12.07.2015 Views

Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal ...

Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal ...

Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

MENGATASI DAMPAK KRISIS GLOBAL MELALUIPROGRAM STIMULUS FISKAL APBN 2009I. PENDAHULUAN<strong>Krisis</strong> finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian duniasecara drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akanmeningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia,selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, jugaakan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinyapenurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia.Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusakfundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.Kekhawatiran atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomiandi negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari investor globaldi tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah memberikan tekanan pada mata uangseluruh dunia, termasuk Indonesia dan mengeringkan likuiditas dolar Amerika Serikatdi pasar domestik banyak negara. Hal ini menyebabkan pasar valas di negara-negaramaju maupun berkembang cenderung bergejolak di tengah ketidakpastian yangmeningkat.Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, meskipun Indonesia telah membangunmomentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tidak akan terlepas dari dampaknegatif perlemahan ekonomi dunia tersebut. <strong>Krisis</strong> keuangan global yang mulaiberpengaruh secara signifikan dalam triwulan III tahun 2008, dan second round effectnyaakan mulai dirasakan meningkat intensitasnya pada tahun 2009, diperkirakan akanberdampak negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2009 baik disisi neraca pembayaran dan neraca sektor riil, maupun sektor moneter dan sektor fiskal(APBN).<strong>Dampak</strong> negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomianglobal adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun akibatmerosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia(BEI) mencapai sekitar 50,0 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah disertai denganvolatilitas yang meningkat. Sepanjang tahun 2008, nilai tukar rupiah telah terdepresiasisebesar 17,5 persen. Kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah tersebut masih akanberlanjut hingga tahun 2009 dengan masih berlangsungnya upaya penurunan utang(deleveraging) dari lembaga keuangan global.Berbagai kondisi tersebut di atas diperkirakan akan berpengaruh signifikan terhadapperlambatan pertumbuhan ekonomi, penyediaan kesempatan kerja, dan upayapengurangan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan menurun ke level4,5 persen terutama disebabkan oleh (1) perlambatan investasi yang diperkirakan1


mencapai 4,0 persen, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,5 persen, antaralain berasal dari penanaman modal asing (PMA) dan investasi portofolio; dan (2) kinerjaekspor yang melambat dari perkiraan sebelumnya 7,8 persen menjadi nol persen. Datatiga bulan terakhir menunjukkan bahwa ekspor melemah sangat cepat hinggapertumbuhan ekspor yang diperkirakan akan stagnan (nol persen), bahkan dapat menjadinegatif (-3,0 persen). Penurunan ekspor tersebut juga akan diikuti oleh penurunanproduksi, sehingga pada akhirnya rasionalisasi tenaga kerja sulit dihindari.Dengan berbagai perkembangan tersebut, peningkatan pengangguran tenaga kerja danjumlah masyarakat miskin merupakan dampak berikutnya yang akan segera dialamioleh perekonomian nasional akibat krisis perekonomian global. Saat ini, fenomenapemutusan hubungan kerja (PHK) telah terjadi pada industri-industri yang berorientasiekspor, menyusul kemudian rencana PHK pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT)dan kertas, dan rencana merumahkan tenaga kerja pada industri perkayuan dan industriperkebunan. Selain itu, resesi global juga akan mengakibatkan PHK atas sebagian daritenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, dan pemulangan mereka ke Indonesia. Halini tidak saja akan menambah berat tekanan pada pasar tenaga kerja di Indonesia, tetapijuga akan mengurangi pendapatan devisa dari penghasilan mereka di luar negeri(remittances).Berkaitan dengan itu, dalam rangka memperkecil dampak negatif dari krisis keuanganglobal tersebut, Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah penyesuaian darurat dibidang fiskal, guna menyelamatkan perekonomian nasional tahun 2009 dari krisis global,antara lain dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN 2009,melakukan perubahan terhadap beberapa asumsi ekonomi makro yang dirasakan sudahtidak lagi realistis, dan penyesuaian berbagai besaran pendapatan negara, belanja negara,serta defisit dan pembiayaan anggaran.Kebijakan stimulus fiskal dilakukan melalui tiga cara dan sekaligus untuk tiga tujuan:(a) mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk dapatmenjaga laju pertumbuhan konsumsi di atas 4,0 persen; (b) mencegah PHK danmeningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; dan(c) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran denganmeningkatkan belanja infrastruktur padat karya. Peningkatan daya beli masyarakatdilakukan melalui penurunan tarif PPh Orang Pribadi dan kenaikan penghasilan tidakkena pajak, pemberian subsidi harga untuk obat generik, dan PPN untuk produk akhirditanggung Pemerintah (DTP), penurunan harga BBM, kenaikan gaji PNS, TNI, Polridan pensiunan, guru/dosen, dan pemberian bantuan langsung tunai (BLT). Peningkatandaya saing dan daya tahan usaha ditempuh melalui penurunan tarif PPh Badan danperusahaan terbuka, pemberian fasilitas bea masuk DTP, PPh pasal 21 dan 25 DTP,PPN DTP, potongan tarif listrik untuk industri, penurunan harga solar, subsidi bungabagi perusahaan air bersih, dan penyertaan modal negara (PMN) dalam rangka kreditusaha rakyat. Penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan dampak PHK dilakukanmelalui penambahan anggaran untuk infrastruktur yang terkait dengan bencana alam,2


jalan, jembatan, irigasi, jaringan kereta api, percepatan penyelesaian infrastrukturlanjutan, instalasi pengolahan air minum, transmisi dan gardu induk listrik, infrastrukturpasar, rumah sakit, serta revitalisasi dan rehabilitasi pergudangan.Selain ditujukan untuk meredam dampak krisis global, langkah-langkah penyesuaiandarurat di bidang fiskal tersebut juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fondasi yanglebih kuat dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,serta meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat dan memperkokoh sendi-sendiperekonomian nasional. Hal ini dilakukan dengan meneruskan reformasi di seluruhkementerian negara/lembaga (K/L).Langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal tersebut telah disampaikankepada Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan telahdibahas serta disetujui bersama, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009, yang menyatakan sebagaiberikut:“Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:a. penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi ekonomimakro lainnya yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan/ataumeningkatnya belanja negara secara signifikan;b. kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil Surat Berharga Negara, secara signifikan;dan/atauc. krisis sistemik dalam sistem keuangan dan perbankan nasional yang membutuhkantambahan dana penjaminan perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkahlangkah:1. pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi paguyang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2009;2. pergeseran anggaran belanja antarprogram, antarkegiatan, dan/atau antarjenisbelanja dalam satu kementerian negara/lembaga dan/atau antarkementerian negara/lembaga;3. penghematan belanja negara dalam rangka peningkatan efisiensi, dengan tetapmenjaga sasaran program/kegiatan prioritas yang tetap harus tercapai;4. penarikan pinjaman siaga dari kreditur bilateral maupun multilateral; dan5. penerbitan Surat Berharga Negara melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN tahunyang bersangkutan.”Sesuai dengan penjelasan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008tentang APBN Tahun 2009, keadaan darurat tersebut terjadi apabila:1. Prognosa pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu persen) di bawah asumsi,sedangkan prognosa indikator ekonomi makro lainnya mengalami deviasi paling3


endah sebesar 10% (sepuluh persen) dari asumsinya. Prognosa tersebut dihitungberdasarkan realisasi indikator ekonomi makro tahun 2008.2. Posisi nominal dana pihak ketiga di perbankan nasional menurun secara drastis.3. Kenaikan imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) yang menyebabkantambahan biaya penerbitan SBN secara signifikan, tercermin dalam (a) tidak adanyayield penawaran yang dimenangkan dalam benchmark Pemerintah dalam 2 (dua)kali lelang berturut-turut; dan/atau (b) terjadi kecenderungan peningkatan yieldsekurang-kurangnya sebesar 300 basis points (bps) dalam 1 (satu) bulan.Berdasarkan penilaian (assessment) dan pemantauan yang dilakukan secara intensifterhadap dampak krisis global terhadap prospek perekonomian nasional, dan proyeksiAPBN 2009 setelah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008, dapatdisimpulkan bahwa beberapa asumsi ekonomi makro dan berbagai besaran, sasaran,serta pagu alokasi anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN 2009 dipandang sudahtidak realistis lagi. Pertama, asumsi pertumbuhan ekonomi diperkirakan 1,5 persen lebihrendah dari yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar 6,0 persen menjadi 4,5 persen.Kedua, deviasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang diperkirakanmencapai lebih dari 17,0 persen, yaitu dari Rp9.400 per dolar Amerika Serikat sepertiditetapkan dalam APBN 2009 menjadi Rp11.000 per dolar Amerika Serikat. Ketiga,asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) diperkirakanmengalami deviasi lebih dari 43,8 persen, yaitu dari perkiraan semula sebesar US$80per barel seperti ditetapkan dalam APBN 2009 menjadi sekitar US$45 per barel.Penurunan pertumbuhan ekonomi akan ditransmisikan ke dalam turunnya penerimaanpajak dan dividen BUMN dalam APBN. Di lain pihak, penurunan harga minyak yangsangat drastis akan berpengaruh pada sisi pendapatan negara, berupa penurunanpenerimaan migas, dan juga pada sisi belanja negara, berupa penurunan beban subsidi,khususnya subsidi energi, dan dana bagi hasil migas. Sementara itu, perlemahan nilaitukar rupiah terhadap valuta asing akan berpengaruh pada komponen APBN, baikpendapatan negara, belanja negara maupun pembiayaan anggaran yang memilikikandungan (content) valuta asing, seperti penerimaan pinjaman luar negeri, sertapembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri.Di sisi lain, belanja negara, baik belanja Pemerintah pusat, terutama subsidi energi danbunga utang maupun transfer ke daerah, khususnya DBH migas diperkirakan jugamengalami perubahan yang cukup signifikan. Di samping sebagai dampak dari perubahanasumsi makro, terutama penurunan harga minyak mentah Indonesia dan depresiasinilai tukar rupiah, perubahan belanja negara tersebut juga sebagai akibat dari perluasanprogram stimulus fiskal.Dengan perubahan yang terjadi, baik di sisi pendapatan negara maupun belanja negaratersebut maka defisit anggaran diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukupsignifikan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran yanglebih besar akibat meningkatnya defisit tersebut maka perlu dilakukan penyesuaianpembiayaan untuk menutup kenaikan defisit anggaran dalam tahun 2009.4


Selanjutnya, mengacu pada ketentuan dalam ayat (2) Pasal 23 UU Nomor 41 Tahun2008 tentang APBN Tahun 2009 maka pelaksanaan dari langkah-langkah penyesuaianAPBN tahun 2009 tersebut akan disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR dalamLaporan Semester I Pelaksanaan APBN dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat(LKPP) Tahun 2009.II.DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIANDAN PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2009Situasi perekonomian sejak pertengahan 2007 diwarnai oleh berbagai faktor eksternalyang penuh ketidakpastian (uncertainty) dan sulit diprediksikan (unpredictable).Kehancuran pasar uang global telah berdampak pada sektor riil dimana banyak industribesar terancam bangkrut atau setidak-tidaknya terjadi penurunan kapasitas produksi.Akibatnya, ancaman akan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia akan sulitdihindari. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapatmerusak fundamental perekonomian dan memicu terjadinya krisis ekonomi. Banyaknegara yang terpaksa harus meminta bantuan lembaga keuangan internasional untukmenyediakan likuiditas guna menyelamatkan ekonominya dari kehancuran, sepertiTurki, Pakistan, Islandia, dan negara-negara Eropa Timur lainnya.<strong>Krisis</strong> finansial global yang terus berlangsung saat ini menyebabkan macetnya sistemkeuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas ekonomi dan perdagangandunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan menurunnya pertumbuhan volumeperdagangan dunia telah terjadi sejak pertengahan tahun 2007. Volume perdagangandunia dalam tahun 2009 terusmerosot, ditunjukkan denganproyeksi IMF mengenaivolume perdagangan duniapada tahun 2009, yangmengalami beberapa kali revisi,dari 6,9 persen yaitu proyeksiyang dibuat pada bulan Januari2008 menjadi 2,1 persen padabulan November 2008, danbahkan pada bulan Januari2009 proyeksi pertumbuhan% Pertumbuhan YoY86420-2-4Grafik 1Perkiraan Pertumbuhan Volume Perdagangan DuniaTahun 20096,95,84,12,1volume perdagangan dunia direvisi kembali menjadi negatif 2,8 persen (lihat Grafik 1).Hal ini tentunya akan memberikan dampak langsung yang signifikan bagi negara-negarayang perekonomiannya ditopang oleh ekspor seperti Cina, Jepang, Korea, dan negaranegaraASEAN, termasuk Indonesia.Melihat perkembangan yang makin memburuk pada triwulan terakhir tahun 2008,seluruh lembaga keuangan dan ekonomi dunia seperti IMF, OECD, World Bank, danADB melakukan revisi ke bawah tingkat pertumbuhan perekonomian dunia. IMF-2,8Jan 08 Apr 08 Okt 08 Nov 08 Jan 095


Tabel 1Perkiraan Pertumbuhan PDB tahun 2009Jan -08 Apr -08 Oct -08 Nov -08 Jan -09Dunia 4,4 3,8 3,0 2,2 0,5USA 1,8 0,6 0,1 -0,7 -1,6Eropa 1,9 1,2 0,2 -0,7 -2,0Jepang 1,7 1,5 0,5 -0,2 -2,6Cina 10,0 9,5 9,3 8,5 6,7India 8,2 8,0 6,9 6,3 5,1ASEAN-5 6,2 6,0 4,9 4,2 2,7misalnya, menyampaikanbahwa pertumbuhan ekonomidunia tahun 2009 diperkirakanmasih tertekan sehinggaperkiraannya direvisi menjadi2,2 persen pada bulanNovember 2008, darisebelumnya 3,0 persen padabulan Oktober 2008. Namun pada Januari 2009, IMF kembali melakukan revisi kebawah atas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 0,5 persen (lihat Tabel 1).Merosotnya perekonomian dunia ini tentunya akan sangat berpengaruh padaperkembangan perekonomian Indonesia. Antisipasi yang dilakukan oleh Pemerintahdalam menyikapi kondisi ini adalah melakukan beberapa penyesuaian besaran asumsimakro sebagaimana disajikan pada Tabel 2.Tabel 2Perkembangan Indikator Ekonomi MakroIndikator Ekonomi Makro20072008 2009Target Realisasi APBN ProyeksiPertumbuhan Ekonomi (%) 6,3 6,4 6,1 6,0 4,5Inflasi (%) 6,6 6,5 11,1 6,2 6,0Suku Bunga SBI 3 bl (%) 8,0 7,5 9,3 7,5 7,5Nilai Tukar (Rp/US$) 9.140 9.100 9.692 9.400 11.000Harga Minyak ICP (US$/barel) 72,3 95,0 96,8 80,0 45,0Lifting Minyak (MBCD) 0,899 0,927 0,931 0,960 0,960II.1<strong>Dampak</strong> Penurunan Pertumbuhan Ekonomi dan DepresiasiNilai Tukar terhadap PerekonomianII.1.1 Penurunan Pertumbuhan Ekonomi dari 6,0 Persen menjadi4,5 PersenTerjadinya resesi yang sangat dalam dan cepat di negara-negara maju akan memberikandampak negatif pada kinerja ekonomi makro yang menjadi landasan perhitungan APBN2009. Pemerintah telah dan terus melakukan antisipasi kebijakan dalam menghadapiperkembangan tersebut. Proyeksi pertumbuhan ekonomi direvisi dari 6,0 persenmenjadi 4,5 persen. Hal ini sejalan dengan lembaga-lembaga keuangan internasionalyang telah melakukan revisi ke bawah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomiIndonesia dari rata-rata 5,9 persen pada Mei 2008, menjadi 4,3 persen pada Januari2009 (lihat Tabel 3). Penyebab terjadinya revisi ke bawah karena situasi krisis hinggaJanuari 2009 masih menunjukkan proses pemburukan sektor keuangan dan volume6


