04.02.2013 Views

x - Acehbooks.org

x - Acehbooks.org

x - Acehbooks.org

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Masyarakat Jawa mendapat filsafat serupa itu dari pemuka agamanya<br />

yang paling akbar, dan di kalangan orang Melayu dan Aceh juga, guruguru<br />

agama yang menyebarkan pandangan serupa itu pada umumnya<br />

sangat dihormati sejak dahulu kala.<br />

Mistisisme di Aceh dalam abad ke-I 6 dan ke-I7<br />

Dari kronik Aceh, yang beberapa bagiannya pernah diterbitkan<br />

Dr. Niemann 1 ), kita dapat mempelajari beberapa aspek kehidupan religifilosopi<br />

di Aceh dalam abad ke-I 6 dan ke-I7. Dalam kronik tersebut<br />

kita melihat bahwa para pemuka agama yang menguasai daerah itu bukan<br />

orang Aceh melainkan orang Suriah atau Mesir yang datang ke Aceh dari<br />

Mekah, atau keturunan India seperti Raniri 2 ) dari Gujarat. Kita juga<br />

mencatat bahwa yang sangat diinginkan orang Aceh dari guru-guru berkebangsaan<br />

asing itu adalah penjelasan atas masalah-masalah mistisisme<br />

yang dulunya banyak dipertengkarkan.<br />

1) Bloemlezing uit Meleische geschriften jilid ke-2, hal.<br />

2) Saya tidak memperoleh kejelasan apakah Muhammad Jailani b. Hasan b. Muhammad<br />

Hamid Raniri yang disebut dalam kronik adalah sama dengan orang<br />

yang dikenal sebagai Nuruddin b. Ali b. Hasanji b^Muhammad Raniri, atau<br />

kerabatnya yang lebih muda. Nuruddin Raniri, ada disebut dalam asei Dr.<br />

Van der Tuuk tentang manuskrip Melayu yang dihimpun oleh Royal Asiatic<br />

Society (lihat: Essays relating to Indo-China, seri 2e, jilid II halaman 44 45<br />

dan 49-52) Raniri yang disebut Dr. Niemann datang ke Aceh untuk kedua<br />

kalinya dalam tahun 1588 dan mengatasi perbedaan pendapat yang menyangkut<br />

masalah mistisisme. Ranisi menurut versi Van der Tuuk menolak ajaran mistik<br />

Shamsuddin dari Sumatera (Pasai) yang menurut kronik suntingan Niemann,<br />

meninggal tahun 1630, dan menuliskan karyanya yang paling terkenal menjelang<br />

dan pada masa pemerintahan Ratu Sapiatodin Shah (1641-75). Hal<br />

ini menyebabkan tidak masuk akal Raniri yang satu adalah sama dengan Raniri<br />

yang lain. Tetapi tidak tertutup kemungkinan penulis kronik keliru menyebut<br />

tahun. Tidak tercantumnya nama Ali dalam kronik juga bukan masalah<br />

besar, dan nama Muhammad Jailani dan Nuruddin mungkin saja satu orangnya.<br />

Lagi pula, dalam sebuah manuskrip Batavia (lihat: Verslag karya Van dan Berg<br />

hal. 1 No. 3 dan hal. 9 No. 49c) Nuruddin ar-Raniri juga disebut Muhammad<br />

Jailani. Dalam catatan sebuah edisi Taj-ul-mulk (lihat c 5 di bawah) yang beredar<br />

di Mekah tahun 1311 H termuat suatu uraian berjudul Bad calg assamawat<br />

wal-ardh. Penulis karangan ini disebut Nuruddin bin AU Hasanji. dan<br />

dalam pengantarnya berbahasa Arab diceritakan bahwa ia datang ke Aceh dalam<br />

bulan Nopember 1637, dan mendapat perintah dari Sultan Iskandar Thani<br />

dalam bulan Maret tahun 1639. Tetapi tahun yang diterakan dalam terjemahan<br />

bahasa Melayu segera setelah pendahuluan berbahasa Arab, jauh berbeda dengan<br />

yang di atas.<br />

13

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!