25.10.2012 Views

Pengaruh-Hidrolisis-Enzim-pada-Produksi-Ethanol-dari-Limbah-Padat-Tepung-Tapioka

Pengaruh-Hidrolisis-Enzim-pada-Produksi-Ethanol-dari-Limbah-Padat-Tepung-Tapioka

Pengaruh-Hidrolisis-Enzim-pada-Produksi-Ethanol-dari-Limbah-Padat-Tepung-Tapioka

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

SUPER RESOLUSI PERDASAR PADA FAST REGISTRASI DAN<br />

REKONSTRUKSI MAXIMUM A POSTERIORI<br />

Ari Sandi Robert 1 - Rully Soelaiman, S.Kom, M.Kom 2<br />

Abstrak<br />

Dalam Tugas Akhir ini, framework Maksimum<br />

a Posteriory digunakan untuk menyelesaikan<br />

masalah Super Resolusi. Yaitu masalah untuk<br />

mendapatkan citra resolusi tinggi <strong>dari</strong> sekempulan<br />

citra yang beresolusi rendah yang telah digeser<br />

<strong>dari</strong> image samplenya.<br />

Ada beberapa tahapan dalam Tugas Akhir ini<br />

yaitu yang pertama adalah membuat observasi<br />

model, yaitu membuat citra resolusi rendah<br />

sebagai pembentuk resolusi tinggi <strong>pada</strong> tahap<br />

berikutnya. Tahap yang kedua adalah menghitung<br />

image prior model. Hal ini dibutuhkan <strong>pada</strong> saat<br />

digunakanya Maximum a Posteriori <strong>pada</strong><br />

pembentukan citra resolusi tinggi. Tahap yang<br />

ketiga ada tahap preprocessing, ada tahap ini<br />

dilakukan proses registrasi (proses estimasi<br />

pergeseran). Tahap yang terahir adalah<br />

pembentukan citra resolusi tinggi <strong>dari</strong> sekumpulan<br />

citra yang telah dibentuk dengan menggunakan<br />

algoritmat MAP (maximum a posteriori)<br />

framework. Dalam beberapa tahap ini sudah<br />

termasuk proses registrasi (proses estimasi<br />

pergeseran), interpolasi dan restorasi yang<br />

dilakukan secara bersamaan dalam domain<br />

Descret fourier transform. Maximum a posteriori<br />

yang didapat <strong>dari</strong> persamaan Bayesian adalah<br />

dengan memaksimalkan variabel-variabel<br />

registrasi, termasuk nilai pergeseran image, dan<br />

citra resolusi tinggi yang diperkirakan secara<br />

bersamaan <strong>pada</strong> saat observasi citra.<br />

Kata Kunci : Maximum a Posteriori (MAP),<br />

Super Resolusi, registrasi, interpolasi.<br />

1. PENDAHULUAN<br />

Hampir semua aplikasi yang berbasis gambar atau<br />

citra baik dalam bidang remote sensing, militer dan<br />

medical image <strong>pada</strong> umumnya membutuhkan citra<br />

yang beresolusi tinggi, bahkan untuk dibeberapa<br />

aplikasi merupakan syarat utama yang harus<br />

dipenuhi. Citra resolusi tinggi berarti ke<strong>pada</strong>tan<br />

pixel dalam citra itu tinggi. Citra yang beresolusi<br />

Fakultas Teknologi Informasi<br />

Institut Teknologi Sepuluh Nopember<br />

Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia<br />

Email : robert05@cs.its.ac.id 1 , rully@is.its.ac.id 2<br />

1<br />

tinggi ini menghasilkan gambar yang lebih jelas<br />

dan detail, sehingga sangat membantu dalam<br />

beberapa bidang tersebut. Sebagai contoh, citra<br />

medis yang detail dan jelas sangat membantu<br />

dokter dalam mengambil keputusan diagnosis, atau<br />

dalam bidang satelit sangat membantu dalam<br />

membedakan objek satu dengan lainnya dalam<br />

pencitraan yang jauh.<br />

Baru- baru ini, teknologi CCD (Charge–Couple-<br />

Devices) digunakan untuk mendapatkan citra yang<br />

beresolusi tinggi, walaupun ini sangat membantu<br />

dalam beberapa aplikasi namun teknologi ini tidak<br />

lama dipakai, hal ini disebabkan karena teknologi<br />

<strong>dari</strong> CCD dan high precission optic tidak dapat<br />

memenuhi permintaan peningkatan resolusi yang<br />

terus menerus, hal ini juga disebabkan karena<br />

keterbatasan optik <strong>dari</strong> teknologi tersebut. Selain<br />

keterbatasan optik, masalah biaya juga merupakan<br />

kendala dalam penerapan teknologi ini. Misal<br />

memasang camera yang beresolusi tinggi ke<br />

angkasa membutuhkan biaya yang cukup mahal<br />

dan beresiko. Dan ini akan lebih efisien jika<br />

memasang camera yang murah dengan resolusi<br />

yang rendah ke angkasa dan mendapatkan citra<br />

beresolusi tinggi dibawah dengan image<br />

processing.<br />

Hambatan lain ketika menggunakan kamera<br />

beresolusi tinggi adalah dibutuhkannya situasi yang<br />

ideal. Misal, dalam pengintaian militer, sebagai<br />

contoh, pengambilan gambar <strong>dari</strong> pergerakan<br />

musuh itu susah dilakukan karena pergerakan itu<br />

biasanya terjadi <strong>pada</strong> malam hari, atau dalam<br />

keadaaan kabut, untuk menghambat pengintaian.<br />

Atau cuaca juga menjadi penyebab yang lain untuk<br />

remote sensing, dimana mendung dapat menutupi<br />

daerah yang akan diproses.<br />

Oleh karena itu diperlukan suatu teknik lain untuk<br />

mendapatkan citra yang beresolusi tinggi.<br />

Termasuk juga mendapatkan citra yang beresolusi<br />

tinggi <strong>dari</strong> kamera yang beresolusi tinggi.<br />

Untuk mendapatkan citra yang beresolusi tinggi,<br />

dapat dilakukan dengan teknik Super Resolusi,<br />

yaitu suatu teknik untuk mendapatkan citra resolusi<br />

tinggi <strong>dari</strong> sekumpulan citra beresolusi rendah


sample yang diambil <strong>dari</strong> scene yang sama, atau<br />

