o_19k4mfqjp16he1pptuoe1st17bma.pdf
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
BAB 2<br />
AKSIOMATIKA<br />
Giovanni Girolamo Saccheri (5<br />
September 1667-25 Oktober<br />
1733)berkebangsaan itali, pendeta<br />
kristen dan ahli Matematika.<br />
Saccheri masuk Kristen sejak<br />
tahun 1685 dan menjadi pendeta<br />
1694. Dia mengajar filsafat di<br />
Turin dari tahun 1694- tahun<br />
1697, dan filsafat ilmu tentang<br />
ketuhanan, ilmu matematika di<br />
Pavia dari tahun 1697 sampai dia<br />
meninggal.<br />
Dia telah mengemukakan The Matematicion<br />
Tommaso Ceva dan menerbitkan beberapa hasil kerjanya<br />
termasuk Quaesito Geomatrica (1693), logica demontrativa<br />
(1697), dan neo-statica (1708). Tidak jelas teori yang<br />
dikemukakan. Saccheri mempunyai dampak dalam<br />
penerjemahan kerjanya atau dalam membangun kebebasan<br />
idenya.<br />
“The Hipotasis Of The Acute Angle Is Absolute<br />
False” adalah buku pertamanya, sekarang dia menghasilkan<br />
teori hiperbolik geometri, buku pertamanya merupakan garis<br />
yang langsung kontradiksi dengan postulat euclide yang<br />
kedua. Saccheri membuang koreksinya setiap saat sekarang<br />
ini prinsipnya merupakan masukan dalam eliptik<br />
geometri.saccheri merupakan orang yang berpengaruh dalam<br />
matematika. Dia banyak menemukan teori-teori yang sangat<br />
bermanfaat dalam memecahkan masalah metematika, salah<br />
satunya ditemukannya teori segi empat yang masih<br />
digunakan sampai sekarang.<br />
Obyek Matematika<br />
38<br />
/Aksiomatika
Menurut Soedjadi (2000), objek dasar<br />
matematika yang menjadi bahan kajian dasar adalah<br />
(1) fakta, (2) konsep, (3) relasi-operasi dan (4) prinsip.<br />
Fakta adalah suatu konvensi yang merupakan suatu<br />
cara khas untuk menyajikan ide-ide matematika dalam<br />
bentuk kata atau simbol. Dengan demikian fakta dalam<br />
matematika adalah segala sesuatu yang telah<br />
disepakati, dia dapat berupa simbol atau lambang dan<br />
dapat pula berupa kata-kata. Bila ada seseorang yang<br />
mengucapkan kata “tiga”, maka yang akan terbayang<br />
di benak kita adalah simbol “3”. Sebaliknya bila kita<br />
melihat simbol “3”, maka padanan yang kita buat<br />
adalah kata “tiga”. Kata “tiga” dan simbol “3”<br />
merupakan fakta dalam matematika. Contoh fakta yang<br />
lain adalah “”, kita sepakat menggunakan notasi “”<br />
untuk menyatakan suatu penjumlahan.<br />
Konsep adalah ide abstrak tentang klasifikasi<br />
objek atau kejadian. Seseorang yang memahami suatu<br />
konsep akan dapat menyatakan apakah sesuatu<br />
termasuk dalam konsep yang dipahaminya atau tidak.<br />
Dengan memahami suatu konsep, seseorang juga akan<br />
dapat memberikan contoh dan bukan contoh dari<br />
konsep yang dimaksud. Jadi, konsep dalam<br />
matematika merupakan suatu ide abstrak yang<br />
digunakan untuk melakukan klasifikasi atau<br />
penggolongan atau pengelompokan terhadap objek.<br />
Dengan adanya suatu konsep, dapat diterangkan<br />
apakah sesuatu termasuk atau merupakan contoh atau<br />
bukan contoh dari ide tersebut. Pada umumnya konsep<br />
dalam matematika disusun dari konsep-konsep<br />
terdahulu atau fakta. Contoh konsep : segiempat,<br />
bilangan, fungsi, vektor, kubus.<br />
Aksiomatika / 39
Relasi merupakan suatu aturan untuk<br />
mengawankan anggota suatu himpunan dengan<br />
anggota himpunan lain, yang dapat sama dengan<br />
himpuan semula. Operasi adalah aturan untuk<br />
mendapatkan elemen tunggal dari satu atau lebih<br />
elemen yang diketahui. Elemen yang diketahui disebut<br />
elemen yang dioperasikan.<br />
Jika suatu operasi memerlukan 2 buah elemen<br />
untuk pemberlakuannya, operasi tersebut dinamakan<br />
operasi biner. Suatu operasi yang hanya memerlukan<br />
satu elemen untuk memberlakukannya disebut operasi<br />
uner, missal . Untuk mengoperasikannya hanya<br />
memerlukan sebuah bilangan, misal 9 = 3. Dalam hal<br />
ini bilangan yang dioperasikan adalah 9 dan hasil<br />
operasinya adalah 3.<br />
Prinsip adalah objek matematika yang paling<br />
kompleks. Kekompleksan tersebut dikarenakan adanya<br />
sekelompok konsep yang dikombinasikan dengan<br />
suatu relasi. Jadi prinsip merupakan hubungan antara 2<br />
atau lebih objek matematika.<br />
Contoh : jumlah dua bilangan gasal adalah bilangan genap<br />
