07.01.2015 Views

Naskah Khotbah INTEGRASI TEOLOGI DAN ... - SAAT

Naskah Khotbah INTEGRASI TEOLOGI DAN ... - SAAT

Naskah Khotbah INTEGRASI TEOLOGI DAN ... - SAAT

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

VERITAS 2/2 (Oktober 2001) 281-288<br />

<strong>Naskah</strong> <strong>Khotbah</strong><br />

<strong>INTEGRASI</strong> <strong>TEOLOGI</strong> <strong>DAN</strong> SPIRITUALITAS<br />

(Kisah Para Rasul 3:1-10)*<br />

ALEX LIEM<br />

Sebagai calon-calon hamba Tuhan, maupun yang sudah menjadi<br />

hamba Tuhan, kita tahu bahwa pengetahuan teologi sangat penting bagi<br />

kita. Tetapi di sisi lain, kita harus menyadari bahwa kehidupan<br />

spiritualitas pun sangat penting bagi seorang hamba Tuhan yang<br />

melayani di gereja maupun di tempat lain. Perlu ada integrasi teologi<br />

yang benar dan juga pendalaman tentang kehidupan spiritual secara<br />

pribadi yang benar. Kalau seseorang hanya memiliki teologi yang<br />

banyak, katakanlah ia sudah belajar begitu banyak teologi, tetapi tidak<br />

mempunyai kehidupan spiritualitas, ia hanya menjadi seorang teolog<br />

yang memberitakan kebenaran yang tidak hidup. Tetapi jika seseorang<br />

mengklaim dirinya bahwa ia adalah seorang yang rohani tetapi tidak<br />

memiliki pemahaman teologi yang baik, ia bisa menjadi seorang dukun<br />

yang membahayakan, yang mencuri kemuliaan Tuhan, mengatasnamakan<br />

Tuhan, terus berbuat segala sesuatu dengan mengatakan bahwa ia<br />

memiliki kuasa sehingga bisa melanggar banyak firman Tuhan.<br />

Hal ini tidak terlepas dari kita semua sebagai hamba Tuhan. Di satu<br />

pihak kita mempelajari teologi, tetapi di pihak lain jangan sampai kita<br />

tidak memiliki kuasa rohani apa pun, bahkan, kita tidak merasakan<br />

adanya aliran rohani di dalam kehidupan kita. Ini yang dialami oleh<br />

seorang bernama Karen Armstrong yang menulis sebuah buku mengenai<br />

sejarah Tuhan. Ia mengatakan bahwa kisah mengenai pencarian Tuhan<br />

sudah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Kristen selama 4000 tahun.<br />

Yang menarik, ia menceritakan pengalamannya yaitu sejak kecil ia telah<br />

belajar tentang tata krama dan ritus agama yang begitu banyak dari<br />

orang tuanya. Sejak kecil ia sudah bisa menghafal katekismus dan<br />

memahami beberapa pandangan teologi serta mengerti ajaran-ajaran<br />

agama. Begitu banyak yang ia pelajari sehingga ketika dewasa ia sempat<br />

menjadi rahib wanita. Ketika menjadi rahib, ia lebih menekuni firman<br />

*<strong>Khotbah</strong> ini disampaikan dalam Kebaktian Pagi tanggal 25 September 2001, di<br />

Seminari Alkitab Asia Tenggara; naskah ini dimuat dengan izin lisan dari Pdt. Alex<br />

Liem.