Tabel 3Proyeksi Pertumbuhan (%)Lembaga Keuangan Mei 08 Sep 08 Des 08 Jan 09Danareksa Securities 5,9 5,9 5,6 4,8HSBC Economics 5,3 4,9 4,9 3,8Bank Danamon 6,3 6,3 4,3 4,3JP Morgan Chase 5,2 4,7 4,2 4,2Nomura 4,8 4,5 4,5 3,6<strong>Global</strong> Insight 6,0 5,7 4,3 4,3Citigroup 6,3 5,8 3,8 3,8Standard Chartered 6,2 6,2 4,5 4,5Bahana Securities 6,2 6,2 5,4 4,8Asia Devt Bank 6,2 6,2 5,5 5,5World Bank 6,4 6,2 4,4 4,4IMF 6,3 6,3 5,5 3,5Rata-rata Consensus 5,9 5,7 4,7 4,3perdagangan dunia yang makin merosot tajam dan pertumbuhan ekonomi di semuanegara maju menunjukkan kontraksi (negatif) yang cepat dan dalam. Negara-negaramaju di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang bahkan sudah menyebut tanda-tandadepresi ekonomi, bukan lagi sekedar resesi ekonomi.Penurunan proyeksi ekonomi Indonesia terutama disebabkan oleh revisi ke bawahterhadap pertumbuhan ekspor dan investasi sebagai dampak dari merosotnyapertumbuhan ekonomi dunia. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi masyarakatdiperkirakan mencapai sekitar 4,0Tabel 4Laju Pertumbuhan Ekonomi dari Sisi Permintaan (%)20082009Real APBN ProyeksiKonsumsi Masyarakat 5,3 5,2 4,0Konsumsi Pemerintah 10,4 8,5 10,0Investasi 11,7 7,5 4,0Ekspor 9,5 7,8 0,0Impor 10,0 8,1 -2,2PDB 6,1 6,0 4,5persen (lihat Tabel 4). Totalkonsumsi diperkirakan mencapai4,75 persen, dengan adanyapenurunan tarif PPh Orang Pribadidan kenaikan pertumbuhankonsumsi Pemerintah yangditunjukkan oleh meningkatnyabelanja kementerian negara/lembaga, perbaikan penghasilanpegawai negeri dan pensiunanaparatur negara, belanja modaluntuk pembangunan infrastruktur, dan belanja untuk PNPM. Selain itu, peningkatanpertumbuhan konsumsi Pemerintah pada tahun 2009 juga didorong oleh luncurankegiatan tahun anggaran 2008.Di sisi produksi, proyeksi penurunan terjadi pada semua sektor. Kondisi ini sebagai akibatdari melambatnya permintaan dunia maupun domestik. Tiga sektor yang mempunyaiperan cukup besar dalam pembentukan PDB seperti sektor pengolahan, sektorperdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian, peternakan, kehutanan, danperikanan diperkirakan mengalami perlambatan masing-masing dari 3,8 persen menjadi7


2,5 persen; dari 7,8 persen menjadi 5,8 persen; dan dari 4,9 persen menjadi 2,8 persen.Sektor lain yang diperkirakan juga mengalami perlambatan antara lain sektor keuangandan sektor bangunan, yang masing-masing tumbuh 5,0 persen dan 6,0 persen dalamtahun 2009 (lihat Tabel 5).Tabel 5Pertumbuhan Ekonomi Sektoral (%)Sektor2008RealAPBN2009Proyeksi- Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 4,8 4,9 2,8- Pertambangan dan Penggalian 0,5 0,6 1,1- Industri Pengolahan 3,7 3,8 2,5- Listrik, Gas dan Air Bersih 10,9 9,6 7,0- Bangunan 7,3 6,8 6,0- Perdagangan, Hotel dan Restoran 7,2 7,8 5,8- Pengangkutan dan Komunikasi 16,7 15,3 12,0- Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 8,2 5,7 5,0- Jasa-jasa 6,5 6,7 5,2PDB 6,1 6,0 4,5II.1.1.1 <strong>Dampak</strong> Pada Kinerja Ekspor dan InvestasiPenurunan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan memberikan dampak yang cukupsignifikan baik pada sisi ekspor maupun investasi. Untuk ekspor misalnya, sejalan denganperlambatan perekonomian Amerika Serikat dan negara partner dagang, polaperdagangan dan perekonomian internasional diperkirakan akan terpengaruh, yang padagilirannya berdampak terhadap kinerja ekspor Indonesia. Dari sisi permintaan agregat,perkiraan pertumbuhan ekspor tahun 2009 akan melambat dari perkiraan sebelumnyasebesar 7,8 persen dalam APBN 2009 menjadi nol persen. Melihat pemburukan yangmasih terus berlangsung di negara-negara tujuan ekspor maka kemungkinan ekspormengalami stagnasi atau bahkan kontraksi tidak dapat diremehkan.Perlambatan pertumbuhan ini, selain disebabkan oleh penurunan permintaan dunia,juga karena turunnya harga komoditas internasional. Harga minyak mentah per barelmisalnya, kini hanya sekitar US$40 atau sepertiga dari harganya yang tertinggi sekitarUS$145 pada tahun yang lalu. Demikian juga dengan harga hasil-hasil pertambanganseperti tembaga, nikel, timah, aluminium, dan batubara maupun hasil pertanian sepertikelapa sawit dan karet sudah tinggal seperlima dari harga tertingginya pada satu ataudua tahun yang lalu. Perlambatan ekonomi negara tujuan ekspor utama Indonesia akanberdampak signifikan terhadap penurunan ekspor nonmigas Indonesia, dengan urutandampak terbesar berasal dari Singapura, Amerika Serikat, Jepang, dan Cina (lihatTabel 6).8


Resesi perekonomian dan peningkatan tingkat pengangguran global juga akanberpengaruh pada permintaan akan ekspor barang-barang hasil industri pengolahanmaupun kerajinan. Pada tahapTabel 6PDB Negara-Negara Tujuan Ekspor (%)NegaraPDB (y-o-y)2008 2009Amerika Serikat 1,4 -1,6Eropa 1,2 -2,0Jepang 0,5 -2,6Cina 9,7 6,7Singapura 2,7 -5,0selanjutnya, penurunan eksporakan diikuti oleh penurunanproduksi sehingga padaakhirnya rasionalisasi tenagakerja sulit dihindari.Selain ekspor, faktor lain yangmengalami perlambatan adalahinvestasi. Semakin keringnyalikuiditas di pasar global akanmengakibatkan semakin ketatnya persaingan dalam upaya untuk mendapatkan danadari luar negeri. <strong>Krisis</strong> kepercayaan atas kemerosotan indeks harga saham dunia telahmendorong masyarakat untuk memindahkan kekayaannya (flight to quality) padabentuk investasi yang dirasakan lebih aman. Kondisi ini akan berpengaruh padakurangnya minat investor asing untuk menanamkan modalnya di emerging marketstermasuk Indonesia, yang dianggap memiliki risiko yang lebih tinggi jika dibandingkandengan negara-negara maju. Sejalan dengan kondisi ini, dalam tahun 2009 perlambataninvestasi diperkirakan akan mencapai sekitar 4,0 persen, lebih rendah dari perkiraansebelumnya sebesar 7,5 persen. Sumber investasi yang diperkirakan akan mengalamiperlambatan antara lain penanaman modal asing (PMA) dan investasi portofolio. Namun,penurunan ini akan dikompensasi dengan pertumbuhan investasi Pemerintah berupabelanja barang modal yang meningkat, sejalan dengan kebijakan Pemerintah untukmemberikan stimulus kepada perekonomian. Suku bunga yang cenderung menurunjuga akan membantu mencegah perlemahan investasi lebih lanjut.II.1.1.2 <strong>Dampak</strong> Pada PHK dan KemiskinanPeningkatan pengangguran dan jumlah masyarakat miskin merupakan dampak ketigayang akan segera kita alami. Sejalan dengan negara-negara lain, sektor-sektorperkebunan, pertambangan, industri pengolahan dan konstruksi, serta industri jasa diIndonesia, termasuk lembaga-lembaga keuangan, sudah mulai mengurangi kegiatandan penyerapan tenaga kerjanya. Sampai dengan Januari 2009 misalnya, PHK telahterjadi pada industri-industri yang berorientasi ekspor, mencapai sebanyak 24.790orang, sedangkan yang dirumahkan mencapai 11.703 orang. Menyusul kemudian rencanaPHK yang akan dilakukan terhadap lebih dari 25 ribu tenaga kerja dan rencanadirumahkan terhadap lebih dari 19 ribu orang lainnya. Bagian terbesar PHK terjadi diindustri TPT, sementara bagian terbesar pegawai yang dirumahkan terjadi di industriperkayuan. Rencana PHK terbesar akan terjadi di industri TPT dan industri kertas.Rencana pegawai dirumahkan sebagian besar akan terjadi di industri perkebunan.Di sisi lain, resesi global sekaligus akan memutuskan hubungan kerja tenaga kerjaIndonesia (TKI) di luar negeri dan memulangkan mereka ke Indonesia. Pemutusan9


hubungan kerja dan pemulangan TKI seperti ini tidak saja akan menambah berat tekananpada pasar tenaga kerja di Indonesia, tetapi sekaligus mengurangi pendapatan devisakita dari penghasilan mereka di luar negeri (remittances). Pada tahun 2008 misalnya,sebanyak 196.635 orang TKI bekerja di seluruh dunia, di antaranya sebanyak 105.166orang bekerja di Asia Pasifik dan Amerika, 91.407 orang di Timur Tengah dan Afrika,serta 62 orang di Eropa. Sebanyak 66.816 orang dari TKI tersebut bekerja di Malaysia,60.014 orang di Saudi Arabia, hampir 18 ribu orang bekerja di Taiwan, sedangkan diUni Emirat Arab dan Kuwait masing-masing menyerap hampir 11 ribu orang, lebih dari9 ribu orang bekerja di Hong Kong, dan 8 ribu orang bekerja di Singapura.Sejak tahun 2005, secara konsisten tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkankecenderungan yang terus menurun dari 11,2 persen dalam November 2005 menjadi8,39 persen dalam Agustus 2008. Menurunnya tingkat pengangguran ini tidak terlepasdari relatif tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh pertumbuhansektor industri, yang pada gilirannya dapat memperluas lapangan kerja. Dalam tahun2007 – 2008, setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen akan menyerap450 ribu hingga 525 ribu tenaga kerja.Melemahnya perekonomian dunia sejak 2008 telah berdampak pada terbatasnyapenciptaan lapangan kerja yang pada akhirnya melemahkan permintaan pekerja di pasartenaga kerja domestik. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan menurunnya permintaantenaga kerja di pasar internasional sebagai akibat memburuknya kinerja ekonomi global.Dengan menggunakan pendekatan elastisitas penciptaan lapangan kerja terhadappertumbuhan ekonomi pascakrisis dan penyesuaian dengan memasukkan faktor-faktorPHK yang telah terjadi di beberapa sektor, serta tambahan penciptaan lapangan kerjasebagai hasil dari stimulus fiskal, dalam kondisi normal tanpa krisis, tingkat penganggurandi Indonesia tahun 2009 diperkirakan turun menjadi 7,44 persen. Namun dalam situasiperekonomian dunia dan domestik yang semakin kurang kondusif, tingkat penganggurandi Indonesia tahun 2009 akan sangat sulit untuk ditekan. Apabila Pemerintah tidaksegera mengambil langkah antisipatif, tingginya tingkat pengangguran dan naiknya angkakemiskinan tidak dapat dielakkan lagi. Jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2008,tingkat pengangguran tahun 2009 diperkirakan akan meningkat cukup tajam menjadi8,87 persen. Sebaliknya, langkah antisipatif yang telah disiapkan oleh Pemerintah melaluiberbagai paket kebijakan diperkirakan akan mampu meredam tingginya tingkatpengangguran, sehingga pada Agustus 2009 tingkat pengangguran terbuka diharapkanakan tetap turun menjadi 8,34 persen. Hal ini dapat dilihat dalam Grafik 2.II.1.2 Koreksi Nilai Tukar Rupiah dari Rp9.400 menjadi Rp11.000per Dolar Amerika SerikatNilai tukar rupiah yang cenderung stabil sampai Agustus 2008 ditopang oleh kinerjaneraca transaksi berjalan yang solid serta kebijakan ekonomi makro yang konsistendan cukup prudent. Namun, sejak September 2008, intensitas krisis keuangan globalmeningkat sehingga rupiah terdepresiasi sangat tajam dengan volatilitas yang meningkat.Kekhawatiran dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di10


12,0%11,0%10,0%9,0%8,0%7,0%Grafik 2Perkiraan <strong>Dampak</strong> Pengangguran Terbuka,2005-20098,87%8,34%7,44%Feb Nov Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust2005 2006 2007 2008 2009Tanpa <strong>Krisis</strong> <strong>Krisis</strong> Tanpa Kebijakan <strong>Krisis</strong> Dengan Kebijakanemerging markets dan fenomena flight to quality dari investor global di tengah krisiskeuangan dunia dewasa ini telah memberikan tekanan pada mata uang kawasantermasuk Indonesia. Perilaku ini dalam skala besar telah mengeringkan likuiditas dolarAS di pasar domestik di banyak negara. Selain ketat, pasar valas baik di negara majumaupun berkembang juga cenderung bergejolak di tengah ketidakpastian yangmeningkat.Mata uang won Korea misalnya, pada tahun 2008 melemah 34,66 persen. Demikianjuga dengan mata uang yang lain sepertiringgit Malaysia terkoreksi 5,01 persen,dolar Singapura turun 0,22 persen, bahtThailand turun 17,90 persen, dan peso-48,9Philipina turun 14,82 persen. Rupiah-39sendiri sepanjang tahun 2008 telah-48,3terdepresiasi sebesar 17,5 persen (lihat-47,6Grafik 3). Depresiasi nilai tukar rupiah-50,6tersebut diperkirakan masih akan-42berlanjut hingga tahun 2009. Oleh karena-40,7itu, dalam tahun 2009, rata-rata nilaitukar rupiah diperkirakan mencapaiRp11.000 per US$, lebih tinggi dariperkiraan dalam APBN 2009 sebesar Rp9.400 per US$.Grafik 3Koreksi Mata Uang dan Indeks Harga SahamNegara-Negara Berkembang Tahun 2008Indeks HargaSingapuraMa la y siaPhilippinesThailandIn don esiaDalam kondisi krisis keuangan dan ekonomi di Amerika Serikat yang masih belummembaik, sehingga mengakibatkan kondisi fiskal akan mengalami beban utang akibatbiaya penanganan krisis yang sangat besar, serta merosotnya kondisi industrimanufaktur yang menyebabkan neraca perdagangan Amerika Serikat mengalami defisitmaka nilai keseimbangan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang dunia masih akanbergerak dan secara teoritis seharusnya cenderung menjadi lebih lemah. Ketidakpastiannilai dolar Amerika Serikat masih akan membayangi nilai tukar rupiah dan mata uangdi seluruh dunia hingga tahun 2010.Br a zilKorea- 0.22- 5.01- 14.82- 17.9-17.51-34.67-34.66Nilai Tukar11


