LAPORAN AKHIR - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian ...
LAPORAN AKHIR - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian ...
LAPORAN AKHIR - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>LAPORAN</strong> <strong>AKHIR</strong><br />
PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS<br />
TERNAK UNGGAS TRADISIONAL<br />
(AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH)<br />
Oleh :<br />
Yusmichad Yusdja<br />
Rosmijati Sajuti<br />
Wahyuning K. Sejati<br />
Iwan Setiajie Anugrah<br />
Ikin Sadikin<br />
Bambang Winarso<br />
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PETANIAN<br />
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN<br />
DEPARTEMEN PERTANIAN<br />
2005
RINGKASAN EKSEKUTIF<br />
Latar Belakang <strong>dan</strong> Masalah<br />
1. Kelembagaan <strong>dan</strong> ternak unggas tradisional seperti ayam buras, itik <strong>dan</strong> puyuh<br />
mempunyai peran yang besar sejak lama dalam menyediakan produksi daging<br />
<strong>dan</strong> telur unggas. Ternak unggas tradisional mempunyai keunggulan komparatif<br />
dalam hal penggunaan sumber daya lokal, membutuhkan pakan lokal yang cukup<br />
tersedia, tahan penyakit <strong>dan</strong> kekurangan pakan, daging atau telur unggas disukai<br />
oleh konsumen dalam negeri <strong>dan</strong> luar negeri. Permintaan ayam <strong>dan</strong> telur ayam<br />
buras relatif jauh lebih besar dari produksi yang dapat dihasilkan. Permasalahan<br />
besar yang dihadapi adalah mengapa prospek perminttan yang tinggi tersebut<br />
tidak mendapat respon peternak <strong>dan</strong> pengusaha? Mengapa usaha ternak unggas<br />
tradisional tidak berkembang secara komersil?<br />
Tujuan Penelitian<br />
2. Pada dasarnya penelitian ini mempunyai tiga tujuan awal <strong>dan</strong> satu tujuan akhir.<br />
Ketiga tujuan awal tersebut adalah: (a) Membuat diskripsi <strong>dan</strong> dinamika produksi<br />
daging/telur unggas tradisional, (b) Membuat diskripsi permintaan daging/telur<br />
unggas tradisional, (c) Melakukan analisis pemasaran ternak unggas tradisional.<br />
Hasil dari ketiga tujuan tersebut di atas merupakan bahan bagi mencapai tujuan<br />
akhir penelitian ini yakni merumuskan <strong>Kebijakan</strong> alternatif model agribisnis<br />
ternak unggas tradisional yang difokuskan pada bagaimana bentuk organisasi<br />
agribisnis yang mampu memadukan fungsi rantai suplai (manajemen rantai<br />
suplai).<br />
Lokasi <strong>dan</strong> Responden<br />
3. Penelitian dilakukan di empat provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, DI<br />
Yogyakarta <strong>dan</strong> Jawa Timur. Tiga komoditas ternak unggas tradisional yang<br />
diteliti sebagai kasus yakni ayam buras, itik <strong>dan</strong> puyuh. Responden yang<br />
diwawancara adalah peternak, perdagangan bahan baku <strong>dan</strong> hasil peternakan,<br />
kelembagaan atau organisasi peternakan, intitusi pemerintah yang terkait <strong>dan</strong><br />
konsumen hasil peternakan untuk diolah menjadi bahan makanan.<br />
Diskripsi <strong>dan</strong> Dinamika Produksi<br />
4. Populasi unggas tradisional dapat dikatakan berkembang dalam proses menuju<br />
kepunahan. Beberapa faktor yang mendukung keadaan ini dari sisi budidaya<br />
adalah lahan penggembalaan ternak unggas semakin sempit, kematian tinggi,<br />
tidak layak diusahakan secara intensif, produktivitas tetap rendah tidak ada<br />