282 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan<br />

Tuhan, mempelajari sejarah gereja, apologetika, dan tekun mempelajari<br />

bermacam-macam teologi. Tetapi pada saat tertentu ia merasakan<br />

kekeringan rohani yang ia alami. Ia mengatakan, “Walaupun begitu<br />

banyak pengetahuan yang saya peroleh dan saya timba, ternyata saya<br />

begitu mengalami kekeringan di dalam rohani.” Maka ia mulai<br />

mengundurkan diri dari kepercayaannya, ia mengundurkan diri dari<br />

agama-agama yang sudah ia pelajari, bahkan ia mengundurkan diri dalam<br />

perjuangan iman. Ia merasa kecewa, gagal, karena tidak mendapatkan<br />

apa-apa. Ia mengatakan, “Ternyata Tuhan tidak hadir di tengah-tengah<br />

apa yang saya pelajari.”<br />

Di manakah letak kesalahannya Apakah metode belajarnya yang<br />

salah Atau pemahamannya tentang teologi yang membuatnya keliru<br />

sehingga ia mengundurkan diri dari kepercayaan yang sebenarnya<br />

Ada satu buku lagi yang berbicara tentang wacana spiritualitas. Buku<br />

ini menceritakan tentang lima agama yang juga memfokuskan diri pada<br />

pentingnya kebutuhan spritualitas. Di dalam buku ini dikatakan bahwa<br />

baik agama Barat maupun agama Timur, tidak bisa menyajikan<br />

spiritualitas murni yang dibutuhkan oleh seorang hamba Tuhan. Tidak<br />

mengherankan jika gerakan zaman modern ini mengambil alih dan<br />

mengatakan bahwa agama-agama dunia Barat sudah gagal, agama-agama<br />

Timur juga gagal. Mereka kemudian mengembangkan sayap untuk<br />

mengajarkan sesuatu yang baru dan berkata bahwa mereka bisa<br />

menggantikan agama dunia Barat dan Timur. Mereka mengandalkan<br />

rasio, teknologi, dan menanggalkan segala sesuatu yang supranatural<br />

serta tidak mempercayai mujizat. Mereka mengembangkan sesuatu yang<br />

baru tetapi mereka juga gagal di dalam hal itu. Kemudian kelompok<br />

New Age datang dan mengatakan, “Modernisme telah gagal. Mari kita<br />

membawa suasana yang baru.” Tetapi New Age pun sama, memabukkan<br />

pengikut-pengikutnya hanya di dalam kejiwaan saja.<br />

Marilah kita kembali kepada firman Tuhan. Apa yang dikatakan<br />

firman Tuhan itulah yang kita pelajari; apa yang dikatakan oleh firman<br />

Tuhan itulah yang benar yang harus kita jalankan di dalam kehidupan<br />

kita. Dalam Kisah Para Rasul 3:1-10 ada dua hal yang bisa kita pelajari.<br />

Pertama, mengenai dimensi rohani, yaitu, apa yang harus kita miliki,<br />

marilah kita miliki, yang tidak harus kita miliki, janganlah kita miliki.<br />

Jangan sampai kita berkata, “Apa yang harus aku miliki malah tidak aku<br />

miliki, dan apa yang tidak harus aku miliki, malah aku memilikinya.”<br />

Kisah Para Rasul 3:2 mencatat, “Di situ ada seorang laki-laki, yang<br />

lumpuh sejak lahirnya sehingga ia harus diusung. Tiap-tiap hari orang<br />

itu diletakkan dekat pintu gerbang Bait Allah, yang bernama Gerbang<br />

Indah, untuk meminta sedekah kepada orang yang masuk ke dalam Bait<br />

Allah.” Pada ayat ini dikatakan bahwa orang ini sejak lahir sudah lumpuh,


