Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan ... - BAPPEDA Aceh
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan ... - BAPPEDA Aceh
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan ... - BAPPEDA Aceh
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong> <strong>dan</strong> <strong>Status</strong> <strong>Keberlanjutan</strong><br />
Pemanfaatan Rawa Lebak di Desa Pasak Piang Kecamatan<br />
Sungai Ambawang, Kabupaten<br />
Kubu Raya-Kalimantan Barat<br />
(Analysis of Sustainability Index and <strong>Status</strong> in the Utilization of Freshwater<br />
Swamp in Pasak Piang Village, Sub-District of Sungai Ambawang, Kubu Raya<br />
District - West Kalimantan Province)<br />
Rois 1 , Supiandi Sabiham 2 , Irsal Las 3 , <strong>dan</strong> Machfud 4<br />
ABSTRAK<br />
Rawa merupakan sebutan bagi semua daerah yang tergenang air, yang<br />
penggenangannya dapat bersifat musiman maupun permanen <strong>dan</strong> ditumbuhi<br />
oleh tumbuhan (vegetasi). Provinsi Kalimantan Barat, terdapat rawa lebak<br />
seluas 35.436 hektar yang tersebar di 11 kabupaten. Di Kabupaten Kubu<br />
Raya, terdapat rawa lebak yang terdistribusi di empat kecamatan yang salah<br />
satunya adalah Kecamatan Sungai Ambawang. Penelitian ini bertujuan untuk<br />
menganalisis keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak di Desa Pasak Piang,<br />
Kecamatan Sungai Ambawang yang didasarkan pada penilaian indeks <strong>dan</strong> status<br />
keberlanjutan dengan menggunakan metode Multidimensional Scaling (MDS)<br />
yang disebut dengan Rap-Lebak (Rapid Appraisal for Rawa Lebak). Data yang<br />
digunakan terdiri dari data primer <strong>dan</strong> data sekunder. Hasil ordinasi Rap-Lebak<br />
menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan rawa lebak masing-masing<br />
dimensi bervariasi berkisar dari yang terendah 24.20 persen untuk dimensi<br />
ekonomi yang dikategorikan tidak berkelanjutan, diikuti dimensi teknologi 28.92<br />
persen, dimensi ekologi 45.36 persen, <strong>dan</strong> dimensi sosial budaya 48.30 persen<br />
yang ketiganya dikategorikan kurang berkelanjutan, serta dimensi kelembagaan<br />
dengan nilai indeks tertinggi, yaitu 51.41 persen atau dikategorikan cukup<br />
berkelanjutan. Se<strong>dan</strong>gkan hasil analisis leverage dari 37 atribut yang dianalisis<br />
diperoleh 19 atribut sensitif yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan<br />
sistem pengelolaan rawa lebak.<br />
kata Kunci : indeks <strong>dan</strong> status keberlanjutan , rawa lebak<br />
1 Mahasiswa S3 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam <strong>dan</strong> Lingkungan – Sekolah Pasca Sarjana IPB.<br />
2 Staf Pengajar Departeman Ilmu Tanah <strong>dan</strong> Sumberdaya Lahan IPB.<br />
3 Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor<br />
4 Staf Pengajar Dep. Teknologi Industri Pertanian IPB<br />
21
22<br />
AbstrAct<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
Swamp is a definition for all areas that is stagnated by water. It is classified as<br />
seasonal or permanent, and overgrown by vegetation. In West Kalimantan Province,<br />
there is a freshwater swamp area of 35,436 hectares spread over 11 districts.<br />
In Kubu Raya district, there is a freshwater swamp which is distributed in four<br />
districts, including Sungai Ambawang sub-District. This research aimed to analyze<br />
sustainable utilization of freshwater swamp in Pasak Piang, Sungai Ambawang<br />
sub-District that is based on an index assessment and the status of sustainability<br />
by using Multidimensional Scaling (MDS) it’s called Rap-Lebak (Rapid Appraisal for<br />
