungan, sehinggaimplementasinya telah menimbulkan potensi persaingan usaha tidak sehatberupa terhambatnya pelaku usaha nasional yang memiliki keinginan untukmengoperasikan kapal RoRo di jalur Batam-Singapura.Permasalahan mendasar terkait dengan pelaksanaan sistem Roro adalahsebagai berikut.1. Selama ini belum ada kebijakan bilateral antara Pemerintah RI danPemerintah Singapura sebagai landasan hukum yang mengatur mengenaiangkutan penyeberangan antara kedua negara tersebut. Landasan hukumyang dipakai selama ini adalah berupa MoU antara Pemerintah RI denganPemerintah Singapura tentang kerjasama ekonomi serta Surat KeputusanMenteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan.Ketiadaan landasan hukum ini menjadi entry barrier bagi pelaku usahanasional yang masuk kedalam usaha jasa angkutan penyeberangan dengansistem Roro. Hambatan tersebut muncul dalam bentuk antara lain tidakadanya jaminan bagi kelangsungan usaha jasa penyeberangan dengansistem Roro serta seringkali terjadi penolakan chasis kapal Indonesia yangakan masuk ke Singapura dengan alasan bahwa chasis kapal Indonesia tidaksesuai dengan standar chasis yang diterapkan otoritas pelabuhan Singapura.2. Terdapat berbagai praktek ekonomi biaya tinggi yang terjadi di pelabuhanpelabuhanyang berada di Pulau Batam, terkait dengan pengoperasian kapalRoro tersebut. Muncul biaya-biaya yang tidak sesuai dengan standarkepelabuhanan nasional sehingga lebih mendekati bentuk pungutan ilegaldaripada pemasukan bagi Pemerintah di Pulau Batam.Halaman 49 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, <strong>KPPU</strong> menyampaikan beberapa halsebagai berikut :1. <strong>KPPU</strong> menyarankan agar Pemerintah segera membuat perjanjian bilateralantara kedua negara yang megatur hal tersebut. Pengaturan harusdilakukan secara komprehensif, sehingga tidak ada keraguan dari pelakuusaha nasional untuk berpartisipasi aktif dalam usaha jasa penyeberangandengan menggunakan kapal Roro,2. Pengaturan juga harus mengakomodasi bagi munculnya persaingan usahayang sehat serta menghindarkan ekonomi biaya tinggi dalam usaha jasapenyeberangan tersebut.Terdapat tanggapan resmi yang ditujukan kepada <strong>KPPU</strong> melalui Surat MenteriSekretaris Negara No B-16/M.Sesneg/D-4/01/2008.Dalam surat tersebut, Menteri Sekretaris Negara meminta kepada MenteriKoordinator Bidang Perekonomian untuk membahas saran dan pertimbangandari <strong>KPPU</strong>, mengingat telah ditandatanganinya perjanjian bilateral denganPemerintah Singapura mengenai Economic Cooperation in The Island of Batam,Bintan, and Karimun pada tanggal 25 Juni 2006. Hasil pembahasan tersebutdiharapkan dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.Berdasarkan surat tersebut, menurut Menteri Sekretaris Negara, kebijakan yangmengatur mengenai pemanfaatan kapal Ro-Ro Batam-Singapura telahdiakomodasi dalam Framework Agreement between Republic of Indonesia andThe Government of The Republic of Singapore on Economic Cooperation in TheIslands of Batam, Bintan, and Karimun.10. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan di Sektor Jasa KontruksiSebagian besar laporan persaingan usaha tidak sehat yang masuk ke <strong>KPPU</strong>berasal dari sektor jasa konstruksi. Laporan tersebut memunculkan dugaanbahwa salah satu akar permasalahan sektor jasa konstruksi terletak padakebijakan yang tidak kondusif.Halaman 50 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Terkait dengan kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan beberapa hal sebagaiberikut :1. Pengaturan dalam sektor jasa konstruksi harus terus disempurnakan untukmenghindarkan terjadinya distorsi implementasi UU No.18 Tahun 1999.Salah satu permasalahan paling penting yang harus diperbaiki adalah upayavalidasi kepada unsur pelaku usaha yang menjadi pengurus LPJK.Pemerintah harus mendorong peran aktif dari unsur LPJK lain yang lebihindependen seperti unsur Pemerintah dan Akademisi/Pakar.2. Diharapkan Pemerintah dapat melahirkan kebijakan yang menjadikan prosesvalidasi perusahaan dan asosiasi jasa konstruksi di LPJK menjadi prosesseleksi bagi munculnya perusahaan dan asosiasi yang mengedepankanprofesionalitas serta menjadi sarana untuk melahirkan pelaku usaha dengandaya saing tinggi.Memperhatikan bahwa akar permasalahan di sektor jasa konstruksi terletakpada format kelembagaan, maka untuk kepentingan jangka panjang <strong>KPPU</strong>menyarankan kepada Pemerintah agar mengubah format kelembagaansektor jasa konstruksi tersebut. Format yang tepat adalah denganmenempatkan LPJK sebagai lembaga resmi negara dengan tugas menjadiregulator dalam sektor jasa konstruksi. Format ini mengedepankanindependensi yang akan menghindarkan LPJK dari konflik kepentingananggotanya. Mengingat perubahan format hanya dapat dilakukan denganmelakukan amandemen terhadap UU No.18 Tahun 1999, maka <strong>KPPU</strong>menyarankan agar Pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undangperubahan terhadap UU No.18 Tahun 1999.Hingga saat ini belum terdapat tanggapan resmi dari Pemerintah. Akan tetapi,Departemen Pekerjaan Umum selalu melibatkan <strong>KPPU</strong> dalam sosialisasimengenai prinsip persaingan usaha yang sehat dalam industri jasa konstruksi.11. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan Pengelolaan TaksiBandar UdaraDalam pengelolaan taksi bandara, pada perkembangannya telah terjadimonopoli pengelolaan oleh pelaku usaha tertentu dengan potensipenyalahgunaan kekuatan monopoli di dalamnya melalui tarif yang tinggiHalaman 51 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________dan kualitas pelayanan yang memprihatinkan. Sementara itu, hasil kajian<strong>KPPU</strong> memperlihatkan bahwa model persaingan yang terbukasesungguhnya dapat diimplementasikan dalam pengelolaan taksi bandaradengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang memilikikompetensi dalam pengelolaan taksi bandara.Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh <strong>KPPU</strong> antara lain :1. Secara khusus <strong>KPPU</strong> telah melakukan koordinasi dengan regulatordalam hal ini Departemen Perhubungan tentang kemungkinanperubahan model pengelolaan taksi dari monopoli menuju persainganusaha yang sehat. Dari koordinasi tersebut diketahui bahwakewenangan pengelolaan sepenuhnya berada di tangan pengelolabandara, yang saat ini dilakukan oleh PT Angkasa Pura I danAngkasa Pura II.2. <strong>KPPU</strong> secara persuasif telah melakukan pendekatan kepada PTAngkasa Pura I dan II untuk melakukan perubahan pengelolaandengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha lain, selainyang beroperasi saat ini. Hasil dari pendekatan ini cukupmenggembirakan dengan dibukanya pengelolaan taksi bandara diBandara Soekarno-Hatta Cengkareng dan Bandara Polonia Medan,bagi pelaku usaha taksi yang lainnya. Tetapi di Bandara selain duabandara tersebut, pengelolaan masih dilakukan dengan modelmonopoli atau meskipun berangsur dibuka untuk pelaku usaha laintetapi belum sepenuhnya mengadopsi prinsip persaingan usaha yangsehat, misalnya dalam metode pemilihan pelaku usaha penyedia jasataksi bandara.3. Terkait dengan pengelolaan bandara yang banyak dilakukan olehpelaku usaha yang memiliki keterkaitan dengan Tentara NasionalIndonesia (TNI), mengingat beberapa bandara dikembangkan didaerah enclave sipil milik TNI, <strong>KPPU</strong> telah berupaya untuk melakukankoordinasi dengan Departemen Pertahanan, melalui surat undangan<strong>KPPU</strong> yang ditujukan kepada Menteri Pertahanan. Melalui surattersebut, <strong>KPPU</strong> berharap dapat melakukan pendekatan tentangHalaman 52 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________penyelesaian upaya monopolisasi taksi bandara yang dilakukan olehpelaku usaha yang memiliki keterkaitan kelembagaan dengan TNI.Tetapi sayangnya, sampai saat ini, hal tersebut tidak mendapattanggapan resmi dari Departemen Pertahanan.4. Dalam upaya mencari solusi lebih lanjut, <strong>KPPU</strong> kemudian melakukanpendekatan lain dengan menghadirkan seluruh stakeholder bandarudara di seluruh Indonesia dalam sebuah public hearing. Melaluipublic hearing ini, <strong>KPPU</strong> menekankan bahwa model monopolibandara tidak sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yangsehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999, oleh karenaitu maka harus dilakukan perubahan pengelolaan menjadi lebihterbuka kepada pelaku usaha yang memiliki kompetensi dalampengelolaan taksi. Sayangnya upaya inipun tidak membuahkan hasilyang maksimal.Mencermati perkembangan pengelolaan taksi bandara yang semakinmemprihatinkan dan tidak adanya langkah kongkrit menuju perubahanpengelolaan, <strong>KPPU</strong> kemudian melakukan monitoring terhadap potensipenyalahgunaan hak monopoli pengelolaan taksi bandara. Setelah melaluiproses monitoring, dan ditemukan beberapa indikasi kuat terjadinya praktekmonopoli, akhirnya dugaan praktek monopoli dalam pengelolaan beberapataksi bandara masuk ke dalam pemeriksaan pendahuluan sebagai awaldari proses penegakan hukum persaingan.Mencermati perkembangan di atas dan mempertimbangkan minimnyalangkah nyata yang dilakukan beberapa instansi terkait dalam upayapembenahan pengelolaan taksi bandara yang mengedepankanketerbukaan pengelolaan bagi pelaku usaha yang mampu memberikanpelayanan yang lebih baik dengan harga yang kompetitif, <strong>KPPU</strong>memandang perlu adanya langkah kongkrit yang dapat dilakukanPemerintah untuk mengambil kebijakan yang mengedepankanimplementasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam sektor taksibandara. Apabila Pemerintah berkenan untuk mendapatkan penjelasanHalaman 53 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________yang lebih komprehensif dari <strong>KPPU</strong>, maka <strong>KPPU</strong> bersedia untukmelakukan audiensi terkait hal tersebut.2.3. KAJIAN SEKTOR INDUSTRI DANPERDAGANGANUntuk mendukung program harmonisasi kebijakan persaingan dalam rangkareformasi regulasi, <strong>KPPU</strong> mencanangkan 4 (empat) kegiatan kajian persainganusaha sektor industri dan perdagangan. Secara umum, kajian persaingan usahasektor industri dan perdagangan bertujuan untuk mengidentifikasi iklim persaingandalam sektor industri dan perdagangan tertentu. Identifikasi terhadap iklimpersaingan tersebut dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya denganpendekatan SCP (Structure Conduct Performance). Hasil kajian pada umumnyaakan menjadi bahan masukan bagi <strong>KPPU</strong> secara internal, untuk melaksanakan duakegiatan utamanya yaitu penegakan hukum persaingan dan pemberian saranpertimbangan kepada pemerintah. Hasil kajian <strong>KPPU</strong> juga dapat disosialisasikankepada pihak eksternal <strong>KPPU</strong>, apabila hal tersebut dirasakan perlu untukmendukung kegiatan sosialisasi dan atau advokasi kebijakan persaingan terhadapstakeholder <strong>KPPU</strong>.Berdasarkan keputusan rapat komisi, terpilih empat tema yang akan dikaji di tahun2007. Keempat tema tersebut adalah:1. Kajian <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Sektor Telekomunikasi;2. Kajian <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Sektor Ritel;3. Kajian <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Sektor Beras; dan4. Kajian <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> dalam rangka Pemetaan Struktur Industri Indonesia.Adapun latar belakang pemilihan keempat tema kajian tersebut adalah denganmempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya adalah sektor yang bersangkutanmerupakan sektor strategis dan atau terkait dengan pelayanan publik. Beberapapertimbangan lain yang digunakan adalah bahwa tema kajian harus sebisa mungkinbersifat sinergis dengan program pembangunan ekonomi yang dicanangkanpemerintah.Halaman 54 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Ringkasan berbagai kajian tersebut adalah:1. Kajian <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Sektor TelekomunikasiPerkembangan sektor industri telekomunikasi selama ini begitu pesat karenacepatnya perubahan teknologi telekomunikasi yang bersimbiosis dengan teknologiinformasi. Pemerintah sendiri tampaknya senantiasa berusaha untuk mengeluarkankebijakan yang selaras dengan perkembangan teknologi tersebut. Tetapi perubahanyang cepat membuat proses perubahan pengelolaan menjadi kompetisi penuhsampai saat ini tampak tersendat-sendat. Dalam UU No 36 tahun 1999 tentangTelekomunikasi serta UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> yang Tidak Sehat, secara eksplisit dinyatakan bahwapengelolaan industri telekomunikasi Indonesia akan diselenggarakan berdasarkanmodel kompetisi (multi operator). Kedua UU ini telah memberikan angin perubahanbagi industri telekomunikasi Indonesia yaitu dengan mulai mengalirnya aruspersaingan sebagai mekanisme pengelolaan dalam industri telekomunikasi. Hal initelah membuka peluang bagi pelaku usaha telekomunikasi untuk secara lebih seriusmengelola usahanya.Pada bagian awal kajian dipaparkan berbagai teknologi telekomunikasi, meliputiprinsip dasar telekomunikasi dan sistem jaringan telekomunikasi. Pembahasandilanjutkan dengan pengenalan teknologi media transmisi, mulai dari kawat tembagahingga penggunaan satelit. Aplikasi dan trend perkembangan teknologi kedepanjuga dibahas serta kaitannya dengan dampaknya terhadap perubahan regulasi.<strong>Regulasi</strong> yang akan mengatur subsektor telekomunikasi, harus memperhatikankemampuan teknologi IP yang menambah kompleksitas jaringan telekomunikasi,tapi sekaligus menawarkan efisiensi dalam pelayanan. Pengaturan yang akanditerapkan selain perlu memperhatikan perkembangan ke depan, harus juga melihatpemanfaatan teknologi pada jaringan yang sudah ada (network legacy).Berdasarkan analisis dalam bagian, ini maka akan diperoleh gambaran tentangsarana telekomunikasi yang dapat menciptakan kompleksitas persaingan. Berbagaioperator telekomunikasi berbasis sarana ini akan saling bersaing satu sama laindalam industri telekomunikasi, dari mulai operator berbasis kabel, frekuensi, satelitdan IP.Halaman 55 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Bagian inti dari kajian ini adalah pemetaan struktur industri telekomunikasi diIndonesia. Pemetaan coba dilakukan berdasarkan segmen jasa/layanan yangdisediakan operator yaitu telepon tetap (sambungan lokal, sambungan langsungjarak jauh, sambungan langsung internasional) dan seluler. Untuk selulerpembahasan meliputi profil pelaku usaha, perilaku, dan kinerja operator. secaraumum struktur pasar pada industri telekomunikasi masih sangat terkonsentrasi,bahkan pada pasar SLI dan SLJJ memiliki struktur pasar duopoli dimana hanyaterdapat Telkom dan Indosat. Struktur pasar seluler indonesia termasuk ke dalamstruktur pasar oligopoli dengan nilai CR3 sebesar 98,9 % dan HHI sebesar 4450.Telkomsel merupakan perusahan dominan pada pasar telepon seluler denganpangsa pasar sebesar 59,6 %. Sedangkan pada jasa satelit pada tahun 2006terdapat 55 pelaku usaha yang sudah terdaftar dan penyelengara internet padatahun 2005 sebanyak 232 pelaku usaha.Selanjutnya dibahas mengenai regulasi mengenai telekomunikasi yang ada diIndonesia. Undang-Undang Telekomunikasi meliberalisasi hak monopoli Telkom danIndosat sebagai badan penyelenggara dengan tanggung jawab menyelenggarakanmasing-masing layanan telekominasi domestik dan internasional. Untukmeningkatkan persaingan, Undang-Undang telekomunikasi secara khusus melarangpraktek monopoli dan persaingan tidak sehat diantara operator telekomunikasi.Untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan bisnis yang tidak sehat, UU jugamengatur interkoneksi jaringan. Biaya interkoneksi harus disepakati oleh etiappenyedia jaringan dan dihitung secara transparan. Hal ini diatur lebih lanjut didalamPeraturan Menkominfo No 8/2006 yang mewajibkan pola interkoneksi berbasis biayauntuk seluruh operator jaringan dan jasa telekomunikasi. Selain itu juga disebutkanperturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah yang mengatur pelaksanaan yangterkait dengan Undang-Undang Telekomunikasi.Dalam kajian ini juga dilakukan studi komparasi kebijakan kompetisi di luar negeriterhadap berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, danSingapura. Tujuannya adalah untuk melakukan benchmark dengan negara-negaratersebut dalam hal pengawasan kompetisi, pengelolaan industri, lembaga regulator,serta aturan-aturan kompetisi. Dari hasil studi komparasi tersebut disimpulkanbahwa adanya paradigma baru dalam bisnis telekomunikasi. Teknologi tidakdianggap lagi sebagai "market driven industry" tetapi sebagai "public utility". TiapHalaman 56 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Negara (USA, Denmark, Malaysia, dan Singapura) memiliki satu perusahaantelekomunikasi yang berperan sebagai tulang punggung sistem telekomunikasi dinegaranya. Perusahaan ini dikuasai oleh Negara melalui kepemilikan saham (tetapibukan Perusahaan Negara) atau merupakan perusahaan nasional (bukan asing).Perusahaan lain secara bebas bersaing dengan perusahaan ini atas dasarpersaingan jasa (service based competition) atau fasilitas (facility basedcompetition). Regulator yang ada di beberapa negara yang di-benchmark bersifatIRS (Independent Regulatory Body).Analisis persaingan usaha meliputi pengenalan konsep kebijakan persaingan disektor telekomunikasi. Beberapa konsep penting yang dijabarkan antara lainadalah definisi pasar, market power, barriers to entry dan essential facilities. Padaperusahaan yang memiliki market power yang besar maka ada kecenderunganuntuk melakukan perilaku anti persaingan seperti penyalahgunaan posisi dominan,penolakan untuk bekerjasama terkait dengan essential facilities, Cross-Subsidization, Vertical Price Squeezing, Predatory Pricing, Misuse Of Information,"Locking-In" Customer, Tied Sales & Bundling, dan Restrictive Agreement. Masingmasingbentuk perilaku anti persaingan tersebut sering terjadi di sektortelekomunikasi dan memerlukan tindakan perbaikan (remedies) yang berbeda-beda.Beberapa contoh kasus di dalam negeri disampaikan sebagai ilustrasi untukmelengkapai pembahasan tersebut. Salah satu contoh Bundling yang dilakukan PTTelkom dalam Telkomnet instan. PT TELKOM menjual layanan retail internettelkomnet instant dengan harga 100 rupiah per menit, sementara perusahaanpesaing melayani pelanggannya menggunakan fasilitas yang sama dengan hargajual terdiri dari dua komponen yang harus dibayar oleh pelanggannya yaitu waktupenggunaan jaringan PT TELKOM dan biaya waktu akses internet.Historis perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia menunjukkan ciri-ciristruktur pasar oligopoli. Oligopoli tidak berarti buruk, karena hal ini terjadi secarailmiah sebagaimana juga terjadi di negara-nagara lain. Faktor-faktor yangmenyebabkan pasar oligopoli adalah karena keperluan investasi yang sangat besar,teknologi tinggi, sumber daya manusia dengan keahlian khusus dan yang terutamaadalah karena kebijakan pemerintah sejak awal memang memberikan hak-hakmonopoli kepada pelaku usaha.Halaman 57 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Dalam kajian ini direkomendasikan beberapa hal antara lain mengenai pengaturankompetisi penuh yang perlu dikembangkan perlu memenuhi prinsip bahwa peranpemerintah seminimal mungkin, tetapi memastikan bahwa para pemain memilikipeluang dan kesempatan yang sama. Perlu adanya regulasi yang mengaturkompetisi di sektor telekomunikasi yang bersifat implementatif dan mengatur praktekkompetisi.2. Kajian <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> di Sektor RitelPerkembangan industri ritel di Indonesia begitu cepat dibandingkan denganperkembangan sektor riil lainnya. Perkembangan itu disatu sisi menyebabkanpersaingan disektor riil ini menjadi tinggi terutama persaingan antar sesama peritelterutama peritel modern. Namun disisi lainnya hal perkembangan industri ritel yangpesat ini berpotensi menimbulkan permasalahan mengingat kehadiran peritel besardengan dukungan permodalan yang kuat, pelayanan yang prima dan jaringan yangluas diduga mengganggu peritel kecil seperti pasar-pasar tradisonal yang sudah adasejak lama serta dengan kemampuan modal yang sangat besar menyebabkanperitel modern memiliki posisi tawar yang besar dibandingkan dengan pemasokbarang-barangnya (supplier).Kajian terkait sektor ritel difokuskan untuk mengetahui kekuatan pasar yang dimilikiperitel besar sebagai pembeli dalam hubungannya dengan pemasok yang akandijual di hypermarket yang terfokus pada :‣ Pemetaan pola hubungan antara pemasok dan peritel pada beberapa produkyang mewakili kondisi persaingan di tingkat pasar modern‣ Pemetaan pelaku usaha pada jalur distribusinya serta peta persaingan yangterjadi di industri tersebut‣ Dampak persaingan pada lini vertikal terhadap persaingan di lini horisontal‣ Potensi permasalahan persaingan pada sisi vertikal maupun horizontal‣ Identifikasi regulasi yang terkaitDari hasil kajian yang dilakukan dilapangan diperoleh beberapa hal sebagai berikut :1. Dalam hubungan antara pemasok dan peritel pada beberapa produk yangmewakili kondisi persaingan di tingkat pasar modern mengindikasikan bahwaHalaman 58 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________pasar modern memiliki bargaining power yang kuat dikarenakan jangkauanpasar yang luas.2. Pertimbangan terkait dominannya peritel dalam hal jangkauan pasar menjadipertimbangan utama oleh pemasok dalam keputusan memasarkan produknya.baik dipasar tradisional maupun dipasar modern. Dalam pasar modern yangmenjadi menjadi pertimbangan pemasok adalah potensi jangkauan pasar yangmulai tumbuh sebagai akibat meningkatnya pertumbuhan pasar modern.3. Pemetaan pelaku usaha pada jalur distribusinya serta peta persaingan yangterjadi pada lini tersebut.Pada hasil survey terhadap 53 perusahaan yang memproduksi sayur dan buahbuahan,mie instan biskuit, air minum dalam kemasan (AMDK) dan lainnya(elektronika, makanan dan keperluan rumah tangga) diperoleh kesimpulan:a. Bahwa beberapa perusahaan yang bergerak dibidang tersebut memilikiposisi dalam rantai pemasaran sebagai produsen dan sekaligus pemasokdengan skala usaha rata-rata menengah dan besarb. Secara umum perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (produksayuran dan buah-buahan) rata-rata memiliki 2 saluran pemasaran yaitupasar tradisional dan pasar modern. Dalam periode survey 2003-2007menunjukkan prosentase penjualan produk perusahaan ke pasar tradisionalmengalami penurunan sedangkan sebaliknya penjualan produk perusahaanke pasar modern mengalami peningkatan.Motif perusahaan memasok produknya dipasar modern didasari oleh beberapahal diantaranya pasar modern selama ini merupakan saluran terbesar yangdapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, memperkuat brand imageperusahaan dan produk, strategi penjualan lebih menguntungkan, menjanjikankeuntungan yang lebih besar dikarenakan umumnya daya beli konsumen dipasar modern relatif lebih kuat, memperluas dan mencari peluang pasar yanglebih besar dengan menjangkau segmen konsumen kelas atas. Disampingkeuntungan dalam hal memasok produknya ke pasar modern juga terdapathambatan berupa pembayaran yang lamban, adanya bentuk-bentuk perjanjiantertulis maupun tidak tertulis yang cenderung memberatkan perusahaan denganketetapan biaya terkait seperti discount, up-front fee, slotting allowance, servicelevel.Halaman 59 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Untuk perusahaan tradisional kelebihan yang dimiliki adalah antara lain berupapembayaran yang lebih cepat, umumnya tidak terdapat perjanjian-perjanjianyang memberatkan perusahaan dibandingkan kepasar modern, lebih mudahdijangkau masyarakat kecil, produk mudah dipasarkan dan umumnya tidak adaprosedur yang memberatkan dan mudah serta menjangkau segmen pasarmenengah ke bawah. Sedangkan kelemahan yang dijumpai dipasar tradisionalberupa sarana dan pelayanan yang relatif kurang memadai, jalur distribusi pasaryang terbatas yang berdampak pada harga dan rendahnya penjualan.4. Potensi permasalahan persaingan usaha pada sisi vertikal maupun horisontal.Terdapat dua jenis supplier utama dalam industri perdagangan ritel Indonesiayaitu:(i) supplier murni yang terikat kontrak dengan produsen serta(ii) supplier yang sekaligus juga produsen atau perusahaan yang berada dalamhirarki anak perusahaan atau dibawah holding yang sama.Terdapat 38.9% dari sample perusahaan merupakan supplier murni yangmenjalin kontrak dengan produsen (prinsipal) untuk memasarkan produkmereka. Perbedaan mendasar perilaku kedua jenis perusahaan ini terutamakewenangan dan keleluasaan supplier dalam menentukan harga dan dan jumlahyang mereka jual kepada peritel. Pola persaingan lini horisontal antar supplier,lini vertikal antara supplier dan peritel serta antar peritel sekelas maupunberbeda akan dipengaruhi oleh dua jenis supplier tersebut. Potensi masalah lainuntuk produk-produk tertentu khususnya terkait produk pertanian, terdapatkecenderungan integrasi vertikal para peritel kedalam fungsi supplier bahkanprodusen, yang berpotensi mengurangi tingkat persaingan antar peritel secarahorisontal. Terdapat fasilitas-fasilitas tertentu seperti permodalan dan pembibitanyang diberikan peritel tertentu kepada produsen dan atau supplier sebagai upayamengikat hubungan vertikal antara mereka dengan peritel tersebut. Hal iniberpotensi mengancam kelangsungan industri pertanian yang secara awammemiliki struktur permodalan berskala kecil dan menengah dan selanjutnyaadalah terancamnya pola pola persaingan lini horisontal antar peritel melaluipenentuan harga dan ketersediaan pasokan.5. Dampak persaingan pada lini vertikal terhadap persaingan dilini horisontal.Halaman 60 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Para pemasok secara umum merasa puas menjalin hubungan bisnis denganperitel dan sepakat untuk menjaga hubungan bisnis dalam jangka waktu yangtidak terbatas. Sedangkan strategi harga dan diskon diperoleh gambaran bahwaada kecenderungan peritel modern mempunyai pengaruh lebih kuat dibandingperitel tradisional. Untuk penentuan harga terhadap pemasok dapat dilihat bahwaposisi penentuan harga yang dimiliki peritel modern lebih besar dibanding periteltradisional. Begitu juga strategi diskon terhadap pemasok juga memperlihatkanperitel modern memiliki strategi diskon yang dominan.Di tingkat horisontal sebanyak 96.8% pemasok tidak mempunyai perjanjian untuktidak menjual kepada peritel pesaing dalam jenis pasar yang sama setelah adakontrak dengan peritel tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam bersaingsecara horisontal peritel tidak memaksakan ketentuan untuk memonopolipasokan. Sedangkan persaingan harga ditingkat horisontal ditemukan bahwapasar modern selalu menawarkan harga yang lebih murah untuk semua jeniskomoditi yang dijadikan sampel dengan komposisi hypermarket menetapkanharga 4% dibawah yang ditetapkan supermarket sedangkan pasar tradisional22% diatas harga supermarket.Pada sektor perdagangan ritel terdapat dua hal pokok terkait dengan isu persainganyaitu pertama pasar modern memiliki skala ekonomi dibandingkan pasar tradisionalsehingga memudahkan mereka untuk bersaing baik antar sesama peritel modernmaupun peritel tradisional. Kedua, kemampuan pasar modern dalam hal permodalandibandingkan dengan pasar tradisional dapat menimbulkan bargaining position yanglebih kuat terhadap pemasok sehingga dapat memperoleh berbagai keuntungannegosiasi dibandingkan pasar tradisional dalam membeli harga pokok produk.Mengingat yang terjadi adalah permasalahan ketidakmampuan bersaing usaha kecil,maka secara garis besar terdapat dua hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah.1. Melakukan perlindungan terhadap usaha kecil ritel serta memberdayakan usahakecil agar mampu bersaing dengan usaha retail modern. Dan hal inilah yang saatini diatur oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Presiden No.112/2007 yangbaru saja diterbitkan tanggal 27 Desember 2007 yang lalu. Akan tetapi, dariberbagai keluhan yang selama ini terjadi, sangat tampak justru permasalahanutama adalah lemahnya penegakan hukum terhadap berbagai peraturan yangditujukan bagi pengaturan ritel seperti aturan tentang zonasi (Ruang TataHalaman 61 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Wilayah), jam buka dan sebagainya. Untuk itu, masalah penegakan hukummerupakan bagian yang sangat penting untuk dipantau bersama-sama.2. Pemerintah juga berkewajiban untuk memberdayakan usaha kecil ritel agarmampu bersaing dengan usaha ritel modern. Berbagai pelatihan, tambahanpermodalan, akses terhadap kredit, penguatan dalam pasokan distribusi,bimbingan manajemen, penataan lokasi berjualan dan bentuk penguatan lainnya3. Kajian <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Sektor BerasKomoditas beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakatIndonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial,budaya dan politik. Dalam prakteknya beras merupakan barang yang permintaannyabersifat kontinyu dan in-elastis, sehingga pemerintah selalu mengatur ekonomiperberasan nasional. Beberapa permasalahan dalam jalur distribusi mulaibermunculan terutama paska pencabutan tata niaga impor gula dan beras padatahun 1999, yang antara lain diindikasikan dengan semakin tingginya kesenjangantingkat harga beras di konsumen dengan harga gabah di tingkat petani.Permasalahan dalam jalur distribusi itulah yang melatarbelakangi <strong>KPPU</strong> untukmelakukan kajian industri sektor perberasan dengan fokus kepada analisa industriberas di Indonesia dari sudut pandang persaingan usaha. Kerangka konseptual darikajian adalah menggunakan pendekatan analisa struktur industri, analisa regulasi,analisa jalur distribusi, dan kinerja Industri yang bersangkutan dalam perspektifefisiensi dan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Kajian dilakukan denganmenggunakan perspektif UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopolidan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat.Ruang lingkup wilayah kajian adalah Provinsi Sumatera Utara, Lampung, JawaBarat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta. Data yang digunakan dalampenelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkandari instansi pusat dan daerah serta data primer diperoleh dari survey dan ForumGroup Discussion di lapangan.Halaman 62 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________HASIL PEMBAHASANSecara umum jalur pemasaran gabah-beras adalah: petani padi pedagangpengumpul pengusaha penggilingan padi pedagang besar/grosir/PAP pedagang pengecer konsumen. Masing-masing lembaga pemasaran yang terlibattersebut mempunyai peran penting dalam meningkatkan nilai tambah produksehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kepuasan konsumen.Struktur pasar pada setiap level dalam jalur pemasaran gabah dan beras adalahtidak kompetitif, melainkan dapat dikategorisasikan dalam struktur pasar yangoligopsoni, oligopoli dan monopolistik (sebagaimana terlihat dalam gambar berikutdibawah ini:PETANIPengumpul/penebasPengusaha/HullerPed Besar/GUDANGGROSIRPENGECEROLIGOPSONOLIGOPSONOLIGOPSONI/OLIGOPOLIOLIGOPOLOLIGOPOLKONSUMENMONOPOLISTIKStruktur pasar yang demikian memungkinkan petani dan konsumen pada posisiyang lemah dan pengusaha penggilingan dan pedagang beras pada posisi dominan.Posisi mereka diperkuat oleh adanya barrier to entry secara alami sepertipenguasaan modal dan teknologi, juga oleh adanya kebijakan pembelian gabah olehBulog dan penyaluran dana LUEP yang pro pada pengusaha tersebut. Dominasipengusaha huller dan pedagang besar/PAP dalam perdagangan berasmenyebabkan mereka menjadi pihak yang mampu menentukan harga (price maker).Jika dilihat dari homogenitas produk sepanjang rantai tataniaga tersebut, terlihatbahwa dari petani hingga pedagang pengumpul, produk yang mereka jualcenderung homogen. Sedangkan dari RMU hingga pedagang pengecer, mengalamipeningkatan intensitas keberagaman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin ke hilir,Halaman 63 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________produk yang dikuasai oleh pelaku tataniaga gabah dan beras mengalamikecenderungan keberagaman yang meningkat.Selanjutnya jika dilihat aspek barrier to entry, hambatan masuk pasar tersebut tidakhanya terdapat di tingkat usaha huller dan perdagangan besar akan tetapi juga ditingkat pedagang pengumpul. Untuk dapat menjadi pedagang pengumpul tidakmudah, selain diperlukan modal juga diperlukan adanya jaringan yang kuat baikdengan pengusaha RMU yang biasanya memberi pinjaman modal.Beberapa indikator perilaku usaha mengindikasikan bahwa dalam perdaganganberas terdapat potensi persaingan usaha yang tidak sehat. Kolusi diantara parapengusaha yang dominan secara eksplisit tidak dapat dibuktikan, namun terdapatkesepakatan-kesekatan secara tidak tertulis yang mengarah pada persaingan yangtidak sehat. Melalui pertemuan informal, kesepakatan mengenai harga biasanyaterjadi diantara sesama pedagang pengumpul dan pengusaha huller. Motifmenyimpan gabah yang dilakukan oleh pengusaha RMU dan motif menyimpanberas oleh pedagang besar/PAP yang terkadang lebih dari 3 bulan patut dicurigaitidak hanya untuk cadangan mereka didalam proses produksi dan menunggu harganaik saat musim paceklik, tapi juga untuk mencari keuntungan yang lebih banyak.Perilaku lainnya yang terindikasi pada usaha tidak sehat adalah adanya iintegrasivertikal dan horisontal yang dilakukan oleh pedagang besar/PAP dan pengusahaRMU yang berskala usaha besar. Seorang pengusaha memiliki beberapa usahadengan beberapa nama atau sesama pengusaha terdapat hubungan kekerabatanyang dekat sehingga mereka berpotensi untuk menguasi pasar dengan integrasihorisontal yang dilakukannya tersebut. Selain itu mereka melakukan integrasisecara vertikal dimana pedagang besar juga memiliki RMU, memiliki kaki tanganberupa pedagang pengumpul, dan sekaligus juga pedagang grosir bahkanmempunyai outlet di PIC. Ada juga yang memiliki pabrik pengolahan tepung berasseperti di Lampung dan Sulawesi Selatan.Berdasarkan analisis margin menunjukkan bahwa pemasaran beras belum berjalansecara efisien meskipun dari sisi rantai pemasarannya relatif pendek. Selain marginpemasaran relatif besar, juga margin tersebut tidak tersebar secara merata. Kecualidi Sulsel dan Lampung, lembaga pemasaran yang paling banyak menikmati marginkeuntungan adalah pengusaha huller dan juga dengan B/C rasio yang paling besar.Halaman 64 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Di Sulsel dan Lampung, pedagang besar/PAP yang menikmati margin keuntunganyang relaif besar sehingga memperoleh B/C rasio yang terbesar.Melalui uji statistik keterpaduan pasar didapatkan informasi bahwa hubungan pasarantara produsen dengan grosir untuk jangka panjang tidak mengalami keterpaduan.Hal ini dapat terlihat dari nilai IMC > 1 untuk masing-masing wilayah kecuali Medan(IMC = 0.926). Sedangkan untuk jangka pendek hubungan antara produsen denganGrosir mengalami keterpaduan (nilai b2 yang positif dan signifikan). Hubunganantara grosir dengan pengecer untuk jangka panjang mengalami keterpaduan untukwilayah Medan dan Bandung sedangkan untuk wilayah yang lain tidak mengalamiketerpaduan. Untuk jangka pendek semua wilayah mengalami keterpaduan kecualiwilayah Jakarta (b2 negatif meskipun signifikan). Adapun dalam kaitannya denganhubungan antara produsen dengan pengecer untuk jangka panjang mengalamiketidakterpaduan (IMC < 1) kecuali untuk wilayah Medan. Sedangkan untuk jangkapendek mengalami keterpaduan untuk setiap wilayah.Berdasarkan elastisitas transmisi harga menunjukkan bahwa adanya indikasi pasaryang tidak bersaing juga dapat ditunjukkan oleh kondisi asimetris dari responpergerakan harga mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen. Tidaksehatnya persaingan pasar ini ditunjukkan misalnya oleh fakta bahwa bila harganaik di tingkat pedagang pengecer atau grosir, maka harga di tingkat petani akanikut naik tetapi dengan persentase yang lebih rendah, dibandingkan dengan jikaharga di tingkat pengecer atau grosir turun. Dari sisi persaingan pasar, hal ini berartiposisi tawar petani tidak setara dengan grosir maupun pengecer.Bila harga beras dalam negeri dikaitkan dengan harga beras luar negeri, maka akantampak bahwa tidak ada hubungan yang signifikan. Dengan demikian sinyal hargaluar negeri tidak memberi dampak yang berarti terhadap perberasan dalam negeri.Ini dibuktikan oleh walaupun harga beras dalam negeri lebih tinggi 30% dari luarnegeri, namun tidak mendorong terjadinya penurunan harga beras dalam negeri.KESIMPULANIndikasi potensi persaingan usaha yang tidak sehat dalam distribusi gabah-berasdari petani sampai ke konsumen ditunjukkan oleh:Halaman 65 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________(1) Analisis margin menunjukkan bahwa pemasaran beras belum berjalansecara efisien. Selain margin pemasarannya cukup besar juga tersebarsecara tidak merata diantara para pelaku pemasaran. Pengusaha bermodalkuat dan menguasai pasar khususnya pengusaha huller dan pedagangbesar/PAP menerima margin keuntungan tertinggi dalam perdaganganberas.(2) Hasil analisis keterpaduan pasar menunjukkan bahwa di semua lokasi studiharga GKP di tingkat petani dengan di tingkat pengecer tidak terpadu,sementara antara harga beras di tingkat grosir dan pengecer terpadu.Peningkatan harga di tingkat grosir/pengusaha huller dapat terjadi tanpadiikuti oleh peningkatan harga gabah di tingkat petani padi.(3) Beberapa indikasi perilaku usaha yang tidak sehat yang ditemukan di wilayahstudi adalah (a) Beberapa pengusaha yang dominan dalam perdaganganberas baik pengusaha huller atau pedagang besar, selain melakukanperdagangan antar wilayah, juga melakukan integrasi vertikal dari mulaitingkat usahatani atau usaha huller hingga ke perdagangan beras, (b)Diantara pengusaha yang dominan tersebut juga terjadi integrasi horisontaldimana diantara mereka selain saling mengenal juga terdapat hubungankekerabatan, (c) Pemilikan fasilitas usaha yang besar, khususnya gudangmemungkinkan mereka untuk melakukan penimbunan gabah/beras, (3)Kolusi diantara para pengusaha yang dominan secara eksplisit tidak dapatdibuktikan, namun terdapat kesepakatan-kesekatan secara tidak tertulis yangmengarah pada persaingan yang tidak sehat, dan (d) Adanya persatuanpengusaha beras dan pengusaha penggilingan padi yang umumnya diikutipengusaha-pengusaha besar saja memungkinkan untuk membangunkesepakatan-kesepakatan.REKOMENDASI(1) Perlu dilakukan monitoring pelaku usaha terkait dengan dugaan praktek tidaksehat yang dilakukan oleh pelaku usaha penggilingan (huller) dalam menyerapgabah dari petani dan juga terhadap penguasaan stok beras di setiap pelakutataniaga, terutama di tingkat grosir besar ketika tidak sedang musim panendimana harga di tingkat konsumen cenderung meningkat.(2) Kebijakan dalam penyaluran LUEP dan kerjasama Bulog dalam pengadaangabah/beras perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan potensi dampak terhadapHalaman 66 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________penguatan struktur pasar oligopsoni usaha penggilingan dalam jalur pemasarangabah-beras.4. Kajian Pemetaan Struktur IndustriDinamika berbagai variabel ekonomi mikro-makro belakangan ini makin meningkat,seiring dengan makin bergejolaknya perekonomian nasional dan internasional.Peningkatan volatilitas tersebut diprediksikan akan memiliki dampak signifikanterhadap sektor riil, terutama sektor industri dan perdagangan di Indonesia.Fenomena tersebut mengiringi berbagai upaya pemerintah pasca krisis ekonomi1998-1999 untuk melakukan deregulasi kebijakan serta restrukturisasi sektor industridan perdagangan untuk mencapai sistem perekonomian yang lebihb sehat, efisiendan berdaya saing, guna menopang target pertumbuhan ekonomi yang sustainable.Sebagai lembaga pengawas persaingan usaha, adalah penting bagi <strong>KPPU</strong> untukmelakukan kajian terhadap struktur industri dan perdagangan di Indonesia pascakrisis ekonomi. Melalui kajian tersebut, diharapkan <strong>KPPU</strong> dapat memperolehinformasi mengenai dinamika struktur industri di Indonesia serta kinerjanya. Selainhal tersebut, melalui kajian ini, diharapkan dapat diketahui berbagai informasi yangmencerminkan ikim persaingan usaha di sektor industri dan perdagangan.Kajian ini akan dipusatkan terhadap sektor perindustrian nasional denganmengambil sampel 15 sektor industri strategis (inti) yang telah ditetapkanDepartemen Perindustrian mengacu pada Kebijakan Pembangunan IndustriNasional (2005). Terhadap sektor industri strategis tersebut, dilakukan analisastruktur dan kinerja industri dengan menggunakan data sekunder (statistik industribesar-menengah-BPS) serta matriks input-output versi BPS tahun 2000. Untukmelengkapi kajian, juga dilakukan metode wawancara khusus untuk melakukanelaborasi terhadap kebijakan pengembangan industri unggulan daerah (PropinsiSulsel dan Jawa Barat) dengan model cluster.AnalisaHasil pengolahan data statistik serta berdasarkan parameter struktur pasar, terdapatindikasi bahwa industri strategis di Indonesia memiliki tendensi konsentrasi pasaryang berfluktuasi. Industri strategis di Indonesia juga memiliki hambatan pasar yangHalaman 67 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________relatif besar dengan trend (dynamic) yang meningkat. Dari sisi kinerja, berbagaiindikator menunjukkan kinerja yang juga berfluktuasi dengan nilai PCM (Price CostMargin) berada Pada Kisaran 31 -41% sementara utilisasi kapasitas rata-rata beradapada kisaran 73-77%.Berdasarkan hasil pengolahan data secara time series dan cross section, terdapattiga sektor industri dan perdagangan yang memiliki potensi anti persaingan yangcukup signifikan. Ketiga sektor tersebut adalah pulp&paper, tembakau serta gula.Mengacu kepada beberapa parameter yaitu antara lain: rasio konsentrasi pasar,rasio entry barrier dan rasio kinerja, pada ketiga sektor tersebut menunjukkanbesaran yang relatif lebih menonjol baik secara lintas sektor maupun lintas waktudibanding beberapa sektor lainnya.Untuk mengukur peranan serta kontribusi ketiga sektor tersebut terhadapperekonomian, digunakan analisa multiplier serta kontribusi terhadap PDB. Mengacupada besaran multiplier, baik gula, tembakau serta pulp & kertas memiliki multiplierterhadap income serta output lebih besar dari 1. Tembakau memiliki output multipliersebesar 1,4534 dan income multiplier 2.022 dengan rata-rata kontribusi terhadapPDB sebesar 3.39%. Pulp dan kertas memiliki ouput multiplier 1.6099 dan incomemultiplier 1.76 dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 3.631%.Sementara gula memiliki output multiplier 1.98 dan income multiplier sebesar 4.2dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 0.53%. Dengan demikian, dapatdikatakan bahwa kontribusi ketiga sector tersebut, dari sisi multiplier (output danincome) serta kontribusi terhadap PDB relatif besar.Berdasarkan analisa keterkaitan (linkage) hulu-hilir, industri berbasis pertanianmayoritas mendapatkan bahan baku dari sektor pertanian ataupun sektorperkebunan. Selain hal tersebut, peranan sektor jasa perdagangan dan jasaangkutan pada keterkaitan di hulu maupun di hilir relatif signifikan. Analisa backwardlinkage index menunjukkan nilai di atas rata-rata industri nasional ( >1), yang berartiketerkaitan ke belakang (backward) atau penggunaan industri nasional sebagai inputbagi sektor yang bersangkutan relatif tinggi. Sementara forward linkage indexmemiliki nilai dibawah rata-rata industri nasional. Artinya, keterkaitan ke depan(forward) atau penggunaan output sektor yang bersangkutan bagi industri lain relatifrendah. Hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa output dari sektor industri lebihHalaman 68 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________banyak terserap untuk konsumsi (akhir) dan ekspor, dibanding menjadi input disektor hilir.Khusus untuk gula, backward-forward index menunjukkan angka 1.25-0.87.Implikasinya, pengolahan gula sangat bergantung pada sektor hulu (perkebunantebu) dan outputnya digunakan untuk konsumsi akhir (dengan porsi +/- 66%) danekspor (+/- 8%). Untuk tembakau, backward–forward index menunjukkan angka1.25–0.72. Implikasinya, industri pengolahan tembakau bergantung pada sektor hulu(perkebunan tembakau) dan outputnya digunakan untuk konsumsi akhir (+/- 84,8%)dan ekspor (+/- 4.5%). Industri pulp & kertas, backward-forward index menunjukkanangka 1.04 – 1.03. Implikasinya, keterkaitan hulu (kehutanan-pulp) – hilir (industrikertas, percetakan dll) sektor pulp dan kertas relatif kuat. Porsi konsumsi akhir relatifkecil (+/- 6.5%) dan porsi ekspor relatif besar (+/-48.15%). Industri petrokimiamenunjukkan integrasi forward yang sangat kuat (2.62) yang mengindikasikan outputpetrokimia merupakan input yang penting bagi sektor hilir. Porsi konsumsi akhirsebesar +/-16.62%, dengan porsi ekspor +/- 28.17%;Dalam perspektif kebijakan, pengembangan industri nasional menggunakan duapendekatan. Pendekatan pertama adalah top down dengan menetapkan industristrategis (inti) serta industri penunjang untuk dikembangkan (KebijakanPembangunan Industri Nasional, 2005). Pendekatan kedua yang ditempuh adalahbottom up yaitu kebijakan pengembangan industri unggulan daerah berdasarkankluster. Contoh pendekatan kedua adalah program GERBANG EMAS (GerakanPembangunan Ekonomi Masyarakat) yang digalakkan Pemrpov Sulsel. Programserupa juga telah dilakukan oleh Pemrpov Jabar dan beberapa daerah lain. Secaraumum, Pemprov akan menetapkan industri unggulan daerah yang dianggap layakuntuk dikembangkan. Beberapa faktor yang dipertimbangkan antara lain adalahskala usaha (prioritas untuk UKM) serta penyerapan tenaga kerja. Berdasarkanpertimbangan tersebut, beberapa sektor yang terpilih lebih mewakili sektor pertanian(resources based), kerajinan, makanan-minuman ringan serta berbagai homeindustry lainnya. Khusus untuk Jawa Barat, Pemerintah provinsi memilih klasterIndustri yang secara tradisional telah berjalan seperti TPT, Alas Kaki, Furnture, danSuku Cadang sebagai prioritas disamping memilih industri prospekstif dan inovatifseperti Industri Telematika dan Industri Kreatif.Halaman 69 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Belum diperoleh informasi yang cukup untuk melakukan evaluasi terhadappendekatan bottom up. Sampai saat ini, isu koordinasi sebagai dampak formatotonomi daerah ditenggarai menyebabkan Pemrpov dengan Pemkab/Pemkot kerapkali mengganjal implementasi program pembangunan industri yang telah ditetapkan.Selain hal tersebut, integrasi antar cluster yang bersifat lintas wilayah dan koordinasidengan pemerintah pusat juga masih belum dapat dilaksanakan secara optimal. Halini nampak antara lain melalui kebijakan pemerintah pusat/daerah papua untukmengembangkan industri kakao terfermentasi, sementara pengembangan sentrakakao di Sulsel sendiri masih relatif terabaikan.Kesimpulan1. Bahwa struktur industri (strategis) Indonesia menunjukkan pola yang dinamis,ditinjau dari sisi struktur pasar, entry barrier serta kinerja. Dari berbagaiparameter struktur dan kinerja, industri pulp-kertas, gula dan tembakau memilikiiklim persaingan yang relatif kecil dibanding beberapa sektor industri strategislainnya;2. Sektor industri pulp-kertas, gula dan tembakau memiliki multiplier income danoutput yang relatif besar (>1). Selain itu, ketiga sektor tersebut juga memilikikontribusi yang relatif signifikan terhadap PDB;3. Peranan sektor pertanian dan perkebunan relatif besar bagi industri strategisyang menjadi hilir. Selain itu, peranan sektor jasa perdagangan dan jasaangkutan juga memegang porsi signifikan dalam keterkaitan (linkage) hulu-hiliruntuk masing masing sektor;4. Keterkaitan hulu (backward) industri strategis di Indonesia secara rata-ratasangat kuat (>1). Sementara keterkaitan ke depan (forward) relatif rendah ataudibawah rata-rata (


