27.12.2014 Views

Download PDF (4.5 MB) - DhammaCitta

Download PDF (4.5 MB) - DhammaCitta

Download PDF (4.5 MB) - DhammaCitta

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tutur Menular<br />

Kisah<br />

ZEN<br />

CERMIN WASIAT<br />

BENARKAH DEMIKIAN<br />

Alkisah terdapat sebuah cermin wasiat yang dapat<br />

mengabulkan segala permintaan.<br />

Bisnis Bejo juga tak luput dari imbasan krismon. Segala<br />

macam upaya telah dilakukannya, tetapi tetap saja tak<br />

menolong. Saat berada di ambang keputus-asaan, seorang<br />

teman menganjurkan Bejo untuk memohon petunjuk pada<br />

cermin wasiat agar dapat menemukan kembali rasa percaya<br />

dirinya.<br />

Bak layaknya pencari harta karun, Bejo dengan susah<br />

payah akhirnya berhasil menemukan tempat beradanya<br />

cermin wasiat itu. Penjaga alias juru kunci cermin wasiat<br />

mengantar Bejo masuk ke dalam sebuah ruangan kecil.<br />

Di dalamnya hanya terlihat selembar tirai setinggi tubuh<br />

manusia yang terbentang lebar. Juru kunci itu berkata pada<br />

Bejo, “Cermin wasiat berada di balik tirai ini. Nanti waktu<br />

melihat cermin, segera ucapkan keinginanmu.”<br />

Begitu menyibak tirai, Bejo dengan jelas sekali melihat<br />

sebuah cermin besar dengan bayangan dirinya di dalamnya.<br />

Bejo tersentak, saat itulah ia baru menyadari kebodohannya<br />

selama ini. Untuk menemukan kembali rasa percaya diri,<br />

kenapa harus jauh-jauh mencari ke sana ke mari Seperti<br />

yang terlihat dalam cermin, galilah percaya diri itu ke dalam<br />

diri kita sendiri!<br />

Yang membuat kita sedih dan putus asa adalah diri kita<br />

sendiri, yang membuat kita bahagia dan percaya diri adalah<br />

juga diri kita sendiri. Kenapa harus mencari petunjuk jauhjauh<br />

kalau ternyata diri kita memiliki kemampuan yang begitu<br />

menakjubkan<br />

Percaya diri adalah awal keberhasilan !!! ***<br />

Ada seorang wanita pindah menempati rumah sewaan<br />

yang baru. Ia melihat di sebelah rumahnya berdiam seorang<br />

janda miskin dengan dua bocah kecil.<br />

Suatu malam, daerah permukiman mereka tiba-tiba mati<br />

listrik. Wanita itu sedang bersiap menyalakan lilin ketika<br />

mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya. Ternyata<br />

adalah bocah kecil tetangga sebelah. Bocah itu dengan<br />

gugup bertanya, “Bibi, apa rumah Bibi ada lilin”<br />

Wanita itu berpikir, “Mereka demikian miskinnya sehingga<br />

sebatang lilin pun tak punya. Oh, tidak, jangan pinjamkan<br />

lilin ke mereka, kalau tidak, mereka nantinya akan selalu<br />

merongrong diriku.”<br />

Sebab itu ia kemudian berkata pada bocah itu, “Tidak<br />

punya.”<br />

Waktu ia bersiap menutup pintu, bocah miskin itu dengan<br />

senyum manis berkata, “Aku tahu rumah Bibi pasti tidak ada<br />

lilin.” Segera bocah itu mengeluarkan dua batang lilin dari<br />

balik pakaiannya. “Mama dan aku khawatir Anda tinggal<br />

seorang diri tanpa punya lilin, sebab itu aku bawakan dua<br />

batang lilin ini untuk Bibi.”<br />

Wanita itu memarahi dirinya sendiri yang telah berpikir<br />

tidak-tidak. Dengan berlinang air mata keharuan ia mendekap<br />

bocah itu. ***<br />

Photo: Istimewa<br />

Photo: Istimewa<br />

Sehari Tidak Bekerja,<br />

Sehari Tidak Makan<br />

Master Chan Huaihai adalah seorang tokoh besar dalam sejarah<br />

Buddhisme Chan yang menetapkan aturan kedispilinan “Baizhang Qinggui”.<br />

Huaihai mengharuskan para penghuni vihara untuk berkarya. Untuk itu, beliau<br />