Rawa Lebak). The used data consists of both primary and secondary data. Rap-Lebak<br />
Ordination Results showed that the values of sustainability index on freshwater<br />
swamp of each dimension was on various range, from a low 24.20 percent for<br />
the economic dimension is not considered sustainable, followed by technological<br />
dimensions 28.92 percent, 45.36 percent of the ecological dimension, and sociocultural<br />
dimensions of 48.30 percent of all three categorized as less sustainable,<br />
and institutional dimension with the highest index value, which is 51.41 percent<br />
or categorized quite sustainable. While the results of analysis leverage of the 37<br />
attributes that were analyzed obtaining 19 attributes that influence the sensitive<br />
index of freshwater swamp on sustainable management system.<br />
key wards : sustainability index and status, freshwater swamp<br />
PENDAHULUAN<br />
Rawa merupakan sebutan bagi<br />
semua daerah yang tergenang air,<br />
yang penggenangannya dapat bersifat<br />
musiman maupun permanen <strong>dan</strong><br />
ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi).<br />
Indonesia mempunyai lahan rawa<br />
sekitar 39 juta hektar yang terdiri dari<br />
lahan rawa pasang surut <strong>dan</strong> rawa lebak.<br />
Berdasarkan data dari Balittra tahun<br />
2005, terdapat areal rawa pasang surut<br />
seluas 24,2 juta hektar <strong>dan</strong> rawa lebak<br />
seluas 13,27 juta hektar, <strong>dan</strong> umumnya<br />
tersebar di Pulau Sumatera 5,70 juta<br />
hektar, Kalimantan 3,40 juta hektar, <strong>dan</strong><br />
Irian Jaya 5,20 juta hektar.<br />
Provinsi Kalimantan Barat dengan<br />
luas total 14,64 juta hektar memiliki<br />
rawa lebak sekitar 35.436 hektar <strong>dan</strong><br />
baru sekitar 9.796 hektar atau 27,6<br />
persen yang telah dimanfaatkan. Lahan<br />
ini tersebar di 11 kabupaten yang salah<br />
satunya adalah Kabupaten Kubu Raya.<br />
Di Kabupaten Kubu Raya, rawa lebak<br />
tersebar di empat Kecamatan yaitu<br />
Kecamatan Batu Ampar, Terentang,<br />
Sungai Raya <strong>dan</strong> Sungai Ambawang.<br />
Khusus untuk penelitian ini difokuskan di<br />
Kecamatan Sungai Ambawang, tepatnya<br />
desa Pasak Piang dengan luas rawa lebak<br />
yang ada mencapai 221 hektar (Dinas<br />
Pertanian Prov. Kalbar, 2008).<br />
Saat penelitian ini dilaksanakan,<br />
rawa lebak di lokasi penelitian<br />
dimanfaatkan berbagai macam tanaman<br />
mulai tanaman pangan (jagung, ubi kayu,
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
ubi jalar, keladi/talas, <strong>dan</strong> utamanya padi),<br />
palawija <strong>dan</strong> sayuran (kacang tanah,<br />
kacang kedelai, kacang hijau, terung,<br />
bayam, kangkung, cabe), tahunan (karet,<br />
kopi, kakao, lada, kelapa, <strong>dan</strong> kelapa<br />
sawit), <strong>dan</strong> sebagian kecil dimanfaatkan<br />
untuk kolam <strong>dan</strong> usaha peternakan,<br />
dengan rata-rata kepemilikan lahan<br />
hanya berkisar 0.5 – 1.0 hektar per kepala<br />
keluarga. Usahatani dengan berbagai jenis<br />
tanaman yang tersebut di atas, umumnya<br />
dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi<br />
kebutuhan rumah tangga, kecuali untuk<br />
tanaman karet. Secara umum menurut<br />
Noor (2007), pemanfaatan lahan rawa<br />
lebak masih terbatas <strong>dan</strong> hanya bersifat<br />
untuk menopang kehidupan sehari-hari<br />
<strong>dan</strong> masih tertinggal jika dibandingkan<br />
dengan agroekosistem lain, seperti lahan<br />
kering atau lahan irigasi. Hal itu dapat<br />
dipahami, karena rawa lebak merupakan<br />
ekosistem yang lebih cepat rusak <strong>dan</strong><br />
