1 WPI Edisi September 2010 No.85 - Warta Pasar Ikan - Indonesia
1 WPI Edisi September 2010 No.85 - Warta Pasar Ikan - Indonesia
1 WPI Edisi September 2010 No.85 - Warta Pasar Ikan - Indonesia
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
spiritualismenya adalah bagaimana<br />
mencintai jejaring stakeholders bisnis<br />
dengan modal dan menjunjung<br />
tinggi kejujuran.<br />
Saat ini bisnis pemasaran berbasis<br />
nilai sudah masuk pada era<br />
integrasi, 100% bisnis dan 100%<br />
spiritual. Nilai–nilai spiritual dan<br />
etika dalam pekerjaan diyakini dapat<br />
mengantarkan peningkatan produksi<br />
dan profit, keteguhan dan loyalitas<br />
karyawan, loyalitas pembeli dan<br />
konsumen, serta reputasi merk. Hal<br />
ini dapat dilakukan melalui 2 (dua)<br />
pendekatan yaitu 1) menyeimbangkan<br />
kepuasan, profit, empati atau<br />
tanggung jawab sosial, dan sustainability,<br />
dan 2) membina hubungan<br />
secara holistik dengan konsumen<br />
sehingga akan diterima konsumen<br />
lebih mendalam. Bisnis pemasaran<br />
berbasis nilai – nilai (values – based<br />
marketing) diilustrasikan pada<br />
Diagram 1.<br />
Membangun Budaya Kerja Perusahaan<br />
Sejak terkuaknya skandal<br />
dunia Enron, nilai – nilai spiritual<br />
di lingkungan bisnis dan dunia kerja<br />
semakin populer. Patricia Aburdene<br />
seorang futurist penulis buku best<br />
seller Megatrends <strong>2010</strong> mengidentifikasi<br />
bahwa spirituality in business<br />
sebagai salah satu dari 7 megatrends<br />
top dalam kurun waktu mendatang.<br />
Megatrends <strong>2010</strong> mengulas mengapa<br />
perusahaan seperti Timberland,<br />
Wainright Bank, 3M, Motorola,<br />
Intel, Body Shop, dan lain – lain<br />
mengambil posisi untuk menerapkan<br />
Corporate Social Responsibility.<br />
Begitu juga halnya di <strong>Indonesia</strong> seperti<br />
Sampoerna Foundation (Pendidikan),<br />
Unilever, Pertamina dan<br />
Danone (Aqua). Kunci nilai spiritual<br />
seperti diuraikan sebelumnya akan<br />
mengangkat merk produk menjadi<br />
berkharisma seiring dengan tuntutan<br />
konsumen.<br />
Terkait dengan dimensi nilai<br />
spiritual, buku Rethinking Marketing<br />
mengulas tentang bagaimana<br />
membangun budaya kerja di dalam<br />
suatu perusahaan sebagai salah<br />
satu elemen yang paling penting<br />
untuk meraih sukses. Budaya, akan<br />
menuntun perilaku karyawan dan<br />
konsensus diantara orang–orang<br />
di lingkungan perusahaannya di<br />
dalam menjalankan bisnis. Budaya<br />
memberikan keselarasan diantara<br />
karyawan, kekuatan dan konsolidasi<br />
antara perusahaan dan karyawannya.<br />
Budaya kerja terdiri dari dua<br />
elemen yaitu shared values dan<br />
common behaviour. Values adalah<br />
prinsip–prinsip inti organisasi<br />
seperti etika, kejujuran, dan lain–<br />
lain. Values cenderung lebih dalam<br />
dan sedikit tampak kepermukaan.<br />
Pimpinan dan para karyawan perusahaan<br />
berbagi values dari pengalaman<br />
menjalankan roda perusahaan.<br />
Sedangkan behaviour berhubungan<br />
dengan kebiasaan perilaku orang –<br />
orang di dalam perusahaan. Untuk<br />
mengembangkan budaya kerja yang<br />
kuat dalam rangka merealisasikan<br />
