11.07.2015 Views

Pembangunan Ekonomi Lokal, Sumber Daya Alam dan ... - UNDP

Pembangunan Ekonomi Lokal, Sumber Daya Alam dan ... - UNDP

Pembangunan Ekonomi Lokal, Sumber Daya Alam dan ... - UNDP

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kajian Tematis<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>,<strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanMaluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Sulawesi TengahMarch 2005Laporan independen ini disusun berdasarkan kajian independen oleh Nick Mawdsley,Gary Swisher, H. Risnarto, Sulaiman Sembiring, Andiko, Robert Oszaer, Muchtar Adam<strong>dan</strong> Suaib <strong>dan</strong> tidak mesti mewakili pan<strong>dan</strong>gan <strong>UNDP</strong> atau BAPPENAS.


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanKata PengantarUnit Pencegahan Krisis <strong>dan</strong> Pemulihan (Crisis Prevention and Recovery Unit/ CPRU) yangbernaung di bawah United Nations Development Programme (<strong>UNDP</strong>) Indonesia telah aktif diMaluku Utara <strong>dan</strong> Maluku selama tiga tahun terakhir ini dengan kegiatan utama prakarsa-prakarsapemulihan multisektoral yang melengkapi upaya Pemerintah Republik Indonesia melakukanpemulihan pascakonflik, pembangunan perdamaian jangka panjang, <strong>dan</strong> pembangunan yangberkelanjutan. <strong>UNDP</strong> juga se<strong>dan</strong>g mengembangkan program tiga tahun di Sulawesi Tengah yangbertujuan mendukung proses perdamaian, melakukan tindakan jangka pendek yang mensasarmasyarakat rentan, <strong>dan</strong> merancang program untuk masa depan melalui kerjasama denganpemerintah setempat <strong>dan</strong> masyarakat ma<strong>dan</strong>i. Di ketiga propinsi tersebut <strong>UNDP</strong> bekerja samadengan berbagai mitra pada tingkat propinsi <strong>dan</strong> kabupaten seperti Pemerintah, lembaga-lembagaPBB, LSM internasional, <strong>dan</strong> organisasi-organisasi masyarakat ma<strong>dan</strong>i.Pada tahun 2004, CPRU bersama Ba<strong>dan</strong> Perencanaan <strong>Pembangunan</strong> Nasional (Bappenas)memulai suatu proses perencanaan dalam rangka mengidentifikasi tantangan <strong>dan</strong> peluang utamapencegahan krisis <strong>dan</strong> perdamaian yang berkelanjutan di daerah-daerah yang bergejolak diIndonesia. Dari proses tersebut akan diperoleh prioritas-prioritas fase program selanjutnya didaerah propinsi, serta revisi strategi <strong>dan</strong> prioritas Program Pencegahan Krisis <strong>dan</strong> Pemulihansecara keseluruhan. Analisis di daerah tersebut menekankan tiga propinsi - Maluku Utara, Maluku<strong>dan</strong> Sulawesi Tengah - tempat CPRU/ <strong>UNDP</strong> telah mendukung berbagai program semenjak tahun2001. Masing-masing analisis propinsi memiliki tiga komponen, yaitu (i) lokakarya multipemangkukepentingan (multistakeholder) tingkat propinsi, (ii) penelitian yang mencakup studipustaka, survei persepsi lokal serta studi kasus, <strong>dan</strong> (iii) kajian tematis atas aspek-aspek utamapencegahan krisis <strong>dan</strong> pembangunan perdamaian yang telah diidentifikasi. Kajian-kajian tingkatpropinsi yang diamanatkan oleh <strong>UNDP</strong> mencakup isu tematis (a) pembangunan ekonomi daerah<strong>dan</strong> pengelolaan sumber daya alam, (b) tata pemerintahan daerah yang demokratis, (c) mediamassa <strong>dan</strong> informasi, (d) kohesi sosial <strong>dan</strong> pemuda, <strong>dan</strong> (e) perempuan <strong>dan</strong> jender. Kesimpulanutama kajian-kajian tersebut dirangkum dalam makalah sintesis yang bersama dengan semualaporan tematis lainnya dapat dilihat di website <strong>UNDP</strong> Indonesia www.undp.or.id.Kajian tematis berikut melingkupi isu-isu pembangunan ekonomi lokal, sumber daya alam <strong>dan</strong>penghidupan beserta keterkaitan mereka dengan konflik <strong>dan</strong> perdamaian di Maluku Utara, Maluku<strong>dan</strong> Poso di Sulawesi Tengah. Kajian ini sebagian besar disusun berdasarkan empat kajian <strong>dan</strong>laporan terdahulu yang rampung pada bulan Juli 2004. Laporan-laporan yang dimaksud adalahLocal Economic Development (LED) Assessment – North Maluku oleh Gary Swisher, H.Risnarto, Muchtar Adam <strong>dan</strong> Robert Oszaer, Local Economic Development (LED) AssessmentKabupaten Poso, Central Sulawesi oleh Gary Swisher <strong>dan</strong> Suaib, Local Economic Development(LED) Assessment – Maluku oleh Gary Swisher, H. Risnarto <strong>dan</strong> Robert Oszaer, <strong>dan</strong> PromotingPeace and Sustainable Development: Strengthening Natural Resources Management Policies andPractices oleh Sulaiman Sembiring <strong>dan</strong> Andiko. Para penulis laporan-laporan tersebutmengucapkan terima kasih kepada mereka atas bantuannya dalam melaksanakan kajian ini <strong>dan</strong>waktu yang telah diberikan untuk berbincang dengan tim-tim pengkaji di Maluku Utara, Maluku<strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.<strong>UNDP</strong> mengucapkan terima kasih kepada Bappenas <strong>dan</strong> peer reviewer lainnya. Penelitian initerlaksana berkat dukungan <strong>dan</strong>a Department for International Development Inggris <strong>dan</strong> <strong>UNDP</strong>.2


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanDaftar Isi1. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 81.1 <strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>dan</strong> Konflik............................................................................ 81.2 Gambaran Umum Daerah Propinsi...................................................................................................... 92. PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DAN DAMPAK KONFLIK .......................... 132.1 Dampak Konflik terhadap <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong> ..........................................................................................132.2 Ketenagakerjaan, Industri <strong>dan</strong> Manufaktur......................................................................................... 222.3 Lembaga Keuangan ........................................................................................................................... 303. SUMBER DAYA ALAM DAN PENGHIDUPAN ........................................................ 333.1 Pengelolaan SDA di Indonesia........................................................................................................... 333.2 Pengelolaan SDA di Maluku Utara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah................................................................. 363.3 Komoditi Unggulan <strong>dan</strong> Penghidupan................................................................................................ 423.4 Konflik <strong>dan</strong> SDA.................................................................................................................................. 494. SARAN DAN KESIMPULAN – MENDUKUNG PEMBANGUNAN EKONOMILOKAL DAN PENGHIDUPAN........................................................................................... 524.1 Tantangan dalam <strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>.............................................................................. 524.2 Desain Program .................................................................................................................................. 573


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanRingkasan EksekutifKonflik di Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah telah menimbulkan dampak yang tidakkecil atas kemakmuran ekonomi <strong>dan</strong> penghidupan masyarakat setempat. Seyogianya tak satu punsektor atau subsektor ekonomi yang tidak goyah oleh konflik dimana terlihat jelas bahwa dampakekonomi konflik masih dirasakan hingga tahun 2004. Konflik di ketiga daerah tersebut merebak tidaklama setelah krisis ekonomi melanda pada tahun 1997-98, <strong>dan</strong> meskipun seluruh wilayah negeri,terutama Pulau Jawa, merasakan imbas dari krisis ekonomi tersebut, seyogianya, karena lebih dahsyat<strong>dan</strong> lama, konflik Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara menimbulkan efek yang jauh lebih besar atas ekonomidaerah masing-masing dimana jika digabungkan ekonomi Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara telah menyusut30 persen. Memasuki tahun 2002, Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara belum juga menunjukkan tanda-tandapemulihan ekonomi yang nyata jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia tempat ekonomidaerah telah memulih <strong>dan</strong> bahkan telah melampaui performa tahun 1996.Secara umum, kinerja ekonomi Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara adalah rendah jika dibandingkandengan daerah lainnya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku untuktahun 2002 masing-masing mencapai Rp 1,986 miliar <strong>dan</strong> Rp 3,405 miliar, yang setara dengan PDRBper kapita penduduk masing-masing propinsi sebesar Rp 2,5 juta. Dilihat dari PDRB per kapita,Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara masing-masing menempati peringkat ke-26 (US$ 1094 per kapita) <strong>dan</strong> ke-28 (US$ 950 per kapita) dari 30 propinsi di Indonesia pada tahun 2002. Sebaliknya, dengan PDRBtahun 2002 yang melampaui Rp 4 juta per kapita, Poso, daerah kabupaten yang sebagian besar adalahpedesaan, tampaknya memiliknya ekonomi lokal yang lebih kokoh dibandingkan dengan kabupatenkabupatenlainnya di Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara yang dapat diperbandingkan dengannya.Kesejahteraan masyarakat Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku disangkutpautkan dengan rendahnyaPDRB serta dampak yang ditimbulkan konflik. Pada tahun 2002, satu diantara tiga orang di Malukuhidup dibawah garis kemiskinan, sementara di Maluku Utara angka resmi untuk tahun yang samaadalah satu diantara tujuh orang. Tingkat kemiskinan di Poso merangkak naik dari 29 persen padatahun 1999 menjadi 33 persen pada tahun 2002. Penyebaran kemiskinan daerah <strong>dan</strong> kegiatan ekonomiadalah tidak sama untuk masing-masing propinsi. Yang paling tidak merata adalah Maluku dimanalebih dari 40 persen kegiatan ekonominya bercokol di Kota Ambon.Sebelum konflik, pertanian menjadi sektor unggulan Maluku Utara maupun Maluku. Di Maluku<strong>dan</strong> Ambon, perikanan menjadi subsektor pertanian unggulan, sementara di Maluku Utara subsektorpertanian yang utama adalah perkebunan. Di Poso, kehutanan <strong>dan</strong> pertanian (terutama perkebunan)menjadi dua sektor unggulan yang diikuti dengan perdagangan besar <strong>dan</strong> eceren, <strong>dan</strong> layananpemerintah <strong>dan</strong> publik.Di Maluku, dampak konflik terutama dirasakan di kabupaten-kabupaten Maluku Tengah, Buru<strong>dan</strong> Ambon, sementara Maluku Tenggara, Aru <strong>dan</strong> Maluku Tenggara Barat (MTB) mengalamipukulan yang relatif lebih ringan <strong>dan</strong> telah menunjukkan gejala-gejala pemulihan yang jauh lebihcepat. Secara ekonomi, Maluku Tengah <strong>dan</strong> Buru mengalami dampak konflik yang jauh lebih parahdibanding Ambon. Sektor pertanian di Maluku Utara anjlok pada saat petani berevakuasi,menelantarkan lahan pertanian <strong>dan</strong> tanaman mereka. Mereka yang bertahan tidak dapat menjual hasilpertanian karena pembeli <strong>dan</strong> pedagang setempat telah berevakuasi <strong>dan</strong> pengangkutan ke pasar-pasarbelanja di luar dianggap tidak aman. Harga komoditi-komoditi unggulan anjlok secara drastis pada saatpasar-pasar belanja setempat runtuh. Sebaliknya, layanan pemerintah lokal justru tumbuh selama <strong>dan</strong>tepat setelah konflik, yang sesungguhnya merupakan cerminan tren yang berlaku di Maluku. <strong>Ekonomi</strong>Kabupaten Poso adalah yang terkena dampak paling ringan diantara daerah-daerah yang dikaji. Hanyasaja, dampak konflik masih terasa dalam situasi ekonomi <strong>dan</strong> ketenagakerjaan, terutama di ketujuhkecamatan yang dilanda konflik.Konflik di ketiga daerah ini berdampak nyata terhadap ketenagakerjaan <strong>dan</strong> industri-industrisetempat, terutama di perkotaan. Pengangguran diyakini berpotensi menjadi faktor risiko dalam konflikdi masa depan <strong>dan</strong> setia menjadi bahan penting untuk kebijakan-kebijakan ekonomi <strong>dan</strong> sosial di masamendatang. Di Maluku Utara secara umum, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa konflik telah4


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanmeningkatkan jumlah penganggur, data resmi menyatakan bahwa dampak konflik terhadapketenagakerjaan adalah terbatas, yang sebagian dikarenakan besarnya peran sektor pertanian terhadappenghidupan penduduk setempat. Sebaliknya, tingkat pengangguran terbuka (persentase angkatankerja yang se<strong>dan</strong>g berusaha untuk mendapat pekerjaan) di Ambon pada tahun 1999 adalah sangattinggi, yaitu 21,9 persen, <strong>dan</strong> disebut-sebut sebagai faktor yang ikut menyebabkan konflik. Tingkatpengangguran terbuka pada tahun 2002 untuk Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku hanya sedikit diatas rata-ratatingkat nasional. Kabupaten-kabupaten pedesaan cenderung memiliki tingkat pengangguran yang lebihrendah, sementara Ambon <strong>dan</strong> Ternate yang tergolong perkotaan itu harus menanggung tingkatpengangguran yang tertinggi diatas rata-rata nasional. Jumlah orang yang bekerja di sektor nonformaldi Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso adalah lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Sektor ini telahmenjadi makin penting di Ambon dimana pada tahun 2002 hampir setengah dari angkatan kerjasetempat terserap olehnya.<strong>Ekonomi</strong> Maluku Utara, sebagai propinsi kecil yang terdiri dari pulau-pulau yang terpencar,didominasi oleh usaha kecil menengah, perdagangan nonformal, pertanian <strong>dan</strong> perikanan. Sebelumkonflik hanya ada segelintir UKM, yang kebanyakan bergerak di bi<strong>dan</strong>g penggergajian kayu <strong>dan</strong> kayulapis, pertambangan <strong>dan</strong> pengolahan kopra, serta perusahaan-perusahaan perikanan berskala menengah<strong>dan</strong> sejumlah BUMN. Selama konflik, usaha-usaha kecil menengah menghentikan kegiatan selamabeberapa bulan karena tenaga kerja yang tidak dapat meninggalkan rumah atau mengungsi ke tempattempatyang lebih aman. Pada periode pascakonflik, pada saat kondisi mulai kondusif, UKMmenambal kerusakan-kerusakan untuk, pada saat tenaga kerja telah kembali, menjalankan kembaliroda perusahaan meski pada gigi yang lebih rendah. Di Maluku, jumlah perusahaan yang beroperasiberkurang hingga lebih dari 20 persen <strong>dan</strong> tingkat investasi anjlok sampai hampir tiga perempat antaraperiode 1998 <strong>dan</strong> 2002. Walhasil, 30.000 orang, atau lebih dari 40 persen dari angkatan kerja yangdiserap industri-industri yang terkena dampak negatif ini, kehilangan pekerjaan. Sektor perdaganganmengalami hal serupa. Pada tahun 1998, di Maluku terdapat 15.102 pedagang dimana 11.237diantaranya adalah pedagang kecil. Selama periode 1998 <strong>dan</strong> 2002, jumlah pedagang menyusut hinggalebih dari 50 persen dimana diantaranya pedagang besar <strong>dan</strong> menengah mengalami penyusutan palingbesar. Secara umum, selama periode 1999 <strong>dan</strong> 2003 Poso kehilangan sekitar satu pertiga dariindustrinya, yang hampir semua berupa usaha kecil atau usaha rumah tangga.<strong>Ekonomi</strong> Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso mengandalkan sejumlah komoditi unggulan. Sangatsedikit produk lokal yang dikonsumsi sendiri karena daya serap pasar lokal adalah terbatas di ketigadaerah ini. Semua komoditi unggulan Maluku Utara menderita selama konflik. Selama 3 hingga 6bulan, kopra, cengkeh <strong>dan</strong> pala tidak dapat dijual atau dikapalkan karena situasi yang diselimuti rasatakut, kurangnya pembeli <strong>dan</strong> kendala pengapalan. Banyak petani bahkan tidak melakukan panenuntuk tujuan komersial, tetapi cukup bertani tanaman pangan <strong>dan</strong> melaut untuk bertahan hidup. Petanilainnya tetap memanen hasil pertanian <strong>dan</strong> menyimpannya di tempat-tempat yang aman. Komoditikomoditiunggulan Maluku dikesampingkan untuk pasar ekspor <strong>dan</strong> di Ambon, Seram <strong>dan</strong> Buru adasejumlah usaha yang bergerak di bi<strong>dan</strong>g penyulingan minyak kelapa secara terbatas <strong>dan</strong> pemrosesankayu serta ikan. Untuk pasar dalam negeri, Maluku mengapalkan sebagian besar komoditinya keSurabaya, se<strong>dan</strong>gkan negara tujuan utama ekspor komoditi Maluku adalah Jepang, Korea, Thailand,Cina, Saudi Arabia, Bahrain, <strong>dan</strong> Inggris Raya serta negara Eropa lainnya. Di Poso, komoditi-komoditiunggulan kabupaten tersebut melewati proses pengolahan lokal yang sekadarnya lantaran jauhnyapasar-pasar <strong>dan</strong> terbatasnya investasi <strong>dan</strong> tenaga kerja lokal. Subsektor perkebunan tanaman pohontidak memiliki perkebunan swasta berskala besar ataupun menengah. Semua kegiatan pertaniandiselenggarakan perkebunan inti rakyat. Hasil pertanian meliputi kelapa/ kopra, cengkeh, kakao, kopi,kayu manis, vanili, kacang mete <strong>dan</strong> biji lada. Diantara komoditi-komoditi tersebut, kakao mendapatjatah lahan paling luas sementara produksi kopra menghasilkan volume terbesar.Banyak yang mahfum bahwa kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya alam, kerangkakerangkakelembagaan <strong>dan</strong> tindak-tanduk rezim Orde Baru (1966-1998) menjadi biang yangmenanamkan benih konflik di sejumlah besar daerah di tanah air. Lewat kebijakan-kebijakan nasionalseperti UU Pokok Kehutanan 1967 <strong>dan</strong> UU Pokok Pertambangan 1967, sektor-sektor terkaitsepenuhnya berada dalam kendali pusat. Implikasi dari un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g tersebut adalah bahwa kendaliatas lebih dari 50 persen dari daratan Indonesia bertumpu pada satu departemen semata wayang. Jika5


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupansemula wewenang atas lahan <strong>dan</strong> SDA berada di tangan lembaga-lembaga adat, maka lewat UU No. 5Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mereka digeser struktur-struktur pemerintahan formal.Pengelolaan SDA di Indonesia boleh dikatakan hampir selalu bersandarkan pada sektor industriekstraktif, yang mana langkah ini tidak disertai kebijakan-kebijakan efektif yang berpihak padapengelolaan SDA berbasis masyarakat yang bermanfaat untuk penghidupan masyarakat <strong>dan</strong>penanggulangan kemiskinan.Maluku Utara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah (<strong>dan</strong> Maluku) kaya akan SDA (hasil tambang, hasil hutan,hasil laut, perkebunan) <strong>dan</strong> memiliki penduduk yang dinamis dengan laju pendatang yang cukuptinggi. Lahan di Maluku, Maluku Utara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah sebagian besar berupa hutan negara. DiMaluku, Dinas Kehutanan mengendalikan 92 persen lahan, sementara di Sulawesi Tengah 69 persen.Di daerah-daerah ini, kebijakan <strong>dan</strong> praktek setempat kurang tanggap terhadap potensi konflik. Peranyang dimainkan perselisihan bebuyutan seputar akses <strong>dan</strong> kendali atas SDA dapat dilihat dalam konflikdi Maluku Utara <strong>dan</strong> Sulawesi (serta Maluku). Di Maluku Utara, perselisihan lokal yang berkaitandengan pertambangan, pemekaran wilayah <strong>dan</strong> lapangan kerja di Halmahera Utara sangat kentaradalam mempengaruhi dinamika konflik. Di ketiga propinsi tersebut, sumber aksi kekerasan antardesadapat dirunut ke sengketa lahan maupun perselisihan lainnya. Pengungsian penduduk makinmeruwetkan permasalahan dengan munculnya perselisihan sekunder akibat penyerobotan lahan <strong>dan</strong>properti oleh penduduk liar. Ini sungguh bukan tantangan yang ringan di masa mendatang.Walaupun otonomi daerah membuka peluang untuk melakukan perombakan mendasar di bi<strong>dan</strong>gtata pemerintahan, kebijakan-kebijakan SDA di Indonesia masih tetap berbasis sektor <strong>dan</strong> masih tetapterpusat. Diluar hutan negara, dahulu pengelolaan <strong>dan</strong> administrasi lahan nonhutan menjadi tanggungjawab Ba<strong>dan</strong> Pertanahan Negara (BPN). Memasuki era otda, sebagian besar tanggung jawab tersebutdilimpahkan kepada pemerintah kabupaten/ kota sebagaimana disebutkan di dalam Keppres No. 34tahun 2003. Berkaitan dengan itu, Bappenas ditugaskan oleh pemerintah untuk membahas <strong>dan</strong>menyusun Kebijakan Pertanahan Nasional yang baru, yang dijadwalkan akan rampung pada tahun2005, sementara BPN tengah membahas UU Pokok Agraria tahun 1960. Masalah-masalah di bi<strong>dan</strong>gpemerintahan <strong>dan</strong> kapasitas lokal menyebabkan administrasi pertanahan tidak berlangsung secaraefektif. Benang permasalahan yang melilit administrasi pertanahan bahkan lebih kusut lagi di Maluku,Maluku Utara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah tempat hanya segelintir warga memiliki sertifikat tanah <strong>dan</strong> sulituntuk membuktikan kepemilikan tanah menyusul konflik <strong>dan</strong> pengrusakan yang terjadi atas propertiwarga. Luasnya lahan yang dikendalikan Dinas Kehutanan berpotensi untuk menyulitkan pemilikpemiliktanah ulayat, yang sekarang ini kesulitan mengurus sertifikat tanah dengan segala implikasinyaterhadap penghidupan mereka.<strong>Pembangunan</strong> ekonomi lokal secara tanggap konflik merupakan bagian yang tak terpisahkan dariproses pembangunan perdamaian. Satu hal lagi yang sudah sangat jelas adalah bahwa situasipascakonflik terutama bagi kaum pemuda (tetapi juga bagi kaum pemudi) adalah faktor genting dalamupaya menggapai perdamaian jangka panjang, karena merekalah bagian masyarakat yang paling rentanterhadap frustrasi <strong>dan</strong> dendam yang dapat meletupkan kekerasan. Upaya untuk membantu merekamendapatkan tagan (stake) yang laik dalam ekonomi lokal dapat sangat menentukan mulus tidaknyajalan menuju perdamaian. Kesenjangan <strong>dan</strong> ketidakmerataan dalam pembangunan ekonomi lokal yangdi masa lalu bersumbangsih kepada konflik perlu dijawab <strong>dan</strong> diatasi sebagai pilar penting untukupaya-upaya peningkatan kesatuan <strong>dan</strong> kerekatan sosial setempat. Dukungan donor tidaklah memadaiuntuk mengajak serta secara langsung semua penduduk yang kiranya membutuhkan bantuanpembangunan ekonomi lokal, sehingga penyalurannya mesti ditekankan pada pendukungan peran <strong>dan</strong>kapasitas kelembagaan penyelenggara-penyelenggara layanan dalam meningkatkan penghidupankelompok-kelompok rentan seperti pemuda, perempuan <strong>dan</strong> pengungsi lewat akses atas pinjaman,pasar-pasar <strong>dan</strong> pengetahuan khusus mengenai komoditi yang lebih sempurna.Penyelenggara pemerintahan lokal mengakui ihwal pentingnya isu-isu tersebut <strong>dan</strong> di beberapadaerah ada itikad kuat untuk maju. Tindakan-tindakan kebijakan lokal di bi<strong>dan</strong>g perencanaan spasial,pengelolaan <strong>dan</strong> pengolahan SDA serta langkah-langkah untuk menyempurnakan akses atas layananpublik di bi<strong>dan</strong>g pertanahan <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g terkait barang tentu dibutuhkan namun akan memakanwaktu untuk sampai ke sana <strong>dan</strong> untuk memantapkannya. Isu-isu yang dihadapi sekarang adalah6


