Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan Armida S ... - blog.de
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan Armida S ... - blog.de
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan Armida S ... - blog.de
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Tabel 2. Karakteristik sekolah yang efektif<br />
Karakteristik sekolah Variabel <strong>de</strong>sentralisasi yang akan memperkuat karakteristik sekolah<br />
yang efektif<br />
yang efektif<br />
Kepemimpinan − Kepala sekolah dipilih oleh masyarakat <strong>de</strong>ngan menggunakan kriteria<br />
yang transparan;<br />
− Program pengembangan sekolah disusun pada tingkat lokal;<br />
− Penggalian <strong>dan</strong>a untuk melaksanakan program-program sekolah<br />
Guru <strong>de</strong>ngan kualifikasi <strong>dan</strong><br />
komitmen tinggi<br />
− Sekolah diberi kewenangan untuk mengubah kurikulum <strong>dan</strong> proses<br />
pembelajaran;<br />
− Kepala sekolah diberi wewenang untuk mengevaluasi guru;<br />
− Sekolah diberi kewenangan <strong>dan</strong> prasarana/<strong>dan</strong>a untuk menentukan<br />
sendiri program pelatihan bagi guru-gurunya.<br />
Fokus pada proses − Program pengembangan <strong>dan</strong> peningkatan kualitas sekolah<br />
pembelajaran<br />
menekankan pada aspek peningkatan proses pembelajaran;<br />
− Keterbukaan informasi mengenai proses pembelajaran yang<br />
Bertanggung jawab terhadap<br />
hasil yang dicapai<br />
−<br />
dilaksanakan sekolah.<br />
Kepala sekolah diangkat berdasarkan masa jabatan, perpanjangan<br />
masa jabatan tergantung pada prestasi dalam memenuhi target<br />
peningkatan proses pembelajaran sekolah.<br />
Sumber: Burki, et. al. (1999), halaman 61.<br />
3. Dari Sentralisasi Menuju ke <strong>Desentralisasi</strong> <strong>Pendidikan</strong><br />
Sistem pendidikan yang berlaku sampai saat ini bersifat sangat sentralistis, yang dimulai<br />
dari pemberlakuan satu kurikulum secara nasional, sampai <strong>de</strong>ngan peranan pusat yang<br />
sangat dominan dalam pengelolaan guru (sekolah negeri). Misalnya, Pusat sangat<br />
dominan <strong>dan</strong> menentukan dalam setiap keputusan tentang proses rekrutmen,<br />
pengangkatan, penempatan, pembinaan <strong>dan</strong> mutasi guru. Demikian pula dari aspek<br />
keuangan. Gaji guru sekolah negeri ditetapkan <strong>dan</strong> dibayarkan pemerintah, meskipun<br />
gaji guru SD pengelolaannya dilaksanakan oleh Propinsi, se<strong>dan</strong>gkan gaji guru SLTP <strong>dan</strong><br />
SLTA langsung oleh Pusat melalui KPKN.<br />
Dari segi <strong>dan</strong>a di luar gaji yang dialokasikan pemerintah ke masing-masing sekolah,<br />
diberikan <strong>de</strong>ngan cara alokasi <strong>dan</strong>a dari pusat ke daerah (kabupaten/kota) berdasarkan<br />
jumlah sekolah yang ada di daerah tersebut. Mekanisme alokasi <strong>dan</strong>a dilakukan <strong>de</strong>ngan<br />
perhitungan sejumlah <strong>dan</strong>a yang sama untuk setiap sekolah berdasarkan jenjang<br />
pendidikan, tanpa memperhitungkan jumlah murid, lokasi ataupun tingkat kemakmuran<br />
ekonomi daerah tersebut. Cara seperti ini jelas mengandung banyak kelemahan, karena<br />
<strong>Otonomi</strong> <strong>Daerah</strong> <strong>dan</strong> <strong>Desentralisasi</strong> <strong>Pendidikan</strong> 5