pengambilan beberapa gambar dalam satuan urutan<br />

waktu. Apabila gambar resolusi tinggi yang<br />

dihasilkan berupa gambar resolusi tunggal maka<br />

disebut teknik Super Resolusi statis dan apabila<br />

gambar resolusi tinggi yang dihasilkan merupakan<br />

gambar rangkaian maka disebut teknik Super<br />

Resolusi Dinamis.<br />

Beberapa metodologi rekonstruksi telah diajukan<br />

baik dalam domain frekuensi atau domain spasial.<br />

Kedua domain tersebut menunjukkan hasil yang<br />

signifikan terhadap hasil rekonstruksi Super<br />

Resolusi. Hal ini memungkinkan untuk melakukan<br />

rekonstruksi citra dengan model yang berbeda-beda<br />

dengan penyelesaian algoritma yang berbeda pula.<br />

Dalam Tugas Ahir ini penulis mencoba<br />

menerapkan Fast Registrasi dan Maximum a<br />

Posteriori untuk menyelesaikan masalah Super<br />

Resolusi yang dilakukan dalam domain fourier dan<br />

spasial, sedangkan jenis Super Resolusi adalah<br />

Super Resolusi Statis. Maximum a Posteriori<br />

merupakan salah satu estimasi probabilistik yang<br />

diambil <strong>dari</strong> persaman bayessian [8] dan [9].<br />

2. SUPER RESOLUSI<br />

Resolusi citra adalah suatu ukuran kualitas <strong>dari</strong><br />

output sebuah citra yang biasa dikaitkan dengan<br />

pixel. Resolusi citra menggambarkan detail <strong>dari</strong><br />

sebuah citra, semakin tinggi resolusi citra maka<br />

semakin tinggi detail atau ketajamannya. Dalam<br />

istilah citra digital resolusi citra sering dinyatakan<br />

dengan banyaknya pixel <strong>dari</strong> suatu citra, misalkan:<br />

citra dengan ukuran 680 X 480 mempresentasikan<br />

680 pixel <strong>pada</strong> kolomnya dan 480 pixel <strong>pada</strong><br />

barisnya.<br />

Dengan pengertian diatas, maka yang disebut<br />

dengan citra resolusi rendah (LR) adalah citra<br />

dengan kerapatan piksel rendah. Sedangkan citra<br />

resolusi tinggi (HR) adalah citra dengan kerapatan<br />

piksel tinggi, yang memiliki informasi lebih detil<br />

dan dapat digunakan dalam berbagai bidang ilmu.<br />

Sebagai contoh dalam dunia kedokteran, gambar<br />

yang beresolusi tinggi sangat membantu dokter<br />

dalam mengambil keputusan diagnosa, dalam<br />

bidang foto citra satelit akan dapat secara mudah<br />

membedakan sebuah objek satu dengan yang lain<br />

ketika citra yang diambil adalah citra yang<br />

beresolusi tinggi.<br />

Teknik citra Super Resolusi adalah suatu teknik<br />

untuk mendapatkan citra yang beresolusi tinggi<br />

<strong>dari</strong> sekumpulan citra yang beresolusi rendah (LR).<br />

Resolusi tinggi yang dihasilkan dapat berupa citra<br />

tunggal atau lebih. Citra resolusi tinggi didapat <strong>dari</strong><br />

sekumpulan resolusi rendah yang diambil <strong>dari</strong><br />

adegan (scene) yang sama. Karena <strong>dari</strong><br />

adegan(scene) yang sama itu menyediakan<br />

2<br />

informasi yang dapat digunakan untuk<br />

merekontruksi citra resolusi tinggi, untuk lebih<br />

jelasnya dapat dilihat <strong>pada</strong> gambar 2.6<br />

Super resolusi juga dapat dikatakan sebagai<br />

teknik image restorasi namun image restorasi<br />

generasi kedua, hal ini disebabkan karena<br />

sebenarnya dasar <strong>dari</strong> kedua teknik tersebut sama,<br />

namun yang membedakan adalah jumlah <strong>dari</strong><br />

inputan citra dan hasil <strong>dari</strong> citra setelah proses.<br />

2.1 Model Observasi<br />

Pada tahap model Observasi [5] ini berhubungan<br />

dengan permodelan citra <strong>dari</strong> resolusi tinggi ke<br />

citra resolusi rendah. Atau dapat dikatakan sebagai<br />

model urutan proses <strong>dari</strong> citra resolusi tinggi ke<br />

citra resolusi rendah. Untuk lebih jelas dapat dilihat<br />

<strong>pada</strong> gambar 1<br />

Pada proses gambar 1 yang ouputnya berupa citra<br />

resolusi rendah itu diperoleh <strong>dari</strong> citra resolusi<br />

tinggi yang kemudian citra tersebut ditranslasi<br />

sejauh delta x dan delta y, kemudian dirotasi sejauh<br />

sudut theta. Setelah proses translasi dan rotasi<br />

kemudian citra diblur. Setelah sebuah citra<br />

resolusi tinggi mengalami translasi, rotasi, dan<br />

blur, kemudian citra tersebut masuk dalam proses<br />

downsampling. Dalam proses ini citra resolusi<br />

tinggi mengalami penurunan resolusi. Setelah<br />

proses tersebut citra baru ditambah dengan noise.<br />

Dan setelah proses inilah citra resolusi rendah<br />

terbentuk.<br />

2.2 Registrasi<br />

Beberapa metode Super Resolusi yang terdapat<br />

<strong>pada</strong> literature menggunakan motion[1] <strong>pada</strong> citra<br />

yang diamati (citra resolusi rendah) sebagai syarat<br />

untuk membentuk citra resolusi tinggi. Hal ini<br />

menjadi pendekatan yang paling sesuai untuk<br />

Super Resolusi yang secara umum terdiri <strong>dari</strong> tiga<br />

tahap algoritma, registrasi, interpolasi dan<br />

rekonstrusi. Tahap registrasi itu digunakan untuk<br />

mendapatkan relatif motion (pergeseran) diantara<br />

citra resolusi rendah dengan akurasi pixel.Ouputan<br />

<strong>dari</strong> proses ini berupa delta x dan delta y <strong>dari</strong><br />

masing-masing citra resolusi rendah.


