30.06.2013 Views

EKONOMI DAN PEMBANGUNAN - BAPPEDA Aceh - Pemerintah ...

EKONOMI DAN PEMBANGUNAN - BAPPEDA Aceh - Pemerintah ...

EKONOMI DAN PEMBANGUNAN - BAPPEDA Aceh - Pemerintah ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Jurnal<br />

<strong>EKONOMI</strong> <strong>DAN</strong> <strong>PEMBANGUNAN</strong><br />

Muhammad Nasir dan Alfan Mufrody<br />

X Analisis Hubungan Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> Terhadap Produk Domestik<br />

Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong><br />

Ramayana<br />

X Optimasi Pengolahan Minyak Nilam Pada Berbagai Daerah Produksi dan<br />

Varitas di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Rois, Supiandi Sabiham, Irsal Las, dan Machfud<br />

X Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan Rawa Lebak di<br />

Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya –<br />

Kalimantan Barat<br />

Usman Bakar<br />

X Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada Pemilihan Penyedia<br />

Barang/Jasa dalam Rangka Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi<br />

Keuangan <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />

Khalis Yunus dan Ema Alemina<br />

X Peranan Biofertilizer Bagi Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Tanah Yang<br />

Terkena Dampak Tsunami<br />

Vivi Silvia<br />

X Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas Pekerja Wanita dari<br />

Sektor Industri ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />

Hasanuddin Yusuf Adnan<br />

X Konsep Syura dalam Islam


TIM REDAKSI<br />

JURNAL <strong>EKONOMI</strong> <strong>PEMBANGUNAN</strong> terbit dua kali setahun pada bulan Juli,<br />

dan November yang berisi tulisan hasil penelitian dan kajian analisis kritis dibidang<br />

Ekonomi Pembangunan.<br />

Pengarah : Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah <strong>Aceh</strong><br />

Wakil Pengarah : Warqah Helmi<br />

Penanggung Jawab : Hamdani<br />

Dewan Redaksi : Syahrizal Abbas<br />

Saiful Mahdi<br />

Muhammad Nasir<br />

Ema Alemina<br />

Pimpinan Redaksi : Marthunis<br />

Staf Redaksi : Aswar<br />

Ida Irawan<br />

Pimpinan Administrasi : Taufiqurrahman<br />

Sekretariat : Nurbaya<br />

Wahyuni<br />

Suharna<br />

T. Azwar Mirza<br />

Vintana Gemasih Martunas<br />

Nelly Eliza<br />

Alamat Redaksi<br />

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah <strong>Aceh</strong><br />

Bidang Penelitian dan Pengembangan<br />

Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh No.26 Banda <strong>Aceh</strong><br />

Telepon (0651) 21440, 29713<br />

Email : bappeda.acehprov.go.id<br />

iii


KATA PENGANTAR<br />

Berusaha keras meningkatkan dan memajukan ilmu pengetahuan sekaligus<br />

memberikan informasi bagi stakeholder merupakan komitmen <strong>BAPPEDA</strong> <strong>Aceh</strong>.<br />

Wujud nyata upaya tersebut tercermin dari keberlanjutan penerbitan Jurnal<br />

Ekonomi dan Pembangunan.<br />

Dalam rangka meningkatkan kualitasnya, staf redaksi melakukan<br />

perbaikan-perbaikan secara signifikan dalam hal penambahan dewan pakar,<br />

format penulisan artikel yang lebih konsisten dan judul jurnal yang lebih mudah<br />

dimengerti dan dipahami.<br />

Diharapkan perbaikan ini dapat menjembatani para akademisi, praktisi<br />

bisnis dan <strong>Pemerintah</strong> dalam menuangkan gagasannya, baik berupa hasil<br />

penelitian ataupun analisis ilmiah yang bagi perwujudan pembangunan<br />

berkelanjutan.<br />

Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan kepada para penyunting<br />

Ahli atas kesediaanya menjadi anggota dewan redaksi semoga peran sertanya<br />

dapat meningkatkan mutu penerbitan jurnal ini. Ucapan terimaksih juga<br />

disampaikan kepada para penulis artikel yang termuat tulisannya. Akhirnya,<br />

tanggapan serta kritikan pembaca sangat kami harapkan.<br />

v<br />

Redaksi


DAFTAR ISI<br />

Muhammad Nasir dan Alfan Mufrody<br />

Analisis Hubungan Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> Terhadap Produk<br />

Domestik Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong> ..................................................<br />

Ramayana<br />

Optimasi Pengolahan Minyak Nilam Pada Berbagai Daerah Produksi dan<br />

Varitas di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat .........................................................<br />

Rois, Supiandi Sabiham, Irsal Las, dan Machfud<br />

Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan Rawa Lebak di<br />

Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya –<br />

Kalimantan Barat ...............................................................................<br />

Usman Bakar<br />

Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada Pemilihan Penyedia<br />

Barang/Jasa dalam Rangka Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi<br />

Keuangan <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat .........................................<br />

Khalis Yunus dan Ema Alemina<br />

Peranan Biofertilizer Bagi Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Tanah Yang<br />

Terkena Dampak Tsunami ...................................................................<br />

Vivi Silvia<br />

Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas Pekerja Wanita<br />

dari Sektor Industri ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> .................................................................................................<br />

Hasanuddin Yusuf Adnan<br />

Konsep Syura dalam Islam ..................................................................<br />

vii<br />

1<br />

11<br />

23<br />

37<br />

55<br />

65<br />

83


Analisis Hubungan Pengeluaran<br />

<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> Terhadap Produk Domestik<br />

Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong><br />

(Relationship Analysis of <strong>Aceh</strong> Government Expenditure<br />

for Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong>)<br />

Oleh : Muhammad Nasir 1 , Alfan Mufrody 2<br />

ABSTRAK<br />

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perubahan<br />

pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> dengan perubahan Produk Domestik Regional Bruto<br />

(PDRB). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengeluaran <strong>Pemerintah</strong><br />

Propinsi <strong>Aceh</strong> yang merupakan data time series dari tahun 1994 sampai dengan 2008.<br />

Adapun metode analisis yang digunakan adalah Granger Causality untuk meneliti<br />

pola atau arah hubungan kausalitas. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa tidak ada<br />

hubungan timbal balik antara total pengeluaran pemerintah dengan PDRB. Selain itu<br />

juga tidak terjadi hubungan timbal balik antara total belanja rutin dengan PDRB.<br />

Kata kunci: Granger causality, pengeluaran pemerintah, belanja rutin, PDRB.<br />

AbstrAct<br />

This research is aimed to know the relationship between the change in <strong>Aceh</strong><br />

government spending and Gross Domestic Regional Product (GDRP). The data used<br />

is the time series data from 1994 to 2008. Whereas the method of analysis used is<br />

Granger Causality test in finding the pattern and sign of the causality relationship.<br />

The research finds that there is no causality relationship between total government<br />

expenditure and GDRP. There is also no causality relationship between total routine<br />

expenditure and GDRP.<br />

Keywords: Granger causality, government spending, routine expenditure, GDRP.<br />

PENDAHULUAN<br />

Pembangunan ekonomi dapat<br />

diartikan sebagai suatu perubahan<br />

yang meningkatkan kapasitas produksi<br />

nasional. Peningkatan ini tercermin<br />

pada pertumbuhan ekonomi. Indikator<br />

1 Muhammad Nasir adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam- Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

2 Alfan Mufrody adalah pegawai Dinas Pengairan Propinsi <strong>Aceh</strong>.<br />

1<br />

pertumbuhan ekonomi tidak hanya bisa<br />

secara materi seperti meningkatnya<br />

pendapatan per kapita, tetapi juga<br />

peningkatan formasi modal non<br />

materi seperti kebijakan sosial budaya<br />

yang menunjang harmoni sosial dan


kestabilan politik serta kemandirian.<br />

Pembangunan daerah merupakan<br />

bagian integral dari pembangunan<br />

nasional yang diupayakan berlandaskan<br />

prinsip otonomi daerah. Dengan demikian<br />

daerah mempunyai kesempatan untuk<br />

memanfaatkan sumber daya yang ada<br />

agar dapat meningkatkan kesejahteraan<br />

masyarakat di daerah tersebut. Dengan<br />

otonomi daerah, diharapkan daerah<br />

akan lebih mandiri dalam menentukan<br />

seluruh kegiatannya.<br />

Pengelolaan pemerintah daerah,<br />

baik di tingkat propinsi maupun tingkat<br />

kabupaten dan kota memasuki era baru<br />

sejalan dengan diberlakukannya UU<br />

No.22 tahun 1999 yang menempatkan<br />

otonomi secara utuh pada kabupaten/<br />

kota. Khusus bagi propinsi, selain<br />

sebagai daerah otonom juga merupakan<br />

wilayah administrasi yang melaksanakan<br />

kewenangan pemerintah pusat melalui<br />

pelaksanaan dekonsentrasi. Selain itu,<br />

UU No.25 Tahun 1999 mengamanatkan<br />

bahwa setiap penyerahan atau<br />

pelimpahan kewenangan pemerintah<br />

pusat kepada propinsi dan kabupaten/<br />

kota harus diikuti dengan pembiayaannya.<br />

Khusus untuk <strong>Aceh</strong>, dasar hukum otonomi<br />

(khusus) lebih kuat lagi dengan adanya<br />

UU No.11 tahun 2006 yang dikenal<br />

sebagai Undang-Undang <strong>Pemerintah</strong>an<br />

<strong>Aceh</strong> (UUPA) sebagai usaha menjabarkan<br />

2<br />

Analisis Hubungan...<br />

kesepakatan damai di <strong>Aceh</strong> berdasarkan<br />

MoU Helsinki.<br />

Pembangunan ekonomi adalah<br />

serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang<br />

bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup<br />

masyarakat, memperluas kesempatan<br />

kerja, mengarahkan pembagian pendapatan<br />

masyarakat secara adil dan<br />

merata, serta meningkatkan hubungan<br />

ekonomi regional. Dalam mengatur dan<br />

memajukan perekonomian regional<br />

diperlukan kebijakan dalam perencanaan<br />

perekonomian yang matang dengan<br />

pengeluaran negara yang mendorong<br />

keseimbangan regional.<br />

Pada pemerintah daerah terdapat<br />

juga pengeluaran pemerintah yang<br />

diharapkan memberikan kontribusi terhadap<br />

PDRB. Pengeluaran pemerintah<br />

yang bersifat produktif dan investasi<br />

akan memberikan kontribusi terhadap<br />

pemerintah daerah tersebut. Tingkat<br />

aktivitas kegiatan pemerintah yang<br />

produktif terlihat pula dalam pengalokasian<br />

pengeluaran pemerintah.<br />

Angka-angka pendapatan regional<br />

yang disajikan secara series dari tahun<br />

ke tahun akan dapat memberikan<br />

gambaran pembangunan ekonomi suatu<br />

daerah, sebagai hasil dari pelaksanaan<br />

program pembangunan. Tabel 1 berikut<br />

menunjukkan pengeluaran pemerintah<br />

dan PDRB <strong>Aceh</strong>.<br />

Tabel 1 : Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> dan PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> (dalam milyar rupiah)<br />

Tahun Pengeluaran <strong>Pemerintah</strong><br />

PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong><br />

(berdasarkan harga berlaku)<br />

2004 1.963,26 50.357,27<br />

2005 2.169,78 56.951,60<br />

2006 2.109,84 70.786,83<br />

2007 4.047,19 73.196,28<br />

2008 8.518,74 75.015,73<br />

Sumber: APBD Propinsi <strong>Aceh</strong>, 2004-2008


Analisis Hubungan...<br />

Data pada Tabel 1 menunjukkan<br />

adanya peningkatan pada pengeluaran<br />

<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> maupun PDRB <strong>Aceh</strong>.<br />

Namun demikian, pertumbuhan<br />

PDRB tidak sebesar pertumbuhan<br />

pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong>. Pengeluaran<br />

pemerintah tahun 2004-2008<br />

mengalami pertumbuhan sebesar<br />

49,66%, sedangkan pertumbuhan PDRB<br />

sebesar 9,37%.<br />

Pengeluaran pemerintah meru<br />

pakan salah satu indikator yang<br />

menunjukkan pertumbuhan ekonomi<br />

jangka panjang dan kesejahteraan<br />

masyarakat. Semakin besar pengeluaran<br />

pemerintah diharapkan dapat membawa<br />

dampak pada meningkatnya<br />

kesejahteraan masyarakat. Peningkatan<br />

kesejahteraan masyarakat merupakan<br />

salah satu tolok ukur PDRB. Oleh<br />

karena itu diharapkan dengan semakin<br />

meningkatnya pengeluaran pemerintah,<br />

maka akan semakin meningkat pula<br />

PDRB dan kesejahteraan rakyat.<br />

Berdasarkan uraian di atas, maka<br />

penulis tertarik untuk menganalisa<br />

hubungan pengeluaran <strong>Pemerintah</strong><br />

<strong>Aceh</strong> terhadap PDRB <strong>Aceh</strong> dengan<br />

menggunakan pendekatan Granger<br />

Causality.<br />

MODEL ANALISIS<br />

Penelitian ini menggunakan<br />

metode Granger untuk meneliti pola<br />

atau arah hubungan kausalitas antara<br />

pengeluaran <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> dengan<br />

PDRB <strong>Aceh</strong> selama kurun waktu 1994-<br />

2008. Untuk menghindari terjadinya<br />

hubungan korelasi yang spurious, dalam<br />

analisa ini digunakan Uji Akar-akar Unit<br />

(Unit Root test) dan kointegrasi sebagai<br />

uji prasyarat penggunaan metode<br />

kausalitas Granger. Model empiris yang<br />

akan dipakai adalah:<br />

Yt<br />

= 0 + α1Yt<br />

−1<br />

+ ... + α nYt<br />

−n<br />

+<br />

β X + ... + β X + ε<br />

1<br />

t−1<br />

n<br />

t−<br />

n<br />

Model 1: Hubungan PDRB dan<br />

Total Belanja APBA<br />

PDRB = α1PDRB(<br />

t−1)<br />

+ ... + α n PDRB(<br />

t−<br />

n)<br />

+<br />

β TOTAL + ... + β TOTAL + ε<br />

1<br />

1<br />

( t−1)<br />

( t−1)<br />

n<br />

1<br />

( t−<br />

n)<br />

( t−<br />

n)<br />

TOTAL = α1TOTAL(<br />

t−1)<br />

+ ... + α nTOTAL<br />

β PDRB + ... + β PDRB + ε<br />

n<br />

1<br />

1<br />

( t−<br />

n)<br />

Model 2: Hubungan PDRB dan<br />

Belanja Rutin<br />

PDRB = α1PDRB(<br />

t−1)<br />

+ ... + α n PDRB(<br />

t−<br />

n)<br />

+<br />

β TOTAL + ... + β TOTAL + ε<br />

1<br />

1<br />

( t−1)<br />

( t−1)<br />

n<br />

( t−<br />

n)<br />

( t−<br />

n)<br />

TOTAL = α1TOTAL(<br />

t−1)<br />

+ ... + α nTOTAL<br />

β PDRB + ... + β PDRB + ε<br />

n<br />

1<br />

1<br />

( t−<br />

n)<br />

Selanjutnya, uji akar unit<br />

digunakan untuk melihat apakah data<br />

yang diamati stationer atau tidak. Uji<br />

standar Dickey-Fuller dilakukan dengan<br />

mengestimasi persamaan regresi<br />

dalam tiga bentuk berbeda (Gujarati,<br />

2004). Akhirnya, Granger Causality<br />

test digunakan untuk mengetahui<br />

apakah suatu variabel endogen dapat<br />

diperlakukan sebagai variabel eksogen.<br />

Granger Causality dilakukan karena<br />

ketidaktahuan keterpengaruhan antar<br />

variabel. Jika ada dua variabel X dan<br />

Y, misalnya, ingin dikaji apakah X<br />

menyebabkan Y atau Y menyebabkan X,<br />

atau berlaku keduanya, atau tidak ada<br />

hubungan antar keduanya. Variabel X<br />

menyebabkan variabel Y artinya berapa<br />

banyak nilai Y pada periode sekarang<br />

3<br />

+<br />

+


dapat dijelaskan oleh nilai Y dan nilai X<br />

pada periode sebelumnya.<br />

A. Data<br />

Data yang digunakan dalam<br />

penelitian ini adalah data pengeluaran<br />

<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong> dan data PDRB <strong>Aceh</strong><br />

mulai tahun 1994 sampai dengan tahun<br />

2008. Data yang digunakan merupakan<br />

data sekunder yang berasal dari Badan<br />

Pusat Statistik (BPS), Dirjen Perimbangan<br />

Keuangan, dan Dinas Pengelolaan<br />

Keuangan dan Kekayaan <strong>Aceh</strong> (DPKKA).<br />

Jenis-jenis pengeluaran pemerintah<br />

sampai dengan tahun 2005 dibagi menjadi<br />

pengeluaran rutin dan pengeluaran<br />

pembangunan. Namun setelah itu,<br />

pemerintah menerapkan unified budget<br />

4<br />

Analisis Hubungan...<br />

sehingga tidak lagi membagi pengeluaran<br />

pemerintah menjadi pengeluaran rutin<br />

dan pembangunan.<br />

B. Analisis dan Pembahasan<br />

PDRB <strong>Aceh</strong> dari tahun ke<br />

tahun terus mengalami peningkatan.<br />

PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> pada tahun 1994<br />

sampai dengan tahun 2008 mengalami<br />

peningkatan sebesar 567,15% yaitu<br />

11.244.148,40 milyar rupiah pada tahun<br />

1994 menjadi 75.015.730,00 milyar<br />

rupiah pada tahun 2008. Pertumbuhan<br />

PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> terbesar terjadi<br />

pada tahun 1998 yatu sebesar 44,85%<br />

sedangkan pertumbuhan terendah<br />

terjadi pada tahun 2008 yaitu hanya<br />

2,49% (lihat Tabel 2).<br />

Tabel 2: PDRB Propinsi <strong>Aceh</strong> Tahun 1994-2008<br />

Tahun<br />

PDRB atas dasar Harga Berlaku tahun 1994-2008<br />

Nilai (milyar rupiah) Pertumbuhan (%)<br />

1994 11.244.148,40 -<br />

1995 13.091.230,00 16,43%<br />

1996 14.637.990,00 11,82%<br />

1997 17.229.040,00 17,70%<br />

1998 24.956.859,30 44,85%<br />

1999 26.991.583,10 8,15%<br />

2000 27.972.558,70 3,63%<br />

2001 34.733.400,00 24,17%<br />

2002 42.157.460,00 21,37%<br />

2003 48.619.150,00 15,33%<br />

2004 50.357.270,00 3,57%<br />

2005 56.951.600,00 13,10%<br />

2006 70.786.830,00 24,29%<br />

2007 73.196.280,00 3,40%<br />

2008<br />

Sumber: BPS (1994-2008)<br />

75.015.730,00 2,49%<br />

Salah satu konsekuensi dari<br />

desentralisasi fiskal tentunya adalah<br />

dituntutnya fungsi pengelolaan APBD yang<br />

harus mempertimbangkan alokasi dan<br />

prioritas dalam membiayai pembangunan<br />

daerah. Dari sisi alokasi, belanja daerah<br />

dilakukan untuk menyediakan barang dan<br />

pelayanan publik yang dibutuhkan oleh<br />

masyarakat banyak di daerah dan tidak<br />

dapat disediakan sendiri oleh masyarakat<br />

daerah tersebut. Sedangkan dari segi<br />

prioritas belanja daerah dilakukan untuk


Analisis Hubungan...<br />

sektor-sektor yang sangat mendesak<br />

kebutuhannya dan berpengaruh besar<br />

bagi seluruh kegiatan perekonomian<br />

masyarakat. Tabel 3 berikut menunjukkan<br />

Tabel 3: Distribusi Belanja Daerah Propinsi <strong>Aceh</strong> (juta rupiah)<br />

data mengenai distribusi belanja daerah<br />

Propinsi <strong>Aceh</strong> selama periode 1994-<br />

2008 yang meliputi belanja rutin dan<br />

pembangunan. 333<br />

Tahun<br />

Rutin<br />

Belanja Daerah Tahun 1994-2008<br />

Pembangunan Total<br />

1994 146.196,57 54.991,71 201.188,28<br />

1995 155.370,34 62.102,60 217.472,94<br />

1996 168.697,95 84.144,51 252.842,46<br />

1997 187.073,34 85.600,44 272.673,78<br />

1998 103.452,22 68.250,17 171.702,39<br />

1999 108.511,02 148,545,09 257.056,11<br />

2000 87.421,03 158.464,48 245.885,51<br />

2001 268.363,30 226.397,10 494.760,40<br />

2002 309.969,97 1.074.522,28 1.384.492,25<br />

2003 1.084.024,92 336.252,88 1.420.277,80<br />

2004 1.613.753,08 349.513,36 1.963.266,44<br />

2005 1.857.401,66 312.378,30 2.169.779,96<br />

2006 1.316.562,54 431.500,27 2.109.838,49<br />

2007 1.978.905,62 2.068.285,56 4.047.191,18<br />

2008 2.004.123,10 6.514.617,50 8.518.740,60<br />

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan dan DPPKA (data diolah)<br />

Untuk melihat hubungan antara<br />

pengeluaran pemerintah dengan PDRB<br />

digunakan uji Granger Causality. Uji ini<br />

pada intinya dapat mengindikasikan<br />

suatu variabel mempunyai hubungan dua<br />

arah atau satu arah. Tetapi perlu diingat<br />

bahwa pada uji ini yang dilihat adalah<br />

pengaruh masa lalu terhadap kondisi<br />

sekarang, sehingga data yang digunakan<br />

adalah data deret waktu (time series).<br />

Dengan menggunakan model<br />

hubungan PDRB dan Total Belanja APBA<br />

dibangun model sebagai berikut:<br />

PDRB = α1PDRB(<br />

t−1)<br />

+ ... + α n PDRB(<br />

t−<br />

n)<br />

+<br />

β TOTAL + ... + β TOTAL + ε<br />

1<br />

( t−1)<br />

n<br />

( t−<br />

n)<br />

TOTAL = α1TOTAL(<br />

t−1)<br />

+ ... + α nTOTAL(<br />

t−<br />

n)<br />

+<br />

β1PDRB(<br />

t−1)<br />

+ ... + β n PDRB(<br />

t−<br />

n)<br />

+ ε 1<br />

Dapat diketahui bahwa hasil<br />

pengujian Granger Causality PDRB<br />

1<br />

dengan total belanja dalam kurun waktu<br />

tahun 1994-2008 bahwa Δ(PDRB) tidak<br />

mempunyai hubungan dengan Δ (Total).<br />

Artinya variabel Δ (PDRB) Granger tidak<br />

menyebabkan Δ (Total), dan Δ (Total)<br />

Granger tidak menyebabkan Δ (PDRB).<br />

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada<br />

tabel 4.<br />

Tabel 4 menjelaskan bahwa<br />

pertama dilakukan pengujian Granger<br />

Causality menggunakan lag = 1, terlihat<br />

hasilnya adalah “probability” lebih besar<br />

dari 5%. Dengan demikian, kita menerima<br />

hipotesis nol. Artinya dapat dinyatakan<br />

bahwa PDRB dan total Belanja APBA<br />

tidak saling mempengaruhi atau tidak<br />

mempunyai hubungan kausalitas.<br />

Ketika lag diperbesar menjadi 2, 3,<br />

dan 4 yang terlihat pada Tabel 4, ternyata<br />

5


hasilnya memberikan keputusan<br />

yang sama dengan persamaan yang<br />

menggunakan lag sebanyak 1. Sehingga<br />

Tabel 4: Uji Granger Causality PDRB dengan Total Belanja APBA<br />

Pairwise Granger Causality Tests<br />

Sample: 1994 2008<br />

6<br />

Analisis Hubungan...<br />

dapat disimpulkan bahwa lag 2, 3, dan<br />

4, PDRB dan total belanja APBA tidak<br />

mempunyai hubungan kausalitas.<br />

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability<br />

Lags: 1<br />

TOTAL does not Granger Cause PDRB 14 0,11306 0,74301<br />

PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />

Lags: 2<br />

0,13943 0,71595<br />

TOTAL does not Granger Cause PDRB 13 0,11492 0,89288<br />

PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />

Lags: 3<br />

0,15214 0,86129<br />

TOTAL does not Granger Cause PDRB 12 0,82645 0,53332<br />

PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />

Lags: 4<br />

0,27965 0,83837<br />

TOTAL does not Granger Cause PDRB 11 1,17333 0,50833<br />

PDRB does not Granger Cause TOTAL<br />

Sumber: Data diolah<br />

0,28326 0,86922<br />

Tidak adanya hubungan kausalitas<br />

antara PDRB dan total belanja APBA<br />

menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi<br />

utamanya sektor riil dan dunia usaha<br />

pada umumnya yang diikuti dengan<br />

peningkatan PDRB tidak diikuti dengan<br />

peningkatan penerimaan APBA. Artinya<br />

peningkatan PDRB tidak membawa<br />

dampak signifikan terhadap peningkatan<br />

penerimaan daerah. Hal ini dapat<br />

terjadi karena peningkatan penerimaan<br />

lebih disebabkan oleh peningkatan<br />

sumber-sumber penerimaan di luar dari<br />

pendapatan asli daerah (pajak daerah,<br />

retribusi dan sumber-sumber lain yang<br />

sah), melainkan penerimaan daerah<br />

meningkat dari transfer keuangan dari<br />

pemerintah pusat seperti pendapatan<br />

melalui dana perimbangan. Dapat<br />

disimpulkan bahwa peningkatan belanja<br />

daerah seiring dengan peningkatan<br />

penerimaan daerah dari tahun ke<br />

tahun tidak disebabkan bergairahnya<br />

perekonomian sektor-sektor pendukung<br />

peningkatan PDRB.<br />

Terjadinya peningkatan transfer<br />

keuangan dari pemerintah pusat ke<br />

<strong>Aceh</strong> adalah sejalan dengan terjadinya<br />

perubahan peraturan perundangundangan<br />

tentang pemerintah dan<br />

keuangan <strong>Aceh</strong>. Awalnya, <strong>Aceh</strong><br />

diistimewakan dengan UU No.24<br />

Tahun 1956, namun kemudian berubah<br />

menjadi dan mengikuti UU No.44 Tahun<br />

1999 dan terakhir menjadi UU No.11<br />

Tahun 2006 tentang <strong>Pemerintah</strong>an <strong>Aceh</strong><br />

(UUPA). Perubahan ini menyebabkan<br />

terjadinya perubahan signifikan pada<br />

pendapatan <strong>Aceh</strong> yang berasal dari<br />

transfer keuangan pemerintah pusat.


Analisis Hubungan...<br />

Hal ini dapat dilihat dari Pasal 181 UU<br />

No.11 tahun 2006 yang menjelaskan<br />

bahwa pendapatan daerah melalui<br />

transfer keuangan pusat berasal dari<br />

dana otonomi khusus dan perimbangan<br />

keuangan, yakni dana alokasi khusus<br />

(DAK), dana alokasi umum (DAU),<br />

dan dana bagi hasil minyak dan gas<br />

(DBHMG), terutama adanya peningkatan<br />

persentase dari bagian pertambangan<br />

minyak sebesar 55% dan pertambangan<br />

gas bumi sebesar 40%.<br />

Menurut teori Rostow dan<br />

Musgrave, perkembangan pengeluaran<br />

pemerintah dibagi ke dalam tahaptahap<br />

pembangunan ekonomi yang<br />

dibedakan antara tahap awal, tahap<br />

menengah dan tahap lanjut. Pada saat<br />

ini kondisi <strong>Aceh</strong> dapat dikatakan masih<br />

berada di tahap awal. Lambannya<br />

pertumbuhan pembangunan di <strong>Aceh</strong><br />

diantaranya dikarenakan konflik yang<br />

berkepanjangan dan bencana Tsunami<br />

sehingga hampir semua infrastruktur<br />

yang ada mengalami kerusakan,<br />

bahkan banyak pula yang tidak dapat<br />

digunakan lagi. Kondisi ini berdampak<br />

pada pengeluaran pemerintah di mana<br />

sebagian besar pengeluaran digunakan<br />

untuk membangun dan memperbaiki<br />

fasilitas umum yang diperlukan.<br />

Selain itu, dalam penyusunan<br />

anggaran pemerintah tidak tertutup<br />

kemungkinan terjadinya salah urus<br />

sehingga peningkatan pertumbuhan<br />

ekonomi terganggu. Faktor lain yang dapat<br />

menghambat pertumbuhan ekonomi<br />

adalah korupsi. Korupsi menyebabkan<br />

ketidakpercayaan sektor swasta.<br />

Ketidakpercayaan ini akan mengakibatkan<br />

sektor swasta tidak berkembang dan<br />

menghambat pertumbuhan ekonomi.<br />

Selain itu, korupsi dapat menurunkan<br />

pengembalian modal dari pemerintah.<br />

Pengeluaran pemerintah salah satu<br />

fungsinya adalah sebagai investasi<br />

publik. Semakin besar tingkat korupsi<br />

maka akan semakin lama pengembalian<br />

modal pemerintah, yang pada gilirannya<br />

akan menghambat pembangunan dan<br />

pertumbuhan ekonomi.Djumashev<br />

(2007) menunjukkan adanya hubungan<br />

negatif antara korupsi dengan tingkat<br />

kepercayaan sektor swasta dan<br />

pengembalian modal investasi yang<br />

dilakukan pemerintah. Singkatnya,<br />

korupsi memberikan efek negatif<br />

terhadap pertumbuhan ekonomi.<br />

KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />

Berdasarkan uraian dan analisis<br />

di atas maka dapat disimpulkan bahwa<br />

tidak terdapat hubungan kausalitas<br />

(Granger) antara total PDRB dengan<br />

total belanja <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong>. Artinya<br />

fluktuasi yang terjadi pada PDRB tidak<br />

berakibat apa-apa terhadap total belanja<br />

<strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong>, dan sebaliknya total<br />

belanja daerah tidak mempengaruhi<br />

pertumbuhan PDRB. Selain itu,<br />

ditemukan bahwa penetapan kebijakan<br />

desentralisasi fiskal yang mengakibatkan<br />

meningkatnya belanja daerah juga tidak<br />

berhubungan dengan pertumbuhan<br />

PDRB <strong>Aceh</strong>.<br />

Karena itu, <strong>Pemerintah</strong> <strong>Aceh</strong><br />

diharapkan mengalokasikan anggaran<br />

dengan efektif pada pos-pos yang<br />

dapat meningkatkan pertumbuhan<br />

PDRB sebagai salah satu indikator<br />

pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat<br />

dilakukan dengan mengurangi anggaran<br />

7


yang bersifat tidak produktif. Pengeluaran<br />

untuk konsumsi diharapkan dikurangi<br />

dan pengeluaran untuk investasi<br />

ditingkatkan. Selain itu juga diharapkan<br />

pengeluaran pemerintah yang<br />

menunjang peningkatan kinerja sektor<br />

swasta lebih ditingkatkan. <strong>Pemerintah</strong><br />

<strong>Aceh</strong> diharapkan lebih bijaksana dalam<br />

pengelolaan anggarannya sehingga<br />

dapat meningkatkan pertumbuhan<br />

ekonomi dan kesejahteraan rakyat.<br />

8<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Bank Dunia. 2007. Kajian Pengeluaran<br />

Publik Indonesia: Memaksimalkan<br />

Peluang Baru. Washington DC:<br />

World Bank.<br />

Djumashev, R. 2007. Corruption,<br />

uncertainty and growth, MPRA<br />

Paper No. 3716, posted 7 November<br />

2007, online at http://mpra.ub.unimuenchen.de/3716.<br />

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar.<br />

Jakarta: Penerbit Erlangga.<br />

Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics.<br />

USA: The McGraw-Hill.<br />

Analisis Hubungan...


