EKONOMI DAN PEMBANGUNAN - BAPPEDA Aceh - Pemerintah ...
EKONOMI DAN PEMBANGUNAN - BAPPEDA Aceh - Pemerintah ...
EKONOMI DAN PEMBANGUNAN - BAPPEDA Aceh - Pemerintah ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Jurnal<br />
<strong>EKONOMI</strong> <strong>DAN</strong> <strong>PEMBANGUNAN</strong><br />
Muhammad Nasir dan Alfan Mufrody<br />
X Analisis Hubungan Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> Terhadap Produk Domestik<br />
Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong><br />
Ramayana<br />
X Optimasi Pengolahan Minyak Nilam Pada Berbagai Daerah Produksi dan<br />
Varitas di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Rois, Supiandi Sabiham, Irsal Las, dan Machfud<br />
X Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan Rawa Lebak di<br />
Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya –<br />
Kalimantan Barat<br />
Usman Bakar<br />
X Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada Pemilihan Penyedia<br />
Barang/Jasa dalam Rangka Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi<br />
Keuangan <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />
Khalis Yunus dan Ema Alemina<br />
X Peranan Biofertilizer Bagi Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Tanah Yang<br />
Terkena Dampak Tsunami<br />
Vivi Silvia<br />
X Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas Pekerja Wanita dari<br />
Sektor Industri ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />
Hasanuddin Yusuf Adnan<br />
X Konsep Syura dalam Islam
TIM REDAKSI<br />
JURNAL <strong>EKONOMI</strong> <strong>PEMBANGUNAN</strong> terbit dua kali setahun pada bulan Juli,<br />
dan November yang berisi tulisan hasil penelitian dan kajian analisis kritis dibidang<br />
Ekonomi Pembangunan.<br />
Pengarah : Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah <strong>Aceh</strong><br />
Wakil Pengarah : Warqah Helmi<br />
Penanggung Jawab : Hamdani<br />
Dewan Redaksi : Syahrizal Abbas<br />
Saiful Mahdi<br />
Muhammad Nasir<br />
Ema Alemina<br />
Pimpinan Redaksi : Marthunis<br />
Staf Redaksi : Aswar<br />
Ida Irawan<br />
Pimpinan Administrasi : Taufiqurrahman<br />
Sekretariat : Nurbaya<br />
Wahyuni<br />
Suharna<br />
T. Azwar Mirza<br />
Vintana Gemasih Martunas<br />
Nelly Eliza<br />
Alamat Redaksi<br />
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah <strong>Aceh</strong><br />
Bidang Penelitian dan Pengembangan<br />
Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh No.26 Banda <strong>Aceh</strong><br />
Telepon (0651) 21440, 29713<br />
Email : bappeda.acehprov.go.id<br />
iii
KATA PENGANTAR<br />
Berusaha keras meningkatkan dan memajukan ilmu pengetahuan sekaligus<br />
memberikan informasi bagi stakeholder merupakan komitmen <strong>BAPPEDA</strong> <strong>Aceh</strong>.<br />
Wujud nyata upaya tersebut tercermin dari keberlanjutan penerbitan Jurnal<br />
Ekonomi dan Pembangunan.<br />
Dalam rangka meningkatkan kualitasnya, staf redaksi melakukan<br />
perbaikan-perbaikan secara signifikan dalam hal penambahan dewan pakar,<br />
format penulisan artikel yang lebih konsisten dan judul jurnal yang lebih mudah<br />
dimengerti dan dipahami.<br />
Diharapkan perbaikan ini dapat menjembatani para akademisi, praktisi<br />
bisnis dan <strong>Pemerintah</strong> dalam menuangkan gagasannya, baik berupa hasil<br />
penelitian ataupun analisis ilmiah yang bagi perwujudan pembangunan<br />
berkelanjutan.<br />
Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan kepada para penyunting<br />
Ahli atas kesediaanya menjadi anggota dewan redaksi semoga peran sertanya<br />
dapat meningkatkan mutu penerbitan jurnal ini. Ucapan terimaksih juga<br />
disampaikan kepada para penulis artikel yang termuat tulisannya. Akhirnya,<br />
tanggapan serta kritikan pembaca sangat kami harapkan.<br />
v<br />
Redaksi
DAFTAR ISI<br />
Muhammad Nasir dan Alfan Mufrody<br />
Analisis Hubungan Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> Terhadap Produk<br />
Domestik Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong> ..................................................<br />
Ramayana<br />
Optimasi Pengolahan Minyak Nilam Pada Berbagai Daerah Produksi dan<br />
Varitas di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat .........................................................<br />
Rois, Supiandi Sabiham, Irsal Las, dan Machfud<br />
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan Rawa Lebak di<br />
Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya –<br />
Kalimantan Barat ...............................................................................<br />
Usman Bakar<br />
Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada Pemilihan Penyedia<br />
Barang/Jasa dalam Rangka Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi<br />
Keuangan <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat .........................................<br />
Khalis Yunus dan Ema Alemina<br />
Peranan Biofertilizer Bagi Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Tanah Yang<br />
Terkena Dampak Tsunami ...................................................................<br />
Vivi Silvia<br />
Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas Pekerja Wanita<br />
dari Sektor Industri ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> .................................................................................................<br />
Hasanuddin Yusuf Adnan<br />
Konsep Syura dalam Islam ..................................................................<br />
vii<br />
1<br />
11<br />
23<br />
37<br />
55<br />
65<br />
83
Analisis Hubungan Pengeluaran<br />
<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> Terhadap Produk Domestik<br />
Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong><br />
(Relationship Analysis of <strong>Aceh</strong> Government Expenditure<br />
for Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong>)<br />
Oleh : Muhammad Nasir 1 , Alfan Mufrody 2<br />
ABSTRAK<br />
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perubahan<br />
pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> dengan perubahan Produk Domestik Regional Bruto<br />
(PDRB). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengeluaran <strong>Pemerintah</strong><br />
Propinsi <strong>Aceh</strong> yang merupakan data time series dari tahun 1994 sampai dengan 2008.<br />
Adapun metode analisis yang digunakan adalah Granger Causality untuk meneliti<br />
pola atau arah hubungan kausalitas. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa tidak ada<br />
hubungan timbal balik antara total pengeluaran pemerintah dengan PDRB. Selain itu<br />
juga tidak terjadi hubungan timbal balik antara total belanja rutin dengan PDRB.<br />
Kata kunci: Granger causality, pengeluaran pemerintah, belanja rutin, PDRB.<br />
AbstrAct<br />
This research is aimed to know the relationship between the change in <strong>Aceh</strong><br />
government spending and Gross Domestic Regional Product (GDRP). The data used<br />
is the time series data from 1994 to 2008. Whereas the method of analysis used is<br />
Granger Causality test in finding the pattern and sign of the causality relationship.<br />
The research finds that there is no causality relationship between total government<br />
expenditure and GDRP. There is also no causality relationship between total routine<br />
expenditure and GDRP.<br />
Keywords: Granger causality, government spending, routine expenditure, GDRP.<br />
PENDAHULUAN<br />
Pembangunan ekonomi dapat<br />
diartikan sebagai suatu perubahan<br />
yang meningkatkan kapasitas produksi<br />
nasional. Peningkatan ini tercermin<br />
pada pertumbuhan ekonomi. Indikator<br />
1 Muhammad Nasir adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam- Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
2 Alfan Mufrody adalah pegawai Dinas Pengairan Propinsi <strong>Aceh</strong>.<br />
1<br />
pertumbuhan ekonomi tidak hanya bisa<br />
secara materi seperti meningkatnya<br />
pendapatan per kapita, tetapi juga<br />
peningkatan formasi modal non<br />
materi seperti kebijakan sosial budaya<br />
yang menunjang harmoni sosial dan
kestabilan politik serta kemandirian.<br />
Pembangunan daerah merupakan<br />
bagian integral dari pembangunan<br />
nasional yang diupayakan berlandaskan<br />
prinsip otonomi daerah. Dengan demikian<br />
daerah mempunyai kesempatan untuk<br />
memanfaatkan sumber daya yang ada<br />
agar dapat meningkatkan kesejahteraan<br />
masyarakat di daerah tersebut. Dengan<br />
otonomi daerah, diharapkan daerah<br />
akan lebih mandiri dalam menentukan<br />
seluruh kegiatannya.<br />
Pengelolaan pemerintah daerah,<br />
baik di tingkat propinsi maupun tingkat<br />
kabupaten dan kota memasuki era baru<br />
sejalan dengan diberlakukannya UU<br />
No.22 tahun 1999 yang menempatkan<br />
otonomi secara utuh pada kabupaten/<br />
kota. Khusus bagi propinsi, selain<br />
sebagai daerah otonom juga merupakan<br />
wilayah administrasi yang melaksanakan<br />
kewenangan pemerintah pusat melalui<br />
pelaksanaan dekonsentrasi. Selain itu,<br />
UU No.25 Tahun 1999 mengamanatkan<br />
bahwa setiap penyerahan atau<br />
pelimpahan kewenangan pemerintah<br />
pusat kepada propinsi dan kabupaten/<br />
kota harus diikuti dengan pembiayaannya.<br />
Khusus untuk <strong>Aceh</strong>, dasar hukum otonomi<br />
(khusus) lebih kuat lagi dengan adanya<br />
UU No.11 tahun 2006 yang dikenal<br />
sebagai Undang-Undang <strong>Pemerintah</strong>an<br />
<strong>Aceh</strong> (UUPA) sebagai usaha menjabarkan<br />
2<br />
Analisis Hubungan...<br />
kesepakatan damai di <strong>Aceh</strong> berdasarkan<br />
MoU Helsinki.<br />
Pembangunan ekonomi adalah<br />
serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang<br />
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup<br />
masyarakat, memperluas kesempatan<br />
kerja, mengarahkan pembagian pendapatan<br />
masyarakat secara adil dan<br />
merata, serta meningkatkan hubungan<br />
ekonomi regional. Dalam mengatur dan<br />
memajukan perekonomian regional<br />
diperlukan kebijakan dalam perencanaan<br />
perekonomian yang matang dengan<br />
pengeluaran negara yang mendorong<br />
keseimbangan regional.<br />
Pada pemerintah daerah terdapat<br />
juga pengeluaran pemerintah yang<br />
diharapkan memberikan kontribusi terhadap<br />
PDRB. Pengeluaran pemerintah<br />
yang bersifat produktif dan investasi<br />
akan memberikan kontribusi terhadap<br />
pemerintah daerah tersebut. Tingkat<br />
aktivitas kegiatan pemerintah yang<br />
produktif terlihat pula dalam pengalokasian<br />
pengeluaran pemerintah.<br />
Angka-angka pendapatan regional<br />
yang disajikan secara series dari tahun<br />
ke tahun akan dapat memberikan<br />
gambaran pembangunan ekonomi suatu<br />
daerah, sebagai hasil dari pelaksanaan<br />
program pembangunan. Tabel 1 berikut<br />
menunjukkan pengeluaran pemerintah<br />
dan PDRB <strong>Aceh</strong>.<br />
Tabel 1 : Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> dan PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> (dalam milyar rupiah)<br />
Tahun Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong><br />
PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong><br />
(berdasarkan harga berlaku)<br />
2004 1.963,26 50.357,27<br />
2005 2.169,78 56.951,60<br />
2006 2.109,84 70.786,83<br />
2007 4.047,19 73.196,28<br />
2008 8.518,74 75.015,73<br />
Sumber: APBD Propinsi <strong>Aceh</strong>, 2004-2008
Analisis Hubungan...<br />
Data pada Tabel 1 menunjukkan<br />
adanya peningkatan pada pengeluaran<br />
<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> maupun PDRB <strong>Aceh</strong>.<br />
Namun demikian, pertumbuhan<br />
PDRB tidak sebesar pertumbuhan<br />
pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong>. Pengeluaran<br />
pemerintah tahun 2004-2008<br />
mengalami pertumbuhan sebesar<br />
49,66%, sedangkan pertumbuhan PDRB<br />
sebesar 9,37%.<br />
Pengeluaran pemerintah meru<br />
pakan salah satu indikator yang<br />
menunjukkan pertumbuhan ekonomi<br />
jangka panjang dan kesejahteraan<br />
masyarakat. Semakin besar pengeluaran<br />
pemerintah diharapkan dapat membawa<br />
dampak pada meningkatnya<br />
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan<br />
kesejahteraan masyarakat merupakan<br />
salah satu tolok ukur PDRB. Oleh<br />
karena itu diharapkan dengan semakin<br />
meningkatnya pengeluaran pemerintah,<br />
maka akan semakin meningkat pula<br />
PDRB dan kesejahteraan rakyat.<br />
Berdasarkan uraian di atas, maka<br />
penulis tertarik untuk menganalisa<br />
hubungan pengeluaran <strong>Pemerintah</strong><br />
<strong>Aceh</strong> terhadap PDRB <strong>Aceh</strong> dengan<br />
menggunakan pendekatan Granger<br />
Causality.<br />
MODEL ANALISIS<br />
Penelitian ini menggunakan<br />
metode Granger untuk meneliti pola<br />
atau arah hubungan kausalitas antara<br />
pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> dengan<br />
PDRB <strong>Aceh</strong> selama kurun waktu 1994-<br />
2008. Untuk menghindari terjadinya<br />
hubungan korelasi yang spurious, dalam<br />
analisa ini digunakan Uji Akar-akar Unit<br />
(Unit Root test) dan kointegrasi sebagai<br />
uji prasyarat penggunaan metode<br />
kausalitas Granger. Model empiris yang<br />
akan dipakai adalah:<br />
Yt<br />
= 0 + α1Yt<br />
−1<br />
+ ... + α nYt<br />
−n<br />
+<br />
β X + ... + β X + ε<br />
1<br />
t−1<br />
n<br />
t−<br />
n<br />
Model 1: Hubungan PDRB dan<br />
Total Belanja APBA<br />
PDRB = α1PDRB(<br />
t−1)<br />
+ ... + α n PDRB(<br />
t−<br />
n)<br />
+<br />
β TOTAL + ... + β TOTAL + ε<br />
1<br />
1<br />
( t−1)<br />
( t−1)<br />
n<br />
1<br />
( t−<br />
n)<br />
( t−<br />
n)<br />
TOTAL = α1TOTAL(<br />
t−1)<br />
+ ... + α nTOTAL<br />
β PDRB + ... + β PDRB + ε<br />
n<br />
1<br />
1<br />
( t−<br />
n)<br />
Model 2: Hubungan PDRB dan<br />
Belanja Rutin<br />
PDRB = α1PDRB(<br />
t−1)<br />
+ ... + α n PDRB(<br />
t−<br />
n)<br />
+<br />
β TOTAL + ... + β TOTAL + ε<br />
1<br />
1<br />
( t−1)<br />
( t−1)<br />
n<br />
( t−<br />
n)<br />
( t−<br />
n)<br />
TOTAL = α1TOTAL(<br />
t−1)<br />
+ ... + α nTOTAL<br />
β PDRB + ... + β PDRB + ε<br />
n<br />
1<br />
1<br />
( t−<br />
n)<br />
Selanjutnya, uji akar unit<br />
digunakan untuk melihat apakah data<br />
yang diamati stationer atau tidak. Uji<br />
standar Dickey-Fuller dilakukan dengan<br />
mengestimasi persamaan regresi<br />
dalam tiga bentuk berbeda (Gujarati,<br />
2004). Akhirnya, Granger Causality<br />
test digunakan untuk mengetahui<br />
apakah suatu variabel endogen dapat<br />
diperlakukan sebagai variabel eksogen.<br />
Granger Causality dilakukan karena<br />
ketidaktahuan keterpengaruhan antar<br />
variabel. Jika ada dua variabel X dan<br />
Y, misalnya, ingin dikaji apakah X<br />
menyebabkan Y atau Y menyebabkan X,<br />
atau berlaku keduanya, atau tidak ada<br />
hubungan antar keduanya. Variabel X<br />
menyebabkan variabel Y artinya berapa<br />
banyak nilai Y pada periode sekarang<br />
3<br />
+<br />
+
dapat dijelaskan oleh nilai Y dan nilai X<br />
pada periode sebelumnya.<br />
A. Data<br />
Data yang digunakan dalam<br />
penelitian ini adalah data pengeluaran<br />
<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> dan data PDRB <strong>Aceh</strong><br />
mulai tahun 1994 sampai dengan tahun<br />
2008. Data yang digunakan merupakan<br />
data sekunder yang berasal dari Badan<br />
Pusat Statistik (BPS), Dirjen Perimbangan<br />
Keuangan, dan Dinas Pengelolaan<br />
Keuangan dan Kekayaan <strong>Aceh</strong> (DPKKA).<br />
Jenis-jenis pengeluaran pemerintah<br />
sampai dengan tahun 2005 dibagi menjadi<br />
pengeluaran rutin dan pengeluaran<br />
pembangunan. Namun setelah itu,<br />
pemerintah menerapkan unified budget<br />
4<br />
Analisis Hubungan...<br />
sehingga tidak lagi membagi pengeluaran<br />
pemerintah menjadi pengeluaran rutin<br />
dan pembangunan.<br />
B. Analisis dan Pembahasan<br />
PDRB <strong>Aceh</strong> dari tahun ke<br />
tahun terus mengalami peningkatan.<br />
PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> pada tahun 1994<br />
sampai dengan tahun 2008 mengalami<br />
peningkatan sebesar 567,15% yaitu<br />
11.244.148,40 milyar rupiah pada tahun<br />
1994 menjadi 75.015.730,00 milyar<br />
rupiah pada tahun 2008. Pertumbuhan<br />
PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> terbesar terjadi<br />
pada tahun 1998 yatu sebesar 44,85%<br />
sedangkan pertumbuhan terendah<br />
terjadi pada tahun 2008 yaitu hanya<br />
2,49% (lihat Tabel 2).<br />
Tabel 2: PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> Tahun 1994-2008<br />
Tahun<br />
PDRB atas dasar Harga Berlaku tahun 1994-2008<br />
Nilai (milyar rupiah) Pertumbuhan (%)<br />
1994 11.244.148,40 -<br />
1995 13.091.230,00 16,43%<br />
1996 14.637.990,00 11,82%<br />
1997 17.229.040,00 17,70%<br />
1998 24.956.859,30 44,85%<br />
1999 26.991.583,10 8,15%<br />
2000 27.972.558,70 3,63%<br />
2001 34.733.400,00 24,17%<br />
2002 42.157.460,00 21,37%<br />
2003 48.619.150,00 15,33%<br />
2004 50.357.270,00 3,57%<br />
2005 56.951.600,00 13,10%<br />
2006 70.786.830,00 24,29%<br />
2007 73.196.280,00 3,40%<br />
2008<br />
Sumber: BPS (1994-2008)<br />
75.015.730,00 2,49%<br />
Salah satu konsekuensi dari<br />
desentralisasi fiskal tentunya adalah<br />
dituntutnya fungsi pengelolaan APBD yang<br />
harus mempertimbangkan alokasi dan<br />
prioritas dalam membiayai pembangunan<br />
daerah. Dari sisi alokasi, belanja daerah<br />
dilakukan untuk menyediakan barang dan<br />
pelayanan publik yang dibutuhkan oleh<br />
masyarakat banyak di daerah dan tidak<br />
dapat disediakan sendiri oleh masyarakat<br />
daerah tersebut. Sedangkan dari segi<br />
prioritas belanja daerah dilakukan untuk
Analisis Hubungan...<br />
sektor-sektor yang sangat mendesak<br />
kebutuhannya dan berpengaruh besar<br />
bagi seluruh kegiatan perekonomian<br />
masyarakat. Tabel 3 berikut menunjukkan<br />
Tabel 3: Distribusi Belanja Daerah Propinsi <strong>Aceh</strong> (juta rupiah)<br />
data mengenai distribusi belanja daerah<br />
Propinsi <strong>Aceh</strong> selama periode 1994-<br />
2008 yang meliputi belanja rutin dan<br />
pembangunan. 333<br />
Tahun<br />
Rutin<br />
Belanja Daerah Tahun 1994-2008<br />
Pembangunan Total<br />
1994 146.196,57 54.991,71 201.188,28<br />
1995 155.370,34 62.102,60 217.472,94<br />
1996 168.697,95 84.144,51 252.842,46<br />
1997 187.073,34 85.600,44 272.673,78<br />
1998 103.452,22 68.250,17 171.702,39<br />
1999 108.511,02 148,545,09 257.056,11<br />
2000 87.421,03 158.464,48 245.885,51<br />
2001 268.363,30 226.397,10 494.760,40<br />
2002 309.969,97 1.074.522,28 1.384.492,25<br />
2003 1.084.024,92 336.252,88 1.420.277,80<br />
2004 1.613.753,08 349.513,36 1.963.266,44<br />
2005 1.857.401,66 312.378,30 2.169.779,96<br />
2006 1.316.562,54 431.500,27 2.109.838,49<br />
2007 1.978.905,62 2.068.285,56 4.047.191,18<br />
2008 2.004.123,10 6.514.617,50 8.518.740,60<br />
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan dan DPPKA (data diolah)<br />
Untuk melihat hubungan antara<br />
pengeluaran pemerintah dengan PDRB<br />
digunakan uji Granger Causality. Uji ini<br />
pada intinya dapat mengindikasikan<br />
suatu variabel mempunyai hubungan dua<br />
arah atau satu arah. Tetapi perlu diingat<br />
bahwa pada uji ini yang dilihat adalah<br />
pengaruh masa lalu terhadap kondisi<br />
sekarang, sehingga data yang digunakan<br />
adalah data deret waktu (time series).<br />
Dengan menggunakan model<br />
hubungan PDRB dan Total Belanja APBA<br />
dibangun model sebagai berikut:<br />
PDRB = α1PDRB(<br />
t−1)<br />
+ ... + α n PDRB(<br />
t−<br />
n)<br />
+<br />
β TOTAL + ... + β TOTAL + ε<br />
1<br />
( t−1)<br />
n<br />
( t−<br />
n)<br />
TOTAL = α1TOTAL(<br />
t−1)<br />
+ ... + α nTOTAL(<br />
t−<br />
n)<br />
+<br />
β1PDRB(<br />
t−1)<br />
+ ... + β n PDRB(<br />
t−<br />
n)<br />
+ ε 1<br />
Dapat diketahui bahwa hasil<br />
pengujian Granger Causality PDRB<br />
1<br />
dengan total belanja dalam kurun waktu<br />
tahun 1994-2008 bahwa Δ(PDRB) tidak<br />
mempunyai hubungan dengan Δ (Total).<br />
Artinya variabel Δ (PDRB) Granger tidak<br />
menyebabkan Δ (Total), dan Δ (Total)<br />
Granger tidak menyebabkan Δ (PDRB).<br />
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada<br />
tabel 4.<br />
Tabel 4 menjelaskan bahwa<br />
pertama dilakukan pengujian Granger<br />
Causality menggunakan lag = 1, terlihat<br />
hasilnya adalah “probability” lebih besar<br />
dari 5%. Dengan demikian, kita menerima<br />
hipotesis nol. Artinya dapat dinyatakan<br />
bahwa PDRB dan total Belanja APBA<br />
tidak saling mempengaruhi atau tidak<br />
mempunyai hubungan kausalitas.<br />
Ketika lag diperbesar menjadi 2, 3,<br />
dan 4 yang terlihat pada Tabel 4, ternyata<br />
5
hasilnya memberikan keputusan<br />
yang sama dengan persamaan yang<br />
menggunakan lag sebanyak 1. Sehingga<br />
Tabel 4: Uji Granger Causality PDRB dengan Total Belanja APBA<br />
Pairwise Granger Causality Tests<br />
Sample: 1994 2008<br />
6<br />
Analisis Hubungan...<br />
dapat disimpulkan bahwa lag 2, 3, dan<br />
4, PDRB dan total belanja APBA tidak<br />
mempunyai hubungan kausalitas.<br />
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability<br />
Lags: 1<br />
TOTAL does not Granger Cause PDRB 14 0,11306 0,74301<br />
PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />
Lags: 2<br />
0,13943 0,71595<br />
TOTAL does not Granger Cause PDRB 13 0,11492 0,89288<br />
PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />
Lags: 3<br />
0,15214 0,86129<br />
TOTAL does not Granger Cause PDRB 12 0,82645 0,53332<br />
PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />
Lags: 4<br />
0,27965 0,83837<br />
TOTAL does not Granger Cause PDRB 11 1,17333 0,50833<br />
PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />
Sumber: Data diolah<br />
0,28326 0,86922<br />
Tidak adanya hubungan kausalitas<br />
antara PDRB dan total belanja APBA<br />
menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi<br />
utamanya sektor riil dan dunia usaha<br />
pada umumnya yang diikuti dengan<br />
peningkatan PDRB tidak diikuti dengan<br />
peningkatan penerimaan APBA. Artinya<br />
peningkatan PDRB tidak membawa<br />
dampak signifikan terhadap peningkatan<br />
penerimaan daerah. Hal ini dapat<br />
terjadi karena peningkatan penerimaan<br />
lebih disebabkan oleh peningkatan<br />
sumber-sumber penerimaan di luar dari<br />
pendapatan asli daerah (pajak daerah,<br />
retribusi dan sumber-sumber lain yang<br />
sah), melainkan penerimaan daerah<br />
meningkat dari transfer keuangan dari<br />
pemerintah pusat seperti pendapatan<br />
melalui dana perimbangan. Dapat<br />
disimpulkan bahwa peningkatan belanja<br />
daerah seiring dengan peningkatan<br />
penerimaan daerah dari tahun ke<br />
tahun tidak disebabkan bergairahnya<br />
perekonomian sektor-sektor pendukung<br />
peningkatan PDRB.<br />
Terjadinya peningkatan transfer<br />
keuangan dari pemerintah pusat ke<br />
<strong>Aceh</strong> adalah sejalan dengan terjadinya<br />
perubahan peraturan perundangundangan<br />
tentang pemerintah dan<br />
keuangan <strong>Aceh</strong>. Awalnya, <strong>Aceh</strong><br />
diistimewakan dengan UU No.24<br />
Tahun 1956, namun kemudian berubah<br />
menjadi dan mengikuti UU No.44 Tahun<br />
1999 dan terakhir menjadi UU No.11<br />
Tahun 2006 tentang <strong>Pemerintah</strong>an <strong>Aceh</strong><br />
(UUPA). Perubahan ini menyebabkan<br />
terjadinya perubahan signifikan pada<br />
pendapatan <strong>Aceh</strong> yang berasal dari<br />
transfer keuangan pemerintah pusat.
Analisis Hubungan...<br />
Hal ini dapat dilihat dari Pasal 181 UU<br />
No.11 tahun 2006 yang menjelaskan<br />
bahwa pendapatan daerah melalui<br />
transfer keuangan pusat berasal dari<br />
dana otonomi khusus dan perimbangan<br />
keuangan, yakni dana alokasi khusus<br />
(DAK), dana alokasi umum (DAU),<br />
dan dana bagi hasil minyak dan gas<br />
(DBHMG), terutama adanya peningkatan<br />
persentase dari bagian pertambangan<br />
minyak sebesar 55% dan pertambangan<br />
gas bumi sebesar 40%.<br />
Menurut teori Rostow dan<br />
Musgrave, perkembangan pengeluaran<br />
pemerintah dibagi ke dalam tahaptahap<br />
pembangunan ekonomi yang<br />
dibedakan antara tahap awal, tahap<br />
menengah dan tahap lanjut. Pada saat<br />
ini kondisi <strong>Aceh</strong> dapat dikatakan masih<br />
berada di tahap awal. Lambannya<br />
pertumbuhan pembangunan di <strong>Aceh</strong><br />
diantaranya dikarenakan konflik yang<br />
berkepanjangan dan bencana Tsunami<br />
sehingga hampir semua infrastruktur<br />
yang ada mengalami kerusakan,<br />
bahkan banyak pula yang tidak dapat<br />
digunakan lagi. Kondisi ini berdampak<br />
pada pengeluaran pemerintah di mana<br />
sebagian besar pengeluaran digunakan<br />
untuk membangun dan memperbaiki<br />
fasilitas umum yang diperlukan.<br />
Selain itu, dalam penyusunan<br />
anggaran pemerintah tidak tertutup<br />
kemungkinan terjadinya salah urus<br />
sehingga peningkatan pertumbuhan<br />
ekonomi terganggu. Faktor lain yang dapat<br />
menghambat pertumbuhan ekonomi<br />
adalah korupsi. Korupsi menyebabkan<br />
ketidakpercayaan sektor swasta.<br />
Ketidakpercayaan ini akan mengakibatkan<br />
sektor swasta tidak berkembang dan<br />
menghambat pertumbuhan ekonomi.<br />
Selain itu, korupsi dapat menurunkan<br />
pengembalian modal dari pemerintah.<br />
Pengeluaran pemerintah salah satu<br />
fungsinya adalah sebagai investasi<br />
publik. Semakin besar tingkat korupsi<br />
maka akan semakin lama pengembalian<br />
modal pemerintah, yang pada gilirannya<br />
akan menghambat pembangunan dan<br />
pertumbuhan ekonomi.Djumashev<br />
(2007) menunjukkan adanya hubungan<br />
negatif antara korupsi dengan tingkat<br />
kepercayaan sektor swasta dan<br />
pengembalian modal investasi yang<br />
dilakukan pemerintah. Singkatnya,<br />
korupsi memberikan efek negatif<br />
terhadap pertumbuhan ekonomi.<br />
KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />
Berdasarkan uraian dan analisis<br />
di atas maka dapat disimpulkan bahwa<br />
tidak terdapat hubungan kausalitas<br />
(Granger) antara total PDRB dengan<br />
total belanja <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong>. Artinya<br />
fluktuasi yang terjadi pada PDRB tidak<br />
berakibat apa-apa terhadap total belanja<br />
<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong>, dan sebaliknya total<br />
belanja daerah tidak mempengaruhi<br />
pertumbuhan PDRB. Selain itu,<br />
ditemukan bahwa penetapan kebijakan<br />
desentralisasi fiskal yang mengakibatkan<br />
meningkatnya belanja daerah juga tidak<br />
berhubungan dengan pertumbuhan<br />
PDRB <strong>Aceh</strong>.<br />
Karena itu, <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong><br />
diharapkan mengalokasikan anggaran<br />
dengan efektif pada pos-pos yang<br />
dapat meningkatkan pertumbuhan<br />
PDRB sebagai salah satu indikator<br />
pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat<br />
dilakukan dengan mengurangi anggaran<br />
7
yang bersifat tidak produktif. Pengeluaran<br />
untuk konsumsi diharapkan dikurangi<br />
dan pengeluaran untuk investasi<br />
ditingkatkan. Selain itu juga diharapkan<br />
pengeluaran pemerintah yang<br />
menunjang peningkatan kinerja sektor<br />
swasta lebih ditingkatkan. <strong>Pemerintah</strong><br />
<strong>Aceh</strong> diharapkan lebih bijaksana dalam<br />
pengelolaan anggarannya sehingga<br />
dapat meningkatkan pertumbuhan<br />
ekonomi dan kesejahteraan rakyat.<br />
8<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Bank Dunia. 2007. Kajian Pengeluaran<br />
Publik Indonesia: Memaksimalkan<br />
Peluang Baru. Washington DC:<br />
World Bank.<br />
Djumashev, R. 2007. Corruption,<br />
uncertainty and growth, MPRA<br />
Paper No. 3716, posted 7 November<br />
2007, online at http://mpra.ub.unimuenchen.de/3716.<br />
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar.<br />
Jakarta: Penerbit Erlangga.<br />
Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics.<br />
USA: The McGraw-Hill.<br />
Analisis Hubungan...
