03.05.2013 Views

WASPADA - ScraperOne

WASPADA - ScraperOne

WASPADA - ScraperOne

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>WASPADA</strong><br />

Senin<br />

10 Desember 2012<br />

“Kantor Bupati Tapsel Di Tolang<br />

Melukai Hati Sipirok”<br />

(UU RI 37, 38 Thn 2007 Tidak Dipatuhi Oleh Bupati)<br />

Timbul pertanyaan : Kenapa Bupati Tapsel membangun kantor Bupati TAPSEL harus<br />

di Tolang bukan di Sipirok ? Tentu kedua pertanyaan ini harus dijawab !!<br />

HARUS DI TOLANG, MUNGKIN JAWABANNYA SEPERTI INI :<br />

1. Supaya rumah Bupati cs, DPRD cs dan aparat lain bisa tetap menetap di P.Sidempuan<br />

dimana untuk pulang pergi setiap hari ke kantor (Tolang) adalah mudah karena jalannya<br />

tidak menanjak gunung dan tidak berkelok-kelok.<br />

2. Membangun hutan menjadi perkatoran memerlukan dana yang berpuluh/beratus<br />

milyard. Yaitu harus membuka hutan, menyiapkan jaringan listrik, membangun jaringan<br />

jalan, membangun rumah sakit, membangun tutupan, membangun perumahan penduduk<br />

membangun jaringan air minum sebagai fasilitas agar menjadi kota, membangun sumber<br />

pencarian penduduk (pekan, dsb), membangun tempat olah raga (lapangan bola), kantor<br />

kejaksaan, kantor agama, dsb. Bila berkantor di Sipirok (kota) dananya hanya + 1 - 2 milyard<br />

saja.<br />

3. Bagaimana Tolang akan menjadi kota, dimana sekitarnya hutan, penduduk + 10<br />

rumah tangga tidak ada lahan persawahan, tidak ada pertanian, tidak ada pekan, tidak<br />

ada SD, SMP, SMA, tidak ada mesjid, gereja, tidak ada sarana (olah raga), tidak ada fasilitas<br />

parawisata, belum ada fasilitas seperti disebut pada point 2, dsb.<br />

4. Karena begitu banyak hal-hal yang harus diselesaikan dan dipersiapkan dan dilengkapi<br />

sebagai fasilitas kantor bupati untuk ditempatkan di Maragordong/Tolang, berakibat sehingga<br />

(+ 5 tahun) hingga sekarang kantor Bupati Kab. Tapsel itu belum juga dapat dipindahkan<br />

dari Sidempuan ke Tolang atau Maragordong (sebagai tempat yang menyimpang dari<br />

kehendak bunyi UU RI no. 37 dan 38 thn 2007). Hal ini membuktikan ketidak mampuan<br />

Bupati melaksanakan undang-undang.<br />

5. Bunyi UU RI 37 & 38 thn 2007 yang berbunyi diantaranya : “Selambat-lambatnya<br />

dalam tempo 18 bulan sejak diundangkannya undang-undang ini, dimana kantor Bupati<br />

Kab. Tapsel harus sudah berada Sipirok”. Maka dugaan ketidak jujuran pada pelaksanaan<br />

UU RI no 37 dan 38 thn 2007 itu, mungkin akan menimbulkan apakah sakit hatinya orang<br />

Sipirok, mungkin saja ini tidak akan merupakan bom waktu yang kita tidak harapkan<br />

dan yang kita tidak tau oleh siapa dan kapan kelak oleh anak cucu ?<br />

SIPIROK (KOTANYA), (BUKAN HUTAN KECAMATAN SIPIROK) TEMPAT KANTOR BUPATI<br />

TAPSEL ADALAH RASIONAL :<br />

1. Sipirok sebagai kota sudah lengkap dengan fasilitas yang menyokong diantaranya<br />

: ada kantor untuk ditempati sementara, dan sudah ada jaringan listrik, ada sumber air<br />

bersih, ada rumah sakit, ada lapangan olah raga, ada penjara, ada kejaksaan, kantor agama,<br />

ada pekan, ada pertokoan, ada tempat parawisata, ada SMP, SMA, SMA Plus, ada persawahan<br />

sekitarnya,pertanian,penduduknya yang padat dan ada mesjid/ gereja, jaringan jalan,<br />

dsb.<br />

2. Bila di Sipirok maka dapat diwujudkan segera karena fasilitas sudah ada sesuai<br />

kehendak UU RI no. 37 dan 38 thn 2007 yang berbunyi : “Selambat-lambatnya dalam tempo<br />

18 bulan sejak diundangkannya undang-undang ini, dimana kantor Bupati Kab. Tapsel<br />

harus sudah berada Sipirok”.<br />

3. Memaksakan kantor Bupati Tapsel harus di Tolang (+ 5 tahun belum juga dapat<br />

diwujudkan), bukti Bupati tidak patuh pada UU RI 37, 38 thn 2007 dan juga membuktikan<br />

tempat itu (Tolang) bukan lokalisasi yang cocok, tidak tepat atau tidak rasional.<br />

4. Seandainya kantor Bupati Tapsel mulai dibuka di Tolang, maka Bupati dan stafnya<br />

dan semua instansi terkait wajib segera pindah ke Tolang bersama dibukanya kantor Bupati<br />