Integrasi Teologi dan Spiritualitas<br />

283<br />

tetapi terjemahan KJV lebih baik, “since mother’s womb,” berarti sejak<br />

dalam rahim ibunya ia sudah dikatakan cacat. Ia sudah dipenalti bahwa<br />

ia tidak memiliki nasib yang baik seperti kita. Sejak di dalam rahim ia<br />

sudah dikatakan akan menjadi orang yang begitu mengerikan, begitu<br />

menyedihkan dan malang nasibnya. Siapakah yang bisa menolongnya<br />

Jikalau kita sudah diberi penalti sedemikian, sejak di dalam rahim<br />

dikatakan bahwa kita cacat dan lumpuh, apa yang akan terjadi<br />

Ada seorang ayah yang berkata kepada dokternya karena anaknya<br />

cacat, “Tolong dokter, berapa pun biayanya akan saya bayar, asalkan<br />

anak ini disembuhkan. Berapa miliar pun saya berani bayar, asalkan<br />

anak saya bisa sembuh.” Demikian juga orang lumpuh ini, bukan hanya<br />

sejak lahir, tetapi bahkan sejak di dalam rahim ibunya sudah dikatakan<br />

bahwa ia mengalami cacat lumpuh. Siapakah yang bisa menolongnya<br />

Siapakah yang bisa mengubah nasibnya Tidak ada. Buktinya, sejak<br />

lahir ia hanya bisa menjadi seorang pengemis dan meminta sedekah.<br />

Kata sedekah dalam KJV adalah “ask for alms atau almsgiving,”<br />

yang menunjukkan tuntutan kemurahan atau belas kasihan dari seseorang<br />

yang keluar dari lubuk hatinya. Bukan sekadar compassion, tetapi inner<br />

pity yang dituntut. Jadi bukan lahiriah, bukan seperti kita yang sering<br />

ketemu pengamen di jalanan, kalau kita mau beri, ya beri, kalau tidak,<br />

kita katakan tidak. Kita belum mengeluarkan inner pity kita. Di sini<br />

kita melihat seorang pengemis yang minta kemurahan dari setiap orang<br />

yang akan masuk ke Bait Allah.<br />

Boleh dikatakan orang lumpuh ini sangat pintar. Ia mencari tempat<br />

yang sangat strategis, yaitu di dekat pintu gerbang Bait Allah yang<br />

bernama Gerbang Indah. Apa artinya Gerbang Indah Gerbang itu<br />

adalah gerbang yang memiliki hiasan yang sangat indah terbuat dari<br />

perunggu yang lebih mahal dari perak dan emas. Pintunya begitu indah,<br />

sehingga disebut a beautiful gate. Tempat ini strategis karena<br />

menghubungkan orang-orang non-Yahudi dan juga ruang wanita. Boleh<br />

dikatakan ruang ini sangat penting karena orang-orang suci —orangorang<br />

yang elit di dalam rohani— yang boleh memasuki gerbang ini.<br />

Pengemis ini pintar. Ia telah mencari tempat yang sangat strategis.<br />

Ia tahu banyak orang suci akan masuk ke pintu gerbang ini dan mereka<br />

pasti akan memberikan belas kasihan kepadanya. Melalui pintu gerbang<br />

ini ia akan mendapatkan banyak sedekah dari orang-orang yang akan<br />

masuk ke dalam Bait Allah. Meskipun Alkitab tidak memberikan data<br />

berapa banyak yang ia peroleh dari mengemis dalam sehari, namun,<br />

apakah benar semua orang yang masuk ke Bait Allah pasti akan<br />

memberikan sedekah kepadanya Apakah setiap orang, yang di dalam<br />

anggapan pengemis ini adalah orang suci, pasti akan memberikan<br />

pertolongan belas kasihan kepadanya