Meskipun di atas telah dikatakan bahwa<br />
matematika disusun berdasarkan pola berpikir<br />
deduktif, tetapi matematika terbentuk atau<br />
berkembang dari pola piker induktif atau deduktif.<br />
Artinya, sifat-sifat dalam matematika ada yang<br />
diketemukan berdasar olah pikir manusia. Apakah<br />
perkembangan itu berguna atau tidak dalam<br />
kehidupan sehari-hari, hal tersebut bukanlah hal yang<br />
merisaukan para matematisi. Karena itulah matematika<br />
sering mendapat julukan sebagai suatu ilmu yang<br />
kering, sukar dipelajari, dan tidak berguna dalam<br />
kehidupan sehari-hari.<br />
40<br />
/Aksiomatika
A. Pola Pikir Induktif Dan Deduktif<br />
Geometri berasal dari kata Latin “Geometria”, Geo<br />
yang berarti tanah dan metria berarti pengukuran.<br />
Menurut sejarahnya, geometri tumbuh pada zaman<br />
jauh sebelum Masehi karena keperluan pengukuran<br />
tanah setiap kali sesudah sungai Nil di Mesir banjir.<br />
Sebagai cabang Matematika, geometri<br />
mempelajari titik, garis, bidang dan benda-benda ruang<br />
serta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya dan<br />
hubungannya satu sama lain. Jadi geometri dapat<br />
dipandang sebagai suatu studi tentang ruang fisik.<br />
Kita telah mempelajari garis, segitiga, segiempat,<br />
balok, bola, kerucut dan sebagainya. Bangun-bangun<br />
atau benda-benda perlu didefinisikan dan untuk<br />
mendefinisikan sesuatu diperlukan pengertianpengertian<br />
sebelumnya. Jadi tidak mungkin semuanya<br />
didefinisikan. Untuk menghindari lingkaran dari<br />
definisi perlu ada pengertian-pengertian pangkal atau<br />
unsur-unsur yang tidak didefinisikan.<br />
Contoh dari lingkaran definisi misalnya :<br />
1. Titik adalah perpotongan dua garis<br />
Garis adalah penghubung dua titik<br />
2. Sudut siku-siku adalah sudut yang tidak lancip<br />
Sudut lancip adalah sudut yang tidak siku-siku<br />
Hal semacam ini tidak benar<br />
Suatu definisi harus dapat dinyatakan dalam<br />
bentuk kalimat yang memuat “bila dan hanya bila”<br />
atau “reversible” (dapat dibalik).<br />
Misalnya :<br />
Suatu segitiga samasisi adalah suatu segitiga yang<br />
ketiga sisinya sama.<br />
Ini harus berarti :<br />
Aksiomatika / 41
Jika suatu segitiga samasisi maka ketiga sisinya<br />
sama.<br />
Jika suatu segitiga sisinya sama maka segitiga itu<br />
samasisi.<br />
Sehingga dapat dikatakan :<br />
Suatu segitiga disebut samasisi bila dan hanya bila<br />
ketiga sisinya sama.<br />
Mengingat perlu adanya unsur-unsur yang tidak<br />
didefinisikan, maka tentu juga tidak semua relasi dapat<br />
didefinisikan. Jadi harus pula ada relasi yang tidak<br />
didefinisikan. Unsur-unsur dan relasi-relasi yang tidak<br />
didefinisikan ini disebut pengertian pangkal atau<br />
“primitive concept”.<br />
Dalam kehidupan ini, kita selalu menghadapi<br />
permasalahan yang perlu diselesaikan. Untuk<br />
menyelesaikan permasalahan tersebut kita perlu<br />
berpikir kritis. Dalam berpikir kritis itu, kita bisa<br />
menggunakan pola pikir induktif atau deduktif. Berikut<br />
ini akan dibahas pola piker deduktif dan induktif<br />
tersebut.<br />
Seseorang menggunakan penalaran induktif jika<br />
orang tersebut berpikir dari hal-hal yang bersifat<br />
khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Seseorang<br />
mengadakan pola pikir deduktif jika orang tersebut<br />
berpikir dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal<br />
yang bersifat khusus. Pada pola pikir deduktif, harus<br />
diperhatikan bahwa kebenaran suatu pernyataan<br />
haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataanpernyataan<br />
lain.<br />
Secara umum dapatlah dikatakan bahwa pola<br />
pikir induktif berperan penting dalam bidang nonmatematika,<br />
namun berperan kecil dalam matematika.<br />
Pola pikir deduktif berperan kecil dalam bidang non-<br />
42<br />
/Aksiomatika
matematika, namun berperan besar dalam matematika.<br />
Dalam pola pikir deduktif, kebenaran setiap<br />
pernyataan harus didasarkan pernyataan sebelumnya.<br />
Matematika disusun berdasarkan pola berpikir<br />
deduktif, tetapi matematika terbentuk atau<br />
berkembang dari pola pikir induktif atau deduktif.<br />
Artinya, sifat-sifat dalam matematika ada yang<br />
diketemukan berdasarkan kenyataan di lapangan, ada<br />
pula yang diketemukan berdasar pola pikir manusia.<br />