Asumsi yang diambil <strong>pada</strong> Super Resolusi adalah<br />

semua pixel <strong>dari</strong> frame yang diamati itu nantinya<br />

dapat dipetakan kembali ke kerangka acuan<br />

berdasarkan informasi gerakan vektor (pergeseran).<br />

Interpolasi grid yang seragam dilakukan untuk<br />

memberikan jarak yang seragam <strong>pada</strong> citra<br />

upsample. Ketika jarak yang seragam <strong>pada</strong> grid<br />

upsample image itu didapatkan, restorasi<br />

diterapkan untuk menghilangkan efek <strong>dari</strong> bluring<br />

dan noise.<br />

Berdasarkan output yang dihasilkan (HR), super<br />

resolusi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu statis dan<br />

dinamis. Super Resolusi statis menghasilkan output<br />

citra resolusi tinggi tunggal dan Super Resolusi<br />

dinamis menghasilkan citra resolusi tinggi yang<br />

lebih <strong>dari</strong> satu.<br />

Metode yang digunakan untuk merekontruksi citra<br />

high resolusi ini dapat dilakukan <strong>pada</strong> spatial<br />

domain atau <strong>pada</strong> frequency domain. Pada Tugas<br />

Ahir ini metode yang digunakan dilakukan <strong>pada</strong><br />

frequency domain dan spatial domain. Keuntungan<br />

<strong>dari</strong> penggunaan frequency domain adalah dapat<br />

menghasilkan perhitungan yang lebih cepat.<br />

Permasalahan yang terkait dengan Super Resolusi<br />

sebenarnya adalah masalah restorasi. Perbedaan<br />

mendasar antara super resolusi dan restorasi adalah<br />

bahwa dalam super resolusi input yang masuk<br />

berupa rangkaian citra, sedangkan <strong>pada</strong> restorasi<br />

input yang masuk <strong>pada</strong> proses restorasi berupa citra<br />

tunggal.<br />

3. MAXIMUM A POSTERIORI<br />

Banyak pendekatan untuk mendapatkan citra<br />

resolusi tinggi, salah satunya adalah dengan<br />

pendekatan stokastik. Rekonstruksi citra stokastik<br />

Super Resolusi, khususnya pendekatan bayesian<br />

menyediakan jalan yang fleksibel dan mudah untuk<br />

memperoleh model priori untuk memecahkan<br />

masalah super resolusi. Bayesian estimasi super<br />

resolusi bisa dilakukan ketika probabilty density<br />

function [2] <strong>dari</strong> original image dapat dibentuk.<br />

Inti <strong>dari</strong> Maximum a Posteriori adalah memaksimal<br />

variabel posteriori <strong>pada</strong> persamaan Bayesian yang<br />

nantinya sama dengan meminimalkan beberapa<br />

variabel <strong>pada</strong> persamaan Bayesian yang<br />

berhubungan dengan citra pembentukan resolusi<br />

tinggi.<br />

4. PERMODELAN CITRA<br />

Dalam Tugas Akhir ini permodelan citra<br />

yang digunakan adalah permodelan linear.<br />

Asumsi ukuran untuk citra resolusi tinggi<br />

adalah x 1, dimana = dN . Model<br />

3<br />

ini juga mengasumsikan bahwa pengamatan <strong>dari</strong> P<br />

citra resolusi rendah yang berukuran N x 1 dengan<br />

menerapkan PN x N H degradasi operator B<br />

ke<strong>pada</strong> citra resolusi tinggi, yang kemudian<br />

ditambahkan dengan noise <strong>pada</strong> setiap P citra<br />

resolusi rendah atau biasa disebut citra yang<br />

diamati. Misal kumpulan matriks resolusi rendah y<br />

yang berukuran PN x 1 vektor yang berisi P citra<br />

yang diamati<br />

[ ] T<br />

T T<br />

T<br />

y = y 1,<br />

y2<br />

,......, y n<br />

dimana yi<br />

adalah N x 1 vektor yang<br />

mempresentasikan citra resolusi rendah.<br />

Menggunakan notasi diatas, maka model citra <strong>dari</strong><br />

resolusi tinggi ke resolusi rendah adalah<br />

y = Bx + n<br />

(1)<br />

dimana x adalah citra resolusi tinggi yang akan<br />

diperkirakan yang berukuran , B adalah<br />

PN x N H<br />

n<br />

T<br />

n<br />

T<br />

n ,....,<br />

N H<br />

matrix degradasi dan<br />

[ ] T T<br />

n<br />

x 1<br />

= 1 , 2 p yang berukuran PN x 1<br />

vektor noise dengan noise yang dipakai adalah<br />

berdasarkan sebaran Gaussian<br />

−1<br />

0,<br />

β I , I = 1,…,P<br />

n ~ ( )<br />

i<br />

N i<br />

dimana 0 adalah mean, , i = 1..P adalah<br />

variance noise dan I adalah matrix identitas. Matrik<br />

degradasi B dimana<br />

= DH i S ( δ i ) R(<br />

θ i ) untuk i = 1…P.<br />

D adalah N x N H matrik decimasi. , i = 1..P<br />

adalah H H N N × bluring operator dan S( δ i ) ,<br />

untuk i = 1..P adalah H H N N × operator geser.<br />

Dimana tiap δ i menunjukkan nilai pergeseran<br />

<strong>dari</strong> image referensi. Nilai <strong>dari</strong> operator geser<br />