Tapsel di Tolang. Bila tidak dilakukan, tapi tetap mondar mandir dari P.Sidempuan ke<br />

dan dari Tolang/Kilang Papan tiap pagi dan sore, pertanda tempat itu bukan pilihan terbaik,<br />

tetapi ada faktor demi kehendak pribadi.<br />

5. Ditetapkannya oleh DPR RI dan Kabinet adalah Sipirok (kota) sebagai ibu kota<br />

Kab. Tapsel, tentu karena tempat itu memenuhi persyaratan fasilitas dan agar Sipirok<br />

(kota) dan sekitarnya berkembang pesat.<br />

Tetapi akibat kebijakan yang irrasional Bupati Tapsel cs dan aparat terkait cs berkantor<br />

di Tolang/Kilang Papan, kemudian perumahannya masih menetap di P.Sidempuan yang<br />

jumlah orangnya kira-kira 5000 orang, maka berakibat/berarti perputaran wang masih<br />

tetap di P. Sidempuan sebesar 5000 x Rp 40.000.- = Rp 200.000.000,- perhari dan perbulan<br />

menjadi : 30 x Rp 200.000.000,- = 6 milyard.<br />

Berarti P. Sidempuan dapat gulanya Sipirok ampasnya.<br />

Dr. ARIFIN S. SIREGAR<br />

Dan<br />

Masyarakat Luat Sipirok<br />

Foliopini<br />

Betapa peristiwa menghebohkan itu bisa<br />

saja terjadi dari hal-hal kecil. Coro (kecoa)<br />

misalnya. Binatang satu ini sering membuat riuh<br />

di rumah kami. Entah dari mana asalnya, anakku<br />

yang sulung itu kini fobia coro.<br />

Suatu kali dia sedang mandi, tiba-tiba<br />

ngeloyor keluar dari kamar mandi tanpa busana.<br />

“Iiiihhhh.., ada coro katanya,” sambil berlari.<br />

Padahal, binatang yang ditakutinya itu sedang<br />

berbaring telentang tak berdaya.<br />

Pernah istriku menasehatinya. “Mas Nabilkan<br />

udah besar, laki-laki, pinter lagi. Masak<br />

sama coro aja takut,” katanya. Ndilalahnya,<br />

seekor coro tiba-tiba saja datang, terbang<br />

mendarat dan menempel persis di kaki istriku.<br />

“Aaiiii..., aaiii..,” jeritnya sambil menghentakhentakkan<br />

kakinya.<br />

Aku melihatnya dengan geli. Tapi bukan<br />

berarti aku bukan bebas fobia. Kalau laba-laba,<br />

tikus, ataupun kucing sering dijadikan sasaran<br />

fobia, maka aku pada anjing. Tapi.., sebelum<br />

kuceritakan kisahku, harap Anda jangan sebarkan<br />

rahasia ini pada siapapun. Nanti saya bisa<br />

ditertawai anak-anak. Janji lho.<br />

Sejak kecil memang hubunganku dengan<br />

anjing memang tidak harmonis. Di dekat rumah<br />

kami dulu ada tetangga yang pelihara anjing galak.<br />

Banyak sudah cerita-cerita tentang anjing-anjing<br />

itu yang kudengar. Dari sekedar mengejar-ngejar<br />

sampai yang menggigit. Meski aku sendiri belum<br />

pernah dikejar atau digigit, tapi suara anjing<br />

menyalak dari kejauhan sudah cukup<br />

meredupkan nyaliku.<br />

Maka setiap kali melihat anjing, benakku<br />

sudah tahu bagaimana harus bersikap: “takut”.<br />

Sejak itu beberapa kali terjadi peristiwa tak<br />

mengenakkan antara aku dan anjing. Kami<br />

pernah dikejar-kejar anjing hanya karena tak<br />

tahan untuk tak berlarian ketika bersisian dengan<br />

anjing di pinggir jalan. Padahal mulutku berulang<br />

membacakan doa yang diajarkan seorang kawan.<br />

“Baca ini kalau ketemu anjing, nanti dia lari,”<br />

aku masih mengingat nasihat kawan itu. Dia<br />

benar, anjing itu lari tapi bukan menjauh, tapi<br />

lari mengejarku.<br />

Coro<br />

Dedi<br />

Sahputra<br />

dedisahputra@yahoo.com<br />

dengan harga mahal.<br />

Mata anjing itu kelihatannya sama sekali tak<br />

menunjukkan ancaman. Aku merasakan rasa<br />

takut pada anjing tak lagi seperti dulu—meski<br />

masih tersisa sedikit. Dalam skala 1 sampai 10,<br />

mungkin rasa takut itu cuma tinggal 2 sekarang.<br />

Kalaupun harus bergumul dengan anjing, dia<br />

gak bakal bisa menang, pikirku.<br />

Tapi di atas semua itu, anjing ini punya sisi<br />

lain ketimbang sekedar ditakuti. Dia bisa punya<br />

ketrampilan yang mempesona; mengendus,<br />

sebagai teman setia atau bahkan menjadi<br />

penolong. Coro juga binatang luar biasa.<br />

Bayangkan, binatang ini punya semangat hidup<br />

yang tinggi. Berapapun tubuhnya terbalik, dia<br />

akan tetap berupaya menyelamatkan diri,<br />

bersusah payah membalikkan badannya. Dia<br />

akan lebih memilih mati berusaha ketimbang<br />

diam menunggu nasib datang padanya.<br />

Ya, betapa binatang-binatang itu punya<br />

