12.07.2015 Views

Kejahatan terhadap Kepentingan Umum dan Kejahatan ... - Elsam

Kejahatan terhadap Kepentingan Umum dan Kejahatan ... - Elsam

Kejahatan terhadap Kepentingan Umum dan Kejahatan ... - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

SERI DISKUSI RUU KUHP #9CATATAN SEMINAR<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong><strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong>Martabat Dilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>gHak Asasi ManusiaKomisi Nasional Hak Asasi ManusiaLembaga Studi <strong>dan</strong> Advokasi Mayarakat (ELSAM)FH Universitas UdayanaBali, 20-21 Maret 2006


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaDAFTAR ISIDAFTAR ISIiPEMBUKAANI. Sambutan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana ...............................II. Sambutan Ketua Komnas HAM (Abdul Hakim Garuda Nusantara) ................12SESI I : KEJAHATAN TERHADAP MARTABAT 5PEMBICARAI. I Wayan Tangun Susila ……………………………………………………….........II. Atma Kusumah ……………………………………………………………………...III. Ashadi Siregar …………………………………………………………………........IV. Wina Armada ……………………………………………………………………......571012DISKUSI SESI I ……………………………………………………………………………... 15TANGGAPAN PEMBICARAI. Wina Armada …………………………………………………………………..........II. Atma Kusumah ………………………………………………………………….......III. Ashadi Siregar ..................................................................................................IV. Wayan Tangun .................................................................................................18181819SESI II : KEJAHATAN TERHADAP KEPENTINGAN UMUM 20PEMBICARAI. Prof. Dr. Yohanes Usfunan …………………………………………………..........II. Dr. Adrianus Meliala ………………………………………………………………...2020DISKUSI SESI II …………………………………………………………………………….. 22TANGGAPAN PEMBICARAI. Dr. Adrianus Meliala ………………………………………………………………...II. Prof. Dr. Yohanes Usfunan ……………………………………………………......2323KERJA KELOMPOK 1 : KEJAHATAN TERHADAP MARTABAT 25Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayanai


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaPERTANYAAN KUNCII. Apakah soal martabat ini perlu diatur ? …………………………………………..II. Mana yang perlu <strong>dan</strong> tidak perlu dari istilah-istilah tertentu ……………….…...III. Delik aduan atau bukan ? ………………………………………………………….IV. Pengaturan pasal-pasal …………………………………………………………….V. Unsur-unsur yang perlu ada dalam pasal-pasal martabat ……………………...2526283030KERJA KELOMPOK 2 : KEJAHATAN TERHADAP KEPENTINGAN UMUM 33Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayanaii


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaPEMBUKAANI. SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA[Mengucapkan salam]Dalam program legislasi nasional, pembahasan KUHP ini diprioritaskan, kita inginmempunyai KUHP yang sifatnya nasional. Sejak tahun 1960-an kita ingin merombak KUHPwarisan Belanda ini. Sekitar tahun 1972 sudah ada rancangannya, namun tersebar dibeberapa kelompok. Baru tahun ’81-’82 kita punya rancangan yang agak resmi, diprakarsaioleh Profesor dari Undip, Soedarto <strong>dan</strong> kawan-kawan. Lalu lama tersimpan <strong>dan</strong> keinginanuntuk merubah KUHP ini baru muncul kembali pada tahun ’99 ketika reformasi. MenteriKehakiman saat itu adalah Profesor Muladi, beliau serius menggarap rancangan ini.Rancangan terakhir adalah tahun 2005 bulan Maret.Tidaklah mudah membuat hukum pi<strong>dan</strong>a, karena meliputi 3 aspek kehidupan manusia,manusia sebagai individu (kita harus menghormati hak-hak asasi manusia), manusiasebagai mahluk sosial (bagaimana manusia berinteraksi dengan sesamanya) <strong>dan</strong> manusiasebagai mahluk budaya (yang menghasilkan karya-karya kebudayaan yang harusdilindungi oleh hukum). Profesor Muladi pernah mengutarakan bahwa dalam mempi<strong>dan</strong>aatau mengkriminalisasi harus sangat memperhatikan syarat-syarat yang banyak <strong>dan</strong>sifatnya limitatif. Ini karena hukum pi<strong>dan</strong>a sifatnya adalah Ultimum Remedium. Syarat-syaratlimitatif itu adalah :1. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a untuk membalas dendam semata-mata,2. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika korbannya tidak jelas,3. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika ada cara-cara lain yang lebih efektif,4. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika kerugian pembiayaan akibat daripemi<strong>dan</strong>aan lebih besar daripada kerugian pembiayaan akibat tindak pi<strong>dan</strong>a itusendiri.5. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika efek sampingnya lebih besar dariperbuatan yang dikriminalisasikan,6. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a jika tidak mendapat dukungan masyarakatluas,7. Jangan menggunakan hukum pi<strong>dan</strong>a apabila hukum tersebut diperkirakan tidakbisa berlaku secara efektif,8. Hukum pi<strong>dan</strong>a harus bisa menjaga kepentingan negara, individu <strong>dan</strong> masyarakat,9. Dan harus selaras dengan pencegahan yang sifatnya non-penal.RKUHP saat ini masih banyak dikritik karena melanggar berbagai konsep di atas, masihover-criminalization. Masih banyak mengatur ketentuan-ketentuan yang mestinya bisa diaturdi luar hukum pi<strong>dan</strong>a. Ini yang mestinya yang harus kita bahas. Pada kesempatan inidiskusi kita akan berfokus pada masalah-masalah yang menyangkut kepentingan publik<strong>dan</strong> kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan martabat. Dua hal ini merupakan hal yang sangatdekat dengan hak-hak asasi manusia.Apakah kita masih perlu mengatur pencemaran nama baik ? Konsep KUHP masihmenggunakan konsep Hatzaai Artikelen, apakah itu masih perlu ? Demikianlah sambutankami.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 1


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaII. SAMBUTAN KETUA KOMNAS HAM (ABDUL HAKIM GARUDA NUSANTARA)[Mengucapkan salam]Pembaruan Kitab Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Hukum Pi<strong>dan</strong>a (KUHP) telah rampung dikerjakan yangtertuang dalam bentuk RUU KUHP. Tim Penyusun RUU KUHP nampak menggunakanpendekatan sintetik dalam merumuskannya dengan mencari sintesa antara hak-hakindividu (human rights), hak-hak masyarakat (communal rights) serta menjaga kepentinganpolitik negara (state’s policy). Apabila sintesa pelbagai kepentingan itu tidak berhasildirumuskan, akan terjadi reduksi atas perlindungan salah satu kepentingan tersebut.Menjaga keseimbangan ketiga kepentingan tersebut menjadi taruhan RUU KUHP di masadepan. Oleh karena itu, kita perlu membahas berbagai aspek dari R-KUHPi<strong>dan</strong>a tersebut.Salah satu aspek yang penting adalah masalah kriminalisasi <strong>terhadap</strong> kehormatan pribadi<strong>dan</strong> kepentingan umum.Topik pertama kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan pribadi berkaitan dengan kejahatan<strong>terhadap</strong> martabat (Crimes against Honor). Dalam RUU KUHPi<strong>dan</strong>a, martabat seseorangmendapat perlindungan melalui pengaturan delik-delik berupa penghinaan, fitnah, <strong>dan</strong>pencemaran nama baik. Secara umum, hal ini dapat dilihat dalam R-KUHPi<strong>dan</strong>a versi Mei2005 Bab XVII tentang Tindak Pi<strong>dan</strong>a Penghinaan, Pasal 531 tentang pencemaran, <strong>dan</strong> Pasal532-533 tentang Fitnah. Tetapi pengaturan mengenai penghinaan <strong>terhadap</strong> Presiden atauWakil Presiden diatur secara khusus dalam Pasal 265-266 RUU KUHPi<strong>dan</strong>a. Begitu puladengan penghinaan <strong>terhadap</strong> Kepala Negara sahabat <strong>dan</strong> Wakil Kepala Negara sahabat(Pasal 271-273). Lebih jauh lagi, RUU KUHPi<strong>dan</strong>a melarang penghinaan <strong>terhadap</strong>pemerintah yang sah (Pasal 284-285) serta penghinaan <strong>terhadap</strong> kekuasaan umum <strong>dan</strong>lembaga Negara (Pasal 407-408) yang mengakibatkan keonaran.Pengaturan secara khusus mengenai penghinaan <strong>terhadap</strong> penguasa atau pejabat negara inisecara umum tidaklah berbeda dengan KUHPi<strong>dan</strong>a yang berlaku sekarang sebagaimanadiatur dalam Pasal 207. Tentu saja pasal dalam KUHPi<strong>dan</strong>a ini sering dipakai sebagaisenjata ampuh untuk menyerang balik <strong>terhadap</strong> laporan penyelewengan yang dilakukanpejabat tersebut atau pemberitaan oleh media massa. Sebagai contoh misalnya, seorangpejabat Negara dilaporkan ke KPK karena diindikasikan telah melakukan tindak pi<strong>dan</strong>akorupsi, tetapi ujung-ujungnya pelapor ini diadukan ke Polri karena dianggapmencemarkan nama baik. Di sini, ada pertanyaan penting yaitu apakah melaporkan a<strong>dan</strong>yatindak pi<strong>dan</strong>a yang dilakukan oleh pejabat dianggap sebagai pencemaran nama baik ? Ataumengancam martabat seseorang secara pribadi ?Selain itu, ada pertanyaan lain yang perlu diajukan untuk dielaborasi lebih jauh.Sebagaimana kita ketahui setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum.Prinsip ini juga telah diakui dalam konstitusi yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhakatas pengakuan, jaminan, perlindungan, <strong>dan</strong> kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang samadi hadapan hukum” (Pasal 28D). Berdasarkan prinsip <strong>dan</strong> hak konstitusi ini, Apakah perluada pembedaan pengaturan mengenai pencemaran nama baik (penghinaan <strong>dan</strong> fitnah)kepada pejabat Negara dengan pencemaran nama baik <strong>terhadap</strong> warga negara biasa. Darihal-hal ini, terlihat ada sebuah kebutuhan untuk membedah, memperdebatkan, <strong>dan</strong>mendiskusikan secara lebih luas <strong>dan</strong> mendalam permasalahan yang mengitari pengaturantentang kejahatan <strong>terhadap</strong> kehormatan dari berbagai perspektif.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 2


