11.07.2015 Views

(PHT) Perkebunan Rakyat pada Tanaman Kopi, Teh dan Lada

(PHT) Perkebunan Rakyat pada Tanaman Kopi, Teh dan Lada

(PHT) Perkebunan Rakyat pada Tanaman Kopi, Teh dan Lada

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

LAPORAN AKHIRPENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIANHAMA TERPADU (<strong>PHT</strong>) PERKEBUNAN RAKYAT PADATANAMAN KOPI, TEH DAN LADAOleh:Budiman HutabaratA<strong>dan</strong>g AgustianHendiartoAde SupriatnaBambang WinarsoDeri HidayatValeriana DarwisPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PETANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIANDEPARTEMEN PERTANIAN2004


RINGKASAN EKSEKUTIF1. Pengendalian OPT yang telah banyak <strong>dan</strong> relatif mudah dilakukanpetani antara lain dengan cara mekanis (potong, tebang <strong>dan</strong> bakar),pembersihan (sanitasi) kebun usahatani serta pembuatan drainase dilahan usahatani. Cara-cara tersebut yang dipadukan dengan teknologilainnya seperti penggunaan pestisida nabati, pelestarian musuh alamicukup baik dalam pengendalian OPT yang ramah lingkungan sertacukup ekonomis dari sisi alokasi biaya usahatani.2. Empat prinsip <strong>PHT</strong> yang dijabarkan lewat tujuh ragam teknologi telahdisampaikan ke<strong>pada</strong> petani, secara umum telah dilaksanakanwalaupun belum sepenuhnya dilakukan secara keseluruhan. Namunbaru 2,50 persen petani responden yang sepenuhnya telahmelaksanakan ke tujuh anjuran tersebut, Secara dominan sebagianbesar responden telah melaksanakan lebih dari empat ketentuanprinsip <strong>PHT</strong> yang disarankan. Kegiatan prinsip <strong>PHT</strong> yang telahdilakukan oleh petani adalah (1) upaya pelestarian terhadap musuhalami telah dilaksanakan oleh 76,25 persen responden, (2)pemangkasan tanaman teh secara teratur telah dilaksanakan oleh88,75 persen responden, (3) menjaga kebersihan lingkungan kebundari serangan gulma telah dilaksanakan oleh 62,50 persen responden,(4) pengamatan hama secara teratur telah dilakukan oleh 72,50persen responden, (5) penyemprotan pestisida kimia secaraberlebihan hanya dilakukan oleh 12,50 persen responden, (6)Kecukupan pupuk baru dilakukan oleh 2,50 persen respondensementara (7) kegiatan kelompok dilakukan oleh 53,75 persenresponden.3. 92,31 persen responden petani SL<strong>PHT</strong> <strong>dan</strong> 60,96 persen petani nonSL<strong>PHT</strong> masih mengenal dengan baik jenis-jenis <strong>dan</strong> peran musuhalami. Dari 79,49 persen responden yang telah mengikuti SL<strong>PHT</strong> <strong>dan</strong>60,96 persen non SL<strong>PHT</strong> percaya bahwa keberadaan musuh alamitersebut berfungsi <strong>dan</strong> sangat membantu petani dalam ikutmengendalikan hama/penyakit. Keteraturan dalam melakukanpengamatan hama penyakit terhadap tanaman teh tampaknya masihdilakukan secara rutin, setidaknya satu kali seminggu. Inisiatifpengambilan keputusan pengendalian hama penyakit tanamanumumnya muncul dari petani sendiri.4. Dalam hal penggunaan pestisida kimia sebagian besar dari petaniresponden baik yang telah mengikuti SL<strong>PHT</strong> maupun respondenpetani non SL<strong>PHT</strong> tidak menggunakan terutama <strong>pada</strong> periode duatahun tarakhir. Kegiatan pemangkasan tanaman secara rutin masihdilakukan oleh 81,59 persen petani SL<strong>PHT</strong> <strong>dan</strong> 73,17 persen petaninon SL<strong>PHT</strong>,. Sementara kegiatan penyiangan dilakukan hanya satukali setahun, <strong>pada</strong> hal idealnya menurut responden adalah dua1