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanterbatasnya kapasitas dalam hal wawasan di bi<strong>dan</strong>g kerangka kebijakan nasional, administrasi <strong>dan</strong>perumusan kebijakan-kebijakan lokal yang sesuai serta tindakan-tindakan pembaharuan. Kendalakendaladalam menghadapi ini makin dipersulit oleh pekanya situasi <strong>dan</strong> kondisi pascakonflik sertaperanan inti yang dimainkan lahan <strong>dan</strong> properti dalam kehidupan masyarakat serta ketahananpenghidupan mereka.7


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan1. PendahuluanKonflik sosial pecah di Sulawesi Tengahpada tahun 1998 <strong>dan</strong> di Maluku serta MalukuUtara pada tahun 1999. 1 Konflik-konfliktersebut terjadi tidak lama setelah Indonesiadilanda konflik ekonomi <strong>dan</strong> politik yangmemberi jalan untuk naiknya pemerintahanpusat baru yang mengusung reformasidemokrasi <strong>dan</strong> ekonomi berikut programdesentralisasi yang berimplikasi luas itu.Sebagai konsekuensi, pemerintah-pemerintahdaerah Maluku, Maluku Utara <strong>dan</strong> SulawesiTengah dihadapi dengan tantangan yangmuncul dari diperkenalkannya otonomi daerahpada tahun 2001 serta berbagai dampak konfliksektarian. Ini memiliki implikasi yang besarterhadap ekonomi lokal daerah-daerah tersebutserta sifat dari kebijakan-kebijakan <strong>dan</strong>program-program yang dapat diterapkan untukmenyokong pemulihan, pembangunan yangdamai <strong>dan</strong> pertumbuhan ekonomi yang prorakyatmiskin.Laporan ini membahas dua isu utama yangberkaitan dengan konflik di ketiga daerah ini.Pertama, laporan ini membahas konteksekonomi masing-masing daerah, mengkajidampak-dampak konflik terhadap ekonomilokal sembari memperhatikan tanda-tandapemulihan ekonomi. Kedua, laporan inimengupas hubungan-hubungan yang terdapatantara sumber daya alam, penghidupan <strong>dan</strong>konflik di daerah-daerah ini sembari bertanyasejauh apa peranan kebijakan-kebijakan <strong>dan</strong>praktek pengelolaan SDA terhadap dinamikakonflik <strong>dan</strong> perdamaian. Temuan-temuan yangdisajikan dalam laporan ini diambil dari risetyang dilakukan oleh dua tim yang masingmasingmengkaji pembangunan ekonomi lokal<strong>dan</strong> pengelolaan SDA. 2 Kunjungan lapangandilakukan pada bulan Mei <strong>dan</strong> Juni 2004 diMaluku Utara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah untukmengumpulkan data <strong>dan</strong> mewawancarairesponden-responden utama guna memahamisituasi ekonomi masing-masing propinsi,merumuskan profil ekonomi dari masing-1 Lihat Kajian Tematis tentang Kohesi Sosial untukinformasi lebih lanjut mengenai konteks konflikmasing-masing propinsi.2Tim Pengkaji Tematis <strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong><strong>Lokal</strong>: Gary Swisher, H. Risnarto, Robert Oszaer,Muchtar Adam <strong>dan</strong> Suaib; Tim Pengkaji SDA:Sulaiman Sembiring <strong>dan</strong> Andiko.masing propinsi <strong>dan</strong> kabupaten-kabupatensasaran, <strong>dan</strong> mengidentifikasi isu-isu pentingyang berkaitan dengan pengelolaan SDA. 31.1 <strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong>, <strong>Sumber</strong><strong>Daya</strong> <strong>dan</strong> KonflikKonflik kekerasan menimbulkan kerugianyang tidak sedikit terhadap pertumbuhanekonomi serta kesejahteraan masyarakat yanghidup di daerah konflik. 4 Dampak langsungberupa kematian, kerugian properti <strong>dan</strong> asetserta pengungsian barang tentu dapat dirasakansecara langsung, tetapi selain itu konflik jugamenimbulkan dampak tidak langsung yangberat serta meluas terhadap produksi ekonomi<strong>dan</strong> perniagaan. Mandeknya laju pertumbuhandi daerah-daerah pascakonflik dapat makinmemperparah kesenjangan daerah <strong>dan</strong>marjinalisasi daerah-daerah di dalam negaranegara<strong>dan</strong> kawasan-kawasan. Juga ada buktikuat yang menengarai bahwa pertumbuhanekonomi yang rendah serta penganggurandapat menjadikan daerah-daerah pascakonflikmenjadi rentan untuk terjerumus kembalidalam konflik. 5Sama halnya dengan konflik yang dapatmempengaruhi pertumbuhan ekonomi,sumber-sumber daya ekonomi juga dapat3Kunjungan lapangan tidak dapat dilakukan keMaluku selama masa penelitian, meskipun begitu dataekonomi dapat dikumpulkan untuk menyusun laporansingkat mengenai ekonomi lokal Maluku. Konflikyang berkecamuk di daerah-daerah ini berdampakterhadap kegiatan pengumpulan data oleh Biro PusatStatistik (BPS). Akibatnya, data terbitan BPS terpaksadisesuaikan, terutama untuk periode tahun 1999 <strong>dan</strong>2000. Di Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku, kabupatenkabupatenbaru yang terbentuk menyusul pemekaranpada tahun 2002 belum menerbitkan data statistiktahunan, sehingga profil-profil untuk kabupaten dimasing-masing propinsi di sini berkenaan dengankabupaten-kabupaten pra-pemekaran semasa periode1999-2002.4Stewart, F. & V. FitzGerald (2000) War andUnderdevelopment. Queen Elizabeth House Series inDevelopment Studies.5 Ballentine, K. & H. Nitzschke (2003) Beyond Gree<strong>dan</strong>d Grievance: Policy Lessons from Studies in thePolitical Economy of Armed Conflict. InternationalPeace Academy Policy Report.8


menjadi faktor pendorong konflik. 6Pembekukan sumber-sumber daya, baikkomoditi-komoditi alam tertentu maupunsumber-sumber daya tanah atau politik, telahmenjadi pemicu sejumlah besar konflik. Isu-isuyang berkaitan dengan penyebaran ataudistribusi <strong>dan</strong> pemerataan akses atas asetekonomi, terutama lahan, peluang kerja <strong>dan</strong>pengadaan layanan publik juga dapatberdampak besar terhadap kesenjangan <strong>dan</strong>keluhan yang riil maupun yang dipersepsikanyang menyulut konflik. Karena menekankanisu-isu ekonomi <strong>dan</strong> SDA, bukan berartilaporan ini bermaksud untukmengenyampingkan faktor-faktor lain yangtelah <strong>dan</strong> masih berperan penting terhadapdinamika konflik <strong>dan</strong> perdamaian di ketigapropinsi ini.Bab 2 membahas ekonomi-ekonomi lokaldi Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> SulawesiTengah <strong>dan</strong> menyajikan suatu gambaranmakroekonomi untuk daerah-daerah ini,dampak konflik terhadap ekonomi mereka,ketenagakerjaan <strong>dan</strong> industri, serta komoditikomoditiunggulan, <strong>dan</strong> status terkini lembagalembagakeuangan <strong>dan</strong> pembelanjaan publik.<strong>Ekonomi</strong> ketiga daerah tersebut amattergantung pada komoditi-komoditi unggulan,<strong>dan</strong> Bab 3 membahas isu-isu yang berkaitandengan pengelolaan SDA di Maluku Utara <strong>dan</strong>Sulawesi Tengah termasuk hubungan antarapengelolaan SDA <strong>dan</strong> konflik. Bab 4membahas usulan respons strategis dalam<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanrangka menyokong pembangunan ekonomilokal <strong>dan</strong> pengelolaan SDA dalam konteksmempromosi pembangunan yang damai dipropinsi-propinsi ini.1.2 Gambaran Umum Daerah PropinsiMaluku UtaraPropinsi Maluku Utara berada di wilayahtimur Indonesia, tepatnya di kepulauan Malukuyang dihimpit Sulawesi <strong>dan</strong> Irian Jaya. Hinggatahun 1999, Maluku Utara masih menjadibagian dari Propinsi Maluku, yang kala ituadalah propinsi terbesar Indonesia dengan luaswilayah 850.000 km2 yang sembilan puluhpersennya adalah wilayah perairan. Maluku<strong>dan</strong> Maluku Utara terdiri dari hampir seribupulau namun hanya segelintir yang berluaswilayah 1.000 km2 atau lebih. Pulau terbesarMaluku Utara adalah Halmahera. Ternate <strong>dan</strong>Tidore, meski berwilayah lebih kecil, adalahdua pulau dengan makna politik yang penting.Pemerintah daerah Maluku Utara berdiripada tahun 1999 menyusul pemekaran duakabupaten di wilayah paling utara PropinsiMaluku, yaitu Maluku Utara <strong>dan</strong> HalmaheraUtara. Propinsi baru yang terbentuk dari hasilpemekaran itu menaungi satu kota, duakabupaten, 45 kecamatan, 86 kelurahan <strong>dan</strong>644 desa yang tersebar di atas wilayah daratanseluas 33.321 km2. Pada tahun 2003,Kabupaten Maluku Utara dimekarkan menjadikabupaten Halmahera Utara, Halmahera Barat,Tabel 1-1: Pra- <strong>dan</strong> Pascapemekaran, Propinsi Maluku Utara.<strong>Sumber</strong>: UNPCO, Ternate, Maluku Utara.2000 2003Kabupaten Jumlah JumlahJumlahNo. Kabupaten (Ibukota)(Ibukota) Kecamatan DesaKecamatanJumlah Desa1 Halmahera Barat (Jailolo) 5 163Maluku Utara2 Halmahera Utara (Tobelo) 9 19218 541(Ternate)3 Halmahera Selatan (Labuha) 9 1884 Kepulauan Sula (Sanana) 6 785 Halmahera Tengah (Weda) 3 31Halmahera6 Halmahera Timur (Masa) 4 58Tengah12 113(Tidore)Kota Kepulauan Tidore75 56(Tidore)Kota Ternate(Ternate)4 60 8 Kota Ternate (Ternate) 4 60Jumlah 34 714 Jumlah 45 8266 Collier, P. et al. (2003) Breaking the Conflict Trap:Civil War and Development Policy. Diterbitkan olehBank Dunia <strong>dan</strong> Oxford University Press; Humphreys,M. (2003) Natural Resource, Conflict and ConflictResolution.Halmahera Selatan, <strong>dan</strong> Kepulauan Sula,sementara Kabupaten Halmahera Tengahdimekarkan menjadi Kabupaten HalmaheraTimur <strong>dan</strong> Kota Kepulauan Tidore (lihat Tabel1-1). Gubernur lantas melantik pejabat bupati9


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan<strong>dan</strong> pejabat walikota dimana pemilihananggota DPRD telah dilaksanakan pada bulanApril 2004. Pemilihan kepala daerah akanberlangsung pada tahun 2005.Jumlah penduduk Maluku Utara padatahun 2002 adalah 794.024 jiwa atau 159.025kepala rumah tangga dimana kepadatanpenduduk mencapai 23,8 jiwa per kilometerpersegi. Lebih dari 85 persen warga MalukuUtara beragama Islam; sisa 15 persenberagama Kristen Protestan, Katolik, <strong>dan</strong>agama <strong>dan</strong> kepercayaan lainnya. Pendatangdari luar Maluku Utara membentuk 7,1 persendari jumlah penduduk, dimana diantaranya51,9 persen berasal dari Pulau Sulawesi <strong>dan</strong>adalah 120.865 jiwa atau 22.873 kepala rumahtangga. Kepulauan yang bernaung dibawahTernate meliputi luas wilayah 248 km2 dengankepadatan penduduk 484 jiwa/km2.Pada tahun 2003, Kabupaten MalukuUtara, yang menaungi 18 kecamatan <strong>dan</strong> 541desa, dimekarkan menjadi empat kabupaten(Halmahera Utara, Halmahera Barat,Halmahera Selatan <strong>dan</strong> Kepulauan Sula). Padatahun 2002, jumlah penduduk KabupatenMaluku Utara adalah 496.473 jiwa atau 98.574kepala rumah tangga, yang mencakup hampirdua pertiga jumlah penduduk Propinsi MalukuUtara.Tabel 1-2: Jumlah Penduduk Maluku Utara 1998 – 2002.<strong>Sumber</strong>: BPS - Maluku Utara Dalam Angka 2000, 2001 <strong>dan</strong> 2002Kabupaten/KotaPenduduk1998 1999 2000 2001 2002Ternate - - 163.467 189.161 143.776Maluku Utara 654.295 675.587 468.802 469.168 496.473Halmahera Tengah 172.388 176.094 145.234 146.645 153.775Jumlah Propinsi 826.683 851.681 777.503 804.974 794.02437,9 persen berasal dari Pulau Jawa.Sebagai akibat langsung dari konflik,jumlah penduduk Maluku Utara menurunhingga hampir 9 persen pada tahun 2000karena warga mencari tempat suaka aman didaerah Sulawesi, Jawa <strong>dan</strong> propinsi lainnya.Jumlah penduduk menurun hingga 13,7 persendi Kota Ternate <strong>dan</strong> 6,4 persen di wilayah yangdahulu adalah Kabupaten Maluku Utara.Meskipun penduduk propinsi mulaiberdatangan kembali pada tahun 2002,jumlahnya masih tetap 6,8 persen lebih rendahdibanding tahun 1999, seperti yang dapatdilihat pada Tabel 1-2.Kota Ternate dibentuk pada tanggal 11Nopember 1999, yaitu padatahun yang sama terbentuknyaPropinsi Maluku Utaradengan dimekarkannya duakabupaten paling utara dariPropinsi Maluku. Kota inimeliputi delapan pulau yanglima diantaranya berpenghuni(Ternate, Hiri, Moti, Mayau<strong>dan</strong> Tifure), empat kecamatan<strong>dan</strong> 60 desa (35 kelurahan <strong>dan</strong>25 desa). Jumlah pendudukKota Ternate menurut sensuspenduduk BPS tahun 200210MalukuPropinsi Maluku dihimpit oleh Sulawesi<strong>dan</strong> Papua <strong>dan</strong> merupakan wilayah kepulauandengan 559 pulau. Maluku memiliki luaswilayah 581.376 km2, yang terdiri dari 54.185km2 wilayah daratan <strong>dan</strong> 527.191 km2wilayah perairan. Pemerintahan Malukuberubah secara drastis pada tahun 1999menyusul pemekaran yang membuahkanPropinsi Maluku Utara. Selain itu, di dalamwilayah Propinsi Maluku sendiri dilakukanpemekaran untuk membentuk kabupatenkabupatenbaru, yaitu Maluku Tenggara Barat(hasil pemekaran Kabupaten MalukuTenggara) <strong>dan</strong> Buru, sebagai hasil pemekaranTabel 1-3: Wilayah Administratif Maluku (2003).No Kabupaten (Ibukota)Jumlah Jumlah DesaKecamatan Kelurahan Desa Total1 Maluku Tenggara Barat(Saumlaki)7 1 187 1882 Maluku Tenggara (Tual) 5 6 125 1313 Kepulauan Aru (Dobo) 3 0 119 1194 Maluku Tengah (Masohi) 10 6 137 1435 Seram Barat (Piru) 4 0 89 896 Seram Timur (Bula) 5 0 76 767 Pulau Buru (Namlea) 5 0 62 628 Kota Ambon 3 20 30 50Jumlah 42 33 825 858


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanTabel 1-4: Jumlah Penduduk Maluku 1998 – 2002.<strong>Sumber</strong>: BPS - Maluku Dalam Angka 2000, 2001 <strong>dan</strong> 2002Kabupaten (Ibukota)Penduduk1998 1999 2000 2001 2002Maluku Tenggara Barat(Saumlaki)154.335 158.615 149.790 152.640 154.126Maluku Tenggara (Tual)Kepulauan Aru (Dobo)289.676 192.953 193.772 200.141 289.676Maluku Tengah (Masohi)Seram Barat (Piru)528.062 499.486 526.017 560.624 548.525Seram Timur (Bula)Pulau Buru (Namlea) 116.768 118.950 125.097 136.232 134.972Kota Ambon 314.417 265.830 206.889 220.988 233.319Jumlah Propinsi 1.403.258 1.235.834 1.201.565 1.270.625 1.360.618Kabupaten Maluku Tengah. Pada tahun 2002,propinsi ini menaungi empat kabupaten <strong>dan</strong>satu kota yang terdiri dari 42 kecamatan(termasuk 13 kecamatan pembantu), 840 desa(33 kelurahan <strong>dan</strong> 807 desa) yang tersebar diatas wilayah seluas 54.185 km2. Pada tahun2003 dibentuk Kabupaten Kepulauan Aru yangdimekarkan dari Kabupaten Maluku Tenggara,<strong>dan</strong> Seram Barat <strong>dan</strong> Seram Timur, sebagaihasil pemekaran Kabupaten Maluku Tengah.Sekarang ini terdapat tujuh kabupaten <strong>dan</strong> satukota, yang terdiri dari 42 kecamatan <strong>dan</strong> 858desa. Tabel 1-3 menyajikan strukturadministratif propinsi ini.Secara umum, antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002jumlah penduduk Maluku menyusut denganlaju 4,1 persen per tahun (Tabel 1-4). Padatahun 1998, jumlah penduduk Maluku (tidaktermasuk Maluku Utara) adalah 1.476.859 jiwaatau 296.372 kepala rumah tangga. Selamamasa konflik antara tahun 1999 <strong>dan</strong> 2000,jumlah penduduk menurun hingga 11 persenmenjadi 1.200.756 jiwa <strong>dan</strong> antara tahun 2001<strong>dan</strong> 2002 meningkat menjadi 1.264.256 jiwa.Kota Ambon <strong>dan</strong> Kabupaten Maluku Tenggaramengalami penyusutan jumlah penduduk yangpaling tajam selama masa konflik jikadibandingkan dengan kabupaten lainnya,dimana Ambon mengalami penyusutan 18-29persen per tahun <strong>dan</strong> Kabupaten MalukuTenggara 25-50 persen. Antara tahun 1973sampai 1999, sebanyak 16.396 rumah tanggaasal Jawa, Bali, NTB <strong>dan</strong> NTT bertransmigrasike Kabupaten Maluku Tenggara, KabupatenMaluku Tengah <strong>dan</strong> Kabupaten KepulauanBuru.Kota Ambon, dengan luas wilayah 377km2, terdiri dari tiga kecamatan <strong>dan</strong> 50 desa(20 kelurahan <strong>dan</strong> 30 desa). Secaraadministratif, Kota Ambon adalah wilayahkota sekaligus ibukota Propinsi Maluku.Kecamatan di Kota Ambon adalah TelukAmbon Baguala (Passo) yang terdiri dari 18desa, Sirimau (Karang Panjang) dengan 19desa, <strong>dan</strong> Nusanive (Amahusu) dengan 134desa. Pada tahun 1998, 21,3 persen dari jumlahtotal penduduk Propinsi Maluku terpusat diKota Ambon. Pada tahun 2002, persentase itumenurun hingga 18,4 persen. Secarakeseluruhan, jumlah penduduk Ambon untuktahun 2002 masih sekitar 9 persen lebih rendahdibanding tahun 1998.Kabupaten Buru, yang memiliki luaswilayah 12.674 km2, terdiri dari 3 kecamatanserta 2 kecamatan pembantu, <strong>dan</strong> 62 desa.Ibukota Pulau Buru adalah Namlea. Pada tahun1998, hanya 7,8 persen dari jumlah totalpenduduk Propinsi Maluku terpusat di PulauBuru. Pada tahun 2002, persentasi ini naikmenjadi 10,6 persen. Antara tahun 1998sampai 2002, jumlah penduduk Pulau Burunaik turun yang sebagian besar dikarenakankonflik. Pada tahun 1998, jumlah penduduktotal mencapai 116.768 jiwa atau 23.354kepala rumah tangga, yang pada tahun 2002naik menjadi 134,972 jiwa atau 28,178 kepalarumah tangga. In 1998, total population was116.768 persons in 23.354 households, whichhad increased to 134.972 persons and 28.178households by 2002. Semenjak tahun 1970-an,Pulau Buru kedatangan 43.661 transmigranyang utamanya mendiami wilayah AirmataKabu, Sariputi, Bula-Tanjung, Silat <strong>dan</strong> AllangAnaude.Pada tahun 2003, Kabupaten MalukuTengah, dengan luas wilayah 19.594 km2,11