Optimasi Pengolahan Minyak Nilam pada Berbagai<br />
Daerah Produksi dan Varitas<br />
di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />
Oleh : Ramayana<br />
ABSTRAK<br />
Penelitian ini bertujuan menganalisis optimasi proses penyulingan minyak<br />
nilam pada berbagai daerah produksi dan varitas di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan bujursangkar latin atas<br />
dasar tipe daerah produksi, varitas nilam dan alat penyuling yang digunakan.<br />
Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimasi kinerja alat penyulingan berbeda<br />
menurut spesifikasi agroklimat wilayah produksi, varitas dan type alat penyuling.<br />
Hal ini pula yang menyebabkan variasi kinerja dan keuntungan usaha penyulingan<br />
minyak nilam. Semakin sesuai daerah produksi secara agroklimat dan agroekologi<br />
maka semakin kecil nilai investasi yang dibutuhkan untuk mencapai proses<br />
penyulingan yang optimal. Untuk daerah yang kurang sesuai secara agroklimat<br />
masing-masing varitas diperlukan investasi dengan nilai yang lebih besar. Kinerja<br />
proses penyulingan semakin baik bila diusahakan varitas yang sesuai dengan<br />
agroklimat dan agroekologi.<br />
Kata Kunci : Minyak Nilam, Kinerja, Penyulingan, Agroklimat, Agroekologi<br />
AbstrAct<br />
The aim of this research is to analyse the optimization of distillation process of<br />
various patchouli oil in various production areas in West <strong>Aceh</strong> District. The research<br />
methodology used is latin square design based on types of production areas,<br />
variety of patchouli and distillation tool utilized. The result shows that performance<br />
optimization of distillation tools are different according to agroclimate specification<br />
of the production area, variety of patchouli and distillation tools. This also determines<br />
the performance and profitability variances of patchouli oil production. Production<br />
areas with suitable agroclimazte and agro-ecology need less investment to conduct<br />
optimum distillation. Whereas the areas with unsuitable agro-climate specification<br />
need more input to reach same level of optimum distillation. The distillation<br />
performance is then determined by the suitability between patchouli and the agroclimate<br />
and agro-ecology of the production areas.<br />
Keywords : Patchouli Oil, Performance, Distillation, Agro-climate, Agro-ecology<br />
9
PENDAHULUAN<br />
Tanaman nilam adalah salah<br />
satu tanaman yang sangat peka<br />
terhadap variasi kondisi agroklimat, dan<br />
agroekologi. Beberapa daerah di<br />
Provinsi <strong>Aceh</strong> memiliki iklim dan ekologi<br />
yang sesuai untuk pertanaman beberapa<br />
varitas nilam. Varitas unggul lokal adalah<br />
varitas dengan kualitas minyak nilamnya<br />
yang tergolong khas dan berbeda<br />
dengan daerah pertanaman nilam<br />
lainnya. Kinerja penyulingan nilam<br />
dapat diukur dengan besarnya manfaat<br />
lewat biaya yang dikeluarkan per satuan<br />
minyak nilam yang dihasilkan. Kinerja<br />
penyulingan minyak ini dipengaruhi oleh<br />
kualitas daun nilam dan alat penyulingan.<br />
Kualitas daun nilam sebagai bahan baku<br />
proses penyulingan ditentukan oleh<br />
varitas dan daerah produksi. Untuk<br />
Provinsi <strong>Aceh</strong> penyulingan minyak<br />
nilam menyebar di beberapa kabupaten<br />
dengan typology yang sangat bervariasi.<br />
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan<br />
bahwa daerah produksi, varitas nilam dan<br />
spesifikasi alat penyuling menentukan<br />
hasil proses penyulingan. Selanjutnya,<br />
optimasi kinerja alat penyulingan<br />
berbeda menurut spesifikasi agroklimat<br />
wilayah produksi, dan varitas nilamnya.<br />
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan<br />
mengkaji optimasi proses penyulingan<br />
yang didasarkan pada nilai investasi,<br />
kinerja produk dan keuntungan beberapa<br />
typology daerah produksi, varitas nilam<br />
dan alat penyulingan minyak nilam ini.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Metode yang digunakan adalah<br />
kombinasi survey kesesuaian agroklimat<br />
dan agroekologi yang dibagi atas tiga<br />
10<br />
Analisis Hubungan...<br />
skala (sangat sesuai S1, sesuai S2<br />
dan kurang sesuai S3). Dari masingmasing<br />
SPL (satuan peta lahan) diambil<br />
contoh daun nilam menurut varitas<br />
yang ditanam dan disuling pada tiga<br />
kelompok alat suling (type A, B dan C).<br />
Kemudian dilakukan perhitungan rerata:<br />
konsumsi bahan baku, konsumsi bahan<br />
bakar, hasil minyak/ rendemen, biaya<br />
energi per proses, biaya produksi dan<br />
keuntungan per proses. Biaya produksi<br />
per proses, prosentase biaya energi<br />
terhadap nilai minyak nilam, rendemen,<br />
dan keuntungan dihitung dengan rumus<br />
–rumus seperti berikut:<br />
K = a D1b D2c D3d V1e V2f V3g<br />
T1h T2i T3j<br />
Dimana:<br />
K adalah kinerja proses penyulingan.<br />
D adalah daerah produksi (luas<br />
areal pengembangan pada masingmasing<br />
kesesuaian agroklimat dan<br />
agroekologi (D1, D2, dan D3).<br />
V adalah Jumlah produksi (V1, V2,<br />
dan V3).<br />
T adalah type alat penyulingan yang<br />
digunakan (T1, T2, dan T3).<br />
A, b, c …… j adalah koefisien elastisitas<br />
kinerja penyulingan.<br />
Untuk analisis keuntungan<br />
digunakan rumus ∏ = TR – TC, dimana<br />
TR adalah total penerimaan (total<br />
revenue) yang diperoleh perkalian<br />
jumlah/mutu produksi Q dengan harga<br />
P; dan TC adalah total biaya (total cost)<br />
yang dihitung dari biaya investasi dan<br />
biaya operasi penyulingan nilam.<br />
Untuk analisis kinerja digunakan<br />
proven dengan membandingkan manfaat<br />
dengan biaya per satuan luas: K = TR/<br />
TC. Kinerja ini dianalisis antar daerah,
Analisis Hubungan...<br />
varitas dan teknologi yang digunakan.<br />
Malalui analisis δK/ δDi . p1 = δK/ δVi .<br />
p2 = δK/ δTi . p3<br />
Kondisi optimum untuk proses<br />
pengolahan nilam dapat dianalisis<br />
dengan kondisi dimana setiap tambahan<br />
biaya pengolahan minyak nilam sama<br />
dengan nilai tambahan manfaat<br />
HASIL PENELITIAN <strong>DAN</strong><br />
PEMBAHASAN<br />
Hasil penelitian menunjukkan<br />
bahwa terdapat 27 variasi kesesuaian<br />
lahan untuk tanaman nilam di<br />
Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat dengan 9 kluster<br />
yang tergolong pada tiga kesesuaian<br />
agroklimat dan agroekologi (S1, S2 dan<br />
S3). Kluster yang dikelompokkan terdiri<br />
dari perbedaan curah hujan, suhu ratarata,<br />
kemiringan lahan, jenis tanah, pH<br />
tanah, kandungan hara tersedia N, P, K<br />
dan indeks karbon. Berdasarkan kluster<br />
ini terdapat variasi kinerja penyulingan<br />
yang signifikan antar kluster dan<br />
daerah pengembangan. Varitas yang<br />
teramati adalah <strong>Aceh</strong>, Jawa, dan Sabun.<br />
Berdasarkan varitas proses optimum<br />
paling baik adalah pada varitas <strong>Aceh</strong> yang<br />
terdiri dari 12 kultivar. Semua ini akan<br />
mempengaruhi biaya investasi, biaya<br />
operasi, rendemen, produksi minyak<br />
nilam, nilai produksi, dan keuntungan<br />
usaha.<br />
A. Biaya Investasi<br />
Biaya investasi adalah seluruh<br />
biaya yang dikeluarkan dari mulai usaha<br />
sampai usaha tersebut mulai berjalan<br />
(beroperasi), atau dengan kata lain<br />
biaya investasi merupakan biaya yang<br />
dikeluarkan untuk membeli barang-<br />
barang modal selama usaha tersebut<br />
belum menghasilkan produk. Besarnya<br />
biaya investasi ini sangat tergantung<br />
pada tipe penyuling. (T1, T2, dan T3).<br />
Total biaya investasi yang dikeluarkan<br />
dalam mengusahakan dan pengolahan<br />
minyak nilam di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat ini<br />
bervariasi dari Rp. 22.500.000. sampai<br />
dengan Rp 38.825.000.<br />
B. Biaya Operasional<br />
Biaya operasional merupakan<br />
seluruh biaya yang dikeluarkan selama<br />
proses produksi berlangsung, atau<br />
dengan kata lain biaya operasional adalah<br />
biaya yang dikeluarkan selama usaha<br />
tersebut telah berproduksi. Besarnya<br />
biaya operasional yang dikeluarkan pada<br />
usaha pembudidayaan dan pengolahan<br />
minyak nilam di 5 kecamatan di<br />
Kabupatan <strong>Aceh</strong> Barat adalah sebesar Rp.<br />
27.000.000 per tahun. Biaya operasional<br />
yang dikeluarkan untuk alat penyulingan<br />
nilam rata-rata 38.000 per Kg minyak<br />
nilam dengan variasi yang relatif besar<br />
antara Rp 26.400 sampai dengan Rp<br />
42.800. Variasi ini tergantung pada<br />
varitas dan daerah asal pengembangan.<br />
C. Produksi dan Nilai Produksi<br />
Produksi dan nilai produksi<br />
merupakan hasil yang diperoleh pada<br />
seluruh kegiatan usaha pengolahan<br />
minyak nilam pada masing-masing<br />
kluster dan varitas nilam. Nilai produksi<br />
berasal dari jumlah produksi sesuai<br />
dengan mutu yang dikalikan dengan<br />
harga jual yang berlaku. Dengan asumsi<br />
harga jual untuk mutu I Rp. 260.000/kg;<br />
mutu II Rp 240.000/kg dan Mutu III Rp<br />
200.000/kg diperoleh penerimaan yang<br />
11
ervariasi antara Rp 46.800.000/tahun<br />
sampai dengan 72.000.000/tahun.<br />
D. Kualitas Alat Suling Nilam<br />
Untuk mendapatkan minyak nilam<br />
dengan kualitas baik dan memenuhi<br />
standar SNI yang telah ditentukan, maka<br />
hal yang perlu diperhatikan yaitu kualitas<br />
dari alat suling yang digunakan. Adapun<br />
kualitas alat suling nilam tersebut dapat<br />
kita amati dari ketel air, ketel bahan<br />
baku, kondensor dan bak pendingin.<br />
Pada penelitian ini, kualitas alat suling<br />
dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu<br />
T1 (modern), T2 (semi modern) dan T3<br />
(tradisional). Pada ketel uap T1, bagian<br />
dalamnya dilengkapi dengan pipa api<br />
(asap) sehingga pemakaian panasnya<br />
lebih optimal dan juga dilengkapi dengan<br />
pengukur tekanan (manometer), klep<br />
keselamatan (safety valve), dan pipa<br />
pengukur.<br />
Nurdjannah dkk. (2006)<br />
menyatakan bahwa: pada ketel<br />
penyulingan, penggunaan bahan<br />
stainless steel sebagai bahan konstruksi<br />
sangat menguntungkan, karena masa<br />
pakai cukup lama dan tahan karat, dan<br />
tidak memerlukan penyulingan ulang<br />
karena minyak yang dihasilkan berwarna<br />
kuning cerah dan bermutu tinggi. Pada<br />
alat suling modern, dalam 100 kg nilam<br />
kering menghasilkan 1 kg minyak. Pipa<br />
pendingin merupakan bagian alat yang<br />
sangat penting dalam penyulingan<br />
minyak nilam karena pipa pendingin<br />
berfungsi sebagai penghantar hasil<br />
sulingan yang telah diuapkan menjadi<br />
minyak nilam setelah melalui proses<br />
pendinginan dalam bak pendingin.<br />
Pada objek penelitian, bak pendingin<br />
12<br />
Analisis Hubungan...<br />
yang digunakan menggunakan material<br />
semen dan mampu menampung air<br />
±2500 liter.<br />
Berbeda dengan ketel uap T1,<br />
pada ketel kualitas T2 material yang<br />
digunakan terbuat dari plat besi yang<br />
ditempah pada pengrajin lokal yang<br />
ada pada objek penelitian. Akan tetapi<br />
plat yang digunakan tidak digalvenis<br />
terlebih dahulu sehingga dalam jangka<br />
waktu lama plat tersebut akan berkarat<br />
dan minyak yang dihasilkan akan keruh<br />
dan berwarna gelap. Untuk mengatasi<br />
hal ini petani menyuling kembali minyak<br />
tersebut untuk mendapatkan minyak<br />
yang berwarna kuning cerah. Material<br />
yang digunakan pada bak pendingin<br />
menggunakan papan kayu sebagai<br />
dindingnya dan terpal plastik sebagai<br />
wadah penampung air. Bak tersebut<br />
tidak mampu bertahan lama sehingga<br />
perlu perawatan yang intensif.<br />
Usaha peningkatan jumlah<br />
rendemen minyak yang dihasilkan dari<br />
proses penyulingan perlu diupayakan<br />
agar dapat dikembangkan di kalangan<br />
petani dan industri kecil. Pada objek<br />
penelitian, kualitas alat suling nilam T3<br />
merupakan yang paling dominan. Akan<br />
tetapi kurangnya informasi dan tidak<br />
meratanya penyuluhan yang dilakukan<br />
pemerintah membuat petani tetap beralih<br />
pada alat suling tradisional. Konstruksi<br />
ketel uap tradisional menggunakan<br />
drum bekas aspal yang telah ditempah<br />
ulang oleh pengrajin lokal. Ketel uap T3<br />
tidak mampu bertahan lama dan cepat<br />
berkarat sehingga uap yang dikeluarkan<br />
mengandung korosi yang akan<br />
mempengaruhi kualitas minyak nilam<br />
itu sendiri. Minyak nilam yang dihasilkan
Analisis Hubungan...<br />
cenderung berwarna merah gelap dan<br />
sebagian agak kehitaman.<br />
Tidak berbeda dengan ketel<br />
uap, konstruksi ketel penyulingan juga<br />
menggunakan bahan yang sama dan<br />
bersifat mudah karatan. Hal ini juga<br />
akan mempengaruhi kualitas dari<br />
minyak nilam yang dihasilkan dan akan<br />
berwarna gelap. Untuk mengatasi hal<br />
tersebut, para petani nilam tradisional<br />
melakukan penyulingan berulang-ulang<br />
untuk mendapatkan minyak nilam yang<br />
berwarna cerah dan hal ini akan banyak<br />
menguras waktu dan tenaga.<br />
Pada alat suling tipe T3<br />
(tradisional), bahan yang digunakan<br />
untuk bak pendingin tidak berbeda<br />
dengan bak pendingin yang ada pada<br />
alat suling T2, yang membedakan<br />
terletak pada kapasitas air yang<br />
ditampung yaitu ± 500 liter air. Petani<br />
perlu melakukan pengawasan ekstra<br />
untuk menjaga suhu air dalam bak<br />
pendingin agar minyak yang akan<br />
dihasilkan tidak banyak menguap.<br />
Dengan demikian dapat disimpulkan<br />
bahwa proses penyulingan adalah<br />
proses pemisahan komponen yang<br />
berupa cairan dari 81 macam campuran<br />
atau lebih berdasarkan perbedaan<br />
titik uapnya, dan proses ini dilakukan<br />
terhadap minyak atsiri yang tidak larut<br />
dalam air. Jumlah air yang menguap<br />
bersama-sama dengan uap air ditentukan<br />
oleh tiga faktor, yaitu besarnya tekanan<br />
uap yang digunakan, berat molekul dari<br />
masing-masing komponen dalam minyak<br />
dan kecepatan minyak keluar dari bahan<br />
yang mengandung minyak.<br />
Dari 81 observasi terdapat 27<br />
hasil pengamatan yang menunjukkan<br />
efesiensi penggunaan tekanan uap air<br />
terhadap rendemen minyak nilam dan<br />
kualitas minyak. Untuk T1 semua varitas<br />
dan asal nilam menunjukkan proses<br />
penyulingan yang optimum pada biaya<br />
produksi Rp 27.600 sampai dengan<br />
Rp 31.000 per kilogram minyak nilam.<br />
Umtuk T2 optimasi proses pengolahan<br />
minyak nilam untuk varitas <strong>Aceh</strong> terdapat<br />
pada kondisi tekan uap air 68 s.d 72<br />
ATM selama 4 jam 16 menit. Kondisi<br />
ini memerlukan biaya pengolahan Rp<br />
36.200 sampai dengan Rp 39.700 per<br />
kilogram. Variasi biaya ini tergantung<br />
pada kadar air bahan baku dan jumlah<br />
tenaga kerja yang digunakan dalam<br />
proses penyulingan.<br />
E. Kualitas Bahan Baku<br />
Kualitas bahan baku pada<br />
penelitian diklarisifikasikan berdasarkan<br />
varietas, kadar air, kadar air bahan baku<br />
dan diameter rajangan. Untuk variasi<br />
varitas dan kadar air menghasilkan kadar<br />
minyal dan kadar alkohol yang berbeda,<br />
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada<br />
Tabel 1.dibawah ini.<br />
Tabel 1. Tabel Kualitas Bahan Baku Daun Nilam dan Kinerja Minyak Pada Industri Minyak<br />
Nilam di 5 Kecamatan Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />
No Varietas<br />
Hasil daun nilam kering<br />
(t/ha)<br />
Kadar minyak<br />
(%)<br />
Kadar patcholi<br />
Alcohol (ml)<br />
Kadar air<br />
(%)<br />
1 <strong>Aceh</strong> 11,09 3,21 355,89 12<br />
2 Jawa 13,28 2.83 375,76 15<br />
3 Sabun 7,66 2,91 222,99 19<br />
Sumber: data primer (diolah), 2009<br />
13
Untuk mendapatkan bahan baku<br />
berkualitas, yang perlu diperhatikan<br />
oleh petani sebelum melakukan<br />
penyulingan yaitu jenis daun nilam<br />
yang akan disuling yaitu mempunyai<br />
kandungan minyak yang tinggi baik dari<br />
batang maupun daun. Berdasarkan tabel<br />
diatas dapat dilihat kadar minyak paling<br />
tinggi terdapat pada varietas nilam <strong>Aceh</strong><br />
dengan kadar minyak sebesar 3,21 %<br />
dan batas kekeringan daun nilam segar<br />
menjadi daun nilam kering antara (25 –<br />
30) % kadar air.<br />
Faktor utama yang menyebabkan<br />
adanya kandungan besi terlarut di<br />
dalam minyak nilam adalah penggunaan<br />
peralatan penyulingan yang masih<br />
konvensional, terutama ketel yang<br />
berasal dari drum bekas. Pada<br />
temperatur tinggi, besi dari drum berada<br />
dalam bentuk ion akan terikut dengan<br />
uap dan terakumulasi dalam minyak,<br />
sehingga minyak yang dihasilkan akan<br />
keruh dan berwarna gelap. Hal ini akan<br />
mengurangi kadar mutu minyak yang<br />
dihasilkan (Ellyta dan Mustanir, 2004).<br />
Pada penelitian ini, konstruksi alat<br />
suling yang digunakan yang bervariasi<br />
dengan mulai dari menggunakan drum<br />
bekas, plat besi yang di tempah khusus,<br />
dan plat stainless stell tanpa digalvanis<br />
terlebih dahulu. Setelah penggunaan yang<br />
lama, plat tersebut akan berkarat dan<br />
minyak yang dihasilkan akan berwarna<br />
gelap. Hal ini akan menurunkan harga jual<br />
petani kepada agen pengumpul. Untuk<br />
mengatasi hal tersebut, petani melakukan<br />
destilasi ulang untuk menghasilkan<br />
minyak yang berwarna jernih. Dengan<br />
demikian, biaya yang dikeluarkan pun<br />
akan bertambah dan hal ini tidaklah<br />
14<br />
Analisis Hubungan...<br />
efisien karena mengingat waktu yang<br />
terlalu lama dan upah tenaga kerja yang<br />
harus dibayarpun bertambah besar.<br />
Hal ini sebenarnya bisa dihindari<br />
apabila petani mau merubah sistem<br />
pengolahan minyak nilam yang tradisional<br />
ke modern dengan menggunakan alat<br />
suling dan ketel yang terbuat dari besi<br />
stainless steel yang digalvanis sehingga<br />
minyak yang dihasilkan akan berkualitas<br />
dan mempunyai harga jual yang tinggi.<br />
Berdasarkan pengamatan di<br />
lapangan, satu kali proses produksi dengan<br />
bahan baku ± 100 kg daun nilam kering,<br />
memerlukan tenaga kerja 3 orang, kayu<br />
bakar ± 2 m3. Lama penyulingan sekitar 4<br />
– 5 jam. Dari 100 kg daun nilam kering, kita<br />
akan memperoleh produk minyak nilam<br />
sebanyak 1,8 – 2,6 % dari berat daun nilam<br />
tersebut. Jadi, kalau besarnya rendemen<br />
2,5 %, maka akan didapatkan minyak<br />
nilam : 2,5 % x 100 kg = 2,5 kg.<br />
Dari 81 unit observasi pengolahan<br />
minyak nilam yang dibedakan menurut<br />
daerah asal; varitas dan tipe alat<br />
penyulingan maka terdapat variasi yang<br />
sangat nyata. Kinerja yang diukur dengan<br />
efesiensi biaya penyulingan tersebut<br />
memberikan gambaran optimasi pada<br />
masing-masing varian.<br />
Variasi yang signifikan antar<br />
variatas dan tipe produksi ini secara<br />
teknis dan ekonomis akan menentukan<br />
titik optimasi proses pengolahan minyak<br />
nilam. Kinerja pengolahan minyak<br />
nilam antara daerah asal (S1, S2, dan<br />
S3) sangat berbeda; demikian juga<br />
antar varitas (V1, V2, dan V3) dan juga<br />
berdasarkan tipe alat penyulingan (T1,<br />
T2, dan T3) seperti yang ditunjukkan<br />
pada Tabel 2. berikut ini.
Analisis Hubungan...<br />
Tabel 2. Sebaran Kinerja Penyulingan Minyak Nilam di Lima Kecamatan Sentra Produksi<br />
Berdasarkan Daerah, Varitas dan T1lat Penyulingan di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Kesesuaian Daerah<br />
S 1<br />
S 2<br />
S 3<br />
Dari table tersebut terlihat bahwa<br />
untuk varitas V1 kondisi optimum terdapat<br />
pada kluster S1 dengan curah hujan ratarata<br />
1.200 mm per tahun dengan suhu 29<br />
oC yang dikembangkan di dataran rendah<br />
dengan kemiringan 0 s/d 10 %.<br />
Hasil analisis menunjukkan bahwa<br />
fungsi yang menggambarkan kinerja<br />
penyulingan minyak nilam berdasarkan<br />
daerah produksi, varitas dan alat<br />
penyulingan adalah sebagai berikut:<br />
K = 28.000 D10,0704 D20,1471<br />
D30,1843 V10,0020 V20,0611 V30,1124<br />
T10,0022 T20,1108 T30,3821<br />
Pengujia secara serempak<br />
menunjukkan keberartian model yang<br />
diperoleh dengan R2= 0,81. Ini artinya<br />
bahwa kinerja penyulingan minyak nilam<br />
di daerah ini 81 persen ditentukan oleh<br />
kesesuaian agrokilmat + agroekologi;<br />
varitas nilam yang dikembangkan, dan tipe<br />
alat penyulingan yang digunakan. Dengan<br />
mengalikan PMi dengan biaya pada<br />
masing-masing varian di atas maka yang<br />
paling murah biaya produksi untuk daerah<br />
dengan klasifikasi S1 di D1 untuk varitas<br />
V 1 V 2 V 3<br />
T 1 T 2 T 3 T 1 T 2 T 3 T 1 T 2 T 3<br />
0.58 0.51 0.42 0.52 0.45 0.36 0.46 0.39 0.3<br />
0.51 0.44 0.47 0.45 0.38 0.41 0.39 0.32 0.35<br />
0.54 0.46 0.41 0.48 0.4 0.35 0.42 0.34 0.29<br />
0.49 0.43 0.4 0.46 0.4 0.37 0.38 0.32 0.3<br />
0.53 0.44 0.37 0.5 0.41 0.34 0.44 0.36 0.29<br />
0.51 0.5 0.41 0.48 0.47 0.38 0.4 0.39 0.3<br />
0.48 0.3 0.22 0.45 0.27 0.19 0.37 0.19 0.12<br />
0.42 0.29 0.28 0.39 0.26 0.25 0.33 0.21 0.2<br />
0.38 0.27 0.24 0.35 0.24 0.21 0.27 0.16 0.13<br />
nilam <strong>Aceh</strong> dengan menggunakan alat<br />
penyulingan modern T1. Dengan demikian<br />
bila ingin dicapai efesiensi pemanfaatan<br />
faktor produksi pada proses penyulingan<br />
nilam maka faktor-faktor di atas perlu<br />
diperhatikan.<br />
KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />
Dari hasil penelitian di atas dapat<br />
disimpulkan bahwa kualitas daun nilam<br />
ditentukan oleh daerah penanaman<br />
dan varitas yang digunakan. Selanjutnya<br />
rendemen dan kualitas minyak nilam<br />
ditentukan oleh kualitas bahan baku dan<br />
tipe alat penyulingan. Biaya investasi<br />
menentukan kinerja alat penyulingan<br />
dan keuntungan dari usaha tersebut.<br />
Daerah pengembangan minyak nilam<br />
pada katagori S1 akan lebih efesien bila<br />
dibandingkan dengan daerah dengan<br />
kesesuaian S2 dan S3. Varitas nilam yang<br />
sangat efesien dikembangkan di Kabupaten<br />
<strong>Aceh</strong> Barat adalah varitas <strong>Aceh</strong> dengan 12<br />
kultivar yang ada. Tipe alat penyulingan<br />
menentukan biaya investasi dan kinerja<br />
penyulingan. Semakin tinggi nilai investasi<br />
15
semakin baik mutu dan kapasitas alat<br />
sehingga nilai minyak nilam semakin<br />
tinggi. Pada gilirannya, semakin tinggi pula<br />
keuntungannya.<br />
Untuk meningkatkan produksi<br />
minyak nilam di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />
perlu ditata wilayah pengembangan dengan<br />
katagori sangat sesuai dan sesuai dengan<br />
menggunakan varitas asli <strong>Aceh</strong> dengan<br />
12 kultivar yang ada. Di samping itu perlu<br />
dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi<br />
alat penyulingan nilam di beberapa sentra<br />
produksi nilam Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
16<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Buckingham,J.,1982,”Dictionary of<br />
Organic Compounds”, 5thedition,<br />
Chapman and Hall, New York.<br />
Daniels,F. dan R.A. Alberty,1959,”Physical<br />
Chemistry”, John Wiley and Sons,<br />
Inc.,Amsterdam.<br />
Dummond,H.M.,1960, “Patcouli oil,<br />
Journal Perfumery and Essential Oil<br />
Record”, hal.484-493<br />
Ellyta S, 2002,”Kuantifikasi Penyulingan<br />
minyak Nilam dari daunnya untuk<br />
peningkatan teknik dan kapasitas<br />
produksi yang memenuhi minyak<br />
nilam bermutu”, Thesis Magister,<br />
ITB, Bandung.<br />
Ellyta S, 2004, “ Rancangan distribusi<br />
uap pada alat ketel suling untuk<br />
meningkatkan rendemennya; dalam<br />
kasus Minyak Nilam (Pogostemon<br />
Cablin Benth)”,<br />
Lapaoran Penelitian, LPPM, Universitas<br />
Bung Hatta, Padang<br />
Analisis Hubungan...<br />
Guenther,E,1985,“Minyak Atsiri,”jilid I<br />
(terjemahan) S. Kateren, Universitas<br />
Indonesia, Jakarta.<br />
Hobir,dkk., 1998, ”Prospek Pengembangan<br />
Nilam di Indonesia“, Seminar Club<br />
Indonesia, Jakarta.<br />
Irfan, 1989,”Pengaruh Lama<br />
Keringanginan dan Perbandingan<br />
Daun Nilam dengan Batang<br />
terhadap Rendemen dan Mutu<br />
Minyak Nilam’, Fateta, IPB, Bogor.<br />
Masada Y. ,1975, ”Analysis of Essential<br />
Oils by Gas Chromatography and<br />
Mass Spectrometry”, John Wiley<br />
and Sons Inc.,New York.<br />
Perman dan Mulyazmi,1999,”Pemurnian<br />
Minyak Nilam Mentah”, Skripsi,<br />
Universitas Bung Hatta, Padang.<br />
Rusli dan Hasanah,1977, ”Cara Penyulingan<br />
Daun Nilam Mempengaruhi<br />
Rendemen dan Mutu Minyaknya”,<br />
Pemberitaan LPTI (24):hal.1-9 LPTI<br />
Bogor<br />
Syaifuddin,1993, ”Pengaruh Jenis Wadah<br />
dan Lama Penyimpanan terhadap<br />
Mutu Minyak Nilam”, Fateta, IPB.<br />
Santoso, H.B.,1997, ”Bertanam Nilam<br />
bahan industri wewangian”,<br />
Penerbit kanisius.<br />
Standar Nasional Indonesia (SNI), 1991,<br />
”Minyak Nilam”, Dewan Standarisasi<br />
Nasional, Jakarta
Analisis Hubungan...<br />
Lampiran 1. Kinerja Penylingan Minyak Varitas <strong>Aceh</strong> Untuk Daerah Pengembangan dan Tipe<br />
Alat Suling di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Daerah<br />
Pengembangan<br />
S1<br />
V1<br />
T1 T2 T3<br />
Jumlah Rata-2<br />
0.58 0.51 0.42 1.51 0.50<br />
0.51 0.44 0.47 1.42 0.47<br />
0.54 0.46 0.41 1.41 0.47<br />
Jumlah 1.63 1.41 1.3 4.34<br />
Rata-2 0.54 0.47 0.43 0.48<br />
S2<br />
0.49 0.43 0.4 1.32 0.44<br />
0.53 0.44 0.37 1.34 0.45<br />
0.51 0.5 0.41 1.42 0.47<br />
Jumlah 1.53 1.37 1.18 4.08 0.45<br />
Rata-2 0.51 0.46 0.39 0.45<br />
S3<br />
0.48 0.3 0.22 1 0.33<br />
0.42 0.29 0.28 0.99 0.33<br />
0.38 0.27 0.24 0.89 0.30<br />
Jumlah 1.28 0.86 0.74 2.88 0.32<br />
Rata-2 0.43 0.29 0.25 0.32<br />
Total 4.44 3.64 3.22 11.3<br />
Rerata 0.49 0.40 0.36 0.42<br />
17
18<br />
Analisis Hubungan...<br />
Lampiran 2. Kinerja Penylingan Minyak Varitas Jawa Untuk Daerah Pengembangan dan Tipe<br />
Alat Suling di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Daerah<br />
Pengembangan<br />
S1<br />
V2<br />
T1 T2 T3<br />
Jumlah Rata-2<br />
0.52 0.45 0.36 1.33 0.44<br />
0.45 0.38 0.41 1.24 0.41<br />
0.48 0.4 0.35 1.23 0.41<br />
Jumlah 1.45 1.23 1.12 3.8<br />
Rata-2 0.48 0.41 0.37 0.42<br />
S2<br />
0.46 0.4 0.37 1.23 0.41<br />
0.5 0.41 0.34 1.25 0.42<br />
0.48 0.47 0.38 1.33 0.44<br />
Jumlah 1.44 1.28 1.09 3.81 0.42<br />
Rata-2 0.48 0.43 0.36 0.42<br />
0.45 0.27 0.19 -<br />
S3<br />
0.39 0.26 0.25 0.9 0.30<br />
0.35 0.24 0.21 0.8 0.27<br />
Jumlah 1.19 0.77 0.65 1.7 0.19<br />
Rata-2 0.40 0.26 0.22 0.19<br />
Total 4.08 3.28 2.86 9.31<br />
Rerata 0.45 0.36 0.32 0.34
Analisis Hubungan...<br />
Lampiran 3. Kinerja Penylingan Minyak Varitas Sabun Untuk Daerah Pengembangan dan<br />
Tipe Alat Suling di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Daerah<br />
S1<br />
T1<br />
V3<br />
T2 T3<br />
Jumlah Rata-2<br />
0.46 0.39 0.3 1.15 0.38<br />
0.39 0.32 0.35 1.06 0.35<br />
0.42 0.34 0.29 1.05 0.35<br />
Jumlah 1.27 1.05 0.94 3.26<br />
Rata-2 0.42 0.35 0.31 0.36 0.36<br />
S2<br />
0.38 0.32 0.3 1 0.33<br />
0.44 0.36 0.29 1.09 0.36<br />
0.4 0.39 0.3 1.09 0.36<br />
Jumlah 1.22 1.07 0.89 3.18 0.35<br />
Rata-2 0.41 0.36 0.30 0.35 0.35<br />
0.37 0.19 0.12 0.68 0.23<br />
S3<br />
0.33 0.21 0.2 0.74 0.25<br />
0.27 0.16 0.13 0.56 0.19<br />
Jumlah 0.97 0.56 0.45 1.98 0.22<br />
Rata-2 0.32 0.19 0.15 0.22 0.22<br />
Total 3.46 2.68 2.28 8.42<br />
Rerata 0.38 0.30 0.25 0.31 0.31<br />
19
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan<br />
Pemanfaatan Rawa Lebak di Desa Pasak Piang Kecamatan<br />
Sungai Ambawang, Kabupaten<br />
Kubu Raya-Kalimantan Barat<br />
(Analysis of Sustainability Index and Status in the Utilization of Freshwater<br />
Swamp in Pasak Piang Village, Sub-District of Sungai Ambawang, Kubu Raya<br />
District - West Kalimantan Province)<br />
Rois 1 , Supiandi Sabiham 2 , Irsal Las 3 , dan Machfud 4<br />
ABSTRAK<br />
Rawa merupakan sebutan bagi semua daerah yang tergenang air, yang<br />
penggenangannya dapat bersifat musiman maupun permanen dan ditumbuhi<br />
oleh tumbuhan (vegetasi). Provinsi Kalimantan Barat, terdapat rawa lebak<br />
seluas 35.436 hektar yang tersebar di 11 kabupaten. Di Kabupaten Kubu<br />
Raya, terdapat rawa lebak yang terdistribusi di empat kecamatan yang salah<br />
satunya adalah Kecamatan Sungai Ambawang. Penelitian ini bertujuan untuk<br />
menganalisis keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak di Desa Pasak Piang,<br />
Kecamatan Sungai Ambawang yang didasarkan pada penilaian indeks dan status<br />
keberlanjutan dengan menggunakan metode Multidimensional Scaling (MDS)<br />
yang disebut dengan Rap-Lebak (Rapid Appraisal for Rawa Lebak). Data yang<br />
digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Hasil ordinasi Rap-Lebak<br />
menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan rawa lebak masing-masing<br />
dimensi bervariasi berkisar dari yang terendah 24.20 persen untuk dimensi<br />
ekonomi yang dikategorikan tidak berkelanjutan, diikuti dimensi teknologi 28.92<br />
persen, dimensi ekologi 45.36 persen, dan dimensi sosial budaya 48.30 persen<br />
yang ketiganya dikategorikan kurang berkelanjutan, serta dimensi kelembagaan<br />
dengan nilai indeks tertinggi, yaitu 51.41 persen atau dikategorikan cukup<br />
berkelanjutan. Sedangkan hasil analisis leverage dari 37 atribut yang dianalisis<br />
diperoleh 19 atribut sensitif yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan<br />
sistem pengelolaan rawa lebak.<br />
kata Kunci : indeks dan status keberlanjutan , rawa lebak<br />
1 Mahasiswa S3 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan – Sekolah Pasca Sarjana IPB.<br />
2 Staf Pengajar Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.<br />
3 Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor<br />
4 Staf Pengajar Dep. Teknologi Industri Pertanian IPB<br />
21
22<br />
AbstrAct<br />
Analisis Indeks...<br />
Swamp is a definition for all areas that is stagnated by water. It is classified as<br />
seasonal or permanent, and overgrown by vegetation. In West Kalimantan Province,<br />
there is a freshwater swamp area of 35,436 hectares spread over 11 districts.<br />
In Kubu Raya district, there is a freshwater swamp which is distributed in four<br />
districts, including Sungai Ambawang sub-District. This research aimed to analyze<br />
sustainable utilization of freshwater swamp in Pasak Piang, Sungai Ambawang<br />
sub-District that is based on an index assessment and the status of sustainability<br />
by using Multidimensional Scaling (MDS) it’s called Rap-Lebak (Rapid Appraisal for<br />
Rawa Lebak). The used data consists of both primary and secondary data. Rap-Lebak<br />
Ordination Results showed that the values of sustainability index on freshwater<br />
swamp of each dimension was on various range, from a low 24.20 percent for<br />
the economic dimension is not considered sustainable, followed by technological<br />
dimensions 28.92 percent, 45.36 percent of the ecological dimension, and sociocultural<br />
dimensions of 48.30 percent of all three categorized as less sustainable,<br />
and institutional dimension with the highest index value, which is 51.41 percent<br />
or categorized quite sustainable. While the results of analysis leverage of the 37<br />
attributes that were analyzed obtaining 19 attributes that influence the sensitive<br />
index of freshwater swamp on sustainable management system.<br />
key wards : sustainability index and status, freshwater swamp<br />
PENDAHULUAN<br />
Rawa merupakan sebutan bagi<br />
semua daerah yang tergenang air,<br />
yang penggenangannya dapat bersifat<br />
musiman maupun permanen dan<br />
ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi).<br />
Indonesia mempunyai lahan rawa<br />
sekitar 39 juta hektar yang terdiri dari<br />
lahan rawa pasang surut dan rawa lebak.<br />
Berdasarkan data dari Balittra tahun<br />
2005, terdapat areal rawa pasang surut<br />
seluas 24,2 juta hektar dan rawa lebak<br />
seluas 13,27 juta hektar, dan umumnya<br />
tersebar di Pulau Sumatera 5,70 juta<br />