Untuk memahami bahwa kajian matematika itu<br />
adalah abstrak dapat diingat pelajaran yang pernah<br />
dikaji selama ini. Misalnya, "bilangan" adalah abstrak,<br />
sedang yang kita tulis adalah lambangnya atau<br />
simbolnya. Lambang-Iambang itulah yang termasuk<br />
dalam "fakta". Sedangkan bilangannya sendiri adalah<br />
suatu konsep abstrak, “Garis lurus" misalnya, adalah<br />
abstrak. Sebenamya tidak pernah dijumpai garis lurus<br />
seperti yang dibicarakan dalam matematika. Yang<br />
digambar dengan penggaris, misalnya, adalah<br />
gambaran garis lurus. Demikian juga bangun-bangun<br />
geometri. (Karena abstrak itulah maka diperlukan<br />
peragaan-peragaan untuk mempermudah<br />
mempelajarinya).<br />
Berbagai macam bilangan, istilah serta<br />
pengertiannya merupakan kesepakatan-kesepakatan<br />
yang penting dalam matematika. Lambang bilangan<br />
yang dipakai sekarang ini, misalnya, adalah juga suatu<br />
kesepakatan. Setelah kesepakatan-kesepakatan<br />
semacam itu maka dalam pembahasan-pembahasan<br />
selanjutnya secara konsisten digunakan.<br />
Sebagaimana beberapa ilmu yang lain maka<br />
sifat-sifat atau prinsip-prinsip dalam matematika<br />
dibentuk atau ditemukan melalui pola pikir deduktif<br />
Aksiomatika / 43
ataupun induktif. Dengan kata lajn sifat-sifat atau<br />
prinsip-prinsip dalam matematika ada yang ditemukan<br />
melalui pengalaman lapangan, ada pula yang tanpa<br />
pengalaman lapangan ataupun malah secara intuitif.<br />
Berikut ini akan disajikan garis besar “Struktur<br />
Deduktif Aksiomatik matematika (tidak tunggal):<br />
AKSIOMA<br />
(Pernyataan Pangkal)<br />
KONSEP PRIMITIF<br />
(Pengertian Pangkal/<br />
Undefined Term)<br />
TEOREMA 1<br />
TEOREMA 2<br />
KONSEP 1<br />
(Definisi 1)<br />
TEOREMA 3<br />
KONSEP 2<br />
(Definisi 2)<br />
DST<br />
DST<br />
B. Pengertian Pangkal Dan Pernyataan Pangkal<br />
Dalam suatu struktur matematika disepakati<br />
terdapat “pernyataan pangkal" atau biasa disebut<br />
”aksioma" dan “pengertian atau unsur pangkal" atau<br />
sering disebut “unsur primitif atau undefined term".<br />
Aksioma diperlukan dalam suatu struktur matematika<br />
agar dapat dihindarkan “berputar-putar dalam<br />
pembuktian" atau “circulus in probando". Sedangkan<br />
unsur primitif dalam suatu struktur matematika perlu<br />
untuk menghindarkan “berputar-putar dalam<br />
pendefinisian" atau “circulus in definiendo". Hal<br />
44<br />
/Aksiomatika
tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kebenaran<br />
suatu pernyataan dalam matematika sangat tergantung<br />
pada kebenaran pernyataan-pernyataan dan unsurunsur<br />
terdahulu yang telah diterima sebagai<br />
benar/disepakati. Ini jelas menunjukkan bahwa dalam<br />
matematika dianut kebenaran koherensi atau<br />
kebenaran konsistensi. Contoh yang mudah diingat<br />
dan dipahami dapat diambil dari Geometri Euclides,<br />
misalnya:<br />
(1) titik, garis dan bidang dipandang sebagai unsur<br />
primitif;<br />
(2) melalui dua buah titik ada tepat sebuah garis<br />
lurus yang dapat dibuat, sebagai salah satu<br />
aksioma.<br />
Dari unsur-unsur primitif dan aksioma tertentu dapat<br />
diturunkan suatu pernyataan lain yang sering disebut<br />
sebagai “teorema”. Demikian juga dapat dibuat definisi<br />
tentang suatu konsep lain.<br />
C. Membedakan Beberapa Aksioma<br />
Untuk suatu struktur matematika biasanya<br />
didahului dengan beberapa unsur primitif dan<br />
beberapa pernyataan atau aksioma. Beberapa aksioma<br />
tersebut sering juga disebut sistem aksioma. Agar<br />
suatu kumpulan aksioma dapat merupakan sebuah<br />
sistem, diperlukan syarat-syarat yang penting. Syaratsyarat<br />
itu adalah:<br />
(1) Konsisten (taat asas)<br />
(2) Independen (bebas)<br />
(3) Komplit atau lengkap<br />
(4) Ekonomis<br />
Aksiomatika / 45
Dari ketiga syarat tersebut yang utama adalah nomor<br />
(1), (2) dan (3), sebab nomor (4) seringkali dapat juga<br />
dipandang sebagai akibat syarat nomor (2).<br />
Suatu sistem aksioma dikatakan memenuhi<br />
syarat "konsisten" bila pernyataan-pernyataan dalam<br />
kumpulan aksioma itu tidak kontradiktif. Nonkontradiktif<br />
itu bukan hanya dalam makna<br />
pernyataannya saja, tetapi juga dalam hal istilah serta<br />
simbol yang digunakan.<br />
Contoh 2.1<br />