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupandimekarkan menjadi tiga kebupaten. MalukuTengah adalah kabupaten terbesar Malukuyang pada tahun 1998 menampung 36 persenpenduduk Maluku. Antara tahun 1998 <strong>dan</strong>2002, jumlah penduduk Maluku Tengah naikturun dari tahun ke tahun akibat warga yangmengungsi <strong>dan</strong> pulang kembali ke tempat asalakibat konflik. Pada tahun 2002, 43 persenpenduduk propinsi bertempat tinggal diMaluku Tengah.Sulawesi Tengah – PosoKabupaten Poso berada di tengah-tengahSulawesi, pulau terbesar keempat di Indonesia.Secara administratif, Sulawesi Tengah terdiridari tujuh kabupaten <strong>dan</strong> satu kota, yaituibukota propinsi Palu. Pada tahun 2002, secaraadministratif Kabupaten Poso terdiri dari 15kecamatan, 210 desa, 29 kelurahan, <strong>dan</strong> 5 desatransmigrasi yang tersebar di wilayah seluas14.434 km2. Sebelumnya, pada tahun 1999kawasan tenggara Poso dimekarkan menjadiKabupaten Morowali. Pada tahun 2003, gilirankawasan timur laut Poso yang dimekarkanmenjadi Kabupaten Toja Una-Una, yangsecara administratif dibentuk oleh 6kecamatan, 81 desa, enam kelurahan, <strong>dan</strong> tigadesa transmigrasi. Pada tahun 2003, sebelumproses pemekaran, jumlah penduduk Posomencapai 275.974 jiwa atau 68.151 kepalarumah tangga.12


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan2. <strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong> <strong>dan</strong> Dampak KonflikSecara keseluruhan, performa ekonomidaerah-daerah Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utaraadalah rendah dibandingkan dengan propinsilainnya. Pada tahun 2002, Produk DomestikRegional Bruto (PDRB) Maluku Utara <strong>dan</strong>Maluku masing-masing mencapai Rp 1.986miliar <strong>dan</strong> Rp 3.405 miliar (Tabel 2-1). PDRBper kapita relatif rendah dimana Malukumenempat peringkat ke-26 (Rp 2,5 juta) <strong>dan</strong>Maluku Utara peringkat ke-28 (Rp 2,2 juta)dari 30 propinsi Indonesia pada tahun 2002.Sebaliknya, Poso, dengan PDRB per kapitayang diatas Rp 4 juta pada tahun 2002,tampaknya memiliki ekonomi lokal yang lebihkuat dibanding kabupaten-kabupaten diMaluku <strong>dan</strong> Maluku Utara yang dapatdiperbandingkan. Walaupun performaekonomi sekarang ini menunjukkan bahwadibandingan propinsi lainnya Maluku <strong>dan</strong>Maluku Utara dapat dibilang miskin sumberdaya <strong>dan</strong> tertinggal, tak dapat dipungkiribahwa kedua propinsi ini memiliki sumbersumberdaya terbarukan <strong>dan</strong> tak terbarukansecara melimpah yang belum dikembangkan<strong>dan</strong> dimanfaatkan. 7Gambar 2-1: Jumlah penduduk kabupaten yang diplotterhadap kontribusi kabupaten terhadap PDRB propinsi(atas dasar harga berlaku pada tahun 2002) untukkabupaten-kabupaten sasaran riset di Maluku Utara,Maluku <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah. Maluku ditandai olehtingginya kontribusi Ambon terhadap PDRB. <strong>Sumber</strong>Data: BPS.District Share of GRDP70605040302010AmbonC. HalmaheraPaluPosoBuruTernateOther MalukuCentral MalukuNorth Maluku00 10 20 30 40 50 60 70District Share of Population7Terutama mineral di Halmahera; minyak, gas bumi<strong>dan</strong> mineral di Maluku Tengah; perikanan di keduapropinsi. Lihat Bab 3.Sebelum konflik, pertanian adalah sektorutama di daerah Maluku Utara <strong>dan</strong> Malukuserta Kabupaten Poso (lihat juga Tabel 2-1). DiMaluku <strong>dan</strong> Ambon, perikanan adalahsubsektor pertanian utama, sementarai diMaluku Utara <strong>dan</strong> Poso subsektor pertanianyang utama adalah perkebunan. <strong>Ekonomi</strong>Maluku memiliki tiga sektor utama: pertanian<strong>dan</strong> kehutanan dengan perikanan sebagaiunggulan, sektor perdagangan <strong>dan</strong> sektorlayanan publik (Tabel 2-1). Maluku Utaramemperlihatkan pola serupa dimana pertanianadalah sektor unggulan yang diikuti olehperdagangan <strong>dan</strong> manufaktur. Di Poso, sektorpertanian diikuti oleh sektor layanan publik<strong>dan</strong> perdagangan.Sebaran kegiatan ekonomi tidaklah samaantarpropinsi yang dikaji (Gambar 2-1). PDRBtersebar secara merata antarkabupaten diMaluku Utara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah, dimanasebaran tersebut boleh dikatakan sebandingdengan kontribusi jumlah penduduk kabupatenterhadap jumlah penduduk propinsi (Gambar2-1). Sebaliknya, sebaran di Maluku adalahtidak merata. Pada tahun 2002, Ambonmenyumbang sekitar 40 persen terhadapPDRB propinsi, padahal jumlah penduduknyahanya mencapai 17 persen dari total jumlahpenduduk propinsi. Jumlah penduduk MalukuTengah lebih dari 40 persen dari jumlahpenduduk propinsi, tetapi kontribusi PDRBkabupaten tersebut adalah kurang dari 30persen dari PDRB propinsi. Kebijakankebijakanpembangunan di masa mendatangperlu menjawab <strong>dan</strong> mengatasi kesenjangandaerah ini, yang menjadikan Ambon pusatmigrasi bukan saja bagi pendatang dari wilayahlain Propinsi Maluku tapi juga dari propinsipropinsilain di wilayah timur Indonesia.2.1 Dampak Konflik terhadap <strong>Ekonomi</strong><strong>Lokal</strong>Konflik di Maluku, Maluku Utara <strong>dan</strong>Sulawesi Tengah berdampak sangat besarterhadap kesejahteraan ekonomi <strong>dan</strong>penghidupan masyarakat daerah-daerah ini.Seyogianya tak satupun sektor atau subsektorekonomi yang luput dari dampak konflik <strong>dan</strong>13


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanseyogianya imbas dampak ekonomi konflikmasih terasa hingga tahun 2004.14


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanTabel 2-1 – Struktur <strong>Ekonomi</strong> Daerah Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso pada tahun 1998/1999 <strong>dan</strong> 2002. <strong>Sumber</strong>: BPSSektor(% kontribusi PDRB)PropinsiKabupatenMaluku Utara Maluku Ambon Buru Maluku Tengah Poso Maluku Utara1999 2002 1998 2002 1998 2002 1998 2002 1998 2002 1998 2002 1998 2002Nasional2002Pertanian - 36,3 31,6 37,1 25,7 22,4 47,3 62,1 34,8 35,5 44,3 45,6 32,3 40,3 17,5- Tanaman Pangan - 10,1 5,6 9,28 1,2 1,92 11,0 21,9 5,4 10,9 14,2 12,9 - - -- Tanaman Perkebunan - 16,6 5,4 7,44 0,3 0,37 16,9 27,1 7,3 12,2 20,3 23,5 - - -- Perikanan - 5,3 15,6 17,5 23,8 19,6 2,1 3,9 3,9 7,2 2,6 2,7 - - -Pertambangan - 5,1 2,0 1,0 0,7 0,2 0,7 0,7 4,5 2,5 1,4 1,3 0,7 0,1 11,9Manufaktur - 15,8 14,0 4,8 8,1 2,0 18,5 3,9 27,5 13,4 10,2 9,7 41,7 24,0 25,0Listrik-Gas-Air Bersih - 0,8 0,9 0,6 1,5 1,1 0,3 0,4 0,3 0,4 0,6 0,7 0,5 0,5 1,8Konstruksi - 1,6 7,2 1,2 4,1 0,7 14,4 1,8 9,4 1,5 7,1 7,3 2,6 0,5 5,7Perdagangan-Hotel-Restoran - 23,0 20,1 25,3 21,4 24,4 12,3 16,0 19,3 25,7 10,4 10,2 13,7 23,7 16,1Pengangkutan-Komunikasi - 6,9 6,2 7,3 11,1 13,8 1,8 3,2 3,1 5,0 9,3 8,8 2,8 4,7 6,0Jasa Pendukung Bisnis - 3,4 5,7 5,4 9,8 8,8 1,0 2,2 2,6 3,4 2,8 2,6 2,4 2,5 6,6Layanan Publik - 7,3 12,4 17,3 17,7 26,7 3,8 9,8 7,8 12,6 13,8 13,7 3,4 3,6 9,4Jumlah PDRB (Sekarang)(Rp miliar)- 1.986 3.273 3.405 1.390 1.275 287 262 1,051 927 1,116 1,007 1,114 -Jumlah Penduduk (2002) 794,024 1.360.618 233.319 134.972 548.525 275.974 496.473 -PDRB (Rp)/ kapita (2002) 2,501,620 2.502.902 5.467.879 1.941.366 1.690.924 4.045.222 2.244.029 -Peringkat PDRB(dari 30 propinsi, data 2002; dari 336kabupaten, data 2001)26 28 82 332 322 123 240 -15


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanGRDP130120110908070Sumatra Java KalimantanSulawesi Maluku PapuaIndonesia1001996 1997 1998 1999 2000 2001 2002YearGambar 2-2: PDRB riil (atas dasar harga konstan 1993)antara tahun 1996-2002 untuk gugus utama kepulauanIndonesia. Garis titik-titik adalah Produk Nasional Bruto(PNB). Sejak tahun 1999, ‘Maluku’ meliputi PropinsiMaluku Utara. <strong>Sumber</strong> Data: BPS.Konflik di ketiga daerah ini merebak tidaklama setelah krisis ekonomi melanda padatahun 1997-98. Meskipun seluruh wilayahnegeri, terutama Pulau Jawa, merasakan imbasdari krisis ekonomi tersebut, seyogianya,karena lebih dahsyat <strong>dan</strong> lama, konflik Maluku<strong>dan</strong> Maluku Utara menimbulkan efek yangjauh lebih besar atas ekonomi daerah masingmasingdimana jika digabungkan ekonomiMaluku <strong>dan</strong> Maluku Utara telah menyusut 30persen (Gambar 2-2). Memasuki tahun 2002,Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara belum jugamenunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomiyang nyata jika dibandingkan dengan daerahlainnya di Indonesia tempat ekonomi daerahtelah memulih <strong>dan</strong> bahkan telah melampauiperforma tahun 1996.2.1.1 MalukuDampak Umum Konflik<strong>Ekonomi</strong> Maluku masih merasakandampak konflik kekerasan yang berlangsungselama lima tahun <strong>dan</strong> kegiatan-kegiatanekonomi di daerah ini belum memulih. Selamakonflik, berbagai investor yang menanamkanmodalnya di sektor perikanan, kehutanan <strong>dan</strong>lain-lainnya memindahkah usaha mereka kedaerah lain, terutama ke kota Manado, Kendari<strong>dan</strong> Surabaya. Akibatnya, dari tahun 1998hingga 1999, PDRB nominal Propinsi Malukumenurun 23,2 persen dari Rp 3.274 miliarmenjadi Rp 2.516 miliar tetapi pada tahun2002 PDRB nominal pulih kembali ke Rp3.406 miliar. Meskipun demikian, besaranpertumbuhan ini selama masa pascakonflikbelum memadai untuk meningkatkankesejahteraan ekonomi di daerah ini <strong>dan</strong>PDRB riil daerah Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utarabelum menunjukkan tanda-tanda akankembali ke performa prakonflik pada tahun2002 (lihat Gambar 2-2).PDRB nominal per kapita untuk PropinsiMaluku adalah Rp 2,24 juta pada tahun 1998<strong>dan</strong> tumbuh menjadi Rp 4,42 juta pada tahun2002. Hanya saja, antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002PDRB riil per kapita Maluku anjlok 20persen. Dampak terbesar antara tahun 1998<strong>dan</strong> 2002 terjadi di Buru <strong>dan</strong> Maluku Tengah,dimana PDRB riil per kapita masing-masinganjlok 45 persen <strong>dan</strong> 36 persen. MeskipunPDRB total Maluku anjlok, hal ini dibarengidengan migrasi netto <strong>dan</strong> wargameninggalkan Ambon pada saat kekerasan,yang menimbulkan fluktuasi dalam PDRB riilper kapita tahunan.Dampak Lintas SektorPada tahun 1999, laju pertumbuhan semuasektor utama, kecuali layanan publik,mengalami penurunan dimana kehutanan,penggalian, konstruksi serta manufaktur <strong>dan</strong>industri adalah sektor-sektor yang mengalamipukulan paling berat setelah anjlok hinggalebih dari 50 persen (Gambar 2-3). Pertanian,sektor utama yang antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002menyusun sekitar sepertiga dari ekonomiMaluku (lihat Tabel 2-1), hanya menurun 8persen. Subsektor-subsektor pertanian yanglebih padat modal seperti kehutanan <strong>dan</strong>perikanan masing-masing menurun 59 persen<strong>dan</strong> 11 persen, sementara antara tahun 1998<strong>dan</strong> 1999 tanaman perkebunan <strong>dan</strong> tanamanpangan meningkat. Kerugian terbesar secaraumum yang dialami ekonomi Maluku akibatkonflik adalah menurunnya sektor manufaktur<strong>dan</strong> industri hingga 62 persen, yang setaradengan Rp 259 miliar (atau 35 persen dari totalpenurunan yang dialami pada tahun 1998-99),yang diikuti secara ketat oleh penurunan 81persen di sektor konstruksi, yang setara denganRp 209 miliar (atau 28 persen dari totalpenurunan yang dialami pada tahun 1998-99).Hingga tahun 2002, sektor-sektor tersebut16


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanTotal GRDPAgricultureNorth Maluku (province)Maluku (province)BuruPosoNorth MalukuAmbonCentral MalukuNorth Maluku (province)Maluku (province)BuruPosoNorth MalukuAmbonCentral MalukuRelative GRDP1151101051001998 1999 2000 2001 200295908580757065Relative GRDP1251201151101051001998951999 2000 2001 200290858075706560Year60YearTradeManufacturingNorth Maluku (province)Maluku (province)BuruPosoNorth MalukuAmbonCentral MalukuNorth Maluku (province)Maluku (province)BuruPosoNorth MalukuAmbonCentral MalukuRelative GRDP135130125120115110105100951998 1999 2000 2001 200290858075706560YearGambar 2-3: Tren dalam PDRB (kiri atas) nominal (harga yang berlaku) <strong>dan</strong> PDRB sektor pertanian (kanan atas),perdagangan (kiri bawah) <strong>dan</strong> manufaktur (kanan bawah) di Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku <strong>dan</strong> kabupaten sasaran riset(Maluku, Maluku Utara, Poso) antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002. PDRB relatif terhadap tahun 1998 = 100. <strong>Sumber</strong>: BPS.Relative GRDP1101001998 1999 2000 2001 2002908070605040302010Yearmasih tertekan <strong>dan</strong> hanya pertanian,perdagangan, hotel & restoran serta jasa (yangdidominasi oleh pembelanjaan pemerintah)yang memperlihatkan pertumbuhan positifdibandingkan tahun 1998.Dampak Konflik di Daerah PropinsiDampak ekonomi konflik terutamadirasakan di daerah kabupaten Maluku Utara,Buru <strong>dan</strong> Ambon, sementara MalukuTenggara, Aru <strong>dan</strong> MTB mengalami dampakyang relatif terbatas <strong>dan</strong> menunjukkan tandatandapemulihan yang jauh lebih cepat. Baiktotal PDRB kabupaten (Gambar 2-2) <strong>dan</strong>PDRB per kapita memperlihatkan bahwaMaluku Tengah <strong>dan</strong> Buru terkena dampakekonomi yang lebih berat akibat konflikdibanding Ambon. Dampak yang dialamidaerah kabupaten Ambon, Maluku Tengah <strong>dan</strong>Buru dijabarkan di bawah ini.17


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanAmbon. Pada tahun 1999, yakni tahunpertama konflik berlangsung, PDRB riil KotaAmbon menurun 23 persen dari tahunsebelumnya. Meski mengalami kenaikan yangterbatas semenjak itu, antara tahun 1998 <strong>dan</strong>2002 PDRB nominal Kota Ambon mengalamipenurunan secara menyeluruh sebesar 8 besar,yaitu dari Rp 1.381 miliar pada tahun 1998 keRp 1.276 miliar pada tahun 2002, yangekivalen dengan penurunan PDRB riil sebesar33 persen. Empat tahun setelah konflik pecah,ekonomi Kota Ambon belum jugamenunjukkan tanda-tanda membaik.Pada tahun 2002, layanan publik memberikontribusi terbesar kepada PDRB KotaAmbon, yaitu 25 persen dari total PDRB.Sektor tersebut diikuti oleh perdagangan besar<strong>dan</strong> eceran pada 22 persen, perikanan pada 20persen <strong>dan</strong> pengangkutan-komunikasi sebesar13 persen. Pada tahun 2001, layanan publikjuga menjadi sektor penyerap tenaga kerjayang utama dengan memperkerjakan takkurang dari 27.502 orang (41 persen dariangkatan kerja), yang pada tahun 2002menyusut menjadi 23.634 orang (32,9 persendari angkatan kerja). Sektor-sektor yang secarariil terimbas dampak konflik paling parah diKota Ambon adalah manufaktur (menurun 81persen) <strong>dan</strong> pertanian (menurun 48 persen).Annual Exports (USD millions4003503002502001501005001998 1999 2000 2001 2002 2003YearGambar 2-4: Total ekspor Maluku selama periode1998-2003. Data tahun 1998 meliputi Maluku Utara,yang menjelaskan penurunan tajam antara tahun 1998<strong>dan</strong> 1999. <strong>Sumber</strong>: BPS.Maluku Tengah. <strong>Ekonomi</strong> KabupatenMaluku Tengah adalah terbesar kedua setelahKota Ambon di daerah Maluku denganmenyumbang hampir sepertiga dari kegiatanekonomi propinsi tersebut. Meskipun konflikMaluku utamanya berkecamuk di KotaAmbon, dampak ekonomi yang lebih pahitakibat konflik justru dirasakan oleh MalukuTengah. Antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002, PDRBnominal Maluku Tengah menurun 15 persendari Rp 1.091 miliar menjadi Rp 928 miliar(dibandingkan dengan 8 persen di Ambon).Selama tahun pertama konflik, yaitu antaratahun 1998 <strong>dan</strong> 1999, PDRB anjlok 35 persen;PDRB Kota Ambon menurun 23 persen. Dansama seperti Kota Ambon, pertumbuhan yangbelakang terjadi belum memadai untukmengkompensasi penurunan tersebut. Secarariil, antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002 ekonomiMaluku Tengah justru menyusut 40 persen(Kota Ambon 33 persen).Pada tahun 2002, sektor-sektor utamaekonomi Maluku Tengah adalah pertanian(penyumbang 35 persen PDRB) yangmengandalkan tanaman pangan <strong>dan</strong> tanamanperkebunan, perdagangan (penyumbang 25persen PDRB), manufaktur <strong>dan</strong> industri(penyumbang 13 persen PDRB) <strong>dan</strong> layananpublik (penyumbang 13 persen PDRB).Dampak terbesar dialami oleh sektormanufaktur <strong>dan</strong> industri, yang menurut hargayang berlaku menurun 70 persen (lihat Gambar2-3).Pulau Buru. Sama halnya dengan MalukuTengah, antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002 PDRB riilPulau Buru menurun 40 persen dimana PDRBnominal kabupaten tersebut menyusut dari Rp287.813 juta pada tahun 1998 menjadi Rp262.030 juta pada tahun 2002. Sebagai sektorutama, kontribusi pertanian terhadap totalekonomi Pulau Buru meningkat dari 47 persenpada tahun 1998 menjadi 62 persen pada tahun2002, sementara sektor itu sendiri menyusuthingga seperempat selama kurun waktu empattahun sejak konflik pecah. Sektor manufaktur,yang dahulu adalah sektor terpenting kedua dikabupaten ini dengan memberi kontribusi 18persen kepada PDRB, rontok setelah menyusut86 persen antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002. PDRBper kapita Kabupaten Pulau Buru menurun dariRp 2,46 juta pada tahun 1998 menjadi Rp 1,94juta pada tahun 2002.18