banyak sisi mengagumkan, ketimbang cuma<br />

jadi objek fobia.<br />

Opini<br />

Raja Siantar Nauluh Damanik<br />

T<br />

Oleh Prof Usman Pelly, PhD<br />

Sebagai seorang Muslim Raja Siantar ini melakukan<br />

hubungan dengan saudagar Arab. Sinyal ini menyebabkan<br />

ditangkap Belanda, dan dibuang keluar Simalungun.<br />

ransformasi kelompok-kelompok<br />

etnik ke dalam sebuah negara<br />

bangsa (nation state) seperti<br />

Indonesia, Malaysia atau Nigeria<br />

dapat dirujuk pada gerakan anti kolonial<br />

abad XX—setelah Perang Dunia II yang<br />

merambah dari Amerika Serikat ke Asia,<br />

Afrika dan Amerika Latin. Bekas-bekas negara<br />

jajahan yang terdiri dari berbagai<br />

kelompok etnik memerdekakan diri dan<br />

muncul sebagai negara baru, dengan<br />

nasionalisme baru.<br />

Berbeda dengan beberapa negara Asia<br />

lainnya seperti Thailand dan Jepang, batasbatas<br />

bangsa (national boundaries), sepenuhnya<br />

merujuk kepada batas-batas<br />

kelompok etnik tertentu yang dominan.<br />

Seperti Thailand (95% kelompok etnik Thai),<br />

sedang kelompok etnik lainnya Karen atau<br />

Sun berdiam deperbatasan Thai-Burma dan<br />

Patani (Thai-Malaysia). Begitu juga Jepang,<br />

adalah negara etnik Jepang (97%) yang<br />

mendominasi etnik minoritas Ainu. Batasbatas<br />

kedua negara ini berhimpit sepenuhnya<br />

(coincided) dengan batas kelompok<br />

etniknya. Thailand dan Jepang disebut<br />

negara etnik (ethnic-state).<br />

Mistifikasi Sejarah<br />

Kesatuan bangsa dari suatu ”ethnic<br />

state” (negara etnik) seperti Thailand dan<br />

Jepang sangat terkait dengan faktor mistifikasi<br />

(mitologi) sejarah kesatuan genetik<br />

(asal usul keturunan) seorang pendiri sebagai<br />

tokoh legendaris. Legenda ini diwariskan<br />

dari generasi ke generari berdasarkan kolektif<br />

memori etnik yang bersangkutan. Seperti<br />

Jepang dan Thailand, kaisar dan raja mereka,<br />

dipercaya di samping kedudukannya sebagai<br />

kepala negara, dan tokoh pemersatu,<br />

tetapi juga telah menjadi tokoh legendaris.<br />

Kaisar Jepang Hirohito misalnya dipercaya<br />

rakyat Jepang bukan sembarang manusia,<br />

dia adalah makhluk setengah dewa, keturunan<br />

Dewa Matahari. Karena mistifikasi<br />

keturunan itu, bangsa Jepang menganggap<br />

diri mereka lebih terhormat dari kelompok<br />

etnik minoritas Ainu.<br />

Begitu juga Raja Thailand di mata rakyat<br />

Thai. Mereka merasa lebih bergensi dari<br />

pada kelompok etnik Karen, Sun dan Patani.<br />

Usaha mistifikasi sejarah leluhur atau<br />

keturunan seperti itu, mudah dilakukan dan<br />

dihayati bersama, sebagai sebuah kebanggaan<br />

dan alat pemersatu (integrating factor)<br />

rakyat majoritas di negara itu. Ironisnya,<br />

kelompok-kelompok etnis minoritas di<br />

negera etnik itu merasa diri mereka sebagai<br />

warga negara kelas dua (second class citizen).<br />

Berbeda dengan ethnic state (negara<br />

etnik) di atas, Indonesia selain faktor keturunan<br />

yang beraneka ragam (terdiri dari<br />

ratusan kelompok etnik), batas-batas negara-bangsa<br />

(nation-state) berasal dari wilayah<br />

jajahan Belanda tidak sepenuhnya<br />

berhimpit dengan batas kelompok-kelompok<br />

etnik tertentu. Kelompok-kelompok<br />

etnik di Sumatera dengan di Malaya (Malaysia)<br />

umpamanya, walaupun mereka<br />

sebagian besar dianggap sebagai ”warga<br />

serumpun” (kelompok etnik Melayu) yang<br />

paling dekat, tetapi yang satu bekas jajahan<br />

Belanda (Sumatra)—sedang yang satu lagi<br />

bekas jajahan Inggris (Malaya)—maka<br />

mereka muncul dalam Negara Bangsa yang<br />

berbeda.<br />

Karena itu, pengertian bangsa yang<br />

muncul setelah abad XX menjadi sangat<br />

”ambiguous” (lebih dari satu makna), walaupun<br />

dari segi terminologi kata nation<br />

yang berasal dari kata latin ”nasci” berarti<br />

”to be born” (dilahirkan), juga berarti ”sekelompok<br />

orang yang lahir di tempat yang<br />

sama.” Sosiolog Jhon Stuart Mill (1861),<br />

kemudian memperluas arti dari konsep ”nation”<br />

ini dengan menyatakan bahwa dalam<br />

kesatuan bangsa itu ”ada keinginan dan rasa<br />

