24.08.2015 Views

Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas - Jurnal Dinamika ...

Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas - Jurnal Dinamika ...

Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas - Jurnal Dinamika ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

412 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> HukumVol. 11 No. 3 September 2011city (berarti menjunjung tinggi kebenaran dankejujuran). 1Era informasi sekarang ini, setiap orangharus dan berhak atas informasi yang menyangkut<strong>di</strong>ri priba<strong>di</strong>nya. Sebagai akibat hak atasinformasi dari pasien (the right to information)terdapat pula kewajiban dokter untuk memberikaninformasi kepada pasiennya. Pasien berhakuntuk memutuskan sen<strong>di</strong>ri, untuk mempergunakanhaknya atau tidak. Pemegang haklahyang berwenang untuk menentukan sebagaimanifestasi dari hak otonomi (the right to selfdetermination).Kedua hak dasar tersebut bertolakdari hak atas perawatan kesehatan (theright to health care) yang merupakan hak asasiin<strong>di</strong>vidu (in<strong>di</strong>vidual human right). 2Adanya perkembangan bidang sosial danbudaya yang menyertai perkembangan masyarakattelah membawa perubahan terhadap statusmanusia sebagai obyek ilmu kedokteranmenja<strong>di</strong> subyek yang berkedudukan sederajat.Peningkatan status pasien sebagai subjek yangsederajat ini oleh Hipokrates <strong>di</strong>tuangkan dalamsuatu hubungan yang <strong>di</strong>sebabkan sebagai transaksiterapeutik. Bagian penting dalam hubungandokter pasien adalah kepercayaan. 3 Untuk123Samsi Jacobalis, 2005, Pengantar Tentang PerkembanganIlmu Kedokteran, Etika Me<strong>di</strong>s, dan Bioetika, CVSagung Seto bekerjasama dengan Universitas Tarumanegara,Jakarta, hlm. 75-76,; John Adam RGN “Prescribing;The Ethical Dimension”, Nurse Prescriber, 1(7),2004, hlm. 1-3; Jeryl S. Cohen, Jeanne M. Erickson,“Ethical Dilemmas and Moral Distress in OncologyNursing Practice”, Clinical Journal of Oncology Nursing,Volume 10, Number 6/December 2006, hlm 775-780,;John W. Seymour, dan Lawrence Rubin, “Principles,principals, and process (P³): A model for play therapyethics problem solving”, International Journal of PlayTherapy, Vol 15(2), 2006, hlm. 101-123,; Vicki D.Lachman, “Practical Use of the Nursing Code of Ethics:Part I”, MEDSURG Nursing,January/February 2009,Vol.18/No. 1, hlm. 56-57.Oetama dan Fred Ameln, “Hukum Kedokteran dan BeberapaHak Pasien”, Journal Cermin Dunia KedokteranNo. 22, 1981, hlm. 36. Lihat pula J. Guwan<strong>di</strong>, 2007,Hukum Me<strong>di</strong>s, Jakarta: FKUI, hlm. 18,; Hargianti DiniIswandari, “Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktek Kedokteran:Suatu Tinjauan Berdasarkan Undang-UndangNo.9/2004 Tentang Praktek Kedokteran”, <strong>Jurnal</strong> ManajemenPelayanan Kesehatan, Vol. 09, No.02, Juni 2006,hlm 54.John R. Williams, Me<strong>di</strong>cal Etics Manual, Terjemahanoleh Tim Penerjemah PSKI FK UMY, e<strong>di</strong>tor Sagiran,2000, Pusat <strong>Stu<strong>di</strong></strong> Kedokteran Islam, UMY, hlm. 4,;Endang Kusuma Astuti, ”Hubungan Hukum AntaraDokter dan Pasien Dalam Upaya Pelayanan Me<strong>di</strong>s”,<strong>Jurnal</strong> Legality, 2010, hlm 2,; Ali Roatib dkk,menerima perawatan me<strong>di</strong>s, seorang pasien harusmembuka rahasia kepada dokter mengenaiinformasi yang mungkin tidak ingin <strong>di</strong>ketahuiorang lain. Mereka memiliki alasan yang kuatmempercayai dan mempercayakan <strong>di</strong>rinya padadokter, hal ini terja<strong>di</strong> karena dokter telah <strong>di</strong>nyatakansebagai seorang profesional. Kepercayaanini mengandalkan kompetensi dan kese<strong>di</strong>aandokter untuk mempedulikan pasien,sehingga seorang pasien harus bisa dengan perasaanlega dan aman serta tidak khawatir menaruhkepercayaan kepada dokternya, bahwarahasia yang <strong>di</strong>ceriterakan kepada dokter tidakakan <strong>di</strong>ungkapkan lebih lanjut olehnya. Dengandemikian ia bebas dan sejujurnya mau menceriterakansegala sesuatu yang <strong>di</strong>rasakan kepadadokter.Hak atas rahasia me<strong>di</strong>s adalah hak pasienyang merupakan hak pasien untuk memintabahwa rahasia yang <strong>di</strong>ceriterakan kepada dokternyatidak <strong>di</strong>ungkapkan lebih lanjut. Namunpasien juga bisa mengizinkan sang dokter untukmengungkapkan kepada pihak yang berkepentingan.Pasien pun bisa melepaskan haknya untukmemperoleh informasi sehingga memutuskanuntuk tidak <strong>di</strong>beritahukan apa yang <strong>di</strong>deritanya.Kasus-kasus tertentu, seorang dokteratau tenaga kesehatan bisa berada dalam keadaan<strong>di</strong>lema jika penyakit yang <strong>di</strong>derita pasienitu juga membahayakan masyarakat sekitarnyaseperti HIV/AIDS, sementara pasien tidak memberikanpersetujuan untuk <strong>di</strong>ungkapkan rahasianya.Kecuali sudah <strong>di</strong>wajibkan oleh undangundangatau peraturan yang lebih tinggi tingkatnya,maka dokter wajib melaporkan.Pasal 48 UU No. 29 Tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran dan Pasal 57 UU No. 36 Tahun2009 tentang Kesehatan mengundang <strong>di</strong>lema,<strong>di</strong> satu sisi dokter atau tenaga kesehatanharus menyimpan rahasia me<strong>di</strong>s pasien, <strong>di</strong>sisilain harus membuka rahasia pasien, sementaraprinsip yang <strong>di</strong>anut secara universal pada saatini dan <strong>di</strong>adopsi oleh Pemerintah Indonesia bah-“Hubungan Antara Karakteristik Perawat denganMotivasi Perawat Pelaksana dalam MenerapkanKomunikasi Terapeutik Pada Fase Kerja Di <strong>Rumah</strong> <strong>Sakit</strong>Islam Sultan Agung Semarang”, Nurse Me<strong>di</strong>a Journal ofNursing, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2007,hlm 2,;