284 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan<br />

Pada waktu ia melihat Petrus dan Yohanes mau memasuki gerbang<br />

Bait Allah, ia meminta sedekah. Alkitab mencatat bahwa Petrus dan<br />

Yohanes menatapnya, dan Petrus berkata, “Lihatlah kepada kami!” Lalu<br />

orang itu menatap mereka dengan harapan akan mendapatkan sesuatu.<br />

Kata “menatap” di sini menunjukkan bahwa ia melihat dengan mata fisik<br />

yang sangat tajam, dengan teliti, dan dengan harapan kedua orang ini<br />

akan memberikan sesuatu kepadanya. Tetapi Petrus dan Yohanes<br />

mengatakan, “Lihatlah kepada kami, kami tidak memiliki emas dan<br />

perak.” Kata-kata itu sangat mengecewakan, tidak menghibur pengemis<br />

lumpuh yang sedang meminta belas kasihan itu. Perkataan Petrus dan<br />

Yohanes seolah-olah menggagalkan harapan kehidupannya.<br />

Apa yang diminta pengemis ini adalah emas atau perak. Kalau kita<br />

membayangkan bahwa setiap hari selama bertahun-tahun ia<br />

mendapatkan sedekah dan ia tetap saja sebagai seorang lumpuh atau<br />

seorang pengemis yang tidak mengalami perubahan. Tetapi ketika ia<br />

bertemu Petrus dan Yohanes terjadi sesuatu yang sangat indah di dalam<br />

kehidupannya. Mungkin ia tidak berpikir bahwa saat itulah momennya.<br />

Pada saat kedua hamba Allah ini memasuki gerbang di mana ia memintaminta<br />

dan mengatakan bahwa bahwa mereka tidak memiliki apa-apa,<br />

pada saat itu juga kuasa Tuhan bekerja. Emas dan perak tidak ada padaku.<br />

Mungkin kita juga akan kecewa mendengar ini. Emas dan perak tidak<br />

ada padaku tetapi apa yang ada padaku kuberikan kepadamu.<br />

Pada waktu Petrus mengatakan bahwa emas dan perak tidak ia miliki,<br />

itu tidak berarti ia adalah seorang yang miskin di dunia. Boleh jadi ia<br />

miskin materi, tetapi tidak berarti ia miskin secara rohani. Ini yang<br />

perlu kita pelajari sebagai seorang hamba Tuhan. Kita tidak perlu takut<br />

mengatakan bahwa kita tidak memiliki perak dan emas. Yang paling<br />

ditakutkan adalah jika kita mengatakan: “Saya tidak memiliki kuasa<br />

rohani. Saya mempunyai perak dan emas, saya memiliki segala sesuatu<br />

tetapi, saya tidak memiliki kuasa rohani lagi.”<br />

Petrus begitu yakin mengatakan bahwa emas dan perak bukan apaapa,<br />

karena orang ini setiap hari mungkin menerima emas dan perak<br />

tetapi itu tidak mengubah hidupnya, tidak membuatnya bahagia dan<br />

tidak membuatnya beranjak dari tempat itu. Itu sebabnya pada ayat 6<br />

Petrus mengatakan, “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang<br />

kupunyai kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret<br />

itu, berjalanlah!” Kita melihat ketika Petrus mengatakan ia tidak memiliki<br />

apa-apa, sesungguhnya ia memiliki sesuatu, yaitu: demi nama Yesus<br />

Kristus. Ia meyakini dan percaya bahwa di dalam Kristus Yesus ia<br />

memiliki segala sesuatu yang melampaui emas dan perak. Oleh sebab<br />

itu ia berkata kepada pengemis ini, “Demi nama Yesus Kristus, orang<br />

Nazaret itu, berjalanlah!”