Optimasi Pengolahan Minyak Nilam pada Berbagai<br />

Daerah Produksi dan Varitas<br />

di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />

Oleh : Ramayana<br />

ABSTRAK<br />

Penelitian ini bertujuan menganalisis optimasi proses penyulingan minyak<br />

nilam pada berbagai daerah produksi dan varitas di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan bujursangkar latin atas<br />

dasar tipe daerah produksi, varitas nilam dan alat penyuling yang digunakan.<br />

Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimasi kinerja alat penyulingan berbeda<br />

menurut spesifikasi agroklimat wilayah produksi, varitas dan type alat penyuling.<br />

Hal ini pula yang menyebabkan variasi kinerja dan keuntungan usaha penyulingan<br />

minyak nilam. Semakin sesuai daerah produksi secara agroklimat dan agroekologi<br />

maka semakin kecil nilai investasi yang dibutuhkan untuk mencapai proses<br />

penyulingan yang optimal. Untuk daerah yang kurang sesuai secara agroklimat<br />

masing-masing varitas diperlukan investasi dengan nilai yang lebih besar. Kinerja<br />

proses penyulingan semakin baik bila diusahakan varitas yang sesuai dengan<br />

agroklimat dan agroekologi.<br />

Kata Kunci : Minyak Nilam, Kinerja, Penyulingan, Agroklimat, Agroekologi<br />

AbstrAct<br />

The aim of this research is to analyse the optimization of distillation process of<br />

various patchouli oil in various production areas in West <strong>Aceh</strong> District. The research<br />

methodology used is latin square design based on types of production areas,<br />

variety of patchouli and distillation tool utilized. The result shows that performance<br />

optimization of distillation tools are different according to agroclimate specification<br />

of the production area, variety of patchouli and distillation tools. This also determines<br />

the performance and profitability variances of patchouli oil production. Production<br />

areas with suitable agroclimazte and agro-ecology need less investment to conduct<br />

optimum distillation. Whereas the areas with unsuitable agro-climate specification<br />

need more input to reach same level of optimum distillation. The distillation<br />

performance is then determined by the suitability between patchouli and the agroclimate<br />

and agro-ecology of the production areas.<br />

Keywords : Patchouli Oil, Performance, Distillation, Agro-climate, Agro-ecology<br />

9


PENDAHULUAN<br />

Tanaman nilam adalah salah<br />

satu tanaman yang sangat peka<br />

terhadap variasi kondisi agroklimat, dan<br />

agroekologi. Beberapa daerah di<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> memiliki iklim dan ekologi<br />

yang sesuai untuk pertanaman beberapa<br />

varitas nilam. Varitas unggul lokal adalah<br />

varitas dengan kualitas minyak nilamnya<br />

yang tergolong khas dan berbeda<br />

dengan daerah pertanaman nilam<br />

lainnya. Kinerja penyulingan nilam<br />

dapat diukur dengan besarnya manfaat<br />

lewat biaya yang dikeluarkan per satuan<br />

minyak nilam yang dihasilkan. Kinerja<br />

penyulingan minyak ini dipengaruhi oleh<br />

kualitas daun nilam dan alat penyulingan.<br />

Kualitas daun nilam sebagai bahan baku<br />

proses penyulingan ditentukan oleh<br />

varitas dan daerah produksi. Untuk<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> penyulingan minyak<br />

nilam menyebar di beberapa kabupaten<br />

dengan typology yang sangat bervariasi.<br />

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan<br />

bahwa daerah produksi, varitas nilam dan<br />

spesifikasi alat penyuling menentukan<br />

hasil proses penyulingan. Selanjutnya,<br />

optimasi kinerja alat penyulingan<br />

berbeda menurut spesifikasi agroklimat<br />

wilayah produksi, dan varitas nilamnya.<br />

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan<br />

mengkaji optimasi proses penyulingan<br />

yang didasarkan pada nilai investasi,<br />

kinerja produk dan keuntungan beberapa<br />

typology daerah produksi, varitas nilam<br />

dan alat penyulingan minyak nilam ini.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Metode yang digunakan adalah<br />

kombinasi survey kesesuaian agroklimat<br />

dan agroekologi yang dibagi atas tiga<br />

10<br />

Analisis Hubungan...<br />

skala (sangat sesuai S1, sesuai S2<br />

dan kurang sesuai S3). Dari masingmasing<br />

SPL (satuan peta lahan) diambil<br />

contoh daun nilam menurut varitas<br />

yang ditanam dan disuling pada tiga<br />

kelompok alat suling (type A, B dan C).<br />

Kemudian dilakukan perhitungan rerata:<br />

konsumsi bahan baku, konsumsi bahan<br />

bakar, hasil minyak/ rendemen, biaya<br />

energi per proses, biaya produksi dan<br />

keuntungan per proses. Biaya produksi<br />

per proses, prosentase biaya energi<br />

terhadap nilai minyak nilam, rendemen,<br />

dan keuntungan dihitung dengan rumus<br />

–rumus seperti berikut:<br />

K = a D1b D2c D3d V1e V2f V3g<br />

T1h T2i T3j<br />

Dimana:<br />

K adalah kinerja proses penyulingan.<br />

D adalah daerah produksi (luas<br />

areal pengembangan pada masingmasing<br />

kesesuaian agroklimat dan<br />

agroekologi (D1, D2, dan D3).<br />

V adalah Jumlah produksi (V1, V2,<br />

dan V3).<br />

T adalah type alat penyulingan yang<br />

digunakan (T1, T2, dan T3).<br />

A, b, c …… j adalah koefisien elastisitas<br />

kinerja penyulingan.<br />

Untuk analisis keuntungan<br />

digunakan rumus ∏ = TR – TC, dimana<br />

TR adalah total penerimaan (total<br />

revenue) yang diperoleh perkalian<br />

jumlah/mutu produksi Q dengan harga<br />

P; dan TC adalah total biaya (total cost)<br />

yang dihitung dari biaya investasi dan<br />

biaya operasi penyulingan nilam.<br />

Untuk analisis kinerja digunakan<br />

proven dengan membandingkan manfaat<br />

dengan biaya per satuan luas: K = TR/<br />

TC. Kinerja ini dianalisis antar daerah,


Analisis Hubungan...<br />

varitas dan teknologi yang digunakan.<br />

Malalui analisis δK/ δDi . p1 = δK/ δVi .<br />

p2 = δK/ δTi . p3<br />

Kondisi optimum untuk proses<br />

pengolahan nilam dapat dianalisis<br />

dengan kondisi dimana setiap tambahan<br />

biaya pengolahan minyak nilam sama<br />

dengan nilai tambahan manfaat<br />

HASIL PENELITIAN <strong>DAN</strong><br />

PEMBAHASAN<br />

Hasil penelitian menunjukkan<br />

bahwa terdapat 27 variasi kesesuaian<br />

lahan untuk tanaman nilam di<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat dengan 9 kluster<br />

yang tergolong pada tiga kesesuaian<br />

agroklimat dan agroekologi (S1, S2 dan<br />

S3). Kluster yang dikelompokkan terdiri<br />

dari perbedaan curah hujan, suhu ratarata,<br />

kemiringan lahan, jenis tanah, pH<br />

tanah, kandungan hara tersedia N, P, K<br />

dan indeks karbon. Berdasarkan kluster<br />

ini terdapat variasi kinerja penyulingan<br />

yang signifikan antar kluster dan<br />

daerah pengembangan. Varitas yang<br />

teramati adalah <strong>Aceh</strong>, Jawa, dan Sabun.<br />

Berdasarkan varitas proses optimum<br />

paling baik adalah pada varitas <strong>Aceh</strong> yang<br />

terdiri dari 12 kultivar. Semua ini akan<br />

mempengaruhi biaya investasi, biaya<br />

operasi, rendemen, produksi minyak<br />

nilam, nilai produksi, dan keuntungan<br />

usaha.<br />

A. Biaya Investasi<br />

Biaya investasi adalah seluruh<br />

biaya yang dikeluarkan dari mulai usaha<br />

sampai usaha tersebut mulai berjalan<br />

(beroperasi), atau dengan kata lain<br />

biaya investasi merupakan biaya yang<br />

dikeluarkan untuk membeli barang-<br />

barang modal selama usaha tersebut<br />

belum menghasilkan produk. Besarnya<br />

biaya investasi ini sangat tergantung<br />

pada tipe penyuling. (T1, T2, dan T3).<br />

Total biaya investasi yang dikeluarkan<br />

dalam mengusahakan dan pengolahan<br />

minyak nilam di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat ini<br />

bervariasi dari Rp. 22.500.000. sampai<br />

dengan Rp 38.825.000.<br />

B. Biaya Operasional<br />

Biaya operasional merupakan<br />

seluruh biaya yang dikeluarkan selama<br />

proses produksi berlangsung, atau<br />

dengan kata lain biaya operasional adalah<br />

biaya yang dikeluarkan selama usaha<br />

tersebut telah berproduksi. Besarnya<br />

biaya operasional yang dikeluarkan pada<br />

usaha pembudidayaan dan pengolahan<br />

minyak nilam di 5 kecamatan di<br />

Kabupatan <strong>Aceh</strong> Barat adalah sebesar Rp.<br />

27.000.000 per tahun. Biaya operasional<br />

yang dikeluarkan untuk alat penyulingan<br />

nilam rata-rata 38.000 per Kg minyak<br />

nilam dengan variasi yang relatif besar<br />

antara Rp 26.400 sampai dengan Rp<br />

42.800. Variasi ini tergantung pada<br />

varitas dan daerah asal pengembangan.<br />

C. Produksi dan Nilai Produksi<br />

Produksi dan nilai produksi<br />

merupakan hasil yang diperoleh pada<br />

seluruh kegiatan usaha pengolahan<br />

minyak nilam pada masing-masing<br />

kluster dan varitas nilam. Nilai produksi<br />

berasal dari jumlah produksi sesuai<br />

dengan mutu yang dikalikan dengan<br />

harga jual yang berlaku. Dengan asumsi<br />

harga jual untuk mutu I Rp. 260.000/kg;<br />

mutu II Rp 240.000/kg dan Mutu III Rp<br />

200.000/kg diperoleh penerimaan yang<br />

11


ervariasi antara Rp 46.800.000/tahun<br />

sampai dengan 72.000.000/tahun.<br />

D. Kualitas Alat Suling Nilam<br />

Untuk mendapatkan minyak nilam<br />

dengan kualitas baik dan memenuhi<br />

standar SNI yang telah ditentukan, maka<br />

hal yang perlu diperhatikan yaitu kualitas<br />

dari alat suling yang digunakan. Adapun<br />

kualitas alat suling nilam tersebut dapat<br />

kita amati dari ketel air, ketel bahan<br />

baku, kondensor dan bak pendingin.<br />

Pada penelitian ini, kualitas alat suling<br />

dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu<br />

T1 (modern), T2 (semi modern) dan T3<br />

(tradisional). Pada ketel uap T1, bagian<br />

dalamnya dilengkapi dengan pipa api<br />

(asap) sehingga pemakaian panasnya<br />

lebih optimal dan juga dilengkapi dengan<br />

pengukur tekanan (manometer), klep<br />

keselamatan (safety valve), dan pipa<br />

pengukur.<br />

Nurdjannah dkk. (2006)<br />

menyatakan bahwa: pada ketel<br />

penyulingan, penggunaan bahan<br />

stainless steel sebagai bahan konstruksi<br />

sangat menguntungkan, karena masa<br />

pakai cukup lama dan tahan karat, dan<br />

tidak memerlukan penyulingan ulang<br />

karena minyak yang dihasilkan berwarna<br />

kuning cerah dan bermutu tinggi. Pada<br />

alat suling modern, dalam 100 kg nilam<br />

kering menghasilkan 1 kg minyak. Pipa<br />

pendingin merupakan bagian alat yang<br />

sangat penting dalam penyulingan<br />

minyak nilam karena pipa pendingin<br />

berfungsi sebagai penghantar hasil<br />

sulingan yang telah diuapkan menjadi<br />

minyak nilam setelah melalui proses<br />

pendinginan dalam bak pendingin.<br />

Pada objek penelitian, bak pendingin<br />

12<br />

Analisis Hubungan...<br />

yang digunakan menggunakan material<br />

semen dan mampu menampung air<br />

±2500 liter.<br />

Berbeda dengan ketel uap T1,<br />

pada ketel kualitas T2 material yang<br />

digunakan terbuat dari plat besi yang<br />

ditempah pada pengrajin lokal yang<br />

ada pada objek penelitian. Akan tetapi<br />

plat yang digunakan tidak digalvenis<br />

terlebih dahulu sehingga dalam jangka<br />

waktu lama plat tersebut akan berkarat<br />

dan minyak yang dihasilkan akan keruh<br />

dan berwarna gelap. Untuk mengatasi<br />

hal ini petani menyuling kembali minyak<br />

tersebut untuk mendapatkan minyak<br />

yang berwarna kuning cerah. Material<br />

yang digunakan pada bak pendingin<br />

menggunakan papan kayu sebagai<br />

dindingnya dan terpal plastik sebagai<br />

wadah penampung air. Bak tersebut<br />

tidak mampu bertahan lama sehingga<br />

perlu perawatan yang intensif.<br />

Usaha peningkatan jumlah<br />

rendemen minyak yang dihasilkan dari<br />

proses penyulingan perlu diupayakan<br />

agar dapat dikembangkan di kalangan<br />

petani dan industri kecil. Pada objek<br />

penelitian, kualitas alat suling nilam T3<br />

merupakan yang paling dominan. Akan<br />

tetapi kurangnya informasi dan tidak<br />

meratanya penyuluhan yang dilakukan<br />

pemerintah membuat petani tetap beralih<br />

pada alat suling tradisional. Konstruksi<br />

ketel uap tradisional menggunakan<br />

drum bekas aspal yang telah ditempah<br />

ulang oleh pengrajin lokal. Ketel uap T3<br />

tidak mampu bertahan lama dan cepat<br />

berkarat sehingga uap yang dikeluarkan<br />

mengandung korosi yang akan<br />

mempengaruhi kualitas minyak nilam<br />

itu sendiri. Minyak nilam yang dihasilkan


Analisis Hubungan...<br />

cenderung berwarna merah gelap dan<br />

sebagian agak kehitaman.<br />

Tidak berbeda dengan ketel<br />

uap, konstruksi ketel penyulingan juga<br />

menggunakan bahan yang sama dan<br />

bersifat mudah karatan. Hal ini juga<br />

akan mempengaruhi kualitas dari<br />

minyak nilam yang dihasilkan dan akan<br />

berwarna gelap. Untuk mengatasi hal<br />

tersebut, para petani nilam tradisional<br />

melakukan penyulingan berulang-ulang<br />

untuk mendapatkan minyak nilam yang<br />

berwarna cerah dan hal ini akan banyak<br />

menguras waktu dan tenaga.<br />

Pada alat suling tipe T3<br />

(tradisional), bahan yang digunakan<br />

untuk bak pendingin tidak berbeda<br />

dengan bak pendingin yang ada pada<br />

alat suling T2, yang membedakan<br />

terletak pada kapasitas air yang<br />

ditampung yaitu ± 500 liter air. Petani<br />

perlu melakukan pengawasan ekstra<br />

untuk menjaga suhu air dalam bak<br />

pendingin agar minyak yang akan<br />

dihasilkan tidak banyak menguap.<br />

Dengan demikian dapat disimpulkan<br />

bahwa proses penyulingan adalah<br />

proses pemisahan komponen yang<br />

berupa cairan dari 81 macam campuran<br />

atau lebih berdasarkan perbedaan<br />

titik uapnya, dan proses ini dilakukan<br />

terhadap minyak atsiri yang tidak larut<br />

dalam air. Jumlah air yang menguap<br />

bersama-sama dengan uap air ditentukan<br />

oleh tiga faktor, yaitu besarnya tekanan<br />

uap yang digunakan, berat molekul dari<br />

masing-masing komponen dalam minyak<br />

dan kecepatan minyak keluar dari bahan<br />

yang mengandung minyak.<br />

Dari 81 observasi terdapat 27<br />

hasil pengamatan yang menunjukkan<br />

efesiensi penggunaan tekanan uap air<br />

terhadap rendemen minyak nilam dan<br />

kualitas minyak. Untuk T1 semua varitas<br />

dan asal nilam menunjukkan proses<br />

penyulingan yang optimum pada biaya<br />

produksi Rp 27.600 sampai dengan<br />

Rp 31.000 per kilogram minyak nilam.<br />

Umtuk T2 optimasi proses pengolahan<br />

minyak nilam untuk varitas <strong>Aceh</strong> terdapat<br />

pada kondisi tekan uap air 68 s.d 72<br />

ATM selama 4 jam 16 menit. Kondisi<br />

ini memerlukan biaya pengolahan Rp<br />

36.200 sampai dengan Rp 39.700 per<br />

kilogram. Variasi biaya ini tergantung<br />

pada kadar air bahan baku dan jumlah<br />

tenaga kerja yang digunakan dalam<br />

proses penyulingan.<br />

E. Kualitas Bahan Baku<br />

Kualitas bahan baku pada<br />

penelitian diklarisifikasikan berdasarkan<br />

varietas, kadar air, kadar air bahan baku<br />

dan diameter rajangan. Untuk variasi<br />

varitas dan kadar air menghasilkan kadar<br />

minyal dan kadar alkohol yang berbeda,<br />

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada<br />

Tabel 1.dibawah ini.<br />

Tabel 1. Tabel Kualitas Bahan Baku Daun Nilam dan Kinerja Minyak Pada Industri Minyak<br />

Nilam di 5 Kecamatan Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />

No Varietas<br />

Hasil daun nilam kering<br />

(t/ha)<br />

Kadar minyak<br />

(%)<br />

Kadar patcholi<br />

Alcohol (ml)<br />

Kadar air<br />

(%)<br />

1 <strong>Aceh</strong> 11,09 3,21 355,89 12<br />

2 Jawa 13,28 2.83 375,76 15<br />

3 Sabun 7,66 2,91 222,99 19<br />

Sumber: data primer (diolah), 2009<br />

13


Untuk mendapatkan bahan baku<br />

berkualitas, yang perlu diperhatikan<br />

oleh petani sebelum melakukan<br />

penyulingan yaitu jenis daun nilam<br />

yang akan disuling yaitu mempunyai<br />

kandungan minyak yang tinggi baik dari<br />

batang maupun daun. Berdasarkan tabel<br />

diatas dapat dilihat kadar minyak paling<br />

tinggi terdapat pada varietas nilam <strong>Aceh</strong><br />

dengan kadar minyak sebesar 3,21 %<br />

dan batas kekeringan daun nilam segar<br />

menjadi daun nilam kering antara (25 –<br />

30) % kadar air.<br />

Faktor utama yang menyebabkan<br />

adanya kandungan besi terlarut di<br />

dalam minyak nilam adalah penggunaan<br />

peralatan penyulingan yang masih<br />

konvensional, terutama ketel yang<br />

berasal dari drum bekas. Pada<br />

temperatur tinggi, besi dari drum berada<br />

dalam bentuk ion akan terikut dengan<br />

uap dan terakumulasi dalam minyak,<br />

sehingga minyak yang dihasilkan akan<br />

keruh dan berwarna gelap. Hal ini akan<br />

mengurangi kadar mutu minyak yang<br />

dihasilkan (Ellyta dan Mustanir, 2004).<br />

Pada penelitian ini, konstruksi alat<br />

suling yang digunakan yang bervariasi<br />

dengan mulai dari menggunakan drum<br />

bekas, plat besi yang di tempah khusus,<br />

dan plat stainless stell tanpa digalvanis<br />

terlebih dahulu. Setelah penggunaan yang<br />

lama, plat tersebut akan berkarat dan<br />

minyak yang dihasilkan akan berwarna<br />

gelap. Hal ini akan menurunkan harga jual<br />

petani kepada agen pengumpul. Untuk<br />

mengatasi hal tersebut, petani melakukan<br />

destilasi ulang untuk menghasilkan<br />

minyak yang berwarna jernih. Dengan<br />

demikian, biaya yang dikeluarkan pun<br />

akan bertambah dan hal ini tidaklah<br />

14<br />

Analisis Hubungan...<br />

efisien karena mengingat waktu yang<br />

terlalu lama dan upah tenaga kerja yang<br />

harus dibayarpun bertambah besar.<br />

Hal ini sebenarnya bisa dihindari<br />

apabila petani mau merubah sistem<br />

pengolahan minyak nilam yang tradisional<br />

ke modern dengan menggunakan alat<br />

suling dan ketel yang terbuat dari besi<br />

stainless steel yang digalvanis sehingga<br />

minyak yang dihasilkan akan berkualitas<br />

dan mempunyai harga jual yang tinggi.<br />

Berdasarkan pengamatan di<br />

lapangan, satu kali proses produksi dengan<br />

bahan baku ± 100 kg daun nilam kering,<br />

memerlukan tenaga kerja 3 orang, kayu<br />

bakar ± 2 m3. Lama penyulingan sekitar 4<br />

– 5 jam. Dari 100 kg daun nilam kering, kita<br />

akan memperoleh produk minyak nilam<br />

sebanyak 1,8 – 2,6 % dari berat daun nilam<br />

tersebut. Jadi, kalau besarnya rendemen<br />

2,5 %, maka akan didapatkan minyak<br />

nilam : 2,5 % x 100 kg = 2,5 kg.<br />

Dari 81 unit observasi pengolahan<br />

minyak nilam yang dibedakan menurut<br />

daerah asal; varitas dan tipe alat<br />

penyulingan maka terdapat variasi yang<br />

sangat nyata. Kinerja yang diukur dengan<br />

efesiensi biaya penyulingan tersebut<br />

memberikan gambaran optimasi pada<br />

masing-masing varian.<br />

Variasi yang signifikan antar<br />

variatas dan tipe produksi ini secara<br />

teknis dan ekonomis akan menentukan<br />

titik optimasi proses pengolahan minyak<br />

nilam. Kinerja pengolahan minyak<br />

nilam antara daerah asal (S1, S2, dan<br />

S3) sangat berbeda; demikian juga<br />

antar varitas (V1, V2, dan V3) dan juga<br />

berdasarkan tipe alat penyulingan (T1,<br />

T2, dan T3) seperti yang ditunjukkan<br />

pada Tabel 2. berikut ini.


Analisis Hubungan...<br />

Tabel 2. Sebaran Kinerja Penyulingan Minyak Nilam di Lima Kecamatan Sentra Produksi<br />

Berdasarkan Daerah, Varitas dan T1lat Penyulingan di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Kesesuaian Daerah<br />

S 1<br />

S 2<br />

S 3<br />

Dari table tersebut terlihat bahwa<br />

untuk varitas V1 kondisi optimum terdapat<br />

pada kluster S1 dengan curah hujan ratarata<br />

1.200 mm per tahun dengan suhu 29<br />

oC yang dikembangkan di dataran rendah<br />

dengan kemiringan 0 s/d 10 %.<br />

Hasil analisis menunjukkan bahwa<br />

fungsi yang menggambarkan kinerja<br />

penyulingan minyak nilam berdasarkan<br />

daerah produksi, varitas dan alat<br />

penyulingan adalah sebagai berikut:<br />

K = 28.000 D10,0704 D20,1471<br />

D30,1843 V10,0020 V20,0611 V30,1124<br />

T10,0022 T20,1108 T30,3821<br />

Pengujia secara serempak<br />

menunjukkan keberartian model yang<br />

diperoleh dengan R2= 0,81. Ini artinya<br />

bahwa kinerja penyulingan minyak nilam<br />

di daerah ini 81 persen ditentukan oleh<br />

kesesuaian agrokilmat + agroekologi;<br />

varitas nilam yang dikembangkan, dan tipe<br />

alat penyulingan yang digunakan. Dengan<br />

mengalikan PMi dengan biaya pada<br />

masing-masing varian di atas maka yang<br />

paling murah biaya produksi untuk daerah<br />

dengan klasifikasi S1 di D1 untuk varitas<br />

V 1 V 2 V 3<br />

T 1 T 2 T 3 T 1 T 2 T 3 T 1 T 2 T 3<br />

0.58 0.51 0.42 0.52 0.45 0.36 0.46 0.39 0.3<br />

0.51 0.44 0.47 0.45 0.38 0.41 0.39 0.32 0.35<br />

0.54 0.46 0.41 0.48 0.4 0.35 0.42 0.34 0.29<br />

0.49 0.43 0.4 0.46 0.4 0.37 0.38 0.32 0.3<br />

0.53 0.44 0.37 0.5 0.41 0.34 0.44 0.36 0.29<br />

0.51 0.5 0.41 0.48 0.47 0.38 0.4 0.39 0.3<br />

0.48 0.3 0.22 0.45 0.27 0.19 0.37 0.19 0.12<br />

0.42 0.29 0.28 0.39 0.26 0.25 0.33 0.21 0.2<br />

0.38 0.27 0.24 0.35 0.24 0.21 0.27 0.16 0.13<br />

nilam <strong>Aceh</strong> dengan menggunakan alat<br />

penyulingan modern T1. Dengan demikian<br />

bila ingin dicapai efesiensi pemanfaatan<br />

faktor produksi pada proses penyulingan<br />

nilam maka faktor-faktor di atas perlu<br />

diperhatikan.<br />

KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />

Dari hasil penelitian di atas dapat<br />

disimpulkan bahwa kualitas daun nilam<br />

ditentukan oleh daerah penanaman<br />

dan varitas yang digunakan. Selanjutnya<br />

rendemen dan kualitas minyak nilam<br />

ditentukan oleh kualitas bahan baku dan<br />

tipe alat penyulingan. Biaya investasi<br />

menentukan kinerja alat penyulingan<br />

dan keuntungan dari usaha tersebut.<br />

Daerah pengembangan minyak nilam<br />

pada katagori S1 akan lebih efesien bila<br />

dibandingkan dengan daerah dengan<br />

kesesuaian S2 dan S3. Varitas nilam yang<br />

sangat efesien dikembangkan di Kabupaten<br />

<strong>Aceh</strong> Barat adalah varitas <strong>Aceh</strong> dengan 12<br />

kultivar yang ada. Tipe alat penyulingan<br />

menentukan biaya investasi dan kinerja<br />

penyulingan. Semakin tinggi nilai investasi<br />

15


semakin baik mutu dan kapasitas alat<br />

sehingga nilai minyak nilam semakin<br />

tinggi. Pada gilirannya, semakin tinggi pula<br />

keuntungannya.<br />

Untuk meningkatkan produksi<br />

minyak nilam di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />

perlu ditata wilayah pengembangan dengan<br />

katagori sangat sesuai dan sesuai dengan<br />

menggunakan varitas asli <strong>Aceh</strong> dengan<br />

12 kultivar yang ada. Di samping itu perlu<br />

dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi<br />

alat penyulingan nilam di beberapa sentra<br />

produksi nilam Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

16<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Buckingham,J.,1982,”Dictionary of<br />

Organic Compounds”, 5thedition,<br />

Chapman and Hall, New York.<br />

Daniels,F. dan R.A. Alberty,1959,”Physical<br />

Chemistry”, John Wiley and Sons,<br />

Inc.,Amsterdam.<br />

Dummond,H.M.,1960, “Patcouli oil,<br />

Journal Perfumery and Essential Oil<br />

Record”, hal.484-493<br />

Ellyta S, 2002,”Kuantifikasi Penyulingan<br />

minyak Nilam dari daunnya untuk<br />

peningkatan teknik dan kapasitas<br />

produksi yang memenuhi minyak<br />

nilam bermutu”, Thesis Magister,<br />

ITB, Bandung.<br />

Ellyta S, 2004, “ Rancangan distribusi<br />

uap pada alat ketel suling untuk<br />

meningkatkan rendemennya; dalam<br />

kasus Minyak Nilam (Pogostemon<br />

Cablin Benth)”,<br />

Lapaoran Penelitian, LPPM, Universitas<br />

Bung Hatta, Padang<br />

Analisis Hubungan...<br />

Guenther,E,1985,“Minyak Atsiri,”jilid I<br />

(terjemahan) S. Kateren, Universitas<br />

Indonesia, Jakarta.<br />

Hobir,dkk., 1998, ”Prospek Pengembangan<br />

Nilam di Indonesia“, Seminar Club<br />

Indonesia, Jakarta.<br />

Irfan, 1989,”Pengaruh Lama<br />

Keringanginan dan Perbandingan<br />

Daun Nilam dengan Batang<br />

terhadap Rendemen dan Mutu<br />

Minyak Nilam’, Fateta, IPB, Bogor.<br />

Masada Y. ,1975, ”Analysis of Essential<br />

Oils by Gas Chromatography and<br />

Mass Spectrometry”, John Wiley<br />

and Sons Inc.,New York.<br />

Perman dan Mulyazmi,1999,”Pemurnian<br />

Minyak Nilam Mentah”, Skripsi,<br />

Universitas Bung Hatta, Padang.<br />

Rusli dan Hasanah,1977, ”Cara Penyulingan<br />

Daun Nilam Mempengaruhi<br />

Rendemen dan Mutu Minyaknya”,<br />

Pemberitaan LPTI (24):hal.1-9 LPTI<br />

Bogor<br />

Syaifuddin,1993, ”Pengaruh Jenis Wadah<br />

dan Lama Penyimpanan terhadap<br />

Mutu Minyak Nilam”, Fateta, IPB.<br />

Santoso, H.B.,1997, ”Bertanam Nilam<br />

bahan industri wewangian”,<br />

Penerbit kanisius.<br />

Standar Nasional Indonesia (SNI), 1991,<br />

”Minyak Nilam”, Dewan Standarisasi<br />

Nasional, Jakarta


Analisis Hubungan...<br />

Lampiran 1. Kinerja Penylingan Minyak Varitas <strong>Aceh</strong> Untuk Daerah Pengembangan dan Tipe<br />

Alat Suling di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Daerah<br />

Pengembangan<br />

S1<br />

V1<br />

T1 T2 T3<br />

Jumlah Rata-2<br />

0.58 0.51 0.42 1.51 0.50<br />

0.51 0.44 0.47 1.42 0.47<br />

0.54 0.46 0.41 1.41 0.47<br />

Jumlah 1.63 1.41 1.3 4.34<br />

Rata-2 0.54 0.47 0.43 0.48<br />

S2<br />

0.49 0.43 0.4 1.32 0.44<br />

0.53 0.44 0.37 1.34 0.45<br />

0.51 0.5 0.41 1.42 0.47<br />

Jumlah 1.53 1.37 1.18 4.08 0.45<br />

Rata-2 0.51 0.46 0.39 0.45<br />

S3<br />

0.48 0.3 0.22 1 0.33<br />

0.42 0.29 0.28 0.99 0.33<br />

0.38 0.27 0.24 0.89 0.30<br />

Jumlah 1.28 0.86 0.74 2.88 0.32<br />

Rata-2 0.43 0.29 0.25 0.32<br />

Total 4.44 3.64 3.22 11.3<br />

Rerata 0.49 0.40 0.36 0.42<br />

17


18<br />

Analisis Hubungan...<br />

Lampiran 2. Kinerja Penylingan Minyak Varitas Jawa Untuk Daerah Pengembangan dan Tipe<br />

Alat Suling di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Daerah<br />

Pengembangan<br />

S1<br />

V2<br />

T1 T2 T3<br />

Jumlah Rata-2<br />

0.52 0.45 0.36 1.33 0.44<br />

0.45 0.38 0.41 1.24 0.41<br />

0.48 0.4 0.35 1.23 0.41<br />

Jumlah 1.45 1.23 1.12 3.8<br />

Rata-2 0.48 0.41 0.37 0.42<br />

S2<br />

0.46 0.4 0.37 1.23 0.41<br />

0.5 0.41 0.34 1.25 0.42<br />

0.48 0.47 0.38 1.33 0.44<br />

Jumlah 1.44 1.28 1.09 3.81 0.42<br />

Rata-2 0.48 0.43 0.36 0.42<br />

0.45 0.27 0.19 -<br />

S3<br />

0.39 0.26 0.25 0.9 0.30<br />

0.35 0.24 0.21 0.8 0.27<br />

Jumlah 1.19 0.77 0.65 1.7 0.19<br />

Rata-2 0.40 0.26 0.22 0.19<br />

Total 4.08 3.28 2.86 9.31<br />

Rerata 0.45 0.36 0.32 0.34


Analisis Hubungan...<br />

Lampiran 3. Kinerja Penylingan Minyak Varitas Sabun Untuk Daerah Pengembangan dan<br />

Tipe Alat Suling di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Daerah<br />

S1<br />

T1<br />

V3<br />

T2 T3<br />

Jumlah Rata-2<br />

0.46 0.39 0.3 1.15 0.38<br />

0.39 0.32 0.35 1.06 0.35<br />

0.42 0.34 0.29 1.05 0.35<br />

Jumlah 1.27 1.05 0.94 3.26<br />

Rata-2 0.42 0.35 0.31 0.36 0.36<br />

S2<br />

0.38 0.32 0.3 1 0.33<br />

0.44 0.36 0.29 1.09 0.36<br />

0.4 0.39 0.3 1.09 0.36<br />

Jumlah 1.22 1.07 0.89 3.18 0.35<br />

Rata-2 0.41 0.36 0.30 0.35 0.35<br />

0.37 0.19 0.12 0.68 0.23<br />

S3<br />

0.33 0.21 0.2 0.74 0.25<br />

0.27 0.16 0.13 0.56 0.19<br />

Jumlah 0.97 0.56 0.45 1.98 0.22<br />

Rata-2 0.32 0.19 0.15 0.22 0.22<br />

Total 3.46 2.68 2.28 8.42<br />

Rerata 0.38 0.30 0.25 0.31 0.31<br />

19


Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan<br />

Pemanfaatan Rawa Lebak di Desa Pasak Piang Kecamatan<br />

Sungai Ambawang, Kabupaten<br />

Kubu Raya-Kalimantan Barat<br />

(Analysis of Sustainability Index and Status in the Utilization of Freshwater<br />

Swamp in Pasak Piang Village, Sub-District of Sungai Ambawang, Kubu Raya<br />

District - West Kalimantan Province)<br />

Rois 1 , Supiandi Sabiham 2 , Irsal Las 3 , dan Machfud 4<br />

ABSTRAK<br />

Rawa merupakan sebutan bagi semua daerah yang tergenang air, yang<br />

penggenangannya dapat bersifat musiman maupun permanen dan ditumbuhi<br />

oleh tumbuhan (vegetasi). Provinsi Kalimantan Barat, terdapat rawa lebak<br />

seluas 35.436 hektar yang tersebar di 11 kabupaten. Di Kabupaten Kubu<br />

Raya, terdapat rawa lebak yang terdistribusi di empat kecamatan yang salah<br />

satunya adalah Kecamatan Sungai Ambawang. Penelitian ini bertujuan untuk<br />

menganalisis keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak di Desa Pasak Piang,<br />

Kecamatan Sungai Ambawang yang didasarkan pada penilaian indeks dan status<br />

keberlanjutan dengan menggunakan metode Multidimensional Scaling (MDS)<br />

yang disebut dengan Rap-Lebak (Rapid Appraisal for Rawa Lebak). Data yang<br />

digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Hasil ordinasi Rap-Lebak<br />

menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan rawa lebak masing-masing<br />

dimensi bervariasi berkisar dari yang terendah 24.20 persen untuk dimensi<br />

ekonomi yang dikategorikan tidak berkelanjutan, diikuti dimensi teknologi 28.92<br />

persen, dimensi ekologi 45.36 persen, dan dimensi sosial budaya 48.30 persen<br />

yang ketiganya dikategorikan kurang berkelanjutan, serta dimensi kelembagaan<br />

dengan nilai indeks tertinggi, yaitu 51.41 persen atau dikategorikan cukup<br />

berkelanjutan. Sedangkan hasil analisis leverage dari 37 atribut yang dianalisis<br />

diperoleh 19 atribut sensitif yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan<br />

sistem pengelolaan rawa lebak.<br />

kata Kunci : indeks dan status keberlanjutan , rawa lebak<br />

1 Mahasiswa S3 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan – Sekolah Pasca Sarjana IPB.<br />

2 Staf Pengajar Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.<br />

3 Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor<br />

4 Staf Pengajar Dep. Teknologi Industri Pertanian IPB<br />

21


22<br />

AbstrAct<br />

Analisis Indeks...<br />

Swamp is a definition for all areas that is stagnated by water. It is classified as<br />

seasonal or permanent, and overgrown by vegetation. In West Kalimantan Province,<br />

there is a freshwater swamp area of 35,436 hectares spread over 11 districts.<br />

In Kubu Raya district, there is a freshwater swamp which is distributed in four<br />

districts, including Sungai Ambawang sub-District. This research aimed to analyze<br />

sustainable utilization of freshwater swamp in Pasak Piang, Sungai Ambawang<br />

sub-District that is based on an index assessment and the status of sustainability<br />

by using Multidimensional Scaling (MDS) it’s called Rap-Lebak (Rapid Appraisal for<br />

Rawa Lebak). The used data consists of both primary and secondary data. Rap-Lebak<br />