_____________________________________________________________________Rekomendasi1. Sebagai pilar pembangunan industri ke depan, <strong>KPPU</strong> perlu untuk melakukantinjauan periodik kepada berbagai industri strategis yang telah ditetapkanpemerintah untuk memastikan iklim persaingan di masing-masing sektor tetapterjaga. Dalam hal ini perlu dilakukan analisa khusus untuk beberapa sektor,seperti petrokimia yang outputnya merupakan input bagi beberapa industripenting seperti pupuk, industri plastik, cat dll;2. Perlu dilakukan monitoring terhadap industri gula, tembakau serta pulp-kertas,mengingat berbagai rasio struktur pasar, entry barrier serta kinerjamengindikasikan ketiga sektor tersebut relatif rendah tingkat persaingannya;3. Untuk meningkatkan efisiensi perekonomian, <strong>KPPU</strong> agar memfokuskanperhatiannya terhadap sektor jasa perdagangan serta jasa angkutan yangmemegang andil cukup signifikan dalam proses keterkaitan industri hulu-hilir diIndonesia;4. Mendorong proses harmonisasi kebijakan industri, baik di tingkat nasionalmaupun di tingkat daerah dengan menggunakan persaingan usaha sebagai entrypoint of analysis. Dengan demikian, <strong>KPPU</strong> dapat memberikan andil terhadappencapaian kebijakan persaingan yang efektif di Indonesia.2.4. PEMBAHASAN AMANDEMEN UU NO. 5/1999Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan <strong>KPPU</strong> di tahun 2006. Sampaidengan akhir tahun 2007, <strong>KPPU</strong> telah mengagendakan pembahasan intensifdengan berbagai pihak untuk menyelesaikan materi-materi amandemen UUNo. 5/1999, terutama materi yang berdasarkan pengalaman <strong>KPPU</strong> selama ini dapatmengganggu efektifitas implementasi UU No. 5/1999. Materi-materi tersebutdiantaranya adalah mengenai kelembagaan <strong>KPPU</strong> dan tata cara penangananperkara.Halaman 71 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________2.5. PENYUSUNAN PEDOMAN PELAKSAAANUU NO. 5/1999 (GUIDELINE)Kegiatan penyusunan Pedoman Pelaksanaan UU No. 5/1999 sampai dengan akhirTahun 2007 telah menyiapkan 4 (empat) draf pedoman, yaitu pedoman Pasal 50huruf a tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dan Perbuatan dalam RangkaMelaksanakan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku, Pedoman Pasal 47tentang Sanksi Administratif, Pasal 19 tentang Penguasaan Pasar, dan Pasal 25tentang Posisi Dominan.Dalam semester kedua Tahun 2007 ini, 3 (tiga) pedoman telah mulai disusun, yaituPedoman Pasal 26 tentang Jabatan Rangkap, Pasal 27 tentang KepemilikanSaham, dan Pasal 50 d tentang Pengecualian terhadap Keagenan. Draf Pedomantersebut diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun ini agar dapatdikonsultasikan kepada publik.Halaman 72 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________B A B3PERKEMBANGAN PENEGAKAN HUKUMPERSAINGANUU No. 5/1999 mengamanatkan bahwa tugas utama <strong>KPPU</strong> selain melakukanpenegakan hukum persaingan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepadapemerintah, terkait dengan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan UUNo. 5/1999 (Pasal 35 huruf e). Implementasinya, untuk melaksanakan tugas sebagaiinstitusi penegak hukum persaingan usaha dan pemberi saran pertimbanganterhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam kerangka reformasi regulasi, <strong>KPPU</strong>mengembangkan mekanisme sebagai berikut:1. Identifikasi Industri dengan Tingkat Konsentrasi TinggiSalah satu aktivitas <strong>KPPU</strong> dalam upaya pengawasan terhadap persaingan usaha dibeberapa sektor industri adalah dengan melakukan identifikasi awal terhadapindustri yang memiliki tingkat konsentrasi tinggi. Hal ini dilakukan mengingat dalamindustri dengan tingkat konsentrasi yang tinggi akan muncul pemegang posisidominan yang memiliki market power yang besar, sehingga berpotensi untukmelakukan pelanggaran prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimanadiatur dalam UU No. 5/1999.UU No. 5/1999 sendiri mendefinisikan pelaku usaha sebagai pemegang posisidominan apabila menguasai pangsa pasar 50% untuk satu pelaku usaha atau 75%untuk 2 atau 3 pelaku usaha. Proses identifikasi ini sangat penting untuk lebihHalaman 73 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________memberikan arah bagi pelaksanaan tugas <strong>KPPU</strong> dengan mengawasi industri-industridengan tingkat konsentrasi yang tinggi secara ketat.2. Identifikasi Kebijakan-Kebijakan Pemerintah yang Memiliki Dampakterhadap <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>Salah satu langkah penting dalam upaya menjalankan tugasnya sebagai institusiyang memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, <strong>KPPU</strong> jugamengembangkan kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi kebijakan maupunrancangan kebijakan pemerintah yang memiliki potensi untuk bertentangan denganUU No. 5/1999.Proses identifikasi dilakukan secara berkelanjutan dengan melakukan pemantauanterhadap perkembangan kebijakan di setiap sektor industri. Berbagai informasidiperoleh <strong>KPPU</strong> melalui media, baik dari media massa, laporan masyarakat, atauregulator yang mengeluarkan kebijakan tersebut.Secara sederhana, melalui tools yang dimiliki <strong>KPPU</strong>, dilakukan analisis tentangpotensi pertentangan pengaturan tersebut dengan UU No. 5/1999. Berdasarkananalisis yang telah dilakukan oleh <strong>KPPU</strong>, selama ini terdapat tiga kelompokkebijakan yang berpotensi bertentangan dengan UU No. 5/1999, yakni:1) Kelompok kebijakan yang memberikan ruang lebih besar kepada pelaku usahayang memiliki posisi dominan. Kebijakan pemerintah tersebut cenderungmenciptakan entry barrier bagi pelaku usaha pesaingnya. Selain itupenyalahgunaan posisi dominan dapat dengan mudah dilakukan karenadilindungi oleh kebijakan tersebut.2) Kelompok kedua adalah kebijakan pemerintah yang memfasilitasi munculnyaperjanjian antar pelaku usaha yang secara eksplisit bertentangan dengan UUNo. 5/1999.3) Kelompok ketiga adalah kebijakan yang merupakan bentuk intervensipemerintah terhadap mekanisme pasar yang berjalan. Hal ini antara lain munculdalam bentuk tata niaga komoditas atau regulasi yang membatasi jumlahpemain yang terlibat.Halaman 74 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________3. Monitoring Pelaku <strong>Usaha</strong>Salah satu upaya penegakan hukum persaingan usaha oleh <strong>KPPU</strong> adalahmelalui kegiatan monitoring pelaku usaha. Inti dari kegiatan monitoring pelakuusaha adalah melakukan observasi dan analisa terhadap perilaku pelaku usahaatau kelompok pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar yang signifikan padasektor industri tertentu, baik penguasaan terhadap barang atau jasa, ataubahkan keduanya. Secara struktur, penguasaan pangsa pasar telah ditentukanoleh UU No. 5/1999 yaitu apabila pelaku usaha tersebut secara sendiri memilikipenguasaan pasar terhadap barang dan atau jasa mencapai 50% atau lebih,atau apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yangmenguasai pangsa pasar lebih dari 75%.Tujuan utama dilakukannya monitoring terhadap pelaku usaha atau kelompokpelaku usaha yang memiliki pangsa pasar sebagaimana diuraikan diatas adalahuntuk mengawasi perilaku pelaku usaha tersebut agar tidak menyalahgunakanposisi dominannya sehingga tidak menimbulkan praktek monopoli dan ataupersaingan usaha tidak sehat. Pada teorinya yang kemudian terbukti dalamprakteknya, pelaku usaha yang memiliki posisi dominan dan menjadi marketleader memiliki peluang dan kemampuan yang besar untuk menguasai pasardengan cara-cara yang tidak sehat dan pada akhirnya akan membawa dampaknegatif kepada masyarakat, antara lain mengakibatkan masyarakat harusmembayar lebih mahal daripada yang seharusnya terhadap suatu produk barangdan atau jasa.Kegiatan monitoring pelaku usaha ini membutuhkan biaya yang tidak sedikitkarena <strong>KPPU</strong> harus melakukan beragam survey, baik kepada para pelaku usahamaupun kepada konsumen, survey tersebut sangat diperlukan sebagai suatumetode pengumpulan data primer dalam menentukan pasar dan pangsa pasaryang dikuasai oleh pelaku usaha tertentu. Setelah mengetahui pasar danmengetahui setidaknya 4 pelaku usaha terbesar dalam suatu pasar atas produkbarang atau jasa tertentu, maka <strong>KPPU</strong> dapat melakukan monitoring terhadapperilaku pelaku usaha. Dalam pasar yang monopolistik, kecenderungan yangumum terjadi adalah penciptaan entry barrier dari pelaku usaha monopoli,sementara dalam pasar oligopolistik, sering terjadi kesepakatan-kesepakatanHalaman 75 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________yang melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, misalnya kartelproduksi, pembagian wilayah, maupun penetapan harga.Selain survey, data-data, dan informasi baik yang masih berupa data mentahmaupun yang telah diolah menjadi data primer juga sangat diperlukan untukmelaksanakan kegiatan monitoring pelaku usaha ini. Data sekunder dapatbersumber dari mana saja, sepanjang kebenarannya dapatdipertanggungjawabkan dan dibuktikan, misalnya dari data statistik yangdikeluarkan oleh badan pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dataprimer dari individu-individu, data lapangan yang diperoleh sendiri oleh <strong>KPPU</strong>yang kemudian dirangkai dan diolah menjadi sebuah data yang komprehensifjuga merupakan sumber data bagi <strong>KPPU</strong> dalam meningkatkan kualitaspelaksanaan kegiatan monitoring pelaku usaha.Hasil dari monitoring pelaku usaha ini tidak berakhir pada sebuah laporankegiatan saja, namun dapat ditindaklanjuti oleh <strong>KPPU</strong>. Terhadap hasil kegiatanmonitoring pelaku usaha yang menemukan adanya indikasi awal terjadinyapelanggaran terhadap UU No. 5/1999, <strong>KPPU</strong> akan melaksanakan suatu kegiatanpenanganan perkara berdasarkan inisiatif <strong>KPPU</strong> untuk menjaga persainganusaha di Indonesia agar senantiasa dalam kondisi yang sehat.3.1. IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUMPERSAINGAN USAHASelain mengatur mengenai materi dari hukum persaingan usaha, UU No. 5/1999juga mengatur mengenai tata cara penanganannya atau hukum formil dari hukumpersaingan.Hukum formil yang diatur dalam UU No. 5/1999 hanyalah pokok-pokoknya saja, dan<strong>KPPU</strong> sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang persainganusaha bertugas mengawasi jalannya persaingan usaha di Indonesia serta menyusunpedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang persainganusaha ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 36 butir f UU No. 5/1999.Halaman 76 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Para pendiri lembaga <strong>KPPU</strong> sangat menyadari bahwa tata cara penanganan perkarapersaingan usaha sebagaimana diatur dalam Bab VII tentang Tata CaraPenanganan Perkara Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 UU No. 5/1999, adalahmerupakan pokok-pokok hukum formil dalam penanganan perkara persaingan yangmasih harus dijabarkan untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan penafsiranterhadap ketentuan-ketentuan dalam Bab VII tersebut diatas.Dalam perjalanannya, dirasakan bahwa SK 05 tidak lagi memadai untuk menanganiperkara-perkara persaingan usaha di Indonesia. <strong>KPPU</strong> banyak menerima masukanmasukanyang membangun dari berbagai pihak, mulai dari para Terlapor yangterlibat dalam perkara-perkara persaingan usaha, para akademisi yang mengamatiperkembangan persaingan usaha dan hukum yang mengaturnya, para advokat yangmengkritisi bahwa SK 05 kurang transparan dan kurang memenuhi proses hukumyang baik (due process of law), juga para penegak hukum lainnya seperti hakimyang melihat banyak celah dalam proses penanganan perkara persaingan usahaoleh <strong>KPPU</strong>.<strong>KPPU</strong> memiliki kewenangan yang kuat untuk melakukan penyelidikan dugaanpelanggaran terhadap UU No. 5/1999 sampai dengan mengeluarkan putusanbeserta sanksi administratif apabila telah terjadi pelanggaran terhadap UUNo. 5/1999, namun para Anggota <strong>KPPU</strong> berpendapat bahwa tujuan dari undangundangpersaingan usaha bukanlah menabur ancaman berupa penghukuman bagipara Terlapor dalam menjalankan usahanya, namun lebih kepada upaya adanyaperubahan perilaku Terlapor sehingga dalam menjalankan usahanya telahterinternalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat.Pada tahun 2006, <strong>KPPU</strong> mengeluarkan sebuah Peraturan Komisi No. 01 Tahun2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> di <strong>KPPU</strong> (yanguntuk selanjutnya disebut “Perkom No. 1 Tahun 2006”) yang mencabut keberlakuanSK 05 dan berlaku efektif sejak November 2006. Perkom tersebut diharapkan dapatlebih memperhatikan prinsip-prinsip beracara yang baik dan benar, dan sejauh inikeberadaaannya telah memberikan suatu perkembangan yang luar biasa dalampenanganan perkara persaingan usaha oleh <strong>KPPU</strong>, dimana salah satunya adalahmemperkenalkan rezim “perubahan perilaku” dalam penegakan hukum persainganusaha.Halaman 77 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Tahun 2007, Perkom tersebut sedang dalam masa transisi dan mengalami ujiimplementasi. Penilaian yang dilakukan meliputi kapabilitas Perkom tersebut dalammemenuhi “rasa keadilan” bagi pihak-pihak yang dilaporkan kepada <strong>KPPU</strong>, sehinggadi masa mendatang <strong>KPPU</strong> dapat memutuskan apakah akan segera melakukanpenguatan terhadap hukum formil penanganan perkara persaingan usaha di <strong>KPPU</strong>,ataukah cukup menyusun peraturan-peraturan pelaksana lainnya.3.2. MONITORING PELAKU USAHAKegiatan monitoring pelaku usaha <strong>KPPU</strong> selain untuk mengawasi pelaku usahayang telah memiliki posisi dominan di dalam pasarnya juga dilakukan untukmemantau pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran terhadap UU No.5/1999. Selain upaya penegakan hukum, monitoring pelaku usaha dilakukan melauipendekatan persuasif agar pelaku usaha secara sukarela bersedia melakukanperubahan perilaku terhadap kegiatan yang melanggar UU No. 5/1999. Sejauh ini,kegiatan tersebut telah menghasilkan sejumlah perkara inisiatif, yaitu:1. Dugaan penetapan harga dalam jasa fumigasi barang ekspor yang dilakukanoleh Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (IPPHAMI).2. Dugaan integrasi vertikal dan penguasaan pasar dalam distribusi kendaraanbermotor antar pulau oleh kelompok PT Astra International Tbk.3. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan kompor gas 1 tungku yangdilaksanakan oleh Kementrian Negara UKM.4. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan jasa kebersihan di PTAngkasa Pura I.5. Dugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaanjasa taksi di wilayah Batam.6. Monitoring Tender Jack Up Drilling di CNOOC.7. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PT Kujang.8. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PTPetrokimia.Beberapa kegiatan monitoring yang diupayakan melalui perubahan perilaku adalahdugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaanHalaman 78 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________jasa taksi di Bandara Hasanuddin (Makassar), Sepinggan (Balikpapan), dan NgurahRai (Bali).Sementara kegiatan penelitian monitoring pelaku usaha dilakukan pada pelakuusaha dari berbagai bidang, antara lain:1. Monitoring terhadap dugaan kartel oleh kelompok pelaku usaha tertentu yangmenguasai pembelian gula lokal.2. Monitoring terhadap dugaan integrasi vertikal yang dilakukan oleh PT AstraInternational Tbk dalam bidang pengangkutan kendaraan antar pulau dengankapal laut.3. Monitoring dugaan integrasi vertikal dalam industri peternakan unggas ayambroiler di Kalimantan Timur.4. Monitoring dugaan monopoli jasa fumigasi terhadap barang impor di JawaTengah dan DI Yogyakarta oleh Koperasi <strong>Usaha</strong> Kita.5. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan gas alam oleh PT Energy EquitySengkang EPICS di Sulawesi Selatan.6. Monitoring dugaan diskriminasi dan jual rugi yang dilakukan oleh Astra HondaMotor.7. Monitoring penguasaan gudang CDC di Pelabuhan Tanjung Priok oleh PT MultiTerminal Indonesia.8. Monitoring terhadap dugaan kartel yang yang dilakukan AKLI (AsosiasiKontraktor Listrik Indonesia).9. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan jasa taksi bandara di Bandara HangNadim.10. Monitoring dugaan diskriminasi oleh Angkasa Pura I dalam pengelolaanbeberapa fasilitas ground handling dan fasilitas lain di Bandara Ngurah Rai,Bandara Juanda, dan Bandara Hasanuddin.11. Monitoring dugaan kartel oleh pabrikan lampu penerangan jalan umum.12. Monitoring dugaan kartel dibidang farmasi.13. Monitoring dugaan hambatan masuk pasar melalui interkoneksi dalam industritelekomunikasi.14. Monitoring tentang penetapan tarif standar pelayanan jasa barang dan petikemas di lini II Pelabuhan Tanjung Priok.15. Monitoring dugaan integrasi vertikal dalam industri minyak goreng.Halaman 79 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________16. Monitoring dugaan penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominandalam distribusi pupuk.17. Monitoring dugaan penguasaan pasar dalam penyediaan avtur di BandaraJuanda Surabaya.18. Monitoring tender pengadaan peralatan kesehatan di RSUD Lumajang.19. Monitoring penyediaan jasa taksi di bandara seluruh Indonesia.20. Monitoring tender jasa kebersihan di PT Angkasa Pura I.21. Monitoring tender PLN dalam pengadaan turbin pembangkit listrik Borang,Sumatera Selatan.22. Monitoring tender pengadaan alat kontrasepsi di BKKBN.23. Monitoring dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh PD Pasar Jaya danDeveloper di Pasar Tanah Abang.Kegiatan monitoring tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah perkara inisiatifdari <strong>KPPU</strong>, sehingga tidak perlu tergantung sepenuhnya kepada laporan darimasyarakat dan meningkatkan kinerja <strong>KPPU</strong> dalam mengawasi perilaku persaingantidak sehat. Berikut adalah rincian terhadap kegiatan monitoring pelaku usaha yangdilakukan <strong>KPPU</strong> pada tahun 2007.Kegiatan Monitoring Pelaku <strong>Usaha</strong> Tahun 2007Persekongkolan TenderPersekongkolan LainPosisiDominanOligopoliPenetapanHargaPembagianWilayahKartelPenguasaanPasarIntegrasiVertikalJual RugiMonopoliGambar 1Halaman 80 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________3 . 3 . P E N A N G A N A N L A P O R A N_____________________________________________________Jumlah laporan yang diterima <strong>KPPU</strong> hingga akhir tahun 2007 mengalamipeningkatan. <strong>KPPU</strong> menerima 244 (dua ratus empat puluh empat) laporan, yangmasih didominasi oleh laporan mengenai dugaan persekongkolan tender. Laporanlainnya berkaitan dengan permasalahan monopoli, diskriminasi, persekongkolan,penetapan harga, dan beberapa dugaan pelanggaran lain. Berikut rincian jumlahlaporan yang diterima oleh <strong>KPPU</strong> hingga akhir tahun 2007:Bukan Laporan2%Bukan Kewenangan<strong>KPPU</strong>4%Perjanjian yangDilarang2%Kegiatan yangDilarang15%Posisi Dominan2%PersekongkolanTender75%Gambar 2Sebagai tindak lanjut terhadap laporan tersebut, sebanyak 51 laporan ditindaklanjutisebagai perkara persaingan usaha, 9 laporan ditindaklanjuti melalui mekanismemonitoring pelaku usaha, dan sebanyak 82 laporan lainnya masuk ke dalam BukuDaftar Penghentian Laporan, dengan alasan bukan perkara persaingan usaha danatau laporan tidak lengkap dan tidak jelas.3.4. PENANGANAN PERKARASelama tahun 2007 <strong>KPPU</strong> menangani perkara persaingan usaha sebanyak 31 (tigapuluh satu) perkara. Penanganan perkara pada tahun ini merupakan capaianHalaman 81 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tertinggi sejak <strong>KPPU</strong> berdiri dan tampaknya akan terus bertambah mengingat bahwalaporan yang diterima oleh <strong>KPPU</strong> terus meningkat jumlahnya. Adapun statistikpenanganan perkara <strong>KPPU</strong> sejak tahun 2000 adalah sebagai berikut:2018161412108642018161387 764 4 4422 2210 0 0 0 0 0 0 02000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007PenetapanPutusanBerjalanGambar 3Halaman 82 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Daftar Putusan <strong>KPPU</strong> yang dibacakan pada tahun 2007Putusan tentang Tendera. Tender Pemerintah1. Putusan Perkara No. 09/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Tender Pengadaan Meubelair diLembaga Administrasi Negara (LAN), Makassar2. Putusan Perkara No. 16/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Tender Pekerjaan SKTM (KabelTegangan Menengah) 20 KV Paket 4, 9, 20, dan 21 di PT PLN DistribusiJakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) Tahun Anggaran 2005.3. Putusan Perkara No. 17/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Tender Pengadaan KomponenLampu di Suku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan UtilitasKotamadya Jakarta Selatan4. Putusan Perkara No. 02/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pengadaan Peralatan GiziTahun 2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda5. Putusan Perkara No. 03/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pembangunan GedungKantor Pengadilan Negeri di Padangsidempuan, Sumatera Utara6. Putusan Perkara No. 04/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pengadaan Proyektor LCD diBiro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 20067. Putusan Perkara No. 05/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pekerjaan Pengerukan AlurPelayaran Pelabuhan Belawan Tahun 20068. Putusan Perkara No. 06/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pengadaan AlatPembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di Biro AdministrasiWilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 20069. Putusan Perkara No. 08/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Dinas Pertamanan dan PemakamanKota Bengkulub. Tender Swasta10. Putusan Perkara No. 08/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Tender Pekerjaan Non DistructingTesting Inspection Services11. Putusan Perkara No. 14/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Tender Pengadaan IntegratedShorebase Management and Logistic Services (No. DCU-0064a) di BPBerauPutusan Non Tender12. Putusan Perkara No. 15/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Pendistribusian Elpiji di SumateraSelatan13. Putusan Perkara No. 07/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Kepemilikan Silang Yang DilakukanOleh Kelompok <strong>Usaha</strong> Temasek dan Praktek Monopoli TelkomselHalaman 83 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________3.5. LITIGASI DAN MONITORING PUTUSANPada tahun ini, <strong>KPPU</strong> cukup berlega hati karena 3 perkara <strong>KPPU</strong> yang cukupmenyedot perhatian masyarakat luas pada saat ditangani, yaitu Perkara No.01/<strong>KPPU</strong>-L/2003 tentang Garuda Indonesia, Perkara No. 02/<strong>KPPU</strong>-I/2004 tentangPT. Telkom Indonesia, Perkara No. 02/<strong>KPPU</strong>-L/2005 tentang PT CarrefourIndonesia telah mendapat penguatan dari Mahkamah Agung.Hal lain yang lebih melegakan hati disela-sela kritik yang diterima oleh <strong>KPPU</strong> adalahketiga putusan Mahkamah Agung tersebut kemudian dilaksanakan oleh masingmasingpelaku usaha secara sukarela tanpa menunggu upaya eksekusi dari <strong>KPPU</strong>.PT. Carrefour Indonesia adalah perusahaan (dengan modal asing) pertama yangmembayarkan denda yang ditetapkan oleh <strong>KPPU</strong> yaitu sebesarRp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah), disusul oleh PT. GarudaIndonesia yang membayarkan dendanya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyarrupiah). PT. Telekomunikasi Indonesia juga telah bersedia melaksanakan sanksiyang dijatuhkan terhadapnya yaitu membatalkan seluruh perjanjian kerja sama yangtelah mereka buat dengan 130.000 penyelenggara wartel. Melalui surat No.TEL. 18/HK710/COP-D0032000/2007, Telkom menyampaikan permintaan waktu6 (enam) bulan untuk mengamandemen seluruh perjanjian kerja sama tersebut dan<strong>KPPU</strong> telah membentuk tim untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaanputusan Telkom tersebut.Halaman 84 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Pergulatan Panjang Penegakan Hukum <strong>Persaingan</strong>Garuda Indonesia, Telkom, dan Carrefour adalah tiga raksasa bisnis yang tersandung oleh UU No.5Tahun 1999. Ketiganya memenuhi sanksi yang ditetapkan oleh <strong>KPPU</strong> dan menjadikan tahun 2007sebagai momentum yang menorehkan sebuah penegasan bahwa Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong> Republik Indonesia tidak akan mentolerir siapapun yang melakukan pelanggaran terhadapLarangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat.Proses litigasi <strong>KPPU</strong> untuk perkara tiga pemain besar tersebut memakan waktu yang cukup lama.Dimulai dari pengajuan banding ke Pengadilan Negeri hingga kasasi ke Mahkamah Agung yangdiakhiri dengan kemenangan <strong>KPPU</strong>. Tiga kemenangan yang menambah daftar panjang Putusan<strong>KPPU</strong> dengan kekuatan hukum tetap.Carrefour : Trading Terms yang Mencekik.Perkara Carrefour diawali dengan laporan pada tanggal 20 Oktober 2004 mengenai pemberlakuansyarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh Carrefour yang dirasakan memberatkan bagipemasok. Syarat-syarat yang diterapkan tersebut antara lain adalah: listing fee ∗ , minus margin*,fix rebate, payment term, regular discount, common assortment cost, opening cost (new store)dan penalty. Secara keseluruhan, dalam laporannya, pemasok menganggap bahwa trading termstersebut memberatkan, khususnya mengenai item persyaratan listing fee dan minus margin,karena setiap tahunnya Carrefour melakukan penambahan jenis item, menaikkan biaya danpersentase fee trading terms. Hal lain yang memberatkan bagi pemasok adalah Carrefour tidakmembedakan antara pemasok skala besar dan pemasok berskala kecil.Terhadap pelanggaran tersebut Sidang Majelis Komisi <strong>KPPU</strong> pada tanggal 19 Agustus 2005memutuskan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a UndangundangNomor 5 Tahun 1999 (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukankegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan) dan memerintahkan kepada Carrefour untukmenghentikan kegiatan pengenaan persyaratan minus margin kepada pemasok serta menghukumCarrefour untuk membayar denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus jutaRupiah).Atas putusan tersebut pihak Carrefour mengajukan banding kepada Pengadilan Negeri JakartaSelatan dengan alasan bahwa <strong>KPPU</strong> telah melampaui batas waktu Pemeriksaan Pendahuluan,Pemeriksaan Lanjutan, dan Penjatuhan Putusan. Carrefour juga mengemukakan alasan bahwapersyaratan minus margin adalah perikatan yang sah berdasarkan kesepakatan antara pemohondengan pemasok, dan para pesaing Carrefour juga menerapkan trading terms yang sama dengankonsep minus margin untuk melawan praktek diskriminasi harga oleh pemasok/supplier. Majelishakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh keberatan yang diajukan pihakCarrefour dan menguatkan putusan <strong>KPPU</strong> No. 02/<strong>KPPU</strong>-L/2005.Tidak patah arang, Carrefour kembali mengajukan banding kepada Mahkamah Agung denganalasan keberatan yang sama. Mahkamah Agung mematahkan usaha Carrefour dan kembalimenguatkan putusan <strong>KPPU</strong> pada tanggal 18 Januari 2007.Menghadapi keputusan tersebut, langkah perlawanan Carrefour terhenti dan mereka memilihuntuk patuh kepada Putusan <strong>KPPU</strong> serta membayar hukuman denda sebesar Rp. 1.500.000.000,-(satu miliar lima ratus juta Rupiah) kepada negara melalui Departemen Keuangan DirektoratJenderal Perbendaharaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I. Dendatersebut dimasukkan ke dalam Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak padatanggal 8 Juni 2007. Sejak tanggal 3 Agustus 2005, Carrefour tidak lagi menerapkan persyaratanminus margin dalam kontraknya dengan pemasok, dan tidak lagi memberlakukan persyaratan inikepada para pemasok yang telah menyetujui hal tersebut di dalam kontrak yang masih berlaku.Halaman 85 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Exclusive Dealing & Entry Barrier oleh Telkom.Perjanjian kerjasama antara Telkom dan para penyelenggara wartel yang mensyaratkan wartelhanya menjual produk Telkom menyebabkan Telkom terjerat Pasal 15 ayat (3) huruf b (ExclusiveDealing) dan Pasal 19 huruf a dan b (Entry Barrier) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Atasdasar perjanjian tersebut, Telkom menutup akses layanan milik operator lain yang ada di warteltersebut yaitu layanan kode akses 001 dan 008 milik PT. Indosat, dan mengalihkannya ke kodeakses 017 milik Telkom.Pada Sidang Majelis <strong>KPPU</strong> tanggal 13 Agustus 2004, Telkom dinyatakan terbukti melanggar keduapasal tersebut dan diperintahkan untuk membatalkan klausula yang menyatakan bahwa pihakpenyelenggara atau pengelola wartel hanya boleh menjual jasa dan atau produk Telkom. <strong>KPPU</strong>juga memerintahkan kepada Telkom untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkanpraktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dengan cara meniadakanpersyaratan perjanjian kerja sama pembukaan akses SLI dan atau jasa telepon internasional lainselain produk Telkom di wartel serta membuka akses SLI dan atau jasa telepon internasional lainselain produk Telkom di wartel.Menanggapi putusan tersebut, Telkom tidak menyurutkan langkah perlawanannya danmengajukan banding kepada Pengadilan Negeri Bandung dengan mempermasalahkanketidaklengkapan Anggota Komisi pada saat pemeriksaan perkara yang dapat dianggap sebagaicacat prosedur. Telkom juga mengemukakan bahwa putusan <strong>KPPU</strong> diambil dari keterangan yangtidak didasarkan pada Berita Acara Pemeriksaan lanjutan (BAP) sehingga merupakan putusan yangcacat yuridis dan tidak disumpahnya saksi-saksi yang diajukan oleh pihak Telkom menyebabkanTelkom merasa tidak diperlakukan secara sama di depan hukum.Berdasarkan alasan-alasan keberatan yang diajukan oleh pihak Telkom, pada tanggal 8 November2004 Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan keberatan Telkom dan membatalkanputusan <strong>KPPU</strong>. Pembatalan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Bandung tidakmembendung usaha <strong>KPPU</strong> dalam menegakkan hukum persaingan usaha dan mendorong <strong>KPPU</strong>untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.Perjuangan panjang <strong>KPPU</strong> tersebut dijawab dengan baik oleh Mahkamah Agung, tanggal 15Januari 2007 Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi <strong>KPPU</strong> danmembatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung. Kemenangan akhirnya kembali pada UU No. 5Tahun 1999 dan pihak Telkom bersedia untuk membatalkan seluruh perjanjian kerja sama yangtelah mereka buat dengan 130.000 penyelenggara wartel. Melalui surat No. TEL. 18/HK710/COP-D0032000/2007 Telkom menyampaikan permintaan waktu 6 (enam) bulan untukmengamandemen seluruh perjanjian kerja sama tersebut dan <strong>KPPU</strong> telah membentuk tim untukmelakukan monitoring terhadap pelaksanaan putusan Telkom tersebut.Halaman 86 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Garuda Indonesia dengan persyaratan Abacus Connection.Abacus Connection adalah jaringan komputer yang berhubungan secara online dengan sistemreservasi maskapai penerbangan, yang dikenal dengan istilah Computerized Reservation Systematau CRS. Beberapa CRS yang ada antara lain : sistem Sabre, sistem Galileo, sistem Amadeus,sistem Worldspan, dan sistem Abacus.Bagi maskapai penerbangan, bekerja sama dengan lebih dari satu CRS yang bukan hal yangmerugikan karena biaya hanya timbul berdasarkan transaksi. Namun Garuda Indonesia memilihuntuk mendirikan perusahaan distributor sistem Abacus yaitu PT. Abacus Indonesia yang mulaiberoperasi sekitar tahun 1995 dan pada masanya merupakan satu-satunya penyedia CRS diIndonesia.Memasuki periode 1998, pesaing sistem Abacus memasuki pasaran Indonesia yaitu sistem Galileo.Garuda Indonesia segera menyusun langkah-langkah proteksi bagi anak perusahaannya, PT.Abacus Indonesia. Proteksi tersebut berupa kebijakan yang menyebabkan biro perjalanan wisatahanya bisa memakai sistem Galileo untuk pemesanan segmen internasional, sementara untuksegmen domestik harus melalui Abacus Connection.Garuda Indonesia kemudian mengembangkan kebijakan untuk membangun sistem dual accessyang menyertakan sistem ARGA (Automated Reservation of Garuda Airways). Sistem tersebutpada awalnya ditempatkan di terminal ARGA pada setiap biro perjalanan wisata. Setelah ituseluruh terminal ARGA di biro perjalanan wisata ditarik dan diganti oleh sistem dual access yangmenyertakan sistem ARGA ke dalam terminal Abacus. Dengan kebijakan tersebut, GarudaIndonesia memastikan bahwa pemesanan tiket penerbangan domestik, internasional, danpenerbangan campuran (mixed flight) domestik-internasional melalui sistem Abacus dan sistemARGA- yang sudah dimasukkan ke terminal Abacus melalui sistem dual access. Tak pelak lagi,kebijakan tersebut memberikan kontrol penuh terhadap pemesanan tiket Garuda Indonesia karenaseluruh proses pemesanan harus melalui sistem Abacus.Perilaku Garuda Indonesia tersebut dilaporkan kepada <strong>KPPU</strong> pada tanggal 9 Oktober 2002 dansetelah pemeriksaan menyeluruh melalui Sidang Majelis <strong>KPPU</strong>, tanggal 30 Juli 2003 <strong>KPPU</strong>memutuskan bahwa Garuda Indonesia terbukti bersalah melanggar Pasal 14 mengenai IntegrasiVertikal, Pasal 15 ayat (2) mengenai Exclusive Dealing, dan Pasal 26 mengenai Jabatan Rangkapdari UU No. 5 Tahun 1999.Atas pelanggaran tersebut <strong>KPPU</strong> memerintahkan Garuda Indonesia untuk menghentikan integrasivertikal berupa pembatalan perjanjian eksklusif dual access dengan PT. Abacus Indonesia,mencabut persyaratan Abacus connection dalam penunjukan keagenan pasasi dalam negeri, danmenghukum Garuda Indonesia untuk membayar denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000(satu milyar Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara.Empat belas hari setelah petikan Putusan tersebut diterima, Garuda Indonesia mengajukanbanding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan mengemukakan beberapa keberatan yaitu:1. <strong>KPPU</strong> salah menuliskan nama dan alamat garuda Indonesia dengan ”PT. (Persero)Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia beralamat di Jalan Medan Merdeka TimurNo.13, Jakarta Pusat”, yang seharusnya adalah ”Perusahaan Perseroan (Persero) PT.Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia dengan alamat Jl. Medan Merdeka SelatanNo.13, Jakarta Pusat”.2. Proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan <strong>KPPU</strong> melanggar ketentuan-ketentuanjangka waktu UU No.5 Tahun 1999.3. Proses pemeriksaan dan pengambilan putusan <strong>KPPU</strong> melanggar ketentuan carapemeriksaan oleh Majelis Komisi menurut UU No.5 Tahun 1999.4. Pertimbangan hukum <strong>KPPU</strong> didasarkan pada pemeriksaan yang dilakukan atas dokumendokumenyang secara hukum tidak seharusnya diterima oleh <strong>KPPU</strong>.Keberatan yang diajukan Garuda Indonesia tersebut disahkan oleh Pengadilan negeri Jakarta Pusatpada tanggal 16 Oktober 2003 sehingga membatalkan Putusan <strong>KPPU</strong> sebelumnya.Tidak surut langkah, <strong>KPPU</strong> mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan memperoleh kemenanganterhadap perkara tersebut pada tanggal 5 September 2005. Sejak hasil kasasi diputuskan, <strong>KPPU</strong>mengirimkan surat peringatan pelaksanaan sanksi kepada Garuda Indonesia secara kontinyu.Hingga pada 23 Juli 2007, Garuda Indonesia menyatakan sanggup untuk memenuhi semua sanksiyang dikenakan <strong>KPPU</strong> terhadap mereka dan membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satumilyar Rupiah) ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.Halaman 87 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________TINJAUAN HUKUM ATAS SANKSI DENDA <strong>KPPU</strong>Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada <strong>KPPU</strong> untukmenjatuhkan sanksi tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuandalam UUPERANNo 5 TahunREGULATORY1999 tersebut.REFORMBerapa besarnyaDALAMdenda, bagaimana tata cara penghitungan denda,dan ketentuan mana saja dalam UU No 5 Tahun 1999 yang dapat dikenakan denda tidak dijelaskandalam undang-undang tersebut. Pasal 47 ayat (2) huruf g hanya memberikan batasan denda serendahrendahnya1 miliar rupiah dan setinggi-tingginya 25 milar rupiah.<strong>KPPU</strong> sudah berkali-kali mengeluarkan putusan dengan sanksi pembayaran denda yang bervariasikepada pelaku usaha yang terbukti telah melakukan pelanggaran UU No 5 Tahun 1999. Banyak pihakyang kemudian mempertanyakan justifikasi yuridis atas pengenaan denda yang ditetapkan oleh <strong>KPPU</strong>dan dasar perhitungan yang dilakukan oleh <strong>KPPU</strong> dalam menetapkan besaran suatu denda. Sebelumdapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, pertama-tama harus dipahami dulu filosofis darieksistensi denda dalam wacana hukum.Denda merupakan salah satu bentuk penghukuman terhadap pelanggaran hukum publik di sampingbentuk penghukuman lain misalnya hukuman penjara. Pada awalnya, filosofi penghukumandimaksudkan untuk menistakan pelaku pelanggaran atau kejahatan tersebut. Guna menjaga rasakeadilan publik maka pelaku pelanggaran atau kejahatan harus dihukum setimpal dengan perbuatannya.Berkembangnya filsafat utilitarianisme yang memandang segala sesuatu harus mencerminkan utilitasnyatak pelak juga mempengaruhi landasan berpikir para yuris mengenai hukum. Para utilitarianismemandang hukum sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi orangsebanyak-banyaknya (greatest happines for greatest number). Dalam ranah hukum publik,penghukuman dipandang tidak lagi semata-mata sebagai penistaan, tetapi lebih jauh lagi harus jugaberfungsi sebagai efek penjeraan (deterence effect). Untuk mencapai tujuan itu, kalau perlupenghukuman dipertontonkan kepada publik agar pelanggaran atau kejahatan yang sama tidak terulangkembali di kemudian hari oleh orang lain. Memori kolektif publik dibentuk melalui suatu pernyataan yangsamar: jika Anda melakukan hal yang sama, maka Anda akan menerima sanksi yang serupa. Sehinggadengan demikian, diharapkan setelah dilakukan suatu penghukuman, pelanggaran atau kejahatan yangsama dapat dicegah.Dalam konteks itulah <strong>KPPU</strong> menjatuhkan sanksi berupa denda kepada pelaku usaha. Hukum persaingan,dalam hal ini, UU No 5 Tahun 1999, merupakan bagian dari hukum publik, yaitu hukum yang berfungsiuntuk melindungi kepentingan publik. Pelanggaran terhadap hukum tersebut berarti mencederai rasakeadilan publik dan terganggunya kepentingan publik. Oleh karena itu <strong>KPPU</strong> mejatuhkan sanksi berupadenda tidak semata-mata untuk memberikan hukuman kepada pelaku usaha, tetapi juga sebagai upayamenciptakan deterence effect agar kepentingan publik berupa persaingan sehat senantiasa terjaga.Kapan <strong>KPPU</strong> menjatuhkan sanksi denda dan berapa besarnya denda sepenuhnya menjadi diskresi dari<strong>KPPU</strong>, khususnya Majelis Komisi, yang menangani perkara bersangkutan. Dalam era transparansidewasa ini, tata cara Majelis Komisi dalam menentukan besaran denda menjadi tuntutan dari sebagianpelaku usaha. Upaya untuk mentransparansikan tata cara perhitungan denda telah dilakukan oleh <strong>KPPU</strong>dalam berbagai putusan, namun hingga saat ini belum dilembagakan ke dalam suatu ketentuan formal<strong>KPPU</strong>. Untuk menjamin transparansi pengenaan denda <strong>KPPU</strong> ke depannya, saat ini tengah disusunrumusan ketentuan formal mengenai tata cara perhitungan denda untuk pelaku usaha yang terbuktimelanggar UU No 5 Tahun 1999.Yang perlu untuk digarisbawahi adalah, pengenaan denda oleh <strong>KPPU</strong> bertujuan untuk mencegahberulangnya pelanggaran yang sama di kemudian hari. Denda diharapkan menjadi insentif bagi pelakuusaha dalam melakukan kegiatan bisnisnya agar senantiasa mematuhi ketentuan-ketentuan dalam UUNo 5 Tahun 1999.Sebagian pihak merasa batasan denda maksimal sebesar 25 miliar rupiah tidak efektif untukmenimbulkan deterence effect kepada pelaku usaha lain dalam suatu industri yang memiliki volumebisnis ratusan miliar hingga puluhan triliun rupiah. Di Amerika Serikat, misalnya, pelanggaran anti-trustlaw dapat berakibat pada treble damages, yaitu pembayaran ganti rugi tiga kali lipat dari kerugian yangditimbulkan. Di Uni Eropa, sanksi atas pelanggaran hukum persaingan dapat mencapai hingga 10%revenue dari pelaku usaha yang bersangkutan.Bisa jadi keraguan tersebut ada benarnya, namun mengubah ketentuan batasan denda maksimal berartiharus mengamandemen UU No 5 Tahun 1999 yang memakan proses relatif lama. Yang terpenting bagi<strong>KPPU</strong> saat ini adalah mensosialisasikan dengan baik putusan-putusan yang telah dikeluarkannya berikutdenda-denda yang telah dijatuhkan atas pelanggaran-pelanggaran terhadap UU No 5 Tahun 1999,sehingga deterence effect yang diharapkan dapat tercapai secara efektif.Halaman 88 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________B A B4SOSIALISASI REFORMASI REGULASISalah satu tugas utama dalam pengembangan kerjasama kelembagaan adalahmembuka dan menjalin hubungan baik dengan lembaga domestik dan internasional.Hubungan tersebut dapat berupa kerjasama resmi melalui nota kesepahaman atauperjanjian, dan dapat berupa kegiatan bersama seperti seminar dan lokakarya.Kerjasama dengan lembaga tersebut menjadi penting apabila dikaitkan denganreformai regulasi, karena kita menyadari bahwa kebijakan persaingan tidak dapatberdiri sendiri dan harus dibentuk bersama elemen pemerintahan yang lain agardapat berjalan seiring menuju satu tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan rakyat.Dengan ketergantungan tersebut, fungsi kerjasama kelembagaan menjadi penting.Selama tahun 2007, <strong>KPPU</strong> telah melakukan beberapa target penting untukperwujudan reformasi regulasi, yaitu pengadopsian integrated checklist on regulatoryreform, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, berbagi ilmu tentang hukumdan kebijakan persaingan usaha pada forum internasional, pelaksanaan negosiasitentang kebijakan persaingan di tingkat internasional, dan peningkatan peranan<strong>KPPU</strong> sebagai regular observer pada OECD.Pengadopsian Integrated Checklist on Regulatory Reform merupakan suatupedoman bagi ekonomi untuk melakukan reformasi regulasi. Dengan checklisttersebut, ekonomi akan memperoleh best practice atau model terbaik dalammelakukan perubahan kebijakannya. Indonesia hingga saat ini belum menerapkanchecklist tersebut secara penuh, namun secara parsial beberapa instansi telahmenerapkannya pada beberapa kebijakan spesifik. Dalam mendorong prosesHalaman 89 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________reformasi regulasi tersebut, pada awal tahun 2007 <strong>KPPU</strong> telah menyampaikankeinginannya untuk mengadakan seminar APEC tentang penerapan integratedchecklist pada APEC CPDG Meeting yang diselenggarakan pada 23-24 Januari2007 di Canberra, Australia. Pada pertemuan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikanbeberapa tujuan seminar dan penjelasan tentang teknis pelaksanaan seminartersebut.Seminar tersebut dinamakan APEC Seminar on Utilizing the “APEC-OECDIntegrated Checklist on Regulatory Reform” in the Competition Policy andDeregulation Aspects yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 13-15 Juni 2007.Dalam pelaksanaannya, seminar dihadiri oleh 98 peserta dari 16 ekonomi, limadiantaranya merupakan perwakilan ekonomi di Jakarta. Selain itu, dua peserta dariSekretariat OECD juga hadir. Seminar tersebut menghasilkan beberaparekomendasi yang menciptakan arah yang jelas bagi reformasi regulasi. Salah saturekomendasi penting yang dihasilkan adalah adanya kesepakatan para ekonomiuntuk menemukan cara terbaik (berdasarkan pengalamannya) dalam mengadopsicompetition assessment, reformasi regulasi, dan kebijakan persaingan. Untuk itumereka juga menekankan pentingnya dialog yang kontinyu dan bantuan teknisdalam penerapan integrated checklist. Hal penting lain yang perlu ditindaklanjutiIndonesia maupun ekonomi lainnya adalah adanya pertimbangan untukmengembangkan intitusi untuk menciptakan kepemimpinan dan koordinasi yangefektif antar pemerintah dalam mewujudkan reformasi regulasi.Berbagai kesimpulan dan rekomendasi pelaksanaan seminar tersebut telahdilaporkan <strong>KPPU</strong> dan dibahas oleh ekonomi APEC pada APEC Policy Dialogue:Seminar on the Role of Competition Policy in Structural Reform dan pertemuankedua APEC Economic Committee II yang dilaksanakan pada akhir bulan Juni 2007.Peranan <strong>KPPU</strong> dalam APEC untuk Mendorong Regulatory ReformTerdapat hal yang perlu mendapat perhatian penting bagi <strong>KPPU</strong> dan perkembanganpenerapan hukum dan kebijakan persaingan di tingkat ekonomi APEC, sertapemenuhan upaya pencapaian regulatory reform di tingkat nasional. Perhatiantersebut diperoleh dari berhasilnya <strong>KPPU</strong> dalam meloloskan proposal proyektentang penyelenggaraan seminar APEC tentang pemanfaatan APEC-OECDHalaman 90 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Integrated Checklist terkait hubungan antara kebijakan persaingan dan regulatorsektoral. Dengan keberhasilan tersebut, <strong>KPPU</strong> kembali mendapat kehormatansebagai tuan rumah dalam seminar internasional tersebut. Keputusan tersebutdiperoleh setelah <strong>KPPU</strong> memperjuangkan proposalnya pada APEC Budget andManagement Committee Meeting yang diselenggarakan di Singapura pada awalAgustus 2007. Seiring dengan persetujuan tersebut, <strong>KPPU</strong> juga mendapatkehormatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan The Forth APEC Training inCompetition Policy sesuai usulan Japan Fair Trade Commission (JFTC). Dengandemikian dapat dipastikan bahwa pada tahun 2008, <strong>KPPU</strong> akan mendapatkankehormatan sebagai tuan rumah dua kegiatan internasional ekonomi APEC.Lebih lanjut sebagai anggota ekonomi APEC, khususnya sub fora APEC CPDG,<strong>KPPU</strong> secara aktif telah berpartisipasi dalam proses penyusunan APEC IndividualAction Plan 2007 (Rencana Aksi Individu 2007) di bawah koordinasi KantorKementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rencana aksi individu tersebutmerupakan gabungan berbagai isu (chapter) yang terkait dengan kebijakan ekonomidi suatu negara, antara lain tarif dan non tarif, jasa, investasi, standarisasi, beacukai, pengadaan pemerintah, hak kekayaan intelektual, dan kebijakan persaingan.Dalam konteks tersebut, <strong>KPPU</strong> bertanggung jawab atas chapter competition policy.Dalam rencana aksi individu tersebut, <strong>KPPU</strong> melaporkan berbagai perkembangankebijakan persaingan di Indonesia dari berbagai aspek, antara lain general policyframework, reviews of competition policies, competition institution, measures,cooperation arrangement, activities with other APEC economies and internationalorganization, dan collective action.Selain berpartisipasi dalam penyusunan APEC Individual Action Plan 2007, <strong>KPPU</strong>juga turut serta dalam penyusunan APEC Economic Policy Report 2008 (AEPR2008). AEPR 2008 merupakan laporan yang berisikan perkembangan kebijakanekonomi di seluruh ekonomi APEC. Untuk AEPR 2007, APEC telah mengesahkantopik Public Sector Governance dimana Indonesia menyampaikan kontribusi dalamIndividual Economic Policy Report. Khusus untuk penyusunan AEPR 2008, telahdisepakati Competition Policy sebagai topik laporan, sehingga <strong>KPPU</strong> dipercaya olehKantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI untuk mempersiapkanlaporan tersebut. Laporan tersebut terdiri dari tiga chapter yaitu:Halaman 91 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________a. Chapter 1 tentang The Role of Competition Policy in Structural Reform andCreating Competition Culture. Chapter ini akan terdiri dari beberapa sub-chapteryaitu perkembangan APEC, Economic Committee, serta LAISR; perbedaanpersaingan dan kebijakan persaingan; dan perkembangan bidang persainganusaha di ekonomi APEC. Chapter ini dipersiapkan oleh Jepang dengan dapatmemperoleh masukan dari Australia dan Indonesia;b. Chapter 2 tentang Competition Policy at Different Stages for Development:Lesson from APEC. Chapter ini dipersiapkan oleh Peru selaku tuan rumah APEC2008; danc. Chapter 3 tentang Individual Economy Report on Competition Policy.Indonesia (<strong>KPPU</strong>) merupakan salah satu co-sponsor AEPR 2008 tersebut. Selakuco-sponsor, <strong>KPPU</strong> diharapkan dapat berpartisipasi dalam penyusunan Chapter 1dalam laporan tersebut. Selaku anggota APEC, Indonesia juga diminta berpartisipasidalam menyiapkan Individual Economic Policy Report yang merupakan bagian dariChapter 3. Oleh karena topik tahun tersebut adalah competition policy, maka <strong>KPPU</strong>diminta untuk mempersiapkan laporan individual tersebut berdasarkan format(template) yang telah disepakati.Peranan <strong>KPPU</strong> dalam Pembentukan Wadah Diskusi Hukum danKebijakan <strong>Persaingan</strong> Tingkat ASEANDalam perwujudan peranan tersebut, <strong>KPPU</strong> selalu aktif dalam berkontribusi padaseri pertemuan tahunan ASEAN Consultative Forum for Competition (ACFC) dankonferensi internasional ACFC yang diselenggarakan di Vietnam pada bulanAgustus dan Oktober 2007. Dalam konferensi tersebut dibahas berbagai hal, yaitutentang forum regional dalam mengembangkan hukum persaingan, saranpengembangan kerjasama regional, identifikasi elemen bagi kerjasama regionalyang efektif, dan kebutuhan atas kerjasama yang efektif antar anggota ASEAN.Dalam konferensi tersebut, <strong>KPPU</strong> mendapatkan kepercayaan untuk menyampaikanperkembangan terakhir dalam institusi dan hukum persaingan usaha di tingkatASEAN. Lebih lanjut dalam pertemuan tahunan perkumpulan institusi terkait hukumdan kebijakan persaingan tingkat ASEAN tersebut juga dibahas 2 (dua) proposalpengembangan implementasi hukum dan kebijakan persaingan di tingkat regional.Proposal pertama datang dari Indonesia yang mengusulkan pembentukan ASEANHalaman 92 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Competition Institute (ACI) sebagai organisasi independen yang non-profit yangditujukan untuk membantu negara ASEAN dalam mengembangkan hukumpersaingan dan mendukung tugas ACFC dan AEGC nantinya. Selain ACI,pertemuan juga membahas usulan pembentukan ASEAN Expert Group onCompetition (AEGC) dari Vietnam dan Singapura. Berdasarkan keterangandisampaikan, <strong>KPPU</strong> menyatakan dukungannya atas keberadaan AEGC karenakeberadaan organisasi tersebut merupakan salah satu cara terbaik dalam mencapaivisi ASEAN Economic Community pada tahun 2015. Namun demikian, <strong>KPPU</strong> jugaberpandangan bahwa keberadaan ACFC tetap dipertahankan walaupun AEGC telahdibentuk. Dalam rangka melanjutkan program ACFC, diputuskan untuk periode2007-2008 ACFC akan dipimpin oleh Singapura (CCS) selaku Ketua dan Malaysia(Ministry of National Planning and Economic Development) selaku Wakil Ketua.Jabatan tersebut secara efektif berlaku pertanggal 1 Oktober 2007.Melanjutkan agenda tersebut, pada 25 Oktober 2007 <strong>KPPU</strong> juga berkontribusi dalamACFC Top Level Official Meeting guna membahas persiapan pembentukan ASEANExpert Group on Competition (AEGC) dan serah terima posisi Ketua ACFC dariVietnam kepada Singapura. Sebagaimana hasil the 39 th ASEAN Economic Minister(AEM) Meeting yang dilaksanakan di Makati City, Philippines pada tanggal 24Agustus 2007, Senior Economic Official Meeting (SEOM) telah setuju untukmerekomendasikan kepada AEM tentang pembentukan AEGC untuk dapat beradadi bawah SEOM. Pertemuan ACFC ini ditujukan untuk membahas hal teknis yangdijelaskan dalam kerangka acuan kerja organisasi tersebut. Hingga saat ini, peranan<strong>KPPU</strong> dalam pembentukan AEGC tersebut masih intensif dilakukan.Peranan <strong>KPPU</strong> dalam Peningkatan Kerjasama Antar Lembaga <strong>Persaingan</strong>Selain berperan aktif pada forum internasional dan regional, <strong>KPPU</strong> terus berupayadalam menjaga dan meningkatkan harmonisasi antar lembaga internasional yangselama ini terjalin dengan baik. Hal tersebut diwujudkan dengan memfasilitasiberbagai survey yang disampaikan oleh berbagai lembaga dan organisasipersaingan usaha tingkat internasional. Salah satu diantaranya adalah pertanyaan(kuesioner) yang disampaikan Office of Commercial Affairs, Royal Thai Embassy diJakarta. Kuesioner tersebut disampaikan terkait dengan upaya Department ofInternal Trade, Ministry of Commerce Thailand, yang tengah dalam prosesHalaman 93 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________penyusunan Competition Policy Framework. Dalam hubungan tersebut, Kementerianmeminta <strong>KPPU</strong> dalam menyampaikan berbagai informasi terkait penerapankebijakan dan hukum persaingan di Indonesia, antara lain mengenai kerangkakebijakan persaingan; hubungan antara kebijakan persaingan dengan kebijakan lain;cara efektif dalam menerapkan hukum persaingan; aplikasi hukum dan kebijakanpersaingan dalam sektor pertanian, industri, dan jasa; serta berbagai bentukintegrasi vertikal di Indonesia.Selanjutnya dalam lingkup kerjasama <strong>KPPU</strong> dengan Japan Fair Trade Commission(JFTC), dengan didukung oleh The Association for Overseas Technical Scholarship(AOTS), sub-direktorat pada bulan Oktober memfasilitasi adanya suatu pelatihanbagi para akademisi atau peneliti di bidang persaingan usaha mengenai hukum dankebijakan persaingan usaha di Jepang. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan selamaseminggu pada bulan Februari 2008 di Tokyo, Jepang dan akan membahasbeberapa substansi, antara lain Japan’s Antimonopoly Act, perkembangan terakhirhukum dan kebijakan persaingan di tiap negara, dan diskusi panel mengenaibeberapa isu persaingan. <strong>KPPU</strong> menyadari bahwa media tersebut merupakan halyang penting dalam membangun dan meningkatkan peran serta akademisi dalammengembangkan kebijakan persaingan usaha, baik di tingkat nasional maupuninternational (dalam hal ini wilayah Asia Timur).Dalam lingkup kerjasama <strong>KPPU</strong> dengan GTZ-ICL, <strong>KPPU</strong> telah memfasilitasipenyelenggaraan kegiatan pelatihan tentang hukum persaingan tingkat lanjutan bagiHakim Pengadilan Negeri di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kegiatantersebut direncanakan membahas mengenai penanganan kasus tender di <strong>KPPU</strong> dandilaksanakan pada tanggal 14-15 November 2007 di Yogyakarta. Mengikuti kegiatanpelatihan tersebut, <strong>KPPU</strong> dan GTZ-ICL juga memfasilitasi kunjungan Prof. J.Bornkamm, Hakim Agung Jerman, ke Indonesia. Kunjungan yang dilaksanakan pada19-23 November 2007 tersebut, akan membahas beberapa isu, antara lain prosespenanganan keberatan putusan persaingan usaha di Indonesia. Selain dengan<strong>KPPU</strong>, Prof. J. Bornkamm juga akan melakukan pertemuan dan diskusi denganMahkamah Agung dan para stakeholder.Halaman 94 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________APEC Seminar on Utilizingthe “APEC – OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform”in the Competition Policy and Deregulation AspectsKomisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) bekerja sama dengan Sekretariat APECmengundang anggota APEC untuk berpartisipasi dalam “APEC–OECD Integrated Checklist onRegulatory Reform” yang diselenggarakan pada tanggal 13–15 Juni 2007 di Jakarta. Sesi–sesi yang disusun dalam seminar didahului dengan pembukaan dari Mr. Toshiyuki Nanbu(Convenor of CPDG), Bapak Budiono (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian), dan BapakMohammad Iqbal (Ketua <strong>KPPU</strong>). Selanjutnya, keynote speech disampaikan masing – masingoleh Professor Tetsuzo Yamamoto (Graduate School of Commerce, Waseda University) danMr. Sean Ennis (Competition Division, OECD Secretariat)Seminar yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman mengenai APEC–OECD Checklist(checklist) sebagai sebuah alat self–assesment yang efektif, diselenggarakan sebagai ajangtukar informasi dan pengalaman dalam penerapan checklist serta dampaknya pada prosesRegulatory Reform. Hasil seminar ini menjadi rekomendasi mengenai kemungkinan tindakannyata untuk memanfaatkan checklist dalam harmonisasi kebijakan antara badan regulatordan lembaga persaingan.Pada prinsipnya, reformasi regulasi didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yangbertujuan untuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi,efektifitas biaya serta administrasi pemerintahan. Bentuk reformasi dapat berupa revisi danpenataan ulang kerangka regulasi serta perbaikan proses yang mempertimbangkan 3 (tiga)kunci penggerak utama dalam reformasi regulasi yaitu kebijakan regulasi, kebijakanpersaingan, dan kebijakan keterbukaan pasar.Mencermati bahwa hasil dari seminar tersebut menjadi awal dari peningkatan pemahamanterhadap dua substansi utama, yaitu reformasi regulasi serta hukum dan kebijakanpersaingan, maka pembahasan dibagi dua grup yang berbeda yaitu grup diskusi pertamamengenai Regulatory Reform, dan grup diskusi kedua mengenai Competition Policy and Law.Hasil diskusi dapat merefleksikan rekomendasi dan tanggapan positif terhadap pemberlakuankebijakan persaingan baik di negara yang telah mengadopsi hukum persaingan maupun yangbelum.Rekomendasi yang diperoleh pada sesi terakhir seminar diharapkan dapat menjadi masukanbagi lembaga–lembaga pengawas persaingan dan institusi terkait untuk menyusunimplementasi kebijakan persaingan yang berkelanjutan dengan pendekatan bertahap yangjuga sejalan dengan kebijakan anggota APEC. Jika hal itu terwujud, maka kontribusinya bagianggota-anggota APEC akan sangat besar khususnya dalam sistem hukum persaingan.Akhirnya, walaupun antara satu anggota APEC dengan yang lain, pendekatan terhadapkebijakan dan hukum persaingan ditemukan perbedaan tetapi penjabaran masing–masingagenda dari setiap anggota APEC akan sangat berguna untuk mendukung keberadaan hukumpersaingan. Dengan demikian setiap negara dapat mengikutsertakan kebijakan dan hukumpersaingan bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keterbatasan sumber dayamanusia untuk membangun sektor ekonomi dalam kaitannya dengan isu persaingandiharapkan tidak membatasi kepentingan untuk mengadopsi dan mengimplementasi hukumpersaingan.Seminar tersebut dihadiri oleh sekitar 60 perserta, baik dari dalam dan luar negeri,khususnya anggota APEC. Diharapkan seminar tersebut akan menghasilkan masukan danrekomendasi yang bermanfaat.Halaman 95 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________4.1. PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYAMANUSIASumber daya manusia merupakan aset yang harus dijaga, dipertahankan, danditingkatkan nilainya. Hal tersebut juga berlaku bagi <strong>KPPU</strong>, terlebih dengan karakterfungsi <strong>KPPU</strong> yang sangat spesifik, yaitu penegakan hukum persaingan danpemberian advokasi kepada pemerintah dan publik. Dalam meningkatkan kapasitastersebut, <strong>KPPU</strong> telah memfasilitasi beberapa pelatihan (workshop) di tingkatdomestik dan internasional bagi sumber daya manusia <strong>KPPU</strong>.OECD-Korea Regional Center for Competition (OECD-RCC) merupakan salah satubagian dari OECD yang memfasilitasi pelatihan dalam penegakan hukumpersaingan bagi pegawai pemerintah di Asia. Dalam pelatihan tersebut, beberapamateri tingkat lanjut disampaikan dan dibahas oleh ahli dalam hukum persainganusaha yang didatangkan dari kantor pusat OECD di Paris. <strong>KPPU</strong> sendiri telah aktifdilibatkan dan bertukar pengalaman dalam pelatihan tersebut sejak pendirian OECD-RCC, yaitu pada akhir tahun 2004. Pada semester pertama 2007, telahdiselenggarakan 3 (tiga) pelatihan (workshop) yang dilaksanakan di Seoul, KoreaSelatan. Berbagai teori dan praktek tentang definisi pasar, mengukur kekuatanpasar, merjer, penyalahgunaan posisi dominan, pelaksanaan dan sanksi, sertapenetapan harga dibahas dalam workshop tersebut.Dalam kerjasamanya dengan Japan Fair Trade Commission (JFTC), <strong>KPPU</strong> dengandifasilitasi oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) telah mengirimkan 10(sepuluh) staf sekretariatnya untuk mengikuti country focused training yangdilaksanakan di Nagoya dan Tokyo selama 3 (tiga) minggu pada bulan Februari-Maret 2007. Pelatihan yang sangat komprehensif tersebut difokuskan kepadapraktek-praktek penegakan hukum dan kebijakan persaingan di Jepang dansekaligus berbagai pengenalan dan pembahasan tentang internal JFC. Selain bagiStaf Sekretariat <strong>KPPU</strong>, JICA dan JFTC juga memfasilitasi studi banding bagi 13 (tigabelas) Anggota <strong>KPPU</strong> di kota Osaka dan Tokyo selama 2 (dua) minggu pada bulanMaret 2007.Dalam konteks keanggotaan ASEAN Consultative Forum for Competition (ACFC),<strong>KPPU</strong> juga diberikan kesempatan untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pelatihanHalaman 96 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________yang diselenggarakan ACFC, yaitu Advanced Workshop on “Investigating Abuse ofDominance Cases” yang dilaksanakan di Hanoi pada bulan Maret 2007.Untuk meningkatkan kualitas saran dan pertimbangan, <strong>KPPU</strong> juga telahmengirimkan staf sekretariatnya untuk belajar mengenai teori dan metode analisaekonomi dalam penilaian permasalahan kebijakan persaingan melalui keikutsertaanpada Research Symposium on Political Economy Constraints in RegulatoryRegimesin Developing Countries yang diadakan oleh Consumer Unity and TrustSociety (CUTS), suatu organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang perlindungankonsumen, pada bulan Maret 2007 di New Delhi, India.Pada semester pertama tahun 2007, <strong>KPPU</strong> telah mengangkat 77 orang staf baruyang berasal dari berbagai latar belakang pengetahuan, seperti hukum, ekonomi,teknik, dan sebagainya. Dengan bertambahnya kekuatan <strong>KPPU</strong> tersebut, makaadalah suatu kewajiban bagi instansi untuk berupaya meningkatkan nilainya melaluiberbagai pelatihan. Pada semester pertama 2007, <strong>KPPU</strong> bekerjasama denganUNCTAD dan GTZ telah melaksanakan Roundtable Discussion on Competition Lawand Policy dan Workshop on Competition Law and Policy bagi staf baru, direksi,serta Anggota Komisi. Kegiatan tersebut telah memberikan pengetahuan dasar bagistaf baru <strong>KPPU</strong> dalam melaksanakan tugasnya, serta telah mengangkat suatukesadaran akan pentingnya reformasi regulasi dalam bidang telekomunikasi danmetode penanganan keberatan atas putusan <strong>KPPU</strong>. Direncanakan keduapermasalahan tersebut akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan <strong>KPPU</strong> denganUNCTAD berikutnya. Selain itu, kegiatan tersebut juga telah menghasilkan suatukerjasama bilateral antara <strong>KPPU</strong> dan UNCTAD untuk periode 2 (dua) tahunkedepan. Dalam kerjasama tersebut, <strong>KPPU</strong> diminta secara khusus untuk menjadipusat pengembangan hukum dan kebijakan persaingan untuk wilayah AsiaTenggara. Dalam mewujudkan hal tersebut, UNCTAD akan memfasilitasipelaksanaan penerjemahan modul pelatihan UNCTAD ke dalam bahasa Indonesiadan pelaksanaan training for trainer (ToT) bagi internal dan eksternal <strong>KPPU</strong>,sekaligus fasilitasi pelaksanaan workshop dalam industri telekomunikasi,infrastruktur dan fasilitas esensial lain, serta potensi penerapan class action dalampenegakan hukum persaingan usaha di Indonesia.Halaman 97 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Sebagai wujud peran serta dalam pengembangan sumber daya manusia <strong>KPPU</strong>,<strong>KPPU</strong> telah memfasilitasi staf dalam mengikuti 2 (dua) pelatihan internasionalselama bulan Agustus. Pelatihan tersebut meliputi the 3 rd APEC Training Course onCompetition Policy for APEC Economies yang diselenggarakan di Singapura danSpecific Training Program oleh Taiwan Fair Trade Commission yangdiselenggarakan di Taiwan. Pelatihan pertama merupakan bagian dari seri pelatihandalam bidang kebijakan persaingan selama periode lima tahun, yaitu dari tahun2005-2009. Dua pelatihan sebelumnya telah dilaksanakan di Filipina dan Thailanddan secara umum berfokus kepada implementasi kebijakan persaingan dalamanggota APEC. Khusus pada pelatihan ketiga tersebut, materi akan difokuskankepada dua topik, yaitu Kebijakan <strong>Persaingan</strong> dan <strong>Usaha</strong> Kecil dan Menengah; danImplementasi Hukum dan Kebijakan <strong>Persaingan</strong> yang Efektif. Sedangkan pelatihanoleh TFTC merupakan program pelatihan yang tailor-made berdasarkan kebutuhandan usulan yang disampaikan oleh <strong>KPPU</strong>.Perumusan peraturan tentang merjer dan akuisisi sebagai tindaklanjut amanat pasal28 dan 29 UU No. 5/1999 telah dilaksanakan dan disampaikan <strong>KPPU</strong> kepadainstansi pemerintah terkait untuk disahkan. Hingga saat ini proses pembahasantersebut masih berlangsung. Dalam upaya mendukung kesiapan <strong>KPPU</strong> dalampelaksanaan aturan merjer dan akuisisi tersebut, <strong>KPPU</strong> telah memfasilitasipartisipasi sumber daya <strong>KPPU</strong> dalam mengikuti The Joint Seminar by The ChineseTaipei Fair Trade Commission (CTFTC) and the OECD on “Merger Control Issues inDeveloping and Transition Economies” yang dilaksanakan di Kuala Lumpur,Malaysia pada tanggal 11-12 September 2007. Dalam seminar gabungan tersebutdibahas berbagai topik penting, yaitu pentingnya pengaturan tentang merjer,permasalahan pasar produk dan pasar geografis, pentingnya notifikasi sebelummerjer dan pemilihan standar penilaian, proses implementasi peningkatan efektifitasnotifikasi sebelum merjer, dan sanksi terkait aturan merjer.Selain memfasilitasi konferensi tersebut, <strong>KPPU</strong> juga memfasilitasi prosesadministrasi dan substansi atas kunjungan dinas Anggota <strong>KPPU</strong> ke berbagailembaga terkait persaingan usaha di Jerman pada tanggal 2-8 September 2007.Dalam rangkaian kunjungan yang difasilitasi di bawah kerjasama <strong>KPPU</strong> dan GTZtersebut, Anggota <strong>KPPU</strong> telah berdiskusi dengan lembaga penegak hukumpersaingan, lembaga kebijakan persaingan, regulator sektoral, pengadilan,Halaman 98 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________kementerian ekonomi dan teknologi, anggota parlemen, akademisi, dan pengacaradi Jerman seputar persoalan persaingan usaha di kedua negara.Dalam bulan Oktober, <strong>KPPU</strong> juga memfasilitasi partisipasi <strong>KPPU</strong> dalam duakegiatan pelatihan (yaitu pelatihan oleh OECD-RCC dan ACFC) dan dua pertemuantingkat tinggi (OECD dan ACFC). Pertama, sebagai bentuk perwujudan kerjasama<strong>KPPU</strong> dengan OECD, <strong>KPPU</strong> untuk keempat kalinya dalam tahun ini kembalimenugaskan stafnya untuk mengikuti Workshop on Anticompetitive UnilateralConduct yang diselenggarakan di Seoul, 10-12 Oktober 2007. Dalam workshop yangdiselenggarakan secara rutin oleh OECD Korea Regional Center for Competition(OECD-RCC) tersebut, pembahasan difokuskan kepada berbagai permasalahanpenyalahgunaan posisi dominan; khususnya exclusive dealing, bundling and tying,fidelity rebates, refusals to deal, predation, dan permasalahan lainnya. Dalampelatihan tersebut, <strong>KPPU</strong> ditugaskan untuk menyampaikan dua kasus pada duasesi, yaitu sesi pembahasan bundling, tying dan fidelity rebates; dan sesipembahasan refusals to deal dan predatory pricing. Pelatihan kedua, merupakanASEAN Consultative Forum on Competition (ACFC) Training Course on Merger andAcquisition yang diselenggarakan oleh ACFC bekerjasama dengan ASEANSecretariat dan US FTC. Pelatihan yang dilaksanakan di Hanoi, Vietnam, pada 22-24 Oktober 2007 tersebut difokuskan untuk pemahaman peserta dari negara ASEANtentang teori dan praktek mengenai pengawasan dan penanganan kasus merjer danakuisisi.Pada upaya pengembangan kerjasama kelembagaan, pada bulan Agustus <strong>KPPU</strong>secara aktif berpartisipasi dalam forum APEC guna menunjang program pemerintahkhususnya untuk bidang kebijakan persaingan, yaitu dalam Economic Committeedan subfora Competition Policy & Deregulation Group dan Committee on TradeInvestment. Pada forum APEC di Australia, <strong>KPPU</strong> telah mendapat persetujuan duaproyek kegiatan untuk tahun 2008. Proyek pertama adalah seminar mengenaisectoral regulator dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama antara lembagapersaingan dengan badan pengatur sektoral, proyek yang kedua adalah pelatihanuntuk staf <strong>KPPU</strong> mengenai persaingan usaha.Untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya peraturan merger, <strong>KPPU</strong>menyelenggarakan Workshop On Merger Review di Jakarta pada tanggal 27-29Halaman 99 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________November 2007. Workshop tersebut terselenggara berkat kerjasama denganOrganisation For Economic Co-Operation And Development (OECD) serta dihadirioleh beberapa pembicara, yaitu Arnold Celnicker dan Karin Lunning dari OECD, danOsamu Igarashi dari Japan Fair Trade Commision (JFTC). Workshop ditujukan untukmelatih para staf <strong>KPPU</strong> agar lebih memahami dan lebih mahir dalam menanganikasus merger dan akuisisi.Materi yang disampaikan antara lain:• Overview of merger law and economics• Unilateral and coordinated effects, and entry• Market definition and concentration• Investigative tools & plan• Efficiencies, failing firm and other defenses• Merger regulation in Japan• How to conduct an interviewDalam workshop tersebut, para peserta diminta melakukan simulasi investigasikasus merger yang pada akhirnya melahirkan kesimpulan mengenai product market,geographical market, possible effect of merger (price setting, predatory pricing),possible effect of entry to the market.Selanjutnya, masih bekerjasama dengan Organisation For Economic Co-OperationAnd Development (OECD), <strong>KPPU</strong> menyelenggarakan Workshop On MergerRegulation di Jakarta, pada tanggal 30 November 2007. Pada kesempatan tersebut<strong>KPPU</strong> mengundang wakil dari Departemen Perdagangan, DepartemenPerindustrian, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, Fakultas HukumUniversitas Trisakti, dan instansi terkait lainnya. Para pembicara tidak hanya berasaldari <strong>KPPU</strong> dan OECD, tapi juga dari Bank Indonesia serta Departemen Hukum danHak Asasi Manusia. Pada workshop tersebut <strong>KPPU</strong> banyak memperoleh masukandari para pelaku usaha/stakeholder, yaitu mengenai:1. Kesederhanaan peraturan dan sinkronisasi di antara peraturan-peraturanyang sudah ada.2. Acuan best practices dari negara-negara berkembang yang sesuai denganIndonesia.3. Mempertimbangkan kembali besaran threshold karena dinilai terlalu kecil.4. <strong>KPPU</strong> dapat menjaga sepenuhnya kerahasiaan data dan informasi yangakan disampaikan dalam dokumen merger.Halaman 100 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________5. <strong>KPPU</strong> mempertimbangkan juga dampak merger secara vertikal (tidak hanyahorisontal).Sementara OECD memberi masukan kepada <strong>KPPU</strong> agar besaran threshold dalammerger diatur di dalam Peraturan Komisi, tidak di dalam RPP, karena akanmemudahkan jika terjadi perubahan. OECD juga meminta <strong>KPPU</strong> meninjau kembalipasal-pasal dalam draft RPP merger sehingga pelaksanaannya efektif dan konsistendengan UU No. 5/1999.4.2. SHARING KNOWLEDGE PADA FORUMINTERNASIONAL<strong>KPPU</strong> menyadari bahwa untuk meningkatkan kesadaran dunia internasionalterhadap hukum dan kebijakan persaingan di Indonesia, partisipasi <strong>KPPU</strong> dalammenyampaikan pengalaman dan bertukar ide dalam pengembangan hukum dankebijakan persaingan usaha di tingkat internasional sangat diperlukan. Salahsatunya adalah adalah Seminar Sharing Experiences in APEC Economies onStrengthening the Economic Legal Infrastructure (dalam lingkup APEC-CPDG) danThe 3rd Top Level Official’s Meeting on Competition Policy dan The 4 th East AsiaConference on Competition Law and Policy (dalam lingkup ACFC) yangdilaksanakan di Ha Noi, Viet Nam. Dalam kedua kegiatan tersebut, <strong>KPPU</strong> diberikankesempatan untuk menyampaikan pandangannya tentang perkembanganpenegakan hukum dan kebijakan persaingan di Indnesia.Dalam lingkup yang lebih luas, <strong>KPPU</strong> juga diberikan kesempatan untukmenyampaikan pengalamannya tentang model bantuan teknis antara <strong>KPPU</strong> danJFTC pada kegiatan 6 th Annual International Competition Network Meeting yangdiselenggarakan pada akhir Mei 2007 di Moscow, Russia.Bulan Juli 2007 merupakan salah satu bulan yang signifikan bagi perkembanganinstitusi dan kelembagaan <strong>KPPU</strong> baik secara internal maupun eksternal seiringpartisipasi <strong>KPPU</strong> dalam The 8th Session of the Intergovernmental Groups of Expertson Competition Law and Policy yang diselenggarakan oleh United Nation forConference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa pada tanggal 17-19Juli 2007. Secara umum, sidang tersebut membahas beberapa agenda, yaitupembahasan persaingan usaha pada tingkat nasional dan internasional di bidangHalaman 101 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________energi, kebijakan persaingan usaha dan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual,kebijakan persaingan di West African Economic and Monetary Union (WAEMU) dankriteria evaluasi efektifitas lembaga persaingan usaha. Secara khusus padakesempatan tersebut, <strong>KPPU</strong> memperoleh kehormatan untuk memimpin sidangsekaligus menyampaikan pengalamannya terkait dengan aplikasi IntellectualProperty Right pada hukum persaingan. Delegasi <strong>KPPU</strong> menyampaikan bahwadalam beberapa hal, Undang-undang HKI dan Hukum persaingan usaha mempunyaikesamaan. Berkaitan dengan inovasi, Undang-Undang HKI melihat bahwa sebuahinovasi patut untuk mendapatkan perlindungan karena menguntungkan konsumendan Kebijakan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> menekankan pada penciptaan semangatpersaingan yang sehat sehingga mampu mendorong inovasi. Setiap inovasi yangmuncul akan mendorong pesaing memunculkan inovasi baru lainnya yang padagilirannya akan menguntungkan konsumen, akan tetapi dalam pelaksanaannyadapat menimbulkan pertentangan antara hukum persaingan dengan HKI. <strong>KPPU</strong>memandang bahwa beredarnya produk bajakan (no license) dari pemegang HKIadalah bentuk persaingan yang tidak sehat. Selain itu <strong>KPPU</strong> menilai bahwapenggunaan HKI dapat menyebabkan persaingan tidak sehat, misalnya pemegangHKI yang menolak permintaan lisensi seseorang (refuse to license) tanpa alasanyang sah.Dalam kegiatan tersebut <strong>KPPU</strong> memperoleh beberapa saran, yaitu agar <strong>KPPU</strong>secara aktif mengikuti konferensi semacam ini karena beberapa pertimbangan.Pertama, forum ini adalah forum pembelajaran tentang hukum persaingan dariberbagai negara. <strong>KPPU</strong> dapat mengambil pelajaran baik hal-hal yang positif maupunkekurangan dari berbagai negara untuk penguatan hukum persaingan di Indonesia.Dalam sidang-sidang UNCTAD delegasi Indonesia mendapatkan perhatian secarakhusus. Hal tersebut merupakan momentum yang tepat agar keberadaan Indonesiakhususnya <strong>KPPU</strong> diakui oleh dunia. Pada Sidang General Assembly V di Turki 2005yang lalu delegasi Indonesia yang waktu itu dipimpin oleh Komisioner SyamsulMaarif terpilih sebagai Vice President of the Conference. Dalam konferensi kali inidelegasi Indonesia diwakili oleh M. Iqbal yang dipercaya sebagai Chairman of theConference. Delegasi lainnya yaitu Komisioner Syamsul Maarif dipercaya untukmenjadi panelis di dua sesi yaitu Peer Review West Africa dan sesi HAKI. Ini adalahsuatu kepercayaan dari pihak UNCTAD kepada <strong>KPPU</strong> dan karena itu Indonesiasebaiknya selalu aktif dalam forum-forum global seperti UNCTAD.Halaman 102 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Selanjutnya, <strong>KPPU</strong> berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan APEC IndividualAction Plan 2007 (Rencana Aksi Individu 2007) yang merupakan gabungan berbagaiisu yang terkait dengan kebijakan ekonomi di suatu negara, antara lain tarif dan nontarif, jasa, investasi, standarisasi, bea cukai, pengadaan pemerintah, hak kekayaanintelektual, dan kebijakan persaingan.Selain itu, <strong>KPPU</strong> juga turut serta dalam penyusunan APEC Economic Policy Report2008 (AEPR 2008) yang berisi perkembangan kebijakan ekonomi di seluruh negaraanggota APEC, dimana telah disepakati Competition Policy sebagai topik laporan.<strong>KPPU</strong> diharapkan dapat berpartisipasi dalam penyusunan Chapter 1 dalam laporantersebut, yang berisi tentang The Role of Competition Policy in Structural Reformand Creating Competition Culture serta memaparkan perkembangan APEC,Economic Committee, Leader’s Agenda to Implement Structural Reform (LAISR),perbedaan persaingan dan kebijakan persaingan, dan perkembangan bidangpersaingan usaha di negara-negara anggota APEC.Selaku anggota APEC, Indonesia juga diminta berpartisipasi dalam menyiapkanIndividual Economic Policy Report yang berisi tentang perkembangan kebijakanpersaingan dan penegakan hukum persaingan di Indonesia.4.3. PELAKSANAAN NEGOSIASI TINGKATINTERNASIONALKebijakan persaingan merupakan isu yang tengah naik daun di tingkat internasional,dimana beberapa negara (khususnya negara maju) baik melalui organisasiinternasional maupun secara bilateral terus berupaya agar tercipta suatu mekanismepeningkatan peranan kebijakan persaingan. Beberapa negosiasi perdagangan yangsecara aktif diikuti <strong>KPPU</strong> pada tahun ini adalah negosiasi ASEAN-Australia-NewZealand (AANZ) Free Trade Area (FTA) dan sidang Trade Policy Review (TPR)Indonesia. Sidang dimaksud merupakan forum untuk membahas pandangananggota WTO terhadap kebijakan perdagangan Indonesia dan Government Reportmengenai pernyataan atau statement Indonesia atas kebijakan perdagangan RI.Halaman 103 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________4.4. PENINGKATAN PERAN <strong>KPPU</strong> SEBAGAIREGULAR OBSERVERSebagai regular observer OECD, <strong>KPPU</strong> secara aktif berpartisipasi dalam berbagaikegiatan competition committee di forum OECD. Hal ini diantaranya denganmemberikan masukan tertulis (paper) mengenai implementasi dan perkembangankebijakan persaingan di Indonesia, terlibat dalam diskusi dan memberikanpandangan terhadap perkembangan konsep dan isu-isu terkini mengenaipersaingan usaha di tingkat internasional, dan dalam setiap Working Party, <strong>KPPU</strong>diberikan kesempatan untuk memberikan kontribusi dalam pembahasan masalahtentang persaingan serta mendapatkan pengalaman dan masukan dari negara lainyang merupakan best practices untuk menganalisa permasalahan persaingan. Padatahun 2007, <strong>KPPU</strong> telah memberikan kontribusi tertulisnya tentang penegakanhukum dan kebijakan persaingan dalam bidang energi, profesi hukum, danpengadaan publik pada 2 (dua) kali penyelenggaraan Competition Committee’sMeeting dan Working Group Roundtable Discussion.Lebih lanjut, sebagai perwujudan keaktifan <strong>KPPU</strong> sebagai observer, <strong>KPPU</strong> jugatelah mendorong sosialisasi dan pengadopsian The APEC-OECD IntegratedChecklist on Regulatory Reform melalui penyelenggaraan The APEC Seminar inUtilizing APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform and DeregulatedAspect. Serta peningkatan upaya pelaksanaan rekomendasi OECD melaluipenerjemahan OECD Competition Assessment Toolkit ke dalam bahasa Indonesia.Dengan berbagai aktifitas tersebut, <strong>KPPU</strong> yakin dapat meningkatkan kompetensidan kapabilitasnya dalam mendukung reformasi regulasi untuk menciptakan budayabersaing pada setiap aspek ekonomi yang dibutuhkan, sehingga diharapkanbermuara pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.Halaman 104 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________4.5. SOSIALISASI DAN KERJASAMAKELEMBAGAANDalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pengenalan masyarakat terhadapUU No. 5/1999, <strong>KPPU</strong> melakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di dalamnegeri maupun di luar negeri.1. Sosialisasi<strong>KPPU</strong> menyadari pentingnya program sosialisasi hukum persaingan kepadamasyarakat, yaitu sebagai upaya pencegahan praktek persaingan usaha yang tidaksehat dalam dunia bisnis serta harmonisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakanpersaingan. Selama tujuh tahun berdirinya, <strong>KPPU</strong> telah melaksanakan berbagaikegiatan sosialisasi seperti sosialisasi di daerah-daerah, menyelenggarakan PublicHearing, forum jurnalis, dan forum mahasiswa, serta penerbitan media berkala”Kompetisi”, bahan publikasi, dan Guideline Pasal-Pasal UU No. 5 Tahun 1999.Namun demikian, masih banyak anggota masyarakat, kalangan dunia usaha, aparatpemerintah pusat maupun daerah yang belum mengetahui persaingan usaha yangsehat. Oleh karena itu, <strong>KPPU</strong> mengembangkan strategi komunikasinya denganmengadakan program dialog interaktif melalui media radio dan media televisi, sertapenayangan Iklan Layanan Masyarakat di televisi swasta nasional. Sasaran darikegiatan sosialisasi tersebut adalah masyarakat dapat lebih mengetahui danmemahami makna hukum persaingan usaha, untuk kemudian menerapkan budayapersaingan usaha yang sehat dalam kehidupan sehari-harinya.Kegiatan sosialisasi hukum persaingan dilaksanakan melalui dialog interaktif padamedia radio dan televisi serta penayangan Iklan Layanan Masyarakat di televisi.Dialog interaktif media radio dilakukan di 3 (tiga) radio, yaitu Elshinta (90,0 FM),Trijaya Jakarta (104,75 FM), dan Suara Metro Jakarta (107,8 FM). Total penayangansebanyak 30 (tiga puluh) episode, masing-masing 12 (dua belas) episode di 2 (dua)radio berita dan 6 (enam) episode di 1 (satu) radio jaringan nasional secara live daninteraktif.Dialog interaktif media televisi dilakukan di 3 (tiga) televisi yaitu Metro TV, Trans7,dan TVRI. Total penayangan sebanyak 7 (tujuh) episode yang terbagi pada masingmasingstasiun televisi. Pada kegiatan penayangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM),Halaman 105 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________iklan yang ditayangkan sebanyak 2 (dua) versi. Iklan versi pertama berisi pesanmengenai manfaat persaingan usaha yang sehat pada sektor transportasi udara,sedangkan iklan versi kedua berisi pesan mengenai fungsi <strong>KPPU</strong> serta perjanjiandan kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999. Penayangan iklan tersebutdilakukan sebanyak 300 (tiga ratus) spot yang tersebar pada 3 (tiga) stasiun televisiswasta nasional, yaitu RCTI, SCTV, dan Metro TV.Dalam rangka menanamkan budaya persaingan usaha yang sehat, <strong>KPPU</strong> jugamelakukan kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah di seluruh Indonesia yangsekaligus guna memperoleh awareness dari para stakeholder dan dukungan ataspelaksanaan UU No. 5/1999. Kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan selamaperiode 2000-2007 tersebar di 23 (dua puluh tiga) propinsi di Indonesia. Kegiatansosialisasi sepanjag tahun 2007 dilaksanakan di Banjarmasin, Pekanbaru,Surabaya, Gorontalo, Batam, Medan, Makassar, dan beberapa kota lainnya yangmelibatkan jajaran Pemda, Kadin, dan media massa setempat. Pertanyaan yangsering muncul dari masyarakat adalah mengenai proses pengaduan danpemeriksaan laporan tentang dugaan persaingan usaha tidak sehat, sanksi yangdiberikan <strong>KPPU</strong> terhadap pelaku pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, jasakonstruksi, persekongkolan tender, dan pandangan <strong>KPPU</strong> terhadap suatu kebijakan.Kegiatan pertama di awal tahun ini adalah Forum Pengembangan Komunitas yangberupa Forum Jurnalis bertema “Regulatory Reform untuk Ekonomi Indonesia yangLebih Baik”. Forum Jurnalis diadakan pada tanggal 25 Januari 2007 di Gedung<strong>KPPU</strong> Jakarta, dengan dihadiri oleh seluruh Anggota Komisi Periode 2006–2011dan para jurnalis dari berbagai media massa nasional.Pada tanggal 8 Maret 2007 telah diadakan Lokakarya Pemerintah di Jakarta,dengan tema ”Dukungan Komunitas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> untuk <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>yang Sehat”. Lokakarya ini dihadiri oleh Menteri Perdagangan, MenkoPerekonomian, dan instansi pemerintahan yang terkait. Pada tanggal yang samasetelah Lokakarya berakhir, diadakan juga Forum Jurnalis yang diikuti oleh berbagaimedia massa nasional. Selanjutnya, <strong>KPPU</strong> bekerja sama dengan Mahkamah Agungtelah mengadakan seminar tentang persaingan usaha kepada para hakim padatanggal 15 Maret 2007 di Medan, dengan tema “Standard of Proof of CompetitionLaw Infringements”. Kegiatan ini bertujuan untuk lebih meningkatkan efektifitasHalaman 106 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________implementasi penegakan UU No. 5/1999 dalam tatanan hukum di Indonesia.Sedangkan, kegiatan terakhir di bulan Maret 2007 adalah Forum Jurnalis yangdiadakan di Gedung <strong>KPPU</strong> pada tanggal 16 Maret 2007 dan mengetengahkan“Penyampaian Saran dan Pertimbangan <strong>KPPU</strong> (Microsoft dan Ritel)”. Forum Jurnalisini juga dihadiri oleh para jurnalis dari berbagai media massa nasional.Kegiatan yang diadakan dalam bulan April 2007 adalah sebanyak 10 (sepuluh)kegiatan. Dari 10 (sepuluh) kegiatan tersebut, terdapat dua kegiatan seminar yaituSeminar “Implementasi dan Implikasi Penegakan Hukum <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> diIndonesia”, dan Seminar mengenai “<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>: Prinsip-prinsip <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong> Menurut UU No. 5 Tahun 1999”. Selain itu, diadakan satu forum jurnalisdalam rangka Penyampaian Putusan MA yang menguatkan putusan <strong>KPPU</strong> terkaitkasus Carrefour dan Telkom. <strong>KPPU</strong> juga mengadakan dua kali Pelatihan bagiHakim, untuk Hakim di Pengadilan Negeri Bali-NTT-NTB serta Pengadilan NegeriJawa Timur dan DIY. Sedangkan sosialisasi hanya dilakukan satu kali yaituSosialisasi “Prinsip <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> pada Sektor Agribisnis”. Kegiatan workshopdilaksanakan sebanyak dua kali yaitu workshop bagi para calon pegawai <strong>KPPU</strong> danLokakarya bagi pelaku usaha mengenai ”Prinsip-prinsip Hukum <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>dalam Pasal 22 UU No. 5/1999”.Untuk bulan Mei 2007, terdapat 4 (empat) kegiatan sosialisasi yang telah diadakan.Pertama, kegiatan Lokakarya Pelaku <strong>Usaha</strong> yang dilaksanakan tanggal 16 Mei 2007di Balikpapan. Tema dari lokakarya ini adalah “Prinsip-prinsip Hukum <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong> menurut UU No. 5/1999”. Dalam Lokakarya ini, hadir anggota KADIN propinsiKalimantan Timur dan Asosiasi Pengusaha.Kegiatan selanjutnya adalah Lokakarya Parlemen/Pemerintah yang bertemaPrinsip-prinsip Hukum <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> menurut UU No. 5/1999 di TanjungPinang. Lokakarya ini dihadiri oleh para pejabat Pemda Propinsi Kepulauan Riau,DPRD Propinsi, dan Kadinda Propinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya, dilaksanakanjuga Lokakarya Parlemen/Pemerintah yang bertema Prinsip-prinsip Hukum<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> menurut UU No. 5/1999 di Kendari. Lokakarya ini dihadiri olehpara pejabat Pemda dan Kadin Propinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan, kegiatanterakhir di bulan Mei 2007 adalah Seminar <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> di Wilayah KantorPerwakilan Daerah <strong>KPPU</strong> pada tanggal 30 Mei 2007, yang bertema ”Prinsip-prinsipHalaman 107 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Hukum <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Menurut UU No. 5/1999” dan dihadiri oleh para pejabatPemda dan Kadin Propinsi Nusa Tenggara Barat.Kegiatan pertama di bulan Juni 2007 adalah Forum Jurnalis yang mengetengahkan”Pemberian Saran dan Pertimbangan terhadap SE Menkominfo Nomor01/SE/M/Kominfo/1/2007” diadakan di Kantor <strong>KPPU</strong>, Jakarta. Forum Jurnalis inidiadakan pada tanggal 6 Juni 2007 dan dihadiri oleh para jurnalis dari berbagaimedia massa nasional. Kegiatan selanjutnya adalah Seminar APEC yang diadakanpada tanggal 13-15 Juni 2007 bertempat di Jakarta. Seminar ini dihadiri olehAnggota Komisi dan stakeholders <strong>KPPU</strong>. Sedangkan sosialisasi selanjutnya adalahSosialisasi Perkom yang diadakan pada tanggal 25 Juni 2007 di Banjarmasin,Kalimantan Selatan dan bertemakan ”Prinsip-prinsip Hukum persaingan usahaMenurut UU No. 5/ 1999”. Pada sosialisasi ini, hadir para pejabat Pemda, Kadin, danpara akademisi Kalimantan Selatan. Selain itu, <strong>KPPU</strong> bekerjasama denganMahkamah Agung telah mengadakan seminar tentang persaingan usaha kepadapara hakim, hal tersebut ditujukan untuk lebih meningkatkan efektifitas implementasipenegakan UU No. 5/1999 dalam tatanan hukum di Indonesia.Pada bulan Juli 2007, ada enam kegiatan kegiatan sosialisasi yang telah diadakan,yaitu:- Lokakarya Pelaku <strong>Usaha</strong> di Pekanbaru dengan tema ”Prinsip-Prinsip Hukum<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Menurut UU No. 5/1999”. Lokakarya ini dihadiri olehPemerintah Daerah dan KADIN Propinsi Riau.- Forum Pengembangan Komunitas (Forum Jurnalis) tentang ”Menangkap EsensiPersekongkolan Tender pada Perkara PLN” Forum ini dihadiri oleh mediamassa nasional.- Sosialisasi ke Surabaya dengan tema ”Prinsip-Prinsip Hukum <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong> Menurut UU No. 5/1999”. Sosialisasi ini dihadiri oleh perwakilan industrikeuangan, yaitu dari perusahaan pembiayaan, asuransi, dan perbankanSurabaya.- Sosialisasi Perkom yang diadakan di Gorontalo dengan tema ”Prinsip-PrinsipHukum <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Menurut UU No. 5/1999”. Sosialisasi ini dihadiri olehPemerintah Daerah dan KADIN Propinsi Gorontalo.Halaman 108 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________- Forum Pengembangan Komunitas (Forum Jurnalis) dengan tema”Pengembangan Pemahaman terhadap Prinsip-Prinsip <strong>Persaingan</strong>” yangdihadiri oleh media massa Batam.- Lokakarya ”<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> di Sektor Perkebunan Kelapa Sawit di SumateraUtara dan Permasalahannya” yang diadakan di Medan. Acara ini dihadiri olehpengusaha di bidang perkebunan kelapa sawit.Pada Agustus 2007, diadakan kegiatan sosialisasi perkom di Makassar dengan tema“Hukum dan Kebijakan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Menurut UU No. 5/1999” yang dihadirioleh akademisi Makassar.