PIDATO JAWA POST - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan ...
PIDATO JAWA POST - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan ...
PIDATO JAWA POST - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Bahan Diskusi dengan Pemimpin Redaksi<br />
Harian Jawa Post,<br />
Surabaya, 19 Agustus 2004<br />
Pemimpin Redaksi <strong>dan</strong> wartawan yang saya hormati,<br />
Selamat malam <strong>dan</strong> salam sejahtera bagi kita semua,<br />
Pertama-tama, saya sampaikan terima kasih kepada pimpinan harian “Jawa<br />
Post” yang telah berbaik hati menyediakan forum bagi kita semua untuk saling<br />
bertukar informasi <strong>dan</strong> fikiran mengenai pembangunan nasional. Saya kira kita<br />
memiliki kewajiban bersama untuk memberikan informasi yang benar, baik <strong>dan</strong><br />
berguna kepada publik, dalam hal ini mengenai kinerja pembangunan pertanian<br />
2000-2004.<br />
Saya awali dengan uraian singkat mengenai perekonomian makro. Agar<br />
obyektif, evaluasi kinerja pembangunan haruslah menggunakan situasi <strong>dan</strong> kondisi<br />
awal sebagai acuan pembanding <strong>dan</strong> dasar analisis.<br />
Kabinet Gotong Royong yang masa baktinya akan berakhir beberapa bulan<br />
lagi, mengawali tugasnya pada tahun 2000 dengan warisan masalah maha berat:<br />
kekacauan multidimensi. Situasi <strong>dan</strong> kondisi keamanan, sosial, politik <strong>dan</strong> ekonomi<br />
amat buruk <strong>dan</strong> tidak stabil. Rakyat berada dalam cekaman penjarahan <strong>dan</strong><br />
ancaman teror. Perekonomian mengalami depresi berat: kontraksi PDB, hiper inflasi,<br />
hiper devaluasi <strong>dan</strong> hiper suku bunga. Rakyat terancam kelaparan <strong>dan</strong> terperosok<br />
dalam kemiskinan. Demikian beratnya sehingga kita terpaksa menyerah minta<br />
bantuan penyelamatan darurat kepada IMF, Bank Dunia <strong>dan</strong> WFP dengan segala<br />
konsekuensinya.<br />
Malapetaka yang menimpa Indonesia adalah yang terparah, terdalam <strong>dan</strong><br />
terluas diantara semua negara yang terkena krisis ekonomi Asia, bahkan jauh lebih<br />
akut daripada Thailand yang merupakan episentrum krisis tersebut. Oleh karena itu,<br />
kinerja perekonomian Indonesia pasca krisis tidak dapat dibandingkan dengan<br />
257
Thailand. Perbandingan yang agak dekat ialah dengan Philippine. Faktanya, kinerja<br />
perekonomian Indonesia pasca krisis jauh lebih baik daripada Philippine.<br />
Dengan masa kerja yang hanya empat tahun maka agenda kebijakan<br />
ekonomi kabinet Gotong Royong dirancang pragmatis untuk menyelamatkan<br />
(rescue), memulihkan (recovery) <strong>dan</strong> memantapkan landasan akselerasi<br />
pertumbuhan (take-off).<br />
Melalui program jaring pengaman sosial kita berhasil menyelamatkan rakyat<br />
dari bencana kurang pangan akut <strong>dan</strong> epidemi kemiskinan. Jumlah penduduk miskin<br />
dapat dikurangi drastis dari 48,4 juta orang atau 24 persen pada tahun 1999 menjadi<br />
38,7 juta orang atau 19 persen pada tahun 2000, lalu menjadi 36,1 juta orang atau<br />
17 persen pada tahun 2004. Pertumbuhan PDB mengalami rebound dari kontraksi -<br />
6,17 persen per tahun pada periode tahun 1998-1999 menjadi tumbuh positif 3,92<br />
persen pada tahun 2000. Inflasi <strong>dan</strong> nilai rupiah berhasil distabilkan. Pada tahun<br />
2003, perekonomian nasional telah pulih dari cekaman krisis. Nilai riil PDB tahun<br />
2003 telah melampaui puncak tertinggi sebelum krisis (1997). Sejak tahun 2000,<br />
perekonomian kita telah dapat tumbuh konsisten, <strong>dan</strong> sejak tahun 2003<br />