Ordination Results showed that the values of sustainability index on freshwater<br />

swamp of each dimension was on various range, from a low 24.20 percent for<br />

the economic dimension is not considered sustainable, followed by technological<br />

dimensions 28.92 percent, 45.36 percent of the ecological dimension, and sociocultural<br />

dimensions of 48.30 percent of all three categorized as less sustainable,<br />

and institutional dimension with the highest index value, which is 51.41 percent<br />

or categorized quite sustainable. While the results of analysis leverage of the 37<br />

attributes that were analyzed obtaining 19 attributes that influence the sensitive<br />

index of freshwater swamp on sustainable management system.<br />

key wards : sustainability index and status, freshwater swamp<br />

PENDAHULUAN<br />

Rawa merupakan sebutan bagi<br />

semua daerah yang tergenang air,<br />

yang penggenangannya dapat bersifat<br />

musiman maupun permanen dan<br />

ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi).<br />

Indonesia mempunyai lahan rawa<br />

sekitar 39 juta hektar yang terdiri dari<br />

lahan rawa pasang surut dan rawa lebak.<br />

Berdasarkan data dari Balittra tahun<br />

2005, terdapat areal rawa pasang surut<br />

seluas 24,2 juta hektar dan rawa lebak<br />

seluas 13,27 juta hektar, dan umumnya<br />

tersebar di Pulau Sumatera 5,70 juta<br />

hektar, Kalimantan 3,40 juta hektar, dan<br />

Irian Jaya 5,20 juta hektar.<br />

Provinsi Kalimantan Barat dengan<br />

luas total 14,64 juta hektar memiliki<br />

rawa lebak sekitar 35.436 hektar dan<br />

baru sekitar 9.796 hektar atau 27,6<br />

persen yang telah dimanfaatkan. Lahan<br />

ini tersebar di 11 kabupaten yang salah<br />

satunya adalah Kabupaten Kubu Raya.<br />

Di Kabupaten Kubu Raya, rawa lebak<br />

tersebar di empat Kecamatan yaitu<br />

Kecamatan Batu Ampar, Terentang,<br />

Sungai Raya dan Sungai Ambawang.<br />

Khusus untuk penelitian ini difokuskan di<br />

Kecamatan Sungai Ambawang, tepatnya<br />

desa Pasak Piang dengan luas rawa lebak<br />

yang ada mencapai 221 hektar (Dinas<br />

Pertanian Prov. Kalbar, 2008).<br />

Saat penelitian ini dilaksanakan,<br />

rawa lebak di lokasi penelitian<br />

dimanfaatkan berbagai macam tanaman<br />

mulai tanaman pangan (jagung, ubi kayu,


Analisis Indeks...<br />

ubi jalar, keladi/talas, dan utamanya padi),<br />

palawija dan sayuran (kacang tanah,<br />

kacang kedelai, kacang hijau, terung,<br />

bayam, kangkung, cabe), tahunan (karet,<br />

kopi, kakao, lada, kelapa, dan kelapa<br />

sawit), dan sebagian kecil dimanfaatkan<br />

untuk kolam dan usaha peternakan,<br />

dengan rata-rata kepemilikan lahan<br />

hanya berkisar 0.5 – 1.0 hektar per kepala<br />

keluarga. Usahatani dengan berbagai jenis<br />

tanaman yang tersebut di atas, umumnya<br />

dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi<br />

kebutuhan rumah tangga, kecuali untuk<br />

tanaman karet. Secara umum menurut<br />

Noor (2007), pemanfaatan lahan rawa<br />

lebak masih terbatas dan hanya bersifat<br />

untuk menopang kehidupan sehari-hari<br />

dan masih tertinggal jika dibandingkan<br />

dengan agroekosistem lain, seperti lahan<br />

kering atau lahan irigasi. Hal itu dapat<br />

dipahami, karena rawa lebak merupakan<br />

ekosistem yang lebih cepat rusak dan<br />

hilang jika dibandingkan dengan ekosistem<br />

lain, dan tidak hanya rentan terhadap<br />

perubahan langsung seperti konversi<br />

menjadi lahan pertanian atau pemukiman,<br />

tetapi juga rentan terhadap perubahan<br />

kualitas air sungai yang mengalirinya<br />

(Lewis et al., 2000). Selain itu, kendala non<br />

fisik, terutama masalah status kepemilikan<br />

lahan yang banyak dikuasai oleh kelompokkelompok<br />

tertentu yang berprofesi<br />

sebagai non petani (Arifin et al., 2006) dan<br />

ketidak-jelasan kepemilikan lahan (Irianto,<br />

2006). Dengan kondisi demikian, apabila<br />

ekosistem rawa lebak tidak dikelola dan<br />

diatur dalam pemanfaatannya, maka hal<br />

itu dapat menimbulkan konflik. Konflik<br />

menurut Kartodihardjo dan Jhamtani<br />

(2006) dapat terjadi apabila tidak adanya<br />

kesepakatan dalam menetapkan aturan<br />

main pengelolaan sumberdaya alam yang<br />

digunakan sebagai landasan. Muara dari<br />

keadaan di atas, pada gilirannya dapat<br />

mempercepat proses pengrusakan/<br />

degradasi.<br />

Agar supaya dalam pemanfaatan<br />

rawa lebak dapat berlangsung secara<br />

berkelanjutan, maka perlu diterapkan<br />

konsep pembangunan berkelanjutan atau<br />

sustainable development. Pembangunan<br />

berkelanjutan adalah pembangunan<br />

yang dapat memenuhi kebutuhan<br />

sekarang tanpa harus mengorbankan<br />

kemampuan generasi yang akan datang<br />

untuk memenuhi kebutuhannya sendiri<br />

(Brundland Report, 1987). Substansi dari<br />

konsep ini adalah tujuan sosial, ekonomi<br />

dan lingkungan dapat berjalan secara<br />

bersama-sama. Dalam penerapannya,<br />

tujuan pembangunan berkelanjutan tidak<br />

hanya terbatas pada tiga dimensi yaitu<br />

ekologi, ekonomi dan sosial, tetapi dapat<br />

berkembang sesuai dengan kebutuhan<br />

dan keragaman dari masing-masing<br />

wilayah atau daerah yang diteliti.<br />

Dalam penelitian ini, pendekatan<br />

yang digunakan untuk mengetahui<br />

keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />

menggunakan lima dimensi. Hal ini<br />

dengan mempertimbangkan berbagai<br />

aspek yang mempengaruhi proses<br />

pemanfaatan rawa lebak tersebut.<br />

Adapun kelima dimensi yang digunakan<br />

adalah dimensi ekologi, ekonomi, sosial<br />

budaya, teknologi dan kelembagaan.<br />

Penelitian ini bertujuan untuk<br />

[1] mengetahui keberlanjutan sistem<br />

pemanfaatan rawa lebak pada masingmasing<br />

dimensi yaitu ekologi, ekonomi,<br />

sosial budaya, teknologi dan kelembagaan,<br />

dan [2] mengetahui atribut-atribut yang<br />

23


sensitif berpengaruh terhadap sistem<br />

pemanfaatan rawa lebak.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian dilaksanakan di<br />

Desa Pasak Piang, Kecamatan Sungai<br />

Ambawang Kabupaten Kubu Raya,<br />

Kalimantan Barat yang dilaksanakan sejak<br />

bulan Februari sampai September 2010.<br />

Penentuan lokasi penelitian dilakukan<br />

secara purposive sampling, sedangkan<br />

penentuan responden dilakukan secara<br />

random sampling yaitu sebanyak 28<br />

responden.<br />

Data yang digunakan dalam<br />

penelitian ini adalah data primer dan<br />

data sekunder. Data primer diperoleh<br />

melalui wawancara, pengisian<br />

kuesioner, survey lapangan untuk<br />

mengetahui sistem usahatani di lokasi<br />

penelitian. Data sekunder diperoleh<br />

melalui penelusuran literatur hasil-hasil<br />

penelitian, studi pustaka, laporan dan<br />

24<br />

Analisis Indeks...<br />

dokumen dari berbagai instansi yang<br />

berhubungan dengan bidang penelitian.<br />

Metode analisis yang digunakan<br />

yaitu [1] teknik ordinasi Rap-Lebak<br />

melalui metode Multidimensional Scaling<br />

(MDS) untuk menilai indeks dan status<br />

keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak,<br />

[2] analisis leverage untuk mengetahui<br />

atribut-atribut sensitif yang berpengaruh<br />

terhadap indeks keberlanjutan dimasingmasing<br />

dimensi [3] analisis Monte Carlo<br />

digunakan untuk menduga pengaruh galat<br />

pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai<br />

indeks Monte Carlo dibandingkan dengan<br />

indeks MDS. Penentuan nilai Stress dan<br />

Koefesien determinasi (R 2 ) yang berfungsi<br />

untuk mengetahui perlu tidaknya<br />

penambahan atribut, dan mencerminkan<br />

keakuratan dimensi yang dikaji dengan<br />

keadaan yang sebenarnya. Bagan proses<br />

aplikasi Rap-Lebak yang dimodifikasi dari<br />

Alder et al (2000); Fauzi dan Anna (2005)<br />

dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.<br />

Gambar 1 Bagan proses aplikasi Rap-Lebak (dimodifikasi dari Alder et al (2000); Fauzi dan<br />

Anna (2005).<br />

Review atribut<br />

(berbagai kategori dan skoring kriteri)<br />

Analisis Leveage<br />

(analisis anomali)<br />

Mulai<br />

Penilaian skor setiap atribut<br />

Multidimensional Scaling<br />

(untuk masing-masing atribut)<br />

Analisis keberlanjutan<br />

(sustainability assessment)<br />

Identifikasi pemanfaatan rawa lebak<br />

(didasarkan kriteri yang konsisten)<br />

Analisis Monte Carlo<br />

(analisis keidakpastian)


Analisis Indeks...<br />

HASIL <strong>DAN</strong> PEMBAHASAN<br />

Untuk mengetahui indeks<br />

keberlanjutan serta atribut sensitif yang<br />

berpengaruh terhadap pemanfaatan<br />

rawa lebak dari masing-masing dimensi,<br />

dilakukan analisis Rap-Lebak dan analisis<br />

Leverage.<br />

A. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />

Ekologi<br />

Hasil analisis Gambar 2a menunjukkan<br />

bahwa indeks keberlanjutan<br />

pemanfaatan rawa lebak dimensi ekologi<br />

hanya mencapai nilai indeks 45.36 persen<br />

atau dengan kategori kurang berkelanjutan.<br />

Gambar 2 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekologi, [b] faktor sensitif<br />

yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi<br />

Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

60<br />

40<br />

20<br />

RAPLEBAK Ordination<br />

UP<br />

45.36<br />

0 BAD GOOD<br />

0 20 40 60 80 100 120<br />

-20<br />

-40<br />

-60<br />

DOWN<br />

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

a<br />

Hasil analisis leverage Gambar<br />

2b menunjukkan bahwa dari delapan<br />

atribut yang dianalisis terdapat empat<br />

atribut sensitif yang mempengaruhi<br />

keberlanjutan ekologi dalam pengelolaan<br />

rawa lebak, yaitu (1) kondisi bahan<br />

organik tanah, (2) produktivitas lahan, (3)<br />

periode tergenang, dan (4) penggunaan<br />

pupuk. Keempat atribut sensitif yang<br />

mempengaruhi keberlanjutan ekologi<br />

tersebut mempunyai keterkaitan yang<br />

sangat erat dalam mempengaruhi<br />

keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak.<br />

B. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />

Ekonomi<br />

Hasil analisis Gambar 3a menun-<br />

Attribute<br />

Ketersediaan sistem<br />

irigasi<br />

Periode kekeringan<br />

Periode tergenang<br />

Produktivitas lahan<br />

Kandungan bahan<br />

organik tanah<br />

Kelas kesesuaian<br />

lahan<br />

Penggunaan pupuk<br />

Persentase luas lahan<br />

Analisis Leverage Dimensi Ekologi Pasak Piang<br />

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />

Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />

b<br />

jukkan bahwa indeks keberlanjutan peman<br />

faatan rawa lebak dimensi ekonomi<br />

hanya mencapai nilai indeks 24.20 persen<br />

atau dengan kategori tidak berkelanjutan<br />

(buruk).<br />

Hasil analisis leverage Gambar<br />

3b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />

atribut yang dianalisis terdapat empat<br />

atribut sensitif yang mempengaruhi<br />

keberlanjutan ekonomi dalam<br />

pengelolaan rawa lebak, yaitu<br />

(1) harga produk usahatani, (2)<br />

ketersediaan sarana produksi, (3)<br />

keuntungan usahatani, dan (4) efesiensi<br />

ekonomi. Keempat atribut sensitif<br />

yang mempengaruhi keberlanjutan<br />

ekonomi tersebut juga mempunyai<br />

25


keterkaitan yang sangat erat antara<br />

satu atribut dengan atribut lainnya<br />

26<br />

Analisis Indeks...<br />

dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />

pemanfaatan rawa lebak.<br />

Gambar 3 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekonomi, [b] faktor<br />

sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi<br />

Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

60<br />

40<br />

20<br />

RAPLEBAK Ordination<br />

0<br />

GOOD<br />

0 20 40 60 80 100 120<br />

BAD<br />

-20<br />

-40<br />

-60<br />

24.20<br />

DOWN<br />

UP<br />

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

C. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />

Sosial Budaya<br />

Hasil analisis Gambar 4a<br />

menunjukkan bahwa indeks keber-<br />

Attribute<br />

Keuntungan usahatani<br />

Ketersediaan sarana<br />

produksi<br />

Harga produk usahatni<br />

Ketersediaan modal<br />

usahatani<br />

Pendapatan rata-rata<br />

petani<br />

Analisis Leverage Dimensi Ekonomi Pasak Piang<br />

Efesiensi ekonomi<br />

Produksi usahatani<br />

a b<br />

0 2 4 6 8 10 12 14 16<br />

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />

Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />

lanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />

dimensi sosial budaya hanya mencapai<br />

nilai indeks 48.30 persen atau dengan<br />

kategori kurang berkelanjutan.<br />

Gambar 4 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi sosial budaya, [b] faktor<br />

sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya<br />

Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

60<br />

40<br />

20<br />

RAPLEBAKOrdination<br />

0<br />

GOOD<br />

0 20 40 60 80 100 120<br />

BAD<br />

-20<br />

-40<br />

-60<br />

48.30<br />

DOWN<br />

UP<br />

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya Pasak Piang<br />

a b<br />

Hasil analisis leverage Gambar<br />

4b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />

Attribute<br />

Inensitas konflik<br />

Tingkat pendidikan<br />

formal petani<br />

Pola hub. Masyarakat<br />

dlm usaha pertanian<br />

Peran adat dalam<br />

kegiatan pertanian<br />

Rumah tangga petani<br />

yg pernah mengikuti<br />

penyuluhan pertanian<br />

Jumlah rumah tangga<br />

petani<br />

Status kepemilkan<br />

lahan<br />

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18<br />

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />

Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />

atribut yang dianalisis terdapat enam<br />

atribut sensitif yang mempengaruhi


Analisis Indeks...<br />

keberlanjutan sosial budaya dalam<br />

pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />

peran adat dalam kegiatan pertanian,<br />

(2) rumah tangga petani yang pernah<br />

mengikuti penyuluhan pertanian, (3)<br />

pola hubungan masyarakat dalam usaha<br />

pertanian, (4) jumlah rumah tangga<br />

petani, (5) tingkat pendidikan formal<br />

petani, dan (6) intensitas konflik. Keenam<br />

atribut sensitif yang mempengaruhi<br />

keberlanjutan sosial budaya tersebut<br />

mempunyai keterkaitan yang sangat<br />

erat antara satu atribut dengan<br />

atribut lainnya dalam mempengaruhi<br />

keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak.<br />

D. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />

Teknologi<br />

Hasil analisis Gambar 5a<br />

menunjukkan bahwa indeks<br />

keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />

dimensi teknologi hanya mencapai<br />

nilai indeks 28.92 persen atau dengan<br />

kategori kurang berkelanjutan.<br />

Gambar 5 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi teknogi, [b] faktor sensitif<br />

yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi<br />

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

60<br />

40<br />

20<br />

RAPLEBAK Ordination<br />

UP<br />

28.92<br />

0 BAD GOOD<br />

0 20 40 60 80 100 120<br />

-20<br />

-40<br />

-60<br />

DOWN<br />

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

Analisis Leverage Dimensi Teknologi Pasak Piang<br />

Jadual tanam<br />

Pola tanam<br />

Ketersediaan mesin pasca panen<br />

Ketersediaan mesin pompa air<br />

Jml alat pemberantasan jasad pengganggu<br />

Pengendalian gulma<br />

Pemupukan<br />

Pengolahan tanah<br />

a b<br />

Hasil analisis leverage Gambar<br />

5b menunjukkan bahwa dari delapan<br />

atribut yang dianalisis terdapat tiga<br />

atribut sensitif yang mempengaruhi<br />

keberlanjutan teknologi dalam<br />

pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />

jumlah alat pemberantasan jasad<br />

pengganggu, (2) ketersediaan mesin<br />

pompa air, dan (3) ketersediaan mesin<br />

pasca panen. Ketiga atribut sensitif<br />

yang mempengaruhi keberlanjutan<br />

teknologi tersebut merupakan atribut<br />

Attribute<br />

0 1 2 3 4 5 6 7 8<br />

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />

Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />

teknologi yang sangat berperan<br />

dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />

pemanfaatan rawa lebak.<br />

E. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi<br />

Kelembagaan<br />

Hasil analisis Gambar 6a<br />

menunjukkan bahwa indeks<br />

keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />

dimensi kelembagaan hanya mencapai<br />

nilai indeks 51.41 persen atau dengan<br />

kategori cukup berkelanjutan.<br />

27


28<br />

Analisis Indeks...<br />

Gambar 6 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi kelembagaan, [b] faktor<br />

sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan<br />

Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

60<br />

40<br />

20<br />

RAPLEBAK Ordination<br />

51.41<br />

0<br />

GOOD<br />

0<br />

BAD<br />

20 40 60 80 100 120<br />

-20<br />

-40<br />

-60<br />

DOWN<br />

UP<br />

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability<br />

Hasil analisis leverage Gambar<br />

6b menunjukkan bahwa dari tujuh<br />

atribut yang dianalisis terdapat dua<br />

atribut sensitif yang mempengaruhi<br />

keberlanjutan kelembagaan dalam<br />

pengelolaan rawa lebak, yaitu (1)<br />

ketersediaan lembaga keuangan mikro,<br />

dan (2) keberadaan lembaga sosial. Kedua<br />

atribut sensitif yang mempengaruhi<br />

keberlanjutan kelembagaan tersebut<br />

mempunyai keterkaitan yang kurang erat<br />

dalam mempengaruhi keberlanjutan<br />

pemanfaatan rawa lebak.<br />

Dari kelima dimensi yang dianalisis<br />

yang divisualisasikan dalam bentuk<br />

diagram layang (kite diagram) Gambar 7<br />

menunjukkan adanya keragaman antara<br />

satu dimensi dengan dimensi yang lain.<br />

Untuk dimensi kelembagaan yang diperoleh<br />

nilai indeks relatif terbesar yaitu 55.15<br />

persen atau kategori cukup berkelanjutan,<br />

jika dibandingkan dengan tiga dimensi<br />

(ekologi, sosial budaya, dan teknologi) yang<br />

berada pada kategori kurang berkelanjutan<br />

dan satu dimensi yaitu dimensi ekonomi<br />

Attribute<br />

Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan Pasak Piang<br />

Keberadaan balai<br />

penyuluh pertanian<br />

Kondisi prasarana<br />

jelan desa<br />

Petugas penyuluh<br />

lapangan<br />

Ketersediaan lembaga<br />

keuangan mikro<br />

Keberadaan lembaga<br />

sosial<br />

Intensitas pertemuan<br />

kelompok tani<br />

Keberadaan kelompok<br />

tani<br />

a b<br />

0 1 2 3 4 5 6 7 8<br />

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute<br />

Removed (on Sustainability scale 0 to 100)<br />

mempunyai nilai indeks terendah yaitu<br />

24.20 persen yang berada pada kategori<br />

tidak berkelanjutan (buruk).<br />

Gambar 7 Diagram layang analisis indeks<br />

dan status keberlanjutan rawa<br />

lebak di Pasak Piang<br />

Kelembagaa<br />

n<br />

Teknologi<br />

51.41<br />

28.92<br />

Ekologi<br />

100<br />

80<br />

45.36<br />

60<br />

40<br />

20 24.2<br />

0<br />

48.3<br />

Sosial<br />

Budaya<br />

Ekonomi<br />

Nilai indeks untuk dimensi ekologi,<br />

sosial budaya, dan teknologi yang<br />

masing-masing hanya mencapai 45.36<br />

persen, 48.30 persen, dan 28.92 persen<br />

pada kategori kurang berkelanjutan, yang<br />

apabila ingin ditingkatkan nilai indeksnya<br />

menjadi ‘cukup berkelanjutan atau di<br />

atas 50.00 persen, maka perlu mengelola<br />

atribut-atribut sensitif ketiga dimensi


Analisis Indeks...<br />

tersebut. Sedangkan untuk dimensi<br />

ekonomi yang nilai indeks keberlanjutan,<br />

berada pada kategori buruk (tidak<br />

berkelanjutan) sesuai dengan hasil analisis<br />

dimensi ekonomi pada Gambar 3a di atas.<br />

Hasil ini juga menunjukkan bahwa apabila<br />

ingin ditingkatkan status keberlanjutan<br />

dari kategori ‘buruk’ menjadi ‘cukup’<br />

berkelanjutan, maka perlu mengelola<br />

atribut-atribut sensitif yang berpengaruh<br />

terhadap keberlanjutan dimensi<br />

ekonomi, terutama mengelola harga<br />

produk usahatani, ketersediaan sarana<br />

produksi, keuntungan usahatani, dan<br />

efesiensi ekonomi.<br />

Berdasarkan tabel 1 nilai S-Stress<br />

yang dihasilkan, dimasing-masing dimensi,<br />

mempunyai nilai yang lebih kecil dari<br />

ketentuan (


KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />

A. Kesimpulan<br />

Nilai indeks keberlanjutan<br />

pemanfaatan rawa lebak untuk masingmasing<br />

dimensi sangat beragam berkisar<br />

antara 24.20 – 51.41 persen. Dimensi<br />

kelembagaan termasuk dalam kategori<br />

cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi<br />

ekologi, sosial budaya dan teknologi<br />

termasuk dalam kategori kurang<br />

berkelanjutan. Dan dimensi ekonomi<br />

termasuk dimensi yang mempunyai nilai<br />

indeks keberlanjutan yang paling rendah<br />

atau pada kategori tidak berkelanjutan<br />

(buruk).<br />

Atribut-atribut sensitif yang<br />

berpengaruh terhadap keberlanjutan<br />

sistem pemanfaatan rawa lebak<br />

sebanyak 19 atribut, dari dimensi<br />

ekologi empat atribut yaitu (1) kondisi<br />

bahan organik tanah, (2) produktivitas<br />

lahan, (3) periode tergenang, dan (4)<br />

penggunaan pupuk; dimensi ekonomi<br />

empat atribut, yaitu (1) harga produk<br />

usahatani, (2) ketersediaan sarana<br />

produksi, (3) keuntungan usahatani,<br />

dan (4) efesiensi ekonomi; dimensi<br />

sosial budaya enam atribut, yaitu (1)<br />

peran adat dalam kegiatan pertanian,<br />

(2) rumah tangga petani yang pernah<br />

mengikuti penyuluhan pertanian, (3)<br />

pola hubungan masyarakat dalam usaha<br />

pertanian, (4) jumlah rumah tangga<br />

petani, (5) tingkat pendidikan formal<br />

petani, dan (6) intensitas konflik; dimensi<br />

teknologi tiga atribut, yaitu (1) jumlah<br />

alat pemberantasan jasad pengganggu,<br />

(2) ketersediaan mesin pompa air, dan<br />

(3) ketersediaan mesin pasca panen; dan<br />

dimensi kelembagaan dua atribut, yaitu<br />

(1) ketersediaan lembaga keuangan<br />

30<br />

Analisis Indeks...<br />

mikro, dan (2) keberadaan lembaga<br />

sosial.<br />

B. Saran<br />

Analisis keberlanjutan ini<br />

menunjukkan kondisi saat ini (exesting<br />

condition), maka untuk memperbaiki<br />

keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak<br />

tersebut, perlu dilakukan perbaikan<br />

pengelolaannya dengan cara mengelola<br />

17 atribut sensitif yang terdistribusi<br />

pada dimensi ekologi, ekonomi, sosial<br />

budaya dan teknologi.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Alder J, TJ, Pitcher, D. Preikshot, K.<br />

Kaschner and B. Feriss. 2000. How<br />

good is good? A. Rapid Appraisal<br />

tecknique for evaluation of the<br />

sustainability status of fisheries<br />

of the north Atlantic. In Pauly<br />

and Pitcher (eds). Methods for<br />

evaluationg the impacts of fisheries<br />

on the north atlantic ecosystem.<br />

Fisheries Center Research Reports.<br />

Arifin M.Z., Anwar K., dan Simatupang<br />

R.S. 2006. Karakteristik dan<br />

Potensi Lahan Rawa Lebak untuk<br />

Pengembangan Pertanian di<br />

Kalimantan Selatan dalam Prosiding<br />

Seminar Nasional Pengelolaan<br />

Lahan Terpadu. Banjarbaru 28 – 29<br />

Juli 2006.<br />

Brundland Report, G.H., M. Khalid, S.<br />

Agneli, S.A. Al-athel, B. Chidzero,<br />

L.M. Fadika, V. Hauff, I. Lang, M.<br />

Shijun, M.M. de Botero, N. Singh,<br />

P.N. Neto, S. Okita, S.S. Ramphal,


Analisis Indeks...<br />

W.D. Ruckeshaus, M. Sahnoun,<br />

E. Salim, B. Shaib, V. Sokolov,<br />

J. Stanovnik, M. Strong [World<br />

Commission on Enveronment and<br />

Development]. 1987. Our common<br />

future. Oxford: Oxford University<br />

Press.<br />

Dinas Pertanian. 2008. Statistik<br />

pertanian Tanaman Pangan, Provinsi<br />

Kalimantan Barat.<br />

Fauzi A dan S. Anna. 2005. Pemodelan<br />

sumberdaya perikanan dan kelautan<br />

untuk analisis kebijakan. Gramedia<br />

Pustaka, Jakarta.<br />

Irianto G., 2006. Kebijakan dan<br />

Pengelolaan Air Dalam<br />

Pengembangan Lahan Rawa Lebak<br />

dalam Prosiding Seminar Nasional<br />

Pengelolaan Lahan Terpadu,<br />

Banjarbaru 28 – 29 Juli 2006.<br />

Kartodihardjo, H., dan Jhamtani H.<br />

[Editor]. 2006. Politik Lingkungan<br />

dan Kekuasaan di Indonesia.<br />

Jakarta: Equinox.<br />

Noor, M. 2007. Rawa Lebak:<br />

Ekologi, Pemanfaatan, dan<br />

Pengembangannya. Rajawali Pers,<br />

Jakarta.<br />

Sulistyarto, B. 2008. Pengelolaan<br />

Ekosistem Rawa Lebak untuk<br />

Mendukung Keanekaragaman Ikan<br />

dan Pendapatan Nelayan di Kota<br />

Palangkaraya. Disertasi Sekolah<br />

Pascasarjana Institut Pertanian<br />

Bogor, Bagor.<br />

Sudana, W., 2005. Potensi dan<br />

Prospek Lahan Rawa Sebagai<br />

Sumber Produksi Pertanian. Balai<br />

Pengkajian dan Pengambangan<br />

Teknologi Pertanian Bogor.Waluyo.<br />

2000. Pola Kondisi Air Rawa Lebak<br />

sebagai Penentu Masa dan Pola<br />

Tanam Padi dan Kedelai di Daerah<br />

Kayu Agung (OKI) Sumatera Selatan.<br />

Tesis Sekolah Pascasarjana Institut<br />

Pertanian Bogor, Bogor.<br />

31


Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada<br />

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam Rangka<br />

Meningkatkan Akuntabilitas dan<br />

Transparansi Keuangan <strong>Pemerintah</strong><br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />

(Effectivities Application Of KEPRES 80 for 2003 on Election<br />

Provider of Goods / Services in Order To Improve Financial Accountability and<br />

Transparency Government<br />

District of West <strong>Aceh</strong>)<br />

Oleh : Usman Bakar 1<br />

ABSTRAK<br />

Penelitian ini bertujuan menganalisis sistem dan praktik pengadaan barang/<br />

jasa pemerintah di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat. Pelaksanaan pengadaan barang/<br />

jasa pemerintah yang dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) ditemukan<br />

tidak efektif. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan survey deskriptif.<br />

Penelitian ini ditujukan untuk memecahkan masalah dan berusaha menuturkan,<br />

menganalisis, mengklasifikasi, memperbandingkan sehingga pada akhirnya dapat<br />

ditarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat deduktif.<br />

Respondennya adalah pejabat yang terlibat dalam proses pengadaan barang/<br />

jasa namun telah memiliki sertifikasi minimal L2. Pejabat tersebut terdiri dari panitia<br />

pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kuasa Pengguna Aanggaran<br />

(KPK). Jumlah responden adalan 25 orang yang telah memiliki sertifkasi dari<br />

Bappenas.<br />

Dalam penelitian sistem pengadaan ditemukan 71% pelaksanaannya sudah<br />

transparan dan 63% sudah akuntabel, namun untuk proses pelaksanaan ditemukan<br />

83% efisien, 57% efektif, 70% akuntabel, 88% transparan, 57% legal dan 89%<br />

keadilan. Hasil penelitian ini terbukti belum efektif dan masih banyak melanggar<br />

peraturan-peraturan. Penyebabnya ada beberapa faktor, antara lain terbatasnya<br />

jumlah sumberdaya yang memenuhi syarat, terlambatnya dilakukan proses tender<br />

karena keterlambatan penmgesahan APBD sehingga pekerjaan tertumpuk pada<br />

menjelang akhir tahun di mana dengan jumlah panitia sebanyak 5 orang menangani<br />

108 paket dalam waktu hanya lima bulan.<br />

Keywords : Efisiensi dan Efektifitas.<br />

1 USMAN BAKAR adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam- Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

33


LATAR BELAKANG<br />

PENELITIAN<br />

Penerapan GGG (Good<br />

Government Govenrnance) dalam<br />

manajemen pemerintahan Republik<br />

Indonesia menuntut semua <strong>Pemerintah</strong><br />

Daerah, baik tingkat provinsi maupun<br />

tingkat kabupaten, membenah diri secara<br />

terus-menerus dan konsekuen dalam<br />

berbagai bidang kegiatan. Salah satu<br />

kegiatan yang menjadi sorotan publik<br />

dewasa ini adalah kegiatan pengadaan<br />

barang/jasa. Pengadaan barang/jasa<br />

pemerintah merupakan suatu proses di<br />

mana barang/jasa tersebut diusulkan<br />

ke dalam DIPA hingga barang/jasa<br />

dimiliki/dipakai oleh pemerintah. Proses<br />

pengadaan terikat dengan undang-<br />

34<br />

AbstrAct<br />

Efektivitas Penerapan...<br />

This study aims to analyze the systems and practices of procurement of<br />

government in West <strong>Aceh</strong> district. Implementation of procurement undertaken by<br />

the Government Procurement Services Unit (ULP) was found to be ineffective. This<br />

research was conducted using a descriptive survey. This study aimed to solve the<br />

problem and tried to explained, analyze, classify, compare and ultimately can be<br />

drawn conclusions are deductive.<br />

Respondents are officials involved in the process of procurement of goods /<br />

services but have had minimal L2 certifications. Officers consist of the procurement<br />

committee, their Maker Commitment (KDP), and Power Users Aanggaran (KPK). The<br />

number of respondents is 25 people who already have certification from Bappenas.<br />

The research found 71% of the procurement system implementation was<br />

transparent and 63% are accountable, but to the process of implementation is found<br />

83% efficient, 57% effective, 70% accountable, transparent, 88%, 57% and 89% of<br />

legal justice. The results of this research has not proven effective and many violate<br />

the rules. The reason there are several factors, among others, the limited number<br />

of qualified resources, delays in tender process because of a delay penmgesahan<br />

budget so that the work piled up at the end of the year in which the number of<br />

committees to handle as many as 5 people or 108 packages in just five months.<br />

Keywords: Efficiency and Effectiveness.<br />

undang dan peraturan-peraturan yang<br />

salah satunya adalah Keppres No. 80<br />

tahun 2003 beserta perubahannya.<br />

Kepala daerah (Gubernur/Bupati)<br />

diamanatkan untuk menerapkan sistem<br />

pengadaan yang dapat mengeluarkan<br />

sebuah keluaran (output) yang efisien,<br />

efektif, transparansi, dan akuntabilitas<br />

kepada publik.<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat berada<br />