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanEksporEkspor Maluku (termasuk Maluku Utara)anjlok dari USD 362 juta pada tahun 1998menjadi USD 106 juta pada tahun 2003(Gambar 2-4). Pada tahun 1998, komoditiunggulan ekspor adalah kayu lapis (US$ 133juta), ikan tuna (US$ 100 juta), u<strong>dan</strong>g beku(US$ 62 juta) <strong>dan</strong> nikel (US$ 22 juta). Padatahun 2002, semua komoditi unggulan eksporruntuh, terutama kayu lapis, u<strong>dan</strong>g beku <strong>dan</strong>,dalam kadar yang tidak terlalu parah, ikan tuna.Pada tahun 1998, negara tujuan utama eksporkomoditi Maluku adalah Jepang (US$ 97 juta)yang diikuti Cina (US$ 88 juta), Thailand (US$43 juta), AS (US$ 24 juta), Taiwan (US$ 22juta) <strong>dan</strong> Hongkong (US$ 17 juta). Pada tahun2001, pasar ekspor utama beralih ke Thailand(US$ 53,74 juta) sementara pada tahun 2002pasar ekspor utama adalah AS (US$ 40,62juta).Sebelum konflik Ambon adalah pelabuhanutama dimana pada tahun 1987 87 persen (US$315 juta) dari ekspor Maluku diberangkatkandari Pelabuhan Ambon. Pada tahun 2000,persentase tersebut anjlok 90 persen hinggaUS$ 24 juta, atau hanya 27 persen dari totalekspor Maluku. Pada tahun 2001, ekspor dariAmbon berlipat ganda menjadi US$ 49 juta.Kabupaten Pulau Buru mengalami pola yangsama dalam kegiatan ekspornya. Sebagaicontoh, ekspor kayu, dengan negara tujuanutama Jepang <strong>dan</strong> Cina, dari Pelabuhan WaiPutih oleh perusahaan kehutanan PT WahanaPotensi Nusa menurun dari US$ 2.147.298pada tahun 1998 menjadi US$ 1.330.469 padatahun 1999 <strong>dan</strong> US$ 393.377 pada tahun 2000.2.1.2 Maluku UtaraDampak Umum KonflikSebelum tahun 1999, Maluku Utara masihmenjadi bagian dari Propinsi Maluku. Padatahun 1998, tahun terjadinya krisis ekonominasional, semua sektor kunci di Maluku masihmengalami pertumbuhan ekonomi yang positif.Pada tahun 1999, Propinsi Maluku Utaraberdiri dengan total nilai ekonomi Rp 1.988miliar. Konflik pecah pada bagian kedua tahun1999 <strong>dan</strong> berlangsung hingga awal tahun 2000;masa konflik yang jauh lebih singkat dibandingMaluku. PDRB riil Maluku Utara anjlok 30persen antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 1999, namuntumbuh kembali pada tahun 2000 seiringdengan berhentinya konflik. PDRB riil padatahun 2002 masih 12 persen lebih rendahdibanding tahun 1998. Secara keseluruhan,dampak awal konflik terhadap ekonomi adalahlebih besar di Maluku Utara dibanding Malukusebagai daerah propinsi, tetapi karena konflikberlangsung hanya kurang dari setahun diMaluku Utara ekonominya mampu memulihjauh lebih cepat dibanding ekonomi Maluku,sehingga pada tahun 2002 PDRB MalukuUtara lebih mendekati performa semasa tahun1998 jika dibandingkan dengan Maluku.Pada tahun 2002, PDRB nominal MalukuUtara telah memulih ke tingkat pada tahun1999 (Rp 1.986 miliar) <strong>dan</strong> tumbuh denganlaju 2,9 persen per tahun. Pada tahun 1997,sebelum konflik tahun 1999-2000 serta krisisekonomi tahun 1998, Kabupaten Maluku Utara(sekarang kabupaten Halmahera Utara,Halmahera Barat, Halmahera Selatan,Kepulauan Sula <strong>dan</strong> Kota Ternate, lima daridelapan kabupaten yang membentuk PropinsiMaluku Utara pascapemekaran) mencatat lajupertumbuhan ekonomi sebesar 10,1 persen.Dengan demikian, walaupun ekonomi daerahMaluku Utara telah memulih ke performa padatahun 1999, laju pertumbuhannya sebesar 2,9persen itu masih jauh di bawah performasemasa prakonflik <strong>dan</strong> prakrisis.Dampak Lintas SektorDengan kontribusi 36 persen kepadaPDRB, pertanian adalah sektor utama MalukuUtara. Sektor ini diikuti oleh perdagangan,hotel <strong>dan</strong> restoran (23 persen) <strong>dan</strong> manufaktur(16 persen) (lihat Tabel 2-1). Pada tahun 2000,atau setahun setelah puncak konflik, sektorpertanian jatuh 12 persen pada saat petaniberevakuasi, menelantarkan lahan pertanian<strong>dan</strong> tanaman mereka. Mereka yang bertahantidak dapat menjual hasil pertanian karenapembeli <strong>dan</strong> pedagang setempat telahberevakuasi <strong>dan</strong> pengangkutan ke pasar-pasarbelanja di luar dianggap tidak aman. Hargakomoditi-komoditi unggulan anjlok secaradrastis. Sebagai contoh, harga kopra terjunbebas dari Rp 2.000/ kg menjadi Rp 650/ kgdengan rontoknya pasar-pasar lokal. Subsektorkehutanan menurun 33 persen, tanamanpangan 16 persen <strong>dan</strong> perikanan 8 persen.Sama halnya, sektor perdagangan menyusut 3persen akibat pembeli <strong>dan</strong> pedagang yangmelarikan diri ke tempat-tempat yang lebihaman <strong>dan</strong> menghentikan kegiatan mereka.Sektor manufaktur jatuh 10,5 persen karena19


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanpabrik-pabrik menghentikan kegiatan <strong>dan</strong> jasajasapendukung bisnis (perbankan, jasakeuangan <strong>dan</strong> penyewaan) jatuh 7,6 persen.Sektor pertambangan pada intinya tidak aktifdengan laju pertumbuhan sebesar 1,3 persen.Pada tahun 2001, konflik terbuka berhenti<strong>dan</strong> upaya islah <strong>dan</strong> rekonstruksi tengahdiprakarsai. <strong>Ekonomi</strong> tumbuh dengan laju 3,4persen selama tahun 2001 yangdiujungtombaki sektor konstruksi yang tumbuhdengan laju 25,6 persen berkat upaya-upayarekonstruksi. Pertanian kembali ke lajupertumbuhan positif sebesar 3,3 persen, yangdidorong pertumbuhan mantap subsektorperkebunan tanaman pangan sebesar 2,8persen, subsektor perikanan 6,2 persen <strong>dan</strong>subsektor peternakan 11,7 persen. Perdaganganjuga kembali ke pertumbuhan positif sebesar3,2 persen, dimana sejumlah pedagang yangmengungsi telah kembali ke pasar-pasarbelanja lama sementara mereka yang masih dipengungsian mendirikan pasar-pasar belanjasementara.Sebaliknya, mengikuti tren di Maluku,layanan pemerintah lokal justru tumbuh selama<strong>dan</strong> tepat setelah konflik sebesar 7,5 persen.Sektor konstruksi tumbuh 12,9 persen padatahun 2000 berkat berakhir kekerasan <strong>dan</strong>berawalnya pemulangan, rehabilitasi <strong>dan</strong>rekonstruksi. Secara menyeluruh, perubahandalam struktur ekonomi sebagai akibat darikonflik di Maluku Utara adalah serupa denganyang terjadi di Maluku (lihat Tabel 2-1).Antara tahun 1999 <strong>dan</strong> 2002, pamor pertaniankian mengkilap dengan merosotnya secaratajam kegiatan manufaktur serta rendahnyakontribusi sektor-sektor perdagangan, hotel &restoran <strong>dan</strong> layanan publik terhadap PDRB.Pertanian menjadi motor pertumbuhansetelah mencatat pertumbuhan sebesar 3,3persen pada tahun 2001 <strong>dan</strong> 4,1 persen padatahun berikutnya. Sektor-sektor ekonomipenting lainnya mencatatkan pertumbuhanyang rendah pada tahun 2002, seperti misalnyapengangkutan-komunikasi (2,7%), manufaktur(2,6%), layanan pemerintah lokal (1,2%),pertambangan (1,2%) <strong>dan</strong> perdagangan besareceran(0,7%). Sektor-sektor ekonomi terkecil,yaitu jasa perbankan-keuangan, konstruksi <strong>dan</strong>listrik-air bersih, mengalami pertumbuhanpaling pesat selama tahun 2002, dimanamasing-masing mencatat pertumbuhan sebesar9,2 persen, 10,1 persen <strong>dan</strong> 13,0 persen.Dampak Konflik di Daerah PropinsiData terkini untuk Maluku Utara hanyaberkaitan dengan tiga kabupaten induk Ternate,Maluku Utara <strong>dan</strong> Halmahera Tengah. Jelassudah bahwa dampak yang dialami masingmasingkabupaten tersebut adalah berbedabeda,<strong>dan</strong> dampak pada Ternate <strong>dan</strong> MalukuUtara dibandingkan di bawah ini. 8Ternate. Pada tahun 2001, PDRB KotaTernate mencapai Rp 366 miliar, yang adalah19 persen dari ekonomi Propinsi Maluku Utara(Tabel 2-1). Pada tahun 2001, sektorpenyumbang terbesar terhadap PDRB KotaTernate adalah perdagangan besar <strong>dan</strong> eceran,yang menyumbang 31 persen terhadap totalPDRB. Sektor ini diikuti oleh pengangkutan<strong>dan</strong> komunikasi pada 19 persen, jasa pada 18persen <strong>dan</strong> pertanian pada 13,5 persen. Secaraumum, pada tahun 2001 ekonomi Ternatetumbuh 4,9 persen diatas performa tahun 2000,yang adalah lebih tinggi dibanding lajupertumbuhan propinsi yang sebesar 3,4 persen.Di sektor pertanian, subsektor yang dominanadalah perkebunan inti rakyat yangmenghasilkan komoditi-komoditi berhargaseperti kopra, cengkeh, pala, fuli, kayu manis,kakao <strong>dan</strong> biji lada. Sebagai kota pulau, sektorperikanan menjadi penyumbang yang cukupBoks 1: Investor <strong>Lokal</strong> menantikan Petinggi BaruPemerintah DaerahKadin Kabupaten Halmahera Utara baru dibuka tahunini. Sejumlah besar investor daerah <strong>dan</strong> dalam negeritertarik untuk berusaha di Tobelo, tetapi gayungpemerintah daerah (Pemda) tak bersambut. Pemda,yang sekarang ini menantikan pelantikan anggotaDPRD <strong>dan</strong> pemilihan bupati, tak berwewenangmengeluarkan izin usaha. Menyusul dikeluarkannyaUU desentralisasi yang baru pada tahun 2000,pemerintah propinsi tidak lagi berwewenang untukmemberi izin usaha, sementara pejabat gubernursekedar menampuk pemerintahan peralihan. Disebutsebutbahwa setelah bulan Januari 2005 Pemda akanmulai mengeluarkan izin-izin usaha baru kepadainvestor-investor baru. Umumnya investor tertarikdengan sektor perikanan yang dipan<strong>dan</strong>g sebagaisubsektor yang paling menjanjikan. Investor inginbergerak di bi<strong>dan</strong>g pengolahan cold storage, pabrik es<strong>dan</strong> operasi perkapalan.8Kabupaten induk Maluku Utara yang dimaksud disini telah dimekarkan menjadi empat kabupaten, yaituHalmahera Utara, Halmahera Barat, HalmaheraSelatan <strong>dan</strong> Kepulauan Sula.20


penting terhadap PDRB. Produksi hasil lautpada tahun 2002 adalah 7.457 ton, naik 4,5persen dari tahun 2001 dimana hasil laut utamaadalah ikan tuna/ cakalang (3.315 ton) yangdiikuti ikan marlin (1.364 ton) <strong>dan</strong> kerapu (463ton). Sama halnya seperti Ambon, ekonomiTernate dicirikan oleh kontribusi sektor publikyang relatif tinggi.Kabupaten Maluku Utara. <strong>Ekonomi</strong>Kabupaten Maluku Utara tumbuh 1,4 persen diatas PDRB tahun 2001 hingga mencapai Rp1.114 miliar, atau setara dengan 55 persen daritotal ekonomi Maluku Utara. Pada tahun 1999,PDRB menurun 24 persen dari Rp 1.319 milarmenjadi Rp 1.008 miliar akibat krisis ekonominasional <strong>dan</strong> konflik yang merebak pada bulanAgustus 1999. Tahun berikutnya ekonomitumbuh secara positif sebesar 5,3 persen tetapipada tahun 2001 persentasi ini turun menjadi3,5 persen. Secara riil, pada tahun 2001ekonomi Maluku Utara belum memperlihatkantanda-tanda membaik <strong>dan</strong> bahkan adalah lebihterdepresi dibanding daerah propinsi secarakeseluruhan. Hal ini menengarai bahwadampak konflik terhadap ekonomi cenderungmenghimpit wilayah bagian utara MalukuUtara, tempat suhu konflik lebih tinggi, <strong>dan</strong> diKabupaten Halmahera Selatan, yang baruberdiri lewat pemekaran, dibanding wilayahlainnya. Selama masa peralihan, arus masukinvestasi baru untuk pembangunan ekonomimasih tertahan di kabupaten-kabupaten baruhasil pemekaran kabupaten induk MalukuUtara (lihat Boks 1).EksporPada tahun 2002, ekspordari Pelabuhan Ternatemencapai 67.053 ton dengantotal nilai US$ 29,7 juta, naik44,6 persen dari sisi nilai <strong>dan</strong>35,6 persen dari sisi volumedibanding tahun 2001.Komoditi yang dieksporadalah nikel, kayu lapis, ikantuna <strong>dan</strong> kayu gergajian.Negara tujuan ekspor utamaadalah Jepang, AS, KoreaSelatan <strong>dan</strong> Australia. Eksportahun 2002 senilai US$ 19,1juta adalah lebih rendah daritahun 2001. Produk unggulanmeliputi kayu lapis, kayukomposit, ikan beku, paper<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan21carton, pisang, ikan hidup <strong>dan</strong> ikan asap.2.1.3 Sulawesi Tengah – PosoDampak Umum Konflik<strong>Ekonomi</strong> Kabupaten Poso adalah yangpaling sedikit menderita jika dibanding dengandaerah konflik lain yang dikaji di sini (Gambar2-2). Hanya saja, konflik masih jugaberdampak terhadap ekonomi <strong>dan</strong> situasiketenagakerjaan, terutama di ketujuhkecamatan tempat konflik berlangsung, yaituPoso Kota, Poso Pesisir, Lage, Tojo, PamonaUtara, Pamona Selatan, Pamona Timur. PDRBPoso turun 4 persen pada tahun 2000 sebagaiakibat langsung dari konflik. Pada tahun 2001PDRB tumbuh hanya 0,7 persen, tetapi padatahun berikutnya PDRB naik 2,3 persen seiringdengan mere<strong>dan</strong>ya konflik. Secarakeseluruhan, dampak konflik adalah stagnasidimana ekonomi Poso pada tahun 2002memiliki PDRB yang sama seperti tahun 1996.Dampak Lintas SektorSektor pertanian adalah sektor utama diPoso dengan kontribusi sebesar 46 persenkepada PDRB tahun 2002. Dibawahnyaterdapat sektor layanan publik (14 persen) <strong>dan</strong>perdagangan (10 persen). Dari semuakabupaten yang dikaji hanya sektor pertaniandi Kabupaten Pulau Buru, Maluku, yangmemberi kontribusi yang sedemikian besar.Artinya, sama seperti Pulau Buru, sektorindustri pengolahan di Poso belum terlaluberkembang meski berpotensi untuk memberinilai tambah ekonomi. Sektor pertanian, yangdidominasi tanaman pangan (46 persen dariTabel 2-2: Ketenagakerjaan di Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso.<strong>Sumber</strong>: <strong>UNDP</strong> Indonesia Human Development Reports 2001, 2004.Tingkat PartisipasiPengangguran Pekerja diPropinsi/ KabupatenAngkat-Terbuka Sektor Non-an Kerjaformal1999 2002 1999 2002 1999 2002Maluku (prop) 61,2 57,7 7,6 11,8 79,4 78,6Maluku Tenggara Barat - 60,7 - 5 - 91,1Maluku Tenggara 58,6 56,5 1,8 16 97,5 48,2Maluku Tengah 62,5 57,5 4,9 6,5 80,1 86,4Buru - 58,6 - 7,8 - 90,8Ambon 52,7 55 21,9 16,4 20,2 48,1Maluku Utara (prop) - 64,2 - 11,4 - 73,1Maluku Utara 64,3 69 7,1 8,5 80,6 80,6Halmahera Tengah 67,4 60,2 3,1 6,8 89,9 74,3Ternate - 55,2 - 25,7 - 40,3Poso 70,5 66,9 3,6 8,5 76,9 84,3Rata-rata nasional - 67,7 - 10,6 - 64,1


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanPDRB pertanian) <strong>dan</strong> tanaman perkebunan (29persen dari PDRB pertanian), tumbuh 3,3persen antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002 <strong>dan</strong> sempatmenurun 4,9 persen pada tahun 2000 sebagaiakibat langsung dari konflik. Meski memberikontribusi yang relatif rendah, pemerintahlokal meman<strong>dan</strong>g perikanan sebagai subsektoryang berpotensi yang akan dikembangkantempat mana sektor swasta akan memegangperanan penting, apalagi semenjak DepartemenKelautan <strong>dan</strong> Perikanan berjanji untukmembangun sebuah pabrik pengolahan ikanuntuk pasar ekspor di Teluk Tomini.Semenjak terjadinya konflik pada tahun1998, semua sektor lainnya di ekonomi Posomenjadi stagnan atau menyusut. Antara tahun1998 <strong>dan</strong> 2002, sektor manufaktur jatuh 4,5persen, perdagangan besar <strong>dan</strong> eceran jatuh 2persen, pengangkutan jatuh 6,9 persen <strong>dan</strong>layanan pemerintah <strong>dan</strong> publik jatuh 0,5persen. Hanya sektor listrik-air bersih <strong>dan</strong>konstruksi (rekonstruksi) yang tumbuh, yaitumasing-masing 9,2 persen <strong>dan</strong> 3 persen.2.2 Ketenagakerjaan, Industri <strong>dan</strong>ManufakturKonflik di ketiga daerah ini memilikidampak yang jelas terhadap ketenagakerjaan<strong>dan</strong> industri lokal,terutama di perkotaan.Pengangguran diyakinisebagai faktor risikoyang potensial untukmemicu konflik dimasa depan <strong>dan</strong> tetapmenjadi isu pentinguntuk kebijakankebijakanpembangunan ekonomi<strong>dan</strong> sosial masamendatang. Di tingkatnasional, pengangguranmenjadi isu pentingdimana selama tahun2002-2003 terjadi lebihdarisejutapemangkasan pekerjaanformal di sektormanufaktur sehinggapada tahun 2003 tingkatpengangguran terbukanasional menjadi 9,5persen. Bagian iniTabel 2-3: Ketenagakerjaan per Sektor <strong>Ekonomi</strong> <strong>dan</strong> Kontribusi Sektoral di PropinsiMaluku Utara. <strong>Sumber</strong>: BPS.Ketenagakerjaan – Jumlah Orang(kontribusi, %)Sektor <strong>Ekonomi</strong> UtamaPertanianPertambanganManufaktur-IndustriListrik-Gas-Air BersihKonstruksiPerdagangan-Hotel-RestoranPengangkutan-TelekomunikasiJasa Pendukung BisnisLayanan PublikTotalmembahas dampak konflik terhadapketenagakerjaan serta status industri <strong>dan</strong>manufaktur di daerah-daerah kajian.2.2.1 KetenagakerjaanLaporan <strong>Pembangunan</strong> Manusia Nasional2004 untuk Indonesia menyajikan data yangmerangkum perubahan-perubahan yang terjadidalam angkatan kerja <strong>dan</strong> ketenagakerjaanantara tahun 1999 <strong>dan</strong> 2002 (Tabel 2-2). Datatersebut menunjukkan:• Tingkat partisipasi angkatan kerja(proporsi penduduk usia kerja yang bekerjaatau se<strong>dan</strong>g mencari pekerjaan) Maluku <strong>dan</strong>,meski tidak serendah Maluku, Maluku Utaraadalah lebih rendah dibanding tingkat rata-ratanasional. Ambon <strong>dan</strong> Ternate memiliki tingkatpartisipasi angkatan kerja terendah, yaitu 55persen.• Pada tahun 1999, pengangguranterbuka (proporsi angkatan kerja yang mencaripekerjaan) adalah sangat tinggi di Ambon,yaitu 21,9 persen <strong>dan</strong> antara tahun 1999 <strong>dan</strong>2002 meningkat di semua kabupaten kecualiAmbon. Pengangguran diyakini sebagai faktoryang ikut melanggengkan kekerasan padatahun 1999.• Pengangguran terbuka pada tahunTernate12.396(24,4)574(1,1)2.461(4,8)422(0,8)4.564(9,0)11.022(21,7)6.782(13,4)1.020(2,0)11.537(22,7)50.778(100,0)MalukuUtara(kab)91.907(67,1)10.862(7,9)1.671(1,2)1.671(1,2)4.178(3,0)13.368(9,8)4.178(3,0)0(0)9.191(6,7)137.026(100,0)HalmaheraTengah28.396(59,4)428(0,9)2.027(4,2)143(0,3)2.426(5,1)6.507(13,6)1.627(3,4)428(0,9)5.832(12,2)47.814(100,0)MalukuUtara(prop)132.699(56,3)11.864(5,0)6.159(2,6)2.236(0,9)11.168(4,7)30.897(13,1)12.587(5,3)1.448(0,6)26.560(11,3)235.618(100,0)22