perbaikan mutu, populasi diduga terus berkurang karena pengurangan oleh<br />
peningkatan konsumsi yang terus didorong meningkat. Pada sisi lain jenis ternak<br />
1
ayam buras <strong>dan</strong> puyuh yang beraal dari impor justru berkembang perkembangan<br />
usaha ini malah mematikan usaha unggas tradisional asli Indonesia.<br />
5. Kelembagaan produksi untuk ternak unggas tradisonal dapat dikatakan tidak ada,<br />
sehingga tidak jasa yang mendorong sektor produksi tumbuh <strong>dan</strong> berkembang.<br />
Peranan pemerintah dalam pembinaan hampir tidak ada, khususnya ayam buras.<br />
Program-program pemerintah dalam sektor produksi dapat dikatakan semua tidak<br />
berhasil meningkatkan citra usaha ternak unggas tradisional. Khusus untuk ternak<br />
ayam Arab, Itik Intensif <strong>dan</strong> Puyuh impor merupakan usaha ekonomi yang masih<br />
terbatas jumlahnya. Usaha-usaha ini ternyata layak secara finansil namun<br />
mengandung resiko yang tinggi terutama terhadap wabah penyakit, <strong>dan</strong> kematian<br />
yang selama pemeliharaan karena kekurangan makanan. Wabah fluburung yang<br />
terjadi tahun 2005 telah menyebabkan sebagian usaha ternak ayam Arab, Itik <strong>dan</strong><br />
Puyuh terpaksa ditutup.<br />
6. Ayam buras tenyata setelah beberapa kali bangkit <strong>dan</strong> mati dalam 20 tahun<br />
terakhir pada akhirnya tidak lagi populer diusahakan oleh masyarakat. Ternak<br />
ayam buras menghasilkan telur <strong>dan</strong> karkas yang kecil dibandingkan telur <strong>dan</strong><br />
daging ayam ras, se<strong>dan</strong>gkan harga produk ayam buras lebih mahal. Namun<br />
demikian, terdapat jenis ayam buras impor dari Eropah yang sering disebut<br />
sebagai ayam Arab. Ayam Arab ini mempunyai karakteristik yang sama dengan<br />
ayam buras tetapi mempunyai kemampuan produksi telur menyamai ayam ras.<br />
Ayam Arab lebih tahan penyakit <strong>dan</strong> tahan perubahan iklim. Pada saat wabah flu<br />
burung, tidak ada peternak ayam Arab yang terserang. Pada sisi permintaan, ayam<br />
Arab sangat digemari karena produksi telur <strong>dan</strong> daging yang dihasilkan bebas<br />
residu kimia, sehat lingkungan. Dari sisi pengusahaan, usaha ayam Arab<br />
memberikan tingkat keuntungan yang layak baik secara ekonomi maupun teknis<br />
pemeliharaan.<br />
7. Usaha peternakan itik yang juga sudah lama diusahakan di Indonesia ternyata<br />
juga mengalami pertumbuhan usaha baik skala usaha <strong>dan</strong> produksi yang sangat<br />
lambat. Namun demikian berbeda dengan ayam buras, maka usaha itik sudah<br />
berkembang ke arah intensif dalam skala usaha menengah <strong>dan</strong> besar. Skala usaha<br />
yang semula hanya berkisar antara 10-50 ekor kini telah meningkat menjadi<br />
antara 100-500 ekor. Banyak peternak baru yang muncul yang se<strong>dan</strong>gkan<br />
peternak meningkatkan skala usahanya. Sementara pemeliharaan semi intensif<br />
yang pada umumnya dilakukan oleh peternak itik sebagian telah mulai melakukan<br />
pemeliharaan. Hal ini memperlihatkan suatu hal yang positip. Masalah utama<br />
yang dihadapi peternak adalah kelangkaan persediaan bibit itik yang unggul kusus<br />
bagi peternak yang memelihara intensif. Belum ada perusahaan yang benar-benar<br />
bertujuan menghasilkan bibit melalui suatu sistem perkawinan yang ilmiah.<br />
Masalah kedua adalah modal bagi pembangunan kan<strong>dan</strong>g untuk pemeliharaan<br />