hektar, Kalimantan 3,40 juta hektar, dan<br />
Irian Jaya 5,20 juta hektar.<br />
Provinsi Kalimantan Barat dengan<br />
luas total 14,64 juta hektar memiliki<br />
rawa lebak sekitar 35.436 hektar dan<br />
baru sekitar 9.796 hektar atau 27,6<br />
persen yang telah dimanfaatkan. Lahan<br />
ini tersebar di 11 kabupaten yang salah<br />
satunya adalah Kabupaten Kubu Raya.<br />
Di Kabupaten Kubu Raya, rawa lebak<br />
tersebar di empat Kecamatan yaitu<br />
Kecamatan Batu Ampar, Terentang,<br />
Sungai Raya dan Sungai Ambawang.<br />
Khusus untuk penelitian ini difokuskan di<br />
Kecamatan Sungai Ambawang, tepatnya<br />
desa Pasak Piang dengan luas rawa lebak<br />
yang ada mencapai 221 hektar (Dinas<br />
Pertanian Prov. Kalbar, 2008).<br />
Saat penelitian ini dilaksanakan,<br />
rawa lebak di lokasi penelitian<br />
dimanfaatkan berbagai macam tanaman<br />
mulai tanaman pangan (jagung, ubi kayu,
Analisis Indeks...<br />
ubi jalar, keladi/talas, dan utamanya padi),<br />
palawija dan sayuran (kacang tanah,<br />
kacang kedelai, kacang hijau, terung,<br />
bayam, kangkung, cabe), tahunan (karet,<br />
kopi, kakao, lada, kelapa, dan kelapa<br />
sawit), dan sebagian kecil dimanfaatkan<br />
untuk kolam dan usaha peternakan,<br />
dengan rata-rata kepemilikan lahan<br />
hanya berkisar 0.5 – 1.0 hektar per kepala<br />
keluarga. Usahatani dengan berbagai jenis<br />
tanaman yang tersebut di atas, umumnya<br />
dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi<br />
kebutuhan rumah tangga, kecuali untuk<br />
tanaman karet. Secara umum menurut<br />
Noor (2007), pemanfaatan lahan rawa<br />
lebak masih terbatas dan hanya bersifat<br />
untuk menopang kehidupan sehari-hari<br />
dan masih tertinggal jika dibandingkan<br />
dengan agroekosistem lain, seperti lahan<br />
kering atau lahan irigasi. Hal itu dapat<br />
dipahami, karena rawa lebak merupakan<br />
ekosistem yang lebih cepat rusak dan<br />
hilang jika dibandingkan dengan ekosistem<br />
lain, dan tidak hanya rentan terhadap<br />
perubahan langsung seperti konversi<br />
menjadi lahan pertanian atau pemukiman,<br />
tetapi juga rentan terhadap perubahan<br />
kualitas air sungai yang mengalirinya<br />
(Lewis et al., 2000). Selain itu, kendala non<br />
fisik, terutama masalah status kepemilikan<br />
lahan yang banyak dikuasai oleh kelompokkelompok<br />
tertentu yang berprofesi<br />
sebagai non petani (Arifin et al., 2006) dan<br />
ketidak-jelasan kepemilikan lahan (Irianto,<br />
2006). Dengan kondisi demikian, apabila<br />
ekosistem rawa lebak tidak dikelola dan<br />
diatur dalam pemanfaatannya, maka hal<br />
itu dapat menimbulkan konflik. Konflik<br />
menurut Kartodihardjo dan Jhamtani<br />
(2006) dapat terjadi apabila tidak adanya<br />
kesepakatan dalam menetapkan aturan<br />
main pengelolaan sumberdaya alam yang<br />
digunakan sebagai landasan. Muara dari<br />
keadaan di atas, pada gilirannya dapat<br />
mempercepat proses pengrusakan/<br />
degradasi.<br />
Agar supaya dalam pemanfaatan<br />
rawa lebak dapat berlangsung secara<br />
berkelanjutan, maka perlu diterapkan<br />
konsep pembangunan berkelanjutan atau<br />
sustainable development. Pembangunan<br />
berkelanjutan adalah pembangunan<br />
yang dapat memenuhi kebutuhan<br />
sekarang tanpa harus mengorbankan<br />
kemampuan generasi yang akan datang<br />
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri<br />
(Brundland Report, 1987). Substansi dari<br />
konsep ini adalah tujuan sosial, ekonomi<br />
dan lingkungan dapat berjalan secara<br />
bersama-sama. Dalam penerapannya,<br />
tujuan pembangunan berkelanjutan tidak<br />
hanya terbatas pada tiga dimensi yaitu<br />
ekologi, ekonomi dan sosial, tetapi dapat<br />
berkembang sesuai dengan kebutuhan<br />
dan keragaman dari masing-masing<br />
wilayah atau daerah yang diteliti.<br />
Dalam penelitian ini, pendekatan<br />
yang digunakan untuk mengetahui<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
menggunakan lima dimensi. Hal ini<br />
dengan mempertimbangkan berbagai<br />
aspek yang mempengaruhi proses<br />
pemanfaatan rawa lebak tersebut.<br />
Adapun kelima dimensi yang digunakan<br />
adalah dimensi ekologi, ekonomi, sosial<br />
budaya, teknologi dan kelembagaan.<br />
Penelitian ini bertujuan untuk<br />
[1] mengetahui keberlanjutan sistem<br />
pemanfaatan rawa lebak pada masingmasing<br />
dimensi yaitu ekologi, ekonomi,<br />
sosial budaya, teknologi dan kelembagaan,<br />
dan [2] mengetahui atribut-atribut yang<br />
23
sensitif berpengaruh terhadap sistem<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Penelitian dilaksanakan di<br />
Desa Pasak Piang, Kecamatan Sungai<br />
Ambawang Kabupaten Kubu Raya,<br />
Kalimantan Barat yang dilaksanakan sejak<br />
bulan Februari sampai September 2010.<br />
Penentuan lokasi penelitian dilakukan<br />
secara purposive sampling, sedangkan<br />
penentuan responden dilakukan secara<br />
random sampling yaitu sebanyak 28<br />
responden.<br />
Data yang digunakan dalam<br />
penelitian ini adalah data primer dan<br />
data sekunder. Data primer diperoleh<br />
melalui wawancara, pengisian<br />
kuesioner, survey lapangan untuk<br />
mengetahui sistem usahatani di lokasi<br />
penelitian. Data sekunder diperoleh<br />
melalui penelusuran literatur hasil-hasil<br />
penelitian, studi pustaka, laporan dan<br />
24<br />
Analisis Indeks...<br />
dokumen dari berbagai instansi yang<br />
berhubungan dengan bidang penelitian.<br />
Metode analisis yang digunakan<br />
yaitu [1] teknik ordinasi Rap-Lebak<br />
melalui metode Multidimensional Scaling<br />
(MDS) untuk menilai indeks dan status<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak,<br />
[2] analisis leverage untuk mengetahui<br />
atribut-atribut sensitif yang berpengaruh<br />
terhadap indeks keberlanjutan dimasingmasing<br />
dimensi [3] analisis Monte Carlo<br />
digunakan untuk menduga pengaruh galat<br />
pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai<br />
indeks Monte Carlo dibandingkan dengan<br />
indeks MDS. Penentuan nilai Stress dan<br />
Koefesien determinasi (R 2 ) yang berfungsi<br />
untuk mengetahui perlu tidaknya<br />
penambahan atribut, dan mencerminkan<br />
keakuratan dimensi yang dikaji dengan<br />
keadaan yang sebenarnya. Bagan proses<br />
aplikasi Rap-Lebak yang dimodifikasi dari<br />
Alder et al (2000); Fauzi dan Anna (2005)<br />
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.<br />
Gambar 1 Bagan proses aplikasi Rap-Lebak (dimodifikasi dari Alder et al (2000); Fauzi dan<br />
Anna (2005).<br />
Review atribut<br />
(berbagai kategori dan skoring kriteri)<br />
Analisis Leveage<br />
(analisis anomali)<br />
Mulai<br />
Penilaian skor setiap atribut<br />
Multidimensional Scaling<br />
(untuk masing-masing atribut)<br />
Analisis keberlanjutan<br />
(sustainability assessment)<br />
Identifikasi pemanfaatan rawa lebak<br />
(didasarkan kriteri yang konsisten)<br />
Analisis Monte Carlo<br />
(analisis keidakpastian)
Analisis Indeks...<br />
HASIL <strong>DAN</strong> PEMBAHASAN<br />
Untuk mengetahui indeks<br />
keberlanjutan serta atribut sensitif yang<br />
berpengaruh terhadap pemanfaatan<br />
rawa lebak dari masing-masing dimensi,<br />
dilakukan analisis Rap-Lebak dan analisis<br />
Leverage.<br />
A. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />
Ekologi<br />
Hasil analisis Gambar 2a menunjukkan<br />
bahwa indeks keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak dimensi ekologi<br />
hanya mencapai nilai indeks 45.36 persen<br />
atau dengan kategori kurang berkelanjutan.<br />
Gambar 2 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekologi, [b] faktor sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
UP<br />
45.36<br />
0 BAD GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
DOWN<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
a<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
2b menunjukkan bahwa dari delapan<br />
atribut yang dianalisis terdapat empat<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan ekologi dalam pengelolaan<br />
rawa lebak, yaitu (1) kondisi bahan<br />
organik tanah, (2) produktivitas lahan, (3)<br />
periode tergenang, dan (4) penggunaan<br />
pupuk. Keempat atribut sensitif yang<br />
mempengaruhi keberlanjutan ekologi<br />
tersebut mempunyai keterkaitan yang<br />
sangat erat dalam mempengaruhi<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak.<br />
B. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />
Ekonomi<br />
Hasil analisis Gambar 3a menun-<br />
Attribute<br />
Ketersediaan sistem<br />
irigasi<br />
Periode kekeringan<br />
Periode tergenang<br />
Produktivitas lahan<br />
Kandungan bahan<br />
organik tanah<br />
Kelas kesesuaian<br />
lahan<br />
Penggunaan pupuk<br />
Persentase luas lahan<br />
Analisis Leverage Dimensi Ekologi Pasak Piang<br />
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
b<br />
jukkan bahwa indeks keberlanjutan peman<br />
faatan rawa lebak dimensi ekonomi<br />
hanya mencapai nilai indeks 24.20 persen<br />
atau dengan kategori tidak berkelanjutan<br />
(buruk).<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
3b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />
atribut yang dianalisis terdapat empat<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan ekonomi dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu<br />
(1) harga produk usahatani, (2)<br />
ketersediaan sarana produksi, (3)<br />
keuntungan usahatani, dan (4) efesiensi<br />
ekonomi. Keempat atribut sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan<br />
ekonomi tersebut juga mempunyai<br />
25
keterkaitan yang sangat erat antara<br />
satu atribut dengan atribut lainnya<br />
26<br />
Analisis Indeks...<br />
dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
Gambar 3 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekonomi, [b] faktor<br />
sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
0<br />
GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
BAD<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
24.20<br />
DOWN<br />
UP<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
C. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />
Sosial Budaya<br />
Hasil analisis Gambar 4a<br />
menunjukkan bahwa indeks keber-<br />
Attribute<br />
Keuntungan usahatani<br />
Ketersediaan sarana<br />
produksi<br />
Harga produk usahatni<br />
Ketersediaan modal<br />
usahatani<br />
Pendapatan rata-rata<br />
petani<br />
Analisis Leverage Dimensi Ekonomi Pasak Piang<br />
Efesiensi ekonomi<br />
Produksi usahatani<br />
a b<br />
0 2 4 6 8 10 12 14 16<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
lanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
dimensi sosial budaya hanya mencapai<br />
nilai indeks 48.30 persen atau dengan<br />
kategori kurang berkelanjutan.<br />
Gambar 4 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi sosial budaya, [b] faktor<br />
sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAKOrdination<br />
0<br />
GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
BAD<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
48.30<br />
DOWN<br />
UP<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya Pasak Piang<br />
a b<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
4b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />
Attribute<br />
Inensitas konflik<br />
Tingkat pendidikan<br />
formal petani<br />
Pola hub. Masyarakat<br />
dlm usaha pertanian<br />
Peran adat dalam<br />
kegiatan pertanian<br />
Rumah tangga petani<br />
yg pernah mengikuti<br />
penyuluhan pertanian<br />
Jumlah rumah tangga<br />
petani<br />
Status kepemilkan<br />
lahan<br />
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
atribut yang dianalisis terdapat enam<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi
Analisis Indeks...<br />
keberlanjutan sosial budaya dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />
peran adat dalam kegiatan pertanian,<br />
(2) rumah tangga petani yang pernah<br />
mengikuti penyuluhan pertanian, (3)<br />
pola hubungan masyarakat dalam usaha<br />
pertanian, (4) jumlah rumah tangga<br />
petani, (5) tingkat pendidikan formal<br />
petani, dan (6) intensitas konflik. Keenam<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan sosial budaya tersebut<br />
mempunyai keterkaitan yang sangat<br />
erat antara satu atribut dengan<br />
atribut lainnya dalam mempengaruhi<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak.<br />
D. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />
Teknologi<br />
Hasil analisis Gambar 5a<br />
menunjukkan bahwa indeks<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
dimensi teknologi hanya mencapai<br />
nilai indeks 28.92 persen atau dengan<br />
kategori kurang berkelanjutan.<br />
Gambar 5 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi teknogi, [b] faktor sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
UP<br />
28.92<br />
0 BAD GOOD<br />
0 20 40 60 80 100 120<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
DOWN<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
Analisis Leverage Dimensi Teknologi Pasak Piang<br />
Jadual tanam<br />
Pola tanam<br />
Ketersediaan mesin pasca panen<br />
Ketersediaan mesin pompa air<br />
Jml alat pemberantasan jasad pengganggu<br />
Pengendalian gulma<br />
Pemupukan<br />
Pengolahan tanah<br />
a b<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
5b menunjukkan bahwa dari delapan<br />
atribut yang dianalisis terdapat tiga<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan teknologi dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />
jumlah alat pemberantasan jasad<br />
pengganggu, (2) ketersediaan mesin<br />
pompa air, dan (3) ketersediaan mesin<br />
pasca panen. Ketiga atribut sensitif<br />
yang mempengaruhi keberlanjutan<br />
teknologi tersebut merupakan atribut<br />
Attribute<br />
0 1 2 3 4 5 6 7 8<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
teknologi yang sangat berperan<br />
dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
E. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />
Kelembagaan<br />
Hasil analisis Gambar 6a<br />
menunjukkan bahwa indeks<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
dimensi kelembagaan hanya mencapai<br />
nilai indeks 51.41 persen atau dengan<br />
kategori cukup berkelanjutan.<br />
27
28<br />
Analisis Indeks...<br />
Gambar 6 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi kelembagaan, [b] faktor<br />
sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan<br />
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
60<br />
40<br />
20<br />
RAPLEBAK Ordination<br />
51.41<br />
0<br />
GOOD<br />
0<br />
BAD<br />
20 40 60 80 100 120<br />
-20<br />
-40<br />
-60<br />
DOWN<br />
UP<br />
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />
Hasil analisis leverage Gambar<br />
6b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />
atribut yang dianalisis terdapat dua<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan kelembagaan dalam<br />
pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />
ketersediaan lembaga keuangan mikro,<br />
dan (2) keberadaan lembaga sosial. Kedua<br />
atribut sensitif yang mempengaruhi<br />
keberlanjutan kelembagaan tersebut<br />
mempunyai keterkaitan yang kurang erat<br />
dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak.<br />
Dari kelima dimensi yang dianalisis<br />
yang divisualisasikan dalam bentuk<br />
diagram layang (kite diagram) Gambar 7<br />
menunjukkan adanya keragaman antara<br />
satu dimensi dengan dimensi yang lain.<br />
Untuk dimensi kelembagaan yang diperoleh<br />
nilai indeks relatif terbesar yaitu 55.15<br />
persen atau kategori cukup berkelanjutan,<br />
jika dibandingkan dengan tiga dimensi<br />
(ekologi, sosial budaya, dan teknologi) yang<br />
berada pada kategori kurang berkelanjutan<br />
dan satu dimensi yaitu dimensi ekonomi<br />
Attribute<br />
Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan Pasak Piang<br />
Keberadaan balai<br />
penyuluh pertanian<br />
Kondisi prasarana<br />
jelan desa<br />
Petugas penyuluh<br />
lapangan<br />
Ketersediaan lembaga<br />
keuangan mikro<br />
Keberadaan lembaga<br />
sosial<br />
Intensitas pertemuan<br />
kelompok tani<br />
Keberadaan kelompok<br />
tani<br />
a b<br />
0 1 2 3 4 5 6 7 8<br />
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />
mempunyai nilai indeks terendah yaitu<br />
24.20 persen yang berada pada kategori<br />
tidak berkelanjutan (buruk).<br />
Gambar 7 Diagram layang analisis indeks<br />
dan status keberlanjutan rawa<br />
lebak di Pasak Piang<br />
Kelembagaa<br />
n<br />
Teknologi<br />
51.41<br />
28.92<br />
Ekologi<br />
100<br />
80<br />
45.36<br />
60<br />
40<br />
20 24.2<br />
0<br />
48.3<br />
Sosial<br />
Budaya<br />
Ekonomi<br />
Nilai indeks untuk dimensi ekologi,<br />
sosial budaya, dan teknologi yang<br />
masing-masing hanya mencapai 45.36<br />
persen, 48.30 persen, dan 28.92 persen<br />
pada kategori kurang berkelanjutan, yang<br />
apabila ingin ditingkatkan nilai indeksnya<br />
menjadi ‘cukup berkelanjutan atau di<br />
atas 50.00 persen, maka perlu mengelola<br />
atribut-atribut sensitif ketiga dimensi
Analisis Indeks...<br />
tersebut. Sedangkan untuk dimensi<br />
ekonomi yang nilai indeks keberlanjutan,<br />
berada pada kategori buruk (tidak<br />
berkelanjutan) sesuai dengan hasil analisis<br />
dimensi ekonomi pada Gambar 3a di atas.<br />
Hasil ini juga menunjukkan bahwa apabila<br />
ingin ditingkatkan status keberlanjutan<br />
dari kategori ‘buruk’ menjadi ‘cukup’<br />
berkelanjutan, maka perlu mengelola<br />
atribut-atribut sensitif yang berpengaruh<br />
terhadap keberlanjutan dimensi<br />
ekonomi, terutama mengelola harga<br />
produk usahatani, ketersediaan sarana<br />
produksi, keuntungan usahatani, dan<br />
efesiensi ekonomi.<br />
Berdasarkan tabel 1 nilai S-Stress<br />
yang dihasilkan, dimasing-masing dimensi,<br />
mempunyai nilai yang lebih kecil dari<br />
ketentuan (
KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />
A. Kesimpulan<br />
Nilai indeks keberlanjutan<br />
pemanfaatan rawa lebak untuk masingmasing<br />
dimensi sangat beragam berkisar<br />
antara 24.20 – 51.41 persen. Dimensi<br />
kelembagaan termasuk dalam kategori<br />
cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi<br />
ekologi, sosial budaya dan teknologi<br />
termasuk dalam kategori kurang<br />
berkelanjutan. Dan dimensi ekonomi<br />
termasuk dimensi yang mempunyai nilai<br />
indeks keberlanjutan yang paling rendah<br />
atau pada kategori tidak berkelanjutan<br />
(buruk).<br />
Atribut-atribut sensitif yang<br />
berpengaruh terhadap keberlanjutan<br />
sistem pemanfaatan rawa lebak<br />
sebanyak 19 atribut, dari dimensi<br />
ekologi empat atribut yaitu (1) kondisi<br />
bahan organik tanah, (2) produktivitas<br />
lahan, (3) periode tergenang, dan (4)<br />
penggunaan pupuk; dimensi ekonomi<br />
empat atribut, yaitu (1) harga produk<br />
usahatani, (2) ketersediaan sarana<br />
produksi, (3) keuntungan usahatani,<br />
dan (4) efesiensi ekonomi; dimensi<br />
sosial budaya enam atribut, yaitu (1)<br />
peran adat dalam kegiatan pertanian,<br />
(2) rumah tangga petani yang pernah<br />
mengikuti penyuluhan pertanian, (3)<br />
pola hubungan masyarakat dalam usaha<br />
pertanian, (4) jumlah rumah tangga<br />
petani, (5) tingkat pendidikan formal<br />
petani, dan (6) intensitas konflik; dimensi<br />
teknologi tiga atribut, yaitu (1) jumlah<br />
alat pemberantasan jasad pengganggu,<br />
(2) ketersediaan mesin pompa air, dan<br />
(3) ketersediaan mesin pasca panen; dan<br />
dimensi kelembagaan dua atribut, yaitu<br />
(1) ketersediaan lembaga keuangan<br />
30<br />
Analisis Indeks...<br />
mikro, dan (2) keberadaan lembaga<br />
sosial.<br />
B. Saran<br />
Analisis keberlanjutan ini<br />
menunjukkan kondisi saat ini (exesting<br />
condition), maka untuk memperbaiki<br />
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />
tersebut, perlu dilakukan perbaikan<br />
pengelolaannya dengan cara mengelola<br />
17 atribut sensitif yang terdistribusi<br />
pada dimensi ekologi, ekonomi, sosial<br />
budaya dan teknologi.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Alder J, TJ, Pitcher, D. Preikshot, K.<br />
Kaschner and B. Feriss. 2000. How<br />
good is good? A. Rapid Appraisal<br />
tecknique for evaluation of the<br />
sustainability status of fisheries<br />
of the north Atlantic. In Pauly<br />
and Pitcher (eds). Methods for<br />
evaluationg the impacts of fisheries<br />
on the north atlantic ecosystem.<br />
Fisheries Center Research Reports.<br />
Arifin M.Z., Anwar K., dan Simatupang<br />
R.S. 2006. Karakteristik dan<br />
Potensi Lahan Rawa Lebak untuk<br />
Pengembangan Pertanian di<br />
Kalimantan Selatan dalam Prosiding<br />
Seminar Nasional Pengelolaan<br />
Lahan Terpadu. Banjarbaru 28 – 29<br />
Juli 2006.<br />
Brundland Report, G.H., M. Khalid, S.<br />
Agneli, S.A. Al-athel, B. Chidzero,<br />
L.M. Fadika, V. Hauff, I. Lang, M.<br />
Shijun, M.M. de Botero, N. Singh,<br />
P.N. Neto, S. Okita, S.S. Ramphal,
Analisis Indeks...<br />
W.D. Ruckeshaus, M. Sahnoun,<br />
E. Salim, B. Shaib, V. Sokolov,<br />
J. Stanovnik, M. Strong [World<br />
Commission on Enveronment and<br />
Development]. 1987. Our common<br />
future. Oxford: Oxford University<br />
Press.<br />
Dinas Pertanian. 2008. Statistik<br />
pertanian Tanaman Pangan, Provinsi<br />
Kalimantan Barat.<br />
Fauzi A dan S. Anna. 2005. Pemodelan<br />
sumberdaya perikanan dan kelautan<br />
untuk analisis kebijakan. Gramedia<br />
Pustaka, Jakarta.<br />
Irianto G., 2006. Kebijakan dan<br />
Pengelolaan Air Dalam<br />
Pengembangan Lahan Rawa Lebak<br />
dalam Prosiding Seminar Nasional<br />
Pengelolaan Lahan Terpadu,<br />
Banjarbaru 28 – 29 Juli 2006.<br />
Kartodihardjo, H., dan Jhamtani H.<br />
[Editor]. 2006. Politik Lingkungan<br />
dan Kekuasaan di Indonesia.<br />
Jakarta: Equinox.<br />
Noor, M. 2007. Rawa Lebak:<br />
Ekologi, Pemanfaatan, dan<br />
Pengembangannya. Rajawali Pers,<br />
Jakarta.<br />
Sulistyarto, B. 2008. Pengelolaan<br />
Ekosistem Rawa Lebak untuk<br />
Mendukung Keanekaragaman Ikan<br />
dan Pendapatan Nelayan di Kota<br />
Palangkaraya. Disertasi Sekolah<br />
Pascasarjana Institut Pertanian<br />
Bogor, Bagor.<br />
Sudana, W., 2005. Potensi dan<br />
Prospek Lahan Rawa Sebagai<br />
Sumber Produksi Pertanian. Balai<br />
Pengkajian dan Pengambangan<br />
Teknologi Pertanian Bogor.Waluyo.<br />
2000. Pola Kondisi Air Rawa Lebak<br />
sebagai Penentu Masa dan Pola<br />
Tanam Padi dan Kedelai di Daerah<br />
Kayu Agung (OKI) Sumatera Selatan.<br />
Tesis Sekolah Pascasarjana Institut<br />
Pertanian Bogor, Bogor.<br />
31
Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada<br />
Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam Rangka<br />
Meningkatkan Akuntabilitas dan<br />
Transparansi Keuangan <strong>Pemerintah</strong><br />
Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />
(Effectivities Application Of KEPRES 80 for 2003 on Election<br />
Provider of Goods / Services in Order To Improve Financial Accountability and<br />
Transparency Government<br />
District of West <strong>Aceh</strong>)<br />
Oleh : Usman Bakar 1<br />
ABSTRAK<br />
Penelitian ini bertujuan menganalisis sistem dan praktik pengadaan barang/<br />
jasa pemerintah di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat. Pelaksanaan pengadaan barang/<br />
jasa pemerintah yang dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) ditemukan<br />
tidak efektif. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan survey deskriptif.<br />
Penelitian ini ditujukan untuk memecahkan masalah dan berusaha menuturkan,<br />
menganalisis, mengklasifikasi, memperbandingkan sehingga pada akhirnya dapat<br />
ditarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat deduktif.<br />
Respondennya adalah pejabat yang terlibat dalam proses pengadaan barang/<br />
jasa namun telah memiliki sertifikasi minimal L2. Pejabat tersebut terdiri dari panitia<br />
pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kuasa Pengguna Aanggaran<br />
(KPK). Jumlah responden adalan 25 orang yang telah memiliki sertifkasi dari<br />
Bappenas.<br />
Dalam penelitian sistem pengadaan ditemukan 71% pelaksanaannya sudah<br />
transparan dan 63% sudah akuntabel, namun untuk proses pelaksanaan ditemukan<br />
83% efisien, 57% efektif, 70% akuntabel, 88% transparan, 57% legal dan 89%<br />
keadilan. Hasil penelitian ini terbukti belum efektif dan masih banyak melanggar<br />
peraturan-peraturan. Penyebabnya ada beberapa faktor, antara lain terbatasnya<br />
jumlah sumberdaya yang memenuhi syarat, terlambatnya dilakukan proses tender<br />
karena keterlambatan penmgesahan APBD sehingga pekerjaan tertumpuk pada<br />
menjelang akhir tahun di mana dengan jumlah panitia sebanyak 5 orang menangani<br />
108 paket dalam waktu hanya lima bulan.<br />
Keywords : Efisiensi dan Efektifitas.<br />
1 USMAN BAKAR adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam- Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
33
LATAR BELAKANG<br />
PENELITIAN<br />
Penerapan GGG (Good<br />
Government Govenrnance) dalam<br />
manajemen pemerintahan Republik<br />
Indonesia menuntut semua <strong>Pemerintah</strong><br />
Daerah, baik tingkat provinsi maupun<br />
tingkat kabupaten, membenah diri secara<br />
terus-menerus dan konsekuen dalam<br />
berbagai bidang kegiatan. Salah satu<br />
kegiatan yang menjadi sorotan publik<br />
dewasa ini adalah kegiatan pengadaan<br />
barang/jasa. Pengadaan barang/jasa<br />
pemerintah merupakan suatu proses di<br />
mana barang/jasa tersebut diusulkan<br />
ke dalam DIPA hingga barang/jasa<br />
dimiliki/dipakai oleh pemerintah. Proses<br />
pengadaan terikat dengan undang-<br />
34<br />
AbstrAct<br />
Efektivitas Penerapan...<br />
This study aims to analyze the systems and practices of procurement of<br />
government in West <strong>Aceh</strong> district. Implementation of procurement undertaken by<br />
the Government Procurement Services Unit (ULP) was found to be ineffective. This<br />
research was conducted using a descriptive survey. This study aimed to solve the<br />
problem and tried to explained, analyze, classify, compare and ultimately can be<br />
drawn conclusions are deductive.<br />
Respondents are officials involved in the process of procurement of goods /<br />
services but have had minimal L2 certifications. Officers consist of the procurement<br />
committee, their Maker Commitment (KDP), and Power Users Aanggaran (KPK). The<br />
number of respondents is 25 people who already have certification from Bappenas.<br />
The research found 71% of the procurement system implementation was<br />
transparent and 63% are accountable, but to the process of implementation is found<br />
83% efficient, 57% effective, 70% accountable, transparent, 88%, 57% and 89% of<br />
legal justice. The results of this research has not proven effective and many violate<br />
the rules. The reason there are several factors, among others, the limited number<br />
of qualified resources, delays in tender process because of a delay penmgesahan<br />
budget so that the work piled up at the end of the year in which the number of<br />
committees to handle as many as 5 people or 108 packages in just five months.<br />
Keywords: Efficiency and Effectiveness.<br />
undang dan peraturan-peraturan yang<br />
salah satunya adalah Keppres No. 80<br />
tahun 2003 beserta perubahannya.<br />
Kepala daerah (Gubernur/Bupati)<br />
diamanatkan untuk menerapkan sistem<br />
pengadaan yang dapat mengeluarkan<br />
sebuah keluaran (output) yang efisien,<br />
efektif, transparansi, dan akuntabilitas<br />
kepada publik.<br />
Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat berada<br />
di jalur pesisir barat–selatan yang<br />
berjarak lebih kurang 350 km dari<br />
ibukota Provinsi <strong>Aceh</strong> telah melakukan<br />
praktik pengadaan sejak tahun 2006 dan<br />
sudah membentuk satu lembaga yang<br />
bernama ULP (Unit Layanan Pengadaan).<br />
Posisi ULP ini berada di bawah Setdakab<br />
sempat berjalan selama satu tahun
Efektivitas Penerapan...<br />
penuh, kemudian dileburkan lagi ke<br />
masing-masing SKPD karena alasan tidak<br />
efektif.<br />
LANDASAN TEORI<br />
A. Pengertian Sistem dan Pengadaan<br />
Barang /Jasa <strong>Pemerintah</strong><br />
Menurut Raymond McLeod (1998:<br />
13), Sistem adalah sekelompok elemanelemen<br />
yang terintegrasi dengan maksud<br />
yang sama untuk mencapai suatu<br />
tujuan. Selain itu, Stephen A. Moscove<br />
& Mark G. Simkim (Baridwan, 1996:4),<br />
mendefinisikan suatu sistem adalah<br />
suatu kesatuan yang terdiri dari interaksi<br />
subsistem yang berusaha untuk mencapai<br />
tujuan (goal) yang sama. Sementara<br />
Bodnar & Hopwood (1998:1) memberikan<br />
definisi sistem adalah sekumpulan<br />
sumberdaya yang berhubungan untuk<br />
mencapai tujuan tertentu. Romney<br />
memberikan pengertian sistem adalah<br />
sekumpulan dari dua atau lebih komponen<br />
yang saling berinteraksi untuk mencapai<br />
suatu tujuan.<br />
Keempat definisi di atas lebih<br />
menekankan pada hubungan antara<br />
beberapa: subsistem/komponen/elemen<br />
untuk mencapai sutau tujuan. Tetapi tidak<br />
menjelaskan hubungan yang bagaimana<br />
bentuknya. Hubungan bisa saja sangat<br />
erat seperti ayah dengan ibu rumah<br />
tangga dalam sebuah sistem keluarga<br />
dengan tujuan membina rumah tangga<br />
yang sakinah. Mereka telah membagi<br />
tugas dan tanggung jawab masing-masing<br />
secara khusus, namun tanggung jawab<br />
akhir secara bersama-sama. Akan tetapi<br />
jika hubungan tersebut tidak harmonis,<br />
maka tujuanpun tak mungkin tercapai.<br />
Harmonis maksudnya saling membahu<br />
antara elemen sistem A, B, C, dan<br />
seterusnya. Jika A melakukan kesalahan, B<br />
dan C ikut meluruskan/membenarkannya<br />
atau melakukan koreksi. Jika A dan C,<br />
bertengkar atau salah faham, maka B<br />
sebagai penengah dan mendamaikannya<br />
dengan musyawarah (meeting). Jadi,<br />
pengertian sistem itu harus lengkap dan<br />
sederhana agar tidak terjadi simpang siur<br />
atau mengaburkan arti bagi pembaca.<br />
Berdasarkan uraian tadi<br />
dapat disimpulkan bahwa sistem itu<br />
merupakan kumpulan beberapa elemen<br />
atau subsistem atau sumberdaya yang<br />
saling berhubungan (interaksi antara<br />
sub, elemen atau sumberdaya) dan<br />
bekerja sama secara harmonis dalam<br />
satu wadah untuk menggapai sutu<br />
tujuan akhir. Sistem dapat dibedakan<br />
antara sistem yang kecil dengan sistem<br />
yang besar. Sistem yang kecil disebut<br />
dengan subsistem dan induknya disebut<br />
super sistem atau sistem besar. Misalnya<br />
sistem Fakultas Ekonomi merupakan<br />
subsistem dari sistem UNSYIAH<br />
(Universitas Syiah Kuala). Selanjutnya,<br />
sistem UNSYIAH menjadi subsistem<br />
dari sistem DIKTI (Direktorat Jenderal<br />
Perguruan Tinggi), dan seterusnya.<br />
Menurut Susanto (2000; 25-29)<br />
ciri suatu sistem sebagai berikut:<br />
1. Suatu sistem mempunyai tujuan utama<br />
yang akan dicapai. Tanpa tujuan<br />
atau sasaran yang ditetapkan terlebih<br />
dahulu secara jelas, berarti sistem<br />
tersebut tidak bernama atau berbentuk.<br />
Sebab nama dan bentuk suatu<br />
sistem dirumuskan dalam tujuan.<br />
2. Semua sistem terdiri atas unsurunsur/elemen-elemen/subsistem<br />
dalam satu kesatuan. Unsur-unsur<br />
35
atau komponen-komponen sistem<br />
bisa berupa fisik dan nonfisik. Fisik<br />
maksudnya dapat dijangkau oleh<br />
semua panca indera manusia, sedangkan<br />
nonfisik sifatnya abstrak.<br />
3. Komponen-komponen/unsur-unsur/<br />
subsistem saling berhubungan atau<br />
terintegrasi antara komponen/unsur/<br />
sub tadi. Misalnya, subsistem persediaan<br />
berhubungan dengan subsistem<br />
pembelian, subsistem penjualan<br />
dalam perusahaan dagang.<br />
4. Suatu sistem dapat beroperasi jika<br />
ada lingkungan. Jika sistem itu tidak<br />
ada lingkungan maka sistem itu akan<br />