hilang jika dibandingkan dengan ekosistem<br />
lain, <strong>dan</strong> tidak hanya rentan terhadap<br />
perubahan langsung seperti konversi<br />
menjadi lahan pertanian atau pemukiman,<br />
tetapi juga rentan terhadap perubahan<br />
kualitas air sungai yang mengalirinya<br />
(Lewis et al., 2000). Selain itu, kendala non<br />
fisik, terutama masalah status kepemilikan<br />
lahan yang banyak dikuasai oleh kelompokkelompok<br />
tertentu yang berprofesi<br />
sebagai non petani (Arifin et al., 2006) <strong>dan</strong><br />
ketidak-jelasan kepemilikan lahan (Irianto,<br />
2006). Dengan kondisi demikian, apabila<br />
ekosistem rawa lebak tidak dikelola <strong>dan</strong><br />
diatur dalam pemanfaatannya, maka hal<br />
itu dapat menimbulkan konflik. Konflik<br />
menurut Kartodihardjo <strong>dan</strong> Jhamtani<br />
(2006) dapat terjadi apabila tidak a<strong>dan</strong>ya<br />
kesepakatan dalam menetapkan aturan<br />
main pengelolaan sumberdaya alam yang<br />
digunakan sebagai landasan. Muara dari<br />
keadaan di atas, pada gilirannya dapat<br />
mempercepat proses pengrusakan/<br />
degradasi.<br />
Agar supaya dalam pemanfaatan<br />
rawa lebak dapat berlangsung secara<br />
berkelanjutan, maka perlu diterapkan<br />
konsep pembangunan berkelanjutan atau<br />
sustainable development. Pembangunan<br />
berkelanjutan adalah pembangunan<br />
yang dapat memenuhi kebutuhan<br />
sekarang tanpa harus mengorbankan<br />
kemampuan generasi yang akan datang<br />
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri<br />
(Brundland Report, 1987). Substansi dari<br />
konsep ini adalah tujuan sosial, ekonomi<br />
<strong>dan</strong> lingkungan dapat berjalan secara<br />
bersama-sama. Dalam penerapannya,<br />
tujuan pembangunan berkelanjutan tidak<br />
hanya terbatas pada tiga dimensi yaitu<br />
ekologi, ekonomi <strong>dan</strong> sosial, tetapi dapat<br />
berkembang sesuai dengan kebutuhan<br />
<strong>dan</strong> keragaman dari masing-masing<br />
wilayah atau daerah yang diteliti.<br />
Dalam penelitian ini, pendekatan<br />
yang digunakan untuk mengetahui<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
menggunakan lima dimensi. Hal ini<br />
dengan mempertimbangkan berbagai<br />
aspek yang mempengaruhi proses<br />
pemanfaatan rawa lebak tersebut.<br />
Adapun kelima dimensi yang digunakan<br />
adalah dimensi ekologi, ekonomi, sosial<br />
budaya, teknologi <strong>dan</strong> kelembagaan.<br />
Penelitian ini bertujuan untuk<br />
[1] mengetahui keberlanjutan sistem<br />
pemanfaatan rawa lebak pada masingmasing<br />
dimensi yaitu ekologi, ekonomi,<br />
sosial budaya, teknologi <strong>dan</strong> kelembagaan,<br />
<strong>dan</strong> [2] mengetahui atribut-atribut yang<br />
23
sensitif berpengaruh terhadap sistem<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Penelitian dilaksanakan di<br />
Desa Pasak Piang, Kecamatan Sungai<br />
Ambawang Kabupaten Kubu Raya,<br />
Kalimantan Barat yang dilaksanakan sejak<br />
bulan Februari sampai September 2010.<br />
Penentuan lokasi penelitian dilakukan<br />
secara purposive sampling, se<strong>dan</strong>gkan<br />
penentuan responden dilakukan secara<br />
random sampling yaitu sebanyak 28<br />
responden.<br />
Data yang digunakan dalam<br />
penelitian ini adalah data primer <strong>dan</strong><br />
data sekunder. Data primer diperoleh<br />
melalui wawancara, pengisian<br />
kuesioner, survey lapangan untuk<br />
mengetahui sistem usahatani di lokasi<br />
penelitian. Data sekunder diperoleh<br />
melalui penelusuran literatur hasil-hasil<br />
penelitian, studi pustaka, laporan <strong>dan</strong><br />