II.1.2.1 <strong>Dampak</strong> Terhadap Neraca Perdagangan dan CadanganDevisa<strong>Dampak</strong> negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomianglobal adalah pada sektor keuangan. Volume modal dunia yang mengalir ke negaraberkembang menurun tajam dari di atas US$600 miliar pada tahun 2008 diperkirakanhanya menjadi sekitar US$195 miliar. Keluarnya modal asing dari emerging marketsbaik dalam rangka deleveraging maupun untuk mengatasi kesulitan keuangan kantorpusat di negara asalnya langsung menurunkan indeks harga saham di Bursa EfekIndonesia (BEI). Kemerosotan indeks harga saham yang tercepat di BEI, sebesar 22,17persen terjadi selama tiga hari, yaitu pada tanggal 6–8 Oktober 2008.Sejalan dengan keluarnya modal asing tersebut, nilai tukar rupiah terhadap dolarAmerika Serikat sempat merosot tajam walaupun akhirnya terjadi koreksi memasukiakhir tahun 2008. Jumlah cadangan devisa telah menurun dari US$56,9 miliar padaakhir Desember 2007 menjadi sekitar US$51,6 miliar pada akhir Desember 2008, ataucukup untuk membiayai sekitar 4 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeripemerintah. Penurunan cadangan devisa terjadi antara lain karena derasnya alirankeluar modal asing, khususnya di pasar SUN dan SBI, dan adanya intervensi untukmenstabilkan nilai tukar rupiah. Walaupun demikian, jumlah cadangan devisa tersebutkemungkinan masih aman karena masih lebih tinggi daripada kewajiban pembayaranpinjaman luar negeri berjangka pendek. Untuk tahun 2009, cadangan devisa diperkirakanmasih akan tertekan karena kinerja ekspor Indonesia diprediksikan menurun, sehingganeraca transaksi berjalan 2009 diperkirakan mengalami defisit. Dengan kondisi tersebut,cadangan devisa 2009 diperkirakan menjadi sekitar US$50,9 miliar, setara dengan 4,7bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.Dari sisi penyaluran kredit, selama Oktober dan November 2008 pertumbuhan kreditsangat kecil. Pada akhir Oktober 2008 posisi kredit mencapai Rp1.343,6 triliun,sementara pada akhir November 2008 mencapai Rp1.371,9 triliun. Memasuki tahun2009, laju kredit diperkirakan masih sulit bertumbuh meskipun BI rate telahditurunkan. Hal ini dikarenakan aliran likuiditas masih tergolong kering. Di sisi lain,sektor perbankan masih khawatir dengan peningkatan kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) sehingga amat hati-hati dalam menyalurkan kredit. NPL 2009diperkirakan akan cenderung meningkat dan akan berada pada level 5,0 persen,meningkat dari posisi saat ini sebesar 4,0 persen. Permasalahan selanjutnya adalahbahwa modal bank cenderung tergerus sebagai akibat mengimbangi risiko pasar, risikokredit dan risiko operasional yang kian meningkat.<strong>Dampak</strong> lanjutan dari krisis keuangan ini adalah melemahnya nilai ekspor neto Indonesiakarena penurunan daya beli luar negeri dan semakin mahalnya bahan baku impor sebagaiakibat dari perlemahan nilai tukar rupiah. Perlemahan nilai tukar rupiah akanmenyebabkan biaya untuk melakukan impor bahan baku menjadi lebih tinggi, sehinggaakan terjadi peningkatan biaya produksi secara signifikan. Jika tren perlemahan rupiahterhadap dolar terus berlanjut maka dampaknya akan semakin terasa pada industri12


dengan ketergantunganterhadap bahan baku importinggi, karena akanmenurunkan daya saingindustri tersebut. Sebagaimanadapat dilihat pada Grafik 4,dampak tekanan kondisiekonomi global pada kinerjaekspor impor Indonesia mulaiterasa di kuartal keempat tahun2008. Laju pertumbuhanekspor kumulatif (year to date) yang bergerak pada kisaran 30,0 persen pada tigakuartal pertama 2008 mulai melambat, hingga akhirnya hanya mencapai 19,9 persendi bulan Desember 2008. Penurunan kinerja ekspor ini terutama didorong olehperlambatan laju ekspor produk manufaktur dan pertanian yang masing-masing memilikikontribusi sekitar 80,0 persen dan 5,0 persen dari total ekspor nonmigas. Berdasarkanstatistik BPS (data per Desember 2008), perlambatan ekspor tersebut antara laindisebabkan oleh penurunan permintaan dari negara-negara kawasan Eropa, Jepang,dan ASEAN. Sementara itu, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat masih menunjukkanpeningkatan meskipun dengan laju yang semakin moderat/melemah.Perlambatan laju pertumbuhan juga terlihat pada perkembangan impor. Lajupertumbuhan impor kumulatif (year to date) berada pada kisaran di atas 50 persenselama tiga kuartal pertama, menurun hingga mencapai 41,2 persen di akhir tahun2008. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan impor barang konsumsidan bahan baku dengan total kontribusi sekitar 85 persen dari total impor. Dengankondisi tersebut pertumbuhan ekspor diperkirakan akan mengalami perlemahan yangcukup tajam atau bahkan stagnan atau negatif.II.2Kinerja Indikator Ekonomi Makro LainnyaII.2.1 InflasiJuta US$14.00012.00010.0008.0006.0004.000JFGrafik 4Perkembangan Ekspor Impor IndonesiaNilai EksporPertm. EksporMeningkatnya harga minyak mentah dan komoditi pangan di pasar global telahmenyebabkan inflasi dalam negeri cenderung meningkat sejak awal 2008.Kecenderungan meningkatnya harga minyak mentah yang mencapai di atas US$135/barel, telah memaksa Pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBMbersubsidi pada akhir bulan Mei 2008. Kenaikan harga BBM tersebut, telah memiculaju inflasi pada Juni hingga mencapai 2,46 persen, yang merupakan inflasi bulanantertinggi selama tiga tahun terakhir. Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan pada Juni2008 mencapai 11,03 persen dan inflasi kumulatif dari Januari — Juni 2008 mencapai7,37 persen. Pada bulan-bulan berikutnya laju inflasi cenderung meningkat hinggamencapai 12,14 persen pada September 2008. Tingginya inflasi ini selain dipicu olehkenaikan harga sebagai dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM bersubsidi jugaMAMNilai ImporPertum. ImporJJASONDJFMAMJJASON2007 2008 2009DJ%80%60%40%20%0%-20%-40%-60%13


didorong oleh meningkatnya permintaan barang kebutuhan pokok dalam rangkamenghadapi bulan puasa dan Lebaran yang terjadi pada awal Oktober 2008.Sejalan dengan mulai menurunnya harga minyak mentah di pasar dunia serta berbagaikebijakan yang dilakukan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka pengendalianinflasi, secara berangsur inflasi cenderung menurun, bahkan terjadi deflasi sebesar 0,04persen pada bulan Desember 2008. Terjadinya deflasi pada Desember 2008 tersebutterutama disebabkan oleh turunnya harga premium dalam negeri dari Rp6.000/litermenjadi Rp5.500/liter per 1 Desember 2008 dan menjadi Rp5.000/liter per 15Desember 2008, serta turunnya harga solar dalam negeri dari Rp5.500/liter menjadiRp4.800/liter per 15 Desember 2008. Beberapa komoditi lainnya seperti daging ayamras, minyak goreng, dan bawang merah juga mengalami penurunan harga pada bulanDesember 2008. Dengan kondisi tersebut inflasi pada akhir tahun 2008 mencapai 11,06persen (lihat Grafik 5).Grafik 5Perkembangan Laju Inflasi Tahun 2007 - 20093,02,52,01,51,00,50,0-0,5bulanantahunan (axis kanan)Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des Jan2007 2008 200914,012,010,08,06,04,02,00,0Memasuki tahun 2009, penurunan harga minyak mentah dan beberapa komoditasprimer di pasar global terus berlanjut. Sejalan dengan hal itu, Pemerintah kembalimenurunkan harga BBM khususnya solar dan premium pada tanggal 15 Januari 2009menjadi Rp4.500/liter. Penurunan harga BBM ini berhasil mendorong penurunan hargabarang dan jasa secara signifikan. Dengan demikian, pada bulan Januari kembali terjadideflasi sebesar 0,07 persen. Untuk tahun 2009, tekanan inflasi diperkirakan menurunke kisaran 6,0 persen, seiring dengan turunnya imported inflation dengan melemahnyaharga komoditi dunia dan melambatnya permintaan domestik sehingga tekanan darioutput gap menjadi lebih rendah, terkendalinya ekspektasi inflasi, minimalnyaadministered prices, serta terjaganya pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhanpokok. Namun, yang perlu diwaspadai adalah adanya potensi tekanan inflasi terkaitdengan penyelenggaraan Pemilu 2009.II.2.2 Suku Bunga SBI 3 BulanMasih tingginya laju inflasi pada tahun 2008 menyebabkan Bank Indonesia masihmempertahankan BI rate pada level 9,50 persen pada November 2008. Hal inimenyebabkan suku bunga SBI 3 bulan masih berada pada level 11,5 persen. Suku bungaSBI 3 bulan yang masih relatif tinggi ini merupakan cermin dari ketatnya likuiditas14


domestik karena imbas krisis keuangan global. Dengan mulai melambatnya laju inflasidan dalam rangka melonggarkan likuiditas, pada bulan Desember 2008 Bank Indonesiatelah menurunkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 9,25 persen dan diturunkan lagimenjadi 8,25 persen pada bulan Februari 2009. Seiring dengan menurunnya ekspektasiinflasi pada tahun 2009, Bank Indonesia kembali menurunkan BI rate sebesar 50 bpsmenjadi 7,75 persen pada bulan Maret 2009.Penurunan BI rate ini diharapkan akan diikuti dengan penurunan suku bunga SBI 3bulan. Pada Januari 2009, suku bunga SBI 3 bulan rata-rata berada di level 10,29persen. Sedangkan suku bunga SBI 3 bulan rata-rata pada bulan Februari 2009 kembalimengalami penurunan menjadi 9,29 persen. Sampai dengan akhir tahun 2009 ratarataSBI 3 bulan diperkirakan berada pada sekitar 7,5 persen, sama dengan perkiraandalam APBN 2009. Penurunan suku bunga ini diharapkan akan membawa pengaruhpositif pada kegiatan investasi dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan sektor riil.II.2.3 Harga dan Lifting Minyak Mentah IndonesiaSejak Desember 2007, penawaran minyak mentah telah melebihi permintaannya.Sebagai gambaran, pada bulan Desember 2008, jumlah penawaran minyak mentahdunia mencapai 86,7 juta barel, sementara permintaannya hanya mencapai sebesar 84,6juta barel. Meskipun terdapat over supply, tapi pada kenyataannya harga di pasar globalmasih cukup tinggi, bahkan pernah menyentuh US$145 per barel pada tanggal 3 Juli2008. Hal ini ditengarai adanya aksi spekulasi.88,0Grafik 6Perkembangan Penawaran dan Permintaan Minyak Dunia 2007-2008(MBCD)87,086,085,084,083,082,081,0Jan-07Feb-07Mar-07Apr-07Mei-07Jun-07Jul-07Agust-07Sep-07Okt-07Nop-07Des-07Jan-08Feb-08Mar-08Apr-08TOTAL PERMINTAAN TOTAL PENAWARANMei-08Jun-08Jul-08Agust-08Sep-08Okt-08Nop-08Des-08Masih berlanjutnya pelemahan ekonomi dunia menyebabkan permintaan terhadapminyak mentah diperkirakan menurun sehingga menyebabkan penurunan harga minyakmentah dunia (lihat Grafik 6). Memasuki akhir tahun 2008, harga minyak mentahinternasional West Texas Intermediate (WTI) turun drastis, sehingga mencapai titik15


terendahnya sebesar US$31,4 per barel pada tanggal 22 Desember 2008. Dengandemikian, sepanjang tahun 2008, rata-rata harga minyak WTI sebesar US$99,2 perbarel.Sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia, harga minyak mentahIndonesia (ICP/Indonesian Crude Price) juga mengalami kenaikan hingga mencapaipuncaknya di bulan Juli 2008 dengan harga rata-rata sebesar US$134,9 per barel.Dengan kecenderungan harga minyak internasional yang semakin turun padasemester II 2008 maka ICPjuga mengalami penurunan.Secara rata-rata, ICP padatahun 2008 mencapai US$96,8per barel. Dengan masihberlanjutnya potensiperlambatan ekonomi global ditahun 2009 maka permintaanakan minyak mentah juga akanmengalami penurunan. Hargaminyak mentah WTI dalamtahun 2009 diperkirakan akanmengalami harga keseimbanganbaru, yakni pada kisaran US$40per barel hingga US$50 perbarel. Untuk itu, Pemerintahperlu menyesuaikan ICP padaharga rata-rata US$45 per barel (lihat Grafik 7). Meskipun demikian, melihat kondisitahun 2006–2008 dimana harga minyak mentah dunia dapat melonjak dalam waktusingkat dan dengan tingkat yang sangat tinggi maka sangat penting bagi Indonesia untukselalu siap dengan segala kemungkinan skenario harga minyak mentah, baik tinggiataupun rendah, dan ketahanan energi Indonesia perlu dibangun dan terus diperkuat.Realisasi volume lifting minyak mentah dalam tahun 2008 mencapai 0,931 juta barelper hari, lebih tinggi dari asumsi APBN-P 2008 sebesar 0,927 juta barel per hari.Tingginya volume lifting minyak ini terkait dengan program revitalisasi sumur minyakyang ada sehingga akhir tahun 2008 diharapkan dapat menyumbang kenaikan produksiminyak nasional yang lebih besar pada tahun mendatang. Dengan perkembangantersebut, lifting minyak mentah tahun 2009 diasumsikan sebesar 0,960 juta barel perhari.II.3135,00120,00105,0090,0075,0060,0045,0030,00Grafik 7Perkembangan Harga Minyak InternasionalJan 07Kenaikan biaya utang, khususnya atas imbal hasil suratberharga negara, secara signifikan<strong>Krisis</strong> keuangan global telah menyeret kejatuhan berbagai perusahaan terkemuka danmenyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Bursa saham di berbagaiMarMayJulSepNovJan 08MarMayJulSepNovOPECWTIBrentICPNymex FuturesJan 09MarMayJulSepNov16


negara berjatuhan, seiring dengan memburuknya persepsi investor terhadap sektorkeuangan dan prospek perekonomian secara global. <strong>Krisis</strong> tersebut telah menyebabkanhilangnya kepercayaan investor terhadap berbagai instrumen keuangan, sehingga terjadipenarikan dana secara besar-besaran dari pasar modal. Kredit macet meningkat seiringdengan jatuhnya daya beli sebagai dampak menurunnya kegiatan perekonomian secaratajam. Kebutuhan dana tunai yang sangat besar untuk membiayai berbagai transaksiterkait krisis subprime mortgage dan sentimen negatif investor telah menyebabkankelangkaan likuiditas secara global. Untuk menghindari situasi ekonomi yang lebih buruk,banyak negara melakukan bailout di sektor keuangan dan juga memberikan bantuanlikuiditas untuk menyelamatkan sektor riil secara besar-besaran. Konsekuensinya,jumlah likuiditas di pasar uang internasional menjadi semakin sedikit dan sulit diperoleh.Kalaupun likuiditas tersebut dapat diperoleh maka harganya akan menjadi sangat mahal.Hal tersebut mendorong kenaikan suku bunga pinjaman, termasuk obligasi Pemerintah.Walaupun banyak bank sentral negara maju telah menurunkan suku bunga acuankebijakan, tetapi kenaikan suku bunga obligasi secara signifikan di pasar internasionaltetap terjadi.Penarikan dana asing dari Indonesia sebagai dampak krisis keuangan global telahmenyebabkan peningkatan permintaan terhadap dolar AS sehingga menekan nilai tukarrupiah. Melambatnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan keluarnya dana asingmengakibatkan kelangkaan likuiditas di pasar domestik sehingga mendorong kenaikansuku bunga pinjaman. Secara umum imbal hasil (yield) obligasi Pemerintah pada Januari2009 telah naik cukupsignifikan dibandingkandengan akhir tahun 2007 (lihatTabel 7). Sebagai contoh,yield SUN 10 tahun pada 27Januari 2009 telah meningkatmenjadi 11,97 persendibandingkan dengan akhirDesember 2007 sebesar 10,02persen. Demikian pula yangterjadi dengan obligasiYIELD SUNPeriodeTabel 7Yield SUN (%)31 Dec 07 31 Dec 08 27 Jan 095 Y 9,21 11,80 11,5010 Y 10,02 11,89 11,9730 Y 10,64 12,19 12,43INDO-18 6,27 9,42 11,14internasional Pemerintah dalam dolar AS. Yield obligasi internasional Pemerintah padaakhir tahun 2007 masih sebesar 6,27 persen, meningkat menjadi 11,14 persen pada 27Januari 2009. Kenaikan yield obligasi Pemerintah membawa konsekuensi terhadappeningkatan beban bunga pinjaman yang harus dibayarkan.Sentimen negatif investor menyebabkan credit default swap (CDS) obligasi negaranegaraberkembang termasuk Indonesia naik secara signifikan (lihat Grafik 8). CDSobligasi Pemerintah untuk jangka waktu 10 tahun mencapai 1.236,38 bps di atas LIBORpada tanggal 24 Oktober 2008. Hal tersebut berpengaruh terhadap kenaikan imbalhasil yang diharapkan investor pada obligasi Pemerintah. Investor mengharapkan yieldobligasi Pemerintah yang lebih tinggi untuk menutup biaya CDS.17