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaSementara itu topik kedua yang juga dipan<strong>dan</strong>g perlu untuk kita bahas adalah “<strong>Kejahatan</strong><strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> Publik” (Crimes against Public Interest). Seperti telah saya singgung dimuka, dalam proyek perancangan KUHPi<strong>dan</strong>a Indonesia masa depan, kerangka programpembaruan KUHP Indonesia idealnya bisa merumuskan signifikasi pendekatan sintetikyang mengkontekstualisasikan konvergensi kepentingan-kepentingan di antara hak-hakindividu (individual rights) <strong>dan</strong> hak-hak masyarakat (communal rights) <strong>dan</strong> perlindungan<strong>terhadap</strong> kepentingan politik negara (protecting state interest). <strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong>kepentingan publik masuk dalam titik yang penting dalam misi untuk menjaga“equilibrium”, di antara tiga dimensi kepentingan tersebut. Dalam hal ini penting untukmengkaji secara kritis dimensi kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan publik dalam rancanganKUHPi<strong>dan</strong>a. Sebagai sebuah terminologi, kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan publik (crimesagainst public interest) tidak popular dalam literatur hukum pi<strong>dan</strong>a di Indonesia. <strong>Kejahatan</strong><strong>terhadap</strong> kepentingan publik juga tidak dikenal sebagai satu kategori dari jenis kejahatandalam hukum pi<strong>dan</strong>a nasional.Terdapat dua kata kunci yang patut digarisbawahi dalam konsep kejahatan <strong>terhadap</strong>kepentingan publik, yakni kejahatan (crime) <strong>dan</strong> kepentingan publik (public interest). Secarasederhana kejahatan diartikan sebagai perilaku atau tindakan yang melanggar moral <strong>dan</strong>hukum yang berlaku. Lebih spesifik lagi adalah pelanggaran <strong>terhadap</strong> hukum pi<strong>dan</strong>a.Se<strong>dan</strong>gkan kepentingan publik secara harafiah dapat diartikan sebagai hal ikhwal yangdikaitkan dengan urusan, tatanan, harkat martabat, <strong>dan</strong> hajat hidup masyarakat luas.Sehingga kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan publik dapat didefinisikan sebagai tindakanmelanggar hukum yang merugikan kepentingan masyarakat banyak <strong>dan</strong> menyerangmartabat publik secara luas.<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> kepentingan publik memiliki watak sebagai bi<strong>dan</strong>g hukum yangfungsional. Hal tersebut berarti bahwa kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan publik merupakanpotongan melintang bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g hukum klasik <strong>dan</strong> tersebar dalam berbagai peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang khusus. Sebenarnya konsep kejahatan-kejahatan <strong>terhadap</strong>kepentingan publik tersebut secara tersebar telah mewacana dalam diskursus hukumnasional. Misalnya, disiplin kriminologi mengenalkan konsep kejahatan kerah putih (whitecollar crime) sebagai sebuah kejahatan non konvensional serta memiliki dampak kerugianyang luar biasa.Perkembangan selanjutnya disiplin ilmu sosial (politik) mulai mengenalkan konsep goodgovernance <strong>dan</strong> good corporate governance yang sedikit banyak mendorong sistem institusionalpemerintahan <strong>dan</strong> swasta untuk berlaku secara fair dalam menjalankan misinya sertaresponsif <strong>terhadap</strong> perkembangan sosial. Konsep tersebut secara faktual menegaskan bahwainstitusi pemerintahan <strong>dan</strong> korporasi (dalam wacana mengenai stake holders biasa disebutsektor bisnis/swasta) adalah subyek yang rentan untuk melakukan tindakan-tindakanmenyimpang <strong>dan</strong> tindak kejahatan dalam konteks jabatannya, karena kekuatan tawarpolitik <strong>dan</strong> ekonomi yang besar <strong>dan</strong> kuat. Selain itu sistem organisasional dari institusiinstitusitersebut berpeluang pula untuk melindungi kejahatan-kejahatan yang dilakukan.Pengembangan konsep kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan publik saat ini diperlukan dalamrangka menguatkan sistem hukum pi<strong>dan</strong>a yang melindungi masyarakat dari kejahatankejahatanyang memiliki modus operandi yang kompleks <strong>dan</strong> canggih serta kejahatankejahatanyang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan atau status sosialyang tinggi.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 3


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaHarus diakui bahwa rancangan KUHPi<strong>dan</strong>a saat ini menanggalkan proses-proses untukmengartikulasikan realitas disiplin non-hukum (sosial, ekonomi, <strong>dan</strong> politik, misalnya)dalam perumusannya. Padahal, faktual proses transisi demokrasi di Indonesia belumsepenuhnya menjamin perlindungan <strong>terhadap</strong> kepentingan publik secara adil <strong>dan</strong> pantas.Untuk itu proyek pembaruan KUHPi<strong>dan</strong>a harus menyentuh ranah realitas sosial politikIndonesia bahwasanya posisi tawar masyarakat (society) tidak cukup kuat di hadapan aktorlainnya seperti aparatus birokrasi <strong>dan</strong> sektor swasta (termasuk korporasi). Pada akhirnyadengan mengemukakan tema baru mengenai kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentingan publik dalamdiskursus pembaruan KUHPi<strong>dan</strong>a Indonesia, diharapkan memberikan kontribusi untukmembangun sebuah sistem logika pi<strong>dan</strong>a dalam R-KUHPi<strong>dan</strong>a (menyangkut rumusanperbuatan pi<strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> pertanggungjawaban pi<strong>dan</strong>a) yang berdaya guna untuk menghadapisekelompok kejahatan dengan spesifikasi khusus yang menyerang kepentingan masyarakatserta menjadikan tindak pi<strong>dan</strong>a yang termasuk dalam kategori kejahatan <strong>terhadap</strong>kepentingan publik sebagai kejahatan yang serius.Hadirin yang terhormat, seminar yang akan dilanjutkan dengan diskusi besok merupakanbagian dari rangkaian seminar <strong>dan</strong> diskusi dalam rangka pembaruan KUHPi<strong>dan</strong>a. Darirangkaian seri seminar <strong>dan</strong> diskusi ini akan dihasilkan sebuah policy paper Komnas HAMmengenai revisi RUU KUHPi<strong>dan</strong>a. Komnas HAM akan menggunakan policy paper tersebutsebagai bahan untuk menyusun rekomendasi Komnas HAM guna perbaikan RUUKUHPi<strong>dan</strong>a.Dalam kesempatan ini sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada parapembicara, <strong>dan</strong> seluruh peserta atas kehadiran <strong>dan</strong> kontribusi yang akan diberikan padakegiatan ini. Komnas HAM juga menyampaikan penghargaan kepada Fakultas HukumUniversitas Udayana yang telah bersedia untuk bekerjasama dalam penyelenggaraankegiatan ini. Penghargaan juga disampaikan kepada pusat-pusat studi hak asasi diUniversitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Surabaya <strong>dan</strong> Lembaga Studi<strong>dan</strong> Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang bersedia untuk bekerjasama dalam rangkaian seripembahasan RUU KUHP ini.Terakhir, selamat berdiskusi. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 4


PEMBICARA :Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaSESI I : KEJAHATAN TERHADAP MARTABAT1. Tim Universitas Udayana :* Dr. I. G. K Ariawan, S.H., M.H.* I.B. Surya Dharmajaya, S.H., M.H.* I Wayan Tangun Susila, S.H., M.H.(Dosen FH Universitas Udayana, bi<strong>dan</strong>g Hukum Acara Pi<strong>dan</strong>a)2. Wina Armada SA (Sekjen PWI Pusat)3. Drs. Ashadi Siregar4. Atma Kusumah (Pengajar Lembaga Pers, Ketua Dewan Pengawas Voice of Human Rights)MODERATOR : Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H.Moderator :[Membuka sesi, mengucapkan pengantar <strong>dan</strong> memperkenalkan pembicara]I. I WAYAN TANGUN SUSILA[I Wayan Tangun Susila mewakili tim Universitas Udayana memberikan makalah]Tujuan KUHP yang sekarang se<strong>dan</strong>g diganti karena dibuat berdasarkan WvS yangdidasarkan pada politik hukum Belanda dalam menjaga status quo pemerintah HindiaBelanda jaman dulu. Sehingga ada pasal-pasal yang sekarang harus diganti. Misalnya delikpenghinaan, selama ini kita akan mengacu pada ketentuan pada KUHP yang berasal darizaman Belanda. Pasal-pasal perlindungan <strong>terhadap</strong> martabat manusia diatur melalui apayang disebut sebagai kejahatan penghinaan, yang diatur mulai dari Pasal 310 hingga 318,khusus <strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> Martabat. Penghinaan diklasifikasi menjadi beberapa bentuktindakan : menista (Pasal 310), memfitnah, memfitnah melalui surat, dll.Pada KUHP yang baru dipisahkan pasal-pasal penghinaan <strong>terhadap</strong> Kepala Negara, KepalaNegara Asing, kekuasaan negara <strong>dan</strong> <strong>terhadap</strong> golongan agama. Pasal penghinaan <strong>terhadap</strong>kekuasaan negara ada di Pasal 207-208. Pasal-pasal KUHP lama kita sebut sebagai kurangmenjamin perlindungan HAM, namun RUU KUHP yang baru tidak begitu jauh berbedadengan KUHP sebelumnya.Dalam RUU KUHP yang baru, kejahatan <strong>terhadap</strong> diri pribadi <strong>dan</strong> kejahatan <strong>terhadap</strong>martabat atau diri Presiden <strong>dan</strong> seterusnya dipisahkan. Secara sepintas memang adakemajuan dalam RUU ini. Kemajuan ia berbicara soal pertanggungjawaban pi<strong>dan</strong>anya.Artinya, untuk bisa disebut sebagai suatu tindakan pi<strong>dan</strong>a [penghinaan] ia harus bisamenimbulkan suatu keonaran. Jadi ada pergeseran dari delik formil ke delik materiil.Dalam merumuskan suatu tindak pi<strong>dan</strong>a dalam KUHP, seyogyanya tidak menimbulkanpenafsiran yang luas. Memang ada extensive interpretation, namun sebaiknya kita janganmelakukan hal yang menimbulkan kesan tidak a<strong>dan</strong>ya kepastian hukum. Pada KUHP lamaKomnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 5


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi Manusia<strong>dan</strong> RKUHP sekarang ini (Pasal 310) istilah-istilah soal penghinaan. Lalu soal pencemarannama baik <strong>dan</strong> istilah terkait lainnya tidak dijelaskan dengan baik.Contoh, melaporkan kejahatan seseorang dapat dicap sebagai mencemarkan nama baik,padahal di tempat lain dalam KUHP ada pasal di mana jika ada seseorang mengetahui adapermupakatan jahat, itu wajib memberitahukan. Kalau tidak ia bisa dikenakan pi<strong>dan</strong>asehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain. Sekarang ini melaporkan dugaan korupsidari menteri atau pejabat, misalnya melaporkan Hakim Agung yang korupsi, malahdituduh mencemarkan nama baik, padahal dalam UU Korupsi, masyarakat malah didoronguntuk melaporkan dugaan korupsi. Bagaimana membuktikan bahwa ia tidak mencemarkannama baik ini akan jadi masalah hukum yang tidak gampang. Jadinya orang malah tidakmau melapor. Jadi definisi pencemaran nama baik harus diperbaiki.Ada lagi contoh lain, Pasal 335 KUHP sering disebut pasal keranjang sampah, karenamenyebutkan “mengakibatkan perasaan yang tidak enak”. Istilah ini sangat membingungkan.Mungkin bisa diganti atau ditambah keterangan “menyebabkan kerugian orang”. Saya kira iniperlu dipikirkan kembali.Kami sepakat bahwa pasal-pasal Hatzaai Artikelen sedapat mungkin dihindari, terutamadalam penegakan HAM. Pengertian HAM dalam arti penghinaan <strong>terhadap</strong> Presiden; setahusaya HAM itu adalah hak kodrati manusia lalu apa relevansinya jika dikaitkan denganPresiden atau Wakil Presiden atau pejabat negara. Contoh misalnya, ada anak Presidendituduh melakukan suatu tindak kejahatan, apakah ini mencemarkan nama Presiden.Sehingga perlu dipilah seberapa jauh suatu perbuatan dapat disebut sebagai pelanggaran<strong>terhadap</strong> hak pribadi atau martabat secara perorangan, <strong>dan</strong> kapan bukan <strong>terhadap</strong> diripribadi melainkan <strong>terhadap</strong> kekuasaan atau kelembagaan negara. Ini harus jelas supayatidak bias. Yang sekarang ini bias.Perlu dipilah seberapa jauh suatu perbuatan itu dapat disebut sebagai pelanggaran martabatpribadi secara perseorangan, <strong>dan</strong> sejauh mana perbuatan dapat disebut menghinakekuasaan negara. Menurut kami sebaiknya “penghinaan” dikelompokkan jadi satu, tidakdipisah seperti sekarang ini, antara <strong>terhadap</strong> individu <strong>dan</strong> <strong>terhadap</strong> negara. Karenakualifikasi perbuatannya adalah kualifikasi yang nota bene disebutkan dalam KUHP Pasal310-318 juga termasuk dalam konteks penghinaan <strong>terhadap</strong> kepala negara. Kalau sudahtermasuk buat apa dipisahkan ? Jika disatukan, bisa ditambah unsur pemberatan jikapenghinaan itu ditujukan <strong>terhadap</strong> kepala negara.Lalu dalam paper kami halaman 12 ada beberapa hal yang bisa dipakai bahan untuk diskusiini seperti batasan tentang “penghinaan”. Kami mendapat petunjuk bahwa penghinaan itumenyerang kehormatan atau nama baik orang.[Membaca beberapa poin di halaman 12 dari paper]Lalu disebutkan dalam R-KUHP bahwa pasal penghinaan Kepala Negara <strong>dan</strong> kekuasaanumum bukan merupakan delik aduan, se<strong>dan</strong>gkan <strong>terhadap</strong> pribadi adalah delik aduan.Logika hukum pembedaan ini tidak bisa kami mengerti. Kenapa penghinaan Presiden atauwakilnya bukan delik aduan se<strong>dan</strong>gkan <strong>terhadap</strong> individu harus delik aduan. Contoh diKomnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 6


