05.05.2015 Views

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA ... - Elsam

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA ... - Elsam

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA ... - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

adanya keputusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian pelaksanaan kompensasi, restitusi dan<br />

rehabilitasi terhadap korban baru dapat dilaksanakan setelah perkara selesai dan tidak ada upaya hukum lagi. PP ini juga<br />

tidak mengatur tentang mekanisme pengajuan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.<br />

Tidak adanya pengaturan tentang pengajuan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi ini menimbulkan kesulitan atau tentang<br />

siapa yang berhak mengajukan tuntutan dan bagaimana tuntutan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi itu diajukan<br />

kepengadilan. 77 Melihat bahwa kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dapat diberikan berdasarkan amar putusan pengadilan<br />

HAM maka secara yuridis dalam surat dakwaan tuntutan terhadap parat terdakwa juga harus disertai dengan adanya tututan<br />

untuk kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Dengan demikian maka pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengajukan<br />

kompensasi, restitusi dan rehabilitasi adalah Jaksa Agung sebagai penuntut umum dalam kasus pelanggaran HAM yang<br />

berat. Dalam fungsi ini Jaksa Agung mewakili kepentingan korban.<br />

Ketentuan lainnya yang dapat dijadikan prosedur untuk dapat dilakukan pengajuan tuntutan kompensasi, restitusi dan<br />

rehabilitasi adalah berdasarkan KUHAP. Dimana korban sebagai pihak ketiga dalam proses pengadilan mempunyai hak untuk<br />

melakukan tuntutan ganti kerugian atas kejahatan yang dialaminya. Prosedur pengajuan tuntutan ini dengan menggunakan<br />

mekanisme penggabungan tuntutan ganti kerugian dengan perkara pidananya. Permintaan atau ganti kerugian ini dalam<br />

berupa petitum dari korban yang dapat diajukan sebelum penuntut umum melakukan tuntutan pidana atau jika penuntut<br />

umum tidak menghadiri persidangan selambat-lambatnya dengan sebelum putusan pengadilan dibacakan. 78<br />

Untuk mensikapi kebuntuan regulasi yang berkenaan dengan pengajuan kompensasi ini akhirnya korban secara sendirisendiri<br />

mengajukan tuntutan kerugian atau kompensasi. Dalam beberapa persidangan dalam pengadilan ham ad hoc Tanjung<br />

Priok, saksi-saksi korban mengajukan tuntutan yang jumlahnya bervariasi. Selain ini, sebelum Jaksa penuntut umum<br />

mengajukan tuntutan pidana, kelompok korban juga mengajukan tuntutan yang disampaikan kepada JPU. Namun tuntutan ini<br />

hanya dilampirkan dalam tuntutan pidana dan bukan merupakan satu upaya yang serius dari penuntut umum untuk menuntut<br />

kompensasi, hal ini terlihat karena baik jumlah maupun besaran nilai kompensasi ditentukan sendiri olah korban maupun<br />

pendampingnya.<br />

Dalam praktek pengadilan HAM ad hoc kasus pelanggaran HAM yang berat Timor-timur tidak ada keputusan mengenai<br />

adaya kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi para korban meskipun ada terdakwa yang dinyatakan bersalah dan<br />

pelakunya dijatuhi pidana. Ketiadaan amar putusan tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi ini dapat dipahami karena<br />

memang tidak ada tuntutan mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada pengadilan sehingga tidak ada kewajiban<br />

untuk memutuskan tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi korban dan ahli warisnya. Jaksa tidak pernah<br />

melakukan upaya penuntutan dengan menyertakan tuntutan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi demikian pula dengan<br />

korban dan ahli warisnya.<br />

Kasus Tanjung Priok ada 2 keputusan mengenai kompensasi kepada korban yaitu keputusan adanya kompensasi kepada<br />

korban tanpa memberikan jumlahnya yang kedua adalah adalah keputusan mengenai kompensasi kepada korban dengan<br />

disertai jumlah dan siapa korban yang berhak menerima. Kedua putusan dengan kompensasi ini mendasarkan pada adanya<br />

kesalahan terdakwa dimana untuk kasus (berkas) yang terdakwanya dinyatakan tidak bersalah tidak ada putusan mengenai<br />

kompensasi keapda korban. 79<br />

Dengan melihat pengaturan dan praktek yang terjadi dalam pengadilan HAM ad hoc dapat menjelaskan tentang perlunya<br />

pengaturan secara khusus tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi terutama berkenaan dengan prosedur pengajuan<br />

77 Mengenai pengaturan pemberian hak-hak reparasi kepada korban ini, dalam pengaturan ICTY, ICTR dan ICC juga<br />

berbeda-beda. ICTY dan ICTY tidak memberikan hak-hak reparasi dalam yurisdiksinya. Namun ICTY dan ICTR mengatur<br />

tentang mekanisme pengajuan klaim hak reparasi korban ini dengan prosedur tertentu misalnya pengajuan ke otoritas yang lebih<br />

kompeten. Hal ini berbeda dengan pengaturan dalam ICC dimana mekanisme untuk menyediakan remedies kepada korban<br />

mekanismenya bisa lebih cepat yang tidak mensyaratkan adanya pelaksaan remedies tersebut melalui pengadilan nasional atau<br />

lembaga lainnya yang kompeten.<br />

78 Lihat pasal 98 KUHAP.<br />

79 Lihat rumusan kompensasi di PP No. 3/2002 dimana mendasarkan kepada adanya kesalahan pelaku..<br />

27

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!