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanlaki-laki, 59 persen terserap dalam sektorpertanian-kehutanan, 16 persen bekerja dilayanan publik (pemerintah lokal), 7,4 persenberada di sektor pengangkutan-komunikasi,<strong>dan</strong> 7,0 persen bekerja di sektor perdagangan.Untuk perempuan, 64,4 persen bekerja disektor pertanian-kehutanan, 17 persen dilayanan publik, <strong>dan</strong> 31,1 persen diperdagangan.Ambon. Pada tahun 2000, BPSmenggolongkan 75.391 orang sebagai aktifsecara ekonomi dalam angkatan kerja (orangberusia 15 tahun keatas) di daerah pedesaan<strong>dan</strong> perkotaan Ambon. Pada tahun 2001 angkaini menurun menjadi 72.054 orang, tetapi naiklagi menjadi 78.285 di tahun berikutnya.Selama tahun 2000 tingkat pengangguranantara mereka yang aktif secara ekonomidiprakirakan mencapai 17,1 persen, terpangkasmenjadi 7,7 persen pada tahun 2001 <strong>dan</strong> naiksedikit hingga 9,4 persen pada tahun 2002.Dari antara kelompok penganggur, 55 persendiprakirakan adalah perempuan <strong>dan</strong> 45 persenlaki-laki. Sekitar 70 persen pencari kerja adalahlulusan sekolah menengah <strong>dan</strong> 30 persenadalah lulusan perguruan tinggi. Sektorlayanan publik adalah penyerap pekerjaPulau Buru. Pada tahun 2000, BPSmencatat angkatan kerja sebesar 51.899 orang(berumur 15 ke atas) di daerah perkotaanmaupun pedesaan. Tahun berikutnya jumlahtersebut menurun menjadi 35.112 orang, tetapipada tahun 2002 kembali naik menjadi 55.751orang. Sebanyak 78 persen bekerja di daerahpedesaan. Tingkat pengangguran di kalanganmereka yang aktif secara aktif untuk periode2001-2002 diprakirakan mencapai 4,7 persen.Mereka diprakirakan adalah 65 persenperempuan <strong>dan</strong> 35 persen laki-laki. Sebanyak86 persen pencari kerja adalah lulusan sekolahmenengah <strong>dan</strong> 14 persen adalah lulusanperguruan tinggi. Kegiatan ekonomi utama dikabupaten ini adalah sektor pertaniankehutanan.Pada tahun 2001, sektor inimenyerap 22.776 orang atau 57,6 persen dariangkatan kerja. Angka ini naik pada tahun2002 menjadi 32.927 orang (62 persen dariangkatan kerja). Sektor dominan lainnya padatahun 2002 adalah perdagangan yangmenyerap 7.286 orang atau 13,7 persen dariangkatan kerja, <strong>dan</strong> layanan publik yangmenyerap 7.286 orang atau 13,7 persen dariangkatan kerja.Maluku Tengah. Pada tahun 2000, BPSTabel 2-6: Profil Industri Maluku Utara.<strong>Sumber</strong>: BPS, Maluku Utara Dalam Angka 2001/ 2002.Sektor Parameter Unit 2001 2002Perubahan2001-2002 (%)Jumlah Unit Unit 282 323 14,5%Pertanian- Investasi Rp (juta) 9.350 386 -95,9%Kehutanan Jumlah Pekerja Orang 1.459 721 -50,6%Nilai Produk Rp (juta) 550 439 -20,2%Jumlah Unit Unit 399 534 33,8%Total IndustriInvestasi Rp (juta) 10.602 3.127 -70,5%Jumlah Pekerja Orang 2.381 1.467 -38,4%Nilai Produk Rp (juta) 628 1.541 145,4%terbesar pada tahun 2001 denganmemperkerjakan 27.502 orang (41 persen dariangkatan kerja). Pada tahun 2002, angkatersebut menurun menjadi 23.634 orang (32,9persen dari angkatan kerja). Sektor dominanpada tahun 2002 adalah perdagangan yang kalaitu menyerap 12.859 orang atau 37,6 persen,<strong>dan</strong> pengangkutan-komunikasi yang menyerap8.349 orang atau 11,6 persen dari angkatankerja. Sejak konflik, pengungsian <strong>dan</strong>terganggunya pasar-pasar di Ambon makinmemperbesar peran penting perdagangannonformal dalam penghidupan masyarakat.mencatat angkatan kerja sebesar 218.847 orang(berumur 15 ke atas) di daerah perkotaanmaupun pedesaan. Tahun berikutnya jumlahtersebut menurun menjadi 178.200 orang,tetapi pada tahun 2002 kembali naik menjadi231.788 orang. Sebanyak 75 persen bekerja didaerah pedesaan. Tingkat pengangguran dikalangan mereka yang aktif secara aktif untukperiode 2001-2002 diprakirakan mencapai 8,8persen. Mereka diprakirakan adalah 70 persenperempuan <strong>dan</strong> 30 persen laki-laki. Sebanyak90 persen pencari kerja adalah lulusan sekolahmenengah <strong>dan</strong> 10 persen adalah lulusan25


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanperguruan tinggi. Kegiatan ekonomi utama dikabupaten ini adalah sektor pertaniankehutanan.Pada tahun 2001, sektor inimenyerap 99.346 orang atau 65,2 persen dariangkatan kerja. Angka ini naik pada tahun2002 menjadi 147.307 orang (69,7 persen dariangkatan kerja). Sektor dominan lainnya padatahun 2002 adalah perdagangan yangmenyerap 21.596 orang atau 10,2 persen dariangkatan kerja, <strong>dan</strong> layanan publik yangmenyerap 21.064 orang atau 9,97 persen dariangkatan kerja.PosoSeperti dilaporkan oleh Bupati Posokepada Menko Kesra pada bulan Pebruari2004, tingkat pengangguran terbuka adalah3,23 persen. 9 Hanya saja, angka ini tidakmencerminkan secara cermat tingkat setengah2.2.2 Industri, Manufaktur <strong>dan</strong>PedagangMaluku UtaraSebagai propinsi kecil dengan pulau-pulauyang tersebar-sebar, ekonomi Maluku Utaradidominasi oleh usaha kecil, perdagangannonformal, petani <strong>dan</strong> nelayan. Hanya adasegelintir usaha kecil menengah sebelumkonflik, yaitu beberapa sawmill (kilangpenggergajian) <strong>dan</strong> manufaktur kayu lapis,perusahaan pertambangan emas <strong>dan</strong> nikel,penggilingan kelapa, perkebunan pisang,perusahaan perikanan berskala menengah, <strong>dan</strong>sejumlah ba<strong>dan</strong> usaha milik negara, seperti PTPLN, PT Inhutani <strong>dan</strong> PT Usaha Mina yangmasing-masing bergerak di bi<strong>dan</strong>g kelistrikan,kehutanan <strong>dan</strong> perikanan. Selama konflik,UKM menghentikan kegiatan selama beberapaTabel 2-7: Profil Industri Maluku.<strong>Sumber</strong>: BPS, Maluku Dalam Angka 2001/ 2002.Sektor Parameter 1998 1999 2000 2001 2002Pertanian-KehutananTotalIndustriPerubahan1998-2002 (%)Perubahan2001-2002(%)Jumlah Unit 4.093 2.194 2.230 3.065 3.230 -21,1% 5,4%Investasi 428.962 199.907 201.923 327.109 328.371 -23,4% 0,4%Jumlah Pekerja 46.249 14.526 14.674 30.511 31.250 -32,4% 2,4%Jumlah Unit 7.500 4.154 4.200 5.441 5.902 -21,3% 8,5%Investasi 1.972.964 482.309 487.012 530.189 534.342 -72,9% 0,8%Jumlah Pekerja 76.858 26.509 26.701 42.515 44.732 -41,8% 5,2%pengangguran atau pengangguran terselubungsebagian besar pekerja di ekonomi nonformal.Meski sebagian besar penduduk terserap dalamsektor pertanian, sejumlah besar perempuanbekerja di sektor-sektor perdagangan <strong>dan</strong> jasa(Tabel 2-5). Industri pengolahan jugamenyerap sejumlah besar pekerja meskipundidominasi oleh industri-industri skala kecildengan subsektor-subsektor utama yangberbasis industri pertanian (pangan, minuman<strong>dan</strong> tembakau) <strong>dan</strong> industri kehutanan. Antaratahun 1998 <strong>dan</strong> 2002, jumlah orang yangterserap dalam sektor pengolahan anjlokhingga hampir 40 persen, yaitu dari 9.778menjadi 6.149 orang.9Termasuk data tingkat pengangguran KabupatenTouna yang dimekarkan dari Poso pada bulanDesember 2003.bulan karena pegawai yang tidak dapat keluarrumah atau mengungsi ke tempat suaka aman.Prasarana <strong>dan</strong> aset sejumlah ba<strong>dan</strong> usahaternama seperti pengelola perkebunan pisangdi Galela PT GAI <strong>dan</strong> produsen minyak kelapaPT Bimoli menjadi sasaran penyerangan.Selama masa pascakonflik, pada saatkeamanan mulai membaik, kerusakandiperbaiki <strong>dan</strong>, pada saat tenaga kerja mulaipulang ke rumah, kegiatan operasional kembaliberjalan meski belum segencar tingkat semula.Perkebunan pisang di Galela belum dibukakembali.Usaha kecil, koperasi <strong>dan</strong> bisnis nonformal(pedagang kecil) ikut terkena imbas konflik.Pemilik maupun pegawai melarikan diri ketempat suaka aman, <strong>dan</strong> usaha-usaha punmenghentikan kegiatan. Sejumlah toko <strong>dan</strong>kios pasar belanja dirusak atau dihancurkanselama konflik. Jumlah usaha kecil, koperasi26


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanBoks 2: Ketegangan Pasar Belanja di Jailolo <strong>dan</strong>TobeloKunjungan ke pasar induk Jailolo disambut denganbanyak keluhan yang dilontarkan perempuan pedagangsetempat. Pasar induk Jailolo, yang berdiri pada tahun1997, tidak terawat baik <strong>dan</strong> banyak kios yang rusakselama konflik. Pedagang-pedagang setempat yangdiwawancarai mengungkapkan bahwa pembeli asalkecamatan Ibu <strong>dan</strong> Sahu tidak lagi berbelanja di pasarinduk, tetapi lebih memilih pasar sementara pengungsiyang berada di Akadiri yang berada di antara Jailolo<strong>dan</strong> Sahu. Pedagang asal Jailolo (yang kebanyakanadalah perempuan Muslim) berhasrat agar pasarsementara tersebut ditutup <strong>dan</strong> pengungsi yangberdagang di sana (yang kebanyakan adalah kaumKristiani asal Ternate) untuk kembali ke kampunghalaman di Ternate. Sebagai alternatif, pengungsi yangberdagang dapat berjualan di pasar induk Jailolo, yangadalah cukup luas untuk mengakomodasi mereka.Suasana di pasar-pasar belanja Tobelo juga menegang.Pedagang Muslim mengungsi dari Tobelo selamakonflik, sementara pengungsi-pengungsi Kristiani asalTernate yang mencari tempat suaka aman di Tobelomengambil alih tempat-tempat penjualan pedagangsetempat yang mengungsi itu. Sekarang, pedagangMuslim yang kembali dari Ternate ditempatkan dipasar-pasar sementara di luar kota, sementarapengungsi asal Ternate belum kembali ke daerah asal.<strong>dan</strong> pedagang kecil yang beroperasi selamakonflik menurun drastis, tetapi perlahan-lahanmeningkat kembali hingga medekati angkatahun 1999.Pada tahun 2002, di Propinsi MalukuUtara ada 534 ‘perusahaan industri ataupengolah’ yang memperkerjakan 2.923 orang(Tabel 2-6). Dari perusahaan-perusahaantersebut, lima termasuk perusahaan besar,sembilan adalah perusahaan menengah, <strong>dan</strong>520 adalah perusahaan kecil. Pada tahun 2002,hampir dua pertiga (323) dari jumlahperusahaan tersebut menghasilkan produkprodukyang berkaitan dengan pertanian,dimana jumlah perusahaan tumbuh hampir 15persen dari jumlah tahun lalu. Secarakeseluruhan, sektor industri sebagai satukesatuan tumbuh lebih cepat dibandingindustri-industri pertanian. Maluku Utara jugamemiliki 588 koperasi dengan 54.342 anggota.Salah satu dampak negatif konflik adalahimbasnya terhadap pasar-pasar belanja lokal(lihat Boks 2). Pasar-pasar belanja lokalditelantarkan selama konflik, <strong>dan</strong> beberapamalah dirusak atau tidak berfungsi lagi.Pedagang-pedagang kecil mengungsi keberbagai penjuru Maluku Utara, Sulawesi atauJawa. Banyak warga yang mengungsi selamakonflik melakukan kegiatan jual beli di pasarpasarbelanja yang ditelantarkan atau di pasarpasarbelanja sementara yang berdiri secaraspontan sembari menunggu kesempatan untukpulang ke tempat asal. Pada saat pengungsikembali ke kampung halaman, merekamenemukan bahwa pasar-pasar belanja merekadi sana telah ditempati oleh mereka yangmengungsi di kampung halaman mereka.Disamping itu, mereka yang kembali ke pasarbelanja masing-masing menemukan bahwapasar-pasar baru telah didirikan di lokasi-lokasibaru oleh pengungsi lain yang belum pulang ketempat asal. Dalam kebanyakan kasus timbulpersaingan antara pasar belanja yang baru <strong>dan</strong>lama serta antarpedagang, yang malangnyamenempatkan pedagang Muslim <strong>dan</strong> Kristianidalam konflik langsung. Ini merupakanpermasalahan serius yang perlu ditanganisecara seksama oleh pemerintah setempat.Ternate. Di Ternate tidak terdapat industriindustribesar dimana sektor swasta didominasioleh 160-an usaha kecil, termasuk diantaranya(i) 54 usaha kecil yang menyerap 165 tenagakerja dalam industri makanan, (ii) 69 usahakecil yang menyerap 381 tenaga kerja dalamindustri kimia, (iii) 31 usaha kecil yangmenyerap 119 tenaga kerja dalam industripakaian <strong>dan</strong> (iv) 7 usaha kecil yang menyerap23 tenaga kerja dalam industri logam.Kabupaten Maluku Utara. Pada tahun2002, di Kabupaten Maluku Utara terdapat 24industri manufaktur yang menyerap 147pekerja. Dari ke-24 ba<strong>dan</strong> usaha ini, satubergerak di bi<strong>dan</strong>g produksi berbasis pertaniansementara 23 bergerak di bi<strong>dan</strong>g manufakturlogam, penempaan logam atau kimia. Dataresmi menunjukkan bahwa jumlah industrimanufaktur pada tahun 2002 adalah samadengan jumlah pada tahun 1999, tetapi jumlahpedagang <strong>dan</strong> ba<strong>dan</strong> usaha anjlok lebih dari 90persen selama periode itu, yang sebagian besaradalah akibat dampak yang ditimbulkankonflik terhadap industri rumah tangga <strong>dan</strong>UKM.MalukuPada tahun 1998 sebanyak 7.500perusahaan beroperasi di Propinsi Malukuyang menyerap sekitar 70.000 tenaga <strong>dan</strong>27


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanmemiliki nilai investasi sebesar Rp 1.964.445juta (Tabel 2-7). Dari perusahaan-perusahaanini, 4.093 diantaranya bergerak di bi<strong>dan</strong>gproduksi berbasis pertanian; 2.066 merupakanmanufaktur logam atau kimia; <strong>dan</strong> 1.341bergerak di bi<strong>dan</strong>g lainnya. Antara tahun 1998<strong>dan</strong> 2002, jumlah perusahaan menurun hinggalebih dari 20 persen <strong>dan</strong> investasi anjlok hinggahampir tiga perempat kali. Akibatnya, 30.000tenaga kerja, atau lebih dari 40 persen dariangkatan kerja yang diserap industri-industriini, kehilangan pekerjaan.bi<strong>dan</strong>g lainnya <strong>dan</strong> menyerap 911 tenaga kerja(8,9 persen dari jumlah total).Pada tahun 1998, Ambon memiliki 229koperasi yang secara perlahan namun pastitumbuh hingga mencapai 308 buah pada tahun2002. Sekitar 36 persen dari koperasi tersebutadalah koperasi umum. Lainnya merupakankoperasi pegawai negeri (22 persen), koperasipegawai (13 persen) <strong>dan</strong> koperasi lainnya (29persen). Masalah yang dihadapi sekarangdalam mengelola koperasi di Ambon adalahabsennya ba<strong>dan</strong> pengurus <strong>dan</strong> pengelola,Gambar 2-5: Pedagang di Maluku antara tahun 1998 <strong>dan</strong> 2002. Angka-angka ini menunjukkan jumlah totalpedagang, jumlah pedagang kecil <strong>dan</strong> menengah (gambar kiri) <strong>dan</strong> pedagang besar (gambar kanan).180001600014000Medium ScaleSmall ScaleTotal1000900Large scale800Number of businesses120001000080006000Number of businesses7006005004004000300200200010001998 1999 2000 2001 2002Year01998 1999 2000 2001 2002YearSektor perdagangan mengalami dampakserupa. Pada tahun 1998, di Maluku terdapat15.102 pedagang dimana 11.237 diantaranyaadalah pedagang kecil. Antara tahun 1998 <strong>dan</strong>2002, jumlah total pedagang anjlok hinggalebih dari 50 persen (Gambar 2-5, kiri). Jumlahpedagang besar <strong>dan</strong> menengah mengalamipenurunan terbesar, yaitu masing-masing 97persen <strong>dan</strong> 87 persen, sementara jumlahpedagang kecil berkurang hingga 41 persen.Ambon. Pada tahun 2002 sebanyak 2.042perusahaan beroperasi di Ambon yangmenyerap 10.209 tenaga <strong>dan</strong> memiliki nilaiinvestasi sebesar Rp 43.943 juta. Dariperusahaan-perusahaan ini, 1.125 diantaranyabergerak di bi<strong>dan</strong>g produksi berbasis pertanianpertanian yang memperkerjakan 6.746 orang(dua pertiga dari jumlah total tenaga kerja);613 merupakan manufaktur logam, penempaanatau kimia dengan 2.552 tenaga kerja (25persen dari jumlah total); <strong>dan</strong> 304 bergerak didimana banyak diantaranya mengungsi ke luarAmbon pada saat konflik <strong>dan</strong> sampai sekarangbelum pulang kembali.Pada tahun 1998 di Kota Ambon terdapat449 pedagang. Selama konflik pada tahun1999, jumlah pedagang menurun secara tajamhingga tersisa hanya 148. Pada tahun 2000,jumlah pedagang meningkat menjadi 321 <strong>dan</strong>setahun kemudian kembali naik menjadi 550.Jumlah pasar belanja di Ambon relatif sedikitkarena luas wilayah kota tersebut sempit. Padatahun 2002 Ambon hanya memiliki lima pasarbelanja yang berfungsi, padahal Masohi(Kabupaten Maluku Tengah) memiliki 23 <strong>dan</strong>Tual (Maluku Tenggara) memiliki 12. Peransektor perdagangan nonformal menjadi pentingdi Ambon, dimana diprakirakan di sanaterdapat 3.000-5.000 pedagang ekonominonformal. Relokasi sejumlah besar pedagangnonformal tersebut ke lokasi-lokasi pasarbelanja yang resmi (Batu Gantung, Batu Meja,Mardika, Tagalya <strong>dan</strong> Passo) telah28


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanTabel 2-8: Profil Industri <strong>dan</strong> Pedagang di Kabupaten Poso untuk periode 1999 – 2002.<strong>Sumber</strong>: Dinas Industri <strong>dan</strong> Perdagangan Kabupaten Poso dalam Poso Dalam Angka 2003.Industri Ketenagakerjaan PedagangTahun Rumah Kecil Menengah Total Rumah Kecil Menengah Total Unit Tenaga1999 260 1.855 11 2.156 810 7.602 1.297 9.709 1.837 4.9892000 446 1.805 0 2.251 2.603 7.586 0 10.189 1.906 5.1932001 874 4.47 0 1.321 2.503 3.595 0 6.098 1.415 3.3722002 9 1.327 0 1.336 34 6.115 0 6.149 1.704 4.5282003 83 1.381 0 1.464 174 6.427 0 6.601 1.843 5.509Perubahan99/03-68% -26% - -32% -79% -16% - -32% 0% +10%menimbulkan masalah bagi sejumlahpedagang. Lokasi usaha, <strong>dan</strong> perencanaan tataruang secara umum, merupakan isu pentingdalam pemulihan Kota Ambon.Pulau Buru. Pada tahun 2002 sebanyak504 perusahaan beroperasi di Kabupaten PulauBuru yang menyerap 1.979 tenaga <strong>dan</strong>memiliki nilai investasi sebesar Rp 3.332 juta.Dari perusahaan-perusahaan ini, 316diantaranya bergerak di bi<strong>dan</strong>g produksiberbasis pertanian pertanian yangmemperkerjakan 1.479 orang (74,7 persen darijumlah total tenaga kerja); 121 merupakanmanufaktur logam, penempaan atau kimiadengan 302 tenaga kerja (15,3 persen darijumlah total); <strong>dan</strong> 67 bergerak di bi<strong>dan</strong>glainnya <strong>dan</strong> menyerap 198 tenaga kerja (10persen dari jumlah total). Pada tahun 2001, diBuru terdapat 19 KUD yang beranggotakan1.739 orang <strong>dan</strong> memiliki simpanan senilai Rp37 juta. Sebanyak 33 koperasi umum (non-KUD) beroperasi di Buru yang beranggotakan37.774 orang <strong>dan</strong> memiliki simpanan senilaiRp 45 juta. Pada tahun 2000 terdapat 221pedagang di Pulua Buru - 184 berskala kecil,34 berskala menengah <strong>dan</strong> 3 berskala besar.Pada tahun 2002 Pulau Buru memiliki enampasar umum.Maluku Tengah. Pada tahun 2002sebanyak 1.027 perusahaan beroperasi diMaluku Tengah yang menyerap 5.018 tenaga<strong>dan</strong> memiliki nilai investasi sebesar Rp 30.508juta. Dari perusahaan-perusahaan ini, 562diantaranya bergerak di bi<strong>dan</strong>g produksiberbasis pertanian pertanian yangmemperkerjakan 3.363 orang (67 persen darijumlah total tenaga kerja); 256 merupakanmanufaktur logam, penempaan atau kimiadengan 919 tenaga kerja (18,3 persen darijumlah total); <strong>dan</strong> 209 bergerak di bi<strong>dan</strong>glainnya <strong>dan</strong> menyerap 836 tenaga kerja (16,7persen dari jumlah total). Pada tahun 2001, diMaluku Tengah terdapat 394 koperasi (KUD<strong>dan</strong> non-KUD), yang meningkat menjadi 410pada tahun 2002.PosoPada tahun 1999 sebanyak 2.156perusahaan beroperasi di Poso yang menyerap9.709 tenaga (Tabel 2-8). Pada tahun 2001, 835perusahaan terpaksa tutup karena konflik yangberujung dengan pemangkasan 3.611 tenagakerja. Pada tahun 2003 terdapat 1.464 usaha,dimana 1.381 diantaranya adalah usaha kecil<strong>dan</strong> 83 diantaranya merupakan industri rumahtangga. Pada tahun 2003 tidak ada perusahaanbesar atau menengah yang beroperasi di Poso.Secara keseluruhan, Poso kehilangan sekitarsepertiga dari industrinya antara tahun 1999<strong>dan</strong> 2003, dimana hampir semuanya adalahindustri kecil atau industri rumah tangga. Padatahun 2003, 6.601 orang terserap dalam usahakecil <strong>dan</strong> pertukangan, 6.427 dalam usaha kecil<strong>dan</strong> 174 dalam industri rumah tangga. Dengandemikian, subsektor ini mengalamipertumbuhan ketenagakerjaan sebesar 7,4persen. Secara keseluruhan, ketenagakerjaanusaha kecil <strong>dan</strong> rumah tangga di Poso turundari 9.709 orang pada tahun 1999 menjadi6.601 orang pada tahun 2003, atau sebesar 47persen.Pada tahun 2003, 1.843 perusahaan dagangmemperkerjakan 5.509 tenaga kerja.Dibanding tahun 2002, ini berarti bahwajumlah perusahaan mengalami kenaikan 8persen, yang diikuti dengan kenaikan dalamjumlah tenaga kerja yang diserap hingga 22persen. Ini berarti bahwa jumlah perusahaandagang sebanyak 1.837 yang menyerap 4.989tenaga kerja telah dilampaui.29


