13.07.2015 Views

Fenomena Kelompok Perguruan Silat di Kabupaten Ponorogo

Fenomena Kelompok Perguruan Silat di Kabupaten Ponorogo

Fenomena Kelompok Perguruan Silat di Kabupaten Ponorogo

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

“…. Setia Hati (SH) <strong>di</strong><strong>di</strong>rikan oleh kaum bangsawan, karena tidak bisa masuk ke dalam masyarakatbawah karena status sosialnya berbeda, maka salah satu anggota SH men<strong>di</strong>rikan organisasi Teratepada tahun 1922 untuk bisa <strong>di</strong>terima oleh masyarakat bawah sebagai wujud melestarikan perguruanSH supaya tidak hilang, dan bisa <strong>di</strong>terima pada masyarakat Jawa karena falsafahnya kejawen ….”(Sutrisno [Koor<strong>di</strong>nator Cabang Terate <strong>Ponorogo</strong>], Sampung, 12 April 2003)“SH kuwi bibit kawite mung siji, salah siji muride nyempal dhewe merga rumangsa ora <strong>di</strong>sayang karo gurune,akhire ngedhekne perguruan dhewe, jenenge Winongo kuwi.” (SH (Setia Hati) asal mulanya satu perguruan,salah satu muridnya keluar karena merasa tidak <strong>di</strong>perhatikan oleh gurunya, akhirnya men<strong>di</strong>rikanperguruan sen<strong>di</strong>ri namanya Winongo).(Deni [pelatih Terate], Sampung, 8 April 2003)Jika membaca kutipan <strong>di</strong> atas, terlihat bahwa pembentukan kedua kelompok silat tersebut berangkatdari situasi konflik, baik secara ideologi maupun relasi antar anggota dalam perguruan SH. Ki HajarHardjo Utomo, pen<strong>di</strong>ri Terate, men<strong>di</strong>rikan Terate karena merasa kurang sepaham dengan ideologiSH yang berbasis pada komunitas bangsawan. Hardjo Utomo ingin membangun SH yang lebih bisa<strong>di</strong>terima masyarakat bawah guna melestarikan perguruan SH 16 . Sedangkan Winongo <strong>di</strong><strong>di</strong>rikansebagai manifestasi perasaan salah satu anggota yang merasa '<strong>di</strong>anaktirikan' oleh guru mereka dalamperguruan SH.Dengan latar belakang yang demikian, hingga saat ini isu mendasar dalam konflik Winongo danTerate adalah identitas asli SH. Masing-masing organisasi mengklaim sebagai pembawa nilai danajaran asli SH, menganggap <strong>di</strong>rinya yang paling baik dan benar 17 . Informasi tentang konflik identitasasli SH ini akan membantu kita memahami mengapa hingga saat ini konsep enemy yang <strong>di</strong>bangunoleh kedua belah pihak adalah Terate vs Winongo. Seperti yang <strong>di</strong>ungkapkan oleh salah satu pelatihTerate, berikut ini.“…. Cah Terate yen pengin gabung karo perguron liya ra apa-apa, pokoke dudu Winongo, soale jane kuwi dasarjuruse padha nanging Winongo rada kaku gerakanne…” (Anak Terate kalau ingin bergabung denganperguruan lain boleh saja, asal bukan Winongo, karena sebenarnya jurus dasarnya sama tapiWinongo se<strong>di</strong>kit kaku gerakannya.)(Deni, Sampung, 8 April 2003)Selain isu identitas asli, faktor-faktor lain yang memperparah konflik antara Terate dan Winongoadalah perebutan wilayah dan anggota. Konon, ketika dua murid SH men<strong>di</strong>rikan, masing-masing,Terate dan Winongo, mereka membuat kesepakatan untuk melakukan pembagian wilayah'kekuasaan'. Winongo akan membangun basis <strong>di</strong> wilayah perkotaan, sedangkan Terate <strong>di</strong> wilayahpinggiran. Namun pada perkembangannya, ada beberapa wilayah, baik perkotaan maupun pinggiranyang menja<strong>di</strong> wilayah irisan antara Terate dan Winongo, dan biasanya wilayah ini paling rentanterja<strong>di</strong> konflik. Masing-masing organisasi, baik Terate maupun Winongo, bersaing untuk16 Pada realisasinya, Terate memilih bentuk sebagai sebuah organisasi, bukan perguruan. Konon, ini berkait dengan janjipara murid SH untuk tidak membuat perguruan baru, atas permintaan sang guru. Oleh karena itu, para anggota Teratemenyebut kelompoknya sebagai organisasi. Secara teknis organisasional, Terate <strong>di</strong>kelola berdasar aturan standarorganisasi modern pada umumnya; memiliki kepengurusan, struktur kepemimpinan yang bertingkat dari pusat [<strong>di</strong>Ma<strong>di</strong>un], cabang [tingkat kabupaten], dan ranting [tingkat kecamatan], serta sistem rekrutmen yang sistematis. Secaraideologis, anggota Terate tetap mengakui SH sebagai perguruan mereka. Seperti yang <strong>di</strong>ungkapkan oleh Sutrisno,Koor<strong>di</strong>nator Cabang Terate <strong>Ponorogo</strong>, "…. Terate sebuah organisasi, perguruannya Setia Hati, dan pencak silat adalahbela <strong>di</strong>rinya. …."17 Pernyataan ini <strong>di</strong>simpulkan dari kutipan wawancara dengan salah satu pelatih Terate: "…. Jane kuwi dasar juruse podhonanging winongo rada kaku gerakanne…” (Sebenarnya jurus dasarnya sama [dengan jurus dasar Terate] tapi Winongo se<strong>di</strong>kitkaku gerakannya)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!