24<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
dokumen dari berbagai instansi yang<br />
berhubungan dengan bi<strong>dan</strong>g penelitian.<br />
Metode analisis yang digunakan<br />
yaitu [1] teknik ordinasi Rap-Lebak<br />
melalui metode Multidimensional Scaling<br />
(MDS) untuk menilai indeks <strong>dan</strong> status<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak,<br />
[2] analisis leverage untuk mengetahui<br />
atribut-atribut sensitif yang berpengaruh<br />
terhadap indeks keberlanjutan dimasingmasing<br />
dimensi [3] analisis Monte Carlo<br />
digunakan untuk menduga pengaruh galat<br />
pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai<br />
indeks Monte Carlo dibandingkan dengan<br />
indeks MDS. Penentuan nilai Stress <strong>dan</strong><br />
Koefesien determinasi (R 2 ) yang berfungsi<br />
untuk mengetahui perlu tidaknya<br />
penambahan atribut, <strong>dan</strong> mencerminkan<br />
keakuratan dimensi yang dikaji dengan<br />
keadaan yang sebenarnya. Bagan proses<br />
aplikasi Rap-Lebak yang dimodifikasi dari<br />
Alder et al (2000); Fauzi <strong>dan</strong> Anna (2005)<br />
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.<br />
Gambar 1 Bagan proses aplikasi Rap-Lebak (dimodifikasi dari Alder et al (2000); Fauzi <strong>dan</strong><br />
Anna (2005).<br />
Review atribut<br />
(berbagai kategori <strong>dan</strong> skoring kriteri)<br />
<strong>Analisis</strong> Leveage<br />
(analisis anomali)<br />
Mulai<br />
Penilaian skor setiap atribut<br />
Multidimensional Scaling<br />
(untuk masing-masing atribut)<br />
<strong>Analisis</strong> keberlanjutan<br />
(sustainability assessment)<br />
Identifikasi pemanfaatan rawa lebak<br />
(didasarkan kriteri yang konsisten)<br />
<strong>Analisis</strong> Monte Carlo<br />
(analisis keidakpastian)
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Untuk mengetahui indeks<br />
keberlanjutan serta atribut sensitif yang<br />
berpengaruh terhadap pemanfaatan<br />
rawa lebak dari masing-masing dimensi,<br />
dilakukan analisis Rap-Lebak <strong>dan</strong> analisis<br />
Leverage.<br />
A. <strong>Keberlanjutan</strong> Rawa Lebak Dimensi<br />
Ekologi<br />
Hasil analisis Gambar 2a menunjukkan<br />
bahwa indeks keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak dimensi ekologi<br />
hanya mencapai nilai indeks 45.36 persen<br />
atau dengan kategori kurang berkelanjutan.<br />
Gambar 2 [a] <strong>Indeks</strong> <strong>dan</strong> status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekologi, [b] faktor sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
UP<br />
45.36<br />
0 BAD GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
DOWN<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
a<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
2b menunjukkan bahwa dari delapan<br />
atribut yang dianalisis terdapat empat<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan ekologi dalam pengelolaan<br />
rawa lebak, yaitu (1) kondisi bahan<br />
organik tanah, (2) produktivitas lahan, (3)<br />
periode tergenang, <strong>dan</strong> (4) penggunaan<br />
pupuk. Keempat atribut sensitif yang<br />
mempengaruhi keberlanjutan ekologi<br />
tersebut mempunyai keterkaitan yang<br />
sangat erat dalam mempengaruhi<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak.<br />
B. <strong>Keberlanjutan</strong> Rawa Lebak Dimensi<br />
Ekonomi<br />
Hasil analisis Gambar 3a menun-<br />
Attribute<br />
Ketersediaan sistem<br />
irigasi<br />
Periode kekeringan<br />
Periode tergenang<br />
Produktivitas lahan<br />
Kandungan bahan<br />
organik tanah<br />
Kelas kesesuaian<br />
lahan<br />
Penggunaan pupuk<br />