mati atau tidak berjalan. Contoh,<br />
sistem sebuah organisasi perusahaan<br />
beropreasi dalam lingkungan sistemsistem<br />
seperti: pelanggan, pemerintah,<br />
pemasok, serikat buruh, dan<br />
sebagainya.<br />
5. Karena sistem beroperasi dalam lingkungan<br />
tertentu, maka sistem itu<br />
juga mempunyai batas tertentu yang<br />
mampu dijangkaunya. Misalnya subsistem<br />
produksi dan sub-sistem pembelian.<br />
Sub-sistem pembelian merupakan<br />
lingkungan dari sub-sistem<br />
produksi maka harus ada penghubung<br />
antara subsistem. Subsistem<br />
produksi berakhir pada permintaan<br />
bahan untuk dibeli (gudang), sedangkan<br />
subsistem pembelian berawal<br />
dari adanya permintaan pembelian<br />
kemudian baru melakukan order<br />
pembelian, dan seterusnya.<br />
Berdasarkan Lampiran Ic<br />
Keputusan Presiden Republik Indonesia<br />
Nomor 80 Tahun 2003 tentang<br />
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa<br />
<strong>Pemerintah</strong> menetapkan bahwa sistem<br />
pengadaan barang/jasa <strong>Pemerintah</strong><br />
36<br />
Efektivitas Penerapan...<br />
sebagai terdiri dari:<br />
a. Metode pemilihan penyedia barang/jasa.<br />
b. Metode penyampaian dokumen<br />
penawaran,<br />
c. Metode evaluasi penawaran, dan<br />
d. Jenis kontrak yang tepat atau cocok<br />
dengan barang/jasa yang bersangkutan.<br />
Penjelasan masing-masing<br />
penetapan sistem pengadaan yang<br />
dilaksanakan penyedia barang/jasa<br />
tersebut di atas akan diuraikan sebagai<br />
berikut.<br />
1. Metode pemilihan penyedia barang/jasa<br />
Metode pemilihan penyedia<br />
barang/jasa pemborongan/jasa lainnya<br />
dapat terdiri dari :<br />
a. Pelelangan umum<br />
b. Pelengan terbatas<br />
c. Pemilihan langsung<br />
d. Penunjukan langsung<br />
Metode pemilihan penyedia<br />
barang/jasa konsultansi dapat terdiri<br />
dari :<br />
a. Seleksi umum<br />
b. Seleksi terbatas<br />
c. Seleksi langsung<br />
d. Penunjukan langsung<br />
2. Metode penyampaian dokumen<br />
penawaran<br />
Penyampaian dokumen<br />
penawaran dapat dilakukan dengan<br />
menggunakan 3 metode yaitu :<br />
a. Metode satu sampul<br />
b. Metode dua sampul<br />
c. Metode dua tahap<br />
3. Metode evaluasi penawaran<br />
Evaluasi penawaran untuk<br />
pengadaan barang/jasa pemborongan/
Efektivitas Penerapan...<br />
jasa lainnya dapat dilakukan dengan<br />
menggunakan metode :<br />
a. Sistem gugur<br />
b. Sistem nilai (merit point system)<br />
c. Sistem penilaian biaya selama umur<br />
ekonomis (economic life cycle cost)<br />
Sedngkan evaluasi penawaran<br />
untuk pengadaan jasa konsultansi<br />
dapat dilakukan dengan menggunakan<br />
metode:<br />
a. Metode evaluasi berdasarkan<br />
kualitas<br />
b. Metode evaluasi berdasarkan<br />
kualitas teknis dan biaya<br />
c. Metode evaluasi pagu anggaran<br />
d. Metode evaluasi biaya terendah<br />
e. Metode evaluasi penunjukan<br />
langsung<br />
B. Sertifikasi Keahlian<br />
Pentingnya masalah sertifikasi<br />
untuk aparatur negara yang terlibat<br />
dalam pengadaan barang dan jasa<br />
pemerintah telah diatur dalam beberapa<br />
peraturan yang antara lain:<br />
1. Pasal 1 angka 15 Kepres Nomor<br />
80 Tahun 2003<br />
”Sertifikat keahlian pengadaan<br />
barang/jasa pemerintah adalah tanda<br />
bukti pengakuan atas kompetensi dan<br />
kemampuan profesi di bidang pengadaan<br />
barang/jasa pemerintah yang diperoleh<br />
melalui ujian sertifikasi keahlian pengadaan<br />
barang/jasa nasional dan untuk memenuhi<br />
persyaratan seseorang menjadi Pejabat<br />
Pembuat Komitmen atau Panitia/Pejabat<br />
Pengadaan atau anggota Unit Layanan<br />
Pengadaan (Procurement Unit)”.<br />
2. Pasal II angka 1 Perpres Nomor 8<br />
Tahun 2006<br />
”Sebelum pelaksanaan sertifikasi<br />
keahlian pengadaan barang/jasa dapat<br />
dilakukan sesuai dengan Undang-<br />
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang<br />
ketenagakerjaan, maka pelaksanaan<br />
sertifikasi keahlian pengadaan barang/<br />
jasa dikoordinasikan oleh Menteri<br />
Negara Perencanaan Pembangunan<br />
Nasional/Kepala Bappenas”.<br />
3. Pasal II angka 4 Perpres Nomor 8<br />
Tahun 2006<br />
”Sertifikat keahlian pengadaan<br />
barang/jasa yang telah diterbitkan<br />
oleh Kementerian Negara Perencanaan<br />
Pembangunan Nasional/Bappenas sebelum<br />
berlakunya Peraturan Presiden ini,<br />
dinyatakan berlaku sebagai sertifikat<br />
keahlian pengadaan barang/jasa sebagaimana<br />
diatur dalam Keputusan<br />
Presiden Nomor 80 Tahun 2003<br />
sebagaimana telah beberapa kali diubah<br />
terakhir dengan Peraturan Presiden<br />
Nomor 70 Tahun 2005”.<br />
Memperhatikan ketentuan tentang<br />
sertifikasi tersebut dapat dianalisis.<br />
a. Bahwa sertifikasi keahlian pengadaan<br />
barang/jasa diperoleh melaui<br />
ujian sertifikasi;<br />
b. Bahwa selama ini sertifikasi keahlian<br />
pengadaan barang/jasa belum<br />
dilaksanakan sebagaimana amanat<br />
Undang-Undang Nomor 13 Tahun<br />
2003 tentang Ketenagakerjaan;<br />
c. Bahwa dalam rangka mereduksi<br />
amanat Undang-Undang, maka<br />
Menteri Negara Perencanaan Pembanguan<br />
Nasional/Ketua Bappenas<br />
mengkoordinasikan pelaksanaan<br />
sertifikasi pengadaan barang/jasa.<br />
d. Bahwa sertifikat keahlian pengadaan<br />
barang/jasa yang telah<br />
diterbitkan oleh Kementerian<br />
37
Negara Perencanaan Pembangunan<br />
Nasional/Bappenas sebelum<br />
berlakunya Peraturan Presiden<br />
Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 20<br />
Maret 2008 dinyatakan berlaku.<br />
Dengan interprestasi akontrario,<br />
mama sertifikat keahlian pengadaan<br />
barang/jasa yang diterbitkan oleh<br />
Kementerian Negara Perencanaan<br />
Pembangunan Nasional/Bappenas<br />
setelah berlakunya Peraturan<br />
Presiden Nomor 8 Tahun 2006<br />
tanggal 20 Maret 2008 dinyatakan<br />
tidak berlaku. Hal ini wajar karena<br />
setelah tanggal 20 Maret 2008<br />
Kementerian Negara Perencanaan<br />
Pembangunan Nasional/Bappenas<br />
hanya berwenang menkoor dinasikan<br />
sertifikasi keahlian pengadaan<br />
barang/jasa yang tidak sesuai<br />
(melanggar dan tidak taat) dengan<br />
Undang-Undang Nomor 13 Tahun<br />
2003 tentang Ketenagakerjaan.<br />
Khusus untuk aturan mengenai<br />
kepemilikan sertifikat pengadaan<br />
barang/jasa pemerintah, sesuai dengan<br />
Surat Edaran Menteri Negara PPN/Kepala<br />
Bappenas No. 0021/M.PPN/01/2008<br />
Tanggal 31 Januari 2008, maka sertifikat<br />
pelatihan/bimbingan teknis pengadaan<br />
barang dan jasa, untuk sementara,<br />
sampai tanggal 31 Desember 2008 dapat<br />
diberlakukan sebagai sertifikat keahlian<br />
pengadaan barang/jasa.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Data yang digunakan dalam<br />
penelitian ini adalah data primer, yaitu<br />
dengan cara membagikan langsung<br />
daftar pertanyaan (kuesioner) kepada<br />
setiap responden. Responden diarahkan<br />
38<br />
Efektivitas Penerapan...<br />
dan didampingi dalam menjawab<br />
pertanyaan-pertanyaan yang ada. Hal<br />
ini dimaksudkan untuk menghindari<br />
salah pemahaman atas pertanyaan yang<br />
telah disiapkan. Jawaban kuesioner<br />
akan dikumpulkan secara langsung<br />
oleh peneliti. Cara ini ditempuh dengan<br />
pertimbangan untuk menghindari hilang<br />
atau tidak kembalinya kuesioner.<br />
Pertanyaan atau pernyataan<br />
dalam kuesioner untuk masing-masing<br />
variabel dalam penelitian ini diukur<br />
dengan menggunakan skala nominal<br />
yaitu suatu skala yang digunakan untuk<br />
mengukur sikap, pendapat, persepsi<br />
seseorang atau sekelompok orang<br />
tentang fenomena sosial. Jawaban<br />
dari responden bersifat kualitatif<br />
dikuantitatifkan, di mana jawaban diberi<br />
tiga opsi pilihan, yaitu: 1 = ya, 2 = tidak,<br />
3 = komentar responden. Populasi<br />
adalah jumlah keseluruhan dari unit<br />
analisis adalah 25 orang pegawai yang<br />
sudah memiliki sertifikasi pengadaan di<br />
Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Untuk memperoleh informasi<br />
tentang pengadaan barang/jasa<br />
pemerintah di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat,<br />
maka dilakukan evaluasi secara terpadu<br />
terhadap komponen-komponen/<br />
unsur-unsur yang terlibat dalam<br />
proses pengadaan tersebut. Dengan<br />
pendekatan ini sasaran survei adalah<br />
tiga komponen utama yaitu: PA/KPA<br />
(Pengguna/Kuasa Pengguna Anggaran),<br />
PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), dan<br />
Pejabat/Panitia Pengadaan dengan<br />
langkah-langkah sebagai berikut.<br />
1. Kunjungan lapangan untuk memperoleh<br />
gambaran permasalahan dan<br />
lokasi survei,
Efektivitas Penerapan...<br />
2. Menguji kuesioner dari ISP3 dengan<br />
mengedarkan kepada SKPD yang<br />
disampling hanya lima SKPD<br />
3. Menyiapkan kuesioner baru<br />
METODE PENGUMPULAN<br />
DATA<br />
Sumber data yang diperlukan<br />
dalam kegiatan ini diperoleh melalui<br />
survei lapangan (field survey). Data<br />
yang dikumpulkan melalui survei<br />
lapangan adalah data primer dan data<br />
sekunder. Data primer adalah data<br />
yang berasal dari objek yang dianalisis<br />
yaitu Pengguna/Kuasa Pengguna<br />
Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen<br />
(PPK), dan Panitia Lelang. Data itu akan<br />
dikumpulkan dengan menggunakan<br />
kuesioner dan mengunjungi secara<br />
langsung responden yang terpilih<br />
untuk diwawancarai. Data sekunder<br />
merupakan data anggaran dan<br />
dokumen lelang dari SKPD-SKPD di<br />
Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Data dari hasil pengumpulan di<br />
lapangan penelitian akan diolah dengan<br />
bantuan program MS Excell dengan<br />
langkah-langkah sebagai berikut :<br />
1. Editing, yaitu memeriksa setiap<br />
Tabel 1 Daftar Instrumen Kuesioner<br />
nomor pertanyaan dan mencek mana<br />
yang diisi dan tidak diisi.<br />
2. Coding, yaitu setelah diedit semua<br />
variabel dibuat coding data untuk<br />
diproses. Data yang sesuai dengan<br />
harapan diberikan kode dengan<br />
skor angka 1 (satu), sedangkan data<br />
yang tidak sesuai dengan harapan<br />
diperikan kode dengan angka 0 (nol).<br />
3. Tabulasi, yaitu data yang telah berika<br />
kode (dengan angka 1 atau 0) akan<br />
dimasukkan ke dalam tabel frekuensi<br />
dan tabel silang.<br />
A. Indikator dan Pengukuran<br />
Indikator-indikator kuesioner<br />
diukur dengan menggunakan prinsipprinsip<br />
pengadaan barang/jasa yang<br />
diatur dalam Keppres 80 tahun 2003.<br />
Adapun prinsip tersebut adalah:<br />
1. Transparansi<br />
2. Efisiensi<br />
3. Efektifitas<br />
4. Akuntabilitas<br />
5. Keadilan<br />
6. Legalitas<br />
Adapun indikator-indikator yang<br />
dijadikan instrumen adalah sebagai<br />
berikut:<br />
NO INDIKATOR TARGET KINERJA<br />
A Penetapan Sistem Pengadaan Barang /Jasa<br />
1 Tingkat kesesuaian penggunaan metode pemilihan Akuntabilitas<br />
2 Tingkat campurtangan PPK dalam menentukan metode pemilihan Transparansi Akuntabilitas<br />
3 Tingkat campur tangan PPK dalam penentuan metode evaluasi tenis Transparansi Akuntabilitas<br />
B Persiapan Pemilihan<br />
1 Mengumpulkan dan mempelajari dokumen dasar pelaksanaan<br />
pengadaan<br />
Transparansi, Legalitas<br />
2 Memecah paket besar menjadi kecil agar lebih efisien Transparansi, Keadilan<br />
39
40<br />
3 Nilai paket pekerjaan akan menjadi pertimbangan dalam<br />
menentukan kualifikasi perusahaan<br />
Efektivitas Penerapan...<br />
Keadilan, Legalitas<br />
4 Penyusunan spesifikasi barang/jasa mengarah pada satu merek Efektifitas, Keadilan<br />
5 Panitia pengadaan menyusun spesifikasi teknis pengadaan Legalitas, Akuntabilitas<br />
6 Panitia menyusun jadwal pelaksanaan pengadaan Efisiensi, Transparansi<br />
7 Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), panitia mengacu pada<br />
daftar harga standar yang dikeluarkan oleh Gubernur/Bupati<br />
8 Informasi harga dari calon rekanan menjadi acuan panitia<br />
pengadaan dalam menyusun HPS<br />
9 HPS yang disusun oleh panitia disahkan oleh Pejabat Pembuat<br />
Komitmen<br />
Efisiensi, Efektivitas<br />
Transparansi, Keadilan<br />
Akuntabilitas, Legalitas<br />
10 Rincian HPS diberitahukan kepada peserta tender Akuntabilitas<br />
11 Menentukan metode pengadaan mempertimbangkan kepentingan<br />
masyarakat dan jumlah penyedia barang/jasa yang ad<br />
C Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa<br />
Transparansi, Efektivitas<br />
1 Pemilihan terhadap penyedia barang/jasa, panitia mengumumkan<br />
paket pekerjaan yang akan dilelang<br />
Transparansi<br />
2 Dana untuk mengumumkan paket pelelangan tidak tersedia,<br />
apakah panitia meminta calon rekanan untuk menyediakan dananya<br />
Akuntabilitas, Legalitas<br />
3 Paket pekerjaan kecil pengumuman dilakukan di media cetak<br />
nasional<br />
Efisiensi<br />
4 Panitia menetapkan syarat untuk menjadi anggota asosiasi tertentu<br />
agar dapat mengikuti pelelangan<br />
Keadilan<br />
5 Kualifikasi perusahaan menjadi syarat untuk mengikuti pelelangan Transparan, Keadilan<br />
6 Peserta yang tidak megikuti penjelasan kantor (aanwidzing) akan<br />
didiskualifikasi dari pelelangan<br />
Keadilan<br />
7 Peserta yang tidak megikuti penjelasan kantor (aanwidzing) akan<br />
didiskualifikasi dari pelelangan<br />
Legalitas<br />
8 Panitia hanya menerima jika dokumen tersebut di antar sendiri oleh<br />
calon penyedia barang/jasa<br />
Transparansi<br />
9 Panitia akan menerima dokumen penawaran yang terlambat Transparansi, Legalitas<br />
10 Saat pembukaan dokumen penawaran hanya ada satu perwakilan<br />
perusahaan yang hadir, apakah acara pembukaan langsung<br />
dilaksanakan<br />
Akuntabilitas, Legalitas<br />
11 Kriteria evaluasi dokumen penawaran dijelaskan di dalam dokumen<br />
lelang<br />
Transparansi<br />
12 Menentukan metode evaluasi panitia meminta pertimbangan dari<br />
PPK<br />
Akuntabilitas<br />
13 Melakukan evaluasi dokumen penawaran, panitia mengalokasikan<br />
waktu yang cukup<br />
Transparansi<br />
14 Terdapat kesamaan dokumen penawaran diantara peserta<br />
pelelangan, apakah panitia langsung menggugurkan penawaran<br />
peserta tersebut<br />
Legalitas<br />
15 Klarifikasi dilakukan pada saat evaluasi dokumen penawaran Akuntabilitas, Efektivitas
Efektivitas Penerapan...<br />
16 Selama panitia melakukan evaluasi dokumen penawaran negosiasi<br />
dapat dilakukan oleh panitia dengan peserta tender atas<br />
persetujuan PPK<br />
Transparansi, Keadilan<br />
17 Panitia lebih suka jika yang memenangkan tender perusahaan yang<br />
berasal dari daerah<br />
Efisiensi, Keadilan<br />
18 Hasil evaluasi dokumen penawaran disampaikan pada peserta lelang Keadilan<br />
19 Dalam menentukan pemenang pelelangan, panitia lebih memilih<br />
pada rekanan yang menawar paling rendah<br />
20 Sanggahan dari peserta pelelangan, apakah panitia akan<br />
menghentikan proses lelang<br />
21 Panitia akan melakukan pelelangan ulang jika pelelangan gagal<br />
dilaksanakan<br />
22 Setelah proses pemilihan penyedia barang/jasa selesai, panitia<br />
membuat laporan proses pelelangan<br />
23 Dokumen-dokumen pemilihan penyedia barang/jasa<br />
didokumentasikan<br />
B. Kriteria Evaluasi<br />
Dalam melakukan evaluasi<br />
masing-masing indikator diberikan<br />
Tabel 2 Kriteria Evaluasi<br />
Efisiensi<br />
Efektivitas<br />
Akuntabilitas<br />
Akuntabilitas, Legalitas<br />
Akuntabilitas, Legalitas<br />
Akuntabilitas<br />
bobot nilai dengan empat tingkatan<br />
sebagaimana yang ditunjukkan dalam<br />
matrik berikut:<br />
No Prinsip Pengadaan<br />
Bobot Nilai dari Jawaban Responden<br />
0% - 59% 60% - 69% 70% - 79% 80% - 100%<br />
1 Transparansi Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />
2 Efisiensi Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />
3 Efektifitas Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />
4 Akuntabilitas Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />
5 Keadilan Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />
6 Legalitas Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />
HASIL PENELITIAN<br />
A. Identifikasi Responden<br />
Sasaran survei dalam rangka<br />
menilai penerapan sistem pengadaan<br />
barang/jasa pemerintah Kabupaten<br />
<strong>Aceh</strong> Barat dilakukan pada pejabat<br />
yang terlibat langsung dalam proses<br />
pengadaan barang/jasa dan telah<br />
memperoleh sertifikasi yaitu: Pengguna<br />
Barang/Jasa (Kuasa Pengguna Anggaran),<br />
PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), dan<br />
Pejabat/Panitia Pengadaan.<br />
Keharusan untuk memiliki<br />
sertifikat bagi Pengguna Anggaran,<br />
Pejabat Pembuat Komitmen, Pemimpin<br />
Proyek, Pemimpin Bagian Proyek,<br />
dan Panitia/Pejabat Pengadaan<br />
menyebabkan kekurangan sumber<br />
daya manusia untuk pengadaan barang<br />
dan jasa untuk Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Jumlah sumberdaya manusia yang telah<br />
mengikuti pelatihan dan ujian sertifikasi<br />
di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat sebanyak 68<br />
orang dan hanya 25 orang yang telah<br />
tersertifikasi dengan rincian satu orang<br />
dengan pringkat L5, dua orang dengan<br />
41
peringkat L4 dan 22 orang dengan<br />
peringkat L2. Peringkat L2 akan mati<br />
pada akhir tahun 2008, untuk syarat<br />
perpanjangan sertifikasi diharuskan<br />
mengikuti ujian kembali, sedangkan<br />
untuk peringkat L4 dan L5 tidak perlu<br />
42<br />
Efektivitas Penerapan...<br />
lagi mengikuti ujian sertifikasi. Dari 25<br />
orang tersebut hanya 5 orang yang dapat<br />
ditetapkan sebagai panitia, sedang jumlah<br />
paket dalam tahun tersebut mencapai<br />
108 paket sebagaimana ditunjukkan pada<br />
Tabel 3 dan 4<br />
Tabel 3. Identifikasi Responden Berdasarkan Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa Dari<br />
BAPPENAS di <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />
No. SKPD<br />
Jenjang SertifikasI<br />
L2 L4 L5<br />
1. Dinas Praswil 6 1 1 8<br />
2. Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air 3 0 0 3<br />
3. KPPKP 1 0 0 1<br />
4. Bappeda 3 0 0 3<br />
5. Setdakab 3 1 0 4<br />
6. Dinas Kesehatan 1 0 0 1<br />
7. Dinas Pertanian dan Peternakan 1 0 0 1<br />
8. Kantor Camat Johan Pahlawan 1 0 0 1<br />
9. BP RSUD CND 2 0 0 2<br />
10. Kantor Penyuluhan dan Ketahanan Pangan 1 0 0 1<br />
Jumlah 22 2 1 25<br />
Tabel 4. Jumlah Paket Berdasarkan Lama Pelaksanaan Pemilihan Unit Layanan Pengadaan<br />
<strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />
Tahap<br />
Tanggal<br />
Pengumuman<br />
Lama Pelaksanaan<br />
Jumlah<br />
Hari Non-<br />
Kecil<br />
Jumlah Paket<br />
Kecil PL Total<br />
I<br />
24-Jul-06<br />
30-Jul-06<br />
25 Juli - 24 Agustus 2006<br />
31 Juli - 14 Agustus 2006<br />
28<br />
13 1<br />
24 24<br />
1<br />
II 03-Agust-06 04 - 30 Agustus 2006 24 1 12 13<br />
III 22-Agust-06 22 Agust - 08 Sept 2006 16 9 21 30<br />
IV 04-Sep-06 05 - 15 September 2006 11 2 36 2 40<br />
Jumlah<br />
4 81 23 108<br />
B. Sistem Pengadaan Barang/Jasa<br />
Penetapan sistem pengadaan<br />
di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat rata-rata<br />
61% tidak efisien karena semua paket<br />
menggunakan sistem pelelangan umum<br />
termasuk paket yang nilainya dibawah<br />
Rp 100 juta. Selain itu, masih terdapat<br />
Total<br />
42% PPK yang tidak menerapkan prinsip<br />
akuntabilitas dalam penentuan metode<br />
pemilihan dan metode evaluasi teknis.<br />
Yang berhak menentukan metode<br />
evaluasi adalah panitia pengadaan<br />
bukan PPK atau Pengguna/Kuasa<br />
Pengguna Anggaran.
Efektivitas Penerapan...<br />
Tabel 5. Pendapat Responden terhadap Penetapan<br />
Sistem Pengadaan Barang/<br />
Jasa <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong><br />
Barat<br />
No Prinsip Pengadaan<br />
Rata-rata<br />
ya Tidak<br />
1 Transparansi 71% 29%<br />
2 Efisiensi 39% 61%<br />
2 Akuntabilitas 58% 42%<br />
A. Proses Pemilihan Penyedia Barang/<br />
Jasa<br />
1. Analisis Kegiatan Persiapan<br />
Pemilihan Penyedia Barang/Jasa.<br />
Persiapan pemilihan penyedia<br />
yang dilakukan oleh panitia pengadaan di<br />
Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat sekitar 50% belum<br />
dapat dipertanggungjawabkan, atau<br />
tidak akuntabel dan masih ada unsur<br />
ketidakadilan (diskriminasi) sebesar<br />
11%. Contohnya dalam menyusun<br />
spesifikasi barang/jasa diarahkan<br />
pada satu merek tertentu atau dalam<br />
menyusun HPS (Harga Perkiraan<br />
Sendiri) bukan berdasarkan standar<br />
harga dari Guburnur, tetapi datanya<br />
diambil dari salah satu rekanan.<br />
Tabel 6. Pendapat Responden terhadap<br />
Persiapan Pemilihan Penyedia<br />
Barang/Jasa <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten<br />
<strong>Aceh</strong> Barat<br />
No Prinsip Pengadaan<br />
Jawaban<br />
ya tidak<br />
1 Transparansi 81% 19%<br />
2 Efisiensi 100% 0%<br />
3 Efektifitas 78% 22%<br />
4 Akuntabilitas 50% 50%<br />
5 Keadilan 89% 11%<br />
6 Legalitas 77% 23%<br />
Berdasarkan hasil survei<br />
menunjukkan masih terdapat 27%<br />
panitia pengadaan melakukan tindakan<br />
melanggar hukum (legal) misal panitia<br />
menyusun spesifikasi barang/jasa atau<br />
panitia tidak mempelajarinya dokumen<br />
anggaran dari Pengguna/Kuasa<br />
Pengguna Angaran. Jika dinilai dari<br />
segi efisiensi dan efektivitas persiapan<br />
pemilihan telah dicapai 100% efisien,<br />
tetapi masih mengabaikan efektivitas, di<br />
mana sebesar 22% dinyatakan persiapan<br />
pemilihan tidak efektif.<br />
2. Analisis Pelaksanaan Pemilihan<br />
Penyedia Barang/Jasa.<br />
Pelaksanaan pemilihan penyedia<br />
barang/jasa di Kabupaten <strong>Aceh</strong><br />
Barat masih kurang efektif karena<br />
masih banyak memilih penyedia yang<br />
memasukkan penawaran terendah, dan<br />
juga kurang akuntabel, misalnya dalam<br />
menyusun metode evaluasi masih<br />
meminta pertimbangan PPK. Selain<br />
itu, masih terdapat unsur diskriminatif<br />
terutama pada sikap panitia yang<br />
lebih senang untuk memenangkan<br />
perusahaan lokal (daerah). Kondisi ini<br />
dibuktikan dengan jawaban responden<br />
seperti dalam Tabel 5. Di mana 43%<br />
pendapat responden menyatakan<br />
belum efektif, 30% menyatakan tidak<br />
akuntabel, dan 13% pelaksanaan masih<br />
diskriminatif.<br />
Tabel 7. Pendapat Responden Terhadap<br />
Pelaksanaan Pemilihan Penyedia<br />
Barang/Jasa <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten<br />
<strong>Aceh</strong> Barat<br />
No Prinsip Pengadaan<br />
Jawaban<br />
ya tidak<br />
1 Transparansi 88% 13%<br />
2 Efisiensi 83% 17%<br />
3 Efektifitas 57% 43%<br />
4 Akuntabilitas 70% 30%<br />
5 Keadilan 87% 13%<br />
6 Legalitas 66% 34%<br />
43
KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />
Tabel 8. Kesimpulan dan Saran<br />
NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />
44<br />
A Sistem Pengadaan Barang dan Jasa<br />
1 Transparansi dicapai 71%<br />
- Rata-rata 25% masih terdapat campur<br />
tangan KPA/PPK dalam menentukan<br />
metode pemilihan<br />
- Rata-rata 32% masih terdapat campur<br />
tangan KPA/PPK dalam menentukan<br />
metode evaluasi teknis<br />
2 Akuntabilitas dicapai 63%<br />
- Rata-rata 46% penetapan metode<br />
pemilihan belum sesuai dengan besarnya<br />
paket<br />
- Rata-rata 25% masih terdapat campur<br />
tangan PKA/PPK dalam menentukan<br />
metode pemilihan<br />
- Rata-rata 32% masih terdapat campur<br />
tangan PKA/PPK dalam menentukan<br />
metode evaluasi teknis<br />
B Persiapan Pemilihan<br />
1 Transparansi dicapai 81%<br />
- Rata-rata 20% masih memecahkan paket<br />
besar menjadi kecil agar tidak dilelang<br />
- Rata-rata 13% Informasi harga dari calon<br />
rekanan menjadi acuan panitia pengadaan<br />
dalam menyusun HPS<br />
- Rata-rata 53% dalam menentukan metode<br />
pengadaan tidak mempertimbangkan<br />
kepentingan masyarakat dan jumlah<br />
penyedia barang/jasa yang ada<br />
2 Akuntanbilitas dicapai 50%<br />
- Rata-rata 80% Panitia pengadaan<br />
menyusun spesifikasi teknis pengadaan<br />
- Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh<br />
panitia belum meminta pengesahan dari<br />
Pejabat Pembuat Komitmen<br />
3 Efisiensi dicapai 100%<br />
- Rata-rata 100% Panitia menyusun jadwal<br />
pelaksanaan pengadaan<br />
- Rata-rata 100% Menyusun Harga Perkiraan<br />
Sendiri (HPS), panitia mengacu pada<br />
daftar harga standar yang dikeluarkan oleh<br />
Gubernur/Bupati<br />
Efektivitas Penerapan...<br />
29% SKPD perlu meningkatkan transparansi<br />
dalam penetapan sistem penilaian a.l:<br />
- Metode pemilihan penyedia barang/jasa<br />
ditentukan oleh panitia sendiri<br />
- Metode evaluasi teknis ditentukan oleh<br />
panitia<br />
37% SKPD perlu meningkatkan akuntabilitas<br />
dalam penetapan sistem penilaian a.l:<br />
- Metode pemilihan penyedia barang/jasa<br />
ditentukan oleh panitia sendiri<br />
- Metode evaluasi teknis ditentukan oleh<br />
panitia<br />
19% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan transparansi dalam penetapan<br />
sistem penilaian a.l:<br />
1. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket<br />
kecil dengan tujuan tidak dilelang.<br />
2. Informasi dari rekanan tidak dapat dijadikan<br />
acuan dalam penyusunan HPS<br />
50% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan akuntabilitas a.l:<br />
1. PPK menyusun sendiri spesifikasi barang/<br />
jasa yang dibutuhkan.<br />
2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang<br />
disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/<br />
Jasa harus disahkan oleh PPK<br />
Perlu dipertahankan
Efektivitas Penerapan...<br />
NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />
4 Efektivitas dicapai 78%<br />
- Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi<br />
barang/jasa mengarah pada satu merek<br />
- Rata-rata 53% dalam menentukan metode<br />
pemilhan pemilihan penyedia barang/jasa<br />
tidak mempertimbangkan kepentingan<br />
masyarakat dan jumlah penyedia barang/<br />
jasa yang ada.<br />
5 Keadilan dicapai 89%<br />
- Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi<br />
barang/jasa mengarah pada satu merek<br />
- Rata-rata 13% Informasi harga dari calon<br />
rekanan menjadi acuan panitia pengadaan<br />
dalam menyusun HPS.<br />
6 Legalitas dicapai 77%<br />
- Rata-rata 20% masih memecahkan paket<br />
besar menjadi kecil agar tidak ditender<br />
- Rata-rata 80% Panitia pengadaan<br />
menyusun spesifikasi teknis pengadaan.<br />
- Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh<br />
panitia belum meminta pengesahan dari<br />
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)<br />
C Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa<br />
1 Transparansi dicapai 88%<br />
- Rata-rata 13% Panitia hanya menerima<br />
dokumen jika dokumen tersebut di antar<br />
sendiri oleh calon penyedia barang/jasa<br />
- Rata-rata 20% Panitia masih menerima<br />
dokumen penawaran yang terlambat<br />
- Rata-rata 20% Kriteria evaluasi dokumen<br />
penawaran dijelaskan di dalam dokumen<br />
lelang<br />
- Rata-rata 13% Selama panitia melakukan<br />
evaluasi dokumen penawaran negosiasi<br />
dapat dilakukan oleh panitia dengan<br />
peserta tender atas persetujuan PPK<br />
- Rata-rata 27% Hasil evaluasi dokumen<br />
penawaran belum disampaikan pada<br />
peserta lelang<br />
22% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan efektivitas a.l:<br />
1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />
boleh mengacu pada satu merek tertentu.<br />
2. Penentuan metode pemilihan penyedia<br />
barang/jasa perlu mempertimbangkan<br />
kepentingan masyarakat dan penyedia<br />
barang/jasa.<br />
11% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan prinsip keadilan a.l:<br />
1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />
boleh mengacu pada satu merek tertentu.<br />
2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang<br />
disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/<br />
Jasa harus disahkan oleh PPK<br />
33% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan prinsip legalitas a.l:<br />
1. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket<br />
kecil dengan tujuan tidak dilelang.<br />
2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang<br />
disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/<br />
Jasa harus disahkan oleh PPK<br />
3. Penyusunan HPS oleh Panitia harus meminta<br />
pengesahan dari PPK<br />
12% Panitia Pengadaan Barang/Jasa<br />
perlu meningkatkan transparansi dalam<br />
pelaksanaan pemilihan a.l:<br />
1. Dokumen penawaran tidak harus diantar<br />
sendiri oleh calon penyedia barang/jasa.<br />
2. Panitia tidak dibenarkan untuk menerima<br />
dokumen penawaran yang terlambat<br />
setelah jadual penutupan pemasukan<br />
penawaran.<br />
3. Panitia tidak boleh melakukan negosiasi<br />
dengan peserta tender selama proses<br />
evaluasi penawaran dilakukan.<br />
4. Kriteria evaluasi dokumen penawaran harus<br />
dijelaskan dalam dokumen penawaran.<br />
5. Hasil evaluasi dokumen penawaran disampaikan<br />
kepada peserta lelang.<br />
45
NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />
46<br />
2 Akuntanbilitas dicapai 70%<br />
- Rata-rata 27% Saat pembukaan dokumen<br />
penawaran hanya ada satu perwakilan<br />
perusahaan yang hadir, apakah acara<br />
pembukaan langsung dilaksanakan.<br />
- Rata-rata 67% Klarifikasi tidak dilakukan<br />
pada saat evaluasi dokumen penawaran<br />
- Rata-rata 100% Panitia akan melakukan<br />
pelelangan ulang jika pelelangan gagal<br />
dilaksanakan<br />
- Panitia pengadaan menyusun spesifikasi<br />
teknis pengadaan<br />
- Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh<br />
panitia belum meminta pengesahan dari<br />
Pejabat Pembuat Komitmen<br />
3 Efisiensi dicapai 83%<br />
- Rata-rata 13% Paket pekerjaan kecil<br />
pengumuman dilakukan di media cetak<br />
nasional.<br />
- Rata-rata 20% Dalam menentukan<br />
pemenang pelelangan, panitia belum<br />
memilih pada rekanan yang menawar<br />
paling rendah.<br />
4 Efektivitas dicapai 57%<br />
- Rata-rata 67% Klarifikasi tidak dilakukan<br />
pada saat evaluasi dokumen penawaran<br />
- Rata-rata 20% Dalam menentukan<br />
pemenang pelelangan, panitia lebih<br />
memilih pada rekanan yang menawar<br />
paling rendah.<br />
5 Keadilan dicapai 81%<br />
- Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi<br />
barang/jasa mengarah pada satu merek<br />
- Rata-rata 33% Panitia lebih suka jika yang<br />
memenangkan tender perusahaan yang<br />
berasal dari daerah<br />
Efektivitas Penerapan...<br />
30% Panitia Pengadaan Barang/Jasa<br />
perlu meningkatkan akuntabilitas dalam<br />
pelaksanaan pemilihan a.l:<br />
1. Pembukaan dokumen lelang harus dihadiri<br />
minimal 2 wakil dari peserta lelang.<br />
2. Klarifikasi terhadap dokumen penawaran<br />
perlu dilakukan pada saat evaluasi.<br />
3. Pelelangan ulang dapat dilakukan atas<br />
permintaan PPK.<br />
17% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan<br />
pemilihan a.l:<br />
1. Pengumuman untuk paket pekerjaan kecil<br />
cukup dilakukan di media lokal (provinsi).<br />
2. Dalam menentukan pemenang pelelangan<br />
tidak hanya ditentukan dari harga penawaran<br />
yang terendah saja, tetapi perlu juga<br />
dilihat pada kualitas teknis yang diajukan.<br />
43% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan<br />
pemilihan a.l:<br />
1. Klarifikasi terhadap dokumen penawaran<br />
perlu dilakukan pada saat evaluasi.<br />
2. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />
boleh mengacu pada satu merek tertentu.<br />
3. Dalam menentukan pemenang pelelangan<br />
tidak hanya ditentukan dari harga penawaran<br />
yang terendah saja, tetapi perlu juga<br />
dilihat pada kualitas teknis yang diajukan.<br />
19% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan prinsip keadilan dalam<br />
pelaksanaan pemilihan a.l:<br />
1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />
boleh mengacu pada satu merek tertentu.