Integrasi Teologi dan Spiritualitas<br />

285<br />

Ini adalah command yang sangat penting bagi seorang hamba Tuhan,<br />

yang begitu berani mengklaim nama Yesus Kristus sebagai nama di atas<br />

segala nama, yang berkuasa, yang mengubah segala keadaan. Kadangkadang<br />

kita sebagai hamba Tuhan sudah kehilangan hal ini. Kita tidak<br />

berani mengklaim nama Tuhan yang menjadi milik kita sebenarnya. Kita<br />

hanya bisa berkhotbah dengan pengetahuan yang sangat lumayan. Kita<br />

bisa menyampaikan khotbah yang sangat baik secara hermeneutika,<br />

homiletika oke, eksegesis juga oke, dan secara teologis no problem.<br />

Tetapi kita sudah kehilangan sesuatu, yaitu kita tidak mempunyai kuasa<br />

rohani lagi.<br />

Apa yang kita sampaikan tidak bisa menyentuh jemaat. Mengapa<br />

Karena mereka tidak merasakan adanya nuansa rohani yang bergerak,<br />

yang bekerja, yang membuat mereka bisa bertobat pada waktu itu. Itu<br />

sebabnya seorang pendeta senior menasihati murid-muridnya, “You<br />

people, fleshly preaching.” Engkau hanya bisa menyampaikan firman<br />

Tuhan secara kedagingan; engkau bisa menyampaikan firman Tuhan<br />

secara emosional, tetapi engkau tidak memiliki kuasa rohani lagi. Apa<br />

yang engkau katakan tidak bisa menggerakkan hati orang yang<br />

mendengarnya. Bukankah tragis sekali<br />

Ketika saya mendengarkan perkataan itu saya teringat pada John<br />

Sung, seorang pendeta yang terkenal. Ia mengatakan bahwa ketika ia<br />

naik mimbar ia hanya menyanyikan lagu yang sangat sederhana, namun<br />

jemaat merasakan kuasa rohani yang luar biasa. Begitu banyak orang<br />

yang —setelah mendengar nyanyian itu atau menyanyikannya—<br />

menangis, memukul dada mereka, bertobat, menangisi dosa mereka,<br />

menyadari kelemahan mereka dan menyadari bahwa mereka<br />

membutuhkan Tuhan.<br />

Hanya dengan nyanyian yang sangat sederhana John Sung bisa<br />

membawa pertobatan yang luar biasa karena ia memiliki kuasa rohani.<br />

Dalam hal ini kita harus belajar dari John Sung. Bahkan, mungkin kita<br />

pernah mendengar bahwa ia pernah membuang ijazahnya di laut. Saya<br />

tidak bermaksud menganjurkan Anda membuang ijazah setelah<br />

mendapatkannya. Bukan itu. Maksud saya ialah, mari kita belajar<br />

dengan baik pengetahuan teologi dan apa pun yang kita pelajari, tetapi<br />

jangan sampai kita kehilangan dimensi rohani. Jangan berkata kepada<br />

jemaat, “Emas dan perak saya miliki, Mercedez, handphone, ATM card,<br />

credit card saya miliki, tetapi yang satu ini, saya tidak memilikinya.”<br />

Celakalah kita sebagai hamba Tuhan.<br />

Dulu pada waktu kami studi, apa pun tidak punya, sepeda motor<br />

tidak boleh kami miliki. Fasilitas yang kami miliki untuk mengerjakan<br />

tugas adalah mesin ketik yang harus diangkat ke sana dan ke sini. Itu<br />

yang saya ingat. Kami di sini tidak punya ATM, tidak punya credit


286 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan<br />

card, tabungan, apalagi handphone. Inilah yang ingin saya sampaikan<br />

kepada para hamba Tuhan: Jangan-jangan Anda juga jatuh ke dalam<br />

kesalahan yang sama. Kita mengejar dan mengejar. Apa yang kita kejar<br />

Emas dan perak Kita akan kecewa. Kalau hari ini kita menggunakan<br />

profesi sebagai hamba Tuhan untuk mencari emas dan perak, kita akan<br />

gagal. Lupakan emas dan perak itu. Belajarlah seperti Petrus dan<br />

Yohanes yang ketika masuk pintu gerbang seolah-olah adalah orang yang<br />

paling miskin, yang tidak mampu membantu orang, tidak bisa mengubah<br />

segala sesuatu. Tetapi justru orang seperti inilah yang bisa memberikan<br />

kesembuhan kepada orang yang sudah lumpuh sejak dalam kandungan<br />

itu. Itulah hal pertama yang harus kita pelajari: Milikilah kuasa rohani<br />

dari Tuhan. Jangan hanya semata-mata memiliki pengetahuan teologi.<br />

Yang kedua, kita akan melihat dampaknya. Pada ayat pertama<br />

dikatakan, “Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu pukul<br />

tiga petang, naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait Allah.” Mereka<br />