<strong>KPPU</strong> juga mengadakan sosialisasi intensif media massa berupa penayangan IklanLayanan Masyarakat <strong>KPPU</strong> di tiga televisi nasional, yaitu RCTI, SCTV, dan MetroTV. Dialog interaktif juga diadakan sebanyak lima kali di bulan ini. Radio yangmenyiarkannya adalah Radio Elshinta, Trijaya, dan Suara Metro.Dialog interaktif dengan berbagai tema dilaksanakan sebanyak 25 kali di bulanNovember 2007, disiarkan di Radio Suara Metro, Radio Trijaya, Radio Elshinta,Metro TV, TVRI, dan Trans7. Selain itu ada forum jurnalis yang diadakan untukmembahas Putusan <strong>KPPU</strong> tentang Temasek. Pada akhir November diadakanLokakarya Parlemen/Pemerintah tentang “Workshop on Merger Review” yangdihadiri oleh Departemen Hukum dan HAM, Bank Indonesia, Menko Ekonomi,Perbarindo, GP Farmasi, OECD, GTZ, JFTC, JICA, Bapepam, Fakultas HukumTrisakti, Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, dan Departemen Perdagangan.Pada bulan Desember 2007, sosialisasi intensif media massa dilakukan denganpemasangan artikel pada dua media cetak, yaitu majalah Trust dan BusinessReview. Dialog interaktif diadakan sebanyak enam kali di Radio Trijaya, SuaraMetro, dan Metro TV.Pada tanggal 4 Oktober 2007, <strong>KPPU</strong> mengadakan forum jurnalis berkaitan dengansaran dan pertimbangan <strong>KPPU</strong> terhadap kebijakan penyelanggaraan haji. Hal-halyang dibahas dalam forum jurnalis tersebut antara lain mengenai mekanisme tenderdalam memilih penyedia barang dan jasa bagi penyelenggaraan haji dimana selamaini penyelenggaraan tender untuk pelaksanaan haji tidak diumumkan secara terbuka.Halaman 109 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Oleh karena itu, <strong>KPPU</strong> mengusulkan agar mekanisme tender tersebut diperbaikidengan kriteria-kriteria teknis yang jelas dan transparan sehingga dapat dipilihpeserta tender dengan penawaran yang memiliki kualitas paling baik dan hargapenawaran terendah. Saran dan pertimbangan <strong>KPPU</strong> tersebut ditanggapipemerintah melalui Surat Menteri Agama No. MA/164/2007 pada tanggal 24 Agustus2007, yang menegaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan haji di tanah air untukselanjutnya akan dilakukan berdasarkan mekanisme tender yang sesuai denganKeputusan Presiden No. 80 Tahun 2003.Dalam saran dan pertimbangan tersebut terdapat tiga permasalahan yang perludisempurnakan, yaitu kebijakan tarif, kebijakan pemberdayaan pelaku usahanasional dan organisasi penyelenggaraan ibadah haji, berikut tanggapan pemerintahterhadap ketiga saran tersebut:a. <strong>KPPU</strong> menyarankan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ditentukandalam mekanisme terbuka melalui mekanisme tender yang tidak diskriminatifdisertai dengan kriteria – kriteria teknis yang jelas dan transparan. Usulan <strong>KPPU</strong>tersebut ditanggapi oleh pemerintah dengan argumen bahwa BPIH memangpada awalnya menggunakan dasar perhitungan tahun sebelumnya, namun tetapdilakukan pembahasan dan tawar menawar untuk memperoleh tarif yang wajardan proporsional. Berkenaan dengan tarif transportasi udara diketahui bahwapenawaran dari Garuda Indonesia adalah yang paling rendah, dibandingkandengan maskapai lain yang melakukan penawaran pada saat itu, yaitu Air Asia.b. <strong>KPPU</strong> juga mengusulkan kebijakan pemberdayaan pelaku usaha nasional. Dalamhal ini, Departemen Agama menetapkan penyelenggaraan pelayanan di tanah airberdasarkan tender sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 agarpelaku usaha nasional dapat terlibat. Sedangkan untuk catering danpemondokan di Arab Saudi, tidak dapat dilakukan mekanisme yang sama karenaharus mengikuti regulasi Pemerintah Arab Saudi bahwa pelaksanaannya harusdengan perusahaan/pemilik warga Negara Arab Saudi. Menanggapi usulan<strong>KPPU</strong>, maka Departemen Agama menyampaikan bahwa yang diperlukan adalahperan aktif pelaku usaha nasional untuk mendapatkan partner bisnis di ArabSaudi dan menghindari percaloan.Halaman 110 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________c. <strong>KPPU</strong> berpendapat bahwa perangkapan fungsi regulasi dan fungsi operator olehPemerintah telah menjadi salah satu penyebab utama dari inefisiensipenyelenggaraan haji. Perangkapan tersebut pada prakteknya akan menyulitkanmekanisme reward and punishment. Atas usulan <strong>KPPU</strong> tersebut, pemerintahmenolak bahwa pemisahan fungsi regulator dan operator akan membuatpenyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik.Menanggapi jawaban pemerintah melalui Surat Menteri Agama tersebut, <strong>KPPU</strong>menegaskan akan sepenuhnya menyerahkan pelaksanaan segala kebijakan yangtelah dijelaskan dalam Surat Menteri Agama tersebut kepada Departemen Agama.Selanjutnya, sesuai dengan fungsi pengawasan maka <strong>KPPU</strong> akan memantaurealisasi kebijakan tersebut untuk memastikan segala kebijakan yang ditawarkandapat dijalankan sebagaimana mestinya.Menjelang akhir tahun, pada tanggal 17 Desember 2007 <strong>KPPU</strong> menyelenggarakanforum jurnalis Catatan Akhir Tahun 2007 yang membahas hasil kerja <strong>KPPU</strong>, baikdari segi penegakan hukum maupun penyelarasan kebijakan. Beberapa sektor yangdigeluti <strong>KPPU</strong> pada tahun 2007 adalah sektor telekomunikasi, ritel, kesehatan, dantender. Forum jurnalis tersebut dihadiri oleh wartawan dari berbagai media massa.Kinerja <strong>KPPU</strong> sepanjang tahun 2007 mengalami peningkatan cukup signifikandibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari bertambahnyajumlah saran dan pertimbangan <strong>KPPU</strong> kepada pemerintah dari 5 (lima) menjadi 11(sebelas) saran dan pertimbangan. Peningkatan tersebut tidak hanya dari sisikuantitas, tetapi juga dari segi kualitas, karena saran dan pertimbangan yangdiberikan <strong>KPPU</strong> menyangkut sektor-sektor yang penting bagi kesejahteraanmasyarakat, diantaranya adalah saran dan pertimbangan mengenai sektor ritel,farmasi, dan industri kelapa sawit. Jumlah laporan dugaan pelanggaran persainganusaha yang diterima <strong>KPPU</strong> dari masyarakat juga bertambah sebesar 13,5% danjumlah perkara yang diputus bertambah sebesar 46 %, peningkatan tersebut dapatmenjadi tolak ukur meningkatnya peran serta masyarakat dalam mewujudkanbudaya persaingan usaha yang sehat di tanah air.Pada sektor telekomunikasi, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:a. Sektor telekomunikasi merupakan sektor strategis yang meliputi satelit, jaringankabel bawah laut, dan microwave links yang menguasai hajat hidup orangHalaman 111 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________banyak, sehingga Pemerintah berhak mengatur agar tidak terjadi pelanggaranhak–hak kedaulatan Indonesia dalam memiliki akses telekomunikasiinternational;b. Sektor telekomunikasi merupakan sektor yang penting dan memberikankontribusi yang substansial terhadap perkembangan ekonomi nasional, danmeskipun telah terdapat banyak operator akan tetapi belum menunjukkan kinerjapersaingan yang optimal;c. Pemerintah hendaknya mengefektifkan kebijakan–kebijakan yang terkait dengan:1. Pengaturan interkoneksi.2. Pencegahan potensi penyalahgunaan integrasi vertikal.3. Penerapan modern licensing.4. Pengembangan kebijakan agar cepat mampu mengikuti perkembanganteknologi dan strategi bisnis.d. Konsumen selama ini telah dirugikan karena tindakan anti persaingan yangdilakukan pelaku usaha telekomunikasi, antara lain disebabkan oleh strukturkepemilikan silang Kelompok <strong>Usaha</strong> Temasek, menyebabkan adanya priceleadershipdalam industri telekomunikasi. Telkomsel sebagai pemimpin pasarkemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif.Komisi menemukan bahwa sejak tahun 2003 sampai dengan 2006, konsumenlayanan telekomunikasi seluler mengalami kerugian yang cukup besar yaituantara Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun;Pada sektor ritel, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:a. <strong>Persaingan</strong> antara hypermarket (peritel besar) dengan peritel kecil, dan pasartradisional adalah sebagai pertarungan pada tingkatan yang berbeda (berbedalevel of playing field). Jadi dalam hal ini peran kebijakan persaingan, kebijakansektoral, kebijakan Pemerintah Daerah amat penting untuk mengatasi haltersebut;b. Komisi, melalui saran pertimbangan yang disampaikan sebagai masukanrancangan Peraturan Presiden tentang Penataan <strong>Usaha</strong> Toko Modern dan<strong>Usaha</strong> Ritel Modern, mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah untukmelakukan pengaturan dalam upaya perlindungan usaha kecil ritel dantradisional serta perlindungan terhadap pemasok ritel modern;Halaman 112 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________c. Pengaturan tersebut, khususnya pengaturan yang terkait dengan pembatasanjumlah pelaku usaha agar tetap memperhatikan potensi persaingan tidak sehat,sebagai contoh peluang terjadinya kartel ataupun praktek monopoli;d. Pengaturan zonasi yaitu kejelasan, ketegasan dan transparansi pengaturan tataruang, khususnya kebijakan Pemerintah Daerah, yang mampu mewujudkankepentingan dan keberpihakan pada peritel kecil serta memperhatikan equal ofplaying field antara peritel besar dengan peritel kecil, dengan tanpa mengabaikankepentingan konsumen;e. Pengaturan hubungan pemasok dan peritel modern agar tidak hanyamenyangkut pemasok kecil, akan tetapi juga pemasok menengah dan besar. Haltersebut mengingat dalam trend industri ritel sekarang, peritel, khususnya peritelbesar, memiliki posisi dominan terhadap pemasok;f. Pengaturan dalam hal transaksi antara peritel dan pemasok, sepenuhnyamemperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat;g. Mahkamah Agung telah mendukung putusan <strong>KPPU</strong> yang menghukum pelakuperitel besar, hypermarket, yaitu Carrefour yang telah melanggar Pasal 19 (a) UUNo.5/1999. Untuk itu Carrefour harus harus menghentikan kegiatan pengenaanpersyaratan minus margin kepada pemasok dan Carrefour juga dikenakan dendasebesar Rp 1,5 milyar,-Pada sektor kesehatan, hal penting yang perlu diperhatikan adalah struktur industrifarmasi yang oligopolistik dan sangat memungkinkan terjadinya kolusi diantarapelaku usaha serta kebijakan Pemerintah, yang antara lain adalah evaluasiPermenkes No.69/2006 tentang penetapan HET (harga eceran tertinggi) pada labelobat dan peraturan mengenai obat generik.Pada sektor tender, persekongkolan tender yang terjadi tidak jarang juga melibatkanpihak Pemerintah, yaitu Panitia Pengadaan atau atasannya serta pejabat yangterkait dengan pengadaan barang dan jasa tersebut. Beragam bentukpersekongkolan tender yang sering ditemui pada penangan perkara adalah:a. Kerjasama antar peserta lelang untuk mengatur dan menentukan pemenanglelang;b. Rekayasa penyelenggaraan lelang (waktu terbatas, pengumuman lelang tidakskala nasional; lelang dilaksanakan pada saat hari libur);Halaman 113 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________c. Persekongkolan adanya persyaratan pengalaman dan spesifikasi teknis yangmengarah pada salah satu peserta lelang;d. Panitia lelang tidak memberikan berita acara aanwijzing yang memuat input hasilaanwijzing pada semua peserta lelang;e. Adanya persyaratan untuk membayar jaminan dalam waktu yang sangatterbatas;f. Adanya pertemuan atau komunikasi yang dilakukan oleh panitia dan pesertatender selama kurun waktu tender berlangsung, misalnya untuk memasukkanharga penawaran yang berbeda tipis dengan HPS antar peserta lelang.Selain masalah kinerja, Forum jurnalis Catatan Akhir Tahun 2007 jugamengungkapkan tantangan dan kendala yang dihadapi <strong>KPPU</strong> dalam menjalankantugasnya, antara lain, penetapan status kelembagaan yang belum selesai meskipun<strong>KPPU</strong> telah memberikan draft Rancangan Peraturan Presiden (RPP) tentang <strong>KPPU</strong>sebagai penyempurnaan Keppres No. 75 Tahun 1999 kepada pemerintah. StatusSekretariat <strong>KPPU</strong> yang belum jelas tersebut berdampak pada pengembangankelembagaan, pengelolaan anggaran, dan pengembangan SDM <strong>KPPU</strong> termasukpada kesejahteraan pegawai yang belum memadai. Selain itu, keterbatasanprasarana penunjang baik gedung maupun inventaris menyebabkan <strong>KPPU</strong> tidakdapat melaksanakan kegiatan operasionalnya secara maksimal. <strong>KPPU</strong> jugamenyadari bahwa dukungan dan peran aktif pemerintah dalam menyusun kebijakanyang sejalan dengan persaingan usaha yang sehat sangat dibutuhkan dalammewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat, oleh karena itu <strong>KPPU</strong>mengharapkan bertambahnya dukungan pemerintah terhadap <strong>KPPU</strong> di tahun-tahunmendatang.Kerjasama Kelembagaan<strong>KPPU</strong> melakukan kegiatan peningkatan kerjasama kelembagaan dengan berbagailembaga persaingan usaha baik di dalam maupun di luar negeri. Upaya peningkatanhubungan <strong>KPPU</strong> dengan berbagai lembaga tersebut diwujudkan dalam bentukseminar, workshop, konferensi, pelatihan, dan sebagainya. Pada periode Januari–Desember 2007, <strong>KPPU</strong> melakukan kegiatan sebagai berikut:• Menghadiri pertemuan SOM I APEC di Canberra Australia dalam rangkakerjasama di tingkat internasional. Sejak tahun 2007, isu mengenai kebijakanHalaman 114 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________persaingan menjadi agenda prioritas dalam program APEC yang di bahas dalamforum EC (Economic Committee), SELI (Strengthening on Economic LegalInfrastructure), dan CPDG (Competition Policy and Deregulation Group).• Sebagai bentuk realisasi kerja sama <strong>KPPU</strong> dengan Japan Fair TradeCommission (JFTC), pada tanggal 18–29 Maret 2007, Anggota <strong>KPPU</strong> periode2006-2011 mengadakan kunjungan dalam bentuk seminar di Jepang. Kunjungantersebut bertujuan untuk dapat saling bertukar pengalaman antara Indonesia danJepang, dimana Jepang telah menerapkan hukum persaingan usaha semenjakenam puluh tahun yang silam.• Menyelenggarakan Seminar “Role of Regional Office of Competition Authority” diBatam dan di Medan, sebagai studi banding kewenangan Kantor Perwakilan<strong>KPPU</strong> dengan Kantor Perwakilan JFTC, Jepang.• Mengadakan pertemuan dengan Bappenas pada tanggal 29 Maret 2007 untukmembahas kerjasama Indonesia–Jerman yang dihadiri oleh perwakilanpemerintah dari berbagai Departemen.• Mengikuti pelatihan Advanced Antitrust Market Definition Analysis yangdilaksanakan di Seoul oleh OECD Korea Regional Center for Competition(OECD-RCC Seoul) pada bulan April 2007. Delegasi <strong>KPPU</strong> membawakan kasuskartel pengadaan alat-alat kesehatan di rumah sakit daerah Bekasi.• Mengikuti ABA 2007 Annual Spring Meeting di Washington, Amerika. Kegiatanyang dilaksanakan pada tanggal 17–20 April 2007 ini merupakan ajangpertemuan besar para ahli hukum antitrust dan kompetisi, ekonom, dan pejabatdari belahan dunia dengan jumlah peserta mencapai 2200 peserta.• Sebagai bagian dari bentuk kerjasama dengan United Nation for Conference inTrade and Development (UNCTAD), <strong>KPPU</strong> mengadakan Workshop onCompetition Law and Policy pada tanggal 24 April 2007 dan RoundtableDiscussion on Competition Law and Policy pada tanggal 25 April 2007. Keduakegiatan tersebut diadakan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Acara workshopHalaman 115 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________dikhususkan bagi staf baru <strong>KPPU</strong> yang berjumlah 77 (tujuh puluh tujuh) orang,sedangkan roundtable dikhususkan bagi Anggota <strong>KPPU</strong>, direksi, dan beberapapejabat pemerintahan (dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatikadan Departemen Perdagangan). Kedua acara tersebut melibatkan lima orangtenaga ahli, Hassan Qaqaya dan Michael Adam dari UNCTAD, Fausta Gisollidari Italia, Ewan Beurrow dari Inggris, dan Min Ho Lee dari Korea. Topik yangdibahas pada workshop adalah penetapan pasar relevan dan penyalahgunaanposisi dominan, sedangkan topik roundtable lebih diarahkan kepada tata carapenanganan perkara di Eropa, industri telekomunikasi di Italia, dan industri riteldi Inggris.• Setelah pelaksanaan dua seminar tersebut, <strong>KPPU</strong> juga melakukan pertemuanbilateral dengan UNCTAD untuk membahas tindak lanjut kerjasama teknisberikutnya. Berdasarkan pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan bahwaUNCTAD akan membantu <strong>KPPU</strong> dalam dua tahun kedepan dalam beberapa hal,yaitu:a. Penyelenggaraan roundtable discussion dalam industri essential facilities,dimana untuk tahap pertama akan difokuskan pada industri telekomunikasi;b. Penyusunan modul dan kurikulum pelatihan <strong>KPPU</strong>;c. Pelatihan bagi calon pelatih (training for the trainee); dand. Pelatihan serta studi banding bagi pustakawan <strong>KPPU</strong>.• Terkait kerjasama trilateral antara <strong>KPPU</strong>, Mahkamah Agung, dan GTZ-ICL, telahdilakukan pertemuan (formal dan informal) antara <strong>KPPU</strong> dan GTZ-ICL untukmembahas beberapa isu terkait Implementing Agreement antara ketiga belahpihak. Dalam pertemuan tersebut disepakati beberapa hal, antara lain perubahantujuan utama perjanjian berikut idikatornya, perubahan tujuan jangka pendekbeserta indikatornya, pembentukan Steering Committee dan Implementing Level,dan penerapan prinsip transparansi dalam efektifitas pelaksanaan perjanjian.• Melakukan pembahasan tema yang berhubungan dengan pelaksanaanbeberapa agenda persidangan yang bertaraf internasional yaitu sidang APECCTI – II pada tanggal 16–24 April 2007 bersama Departemen Perdagangan,mengikuti pertemuan tentang Integrated Checklist APEC, dan PembahasanKerjasama ASEAN–AANZ.Halaman 116 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________• Ikut serta dalam The 3rd Top Level Official’s Meeting on Competition Policy andThe 4th East Asia Conference on Competition Law and Policy yangdiselenggarakan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 3-4 Mei 2007.• Menghadiri Intersession ASEAN-Australia-New Zealand (AANZ) TNG WorkingGroup on Economic Cooperation. Pertemuan yang diselenggarakan di Singapurapada tanggal 6-7 Mei 2007 ini merupakan tindak lanjut Trade NegotiatingCommittee (TNC) AANZ Free Trade Area (FTA) ke-8 yang telah dilaksanakanpada tanggal 4-9 Maret 2007 di Wellington, Selandia Baru.• Sixth Annual International Competition Network Meeting yang diselenggarakan diMoscow pada tanggal 29 Mei–1 Juni 2007. Pertemuan tersebut merupakanpertemuan akbar para petinggi lembaga persaingan internasional yangmembahas berbagai isu strategis di bidang pengembangan dan penegakanhukum dan kebijakan persaingan usaha.• Melakukan persiapan administrasi dan teknis penyelenggaraan seminar APECyang akan diadakan pada bulan Juni 2007. Selain persiapan seminar APEC,<strong>KPPU</strong> juga membantu persiapan seminar back-to-back yang dilaksanakan olehGTZ dan Asian Competition Forum. Dalam seminar yang bertemakanChallenges in Competition Law in Asia diadakan di Hotel Aryaduta Jakarta pada23 Mei 2007 tersebut, <strong>KPPU</strong> mendapatkan kehormatan untuk menyampaikankeynote speech tentang isu terakhir persaingan usaha di Indonesia. Seminartersebut merupakan wadah bertukar pikiran antara akademisi bidang persainganusaha internasional yang diwakili oleh beberapa pembicara dari Hong Kong,India, Vietnam, Jepang, Cina, dan Indonesia.• OECD Competition Committee Regular Meeting pada 5-8 Juni 2007. Dalampertemuan tersebut, <strong>KPPU</strong> berpartisipasi aktif pada roundtable discussion yangdiselenggarakan oleh Working Party No. 2 yang membahas tentang persainganusaha dalam profesi hukum dan Working Party No. 3 yang membahas tentangdua topik utama, yaitu How to Provide Effective Guidance to Business onMonopolization/Abuse of Dominance dan Public Procurement–the Role ofAntitrust Agencies in Promoting Competition.Halaman 117 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________• Regional Antitrust Workshop di OECD Korea Regional Center for Competition(OECD-RCC Seoul). Seminar kali ini difokuskan kepada studi kasus merjer,penyalahgunaan posisi dominan, dan penetapan harga. Dalam tiga areatersebut, para pembicara akan menyediakan penjelasan khusus mengenaiberbagai aspek seperti mengukur kekuatan pasar, tes penyalahgunaan posisidominan, pelaksanaan dan sanksi, dan menentukan market shares sertaberbagai isu lainnya.• Menyelenggarakan APEC Seminar on Utilizing the APEC-OECD IntegratedChecklist on Regulatory reform in the Competition and Deregulation Aspect yangdiselenggarakan di Hotel Sultan, 13-15 Juni 2007.Berdasarkan perkembangan dan pembahasan seminar, dihasilkan beberaparekomedasi tindak lanjut berikut:a. Dilaksanakannya diskusi dan dialog yang berkelanjutan antar negara dalamkaitannya dengan pengalamannya dalam pelaksanaan the APEC-OECDIntegrated Checklist on Regulatory Reform.b. Negara-negara mempertimbangkan cara-cara dalam penilaian kompetisi,reformasi kebijakan, dan kebijakan persaingan seharusnya diambil melaluipengalaman dan kondisi yang ada.c. Kelanjutan program technical assistance akan dipertimbangkan dalampenggunaannya di APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reformyang bertujuan untuk meningkatan pemahaman penggunaan mengenaibagaimana negara negara menerapkan Checklist dalam kondisi danpertimbangan yang ditentukan dalam mengidentifikasi area prioritas sebagaiperhatian utama.d. Negara-negara pihak melanjutkan kegiatan tukar pengalaman yang bertujuanuntuk: 1. Penerapan Regulatory Impact Analysis; dan 2. Mempromosikanreformasi regulasi dan nilai-nilai persaingan, dalam rangka mengembangkanpeningkatan pemahaman terhadap isu ini dan membantu pengembangankeahlian teknis dan kemampuan di bidang ini.e. Negara-negara pihak mempertimbangkan upaya pengembangan strukturkelembagaan untuk dapat menghasilkan kepemimpinan dan koordinasi yangefektif antar pemerintah untuk menghasilkan perubahan kebijakan.Halaman 118 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________f. Masing-masing negara mempertimbangkan pelaksanaan crosscheck atasrespon terhadap checklist dengan lembaga pemerintahan lainnya.g. Seluruh negara-negara mempertimbangkan penggunaan self assesmentprocedure dalam APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reformmemberikan arti penting bagi hukum dan kebijakan persaingan dalampertumbuhan ekonomi dan hasil seminar ini diharapkan akan menjadiperhatian bagi kementrian.• Selain penyelenggaraan seminar APEC, <strong>KPPU</strong>, JICA, dan JFTC di tempat yangsama pada tanggal 15 Juni 2007, juga melaksanakan seminar setengah haritentang reformsi regulasi dan kebijakan persaingan. Seminar ini dihadiri olehberbagai perwakilan dari elemen Pemerintah, Pelaku <strong>Usaha</strong>, dan Akademisi.• Sidang Kelima tentang Trade Policy Review (TPR) di Jenewa, pada tanggal 27-29 Juni 2007. Sidang TPR dimaksud adalah forum untuk mendiskusikankebijakan perdagangan dari negara yang di-review (Indonesia) dalam rangkapelaksanaan transparansi. Materi sidang terdiri dari dua dokumen yaituSecretariat Report berupa draf laporan mengenai pandangan anggota WTOterhadap kebijakan perdagangan Indonesia dan Government Report mengenaipernyataan atau statement Indonesia atas kebijakan perdagangan RI. Dalamsidang ini, Indonesia akan menghadapi berbagai pertanyaan menyangkut halteknis berdasar masukan interdep yang terkait dengam kebijakan perdagangan.Khusus bagi partisipasi Indonesia, <strong>KPPU</strong> diwakili oleh Direktur Kebijakan<strong>Persaingan</strong>.• APEC Policy Dialogue: Seminar on the Role of Competition Policy in StructuralReform (27 Juni 2007). Dalam seminar ini, <strong>KPPU</strong> diminta menyampaikanpresentasi dalam sesi ketiga tentang perkembangan hukum dan kebijakanpersaingan khusunya pada pengalaman dan tantangan dalam pengembangankebijakan persaingan. Selanjutnya, partisipasi juga dilakukan pada EconomicCommittee II Roundtable Discussion: APEC-OECD Integrated Checklist onRegulatory Reform (28 Juni 2007). Dalam pertemuan tersebut, <strong>KPPU</strong> dimintamenyampaikan presentasi dalam sesi kedua mengenai laporanpenyelenggaraan CPDG Seminar on Utilizing APEC-OECD Integrated Checkliston Regulatory Reform in Competition Policy and Deregulation Aspects. KeduaHalaman 119 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________acara ini diselenggarakan di Cairns, Australia pada tanggal 27-30 Juni 2007.Dalam hal ini, <strong>KPPU</strong> diwakili oleh Ketua Komisi dan Direktur Komunikasi <strong>KPPU</strong>.Halaman 120 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Sehat untuk Pembangunan Ekonomidan Meningkatkan Kesejahteraan RakyatKetigabelas Anggota Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) periode 2006 - 2011yang telah bertugas sejak awal tahun 2007, telah diterima Presiden RI, Bapak SusiloBambang Yudhoyono di Istana Negara untuk melaporkan kinerja <strong>KPPU</strong>, rencana strategis<strong>KPPU</strong> 2007–2012 serta menyampaikan pandangan <strong>KPPU</strong> terhadap peran persainganusaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi sertameningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada hari Selasa tanggal 15 Mei 2007 tersebut,rombongan <strong>KPPU</strong> yang dipimpin oleh Ketua <strong>KPPU</strong>, Mohammad Iqbal, diterima olehPresiden RI bersama dengan para menteri yaitu Menko Perekonomian, MenteriKeuangan, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Menteri Sekretaris Kabinet(Menseskab), dan Menteri Hukum dan HAM.Pada kesempatan tersebut, Ketua <strong>KPPU</strong> secara khusus melaporkan sejumlah kasus–kasus yang ditangani <strong>KPPU</strong> dan beberapa saran dan pertimbangan yang disampaikankepada Pemerintah. Sejak awal berdirinya, kasus persaingan usaha yang terbanyakdilaporkan ke <strong>KPPU</strong> adalah kasus persekongkolan tender. Sementara itu, kasuspersaingan usaha yang juga ditemukan adalah mengenai diskriminasi sebagaimana yangdilakukan oleh Carrefour dan penyalahgunaan posisi dominan oleh PT. Telkom.Selanjutnya, kepada Presiden juga disampaikan beberapa saran pertimbangan mengenaiberbagai sektor industri seperti industri penerbangan, telekomunikasi, energi danindustri kelapa sawit.Mengenai industri kelapa sawit, kajian yang dilakukan <strong>KPPU</strong> mengindikasikan adanyaintegrasi vertikal (hulu/hilir), dan adanya penguasaan pasar oleh beberapa pelaku usahabesar (oligopoli). Hanya saja, regulasi dalam industri ini kurang memadai, salah satunyaditandai dengan adanya kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.Peran penting lain adalah kiprah <strong>KPPU</strong> di forum internasional seperti ICN, OECD, APECdan ASEAN. Secara khusus, Ketua <strong>KPPU</strong> menginformasikan bahwa pada bulan Juni 2007yang akan datang, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan seminarmengenai APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” in the CompetitionPolicy and Deregulation Aspects. Seminar tersebut ditujukan untuk membahas self–assesment reformasi regulasi di antara ekonomi APEC yang telah memiliki ataupun yangsedang menyiapkan hukum persaingan.Pada akhir laporan disampaikan keinginan <strong>KPPU</strong> pada Pemerintah agar <strong>KPPU</strong> dapatmenjadi bagian integral dari penyelenggara negara khususnya dalam menciptakan iklimusaha yang kondusif sebagaimana yang diterapkan di beberapa negara seperti Korea,Jepang, dan Australia.Keseluruhan materi laporan yang disampaikan <strong>KPPU</strong> ditanggapi positif oleh BapakPresiden. Menurut beliau, persaingan usaha dibutuhkan dalam memajukanpembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bapak Presiden jugamenyambut baik ajakan <strong>KPPU</strong> untuk lebih meningkatkan hubungan/kerjasama denganHalaman 121 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Keberhasilan Implementasi Konsep Kompetisi dengan <strong>Reformasi</strong> <strong>Regulasi</strong>Proses reformasi kebijakan di Jepang, bermula dari kondisi awal ekonomi Jepang yangstagnan dan kini telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Penjelasantersebut disampaikan oleh Profesor Tetsuzo Yamamoto (Graduate School of Commerce,Waseda University) dalam keynote speech yang disampaikan pada pembukaan seminar“APEC–OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” pada tanggal 13 Juni 2007, diJakarta. Capaian tersebut melalui sejumlah proses reformasi struktural dengantantangan yang beragam.Yamamoto menunjukkan bahwa lima tantangan yang dihadapi, yaitu kebijakan moneter,konsolidasi fiskal, mendorong reformasi struktural, mengurangi kesenjangan tingkatpendapatan dan kemiskinan,meningkatkan inovasi nasional dan memperkuat integrasiJepang di ekonomi global. Perbaikan ekonomi atas dasar reformasi struktural ditentukanoleh dua faktor berikut, yaitu reformasi struktural yang dimotori oleh pihak swasta danreformasi struktural yang dimotori oleh pemerintah.Seiring dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, Yamamoto juga mengidentifikasi halpenting yang juga harus diperhatikan oleh lembaga pengawas persaingan, Japan FairTrade Commission, yaitu mereka harus menyiapkan kebijakan struktural, meningkatkanpengawasan ketentuan administrasi yang tidak sesuai dengan konsep persaingan danmemperkuat proses penanganan perkara. Selain itu, pengalaman Jepang menunjukkanbahwa hubungan antara reformasi regulasi dan kebijakan persaingan pada lingkuptertentu dapat tumpang tindih dengan reformasi struktural, misal pada reformasiindustri, penggunaan pihak ketiga pada layanan publik dan regulasi terkait denganliberalisasi.Selain gambaran yang disampaikan Yamamoto, konsep persaingan untuk pertumbuhanekonomi juga dapat dirujuk dari paparan lembaga pengawas persaingan Chinese Taipei,yaitu Mr. Tzu-Shun Hu yang menyampaikan bahwa konsep persaingan perlumemperhatikan 3 (tiga) hal yaitu kebijakan pemerintah, komunitas bisnis, danmasyarakat atau publik.Berbagai langkah nyata yang dilaksanakan antara lain yaitu:• Pada tahun 1994, Pemerintah membuat Gugus Tugas 461, mengevaluasiberbagai peraturan yang inkonsisten dengan Fair Trade Law, yaitu diantaranya diindustri gula, produk petroleum, telekomunikasi, dan LPG.• Pada tahun 1996, Pemerintah membentuk Gugus Tugas Deregulasi, yangditujukan untuk menghapus sekitar 200 (dua ratus) kebijakan yang tidakdiperlukan pada sejumlah sektor industri.• Pada tahun 1997, melalui Proyek Khusus, Pemerintah mengevaluasi sejumlah 74(tujuh puluh empat) undang-undang terkait dengan BUMN.• Pada tahun 2001, diluncurkan Proyek Green Silicon yang mereformasi ketentuandalam asuransi, biaya pengacara, dan perfilman.Halaman 122 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________B A B5PENGEMBANGAN KELEMBAGAANPasal 34 UU No. 5/1999 mengatur secara tegas bahwa Komisi dibantu olehSekretariat <strong>KPPU</strong> demi kelancaran pelaksanaan tugasnya. Hal ini juga telah diaturdengan jelas dalam Pasal 12 Keputusan Presiden No. 75/1999 tentang KomisiPengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>. Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, danfungsi sekretariat diatur lebih lanjut oleh Keputusan Komisi.Berdasarkan ketentuan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyusun serta menetapkan susunanorganisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dalam Keputusan Komisi. Keputusan Komisitelah diubah beberapa kali, terakhir adalah Keputusan Komisi No.160/Kep/<strong>KPPU</strong>/VIII/2007 tentang Sekretariat Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>.Sementara itu, menindaklanjuti hasil pembahasan interdep pada tahun 2006 yangantara lain menyepakati bahwa perlu dilakukan amandemen terhadap KeputusanPresiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>,khususnya Pasal 12 ayat (2) yang berbunyi: “Ketentuan mengenai susunanorganisasi, tugas, dan fungsi sekretariat diatur lebih lanjut dengan keputusanKomisi”. Pasal 12 ayat (2) dimaksud perlu dielaborasi sehingga akan mencakupketentuan mengenai kedudukan, tugas, fungsi, pimpinan, susunan organisasi,anggaran dan kepegawaian sekretariat.Dalam pembahasan internal <strong>KPPU</strong>, telah disepakati dan dirumuskan rancanganPeraturan Presiden tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999tentang Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>. Selanjutnya rancangan tersebut telahHalaman 123 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________disampaikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri SekretarisNegara, dan Menteri Sekretaris Kabinet dengan surat Nomor: 263/K/VIII/2007tanggal 1 Agustus 2007 perihal Usulan Rancangan Peraturan Presiden, dan telahdisusuli dengan surat <strong>KPPU</strong> Nomor: 251/K/VIII/2007 tanggal 10 Agustus 1999perihal Perubahan Usulan Rancangan Peraturan Presiden.Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5/1999 tentang Larangan PraktekMonopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat serta Keputusan Presiden Nomor 75Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> bahwa untuk kelancaranpelaksanaan tugas, <strong>KPPU</strong> dibantu oleh sekretariat. Dengan demikian, jelas bahwakeberadaan Sekretariat <strong>KPPU</strong> sangat diperlukan untuk mendukung dan menunjangkelancaran pelaksanaan tugas <strong>KPPU</strong>. Oleh karena itu, agar dalam memberikandukungan kelancaran pelaksanaan tugas <strong>KPPU</strong> sehingga dapat terlaksana denganoptimal, maka kepastian kedudukan, organisasi, tugas dan fungsi sekretariat perlusegera ditetapkan.Selain itu, dalam upaya penguatan kelembagaan, <strong>KPPU</strong> dituntut menjadi lembagapenegak hukum yang independen, kredibel, profesional, transparan, danbertanggung jawab kepada publik dan negara. Oleh karena itu, Anggota <strong>KPPU</strong> perludilantik oleh Presiden Republik Indonesia. Adapun koordinasi yang telah dilakukandengan Deputi SDM, kantor Sekneg berkaitan dengan rencana kesediaan BapakPresiden untuk melantik Anggota <strong>KPPU</strong> periode 2006-2011 yang semuladirencanakan pada minggu pertama bulan Maret, dan dijadwalkan ulang tanggal 20Maret 2006, belum terlaksana sampai dengan saat ini.Pada saat ini, <strong>KPPU</strong> telah memiliki sekitar 200 (dua ratus) orang staf sekretariatjumlah tersebut telah termasuk tambahan sebanyak 120 (seratus duapuluh) orangstaf baru yang direkrut tahun 2007 dan ditempatkan di seluruh direktorat dan kantorperwakilan <strong>KPPU</strong> di daerah. Penambahan jumlah staf ini ditujukan untuk menjadikan<strong>KPPU</strong> lebih profesional guna menghadapi tantangan kedepan yang lebih berat.Untuk itu, <strong>KPPU</strong> telah melakukan berbagai bentuk pembekalan terhadap seluruh stafyang ada, baik staf baru maupun staf yang telah senior. Program pembekalantersebut dikemas dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah dalam bentukpelatihan-pelatihan yang diselenggarakan di dalam negeri maupun di luar negeriyang diselenggarakan oleh <strong>KPPU</strong> bekerjasama dengan lembaga-lembagaHalaman 124 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________penegakan hukum persaingan di negara-negara sahabat, diantaranya Japan FairTrade Commission (JFTC), Korea Fair Trade Commission (KFTC), dan ChineseTaipei Fair Trade Commission (CFTC).5.1. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN<strong>KPPU</strong> melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI yangmembahas mengenai perkembangan penegakan hukum dan kebijakan sertaanggaran <strong>KPPU</strong>.Pada RDP tanggal 12 Juni 2007, <strong>KPPU</strong> diminta untuk menjawab beberapapertanyaan Komisi VI DPR RI berikut:1. Sejauhmana peran <strong>KPPU</strong> melakukan koordinasi dengan pemerintah, terutamabersama pemerintah menghentikan monopoli dan mulai mengurangipersengkolan dalam tender;2. Gambaran realisasi dan evaluasi pencapaian target dari program-program yangtelah dilakukan <strong>KPPU</strong> hingga pertengahan tahun 2007;3. Sejauhmanakah proses penyelesaian PP Merger dan Akuisisi tengahberlangsung;4. Realisasi atas kajian naskah akademik serta melakukan evaluasi terhadaptentang pasal-pasal UU No. 5/1999;5. Hasil penyelidikan dan kajian <strong>KPPU</strong> atas dugaan penyalahgunaan posisidominan beberapa perusahaan asing pada industri telekomunikasi dan industriindustristrategis lainnya; dan6. Hasil Investigasi <strong>KPPU</strong> terhadap adanya dugaan Praktek Monopoli pada PT.Musim Mas dalam kerjasama dengan PT. Pelindo I.Berdasarkan pembahasan, dihasilkan beberapa kesimpulan berikut:1. Berkaitan dengan Putusan <strong>KPPU</strong> Perkara No. 01/<strong>KPPU</strong>-L/2004 tanggal 1 Juni2004, dimana PT. Pelindo I dan PT. Musim Mas menjadi terlapor, Komisi VI DPRRI mendesak <strong>KPPU</strong> untuk secara proaktif melakukan monitoring di lapangankembali, mengenai pelaksanaan atas amar putusannya. Hal ini mengingat masihterjadinya tumpang tindih atas fungsi regulator dan fungsi operator. Komisi VIDPR RI meminta pemerintah c.q. Departemen Perhubungan dalam hal iniHalaman 125 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Administrasi Pelabuhan agar memaksimalkan fungsinya sebagai regulator danfungsi Pelindo I sebagai Operator dan fasilitator.2. Dalam upaya untuk mengoptimalkan kinerja <strong>KPPU</strong>, Komisi VI DPR RI mendesak<strong>KPPU</strong> untuk melakukan inisiatif secara proaktif, bukan hanya menunggu laporan,dalam pemeriksaan segala bentuk perjanjian dan praktek usaha sesuai denganTugas <strong>KPPU</strong> yang tertuang dalam Pasal 35 UU No. 5 tahun 1999 tentangLarangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat.3. <strong>Persaingan</strong> sehat di sektor industri yang menguasai hajat hidup orang banyakakan memberikan manfaat pertumbuhan yang besar bagi ekonomi rakyat. Untukitu, Komisi VI DPR RI meminta kepada pemerintah untuk melakukan internalisasinilai-nilai persaingan usaha yang sehat di instansi pemerintah.4. Dalam upaya meningkatkan kinerja <strong>KPPU</strong>, Komisi VI DPR RI mendesakpemerintah c.q. Departemen Keuangan c.q. Dirjen Anggaran dan PerimbanganKeuangan untuk segera merealisir pelaksanaan anggaran operasional <strong>KPPU</strong>yang masih tertunda sampai saat ini.5. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kepada rakyat serta memberikanperlindungan terhadap konsumen, Komisi VI DPRI RI mendesak <strong>KPPU</strong> untukberkoordinasi dengan BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) danlembaga terkait lainnya.6. Terhadap persoalan PT. Indosat, Komisi VI DPR RI meminta <strong>KPPU</strong> untukmengeluarkan keputusan yang berpihak kepada konsumen.Selanjutnya pada RDP tanggal 25 Juni 2007, <strong>KPPU</strong> diminta untuk menjawabbeberapa pertanyaan Komisi VI DPR RI berikut:1. Gambaran realisasi pencapaian target dari program-program yang telahdilakukan <strong>KPPU</strong> selama tahun 2006 sampai dengan Semester I tahun 2007,beserta hasil evaluasi secara keseluruhan dari program-program yang telahdilaksanakan.2. Gambaran mengenai rencana program dan kebijakan <strong>KPPU</strong> sebagaimana yangdituangkan dalam RKAK/L tahun 2008.3. Rincian Program Kerja dan Skala Prioritas <strong>KPPU</strong> beserta rincian pagu indikatifRAPBN Tahun 2008.Halaman 126 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Berdasarkan pembahasan, dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:1. Permintaan kepada <strong>KPPU</strong> agar dalam penyusunan seluruh kebijakan anggaranharus didasarkan pada tugas dan kewajiban <strong>KPPU</strong> sebagaimana termaktubdalam UU No. 5/1999, sehingga desain struktur, posting anggaran danoperasionalisasi anggaran berdasar pada persoalan pokok terutamapemberantasan monopoli, kartel, dan persaingan usaha tidak sehat; dan2. Persetujuan Komisi VI DPR RI atas usulan pagu anggaran indikatif <strong>KPPU</strong>sekurang-kurangnya sebesar Rp 88.430.300.000,00 – Rp 150.742.794.000,00Selain hal yang menjadi kesimpulan rapat tersebut, DPR juga menyampaikanbeberapa hal berikut:1. Pentingnya peningkatan sosialisasi dan monitoring oleh <strong>KPPU</strong>;2. Perlunya monitoring atas industri usaha kecil dan menengah (UKM) yang terkaitisu strategis (terutama UKM ritel), monitoring tender di daerah, dan monitoringindustri sumber daya alam; dan3. Perlunya pertimbangan kembali <strong>KPPU</strong> atas pengadaan tanah dan bangunan,karena masih banyaknya gedung pemerintah yang menganggur dan dapatdigunakan.Dalam menjamin efektivitas kebijakan persaingan di Indonesia, sesuai amanatDewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, <strong>KPPU</strong> telah melakukan penjajakankerjasama dengan Badan Perlindungan Konsumen. Dalam pertemuan yangdilaksanakan pada tanggal 20 September 2007 tersebut, <strong>KPPU</strong> dan BPKNbersepakat untuk meresmikan hubungan kedua instansi melalui suatu notakesepahaman. Dengan terwujudnya kerjasama tersebut, maka akan menjadi notakesepahaman kelima yang telah dihasilkan <strong>KPPU</strong>, setelah nota kesepahamandengan Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawas Pasar Modal dan LembagaKeuangan (Bapapem LK), Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo),dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Kerjasama tersebut diarahkan kepadaupaya penciptaan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen.Dalam konsep nota kesepahaman yang disusun Sub Direktorat, ruang lingkupkerjasama akan meliputi konsultasi masalah persaingan usaha dan perlindungankonsumen; koordinasi atas temuan masing-masing pihak, terutama dalam upayapencegahan persaingan usaha tidak sehat yang berdampak kepada konsumen; danHalaman 127 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________sosialisasi tentang hubungan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat danperlindungan konsumen.Selain dengan BPKN, <strong>KPPU</strong> dalam bulan September telah melakukan dua kaliRapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, yaitu pada tanggal 11September dan 24 September 2007. Fokus kedua rapat tersebut terletak padaproses pengajuan anggaran <strong>KPPU</strong> tahun 2008 dan evaluasi atas kinerja anggaran<strong>KPPU</strong> tahun 2007. Berdasarkan kesimpulan rapat tersebut, secara garis besar<strong>KPPU</strong> diminta untuk melakukan optimalisasi penggunaan anggaran 2007 danmenyetujui usulan anggaran 2008. Selain itu, DPR juga menekankan kepada <strong>KPPU</strong>untuk menyelesaikan perkara terkait dugaan monopoli dalam telekomunikasi yangmelibatkan Temasek Holding Company sesuai dengan peraturan yang berlaku.Diluar himbauan kepada <strong>KPPU</strong>, DPR juga mendesak pemerintah c.q. DepartemenKeuangan c.q. Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan untuk segera merealisirpelaksanaan anggaran operasional <strong>KPPU</strong> yang masih tertunda sampai saat ini.Rapat Kerja DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD yang diadakan padatanggal 23–24 Januari 2007 di Hotel Bidakara, Jakarta dihadiri oleh 1500 orang,yang terdiri dari:a. Ketua DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD dari 33 propinsi diIndonesiab. Ketua DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD dari 434 kabupaten diIndonesiaMateri yang diberikan kepada peserta meliputi:• PP Nomor 37 tahun 2006 yang disampaikan oleh Dirjen BAKD• Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah oleh BAPPENAS• Larangan Persekongkolan dalam Tender oleh <strong>KPPU</strong>• Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Barang dan JasaPemerintahDalam rangka penguatan kelembagaan <strong>KPPU</strong>, pada bulan Maret 2007 <strong>KPPU</strong>menyelenggarakan acara Temu Ramah bagi Komunitas <strong>Persaingan</strong> Sehat sebagaikonsep awal dari berdirinya suatu komunitas yang mendukung terciptanya iklimpersaingan sehat, sekaligus memperingati 8 tahun diberlakukannya UU No. 5/1999.Halaman 128 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Temu Ramah tersebut dihadiri oleh Menteri Perdagangan RI, Ketua Komisi VI DPRRI, dan sejumlah perwakilan instansi pemerintah. Dalam kesempatan yang sama,Menteri Perdagangan menyampaikan bahwa <strong>KPPU</strong> sebagai mitra kebijakan dariDepartemen Perdagangan dapat bersama–sama membahas dan menyelesaikanperaturan–peraturan penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat,misalnya dalam menyusun Peraturan Presiden mengenai penataan pasar modern.Lebih lanjut, Ketua Komisi VI DPR RI menyatakan bahwa <strong>KPPU</strong> telah berhasilmembudayakan persaingan dalam dunia penerbangan di Indonesia.5.2. PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANAKelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang <strong>KPPU</strong> dan Sekretariat <strong>KPPU</strong> tidakhanya ditentukan oleh sumber daya manusia yang dimiliki, namun juga kondisi sertakeadaan sarana dan prasarana pendukungnya.Untuk mengoptimalkan penegakan UU No. 5/1999, pada awal tahun 2007 <strong>KPPU</strong>merekrut 77 orang tenaga baru untuk ditempatkan sesuai dengan kebutuhansekretariat. Di sisi lain, hal ini menyebabkan situasi kerja menjadi kurang kondusif,karena kurangnya ruangan serta sarana dan prasarana untuk pegawai baru.Ruangan yang memadai dan representatif akan memberikan dukungan bagipelaksanaan tugas <strong>KPPU</strong>, untuk itu sangat dibutuhkan ruangan-ruangan antara lainruang kerja untuk Anggota Komisi, Direksi dan pegawai <strong>KPPU</strong>, ruang pemeriksaan,ruang rapat, ruang pembacaan putusan, pelaksanaan dengar pendapat,perpustakaan, ruang audio visual, ruang publik area dan tempat parkir kendaraan.Upaya memperoleh gedung dan tanah aset milik negara melalui Menteri Keuanganbelum memperoleh hasil. Sedangkan melalui Menteri Sekretaris Negara telahdisampaikan permintaan untuk memperoleh eks gedung kantor KPK di Jalan JuandaNomor 36 Jakarta untuk pengembangan ruangan kerja <strong>KPPU</strong>.Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan, pada semester awal 2007 ini<strong>KPPU</strong> telah memberikan asuransi bagi para pegawainya. Asuransi tersebutmencakup pelayanan layanan rawat inap dan rawat jalan (baik umum maupunspesialis).Halaman 129 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________5.4. PENINGKATAN DAN PENGEMBANGANKANTOR PERWAKILAN <strong>KPPU</strong> DI DAERAH<strong>KPPU</strong> telah mempunyai 5 (lima) Kantor Perwakilan Daerah <strong>KPPU</strong> (KPD <strong>KPPU</strong>)yaitu di: Medan, Surabaya, Makassar, Balikpapan, dan Batam. Dengan keberadaankelima KPD <strong>KPPU</strong> tersebut sangat dirasakan dukungannya terhadap pelaksanaantugas <strong>KPPU</strong>. Penanganan terhadap beberapa perkara, yang sedang ditangani oleh<strong>KPPU</strong> dan perkara tersebut terkait dengan pelaku usaha di wilayah kerja KPD <strong>KPPU</strong>bersangkutan, khususnya dalam melakukan investigasi dan pemeriksaanpendahuluan maupun pemeriksaan lanjutan telah dilakukan di KPD <strong>KPPU</strong> maupunditempat lain yang ditetapkan dengan difasilitasi oleh KPD <strong>KPPU</strong>, termasukkegiatan-kegiatan lainnya yang perlu difasilitasi oleh KPD <strong>KPPU</strong>.Upaya peningkatan keberadaan, KPD <strong>KPPU</strong> mendapat dukungan dari berbagaipihak antara lain dari Komisi VI DPR RI, DPRD maupun Pemerintah Daerah, mediamassa serta pihak-pihak lainnya. Dukungan dari berbagai pihak tersebut tentunyaakan memudahkan operasionalisasi kantor perwakilan daerah <strong>KPPU</strong> di masingmasingwilayah kerjanya, sehingga diharapkan upaya penegakan UU No. 5/1999akan dapat berjalan lebih efektif dan memberikan hasil pada terwujudnya persainganusaha yang sehat di seluruh pelosok tanah air Indonesia.Dukungan Komisi VI DPR RI terhadap peningkatan dan pengembangan KPD <strong>KPPU</strong>sangat kuat, hal ini sebagaimana disampaikan dalam Rapat Dengar PendapatKomisi VI DPR RI dengan Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan danDirektur Eksekutif <strong>KPPU</strong> pada tanggal 9 Juli 2007. Salah satu butir kesimpulandalam Rapat Dengar Pendapat tersebut (butir 4) berbunyi:” Dalam upayameningkatkan kinerja <strong>KPPU</strong> dan pelayanan terhadap publik serta efektifitaspenanganan perkara/ laporan atas persaingan usaha yang sehat di daerah-daerahsebagai pelaksanaan UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat, maka Komisi VI DPR RI meminta <strong>KPPU</strong> untukmembuka kantor perwakilan <strong>KPPU</strong> di seluruh ibukota provinsi di Indonesia secarabertahap”.Halaman 130 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Permintaan Komisi VI DPR RI tersebut di atas sangatlah menggembirakan dan halini perlu direspon secara positif, oleh <strong>KPPU</strong> maupun pihak Pemerintah serta pihakpihaklain sebagai stakeholders <strong>KPPU</strong>. Dukungan yang sangat positif dari DPR RItesebut, dalam implementasinya masih menghadapi hambatan. Hal ini terkaitdengan masalah status kelembagaan Sekretariat <strong>KPPU</strong>, kepegawaian, sertakemandirian anggaran <strong>KPPU</strong>.Dalam rangka menindaklanjuti permintaan Komisi VI DPR RI tersebut di atas, <strong>KPPU</strong>sedang dan akan melakukan upaya-upaya secara bertahap untuk dapatmewujudkannya, antara lain yaitu:• Melakukan evaluasi dan kajian terhadap keberadaan dan pengembangan KPD<strong>KPPU</strong>.• Merencanakan membuka/ membentuk KPD <strong>KPPU</strong> baru di 2 (dua) ibukota provinsipada tahun anggaran 2008.• Meningkatkan/ mengembangkan tugas pokok, fungsi dan kewenangan KPD<strong>KPPU</strong>.• Menambah jumlah sumber daya manusia serta meningkatkan/ mengembangkankemampuannya.• Melengkapi sarana dan prasarana kerja KPD <strong>KPPU</strong>.• Mengusulkan anggaran biaya operasional untuk masing-masing KPD <strong>KPPU</strong> yangcukup signifikan.Halaman 131 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Halaman 132 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________BAB6PENUTUPDalam perjalanan tahun 2007, <strong>KPPU</strong> menyadari betapa beratnya beban yangdiemban, mengingat kondisi riil ekonomi Indonesia yang sedang dalam upayapemulihan ekonomi justru banyak dipenuhi oleh praktek – praktek usaha yang antipersaingan seperti diskriminasi, penyalahgunaan posisi dominan, kolusi, kartel dankegiatan usaha lainnya yang bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999.Untuk itu menjadi suatu tantangan yang cukup berat bagi <strong>KPPU</strong> karena publikmenaruh harapan yang cukup tinggi pada <strong>KPPU</strong> untuk dapat berperan aktifmembenahi sistem perekonomian dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesiapada era globalisasi.Hal lain yang terungkap, bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa tantanganyang dihadapi <strong>KPPU</strong> tidak hanya datang dari pelaku usaha yang menjadi obyekterbesar dari tugas <strong>KPPU</strong>, akan tetapi juga datang dari pemerintah yaitu bahwapemerintah belum secara efektif mengakomodasi semangat persaingan ke dalamkebijakan ekonomi yang diambilnya. Sehingga tidaklah aneh apabila munculbeberapa regulasi yang justru diwarnai oleh semangat anti persaingan.Oleh karena itu, berangkat dari semangat untuk menyelaraskan kebijakanpemerintah dalam rangka meningkatkan efektifitas implementasi hukum persaingandi Indonesia, <strong>KPPU</strong> terus mendorong upaya reformasi regulasi agar dapatmemberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, <strong>KPPU</strong>selayaknya selalu memperhatikan kondisi regulasi pemerintah yang terkait denganHalaman 133 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________persaingan usaha di semua sektor, dampak ekonomi dari putusan yang dikeluarkan<strong>KPPU</strong> serta memperhatikan keseimbangan kepentingan pelaku usaha dankepentingan umum sebagaimana amanat Pasal 2 UU Nomor 5/1999 melaluireformasi regulasi.