11.01.2013 Views

Tantangan-Pembangunan-Sosial-di-Indonesia-2010

Tantangan-Pembangunan-Sosial-di-Indonesia-2010

Tantangan-Pembangunan-Sosial-di-Indonesia-2010

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

sistem akuntabilitasnya. 26 Proses pelembagaan akuntabilitas PUG<br />

mensyaratkan <strong>di</strong>bangunnya prakon<strong>di</strong>si PUG berupa aturan, kebijakan,<br />

mekanisme, alat analisis, data terpilah, kelembagaan, kemampuan,<br />

terse<strong>di</strong>anya sumber daya, dukungan masyarakat sipil, dan kepemimpinan<br />

perempuan yang berkualitas. 27 Silawati menyebut prakon<strong>di</strong>si ini sebagai<br />

enabling tools and technical tools, yang ter<strong>di</strong>ri dari 7 unsur, yaitu: dukungan<br />

politik, kebijakan, sumber daya, sistem data dan informasi, kelembagaan, alat<br />

analisis gender, dan dukungan masyarakat sipil. 28<br />

Sedangkan Arivia mencatat beberapa kendala yang <strong>di</strong>hadapi dalam<br />

implementasi PUG, antara lain: (1) belum meratanya pemahaman tentang<br />

konsep gender dan PUG <strong>di</strong> kalangan decision makers; (2) Inpres Nomor 9<br />

Tahun 2000 tidak cukup kuat sebagai landasan hukum; (3) masalah<br />

pengenalan strategi PUG yang belum cukup menjawab kebutuhan sektor dan<br />

daerah; (4) terbatasnya in<strong>di</strong>kator gender yang dapat <strong>di</strong>gunakan untuk<br />

menganalisis dan menyusun kebijakan; (5) belum <strong>di</strong>gunakannya analisis<br />

gender dalam perencanaan pembangunan. 29<br />

Ditinjau dari aturan hukum yang ada, saat ini, dasar hukum PUG<br />

adalah Inpres Nomor 9 Tahun 2000. Hal ini menja<strong>di</strong> salah satu kendala dalam<br />

implementasi PUG, mengingat berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004<br />

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Inpres tidak termasuk<br />

dalam sistem peraturan perundang-undangan <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>. Oleh karena itu,<br />

<strong>di</strong>perlukan perangkat hukum yang berkedudukan lebih tinggi dari Inpres<br />

sebagai dasar untuk mengintegrasikan PUG sebagai strategi mencapai<br />

kesetaraan dan kea<strong>di</strong>lan gender (KKG) dalam sistem pembangunan nasional.<br />

Prakon<strong>di</strong>si lain yang <strong>di</strong>perlukan bagi pelembagaan akuntabilitas dalam<br />

implementasi PUG menurut Cattleya adalah alat analisis. Secara teoritis, hal<br />

ini sebenarnya tidak menja<strong>di</strong> masalah, mengingat selama ini telah terdapat<br />

26<br />

Leya Cattleya, Laporan Independen Konsultan – Implementasi Strategi Pengarusutamaan<br />

Gender <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>: Refleksi dari Kajian Man<strong>di</strong>ri – Partisipatif dan Pembelajaran dari<br />

Konsultasi Nasional, Provinsi, dan Kabupaten, dalam Leya Cattleya: “Pelembagaan<br />

Akuntabilitas Pengarusutamaan Gender: Bukan Sesuatu yang Mustahil, Jurnal Perempuan<br />

No. 50: Pengarusutamaan Gender, Yayasan Jurnal Perempuan November 2006, halaman<br />

45.<br />

27<br />

Leya Cattleya, ibid, halaman 55.<br />

28<br />

Hartian Silawati, op. cit., halaman 23.<br />

29<br />

Prolog Jurnal Perempuan No. 50: Pengarusutamaan Gender, Pengarusutamaan Gender:<br />

Sebuah Penantian Panjang, Yayasan Jurnal Perempuan November 2006, halaman 4.<br />

11

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!