19.12.2012 Views

Dukung SEA Games XXVI - Ditjen Cipta Karya

Dukung SEA Games XXVI - Ditjen Cipta Karya

Dukung SEA Games XXVI - Ditjen Cipta Karya

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Foto: Buchori<br />

Pentas seni menampilkan Sunda dan Upasunda menyambut kunjungan delegasi A<strong>SEA</strong>N Fair di Desa Penglipuran<br />

A<strong>SEA</strong>N Summit itu pun bagai tersirap. Di depannya<br />

dipertontonkan tarian khas Bali dan<br />

fragmen Sunda dan Upasunda. Setelah disuguhi<br />

hiburan itu, peserta melanjutkan dengan<br />

me ngelilingi lingkungan Desa Penglipuran<br />

dan dipandu oleh Kepala Desa Adat Penglipuran<br />

I Wayan Supat.<br />

Penglipuran berasal dari kata Pengeling<br />

yang berarti ingat dan kata Pura yang berarti<br />

tempat tinggal/tanah. Jadi kalau digabung<br />

menjadi penglipuran yang berarti ingat terhadap<br />

tanah leluhur atau tempat asalnya<br />

yaitu Desa Bayung Gede. Berdasarkan sejarah<br />

setempat, desa adat Penglipuran termasuk<br />

desa Bali Aga. Desa Bali Aga merupakan desa<br />

tua/asal mula masyarakat asli Bali. Desa adat<br />

Penglipuran berasal dari Desa Bayung Gede<br />

yang juga termasuk Desa Bali Aga.<br />

Kunjungan ke Desa Penglipuran oleh para<br />

partisipan A<strong>SEA</strong>N Summit difasilitasi Direktorat<br />

Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian Pekerjaan<br />

Umum. Desa ini dipilih tidak hanya<br />

karena daya tarik adat setempat, keserasian<br />

lingku ngan dan keunikan arsitekturnya. Alasan<br />

lain karena <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> menjadikan<br />

desa ini sebagai desa contoh pelestarian adat<br />

dengan mempertahankan arsitektur lokalnya.<br />

Sa at <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> masih bernama <strong>Ditjen</strong><br />

Peru mahan dan Permukiman, di Desa Penglipuran<br />

juga pernah dibantu prasarana dan<br />

sarana. Baru-baru ini Badan Penelitian dan<br />

Pengembangan Kementerian PU memberikan<br />

bantuan berupa rumah contoh adat dengan<br />

teknologi bambu luminasi.<br />

Rugi rasanya jika berwisata ke Bali tanpa<br />

singgah di kabupaten Bangli. Panorama dan<br />

budaya unik seperti Desa Adat Penglipuran<br />

18 �Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 11/Tahun IX/November 2011<br />