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanPada tahun 2003, Poso memiliki 154koperasi yang beranggotakan 30.016 orang.Meski jumlahnya lebih banyak 148 dibandingtahun lalu, jumlah anggotanya menurun yangpada tahun 2002 mencapai 56.970. Antaratahun 1999 <strong>dan</strong> 2003, jumlah anggota koperasimenurun 35 persen.Nasib usaha-usaha kecil <strong>dan</strong> pedagangkecil nonformal tak be<strong>dan</strong>ya denganmasyarakat pada umum lainnya selamakonflik. Ada yang mengungsi ke Palu,Makassar, Manado <strong>dan</strong> Jawa <strong>dan</strong> sampaisekarang belum kembali. Yang lainnyamengungsi ke kota-kota di daerah sekitar. Adapula pengungsi yang pulang ke kampunghalaman setelah konflik berlalu untuk, setelahkehilangan toko, rumah atau kios, membangunkembali usaha mereka, tanpa bantuanpinjaman, <strong>dan</strong> kini mereka berjuang untukkehidupan yang layak. Usaha menengah <strong>dan</strong>besar sama-sama menderita selama konflik.Ada yang kehilangan buruh, kehilangan aset,lalu kehilangan pasar internasional untukkemudian gulung tikar. Contoh usaha yanggulung tikar adalah usaha pengawetan rotan,kilang penggergajian, <strong>dan</strong> pengolah minyakkelapa, sejumlah perkebunan swasta skalabesar, <strong>dan</strong> sejumlah besar industri jasa sepertihotel, restoran <strong>dan</strong> perbankan.2.3 Lembaga KeuanganBagian terakhir aspek ekonomi yangdibahas dalam laporan ini adalah sektorkeuangan, yang memainkan peran kunci dalampengadaan pinjaman.Maluku UtaraDi Maluku Utara terdapat empat bankmilik pemerintah <strong>dan</strong> empat bank swasta yangtotal memiliki 23 kantor cabang. Jumlahpinjaman yang diberikan bank-bank itumencapai Rp 187 miliar pada tahun 2002, naik43 persen dari tahun sebelumnya. Hanya saja,meskipun penyaluran pinjaman kepadasebagian besar sektor naik dibanding tahun2001, hampir tiga perempat (72 persen) berupakredit konsumsi. Jumlah pinjaman sektorkehutanan-pertanian – sektor unggulanPropinsi Maluku Utara – adalah kurang dari 1persen (Rp 1.598 juta) dari jumlah totalpinjaman di daerah ini.Pada tahun 1998 jumlah pinjaman yangdisalurkan bank mencapai Rp 171 miliar,dengan proporsi 42,5 persen untuk sektorperdagangan, 30 persen untuk kredit konsumsi,8,2 persen untuk industri, <strong>dan</strong> 5,7 persen untukpertanian (Tabel 2-9). Pada tahun 1999,pinjaman bank turun 34 persen, yang sebagianbesar berkaitan dengan krisis ekonomi <strong>dan</strong>moneter yang melanda Indonesia. Jumlahpinjaman kepada sektor pertanian seyogianyanaik 55 persen dari tahun 1998, yang dapatdijelaskan oleh upaya pemerintah di sektortanaman pangan selama krisis (misalnyaprogram KUT), <strong>dan</strong> kredit konsumsi naik 2,8persen. Tetapi pinjaman kepada sektor lainnyajustru menurun, termasuk kepada sektorperdagangan (turun 55 persen), industri (turun91 persen), konstruksi (turun 69 persen) <strong>dan</strong>pengangkutan <strong>dan</strong> komunikasi (turun 67persen).Tabel 2-9: Pemberian Pinjaman (Rp ribu), Propinsi Maluku Utara, 1998-2002<strong>Sumber</strong>: Bank Indonesia, Ternate, BPS 2002Sektor <strong>Ekonomi</strong>Jumlah Pinjaman (Rp Juta)Pertumbuhan1998 1999 2000 2001 2002 98-02Pertanian-Kehutanan 9.713 15.069 5.591 1.106 1.598 -83,5%Pertambangan 0 0 0 0 0 0,0%Industri 14.165 1.223 107 462 452 -96,8%Listrik-Air Bersih 87 29 0 0 0 -100,0%Konstruksi 13.150 4.091 3.165 2.986 5.607 -57,4%Perdagangan 73.117 32.928 24.492 26.956 41.373 -43,4%Pengangkutan-Komunikasi 3.346 1.429 116 1.002 2.426 -27,5%Layanan 4.735 3.853 1.107 1.099 1.896 -60,0%Lainnya 52.620 54.094 62.691 97.748 134.364 155,3%JUMLAH 170.933 112.716 97.269 131.359 187.716 9,8%Investasi 102.660 51.340 36.008 32.192 48.151 -53,1%Modal Kerja 15.653 7.282 2.137 2.762 5.202 -66,8%Konsumsi 52.620 54.094 62.691 97.748 134.364 155,3%30


Pada tahun 2000, pada saat puncak konflik,pinjaman bank kembali menurun 13,7 persenhingga menjadi Rp 97 miliar, dimana pinjamandidominasi oleh kredit konsumsi. Semenjak itupenyaluran kredit konsumsi mengalamikenaikan <strong>dan</strong> pada tahun 2002 sebagian besarpinjaman yang disalurkan di Maluku Utaraadalah kredit konsumsi.MalukuDi Maluku terdapat enam bank milikpemerintah <strong>dan</strong> lima bank swasta yang totalmemiliki 47 kantor cabang bank, yang terbagimenjadi 46 kantor cabang bank umum <strong>dan</strong> 1BPR. Empat bank tutup antara tahun 1998 <strong>dan</strong>1999. Jumlah pinjaman yang diberikan bankbankitu mencapai Rp 323 miliar pada tahun2002, naik 43 persen dari tahun sebelumnya(Tabel 2-10). Hanya saja, meskipun penyaluranpinjaman kepada sebagian besar sektor naikdibanding tahun 2001, 70 persen berupa kreditkonsumsi. Jumlah pinjaman sektor kehutananpertanianadalah kurang dari 1 persen darijumlah total pinjaman di daerah ini.Jumlah pinjaman bank yang disediakanuntuk UKM serta petani <strong>dan</strong> nelayan di daerahini cukup memadai. Pada tahun 2001,pinjaman bank pascakonflik melenting denganmencatat kenaikan 56 persen dari Rp 144.047juta menjadi Rp 224.716 juta. Hanya saja,sebagian besar pinjaman tersebut adalah kreditkonsumen, yang tumbuh 127 persen, <strong>dan</strong> yangproporsinya adalah 65 persen dari total jumlahpinjaman bank. Proporsi kredit usaha adalah 10persen <strong>dan</strong> pinjaman modal kerja hanya 25persen. Pada tahun 2001 <strong>dan</strong> 2002 tidak adapinjaman yang diberikan kepada sektormanufaktur <strong>dan</strong> industri, yang menandakan<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan31situasi anjlok yang terjadi sebagaimanadisajikan pada Gambar 2-2. Kredit untuk usahakecil <strong>dan</strong> usaha mikro hampir tidak ada selainyang disalurkan oleh organisasi-organisasinonpemerintah. Konflik sendiri berimbascukup besar terhadap layanan perbankan,dimana di pusat-pusat perkotaan tempatmasyarakat terpecah didirikan layanan-layananterpisah.PosoDi Kabupten Poso terdapat empat bankmilik pemerintah, yaitu BRI, BNI ’46, BankMandiri, and Bank Danamon. Selama konflik,antara tahun 2000 sampai 2002, Bank Mandiri(sebelumnya Bank Exim) <strong>dan</strong> Bank Danamontutup. Pada tahun 2003, kedua bank tersebutbuka kembali. Sektor keuangan formalKabupaten Poso terkena imbas konflik yangsangat berat. Dua dari empat bank pemerintah(Bank Danamon <strong>dan</strong> Bank Mandiri) tutupselama konflik. Hanya dua bank milikpemerintah lainnya, BNI <strong>dan</strong> BRI, yangberoperasi selama konflik. Baru-baru ini Bank<strong>Pembangunan</strong> Daerah membuka kantor cabangdi Kota Poso <strong>dan</strong> Bank Danamon <strong>dan</strong> BankMandiri juga telah mulai beroperasi kembali.Meski nasabah sektor perbankan adalah ba<strong>dan</strong>ba<strong>dan</strong>usaha formal, mayoritas usaha adalahnonformal yang seringkali bernaung dibawahpayung koperasi.Pemerintah Kabupaten Poso menyalurkanpinjaman lunak tak berjamin kepada UKM <strong>dan</strong>pedagang. Petani diberi bantuan alat pertaniansederhana <strong>dan</strong> benih tanaman padi serta sayursayuran.Nelayan diberi bantuan alat tangkapseperti jaring, motor perahu, perangkap ikan,<strong>dan</strong> kotak pendingin ikan. Peternak ayamTabel 2-10: Pemberian Pinjaman (Rp ribu), Propinsi Maluku, 1998-2002<strong>Sumber</strong>: Bank Indonesia, Ambon, 2002Jumlah Pinjaman (Rp Juta)Sektor <strong>Ekonomi</strong>1998 1999 2000 2001 2002Pertumbuhan98-02Pertanian 287.601 208.386 5.735 3.236 2.784 -99,0%Pertambangan 100 86 81 47 59 -41,0%Manufaktur-Industri 1.341.271 16.781 243 - 17 -100,0%Listrik-Gas-Air Bersih 2.162 2.104 2.069 - - -Konstruksi 77.134 25.149 12.156 14.365 12.880 -83,3%Perdagangan-Hotel-Restoran 25.473 139.073 31.180 29.224 38.742 52,1%Pengangkutan-Komunikasi 15.914 11.382 864 991 4.066 -74,5%Jasa Pendukung Bisnis 14.475 7.016 624 231 554 -96,2%Lainnya (layanan sosial) 3.622 2.603 287 8.535 4.400 21,5%Lainnya 133.696 96.726 90.808 68.087 262.326 96,2%TOTAL 1.901.448 509.306 144.047 124.716 325.828 -83,4%


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanmendapat bantuan bibit anak ayam umursehari, <strong>dan</strong> petani padi mendapat bantuankerbau. Warga yang terkena imbas terparahkonflik mendapat bantuan mesin penggilinggabah <strong>dan</strong> traktor tangan.Pemerintah pusat juga telah berupayauntuk menjawab <strong>dan</strong> mengatasi isu seputarpinjaman di daerah. Departemen Keuangantelah membentuk fasilitas pinjaman nasionalsenilai Rp 13 triliun di Bank Indonesia yangdapat diakses oleh bank-bank pemerintahmaupun swasta guna menggalakkanpenyaluran pinjaman kepada UKM di semuadaerah. Hanya saja, dibawah peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan perbankan yang barupemerintah pusat tidak berwewenang lagiuntuk menyalurkan <strong>dan</strong>a untuk programprogrampemerintah melalui lembagaperbankan nasional. Sekarang programpeminjaman harus dilaksanakan oleh bankbanknasional, yang mengemban tanggungjawab penuh atas keberhasilan atau kegagalanprogram, termasuk cedera janji (default), kredittaklancar, <strong>dan</strong> penyelewengan <strong>dan</strong>a. Lembagaperbankan di seluruh Indonesia kurangmemanfaatkan fasilitas pinjaman ini karenapengkajian risiko yang dilakukan oleh bankbanknasional. Sebagai contoh, di MalukuUtara pemanfaatan fasilitas pinjaman inibahkan lebih sedikit lagi karena risiko yangdinilai tinggi <strong>dan</strong> lingkup kantor-kantor cabangbank yang kurang memadai (sebelumnyasemua bank terpusat di Ternate, sebagaiibukota Kabupaten Maluku Utara, <strong>dan</strong> Soasio,di Tidore, sebagai ibukota KabupatenHalmahera Tengah). Hanya segelintir kantorcabang bank yang dibuka di Halmahera,Bacan, Morotai atau Pulau Sula. PemerintahKota Ternate menyediakan Rp 2,5 miliar bagiUKM <strong>dan</strong> pedagang berupa pinjaman takberjamin berbunga 1 persen per bulan, denganperiode 1 tahun, yang dapat diperpanjanguntuk masa setahun.32


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan3. <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan<strong>Sumber</strong> daya alam merupakan salah satupilar ekonomi lokal <strong>dan</strong> penghidupanmasyarakat Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso.Hanya saja, kebijakan <strong>dan</strong> praktek pengelolaanSDA di Indonesia cenderung memihak usahausahabesar <strong>dan</strong> merugikan masyarakat lokal.Di banyak daerah, pembatasan aksesmasyarakat atas SDA, pematokan batas yangtidak jelas serta kehadiran industri-industriSDA, terutama konsesi pembalakan,perkebunan <strong>dan</strong> pertambangan, telahmenimbulkan ketegangan antarmasyarakatserta antara masyarakat, perusahaan <strong>dan</strong>pemerintah. Bab ini membahas kebijakankebijakanpengelolaan SDA di Indonesia <strong>dan</strong>permasalahan-permasalahan terkini denganmengambil studi kasus dari Maluku Utara <strong>dan</strong>Sulawesi Tengah. Lebih khususnya, bab inimenyorot sejumlah keterkaitan yang terdapatantara SDA <strong>dan</strong> konflik di daerah-daerah ini.3.1 Pengelolaan SDA di IndonesiaWarisan Orde BaruIndonesia terkenal dengan keragamanpotensi SDA-nya berupa sumber daya darat,pesisir <strong>dan</strong> laut. Selama sebagian besar masakepenjajahan <strong>dan</strong> prakemerdekaan Indonesia,potensi SDA dikelola oleh kesultanan, kerajaan<strong>dan</strong> kelompok masyarakat adat, terutama yangberada di luar Jawa. Setelah merdeka padatahun 1945, Indonesia dalam UUD 1945 Pasal33 ayat 3 menyatakan bahwa “Bumi, air, <strong>dan</strong>segala kekayaan yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara <strong>dan</strong> dipergunakan untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Pada awalnya, Indonesia menganut konsepnegara federal tetapi tahun-tahun pertamapascakemerdekaan diwarnai oleh konflikantara pemerintah pusat, federal <strong>dan</strong> lokal.Selama masa yang bergejolak ini, pemerintahmenjawab <strong>dan</strong> mengatasi isu-isu SDA denganmengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 64tahun 1957 mengenai Penyerahan Sebagiandari Urusan Pemerintah Pusat di LapanganPerikanan Laut, Kehutanan <strong>dan</strong> Karet Rakyatkepada Daerah-daerah Swatantra Tingkat 1yang mendorong semangat otonomi daerah.Pemerintah juga mengun<strong>dan</strong>gkan UU No. 5tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokpokokAgraria yang meman<strong>dan</strong>g bahwa tanahmemiliki fungsi sosial <strong>dan</strong> bahwa hakmasyarakat adat atas lahan mereka harusdiperhatikan.Dari tahun 1966, rezim Orde Barumelakukan perubahan-perubahan drastisterhadap asas-asas pengelolaan SDA. 10 Hampirsemua hutan <strong>dan</strong> tanah yang diidentifikasisebagai milik negara, termasuk hutan <strong>dan</strong> tanahadat, secara de facto jatuh dibawah kendalipusat, yang lantas menanam benih-benihkonflik. Secara sistematis, wewenang atasketentuan-ketentuan kebijakan <strong>dan</strong> pengelolaantermasuk wewenang untuk merencanakan <strong>dan</strong>memberi konsesi pertambangan, kehutanan<strong>dan</strong> sumber daya air jatuh ditangan pusat,demikian juga dengan lembaga-lembaga yangbergerak di bi<strong>dan</strong>g eksploitasi <strong>dan</strong> konservasiSDA <strong>dan</strong> lingkungan. Hak masyarakat adat<strong>dan</strong> akses mereka atas SDA, terutama sumberdaya kehutanan, dibekukan <strong>dan</strong> disita dengandiberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 21tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan<strong>dan</strong> Hak Pemungutan Hasil Hutan. PeraturanPemerintah No. 28 tahun 1985 kemudianmelarang akses atas hutan-hutan lindung.Konsesi pembalakan, pertambangan, minyak<strong>dan</strong> gas bumi terutama diberikan kepada pihakluar, baik ba<strong>dan</strong>-ba<strong>dan</strong> usaha dalam negerimaupun luar negeri, <strong>dan</strong> sumbangsih merekakepada masyarakat lokal di daerah-daerahsekitar adalah minim.Kekisruhan antara wewenang adat <strong>dan</strong>wewenang negara mencapai puncaknyadengan diberlakukannya UU No. 5 tahun 1979tentang Pemerintahan Desa yang membekukansemua lembaga adat <strong>dan</strong> menggantikannyadengan sistem lembaga desa yang formal <strong>dan</strong>seragam, yang dilandasi pada konsep desa diPulau Jawa, yang menempati lapis terbawahpemerintahan <strong>dan</strong> bertanggung jawab kepadapusat lewat pemerintah daerah yang lebihtinggi darinya. UU tersebut memiliki biasnegatif yang tidak kecil terhadap lembaga-10Istilah “Orde Baru” dicetuskan oleh pemerintahanSuharto untuk membedakan diri mereka dari masapemerintahan Sukarno, yang kemudian dikenalsebagai “Orde Lama”.33


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanlembaga pengelola SDA adat di banyak daerahdi luar Jawa termasuk Maluku. 11Pada tahun 1981, Menteri Pertanianmengeluarkan SK No. 680/Kpts/Um/1981tentang Konsensus Pemanfaatan Lahan Hutanyang memetakan semua lahan hutan menurutfungsi (yaitu hutan produksi, lindung <strong>dan</strong>konservasi) dimana masyarakat umum dilaranguntuk memasuki hutan produksi <strong>dan</strong> hutanlindung/ konservasi.Proportion of land area controlled by Department of Forestry0 0.2 0.4 0.6 0.8 1PapuaMalukuKalimantan TimurSulawesi TengahSulawesi TenggaraKalimantan BaratSumatera BaratNADSulawesi UtaraSulawesi SelatanKalimantan SelatanNTBBengkuluJambiSumatera SelatanNusa Tenggara TimurBantenLampungJawa TimurBaliJawa BaratJawa TengahDIYDKIGambar 3-1: Lahan yang dikendalikan Dinas Kehutananmenurut Propinsi (2003). <strong>Sumber</strong>: Seksi Perencanaan Hutan,Dinas Kehutanan.Sekarang ini, sebagian besar lahan di luarPulau Jawa dikendalikan oleh DinasKehutanan sebagai hutan produksi, hutanlindung <strong>dan</strong> hutan konservasi, meskipun lahandengan luasan yang amat besar tidakbervegetasi penutupan. Di Maluku (termasukMaluku Utara) <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah, statistikDinas Kehutanan menunjukkan bahwa masing-11Untuk contoh dapat dilihat INSIST (2002) <strong>dan</strong>World Fish Centre (1998).34masing 92 persen <strong>dan</strong> 69 persen merupakanlahan hutan negara (Gambar 3-1).Singkatnya, pengelolaan sumber dayahutan dikendalikan oleh konsesi-konsesipembalakan <strong>dan</strong> perkebunan-perkebunanindustri dimana perlindungan/ konservasi hutandikendalikan oleh pemerintah <strong>dan</strong> diayomioleh kepolisian hutan. Akses publikdienyahkan <strong>dan</strong> jaminan akses, hak <strong>dan</strong>perlindungan hukum masyarakat adat absenbahkan hingga sekarang. Hasilnya, sumbersumberdaya alam lokal tergerus habishabisanselama tiga puluh tahun terakhir.Ironisnya, <strong>dan</strong>a yang dialokasikankepada daerah untuk pembangunanadalah kurang <strong>dan</strong> tidak sebandingdengan pendapatan yang merekasumbangkan. Kekecewaan <strong>dan</strong>kebencian terhadap pemerintah pusatmenguat yang sedikit banyak jugadilampiaskan kepada masyarakattransmigran yang datang lewat programpemerintah atau atas prakarsa sendiri.Otonomi DaerahDengan diberlakukannya otonomidaerah pada tahun 2001, kewenanganmengelola SDA dilimpahkan kepadapemerintah kabupaten/ kota. MenurutUU No. 22 tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah, kewenangandaerah mencakup kewenangan dalamseluruh bi<strong>dan</strong>g pemerintahan, kecualikewenangan dalam bi<strong>dan</strong>g politik luarnegeri, pertahanan keamananan,peradilan, moneter <strong>dan</strong> fiskal, agama,serta kewenangan bi<strong>dan</strong>g lain. Dalam halpengelolaan SDA, kewenangan daerahmeliputi pengelolaan daerah pesisirsampai 4 mil ke arah laut lepas,pelayanan izin usaha perikanan,pengelolaan hutan produksi <strong>dan</strong> hutanlindung, pelayanan izin usahaperkebunan, pengelolaan <strong>dan</strong> pemberian izinusaha pertambangan bahan galian C <strong>dan</strong> bahangalian B, <strong>dan</strong> penetapan tata ruang nasional. 12,13Kewenangan propinsi mencakup12Bahan galian B antara lain emas, kuningan, nikel,<strong>dan</strong> batubara. Bahan galian C antara lain pasir, batu,obsidian <strong>dan</strong> marmer.13Lihat PP No. 25 tahun 2000 tentang KewenanganPemerintah <strong>dan</strong> Kewenangan Propinsi sebagai DaerahOtonom sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 7 <strong>dan</strong>Pasal 9 UU No. 22 tahun 1999. PP No. 25 tahun 2000