Efektivitas Penerapan...<br />
NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />
6 Legalitas dicapai 66%<br />
- Rata-rata 13% Peserta yang tidak megikuti<br />
penjelasan kantor (aanwidzing) akan<br />
didiskualifikasi dari pelelangan<br />
- Rata-rata 20% masih memecahkan paket<br />
besar menjadi kecil agar tidak ditender<br />
- Rata-rata 20% Panitia masih menerima<br />
dokumen penawaran yang terlambat<br />
- Rata-rata 27% Saat pembukaan dokumen<br />
penawaran langsung dilakukan, meskipun<br />
pada saat pembukaan dokumen tersebut<br />
hanya ada satu perwakilan perusahaan<br />
yang hadir.<br />
- Rata-rata 47% dalam menentukan metode<br />
evaluasi, panitia meminta pertimbangan<br />
dari PPK<br />
- Rata-rata 60% Terdapat kesamaan dokumen<br />
penawaran diantara peserta pelelangan,<br />
panitia tidak langsung menggugurkan<br />
penawaran peserta tersebut<br />
- Rata-rata 100% Panitia akan melakukan<br />
pelelangan ulang jika pelelangan gagal<br />
dilaksanakan tanpa permintaan PPK.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Azhar Susanto. 2004, Sistem<br />
Informasi Akuntansi: Konsep dan<br />
Pengembangan Berbasis Komputer,<br />
Edisis Pertama, Bandung; Lingga<br />
Jaya.<br />
Bodner, H. George, 1998, Accounting<br />
Information System, 7 th Edition, New<br />
Jersey: PresticeHall International,<br />
Inc.<br />
Davis, James Richard, C. Wayne Alderman,<br />
Leonard A. Robinson, 1992,<br />
Accounting Information Systems: A<br />
Cycle Approach, 4 th ed., New York:<br />
John Wiley & Sons, Inc.<br />
Gelinas,Ulric J., 2002, Accounting<br />
Information Systems, 5 th ed.,<br />
Singapore: South-Western,<br />
Thomson Learning.<br />
34% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />
meningkatkan prinsip legalitas dalam<br />
pelaksanaan pemilihan a.l:<br />
1. Peserta yang tidak mengikuti penjelasan<br />
proses pengadaan barang/jasa tidak boleh<br />
didiskualifikasi.<br />
2. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket<br />
kecil dengan tujuan tidak dilelang.<br />
3. Panitia tidak boleh menerima dokumen<br />
penawaran yang terlambat diserahakan<br />
oleh peserta lelang.<br />
4. Sekurang-kurangnya pada saat pembukaan<br />
dokumen penawaran harus dihadiri oleh<br />
dua perwakilan dari peserta lelang.<br />
5. Dalam menentukan metode evaluasi tidak<br />
perlu meminta pertimbangan dari PPK.<br />
6. Jika terdapat kesamaan dokumen penawaran<br />
diantara peserta pelelangan tidak<br />
boleh langsung digugurkan, dan akan<br />
digugurkan pada saat evaluasi.<br />
Hall, James A., 2001, Accounting<br />
Information Systems, 3 rd ed,<br />
Singapore: Thomson Learning<br />
Keputusan Presiden Republik Indonesia<br />
Nomor 80 Tahun 2003 tentang<br />
Pelaksanaan Pengadaan Barang/<br />
Jasa <strong>Pemerintah</strong><br />
Kroeber, Donald W, ComputerBased<br />
Information Systems: A<br />
Management Approach, Second<br />
Edition, New York: Macmillan<br />
Publishing Company,<br />
Mcleod, JR. Raymond. 1998.<br />
Management Information System:<br />
a Study of Computer Based<br />
infomation Systems, 6 th ed., New<br />
Jersey: Prentice Hall, Inc..<br />
Permendagri Nomor 13 tahun 2006<br />
tentang Pedoman Pengelolaan<br />
47
48<br />
Keuangan Daerah beserta<br />
Perubahannya<br />
Romney, Marshall B. and Paul John<br />
Steinbart, 2003, Accounting<br />
Information Systems, 9 h ed. New<br />
Jersey: Prentice-Hall, Pearson<br />
Education, Inc.<br />
Surat Edaran Menteri Negara PPN/<br />
Kepala Bappenas No. 0021/M.<br />
PPN/01/2008 Tanggal 31 Januari<br />
2008, tentang sertifikasi pengadaan<br />
barang/jasa pemerintah<br />
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003<br />
tentang Ketenagakerjaan<br />
Zaki Baridwan. 1996, Sistem Akuntansi;<br />
Penyusunan Prosedur dan Metode,<br />
Edisi Kelima, Yogyakarta: Lembaga<br />
Penerbit BPFE.<br />
Efektivitas Penerapan...
Peranan Biofertilizer bagi Pertumbuhan Tanaman<br />
Kedelai pada Tanah yang Terkena<br />
Dampak Tsunami<br />
(Role of Biofertilizer to Growth of Soybean on Tsunami Affected Land)<br />
Khalis Yunus 1 dan Ema Alemina 2<br />
ABSTRAK<br />
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian<br />
beberapa jenis bakteri pemacu pertumbuhan tanaman terhadap infeksi mikoriza,<br />
nodulasi dan pertumbuhan tanaman kedelai pada lahan terkena dampak tsunami.<br />
Analisis tanah dilakukan di laboratorium Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian<br />
Universitas Syiah Kuala Banda <strong>Aceh</strong>. Metode penelitian menggunakan rancangan<br />
acak lengkap pola factorial. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tanah<br />
menunjukkan pengaruh sangat nyata pada tanaman kedelai. Perlakuan terbaik<br />
dijumpai pada tanah bekas ditanami kedelai.<br />
Kata Kunci : Bakteri pemacu pertumbuhan tanaman, nodulasi dan mikoriza.<br />
AbstrAct<br />
The purpose of this research was to investigate effect of giving several types of<br />
plant growth promoting rhizobacteria to increase infection of mycorrhiza, nodulation<br />
and growth of soybean plants on tsunami affected land.Iniatial soil analysis was<br />
done in Laboratory of Agriculture Faculty of Syiah Kuala University in Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Experimental design used was a factorial completely randomized design with five<br />
replicates. In addition, results showed that there were interaction between soil<br />
treatment on fresh and dry steam of soybean plants.<br />
Keywords : Rhizobacteria, nodulation, and mycorrhiza.<br />
PENDAHULUAN<br />
A. Latar Belakang<br />
Sejalan dengan semakin meningkatnya<br />
kekuatiran manusia akan<br />
kerusakan lingkungan dan munculnya<br />
1 Tenaga Fungsional Perencana Muda pada Bappeda Provinsi <strong>Aceh</strong><br />
2 Pegawai Bappeda Provinsi <strong>Aceh</strong><br />
49<br />
berbagai penyakit yang disebabkan<br />
oleh penggunaan bahan kimia secara<br />
berlebihan pada makanan, pertanian<br />
organik muncul sebagai sebuah<br />
alternatif bagi banyak orang. Pertanian
organik dapat dikatakan sebagai suatu<br />
sistem pertanian yang lebih alami,<br />
mengembalikan siklus ekologi dalam<br />
suatu areal pertanian membentuk suatu<br />
aliran yang seimbang. Dalam sistem<br />
pertanian organik, masukan (input)<br />
dari luar (eksternal) dikurangi dengan<br />
cara tidak menggunakan pupuk kimia,<br />
pestisida dan bahan-bahan sintetik<br />
lainnya. Dalam sistem pertanian organik<br />
kekuatan proses alam yang harmonis dan<br />
lestari dimanfaatkan untuk meningkatkan<br />
kuantitas dan kualitas hasil pertanian<br />
sekaligus meningkatkan kesehatan<br />
tanaman terhadap serangan hama dan<br />
penyakit (Sembiring dkk, 2005).<br />
Secara perlahan tapi pasti,<br />
sistem pertanian organik mulai<br />
berkembang di berbagai belahan bumi,<br />
baik di negara maju maupun negara<br />
berkembang. Masyarakat mulai melihat<br />
berbagai manfaat yang dapat diperoleh<br />
dengan sistem pertanian organik ini,<br />
seperti lingkungan yang tetap terjaga<br />
kelestariannya dan dapat mengkonsumsi<br />
produk pertanian yang lebih sehat<br />
karena bebas dari bahan kimia yang<br />
dapat menimbulkan dampak negatif<br />
bagi kesehatan.<br />
Alasan kesehatan dan kelestarian<br />
alam menjadikan pertanian organik<br />
sebagai salah satu alternatif pertanian<br />
modern,yang intinya adalah merekayasa<br />
jasad-jasad hayati agar berperan lebih<br />
efektif dalam meningkatkan produksi<br />
pertanian (bioteknologi tanah) .<br />
Masalah ini sebenarnya bisa diatasi<br />
dengan memanfaatkan bioteknologi<br />
berbasis mikroba yang diambil dari<br />
sumber-sumber kekayaan hayati<br />
(Hanafiah et al, 2007).<br />
50<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
Teknologi mikroba menyuburkan<br />
tanah yang dikenal sebagai pupuk<br />
hayati merupakan produk biologi aktif<br />
yang terdiri atas mikroba penyubur<br />
tanah untuk meningkatkan efisiensi<br />
pemupukan, kesuburan dan kesehatan<br />
tanah (Sarwati. R dan Sumarno, 2008).<br />
Tanah sangat kaya akan<br />
keragaman mikroorganisme, seperi<br />
bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa,<br />
alga dan virus. Tanah pertanian yang<br />
subur mengandung lebih dari 100 juta<br />
mikroba per gram tanah (Hanafiah et<br />
al, 2007) Produktivitas dan daya dukung<br />
tanah tergantung pada aktivitas mikroba<br />
tersebut. Sebagian besar mikroba tanah<br />
memiliki peranan yang menguntungkan<br />
bagi pertanian, yaitu berperan dalam<br />
menghancurkan limbah organik,<br />
siklus hara tanaman, fiksasi biologis<br />
nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang<br />
pertumbuhan, biokontrol patogen<br />
dan membantu penyerapan unsur<br />
hara. Bioteknologi berbasis mikroba<br />
dikembangkan dengan memanfaatkan<br />
peran-peran penting mikroba tersebut.<br />
Bioteknologi mempunyai<br />
potensi untuk meningkatkan produksi<br />
tanaman budidaya, peternakan<br />
dan pengolahannya secara biologi.<br />
Bioteknologi juga merupakan suatu<br />
solusi untuk kebutuhan pengadaan<br />
pupuk dengan cara murah dan ramah<br />
lingkungan, dimana salah satunya<br />
adalah dengan pemanfaatan pupuk<br />
hayati (biofertilizer). Kandungan pupuk<br />
hayati merupakan mikroorganisme yang<br />
memiliki peranan positif bagi tanaman,<br />
kelompok mikroorganisme yang sering<br />
digunakan adalah mikroba-mikroba yang<br />
menambat N dari udara, mikroba yang
Peranan Biofertilizer...<br />
melarutkan hara (terutama P dan K),<br />
mikroba yang merangsang pertumbuhan<br />
tanaman (Isrroi 2008).<br />
Mikroba-mikroba dari kelompok<br />
bakteri yang digunakan sebagai<br />
biofertilizer disebut sebagai rizobakteri<br />
perangsang / pemacu pertumbuhan<br />
tanaman (PGPR= Plant Growth Promoting<br />
Rhizobacteria), yatu bakteri yang hidup<br />
didaerah perakaran (rhizospher) dan<br />
berperan penting dalam pertumbuhan<br />
tanaman, sehubungan dengan<br />
kemampuannya membentuk koloni<br />
disekitar akar dengan cepat (Schroroth &<br />
Hancock 1982 dalam Hasanuddin 2003).<br />
Fungsinya antara lain untuk membantu<br />
penyediaan hara bagi tanaman,<br />
mempermudah penyerapan hara bagi<br />
tanaman, membantu dekomposisi<br />
bahan organik, menyediakan lingkungan<br />
rhizosfer yang lebih baik sehingga pada<br />
akhirnya akan mendukung pertumbuhan<br />
dan meningkatkan produksi tanaman.<br />
Berbagai upaya dilakukan untuk<br />
merehabilitasi lahan pertanian yang<br />
terkena tsunami. Salah satu strategi dan<br />
upaya yang ramah lingkungan dan murah<br />
untuk mengembalikan vitalitas tanah<br />
tersebut (kualitas dan kesehatan tanah )<br />
adalah dengan memanfaatkan mikroba –<br />
mikroba tanah yang dapat menghambat<br />
penyerapan Na dan logam – logam berat<br />
tanaman ( Subiksa, 2003.)<br />
Berdasarkan uraian di atas terlihat<br />
bahwa pemanfaatan mikroorganisme/<br />
mikroba tanah dalam meningkatkan<br />
ketersediaan hara merupakan hal yang<br />
penting untuk dikaji, dan perlu dilakukan<br />
penelitian mengenai penggunaan<br />
bakteri pemacu pertumbuhan tanaman<br />
untuk meningkatkan infeksi mikoriza,<br />
nodulasi dan pertumbuhan tanaman<br />
kedelai pada tanah terkena tsunami.<br />
B. Tujuan Penelitian<br />
Penelitian ini bertujuan untuk<br />
mengetahui pengaruh penggunaan<br />
Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman<br />
terhadap peningkatan infeksi mikoriza,<br />
nodulasi dan pertumbuhan tanaman<br />
kedelai pada tanah terkena tsunami.<br />
METODE PENELITIAN<br />
A. Bahan dan Alat<br />
Bahan-bahan yang digunakan<br />
dalam penelitian ini adalah:benih<br />
sampel tanah berdampak Tsunami<br />
sebagai media tanam yang terdiri dari<br />
sampel tanah lapisan atas (0-20 cm)<br />
yang diambil dari desa Miruek Taman<br />
Kecamatan Baitussalam <strong>Aceh</strong> Besar,<br />
benih kedelai varietas kipas merah yang<br />
bersertifikat, inokulum PGPR (Proradix,<br />
Rizovital 42 dan EM 4 ).<br />
Peralatan yang digunakan<br />
dalam penelitian ini meliputi peralatan<br />
lapangan dan peralatan laboratorium.<br />
Peralatan lapangan terdiri dari karung<br />
goni, pot, cangkul,ayakan, garu, tali<br />
plastik, timbangan, counter, papan<br />
nama dan alat tulis menulis, sedangkan<br />
peralatan laboratorium yang digunakan<br />
antara lain: mikroskop, oven, petridisk,<br />
pinset, timbangan analitik, gelas ukur<br />
dan peralatan laboratorium lainnya yang<br />
mendukung penelitian ini.<br />
B. Metode Penelitian<br />
Penelitian ini merupakan<br />
percobaan pot dengan memakai<br />
bahan inokulum PGPR berupa pupuk<br />
bio (poradix , Rhizovital 42 dan EM 4 )<br />
51
serta benih kedelai sebagai tanaman<br />
indikator. Rancangan yang digunakan<br />
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)<br />
pola faktorial dengan dua faktor yang<br />
diteliti yaitu:<br />
1. Faktor pertama adalah tanaman pendahuluan<br />
yang terdiri dari dua taraf<br />
T o : Tanpa tanaman pendahuluan<br />
T 1 : Menggunakan tanaman<br />
pendahuluan<br />
2. Faktor Kedua adalah pemberian<br />
52<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
PGPR/Biofertilizer yang terdiri dari<br />
empat taraf:<br />
Ro : Tanpa PGPR<br />
R I : PGPR –Proradix<br />
R 2 : PGPR – Rhizovital 42<br />
R 3 : PGPR-EM 4<br />
Jadi diperoleh 8 kombinasi perlakuan,<br />
masing-masing perlakuan diulang<br />
5 kali sehingga terdapat 40 unit satuan<br />
percobaan. Adapun susunan kombinasi<br />
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.<br />
Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Tanaman Pendahuluan dengan pemberian<br />
PGPR<br />
No<br />
Simbol Kombinasi<br />
Perlakuan<br />
Tanaman<br />
Pendahuluan<br />
Proradix<br />
R 1<br />
Pemberian PGPR<br />
Rizovital<br />
R 2<br />
1 T 0 R 0 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />
2 T 0 R 1 Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />
3 T 0 R 2 Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada<br />
4 T 0 R 3 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada<br />
5 T 1 R 0 Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />
6 T 1 R 1 Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />
7 T 1 R 2 Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada<br />
8 T 1 R 3 Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada<br />
Model rancangan percobaan yang<br />
digunakan adalah sebagai berikut:<br />
Y = µ+t +r +(TR) +Є ijk i j jk ijk<br />
Dimana :<br />
Y = Hasil pengamatan yang<br />
ijk<br />
diperoleh karena perlakuan<br />
tanam pendahuluan (M) pada<br />
taraf ke-j dengan pemberian<br />
PGPR (P) taraf ke-k pada<br />
ulangan ke-i<br />
µ = Rata-rata umum<br />
T = Pengaruh perlakuan tanam<br />
i<br />
pendahuluan pada taraf ke i (i<br />
= 0,1)<br />
R = Pengaruh pemberian PGPR<br />
j<br />
pada taraf ke j (j = 0,1,2,3)<br />
EM 4<br />
R 3<br />
(TR) jk = Pengaruh tanam pendahuluan<br />
(T) pada taraf ke-j dan<br />
Є ijk<br />
pemberian PGPR (R) taraf ke-k<br />
= Galat Percobaan<br />
Persentase infeksi mikoriza<br />
berdasarkan metode Giovannetti and<br />
Moss dapat dihitung melalui rumus:<br />
% Infeksi MVA =<br />
panjang akar terinfeksi<br />
x 100%<br />
Panjang akar yang diamati<br />
C. Analisis Data<br />
Untuk menguji pengaruh<br />
perlakuan terhadap respon yang diamati<br />
dilakukan analisis sidik ragam dengan<br />
menggunakan Statistical Analysis System<br />
( SAS ) program. Selanjutnya terdapat
Peranan Biofertilizer...<br />
pengaruh antar perlakuan dilanjutkan<br />
dengan uji Duncan pada taraf 5 persen<br />
(Steel and Torrie, 1980).<br />
HASIL <strong>DAN</strong> PEMBAHASAN<br />
A. Bobot Tanaman Kedelai<br />
Hasil analisis bobot segar kedelai<br />
pada sidik ragam menunjukkan bahwa<br />
perlakuan tanam dan pemberian PGPR<br />
berpengaruh sangat nyata terhadap<br />
berat segar dan kering tanaman kedelai.<br />
Hal ini berarti bahwa berat segar dan<br />
kering tanaman kedelai tidak hanya<br />
dipengaruhi oleh perlakuan tanam atau<br />
pemberian PGPR saja, akan tetapi kedua<br />
faktor tersebut saling berinteraksi dalam<br />
mempengaruhi bobot segar dan kering<br />
tanaman kedelai.<br />
Tabel 1 menunjukkan bahwa<br />
bobot segar tanaman kedelai<br />
terendah terdapat pada perlakuan<br />
tanpa tanam pendahuluan (T0) serta<br />
tanpa penambahan PGPR (R0) yaitu<br />
seberat 14,06 g. Sedangkan untuk<br />
bobot segar tertinggi dijumpai pada<br />
perlakuan dengan tanam pendahuluan<br />
(T1) dan Proradix (R1) yaitu 23,41<br />
g. Bobot kering tanaman kedelai<br />
terendah dijumpai pada perlakuan<br />
tanam dan penambahan EM4 yaitu<br />
3,17 g. Sedangkan berat kering kedelai<br />
tertinggi dijumpai pada perlakuan<br />
dengan tanam pendahuluan (T1) dan<br />
Proradix (R1) yaitu 4,92 g.<br />
Rata-rata nilai bobot segar<br />
tanaman kedelai akibat perlakuan tanam<br />
dan penambahan PGPR disajikan pada<br />
Tabel 2.<br />
Tabel 2. Rata-rata Nilai Berat Segar Batang Tanaman Kedelai Akibat Perlakuan tanam dan<br />
Penambahan PGPR<br />
T<br />
R0 R1<br />
Bakteri (R)<br />
R2 R3<br />
Rata-rata<br />
T<br />
T0 14.06d 16.04c 14.21d 14.53d 14.71b<br />
T1 18.46b 23.41a 18.80b 18.35b 19.75a<br />
Rata-rata R 16.26b 19.73a 16.50b 16.44b<br />
Keterangan : Angka yang diikuti<br />
oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />
sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />
DMRT pada α = 0,05.<br />
Berdasarkan Tabel di atas dapat<br />
dilihat bahwa rata-rata bobot dan berat<br />
kering tanaman kedelai tertinggi dijumpai<br />
pada perlakuan tanam (T1) masingmasing<br />
sebesar 19,75 g dan 4,20 g. Hal<br />
ini menunjukkan bahwa perlakuan tanam<br />
dapat meningkatkan bobot segar dan<br />
kering tanaman kedelai dibandingkan<br />
tanpa perlakuan tanam. Diduga terjadi<br />
karena pada perlakuan tanam, sisa-sisa<br />
tanaman kedelai awal tersebut dapat<br />
diuraikan oleh mikroorganisme yang<br />
terdapat dalam tanah menjadi bahan<br />
yang berguna bagi kesuburan tanah.<br />
Rata-rata bobot segar dan kering<br />
tanaman kedelai tertinggi dijumpai pada<br />
perlakuan Proradix (R1), sedangkan yang<br />
terendah yaitu tanpa penambahan PGPR.<br />
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan<br />
Proradix tersebut dapat meningkatkan<br />
berat batang tanaman kedelai dibandingkan<br />
dengan penambahan Rhizovital 42 dan<br />
EM 4 dan tanpa penambahan PGPR. Hal<br />
ini diduga terjadi karena pada pelakuan<br />
53
tanpa PGPR tanah tsunami masih dalam<br />
keadaan yang tidak menguntungkan bagi<br />
kedelai untuk tumbuh dengan maksimal.<br />
Sehingga penambahan Proradix pada<br />
tanaman kedelai dapat tumbuh dengan<br />
baik. Proradix mengandung inokulum<br />
Pseudomonas sp. Sebagaimana diketahui<br />
bahwa Pseudomonas sp merupakan<br />
bakteri pelarut fosfat yang dapat<br />
melarutkan fosfat yang terdapat di dalam<br />
tanah sehingga fosfat menjadi tersedia<br />
bagi tanaman dan dapat meningkatkan<br />
bobot tanaman dibandingkan dengan<br />
kontrol dan penambahan PGPR lainnya.<br />
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rao<br />
(1982) bahwa beberapa mikroba telah<br />
54<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
mempunyai kemampuan melarutkan<br />
fosfat adalah mikroba yang mempunyai<br />
kemampuan mengekstrak P dari bentuk<br />
yang tidak tersedia menjadi bentuk yang<br />
dapat digunakan tanaman, diantaranya<br />
adalah dengan cara menghasilkan asamasam<br />
organik seperti asam format, asetat,<br />
propionate, glikolat, fumarat, dan suksinat<br />
dari dalam selnya. Asam-asam organik<br />
tersebut akan membentuk senyawa<br />
kompleks dengan ion Ca 2+ , Fc 2+ , dan Al 3+<br />
sehingga unsur P akan dibebaskan dan<br />
tersedia bagi tanaman.<br />
Rata-rata nilai Bobot Kering Batang<br />
akibat perlakuan tanam dan penambahan<br />
PGPR disajikan pada Tabel 3.<br />
Tabel 3. Rata-rata Nilai Berat Kering Batang Tanaman Kedelai Akibat Perlakuan tanam dan<br />
Penambahan PGPR<br />
T Bakteri (R) Rata-rata<br />
R0 R1 R2 R3 T<br />
T0 3.82d 4.24bc 3.81d 4.04 cd 3.97b<br />
T1 4.45b 4.92a 4.27bc 3.17e 4.20a<br />
Rata-rata R 4.13b 4.58a 4.04b 3.61c<br />
Keterangan : Angka yang diikuti<br />
oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />
sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />
DMRT pada α = 0,05.<br />
B. Pengaruh Penambahan PGPR dan<br />
Perlakuan Tanam Terhadap Jumlah<br />
Nodul Pada Akar Tanaman Kedelai<br />
Hasil analisis jumlah nodul pada<br />
sidik ragam menunjukkan bahwa<br />
perlakuan tanam dan pemberian PGPR<br />
berpengaruh sangat nyata terhadap<br />
jumlah nodul. Hal ini berarti bahwa<br />
jumlah nodul pada tanaman kedelai<br />
tidak hanya dipengaruhi oleh perlakuan<br />
tanam atau pemberian PGPR saja, akan<br />
tetapi kedua faktor tersebut saling<br />
berinteraksi dalam mempengaruhi<br />
jumlah nodul tanaman kedelai.<br />
Rata-rata Jumlah nodul tanaman<br />
kedelai akibat perlakuan tanam dan<br />
penambahan PGPR disajikan pada Tabel 4.<br />
Tabel 4. Rata-rata Jumlah Nodul Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR<br />
T Bakteri (R) Rata-rata<br />
R0 R1 R2 R3 T<br />
T0 0.00e 5.80e 2.20e 0.00e 2.00b<br />
T1 26.60d 63.40a 52.80b 43.00c 46.45a<br />
Rata-rata R 13.30c 34.60a 27.50b 21.50b
Peranan Biofertilizer...<br />
Keterangan : Angka yang diikuti<br />
oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />
sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />
DMRT pada α = 0,05.<br />
Berdasarkan hasil penelitian dapat<br />
dilihat bahwa jumlah rata-rata nodul<br />
yang tertinggi terdapat pada perlakuan<br />
tanam dan sangat berbeda nyata<br />
dibandingkan dengan tanpa perlakuan<br />
tanam (Tabel 4). Seperti diketahui<br />
bahwa dengan adanya perlakuan tanam<br />
maka tanah tersebut kaya dengan<br />
bakteri bintil akar yang ditinggalkan oleh<br />
tanaman sebelumnya sehingga bakteri<br />
tersebut akan segera menginfeksi<br />
tanaman kedelai berikutnya. Hal ini<br />
sesuai dengan pendapat Jutono (1981)<br />
yang menyatakan bahwa tanah bekas<br />
tanaman kedelai masih mengandung<br />
Rizobium Japonicum dan dapat<br />
digunakan sebagai sumber inokulan.<br />
Berdasarkan hasil penelitian<br />
juga dapat dilihat bahwa penambahan<br />
PGPR yang terbaik adalah Proradix<br />
yang berbeda sangat nyata dengan<br />
penambahan PGPR lainnya dan tanpa<br />
penambahan PGPR (Tabel 5). Hal ini<br />
berarti bahwa penambahan PGPR dapat<br />
membentuk nodul pada akar tanaman<br />
kedelai, sedangkan tanpa penambahan<br />
PGPR jumlah bintil akar yang dijumpai<br />
adalah 0<br />
Rata-rata nilai infeksi mikoriza<br />
tanaman kedelai akibat perlakuan tanam<br />
dan penambahan PGPR disajikan pada<br />
Tabel 5.<br />
Tabel 5. Rata-rata Nilai Infeksi Mikoriza Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR<br />
T Bakteri (R) Rata-rata<br />
R0 R1 R2 R3 T<br />
T0 0.30b 2.42ab 1.96ab 0.60b 2.18a<br />
T1 0.90b 3.96a 1.96ab 1.92ab 1.32a<br />
Rata-rata R 0.60b 3.19a 1.96ab 1.26b<br />
Keterangan : Angka yang diikuti<br />
oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />
sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />
DMRT pada α = 0,05.<br />
Berdasarkan Tabel 5 dapat<br />
dilihat bahwa nilai infeksi yang<br />
tertinggi dijumpai pada penambahan<br />
PGPR-Proradix yaitu sebesar 3,19 %<br />
dan hasil ini berbeda nyata dengan<br />
perlakuan lainnya. Sedangkan tanpa<br />
penambahan PGPR terlihat bahwa nilai<br />
infeksi mikorizanya paling kecil yaitu<br />
sebesar 0.60%. Hal ini terjadi karena<br />
penambahan PGPR ke dalam tanah<br />
dapat menciptakan lingkungan rhizosfer<br />
yang lebih baik, dan pertumbuhan<br />
mikoriza juga dapat berkembang dengan<br />
baik. Adanya mikroba ini menyebabkan<br />
tanaman kedelai dapat tumbuh dengan<br />
baik, yaitu struktur tanah menjadi lebih<br />
baik. Mulya (2003) menyatakan bahwa<br />
banyak penelitian yang membuktikan<br />
bahwa mikoriza memberikan<br />
manfaat bagi tanaman dalam hal : (1)<br />
meningkatkan serapan hara terutama<br />
fosfor, (2) melindungi tanaman dari<br />
serangan patogen akar, (3) mencegah<br />
tanaman terhindar dari kekeringan, dan<br />
(4) mencegah tanaman terhindar dari<br />
logam berat.<br />
55
KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />
A. Kesimpulan<br />
Berdasarkan hasil penelitian,<br />
maka dapat disimpulkan :<br />
1. Perlakuan tanam dan pemberian<br />
PGPR serta interaksi keduanya<br />
meningkatkan berat batang dan akar<br />
tanaman kedelai.<br />
2. Perlakuan tanam dan pemberian<br />
PGPR serta interaksi keduanya<br />
memberikan pengaruh yang sangat<br />
nyata terhadap jumlah nodul pada<br />
akar tanaman kedelai.<br />
3. Pemberian PGPR memberikan<br />
pengaruh yang sangat nyata terhadap<br />
nilai infeksi mikoriza sedangkan<br />
perlakuan tanam serta interaksi<br />
keduanya meningkatkan berat<br />
batang dan akar tanaman kedelai<br />
tidak memberikan pengaruh yang<br />
nyata terhadap nilai infeksi mikoriza.<br />
B. Saran<br />
1. Perlakuan tanam dan penambahan<br />
PGPR dapat dilakukan pada tanahtanah<br />
pertanian untuk meningkatkan<br />
hasil pertanian, khususnya<br />
penambahan PGPR-Proradix.<br />
2. Pemanfaatan teknologi mikroba<br />
bermanfaat yang sering disebut PGPR<br />
perlu mendapat dukungan kebijakan<br />
dari pemerintah karena teknologi ini<br />
belum banyak dikenal petani.<br />
3. Penggunaan teknologi mikroba<br />
perlu menjadi bagian integral paket<br />
teknologi dalam pengembangan<br />
pertanian terutama pada lahan-lahan<br />
yang bermasalah karena bermanfaat<br />
untuk pembangunan pertama<br />
yang berwawasan lingkungan dan<br />
berkelanjutan.<br />
56<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Hanafiah, KA. Napoleon, N. Ghofar.<br />
2007. Biologi Tanah : Ekologi dan<br />
Makrobiologi Tanah : Edisi 1-2. PT.<br />
Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.<br />
Hasanuddin, 2003. Peningkatan Peranan<br />
Mikroorganisme dalam sistim<br />
pengendalian penyakit tumbuhan<br />
secara terpadu. Jurusan HPT Faperta<br />
USU @2003 Digitized by USU digital<br />
library, Medan.<br />
Mulya, S. 2003. Pemanfaatan Tumbuhan<br />
Tahan Kekeringan Sebagai Inang<br />
Cendawan Mikoriza Arbuskula.<br />
Jurnal Prosiding Hasil Penelitian<br />
Bandung, Jawa Barat.<br />
Saraswati, R dan Sumarno, 2008.<br />
Pemanfaatan Mikroba Penyubur<br />
Tanah Sebagai Komponen Teknologi<br />
Pertanian. IPTEK Tanaman Pangan<br />
Vol. 3 No. 1.2008.http://www.<br />
pulitan.bogor.net/berkas-pdf/<br />
IPTEK/2008/nomor-1/04-Rasti.pdf.<br />
Sembiring, H, E. Sembiring dan D.R<br />
Siagian. 2005. Pola Kerjasama<br />
Pengembangan Komoditi Pertanian<br />
Organik Dataran Tinggi Tujuan<br />
Ekspor di Kabupaten Tanah Karo.<br />
Seminar Sehari Peranan Pupuk<br />
organik dan Pupuk Hayati Untuk<br />
Peningkatan Efisiensi Pemupupukan<br />
Pada Tanaman Pertanian dan<br />
Perkebunan.<br />
Steel R.G.D and Torrie, JH. 1980.<br />
Principles and Procedures of
Peranan Biofertilizer...<br />
Statistics. Mc. Graw-Hill, Inc.<br />
Subba Rao, N.S 1994. Soil Microorganisms<br />
and Plant Growth. Oxford and IBM<br />
Publishing Co. (Terjemahan H.<br />
Susilo. Mikroorganisme Tanah dan<br />
Pertumbuhan Tanaman. Universitas<br />
Indonesia Press. Jakarta).<br />
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizers in<br />
Agriculture. Oxford & IBH publ. Co.<br />
New Delhi.<br />
Subiksa, IGM. 2002. Pemanfaatan<br />
Mikoriza Untuk Penanggulangan<br />
Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains<br />
Program Pasca Sarjana Institut<br />
Pertanian Bogor. Bogor.<br />
57
Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas<br />
Pekerja Wanita dari Sektor Industri ke Sektor Jasa<br />
di Kecamatan Kuta Alam<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />
(The Influence on Education and Income Mobility of Women Workers of the<br />
Industrial Sector Service<br />
Sectorin Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>)<br />
oleh : Vivi Silvia<br />
ABSTRAK<br />
Penelitian ini menganalisis mobilisasi tenaga kerja wanita dari sektor industri<br />
ke sektor jasa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pendidikan dan pendapatan<br />
yang mempengaruhi mobilisasi tenaga kerja perempuan. Data dikumpulkan melalui<br />
observasi langsung dan questionere gunakan untuk menjawab pertanyaan. Selain<br />
itu, penelitian kepustakaan digunakan untuk menyelidiki masalah penelitian. Model<br />
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Data<br />
ini kemudian dianalisis dengan menggunakan alat regresi SPSS. Hasil penelitian<br />
ini menunjukkan bahwa faktor pendidikan dan pendapatan secara signifikan<br />
mempengaruhi mobilisasi tenaga kerja wanita dari sektor industri ke sektor jasa.<br />
Keywords : pendidikan, pendapatan, pekerja wanita<br />
AbstrAct<br />
This research analyzes the mobilization of woman labor from industrial sector<br />
to service sector. It is aimed to knowing the education and income that influence<br />
the mobilization of woman labor. Data collected by direct observation and using<br />
questionere to answer the question. Beside it, the library research were used to<br />
investigate the research problem. The model of analysis applied in this research<br />
is the multiple linear regression. This data then analysed by using SPSS regession<br />
tool. The result of this research shows that the education and income factor were<br />
significantly influenced the mobilization of woman labor from industrial sector to<br />
service sector.<br />
Keywords : education, income, the mobilization of women labor<br />
59
PENDAHULUAN<br />
Pembangunan yang telah dilaksanakan<br />
oleh pemerintah dewasa ini telah<br />
menunjukkan hasil yang meyakinkan di<br />
berbagai bidang. Keberhasilan bidang<br />
pendidikan dan kesehatan dalam jangka<br />
panjang telah mampu mengubah struktur<br />
dan komposisi penduduk Indonesia.<br />
Sebagai negara yang sedang berkembang,<br />
Indonesia tidak terlepas dari permasalahan<br />
umum yang juga dihadapi oleh negara<br />
berkembang lainnya. Permasalahan ini<br />
menyangkut pertumbuhan penduduk<br />
yang demikian cepat, penyebarannya<br />
yang tidak merata, tidak diimbangi dengan<br />
kesempatan kerja yang tersedia dan<br />
perkembangan angkatan kerja yang lebih<br />
cepat dibandingkan dengan penyerapan<br />
tenaga kerja.<br />
Masalah tersebut menimbulkan<br />
sejumlah masalah sosial terutama<br />
pengangguran yang dapat menghambat<br />
pembangunan nasional. Hakikat dari<br />
pembangunan nasional adalah pembangunan<br />
manusia Indonesia seutuhnya.<br />
Ini bermakna bahwa pemba ngunan<br />
yang telah dilaksanakan diharapkan<br />
dapat merata untuk seluruh masyarakat<br />
di seluruh wilayah Indonesia tanpa<br />
diskriminasi. Pada era globalisasi ini<br />
arus informasi semakin berkembang<br />
dengan cepat, tuntutan kesetaraan<br />
antara pria dan wanita yang lebih dikenal<br />
dengan kesetaraan jender semakin<br />