simpati bersama” (common will and sympathies)<br />

untuk hidup di bawah satu naungan<br />

pemerintahan (state). Inilah yang dijadikan<br />

rujukan utama dari ”nation state” seperti<br />

Indonesia.<br />

Basis Historis Nasionalisme Indonesia<br />

Nasionalisme Indonesia mempunyai<br />

basis historis bukan pada Majapahit, Sriwijaya,<br />

Mataram, Goa Tallo atau Kerajaan Aceh,<br />

tetapi pada kolonialisme Belanda. Walaupun,<br />

perasaan kebangsaan (nationalism), sebagai<br />

”state of mind,” dilahirkan jauh sebelum<br />

negara (state) Indonesia itu diproklamirkan<br />

oleh Soekarno-Hatta (1945).<br />

Kelahiran bangsa (nation) Indonesia<br />

dapat dirujuk pertama kepada, ”manifesto<br />

politik” yang dicetuskan Perhimpunan<br />

Indonesia (PI) di negara Belanda tahun 1925.<br />

Kedua, Sumpah Pemuda pada tahun 1928<br />

yang diikrarkan dalam Kongres Pemuda di<br />

Jakarta (1928). Kedua peristiwa itu menurut<br />

sejarawan Taufik Abdullah (1974), tidak ada<br />

hubungannya dengan Majapahit, Perang<br />

Diponegoro atau Imam Bonjol, tetapi peristiwa-peristiwa<br />

itu telah merekat dan mengembangkan,<br />

keinginan dan rasa simpati<br />

bersama (common will and sympathies)<br />

untuk hidup sebagai satu bangsa (nation)<br />

di bawah naungan satu pemerintahan<br />

(state).<br />

Naualuh Damanik<br />

Seperti juga raja-raja yang tampil di<br />

berbagai kerajaan-kerajaan nusantara,<br />

seperti di Aceh, Sumatra Barat, Palembang,<br />

Kalimantan, Sulawesi, Maluku (Ambon dan<br />

Ternate), Raja Siantar Sang Naualuh Damanik,<br />

patut dicatat dalam sejarah kolonialismeimperialisme<br />

Belanda memang tidak terbatas<br />

pada satu kelompok etnik dan geografis<br />

tertentu saja. Perlawanannya meluas dan<br />

merata, di seluruh tanah jajahan, sehingga<br />

menimbulkan apa yang disebut Mill (1861)<br />

suatu ”state of mind” rasa simpati dan tekad<br />

bersama dari ratusan kelompok etnik untuk<br />

melawan mengenyahkan kolonialisme<br />

Belanda.<br />

Naualuh Damanik Raja Siantar selama<br />

lebih dua dekade bersilat dan bergumul<br />

dengan berbagai sanksi dan ancaman<br />

perintah kolonial Belanda untuk menyudut<br />

dan mendesak agar ia menyerah pada kekuasaan<br />

Belanda. Selama itu Naualuh Damanik<br />

telah memperlihatkan keuletan, keberanian<br />

dan kegigihannya untuk mempertahankan<br />

kerajaan Siantar dan harkat dirinya<br />

sebagai raja yang berkuasa dan berdaulat.<br />

Perlawanannya telah mendapat dukungan<br />

tidak hanya terbatas pada kerajaan Siantar<br />

tetapi juga meluas kepada raja-raja Simalungun<br />

lainnya.<br />

Menghadapi tekanan Belanda untuk<br />

menyerahkan tanah Simalungun yang subur<br />

seperti yang telah diperoleh Belanda dari<br />

sultan-sultan Melayu dipesisir Sumatera<br />

Timur, Raja Siantar ini memperlihatkan<br />

kepiawiannya. Akibatnya para pejabat kolonial<br />

yang telah silih berganti dimutasikan<br />

dalam dua dekade menjadi kewalahan. Beberapa<br />

keuletan dan kegigihannya dapat<br />

dicacat sebagai ciri khas Raja Siantar sebagai<br />

berikut: (1) Kemampuannya untuk mem-<br />

Andi Alfian Mallarangeng<br />

Oleh Shohibul Anshor Siregar<br />

bela diri dan menantang berbagai jebakan,<br />

sehingga lolos dari tuduhan-tuduhan yang<br />

telah dipersiapkan Belanda. Raja Siantar<br />

ini mampu menghadapi tekanan dan<br />

ancaman.<br />

(2) Dalam tekanan dan ancaman ia<br />

memberikan argumen balik yang seakan<br />

bersal dari kebijakan Ratu Belanda dan<br />

Menteri Jajahan, sehingga para pejabat Belanda<br />

malah cemas terhadap kesalahannya<br />

dan harus kembali hampa tangan. (3) Sebagai<br />

seorang Muslim Raja Siantar ini<br />

melakukan hubungan dengan saudagarsaudagar<br />

Arab, dan berkeinginan memiliki<br />

hubungan dengan raja-raja Islam di Timur<br />

Tengah. Sinyal ini menyebabkan Menteri<br />

Jajahan Negeri Belanda, Gubernur Jendral<br />

di Batavia, setuju agar Raja Sang Naualuh<br />

segera ditangkap, dan dibuang keluar<br />

Simalungun. Setelah ditangkap, isteri dan<br />

anak-anak Sang Naualuh Damanik tidak<br />

diberi tempat dan dikeluarkan dari Kerajaan<br />

Siantar. (4) Di tempat pembuangan di Bengkalis<br />