Perspektif Yuri<strong>di</strong>s Tanggung Jawab Dokter Terhadap Rahasia Me<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS …413wa pemeriksaan HIV/AIDS pada setiap orang denganazas sukarela dan rahasia (KeputusanMenteri Koor<strong>di</strong>nator Bidang Kesejahtaraan RakyatNo. 9//KEP/MENKO/KESRA/VI/1994 tentangStrategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS <strong>di</strong>Indonesia), artinya tidak dapat <strong>di</strong>wajibkan karenabertentangan dengan HAM sehingga perluada informed consentnya terlebih dahulu baikpemeriksaannya maupun membuka untuk <strong>di</strong>beritahukankepada orang lain. 4Menurut Jonathan Mann, AIDS meliputi tigamacam epidemi. 5 Pertama, penyebaran HIV(Human Immunodeficiency Virus) yang penularannyaterja<strong>di</strong> melalui hubungan seksual (homodan heteroseksual), dari Ibu ke bayi dan melaluidarah yang tercemar (transfusi, produk darah,pemakaian jarum suntik, dan sebagainya).Epidemi ini berlangsung secara <strong>di</strong>am-<strong>di</strong>am danmungkin sekali telah <strong>di</strong>mulai tahun 1950-an.Darah tertua yang tercemar HIV berasal dariZaire dalam tahun 1959. Jumlah orang yangterinfeksi kini telah mencapai sepuluh jutaorang. Kedua, berjangkitnya AIDS yang mulai<strong>di</strong>kenal sejak tahun 1981 dan kini sudah mencapailebih dari setengah juta penderita. Ketiga,epidemi yang bersifat sosial, yakni stigmatisasi,prasangka dan <strong>di</strong>skriminasi yang timbulakibat AIDS. Epidemi yang ketiga ini menimbulkanberbagai <strong>di</strong>lema dalam masyarakat yangmempersulit penanggulangan AIDS secara rasional.Langkah-langkah klasik yang umum <strong>di</strong>ambiluntuk menanggulangi penyakit menularhanya penemuan penderita, pelaporan danpencatatan penderita dan isolasi serta pengobatanpenderita untuk menaggulangi AIDS. Sifatpelaporan dengan tetap merahasiakan identitaspenderita. Maka dalam melakukan pemeriksaanHIV pada suatu populasi (orang-orangdengan gejala dan tanda konsisten dengan in-45Margarita M. Maramis, 2007, Konseling dan Tes SukarelaUntuk Penderita HIV & AIDS dalam Nasronu<strong>di</strong>n & MargaritaM. Maramis (e<strong>di</strong>tor), Konseling, Dukungan, Perawatan& Pengobatan ODHA, Airlangga University Press,Surabaya, hlm. 7; Hargianti Dini Iswandari, op.cit, hlm55.Suria<strong>di</strong> Gunawan, “Perkembangan Masalah AIDS”, JournalCermin Dunia Kedokteran, No. 75, 1992, Jakarta,hlm. 1. Lihat pula Steinbrook, M.D., “The AIDSEpidemic in 2004”, The New England Journal ofMe<strong>di</strong>cine.feksi HIV) baik melalui pemeriksaan dan konselingHIV (Voluntary Counselling and Testing/VCT), pemeriksaan HIV <strong>di</strong>agnostik, <strong>di</strong>in<strong>di</strong>kasikanpada pasien dengan tanda dan gejala yangsejalan dengan penyakit-penyakit yang terkaitHIV/AIDS, termasuk pemeriksaan terhadap tuberkulosissebagai pemeriksaaan rutin, pemeriksaanHIV dengan inisiatif dari tenaga kesehatan(Provider-Initiated Testing and Counselling/PITC)harus ada informed consentnya. Kecualipemeriksaan HIV wajib yang <strong>di</strong>butuhkansebelum <strong>di</strong>lakukannya prosedur-prosedur yangberkaitan dengan pemindahan cairan atau jaringantubuh, jika hasilnya positif terkena HIVmaka identitas pemberi donor tetap harus <strong>di</strong>rahasiakan.6Instruksi Menteri Kesehatan No. 72/Men-Kes/Inst/1988 tentang Kewajiban MelaporkanPenderita Dengan Gejala AIDS. Ketentuan tersebuthanya <strong>di</strong>tujukan kepada petugas kesehatandan sarana pelayanan kesehatan saja. Tindakanyang <strong>di</strong>ambil pada saat <strong>di</strong>temuinya seseorangdengan gejala AIDS hanyalah pelaporankepada Dirjen P2MPLP (Pemberantasan PenyakitMenular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman)saja dengan memperhatikan kerahasiaanpriba<strong>di</strong> pasien sementara lingkungan tidak<strong>di</strong>beritahu kalau ada pasien penderita HIV/AIDSdengan alasan HAM dan kemungkinan besar bisamenular berarti akan menimbulkan masalahHAM <strong>di</strong> masyarakat.Menurut Direktur Pengendalian PenyakitMenular Langsung Dirjen P2MPLP KementrianKesehatan estimasi ODHA (orang dengan HIV/AIDS) <strong>di</strong> Indonesia pada 2009 mencapai 186.000orang <strong>di</strong>mana urutan pertama DKI 42.880 orang<strong>di</strong>susul Jatim 27.063 orang, Papua 23.439orang, Jabar 23.423 orang dan Jateng 10.816orang <strong>di</strong> urutan ke lima. 7 Dari sebagian penderitaHIV/AIDS yang berada <strong>di</strong> Jateng yang bertempattinggal <strong>di</strong> <strong>Banyumas</strong> ada yang berobatke VCT <strong>Rumah</strong> <strong>Sakit</strong> <strong>Umum</strong> <strong>Daerah</strong> <strong>Banyumas</strong>67Dirjen Bina Pelayanan Me<strong>di</strong>s Kementrian KesehatanRepublik Indonesia, 2010, Skrining HIV <strong>di</strong> <strong>Rumah</strong> <strong>Sakit</strong>Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran HIV (Hasil KajianTahun 2009), hlm. 23-29.HM. Subuh, 2010, Achieve Universal To HIV Prevention,Treat ment, Care and Support, Disampaikan padaPertemuan Ilmiah Tahunan (PIT 1) MHKI, Jakarta, 21Nopember 2010.


414 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> HukumVol. 11 No. 3 September 2011sejumlah 180 orang.Ter<strong>di</strong>ri dari 109 orang lakilakidengan <strong>di</strong>stribusi usia 1-14 tahun ada tigaorang, usia 20-24 tahun ada 13 orang, usia 25-49 tahun ada 87 orang dan 50 tahun keatas ada6 orang. Sedangkan perempuan ter<strong>di</strong>ri dari 71orang dengan <strong>di</strong>s-tribusi usia 1-14 tahun ada 2orang, usia 15-19 tahun ada 4 orang, usia 20-24tahun ada 17 orang, usia 25-49 tahun ada 46orang dan usia 50 tahun ke atas ada 2 orang.Mereka ter-tular melalui transmisi (InjectionDrug User/IDU) 22 orang, heteroseks 133 orang,homoseks 7 orang, WPS (wanita pekerja seks) 4orang, perinatal 6 orang dan lain-lain 9 orang.Mereka ada yang bekerja sebagai TKI/TKW 1orang, pelajar/mahasiswa 7 orang, swasta 51orang, wiraswasta 21 orang, WTS 10 orang, buruh14 orang ibu rumah tangga 17 orang, lainlain4 orang dan yang tidak bekerja 55 orang. 8Status dan keberadaan pasien HIV/AIDSyang <strong>di</strong>rahasiakan dan lingkungan tidak <strong>di</strong>beritahumenimbulkan <strong>di</strong>lema dalam menghadapipasien HIV/ AIDS baik pasien itu sen<strong>di</strong>ri maupundokter yang merawat. Apabila penderita memberitahukankepada orang lain terutama kepadapasangannya, maka orang tersebut kemungkinanakan <strong>di</strong>cap sebagai orang yang tidak bermoraldan akan memperoleh hukuman sosial.Apabila penderita tidak memberitahukan kepadaorang lain, terutama kepada pasangan hubunganseks, maka berarti ia ikut menyebarkanpenyakit tersebut kepada orang lain. Apabiladokter memberitahukan kepada orang lain berartimelanggar hak pasien dan juga melanggarkode etik. Sebab dokter wajib menyimpan rahasiapasien termasuk penyakitnya. Apabiladokter tidak memberitahukan penyakit penderitakepada orang lain, terutama kepada keluargapenderita, maka berarti melanggar hakorang lain untuk <strong>di</strong>lindungi dari tertularnya penyakitdari orang lain. Dengan <strong>di</strong>beritahukan,maka mata rantai penyebaran akan bisa <strong>di</strong>putuskansehingga tidak menambah jumlahpenderita HIV/AIDS. Namun karena masalah inimenyangkut rahasia me<strong>di</strong>s, maka tanpa izin pasien,dokter tidak bisa berbuat apa-apa.8Klinik VCT RSUD <strong>Banyumas</strong> (Data bulan Januari Tahun2011).PermasalahanAda dua permasalahan yang akan <strong>di</strong>bahasdalam artikel ini. Pertama, mengenai perspektifyuri<strong>di</strong>s tanggung jawab dokter dalam membukarahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS; dan kedua,mengenai implementasi hukum terhadapkerahasiaan me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS dalam pelayanankesehatan <strong>di</strong> <strong>Rumah</strong> <strong>Sakit</strong> <strong>Umum</strong> <strong>Daerah</strong><strong>Banyumas</strong>.Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatifdan kualitatif dengan pendekatan yuri<strong>di</strong>ssosiologis. Subjek penelitian ini adalah 30 (tigapuluh) dokter yang <strong>di</strong>pilih dengan metode pengambilansampel simple random sampling. Lokasipenelitian <strong>di</strong> RSUD <strong>Banyumas</strong>. Data yang<strong>di</strong>perlukan dalam penelitian ini adalah dataprimer dan data sekunder. Pengumpulan dataprimer <strong>di</strong>lakukan melalui angket dan wawancara,sedangkan data sekunder <strong>di</strong>kumpulkan melaluimetode stu<strong>di</strong> kepustakaan. Data <strong>di</strong>analisisdengan menggunakan metode kuantitatif dankualitatif. Analisis kuantitaif dengan modelanalisis statistik sederhana, sedangkan analisiskualitatif dengan model content analysis.Hasil Penelitian dan PembahasanAIDS atau Aqquiired Immune DeficiencySyndrome adalah suatu sindrom (kumpulan gejala)yang menyebabkan turunnya/hilangnyasistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalahtahap akhir dari infeksi virus HIV ketika sistemkekebalan tubuh sangat rusak, sehingga tidakdapat melawan infeksi ringan sekalipun dan padaakhirnya menyebabkan kematian. AIDS <strong>di</strong>sebabkanoleh HIV 9 (Human ImmunodefeciencyVirus), yaitu virus yang dapat merusak system9 . Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI.,2008, Pemberdayaan Perempuan dalam PencegahanPenyebaran HIV-AIDS, Jakarta, hlm. 17. Lihat pula Nasronu<strong>di</strong>ndan Margarita M. Maramis, op.cit, hlm. 192,;Ade Kusmia<strong>di</strong>, Pengintegrasian pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan pencegahanHIB AIDS dalam satuan program pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan nonformaldan informal, <strong>Jurnal</strong> Ilmiah VISI PTK-PNF, Vol.3 No.2,2008, hlm 150. Lihat pula Farah Nurbani, “DukunganSosial Pada ODHA”, <strong>Jurnal</strong> Yayasan Spiritia UniversitasGunadarma, 2006,hlm. 36,; Ade Kusmia<strong>di</strong>, “Pengintegrasianpen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan pencegahan HIB AIDS dalam satuanprogram pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan nonformal dan informal”, <strong>Jurnal</strong>Ilmiah VISI PTK-PNF, Vol.3 No.2, 2008, hlm 150.