visi perusahaan, kedua elemen ini<br />
harus harmonis dan selaras seperti<br />
digambarkan dalam dimensi spirit<br />
di model Values – based Marketing<br />
sebagai simbol yin – yang.<br />
Selain kedua elemen tersebut,<br />
Goerge Day menawarkan dua model<br />
yaitu norms dan mental model,<br />
untuk memperkuat visi perusahaan.<br />
Jika diilustrasikan dengan gambar<br />
analogi gunung es (Iceberg Analogy),<br />
budaya kerja yang berasl<br />
dari tiga elemen paling besar yaitu<br />
mental models, norms, dan values<br />
tidak tampak atau masih tenggelam<br />
di samudera alam bawah sadar dan<br />
hanya satu elemen saja yang tampak<br />
di alam sadar yaitu perilaku.<br />
Untuk membangkitkan ke-3 elemen<br />
di alam bawah sadar agar muncul<br />
kepermukaan dan menjadi suatu<br />
kepribadian yang kokoh, maka perlu<br />
adanya suatu training motivasi/<br />
pencerahan/transformasi kesadaran,<br />
encouragement, dan reward,<br />
berbagi rasa love dan empati dengan<br />
para karyawan dan jejaring stake-<br />
holders.<br />
Filosofi Matsushita<br />
Salah satu contoh studi kasus<br />
terkait membangun budaya kerja di<br />
dalam perusahaan adalah Matsushita<br />
“The Noble Prize” Company.<br />
Perusahaan ini menjunjung tinggi<br />
visi dan misi melalui filosofi dasar<br />
yang dimilikinya, yaitu dengan menghubungkan<br />
secara tiga dimensional<br />
antara rasional, emosional, dan<br />
spiritual yang dimiliki oleh stakeholders,<br />
baik konsumen, karyawan,<br />
suppliers, maupun shareholders.<br />
Konosuke Matsushita mulai<br />
mendirikan perusahaan multi billion<br />
dollar dari uang 100 yen dan<br />
mimpi-mimpinya yang besar. Matsushita<br />
tumbuh besar di lingkungan<br />
kemiskinan, sedikit mengenyam<br />
pendidikan formal, dan menderita<br />
selama masa depresi dan kengerian<br />
perang dunia II di Jepang. Seluruh<br />
perjuangan hidupnya ini dijadikan<br />
sebagai landasan filosofi bisnis Panasonic<br />
sampai sekarang.<br />
Prinsip-prinsip kehidupan<br />
Konosuke Matshusita adalah<br />
meminta para pegawainya untuk<br />
selalu mempertimbangkan kemampuan<br />
setiap orang; tinggi – rendah,<br />
kaya – miskin, beruntung – cacat,<br />
dan lain-lain. CEO saat ini Don<br />
Iwatani mengatakan “Konosuke<br />
tidak memberikan spesifik arahan<br />
verbal terkait hal ini, namun dia<br />
peduli dan sayang kepada setiap<br />
orang. Konosuke menginvestasikan<br />
sejumlah besar uangnya untuk<br />
Human Resources Development<br />
Centre, sebuah lembaga pendidikan<br />
dan pelatihan modern untuk para<br />
stafnya, sebagai pendiri school government<br />
of Japan’s political system,<br />
serta mendanai Leadership Chair at<br />
Harvard, mendonasikan US$ 1 juta<br />
kepada Stanford University, dan<br />
mendirikan Institute of PHP (Peace<br />
through Happiness and Prosperity).<br />
Filosofi Konosuke banyak termanifestasikan<br />
bukan hanya pada<br />
produk–produknya yang unggul<br />
karena lebih kuat dan canggih dan<br />
cepat di bidang audio visual, tetapi<br />
juga berhubungan dengan Social<br />
Corporate Responsibility (CSR)<br />
... ke hal. 25<br />
<strong>WPI</strong> <strong>Edisi</strong> <strong>September</strong> <strong>2010</strong> <strong>No.85</strong><br />
21