30.06.2013 Views

NOTA DINAS - BAPPEDA Aceh

NOTA DINAS - BAPPEDA Aceh

NOTA DINAS - BAPPEDA Aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

BAB II<br />

EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2010 DAN CAPAIAN<br />

KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH<br />

2.1. Gambaran Umum Kondisi Daerah<br />

2.1.1. Aspek Geografis dan Demografis<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> terletak di ujung Barat Laut Sumatera (2 o 00’00”- 6 o 04’30”<br />

Lintang Utara dan 94 o 58’21”-98 o 15’03” Bujur Timur) dengan Ibukota Banda <strong>Aceh</strong>,<br />

memiliki luas wilayah 56.758,85 km 2 atau 5.675.850 Ha (12,26 persen dari luas<br />

pulau Sumatera), wilayah lautan sejauh 12 mil seluas 7.479.802 Ha dengan garis<br />

pantai 2.666,27 km 2 . Secara administratif pada tahun 2009, Provinsi <strong>Aceh</strong> memiliki<br />

23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 276 kecamatan, 755<br />

mukim dan 6.423 gampong atau desa.<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas<br />

perdagangan Nasional dan Internasional yang menghubungkan belahan dunia timur<br />

dan barat, dengan batas wilayah di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka<br />

dan Teluk Benggala, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara<br />

dan Samudera Hindia, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia dan<br />

sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara.<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> memiliki topografi datar hingga bergunung. Wilayah dengan<br />

topografi daerah datar dan landai sekitar 32 persen dari luas wilayah, sedangkan<br />

berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah. Daerah<br />

dengan topografi bergunung terdapat dibagian tengah <strong>Aceh</strong> yang merupakan<br />

gugusan pegunungan bukit barisan dan daerah dengan topografi berbukit dan landai<br />

terdapat dibagian utara dan timur <strong>Aceh</strong>. Berdasarkan kelas topografi wilayah, Provinsi<br />

<strong>Aceh</strong> yang memiliki topografi datar (0 - 2%) tersebar di sepanjang pantai barat –<br />

selatan dan pantai utara – timur sebesar 24.83 persen dari total wilayah landai (2 –<br />

15%) tersebar di antara Pegunungan Seulawah dengan Sungai Krueng <strong>Aceh</strong>, di<br />

bagian pantai barat – selatan dan pantai utara – timur sebesar 11,29 persen dari total<br />

wilayah; agak curam (15 -40%) sebesar 25,82 persen dan sangat curam (> 40%)<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -1


yang merupakan punggung Pegunungan Seulawah, Gunung Leuser, dan bahu dari<br />

sungai-sungai yang ada sebesar 38,06 persen dari total wilayah.<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> memiliki ketinggian rata-rata 125 m diatas permukaan laut.<br />

Persentase wilayah berdasarkan ketinggiannya yaitu: (1) Daerah berketinggian 0-25<br />

meter dpl merupakan 22,62 persen luas wilayah (1,283,877.27 ha), (2) Daerah<br />

berketinggian 25-1.000 meter dpl sebesar 54,22 persen luas wilayah (3,077,445.87<br />

ha), dan (3) Daerah berketinggian di atas 1.000 meter dpl sebesar 23,16 persen luas<br />

wilayah (1,314,526.86 ha).<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> memiliki persentase lamanya penyinaran matahari tercatat<br />

jumlah penyinaran matahari maksimum terjadi antara pukul 10.00 – 11.00 WIB<br />

yaitu sebesar 8,6 persen dan jumlah penyinaran matahari terendah terjadi antara<br />

pukul 15.00 – 16.00 Wib sebesar 4.5 persen, suhu tertinggi terjadi pada tanggal 04<br />

September 2010 sebesar 28,4 ºC, dan rata-rata suhu terendah tercatat tanggal 29<br />

September 2010 sebesar 25,4 persen sedangkan rata-rata kelembaban udara<br />

tertinggi terjadi pada tanggal 29 September 2010 sebesar 91 persen dan terendah<br />

terjadi pada tanggal 04 September 2010 sebesar 69 persen.<br />

Sedangkan rata-rata tekanan udara terendah terjadi pada tanggal 18<br />

September 2010 yang bernilai 1011,0 mb sedangkan rata-rata tekanan udara<br />

tertinggi tercatat 06,27 mb dan 28 September sebesar 1012,9 mb. Untuk jumlah<br />

penguapan di stasiun klimitologi indrapuri, September 2010 tercatat jumlah<br />

penguapan terendah terjadi pada tanggal 29 September 2010 dengan nilai<br />

penguapan sebesar 0.3 mm, sedangkan jumlah penguapan tertinggi terjadi pada<br />

tanggal 10 September 2010 dengan jumlah penguapan 7,0 mm. Sementara<br />

persentase kecepatan angin terbanyak pada kecepatan Calm (0 Knot) sebesar 57,4<br />

persen dan persentase kecepatan angin terendah yaitu pada kecepatan 11-17 Knot<br />

sebesar 1,3 persen. Sedangkan persentase arah angin terbanyak pada bulan<br />

Agustus 2010 didominasi arah dari Barat Laut sebanyak 8% dan arah angin<br />

terendah dari Timur Laut dengan persentase sebesar < 1.4%.<br />

a. Potensi Pengembangan Wilayah<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> mempunyai beragam kekayaan sumberdaya alam antara lain<br />

minyak dan gas bumi, pertanian, industri, perkebunan, perikanan darat dan laut,<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -2


pertambangan umum yang memiliki potensi untuk dikembangkan sesuai dengan<br />

Rencana Tata Ruang Wilayah <strong>Aceh</strong>.<br />

Secara umum, penetapan Wilayah Pengembangan (WP) di <strong>Aceh</strong><br />

dikelompokkan berdasarkan posisi geografis, yaitu: (1) Banda <strong>Aceh</strong> dan sekitar,<br />

(2) Pesisir Timur, (3) Pegunungan Tengah, dan (4) Pesisir Barat. Wilayah<br />

Pengembangan yang dimaksud memiliki beberapa pusat kegiatan di wilayah<br />

tersebut yang dapat merupakan: Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan<br />

Strategis Nasional (PKSN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan<br />

Lokal (PKL). Penetapan PKN dan PKW merupakan kewenangan pemerintah, dan<br />

telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).<br />

Sementara PKL ditetapkan dalam RTRW Provinsi, sesuai dengan ketentuan pada<br />

Pasal 11 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) No.26/2008 tentang RTRWN.<br />

Penetapan wilayah pengembangan berdasarkan rencana tata ruang Provinsi<br />

<strong>Aceh</strong> secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.1.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -3


NO<br />

Tabel 2.1<br />

Penempatan Wilayah Pengembangan<br />

(WP)<br />

1 2 3 4 5<br />

1 Banda <strong>Aceh</strong> dan sekitarnya<br />

2<br />

3<br />

4<br />

Wilayah Pengembangan<br />

(WP)<br />

WP Basajan PKNp Banda <strong>Aceh</strong> Kota Banda <strong>Aceh</strong><br />

(Banda <strong>Aceh</strong>-Sabang_Jantho)<br />

Pesisir Timur<br />

PKW/PKSN Sabang Kota Sabang<br />

PKL Jantho Kab. <strong>Aceh</strong> Besar<br />

WP Timur 1 PKW Langsa Kota Langsa<br />

(Langsa-Kuala Simpang-Idi Rayeuk)<br />

PKL Ka. Simpang-Kr Baru Kab. <strong>Aceh</strong> Utara<br />

PKL Idi Reyeuk Kab. Bireuen<br />

WP Timur 2 PKN Lhokseumawe Kota Lhokseumawe<br />

(Lhokseumawe-Bireuen-Lhok Sukon)<br />

PKL Bireuen Kab. Bireuen<br />

PKL Lhok Sukon Kab. <strong>Aceh</strong> Utara<br />

WP Timur 3 Kab. Pidie Kab. Pidie<br />

(Sigli-Meureudu)<br />

Pegunungan Tengah<br />

Kab. Pidie jaya Kab. Pidie Jaya<br />

WP Tengah 1 PKW Takengon Kab. <strong>Aceh</strong> Tengah<br />

(Takengon-Sp. Tiga Redelong PKL Sp. Tiga Redelong Kab. Bener Meriah<br />

WP Tengah 2 PKL Kutacane Kab. <strong>Aceh</strong> Tengah<br />

(Kutacane-Blangkejeren)<br />

Pesisir Barat<br />

PKL Blangkejeren Kab. Gayo Lues<br />

WP Barat 1 PKW Meulaboh Kab. <strong>Aceh</strong> Barat<br />

(Meulaboh-Calang_Suka Mak-mue)<br />

PKL Calang Kab. <strong>Aceh</strong> Jaya<br />

PKWp Jeuram-Suka Mamue Kab. Nagan Raya<br />

WP Barat 2 PKL Tapaktuan Kab. <strong>Aceh</strong> Selatan<br />

(Tapaktuan-Blangpidie) PKWp Blangpidie Kab. <strong>Aceh</strong> Barat Daya<br />

WP Barat 3 PKWp Subulussalam Kota Subulussalam<br />

(Subulussalam-Singkil) PKL Singkil Kab. <strong>Aceh</strong> Singkil<br />

WP Barat 4 Sinabang Kab. Simeulue<br />

(Sinabang)<br />

Sumber : Bappeda Aceb (RTRWA,), 2010<br />

Pusat Kegiatan<br />

Kabupaten/Kota<br />

yang Tercakup<br />

Luas WP<br />

(Ha)<br />

140,800.00<br />

290,701.32<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -4<br />

-<br />

146,900.00<br />

157,050.00<br />

351,832.53<br />

291,650.00<br />

84,862.90<br />

Demikian juga dengan rencana penetapan kegiatan unggulan pada<br />

kawasan budidya lainnya sebagaimana Tabel 2.2<br />

-<br />

11.37


No.<br />

Tabel 2.2<br />

Penetapan Kawasan Unggulan pada Kawasan Budidaya Lainnya<br />

TABEL IV.2.4<br />

Dalam kawasan andalan <strong>Aceh</strong> – WP (KAA-WP)<br />

PENETAPAN KEGIATAN UNGGULAN PADA KAWASAN BUDIDAYA LAINNYA<br />

DALAM KAWASAN ANDALAN ACEH - WP (KAA-WP)<br />

Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong>-WP Kabupaten/Kota Luas KAA-WP Luas Kaw. Luas Kaw. Bud. Luas Kaw. Kegiatan Unggulan Pada<br />

(KAA-WP) Yang Tercakup (Ha) Lindung (Ha) Strat.<strong>Aceh</strong> (Ha) Bud. Lain (Ha) Kaw. Budidaya Lainnya<br />

1. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kota Banda <strong>Aceh</strong> 308.087,76 159.166,60 50.919,40 62.953,60 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Basajan Kota Sabang - Permumiman Perdesaan<br />

(Banda <strong>Aceh</strong>-Sabang-Jantho) Kab. <strong>Aceh</strong> Besar - Pertanian<br />

- Pariwisata<br />

- Industri<br />

- Perikanan<br />

2. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kota Langsa 775.022,60 432.431,90 31.934,04 298.155,96 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Timur 1 Kab. <strong>Aceh</strong> Tamiang - Permumiman Perdesaan<br />

(Langsa-Kuala Simpang-Idi Kab. <strong>Aceh</strong> Timur - Perkebunan<br />

Rayeuk) - Pertanian<br />

- Industri<br />

- Perikanan<br />

- Pertambangan<br />

3. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kota Lhokseumawe 464.440,37 137.762,70 52.327,13 269.612,87 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Timur 2 Kab. <strong>Aceh</strong> Utara - Permumiman Perdesaan<br />

(Lhokseumawe-Bireuen-Lhok Kab. Bireuen - Pertanian<br />

Sukon) - Perkebunan<br />

- Industri<br />

- Perikanan<br />

- Pertambangan<br />

4. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kab. Pidie 411.718,18 267.670,09 51.376,97 65.513,03 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Timur 3 Kab. Pidie Jaya - Permumiman Perdesaan<br />

(Sigli-Meureudu) - Pertanian<br />

- Perkebunan<br />

- Industri<br />

- Perikanan<br />

- Pertambangan<br />

5. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kab. <strong>Aceh</strong> Tengah 635.804,69 459.753,21 5.200,00 59.930,00 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Tengah 1 Kab. Bener Meriah - Permumiman Perdesaan<br />

(Takengon-SpTRedelong) - Perkebunan<br />

- Pariwisata<br />

- Perikanan<br />

6. Kawasan Andalan Provinsi - Kab. <strong>Aceh</strong> Tenggara 971.953,52 873.350,00 35.657,54 29.472,46 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Tengah 2 Kab. Gayo Lues - Permumiman Perdesaan<br />

(Kutacane-Blangkejeren) - Perkebunan<br />

- Pariwisata<br />

- Pertanian<br />

7. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kab. <strong>Aceh</strong> Barat 1.018.069,37 702.493,32 31.868,36 276.981,64 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Barat 1 Kab. <strong>Aceh</strong> Jaya - Permumiman Perdesaan<br />

(Meulaboh-Calang-Suka Mak- Kab. Nagan Raya - Perkebunan<br />

mue) - Pertanian<br />

- Perikanan<br />

- Pariwisata<br />

- Pertambangan<br />

8. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kab. <strong>Aceh</strong> Selatan 605.863,89 535.690,00 21.896,35 38.243,65 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Barat 2 Kab. <strong>Aceh</strong> Barat Daya - Permumiman Perdesaan<br />

(Tapaktuan-Blangpidie) - Perkebunan<br />

- Pertanian<br />

- Perikanan<br />

- Pariwisata<br />

9. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kota Subulussalam 302.158,51 390.073,00 7.867,86 107.542,14 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Barat 3 Kab. <strong>Aceh</strong> Singkil - Permumiman Perdesaan<br />

(Subulussalam-Singkil) - Perkebunan<br />

- Perikanan<br />

- Pariwisata<br />

10. Kawasan Andalan <strong>Aceh</strong> - Kab. Simeulue 182.721,93 121.752,10 3.085,00 50.685,00 - Permukiman Perkotaan<br />

WP Barat 4 (Sinabang) - Permumiman Perdesaan<br />

- Perkebunan<br />

- Perikanan<br />

- Pariwisata<br />

Sumber: Rencana Pola Ruang Wilayah <strong>Aceh</strong>.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -5


. Wilayah Rawan Bencana<br />

<strong>Aceh</strong> secara geografis terletak di daerah khatulistiwa antara Benua Asia<br />

dan Australia serta antara Samudera Hindia dan Selat Malaka. Letak <strong>Aceh</strong><br />

yang juga berdekatan dengan garis khatulistiwa juga menyebabkan <strong>Aceh</strong><br />

memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan dan kemarau yang<br />

panjang. Dari kondisi geologis, <strong>Aceh</strong> berada pada pertemuan dua lempeng<br />

utama dunia, yaitu lempeng Eurasia dan Indo-Australia membentuk tunjaman<br />

lempeng tektonik yang melintas dari barat pulau Sumatera melalui sebelah<br />

selatan pulau Jawa hingga ke Nusa Tenggara. Kondisi pertemuan lempeng<br />

tersebut menyebabkan <strong>Aceh</strong> berpotensial terhadap gempa bumi, letusan<br />

gunung berapi, tanah longsor dan tsunami. Kondisi-kondisi tersebut<br />

menjadikan <strong>Aceh</strong> sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap bencana alam.<br />