Persentase luas lahan<br />
<strong>Analisis</strong> Leverage Dimensi Ekologi Pasak Piang<br />
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
b<br />
jukkan bahwa indeks keberlanjutan peman<br />
faatan rawa lebak dimensi ekonomi<br />
hanya mencapai nilai indeks 24.20 persen<br />
atau dengan kategori tidak berkelanjutan<br />
(buruk).<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
3b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />
atribut yang dianalisis terdapat empat<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan ekonomi dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu<br />
(1) harga produk usahatani, (2)<br />
ketersediaan sarana produksi, (3)<br />
keuntungan usahatani, <strong>dan</strong> (4) efesiensi<br />
ekonomi. Keempat atribut sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan<br />
ekonomi tersebut juga mempunyai<br />
25
keterkaitan yang sangat erat antara<br />
satu atribut dengan atribut lainnya<br />
26<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
Gambar 3 [a] <strong>Indeks</strong> <strong>dan</strong> status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekonomi, [b] faktor<br />
sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
0<br />
GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
BAD<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
24.20<br />
DOWN<br />
UP<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
C. <strong>Keberlanjutan</strong> Rawa Lebak Dimensi<br />
Sosial Budaya<br />
Hasil analisis Gambar 4a<br />
menunjukkan bahwa indeks keber-<br />
Attribute<br />
Keuntungan usahatani<br />
Ketersediaan sarana<br />
produksi<br />
Harga produk usahatni<br />
Ketersediaan modal<br />
usahatani<br />
Pendapatan rata-rata<br />
petani<br />
<strong>Analisis</strong> Leverage Dimensi Ekonomi Pasak Piang<br />
Efesiensi ekonomi<br />
Produksi usahatani<br />
a b<br />
0 2 4 6 8 10 12 14 16<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
lanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
dimensi sosial budaya hanya mencapai<br />
nilai indeks 48.30 persen atau dengan<br />
kategori kurang berkelanjutan.<br />
Gambar 4 [a] <strong>Indeks</strong> <strong>dan</strong> status keberlanjutan rawa lebak dimensi sosial budaya, [b] faktor<br />
sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAKOrdination<br />
0<br />
GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
BAD<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
48.30<br />
DOWN<br />
UP<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
<strong>Analisis</strong> Leverage Dimensi Sosial Budaya Pasak Piang<br />
a b<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
4b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />
Attribute<br />
Inensitas konflik<br />
Tingkat pendidikan<br />
formal petani<br />
Pola hub. Masyarakat<br />
dlm usaha pertanian<br />
Peran adat dalam<br />
kegiatan pertanian<br />
Rumah tangga petani<br />
yg pernah mengikuti<br />
penyuluhan pertanian<br />
Jumlah rumah tangga<br />
petani<br />
<strong>Status</strong> kepemilkan<br />
lahan<br />
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
atribut yang dianalisis terdapat enam<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
keberlanjutan sosial budaya dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />
peran adat dalam kegiatan pertanian,<br />
(2) rumah tangga petani yang pernah<br />
mengikuti penyuluhan pertanian, (3)<br />
pola hubungan masyarakat dalam usaha<br />
pertanian, (4) jumlah rumah tangga<br />
petani, (5) tingkat pendidikan formal<br />
petani, <strong>dan</strong> (6) intensitas konflik. Keenam<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan sosial budaya tersebut<br />