di jalur pesisir barat–selatan yang<br />

berjarak lebih kurang 350 km dari<br />

ibukota Provinsi <strong>Aceh</strong> telah melakukan<br />

praktik pengadaan sejak tahun 2006 dan<br />

sudah membentuk satu lembaga yang<br />

bernama ULP (Unit Layanan Pengadaan).<br />

Posisi ULP ini berada di bawah Setdakab<br />

sempat berjalan selama satu tahun


Efektivitas Penerapan...<br />

penuh, kemudian dileburkan lagi ke<br />

masing-masing SKPD karena alasan tidak<br />

efektif.<br />

LANDASAN TEORI<br />

A. Pengertian Sistem dan Pengadaan<br />

Barang /Jasa <strong>Pemerintah</strong><br />

Menurut Raymond McLeod (1998:<br />

13), Sistem adalah sekelompok elemanelemen<br />

yang terintegrasi dengan maksud<br />

yang sama untuk mencapai suatu<br />

tujuan. Selain itu, Stephen A. Moscove<br />

& Mark G. Simkim (Baridwan, 1996:4),<br />

mendefinisikan suatu sistem adalah<br />

suatu kesatuan yang terdiri dari interaksi<br />

subsistem yang berusaha untuk mencapai<br />

tujuan (goal) yang sama. Sementara<br />

Bodnar & Hopwood (1998:1) memberikan<br />

definisi sistem adalah sekumpulan<br />

sumberdaya yang berhubungan untuk<br />

mencapai tujuan tertentu. Romney<br />

memberikan pengertian sistem adalah<br />

sekumpulan dari dua atau lebih komponen<br />

yang saling berinteraksi untuk mencapai<br />

suatu tujuan.<br />

Keempat definisi di atas lebih<br />

menekankan pada hubungan antara<br />

beberapa: subsistem/komponen/elemen<br />

untuk mencapai sutau tujuan. Tetapi tidak<br />

menjelaskan hubungan yang bagaimana<br />

bentuknya. Hubungan bisa saja sangat<br />

erat seperti ayah dengan ibu rumah<br />

tangga dalam sebuah sistem keluarga<br />

dengan tujuan membina rumah tangga<br />

yang sakinah. Mereka telah membagi<br />

tugas dan tanggung jawab masing-masing<br />

secara khusus, namun tanggung jawab<br />

akhir secara bersama-sama. Akan tetapi<br />

jika hubungan tersebut tidak harmonis,<br />

maka tujuanpun tak mungkin tercapai.<br />

Harmonis maksudnya saling membahu<br />

antara elemen sistem A, B, C, dan<br />

seterusnya. Jika A melakukan kesalahan, B<br />

dan C ikut meluruskan/membenarkannya<br />

atau melakukan koreksi. Jika A dan C,<br />

bertengkar atau salah faham, maka B<br />

sebagai penengah dan mendamaikannya<br />

dengan musyawarah (meeting). Jadi,<br />

pengertian sistem itu harus lengkap dan<br />

sederhana agar tidak terjadi simpang siur<br />

atau mengaburkan arti bagi pembaca.<br />

Berdasarkan uraian tadi<br />

dapat disimpulkan bahwa sistem itu<br />

merupakan kumpulan beberapa elemen<br />

atau subsistem atau sumberdaya yang<br />

saling berhubungan (interaksi antara<br />

sub, elemen atau sumberdaya) dan<br />

bekerja sama secara harmonis dalam<br />

satu wadah untuk menggapai sutu<br />

tujuan akhir. Sistem dapat dibedakan<br />

antara sistem yang kecil dengan sistem<br />

yang besar. Sistem yang kecil disebut<br />

dengan subsistem dan induknya disebut<br />

super sistem atau sistem besar. Misalnya<br />

sistem Fakultas Ekonomi merupakan<br />

subsistem dari sistem UNSYIAH<br />

(Universitas Syiah Kuala). Selanjutnya,<br />

sistem UNSYIAH menjadi subsistem<br />

dari sistem DIKTI (Direktorat Jenderal<br />

Perguruan Tinggi), dan seterusnya.<br />

Menurut Susanto (2000; 25-29)<br />

ciri suatu sistem sebagai berikut:<br />

1. Suatu sistem mempunyai tujuan utama<br />

yang akan dicapai. Tanpa tujuan<br />

atau sasaran yang ditetapkan terlebih<br />

dahulu secara jelas, berarti sistem<br />

tersebut tidak bernama atau berbentuk.<br />

Sebab nama dan bentuk suatu<br />

sistem dirumuskan dalam tujuan.<br />

2. Semua sistem terdiri atas unsurunsur/elemen-elemen/subsistem<br />

dalam satu kesatuan. Unsur-unsur<br />

35


atau komponen-komponen sistem<br />

bisa berupa fisik dan nonfisik. Fisik<br />

maksudnya dapat dijangkau oleh<br />

semua panca indera manusia, sedangkan<br />

nonfisik sifatnya abstrak.<br />

3. Komponen-komponen/unsur-unsur/<br />

subsistem saling berhubungan atau<br />

terintegrasi antara komponen/unsur/<br />

sub tadi. Misalnya, subsistem persediaan<br />

berhubungan dengan subsistem<br />

pembelian, subsistem penjualan<br />

dalam perusahaan dagang.<br />

4. Suatu sistem dapat beroperasi jika<br />

ada lingkungan. Jika sistem itu tidak<br />

ada lingkungan maka sistem itu akan<br />

mati atau tidak berjalan. Contoh,<br />

sistem sebuah organisasi perusahaan<br />

beropreasi dalam lingkungan sistemsistem<br />

seperti: pelanggan, pemerintah,<br />

pemasok, serikat buruh, dan<br />

sebagainya.<br />

5. Karena sistem beroperasi dalam lingkungan<br />

tertentu, maka sistem itu<br />

juga mempunyai batas tertentu yang<br />

mampu dijangkaunya. Misalnya subsistem<br />

produksi dan sub-sistem pembelian.<br />

Sub-sistem pembelian merupakan<br />

lingkungan dari sub-sistem<br />

produksi maka harus ada penghubung<br />

antara subsistem. Subsistem<br />

produksi berakhir pada permintaan<br />

bahan untuk dibeli (gudang), sedangkan<br />

subsistem pembelian berawal<br />

dari adanya permintaan pembelian<br />

kemudian baru melakukan order<br />

pembelian, dan seterusnya.<br />

Berdasarkan Lampiran Ic<br />

Keputusan Presiden Republik Indonesia<br />

Nomor 80 Tahun 2003 tentang<br />

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa<br />

<strong>Pemerintah</strong> menetapkan bahwa sistem<br />

pengadaan barang/jasa <strong>Pemerintah</strong><br />

36<br />

Efektivitas Penerapan...<br />

sebagai terdiri dari:<br />

a. Metode pemilihan penyedia barang/jasa.<br />

b. Metode penyampaian dokumen<br />

penawaran,<br />

c. Metode evaluasi penawaran, dan<br />

d. Jenis kontrak yang tepat atau cocok<br />

dengan barang/jasa yang bersangkutan.<br />

Penjelasan masing-masing<br />

penetapan sistem pengadaan yang<br />

dilaksanakan penyedia barang/jasa<br />

tersebut di atas akan diuraikan sebagai<br />

berikut.<br />

1. Metode pemilihan penyedia barang/jasa<br />

Metode pemilihan penyedia<br />

barang/jasa pemborongan/jasa lainnya<br />

dapat terdiri dari :<br />

a. Pelelangan umum<br />

b. Pelengan terbatas<br />

c. Pemilihan langsung<br />

d. Penunjukan langsung<br />

Metode pemilihan penyedia<br />

barang/jasa konsultansi dapat terdiri<br />

dari :<br />

a. Seleksi umum<br />

b. Seleksi terbatas<br />

c. Seleksi langsung<br />

d. Penunjukan langsung<br />

2. Metode penyampaian dokumen<br />

penawaran<br />

Penyampaian dokumen<br />

penawaran dapat dilakukan dengan<br />

menggunakan 3 metode yaitu :<br />

a. Metode satu sampul<br />

b. Metode dua sampul<br />

c. Metode dua tahap<br />

3. Metode evaluasi penawaran<br />

Evaluasi penawaran untuk<br />

pengadaan barang/jasa pemborongan/


Efektivitas Penerapan...<br />

jasa lainnya dapat dilakukan dengan<br />

menggunakan metode :<br />

a. Sistem gugur<br />

b. Sistem nilai (merit point system)<br />

c. Sistem penilaian biaya selama umur<br />

ekonomis (economic life cycle cost)<br />

Sedngkan evaluasi penawaran<br />

untuk pengadaan jasa konsultansi<br />

dapat dilakukan dengan menggunakan<br />

metode:<br />

a. Metode evaluasi berdasarkan<br />

kualitas<br />

b. Metode evaluasi berdasarkan<br />

kualitas teknis dan biaya<br />

c. Metode evaluasi pagu anggaran<br />

d. Metode evaluasi biaya terendah<br />

e. Metode evaluasi penunjukan<br />

langsung<br />

B. Sertifikasi Keahlian<br />

Pentingnya masalah sertifikasi<br />

untuk aparatur negara yang terlibat<br />

dalam pengadaan barang dan jasa<br />

pemerintah telah diatur dalam beberapa<br />

peraturan yang antara lain:<br />

1. Pasal 1 angka 15 Kepres Nomor<br />

80 Tahun 2003<br />

”Sertifikat keahlian pengadaan<br />

barang/jasa pemerintah adalah tanda<br />

bukti pengakuan atas kompetensi dan<br />

kemampuan profesi di bidang pengadaan<br />

barang/jasa pemerintah yang diperoleh<br />

melalui ujian sertifikasi keahlian pengadaan<br />

barang/jasa nasional dan untuk memenuhi<br />

persyaratan seseorang menjadi Pejabat<br />

Pembuat Komitmen atau Panitia/Pejabat<br />

Pengadaan atau anggota Unit Layanan<br />

Pengadaan (Procurement Unit)”.<br />

2. Pasal II angka 1 Perpres Nomor 8<br />

Tahun 2006<br />

”Sebelum pelaksanaan sertifikasi<br />

keahlian pengadaan barang/jasa dapat<br />

dilakukan sesuai dengan Undang-<br />

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang<br />

ketenagakerjaan, maka pelaksanaan<br />

sertifikasi keahlian pengadaan barang/<br />

jasa dikoordinasikan oleh Menteri<br />

Negara Perencanaan Pembangunan<br />

Nasional/Kepala Bappenas”.<br />

3. Pasal II angka 4 Perpres Nomor 8<br />

Tahun 2006<br />

”Sertifikat keahlian pengadaan<br />

barang/jasa yang telah diterbitkan<br />

oleh Kementerian Negara Perencanaan<br />

Pembangunan Nasional/Bappenas sebelum<br />

berlakunya Peraturan Presiden ini,<br />

dinyatakan berlaku sebagai sertifikat<br />

keahlian pengadaan barang/jasa sebagaimana<br />

diatur dalam Keputusan<br />

Presiden Nomor 80 Tahun 2003<br />

sebagaimana telah beberapa kali diubah<br />

terakhir dengan Peraturan Presiden<br />

Nomor 70 Tahun 2005”.<br />

Memperhatikan ketentuan tentang<br />

sertifikasi tersebut dapat dianalisis.<br />

a. Bahwa sertifikasi keahlian pengadaan<br />

barang/jasa diperoleh melaui<br />

ujian sertifikasi;<br />

b. Bahwa selama ini sertifikasi keahlian<br />

pengadaan barang/jasa belum<br />

dilaksanakan sebagaimana amanat<br />

Undang-Undang Nomor 13 Tahun<br />

2003 tentang Ketenagakerjaan;<br />

c. Bahwa dalam rangka mereduksi<br />

amanat Undang-Undang, maka<br />

Menteri Negara Perencanaan Pembanguan<br />

Nasional/Ketua Bappenas<br />

mengkoordinasikan pelaksanaan<br />

sertifikasi pengadaan barang/jasa.<br />

d. Bahwa sertifikat keahlian pengadaan<br />

barang/jasa yang telah<br />

diterbitkan oleh Kementerian<br />

37


Negara Perencanaan Pembangunan<br />

Nasional/Bappenas sebelum<br />

berlakunya Peraturan Presiden<br />

Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 20<br />

Maret 2008 dinyatakan berlaku.<br />

Dengan interprestasi akontrario,<br />

mama sertifikat keahlian pengadaan<br />

barang/jasa yang diterbitkan oleh<br />

Kementerian Negara Perencanaan<br />

Pembangunan Nasional/Bappenas<br />

setelah berlakunya Peraturan<br />

Presiden Nomor 8 Tahun 2006<br />

tanggal 20 Maret 2008 dinyatakan<br />

tidak berlaku. Hal ini wajar karena<br />

setelah tanggal 20 Maret 2008<br />

Kementerian Negara Perencanaan<br />

Pembangunan Nasional/Bappenas<br />

hanya berwenang menkoor dinasikan<br />

sertifikasi keahlian pengadaan<br />

barang/jasa yang tidak sesuai<br />

(melanggar dan tidak taat) dengan<br />

Undang-Undang Nomor 13 Tahun<br />

2003 tentang Ketenagakerjaan.<br />

Khusus untuk aturan mengenai<br />

kepemilikan sertifikat pengadaan<br />

barang/jasa pemerintah, sesuai dengan<br />

Surat Edaran Menteri Negara PPN/Kepala<br />

Bappenas No. 0021/M.PPN/01/2008<br />

Tanggal 31 Januari 2008, maka sertifikat<br />

pelatihan/bimbingan teknis pengadaan<br />

barang dan jasa, untuk sementara,<br />

sampai tanggal 31 Desember 2008 dapat<br />

diberlakukan sebagai sertifikat keahlian<br />

pengadaan barang/jasa.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Data yang digunakan dalam<br />

penelitian ini adalah data primer, yaitu<br />

dengan cara membagikan langsung<br />

daftar pertanyaan (kuesioner) kepada<br />

setiap responden. Responden diarahkan<br />

38<br />

Efektivitas Penerapan...<br />

dan didampingi dalam menjawab<br />

pertanyaan-pertanyaan yang ada. Hal<br />

ini dimaksudkan untuk menghindari<br />

salah pemahaman atas pertanyaan yang<br />

telah disiapkan. Jawaban kuesioner<br />

akan dikumpulkan secara langsung<br />

oleh peneliti. Cara ini ditempuh dengan<br />

pertimbangan untuk menghindari hilang<br />

atau tidak kembalinya kuesioner.<br />

Pertanyaan atau pernyataan<br />

dalam kuesioner untuk masing-masing<br />

variabel dalam penelitian ini diukur<br />

dengan menggunakan skala nominal<br />

yaitu suatu skala yang digunakan untuk<br />

mengukur sikap, pendapat, persepsi<br />

seseorang atau sekelompok orang<br />

tentang fenomena sosial. Jawaban<br />

dari responden bersifat kualitatif<br />

dikuantitatifkan, di mana jawaban diberi<br />

tiga opsi pilihan, yaitu: 1 = ya, 2 = tidak,<br />

3 = komentar responden. Populasi<br />

adalah jumlah keseluruhan dari unit<br />

analisis adalah 25 orang pegawai yang<br />

sudah memiliki sertifikasi pengadaan di<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Untuk memperoleh informasi<br />

tentang pengadaan barang/jasa<br />

pemerintah di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat,<br />

maka dilakukan evaluasi secara terpadu<br />

terhadap komponen-komponen/<br />

unsur-unsur yang terlibat dalam<br />

proses pengadaan tersebut. Dengan<br />

pendekatan ini sasaran survei adalah<br />

tiga komponen utama yaitu: PA/KPA<br />

(Pengguna/Kuasa Pengguna Anggaran),<br />

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), dan<br />

Pejabat/Panitia Pengadaan dengan<br />

langkah-langkah sebagai berikut.<br />

1. Kunjungan lapangan untuk memperoleh<br />

gambaran permasalahan dan<br />

lokasi survei,


Efektivitas Penerapan...<br />

2. Menguji kuesioner dari ISP3 dengan<br />

mengedarkan kepada SKPD yang<br />

disampling hanya lima SKPD<br />

3. Menyiapkan kuesioner baru<br />

METODE PENGUMPULAN<br />

DATA<br />

Sumber data yang diperlukan<br />

dalam kegiatan ini diperoleh melalui<br />

survei lapangan (field survey). Data<br />

yang dikumpulkan melalui survei<br />

lapangan adalah data primer dan data<br />

sekunder. Data primer adalah data<br />

yang berasal dari objek yang dianalisis<br />

yaitu Pengguna/Kuasa Pengguna<br />

Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen<br />

(PPK), dan Panitia Lelang. Data itu akan<br />

dikumpulkan dengan menggunakan<br />

kuesioner dan mengunjungi secara<br />

langsung responden yang terpilih<br />

untuk diwawancarai. Data sekunder<br />

merupakan data anggaran dan<br />

dokumen lelang dari SKPD-SKPD di<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Data dari hasil pengumpulan di<br />

lapangan penelitian akan diolah dengan<br />

bantuan program MS Excell dengan<br />

langkah-langkah sebagai berikut :<br />

1. Editing, yaitu memeriksa setiap<br />

Tabel 1 Daftar Instrumen Kuesioner<br />

nomor pertanyaan dan mencek mana<br />

yang diisi dan tidak diisi.<br />

2. Coding, yaitu setelah diedit semua<br />

variabel dibuat coding data untuk<br />

diproses. Data yang sesuai dengan<br />

harapan diberikan kode dengan<br />

skor angka 1 (satu), sedangkan data<br />

yang tidak sesuai dengan harapan<br />

diperikan kode dengan angka 0 (nol).<br />

3. Tabulasi, yaitu data yang telah berika<br />

kode (dengan angka 1 atau 0) akan<br />

dimasukkan ke dalam tabel frekuensi<br />

dan tabel silang.<br />

A. Indikator dan Pengukuran<br />

Indikator-indikator kuesioner<br />

diukur dengan menggunakan prinsipprinsip<br />

pengadaan barang/jasa yang<br />

diatur dalam Keppres 80 tahun 2003.<br />

Adapun prinsip tersebut adalah:<br />

1. Transparansi<br />

2. Efisiensi<br />

3. Efektifitas<br />

4. Akuntabilitas<br />

5. Keadilan<br />

6. Legalitas<br />

Adapun indikator-indikator yang<br />

dijadikan instrumen adalah sebagai<br />

berikut:<br />

NO INDIKATOR TARGET KINERJA<br />

A Penetapan Sistem Pengadaan Barang /Jasa<br />

1 Tingkat kesesuaian penggunaan metode pemilihan Akuntabilitas<br />

2 Tingkat campurtangan PPK dalam menentukan metode pemilihan Transparansi Akuntabilitas<br />

3 Tingkat campur tangan PPK dalam penentuan metode evaluasi tenis Transparansi Akuntabilitas<br />

B Persiapan Pemilihan<br />

1 Mengumpulkan dan mempelajari dokumen dasar pelaksanaan<br />

pengadaan<br />

Transparansi, Legalitas<br />

2 Memecah paket besar menjadi kecil agar lebih efisien Transparansi, Keadilan<br />

39


40<br />

3 Nilai paket pekerjaan akan menjadi pertimbangan dalam<br />

menentukan kualifikasi perusahaan<br />

Efektivitas Penerapan...<br />

Keadilan, Legalitas<br />

4 Penyusunan spesifikasi barang/jasa mengarah pada satu merek Efektifitas, Keadilan<br />

5 Panitia pengadaan menyusun spesifikasi teknis pengadaan Legalitas, Akuntabilitas<br />

6 Panitia menyusun jadwal pelaksanaan pengadaan Efisiensi, Transparansi<br />

7 Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), panitia mengacu pada<br />

daftar harga standar yang dikeluarkan oleh Gubernur/Bupati<br />

8 Informasi harga dari calon rekanan menjadi acuan panitia<br />

pengadaan dalam menyusun HPS<br />

9 HPS yang disusun oleh panitia disahkan oleh Pejabat Pembuat<br />

Komitmen<br />

Efisiensi, Efektivitas<br />

Transparansi, Keadilan<br />

Akuntabilitas, Legalitas<br />

10 Rincian HPS diberitahukan kepada peserta tender Akuntabilitas<br />

11 Menentukan metode pengadaan mempertimbangkan kepentingan<br />

masyarakat dan jumlah penyedia barang/jasa yang ad<br />

C Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa<br />

Transparansi, Efektivitas<br />

1 Pemilihan terhadap penyedia barang/jasa, panitia mengumumkan<br />

paket pekerjaan yang akan dilelang<br />

Transparansi<br />

2 Dana untuk mengumumkan paket pelelangan tidak tersedia,<br />

apakah panitia meminta calon rekanan untuk menyediakan dananya<br />

Akuntabilitas, Legalitas<br />

3 Paket pekerjaan kecil pengumuman dilakukan di media cetak<br />

nasional<br />

Efisiensi<br />

4 Panitia menetapkan syarat untuk menjadi anggota asosiasi tertentu<br />

agar dapat mengikuti pelelangan<br />

Keadilan<br />

5 Kualifikasi perusahaan menjadi syarat untuk mengikuti pelelangan Transparan, Keadilan<br />

6 Peserta yang tidak megikuti penjelasan kantor (aanwidzing) akan<br />

didiskualifikasi dari pelelangan<br />

Keadilan<br />

7 Peserta yang tidak megikuti penjelasan kantor (aanwidzing) akan<br />

didiskualifikasi dari pelelangan<br />

Legalitas<br />

8 Panitia hanya menerima jika dokumen tersebut di antar sendiri oleh<br />

calon penyedia barang/jasa<br />

Transparansi<br />

9 Panitia akan menerima dokumen penawaran yang terlambat Transparansi, Legalitas<br />

10 Saat pembukaan dokumen penawaran hanya ada satu perwakilan<br />

perusahaan yang hadir, apakah acara pembukaan langsung<br />

dilaksanakan<br />

Akuntabilitas, Legalitas<br />

11 Kriteria evaluasi dokumen penawaran dijelaskan di dalam dokumen<br />

lelang<br />

Transparansi<br />

12 Menentukan metode evaluasi panitia meminta pertimbangan dari<br />

PPK<br />

Akuntabilitas<br />

13 Melakukan evaluasi dokumen penawaran, panitia mengalokasikan<br />

waktu yang cukup<br />

Transparansi<br />

14 Terdapat kesamaan dokumen penawaran diantara peserta<br />

pelelangan, apakah panitia langsung menggugurkan penawaran<br />

peserta tersebut<br />

Legalitas<br />

15 Klarifikasi dilakukan pada saat evaluasi dokumen penawaran Akuntabilitas, Efektivitas


Efektivitas Penerapan...<br />

16 Selama panitia melakukan evaluasi dokumen penawaran negosiasi<br />

dapat dilakukan oleh panitia dengan peserta tender atas<br />

persetujuan PPK<br />

Transparansi, Keadilan<br />

17 Panitia lebih suka jika yang memenangkan tender perusahaan yang<br />

berasal dari daerah<br />

Efisiensi, Keadilan<br />

18 Hasil evaluasi dokumen penawaran disampaikan pada peserta lelang Keadilan<br />

19 Dalam menentukan pemenang pelelangan, panitia lebih memilih<br />

pada rekanan yang menawar paling rendah<br />

20 Sanggahan dari peserta pelelangan, apakah panitia akan<br />

menghentikan proses lelang<br />

21 Panitia akan melakukan pelelangan ulang jika pelelangan gagal<br />

dilaksanakan<br />

22 Setelah proses pemilihan penyedia barang/jasa selesai, panitia<br />

membuat laporan proses pelelangan<br />

23 Dokumen-dokumen pemilihan penyedia barang/jasa<br />

didokumentasikan<br />

B. Kriteria Evaluasi<br />

Dalam melakukan evaluasi<br />

masing-masing indikator diberikan<br />

Tabel 2 Kriteria Evaluasi<br />

Efisiensi<br />

Efektivitas<br />

Akuntabilitas<br />

Akuntabilitas, Legalitas<br />

Akuntabilitas, Legalitas<br />

Akuntabilitas<br />

bobot nilai dengan empat tingkatan<br />

sebagaimana yang ditunjukkan dalam<br />

matrik berikut:<br />

No Prinsip Pengadaan<br />

Bobot Nilai dari Jawaban Responden<br />

0% - 59% 60% - 69% 70% - 79% 80% - 100%<br />

1 Transparansi Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />

2 Efisiensi Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />

3 Efektifitas Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />

4 Akuntabilitas Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />

5 Keadilan Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />

6 Legalitas Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik<br />

HASIL PENELITIAN<br />

A. Identifikasi Responden<br />

Sasaran survei dalam rangka<br />

menilai penerapan sistem pengadaan<br />

barang/jasa pemerintah Kabupaten<br />

<strong>Aceh</strong> Barat dilakukan pada pejabat<br />

yang terlibat langsung dalam proses<br />

pengadaan barang/jasa dan telah<br />

memperoleh sertifikasi yaitu: Pengguna<br />

Barang/Jasa (Kuasa Pengguna Anggaran),<br />

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), dan<br />

Pejabat/Panitia Pengadaan.<br />

Keharusan untuk memiliki<br />

sertifikat bagi Pengguna Anggaran,<br />

Pejabat Pembuat Komitmen, Pemimpin<br />

Proyek, Pemimpin Bagian Proyek,<br />

dan Panitia/Pejabat Pengadaan<br />

menyebabkan kekurangan sumber<br />

daya manusia untuk pengadaan barang<br />

dan jasa untuk Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat.<br />

Jumlah sumberdaya manusia yang telah<br />

mengikuti pelatihan dan ujian sertifikasi<br />

di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat sebanyak 68<br />

orang dan hanya 25 orang yang telah<br />

tersertifikasi dengan rincian satu orang<br />

dengan pringkat L5, dua orang dengan<br />

41


peringkat L4 dan 22 orang dengan<br />

peringkat L2. Peringkat L2 akan mati<br />

pada akhir tahun 2008, untuk syarat<br />

perpanjangan sertifikasi diharuskan<br />

mengikuti ujian kembali, sedangkan<br />

untuk peringkat L4 dan L5 tidak perlu<br />

42<br />

Efektivitas Penerapan...<br />

lagi mengikuti ujian sertifikasi. Dari 25<br />

orang tersebut hanya 5 orang yang dapat<br />

ditetapkan sebagai panitia, sedang jumlah<br />

paket dalam tahun tersebut mencapai<br />

108 paket sebagaimana ditunjukkan pada<br />

Tabel 3 dan 4<br />

Tabel 3. Identifikasi Responden Berdasarkan Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa Dari<br />

BAPPENAS di <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />

No. SKPD<br />

Jenjang SertifikasI<br />

L2 L4 L5<br />

1. Dinas Praswil 6 1 1 8<br />

2. Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air 3 0 0 3<br />

3. KPPKP 1 0 0 1<br />

4. Bappeda 3 0 0 3<br />

5. Setdakab 3 1 0 4<br />

6. Dinas Kesehatan 1 0 0 1<br />

7. Dinas Pertanian dan Peternakan 1 0 0 1<br />

8. Kantor Camat Johan Pahlawan 1 0 0 1<br />

9. BP RSUD CND 2 0 0 2<br />

10. Kantor Penyuluhan dan Ketahanan Pangan 1 0 0 1<br />

Jumlah 22 2 1 25<br />

Tabel 4. Jumlah Paket Berdasarkan Lama Pelaksanaan Pemilihan Unit Layanan Pengadaan<br />

<strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat<br />

Tahap<br />

Tanggal<br />

Pengumuman<br />

Lama Pelaksanaan<br />

Jumlah<br />

Hari Non-<br />

Kecil<br />

Jumlah Paket<br />

Kecil PL Total<br />

I<br />

24-Jul-06<br />

30-Jul-06<br />

25 Juli - 24 Agustus 2006<br />

31 Juli - 14 Agustus 2006<br />

28<br />

13 1<br />

24 24<br />

1<br />

II 03-Agust-06 04 - 30 Agustus 2006 24 1 12 13<br />

III 22-Agust-06 22 Agust - 08 Sept 2006 16 9 21 30<br />

IV 04-Sep-06 05 - 15 September 2006 11 2 36 2 40<br />

Jumlah<br />

4 81 23 108<br />

B. Sistem Pengadaan Barang/Jasa<br />

Penetapan sistem pengadaan<br />

di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat rata-rata<br />

61% tidak efisien karena semua paket<br />

menggunakan sistem pelelangan umum<br />

termasuk paket yang nilainya dibawah<br />

Rp 100 juta. Selain itu, masih terdapat<br />

Total<br />

42% PPK yang tidak menerapkan prinsip<br />

akuntabilitas dalam penentuan metode<br />

pemilihan dan metode evaluasi teknis.<br />

Yang berhak menentukan metode<br />

evaluasi adalah panitia pengadaan<br />

bukan PPK atau Pengguna/Kuasa<br />

Pengguna Anggaran.


Efektivitas Penerapan...<br />

Tabel 5. Pendapat Responden terhadap Penetapan<br />

Sistem Pengadaan Barang/<br />

Jasa <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten <strong>Aceh</strong><br />

Barat<br />

No Prinsip Pengadaan<br />

Rata-rata<br />

ya Tidak<br />

1 Transparansi 71% 29%<br />

2 Efisiensi 39% 61%<br />

2 Akuntabilitas 58% 42%<br />

A. Proses Pemilihan Penyedia Barang/<br />

Jasa<br />

1. Analisis Kegiatan Persiapan<br />

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa.<br />

Persiapan pemilihan penyedia<br />

yang dilakukan oleh panitia pengadaan di<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat sekitar 50% belum<br />

dapat dipertanggungjawabkan, atau<br />

tidak akuntabel dan masih ada unsur<br />

ketidakadilan (diskriminasi) sebesar<br />

11%. Contohnya dalam menyusun<br />

spesifikasi barang/jasa diarahkan<br />

pada satu merek tertentu atau dalam<br />

menyusun HPS (Harga Perkiraan<br />

Sendiri) bukan berdasarkan standar<br />

harga dari Guburnur, tetapi datanya<br />

diambil dari salah satu rekanan.<br />

Tabel 6. Pendapat Responden terhadap<br />

Persiapan Pemilihan Penyedia<br />

Barang/Jasa <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten<br />

<strong>Aceh</strong> Barat<br />

No Prinsip Pengadaan<br />

Jawaban<br />

ya tidak<br />

1 Transparansi 81% 19%<br />

2 Efisiensi 100% 0%<br />

3 Efektifitas 78% 22%<br />

4 Akuntabilitas 50% 50%<br />

5 Keadilan 89% 11%<br />

6 Legalitas 77% 23%<br />

Berdasarkan hasil survei<br />

menunjukkan masih terdapat 27%<br />

panitia pengadaan melakukan tindakan<br />

melanggar hukum (legal) misal panitia<br />

menyusun spesifikasi barang/jasa atau<br />

panitia tidak mempelajarinya dokumen<br />

anggaran dari Pengguna/Kuasa<br />

Pengguna Angaran. Jika dinilai dari<br />

segi efisiensi dan efektivitas persiapan<br />

pemilihan telah dicapai 100% efisien,<br />

tetapi masih mengabaikan efektivitas, di<br />

mana sebesar 22% dinyatakan persiapan<br />

pemilihan tidak efektif.<br />

2. Analisis Pelaksanaan Pemilihan<br />

Penyedia Barang/Jasa.<br />

Pelaksanaan pemilihan penyedia<br />

barang/jasa di Kabupaten <strong>Aceh</strong><br />

Barat masih kurang efektif karena<br />

masih banyak memilih penyedia yang<br />

memasukkan penawaran terendah, dan<br />

juga kurang akuntabel, misalnya dalam<br />

menyusun metode evaluasi masih<br />

meminta pertimbangan PPK. Selain<br />

itu, masih terdapat unsur diskriminatif<br />

terutama pada sikap panitia yang<br />

lebih senang untuk memenangkan<br />

perusahaan lokal (daerah). Kondisi ini<br />

dibuktikan dengan jawaban responden<br />

seperti dalam Tabel 5. Di mana 43%<br />

pendapat responden menyatakan<br />

belum efektif, 30% menyatakan tidak<br />

akuntabel, dan 13% pelaksanaan masih<br />

diskriminatif.<br />

Tabel 7. Pendapat Responden Terhadap<br />

Pelaksanaan Pemilihan Penyedia<br />

Barang/Jasa <strong>Pemerintah</strong> Kabupaten<br />

<strong>Aceh</strong> Barat<br />

No Prinsip Pengadaan<br />

Jawaban<br />

ya tidak<br />

1 Transparansi 88% 13%<br />

2 Efisiensi 83% 17%<br />

3 Efektifitas 57% 43%<br />

4 Akuntabilitas 70% 30%<br />

5 Keadilan 87% 13%<br />

6 Legalitas 66% 34%<br />

43


KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />

Tabel 8. Kesimpulan dan Saran<br />

NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />

44<br />

A Sistem Pengadaan Barang dan Jasa<br />

1 Transparansi dicapai 71%<br />

- Rata-rata 25% masih terdapat campur<br />

tangan KPA/PPK dalam menentukan<br />

metode pemilihan<br />

- Rata-rata 32% masih terdapat campur<br />

tangan KPA/PPK dalam menentukan<br />

metode evaluasi teknis<br />

2 Akuntabilitas dicapai 63%<br />

- Rata-rata 46% penetapan metode<br />

pemilihan belum sesuai dengan besarnya<br />

paket<br />

- Rata-rata 25% masih terdapat campur<br />

tangan PKA/PPK dalam menentukan<br />

metode pemilihan<br />

- Rata-rata 32% masih terdapat campur<br />

tangan PKA/PPK dalam menentukan<br />

metode evaluasi teknis<br />

B Persiapan Pemilihan<br />

1 Transparansi dicapai 81%<br />

- Rata-rata 20% masih memecahkan paket<br />

besar menjadi kecil agar tidak dilelang<br />

- Rata-rata 13% Informasi harga dari calon<br />

rekanan menjadi acuan panitia pengadaan<br />

dalam menyusun HPS<br />

- Rata-rata 53% dalam menentukan metode<br />

pengadaan tidak mempertimbangkan<br />

kepentingan masyarakat dan jumlah<br />

penyedia barang/jasa yang ada<br />

2 Akuntanbilitas dicapai 50%<br />

- Rata-rata 80% Panitia pengadaan<br />

menyusun spesifikasi teknis pengadaan<br />

- Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh<br />

panitia belum meminta pengesahan dari<br />

Pejabat Pembuat Komitmen<br />

3 Efisiensi dicapai 100%<br />

- Rata-rata 100% Panitia menyusun jadwal<br />

pelaksanaan pengadaan<br />

- Rata-rata 100% Menyusun Harga Perkiraan<br />

Sendiri (HPS), panitia mengacu pada<br />

daftar harga standar yang dikeluarkan oleh<br />

Gubernur/Bupati<br />

Efektivitas Penerapan...<br />

29% SKPD perlu meningkatkan transparansi<br />

dalam penetapan sistem penilaian a.l:<br />

- Metode pemilihan penyedia barang/jasa<br />

ditentukan oleh panitia sendiri<br />

- Metode evaluasi teknis ditentukan oleh<br />

panitia<br />

37% SKPD perlu meningkatkan akuntabilitas<br />

dalam penetapan sistem penilaian a.l:<br />

- Metode pemilihan penyedia barang/jasa<br />

ditentukan oleh panitia sendiri<br />

- Metode evaluasi teknis ditentukan oleh<br />

panitia<br />

19% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan transparansi dalam penetapan<br />

sistem penilaian a.l:<br />

1. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket<br />

kecil dengan tujuan tidak dilelang.<br />

2. Informasi dari rekanan tidak dapat dijadikan<br />

acuan dalam penyusunan HPS<br />

50% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan akuntabilitas a.l:<br />

1. PPK menyusun sendiri spesifikasi barang/<br />

jasa yang dibutuhkan.<br />

2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang<br />

disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/<br />

Jasa harus disahkan oleh PPK<br />

Perlu dipertahankan


Efektivitas Penerapan...<br />

NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />

4 Efektivitas dicapai 78%<br />

- Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi<br />

barang/jasa mengarah pada satu merek<br />

- Rata-rata 53% dalam menentukan metode<br />

pemilhan pemilihan penyedia barang/jasa<br />

tidak mempertimbangkan kepentingan<br />

masyarakat dan jumlah penyedia barang/<br />

jasa yang ada.<br />

5 Keadilan dicapai 89%<br />

- Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi<br />

barang/jasa mengarah pada satu merek<br />

- Rata-rata 13% Informasi harga dari calon<br />

rekanan menjadi acuan panitia pengadaan<br />

dalam menyusun HPS.<br />

6 Legalitas dicapai 77%<br />

- Rata-rata 20% masih memecahkan paket<br />

besar menjadi kecil agar tidak ditender<br />

- Rata-rata 80% Panitia pengadaan<br />

menyusun spesifikasi teknis pengadaan.<br />

- Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh<br />

panitia belum meminta pengesahan dari<br />

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)<br />

C Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa<br />

1 Transparansi dicapai 88%<br />

- Rata-rata 13% Panitia hanya menerima<br />

dokumen jika dokumen tersebut di antar<br />

sendiri oleh calon penyedia barang/jasa<br />

- Rata-rata 20% Panitia masih menerima<br />

dokumen penawaran yang terlambat<br />

- Rata-rata 20% Kriteria evaluasi dokumen<br />

penawaran dijelaskan di dalam dokumen<br />

lelang<br />

- Rata-rata 13% Selama panitia melakukan<br />

evaluasi dokumen penawaran negosiasi<br />

dapat dilakukan oleh panitia dengan<br />

peserta tender atas persetujuan PPK<br />

- Rata-rata 27% Hasil evaluasi dokumen<br />

penawaran belum disampaikan pada<br />

peserta lelang<br />

22% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan efektivitas a.l:<br />

1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />

boleh mengacu pada satu merek tertentu.<br />

2. Penentuan metode pemilihan penyedia<br />

barang/jasa perlu mempertimbangkan<br />

kepentingan masyarakat dan penyedia<br />

barang/jasa.<br />

11% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan prinsip keadilan a.l:<br />

1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />

boleh mengacu pada satu merek tertentu.<br />

2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang<br />

disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/<br />

Jasa harus disahkan oleh PPK<br />

33% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan prinsip legalitas a.l:<br />

1. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket<br />

kecil dengan tujuan tidak dilelang.<br />

2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang<br />

disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/<br />

Jasa harus disahkan oleh PPK<br />

3. Penyusunan HPS oleh Panitia harus meminta<br />

pengesahan dari PPK<br />

12% Panitia Pengadaan Barang/Jasa<br />

perlu meningkatkan transparansi dalam<br />

pelaksanaan pemilihan a.l:<br />

1. Dokumen penawaran tidak harus diantar<br />

sendiri oleh calon penyedia barang/jasa.<br />

2. Panitia tidak dibenarkan untuk menerima<br />

dokumen penawaran yang terlambat<br />

setelah jadual penutupan pemasukan<br />

penawaran.<br />

3. Panitia tidak boleh melakukan negosiasi<br />

dengan peserta tender selama proses<br />

evaluasi penawaran dilakukan.<br />

4. Kriteria evaluasi dokumen penawaran harus<br />

dijelaskan dalam dokumen penawaran.<br />

5. Hasil evaluasi dokumen penawaran disampaikan<br />

kepada peserta lelang.<br />

45


NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />

46<br />

2 Akuntanbilitas dicapai 70%<br />

- Rata-rata 27% Saat pembukaan dokumen<br />

penawaran hanya ada satu perwakilan<br />

perusahaan yang hadir, apakah acara<br />

pembukaan langsung dilaksanakan.<br />

- Rata-rata 67% Klarifikasi tidak dilakukan<br />

pada saat evaluasi dokumen penawaran<br />

- Rata-rata 100% Panitia akan melakukan<br />

pelelangan ulang jika pelelangan gagal<br />

dilaksanakan<br />

- Panitia pengadaan menyusun spesifikasi<br />

teknis pengadaan<br />

- Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh<br />

panitia belum meminta pengesahan dari<br />

Pejabat Pembuat Komitmen<br />

3 Efisiensi dicapai 83%<br />

- Rata-rata 13% Paket pekerjaan kecil<br />

pengumuman dilakukan di media cetak<br />

nasional.<br />

- Rata-rata 20% Dalam menentukan<br />

pemenang pelelangan, panitia belum<br />

memilih pada rekanan yang menawar<br />

paling rendah.<br />

4 Efektivitas dicapai 57%<br />

- Rata-rata 67% Klarifikasi tidak dilakukan<br />

pada saat evaluasi dokumen penawaran<br />

- Rata-rata 20% Dalam menentukan<br />

pemenang pelelangan, panitia lebih<br />

memilih pada rekanan yang menawar<br />

paling rendah.<br />

5 Keadilan dicapai 81%<br />

- Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi<br />

barang/jasa mengarah pada satu merek<br />

- Rata-rata 33% Panitia lebih suka jika yang<br />

memenangkan tender perusahaan yang<br />

berasal dari daerah<br />

Efektivitas Penerapan...<br />

30% Panitia Pengadaan Barang/Jasa<br />

perlu meningkatkan akuntabilitas dalam<br />

pelaksanaan pemilihan a.l:<br />

1. Pembukaan dokumen lelang harus dihadiri<br />

minimal 2 wakil dari peserta lelang.<br />

2. Klarifikasi terhadap dokumen penawaran<br />

perlu dilakukan pada saat evaluasi.<br />

3. Pelelangan ulang dapat dilakukan atas<br />

permintaan PPK.<br />

17% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan<br />

pemilihan a.l:<br />

1. Pengumuman untuk paket pekerjaan kecil<br />

cukup dilakukan di media lokal (provinsi).<br />

2. Dalam menentukan pemenang pelelangan<br />

tidak hanya ditentukan dari harga penawaran<br />

yang terendah saja, tetapi perlu juga<br />

dilihat pada kualitas teknis yang diajukan.<br />

43% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan<br />

pemilihan a.l:<br />

1. Klarifikasi terhadap dokumen penawaran<br />

perlu dilakukan pada saat evaluasi.<br />

2. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />

boleh mengacu pada satu merek tertentu.<br />

3. Dalam menentukan pemenang pelelangan<br />

tidak hanya ditentukan dari harga penawaran<br />

yang terendah saja, tetapi perlu juga<br />

dilihat pada kualitas teknis yang diajukan.<br />

19% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan prinsip keadilan dalam<br />

pelaksanaan pemilihan a.l:<br />

1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak<br />

boleh mengacu pada satu merek tertentu.