Kendati pernah mengalami bencana besar tsunami, <strong>Aceh</strong> masih<br />

berpotensi terjadi bencana yang sama. Potensi ancaman di <strong>Aceh</strong> diprediksikan<br />

tidak akan berkurang secara signifikan dalam tahun-tahun kedepan. Pada<br />

dasarnya semua jenis bencana, baik yang disebabkan oleh alam dan non alam<br />

selalu berpotensi mengancam kehidupan. Selengkapnya tabel berikut<br />

menampilkan daerah-daerah berisiko tinggi terhadap bencana geologis,<br />

hidrometrologis dan bencana sosial/kesehatan.<br />

Tabel 2.2<br />

Daerah Berisiko Tinggi Terhadap Bencana<br />

NO JENIS ANCAMAN KABUPATEN/KOTA KECAMATAN<br />

1. Geologis<br />

a. Gempa Bumi <strong>Aceh</strong> Barat 11<br />

Bener Meriah 7<br />

Banda <strong>Aceh</strong> 9<br />

Sabang 2<br />

Subulussalam 5<br />

<strong>Aceh</strong> Jaya 6<br />

Simeulue 8<br />

<strong>Aceh</strong> Singkil 5<br />

<strong>Aceh</strong> Selatan 14<br />

<strong>Aceh</strong> Tenggara 10<br />

<strong>Aceh</strong> Tengah 6<br />

<strong>Aceh</strong> Besar 23<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -6


Pidie 12<br />

Gayo Lues 11<br />

Abdya 6<br />

Nagan Raya 4<br />

b. Tanah Longsor <strong>Aceh</strong> Barat 7<br />

<strong>Aceh</strong> Tamiang 6<br />

Nagan Raya 3<br />

Bener Meriah 7<br />

Pidie Jaya 2<br />

Langsa 1<br />

Lhokseumawe 1<br />

Subulussalam 3<br />

<strong>Aceh</strong> Jaya 6<br />

Simeulue 4<br />

<strong>Aceh</strong> Singkil 4<br />

<strong>Aceh</strong> Selatan 12<br />

<strong>Aceh</strong> Tenggara 10<br />

<strong>Aceh</strong> Timur 6<br />

<strong>Aceh</strong> Tengah 14<br />

<strong>Aceh</strong> Besar 12<br />

Pidie 7<br />

Bireuen 7<br />

<strong>Aceh</strong> Utara 9<br />

Abdya 6<br />

Gayo lues 11<br />

2. Hidrometrologis<br />

a. Banjir <strong>Aceh</strong> Barat 11<br />

<strong>Aceh</strong> Tamiang 9<br />

Nagan Raya 1<br />

Bener Meriah 3<br />

Pidie Jaya 3<br />

Banda <strong>Aceh</strong> 6<br />

Sabang 2<br />

Lhokseumawe 1<br />

Subulussalam 3<br />

<strong>Aceh</strong> Jaya 3<br />

Simeulue 3<br />

<strong>Aceh</strong> Singkil 2<br />

<strong>Aceh</strong> Selatan 9<br />

<strong>Aceh</strong> Tenggara 2<br />

<strong>Aceh</strong> Timur 5<br />

<strong>Aceh</strong> Tengah 2<br />

<strong>Aceh</strong> Besar 10<br />

Pidie 4<br />

Bireuen 3<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -7


. Abrasi, sedimentasi,<br />

erosi<br />

<strong>Aceh</strong> Utara 9<br />

Abdya 6<br />

Gayo Lues 1<br />

<strong>Aceh</strong> Barat 8<br />

<strong>Aceh</strong> Tamiang 5<br />

Nagan Raya 4<br />

Pidie Jaya 5<br />

Banda <strong>Aceh</strong> 4<br />

Sabang 2<br />

Langsa 2<br />

Lhokseumawe 3<br />

Subulussalam 4<br />

<strong>Aceh</strong> Jaya 5<br />

Simeulue 8<br />

Singkil 6<br />

<strong>Aceh</strong> Selatan 9<br />

<strong>Aceh</strong> Tenggara 5<br />

<strong>Aceh</strong> Timur 12<br />

<strong>Aceh</strong> Tengah 5<br />

<strong>Aceh</strong> Besar 14<br />

Pidie 10<br />

Bireuen 6<br />

<strong>Aceh</strong> Utara 7<br />

Abdya 5<br />

Gayo Lues 2<br />

3. Sosial dan Kesehatan<br />

a. Konflik <strong>Aceh</strong> Barat 8<br />

<strong>Aceh</strong> Besar 14<br />

<strong>Aceh</strong> Jaya 6<br />

<strong>Aceh</strong> Selatan 10<br />

<strong>Aceh</strong> Timur 19<br />

<strong>Aceh</strong> Utara 8<br />

Bireuen 6<br />

Pidie 9<br />

<strong>Aceh</strong> Barat Daya 6<br />

Gayo Lues 2<br />

Subulussalam 1<br />

<strong>Aceh</strong> Singkil 6<br />

<strong>Aceh</strong> Tenggara 6<br />

<strong>Aceh</strong> Tengah 6<br />

Lhokseumawe 4<br />

Langsa 5<br />

Pidie Jaya 8<br />

<strong>Aceh</strong> Tamiang 5<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -8


Nagan Raya 4<br />

Bener Meriah 8<br />

Banda <strong>Aceh</strong> 9<br />

Sabang 2<br />

b. KLB/wabah Penyakit Banda <strong>Aceh</strong> 9<br />

<strong>Aceh</strong> Jaya 6<br />

<strong>Aceh</strong> Barat 13<br />

Nagan Raya 7<br />

Simeulue 8<br />

<strong>Aceh</strong> Barat Daya 6<br />

Singkil 9<br />

<strong>Aceh</strong> Selatan 11<br />

Subulussalam 5<br />

Sabang 2<br />

<strong>Aceh</strong> Besar 22<br />

Pidie 13<br />

<strong>Aceh</strong> Tengah 3<br />

Gayo Lues 2<br />

<strong>Aceh</strong> Tenggara 4<br />

Lhokseumawe 5<br />

<strong>Aceh</strong> Utara 5<br />

<strong>Aceh</strong> Timur 6<br />

Langsa 4<br />

Pidie Jaya 8<br />

Bireun 17<br />

<strong>Aceh</strong> Tamiang 10<br />

Bener Meriah 9<br />

Sumber : RAD Pengurangan Resiko Bencana <strong>Aceh</strong> Tahun 2010-2012<br />

c. Demografi<br />

Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk di <strong>Aceh</strong><br />

berjumlah 4.486.570 jiwa terdiri dari 2.243.578 jiwa laki-laki dan 2.242.992 jiwa<br />

perempuan. Dilihat dari distribusinya jumlah penduduk paling banyak di<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Utara, yaitu sebesar 529.746 jiwa atau sebesar 11.81% dari<br />

total penduduk di <strong>Aceh</strong>. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada<br />

di Kota Sabang, yaitu sebesar 30.647 jiwa atau sebesar 0.68% dari total<br />

penduduk. Jika dilihat dari perkembangannya, jumlah penduduk di <strong>Aceh</strong> terus<br />

meningkat pasca tsunami dan konflik yang berkepanjangan. Konflik yang<br />

berkepanjangan di <strong>Aceh</strong> dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 berpengaruh<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -9


pada dinamika penduduk di <strong>Aceh</strong>. Tsunami di <strong>Aceh</strong> pada tahun 2004<br />

mengakibatkan korban meninggal 310.000 orang meninggal. Bila dibandingkan<br />

dengan data penduduk tahun 2004, maka 4% dari penduduk <strong>Aceh</strong> menjadi<br />

korban tsunami. Korban penduduk terbanyak di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Besar (36%),<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Jaya (21%), <strong>Aceh</strong> Barat (9%) dan Kota Banda <strong>Aceh</strong> (6%).<br />

Pada tahun 2010 kepadatan penduduk di <strong>Aceh</strong> sebesar 76 orang/km2,<br />

wilayah dengan kepadatan tertinggi adalah Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Kepadatan<br />

penduduk Kota Banda <strong>Aceh</strong> mencapai 3.654 orang per km2. Kota Lhokseumawe<br />

(942 jiwa/km2) dan Kota Langsa (567 jiwa/km2) juga memiliki kepadatan<br />

penduduk yang jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah-wilayah lain. Kondisi<br />

demikian disebabkan karena pada daerah-daerah tersebut terdapat akses yang<br />

mudah dicapai terhadap sarana dan prasarana wilayah. Fasilitas yang sudah<br />

cukup memadai pada daerah-daerah tersebut cukup menarik perhatian<br />

masyarakat untuk menetap disana. Kondisi yang terjadi di tiga kabupaten<br />

tersebut, berbanding terbalik dengan Kabupaten Gayo Lues. Kabupaten Gayo<br />

Lues yang memiliki luas wilayah sekitar 10% dari wilayah <strong>Aceh</strong> memiliki<br />

kepadatan penduduk terendah yaitu hanya sekitar 14 orang per km2. Selama<br />

periode 2005-2010 kepadatan penduduk di <strong>Aceh</strong> terus meningkat, dari 68<br />

jiwa/km2 pada tahun 2005 naik menjadi 76 jiwa/km2 pada tahun 2010.<br />

Pada periode 2009-2010 pertumbuhan penduduk <strong>Aceh</strong> mencapai 2,13%,<br />

angka ini menggambarkan laju pertumbuhan penduduk mulai sedikit meningkat<br />

dibanding periode tahun sebelumnya, yaitu 1,66 % pada periode 2008—2009.<br />

Jika dilihat dari persebarannya, pertumbuhan tertinggi pada periode 2009-2010<br />

adalah di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Besar (11,98%). Namun pertumbuhan penduduk<br />

terendah ada di Kabupaten Subulussalam (-43,84%).<br />

Penduduk menurut kelompok umur & jenis kelamin. Di tahun 2010<br />

komposisi jumlah penduduk perempuan( 2.242.992 jiwa atau 49.99% dari total<br />

penduduk) tetap lebih sedikit jika dibandingkan jumlah penduduk laki-lakinya<br />

pada tahun yang sama (2.243.578 jiwa atau 50.01% dari total penduduk). Jika<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -10


dilihat perkembangannya dari tahun 2000 –2010, komposisi penduduk laki-laki<br />

dan perempuan komposisinya relatif seimbang dari tahun ke tahun. Jika dilihat<br />

dari bentuk piramida penduduknya, penduduk <strong>Aceh</strong> tergolong ke dalam<br />

kelompok ekspansif. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduknya berada<br />

dalam kelompok usia muda.<br />

Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio), merupakan perbandingan antara jumlah<br />

penduduk laki-laki dengan jumlah pendudukperempuan di suatu daerah pada<br />

waktu tertentu, dan biasanya dinyatakan sebagai jumlah laki-laki per 100<br />

perempuan. Rasio jenis kelamin tahun 2010 adalah 99% yang berarti dari setiap<br />

100 perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Rasio untuk tahun 2009 tidak<br />

jauh berbeda dari tahun 2010.<br />

Indek Pembangunan Manusia (IPM) adalah satuan untuk mengukur<br />

kesuksesan pembangunan suatu wilayah. IPM/HDI adalah angka yang diolah<br />

berdasarkan tiga dimensi: yaitu panjang usia (longevity), pengetahuan<br />

(knowledge), dan standar hidup (standard of living) suatu wilayah. IPM yang<br />

tinggi menunjukkan keberhasilan pembangunan kesehatan, pendidikan, dan<br />

ekonomi. Sebaliknya, IPM yang rendah menunjukkan ketidakberhasilan<br />

pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi suatu negara.<br />

Indek Pembangunan Manusia di <strong>Aceh</strong> tahun 2008 mencapai angka 70.76, lebih<br />

tinggi dari tahun sebelumnya (70,59). Jika dilihat dari peringkatnya menempati<br />

peringkat ke-17 dari 33 provinsi di Indonesia. Bila diperhatikan IPM<br />

Kabupaten/Kota, ternyata IPM Kabupaten/Kota di pesisir timur dan Banda <strong>Aceh</strong><br />

dan sekitarnya lebih besar dari IPM <strong>Aceh</strong>, kecuali <strong>Aceh</strong> Timur dan <strong>Aceh</strong><br />

Tamiang. IPM Kabupaten/Kota di pesisir barat relatif lebih kecil IPM <strong>Aceh</strong>.<br />

Sementara IPM Kabupaten di Wilayah tengah menunjukkan sebagian lebih besar<br />

(<strong>Aceh</strong> Tengah dan <strong>Aceh</strong> Tenggara) dan sebagian lebih kecil (Gayo Lues dan<br />

Bener Meriah) daripada IPM <strong>Aceh</strong>. Sebaran IPM menurut wilayah tersebut dapat<br />

mengidentifikasikan bahwa ada kesenjangan perkembangan wilayah antara<br />

wilayah pesisir timur dan Banda <strong>Aceh</strong> dan sekitarnya di satu pihak yang lebih<br />

maju, dan wilayah pesisir barat dan wilayah tengah di lain pihak yang tertinggal.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -11


Angka harapan hidup menggambarkan panjang umur penduduk dalam<br />

suatu wilayah dengan menjalani hidup sehat. Meningkatnya umur harapan hidup<br />

waktu lahir memberikan gambaran tentang perbaikan tingkat kesehatan dan<br />

tingkat sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan data BPS tahun 2008, angka<br />

harapan hidup di <strong>Aceh</strong> sebesar 68.5 tahun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan<br />

tahun sebelumnya 2005-2007. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan tingkat<br />

layanan kesehatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Jika dibandingkan<br />

dengan angka harapan hidup Indonesia pada tahun yang sama (71 tahun),<br />

angka harapan hidup di <strong>Aceh</strong> lebih rendah. Jika dilihat dari distribusinya, angka<br />

harapan hidup tertinggi ada di Kabupaten Bireuen, yaitu 72,28 tahun. Disusul<br />

Kota Sabang 70,36 tahun dan Kota Banda <strong>Aceh</strong> 70,24 tahun. Sedangkan angka<br />

harapan hidup paling rendah ada di Kabupaten Simeulue. Jika dibandingkan<br />

angka harapan hidup laki-laki dan perempuan dari tahun 2005-2008, angka<br />

harapan hidup perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan angka harapan<br />

hidup laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesehatan perempuan di<br />

<strong>Aceh</strong> relatif lebih tinggi dibandingkan tingkat kesehatan pada laki-laki.<br />

2.1.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat<br />

2.1.2 .1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi (data disesuaikan<br />

dengan tabel bab III)<br />

Nilai Product Domestic Regional Bruto (PDRB) <strong>Aceh</strong> yang dihitung atas<br />

harga konstan mengalami perkembangan yang kurang menggembirakan. Pasca<br />

tsunami, ekonomi <strong>Aceh</strong> sempat terpuruk sampai ke tingkat yang sangat<br />

memprihatinkan. PDRB <strong>Aceh</strong> pada tahun 2005 hanya mencapai Rp 36,29 triliun<br />

atau turun 10,12 persen dari tahun sebelumnya. Lima dari sembilan sektor<br />

ekonomi yang membentuk struktur PDRB mengalami kontraksi yang besar yaitu<br />

pertanian turun 3,89 persen, pertambangan dan penggalian turun tajam sampai<br />

22,62 persen, demikian juga industri pengolahan jatuh 22,30 persen, konstruksi<br />

turun 16,14 persen, serta sektor jasa turun 9,53 persen. Perkembangan nilai<br />

PDRB <strong>Aceh</strong> dalam lima tahun terakhir secara berturut-turut adalah sebesar<br />

36.29 triliun rupiah (2005), 36.85 triliun rupiah (2006), 35.98 triliun rupiah<br />

(2007), 34.09 triliun rupiah (2008) dan 32.18 triliun rupiah (2009).<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -12