Grafik 8Spread CDS 10 TahunYield obligasi internasional Pemerintah dalam dolar AS untuk jangka waktu 10 tahunnaik dengan cepat, mencapai 14,81 persen pada tanggal 27 Oktober 2008, yang diikutidengan kenaikan yield obligasi domestik SUN 10 tahun yang juga naik menjadi 20,96persen. Seiring dengan membaiknya kepercayaan investor, CDS obligasi Pemerintahuntuk jangka waktu 10 tahun secara berangsur-angsur telah menurun menjadi 638,57bps di atas LIBOR pada tanggal 27 Januari 2009. Hal tersebut membawa dampak positifpada yield obligasi Pemerintah yang juga telah ikut menurun.Memasuki tahun 2009, kinerja surat berharga negara (SBN) menunjukkankecenderungan yang positif. Hasil lelang surat utang negara pada tanggal 13 Januari2009 misalnya, berhasil menyerap dana sebanyak Rp5,95 triliun, atau 65,1 persen daritotal penawaran yang masuk sebesar Rp9,137 triliun. Hasil yang diperoleh dalam lelangtersebut melebihi jumlah indikatif yang ditetapkan sebesar Rp3,0 triliun, sehingga secarakeseluruhan bid to cover ratio mencapai 1,54. Hal tersebut menunjukkan bahwalikuiditas untuk ditempatkan pada obligasi Pemerintah masih tersedia.Namun demikian, kondisi pasar obligasi global akan semakin sulit dan mahal, akibatbanyaknya negara-negara maju yang telah mulai melakukan stimulus untuk mendorongpergerakan sektor riil yang terutama akan dibiayai melalui utang. Persaingan untukmemperebutkan likuiditas yang memang sudah ketat akan semakin berat.Konsekuensinya, beban biaya yang mesti dipikul dalam penerbitan obligasi akan menjadisemakin mahal. Pemerintah akan terus menjaga manajemen utang secara hati-hati danbijaksana. Diversifikasi instrumen dan sumber utang yang paling murah dan berisikorendah, serta dengan syarat yang tidak mengikat secara politis akan terus dilakukan.II.41.4001.2001.000800600400200-PhilippinaVietnamThailandIndonesiaMalaysiaChinaJul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09<strong>Dampak</strong> Perubahan Indikator Ekonomi Makr0 TerhadapPendapatan NegaraBerubahnya besaran indikator-indikator ekonomi makro sebagai akibat terjadinya krisiskeuangan global menyebabkan target pendapatan negara yang telah disusun dalam APBN2009 menjadi berubah. Berdasarkan perubahan besaran-besaran tersebut, pendapatan18


negara baik untuk penerimaan perpajakan maupun PNBP dalam tahun 2009 diproyeksikanakan menurun secara signifikan. Penurunan proyeksi penerimaan perpajakan 2009 antaralain disebabkan oleh lebih kecilnya basis penerimaan perpajakan, yang ditandai olehmenurunnya pendapatan secara nasional sebagai akibat berkurangnya kegiatan ekonomi.Sementara itu, penurunan proyeksi PNBP terutama disebabkan oleh adanya perubahanasumsi harga minyak mentah (ICP) dari US$80/barel menjadi US$45/barel.Dalam proyeksi realisasi APBN 2009,perhitungan penerimaan perpajakanmenggunakan asumsi pertumbuhanekonomi 4,5 persen dengan pertimbanganbahwa kebijakan stimulus fiskal efektifdilaksanakan. Namun, apabila kebijakanstimulus fiskal tersebut tidak berjalansesuai dengan harapan sehinggapertumbuhan ekonomi hanya mencapai dibawah 4,5 persen maka penerimaanperpajakan akan berpotensi lebih rendahdari target proyeksi realisasi APBN 2009.Penerimaan perpajakan ditargetkanmenjadi Rp661,8 triliun atau turun Rp64,1Triliun RpGrafik 9Pendapatan Negara dan Hibahtriliun bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2009. Penyesuaian penerimaanperpajakan tersebut telah memperhitungkan pula stimulus fiskal yang akan diberikan,baik yang telah dicanangkan dalam APBN 2009 maupun stimulus yang baru, sepertiPPh pasal 21 untuk karyawan. Sementara itu, target PNBP disesuaikan menjadi Rp185,9triliun, yang berarti Rp73,1 triliun lebih rendah dari target APBN 2009 (lihat Grafik 9).Secara lebih rinci, perubahan setiap indikator ekonomi makro mempunyai dampak yangberbeda terhadap penerimaan perpajakan dan PNBP. Penurunan pertumbuhan ekonomisebesar satu persen menyebabkan penerimaan dalam negeri menurun Rp12,7 triliun,yang semuanya berasal dari penurunan penerimaan perpajakan di luar PPh migas,sedangkan PPh migas tidak mengalami perubahan. Penurunan pertumbuhan ekonomitersebut juga tidak berpengaruh pada perubahan target PNBP 2009.Sementara itu, penurunan ICP sebesar US$10 per barel mengakibatkan penerimaandalam negeri turun Rp33,9 triliun, yang terdiri atas penurunan penerimaan PPh migasRp7,2 triliun dan penurunan PNBP dari SDA migas Rp26,7 triliun. Depresiasi nilai tukarrupiah sebesar Rp1.000/US$ menyebabkan naiknya penerimaan dalam negeri sebesarRp24,7 triliun, yang terdiri atas peningkatan penerimaan perpajakan Rp6,6 triliun danPNBP sebesar Rp18,1 triliun. Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut terdiri ataspeningkatan penerimaan perpajakan nonmigas sebesar Rp0,6 triliun dan penerimaanPPh migas Rp6,0 triliun (lihat Tabel 8).120010008006004002000Penerimaan Perpajakan PNBP Hibah2,3 0,9320,9658,72008Rea l258,9725,82009APBN0,9185,9661,82009Pr oy eksi19


Tabel 8Sensitivitas Penerimaan Dalam Negeri(dalam triliun rupiah)PertumbuhanEkonomiTurun 1%DepresiasiRp1.000ICPTurunUS$101. Penerimaan Perpajakan (12,7) 6,6 (7,2)2. Penerimaan Negara Bukan Pajak - 18,1 (26,7)Penerimaan Dalam Negeri (1 + 2) (12,7) 24,7 (33,9)Penerimaan PerpajakanMelemahnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 akan berdampak pada turunnyapendapatan secara nasional karena aktivitas kegiatan ekonomi yang berkurang. Secaralangsung, hal ini akan berpengaruh pada menurunnya penerimaan PPh nonmigas, baikPPh orang pribadi (OP) maupun PPh badan. Penerimaan PPh tahun 2009 diperkirakanmenjadi Rp319,6 triliun, yang berarti turun Rp37,8 triliun dari rencananya dalam APBN2009. Penurunan penerimaan PPh tersebut selain berasal dari penurunan penerimaanPPh nonmigas sebagai akibat perkiraan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi, jugadisebabkan oleh perkiraan penurunan penerimaan PPh migas. Penerimaan PPh migasdiperkirakan akan menjadi Rp38,8 triliun, yang berarti turun Rp18,0 triliun darirencananya dalam APBN 2009. Menurunnya perkiraan penerimaan PPh migas tersebutterutama disebabkan oleh lebih rendahnya perkiraan harga minyak mentah Indonesiadari US$80 per barel dalam APBN 2009 menjadi US$45 per barel.Seiring dengan menurunnya tingkat pendapatan nasional, tingkat konsumsi dalam negeriakan mengalami penurunan, baik konsumsi Pemerintah, konsumsi swasta maupunkonsumsi rumah tangga. Secara langsung, hal ini akan berpengaruh pada turunnyapenerimaan PPN yang sangat erat kaitannya dengan tingkat konsumsi nasional. Sejalandengan perkiraan turunnya tingkat konsumsi nasional pada tahun 2009, penerimaanPPN diperkirakan akan menjadi Rp233,6 triliun atau turun Rp15,9 triliun darirencananya dalam APBN 2009.Penurunan target penerimaan perpajakan juga terjadi pada penerimaan PBB dan BPHTB,yang diperkirakan menjadi Rp31,0 triliun, yang berarti turun Rp5,6 triliun jikadibandingkan dengan rencananya dalam APBN 2009. Penurunan perkiraan penerimaanPBB dan BPHTB tersebut terutama berasal dari perkiraan penurunan penerimaan PBBmigas sebagai imbas dari lebih rendahnya asumsi harga minyak mentah Indonesia.Di sisi lain, menurunnya pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak mempunyai pengaruhyang cukup besar terhadap pencapaian target penerimaan cukai pada tahun 2009.Bahkan sebagai dampak adanya kebijakan kenaikan tarif cukai rata-rata 7 persen padaawal tahun 2009, penerimaan cukai tahun 2009 diperkirakan akan menjadi20


Rp54,4 triliun. Perkiraan penerimaan cukai tersebut berarti mengalami peningkatanRp4,9 triliun dari rencananya dalam APBN 2009.Selanjutnya, krisis keuangan global yang berimbas pada terjadinya krisis ekonomi globalmenyebabkan kegiatan perdagangan internasional diperkirakan mengalami penurunan.Jumlah ekspor dan impor, baik dari sisi volume maupun nilainya diperkirakan mengalamipenurunan. Keadaan tersebut berpengaruh pada penerimaan bea masuk dan bea keluar.Untuk itu, target penerimaan bea masuk tahun 2009 disesuaikan menjadi Rp17,2 triliunatau turun Rp2,0 triliun dari rencananya dalam APBN 2009. Sedangkan penerimaanbea keluar tahun 2009 diperkirakan akan menjadi Rp2,4 triliun atau turun Rp7,0 triliundari rencananya dalam APBN 2009.Terkait dengan penurunan perkiraan penerimaan bea masuk, selain disebabkan olehperkiraan menurunnya volume dan nilai impor, juga mempertimbangkan adanyakesepakatan kerjasama di bidang perdagangan internasional yang berdampak padamenurunnya (harmonisasi) tarif bea masuk untuk barang-barang tertentu dan diwilayah-wilayah tertentu. Sementara itu, turunnya rencana penerimaan bea keluar padatahun 2009 terutama dipengaruhi oleh adanya kebijakan penurunan tarif bea keluaruntuk Crude Palm Oil (CPO) menjadi nol persen sejak bulan Oktober 2008. Tarif beakeluar CPO tersebut diperkirakan tidak akan banyak mengalami perubahan dalam tahun2009.Penerimaan Negara Bukan PajakDi samping penurunan penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP)juga mengalami penyesuaian menjadi Rp185,9 triliun atau turun Rp73,1 triliun jikadibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2009. Penurunan tersebut utamanyadipengaruhi oleh penurunan ICP secara signifikan dari US$80/barel dalam APBN 2009menjadi US$45/barel. PNBP yang mengalami penurunan terbesar terjadi padapenerimaan sumber daya alam (SDA) migas dan penerimaan dari dividen BUMN.Dengan adanya penyesuaian asumsi ICP dari US$80 per barel menjadi US$45 per bareldan penyesuaian asumsi nilai tukar rupiah dari Rp9.400/US$ menjadi Rp11.000/US$maka penerimaan SDA migas diperkirakan akan menjadi Rp92,0 triliun atau turunRp70,1 triliun dari rencananya dalam APBN 2009. Penurunan perkiraan penerimaanSDA migas tahun 2009 tersebut bersumber dari perkiraan penurunan penerimaanminyak bumi sebesar Rp60,7 triliun dan penurunan penerimaan gas bumi sebesar Rp9,4triliun.Penurunan harga minyak yang cukup tajam di akhir tahun 2008 serta dampak darikrisis ekonomi global juga mempengaruhi perubahan perkiraan laba BUMN dalam tahun2008 yang diperkirakan lebih rendah dari yang direncanakan sebelumnya. Hal ini menjadisalah satu faktor dilakukannya penyesuaian rencana penarikan dividen dari laba BUMNdalam tahun 2009 menjadi Rp26,1 triliun. Perkiraan dividen dari laba BUMN tersebutberarti mengalami penurunan Rp4,7 triliun dari yang direncanakan dalam APBN 2009.21


III. PROGRAM STIMULUS FISKAL 2009Dalam rangka mencegah perlemahan ekonomi yang lebih parah sebagai akibat dampaknegatif krisis global, dalam tahun 2009 Pemerintah akan menerapkan kebijakancountercyclical. Kebijakan countercyclical berupa stimulus fiskal tersebut ditujukanterutama untuk (a) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untukmenjaga agar konsumsi rumah tangga tumbuh di atas 4,0 persen; (b) menjaga dayatahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (c) meningkatkan dayaserap tenaga kerja dan mengatasi PHK melalui kebijakan pembangunan infrastrukturpadat karya. Total dana yang dialokasikan untuk program stimulus fiskal ini sebesarRp73,3 triliun, dimana sebesar Rp56,3 triliun di antaranya sudah ditetapkan dalam APBN2009 (lihat Tabel 9).Tabel 9<strong>Stimulus</strong> <strong>Fiskal</strong>, 2009(Miliar Rupiah)<strong>Program</strong>AlokasiDalam UU APBN 2009 (A + B) 56.300,0A. Penghematan Pembayaran Pajak 43.000,01. Penurunan tarif PPh OP (35% → 30%) dan perluasan lapisan tarif 13.500,02. Peningkatan PTKP menjadi Rp15,8 juta 11.000,03. Penurunan tarif PPh Badan (30% → 28%) dan Perusahaan masuk bursa →tarif 5% lebih rendah18.500,0B. Subsidi Pajak-BM/DTP kepada Dunia Usaha/RTS 13.300,01. PPN Minyak Goreng 800,02. PPN Bahan Bakar Nabati (BBN) 200,03. Bea Masuk Bahan Baku dan Barang Modal 2.500,04. PPN Eksplorasi Migas 2.500,05. PPh Panas Bumi 800,06. PPh Pasal 21 6.500,0Tambahan 16.959,3C. Subsidi Non Pajak, Belanja Negara dan Pembiayaan padaDunia Usaha/Lapangan Kerja16.959,31. Penurunan Harga Solar Rp300/liter 2.779,92. Diskon Tarif Listrik untuk Industri 1.377,93. PNPM 601,54. Tambahan <strong>Stimulus</strong> 12.200,0a. Subsidi Bunga untuk Perusahaan Air Bersih 15,0b. Subsidi Obat Generik 350,0c. Revitalisasi & Rehab gudang Komoditi Primer 120,0d. Belanja <strong>Stimulus</strong> Infrastruktur 11.215,0e. PMN untuk Jamkrindo dan Askrindo (KUR) 500,0Jumlah <strong>Stimulus</strong> ( A + B + C ) 73.259,322