dalam frequency domain adalah<br />

F ( u)<br />

= f<br />

T<br />

− j 2πu<br />

x<br />

( x)<br />

e dx<br />

2<br />

=<br />

= e<br />

∫∫<br />

x<br />

∫∫<br />

2<br />

f ( x + Δx)<br />

e<br />

2<br />

x<br />

T<br />

− j 2πu<br />

Δx<br />

∫∫<br />

x<br />

T<br />

− j2πu<br />

Δx<br />

'= e F1<br />

f ( x')<br />

e<br />

1<br />

( u)<br />

T<br />

− j 2πu<br />

x<br />

dx<br />

T<br />

− j 2πu<br />

Δx'<br />

dx<br />

(2)<br />

nilai <strong>dari</strong> δ <strong>pada</strong> persamaan diatas nilainya sama<br />

i<br />

dengan Δ x . Operator geser ini diasumsikan<br />

circulant. Oleh karena maka sangat membantu<br />

dalam efisiensi perhitungan matrik, karena matrik


ini dapat dengan mudah didiagonalisasi dalam<br />

domain DFT.<br />

Dari semua definisi diatas maka dapat ditulis<br />

persamaan yang mewakili semuanya.<br />

y i = Bi<br />

x + n = DH i S ( δ i ) R(<br />

θ i ) x + n<br />

untuk i = 1,..,P<br />

i<br />

(3)<br />

5. IMAGE PRIOR MODEL<br />

Karena menggunakan Maximum a Posteriori maka<br />

prior untuk citra resolusi tinggi harus didapatkan.<br />

Asumsi <strong>dari</strong> image Prior model adalah selisih<br />

image dalam empat arah 0 derajat dan 90 derajat<br />

yang nilainya seperti <strong>pada</strong> persamaan (4)<br />

1<br />

ε ( i,<br />

j)<br />

= x(<br />

i,<br />

j)<br />

− x(<br />

i,<br />

j + 1)<br />

2<br />

ε ( i , j)<br />

= x(<br />

i,<br />

j)<br />

− x(<br />

i + 1,<br />

j<br />

) (4)<br />

Dimana (i,j)k=1,2 adalah citra selisih <strong>dari</strong> lokasi<br />

(i,j). Dari persamaan diatas dapat juga ditulis dalam<br />

bentuk matrik vektor untuk keseluruhan citra, yaitu<br />

sebagai<br />

k k<br />

Q x = ε , k = 1,<br />

2<br />

(5)<br />

Dimana adalah x matrik selisih <strong>dari</strong><br />

citra x 1. Matrix Q merupakan matrik circulant.<br />

Matrik circulant [3] merupakan matrik Toeplizt<br />

dimana tiap baris matrik tersebut digeser satu<br />

kolom ke kanan. Dalam perhitugnan numeric<br />

matrik circulant ini memegang peranan penting<br />

karena matrik circulant diagonal di DFT (Diskrit<br />

Fourier Transform.). Contoh matrik circulant dapat<br />

dilihat <strong>pada</strong> gambar 3.2<br />

Gambar 1.1 Matrik Circulant<br />

[ ] T<br />

k k<br />

k<br />

k<br />

Untuk ε = ε1<br />

ε 2 ...... ε NH . Dengan nilai<br />

awal berdasar Gaussian statistik<br />

4<br />

k<br />

i<br />

k ( 0, ( a i )<br />

−1<br />

)<br />

ε ~ N<br />

untuk i = 1… dan k = 1,2<br />

dimana merupakan invers variance <strong>dari</strong> .<br />

Untuk inverse varians ( dapat juga diambli<br />

variable<br />

k<br />

k k<br />

k<br />

A = diag ( a 1 , a2<br />

,....., aNH<br />

) yang berukuran<br />

H H N N ×<br />

. Pada dasarnya variabel itu<br />

diambil untuk mengetahaui varians <strong>dari</strong> struktur<br />

sebuah image. Lebih jelasnya, varians yang besar<br />

( mengindikasikan variasi yang besar<br />

<strong>pada</strong> selisih sesuai dengan arahnya. Joint Density<br />

untuk eror Gaussian nilainya diberikan<br />

p<br />

2 NH 1<br />

( ~<br />

k<br />

ε a~<br />

2<br />

k<br />

; ) α ∏∏(<br />

ai<br />

) exp − 0.<br />

5 ( ε )<br />

2 NH<br />

1<br />

k 2<br />

T ~ k k<br />

( ai<br />

) exp 0.<br />

5<br />

~ ε A<br />

~<br />

∏∏ − ε<br />

k=<br />

1 i=<br />

1<br />

k=<br />

1 i=<br />

1<br />

T k k ( A ε )<br />

Untuk menghubungkan nilai dengan x telah<br />

diketahaui relasi<br />

k k<br />

Q x = ε . Karena relasi persamaan tersebut dan<br />

Joint Density p ( ~ε ; a~<br />

) maka dapat didefinisikan<br />

improper prior untuk citra x. Sedangkan untuk<br />

prior nilainya adalah<br />

p<br />

2 NH<br />

1<br />

( ~ ~<br />

k 4<br />

T ~ ~<br />

ε ; a ) α ∏∏(<br />

ai<br />

) exp − 0.<br />

5(<br />

( Qx)<br />

AQx)<br />

2 NH<br />

1<br />

k 4<br />

k T k k<br />

∏∏(<br />

ai<br />

) exp − 0.<br />

5(<br />

Q x)<br />

A Q x .<br />

k = 1 i=<br />

1<br />

k = 1 i=<br />

1<br />

(6)<br />

Sedangkan untuk parameter Gamma hyper prior<br />

nilainya seperti dibawah ini.<br />

( ) ( ) { } k<br />

lk−2<br />

k<br />

k<br />

a ; m , l α a 2 exp − m ( l − 2 a<br />

p )<br />

(7)<br />

i<br />

k<br />

k<br />

i<br />

<strong>dari</strong> persamaan 7 untuk mean dan varians <strong>dari</strong><br />