Berdasarkan persentase pertumbuhan PDRB, secara berturut-turut<br />

pertumbuhan ekonomi <strong>Aceh</strong> (dengan Migas) adalah -10,12 persen (2005), 1,56<br />

persen (2006), -2,36 persen (2007), -5,27 persen (2008) dan -5,58 persen (2009).<br />

Sedangkan nasional secara berturut-turut adalah 6,60 persen (2005); 6,10 persen<br />

(2006); 6,90 persen (2007); 6,50 persen (2008); dan 4,20 persen (2009). Semakin<br />

menurunnya pertumbuhan ekonomi <strong>Aceh</strong> selama kurun waktu tersebut terutama<br />

akibat semakin menurunnya kontribusi sub sektor migas. Sebagaimana diketahui<br />

bahwa selama hampir 30 tahun terakhir struktur ekonomi <strong>Aceh</strong> didominasi oleh<br />

sub sektor migas sehingga perubahan sumbangan sektor ini memberi pengaruh<br />

signifikan terhadap nilai PDRB <strong>Aceh</strong> secara keseluruhan.<br />

Tanpa memperhitungkan sumbangan sub sektor migas, PDRB <strong>Aceh</strong> terus<br />

mengalami peningkatan namun besaran pertumbuhannya sangat fluktuatif. Pada<br />

tahun 2005 PDRB Non Migas <strong>Aceh</strong> tumbuh hanya sebesar 1,22 persen, selanjutnya<br />

secara berturut-turut 7,72 persen (2006), 7,02 persen (2007), 1,89 persen (2008)<br />

dan 3,92 persen (2009). Sejak tahun 2006, seluruh sektor mengalami<br />

pertumbuhan positif setelah sempat terpuruk di tahun 2005 akibat bencana<br />

Tsunami. Dalam kurun waktu tersebut, sektor Pertanian yang merupakan sektor<br />

dominan (kontribusi rata-rata 33 persen) setiap tahunnya mengalami pertumbuhan<br />

yang positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 3,60<br />

persen, pertumbuhan tersebut terutama terjadi pada sub sektor perkebunan yang<br />

diikuti oleh tanaman pangan dan perikanan. Sedangkan sektor lainnya seperti<br />

Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi disamping<br />

mengalami pertumbuhan yang signifikan, kontribusinya juga mengalami<br />

peningkatan. Akan tetapi sektor-sektor tersebut kontribusinya masih relatif kecil<br />

terhadap PDRB yaitu masih dibawah 15 persen.<br />

Pertumbuhan ekonomi non migas terutama didorong oleh aktifitas<br />

rehabilitasi dan rekonstruksi dan kondisi keamanan yang semakin kondusif pasca<br />

MoU Helsinki. Selama periode tersebut tingginya anggaran pembangunan di <strong>Aceh</strong><br />

dari berbagai sumber ikut memberi peran positif terhadap pertumbuhan ekonomi<br />

non migas.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -13


Laju Inflasi<br />

Laju inflasi yang terjadi di <strong>Aceh</strong> selama periode 2005-2009 menunjukkan<br />

penurunan setiap tahunnya, setelah mengalami lonjakan yang tinggi pada tahun<br />

2005 akibat bencana tsunami. Pada tahun 2005 laju inflasi yang terjadi di <strong>Aceh</strong><br />

yang diamati di dua kota yaitu Banda <strong>Aceh</strong> dan Lhokseumawe. Laju inflasi di<br />

Banda <strong>Aceh</strong> sebesar 41,11 persen sedangkan di Lhokseumawe sebesar 17,57<br />

persen. Selanjutnya secara berturut-turut laju inflasi di Banda <strong>Aceh</strong> sebesar 9,54<br />

persen (2006), 11,00 persen (2007), 10,27 persen (2008) dan 3,50 persen (2009).<br />

Sedangkan di Kota Lhokseumawe secara berturut-turut sebesar 11,47 persen<br />

(2006), 4,18 persen (2007), 13,78 persen (2008) dan 3,96 persen (2009). Sejak<br />

2007 perbedaan laju inflasi antara <strong>Aceh</strong> dan nasional semakin mengecil, kondisi<br />

nasional secara berturut-turut sebesar 17,11 persen (2005), 6,60 persen (2006),<br />

6,59 persen (2007), 11,06 persen (2008) dan 2,78 persen (2009).<br />

Pendapatan Perkapita<br />

Pendapatan perkapita penduduk dihitung berdasarkan PDRB dibagi dengan<br />

jumlah total penduduk. PDRB perkapita 2005-2008 dengan Migas atas dasar<br />

harga konstan menunjukkan penurunan dimana pada tahun 2005 PDRB perkapita<br />

9.000.897,66 rupiah per jiwa, 8.872.811,43 rupiah per jiwa (2006), 8.519.060,77<br />

rupiah per jiwa (2007) dan 7.938.091,46 rupiah per jiwa (2008) sedangkan PDRB<br />

perkapita atas harga konstan tanpa migas (non-migas) pada tahun 2005 sebesar<br />

5.588.811,26 rupiah per jiwa, 5.842.632,36 rupiah per jiwa (2006), 6.160.802,29<br />

rupiah per jiwa (2007) dan 6.173.990,40 rupiah per jiwa (2008). Terjadinya<br />

penurunan PDRB dengan migas disebabkan menurunnya pendapatan dari migas<br />

<strong>Aceh</strong> sebagai akibat menurunnya cadangan deposit migas. Pendapatan perkapita<br />

non-migas cenderung meningkat disebabkan oleh besarnya kontribusi sektor-<br />

sektor non-migas terutama sektor pertanian, pada tahun 2005 sebesar 21,37<br />

persen, 21,36 persen (2006), 22,67 persen (2007) dan 24,13 persen (2008).<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -14


Angka Melek Huruf<br />

Menurut BPS (2009) angka melek huruf di provinsi <strong>Aceh</strong> (2005-2009)<br />

mengalami peningkatan, pada tahun 2005 sebesar 93,98 persen dan meningkat<br />

menjadi 96,39 persen pada tahun 2009. Jika dibandingkan antara daerah<br />

perkotaan dengan daerah pedesaan terlihat bahwa masih ada ketimpangan<br />

pendidikan yaitu sebesar 98,93 persen di daerah perkotaan dan 95,33 persen di<br />

daerah perdesaan pada tahun 2009.<br />

No Kabupaten/Kota<br />

Tabel 2.10<br />

Angka Melek Huruf Dewasa Provinsi <strong>Aceh</strong><br />

Tahun 2005 dan 2009<br />

2005 2006 2007 2008 2009<br />

1 Simeulue 95.08 98.30 97.44 98.17 99.18<br />

2 <strong>Aceh</strong> Singkil 89.66 88.86 85.88 90.71 93.91<br />

3 <strong>Aceh</strong> Selatan 92.10 90.84 89.82 93.67 95.02<br />

4 <strong>Aceh</strong> Tenggara 92.68 95.32 95.89 97.27 96.63<br />

5 <strong>Aceh</strong> Timur 93.93 97.00 95.69 97.35 97.51<br />

6 <strong>Aceh</strong> Tengah 96.74 96.84 96.97 98.08 97.48<br />

7 <strong>Aceh</strong> Barat 91.57 86.82 94.06 93.60 93.05<br />

8 <strong>Aceh</strong> Besar 96.15 93.10 94.63 96.44 93.98<br />

9 Pidie 93.46 91.93 93.55 95.51 94.29<br />

10 Bireuen 97.54 98.34 95.87 98.09 97.59<br />

11 <strong>Aceh</strong> Utara 93.74 96.04 94.72 95.12 97.69<br />

12 <strong>Aceh</strong> Barat Daya 90.40 91.47 93.14 96.22 94.43<br />

13 Gayo Lues 82.12 83.65 77.65 84.41 94.04<br />

14 <strong>Aceh</strong> Tamiang 93.41 95.46 97.04 97.87 98.25<br />

15 Nagan Raya 85.76 83.45 89.60 88.59 93.58<br />

16 <strong>Aceh</strong> Jaya 89.36 91.06 91.78 93.73 93.31<br />

17 Bener Meriah 96.24 95.56 97.19 97.06 98.61<br />

18 Pidie Jaya 92.56 93.83 92.93<br />

19 Banda <strong>Aceh</strong> 99.05 98.56 98.09 98.95 99.10<br />

20 Sabang 97.45 97.82 98.26 98.78 98.26<br />

21 Langsa 97.01 98.47 98.75 98.57 99.10<br />

22 Lhokseumawe 96.11 98.82 98.06 98.42 99.63<br />

23 Subulussalam 89.41 91.36 96.13<br />

Total<br />

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010<br />

Tahun<br />

93.98 94.27 94.51 95.94 96.39<br />

Menurut jenis kelamin angka melek huruf penduduk laki-laki masih tetap<br />

lebih tinggi dari pada peduduk perempuan masing-masing sebesar 97,95 persen<br />

dan 94,99 persen. Di daerah perkotaan kesenjangan angka melek huruf antara<br />

penduduk laki-laki dan perempuan lebih kecil yaitu sebesar 0,79 persen,<br />

sedangkan di daerah perdesaan lebih besar yaitu sebesar 3,83 persen.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -15


Angka Rata-rata Lama sekolah<br />

Angka rata-rata lama sekolah provinsi <strong>Aceh</strong> (2005-2009) mengalami<br />

peningkatan, pada tahun 2005 sebesar 8,4 tahun menjadi 8,63 tahun pada tahun<br />

2009. Pada tahun 2009 kabupaten/kota yang memiliki angka rata-rata lama<br />

sekolah terendah adalah <strong>Aceh</strong> Singkil sebesar 7,74 tahun dan yang tertinggi Kota<br />

Banda <strong>Aceh</strong> sebesar 11,91 tahun (Tabel 2.11).<br />

Tabel 2.11<br />

Angka Rata-rata Lama Sekolah Provinsi <strong>Aceh</strong> (dalam tahun)<br />

Tahun 2005 - 2009<br />

No Kabupaten/Kota<br />

2005 2006 2007 2008 2009<br />

1 Simeulue 6.10 6.20 7.60 8.00 8.30<br />

2 <strong>Aceh</strong> Singkil 7.70 7.70 7.70 7.70 7.74<br />

3 <strong>Aceh</strong> Selatan 8.20 8.20 8.20 8.20 8.28<br />

4 <strong>Aceh</strong> Tenggara 9.30 9.30 9.30 9.30 9.34<br />

5 <strong>Aceh</strong> Timur 8.30 8.40 8.40 8.40 8.49<br />

6 <strong>Aceh</strong> Tengah 9.00 9.00 9.27 9.29 9.44<br />

7 <strong>Aceh</strong> Barat 8.20 8.20 8.20 8.20 8.23<br />

8 <strong>Aceh</strong> Besar 9.40 9.40 9.48 9.48 9.51<br />

9 Pidie 8.50 8.60 8.60 8.60 8.65<br />

10 Bireuen 9.10 9.20 9.20 9.20 9.23<br />

11 <strong>Aceh</strong> Utara 9.00 9.10 9.10 9.10 9.12<br />

12 <strong>Aceh</strong> Barat Daya 7.40 7.50 7.50 7.50 7.63<br />

13 Gayo Lues 8.60 8.70 8.70 8.70 8.71<br />

14 <strong>Aceh</strong> Tamiang 8.30 8.40 8.40 8.40 8.77<br />

15 Nagan Raya 6.40 6.70 7.32 7.32 7.34<br />

16 <strong>Aceh</strong> Jaya 8.70 8.70 8.70 8.70 8.71<br />

17 Bener Meriah 8.00 8.10 8.49 8.49 8.53<br />

18 Pidie Jaya 8.00 8.00 8.00 8.38<br />

19 Banda <strong>Aceh</strong> 11.20 11.20 11.86 11.86 11.91<br />

20 Sabang 9.50 9.60 10.13 10.23 10.36<br />

21 Langsa 9.30 9.40 9.70 9.88 10.04<br />

22 Lhokseumawe 9.70 9.70 9.70 9.70 9.91<br />

23 Subulussalam 7.50 7.50 7.50 7.58<br />

Total<br />

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010<br />

2.1.3. Aspek Pelayanan Umum<br />

2.1.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib<br />

Tahun<br />

8.40 8.50 8.50 8.50 8.63<br />

a. Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar<br />

Pembangunan pendidikan <strong>Aceh</strong> telah menghasilkan beberapa kemajuan<br />

terutama dalam hal pemerataan akses terhadap pendidikan dasar, hal ini terlihat<br />

dari beberapa indikator-indikator, seperti Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -16


Partisipasi Kasar (APK). APM dan APK secara umum mengalami peningkatan untuk<br />

periode 2007 sampai 2009.<br />

Angka Partisipasi Murni (APM) <strong>Aceh</strong> untuk tingkat SD/MI/Paket A pada<br />

tahun 2007 sebesar 94,66 persen meningkat menjadi 95,50 persen pada tahun<br />

2009. Untuk tingkat SMP/MTs/SMPLB/Paket B, pada tahun 2007 sebesar 86,62<br />

persen meningkat menjadi 92,59 persen pada tahun 2009. Demikian juga untuk<br />

tingkat SMA/MA/SMK/SMALB/Paket mengalami peningkatan, pada tahun 2007<br />

sebesar 65,92 persen menjadi 70,26 pada tahun 2009 (Tabel 2.12). Selain itu,<br />

diperkirakan terdapat 2,85 persen siswa kelompok usia sekolah dasar yang belajar<br />

pada pendidikan non formal dan Dayah tradisional.<br />

Tabel 2.12<br />

Angka Partisipasi Murini dan Angka Partisipasi Kasar<br />

Tahun 2007 – 2009<br />

Indikator Akses<br />

A. Angka Partisipasi Murni (APM) :<br />

2007 2008 2009<br />

1 SD/MI/Paket A 94,66 95,06 95,50<br />

2 SMP/MTs/SMPLB/Paket B 86,52 89,49 92,59<br />

3 SMA/MA/SMK/SMALB/Paket C 65,92 68,50 70,26<br />

B. Angka Partisipasi Kasar (APK) :<br />

Capaian 2007-2009 (%)<br />

1 SMP/MTs/SMPLB/Paket B 96,59 97,16 101,28<br />

2 SMA/MA/SMK/SMALB/Paket C 72,06 73,60 74,75<br />

3 Perguruan Tinggi 19,00 19,15 19,40<br />

Sumber: Dinas Pendidikan, 2010<br />

Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2007 untuk tingkat<br />

SMP/MTs/SMPLB/Paket B sebesar 96,59 persen meningkat menjadi 101,28 persen<br />

pada tahun 2009. APK untuk tingkat SMA/MA/SMK/SMALB/Paket mengalami<br />

peningkatan pada tahun 2007 sebesar 72,06 persen menjadi 74,75 pada tahun<br />

2009. Demikian juga APK untuk tingkat Perguruan Tinggi pada tahun 2007 sebesar<br />

19,00 persen meningkat menjadi 19,40 persen pada tahun 2009.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -17


. Angka Pendidikan yang Ditamatkan<br />

Berdasarkan data statistik kependudukan tahun 2008, komposisi penduduk<br />

<strong>Aceh</strong> berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut 24,20<br />

persen tidak/belum tamat SD/sederajat, sebesar 26,84 persen menamatkan<br />

SD/sederajat, 21,05 persen tamat SLTP/sederajat, 21,65 persen telah<br />

menamatkan SLTA/sederajat, 2,82 persen telah menamatkan D-I/II/III, 3,27<br />

persen menamatkan D-IV/S1 dan 0,17 persen menamatkan S2/S3.<br />

Berdasarkan tempat tinggal, penduduk perdesaan yang menamatkan<br />

SD/sederajat sebesar 29,71 persen, SLTP/sederajat 22,28 persen, SLTA/sederajat<br />