sang Naualuh Damanik, seperti Bung<br />

Karno dan Hatta tetap melanjutkan perjuangan,<br />

menggelorakan semangat rakyat<br />

dan menyadarkan hak-hak mereka, serta<br />

menantang penjajahan Belanda, sampai<br />

mengakhiri hayatnya di tempat pengasingan<br />

itu (1913).<br />

Keistimewaan Raja Siantar dalam<br />

menghadapi pemerintah kolonial Belanda<br />

telah menunjukkan kemampuannya dan<br />

sekaligus memperlihatkan kualitas dirinya<br />

sebagai raja yang berkuasa penuh. Perjuangan<br />

”diplomasi” yang luar biasa seperti<br />

ini telah menimbulkan kebanggaan rakyatnya<br />

terhadap Raja Naualuh Damanik.<br />

Dengan keberanian, kecerdikan, dan percaya<br />

diri yang tinggi dia mempercontohkan<br />

kualitas seorang raja pribumi yang sejati.<br />

Dari segi lain, strategi ini juga telah menghindarkan<br />

serangan terbuka dari Belanda,<br />

sehingga dapat menghindarkan kerugian<br />

fisik dan pertumpahan darah, sesuatu yang<br />

jarang terjadi pada penaklukan raja-raja<br />

lainnya oleh pemerintah kolonial Belanda.<br />

Karakter Sang Naualuh (attitude/sikap, skill/<br />

kecekatan dan knowledge/pengetahuan)<br />

yang diperlihatkannya selama lebih dua<br />

dekade, telah menampilkan Raja Siantar<br />

ini, tidak hanya dapat dijadikan sebagai<br />

contoh teladan bagi generasi mudanya,<br />

tetapi telah menimbulkan rasa simpati dan<br />

menempa kemauan bersama waktu itu<br />

untuk menghalau penjajahan Belanda dari<br />

muka bumi Indonesia.<br />

Nation Kelompok Etnik<br />

Batas-batas negara Indonesia yang<br />

selalu dipersepsikan oleh Bung Karno dan<br />

Pak Harto sebagai batas-batas kerajaan<br />

Majapahit dan Mataram, mempunyai<br />

implikasi politik serius di dalam negeri.<br />

Setiap keinginan yang agak aneh dari<br />

kelompok-kelompok etnik di luar Jawa<br />

dipersepsikan sebagai usaha memisahkan<br />

diri dari negara Indonesia. Pemerintah<br />

Pusat (Bung Karno dan Pak Harto)<br />

waktu itu melihatnya sebagai suatu pemberontakan<br />

dari salah satu provinsi kerajaan<br />

Majapahit atau Mataram, yang harus<br />

segera ditumpas secara militer. Padahal<br />

”pemberontakan” itu harus dipandang<br />

sebagai sebuah ”protes sosial dan kultural”<br />

atau ledakan akumulasi kekecewaan,<br />

karena merasa dipinggirkan, dianaktirikan,<br />

sementara kekayaan alam<br />

mereka dijarah dengan todongan senjata.<br />

Sikap Bung Karno dan Pak Harto<br />

menghadapi pergolakan daerah ini sangat<br />

terkait dengan paradigma ”centra dan<br />

periphery” dalam konsep ”Indic-Cosmology”<br />

kerajaan-kerajaan Hindu Buddha yang<br />

tumbuh dan berkembang di Jawa pada<br />

masa-masa Majapahit yang diwarisi oleh<br />

Mataram dan Kerajaan Hindu-Bali (lihat<br />

Geertz dalam Theaterical State, 1973). Para-<br />

B7<br />

digma ini meyakini bahwa untuk memperkuat<br />

centra kekuasaan, perlu menjaga<br />

agar memperlemah kekuatan yang ada atau<br />

akan tumbuh di peripherial (pinggiran).<br />

Seperti dinyatakan oleh Anderson (1972),<br />

kekuasaan menurut pandangan paradigma<br />

ini adalah kongkrit, karena itu juga dipersepsikan<br />

bahwa centra dan periphery adalah<br />

Jawa dan luar Jawa. Implikasi paradigma<br />

”indic-cosmology” oleh Bung Karno dan<br />

pak Harto adalah sebuah konsekuensi dari<br />

mistifikasi sejarah yang menerapkan cara<br />

pandang bahwa Indonesia adalah bekas<br />

kerajaan Majapahit dan Mataram yang tidak<br />

tepat untuk Indonesia sebagai suatu negara<br />

bangsa (nation state).<br />

Karakteristik Objektif Dan Subjektif<br />

Para pakar Antropologi membedakan<br />

karakterisitk objektif suatu bangsa seperti,<br />

batas-batas fisik (teritorial), struktur ekonomi,<br />

bahasa dan agama, dengan karakteristik<br />

subjektif seperti kesadaran (conciousness),<br />

kesetiaan (loyalty) dan kemauan (will). Karakteristik<br />

subyektif ini menurut Jhon S.Mill<br />

sangat penting untuk memajukan suatu<br />

perasaan kebangsaan (nationhood). Sebab<br />

itu, karakteristik subjektif lebih penting<br />

untuk menentukan kekukuhan suatu bangsa<br />

daripada faktor-faktor objektif, walaupun<br />

faktor-faktor subjektif tersebut sifatnya<br />