III.1Memelihara dan/atau Meningkatkan Daya Beli MasyarakatDalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan, faktor-faktorpendorong pertumbuhan ekonomi terutama konsumsi masyarakat perlu dipertahankan,dan bahkan jika mungkin ditingkatkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam rangkamemelihara dan meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsirumah tangga mampu tumbuh di atas 4,0 persen pada tahun 2009, Pemerintahmemberikan stimulus fiskal, baik dalam bentuk penurunan tarif pajak penghasilan orangpribadi (OP) dan peningkatan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) maupunmelalui pemberian berbagai subsidi, antara lain berupa subsidi harga obat generik, sertasubsidi PPN atas beberapa produk akhir untuk minyak goreng dan bahan bakar nabati(BBN).Dari sisi perpajakan, dalam APBN 2009 telah dimasukkan penurunan tarif pajak orangpribadi sebagai hasil dari diberlakukannya amendemen UU PPh. Dengan demikian,pendapatan riil masyarakatmeningkat sehinggadiharapkan akan mampumendorong daya beli.Penurunan tarif PPh orangpribadi memberikanpengurangan pembayaranpajak (tax saving) sebesarRp24,5 triliun, yang akanmenambah likuiditasperekonomian danmendorong daya beli rumahtangga (lihat Tabel 10).Dalam amendemen UU PPhtelah dilakukan perubahanmendasar pada susunan tarifdan lapisan tarif bagi PPhTabel 10<strong>Stimulus</strong> Peningkatan Daya Beli Masyarakat, 2009(dalam miliar rupiah)UraianAlokasiA. Perpajakan 24.500,01. Penurunan Tarif PPh Non Migas 13.500,0- Penurunan tarif PPh OP (35% → 30%) danperluasan lapisan tarif2. Peningkatan PTKP menjadi Rp15,8 juta 11.000,0B. Belanja Subsidi 1.350,01. Subsidi Pajak (DTP) 1.000,0- PPN Minyak Goreng 800,0- PPN Bahan Bakar Nabati (BBN) 200,02. Subsidi Non Pajak 350,0- Obat Generik 350,0Jumlah <strong>Stimulus</strong> 25.850,0orang pribadi (OP) dan PPh badan. <strong>Stimulus</strong> fiskal yang diberikan untuk wajib pajak(WP) OP akan meringankan beban masyarakat sebesar Rp24,5 triliun. <strong>Stimulus</strong> tersebutterdiri atas penyederhanaan dan penurunan tarif per lapisan penghasilan untuk WP OP(tarif tertinggi dari 35 persen menjadi 30 persen) memberikan dampak sebesar Rp13,5triliun, dan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp13,2 juta menjadiRp15,8 juta per individu memberikan dampak sebesar Rp11,0 triliun.Di sisi belanja negara, dalam rangka menjaga daya beli masyarakat, dalam APBN 2009Pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan gaji pokok PNS, TNI, Polri, danpensiunan sebesar 15 persen dan pemberian gaji ke-13, serta pemberian BLT bagi 18,2juta rumah tangga sasaran (RTS) selama 2 bulan dengan pembayaran Rp100.000,0per bulan per RTS. Selanjutnya, Pemerintah juga telah menyiapkan suatu paket stimulus23


yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari terjadinya krisis ekonomi globalterhadap masyarakat sebesar Rp1.350,0 miliar. <strong>Stimulus</strong> tersebut terdiri atas subsidipajak atau PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) atas minyak goreng Rp800,0 miliar,subsidi PPN DTP atas bahan bakar nabati (BBN) Rp200,0 miliar, dan subsidi obat generikRp350,0 miliar.Subsidi PPN (DTP) atas minyak goreng merupakan lanjutan dari fasilitas PPN DTPpada tahun 2008. Dalam tahun 2009, subsidi PPN tersebut ditujukan bagi penjualanminyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sederhana dengan menggunakanmerek generik milik Pemerintah, yaitu “Minyakita”.Subsidi PPN untuk bahan bakar nabati (BBN) ditujukan agar harga BBN lebih murahdan dapat bersaing dengan harga bahan bakar minyak (BBM) dari fosil yang tidakterbaharukan. Dengan pemberian subsidi ini, diharapkan produksi BBN akan dapat terusmeningkat di kemudian hari, sehingga mengurangi ketergantungan akan BBM dari fosil.Subsidi obat generik atau Obat Generik Bersubsidi (OGS) diberikan dalam rangkamenjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan obat di seluruh daerah sebagaiantisipasi apabila terjadi resesi ekonomi. Subsidi tersebut diberikan untuk obat-obatanyang paling dibutuhkan masyarakat (fast moving) dan obat-obatan untukmenyelamatkan nyawa (life saving). Subsidi juga diberikan bagi obat esensial, obatprogram kesehatan, dan obat yang tidak bernilai ekonomis tetapi sangat dibutuhkandalam pelayanan kesehatan.III.2 Menjaga Daya Tahan Perusahaan/Sektor Usaha dalamMenghadapi <strong>Krisis</strong> <strong>Global</strong>Dalam rangka meningkatkan daya saing dan daya tahan usaha, Pemerintah jugamemberikan stimulus melalui perpajakan dan pemberian berbagai subsidi, serta dalampembiayaan. <strong>Stimulus</strong> perpajakan diberikan dalam bentuk penurunan tarif tunggal WPbadan, sedangkan pemberian stimulus subsidi berupa pembebasan Bea Masuk, fasilitasPPN, fasilitas PPh pasal 21 karyawan, potongan tarif listrik untuk industri, subsidi bungabagi perusahaan air bersih, dan penurunan harga solar. Sementara itu, pemberianstimulus dalam pembiayaan berupa penyertaan modal negara (PMN) untuk kredit usaharakyat (KUR).Dari sisi perpajakan, telah diberikan stimulus fiskal untuk meningkatkan daya saingdan daya tahan usaha yang telah diperhitungkan dalam penyusunan APBN tahun 2009.<strong>Stimulus</strong> fiskal tersebut antara lain berupa penghematan pembayaran (tax saving)sebesar Rp18,5 triliun, yang berasal dari pelaksanaan amendemen UU PPh (lihatTabel 11).Dalam amendemen UU PPh tersebut terjadi perubahan mendasar penerapan tariftunggal WP badan sebesar 28 persen pada tahun 2009 dan pemberian fasilitas untukperusahaan masuk bursa berupa penurunan tarif sebesar 5 persen lebih rendah daritarif yang berlaku. Di samping itu, WP badan juga mendapat keringanan beban pajak24


erupa pemberian insentif pajakuntuk perusahaan yang bergerakpada sektor tertentu dan/atauberlokasi di daerah tertentu.Di sisi belanja negara,Pemerintah juga telahmenyiapkan suatu paketstimulus yang bertujuan untukmengurangi dampak negatif dariterjadinya krisis ekonomi globalterhadap daya saing dan dayatahan usaha sebesar Rp16,5triliun. <strong>Stimulus</strong> tersebut terdiriatas pembebasan bea masuksebesar Rp2,5 triliun, fasilitasPPN eksplorasi migas ditanggungTabel 11<strong>Stimulus</strong> untuk Peningkatan Daya Saing dan Daya Tahan Usaha(dalam milliar rupiah)UraianAlokasiA. Perpajakan 18.500,01. Penurunan Tarif PPh Non Migas 18.500,0- Penurunan tarif PPh Badan (30% → 28%) danPerusahaan masuk bursa → tarif 5% lebih rendahB. Belanja Subsidi 16.472,81. Subsidi Pajak (DTP) 12.300,0- Bea Masuk Industri 2.500,0- PPN Eksplorasi Migas 2.500,0- PPh Panas Bumi 800,0- PPh Pasal 21 6.500,02. Subsidi Non Pajak 4.172,8- Penurunan Harga Solar Rp300/liter 2.779,9- Diskon tarif listrik untuk industri 1.377,9- Subsidi bunga bagi Perusahaan Air Bersih 15,0C. Pembiayaan 500,0- PMN kepada Askrindo dan Jamkrindo 500,0Jumlah <strong>Stimulus</strong> 35.472,8Pemerintah sebesar Rp2,5 triliun, insentif PPh panas bumi sebesar Rp0,8 triliun, fasilitasPPh pasal 21 karyawan ditanggung pemerintah sebesar Rp6,5 triliun, potongan tariflistrik untuk industri sebesar Rp1,4 triliun, penurunan harga solar sebesar Rp2,8 triliun,dan subsidi bunga untuk perusahaan air bersih sebesar Rp15,0 miliar.Dalam APBN 2009, Pemerintah telah mengalokasikan fasilitas bea masuk DTP sebesarRp2,5 triliun, dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untukkepentingan umum, mendorong sektor riil, dan meningkatkan daya saing industritertentu di dalam negeri. Insentif subsidi bea masuk tersebut diberikan untuk empatbelas sektor, yaitu antara lain bahan baku dan komponen industri alat berat, bahanbaku dan komponen untuk pembuatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) kapasitaskecil, bahan baku susu (skim milk dan full cream), bahan baku dan komponen industrikendaraan bermotor, komponen elektronika, bahan baku dan komponen kapal, sertapesawat terbang.Sementara itu, subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam rangka impor diberikankepada perusahaan yang melaksanakan eksplorasi minyak dan gas bumi. Dengan adanyasubsidi PPN untuk pajak dalam rangka impor (PDRI) tersebut diharapkan semakinbanyak perusahaan yang berinvestasi di industri minyak dan gas bumi, sehinggadiharapkan produksi minyak dan gas bumi tersebut semakin meningkat pada masamendatang.Sedangkan, insentif PPh pajak ditanggung Pemerintah untuk panas bumi diberikanPemerintah, dalam rangka meningkatkan kegiatan pengusahaan sumber daya panasbumi untuk pembangkitan energi/listrik dalam memenuhi permintaan energi/listrikyang semakin meningkat.Selain itu, Pemerintah juga memberikan Subsidi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yangditujukan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan oleh25


perusahaan. Pajak yang dipungut oleh perusahaan dari karyawan tetap tidak disetor keKas Negara, melainkan pajak tersebut ditanggung oleh Pemerintah, sehingga pajak yangdipungut tersebut dapat digunakan untuk menambah modal kerja maupun untukmembiayai operasional perusahaan.Selanjutnya, untuk menurunkan biaya produksi, Pemerintah juga memberikan potongantarif listrik untuk industri, yaitu industri kelompok I-3 dengan daya sambung 20 kilovolt ampere (KVA) – 30 KVA, dan kelompok I-4 dengan daya sambung di atas 30 KVA.Pada beban puncak, tarif daya maksimal diturunkan dari empat kali menjadi tiga kalidari tarif listrik biasa.Dalam rangka menurunkan beban masyarakat khususnya biaya transportasi,Pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga solar bersubsidi sebesar Rp300/liter dari Rp4.800/liter menjadi Rp4.500/liter mulai tanggal 15 Januari 2009, sehinggaharga solar bersubsidi secara akumulatif telah turun 18,2 persen (dari Rp5.500/litermenjadi Rp4.500/liter) sejak pertengahan Desember 2008. Dengan penurunan hargasolar tersebut diharapkan akan menurunkan tarif angkutan sekitar 10 persen.Selain itu, dalam rangka menambah 10 juta sambungan rumah (SR) air bersih bagimasyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Pemerintah memberikan subsidi bunga bagiperusahaan air bersih dalam memperoleh pinjaman dari perbankan.Dalam rangka menjamin KUR, Pemerintah juga memberikan PMN kepada Askrindodan Jamkrindo. Penjaminan KUR tersebut diberikan dengan tujuan untuk meningkatkanakses usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi pada sumber pembiayaan dalamrangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, melalui PMNtersebut diharapkan akan dapat meningkatkan kapasitas penjaminan KUR sehinggasemakin banyak usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang dapat memperolehkredit usaha rakyat tersebut.III.3 Meningkatkan Daya Serap Tenaga Kerja dan <strong>Mengatasi</strong> PHK<strong>Melalui</strong> Pembangunan Infrastruktur Padat KaryaDalam rangka meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi PHK, Pemerintahakan mengalokasikan stimulus fiskal sebesar Rp11,9 triliun dalam tahun 2009, yangakan dialokasikan melalui (1) belanja K/L sebesar Rp11,2 triliun, dan (2) belanja non-K/L sebesar Rp0,7 triliun (lihat Tabel 12).Alokasi tambahan dana stimulus untuk meningkatkan daya serap tenaga kerja danmengatasi PHK tersebut akan diprioritaskan untuk melaksanakan pembangunaninfrastuktur padat karya di berbagai bidang. Bidang-bidang yang akan memperolehalokasi dana stimulus melalui belanja K/L antara lain adalah bidang pekerjaan umum,bidang perhubungan, bidang energi, dan bidang perumahan rakyat. Secara lebih rinci,kegiatan yang akan memperoleh alokasi tambahan dana belanja infrastruktur melaluibelanja K/L tersebut adalah sebagai berikut:(1) pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum Rp6,6 triliun;(2) pembangunan infrastruktur bidang perhubungan Rp2,2 triliun;26


TABEL 12STIMULUS FISKAL UNTUK PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PADAT KARYA(dalam miliar rupiah)No. PROGRAM AlokasiI Belanja Kementerian/Lembaga (K/L 11.215,01. Pembangunan Infrastruktur bidang Pekerjaan Umum 6.601,2a. Penanganan bencana (termasuk banjir Bengawan Solo) 700,0b. Perluasan jaringan distribusi dan pembangunan instalasi pengelolaan air minum 450,0c. Percepatan penyelesaian infrastruktur lanjutan 900,0d. Jalan inspeksi dan irigasi sentra produksi tambak 424,0e. Rehabilitasi jaringan dalam rangka ketahanan pangan 461,0f. Jalan, jembatan dan irigasi 3.423,2g. Pengembangan infrastruktur permukiman 243,02. Pembangunan Infrastuktur Bidang Perhubungan 2.198,8a. Pembangunan dan rehabilitasi jaringan KA 300,0b. Revitalisasi/reaktivasi KA 100,0c. Perpanjangan runway dan rehabilitasi bandara 145,2d. Bandara 714,0e. Pembangunan dan rehabilitasi pelabuhan dan dermaga penyeberangan 179,8f. Pelabuhan laut dan penyeberangan 702,0g. Perhubungan darat 57,83. Pembangunan Infrastuktur Bidang Energi 500,0a. Pembangunan transmisi, jaringan dan gardu induk 425,0b. Desa Mandiri Energi 75,04. Pembangunan Infrastuktur Bidang Perumahan Rakyat 400,0a. Pembangunan Rusunawa TNI/POLRI/Pekerja/Mahasiswa (40 twin blok) 400,05. Pembangunan Infrastruktur dan Perumahan Khusus 100,0a. Pembangunan infrastruktur perumahan khusus (nelayan, daerah perbatasan, dan pulaupulau100,0kecil)6. Pembangunan dan Rehabilitasi Infrastruktur Jalan Usaha Tani dan Irigasi tingkat 650,0usaha tania. Jalan produksi sentra produksi perkebunan, peternakan, dan tanaman pangan dan 650,0irigasi di beberapa kabupaten7. Pembangunan Infrastruktur Pasar 315,0a. Pembangunan pasar untuk pembinaan PKL/Usaha Mikro dan Kecil (KUKM) 100,0b. Pembangunan pasar tradisional dibeberapa kabupaten/kota (Depdag) 215,08. Peningkatan pelatihan Bidang Ketenagakerjaan 300,0a. Pelatihan keterampilan oleh BLK 136,0b. Peningkatan sarana dan prasarana BLK 164,09. Pembangunan Infrastruktur Bidang Kesehatan 150,0a. Pembangunan World Class Hospital RSCM (lanjutan) 150,0II Belanja Non-K/L 721,51. Revitalisasi dan rehabilitasi gudang komoditi primer di daerah sentra produksi pangan120,02. <strong>Program</strong> Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) 601,5JUMLAH 11.936,527


(3) pembangunan infrastruktur bidang energi Rp0,5 triliun;(4) pembangunan infrastruktur bidang perumahan rakyat Rp0,4 triliun;(5) pembangunan infrastruktur dan perumahan khusus Rp0,1 triliun;(6) pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur jalan usaha tani dan irigasi tingkat usahatani Rp0,65 triliun;(7) pembangunan infrastruktur pasar Rp0,3 triliun;(8) peningkatan pelatihan bidang ketenagakerjaan Rp0,3 triliun; dan(9) pembangunan infrastruktur bidang kesehatan Rp 0,15 triliun.Alokasi anggaran bagi program pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umumakan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan sebagai berikut (1) penangananbencana (termasuk banjir Bengawan Solo); (2) perluasan jaringan distribusi danpembangunan instalasi pengelolaan air minum; (3) percepatan penyelesaianinfrastruktur lanjutan; (4) jalan inspeksi dan irigasi sentra produksi tambak;(5) rehabilitasi jaringan irigasi dalam rangka ketahanan pangan; (6) jalan, jembatan,dan irigasi; dan (7) pengembangan infrastruktur permukiman.Sementara itu, alokasi anggaran bagi program pembangunan infrastruktur bidangperhubungan akan digunakan antara lain untuk (1) pembangunan dan rehabilitasijaringan kereta api; (2) revitalisasi/reaktivasi kereta api; (3) perpanjangan runway danrehabilitasi bandara; (4) bandara; (5) pembangunan dan rehabilitasi pelabuhan dandermaga penyeberangan; (6) pelabuhan laut dan penyeberangan; dan (7) perhubungandarat.Selanjutnya, anggaran bagi program pembangunan infrastruktur bidang energi akandialokasikan untuk (1) pembangunan transmisi, jaringan, dan gardu induk; dan(2) pembentukan desa mandiri energi (DME). Sedangkan alokasi anggaran bagi programpembangunan infrastruktur bidang perumahan rakyat akan digunakan untukpembangunan rumah susun sederhana sewa bagi TNI/Polri/pekerja dan mahasiswasebanyak 40 twin blok. Sementara itu, anggaran bagi pembangunan infrastruktur danperumahan khusus akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur perumahankhusus bagi nelayan, dan untuk penduduk di daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil.Selanjutnya, anggaran bagi program pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur jalanusaha tani dan irigasi tingkat usaha tani, akan dialokasikan untuk jalan produksi sentraproduksi perkebunan, peternakan, tanaman pangan, dan irigasi di beberapa kabupaten.Sementara itu, anggaran bagi program pembangunan infrastruktur pasar akan digunakanuntuk (1) pembangunan pasar untuk pembinaan pedagang kaki lima/usaha mikro dankecil; (2) pembangunan pasar tradisional di beberapa kabupaten/kota. Sedangkananggaran bagi program peningkatan pelatihan bidang ketenagakerjaan, akan digunakanuntuk pelatihan keterampilan oleh balai latihan kerja (BLK) dan peningkatan saranadan prasarana BLK. Selanjutnya, anggaran untuk pembangunan infrastruktur bidangkesehatan akan digunakan untuk pembangunan world class hospital RSCM.28