17,33 persen, D-I/II/III 2,42 persen, D-IV/S1 1,74 persen dan S2/S3 0,05 persen.<br />

Sementara itu, penduduk perkotaan yang menamatkan SD/sederajat sebesar<br />

18,28 persen, SLTP/sederajat 20,11 persen, SLTA/sederajat 35,90 persen, D-<br />

I/II/III 4,97 persen, D-IV/S1 7,48 persen dan S2/S3 0,49 persen.<br />

c. Angka Partisipasi Sekolah<br />

Selama periode 2008-2009, Angka Pertisipasi Sekolah (APS) untuk tingkat<br />

pendidikan menengah mengalami peningkatan. APS kelompok umur<br />

16 - 18 tahun pada tahun 2008 sebesar 72,32 persen meningkat menjadi 72,72<br />

persen, namun peningkatan ini masih belum signifikan.<br />

Menurut perbandingan daerah tempat tinggal, APS di daerah perkotaan<br />

lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan baik menurut kelompok umur, jenis<br />

kelamin maupun tingkat perkembangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan<br />

(kelompok umur), maka semakin besar kesenjangan antara daerah perkotaan<br />

dengan perdesaan. Tingkat kesenjangan pada kelompok 16-18 tahun mencapai<br />

9,97 persen.<br />

d. Rasio Ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah<br />

Rasio ini mengukur daya tampung setiap sekolah/madrasah pada jenjang<br />

pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs). Pada tahun 2009, secara rata-rata di<br />

setiap SD dan MI negeri, berturut-turut terdapat 160 dan 233 siswa dan di SMP<br />

dan MTs negeri terdapat 266 dan 371 siswa. Sementara itu, rata-rata jumlah siswa<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -18


tiap satu SD/MI dan SMP/MTs swasta adalah SD: 115 siswa, MI: 115 siswa, SMP:<br />

118, MTs: 131 siswa.<br />

e. Rasio guru dan murid<br />

Secara keseluruhan rasio siswa-guru saat ini sangat rendah. Di tingkat<br />

SD/MI satu guru melayani 10,83 siswa; di tingkat di SMP/MTS satu guru per 9,82<br />

siswa dan di tingkat di SMA/MA/SMK satu guru melayani 10,23 siswa. Ini berarti<br />

bahwa lebih banyak guru dari yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan<br />

pendidikan yang berkualitas dan efisien. Angka ini di bawah rata-rata Indonesia,<br />

khusus untuk sekolah dasar satu guru melayani 20,1 siswa.<br />

3.2. FokusLayanan Umum Pilihan (P2EK)<br />

a. Jumlah Investor berskala Nasional (PMDN/PMA)<br />

Jumlah perusahaan yang mengajukan proposal permohonan izin investasi<br />

baik jenis PMA maupun PMDN terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009<br />

jumlah perusahaan yang telah mengajukan permohonan izin sejumlah 289<br />

perusahaan yang terdiri dari PMA 121 buah dan PMDN 168 buah dan pada tahun<br />

2010 menjadi 302 perusahaan yang terdiri dari PMA 134 buah dan PMDN 168<br />

buah. Hal ini menunjukkan bahwa minat investor untuk menanamkan modalnya di<br />

<strong>Aceh</strong> sangat tinggi. Namun realisasi investasi masih rendah akibat terkendala oleh<br />

beberapa faktor diantaranya masih minimnya infrastruktur seperti ketersediaan<br />

sumber daya energi listrik, tingginya Upah Minimum Provinsi (UMP) serta<br />

permasalahan pertanahan.<br />

b. Jumlah Nilai Investasi berskala Nasional (PMDN/PMA)<br />

Perkembangan investasi di <strong>Aceh</strong> yang menggunakan fasilitas impor barang<br />

modal selama tiga tahun terahir (2007-2009) belum menggembirakan. Selama<br />

periode 2007-2009 investasi yang terjadi relatif kecil. sejak tahun 2007 sampai<br />

dengan tahun 2009, dari rencana investasi Penanaman Modal Asing (PMA) senilai<br />

USD 143.32 juta yang dapat terealisasi adalah hanya USD 122.3 juta. Investasi<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -19


Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari rencana investasi senilai<br />

Rp.6.303.047.045.730 yang terealisasi adalah Rp.6.254.047.045.730. Sedangkan<br />

pada tahun 2010, rencana investasi Penanaman Modal Asing (PMA) senilai<br />

USD13.562.166.556 sedangkan yang terealisasi hanya USD 2.304.311.771.<br />

Sementara itu, rencana investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai<br />

Rp12.738.088.841.569 tetapi yang terealisasi hanya Rp.6.303.047.045.730.<br />

Rendahnya investasi yang terjadi di <strong>Aceh</strong> juga tercermin dari perkembangan nilai<br />

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang cenderung masih sangat tinggi<br />

yaitu sebesar 1,02 (2005); 0,82 (2006); 5,55 (2007) dan 4,8 (2008).<br />

c. Rasio daya serap Tanaga Kerja<br />

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna<br />

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri<br />

maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja yang bekerja pada PMA dan PMDN<br />

berupa tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal (Indonesia). Dari sejumlah nilai<br />

investasi PMA yang direncanakan di <strong>Aceh</strong>, direncanakan akan mampu menyerap<br />

745 orang tenaga kerja asing dan 43.280 orang tenaga kerja lokal (Indonesia),<br />

sedangkan realisasinya hanya 26 orang tenaga kerja asing dan 17.307 orang<br />

tenaga kerja lokal (Indonesia). Sedangkan investasi PMDN direncanakan akan<br />

mampu menyerap tenaga kerja asing 2.082 orang dan 131.454 orang tenaga<br />

kerja lokal (Indonesia), sementara itu yang terealisasi hanya 10 orang tenaga<br />

kerja asing dan 53.942 orang tenaga kerja lokal (Indonesia).<br />

Rasio daya serap tenaga kerja yaitu perbandingan antara jumlah tenaga<br />

kerja yang bekerja pada PMA/PMDN dengan jumlah seluruh PMA/PMDN. Di<br />

Provinsi <strong>Aceh</strong> rasio daya serap tenaga kerja pada PMA yaitu 129 orang per PMA<br />

dan pada PMDN 321 orang per PMDN.<br />

Jumlah Investor Berskala Nasional (PMDN/PMA), Nilai Investasi Berskala<br />

Nasional (PMDN/PMA) dan Rasio Daya Serap Tenaga Kerja lebih jelas dapat<br />

dilihat pada Tabel 2.26.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -20


Tabel 2.26<br />

Perkembangan Investasi Berskala Nasional (PMA/PMDN) Sampai dengan November 2010<br />

No<br />

1<br />

2<br />

Jenis<br />

Investasi<br />

Penanaman<br />

Modal Asing<br />

(PMA)<br />

Penanaman<br />

Modal Dalam<br />

Negeri<br />

(PMDN)<br />

Jumlah<br />

Investasi<br />

Sumber : Badan Investasi dan Promosi <strong>Aceh</strong><br />

Rencana Investasi Realisasi Investasi<br />

Asing<br />

(orang)<br />

Indonesia<br />

(Lokal)<br />

(orang)<br />

Asing<br />

(orang)<br />

Indonesia<br />

(Lokal)<br />

(orang)<br />

134 USD 13,562,166,556 USD 2,304,311,771 745 43,280 26 17,307<br />

168 Rp 12,738,088,841,569 Rp 6,306,047,045,730 2,082 131,454 10 53,942<br />

2.1.4. Aspek Daya Saing Daerah (P2EK)<br />

2.1.4.1 Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah<br />

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita<br />

Rencana Tenaga Kerja Realisasi Tenaga Kerja<br />

Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan 2000 tahun<br />

2005-2008 menurut BPS (2009) sebesar 11.522,46 milyar rupiah, dengan jumlah<br />

penduduk <strong>Aceh</strong> 4.293.915 jiwa maka pengeluaran konsumsi rumah tangga<br />

perkapita sebesar 2.683.332,11 rupiah pertahun. Pengeluaran konsumsi rumah<br />

tangga perkapita untuk makanan (pangan) sebesar 1.726.396,54 rupiah dan untuk<br />

bukan makanan (non pangan) sebesar 956.935,57 rupiah.<br />

b. Nilai Tukar Petani<br />

Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi <strong>Aceh</strong> menurut BPS (2009) bervariasi<br />

berdasarkan kelompok komoditi yang diusahakan dengan NTP gabungan rata-rata<br />

sebesar 98,68. Kelompok perkebunan rakyat memiliki NTP yang tertinggi yakni<br />

103.50 dibandingkan dengan kelompok komoditi lainnya. Kelompok petani<br />

hortikultura memiliki NTP rata-rata 99,65, kelompok peternakan memiliki NTP<br />

98,13 dan kelompok perikanan memiliki NTP 99,36.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -21


c. Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Perkapita (diolah kembali dari<br />

Point a ( Pak syarbeni)<br />

2.4.1.2 Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur<br />

a. Ketaatan Terhadap RTRW<br />

Ketaatan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum dapat<br />

dilakukan, hal ini disebabkan karena Rencana Tata Ruang Wilayah <strong>Aceh</strong><br />

(RTRWA) yang direncanakan berdurasi tahun 2010-2030 sampai dengan saat<br />

ini masih dalam proses penyusunan untuk disahkan. Penyusunan ini mengacu<br />

kepada peraturan perundangan-undangan yang berlaku, sehingga akan<br />

merubah secara mendasar terhadap struktur ruang dan pola ruang <strong>Aceh</strong>.<br />

Selanjutnya, Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa <strong>Aceh</strong> Nomor 9<br />

Tahun 1995 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa<br />

<strong>Aceh</strong>, tidak dapat dijadikan acuan di dalam ketaatan terhadap RTRW. Hal ini<br />

disebabkan perda dimaksud sudah tidak relevan, dikarenakan selain terjadi<br />

perubahan pola ruang secara signifikan juga terjadi perubahan bentang alam.<br />

b. Luas Wilayah Produktif<br />

Luas kawasan budidaya di Provinsi <strong>Aceh</strong> 1.950.284,35 Ha, luas kawasan<br />

yang produktif sebesar 1.149.278,06 Ha (58,93%) dari luas kawasan<br />

budidaya. Kawasan budidaya produktif terdiri dari kawasan peruntukan hutan<br />

produksi, kawasan peruntukan pertanian (pendetailan menurut pertanian<br />

tanaman pangan lahan basah, pertanian tanaman pangan lahan kering,<br />

hortikultura, perkebunan, dan peternakan), kawasan peruntukan perikanan<br />

dan kawasan pemukiman (pendetailan menurut permukiman perkotaan dan<br />

permukiman perdesaan). Kawasan peruntukan lainnya (yang tidak atau belum<br />

diidentifikasikan dalam RTRW <strong>Aceh</strong>) seluas 801.006,29 Ha (41,07%).<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -22


NO. KABUPATEN/KOTA<br />

Tabel 2.3<br />

Persentase Wilayah Produktif Provinsi <strong>Aceh</strong><br />

1 2 3 4 5<br />

1 Sabang 4,999.00<br />

5,831.12 85.73<br />

2 Kota Banda <strong>Aceh</strong> 4,168.57<br />

6,314.39 66.02<br />

3 <strong>Aceh</strong> Besar 65,533.20<br />

134,843.61 48.60<br />

4 <strong>Aceh</strong> Jaya 25,658.22<br />

101,245.68 25.34<br />

5 <strong>Aceh</strong> Barat 45,128.69<br />

130,462.53 34.59<br />

6 Nagan Raya 86,705.29<br />

100,816.60 86.00<br />

7 <strong>Aceh</strong> Tengah 50,146.61<br />

144,185.61 34.78<br />

8 Benar Meriah 21,679.74<br />

72,921.17 29.73<br />

9 Pidie 77,358.55<br />

130,749.00 59.17<br />

10 Pidie Jaya 13,409.79<br />

35,225.37 38.07<br />

11 Bireuen 25,957.63<br />

104,618.99 24.81<br />

12 Kota Lhokseumawe 6,122.56<br />

15,343.50 39.90<br />

13 <strong>Aceh</strong> Utara 197,447.88<br />

204,981.92 96.32<br />

14 Kota Langsa 12,822.44<br />

14,868.70 86.24<br />

15 <strong>Aceh</strong> Timur 139,059.57<br />

215,484.08 64.53<br />

16 <strong>Aceh</strong> Tamiang 91,608.82<br />

120,900.38 75.77<br />

17 <strong>Aceh</strong> Selatan 44,087.06<br />

50,863.40 86.68<br />

18 <strong>Aceh</strong> Singkil 82,990.51<br />

84,798.31 97.87<br />

19 Subulussalam 36,606.02<br />

49,683.55 73.68<br />

20 <strong>Aceh</strong> Tenggara 28,608.40<br />

55,443.62 51.60<br />

21 Gayo Lues 35,420.58<br />

74,573.25 47.50<br />

22 <strong>Aceh</strong> Barat Daya 23,145.47<br />

23,411.28 98.86<br />

23 Simeulue 30,613.45<br />

72,718.30 42.10<br />

Jumlah :<br />

1,149,278.06 1,950,284.35 58.93<br />

Sumber : Analisis Citra Lansat, 2009<br />

2.4.1.3 Fokus Iklim Berinvestasi<br />

a.Angka kriminalitas<br />

LUAS WILAYAH<br />

PRODUKTIF (Ha)<br />

LUAS WILAYAH<br />

BUDIDAYA (Ha)<br />

RASIO (%)<br />

Menurut BPS (2009) terdapat dua jenis kriminalitas yaitu kejahatan<br />

terhadap anak dan kejahatan terhadap perempuan. Pada tahun 2007 terjadi 7<br />

kasus kejahatan terhadap anak yang dilaporkan, 7 kasus dalam proses dan 4<br />

kasus telah diselesaikan. Sementara itu kejahatan terhadap perempuan terjadi 18<br />

kasus yang dilaporkan, 6 kasus dalam proses dan 3 kasus telah diselesaikan.<br />

Pada tahun 2008 terjadi peningkatan kasus kriminalitas terhadap anak, yang<br />

dilaporkan menjadi 91 kasus, 11 kasus dalam proses dan 78 kasus telah<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -23


diselesaikan. Kejahatan terhadap perempuan juga meningkat, yang dilaporkan<br />

134 kasus, 16 kasus dalam proses dan 119 kasus telah diselesaikan.<br />

Tindak kejahatan yang terjadi di <strong>Aceh</strong> secara umum mengalami<br />

peningkatan dimana pada tahun 2006 tercatat 1.095 kasus, tahun 2007 tercatat<br />