mempunyai keterkaitan yang sangat<br />
erat antara satu atribut dengan<br />
atribut lainnya dalam mempengaruhi<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak.<br />
D. <strong>Keberlanjutan</strong> Rawa Lebak Dimensi<br />
Teknologi<br />
Hasil analisis Gambar 5a<br />
menunjukkan bahwa indeks<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
dimensi teknologi hanya mencapai<br />
nilai indeks 28.92 persen atau dengan<br />
kategori kurang berkelanjutan.<br />
Gambar 5 [a] <strong>Indeks</strong> <strong>dan</strong> status keberlanjutan rawa lebak dimensi teknogi, [b] faktor sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
UP<br />
28.92<br />
0 BAD GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
DOWN<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
<strong>Analisis</strong> Leverage Dimensi Teknologi Pasak Piang<br />
Jadual tanam<br />
Pola tanam<br />
Ketersediaan mesin pasca panen<br />
Ketersediaan mesin pompa air<br />
Jml alat pemberantasan jasad pengganggu<br />
Pengendalian gulma<br />
Pemupukan<br />
Pengolahan tanah<br />
a b<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
5b menunjukkan bahwa dari delapan<br />
atribut yang dianalisis terdapat tiga<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan teknologi dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />
jumlah alat pemberantasan jasad<br />
pengganggu, (2) ketersediaan mesin<br />
pompa air, <strong>dan</strong> (3) ketersediaan mesin<br />
pasca panen. Ketiga atribut sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan<br />
teknologi tersebut merupakan atribut<br />
Attribute<br />
0 1 2 3 4 5 6 7 8<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
teknologi yang sangat berperan<br />
dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
E. <strong>Keberlanjutan</strong> Rawa Lebak Dimensi<br />
Kelembagaan<br />
Hasil analisis Gambar 6a<br />
menunjukkan bahwa indeks<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
dimensi kelembagaan hanya mencapai<br />
nilai indeks 51.41 persen atau dengan<br />
kategori cukup berkelanjutan.<br />
27
28<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
Gambar 6 [a] <strong>Indeks</strong> <strong>dan</strong> status keberlanjutan rawa lebak dimensi kelembagaan, [b] faktor<br />
sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
51.41<br />
0<br />
GOOD<br />
0<br />
BAD<br />
20 40 60 80 100 120<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
DOWN<br />
UP<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
6b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />
atribut yang dianalisis terdapat dua<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan kelembagaan dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />
ketersediaan lembaga keuangan mikro,<br />
<strong>dan</strong> (2) keberadaan lembaga sosial. Kedua<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan kelembagaan tersebut<br />
mempunyai keterkaitan yang kurang erat<br />
dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
Dari kelima dimensi yang dianalisis<br />
yang divisualisasikan dalam bentuk<br />
diagram layang (kite diagram) Gambar 7<br />
menunjukkan a<strong>dan</strong>ya keragaman antara<br />
satu dimensi dengan dimensi yang lain.<br />
Untuk dimensi kelembagaan yang diperoleh<br />
nilai indeks relatif terbesar yaitu 55.15<br />
persen atau kategori cukup berkelanjutan,<br />
jika dibandingkan dengan tiga dimensi<br />
(ekologi, sosial budaya, <strong>dan</strong> teknologi) yang<br />
berada pada kategori kurang berkelanjutan<br />
<strong>dan</strong> satu dimensi yaitu dimensi ekonomi<br />
Attribute<br />