Efektivitas Penerapan...<br />

NO KESIMPULAN REKOMENDASI<br />

6 Legalitas dicapai 66%<br />

- Rata-rata 13% Peserta yang tidak megikuti<br />

penjelasan kantor (aanwidzing) akan<br />

didiskualifikasi dari pelelangan<br />

- Rata-rata 20% masih memecahkan paket<br />

besar menjadi kecil agar tidak ditender<br />

- Rata-rata 20% Panitia masih menerima<br />

dokumen penawaran yang terlambat<br />

- Rata-rata 27% Saat pembukaan dokumen<br />

penawaran langsung dilakukan, meskipun<br />

pada saat pembukaan dokumen tersebut<br />

hanya ada satu perwakilan perusahaan<br />

yang hadir.<br />

- Rata-rata 47% dalam menentukan metode<br />

evaluasi, panitia meminta pertimbangan<br />

dari PPK<br />

- Rata-rata 60% Terdapat kesamaan dokumen<br />

penawaran diantara peserta pelelangan,<br />

panitia tidak langsung menggugurkan<br />

penawaran peserta tersebut<br />

- Rata-rata 100% Panitia akan melakukan<br />

pelelangan ulang jika pelelangan gagal<br />

dilaksanakan tanpa permintaan PPK.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Azhar Susanto. 2004, Sistem<br />

Informasi Akuntansi: Konsep dan<br />

Pengembangan Berbasis Komputer,<br />

Edisis Pertama, Bandung; Lingga<br />

Jaya.<br />

Bodner, H. George, 1998, Accounting<br />

Information System, 7 th Edition, New<br />

Jersey: PresticeHall International,<br />

Inc.<br />

Davis, James Richard, C. Wayne Alderman,<br />

Leonard A. Robinson, 1992,<br />

Accounting Information Systems: A<br />

Cycle Approach, 4 th ed., New York:<br />

John Wiley & Sons, Inc.<br />

Gelinas,Ulric J., 2002, Accounting<br />

Information Systems, 5 th ed.,<br />

Singapore: South-Western,<br />

Thomson Learning.<br />

34% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu<br />

meningkatkan prinsip legalitas dalam<br />

pelaksanaan pemilihan a.l:<br />

1. Peserta yang tidak mengikuti penjelasan<br />

proses pengadaan barang/jasa tidak boleh<br />

didiskualifikasi.<br />

2. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket<br />

kecil dengan tujuan tidak dilelang.<br />

3. Panitia tidak boleh menerima dokumen<br />

penawaran yang terlambat diserahakan<br />

oleh peserta lelang.<br />

4. Sekurang-kurangnya pada saat pembukaan<br />

dokumen penawaran harus dihadiri oleh<br />

dua perwakilan dari peserta lelang.<br />

5. Dalam menentukan metode evaluasi tidak<br />

perlu meminta pertimbangan dari PPK.<br />

6. Jika terdapat kesamaan dokumen penawaran<br />

diantara peserta pelelangan tidak<br />

boleh langsung digugurkan, dan akan<br />

digugurkan pada saat evaluasi.<br />

Hall, James A., 2001, Accounting<br />

Information Systems, 3 rd ed,<br />

Singapore: Thomson Learning<br />

Keputusan Presiden Republik Indonesia<br />

Nomor 80 Tahun 2003 tentang<br />

Pelaksanaan Pengadaan Barang/<br />

Jasa <strong>Pemerintah</strong><br />

Kroeber, Donald W, ComputerBased<br />

Information Systems: A<br />

Management Approach, Second<br />

Edition, New York: Macmillan<br />

Publishing Company,<br />

Mcleod, JR. Raymond. 1998.<br />

Management Information System:<br />

a Study of Computer Based<br />

infomation Systems, 6 th ed., New<br />

Jersey: Prentice Hall, Inc..<br />

Permendagri Nomor 13 tahun 2006<br />

tentang Pedoman Pengelolaan<br />

47


48<br />

Keuangan Daerah beserta<br />

Perubahannya<br />

Romney, Marshall B. and Paul John<br />

Steinbart, 2003, Accounting<br />

Information Systems, 9 h ed. New<br />

Jersey: Prentice-Hall, Pearson<br />

Education, Inc.<br />

Surat Edaran Menteri Negara PPN/<br />

Kepala Bappenas No. 0021/M.<br />

PPN/01/2008 Tanggal 31 Januari<br />

2008, tentang sertifikasi pengadaan<br />

barang/jasa pemerintah<br />

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003<br />

tentang Ketenagakerjaan<br />

Zaki Baridwan. 1996, Sistem Akuntansi;<br />

Penyusunan Prosedur dan Metode,<br />

Edisi Kelima, Yogyakarta: Lembaga<br />

Penerbit BPFE.<br />

Efektivitas Penerapan...


Peranan Biofertilizer bagi Pertumbuhan Tanaman<br />

Kedelai pada Tanah yang Terkena<br />

Dampak Tsunami<br />

(Role of Biofertilizer to Growth of Soybean on Tsunami Affected Land)<br />

Khalis Yunus 1 dan Ema Alemina 2<br />

ABSTRAK<br />

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian<br />

beberapa jenis bakteri pemacu pertumbuhan tanaman terhadap infeksi mikoriza,<br />

nodulasi dan pertumbuhan tanaman kedelai pada lahan terkena dampak tsunami.<br />

Analisis tanah dilakukan di laboratorium Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian<br />

Universitas Syiah Kuala Banda <strong>Aceh</strong>. Metode penelitian menggunakan rancangan<br />

acak lengkap pola factorial. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tanah<br />

menunjukkan pengaruh sangat nyata pada tanaman kedelai. Perlakuan terbaik<br />

dijumpai pada tanah bekas ditanami kedelai.<br />

Kata Kunci : Bakteri pemacu pertumbuhan tanaman, nodulasi dan mikoriza.<br />

AbstrAct<br />

The purpose of this research was to investigate effect of giving several types of<br />

plant growth promoting rhizobacteria to increase infection of mycorrhiza, nodulation<br />

and growth of soybean plants on tsunami affected land.Iniatial soil analysis was<br />

done in Laboratory of Agriculture Faculty of Syiah Kuala University in Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

Experimental design used was a factorial completely randomized design with five<br />

replicates. In addition, results showed that there were interaction between soil<br />

treatment on fresh and dry steam of soybean plants.<br />

Keywords : Rhizobacteria, nodulation, and mycorrhiza.<br />

PENDAHULUAN<br />

A. Latar Belakang<br />

Sejalan dengan semakin meningkatnya<br />

kekuatiran manusia akan<br />

kerusakan lingkungan dan munculnya<br />

1 Tenaga Fungsional Perencana Muda pada Bappeda Provinsi <strong>Aceh</strong><br />

2 Pegawai Bappeda Provinsi <strong>Aceh</strong><br />

49<br />

berbagai penyakit yang disebabkan<br />

oleh penggunaan bahan kimia secara<br />

berlebihan pada makanan, pertanian<br />

organik muncul sebagai sebuah<br />

alternatif bagi banyak orang. Pertanian


organik dapat dikatakan sebagai suatu<br />

sistem pertanian yang lebih alami,<br />

mengembalikan siklus ekologi dalam<br />

suatu areal pertanian membentuk suatu<br />

aliran yang seimbang. Dalam sistem<br />

pertanian organik, masukan (input)<br />

dari luar (eksternal) dikurangi dengan<br />

cara tidak menggunakan pupuk kimia,<br />

pestisida dan bahan-bahan sintetik<br />

lainnya. Dalam sistem pertanian organik<br />

kekuatan proses alam yang harmonis dan<br />

lestari dimanfaatkan untuk meningkatkan<br />

kuantitas dan kualitas hasil pertanian<br />

sekaligus meningkatkan kesehatan<br />

tanaman terhadap serangan hama dan<br />

penyakit (Sembiring dkk, 2005).<br />

Secara perlahan tapi pasti,<br />

sistem pertanian organik mulai<br />

berkembang di berbagai belahan bumi,<br />

baik di negara maju maupun negara<br />

berkembang. Masyarakat mulai melihat<br />

berbagai manfaat yang dapat diperoleh<br />

dengan sistem pertanian organik ini,<br />

seperti lingkungan yang tetap terjaga<br />

kelestariannya dan dapat mengkonsumsi<br />

produk pertanian yang lebih sehat<br />

karena bebas dari bahan kimia yang<br />

dapat menimbulkan dampak negatif<br />

bagi kesehatan.<br />

Alasan kesehatan dan kelestarian<br />

alam menjadikan pertanian organik<br />

sebagai salah satu alternatif pertanian<br />

modern,yang intinya adalah merekayasa<br />

jasad-jasad hayati agar berperan lebih<br />

efektif dalam meningkatkan produksi<br />

pertanian (bioteknologi tanah) .<br />

Masalah ini sebenarnya bisa diatasi<br />

dengan memanfaatkan bioteknologi<br />

berbasis mikroba yang diambil dari<br />

sumber-sumber kekayaan hayati<br />

(Hanafiah et al, 2007).<br />

50<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

Teknologi mikroba menyuburkan<br />

tanah yang dikenal sebagai pupuk<br />

hayati merupakan produk biologi aktif<br />

yang terdiri atas mikroba penyubur<br />

tanah untuk meningkatkan efisiensi<br />

pemupukan, kesuburan dan kesehatan<br />

tanah (Sarwati. R dan Sumarno, 2008).<br />

Tanah sangat kaya akan<br />

keragaman mikroorganisme, seperi<br />

bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa,<br />

alga dan virus. Tanah pertanian yang<br />

subur mengandung lebih dari 100 juta<br />

mikroba per gram tanah (Hanafiah et<br />

al, 2007) Produktivitas dan daya dukung<br />

tanah tergantung pada aktivitas mikroba<br />

tersebut. Sebagian besar mikroba tanah<br />

memiliki peranan yang menguntungkan<br />

bagi pertanian, yaitu berperan dalam<br />

menghancurkan limbah organik,<br />

siklus hara tanaman, fiksasi biologis<br />

nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang<br />

pertumbuhan, biokontrol patogen<br />

dan membantu penyerapan unsur<br />

hara. Bioteknologi berbasis mikroba<br />

dikembangkan dengan memanfaatkan<br />

peran-peran penting mikroba tersebut.<br />

Bioteknologi mempunyai<br />

potensi untuk meningkatkan produksi<br />

tanaman budidaya, peternakan<br />

dan pengolahannya secara biologi.<br />

Bioteknologi juga merupakan suatu<br />

solusi untuk kebutuhan pengadaan<br />

pupuk dengan cara murah dan ramah<br />

lingkungan, dimana salah satunya<br />

adalah dengan pemanfaatan pupuk<br />

hayati (biofertilizer). Kandungan pupuk<br />

hayati merupakan mikroorganisme yang<br />

memiliki peranan positif bagi tanaman,<br />

kelompok mikroorganisme yang sering<br />

digunakan adalah mikroba-mikroba yang<br />

menambat N dari udara, mikroba yang


Peranan Biofertilizer...<br />

melarutkan hara (terutama P dan K),<br />

mikroba yang merangsang pertumbuhan<br />

tanaman (Isrroi 2008).<br />

Mikroba-mikroba dari kelompok<br />

bakteri yang digunakan sebagai<br />

biofertilizer disebut sebagai rizobakteri<br />

perangsang / pemacu pertumbuhan<br />

tanaman (PGPR= Plant Growth Promoting<br />

Rhizobacteria), yatu bakteri yang hidup<br />

didaerah perakaran (rhizospher) dan<br />

berperan penting dalam pertumbuhan<br />

tanaman, sehubungan dengan<br />

kemampuannya membentuk koloni<br />

disekitar akar dengan cepat (Schroroth &<br />

Hancock 1982 dalam Hasanuddin 2003).<br />

Fungsinya antara lain untuk membantu<br />

penyediaan hara bagi tanaman,<br />

mempermudah penyerapan hara bagi<br />

tanaman, membantu dekomposisi<br />

bahan organik, menyediakan lingkungan<br />

rhizosfer yang lebih baik sehingga pada<br />

akhirnya akan mendukung pertumbuhan<br />

dan meningkatkan produksi tanaman.<br />

Berbagai upaya dilakukan untuk<br />

merehabilitasi lahan pertanian yang<br />

terkena tsunami. Salah satu strategi dan<br />

upaya yang ramah lingkungan dan murah<br />

untuk mengembalikan vitalitas tanah<br />

tersebut (kualitas dan kesehatan tanah )<br />

adalah dengan memanfaatkan mikroba –<br />

mikroba tanah yang dapat menghambat<br />

penyerapan Na dan logam – logam berat<br />

tanaman ( Subiksa, 2003.)<br />

Berdasarkan uraian di atas terlihat<br />

bahwa pemanfaatan mikroorganisme/<br />

mikroba tanah dalam meningkatkan<br />

ketersediaan hara merupakan hal yang<br />

penting untuk dikaji, dan perlu dilakukan<br />

penelitian mengenai penggunaan<br />

bakteri pemacu pertumbuhan tanaman<br />

untuk meningkatkan infeksi mikoriza,<br />

nodulasi dan pertumbuhan tanaman<br />

kedelai pada tanah terkena tsunami.<br />

B. Tujuan Penelitian<br />

Penelitian ini bertujuan untuk<br />

mengetahui pengaruh penggunaan<br />

Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman<br />

terhadap peningkatan infeksi mikoriza,<br />

nodulasi dan pertumbuhan tanaman<br />

kedelai pada tanah terkena tsunami.<br />

METODE PENELITIAN<br />

A. Bahan dan Alat<br />

Bahan-bahan yang digunakan<br />

dalam penelitian ini adalah:benih<br />

sampel tanah berdampak Tsunami<br />

sebagai media tanam yang terdiri dari<br />

sampel tanah lapisan atas (0-20 cm)<br />

yang diambil dari desa Miruek Taman<br />

Kecamatan Baitussalam <strong>Aceh</strong> Besar,<br />

benih kedelai varietas kipas merah yang<br />

bersertifikat, inokulum PGPR (Proradix,<br />

Rizovital 42 dan EM 4 ).<br />

Peralatan yang digunakan<br />

dalam penelitian ini meliputi peralatan<br />

lapangan dan peralatan laboratorium.<br />

Peralatan lapangan terdiri dari karung<br />

goni, pot, cangkul,ayakan, garu, tali<br />

plastik, timbangan, counter, papan<br />

nama dan alat tulis menulis, sedangkan<br />

peralatan laboratorium yang digunakan<br />

antara lain: mikroskop, oven, petridisk,<br />

pinset, timbangan analitik, gelas ukur<br />

dan peralatan laboratorium lainnya yang<br />

mendukung penelitian ini.<br />

B. Metode Penelitian<br />

Penelitian ini merupakan<br />

percobaan pot dengan memakai<br />

bahan inokulum PGPR berupa pupuk<br />

bio (poradix , Rhizovital 42 dan EM 4 )<br />

51


serta benih kedelai sebagai tanaman<br />

indikator. Rancangan yang digunakan<br />

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)<br />

pola faktorial dengan dua faktor yang<br />

diteliti yaitu:<br />

1. Faktor pertama adalah tanaman pendahuluan<br />

yang terdiri dari dua taraf<br />

T o : Tanpa tanaman pendahuluan<br />

T 1 : Menggunakan tanaman<br />

pendahuluan<br />

2. Faktor Kedua adalah pemberian<br />

52<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

PGPR/Biofertilizer yang terdiri dari<br />

empat taraf:<br />

Ro : Tanpa PGPR<br />

R I : PGPR –Proradix<br />

R 2 : PGPR – Rhizovital 42<br />

R 3 : PGPR-EM 4<br />

Jadi diperoleh 8 kombinasi perlakuan,<br />

masing-masing perlakuan diulang<br />

5 kali sehingga terdapat 40 unit satuan<br />

percobaan. Adapun susunan kombinasi<br />

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.<br />

Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Tanaman Pendahuluan dengan pemberian<br />

PGPR<br />

No<br />

Simbol Kombinasi<br />

Perlakuan<br />

Tanaman<br />

Pendahuluan<br />

Proradix<br />

R 1<br />

Pemberian PGPR<br />

Rizovital<br />

R 2<br />

1 T 0 R 0 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />

2 T 0 R 1 Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />

3 T 0 R 2 Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada<br />

4 T 0 R 3 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada<br />

5 T 1 R 0 Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />

6 T 1 R 1 Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada<br />

7 T 1 R 2 Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada<br />

8 T 1 R 3 Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada<br />

Model rancangan percobaan yang<br />

digunakan adalah sebagai berikut:<br />

Y = µ+t +r +(TR) +Є ijk i j jk ijk<br />

Dimana :<br />

Y = Hasil pengamatan yang<br />

ijk<br />

diperoleh karena perlakuan<br />

tanam pendahuluan (M) pada<br />

taraf ke-j dengan pemberian<br />

PGPR (P) taraf ke-k pada<br />

ulangan ke-i<br />

µ = Rata-rata umum<br />

T = Pengaruh perlakuan tanam<br />

i<br />

pendahuluan pada taraf ke i (i<br />

= 0,1)<br />

R = Pengaruh pemberian PGPR<br />

j<br />

pada taraf ke j (j = 0,1,2,3)<br />

EM 4<br />

R 3<br />

(TR) jk = Pengaruh tanam pendahuluan<br />

(T) pada taraf ke-j dan<br />

Є ijk<br />

pemberian PGPR (R) taraf ke-k<br />

= Galat Percobaan<br />

Persentase infeksi mikoriza<br />

berdasarkan metode Giovannetti and<br />

Moss dapat dihitung melalui rumus:<br />

% Infeksi MVA =<br />

panjang akar terinfeksi<br />

x 100%<br />

Panjang akar yang diamati<br />

C. Analisis Data<br />

Untuk menguji pengaruh<br />

perlakuan terhadap respon yang diamati<br />

dilakukan analisis sidik ragam dengan<br />

menggunakan Statistical Analysis System<br />

( SAS ) program. Selanjutnya terdapat


Peranan Biofertilizer...<br />

pengaruh antar perlakuan dilanjutkan<br />

dengan uji Duncan pada taraf 5 persen<br />

(Steel and Torrie, 1980).<br />

HASIL <strong>DAN</strong> PEMBAHASAN<br />

A. Bobot Tanaman Kedelai<br />

Hasil analisis bobot segar kedelai<br />

pada sidik ragam menunjukkan bahwa<br />

perlakuan tanam dan pemberian PGPR<br />

berpengaruh sangat nyata terhadap<br />

berat segar dan kering tanaman kedelai.<br />

Hal ini berarti bahwa berat segar dan<br />

kering tanaman kedelai tidak hanya<br />

dipengaruhi oleh perlakuan tanam atau<br />

pemberian PGPR saja, akan tetapi kedua<br />

faktor tersebut saling berinteraksi dalam<br />

mempengaruhi bobot segar dan kering<br />

tanaman kedelai.<br />

Tabel 1 menunjukkan bahwa<br />

bobot segar tanaman kedelai<br />

terendah terdapat pada perlakuan<br />

tanpa tanam pendahuluan (T0) serta<br />

tanpa penambahan PGPR (R0) yaitu<br />

seberat 14,06 g. Sedangkan untuk<br />

bobot segar tertinggi dijumpai pada<br />

perlakuan dengan tanam pendahuluan<br />

(T1) dan Proradix (R1) yaitu 23,41<br />

g. Bobot kering tanaman kedelai<br />

terendah dijumpai pada perlakuan<br />

tanam dan penambahan EM4 yaitu<br />

3,17 g. Sedangkan berat kering kedelai<br />

tertinggi dijumpai pada perlakuan<br />

dengan tanam pendahuluan (T1) dan<br />

Proradix (R1) yaitu 4,92 g.<br />

Rata-rata nilai bobot segar<br />

tanaman kedelai akibat perlakuan tanam<br />

dan penambahan PGPR disajikan pada<br />

Tabel 2.<br />

Tabel 2. Rata-rata Nilai Berat Segar Batang Tanaman Kedelai Akibat Perlakuan tanam dan<br />

Penambahan PGPR<br />

T<br />

R0 R1<br />

Bakteri (R)<br />

R2 R3<br />

Rata-rata<br />

T<br />

T0 14.06d 16.04c 14.21d 14.53d 14.71b<br />

T1 18.46b 23.41a 18.80b 18.35b 19.75a<br />

Rata-rata R 16.26b 19.73a 16.50b 16.44b<br />

Keterangan : Angka yang diikuti<br />

oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />

sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />

DMRT pada α = 0,05.<br />

Berdasarkan Tabel di atas dapat<br />

dilihat bahwa rata-rata bobot dan berat<br />

kering tanaman kedelai tertinggi dijumpai<br />

pada perlakuan tanam (T1) masingmasing<br />

sebesar 19,75 g dan 4,20 g. Hal<br />

ini menunjukkan bahwa perlakuan tanam<br />

dapat meningkatkan bobot segar dan<br />

kering tanaman kedelai dibandingkan<br />

tanpa perlakuan tanam. Diduga terjadi<br />

karena pada perlakuan tanam, sisa-sisa<br />

tanaman kedelai awal tersebut dapat<br />

diuraikan oleh mikroorganisme yang<br />

terdapat dalam tanah menjadi bahan<br />

yang berguna bagi kesuburan tanah.<br />

Rata-rata bobot segar dan kering<br />

tanaman kedelai tertinggi dijumpai pada<br />

perlakuan Proradix (R1), sedangkan yang<br />

terendah yaitu tanpa penambahan PGPR.<br />

Hal ini menunjukkan bahwa penambahan<br />

Proradix tersebut dapat meningkatkan<br />

berat batang tanaman kedelai dibandingkan<br />

dengan penambahan Rhizovital 42 dan<br />

EM 4 dan tanpa penambahan PGPR. Hal<br />

ini diduga terjadi karena pada pelakuan<br />

53


tanpa PGPR tanah tsunami masih dalam<br />

keadaan yang tidak menguntungkan bagi<br />

kedelai untuk tumbuh dengan maksimal.<br />

Sehingga penambahan Proradix pada<br />

tanaman kedelai dapat tumbuh dengan<br />

baik. Proradix mengandung inokulum<br />

Pseudomonas sp. Sebagaimana diketahui<br />

bahwa Pseudomonas sp merupakan<br />

bakteri pelarut fosfat yang dapat<br />

melarutkan fosfat yang terdapat di dalam<br />

tanah sehingga fosfat menjadi tersedia<br />

bagi tanaman dan dapat meningkatkan<br />

bobot tanaman dibandingkan dengan<br />

kontrol dan penambahan PGPR lainnya.<br />

Hal ini sesuai dengan pernyataan Rao<br />

(1982) bahwa beberapa mikroba telah<br />

54<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

mempunyai kemampuan melarutkan<br />

fosfat adalah mikroba yang mempunyai<br />

kemampuan mengekstrak P dari bentuk<br />

yang tidak tersedia menjadi bentuk yang<br />

dapat digunakan tanaman, diantaranya<br />

adalah dengan cara menghasilkan asamasam<br />

organik seperti asam format, asetat,<br />

propionate, glikolat, fumarat, dan suksinat<br />

dari dalam selnya. Asam-asam organik<br />

tersebut akan membentuk senyawa<br />

kompleks dengan ion Ca 2+ , Fc 2+ , dan Al 3+<br />

sehingga unsur P akan dibebaskan dan<br />

tersedia bagi tanaman.<br />

Rata-rata nilai Bobot Kering Batang<br />

akibat perlakuan tanam dan penambahan<br />

PGPR disajikan pada Tabel 3.<br />

Tabel 3. Rata-rata Nilai Berat Kering Batang Tanaman Kedelai Akibat Perlakuan tanam dan<br />

Penambahan PGPR<br />

T Bakteri (R) Rata-rata<br />

R0 R1 R2 R3 T<br />

T0 3.82d 4.24bc 3.81d 4.04 cd 3.97b<br />

T1 4.45b 4.92a 4.27bc 3.17e 4.20a<br />

Rata-rata R 4.13b 4.58a 4.04b 3.61c<br />

Keterangan : Angka yang diikuti<br />

oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />

sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />

DMRT pada α = 0,05.<br />

B. Pengaruh Penambahan PGPR dan<br />

Perlakuan Tanam Terhadap Jumlah<br />

Nodul Pada Akar Tanaman Kedelai<br />

Hasil analisis jumlah nodul pada<br />

sidik ragam menunjukkan bahwa<br />

perlakuan tanam dan pemberian PGPR<br />

berpengaruh sangat nyata terhadap<br />

jumlah nodul. Hal ini berarti bahwa<br />

jumlah nodul pada tanaman kedelai<br />

tidak hanya dipengaruhi oleh perlakuan<br />

tanam atau pemberian PGPR saja, akan<br />

tetapi kedua faktor tersebut saling<br />

berinteraksi dalam mempengaruhi<br />

jumlah nodul tanaman kedelai.<br />

Rata-rata Jumlah nodul tanaman<br />

kedelai akibat perlakuan tanam dan<br />

penambahan PGPR disajikan pada Tabel 4.<br />

Tabel 4. Rata-rata Jumlah Nodul Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR<br />

T Bakteri (R) Rata-rata<br />

R0 R1 R2 R3 T<br />

T0 0.00e 5.80e 2.20e 0.00e 2.00b<br />

T1 26.60d 63.40a 52.80b 43.00c 46.45a<br />

Rata-rata R 13.30c 34.60a 27.50b 21.50b


Peranan Biofertilizer...<br />

Keterangan : Angka yang diikuti<br />

oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />

sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />

DMRT pada α = 0,05.<br />

Berdasarkan hasil penelitian dapat<br />

dilihat bahwa jumlah rata-rata nodul<br />

yang tertinggi terdapat pada perlakuan<br />

tanam dan sangat berbeda nyata<br />

dibandingkan dengan tanpa perlakuan<br />

tanam (Tabel 4). Seperti diketahui<br />

bahwa dengan adanya perlakuan tanam<br />

maka tanah tersebut kaya dengan<br />

bakteri bintil akar yang ditinggalkan oleh<br />

tanaman sebelumnya sehingga bakteri<br />

tersebut akan segera menginfeksi<br />

tanaman kedelai berikutnya. Hal ini<br />

sesuai dengan pendapat Jutono (1981)<br />

yang menyatakan bahwa tanah bekas<br />

tanaman kedelai masih mengandung<br />

Rizobium Japonicum dan dapat<br />

digunakan sebagai sumber inokulan.<br />

Berdasarkan hasil penelitian<br />

juga dapat dilihat bahwa penambahan<br />

PGPR yang terbaik adalah Proradix<br />

yang berbeda sangat nyata dengan<br />

penambahan PGPR lainnya dan tanpa<br />

penambahan PGPR (Tabel 5). Hal ini<br />

berarti bahwa penambahan PGPR dapat<br />

membentuk nodul pada akar tanaman<br />

kedelai, sedangkan tanpa penambahan<br />

PGPR jumlah bintil akar yang dijumpai<br />

adalah 0<br />

Rata-rata nilai infeksi mikoriza<br />

tanaman kedelai akibat perlakuan tanam<br />

dan penambahan PGPR disajikan pada<br />

Tabel 5.<br />

Tabel 5. Rata-rata Nilai Infeksi Mikoriza Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR<br />

T Bakteri (R) Rata-rata<br />

R0 R1 R2 R3 T<br />

T0 0.30b 2.42ab 1.96ab 0.60b 2.18a<br />

T1 0.90b 3.96a 1.96ab 1.92ab 1.32a<br />

Rata-rata R 0.60b 3.19a 1.96ab 1.26b<br />

Keterangan : Angka yang diikuti<br />

oleh huruf yang sama pada kolom yang<br />

sama tidak berbeda nyata berdasar uji<br />

DMRT pada α = 0,05.<br />

Berdasarkan Tabel 5 dapat<br />

dilihat bahwa nilai infeksi yang<br />

tertinggi dijumpai pada penambahan<br />

PGPR-Proradix yaitu sebesar 3,19 %<br />

dan hasil ini berbeda nyata dengan<br />

perlakuan lainnya. Sedangkan tanpa<br />

penambahan PGPR terlihat bahwa nilai<br />

infeksi mikorizanya paling kecil yaitu<br />

sebesar 0.60%. Hal ini terjadi karena<br />

penambahan PGPR ke dalam tanah<br />

dapat menciptakan lingkungan rhizosfer<br />

yang lebih baik, dan pertumbuhan<br />

mikoriza juga dapat berkembang dengan<br />

baik. Adanya mikroba ini menyebabkan<br />

tanaman kedelai dapat tumbuh dengan<br />

baik, yaitu struktur tanah menjadi lebih<br />

baik. Mulya (2003) menyatakan bahwa<br />

banyak penelitian yang membuktikan<br />

bahwa mikoriza memberikan<br />

manfaat bagi tanaman dalam hal : (1)<br />

meningkatkan serapan hara terutama<br />

fosfor, (2) melindungi tanaman dari<br />

serangan patogen akar, (3) mencegah<br />

tanaman terhindar dari kekeringan, dan<br />

(4) mencegah tanaman terhindar dari<br />

logam berat.<br />

55


KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />

A. Kesimpulan<br />

Berdasarkan hasil penelitian,<br />

maka dapat disimpulkan :<br />

1. Perlakuan tanam dan pemberian<br />

PGPR serta interaksi keduanya<br />

meningkatkan berat batang dan akar<br />

tanaman kedelai.<br />

2. Perlakuan tanam dan pemberian<br />

PGPR serta interaksi keduanya<br />

memberikan pengaruh yang sangat<br />

nyata terhadap jumlah nodul pada<br />

akar tanaman kedelai.<br />

3. Pemberian PGPR memberikan<br />

pengaruh yang sangat nyata terhadap<br />

nilai infeksi mikoriza sedangkan<br />

perlakuan tanam serta interaksi<br />

keduanya meningkatkan berat<br />

batang dan akar tanaman kedelai<br />

tidak memberikan pengaruh yang<br />

nyata terhadap nilai infeksi mikoriza.<br />

B. Saran<br />

1. Perlakuan tanam dan penambahan<br />

PGPR dapat dilakukan pada tanahtanah<br />

pertanian untuk meningkatkan<br />

hasil pertanian, khususnya<br />

penambahan PGPR-Proradix.<br />

2. Pemanfaatan teknologi mikroba<br />

bermanfaat yang sering disebut PGPR<br />

perlu mendapat dukungan kebijakan<br />

dari pemerintah karena teknologi ini<br />

belum banyak dikenal petani.<br />

3. Penggunaan teknologi mikroba<br />

perlu menjadi bagian integral paket<br />

teknologi dalam pengembangan<br />

pertanian terutama pada lahan-lahan<br />

yang bermasalah karena bermanfaat<br />

untuk pembangunan pertama<br />

yang berwawasan lingkungan dan<br />

berkelanjutan.<br />

56<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Hanafiah, KA. Napoleon, N. Ghofar.<br />

2007. Biologi Tanah : Ekologi dan<br />

Makrobiologi Tanah : Edisi 1-2. PT.<br />

Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.<br />

Hasanuddin, 2003. Peningkatan Peranan<br />

Mikroorganisme dalam sistim<br />

pengendalian penyakit tumbuhan<br />

secara terpadu. Jurusan HPT Faperta<br />

USU @2003 Digitized by USU digital<br />

library, Medan.<br />

Mulya, S. 2003. Pemanfaatan Tumbuhan<br />

Tahan Kekeringan Sebagai Inang<br />

Cendawan Mikoriza Arbuskula.<br />

Jurnal Prosiding Hasil Penelitian<br />

Bandung, Jawa Barat.<br />

Saraswati, R dan Sumarno, 2008.<br />

Pemanfaatan Mikroba Penyubur<br />

Tanah Sebagai Komponen Teknologi<br />

Pertanian. IPTEK Tanaman Pangan<br />

Vol. 3 No. 1.2008.http://www.<br />

pulitan.bogor.net/berkas-pdf/<br />

IPTEK/2008/nomor-1/04-Rasti.pdf.<br />

Sembiring, H, E. Sembiring dan D.R<br />

Siagian. 2005. Pola Kerjasama<br />

Pengembangan Komoditi Pertanian<br />

Organik Dataran Tinggi Tujuan<br />

Ekspor di Kabupaten Tanah Karo.<br />

Seminar Sehari Peranan Pupuk<br />

organik dan Pupuk Hayati Untuk<br />

Peningkatan Efisiensi Pemupupukan<br />

Pada Tanaman Pertanian dan<br />

Perkebunan.<br />

Steel R.G.D and Torrie, JH. 1980.<br />

Principles and Procedures of


Peranan Biofertilizer...<br />

Statistics. Mc. Graw-Hill, Inc.<br />

Subba Rao, N.S 1994. Soil Microorganisms<br />

and Plant Growth. Oxford and IBM<br />

Publishing Co. (Terjemahan H.<br />

Susilo. Mikroorganisme Tanah dan<br />

Pertumbuhan Tanaman. Universitas<br />

Indonesia Press. Jakarta).<br />

Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizers in<br />

Agriculture. Oxford & IBH publ. Co.<br />

New Delhi.<br />

Subiksa, IGM. 2002. Pemanfaatan<br />

Mikoriza Untuk Penanggulangan<br />

Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains<br />

Program Pasca Sarjana Institut<br />

Pertanian Bogor. Bogor.<br />

57


Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas<br />

Pekerja Wanita dari Sektor Industri ke Sektor Jasa<br />

di Kecamatan Kuta Alam<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />

(The Influence on Education and Income Mobility of Women Workers of the<br />

Industrial Sector Service<br />

Sectorin Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>)<br />

oleh : Vivi Silvia<br />

ABSTRAK<br />

Penelitian ini menganalisis mobilisasi tenaga kerja wanita dari sektor industri<br />

ke sektor jasa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pendidikan dan pendapatan<br />

yang mempengaruhi mobilisasi tenaga kerja perempuan. Data dikumpulkan melalui<br />

observasi langsung dan questionere gunakan untuk menjawab pertanyaan. Selain<br />

itu, penelitian kepustakaan digunakan untuk menyelidiki masalah penelitian. Model<br />

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Data<br />

ini kemudian dianalisis dengan menggunakan alat regresi SPSS. Hasil penelitian<br />

ini menunjukkan bahwa faktor pendidikan dan pendapatan secara signifikan<br />

mempengaruhi mobilisasi tenaga kerja wanita dari sektor industri ke sektor jasa.<br />