2.748 kasus dan 2008 tercatat 2.667 kasus. Pada umumnya tindak kejahatan<br />

tersebut berupa pencurian, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan dan<br />

narkotika (Tabel 2.17).<br />

No.<br />

Tabel 2.17<br />

Indeks Tindak Kejahatan Menonjol<br />

Di Provinsi <strong>Aceh</strong> Tahun 2006-2008<br />

2006 2007 2008<br />

1 2 3 4 5<br />

1 Pencurian dengan pemberatan 218 513 510<br />

2 Pencurian Kendaraan Bermotor 430 1113 1061<br />

3 Pencurian dengan kekerasan 56 175 130<br />

4 Penganiayaan Berat 115 360 364<br />

5 Kebakaran 38 86 14<br />

6 Pembunuhan 11 43 42<br />

7 Perkosaan 30 48 60<br />

8 Kenakalan Remaja 0 0 0<br />

9 Uang Palsu 1 18 9<br />

10 Narkotika 196 392 477<br />

Sumber : Polda NAD, 2009<br />

firman)<br />

KASUS<br />

Provinsi<br />

TAHUN<br />

1095 2748 2667<br />

b. Jumlah Demonstrasi ( koordinasi dengan POLDa, P2KsDM<br />

2.1.4.4 Fokus Sumber Daya Manusia<br />

a. Kualitas Tenaga Kerja (rasio lulusan S1.S2,S3)<br />

Kualitas tenaga kerja suatu daerah dapat dievaluasi dari rasio penduduk<br />

yang menamatkan pendidikan tinggi dengan total penduduk. Rasio penduduk yang<br />

menamatkan pendidikan di perguruan tinggi (DIV/S1 dan S2/S3) mengalami<br />

peningkatan dari 4,74 persen (2008) menjadi 4,88 persen tahun 2009. Namun,<br />

berdasarkan tempat tinggal, rasio penduduk yang dapat menamatkan pendidikan<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -24


perguruan tinggi (DIV/S1 dan S2/S3) cukup tinggi mengalami ketimpangan antara<br />

daerah perkotaan dan perdesaan yaitu sebesar 12,45 persen di daerah perkotaan<br />

dan hanya sebesar 4,16 persen di daerah pedesaan.<br />

b. Tingkat Ketergantungan<br />

Dampak keberhasilan pembangunan kependudukan dapat dilihat dari<br />

perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dengan semakin<br />

rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif (kelompok umur 0-14 tahun dan<br />

kelompok umur ≥ 65 tahun). Semakin kecil angka rasio ketergantungan hidup<br />

akan memberikan kesempatan bagi penduduk usia produktif untuk meningkatkan<br />

produktifitasnya. Pada tahun 2008 angka rasio ketergantungan hidup mencapai<br />

54,89 persen dan meningkat menjadi 55,59 persen pada tahun 2009. Hal ini<br />

menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung<br />

56 penduduk usia tidak produktif.<br />

Rangkuman Tabel T.V.C.34 (P2EP, Taufiq)<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -25


Tabel 2.4.<br />

Capaian Kinerja Penyelengaraan Urusan Pemerintah <strong>Aceh</strong><br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -26


2.2. Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPA<br />

dan Realisasi RPJMA (Tabel T-V.C.68) P2EP<br />

2.3. Permasalahan Pembangunan Daerah<br />

2.3.1. Permasalahan Daerah yang berhubungan dengan Prioritas dan<br />

Sasaran Pembangunan Daerah<br />

a. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja<br />

dan Penanggulangan Kemiskinan.<br />

Permasalahan Pembangunan Daerah dalam kaitannya dengan<br />

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja dan<br />

Penanggulangan Kemiskinan merupakan isu strategis dan mendesak yang<br />

menjadi agenda untuk diprioritaskan penanganannya pada tahun 2012,<br />

karena berkaitan langsung dengan aktifitas perekonomian dan kehidupan<br />

social masyarakat, diantaranya yang terpenting adalah masih rendahnya<br />

tingkat pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat kemiskinan dan<br />

pengangguran, laju inflasi yang tidak stabil dan cenderung meningkat,<br />

keterlibatan swasta dan realisasi nilai investasinya dalam pembangunan<br />

masih rendah, sektor UMKM belum berkembang.<br />

Adapun permasalahan pertama adalah pertumbuhan ekonomi <strong>Aceh</strong> masih<br />

relative rendah. walaupun pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar<br />

5,32 persen bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya tumbuh<br />

sebesar 3,92 persen, namun pertumbuhan ekonomi <strong>Aceh</strong> masih dibawah<br />

tingkat pertumbuhan nasional yaitu sebesar 6,10 persen. Disamping itu jika<br />

dilihat dari perkembangannya selama beberapa tahun terakhir (2006-<br />

2010), pertumbuhan ekonomi <strong>Aceh</strong> menunjukan tren yang fluktuatif<br />

dimana tingkat resistensinya terhadap goncangan ekonomi global masih<br />

tergolong labil akibat belum didukung oleh struktur ekonomi yang kuat.<br />

Perubahan harga jual komoditi migas dan produk pertanian di pasaran<br />

dunia sangat mempengaruhi nilai sumbangan produk yang paling dominan<br />

dalam struktur PDRB <strong>Aceh</strong>. Hal ini disebabkan karena ekspor masih dalam<br />

bentuk bahan mentah (row material), dengan kata lain sangat tergantung<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -27


pada respon pasar global dan kondisi industri di luar negeri. Disamping itu,<br />

nilai tambah yang diperoleh dari hasil ekspor komoditi dimaksud juga masih<br />

sangat kecil.<br />

Permasalahan kedua adalah tingginya tingkat kemiskinan, dimana jumlah<br />

penduduk miskin di <strong>Aceh</strong> walaupun pada tahun 2010 mengalami<br />

penurunan dari tahun sebelumnya, tetapi jumlahnya masih tinggi yaitu<br />

berjumlah 861,9 ribu jiwa atau 20,98 persen sedangkan nasional adalah<br />

sebesar 13,13 persen. Disamping itu, dilihat dari penyebarannya<br />

penduduknya miskin di <strong>Aceh</strong> lebih dominan berada dipedesaan<br />

dibandingkan dengan diperkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa dampak<br />

dari pembangunan belum memberikan pengaruh signifikan terhadap<br />

tingkat kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Oleh karena itu sasaran<br />

pembangunan pada tahun 2012 perlu difokuskan di pedesaan sesuai<br />

dengan kebutuhan riil masyarakat.<br />

Permasalahan ketiga adalah tingkat laju inflasi <strong>Aceh</strong> relatif lebih tinggi<br />

pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,86 persen sedangkan pada tahun 2009<br />

adalah sebesar 3,72 persen. Meningkatnya laju inflasi di <strong>Aceh</strong> diakibatkan<br />

oleh pergerakan harga barang dan jasa terutama pada kelompok bahan<br />

makanan dan kelompok kesehatan. Laju inflasi di <strong>Aceh</strong> diukur dari dua<br />

kota yaitu Banda <strong>Aceh</strong> dan Lhokseumawe, inflasi tertinggi terjadi di kota<br />

Lhokseumawe yaitu sebesar 7,19 persen sedangkan Banda <strong>Aceh</strong> mencapai<br />

4,64 persen. Secara nasional, laju inflasi <strong>Aceh</strong> lebih rendah dari nasional<br />

yaitu sebesar 6,96 persen. Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan<br />

menciptakan program pembangunan dengan arah kestabilan pasar dan<br />

terus memperbaiki berbagai sarana dan prasarana yang mendukung<br />

mobilitas pengangkutan barang, orang serta jasa.<br />

Permasalahan keempat adalah masih tingginya tingkat<br />

pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka di <strong>Aceh</strong> pada<br />

tahun 2010 mengalami kenaikan jumlah orang yaitu sebesar 166.275<br />

orang atau naik sebesar 914 orang jika dibandingkan dengan tahun 2009.<br />

Walaupun Secara persentase terjadi penurunan sebesar 0,11% dari tahun<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -28


2009 (persentase pengangguran Tahun 2010 sebesar 8,60%), namun<br />

kondisi tersebut tergolong masih tinggi jika dibandingkan dengan rata-<br />

rata nasional yang telah mencapai angka 7,41%. Dampak pembangunan<br />

terhadap penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang<br />

terjadi pada tahun 2010 di <strong>Aceh</strong> belum mampu menurunkan tingkat<br />

pengangguran sehingga setara dengan tingkat pengangguran nasional.<br />

Penyebabnya antara lain adalah lambannya pertumbuhan investasi<br />

terutama sektor industri manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja,<br />

disamping belum berkembangnya sektor dunia usaha lainnya.<br />

Permasalahan kelima adalah Jumlah keterlibatan peran swasta<br />

dalam pembangunan <strong>Aceh</strong> masih rendah walaupun perusahaan yang<br />

mengajukan proposal permohonan izin investasi baik jenis PMA maupun<br />

PMDN terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 jumlah<br />

perusahaan yang telah mengajukan permohonan izin sejumlah 289<br />

perusahaan yang terdiri dari PMA 121 buah dan PMDN 168 buah dan<br />

pada tahun 2010 menjadi 302 perusahaan yang terdiri dari PMA 134 buah<br />

dan PMDN 168 buah. Hal ini menunjukkan bahwa minat investor untuk<br />

menanamkan modalnya di <strong>Aceh</strong> sangat tinggi. Namun realisasi investasi<br />

masih rendah akibat terkendala oleh beberapa faktor diantaranya masih<br />

minimnya infrastruktur seperti ketersediaan sumberdaya energi listrik,<br />

tingginya Upah Minimum Provinsi (UMP) serta permasalahan pertanahan.<br />

Permasalahan keenam adalah rendahnya investasi. Perkembangan<br />

investasi di <strong>Aceh</strong> yang menggunakan fasilitas impor barang modal belum<br />

menggembirakan. Selama periode 2007-2009 investasi yang terjadi relatif<br />

kecil. sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, dari rencana investasi<br />

Penanaman Modal Asing (PMA) senilai USD 143.32 juta yang dapat<br />

terealisasi adalah hanya USD 122.3 juta. Investasi Penanaman Modal<br />

Dalam Negeri (PMDN) dari rencana investasi senilai Rp.6.303.047.045.730<br />

yang terealisasi adalah Rp.6.254.047.045.730. Sedangkan pada tahun<br />

2010, rencana investasi Penanaman Modal Asing (PMA) senilai<br />

USD13.562.166.556 sedangkan yang terealisasi hanya USD<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -29


2.304.311.771. Sementara itu, rencana investasi Penanaman Modal<br />

Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp12.738.088.841.569 tetapi yang<br />

terealisasi hanya Rp.6.303.047.045.730.<br />

Permasalahan ketujuh Sektor Koperasi dan UMKM yang belum<br />

berkembang. Sektor Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)<br />

merupakan salah satu sektor strategis dalam menyerap tenaga kerja.<br />

Namun demikian, sektor ini belum berkembang secara optimal.<br />

Permasalahan yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif<br />

masih akan dihadapi UMKM, seperti besarnya biaya transaksi akibat masih<br />

adanya ketidakpastian dan persaingan yang pasar tinggi, terbatasnya<br />

akses kepada sumberdaya produktif terutama terhadap bahan baku<br />

permodalan, sarana prasarana serta informasi pasar. Terkait dengan<br />

permasalahan-permasalahan tersebut, tantangan utama ke depan adalah<br />

masih rendahnya produktivitas UMKM dapat mengakibatkan produk yang<br />

dihasilkan kurang memiliki daya saing dan kualitas yang baik dalam<br />

memenuhi permintaan pasar domestik dan pasar dan regional bahkan<br />

internasional. Masalah daya saing dan produktivitas ini disebabkan antara<br />

lain oleh rendahnya kualitas dan kompetensi kewirausahaan sumber daya<br />

manusia. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana<br />

menumbuhkan wirausaha yang berbasis agro industry, industri kreatif,<br />

dan inovasi.<br />

Permasaalahan kedelapan rendahnya produktivitas tenaga kerja<br />

daerah, walaupun terjadi peningkatan tetapi kondisinya masih sangat<br />

rendah, khususnya produktivitas tenaga kerja disektor pertanian. Pada<br />

tahun2010 tenaga kerja sector pertanian yang berkontribusi 49,19 persen<br />

terhadap penyerapan tenaga kerja mempunyai produktivitas yang paling<br />

rendah yaitu Rp 10.195.334,-. Hal ini disebabkan antara lain: pada<br />

umumnya kepemilikan lahan perkepala keluarga masih rendah sekitar 0,5<br />

– 0,6 Ha/kk, indeks penanaman rendah yaitu 1,8/tahun; produksi yang<br />

masih rendah yaitu 4-5 ton/ha; masih terbatasnya nilai tambah yang<br />

diperoleh oleh petani terhadap produk yang dihasilkannya.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -30


. Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber<br />

Daya Energi Pendukung Investasi<br />

Permasalahan pembangunan yang dihadapi di Bidang Bina Marga adalah<br />

terbatasnya dana yang tersedia untuk pembangunan dan pemeliharaan<br />

jalan dan jembatan, akibat muatan yang berlebih menyebabkan<br />

kerusakan atau degradasi jalan lebih cepat terjadi dibandingkan dengan<br />

umur rencana, persoalan isu lingkungan (kawasan lindung)<br />

mengakibatkan hambatan penyelesaian beberapa ruas jalan, dan bencana<br />

alam yang terjadi di wilayah barat dan tengah.<br />

Permasalahan pembangunan di Bidang Keciptakaryaan antara lain belum<br />

optimalnya pola penanganan rumah sehat sederhana untuk kaum dhuafa<br />

sehingga sampai saat ini masih belum tuntas pembangunan secara<br />

keseluruhannya, sedangkan kebutuhan rumah untuk masyarakat dhuafa<br />

masih sangat banyak. Mengingat keterbatasan anggaran setiap tahun,<br />

maka pembangunan rumah masyarakat dhuafa akan dilakukan secara<br />

bertahap. Selain itu masih banyaknya lingkungan permukiman kumuh dan<br />

tidak sehat lingkungan, belum optimalnya penanganan air limbah,<br />

persampahan dan drainase kota, masih terbatasnya program<br />

pembangunan infrastruktur pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah<br />

terpencil dan kawasan perbatasan.<br />

Permasalahan pembangunan di bidang pengairan antara lain masih<br />

tingginya kerusakan jaringan irigasi, tanggul pengaman sungai dan<br />

bangunan pengaman pantai akibat bencana alam yang sering terjadi di<br />

setiap daerah. Permasalahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang<br />

sangat krusial adalah banjir, erosi tebing, sedimentasi, dan pendangkalan<br />

muara. Dari sungai-sungai yang bermasalah di <strong>Aceh</strong>, sampai saat ini telah<br />

dibangun prasana banjir dan pengedalian sungai (normalisasi), karena<br />

keterbasan dana belum dapat tertangani secara keseluruhan untuk<br />

memperbaiki kerusakan tersebut. <strong>Aceh</strong> mempunyai garis pantai<br />

sepanjang 2.422 km, dimana yang rawan mengalami kerusakan akibat<br />

abrasi sekitar 400 km dan yang telah tertangani sepanjang 30,797 km<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -31


dengan pembangunan tanggul pengaman air pasang dan pembangunan<br />

jetty membatasi daerah pertambakan dan pemukiman sepanjang 24,625<br />

km.<br />

Permasalahan di bidang perhubungan berupa belum lancarnya distribusi<br />

barang keseluruh wilayah kepulauan <strong>Aceh</strong>. Hal ini disebabkan dengan<br />

belum optimalnya fungsi pelayanan pelabuhan, baik pelabuhan<br />

laut/samudera maupun pelabuhan penyeberangan. Optimalisasi ini<br />

diperlukan guna menyeimbangkan pola pergerakan bongkar barang<br />

berbanding aktifitas muat barang. Selain itu, masih dibutuhkan<br />

penanganan terhadap peningkatan fasilitas pendukung bandara, seperti<br />

fasilitas kesalamatan penerbangan, terminal, runway, dan fasilitas<br />

pendukung lainnya. Optimaliasi pelabuhan dan bandara ini dalam rangka<br />

mencapai peningkatan kegiatan ekonomi melalui kelancaran pergerakan<br />

barang (ekspor impor produk-produk unggulan), jasa, dan orang.<br />

Selanjutnya, untuk mendukung pergerakan barang, orang, dan jasa<br />

melalui bandara dan pelabuhan sebagai ‘interface’ pengembangan secara<br />

kewilayahan diperlukan penempatan rambu lalu lintas, marka jalan, dan<br />

traffic light bagi moda angkutan jalan raya di beberapa wilayah tertentu.<br />

Minimnya faslitas penunjang ini merupakan ancaman keselamatan bagi<br />

pengguna moda angkutan jalan raya.<br />

Dalam pembangunan angkutan jalan rel kereta api, pada saat ini telah<br />

terbangun sepanjang 20 km antara Kr. Mane sampai dengan Cunda (dari<br />

panjang total sepanjang 480 km). Permasalahan utama yang dihadapi<br />

dalam pembangunan lanjutan kereta api <strong>Aceh</strong> adalah minimnya<br />

penganggaran baik dari pemerintah, pemerintah daerah, maupun pihak<br />

swasta. Hambatan lainnya selain berupa adanya perubahan tata guna<br />

lahan eksisting pada trase jalan kereta api di beberapa titik, sehingga<br />

memperlambat proses pembangunan lebih lanjut.<br />

Permasalahan di bidang informasi, telekomunikasi, dan telematika adalah<br />

masih terbatasnya perluasan dan pemerataan jangkauan masyarakat<br />

akan informasi dan komunikasi, terutama pada masyarakat yang berada<br />

pada daerah terisolir terlebih pada masyarakat kepulauan kecil.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -32