Selain melalui belanja K/L, belanja stimulus infrastruktur juga dialokasikan melaluibelanja non-K/L , yaitu revitalisasi dan rehabilitasi gudang komoditi primer di daerahsentra produksi pangan sebesar Rp0,1 triliun dan PNPM sebesar Rp0,6 triliun.Revitalisasi dan rehabilitasi gudang komoditi primer akan digunakan untuk perbaikandan revitalisasi gudang beras dan silo jagung di berbagai wilayah, yaitu: (1) KabupatenPidie (Provinsi NAD); (2) Kabupaten Solok dan Tanah Datar (Sumatera Barat);(3) Kabupaten Indramayu, Cianjur, Garut, Bogor, Sumedang, dan Kuningan (JawaBarat); (4) Kabupaten Bantul (DI Yogyakarta); (5) Kabupaten Demak, Kudus, Jepara,Pekalongan, dan Banjarnegara (Jawa Tengah); (6) Kabupaten Ngawi, Pasuruan,Probolinggo, Nganjuk, Sampang, dan Madiun (Jawa Timur); (7) Kabupaten Barito Kuala(Kalimantan Selatan); (8) Kabupaten Minahasa Tenggara (Sulawesi Utara);(9) Kabupaten Gowa, Takalar, Selayar, Bantaeng, dan Bone (Sulawesi Selatan);(10) Kabupaten Gorontalo (Gorontalo); (11) Kabupaten Morowali, dan Tojo Una-Una(Sulawesi Tengah).Sementara itu, alokasi anggaran bagi luncuran program/kegiatan nasionalpemberdayaan masyarakat mandiri akan digunakan untuk melaksanakan program/kegiatan PNPM Mandiri dalam DIPA TA 2008 yang belum diselesaikan sampai denganakhir TA 2008, sehingga diluncurkan pelaksanaannya pada TA 2009. PNPM Mandiriyang diluncurkan tersebut berupa bantuan langsung masyarakat (BLM) yang terdiridari program pengembangan kecamatan, program penanggulangan kemiskinanperkotaan, program pengembangan infrastruktur perdesaan, dan program percepatanpembangunan daerah tertinggal dan khusus. <strong>Melalui</strong> PNPM Mandiri dirumuskanmekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat,mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Sasarandari pelaksanaan program PNPM Mandiri antara lain (1) tersedianya infrastruktur baikdi perkotaan maupun perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuanmasyarakat, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan; dan(2) terlaksananya pembangunan infrastruktur baik di perkotaan maupun perdesaanyang partisipatif, transparan, dan akuntabel.IV. POSTUR APBN DAN PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN2009IV.1 Penyesuaian Postur APBN 2009Dengan adanya perubahan beberapa asumsi ekonomi makro yang secara signifikanberpengaruh terhadap besaran-besaran APBN, baik pada pendapatan negara maupunbelanja negara sebagai implikasi adanya tambahan program stimulus sebagaimanadiuraikan sebelumnya, maka terhadap APBN 2009 sebagaimana ditetapkan dalamUndang-Undang Nomor 41 Tahun 2008, diusulkan untuk dilakukan penyesuaian sebagaiberikut:29


Pertama, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mengalami penurunan sebesarRp137,2 triliun, yakni dari sebesar Rp985,7 triliun seperti ditetapkan dalam APBN 2009menjadi Rp848,6 triliun. Perubahan besaran pendapatan negara dan hibah tersebutbersumber dari penurunan penerimaan perpajakan karena melambatnya pertumbuhanekonomi, dan penerimaan migas dan dividen Pertamina terutama sebagai akibatperubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dariUS$80 per barel menjadi US$45 per barel.Kedua, belanja negara diperkirakan mengalami penurunan sebesar Rp49,0 triliun, yaitudari yang semula ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp1.037,1 triliun menjadiRp988,1 triliun. Penurunan tersebut terjadi pada belanja Pemerintah Pusat sebesarRp31,3 triliun, yaitu dari Rp716,4 triliun menjadi Rp685,0 triliun, dan transfer ke daerahsebesar Rp17,6 triliun, yaitu dari Rp320,7 triliun menjadi Rp303,1 triliun.Walaupun anggaran belanja negara secara keseluruhan mengalami penurunan yangcukup besar, tetapi alokasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga (K/L) dananggaran pendidikan tetap dipertahankan, masing-masing sebesar Rp322,3 triliun danRp207,4 triliun seperti yang ditetapkan dalam APBN 2009. Hal ini terutamadimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan dan program yang telah direncanakan dapatberjalan secara tepat waktu, dan kecepatan penyerapan anggaran belanja dapatditingkatkan, sehingga diharapkan mampu memberikan stimulasi bagi kegiatan ekonomi.Sejalan dengan itu, rasio volume anggaran pendidikan terhadap volume APBN meningkatdari 20,0 persen sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan amanat UUD 1945menjadi 21,1 persen. Bahkan, alokasi anggaran belanja K/L mengalami peningkatansebesar Rp11,2 triliun berkaitan dengan adanya tambahan belanja stimulusinfrastruktur K/L, sehingga secara keseluruhan belanja K/L menjadi sebesar Rp333,5triliun.Di sisi belanja Pemerintah Pusat, perubahan pagu belanja tersebut antara lain bersumberdari hal-hal sebagai berikut: (1) meningkatnya beban pembayaran bunga utang sebesarRp9,0 triliun (8,8 persen), yaitu dari sebesar Rp101,7 triliun menjadi sebesar Rp110,6triliun; (2) berkurangnya beban subsidi sebesar Rp43,2 triliun, yang terdiri ataspenurunan beban subsidi energi sebesar Rp36,6 triliun, dan subsidi non-energi sebesarRp6,6 triliun; (3) berkurangnya belanja lain-lain sebesar Rp8,4 triliun, yaitu dari sebesarRp65,1 triliun menjadi sebesar Rp56,8 triliun; dan (4) tambahan dana stimulus untukinfrastruktur padat karya pada belanja K/L sebesar Rp11,2 triliun.Pada subsidi energi, beban subsidi BBM akan mengalami penurunan sebesar Rp33,1triliun yaitu dari sebesar Rp57,6 triliun dalam APBN 2009 menjadi Rp24,5 triliun,sedangkan alokasi anggaran untuk subsidi listrik akan berkurang Rp3,5 triliun, dariRp46,0 triliun dalam APBN 2009 menjadi Rp42,5 triliun. Pada subsidi non-energi terjadipenurunan sebesar Rp6,6 triliun, dari semula Rp63,1 triliun dalam APBN 2009 menjadiRp56,5 triliun. Penurunan beban subsidi ini terutama karena menurunnya subsidi pajakatas PPN BBM dalam negeri bersubsidi sejalan dengan menurunnya subsidi BBM akibatpenurunan ICP dan harga BBM bersubsidi. Selain itu, dalam subsidi non-energi ini,30


seperti diuraikan di atas, juga direncanakan alokasi anggaran untuk subsidi obat generik,dan subsidi bunga bagi perusahaan air bersih sebesar Rp365,0 miliar.Sementara itu, perubahan belanja lain-lain antara lain menampung tambahan anggaranuntuk luncuran kegiatan Pemilu sebesar Rp2,9 triliun, PNPM tahun 2008 sebesar Rp0,6triliun, serta revitalisasi dan rehabilitasi gudang komoditi primer Rp0,1 triliun. Tambahananggaran untuk luncuran kegiatan Pemilu merupakan kegiatan persiapan Pemilu yangbelum dapat diselesaikan sampai dengan akhir tahun 2008 sehingga dilanjutkanpenyelesaiannya ke tahun 2009, dalam rangka menjaga kesinambunganpenyelenggaraan Pemilu tahun 2009. Sementara itu, luncuran PNPM tahun 2008merupakan luncuran bantuan langsung masyarakat (BLM) dalam program/kegiatanPNPM yang terdiri atas program pengembangan kecamatan (PPK), programpenanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP), program pengembangan infrastrukturperdesaan (PPIP), dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan khusus (P2DTK)tahun 2008 yang diluncurkan ke tahun 2009, dalam rangka kesinambungan pelaksanaankegiatan-kegiatan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan.Selain itu, perubahan pada belanja lain-lain tersebut juga bersumber dari penurunandana cadangan risiko fiskal sebesar Rp11,7 triliun (73,9 persen), yaitu dari sebesar Rp15,8triliun dalam APBN 2009 menjadi Rp4,1 triliun. Penyesuaian dana cadangan risiko fiskaltersebut dilakukan akibat adanya perubahan asumsi ekonomi makro tahun 2009 danpenurunan penerimaan perpajakan.Sementara itu, sejalan dengan penurunan dana bagi hasil (DBH) migas akibat perubahanasumsi ICP dari semula US$80 per barel menjadi US$45 per barel maka anggarantransfer ke daerah turun sebesar Rp17,6 triliun (5,5 persen), yaitu dari yang ditetapkandalam APBN 2009 sebesar Rp320,7 triliun menjadi Rp303,1 triliun. Penurunan asumsiICP tersebut berpengaruh kepada penurunan anggaran transfer ke daerah untuk DBHSDA migas dan DBH PBB migas, karena perhitungan DBH tersebut berdasarkan realisasipenerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan penerimaan PBB migas. Dengan perubahantersebut alokasi dana bagi hasil dalam tahun 2009 diperkirakan menjadi Rp68,1 triliunatau turun sebesar Rp17,6 triliun (20,6 persen) dari yang ditetapkan dalam APBN 2009sebesar Rp85,7 triliun. Khusus untuk DBH cukai hasil tembakau yang meningkat menjadiRp1,1 triliun dari yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp1,0 triliun, sebagianakan digunakan untuk mendukung pendanaan kelembagaan pelatihan kerja.Sekalipun alokasi anggaran transfer ke daerah mengalami penurunan tetapi untuk DAU,DAK, serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian tidak mengalami perubahan, karenaperhitungan dana tersebut telah mencerminkan kebutuhan keuangan dan kemampuankeuangan daerah. DAU 2009 tetap akan disalurkan sebesar Rp186,4 triliun, karenapada umumnya telah dialokasikan dalam APBD sebagai belanja gaji pegawai negeri sipildaerah. Di samping itu, perhitungan DAU 2009 dilakukan berdasarkan formula yangterdiri atas alokasi dasar dan celah fiskal tanpa mengalokasikan dana penyeimbang DAU(Non-Hold Harmless Policy), sehingga telah mencerminkan kebutuhan dan kemampuankeuangan daerah. Demikian pula, alokasi DAK 2009 tetap dipertahankan sebesar Rp24,8triliun, yang diarahkan untuk mendukung pembangunan daerah, khususnya dalam31


angka mengentaskan kemiskinan (pro poor), memperluas lapangan kerja (pro jobcreation), dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth).Sejalan dengan itu, Pemerintah juga berupaya untuk mendorong pemerintah daerahuntuk mempercepat waktu penetapan peraturan daerah (Perda) tentang APBD agarAPBD dapat dilaksanakan secara tepat waktu. Ketepatan waktu penetapan Perda tentangAPBD akan berdampak kepada percepatan realisasi belanja daerah, yang pada gilirannyaakan meningkatkan efektivitas belanja daerah dalam menstimulasi perekonomiandaerah.Mengingat pentingnya peranan daerah dalam penanganan krisis keuangan global danpembangunan ekonomi maka Pemerintah akan mengupayakan semaksimal mungkinagar gejolak perekonomian global tersebut tidak terlalu membebani daerah. Meskipundemikian, daerah harus juga tetap siap dengan strategi yang tepat untuk menyiasatigejolak harga minyak dan krisis keuangan global yang dapat berimbas ke daerah. APBDseharusnya mencerminkan kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhannya,sehingga paradigma bahwa APBD selalu meningkat besarannya harus dipertimbangkandengan hati-hati dan mulai secara realistis mengukur kemampuan keuangan daerah.Dengan demikian, dimungkinkan APBD suatu daerah lebih kecil dari tahun sebelumnyadan mengalami penurunan dari anggaran yang telah ditetapkan pada tahun anggaranberjalan.Selain itu, percepatan realisasi belanja daerah juga harus dibarengi dengan peningkatankualitas belanja daerah. Upaya peningkatan kualitas belanja daerah tersebut telahdilakukan, antara lain melalui pola penganggaran yang berbasis kinerja, penganggarandalam kerangka pembangunan jangka menengah, dan sistem pelaporan yang akuntabel.Penyusunan dan penggunaan anggaran transfer ke daerah dalam APBD harus tetapdiarahkan untuk pencapaian sasaran pembangunan daerah. Pemerintah Pusat danpemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk secara sinergis membenahi danmeningkatkan kualitas pengelolaan anggaran yang telah didesentralisasikan ke daerah.Ketiga, defisit APBN tahun 2009 diusulkan mengalami peningkatan dari yang telahdisepakati sebelumnya, yaitu dari Rp51,3 triliun (1,0 persen terhadap PDB) menjadiRp139,5 triliun (2,5 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit tersebut diharapkantidak akan mengganggu kesinambungan fiskal dalam jangka panjang, mengingat bahwasebagian besar tambahan defisit tersebut akan dibiayai dari sisa lebih pembiayaananggaran (SILPA) 2008.Keempat, dengan peningkatan target defisit APBN tahun 2009 tersebut maka targetpembiayaan anggaran disesuaikan dari kesepakatan semula sebesar Rp51,3 triliunmenjadi Rp139,5 triliun. Perubahan target pembiayaan anggaran tahun 2009 tersebutberasal dari (a) kenaikan pembiayaan perbankan dalam negeri sebesar Rp49,2 triliun,yang seluruhnya bersumber dari tambahan penggunaan SILPA tahun 2008;(b) peningkatan penarikan pinjaman program Rp5,5 triliun, dari kesepakatan semulaRp26,4 triliun menjadi Rp31,9 triliun, dan (c) tambahan pembiayaan utang Rp44,5 triliun.32