Perspektif Yuri<strong>di</strong>s Tanggung Jawab Dokter Terhadap Rahasia Me<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS …415kekebalan tubuh manusia. HIV <strong>di</strong>temukan padacairan-cairan tubuh terutama semen, cairanvagina dan darah. HIV hanya dapat berkembangbiak pada sel hidup. Penularan penyakit HIVmelalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandungsel terinfeksi atau partikel virus. HIV<strong>di</strong>tularkan melalui 10 hubungan seksual denganpenderita, <strong>di</strong>mana selaput len<strong>di</strong>r mulut vaginaatau rektrum berhubungan langsung dengancairan tubuh yang terkontaminasi; suntikanatau infus darah yang terkontaminasi, sepertiyang terja<strong>di</strong> pada transfusi darah, pemakaianjarum bersama-sama atau tidak sengajatergores oleh jarum yang terkontaminasi virusHIV; pemindahan virus dari ibu yang terinfeksikepada anaknya sebelum atau selama proseskelahiran atau melalui ASI.Cara-cara pencegahan penyebaran HIV/AIDS antara lain: 11 untuk orang sehat adalahabstinens (tidak melakukan hubungan seksual)dan seks aman (terlindung); untuk penderitaHIV positif antara lain abstinens, seks aman,tidak mendonorkan darah atau organ, mencegahkehamilan, dan memberitahu mitra seksualnyasebelum dan sesudah <strong>di</strong>ketahui terinfeksi;untuk penyalahguna obat-obatan adalahmenghentikan penggunaan suntikan bekas ataubersama-sama dan mengikuti program rehabilitasi;untuk professional kesehatan adalah menggunakansarung tangan lateks pada setiapkontak dengan cairan tubuh dan menggunakanjarum sekali pakai.Berdasarkan penelitian mengenai perspektifyuri<strong>di</strong>s tanggung jawab dokter dalammembuka rahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS <strong>di</strong>RSUD <strong>Banyumas</strong> <strong>di</strong>peroleh suatu gambaran dariresponden yang berjumlah 30 orang menunjukkanjawaban sangat setuju sebanyak 24 orang(80%), menunjukkan jawaban setuju sebanyak6 orang (20%), sedangkan jawaban kurang setuju,tidak setuju dan sangat tidak setuju tidakada. Dari hasil wawancara <strong>di</strong>peroleh gambaran1011Sarjaini Jamal, “Pengetahuan Masyarakat Tentang HIV/AIDS”, <strong>Jurnal</strong> Kedokteran YARSI, 13 (2) 2005, hlm. 218 –226 .Ratna Mah<strong>di</strong>ana, Ibid, hlm. 207-208. Lihat pulaDir.Jen. P2MPLP, 1997, AIDS Petunjuk Untuk PetugasKesehatan, Dep.Kes.R.I. Jakarta, hlm. 120. SeokidjoNotoatmodjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, RinekaCipta, Jakarta, hlm. 130-131.bahwa perspektif yuri<strong>di</strong>s tanggung jawab dokterdalam membuka rahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS <strong>di</strong> RSUD <strong>Banyumas</strong> menunjukkan sesuaidengan undang-undang yang berlaku. Dengandemikian dapat <strong>di</strong>katakan bahwa secara umumgambaran tentang perspektif yuri<strong>di</strong>s dokterdalam membuka rahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDSadalah sangat setuju dan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku. Berartidokter sebagai pemegang peran memiliki perspektifyuri<strong>di</strong>s dalam membuka rahasia me<strong>di</strong>spasien HIV/AIDS memahami hak pasien yangsekaligus merupakan kewajiban dokter.Cara pandang atau pola pikir dokter tentangpasien HIV/AIDS memiliki hak atas rahasiame<strong>di</strong>s. Dari hasil wawancara <strong>di</strong>peroleh informasi:“... kami terbiasa mendapatkan sosialisasiperaturan yang berkaitan dengantugas kami, sehigga kami memberikan pelayanansecara profesional sesuai regulasiyang berlaku dan tidak akan membedakanpasien HIV/AIDS atau bukan, hasiltest HIV/AIDS selalu kami jaga dan tidak<strong>di</strong>bocorkan kecuali kepada pasien yangbersangkutan, apabila kami membuka harusizin pasien, kami tidak berani membukarahasia me<strong>di</strong>s tanpa seizin pasien.Kami harus menjaga privacy dan kerahasiaanpenyakit yang <strong>di</strong>derita pasientermasuk data me<strong>di</strong>snya.”Dokter sebagai pemegang peran dalampelayanan kesehatan wajib merahasiakan segalasesuatu yang <strong>di</strong>lihat, <strong>di</strong>dengar, <strong>di</strong>mengertiatau <strong>di</strong>jabarkannya mengenai pasiennya (Pasal51 huruf e). Hak atas rahasia pada hakekatnyamilik pasien. Dokter harus menghormati privacypasien. Isi rekam me<strong>di</strong>s hakekat <strong>di</strong> dalamnyaterdapat rahasia me<strong>di</strong>s adalah hak pasien(Pasal 52 huruf e UU No. 29 Tahun 2004). Doktertidak memiliki hak atas rahasia me<strong>di</strong>s melainkanmem-punyai kewajiban, yakni untukber<strong>di</strong>am <strong>di</strong>ri bila ia <strong>di</strong>panggil selaku saksi <strong>di</strong>penga<strong>di</strong>lan. Di depan hakim ia mempunyai hakuntuk ber<strong>di</strong>am <strong>di</strong>ri mengenai apa yang ia harusrahasiakan. Hal ini yang <strong>di</strong>sebut hak mengundurkan<strong>di</strong>ri.Menurut Talcot Parsons sebagai-