Provinsi <strong>Aceh</strong> masih mengalami defisit energi sebesar 36,11 MW, dimana<br />

sekitar 70 persen kebutuhan energi listrik <strong>Aceh</strong> disuplai oleh PT. PLN<br />

KITLUR SUMBAGUT. Penggunaan energi untuk pembangkitan tenaga<br />

listrik saat ini masih bertumpu pada Bahan Bakar Minyak (BBM), kecuali<br />

sebagian kecil yang memanfaatkan energi alternatif. Usaha pemanfaatan<br />

sumber energi non BBM dalam skala besar seperti Power Plant Nagan<br />

Raya 2 x 110 MW sedang dalam proses pelaksanaan direncanakan tahun<br />

2012 beroperasi, PLTA Peusangan 2 x 43 MW akan dilanjutkan kembali<br />

pembangunannya setelah beberapa tahun terhenti. PLTP Jaboi 2 x 5 MW<br />

dalam tahap pembangunan direncanakan tahun 2014 beroperasi, dan<br />

PLTP Seulawah Agam 2 x 27 MW sedang dalam tahap pelelangan.<br />

Permasalah pembangunan di bidang lingkungan hidup adalah isu<br />

perubahan iklim, perambahan kawasan hutan, illegal logging, illegal<br />

mining, kerusakan daerah aliran sungai, pencemaran air akibat<br />

penggunaan mercuri di beberapa kawasan pertambangan emas,<br />

pencemaran limbah padat, bencana alam (banjir, tanah longsor), serta<br />

rendahnya kesadaran masyarakat di bidang lingkungan. Disamping itu<br />

juga terjadinya penyusutan debit air Danau Laut Tawar di Kabupaten<br />

<strong>Aceh</strong> Tengah dan Danau Aneuk Laot di Kota Sabang yang membutuhkan<br />

kajian lebih lanjut.<br />

c. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan<br />

Belajar<br />

Pembangunan bidang pendidikan di <strong>Aceh</strong> masih dihadapkan pada<br />

empat kelompok permasalahan: pertama, masalah yang berkaitan<br />

dengan pemerataan kesempatan belajar yang belum mampu menjangkau<br />

seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan, kedua, masih rendahnya<br />

kualitas, relevansi dan daya saing lulusan lembaga pendidikan, ketiga,<br />

masih lemahnya manajemen pelayanan pendidikan yang ditandai dengan<br />

tata kelola dan tingkat akuntabilitas yang belum optimal, dan keempat,<br />

implementasi pendidikan yang bernuansa Islami belum berjalan sesuai<br />

dengan harapan.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -33


Secara umum, permasalahan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:<br />

1. Pemerataan kesempatan belajar yang masih belum mampu<br />

menjangkau seluruh lapisan masyarakat.<br />

Menurut data yang diterbitkan Depdiknas, APK PAUD di <strong>Aceh</strong><br />

mencapai 83,02%. Hal ini terlihat sangat fantastis, mengingat<br />

besarnya kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan dini bagi<br />

anak-anak. Namun bila dikaji lebih jauh, ternyata angka ini<br />

mengakomodir semua bentuk layanan pendidikan baik formal, non-<br />

formal, maupun informal bagi anak usia 0-6 tahun, termasuk di<br />

dalamnya posyandu dan kelompok bermain. Sedangkan pada PAUD<br />

formal (TK/RA), APK anak usia 4-6 tahun hanya mencapai 23%,<br />

dimana angka ini masih sangat jauh dari target yang ditetapkan<br />

Renstra Pendidikan <strong>Aceh</strong> pada tahun 2012 yaitu 100%.<br />

Sebaran lembaga yang kurang merata masih menjadi kendala utama<br />

dalam upaya peningkatan akses masyarakat terhadap layanan<br />

pendidikan dini. Jumlah lembaga TK/RA di seluruh wilayah <strong>Aceh</strong> hanya<br />

mencapai 908 buah, dimana; 40 buah diantaranya adalah TK Negeri,<br />

TK Pembina baru 10 buah di kecamatan, selebihnya berupa lembaga<br />

swasta yang dikelola dengan swadaya masyarakat.<br />

Berbagai program dan kegiatan untuk membuka dan meningkatkan<br />

akses untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terjangkau dan<br />

bermutu bagi seluruh lapisan masyarakat telah dilakukan, baik pada<br />

jalur formal maupun non formal dan fasilitas pendidikan juga terus<br />

bertambah dari tahun ke tahun, namun banyaknya jumlah fasilitas<br />

pendidikan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan karena<br />

penyebarannya yang masih belum merata hingga ke daerah-daerah<br />

terpencil, terutama di tingkat PAUD, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Bila<br />

dilihat dari rasio kecamatan dan sekolah adalah 1:3, artinya di setiap 1<br />

kecamatan terdapat 3 (tiga) sekolah. Namun angka ini tidaklah serta<br />

merta dapat menunjukkan pemerataan lembaga pendidikan, karena<br />

penyebarannya tidak merata atau hanya terkonsentrasi di daerah<br />

perkotaan.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -34


Selain itu, sebagai pendukung utama dalam proses belajar mengajar,<br />

ketersediaan guru yang memadai mutlak diperlukan. Namun sampai<br />

saat ini, sumber daya guru masih belum maksimal dan<br />

penyebarannya juga belum merata antara satu daerah dengan daerah<br />

lainnya. Data terakhir menunjukkan bahwa Angka Rasio Guru Siswa di<br />

<strong>Aceh</strong> sudah sangat baik, bahkan lebih baik dari rasio nasional. Namun<br />

demikian, rasio ini menjadi tidak berarti karena berbagai<br />

permasalahan yang dihadapi guru, diantaranya; penyebaran yang<br />

tidak merata (hanya terkonsentrasi di daerah perkotaan),<br />

ketidaksesuaian keahlian dengan kebutuhan, serta kualifikasi dan<br />

kompetensi yang masih rendah.<br />

Persoalan lain yang menjadi salah satu permasalahan penting<br />

pendidikan di <strong>Aceh</strong> adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang<br />

memadai untuk peningkatan akses layanan pendidikan tidak<br />

sebanding dengan rasio siswa di perkotaan dan perdesaan. Artinya<br />

penyebarannya tidak merata antara sarana dan prasarana di<br />

perkotaan dan perdesaan sehingga terjadinya disparitas yang<br />

berimplikasi kepada hasil lulusan sekolah itu sendiri.<br />

2. Masih rendahnya kualitas, relevansi dan daya saing lulusan lembaga<br />

pendidikan.<br />

Secara umum mutu pendidikan, relevansi dan daya saing lulusan<br />

masih rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia.<br />

Hasil Ujian Nasional tahun 2009/2010 lalu menunjukkan bahwa posisi<br />

capaian rata-rata lulusan sedikit membaik, namun posisi urutan <strong>Aceh</strong><br />

terhadap 33 Provinsi di Indonesia belum menggembirakan. Dengan<br />

lulusan rata-rata SMP/MTs sebesar 91,06%, SMA/MA sebesar 82,45%<br />

dan SMK sebesar 74,56%, secara nasional <strong>Aceh</strong> menduduki posisi<br />

ranking ke 13 untuk SMP/MTs, ke 22 untuk SMA/MA dan ke 28 untuk<br />

SMK.<br />

Bila dilihat dari persentase lulusan tahun 2009/2010 dari tabel diatas,<br />

dapat dikatakan sudah memuaskan, namun yang menjadi pertanyaan<br />

kita semua adalah para lulusan UN dari SMA dan MA masih sedikit<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -35


sekali yang dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi,<br />

terutama Perguruan Tinggi ternama. Disamping itu masih banyak<br />

lulusan SMK yang tidak mendapatkan pekerjaan.<br />

Beberapa persoalan lain yang muncul yang mengakibatkan rendahnya<br />

mutu pendidikan di <strong>Aceh</strong>, diantaranya; masih minimnya sarana dan<br />

prasarana pendukung pembelajaran (laboratorium, pustaka, peralatan<br />

ICT), kualifikasi guru yang masih rendah, penyebarannya yang tidak<br />

merata, serta masih rendahnya partisipasi masyarakat dan dunia<br />

usaha dalam mendukung program pendidikan.<br />

Keterbatasan ketenagaan, ketersediaan sarana dan prasarana serta<br />

kemampuan manajemen sekolah merupakan faktor penyebab utama<br />

rendahnya mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Dari faktor<br />

ketenagaan, beberapa penyebab di antaranya adalah kekurangan<br />

jumlah guru mata pelajaran tertentu, persebaran guru mata pelajaran<br />

yang tidak merata, rendahnya tingkat kesejahteraan dan kemampuan<br />

profesional (kualifikasi dan kompetensi) guru. Dari sisi kualifikasi,<br />

untuk guru-guru di lingkungan Dinas Pendidikan hanya 43,54% guru<br />

yang memenuhi kualifikasi (berijazah S1/D4), sedangkan sisanya<br />

sebesar 61,58% belum memenuhi kualifikasi karena berijazah di<br />

bawah S1/D4. Terjadinya eksodus guru-guru terutama guru mata<br />

pelajaran produktif pada Sekolah Menengah Kejuruan selama konflik<br />

atau hilangnya sejumlah guru akibat bencana tsunami telah<br />

menyebabkan kondisi semakin sulit dan sampai saat ini belum<br />

sepenuhnya tertanggulangi.<br />

Bila kita cermati lebih jauh, faktor-faktor lain yang menyebabkan<br />

rendahnya mutu dan relevansi adalah belum berfungsinya hasil<br />

pengujian sebagai sarana umpan balik untuk penyempurnaan proses<br />

dan hasil pendidikan, dan belum berkembangnya proses pembelajaran<br />

secara inovatif sehingga proses pembelajaran menjadi rutin, tidak<br />

menarik dan tidak mampu memupuk kreativitas murid untuk belajar<br />

efektif. Untuk pendidikan kejuruan, terbatasnya dukungan dunia<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -36


usaha dan dunia industri menyebabkan mutu dan relevansi hasil<br />

pendidikan sulit dikembangkan.<br />

Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sudah<br />

dilaksanakan diberbagai sekolah dan upaya peningkatan mutu lainnya<br />

telah dilakukan melalui pengembangan sekolah unggul/percontohan<br />

dengan hasil yang cukup menggembirakan. Bahkan beberapa sekolah<br />

kejuruan telah berhasil mengantarkan siswanya meraih prestasi yang<br />

berskala nasional. Namun, jangkauan sasaran peserta didik yang<br />

mampu dicapai relatif kecil dibandingkan dengan jumlah lulusan setiap<br />

tahun. Keberhasilan ini belum mencerminkan kualitas pendidikan di<br />

daerah ini secara keseluruhan karena tingginya kesenjangan mutu<br />

pendidikan antar daerah.<br />

3. Masih lemahnya manajemen pelayanan pendidikan yang ditandai<br />

dengan tata kelola dan tingkat akuntabilitas yang belum optimal.<br />

Saat ini, penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) masih belum<br />

berjalan maksimal. Komite Sekolah belum sepenuhnya berperan dalam<br />

proses perencanaan dan pengawasan pengembangan sekolah.<br />

Lemahnya kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mendukung otonomi<br />

pengelolaan, belum adanya transparansi, dan terbatasnya partisipasi<br />

masyarakat menyebabkan manajemen sekolah menjadi tidak<br />

akuntabel dan melahirkan citra publik (public image) yang negatif<br />

terhadap penerapan sistem pendidikan. Di sisi lain, akses publik<br />

terhadap data dan informasi pelayanan pendidikan juga terbatas<br />

karena belum adanya dukungan sistem informasi yang terintegrasi, di<br />

samping lemahnya dukungan kemampuan aparatur dan terbatasnya<br />

sarana penunjang sistem informasi.<br />

Dalam kaitannya dengan pengawasan substansi pendidikan, belum<br />

jelasnya sistem dan mekanisme pengawasan serta terbatasnya jumlah<br />

dan mutu profesionalisme tenaga pengawas menyebabkan<br />

kontribusinya terhadap peningkatan manajemen belum maksimal.<br />

Padahal. proses demokratisasi yang sedang mewarnai tatanan<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -37


kehidupan bermasyarakat menuntut adanya transparansi dalam setiap<br />

pengelolaan dana dan asset publik oleh lembaga pemerintah.<br />

Pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan akuntabilitas<br />

lembaga-lembaga yang terkait pendidikan dengan meningkatkan<br />

pengawasan, mulai dari tingkat perencanaan/penganggaran,<br />

implementasi, hingga evaluasi kinerja. Pelibatan masyarakat dalam<br />

proses monitoring dan evalusi kinerja pemerintah menjadi proses<br />

pembelajaran bagi kedua belah pihak, baik pemerintah maupun<br />

masyarakat, untuk melihat sejauh mana proses pemantauan kinerja<br />

itu bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel.<br />

Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan<br />

sebagai akibat dari kurangnya transparansi dalam penyelenggaraan<br />

pendidikan akan diperbaiki dengan cara melibatkan partisipasi aktif<br />

dan peran serta masyarakat melalui Komite Sekolah dan penerapan<br />

Manajemen Berbasis Sekolah.<br />

4. Implementasi pendidikan yang bernuansa Islami belum berjalan sesuai<br />

dengan harapan.<br />

Sejalan dengan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang<br />

Penyelenggaraan Keistimewaan <strong>Aceh</strong> dan pemberlakuan Syariat Islam<br />

di <strong>Aceh</strong> dan undang-undang no. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan<br />

