12.07.2015 Views

Bahaya Islam Liberal

Bahaya Islam Liberal

Bahaya Islam Liberal

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

inkonsistensi yang nyata, yaitu perkataan al-Din dipakai juga untuk menyatakan agamaagamayang lain, termasuk agama syirk-nya orang-orang Quraisy Makkah. Jadi arti kata itumemang agama; karena itu, <strong>Islam</strong> adalah agama.” 12Tanggapan:Cara membolak-balik istilah lewat bahasa semacam itu, sering menjadikan orang yang tidakfaham, menjadi bingung. Namun bagi yang faham, justru bisa mengatakan, seperti kata PakRasyidi, pemikiran semacam itu berbahaya karena pemikirannya sederhana.Memang berbahaya, karena logikanya sangat sederhana. <strong>Islam</strong> itu al-Din, sedang al-Dinitu digunakan untuk nama-nama agama lain, yang semua agama lain itu dia anggap tidakmengatur negara. Jadi <strong>Islam</strong> juga tidak ada urusannya dengan negara.Coba dilihat di Al-Qur’an, apakah artikel Nurcholish yang dimuat di buku Kurzman itubenar. Ternyata di Al-Qur’an, kata al-Din itu ada yang artinya undang-undang. Yaitu dalamSurat Yusuf ayat 76:‏.(ما كان ليأخذ أخاه في دين الملك إل أن يشاء ال.‏ ‏(يوسف:‏ 76“…Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut dinil Maliki (undang-undangRaja), kecuali Allah menghendakinya.” (QS 12/ 76).Di sini kata din artinya adalah undang-undang. Dan itu kaitannya adalah untukmenghukum saudara Yusuf yang di dalam kantongnya terdapat sukatan Raja.Dalam Mukhtashor Tafsir At-Thobari dijelaskan: Tidaklah Yusuf untuk menghukumsaudaranya itu dalam hukum raja dan kesultanannya, karena tidak ada dalam hukum raja ituuntuk menjadikan pencuri jadi budak, tetapi ini adalah hukum yang ada dalam syari’atYa’qub. Tetapi kami (Allah) berbuat demikian padanya dengan kehendak Kami. 13Dalam Tafsir itu din diartikan hukm (hukum) dan syari’ah (jalan/ hukum). Jadi,pengembalian kepada bahasa seperti yang diinginkan Nurcholish pun, tidak sesederhanayang dia lontarkan, dengan cara memukul rata atau menggeneralisir alias main gebyahuyah, menganggap bagai garam semuanya asin. Karena ternyata, kata al-Din di Al-Qur’antidak hanya berarti agama –ritual, tetapi ada juga yang maknanya undang-undang yangberkaitan dengan kekuasaan.Setelah dia menyalahkan orang <strong>Islam</strong> padahal dia sendiri hujjahnya/ argumentasinyajustru salah, kemudian masih pula dia lanjutkan dengan menyalahkan orang lagi denganmenganggap bahwa orang <strong>Islam</strong> inferior, rendah diri. Coba kita simak petikan tulisanNurcholish Majid selanjutnya:Kutipan:“Kedua ialah persoalan mengenai titik tolaknya. Meskipun tidak disadari, atau lebihtepatnya, tidak diakui, dapat dilihat dengan jelas bahwa titik tolak apologi itu ialah“inferiority complex”, yaitu perasaan bahwa <strong>Islam</strong>, selain menggarap bidang spiritual, jugamenggarap bidang-bidang kehidupan lainnya sehingga “tidak kalah” dalam segala bidangdengan ideologi-ideologi Barat. Hal itu secara tidak langsung mengakui akan keunggulanbidang-bidang politik, ekonomi, sosial dan lain-lainnya dari aspek hidup material ini atasbidang spiritual dan agama. Pola pikiran ini jelas merupakan kekalahan total seorangMuslim menghadapi invasi cara berpikir materialistis dari Barat.” 14Tanggapan:Pernyataan Nurcholish Madjid itu tidak perlu ditanggapi, karena tuduhan Nurcholishbahwa umat <strong>Islam</strong> berapologi seperti di atas (point pertama), ternyata justru Nurcholishsendiri yang hujjahnya tak sesuai dengan ayat Al-Qur’an. Hanya main gebyah uyah pukulrata dari segi bahasa, dan terbukti salah. Setelah dia menyalahkan orang tapi justru diasendiri yang salah, lalu ia menganggap umat <strong>Islam</strong> berapologi dengan titik tolak yang iatuduhkan yaitu perasaan rendah diri. Tuduhan itu tanpa guna, karena persoalan pokoknyasudah jelas, hujjah Nurcholish justru yang tak berlandasan, dan berlainan dengan ayat Al-Qur’an. Perkara dia kemudian mengalasinya dengan tuduhan semacam itu, terserah saja.Selanjutnya Nurcholish menyatakan:Kutipan:12Charles Kurzman, ed. Wacana <strong>Islam</strong> <strong>Liberal</strong>, Paramadina, Jakarta, cetakan 1, 2001, hal 502.13Syaikh Muhammad Ali As-Shobuni, Mukhtashor Tafsir At-Thobari, Darus Shobuni, Kairo, 1402H, jilid 1,hal 406.14Kurzman, ibid.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!