sangat fluktuatif, bergelombang, dapat naik<br />

dan turun.<br />

Nasionalisme dari negara bangsa yang<br />

muncul setelah abad XX seperti dinyatakan<br />

oleh Eric J. Habsbawn (1987), adalah nasionalisme<br />

yang sama sekali baru dalam sejarah<br />

dunia yang tidak bertumpu pada<br />

mitisfikasi sejarah masa lalu. Karena itu,<br />

adalah suatu kekeliruan yang besar apabila<br />

konsep bangsa Indonesia dengan keberagaman<br />

etnik yang luar biasa itu, dikembangkan<br />

dengan mitisfikasi sejarah yaitu<br />

dengan mengangung-agungkan Majapahit,<br />

Sriwijaya atau Mataram. Kekuatan sebuah<br />

negara bangsa (nation state) dalam<br />

era globalisasi dewasa ini sangat bertumpu<br />

pada karakteristik subjektif yang berorientasi<br />

ke depan. Walaupun seperti yang dinyatakan<br />

Ernest Renan (1887) filsuf Perancis,<br />

bahwa pengalaman bersama yang bersumber<br />

dari pengalaman kolektif masa lalu<br />

seperti yang telah diperlihatkan Raja Sang<br />

Naualuh Damanik itu penting, walaupun<br />

pengalaman bersama kini dan tekad masa<br />

yang akan datang menjadi sangat lebih penting.<br />

Karena akan memerlukan kesadaran,<br />

kesetian dan kemauan bersama untuk<br />

bersatu, terutama generasi barunya.<br />

Tetapi, di Indonesia kesatuan yang<br />

dihajatkan itu, telah terlanjur dirusak oleh<br />

rezim Orde Lama dan Orde Baru dengan<br />

cara-cara yang tidak demokratis yaitu dengan<br />

menerapkan sentralisasi yang represif<br />

dan sadis. Bung Karno dan Pak Harto, yang<br />

terobsesi dengan mistifikasi sejarah, telah<br />

memanipulasi dan menghidupkan kolonialisme<br />

ala Majapahit dan Mataram serta<br />

menganggap provinsi-provinsi di luar Jawa<br />

sebagai daerah jajahan atau sebagai daerah<br />

pinggiran yang selalu harus diperlemah<br />

dan dicurigai.<br />

Langkah – langkah Ke Depan<br />

Memang dalam masyarakat multikultural<br />

diperlukan minimal dua faktor penting<br />

yaitu kesetaraan dan keadilan. Karena itu<br />

dengan menampilkan kepahlawanan dari<br />

tokoh-tokoh lokal seperti Raja Sang Naualuh<br />

Damanik, dan dari daerah lain di bekas<br />

jajahan Belanda, tidak hanya akan menampilkan<br />

kesetaraan dan keadilan, tetapi<br />

sekaligus akan memperlihatkan keutuhan<br />

empat pilar kehidupan berbangsa dan<br />

bernegara, terutama pilar Bhineka Tunggal<br />

Ika. Insya Allah.<br />

Penulis adalah Antropolog Unimed.<br />

pangkat dan martabatnya. Kalau perlu dengan cara berfikir itu Indonesia sudah<br />

pendapatan ini dibuat demikian tingginya, digiringnya kepada sebuah kesimpulan<br />

sehingga tidak saja cukup untuk hidup layak, bahwa fakta integritas yang ditandatangani<br />

Jika Soetan Batughana sudah menyebut Foke sebagai tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang sebagai prasayarat diangkat menjadi<br />

calon pengganti AAM pada jabatan yang ditinggalkannya, “gagah”. Stick yang secara harfiah bermakna menteri KIB II adalah hal yang tak berman-<br />

pentung adalah hukuman kalau kesemua faat sama sekali. Jika harus ditambah lagi<br />

maka khalayak pun digiring ke penafsiran-penafsiran sudah dipenuhi tetapi masih berani korupsi. dengan data statistik kepala daerah yang<br />

Mengingat tingkat atau magnitude korupsi tersangkut kasus korupsi, maka tuduhan<br />

lebih jauh.<br />

sudah sedemikan dalam dan menyebar kegagalan pemerintahan yang dipimpin<br />

enjelang pemilihan presiden kemustahilan. Sudah pastilah mereka wajib sedemikan luasnya, hukumannya pun SBY pun sulit ditepis. Tuduhan itu pun<br />

(Pilpres) tahun 2009, Komisi dicurigai oleh nilai dan rasa keadilan. Mereka mestinya tidak tanggung-tanggung. Harus mengindikasikan kelambanan semua<br />

Mmengklarifikasi<br />

Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan orang bersih, mereka korup. Itu tu- seberat-beratnya, dan jika perlu hukuman penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan Ke-<br />

laporan harta kekayaan para duhannya, dan itu tak mengada-ada. An- seumur hidup atau hukuman mati. polisian), BPK, termasuk lembaga penga-<br />

***<br />

calon presiden (Capres). Ketiga Capres, JK, dilnya cukup besar dalam memposisikan Ketika Gus Dur mewacanakan penewasan internal seperti inspektorat serta<br />