Perhatikan contoh berikut ini.<br />
Aksioma 1: 2 * 6 = 4<br />
Aksioma 2: 4 * 1 = 1<br />
Aksioma 3: Jumlah dua hal yang sama akan<br />
menghasilkan sesuatu yang sama<br />
Aksioma 4: (2 * 6) * (4 * 1) = 5<br />
Keempat aksioma tersebut tidak konsisten, sebab<br />
berdasarkan aksioma 1, 2, dan 3 didapat: (2 * 6) * (4 * 1)<br />
= 4 * 1 = 1 yang bertentangan dengan aksioma 4.<br />
Suatu sistem aksioma dikatakan memenuhi<br />
syarat “independen” bila masing-masing pernyataan<br />
dalam kumpulan aksioma itu tidak saling bergantung,<br />
artinya pemyataan atau aksioma yang satu harus tidak<br />
diturunkan atau diperoleh dari aksioma-aksioma yang<br />
lain.<br />
Contoh 2.2<br />
Aksioma 1: Jumlah dua bilangan genap adalah<br />
bilangan genap.<br />
Aksioma 2: Jumlah dua bilangan gasal adalah bilangan<br />
genap.<br />
Aksioma 3: 1 + 7 = 8<br />
46<br />
/Aksiomatika
Suatu Sistem aksioma tersebut tidak “independen”,<br />
sebab aksioma 3 dapat diturunkan dari aksioma 2.<br />
Suatu sistem aksioma dikatakan "lengkap" bila<br />
setiap pernyataan yang diturunkan dari sistem itu<br />
dapat dibuktikan kebenaran atau kesalahannya. (Tentu<br />
dalam lingkup logika dikotomis). Bila aksioma dalam<br />
suatu sistem aksiomatik tidak lengkap, maka tidak<br />
dapat diperoleh) teorema-teorema. Misal salah satu<br />
aksioma dalam geometri Euclides dihilangkan, maka<br />
tidak akan diperoleh teorema-teorema dalam sistem<br />
tersebut.<br />
Suatu sistem aksioma dikatakan memenuhi<br />
syarat “ekonomis" bila simbol-simbol atau istilahistilah<br />
yang digunakan tidak berlebihan (tidak<br />
redundan). selain itu juga pemyataan dalam kumpulan<br />
aksioma itu tidak ada yang memiliki makna sama.<br />
Contoh 2.3<br />
Aksioma 1: 2 * 6 = 4<br />
Aksioma 2: 4 * 1 = 1<br />
Aksioma 3: Jumlah dua hal yang sama akan<br />
menghasilkan sesuatu yang sama.<br />
Aksioma 4: (2 * 6) * (4 * 1) = 1<br />
Keempat aksioma tersebut bersifat redundan atau tidak<br />
ekonomis sebab<br />
(2 * 6) * (4 * 1) = 4 * 1 = 1<br />
Diskusi Perlukah aksioma 4?<br />
Dalam setiap ilmu terdapat suatu cara<br />
klasifikasi, yang masing-masing cara klasifikasi itu<br />
tentu saja memiliki dasar tertentu. Klasifikasi yang<br />
diadakan tidak dimaksudkan untuk mempersulit<br />
mereka yang mempelajarinya ilmu malah sebaliknya<br />
akan dapat mempermudah mereka yang mempelajari<br />
Aksiomatika / 47
ilmu tersebut. Dalam matematika dikenal beberapa<br />
klasifikasi aksioma. Berikut ini diperkenalkan dua cara<br />
klasifikasi, yakni:<br />
a. Aksioma yang "self evident truth" dan yang<br />
"non-self evident truth"<br />
b. Aksioma "material", "formal” dan<br />
"diformalkan".<br />
Suatu aksioma dikatakan "self evident truth"<br />
bila dalam pernyataannya memang telah langsung<br />
tergambar kebenarannya. Ini tampak jelas pada<br />
aksioma dari Geometri Euclides, misalnya dalam<br />
planimetri: "Melalui dua buah titik berlainan hanya dapat<br />
dibuat tepat satu garis”.<br />
Suatu aksioma dikatakan "non-self evident<br />
truth" akan terlihat sebagaj pernyataan yang<br />
mengaitkan fakta dan konsep (dapat lebih dari satu)<br />
dengan menggunakan suatu relasi tertentu, sehingga<br />
lebih terlihat sebagai suatu kesepakatan saja. Ingat<br />
sistem aksioma Ruang Metrik, Grup, Topologi, Poset, dan<br />
masih banyak yang lain. Justru karena cara<br />
pengangkatan aksioma semacam itulah yang<br />
memberikan kemungkinan lebih besar atas<br />
perkembangan matematika.<br />
Suatu aksioma dikatakan aksima "material", bila<br />
unsur-unsur serta relasi yang terdapat dalam aksioma<br />
itu masih dikaitkan langsung dengan realitas atau<br />
dikaitkan dengan materi tertentu atau dianggap ada<br />
yang sudah diketahui. (Perhatikan aksioma Euclides; yang<br />
temyata juga diketahui bahwa tidak lengkap).<br />
Suatu aksioma dikatakan aksioma "formal" bila<br />
unsur-unsumya dikosongkan dari arti, namun masih<br />
dimungkinkan adanya unsur atau relasi yang<br />
dinyatakan dengan bahasa biasa antara lain terlihat<br />
48<br />
/Aksiomatika
dengan masih bermaknanya kata “atau", "dan" dan<br />
sebagainya dalam logika. Suatu aksioma dikatakan<br />
aksioma "diformalkan" bila semua unsur termasuk<br />
tanda logika dikosongkan dari makna, sedemikian<br />
hingga semua unsur diperlakukan sebagai simbol<br />
belaka.<br />
