24.08.2015 Views

sistem pembuktian dalam penanganan perkara ... - Fakultas Hukum

sistem pembuktian dalam penanganan perkara ... - Fakultas Hukum

sistem pembuktian dalam penanganan perkara ... - Fakultas Hukum

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

500 Jurnal Dinamika <strong>Hukum</strong>Vol. 11 No. 3 September 2011sebut <strong>pembuktian</strong> yang berdasarkan keyakinanhakim sampai batas tertentu atau atas alasanyang logis (la conviction raisonnee ). Menurutteori ini, hakim dapat memutuskan seseorangbersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinanyang didasarkan kepada dasar-dasar <strong>pembuktian</strong>diserta dengan suatu kesimpulan yang berlandaskankepada peraturan-peraturan <strong>pembuktian</strong>tertentu. Miskipun alat-alat bukti telahditetapkan oleh undang-undang, tetapi hakimbisa menggunakan alat-alat bukti diluaryang ditentukan oleh undang-undang, namundemikian di<strong>dalam</strong> mengambil keputusan haruslahtetap didasarkan pada alasan-alasan yangjelas. Oleh karena itu maka putusan tersebutjuga harus didasarkan pada alasan yang diterimaakal sehat (reasonable). Sistem <strong>pembuktian</strong>ini juga sering disebut dengan <strong>sistem</strong><strong>pembuktian</strong> bebas atau vrij bewijs.Keempat, teori <strong>pembuktian</strong> berdasarkanundang-undang secara negatif (negative wettelijk).Sistem <strong>pembuktian</strong> ini mirip dengansimtem <strong>pembuktian</strong> conviction ini raisone, hakim<strong>dalam</strong> mengambil keputusan terikat olehalat bukti yang telah ditentukan oleh undangundangdan keyakinan (nurani) hakim sendiri.Jadi di <strong>dalam</strong> <strong>sistem</strong> ini ada dua hal yang merupakansyarat untuk membuktikan <strong>dalam</strong> mengambilkeputusan, yaitu: wettelijk, artinyaharus ada alat bukti yang sah yang telah ditentukanoleh undang-undang; dan negatief artinyaadanya keyakinan hakim yang didasarkanpada alat bukti tersebut.Dari keempat sisitem <strong>pembuktian</strong> diatas,<strong>sistem</strong> <strong>pembuktian</strong> manakah yang dianut olehMK <strong>dalam</strong> penangan <strong>perkara</strong> perselisihan hasilpemilihan umum kepala daerah? Untuk menjawabpertanyaan ini tentunya harus kita lihatpada ketentuan UU No. 24 Tahun 2003 tentangMK khususnya pasal-pasal yang mengatur tentanghukum acara yang diatur <strong>dalam</strong> pasal 28sampai dengan pasal 85, PMK No. 15 Tahun2008 tentang Pedoman Beracara Dalam PerselisihanHasil Pemilihan Umum Kepala Daerahkhususnya Pasal 8 sampai Pasal 11, serta denganmelihat praktek pelaksanaan persidangandengan agenda <strong>pembuktian</strong> <strong>dalam</strong> <strong>perkara</strong>PHPU Pemilukada di Mahkamah Konstitusi.Menurut hemat penulis paling tidak adaenam pasal dan sepuluh ayat <strong>dalam</strong> UU No. 24Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yangdapat dikaji untuk dapat mengetahui danmenentukan <strong>sistem</strong> <strong>pembuktian</strong> yang dianutoleh Mahkamah Konstitusi. Pertama, Pasal 36,yang terdiri dari Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4).Pasal 36 ayat (1) menentukan bahwa yang disebut alat bukti di antaranya adalah surat atautulisan; keterangan saksi; keterangan ahli; keteranganpara pihak; petunjuk; dan alat buktilain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,diterima, atau disimpan secara elektronikdengan alat optik atau yang serupa denganitu. Pasal 36 ayat (4) menentukan bahwa MKmenentukan sah atau tidak sahnya alat bukti<strong>dalam</strong> persidangan Mahkamah Konstitusi. Dalampasal ini jelas diatur tentang macam-macamalat bukti, artinya <strong>sistem</strong> <strong>pembuktian</strong> diMahkamah Konstitusi memerlukan alat buktitidak semata-mata keyakinan hakim sematasebagaimana <strong>dalam</strong> <strong>sistem</strong> conviction intime.Selain itu Mahkamah Konstitusi juga diberi kewenanganuntuk menilai sah atau tidak sahnyasuatu alat bukti yang diajukan oleh para pihak.Jadi tidak semua alat bukti yang diajukan olehpara pihak langsung diterima begitu saja hanyakarena kesesuaianya dengan ketentuanundang-undang sebagaimana <strong>dalam</strong> <strong>sistem</strong><strong>pembuktian</strong> positif.Kedua, Pasal 37, berdasarkan pasal ini,Mahkamah Konstitusi menilai alat-alat buktiyang diajukan ke persidangan dengan memperhatikanpersesuaian antara alat bukti yang satudengan alat bukti yang lain. Di sini MahkamahKonstitusi juga diberi kewenangan untukmenilai kesesuaian alat bukti yang diajukanoleh para pihak. Jadi tidak semua alat buktiyang diajukan oleh para pihak langsung diterimabegitu saja hanya karena kesesuaianyadengan ketentuan undang-undang sebagaimana<strong>dalam</strong> <strong>sistem</strong> <strong>pembuktian</strong> positif.Ketiga, Pasal 38 ayat (1), yang menentukanbahwa para pihak, saksi, dan ahli wajibhadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi.Pasal 38 ayat (4) menegaskan bahwa jikasaksi tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipunsudah dipanggil secara patut menurut

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!