adalah daya tarik tersendiri. Lokasinya pun<br />

mudah, tak jauh dari kesejukan Kintamani<br />

dan Istana Tampaksiring serta Tirta Empul<br />

(Kabupaten Gianyar). Desa ini terletak di Kelurahan<br />

Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten<br />

Bangli, sekitar 45 kilometer dari Kota Denpasar.<br />

Begitu memasuki areal desa tersebut,<br />

ma ta sudah pasti akan bertemu arsitektur<br />

ru mah yang hampir semuanya mirip. Kemiripan<br />

bangunan rumah itu antara lain bentuk<br />

gerbang yang sama dengan sedikit atap dari<br />

bambu, pintu pun hanya selebar orang dewasa<br />

berkacak pinggang dengan tinggi sekitar<br />

dua setengah meter yang biasa disebut<br />

angkul-angkul, dan cat rumah menggunakan<br />

dari tanah, bukan cat tembok. Itu keunikan<br />

awal perjumpaan.<br />

Kesamaan lainnya juga terdapat pada<br />

pem bagian bangunan di dalam rumah, seperti<br />

bale, kamar, dan dapur. Hampir semuanya<br />

juga menggunakan bahan baku bambu.<br />

Ke pala Desa Adat Penglipuran I Wayan Supat<br />

mengatakan, keseragaman bangunan<br />

baik bentuk dan bahannya itu semata-mata<br />

membina kebersamaan. Selain itu, mereka<br />

ber harap bisa terus bersahabat dengan alam<br />

sehingga mampu ramah dengan lingkungan.<br />

Keramahan lingkungan itu pun menjadikan<br />

desa mendapat penghargaan Kalpataru.<br />

Hanya saja, ia mengakui beberapa warganya<br />

mulai menggeser sebagian bangunannya<br />

dengan material batu bata dari asalnya<br />

bambu.<br />

”Kami memang berupaya mempertahankan<br />

warisan leluhur. Namun, kami juga tak<br />

kuasa membendung modernisasi. Akhirnya,<br />

kami merelakan jika warga meminta izin<br />

membangun beberapa bagian rumahnya<br />

dengan bahan baku lain selain bambu. Toh,<br />

bangunan inti dan bentuk bangunan tetap<br />

tak berubah,” jelas Supat.<br />

Namun, jangan khawatir. Harmoni yang<br />

terbangun di desa itu tak mengurangi keindahan<br />

alam yang ada. Dengan tiket wisatawan<br />

lokal Rp 7.500 per orang dan wisatawan asing<br />

Rp 10.000 per orang, kepuasan panorama indah<br />

dan keramahan masyarakatnya jadi nilai<br />

tambah siapa pun yang berkunjung ke sana.<br />

Sejak menjadi obyek wisata unggulan Pulau<br />

Dewata, setiap hari tercatat sekitar 100 wisatawan<br />

mengunjungi desa itu.<br />

Sejak 1995, Pemerintah Provinsi Bali dan<br />

Kabupaten Bangli menetapkan desa ini menjadi<br />

salah satu obyek wisata unggulan Pulau<br />

Dewata. Daya tarik yang kuat dari Desa Adat<br />

Penglipuran ini masih berupaya mempertahankan<br />

zonasi hunian yang mirip pembagian<br />

tubuh manusia. Zona ini terbagi tiga bagian,<br />

yaitu zona parahyangan (hulu/kepala), zona<br />

pawongan (badan), dan zona palemahan<br />

(kaki). Zona parahyangan merupakan daerah<br />

suci dan paling tinggi dibandingkan zona<br />

lainnya dengan ketinggian sekitar 700 meter<br />

dari permukaan laut dan merupakan wilayah<br />

sembahyang bersama bernama Pura Penataran.<br />

Menuruni beberapa anak tangga dari Pura<br />

Penataran, pengunjung memasuki zona pawongan,<br />

yang terdiri atas rumah tinggal di<br />

bagian barat (kauh) dan timur (kangin). Kedua<br />

bagian kauh dan kangin dipisahkan oleh<br />

rurung gede yang berupa jalan sekitar tiga<br />

meter yang membujur dari utara menurun ke<br />

selatan.<br />

Pada wilayah pawongan dihuni 226 kepala<br />

keluarga. Penduduknya rata-rata bermata<br />

pencarian petani, peternak, dan perajin<br />

bambu. Nenek moyang mereka mengajarkan<br />

agar ramah lingkungan. Karena itu, luas tanah<br />

tinggal 112 hektar itu hampir 40 persennya<br />

adalah hutan bambu. Bahkan, menebang<br />

bambu pun tak bisa sembarangan tebang.<br />

Harus izin dan mendapat izin dari pemangku<br />

adat setempat.<br />

Menghormati Perempuan<br />

I Wayan Supat mengatakan, kekhasan keturunan<br />

Bali Aga di antaranya adalah sangat<br />

memuja dan menghormati perempuan, selain<br />

menjunjung tinggi keharmonisan alam,<br />

manusia, dan Tuhan (konsep Tri Hita Karana).<br />

Wujud hormat kepada perempuan itu dituangkan<br />

ke dalam awig-awig (semacam

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!