D. Konsep Bukan Pangkal<br />
Di bagian terdahulu telah dikemukakan adanya<br />
pengertian pangkal atau unsur primitif. Secara kurang<br />
tepat sering juga “konsep tak didefinisikan". Dalam<br />
suatu struktur tertentu banyak dijumpai konsepkonsep<br />
yang didefinisikan berdasarkan konsep-konsep<br />
terdahulu. Konsep-konsep semacam ini dalam tulisan<br />
ini disebut konsep bukan pangkal. Selain itu dalam<br />
tulisan ini pengertian konsep yang dipakai adalah “ide<br />
abstrak yang dapat digunakan untuk melakukan<br />
penggolongan atau klasifikasi".<br />
Suatu konsep dapat dibentuk melalui suatu<br />
abstraksi. Sebagai contoh sederhana dalam kehidupan<br />
sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa sepeda,<br />
kereta api, mobil, becak adalah kendaraan. Tetapi<br />
rumah, pohon, batu bukan kendaraan. Ini berarti<br />
“kendaraan" adalah suatu konsep. Konsep kendaraan<br />
itu dapat saja dipandang sebagai suatu abstraksi dari<br />
beberapa kendaraan khusus tertentu.<br />
Di bagian terdahulu telah disebutkan selintas<br />
tentang pembentukan sutu konsep. Demikian juga<br />
pengertian konsep yang digunakan dalam tulisan ini.<br />
Dalam matematika dikenal banyak konsep. Misal :<br />
“segitiga", “segiempat" dan sebagainya, dikenal juga<br />
konsep “ruang metrik", “grup", dan masih banyak lagi.<br />
Aksiomatika / 49
Jika disebut “segitiga", maka ide itu dapat<br />
digunakan untuk melakukan pengelompokan atau<br />
klasifikasi. sedemikian hingga suatu bangun datar<br />
dapat termasuk segitiga atau tidak. Demikian juga<br />
konsep-konsep yang lain. Bagaimanakah pembentukan<br />
suatu konsep itu?<br />
Pembentukan suatu konsep bisa melalui : (1)<br />
abstraksi, misalnya : pembentukan bilangan melalui<br />
dua kali abstraksi, (2) Idelisasi, misalnya : “kerataan"<br />
suatu bidang dan "kelurusan" suatu garis, (3) abstraksi<br />
dan idealisasi, misalnya : “kubus", “kerucut", dan (4)<br />
penambahan syarat pada konsep terdahulu, misalnya:<br />
“belahketupat" dari “jajargenjang"<br />
Definisi merupakan bagian penting dari<br />
geometri. Definisi suatu konsep menurut Soedjadi<br />
(2000) ialah “ungkapan yang dapat digunakan untuk<br />
membatasi suatu konsep”. Segiempat seperti<br />
jajargenjang, persegipanjang, persegi, belahketupat,<br />
layang-layang dan trapesium merupakan contoh<br />
konsep, sedangkan “ jajargenjang ialah segiempat yang<br />
mempunyai dua pasang sisi berhadapan sejajar”<br />
merupakan contoh definisi. Ungkapan pada definisi<br />
tersebut membatasi konsep. Soedjadi (2000)<br />
membedakan definisi menjadi 3 yaitu definisi analitik,<br />
definisi ginetik dan definisi dengan rumus. Pada<br />
geometri tidak di jumpai definisi dengan rumus.<br />
Dikatakan definisi analitik bila definisi tersebut<br />
menyebutkan genus proksimum (keluarga dekat) dan<br />
deferensia spesifika (pembeda khusus). Definisi<br />
jajargenjang di atas merupakan definisi analitik dengan<br />
genus proksimum “segiempat” dan deferensia spesifika<br />
“mempunyai dua sepasang sisi berhadapan sejajar”.<br />
Definisi genetik ialah definisi yang menunjukkan atau<br />
50<br />
/Aksiomatika
mengungkapkan cara terjadinya atau terbentuknya<br />
konsep yang didefinisikan. Contoh definisi genetik<br />
“layang-layang ialah bangun segiempat yang terjadi<br />
jika dua segitiga samakaki dengan alas kongruen<br />
diimpitkan alasnya”. Selanjutnya Soedjadi (2000)<br />
mengemukakan bahwa ada empat unsur definisi yaitu:<br />
latar belakang, genus, istilah yang didefinisikan, dan<br />
atribut. Contoh definisi jajargenjang di atas, latar<br />
belakangnya ialah segiempat, genus ialah segiempat,<br />
istilah yang didefinisikan ialah jajargenjang, dan atribut<br />
ialah sepasang sisi berhadapan sejajar.<br />
Definisi yang digunakan pada segiempat<br />
mempunyai dampak terhadap hubungan<br />
antarsegiempat. Jika trapesium didefinisikan sebagai “<br />
segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar” atau<br />
“segiempat yang sepasang sisinya sejajar”, maka kedua<br />
definisi yang berbeda itu akan akan berdampak<br />
terhadap hubungan antarsegiempat. Jika definisi yang<br />
pertama digunakan maka himpunan jajargenjang dan<br />
himpunan trapesium saling asing, tetapi jika definisi<br />
yang kedua digunakan maka himpunan jajargenjang<br />