menunjukkan indikasi tumbuh akseleratif.<br />
Walau dari segi kuantitas, laju pertumbuhan ekonomi dalam empat tahun<br />
terakhir hanya sekitar 4 persen per tahun, jauh lebih rendah daripada sebelum krisis<br />
(sekitar 7 persen per tahun), namun kualitasnya jauh lebih baik. Pertumbuhan yang 4<br />
persen tersebut kita peroleh praktis dengan kekuatan kita sendiri, tanpa investasi<br />
asing atau pinjaman luar negeri. Kualitas tinggi tersebut terbukti dengan mantapnya<br />
fundamental ekonomi makro. Pada masa lalu, pertumbuhan memang amat tinggi,<br />
namun kualitasnya rendah, atau semu karena ditopang oleh <strong>dan</strong>a utang <strong>dan</strong><br />
investasi asing sehingga amat rapuh, <strong>dan</strong> hancur lebur pada tahun 1998-1999.<br />
Walaupun tidak seperti sektor lainnya, sektor pertanian juga menderita berat<br />
pada tahun 1998-1999. Pada waktu itu telah terjadi perubahan besar, mendadak<br />
bahkan kacau balau dalam pertanian kita. Kredit program pertanian dicabut, suku<br />
bunga kredit membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke<br />
pertanian. Karena desakan IMF waktu itu, subsidi pertanian (pupuk, benih, <strong>dan</strong> lainlain)<br />
juga dicabut <strong>dan</strong> tarif impor komoditi khususnya pertanian dihapus. Infrastruktur<br />
pertanian pedesaan khususnya irigasi banyak yang rusak karena biaya<br />
pemeliharaan tidak ada. Penyuluh pertanian juga kacau balau, karena terlalu<br />
mendadak didaerahkan. Tidak hanya itu, akibat kerusuhan, jaringan distribusi bahan<br />
pangan <strong>dan</strong> sarana produksi pertanian lumpuh, antrian beras <strong>dan</strong> minyak goreng<br />
terjadi di mana-mana.<br />
258
Dengan memperhatikan kondisi <strong>dan</strong> perubahan yang terjadi pada waktu itu,<br />
Departemen Pertanian bersama stake holder pembangunan lainnya merumuskan<br />
<strong>dan</strong> mengimplementasikan paradigma baru pembangunan pertanian yakni<br />
“pembangunan sistem <strong>dan</strong> usaha agribisnis yang berdaya saing,<br />
berkerakyatan, berkelanjutan <strong>dan</strong> terdesentralisasi”. Karena kondisi <strong>dan</strong><br />
perubahan yang ada adalah persoalan sistem, maka strategi pemulihan maupun<br />
pembangunan kembali landasan pembangunan tidak boleh sepotong-sepotong,<br />
melainkan harus dilakukan secara sistem, yakni sistem agribisnis.<br />
Paradigma baru pembangunan pertanian tersebut dalam 4 tahun terakhir ini<br />
kita implementasikan dengan kebijakan dasar yakni kebijakan ”proteksi <strong>dan</strong> promosi”<br />
agribisnis. Prinsip kebijakan ini adalah seraya melindungi dari praktek unfair-trade<br />
(dumping) dari negara lain, kita tumbuh-kembangkan <strong>dan</strong> tingkatkan daya saing<br />
agribisnis dalam negeri dengan fasilitasi <strong>dan</strong> dukungan pemerintah. Kita setuju<br />
dengan semangat free trade yang diprakarsai WTO tapi harus fair trade<br />
(perdagangan yang adil). Kalau negara lain masih melakukan perlindungan pada<br />
agribisnisnya, maka wajar kita juga berhak melindungi agribisnis kita sesuai dengan<br />
prinsip-prinsip asas kesetaraan <strong>dan</strong> timbal balik WTO. Alasan kita menaikkan tarif<br />
impor <strong>dan</strong> mengelola pasar beberapa komoditi agribisnis penting seperti gula <strong>dan</strong><br />
beras selama tiga tahun terakhir adalah bagian dari kebijakan tersebut.<br />
Promosi pembangunan agribisnis kita laksanakan baik melalui instrumen<br />
budgeter maupun non-budgeter. Instrumen budgeter dilakukan antara lain melalui<br />
alokasi anggaran pembangunan dekonsentrasi. APBN Departemen Pertanian<br />