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupankewenangan dalam bi<strong>dan</strong>g pemerintahan yangbersifat lintas kabupaten <strong>dan</strong> kota, kewenanganyang tidak atau belum dapat dilaksanakandaerah kabupaten <strong>dan</strong> daerah kota sertakewenangan dalam bi<strong>dan</strong>g pemerintahantertentu lainnya. 14 Untuk daerah pesisir <strong>dan</strong>laut, kewenangan propinsi meliputi wilayahdarat <strong>dan</strong> laut sejauh 12 mil laut yang diukurdari garis pantai ke arah laut lepas. 15Salah satu kendala utama adalahketidaksinkronan antara UU No. 22 tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah denganperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan sektoral seperti UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan serta UUNo. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan.Semangat perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan sektoraltersebut masih sentralistik yang melimpahkankewenangan penuh pengelolaan kepada pusat,meskipun otonomi daerah yang diamanatkanUU No. 22 tahun 1999 itu ditopang olehamandemen kedua UU 1945. Di bi<strong>dan</strong>gpenataan ruang terjadi kontradiksi serupaantara ketentuan yang dimuat di dalam UU No.24 tahun 1992 dengan UU No. 22 tahun 1999.Jika yang pertama mengamanatkan proses topdowntempat perencanaan tata ruang untukdaerah diturunkan dari Rencana Tata RuangNasional, maka produk hukum yang keduajustru mengamanatkan proses yang dimulai didaerah.Hak Masyarakat <strong>dan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong><strong>Alam</strong>Pasal 5 UU Pokok Agraria tahun 1960mengakui secara tegas hak adat <strong>dan</strong> sistempenguasaan tanah adat. Hanya saja, perumusankebijakan pengelolaan tanah <strong>dan</strong> SDA tidaksenapas dimana ‘kepentingan nasional’ditafsirkan secara sempit sebagai kepentinganba<strong>dan</strong>-ba<strong>dan</strong> usaha besar. Semenjak Orde Barutumbang pada tahun 1998, tiga perkembanganpenting terjadi dalam hal pengakuankepemilikan masyarakat atas tanah <strong>dan</strong> SDAmeskipun sumbangsih perkembangan tersebutterhadap pengelolaan tanah yang lebih adil <strong>dan</strong>merata belum terrealisasi secara maksimal.berisi penjelasan rinci tentang kewenangan Pusat <strong>dan</strong>Propinsi dimana segala kewenangan lainnyadilimpahkan kepada pemerintah kabupaten/ kota.14UU No. 22 tahun 1999 - Pasal 7, Pasal 11, <strong>dan</strong> Pasal12.15UU No. 22 tahun 1999 - Pasal 8 ayat 1 <strong>dan</strong> Pasal 10.Perkembangan pertama terjadi pada tahun1999 pada saat Menteri Negara Agrariamengeluarkan Permenag No. 5 tahun 1999tentang Pedoman Penyelesaian Masalah HakUlayat Masyarakat Hukum Adat yangmengakui keberadaan hak masyarakat adat atastanah <strong>dan</strong> akses hutan. Setelah peraturan inidikeluarkan, berbagai percontohan untukmenetapkan <strong>dan</strong> memetakan tanah ulayatdiprakarsai di Kalimantan Barat <strong>dan</strong>Kalimantan Timur. 16Perkembangan kedua adalah munculnyabanyak percontohan <strong>dan</strong> prakarsa yangmendukung pengelolaan SDA yang berbasismasyarakat. 17 Sejumlah prakarsa pembangunanhutan yang berbasis masyarakat yangdilaksanakan oleh Departemen Kehutananse<strong>dan</strong>g berjalan dimana beberapa daerahmeningkahinya dengan menyusun peraturanperaturandaerah tentang pengelolaan hutanberbasis masyarakat. Sayangnya, proyek hutanberbasis masyarakat itu menemui jalan buntuakibat pergantian peraturan-peraturan secarasilih berganti semenjak SK Menteri KehutananNo. 622/1995 tentang Pedoman HutanKemasyarakatan diloloskan. Beberapa tahunbelakangan ini, Departemen Kehutanan mulaimenggalakkan apa yang disebut dengankehutanan sosial yang mengikat negara, ba<strong>dan</strong>usaha <strong>dan</strong> masyarakat dalam suatu hubungankerjasama dimana lahan dikendalikan olehnegara <strong>dan</strong> masyarakat diberi kepastian hakatas tanah yang seyogianya belum maksimal.Perkembangan ketiga yang kemungkinanberpengaruh paling luas adalah munculnyaTAP MPR No. IX/2001 tentang PembaruanAgraria <strong>dan</strong> Pengelolaan <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong>seusai ST MPR tahun 2001. Ketetapan tersebutmenginstruksikan pemerintah untuk membahaskebijakan-kebijakan agraria serta SDA <strong>dan</strong>merumuskan suatu pendekatan terpadu yangmemperhatikan kepemilikan tanah untukrakyat. Pada khususnya, TAP MPR No.IX/2001 menekankan pentingnya kebijakankebijakan<strong>dan</strong> program-program untukmenyelesaikan konflik-konflik yang berkenaandengan sumber daya agraria <strong>dan</strong> alam <strong>dan</strong>memperkuat kelembagaan terkait <strong>dan</strong>kewenangannya. Hanya saja, kemajuan dalammengembangkan kebijakan-kebijakan <strong>dan</strong>program-program terpadu dalam rangka16Lihat Harwell and Lynch (2001)17Lihat Harwell and Lynch (2001)35


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanmemenuhi amanat ketetapan tersebut belummenggembirakan, yang antara lain disebabkanrumitnya permasalahan <strong>dan</strong> besarnyakepentingan kelompok yang dipertaruhkan.Sekarang ini Bappenas se<strong>dan</strong>g mengkoordinasiTabel 3-1: Allocation of Forestland in North Maluku and Central Sulawesi by Function.<strong>Sumber</strong>: Dinas Kehutanan.FungsiMaluku Utara Sulawesi TengahLuas (Ha) Persentase Luas (Ha) PersentaseHutan produksi tetap 552.227 17,5 % 500.589 11,4%Hutan produksi terbatas 572.845 18,2% 1.476.316 33,6%Hutan produksi konversi <strong>dan</strong>revisi Kebijakan Pertanahan Nasional <strong>dan</strong>Ba<strong>dan</strong> Pertanahan Nasional (BPN) telahdiminta untuk merevisi UU Pokok Agraria. 183.2 Pengelolaan SDA di Maluku Utara<strong>dan</strong> Sulawesi TengahPengelolaan SDA di Maluku Utara <strong>dan</strong>Sulawesi Tengah dikaji ulang lewatkunjungan-kunjungan lapangan pada bulanMei <strong>dan</strong> Juni 2004. Sayangnya, pada waktu itutidak dapat dilakukan kunjungan ke Maluku,1.308.463 41,5% 251.856 5,7%APLHutan lindung 669.107 21,2% 1.489.923 33,9%Hutan suaka alam/ wisata 48.836 1,6% 676.248 15,4%Jumlah 3.149.478 100% 4.394.932 100%Boks 3: Pengolahan Kayu <strong>dan</strong> <strong>Pembangunan</strong> <strong>Lokal</strong> di Si<strong>dan</strong>goli, HalmaheraSemenjak akhir tahun 1970-an, PT Taiwi (anak perusahaan PT Barito Pacific) menjalankan pabrik pengolahankayu di Si<strong>dan</strong>goli di pesisir barat Halmahera dengan nilai investasi Rp 79 miliar (USD 39,5 juta). Pabrik tersebutmengolah kayu gelondongan yang dipasok dari Maluku, Irian/ Papua, Sulawesi, <strong>dan</strong> Kalimantan menjadi kayugergajian, kayu lapis <strong>dan</strong> blockboard. Pada tahun 1993, pabrik tersebut memperkerjakan 3000 karyawan.Sebagian besar masih lajang <strong>dan</strong> 40% adalah perempuan. Pada awalnya, sebagian besar karyawan adalah kaumpendatang tetapi pada tahun 1993 tiga perempat angkatan kerja berasal dari daerah setempat, terutama desa-desasekitar pabrik (Si<strong>dan</strong>goli Gam <strong>dan</strong> Si<strong>dan</strong>goli Dehe), sehingga mentransformasi ketenagakerjaan setempat daripertanian ke industri. Meskipun demikian, tenaga kerja lokal lazimnya bekerja sebagai buruh – semua posisi yangmembutuhkan ketrampilan ataupun posisi satuan keamanan telah diisi oleh tenaga yang sebagian besar berasaldari Jawa – dimana tenaga kerja lokal kesulitan beradaptasi dengan disiplinnya kehidupan di pabrik sehinggatingkat pergantian tenaga kerja lokal cukup tinggi.Dampak-dampak positif terhadap pembangunan lokal antara lain adalah pembangunan jalan yang dibiayaiperusahaan, proyek-proyek peternakan ayam <strong>dan</strong> sapi skala kecil <strong>dan</strong> pengembangan jaringan suplai air. Setiapbulan pabrik mengeluarkan <strong>dan</strong>a Rp 150 juta untuk katering, tetapi kebanyakan hasil pertanian didatangkan dariluar daerah karena pemasok lokal tidak mampu memenuhi standar mutu, jumlah <strong>dan</strong> kontinuitas suplai yangdipatok. Secara umum, PT Taiwi ibaratnya adalah daerah kantong di Si<strong>dan</strong>goli dimana hubungan-hubunganantara industri tersebut dengan ekonomi lokal adalah cukup terbatas. Kebanyakan dampak positif dari industri initimbul karena memang menguntungkan kepentingan perusahaan. Hubungan yang terbatas dengan ekonomi lokalberikut rendahnya pemasukan pendapatan asli daerah kepada pemerintah sebelum otonomi daerah telahmembatasi kontribusi industri kepada pembangunan lokal. Ketidakpastian dalam industri pengolahan kayumengancam masa depan industri ini <strong>dan</strong> makin memperbesar kemungkinan terjadinya pemecatan karyawanlokal. 18Lihat World Bank (2004) Project Appraisal<strong>Sumber</strong>: Document Firman, for the T. (2000) Land The Management Wood Processing and Policy Industry and Local Development in North Maluku, Indonesia. AustralianGeographical Development Studies Project. 38: 219-229.36sehingga uraian di bawah ini cukup membahasstudi kasus tiga kabupaten di Maluku Utara<strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.Luas lahan hutan negara mencapai 3,1 jutaha di Maluku Utara <strong>dan</strong> 4,4 juta ha di SulawesiTengah (Tabel 3-1).Sepertiga lahanhutan SulawesiTengah adalahhutan produksiterbatas, sementaradua perlima lahanhutan Maluku Utaraadalah hutanproduksi konversi.Kedua daerahmemiliki usahausahapembalakan yang aktif berikut industriindustrihilir yang terkait.Kayu gergajian <strong>dan</strong> kayu lapis adalah duaproduk unggulan subsektor kehutanan MalukuUtara yang diekspor oleh kilang penggergajian<strong>dan</strong> pabrik kayu lapis. Maluku Utara memilikipabrik kayu lapis di Si<strong>dan</strong>goli, Jailolo (lihatBoks 3), <strong>dan</strong> 16 kilang penggergajian yangtersebar di sejumlah lokasi di daerah kabupaten(yang sebelum dimekarkan adalah daerahkecamatan). Antara tahun 1975 <strong>dan</strong> 1998,


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupansubsektor kehutanan menghasilkan pemasukanterbesar bagi daerah yang waktu itu masihbernaung dibawah Propinsi Maluku yangbersumber dari ekspor hasil hutan seperti kayubulat, kayu lapis <strong>dan</strong> produk kayu lainnya.Selama konflik, kilang penggergajian <strong>dan</strong>pabrik kayu lapis terpaksa tutup karenakehilangan tenaga kerja, tetapi pada saatpermusuhan dihentikan mereka kembaliberoperasi dalam waktu cukup ringkas berkattimbunan kayu gelondongan. Pada tahun 2001,sektor kehutanan Sulawesi Tengah setidaknyamemiliki sebelas operasi pengusaha hutan yangempat diantaranya tidak aktif. Total merekamengusahakan lahan seluas 844.835 ha,dimana masing-masing mengendalikan lahandengan luas yang berkisar antara 30.000sampai 98.000 ha.3.2.1 Pengelolaan SDA diKabupaten Halmahera UtaraKabupaten Halmahera Utara resmi berdiripada tanggal 23 Pebruari 2003 lewat UU No. 1tahun 2003 menyusul pemekaran KabupatenMaluku Utara. Halmahera Utara kaya sumberTabel 3-2: Peraturan daerah acuan KabupatenHalmahera Utara <strong>dan</strong> Halmahera Selatan.<strong>Sumber</strong>: Pemda Halmahera Utara.PeraturanPerda Kab MalutNo. 11 Tahun2002Perda Kab MalutNo. 12 Tahun2002Perda Kab MalutNo. 13 Tahun2002Perda Kab MalutNo. 17 Tahun2002Perda Kab MalutN0. 18 Tahun2002Perda Kab MalutNo. 27 Tahun2002SK Bupati MalutNo. 370 Tahun2002PerihalTata Cara Pemberian Izin UsahaPemanfaatan Hasil Hutan <strong>dan</strong>Perizinan Pemungutan Hasil HutanPada Hutan Produksi <strong>Alam</strong> dalamWilayah Kabupaten Maluku UtaraPajak Pengeluaran Hasil HutanAnalisis Mengenai DampakLingkungan (AMDAL) KabupatenMaluku UtaraRetribusi Pengusahaan PerikananRetribusi Tempat Pelelangan Ikan<strong>dan</strong> Pemeriksaan Mutu Hasil LautPengelolaan Pertambangan Umumdalam Daerah Maluku UtaraPenetapan Harga Dasar HasilPerikanan yang diperdagangkanAntarpulau ke Luar Daerahdaya alam, termasuk sumber daya kehutanan,perkebunan, pertambangan, <strong>dan</strong> kelautan sertapesisir, yang sebagian besar belum dijamah.Sektor perkebunan Halmahera Utaraprakonflik menjadi pemasok rempah-rempah,terutama cengkeh, <strong>dan</strong> kelapa.Kehutanan <strong>dan</strong> Perkebunan. Luas arealperkebunan kelapa tahun 2002 sebesar 47.900hektar dengan produksi 68.500 ton. KecamatanTobelo, Tobelo Selatan <strong>dan</strong> Galela palingbanyak menghasilkan komoditas kelapa. 19Pengolahan kelapa dilakukan di pabrikpengolahan minyak kelapa di Tobelo. Sebelumkonflik, sepertiga luas areal <strong>dan</strong> produksicengkeh di Kabupaten Maluku Utaradisumbang oleh Kabupaten Halmahera Utara.Kecamatan Morotai Selatan, Malifut <strong>dan</strong> Kaomerupakan produsen terbesar di HalmaheraUtara. Sejumlah besar areal perkebunan rusakdalam konflik kekerasan.Di Galela dulu terdapat perkebunan pisangyang cukup luas yang dikelola oleh PT GAI,perusahaan yang dipayungi Sinar Mas Group.Masyarakat menyambut baik investasi dalamperkebunan pisang, apalagi pada saatperkebunan pisang tersebut menciptakan 3.000pekerjaan bagi masyarakat setempat. Prosespembebasan lahan juga berlangsung lancar.Sayangnya, selama konflik perkebunan pisangmenjadi terlantar. PT GAI kehilangan tenagakerjanya berikut pasar-pasar internasional <strong>dan</strong>terpaksa gulung tikar. Masyarakat berharapperusahaan tersebut akan kembali beroperasisehingga mengurangi tingkat pengangguran.Perikanan. Potensi perikanan wilayah initidak bisa dipan<strong>dan</strong>g sebelah mata. Jenis ikanyang terdapat di perairan Halmahera Utara diantaranya pelagis besar seperti cakalang, tuna,layaran <strong>dan</strong> lema<strong>dan</strong>g. Jenis pelagis kecil jugabanyak dijumpai, seperti ikan layang,kembung, teri, selar <strong>dan</strong> julung-julung. Jenisikan demersal seperti kakap merah, pisangpisang,baronang <strong>dan</strong> jenis ikan ekonomistinggi seperti kerapu sunu <strong>dan</strong> kerapu bebekjuga banyak dijumpai dari hasil tangkapannelayan Halmahera Utara. Lokasi penangkapanikan yang strategis adalah perairan Tobelo,Tobelo Selatan, Morotai, Teluk Kao <strong>dan</strong> LautMaluku. Potensi perikanan dikelola olehmasyarakat dengan teknologi sea<strong>dan</strong>ya.Pertambangan. Nusa Halmahera Mineral(NHM), sebuah perusahaan pertambanganemas Australia, melakukan eksploitasi emas diKabupaten Halmahera Utara (lihat Bagian 3.419Harian KOMPAS, edisi 4 Pebruari 2004.37


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanuntuk keterangan lebih lanjut). Di Pulau Doijuga terdapat eksploitasi mangan.Kebijakan. Pemerintah Propinsi maupunPemerintahan Kabupaten telahmengembangkan kebijakan <strong>dan</strong> membuatproduk hukum daerah, terutama yangmenyangkut penyiapan perangkatkelembagaan daerah serta perijinan <strong>dan</strong>retribusi untuk daerah di bi<strong>dan</strong>g kehutanan <strong>dan</strong>perikanan. Namun demikian dapat dikatakanbahwa sebagian besar produk hukum sepertiPeraturan Daerah Kabupaten masih mengacukepada produk hukum kabupaten induk, yaituKabupaten Maluku Utara prapemekaran.Perda-perda kabupaten induk masihdiberlakukan (mutatis mutandis) demimencegah kekosongan hukum di daerah (lihatTabel 3-2). Masih terbatasnya perangkathukum terutama disebabkan karena daerah inimerupakan daerah pemekaran, selain telahmengalami imbas konflik yang cukup besar.Pemerintahan yang berjalan di KabupatenHalmahera Utara masih sementara karenabelum ada DPRD. Dengan status sebagaipejabat Bupati sementara kewenangan KepalaDaerah masih sangat terbatas. Ia tidakberwewenang untuk membuat Perda ataumemberi berbagai izin investasi dengan segalakonsekuensi jangka panjang untuk daerah.Penguasaan atas Tanah Adat. Kerangkahukum adat yang berlaku di masyarakatHalmahera Utara, khususnya Kao,menyebutkan hak-hak kepemilikan lahan/hutan sebagai berikut: 20• Hak Kolanp, yaitu tanah yang diakuisebagai milik kesultanan Ternate secara turuntemurun. Masyarakat dapat menggarap tanahtanahtersebut dengan syarat membayar sejenisupeti kepada Sultan.• Hak Cocatu, yaitu tanah yang dimilikioleh masyarakat berdasarkan tanda yangdiberikan (tanda parang/ pe<strong>dan</strong>g pada pohonkayu).• Hak Tolagumi, yaitu tanah yangdimiliki karena pernah dibersihkan sebelumorang lain membersihkan tanah/ lahan tersebut.• Hak Rubabanga, yaitu tanah yangdimiliki karena masyarakat tersebut20Wawancara M. Janib Ahmad (konsultan setempat,Ternate) dengan Ilham Loti, tokoh pemuda Kao,Halmahera Utara.(perorangan atau kelompok) yang pertama kalimembuka areal hutan tersebut.3.2.2 Pengelolaan SDA diKabupaten Halmahera SelatanHalmahera Selatan, sebelum definitifmenjadi sebuah kabupaten baru berdasarkanUU No. 1 tahun 2003, berstatus sebagai salahsatu kecamatan di Kabupaten Maluku Utara.Pemerintahannya sendiri baru efektif berjalansejak tanggal 9 Juni 2003 dengan fokus awalpada pembentukan perangkat daerah.Pembentukan berbagai perangkat daerahtersebut, baik dinas maupun lembaga nondinas,didasari pada asas efisiensi. Contohnya adalahpenggabungan bi<strong>dan</strong>g kehutanan <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>gperkebunan dalam satu dinas, demikian jugadengan pertambangan, perindustrian <strong>dan</strong>koperasi yang dikelompokkan ke dalam satudinas.Kabupaten Halmahera Selatan memilikiluas wilayah 40263,72 Km2 dengan komposisilautan seluas 78 persen (31.484,40 Km2) <strong>dan</strong>daratan 22 persen (8.779,32 Km2). KabupatenHalmahera Selatan terbagi atas sembilankecamatan <strong>dan</strong> berjumlah penduduk 161.643jiwa. 21 Potensi SDA meliputi kehutanan,perikanan <strong>dan</strong> pertambangan. Kegiatanekonomi utama penduduk adalah perkebunanrakyat yang sudah berlangsung sejak lama.Kehutanan. Kabupaten Halmahera Selatanmemiliki hutan seluas 654.414 ha yang terdiridari hutan suaka alam seluas 38.791 ha, hutanlindung seluas 64.754 ha <strong>dan</strong> hutan produksiseluas 550.000 ha. Saat ini, empat perusahaanmemiliki izin usaha hasil hutan kayu/ HPH,lima memiliki izin pemanfaatan kayu/ IPK <strong>dan</strong>16 memiliki hak pemungutan hasil hutan/HPHH, yang diberikan kepada kelompokmasyarakat atau ba<strong>dan</strong> hukum yang dibentukmasyarakat ketika Halmahera Selatan masihmenjadi bagian dari Kabupaten Maluku Utara.Enam puluh persen pendapatan asli daerahHalmahera Selatan bersumber dari sektorkehutanan.Sistem HPHH, yang diperkenalkan padatahun 1999, memberi kewenangan kepadaBupati untuk memberikan izin pemanfaatanhasil hutan dengan skala 100 Ha kepadamasyarakat (lihat Boks 4). HPHH memberi21Makalah oleh Bupati Halmahera Selatan untukMusrenbang Propinsi tahun 2003.38