merupakan himpunan bagian dari himpunan<br />
trapesium.<br />
Jajargenjang dapat didefinisikan sebagai berikut:<br />
(1) jajargenjang ialah segiempat yang dua pasang sisi<br />
yang berhadapan sejajar; (2) jajargenjang ialah<br />
segiempat yang dua pasang sisi yang berhadapan sama<br />
panjang; dan (3) jajargenjang ialah segiempat yang<br />
sepasang sisi yang berhadapan sejajar dan sama<br />
panjang. Ketiga definisi jajargenjang di atas adalah<br />
sama, dan menurut Soedjadi (2000) ketiga definisi itu<br />
mempunyai ekstensi (jangkauan) yang sama, dan dua<br />
atau lebih definisi yang memiliki ekstensi sama disebut<br />
Aksiomatika / 51
definisi yang ekuivalen. Estensi menurut Poespoprojo<br />
(1999, h.91) ialah keseluruhan hal-hal yang atasnya<br />
suatu ide dapat diterapkan, atau lingkungan (suatu<br />
konsep) yang dapat ditunjuk dengan konsep tersebut.<br />
Atribut yang digunakan definisi (1) memiliki dua<br />
pasang sisi yang sejajar, atribut yang digunakan<br />
definisi (2) memiliki dua pasang sisi yang sama<br />
panjang, dan atribut yang digunakan definisi (3)<br />
memiliki sepasang sisi yang sejajar dan sama panjang,<br />
menurut Soedjadi (2000) definisi itu mempunyai intensi<br />
(makna kata) yang berbeda. Pengertian jajargenjang<br />
yang dikonstruk siswa dikatakan akurat jika ekuivalen<br />
dengan definisi jajargenjang di atas.<br />
Persegipanjang dapat didefinisikan sebagai<br />
berikut:: (1) persegipanjang ialah segiempat yang dua<br />
pasang sisi yang berhadapan sejajar dan satu sudut<br />
siku-siku; (2) persegipanjang ialah segiempat yang dua<br />
pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan satu<br />
sudutnya siku-siku; dan (3) persegipanjang ialah<br />
segiempat yang sepasang sisi yang berhadapan sejajar<br />
dan sama panjang serta satu sudut siku-siku. Dengan<br />
demikian ketiga definisi di atas adalah definisi yang<br />
mempunyai ektensi sama tetapi dengan intensi yang<br />
berbeda. Belahketupat, persegi, layang-layang dan<br />
trapesium yang digunakan dalam penelitian ini<br />
didefinisikan sebagai berikut. Belahketupat ialah<br />
segiempat yang keempat sisi sama panjang. Persegi<br />
adalah segiempat yang keempat sisi sama panjang dan<br />
satu sudut siku-siku. Layang-layang ialah segiempat<br />
yang dua pasang sisi berdekatan sama panjang dan sisi<br />
tersebut tidak tumpang tindih. Trapesium ialah: (1)<br />
segiempat yang sepasang sisi berhadapan sejajar; atau<br />
52<br />
/Aksiomatika
(2) segiempat yang tepat sepasang sisi berhadapan<br />
sejajar.<br />
Jika definisi analitis yang digunakan, maka<br />
persegipanjang ialah jajargenjang yang satu sudutnya<br />
siku-siku; belahketupat ialah jajargenjang yang<br />
keempat sisi sama atau layang-layang yang keempat<br />
sisi sama; dan persegi ialah persegipanjang yang<br />
keempat sisi sama atau persegi ialah belahketupat yang<br />
satu sudutnya siku-siku. Jika definisi trapesium<br />
digunakan definisi (1) yaitu segiempat yang sepasang<br />
sisi berhadapan sejajar, maka jajargenjang ialah<br />
trapesium yang mempunyai dua pasang sisi sejajar.<br />
Berdasar peta konsep di atas, trapesium<br />
didefinisikan dengan menggunakan genus proksimum<br />
”segiempat” dengan menambah syarat ”mempunyai<br />
sepasang sisi yang sejajar”. Dengan demikian<br />
trapesium ialah segiempat yang mempunyai sepasang<br />
sisi sejajar. Dengan cara sama, jajargenjang ialah<br />
trapesium yang mempunyai dua pasang sisi sejajar dan<br />
persegipanjang ialah jajargenjang yang satu sudutnya<br />
siku-siku. Demikian juga untuk layang-layang,<br />
belahketupat dan persegi.<br />
Diberikan segiempat ABCD, AB s1<br />
, BC s2<br />
,<br />
CD s 3<br />
, dan s4<br />
m<br />
s1<br />
,<br />
s2<br />
AD dengan gradien berturut-turut<br />
m , m<br />
s3<br />
, m<br />
s4<br />
. Jika P pusat lingkaran dalam<br />
segiempat ABCD, maka dP<br />
s1<br />
menyatakan jarak pusat P<br />
ke sisi<br />
1<br />
s . Peta konsep berdasarkan intensi definisi<br />
dikemukakan Soedjadi (2005) disajikan Gambar 2.7.<br />
Aksiomatika / 53
PETA KONSEP SEGIEMPAT<br />
(berdasarkan itensi definisinya)<br />
SEGIEMPAT<br />
sdt = 360 o<br />
SEGI-4 TALIBUSUR<br />
A + C = 180 0<br />
sdt = 360 o<br />
TRAPESIUM<br />
ms1 = ms3<br />
sdt = 360 o<br />
JAJARGENJANG<br />
ms1=ms3, ms2=ms4<br />
sdt=360 o<br />
