Majalah CARE, Edisi Februari 2010 - Al-Azhar Peduli
Majalah CARE, Edisi Februari 2010 - Al-Azhar Peduli
Majalah CARE, Edisi Februari 2010 - Al-Azhar Peduli
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ila tidak jelas identitasnya,<br />
mereka akan merendahkan,<br />
menghinakan, dan<br />
meninggalkannya.<br />
Dalam rangka identitas<br />
Islam itu, dulu, pada zaman<br />
penjajahan, ada ulama yang<br />
mengharamkan seorang<br />
muslim memakai dasi<br />
dan celana. Hal itu dapat<br />
dipahami sebagai simbol<br />
perlawanan terhadap<br />
penjajahan, sebab penjajahan<br />
yang dilakukan ternyata<br />
tidak saja penjajahan<br />
ekonomi, tetapi merembet<br />
kepada penjajahan jati<br />
diri, budaya, tradisi, sosial,<br />
politik, dan agama. Buya<br />
Hamka mensinyalir bahwa<br />
pada masa penjajahan,<br />
banyak sekali kaum<br />
muslimin, termasuk kaum<br />
terpelajarnya, sudah tidak<br />
lagi berkiblat ke Makkah,<br />
tapi sudah berkiblat ke<br />
Belanda. Identitas Islam<br />
sudah hilang dari mereka,<br />
yang tersisa hanya membaca<br />
syahadat ketika mau<br />
menikah dan upacara akhir<br />
saat kematian. Mereka<br />
sudah tidak mengenal lagi<br />
ajaran Islam. Penghapusan<br />
identitas itu sengaja<br />
dilakukan kaum penjajah,<br />
sesuai dengan nasehat<br />
Snock Horgronje kepada<br />
Gubernur Jenderal Hindia<br />
Belanda, agar menjadikan<br />
orang-orang Hindia Belanda<br />
(Indonesia) sebagai bangsa<br />
Belanda di Timur. Kulitnya<br />
sawo matang, rambutnya<br />
hitam, hidungnya pesek, tapi<br />
perilakunya lebih Belanda<br />
dari orang Belanda.<br />
Di era global, dimana<br />
budaya yang kuat selalu<br />
mendominasi dan menjajah<br />
budaya yang lemah,<br />
sering kali kita kehilangan<br />
identitas itu. Identitas Islam<br />
tercerabut dari kepribadian<br />
seorang muslim. Padahal<br />
dari dulu, Rasulullah Saw.<br />
telah mengingatkan agar<br />
kita tidak kehilangan<br />
identitas: “man tasyabbaha<br />
bi qaumin fahuwa minhum<br />
(barangsiapa yang<br />
berperilaku seperti kaum<br />
tertentu, maka dia termasuk<br />
dalam golongan mereka).<br />
Budaya Barat yang<br />
mendera bangsa kita, tidak<br />
harus ditelan mentahmentah,<br />
seakan kita telah<br />
berkiblat ke Barat. Kita<br />
harus mempu bertahan<br />
menangkis gempuran<br />
peradaban dan dan<br />
kebudayaan Barat dengan<br />
tetap menampilkan identitas<br />
Islam. Kita mesti mampu<br />
menampilkan identitas<br />
Islam dalam aktifitas<br />
ekonomi, politik, sosial, dan<br />
budaya. Ekonomi liberal<br />
harus dihentikan, politik<br />
kotor Machiavelli yang<br />
menghalalkan segala cara<br />
harus ditumpas, gerakan<br />
sosial individualisme<br />
dan sosialisme harus<br />
disingkirkan, dan budaya<br />
hedonisme permissifisme<br />
(serba boleh) harus ditolak.<br />
Menampilkan identitas<br />
Islam bukan fanatisme atau<br />
intoleransi. Menerapkan<br />
perilaku hidup islami<br />
menjadi sebuah keharusan.<br />
Upaya menerapkan ajaran<br />
Islam secara kaffah<br />
(totalitas) adalah cita-cita<br />
luhur setiap muslim. Umat<br />
Islam tidak akan pernah<br />
menjadi khair ummah (umat<br />
terbaik, Q.S. <strong>Al</strong>i Imran/3:<br />
110) manakala mereka<br />
tidak diketahui identitasnya.<br />
Hanya dengan identitas itu<br />
mereka dikenal, diketahui,<br />
dianut, bahkan dijadikan<br />
sebagai pemimpin peradaban<br />
sebagaimana yang pernah<br />
terjadi pada masa keemasan<br />
Islam (the golden era of<br />
Islam).<br />
Jakarta, 27 Januari <strong>2010</strong><br />
<strong>Majalah</strong> <strong>CARE</strong>, <strong>Edisi</strong> <strong>Februari</strong> <strong>2010</strong> 15