<strong>Regulasi</strong> reformasi yang tengah digulirkan saat ini, sedikit banyak telah memberikanwarna dalam perjalanan perkembangan perekonomian bangsa ini. Nilai positif yangdapat diambil dari berjalannya mekanisme reformasi regulasi ini adalah dengandiikutsertakannya <strong>KPPU</strong> dalam penyusunan berbagai draff Peraturan Pemerintah.Sepanjang tahun 2007 ini <strong>KPPU</strong> telah mengirimkan tidak kurang dari 10 (sepuluh)saran dan kebijakan terhadap pemerintah dalam berbagai sektor industri, bahkanbeberapa diantaranya direspon positif oleh pemerintah dalam menjalankanfungsinya sebagai regulator. Semoga hal ini dapat menjadi awal yang baik dalammewujudkan tujuan mulia UU ini, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.Suatu program reformasi (penataan kembali) regulasi, membutuhkan 4 (empat) hal,yaitu : dukungan publik, kemauan politik, dan juga anlisa ekonomi yangkomprehensif, serta dilengkapi dengan penegakan hukum yang tegas dan adil.Program regulasi reformasi akan bermakna ketika diwadahi dalam suatu frame workdan institusi yang kuat. Untuk itu, perlu segera dibentuk Kebijakan <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong> Nasional, yaitu kebijakan tingkat nasional guna mewadahi koordinasi danharmonisasi nilai-nilai pesaingan usaha dengan kebijakan sektoral dan sebaliknya.Halaman 134 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________LAMPIRANRINGKASAN PERKARA, PUTUSAN,DAN PENETAPAN1PUTUSAN PERKARA NO. 08/<strong>KPPU</strong>-L/2006 TENDER PEKERJAAN NONDISTRUCTING TESTING INSPECTION SERVICESPerkara ini adalah perkara laporan yang diterima oleh <strong>KPPU</strong> pada awal Mei2006 mengenai dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5/1999 terkait denganTender No. 200/SINS-WD/03-D untuk pekerjaan Non Distructing Testing (NDT)Inspection Services di Total E & P Indonesia, Balikpapan, Kalimantan Timur.Dugaan persekongkolan tender ini muncul setelah tender NDT tersebut diatas dilakukan tender ulang karena tidak ada peserta yang memenuhi persyaratan.Sebelum dimulainya tender ulang tersebut, dilakukan pertemuan-pertemuan antaraPT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo Pratama yang dimaksudkan untukmembicarakan kerja sama antara PT. Surveyor Indonesia dan PT. InspektindoPratama dalam rangka memenangkan dan menangani kegiatan proyek pekerjaanNDT Inspection Services Tender No. 200/SINS-WD/03-D di Total E & P Indonesia.Beberapa data dan fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan danpenyelidikan yang dilakukan oleh <strong>KPPU</strong>:1. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalamperjanjian kerja sama tanggal 13 Januari 2004 yang ditandatangani olehmasing-masing direktur utama PT. Surveyor Indonesia dan PT. InspektindoHalaman 135 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Pratama, yang pada pokoknya berisi pembagian pekerjaan dan tanggungjawab masing-masing antara lain:a. Lingkup kerjasama ini dimulai dari kegiatan pra tender sampai denganpelaksanaan kegiatan proyek, yaitu Persiapan, Penyusunan,Penyampaian Data Administrasi dan Teknis, Data Penawaran Harga, danData Pelaksanaan untuk Pekerjaan;b. PT. Surveyor Indonesia akan berperan sebagai bidder yang akandiupayakan untuk memenangkan tender dan PT. Inspektindo Pratamaakan mendukung sepenuhnya;c. PT. Surveyor Indonesia akan mengatur dan membentuk Tim Suksesuntuk evaluasi teknis dengan dukungan penuh dari PT. InspektindoPratama;d. PT. Inspektindo Pratama akan berperan untuk me-manage dan mengaturkomposisi harga penawaran sehingga diperoleh harga jual dan komposisiyang paling menguntungkan di kedua belah pihak;2. Perjanjian tersebut ternyata diingkari oleh PT. Inspektindo Pratama karenaPT. Inspektindo Pratama pada tanggal 15 Januari 2004 memasukandokumen penawaran dalam Tender NDT tersebut. Hal tersebut mengingkarikesepakatan yang kedua bahwa yang menjadi bidder adalah PT. SurveyorIndonesia. Hal tersebut dipertegas oleh Johannes Widodo Rantow, DirekturPT. Inspektindo Pratama yang pada tanggal 14 Februari 2004menyampaikan surat pembatalan kepada Direktur Utama PT. SurveyorIndonesia, Didie B. Tedjosumirat, yang berisi pernyataan bahwa perjanjiankerja sama tertanggal 13 Januari 2003 adalah tidak sah, karena pada tanggalpenandatanganan perjanjian kerja sama tersebut, H.S. Syafrul sudah tidaklagi menjabat sebagai Direktur Utama PT. Inspektindo Pratama danmemberitahukan bahwa PT. Inspektindo Pratama memutuskan untukberpartisipasi dalam tender secara mandiri. Pertimbangan dibatalkannyasurat perjanjian oleh Direktur PT. Inspektindo Pratama yang baru tersebut,karena sulit dilaksanakan hingga akhirnya merugikan PT. InspektindoPratama dan tidak patut adanya kerjasama antara dua bidder. PT.Inspektindo Pratama kemudian memasukan dokumen penawaran tendertersebut pada tanggal 15 Februari 2004.3. Pada tanggal 16 Februari 2004, Direktur Utama PT. Surveyor Indonesia,Didie B. Tedjosumirat, menyampaikan surat balasan kepada Direktur PT.Halaman 136 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Inspektindo Pratama, dan PT. Surveyor Indonesia menyatakan bahwa untukselanjutnya perjanjian kerjasama tersebut batal demi hukum, sehinggasegala hak dan kewajiban yang timbul dalam perjanjian tersebut dinyatakantidak ada.4. Bahwa PT. Surveyor Indonesia dengan PT. Inspektindo Pratama telahmelakukan persekongkolan tender berupa kesepakatan kerja sama untukmengatur dan menentukan PT. Surveyor Indonesia sebagai pemenanglelang NDT Inspection Services yang dilaksanakan oleh Panitia lelang diTotal E & P Indonesia, namun dengan dimasukkannya dokumen penawarantender oleh PT. Inspektindo Pratama dan dibatalkannya Perjanjian KerjaSama tanggal 13 Januari 2004 oleh kedua pihak, maka perilaku mengaturdan atau menentukan pemenang tender tidak terbukti dilaksanakan oleh PT.Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo Pratama, sehingga tidak memenuhisalah satu unsur Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 yang berbunyi:“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur danatau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkanterjadinya persaingan usaha tidak sehat”, dan oleh karena itu tidak dapatdikatakan telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5/1999.Berdasarkan fakta-fakta diatas maka pada tanggal 15 Maret 2007 <strong>KPPU</strong>memutuskan bahwa Terlapor I: PT Surveyor Indonesia dan Terlapor II: PTInspektindo Pratama tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-UndangNo. 5/1999 tentang Persekongkolan.PUTUSAN PERKARA NO. 09/<strong>KPPU</strong>-L/2006 TENDER PENGADAAN MEUBELAIRDI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN), MAKASSARPutusan Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) No. 09/<strong>KPPU</strong>-L/2006merupakan perkara yang berawal dari laporan oleh pelaku usaha ke <strong>KPPU</strong>.Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukanoleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa Panitia Tender melakukanbeberapa kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan proses tender antara lain:1. Tidak membuat kriteria/spesifikasi Barang Pabrikasi dan Barang NonPabrikasi secara terperinci;2. Tidak mengumumkan nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagaimanaketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003;Halaman 137 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________3. Tidak melakukan tahapan evaluasi penawaran peserta tender sebagaimanatercantum dalam Rencana Kerja dan Syarat (RKS);4. Tidak melakukan evaluasi kualifikasi Kemampuan Dasar (KD) peserta tender.Meskipun telah terjadi kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan prosestender, Majelis Komisi menilai bahwa kesalahan dan kelalaian yang dilakukan olehPanitia Tender tersebut di atas bukan merupakan tindakan kesengajaan untukmengatur pemenangan salah satu peserta tender.Majelis Komisi menilai dugaan persekongkolan yang dilakukan oleh PanitiaTender dengan CV Diamond Abadi dan CV Banyumas dalam bentuk Post Biddingantara Panitia Tender dengan CV Diamond Abadi serta dugaan adanyapersekongkolan horisontal di antara peserta tender tidak didukung oleh fakta danbukti yang kuat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukanfakta-fakta yang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu:1. Terdapat pernyataan saksi dibawah sumpah mengenai adanyapersekongkolan horizontal berbentuk tawaran uang mundur sebesar Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) dari Terlapor III kepada peserta tenderlainnya yang tidak didasarkan pada fakta yang benar;2. Ditemukan fakta bahwa para peserta tender kerap meminjam namaperusahaan lain guna memenuhi persyaratan kompetensi yang ditentukandalam suatu tender sebagai suatu hal yang dianggap lazim. Kelazimantersebut merupakan kondisi yang tidak benar dan tidak sehat dalam duniausaha;3. Khusus dalam tender pengadaan barang, persyaratan kualifikasi mengenaiKemampuan Dasar berpotensi menjadi hambatan (entry barrier) bagiperusahaan kecil atau perusahaan baru untuk memperoleh kesempatanmengikuti berbagai kegiatan tender yang menimbulkan kondisi persainganusaha yang tidak sehat;4. Putusan Pengadilan Tata <strong>Usaha</strong> Negara yang dikuatkan oleh PutusanPengadilan Tinggi Tata <strong>Usaha</strong> Negara mengenai proses tender yang sama,serta Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan dan Penyidikan KepolisanDaerah Sulawesi Selatan terhadap proses tender yang sama, tidakdipertimbangkan oleh Majelis Komisi karena tidak relevan dengan subtansiperkara No. 09/<strong>KPPU</strong>-L/2006 yang dinilai dari sisi persaingan usaha.Halaman 138 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang ditemukan selama prosespemeriksaan, maka Majelis Komisi memutuskan:1. Menyatakan Terlapor I: Panitia Tender Pengadaan Meubelair Kantor PusatKajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II (PKP2A) LembagaAdministrasi Negara (LAN) Makassar tidak terbukti melanggar Pasal 22Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;2. Menyatakan Terlapor II: CV Diamond Abadi tidak terbukti melanggar Pasal22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;3. Menyatakan Terlapor III: CV Banyumas tidak terbukti melanggar Pasal 22Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakanterbuka untuk umum pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2007 di Gedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir.H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat. Meskipun Terlapor tidak terbukti melanggar UUNo.5 tahun 1999, namun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf eUndang-undang Nomor 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannyamerekomendasikan hal-hal sebagai berikut:1. Meminta kepada atasan Panitia Tender untuk memberikan sanksi kepadaPanitia Tender atas kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tendermeubelair di LAN Makassar;2. Mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku terhadap laporan, sumpah, atau pernyataan yang diduga palsu;3. Meminta kepada Pemerintah agar membuat peraturan dalam pengadaanbarang dan jasa baik di lingkungan pemerintah maupun swasta yangmewajibkan Panitia lelang/tender memuat ketentuan tentang larangan pinjammeminjam nama perusahaan dan memeriksa keabsahan identitas pesertatender;4. Meminta kepada Pemerintah untuk mengkaji ulang ketentuan KeppresNomor 80 Tahun 2003 mengenai persyaratan Kemampuan Dasar dankualifikasi lain khususnya untuk pengadaan barang yang berpotensi untukmenghambat para pelaku usaha dalam mengikuti kegiatan tender tanpamengabaikan penilaian kompetensi pelaku usaha dalam melaksanakanpekerjaan.Halaman 139 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Putusan Perkara No. 10/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Persekongkolan Tender PekerjaanPembangunan 2 (dua) unit Kapal Ferry Ro-Ro 750 GT di BRR NAD-NiasKomisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) telah selesai melakukanpemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusanterhadap perkara No. 10/<strong>KPPU</strong>-L/2006, yaitu dugaan pelanggaran UU No. 5 /1999tentang Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat (UUNo.5/1999) terkait dengan tender pekerjaan pembangunan 2 (dua) unit kapal motorpenyeberangan, ukuran 750 GT di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NangroeAceh Darussalam-Nias (BRR NAD-Nias).Perkara ini muncul setelah adanya laporan yang pada pokoknya menemukanadanya indikasi persekongkolan tender yang dilakukan oleh Panitia Tender denganPT. Daya Radar Utama, PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari dan PT. DumasTanjung Perak Shipyard untuk secara bersama-sama meloloskan PT. Daya RadarUtama dalam tahap evaluasi administrasi dengan bukti sebagai berikut:1. Bahwa terdapat 2 (dua) versi checklist pemeriksaan dokumen administrasiyang ditandatangani oleh PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari dan PT.Dumas Tanjung Perak Shipyard dalam kapasitasnya sebagai saksi untukdokumen penawaran yang sama yaitu dokumen penawaran yang diajukanoleh PT. Daya Radar Utama;2. Bahwa Panitia Tender mengusulkan PT. Daya Radar Utama sebagaipemenang tender meskipun berdasarkan checklist tersebut, PT. Daya RadarUtama tidak memenuhi kelengkapan dokumen administrasi.Pada Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan fakta danindikasi yang pada pokoknya sebagai berikut:1. Bahwa 2 (dua) versi checklist pemeriksaan dokumen administrasi PT. DayaRadar Utama tersebut tidak menunjukkan indikasi kuat keterlibatan PT. Dok& Perkapalan Kodja Bahari dan PT. Dumas Tanjung Perak Shipyard dalampersekongkolan tender karena kewenangan untuk meloloskan pesertamerupakan wewenang Panitia Tender dan faktanya checklist tersebut tidakdijadikan acuan dari panitia;2. Bahwa terdapat indikasi kuat adanya persekongkolan antara KepalaSATKER BRR dengan Direktorat LLASDP dalam proses perencanaan tenderyang cenderung mengarahkan PT. Daya Radar Utama sebagai pemenangHalaman 140 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tender. Hal tersebut terkait dengan penentuan tipe kapal yang ditenderkanyang cenderung memilih tipe kapal yang sering diproduksi PT. Daya RadarUtama dalam proyek Departemen Perhubungan;3. Bahwa terdapat indikasi kuat adanya tindakan Panitia Tender yang tidakmelakukan evaluasi secara sehat yang cenderung mengarahkan PT. DayaRadar Utama sebagai pemenang tender. Hal tersebut terkait dengantindakan Panitia Tender yang mengabaikan kelengkapan dokumenpenawaran PT. Daya Radar Utama serta melakukan evaluasi kemampuanpeserta tender secara sempit dengan mengabaikan kemampuan faktualsemua pesertaPada Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menyimpulkan sebagai berikut:1. Bahwa atas dasar analisis dugaan pelanggaran UU NO. 5 / 1999 tersebut,maka Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan PanitiaTender, PT. Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR dan DirektoratLLASDP baik sendiri maupun secara bersama–sama dalam proses TenderKapal 750 GT di BRR tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakanpersekongkolan;2. Bahwa oleh karena itu, maka Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa tidak adabukti terjadinya pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 / 1999 yang dilakukan olehPanitia Tender, PT Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR dan DirektoratLLASDP.Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan dikaitkan dengan dugaan pelanggaranterhadap ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka MajelisKomisi menilai pemenuhan unsur-unsur pasal sebagai berikut:1. Unsur Pelaku <strong>Usaha</strong>. Bahwa pelaku usaha yang dimaksud adalah PT. DayaRadar Utama; Unsur pelaku usaha terpenuhi.2. Unsur Bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukanpemenang tender.o Bahwa benar Panitia Tender menggugurkan PT. Industri KapalIndonesia (Persero) dalam evaluasi administrasi karena memangsesuai dengan aturan yang berlaku dalam Keppres No. 80 Tahun2003 dan Analisa Harga Satuan tidak memenuhi syarat karena hanyamencantumkan daftar harga material. Hal tersebut telah diakui dandisahkan oleh semua peserta tender termasuk PT. Industri KapalIndonesia (Persero) sendiri;Halaman 141 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________o Bahwa benar Panitia Tender meluluskan PT. Daya Radar Utamadalam Tahap I (evaluasi administrasi) walaupun tidak melampirkanmaker list karena maker list tidak dimuat dalam persyaratan diDokumen Tender dan Metode Pelaksanaan Kerja tidak harusditandatangani karena tidak diatur di dalam Dokumen Tender;o Bahwa benar Panitia Tender merubah tipe 600 GT menjadi 750 GTkarena alasan daya tampung kendaraan. Walaupun DirektoratLLASDP menyarankan kepada Kepala SATKER BRR untukmenggunakan tipe 750 GT dengan spesifikasi teknis dan prototipedari konsultan PT. Mega Ocean Jaya, namun Panitia Tender tidakmemakai sepenuhnya spesifikasi teknis dan prototipe tersebut karenahanya dapat menampung 11 (sebelas) truk, padahal yang diinginkanoleh Kepala Satker adalah yang dapat menampung 14 truk dan 8kendaraan sedang/kecil;o Bahwa benar Panitia Tender hanya mempertimbangkan nilaipengalaman tertinggi pada subbidang pekerjaan dalam pembangunankapal ferry ro-ro saja dan tidak mempertimbangkan pengalamanpekerjaan pembangunan kapal lainnya yang terbuat dari bahan bakuutama besi/baja. Hal ini karena semata-mata keterbatasan kapasitasPanitia Tender dalam menginterpretasikan nilai pengalaman tertinggipada subbidang pekerjaan yang sejenis sebagaimana dimaksuddalam KEPPRES No. 80 Tahun 2003 dan bukan dalam upayabersekongkol sebagaimana dimaksud dalam unsur Pasal 22 UU No.5 / 1999;o Bahwa dengan demikian, unsur bersekongkol dengan pihak lain untukmengatur dan atau menentukan pemenang tender tidak terpenuhi.3. Bahwa karena unsur bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan ataumenentukan pemenang tender tidak terpenuhi, maka Majelis Komisi menilaiunsur-unsur lain pada Pasal 22 Undang-undang Nomor 5/1999 tidak perlu untukdibuktikan lebih lanjut.Sebelum memutuskan, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal sebagaiberikut:1. Bahwa selama pemeriksaan ditemukan kelemahan Panitia Tender dalampenyusunan spesifikasi teknis kapal yang akan ditenderkan. Hal tersebutberpotensi adanya campur tangan pihak lain untuk mengarahkan spesifikasiHalaman 142 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________teknis kapal yang ditenderkan sehingga mengurangi independensi PanitiaTender;2. Bahwa selama pemeriksaan ditemukan kelemahan dalam menilaikemampuan dasar peserta tender yang hanya mempertimbangkan NilaiPengalaman Tertinggi pekerjaan pada subbidang yang sejenis yaitupekerjaan pembangunan kapal ferry ro-ro saja;3. Bahwa berkaitan dengan kelemahan tersebut, Majelis Komisimerekomendasikan kepada Komisi untuk memberikan saran danpertimbangan kepada BRR NAD-Nias agar dalam menetapkan susunankeanggotaan Panitia Tender yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidangkeahlian dalam pengadaan barang atau jasa yang akan ditenderkan.Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan kesimpulan di atas, serta denganmengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis Komisimemutuskan:Menyatakan Panitia Tender, PT Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR,dan Direktorat LLASDP tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5Tahun 1999 dalam Tender Kapal 750 GT di BRR.Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara tersebut di atasdilakukan oleh <strong>KPPU</strong> dengan prinsip Independen (tidak memihak siapapun) sematamatasebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No.5/1999 agar terwujud kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha danmenjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan Perkara No. 10/<strong>KPPU</strong>-L/2006 tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbukauntuk umum pada hari Senin tanggal 16 April 2007 di Gedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H.Juanda No. 36 Jakarta Pusat.Putusan Perkara No. 14/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Tender Pengadaan Integrated ShorebaseManagement and Logistic Services (No. DCU-0064A) di BP BerauPerkara ini diawali dari laporan ke <strong>KPPU</strong> pada tanggal 29 Juni 2006 yangmenyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang No.5/1999 tentang Persekongkolan dalam tender pengadaan integrated shorebasemanagement and logistic services (No. DCU-0064A) di BP Berau. Hasil pemeriksaanMajelis Komisi menemukan fakta bahwa pada tanggal 2 dan 3 November 2004, BPHalaman 143 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Berau Ltd mengumumkan tender pengadaan integrated shorebase managementand logistic services yang mencakup manajemen pangkalan darat di proyek LNGTangguh, camp dan katering, bengkel mesin, manajemen logistik dan pengurusankargo, transportasi darat, peralatan angkat, manajemen limbah, penanggulangandan pembersihan tumpahan minyak, inspeksi pipa bor, dan angkutan laut.BP Berau Ltd melaksanakan 2 kali tender untuk pengadaan integratedshorebase management and logistic services. Tender pertama diadakan padatanggal 2-3 November 2005 dan dinyatakan batal karena 5 perusahaan yangmemasukkan dokumen penawaran dinyatakan gugur karena penawaran yangmereka masukkan dianggap tidak memenuhi syarat. Tender kedua, dilaksanakanpada tanggal 13-27 September 2005 dan diikuti oleh 4 perusahaan yangsebelumnya sudah lulus tahapan prakualifikasi, yaitu PT. Cipta Krida Bahari, PT.Citra Pembina Pengangkutan Industries (CPPI), PT. Eka Nuri (Leader Eka NuriConsortium), dan PT. Supraco yang dinyatakan gugur setelah proses evaluasi.Ketiga peserta tersebut mengajukan penawaran harga, yaitu (1) Eka NuriConsortium sebesar US $ 73,696,172.88 dengan nilai Tingkat Kandungan DalamNegeri (TKDN) 86.05, (2) PT Cipta Pembina Pengangkutan Industries sebesar US $78,908,093.00 dengan nilai TKDN 51.29, dan (3) PT Cipta Krida Bahari sebesar US$ 83,911,513.98 dengan nilai TKDN 62.14.Pada tanggal 8 Desember 2005, PT Cipta Pembina Pengangkutan Industriesmenyampaikan keberatannya kepada BP Berau mengenai penawaran Eka NuriConsortium terkait dengan masalah perhitungan TKDN dan masalah perizinanpelabuhan PT Bangun Adyabahan Perkasa yang diajukan dalam penawaran EkaNuri Consortium.Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 2005, BP Berau Ltd mengajukanusulan kepada BPMIGAS untuk menetapkan Eka Nuri Consortium sebagaipemenang tender, meskipun perhitungan TKDN belum selesai dilakukan denganalasan koreksi atas TKDN yang diajukan oleh Eka Nuri Consortium tidak akanmempengaruhi urutan peringkat. BP Berau kemudian mengajukan permohonanverifikasi ke Dirjen Migas. Ditjen Migas menerbitkan hasil verifikasi TKDN danmenyatakan bahwa Eka Nuri Consortium salah menghitung nilai TKDN yangsebelumnya 86.05 menjadi 56.03. Atas kesalahan perhitungan TKDN tersebut, EkaNuri Consortium dikenai sanksi yaitu harus memenuhi nilai kandungan lokal sebesarnilai yang diajukan ditambah 10% menjadi 96,05%.Halaman 144 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Tanggal 26 April 2006, BPMIGAS menyetujui usulan BP Berau Ltd. untukmenetapkan Eka Nuri Consortium sebagai pemenang, dengan catatan, semuaperizinan yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku sudah harus diperoleh olehkontraktor sebelum pekerjaan dilakukan. Pada tanggal 27 Januari 2006, kontrak LoAditandatangani oleh PT. Eka Nuri dan BP Berau Ltd. mengeluarkan pemberitahuanbahwa Eka Nuri Consortium telah ditetapkan sebagai pemenang yang dilanjutkandengan penandatanganan kontrak kerja oleh BP Berau Ltd. dan Eka NuriConsortium.Majelis Komisi menilai dugaan pelanggaran pada perkara ini adalah adanyapersekongkolan tender yang berdasarkan atas tiga permasalahan, yaitu (1) TingkatKandungan Dalam Negeri (TKDN) Eka Nuri Consortium, (2) Izin pelabuhan PT.Bangun Adyabahan Perkasa yang digunakan oleh Eka Nuri Consortium, dan (3) LoABP Berau.Berdasarkan hasil pemeriksaan yang memadai dengan meminta keterangandari Saksi, Instansi Pemerintah, Ahli dan meneliti dokumen dan surat-menyuratdengan pihak terkait, pada proses tender tersebut tidak terbukti telah terjadipersekongkolan antara Eka Nuri Consortium (Terlapor I) dengan BP Berau Ltd(Terlapor II) untuk memenangkan Eka Nuri Consortium.Majelis Komisi dalam putusannya yang dibacakan pada hari Kamis tanggal28 Juni 2007 di Gedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat, memberikansaran dan pertimbangan kepada Pemerintah dan pihak terkait sebagai berikut:1. Merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan untuk memperbaikimekanisme dan proses pemberian izin pengoperasian pelabuhan agarmemberi kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pelaku usaha dibidang usaha kepelabuhanan2. Merekomendasikan kepada Kepala BPMIGAS untuk memberikan sanksikepada Kepala Divisi Hukum, Alan Frederik, sesuai dengan peraturan yangberlaku3. Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk melakukan koordinasi kepadasemua instansi terkait untuk meningkatkan pemakaian barang dan jasadalam negeri, (4) Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk memberikansanksi kepada BP Berau Ltd. karena tidak sepenuhnya melaksanakanketentuan-ketentuan PTK 007 pada tender ini4. Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk menyempurnakan PTK 007khususnya terkait mengenai TKDN dan pekerjaan mendahului kontrak.Halaman 145 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Putusan Perkara No. 15/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Kegiatan Pendistribusian Elpiji diSumatera SelatanKomisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) telah selesai melakukanpemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusanterhadap perkara No. 15/<strong>KPPU</strong>-L/2006 yaitu dugaan pelanggaran Undang-UndangNo. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehatterkait dengan Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan.Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh TimPemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa:a. Perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dengan agen Elpiji bukanmerupakan bentuk perjanjian yang bertujuan untuk membatasi agen dalammendistribusikan dan memasarkan Elpiji.b. Perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dengan APPEL - PT Bina MuliaJaya Abadi dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan Elpiji di masingmasingagen dengan harga yang lebih murah.c. Keberadaan APPEL di Pulau Bangka menyebabkan harga jual Elpiji ditingkat konsumen menjadi lebih murah.d. Pencabutan Surat General Manager UPMS II PT Pertamina (Persero) No.057/E22000/2006-S3 tanggal 3 Maret 2006 merupakan langkah PTPertamina (Persero) dalam memberikan kebebasan kepada agen Elpiji untukmemilih tempat pembelian/pengisian Elpiji.Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan hal-hal lainyang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu:1. Bahwa Elpiji merupakan komoditas bebas (yang harganya tidak ditetapkanoleh Pemerintah), namun Pemerintah masih turut campur dalam penentuanharga.2. Bahwa akibat kurang tanggapnya Wira Penjualan UPMS II Palembang dalammerespon permasalahan pendistribusian Elpiji di Pulau Bangkamengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap perjanjian yang dilakukanoleh APPEL dan agen, sehingga menyebabkan keterlambatan PT Pertamina(Persero) mengambil tindakan sebagaimana mestinya.Halaman 146 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf eUndang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi dalam putusannyamerekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut:1. Meminta kepada Pemerintah agar mengambil kebijakan yang tegas dalamhal pendistribusan dan penetapan harga Elpiji.2. Meminta kepada PT Pertamina (Persero) agar memberi sanksi administratifkepada Wira Penjualan UPMS II Palembang atas kelalaiannya dalammenjalankan tugas pengawasan pendistribusian Elpiji di wilayah PulauBangka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisimemutuskan PT Pertamina (Persero) sebagai Terlapor tidak terbukti melanggarUndang-Undang No. 5/1999 Pasal 15 ayat (1) tentang Perjanjian Tertutup dan Pasal25 ayat (1) huruf a tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan. Putusan tersebutdibacakan pada hari Rabu tanggal 23 Mei 2007 di Gedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H. Juandano. 36 Jakarta Pusat.Putusan Perkara No. 16/<strong>KPPU</strong>-L/2006 tender pekerjaan SKTM (Kabel TeganganMenengah) 20 KV Paket 4, 9, 20, dan 21 di PT PLN Distribusi Jakarta Raya danTangerang (PLN Disjaya) Tahun Anggaran 2005.Berdasarkan laporan yang diterima oleh <strong>KPPU</strong> maka dilakukan serangkaianproses pemeriksaan. Majelis Komisi <strong>KPPU</strong> menemukan fakta bahwa tenderpekerjaan SKTM merupakan tender gabungan antara jasa konstruksi (galian daninstalasi kabel) yang nilai pekerjaannya hanya sekitar 20% dari total nilai proyek danpengadaan kabel yang nilainya mencapai 80% dari total nilai proyek.Dasar peraturan yang digunakan PLN Disjaya untuk mengatur proses tenderini adalah Surat Keputusan Direksi PLN No. 100.K/010/DIR/2004 dan KeputusanDireksi PLN No. 200.K/010/DIR/2004 yang implementasinya diserahkan padamasing-masing General Manager di setiap wilayah kerjanya. PLN Disjaya sebagaipenyelenggara tender telah keliru dalam menerapkan SK Direksi PLN ketikamembuat persyaratan mengikuti tender. Salah satu persyaratan tersebut adalahkewajiban bagi kontraktor untuk mendapatkan dukungan pabrik kabel ataumembentuk konsorsium dengan menempatkan kontraktor sebagai leader dalamkonsorsium, padahal bagian pekerjaannya sangat kecil bila dibandingkan denganHalaman 147 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________pengadaan material utamanya. Ketentuan mengenai konsorsium atau dukungansesungguhnya tidak diatur dalam kedua SK direksi PLN tersebut.Selanjutnya ketentuan tersebut digunakan oleh para pabrikan kabel, DPDAsosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (DPD AKLI) dan para kontraktor untukmelakukan pengaturan-pengaturan yang merupakan suatu tindakan persekongkolandalam bentuk:1. Pengaturan mendapatkan surat dukungan atau konsorsium sehingga terciptasuatu kondisi 3 penawar terendah dari paket 4, 20, dan 21 selalu dalambentuk konsorsium dan bentuk dukungan berada peringkat keempat danseterusnya;2. Pengaturan terhadap harga penawaran sehingga tidak ada peserta tenderyang menawar melampaui HPS padahal panitia tender tidak pernahmengumumkan besaran HPS (harga perkiraan sendiri) untuk tiap paket padasaat aanwijzing (rapat penjelasan tender);3. Pengaturan terhadap jumlah pasokan kabel untuk tiap paket yangditenderkan, sehingga masing-masing pabrikan memasok untuk jumlah yangrelatif sama.Persekongkolan tersebut tidak sepenuhnya berhasil dengan ditunjuknya PT.Prima Beton sebagai pemenang di Paket 9 sehingga ada beberapa pabrikan batalmemasok kabel untuk paket 9. Selanjutnya dengan pertimbangan bisnis setelahmendapat persetujuan PLN Disjaya, PT. Prima Beton mengimpor kabel untukmelaksanakan tender tersebut.Bentuk pengaturan lainnya adalah melalui tindakan penyesuaian diantarasembilan pabrik kabel untuk menyamakan harga kabel yaitu harga kabel teganganmenengah ukuran 3x240mm 2 dan ukuran 3x300mm 2 yang pada awalnya bervariasiberubah menjadi Rp 270.000,-/m untuk ukuran 3x240mm 2 dan Rp 311.450,-/m untukkabel ukuran 3x300mm 2 . Pengaturan terjadi karena Panitia Tender mengundurkanjadwal pemasukan dokumen penawaran dan berpindahnya pabrikan dari satukonsorsium ke konsorsium yang lain.Pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5/1999 tersebut dilakukan oleh :(1) PT. PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) yangmerupakan penyelenggara tender,(2) DPD Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia Jakarta dan Tangerang yangmerupakan lembaga perkumpulan kontraktor dibidang elektrikal,(3) Para pelaku usaha sebagai berikut:Halaman 148 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________PT. Alpha Radiant, PT. Yudhita Nugraha Karya, PT. Tangguk Jaya, PT.Prima Beton, PT. Guna Swastika, PT. Kedungjaya Rekadayatama, PT. DipaMenka Engineering, PT. Nusakontrindo Widyatama, PT. Canas Unggul, PT.Megaputra Ganda Dinamika, PT. Riffi Brothers & Sons, PT. WahanayasaTrans Energi, PT. Indo Fuji Energi, PT. Hilmanindo Signitama, PT. AndikaEnergindo, PT. Inpar Saka, PT. Metrindo Maju Persada, PT. MekadayaTerestria, PT. Dhana Julaga Ekada yang merupakan kontraktor dibidangmekanikal dan elektrikal, PT. Sumi Indo Kabel Tbk., PT. Jembo CableCompany Tbk., PT. BICC Berca Cables, PT. Kabelindo Murni, PT. VokselElektrik Tbk., PT. GT Kabel Indonesia Tbk., PT. Prysmian Cables Indonesia,PT. Terang Kita dan PT. Supreme Cable manufacturing Corporation yangmerupakan pabrikan kabel.Setelah menganalisis fakta–fakta dan mengambil kesimpulan, pada hariKamis tanggal 28 Juni 2007 di Gedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat,Majelis Komisi memutuskan:1. Menyatakan PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Supreme Cable ManufacturingCorporation, PT Prysmian Cable Indonesia, PT BICC Berca Cable, PTVoksel Electric Tbk, PT Terang Kita, PT Jembo Cable Company Tbk, PTSumi Indo Kabel dan PT Kabelindo Murni Tbk terbukti secara sah danmeyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang No. 5/1999 tentangPenetapan Harga.2. Menyatakan PT Supreme Cable Manufacturing Corporation terbukti secarasah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang No.5/1999 tentang Penguasaan Pasar.3. Menyatakan PT Alpha Radiant Engineering, PT Yudhita Nugraha Karya, PTTangguk Jaya, PT Guna Swastika Dinamika, PT Kedungjaya Rekadayatama,PT Dipa Menka Engineering, PT Nusakontrindo Widyatama, PT CanasUnggul, PT Megaputra Ganda Dinamika, PT Riffi Brothres & Sons, PTWahanayasa Trans Energi, PT Indofuji Energi, PT Hilmanindo Signintama,PT Andika Energindo, PT Inpar Saka, PT Metrindo Maju Persada, PTMekadaya Terestria, PT Dhana Julaga Ekada, PT Sumi Indo Kabel Tbk, PTJembo Company Cable Tbk, PT BICC Berca Cables, PT Kabelindo MurniTbk, PT Voksel Elektrik Tbk, PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT PrysmianCables Indonesia, PT Terang Kita, PT Supreme Cable ManufacturingCorporation, PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang dan DPD AKLIHalaman 149 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Jakarta dan Tangerang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggarPasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan.4. Menyatakan PT Prima Beton International tidak terbukti melanggar Pasal 22Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan.5. Menghukum PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Prysmian Cable Indonesia, PTBICC Berca Cable, PT Voksel Electric Tbk, PT Terang Kita, PT Jembo CableCompany Tbk, PT Sumi Indo Kabel dan PT Kabelindo Murni Tbk membayardenda masing-masing sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).6. Menghukum PT Supreme Cable Manufacturing Corporation membayardenda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).7. Menghukum PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang membayardenda sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).8. Menghukum melarang PT Alpha Radiant Engineering, PT Yudhita NugrahaKarya, PT Tangguk Jaya, PT Guna Swastika Dinamika, PT KedungjayaRekadayatama, PT Dipa Menka Engineering, PT Nusakontrindo Widyatama,PT Canas Unggul, PT Megaputra Ganda Dinamika, PT Riffi Brothres & Sons,PT Wahanayasa Trans Energi, PT Indofuji Energi, PT HilmanindoSignintama, PT Andika Energindo, PT Inpar Saka, PT Metrindo MajuPersada, PT Mekadaya Terestria, PT Dhana Julaga Ekada mengikuti seluruhkegiatan tender yang diadakan oleh PLN Distribusi Jakarta Raya danTangerang selama 1 (satu) tahun terhitung sejak putusan ini memilikikekuatan hukum tetap.Putusan Perkara No. 17/<strong>KPPU</strong>-L/2006 Tender Pengadaan Komponen Lampu diSuku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas KotamadyaJakarta SelatanKomisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) telah selesai melakukanpemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusanterhadap perkara No. 17/<strong>KPPU</strong>-L/2006 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehatdalam Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan JalanUmum dan Sarana Jaringan Utilitas (Dinas PJU & SJU) Kotamadya Jakarta Selatan.Halaman 150 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Perkara No. 17/<strong>KPPU</strong>-L/2006 merupakan perkara yang dilaporkan olehpelaku usaha ke <strong>KPPU</strong>. Dalam perkara tersebut, Majelis Komisi perlu untuk menilaiperilaku persekongkolan horizontal para pelaku usaha sebagai berikut :1. PT Harbarinja Agung (Terlapor I)2. PT Sekala Jalmakarya (Terlapor II)3. PT Dinamika Prakarsa Elektrikal (Terlapor III)4. PT Dian Pratama Persada (Terlapor IV)Sedangkan untuk Panitia Pengadaan Barang/Jasa Suku Dinas PeneranganJalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas (selanjutnya disebut “PJU & SJU”)Kotamadya Jakarta Selatan (Terlapor V), Majelis Komisi perlu menilai Rencana Kerjadan Syarat (RKS) yang disusun oleh Panitia berdasarkan spesifikasi teknis dariDinas PJU & SJU Propinsi DKI Jakarta. Dalam RKS tersebut Dinas PJU & SJUPropinsi DKI Jakarta mensyaratkan:1. Barang yang ditawarkan harus dari satu merek pabrikan;2. Barang yang ditawarkan dari luar negeri harus mempunyai kantor perwakilanserta mempunyai investasi bidang perlampuan di Indonesia (dibuktikan dengansurat yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sepertiBKPM/DEPPERIN/DEPDAG);3. Merek dagang dari barang yang ditawarkan harus sesuai dengan merek dagangnegara pembuatnya.Dengan adanya persyaratan di atas, maka tender ini hanya dapat diikuti oleh4 merek lampu yang mempunyai investasi bidang perlampuan di Indonesia, yaituPhilips, GE, Osram, dan Panasonic. Pada kenyataannya, tender tersebut hanyadiikuti oleh 2 merek lampu yaitu Philips dan GE. Pemenang untuk komponen lampuHPS 70 Watt adalah PT Sekala Jalmakarya yang membawa merek GE denganharga Rp 1.977.362.750, sedangkan pemenang untuk komponen lampu HPS 150Watt adalah PT Harbarinja Agung yang membawa merek Philips dengan harga Rp533.275.600.Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh TimPemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa:a. PT Philips Indonesia (Philips) dan PT GE Lighting Indonesia (GE) tidaktermasuk dalam kategori kantor perwakilan sebagaimana yang dipersyaratkandalam RKS tentang persyaratan kantor perwakilan serta mempunyai investasidi bidang perlampuan di Indonesia.Halaman 151 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________b. Persyaratan kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesiatidak relevan dan menjadi hambatan bagi perusahaan yang menawarkanproduk yang tidak mempunyai kantor perwakilan serta investasi bidangperlampuan di Indonesia.c. Persyaratan kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesiabertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Meskipunpersyaratan tersebut disepakati secara sadar oleh para calon Peserta tenderdengan Panitia Tender tetapi kesepakatan tersebut tidak memenuhi syaratsahnya perjanjian dan bukanlah “kausa yang halal”. Oleh karena perjanjiantersebut tidak memenuhi persyaratan objektif maka perjanjian tersebut harusbatal demi hukum.d. Kesalahan pengetikan yang terdapat pada dokumen penawaran PT SekalaJalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT Dian Pratama Persada bukanbersifat kebetulan mengingat PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung danPT Dian Pratama Persada merupakan suatu entitas yang terpisah dan mandirisatu sama lain. Kesamaan kesalahan tersebut menunjukkan dokumenpenawaran milik PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT DianPratama Persada disiapkan oleh orang yang sama atau setidak-tidaknyadisusun secara bersama-sama.e. Pengaturan pemenang tender dilakukan dengan cara menyesuaikan tingkatkeuntungan kotor antara PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PTDian Pratama Persada.Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-halsebagai berikut:1. Bahwa PT Philips Indonesia dan PT GE Lighting Indonesia menggunakan izinimpor komponen lampu HPS 70 Watt dan 150 Watt yang merupakan produkakhir siap pakai dan bukan merupakan bahan baku atau bagian dari penunjangindustri kedua pabrikan tersebut. Seharusnya izin impor tersebut hanyadigunakan untuk mengimpor komponen sebagai penunjang industri.2. Bahwa persyaratan surat dukungan perusahaan dengan melampirkan suratinvestasi bidang perlampuan di Indonesia menghambat calon peserta tenderlainnya untuk mengikuti dan memenangkan tenderDalam perkara ini Majelis Komisi bersifat independen dan tidak terikat denganpenanganan perkara apapun atau terikat dengan siapapun.Halaman 152 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf eUndang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi dalam putusannyamerekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut:1. Memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan untuk mengevaluasikembali pemberian izin impor barang jadi yang diberikan kepada pabrikan lampuyang tergabung dalam Asosiasi Industri Lampu dan Kelistrikan Indonesia (AILKI).2. Memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkankepada Kepala Dinas PJU & SJU Propinsi DKI Jakarta agar tidak mencantumkanklausula tentang persyaratan adanya kantor perwakilan serta investasi bidangperlampuan di Indonesia dalam tender-tender yang akan datang.3. Memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkankepada Bawasda agar melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan kebutuhanlampu di lingkungan Dinas dan Suku Dinas PJU & SJU di Propinsi DKI Jakarta.Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama pemeriksaan, maka MajelisKomisi memutuskan :1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV terbukti melanggar ketentuanPasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;2. Menyatakan Terlapor III dan Terlapor V tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;3. Menyatakan klausula tentang persyaratan adanya kantor perwakilan sertainvestasi bidang perlampuan di Indonesia dalam RKS “batal demi hukum”;4. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV untuk tidak mengikuti tenderpengadaan di lingkungan Dinas dan Suku Dinas PJU & SJU di Propinsi DKIJakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukumtetap;5. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV untuk membayar dendamasing-masing sebesar Rp 1.000.000.000 apabila melanggar butir 4 amarputusan ini, yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatandenda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen KeuanganDirektorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKNJakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat, melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggarandi Bidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>).Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 17/<strong>KPPU</strong>-L/2006 tersebut di muka dilakukan oleh <strong>KPPU</strong> dengan prinsip independensi, yaituHalaman 153 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tidak memihak siapapun karena peran <strong>KPPU</strong> sebagai pengemban amanatpengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 yang berusaha mewujudkankepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persainganusaha yang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang MajelisKomisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 4 Juli 2007 diGedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.Putusan Perkara No. 02/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie SamarindaKomisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) telah selesai melakukanpemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusanterhadap perkara No. 02/<strong>KPPU</strong>-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No.5/1999 tentang Persekongkolan dalam tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Majelis komisi yang terdiri dari ErwinSyahril, S.H. sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Dr. Sukarmi, S.H., M.H., dan Ir. DedieS. Martadisastra, S.E., M.M., masing-masing sebagai Anggota, memutuskanRumah Sakit Umum Daerah (RSUD) A. Wahab Sjahranie (Terlapor I) dan parapeserta tender yaitu CV RISA (Terlapor II), PT Binaco Group (Terlapor III), CVFadlan Prima (Terlapor IV), CV Citra Selaras Abadi (Terlapor V), PT Cahaya BuluMampu (Terlapor VI) dan PT Makna Karya Bhakti (Terlapor VII) bersalah melanggarPasal 22 UU No. 5/1999.Perkara ini diawali dari laporan ke <strong>KPPU</strong> yang menyatakan bahwa terdapatdugaan pelanggaran UU No. 5/1999 dalam tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Berdasarkan laporan tersebut danatas rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa dan buktibukti,Majelis Komisi menilai dan menyimpulkan bahwa dalam persekongkolanvertikal yang terjadi dalam proses tender tersebut, RSUD A. Wahab SjahranieSamarinda (Terlapor I) telah memfasilitasi CV. Risa (Terlapor II) untukmemenangkan tender pengadaan peralatan gizi, berupa antara lain:1. Panitia Tender membuat kualifikasi sub bidang mekanikal elektrikal meskipununtuk peralatan gizi seharusnya hal tersebut termasuk dalam kualifikasi subbidang usaha kesehatan non medik sehingga PT Binaco Group, CV FadlanPrima, CV Citra Selaras`Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu yang tidakHalaman 154 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________memenuhi kualifikasi bidang usaha kesehatan non medik dapat mengikutitender sebagai pendamping CV Risa;2. Panitia Tender meluluskan PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV CitraSelaras`Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu dalam evaluasi administrasi danteknis meskipun tidak memiliki pengalaman pekerjaan pengadaan peralatangizi untuk mendampingi CV Risa sehingga memenuhi persyaratan tender;3. Panitia Tender meluluskan PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV CitraSelaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu meskipun memiliki kesamaannomor surat dukungan;Sedangkan dalam persekongkolan horizontal yang terjadi dalam tendertersebut, CV Risa mengatur tender untuk memenangkan tender tersebut dengancara:1. Meminjam PT Binaco Group sebagai pendamping dalam tender;2. Meminta Surat Dukungan kepada PT Makna Karya Bhakti untuk PT BinacoGroup;3. Menggandakan surat dukungan milik PT Binaco Group yang diperoleh dari PTMakna Karya Bhakti untuk peserta tender yang lainnya yaitu CV Fadlan Prima,CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu sehingga terdapatkesamaan nomor surat dukungan untuk PT Binaco Group, CV Fadlan Prima,CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu;4. Terlapor VII, PT Makna Karya Bhakti sebagai distributor peralatan gizi ataspermintaan CV Risa telah lalai menerbitkan surat dukungan untuk PT BinacoGroup sebagai pendamping CV Risa.Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf eUndang-undang No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannyamerekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut:1. Bahwa Terlapor I, RSUD A. Wahab Sjahranie dan Terlapor IV CV FadlanPrima telah bertindak kooperatif selama proses pemeriksaan dalampersidangan;2. Bahwa Terlapor II CV Risa, Terlapor III PT Binaco Group, PT Citra SelarasAbadi dan PT Cahaya Bulu Mampu bertindak tidak kooperatif sehinggamenghambat pelaksanaan pemeriksaan.Berdasarkan temuan-temuan hasil pemeriksan dan Sidang Majelis, Majelis Komisi merekome1. Bahwa dalam tender pengadaan peralatan gizi tahun 2006, telah terjadipersekongkolan yang mengakibatkan kerugian negara. Oleh karenanya MajelisHalaman 155 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Komisi merekomendasikan agar Kejaksaan Negeri Samarinda memeriksaseluruh pihak yang terkait dalam pengadaan peralatan gizi tersebut;2. Bahwa terdapat surat dukungan tidak resmi yang dilampirkan oleh CV FadlanPrima, CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu dalam dokumenadministrasi dan teknis. Oleh karenanya Majelis Komisi merekomendasikankepada Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah Samarinda untukmemeriksa pihak-pihak yang terlibat terbitnya surat dukungan tersebut.Rekomendasi tersebut disampaikan guna mendorong pelaksanaan tenderpengadaan barang yang profesional dan demi tumbuhnya pelaku-pelaku usaha barudi seluruh wilayah Indonesia sehingga menjamin iklim persaingan yang lebih sehat.Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama pemeriksaan, maka MajelisKomisi memutuskan:1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V,Terlapor VI, dan Terlapor VII terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No.5 / 1999 tentang Persekongkolan;2. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar denda secara tanggungrenteng sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harusdisetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggarandi bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat JenderalAnggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I),beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui bank Pemerintahdengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran diBidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>);3. Menghukum Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk tidak mengikutitender pengadaan barang dan jasa di seluruh rumah sakit milik PemerintahDaerah di Kalimantan Timur selama 2 (dua) tahun dan apabila tidakmelaksanakan putusan ini maka secara tanggung renteng membayar dendasebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harus disetorkan keKas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidangpersaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal AnggaranKantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat diJl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>);Halaman 156 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________4. Menghukum Terlapor VII untuk tidak memasok kebutuhan peralatan gizimelalui pihak ketiga yang pengadaannya melalui proses tender di seluruhrumah sakit milik Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur Samarinda selama1 (satu) tahun;5. Memerintahkan Terlapor I untuk segera melakukan pembenahan manajemenrumah sakit khususnya dalam pengadaan barang dan jasa sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 02/<strong>KPPU</strong>-L/2007tersebut di atas dilakukan oleh <strong>KPPU</strong> dengan prinsip independensi, yaitu tidakmemihak siapapun, karena peran <strong>KPPU</strong> sebagai pengemban amanat pengawasanterhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 yang berusaha mewujudkan kepastianberusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usahayang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisiyang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 20 Juli 2007 diGedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.Putusan Perkara No. 03/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pembangunan Gedung KantorPengadilan Negeri di Padangsidimpuan, Sumatera UtaraKomisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) telah selesai melakukanpemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusanterhadap perkara No. 03/<strong>KPPU</strong>-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran UU No. 5/1999tentang Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat terkaitdengan dugaan persekongkolan dalam tender Pembangunan Gedung KantorPengadilan Negeri di Padangsidimpuan, Sumatera Utara yang dilaksanakan padabulan Maret – Juni 2006.Perkara No. 03/<strong>KPPU</strong>-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan olehpelaku usaha ke <strong>KPPU</strong>. Berdasarkan laporan atas rangkaian pemeriksaan yangtelah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai telah terjadipersekongkolan yang dilakukan oleh Terlapor I (Ketua Panitia Tender) denganTerlapor II (CV Mentari Jasa Mulia), yaitu bahwa Panitia Tender telah melakukantindakan untuk memfasilitasi Terlapor II memenangkan tender. Tindakanmemfasilitasi tersebut adalah menggugurkan PT Adhikarya Teknik Perkasa yangmerupakan penawar terendah dengan alasan yang tidak tepat, yaitu:a. Ketentuan Masa Jaminan Penawaran yang tidak jelas dalam dokumen tender;Halaman 157 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________PT Adikarya Teknik Perkasa digugurkan karena tidak memenuhi masa jaminanpenawaran, padahal ketentuan masa jaminan penawaran dalam dokumentender dan dalam kesepakatan aanwijizing juga berbeda, sehinggamenimbulkan ketidakjelasan mengenai masa jaminan penawaran yangdipersyaratkan bagi peserta tender;b. Ketentuan tentang Koefisien Harga Satuan yang tidak tepat;Majelis Komisi juga menilai dan menemukan persekongkolan yang dilakukanoleh para peserta tender yaitu antara Terlapor II, Terlapor III (PT Menara KharismaInternusa) dan PT Winda Pratama Karya (dalam perkara ini berkapasitas sebagaiSaksi). Bentuk persekongkolan tersebut adalah melakukan tindakan salingmenyesuaikan harga penawaran atau pengaturan dokumen penawaran diantarapara Peserta Tender anggota ASPEKSU (Asossiasi Perusahaan KonstruksiSumatera Utara). Terlapor II, Terlapor III dan PT Winda Pratama Karya merupakananggota ASPEKSU.Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan hal-hal lainyang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu1. Bahwa Terlapor I (Ketua Panitia Tender) tidak memiliki Pengetahuan untukmenyelenggarakan tender dan tidak dapat menjelaskan kronologis tender;2. Bahwa Terlapor I dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh anggota yangseharusnya juga bertanggungjawab terhadap proses tender;3. Bahwa kapasitas Terlapor IV (PT Tribina Adyasa Consultant) adalah sebagaikonsultan Panitia Tender dalam hal mempersiapkan dokumen tender untukdipergunakan Panitia Tender dalam menyelenggarakan tender, selanjutnyaTerlapor IV tidak terlibat dalam proses evaluasi penawaran tender;4. Bahwa terdapat selisih harga penawaran sebesar Rp. 394.617.000,- antarapenawaran harga Terlapor II sebagai pemenang tender, dengan penawaranharga PT Adhikarya Teknik Perkasa sebagai penawar terendah dalam tender, iniberpotensi menimbukan kerugian negara;Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf eUU No. 5 /1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepadaKomisi hal-hal sebagai berikut:1. Memberikan saran kepada Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan untukmemberikan sanksi kepada Soaloon Siregar karena lalai dalam menjalankantugasnya sebagai Ketua Panitia Tender Pengadaan Barang/Jasa ProgramHalaman 158 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Peningkatan Kinerja Peradilan dan Lembaga Penegakan Hukum lainnyaPengadilan Negeri Padangsidimpuan.2. Memberikan saran kepada Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan untuklebih memperhatikan kompetensi panitia pengadaan barang/ata jasa dalammelaksanakan kegiatan pengadaan di lingkukan Pengadilan NegeriPadangsidimpuan.3. Memberikan saran kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk mengembangkanpedoman koefisian harga satuan yang mendukung efisiensi pelaksanaan proyek.Rekomendasi tersebut disampaikan guna mendorong pelaksanaan tenderpengadaan barang yang profesional dan demi tumbuhnya pelaku-pelaku usaha barudi seluruh wilayah Indonesia sehingga menjamin iklim persaingan yang lebih sehat.Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisimemutuskan :1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III terbukti secara sah danmeyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan.2. Menyatakan Terlapor IV, tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999tentang Persekongkolan;3. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) secara tanggung renteng yang harusdisetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran diBidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>, Departemen Keuangan Direktorat Jenderal AnggaranKantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I, beralamat di Jl. Ir. H.Juanda No. 9, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan Kode Penerimaan423419;4. Menghukum Bob Nasution, S.E., sebagai Direktur Terlapor II maupunperusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Terlapor II, tidak boleh mengikutitender di seluruh instansi Pemerintah di Propinsi Sumatera Utara selama 2 (dua)tahun sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap;Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 03/<strong>KPPU</strong>-L/2007 dilakukan oleh <strong>KPPU</strong> dengan prinsip independen (tidak memihak siapapun)semata-mata sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UUNo. 5/1999 agar terwujudnya kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelakuusaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan Perkaratersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untukHalaman 159 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________umum pada hari Jumat tanggal 31 Agustus 2007 di Gedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H. Juandano. 36 Jakarta Pusat.Putusan Perkara No. 04/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pengadaan LCD Di BiroAdministrasi Wilayah Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran2006Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) melalui Majelis Komisi yangterdiri dari Prof. Dr. Tresna P. Soemardi (Ketua), Didik Akhmadi, Ak., M.Comm., danYoyo Arifardhani, S.H., MM., LL.M., masing-masing sebagai Anggota, telah selesaimelakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap Perkara No. 04/<strong>KPPU</strong>-L/2007tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan yangberkaitan dengan tender pengadaan LCD di Sekretariat Daerah Provinsi DKIJakarta. Dugaan Pelanggaran Pasal 22 dalam perkara tersebut dilakukan oleh PTSima Agustus (Terlapor I), PT Tiga Permata Hati (Terlapor II), PT Buana RimbaRaya (Terlapor III), PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNIT BIROADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Terlapor IV), Kepala BiroAdministrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor V).Berawal dari laporan oleh pelaku usaha ke <strong>KPPU</strong>, maka Perkara No.04/<strong>KPPU</strong>-L/2007 mulai ditangani sesuai prosedur yang berlaku. Hasil pemeriksaanawal menunjukkan bahwa proses tender pengadaan LCD sebanyak 267 unittersebut dimenangkan oleh PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dengan nilaipenawaran sebesar Rp 5.185.860.900,- (lima milyar seratus delapan puluh lima jutadelapan ratus enam puluh ribu sembilan ratus rupiah). PT Tiga Permata Hati(Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III) juga menjadi peserta tenderdengan menawarkan LCD merek Mega Power tipe ML 164 SE yang distributortunggalnya adalah PT Sima Agustus (Terlapor I). Mencermati kondisi tersebut, makaMajelis Komisi perlu untuk menilai perilaku para Terlapor dalam persekongkolanyang melibatkan pihak lain tersebut.Selanjutnya, berdasarkan temuan dalam rangkaian pemeriksaan yang telahdilakukan oleh Tim Pemeriksa maka Majelis Komisi menilai bahwa:a. PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III)adalah perusahaan yang dipinjam oleh Muhammad Bahri, Moh. Iqbal, danJeffry Bunyamin yang secara bersama-sama menawarkan LCD merek MegaPower tipe ML 164 SE yang distributor tunggalnya adalah PT Sima AgustusHalaman 160 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________(Terlapor I) dalam mengikuti tender pengadaan LCD di Biro AdministrasiWilayah Propinsi DKI Jakarta.b. Dokumen penawaran PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT BuanaRimba Raya (Terlapor III) disiapkan dan dibuat oleh Muhammad Bahri danMoh. Iqbal dengan melibatkan Jeffry Bunyamin, sehingga harga penawarandapat diatur dan pada akhirnya mengatur PT Tiga Permata Hati (Terlapor II)menjadi pemenang.c. Walaupun dalam pembelaan dari PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PTBuana Rimba Raya (Terlapor III) menyatakan tidak terlibat secara langsungmaupun tidak langsung, serta tidak mengetahui perusahaannya dipinjamdalam proses tender tersebut, namun alasan tersebut tidak dapat dijadikandasar hukum oleh para terlapor untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatanperusahaan dalam persekongkolan dalam tender.d. Persekongkolan antara PT Sima Agustus (Terlapor I), PT Tiga Permata Hati(Terlapor II), PT Buana Rimba Raya (Terlapor III), PANITIA PENGADAANBARANG DAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKIJAKARTA (Terlapor IV), dan Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDAPropinsi DKI Jakarta (Terlapor V) yang melibatkan Muhammad Bahri, Moh.Iqbal, dan Jeffry Bunyamin dibuktikan melalui penentuan spesifikasi teknisyang sama persis dengan spesifikasi teknis merek Mega Power tipe ML 164SE yang distributor tunggalnya adalah PT Sima Agustus (Terlapor I),perolehan surat dukungan sebelum aanwijzing, kesamaan dokumen, alasanmenggugurkan peserta tertentu dengan alasan yang tidak sah, penetapanpemenang sebelum masa sanggah selesai, dan pembayaran uang mukasebelum adanya Surat Perintah Mulai Kerja.Mempertimbangkan bukti keterlibatan Jeffrey Bunyamin, Moh. Iqbal, danMuhammad Bahri dalam persekongkolan tender pengadaan LCD di BiroAdministrasi Wilayah Tahun Anggaran 2006, maka Majelis Komisi merasa perlumenjatuhkan sanksi kepada ketiga orang tersebut.Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e UUNo. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepadaKomisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Provinsi DKIJakarta untuk:1. Memberikan sanksi administratif kepada PANITIA PENGADAAN BARANGDAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTAHalaman 161 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________(Terlapor IV) dan Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKIJakarta (Terlapor V) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku.2. Melakukan evaluasi dalam perekrutan pihak-pihak yang akan terlibat dalamtender pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintahan Provinsi DKIJakarta dengan tujuan menghindari praktek persekongkolan dalam tender.3. Menertibkan peserta tender untuk menghindari praktek peminjamanperusahaan dan percaloan dalam proses tender di lingkungan PemerintahanProvinsi DKI Jakarta.Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisimemutuskan :1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor Vterbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 /1999.2. Menghukum Terlapor I untuk tidak memasok barang/jasa di lingkunganPemerintah Daerah di Provinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejakputusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.3. Menghukum Terlapor II, dan Terlapor III untuk tidak mengikuti tenderpengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemerintah Daerah di Provinsi DKIJakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukumtetap.4. Menghukum Muhammad Bahri, Moh. Iqbal, dan Jeffrey Bunyamin untuk tidakmengikuti tender pengadaan barang atau jasa di lingkungan PemerintahanDaerah di Provinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusanini mempunyai kekuatan hukum tetap.5. Menghukum Terlapor I membayar ganti rugi kepada Negara sebesarRp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang harus disetorkan keKas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidangpersaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal AnggaranKantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di JalanIr. H. Juanda Nomor 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>).6. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar ganti rugi kepada Negaramasing-masing sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang harusdisetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran diHalaman 162 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat JenderalAnggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I),beralamat di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 19, Jakarta Pusat melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan DendaPelanggaran di Bidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>).Putusan Perkara tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yangdinyatakan terbuka untuk umum pada hari Jumat tanggal 9 Nopember 2007 diGedung <strong>KPPU</strong> Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.Putusan Perkara No. 05/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pekerjaan Pengerukan AlurPelayaran Pelabuhan Belawan Tahun 2006Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) melalui Majelis Komisi yangterdiri dari Ibu Dr. AM Tri Anggraini, S.H., M.H. (Ketua), Bapak Ir. H. MohammadIqbal dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Ramadhan Siregar, M.S., masing-masingsebagai Anggota, telah selesai melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadapPerkara No. 05/<strong>KPPU</strong>-L/2007 tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999yang berkaitan dengan tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhanBelawan tahun 2006.Perkara No. 05/<strong>KPPU</strong>-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan oleh pelakuusaha ke <strong>KPPU</strong>. Dalam perkara ini, Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku PT(Persero) Pengerukan Indonesia dan PT Inai Kiara Indonesia terutama dalam halpersekongkolan horizontal, dan untuk perilaku PT (Persero) Pelindo I Majelis Komisiperlu menilai persyaratan dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat) dan prosesevaluasi penentuan pemenang yang mengarah pada PT (Persero) PengerukanIndonesia (persekongkolan vertikal).Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa,Majelis Komisi menilai bahwa:1. Adanya perubahan persyaratan tentang kepemilikan kapal keruk milik sendirijenis Hopper sebagaimana disepakati dalam aanwizjing, dimaksudkan agarPanitia Tender dapat melaksanakan proses tender pengerukan alur pelayaranpelabuhan Belawan dengan jumlah peserta tender yang memenuhi persyaratantender (minimal 5 peserta) sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan DireksiPT (Persero) Pelindo I Nomor PP.21/1/10/P.I-99 tanggal 1 September 1999Halaman 163 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tentang Ketentuan/Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PT(Persero) Pelindo I;2. Tindakan PT (Persero) Pelindo I yang menerima bentuk Joint Operation (JO) PT(Persero) Pengerukan Indonesia yang tidak sesuai dengan bentuk JO yangdipersyaratkan oleh Panitia Tender dalam RKS, merupakan tindakanmemfasilitasi PT (Persero) Pengerukan Indonesia untuk dapat mengikuti tenderpekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Belawan;3. PT (Persero) Pelindo I lalai dalam menjalankan tugasnya karena tidakmencantumkan perubahan persyaratan kepemilikan kapal keruk jenis Hopperdalam addendum RKS dan berita acara aanwijzing;4. PT (Persero) Pelindo I melakukan kesalahan dalam evaluasi untuk penentuanpemenang tender yang hanya berdasarkan pada harga penawaran terendahtanpa menggabungkan nilai yang diperoleh peserta tender pada evaluasi teknisdan evaluasi harga, merupakan tindakan yang menguntungkan PT (Persero)Pengerukan Indonesia dalam memenangkan tender;5. PT (Persero) Pelindo I melakukan kesalahan dalam penerapan persyaratan bidcapacity dalam bentuk :a. PT (Persero) Pelindo I menerima bid capacity dari PT (Persero) PengerukanIndonesia dalam bentuk transfer dana bukan berupa surat dukungan bank;b. PT (Persero) Pelindo I tidak konsisten dalam melakukan evaluasi bidcapacity yang seharusnya dilakukan pada evaluasi administrasi tetapidilakukan pada evaluasi teknis;c. PT (Persero) Pelindo I dalam melakukan evaluasi bid capacity tidakberdasarkan nilai penawaran masing-masing peserta tender tetapiberdasarkan nilai acuan sendiri;6. Pencantuman persyaratan peserta tender memiliki kapal keruk jenis Hopperdalam pengumuman dan ketentuan di RKS sesuai dengan hasil kesepakatanantara PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV denganPT (Persero) Pengerukan Indonesia pada tanggal 20 Desember 2005,menunjukkan adanya niat PT (Persero) Pelindo I untuk mengarahkan pemenangtender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun 2006kepada PT (Persero) Pengerukan Indonesia sebagai bentuk upayapenyelamatan PT (Persero) Pengerukan Indonesia;7. PT (Persero) Pelindo I telah melakukan tindakan mengarahkan PT (Persero)Pengerukan Indonesia sebagai pemenang tender dengan cara memberikan nilaiHalaman 164 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________tertinggi kepada PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam hal pemahamanpelaksanaan pekerjaan dan bid capacity;8. Adanya excess margin sebesar Rp 2.214.060.158,- (dua miliar dua ratus empatbelas juta enam puluh ribu seratus lima puluh delapan rupiah) yang diterima olehPT (Persero) Pengerukan Indonesia namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta Wijaya;9. Berdasarkan excess margin tersebut menunjukkan nilai OE yang ditetapkan olehPanitia Tender terlalu tinggi dan berpotensi mengakibatkan kerugian/inefisiensipada PT (Persero) Pelindo I;10. Harga penawaran PT Inai Kiara Indonesia sebesar Rp 20.200,-/m 3 (dua puluhribu dua ratus rupiah per meter kubik) adalah harga berdasarkan kemampuan PTInai Kiara Indonesia saat itu dan tidak bertujuan untuk melakukan persesuaianharga atau persaingan semu dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia.Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-halsebagai berikut:a. PT (Persero) Pelindo I baru pertama kali melaksanakan proses tender padapekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan;b. Dalam proses pelaksanaan tender pengerukan alur pelayaran pelabuhanBelawan terdapat berbagai kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh PT(Persero) Pelindo I;c. Berdasarkan pengakuan PT (Persero) Pengerukan Indonesia, dalammelaksanakan pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan dengan metodepenunjukan langsung (tahun 2001 sampai dengan tahun 2005) mengalamikerugian yang diakibatkan oleh harga pekerjaan pengerukan yang tidakdidasarkan pada perhitungan harga pasar, namun didasarkan pada skema DIPdan kesepakatan antara PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero)Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia;d. Kesepakatan harga yang dilakukan PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT(Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam hal kerjasama pengerukan alur pelayaran pelabuhan yang menimbulkan kerugiankeuangan PT (Persero) Pengerukan Indonesia secara tidak langsungmengakibatkan kerugian negara baik dari segi pemanfaatan aset kapal yangdimiliki oleh PT (Persero) Pengerukan Indonesia maupun dari tidakterpeliharanya alur pelayaran pelabuhan di Indonesia;e. Pada tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun2006 dengan harga pekerjaan pengerukan sebesar Rp 14.165,-/m 3 (empat belasHalaman 165 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________ribu seratus enam puluh lima ribu rupiah per meter kubik), PT (Persero)Pengerukan Indonesia memperoleh excess margin sebesar Rp 2.214.060.158,-(dua miliar dua ratus empat belas juta enam puluh ribu seratus lima puluhdelapan rupiah), namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta Wijaya yang tidak terlibatlangsung dalam proses pelaksanaan pekerjaan pengerukan alur pelayaranpelabuhan Belawan;f. Dengan adanya JO antara PT (Persero) Pengerukan Indonesia dengan PT MithaTirta Wijaya, maka upaya penyelamatan PT (Persero) Pengerukan Indonesiasebagaimana hasil kesepakatan Kementerian BUMN dengan PT (Persero)Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero)Pengerukan Indonesia pada tanggal 20 Desember 2005 tidak dapatdirealisasikan;g. Berdasarkan analisa Majelis Komisi, PT (Persero) Pelindo I menetapkan nilai OEyang berpotensi mengakibatkan kerugian/inefisiensi pada Terlapor I.Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf eUU No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepadaKomisi hal-hal sebagai berikut:1. Meminta PT (Persero) Pelindo I untuk membuat dan melaksanakan aturantender sesuai ketentuan yang berlaku dengan memperhatikan prinsip-prinsippersaingan usaha yang sehat;2. Meminta kepada Menteri Negara BUMN untuk memperbaiki pengelolaanmanajemen PT (Persero) Pengerukan Indonesia dengan memperhatikan prinsipGood Corporate Governance;3. Meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi PemberantasanKorupsi (KPK) untuk melakukan pemeriksaan atas excess margin yang diterimaoleh PT (Persero) Pengerukan Indonesia namun dinikmati oleh PT Mitha TirtaWijaya dalam tender pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun2006.Berdasarkan alat bukti, fakta, serta kesimpulan yang telah diuraikan di muka,maka pada tanggal 19 September 2007 Majelis Komisi memutuskan:1. Menyatakan Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkanmelanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan<strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat;2. Menyatakan Terlapor III tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999tentang Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehat;Halaman 166 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________3. Menghukum Terlapor I dan Terlapor II membayar denda sebesarRp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) secara tanggung renteng yang harusdisetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran diBidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>, Departemen Keuangan Direktorat Jenderal AnggaranKantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I, beralamat di Jl. Ir. H.Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 423491.Putusan Perkara No. 06/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Tender Pengadaan AlatPembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di Biro Administrasi WilayahPropinsi DKI Jakarta Tahun 2006Komisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) telah selesai melakukanpemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusanterhadap perkara 06/<strong>KPPU</strong>-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Tidak Sehatdalam Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) diBiro Administrasi Wilayah Propinsi Dki Jakarta Tahun 2006. Dugaan pelanggarandalam perkara ini dilakukan oleh PT Bhakti Wira Husada (Terlapor I), PTPerusahaan Perdagangan Indonesia (Terlapor II), PT Tri Mitra Sehati (Terlapor III),PT Rama Mandiri (Terlapor IV), PT Penta Valent (Terlapor V), dan PT AnugerahMulti Perkasatama (Terlapor VI), PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNITBIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Terlapor VII), danKepala Biro Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor VIII).Perkara No. 06/<strong>KPPU</strong>-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan ke <strong>KPPU</strong>.Berdasarkan laporan tersebut telah dilakukan serangkaian pemeriksaan oleh TimPemeriksa. Dalam penanganan perkara, diketahui bahwa tender pengadaan alatpembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) sebanyak 2000 unit tersebutdimenangkan oleh Terlapor I dengan nilai penawaran sebesar Rp 29.700.000.000(Dua Puluh Sembilan Milyar Tujuh Ratus Juta Rupiah).Diketahui juga bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, danTerlapor V menjadi peserta tender dengan menawarkan mesin fogging yang sama(BlancFog), milik Terlapor VI, dengan difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat,Jeffry Bunyamin, dan Sugiarto Santoso. Untuk itu Majelis Komisi perlu untuk menilaiperilaku para pelaku usaha (Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, TerlaporHalaman 167 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________V, dan Terlapor VI) dalam persekongkolan horizontal yang difasilitasi oleh pihak laintersebut.Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh TimPemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa:a. Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V adalahperusahaan yang dipinjam oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin danSugiarto Santoso dan secara bersama-sama menawarkan mesin fogging merekBlancfog milik Terlapor VI dalam mengikuti tender pengadaan alatpembasmi/penyemprot nyamuk (mesin Fogging) di Biro Administrasi WilayahPropinsi DKI Jakarta dengan imbalan berupa sejumlah uang (fee bendera).b. Dokumen penawaran Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV danTerlapor V dibuat oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan SugiartoSantoso sehingga harga penawaran dapat diatur untuk diajukan oleh masingmasingTerlapor dan pada akhirnya mengatur salah satu diantara 5 (lima)perusahaan Terlapor tersebut menjadi pemenang.c. Walaupun dalam pembelaan dari Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV sertaTerlapor V yang pada intinya menyatakan bahwa para terlapor tidak terlibatsecara langsung maupun tidak langsung serta tidak mengetahui perusahaannyadipinjam dalam proses tender, namun alasan tersebut tidak dapat dijadikandasar hukum oleh para terlapor untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatanperusahaan dalam persekongkolan tender.d. Peminjaman perusahaan para terlapor oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, JeffryBunyamin dan Sugiarto Santoso adalah suatu perbuatan yang tidak dapatdibenarkan karena dapat mengurangi persaingan serta dapat menimbulkankerugian bagi para pelaku usaha lain yang mengikuti proses tender sesuaidengan prosedur.e. Persekongkolan antara Terlapor VI dengan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,Terlapor IV dan Terlapor V yang difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, JeffryBunyamin dan Sugiarto Santoso melalui kesamaan merek yang ditawarkan(merek Blancfog) dan bahkan Terlapor VI telah memesan mesin fogging jauhsebelum penentuan pemenang tender.f. Berdasarkan keterangan dari Terlapor VI sebagai agen tunggal merek Blancfogyang menyatakan alat penyemprot/mesin fogging bukanlah merupakan alat yangmemiliki teknologi yang kompleks dan rumit, sehingga Majelis KomisiHalaman 168 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________berpendapat Terlapor VII terlalu memaksakan penggunaan metode Merit PointSystem dalam proses tender;g. Majelis Komisi menemukan fakta Terlapor VIII mencantumkan mesin foggingmerek Blancfog lengkap dengan spesifikasinya dalam permintaan patokan hargasatuan kepada Biro Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta berdasarkan SuratEdaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan.h. Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tersebutberpotensi mengurangi persaingan secara substansial.Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-halsebagai berikut:1. Karena mesin fogging merek BlancFog tersebut sudah didistribusikan ke seluruhkelurahan di wilayah Propinsi DKI Jakarta, maka Majelis Komisi tidakmembatalkan tender pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesinfogging) tersebut.2. Bahwa Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tidaksesuai dengan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 108 Tahun 2003tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja DaerahPropinsi DKI Jakarta, dan berpotensi menghambat persaingan karena penggunabarang/jasa harus sudah mencantumkan merek barang termasuk spesifikasinyasecara lengkap ketika akan meminta patokan harga satuan kepada BiroPerlengkapan Propinsi DKI Jakarta.Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf eUU No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepadaKomisi hal-hal sebagai berikut:1. Merekomendasikan kepada Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta untukmencabut Surat Edaran No. No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihalPermohonan Usulan Patokan Harga Satuan.2. Memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesiauntuk meneliti laporan pajak dari Terlapor I dan Terlapor VI yang berkaitandengan tender pengadaan mesin fogging di Biro Administrasi Wilayah PropinsiDKI Jakarta tahun 2006.Halaman 169 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka pada tanggal 20September 2007 Majelis Komisi memutuskan:1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, danTerlapor VI terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 /1999;2. Menyatakan Terlapor VII, dan Terlapor VIII tidak terbukti melanggar ketentuanPasal 22 UU No. 5 /1999;3. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V untuktidak mengikuti tender pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di PropinsiDKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukumtetap;4. Menghukum Terlapor VI untuk tidak memasok barang/jasa di lingkunganPemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusanini mempunyai kekuatan hukum tetap;5. Menghukum M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santosountuk tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tenderpengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2(dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;6. Menghukum Terlapor I membayar ganti rugi sebesar Rp 100.000.000 (seratusjuta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatandenda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen KeuanganDirektorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKNJakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggarandi Bidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>);7. Menghukum Terlapor II membayar ganti rugi sebesar Rp 10.000.000 (sepuluhjuta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatandenda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen KeuanganDirektorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKNJakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggarandi Bidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>);8. Menghukum Terlapor IV membayar ganti rugi sebesar Rp 15.000.000 (lima belasjuta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatandenda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen KeuanganDirektorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKNHalaman 170 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggarandi Bidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>);9. Menghukum Terlapor V membayar ganti rugi sebesar Rp 15.000.000 (lima belasjuta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatandenda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen KeuanganDirektorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKNJakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggarandi Bidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>);10. Menghukum Terlapor VI membayar ganti rugi sebesar Rp 100.000.000 (seratusjuta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatandenda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen KeuanganDirektorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKNJakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bankPemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggarandi Bidang <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>).Putusan Perkara No. 07/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Kepemilikan Silang Yang Dilakukan OlehKelompok <strong>Usaha</strong> Temasek dan Praktek Monopoli TelkomselKomisi Pengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> (<strong>KPPU</strong>) melalui Majelis Komisi yangterdiri dari Dr. Syamsul Maarif, S.H., LL.M sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Tresna P.Soemardi, Didik Akhmadi, Ak, M.Comm, Erwin Syahril, S.H. dan Dr. Sukarmi, S.H.,M.H. masing-masing sebagai Anggota Majelis, telah memeriksa dan memutusperkara dugaan pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5/1999 terkait dengankepemilikan silang oleh Temasek Holdings, STT, STT Communication, Asia MobileHoldings Company, Asia Mobile Holdings, Indonesia Communication Limited,Indonesia Communication Pte. Ltd., SingTel, SingTel Mobile (“Kelompok <strong>Usaha</strong>Temasek”) dan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 /1999 terkaitdengan praktek monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan oleh Telkomsel.Halaman 171 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Terkait dengan Pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999Pada akhir tahun 2002 divestasi Indosat yang dimenangkan oleh STT, anakperusahaan yang sahamnya 100% dikuasai oleh Temasek, menyebabkan industritelekomunikasi seluler di Indonesia mengalami struktur kepemilikan silang. Hal inidisebabkan karena sebelum divestasi tersebut, saham Telkomsel yang merupakanoperator seluler terbesar di Indonesia telah dimiliki oleh Temasek melalui anakperusahaannya yaitu Singtel dan SingTel Mobile, sehingga secara tidak langsungKelompok <strong>Usaha</strong> Temasek telah menguasai pasar seluler Indonesia denganmenguasai Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung. Skema kepemilikan silangtersebut dapat digambarkan sebagai berikut:Pangsa pasar Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama terusmengalami peningkatan sejak terjadinya struktur kepemilikan silang sebagaimanadapat dilihat pada tabel berikut:Halaman 172 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Tahun PangsaPasarGabunganPendapatanPendapatan<strong>Usaha</strong>PangsaPasar XLTelkomseldan IndosatSecaraBersama-Sama<strong>Usaha</strong>(dalammilyar)XL(dalammilyar)2001 76.34% 6,688 2,073.03 23.66%2002 83.58% 10,845 2,130.41 16.42%Periode 2003 88.09% 16,264 2,198.06 11.91%Cross- 2004 89.74% 22,107 2,528.48 10.26%Ownership: 2005 90.97% 29,778 2,956.38 9.03%2003-2006 2006 89.64% 38,373 4,437.17 10.36%Rata-rata2003-200689.61%Adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh Kelompok <strong>Usaha</strong>Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat menyebabkan melambatnyaperkembangan Indosat sehingga tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomselyang berakibat tidak kompetitifnya pasar industri seluler di Indonesia.Perlambatan perkembangan Indosat ditandai dengan pertumbuhan BTSyang secara relatif menurun dibanding dengan Telkomsel dan XL yang merupakandua operator besar lainnya di Indonesia.Terkait dengan pelanggaran Pasal 17 (1) dan 25(1)b UU No 5 Tahun 1999Struktur kepemilikan silang Kelompok <strong>Usaha</strong> Temasek, menyebabkanadanya price-leadership dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Telkomselsebagai pemimpin pasar kemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasiseluler secara eksesif. Konsekuensi dari eksesif profit adalah operator menikmatieksesif profit dan konsumen mengalami kerugian (consumer loss). Perhitungan yangdilakukan Majelis Komisi menunjukkan kerugian yang dialami oleh konsumenlayanan telekomunikasi seluler di Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2006berkisar dari Rp 14,76498 Triliun sampai dengan Rp 30,80872 Triliun. Namun sesuaiHalaman 173 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________dengan ketentuan UU No 5/1999, Majelis Komisi dalam perkara ini tidak beradapada posisi yang berwenang menjatuhkan sanksi ganti rugi untuk konsumen.Selanjutnya selama berlangsungnya sidang, Majelis Komisi tidak menemukanadanya bukti-bukti bahwa Telkomsel telah membatasi perkembangan teknologidalam industri seluler di Indonesia sehingga tidak melanggar Pasal 25(1) b UU No 5Tahun 1999.Berdasarkan fakta dan bukti yang diperoleh selama Sidang Majelis, padatanggal 19 November 2007 Majelis Komisi memutuskan:1. Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama denganSingapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., AsiaMobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., IndonesiaCommunication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., SingaporeTelecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbuktisecara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 /1999.2. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah danmeyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No 5 /1999.3. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal25 ayat (1) huruf b UU No 5 /1999.4. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama SingaporeTechnologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia MobileHolding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., IndonesiaCommunication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., SingaporeTelecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untukmenghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular danPT.Indosat, Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salahsatu perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. dalamwaktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatanhukum tetap.5. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama SingaporeTechnologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia MobileHolding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., IndonesiaCommunication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., SingaporeTelecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untukmemutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya sertamelepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris padaHalaman 174 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atauPT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhansebagaimana diperintahkan pada diktum no. 4 di atas.6. Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum no.4 di atasdilakukan dengan syarat sebagai berikut:a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yangdilepas.b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd.maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun.7. Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies TelemediaPte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd,Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, IndonesiaCommunication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan SingaporeTelecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesarRp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke KasNegara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persainganusaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja KomisiPengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> melalui bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>).8. Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktekpengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurang-kurangnyasebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tanggaldibacakannya putusan ini.9. Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke KasNegara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persainganusaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja KomisiPengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> melalui bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>).Halaman 175 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Putusan Perkara No. 08/<strong>KPPU</strong>-L/2007 Dinas Pertamanan dan Pemakaman KotaBengkuluSetelah melakukan pemeriksaan selama kurang lebih empat bulan, KomisiPengawas <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong> Republik Indonesia (<strong>KPPU</strong>-RI) yang dalam hal iniMajelis Komisi Perkara Nomor: 08/<strong>KPPU</strong>-L/2007 telah mengambil putusan melaluiRapat Musyawarah Majelis Komisi pada hari Selasa, 28 Agustus 2007, danmembacakan putusannya tersebut dalam sidang yang dinyatakan terbuka untukumum pada hari Rabu, 29 Agustus 2007 di Kantor <strong>KPPU</strong> RI Pusat di Jakarta.Para Terlapor, yaitu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertamanandan Pemakaman Kota Bengkulu selaku Terlapor I, PT Multiyasa Anekadharmaselaku Terlapor II, CV Lisma selaku Terlapor III, CV Arma Putra selaku Terlapor IV,PT Taruna Bhakti Perkasa selaku Terlapor V terbukti melakukan persekongkolanbaik horizontal maupun vertikal dalam 5 Paket Tender Pengadaan dan PemasanganLampu Penerangan Jalan Umum dan Lampu Hias di Dinas Pertamanan danPemakaman Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2006.Adapun kelima paket tender tersebut adalah Pengadaan dan PemasanganPJU pada median jalan: dari Simpang Pd. Harapan s/d Simpang Km 8 dengan nilaiRp 945.387.000,- (Paket I); dari Simpang Km 8 s/d Simpang Polda dengan nilai Rp600.454.000,- (Paket II); dari Simpang Polda s/d Simpang Pagar Dewa dengan nilaiRp 454.159.000,- (Paket III); Pengadaan dan Pemasangan Lampu Hias di: RayonTeluk Segara dengan nilai Rp 667.500.000,- (Paket IV); dan di Rayon Nusa Indahdengan nilai Rp 467.500.000,- (Paket V). Paket I dan III dimenangkan oleh PTMultiyasa Anekadharma, Paket II dimenangkan oleh CV Lisma, dan Paket IV dan Vdimenangkan oleh CV Arma Putra.Persekongkolan horizontal yang terjadi di antara sesama pelaku usaha yangmerupakan peserta tender terbukti antara lain dengan adanya fakta pinjammeminjam perusahaan dan softcopy dokumen penawaran yang dilakukan oleh ParaTerlapor.PT. Multiyasa Anekadharma yang mengikuti kelima paket tender ternyatameminjamkan perusahaannya kepada Sdr. Arief Sukarnawijaya (Paket I, II dan III)dan Sdr. Zikrisa Oktova (Paket IV dan V). Pimpinan Cabang PT MultiyasaAnekadharma Cabang Bengkulu, Sdr. Gasman Hadi, meminjamkan perusahaantersebut dengan cara memasukkan nama Sdr. Arief Sukarnawijaya dan Sdr. ZikrisaOktova sebagai Wakil Pimpinan Cabang PT Multiyasa Anekadharma CabangHalaman 176 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________Bengkulu dan Kuasa Direktur dalam Akta yang disahkan oleh Notaris MuftiNokhman, S.H. di Bengkulu. Pengangkatan Wakil Pimpinan Cabang dan KuasaDirektur tersebut tidak bersifat permanen karena hanya khusus ditujukan untukmengikuti tender tersebut di atas. Masing-masing Wakil Pimpinan Cabang danKuasa Direktur tersebut memberikan fee sebesar 2,5% dari nilai tender kepada PTMultiyasa Anekadharma jika berhasil memenangkan tender.Selain meminjam PT Multiyasa Anekadharma, Sdr. Arief Sukarnawijaya jugamengikuti tender untuk kelima paket dengan cara meminjam PT Taruna BhaktiPerkasa dan menjadi Kuasa Direkturnya. Keikutsertaan PT Taruna Bhakti Perkasasebagai peserta tender adalah hanya untuk memenuhi syarat dapatdilaksanakannya tender yaitu minimal diikuti oleh 3 (tiga) peserta yang memasukkanpenawaran. Sejak awal PT Taruna Bhakti Perkasa sudah dapat dipastikan gugurkarena memiliki kualifikasi M (Menengah), sedangkan kualifikasi perusahaan yangdipersyaratkan baik dalam pengumuman tender maupun bestek adalah kualifikasi K(Kecil).Dalam mengikuti tender untuk Paket IV dan V, CV Arma Putra jugameminjamkan perusahaan kepada Sdr. Armen Junaedi dengan caramengangkatnya sebagai Kuasa Direktur CV Arma Putra yang dimuat dalam Aktayang disahkan oleh Notaris Mufti Nokhman, S.H. di Bengkulu. Dalam mengikutitender, Armen Junaedi yang berprofesi sebagai pembuat dokumen penawarantender ini, dibiayai oleh Sdr. Teddy Wirajaya yang merupakan Direktur PT CiptaJaya. Disamping pinjam meminjam perusahaan, para Terlapor yang merupakanpeserta tender juga melakukan pinjam meminjam disket atau softcopy penawaranyang terbukti dengan ditemukannya persamaan-persamaan dokumen diantara paraTerlapor termasuk persamaan kesalahan pengetikan pada dokumen penawaranpara Terlapor. Sebagai contoh, terdapat beberapa persamaan dokumen penawaranantara CV Lisma dengan PT Multiyasa Anekadharma, dan antara CV Arma Putradengan PT Multiyasa Anekadharma dimana Sdr. Armen Junaedi yang mewakili CVArma Putra memberikan soft copy dokumen penawaran tender kepada ZikrisaOktova yang mewakili PT Multiyasa Anekadharma.Peranan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertamanan danPemakaman Kota Bengkulu dalam persekongkolan yang bersifat vertikal adalahdengan cara memfasilitasi para peserta tender untuk melakukan persekongkolanhorizontal. Hal tersebut dilakukan dengan cara tidak mencantumkan baik dalamBestek maupun Berita Acara Aanwijzing mengenai nama pemilik pekerjaan padaHalaman 177 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________dokumen Jaminan Penawaran dan pihak yang seharusnya memasukkan dokumenpenawaran secara langsung. Kedua hal yang tidak tercantum baik dalam Bestekmaupun Berita Acara Aanwijzing tersebut dijadikan alat oleh Panitia untukmenggugurkan peserta tender.Dalam tender tersebut, Panitia tidak melakukan penelitian secara mendalamterhadap dokumen penawaran sehingga tidak memperhatikan bahwa Sdr. AriefSukarnawijaya mengikuti tender di Paket I, II, dan III dengan dua perusahaan yaituPT Taruna Bhakti Perkasa dan PT Multiyasa Anekadharma. Panitia juga tidakmencurigai adanya kemiripan dan kesamaan kesalahan pengetikan beberapadokumen penawaran peserta tender yang merupakan indikasi adanyapersekongkolan di antara para peserta tender.Dalam mengambil putusan terhadap perkara ini, Majelis Komisi telahmempertimbangkan hasil pemeriksaan termasuk keterangan dari seluruh Terlapordan Saksi-saksi, pembelaan dari para Terlapor dan dokumen-dokumen terkait.Majelis Komisi kemudian memutuskan bahwa para Terlapor bersalah telahmelanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan dan menghukum PT.Multiyasa Anekadharma, CV. Lisma, CV. Arma Putra dan PT. Taruna BhaktiPerkasa untuk tidak mengikuti tender di seluruh instansi Pemerintah Kota Bengkuluselama 2 (dua) tahun sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap, dan jikaamar tersebut dilanggar, maka Majelis Komisi menghukum masing-masing Terlaporpeserta tender untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyarrupiah).Halaman 178 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________LAMPIRAN2PERKEMBANGAN PENANGANAN LAPORANPERIODE JANUARI – DESEMBER 2007Tabel Perkembangan Penanganan LaporanNO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS1 Pernyataan sikap Pelapor menyampaikan pernyataan sikap berkaitan dengan Penelitianatasrencana pembangunan pasar modern (mall) di lahan SekretariatPembangunan Terminal Kota Prabumulih Palembang.Pasar Modern diLahan Terminal Pelapor menolak pembangunan pasar modern dengan alasanKota Prabumulih sebagai berikut:1. Mall yang akan dibangun berhadapan langsung denganpasar tradisional.2. Pembangunan mall melanggar SK Menperindag No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman PenataanPembinaan Pasar dan Pertokoan.3. Melanggar SK Menperindag No. 261/MPP/Kep/7/1997tentang Pembentukan Tim Penataan Pembinaan Pasardan Pertokoan.KATEGORILAPORANBukanLaporan2 DugaanPelapor menduga telah terjadi persekongkolan dengan caraPenelitianPersekongkopersekongkolanmelawan hukum yaitu;Sekretariatlan tenderdengan cara1. Pelapor mempunyai lahan kosong di Kec. Margahayu,Halaman 179 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSmelawan hukum Bandung dan mengajukan permohonan izin mendirikanSPBU kepada PT Pertamina.2. Pada saat yang sama, ada pihak lain (Agus Sadikin)mengajukan permohonan izin mendirikan SPBU dekatlahan Pelapor.3. PT Pertamina menolak kedua permohonan tersebut,tetapi memberi izin kepada Pihak Ketiga diatas lahanAgus Sadikin.KATEGORILAPORAN3 Dugaanpersekongkolantenderpengadaan AlatPengujiKendaraanBermotor diDinasPerhubunganKabupatenLabuhan Batu,Sumatera UtaraPelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan dalamtender pengadaan Alat Penguji Kendaraan Bermotor di DinasPerhubungan Kabupaten Labuhan Batu, dengan indikasisebagi berikut;a. Peserta lelang yang memenuhi syarat hanya 3perusahaan.b. Harga yang ditawarkan ketiga perusahaan tersebuthanya memiliki selisih yang tidak signifikan dan tidakjauh dari pagu.c. Persyaratan lelang memuat harus ada dukungan pabrikdan ketiga peserta tender tersebut didukung oleh pabrikyang sama.Nilai proyek tender adalah 2 MilyarPersekongkolan tender4 Dugaanpersekongkolandalam lelangPengadaan Bibittanaman hutandan buah-buahandi BP DASCimanukCitanduyPelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan dalamlelang pengadaan bibit tanaman hutan dan buah-buahan,dengan indikasi sebagai berikut;a. Kepala DAS Cimanuk Citanduy dan Panitia lelangmembuat persyaratan lelang yang mengada-ada.b. Sebelum lelang telah terjadi persekongkolan karenapaket-paket tertentu diberi syarat khusus yaitu untuksatu kabupaten/kota bibitnya sama tetapi sertifikatnyaberbeda-beda.c. Panitia lelang bersama-sama Kepala DAS CimanukCitanduy merubah sebagian dari isi Dokumen Lelang.Tender dibagi dengan 15 Paket senilai 10 Milyar.Persekongkolan tender5 DugaanpersekongkolanPelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolanpengadaan Oil Boom, Oil Dispersant dan CCTV di DirektoratPersekongkolan tenderHalaman 180 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUStenderPemasaran & Niaga PT Pertamina, dengan indikasi sebagaipengadaan Oil berikut;Boom, Oil1. Pada pengumuman tender dan saat PenjelasanDispersant dan Prakualifikasi tidak menyebutkan tentang merek,CCTV dispesifikasi dan lain-lain.Direktorat2. Setelah lulus prakualifikasi para peserta membeliPemasaran &dokumen tender dan dalam Dokumen Tender telahNiaga PTmencamtumkan brand/merk (acceptable brands) yangPertaminamengacu pada suatu produk tertentu.KATEGORILAPORAN6 Dugaanpersekongkolandalampelaksanaanlelangdibeberapainstansipemerintah diPropinsiSumatera BaratPelapor menyampaikan ada dugaan persekongkolan dalambeberapa tender yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahdi Prop. Sumatera Barat pada Tahun 2006.1. Tender Pengadaan Alat Kesehatan di RSUD Dr. Muh. ZeinPainan, dengan indikasi sbb;a. Pemenang tender adalah yang memiliki hargapenawaran lebih tinggi.b. Sole agent memberikan peryaratan teknis yangberbeda-beda antara pemenang lelang dan rekananlain.2. Tender Pengadaan alat laboratorium SMP dan SMA diDinas Pendidikan, dengan indikasi;3. Bahwa Pelapor digugurkan dengan alasan perusahaanPelapor tidak memiliki pengalaman selama 3 tahun.4. Tender pengadaan Komputer SMA dan SMK di DinasPendidikan, dengan indikasi; bahwa Pelapor digugurkanoleh Panitia saat pembukaan dokumen penawaran karenasampul dokumen pelapor tidak di lak.5. Tender Pengadaan dan Pendistribusian Pakaian, Sepatu,Tas, BUku, dll untuk Sekolah Dasar Minoritas Terbelakangdan Tidak Mampu di Dinas Pendidikan, dengan indikasibahwa sampai sekarang pemenang lelang belumdiumumkan baik secara tertulis maupun tidak tertulis.6. Tender Pengadaan HPCL (High Performance LiquidChromathography dan Gas Chromathography di DinasPertanian Tanaman Pangan dan Hortikulkura, denganindikasi; bahwa pemenang adalah peserta lelang yangmemiliki penawaran yang jauh lebih tinggi.Persekongkolan tenderHalaman 181 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS7. Tender Pengadaan Bantuan (Ternak/Sapi) untuk <strong>Usaha</strong>Ekonomi Produktif (UEP) Fakir Miskin sebanyak 300 KK diKabupaten Solok, Limapuluh Kota dan Pasaman di DinasSosial, dengan indikasi;a. Bahwa peserta yang lulus adalah peserta yangmenawarkan harga diatas 6 milyar.b. Adanya beberapa peserta yang merekayasapengalaman kerja.KATEGORILAPORAN7 Dugaanpersekongkolandalampelaksanaantenderpengadaan BibitKelapa Sawit diDinasPerkebunanKalimantanSelatanPelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan untukmemenangkan CV Borneo Interprise Native sebagaipemenang lelang dengan indikasi sebagai berikut;1. Pelapor digugurkan dengan alasan SPEK Teknis tergabungdalam proposal teknis padahal sistem evaluasi yangdigunakan Panitia adalah Merit Point.2. CV Borneo Interprise Native sebagai pemenang lelangmendapat Jaminan Supply dalam bentuk kerjasama dariKoperasi Karya Bersama yang merupakan KoperasiKaryawan PNS Dinas Perkebunan Prop. Kal. Selatan.3. Dalam RKS telah ditetapkan syarat teknis yaitu ukuranpolibeg minimal ukuran 30 cm, namun fakta dilapanganukuran polibeg pemenang (CV Borneo Interprise Native)tidak memenuhi syarat minimal tersebut.4. Adanya kekeliruan dan kejanggalan dari surat yangdikeluarkan oleh Panitia yaitu nomor surat sama tetapitanggal berbeda.Nilai HPS tender tersebut adalah Rp. 4.404.892.800,-Persekongkolan tender8 Laporanpersaingan tidaksehat padatender di PropinsiBangka Belitung.Pelapor menyampaikan adanya penghadangan olehsekelompok orang didepan pintu masuk ruangan PemasukanPenawaran Pelelangan Proyek Paket Peningkatan Jalan danJembatan di Propinsi Bangka Belitung APBN 2007.Persekongkolan tenderHalaman 182 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS9 Dugaan adanya Pelapor menduga telah terjadi rekayasa dalam menentukan Penelitianrekayasa pada pemenang dalam pelaksanaan tender-tender di Bagian sekretariatlelang di Bagian Kontrak Jasrum PT Pertamina UP V Balikpapan.Kontrak-JasrumPT Pertamina UP Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;V Balikpapan 1. pada pelaksanaan lelang panitia dinilai tidak mengikutiketentuan SK Dirut Pertamina No. 036/C0000/2004-S0.2. Panitia memungut biaya penggantian dokumen yangnilainya bervariasi tergantung dari nilai proyek.3. sistem evaluasi yang dilakukan tidak jelas dan tidakmengacu pada Keppres 80/2003 dan SK No.036/C00000/2004/S0.KATEGORILAPORANPersekongkolan tender10 DugaanPelapor menduga telah terjadi persekongkolan padaPenelitianPersekongkopersekongkolanpelaksanaan lelang pengadaan pupuk tablet, herbisida dansekretariatlan tenderpadabibit karet okulasi di Dinas Perkebunan Kab. BanjarpelaksanaanMartapura.lelang PengadaanPupuk dan BibitIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;Karet di Dinas1. Terdapat kesepakatan bersama untuk menentukanPerkebunan Kab.pemenang yang dibuat dua hari sebelum pemasukanBanjar Martapuradokumen. Kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut;a. Paket Pupuk dimenangkan oleh CV IRMA;b. Paket Herbisida dimenangkan oleh CV Yunita;c. Paket Bibit Karet Okulasi dimenangkan oleh CV BinaKarya2. Pertemuan dilakukan di RM Lesehan di pinggir irigasikab. Banjar dengan dimoderatori oleh Ir. Suyadi seorangPNS di Kab. Banjar. Pertemuan tersebut jugamenyepakati pembagian uang kompensasi kepadapeserta yang tidak lolos sebesar 5% dari total nilaikontrak dan seluruh pemenang adalah perusahaan yangberdomisili di Kab. Banjar.3. Panitia pada saat memasukan dokumen penawaran tidakmenyediakan kotak penawaran. Baru pada saat waktupemasukan penawaran berakhir panitia barumengeluarkan kotak penawaran yang sudah berisipenawaran dari para peserta yang sebelumnya telahHalaman 183 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSbersepakat.4. Pelapor tidak dapat memasukan dokumen penawarankarena dihadang oleh sekelompok orang dan kotakpenawaran tidak tersedia.5. Setelah pemasukan penawaran selesai, Sdr. ArdiansyahDirektur CV Yunita membagikan uang Rp. 825.000kepada para peserta yang terdaftar.KATEGORILAPORAN11 TenderPelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 UU No.PenelitianPersekongkopengadaan dan5 tahun 1999 pada proses pelelangan pengadaan danlaporanlan tenderinstalasi UPS diinstalasi UPS di PT Geo Dipa Energy tahun 2006.PT Geo DipaEnergyIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Panitia tidak menjelaskan pagu dana maupun hargaperkiraan sendiri dari UPS yang diminta.2. Pada saat pembukaan dokumen penawaran, panitia tidakmelibatkan saksi dari peserta. Semua dokumen diperiksaoleh panitia sendiri.3. Panitia mengesahkan penawaran dari peserta yangmenawarkan barang merk AMITEK tetapi surat dukungandari ATPM merk lain.4. Panitia memperlambat penyampaian pengumumanpemenang dengan alasan no fax pelapor salah. Sehinggapelapor tidak dapat melakukan sanggahan karena waktusanggah sudah lewat.5. PT Erico selaku pemenang lelang hanya merupakanperusahaan yang dipinjam oleh Sdr. Sudarsono.12 PengaduanPengaduan dari Yayasan Soaraja Botto Cempaka Kec. DuaLaporanBukanperihalPitue Kab. Sidenreng Rappang Prop Sulawesi Selatan perihaltidakKewenanganpemblokirandugaan adanya pemblokiran terhadap permohonan bantuanlengkap<strong>KPPU</strong>permohonandana.bantuan13 Lelang sahamPelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 UU No.PenelitianPersekongkoManulife5 tahun 1999 oleh PT Dharmala Sakti Sejahtera dalamSekretariatlan tenderproses pelelangan Saham PTAsuransi Jiwa ManulifeIndonesia (AJMI).Halaman 184 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSIndikasi pelanggaran yang disampaikan adalah sebagaiberikut:1. Pengumuman lelang isinya bertolak belakang dengan isirisalah lelang. Didalam risalah lelang disebutkan bahwapermintaan lelang diajukan oleh Ari Ahmad Effendiselaku kurator, namun dalam pengumuman di HarianSuara Pembaruan lelang dilakukan atas permintaanRUPS PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.2. Jangka waktu pelaksanaan lelang dengan pengumumanlelang di media massa hanya satu minggu, sehinggadianggap terlalu singkat untuk melakukan due diligent.3. Peserta lelang hanya satu yaitu The Manufactur LifeInsurance Company (MILC) dengan nilai penawaran Rp.170.000.000.000,-4. PT AJMI dan MLIC diketahui telah memperolehpersetujuan dari Departemen Keuangan ataspermohonan pengambilalihan saham PT Dharmala SaktiSejahtera dua minggu sebelum lelang diumumkan.KATEGORILAPORAN14 Tender pekerjaanPelapor menduga telah terjadi persaingan tidak sehat padaLaporanPersekongkojasa kebersihanpelaksanaan lelang Pekerjaan Jasa Kebersihan Terminal IItidaklan tenderAngkasa Pura IIBandara Soekarno Hatta Cengkareng tahun 2006.lengkapIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;a. Pemenang lelang adalah peserta yang telah menangdalam 4 tahun terakhir.b. Nilai penawaran pemenang dianggap tidak masuk akal,karena menurut perhitungan pelapor, pemenang tendertidak akan sanggup mengerjakan sesuai ketentuan diRKS.15 Distribusi GulaDugaan praktek monopoli pada usaha distribusi gula impor diPenelitianMonopoliImporSulawesi Tengah. Indikasi yang disampaikan adalah sebagaiSekretariatberikut:1. PT PN XI selalu membongkar gula impor untuk propinsiSulawesi Tengah sebanyak 4.000 Ton di PelabuhanSoekarno–Hatta Makassar, bukan di Pelabuhan PantoloanPalu.Halaman 185 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS2. PTPN XI hanya memberikan informasi mengenai bataswaktu pembayaran tahap I sebesar 40% dari total hargatebusan hanya kepada PT Padi Mas Prima Makassar.Perusahaan distributor gula di Palu yangdirekomendasikan oleh Dinas Perindagkop PropinsiSulawesi Tengah.KATEGORILAPORAN16 Tender konsultanPelapor menduga proses prakualifikasi tender konsultanPenelitianPersekongkoStudy Masterpekerjaan studi master plan sistem sumatera yang dilakukansekretariatlan tenderPlan Sistemdi PT PLN P3B Sumatera tidak kompetitif.Sumatera di PLNP3B SumateraIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Konsultan APS dari Malaysia diduga telah memberikan“service” kepada pejabat PLN pada saat berkunjung keMalaysia.2. Diduga Konsultan APS juga merupakan pemenang tenderkonsultan untuk Studi Interkoneksi Jawa–Bali.3. PT PLN akan melakukan penunjukkan langsung untukjasa konsultan perorangan di PLN Pusat dimanabeberapa bagian pekerjaannya sama dengan lingkuppekerjaan interkoneksi Jawa - Bali.17 <strong>Persaingan</strong> usahaPelapor menduga PT Dinamika Indonusa Prima (DIP) telahPenelitianPersekongkotidak sehat olehmelakukan praktek persaingan usaha tidak sehat. PT DIPsekretariatlan tenderPT Dinamikaadalah produsen kasur pegas merk AIRLAND.Indonusa PrimaPelapor adalah supplier kasur pegas untuk kebutuhan PTBadak Natural Gas Liquefaction. Sesuai dengan PurchaseOrder No. 004/BM40/2007-412 perihal pemesanan 190 unitkasur pegas merk Airland dengan ketentuan kesamaan dankesetaraan (silent or equal).Pelapor kemudian membeli tunai kasur pegas merk Koala byAirland kepada PT DIP. Tetapi oleh PT Badak ditolak denganalasan produk yang diserahkan bukan merk Airlandsebagaimana dalam Purchase Order.Halaman 186 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS18 Permohonan Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi sengketa bisnis PenelitianTanggapan atas antara Pelapor dengan PT Telekominikasi Indonesia, dengan SekretariatSengketa Bisnis permasalahan sebagai berikut;PT Starcom 1.Bahwa pelapor adalah pelaku usaha yang bergerakSolusindodibidang multimedia berbasiskan internet protocol yangdengan PTsalah satunya menyediakan broadband internet kepadaTelkomoperator luar negeri.Indonesia2.Bahwa pelapor dengan PT Telkom Indonesia telahmenandatangani Surat Kontrak Berlangganan SambunganTelekomunikasi Model Tel-2.KATEGORILAPORAN19 DugaanKPD Medan menyampaikan resume laporan DugaanPenelitianPersekongkoPersekongkolanPersekongkolan tender dalam 145 Paket Pekerjaan padaSekretariatlan tendertender dalamDinas Pendidikan Nasional Propinsi Sumatera Utara.145 PaketIndikasi persekongkolan adalah;Pekerjaan pada1. Tender terdiri dari 145 paket yang diumumkan padaDinas Pendidikantanggal 21 Oktober 2006 yang merupakan hariNasional Propinsilibur/sabtu bukan diumumkan pada hari kerja.Sumatera Utara2. Panitia tender menginapkan dokumen penawaran selama3 hari sejak penutupan penyerahan dokumen sehinggamenyebabkan ada dugaan potensi post bidding.3. Dari informasi yang diperoleh telah terjadi pinjammeminjamperusahaan hal ini dibuktikan dengan alamatperusahaan yang berbeda-beda.Nilai pekerjaan adalah Rp. 70.264.459.000,-20 <strong>Persaingan</strong> usahaPelapor menyampaikan bahwa telah terjadi persaingan usahaPenelitianMonopoliTidak Sehattidak sehat dalam ekspor Labi-labi di Kalimantan TimurSekretariatdalam ekspordengan indikasi sebagai berikut :Labi-Labi di1. Bahwa kuota ekspor labi-labi ditentukan oleh SKKalimantanDirektur Jenderal Perlindungan Hutan dan KonservasiTimurAgro Asia Tunggal yang berlaku sejak tanggal 1 Jan2006 s/d 31 Des 2006.2. Bahwa pelapor menduga adanya monopoli eksporlabi-labi yang dilakukan Ting Ham (CV. Agro AsiaTunggal).3. Adanya dugaan bahwa CV Agro Asia TunggalHalaman 187 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSmenghalangi masuknya UD Daisa Sagena sebagaipesaing dalam ekspor labi-labi.KATEGORILAPORAN21 LaporanPelapor menyampaikan adanya kejanggalan-kejanggalanPenelitianPersekongkoPembatalandalam proses lelang pekerjaan jasa borongan untuk kegiatanSekretariatlan tenderlelangimplementasi rehabilitasi gedung pendidikan pasca gempabumi di Prop. Jawa tengah dan pengembangan Poliklinik. PMICabang Klaten antara lain:1. Pengumuman pendaftaran dilakukan pada tanggal 5-8Feb 2007 dan aanwizjing dilakukan pada tanggal 8 Feb2007.2. Panitia tidak melakukan aanwizjing untuk peninjauanlapangan.22 Laporan dugaanPelapor menyampaikan ada dugaan pelanggaran UU No. 5PenelitianPenguasaanpelanggaranTahun 1999 yang dilakukan EMI Music South East Asia, EMISekretariatPasarterhadap UU No.Indonesia, Arnel Affandy, antara lain;5 Tahun 1999a. EMI Asia, EMI Indonesia dibantu oleh Arnel Affandyyang dilakukanmelakukan pengambilalihan pengelolaan eksklusifEMI Music South(pembajakan) artis Dewa 19 dan upaya-upaya untukEast Asia, EMImembajak Arri Lasso.Indonesia, Arnelb. EMI Asia dan EMI Indonesia secara bersama-samaAffandymelakukan tindakan anti persaingan raising rival costuntuk menghalang-halangi Aquarius untuk melakukankegiatan yang sama dalam pasar bersangkutan.c. EMI Asia, EMI Indonesia dan Arnel Affandy bersekongkoluntuk mendapatkan informasi tentang segala hal terkaitdengan kerjasama diantara artis-artis khususnya Dewa19, Ari Lasso dengan Aquarius.23 LaporanPasal 19 UU No 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PTPenelitianPenguasaanpelanggaranKrakatau Lampung Tourism developmentdengan indikasiseketariatpasarpasal 19 UU No.bahwa;5 Tahun 1999i. Pembatalan dan penghalangan pembangunan jaringanyang dilakukanlistrik PLN menuju usaha Pelapor.oleh PT Krakatauii.Pihak PT Krakatau Lampung Tourism Development danLampungpemda keberatan keberatan dengan pembangunanTourismjaringan listrik karena sebagian besar lahan belumHalaman 188 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSdevelopmentdibebaskan.KATEGORILAPORAN24 PenunjukanPelapor menduga telah terjadi pelanggaran UU No. 5 tahunPenelitianPersekongkolangsung Rehab1999 pada proses pelaksanaan proyek Rehabilitasi 46Sekretariatlan tenderGedung SD diGedung SD di Propinsi Sumatera Utara tahun 2006.SUMUTIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:a. Proyek dilaksanakan dengan sistem penunjukanlangsung padahal anggarannya adalah Rp. 7 milyarlebih.b. Proses penunjukan langsung tidak dilakukan dengancara yang transparan.c. Diduga dari 46 perusahaan yang mendapatpekerjaan, hanya 7 yang Sertifikat Badan <strong>Usaha</strong>nyaterdaftar di LPJK Sumut, 6 perusahaan dipertanyakanSBUnya dan 33 perusahaan tidak memiliki SBU.25 <strong>Persaingan</strong> tidakPelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehatBuku DaftarPersekongkosehat padapada tender Badak Catering and room services.Penghentianlan tenderTender BadakPelaporanCatering andIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;Room Services di1. Pelapor telah mendaftar sebagai peserta tetapi tidakPT Vicodiundang dalam pre-bid meeting.Indonesia Kaltim2. Panitia kemudian melakukan re-tender ataskeberatan pelapor.3. Namun kemudian panitia membatalkan re-tendertersebut dan menunjuk PT Anugerah Jasa Caterindosebagai penyedia jasa untuk jangka waktu 3 bulan.4. Kemudian dilakukan tender baru dimana pelaporawalnya sebagai pemenangnya, tetapi kemudianpelapor didiskualifikasi dikarenakan tidakmenyertakan certifikat dari tenaga ahli padahal parapeserta lainnya tidak diharuskan untuk menyertakancertifikat dari tenaga ahli.5. Adanya dugaan bahwa panitia melakukandiskriminasi terhadap pelapor serta dugaan adanyapersekongkolan antara panitia dengan PT AnugrahJasa Caterindo.Halaman 189 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS26 Jabatan rangkappada PT. MedanAndalas dan PT.Sumatera Rayadi Jakarta.Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi pelanggaran UUNo. 5 tahun 1999 mengenai jabatan rangkap dan pemilikansaham di PT. Medan Andalas dan PT. Sumatera Raya, yangdidirikan di Jakarta.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :1. Pada tanggal 5 November tahun 2001 didirikan PT.Medan Andalas di Jakarta yang bergerak di bidangtransportasi angkutan penumpang umum taksidengan nama Family Taksi. Di sini terlaporberkedudukan sebagai pemilik saham dan DirekturPT. Medan Andalas.2. Pada tanggal 25 Februari tahun 2005 didirikan PT.Sumatera Raya di Jakarta yang bergerak di bidangyang sama, yaitu bidang transportasi angkutanpenumpang umum taksi. Di sini terlapor Iberkedudukan sebagai pemilik saham dan KomisarisUtama PT. Sumatera Raya, sementara terlapor IIberkedudukan sebagai pemilik saham dan DirekturPT. Sumatera Raya.PenelitianSekretariatKATEGORILAPORANJabatanRangkapdanPemilikanSaham27 PersekongkolanPelapor menyampaikan bahwa telah terjadi persekongkolanPenelitianPersekongkountuk merebutantara terlapor dengan pihak tertentu di jajaran pemerintahSekretariatlan tenderpesananKabupaten Labuhan Batu.terhadap T.BOloan Lubis.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :1. Pelapor telah mendapatkan pesanan alat peraga danbuku-buku sekolah yang bersumber dari DanaAlokasi Khusus (DAK), yang telah ditandatanganioleh beberapa kepala sekolah dan komite sekolah diKabupaten Labuhan Batu.2. Namun pesanan tersebut tidak terlaksana karenaadanya intervensi dari terlapor yang disinyalirmempunyai hubungan khusus dengan orang-orangtertentu di jajaran pemerintah Kabupaten LabuhanBatu, dimana terlapor memaksa beberapa KepalaSekolah untuk mengalihkan sumber dana DAK kerekening terlaporHalaman 190 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS28 DugaanPelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada proses Penelitianpersekongkolan pengadaan 3 mobil Puskesmas Keliling pada Dinas Kesehatan SekretariattenderKabupaten Bondowoso tahun 2007 senilai Rp. 591.750.000,-pengadaan mobilpuskesmas di Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;Dinas Kesehatan 1. Diduga tidak dilakukan pengumuman pelelangan.Bondowoso2. Tidak dilakukan melalui pelelangan umum.KATEGORILAPORANPersekongkolan tender29 PermohonanSurat dari Deputi Bidang Pengawasan Menteri PAN perihalLaporanBukanTanggapan daripermohonan untuk menanggapi surat pengaduan dari Sdr.tidakLaporanMenPANIchwan yang telah disampaiakan ke Tromol POS 5000.lengkapSekretariat telah menjawab surat permohonan tersebut.30 DugaanPelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehatPenelitianPersekongkoPelanggaran UUpada proses penunjukan langsung Pengembang PasarSekretariatlan tenderNo. 5 tahun 1999Melawai Blok M.padapembangunanIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;kembali Pasar1. Penunjukan PT Melawai Jaya Realty sebagai pengembangMelawai Blok Mtidak transparan.2. Modal yang disetor PT MJR sebesar Rp. 400 jutasedangkan proyek yang dilaksanakan sebesar Rp. 494Milyar.3. PT MJR sebelumnya bernama PT Inter Buana Semestayang berdiri 4 bulan sebelum pasar Melawai terbakar.4. PT MJR didirikan 4 hari sebelum PD Pasar Jayamengumumkan peremajaan Pasar Melawai.5. Dua setengah bulan setelah ditetapkan sebagaipengembang, PT Mega Kirana Sentosa selaku pemiliksaham PT MJR menjual semua sahamnya ke PT SunterAgung dan PT Wijaya Wisesa.31 Monopoli eksporPelapor menduga Indonesian Reptile and Ampibie TradePenelitianMonopoliKulit ReptilAssociation (IRATA) telah melakukan monopoli ekspor kulitSekretariatreptil di Indonesia.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;Halaman 191 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS1. Dirjen Sumber daya alam dan hutan departemenkehutanan setiap bulan maret mengeluarkan kuotaekspor kulit reptil.2. Saat ini hampir 80% dari kuota tersebut dikuasai olehsebagian kecil anggota IRATA.3. Kelompok tersebut adalah teman-teman George Saputraselaku ketua IRATA.KATEGORILAPORAN32 DugaanPelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada prosesPenelitianPersekongkopersekongkolanpelelangan kegiatan peningkatan jalan di Dinas PekerjaanSekretariatlan tenderpada tenderUmum Kab. Banyuasin Sumatera Selatan. Paket Pekerjaanpeningkatanyang ditenderkan adalah;jalan di Kab.Lubuk Lancang – Teluk Betung – Tanah Kering;BanyuasinPangkalan Balai – Pengumbuh;Sumatera BaratPangkalan Balai – Lubuk Saung;Sp Tanjung Beringin – Rimba Alai danSp. Rambutan Mendal – Mendil.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Pelapor sebagai penawar terendah digugurkan pada3 paket.2. Terdapat beberapa peserta yang digugurkan padasatu paket tetapi menjadi pemenang pada paketyang lain.3. Pelapor tidak pernah diklarifikasi.4. Panitia tidak memiliki alasan yang jelas dalammenggugurkan pelapor.33 DugaanPelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 19 dan 25Penelitianpenguasaanpelanggaran UUUU No. 5 tahun 1999 oleh PT Inti Cemerlang Agung padaSekretariatpasarNo. 5 tahun 1999kegiatan usaha pengelolaan air bersih dan IKK di KompleksPerumahan Kemang Pratama Bekasi.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Terlapor melarang semua warga RW 36 mengelolasendiri air bersih dan Keamanan.2. Terlapor merupakan satu-satunya pengelola airbersih dan keamanan di Perumahan KemangPratama.Halaman 192 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS34 Usulan kepada Usulan dari H. Nandang Suhdana perihal revisi Keppres No. LaporanBappenas80 tahun 2003 kepada Kepala BAPPENAS.tidakberkaitan denganlengkapKeppres 80 th200335 Tender Alat Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan padaKesehatan di pelaksanaan tender pengadaan alat kesehatan di RSUDRSUD Brebes Brebes Tahun Anggaran 2006. sumber dana dari ABT APBDdana ABT APBD Kab. Brebes senilai Rp. 2.183.000.000.-.Kab. Brebestahun 2006 Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:1. Dokumen lelang tidak dibuat oleh Panitia melainkan telahdisiapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dan dibantuoleh staf dari PT Graha Ismaya.2. Data mengenai HPS diduga dibuat oleh staf PT GrahaIsmaya kemudian dikirim ke PPK melalui fax.3. PT Graha Ismaya juga mengirimkan draf iklanpengumuman lelang kepada PPK.Panitia mengugurkan penawaran CV ULS, PT Pamiko dan PTSamudera karena tidak mencantumkan kalimat ”masaberlaku penawaran 30 hari kerja sejak pemasukanpenawaran”. Akan tetapi panitia meloloskan PT CandiPrambanan (pemenang) meskipun memiliki kekurangan yangsama.KATEGORILAPORANBukanLaporanPersekongkolan tender36 TenderPelapor menduga terjadi permasalahan dalam pelaksanaanPenelitianPersekongkoPeningkatantender peningkatan jalan paket Nanga Tepuai–PutussibuSekretariatlan tenderJalan ditahun 2007 di Proyek Satker Non Vertikal TertentuKalimantan BaratPembangunan Jalan dan Jembatan Perbatasan KalimantanBarat, Dirjen Bina Marga DPU.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Panitia menggugurkan pelapor dengan alasan nilaiKemampuan Dasar tidak mencukupi. Pelapor menilaiperhitungan panitia salah karena menurut pelapornilai KD telah mencukupi.Halaman 193 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS37 Penolakan Pelapor menolak rencana pembangunan pasar modern PenelitianPembangunan Carefour di Central Business District (CBD) Ciledug karena SekretariatCarefour Ciledug hanya berjarak +/- 100 m dari Plaza Baru Ciledug.KATEGORILAPORANBukanLaporan38 <strong>Persaingan</strong> TidakPelapor menduga terjadi persaingan tidak sehat pada prosesLaporanPersekongkoSehat ditender asuransi di PT Telkom Tbk.tidaklan tenderPengadaanPT Sarana Janesia Utama yang merupakan anak perusahaanlengkapAsuransiPT Telkom diduga memperoleh keistimewaan tertentuPT Telkomsehingga memenangkan tender tersebut.39 PenyimpanganPelapor menduga telah terjadi penyimpangan pada prosesPenelitianPersekongkoProses Lelang dipelelangan di PT PLN (Persero) W.S2JB tahun 2007 untukSekretariatlan tenderPT PLN (Persero)pekerjaan paket 005, 006 dan007.RKS/P3BJN/W.S2JB/2007.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Dokumen lelang tidak ditanda-tangani General ManagerPLN.2. Berita Acara Penjelasan tidak sah karena dibuat danditandatangani tanggal 23 Maret 2007 tetapipelaksanaannya tanggal 26 Maret 2007.3. Terdapat persyaratan yang tidak dicantumkan danditambah-tambahkan.4. Panitia melakukan diskriminasi.5. Diduga terjadi kolusi.40 Tanggapan suratSekretariat menerima surat tembusan perihal pengaduanLaporanBukanpengaduandari Sdr. Haerul S. Aminoto dari Koperasi UKM CempakatidakLaporanPratamalengkap41 PermohoPelapor menduga terjadi praktek monopoli di Kab. MentawaiPenelitianMonopolinan Perlinberkaitan dengan adanya nota kesepakatan bersama antaraSekretariatdungan HukumPemkab. Kepulauan Mentawai dengan Mentawai MarineTourism Association (MMTA).Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. pada tanggal 11 Des 2006, Bupati, Ketua DPRD Kab.Mentawai dan Sdr. Anom Suheri (pelaku usaha)Halaman 194 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSmengeluarkan deklarasi Simakang, yang intinyamembuat suatu asosiasi pariwisata bahari di Kab.Kepulauan Mentawai dengan nama Mentawai MarineTourism Association (MMTA).2. Anggota utama MMTA adalah lima badan hukum yangbelum memiliki ixin resort dan tidak memiliki kapal.3. Keanggotaan dibagi menjadi dua. Anggota utama yangterdiri dari 5 pelaku usaha dan Anggota Biasa.4. Untuk menjadi anggota MMTA, pelaku usaha membayarRp. 2 juta dan retribusi Rp. 15 juta untuk 3 bulanpertama. Pelaku usaha yang mendaftar seharusnyamemperoleh sertifikat keanggotaan tetapi padakenyataanya tidak.5. MMTA diduga akan menentukan pelaku usaha mana yangbisa beroperasi dan yang tidak. Sehingga dapatmenghambat pelaku usaha lain.6. MMTA hanya melindungi kepentingan anggota utama.KATEGORILAPORAN42 PersekongkolanPelapor menduga adanya praktek persekongkolan tenderPenelitianPersekongkoTender di Malukuoleh Kantor Dinas Kimpraswil Wilayah Maluku Utara dalamSekretariatlan tenderUtarapelelangan pekerjaan pembuatan reservoir 500M 3 .Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :Pelapor sebagai penawar terendah tidak dimenangkan.43 PenunjukanPelapor menduga adanya praktek penunjukan langsung yangPenelitianPersekongkoLangsung padadilakukan oleh PT. Pertamina (Persero), BPKP, dengan PT.Sekretariatlan tenderProyek PipanisasiMeta Epsi Engineering dalam hal penyelesaian kontrak dalamRewulu-TerasPenyelesaian Pekerjaan Proyek Pipanisasi Rewulu–TerasTermasuk Pembangunan Depot Teras milik PT. Pertamina.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. PT. Meta Epsi Engineering sebagai kontraktor utamatelah melakukan WAN Prestasi dari isi kontraksebelumnya (SPB 266 / C00000 / 2002 – S5) tanggal 10April 2002, dengan tidak terselesainya proyek pada 09Oktober 2004. dengan indikasi kerugian oleh Pertaminasebesar @ Rp. 19 milyar dan equivalen sampai tahunHalaman 195 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS2007 sebesar Rp. 40 milyar.2. Kontrak sisa pekerjaan ( 10,28%) yang ditinggalkanoleh PT. Meta Epsi Engineering tidak diadakan lelangterbuka (beauty contest, penawaran harga dan duediligence.3. Hal ini dilakukan dengan alasan; agar cepat familiar danberadaptasi serta pihak PT. Meta Epsi Engineering dapatbertanggung jawab, walau mengorbankan kerugiankorporasi PT. Pertamina (Persero) dan menyepelekanperaturan dari perundang-undangan yang berlaku.4. Adanya penambahan nilai proyek sebesar Rp.29.764.539.414 dan US$ 2,153,389 tanpa diadakannyatender terbuka. Dan diindikasikan sebagaipersekongkolan tender secara jelas dan meyakinkanmelanggar UU No. 5/1999 Pasal 22.KATEGORILAPORAN44 PersekongkolanLaporan atas dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 TahunPenelitianPersekongkopada Tender1999. Dalam tender Pengadaan Pipa PVC 6”, 4”, 2” olehSekretariatlan tenderPengadaan PipaDinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi ProvinsiPVC di KepulauanKepulauan Riau.RiauLaporan dugaan ini disampaikan oleh Kepala KPD Batam ataslaporan dari PT. Mitratama Daya Alam Bintan.Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Pada saat pembukaan dokumen penawaran, hanya ada3(tiga) peserta tender yang lulus administrasi, teknis dankualifikasi, yaitu PT. Mitratama Daya Alam Bintan, PT.Sumber Alam Sejahtera, PT. Flopen Sejahtera.2. Pihak yang seharusnya menang adalah PT. MitratamaDaya Alam Bintan dengan penawaran terendah sebesarRp. 1.887.583.000,- pada kenyataannya yangdimenangkan oleh panitia tender adalah PT. AlfatamaAnugrah Sari Albaqi.3. Panitia tender diduga telah melakukan persekongkolandengan PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi yang secarasah tidak lulus dalam evaluasi teknis dan kualifikasi.Halaman 196 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS45 MonopoliLaporan disampaikan oleh Asosiasi Pedagang ITC Surabaya Penelitianpasokan listrik Mega Grosir yang telah diteruskan oleh KPD Surabaya Sekretariatoleh Pengelola dengan isu awal yaitu adanya dugaan monopoli danITC Surabaya persaingan usaha tidak sehat dalam pengelolaan ITCMega Grosir Surabaya Mega Grosir.KATEGORILAPORANMonopoliIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :1. Asosiasi pelapor adalah asosiasi pedagang yangmenempati Upper Ground di ITC Surabaya Mega Grosirdengan sistem sewa selama 25 tahun.2. Upper Ground berdasarkan perjanjian sewa dan productknowledge ITC diperuntukkan untuk penjualan garmen,moeslem,wears batik dan textils. Pengelola ITC secarakonsisten mengatur hal itu sehingga setiap penyewa kiosdi lantai ini harus menjual produk sesuai peruntukkan.3. Pengelola secara sepihak mengalihperuntukkan lowerground ITC yang semula merupakan lantai untuk kioskiosproduk sepatu, bank, mainan dan jasa menjadi kioskioskomoditas barang-sebagaimana pedagang di kiosUpper ground.4. Para pedagang lower ground dibebaskan dari sewakios/stan sehingga terbebas dari fixed cost sebagaimanayang sudah ditanggung oleh Upper Ground, secara diamdiamPT. Citra Agung Tirta Jatim membuat perjanjiandengan pedagang lower ground.5. Setiap bulannya para pedagang, membayar retribusilistrik dan service charge, sesuai perjanjan yang dibuatantara para pedagang dan PT. Citra Agung Tirta Jatim,jika terlambat pembayarannya dikenakan denda 3%.6. Pasokan listrik dimonopoli oleh PT. Citra Agung TirtaJatim, dengan tarif yang mencekik leher, yangseharusnya dibayar langsung ke PLN, tetapi dibayarlewat rekening tagihan pada PT. Citra Agung Tirta Jatim.7. Adanya penambahan biaya jaminan kunci sebesar Rp.2.000.000,- per kios, yang pengelolaan ataupenempatan uangnya tidak jelas dikemanakan.Halaman 197 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS49 Persekong Pelapor menduga terjadi persekongkolan PT Sekawan Penelitiankolan dalam Pangan Jaya dengan panitia Pengadaan Barang dan Jasa sekretariatpelelangan Susu Dinas Kesehatan Kab. Tangerang dalam pelelangan Paketdan Biskuit TA Susu dan Biskuit TA 2006.2006Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:1. Pemenang lelang, PT Sekawan Pangan Jaya (PT SPJ)adalah distributor PT Nestle;2. Pada Bagian spesifikasi barang dari dokumen lelang/RKSyang harus ditawarkan oleh peserta lelang:a. Telah diarahkan pada prosuk dari PT Nestle, yaituSusu Lactogen 2 dan biskuit Bayi nestle;b. Terlalu detil, mengingat peruntukan Susu dan Biskuitini adalah untuk penanggulangan kurang gizi padabalita.3. Apabila mengacu pada dokumen lelang dan aanwijzing 5September 2006, seharusnya penawaran PT SPJdinyatakan gugur, namun PT SPJ tetap dimenangkanwalaupun:a. Jaminan Penawaran kurang dari kurun waktu yangditentukan, yaitu 45 hari kerja;PT SPJ juga melampirkan jaminan yang belumberlaku, karena penawarannya berlaku mulai tanggal15 September 2006, sedangkan pembukaanpenawaran pada tanggal 12 September 2006.b. Masa berlaku surat penawaran kurang dari waktuyang disyaratkan yaitu 45 hari kerja, karena suratpenawaran PT SPJ hanya berlaku selama 30 harikerja.KATEGORILAPORANPersekongkolan tender50 <strong>Persaingan</strong> usahaLaporan tentang adanya indikasi persekongkolan padaPenelitianPersekongkotidak sehat padalelang/tender di BKKBN Pusat.sekretariatlan tenderpelelanganDengan indikasi sebagai berikut:pengadaan1. Spesifikasi barang yang diminta mengarah pada produkbarang di BKKBNpabrikan tertentu, seperti produk ADS, implant,Pusatsuntikan, Pil KB;2. Pabrikan hanya memberi dukungan pada perusahaantertentu, dan tidak memberikan dukungan pada pesertaHalaman 199 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUStender lainnya, yang bisa dilihat pada SPK dan beritaacara pelelangan pengadaan tersebut;3. Pada pengadaan barang tertentu, pabrikan ikut masukke dalam tender, seperti pengadaan Pil KB dsb;4. Panitia dalam membuat RKS tender barang ADS,memasukkan kriteria E8 WHO, padahal kode tersebutuntuk kategori imunisasi. Dan yang digunakan untuk ibuibuyang menerima ADS, suntikan KB adalah kategoritherapy dengan kode E 13;5. Dalam RKS pelelangan panitia tidak mencantumkansyarat Kemampuan Dasar (KD), padahal hal ini wajibsesuai Keppres No. 80 Tahun 2003 sebagai syaratmengikuti tender berkategori SIUP Non Kecil harusmemiliki kemampuan Dasar = 5 NPT (Nilai PerolehanTertinggi);6. Tidak efisiennya penawaran harga di setiap pelelanganbarang-barang tersebut, sehingga menyebabkankerugian negara mencapai minimal 30 Miliyard;7. Pengadaan ADS, barang yang digunakan adalah Onejack,meskipun barang Onejack ini muatan lokal produksidalam negeri akan tetapi harganya lebih mahal daribarang import dari Amerika yaitu BIDY. Padahal baranglokal tidak dikenakanbiaya distribusi antar negara dantidak dikenakan biaya bea masuk barang import daripabean;8. Pengadaan alat dan obat dengan spesifikasi 3 ml sudahtidak direferensikan oleh WHO, seharusnya hal ini tidaklagi dicantumkan dalam program BKKBN, tetapi ternyataBKKBN Pusat masih mengalokasikan dana dari APBNuntuk pembelian alat suntikan tersebut.KATEGORILAPORAN51 PersekongAdanya laporan dugaan persekongkolan tender alatPenelitianPersekongkokolan dalamkesehatan RSUD Sam Ratulangi, dengan indikasi sebagaisekretariatlan tendertender alatberikut:kesehatan RSUD1. Pada tanggal 20 April 2007, telah diadakan aanwijsingSam Ratulangiulang oleh panitia tender di aula RSUD Tondano, karenaTondanotender pertama telah diadakan penundaan pada saatMinahasa dipembahasan RKS tentang spesifikasi, karena spesifikasiHalaman 200 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSTondanotelah diprotes oleh peserta/rekanan pengusaha dimanaitem spesifikasi terarah pada produk tertentu dandisupply oleh distributor tertentu. Dan hal ini telah diakuioleh panitia sehingga panitia telah menskors danmenunda rapat aanwijsing tersebut;2. Pada pelaksanaan re-aanwijsing ulangan tanggal 20 April2007, ternyata spesifikasi baru dalam RKS yang telahdijanjikan panitia hanya dirubah dengan menghapusbeberapa item dalam setiap spesifikasi. Spesifikasi alattersebut masih seperti RKS yang lama karena mengarahpada produk dan suplier/distributor tertentu;3. Pelapor berpendapat telah terjadi persekongkolan antarapanitia dan pihak ke-3 dengan cara panitia memaksakanspesifikasi tersebut dengan spesifikasi alat tertentusehingga perlu adanya penelusuran dan pemeriksaanadanya dugaan pelanggaran UU No. 5/1999, Pasal 22.KATEGORILAPORAN52 PersekongAdanya dugaan persekongkolan dalam menentukanPenelitianPersekongkokolan tenderpemenang tender APBN pada Dinas Kimpraswil Propinsisekretariatlan tenderAPBN pada DinasJambi, dengan indikasi :Kimprarwil1. Jumlah peserta lelang yang mengambil dokumen danPropinsi Jambimengikuti aanwijzing sangat jauh berbeda jikadibandingkan dengan jumlah peserta yang memasukkanpenawaran. Tindakan pelanggaran tersebut dikoordiniroleh oknum tertentu yang telah bekerja sama denganoknum panitia.2. Pada saat pelaksanaan tender tanggal 2 maret 2007 diDinas Kimpraswil Propinsi jambi telah terjadi tindakanpenghadangan terhadap peserta lelang yang akanmemasukkan penawaran oleh sekelompok orang-orangdengan cara-cara premanisme.3. Angka penawaran yang masuk dengan pagu dana yangdisediakan pemerintah adalah harga yang tidak bersaingsecara sehat.Halaman 201 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS53 <strong>Persaingan</strong> usaha Pelapor menduga bahwa pelelangan proyek pekerjaan jasa Penelitiantidak sehat pada pemborong dengan No.602.1/1801/35/2007 di Dinas sekretariatpelelangan Pekerjaan Umum Jl.MT.Haryono No.167 Cilacap Jawa Tengahproyek pekerjaan dilaksanakan secara tidak sehat dan di monopoli antarajasa pemborong sesama rekanan jasa pemborong. Dengan indikasi :di Dinas1. Telah terjadi penjagaan ketat oleh oknum tertentu yangPekerjaan Umum melarang seluruh peserta penyedia barang/jasa untukCilacap, Jawamasuk ke instansi Dinas Pekerjaan Umum KabupatenTengahCilacap untuk mendaftar.2. Peserta lelang yang ingin ikut mendaftar diajak ke salahsatu kantin untuk dibayar uang mundur sebesarRp.500.000,- tiap perusahaan.54 Persekongkolan Laporan dugaan persekongkolan dalam menentukan Penelitiandalam pelelangan pemenang tender pekerjaan pembongkaran gedung SekretariattenderPT.Matahari Putra Prima,Tbk dengan indikasi sebagai berikutpembongkaran :gedung1. Pihak PT.Matahari Putra Prima,Tbk membatalkanPT.Matahariperusahaan pemenang tender secara sepihak danPutra Prima,Tbk melakukan tender ulang.2. Pemenang tender bukan merupakan peserta lelang sertatidak memenuhi syarat-syarat dan ketentuan lelang yaitubelum berbadan hukum dan atau terdaftar diSISMINBAKUM Departemen Hukum dan Hak AsasiManusia RI.3. Pelelangan ulang yang diadakan PT.Matahari Putra PrimaTbk tidak sah dan tidak berbadan hukum karena PanitiaLelang tidak konsisten dalam menerapkan syarat-syaratdan ketentuan lelang.KATEGORILAPORANPersekongkolan tenderPersekongkolan TenderHalaman 202 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSkepada Pemerintah agar memberikan respon dan doktrinsecara tertulis atas aspirasi rakyat bagian timur.KATEGORILAPORAN57 Surat Sanggahan1. Berdasarkan Hasil Evaluasi Teknis yang telahPenelitianPersekongkodari Consultingdiumumkan oleh Panitia pada 3 Mei 2007 diperoleh hasilSekretariatlan TenderEngineer kepadasewaktu pembukaan dokumen teknis yang diketahuiPanitiabersama bahwa PT. Azimuth Utama Consultant di FormPengadaanTenaga Ahli tidak dibubuhi materai, dimana hal tersebutBarang dan Jasamenjadi persyaratan mutlak yang tercantum dalam RKS.Bapenas2. Menurut pemahaman Pelapor seharusnya PT. AzimuthUtama Consultant dinyatakan gugur.58 Pengaduan AtasPelapor mengadukan adanya pemaksaan keikutsertaanPenelitianBukanPemaksaanasuransi atas unit kondominium yang telah dibeli olehSekretariatKewenanganKeikutsertaanPelapor.<strong>KPPU</strong>Asuransi1. Sesuai aturan perbankan yang berlaku unit tersebutharus diasuransikan dan telah diasuransikan melaluiAsuransi Lippo General sejak Desember 2006.2. Secara fakta, unit tersebut tidak lagi dikuasai olehmanajemen pengelola gedung sehingga mereka tidaklagi memiliki hak untuk mengasuransikan unitkondominium yang telah dibeli oleh Pelapor.3. Pengelola gedung tidak bersedia untuk mengembalikanpremi asuransi kolektif yang didebit dari setoran depositbiaya Service Charge bulanan pemakainya.59 RekayasaLaporan dugaan persekongkolan dalam menentukanPenelitianPersekongkoPelelangan yangpemenang tender yang harga penawarannya sangat tinggi.Sekretariatlan TenderMerugikanPelapor menyampaikan surat sanggahan yang telahNegara Milyarandikirimkan oleh tiga rekanan atau peserta lelang yang merasaRupiahdirugikan oleh Pejabat Panitia Lelang maupun KuasaPengguna Anggaran atas Pelelangan Umum PengadaanBarang Atau Jasa yang dibiayai dari dana APBD di DinasPekerjaan Umum Pertambangan dan Energi ProvinsiKepulauan Riau.1. Tiga peserta lelang merasa tidak pernah dipanggil untukverifikasi dan klarifikasi serta sampai saat ini belumpernah menerima balasan surat sanggahan, padahalHalaman 204 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSketiga peserta lelang tersebut sudah membuat suratsanggahan kepada panitia lelang maupun kuasapengguna anggaran.2. Dengan adanya surat pengaduan dari ketiga pesertalelang tersebut, pelapor menilai bahwa pejabat panitialelang Dinas Pekerjaan Umum Pertambangan dan EnergiProvinsi Kepulauan Riau tidak konsekuen.3. Pelapor meragukan keseluruhan paket pekerjaan proyekpelelangan (31 paket) dan adanya penyelewenganprosedur dimana harga penawaran terendah digugurkan.KATEGORILAPORAN60 Pelanggaran UULaporan dugaan persekongkolan tender untuk memenangkanPenelitianPersekongkoNomor 5/1999peserta tender tertentu di Kalimantan Barat.Sekretariatlan Tenderdan KeppresPelapor dihalang-halangi oleh pihak panitia lelang dalam83/2003 sertamembeli atau menebus dokumen lelang melalui premanPelanggaranyang sengaja disewa oleh panitia lelang sedangkan pelaporFatal tentangmerasa telah memenuhi persyaratn dan kualifikasi sepertiFakta Integritasyang ada dalam pengumuman lelang.61 DugaanLaporan dugaan penyimpangan dalam Proyek PengadaanPenelitianPersekongkoPenyimpanganBuku dan Alat Peraga Sekolah Dasar di Dinas PendidikanSekretariatlan Tenderdalam ProyekKabupaten Labuhan Batu pada tahun anggaran 2006.Pengadaan DAK1. Pelapor bermaksud untuk ikut berpartisipasi dalamDinas Pendidikanpekejaan pengadaan Buku dan Alat Peraga PendidikanKabupatentersebut, dan telah mendapat rekanan untuk pengadaanLabuhan Batubarang yang sesuai spesifikasi yang dimaksud, yaitu PT.Tahun AnggaranGEORAI.20062. Pelapor kemudian melakukan promosi ke beberapaKepala Sekolah. Dari hasil kegiatan promosi tersebutpelapor telah mendapatkan surat pemesanan barang dari15 sekolah dari 52 sekolah yang ada di KabupatenLabuhan Batu. Surat pemesanan tersebut kemudiandikirimkan ke PT. GEORAI.3. Tetapi pelapor tidak dapat merealisasikan pesanantersebut karena:- Kepala Dinas Kecamatan dari beberapa KepalaSekolah yang sudah memesan ke Pelapor diancamakan dicopot jabatannya oleh Istri Pengusahah TokoHalaman 205 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSBuku ANPU (selaku Skretris PKK Kabupaten LabuhanBatu) jika tidak memesan ke Toko Buku ANPU.