sebenarnya ingin juga mengikuti persekutuan doa, begitu istilah kita,<br />

mereka sembahyang. Orang Yahudi mempunyai tiga waktu untuk<br />

sembahyang, yaitu jam 9, jam 12 dan jam 3. Ini adalah waktu petang.<br />

Dengan kata lain, Petrus dan Yohanes bukan orang yang nganggur.<br />

Mereka juga menyempatkan diri, mungkin karena pagi dan siang tidak<br />

sempat, maka pada sore hari mereka datang untuk sembahyang. Dari<br />

sini kita melihat bahwa mereka membina rohani mereka di hadapan<br />

Tuhan. Saya yakin banyak juga orang berdoa di situ, tetapi saya tidak<br />

tahu apakah mereka pernah mendoakan si lumpuh itu. Saya tidak tahu<br />

apakah mereka pernah berdoa menyebut nama si pengemis itu. Saya<br />

tidak tahu apakah mereka tahu bahwa si pengemis ini membutuhkan<br />

doa mereka. Yang jelas, waktu itu adalah waktu untuk berdoa.<br />

Mengapa Petrus dan Yohanes bisa mengalami kuasa Tuhan Di<br />

sinilah kita melihat dasar relasi mereka dengan Tuhan. Karena tidak<br />

semua orang yang dekat dengan persekutuan doa, tidak semua orang<br />

yang suka berdoa, pasti mengalami kuasa rohani. Belum tentu. Meskipun<br />

kuasa itu bisa kita peroleh dari situ. Yang jelas adalah relasi kita dengan<br />

Tuhan. Bagaimana relasi kita dengan Tuhan, apakah baik atau tidak<br />

Relasi dengan Tuhan sangat penting. Kalau relasi itu tidak baik, berapa<br />

kali pun kita menyebut nama Tuhan mungkin tidak akan terjadi sesuatu.<br />

Tetapi jikalau kita memiliki relasi yang baik, seperti Petrus berkata, demi<br />