sampai dengan tiga kali per tahun. Bibit tanaman teh yang digunakanlebih dominan menggunakan bibit unggul anjuran yaitu TRI-2024 <strong>dan</strong>TRI- 2025.5. Tingkat produktivitas usahatani teh masih rendah itu disebabkan olehrendahnya pemberian masukan produksi seperti pupuk, intensitaspemeliharaan yang rendah. Rendahnya harga jual teh <strong>dan</strong> kelangkaanmodal usaha menyebabkan petani berusaha menekan biaya sekecilkecilnyaatau bahkan tidak mampu lagi membeli pupuk.6. Produksi teh memberi pengaruh negatip dalam peluang penerapanteknologi <strong>PHT</strong>, Demikian pula harga teh yang juga berpengaruhnegatip terhadap peluang penerapan teknologi <strong>PHT</strong>, walau hasilt-hitung kurang nyata masing-masing 0,679 untuk produksi <strong>dan</strong> 0,129untuk harga.7. Analisa usahatani menunjukkan bahwa dengan a<strong>dan</strong>ya kegiatanSL<strong>PHT</strong>, maka pendapatan petani teh dapat ditingkatkan dari RP1.892.000/ha sebelum SL<strong>PHT</strong> menjadi Rp 2.366.000/ha setelahmengikuti SL<strong>PHT</strong>. Setelah a<strong>dan</strong>ya kegiatan SL<strong>PHT</strong> tingkat efisiensipetani peserta meningkat dari rata-rata sebesar 0,65 sebelummenerapkan <strong>PHT</strong> menjadi 0,99 setelah menerapkan <strong>PHT</strong>. Sementaraitu tingkat efisiensi usahatani petani non SL<strong>PHT</strong> saat penelitian jugarata-rata 0,99.8. Kegiatan yang mengarah <strong>pada</strong> keseimbangan lingkungan kebun tehyang dilakukan petani <strong>pada</strong> dasarnya telah mengikuti anjuran, hal initampak dari cara-cara pengelolaan tanaman yang dilakukan petani.Dalam hal penggunaan pestisida, disamping jarang petani yangmenggunakannya, penggunaannyapun dilakukan secara selektif.Pemanfaatan <strong>dan</strong> pemeliharaan musuh alami merupakan telahdilakukan oleh petani alumni SL<strong>PHT</strong> maupun sebagian dari nonSL<strong>PHT</strong>. Sementara menjaga kebersihan kebun merupakan kegiatanyang masih rutin dilakukan oleh petani.9. Dari kegiatan kelompoktani selama satu tahun terakhir 64,10 persenresponden petani SL<strong>PHT</strong> masih mengikuti kegiatan kelompok secarateratur. Dalam hal penyampaian pengetahuan dari petani pesertaSL<strong>PHT</strong> ke non peserta belum sepenuhnya berjalan lancar. Indikatortersebut dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain respon petani nonSL<strong>PHT</strong> terhadap pengetahuan tentang a<strong>dan</strong>ya kegiatan SL<strong>PHT</strong> itusendiri. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 58,54 persen petaninon SL<strong>PHT</strong> tidak mengetahui a<strong>dan</strong>ya kegiatan SL<strong>PHT</strong> tersebut, <strong>dan</strong>hanya 34,15 persen saja petani non SL<strong>PHT</strong> yang mengetahui a<strong>dan</strong>yakegiatan SL<strong>PHT</strong>.10. Bagi responden yang belum pernah mengikuti SL<strong>PHT</strong> <strong>dan</strong> pernahmendengar <strong>dan</strong> tahu apa itu SL<strong>PHT</strong>, sebenarnya a<strong>dan</strong>ya SL<strong>PHT</strong>2