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaBali misalnya, Pak SBY tidak keberatan [soal kasus demonstrasi yang dituduh menghinaPresiden], kenapa polisinya malah mengurusi. UU memang berkata demikian.Khusus untuk tindak pi<strong>dan</strong>a penghinaan ada kemajuan. Penghinaan kepada Pemerintahdisebutkan secara materiil, karena harus menyebabkan keonaran. Ini merupakan suatukemajuan. Jadi harus dibuktikan a<strong>dan</strong>ya keonaran.Yang pertama apakah tindakan penghinaan Kepala Negara berlaku juga Pasal 310 ayat (3);yang membebaskan pelaku dari ancaman pi<strong>dan</strong>a apabila hal ini dilakukan demikepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Kami dalam hal ini menjawab YA.Karena kita harus menjamin diperbolehkannya tindakan demi kepentingan umum ataumembela diri meskipun itu membela kepala negara. Perlu dibedakan kapan penghinaan<strong>terhadap</strong> Kepala Negara atau pejabat ditujukan <strong>terhadap</strong> pribadi atau kepada jabatannya.Rumusan perbedaan ini perlu diberikan.Saya kira itu pokok-pokok pikiran yang kami bisa berikan. KUHP memang perludiperbaharui, namun perlu ada penjelasan <strong>terhadap</strong> konsep-konsep <strong>dan</strong> istilah-istilahtertentu.Ringkasan dari Moderator :KUHP kita pada prinsipnya perlu pembaharuan, namun perlu penjelasan lebih jauhmengenai konsep-konsep yang ada dalam RUU ini, seperti soal penghinaan,pencemaran nama baik, perasaan tidak enak <strong>dan</strong> sebagainya.Ada kemajuan dalam konsep ini terutama dalam hal pembuktian meteriil.Pasal-pasal Hatzaai Artikelen perlu diperhatikan agar tidak mengandung bias.II. ATMA KUSUMAHSaya bukan ahli hukum, karena itu saya ingin melihat RKUHP ini sebagai orang awam,sebagai bekas wartawan, sekali-sekali sebagai demonstran, <strong>dan</strong> sebagai penceramahtermasuk memberikan ceramah atau diskusi secara diskusi-diskusi dalam era Orde Baru,terutama di LBH yang dulu diketuai oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara.Banyak peristiwa di jalan, di kehidupan sehari-hari yang menunjukkan pelaksanaan KUHPkita yang masih menganggap ekspresi demonstran, ucapan penceramah <strong>dan</strong> tulisan sebagaikejahatan. Bagi kami ini adalah hal yang sangat aneh. Karenanya selama dua tahun terakhirsaya mencoba mencatat hal-hal yang terjadi di negara lain. Kitab UU hukum Pi<strong>dan</strong>a mereka,ternyata paling sedikit 30 negara sudah meninggalkan tradisi pengggunaan hukum pi<strong>dan</strong>a<strong>terhadap</strong> hal-hal yang menyangkut kebebasan pers <strong>dan</strong> kebebasan menyatakanberpendapat <strong>dan</strong> kebebasan ekspresi. Saya mencatat ini karena hiruk-pikuk pembicaraanRUU KUHP.Inilah catatan yang saya buat soal nasib yang menimpa para demonstran :Mahasiswa Universitas Udayana dihukum 6 bulan karena membakar foto Presidendalam protes kenaikan BBM.Di Jakarta, seorang mahasiswa GMNI dijatuhi hukuman 6 bulan karena mengumpatSBY [SBY anjing, SBY babi].Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 7


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaBeberapa lagi demonstran dijatuhi hukuman penjara oleh Pengadilan Negerisetempat dengan hukuman bervariasi antara 5 bulan <strong>dan</strong> 3 tahun dengan tuduhanmacam-macam : karena menghina, membakar foto Presiden atau membakar bonekaPresiden, baik dalam pemerintahan SBY maupun Megawati karena tidak puasdengan kebijakan pemerintah.Aktivis LSM Srikandi Aceh, Cut Nur Asikin dijatuhi hukuman penjara 11 tahunkarena turut mengkampanyekan referendum untuk menyelesaikan konflikbersenjata di Aceh. Ia dituduh melakukan pemberontakan di Aceh. Cut Nur inilenyap tersapu Tsunami bersama sekitar 700 tahanan politik lainnya.Wartawan dapat dipenjara karena dituduh mencemarkan nama baik atau menfitnah.Contohnya wartawan Mingguan Koridor, Harian Rakyat Merdeka <strong>dan</strong> PemredTempo dikriminalisasi karena kasus penghinaan nama baik.Saya sebagai orang awam sangat gundah karena ternyata menurut para ahli hukum, KUHPyang buatan kolonial Belanda ini mengandung sedikitnya 35 pasal yang dapat digunakan<strong>terhadap</strong> wartawan karena tulisannya, <strong>terhadap</strong> demonstran karena ekspresinya ataupenceramah karena pendapatnya. Se<strong>dan</strong>gkan dalam RUU KUHP tahun 1998 mengandunglebih banyak lagi pasal yang seperti itu, menjadi 42 pasal, <strong>dan</strong> hukumannya berlipat-lipat,bahkan ada yang seumur hidup, walaupun itu kondisional sifatnya yaitu jika terjadikeonaran. Setelah kami melihat RUU KUHP yang dibuat oleh pemerintahan reformasi,pasal itu bertambah lagi menjadi 49 pasal walaupun hukumannya sudah diturunkanmenjadi 20 tahun maksimal. Dan ada hukuman tambahan seperti pencabutan profesinya.Saya belum lihat RUU KUHP yang tahun 2005, namun saya dengar lebih parah lagi karenaada klausula-klausula yang diambil dari RUU Pornografi <strong>dan</strong> Pornoaksi.Idealnya, hal-hal yang menyangkut kebebasan ekspresi <strong>dan</strong> menyatakan pendapat tidakdikriminalisasi, namun dialihkan ke perkara perdata. Inilah yang mendorong saya untukmencatat kondisi di negara-negara lain, apakah ada upaya mendekriminalisasi atau adakahupaya untuk mengubah itu semua tadi. Saya berpendapat bahwa pasal-pasal soalpencemaran nama baik, penghinaan, fitnah (slender) atau kabar bohong -- yang dalam RUUKUHP itu disebut sebagai kabar tidak pasti/false news -- semakin tidak populer. Kenapasemakin tidak populer ? Pertama, saya pikir karena pencemaran, fitnah, kabar bohong sukaruntuk dapat dibuktikan secara faktual karena sering lebih merupakan pendapat bukanbukti faktual. Kedua, sifatnya relatif, tergantung pada perasaan yang subyektif. Ketiga,karena itu multitafsir. Keempat, tidak menimbulkan kerusakan yang bersifat tetap daritindakan tersebut. Dalam hal yang menyangkut karya jurnalistik, menurut saya kerugiansementara ini dapat selalu diperbaiki dalam upaya perbaikan dalam waktu cepat sepertikonfirmasi, ralat, klarifikasi atau hak koreksi <strong>dan</strong> hak jawab.Ketika misalnya demontran berteriak “SBY anjing!” seharusnya SBY atau siapalah daripemerintah mengatakan “Kalianpun anjing kurap!”. Kalau para demonstran marah, makabisa dibalik “Nah itulah, jangan menggunakan kata-kata kasar”.Yang kelima, dengan memi<strong>dan</strong>akan hal-hal tersebut menyebabkan orang-orang takutberekspresi, takut berpendapat, takut berkarya jurnalistik, takut berkarya seni <strong>dan</strong> takutberkarya intelektual termasuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah sudahbanyak sekali contoh ilmuwan tidak menyebarkan karya ilmiahnya karena takut. Gerejadulu pernah menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Di Inggris, 500 tahun yangKomnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 8


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi Manusialalu, mengkritik raja, menteri, anggota parlemen dianggap kejahatan. Apakah setelah 500tahun hal-hal itu harus tetap dianggap kejahatan?Kriminalisasi kritik, karya jurnalistik, <strong>dan</strong> seterusnya kini semakin tidak populer sehinggatidak selayaknya dipertahankan. Kriminalisasi seperti itu dipan<strong>dan</strong>g tidak sesuai denganstandar internasional soal kebebasan menyatakan ekspresi <strong>dan</strong> menyatakan pendapat.Dekriminalisasi hal-hal itu terjadi dimana-mana, misalnya baru-baru ini terjadi diGuatemala. Mahkamah Konstitusi negara itu pada 3 Februari 2006 menghapus pasal-pasalhukum tentang penghinaan (nisacato) karena pasal-pasal itu dianggap tidak konstitusional<strong>dan</strong> menghina kebebasan berekspresi.Sekarang semakin banyak negara menghapus hukum pi<strong>dan</strong>a yang mengganggu kebebasanberekspresi <strong>dan</strong> berpendapat. Sebagian negara mengalihkannya ke dalam perkara perdata.Ethiopia bahkan berpikir lebih maju lagi, bahwa jika ada kasus yang dialihkan dari masalahpi<strong>dan</strong>a ke perdata, Ethiopia akan menerapkan denda perdata yang kecil atau ringan. Selainitu, yang akan dipermasalahkan dalam kasus penghinaan bukan isinya, namunprosedurnya. Apakah prosedur cara penulisan, peliputan <strong>dan</strong> penyajian karya jurnalistikmemang dipenuhi. Menteri Informasi Ethiophia percaya bahwa denda yang lebih ringanakan menjamin kebebasan berekspresi.Selain itu perkembangan global juga menunjukkan kecenderungan penghapusan pasalpasaltersebut :Ada 15 negara yang menghapus pasal penghinaan dari hukum pi<strong>dan</strong>a mereka <strong>dan</strong>dari UU Pers. Saya tidak tahu apakah mereka punya pasal-pasal serupa dalamhukum perdata mereka. Negara yang saya catat adalah Honduras, Argentina,Paraguay, Costarica, Guatemala, Peru, Afrika Tengah, Ghana, Uganda, Kroasia,Yor<strong>dan</strong>ia, Australia, Netherland, Moldovia <strong>dan</strong> Ukraina. UU Pencemaran NamaBaik di Australia tahun 2005 menyatakan bahwa korporasi besar tidak bolehmelakukan tuntutan atas pencemaran nama baik. Hanya korporasi kecil [pegawaikurang dari 10 orang] yang boleh.Lalu ada 9 negara lainnya telah memindahkan pasal pi<strong>dan</strong>a itu ke perkara perdataatau mempertahankan sanksi perdata : Ethiopia, Togo, El Salvador, Timor Leste,Jepang, Srilanka, Georgia, Bosnia Herzegovina <strong>dan</strong> AS. Xanana Gusmao bahkantidak mau melihat penggunaan pasal penghinaan kepada Presiden. Dari 50 negarabagian AS, baru 33 yang memindahkan pasal-pasal tersebut dari pi<strong>dan</strong>a ke perdata.Usulan untuk mencabut pasal-pasal tersebut ada di tujuh negara : Filipina, Maroko,Mesir, Albania, Serbia Montenegro, Kosovo <strong>dan</strong> Romania. Di Filipina sebagiananggota parlemen ingin agar ketika dipindahkan dari sanksi pi<strong>dan</strong>a ke perdatadikenakan sanksi yang berat supaya media pers kapok.Lebih dari 30 negara sudah melakukan pembaharuan hukum seperti ini, empat diantaranya adalah negara paling miskin di dunia seperti Ethiopia, Ghana, Uganda<strong>dan</strong> Honduras. Jadi negara-negara miskinpun punya kesadaran seperti itu.Indonesia dalam melakukan reformasi hukum perlu melakukan tindakan seperti ini :Pertama, menghapus sama sekali pasal yang menghambat kebebasan ekspresi dari UUapapun juga, yaitu kabar bohong atau kabar tidak pasti, penghinaan <strong>terhadap</strong> Presidenatau Wakil Presiden, penghinaan <strong>terhadap</strong> lambang-lambang negara, <strong>terhadap</strong> KepalaKomnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 9