<strong>Aceh</strong>, peran strategis lembaga pendidikan formal dalam mendukung<br />

implementasinya secara luas menjadi tumpuan harapan masyarakat<br />

<strong>Aceh</strong>. Lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya mampu<br />

menghasilkan manusia yang cerdas dan kompetitif, tetapi juga<br />

memiliki ketaqwaan kepada Allah dan berakhlak mulia.<br />

Di samping itu Qanun <strong>Aceh</strong> Nomor 5 Tahun 2008 tentang<br />

Penyelenggaraan Pendidikan mengamanatkan bahwa salah satu azas<br />

penyelenggaraan pendidikan di <strong>Aceh</strong> adalah azas keislaman. Demikian<br />

juga halnya system pendidikan nasional yang diselenggarakan di <strong>Aceh</strong><br />

didasarkan pada nilai-nilai islam. Namun sampai saat ini penerapan<br />

system pendidikan yang bernuansa Islami masih belum efektif karena<br />

belum semua sekolah memiliki sarana praktek ibadah (mushalla<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -38


sekolah), keterbatasan jumlah dan kemampuan tenaga guru<br />

Pendidikan Agama Islam, dan minimnya jumlah buku-buku pelajaran<br />

Agama Islam yang tersedia. Selain itu, belum selesainya Standar<br />

Operasional dan Prosedur (SOP) serta indikator-indikatornya menjadi<br />

kendala dalam mengukur capaian dari target pendidikan berbasis nilai<br />

Islami.<br />

Pendidikan Islami melalui lembaga dayah juga belum mencapai hasil<br />

yang diharapkan. Ada beberapa faktor penyebab belum<br />

berkembangnya pendidikan dayah antara lain belum adanya kurikulum<br />

dalam pendidikan dayah, dimana kurikulum dayah masih sangat<br />

ditentukan oleh Teungku Chik (pimpinan dayah). Untuk itu, perlu<br />

penetapan dan pengembangan kurikulum standar minimal yang harus<br />

dimiliki oleh setiap dayah.<br />

Selain itu, tenaga pengajar dayah umumnya berasal dari dayah itu<br />

sendiri dan proses belajar mengajar terkadang sangat kaku dan<br />

monoton sehingga menghasilkan alumni dengan wawasan yang relatif<br />

terbatas. Hal ini terjadi karena tidak adanya transformasi ilmu dari<br />

pengajar yang berasal dari dayah lain atau dari luar dayah sehingga<br />

rata-rata tenaga pengajar masih memiliki kompetensi yang relatif<br />

rendah dibandingkan dengan tenaga pengajar di pesantren modern.<br />

Manajemen dayah juga masih bersifat tradisional sehingga<br />

menyulitkan lembaga dayah untuk berkembang. Hal ini tentu akan<br />

mempengaruhi tingkat akreditasi lembaga dayah. Kondisi tersebut<br />

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:<br />

- Belum adanya kantor administrasi pengelolaan dayah<br />

- Belum adanya pembagian tugas yang berimbang<br />

- Belum tersedianya peralatan kantor untuk menunjang sistem<br />

manajemen dayah yang baik<br />

- Sebagian pengurus dayah belum memahami dasar-dasar ilmu<br />

manajemen dan manajemen skill.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -39


Umumnya dayah-dayah di <strong>Aceh</strong> tumbuh dan berkembang dengan<br />

bersahaja. Dalam kondisi yang sangat sederhana, performa dayah<br />

lebih rendah dari lembaga pendidikan formal lainnya yang belum<br />

didukung oleh berbagai fasilitas utama dan penunjang, seperti<br />

ketersediaan kantor administrasi, ruang belajar, perpustakaan,<br />

laboratorium bahasa, laboratorium komputer, mobiler dan fasilitas<br />

penunjang belajar mengajar.<br />

Dari uraian di atas, ada beberapa masalah pokok pembangunan<br />

pendidikan di <strong>Aceh</strong> yaitu:<br />

1. Sebaran lembaga pendidikan yang kurang merata masih menjadi<br />

kendala utama dalam upaya peningkatan akses masyarakat<br />

terhadap layanan pendidikan dini<br />

2. Masih belum meratanya penyebaran lembaga-lembaga pendidikan<br />

menengah dan kejuruan (SMA/MA/SMK) serta kurangnya sarana<br />

dan prasarana pendidikan jenjang menengah di daerah-daerah<br />

terpencil<br />

3. Secara umum mutu pendidikan, relevansi dan daya saing lulusan<br />

masih rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lain di<br />

Indonesia yang disebabkan karena keterbatasan tenaga<br />

pendidikan dan kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana<br />

serta kemampuan manajemen sekolah<br />

4. Untuk pendidikan kejuruan, terbatasnya dukungan dunia usaha<br />

dan dunia industri menyebabkan mutu dan relevansi hasil<br />

pendidikan sulit dikembangkan<br />

5. Masih minimnya Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) yang<br />

berkualifikasi S1/D4 ke atas serta minimnya pelatihan yang diikuti<br />

menjadi kendala peningkatan mutu PTK serta upaya sertifikasi<br />

guru.<br />

6. Masih minimnya pusat-pusat pembelajaran masyarakat (PKBM)<br />

yang dapat mempermudah akses layanan pendidikan non formal<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -40


agi semua lapisan masyarakat hingga ke daerah-daerah terpencil<br />

dan kepulauan (remote area).<br />

7. Masih banyaknya lembaga dayah yang belum memiliki manajemen<br />

yang baik, sebagian besar masih dikelola secara tradisional.<br />

Disamping itu, adanya regulasi pemerintah untuk menyetarakan<br />

dayah dengan pendidikan formal, telah menyebabkan tumbuhnya<br />

dayah-dayah kecil dengan sangat pesat, namun tidak diikuti<br />

dengan peningkatan kualitas.<br />

8. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) belum berjalan<br />

maksimal. Komite Sekolah belum sepenuhnya berperan dalam<br />

proses perencanaan dan pengawasan pengembangan sekolah.<br />

Dalam kaitannya dengan pengawasan substansi pendidikan,<br />

belum jelasnya sistem dan mekanisme pengawasan serta<br />

terbatasnya jumlah dan mutu profesionalisme tenaga pengawas<br />

menyebabkan kontribusinya terhadap peningkatan manajemen<br />

belum maksimal<br />

9. Rendahnya minat baca masyarakat <strong>Aceh</strong> serta minimnya<br />

perpustakaan di daerah menyebabkan rendahnya kualitas sumber<br />

daya manusia (SDM) terutama di daerah-daerah yang baru<br />

berkembang.<br />

10. Kurikulum pendidikan yang sangat berorientasi pada keilmuan<br />

sehingga menyebabkan rendahnya ketrampilan dan kecakapan<br />

hidup yang berakibat pada lemahnya daya saing lulusan serta<br />

kurangnya kepekaan terhadap tuntutan lapangan kerja.<br />

11. Belum selesainya Prosedur Operasional Standar serta indikator-<br />

indikatornya menjadi kendala dalam mengukur capaian dari target<br />

pendidikan berbasis nilai islami. Sampai saat ini penerapan system<br />

pendidikan yang bernuansa Islami masih belum efektif karena<br />

belum semua sekolah memiliki sarana praktek ibadah, adanya<br />

keterbatasan jumlah dan kemampuan tenaga guru Pendidikan<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -41


Agama Islam, dan minimnya jumlah buku-buku pelajaran Agama<br />

Islam yang tersedia<br />

12. Rendahnya penguasaan dan pemahaman peserta didik terhadap<br />

dasar-dasar ajaran Islam sebagai akibat minimnya sarana<br />

pendukung pelaksanaan praktek ibadah di sekolah<br />

d. Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan<br />

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam<br />

bidang kesehatan yaitu:<br />

1. Pelayanan kesehatan dan disparitas Status Kesehatan<br />

Kualitas pelayanan kesehatan saat ini belum memenuhi standar<br />

pelayanan minimal dan harapan masyarakat serta dirasakan belum adil<br />

antara kelompok miskin dan kaya, daerah perkotaan dan pedesaan dan<br />

antara pria dan wanita. Hal ini dapat dilihat dari masih terdapat<br />

kelompok masyarakat yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan<br />

(aksesibilitas).<br />

Selain itu masih banyak anak balita <strong>Aceh</strong> yang kurang gizi sehingga<br />

mengancam kualitas sumber daya manusia, tetapi anak balita yang gizi<br />

lebih juga mulai menunjukkan kenaikan. Pelayanan laboratorium<br />

kesehatan masyarakat dan kesehatan jiwa masih kurang jika<br />

dibandingkan dengan pelayanan lainnya.<br />

2. Beban ganda penyakit<br />

Pola penyakit yang diderita masyarakat <strong>Aceh</strong> sebagian besar adalah<br />

penyakit infeksi menular,seperti ISPA, malaria, diare, DBD dan TBC.<br />

Namun demikian penyakit tidak menular sudah menjadi pembunuh utama<br />

di <strong>Aceh</strong>. Kedepannya, penyakit tidak menular akan menjadi penyakit<br />

yang menyita banyak sumber daya kesehatan jika tidak tertangani<br />

dengan efektif<br />

3. Kinerja Pelayanan Kesehatan yang rendah<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -42


Kemampuan tenaga kesehatan yang belum mampu menjawab perubahan<br />

atau perkembangan kebutuhan masyarakat yang ditandai oleh masih<br />

rendahnya mutu tenaga kesehatan dalam mengelola dan memberikan<br />

pelayanan baik UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) maupun UKM (Upaya<br />

Kesehatan Masyarakat). Faktor utama penyebab tingginya angka<br />

kematian bayi tidak terlepas dari kinerja tenaga kesehatan yang rendah<br />

4. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung perilaku hidup bersih dan<br />

sehat<br />

Pembangunan yang dihasilkan oleh pemerintah tidak akan tercapai bila<br />

tanpa adanya kesadaran masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam<br />

pembangunan kesehatan. Perilaku yang sehat dengan menjaga<br />

lingkungan yang sehat, kemampuan memilih dan mendapatkan<br />

pelayanan kesehatan yang bermutu dan berbasis bukti, sangat<br />

menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.<br />

5. Rendahnya kondisi lingkungan<br />

Salah satu faktor penting lainnya yang berpengaruh terhadap derajat<br />

kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan yang tercermin antara<br />

lain dari presentase rumah tangga terhadap akses air minum, presentase<br />

rumah tangga menurut sumber air minum, presentase rumah tangga<br />

dengan sumber air minum dari pompa/sumur/mata air menurut jarak<br />

ketempat penampungan akhir kotoran, dan presentase rumah tangga<br />

menurut kepemilikan fasilitas buang air besar. Kondisi lingkungan yang<br />

sehat, tercipta dengan mewujudkan kesadaran individu dan masyarakat<br />

untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).<br />

6. Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan<br />

kesehatan<br />

Kualitas menjadi faktor utama yang harus terus mendapatkan perhatian<br />

oleh pemerintah daerah dan pusat. Untuk menghasilkan tenaga<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -43


kesehatan yang berkualitas dibutuhkan proses pendidikan yang<br />

berkualitas pula. Saat ini tenaga kesehatan berpendidikan D-III serta S-1<br />

sedangkan yang berpendidikan SPK serta sederajat minim terhadap<br />

pelatihan teknis.<br />

7. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata<br />

Tenaga kesehatan merupakan bagian terpenting didalam peningkatan<br />

pelayanan kesehatan. Pada daerah terpencil masih sangat kurang tenaga<br />

kesehatan, padahal hal ini sangat dibutuhkan mengingat sulit dan<br />

jauhnya masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan. Tenaga<br />

kesehatan yang dibutuhkan yaitu dokter umum, bidan, perawat serta<br />

tenaga teknis medis.<br />

8. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin<br />

Kantung-kantung kemiskinan terbesar yaitu di daerah pedesaan dan<br />

pesisir. Pendapatan yang masih rendah dan kurangnya pengetahuan<br />

mengenai kesehatan menyebabkan rendahnya status kesehatan<br />

penduduk. Status kesehatan yang rendah dapat dilihat diantaranya dari<br />

masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi<br />

(AKB). Diharapkan dengan adanya program-program dari pemerintah<br />

yang pro rakyat atau tepat sasaran akan meningkatkan status kesehatan<br />

masyarakat miskin.<br />

e. Pembangunan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya<br />

Sampai saat ini, nilai-nilai Islami belum sepenuhnya dilaksanakan<br />

sesuai dengan tuntunan Syariat, hal ini disebabkan oleh faktor internal dan<br />

eksternal. Faktor internal berkaitan dengan tingkat pemahaman masyarakat<br />

terhadap Syariat Islam masih belum sempurna. Selain itu, makin terbukanya<br />

<strong>Aceh</strong> pasca tsunami dan konflik serta derasnya arus globalisasi yang didorong<br />

oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menjadi tantangan<br />

masyarakat <strong>Aceh</strong> untuk dapat mempertahankan jati diri sebagai masyarakat<br />

yang Islami. Selama ini pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -44


komunikasi cenderung disalah gunakan. Karenanya perlu dilakukan<br />

pemantapan akidah dan pemahaman syariat untuk meningkatkan ketahanan<br />

(resilience) budaya dan kecerdasan masyarakat <strong>Aceh</strong> terhadap infiltrasi<br />

budaya asing termasuk gerakan pendangkalan akidah. Ketahanan dan<br />

kecerdasan ini perlu ditingkatkan dalam menghadapi tantangan globalisasi.<br />

Implementasi Syariat Islam dan adat <strong>Aceh</strong> hingga ke tingkat<br />

pemerintahan paling rendah (gampong) belum maksimal karena belum<br />

semua unsur perangkat pemerintahan gampong dan mukim diatur<br />

dengan peraturan yang setara. Sebagai contoh, keberadaan Keuchik telah<br />

diatur dengan Qanun <strong>Aceh</strong> Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan<br />

Gampong dalam Provinsi Nanggroe <strong>Aceh</strong> Darussalam, Sedangkan<br />

keberadaan Teungku Imeum Meunasah diserahkan pengaturannya<br />

kepada Qanun Kabupaten/Kota.<br />

Komponen pendukung Implementasi Syari’at Islam seperti teungku<br />

Imuem belum berperan maksimal dalam pengawasan atas wali anak<br />

yatim, melindungi harta anak yatim, serta mengelola zakat dan harta<br />

agama yang ada di gampong sehingga persoalan Syaria’t Islam di<br />

gampong belum tertangani secara baik. Begitu juga halnya kualitas<br />

pelayanan peribadatan dan kemasyarakatan, misalnya; menghidupkan<br />

meunasah dengan shalat berjamaah dan pengajian, membimbing dan<br />

mengawasi kegiatan warga masyarakat agar sesuai dengan syariat Islam,<br />

serta menyelesaikan sengketa dalam keluarga dan masyarakat<br />

berdasarkan syari`at yang telah menyatu dengan adat belum sesuai<br />

dengan harapan.<br />

Pelayanan kehidupan beragama juga dinilai masih belum memadai. Hal<br />

ini terlihat dari belum optimalnya pemanfaatan tempat peribadatan,<br />

kurangnya tenaga pelayanan baik dalam kualitas maupun kuantitas, serta<br />

belum optimalnya pengelolaan dana sosial keagamaan dan harta agama.<br />

Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pembayaran dan<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -45


pendistribusian zakat masih sangat rendah, padahal zakat merupakan<br />

salah satu sumber Pendapatan Asli <strong>Aceh</strong> (PAA), sesuai dengan Undang-<br />

undang Nomor 11 tahun 2006 Pasal 180.<br />

Dalam bidang kesejahteraan sosial, masih ada beberapa permasalahan yang<br />

dihadapi antara lain:<br />

1. Kemiskinan<br />

Populasi fakir miskin/keluarga miskin di <strong>Aceh</strong> berdasarkan data BPS<br />

masih cukup tinggi dan menyebar di 23 kabupaten/kota. Permasalahan<br />

kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat <strong>Aceh</strong>, selain disebabkan<br />

oleh dampak negatif pembangunan dan konflik sosial yang<br />

berkepanjangan, juga disebabkan oleh faktor bencana alam yang<br />

sering terjadi di Provinsi <strong>Aceh</strong>.<br />

2. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial<br />

Menurut data populasi PMKS yang terdapat pada Dinas Sosial <strong>Aceh</strong><br />

sampai dengan akhir tahun 2009, terdapat + 1.884 jiwa gepeng, +<br />

1.156 jiwa bekas narapidana dan + 320 jiwa tuna susila. Jumlah ini<br />

cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membutuhkan<br />

perhatian dan penanganan serius dari seluruh sektor pemerintahan.<br />

3. Penyandang cacat dan bekas penyandang kusta<br />

Jumlah penyandang cacat di <strong>Aceh</strong> mencapai 28.977 jiwa sementara<br />