Cerita anjing dan coro ini tiba-tiba Mega, dan SBY, mengalami peningkatan Indonesia sebagai salah satu negera terkorup. rapan konsep ini, hujatan pun tidak kecil. lembaga pengawasan eksternal seperti<br />

menyentakku. Fobia anakku terhadap coro tidak harta kekayaan signifikan. JK Rp 50 miliar, Itulah fakta empiris yang menguatkan Tetapi memang harus ada kesesuaian an- LSM. Ingin bukti? Lihat saja Centurygate.<br />

datang dari mana-mana, tapi dari teladan. Dia dari Rp 253,912 miliar dan US$14.928 pada pendapat bahwa kekuasaan itu memang tara kata dan perbuatan. Kita ingat bahkan Ruhut Sitompul mengisyaratkan pe-<br />

cukup melihat reaksi orang tuanya ketika<br />

31 Mei 2007 menjadi Rp 303 miliar. Adapun identik dengan korupsi (tend to corrupt) Gus Dur sendiri yang tersangkut skandal nyesalan tentang orang-orang dekat SBY<br />

berhadapan dengan coro, dan dengan cara yang<br />

kekayaan Mega meningkat Rp 60 miliar, dan selalu rawan praktik abusive (disalahgu- Buloggate ($4 juta ) dan Bruneigate ($2 juta). yang “berkhianat”. Itu pun dapat diterje-<br />

dari Rp 86,265 miliar pada 9 Desember 2004 nakan) untuk memperkaya diri sendiri. Memang proses hukum belum membukmahkan sebagai tuduhan atas kegagalan<br />

sama dia merespons kehadiran coro. Padahal<br />

menjadi Rp l46 miliar lebih. Kekayaan SBY Kerangka pikir seperti itulah yang dipakai tikan keterlibatannya hingga proses politik SBY. Jika Soetan Batughana sudah menye-<br />

setiap anak itu sejatinya sama. Mereka tak punya<br />

naik 15%-20%, dari Rp 7,144 miliar yang oleh Denny Indrayana sewaktu menjadi ak- membawanya “lengser keprabon”. Artinya but Foke sebagai calon pengganti AAM pada<br />

interpretasi apa-apa tentang apapun. Sikap kita<br />

dilaporkan pada 2007 menjadi sekitar Rp tivis yang giat menyuarakan penentangan tanpa motif yang sungguh-sungguh, dan jabatan yang ditinggalkannya, maka khala-<br />

dan orang-orang di sekitar inilah ini<br />

8,5 miliar.<br />

terhadap korupsi. Semakin tinggi kekuasaan latar belakang yang tak menyandera, pemyak pun digiring ke penafsiran-penafsiran<br />

menunjukkan mereka cara bersikap.<br />

Bagaimana orang Indonesia memper- dan wewenang makin rawan korupsi. berantasan korupsi hanya akan berakhir lebih jauh. Bukan cuma soal posisi Anas<br />

Ada banyak kelebihan bintang-binatang itu oleh kekayaannya? Negara dengan tingkat Karenanya ia yakin pemberantasan korupsi sia-sia meski harus dibentuk lembaga-lem- Urbaningrum yang dianggap sebagai “target<br />

yang bisa dijadikan sudut pandang ketika konsentrasi kekayaan tertinggi (berpantang itu sebaiknya dimulai dari istana. Denny baga tambahan yang seistimewa apa pun dekat” pasca penetepan AAM sebagai ter-<br />

menilainya—dengan pendekatan inilah aku distribusi) dibanding beberapa negara te- Indrayana benar, bahwa apa yang digertak- itu. Lembaga-lembaga itu hanyalah inssangka, tetapi mainan politik apa yang se-<br />

mencoba menyelesaikan fobia anakku. Pelantangga, Indonesia memiliki orang-orang kan serius oleh Zu Rongji dengan 100 peti trumen yang mesti dikendalikan. Jika pesungguhnya sedang dirancang di belakang<br />

pelan, sepertinya dia mengerti. Tapi aku merasa, kaya kesohor dari kalangan orang China. mati (satu untuk dirinya jika kelak terbukti ngendali tidak bermotif dan tidak berkarakter, panggung. Anas memang tak menerima<br />

fobia ini tak bisa pergi sama sekali. Aku menduga, Setidaknya itu yang secara rutin dilaporkan korupsi), adalah sesuatu yang beralur pikir tentulah lembaga-lembaga istimewa itu, 1 rupiah pun dari Hambalang, jika percaya<br />

ini karena ia tak sepenuhnya mengizinkan fobia oleh berbagai institusi semacam Forbes. benar: korupsi jangan mulai diberantas dari termasuk setiap aturan perundangan, akan pengakuannya. Itu tak ubahnya AAM yang<br />

itu pergi. Bukan karena sulit, tapi karena ia Mereka banyak menikmati keuntungan dari kasus remeh-temeh. Mahmud Ahmadine- berakhir dengan tertawaan sinis bagi rakyat. tadinya yakin tidak bersalah. Bukankah<br />

menikmati fobia itu.<br />

buruknya sistem, penguasaan monopolistik jad mencontohkan kesederhanaan hidup,<br />

orang ini sejak mahasiswa merasa tetap<br />

Ia menikmati saat berlarian ketika ada coro atas berbagai sumber vital dan dengan mo- termasuk saat menikahkan putera kebang- Nyanyian Nazaruddin<br />

berpegang teguh pada idealisme pemerin-<br />

datang, ia menikmati ketika menceritakan del kinerja yang umumnya bertumpu pada gaannya, karena lakon hidup yang berme- Menyusul ditetapkannya (oleh KPK) tahan yang bersih, baik, dan berwibawa?<br />

ketakutannya pada sang coro. Ceritanya ini sama industri ekstraktif. Tetapi seburuk-buruk wah akan membawa karakter koruptif dan sebagai tersangka kasus Hambalang, Andi AAM kini akan lebih banyak mengha-<br />