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaNegara Asing, penghinaan <strong>terhadap</strong> lambang negara asing <strong>dan</strong> pasal ideologi. Saya heranmasih ada larangan Marxisme <strong>dan</strong> Leninisme. Kedua, memindahkan sejumlah pasal kehukum perdata (misalnya pencemaran nama baik atau fitnah) dengan sanksi dendaproporsional. Denda yang sesuai dengan kemampuan pihak yang dituntut sehingga tidakmempengaruhi kehidupan pribadinya atau membangkrutkan perusahaannya. Ketiga,memindahkan sejumlah sanksi ke UU Pers dengan denda yang proporsional pula, tapi tidakmenyebabkan UU Pers lebih represif. Sebenarnya UU Pers sebetulnya tidak diperlukan jikaUU lain tidak represif <strong>terhadap</strong> pers.Asian Court for Human Rights mungkin perlu lebih aktif di Asia. Jika sistem naik banding dipengadilan Indonesia tidak efektif, tidak mendukung kebebasan pers <strong>dan</strong> kebebasanmenyatakan, pendapat saya kira lembaga ini perlu lebih aktif. Salah satu keputusanAmerican Court of Human Rights (ACHR), misalnya di Costarica pernah dijatuhkan hukumandenda <strong>dan</strong> penjara <strong>terhadap</strong> seorang pemimpin redaksi yang dianggap menuduh seorangdiplomat terlibat dalam korupsi. ACHR malahan membebaskan si tertuduh <strong>dan</strong> bahkanmendenda pemerintah 20 ribu dolar untuk pemimpin redaksi <strong>dan</strong> mendenda 10 ribu dolaruntuk membiayai pengacaranya. Jadi terbalik.Inilah penglihatan <strong>dan</strong> usul-usul saya, terima kasih.III. ASHADI SIREGARSaya ingin mengajak untuk melakukan disiplin berpikir dalam menghadapi persoalan.Disiplin berpikir yang paling fundamental adalah pembedaan antara state <strong>dan</strong> society, antaranegara <strong>dan</strong> masyarakat. Ini dua wilayah yang perlu dipikirkan dengan disiplinnya masingmasing.Warga berada pada dua wilayah ini, namun sebagian besar ia berada pada wilayahmasyarakat. Masyarakat terdiri dari person, kelompok dengan hak-haknya. Setiap personatau individu atau golongan memiliki hak. Ada interaksi antar warga, <strong>dan</strong> dalam interaksiitu pasti terjadi persoalan antar warga. Persoalan ini pada dasarnya diselesaikan oleh wargaitu. Kita mengenal kearifan-kearifan yang berasal dari masyarakat. Di Bali ada Awig-Awig,di Batak ada adat Dalihan Natolu. Dalam lingkup masyarakat adat, hal semacam itu jelasbahwa value bersumber dari acuan yang sama. Mereka dapat berinteraksi dengan baik. Adakekuasaan dalam masyarakat untuk membuat peraturan bersama itu dipatuhi. Sehinggaandaikata tidak ada negara, masyarakat tetap memiliki tertib sosialnya. Baru munculmasalah ketika kita berada pada lingkup nation state, yaitu berada dalam lingkup multi etnik<strong>dan</strong> multi kultural. Pada saat itu muncul persoalan, adat yang mana yang akan dipakaidalam masyarakat. Pada saat itu kita merasakan perlunya negara. Tidak ada otoritas yangberasal dari society itu yang dapat menjadi penentu dari tertib sosial. Karena itu, fungsiutama state adalah membuat hak dari person atau golongan terlindungi. Terlindungi darisiapa? Dari sesama mereka. State berfungsi untuk melindungi adalah kewajiban dia, <strong>dan</strong> jikadia tidak melindungi, maka itu sudah merupakan kesalahan.Contoh yang sederhana, tadi ada contoh pernyataan dari seorang pemimpin negara bahwamasyarakat itu anarkis. Jika anarkisnya masyarakat itu di antara para warga, maka tugasnegara adalah melindungi kelompok atau golongan yang menjadi korban anarkisme dariwarga yang lain. Kelompok Ahmadiyah diserang, ada pernyataan permusuhan dalam suatupertemuan, lalu diserbu. Negara tidak melindunginya, hanya dengan gampang membuatlabel “Ya salahnya, kenapa menggunakan label Islam, kalau mereka tidak menggunakan label Islamnggak apa-apa”. Persoalan pokok adalah hak dia tidak terlindungi. Pelabelan-pelabelan ituKomnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 10


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi Manusiabukan urusan negara. Jadi warga tidak dilindungi oleh negara, justru warga yang anarkistidak diapa-apakan.Interaksi warga dalam society selalu ada dua, yaitu tindakan-tindakan (social action). Socialaction terdiri dari dua macam, satu perbuatan yang bersifat empirik <strong>dan</strong> satu yang bersifatmediasi. Jadi kalau ada demo kemudian Presiden lewat <strong>dan</strong> dilempar tomat busuk ituperbuatan empiris. Tapi jika dalam demo itu yang diacung-acungkan hanya poster, teriakanatau orasi, semua itu disebut sebagai perbuatan mediasi. Perbuatan mediasi itu wujudnyahanya pernyataan <strong>dan</strong> wujudnya juga dua macam : pertama yang berlangsung dalam ruang<strong>dan</strong> waktu yang bisa dilihat langsung akibatnya. Contohnya jika dalam ruang ini ada orangyang berteriak “kebakaran!”, jika kita panik sehingga tertib sosial kita terganggu, makapernyataan dia itu memiliki akibat-akibat yang bisa diuji. Tapi pernyataan-pernyataan yangdisampaikan melalui media, itu pembuktiannya seperti apa? Ketika orang berteriak-teriakmengatai seseorang sebagai “anjing”, maka apa akibat dari teriakan itu? Akibat media itubersifat subyektif, yaitu orang itu bisa menjadi tersinggung atau ada akibat yang bersifatobyektif, misalnya mengajak menyerbu suatu perkampungan – ini bisa diuji.Nah, karena itu ketika kita membaca RUU ini, perlulah kita mengajak perancang draftnyaitu untuk membedakan secara tajam yang disebut dengan akibat itu seperti apapembuktiannya. Misalnya, pembuktian dari suatu penghinaan subyektif itu seperti apa?Biasanya pembuktian itu dilakukan secara semantik, bahwa memang kalimat-kalimat yangdiucapkan merupakan penghinaan. Seperti tadi ada perkataan soal binatang.Jadi demikian makalah saya, pasal-pasalnya sangat beragam dari segi konseptual, yangdisebut dengan pernyataan yang bersifat negatif dalam interaksi itu memang adaterminologi yang mengandung kebencian. Lalu ada ejekan, merendahkan, pemusuhan. Itukira-kira secara konseptual ada dalam komunikasi. Kalau kita sudah bicara soal persondalam jabatan tertentu, apakah ketersinggungan tadi dialami secara pribadi? Saya pernahmengalami hal-hal seperti ini pada tahun 70-an. Kasusnya waktu itu soal Taman Mini.Waktu itu koran yang saya pimpin, mengkritik soal Taman Mini, yang diserang sebenarnyaIbu Tien. Tapi pasal yang digunakan adalah penghinaan Presiden. Jaman itu ya maubagaimana kita? Padahal juga, teks yang dimuat itu tidak memuat nama Ibu Tien. Hanyaparodi, tidak ada satu tekspun yang bisa merujuk ke dia. Kasusnya waktu itu mengotak-atikMukadimah UUD, semua uraian itu dikaitkan dengan Taman Mini. Jadi “kena” lah waktuitu. Cuma enaknya waktu itu dilindungi oleh UGM sehingga tidak sampai keluar dariUGM.Tapi itulah yang kita alami, pemilahan-pemilahan dalam kehidupan kita se<strong>dan</strong>g rancu.Bagaimana dalam society itu masyarakat tidak dibuat terlindungi. Khusus untuk media ituyang paling bermasalah itu adalah soal visual. Soal penghinaan verbal itu bisa dengangampang dicari pemaknaan-pemaknaannya [bisa dengan mudah mencari alasan lain]. Namunkalau soal karikatur akan susah. Karena yang namanya karikatur itu akan selalu bersifatdeformatif, merubah bentuk yang asli. Tidak ada karikatur yang meniru wajah.Saya simpulkan pada bagian akhir tentang akibat dari suatu pernyataan. Kalau akibat yangbersifat empirik, misalnya melempar seseorang, itu jelas, bisa dikatakan salah. Tapi kalaupernyataan, seperti apa kita melihat akibat suatu pernyataan itu? Jangan dimain-mainkanKomnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 11


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi Manusiapengertian nantinya, baru bersifat hipotetik sudah dianggap menjadi kesimpulan. Misalnya“akan terjadi huru-hara karena penyataan saudara”. Kata “akan” itu belum terjadi.Saya kira demikian pengantar saya, terimakasih.IV. WINA ARMADA<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> martabat manusia berkaitan dengan 1) hak-hak pribadi, 2) kekuasaannegara, 3) hak-hak publik. Dalam hal ini bagaimana hukum menjaga kehormatan pribadiseseorang seiring dengan kemormatan negara dengan segala pengejawantahan simbolsimbolnya,baik personil, lambang negara <strong>dan</strong> sebagainya. Publik dalam hal ini adalahrakyat sebagai pemegang kedaulatan negara.John Stuart Mills dalam On Liberty (1859) mengatakan, satu-satunya alasan bahwapelaksanaan kekuasaan hukum dapat melanggar hak-hak manusia beradab yangbertentangan dengan dengan hak manusia itu adalah untuk mencegah timbulnya bahaya<strong>terhadap</strong> orang lain. Dick Howard, seorang dosen fakultas hukum Universitas Virginiamengatakan bahwa perlindungan hukum <strong>terhadap</strong> kebebasan pribadi mencerminkan nilaisosial.Hak pribadi mulai berkembang ketika di Amerika dua orang pengacara menulis di sebuahmajalah Harvard Preview, bahwa serangan <strong>terhadap</strong> pribadi jauh lebih merugikan daripadaserangan <strong>terhadap</strong> fisik. Melukai luka-luka jiwa <strong>dan</strong> gangguan mental. Oleh karena ituorang yang menyerang pribadi, baik merupakan penghinaan harus memperoleh timpalan<strong>terhadap</strong> apa yang dibuat. Dari sini berkembang hak-hak atas pribadi, walaupun ini masihdalam ruang lingkup perdata. Di Inggris, sebelum Lady Di ada masalah, tidak ada hakseperti ini.Lalu kita masuk ke konsep negara, Fransiscus Fujiyama mengatakan bahwa konsep inisudah ada sejak 10 ribu tahun yang lalu, sejak masyarakat pertanian pertama muncul diMesopotamia. Negara dalam arti birokrasi yang terpusat baru muncul sekitar 400 atau 500tahun yang lalu. Banyak sekali teori mengenai negara, tapi sejak komunis tumbang,pengertian negara berubah : 1) negara kesejahteraan, cakupan tugas <strong>dan</strong> kewenangannyahanya yang bersifat elementer : pembentukan pertahanan <strong>dan</strong> keadilan, penyediaaninfrastruktur, pencetakan uang -- di luar itu diserahkan pada warga; 2) negararegulator/intervensionis, ini suatu aliran yang menempatkan negara dalam status sakral<strong>dan</strong> mengatur seluruh tata nilai dalam masyarakat. Kewibawaan negara tidak bolehdiganggu gugat. Karena itu negara juga mengatur seluruh tata nilai masyarakat <strong>dan</strong>individu. Tentu ada varian-variannya, tapi dalam hal ini apa yang dikatakan Max Weber,hakikat penegakan negara adalah pemaksaan <strong>terhadap</strong> warga negara.Hak publik tidak bisa dilepaskan dari hak-hak negara. Banyak juga model hak publik ini,mulai dari negara teokrati <strong>dan</strong> seterusnya, namun yang sekarang dipakai secara umumadalah publik mempunyai kontrak sosial <strong>terhadap</strong> pemerintah/negara melalui pemilu.Namun demikian, publik tetap bisa mengontrol pimpinan negara, <strong>dan</strong> bahkan diberikanpintu untuk mengganti kalau kontrak itu dilanggar.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 12