didengungkan. Kaum wanita banyak yang<br />
berprestasi pada lapangan pekerjaan dan<br />
pengembangan karirnya, tetapi di sisi lain<br />
masih ada kaum wanita yang mengalami<br />
penderitaan dan harus tetap menjalani<br />
kodratnya sebagai wanita sejati.<br />
Di beberapa kota di Indonesia<br />
60<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
termasuk Kota Banda <strong>Aceh</strong> tengah terjadi<br />
transformasi struktural dari masyarakat<br />
agraris ke masyarakat industri, karena<br />
perubahan sistem sosial dan budaya.<br />
Perubahan ini mengakibatkan terjadinya<br />
perubahan-perubahan pekerjaan wanita<br />
dari sebelumnya sebagai buruh tani atau<br />
pengurus rumah tangga menjadi wanitawanita<br />
karier yang bekerja di kantorkantor.<br />
Selain itu, semakin meningkatnya<br />
pendidikan dalam masyarakat maka<br />
peluang perpindahan pekerjaan wanita<br />
ke sektor lain semakin meningkat.<br />
Pada tahun 2000 jumlah penduduk<br />
Indonesia yang sudah bertempat tinggal<br />
tetap sudah mencapai 205.13 juta jiwa,<br />
kemudian pada tahun 2005 jumlah<br />
penduduk Indonesia diproyeksikan<br />
bertambah menjadi 219.20 juta jiwa<br />
sehingga menempatkan Indonesia<br />
sebagai negara ke empat di dunia yang<br />
memeiliki jumlah penduduk terbanyak<br />
(BPS, 2005 : 3).<br />
Menurut laporan hasil sensus<br />
penduduk tahun 2005 (SPAN 2005)<br />
jumlah penduduk Provinsi <strong>Aceh</strong> diperkirakan<br />
berjumlah 4.031.589 jiwa,<br />
dari komposisinya dapat dilihat:<br />
jumlah penduduk laki-laki sebesar<br />
2.005.763 jiwa dan jumlah penduduk<br />
wanita sebesar 2.025.826 jiwa. Laju<br />
pertumbuhan penduduk per tahun<br />
sebesar 1,76 persen selama periode<br />
1990-2005, masih di atas rata-rata laju<br />
pertumbuhan penduduk secara nasional<br />
yaitu 1,34 persen (BPS, 2005 : 3-4).<br />
Perkembangan berbagai sektor di<br />
Provinsi <strong>Aceh</strong> juga mengalami kemajuan<br />
yang sangat pesat seperti sektor industri<br />
dan sektor jasa selain dari sektor agraris<br />
yang memang telah menjadi salah satu
Peranan Biofertilizer...<br />
sektor yang banyak menyerap tenaga<br />
kerja dan penyumbang pembentukan<br />
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)<br />
yang masih dominan. Tabel berikut<br />
menunjukkan komposisi penduduk<br />
yang bekerja di sektor industri dan<br />
jasa selain sektor pertanian di Provinsi<br />
<strong>Aceh</strong>:<br />
Tabel 1 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Kelompok Lapangan Usaha di Provinsi<br />
<strong>Aceh</strong> Tahun 2004<br />
Perkotaan+Pedesaan<br />
Kelompok Lapangan usaha Perkotaan (persen) Pedesaan (persen)<br />
(persen)<br />
Industri 6,18 1.71 7,89<br />
Jasa-jasa 23,02 12.06 35,08<br />
Sumber: Survey Sosial Ekonomi Nasional, 2004<br />
Tabel 1 menunjukkan bahwa<br />
proporsi tahun 2004 yang bekerja di<br />
sektor jasa sebesar 35,08 persen lebih<br />
besar dari pada sektor industri yang<br />
hanya menyerap tenaga kerja sebesar<br />
7,89 persen (2004:18). Hal ini berarti<br />
bahwa sektor jasa adalah salah satu<br />
sektor yang paling banyak menyerap<br />
tenaga kerja selain sektor pertanian<br />
di Provinsi <strong>Aceh</strong> terutama di daerah<br />
perkotaan seperti Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />
merupakan ibu kota Provinsi <strong>Aceh</strong>.<br />
Salah satu sektor yang paling<br />
dominan dalam perekonomian Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong> adalah sektor industri<br />
terutama industri kecil atau disebut<br />
juga industri rumah tangga yang banyak<br />
menyerap tenaga kerja seperti industri<br />
percetakan dan penerbitan. Selain itu<br />
sektor jasa, perikanan dan kelautan juga<br />
menjadi salah satu sektor andalan Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong>, karena sebagian besar<br />
wilayah Kota Banda <strong>Aceh</strong> dikelilingi oleh<br />
laut. Sedangkan sektor pertanian di Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong> bukan merupakan sektor<br />
unggulan dari perekonomian masyarakat<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong>, hal ini disebabkan<br />
kondisi geografis Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />
kurang mendukung untuk kegiatan usaha<br />
di sektor pertanian.(BPS, 2005 : 117)<br />
Berdasarkan hasil sensus penduduk<br />
<strong>Aceh</strong> dan Nias tahun 2005 (SPAN`05)<br />
penduduk kota Banda <strong>Aceh</strong> berjumlah<br />
177.611 jiwa, jumlah penduduk ini terdiri<br />
dari 93.786 jiwa laki-laki dan 83.825 jiwa<br />
perempuan. Kecamatan yang paling<br />
banyak penduduknya adalah Kecamatan<br />
Kuta Alam dengan jumlah penduduk<br />
34.819 jiwa, yang terdiri dari 18.544 jiwa<br />
laki-laki dan 16.275 jiwa perempuan,<br />
sedangkan Kecamatan yang paling sedikit<br />
jumlah penduduknya adalah Kecamatan<br />
Meuraxa dengan jumlah penduduk<br />
2.221 jiwa yang terdiri dari 1.529 jiwa<br />
laki-laki dan 692 jiwa perempuan, hal<br />
ini disebabkan karena daerah ini yang<br />
paling parah terkena bencana gempa dan<br />
tsunami pada tahun 2004.<br />
Jumlah pencari kerja di Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> pasca bencana alam mengalami<br />
peningkatan sekitar 20 persen dari 20.378<br />
jiwa menjadi 25.840 jiwa (BPS, 2005 : 3).<br />
Hal ini membawa dampak pada semakin<br />
meningkatnya persaingan antar pencari<br />
kerja baik pria maupun wanita dalam<br />
mendapatkan pekerjaan yang mereka<br />
inginkan. Selain itu banyaknya pekerjaan<br />
yang ditawarkan pasca bencana alam akan<br />
memberikan peluang terjadinya mobilitas<br />
pekerjaan terutama pekerja wanita.<br />
61
Kecamatan Kuta Alam adalah salah<br />
satu kecamatan yang ada di Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> dengan jumlah penduduk terbanyak.<br />
Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam<br />
tahun 2005 berjumlah 35.033 ini terdiri<br />
dari 18.758 jiwa laki-laki dan 16.275 jiwa<br />
perempuan yang tersebar di sembilan<br />
kelurahan dan dua desa yang ada di<br />
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam<br />
yang paling banyak terdapat di Kelurahan<br />
Beurawe dengan jumlah penduduk 6.157<br />
jiwa yang terdiri dari 3.393 jiwa laki-laki<br />
dan 2.764 jiwa perempuan. Sedangkan<br />
jumlah penduduk yang paling sedikit<br />
terdapat di Desa Lam Dingin dengan<br />
jumlah penduduk laki-laki 449 jiwa dan<br />
282 jiwa penduduk perempuan. Hal ini<br />
disebabkan daerah ini adalah salah satu<br />
daerah yang paling parah terkena dampak<br />
gempa dan tsunami tahun 2004 lalu.<br />
Jenis-jenis pekerjaan yang paling<br />
banyak digeluti oleh penduduk Kuta<br />
Alam termasuk penduduk wanita adalah<br />
pekerjaan pada sektor industri terutama<br />
62<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
industri kecil atau disebut juga industri<br />
rumah tangga seperti industri percetakan,<br />
penerbitan dan industri makanan yang<br />
menjadi salah satu sektor paling banyak<br />
menyerap tenaga kerja selain sektor jasa,<br />
perikanan dan kelautan (BPS, 2005 : 47).<br />
Adapun jumlah penduduk wanita yang<br />
bekerja di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong> adalah sebanyak 3.340 jiwa<br />
yang tersebar di sembilan Kelurahan dan<br />
dua Desa yang berada dalam wilayah<br />
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Jenis pekerjaan yang paling banyak<br />
digeluti oleh pekerja wanita di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> adalah<br />
sebagai buruh/karyawan yaitu sebanyak<br />
2.059 jiwa sedangankan jenis pekerjaan<br />
yang paling sedikit digeluti adalah jenis<br />
pekerjaan yang menggunakan bantuan<br />
dari keluarga/anggota rumah tangga yaitu<br />
sebanyak 54 jiwa (BPS, 2005 : 77) . Untuk<br />
lebih jelas lihat Tabel 2 yang menunjukkan<br />
jumlah wanita yang bekerja di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> menurut<br />
status pekerjaan utama berikut ini :<br />
Tabel 2 Jumlah Penduduk Wanita Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu<br />
yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> Tahun 2005<br />
No. Status Pekerjaan Utama<br />
Jumlah wanita yang<br />
Bekerja<br />
1 Berusaha Sendiri Tanpa Bantuan Orang Lain<br />
(Own Account Work)<br />
682<br />
2 Berusaha dengan Dibantu Anggota Rumah Tangga. 54<br />
(Self Employed Assisted by Family Member/<br />
3<br />
Temporary Employee)<br />
Berusaha dengan Buruh Tetap (Employee) 195<br />
4 Buruh/karyawan (Reguler Employee) 2.059<br />
5 Pekerja Tak di Bayar (Unpaid Worker) 320<br />
6 Tak Terjawab 30<br />
Jumlah Total 3.340<br />
Sumber : BPS, 2005
Peranan Biofertilizer...<br />
Masuknya wanita dalam pasar<br />
kerja pada sektor industri dan jasa akan<br />
membawa konsekuensi dalam kehidupan<br />
rumah tangganya. Pekerjaan di luar<br />
rumah pada sektor industri dan jasa<br />
ini akan mengurangi alokasi waktu dan<br />
tenaga yang biasanya dicurahkan untuk<br />
pekerjaan rumah tangga. Munculnya<br />
berbagai sektor industri dan jasa yang<br />
dilakukan kaum wanita patut ditanggapi<br />
secara positif terutama di perkotaan.<br />
Hal tersebut dengan pertimbangan<br />
bahwa kontribusi yang diberikan pelaku<br />
perempuan pada sektor ini cukup besar<br />
dalam upaya meningkatkan pendapatan<br />
dan taraf hidup mereka. Berdasarkan<br />
uraian yang telah di kemukakan di<br />
atas maka perumusan masalah dalam<br />
penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh<br />
pendidikan dan pendapatan<br />
terhadap mobilitas pekerja wanita dari<br />
sektor industri ke sektor jasa di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>?<br />
STUDI KEPUSTAKAAN<br />
Tenaga kerja merupakan modal<br />
utama serta pelaksana daripada<br />
produksi baik barang maupun jasa.<br />
Tujuan penting pembangunan nasional<br />
adalah mensejahterakan masyarakat<br />
termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja<br />
sebagai pelaksana pembangunan harus<br />
dijamin haknya, diatur kewajibannya<br />
dan dikembangkan daya gunanya.<br />
Menurut Undang-undang No.13 Tahun<br />
2003, tenaga kerja adalah setiap orang<br />
yang mampu melakukan pekerjaan guna<br />
menghasilkan barang dan atau jasa baik<br />
untuk memenuhi kebutuhan sendiri<br />
maupun untuk masyarakat.<br />
Adapun pengertian tenaga kerja<br />
menurut Tjiptoherijanto ( 1996 : 4), yang<br />
dimaksud dengan tenaga kerja adalah<br />
penduduk usia kerja ( 15 tahun ke atas<br />
) atau 15-64 tahun dan penduduk secara<br />
potensial dapat bekerja merupakan<br />
modal utama serta pelaksanaan<br />
daripada pembangunan masyarakat.<br />
Menurut Simanjuntak ( 1998 : 2), tenaga<br />
kerja mencakup penduduk yang sudah<br />
bekerja atau sedang belajar, yang sedang<br />
mencari pekerjaan dan yang melakukan<br />
kegiatan lain seperti sekolah dan<br />
mengurus rumah tangga. Bagi pencari<br />
kerja, mereka yang sedang bersekolah<br />
dan mengurus rumah tangga, walaupun<br />
sedang tidak bekerja tapi sewaktu-waktu<br />
dapat masuk dalam pasar kerja.<br />
Sedangkan menurut Manulang<br />
(2001 : 5), tenaga kerja terdiri dari<br />
angkatan kerja dan bukan angkatan<br />
kerja. Yang termasuk dalam golongan<br />
angkatan kerja adalah golongan yang<br />
bekerja dan golongan yang menganggur<br />
atau yang sedang mencari pekerjaan,<br />
serta yang termasuk dalam bukan<br />
angkatan kerja terdiri dari ibu rumah<br />
tangga dan golongan lain-lain atau<br />
penerima pendapatan.<br />
Mobilitas dapat diartikan<br />
sebagai perpindahan dari satu tempat<br />
ketempat lain atau dari suatu pekerjaan<br />
ke pekerjaan lain (Subri, 2003 : 119).<br />
Sedangkan menurut Munir (1981 :<br />
2-4) perpindahan tersebut dengan<br />
tujuan untuk menetap dari satu<br />
tempat ketempat lain dalam batas<br />
waktu tertentu, tetapi ada juga jenis<br />
perpindahan yang batas waktunya lebih<br />
pendek dan sebenarnya tidak bermaksud<br />
menetap selamanya ditempat dia<br />
mendapatkan pekerjaan. Selain itu ada<br />
63
eberapa bentuk perpindahan tempat<br />
(mobilitas) yaitu :<br />
1. Perubahan tempat yang bersifat rutin<br />
misalnya orang yang pulang balik<br />
kerja (recurrent movement).<br />
2. Perubahan tempat yang tidak bersifat<br />
rutin tetapi dipindah tempatkan<br />
karena pekerjaannya.<br />
3. Perubahan tempat tinggal dengan<br />
tujuan menetap dan tidak kembali<br />
lagi ketempat semula (non-recurrent<br />
movement).<br />
Menurut sifatnya mobilitas dapat<br />
dibedakan menjadi mobilitas vertikal dan<br />
mobilitas horizontal. Mobilitas horizontal<br />
adalah perpindahan secara teritorial,<br />
spasial, atau geografis, sedangkan mobilitas<br />
vertikal dikaitkan dengan perubahan status<br />
sosial dengan melihat kedudukan generasi<br />
misalnya melihat status kedudukan ayah.<br />
Adapun asumsi dasar bahwa seseorang<br />
mau atau berusaha berpindah pekerjaan<br />
dari satu tempat ke tempat lain untuk<br />
memperoleh penghasilan yang lebih besar<br />
(Simanjuntak, 2001 : 82). Selain itu begitu<br />
banyak faktor perubahan yang mendorong<br />
atau menarik wanita berpindah pekerjaan<br />
termasuk tanggung jawab keluarga,<br />
pola konsumsi, persiapan pendidikan,<br />
hak-hak hukum serta kesempatan kerja.<br />
(Ollenburger, 2002 : 91).<br />
Menurut Subri (2003 : 123)<br />
mekanisme mobilitas tenaga kerja dari<br />
sektor pedesaan yang subsisten ke sektor<br />
perkotaan yang mempunyai tingkat upah<br />
yang lebih tinggi, disebabkan karena<br />
daerah pedesaan surplus tenaga kerja,<br />
sehingga terjadi perpindahan pekerjaan ke<br />
daerah pusat industri atau perdagangan<br />
yang membutuhkan tenaga kerja.<br />
Sedangkan menurut Munir<br />
64<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
(1981 : 6) ada beberapa faktor yang<br />
mempengaruhi mobilitas pekerja yaitu :<br />
1. Makin berkurangnya sumber-sumber<br />
alam, menurunnya permintaan atas<br />
barang-barang tertentu yang bahan<br />
bakunya makin susah diperoleh.<br />
2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di<br />
tempat asal (misalnya di pedesaan).<br />
3. Adanya tekanan-tekanan atau<br />
diskriminasi politik, agama, suku, di<br />
tempat asal.<br />
4. Alasan pekerjaan atau perkawinan<br />
yang menyebabkan tidak bisa<br />
mengembangkan karir pribadi.<br />
5. Bencana alam baik banjir, kebakaran,<br />
gempa bumi, musim kemarau<br />
panjang atau adanya wabah penyakit.<br />
Berdasarkan Badan Pusat Statistik<br />
(1999 : 8), industri diklarifikasikan<br />
sebagai berikut :<br />
a. Industri kecil, yaitu suatu bentuk<br />
industri yang memiliki modal dasar<br />
antara 1-600 juta dengan jumlah<br />
tenaga kerja 1-19 orang.<br />
b. Industri menengah, industri dengan<br />
modal awal antara 600 juta-<br />
5 miliyar dengan jumlah pekerja<br />
berkisar 19-99 orang.<br />
c. Industri besar, satu bentuk industri<br />
yang memiliki modal lebih dari dari<br />
5 miliyar dengan jumlah pekerja<br />
lebih dari 100 orang.<br />
Perkembangan industri di<br />
Indonesia di sektor kecil atau rumah<br />
tangga paling tinggi dalam penyerapan<br />
tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan<br />
industri rumah tangga relatif tidak<br />
memerlukan keahlian tinggi, modal<br />
kecil dan bahkan di pedesaan pekerjaan<br />
rumah tangga dapat didahulukan tanpa<br />
meninggalkan kegiatan ekonomis
Peranan Biofertilizer...<br />
lainnya. Industri kecil bagian dari sektor<br />
informal memainkan peranan penting<br />
dalam menyerap tenaga kerja wanita.<br />
Pekerjaan wanita pada industri<br />
rumah tangga relatif berumur muda<br />
dan produktif (berumur antara 15-<br />
34 tahun). Dengan demikian potensi<br />
yang dimiliki oleh para pekerja wanita<br />
cukup besar, karena pada kelompokkelompok<br />
umur di bawah 40 tahun<br />
tersebut masih banyak kesempatan<br />
untuk mengembangkan kemampuannya<br />
dalam bidang keterampilan maupun<br />
bidang lainnya.<br />
Sekarang ini ada kecenderungan<br />
orientasi kebutuhan kaum wanita yang<br />
bekerja di sektor industri tidak lagi<br />
terbatas pada kebutuhan dasar, tetapi<br />
orientasi kebutuhannya sudah sampai<br />
pada tingkat kebutuhan aktualisasi<br />
diri sekalipun kebutuhan ini masih ada<br />
pembagian status pekerjaan wanita di<br />
sektor industri, yaitu wanita yang bekerja<br />
sebagai buruh/karyawan, orientasi<br />
kebutuhan yang bersifat fisiologi, rasa<br />
aman dan kebutuhan sosial. Dalam<br />
rangka peningkatan kualitas kerja tenaga<br />
kerja wanita yang bekerja di sektor<br />
industri, faktor lingkungan keluarga,<br />
lingkungan kerja dan motif kerja kaum<br />
wanita ikut mempengaruhi kualitas kerja<br />
kaum wanita yang bekerja di sektor<br />
industri.<br />
Secara umum jasa dapat diartikan<br />
sebagai suatu keterampilan usaha di<br />
mana usaha tersebut resikonya relatif<br />
kecil dan kesempatan kerjanya juga lebih<br />
besar. Ruang lingkup lapangan jasa sangat<br />
luas karena mencakup jasa pemerintahan<br />
umum dan usaha swasta yang sangat<br />
beragam. Sumbangan lapangan usaha<br />
jasa-jasa dalam penciptaan kesempatan<br />
kerja relatif besar.<br />
Menurut Badan Pusat Statistik<br />
(2004: 18), jasa terbagi menjadi<br />
beberapa kategori, yaitu :<br />
1. Jasa restoran, rumah makan, dan<br />
warung makan.<br />
2. Jasa pendidikan meliputi: jasa<br />
pendidikan dasar, menengah, tinggi,<br />
dan lainnya yang dilakukan swasta<br />
termasuk jasa pendidikan dan<br />
keterampilan.<br />
3. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial<br />
meliputi jasa kesehatan manusia, jasa<br />
kesehatan hewan dan jasa kesehatan<br />
sosial, jasa kemasyarakatan, sosial<br />
dan perorangan lainnya.<br />
4. Jasa kebersihan, kegiatan organisasi,<br />
jasa rekreasi, jasa kebudayaan, olah<br />
raga dan jasa kegiatan lain.<br />
5. Jasa perorangan yang melayani rumah<br />
tangga, kegiatan perorangan yang<br />
memberikan jasa pelayanan pada<br />
rumah tangga, seperti juru masak,<br />
tukang cuci, tukang kebun, pengurus<br />
rumah tangga, dan pengasuh bayi.<br />
Termasuk juga usaha guru privat yang<br />
mengajar dirumah, sekretaris pribadi<br />
dan supir pribadi.<br />
Banyaknya wanita yang masuk<br />
dalam sektor jasa disebabkan dalam<br />
sektor ini banyak membutuhkan tenaga<br />
kerja terutama tenaga kerja wanita yang<br />
biasanya di tempatkan sebagai “costumer<br />
service” atau sekretaris di kantor-kantor.<br />
Kebijakan untuk mengembangkan<br />
sektor ini perlu dirumuskan secara hatihati<br />
karena melibatkan angkatan kerja<br />
dalam jumlah besar. Berkaitan dengan<br />
jasa perorangan dan rumah tangga, arah<br />
kebijakan yang relevan seharusnya berupa<br />
65
peningkatan dan pemeliharaan iklim usaha<br />
yang kondusif bagi perluasan aktifitas<br />
usaha yang dapat merangsang pekerja<br />
wanita memasuki bidang usaha ini, serta<br />
ditunjang oleh sedikit regulasi yang dapat<br />
direalisasikan secara efektif dan konsisten.<br />
Berdasarkan uraian di atas, yang<br />
menjadi hipotesis dalam penelitian<br />
ini adalah diduga pendidikan dan<br />
pendapatan berpengaruh positif<br />
terhadap mobilitas pekerja wanita<br />
dari sektor industri ke sektor jasa di<br />
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Ruang lingkup penelitian ini adalah<br />
mengenai pengaruh pendidikan dan<br />
pendapatan terhadap mobilitas pekerja<br />
wanita terutama dari sektor industri ke<br />
sektor jasa yang ada di Kecamatan Kuta<br />
Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Lokasi dalam<br />
penelitian ini terletak di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Tujuan<br />
pengambilan lokasi penelitian di Kuta<br />
Alam karena Kecamatan Kuta Alam adalah<br />
Kecamatan yang paling banyak terdapat<br />
penduduk wanitanya dan di sini juga<br />
66<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
terdapat banyak jenis-jenis industri dan<br />
jasa yang mempekerjakan pekerja wanita.<br />
Untuk memperoleh keterangan<br />
dan data yang diperlukan dalam<br />
penelitian ini, maka penulis merujuk ke<br />
penelitian kepustakaan yang bersumber<br />
dari BPS. Selain mengumpulkan data<br />
sekunder, penulis juga menggunakan<br />
data primer, yaitu dengan cara<br />
menyebarkan daftar pertanyaan atau<br />
kuesioner. Data diproses dengan<br />
komputer, program yang dipergunakan<br />
adalah SPSS.<br />
Adapun yang menjadi populasi<br />
dari penelitian ini adalah seluruh tenaga<br />
kerja wanita yang pernah bekerja di<br />
sektor industri yaitu industri kecil dan<br />
industri rumah tangga termasuk industri<br />
percetakan dan foto copy dan kemudian<br />
berpindah pekerjaan ke sektor jasa<br />
yaitu jasa pembiayaan, perhotelan,<br />
jasa restaurant (rumah makan), jasa<br />
pendidikan dan “costumer service” yang<br />
tersebar di sembilan kelurahan dan dua<br />
desa yang ada di Kecamatan Kuta Alam<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Untuk lebih jelas lihat<br />
Tabel 3 berikut:<br />
Tabel 3 Jumlah Tenaga Kerja Wanita yang Pernah Bekerja di Sektor industri dan Sekarang<br />
Berpindah ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> Tahun 2007<br />
No. Lokasi Jumlah Tenaga Kerja Wanita (jiwa)<br />
1 Peunayong 54<br />
2 Laksana 42<br />
3 Keuramat 47<br />
4 Kuta Alam 45<br />
5 Beurawe 68<br />
6 Kota Baru 36<br />
7 Bandar Baru 29<br />
8 Mulia 38<br />
9 Lampulo 22<br />
10 Lamdingin 28<br />
11 Lambaro Skep 31<br />
Jumlah 440<br />
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2007)
Peranan Biofertilizer...<br />
Berdasarkan Tabel di atas maka<br />
dapat dilihat jumlah populasi wanita<br />
yang bekerja di sektor industri kemudian<br />
berpindah ke sektor jasa di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> adalah<br />
sebanyak 440 jiwa, karena kerterbatasan<br />
waktu dan tenaga juga biaya maka<br />
penulis mengambil 10 persen dari<br />
populasi untuk di jadikan sampel.maka<br />
didapat 44 jiwa pekerja wanita yang<br />
akan dijadikan sampel.<br />
Dalam penelitian ini<br />
untuk menganalisis data penulis<br />
menggunakan metode analisis<br />
deskriptif, yaitu data yang dianalisis<br />
untuk menggambarkan dan<br />
menginterprestasikan objek sesuai<br />
dengan apa adanya atau menjelaskan<br />
tentang fenomena-fenomena yang<br />
terjadi di sekitar penelitian, dengan<br />
maksud mencari jalan penentuan<br />
penelitian (Teguh, 1999 : 17). Selain<br />
itu penulis juga menggunakan analisis<br />
kuantitatif dengan menggunakan<br />
model regresi linear berganda untuk<br />
menghitung mobilitas pekerja wanita<br />
di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> sebagai variabel terikat (<br />
dependen variable) terhadap variabelvariabel<br />
bebas (independen variable).<br />
Dari variabel-variabel tersebut dapat<br />
dibentuk suatu regresi linear berganda<br />
sebagai berikut: (Supranto, 2001 : 270)<br />
Tabel 4 Persentase Pekerja di Daerah Banda <strong>Aceh</strong><br />
Memasuki Masa Kerja Total<br />
Bekerja<br />
Sedang<br />
Mencari Kerja<br />
Memasuki<br />
Masa Kerja<br />
y α + β X + β X + β X + ei<br />
= 1 1 2 2 3 3<br />
Model di atas dimodifikasikan<br />
dengan memasukkan variabel terikat<br />
dan variabel bebas dalam penelitian ini,<br />
sehingga model regresi linear berganda<br />
adalah sebagai berikut :<br />
Mpw α + β Tp + β Tpw + ei<br />
= 1 2<br />
Di mana :<br />
Mpw = Mobilitas pekerja wanita<br />
Tp = Pendidikan yang ditamatkan<br />
Tpw = Pendapatan pekerja wanita<br />
α = Konstanta<br />
1 , β 2 β = Koefisien Regresi<br />
ei = Eror term<br />
HASIL PENELITIAN <strong>DAN</strong><br />
PEMBAHASAN<br />
Dari data yang diperoleh di Badan<br />
Statistik Nasional Provinsi <strong>Aceh</strong> didapat<br />
bahwa dari jumlah penduduk Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> yang memasuki masa kerja aktif<br />
adalah sebesar 48,67 persen. Terdiri<br />
dari pekerja yang mempunyai pekerjaan<br />
tetap sebesar 41,99 persen dan yang<br />
sedang mencari kerja sebesar 6,68<br />
persen. Penduduk Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />
memasuki masa kerja pasif adalah sebesar<br />
44,71 persen terdiri atas yang sedang<br />
melanjutkan sekolah atau kuliah sebesar<br />
22,94 persen, yang tidak bersekolah dan<br />
bekerja sebesar 21,77 persen.<br />
Belum Memasuki Masa<br />
Kerja<br />
Masa<br />
Sekolah<br />
Yang Berada<br />
Di Rumah<br />
Total Belum<br />
Memasuki<br />
Masa Kerja<br />
Lainlain<br />
41,99 6,68 48,67 22,94 21,77 44,71 6,62 100<br />
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005<br />
Total<br />
67
Dari penelitian terhadap 44 orang<br />
responden, tanggapan responden yang<br />
68<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
diberikan adalah sebagai berikut.<br />
Tabel. 5 Karakteristik Responden<br />
No Karakteristik Responden Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)<br />
1 Tempat Tinggal Responden<br />
Peunayong 6 13,6<br />
Laksana 5 11,4<br />
Keuramat 5 11,4<br />
Kuta Alam 5 11,4<br />
Beurawe 7 15,9<br />
Kota Baru 3 6,8<br />
Bandar Baru 2 4,5<br />
Mulia 4 9,1<br />
Lampulo 2 4,5<br />
Lamdingin 3 6,8<br />
Lambaro Skep 2 4,5<br />
2 Umur Responden<br />
19 Tahun 4 9,1<br />
20 Tahun 3 6,8<br />
21 Tahun 3 6,8<br />
22 Tahun 4 9,1<br />
23 Tahun 4 9,1<br />
24 Tahun 2 4,5<br />
25 Tahun 2 4,5<br />
27 Tahun 3 6,8<br />
28 Tahun 2 4,5<br />
30 Tahun 3 6,8<br />
33 Tahun 1 2,3<br />
35 Tahun 1 2,3<br />
36 Tahun 1 2,3<br />
38 Tahun 1 2,3<br />
39 Tahun 1 2,3<br />
40 Tahun 3 6,8<br />
41 Tahun 1 2,3<br />
43 Tahun 2 4,5<br />
45 Tahun 1 2,3<br />
46 Tahun 1 2,3<br />
47 Tahun 1 2,3<br />
3 Status Perkawinan<br />
Kawin 21 47,7<br />
Belum Kawin 23 52,3<br />
Total 44 100,0<br />
Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />
Dari Tabel 5 dilihat bahwa<br />
responden diambil berdasarkan tempat<br />
tinggal kelurahan yang terdiri dari<br />
Kelurahan Peunayong sebanyak 13,6<br />
persen; Kelurahan Laksana sebanyak<br />
11,4 persen; Kelurahan Keuramat
Peranan Biofertilizer...<br />
sebanyak 11,4 persen; Kelurahan Kuta<br />
Alam sebanyak 11,4 persen; Kelurahan<br />
Beurawe sebanyak 15,9 persen;<br />
Kelurahan Kota Baru sebanyak 6,8<br />
persen; Kelurahan Bandar Baru sebanyak<br />
4,5 persen; Kelurahan Mulia sebanyak 9,1<br />
persen; Kelurahan Lampulo sebanyak 4,5<br />
persen; Kelurahan Lamdingin sebanyak<br />
6,8 persen; Kelurahan Lambaro Skep<br />
sebanyak 4,5 persen.<br />
Dari penelitian yang dilakukan<br />
terhadap 44 orang responden didapat<br />
umur responden yang masing-masing<br />
memiliki persentase sebesar 2,3 persen<br />
adalah 33 Tahun; 35 Tahun; 36 Tahun; 38<br />
Tahun; 39 Tahun; 41 Tahun; 45 Tahun; 46<br />
Tahun; 47 Tahun. Sedangkan responden<br />
yang berumur 19 Tahun; 22 Tahun;<br />
Tabel. 6 Lama Bekerja di Sektor Industri<br />
23 Tahun masing-masing memiliki<br />
persentase sebesar 9,1 persen. Yang<br />
memiliki persentase masing-masing<br />
sebesar 6,8 persen adalah responden<br />
yang berumur 20 Tahun; 21 Tahun; 27<br />
Tahun; 30 Tahun;40 Tahun. Responden<br />
pekerja wanita yang berumur 24 Tahun;<br />
25 Tahun; 28 Tahun; 43 Tahun memiliki<br />
masing-masing persentase dari seluruh<br />
sampel penelitian sebesar 4,5 persen.<br />
Pada penelitian ini diperoleh kebanyakan<br />
pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong> atau 52,3 persen<br />
adalah mereka yang belum menikah.<br />
Selebihnya adalah pekerja wanita di<br />
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />
yang sudah menikah yaitu sebesar 47,7<br />
persen.<br />
Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />
< 1 Tahun 17 38,6 38,6 38,6<br />
Valid<br />
2 - 4 Tahun<br />
5 - 7 Tahun<br />
24<br />
3<br />
54,5<br />
6,8<br />
54,5<br />
6,8<br />
93,2<br />
100,0<br />
Total 44 100,0 100,0<br />
Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />
Pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />
yang bekerja kurang dari 1 tahun di sektor<br />
industri adalah sebesar 38,6 persen. 54,5<br />
persen adalah wanita pekerja yang bekerja<br />
Tabel. 7 Lama Bekerja di Sektor Jasa<br />
Valid<br />
Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />
selama 2 tahun sampai dengan 4 tahun.<br />
Kemudian sebanyak 6,8 persen pekerja<br />
wanita yang bekerja di sektor industri<br />
selama 5 tahun sampai dengan 7 tahun.<br />
Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />
< 1 Tahun 4 9,1 9,1 9,1<br />
2 - 4 Tahun 14 31,8 31,8 40,9<br />
5 - 7 Tahun 23 52,3 52,3 93,2<br />
8 - 10 Tahun 3 6,8 6,8 100,0<br />
Total 44 100,0 100,0<br />
69
Dalam penelitian ini ditemukan<br />
pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />
bekerja kurang dari 1 tahun di sektor jasa<br />
adalah sebesar 9,1 persen. Sebanyak<br />
31,8 persen adalah pekerja wanita yang<br />
bekerja selama 2 tahun sampai dengan<br />
Tabel. 8 Pendidikan Saat Bekerja di Sektor Industri<br />
70<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
4 tahun, dan 52,3 persen pekerja wanita<br />
yang bekerja di sektor jasa selama 5<br />
tahun sampai dengan 7 tahun. Pekerja<br />
wanita yang bekerja di sektor jasa<br />
selama 8 tahun sampai dengan 10 tahun<br />
adalah sebesar 6,8 persen.<br />
Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />
SD 4 9,1 9,1 9,1<br />
SMP 14 31,8 31,8 40,9<br />
Valid SMA 23 52,3 52,3 93,2<br />
Perguruan Tinggi 3 6,8 6,8 100,0<br />
Total 44 100,0 100,0<br />
Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />
Pekerja wanita di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat<br />
bekerja di sektor industri 9,1 persen<br />
mempunyai tingkat pendidikan Sekolah<br />
Dasar (SD). 31,8 persen, memiliki<br />
tingkat pendidikan Sekolah Menengah<br />
Pertama (SMP), yang memiliki tingkat<br />
Tabel. 9 Pendidikan Saat Bekerja di Sektor Jasa<br />
pendidikan Sekolah Menengah Tingkat<br />
Atas (SMA) adalah sebesar 52,3 persen.<br />
Pekerja wanita di Kecamatan Kuta<br />
Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang memiliki<br />
tingkat pendidikan Perguruan Tinggi<br />
saat bekerja di sektor industri adalah<br />
sebesar 6,8 persen.<br />
Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />
SD 4 9,1 9,1 9,1<br />
SMP 3 6,8 6,8 15,9<br />
Valid SMA 27 61,4 61,4 77,3<br />
Perguruan Tinggi 10 22,7 22,7 100,0<br />
Total 44 100,0 100,0<br />
Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />
Pekerja wanita di Kecamatan Kuta<br />
Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat bekerja<br />
di sektor jasa 9,1 persen mempunyai<br />
tingkat pendidikan Sekolah Dasar<br />
(SD) dan 6,8 persen memiliki tingkat<br />
pendidikan Sekolah Menengah Pertama<br />
(SMP), sedangkan yang memiliki tingkat<br />
pendidikan Sekolah Menengah Tingkat<br />
atas (SMA) adalah sebesar 61,4 persen.<br />
Pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang memiliki tingkat<br />
pendidikan Perguruan Tinggi saat<br />
bekerja di sektor Jasa adalah sebesar<br />
22,7 persen.