intensif.<br />
8. Pemeliharaan puyuh pada umumnya sangat intensif menyamai cara pemelilaharan<br />
yang dilakukan oleh peternak ayam broiler atau petelur ras. Peternak telah<br />
2
memiliki pengetahuan yang tinggi dalam menggelola puyuh. Perkembangan<br />
puyuh, sejak 10 tahun terakhi tercatat sangat tinggi khususnya di Jawa Tengah<br />
<strong>dan</strong> Yogyakarta. Tidak ada kesulitan mendapatkan bibit karea sudah ada<br />
perusahaan yang mengelola bibit puyuh bagi peternak. Skala usaha peternak<br />
mulai 500 ekor sampai 20 000 ekor. Namun demikian perkembangan peternakan<br />
puyuh hanya terjadi pada wilayah-wilayah tertentu. Dua masalah yang dihadapi<br />
adalah wabah penyakit fluburung. Serangan fluburung telah mematikan sebagaian<br />
peternak puyuh. Mereka membutuhkan bantuan modal untuk melakukan<br />
restocking. Masalah kedua adalah pakan. Kebutuhan pakan puyuh bersaing<br />
dengan kebutuhan pakan ayam ras, sehingga harganya cenderung terus<br />
berkembang naik. Diperlukan usaha-usaha untuk mencari bahan baku pakan<br />
alternatif bagi meningkatkan efisiensi produksi puyuh.<br />
Diskripsi Permintaan Daing/Telur Unggas Tradisonal<br />
9. Permintaan akan produk ayam buras terus meningkat relatif jauh lebih cepat<br />
dibandingkan laju pertumbuhan produksi. Hal ini sangat jelas diperlihatkan oleh<br />
kemampuan suplai pada pusat-pusat konsumsi <strong>dan</strong> produksi. Untuk memenuhi<br />
kebutuhan salah satu pasar di kota besar, maka ayam buras di datangkan dari<br />
berbagai daerah yang jauh karena tidak lagi dapat dipenuhi dari wilayah setempat<br />
seperti masa lalu. Salah satu penyebab peningkatan permintaan hasil ternak ayam<br />
buras adalah daging ayam buras kenyal <strong>dan</strong> gurih <strong>dan</strong> relatif aman dari residu<br />
kimia. Jika permintaan yang besar ini tidak segera diisi dengan usaha-usaha<br />
peningkatan produksi daging ayam buras maka dikuatirkan akan terjadi<br />
pengurasan ayam buras.<br />
10. Permintaan telur itik segar untuk konsumsi langsung tidak mengalami<br />
pertumbuhan yang nyata, sebaliknya permintaan telur iti kebutuhan restoran <strong>dan</strong><br />
makanan jadi meningkat tinggi. Permintaan yang tinggi ini sangat mempengaruhi<br />
perkembangan usaha itik di Indonesia. Permintaan yang relatif tinggi adalah dari<br />
perusahaan agriindustri yang memproduksi telur asin. Perusahaan telur asin dapat<br />
memmasarkan telur asin keseluruh wilayah pulau Jawa dengan jaringan pasar<br />
yang sangat baik. Tentunya kondisi ini merupakan aset bagi pengembangan usaha<br />
itik. Salah sau peyebab peningkatan permintaan telur itik adalah berkat jasa<br />
industri telur asin <strong>dan</strong> masakan jajanan yang banyak didirikan di kakilima kotakota<br />
besar.<br />
11. Konsumsi telur puyuh sudah mulai menyebar seluruh kota-kota menengah <strong>dan</strong><br />
kota besar di Pulau Jawa. Telur puyuh dapat ditemukan di pasar tradisonal sampai<br />
pada pasar modern. Perubahan ini turut mempercepat peningkatan konsumsi telur<br />
puyuh. Konsumsi telur puyuh juga banyak diperkenalkan oleh industri makanan<br />
rumah tangga <strong>dan</strong> selain itu telur puyuh yang berukur kecil itu sering dijadikan<br />
bahan tambahan bagi banyak maksakan yang populer dikalangan rakyat seperti<br />
pengganti bakso, sate <strong>dan</strong> makanan kecil.<br />
3