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaDi sini kita mulai menghadapi bagaimana ketiga hak itu harus berinteraksi. KonstitusiIndonesia sudah jelas menyebut bahwa negara diberikan suatu kewenangan yang besar.Namun dalam menjalankan kewenangan itu, negara harus menghormati tidak bolehmelanggar hak-hak pribadi <strong>dan</strong> hak-hak publik. Jika ada kepentingan publik yang lebihbesar, maka hak pribadi tidak bersifat absolut. Dalam turunannya kita bisa lihat dalam pasal28e ayat (2) yang menjamin kebebasan berkepercayaan, menyatakan pikiran <strong>dan</strong> sesuaidengan kepercayaannya. Bahkan ayat (3)nya lebih jelas lagi, setiap orang berhak ataskebebasan berserikat, berkumpul <strong>dan</strong> mengeluarkan pendapat. Pasal 28f menjaminkebebasan pers dengan menggunakan saluran yang tersedia. Ini merupakan hak asasimanusia untuk menegakkan keadilan. UU Pers dalam konsiderannya menyebutkan bahwadalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa <strong>dan</strong> bernegara yang demokratis, hakmemperoleh informasi merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki.Sekarang kita masuk ke dalam RUU-nya sendiri. Kita dapat melihat kenapa RUU inidiadakan kodifikasi. Penyusunan hukum pi<strong>dan</strong>a dalam bentuk kodifikasi <strong>dan</strong> unifikasidimaksudkan untuk menciptakan keadilan, kebenaran <strong>dan</strong> ketertiban <strong>dan</strong> kepastian hukumdengan memperhatikan kepentingan nasional, masyarakat <strong>dan</strong> individu dalam negaraIndonesia. Kemudian kita bertanya kenapa orang mesti dihukum? Pemi<strong>dan</strong>aan bertujuan :a. mencegah tindak pi<strong>dan</strong>a dengan menegakkan norma hukum;b. memasyarakatkan terpi<strong>dan</strong>a sehingga menjadi orang yang baik <strong>dan</strong> berguna;c. menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh tindak pi<strong>dan</strong>a, memulihkankeseimbangan <strong>dan</strong> munculkan rasa damai dalam masyarakat;d. membebaskan rasa bersalah pada para terpi<strong>dan</strong>a.Jadi dapat disimpulkan terutama pada hal kejahatan <strong>terhadap</strong> kehormatan, RUU inimerupakan lonceng kematian bagi penghormatan kita pada hak-hak pribadi, hak publik<strong>dan</strong> bahkan kewibawaan negara itu sendiri. Isi RUU KUHP ini bertentangan diametraldengan UUD’45, prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan pers <strong>dan</strong> perlindungan hak-hakpribadi. Para penyusun RUU KUHP ini telah menempatkan negara sebagai sebuahkekuasaan totaliter. Sehingga segala sesuatu dianggap sebagai simbol yang berkaitandengan kewibawaan negara yang tidak boleh disentuh.Sebagai contoh, soal pasal penghinaan <strong>terhadap</strong> Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden di Pasal 265berbeda dengan KUHP lama. Denda di situ tidak disebut pasti tapi ada kategorikategorinya.Apa yang dinamakan menghina? Dalam penjelasannya, yang disebutmenghina adalah perbuatan apapun yang mau menyerang nama baik atau martabatPresiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden di muka umum. “Apapun” ini sangat berbahaya. Walaupundalam penjelasan disebutkan bahwa menghina adalah menista dengan surat <strong>dan</strong>sebagainya, <strong>dan</strong> walau disebut pada bagian akhir bahwa pasal ini tidak dimaksud untukmeniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik atau pendapat yang berbedadengan yang dianut oleh Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden. Kalau sudah “apapun” bagaimanakita mau punya ruang lingkup? Bagaimana kita mau berdialog dengan Presiden atau WakilPresiden?Mengenai pencemaran juga demikian, termasuk di bi<strong>dan</strong>g pers, ini jelas bertentangan.Bagaimana pers, yang mempunyai tugas mengoreksi <strong>dan</strong> memberikan kontrol sosial dapatbekerja dengan pasal-pasal seperti ini?Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 13


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaR-KUHP sekarang mengandung lebih banyak pasal-pasal Hatzaai Artikelen dibanding KUHPlama. Walaupun deliknya diubah dari delik formal menjadi delik materiil. Padahal kita barusaja mengalami reformasi oleh pemerintahan yang dipilih secara reformasi. Ini merupakanpengkhianatan <strong>terhadap</strong> UUD kita yang telah diamandemen.Dengan landasan seperti itu, tidak ada lagi kehormatan pribadi <strong>dan</strong> publik, negara sudahmengambil alih semuanya. Negara menjadi penentu tunggal nilai-nilai yang berlaku. Tidakada ruang publik yang tersisa untuk melakukan dialog apalagi kontrol sosial. Sejarahmencatat negara seperti ini pada suatu saat akan menghadapi rakyatnya sendiri.Kesimpulannya, RUU ini menghina-dinakan kehormatan negara sendiri. Secara tehnikal,tidak ada ilmu baru dalam draft KUHP ini, kecuali dalam pasal soal korporasi, santet <strong>dan</strong>IT. Paradigma <strong>dan</strong> filosofi dari R-KUHP ini perlu dirombak karena bertentangan dengansemua hak yang ada.Demikian <strong>dan</strong> terima kasih.Moderator :Benang merah yang bisa kita tarik dari para pembicara itu ada penolakan <strong>terhadap</strong>dicantumkannya pasal-pasal Hatzaai Artikelen, yang mana pasal-pasal itu bisa digunakantapi harus sangat selektif. Secara filosofis sudah berbeda pijakannya. Paradigma yangsekarang tumbuh sudah sangat berbeda dengan ketika KUHP itu dibuat.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 14


Diskusi Sesi ICatatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaI Dewa Gede Ngurah Swasta (pemerhati) :Kesimpulan saya tadi adalah bahwa masalah ini memang sangat sulit, karena itu perlu hatihatipembahasannya. Kenapa sangat sulit? Karena kita ini negara demokrasi, namun tidakberarti bebas sebebasnya. Ini filsafat mengapa hukum pi<strong>dan</strong>a lahir. Negara ini dibangunkita perlu kontrol sosial perlu ekspresi-ekspresi <strong>dan</strong> kebebasan. Kontrol sosial sepertimelaporkan pejabat. Ini dua hal yang sulit untuk dipertemukan <strong>dan</strong> diakomodasikan karenaitu memang perlu diatur. Ini saya sedikit tidak sependapat dengan Pak Atma. Soalpencemaran nama baik <strong>dan</strong> perasaan tidak enak memang tidak perlu diatur. Tapipenghinaan <strong>dan</strong> fitnah memang perlu diatur. Namun, tetap perlu kedisiplinan berpikirseperti yang dikatakan Pak Ashadi. Beberapa hal memang perlu diatur, namun juga jangansampai kita memberikan kesempatan kepada penguasa untuk membelenggu masyarakatjika rumusannya seperti itu. Jadi, deliknya harus pasti <strong>dan</strong> tidak boleh bersifat karet. Kalaubegitu kita hanya membuat hukum untuk penguasa saja. Ini juga memberikan proyek lebihbesar buat penegak-penegak hukum yang nakal.Rai Setiabudi (Dekan - pengajar hukum pi<strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> kriminologi) :Pertama <strong>terhadap</strong> Bapak Wina, yang menjelaskan bahwa RUU ini sepertinya anti demokrasi<strong>dan</strong> seterusnya. Saya tidak sependapat, bahwa yang dihasilkan oleh perancang terdahulubanyak sekali terobosan-terobosan baru yang sesuai ke-bhinnekaan kita <strong>dan</strong> adat istiadatyang berkaitan dengan permasalahan yang sesungguhnya ada di masyarakat kita. Sepertimisalnya masalah hukum adat sudah tertampung <strong>dan</strong> santet.Soal hukum adat juga dilematis. Di satu pihak hukum memang harus berpegang pada asaslegalitas, se<strong>dan</strong>gkan dengan diangkatnya masalah adat ini asas legalitas itu bisa disimpangi.Ini memerlukan pembicaraan serius, namun saya setuju sekali masalah adat ini perlu untukdiangkat. Di Bali misalnya, banyak hal-hal yang anti sosial tapi tidak bisa dipi<strong>dan</strong>a.Contohnya Lukike Sanggraha [???], itu orang menghamili gadis lalu ditinggal. Di KUHP tidakada pasalnya, kumpul kebo juga misalnya, kalau hukum adat diangkat maka hal-hal sepertiini bisa dipi<strong>dan</strong>a.Saya sependapat juga bahwa perlindungan hak individu <strong>dan</strong> kebebasan pers memangdikekang di sini, cukup banyak. Misalnya ada 59 pasal yang berkaitan dengan kebebasankebebasanini yang 40 pasal ini diambil dari KUHP lama, malahan hukumannyaditambahkan. Padahal penjabaran di UUD amandemen sangat dijamin. Pasal-pasal yangberkaitan dengan masalah-masalah tadi itu dihapuskan saja. Apalagi tadi disebutkansejumlah negara sudah menghapuskan pasal-pasal itu. Namun, pasal-pasal yang berkaitandengan ideologi khususnya soal larangan komunisme perlu terus dipertahankan, melihatpengalaman masa lalu. Begitu juga penghinaan <strong>terhadap</strong> lambang-lambang negara perludipertahankan. Penghinaan Presiden <strong>dan</strong> wakilnya tidak jelas, perlu dihapuskan, namunpenghinaan face to face (langsung) perlu dicantumkan.Teori sosiologi memberikan perhormatan kepada individu terlebih dahulu. Lalu manusiasebagai mahluk sosial. Oleh karena itu, sistematika KUHP ini pertama-tama harusmemberikan perlindungan <strong>terhadap</strong> ancaman individu, seperti pembunuhan,Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 15


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi Manusiapenganiayaan, hak-hak masyarakat harus diutamakan, lebih dari perlindungan <strong>terhadap</strong>pemerintah. Lalu perlindungan <strong>terhadap</strong> hak <strong>terhadap</strong> kebendaan, lalu perlindungan<strong>terhadap</strong> hak-hak masyarakat, terakhir baru kepentingan negara yang dilindungi denganpasal-pasal yang lebih selektif.Ayu Nantri :Seperti kita ketahui bersama, bahwa dari segi sejarah memang perlu ada pembaharuanKUHP kita. Seharusnya pembaharuan KUHP ini sesuai dengan arah politik hukum daribangsa kita yang sudah merdeka <strong>dan</strong> berdaulat <strong>dan</strong> sudah menuju pada reformasi hukum.Tetapi dari apa yang disampaikan tadi, Pasal 310 soal penghinaan tidak ada perubahan,padahal mestinya jiwa <strong>dan</strong> semangatnya harus berubah. Oleh karena itu, perlu adarumusan yang lebih jelas agar tidak ada lagi pasal karet. Unsur-unsur deliknya perludiperjelas dengan akibat yang obyektif, sehingga tindakan negara membatasi kebebasanindividu juga harus terbatas, sehingga tidak sewenang-wenang. Jadi, ini perlu diskusi dariahli-ahli hukum pi<strong>dan</strong>a, sehingga dapat dicapai sintesa kepentingan individu, masyarakat<strong>dan</strong> negara.Lalu dengan dimasukkannya hukum adat dalam Pasal 1 ayat (3) RUU KUHP, asaslegalitasnya tentu juga lebih luas, tidak formal seperti yang lalu. Asas legalitas sifatnyatertutup, padahal hukum adat bersifat terbuka, ini barangkali bisa jadi persoalan. Namuntidak dapat kita ingkari bahwa pi<strong>dan</strong>a adat itu masih banyak yang hidup dalam masyarakatkita. Jadi bagaimanapun juga perlu ada landasan yuridis, walau hukum adat, walaupuntidak diatur dalam UU, namun bisa tetap hidup jika dilaksanakan oleh masyarakat. Dalamnegara hukum yang modern pengaturan suatu UU menjadi hal yang penting.Kita punya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Teori Perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan, jadi saya kira RUUKUHP ini harus mengikuti UU itu. Tujuannya harus jelas, tidak boleh bertentangan denganperaturan yang lebih tinggi, <strong>dan</strong> sebagainya. Banyak ketentuan yang harus dijabarkandalam setiap UU yang dibuat oleh pemerintah.Lalu soal penghinaan <strong>terhadap</strong> kepala negara menurut saya harus tetap diatur, karenakepala negara merupakan simbol dari negara. Memang harus dipisahkan oknumnyadengan jabatannya. Tapi dalam kenyataannya sulit memang memisahkan antara kepalanegara dengan pribadinya. Perlu juga diatur pembuktiannya. Ini perlu diatur secara hatihatiagar tidak ada kesewenang-wenangan dari pemerintah. Terima kasih.Sudiana :Dalam hal ini saya sangat setuju perlunya perbaikan KUHP. Ini juga supaya ada kepastianhukum.Soal penghinaan <strong>terhadap</strong> kepala negara, menurut Emil Durkheim, simbol itu mengandungsuatu makna yang kita sepakati bersama. Jika kepala negara dianggap sebagai simbol, makaperlu dilindungi. Namun, perlu dibedakan antara Presiden sebagai pribadi. Kita perluselektif supaya tidak tercampur. Dalam hal mencermati ini saya ingin melihat critical legalstudies, dimotori oleh Hunger. Dia melihat hukum di sana dalam pemberlakuannya nuansanuansapolitik banyak masuk, sehingga keadilan tidak dapat dipenuhi. Karena itu adamengusulkan bahwa ketika membuat hukum, harus bisa dipisahkan pembuatan hukumKomnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 16