Gamma pdf nilainya adalah<br />

E<br />

[ ] ( ( ) ) [ ] ( ( ) ) 1<br />

k<br />

−1<br />

k<br />

2<br />

2 −<br />

a l 2m<br />

l − 2 dan var a = 2m<br />

l − 2<br />

i<br />

= k k k<br />

i<br />

k k<br />

k<br />

k<br />

(8)<br />

i<br />

=<br />

=


Nilai itu merupakan representasi <strong>dari</strong> derajat<br />

kebenaran <strong>dari</strong> prior oleh Gamma hyperprior.<br />

Lebih khususnya variabel<br />

L<br />

k<br />

k<br />

→ ∞,<br />

E[<br />

a ] → ( 2m<br />

)<br />

Dengan kata lain image prior menjadi sangat<br />

informatif dan hasil<br />

k<br />

−1<br />

.<br />

Sebaliknya ketika ,<br />

i<br />

danVar[<br />

a ] → 0.<br />

−1 k<br />

i<br />

ai = ( 2mk<br />

) ∀i<br />

lk<br />

→ 2<br />

k<br />

k<br />

[ a ] → ∞ danVar[<br />

a ] → ∞<br />

E i<br />

i <strong>pada</strong> kasus ini<br />

prior menjadi uninformatif dan ahirnya nilai<br />

tidak berubah.<br />

a<br />

k<br />

i<br />

6. REGISTRASI SUPER RESOLUSI<br />

Pada tahap permodelan citra dapat dilakukan dalam<br />

domain DFT sehingga perhitungan lebih efisien.<br />

Karena variabel H dan S adalah circulant, maka<br />

diagonal di DFT domain. Untuk matrik dan<br />

adalah matrik circulant dan diagonal.<br />

Pada tahap ini akan dilakukan registrasi ( perkiraan<br />

pergeseran <strong>dari</strong> citra) <strong>dari</strong> citra resolusi rendah.<br />

Pada point ini penting untuk diketahui bahwa<br />

pergeseran <strong>dari</strong> citra resolusi rendah harus<br />

dikalikan dengan desimasi faktor. Parameter<br />

pergeseran untuk citra resolusi rendah dinotasikan<br />

,i = 2,…P. dengan notasi ini dapat diasumsikan<br />

bahwa citra merupakan hasil <strong>dari</strong> translasi <strong>dari</strong><br />

citra resolusi atau dapat dinotasikan<br />

yi = S ′ ( δ ′ i ) y atau 1 yi = S ′ ( − δ ′ i ) y1<br />

Dimana dan S’ adalah N x N matrik pergeseran,<br />

yang tentunya lebih kecil <strong>dari</strong> H H <strong>dari</strong><br />

matrik S. Jadi dapat dikatakan bahwa<br />

N N ×<br />

adalah<br />

citra referensi.<br />

Vektor yang menyatakan selisih <strong>dari</strong> citra register i<br />

dan citra referensi adalah<br />

( ) 1 y y S Li = ′ δ ′ i i − untuk i = 2,..P<br />

Pada tahap sebelum Super Resolusi ini tujuannya<br />

adalah untuk memperkirakan parameter registrasi<br />

dengan meminimalkan kuantitas <strong>dari</strong> persamaan<br />

dibawah ini.<br />

2<br />

[ ˆ δ ′ ] = arg min L untuk I = 2,…P<br />

Untuk meminimalkan persamaan diatas<br />

membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karena<br />

itu penulis mencoba menggunakan metode [6]<br />

untuk estimasi pergeseran dan rotasi.<br />

Estimasi Rotasi<br />

k<br />

i<br />

2<br />

5<br />

Rotasi antara citra y dan dapat dihitung <strong>dari</strong><br />

i 1<br />

sudut<br />

y<br />

θ <strong>dari</strong> fourier transform <strong>dari</strong> citra y1<br />

dan<br />

rotasi citra y yang dirubah ke fourier transform.<br />

Estimasi Pergeseran<br />

i<br />

Fase pergeseran citra <strong>dari</strong> citra referensi yang<br />

dinyatakan dalam domain fourier dapat dinyatakan<br />

dengan persamaan 3.9<br />

F ( u)<br />

=<br />

e<br />

2<br />

(9)<br />

=<br />

T<br />

− j 2πu<br />

Δx<br />

T<br />

− j 2 u x<br />

∫∫ f 2 ( x)<br />

e dx = ∫∫<br />

∫∫<br />

x<br />

T<br />

π − j 2πu<br />

x<br />

f 2 ( x + Δx)<br />

e<br />

x x<br />

T<br />

− j 2πu<br />

Δx'<br />

− j 2πu<br />

Δx<br />

f1<br />

( x')<br />

e dx'<br />

= e F1<br />

( u)<br />

Fase pergeseran Δx dapat dihitung <strong>dari</strong> lereng<br />

<strong>pada</strong> selisih ∠ F ( u)<br />

/ F ( u)<br />

.<br />

( 2 1<br />

Pada akhir <strong>dari</strong> tahap sebelum Super Resolusi, citra<br />

observasi diganti dengan citra yang hampir<br />

teregistrasi yang nilanya<br />

= S’[int[ +0.5]] (10)<br />

Dimana int[.] number integer. Hal ini dilakukan<br />

karena adanya pergeseran sekumpulan pixel <strong>pada</strong><br />

saat rekonstruksi super resolusi [2].<br />

7. MAXIMUM A POSTERIORI<br />

REKONSTRUKSI<br />

Super Resolusi citra x dibentuk <strong>dari</strong> citra<br />

pengamatan z(setelah tahap registrasi super<br />

resolusi). Permodelan <strong>dari</strong> citra yang dipakai<br />

untuk memecahkan masalah Super Resolusi adalah<br />

i<br />

i<br />

( i ) x wi<br />

z = DH S ζ + untuk i =1,…P<br />

Dimana merupakan presisi eror yang<br />

diasumsikan WGN dengan notasi .<br />

Perkiraan MAP itu berdasarkan <strong>pada</strong><br />

memaksimalkan probabilitas <strong>dari</strong> posterior <strong>pada</strong><br />

