28.11.2012 Views

1 WPI Edisi September 2010 No.85 - Warta Pasar Ikan - Indonesia

1 WPI Edisi September 2010 No.85 - Warta Pasar Ikan - Indonesia

1 WPI Edisi September 2010 No.85 - Warta Pasar Ikan - Indonesia

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ingkatkan pasokan bahan baku kian<br />

gencar dilakukan. Pencarian rumput<br />

laut cottonii keringpun dilakukannya<br />

dengan mendatangi langsung<br />

ke negara-negara penghasil rumput<br />

laut segar/kering, termasuk ke<br />

negara-negara Asia seperti <strong>Indonesia</strong>,<br />

Malaysia, dan Philipina. Dengan<br />

memberi penawaran harga beli yang<br />

tinggi, China berusaha melahap<br />

produksi rumput laut di negaranegara<br />

tersebut. Banyak pemasok<br />

rumput laut tradisional di sejumlah<br />

daerah di Philipina menjual rumput<br />

laut keringnya langsung ke China.<br />

Demikian pula halnya yang terjadi<br />

di <strong>Indonesia</strong> khususnya Sulawesi<br />

Quo Vadis... (dari hal.6)<br />

begitu terlihat secara organoleptik.<br />

Namun mengingat rumput laut yang<br />

dimanfaatkan adalah ekstraknya, dan<br />

rumput laut cottonii mempunyai<br />

kandungan kekuatan gel paling tinggi<br />

pada usia panen 45 hari maka praktik<br />

budidaya rumput laut yang baik<br />

wajib mensyaratkan panen pada usia<br />

tersebut.<br />

Kualitas rumput laut <strong>Indonesia</strong><br />

acapkali dinilai tidak sesuai dengan<br />

standar teknis. Hal ini menjadi<br />

keluhan importir rumput laut kering<br />

<strong>Indonesia</strong>, termasuk China. Keluhan<br />

ini terjadi akibat belum adanya<br />

sinergi yang kuat antara pembudidaya<br />

dengan eksportir rumput laut. Seringkali<br />

karena mengejar permintaan<br />

yang tinggi, pedagang pengumpul<br />

kurang memperhatikan kualitas dan<br />

Selatan.<br />

Disatu sisi, tingginya kebutuhan<br />

rumput laut kering China memberi<br />

peluang yang cukup besar bagi negara<br />

produsen rumput laut, namun<br />

disisi lain berpeluang merugikan<br />

apabila pembelian dilakukan langsung<br />

ke lahan-lahan pembudidaya.<br />

Melalui perwakilan atau kaki-tangan<br />

perusahaan yang ditempatkan di<br />

negeri produsen hingga ke tingkat<br />

kecamatan menjadikan kedudukan<br />

mereka sebagai pembeli sangat kuat.<br />

Pola pembelianpun dapat menjadi<br />

buyer market, artinya pihak pembeli<br />

yang dapat mendikte pasar, akibatnya<br />

posisi tawar pembudidaya dalam<br />

umur panen rumput laut yang<br />

optimal. Masih banyak rumput<br />

laut yang dipanen terlalu<br />

muda dengan mutu yang tidak<br />

seragam. Akibat persoalan<br />

kualitas ini, daya tawar dalam<br />

penentuan harga pun menjadi<br />

lemah. Untuk itu, sertifikasi<br />

cara budidaya rumput laut<br />

yang baik di masa yang datang<br />

menjadi sebuah tuntutan.<br />

Tantangan <strong>Pasar</strong> Rumput Laut<br />

Selain masalah mutu, tantangan<br />

ke depan bagi industri rumput laut<br />

dalam negeri adalah pengembangan<br />

olahan rumput laut guna meningkatkan<br />

nilai tambah. Terlebih dengan dijadikannya<br />

rumput laut sebagai salah<br />

satu komoditas minapolitan. Dengan<br />

target peningkatan produksi rumput<br />

laut hingga tahun 2014 sebesar 10 juta<br />

ton rumput laut basah, maka perlu diantisipasi<br />

penyerapan besar-besaran<br />

bagi sekitar 3,5 juta ton komoditas<br />

rumput laut kering.<br />

Jika total produksi rumput laut<br />

Philipina, sekitar 70% nya digunakan<br />

untuk memenuhi kebutuhan bahan<br />

baku karaginan dunia, maka hal yang<br />

sebaliknya terjadi di <strong>Indonesia</strong> yaitu<br />

menentukan harga menjadi lemah.<br />

Dengan kebutuhan China yang<br />

sangat besar, saat ini para pengumpul<br />

di daerah produsen rumput laut<br />

seringkali membeli dengan sistem<br />

borongan tanpa membedakan mutu.<br />

Akibatnya menjadi disintensif terhadap<br />

perbaikan mutu bahan baku.<br />

Jadi dengan ambisi China tersebut<br />

berarti sebuah peluang besar ekspor<br />

bahan baku tetapi sekaligus tantangan<br />

bagi manajemen bagi produsen<br />

rumput laut kering dan rencana<br />

industrialisasi rumput laut di dalam<br />

negeri guna meraih nilai tambah<br />

yang sangat signifikan. �anna<br />

lebih banyak dijual dalam bentuk<br />

bahan baku, yaitu 80% ekspor dalam<br />

bentuk kering.<br />

Kemampuan industri olahan rumput<br />

laut dalam negeri sampai saat ini<br />

yang masih sangat rendah juga telah<br />

menyebabkan produk yang dihasilkan<br />

sebagian besar kurang bernilai<br />

tambah, sedangkan ekspor rumput<br />

laut Philipina kebanyakan merupakan<br />

produk nilai-tambah seperti<br />

karaginan. Kondisi inipun tercermin<br />

dari perkembangan impor yang ada,<br />

proporsi impor rumput laut <strong>Indonesia</strong><br />

didominasi oleh impor karaginan<br />

dan alginat. China merupakan negara<br />

pemasok utama produk karaginan<br />

dan alginat <strong>Indonesia</strong>. Ini menjadi<br />

tantangan nyata bagi pengembangan<br />

industri olahan rumput laut <strong>Indonesia</strong>.<br />

Terlebih, China menerapkan eskalasi<br />

tarif yaitu besaran tarif bea masuk<br />

yang lebih tinggi hingga 32% untuk<br />

produk olahan rumput laut. Dengan<br />

upaya pengembangan industri<br />

pengolahannya, di masa mendatang<br />

diharapkan <strong>Indonesia</strong> akan meraup<br />

nilai yang lebih tinggi dari rumput<br />

laut. �mw<br />

<strong>WPI</strong> <strong>Edisi</strong> <strong>September</strong> <strong>2010</strong> <strong>No.85</strong><br />

11

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!