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi Manusiadari kepentingan-kepentingan politik. Ini namanya studi hukum kritis, studi ini perludiingat ketika menyusun RUU KUHP ini, agar jangan sampai nuansa politik justru masukke dalam penyusunan rancangan ini.Wisnu Murti :Ada dua adagium yang kontradktif, lebih baik kita dipimpin oleh pemimpin yang sangatdiktator daripada tidak ada pemimpin. Adagium lainnya adalah lebih baik membebaskanorang bersalah daripada menghukum orang tidak yang bersalah. Dua adagium ini perludipertimbangkan oleh para ahli hukum.Kalau saya menyimak pembicaraan para pembicara tadi, seolah-olah pembaharuan KUHPini tidak perlu ada. Itu yang bisa saya tangkap.Oleh karena itu, saya melihat perlu ada studi komparatif atau perbandingan antara KUHPlama dengan RKUHP sekarang ini, agar terlihat apa saja yang sama <strong>dan</strong> apa saja yangberbeda. Perlu ditentukan siapa yang dapat menginterpretasikan suatu kegiatan bisadiartikan dengan sengaja. Contohnya di Singaraja, ada sapaan setempat <strong>terhadap</strong>sesamanya, yaitu Cicing atau Bojong. Yaitu anjing atau kera. Itu bahasa persahabatan merekadi Singaraja. Kalau itu yang terjadi, apakah itu masuk dalam kategori delik pi<strong>dan</strong>a? Inimenyangkut tradisi <strong>dan</strong> adat istiadat yang harus dipertimbangkan.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 17


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaTanggapan PembicaraV. WINA ARMADAPertama, perlu klarifikasi bahwa saya bukan tidak setuju KUHP itu diperbaharui. KUHPkita perlu diganti, masalahnya adalah bukan sekedar memindahkan produk Belanda keproduk Indonesia. Namun paradigmanya-lah yang harus diubah. Tolak ukur perubahan ituadalah konstitusi kita yang baru diamandemen itu, yang menjamin hak asasi manusia.Saya juga setuju bahwa lambang negara perlu dilindungi, namun harus jelas seperti apa,bukan hanya karena perbedaan pendapat. [Memberikan contoh perubahan UU di AS]. Jika adahal-hal yang “clear and present <strong>dan</strong>ger” baru bisa diancam. R-KUHP bahkan juga melarangkita mengkritik negara lain.Soal hukum adat, ia punya tempat sendiri, bukan di KUHP. Karena ketika masuk KUHP,dia masuk acara-acara formal dari KUHP. Hukum acara akan justru merugikan hukumadat.Di Indonesia belum ada politik hukum, mau ke arah mana hukum kita ini? Perlu adakejelasan visi ini. Namun demikian, perlu diakui ada beberapa kemajuan dalam draft ini,namun prinsip-prinsip atau visi menjamin hak asasi manusianya belum tercantum.VI. ATMA KUSUMAHSaya bukan anti hukum, namun mengajak merenungkan apakah semua masalah harusmasuk KUHP? Apakah harus dipi<strong>dan</strong>a? Tidak bisa diperdata secara proporsional.Soal ideologi komunisme, saya pernah diminta pendapat dari Menpen Yunus Yosfiah soalUU Pers, keberatan saya waktu itu adalah : 1) pers harus takwa <strong>terhadap</strong> ke-Tuhanan yangMaha Esa. Karena bagaimana mengukur ketakwaan saya itu?, 2) soal pasal komunisme,karena mengingat ratusan ribu orang yang dituduh komunisme dibunuh, jutaankeluarganya menderita karena stigmatisasi. Kenapa komunisme saja yang dicantumkanbukan fasisme atau otoritarianisme? Pasal tersebut lantas hilang dari UU Pers, namun malahmuncul di R-KUHP. Apa negara ini akan runtuh atau Presiden akan turun karenapemberitaan pers?VII.ASHADIKurang ada eksplorasi soal filsafat hukum. Ada pasal-pasal yang tumpang tindih antara UUsatu dengan yang lainnya.Posisi Presiden sebagai kepala negara sudah diganti menjadi kepala pemerintahan, sehinggabukan simbol negara lagi. Simbol kita tinggal lambang negara Garuda Pancasila ataubendera.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 18


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaVIII. WAYAN TANGUNSoal adagium, lebih baik membebaskan orang bersalah daripada menghukum orang yangtidak bersalah artinya bahwa penjatuhan hukum pi<strong>dan</strong>a harus sangat diperhatikan.Pemerintah harus menghilangkan stigma jahat yang muncul dari kriminalisasi berlebihan.Stigma ini tercermin, misalnya dari dimintanya surat kelakuan baik ketika melamar menjadipegawai negeri sipil.Ideologi yang mendasari pembaharuan KUHP ternyata masih mempertahankan status quo,<strong>dan</strong> masih bersifat pembalasan, karena itu hukumannya tinggi. Pembaharuan hukummemang perlu, namun pembahasannya perlu sangat hati-hati.Moderator :[Menutup sesi <strong>dan</strong> menyimpulkan]Perubahan KUHP perlu, namun filosofinya pun perlu diubah. Perubahan itu tidakperlu target.Jika ada pasal Hatzaai Artikelen harus digunakan secara amat hati-hati.Harus ada kepastian hukum, rumusan delik harus jelas.Harus ada pemisahan jelas antara personal dengan posisi sebagai pejabat.Perlu database tentang pemi<strong>dan</strong>aan yang ada di berbagai macam peraturanperun<strong>dan</strong>gan.[Istirahat Siang]Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 19


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaSESI II : KEJAHATAN TERHADAP KEPENTINGAN UMUMPEMBICARA :1. Prof. Dr. Yohanes Usfunan (Dosen Universitas Udayana)2. Dr. Adrianus Meliala (Pengajar <strong>dan</strong> Penasihat Kapolri)MODERATOR : Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H.Moderator :[Memperkenalkan pembicara]I. PROF. DR. YOHANES USFUNANDalam kaitan dengan politik legislasi pi<strong>dan</strong>a untuk menghasilkan hukum pi<strong>dan</strong>ayang lebih lengkap, dalam RUU ini, tidak semua ketentuan masuk di dalamnya.Perlu ada ketentuan peralihan bahwa UU khusus akan tetap berlaku setelahpembaharuan KUHP.Hukum hak asasi manusia yang bersifat absolut tidak bisa kena pembatasan.Namun, ada HAM lain yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat <strong>dan</strong>berbangsa. Penggunaan hak asasi manusia dibatasi oleh dua hal umum, yaitu tidakmenyerang harkat <strong>dan</strong> martabat <strong>dan</strong> tidak menggangu kepentingan umum.[Terlewat beberapa point - namun diambil dari makalah]Ada beberapa aspek pi<strong>dan</strong>a yang perlu dimasukkan - lihat makalah.Dalam kaitan dengan kepentingan umum dalam kebebasan beragama : perlu sanksi<strong>terhadap</strong> penghinaan agama.Yang penting adalah menggunakan konsep atau istilah yang tepat sehingga tidakmenghasilkan norma yang kabur, yang menghasilkan multi tafsir <strong>terhadap</strong> hak asasimanusia.Moderator :KUHP harus mengatur semua ketentuan pi<strong>dan</strong>a, sehingga perlu ada political willuntuk mendata semua UU yang mengandung kriminalisasi untuk menghindaritumpang tindih.Harus ada pengaturan <strong>terhadap</strong> hak asasi manusia, jenis hak asasi manusia yangmana?Apakah pelanggaran hak asasi manusia sama dengan tindak pi<strong>dan</strong>a?Perlu identifikasi siapa sasaran KUHP ini, supaya tidak ada salah penafsiran.Harus ada kejelasan konsep dalam setiap norma yang diatur.II. DR. ADRIANUS MELIALABeberapa pertanyaan yang muncul :Ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan soal kejahatan <strong>terhadap</strong> kepentinganumum apakah suatu tindakan itu termasuk kejahatan atau offend?Apakah perlu ada akibat dulu/materiil atau bersifat formil?Samakah keamanan umum dengan ketertiban masyarakat?Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 20


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaApakah kepentingan publik itu sama dengan publik itu sendiri?Agenda negara <strong>terhadap</strong> RKUHP ini tidak jelas, apakah mau menambah, merubahtotal?Aparatur negara dianggap paling mampu untuk menafsirkan soal-soal konsep,belum mendengarkan opini masyarakat.Kalaupun nanti jadi diatur, ini lebih merupakan jenis kejahatan yang jadi kejahatankarena ada aturan, bukan dari sononya jadi kejahatan. Perdebatan kenapa suatu halbisa masuk atau tidak akan muncul.Nampaknya kejahatan ini akan selalu memerlukan agregator. Artinya praktikpraktiksudah terjadi baru kemudian disadari bahwa perlu ada pengaturan untukmasalah-masalah yang muncul tersebut.<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> kepentingan umum biasanya adalah kejahatan sekuler daribentuk kejahatan. Jadi pemi<strong>dan</strong>aan ditujukan <strong>terhadap</strong> akibat dari tindak kejahatan.Lalu di sini ada permasalahan bagaimana mengukurnya.Dengan demikian, penerapannya juga harus seimbang atau proporsional <strong>terhadap</strong>tindak kejahatannya sendiri.Perbuatan apa saja yang patut dimasukkan ke dalam hal ini?Pengambil-alihan lahan publik.Penurunan mutu layanan publik, misalnya layanan sekolah yang menurunmutunya.Hak-hak yang tercantum dalam kepentingan publik akan sangat debatable karenaistilah kepentingan publik-pun sangat debatable.Hak-hak inipun makin lama akan makin berkembang sesuai perkembanganmasyarakat.[Beberapa poin terlewat]Siapa yang bertanggung jawab <strong>terhadap</strong> tindak kejahatan seperti ini juga perludiperhatikan, misalnya apakah pelaku lapangannya, atau si pembuat keputusannya?Sanksi sebaiknya diterapkan bukan hanya secara pi<strong>dan</strong>a, namun juga bisa secaraadministratif, misalnya pemecatan jabatan, agar ada efek jeranya.Moderator :Belum a<strong>dan</strong>ya kejelasan <strong>terhadap</strong> konsep <strong>terhadap</strong> kepentingan umum ini.Banyak juga kejahatan model ini yang dilakukan oleh pemerintah.Perbuatan apa saja yang masuk ke dalam model kejahatan ini juga masih bisadiperdebatkan.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 21