LAYANG-2<br />
s1=s2, s3=s4<br />
sdt = 360 o<br />
SEGI-4 GRS.SING<br />
sdt = 360 o ; dPs1=dPs2<br />
dPs2 =dPs3 , dPs3 = dP s4<br />
PERSEGIPANJANG<br />
sdt = 360 o ms1 = ms3;<br />
ms2 = ms4; A = 90 o<br />
BELAHKETUPAT<br />
sdt = 360 o ; ms1 = ms3<br />
ms2 = ms4; s1 = s2<br />
PERSEGI<br />
sdt = 360 o ; ms1 = ms3<br />
ms2 = ms4; A = 90 o<br />
s1 = s2<br />
Jika intensi definisi diubah, skema di atas akan<br />
berubah, sehingga jajargenjang, persegipanjang,<br />
belahketupat berada di bawah trapesium. Jadi peta<br />
konsep sangat dipengaruhi oleh bunyi definisi<br />
(semantik) yang digunakan atau hubungan yang<br />
diutamakan. Diagram di atas menunjukkan bahwa<br />
posisi segiempat talibusur dan trapesium ialah<br />
setingkat, karena keduanya didefinisikan dari<br />
segiempat dengan menambah satu syarat. Demikian<br />
juga dengan jajargenjang dan layang-layang juga<br />
setingkat, karena keduanya didefinisikan dari<br />
segiempat dengan menambah dua syarat. Segiempat<br />
garis singgung, persegipanjang dan belahketupat juga<br />
setingkat, karena ketiganya didefinisikan dari<br />
segiempat dengan menambah tiga syarat. Persegi<br />
54<br />
/Aksiomatika
erada ditingkat paling bawah karena persegi<br />
didefinisikan dari segiempat dengan menambah empat<br />
syarat. Diagram di atas menunjukkan bahwa makin ke<br />
bawah syarat yang diperlukan makin bertambah.<br />
Sebagai akibat dari pembuatan diagram yang<br />
memperhatikan posisi atau tingkat, akan berakibat jika<br />
segiempat talibusur ditambah satu syarat akan menjadi<br />
trapesium, ditambah tiga syarat menjadi<br />
persegipanjang, dan ditambah empat syarat menjadi<br />
persegi. Demikian juga jika trapesium ditambah satu<br />
syarat menjadi segiempat talibusur atau jajargenjang,<br />
ditambah tiga syarat menjadi segiempat garis<br />
singgung.<br />
E. Pernyataan Bukan Pangkal<br />
Di depan telah dikenalkan aksioma yang juga<br />
dapat disebut sebagai pernyataan pangkal. Pemyataan<br />
yang disepakati, dan oleh karena itu tidak memerlukan<br />
pembuktian. Sekarang akan dibicarakan pernyataan<br />
lain, yang dapat diturunkan dari aksioma ataupun<br />
teorema sebelumnya. Pada umumnya suatu teorema<br />
dapat dinyatakan sebagai suatu implikasi (Jika ........<br />
maka ........).<br />
Di bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa<br />
suatu teorema atau suatu sifat tertentu tidak selalu<br />
didapat dengan pemikiran deduktif, tetapi juga<br />
mungkin ditemukan melalui pengalaman lapangan<br />
ataupun data empirik. Namun demikian akhimya<br />
kebenarannya harus dapat dibuktikan dengan pola<br />
pikir deduktif dalam strukturnya.<br />
Jadi, suatu teorema atau suatu sifat tertentu<br />
dapat saja diperoleh melalui langkah-Iangkah induktif,<br />
baru kemudian dibuktikan kebenarannya dengan cara<br />
Aksiomatika / 55
deduktif. Sifat-sifat suatu barisan dapat saja<br />
"ditemukan" secara coba-coba, baru kemudian dapat<br />
dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan<br />
induksi matematika. Demikian juga beberapa sifat atau<br />
teorema dalam teori jaringan atau graph<br />
Telah dikemukakan bahwa pada umumnya suatu<br />
teorema berupa suatu implikasi. Namun ada juga yang<br />
berupa biimplikasi. Berbeda dengan definisi,<br />
kalimatnya selalu harus diartikan sebagai suatu<br />
biimplikasi. Dalam pembicaraan teorema, termasuk di<br />
dalamnya “lemma” dan “corrolary”.<br />
Jika suatu teorema dipandang sebagai suatu<br />
implikasi “Jika …….maka…..” , dapatlah ditinjau<br />
unsur-unsurnya. Unsur-unsur suatu teorema adalah:<br />
1) Latar belakang<br />
Latar belakang suatu teorema merupakan<br />
keterangan atau penjelasan yang memungkinkan<br />
teorema tersebut berlaku.<br />
2) Hipotesis/anteseden<br />
Hipotesis biasanya terdapat di belakang kata<br />
“jika”. Hipotesis merupakan pemyataan yang<br />
menjadi landasan untuk dapat membuat<br />
simpulan yang berupa pemyataan lain.<br />
3) Konklusilkonsekuen<br />
Konklusi biasanya terdapat di belakang kata "maka".<br />
Konklusi adalah pemyataan yang merupakan<br />
analisis atau hasil telaah dari hipotesis.<br />
Perhatikan teorema berikut “Sudut-sudut alas<br />
suatu segitiga samakaki sama besarnya”. Pemyataan<br />
tersebut dapat diubah menjadi: “Jika sebuah segitga<br />