Keywords : pendidikan, pendapatan, pekerja wanita<br />

AbstrAct<br />

This research analyzes the mobilization of woman labor from industrial sector<br />

to service sector. It is aimed to knowing the education and income that influence<br />

the mobilization of woman labor. Data collected by direct observation and using<br />

questionere to answer the question. Beside it, the library research were used to<br />

investigate the research problem. The model of analysis applied in this research<br />

is the multiple linear regression. This data then analysed by using SPSS regession<br />

tool. The result of this research shows that the education and income factor were<br />

significantly influenced the mobilization of woman labor from industrial sector to<br />

service sector.<br />

Keywords : education, income, the mobilization of women labor<br />

59


PENDAHULUAN<br />

Pembangunan yang telah dilaksanakan<br />

oleh pemerintah dewasa ini telah<br />

menunjukkan hasil yang meyakinkan di<br />

berbagai bidang. Keberhasilan bidang<br />

pendidikan dan kesehatan dalam jangka<br />

panjang telah mampu mengubah struktur<br />

dan komposisi penduduk Indonesia.<br />

Sebagai negara yang sedang berkembang,<br />

Indonesia tidak terlepas dari permasalahan<br />

umum yang juga dihadapi oleh negara<br />

berkembang lainnya. Permasalahan ini<br />

menyangkut pertumbuhan penduduk<br />

yang demikian cepat, penyebarannya<br />

yang tidak merata, tidak diimbangi dengan<br />

kesempatan kerja yang tersedia dan<br />

perkembangan angkatan kerja yang lebih<br />

cepat dibandingkan dengan penyerapan<br />

tenaga kerja.<br />

Masalah tersebut menimbulkan<br />

sejumlah masalah sosial terutama<br />

pengangguran yang dapat menghambat<br />

pembangunan nasional. Hakikat dari<br />

pembangunan nasional adalah pembangunan<br />

manusia Indonesia seutuhnya.<br />

Ini bermakna bahwa pemba ngunan<br />

yang telah dilaksanakan diharapkan<br />

dapat merata untuk seluruh masyarakat<br />

di seluruh wilayah Indonesia tanpa<br />

diskriminasi. Pada era globalisasi ini<br />

arus informasi semakin berkembang<br />

dengan cepat, tuntutan kesetaraan<br />

antara pria dan wanita yang lebih dikenal<br />

dengan kesetaraan jender semakin<br />

didengungkan. Kaum wanita banyak yang<br />

berprestasi pada lapangan pekerjaan dan<br />

pengembangan karirnya, tetapi di sisi lain<br />

masih ada kaum wanita yang mengalami<br />

penderitaan dan harus tetap menjalani<br />

kodratnya sebagai wanita sejati.<br />

Di beberapa kota di Indonesia<br />

60<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

termasuk Kota Banda <strong>Aceh</strong> tengah terjadi<br />

transformasi struktural dari masyarakat<br />

agraris ke masyarakat industri, karena<br />

perubahan sistem sosial dan budaya.<br />

Perubahan ini mengakibatkan terjadinya<br />

perubahan-perubahan pekerjaan wanita<br />

dari sebelumnya sebagai buruh tani atau<br />

pengurus rumah tangga menjadi wanitawanita<br />

karier yang bekerja di kantorkantor.<br />

Selain itu, semakin meningkatnya<br />

pendidikan dalam masyarakat maka<br />

peluang perpindahan pekerjaan wanita<br />

ke sektor lain semakin meningkat.<br />

Pada tahun 2000 jumlah penduduk<br />

Indonesia yang sudah bertempat tinggal<br />

tetap sudah mencapai 205.13 juta jiwa,<br />

kemudian pada tahun 2005 jumlah<br />

penduduk Indonesia diproyeksikan<br />

bertambah menjadi 219.20 juta jiwa<br />

sehingga menempatkan Indonesia<br />

sebagai negara ke empat di dunia yang<br />

memeiliki jumlah penduduk terbanyak<br />

(BPS, 2005 : 3).<br />

Menurut laporan hasil sensus<br />

penduduk tahun 2005 (SPAN 2005)<br />

jumlah penduduk Provinsi <strong>Aceh</strong> diperkirakan<br />

berjumlah 4.031.589 jiwa,<br />

dari komposisinya dapat dilihat:<br />

jumlah penduduk laki-laki sebesar<br />

2.005.763 jiwa dan jumlah penduduk<br />

wanita sebesar 2.025.826 jiwa. Laju<br />

pertumbuhan penduduk per tahun<br />

sebesar 1,76 persen selama periode<br />

1990-2005, masih di atas rata-rata laju<br />

pertumbuhan penduduk secara nasional<br />

yaitu 1,34 persen (BPS, 2005 : 3-4).<br />

Perkembangan berbagai sektor di<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> juga mengalami kemajuan<br />

yang sangat pesat seperti sektor industri<br />

dan sektor jasa selain dari sektor agraris<br />

yang memang telah menjadi salah satu


Peranan Biofertilizer...<br />

sektor yang banyak menyerap tenaga<br />

kerja dan penyumbang pembentukan<br />

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)<br />

yang masih dominan. Tabel berikut<br />

menunjukkan komposisi penduduk<br />

yang bekerja di sektor industri dan<br />

jasa selain sektor pertanian di Provinsi<br />

<strong>Aceh</strong>:<br />

Tabel 1 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Kelompok Lapangan Usaha di Provinsi<br />

<strong>Aceh</strong> Tahun 2004<br />

Perkotaan+Pedesaan<br />

Kelompok Lapangan usaha Perkotaan (persen) Pedesaan (persen)<br />

(persen)<br />

Industri 6,18 1.71 7,89<br />

Jasa-jasa 23,02 12.06 35,08<br />

Sumber: Survey Sosial Ekonomi Nasional, 2004<br />

Tabel 1 menunjukkan bahwa<br />

proporsi tahun 2004 yang bekerja di<br />

sektor jasa sebesar 35,08 persen lebih<br />

besar dari pada sektor industri yang<br />

hanya menyerap tenaga kerja sebesar<br />

7,89 persen (2004:18). Hal ini berarti<br />

bahwa sektor jasa adalah salah satu<br />

sektor yang paling banyak menyerap<br />

tenaga kerja selain sektor pertanian<br />

di Provinsi <strong>Aceh</strong> terutama di daerah<br />

perkotaan seperti Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />

merupakan ibu kota Provinsi <strong>Aceh</strong>.<br />

Salah satu sektor yang paling<br />

dominan dalam perekonomian Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong> adalah sektor industri<br />

terutama industri kecil atau disebut<br />

juga industri rumah tangga yang banyak<br />

menyerap tenaga kerja seperti industri<br />

percetakan dan penerbitan. Selain itu<br />

sektor jasa, perikanan dan kelautan juga<br />

menjadi salah satu sektor andalan Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong>, karena sebagian besar<br />

wilayah Kota Banda <strong>Aceh</strong> dikelilingi oleh<br />

laut. Sedangkan sektor pertanian di Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong> bukan merupakan sektor<br />

unggulan dari perekonomian masyarakat<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong>, hal ini disebabkan<br />

kondisi geografis Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />

kurang mendukung untuk kegiatan usaha<br />

di sektor pertanian.(BPS, 2005 : 117)<br />

Berdasarkan hasil sensus penduduk<br />

<strong>Aceh</strong> dan Nias tahun 2005 (SPAN`05)<br />

penduduk kota Banda <strong>Aceh</strong> berjumlah<br />

177.611 jiwa, jumlah penduduk ini terdiri<br />

dari 93.786 jiwa laki-laki dan 83.825 jiwa<br />

perempuan. Kecamatan yang paling<br />

banyak penduduknya adalah Kecamatan<br />

Kuta Alam dengan jumlah penduduk<br />

34.819 jiwa, yang terdiri dari 18.544 jiwa<br />

laki-laki dan 16.275 jiwa perempuan,<br />

sedangkan Kecamatan yang paling sedikit<br />

jumlah penduduknya adalah Kecamatan<br />

Meuraxa dengan jumlah penduduk<br />

2.221 jiwa yang terdiri dari 1.529 jiwa<br />

laki-laki dan 692 jiwa perempuan, hal<br />

ini disebabkan karena daerah ini yang<br />

paling parah terkena bencana gempa dan<br />

tsunami pada tahun 2004.<br />

Jumlah pencari kerja di Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> pasca bencana alam mengalami<br />

peningkatan sekitar 20 persen dari 20.378<br />

jiwa menjadi 25.840 jiwa (BPS, 2005 : 3).<br />

Hal ini membawa dampak pada semakin<br />

meningkatnya persaingan antar pencari<br />

kerja baik pria maupun wanita dalam<br />

mendapatkan pekerjaan yang mereka<br />

inginkan. Selain itu banyaknya pekerjaan<br />

yang ditawarkan pasca bencana alam akan<br />

memberikan peluang terjadinya mobilitas<br />

pekerjaan terutama pekerja wanita.<br />

61


Kecamatan Kuta Alam adalah salah<br />

satu kecamatan yang ada di Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> dengan jumlah penduduk terbanyak.<br />

Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam<br />

tahun 2005 berjumlah 35.033 ini terdiri<br />

dari 18.758 jiwa laki-laki dan 16.275 jiwa<br />

perempuan yang tersebar di sembilan<br />

kelurahan dan dua desa yang ada di<br />

Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam<br />

yang paling banyak terdapat di Kelurahan<br />

Beurawe dengan jumlah penduduk 6.157<br />

jiwa yang terdiri dari 3.393 jiwa laki-laki<br />

dan 2.764 jiwa perempuan. Sedangkan<br />

jumlah penduduk yang paling sedikit<br />

terdapat di Desa Lam Dingin dengan<br />

jumlah penduduk laki-laki 449 jiwa dan<br />

282 jiwa penduduk perempuan. Hal ini<br />

disebabkan daerah ini adalah salah satu<br />

daerah yang paling parah terkena dampak<br />

gempa dan tsunami tahun 2004 lalu.<br />

Jenis-jenis pekerjaan yang paling<br />

banyak digeluti oleh penduduk Kuta<br />

Alam termasuk penduduk wanita adalah<br />

pekerjaan pada sektor industri terutama<br />

62<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

industri kecil atau disebut juga industri<br />

rumah tangga seperti industri percetakan,<br />

penerbitan dan industri makanan yang<br />

menjadi salah satu sektor paling banyak<br />

menyerap tenaga kerja selain sektor jasa,<br />

perikanan dan kelautan (BPS, 2005 : 47).<br />

Adapun jumlah penduduk wanita yang<br />

bekerja di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong> adalah sebanyak 3.340 jiwa<br />

yang tersebar di sembilan Kelurahan dan<br />

dua Desa yang berada dalam wilayah<br />

Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

Jenis pekerjaan yang paling banyak<br />

digeluti oleh pekerja wanita di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> adalah<br />

sebagai buruh/karyawan yaitu sebanyak<br />

2.059 jiwa sedangankan jenis pekerjaan<br />

yang paling sedikit digeluti adalah jenis<br />

pekerjaan yang menggunakan bantuan<br />

dari keluarga/anggota rumah tangga yaitu<br />

sebanyak 54 jiwa (BPS, 2005 : 77) . Untuk<br />

lebih jelas lihat Tabel 2 yang menunjukkan<br />

jumlah wanita yang bekerja di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> menurut<br />

status pekerjaan utama berikut ini :<br />

Tabel 2 Jumlah Penduduk Wanita Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu<br />

yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> Tahun 2005<br />

No. Status Pekerjaan Utama<br />

Jumlah wanita yang<br />

Bekerja<br />

1 Berusaha Sendiri Tanpa Bantuan Orang Lain<br />

(Own Account Work)<br />

682<br />

2 Berusaha dengan Dibantu Anggota Rumah Tangga. 54<br />

(Self Employed Assisted by Family Member/<br />

3<br />

Temporary Employee)<br />

Berusaha dengan Buruh Tetap (Employee) 195<br />

4 Buruh/karyawan (Reguler Employee) 2.059<br />

5 Pekerja Tak di Bayar (Unpaid Worker) 320<br />

6 Tak Terjawab 30<br />

Jumlah Total 3.340<br />

Sumber : BPS, 2005


Peranan Biofertilizer...<br />

Masuknya wanita dalam pasar<br />

kerja pada sektor industri dan jasa akan<br />

membawa konsekuensi dalam kehidupan<br />

rumah tangganya. Pekerjaan di luar<br />

rumah pada sektor industri dan jasa<br />

ini akan mengurangi alokasi waktu dan<br />

tenaga yang biasanya dicurahkan untuk<br />

pekerjaan rumah tangga. Munculnya<br />

berbagai sektor industri dan jasa yang<br />

dilakukan kaum wanita patut ditanggapi<br />

secara positif terutama di perkotaan.<br />

Hal tersebut dengan pertimbangan<br />

bahwa kontribusi yang diberikan pelaku<br />

perempuan pada sektor ini cukup besar<br />

dalam upaya meningkatkan pendapatan<br />

dan taraf hidup mereka. Berdasarkan<br />

uraian yang telah di kemukakan di<br />

atas maka perumusan masalah dalam<br />

penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh<br />

pendidikan dan pendapatan<br />

terhadap mobilitas pekerja wanita dari<br />

sektor industri ke sektor jasa di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>?<br />

STUDI KEPUSTAKAAN<br />

Tenaga kerja merupakan modal<br />

utama serta pelaksana daripada<br />

produksi baik barang maupun jasa.<br />

Tujuan penting pembangunan nasional<br />

adalah mensejahterakan masyarakat<br />

termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja<br />

sebagai pelaksana pembangunan harus<br />

dijamin haknya, diatur kewajibannya<br />

dan dikembangkan daya gunanya.<br />

Menurut Undang-undang No.13 Tahun<br />

2003, tenaga kerja adalah setiap orang<br />

yang mampu melakukan pekerjaan guna<br />

menghasilkan barang dan atau jasa baik<br />

untuk memenuhi kebutuhan sendiri<br />

maupun untuk masyarakat.<br />

Adapun pengertian tenaga kerja<br />

menurut Tjiptoherijanto ( 1996 : 4), yang<br />

dimaksud dengan tenaga kerja adalah<br />

penduduk usia kerja ( 15 tahun ke atas<br />

) atau 15-64 tahun dan penduduk secara<br />

potensial dapat bekerja merupakan<br />

modal utama serta pelaksanaan<br />

daripada pembangunan masyarakat.<br />

Menurut Simanjuntak ( 1998 : 2), tenaga<br />

kerja mencakup penduduk yang sudah<br />

bekerja atau sedang belajar, yang sedang<br />

mencari pekerjaan dan yang melakukan<br />

kegiatan lain seperti sekolah dan<br />

mengurus rumah tangga. Bagi pencari<br />

kerja, mereka yang sedang bersekolah<br />

dan mengurus rumah tangga, walaupun<br />

sedang tidak bekerja tapi sewaktu-waktu<br />

dapat masuk dalam pasar kerja.<br />

Sedangkan menurut Manulang<br />

(2001 : 5), tenaga kerja terdiri dari<br />

angkatan kerja dan bukan angkatan<br />

kerja. Yang termasuk dalam golongan<br />

angkatan kerja adalah golongan yang<br />

bekerja dan golongan yang menganggur<br />

atau yang sedang mencari pekerjaan,<br />

serta yang termasuk dalam bukan<br />

angkatan kerja terdiri dari ibu rumah<br />

tangga dan golongan lain-lain atau<br />

penerima pendapatan.<br />

Mobilitas dapat diartikan<br />

sebagai perpindahan dari satu tempat<br />

ketempat lain atau dari suatu pekerjaan<br />

ke pekerjaan lain (Subri, 2003 : 119).<br />

Sedangkan menurut Munir (1981 :<br />

2-4) perpindahan tersebut dengan<br />

tujuan untuk menetap dari satu<br />

tempat ketempat lain dalam batas<br />

waktu tertentu, tetapi ada juga jenis<br />

perpindahan yang batas waktunya lebih<br />

pendek dan sebenarnya tidak bermaksud<br />

menetap selamanya ditempat dia<br />

mendapatkan pekerjaan. Selain itu ada<br />

63


eberapa bentuk perpindahan tempat<br />

(mobilitas) yaitu :<br />

1. Perubahan tempat yang bersifat rutin<br />

misalnya orang yang pulang balik<br />

kerja (recurrent movement).<br />

2. Perubahan tempat yang tidak bersifat<br />

rutin tetapi dipindah tempatkan<br />

karena pekerjaannya.<br />

3. Perubahan tempat tinggal dengan<br />

tujuan menetap dan tidak kembali<br />

lagi ketempat semula (non-recurrent<br />

movement).<br />

Menurut sifatnya mobilitas dapat<br />

dibedakan menjadi mobilitas vertikal dan<br />

mobilitas horizontal. Mobilitas horizontal<br />

adalah perpindahan secara teritorial,<br />

spasial, atau geografis, sedangkan mobilitas<br />

vertikal dikaitkan dengan perubahan status<br />

sosial dengan melihat kedudukan generasi<br />

misalnya melihat status kedudukan ayah.<br />

Adapun asumsi dasar bahwa seseorang<br />

mau atau berusaha berpindah pekerjaan<br />

dari satu tempat ke tempat lain untuk<br />

memperoleh penghasilan yang lebih besar<br />

(Simanjuntak, 2001 : 82). Selain itu begitu<br />

banyak faktor perubahan yang mendorong<br />

atau menarik wanita berpindah pekerjaan<br />

termasuk tanggung jawab keluarga,<br />

pola konsumsi, persiapan pendidikan,<br />

hak-hak hukum serta kesempatan kerja.<br />

(Ollenburger, 2002 : 91).<br />

Menurut Subri (2003 : 123)<br />

mekanisme mobilitas tenaga kerja dari<br />

sektor pedesaan yang subsisten ke sektor<br />

perkotaan yang mempunyai tingkat upah<br />

yang lebih tinggi, disebabkan karena<br />

daerah pedesaan surplus tenaga kerja,<br />

sehingga terjadi perpindahan pekerjaan ke<br />

daerah pusat industri atau perdagangan<br />

yang membutuhkan tenaga kerja.<br />

Sedangkan menurut Munir<br />

64<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

(1981 : 6) ada beberapa faktor yang<br />

mempengaruhi mobilitas pekerja yaitu :<br />

1. Makin berkurangnya sumber-sumber<br />

alam, menurunnya permintaan atas<br />

barang-barang tertentu yang bahan<br />

bakunya makin susah diperoleh.<br />

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di<br />

tempat asal (misalnya di pedesaan).<br />

3. Adanya tekanan-tekanan atau<br />

diskriminasi politik, agama, suku, di<br />

tempat asal.<br />

4. Alasan pekerjaan atau perkawinan<br />

yang menyebabkan tidak bisa<br />

mengembangkan karir pribadi.<br />

5. Bencana alam baik banjir, kebakaran,<br />

gempa bumi, musim kemarau<br />

panjang atau adanya wabah penyakit.<br />

Berdasarkan Badan Pusat Statistik<br />

(1999 : 8), industri diklarifikasikan<br />

sebagai berikut :<br />

a. Industri kecil, yaitu suatu bentuk<br />

industri yang memiliki modal dasar<br />

antara 1-600 juta dengan jumlah<br />

tenaga kerja 1-19 orang.<br />

b. Industri menengah, industri dengan<br />

modal awal antara 600 juta-<br />

5 miliyar dengan jumlah pekerja<br />

berkisar 19-99 orang.<br />

c. Industri besar, satu bentuk industri<br />

yang memiliki modal lebih dari dari<br />

5 miliyar dengan jumlah pekerja<br />

lebih dari 100 orang.<br />

Perkembangan industri di<br />

Indonesia di sektor kecil atau rumah<br />

tangga paling tinggi dalam penyerapan<br />

tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan<br />

industri rumah tangga relatif tidak<br />

memerlukan keahlian tinggi, modal<br />

kecil dan bahkan di pedesaan pekerjaan<br />

rumah tangga dapat didahulukan tanpa<br />

meninggalkan kegiatan ekonomis


Peranan Biofertilizer...<br />

lainnya. Industri kecil bagian dari sektor<br />

informal memainkan peranan penting<br />

dalam menyerap tenaga kerja wanita.<br />

Pekerjaan wanita pada industri<br />

rumah tangga relatif berumur muda<br />

dan produktif (berumur antara 15-<br />

34 tahun). Dengan demikian potensi<br />

yang dimiliki oleh para pekerja wanita<br />

cukup besar, karena pada kelompokkelompok<br />

umur di bawah 40 tahun<br />

tersebut masih banyak kesempatan<br />

untuk mengembangkan kemampuannya<br />

dalam bidang keterampilan maupun<br />

bidang lainnya.<br />

Sekarang ini ada kecenderungan<br />

orientasi kebutuhan kaum wanita yang<br />

bekerja di sektor industri tidak lagi<br />

terbatas pada kebutuhan dasar, tetapi<br />

orientasi kebutuhannya sudah sampai<br />

pada tingkat kebutuhan aktualisasi<br />

diri sekalipun kebutuhan ini masih ada<br />

pembagian status pekerjaan wanita di<br />

sektor industri, yaitu wanita yang bekerja<br />

sebagai buruh/karyawan, orientasi<br />

kebutuhan yang bersifat fisiologi, rasa<br />

aman dan kebutuhan sosial. Dalam<br />

rangka peningkatan kualitas kerja tenaga<br />

kerja wanita yang bekerja di sektor<br />

industri, faktor lingkungan keluarga,<br />

lingkungan kerja dan motif kerja kaum<br />

wanita ikut mempengaruhi kualitas kerja<br />

kaum wanita yang bekerja di sektor<br />

industri.<br />

Secara umum jasa dapat diartikan<br />

sebagai suatu keterampilan usaha di<br />

mana usaha tersebut resikonya relatif<br />

kecil dan kesempatan kerjanya juga lebih<br />

besar. Ruang lingkup lapangan jasa sangat<br />

luas karena mencakup jasa pemerintahan<br />

umum dan usaha swasta yang sangat<br />

beragam. Sumbangan lapangan usaha<br />

jasa-jasa dalam penciptaan kesempatan<br />

kerja relatif besar.<br />

Menurut Badan Pusat Statistik<br />

(2004: 18), jasa terbagi menjadi<br />

beberapa kategori, yaitu :<br />

1. Jasa restoran, rumah makan, dan<br />

warung makan.<br />

2. Jasa pendidikan meliputi: jasa<br />

pendidikan dasar, menengah, tinggi,<br />

dan lainnya yang dilakukan swasta<br />

termasuk jasa pendidikan dan<br />

keterampilan.<br />

3. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial<br />

meliputi jasa kesehatan manusia, jasa<br />

kesehatan hewan dan jasa kesehatan<br />

sosial, jasa kemasyarakatan, sosial<br />

dan perorangan lainnya.<br />

4. Jasa kebersihan, kegiatan organisasi,<br />

jasa rekreasi, jasa kebudayaan, olah<br />

raga dan jasa kegiatan lain.<br />

5. Jasa perorangan yang melayani rumah<br />

tangga, kegiatan perorangan yang<br />

memberikan jasa pelayanan pada<br />

rumah tangga, seperti juru masak,<br />

tukang cuci, tukang kebun, pengurus<br />

rumah tangga, dan pengasuh bayi.<br />

Termasuk juga usaha guru privat yang<br />

mengajar dirumah, sekretaris pribadi<br />

dan supir pribadi.<br />

Banyaknya wanita yang masuk<br />

dalam sektor jasa disebabkan dalam<br />

sektor ini banyak membutuhkan tenaga<br />

kerja terutama tenaga kerja wanita yang<br />

biasanya di tempatkan sebagai “costumer<br />

service” atau sekretaris di kantor-kantor.<br />

Kebijakan untuk mengembangkan<br />

sektor ini perlu dirumuskan secara hatihati<br />

karena melibatkan angkatan kerja<br />

dalam jumlah besar. Berkaitan dengan<br />

jasa perorangan dan rumah tangga, arah<br />

kebijakan yang relevan seharusnya berupa<br />

65


peningkatan dan pemeliharaan iklim usaha<br />

yang kondusif bagi perluasan aktifitas<br />

usaha yang dapat merangsang pekerja<br />

wanita memasuki bidang usaha ini, serta<br />

ditunjang oleh sedikit regulasi yang dapat<br />

direalisasikan secara efektif dan konsisten.<br />

Berdasarkan uraian di atas, yang<br />

menjadi hipotesis dalam penelitian<br />

ini adalah diduga pendidikan dan<br />

pendapatan berpengaruh positif<br />

terhadap mobilitas pekerja wanita<br />

dari sektor industri ke sektor jasa di<br />

Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Ruang lingkup penelitian ini adalah<br />

mengenai pengaruh pendidikan dan<br />

pendapatan terhadap mobilitas pekerja<br />

wanita terutama dari sektor industri ke<br />

sektor jasa yang ada di Kecamatan Kuta<br />

Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Lokasi dalam<br />

penelitian ini terletak di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Tujuan<br />

pengambilan lokasi penelitian di Kuta<br />

Alam karena Kecamatan Kuta Alam adalah<br />

Kecamatan yang paling banyak terdapat<br />

penduduk wanitanya dan di sini juga<br />

66<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

terdapat banyak jenis-jenis industri dan<br />

jasa yang mempekerjakan pekerja wanita.<br />

Untuk memperoleh keterangan<br />

dan data yang diperlukan dalam<br />

penelitian ini, maka penulis merujuk ke<br />

penelitian kepustakaan yang bersumber<br />

dari BPS. Selain mengumpulkan data<br />

sekunder, penulis juga menggunakan<br />

data primer, yaitu dengan cara<br />

menyebarkan daftar pertanyaan atau<br />

kuesioner. Data diproses dengan<br />

komputer, program yang dipergunakan<br />

adalah SPSS.<br />

Adapun yang menjadi populasi<br />

dari penelitian ini adalah seluruh tenaga<br />

kerja wanita yang pernah bekerja di<br />

sektor industri yaitu industri kecil dan<br />

industri rumah tangga termasuk industri<br />

percetakan dan foto copy dan kemudian<br />

berpindah pekerjaan ke sektor jasa<br />

yaitu jasa pembiayaan, perhotelan,<br />

jasa restaurant (rumah makan), jasa<br />

pendidikan dan “costumer service” yang<br />

tersebar di sembilan kelurahan dan dua<br />

desa yang ada di Kecamatan Kuta Alam<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Untuk lebih jelas lihat<br />

Tabel 3 berikut:<br />

Tabel 3 Jumlah Tenaga Kerja Wanita yang Pernah Bekerja di Sektor industri dan Sekarang<br />

Berpindah ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> Tahun 2007<br />

No. Lokasi Jumlah Tenaga Kerja Wanita (jiwa)<br />

1 Peunayong 54<br />

2 Laksana 42<br />

3 Keuramat 47<br />

4 Kuta Alam 45<br />

5 Beurawe 68<br />

6 Kota Baru 36<br />

7 Bandar Baru 29<br />

8 Mulia 38<br />

9 Lampulo 22<br />

10 Lamdingin 28<br />

11 Lambaro Skep 31<br />

Jumlah 440<br />

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2007)


Peranan Biofertilizer...<br />

Berdasarkan Tabel di atas maka<br />

dapat dilihat jumlah populasi wanita<br />

yang bekerja di sektor industri kemudian<br />

berpindah ke sektor jasa di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> adalah<br />

sebanyak 440 jiwa, karena kerterbatasan<br />

waktu dan tenaga juga biaya maka<br />

penulis mengambil 10 persen dari<br />

populasi untuk di jadikan sampel.maka<br />

didapat 44 jiwa pekerja wanita yang<br />

akan dijadikan sampel.<br />

Dalam penelitian ini<br />

untuk menganalisis data penulis<br />

menggunakan metode analisis<br />

deskriptif, yaitu data yang dianalisis<br />

untuk menggambarkan dan<br />

menginterprestasikan objek sesuai<br />

dengan apa adanya atau menjelaskan<br />

tentang fenomena-fenomena yang<br />

terjadi di sekitar penelitian, dengan<br />

maksud mencari jalan penentuan<br />

penelitian (Teguh, 1999 : 17). Selain<br />

itu penulis juga menggunakan analisis<br />

kuantitatif dengan menggunakan<br />

model regresi linear berganda untuk<br />

menghitung mobilitas pekerja wanita<br />

di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> sebagai variabel terikat (<br />

dependen variable) terhadap variabelvariabel<br />

bebas (independen variable).<br />

Dari variabel-variabel tersebut dapat<br />

dibentuk suatu regresi linear berganda<br />

sebagai berikut: (Supranto, 2001 : 270)<br />

Tabel 4 Persentase Pekerja di Daerah Banda <strong>Aceh</strong><br />

Memasuki Masa Kerja Total<br />

Bekerja<br />

Sedang<br />

Mencari Kerja<br />

Memasuki<br />

Masa Kerja<br />

y α + β X + β X + β X + ei<br />

= 1 1 2 2 3 3<br />

Model di atas dimodifikasikan<br />

dengan memasukkan variabel terikat<br />

dan variabel bebas dalam penelitian ini,<br />

sehingga model regresi linear berganda<br />

adalah sebagai berikut :<br />

Mpw α + β Tp + β Tpw + ei<br />

= 1 2<br />

Di mana :<br />

Mpw = Mobilitas pekerja wanita<br />

Tp = Pendidikan yang ditamatkan<br />

Tpw = Pendapatan pekerja wanita<br />

α = Konstanta<br />

1 , β 2 β = Koefisien Regresi<br />

ei = Eror term<br />

HASIL PENELITIAN <strong>DAN</strong><br />

PEMBAHASAN<br />

Dari data yang diperoleh di Badan<br />

Statistik Nasional Provinsi <strong>Aceh</strong> didapat<br />

bahwa dari jumlah penduduk Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> yang memasuki masa kerja aktif<br />

adalah sebesar 48,67 persen. Terdiri<br />

dari pekerja yang mempunyai pekerjaan<br />

tetap sebesar 41,99 persen dan yang<br />

sedang mencari kerja sebesar 6,68<br />

persen. Penduduk Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />

memasuki masa kerja pasif adalah sebesar<br />

44,71 persen terdiri atas yang sedang<br />

melanjutkan sekolah atau kuliah sebesar<br />

22,94 persen, yang tidak bersekolah dan<br />

bekerja sebesar 21,77 persen.<br />

Belum Memasuki Masa<br />

Kerja<br />

Masa<br />

Sekolah<br />

Yang Berada<br />

Di Rumah<br />

Total Belum<br />

Memasuki<br />

Masa Kerja<br />

Lainlain<br />

41,99 6,68 48,67 22,94 21,77 44,71 6,62 100<br />

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005<br />

Total<br />

67


Dari penelitian terhadap 44 orang<br />

responden, tanggapan responden yang<br />

68<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

diberikan adalah sebagai berikut.<br />

Tabel. 5 Karakteristik Responden<br />

No Karakteristik Responden Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)<br />

1 Tempat Tinggal Responden<br />

Peunayong 6 13,6<br />

Laksana 5 11,4<br />

Keuramat 5 11,4<br />

Kuta Alam 5 11,4<br />

Beurawe 7 15,9<br />

Kota Baru 3 6,8<br />

Bandar Baru 2 4,5<br />

Mulia 4 9,1<br />

Lampulo 2 4,5<br />

Lamdingin 3 6,8<br />

Lambaro Skep 2 4,5<br />

2 Umur Responden<br />

19 Tahun 4 9,1<br />

20 Tahun 3 6,8<br />

21 Tahun 3 6,8<br />

22 Tahun 4 9,1<br />

23 Tahun 4 9,1<br />

24 Tahun 2 4,5<br />

25 Tahun 2 4,5<br />

27 Tahun 3 6,8<br />

28 Tahun 2 4,5<br />

30 Tahun 3 6,8<br />

33 Tahun 1 2,3<br />

35 Tahun 1 2,3<br />

36 Tahun 1 2,3<br />

38 Tahun 1 2,3<br />

39 Tahun 1 2,3<br />

40 Tahun 3 6,8<br />

41 Tahun 1 2,3<br />

43 Tahun 2 4,5<br />

45 Tahun 1 2,3<br />

46 Tahun 1 2,3<br />

47 Tahun 1 2,3<br />

3 Status Perkawinan<br />

Kawin 21 47,7<br />

Belum Kawin 23 52,3<br />

Total 44 100,0<br />

Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />

Dari Tabel 5 dilihat bahwa<br />

responden diambil berdasarkan tempat<br />

tinggal kelurahan yang terdiri dari<br />

Kelurahan Peunayong sebanyak 13,6<br />

persen; Kelurahan Laksana sebanyak<br />

11,4 persen; Kelurahan Keuramat


Peranan Biofertilizer...<br />

sebanyak 11,4 persen; Kelurahan Kuta<br />

Alam sebanyak 11,4 persen; Kelurahan<br />

Beurawe sebanyak 15,9 persen;<br />

Kelurahan Kota Baru sebanyak 6,8<br />

persen; Kelurahan Bandar Baru sebanyak<br />

4,5 persen; Kelurahan Mulia sebanyak 9,1<br />

persen; Kelurahan Lampulo sebanyak 4,5<br />

persen; Kelurahan Lamdingin sebanyak<br />

6,8 persen; Kelurahan Lambaro Skep<br />

sebanyak 4,5 persen.<br />

Dari penelitian yang dilakukan<br />

terhadap 44 orang responden didapat<br />

umur responden yang masing-masing<br />

memiliki persentase sebesar 2,3 persen<br />

adalah 33 Tahun; 35 Tahun; 36 Tahun; 38<br />

Tahun; 39 Tahun; 41 Tahun; 45 Tahun; 46<br />

Tahun; 47 Tahun. Sedangkan responden<br />

yang berumur 19 Tahun; 22 Tahun;<br />

Tabel. 6 Lama Bekerja di Sektor Industri<br />

23 Tahun masing-masing memiliki<br />

persentase sebesar 9,1 persen. Yang<br />

memiliki persentase masing-masing<br />

sebesar 6,8 persen adalah responden<br />

yang berumur 20 Tahun; 21 Tahun; 27<br />

Tahun; 30 Tahun;40 Tahun. Responden<br />

pekerja wanita yang berumur 24 Tahun;<br />

25 Tahun; 28 Tahun; 43 Tahun memiliki<br />

masing-masing persentase dari seluruh<br />

sampel penelitian sebesar 4,5 persen.<br />

Pada penelitian ini diperoleh kebanyakan<br />

pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong> atau 52,3 persen<br />

adalah mereka yang belum menikah.<br />

Selebihnya adalah pekerja wanita di<br />

Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />

yang sudah menikah yaitu sebesar 47,7<br />

persen.<br />

Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />

< 1 Tahun 17 38,6 38,6 38,6<br />

Valid<br />

2 - 4 Tahun<br />

5 - 7 Tahun<br />

24<br />

3<br />

54,5<br />

6,8<br />

54,5<br />

6,8<br />

93,2<br />

100,0<br />

Total 44 100,0 100,0<br />

Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />

Pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />

yang bekerja kurang dari 1 tahun di sektor<br />

industri adalah sebesar 38,6 persen. 54,5<br />

persen adalah wanita pekerja yang bekerja<br />

Tabel. 7 Lama Bekerja di Sektor Jasa<br />

Valid<br />

Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />

selama 2 tahun sampai dengan 4 tahun.<br />

Kemudian sebanyak 6,8 persen pekerja<br />

wanita yang bekerja di sektor industri<br />

selama 5 tahun sampai dengan 7 tahun.<br />

Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />

< 1 Tahun 4 9,1 9,1 9,1<br />

2 - 4 Tahun 14 31,8 31,8 40,9<br />

5 - 7 Tahun 23 52,3 52,3 93,2<br />

8 - 10 Tahun 3 6,8 6,8 100,0<br />

Total 44 100,0 100,0<br />

69


Dalam penelitian ini ditemukan<br />

pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />

bekerja kurang dari 1 tahun di sektor jasa<br />

adalah sebesar 9,1 persen. Sebanyak<br />

31,8 persen adalah pekerja wanita yang<br />

bekerja selama 2 tahun sampai dengan<br />

Tabel. 8 Pendidikan Saat Bekerja di Sektor Industri<br />

70<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

4 tahun, dan 52,3 persen pekerja wanita<br />

yang bekerja di sektor jasa selama 5<br />

tahun sampai dengan 7 tahun. Pekerja<br />

wanita yang bekerja di sektor jasa<br />

selama 8 tahun sampai dengan 10 tahun<br />

adalah sebesar 6,8 persen.<br />

Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />

SD 4 9,1 9,1 9,1<br />

SMP 14 31,8 31,8 40,9<br />

Valid SMA 23 52,3 52,3 93,2<br />

Perguruan Tinggi 3 6,8 6,8 100,0<br />

Total 44 100,0 100,0<br />

Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />

Pekerja wanita di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat<br />

bekerja di sektor industri 9,1 persen<br />

mempunyai tingkat pendidikan Sekolah<br />

Dasar (SD). 31,8 persen, memiliki<br />

tingkat pendidikan Sekolah Menengah<br />

Pertama (SMP), yang memiliki tingkat<br />

Tabel. 9 Pendidikan Saat Bekerja di Sektor Jasa<br />

pendidikan Sekolah Menengah Tingkat<br />

Atas (SMA) adalah sebesar 52,3 persen.<br />

Pekerja wanita di Kecamatan Kuta<br />

Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang memiliki<br />

tingkat pendidikan Perguruan Tinggi<br />

saat bekerja di sektor industri adalah<br />

sebesar 6,8 persen.<br />

Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />

SD 4 9,1 9,1 9,1<br />

SMP 3 6,8 6,8 15,9<br />

Valid SMA 27 61,4 61,4 77,3<br />

Perguruan Tinggi 10 22,7 22,7 100,0<br />

Total 44 100,0 100,0<br />

Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />

Pekerja wanita di Kecamatan Kuta<br />

Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat bekerja<br />

di sektor jasa 9,1 persen mempunyai<br />

tingkat pendidikan Sekolah Dasar<br />

(SD) dan 6,8 persen memiliki tingkat<br />

pendidikan Sekolah Menengah Pertama<br />

(SMP), sedangkan yang memiliki tingkat<br />

pendidikan Sekolah Menengah Tingkat<br />

atas (SMA) adalah sebesar 61,4 persen.<br />

Pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang memiliki tingkat<br />

pendidikan Perguruan Tinggi saat<br />

bekerja di sektor Jasa adalah sebesar<br />

22,7 persen.