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaDiskusi Sesi IIKetut Artha :Norma yang terkandung dalam KUHP sulit diketahui maknanya.Hendaknya KUHP nantinya hanya memuat hal-hal yang belum diatur dalam UUlainnya.Perlu ada aturan moral, contohnya soal kumpul kebo.Sugi Ar<strong>dan</strong>a :Konsep KUHP yang baru ini cukup lama, kenapa konsep yang disusun para pakar ini tidakpernah dijadikan UU, tapi selalu diubah. Ada kekhawatiran bahwa pasalnya pasal karet.Dewa Nyoman Sekar (Dosen Universitas Udayana) :Hukum pi<strong>dan</strong>a adalah hukum yang ditakuti oleh setiap orang, karena hukumpi<strong>dan</strong>a jangan diterapkan pertama kali, tapi jadi premium remedium.KUHP memang perlu diganti mengingat usianya terlalu tua.Ketika kita mau merumuskan pasal-pasal dalam KUHP yang tidak bias penafsiran,karena ini bukan hukum publik.Masalah delik aduan cukup lama dibahas.Saya setuju kodifikasi hal-hal yang tumpang tindih diatur di dalam KUHP <strong>dan</strong> UUlain, karena banyak hal-hal yang ka<strong>dan</strong>g bertentangan antara satu peraturan denganperaturan lainnya.Windia (Dosen Universitas Udayana) :Dalam kasus Timor Leste <strong>dan</strong> Aceh, seolah-olah ABRI saja yang melanggar hak asasimanusia, dia seolah-olah tidak punya hak asasi manusia, bagaimana pendapat bapak soalini?Mudita : Demokrasi harus berkaitan dengan hukum, tanpa keduanya tidak ada penegakanhak asasi manusia. Soal masalah mahasiswa yang demo. Ketika mereka demo, mereka tidakmembayangkan akan melanggar kepentingan umum, mereka malah hendakmenegakkan hak asasi manusia. Dari perspektif Pak Adrianus, bagaimana soal ini? Asas kepatutan harus menjadi landasan, patutkah mahasiswa yang menjagakepentingan Indonesia dikenakan dengan peraturan yang mengekang? Bagaimana jika muncul gerakan masyarakat yang mengkritisi peraturanperun<strong>dan</strong>gan yang tidak sesuai dengan UUD kita? Sejauh mana fungsi kontrol pers itu berfungsi?Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 22


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaTanggapan PembicaraI. DR. ADRIANUS MELIALAPak Mardjono, salah satu perumus RUU ini mengutarakan bahwa dunia di sekelilingtim perumus itu seolah-olah tidak melihat bahwa RKUHP itu penting.Namun, saya melihatnya bahwa para perumus RUU ini ingin suatu UU yangsempurna <strong>dan</strong> berlaku untuk waktu yang lama, sehingga malah tidak jadi-jadi.Perlu ada penekanan, bahwa jika penegak hukum yang melanggar, maka perlu adapemberatan.Ada aturan yang sifatnya menjadikan orang sebagai penjahat <strong>dan</strong> sebagai offender.Peraturan 3 in 1 misalnya, ini adalah peraturan offender. Perlu ada pengembangananggapan bahwa korupsi bukan hanya soal salah aturan, tapi juga perbuatankejahatan.Koruptor dalam pembelaannya sering memposisikan diri sebagai pelanggar aturan.Soal mahasiswa, lebih baik diatur masalah keproseduran saja, misalnya a<strong>dan</strong>ya suratpemberitahuan demonstrasi. Bila prosedur ini dilanggar baru bisa ditindak.II. PROF. DR. YOHANES USFUNANDalam konteks efektifitas hukum, aturan di dalam RKUHP ini masih kabur, istilahbelum jelas.Jika dalam peraturan pengalihan disebutkan bahwa UU lain juga tetap digunakan,maka ini dapat membuka ruang untuk pengembangan.Penggunaan hak asasi manusia yang berlebihan akan mengganggu hak asasimanusia orang lain.Para perancang aturan sering hanya kumpul saja, tidak melakukan inventarisasiterlebih dahulu, sehingga tabrak sana tabrak sini.Soal TNI <strong>dan</strong> Timor Leste, ini indikasi dari “kebobrokan demokrasi”, dimanapenerapan hak asasi manusia tidak dilakukan <strong>terhadap</strong> semua orang.TNI <strong>dan</strong> Polri sekarang makan buah simalakama, antara penegakan hak asasimanusia dengan penegakan aturan.Benteng demokrasi bukan berarti bisa mencaci maki orang.Fungsi pers pertama kali adalah melakukan pengawasan <strong>dan</strong> fungsi sosial.TAMBAHAN DR. ADRIANUS MELIALAAda situasi perumusan UU berlaku vertikal, padahal perlu juga dilakukan secarahorisontal, bagaimana irisannya dengan UU lainnya.Soal lambatnya pembahasan RKUHP, ini ada masalah soal Prolegnas juga,melibatkan kemampuan melobi bagian-bagian yang terkait dengan penyusunan UU.Misalnya RUU APP, sebenarnya tidak terlalu penting, namun karena seringdisuarakan, maka diutamakan. Memang UU yang pemilik kepentingannya tidakjelas akan lama dirumuskan. Sebaliknya, UU yang kepentingannya jelas, misalnyaUU TNI (yang hanya disusun dalam waktu 3 bulan) akan sangat cepat disusun.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 23


Moderator :Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaMemang soal keserasian antara UU sangat amburadul, misalnya usia dewasa diRUU APP adalah 12 tahun padahal di UU lain berbeda.Untuk perbaikan RKUHP, sasaran harus jelas. Kejelasan kriteria tindak pi<strong>dan</strong>akepentingan umum, perlu pertimbangan hal-hal yang menonjol, sanksi bisaakumulatif <strong>dan</strong> perlu harmonisasi perun<strong>dan</strong>gan.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 24


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaKERJA KELOMPOK 1KEJAHATAN TERHADAP MARTABATFasilitator (Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H.) :[Fasilitator membuka acara, memberikan pengantar untuk sesi ini]Pertanyaan awal yang muncul adalah apakah kejahatan <strong>terhadap</strong> martabat itu termasukmenghina pribadi orang yang kebetulan menjadi Presiden, apakah pejabat negara itu?Beberapa orang mengusulkan Pak Tangun sebagai narasumber <strong>dan</strong> Pak Dewa NgurahSwasta sebagai ketua kelompok. [Pak Dewa lantas mengambil posisi di depan sebagai ketua].[Sebagian terekam kaset <strong>dan</strong> sebagian tidak, karena mikrophone hanya ada satu di depan]I. Apakah soal martabat ini perlu diatur ?Ketua :Saya melihat masalah soal isu ini, apakah perlu hal ini diatur, yaitu soal fitnah, kabarbohong <strong>dan</strong> pencemaran nama baik. Apakah memang ada dari itu yang perlu diatur? Laluapakah perlu dibedakan antara kepentingan serangan kejahatan <strong>terhadap</strong> pribadi denganserangan sebagai pejabat negara - perlu klarifikasi pejabat negara itu apa? Kalaupun ituharus diatur, pengaturan itu harus didasari oleh filsafat hukum pi<strong>dan</strong>a, sehingga tidak adakepentingan masuk. Ini yang harus menjadi dasar. Unsur-unsur deliknya juga harusdirumuskan secara jelas, sehingga tidak multi tafsir atau ambigu. Apakah masalah martabatini harus delik aduan atau bisa bukan delik aduan?Mudita :Menurut saya, tidak perlu pasal-pasal ini dimasukkan ke dalam KUHP, karena saat iniadalah reformasi. Kita punya UU No. 32, di mana Presiden <strong>dan</strong> wakilnya tidak lagi menjadilambang negara. Lalu soal martabat, siapa sekarang pejabat yang bermartabat?Surya Dharma :Saya ingin melihat apa manfaat UU tersebut bagi kita. UU itu kan sebagai alatkontrol <strong>dan</strong> rekayasa sosial. Nilai masyarakat mana yang harus kita serap? Yaitunilai masyarakat Indonesia <strong>dan</strong> nilai internasional di mana kita hidup. Hukum harusmengarahkan masyarakat.Kebebasan itu harus dibatasi juga, misalnya ada masalah trial by the press. Perludipikirkan bagaimana kita bisa memberikan informasi yang baik <strong>terhadap</strong>masyarakat namun memperhatikan martabat. Jadi ini perlu diatur, hanya bagaimanaagar peraturan ini tidak merugikan.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 25


Wayan Suwandi :Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaPejabat negara bertanggung jawab <strong>terhadap</strong> keamanan <strong>dan</strong> ketertiban, sehinggaharus dihormati.Saat ini kebebasan kebablasan, sehingga perlu pengaturan.Oke :Sesuai falsafah Pancasila, kita memerlukan pengaturan ini, apalagi kita punya etika duniatimur, supaya kita tidak saling mencaci maki.Polda :Kami dalam menegakkan hukum perlu bekerja dalam rambu-rambu, <strong>dan</strong> tidak akansewenang-wenang. Ada equality before the law, sehingga perlu ada aturan ini.I Gede Yasanagara :Aturan ini diperlukan namun penggunaan ini harus limitatif, mengingat hukum pi<strong>dan</strong>asebagai ultimum remedium. Kalau tidak hati-hati nanti akan jadi menakuti masyarakat.Peserta sepakat bahwa aturan ini perlu untuk diadakanII. Mana yang perlu <strong>dan</strong> tidak perlu dari istilah-istilah tertentuKetua :Sekarang mari kita bahas soal pencemaran nama baik, penyerangan <strong>terhadap</strong> martabat,menyebabkan perasaan tidak senang <strong>dan</strong> lain-lain. Mana di antara itu yang perlu, manayang tidak perlu?Nengah Puja :Soal perasaan tidak senang tidak perlu dimasukkan karena absurd.Ariawan :Di rancangan UU yang terbaru sudah tidak ada lagi soal perasaan tidak senang.Ketua :Saya simpulkan aturan martabat ini perlu karena :1. Manusia bermartabat;2. Kita bangsa timur yang beretika <strong>dan</strong> beragama;3. Kita menghormati orang lain sehingga kita juga dihormati;4. Etika ini perlu diatur dalam hukum.Sekarang kita bicarakan bagaimana agar rumusannya bisa setara di mata hukum.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 26


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaMudita :Maksud kita berkumpul di sini adalah membicarakan soal ini, khusus soal pejabat negara.Ketua :Baik, mari kita bicarakan sebagai berikut : apakah perlu kita mengatur penyeranganmartabat <strong>terhadap</strong> Presiden <strong>dan</strong> wakilnya?Mudita :Karena ada UU No. 32, Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden sudah bukan lambang negara. Lebihbaik hukum ini berlaku secara universal, tidak perlu dikhususkan untuk Presiden.I Gede Yasanagara :Kita sudah dapat makalahnya kemarin, di situ sudah ada yang dirinci mengenai apa yangperlu dilindungi <strong>dan</strong> tidak dilindungi. Satu per satu kita ulas, deliknya formil atau materiil,sanksi pi<strong>dan</strong>anya bagaimana?[Ketua menanyakan apakah delik penghinaan <strong>terhadap</strong> Presiden ini perlu setelah itu baru kita bahassecara materialnya. Ternyata peserta kebanyakan menyatakan perlu. Sehingga pesrta sekarang sudahbisa membahas rumusan delik]Wayan Tangun :Sebelum membicarakan rumusan delik, apakah perlu dipisahkan antara penghinaanantara pribadi <strong>dan</strong> penghinaan <strong>terhadap</strong> pejabat. Ini yang dimintakan oleh panitia.Ini tercantum dalam KUHP lama <strong>dan</strong> <strong>dan</strong> apakah perlu masuk dalam KUHP baru.Saya sendiri berpendapat bahwa sebaiknya tidak harus dipisahkan antarapenghinaan antara umum <strong>dan</strong> Presiden. Ini adalah asas kesetaraan di muka hukum.Akan tetapi nantinya jabatan itu harus kita jaga kemuliaannya.Dalam RUU ini martabat Presiden didahulukan.Ketua :Saya setuju dengan Pak Tangun, ini pendapat pribadi.Oke :Setuju dengan Pak Tangun.Ketua :Kalau begitu kita sepakat ini disatukan saja ke dalam penyerangan <strong>terhadap</strong> martabat<strong>terhadap</strong> pribadi. Tidak perlu dipisahkan.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 27