Pemasaran Ternak Unggas Tradisional<br />
12. Pemasaran ternak unggas tradisional ektensif relatif mempunyai ruang gerak yang<br />
sempit sebagai akibat dimana-mana masyarakat pedesaan selalu ditemukan<br />
memelihara <strong>dan</strong> menghasilkan daging telur dalam jumlah yang cukup. Arus<br />
produksi akan menarik jika peternak mampu mengalirkan telur <strong>dan</strong> daging ke<br />
wilayah urban, namun dengan skala usaha yang relatif kecil, maka peternak<br />
sangat tergantuing pada jasa pemasaran. Peternak menghadapi bentuk pasar yang<br />
sempit, karena terpaksa berhubungan dengan pedagang keliling yang sama <strong>dan</strong><br />
peternak tidak mempunyai informasi pasar. Secara jelas diperlihatkan bahwa<br />
bentuk pasar yang dihadapi peternak ternyaa tidak memberikan keuntungan layak<br />
kepada peternak.<br />
13. Banyak terdapat kelembagaan pemasaran yang bekerja secara intensif<br />
meningkatkan konsumsi hasil ternak unggas tradisonal. Jika pergerakan<br />
orgnaisasi pemasaran ini tidak disertai dengan gerakan organisasi sektor produksi<br />
maka dapat diramalkan akan terjadi pengurasan ternak sebagaimna telah<br />
disimpulkan di atas. Pemasaran ternak unggas tradisonal yang intensif<br />
bergantung pada bentuk kemitraan yang dianut oleh peternak. Dengan kata lain,<br />
hampir tidak ada peternak intensif yang mempunyai pasar yang mandiri. Dalam<br />
model kemitraan peternak harus menjual hasil peternakan pada inti yang menjadi<br />
sumber pasok input <strong>dan</strong> modal. Pada kenyataannya peternak menerima beban<br />
menanggung resiko usaha hampir 100 persen, tetapi bagi peternak usaha<br />
kemitraan ini merupakan pilihan dalam masa sulit mencari pekerjaan saat ini.<br />
Pengembangan Model Kelembagaan Ternak Unggas Tradisional<br />
14. Berdasarkan diskripsi produksi <strong>dan</strong> permintaan serta bentuk pasar di atas maka<br />
pengembangan ternak unggas tradisional terutama yang bersifat ektensif <strong>dan</strong><br />
semi intensif hanya mungkin dapat dikembangkan melalui pembentuk organisasiorganisasi<br />
pada simpul-simpul yang berpengaruh pada pengembangan iu sendiri.<br />
Dalam hal ini antara lain cara dalam mendapatkan pakan, pada hal pakan tersedia<br />
cukup, hanya tersebar <strong>dan</strong> tidak ada informasi tentang pakan tersebut. Pada sisi<br />
lain peternak tidak mempunyai kemampuan finansial untuk membeli input, tidak<br />
mempunyai akses yang cukup mendapatkan informasi sehingga terlalu banyak<br />
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk mengembangkan budidaya. Pada sisi<br />
lain permintaan pasar yang tinggi tidak mendapat respon dari petani karena halhal<br />
tersebut di atas.<br />
15. Pengembangan ternak intensif seperti ayam arab, itik <strong>dan</strong> puyuh pada umumnya<br />
mempunyai bentuk organisasi agribisnis yang lebih akrab diantara simpul-simpul<br />
tersebut tetapi posisi peternak tetap menjadi sapi perahan dalam organisasi.<br />
Organisasi yang berkembang tidak mendewasakan petani, tidak membantu<br />
meningkatkan akses peternak kepada sumber informasi malah dihambat, bersikap<br />
monopsonist <strong>dan</strong> sekaligus monopolist terhadap anggota organisasi. Sehingga<br />
4
peternak hanya dapat menyelamatkan diri dari kehilangan pekerjaan namun tidak<br />
akan pernah mandiri.<br />
Implikasi <strong>Kebijakan</strong><br />
16. <strong>Kebijakan</strong> yang dapat disarankan adalah membangun organisasi komunikasi yang<br />