416 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> HukumVol. 11 No. 3 September 2011mana <strong>di</strong>kutip oleh Agus Setiaman 12 perspektifstruktural fungsional memiliki ciri pokok yaknigagasan tentang kebutuhan masyarakat (societalneeds). Masyarakat sangat serupa denganorganisme biologis, karena mempunyai kebutuhan-kebutuhandasar yang harus <strong>di</strong>penuhiagar masyarakat dapat melangsungkan keberadaannyaatau setidaknya berfungsi denganbaik. Ciri dasar kehidupan sosial struktur sosialmuncul untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanmasyarakat dan me-respon terhadap permintaanmasyarakat sebagai sistem sosial. Asumsinyaadalah ciri-ciri sosial yang ada memberi kontribusiyang penting dalam mempertahankan hidupdan kesejahteraan seluruh masyarakat atausubsistem utama dari masyarakat tersebut. Masyarakatmempunyai kelembagaan yang salingterkait dan tergantung satu sama lain. Setiaplembaga dalam masyarakat melaksanakan tugastertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan masyarakattersebut. Konsep keseimbangan terhadappermintaan masyarakat untuk terjagadari tertularnya HIV/AIDS, sehingga memintadokter untuk memberitahu lingkungan dengancara membuka rahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDSdan penderita HIV/AIDS harus <strong>di</strong>jaga kerahasiannyaagar tidak <strong>di</strong>beritahukan ke lingkunganadalah menimbulkan keadaan “cognitive <strong>di</strong>ssonance”.Hasil wawancara lain menyebutkan bahwa“... kami bingung harus menjaga rahasiame<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS sementara kamiharus membuka baik karena permintaanpenegak hukum atau atas perintah undang-undang.Namun akhirnya kami mengambilkeputusan untuk mengundurkan<strong>di</strong>ri jika menja<strong>di</strong> saksi, kami lebih baikmenjaga kepercayaan yang <strong>di</strong>berikanoleh pasien kepada kami. Persetujuanpasien sebagai dasar kami bertindak.”Menurut teori <strong>di</strong>sonansi kognitif Festingersebagaimana <strong>di</strong>kutip oleh Mar’at 13 bahwa unsurkognitif adalah setiap pandangan/perspektif,pengetahuan, opini atau kepercayaan mengenai<strong>di</strong>ri sen<strong>di</strong>ri atau mengenai perilakunya. Sedangkan<strong>di</strong>sonansi menggambarkan inkonsistensiantara dua atau lebih unsur kognitif. Hubunganantara unsur kognitif dapat berupa hubunganrelevan atau berupa hubungan tidak relevan.Ketika manusia bergerak maju dari berpikirmengenai bersikap dengan suatu cara tertentu,membentuk intensi perilaku, menetapkantujuan perilaku dan menindaklanjuti secaraaktual perilaku tersebut. Awalnya manusia belajardengan mengamati perilaku orang lain,pemandangan belajar itu <strong>di</strong>representasikan kedalam pikiran, dan kemu<strong>di</strong>an, akhirnya <strong>di</strong>wujudkandalam perilaku yang sama. Representasikognitif adalah jembatan mutlak antara observasiyang <strong>di</strong>lakukan in<strong>di</strong>vidu dengan tindakantindakanmereka. Sikap seseorang konsistendan orang itu berbuat sesuatu sesuai denganpandangan/perspektif dan sikapnya. Oleh karenaitu seseorang cenderung untuk tidak akanmengambil pandangan/perspektif dan sikapyang bertentangan satu sama lain dan cenderunguntuk menghindari tindakan yang tidaksesuai dengan pandangan/perspektif dan sikapnya.Disonansi kognitif terja<strong>di</strong> ketidaksesuaian<strong>di</strong> antara pandangan/perspektif dan sikap denganperbuatan atau kenyataan.Ketidakseimbangan yang menyebabkan<strong>di</strong>sonansi kognisi yakni adanya dua elemen kognisiyang saling tidak sesuai yang <strong>di</strong>miliki dokterbahwa dokter harus menjaga rahasia me<strong>di</strong>sdalam rangka melindungi pasien HIV/AIDS dansekaligus harus membuka rahasia me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS untuk melindungi masyarakat dari tertularnyaHIV/AIDS se-bagaimana <strong>di</strong>atur Pasal 48UU No. 29 Tahun 2004 jo. Pasal 57 UU No. 36Tahun 2009. Agar dokter seimbang lagi kognisiperspektif yuri<strong>di</strong>s tanggung jawabnya maka12Agus Setiaman, perspektif sosiologis, http://wordpresscom/2008/11/25/ <strong>di</strong>akses tanggal 29 Desember 2010,;Bintang Hanggoro Putra, Fungsi dan Makna KesenianBarongsai Bagi Masyarakat Etnis Cina Semarang,Harmonia,Volume 9. No.1 (2009), hlm 26,; EmaKhotimah, “Analisis Kritis Teori Pembangunan dan KedudukanPerempuan dalam Perspektif Ekofeminisme”,<strong>Jurnal</strong> Kajian Gender, Vol 1, No 1 (2010) ,hlm 4613Mar’at, 1981, Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya,Bandung: Ghalia Indonesia, hlm.45; Edwin Japarianto,“Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif KonsumenPemilik Mobil Toyota Avanza”, <strong>Jurnal</strong> ManajemenPemasaran, Vol. 1, No. 2, Oktober 2006, hlm 83,; HendraPoerwanto, “Mengevaluasi Kualitas Layanan Jasadengan Menggunakan Model 4D”, <strong>Jurnal</strong> Manajemen &Kewirausahaan Vol. 2, No. 2, September 2000, hlm 61.


Perspektif Yuri<strong>di</strong>s Tanggung Jawab Dokter Terhadap Rahasia Me<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS …417dokter dapat mengundurkan <strong>di</strong>ri apabila menja<strong>di</strong>saksi sehingga dokter tidak membuka rahasiame<strong>di</strong>s yang harus ia jaga sementara sangdokter tidak bersalah sesuai hukum yang adasebagaimana <strong>di</strong>atur dalam Pasal 170 KUHAP.Hak ingkar yang <strong>di</strong>miliki dokter pada hakekatnyamerupakan penegasan kewajiban menyimpanrahasia me<strong>di</strong>s yang harus <strong>di</strong>jaga. Pengaturankewajiban menyimpan rahasia bertujuan bukanhanya melindungi kerahasiaan orang seorangsecara priba<strong>di</strong> akan tetapi juga menjagakepentingan umum dan berlangsungnya profesikepercayaan tersebut. Sekalipun pasien dalammemberikan persetujuannya tanpa banyak pertimbanganbukan berarti bahwa yang wajib menyimpanrahasia seenaknya saja dapat meneruskannyakepada pihak lain. Di sini betul-betulyang punya kerahasiaan itu dan oleh karena itudapat juga melepaskan haknya, akan tetapi pasiensama sekali tidak mempunyai kewenanganperihal kewajiban menyimpan rahasia. Sebaliknyakewenangan ini justru ada pada dokter selakupenyandang profesi. Hanya dokter yangdapat menentukan sejauh mana persetujuanpasien dapat <strong>di</strong>manfaatkan.Berkaitan dengan rekam me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS, <strong>di</strong>peroleh informasi dari informansebagai berikut:“... kami selalu mencatat hal-hal yangberkaitan dengan pasien HIV/AIDS, baikhal ikhwal gejala-gejala sakit dan penyakitnyayang <strong>di</strong>rasakannya serta tindakanyang perlu kami ambil. Kami membuatrekam me<strong>di</strong>s secara lengkap dan jelasserta berkesinambungan. Rekam me<strong>di</strong>sharus kami isi catatan dan dokumen mengenaiidentitas pasien, pemeriksaan,pengobatan, tindakan dan pelayanan lainyang telah <strong>di</strong>berikan kepada pasien. Rekamme<strong>di</strong>s milik sarana pelayanan kesehatansedangkan isinya milik pasien.”Pemikiran dokter tentang hak pasien HIV/AIDS atas informasi adalah hak untuk mendapatinformasi mengenai penyakitnya dan tentangaturan-aturan yang berlaku <strong>di</strong> rumah sakittempat ia berobat, dan nama dan keahlian dokterlain yang dapat mengobatinya. Seorang pasienjuga mempunyai hak atas jawaban terhadappertanyaan yang ia ajukan kepada dokter.Hanya informasi tertentu yang dapat <strong>di</strong>rahasiakandokter hal itu demi kepentingan pasien.Dapat juga terja<strong>di</strong> dokter tidak memberikanketerangan atau merahasiakan tentang penyakitpasien karena ia tidak pasti <strong>di</strong>agnosisnya. Disamping pasien mempunyai hak atas informasibaik yang <strong>di</strong>minta maupun yang tidak, jugamempunyai hak untuk mendapat keteranganyang benar. Dengan demikian dokter sebagaipemegang peran dalam pelayanan kesehatantidak saja harus memberikan informasi ataspertanyaan pasien, ia juga harus memberikanketerangan yang benar. Apabila dokter tidakmemberikan keterangan yang benar maka iawajib memper-tanggungjawab kannya. Dalamhubungan ini yang menja<strong>di</strong> pertimbangan bahwaseorang dokter tidak wajib memberikan informasiyang benar ataupun sama sekali tidakmemberikan atau merahasiakan informasi, jikahal itu <strong>di</strong>dasarkan atas suatu terapi atau jikahal itu akan merugikan pasien.Berkaitan dengan pemikiran dokter tentangpasien HIV/ AIDS mempunyai kebebasandan otonomi untuk menentukan kehendaknyasebagai dasar hak pasien dalam pelayanan kesehatan,dari hasil wawancara <strong>di</strong>perolehinformasi sebagai berikut:“... kami membebaskan pasien HIV/AIDSuntuk berhubungan dengan keluarga maupun untuk beribadah. Kami membebaskanpasien untuk minta pendapat dokterlain <strong>di</strong> rumah sakit ini. Kami memahamibahwa pasien HIV/AIDS mempunyai hakuntuk menolak pengobatan sehingga kamisebelum mengobati minta persetujuanpasien terlebih dahulu. Sebelum test <strong>di</strong>lakukankami terlebih dahulu minta persetujuanpasien. Hasil test selalu kami jagadan tidak <strong>di</strong>bocorkan kecuali kepada pasienyang bersangkutan, apabila kamimembuka harus izin pasien. Kami tidakberani membuka rahasia me<strong>di</strong>s tanpaseizin pasien.”Dokter sebagai pemegang peran dalampelayanan kesehatan wajib menghormati kebebasanpasien HIV/AIDS untuk menentukan kehendak.Persetujuan yang <strong>di</strong>berikan oleh pasienmerupakan titik tolak untuk membicarakan keterangan-keteranganyang merupakan rahasiame<strong>di</strong>s dengan pihak lain semata-mata <strong>di</strong>laku-