langsung disalurkan ke provinsi <strong>dan</strong> kabupaten/kota, bantuan langsung ke kelompok<br />
tani, rehabilitasi <strong>dan</strong> pembangunan infrastruktur pertanian-pedesaan, bantuan<br />
barang-barang modal, subsidi pupuk <strong>dan</strong> benih, bantuan pembinaan SDM <strong>dan</strong><br />
penyuluhan <strong>dan</strong> lain-lain. Se<strong>dan</strong>gkan instrumen non-budgeter kita lakukan antara<br />
lain melalui subsidi pupuk <strong>dan</strong> benih, deregulasi pestisida <strong>dan</strong> alat mesin pertanian,<br />
penghapusan PPn komoditas pertanian, penyediaan skim perkreditan bersubsidi<br />
seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP) <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a talangan bagi Lembaga Usaha<br />
<strong>Ekonomi</strong> Pedesaan (LUEP), asistensi kepada pemerintah daerah <strong>dan</strong> pelaku<br />
agribisnis.<br />
Setelah tiga tahun lebih kita mengimplementasikan paradigma baru <strong>dan</strong><br />
kebijakan dasar tersebut, tanpa kita perkirakan semula, ternyata pertanian Indonesia<br />
telah mengalami perubahan yang signifikan. Semula target kita adalah<br />
“memadamkan kebakaran”, memulihkan <strong>dan</strong> meletakkan pondasi pembangunan<br />
agribisnis, ternyata kemajuan yang dicapai pertanian Indonesia melampaui apa yang<br />
pernah dicapai sepanjang sejarah Republik Indonesia.<br />
259
Keragaan sektor Pertanian <strong>dan</strong> Peternakan selama periode tahun 2000-2003<br />
telah mengalami pemulihan menuju pertumbuhan berkelanjutan. Selama periode<br />
tersebut, rata-rata laju pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor<br />
Pertanian <strong>dan</strong> Peternakan mencapai 1,83 persen, jauh lebih tinggi dibanding periode<br />
krisis (1998-1999) yang hanya mencapai 0,88 persen, bahkan dibanding periode<br />
tahun 1993-1997 (sebelum krisis ekonomi) yang mencapai 1,57 persen. Subsektor<br />
Tanaman Bahan Makanan menunjukkan kinerja yang semakin membaik, terlihat dari<br />
laju pertumbuhannya sebesar 0,58 persen, lebih tinggi dibanding rata-rata<br />
pertumbuhan selama periode sebelum krisis ekonomi yang hanya mencapai 0,13<br />
persen. Hal yang sama juga terjadi pada subsektor Perkebunan yang tumbuh<br />
sebesar 5,02 persen, lebih tinggi dari periode sebelum krisis yang tumbuh sebesar<br />
4,30 persen, se<strong>dan</strong>gkan subsektor Peternakan walaupun telah tumbuh positif<br />
sebesar 3,13 persen, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan periode<br />
sebelum krisis yang mencapai 5,01 persen.<br />
Setelah mengalami sedikit kontraksi (tumbuh negatif 0,74%) pada tahun<br />
1998, PDB sektor Pertanian <strong>dan</strong> Peternakan telah pulih, melampaui level sebelum<br />
krisis, pada tahun 1999. Sebagai perbandingan, pada tahun 1998, total<br />
perekonomian mengalami kontraksi luar biasa, tumbuh negatif 13,13 persen <strong>dan</strong><br />
baru pulih ke level di atas sebelum krisis pada tahun 2003. Selain jauh lebih mampu<br />
bertahan, sektor Pertanian <strong>dan</strong> Peternakan juga mampu pulih jauh lebih cepat dari<br />
perekonomian secara umum.<br />
Dapat disimpulkan bahwa sektor Pertanian <strong>dan</strong> Peternakan telah terlepas<br />
dari “perangkap spiral pertumbuhan rendah” yang berlangsung selama periode tahun<br />
1998 – 1999. Sektor Pertanian <strong>dan</strong> Peternakan telah melewati fase pertumbuhan<br />
rendah (1998 – 1999), <strong>dan</strong> kini (2003) tengah berada pada fase percepatan<br />
pertumbuhan (accelerating growth) sebagai masa transisi menuju pertumbuhan<br />