Wayan Tangun :Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaMaksud saya, kapan suatu tindak pi<strong>dan</strong>a menyerang seorang SBY sebagai pribadi atausebagai Presiden. Ini berakibat pada pertanggungjawaban pi<strong>dan</strong>anya.Oke :[mengulang pendapat Pak Tangun]Surya Dharma :Bagaimanapun, Presiden merupakan representasi kita yang menduduki posisi terhormat.Namun, tidak perlu ada pengaturan secara khusus, hanya di dalam rumusannya ada unsurpemberat jika kejahatan tersebut dilakukan <strong>terhadap</strong> Presiden.Kesimpulan ketua adalah pengaturan itu disatukan hanya ada unsur pemberatnya]III. Delik aduan atau bukan ?[Ketua menanyakan apakah pasal ini harus merupakan delik umum atau delik aduan, denganmemberikan catatan bahwa kejahatan <strong>terhadap</strong> martabat itu sangat tergantung pada perasaan orang]Surya Dharma :Mungkin bukan delik aduan, namun penyidik kasus ini harus datang ke pihak yang dihinauntuk menanyakan apakah kasus ini mau dilanjutkan. Kalau pihak yang “diserang” tidakmau melanjutkan ya sudah.Ketua :Saya tawarkan bahwa Presiden cukup memberikan pernyataan bahwa ia merasa terserangmartabatnya atau tidak.Wayan Tangun :Kita pisahkan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan publik. Yang merasa tidakenak karena Presiden dihina bukan hanya Presiden, namun kita sebagai pemilihnya jugatidak enak. Jadi untuk soal pribadi, harus delik aduan, namun untuk Presiden bukan delikaduan.Ketua :Ini adalah celahnya bias. Polisi <strong>dan</strong> Jaksa bisa menafsirkan semena-mena. Sehinggamekanismenya perlu diatur, paling tidak dalam mekanismenya. Karena itu tadi sayamenawarkan agar Presiden bisa memberikan tanda-tanda atau statement apakah ia merasatersinggung atau tidak.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 28


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaPolda :Saya sependapat dengan Pak Tangun, Presiden itu kita harus hormati.Ariawan :Agar tidak bias, dalam penjelasan UU itu bisa dipisahkan ketika menyangkut kebijakanpemerintahan, maka itu berarti penyerangan <strong>terhadap</strong> Presiden sebagai pejabat publik.Peserta setuju bahwa soal Presiden <strong>dan</strong> wakil merupakan delik biasa, <strong>dan</strong> untuk pribadimerupakan delik aduan. Kesepakatan ini diambil dengan melihat siapa saja yang setujupendapat Pak Tangun. Ada sejumlah orang lainnya yang tidak sepakat sebenarnya,namun tidak terjadi penghitungan secara kuantitatif berapa yang setuju, berapa yangtidak setuju.Wayan Tangun :Mari kita bicarakan lebih jauh apakah ini delik materiil atau formil. Jika formil, maka kitamemikirkan perbuatannya. Kalau materiil berarti kita fokus pada akibat perbuatan.[Break]Ariawan :Dalam RUU ini penghinaan tersebut disyaratkan mengakibatkan keonaran. Saya melihat iniperlu juga dirumuskan sebagai delik materiil, termasuk <strong>terhadap</strong> Presiden.Oke :Kita perlu menciptakan paradigma baru, sehingga tidak perlu dibedakan antara delik formilatau materiil. Yang kita perlu adalah redaksionalnya.Wayan Tangun :Tetap ini perlu dibicarakan, karena dalam hukum pi<strong>dan</strong>a perlu pengaturan seperti ini. Sayapikir ini perlu dikategorikan sebagai delik materiil. Sehingga Presiden perlu menunjukkanakibatnya.NN :Tidak perlu ada keberatan langsung dari Presiden, namun misalnya ada demo tidak sukadari pendukung Presiden, itu sudah akibat.Polda :Saya lebih cenderung setuju ini sebagai delik formil, karena dapat menjaga kondisikeamanan. Tidak perlu menunggu suasana menjadi tidak kondusif. Jangan menunggusampai terjadi akibat baru dicegah.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 29


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaI Gede Yasanagara :Saya tidak setuju delik formil, karena bisa menghilangkan unsur perlindungan hak asasimanusianya.Ariawan :Jika melihat Pasal 264, maka itu adalah penyerangan <strong>terhadap</strong> diri, bukan soal martabat.Jadi menurut saya pasal ini perlu dihapuskan, karena pasal ini tidak menyebutkan soalmartabat.Kesimpulan : sebagian besar setuju ini masuk ke delik materiil (dengan catatan dariPolda yang tetap setuju dengan delik formil).IV. Pengaturan pasal-pasal[Mulai dari Pasal 265 sampai 341]Polda :Jangan merubah pasal, karena akan memakan waktu banyak, padahal waktu kita singkat.Lagipula apakah akan diterima oleh DPR.Ibu Puspawati (FH Universitas Udayana) :Penghinaan <strong>terhadap</strong> golongan penduduk diletakkan setelah <strong>terhadap</strong> Presiden.Wayan Tangun :Bicara rumusan delik, berarti bicara unsur-unsur delik. Waktu kita tidak cukup untukmembahas pasal per pasal. Namun, kita bisa memberi masukan bahwa banyak rumusandalam RUU ini yang bias, seperti pencemaran nama baik. Ini perlu dijelaskan sehinggapenegak hukum tidak memberikan penafsiran sendiri.Lalu perlu ada latar belakang ideologi pengaturan pasal ini. Sistem KUHP kita yang lamaberfilosofikan pembalasan, sekarang sudah berganti jadi sistem pendidikan. Sepanjang tidakkerugian, maka pasal itu tidak perlu ditindaklanjuti.V. Unsur-unsur yang perlu ada dalam pasal-pasal martabatKetua :Unsur-unsur ini penting untuk mencegah bias.Pasal 264 : Penyerangan <strong>terhadap</strong> Presiden <strong>dan</strong> Wakil Presiden. Perlu ada atau tidak?Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 30


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaDavid :Jika melihat pasal itu, berarti menyerang secara fisik, maka itu termasuk penganiayaan (diKUHP sekarang tercantum dalam Pasal 351).Ketua :Justru itu masalahnya, karena itu sudah diatur dalam pasal penganiayaan, padahal ini Babsoal martabat, jadi ini bukan penyerangan <strong>terhadap</strong> martabat.David :Saya rasa ini berarti pasal tersebut harus dikeluarkan.Oke :Pasal ini perlu dikeluarkan <strong>dan</strong> diatur di tempat lain.Roy :Mungkin pasal ini bukan soal penyerangan secara fisik, tapi juga secara perasaan.Nengah Puja :Kalau lihat kalimatnya, maka itu penyerangan <strong>terhadap</strong> fisik, namun tentu tidak termasukyang terlalu berat, misalnya menyiram dengan air.Kadek Swar<strong>dan</strong>a :Daripada pasal ini bias, kita bisa usul lebih baik dihapuskan atau dipindah ke bagian lain.Perlu juga ada penjelasan pasal ini.Polda :Perlu ada penjelasan <strong>terhadap</strong> pasal ini. Karena penjelasan itulah yang memberikankejelasan bagi penyidik.Putu Windya :Ada persoalan di sekitar kata-kata “menyerang”, kita tidak perlu merumuskannya, biarsuasana saja yang dicatat <strong>dan</strong> diserahkan kepada DPR agar mereka tahu ada persoalandalam kalimat itu, bukan berarti kita menghasilkan keputusan di sini.Wayan Tangun :Pasal itu sebenarnya lebih tertuju pada menista, bukan penyerangan secara fisik. Namunpenghinaan sudah diatur dalam pasal lainnya. Selain bias, pasal ini muncul dua kali,sehingga bisa dihapuskan dari RUU ini.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 31


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaKesimpulan : untuk menghindari multi tafsir, <strong>dan</strong> karena sudah diatur dalam pasallainnya, kelompok ini merekomendasikan untuk menghapus pasal ini.Pasal 266 - Penghinaan <strong>terhadap</strong> Presiden <strong>dan</strong> WakilAriawan :Ada penjelasan di tempat lain bahwa sesuatu tidak merupakan pencemaran jika digunakanuntuk kepentingan umum. Ada alasan pemaaf <strong>dan</strong> alasan pembenar. Di Pasal 266 ini belumada alasan pemaaf <strong>dan</strong> pembenar ini.[Ketua menawarkan apakah ada tambahan unsur-unsur dari pasal ini]Wayan Tangun :Kita tadi sepakat bahwa pasal-pasal ini adalah delik material, namun akibat dari perbuatantersebut biarlah dirumuskan oleh pembuatnya.Kesimpulan : pasal ini tetap delik material, namun penjelasan akibat materialnyadiserahkan kepada DPR.Pasal 271 - Penghinaan Negara Sahabat [Direkomendasikan sebagai delik material, <strong>dan</strong>hukumannya diperingan.]Pasal 272 - Tidak diubahPasal 273 - Tidak diubah [Pasal-pasal yang tidak disebutkan berarti tetap seperti a<strong>dan</strong>ya]Pasal 285 - Diusulkan untuk pada sanksi-nya dituliskan “<strong>dan</strong>/atau”, namun peserta lainmengingatkan bahwa tugas FGD bukan soal sanksi.Pasal 286 - Penghinaan <strong>terhadap</strong> Golongan Penduduk [Juga direkomendasikan untuk dijadikandelik material.]Pasal 407 - Penghinaan Lembaga Negara [Sudah delik material, begitu pula Pasal 408]Pasal 531 - Pencemaran Nama Baik PribadiAriawan :Perlu diberikan catatan dalam penjelasan, apa saja unsur-unsur pencemaran itu.[Namun ketua mengingatkan bahwa unsur-unsur itu direkomendasikan secara umum, bukan hanyakhusus pasal ini][Pembahasan Selesai, Ketua membacakan kesimpulan]Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 32


Catatan Seminar :<strong>Kejahatan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> <strong>dan</strong> <strong>Kejahatan</strong> Terhadap MartabatDilihat dari Sudut Pan<strong>dan</strong>g Hak Asasi ManusiaKERJA KELOMPOK 2KEJAHATAN TERHADAP KEPENTINGAN UMUM1. <strong>Kepentingan</strong> <strong>Umum</strong> : <strong>Kepentingan</strong> orang banyak.2. <strong>Kepentingan</strong> Publik : Hal ikhwal yang dikaitkan dengan urusan harkat martabat <strong>dan</strong> hajat hidupmasyarakat luas.3. Substansi :a. Violent personal criminal behaviourb. Occasional property criminal behaviourc. Public Order criminal behaviourd. Conventional criminal behavioure. Political criminal behaviourf. Occupation criminal behaviourg. Corporate criminal behaviourh. Organized criminal behaviouri. Profesional criminal behaviourj. Tambahan substansik. Pajakl. Perlindungan konsumenm. <strong>Kepentingan</strong> masyarakat lokal4. Subyek Hukum : Sebelumnya individu, korporasi, profesional <strong>dan</strong> pejabat pemerintah. Sesuai Pasal621 ditambahkan penyelenggara negara (pejabat negara).5. Sanksi :a. Gabungan pi<strong>dan</strong>a perdata;b. Kumulatif pi<strong>dan</strong>a;c. Minimum khusus;d. Sanksi tambahan administrasi6. Tindak pi<strong>dan</strong>a HAM diganti menjadi tindak pi<strong>dan</strong>a genosida, tindak pi<strong>dan</strong>a <strong>terhadap</strong>kemanusiaan, tindak pi<strong>dan</strong>a kejahatan perang, tindak pi<strong>dan</strong>a konflik bersenjata <strong>dan</strong>tindak pi<strong>dan</strong>a agresi.Komnas HAM, ELSAM, FH Universitas Udayana 33

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!