dapat menggerakan simpul-simpul agribisnis adalah bahwa model organisasi yang<br />
dibangun tersebut harus mampu (1) memadu kegiatan input <strong>dan</strong> output,<br />
terintegrasi (2) bersifat agribisnis teiontegrasi horizongal <strong>dan</strong> vertikal (3) azas<br />
kebersamaan dengan dengan kretria zero cost pada tingkat peternak <strong>dan</strong> atau<br />
biaya pokok pada tingkat lembaga input, <strong>dan</strong> keuntungan dibagi berdasarkan<br />
kesepakatan. Untuk mencapai kebijakan tersebut perlu ada simpul organisasi yang<br />
dikendalikan oleh pemerintah <strong>dan</strong> membiarkan simpul-simpul lain berkembang<br />
secara bebas. Simpul yang harus dikendalikan adalah simpul organisasi<br />
penimbunan <strong>dan</strong> pengolahan pakan serta pembibitan <strong>dan</strong> pengembangan ilmu<br />
pengetahuan. Dengan kendali simpul-simpul tersebut diharapkan organisasi dapat<br />
berkembang sehingga dapat dicapai sasaran peningkatkan populasi, peningkatan<br />
pendapatan peternak <strong>dan</strong> peningkatan produksi serta kegiatan-kegiatan ikutan<br />
seperti seperti produksi pupuk oganik, pengadaan pakan bagi ternak lain <strong>dan</strong><br />
sebagainya.<br />
17. Untuk mendorong perkembangan ternak unggas tradisonal perlu dibangun usaha<br />
pembibitan dalam bentuk investasi publik baik itu diakukan langsung oleh<br />
pemerintah atau bekerjasama dengan swasta. Usaha ini akan membutuhkan<br />
investasi yang relatif besar, masa investasi lama (5-10 tahun) serta membutuhkan<br />
keahlian tinggi dalam ilmu breeding, serta resiko tinggi. Pihak swasta mungkin<br />
lebih tertarik melakukan usaha lain yang lebih cepat mendatangkan keuntungan<br />
<strong>dan</strong> lebih ama dari resiko. Pembibitan itik yang dilakukan oleh BPPT Jawa<br />
Tengah untuk menghasilkan bibit itik unggul asal Brebes perlu mendapat<br />
perhatian pemerintah. Terutama <strong>dan</strong>a penelitian yang cukup bagi penelitian skala<br />
yang lebih besar. Pengadaan bibit itik pada masa depan merupakan salah satu<br />
simpul permasalahan kronis yang dihadapi oleh peternak. Pembibitan ayam buras<br />
yang dilakukan peternak ayam buras di wilayah Kediri perlu juga mendapat<br />
perhatian, karena mereka tidak mungkin berkembang tanpa bantuan modal dari<br />
pemerintah.<br />
Perkiraan Dampak<br />
18. Penelitian ini pada umumnya menangkap masalah-masalah sosial ekonomi dalam<br />
perekonomian peternakan unggas tradisionil, <strong>dan</strong> tidak melakukan penelitian<br />
tentang hal-hal yang menyangkut teknis pengusahaan ternak tersebut. Sehingga<br />
apa yang ditemukan dalam penelitian adalah sesuatu informasi tentang keadaan<br />
sosial ekonomi peternakan unggas tradisional. Sehingga dampak penelitian ini<br />
diperkirakan akan terjadi pada perumusan kebijakan pengembangan pertanian<br />
baik di wilayah penelitian maupun bagi pemerintah pusat. <strong>Kebijakan</strong> itu<br />
menyangkut bi<strong>dan</strong>g peraturan yang memudahkan para peternak, layanan<br />
5
pencehagan penyakit, investasi publik dalam menghasilkan bibit <strong>dan</strong> pakan serta<br />
pembentukan kelembagaan yang dapat mengayomi peternak rakyat. Sehingga jika<br />
pemerintah menggunakan informasi hasil penelitian maka diperkirakan akan<br />
memberikan dampak perkembangan produksi <strong>dan</strong> pendapatan peternak.<br />
6