berkelanjutan (sustaining growth). Berdasarkan perkembangan indeks PDB terbukti<br />
bahwa sektor Pertanian <strong>dan</strong> Peternakan mampu pulih lebih awal dibanding sektor<br />
ekonomi secara keseluruhan.<br />
Dengan cepat teratasinya masalah flu burung <strong>dan</strong> kondisi iklim yang<br />
diperkirakan normal, maka pada tahun 2004 kinerja PDB sektor Pertanian <strong>dan</strong><br />
Peternakan diperkirakan akan lebih baik lagi. Optimisme ini antara lain didukung oleh<br />
angka ramalan BPS bahwa pada tahun 2004 produksi padi diperkirakan meningkat<br />
2,93 persen, jagung 1,59 persen, kedelai 2,41 persen, kacang tanah 5,52 persen <strong>dan</strong><br />
ubikayu 3,92 persen, sehingga laju pertumbuhan subsektor Tanaman Bahan<br />
Makanan akan meningkat nyata. Semakin pulihnya perekonomian akan mendorong<br />
percepatan laju pertumbuhan subsektor Peternakan <strong>dan</strong> Perkebunan.<br />
260
Dibanding sebelum krisis, selama periode 2000-2003, hampir semua<br />
produksi komoditas pertanian mengalami peningkatan, insiden kemiskinan keluarga<br />
tani maupun penduduk pedesaan menurun signifikan, kesejahteraan petani<br />
meningkat, ketahanan pangan makin mantap, kesempatan kerja di sektor pertanian<br />
meningkat, <strong>dan</strong> sumbangan sektor Pertanian terhadap penerimaan devisa<br />
bertambah.<br />
Penurunan nyata prevalensi kemiskinan di sektor pertanian <strong>dan</strong> wilayah<br />
pedesaan merupakan bukti tak terbantahkan keberhasilan kita dalam meningkatkan<br />
kesejahteraan petani. Jumlah penduduk pertanian miskin menurun dari 26,0 juta<br />
orang pada tahun 1999 menjadi 20,6 juta orang pada tahun 2002. Jumlah penduduk<br />
pedesaan miskin menurun dari 33 juta orang atau 26 persen pada tahun 1999<br />
menjadi 25 juta orang atau 21 persen pada tahun 2002.<br />
Banyak pihak mengatakan bahwa ketahanan pangan kita semakin rawan.<br />
Namun fakta menunjukkan kita tiak pernah mengalami krisis pangan dalam empat<br />
tahun terakhir. Survei rumah tangga BPS menunjukkan bahwa asupan energi<br />
penduduk meningkat dari 1852 kalori/kapita/hari pada tahun 1999 menjadi 1986<br />
kalori/kapita/hari tahun 2002, sementara asupan protein meningkat dari 48,67<br />
gr/kapita/hari pada tahun 1999 menjadi 54,42 gr/kapita/hari pada tahun 2002. Kita<br />
telah berhasil meningkatkan kualitas gizi masyarakat, yang berarti juga kemantapan<br />
ketahanan pangan.<br />
Memang benar kita masih mengimpor sejumlah bahan pangan. Namun<br />
secara keseluruhan Indonesia merupakan negara surplus pangan. Untuk produk<br />
pertanian secara keseluruhan, surplus neraca perdagangan meningkat dari US $<br />
1300 pada tahun 1996 menjadi US $ 3412 pada tahun 2002. Khusus untuk beras,<br />
volume impor telah menurun tajam dari 4,8 juta ton pada tahun 1999 menjadi 1,0 juta<br />
ton pada tahun 2003. Bahkan, mungkin pada tahun 2004 ini kita akan mengalami<br />
surplus beras. Ini merupakan perubahan besar yang menuntut penyesuaian<br />
mendasar dalam kebijakan perberasan kita.<br />
Agenda jangka menengah-pendek (sekitar lima tahun ke depan) yang perlu<br />
segera kita rumuskan ialah bagaimana mempertahankan <strong>dan</strong> meningkatkan kinerja<br />
yang cukup menggembirakan tersebut. Disadari, potensi pertumbuhan yang ada saat<br />
ini sudah hampir termanfaatkan secara optimal. Setidaknya lima upaya yang harus<br />
<strong>dan</strong> segera dilakukan agar momentum akselerasi pertumbuhan sektor Pertanian<br />
dapat terus dipertahankan secara berkelanjutan yaitu : (a) merenovasi <strong>dan</strong><br />