Tabel 13PROYEKSI APBN 2009(dalam triliun rupiah)URAIANAPBNProyeksiA. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 985,7 848,6I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 984,8 847,61. Penerimaan Perpajakan 725,8 661,82. Penerimaan Negara Bukan Pajak 258,9 185,9II. HIBAH 0,9 0,9B. BELANJA NEGARA 1.037,1 988,1I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 716,4 685,0- Belanja K/L 322,3 333,5- Belanja Non K/L 394,1 351,5- Pembayaran Bunga Utang 101,7 110,6- Subsidi 166,7 123,5- Subsidi Energi 103,6 67,0- Subsidi Non Energi 63,1 56,5- Belanja Lain-Lain 65,1 56,8II. TRANSFER KE DAERAH 320,7 303,1C. KESEIMBANGAN PRIMER 50,3 (28,9)D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) (51,3) (139,5)% defisit thd PDB (1,0) (2,5)E. PEMBIAYAAN (I + II + III) 51,3 139,5I. Pembiayaan Dalam Negeri 60,8 109,5II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (9,4) (14,5)III. Tambahan Pembiayaan Utang 0,0 44,5Selanjutnya, perubahan pembiayaan anggaran tersebut mempertimbangkan tambahanPMN untuk Jamkrindo dan Askrindo sebesar Rp0,5 triliun dan kenaikan cicilan pokokutang luar negeri Rp10,5 triliun.IV.2 Penyesuaian Target Pembiayaan 2009Di sisi pembiayaan, perubahan asumsi nilai tukar dari Rp9.400/US$ menjadi Rp11.000/US$ mengakibatkan perubahan pada komponen pembiayaan luar negeri. Di satu sisiterjadi peningkatan penerimaan pembiayaan dari penarikan pinjaman program tetapidi sisi yang lain terjadi peningkatan pengeluaran untuk pembayaran cicilan pokok utangluar negeri. Secara neto, perubahan asumsi nilai tukar tersebut menyebabkan penurunanpembiayaan luar negeri sebesar Rp5,0 triliun. Jika penurunan pembiayaan luar negeriini ditambah dengan peningkatan defisit APBN maka hal tersebut menyebabkanpeningkatan besaran kebutuhan pembiayaan APBN sebesar Rp93,2 triliun. Berkaitan33


dengan besarnya tambahan kebutuhan pembiayaan tersebut maka dilakukanpenyesuaian pada sumber-sumber pembiayaan yang ada, dengan menggali sumberpembiayaan yang masih tersedia dan mencari sumber pembiayaan baru. Setelahdilakukan perhitungan secara cermat, kebutuhan tambahan pembiayaan sebesarRp93,2 triliun tersebut sebagian besar akan dipenuhi dari tambahan penggunaan danaSILPA tahun 2008 sebesar Rp49,2 triliun atau meningkat dari semula Rp2,1 triliunmenjadi sebesar Rp51,3 triliun. SILPA yang terjadi pada tahun 2008 tersebutmerupakan tambahan akumulasi dana tunai di rekening Pemerintah yang belumterpakai, yang terjadi akibat penerimaan, yang bersumber dari pendapatan negara danpenerimaan pembiayaan jauh lebih besar daripada pengeluaran, baik untuk belanjanegara maupun pengeluaran pembiayaan. Dengan demikian terdapat kekuranganpembiayaan sebesar Rp44,0 triliun yang akan dicari dari tambahan utang baru, di luarutang yang semula telah direncanakan. Namun, karena ada sebagian dari programstimulus fiskal akan digunakan sebagai PMN sebesar Rp0,5 triliun, maka tambahanutang baru menjadi Rp44,5 triliun.Tambahan utang tersebut akan diupayakan semaksimal mungkin berasal dari pasarkeuangan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN), baik yang dapatdiperdagangkan maupun yang tidak diperdagangkan, dalam mata uang rupiah maupunvaluta asing, dan berasal baik dari investor di dalam negeri maupun di luar negeri jikakondisi pasar kondusif. Menyadari bahwa kondisi pasar keuangan dunia termasuk pasardomestik masih belum kondusif, penerbitan SBN tersebut dikhawatirkan tidak dapatsecara optimal dilakukan. Hal ini dikarenakan semakin terbatasnya permintaan belidari investor akibat perlambatan ekonomi yang berimbas pada penurunan kapasitasinvestasi dan keterbatasan likuiditas, serta semakin banyaknya negara-negara di duniayang melakukan penambahan utang untuk menutup kebutuhan penyelamatanperekonomian dan stimulus fiskal. Penerbitan SBN oleh Pemerintah juga harusmempertimbangkan adanya kebutuhan dunia usaha/korporasi untuk melakukanrefinancing utang jatuh tempo sehingga tidak mengakibatkan terjadinya crowding-outeffect di pasar keuangan, yang dapat berakibat pada semakin sulitnya kemungkinanuntuk mencari pembiayaan dari pasar dan semakin mahalnya biaya yang harusditanggung.Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah telah melakukan pembicaraan secaraintensif dengan kreditur konvensional dari lembaga multilateral dan/atau negara-negarapemberi pinjaman bilateral untuk memberikan dukungan (back up) berupa pemberianpinjaman siaga dalam hal penerbitan SBN tidak dapat dilakukan secara optimal. Sampaidengan saat ini, beberapa kreditur telah menyatakan komitmennya untuk mendukungupaya pemenuhan kebutuhan pembiayaan tahun 2009 dalam rangka pemberianstimulus fiskal melalui mekanisme pinjaman siaga. Adapun kreditur yang telah siap untukmemberikan pinjaman siaga dengan total komitmen mencapai sebesar US$5,5 miliaradalah Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), Bank Dunia (WorldBank/WB), Australia, dan Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation(JBIC). Total komitmen tersebut merupakan komitmen yang dapat digunakan sebagai34


ack up dalam jangka waktu dua tahun, yaitu tahun 2009 dan 2010. Apabila jumlahtersebut tidak seluruhnya ditarik dalam tahun 2009 maka komitmen tersebut masihdapat digunakan sebagai back up untuk tahun 2010.Dukungan dalam bentuk pinjaman siaga dimaksud dapat berupa pemberian pinjamanyang hanya dapat ditarik dalam hal pemenuhan kebutuhan pembiayaan dari utangmelalui penerbitan SBN tidak dapat dicapai sesuai rencana triwulanan yang disepakati,maupun dalam bentuk pemberian jaminan (guarantee) untuk penerbitan SBN di pasarinternasional, terutama pasar Jepang. Untuk penarikannya, dalam setiap akhir triwulan,Pemerintah akan melakukan pembahasan dengan pemberi pinjaman terhadap seberapabesar pinjaman yang akan segera ditarik. Penarikan untuk masing-masing pemberipinjaman akan disesuaikan dengan proporsi komitmen masing-masing pemberipinjaman.Tabel 14PEMBIAYAAN ANGGARAN BERDASARKAN UTANG DAN NON-UTANG 2009(dalam triliun rupiah)UraianAPBNProyeksiA. SURPLUS / (DEFISIT) ANGGARAN (51,3) (139,5)B. PEMBIAYAAN 51,3 139,51. Non Utang 6,1 54,7- a.l. Silpa 2008 2,1 51,32. Utang 45,3 84,8a. SBN neto 54,7 54,7- Penerbitan 99,6 99,6- Pokok Jatuh Tempo (44,9) (44,9)b. Pinjaman Luar Negeri Neto (9,4) (14,5)- Penarikan Pinjaman LN 52,2 57,6- Pinjaman <strong>Program</strong> 26,4 31,9- Pinjaman Proyek 25,7 25,7- Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (61,6) (72,1)c. Tambahan Pembiayaan Utang 0,0 44,535


L A M P I R A N IKESIMPULAN RAPAT KERJAPANITIA ANGGARAN DPR-RI DENGANPEMERINTAHDALAM RANGKA PELAKSANAAN PASAL 23UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2008TENTANG APBN 2009


L A M P I R A N IIDATA POKOK APBN2008 – 2009


Tabel 1APBN 2008 - 2009*)(dalam miliar rupiah)2008 2009APBN-P% thdPDBRealisasiRevisi II% thdPDBAPBN% thdPDBDokumen<strong>Stimulus</strong> **)% thdPDBA. Pendapatan Negara dan Hibah 894.990,4 20,0 981.819,6 19,8 985.725,3 18,5 848.572,1 15,5I. Penerimaan Dalam Negeri 892.041,9 19,9 979.519,6 19,8 984.786,5 18,5 847.633,1 15,41. Penerimaan Perpajakan 609.227,5 13,6 658.666,5 13,3 725.843,0 13,6 661.758,7 12,1a. Pajak Dalam Negeri 580.248,3 12,9 622.355,2 12,6 697.347,0 13,1 642.227,1 11,7b. Pajak Perdagangan Internasional 28.979,2 0,6 36.311,4 0,7 28.496,0 0,5 19.531,6 0,42. Penerimaan Negara Bukan Pajak 282.814,4 6,3 320.853,1 6,5 258.943,6 4,9 185.874,4 3,4a. Penerimaan SDA 192.789,4 4,3 222.866,0 4,5 173.496,5 3,3 103.692,6 1,9b. Bagian Laba BUMN 31.244,3 0,7 29.088,4 0,6 30.794,0 0,6 26.110,0 0,5c. PNBP Lainnya 58.780,7 1,3 65.694,8 1,3 49.210,8 0,9 50.629,5 0,9d. Pendapatan BLU - - 3.204,0 0,1 5.442,2 0,1 5.442,2 0,1II. Hibah 2.948,6 0,1 2.299,9 0,0 938,8 0,0 938,9 0,0B. Belanja Negara 989.493,8 22,1 985.111,3 19,9 1.037.067,3 19,5 988.087,5 18,0I. Belanja Pemerintah Pusat 697.071,0 15,5 692.479,0 14,0 716.376,3 13,4 685.035,5 12,5A. Belanja K/L 290.022,7 6,5 264.761,2 5,3 322.317,4 6,1 333.532,4 6,1B. Belanja Non K/L 407.048,3 9,1 427.717,8 8,6 394.058,9 7,4 351.503,1 6,4al. 1. Pembayaran Bunga Utang 94.794,2 2,1 88.622,6 1,8 101.657,8 1,9 110.635,8 2,0a. Utang Dalam Negeri 65.814,4 1,5 59.922,9 1,2 69.340,0 1,3 70.070,0 1,3b. Utang Luar Negeri 28.979,8 0,6 28.699,7 0,6 32.317,8 0,6 37.818,7 0,72. Subsidi 234.405,0 5,2 275.290,5 5,6 166.701,6 3,1 123.526,1 2,3a. Subsidi Energi 187.107,8 4,2 223.013,2 4,5 103.568,6 1,9 67.017,1 1,2b. Subsidi Non Energi 47.297,2 1,1 52.277,3 1,1 63.133,0 1,2 56.509,0 1,0II. Transfer Ke Daerah 292.422,8 6,5 292.632,3 5,9 320.691,0 6,0 303.051,9 5,51. Dana Perimbangan 278.436,1 6,2 278.913,5 5,6 296.952,4 5,6 279.313,3 5,1a. Dana Bagi Hasil 77.726,8 1,7 78.619,0 1,6 85.718,7 1,6 68.079,6 1,2b. Dana Alokasi Umum 179.507,1 4,0 179.507,1 3,6 186.414,1 3,5 186.414,1 3,4c. Dana Alokasi Khusus 21.202,1 0,5 20.787,3 0,4 24.819,6 0,5 24.819,6 0,52. Dana Otonomi Khusus dan Peny. 13.986,7 0,3 13.718,8 0,3 23.738,6 0,4 23.738,6 0,4a. Dana Otonomi Khusus 7.510,3 0,2 7.510,3 0,2 8.856,6 0,2 8.856,6 0,2b. Dana Penyesuaian 6.476,4 0,1 6.208,5 0,1 14.882,0 0,3 14.882,0 0,3C. Keseimbangan Primer 290,9 0,0 85.330,8 1,7 50.315,8 0,9 (28.879,6) (0,5)D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (94.503,3) (2,1) (3.291,8) (0,1) (51.342,0) (1,0) (139.515,4) (2,5)E. Pembiayaan (I + II + III) 94.503,3 2,1 55.907,3 1,1 51.342,0 1,0 139.515,4 2,5I. Pembiayaan Dalam Negeri 107.616,9 2,4 74.615,3 1,5 60.790,3 1,1 109.458,5 2,01. Perbankan dalam negeri (11.700,0) (0,3) (11.700,0) (0,2) 16.629,2 0,3 65.797,4 1,22. Non-perbankan dalam negeri 119.316,9 2,7 86.315,3 1,7 44.161,1 0,8 43.661,1 0,8a. Privatisasi 500,0 0,0 82,3 0,0 500,0 0,0 500,0 0,0b. Hasil Pengelolaan Aset 3.850,0 0,1 2.809,8 0,1 2.565,0 0,0 2.565,0 0,0c. Surat Berharga Negara (neto) 117.790,0 2,6 85.923,2 1,7 54.719,0 1,0 54.719,0 1,0d. Dana Investasi Pemerintah dan Rest. BUMN (2.823,1) (0,1) (2.500,0) (0,1) (13.622,9) (0,3) (14.122,9) (0,3)II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (13.113,6) (0,3) (18.708,0) (0,4) (9.448,2) (0,2) (14.474,9) (0,3)1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 48.141,3 1,1 44.466,8 0,9 52.161,0 1,0 57.621,0 1,1a. Pinjaman <strong>Program</strong> 26.390,0 0,6 29.601,8 0,6 26.440,0 0,5 31.900,0 0,6b. Pinjaman Proyek 21.751,3 0,5 14.865,0 0,3 25.721,0 0,5 25.721,0 0,52. Pembyr. Cicilan Pokok Utang LN (61.254,9) (1,4) (63.174,8) (1,3) (61.609,2) (1,2) (72.095,9) (1,3)III. Tambahan Pembiayaan Utang - - - - - - 44.531,8 0,8Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0,0 0,0 52.120,1 1,1 0,0 0,0 0,0 0,0*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan**) Berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009


Tabel 2PENDAPATAN NEGARA, 2008 - 2009(dalam miliar rupiah)*)20082009APBN-P% thdPDBRealisasiRevisi II% thdPDBAPBN% thdPDBDokumen<strong>Stimulus</strong>**)% thdPDBI. PENDAPATAN DALAM NEGERI892.041,8 19,9 979.519,7 21,0 984.786,5 18,5 847.633,1 15,4A. Penerimaan Perpajakan609.227,4 13,6 658.666,5 14,1 725.843,0 13,6 661.758,7 12,1a. Pajak Dalam Negeri 580.248,2 12,9 622.355,2 13,3 697.347,0 13,1 642.227,1 11,71. Pajak Penghasilan 305.015,9 6,8 327.498,8 7,0 357.400,5 6,7 319.609,6 5,8a) Migas 53.649,9 1,2 77.019,0 1,7 56.723,5 1,1 38.768,0 0,7b) Non Migas 251.366,0 5,6 250.479,8 5,4 300.677,0 5,6 280.841,6 5,12. Pajak Pertambahan Nilai 195.464,0 4,4 209.639,1 4,5 249.508,7 4,7 233.649,0 4,33. Pajak Bumi dan Bangunan 25.265,9 0,6 25.357,6 0,5 28.916,3 0,5 23.863,7 0,44. BPHTB 5.431,2 0,1 5.573,8 0,1 7.753,6 0,1 7.165,5 0,15. Cukai 45.717,5 1,0 51.251,7 1,1 49.494,7 0,9 54.399,8 1,06. Pajak Lainnya 3.353,7 0,1 3.034,3 0,1 4.273,2 0,1 3.539,5 0,1b. Pajak Perdagangan International 28.979,2 0,6 36.311,4 0,8 28.496,0 0,5 19.531,6 0,41. Bea Masuk 17.820,9 0,4 22.764,9 0,5 19.160,4 0,4 17.151,2 0,32. Bea Keluar 11.158,3 0,2 13.546,5 0,3 9.335,6 0,2 2.380,4 0,0B. Penerimaan Negara Bukan Pajak 282.814,4 6,3 320.853,1 6,9 258.943,6 4,9 185.874,4 3,41. Penerimaan SDA 192.789,4 4,3 222.866,0 4,8 173.496,5 3,3 103.692,6 1,9a) Migas 182.946,9 4,1 211.466,0 4,5 162.123,1 3,0 91.999,2 1,7- Minyak Bumi 149.111,3 3,3 168.871,3 3,6 123.029,7 2,3 62.352,4 1,1- Gas Alam 33.835,6 0,8 42.594,7 0,9 39.093,3 0,7 29.646,8 0,5b) Non Migas 9.842,6 0,2 11.400,0 0,2 11.373,5 0,2 11.693,5 0,2- Pertambangan Umum 6.867,8 0,2 8.065,1 0,2 8.723,5 0,2 8.723,5 0,2- Kehutanan 2.774,8 0,1 2.315,6 0,0 2.500,0 0,0 2.500,0 0,0- Perikanan 200,0 0,0 77,9 0,0 150,0 0,0 150,0 0,0- Panas Bumi - - 941,4 - - - 320,0 0,02. Bagian Laba BUMN 31.244,3 0,7 29.088,4 0,6 30.794,0 0,6 26.110,0 0,53. PNBP Lainnya 53.687,3 1,2 65.694,8 1,4 49.210,8 0,9 50.629,5 0,94. Pendapatan BLU 5.093,4 0,1 3.204,0 0,1 5.442,2 0,1 5.442,2 0,10,0II. HIBAH 2.948,6 0,1 2.299,9 0,0 938,8 0,0 938,9 0,0Jumlah894.990,4 20,0 981.819,6 21,0 985.725,3 18,5 848.572,1 15,5*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan**) Berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009