<strong>Analisis</strong> Leverage Dimensi Kelembagaan Pasak Piang<br />
Keberadaan balai<br />
penyuluh pertanian<br />
Kondisi prasarana<br />
jelan desa<br />
Petugas penyuluh<br />
lapangan<br />
Ketersediaan lembaga<br />
keuangan mikro<br />
Keberadaan lembaga<br />
sosial<br />
Intensitas pertemuan<br />
kelompok tani<br />
Keberadaan kelompok<br />
tani<br />
a b<br />
0 1 2 3 4 5 6 7 8<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
mempunyai nilai indeks terendah yaitu<br />
24.20 persen yang berada pada kategori<br />
tidak berkelanjutan (buruk).<br />
Gambar 7 Diagram layang analisis indeks<br />
<strong>dan</strong> status keberlanjutan rawa<br />
lebak di Pasak Piang<br />
Kelembagaa<br />
n<br />
Teknologi<br />
51.41<br />
28.92<br />
Ekologi<br />
100<br />
80<br />
45.36<br />
60<br />
40<br />
20 24.2<br />
0<br />
48.3<br />
Sosial<br />
Budaya<br />
Ekonomi<br />
Nilai indeks untuk dimensi ekologi,<br />
sosial budaya, <strong>dan</strong> teknologi yang<br />
masing-masing hanya mencapai 45.36<br />
persen, 48.30 persen, <strong>dan</strong> 28.92 persen<br />
pada kategori kurang berkelanjutan, yang<br />
apabila ingin ditingkatkan nilai indeksnya<br />
menjadi ‘cukup berkelanjutan atau di<br />
atas 50.00 persen, maka perlu mengelola<br />
atribut-atribut sensitif ketiga dimensi
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
tersebut. Se<strong>dan</strong>gkan untuk dimensi<br />
ekonomi yang nilai indeks keberlanjutan,<br />
berada pada kategori buruk (tidak<br />
berkelanjutan) sesuai dengan hasil analisis<br />
dimensi ekonomi pada Gambar 3a di atas.<br />
Hasil ini juga menunjukkan bahwa apabila<br />
ingin ditingkatkan status keberlanjutan<br />
dari kategori ‘buruk’ menjadi ‘cukup’<br />
berkelanjutan, maka perlu mengelola<br />
atribut-atribut sensitif yang berpengaruh<br />
terhadap keberlanjutan dimensi<br />
ekonomi, terutama mengelola harga<br />
produk usahatani, ketersediaan sarana<br />
produksi, keuntungan usahatani, <strong>dan</strong><br />
efesiensi ekonomi.<br />
Berdasarkan tabel 1 nilai S-Stress<br />
yang dihasilkan, dimasing-masing dimensi,<br />
mempunyai nilai yang lebih kecil dari<br />
ketentuan (
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
A. Kesimpulan<br />
Nilai indeks keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak untuk masingmasing<br />
dimensi sangat beragam berkisar<br />
antara 24.20 – 51.41 persen. Dimensi<br />
kelembagaan termasuk dalam kategori<br />
cukup berkelanjutan, se<strong>dan</strong>gkan dimensi<br />
ekologi, sosial budaya <strong>dan</strong> teknologi<br />
termasuk dalam kategori kurang<br />
berkelanjutan. Dan dimensi ekonomi<br />
termasuk dimensi yang mempunyai nilai<br />
indeks keberlanjutan yang paling rendah<br />
atau pada kategori tidak berkelanjutan<br />
(buruk).<br />
Atribut-atribut sensitif yang<br />
berpengaruh terhadap keberlanjutan<br />
sistem pemanfaatan rawa lebak<br />
sebanyak 19 atribut, dari dimensi<br />
ekologi empat atribut yaitu (1) kondisi<br />
bahan organik tanah, (2) produktivitas<br />
lahan, (3) periode tergenang, <strong>dan</strong> (4)<br />
penggunaan pupuk; dimensi ekonomi<br />
empat atribut, yaitu (1) harga produk<br />
usahatani, (2) ketersediaan sarana<br />
produksi, (3) keuntungan usahatani,<br />
<strong>dan</strong> (4) efesiensi ekonomi; dimensi<br />
sosial budaya enam atribut, yaitu (1)<br />
peran adat dalam kegiatan pertanian,<br />
(2) rumah tangga petani yang pernah<br />
mengikuti penyuluhan pertanian, (3)<br />
pola hubungan masyarakat dalam usaha<br />
pertanian, (4) jumlah rumah tangga<br />
petani, (5) tingkat pendidikan formal<br />
petani, <strong>dan</strong> (6) intensitas konflik; dimensi<br />
