16.09.2022 Views

bsf_biowaste_processing_id_lr

Bio Waste processing

Bio Waste processing

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Bab 3:

Proses pembiakan BSF

3.1 Pembiakan BSF di lingkungan terkontrol

Untuk memastikan pengolahan sampah dapat dilakukan secara teratur dengan jumlah tertentu,

unit pembiakan harus menyediakan larva berusia lima hari (5-DOL) dalam jumlah cukup setiap

harinya. Maka, penting untuk mengontrol tahapan produksi selama pembiakan serta memantau

hasil dari setiap tahapnya. Pada pembiakan BSF yang dirancang dengan baik, jumlah prapupa yang

dapat melakukan pupasi dapat dikontrol dengan mudah. Hal ini dapat membantu memperkirakan

jumlah lalat yang akan muncul, juga akan menunjukkan perkiraan berapa banyak kelompok telur

yang akan dihasilkan, berapa ekor larva yang akan menetas, dan berapa banyak dari larva-larva

tersebut yang dapat digunakan untuk mengolah sampah organik. Monitoring tingkat kelangsungan

hidup (survival rate) pada setiap fase di siklus ini, dapat memudahkan untuk mengetahui performa

koloni BSF secara keseluruhan dan dapat menunjukkan masalah-masalah di fase tertentu. Tingkat

kelangsungan hidup kemungkinan dapat berbeda antara unit pembiakan yang satu dengan

unit pembiakan yang lainnya. Data yang disajikan di sini adalah berdasarkan unit pembiakan yang

dilakukan di Indonesia (Gambar 3-1), yang dapat dijadikan sebagai contoh :

85%

9,300

11,000

Pupa

Lalat

250 telur/lalat

85%

13,000

Prapupa

Telur

2,3 juta

90%

5-DOL

60%

14,000

Residu

5-DOL

1,4 juta

400 kg

Sampah organik Pengolahan Larva segar Larva kering

1 ton (25% DM) 170 kg 45 kg

Gambar 3-1: Indikator performa fasilitas pembiakan BSF di Indonesia

Peletakkan dan Pemanenan Telur

Dari sudut pandang pengelolaan, penting supaya semua kelompok telur terkumpul di satu lokasi.

Hal ini akan sangat memudahkan dalam pemanenan telur.

Untuk itu, kami melengkapi kandang kawin (love cage) dengan media peneluran yang sesuai

(disebut “eggies”) untuk lalat-lalat tersebut bertelur, yakni di tempat yang aman (misalnya rongga

yang terlindung) untuk peletakkan telur, serta “atraktan” atau substansi yang mirip dengan bahan

organik yang membusuk sehingga dapat menarik lalat betina untuk meletakkan telurnya di sekitar

sana. Setelah kelompok telur diletkkan lalat betina dalam eggies, telur-telur tersebut dipanen

sebelum ada larva yang menetas.

Setelah telur dipanen, telur-telur tersebut dikerok dari permukaan eggies dan dimasukkan ke dalam

tempat telur, yang kemudian diletakkan di atas pakan sehingga setelah menetas dan jatuh dari

tempat telur ke dalam pakan, larva dapat langsung makan (Lihat Gambar 3-2).

11

Pengolahan Sampah Organik dengan Black Soldier Fly (BSF)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!