nama Yesus yang kumiliki itu, yang menjadi haknya, pada saat itu juga<br />

kuasa Tuhan bekerja dengan luar biasa.<br />

Baru-baru ini, ketika World Trade Center di New York runtuh, apa<br />

yang dikatakan oleh orang-orang Amerika ketika peristiwa itu terjadi<br />

“O, my God! O, my God!” Seperti suatu seruan kepada Tuhan, tetapi<br />

sebenarnya ucapan itu sudah latah, sudah biasa mereka ucapkan sehari-


Integrasi Teologi dan Spiritualitas<br />

287<br />

hari sebagai kata pelengkap, kata sambung, atau sebagai kata-kata yang<br />

sudah membudaya bagi masyarakat AS. Ibu-ibu yang belanja dari<br />

supermarket, pada waktu telurnya pecah akan mengatakan, “O, my<br />

God!” Pada waktu ia bertabrakan dengan temannya, “O, my God!”<br />

Kata-kata “O, my God!” bukan lagi merupakan kata-kata untuk meminta<br />

atau memohon pertolongan dari Tuhan, tetapi kata-kata yang sudah latah,<br />

sudah tidak ada hubungan dengan Tuhan.<br />

Saya kuatir, sebagai hamba Tuhan kita sering menyebut nama Tuhan<br />

tetapi sesungguhnya tidak ada kuasanya lagi. Kita sering<br />

mengatasnamakan Tuhan tetapi tidak ada efeknya di dalam pemberitaan<br />

dan kehidupan kita. Saya ingat Petrus dan murid-murid lain waktu di<br />

perahu. Yesus sedang tidur ketika mereka mengalami angin topan dan<br />

perahu hampir tenggelam. Apa yang terjadi Mereka berseru, “Tuhan<br />

tolonglah kami!” “My Lord help me!” Pada saat itu juga Tuhan bangun.<br />

Ia menghardik angin dan danau itu. Satu kali lagi pada waktu Yesus<br />

berjalan di atas air. Murid-murid-Nya berpikir bahwa itu hantu. Tetapi<br />

setelah melihat dengan teliti Petrus mengatakan, “Itu Tuhan,” ia<br />

kemudian melanjutkan, “Tuhan, biarlah aku berjalan di atas air.” Maka<br />

Petrus pun berjalan di atas air. Ketika ia mengalami kegoncangan dan<br />

hampir tenggelam, ia berseru, “O, my Lord, help me!” Pada saat itu<br />

juga Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong.<br />

Pada waktu kita menyebut nama Tuhan, apakah kuasa Tuhan itu<br />

langsung disalurkan kepada kita Pada saat kita berseru minta tolong<br />

kepada Tuhan, apakah seruan itu betul-betul keluar dari lubuk hati kita,<br />

yang mempunyai relasi yang baik dengan Tuhan Jikalau hidup kita<br />

tidak ada bedanya dengan orang-orang lain, apa artinya Mari kita<br />

membenahi diri kita sebagai seorang hamba Tuhan, agar kita tidak<br />

sekadar belajar, sekadar berdoa, dan tahu menyebut nama Tuhan, tetapi<br />

bagaimana relasi kita dengan Tuhan Itu sangat penting. Pengenalan<br />

kepada Tuhan secara pribadi sangat penting. Itulah yang akan membina<br />

spiritualitas pribadi kita di hadapan Tuhan. Pengetahuan teologi bisa<br />

dikopi, tetapi pengalaman rohani, kehidupan rohani, itu tidak bisa dikopi.<br />

Itu harus menjadi life style kita; itu harus menjadi kepribadian kita dalam<br />

kehidupan sehari-hari.<br />

Ada seseorang bersaksi kepada saya. Baru-baru ini ia mendaftarkan<br />

diri untuk dibaptis. Ia mengatakan bahwa ia terharu dan mau percaya<br />

kepada Tuhan, mau menjadi orang Kristen. Lalu ia bersaksi mengapa ia<br />

mau menjadi orang Kristen. Ia terheran-heran oleh seorang pengusaha<br />

ternama di Indonesia yang memberikan kesaksian yang sangat baik.<br />

Pengusaha ini menginap di rumahnya dan tidak banyak bicara; ia tidak<br />

seperti kita yang mungkin akan berkhotbah mulai dari doktrin dosa<br />

sampai Wahyu. Tetapi pengusaha ini sangat sederhana, ia tinggal di


288 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan<br />

rumahnya dengan kehidupan sebagai seorang Kristen yang sangat<br />

sederhana, namun efeknya luar biasa. Ia membuat tuan rumahnya<br />

percaya kepada Tuhan. Ia mengatakan, “Saya heran kenapa orang yang<br />

begitu kaya mau hadir di tengah-tengah keluarga saya dan mau<br />

menginap, bahkan memberikan kesaksian yang luar biasa.”<br />

Ini penting bagi kita sebagai hamba Tuhan. Kalau jemaat atau orang<br />

Kristen yang biasa, kehidupannya atau life style-nya lebih baik dari kita,<br />

apa yang bisa kita berikan kepada jemaat Apa yang bisa kita berikan<br />

kepada orang-orang Kristen yang ada di sekitar kita ini Apakah kita<br />

akan mengatakan, “Emas dan perak aku punya, tetapi nama Tuhan kita<br />

Yesus Kristus, kuasa-Nya, aku tidak memilikinya”<br />

Firman Tuhan yang kita pelajari hari ini mengingatkan kita bahwa<br />

ada begitu banyak hamba Tuhan yang sudah terlalu, terlalu, materialistis.<br />

Ada yang lebih sibuk di dalam main saham, ada yang lebih sibuk main<br />

dollar, memantau kurs. Emas dan perak mereka miliki. Itulah yang<br />

mereka kumpulkan di dalam pelayanan mereka, tetapi kuasa rohani tidak<br />

ada sama sekali. Bertahun-tahun mereka berkhotbah, bertahun-tahun<br />

mereka melayani Tuhan, tetapi tidak ada efek kuasa rohani sama sekali<br />

di dalam pelayanan mereka. Akhirnya mereka terjerumus ke satu sisi<br />

yang sangat-sangat mengerikan.<br />

Marilah kita kembali kepada firman Tuhan. Belajarlah firman Tuhan.<br />

Pahami teologi sebaik mungkin tetapi jangan lupa, binalah relasi Anda<br />

dengan Tuhan. Jangan sampai kehidupan rohani kita kering. Kita boleh<br />

memiliki pengetahuan teologi yang luar biasa, tetapi harus ditunjang<br />

dengan dimensi rohani yang ada pada diri kita masing-masing. Saya<br />

percaya perkataan kita, khotbah kita, akan menjadi sangat efektif ketika<br />

kita menyampaikannya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!