teknologi tiga atribut, yaitu (1) jumlah<br />
alat pemberantasan jasad pengganggu,<br />
(2) ketersediaan mesin pompa air, <strong>dan</strong><br />
(3) ketersediaan mesin pasca panen; <strong>dan</strong><br />
dimensi kelembagaan dua atribut, yaitu<br />
(1) ketersediaan lembaga keuangan<br />
30<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
mikro, <strong>dan</strong> (2) keberadaan lembaga<br />
sosial.<br />
B. Saran<br />
<strong>Analisis</strong> keberlanjutan ini<br />
menunjukkan kondisi saat ini (exesting<br />
condition), maka untuk memperbaiki<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
tersebut, perlu dilakukan perbaikan<br />
pengelolaannya dengan cara mengelola<br />
17 atribut sensitif yang terdistribusi<br />
pada dimensi ekologi, ekonomi, sosial<br />
budaya <strong>dan</strong> teknologi.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Alder J, TJ, Pitcher, D. Preikshot, K.<br />
Kaschner and B. Feriss. 2000. How<br />
good is good? A. Rapid Appraisal<br />
tecknique for evaluation of the<br />
sustainability status of fisheries<br />
of the north Atlantic. In Pauly<br />
and Pitcher (eds). Methods for<br />
evaluationg the impacts of fisheries<br />
on the north atlantic ecosystem.<br />
Fisheries Center Research Reports.<br />
Arifin M.Z., Anwar K., <strong>dan</strong> Simatupang<br />
R.S. 2006. Karakteristik <strong>dan</strong><br />
Potensi Lahan Rawa Lebak untuk<br />
Pengembangan Pertanian di<br />
Kalimantan Selatan dalam Prosiding<br />
Seminar Nasional Pengelolaan<br />
Lahan Terpadu. Banjarbaru 28 – 29<br />
Juli 2006.<br />
Brundland Report, G.H., M. Khalid, S.<br />
Agneli, S.A. Al-athel, B. Chidzero,<br />
L.M. Fadika, V. Hauff, I. Lang, M.<br />
Shijun, M.M. de Botero, N. Singh,<br />
P.N. Neto, S. Okita, S.S. Ramphal,
<strong>Analisis</strong> <strong>Indeks</strong>...<br />
W.D. Ruckeshaus, M. Sahnoun,<br />
E. Salim, B. Shaib, V. Sokolov,<br />
J. Stanovnik, M. Strong [World<br />
Commission on Enveronment and<br />
Development]. 1987. Our common<br />
future. Oxford: Oxford University<br />
Press.<br />
Dinas Pertanian. 2008. Statistik<br />
pertanian Tanaman Pangan, Provinsi<br />
Kalimantan Barat.<br />
Fauzi A <strong>dan</strong> S. Anna. 2005. Pemodelan<br />
sumberdaya perikanan <strong>dan</strong> kelautan<br />
untuk analisis kebijakan. Gramedia<br />
Pustaka, Jakarta.<br />
Irianto G., 2006. Kebijakan <strong>dan</strong><br />
Pengelolaan Air Dalam<br />
Pengembangan Lahan Rawa Lebak<br />
dalam Prosiding Seminar Nasional<br />
Pengelolaan Lahan Terpadu,<br />
Banjarbaru 28 – 29 Juli 2006.<br />
Kartodihardjo, H., <strong>dan</strong> Jhamtani H.<br />
[Editor]. 2006. Politik Lingkungan<br />
<strong>dan</strong> Kekuasaan di Indonesia.<br />
Jakarta: Equinox.<br />
Noor, M. 2007. Rawa Lebak:<br />
Ekologi, Pemanfaatan, <strong>dan</strong><br />
Pengembangannya. Rajawali Pers,<br />
Jakarta.<br />
Sulistyarto, B. 2008. Pengelolaan<br />
Ekosistem Rawa Lebak untuk<br />
Mendukung Keanekaragaman Ikan<br />
<strong>dan</strong> Pendapatan Nelayan di Kota<br />
Palangkaraya. Disertasi Sekolah<br />
Pascasarjana Institut Pertanian<br />
Bogor, Bagor.<br />
Su<strong>dan</strong>a, W., 2005. Potensi <strong>dan</strong><br />
Prospek Lahan Rawa Sebagai<br />
Sumber Produksi Pertanian. Balai<br />
Pengkajian <strong>dan</strong> Pengambangan<br />
Teknologi Pertanian Bogor.Waluyo.<br />
2000. Pola Kondisi Air Rawa Lebak<br />
sebagai Penentu Masa <strong>dan</strong> Pola<br />
Tanam Padi <strong>dan</strong> Kedelai di Daerah<br />
Kayu Agung (OKI) Sumatera Selatan.<br />
Tesis Sekolah Pascasarjana Institut<br />
Pertanian Bogor, Bogor.<br />
31