Peranan Biofertilizer...<br />

Pendapatan pekerja wanita di<br />

Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> saat bekerja di sektor industri<br />

27,3 persen memiliki pendapatan lebih<br />

kecil dari Rp. 299.000,-. Yang memiliki<br />

pendapatan antara Rp. 300.000,-<br />

sampai dengan Rp. 499.000,- adalah<br />

sebesar 36,4 persen. Pekerja wanita<br />

yang memiliki pendapatan sebesar<br />

Tabel. 11 Pendapatan Per Bulan Saat Bekerja di Sektor Jasa<br />

Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.<br />

699.000,- adalah sebanyak 31,8 persen.<br />

Pendapatan pekerja wanita sebesar Rp.<br />

700.000,- sampai dengan Rp. 899.000,-<br />

adalah sebanyak 2,3 persen, dan 2,3<br />

persen pekerja wanita di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat bekerja<br />

di sektor industri memiliki pendapatan<br />

lebih dari Rp. 900.000,-.<br />

Frekuensi Persen Valid Persen Persen Total<br />

< Rp. 299.000,- 1 2,3 2,3 2,3<br />

Rp. 300.000,- - Rp. 499.000 9 20,5 20,5 22,7<br />

Valid<br />

Rp. 500.000,- - Rp. 699.000<br />

Rp. 700.000,- - Rp. 899.000<br />

10<br />

5<br />

22,7<br />

11,4<br />

22,7<br />

11,4<br />

45,5<br />

56,8<br />

Rp. 900.000 19 43,2 43,2 100,0<br />

Total 44 100,0 100,0<br />

Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />

Pendapatan pekerja wanita di<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong> saat bekerja di sektor<br />

jasa 2,3 persen memiliki pendapatan<br />

lebih kecil dari Rp. 299.000,-. Yang<br />

memiliki pendapatan antara Rp.<br />

300.000,- sampai dengan Rp. 499.000,adalah<br />

sebesar 20,5 persen. Pekerja<br />

wanita yang memiliki pendapatan<br />

sebesar Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.<br />

699.000,- adalah sebanyak 22,7 persen.<br />

Pendapatan pekerja wanita sebesar Rp.<br />

700.000,- sampai dengan Rp. 899.000,adalah<br />

sebanyak 11,4 persen, dan 43,2<br />

persen pekerja wanita di Kota Banda<br />

Tabel. 12 Hasil Estimasi Persamaan Regresi<br />

<strong>Aceh</strong> saat bekerja di sektor jasa memiliki<br />

pendapatan lebih dari Rp. 900.000,-.<br />

ESTIMASI HASIL REGRESI<br />

Data yang diperoleh dalam<br />

penelitian ini, kemudian dianalisis<br />

dengan menggunakan Tehnik Analisis<br />

Regresi Linier Berganda dengan dibantu<br />

peralatan (program) SPSS. Hasil analisis<br />

pengaruh pendidikan dan pendapatan<br />

terhadap mobilitas pekerja wanita di<br />

Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />

dari sektor industri ke sektor jasa dapat<br />

dilihat pada Tabel di bawah ini :<br />

Variabel Nama Variabel B Std. Error t Ttabel Sig.<br />

α Konstanta -0,034 0,297 -0,113 2,017 0,910<br />

β1 Tingkat Pendidikan 0,123 0,052 2,368 2,017 0,023<br />

β 2<br />

Tingkat Pendapatan 0,720 0,081 8,877 2,017 0,000<br />

Koefisien Korelasi (R) = 0,831 Fhitung = 45,597<br />

Koefisien Determinasi (R<br />

Sumber : Data Primer (diolah), 2007<br />

2 ) = 0,690 Ftabel = 3,226<br />

Adjusted (R2 ) = 0,675 Sig. F = 0,000(a)<br />

71


Semua variabel dimasukkan ke<br />

dalam persamaan regresi berganda,<br />

yang menghasilkan nilai persamaan<br />

sebagai berikut :<br />

Mpw = −0<br />

, 034 + 0,<br />

123Tp<br />

+ 0,<br />

720Tpw<br />

Nilai konstanta -0,034<br />

menunjukkan bahwa mobilitas pekerja<br />

wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong> dari sektor industri ke sektor<br />

jasa pada saat variabel pendidikan dan<br />

pendapatan dianggap konstan, adalah<br />

sebesar -0,034 jiwa atau dengan kata<br />

lain sebelum adanya pengaruh dari<br />

variabel independen (pendidikan dan<br />

pendapatan) tidak terjadi mobilitas<br />

pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari sektor industri<br />

ke sektor jasa. Pada nilai koefisien<br />

regresi β 1 berarti setiap kenaikan<br />

pendidikan sebesar 1 persen maka akan<br />

menyebabkan peningkatan mobilitas<br />

pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari Sektor Industri<br />

Ke Sektor Jasa sebesar 0,123 persen.<br />

Untuk koefisien regresi β 2 berarti setiap<br />

kenaikan pendapatan sebesar 1 persen<br />

maka akan diikuti peningkatan mobilitas<br />

pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam<br />

Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari Sektor Industri Ke<br />

Sektor Jasa sebesar 0,720 persen.<br />

Koefisien korelasi dalam<br />

penelitian ini diperoleh nilai 0,831 yang<br />

menunjukkan bahwa derajat hubungan<br />

antara variabel bebas (pendidikan dan<br />

pendapatan) dengan variabel terikat<br />

(mobilitas pekerja wanita dari sektor<br />

industri ke sektor jasa) adalah sebesar<br />

83,1 persen. Yang artinya mobilitas<br />

pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari<br />

Sektor Industri Ke Sektor Jasa sangat<br />

72<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

erat hubungannya dengan faktor tingkat<br />

pendidikan dan pendapatan.<br />

Angka koefisien adj. R 2 diperoleh<br />

nilai sebesar 0,675 yang berarti bahwa<br />

67,5 persen perubahan dalam mobilitas<br />

pekerja wanita di Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari<br />

Sektor Industri Ke Sektor Jasa dapat<br />

diterangkan/dijelaskan oleh variabel<br />

bebas yaitu pendidikan dan pendapatan.<br />

Sedangkan sisanya yaitu sebesar 32,5<br />

persen dipengaruhi oleh faktor-faktor<br />

yang lain di luar penelitian yang telah<br />

dilakukan, seperti faktor demografi,<br />

faktor budaya, faktor non demografi dan<br />

faktor-faktor lain.<br />

Hasil penelitian terhadap variabel<br />

pendidikan diperoleh t hitung 2,368<br />

sedangkan nilai t tabel dengan tingkat<br />

keyakinan 95 persen atau signifikansi<br />

sebesar a 0.05 adalah 2,017. Dengan<br />

demikian hasil perhitungan statistik<br />

menunjukkan bahwa variabel pendidikan<br />

berpengaruh secara signifikan terhadap<br />

peningkatan mobilitas pekerja wanita di<br />

Kecamatan Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />

dari Sektor Industri Ke Sektor Jasa.<br />

Hasil penelitian terhadap<br />

variabel pendapatan diperoleh t hitung<br />

8,877 sedangkan nilai t tabel dengan<br />

tingkat keyakinan 95 persen atau<br />

signifikansi sebesar a 0.05 adalah 2,017.<br />

Dengan demikian hasil perhitungan<br />

statistik menunjukkan bahwa variabel<br />

pendapatan berpengaruh secara<br />

signifikan terhadap peningkatan<br />

mobilitas pekerja wanita di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> dari Sektor<br />

Industri Ke Sektor Jasa.<br />

Hasil pengujian ANOVA atau<br />

uji F (secara simultan) diperoleh F hitung<br />

sebesar 45,597 sedangkan F tabel pada


Peranan Biofertilizer...<br />

tingkat signifikansi a 0.05 adalah sebesar<br />

3,226. Hal ini memperlihatkan bahwa<br />

F hitung > F tabel dengan tingkat signifikan<br />

0.000(a). Hasil perhitungan ini dapat<br />

disimpulkan bahwa menerima hipotesis<br />

alternatif (H a ) dan menolak hipotesis nol<br />

(H 0 ), artinya pendidikan dan pendapatan<br />

berpengaruh terhadap mobilitas pekerja<br />

wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

KESIMPULAN <strong>DAN</strong> SARAN<br />

A. Kesimpulan<br />

Hasil penelitian diperoleh<br />

hubungan antara pendidikan dan<br />

pendapatan dengan mobilitas pekerja<br />

wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong>. Setiap meningkatnya<br />

pendidikan dapat meningkatkan<br />

mobilitas pekerja wanita di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Secara<br />

parsial pengaruh pendidikan terhadap<br />

mobilitas pekerja wanita di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong> signifikan<br />

dimana t- hitung lebih besar dari t- tabel .<br />

Setiap meningkatnya pendapatan<br />

dapat meningkatkan mobilitas pekerja<br />

wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong>. Secara parsial pengaruh<br />

pendapatan terhadap mobilitas pekerja<br />

wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong> signifikan dimana t- hitung<br />

lebih besar dari t- tabel .<br />

Berdasarkan hasil uji F diperoleh<br />

kesimpulan menerima hipotesis<br />

alternatif (H a ) dan menolak hipotesis<br />

nol (H 0 ), yang artinya pendidikan<br />

dan pendapatan berpengaruh secara<br />

signifikan terhadap mobilitas pekerja<br />

wanita dari sektor industri di Kecamatan<br />

Kuta Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

B. Saran<br />

Berdasarkan permasalahan yang<br />

ada pada saat melakukan penelitian,<br />

maka penulis menyampaikan saransaran<br />

sebagai berikut:<br />

1. Mengingat pendidikan dan<br />

pendapatan sangat berpengaruh<br />

terhadap mobilitas pekerja wanita<br />

di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong>, maka diharapkan pendidikan<br />

formal dan non formal wanita lebih<br />

ditingkatkan dan pendapatan dapat<br />

disetarakan per sektor sehingga tidak<br />

terjadi mobilitas atau perpindahan<br />

pekerja wanita secara besar-besaran<br />

ke salah satu sektor yang dianggap<br />

lebih dominan.<br />

2. Diharapkan kepada <strong>Pemerintah</strong><br />

terutama <strong>Pemerintah</strong> Kecamatan<br />

Kuta Alam dan <strong>Pemerintah</strong> Kota Banda<br />

<strong>Aceh</strong> agar lebih memperhatikan dan<br />

mengembangkan potensi pekerja<br />

wanita per sektor di Kecamatan Kuta<br />

Alam Kota Banda <strong>Aceh</strong>, sehingga<br />

mengurangi tingkat mobilitas pekerja<br />

wanita ke salah satu sektor yang<br />

dianggap lebih dominan.<br />

73


74<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Peranan Biofertilizer...<br />

Badan Pusat Statistik, 1992-1999. Survey Sosial Nasional (SUSENAS). BPS<br />

Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

_________________, 1999. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak<br />

Berbadan Hukum Indonesia. BPS NAD.<br />

_________________, 2004. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak<br />

Berbadan Hukum Indonesia. BPS NAD.<br />

_________________, 2004. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi<br />

Nanggroe <strong>Aceh</strong> Darussalam. BPS NAD<br />

_________________, 2005. Banda <strong>Aceh</strong> dalam Angka. BPS Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

_________________, 2005. Sensus Penduduk Nanggroe <strong>Aceh</strong> Darussalam<br />

dan Nias (SPAN`05). BPS Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

Daniel, Moehar M.S. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara Jakarta.<br />

Fariqun, A. Latid, Sucipto, Chairul Saleh M. Fadli, Puji Purwanti, 1998.<br />

Transformasi Sosial Tenaga Kerja di Pedesaan. Jurnal Penelitian Ilmuilmu<br />

Sosial Vol.10. II. No.2 Agustus<br />

Korompis, D.Roeroe-Turang, H. Agonta. 1997. Motivasi Wanita terhadap<br />

Pergeseran di Sektor Pertanian ke Sektor Industri. Jurnal IKIP Manado<br />

Vol. II. September.<br />

Lestari, Riana. 2006, Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi<br />

Perpindahan Pekerja Wanita dari Sektor Pertanian Ke Sektor<br />

Industri dan Jasa di <strong>Aceh</strong> Besar. Skripsi (Tidak di publikasikan)<br />

Unsyiah Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

Manulang, Sendjun. H. 2001. Pokok-pokok Hukum Ketenegakerjaan di<br />

Indonesia. Rineke Cipta. Jakarta.<br />

Munir, Rozy. 1981. Pengantar Demografi. Lembaga Demografi Fakultas<br />

Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.<br />

Ollenburger, Jane. C, Helen A. Morre. 2002. Sosiologi Wanita. PT. Rineka Cipta.<br />

Jakarta.<br />

Republik Indonesia, Undang-undang No. 5 Tahun 1985 Tentang<br />

Perindustrian. Jakarta.


Peranan Biofertilizer...<br />

Simanjuntak, Payaman J. 1998.<br />

Pengantar Ekonomi Sumber Daya<br />

Manusia. LP3ES. Jakarta.<br />

___________________. 2001. Pengantar<br />

Ekonomi Sumber Daya Manusia.<br />

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi<br />

Universitas Indonesia. Jakarta<br />

Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber<br />

Daya Manusia. PT. Raja Grafindo<br />

Persada. Jakarta<br />

Sumiati, S. Majuningsih, Roflyaty. 2000.<br />

Wanita dan Sektor Informal Peran<br />

dan Kedudukannya dalam Rumah<br />

Tangga. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol.<br />

12. No. 2, Agustus 2000.<br />

Supranto, J. 2001. Statistika, Erlangga,<br />

Jakarta.<br />

Suyanto, 2000. Wanita di Sektor<br />

Pertanian : Konstribusi Terhadap<br />

Kesejahteraan Keluarga. Jurnal<br />

Ekonomi dan Bisnis Vol. 2 No.2 Juni.<br />

Teguh, Muhammad. 1999. Metodologi<br />

Penelitian Ekonomi. PT. Raja<br />

Grafindo Persada. Jakarta.<br />

Tjiptoherijanto, Prijono. 1996. Sumber<br />

Daya Manusia dalam Pembangunan<br />

Nasional. Lembaga Penerbit<br />

Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.<br />

75


76<br />

Peranan Biofertilizer...


Oleh : Hasanuddin Yusuf Adnan 1<br />

Konsep Syura dalam Islam<br />

(the Concept of Shura in Islam)<br />

ABSTRAK<br />

Perbincangan tentang konsep syura sudah dimulai sejak masa nabi, dan ianya<br />

tidak akan berakhir sampai kapanpun selagi agama Allah (Islam) masih tetap wujud<br />

di muka bumi ini. Syura sebagai sebuah sistem dan elemen terpenting dalam sebuah<br />

negara Islam memegang peranan penting dalam menghadirkan sistem pemerintahan<br />

yang berdasarkan ketentuan Islam. Sebagai sebuah konsep musyawarah dalam sistem<br />

politik Islam, ia mempunyai sejumlah anggota yang sering disebut dengan Majelis<br />

Syura. Majelis ini memegang peranan penting dalam penentuan operasional dan<br />

aplikasi sistem pemerintahan dalam sebuah negara Islam. Musyawarah dalam konteks<br />

Islam tidaklah semata-mata ditujukan kepada pemerintahan, ia juga dianjurkan<br />

untuk disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari, hatta dalam kehidupan keluarga<br />

sekalipun. Rasulullah saw telah meletakkan batu azas dalam implementasi konsep<br />

tersebut. Wilayah operasional syura mengikut pendapat yang mu’tamat hanya berkisar<br />

sekitar persoalan-persoalan yang berada di luar ketentuan-ketentuan muthlaq. Artinya<br />

musyawarah itu hanya dibolehkan dalam bidang peribadatan yang tidak mempunyai<br />

dalil qath’i dan masih mempunyai peluang untuk berijmak atau ijtihad. Sementara<br />

persoalan yang berkenaan dengan ‘aqidah yang sudah pasti kesahehannya tidak<br />

dibenarkan untuk dimusyawarahkan lagi.<br />

Kata kunci: konsep syura, pemerintahan, ijmak or ijtihad<br />

Abstract<br />

Discussions about the concept of shura has been started since the time of the<br />

prophet, and It is not going to end up at any time while Islam is still on this earth. Shura<br />

as a system and most important element in an Islamic state plays an important role<br />

in actualizing government system based on Islamic terms. In practical sense, shura<br />

has a number of members who are often called the Shura Council. This Council plays<br />

an important role in determining the operation and application of islamic governmen<br />

systems. Shura in the context of Islam is not solely addressed to governmental issues,<br />

but also to more primordial issues like familial or private issues. Prophet Muhammad<br />

has laid the foundation for the implementation of the concept’s principles. Operational<br />

areas of shura only revolves around the problems outside the provisions muthlaq (clearly<br />

defined by Quran and hadits). This means that shura is only allowed in areas of worship<br />

1 Hasanuddin Yusuf Adnan adalah Staff Pengajar IAIN Ar-Raniry, Darussalam- Banda <strong>Aceh</strong>.<br />

77


78<br />

Konsep Syura...<br />

that has no defined terms by Quran and hadits and still has the opportunity to berijmak<br />

or ijtihad. While issues related to islamic principles which are clearly defined certainly are<br />