samakaki maka sudut-sudut alasnya sama”. Dengan bentuk<br />
pernyataan “Jika……maka.….” ini lebih mudah<br />
menentukan unsur-unsur teorema tersebut, yaitu: 1)<br />
56<br />
/Aksiomatika
latar belakangnya adalah segitiga, 2) hipotesisnya<br />
adalah segitiga samakaki , dan 3) konlusinya adalah<br />
sudut-sudut alasnya sama. Dari contoh di atas jelas<br />
bahwa hipotesis suatu teorema adalah bagian yang<br />
dianggap diketahui. sedangkan konklusi suatu teorema<br />
adalah bagian yang akan dibuktikan kebenarannya.<br />
LATIHAN 2<br />
1. Berikan contoh lingkaran definisi yang tidak<br />
matematik<br />
2. Berikan contoh lingkaran definisi yang matematik<br />
3. Selidiki pernyataan mana yang dapat dinyatakan<br />
dengan “bila dan hanya bila” atau yang “reversible”.<br />
a. Suatu merpati adalah burung<br />
b. Suatu persegi adalah suatu segiempat<br />
c. Suatu jajargenjang adalah suatu segiempat yang<br />
2 sisinya yang berhadapan sama dan sejajar.<br />
d. Amat itu anak yang berambut panjang.<br />
e. Suatu garis lurus terletak pada suatu bidang<br />
datar jika paling sedikit 2 titiknya terletak pada<br />
bidang itu.<br />
4. Apakah yang dimaksud dengan suatu deduksi<br />
dalam geometri itu?<br />
5. Harus mempunyai apa saja suatu sistem deduktif<br />
itu?<br />
6. Diketahui : Geometri 4 titik<br />
Aksioma 1: Terdapat tepat 4 buah titik. dan tidak ada<br />
tiga di antaranya yang segaris.<br />
Aksioma 2: Melalui duah bua titik dapat dibuat tepat<br />
sebuah garis.<br />
a. Susunlah Teorema 1 yang menyatakan banyaknya<br />
garis lurus, dan buktikan.<br />
Aksiomatika / 57
. Jika kemudian disisipkan Definisi 1: Melalui tiga<br />
buah titik dapat dibuat sebuah segitiga, maka<br />
susunlah Teorema 2 yang menyatakan banyaknya<br />
segitiga.<br />
c. Jika kemudian disisipkan Definisi 2: Dua garis<br />
dikatakan sejajar jika tidak mempunyai titik<br />
serikat, maka susunlah Teorema 3 yang<br />
menyatakan banyaknya pasangan garis sejajar.<br />
d. Susunlah Teorema 4 yang menyatakan banyaknya<br />
diagonal.<br />
7. Diketahui: geometri 5 titik.<br />
Diketahui aksioma-aksioma berikut.<br />
Aksioma 1 : Terdapat tepat 5 buah titik, dan tidak ada<br />
tiga di antaranya yang segaris.<br />
Aksioma 2 : Melalui duah bua titik dapat dibuat tepat<br />
sebuah garis.<br />
a. Susunlah Teorema 1 yang menyatakan banyaknya<br />
garis lurus, dan buktikan.<br />
b. Jika kemudian disisipkan Definisi 1: Melalui tiga<br />
buah titik dapat dibuat sebuah segitiga, maka<br />
susunlah Teorema 2 yang menyatakan banyaknya<br />
segitiga.<br />
c. Jika kemudian disisipkan Definisi 2: Dua garis<br />
dikatakan sejajar jika tidak mempunyai titik<br />
serikat, maka susunlah Teorema 3 yang<br />
menyatakan banyaknya pasangan garis sejajar.<br />
d. Susunlah Teorema 4 yang menyatakan banyaknya<br />
diagonal.<br />
8. Diketahui : Geometri 8 titik<br />
Aksioma 1: Terdapat tepat 8 buah titik, dan tidak<br />
ada tiga di antaranya yang segaris.<br />
Aksioma 2: Melalui dua buah titik dapat dibuat<br />
tepat sebuah garis.<br />
58<br />
/Aksiomatika
. Susunlah Teorema 1 yang menyatakan<br />
banyaknya garis lurus, dan buktikan.<br />
c. Jika kemudian disisipkan Teorema 1: Melalui<br />
tiga buah titik dapat dibuat sebuah segitiga,<br />
maka susunlah Teorema 2 yang menyatakan<br />
banyaknya segitiga.<br />
d. Jika kemudian disisipi Teorema 2: Dua garis<br />
dikatakan sejajar jika tidak mempunyai titik<br />
serikat, maka susunlah Teorema 3 yang<br />
menyatakan banyaknya pasangan garis sejajar.<br />
e. Susunlah Teorema 4 yang menyatakan<br />
banyaknya diagonal.<br />
9. Diketahui : Geometri n titik<br />
Aksioma 1: Terdapat tepat n buah titik, dan tidak<br />
ada tiga diantaranya yang segaris.<br />
Aksioma 2: Melalui dua buah titik dapat dibuat<br />
tepat sebuah garis.<br />
a. Susunlah Teorema 1 yang menyatakan<br />
banyaknya garis lurus, dan buktikan.<br />
b. Jika kemudian disisipkan Definisi 1: Melalui<br />
tiga buah titik dapat dibuat sebuah segitiga,<br />
maka susunlah Teorema 2 yang menyatakan<br />
banyaknya segitiga.<br />
c. Jika kemudian disisipi Definisi 2: Dua garis<br />
dikatakan sejajar jika tidak mempunyai titik<br />
serikat, maka susunlah Teorema 3 yang<br />
menyatakan banyaknya pasangan garis sejajar.<br />
d. Susunlah Teorema 4 yang menyatakan<br />
banyaknya diagonal<br />
Aksiomatika / 59