Peranan Biofertilizer...<br />
Pendapatan pekerja wanita di<br />
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> saat bekerja di sektor industri<br />
27,3 persen memiliki pendapatan lebih<br />
kecil dari Rp. 299.000,-. Yang memiliki<br />
pendapatan antara Rp. 300.000,-<br />
sampai dengan Rp. 499.000,- adalah<br />
sebesar 36,4 persen. Pekerja wanita<br />
yang memiliki pendapatan sebesar<br />
Tabel. 11 Pendapatan Per Bulan Saat Bekerja di Sektor Jasa<br />
Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.<br />
699.000,- adalah sebanyak 31,8 persen.<br />
Pendapatan pekerja wanita sebesar Rp.<br />
700.000,- sampai dengan Rp. 899.000,-<br />
adalah sebanyak 2,3 persen, dan 2,3<br />
persen pekerja wanita di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat bekerja<br />
di sektor industri memiliki pendapatan<br />
lebih dari Rp. 900.000,-.<br />
Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />
< Rp. 299.000,- 1 2,3 2,3 2,3<br />
Rp. 300.000,- - Rp. 499.000 9 20,5 20,5 22,7<br />
Valid<br />
Rp. 500.000,- - Rp. 699.000<br />
Rp. 700.000,- - Rp. 899.000<br />
10<br />
5<br />
22,7<br />
11,4<br />
22,7<br />
11,4<br />
45,5<br />
56,8<br />
Rp. 900.000 19 43,2 43,2 100,0<br />
Total 44 100,0 100,0<br />
Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />
Pendapatan pekerja wanita di<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat bekerja di sektor<br />
jasa 2,3 persen memiliki pendapatan<br />
lebih kecil dari Rp. 299.000,-. Yang<br />
memiliki pendapatan antara Rp.<br />
300.000,- sampai dengan Rp. 499.000,adalah<br />
sebesar 20,5 persen. Pekerja<br />
wanita yang memiliki pendapatan<br />
sebesar Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.<br />
699.000,- adalah sebanyak 22,7 persen.<br />
Pendapatan pekerja wanita sebesar Rp.<br />
700.000,- sampai dengan Rp. 899.000,adalah<br />
sebanyak 11,4 persen, dan 43,2<br />
persen pekerja wanita di Kota Banda<br />
Tabel. 12 Hasil Estimasi Persamaan Regresi<br />
<strong>Aceh</strong> saat bekerja di sektor jasa memiliki<br />
pendapatan lebih dari Rp. 900.000,-.<br />
ESTIMASI HASIL REGRESI<br />
Data yang diperoleh dalam<br />
penelitian ini, kemudian dianalisis<br />
dengan menggunakan Tehnik Analisis<br />
Regresi Linier Berganda dengan dibantu<br />
peralatan (program) SPSS. Hasil analisis<br />
pengaruh pendidikan dan pendapatan<br />
terhadap mobilitas pekerja wanita di<br />
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />
dari sektor industri ke sektor jasa dapat<br />
dilihat pada Tabel di bawah ini :<br />
Variabel Nama Variabel B Std. Error t Ttabel Sig.<br />
α Konstanta -0,034 0,297 -0,113 2,017 0,910<br />
β1 Tingkat Pendidikan 0,123 0,052 2,368 2,017 0,023<br />
β 2<br />
Tingkat Pendapatan 0,720 0,081 8,877 2,017 0,000<br />
Koefisien Korelasi (R) = 0,831 Fhitung = 45,597<br />
Koefisien Determinasi (R<br />
Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />
2 ) = 0,690 Ftabel = 3,226<br />
Adjusted (R2 ) = 0,675 Sig. F = 0,000(a)<br />
71
Semua variabel dimasukkan ke<br />
dalam persamaan regresi berganda,<br />
yang menghasilkan nilai persamaan<br />
sebagai berikut :<br />
Mpw = −0<br />
, 034 + 0,<br />
123Tp<br />
+ 0,<br />
720Tpw<br />
Nilai konstanta -0,034<br />
menunjukkan bahwa mobilitas pekerja<br />
wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong> dari sektor industri ke sektor<br />
jasa pada saat variabel pendidikan dan<br />
pendapatan dianggap konstan, adalah<br />
sebesar -0,034 jiwa atau dengan kata<br />
lain sebelum adanya pengaruh dari<br />
variabel independen (pendidikan dan<br />
pendapatan) tidak terjadi mobilitas<br />
pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari sektor industri<br />
ke sektor jasa. Pada nilai koefisien<br />
regresi β 1 berarti setiap kenaikan<br />
pendidikan sebesar 1 persen maka akan<br />
menyebabkan peningkatan mobilitas<br />
pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari Sektor Industri<br />
Ke Sektor Jasa sebesar 0,123 persen.<br />
Untuk koefisien regresi β 2 berarti setiap<br />
kenaikan pendapatan sebesar 1 persen<br />
maka akan diikuti peningkatan mobilitas<br />
pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />
Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari Sektor Industri Ke<br />
Sektor Jasa sebesar 0,720 persen.<br />
Koefisien korelasi dalam<br />
penelitian ini diperoleh nilai 0,831 yang<br />
menunjukkan bahwa derajat hubungan<br />
antara variabel bebas (pendidikan dan<br />
pendapatan) dengan variabel terikat<br />
(mobilitas pekerja wanita dari sektor<br />
industri ke sektor jasa) adalah sebesar<br />
83,1 persen. Yang artinya mobilitas<br />
pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari<br />
Sektor Industri Ke Sektor Jasa sangat<br />
72<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
erat hubungannya dengan faktor tingkat<br />
pendidikan dan pendapatan.<br />
Angka koefisien adj. R 2 diperoleh<br />
nilai sebesar 0,675 yang berarti bahwa<br />
67,5 persen perubahan dalam mobilitas<br />
pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari<br />
Sektor Industri Ke Sektor Jasa dapat<br />
diterangkan/dijelaskan oleh variabel<br />
bebas yaitu pendidikan dan pendapatan.<br />
Sedangkan sisanya yaitu sebesar 32,5<br />
persen dipengaruhi oleh faktor-faktor<br />
yang lain di luar penelitian yang telah<br />
dilakukan, seperti faktor demografi,<br />
faktor budaya, faktor non demografi dan<br />
faktor-faktor lain.<br />
Hasil penelitian terhadap variabel<br />
pendidikan diperoleh t hitung 2,368<br />
sedangkan nilai t tabel dengan tingkat<br />
keyakinan 95 persen atau signifikansi<br />
sebesar a 0.05 adalah 2,017. Dengan<br />
demikian hasil perhitungan statistik<br />
menunjukkan bahwa variabel pendidikan<br />
berpengaruh secara signifikan terhadap<br />
peningkatan mobilitas pekerja wanita di<br />
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />
dari Sektor Industri Ke Sektor Jasa.<br />
Hasil penelitian terhadap<br />
variabel pendapatan diperoleh t hitung<br />
8,877 sedangkan nilai t tabel dengan<br />
tingkat keyakinan 95 persen atau<br />
signifikansi sebesar a 0.05 adalah 2,017.<br />
Dengan demikian hasil perhitungan<br />
statistik menunjukkan bahwa variabel<br />
pendapatan berpengaruh secara<br />
signifikan terhadap peningkatan<br />
mobilitas pekerja wanita di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari Sektor<br />
Industri Ke Sektor Jasa.<br />
Hasil pengujian ANOVA atau<br />
uji F (secara simultan) diperoleh F hitung<br />
sebesar 45,597 sedangkan F tabel pada
Peranan Biofertilizer...<br />
tingkat signifikansi a 0.05 adalah sebesar<br />
3,226. Hal ini memperlihatkan bahwa<br />
F hitung > F tabel dengan tingkat signifikan<br />
0.000(a). Hasil perhitungan ini dapat<br />
disimpulkan bahwa menerima hipotesis<br />
alternatif (H a ) dan menolak hipotesis nol<br />
(H 0 ), artinya pendidikan dan pendapatan<br />
berpengaruh terhadap mobilitas pekerja<br />
wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />
A. Kesimpulan<br />
Hasil penelitian diperoleh<br />
hubungan antara pendidikan dan<br />
pendapatan dengan mobilitas pekerja<br />
wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong>. Setiap meningkatnya<br />
pendidikan dapat meningkatkan<br />
mobilitas pekerja wanita di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Secara<br />
parsial pengaruh pendidikan terhadap<br />
mobilitas pekerja wanita di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> signifikan<br />
dimana t- hitung lebih besar dari t- tabel .<br />
Setiap meningkatnya pendapatan<br />
dapat meningkatkan mobilitas pekerja<br />
wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong>. Secara parsial pengaruh<br />
pendapatan terhadap mobilitas pekerja<br />
wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />
Banda <strong>Aceh</strong> signifikan dimana t- hitung<br />
lebih besar dari t- tabel .<br />
Berdasarkan hasil uji F diperoleh<br />
kesimpulan menerima hipotesis<br />
alternatif (H a ) dan menolak hipotesis<br />
nol (H 0 ), yang artinya pendidikan<br />
dan pendapatan berpengaruh secara<br />
signifikan terhadap mobilitas pekerja<br />
wanita dari sektor industri di Kecamatan<br />
Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
B. Saran<br />
Berdasarkan permasalahan yang<br />
ada pada saat melakukan penelitian,<br />
maka penulis menyampaikan saransaran<br />
sebagai berikut:<br />
1. Mengingat pendidikan dan<br />
pendapatan sangat berpengaruh<br />
terhadap mobilitas pekerja wanita<br />
di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong>, maka diharapkan pendidikan<br />
formal dan non formal wanita lebih<br />
ditingkatkan dan pendapatan dapat<br />
disetarakan per sektor sehingga tidak<br />
terjadi mobilitas atau perpindahan<br />
pekerja wanita secara besar-besaran<br />
ke salah satu sektor yang dianggap<br />
lebih dominan.<br />
2. Diharapkan kepada <strong>Pemerintah</strong><br />
terutama <strong>Pemerintah</strong> Kecamatan<br />
Kuta Alam dan <strong>Pemerintah</strong> Kota Banda<br />
<strong>Aceh</strong> agar lebih memperhatikan dan<br />
mengembangkan potensi pekerja<br />
wanita per sektor di Kecamatan Kuta<br />
Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>, sehingga<br />
mengurangi tingkat mobilitas pekerja<br />
wanita ke salah satu sektor yang<br />
dianggap lebih dominan.<br />
73
74<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Peranan Biofertilizer...<br />
Badan Pusat Statistik, 1992-1999. Survey Sosial Nasional (SUSENAS). BPS<br />
Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
_________________, 1999. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak<br />
Berbadan Hukum Indonesia. BPS NAD.<br />
_________________, 2004. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak<br />
Berbadan Hukum Indonesia. BPS NAD.<br />
_________________, 2004. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi<br />
Nanggroe <strong>Aceh</strong> Darussalam. BPS NAD<br />
_________________, 2005. Banda <strong>Aceh</strong> dalam Angka. BPS Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
_________________, 2005. Sensus Penduduk Nanggroe <strong>Aceh</strong> Darussalam<br />
dan Nias (SPAN`05). BPS Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Daniel, Moehar M.S. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara Jakarta.<br />
Fariqun, A. Latid, Sucipto, Chairul Saleh M. Fadli, Puji Purwanti, 1998.<br />
Transformasi Sosial Tenaga Kerja di Pedesaan. Jurnal Penelitian Ilmuilmu<br />
Sosial Vol.10. II. No.2 Agustus<br />
Korompis, D.Roeroe-Turang, H. Agonta. 1997. Motivasi Wanita terhadap<br />
Pergeseran di Sektor Pertanian ke Sektor Industri. Jurnal IKIP Manado<br />
Vol. II. September.<br />
Lestari, Riana. 2006, Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi<br />
Perpindahan Pekerja Wanita dari Sektor Pertanian Ke Sektor<br />
Industri dan Jasa di <strong>Aceh</strong> Besar. Skripsi (Tidak di publikasikan)<br />
Unsyiah Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Manulang, Sendjun. H. 2001. Pokok-pokok Hukum Ketenegakerjaan di<br />
Indonesia. Rineke Cipta. Jakarta.<br />
Munir, Rozy. 1981. Pengantar Demografi. Lembaga Demografi Fakultas<br />
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.<br />
Ollenburger, Jane. C, Helen A. Morre. 2002. Sosiologi Wanita. PT. Rineka Cipta.<br />
Jakarta.<br />
Republik Indonesia, Undang-undang No. 5 Tahun 1985 Tentang<br />
Perindustrian. Jakarta.
Peranan Biofertilizer...<br />
Simanjuntak, Payaman J. 1998.<br />
Pengantar Ekonomi Sumber Daya<br />
Manusia. LP3ES. Jakarta.<br />
___________________. 2001. Pengantar<br />
Ekonomi Sumber Daya Manusia.<br />
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi<br />
Universitas Indonesia. Jakarta<br />
Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber<br />
Daya Manusia. PT. Raja Grafindo<br />
Persada. Jakarta<br />
Sumiati, S. Majuningsih, Roflyaty. 2000.<br />
Wanita dan Sektor Informal Peran<br />
dan Kedudukannya dalam Rumah<br />
Tangga. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.<br />
12. No. 2, Agustus 2000.<br />
Supranto, J. 2001. Statistika, Erlangga,<br />
Jakarta.<br />
Suyanto, 2000. Wanita di Sektor<br />
Pertanian : Konstribusi Terhadap<br />
Kesejahteraan Keluarga. Jurnal<br />
Ekonomi dan Bisnis Vol. 2 No.2 Juni.<br />
Teguh, Muhammad. 1999. Metodologi<br />
Penelitian Ekonomi. PT. Raja<br />
Grafindo Persada. Jakarta.<br />
Tjiptoherijanto, Prijono. 1996. Sumber<br />
Daya Manusia dalam Pembangunan<br />
Nasional. Lembaga Penerbit<br />
Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.<br />
75
76<br />
Peranan Biofertilizer...
Oleh : Hasanuddin Yusuf Adnan 1<br />
Konsep Syura dalam Islam<br />
(the Concept of Shura in Islam)<br />
ABSTRAK<br />
Perbincangan tentang konsep syura sudah dimulai sejak masa nabi, dan ianya<br />
tidak akan berakhir sampai kapanpun selagi agama Allah (Islam) masih tetap wujud<br />
di muka bumi ini. Syura sebagai sebuah sistem dan elemen terpenting dalam sebuah<br />
negara Islam memegang peranan penting dalam menghadirkan sistem pemerintahan<br />
yang berdasarkan ketentuan Islam. Sebagai sebuah konsep musyawarah dalam sistem<br />
politik Islam, ia mempunyai sejumlah anggota yang sering disebut dengan Majelis<br />
Syura. Majelis ini memegang peranan penting dalam penentuan operasional dan<br />
aplikasi sistem pemerintahan dalam sebuah negara Islam. Musyawarah dalam konteks<br />
Islam tidaklah semata-mata ditujukan kepada pemerintahan, ia juga dianjurkan<br />
untuk disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari, hatta dalam kehidupan keluarga<br />
sekalipun. Rasulullah saw telah meletakkan batu azas dalam implementasi konsep<br />
tersebut. Wilayah operasional syura mengikut pendapat yang mu’tamat hanya berkisar<br />
sekitar persoalan-persoalan yang berada di luar ketentuan-ketentuan muthlaq. Artinya<br />
musyawarah itu hanya dibolehkan dalam bidang peribadatan yang tidak mempunyai<br />
dalil qath’i dan masih mempunyai peluang untuk berijmak atau ijtihad. Sementara<br />
persoalan yang berkenaan dengan ‘aqidah yang sudah pasti kesahehannya tidak<br />
dibenarkan untuk dimusyawarahkan lagi.<br />
Kata kunci: konsep syura, pemerintahan, ijmak or ijtihad<br />
Abstract<br />
Discussions about the concept of shura has been started since the time of the<br />
prophet, and It is not going to end up at any time while Islam is still on this earth. Shura<br />
as a system and most important element in an Islamic state plays an important role<br />
in actualizing government system based on Islamic terms. In practical sense, shura<br />
has a number of members who are often called the Shura Council. This Council plays<br />
an important role in determining the operation and application of islamic governmen<br />
systems. Shura in the context of Islam is not solely addressed to governmental issues,<br />
but also to more primordial issues like familial or private issues. Prophet Muhammad<br />
has laid the foundation for the implementation of the concept’s principles. Operational<br />
areas of shura only revolves around the problems outside the provisions muthlaq (clearly<br />
defined by Quran and hadits). This means that shura is only allowed in areas of worship<br />
1 Hasanuddin Yusuf Adnan adalah Staff Pengajar IAIN Ar-Raniry, Darussalam- Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
77
78<br />
Konsep Syura...<br />
that has no defined terms by Quran and hadits and still has the opportunity to berijmak<br />
or ijtihad. While issues related to islamic principles which are clearly defined certainly are<br />
not justified to be discussed again.<br />
Keyword: The concept of shura, government, ijmak or ijtihad<br />
PENDAHULUAN<br />
Kata syura merupakan istilah yang<br />
berasal dari kata kerja (verb) dalam<br />
bahasa Arab syara - yasyuru - syaurun<br />
dengan berarti; dia telah memamerkan<br />
atau memaparkan sesuatu. Orangorang<br />
Arab mengatakan syarat al-‘asal<br />
yang bermakna dia telah mengambil<br />
madu dari tempatnya, atau syarat aldabbah<br />
wasyau ratuha yang berarti<br />
memamerkan lebah untuk penjualan. 1<br />
Dalam Ensiklopedi Islam kata syura<br />
dimaknai dengan permusyawaratan, hal<br />
bermusyawarah atau konsultasi. Majlis<br />
syura berarti majelis permusyawaratan<br />
atau badan legislatif. Istilah syura<br />
memiliki hubungan dengan kata kerja<br />
syawara-yusyawiru-musyawaratan yang<br />
berarti menjelaskan, menyatakan atau<br />
mengajukan dan mengambil sesuatu.<br />
Bentuk-bentuk lain yang berasal dari kata<br />
kerja syawara adalah asyara (memberi<br />
isyarat), tasyawara (berunding, saling<br />
bertukar pendapat), syawir (meminta<br />
pendapat, musyawarah), dan mustasyir<br />
(meminta pendapat orang lain).<br />
Syura atau musyawarah adalah saling<br />
menjelaskan dan merundingkan atau<br />
saling meminta dan menukar pendapat<br />
mengenai suatu perkara. 2<br />
Isu syura dalam masyarakat<br />
Islam mempunyai makna besar<br />
dan ia juga menjadi fenomena<br />
internasional di antara banyak bangsabangsa<br />
berperadaban di dunia. Ini<br />
dimanifestasikan dengan tersebar<br />
luasnya penggunaan istilah seperti alnadwah,<br />
elders council, majlis dan mala,<br />
counsel, council, eubolia, ekklesia, dan<br />
boule. 3 Istilah-istilah tersebut sering<br />
digunakan sebagai pengganti perkataan<br />
syura dalam medan ilmu politik.<br />
Dalam bentuk yang bervariasi<br />
perkataan syura terdapat empat kali<br />
dalam Al-Qur’an; pertama, dalam<br />
surah as-Syura sendiri ayat 38 dengan<br />
perkataan syura; wa amruhum syura<br />
bainahum, kedua, dalam surah Ali Imran<br />
ayat 159 dengan perkataan syawir; wa<br />
syawirhum fil amr ketiga, dalam surah<br />
Maryam ayat 29 dengan perkataan<br />
asyarat; fa asyarat ilaihi, dan keempat,<br />
dalam surah al-Baqarah ayat 233 dengan<br />
perkataan tasyawur; ‘an taradhim<br />
minhuma wa tasyawur. 4<br />
Dari sejumlah pengertian syura<br />
di atas, para sarjana telah memberikan<br />
makna yang berbeda tentang syura.<br />
Al-Asfahani mengatakan bahwa syura<br />
adalah satu opini yang pasti seperti<br />
sebuah hasil konsultasi seorang kepada<br />
orang lain. 5 Ibnu Arabi mendefinisikan<br />
syura sebagai sebuah pertemuan<br />
tentang perkara di mana seseorang<br />
mencari nasehat dari orang lain untuk<br />
mengangkat pendapatnya. 6 Manakala<br />
sarjana kontemporer seperti al-Duri<br />
memberikan komentar bahwa syura<br />
adalah untuk mengevaluasi opini dari<br />
orang-orang yang berpengalaman dalam
Konsep Syura...<br />
urusan-urusan tertentu dengan tujuan<br />
untuk mengantarkan kita kepada posisi<br />
positif yang terdekat dengan kebenaran. 7<br />
Dalam perjalanan sejarah, sistem<br />
syura sebenarnya telah digunakan<br />
pada masa Rasul, Khulafa Rasyidin atau<br />
khalifah-khalifah sesudahnya. Namun,<br />
dengan istilah yang berbeda, sistem ini<br />
turut diadaptasikan oleh masyarakat<br />
Barat pada zaman pertengahan,<br />
yang terwujud dalam bentuk institusi<br />
counsel, dan council. Menurut falsafah<br />
Barat counsel mengandung berbagai<br />
makna seperti cadangan, perundingan,<br />
perencanaan dan pertimbangan setelah<br />
diperdebatkan oleh sejumlah individu<br />
atau kelompok dan kumpulan. 8<br />
Dalam komunitas Barat, konsep<br />
counsel dan council sudah menjadi<br />
tradisi kesusilaan, terutama bagi<br />
masyarakat Yunani Kuno, karena konsep<br />
tersebut tertuang dalam ajaran kitab<br />
Injil. Umpamanya kata euboulia pada<br />
asalnya adalah sikap keperwiraan<br />
seseorang jenderal, akan tetapi ia juga<br />
mempunyai pengertian lain jika dikaitkan<br />
dengan kehidupan harian dalam councils<br />
di Athena. Istilah ekklesia dan euboulia<br />
berarti kebaikan atau tata susila politik,<br />
yang membenarkan para ahli terlibat<br />
mengendalikannya dengan bijaksana. 9<br />
Menurut Aristoteles, euboulia<br />
merupakan perdebatan yang mengarah<br />
kepada prinsip kebenaran dengan<br />
pencapaian kata putus yang baik.<br />
Dalam pengertian lain perdebatan yang<br />
berwawasan kebenaran dengan didasari<br />
oleh kebijaksanaan. 10 Konsep eubolia<br />
yang diangkat Aristoteles ini mempunyai<br />
silsilah yang panjang dalam keilmuan<br />
theologi dan akan mengungkap kembali<br />
kandungan Bibel yang meliputi tafsiran<br />
dan uraian tradisi Kristen yang sejalan<br />
dengan ayat-ayat dalam Isaiah, seperti:<br />
“Dan kekallah kekuasaan Tuhan,<br />
kebijaksanaan dan keilmuan, semangat<br />
permusyawaratan dan pengetahuan,<br />
dan ketaqwaan kepada Allah”. 11<br />
79
KONSEP DASAR <strong>DAN</strong><br />
PRINSIP SYURA<br />
Dalam Ensiklopedi Islam<br />
disebutkan tiga dasar aplikasi syura<br />
dalam Al-Qur’an, pertama; dalam surah<br />
al-Baqarah ayat 23: “…Apabila keduanya<br />
ingin menyapih anak (sebelum berumur<br />
dua tahun) dengan kerelaan keduanya<br />
dan permusyawaratan, maka tidak<br />
ada dosa atas keduanya”. Menyapih<br />
anak sebelum berusia dua tahun boleh<br />
apabila didasarkan kepada kerelaan dan<br />
permusyawaratan antara suami isteri.<br />
Kedua; dalam surah al-Syura<br />
ayat 36: “Dan (bagi) orang-orang yang<br />
menerima (mematuhi) seruan Tuhannya<br />
dan mendirikan shalat, sedang<br />
urusan mereka (diputuskan) dengan<br />
musyawarah (syura) antara mereka<br />
dan mereka menafkahkan sebagian<br />
dari rezeki yang Kami berikan kepada<br />
mereka”. Ayat ini mengandung pujian<br />
atas orang-orang yang menerima pujian<br />
Allah swt. yang dibawa Nabi Muhammad<br />
saw. mendirikan shalat dengan baik<br />
dan benar, memusyawarahkan segala<br />
urusan mereka dan menafkahkan<br />
sebagian dari rezki yang mereka peroleh.<br />
Bermusyawarah merupakan sifat terpuji<br />
bagi orang yang melaksanakannya dan<br />
akan memperoleh nikmat dari sisi Allah,<br />
karena hal itu bernilai ibadah.<br />
Ketiga; dalam surah Ali Imran<br />
ayat 159: “Maka disebabkan rahmat<br />
dari Allah-lah kamu berlaku lemah<br />
lembut terhadap mereka. Sekiranya<br />
kamu bersikap keras lagi berhati kasar,<br />
tentulah mereka menjauhkan diri dari<br />
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah<br />
mereka, mohonkanlah ampun bagi<br />
mereka, dan bermusyawarahlah<br />
80<br />
Konsep Syura...<br />
(syawir) dengan mereka dalam<br />
urusan itu. Kemudian apabila kamu<br />
telah membulatkan tekad, maka<br />
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya<br />
Allah menyukai orang-orang<br />
yang bertawakkal kepada-Nya”. Ayat ini<br />
merupakan perintah kepada Rasulullah<br />
untuk melaksanakan musyawarah dengan<br />
para shahabatnya, dan perintah<br />
yang mensyari’atkan musyawarah. Bermu<br />
syawarah meru pakan ungkapan hati<br />
yang lemah lembut dan sifat terpuji<br />
orang yang melaksanakannya. 12<br />
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-<br />
Tabari, dalam menafsirkan ayat di atas,<br />
menyatakan bahwa sesungguhnya Allah<br />
menyuruh Nabi untuk bermusyawarah<br />
dengan ummatnya tentang urusan<br />
yang akan dijalankan supaya mereka<br />
tahu hakikat urusan tersebut dan agar<br />
mereka mengikuti jejaknya. Namun<br />
kewajiban melaksanakan musyawarah<br />
bukan hanya dibebankan kepada Nabi<br />
saw melainkan juga kepada setiap<br />
orang mukmin, sekalipun perintah<br />
ayat tersebut ditujukan kepada Nabi<br />
saw. Artinya perintah yang terkandung<br />
dalam ayat tersebut juga berlaku<br />
umum. Dalam masyarakat modern yang<br />
ditandai dengan munculnya lembagalembaga<br />
politik, pemerintahan dan<br />
masyarakat, maka lembaga-lembaga<br />
ini menjadi subjek musyawarah; para<br />
pemimpinnya dibebani kewajiban<br />
mengadakan musyawarah dengan<br />
melibatkan para anggotanya atau rakyat<br />
untuk membicarakan masalah-masalah<br />
yang mereka hadapi. Al-Qurtubi (w.<br />
9 Syawal 671), seorang mufasir yang<br />
menukilkan dari Ibnu Atiyah, menulis:<br />
“Musyawarah adalah salah satu kaidah
Konsep Syura...<br />
syarak dan ketentuan hukum yang<br />
harus ditegakkan. Maka barangsiapa<br />
yang menjabat sebagai kepala negara,<br />
tetapi ia tidak bermusyawarah dengan<br />
ahli ilmu dan agama (ulama) haruslah ia<br />
dipecat”. 13<br />
Ibnu Taymiyah punya pemikiran<br />
dan keinginan adanya musyawarah<br />
yang bersifat lebih efektif dan umum.<br />
Menurutnya seorang pemimpin tidak<br />
hanya meminta pertimbangan dari<br />
kalangan ulama, akan tetapi dari semua<br />
jenjang dan kelas dalam masyarakat<br />
serta dari siapa saja yang sanggup<br />
memberikan pemikiran-pemikiran dan<br />
pendapat yang dinamis. Menurutnya,<br />
tidak semua permasalahan dapat<br />
dijadikan materi konsultasi, umpamanya<br />
ajaran Islam pokok yang merupakan<br />
dasar agama seperti minum arak,<br />
berjudi, berzina dan lainnya tidak perlu<br />
dipermasalahkan atau dimusyawarahkan<br />
lagi. Membincangkan validitas ajaran<br />
tersebut justeru dianggap sebagai<br />
tindakan kufur dan bid’ah. 14<br />
Syura adalah prinsip penting<br />
dalam konstitusi Islam. Dari sejumlah<br />
sumber dan referensi dalam studi sistem<br />
pemerintahan, hampir dapat dipastikan<br />
bahwa syura merupakan prinsip politik<br />
Islam. Sejarah Islam menunjukkan bahwa<br />
syura sudah memainkan peran penting<br />
dalam pembangunan politik di awal<br />
pembentukan negara Islam. Rasul sendiri<br />
mengkonsultasikan masalah-masalah<br />
masyarakat kepada banyak pihak dan<br />
hal ini menunjukkan bahwa tidak<br />
seorang pun dalam Islam yang memiliki<br />
kekuasaan mutlak di atas urusan-urusan<br />
masyarakat muslim. 15 Berkenaan dengan<br />
Rasulullah saw bermusyawarah dengan<br />
sahabatnya, Abu Hurairah berkata:<br />
“Saya tidak pernah melihat siapapun<br />
yang bermusyawarah dengan para<br />
shahabatnya lebih dari Rasulullah saw” 16<br />
Kegunaan dan keuntungan praktik syura<br />
bermakna untuk mengaplikasikan saling<br />
konsultasi pada semua tingkatan semua<br />
level interaksi sosial. 17<br />
MODEL <strong>DAN</strong> WILAYAH<br />
AL-SYURA<br />
Konsep syura dalam Islam tidak<br />
membolehkan pemilihan umum atau<br />
partisipasi langsung dalam proses<br />
politik. Maududi percaya bahwa majlis<br />
al-syura adalah ditunjuk oleh kepala<br />
negara bukan dipilih melalui pemilu. 18<br />
Mungkin pemikiran ini didasari<br />
kepada prilaku Umar bin Khattab yang<br />
menunjuk enam orang majlis syura atau<br />
ahlul halli wal ‘aqdi sebagai tim yang<br />
memilih penggantinya ketika menjelang<br />
beliau tiada. Lagi pula majlis syura yang<br />
memilih dan membai’at Abu Bakar<br />
menjadi Khalifah pertamapun tidak<br />
dipilih melalui pemilu. 19<br />
Karena ayat-ayat Al-Qur’an<br />
tentang syura bersifat umum dan bisa<br />
digunakan secara meluas, maka ini<br />
bermakna syura itu melingkupi semua<br />
urusan ummat Islam dalam berbagai<br />
aspek kehidupan. Artinya setiap urusan<br />
ummat Islam harus dimusyawarahkan.<br />
Namun demikian bentuk pemakaian<br />
yang meluas ini sebenarnya bukanlah<br />
menjadi tujuan pada nas yang<br />
mengatakan perintah tentang syura.<br />
Ini disebabkan adanya dua syarat yang<br />
harus diperhatikan berkaitan dengan<br />
syura.<br />
Pertama, syura tidak bisa<br />
81
diamalkan untuk membicarakan<br />
sesuatu perkara yang perintahnya<br />
terkandung dalam Al-Qur’an atau<br />
Hadith. Karena perintah tersebut<br />
menunjukkan hukum wajib. Perkara<br />
yang tergolong dalam kategori ini tidak<br />
boleh dimusyawarahkan. Kecuali jika<br />
tujuan syura adalah semata-mata untuk<br />
menta’rifkan perintah tersebut atau<br />
untuk melaksanakannya. Ini berlaku<br />
hanya pada zaman Rasulullah saja,<br />
karena Rasul mempunyai kewibawaan<br />
untuk menafsirkan dan melaksanakan<br />
perintah tersebut. Kedua, apabila<br />
sesuatu perkara diputuskan oleh majlis<br />
al-syura yang bertentangan dengan<br />
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw,<br />
maka keputusan tersebut tidak boleh<br />
diikuti, walaupun dihasilkan melalui<br />
musyawarah. 20<br />
Para ulama berbeda pendapat<br />
mengenai ruang lingkup aplikasi<br />
syura. Al-Amidi, Zamakhsyari, Hasan<br />
al-Basri dan Al-Zahhak berpendapat<br />
bahwa syura tidak boleh diamalkan<br />
untuk membicarakan persoalan yang<br />
perintahnya terdapat dalam Al-Qur’an<br />
dan sunnah Rasulullah saw. Pendapat ini<br />
selaras dengan bunyi Hadith: “Rasulullah<br />
saw ditanya tentang apakah yang harus<br />
dilakukan oleh muslim pasca beliau<br />
berhubungan dengan persoalan yang<br />
kandungannya tidak disebut dengan<br />
jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.<br />
Rasulullah saw. menjawab: “mereka<br />
harus menyelesaikan urusannya dengan<br />
musyawarah”. 21<br />
Ibnu Khuwayz berpendapat:<br />
“Khalifah dan pemerintah Islam<br />
diwajibkan bermusyawarah dengan<br />
ulama tentang persoalan agama, dengan<br />
82<br />
Konsep Syura...<br />
pakar dan kepala tentara dalam urusan<br />
peperangan, dengan tokoh masyarakat<br />
dalam perkara yang berhubungan<br />
dengan kebajikan masyarakatnya,<br />
dan dengan menteri yang berwibawa<br />
serta dengan pengurus negara yang<br />
berpengalaman dalam semua persoalan<br />
yang berhubung dengan pembangunan<br />
negara dan rakyatnya. Sementara Ibnu<br />
Taymiyah memberikan pemikiran:<br />
“syura hanya boleh diamalkan dalam<br />
persoalan yang tidak disebut dalam<br />
perintah Al-Qur’an seperti dalam<br />
persoalan yang berhubungan dengan<br />
kepentingan ummah dan hal lain yang<br />
boleh diijtihadkan. 22<br />
Menurut Muhammad Rasyid<br />