***<br />

seperti ketika para artis di televisi itu menceritakan kesenjangan itu, tetap ada jalan yang masuk yang akan mengubahnya dari pribadi yang Alfian Mallarangeng (AAM) yang sekaligus biskan waktunya bersama para pengaca-<br />

Di sebuah hotel berbintang, anjing putih fobianya. Ketika dalam satu dialog, secara akal untuk menumpuk kekayaan, yakni mestinya menjadi orang paling bertang- dicekal bepergian ke luar negeri itu, sudah ranya. Mereka akan berjuang memeroleh<br />

kekuningan itu mengujulurkan lidahnya. mendadak dikejutkan dengan binatang fobianya kinerja dalam dunia usaha.<br />

gungjawab menjaga negara menjadi bahaya berhenti dari jabatannya sebagai Menegpo- vonis paling ringan, kalau bukan kebebasan<br />

Bersama seorang petugas, anjing itu menjaga itu, sang artis menjerit sambil menunjukkan<br />

Kondisi itu cukup mendapat highlight besar bagi negaranya sendiri. Begitu berbara. Ia pun mundur dari jabatan dalam par- dari seluruh tuduhan. Tetapi, dengan meli-<br />

di pintu masuk hotel. “Gaji anjing ini lebih mahal wajah takut. Tapi matanya tak menyembunyikan dalam laporan Demokrasi Asia 2011 yang hayanya aparatur negara yang korup metainya (Demokrat). Teman separtai AAM, hat proses hukum dari awal, dan pasal-pasal<br />

dari kami,” kata petugas itu.<br />

kenikmatan yang sedang dia rasakan.<br />

menempatkan Indonesia dalam posisi memaksa setiap orang berfikir tentang bagai- Andi Nurpati, yakin bahwa jika bukan yang dikenakan dalam sangkaan, tampak-<br />

Menurutnya, untuk makanan anjing jenis Kisah fobia ini sungguh mengabarkan nyedihkan. Bayangkanlah jika seorang yang mana mengendalikannya agar baik terhadap karena “nyanyian” Nazaruddin yang sudah nya karir politisi yang juga pernah menjadi<br />

ini menghabiskan jutaan rupiah setiap bulan. padaku tentang nasib bangsa ini. Betapa negeri bukan pengusaha bisa menumpuk kekaya- negara.<br />

lebih dahulu diproses hukum oleh KPK, anggota KPU dan petugas pembeli perbe-<br />

Harga anjing itu sendiri mencapai Rp 300 juta ini dipenuhi orang-orang menakuti segala hal an hingga puluhan bahkan ratusan miliar<br />

AAM tidak akan terseret dan dengan cara kalan tinta ke luar negeri untuk Pemilu ini<br />

rupiah. “Ini anjing terlatih,” katanya lagi. Anjing buruk seperti korupsi, narkoba, ketertinggalan, rupiah. Padahal sepanjang hidupnya hanya Stick And Carrot<br />

berfikir itu pula ia yakin para menteri KIB akan tamat. Ia akan menambah daftar<br />

ini memang bisa mengendus barang-barang bahkan tawuran. Tapi kita tak pernah benar-benar “tersandera” dari satu ke lain level dan bidang Kata Kwik Kian Gie, Carrot adalah II lain yang jika diendus dan dilapori nama orang muda yang berbahaya bagi<br />

tertentu yang “diharamkan” dibawa masuk hotel. beranjak meninggalkannya karena diam-diam kerja di pemerintahan. Pemerintahan sudah pendapatan bersih (net take home pay) sebagaimana dilakukan Nazaruddin— negaranya. AAM, mantan juru bicara<br />

Untuk ketrampilan inilah sang anjing ditebus kita menikmatinya.(Vol.369, 10/12/2012)<br />

memiliki patokan baku tentang berapa untuk pegawai negeri, baik sipil maupun niscaya akan potensil terjerat kasus tindak Presiden yang kini tak akan banyak lagi<br />

seseorang harus dibayar perbulan, dan jika TNI dan POLRI yang secara minimum pidana korupsi.<br />

berbicara.<br />

ia lembur pun sepanjang tahun, pengha- mencukupi untuk hidup dengan standar Andi Nurpati kelihatan menunjukkan<br />

mrloperkoran @ <strong>ScraperOne</strong> & Kaskus<br />

Kolom foliopini dapat juga diakses melalui http://epaper.waspadamedan.com silan yang membuatnya memiliki harta yang sesuai dengan pendidikan, penge- solidaritas sembari menepis tuduhan<br />

Penulis adalah Dosen FISIP UMSU,<br />

kekayaan ratusan milyar adalah sebuah tahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, partainya jagoan korup nasional. Tetapi<br />

Koordinator Umum ‘nBASIS.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!