persamaan Bayes, dimana teoremanya adalah<br />

P(<br />

x,<br />

a~<br />

| z;<br />

b,<br />

m,<br />

l,<br />

ζ ) α p(<br />

z,<br />

x,<br />

a~<br />

; b,<br />

m,<br />

l,<br />

ζ )<br />

T<br />

dx


=<br />

p( x | x,<br />

a~<br />

; b,<br />

ζ ) p(<br />

x | a~<br />

; b)<br />

p(<br />

a~<br />

; m,<br />

l)<br />

[ ] T<br />

m m m<br />

= m 4<br />

i<br />

Dimana m 1 2 3 dan merupakan<br />

1/ α STAT [9] dan α adalah covarians parameter.<br />

Untuk l = [ l merupakan degree of<br />

1l<br />

2l<br />

3l<br />

4 ]<br />

confidence <strong>dari</strong> image prior. Untuk nilai b =<br />

[ b 1...,...,<br />

bp<br />

] merupakan nilai noise.<br />

Memaksimalkan probabilitas posterior yang<br />

didalamnya terdapat variabel x, , dan itu sama<br />

artinya dengan meminimalkan logiartimik <strong>dari</strong><br />

masing – masing variabel tersebut. Untuk lebih<br />

jelas dapat diliat <strong>pada</strong> persamaan (11)<br />

J ~<br />

MAP ( x,<br />

a , ζ )<br />

= - log p ( z,<br />

x,<br />

a~<br />

; b,<br />

m,<br />

l,<br />

ζ )<br />

= - log p(<br />

z | x,<br />

a~<br />

; b,<br />

ζ )<br />

− log p( x | a~<br />

) − log p(<br />

a~<br />

; m,<br />

l)<br />

P<br />

P<br />

N 1<br />

∑ log bi<br />

+ ∑ bi<br />

|| Bi<br />

ζ i<br />

2 i=<br />

1 2 i=<br />

1<br />

2 N<br />

2 N<br />

1<br />

k 1<br />

k<br />

∑∑log<br />

ai<br />

+ ∑∑ Q x<br />

4 k=<br />

1 i=<br />

1 2 k=<br />

1 i=<br />

1<br />

2<br />

N lk<br />

− 2<br />

k<br />

- ∑ ∑ log ai<br />

2<br />

2<br />

= - ( ) x − z || .<br />

k k<br />

- ( ) A Q x<br />

k=<br />

1<br />

2<br />

i=<br />

1<br />

∑ k k ∑<br />

+ m ( l − 2)<br />

N<br />

k=<br />

1 i=<br />

1<br />

a<br />

k<br />

i<br />

Untuk meminimalkan fungsi diatas yang<br />

berhubungan dengan variabel x, , dan dapat<br />

dilakukan dengan langkah mengeset gradient x, ,<br />

dan mendekati nol secara iteratif. Untuk<br />

mengeset a (x, , ) = 0 maka<br />

k ( a )<br />

i<br />

*<br />

=<br />

1<br />

2<br />

(12)<br />

1 1<br />

+<br />

4 2<br />

m<br />

T<br />

( lk − 2)<br />

k 2<br />

( ε ) + m ( lk − 2)<br />

Saat inisialisasi nilai <strong>dari</strong> i datanya diperoleh<br />

<strong>dari</strong> persamaan gaussian dengan mean 0 dan<br />

varians <strong>dari</strong><br />

k<br />

.<br />

a<br />

i<br />

i<br />

k<br />

ε<br />

k<br />

2<br />

6<br />

Untuk x (x, , ) = 0 maka<br />

x<br />

x<br />

*<br />

p<br />

=<br />

∑<br />

i=<br />

1<br />

i<br />

p<br />

∑<br />

i=<br />

1<br />

b B<br />

T<br />

i<br />

b B<br />

i<br />

( ζ )<br />

i<br />

T<br />

i<br />

z<br />

2<br />

k<br />

( ζ i ) Bi<br />

( ζ i ) + ∑ ( Q )<br />

i<br />

i=<br />

1<br />

( 13)<br />

Persamaan (3.13) tidak dapat diselesaikan karena<br />

inversi analitis <strong>dari</strong><br />

P<br />

T<br />

bi Bi<br />

i i i<br />

2<br />

∑<br />

i=<br />

1<br />

i<br />

∑<br />

k k k<br />

( ζ ) B ( ζ ) + ( Q ) A Q<br />

T<br />

A<br />

k<br />

yang<br />

disebabkan oleh noncirculant <strong>dari</strong> matrik dan<br />

. Untuk mengatasi hal tersebut maka<br />

diperlukan pilihan perhitungan dalam domain<br />

spasial dan DFT sebagai solusi waktu perkalian<br />

dengan matrik circulant dan noncirculant. Lebih<br />

tepatnya perkalian dengan circulant matrik<br />

dilakukan di domain DFT dan perkalian dengan<br />

diagonal dilakukan didomain spasial.<br />

Pada kasus menghitung parameter resgistrasi,<br />

untuk mendapatkan nilai <strong>dari</strong> adalah<br />

ζ<br />

n+<br />

1<br />

i<br />

n ∂J<br />

= ζ i −<br />

∂J<br />

MAP<br />

n ( ζ )<br />

MAP<br />

i<br />

(14)<br />

T<br />

2<br />

∂ J<br />

∂<br />

MAP<br />

2<br />

ζ i<br />

ζ<br />

n<br />

i<br />

−1<br />

ζ = ˆ δ ′ . d<br />

Inisialisasi <strong>dari</strong> paremeter geser init .<br />

Dimana<br />

ˆ δ ′ = [ ˆ δ ′ ..., ˆ<br />

2 δ ′ p ] merupakan parameter geser yang<br />

diperoleh <strong>dari</strong> hasil <strong>pada</strong> tahap registrasi super<br />