418 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> HukumVol. 11 No. 3 September 2011kannya karena bermanfaat bagi <strong>di</strong>ri pasien. 14Kepentingan pasien tersebut harus <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kanpedoman kerja bagi dokter dalam pembahasanpembahasan,akan tetapi hanya menyangkuthal-hal yang sungguh-sungguh perlu untuk <strong>di</strong>ungkapkan dan tentunya hanya kepada merekayang berkepentingan dalam bidang pelayanankesehatan termasuk konsultasi dan penunjangpelayanan.Pasien harus dengan rasa bebas dapatmengemukakan hal ikhwal gejala-gejala sakitdan penyakitnya yang <strong>di</strong>rasakannya dengan jelasdan dalam bahasa yang dapat <strong>di</strong>mengertidemi kepentingan pasien sen<strong>di</strong>ri. Sebaliknyadokter setelah mencerna informasi riil tersebut,dokter wajib menyampaikan kepada pasienpendapatnya. Dokter harus pula mengiinformasikanpasien mengenai rencana pengobatandan perawatan,berapa lama pengobatan danperawatan itu akan ber-langsung dan efek-efekyang perlu <strong>di</strong>antisipasi, seperti ketidaknyamananyang akan <strong>di</strong>alami, dan sebagainya yang merupakanhak pasien (Pasal 52 huruf (a) UU No.29 Tahun 2004). Informasi yang telah <strong>di</strong>terimaoleh kedua belah pihak - pasien atau dokter –selanjutnya <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan dasar keputusan yang dapat<strong>di</strong>pertanggungjawabkan dan <strong>di</strong>tuangkan dalambentuk informed consent. Maka ketika dokterakan mengambil tindakan me<strong>di</strong>s yang berisikotinggi memerlukan persetujuan tertulis dan<strong>di</strong>tandatangi oleh yang berhak memberikanpersetujuan (Pasal 3 ayat 1 Permenkes 585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Me<strong>di</strong>s).Implementasi Hukum terhadap KerahasiaanMe<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS dalam Pelayanan Kesehatan<strong>di</strong> RSUD <strong>Banyumas</strong> <strong>di</strong>peroleh suatugambaran dari responden yang berjumlah 30orang menunjukkan jawaban sebanyak 24 orang(80%) sangat baik, menunjukkan jawaban baikse-banyak 6 orang (20%), sedangkan cukup baik,tidak baik dan sangat tidak baik tidak ada. Darihasil wawancara <strong>di</strong>peroleh gambaran bahwaimplementasi hukum terhadap kerahasiaan me<strong>di</strong>spasien HIV/AIDS <strong>di</strong> RSUD <strong>Banyumas</strong> menunjukkansesuai dengan undang-undang yang berlaku.Hal ini dapat <strong>di</strong>lihat dari informasi yangberkaitan pelayanan kesehatan yang <strong>di</strong>berikandengan selalu adanya persetujuan tindakan me<strong>di</strong>s,rekam me<strong>di</strong>s dan rahasia me<strong>di</strong>s serta sanksibagi dokter yang tidak sesuai dengan peraturanyang berlaku. Dengan demikian dapat <strong>di</strong>katakanbahwa secara umum gambaran tentang implementasihukum terhadap kerahasiaan me<strong>di</strong>spasien HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan <strong>di</strong>RSUD <strong>Banyumas</strong> dapat <strong>di</strong>katakan sangat baikdan sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.Setiap anggota masyarakat sebagai pemegangperan <strong>di</strong>tentukan tingkah lakunya oleh polaperanan yang <strong>di</strong>harapkan daripadanya baikoleh norma-norma hukum maupun oleh kekuatan-kekuatan<strong>di</strong> luar hukum. 15 Demikian jugadokter sebagai pemegang peran, memiliki kewajibanuntuk menjaga rahasia me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS merupakan aturan yang <strong>di</strong>-buat dan<strong>di</strong>terapkan oleh pemerintah kepada dokter, sehinggatidak ada alasan apriori mengapa hukumtidak dapat beradaptasi dengan segera terhadapperubahan-perubahan lingkungannya. Sedangkanperanan dari kekuatan sosial, yang tidakhanya berpengalaman terhadap dokter sebagaisasaran yang <strong>di</strong>atur oleh hukum, melainkanterhadap lembaga-lembaga hukum, dalamkekuatan sosial ini termasuk kompleks suatutatanan lainnya. Hasil akhir dari implementasihukum terhadap kerahasiaan me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS tidak hanya <strong>di</strong>monopoli oleh hukum. Artinya,tingkah laku dokter tidak hanya <strong>di</strong>tentukanoleh hukum, melainkan <strong>di</strong>tentukan oleh kekuatansosial lainnya, seperti perspektif yuri<strong>di</strong>stanggung jawab dokter, kepentingan lingkungandan lain sebagainya.Menurut azas menghormati otonomi pasien(Principles of Primacy of Patiens’s Autono-14Freddy Tengker, 2007, Hak Pasien, Bandung: MandarMaju, hlm. 53; Setiati Wi<strong>di</strong>hastuti, ”Kajian PerlindunganHak Pasien Sebagai Pencegahan MalpraktekMe<strong>di</strong>k”, <strong>Jurnal</strong> Penelitian Humaniora, Volume. 13, No.2, Oktober 2008, hlm 60; Harvensica Gunnara, “Perlindunganhak pasien <strong>di</strong> RS Kanker Dharmais Jakarta”,<strong>Jurnal</strong> Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 02, No. 03,2007, hlm 137,;15A<strong>di</strong> Sulistyono et. all., “Hukum dan Kebijakan Kemiskinan”,<strong>Jurnal</strong> Jurisprudence, Volume 2. No. 1 Maret2005, hlm. 8; Khudzaifah Dimyati, “Hukum dan KebijakanKemiskinan: <strong>Stu<strong>di</strong></strong> Tentang Produk Legislatif <strong>Daerah</strong>Sebagai Sarana Penanggulangan Kemiskinan”, <strong>Jurnal</strong>Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 1, Maret 2006, hlm 7.