sendiri memberikan keteladanan dengan terjun langsung melakukan tugas<br />

sehari-hari di vihara.<br />

Dikatakan saat menginjak usia 94 tahun, beliau masih bercocok tanam<br />

dan mencari kayu bakar bersama-sama dengan para siswa. Karena khawatir<br />

dengan kondisi tubuh beliau yang sudah berusia sangat lanjut, para siswa<br />

bersepakat menyembunyikan peralatan kerja beliau dengan maksud agar<br />

Huaihai beristirahat tak perlu melakukan pekerjaan berat.<br />

Tak disangka, Huaihai memiliki cara tersendiri dalam mengantispasi aksi<br />

“konspirasi” para siswa. Huaihai berpuasa total. Kini berbalik para siswa yang<br />

cemas, mereka tidak mengerti apa gerangan yang menyebabkan beliau tidak<br />

makan<br />

Huaihai berkata, “Saya bukan orang yang bermoral luhur, dengan alasan<br />

apa menyuruh orang lain dengan cuma-cuma menunjang kebutuhan hidup<br />

sehari-hari saya Hari ini saya tidak melakukan kerja apapun, karena itu juga<br />

tidak perlu makan.” Huaihai benar-benar konsisten tidak makan selama satu<br />

hari.<br />

Sejak saat itu para siswa tidak berani lagi mencegah sang guru untuk bekerja<br />

dan sejak saat itu pula tidak ada lagi penghuni vihara yang malas melakukan<br />

tugas sehari-hari. Dari sinilah kemudian lahir ucapan terkenal yang beredar<br />

lebih dari seribu tahun lamanya: “sehari tidak bekerja, sehari tidak makan”.<br />

Huaihai (720-814), hidup semasa Dinasti Tang, Tiongkok, berasal dari<br />

Propinsi Fujian, merupakan salah satu siswa utama Master Mazu, cucu murid<br />

Sesepuh Huineng. Sepeninggal Mazu, Huaihai menetap di Gunung Baizhang.<br />

Oleh sebab itu, beliau dikenal pula dengan sebutan Master Chan Baizhang.<br />

Huaihai menetapkan aturan kedisiplinan yang berlaku bagi dalam vihara Chan<br />

yakni “Baizhang Qinggui” yang dikembangkan dari Vinaya Mahayana dan<br />

Theravada.<br />

“Sehari tidak bekerja, sehari tidak makan”, keteladanan yang ditunjukkan<br />

Huaihai ini merupakan anjuran menjalankan kehidupan swadaya bagi<br />

praktisi Chan, tetapi ketetapan ini sempat menuai banyak kritikan karena<br />

bertentangan dengan aturan kedisiplinan yang ditetapkan Buddha yang tidak<br />

memperkenankan anggota Sangha bercocok tanam. Namun ketetapan yang<br />

“kontroversial” ini di kemudian harinya justru memberikan sumbangsih cukup<br />

besar dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi Chan di tanah<br />

Tiongkok. Sistem swadaya ini merupakan perwujudan: 1, penyesuaian dengan<br />

sistem masyarakat agraris Tiongkok saat itu; 2, menjamin dukungan dana<br />

bagi kehidupan vihara beserta puluhan bahkan ratusan penghuninya, dengan<br />

demikian pemikiran para anggota Sangha tidak terpecah antara berlatih diri<br />

dengan penggalangan dana bagi kelangsungan hidup; 3, pelatihan diri yang<br />

tidak terlepas dari tugas sehari-hari.<br />

Huaihai menentang pandangan yang mengatakan bahwa berlatih Chan<br />

harus memutus hubungan keduniawian, bahkan juga tidak perlu bekerja<br />

sendiri, cukup dengan hanya bermeditasi Can Chan. Huaihai mengatakan bila<br />

tidak bekerja, bahkan memutus hubungan dengan masyarakat duniawi, mana<br />

bisa dikatakan sebagai Chan Oleh sebab itu, beliau mengumandangkan<br />

fi losofi : “sehari tidak bekerja, sehari tidak makan”, pun ucapan: “memanggul<br />

kayu bakar dan mengangkut air tak lain tak bukan adalah Chan”.<br />

68 69

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!