resolusi <strong>pada</strong> tahap 3.3. dan d merupakan desimasi<br />

faktor.<br />

Proses pembentukan citra resolusi tinggi <strong>dari</strong><br />

persamaan 3.13 akan terus dilakukan selama citra<br />

belum convergen. Adapaun syarat convergen dapat<br />

dilihat <strong>pada</strong> persamaan 3.15<br />

t t + 1 t<br />

−3<br />

( x − x ) / ( x ) < ( 10 ) / ( b)<br />

(15)<br />

2<br />

2<br />

Dimana b merupakan rata <strong>dari</strong> invers noise<br />

variance .<br />

8. UJI COBA DAN ANALISIS<br />

Q<br />

k<br />

−1


Dalam uji coba untuk Tugags Akhir ini akan<br />

dibedakan menjadi dua, Uji coba untuk tiap fungsi<br />

dan uji coba untuk tiap tahap dalam super resolusi.<br />

8.1 Uji Tiap Fungsi<br />

Citra pertama yang dipakai adalah citra<br />

cameraman.tif dan yang kedua adalah citra<br />

lena_std.jpg. Citra Untuk masing – masing citra<br />

tersebut adalah seperti dibawah ini.<br />

Gambar 1.2 Citra original<br />

Citra asli yang akan dipakai dalam ujicoba, gambar<br />

ini sudah tersedia dalam matlab.<br />

a) Pergeseran citra<br />

Gambar 1.3 Citra yang digeser<br />

Hasil <strong>dari</strong> citra asli yang digeser sejauh 0.9 dan 0.8<br />

dengan menggunakan program Fouriershift2D.m<br />

b) Rotasi citra<br />

7<br />

Gambar 1.4 Rotasi Citra<br />

Hasil <strong>dari</strong> citra asli yang dirotasi sejauh 1 dengan<br />

menggunakan perintah<br />

imrotate(x,rotasi,’bicubic’,’crop’).<br />

c) Blur citra<br />

Gambar 1.5 Blur citra<br />

Hasil <strong>dari</strong> citra asli yang diberi blur dengan<br />

perintah imfilter(x,h). Dimana h merupakan<br />

kernel/filter mask yang nilainya adalah h =<br />

fspecial(‘gaussian’,5,0.5);<br />

d) Noise citra<br />

Gambar 1.6 Noise Citra


Hasil <strong>dari</strong> citra yang diberi noise dengan snr = 20.<br />

Program dapat dilihat <strong>pada</strong> gambar 4.10<br />

8.2 Uji Tiap Tahap Super Resolusi<br />

a) Tahap Permodelan citra<br />

Pada tahap ini akan dibuat beberapa citra sample<br />

resolusi rendah yang nantinya akan dipakai dalam<br />

pembentukan citra resolusi tinggi dalam tahap<br />

super resolusi. Dalam proses permodelan citra ini,<br />

citra referensi akan dimodifikasi dengan cara<br />

menggeser, merotasi, blur dan diberi noise. Dari<br />

masing-masing citra resolusi rendah yang<br />

membedakan satu dengan yang lain adalah nilai<br />

pergeseran dan nilai rotasi, untuk blur dan noise<br />

diasumsikan sama nilainya untuk tiap citra resolusi<br />

rendah yang dihasilkan. Untuk semua citra resolusi<br />

rendah sample, nilai blur yang diberikan adalah<br />

adalah blur dengan mengguakan PSF, dengan filter<br />

gaussian dengan kernel atau filter mask 5x5. Untuk<br />

noisenya adalah sebesar 20 snr.<br />

Gambar 1.7 Original citra 256x256<br />

Gambar 1.8 LR(128x128) bagian 1<br />

Gambar 1.9 LR(128x128) bagian 2<br />

8<br />

Gambar 1.10 LR(128x128) bagian 3<br />

Gambar 1.11 LR(128x128) bagian 4<br />

Untuk gambar 1.7 merupakan citra asli yang<br />

dipakai sample untuk menghasilkan citra resolusi<br />

rendah. Sedangkan untuk gambar 1.8 – 1.10<br />

merupakan citra resolusi rendah hasil <strong>dari</strong> proses<br />

permodelan citra . Untuk nilai pergeseran dan<br />

rotasi <strong>dari</strong> masing-masing citra dapat dilihat <strong>pada</strong><br />

tabel 1,1 kolom tetha(2) dan kolom<br />

deltax,deltay(4).<br />

b) Tahap Super Resolusi<br />

Pada tahap ini citra resolusi tinggi yang dapat<br />

dihasilkan yang berukuran 32x32. Hal ini<br />

disebabkan keterbatasan penggunaan matrik <strong>pada</strong><br />

saat proses. Untuk tabel estimasi <strong>dari</strong> proses<br />

registrasi dapat dilihat <strong>pada</strong> tabel 1.1.<br />

Tabel 1.1 Estimasi Parameter registrasi<br />

θ x y<br />

( ∂ , ∂ ) ( )<br />

LR 1 0 0 0,0 0,0<br />

LR 2 1 -1 0.9,0.2 0.9,0.2<br />

LR 3 2 -1 0.5,0.3 0.5,0.3<br />

LR 4 3 -1 0.5,0.1 0.5,0.1<br />

Gambar 1.12 citra<br />

LR 1 (16x16)<br />

Gambar 1.14 Citra<br />

LR 2(16x16)<br />

Gambar 1.13 citra<br />

LR 2 (16x16)<br />

Gambar 1.15 Citra<br />

LR 4 (16x16)