T a b e l 3BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS, 2008 - 2009*)(dalam miliar rupiah)2008 2009APBN-P% thdPDBRealisasiRevisi II% thdPDBAPBN% thdPDBDokumen<strong>Stimulus</strong>**)% thdPDBA. Belanja K/L 290.022,7 6,5 264.761,2 5,9 322.317,4 7,2 333.532,4 7,4B. Belanja Non K/L 407.048,3 9,1 427.717,8 9,5 394.058,9 8,0 351.503,1 7,8a.l: 1. Pembayaran Bunga Utang 94.794,2 2,1 88.622,6 1,7 101.657,8 1,9 110.635,8 2,1a. Utang Dalam Negeri 65.814,4 1,5 59.922,9 1,1 69.340,0 1,3 70.070,0 1,4b. Utang Luar Negeri 28.979,8 0,6 28.699,7 0,5 32.317,8 0,6 37.818,7 0,7c. Tambahan Bunga Pembiayaan - - - - 2.747,1 0,12. Subsidi 234.405,0 5,2 275.290,5 5,2 166.701,6 3,1 123.526,1 2,4a. Subsidi Energi 187.107,8 4,2 223.013,2 4,2 103.568,6 1,9 67.017,1 1,3- Subsidi BBM 126.816,2 2,8 139.106,7 2,6 57.604,9 1,1 24.517,1 0,5- Subsidi Listrik 60.291,6 1,3 83.906,5 1,6 45.963,7 0,9 42.500,0 0,8b. Subsidi Non-Energi 47.297,2 1,1 52.277,3 1,0 63.133,0 1,2 56.509,0 1,1- Subsidi Pangan 8.589,4 0,2 12.096,4 0,2 12.987,0 0,2 12.987,0 0,3- Subsidi Pupuk 7.809,0 0,2 15.181,4 0,3 17.537,0 0,3 17.537,0 0,3- Subsidi Benih 1.021,3 0,0 985,2 0,0 1.315,4 0,0 1.315,4 0,0- PSO 1.729,1 0,0 1.729,1 0,0 1.360,0 0,0 1.360,0 0,0- Subsidi Kredit <strong>Program</strong> 2.148,4 0,0 939,2 0,0 4.683,6 0,1 4.709,6 0,1- Subsidi Bahan Baku Kedelai 500,0 0,0 103,0 0,0 - - - -- Subsidi Minyak Goreng (OP) 500,0 0,0 224,7 0,0 - - - -- Subsidi Pajak 25.000,0 0,6 21.018,2 0,4 25.250,0 0,5 18.250,0 0,4- Subsidi Obat Generik - - 350,0 0,03. Belanja Lain-Lain 35.078,9 0,8 30.963,7 0,6 65.123,5 1,2 56.765,2 1,1J u m l a h 697.071,0 15,5 692.479,0 13,1 716.376,3 13,4 685.035,5 13,2*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan**) Angka Sementara; berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009, sambilmenunggu hasil penelaahan RKA-KL antara Kementerian Negara/Lembaga terkait dengan Departemen Keuangan.


Tabel 4BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT ORGANISASI, 2008-2009 *)(miliar rupiah)2008 2009KODEKEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGAAPBN-PAPBNDokumen<strong>Stimulus</strong>**)001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 195,4 337,7 337,7002 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1.653,9 1.948,4 1.948,4004 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 1.484,3 1.725,5 1.725,5005 MAHKAMAH AGUNG 5.808,7 5.473,1 5.473,1006 KEJAKSAAN AGUNG 1.840,7 1.911,2 1.911,2007 SEKRETARIAT NEGARA 1.412,3 1.532,9 1.532,9008 WAKIL PRESIDEN - - -010 DEPARTEMEN DALAM NEGERI 5.712,8 8.702,2 8.702,2011 DEPARTEMEN LUAR NEGERI 5.055,0 5.221,0 5.221,0012 DEPARTEMEN PERTAHANAN 32.871,1 33.667,6 33.667,6013 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM 4.413,1 4.391,4 4.391,4015 DEPARTEMEN KEUANGAN 14.950,3 15.369,6 15.369,6018 DEPARTEMEN PERTANIAN 8.305,5 8.170,8 8.820,8019 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN 2) 1.800,4 1.763,0 1.763,0020 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 5.508,1 6.745,1 7.245,1022 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 15.298,9 16.977,8 19.176,6023 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 45.296,7 62.098,3 62.098,3024 DEPARTEMEN KESEHATAN 18.420,3 20.273,5 20.423,5025 DEPARTEMEN AGAMA 15.989,6 26.656,6 26.656,6026 DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 2.643,4 2.828,1 3.128,1027 DEPARTEMEN SOSIAL 3.462,5 3.427,2 3.427,2029 DEPARTEMEN KEHUTANAN 3.857,9 2.616,9 2.616,9032 DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 3.019,1 3.447,6 3.547,6033 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM 32.809,9 34.987,5 41.588,7034 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN 202,1 207,4 207,4035 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 119,1 129,1 129,1036 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 146,6 99,3 99,3040 DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1.078,1 1.118,2 1.118,2041 KEMENTERIAN NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA 186,9 176,4 176,4042 KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI 466,0 424,4 424,4043 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 534,0 376,4 376,4044 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN UKM 1.098,7 749,8 849,8047 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 192,6 117,0 117,0048 KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 136,7 121,8 121,8050 BADAN INTELIJEN NEGARA 970,0 982,9 982,9051 LEMBAGA SANDI NEGARA 605,1 497,9 497,9052 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 26,6 25,6 25,6054 BADAN PUSAT STATISTIK 1.426,1 1.706,3 1.706,3055 KEMENTERIAN NEGARA PPN/BAPPENAS 392,5 393,1 393,1056 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2.520,0 2.858,4 2.858,4057 PERPUSTAKAAN NASIONAL 320,4 366,6 366,6059 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 2.128,9 2.061,0 2.061,0060 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 21.205,5 24.816,7 24.816,7063 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 638,4 661,4 661,4064 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 184,3 128,2 128,2065 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 383,3 376,8 376,8066 BADAN NARKOTIKA NASIONAL 295,9 324,8 324,8067 KEMENTERIAN NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 922,5 1.091,8 1.091,8068 BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 1.196,6 1.196,0 1.196,0074 KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA 51,0 55,1 55,1075 BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA 721,3 801,1 801,1076 KOMISI PEMILIHAN UMUM 714,8 956,6 956,6077 MAHKAMAH KONSTITUSI 177,1 193,2 193,2078 PUSAT PELAPORAN ANALISIS DAN TRANSAKSI KEUANGAN 96,3 113,2 113,2079 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 522,6 478,6 478,6080 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 327,0 382,0 382,0


20082009KODEKEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGAAPBN-PAPBNDokumen<strong>Stimulus</strong>**)081 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 572,9 523,0 523,0082 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 191,9 206,2 206,2083 BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL 243,3 359,5 359,5084 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 69,1 74,1 74,1085 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 56,0 55,6 55,6086 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 188,8 193,9 193,9087 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 119,1 115,0 115,0088 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 401,2 360,1 360,1089 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 594,3 610,2 610,2090 DEPARTEMEN PERDAGANGAN 1.410,2 1.302,4 1.517,4091 KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT 674,5 964,2 1.364,2092 KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA 748,0 858,1 858,1093 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 237,8 315,2 315,2094 BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD 10.888,3 - -095 DEWAN PERWAKILAN DAERAH 281,2 462,2 462,2100 KOMISI YUDISIAL RI 91,7 99,8 99,8103 BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 111,3 147,5 147,5104 BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI 246,2 262,5 262,5105 BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO 1.100,0 1.147,7 1.147,7JUMLAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA (I)290.022,7 322.317,4 333.532,4BAGIAN ANGGARAN PEMBIAYAAN DAN PERHITUNGAN999-01 CICILAN BUNGA UTANG 94.794,2 101.657,8 110.635,8999-06 SUBSIDI 234.405,0 166.701,6 123.526,1999-06 BELANJA LAINNYA 77.849,1 125.699,5 117.341,2JUMLAH BAGIAN ANGGARAN PEMBIAYAAN DAN PERHITUNGAN (II)J U M L A H ( I + II )407.048,4 394.058,9 351.503,1697.071,0 716.376,3 685.035,5*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan**) Angka Sementara; berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009, sambil menunggu hasilpenelaahan RKA-KL antara Kementerian Negara/Lembaga terkait dengan Departemen Keuangan.


Tabel 5BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2008 - 2009 *)(miliar rupiah)2008 2009KODEFUNGSIAPBN-PRealisasiRevisi IIAPBNDokumen<strong>Stimulus</strong>**)0102030405060708091011PELAYANAN UMUM 518.241,5 525.392,6 494.766,2 452.211,2PERTAHANAN 10.489,7 9.450,8 12.278,6 12.278,6KETERTIBAN DAN KEAMANAN 12.306,8 10.823,5 14.451,3 14.451,3EKONOMI 57.239,0 51.978,6 56.852,6 67.416,8LINGKUNGAN HIDUP 6.353,1 5.466,6 7.035,1 7.035,1PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 12.993,4 12.802,8 18.135,0 18.635,0KESEHATAN 15.985,6 14.442,4 17.301,9 17.451,9PARIWISATA DAN BUDAYA 1.393,2 1.331,1 1.489,7 1.489,7AGAMA 791,1 766,4 830,3 830,3PENDIDIKAN 57.960,2 56.949,7 89.918,1 89.918,1PERLINDUNGAN SOSIAL 3.317,3 3.074,5 3.317,5 3.317,5JUMLAH697.071,0 692.479,0 716.376,3 685.035,5*) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.**) Angka Sementara; berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009, sambilmenunggu hasil penelaahan RKA-KL antara Kementerian Negara/Lembaga terkait dengan Departemen Keuangan.


Tabel 6TRANSFER KE DAERAH 2008 - 2009*)(dalam miliar rupiah)20082009APBN-P% thdPDBRealisasiRevisi II% thdPDBAPBN% thdPDBDokumen<strong>Stimulus</strong> **)% thdPDBI. Dana Perimbangan 278.436,1 6,2 278.913,5 5,1 296.952,4 5,6 279.313,3 5,11. Dana Bagi Hasil 77.726,8 1,7 78.619,0 1,4 85.718,7 1,6 68.079,6 1,2a. Perpajakan 35.926,2 0,8 37.879,4 0,7 45.754,4 0,9 39.919,6 0,7- Pajak Penghasilan 8.491,3 0,2 9.988,3 0,2 10.089,2 0,2 9.503,6 0,2- Pajak Bumi dan Bangunan 22.001,9 0,5 22.208,7 0,4 27.446,8 0,5 22.688,3 0,4- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 5.433,0 0,1 5.682,4 0,1 7.253,6 0,1 6.665,5 0,1- Cukai - - - - 964,8 0,0 1.062,2 0,0b. Sumber Daya Alam 41.800,6 0,9 40.739,6 0,7 39.964,3 0,8 28.160,1 0,5- Minyak Bumi 22.235,3 0,5 18.916,3 0,3 19.152,5 0,4 10.027,1 0,2- Gas Bumi 11.363,5 0,3 14.178,2 0,3 12.207,3 0,2 9.272,5 0,2- Pertambangan Umum 6.330,5 0,1 6.191,7 0,1 6.978,8 0,1 6.978,8 0,1- Kehutanan 1.711,3 0,0 1.389,4 0,0 1.505,8 0,0 1.505,8 0,0- Perikanan 160,0 0,0 64,0 0,0 120,0 0,0 120,0 0,0- Pertambangan Panas Bumi - - - - - - 256,0 0,02. Dana Alokasi Umum 179.507,1 4,0 179.507,1 3,3 186.414,1 3,5 186.414,1 3,43. Dana Alokasi Khusus 21.202,1 0,5 20.787,3 0,4 24.819,6 0,5 24.819,6 0,5II. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 13.986,7 0,3 13.718,8 0,2 23.738,6 0,4 23.738,6 0,4a. Dana Otonomi Khusus 7.510,3 0,2 7.510,3 0,1 8.856,6 0,2 8.856,6 0,2b. Dana Penyesuaian 6.476,4 0,1 6.208,5 0,1 14.882,0 0,3 14.882,0 0,3J u m l a h 292.422,8 6,5 292.632,3 5,3 320.691,0 6,0 303.051,9 5,5*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan**) Berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009


Tabel 7PEMBIAYAAN ANGGARAN 2008 - 2009 *)(dalam miliar rupiah)2008 2009APBN-P% thdPDBRealisasiRevisi II% thdPDBAPBN% thdPDBDokumen<strong>Stimulus</strong>**)% thdPDBI. Pembiayaan Dalam Negeri 107.616,9 2,4 74.615,3 1,5 60.790,3 1,1 109.458,5 2,01. Perbankan Dalam Negeri (11.700,0) (0,3) (11.700,0) (0,2) 16.629,2 0,3 65.797,4 1,22. Non-Perbankan Dalam Negeri 119.316,9 2,7 86.315,3 1,7 44.161,1 0,8 43.661,1 0,8a. Privatisasi 500,0 0,0 82,3 0,0 500,0 0,0 500,0 0,0b. Hasil Pengelolaan Aset 3.850,0 0,1 2.809,8 0,1 2.565,0 0,0 2.565,0 0,0c. Surat Berharga Negara (neto) 117.790,0 2,6 85.923,2 1,7 54.719,0 1,0 54.719,0 1,1d. Dana Investasi Pemerintah dan Rest. BUMN (2.823,1) (0,1) (2.500,0) (0,1) (13.622,9) (0,3) (14.122,9) (0,3)II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (13.113,6) (0,3) (18.708,0) (0,4) (9.448,2) (0,2) (14.474,9) (0,3)1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 48.141,3 1,1 44.466,8 0,9 52.161,0 1,0 57.621,0 1,1a. Pinjaman <strong>Program</strong> 26.390,0 0,6 29.601,8 0,6 26.440,0 0,5 31.900,0 0,6b. Pinjaman Proyek 21.751,3 0,5 14.865,0 0,3 25.721,0 0,5 25.721,0 0,52. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (61.254,9) (1,4) (63.174,8) (1,3) (61.609,2) (1,2) (72.095,9) (1,3)III. Tambahan Pembiayaan Utang - - - - - - 44.531,8 0,8J u m l a h 94.503,3 2,1 55.907,3 1,1 51.342,0 1,0 139.515,4 2,5*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan**) Berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009


Tabel 8ASUMSI DASAR, 2008 - 2009 *)2008 2009Macro Economic IndicatorsAPBN-PRealisasiRevisi IIAPBNDokumen<strong>Stimulus</strong> **)1 Produk Domestik Bruto (miliar Rp) 4.484.371,8 4.954.028,9 5.327.537,9 5.487.577,82 Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) 6,4 6,1 6,0 4,53 Inflasi Tahunan (%) *) 6,5 11,1 6,2 6,04 Nilai tukar Rupiah per US$ *) 9.100 9.691 9.400 11.0005 Suku bunga SBI 3 bulan (%) *) 7,5 9,3 7,5 7,56 Harga minyak ICP (US$/barel) *) 95,0 96,8 80,0 45,07 Lifting minyak Indonesia (juta barel/hari) *) 0,9 0,9 1,0 1,08 Gas Bumi (MMSCFD)9.945,5 0,0 7.526,3 7.526,39 Batu Bara (juta ton/tahun)230,0 0,0 250,0 250,0*) Rata-rata**) Berdasarkan Lampiran Kesimpulan rapat kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah tanggal 26 Februari 2009

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!