Perspektif Yuri<strong>di</strong>s Tanggung Jawab Dokter Terhadap Rahasia Me<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS …419my). 16 Bahwa pasien adalah bebas untuk menentukannasibnya sen<strong>di</strong>ri (self determination),dalam arti <strong>di</strong>a oleh hukum <strong>di</strong>anggap memilikikapasitas untuk menentukan pilihannya sen<strong>di</strong>risecara rasional, karena itu dokter wajib menghormatikehendak pasiennya. Tentu saja prinsipini hanya berlaku jika pasien tersebut dalamkeadaan normal dan mempunyai kapasitas sebagaisubyek hukum yang cakap berbuat. Keinginanpasien harus <strong>di</strong>hormati oleh doktermeskipun mungkin pendapat pasien nyata-nyatasalah, tentu dengan kewajiban dokter menjelaskanapa yang benar menurut pengetahuan,profesionalisme, dan keyakinan dari dokter tersebut.Dokter harus jujur terhadap pasiennya,memberdayakan pasien untuk membuat keputusanberdasarkan informasi tentang rencanaperawatan dan pengobatannya. Keputusan pasiententang perawatannya merupakan hal yangpaling utama, selama kepatutan tersebut tidakmelanggar etik dan tidak mengarah pada permintaanyang tidak semestinya. Pada akhirnyapendapat pasien yang harus <strong>di</strong>turuti, sejauh tidakbertentangan dengan ketertiban umum. Jikapasien tidak mengijinkan sang dokter untukmengetahui lebih jauh tentang status posisitifHIV pasien melalui test maka dokter tidak bisamemaksa. Sekalipun kehendak pasien <strong>di</strong>dasariatas alasan yang nyata-nyata salah dan bahkanmungkin dapat menyebab kan kematianpasiennya.Menurut azas konfidensialitas, 17 kewajibandokter untuk menjaga rahasia me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS bukan hanya sekedar <strong>di</strong>dasarkan padasumpah saja untuk merahasiakan penyakit pasiensehingga merupakan kewajiban moral danuntuk mematuhinya sangat tergantung padapriba<strong>di</strong> masing-masing dokter. Tidak adanyasanksi yang bersifat memaksa yang dapat <strong>di</strong>terapkanbagi dokter yang melanggarnya selainsanksi pengucilan oleh masyarakat kedokteran.Timbul pemikiran untuk menja<strong>di</strong>kan kewajiban1617Munir Fuady, 2005, Sumpah Hippocrates (Aspek HukumMalpraktik Dokter), Bandung: PT. Citra A<strong>di</strong>tya, hlm. 6,;Endang Kusuma Astuti, op.cit, hlm 3, Hargianti DiniIswandari, op.cit, hlm 54.Sunny Ummul Firdaus, 2008, Rekam Me<strong>di</strong>k Dalam SorotanHukum dan Etika, Surakarta: Sebelas Maret UniversityPress,hlm. 45.menyimpan rahasia kedokteran tidak hanya sekedarkewajiban moral tetapi juga kewajibanhukum. Maka masalah konfidensialitas perlu <strong>di</strong>kuatkandengan peraturan perundang-undangandan menja<strong>di</strong> kewajiban hukum sehingga adasanksi yang bersifat paksaan dan dapat <strong>di</strong>terapkanterhadap dokter yang melanggar normatersebut, karena sanksi hukum merupakan suatucara penerapan norma atau peraturan. 18 Ja<strong>di</strong>sanksi hukum sebagai sanksi-sanksi yang <strong>di</strong>gariskanatau <strong>di</strong>otorisasi oleh hukum. Setiap peraturanhukum mengandung statemen konsekuensi-konsekuensihukum yang berupa sanksi agardapat <strong>di</strong>bedakan antara yang patuh denganyang melanggar peraturan hukum.Perlu <strong>di</strong>sadari bahwa terwujudnya kesehatanyang baik hanya dapat <strong>di</strong>capai jika tiaporang dengan perasaan bebas dapat pergi kedokter dan menceriterakan dengan hati terbukasegala keluhannya. Semuanya ini <strong>di</strong>mungkinkanjika setiap orang yang menaruh kepercayaankepada dokter bahwa penyakitnya tidakakan <strong>di</strong>ungkapkan kepada orang lain. Jika kepercayaantidak ada mustahil orang menja<strong>di</strong>segan berobat sehingga penyakit yang ada <strong>di</strong>masyarakat tidak dapat <strong>di</strong>ketahui dan <strong>di</strong>kontrol.Pemikiran yang berorientasi pada azasotonomi dan azas konfidensialitas tersebut <strong>di</strong>atas maka pada waktu akan melakukan testinguntuk <strong>di</strong>agnosa HIV selalu harus secara sukarela,hasilnya <strong>di</strong>rahasiakan dan <strong>di</strong>sertai dengankonseling sebelum dan sesudah testing (VoluntaryCounselling and Testing). Konseling memegangperanan yang sangat penting untuk membantumereka yang takut (baik beralasan maupuntidak), mereka yang sudah terinfeksi (HIVpositif), istri/suami/pasangannya, dan bila perlukeluarga dan lingkungan pergaulannya yangterdekat sebagaimana yang <strong>di</strong>jelaskan dalamLampiran Keputusan Menko Kesra No. 9/KEP/MENKO/ KESRA/VI/1994 tentang Strategi NasionalPenanggulangan HIV/AIDS <strong>di</strong> Indonesia.Berbeda dengan <strong>di</strong> negara lain seperti <strong>di</strong>Amerika Central for Disease Control and Prevention(CDC) menetapkan bahwa setiap orang18Lawrence, M. Fiedman, (alih bahasa M Khozim), 2009,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Bandung:NusaMe<strong>di</strong>a, hlm. 93.


420 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> HukumVol. 11 No. 3 September 2011yang berumur 13 tahun sampai 64 tahun yanghendak berobat <strong>di</strong> rumah sakit harus <strong>di</strong>-periksastatus HIV/AIDSnya yang sebelumnya bersifatsukarela. 19 Di In<strong>di</strong>a misalnya,Supreme Court In<strong>di</strong>atelah memutuskan bahwa orang yang sadar<strong>di</strong>hinggapi AIDS, akan menikah, dan menularkanpenyakit tersebut adalah pelanggaran hukumdan bisa <strong>di</strong>kenakan hukuman denda dan penjarasampai 2 tahun. 20Diberlakukannya Peraturan PemerintahNo. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan RahasiaMe<strong>di</strong>s kewajiban moral untuk menjaga rahasiame<strong>di</strong>s berubah menja<strong>di</strong> kewajiban hukum.Pasal 48 UU No. 29 Tahun 2004 jo. Pasal 57 UUNo. 36 Tahun 2009, dengan tegas bahwa rahasiakedokteran merupakan hak pasien yang wajib<strong>di</strong>hormati. Rahasia kedokteran hanya dapat<strong>di</strong>buka untuk kepentingan kesehatan pasien,memenuhi aparatur penegak hukum, permintaanpasien sen<strong>di</strong>ri, atau berdasarkan ketentuanundang-undang, merupakan pengecualian kewajibandokter terhadap konfidensialitas pasien.Wajib simpan rahasia merupakan suatuperintah yang <strong>di</strong>peroleh atas dasar jabatanyang <strong>di</strong>emban. Namun manakala keadaan menentukanlain maka perintah inipun bisa berubahdan <strong>di</strong>simpangi. Rahasia kedokteran ini <strong>di</strong>jagadengan sangat baik oleh pelaku profesitidak semata-mata untuk kepentingan jabatansaja tetapi lebih dari itu untuk menghindarkanpasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnyastatus kesehatannya. Seperti pasienHIV terancam kehilangan pekerjaannya karenasebagian rekannya takut tertular setelah mengetahuiada seorang penderita HIV/AIDS <strong>di</strong>lingkungan mereka.Alasan kemanusiaan biasanya menja<strong>di</strong> halutama yang <strong>di</strong>gunakan sebagai landasan kewajibanmenyimpan rahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS. Namun segala bentuk <strong>di</strong>spensasi terhadappasal ini <strong>di</strong>cari celahnya dan <strong>di</strong>salahgunakanuntuk kepentingan lain yang kurang dapat<strong>di</strong>pertanggungjawabkan. Oleh karena itu perluada konsolidasi dan penyamaan perspektif antarapelaku profesi kesehatan dengan para penegakhukum, sampai sejauh mana penyimpangandapat <strong>di</strong>toleransi dan sampai sejauhmana kewajiban harus tetap <strong>di</strong>pertahankan.Hal yang berkait dengan penyimpanganbahwa rahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS dapat <strong>di</strong>buka jika memenuhi beberapa syarat. 21 Pertama,keadaan memaksa (0vermacht) sebagaimana<strong>di</strong>atur dalam Pasal 48 KUHP. Overmachtyang <strong>di</strong>maksud <strong>di</strong> dalam Pasal 48 KUHP ini adalahovermacht nisbi, <strong>di</strong>mana terdapat konflikkejiwaan pada pelakunya ketika menghadapikon<strong>di</strong>si darurat, sehingga harus segera mengambilkeputusan meskipun keputusan tersebutmelanggar hukum untuk mengatasi konflik kejiwaannyatersebut. 22Membuka rahasia pasien HIV/AIDS berartimelanggar sumpah jabatan dan wajib simpanrahasia kedokteran. Disamping itu tindakantersebut dapat juga berarti menghilangkankesempatan pasien HIV/AIDS tersebut untukmencari nafkah dan kehidupan yang berartibertentangan dengan hak azasinya sebagai manusia.Namun tetap menjaga rahasia pasienHIV/AIDS berarti mengorbankan kesehatanorang lain yang juga me-rupakan hak azasi setiaporang.Dilema untuk tetap menyimpan rahasiakedokteran pasien HIV/AIDS adalah hal yangsangat sulit untuk <strong>di</strong>atasi meskipun secara fisikdokter tidak mendapat tekanan. Namun secarapsikis dokter akan terbebani sepanjang hidupnya.Dokter pada waktu menghadapi pasiendengan status positif HIV sementara pasien tidakmengizinkan dokter untuk memberitahukepada lingkungan terdekat seperti istrinya. Jikadokter memberitahukan kepada orang lainberarti melanggar hak pasien dan juga melanggarkode etik. Sebab dokter wajib menyimpanrahasia pasien termasuk penyakitnya. Apabila1920J. Guwan<strong>di</strong>, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Me<strong>di</strong>s danBioetika, Jakarta: FKUI, hlm. 75.Ibid, hlm. 76. Lihat pula Shaukat Muhamad, 2010, “TheInterface between the Family and the Health CareSystem in the Care of People With HIV/AIDS”, Journalof Health Management, September 1. 2010.2122Alexandra Indriyani Dewi, 2008, Etika Dan HukumKesehatan, Jogjakarta: Pustaka Book Publisher, hlm.256. Lihat pula Endang Kusuma Astuti, “HubunganHukum Antara Dokter Dengan Pasien Dalam UpayaPelayanan Me<strong>di</strong>s”, <strong>Jurnal</strong> Daedalus, 2008.Lihat mengenai pembagian overmacht ini pada Ibid.hlm. 257-258.


