05.03.2015 Views

Komplek Masjid Agung Al Azhar - Al-Azhar Peduli Ummat

Komplek Masjid Agung Al Azhar - Al-Azhar Peduli Ummat

Komplek Masjid Agung Al Azhar - Al-Azhar Peduli Ummat

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Fokus<br />

Adiwarman A Karim<br />

Ketua Dewan Pertimbangan Syariah <strong>Al</strong> <strong>Azhar</strong> <strong>Peduli</strong> <strong>Ummat</strong><br />

RGI dan Pluralitas Program LAZ<br />

Menjawab Kebutuhan <strong>Ummat</strong><br />

FILOSOFI awal dari efek<br />

ekonomi Islam adalah pemerataan<br />

kesempatan kepada<br />

mereka yang selama<br />

ini kurang beruntung. Sehingga<br />

jika mereka memilki<br />

keterampilan akan<br />

mempunyai kesempatan<br />

yang lebih besar untuk<br />

mendapatkan kehidupan<br />

yang lebih baik. Secara bertahap<br />

dan pasti kehidupannya<br />

akan berangsur membaik. Sebaliknya, jika seseorang<br />

tiba-tiba kaya karena mendapat warisan tetapi tidak<br />

memilki keterampilan, harta yang dia terima akan habis<br />

dengan sendirinya.<br />

Maka kebutuhan dari kaum dhuafa tidak bisa hanya<br />

dicover dengan memenuhi kebutuhan hidup jangka<br />

pendek seperti sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi<br />

yang lebih penting dari itu adalah membekali mereka<br />

dengan pelbagai life skill. Dengan begitu target dari roda<br />

ekonomi syari’ah telah berada dalam koridornya (on track).<br />

Sebab di masa-masa mendatang, implementasi<br />

ekonomi syariah bukan hanya berkutat pada, misalnya,<br />

soal-soal dilarang membeli produk-produk haram saja.<br />

Umat Islam yang besar ini tidak boleh hanya menjadi<br />

konsumen. Tetapi diharapkan menjadi pelaku ekonomi<br />

itu sendiri. Untuk menggapai cita-cita tersebut, kuncinya<br />

tidak lain adalah mendidik mereka dengan berbagai kemampuan<br />

life skill.<br />

Penuanaian ziswaf (zakat-infak-sedekah-wakaf)<br />

sendiri secara umum terbagi menjadi dua. Pertama wakaf<br />

yang besifat tetap seperti tanah, gedung, atau bangunan.<br />

Sehingga diharapkan tempat-tempat tersebut bisa<br />

dikembangkan dengan cara disewakan untuk meraih<br />

pendapatan guna pemeliharan aset-aset tersebut. Sedang<br />

untuk operasional, dana zakat bisa transformasikan kepada<br />

ashnaf seperti ibnu sabil dan fi sabilillah. Pos infak<br />

dan sedekah penggunananya lebih bebas, tidak terbatas<br />

pada delapan ashnaf yang sudah ditentukan.<br />

Asset yang diwakafkan biasanya berbentuk sebidang<br />

tanah tidak produktif. Umumnya digunakan sebagai<br />

kuburan. Tanah yang diwakafkan juga biasanya<br />

kecil-kecil (sempit) dan terpecah-pecah berserak tidak<br />

hanya di satu lokasi. Skema yang disodorkan RGI beda.<br />

Dengan semangat mengelola aset wakaf menjadi sesuatu<br />

yang produktif dan multi manfaat membuat<br />

wakif bersedia mewakafkan asset yang besar.<br />

Selain pengelolaan yang produktif, RGI memiliki<br />

daya tarik ideal: menjadikan lahan wakaf sebagai tempat<br />

penggodokan dhuafa dengan berbagai pelatihan dan<br />

wien<br />

kelak bisa melahirkan generasi-geneasi muslim yang memiliki<br />

peghasilan sediri (self generating income).<br />

Ditinjau dari aspek hukum fikih an sich, penggunaaan<br />

ziswaf dalam kaitannya dengan program-program<br />

RGI adalah mubah (boleh). Akan tetapi jika ditinjau dari<br />

sudut mu’amalah (fiqih sosial), program seperti RGI sepatutnya<br />

menjadi prioritas utama karena menyangkut<br />

langsung dengan kepentingan ummat.<br />

Jika kita hanya berkutat pada urusan-urusan seperti<br />

asrama anak yatim, makan dan sandang mereka, saat<br />

mereka sudah besar kelak akan timbul persoalan baru<br />

jika tidak dibekali keterampilan untuk bergelut dengan<br />

kehidupan yang kian menantang. Tentu saja ini tidak<br />

mengurangi arti penting pemberian bantuan yang sifatnya<br />

insidental (karitas).<br />

Dari pemikiran di atas, tumbuhnya berbagai lembaga<br />

dan organisasi yang menyerupai LAZ menjadi<br />

amat penting. Sebut saja lembaga-lembaga seperti Dompet<br />

Dhuafa, ACT, Rumah Zakat, atau BAZ bentukan<br />

pemerintah dan sebagainya. Sepintas memang programprogram<br />

yang dijalankan (oleh lembaga-lembaga tersebut<br />

-red) sangat beragam.<br />

Tapi masingmasing<br />

memilki<br />

segmen dan ciri<br />

khas. Justru semakin<br />

beragam<br />

program yang ada,<br />

akan lebih baik<br />

buat ummat. Toh<br />

mereka berpacu<br />

dengan program,<br />

bukan mencari<br />

profit seperti perusahaan.<br />

Fastabikhul<br />

Khairat<br />

dalam merancang<br />

dan menjalankan<br />

program guna pendayagunaan<br />

ziswaf inilah yang harus dipertajam.<br />

Pluralitas itu setidaknya didasari oleh dua hal.<br />

Petama, setiap donatur memiliki kepentingan yang beragam.<br />

Misalnya saja ada donatur yang karena wasiat<br />

orangtua menginginkan mendirikan panti, sekolah, atau<br />

yayasan. Namun tak sedikit pula donatur yang menginginkan<br />

hal lain, misalnya bantuan darurat untuk korban<br />

bencana alam, dan sebagainya. Kedua, faktor kebutuhan<br />

ashnaf mustahik. Lingkungan, latar belakang, dan<br />

keadaan yang berbeda akan menjadikan kebutuhan<br />

mereka juga berbeda. Jadi intinya semakin plural LAZ,<br />

akan lebih baik. [must]<br />

10<br />

RGI: Persembahan untuk Indonesia

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!