Gambar 1.12-1.15 merupakan citra cameraman<br />

resolusi rendah yang beresolusi 16x16 hasil <strong>dari</strong><br />

permodelan citra(ouput <strong>dari</strong> createlow.m) yang<br />

telah digeser dan dirotasi yang sesuai dengan tabel<br />

1.1. Dari masing –masing citra ini akan dibentuk<br />

citra resolusi tinggi.<br />

Gambar 1.16 merupakan citra cameraman resolusi<br />

tinggi yang berukuran 32x32 hasil <strong>dari</strong> program<br />

createhigh.m dengan parameter input berupa citra<br />

yang terdapat <strong>pada</strong> gambar 1.12-1.15. Untuk<br />

estimasi pergeseran <strong>dari</strong> masing –masing citra <strong>pada</strong><br />

gambar 1.12-1.15 dapat dilihat <strong>pada</strong> tabel 1.1.<br />

Hasil PSNR untuk citra hasil <strong>dari</strong> super-resolusi<br />

dan citra asli adalah 14.77 db.<br />

Gambar 1.16 Citra cameraman resolusi tinggi<br />

32x32<br />

Uji coba untuk citra lena_std.jpg dapat dilihat <strong>pada</strong><br />

beberapa gambar dibawah ini.<br />

Gambar 1.17 Lena<br />

1 (16x16)<br />

Gambar 1.19 Lena<br />

3 (16x16)<br />

Gambar 1.18 Lena<br />

2(16x16)<br />

Gambar 1.20 Lena<br />

4 (16x16)<br />

Gambar 1.17-1.20 merupakan citra lena resolusi<br />

rendah yang beresolusi 16x16 hasil <strong>dari</strong><br />

permodelan citra(ouput <strong>dari</strong> createlow.m) yang<br />

telah digeser dan dirotasi yang sesuai dengan tabel<br />

1.1. Dari masing –masing citra ini akan dibentuk<br />

citra resolusi tinggi. Dan hasilnya terdapat <strong>pada</strong><br />

gambar 1.21 yang berukuran 32x32 dan estimasi<br />

pergeseran terdapat dalam tabel 1.1. untuk nilai<br />

PSNR <strong>dari</strong> citra hasil Super resolusi dan citra asli<br />

yang dipakai dalam permodelan citra adalah 15.04<br />

db<br />

9<br />

Gambar 1.21 Lena HR (32x32)<br />

9. KESIMPULAN<br />

Setelah dilakukan uji coba dan analisis hasil<br />

terhadap aplikasi yang telah dibuat maka dapat<br />

diambil kesimpulan sebagai berikut:<br />

a. Algoritma Maximum a Posteriori<br />

terbukti dapat melakukan rekontruksi<br />

citra Super-Resolusi. Hal ini<br />

ditunjukkan <strong>pada</strong> hasil rekonstruksi<br />

citra, dimana terjadi peningkatan<br />

resolusi citra.<br />

b. Implementasi Maximum a Posteriori<br />

<strong>pada</strong> rekonstruksi super resolusi<br />

hanya dapat dilakukan untuk citra<br />

yang relatif kecil<br />

10. DAFTAR PUSTAKA<br />

[1] Li, J., Tang, X., Liu, J,. Huang, J., dan Wang,<br />

Y. Juni, 2008. A Novel Approach to Feature<br />

Extraction from Classification Model Based<br />

on Information Gene Pairs. Pattern<br />

Recognition 41 : 6.<br />

[2] Li, J., Tang, X. 2007. A New Classification<br />

Model with Simple Decision Rule for<br />

Discovering Optimal Feature Gene Pairs.<br />

Computers in Biology and Medicine 37.<br />

[3] Theodoridis, S., Koutroumbas, K. 2003.<br />

Pattern Recognition Third Edition. China:<br />

Machine Press. Pp 495.<br />

[4] Walpole, R.E., Myers, R.H., Myers, S.L., Ye,<br />

K. 2002. Probability & Statistics for<br />

Engineers & Scientist Seventh Edition.<br />

Prentice Hall. Pp 356.<br />

[5] Xiong, M., Fang, X., Zhao, J. 2001. Biomarker<br />

Identification by Feature Wrapper. Genome<br />

Res 11.<br />

[6] Syamsuddin, A. 2004. Pengenalan Algoritma<br />

Genetika. Ilmu Komputer.<br />

[7] Gen, M., Cheng, R. 1997. Genetic Algoritm<br />

and Enginering design. Japan: A wiley-<br />

Interscience Publication, John Wiley & Sons,<br />

Inc.


[8] Goldberg, D.E. 1989. Genetic Algoritm in<br />

Search, Optimization, and Machine<br />

Learning. USA: Addition Wesley Publishing<br />

Company, Inc.<br />

[9] Srinivas, M., Patnaik, L.M. 1994. Genetic<br />

Algorithm: A Survey. IEEE Comput. 27.<br />

[10] Alon, U. Barkai, N., Notterman, Gish, K.,<br />

Ybarra, S., Mack, D., and Leviner, J. 1999.<br />

Data pertaining to the article ‘Broad<br />

patterns of gene expression revealed by<br />

clustering of tumor and normal colon<br />

tissues probed by oligonucleotide arrays’,<br />

10<br />

.<br />

[11] Alizadeh, A.A., Eisen, M.B., Davis, R.E., Ma,<br />

C., Lossos, I.S., Rosenwald, A., et al. 2000.<br />

The Web Supplement to Distinct Types of<br />

Diffuse Large B-Cell Lymphoma Identified<br />

By Gene Expression Profiling,<br />

.<br />

[12] Wikipedia. Juli, 2008. DNA Microarray,<br />

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!