Perspektif Yuri<strong>di</strong>s Tanggung Jawab Dokter Terhadap Rahasia Me<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS …421dokter tidak memberitahukan penyakit penderitakepada orang lain, terutama kepada keluargapenderita, maka berarti melanggar hakorang lain untuk <strong>di</strong>lindungi dari tertularnyapenyakit dari orang lain.Mendasarkan pada pendapat Talcott Parsons,Ali berpendapat bahwa dalam hubungandokter dan pasien <strong>di</strong>perlukan adanya komunikasiyang baik. Komunikasi bisa menja<strong>di</strong> penyebabdan juga bisa menja<strong>di</strong> solusi untuk memecahkanpersoalan. Komunikasi bertujuan untukmembangun kesamaan makna, 23 sehingga dalamhubungan dokter dan pasien ada tuntutantuntutanuntuk menunjukkan perilaku sebagaiberikut: 24 (a) Dokter sering berfungsi sebagai“penga<strong>di</strong>lan” serta sekaligus memberi legitimasiterhadap pasien yang mengadukan keluhantentang penyakitnya; (b) Dalam definisi keadaansakit adalah merupakan hal yang sangatpenting dan merupakan jembatan dokter untukme-nolongnya atas kepercayaan yang <strong>di</strong>berikanoleh pasien; (c) Keadaan sakit membawa dokterberkewajiban menolong, pasien harus <strong>di</strong>lindungi;(d) Dengan <strong>di</strong>beri kepercayaan untuk mengobatioleh pasien sekaligus dokter berkewajibanmenjaga rahasia me<strong>di</strong>snya.Brown dalam teori perannya sebagaimana<strong>di</strong>kutip oleh Willy F. Maramis 25 bahwadokter mengalami konflik antar peran, yaknidokter <strong>di</strong>satu sisi harus menjaga rahasia pasienHIV/AIDS dan <strong>di</strong> sisi lain harus memberi tahuke lingkungan sehingga hak orang lain untuk hidupsehat terlindungi. Masing-masing peran menuntutperilaku yang bertentangan satu samalain. Namun dapat terja<strong>di</strong> bahwa dua peranyang berbeda harus <strong>di</strong>mainkan. Dokter denganbekerja secara profesional berarti dokter telahberperan sesuai dengan peraturan yang berlakudalam menjalankan tugasnya.Perspektif yuri<strong>di</strong>s tanggung jawab dokterdalam membuka rahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS, ternyata ada kecenderungan berpengaruhsecara positif terhadap tingkat implemen-232425Muhammad Mulyoha<strong>di</strong> Ali, op.cit. Lihat pula AhmadSubiyanto, “Peran Komunikasi Dalam MenjalankanProfesi Dokter Yang Berkualitas Di Masyarakat”, <strong>Jurnal</strong>Online UPT Perpustakan UNS 27 Maret 2009.Willy F. Maramis, op.cit. hlm. 279.Ibid, hlm. 278.tasi hukum pelayanan kesehatan. Artinya semakinpositif (sangat setuju) perspektif yuri<strong>di</strong>stanggung jawab dokter dalam membuka rahasiame<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS semakin baik pula implementasihukum kerahasiaan me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan tersebut.Hal ini dapat <strong>di</strong>lihat dari data <strong>di</strong> atas yangmenunjukkan bahwa yang memiliki perspektifyuri<strong>di</strong>s tanggung jawab dokter dalam membukarahasia me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS 80% sangat setujudan 20% setuju ternyata implementasi hukumterhadap kerahasiaan me<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS juga 80% sangat baik dan 20% baik. Olehkarena implementasi hukum terhadap rahasiame<strong>di</strong>s pada dasarnya merupakan se-rangkaiankegiatan untuk mewujudkan dan melaksanakantanggung jawab dokter dalam kenyataan yangberkaitan dengan pelayanan kesehatan, makakecenderungan berpengaruhnya secara positiffaktor perspektif yuri<strong>di</strong>s tanggung jawab dokterdalam membuka rahasia me<strong>di</strong>s HIV/AIDS terhadapimplementasi hukum kerahasiaan me<strong>di</strong>sdalam pelayanan kesehatan inipun sangat<strong>di</strong>mungkinkan.Menurut Roscoe Pound 26 mendasarkanpada azas keseimbangan bahwa dalam konteks“laws as tool of social engineering” maka hukummempunyai fungsi menata kepentingan-kepentinganyang ada dalam masyarakat. Kepentingan-kepentingantersebut harus <strong>di</strong>tata sedemikianrupa agar tercapai keseimbangan yangproporsional. Ini berarti bahwa pelayanan kesehatanharus <strong>di</strong>laksanakan antara kepentinganin<strong>di</strong>vidu dan masyarakat secara seimbang. Makauntuk mewujudkan keseimbangan antara kepentinganpen-derita/pasien HIV/AIDS agar terjagahak konfidensialitasnya dan kepentinganmasyarakat agar terjaga dari tertularnya HIV/AIDS maka cara penanggulangan HIV/AIDS harusmemperhatikan prinsip-prinsip yang telah <strong>di</strong>tuangkandalam Keputusan Menko Kesra No. 9/KEP/MENKO/KESRA/VI/1994 tentang Strategi26 . Bernard L. Tanya, et. all., 2010, Teori Hukum StrategiTertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Jogjakarta:Genta Publishing, hlm. 155. Lihat pula A<strong>di</strong> Sulistiyonoet. all., “Hukum Sebagai Instrumen Kebijakan”, <strong>Jurnal</strong>Jurisprudence, Volume 1 No. 2 September 2004, hlm.118. Bahwa pada hakikatnya hukum merupakanperlengkapan masyarakat untuk menjamin agarkebutuhan – kebutuhan dapat <strong>di</strong>penuhi secara teratur.