jumlah penduduk eks penyakit kronis (Kusta) mencapai 4.944 jiwa.<br />

Pemberdayaan masyarakat penyandang cacat sangat diperlukan,<br />

seperti memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan yang kemudian<br />

diharapkan para penyandang cacat dapat mandiri guna mencukupi<br />

kebutuhan hidupnya. Sosialisasi mengenai penyakit kusta juga sangat<br />

perlu dilaksanakan sehingga minimal sekali masyarakat penyandang<br />

kusta tidak terisolasi dalam kehidupan sosialnya.<br />

4. Keterlantaran<br />

Jumlah keterlantaran di <strong>Aceh</strong> masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat<br />

diantaranya dari jumlah anak terlantar di <strong>Aceh</strong> mencapai 12.904 jiwa,<br />

lanjut usia terlantar 29.297 jiwa, dan data anak balita terlantar yang<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -46


menacapai 789 jiwa. Masalah keterlantaran ini tertinggi yaitu pada<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Utara. Salah satu penyebab keterlantaran disebabkan<br />

ketidak mampuan orang tua untuk memenuhi kewajibannya atau<br />

orang tua yang melalaikan kewajibannya sebagai mana mestinya. Hal<br />

ini menyebabkan kebutuhan dan hak seseorang sebagai manusia yang<br />

bermartabat tidak terpenuhi secara wajar baik kebutuhan jasmani,<br />

rohani maupun sosial.<br />

f. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak<br />

Pada bidang pemberdayaan perempuan masih terdapat beberapa<br />

kendala, terutama disebabkan karena kurangnya pemahaman<br />

masyarakat tentang keadilan dan kesetaraan gender. Hal ini terlihat dari<br />

sangat kurangnya perempuan yang menduduki posisi di lembaga<br />

legislatif, eksekutif ataupun yudikatif. Dari 46 posisi yang tersedia untuk<br />

kepala daerah kabupaten/kota, hanya ada 1 yang dijabat oleh<br />

perempuan. Begitu pula di lembaga DPR, dari 69 kursi hanya 4 kursi<br />

yang ditempati perempuan. Walaupun demikian persentase perempuan<br />

di lembaga pemerintah seperti Kota Banda <strong>Aceh</strong> cukup tinggi yaitu<br />

sebesar 74,7 persen. Pada umumnya perempuan yang bekerja pada<br />

lembaga swasta masih sangat rendah, misalnya persentase perempuan<br />

di lembaga swasta di Kota Banda <strong>Aceh</strong> hanya sebesar 25,28 persen.<br />

Dengan kata lain persentase pekerja di lembaga swasta didominasi oleh<br />

laki-laki.<br />

Selain itu, masih banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga dimana<br />

korbannya sebagian besar adalah perempuan. Data tahun 2009<br />

menunjukkan bahwa terjadi 119 kasus kekerasan terhadap perempuan<br />

yang 93 di antaranya adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga<br />

(KDRT). Di Provinsi <strong>Aceh</strong>, rasio KDRT ini sebesar 1,13%. Angka ini hanya<br />

dilihat dari Kota Banda <strong>Aceh</strong>, sedangkan kabupaten lainnya tidak bisa<br />

dilihat karena KDRT tidak dilaporkan.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -47


Terkait dengan peningkatan kualitas hidup anak, ada beberapa hal yang<br />

belum mendapat perhatian sepenuhnya. Misalnya belum semua anak<br />

memperoleh akte kelahiran gratis sesuai amanat Undang-Undang Nomor<br />

23 Tahun 2004, karena sebahagian Kabupaten/Kota masih<br />

memberlakukan pungutan untuk hal tersebut. Apalagi pasca konflik dan<br />

bencana alam gempa bumi dan tsunami, banyak anak-anak <strong>Aceh</strong> yang<br />

memerlukan perhatian yang serius dari semua pihak untuk meningkatkan<br />

kesejahteraannya, baik dari tindak kekerasan maupun dari berbagai<br />

bentuk eksploitasi serta perdagangan (traficking).<br />

g. Pemuda dan Olah Raga<br />

Berdasarkan data <strong>Aceh</strong> Dalam Angka tahun 2009, jumlah kelompok<br />

umur 15-19 tahun adalah jumlah terbesar dari komposisi penduduk <strong>Aceh</strong>.<br />

Itu berarti dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan akan terjadi<br />

bonus demografi, dimana akan terdapat lebih banyak kelompok penduduk<br />

usia muda (produktif) di banding usia tidak produktif.<br />

Program pembinaan kepemudaan saat ini belum terkoordinir secara<br />

optimal, baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.<br />

Rendahnya partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan organisasi-organisasi<br />

kepemudaan dalam peningkatan SDM dan produktivitas pemuda<br />

menyebabkan fokus pembinaan pemuda belum mengarah pada<br />

peningkatan keterampilan hidup (life skill) yang bertujuan untuk<br />

meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup (livelyhood).<br />

Pembinaan-pembinaan yang selama ini dilakukan baik oleh lembaga<br />

pemerintah maupun non pemerintah masih bersifat parsial (satu aspek<br />

saja) dan belum menyeluruh (holistic).<br />

Pemerintah daerah telah berupaya melakukan pembinaan dan<br />

pemberdayaan terhadap organisasi-organisasi kepemudaan di <strong>Aceh</strong> dalam<br />

bentuk dukungan pendanaan yang bersifat stimulan, sebagai upaya<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -48


meningkatkan kemandirian organisasi guna mengaktualisasikan berbagai<br />

program pembinaan bagi generasi muda.<br />

Masalah dan isu strategis bidang kepemudaan dan olahraga yaitu (1)<br />

Lemahnya koordinasi pembinaan pemuda dan olahraga antar<br />

kabupaten/kota dan provinsi yang disebabkan oleh belum seluruh daerah<br />

memiliki Instansi/Dinas/Kantor/Badan yang menangani pembinaan<br />

pemuda dan olahraga; (2) Rendahnya kualitas SDM pelatih; (3)<br />

Terbatasnya sarana dan prasarana pemuda dan olahraga; (4) Rendahnya<br />

kesejahteraan atlet dan pelatih; (5) Banyaknya pemuda yang<br />

menganggur; (6) Terbatasnya lapangan pekerjaan; (7) Kurangnya<br />

keterampilan pemuda; (8) Belum optimalnya pemanfaatan IPTEK dalam<br />

proses pembinaan dan pengembangan kepemudaan dan keolahragaan;<br />

(9) Rendahnya partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam upaya<br />

pembinaan dan peningkatan prestasi olahraga; (10) Banyaknya pemuda<br />

yang terjerumus dalam penggunaan bahan adiktif; dan (11) Rendahnya<br />

wawasan kebangsaan pemuda.<br />

h. Kebudayaan dan Pariwisata<br />

Masalah dan isu strategis bidang kebudayaan dan kepariwisataan<br />

yaitu (1) belum tertatanya objek-objek wisata baik alam, agro, budaya<br />

maupun minat khusus; (2) Lemahnya koordinasi kelembagaan antara<br />

provinsi dengan kabupaten/kota; (3) Rendahnya pendapatan regional dari<br />

sektor pariwisata; (4) Kurangnya penyelenggaraan event promosi yang<br />

bertaraf nasional dan internasional; (5) Rendahnya kemampuan SDM<br />

dalam pengelolaan keragaman budaya <strong>Aceh</strong>, asset budaya dan apresiasi<br />

seni budaya; (6) Kecendrungan memudarnya khasanah budaya, nilai-nilai<br />

budaya; (7) Lemahnya khasanah seni tradisional, sastra budaya, dan<br />

besarnya operasional pemeliharaan/renovasi asset peninggalan sejarah<br />

budaya; (8) Optimalisasi pemanfaatan asset budaya daerah masih<br />

rendah; (9) Belum tertatanya situs budayadan pengumpulan kembali<br />

naskah kuno serta karya seni dan produk tradisional <strong>Aceh</strong>; (10)<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -49


Rendahnya kualitas SDM di bidang kebudayaan dan pariwisata; (11)<br />

Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana kebudayaan pariwisata di<br />

setiap daerah tujuan pariwisata, serta fasilitas pelayanan umum di objek<br />

wisata;<br />

Selain itu, di bidang adat ada beberapa permasalahan yang perlu segera<br />

diselesaikan diantaranya yaitu: (a) Belum terbangunnya koordinasi yang<br />

baik dengan SKPA, elemen, dan komponen pemerintah <strong>Aceh</strong> lainnya<br />

dalam penegakan Hukum Adat, pelestarian, pembinaan dan<br />

pengembangan nilai-nilai dan identitas Adat dan Adat Istiadat <strong>Aceh</strong>; (b)<br />

Kurangnya SDM perangkat Gampong dan Mukim, sehingga kegiatan<br />

yang telah di programkan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan;<br />

(c) Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan Adat dan Adat<br />

Istiadat; dan (d) Belum tersedia Data Base tentang Adat dan Adat<br />

Istiadat <strong>Aceh</strong> dan Adat Istiadat lain di <strong>Aceh</strong> (Tamiang, Gayo, Singkil,<br />

Kluet, Alas, dan Simeulu).<br />

i. Penciptaan Pemerintah yang dan Bersih serta Penyehatan<br />

Birokrasi Pemerintahan<br />

Untuk mendukung pelaksanaan birokrasi Pemerintahan <strong>Aceh</strong> ke<br />

depan, maka perlu ditunjang dengan tersedianya sumberdaya manusia<br />

aparatur yang profesional dan proporsional agar mutu pelayanan dapat<br />

ditingkatkan. Dengan demikian kontrol hirarkis dalam organisasi dialihkan<br />

ke tangan para aparatur yang berhadapan langsung dengan pelayanan<br />

masyarakat. Dalam konteks pemberdayaan organisasi lokal, hendaknya<br />

kontrol aturan dan kontrol administrasi dari tingkat pusat dikurangi agar<br />

memiliki keleluasaan bekerja untuk mengendalikan pemerintahan dan<br />

mengembangkan kemampuan organisasinya.<br />

Pemerintah Provinsi <strong>Aceh</strong> mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk<br />

melakukan pemberdayaan, pembangunan, monitoring evaluasi serta<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -50


pelayanan publik secara profesional. Untuk terlaksananya tata kelola<br />

pemerintahan yang baik (good governance), Pemerintah <strong>Aceh</strong> akan<br />

menggunakan seluruh tenaga dan kemampuan sumberdaya aparatur<br />

yang handal dan potensial dibidangnya sesuai dengan kompetensi yang<br />

ada.<br />

Dari gambaran umum di atas bahwa ketersedian tenaga PNS pada<br />

kabupaten/kota masih relatif belum memadai baik kualitas maupun<br />

kuantitas SDM, terutama pada daerah kabupaten pemekaran.<br />

Permasalahan ini akan berdampak pada proses percepatan pembangunan<br />

dan perbaikan pelayan publik pada level Pemerintahan Kecamatan dan<br />

Pemerintahan Desa. Sebagai institusi yang langsung berhadapan dengan<br />

masyarakat, kinerja pemerintahan desa masih relatif belum memadai,<br />

dimana sebanyak 6.219 desa dan kelurahan yang ada di Provinsi <strong>Aceh</strong><br />

terdapat 874 kantor dalam keadaan baik dan 1257 rusak sedangkan<br />

kantor desa yang belum ada sebanyak 4.115 unit.<br />

Sedangkan pada tingkat kemukiman, jumlah mukim sebanyak 731<br />

mukim, kantor yang sudah dibangun dan dalam keadaan baik hanya<br />

berjumlah 21 unit dan sisanya sebanyak 681 mukim belum tersedia<br />

kantor. Disisi lain, penempatan atau distribusi Aparatur Daerah/Pegawai<br />

Negeri Sipil belum juga merata disamping sarana dan prasarana belum<br />

memadai terutama pada kabupaten pemekaran, sehingga mengakibatkan<br />

kualitas pelayanan publik belum berjalan secara optimal.<br />

Sejalan dengan dinamika pembangunan, dalam penyelenggaraan<br />

Pemerintahan terdapat berbagai hambatan antara lain (1) hambatan<br />

politik, ekonomi, dan lingkungan, (2) kelemahan institusi, (3)<br />

ketidakmampuan SDM di bidang teknis dan administrasi, (4) kekurangan<br />

dalam bentuk teknis, (5) kurangnya desentralisasi dan partisipasi, (6)<br />

pengaturan waktu (timing), (7) sistim informasi yang kurang mendukung,<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -51


(8) perbedaan agenda tujuan antara aktor dan, (9) dukungan yang<br />

berkesinambungan.<br />

Pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari perubahan dan<br />

perkembangan kondisi ekologi administrasi publik, terutama tantangan<br />

yang perlu mendapatkan perhatian dan penyesuaian-penyesuaian dalam<br />

penerapan strategi pembangunan meliputi: Penerapan UU-PA; Globalisasi<br />

informasi; Netralitas Pegawai Negeri; Sistem politik; Perdagangan bebas<br />

dan semangat reformasi dengan segala implikasinya. Dalam hubungan ini<br />

kualitas perencanaan pembangunan diharapkan dapat menjawab<br />

tantangan perubahan tersebut dengan tetap berpijak pada strategi<br />

pembangunan berkelanjutan yang didukung dengan konsep<br />

pembangunan manusia (human development).<br />

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan prioritas kedepan<br />

adalah :<br />

1. Penyelesaian peraturan-peraturan daerah/qanun sebagaimana yang<br />

diamantkan oleh UUPA.<br />

2. Belum terimplementasinya ketentuan (regulasi) secara optimal<br />

3. Terbatasnya Alokasi Anggaran dari Pemerintah Pusat/Povinsi/<br />

Kabupaten/Kota ke Pemerintahan Kecamatan, Mukim dan Gampong<br />

4. Masih kurangnya tenaga dan kemampuan sumberdaya aparatur yang<br />

handal dibidangnya.<br />

5. Penyebaran Aparatur Daerah/Pegawai Negeri Sipil belum merata<br />

antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya.<br />

6. Pada konteks pelayanan publik, perbaikan dan peningkatan<br />

kelembagaan/instiusi perlu ditindaklanjuti seperti pelayanan satu atap<br />

(one top service) dan peningkatan kelembagaan pada level<br />

pemerintahan kecamatan hingga ke pemerintahan gampong yang<br />

langsung berhadapan dengan masyarakat (front-line employees).<br />

j. Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -52


Dalam tiga tahun terakhir, jumlah desa yang mengalami banjir mencapai<br />

1.991 desa atau 31 persen dari total desa di wilayah <strong>Aceh</strong>. Banjir<br />

bandang dan gelombang pasang laut juga merupakan bencana yang<br />

melanda penduduk dalam tiga tahun terakhir ini. Tercatat sekitar 134<br />

desa di <strong>Aceh</strong> merupakan kawasan rawan gelombang pasang laut dan<br />

sekitar 526 desa rawan akan banjir bandang. Kondisi ini menegaskan<br />

bahwa penanganan dan pengendalian bencana belum memadai, hal ini<br />

disebabkan oleh belum terkosentrasinya kebijakan penanganan dan<br />

pengurangan resiko bencana pada lembaga yang spesifik.<br />

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut Pemerintah <strong>Aceh</strong> telah<br />

membentuk SKPA Badan Penanggulangan Bencana <strong>Aceh</strong>, sesuai Qanun<br />

Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Organisasi Tatakerja<br />

Penanggulangan Bencana <strong>Aceh</strong>.<br />

2.3.2. Identifikasi Permasalahan Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah<br />

Secara rinci identifikasi permasalahan penyelenggaraan urusan<br />

pemerintah daerah tertera pada Lampiran 1.<br />

Rencana Kerja Pemerintah <strong>Aceh</strong> (RKPA) 2012 II -53

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!