not justified to be discussed again.<br />

Keyword: The concept of shura, government, ijmak or ijtihad<br />

PENDAHULUAN<br />

Kata syura merupakan istilah yang<br />

berasal dari kata kerja (verb) dalam<br />

bahasa Arab syara - yasyuru - syaurun<br />

dengan berarti; dia telah memamerkan<br />

atau memaparkan sesuatu. Orangorang<br />

Arab mengatakan syarat al-‘asal<br />

yang bermakna dia telah mengambil<br />

madu dari tempatnya, atau syarat aldabbah<br />

wasyau ratuha yang berarti<br />

memamerkan lebah untuk penjualan. 1<br />

Dalam Ensiklopedi Islam kata syura<br />

dimaknai dengan permusyawaratan, hal<br />

bermusyawarah atau konsultasi. Majlis<br />

syura berarti majelis permusyawaratan<br />

atau badan legislatif. Istilah syura<br />

memiliki hubungan dengan kata kerja<br />

syawara-yusyawiru-musyawaratan yang<br />

berarti menjelaskan, menyatakan atau<br />

mengajukan dan mengambil sesuatu.<br />

Bentuk-bentuk lain yang berasal dari kata<br />

kerja syawara adalah asyara (memberi<br />

isyarat), tasyawara (berunding, saling<br />

bertukar pendapat), syawir (meminta<br />

pendapat, musyawarah), dan mustasyir<br />

(meminta pendapat orang lain).<br />

Syura atau musyawarah adalah saling<br />

menjelaskan dan merundingkan atau<br />

saling meminta dan menukar pendapat<br />

mengenai suatu perkara. 2<br />

Isu syura dalam masyarakat<br />

Islam mempunyai makna besar<br />

dan ia juga menjadi fenomena<br />

internasional di antara banyak bangsabangsa<br />

berperadaban di dunia. Ini<br />

dimanifestasikan dengan tersebar<br />

luasnya penggunaan istilah seperti alnadwah,<br />

elders council, majlis dan mala,<br />

counsel, council, eubolia, ekklesia, dan<br />

boule. 3 Istilah-istilah tersebut sering<br />

digunakan sebagai pengganti perkataan<br />

syura dalam medan ilmu politik.<br />

Dalam bentuk yang bervariasi<br />

perkataan syura terdapat empat kali<br />

dalam Al-Qur’an; pertama, dalam<br />

surah as-Syura sendiri ayat 38 dengan<br />

perkataan syura; wa amruhum syura<br />

bainahum, kedua, dalam surah Ali Imran<br />

ayat 159 dengan perkataan syawir; wa<br />

syawirhum fil amr ketiga, dalam surah<br />

Maryam ayat 29 dengan perkataan<br />

asyarat; fa asyarat ilaihi, dan keempat,<br />

dalam surah al-Baqarah ayat 233 dengan<br />

perkataan tasyawur; ‘an taradhim<br />

minhuma wa tasyawur. 4<br />

Dari sejumlah pengertian syura<br />

di atas, para sarjana telah memberikan<br />

makna yang berbeda tentang syura.<br />

Al-Asfahani mengatakan bahwa syura<br />

adalah satu opini yang pasti seperti<br />

sebuah hasil konsultasi seorang kepada<br />

orang lain. 5 Ibnu Arabi mendefinisikan<br />

syura sebagai sebuah pertemuan<br />

tentang perkara di mana seseorang<br />

mencari nasehat dari orang lain untuk<br />

mengangkat pendapatnya. 6 Manakala<br />

sarjana kontemporer seperti al-Duri<br />

memberikan komentar bahwa syura<br />

adalah untuk mengevaluasi opini dari<br />

orang-orang yang berpengalaman dalam


Konsep Syura...<br />

urusan-urusan tertentu dengan tujuan<br />

untuk mengantarkan kita kepada posisi<br />

positif yang terdekat dengan kebenaran. 7<br />

Dalam perjalanan sejarah, sistem<br />

syura sebenarnya telah digunakan<br />

pada masa Rasul, Khulafa Rasyidin atau<br />

khalifah-khalifah sesudahnya. Namun,<br />

dengan istilah yang berbeda, sistem ini<br />

turut diadaptasikan oleh masyarakat<br />

Barat pada zaman pertengahan,<br />

yang terwujud dalam bentuk institusi<br />

counsel, dan council. Menurut falsafah<br />

Barat counsel mengandung berbagai<br />

makna seperti cadangan, perundingan,<br />

perencanaan dan pertimbangan setelah<br />

diperdebatkan oleh sejumlah individu<br />

atau kelompok dan kumpulan. 8<br />

Dalam komunitas Barat, konsep<br />

counsel dan council sudah menjadi<br />

tradisi kesusilaan, terutama bagi<br />

masyarakat Yunani Kuno, karena konsep<br />

tersebut tertuang dalam ajaran kitab<br />

Injil. Umpamanya kata euboulia pada<br />

asalnya adalah sikap keperwiraan<br />

seseorang jenderal, akan tetapi ia juga<br />

mempunyai pengertian lain jika dikaitkan<br />

dengan kehidupan harian dalam councils<br />

di Athena. Istilah ekklesia dan euboulia<br />

berarti kebaikan atau tata susila politik,<br />

yang membenarkan para ahli terlibat<br />

mengendalikannya dengan bijaksana. 9<br />

Menurut Aristoteles, euboulia<br />

merupakan perdebatan yang mengarah<br />

kepada prinsip kebenaran dengan<br />

pencapaian kata putus yang baik.<br />

Dalam pengertian lain perdebatan yang<br />

berwawasan kebenaran dengan didasari<br />

oleh kebijaksanaan. 10 Konsep eubolia<br />

yang diangkat Aristoteles ini mempunyai<br />

silsilah yang panjang dalam keilmuan<br />

theologi dan akan mengungkap kembali<br />

kandungan Bibel yang meliputi tafsiran<br />

dan uraian tradisi Kristen yang sejalan<br />

dengan ayat-ayat dalam Isaiah, seperti:<br />

“Dan kekallah kekuasaan Tuhan,<br />

kebijaksanaan dan keilmuan, semangat<br />

permusyawaratan dan pengetahuan,<br />

dan ketaqwaan kepada Allah”. 11<br />

79


KONSEP DASAR <strong>DAN</strong><br />

PRINSIP SYURA<br />

Dalam Ensiklopedi Islam<br />

disebutkan tiga dasar aplikasi syura<br />

dalam Al-Qur’an, pertama; dalam surah<br />

al-Baqarah ayat 23: “…Apabila keduanya<br />

ingin menyapih anak (sebelum berumur<br />

dua tahun) dengan kerelaan keduanya<br />

dan permusyawaratan, maka tidak<br />

ada dosa atas keduanya”. Menyapih<br />

anak sebelum berusia dua tahun boleh<br />

apabila didasarkan kepada kerelaan dan<br />

permusyawaratan antara suami isteri.<br />

Kedua; dalam surah al-Syura<br />

ayat 36: “Dan (bagi) orang-orang yang<br />

menerima (mematuhi) seruan Tuhannya<br />

dan mendirikan shalat, sedang<br />

urusan mereka (diputuskan) dengan<br />

musyawarah (syura) antara mereka<br />

dan mereka menafkahkan sebagian<br />

dari rezeki yang Kami berikan kepada<br />

mereka”. Ayat ini mengandung pujian<br />

atas orang-orang yang menerima pujian<br />

Allah swt. yang dibawa Nabi Muhammad<br />

saw. mendirikan shalat dengan baik<br />

dan benar, memusyawarahkan segala<br />

urusan mereka dan menafkahkan<br />

sebagian dari rezki yang mereka peroleh.<br />

Bermusyawarah merupakan sifat terpuji<br />

bagi orang yang melaksanakannya dan<br />

akan memperoleh nikmat dari sisi Allah,<br />

karena hal itu bernilai ibadah.<br />

Ketiga; dalam surah Ali Imran<br />

ayat 159: “Maka disebabkan rahmat<br />

dari Allah-lah kamu berlaku lemah<br />

lembut terhadap mereka. Sekiranya<br />

kamu bersikap keras lagi berhati kasar,<br />

tentulah mereka menjauhkan diri dari<br />

sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah<br />

mereka, mohonkanlah ampun bagi<br />

mereka, dan bermusyawarahlah<br />

80<br />

Konsep Syura...<br />

(syawir) dengan mereka dalam<br />

urusan itu. Kemudian apabila kamu<br />

telah membulatkan tekad, maka<br />

bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya<br />

Allah menyukai orang-orang<br />

yang bertawakkal kepada-Nya”. Ayat ini<br />

merupakan perintah kepada Rasulullah<br />

untuk melaksanakan musyawarah dengan<br />

para shahabatnya, dan perintah<br />

yang mensyari’atkan musyawarah. Bermu<br />

syawarah meru pakan ungkapan hati<br />

yang lemah lembut dan sifat terpuji<br />

orang yang melaksanakannya. 12<br />

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-<br />

Tabari, dalam menafsirkan ayat di atas,<br />

menyatakan bahwa sesungguhnya Allah<br />

menyuruh Nabi untuk bermusyawarah<br />

dengan ummatnya tentang urusan<br />

yang akan dijalankan supaya mereka<br />

tahu hakikat urusan tersebut dan agar<br />

mereka mengikuti jejaknya. Namun<br />

kewajiban melaksanakan musyawarah<br />

bukan hanya dibebankan kepada Nabi<br />

saw melainkan juga kepada setiap<br />

orang mukmin, sekalipun perintah<br />

ayat tersebut ditujukan kepada Nabi<br />

saw. Artinya perintah yang terkandung<br />

dalam ayat tersebut juga berlaku<br />

umum. Dalam masyarakat modern yang<br />

ditandai dengan munculnya lembagalembaga<br />

politik, pemerintahan dan<br />

masyarakat, maka lembaga-lembaga<br />

ini menjadi subjek musyawarah; para<br />

pemimpinnya dibebani kewajiban<br />

mengadakan musyawarah dengan<br />

melibatkan para anggotanya atau rakyat<br />

untuk membicarakan masalah-masalah<br />

yang mereka hadapi. Al-Qurtubi (w.<br />

9 Syawal 671), seorang mufasir yang<br />

menukilkan dari Ibnu Atiyah, menulis:<br />

“Musyawarah adalah salah satu kaidah


Konsep Syura...<br />

syarak dan ketentuan hukum yang<br />

harus ditegakkan. Maka barangsiapa<br />

yang menjabat sebagai kepala negara,<br />

tetapi ia tidak bermusyawarah dengan<br />

ahli ilmu dan agama (ulama) haruslah ia<br />

dipecat”. 13<br />

Ibnu Taymiyah punya pemikiran<br />

dan keinginan adanya musyawarah<br />

yang bersifat lebih efektif dan umum.<br />

Menurutnya seorang pemimpin tidak<br />

hanya meminta pertimbangan dari<br />

kalangan ulama, akan tetapi dari semua<br />

jenjang dan kelas dalam masyarakat<br />

serta dari siapa saja yang sanggup<br />

memberikan pemikiran-pemikiran dan<br />

pendapat yang dinamis. Menurutnya,<br />

tidak semua permasalahan dapat<br />

dijadikan materi konsultasi, umpamanya<br />

ajaran Islam pokok yang merupakan<br />

dasar agama seperti minum arak,<br />

berjudi, berzina dan lainnya tidak perlu<br />

dipermasalahkan atau dimusyawarahkan<br />

lagi. Membincangkan validitas ajaran<br />

tersebut justeru dianggap sebagai<br />

tindakan kufur dan bid’ah. 14<br />

Syura adalah prinsip penting<br />

dalam konstitusi Islam. Dari sejumlah<br />

sumber dan referensi dalam studi sistem<br />

pemerintahan, hampir dapat dipastikan<br />

bahwa syura merupakan prinsip politik<br />

Islam. Sejarah Islam menunjukkan bahwa<br />

syura sudah memainkan peran penting<br />

dalam pembangunan politik di awal<br />

pembentukan negara Islam. Rasul sendiri<br />

mengkonsultasikan masalah-masalah<br />

masyarakat kepada banyak pihak dan<br />

hal ini menunjukkan bahwa tidak<br />

seorang pun dalam Islam yang memiliki<br />

kekuasaan mutlak di atas urusan-urusan<br />

masyarakat muslim. 15 Berkenaan dengan<br />

Rasulullah saw bermusyawarah dengan<br />

sahabatnya, Abu Hurairah berkata:<br />

“Saya tidak pernah melihat siapapun<br />

yang bermusyawarah dengan para<br />

shahabatnya lebih dari Rasulullah saw” 16<br />

Kegunaan dan keuntungan praktik syura<br />

bermakna untuk mengaplikasikan saling<br />

konsultasi pada semua tingkatan semua<br />

level interaksi sosial. 17<br />

MODEL <strong>DAN</strong> WILAYAH<br />

AL-SYURA<br />

Konsep syura dalam Islam tidak<br />

membolehkan pemilihan umum atau<br />

partisipasi langsung dalam proses<br />

politik. Maududi percaya bahwa majlis<br />

al-syura adalah ditunjuk oleh kepala<br />

negara bukan dipilih melalui pemilu. 18<br />

Mungkin pemikiran ini didasari<br />

kepada prilaku Umar bin Khattab yang<br />

menunjuk enam orang majlis syura atau<br />

ahlul halli wal ‘aqdi sebagai tim yang<br />

memilih penggantinya ketika menjelang<br />

beliau tiada. Lagi pula majlis syura yang<br />

memilih dan membai’at Abu Bakar<br />

menjadi Khalifah pertamapun tidak<br />

dipilih melalui pemilu. 19<br />

Karena ayat-ayat Al-Qur’an<br />

tentang syura bersifat umum dan bisa<br />

digunakan secara meluas, maka ini<br />

bermakna syura itu melingkupi semua<br />

urusan ummat Islam dalam berbagai<br />

aspek kehidupan. Artinya setiap urusan<br />

ummat Islam harus dimusyawarahkan.<br />

Namun demikian bentuk pemakaian<br />

yang meluas ini sebenarnya bukanlah<br />

menjadi tujuan pada nas yang<br />

mengatakan perintah tentang syura.<br />

Ini disebabkan adanya dua syarat yang<br />

harus diperhatikan berkaitan dengan<br />

syura.<br />

Pertama, syura tidak bisa<br />

81


diamalkan untuk membicarakan<br />

sesuatu perkara yang perintahnya<br />

terkandung dalam Al-Qur’an atau<br />

Hadith. Karena perintah tersebut<br />

menunjukkan hukum wajib. Perkara<br />

yang tergolong dalam kategori ini tidak<br />

boleh dimusyawarahkan. Kecuali jika<br />

tujuan syura adalah semata-mata untuk<br />

menta’rifkan perintah tersebut atau<br />

untuk melaksanakannya. Ini berlaku<br />

hanya pada zaman Rasulullah saja,<br />

karena Rasul mempunyai kewibawaan<br />

untuk menafsirkan dan melaksanakan<br />

perintah tersebut. Kedua, apabila<br />

sesuatu perkara diputuskan oleh majlis<br />

al-syura yang bertentangan dengan<br />

Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw,<br />

maka keputusan tersebut tidak boleh<br />

diikuti, walaupun dihasilkan melalui<br />

musyawarah. 20<br />

Para ulama berbeda pendapat<br />

mengenai ruang lingkup aplikasi<br />

syura. Al-Amidi, Zamakhsyari, Hasan<br />

al-Basri dan Al-Zahhak berpendapat<br />

bahwa syura tidak boleh diamalkan<br />

untuk membicarakan persoalan yang<br />

perintahnya terdapat dalam Al-Qur’an<br />

dan sunnah Rasulullah saw. Pendapat ini<br />

selaras dengan bunyi Hadith: “Rasulullah<br />

saw ditanya tentang apakah yang harus<br />

dilakukan oleh muslim pasca beliau<br />

berhubungan dengan persoalan yang<br />

kandungannya tidak disebut dengan<br />

jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.<br />

Rasulullah saw. menjawab: “mereka<br />

harus menyelesaikan urusannya dengan<br />

musyawarah”. 21<br />

Ibnu Khuwayz berpendapat:<br />

“Khalifah dan pemerintah Islam<br />

diwajibkan bermusyawarah dengan<br />

ulama tentang persoalan agama, dengan<br />

82<br />

Konsep Syura...<br />

pakar dan kepala tentara dalam urusan<br />

peperangan, dengan tokoh masyarakat<br />

dalam perkara yang berhubungan<br />

dengan kebajikan masyarakatnya,<br />

dan dengan menteri yang berwibawa<br />

serta dengan pengurus negara yang<br />

berpengalaman dalam semua persoalan<br />

yang berhubung dengan pembangunan<br />

negara dan rakyatnya. Sementara Ibnu<br />

Taymiyah memberikan pemikiran:<br />

“syura hanya boleh diamalkan dalam<br />

persoalan yang tidak disebut dalam<br />

perintah Al-Qur’an seperti dalam<br />

persoalan yang berhubungan dengan<br />

kepentingan ummah dan hal lain yang<br />

boleh diijtihadkan. 22<br />

Menurut Muhammad Rasyid<br />

Ridha, objek yang dimusyawarahkan<br />

hanya yang berkaitan dengan persoalan<br />

dunia, bukan urusan agama. Menurut Al-<br />

Tabari, Fakhruddin ar-Razi, Muhammad<br />

Abduh dan al-Maraghi, persoalan yang<br />

dimusyawarahkan tidak hanya urusanurusan<br />

keduniaan melainkan juga<br />

masalah-masalah agama, sebab banyak<br />

timbul masalah sosial, ekonomi, politik,<br />

pemerintahan, keluarga dan sebagainya<br />

yang penyelesaiannya memerlukan<br />

jawaban dari agama. 23<br />

Sebagai contoh nyata musyawarah<br />

yang dipamerkan Rasulullah saw dalam<br />

masa hidupnya adalah; ketika beliau<br />

beserta pasukan perangnya di hari<br />

Badr berkemah di suatu tempat yang<br />

tidak cocok pada pandangan Habbab<br />

ibn al-Munzir bin Jamuh. Lalu Habbab<br />

menanyakan kepada Rasulullah saw:<br />

ya Rasulullah adakah pilihan tempat ini<br />

merupakan wahyu Allah kepadamu atau<br />

kebijaksanaan militer darimu? Ketika<br />

Rasulullah saw menjawab itu pilihannya


Konsep Syura...<br />

sendiri, al-Habbab mengatakan: “tidak<br />

wahai utusan Allah, mari kita pindah ke<br />

tempat lain yang dekat dengan mata air<br />

dan susah dideteksi musuh”, Rasulullah<br />

saw menyetujui rancangan Habbab dan<br />

mengikutinya. 24<br />

Kasus lainnya adalah ketika kafir<br />

Quraisy dari Makkah berjalan menuju<br />

Madinah untuk memerangi kaum<br />

muslimin. Rasulullah saw mengajak umat<br />

untuk bermusyawarah, apakah kaum<br />

muslim menunggu kafir di Madinah<br />

atau keluar kota untuk menyerbu<br />

mereka. Rasulullah sendiri cenderung<br />

kepada pilihan pertama, namun kaum<br />

muda menginginkan pilihan kedua<br />

untuk menyerbu kafir di luar kota, lalu<br />

Rasulullah saw menyetujuinya dan<br />

kaum muslimin bertemu kafir di kaki<br />

bukit Uhud. 25 Apa yang disayangkan<br />

dari kasus ini adalah; hasilnya tidak<br />

menguntungkan kaum muslimin.<br />

Dalam perang Uhud ini Rasulullah<br />

saw telah mengamanahkan kepada<br />

kaum Muslimin via pimpinan regu<br />

mereka Abdullah bin Jubair untuk<br />

tetap bertahan di bukit Uhud, namun<br />

sebahagian mereka berkata: “Allah<br />

telah mengalahkan musuh-musuh-Nya<br />

lalu apa gunanya kita tinggal di sini?<br />

Sebahagian mereka terpesona dengan<br />

harta rampasan kemudian mengabaikan<br />

perintah pimpinannya. Sesa’at kemudian<br />

datanglah serangan balik dari pihak<br />

lawan yang mengakibatkan syahidnya<br />

beberapa orang shahabat Nabi. 26<br />

Semasa terjadinya perang<br />

Khandaq sebuah musyawarah terjadi<br />

antara Rasulullah saw dengan para<br />

shahabat. Seorang pemuda dari Persi<br />

yang bernama Salman al-Farisi berucap<br />

kepada Nabi: “kami di Persia dahulu<br />

apabila dikepung musuh maka kami<br />

menggali parit di sekeliling kami”. Lalu<br />

Nabi menyetujui dan memerintahkan<br />

penggalian parit di sekeliling Madinah<br />

dan Rasul sendiri ikut bersama<br />

menggalinya untuk meningkatkan<br />

semangat kaum muslumun. 27 Ketika parit<br />

sempurna digali dan pasukan musuh<br />

datang menyerbu kaum muslimin, satu<br />

persatu mereka jatuh ke parit bersama<br />

dengan kenderaannya. Kondisi ini<br />

didukung pula oleh angin kencang yang<br />

memporak porandakan semua kemahkemah<br />

mereka bersama isinya.<br />

Pada tahun Hudaybiyah Nabi keluar<br />

menuju Ka’bah bersama Abubakar, ketika<br />

sampai di Ghadir Asytat, mata-mata<br />

Rasulullah saw datang dan mengatakan<br />

kepadanya: “Sesungguhnya kaum<br />

Quraisy telah mengumpulkan pasukan<br />

dan menyiapkan orang-orang Habsyi<br />

untuk menyerang engkau, memerangi<br />

dan menghalangi engkau dari Ka’bah”.<br />

Lalu Nabi saw bermusyawarah dan<br />

bersabda: “kemukakanlah pendapatmu<br />

kepadaku wahai manusia apakah<br />

aku harus menyerah kepada keluarga<br />

dan keturunan mereka yang ingin<br />

menahan kita dari rumah Allah? Jika<br />

mereka datang kepada kita maka Allah<br />

sudah pernah menghancurkan kaum<br />

musyrikin”. Abubakar berkata: “Wahai<br />

Rasulullah! Engkau keluar sengaja<br />

menuju Rumah Allah, engkau tidak<br />

bermaksud membunuh atau memerangi<br />

seseorang karena itu teruskanlah<br />

perjalanan menuju rumah Allah ini;<br />

jika ada orang yang menghalangi kita<br />

maka kita akan memeranginya”. Lalu<br />

Rasulullah saw bersabda: “Berjalanlah<br />

83


dengan nama Allah”. 28<br />

Menyangkut dengan penerimaan<br />

shalat 50 waktu sehari semalam<br />

dalam peristiwa Israk dan Mi’raj, Nabi<br />

saw berhadapan dengan Nabi Musa.<br />

Musa berkata: “Wahai Muhammad,<br />

shalat 50 waktu sehari semalam akan<br />

memberatkan ummatmu, ummat saya<br />

saja yang besar-besar dan kuat-kuat<br />

tidak sanggup melaksanakannya apa lagi<br />

ummatmu yang kecil dan lemah. Dalam<br />

peristiwa ini sebuah proses musyawarah<br />

terjadi antara nabi Muhammad saw<br />

dengan Nabi Musa as. Dan Muhammad<br />

saw menerima saran Musa as untuk<br />

meminta dikurangi bilangan waktu<br />

shalat kepada Malaikat sehingga tinggal<br />

hanya lima waktu sehari semalam.<br />

Dalam kasus pencemaran nama<br />

baik isteri Nabi Muhammad saw Aisyah<br />

oleh Abdullah bin Ubay yang bersifat<br />

sangat pribadi, Rasulullah saw juga<br />

bermusyawarah dengan para shahabat.<br />

Pada waktu itu Rasul memanggil Ali<br />

bin Abi Thalib dan Usamah meminta<br />

pendapat mereka berdua berkenaan<br />

dengan rencana menceraikan isterinya<br />

ketika wahyu terlambat turun. Aisyah<br />

berkata: “Usamah memberikan<br />

pendapat kepada Rasulullah saw tentang<br />

apa yang diketahuinya berkenaan dengan<br />

kebersihan isteri Nabi sebagaimana<br />

yang diketahui orang banyak tentang<br />

dirinya”. Usamah berkata: “Keluarga<br />

(isteri Engkau) yang kami ketahui adalah<br />

baik.” Dan Ali bin Abi Thalib berkata:<br />

“wahai Rasulullah saw Allah tidak<br />

menyusahkan engkau, wanita selainnya<br />

masih banyak; tanyakanlah kepada<br />

hamba sahaya itu (maksudnya Barirah),<br />

pasti ia akan membenarkan engkau.”<br />

84<br />

Konsep Syura...<br />

Aisyah berkaata: “Lalu Rasulullah saw<br />

memanggil Barirah dan bertanya:<br />

“Wahai Barirah, adakah engkau<br />

melihat sesuatu yang meragukanmu?”<br />

Barirah berkata kepadanya, Demi yang<br />

mengutusmu dengan kebenaran, aku<br />

tidak pernah melihat sesuatu yang<br />

meragukan padanya; ia hanyalah<br />

seorang gadis yang masih muda; ia<br />

menjadi tepung keluarganya lalu datang<br />

ayam memakannya (kiasan bagi anakanak<br />

yang belum banyak mengetahui<br />

masalah). 29<br />

Pasca wafat Rasulullah saw, kaum<br />

mslimin berbeda pandangan mengenai<br />

pengganti Nabi. Dan orang-orang anshar<br />

berkumpul bersama Sa’d bin Ubadah di<br />

Saqifah Bani Sa’idah, lalu mereka berkata:<br />

“dari kalangan kami ada amir dan dari<br />

kalangan kamu juga ada amir...” 30 Dalam<br />

kondisi seperti itu Abubakar berucap:<br />

“Kami adalah pemimpin (umara) dan<br />

tuan-tuan adalah menteri (wuzara). Lalu<br />

Habba bin Munzir berkata; “tidak, demi<br />

Allah kami tidak menerima itu; dari kami<br />

ada seorang amir dan dari tuan-tuan juga<br />

ada seorang amir”. Kemudian Abubakar<br />

berkata: “Tidak, kami umara dan tuantuan<br />

wuzara.” Mereka adalah orangorang<br />

yang paling sederhana rumahnya<br />

dan lebih asli keturunan Arabnya, maka<br />

bai’atlaah Umar atau Abu Ubaidah.”<br />

Umar berkata: “Kami bai’at kamu, kamu<br />

adalah tuan kami, orang yang paling baik<br />

di antara kami dan orang yang paling<br />

dicintai Rasulullah saw. Kemudiana<br />

Umar mengambil tangan Abubakar dan<br />

membai’atnya, lalu orang banyakpun<br />

ikut membai’atnya.<br />

Musyawarah lainnya terjadi dalam<br />

masa khalifah Abubakar ash-Shiddiq


Konsep Syura...<br />

adalah berkenaan dengan pembukuan<br />

Al-Qur’an yang diazaskan ide utamanya<br />

oleh Umar bin Khatta. Mula-mula<br />

Abubakar tidak berani melakukan<br />

tindakan itu karena tidak pernah<br />

dilakukan dan dianjurkan Rasulullah<br />

saw, namun setelah diyakinkan Umar,<br />

kemudian beliau bersedia melakukannya.<br />

Proses syura di sini melibatkan beberapa<br />

orang shahabat terutama para penulis<br />

dan penghafal wahyu Allah.<br />

Pada masa kepemimpinan<br />

khalifah kedua, Umar bin Khattab pernah<br />

bermusyawarah dan meminta pendapat<br />

para shahabatnya tentang wanita<br />

yang menggugurkan kandungannya.<br />

Mughirah berkata: “Nabi saw<br />

memutuskan bahwa perbuatan itu sama<br />

dengan pembunuhan, baik ia janin lelaki<br />

maupun perempuan. Lalu Muhammad<br />

bin Maslamah memberi kesaksian<br />

bahwa Nabi saw pernah memutuskan<br />

demikian. 31 Musyawarah lain pada<br />

masa Umar adalah berkenaan dengan<br />

peminum arak yang oleh Nabi sendiri dan<br />

Abubakar menyebatnya dengan 40 kali<br />

sebat (cambuk). Tapi pada masa Umar<br />

setelah bermusyawarah dan meminta<br />

pendapat Abdurrahman bin ‘Auf beliau<br />

kemudian menyebatnya delapan puluh<br />

kali sebat.<br />

Berkenaan dengan musyawarah<br />

atau syura, Al-Qur’an telah menyebutkan<br />

beberapa perumpamaannya jauh<br />

sebelum Muhammad diutus menjadi<br />

Rasul, antara lain kisah Fir’aun<br />

bermufakat dengan pembesarpembesar<br />

negerinya untuk menghadapi<br />

Mu’jizat Nabi Musa as. Fir’aun berkata<br />

kepada pembesar-pembesar yang ada<br />

di sekelilingnya: “Sesungguhnya Musa<br />

ini benar-benar seorang ahli sihir yang<br />

pandai, ia ingin mengusir kamu dari<br />

negerimu dengan sihirnya; karenanya<br />

bagaimanakah pendapatmu?” Mereka<br />

menjawab: “Tundalah (urusan) dia<br />

dan saudaranya dan kirimkanlah<br />

keseluruh negeri orang-orang yang<br />

akan mengumpulkan (ahli sihir), niscaya<br />

mereka akan mendatangkan semua ahli<br />

sihir yang pandai kepadamu.” (Q.S.Asy-<br />

Syu’arak: 34-37).<br />

Sejarah mencatat bahwa<br />

syura ini bersifat umum, artinya ia<br />

berlaku pada setiap zaman sebelum<br />

kedatangan Rasulullah saw. Satu<br />

perumpaan lain adalah kebiasaan<br />

orang-orang Arab sebelum Rasulullah<br />

saw juga mengadakan musyawarah<br />

untuk keperluan pengaturan urusanurusan<br />

kabilah mereka. Pada masa<br />

itu musyawarah diadakan di Daru an-<br />

Nadwah sebagai sebuah tempat untuk<br />

mengadakan sumpah-sumpah kaum<br />

jahiliyah di Makkah. Balai syura ini juga<br />

digunakan oleh kaun Quraisy untuk<br />

bermusyawarah bagaimana mengkonter<br />

aktivitas dakwah Nabi Muhammad saw<br />

setelah beliau diutuskan menjadi Rasul<br />

Allah. 32 Kisah ini kemudian diabadikan<br />

Allah dalam kitab suci Al-Qur’an: “Dan<br />

(ingatlah) ketika orang-orang kafir<br />

(Quraisy) memikirkan daya upaya<br />

terhadapmu untuk menangkap dan<br />

memenjarakanmu atau membunuhmu,<br />

atau mengusirmu. Mereka memikirkan<br />

tipu daya dan Allah menggagalkan tipu<br />

daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas<br />

tipu daya.” (Q.S.Al-Anfal: 30).<br />

Ibnu Kathir berkata dari Ibnu<br />

Abbas: 33 “Sesungguhnya beberapa<br />

pembesar Quraisy dari setiap kabilah<br />

85


pernah berkumpul di Dar an-Nadwah,<br />

lalu iblis menampakkan dirinya sebagai<br />

orang tua dari Nejed. Ketika mereka<br />

melihatnya, lalu bertanya: “Siapakah<br />

anda?”, orang tua dari Nejed itu<br />

menjawab: :Aku mendengar bahwa<br />

kalian mengadakan pertemuan, lalu<br />

aku ingin hadir bersama kalian agar<br />

kalian dapat mendengar pendapat<br />

dan nasihatku. Mereka menjawab;<br />

silakan masuk, maka orang tua dari<br />

Nejed itu masuk bersama mereka, lalu<br />

mereka berkata: “pertimbangkanlah<br />

urusan Muhammad”. Dia hampir saja<br />

menguasai kalian. Akhirnya majlis ini<br />

memutuskan agar mengumpulkan<br />

seorang pemuda dari setiap kabilah<br />

untuk membunuhnya; dengan demikian<br />

semua kabilah akan bertanggung jawab<br />

atas pembunuhannya. Namun Allah<br />

menggagalkan rencana jahat mereka<br />

dan menyelamatkan Rasulullah saw<br />

dengan hijrah, 34 sementara mereka tidak<br />

mengetahuinya.<br />

Keputusan kaum Quraisy dari hasil<br />

musyawarah di Dar an-Nadwa adalah<br />

hukuman pengasingan bagi Rasulullah<br />

saw beserta pengikutnya ke Syi’ab<br />

Shaffa dengan memblokir pemasukan<br />

makanan, minuman, memutuskan<br />

hubungan pernikahan dan perkawinan<br />

agar mereka mati kelaparan. Keputusan<br />

ini diambil kaum Quraisy setelah Umar<br />

bin Khattab memeluk Islam, dan dari<br />

sinilah kaum muslimin diperintahkan<br />

Nabi berhijrah kedu kalinya ke Ethipoia<br />

di tengah malam yang gelap gulita atas<br />

pimpinan Jafar bin Abi Thalib. Ikut serta<br />

dalam jama’ah ini paman Nabi sendiri<br />

Abu Thalib meskipun ia belum memeluk<br />

Islam. 35<br />

86<br />

Konsep Syura...<br />

SYARAT, TUGAS <strong>DAN</strong><br />

TANGGUNG JAWAB MAJLIS<br />

SYURA<br />

Sebagai pemegang amanah,<br />

majlis syura memiliki beberapa kriteria<br />

tertentu untuk dapat menduduki kursi<br />

majlis syura. Hussain bin Muhammad<br />

bin Ali Jabir menyebutkan enam syarat<br />

untuk anggota majlis syura; 36<br />

1. ‘Adalah, termasuk semua<br />

persyaratannya. Seorang anggota<br />

majlis syura haruslah orang yang adil<br />

dalam berbagai sisi kehidupannya.<br />

Hal ini penting karena keadilan<br />

merupakan salah satu faktor utama<br />

ketentraman bangsa dan negara.<br />

2. Bertaqwa dan bersih daripada dosa<br />

kepada Allah dan ummat manusia.<br />

Taqwa merupakan faktor utama<br />

seseorang bebas daripada perbuatan<br />

salah karena takut kepada Allah<br />

melebihi daripada takut kepada yang<br />

lain-lain.<br />

3. Mengetahui Al-Qur’an dan Al-Sunnah<br />

serta ilmu-ilmu bahasa, tafsir, ilmu<br />

hadith dan lainnya. Ilmu merupakan<br />

salah satu pangkal utama bagi<br />

seseorang, dengan ilmu ia dapat<br />

hidup, dengan ilmu pula ia dapat<br />

menyelesaikan semua persoalan yang<br />

ada dan tanpa ilmu tidak mungkin<br />

seseorang bisa menjadi anggota ahli<br />

syura.<br />

4. Berpengalaman dalam masalah yang<br />

dimusyawarahkan. Pengalaman<br />

hidup kadangkala lebih berharga<br />

daripada ilmu, karenanya pengalaman<br />

bagi seorang anggota ahli syura<br />

merupakan sesuatu yang sangat<br />

perlu agar ia punya perbandingan<br />

dan mudah menyelesaikan setiap


Konsep Syura...<br />

persoalan yang ada.<br />

5. Berakal, cerdas dan matang. Seorang<br />

anggota ahli syura mestilah berakal<br />

dan tidak sakit saraf, memiliki<br />

pemikiran yang cerdas serta<br />

matang dalam mengarungi bahtera<br />

kehidupan ini. Dengan demikian ia<br />

mudah dalam kehidupan dan tidak<br />

mudah ditipu orang.<br />

6. Jujur dan amanah. Sifat jujur dan<br />

amanah adalah sifat Rasulullah saw,<br />

karenanya ummat beliau terlebih<br />

anggota ahli syura mestilah memiliki<br />

sifat tersebut agar mendapat<br />

kepercayaan dari ummat sepanjang<br />

hayat.<br />

Dalam ketentuan hukum Islam,<br />

struktur organisasi majlis syura terbatas<br />

kepada waktu dan bersifat fleksibel.<br />

Inilah penyebabnya kenapa Al-Qur’an<br />

tidak menetapkan persyaratan struktur<br />

organisasi, sehingga mudah disesuaikan<br />

dengan perkembangan zaman. Prinsip<br />

syura mendapat legitimasi dari Al-<br />

Qur’an. 37<br />

Bentuk musyawarah dalam sejarah<br />

syura paling tidak ada tiga model yang<br />

dapat kita rekam di sini. Pertama, pada<br />

zaman Rasulullah saw setiap masalah<br />

dirujuk kepada musyawarah umum di<br />

masjid atau kumpulan yang dipilih dalam<br />

satu musyawarah, ataupun segolongan<br />

para shahabat utama yang diundang<br />

untuk bermufakat. Kedua, sesudah<br />

zaman Rasulullah saw, perundingan<br />

untuk menyelesaikan sesuatu masalah<br />

dijalankan dalam suatau upacara khusus<br />

oleh pemimpin atau pembesar yang<br />

berpengalaman tinggi. Ketiga, dalam<br />

kasus-kasus tertentu masalah terpaksa<br />

dirujuk kepada seorang atau beberapa<br />

orang individu yang dipilih oleh kepala<br />

negara karena mereka mempunyai<br />

pendapat yang bernas di samping<br />

dihormati oleh masyarakat. 38<br />

Pelaksanaan dan praktik syura<br />

pada zaman Khulafah Rasyidin bisa<br />

membantu kita memahami persoalan<br />

ini secara lebih detil. Untuk itu perlu kita<br />

angkat beberapa contoh yang pernah<br />

berlaku pada zaman silam, yaitu:<br />

1. Abu Bakar ash-Shiddiq pada akhir<br />

hayatnya telah mengelola majlis<br />

syura yang terdiri dari beberapa<br />

orang shahabat Rasul. Beliau<br />

mencadangkan Umar bin Khattab<br />

sebagai penggantinya dan setelah<br />

semua shahabat Rasul setuju dan<br />

diumumkan kepada orang banyak,<br />

Abu Bakar mengatakan: “Adakah<br />

kamu setuju dengan orang yang<br />

aku calonkan sebagai penggantiku<br />

menjadi Amir kamu? Allah menjadi<br />

hakim bagiku. Aku berupaya sedapat<br />

mungkin mencapai keputusan<br />

yang terbaik dalam hal ini. Aku<br />

tidak mencalonkan seseorang yang<br />

bertalian darah denganku. Aku<br />

mencalonkan Umar anak Khattab<br />

sebagai penggantiku. Oleh sebab<br />

itu tha’atlah kamu semuanya<br />

kepadanya”.<br />

2. Umar bin Khattab ingin memimpin<br />

sendiri peperangan Faris. Kebanyakan<br />

orang yang ikut serta menyetujinya.<br />

Tapi segelintir shahabat yang memiliki<br />

kepakaran tentang peperangan<br />

memutuskan bahwa Khalifah harus<br />

tinggal di belakang (tidak harus<br />

menyertai peperangan tersebut).<br />

Lalu Khalifah Umarpun menyetujui<br />

pendapat mereka dan tidak ikut<br />

87


dalam peperangan tersebut.<br />

3. Ketika Umar memegang jabatan<br />

Khalifah timbul masalah tentang<br />

tanah di Iraq apakah harus<br />

dibagikan kepada tentara yang<br />

ikut berperang atau disimpan<br />

hasilnya dalam perbendaharaan<br />

negara. Umar membawa masalah<br />

tersebut untuk dimusyawarahkan<br />

dengan para shahabat Rasulullah<br />

saw yang dianggap sebagai ahlul<br />

halli wal ‘aqdi. Sebahagian besar<br />

mereka memutuskan hasil tanah<br />

tersebut harus disimpan dalam<br />

perbendaharaan negara.<br />

4. Menjelang masa akhir hayatnya<br />

Khalifah Umar telah membentuk<br />

satu badan yang terdiri dari enam<br />

orang shahabat Rasulullah saw, yaitu:<br />

Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,<br />

Abdurrahman bin ‘Auf, Mu’az bin<br />

Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Thabit,<br />

Talhah dan Zubair bin Awwam. Badan<br />

ini dianggap sebagai Majlis syura<br />

untuk melantik salah seorang dari<br />

mereka sebagai pengganti khalifah.<br />

Setelah selesainya musyawarah<br />

selama tiga malam maka pada<br />

pagi hari keempat Majlis syura<br />

memutuskan supaya Uthman bin<br />

Affan dilantik menjadi khalifah ketiga.<br />

Setelah bai’ah dijalankan dalam<br />

Majlis syura kemudian diumumkan<br />

dalam masjid Madinah tentang<br />

terpilihnya Uthman bin Affan sebagai<br />

khalifah ketiga.<br />

5. Setelah pembunuhan Uthman<br />

beberapa orang shahabat datang<br />

kerumah Ali bin Abi Thalib meminta<br />

beliau untuk menggantikan Uthman,<br />

namun pertama Ali keberatan, tapi<br />

88<br />

Konsep Syura...<br />

ketika didesak para shahabat Ali<br />

berucap: “Jika kamu menginginkan<br />

demikian maka datanglah ke masjid<br />

supaya penerimaanku sebagai<br />

khalifah tidak menjadi rahasia,<br />

supaya ini mendapat persetujuan<br />

dari penduduk Madinah. 39<br />

Jadi tugas majlis syura adalah<br />

memilih dan membai’at pemimpin<br />

negara sebagaimana yang telah kita<br />

sebutkan dalam lima poin di atas . dengan<br />

demikian ia juga bertanggung jawab<br />

atas tugas tersebut untuk memilih dan<br />

membai’at orang-orang yang patut dan<br />

serasi untuk sesuatu jabatan. Apabila<br />

gagal memilih pemimpin yang adil maka<br />

mereka menjadi beban dan bertanggung<br />

jawab terhadap Allah sebagai Khaliq<br />

di hari kemudian. Untuk itu tugas dan<br />

tanggung jawabnya memang berat dan<br />

berisiko tinggi. Karenanya pula orangorang<br />

‘arif dan bertanggung jawab<br />

sangat berhati-hati dengan persoalan<br />

tersebut.<br />

APLIKASI SYURA DALAM<br />

SEJARAH<br />

Sebagaimana penjelasan<br />

sebelumnya di mana terdapat dua<br />

pendapat tentang penafsiran ayatayat<br />

syura yang berbeda. Satu pihak<br />

mengatakan hanya persoalan-persoalan<br />

umum saja yang bisa dimusyawarahkan,<br />

sedangkan pihak lain berpendapat<br />

boleh saja dimusyawarahkan persoalanpersoalan<br />

agama yang belum ada<br />

ketentuan pasti dalam Al-Qur’an dan<br />

al-Sunnah. Pendapat-pendapat tersebut<br />

merujuk kepada beberapa peristiwa<br />

syura yang pernah ada dalam sejarah, di<br />

antaranya:


Konsep Syura...<br />

1. Perjanjian perdamaian di Hudaibiyah<br />

bukanlah hasil musyawarah antara<br />

Rasulullah saw dengan para<br />

shahabat. Apa yang dilakukan<br />

Rasulullah saw waktu itu dari awal<br />

sampai akhir betul-betul berjalan<br />

menurut petunjuk wahyu. Ketika<br />

Umar menanyakan tentang kejadian<br />

itu kepada Rasulullah saw, baginda<br />

menjawab: “Saya adalah abdi<br />

dan utusan Allah. Saya tidak akan<br />

menentang perintah-Nya, dan Allah<br />

tidak akan meninggalkanku”.<br />

2. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah<br />

dan memerintahkan pasukan<br />

Usamah berangkat ke medan<br />

perang, juga bukan semata-mata<br />

keputusannya sendiri. Abu Bakar<br />

hanya menjalankan perintah<br />

Rasulullah saw untuk mengatur<br />

dan mengawasi pasukan Usamah.<br />

Pengiriman pasukan itu ditangguhkan<br />

karena Rasulullah saw sakit. Bahkan<br />

Rasulullah telah memerintahkan<br />

pasukan itu berangkat meninggalkan<br />

Madinah sebelum beliau wafat.<br />

Namun demikian melihat keseriusan<br />

sakit Rasulullah, Usamah berkemah<br />

di luar kota sambil menunggu<br />

Rasulullah saw sembuh.<br />

3. Di kalangan para shahabat, Abu<br />

Bakar dikenal yang pertama kali<br />

memerintahkan memerangi orangorang<br />

Arab yang tidak mahu<br />

membayar zakat setelah wafatnya<br />

Rasulullah saw. Mula-mula para<br />

shahabat lain yang dipimpin Umar<br />

bin Khattab menentangnya dengan<br />

keras, namun kemudian Umar sendiri<br />

setuju dengan inisiatif Abu Bakar,<br />

kata Umar: “Demi allah begitu saya<br />

melihat bahwa Allah telah membuka<br />

hati Abu Bakar untuk memerangi<br />

mereka yang ingkar, saya tahu bahwa<br />

itulah yang benar”. 40<br />

Jadi perjalanan musyawarah<br />

dalam sejarah Islam memang sudah<br />

cukup lumayan untuk ditauladani<br />

dan dijadikan rujukan oleh kaum<br />

muslim hari ini, mulai dari beberapa<br />

praktik Rasulullah saw sampai kepada<br />

perlakuan para shahabat yang langsung<br />

mengikat diri dengan Rasul dalam<br />

perkara tersebut. Apa yang patut diingat<br />

adalah; musyawarah yang dilakukan<br />

baik oleh Nabi maupun para shahabat-<br />

Nya bertujuan untuk mencari kebenaran<br />

bukan mencari dan mengambil suara<br />

terbanyak. Sebagaimana yang diangkat<br />

dalam sistem demokrasi hari ini. Contoh<br />

konkritnya adalah musyawarah Abu<br />

Bakar tentang penyerbuan terhadap<br />

orang-orang munafik, syirik dan murtad<br />

pasca wafatnya Rasulullah saw. Dalam<br />

kasus tersebut hanya Abu Bakar sendiri<br />

yang berkeras untuk memerangi<br />

mereka sedangkan para shahabat lain<br />

beranggapan tidak bisa diperangi orangorang<br />

yang telah mengucap syahadatain.<br />

1 Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Cairo: al-Muassasah al-<br />

Misriyyah al-‘Ammah li al-Ta’lif wa al-Nashr, 1965, vol.,<br />

6, hal., 103<br />

2 Ensiklopedi Islam, vol., 5, Jakarta: P.T. Ikhtiar Baru Van<br />

Hoeve, hal., 18.<br />

3 Lukman Thaib, Political System of Islam, Kuala Lumpur:<br />

Amal, 1994, hal., 55.<br />

4 Untuk penjelasan lebih lanjut tentang perkara ini lihat<br />

Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />

<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, Kuala Lumpur: Elman, 1995,<br />

hal., 24.<br />

5 Abu Thana syihab al-Din al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi<br />

Tafsir Al-Qur’an al-Karim wa sab’I al-Mathani, Cairo:<br />

Matba’ah al-Munirah, 1345, vol., 25, hal., 42.<br />

6 Abu Bakr Muhammad bin Abd Allah al-‘Arabi, Ahkam<br />

89


Al- Qur’an, Cairo: Matba’ah Mustafa al-babi al-Halabi,<br />

1958, vol., 1, hal., 297.<br />

7 Abd. Al-Rahman al-Duri, Al-Syura bain al-Nazariyyah<br />

wa al-Tatbiq, Baghdad: Matba’ah al-Ummah, 1974, hal.,<br />

14.<br />

8 J.H.Burns, The Cambridge History of Medieval Political<br />

Thought, Cambridge: Cambridge University Press, 1988,<br />

hal., 545.<br />

9 Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />

<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, hal., 29.<br />

10 J.H.Burns, Ibid.<br />

11 Ibid.<br />

12 Lihat Ensiklopedi Islam, hal. 18.<br />

13 Ibid. hal. 18-19.<br />

14 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol. 3, Jakarta: PT.<br />

Ichtiar Baru Van Hoeve, 2004, hal., 212.<br />

15 Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership,<br />

Petaling Jaya: Delta Publishing Sdn. Bhd, 1995, hal. 72.<br />

16 Muhamed S. El-Awa, Sistem Politik Negara Islam,<br />

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991,<br />

hal.96-97.<br />

17 Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, hal. 71.<br />

18 Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, hal. 79.<br />

19 Ibid, hal. 73<br />

20 Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />

<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, hal.,43-44.<br />

21 Ibid, hal. 44.<br />

22 Ibid, hal. 44-45.<br />

23 Ensiklopedi Islam, hal. 19.<br />

24 Tan Sri, Muhammad Abdurrauf, The Concept of Islamic<br />

State, Kuala Lumpur: Islamic Affair Division Prime<br />

Minister’s Departmen, hal. 23-24. lihat juga Hussain bin<br />

Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul Muslimin<br />

analisis Sistem Jama’ah Dalam Gerakan Islam, Kuala<br />

Lumpur: Pustaka Syuhada, 1992, hal., 74.<br />

25 Tan Sri, Muhammad Abdurrauf, Ibid.<br />

26 Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Op.Cit, hal., 77.<br />

27 Ibid, hal., 77-78.<br />

28 Ibid, hal., 78.<br />

29 Ibid, hal., 79.<br />

30 Berkenaan dengan kisah ini silakan baca Hussain bin<br />

Muhammad bin Ali Jabir, MA, ibid, hal., 80.<br />

31 ibid, hal., 83.<br />

32 ibid, hal., 60-61.<br />

33 Lihat Tafsir Inu Kathir; 3/586, dan Sirah Ibnu Hisyam,<br />

90<br />

hal., 480-482.<br />

Konsep Syura...<br />

34 Hijrah yang dimaksudkan di sini adalah migrasi kedua<br />

ke Ethiopia sebanyak 119 mukmin leleki dan wanita<br />

atas perintah Rasulullah saw pada tahun 618. Hijrah ini<br />

dipimpin olehJaafar bin Abi Thalib dengan memanjat<br />

bukit baru Abu Kbais pada malam hari lalu memutar<br />

menuju pantai Laut Merah, seterusnya dari Bandar<br />

Janbuk berlayar menuju Ethiopia. Peristiwa ini terjadi<br />

empat tahun sebelum hijrah besar ke Yatsrib. (Untuk<br />

kelengkapan informasi ini lihat kembali Joesoef Sou’yb,<br />

Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra,<br />

1996, hal., 411-412.<br />

35 Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia,<br />

Jakarta: Al Husna Zikra, 1996, hal., 411.<br />

36 Lihat Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, MA, Op.Cit,<br />

hal., 87.<br />

37 Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem<br />

<strong>Pemerintah</strong>an Masa kini, hal., 126.<br />

38 Ibid, hal. 156-157.<br />

39 Ibid, hal. 157-159.<br />

40 Muhammad S.El_Awa, On The Political System of the<br />

Islamic State, Indiana Polis: American Trust Publication,<br />

1980, hal 94-95.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Abd. Al-Rahman al-Duri, Al-Syura bain al-<br />

Nazariyyah wa al-Tatbiq, Baghdad:<br />

Matba’ah al-Ummah, 1974.<br />

Abu Bakr Muhammad bin Abd Allah al-<br />

‘Arabi, Ahkam Al- Qur’an, Cairo:<br />

Matba’ah Mustafa al-babi al-Halabi,<br />

1958, vol., 1.<br />

Abu Thana syihab al-Din al-Alusi, Ruh<br />

al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an al-<br />

Karim wa sab’I al-Mathani, Cairo:<br />

Matba’ah al-Munirah, 1345, vol., 25.<br />

Ensiklopedi Islam, vol., 5, Jakarta: P.T.<br />

Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2005.<br />

Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol. 3,<br />

Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,<br />

2004.<br />

Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir,


Konsep Syura...<br />

MA, Menuju Jama’atul Muslimin<br />

analisis Sistem Jama’ah Dalam<br />

Gerakan Islam, Kuala Lumpur:<br />

Pustaka Syuhada, 1992.<br />

Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Cairo: al-<br />

Muassasah al-Misriyyah al-‘Ammah<br />

li al-Ta’lif wa al-Nashr, 1965, vol., 6.<br />

J.H.Burns, The Cambridge History<br />

of Medieval Political Thought,<br />

Cambridge: Cambridge University<br />

Press, 1988.<br />

Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di<br />

Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra, 1996.<br />

Lukman Thaib, Political System of Islam,<br />

Kuala Lumpur: Amal, 1994.<br />

Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya<br />

dalam Sistem <strong>Pemerintah</strong>an Masa<br />

kini, Kuala Lumpur: Elman, 1995.<br />

Lukman Thaib, The Islamic Polity and<br />

Leadership, Petaling Jaya: Delta<br />

Publishing Sdn. Bhd, 1995.<br />

Muhamed S. El-Awa, Sistem Politik<br />

Negara Islam, Kuala Lumpur: Dewan<br />

Bahasa dan Pustaka, 1991.<br />

Muhammad S.El_Awa, On The Political<br />

System of the Islamic State, Indiana<br />

Polis: American Trust Publication,<br />

1980.<br />

Sirah Ibnu Hisyam.<br />

Tafsir Inu Kathir; 3/586.,<br />

Tan Sri, Prof. Dr. Muhammad Abdurrauf,<br />

The Concept of Islamic State, Kuala<br />

Lumpur: Islamic Affair Division<br />

Prime Minister’s Departmen.<br />

91

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!