- Pada saat pencaiaran dana, para Kepala Sekolahdipaksa oleh Kacabdis dan Toko Buku ANPU untuklangsung mentransfer dana pembelian barang tersbutke rekening Toko Buku ANPU.- Sampai saat ini, pajak-pajak yang berkenaan denganpekerjaan pengadaan barang tersebut belumdisetorkan oleh Toko Buku ANPU ke kas Negara.KATEGORILAPORAN62 <strong>Persaingan</strong>Pelapor menyampaikan dugaan pelanggaran yang dilakukanPenelitianMonopoli,<strong>Usaha</strong> tidakoleh PT. (Persero) Angkasa Pura II dan Taksi Puskopau.SekretariatPenguasaanSehat oleh PT.1. PT. (Persero) Angkasa Pura II hanya menunjuk 1 (satu)Pasar, dan(Persero)perusahaan taksi argometer yaitu Taksi Puskopau untukPosisiAngkasa Pura IImelayani penumpang yang ada di bandara tersebut.Dominandan Taksi2. PT. (Persero) Angkasa Pura II tidak mengizinkan taksiPuskopau dimanapun termasuk taksi milik pelapor untuk masuk danRiau, Pekanbaruberoperasi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru3. Pelapor menilai bahwa alasan yang diberikan PT.(Persero) Angkasa Pura II terkait hal tersebut di atasyaitu karena adanya keterbatasan lapangan parkir, tidakmasuk akal.4. Tindakan PT. (Persero) Angkasa Pura II dinilaimembatasi konsumen dalam menentukan pilihantransportasi, di samping juga menunjukkan indikasimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat antarsesama Angkutan Taksi Argometer.63 Pelelangan diPelapor menduga pelelangan tidak sesuai dengan KeppresPenelitianPersekongkoBalai Besar80/2003 karena panitia meminta peserta membayar Rp.sekretariatlan tenderPenelitian dan1.500.000 saat mengambil dokumen. Panitia juga melarangPengembanganpeserta yang belum mendaftar untuk mengikuti aanwijzing.Bioteknologi danSumberdayaGenetikPertanianHalaman 206 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS64 Monopoli proyek Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan dalam tender Penelitiandan perilaku pengadaan barang/jasa di Dinas Praskim dan Balai Sungai sekretariatanak pejabat di Wilayah I Sulawesi Utara.Sulawesi UtaraIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;1. Terdapat satu kontraktor yang memenagkan 8 paketpekerjaan dengan nilai masing-masing Rp. 1 milyarlebih.2. PT Soilex memenangkan pekerjaan jasa konsultan diDinas cipta karya untuk pekerjaan kulaifikasi Besar,Menengah dan Kecil.3. Beberapa pekerjaan dimenangkan oleh perusahaan yang”dibawa” oleh anak pejabat.KATEGORILAPORANPersekongkolan tender65 MonopoliPelapor menduga terjadi praktek monopoli padaPenelitianMonopolidistribusi danperdagangan, distribusi dan penjualan minuman beralkoholsekretariatpenjualandi daerah Papua Barat (Irian Jaya Barat).minumanberalkohol diIndikasi yang disampaikan pelapor adalah sebagai berikut:Irian Jaya Barat1. Surat Gubernur No. 503/157/GIJB/2007 tanggal 9 maret2007 kepada Bupati Sorong menyatakan bahwaperusahaan yang tidak mendapat rekomendasi dariGubernur tidak diizinkan memasok minuman beralkohol.2. Bahwa dengan adanya surat tersebut mengakibatkanperusahaan yang tidak mendapat rekomendasi dariGubernur menjadi tertutup untuk berusaha dibidangtersebut.66 Memo KepalaKepala KPD Balikpapan menyampaikan adanya laporan dariPenelitianPersekongkKPD Balikpapanpelaku usaha mengenai dugaan adanya persaingan usahaSekretariatolan tenderperihaltidak sehat pada Tender Pengadaan Komputer dan Printer dipengadaanDinas Pendidikan Kota Balikpapan tahun 2007 senilai Rp.komputer dan4.334.000.000.printer di DinasPendidikan KotaIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:Balikpapan1. Surat penawaran pemenang tidak ditujukan kepadapanitia kegiatan.2. Pemenang menawar harga lebih mahal (Rp.4.007.300.000) dari pelapor (Rp. 3.341.415.000).Halaman 207 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS67 DugaanPelapor menduga terjadi kecurangan pada proses pelelangan Penelitianpersekongkolan pekerjaan pembangunan saluran irigasi pedesaan di Sekretariattenderpematang siantar. Indikasi yang disampaiakan adalahpembangunan adanya perampasan dokumen lelang oleh orang yang tidaksaluran irigasi di dikenal dan hal ini didiamkan oleh panitia, padahalPematangkejadiannya di ruangan panitia.SiantarTender Dipasena Pelapor menduga terjadi kecurangan dalam pelaksanaan PenelitianProgram Penjualan Aset Kredit dan Saham Grup Dipasena Sekretariatdengan Pengamanan Revitalisasi yang dilaksanakan oleh PTPerusahaan Pengelola Aset (Persero).KATEGORILAPORANPersekongkolan tenderPersekongkolan tenderIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:1. Bukti kemampuan Keuangan Konsorsium Neptune hanyaberupa bilyet giro, sehingga tidak sesuai dengan TOR.2. Konsorsium Neptune sebagai pemenang lelang didugatidak memenuhi syarat administrasi sehingga seharusnyatidak diperkenankan mengikuti proses tender.68 HambatanPelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehatPenelitianDiskriminasberusaha oleholeh DPP Asosiasi Perawatan Gedung Indonesia pada bidangSekretariatiAsosiasiusaha perawatan gedung di Samarinda, Kalimantan Timur.PerawatanBangunanIndikasi pelanggaran yang disampaikan adalahsebagaiIndonesiaberikut;1. DPP APBI Kaltim mencabut keanggotaan dan SertifikatBadan <strong>Usaha</strong> pelapor tanpa mekanisme sesuai AD/ART.2. Pencabutan dialami juga oleh CV. Sepakat Permai, CVPerwira Karya. CV Sungai Mahakam dan CV Byrastio.3. Selain itu DPP APBI Kaltim juga tidak mengeluarkan SBUbagi badan usaha yang telah memenuhi syaratadministrasi dan kewajiban keuangan.69 Tender KabelPelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat padaPenelitianPersekongkLaut Transmisiproses prakualifikasi proyek pengadaan kabel bawah lautsekretariatolan tenderKepulauan Seribuuntuk transmisi listrik ke kepulauan seribu pada dinaspertambangan provinsi DKI Jakarta tahun 2007.Halaman 208 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSIndikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:1. Pelapor telah digugurkan oleh panitia karena dianggaptidak memenuhi persyaratan, padahal sebenarnya telahmemiliki persyaratan tersebut.2. Terdapat peserta yang tidak memenuhi persyaratanprakualifikasi tetapi diluluskan oleh panitia.3. Diduga terjadi pengaturan spesifikasi kabel sehinggahanya dapat dipenuhi oleh produsen kabel tertentu.70 Memo DKP Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada PenelitianTenderproses Tender Pekerjaan Perawatan Kebersihan Gedung di SekretariatPekerjaanBiro Umum dan Humas Depkominfo tahun 2007.PerawatanKebersihan Indikasi yang disampaikan adalah:Gedung di Biro 1. Terdapat perbedaan antara lampiran dokumen lelangUmum danyang diterima dengan lampiran dokumen lelang yangHumasdijelaskan panitia lelang;Depkominfo 2. Panitia pelelangan hanya melampirkan lampiran 2dokumen lelang (rincian biaya) dan tidak ada lampiran 1dokumen lelang (contoh surat penawaran) yangdijelaskan pada saat aanwijzingKATEGORILAPORANPersekongkolan tender71 TenderPelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat padaPenelitianPersekongkPemeliharaanproses TenderPemeliharaan Jalan dan Jembatan DinasSekretariatolan tenderJalan danPekerjaan Umum Pertambangan dan Energi ProvinsiJembatan DinasKepulauan Riau Tanjung Pinang tahun 2007.PekerjaanUmum,Indikasi yang disampaikan:Pertambangan1. Beberapa peserta tender tidak pernah dipanggil untukdan Energiverifikasi dan klarifikasi;ProvinsiKepulauan RiauTanjung Pinang2. Terdapat peserta yang tidak memenuhi persyaratan(tidak melampirkan Kerja Sama Operasi) tetapidinyatakan sebagai pemenang;Halaman 209 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSPelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada Penelitianproses Tender Pengadaan Barang dan Jasa Kegiatan SekretariatPeningkatan Jalan Pekerjaan Pemeliharaan Periodik RuasJalan Gekbrong, Tegallega. Cianjur tahun 2007.Indikasi yang disampaikan:Pelapor mempunyai nilai penawaran terendah namunditetapkan sebagai Pemenang Cadangan I atau PemenangKedua.Pelapor menduga/ mengIndikasikan telah terjadi Penelitianpersekongkolan tender pada pekerjaan infrastruktur tahun Sekretariatjamak di lingkungan pemprov Sumatera Selatan (APBD thanggaran 2005-2008)Indikasi yang disampaikan:- Panitia tender hanya mengumumkan tender di KoranRakyat merdeka yang tidak beredar di Palembang (16Agustus 2005)- Pelaksanan tender hanya 2 hari sebelum liburan nasionallebaranKATEGORILAPORANPersekongkolan tenderPersekongkolan tender72 TenderPengadaanBarang dan JasaKegiatanPeningkatanJalan PekerjaanPemeliharaanPeriodik RuasJalan Gekbrong,Tegallega.Cianjur.73 Tender pekerjaaninfrastrukturtahun jamak dilingkunganpemprovSumateraSelatan (APBD thanggaran 2005-2008)74 Penetapan hargajual tarif dipelabuhanSorong yangdisepakatibersama sesamaperusahaanekspedisi(GabunganperusahaanForwarder danEkspedisiIndonesia-GAFEKSI)Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU no5/99 dengan adanya kesepakatan harga jual antara sesamaperusahaan ekspedisi di Pelabuhan SorongTerlampir surat perubahan harga yang berlaku tertanggal 12Mei 2007PenelitianSekretariatHalaman 210 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS75 Tarif SMSHimbauan untuk tidak melakukan kesepekatan, himbauan Penelitian(BRTI & ATSI)atau apapun yg menyangkut penetapan tarif (price fixing) Sekretariatterhadap tarif SMSKATEGORILAPORANpenetapantarif (pricefixing)76 PelanggaranIndikasi terjadinya pelanggaran KEPMEN no 11 tahun 2005Penelitianpenggunaandan KKN teroganisir dalam pelaksanaan penggunaan danaSekretariatdana BOS danBOS tahun 2006 sejumlah Rp. 84.000.000.000 di Prop.rekayasa prosesLampungpenjualan bukusekolah77 Dugaan monopoliPelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehatPenelitianPosisidalam(Pasal 25)pada proses penyelenggaraan aplikasi CustomerSekretariatdominanpenyusunanInformation System (CIS) PLN 2006 yang akan digunakankebijakanuntuk melakukan roll out ke seluruh wilayah Indonesiapenyelenggaraanaplikasi CIS PLN2006 (Cek lap.No 590)78 Laporan danPelapor menduga telah terjadi beberapa pelanggaran dalamPenelitianPersekongkpermohonanpembangunan Pasar Tanah Abang.Sekretariatolan tenderbantuan olehsekretariatIndikasi:bersamaPenunjukkan langsung tanpa tender PT. Priamanaya DjanPedagang PasarInt’l selaku developer untuk membangun kembali Blok ATanah Abang ygsalah satunyaPT. Priamanaya Djan Int’l hingga saat ini tetap bertindaktentang tendersebagai pengelola pasar yang seharusnya dilakukan oleh PDpelaksanaanPasar JayapembangunanPasar TanahAbang Blok B, C,D, E79 PengaduanPelapor manduga telah terjadi usaha penguasaan pasar kaosPenelitianPenguasamonopoli pasarkai oleh pemilik merek dagang MUNDO denganSekretariatan Pasarkaos kaki melaluimendaftarkan design kaos kaki ke dirjen HAKI sedangkanpendaftaranmenurut pelapor desaign seperti yang dipublikasikan dimerk dagang danKOMPAS tersebut telah ada sejak adanya mesin kaos kakidesign industriHalaman 211 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUSoleh pemilikmerek MUNDOKATEGORILAPORAN80 PerlakuanPelapor mengindikasikan bahwa telah terjadi diskriminasiiPenelitianPersekongkdiskriminasi padapada pelalangan pengadaan ban RTG, head truck dan chasisSekretariatolan tenderpelelangan bandi Terminal Petikemas Koja.di TPK KojaIndikasi yang disampaikan:Dicoretnya perusahaan pelapor dari daftar peserta pendaftarpelelangan tanpa disertai alaasan yang jelas81 Korupsi danPelapor mengindikasikan telah terjadi persekongkolan danPersekongkpenyalahgunaanrekayasa pada pelaksanaan tender atas pengelolaan reklameolan tenderwewenangdi Bandara Juanda oleh PT Angkasa Pura Ijabatan yangdilakukan olehIndikasi yang disampaikan:oknum pejabatSetelah adanya pengumuman pemenang lelang, ternyataPT. Angkasa Puraditemukan titik lokasi reklame yang strategis yang tidak(persero)ditenderkan (penunjukkan langsung) dengan harga sewayang lebih murah dari harga sewa sewajarnya yang berartimerugikan negara.82 PengaduanPelapor mengindikasikan telah terjadi persekongkolan dalamPersekongkPelanggaranPelelangan Pembangunan Gedung Arsip BATANolan tenderProsedurPelelanganIndikasi yang disampaikan:PembangunanPT. Satria Guna Utama dimenangkan padahal syaratGedung Arsipadministratif dalam dokumen penawarannya tidak lengkap.BATANSedangkan PT. Mugapes tetap dikalahkan karena tidakmelampirkan dokumen spesifikasi teknis, meskipun nilaipenawarannya lebih rendahHalaman 212 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________LAMPIRAN3RESUME SARAN DAN PERTIMBANGAN <strong>KPPU</strong>PERIODE JANUARI – DESEMBER 2007Tabel Resume Saran dan Pertimbangan <strong>KPPU</strong>No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 41.Surat No. Sumber: Tidak Terkait kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan Belum ada respon resmi dari77/K/III/20 adanyabeberapa hal sebagai berikut :pemerintah terhadap saran07 tanggal9 Maret2007pengaturantentang equalplaying field1. <strong>KPPU</strong> mendukung substansi pengaturan yangdilakukan sebagai upaya perlindungan usaha kecilritel dan tradisional serta perlindungan terhadapdari <strong>KPPU</strong> untuk memasukanklausul tambahan dalambab/pasal tersendirikepada antara ritelpemasok ritel modern. Mengenai substansiPresidenRepublikkecil/tradisionaldan pemasokpengaturan <strong>KPPU</strong> memahami bahwa hal tersebutmerupakan kewenangan pemerintahIndonesia dengan ritel 2. Dalam beberapa substansi pengaturan, <strong>KPPU</strong>besar yangmengharapkan agar memperhatikan potensipotensimemiliki kapitalpersaingan usaha tidak sehatbesarsebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1999,antara lain menyangkut pengaturan pembatasanjumlah pelaku usaha, berbasiskan analisisHalaman 213 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4terhadap supply dan demand. Diharapkanpembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadiinstrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pelakuusaha untuk melakukan praktek monopoli danpersaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasiterhadap konsumen.3. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritelmodern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanyamenyangkut pemasok kecil tetapi juga pemasokmenengah dan besar, mengingat daya tawar ritelmodern yang sangat tinggi tidak hanya berefekpada pelaku usaha kecil tetapi juga usahamenengah dan besar. Dalam pengaturan jugaperlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungantransaksi antara pemasok dan peritel moderntidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsippersaingan usaha yang sehat4. Apabila keterlibatan <strong>KPPU</strong> akan didefinisikansecara eksplisit dalam substansi pengaturan,maka diusulkan terdapat klausul tambahan dalambab/pasal tersendiri sebagai berikut:Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>Tidak Sehat1. Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatanyang dapat mengakibatkan terjadinya praktekmonopoli dan persaingan usaha tidak sehat2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sesuai dengan UU No.5 Tahun 1999 tentangLarangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>Tidak SehatHalaman 214 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 42.Surat No. Sumber :Terkait kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan80/K/III/20 Memorandum of beberapa hal sebagai berikut :07 tanggal Understanding 1. <strong>KPPU</strong> memahami dan mendukung upaya15 Maret antarapemerintah untuk melakukan pemberantasan2007kepadaPemerintah yangdiwakili olehsoftware ilegal di Indonesia, khususnya di instansipemerintah yang dijadikan landasan kebijakan MoUPresiden Menteritersebut. Proses pembajakan software, telahRepublikIndonesiaKomunikasi danInformasidengan Microsoftsampai pada tingkat yang menghkhawatirkan dantelah menjadi dissinsentif bagi para pelaku usahaindustri software Indonesia. Akibatnya inovasi diPerihal:industri software terancam stagnan bahkanSaranberhenti sama sekali, yang dalam gilirannya dapatterhadapmematikan inovasi dan potensi wirausaha diMoUMicrosoft-Pemerintahindustri tersebut.2. Tetapi terkait dengan kebijakan pemerintah untukmelakukan MoU dengan Microsoft sebagai bagianRI yangdari upaya pemberantasan pembajakan, <strong>KPPU</strong>diwakili olehberpendapat hal tersebut tidaklah tepat karenaMenteribertentangan dengan prinsip persaingan usahaKomunikasidanyang sehat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5Tahun 1999. MoU dalam implementasinya akanInformasidilakukan dalam bentuk perjanjian, jikaditindaklanjuti akan menyebabkan beberapa hal :a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (marketpower) bagi Microsoft yang secara faktual telahmenjadi pemegang posisi dominandengan menguasai lebih dari 90 % pangsapasar operating system software (melaluiMicrosoft Windows) dan software aplikasikantor (Melalui Microsoft Office). Kekuatanpasar yang besar tersebut berpotensidisalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadisarana eksploitasi konsumen (InstansiPemerintah) oleh Microsoft sebagai satusatunyapenyedia software (operating systemTidak terdapat tanggapandari pemerintah. Meskipundemikian hingga saat iniMoU tersebut tidakdilaksanakan.Halaman 215 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4dan aplikasi kantor)b. Menutup peluang pelaku usaha penyediaoperating system software dan aplikasi kantorIndonesia selain Microsoft, untuk dapatmemasarkan produknya di instansi pemerintah.Hal ini akan menjadi disinsentif bagipengembangan software di Indonesia. Inovatordan wirusahawan Indonesia dalam industrisofware terancam kelangsungannya, karenatidak lagi ada daya tarik pasar.c. Menyebabkan tidak adanya alternatif pilihanoperating system software dan software aplikasikantor bagi instansi pemerintah selain produkmicrosoft. Dalam jangka panjang hal ini akanmenutup potensi efisiensi proses pengadaansoftware di instansi pemerintah. Instansipemerintah tidak lagi memiliki insentif untukberinisiatif mendapatkan software yangsesungguhnya dapat menggantikan fungsisoftware microsoft dengan biaya yang lebihmurah.3. Memperhatikan hal-hal tersebut diatas, <strong>KPPU</strong>berpendapat bahwa solusi untuk mengatasipembajakan dengan melakukan MoU denganmicrosoft, tidaklah tepat mengingat akarpermasalahan yang sesungguhnya dari maraknyapembajakan software adalah terkait denganpermasalahan penegakan hukum dari peraturanperundangan tentang hak kekayaan intelektualyang telah ada.4. Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakanhanya dapat dilakukan melalui penegakan hukumyang tegas. Meskipun hal tersebut memerlukanwaktu yang lebih panjang dan usaha yang lebihkeras, tetapi <strong>KPPU</strong> meyakini bahwa apabila semuaHalaman 216 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4elemen bangsa ini memiliki kemauan untukmewujudkannya, maka hal tersebut dapatdiimplementasikan.Mencermati hal-hal diatas maka <strong>KPPU</strong> menyarankanagar Pemerintah mencari model kebijakan lain yangberdampak luas pada pemberantasan pembajakansoftware dan persaingan usaha yang sehat.<strong>Persaingan</strong> usaha yang sehat diharapkan mampumengatasi digital divide dalam pembangunan ekonomiberbasis pengetahuan (knowledge based economy)dalam jangka panjang, karena munculnya inovasisoftware yang berbasis open system dan aplikasiperkantoran serta aplikasi khusus lainnya yang lebihterjangkau masyarakat luas. <strong>KPPU</strong> juga menyarankanPemerintah tidak menindaklanjuti MoU denganMicrosoft dalam bentuk perjanjian sekaligus mencabutMoU tersebut, untuk menghindarkan munculnyapotensi-potensi persainganusaha tidak sehat diindustri software Indonesia.3.163/K/V/2Sumber : SETanggapan dan saran <strong>KPPU</strong> adalah sebagai berikut :Tidak ada tanggapan dari007Menkominfo No.1. Dari sisi persaingan usaha terbitnya SE tersebutPemerintah. Saat initanggal01/SE/M/Kominfdiyakini akan menghambat iklim usaha danpembahasan RUU Pos25 Meio/1/2007persaingan dalam jasa layanan pos. Hal tersebutprioritaspembahasannya2007tentangmengingat substansi SE yang bersifat diskriminatifditingkatkan oleh DPR.kepadaPengiriman Suratterhadap pelaku usaha tertentu, menghambatPresidenyang berpotensipelaku usaha lain untuk melakukan kegiatanRIbertentanganusaha dalam pasar (entry barrier) sertadengan prinsipmembatasi pilihan konsumen pengguna jasa posPerihal :persainganterutama konsumen perusahaan non individu.Saran danusaha sehatKondisi tersebut dikhawatirkan akan berdampakPertimbanganegatif terhadap kinerja perekonomian secaran <strong>KPPU</strong>keseluruhan.terhadap2. SE tersebut secara tidak langsung telahSurat Edaranmengembalikan atau menegaskan posisi monopoliHalaman 217 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4MenkominfoNo.01/SE/M/KoPT. Pos Indonesia. <strong>KPPU</strong> melihat bahwa kondisitersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalamUU No. 6 Tahun 1984 tentang Pos. Akan tetapiminfo/1/200<strong>KPPU</strong> juga melihat fakta bahwa selama ini7Pemerintah membiarkan bahkan cenderungmemfasilitasi kehadiran para pelaku usaha swastadi sektor jasa pos selain PT. Pos Indonesia. Dalamperspektif persaingan adanya SE tersebutmenimbulkan situasi bisnis yang tidak kondusifbaik terhadap PT. Pos Indonesia, pelaku usaha,jasa kurir swasta dan konsumen. Dampakterhadap PT. Pos Indonesia dalam jangka pendekadalah peningkatan kinerja dengan memanfaatkanhak monopolinya. Dalam jangka panjang, PT. PosIndonesia akan kembali dibesarkan dalam situasimonopoli yang dapat menjadi disinsentif bagi PT.Pos Indonesia untuk berkembang secara efisien.3. Mekipun kondisi PT. Pos Indonesia saat ini sangatmemprihatinkan, namun solusi untukmeningkatkan kinerja PT. Pos Indonesia tidakharus melalui kebijakan yang cenderungbertentangan dengan prinsip-prinsip persainganusaha yang sehat. Kebijakan yang anti persainganbahkan dapat memperburuk kinerja sektor jasapos secara keseluruhan.4. <strong>KPPU</strong> memandang perlunya program revitalisasiyang komprehensif terhadap PT. Pos Indonesiauntuk perbaikan serta peningkatan kinerjaoperasional dan pelayanan. Untuk itu perlu adanyadukungan Pemerintah dalam tugas PT. PosIndonesia yang tidak memiliki nilai ekonomis(Public Service Obligation). Sedangkan untukkegiatan komersial sudah selayaknya manajemenPT. Pos Indonesia diberikan fleksibilitas untukmenetapkan berbagai kebijakan operasional danHalaman 218 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4strategis, seperti diantaranya adalah penetapantarif layanan komersial dan inovasi produk danjasa kepada konsumen komersial. Hal ini sejalandengan status PT. Pos Indonesia (persero) yangsalah satu tujuannya adalah mencari keuntungan(profit center).5. SE tersebut bertentangan dengan semangat RUUPerposan yang mendukung perubahan modelpengelolaan sektor jasa pos Indonesia darimonopoli menuju persaingan.6. <strong>KPPU</strong> berharap agar pembahasan perubahan UUNo. 6/1984 dapat diselesaikan dalam waktu dekatserta agar Menkominfo dapat meninjau kembali SEMenkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 agarsesuai dengan koridor persaingan usaha yangsehat.4. Surat No.Sumber : RPP<strong>KPPU</strong> memberikan tanggapan dan saran sebagaiTidak ada tanggapan resmi188/K/VI/20tentangberikut :dari Pemerintah. Meskipun07 tanggalPenataan dan1. <strong>KPPU</strong> mendukung sepenuhnya substansidemikian <strong>KPPU</strong> selalu18 Juni 2007Pembinaanpengaturan yang dilakukan dalam upayadilibatkan dalam proseskepada<strong>Usaha</strong> Pasarperlindungan usaha kecil ritel dan tradisional sertapembahasan RPP RitelMenteriKoordModern danperlindungan terhadap pemasok ritel modern.tersebut.inator<strong>Usaha</strong> TokoMenyangkut substansi pengaturan, <strong>KPPU</strong>PerekonomiaModernmemahami sepenuhnya bahwa hal tersebutnmerupakan kewenangan Pemerintah.Perihal :2. Terkait substansi pengaturan, <strong>KPPU</strong>Saran danmengharapkan agar substansi tersebutPertimbangamemperhatikan potensi-potensi terjadinyan terhadappersaingan usaha tidak sehat sebagaimana diaturRancangandalam UU No. 5 tahun 1999. Hal tersebut antaraPeraturanlain menyangkut pengaturan pembatasan jumlahPresidenpelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supplytentangdan demand. Diharapkan pembatasan jumlahPenataanpelaku usaha tidak menjadi instrumen yang dapatHalaman 219 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4danPembinaandimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukanpraktek monopoli dan persaingan usaha tidak<strong>Usaha</strong> Pasarsehat melalui eksploitasi terhadap konsumen,Modern danmisalnya dengan melakukan praktek kartel antar<strong>Usaha</strong> Tokopelaku usaha yang jumlahnya terbatas atauModernbahkam praktek monopoli karena hanya ada satupelaku usaha disatu wilayah.3. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritelmodern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanyamenyangkut pemasok kecil, tetapi juga pemasokmenengah dan besar. Hal tersebut mengingatdaya tawar ritel modern yang sangat tinggi tidakhanya berefek terhadap pelaku usaha kecil sajatetapi juga usaha menengah dan besar. Selain itudalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwasegala bentuk hubungan transaksi antara pemasokdan peritel modern tidak boleh bertentangandengan prinsip-prinsip persaingan usaha yangsehat.4. Apabila keterlibatan <strong>KPPU</strong> hendak didefinisikansecara eksplisit dalam substansi pengaturan, makadiusulkan terdapat klausul tambahan dalambab/pasal tersendiri sebagai berikut :Larangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>Tidak Sehat :a. Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatanyang dapat mengakibatkan terjadinya praktekmonopoli dan persaingan usaha tidak sehatb. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentangLarangan Praktek Monopoli dan <strong>Persaingan</strong> <strong>Usaha</strong>Tidak Sehat.Halaman 220 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 45. .215/ K/ Sumber :Terkait kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan Menanggapi surat saran danVII/ 2007 pembenahan beberapa hal sebagai berikut :pertimbangan <strong>KPPU</strong>, Menteritanggal 10 penyelenggaraan 1. Tarif BPIH selama ini dihasilkan berdasarkan Agama memberi tanggapanJuli 2007 haji olehsumber informasi yang terbatas karena masih sebagai berikut :kepada : Pemerintahadanya hambatan-hambatan pasar bagi 1. Mengenai tarif BPIH,Presiden melaluikeikutsertaan pelaku usaha potensial di pasar telah dibahas bersamaRepublik Rancanganbersangkutan. Penetapan tarif oleh pemerintah dengan DPR-RI melaluiIndonesia Perubahan UU pada segmentasi haji khusus tidak mendorong mekanisme pembentukanNomor 17 Tahun pihak swasta untuk melakukan efisiensi dan Panja,dimanaPerihal : 1999 tentang melakukan persaingan sehat.sebelumnya telahSaran & Penyelenggaraan 2. Penetapan tarif BPIH untuk segmen haji reguler dilakukan Rapat DengarPertimbanga Haji.sebaiknya terbentuk melalui mekanisme Pendapat dengan pihakpihakn terhadappersaingan yang tidak diskriminatif disertaiterkait untukKebijakankriteria-kriteria teknis yang jelas dan transparan membahas penetuan tarifPenyelenggaryang dimplementasikan melalui tender terbuka. yang wajar danaan Haji3. Pada segmen pasar haji khusus perlu didorong proporsional. Tarif BPIHefisiensi terprogram melalui kebijakan cost tersebuttetapreduction yang wajar berupa penetapan batasatas tarif yang diawasi secara tegas.menggunakan tarif tahunsebelumnya dengan juga4. Sebaiknya Pemerintah melakukan terder terbuka melakukan pembahasanterhadap pelayanan ibadah haji di bidang dan tawar-menawartransportasi, jasa pelayanan dan jasa boga yang untuk memperoleh tarifmelibatkan swasta nasional, sehingga diharapkan yang wajar dandapat menekan tarif BPIH.proporsional. Sedangkan5. Pemerintah perlu melakukan pendekatan G to G mengenai keikutsertaandengan Pemerintah Arab Saudi dalam rangka pelaku usaha lain dalampengembangan kelompok kerja sama ekonomi transportasi haji,yang lebih strategis antara swasta nasional maskapai nasional yangdengan swasta Arab Saudi, sehingga dapat dipakai hanya satu yaitumemperluas peran swasta nasional dalam Garuda. Hal inipenyelenggaraan jasa angkutan dan katering, baik dikarenakan adanyadi embarkasi maupun di Arab Saudi.kesulitan perolahan izin6. Perangkapan fungsi regulasi dan fungsi pendaratan di Saudipelaksanaan oleh Pemerintah menjadi sebab Arabia yaitu Pemerintahutama inefisiensi penyelenggaraan haji. Hubungan Arab Saudi yangHalaman 221 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4operator-regulator harusnya bersifat vertikal,karena pada bentuk rangkap fungsi sepertisekarang menyulitkan mekanisme reward andpunishment ; akibatnya sampai saat ini tidak adamekanisme pertanggungjawaban DepartemenAgama atas berbagai masalah yang terjadi dalampenyelenggaraan haji.7. Pemerintah cukup menjalankan fungsi regulator,sedangkan fungsi pelaksanaan sebaiknyadiserahkan kepada badan yang dibentuk secarakhusus oleh pemerintah berupa Badan PelaksanaIbadah Haji. Penetapan BPIH dilakukan olehPresiden berdasarkan usulan BPIH setelahmendapatkan persetujuan DPR.8. Setiap komponen biaya penyelenggaraan ibadahhaji diorganisasikan oleh Badan Pelaksana IbadahHaji dengan mengimplementasikan mekanismeyang memperhatikan prinsip-prinsip persainganusaha yang sehat.memberlakukan singledesignatorbagipenerbangan haji suatunegara. Selain itumaskapai lainnya selalumemberikan penawarantarif yang lebih tinggi dariGaruda dan Saudi Airline.2. Implementasi melaluitender terbuka telahdilakukan melalui mediamassasepertipengumuman hasiltender catering diSurabaya melalui koranmedia Indonesia.Sedangkan untuk tarifpemondokan,penentuannya dilakukansesuai ketentuan yangberlaku dan mengikat diArab Saudi. DepartemenAgama melakukan upayanegosiasiuntukmemperoleh harga yangwajar dan kompetitif.3. Departemen Agama telahmendorong untukmelakukan efisiensidengantetapmemperhatikanperlindungan terhadapjemaah. Untuk itu,Departemen Agamamenetapkan hargaHalaman 222 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4minimal dalam rangkaperlindungan agarpelayanan benar-benardapat dilaksanakansesuai yang dijanjikan.Sementara ini belumdilakukan pembatasanharga maksimal sesuaisaran <strong>KPPU</strong>, karena diArab Saudi belum adastandarisasi tarif hotel,naqobah, dan catering.Namun, DepartemenAgama akan tetapmenjaga agar tarif yangditentukan harus sesuaidengan pelayanan yangdiberikan.4. Tender terbuka telahdilakukan denganmengumumkanpemenang lelang/tendermelaui website disampingkoran nasional yangsesuai dengan KepresNo.80 Tahun 2003.5. Dalam pendekatan G toG, sangat diharapkanadanya peran aktif daripelaku usaha nasionaluntuk mendapatkanpartner bisnis di ArabSaudi.6. Usulan pemisahan fungsiregulasi dan fungsiHalaman 223 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4pelaksanaan telahdiusulkan oleh beberapapengamat perhajian dantelah mendominasipembahasan padapembicaraan usul inisiatifDPR-RItentangPerubahan Undang-Undang No.17 tahun1999 tentangPenyelenggaraan IbadahHaji.7. Departemen Agamasependapat untukmembentuk KomitePengawas independenyang ikut mengawasipenyelenggaraan haji diIndonesia, denganpertimbangan untukdiantisipasi tidak adanyatumpangtindihpelaksanaan denganlembaga pengawasanyang dibentuk olehperaturan perundangan.8. Akuntabilitaspenyelenggaraan hajidilakukan oleh institusipemeriksa internal yaituInspektorat Jenderal danBPKP, serta institusipemeriksa eksternal yaituBPK. Perlu diketahuibahwa sejak dua tahunHalaman 224 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4ini, setelah selesaioperasional haji telahdiumumkan neraca BPIHsecara luas kepadamasyarakat melaluimedia massa nasional.6.Sumber :Terkait kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikanTidak terdapat tanggapan301/K/VIII/2Peraturanbeberapa hal sebagai berikut :dari Pemerintah.007Menteri No. 111. Apabila Pemerintah ingin mempertahankan bentukTanggal 30Tahun 2005pengaturan saat ini, maka Pemerintah harusAgustustentang Bukumemperkuat kebijakan tersebut dengan :2007Teks Pelajaranb. mengembangkan program-program turunanmerupakandari kebijakan yang telah dibuat saat ini,Perihal :kebijakan yangantara lain dengan :Saranselaras dengani. mengembangkan pengaturan teknis dariPertimbangasemangatkebijakan yang telah adan terhadappersainganii. mengembangkan toko buku sebagaiKebijakanusaha yangujung tombak industri bukuPerbukuansehat. Namunb. menegakkan sanksi bagi pihak-pihak yangNasionaldalammelanggar ketentuan yang telah ditetapkan,implementasinyaterutama ditujukan kepada pejabat dan, kerangkapelaksana pendidikan nasional yangindustrimendistorsi sistem melalui kewenangannya.perbukuan yang2. Terkait kebijakan harga buku nasional, mengingatideal yang sesuaipotensi oligopoli dalam industri buku sangatdenganbesar, maka untuk menghindari terjadinyakebijakan masiheksploitasi konsumen, Pemerintah disarankanjauh dariuntuk menetapkan batas atas harga buku. Halharapan. Salahtersebut dilakukan sebagai upaya pencegahansatuterhadap potensi eksploitasi siswa oleh pelakupermasalahanusaha. Di sisi lain kebijakan tersebut memberiyang munculruang persaingan yang seluas-luasnya sehinggaadalah terjadinyaupaya efisiensi pelaku usaha tetap terjadi.distorsi terhadap3. Memperhatikan nilai strategis perbukuan dalamHalaman 225 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4sistem ideal yangdiinginkanPemerintah sertaminimnyapendidikan nasional dan lemahnya implementasikebijakan saat ini, disarankan agar pengaturanperbukuan menggunakan peraturan perundanganyang lebih tinggi yang mengikat setiap wargaperhatianNegara yang menjadi obyeknya. <strong>KPPU</strong>Pemerintahuntukmendorongimplementasimengusulkan bentuk pengaturan yang tepat yaituUndang-Undang. Untuk itu <strong>KPPU</strong> mengusulkanagar Pemerintah segera menyiapkan RancanganUndang-Undang Perbukuan Nasional.kebijakan yangditetapkan olehDepartemenPendidikanNasional.7.Sumber :Terkait kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan Tidak terdapat tanggapan302/K/VIII/2 Amandemen beberapa hal sebagai berikut :resmi dari Pemerintah.007terhadap UU 1. Perlu adanya klasifikasi dan spesifikasi yang lebih Meskipun demikian dariTanggal 31 No.6 Tahun 1984 jelas terhadap produk atau jasa pos yang terkait berita media massaAgustus terutama yang dengan Public Service Obligation (PSO). diketahui bahwa Pemerintah2007berkaitan dengan Klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan akan berusaha untukpelayanan PSO kombinasi dari tiga kriteria utama yaitu jenis jasa mengakomodasi usulanPerihal : Pospelayanan (class of services), berat, dan tarif. <strong>KPPU</strong> tersebut dalamSaran &2. Dengan mengacu pada berbagai kebijakan pos regulasi turunan UU No. 6Pertimbangan <strong>KPPU</strong>dalam RUUPerposanyang diterapkan di berbagai negara, kategoriproduk/jasa yang bersifat wajib disediakan olehoperator/Negara dengan tarif yang terjangkau.Sementara, produk jasa pos seperti express mailTahun 1984.dan jasa pos premium lainnya merupakanproduk/jasa bernilai tambah yang termasuk kedalam wilayah komersial dan dapat dilakukansecara kompetitif, baik dari segi pelayananmaupun tarif, berdasarkan mekanisme pasaryang wajar.3. RUU Pos harus tetap memuat pengaturanmengenai PSO jasa pos di Indonesia. Undang-Halaman 226 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4Undang pos yang baru harus memberikan amanatkepada negara dalam hal penyediaan PSO jasapos dengan sistem dan metode pembiayaan yangmemadai. Dalam hal ini, metode atau prakteksubsidi silang antara jasa pos yang bernilaikomersial dengan jasa pos non komersial (PSO)harus dihilangkan, karena akan memberatkankinerja operator sebagai pelaksana PSO pos danjuga akan menimbulkan adanya hambatanterhadap iklim persaingan usaha yang sehat.4. Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan yangmemberikan hak konsensi kepada operator PSOdalam jasa pos, melalui proses yang kompetitifdan transparan, sehingga akan diperoleh operatorPSO jasa pos dengan biaya terendah yang dapatmelaksanakan fungsi serta menghilangkanadanya subsidi silang antara layanan PSO denganlayanan komersial. Untuk itu, perlu dilakukanevaluasi baik terhadap metode pendanaan PSOmaupun terhadap kinerja serta kemampuankandidat operator sebagai pelaksana PSO dalamjasa pos.5. Perlunya penguatan fungsi serta peran regulatordan pengawas dalam undang-undang pos yangbaru, terutama dalam hal status hukum, tatananinstitusi, pendanaan serta kewenangannya. Selainitu, regulator dan pengawas pos harus menjamintidak terjadi penyimpangan atau persilanganantara produk/jasa yang bersifat wajib denganproduk/jasa yang bersifat komersial, terutamadari sisi kebijakan tarif oleh operator PSO danpelaku usaha lainnya.6. Dalam RUU Pos sebaiknya juga mencakupberbagai perkembangan dan inovasi dalam duniabisnis, terutama dalam rangka mengantisipasiHalaman 227 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4trend integrasi layanan jasa pos dan logistik,sehingga dapat meningkatkan efisiensi daninovasi dalam supply chain yang mengarahkepada peningkatan kualitas layanan konsumendengan tarif yang lebih kompetitif.7. Ketentuan dalam RUU Pos tetapmempertimbangkan kaidah-kaidah prinsippersaingan usaha yang sehat sesuai dengan UUNo. 5 Tahun 1999 untuk menyikapi berbagai isudalam sektor pos, seperti diantaranya adalahintegrasi vertikal, akses terhadap jaringan posserta penetapan tarif yang unfair.8.Sumber : Masih Terkait kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong> menyampaikan330/K/IX/2007Tanggal 24diperlukanberbagaipembenahanbeberapa hal sebagai berikut :1. <strong>KPPU</strong> menyarankan agar departemen teknisataupun instansi yang berwenang dalam halSeptember agarperijinan usaha perkebunan melakukan2007 kepada perkembanganevaluasi terhadap pendayagunaan lahanBapakPresiden RIindustri kelapasawit sesuaiperkebunan kelapa sawit yang diusahakanoleh perusahaan besar swastadengan harapan 2. Ketentuan di dalam Peraturan MenteriPerihal : denganPertanianNomorSaranmengakomodasi26/Permentan/OT.140/2/2007 mengenaiPertimbangan terhadapkebijakannilai-nilaipersainganusaha yangkeharusan usaha pengolahan hasil perkebunansawit untuk memenuhi minimal 20% pasokanbahan bakunya dari pengusahaan budidayausahasehat dalamtanaman perkebunan sendiri, disarankanperkebunansawitpengembangannya.untuk dicabut.3. Pola kemitraan yang dilakukan seharusnyadilandasi dengan prinsip transaksional yangterbuka. Untuk itu, ketentuan-ketentuan didalam perjanjian kemitraan disarankanmemperhatikan ketentuan larangan praktekmonopsoni dan perjanjian tertutupsebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahunHalaman 228 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 41999.4. <strong>KPPU</strong> menyarankan agar departemen ataupuninstansi yang berwenang menjalankanketentuan operasional Peraturan MenteriPertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005,disarankan untuk tidak menyalahgunakansebagai instrumen yang memaksakankeseragaman harga pasar di pasarbersangkutan.9.Sumber :Permasalahan mendasar terkait dengan pelaksanaanTerdapat tanggapan resmi373/K/X/200Pemanfaatansistem Roro adalah sebagai berikut.yang ditujukan kepada <strong>KPPU</strong>7kapal RoRo1. Selama ini belum ada kebijakan bilateralmelalui Surat MenteriTanggal 29sebagaiantara Pemerintah RI dan PemerintahSekretaris Negara No B-Oktoberangkutan Batam-Singapura sebagai landasan hukum yang16/M.Sesneg/D-4/01/2008.2007Singapura saatmengatur mengenai angkutan penyeberanganini belumantara kedua negara tersebut. LandasanDalam surat tersebut,Perihal :diakomodasihukum yang dipakai selama ini adalah berupaMenteri Sekretaris NegaraSaran &dengan baikMoU antara Pemerintah RI dengan Pemerintahmeminta kepada MenteriPertimbangadalam kebijakanSingapura tentang kerjasama ekonomi sertaKoordinatorBidangn <strong>KPPU</strong>sektorSurat Keputusan Menteri Perdagangan,Perekonomianuntukterhadapperhubungan,Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan.membahas saran danPelaksanaansehinggaKetiadaan landasan hukum ini menjadi entrypertimbangan dari <strong>KPPU</strong>,Angkutanimplementasinyabarrierbagi pelaku usaha nasional yangmengingattelahKontainertelahmasuk kedalam usaha jasa angkutanditandatanganinyaRoll On-Rollmenimbulkanpenyeberangan dengan sistem Roro.perjanjian bilateral denganOff (RoRo)potensiHambatan tersebut muncul dalam bentukPemerintahSingapuraBatam-persainganantara lain, tidak adanya jaminan bagimengenaiEconomicSingapurausaha tidakkelangsungan usaha jasa penyeberanganCooperation in The Island ofsehat berupadengan sistem Roro, serta seringkali terjadiBatam, Bintan, and Karimunterhambatnyapenolakan chasis kapal Indonesia yang akanpada tanggal 25 Juni 2006.pelaku usahamasuk ke Singapura dengan alasan bahwaHasil pembahasan tersebutnasional yangchasis kapal Indonesia tidak sesuai dengandiharapkandilaporkanmemilikistandar chasis yang diterapkan otoritaskepada Presiden melaluikeinginan untukpelabuhan Singapura.Menteri Sekretaris Negara.Halaman 229 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4mengoperasikan 2. Terdapat berbagai praktek ekonomi biayakapal RoRo dijalur Batam-Singapura.tinggi yang terjadi di pelabuhan-pelabuhanyang berada di Pulau Batam, terkait denganpengoperasian kapal Roro tersebut. Munculbiaya-biaya yang tidak sesuai dengan standarkepelabuhanan nasional sehingga lebihmendekati bentuk pungutan ilegal daripadapemasukan bagi Pemerintah di Pulau Batam.Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, <strong>KPPU</strong>menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :1. <strong>KPPU</strong> menyarankan agar Pemerintah segeramembuat perjanjian bilateral antara keduanegara yang megatur hal tersebut.Pengaturan harus dilakukan secarakomprehensif, sehingga tidak ada keraguandari pelaku usaha nasional untukberpartisipasi aktif dalam usaha jasapenyeberangan dengan menggunakan kapalRoro,2. Pengaturan juga harus mengakomodasi bagimunculnya persaingan usaha yang sehat sertamenghindarkan ekonomi biaya tinggi dalamusaha jasa penyeberangan tersebut.Berdasarkan surat tersebut,menurut Menteri SekretarisNegara, kebijakan yangmengatur mengenaipemanfaatan kapal Ro-RoBatam-Singapura telahdiakomodasidalamFramework Agreementbetween Republic ofIndonesia and TheGovernment of The Republicof Singapore on EconomicCooperation in The Islandsof Batam, Bintan, andKarimun.10.Sumber :Terkait dengan kebijakan tersebut, <strong>KPPU</strong>Tidak terdapat tanggapan390/K/XI/20Sebagianbesarmenyampaikan beberapa hal sebagai berikut :resmi dari Pemerintah. Akan07laporan1. Pengaturan dalam sektor jasa konstruksi harustetapi hingga saat iniTanggal 9persainganterus disempurnakan untuk menghindarkanDepartemenPekerjaanNovemberusahatidakterjadinya distorsi implementasi UU No.18 TahunUmum selalu melibatkan2007sehatyang1999. Salah satu permasalahan paling penting yang<strong>KPPU</strong> dalam sosialisasimasuk ke <strong>KPPU</strong>harus diperbaiki adalah upaya validasi kepadamengenai prinsip persainganPerihal :berasaldariunsur pelaku usaha yang menjadi pengurus LPJK.usaha yang sehat dalamSaransektorjasaPemerintah harus mendorong peran aktif dari unsurindustri jasa konstruksi.Pertimbangakonstruksi.DariLPJK lain yang lebih independen seperti unsurHalaman 230 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4n terhadapKebijakan dilaporan tersebutmemunculkanPemerintah dan Akademisi/Pakar.2. Diharapkan Pemerintah dapat melahirkan kebijakanSektor Jasa dugaan bahwa yang menjadikan proses validasi perusahaan danKonstruksi salah satu akarpermasalahanasosiasi jasa konstruksi di LPJK menjadi prosesseleksi bagi munculnya perusahaan dan asosiasisektor jasa yang mengedepankan profesionalitas serta menjadikonstruksiterletak padasarana untuk melahirkan pelaku usaha dengandaya saing tinggi.kebijakan yang 3. Memperhatikan bahwa akar permasalahan di sektortidak kondusif. jasa konstruksi terletak pada format kelembagaan,maka untuk kepentingan jangka panjang <strong>KPPU</strong>menyarankan kepada Pemerintah agar mengubahformat kelembagaan sektor jasa konstruksitersebut. Format yang tepat adalah denganmenempatkan LPJK sebagai lembaga resmi negaradengan tugas menjadi regulator dalam sektor jasakonstruksi. Format ini mengedepankanindependensi yang akan menghindarkan LPJK darikonflik kepentingan anggotanya. Mengingatperubahan format hanya dapat dilakukan denganmelakukan amandemen terhadap UU No.18 Tahun1999, maka <strong>KPPU</strong> menyarankan agar Pemerintahmenyiapkan Rancangan Undang-Undang perubahanterhadap UU No.18 Tahun 1999.11.DalamMencermati perkembangan pengelolaan taksi bandaraTidak terdapat tanggapan427/K/XII/20pengelolaan taksiyang memiliki kecenderungan tetap monopoli, sertaresmi dari Pemerintah.07bandara,padaminimnya langkah nyata yang dilakukan beberapaTanggal 6perkembangannyinstansi terkait dalam upaya pembenahan pengelolaanDesembera telah terjaditaksi bandara menuju pelayanan yang lebih baik2007monopolidengan harga yang kompetitif, <strong>KPPU</strong> memandangpengelolaan olehperlu adanya langkah konkrit yang dapat dilakukanPerihal :pelakuusahaPemerintah untuk mengambil kebijakan yangSaran &tertentudenganmengedepankan implementasi nilai-nilai persainganPertimbangapotensiusaha yang sehat dalam sektor taksi bandara. ApabilaHalaman 231 Laporan Tahun 2007


_____________________________________________________________________No./Tgl. Sumber, MateriIsi Saran PertimbanganKeteranganSurat/TujuanSuratKebijakan, danIsu <strong>Persaingan</strong><strong>Usaha</strong>1 2 3 4n TerhadapKebijakanpenyalahgunaankekuatanPemerintah berkenan untuk mendapatkan penjelasanyang lebih komprehensif dari <strong>KPPU</strong>, maka <strong>KPPU</strong>Pengelolaan monopoli di bersedia untuk melakukan audiensi terkait halTaksi BandarUdaradalamnyamelalui tariftersebut.yang tinggi dankualitaspelayanan yangmemprihatinkan.Sementara itu,hasil kajian <strong>KPPU</strong>memeperlihatkanbahwa modelpersaingan yangterbukasesungguhnyadapatdiimplementasikan dalampengelolaan taksibandara denganmemberikankesempatankepada pelakuusaha yangmemilikikompetensidalampengelolaan taksibandara.Halaman 232 Laporan Tahun 2007

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!