422 <strong>Jurnal</strong> <strong>Dinamika</strong> HukumVol. 11 No. 3 September 2011Nasional Pengaggulangan HIV/AIDS <strong>di</strong> Indonesia.Prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDSyang <strong>di</strong>maksud adalah: (a) Upaya penanggulanganHIV/AIDS <strong>di</strong>laksanakan oleh masyarakatdan pemerintah. Masyarakat adalah pelakuutama dan pemerintah berkewajiban untukmengarahkan, membimbing, serta menciptakansuasana penunjang; (b) Setiap upaya penanggulanganharus mencerminkan nilai-nilai agamadan budaya yang ada <strong>di</strong> indonesia; (c) Setiapkegiatan <strong>di</strong>arahkan untuk mempertahankan danmemperkukuh ketahanan dan kesejahteraankeluarga, serta sistem dukungan sosial yangmengakar dalam masyarakat; (d) PencegahanHIV/AIDS <strong>di</strong>arahkan pada upaya pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan danpenyuluhan untuk memantapkan perilaku yangtidak memberikan kesempatan penularan danmerubah perilaku yang berisiko tinggi; (e) Setiaporang berhak untuk mendapat informasiyang benar untuk melindungi <strong>di</strong>ri dan orang lainterhadap infeksi HIV/AIDS; (f) Setiap kebijakan,program, pelayanan dan kegiatan harus menghormatiharkat dan martabat dari para pengidapHIV/penderita AIDS dan keluarganya; (g)Setiap pemeriksaan untuk men<strong>di</strong>agnosa HIV/AIDS harus <strong>di</strong>dahului dengan penjelasan yangbenar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan(informed consent). Sebelum dan sesudahnyaharus <strong>di</strong>berikan konseling yang memadaidan hasil pemeriksaan wajib <strong>di</strong>rahasiakan;(h) Diusahakan agar peraturan perundanganmendukung dan selaras dengan strategi nasionalpenang-gulangan HIV/AIDS <strong>di</strong> semua tingkat;(i) Setiap pemberi layanan berkewajibanmemberikan layanan tanpa <strong>di</strong>skriminasi kepadapengidap HIV/penderita AIDS.Agar kepentingan penderita HIV/ AIDSdan masyarakat terlindungi maka cara programpencegahan penyebaran HIV/AIDS seharusnya<strong>di</strong>pusatkan terutama pada pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan masyarakatmengenai pengertian, cara penularan danpencegahan HIV/AIDS, dengan tujuan merubahkebiasaan orang-orang yang berisiko tinggi untuktertular dan menghindari stigma dalam masyarakatterhadap orang dengan HIV/AIDS (OD-HA), sekaligus memutus mata rantai penularanHIV/AIDS.Kedua, adalah berdasarkan perintah jabatansebagaimana <strong>di</strong>maksud dalam Pasal 170KUHP, yang menentukan (1) Mereka yang karenapekerjaannya, harkat martabat atau jabatannya<strong>di</strong>wajibkan menyimpan rahasia, dapat<strong>di</strong>bebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangansebagai saksi, yaitu tentang hal yang<strong>di</strong>percayakan kepada mereka; (2) Hakim menentukansah atau tidaknya alasan untuk permintaantersebut, maka penga<strong>di</strong>lan negeri yangmemutuskan apakah alasan yang <strong>di</strong>-kemukakansaksi atau saksi ahli untuk tidak berbicara itu,layak dan dapat <strong>di</strong>terima atau tidak.Pasal ini membebaskan seorang dokterdari kewajibannya untuk menja<strong>di</strong> saksi <strong>di</strong> penga<strong>di</strong>lanatas dasar perintah jabatan. Hakimtentu saja memegang peran penting untuk menentukanalasan yang <strong>di</strong>kemukakan untuk dapat<strong>di</strong>terima atau tidak <strong>di</strong> dalam hak untuk menolakmenja<strong>di</strong> saksi. Hal ini bergantung pada kesaksianapa yang <strong>di</strong>butuhkan. Jika kesaksian itu mengenaisuatu hal yang tidak ada hubungan langsungdengan seorang pasien, maka hal ini tidaktermasuk rahasia me<strong>di</strong>s (kedokteran). Jika kesaksianitu ada hubungan langsung dengan seorangpasien maka dokter itu dapat menggunakanhak undur <strong>di</strong>ri.Ketiga, atas dasar ketentuan undang-undang.Pengecualian terhadap wajib simpan rahasiakedokteran juga berlaku pada kon<strong>di</strong>sidarurat seperti wabah dan bencana alam. Dimana seorang dokter tidak boleh membiarkanbencana terja<strong>di</strong> tanpa penanganan yang semestinyahal ini <strong>di</strong>atur dalam UU No. 4 Tahun 1984tentang Wabah Penyakit Menular. Undang-undangini mewajibkan dokter dan petugas kesehatanlainnya untuk segera melaporkan kon<strong>di</strong>sikon<strong>di</strong>siluar biasa karena wabah penyakit danpenyebarannya, sehingga bisa <strong>di</strong>tanggulangi.Namun dalam Instruksi Menteri Kesehatan No.72/MenKes/Inst/1988 tentang Kewajiban MelaporkanPenderita Dengan Gejala AIDS. Ketentuantersebut hanya <strong>di</strong>tujukan kepada petugaskesehatan dan sarana pelayanan kesehatan saja.Tindakan yang <strong>di</strong>ambil pada saat <strong>di</strong>temuinyaseseorang dengan gejala AIDS hanyalah pelaporankepada Dirjen Pemberantasan PenyakitMenular dan Penyehatan Lingkungan Pemukim-


Perspektif Yuri<strong>di</strong>s Tanggung Jawab Dokter Terhadap Rahasia Me<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS …423an (P2MPLP) saja dengan memperhatikan kerahasiaanpriba<strong>di</strong> pasien sementara lingkungantidak <strong>di</strong>beritahu kalau ada pasien penderitaHIV/AIDS dengan alasan HAM dan kemungkinanbesar bisa menular berarti akan menimbulkanmasalah HAM <strong>di</strong> masyarakat.Pelanggaran kewajiban untuk menjagarahasia me<strong>di</strong>s dapat <strong>di</strong>kenakan beberapa sanksi.Pertama, sanksi <strong>di</strong>siplin oleh Majelis KehormatanDisiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)sesuai dengan Pasal 64 sampai dengan Pasal 70UU No. 29 Tahun 2004. Dalam Peraturan KonsilKedokteran Indonesia NO. 16/KKI/PER/VIII/2006 tentang Tata Cara Penanganan PelanggaranDisiplin MKDKI, ada tiga alternatif sanksi <strong>di</strong>siplinyaitu: (a) Pemberian peringatan tertulis;(b) Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasiatau surat izin praktik; (c) Kewajiban mengikutipen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan atau pelatihan <strong>di</strong> institusipen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan kedokteran atau kedokteran gigi.Selain sanksi <strong>di</strong>siplin, dokter yang tidak menjagarahasia me<strong>di</strong>s dapat <strong>di</strong>kenakan sanksi etikoleh organisasi profesi yaitu Majelis KehormatanEtika Kedokteran (MKEK). Kedua, sanksiadministratif tetap <strong>di</strong>berikan meskipun pasienHIV/AIDS yang <strong>di</strong>rugikan telah memaafkan dantidak mengadukan kepada pihak berwajib sesuaidengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan RahasiaKedokteran. Ketiga, sanksi pidana sesuai denganPasal 322 KUHP jo. Pasal 79 huruf (c) UUNo. 29 Tahun 2004. Pembocoran rahasia me<strong>di</strong>spasien HIV/AIDS oleh dokter merupakan delikaduan, <strong>di</strong> mana dokter hanya dapat <strong>di</strong>tuntutjika ada pengaduan dari pasien yang bersangkutan.Keempat, sanksi Perdata sesuai denganPasal 1365 KUHPerdata jo. Pasal 58 UU No. 36Tahun 2009. Jika membuka rahasia me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS bukan inisiatif sang dokter tetapiatas kemauan rumah sakit, maka sanksi perdatasesuai dengan Pasal 1367 KUHPerdata jo. Pasal46 UU No. 44 tentang <strong>Rumah</strong> <strong>Sakit</strong>.tanggung jawab dokter secara umum menunjukkansangat setuju dalam membuka rahasiame<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS harus seizin pasien. Halini <strong>di</strong>sebabkan dokter sebagai pemegang peranmemiliki kebiasaan berpikir yang sesuai dengannorma sosial yang berlaku <strong>di</strong> lingkungan kerjanya.Kedua, secara umum rata-rata implementasihukum terhadap kerahasiaan me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS dalam pelayanan <strong>di</strong> <strong>Rumah</strong> <strong>Sakit</strong><strong>Umum</strong> <strong>Daerah</strong> <strong>Banyumas</strong> adalah sangat baik.Hal ini <strong>di</strong>sebabkan dokter sebagai pemegangperan sadar akan mengab<strong>di</strong> kepada kepentingansistem sosial yang berlaku, lagi pula adakecenderungan positif dari perspektif yuri<strong>di</strong>stanggung jawab dokter dalam mem-buka rahasiame<strong>di</strong>s pasien HIV/AIDS yang sesuai dengannorma sosial yang berlaku <strong>di</strong> lingkungan kerjanya.SaranSaran yang dapat <strong>di</strong>berikan adalah bahwasebaiknya dalam memutus mata rantai penyebaranHIV/AIDS maka Pemerintah perlu merevisiregulasi yang ada supaya dapat melindungipasien dari stigmatisasi dan terjaminnya lingkungandari tertularnya penyakit tersebut. Regulasiyang ada dengan menganut azas sukareladan rahasia masih ada hambatan. Perlu adaregulasi tentang edukasi ke lingkungan baik melaluipen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan formal maupun pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan nonformal. Diharapkan akan terbangun pemahaman,sikap dan tindakan yang benar terhadaporang dengan HIV/AIDS pada khususnya dan penanggulanganHIV/AIDS pada umumnya.PenutupSimpulanAda dua simpulan yang dapat <strong>di</strong>berikanberdasarkan pada permasalahan dan pembahasantersebut <strong>di</strong> atas. Pertama, perspektif yuri<strong>di</strong>s

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!