Ridha, objek yang dimusyawarahkan<br />
hanya yang berkaitan dengan persoalan<br />
dunia, bukan urusan agama. Menurut Al-<br />
Tabari, Fakhruddin ar-Razi, Muhammad<br />
Abduh dan al-Maraghi, persoalan yang<br />
dimusyawarahkan tidak hanya urusanurusan<br />
keduniaan melainkan juga<br />
masalah-masalah agama, sebab banyak<br />
timbul masalah sosial, ekonomi, politik,<br />
pemerintahan, keluarga dan sebagainya<br />
yang penyelesaiannya memerlukan<br />
jawaban dari agama. 23<br />
Sebagai contoh nyata musyawarah<br />
yang dipamerkan Rasulullah saw dalam<br />
masa hidupnya adalah; ketika beliau<br />
beserta pasukan perangnya di hari<br />
Badr berkemah di suatu tempat yang<br />
tidak cocok pada pandangan Habbab<br />
ibn al-Munzir bin Jamuh. Lalu Habbab<br />
menanyakan kepada Rasulullah saw:<br />
ya Rasulullah adakah pilihan tempat ini<br />
merupakan wahyu Allah kepadamu atau<br />
kebijaksanaan militer darimu? Ketika<br />
Rasulullah saw menjawab itu pilihannya
Konsep Syura...<br />
sendiri, al-Habbab mengatakan: “tidak<br />
wahai utusan Allah, mari kita pindah ke<br />
tempat lain yang dekat dengan mata air<br />
dan susah dideteksi musuh”, Rasulullah<br />
saw menyetujui rancangan Habbab dan<br />
mengikutinya. 24<br />
Kasus lainnya adalah ketika kafir<br />
Quraisy dari Makkah berjalan menuju<br />
Madinah untuk memerangi kaum<br />
muslimin. Rasulullah saw mengajak umat<br />
untuk bermusyawarah, apakah kaum<br />
muslim menunggu kafir di Madinah<br />
atau keluar kota untuk menyerbu<br />
mereka. Rasulullah sendiri cenderung<br />
kepada pilihan pertama, namun kaum<br />
muda menginginkan pilihan kedua<br />
untuk menyerbu kafir di luar kota, lalu<br />
Rasulullah saw menyetujuinya dan<br />
kaum muslimin bertemu kafir di kaki<br />
bukit Uhud. 25 Apa yang disayangkan<br />
dari kasus ini adalah; hasilnya tidak<br />
menguntungkan kaum muslimin.<br />
Dalam perang Uhud ini Rasulullah<br />
saw telah mengamanahkan kepada<br />
kaum Muslimin via pimpinan regu<br />
mereka Abdullah bin Jubair untuk<br />
tetap bertahan di bukit Uhud, namun<br />
sebahagian mereka berkata: “Allah<br />
telah mengalahkan musuh-musuh-Nya<br />
lalu apa gunanya kita tinggal di sini?<br />
Sebahagian mereka terpesona dengan<br />
harta rampasan kemudian mengabaikan<br />
perintah pimpinannya. Sesa’at kemudian<br />
datanglah serangan balik dari pihak<br />
lawan yang mengakibatkan syahidnya<br />
beberapa orang shahabat Nabi. 26<br />
Semasa terjadinya perang<br />
Khandaq sebuah musyawarah terjadi<br />
antara Rasulullah saw dengan para<br />
shahabat. Seorang pemuda dari Persi<br />
yang bernama Salman al-Farisi berucap<br />
kepada Nabi: “kami di Persia dahulu<br />
apabila dikepung musuh maka kami<br />
menggali parit di sekeliling kami”. Lalu<br />
Nabi menyetujui dan memerintahkan<br />
penggalian parit di sekeliling Madinah<br />
dan Rasul sendiri ikut bersama<br />
menggalinya untuk meningkatkan<br />
semangat kaum muslumun. 27 Ketika parit<br />
sempurna digali dan pasukan musuh<br />
datang menyerbu kaum muslimin, satu<br />
persatu mereka jatuh ke parit bersama<br />
dengan kenderaannya. Kondisi ini<br />
didukung pula oleh angin kencang yang<br />
memporak porandakan semua kemahkemah<br />
mereka bersama isinya.<br />
Pada tahun Hudaybiyah Nabi keluar<br />
menuju Ka’bah bersama Abubakar, ketika<br />
sampai di Ghadir Asytat, mata-mata<br />
Rasulullah saw datang dan mengatakan<br />
kepadanya: “Sesungguhnya kaum<br />
Quraisy telah mengumpulkan pasukan<br />
dan menyiapkan orang-orang Habsyi<br />
untuk menyerang engkau, memerangi<br />
dan menghalangi engkau dari Ka’bah”.<br />
Lalu Nabi saw bermusyawarah dan<br />
bersabda: “kemukakanlah pendapatmu<br />
kepadaku wahai manusia apakah<br />
aku harus menyerah kepada keluarga<br />
dan keturunan mereka yang ingin<br />
menahan kita dari rumah Allah? Jika<br />
mereka datang kepada kita maka Allah<br />
sudah pernah menghancurkan kaum<br />
musyrikin”. Abubakar berkata: “Wahai<br />
Rasulullah! Engkau keluar sengaja<br />
menuju Rumah Allah, engkau tidak<br />
bermaksud membunuh atau memerangi<br />
seseorang karena itu teruskanlah<br />
perjalanan menuju rumah Allah ini;<br />
jika ada orang yang menghalangi kita<br />
maka kita akan memeranginya”. Lalu<br />
Rasulullah saw bersabda: “Berjalanlah<br />
83
dengan nama Allah”. 28<br />
Menyangkut dengan penerimaan<br />
shalat 50 waktu sehari semalam<br />
dalam peristiwa Israk dan Mi’raj, Nabi<br />
saw berhadapan dengan Nabi Musa.<br />
Musa berkata: “Wahai Muhammad,<br />
shalat 50 waktu sehari semalam akan<br />
memberatkan ummatmu, ummat saya<br />
saja yang besar-besar dan kuat-kuat<br />
tidak sanggup melaksanakannya apa lagi<br />
ummatmu yang kecil dan lemah. Dalam<br />
peristiwa ini sebuah proses musyawarah<br />
terjadi antara nabi Muhammad saw<br />
dengan Nabi Musa as. Dan Muhammad<br />
saw menerima saran Musa as untuk<br />
meminta dikurangi bilangan waktu<br />
shalat kepada Malaikat sehingga tinggal<br />
hanya lima waktu sehari semalam.<br />
Dalam kasus pencemaran nama<br />
baik isteri Nabi Muhammad saw Aisyah<br />
oleh Abdullah bin Ubay yang bersifat<br />
sangat pribadi, Rasulullah saw juga<br />
bermusyawarah dengan para shahabat.<br />
Pada waktu itu Rasul memanggil Ali<br />
bin Abi Thalib dan Usamah meminta<br />
pendapat mereka berdua berkenaan<br />
dengan rencana menceraikan isterinya<br />
ketika wahyu terlambat turun. Aisyah<br />
berkata: “Usamah memberikan<br />
pendapat kepada Rasulullah saw tentang<br />
apa yang diketahuinya berkenaan dengan<br />
kebersihan isteri Nabi sebagaimana<br />
yang diketahui orang banyak tentang<br />
dirinya”. Usamah berkata: “Keluarga<br />
(isteri Engkau) yang kami ketahui adalah<br />
baik.” Dan Ali bin Abi Thalib berkata:<br />
“wahai Rasulullah saw Allah tidak<br />
menyusahkan engkau, wanita selainnya<br />
masih banyak; tanyakanlah kepada<br />
hamba sahaya itu (maksudnya Barirah),<br />
pasti ia akan membenarkan engkau.”<br />
84<br />
Konsep Syura...<br />
Aisyah berkaata: “Lalu Rasulullah saw<br />
memanggil Barirah dan bertanya:<br />
“Wahai Barirah, adakah engkau<br />
melihat sesuatu yang meragukanmu?”<br />
Barirah berkata kepadanya, Demi yang<br />
mengutusmu dengan kebenaran, aku<br />
tidak pernah melihat sesuatu yang<br />
meragukan padanya; ia hanyalah<br />
seorang gadis yang masih muda; ia<br />
menjadi tepung keluarganya lalu datang<br />
ayam memakannya (kiasan bagi anakanak<br />
yang belum banyak mengetahui<br />
masalah). 29<br />
Pasca wafat Rasulullah saw, kaum<br />
mslimin berbeda pandangan mengenai<br />
pengganti Nabi. Dan orang-orang anshar<br />
berkumpul bersama Sa’d bin Ubadah di<br />
Saqifah Bani Sa’idah, lalu mereka berkata:<br />
“dari kalangan kami ada amir dan dari<br />
kalangan kamu juga ada amir...” 30 Dalam<br />
kondisi seperti itu Abubakar berucap:<br />
“Kami adalah pemimpin (umara) dan<br />
tuan-tuan adalah menteri (wuzara). Lalu<br />
Habba bin Munzir berkata; “tidak, demi<br />
Allah kami tidak menerima itu; dari kami<br />
ada seorang amir dan dari tuan-tuan juga<br />
ada seorang amir”. Kemudian Abubakar<br />
berkata: “Tidak, kami umara dan tuantuan<br />
wuzara.” Mereka adalah orangorang<br />
yang paling sederhana rumahnya<br />
dan lebih asli keturunan Arabnya, maka<br />
bai’atlaah Umar atau Abu Ubaidah.”<br />
Umar berkata: “Kami bai’at kamu, kamu<br />
adalah tuan kami, orang yang paling baik<br />
di antara kami dan orang yang paling<br />
dicintai Rasulullah saw. Kemudiana<br />
Umar mengambil tangan Abubakar dan<br />
membai’atnya, lalu orang banyakpun<br />
ikut membai’atnya.<br />
Musyawarah lainnya terjadi dalam<br />
masa khalifah Abubakar ash-Shiddiq
Konsep Syura...<br />
adalah berkenaan dengan pembukuan<br />
Al-Qur’an yang diazaskan ide utamanya<br />
oleh Umar bin Khatta. Mula-mula<br />
Abubakar tidak berani melakukan<br />
tindakan itu karena tidak pernah<br />
dilakukan dan dianjurkan Rasulullah<br />
saw, namun setelah diyakinkan Umar,<br />
kemudian beliau bersedia melakukannya.<br />
Proses syura di sini melibatkan beberapa<br />
orang shahabat terutama para penulis<br />
dan penghafal wahyu Allah.<br />
Pada masa kepemimpinan<br />
khalifah kedua, Umar bin Khattab pernah<br />
bermusyawarah dan meminta pendapat<br />
para shahabatnya tentang wanita<br />
yang menggugurkan kandungannya.<br />
Mughirah berkata: “Nabi saw<br />
memutuskan bahwa perbuatan itu sama<br />
dengan pembunuhan, baik ia janin lelaki<br />
maupun perempuan. Lalu Muhammad<br />
bin Maslamah memberi kesaksian<br />
bahwa Nabi saw pernah memutuskan<br />
demikian. 31 Musyawarah lain pada<br />
masa Umar adalah berkenaan dengan<br />
peminum arak yang oleh Nabi sendiri dan<br />
Abubakar menyebatnya dengan 40 kali<br />
sebat (cambuk). Tapi pada masa Umar<br />
setelah bermusyawarah dan meminta<br />
pendapat Abdurrahman bin ‘Auf beliau<br />
kemudian menyebatnya delapan puluh<br />
kali sebat.<br />
Berkenaan dengan musyawarah<br />
atau syura, Al-Qur’an telah menyebutkan<br />
beberapa perumpamaannya jauh<br />
sebelum Muhammad diutus menjadi<br />
Rasul, antara lain kisah Fir’aun<br />
bermufakat dengan pembesarpembesar<br />
negerinya untuk menghadapi<br />
Mu’jizat Nabi Musa as. Fir’aun berkata<br />
kepada pembesar-pembesar yang ada<br />
di sekelilingnya: “Sesungguhnya Musa<br />
ini benar-benar seorang ahli sihir yang<br />
pandai, ia ingin mengusir kamu dari<br />
negerimu dengan sihirnya; karenanya<br />
bagaimanakah pendapatmu?” Mereka<br />
menjawab: “Tundalah (urusan) dia<br />
dan saudaranya dan kirimkanlah<br />
keseluruh negeri orang-orang yang<br />
akan mengumpulkan (ahli sihir), niscaya<br />
mereka akan mendatangkan semua ahli<br />
sihir yang pandai kepadamu.” (Q.S.Asy-<br />
Syu’arak: 34-37).<br />
Sejarah mencatat bahwa<br />
syura ini bersifat umum, artinya ia<br />
berlaku pada setiap zaman sebelum<br />
kedatangan Rasulullah saw. Satu<br />
perumpaan lain adalah kebiasaan<br />
orang-orang Arab sebelum Rasulullah<br />
saw juga mengadakan musyawarah<br />
untuk keperluan pengaturan urusanurusan<br />
kabilah mereka. Pada masa<br />
itu musyawarah diadakan di Daru an-<br />
Nadwah sebagai sebuah tempat untuk<br />
mengadakan sumpah-sumpah kaum<br />
jahiliyah di Makkah. Balai syura ini juga<br />
digunakan oleh kaun Quraisy untuk<br />
bermusyawarah bagaimana mengkonter<br />
aktivitas dakwah Nabi Muhammad saw<br />
setelah beliau diutuskan menjadi Rasul<br />
Allah. 32 Kisah ini kemudian diabadikan<br />
Allah dalam kitab suci Al-Qur’an: “Dan<br />
(ingatlah) ketika orang-orang kafir<br />
(Quraisy) memikirkan daya upaya<br />
terhadapmu untuk menangkap dan<br />
memenjarakanmu atau membunuhmu,<br />
atau mengusirmu. Mereka memikirkan<br />
tipu daya dan Allah menggagalkan tipu<br />
daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas<br />
tipu daya.” (Q.S.Al-Anfal: 30).<br />
Ibnu Kathir berkata dari Ibnu<br />
Abbas: 33 “Sesungguhnya beberapa<br />
pembesar Quraisy dari setiap kabilah<br />
85
pernah berkumpul di Dar an-Nadwah,<br />
lalu iblis menampakkan dirinya sebagai<br />
orang tua dari Nejed. Ketika mereka<br />
melihatnya, lalu bertanya: “Siapakah<br />
anda?”, orang tua dari Nejed itu<br />
menjawab: :Aku mendengar bahwa<br />
kalian mengadakan pertemuan, lalu<br />
aku ingin hadir bersama kalian agar<br />
kalian dapat mendengar pendapat<br />
dan nasihatku. Mereka menjawab;<br />
silakan masuk, maka orang tua dari<br />
Nejed itu masuk bersama mereka, lalu<br />
mereka berkata: “pertimbangkanlah<br />
urusan Muhammad”. Dia hampir saja<br />
menguasai kalian. Akhirnya majlis ini<br />
memutuskan agar mengumpulkan<br />
seorang pemuda dari setiap kabilah<br />
untuk membunuhnya; dengan demikian<br />
semua kabilah akan bertanggung jawab<br />
atas pembunuhannya. Namun Allah<br />
menggagalkan rencana jahat mereka<br />
dan menyelamatkan Rasulullah saw<br />
dengan hijrah, 34 sementara mereka tidak<br />
mengetahuinya.<br />
Keputusan kaum Quraisy dari hasil<br />
musyawarah di Dar an-Nadwa adalah<br />
hukuman pengasingan bagi Rasulullah<br />
saw beserta pengikutnya ke Syi’ab<br />
Shaffa dengan memblokir pemasukan<br />
makanan, minuman, memutuskan<br />
hubungan pernikahan dan perkawinan<br />
agar mereka mati kelaparan. Keputusan<br />
ini diambil kaum Quraisy setelah Umar<br />
bin Khattab memeluk Islam, dan dari<br />
sinilah kaum muslimin diperintahkan<br />
Nabi berhijrah kedu kalinya ke Ethipoia<br />
di tengah malam yang gelap gulita atas<br />
pimpinan Jafar bin Abi Thalib. Ikut serta<br />
dalam jama’ah ini paman Nabi sendiri<br />
Abu Thalib meskipun ia belum memeluk<br />
Islam. 35<br />
86<br />
Konsep Syura...<br />
SYARAT, TUGAS <strong>DAN</strong><br />
TANGGUNG JAWAB MAJLIS<br />
SYURA<br />
Sebagai pemegang amanah,<br />
majlis syura memiliki beberapa kriteria<br />
tertentu untuk dapat menduduki kursi<br />
majlis syura. Hussain bin Muhammad<br />
bin Ali Jabir menyebutkan enam syarat<br />
untuk anggota majlis syura; 36<br />
1. ‘Adalah, termasuk semua<br />
persyaratannya. Seorang anggota<br />
majlis syura haruslah orang yang adil<br />
dalam berbagai sisi kehidupannya.<br />
Hal ini penting karena keadilan<br />
merupakan salah satu faktor utama<br />
ketentraman bangsa dan negara.<br />
2. Bertaqwa dan bersih daripada dosa<br />
kepada Allah dan ummat manusia.<br />
Taqwa merupakan faktor utama<br />
seseorang bebas daripada perbuatan<br />
salah karena takut kepada Allah<br />
melebihi daripada takut kepada yang<br />
lain-lain.<br />
3. Mengetahui Al-Qur’an dan Al-Sunnah<br />
serta ilmu-ilmu bahasa, tafsir, ilmu<br />
hadith dan lainnya. Ilmu merupakan<br />
salah satu pangkal utama bagi<br />
seseorang, dengan ilmu ia dapat<br />
hidup, dengan ilmu pula ia dapat<br />
menyelesaikan semua persoalan yang<br />
ada dan tanpa ilmu tidak mungkin<br />
seseorang bisa menjadi anggota ahli<br />
syura.<br />
4. Berpengalaman dalam masalah yang<br />
dimusyawarahkan. Pengalaman<br />
hidup kadangkala lebih berharga<br />
daripada ilmu, karenanya pengalaman<br />
bagi seorang anggota ahli syura<br />
merupakan sesuatu yang sangat<br />
perlu agar ia punya perbandingan<br />
dan mudah menyelesaikan setiap
Konsep Syura...<br />
persoalan yang ada.<br />
5. Berakal, cerdas dan matang. Seorang<br />
anggota ahli syura mestilah berakal<br />
dan tidak sakit saraf, memiliki<br />
pemikiran yang cerdas serta<br />
matang dalam mengarungi bahtera<br />
kehidupan ini. Dengan demikian ia<br />
mudah dalam kehidupan dan tidak<br />
mudah ditipu orang.<br />
6. Jujur dan amanah. Sifat jujur dan<br />
amanah adalah sifat Rasulullah saw,<br />
karenanya ummat beliau terlebih<br />
anggota ahli syura mestilah memiliki<br />
sifat tersebut agar mendapat<br />
kepercayaan dari ummat sepanjang<br />
hayat.<br />
Dalam ketentuan hukum Islam,<br />
struktur organisasi majlis syura terbatas<br />
kepada waktu dan bersifat fleksibel.<br />
Inilah penyebabnya kenapa Al-Qur’an<br />
tidak menetapkan persyaratan struktur<br />
organisasi, sehingga mudah disesuaikan<br />
dengan perkembangan zaman. Prinsip<br />
syura mendapat legitimasi dari Al-<br />
Qur’an. 37<br />
Bentuk musyawarah dalam sejarah<br />
syura paling tidak ada tiga model yang<br />
dapat kita rekam di sini. Pertama, pada<br />
zaman Rasulullah saw setiap masalah<br />
dirujuk kepada musyawarah umum di<br />
masjid atau kumpulan yang dipilih dalam<br />
satu musyawarah, ataupun segolongan<br />
para shahabat utama yang diundang<br />
untuk bermufakat. Kedua, sesudah<br />
zaman Rasulullah saw, perundingan<br />
untuk menyelesaikan sesuatu masalah<br />
dijalankan dalam suatau upacara khusus<br />
oleh pemimpin atau pembesar yang<br />
berpengalaman tinggi. Ketiga, dalam<br />
kasus-kasus tertentu masalah terpaksa<br />
dirujuk kepada seorang atau beberapa<br />
orang individu yang dipilih oleh kepala<br />
negara karena mereka mempunyai<br />
pendapat yang bernas di samping<br />
dihormati oleh masyarakat. 38<br />
Pelaksanaan dan praktik syura<br />
pada zaman Khulafah Rasyidin bisa<br />
membantu kita memahami persoalan<br />
ini secara lebih detil. Untuk itu perlu kita<br />
angkat beberapa contoh yang pernah<br />
berlaku pada zaman silam, yaitu:<br />
1. Abu Bakar ash-Shiddiq pada akhir<br />
hayatnya telah mengelola majlis<br />
syura yang terdiri dari beberapa<br />
orang shahabat Rasul. Beliau<br />
mencadangkan Umar bin Khattab<br />
sebagai penggantinya dan setelah<br />
semua shahabat Rasul setuju dan<br />
diumumkan kepada orang banyak,<br />
Abu Bakar mengatakan: “Adakah<br />
kamu setuju dengan orang yang<br />
aku calonkan sebagai penggantiku<br />
menjadi Amir kamu? Allah menjadi<br />
hakim bagiku. Aku berupaya sedapat<br />
mungkin mencapai keputusan<br />
yang terbaik dalam hal ini. Aku<br />
tidak mencalonkan seseorang yang<br />
bertalian darah denganku. Aku<br />
mencalonkan Umar anak Khattab<br />
sebagai penggantiku. Oleh sebab<br />
itu tha’atlah kamu semuanya<br />
kepadanya”.<br />
2. Umar bin Khattab ingin memimpin<br />
sendiri peperangan Faris. Kebanyakan<br />
orang yang ikut serta menyetujinya.<br />
Tapi segelintir shahabat yang memiliki<br />
kepakaran tentang peperangan<br />
memutuskan bahwa Khalifah harus<br />
tinggal di belakang (tidak harus<br />
menyertai peperangan tersebut).<br />
Lalu Khalifah Umarpun menyetujui<br />
pendapat mereka dan tidak ikut<br />
87
dalam peperangan tersebut.<br />
3. Ketika Umar memegang jabatan<br />
Khalifah timbul masalah tentang<br />
tanah di Iraq apakah harus<br />
dibagikan kepada tentara yang<br />
ikut berperang atau disimpan<br />
hasilnya dalam perbendaharaan<br />
negara. Umar membawa masalah<br />
tersebut untuk dimusyawarahkan<br />
dengan para shahabat Rasulullah<br />
saw yang dianggap sebagai ahlul<br />
halli wal ‘aqdi. Sebahagian besar<br />
mereka memutuskan hasil tanah<br />
tersebut harus disimpan dalam<br />
perbendaharaan negara.<br />
4. Menjelang masa akhir hayatnya<br />
Khalifah Umar telah membentuk<br />
satu badan yang terdiri dari enam<br />
orang shahabat Rasulullah saw, yaitu:<br />
Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,<br />
Abdurrahman bin ‘Auf, Mu’az bin<br />
Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Thabit,<br />
Talhah dan Zubair bin Awwam. Badan<br />
ini dianggap sebagai Majlis syura<br />
untuk melantik salah seorang dari<br />
mereka sebagai pengganti khalifah.<br />
Setelah selesainya musyawarah<br />
selama tiga malam maka pada<br />
pagi hari keempat Majlis syura<br />
memutuskan supaya Uthman bin<br />
Affan dilantik menjadi khalifah ketiga.<br />
Setelah bai’ah dijalankan dalam<br />
Majlis syura kemudian diumumkan<br />
dalam masjid Madinah tentang<br />
terpilihnya Uthman bin Affan sebagai<br />
khalifah ketiga.<br />
5. Setelah pembunuhan Uthman<br />
beberapa orang shahabat datang<br />
kerumah Ali bin Abi Thalib meminta<br />
beliau untuk menggantikan Uthman,<br />
namun pertama Ali keberatan, tapi<br />
88<br />
Konsep Syura...<br />
ketika didesak para shahabat Ali<br />
berucap: “Jika kamu menginginkan<br />
demikian maka datanglah ke masjid<br />
supaya penerimaanku sebagai<br />
khalifah tidak menjadi rahasia,<br />
supaya ini mendapat persetujuan<br />
dari penduduk Madinah. 39<br />
Jadi tugas majlis syura adalah<br />
memilih dan membai’at pemimpin<br />
negara sebagaimana yang telah kita<br />
sebutkan dalam lima poin di atas . dengan<br />
demikian ia juga bertanggung jawab<br />
atas tugas tersebut untuk memilih dan<br />
membai’at orang-orang yang patut dan<br />
serasi untuk sesuatu jabatan. Apabila<br />
gagal memilih pemimpin yang adil maka<br />
mereka menjadi beban dan bertanggung<br />
jawab terhadap Allah sebagai Khaliq<br />
di hari kemudian. Untuk itu tugas dan<br />
tanggung jawabnya memang berat dan<br />
berisiko tinggi. Karenanya pula orangorang<br />
‘arif dan bertanggung jawab<br />
sangat berhati-hati dengan persoalan<br />
tersebut.<br />
APLIKASI SYURA DALAM<br />
SEJARAH<br />
Sebagaimana penjelasan<br />
sebelumnya di mana terdapat dua<br />
pendapat tentang penafsiran ayatayat<br />
syura yang berbeda. Satu pihak<br />
mengatakan hanya persoalan-persoalan<br />
umum saja yang bisa dimusyawarahkan,<br />
sedangkan pihak lain berpendapat<br />
boleh saja dimusyawarahkan persoalanpersoalan<br />
agama yang belum ada<br />
ketentuan pasti dalam Al-Qur’an dan<br />
al-Sunnah. Pendapat-pendapat tersebut<br />
merujuk kepada beberapa peristiwa<br />
syura yang pernah ada dalam sejarah, di<br />
antaranya:
Konsep Syura...<br />
1. Perjanjian perdamaian di Hudaibiyah<br />
bukanlah hasil musyawarah antara<br />
Rasulullah saw dengan para<br />
shahabat. Apa yang dilakukan<br />
Rasulullah saw waktu itu dari awal<br />
sampai akhir betul-betul berjalan<br />
menurut petunjuk wahyu. Ketika<br />
Umar menanyakan tentang kejadian<br />
itu kepada Rasulullah saw, baginda<br />
menjawab: “Saya adalah abdi<br />
dan utusan Allah. Saya tidak akan<br />
menentang perintah-Nya, dan Allah<br />
tidak akan meninggalkanku”.<br />
2. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah<br />
dan memerintahkan pasukan<br />
Usamah berangkat ke medan<br />
perang, juga bukan semata-mata<br />
keputusannya sendiri. Abu Bakar<br />
hanya menjalankan perintah<br />
Rasulullah saw untuk mengatur<br />
dan mengawasi pasukan Usamah.<br />
Pengiriman pasukan itu ditangguhkan<br />
karena Rasulullah saw sakit. Bahkan<br />
Rasulullah telah memerintahkan<br />
pasukan itu berangkat meninggalkan<br />
Madinah sebelum beliau wafat.<br />
Namun demikian melihat keseriusan<br />
sakit Rasulullah, Usamah berkemah<br />
di luar kota sambil menunggu<br />
Rasulullah saw sembuh.<br />
3. Di kalangan para shahabat, Abu<br />
Bakar dikenal yang pertama kali<br />
memerintahkan memerangi orangorang<br />
Arab yang tidak mahu<br />
membayar zakat setelah wafatnya<br />
Rasulullah saw. Mula-mula para<br />
shahabat lain yang dipimpin Umar<br />
bin Khattab menentangnya dengan<br />
keras, namun kemudian Umar sendiri<br />
setuju dengan inisiatif Abu Bakar,<br />
kata Umar: “Demi allah begitu saya<br />
melihat bahwa Allah telah membuka<br />
hati Abu Bakar untuk memerangi<br />
mereka yang ingkar, saya tahu bahwa<br />
itulah yang benar”. 40<br />
Jadi perjalanan musyawarah<br />
dalam sejarah Islam memang sudah<br />
cukup lumayan untuk ditauladani<br />
dan dijadikan rujukan oleh kaum<br />
muslim hari ini, mulai dari beberapa<br />
praktik Rasulullah saw sampai kepada<br />
perlakuan para shahabat yang langsung<br />
mengikat diri dengan Rasul dalam<br />
perkara tersebut. Apa yang patut diingat<br />
adalah; musyawarah yang dilakukan<br />
baik oleh Nabi maupun para shahabat-<br />
Nya bertujuan untuk mencari kebenaran<br />
bukan mencari dan mengambil suara<br />
terbanyak. Sebagaimana yang diangkat<br />
dalam sistem demokrasi hari ini. Contoh<br />
konkritnya adalah musyawarah Abu<br />
Bakar tentang penyerbuan terhadap<br />
orang-orang munafik, syirik dan murtad<br />
pasca wafatnya Rasulullah saw. Dalam<br />
kasus tersebut hanya Abu Bakar sendiri<br />
yang berkeras untuk memerangi<br />
mereka sedangkan para shahabat lain<br />
beranggapan tidak bisa diperangi orangorang<br />
yang telah mengucap syahadatain.<br />
1 Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Cairo: al-Muassasah al-<br />
Misriyyah al-‘Ammah li al-Ta’lif wa al-Nashr, 1965, vol.,<br />
6, hal., 103<br />
2 Ensiklopedi Islam, vol., 5, Jakarta: P.T. Ikhtiar Baru Van<br />
Hoeve, hal., 18.<br />
3 Lukman Thaib, Political System of Islam, Kuala Lumpur:<br />
Amal, 1994, hal., 55.<br />
4 Untuk penjelasan lebih lanjut tentang perkara ini lihat<br />
Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />
<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, Kuala Lumpur: Elman, 1995,<br />
hal., 24.<br />
5 Abu Thana syihab al-Din al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi<br />
Tafsir Al-Qur’an al-Karim wa sab’I al-Mathani, Cairo:<br />
Matba’ah al-Munirah, 1345, vol., 25, hal., 42.<br />
6 Abu Bakr Muhammad bin Abd Allah al-‘Arabi, Ahkam<br />
89
Al- Qur’an, Cairo: Matba’ah Mustafa al-babi al-Halabi,<br />
1958, vol., 1, hal., 297.<br />
7 Abd. Al-Rahman al-Duri, Al-Syura bain al-Nazariyyah<br />
wa al-Tatbiq, Baghdad: Matba’ah al-Ummah, 1974, hal.,<br />
14.<br />
8 J.H.Burns, The Cambridge History of Medieval Political<br />
Thought, Cambridge: Cambridge University Press, 1988,<br />
hal., 545.<br />
9 Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />
<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, hal., 29.<br />
10 J.H.Burns, Ibid.<br />
11 Ibid.<br />
12 Lihat Ensiklopedi Islam, hal. 18.<br />
13 Ibid. hal. 18-19.<br />
14 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol. 3, Jakarta: PT.<br />
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2004, hal., 212.<br />
15 Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership,<br />
Petaling Jaya: Delta Publishing Sdn. Bhd, 1995, hal. 72.<br />
16 Muhamed S. El-Awa, Sistem Politik Negara Islam,<br />
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991,<br />
hal.96-97.<br />
17 Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, hal. 71.<br />
18 Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, hal. 79.<br />
19 Ibid, hal. 73<br />
20 Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />
<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, hal.,43-44.<br />
21 Ibid, hal. 44.<br />
22 Ibid, hal. 44-45.<br />
23 Ensiklopedi Islam, hal. 19.<br />
24 Tan Sri, Muhammad Abdurrauf, The Concept of Islamic<br />
State, Kuala Lumpur: Islamic Affair Division Prime<br />
Minister’s Departmen, hal. 23-24. lihat juga Hussain bin<br />
Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul Muslimin<br />
analisis Sistem Jama’ah Dalam Gerakan Islam, Kuala<br />
Lumpur: Pustaka Syuhada, 1992, hal., 74.<br />
25 Tan Sri, Muhammad Abdurrauf, Ibid.<br />
26 Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Op.Cit, hal., 77.<br />
27 Ibid, hal., 77-78.<br />
28 Ibid, hal., 78.<br />
29 Ibid, hal., 79.<br />
30 Berkenaan dengan kisah ini silakan baca Hussain bin<br />
Muhammad bin Ali Jabir, MA, ibid, hal., 80.<br />
31 ibid, hal., 83.<br />
32 ibid, hal., 60-61.<br />
33 Lihat Tafsir Inu Kathir; 3/586, dan Sirah Ibnu Hisyam,<br />
90<br />
hal., 480-482.<br />
Konsep Syura...<br />
34 Hijrah yang dimaksudkan di sini adalah migrasi kedua<br />
ke Ethiopia sebanyak 119 mukmin leleki dan wanita<br />
atas perintah Rasulullah saw pada tahun 618. Hijrah ini<br />
dipimpin olehJaafar bin Abi Thalib dengan memanjat<br />
bukit baru Abu Kbais pada malam hari lalu memutar<br />
menuju pantai Laut Merah, seterusnya dari Bandar<br />
Janbuk berlayar menuju Ethiopia. Peristiwa ini terjadi<br />
empat tahun sebelum hijrah besar ke Yatsrib. (Untuk<br />
kelengkapan informasi ini lihat kembali Joesoef Sou’yb,<br />
Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra,<br />
1996, hal., 411-412.<br />
35 Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia,<br />
Jakarta: Al Husna Zikra, 1996, hal., 411.<br />
36 Lihat Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, MA, Op.Cit,<br />
hal., 87.<br />
37 Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />
<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, hal., 126.<br />
38 Ibid, hal. 156-157.<br />
39 Ibid, hal. 157-159.<br />
40 Muhammad S.El_Awa, On The Political System of the<br />
Islamic State, Indiana Polis: American Trust Publication,<br />
1980, hal 94-95.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Abd. Al-Rahman al-Duri, Al-Syura bain al-<br />
Nazariyyah wa al-Tatbiq, Baghdad:<br />
Matba’ah al-Ummah, 1974.<br />
Abu Bakr Muhammad bin Abd Allah al-<br />
‘Arabi, Ahkam Al- Qur’an, Cairo:<br />
Matba’ah Mustafa al-babi al-Halabi,<br />
1958, vol., 1.<br />
Abu Thana syihab al-Din al-Alusi, Ruh<br />
al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an al-<br />
Karim wa sab’I al-Mathani, Cairo:<br />
Matba’ah al-Munirah, 1345, vol., 25.<br />
Ensiklopedi Islam, vol., 5, Jakarta: P.T.<br />
Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2005.<br />
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol. 3,<br />
Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,<br />
2004.<br />
Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir,
Konsep Syura...<br />
MA, Menuju Jama’atul Muslimin<br />
analisis Sistem Jama’ah Dalam<br />
Gerakan Islam, Kuala Lumpur:<br />
Pustaka Syuhada, 1992.<br />
Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Cairo: al-<br />
Muassasah al-Misriyyah al-‘Ammah<br />
li al-Ta’lif wa al-Nashr, 1965, vol., 6.<br />
J.H.Burns, The Cambridge History<br />
of Medieval Political Thought,<br />
Cambridge: Cambridge University<br />
Press, 1988.<br />
Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di<br />
Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra, 1996.<br />
Lukman Thaib, Political System of Islam,<br />
Kuala Lumpur: Amal, 1994.<br />
Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya<br />
dalam Sistem <strong>Pemerintah</strong>an Masa<br />
kini, Kuala Lumpur: Elman, 1995.<br />
Lukman Thaib, The Islamic Polity and<br />
Leadership, Petaling Jaya: Delta<br />
Publishing Sdn. Bhd, 1995.<br />
Muhamed S. El-Awa, Sistem Politik<br />
Negara Islam, Kuala Lumpur: Dewan<br />
Bahasa dan Pustaka, 1991.<br />
Muhammad S.El_Awa, On The Political<br />
System of the Islamic State, Indiana<br />
Polis: American Trust Publication,<br />
1980.<br />
Sirah Ibnu Hisyam.<br />
Tafsir Inu Kathir; 3/586.,<br />
Tan Sri, Prof. Dr. Muhammad Abdurrauf,<br />
The Concept of Islamic State, Kuala<br />
Lumpur: Islamic Affair Division<br />
Prime Minister’s Departmen.<br />
91