memperluas infra struktur fisik (hard infrastructure), utamanya sistem irigasi, sistem<br />
transportasi, sistem telekomunikasi <strong>dan</strong> kelistrikan pedesaan; (b) revitalisasi sistem<br />
inovasi pertanian (penelitian <strong>dan</strong> pengembangan, diseminasi teknologi pertanian) ;<br />
261
(c) Pengembangan kelembagaan agribisnis (tata pemerintahan, organisasi<br />
pengusaha <strong>dan</strong> jejaring usaha) ; (d) rekonstruksi sistem insentif berproduksi <strong>dan</strong><br />
investasi ; (e) pengelolaan pasar input <strong>dan</strong> output. Semua ini hendaklah dirancang<br />
secara komprehensif <strong>dan</strong> terpadu.<br />
Ke depan, pengalaman krisis pahit multi-dimensi 1997-1998 memberikan<br />
pelajaran berharga betapa strategisnya sektor Pertanian sebagai jangkar, peredam<br />
gejolak, <strong>dan</strong> penyelamat bagi sistem perekonomian nasional. Sektor Pertanian<br />
merupakan kunci untuk pengentasan kemiskinan <strong>dan</strong> pemantapan ketahanan<br />
pangan nasional. Oleh karena itu, pembangunan sektor Pertanian haruslah tetap<br />
dijadikan sebagai prioritas pembangunan nasional. Inilah konsensus politik yang<br />
masih perlu diperjuangkan bersama.<br />
Kinerja sektor Pertanian saat ini, yang sudah lebih baik dari masa krisis<br />
maupun masa orde baru, merupakan hasil sinergi dari seluruh stake holder<br />
pembangunan sistem agribisnis baik ditingkat makro, sektoral maupun mikro.<br />
Di balik semua level sinergi tersebut adalah sumberdaya manusia (SDM).<br />
Prestasi pertanian kita tersebut dimungkinkan oleh terjadinya sinergi antar tiga<br />
kelompok sumberdaya manusia yakni SDM pengusaha, SDM ilmuwan-teknokrat <strong>dan</strong><br />
SDM pelayan publik (birokrat) di bi<strong>dan</strong>g agribisnis di seluruh daerah. Dengan kata<br />
lain, pertumbuhan pertanian tersebut bukan hanya lebih tinggi tetapi juga makin<br />
berkualitas karena lebih banyak dihela oleh sinergi <strong>dan</strong> kreatifitas masyarakat<br />
termasuk pengusaha <strong>dan</strong> teknokrat. Inilah sesungguhnya implementasi dari<br />
pembangunan agribisnis yang berkerakyatan, yang oleh sebagian pihak<br />
menyebutnya ”people driven ”.<br />
Pertumbuhan agribisnis yang dihela oleh sinergi <strong>dan</strong> kreatifitas masyarakat<br />
pelaku agribisnis merupakan pondasi yang kuat untuk berkembang lebih lanjut ke<br />
depan. Untuk itulah, saya melihat perlunya menjalin kerjasama yang lebih erat antara<br />
Departemen Pertanian <strong>dan</strong> masyarakat media massa, khususnya dalam bi<strong>dan</strong>g<br />
penyebarluasan informasi teknologi, prospek pasar <strong>dan</strong> umpan balik perkembangan<br />
agribisnis guna merangsang <strong>dan</strong> memperkuat rasa optimisme <strong>dan</strong> positivisme<br />
masyarakat serta pengendalian sosial menuju tata pemerintahan yang baik (good<br />
governance). Saya berharap media massa lebih banyak lagi mengungkap<br />
penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan kebijakan pertanian seperti<br />
penyelundupan <strong>dan</strong> manipulasi tataniaga. Dengan terbangunnya semangat<br />
optimisme <strong>dan</strong> positivisme masyarakat serta pemerintahan yang baik, saya yakin<br />
akan tercipta efek sinergi yang maksimal dalam pembangunan ekonomi nasional,<br />
termasuk agribisnis, sehingga hasil pembangunan yang dicapai akan lebih<br />
berkualitas lagi.<br />
262
Demikian paparan saya, atas perhatian Saudara-Saudara <strong>dan</strong> kesempatan<br />
yang diberikan, saya mengucapkan terima kasih.<br />
Terima kasih.<br />
Menteri Pertanian,<br />
Prof Dr Ir Bungaran Saragih, MEc.<br />
263