sangat bermanfaat. untuk membantu dalam kegiatan usahataninya.Namun diantara petani non SL<strong>PHT</strong> yang telah mengetahui tentangilmu-ilmu yang diajarkan <strong>pada</strong> kegiatan SL<strong>PHT</strong>, belum semuanya maumenerapkan ilmu yang didapat dari rekan sesama petani tersebut.Dari petani non SL<strong>PHT</strong> yang mengetahui tentang kegiatan <strong>dan</strong>pengetahuan-pengetahuan yang diajarkan <strong>pada</strong> kegiatan SL<strong>PHT</strong>,baru 24,39 persen yang telah melaksanakan kegiatan sesuai anjuran.Hal tersebut lebih disebabkan karena kegiatan tersebut dipan<strong>dan</strong>gmasih kurang efektif <strong>dan</strong> membutuhkan tenaga kerja banyak terutamadalam pembuatan obat-obatan yang berasal dari bahan-bahan hayati.Sementara responden non SL<strong>PHT</strong> lainnya yang belum melaksanakanberalasan bahwa walaupun sudah pernah mendengar namun belumtahu persis apa manfaatnya.11. Untuk lebih meningkatkan kinerja penerapan teknologi <strong>PHT</strong> ditingkatpetani sangat disarankan a<strong>dan</strong>ya teknologi terobosan yang mampumenciptakan pertumbuhan nilai ekonomi teh di tingkat petani.Pengembangan agroindustri teh rakyat skala kecil sangat membantumengingat peluang pasar domestik masih berpeluang untukdikembangkan lebih luas. Terobosan teknologi industri skala kecilamat diperlukan terutama dialokasikan <strong>pada</strong> kelompok tani–kelompoktani yang telah merintis bisnis tersebut.12. Pembinaan kelembagaan kelompok pasca kegiatan SL<strong>PHT</strong> perlutetap ditingkatkan agar kinerja kelompok dapat dipertahankan, peranpetugas lapang dalam melakukan kunjungan <strong>dan</strong> pembinaanlapangan sangat dianjurkan. Perlu dirintis pembentukan koperasi agardalam menangani masalah pemasaran hasil petani mempunyaikekuatan adu tawar dengan pembeli.13. Terdapat perubahan mendasar dari segi pengetahuan <strong>dan</strong> sikappetani alumni peserta SL<strong>PHT</strong> dalam pengendalian hama penyakittanaman la<strong>dan</strong>ya. Sebelum mengikuti SL<strong>PHT</strong>, sebagian besar petaniselalu mengandalkan pestisida dalam pengendalian hama penyakit<strong>dan</strong> setelah mengikuti SL<strong>PHT</strong> maka sebagian besar petani (55%)tidak menggunakan pestisida. Bahkan <strong>pada</strong> petani alumni pesertaSL<strong>PHT</strong>, dalam menyikapi serangan hama penyakit tersebut, petaniakan melakukan pengawasan terlebih dahulu <strong>dan</strong> setelah itu baruakan menentukan teknik pengendalian yang tepat.14. Perubahan sosial yang terjadi <strong>pada</strong> petani alumni peserta SL<strong>PHT</strong>yang cukup signifikan adalah dengan kehadiran <strong>PHT</strong> ini para petaniyang tadinya bersikap individual dalam ushatani la<strong>dan</strong>ya kemudianmenjadi lebih bersikap sosial dalam artian mereka menjadi lebihbanyak berinteraksi dalam kelompok tani yang dibentuknya, <strong>dan</strong> <strong>pada</strong>kegiatan kelompok ini berbgai permasalahan usahatani dikemukakan<strong>dan</strong> dipecahkan secara bersama.3


15. Pertemuan kelompok tani masih sering diakukan oleh para petanialumni peserta SL<strong>PHT</strong>. Sekitar 87,5 persen petani alumni pesertaSL<strong>PHT</strong> mengemukakan bahwa mereka masih melakukan kelompokuntuk membahas serangan OPT <strong>pada</strong> lahan usahatani la<strong>dan</strong>ya <strong>dan</strong>sepakat untuk melakukan penendaliannya secara berkelompok.Namun disayangkan bahwa aksi kolektif tersebut kurang efektif,karena sebagian besar petani alumni peserta SL<strong>PHT</strong> yang dipilihberdasarkan domisili bukan atas hamparan. Hal ini mengingatsebagian besar lahan ushataninya saling berpencar, sehingga akanmempersulit komunikasi <strong>dan</strong> interaksi sesama petani alumni SL<strong>PHT</strong>saat dilakukan usahatani. Fluktuatifnya harga lada jelas sangatberpengaruh terhadap kinerja usahatani lada temasuk dalam halpenerapan teknologi <strong>PHT</strong>. Oleh karena itu, stabilisasi <strong>dan</strong> peningkatanharga merupakan hal pokok yang perlu mendapat perhatian seriuspihak yang berwenang sehingga harga lada yang ada dapatmemberikan insentif yang memadai bagi usahatani serta petani lebihterdorong untuk meningkatkan usahataninya.4

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!