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanBoks 4: HPHH/IPK di Halmahera SelatanHPHH adalah izin pemanfaatan hasil hutan dengan skala 100 ha yang dikeluarkan Bupati Kepala DaerahKabupaten. HPHH diberikan kepada kelompok masyarakat atau ba<strong>dan</strong> hukum yang dibentuk masyarakat.Namun, pada dasarnya yang paling berperan dalam praktek pelaksanaan HPHH adalah pihak ketiga yangmenjadi perusahaan mitra masyarakat, yang bahkan terlibat semenjak tahap pengurusan izin. Masyarakatsebagai pemohon izin usaha HPHH memberikan kuasa kepada pihak ketiga. Setelah izin keluar, eksploitasipun dilakukan dengan menggunakan alat-alat berat milik perusahaan pembalakan (perusahaan mitra) yanglantas bertindak sebagai mitra dalam proses pembalakan dalam rangka HPHH. Hasil penebangan kayukemudian dibagi menurut persentase tertentu antara pemohon (masyarakat), pihak ketiga <strong>dan</strong> perusahaan mitrayang telah meminjamkan peralatan pembalakan. Secara keseluruhan, pada akhirnya pihak ketigalah yangpaling diuntungkan dari pelaksanaan HPHH, sementara masyarakat pemohon mendapat bagian terkecil.Dalam beberapa kasus, penyerahan upah yang menjadi hak masyarakat justru mengalami kemacetan. Hal inikemudian membuat masyarakat marah <strong>dan</strong> menuntut perusahaan mitra, <strong>dan</strong> bahkan juga pemerintah daerah,seperti yang pernah terjadi di Kepulauan Sula.Satu contoh yang baik adalah Desa Nyonyifi. Pemegang izin HPHH, yang terdiri dari enam tokoh masyarakatdesa, termasuk Kepala Desa yang menjadi pemegang kuasa izin, mengajukan permohonan. Setelah izin keluar,Desa Nyonyifi mencari mitra perusahaan dari luar Maluku Utara. Untuk setiap kubik kayu yang dihasilkan dariareal HPHH, Desa Nyonyifi mendapat Rp 35.000 (sekitar US$ 4, dimana harga pasaran adalah sekitar US$100 per meter kubik). Upah hasil eksploitasi hutan lantas digunakan untuk membangun mesjid. Sejauh inibelum ada masalah yang timbul antara masyarakat dengan perusahaan pembalakan. Permasalahannya adalahketidakmampuan perusahaan untuk mengeksploitasi hutan. Alat-alat berat milik perusahaan tidak memadaiuntuk menghabiskan jatah tebang.hak untuk memungut hasil hutan nonkayu <strong>dan</strong>hasil hutan kayu yang tidak memanfaatkan alatmekanisasi, sementara IPK memberipemegangnya izin untuk membuka wilayahhutan. Setelah masa berlaku satu tahun habis,HPHH dapat diperpanjang untuk periode satutahun sepanjang batas-batas areal kerjadipatuhi. Semua HPHH <strong>dan</strong> izin sah lainnyadiberikan oleh Bupati Halmahera Barat, yangmerupakan kabupaten induk KabupatenHalmahera Selatan. Ada sejumlah perusahaandengan izin HPH/ IUPHHK, IPK <strong>dan</strong> HPHH/ISL yang sampai saat ini beroperasi diKabupaten Halmahera Selatan. Untuk izinHPH/ IUHHK terdapat empat perusahaan yaitu1) PT. Telagabakti Persada, 2) PT. PusakaAgro Sejahtera, 3) PT. Poleko Trad Coy, <strong>dan</strong>4) PT. Bela Berkat Anugrah. Untuk izin IPKterdapat lima perusahaan yaitu 1) IPK TransFida-Botonam, 2) IPKTM Makanoan, 3)IPKTM Ba<strong>dan</strong>gayang, 4) IPKTM Desa Silang,<strong>dan</strong> 5) IPKTM Desa Pigaraja. Untuk izinHPHH/ ISL ada enam pemegang.Secara nasional, kebijakan HPHH/ IPKdianggap menyuburkan pemungutan hasilhutan secara tidak berkelanjutan sembarimenyajikan kerangka hukum bagi cukongcukongkayu. Pada tahun 2000, MenteriKehutanan <strong>dan</strong> Perkebunan yang barumengeluarkan SK Menhutbun No. 084/Kpts-II/2000 yang menangguhkan HPHH yang telahdiberikan oleh kepala-kepala daerahkabupaten. SK tersebut mengun<strong>dan</strong>g protesdari banyak pemegang HPHH yang belumsempat memanfaatkan hak mereka secaraoptimal. Pada saat Kabupaten HalmaheraSelatan terbentuk, Menteri Kehutananmengeluarkan SK No. 541/Kpts-II/2002tentang Pencabutan Keputusan MenteriKehutanan Nomor 05.1/KPTS-II/2000 tentangKriteria <strong>dan</strong> Standar Perizinan UsahaPemanfaatan Hasil Hutan <strong>dan</strong> PerizinanPemungutan Hasil Hutan Pada HutanProduksi. Akibatnya, Bupati KabupatenHalmahera Selatan tidak dapat lagimengeluarkan izin HPHH. Sejak tahun 2003,Pemda Halmahera Selatan mencoba untukmengembangkan pengelolaan hutan hak. Ideini untuk mencari alternatif PAD. Untuk ituBupati Kab. Halsel mengeluarkan SK No. 56tahun 2004 tentang Izin Pemanfaatan HasilHutan pada Hutan Hak yang berfungsiProduksi dalam Daerah Kabupaten HalmaheraSelatan.Perkebunan. Sebagian besar perkebunan diKabupaten Halmahera Selatan adalahperkebunan rakyat dengan luas 42.000 ha.Komoditi utama adalah kelapa, kakao, cengkeh<strong>dan</strong> pala. Di saat krisis ekonomi melandaIndonesia, harga produk perkebunan sangat39


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanbagus. Tetapi akhir-akhir ini harga turundrastis. Hampir setiap keluarga yang tinggal diKabupaten Halmahera Selatan memiliki kebuntanaman keras. Tetapi karena harga-hargaturun, saat ini kebun-kebun masyarakat kurangterurus <strong>dan</strong> tidak lagi diremajakan.Sehubungan dengan itu, Dishutbun KabupatenHalmahera Selatan, sebagai upaya untukmendukung usaha rakyat di bi<strong>dan</strong>gperkebunan, se<strong>dan</strong>g mengembangkan industriindustrikecil seperti industri pengolahan sabutkelapa.Pertambangan. Kabupaten HalmaheraSelatan juga sangat kaya dengan sumber dayatambang. Bahan-bahan galian yang terdapat didaerah ini antara lain: 1) emas di Bacan, Obi,Yaba <strong>dan</strong> Kayoa, 2) besi di Pulau Obi, 3)batubara di desa Goro-goro (Bacan Timur),Dobo, Air Sobesi (Kecamatan Obi), GunungSabale/ Pulau Makian <strong>dan</strong> 4) nikel di Malamala,Loji <strong>dan</strong> Kawasi (Kecamatan Obi).Sejauh ini berbagai sumber daya tambang diHalmahera Selatan belum banyak dieksploitasi.Akan tetapi cukup banyak kuasa pertambanganyang diberikan untuk eksplorasi. Beberapaperusahaan yang memiliki izin eksploitasikuasa pertambangan <strong>dan</strong> dalam prosespengajuan izin diantaranya adalah PT AnekaTambang, (1999-2028, bahan galian nikel diwilayah Mala-Mala, Loji, Kawasi, Flup <strong>dan</strong>Danau Karu), PT Tunas Karya Wijaya Agung(se<strong>dan</strong>g mengajukan izin eksplorasi bahangalian batubara), PT Rofenty Karsa Tama(se<strong>dan</strong>g mengajukan izin eksploitasi bahangalian ornamen batu di Kecamatan Kayoa),<strong>dan</strong> CV Ananta Amal Pratama (telahmenerima izin eksploitasi bahan galian C disungai Ra, Bacan). Sementara itu, Pemdase<strong>dan</strong>g mempertimbangkan untuk membukapertambangan rakyat di daerah Yaba. Untuk ituPemda tengah mempelajari metode apa yangkiranya efektif mengendalikan limbahpenambangan emas. 22Sektor Kelautan. Lebih dari tiga perempatdari wilayah Halmahera Selatan (31.484,40km2/ 78 persen) merupakan lautan.Diperkirakan Halmahera Selatan memilikisumber daya perikanan laut dengan potensiperikanan tangkap atau standing stock100.750,08 ton/tahun <strong>dan</strong> jumlah tangkap22Wawancara dengan M. Djakfar Ely, ST, KepalaSeksi Pertambangan Dinas Koperasi, Pertambangan<strong>dan</strong> Perindustrian Kabupaten Halmahera Barat.maksimum lestari (maximum sustainable yieldatau MSY) 50.375,04 ton/tahun. <strong>Sumber</strong> dayaperikanan laut ini terdiri dari ikan pelagis besar<strong>dan</strong> kecil khususnya tuna, cakalang, teri <strong>dan</strong>layang. Dengan potensi perikanan tersebut,Pemda Kabupaten Halmahera Selatan tengahberencana untuk merubah orientasi perolehanPAD dari sektor kehutanan ke sektor kelautan.Namun disadari bahwa hal tersebutmembutuhkan investasi yang sangat besar.Alasannya, sebagian besar pendudukHalmahera Selatan yang tadinya hidup darisektor perkebunan – tapi yang kemudianmenjadi tidak menguntungkan – tidakmemiliki alat tangkap <strong>dan</strong> jalur pemasaranyang memadai.Di Halmahera Selatan saat ini terdapat 11perusahaan swasta yang menanamkan modal dibi<strong>dan</strong>g perikanan lauta <strong>dan</strong> pesisir. Salah satuinvestor terbesar adalah BUMN PT UsahaMina. Dalam beroperasi, PT Usaha Minamembangun kerja sama dengan koperasikoperasi<strong>dan</strong> kelompok-kelompok nelayan.Perusahaan ini bertindak sebagi pembeli ikanhasil tangkapan nelayan anggota koperasi <strong>dan</strong>tidak menampung hasil tangkapan nelayanyang tidak tergabung dalam kelompok ataukoperasi binaan. Harga hasil tangkapditentukan oleh PT Usaha Mina. Untukkelancaran proses penangkapan, PT UsahaMina membangun rumpon-rumpon di perairanKabupaten Halmahera Utara. Selain itu PTUsaha Mina juga menyediakan armada <strong>dan</strong>alat tangkap yang akan digunakan olehnelayan. Bagi nelayan, kelompok nelayan ataukoperasi yang melebihi target produksi diberiinsentif. Beberapa masalah ka<strong>dan</strong>gkala jugamuncul seperti nelayan yang menjual ikanyang ditangkap dalam rumpon milik PT UsahaMina kepada pedagang-pedagang lain. Sejauhini PT Usaha Mina membayar retribusipengangkutan ikan lokal kepada PemdaHalmahera Selatan <strong>dan</strong> retribusi ekspor dibayarkepada Pemda Propinsi.Kebijakan. Pengelolaan SDA di atas belumdidukung oleh perangkat kebijakan <strong>dan</strong>pengaturan yang memadai. Sampai denganbulan Juni 2003, Kabupaten HalmaheraSelatan baru memiliki tiga Keputusan Bupatiyang berkaitan dengan pengaturan susunanorganisasi <strong>dan</strong> lima produk Keputusan Bupatiyang bersifat menetapkan bi<strong>dan</strong>gpembangunan <strong>dan</strong> kemasyarakatan. Se<strong>dan</strong>gkan40


pengelolaan SDA sampai saat ini masihmemakai beberapa peraturan lama yangdikeluarkan Kabupaten Maluku Utara yangdiberlakukan kembali berdasarkan SK BupatiHalmahera Selatan. Hambatan yang dihadapidalam memperkuat produk hukum daerahadalah kapasitas aparatus Pemda yang belummemadai, terutama yang berhubungan denganinformasi (basis data) <strong>dan</strong> kemampuanpembentukan kebijakan <strong>dan</strong> aturan. Selain itu,belum a<strong>dan</strong>ya DPRD yang definitif jugamenjadi hambatan, khususnya dalampembuatan Perda.3.2.3 Pengelolaan SDA diKabupaten PosoSelain potensi perikanan <strong>dan</strong> kehutanan,Sulawesi Tengah memiliki sumber dayatambang (di Morowali ada PT Inco,perusahaan yang mendapat konsesi nikel sejaktahun 1968) <strong>dan</strong> potensi energi pembangkittenaga listrik yang terdapat di beberapakabupaten, dengan potensi terbesar diKabupaten Poso.Tabel 3-3: Perusahaan Pemegang Izin HPH di KabupatenPoso. <strong>Sumber</strong>: Pemda Halmahera Utara.Nama Perusahaan Izin Luas StatusKonsesi ArealPT Tri Tunggal Eboni Corp. 98/2000 98.000 AktifPT Kartika Ronausaha 837/1991 89.000 NonaktifPerkasaPT Hutan Bersama 240/1987 90.000 NonaktifPT Pasuruan Furnindo Lestari 34/1995 47.915 NonaktifKehutanan. Hutan-hutan Sulawesi Tengah<strong>dan</strong> Poso memiliki potensi kayu hitam yangsangat berharga. Di Kabupaten Poso terdapatbeberapa perusahaan HPH, tetapi kebanyakansudah tidak aktif (Tabel 3-3). Areal-areal bekasHPH yang tidak aktif oleh masyarakat banyakdijadikan perkebunan kakao, meskipunkawasan tersebut masih merupakan kawasanhutan. Arus pengungsian yang terjadi akibatkonflik kekerasan antara tahun 1999-2002 jugaberdampak pada pembukaan kawasan-kawasanhutan di Kabupaten Poso. Salah satunya didaerah sekitar Danau Poso tempat pengungsimenebang hutan untuk dijadikan arealpela<strong>dan</strong>gan.Perikanan. Kabupaten Poso mempunyaipotensi perikanan yang cukup besar, baikberupa sumber daya perikanan darat maupunperikanan laut. Untuk perikanan darat programDinas Perikanan menekankan Danau Poso,<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan41se<strong>dan</strong>gkan untuk perikanan laut penekanannyaadalah Teluk Tomini dimana saat ini se<strong>dan</strong>gdipersiapkan model pengelolaan gabungan(joint management) dengan dua pemerintahpropinsi lainnya (Sulawesi Utara <strong>dan</strong>Gorontalo).Apabila sebelum otonomi daerah (1999)tidak terdapat banyak persoalan antaraPemerintah Propinsi <strong>dan</strong> PemerintahKabupaten, maka setelah otda terjadi klaimkewenangan mengenai daerah laut bagikabupaten atau propinsi, atau antarkabupatendi Propinsi Sulawei Tengah. Alternatifkebijakan yang kemudian dikembangkanadalah membangun pengelolaan dengankonsep kawasan dimana Laut Sulawesi Tengahdibagi menjadi tiga zona atau kawasan. Zona Imeliputi Selat Makassar <strong>dan</strong> Selat Sulawesi;kawasan ini berada dalam wilayah teritorialKota Palu, Kabupaten Donggala <strong>dan</strong>Kabupaten Toli-toli. Zona II meliputi perairandalam Teluk Tomini; wilayah ini terletak diteritorial Kabupaten Parigi Mautong,Kabupaten Tojo Una-una, Banggai <strong>dan</strong> KotaPoso. Kawasan ini juga masuk dalamkawasan Propinsi Sulawesi Utara <strong>dan</strong>Gorontalo. Mengingat bahwa Zona IImenjadi wilayah laut tiga propinsi,maka se<strong>dan</strong>g dipayakan dasarhukumnya dalam bentuk KeputusanPresiden, yang kemudian diikutidengan pembentukan Ba<strong>dan</strong>Sekretariat Pengelolaan Bersamadengan Pemerintah Pusat (DKP).Zona III meliputi wilayah laut yang masukTeluk Tolo; daerah ini terletak dalam teritorialKabupaten Banggai, Banggai Kepulauan <strong>dan</strong>Kabupaten Morowali.Beberapa persoalan terkait denganpengelolaan wilayah laut <strong>dan</strong> pesisir adalahketidaksinkronan antara UU Perikanan yangmasih berlaku <strong>dan</strong> Otonomi Daerah. 23Persoalan lainnya adalah minimnya koordinasiantara kabupaten yang mengeluarkan Perdadengan pihak propinsi. Selain itu adaketimpangan antara jumlah aparat penegakhukum, khususnya PPNS (Pejabat PenyidikNegeri Sipil) yang hanya berjumlah 12 orang,dengan wilayah laut yang diamankan.23UU No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan.


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan3.3 Komoditi Unggulan <strong>dan</strong>Penghidupan<strong>Ekonomi</strong> daerah Maluku Utara, Maluku<strong>dan</strong> Poso sangat tergantung pada berbagaikomoditi unggulan. Meskipun minyak <strong>dan</strong> gasbumi serta pertambangan berperang pentingdalam menyumbang pendapatan daerah,bagian ini memfokuskan diri pada komoditasyang paling banyak berpengaruh terhadap matapencaharian penduduk di ketiga daerah ini,yaitu perikanan, palawija <strong>dan</strong> perkayuan.Maluku Utara – Komoditas unggulanyang dihasilkan Propinsi Maluku Utaradiekspor besar-besaran, baik lewat pengapalanantarpropinsi untuk diekspor atau pengapalanke daerah lain untuk diolah. Sangat sedikityang dikonsumsi sendiri karena terbatasnyadaya serap pasar-pasar setempat. Selain itu,sangat sedikit yang diolah di daerah setempatkarena jauhnya jarak pasar-pasar <strong>dan</strong>terbatasnya investasi <strong>dan</strong> tenaga kerja untukmelakukan pengolahan sendiri. Semuakomoditi unggulan Propinsi Maluku Utaraterkena imbas konflik. Antara 3 sampai 6bulan, kopra, cengkeh, <strong>dan</strong> buah pala tidakdapat dijual di pasar setempat maupundikapalkan karena rasa khawatir, ketiadaanpembeli maupun kendala pengapalan. Banyakpetani yang tidak melakukan panen, namunhanya berupaya untuk menghasilkan bahanpangan <strong>dan</strong> ikan untuk kebutuhan hariansemata. Petani-petani lain tetap melakukanpanen <strong>dan</strong> menyimpan hasil panen di tempatyang aman.Maluku – Komoditas yang banyakdihasilkan di Propinsi Maluku adalahkomoditas ekspor. Komoditi tersebut dikirmantardaerah atau diekspor ke luar negeri. DiAmbon, Seram <strong>dan</strong> Buru ada beberapa pusatpengolahan, termasuk untuk pengolahan kayu,ikan <strong>dan</strong> penyulingan minyak kelapa kecilkecilan.Daerah tujuan utama pengapalankomoditas dari Maluku adalah Surabaya,sementara negara tujuan pasar ekspor adalahJepang, Korea, Thailand, Cina, Arab Saudi,Bahrain, Inggris Raya <strong>dan</strong> negara Eropalainnya.Poso – Komoditas unggulan yangdihasilkan di Kabupaten Poso diolah dipengolahan setempat karena pasar letaknyasangat jauh <strong>dan</strong> investasi serta tenaga kerjasetempat sangat terbatas jumlahnya. Padasubsektor tanaman keras tidak terdapatperkebunan skala menengah atau besar. Semuaproduksi berasal dari perkebunan skala kecil.Produk yang dihasilkan diantaranya adalahkelapa/ kopra, cengkeh, kakao, kopi, kayumanis, vanili, kacang mete <strong>dan</strong> merica. Darikesemuanya itu, kakao merupakan yangterbesar dari segi luas perkebunan se<strong>dan</strong>gkanproduksi kopra merupakan komoditas yangterbesar volume produksinya.3.3.1 PerikananSubsektor <strong>dan</strong> Perusahaan PerikananPerikanan adalah subsektor unggulan diMaluku yang menyumbangkan hampirseperlima PDRB (Tabel 2.1). Di Malukuterdapat 14 perusahaan ekspor <strong>dan</strong> 19perusahaan perikanan besar maupun menengahyang bergiat di Ambon, selain nelayan-nelayantradisional yang beroperasi secaraperorangan. 24 Perusahaan perikanan memilikiprasarana <strong>dan</strong> peralatan masing-masingtermasuk armada, jaring penangkap ikan,sarana penyimpanan dingin <strong>dan</strong> pabrik es.Jenis ikan yang mereka tangkap adalah yangdigemari pasar ekspor seperti ikan tuna,cakalang, kerapu, u<strong>dan</strong>g barong <strong>dan</strong> ubur-ubur.Produk dikapalkan dalam keadaan hidup,dingin atau beku ke pasar-pasar tujuan <strong>dan</strong>meliputi u<strong>dan</strong>g, cakalang, selar, cumi-cumi,teripang, sirip ikan hiu, herden fin, kerapu,mutiara <strong>dan</strong> lain-lain.Perikanan di Maluku Utara, meski tidakberperan sebesar seperti di Maluku, terkenaimbas konflik. Perusahaan perikanankehilangan tenaga kerja, <strong>dan</strong> beberapa malahmengalami kerugian aset ketika sarana ruangpendingin (cold storage), gu<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> generatordirusak atau dihancurkan selama konflik. Satugu<strong>dan</strong>g sebuah perusahaan perikanan selamakonflik bahkan berubah fungsi menjadi tempatpengungsian. Subsektor perikanan di Maluku24Perusahaan perikanan di Ambon meliputi PT PusakaBahari, PT Nalendra Raya Bhakti, PT GolnetInternusa, PT Tri Tunggal Nusa Makmur, PT LautHamparan Sejahtera, PT Tunggal Jaya Abadi, PTDasindo Indah, PT Lait Arafura Indah, PT KristalinEka Lestari, PT Kalsum Kampar Semesta, PTAnugerah Lintas Samudera, PT Mina Seram Lestari,PT Mana Fishery, PT Marina Buana Bahari, PTIntermarine, PT Mina Kartika, PT Nusantara Fishery,PT Tofico <strong>dan</strong> PT Maprodin.42


Utara memiliki enam perusahaan perikananberskala menengah. 25Hasil Tangkapan IkanHasil tangkapan utama adalah ikan tuna,cakalang, teri, kakap merah/ bambangan,kerapu, ikan hias, teripang, kepiting, u<strong>dan</strong>gbarong, ubur-ubur <strong>dan</strong> cumi-cumi. Armadapenangkap ikan menangkap produk-produkekspor seperti ikan tuna, cakalang, kerapu,teripang, kepiting, u<strong>dan</strong>g barong <strong>dan</strong> uburubur.Produk dikapalkan dalam keadaan hidup,dingin atau beku ke negara-negara tujuanekspor seperti Singapura, Hong Kong, Jepangserta pasar-pasar domestik seperti Jakarta <strong>dan</strong>Surabaya. Perusahaan-perusahaan perikananjuga menampung hasil tangkapan nelayansetempat yang dibeli tunai. Transaksi lazimnyadilakukan di laut untuk menyiasati retribusiPemda.Tabel 3-4: Tangkapan ikan (dalam ton) daerah kabupatenMaluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso untuk tahun 2002.<strong>Sumber</strong>: BPS <strong>dan</strong> Dinas Perikanan, Poso.Jenis IkanMalukuUtaraMaluku PosoTeri 14.683 3.002 684Layaran 12.216 - 1.360Ubur-ubur 9.764 - -Cumi-cumi 9.111 - -Tuna/ Cakalang 28.902 14.900 2.827Cendro 6.525 928 -U<strong>dan</strong>g - 5.575 -Selar/ Layang - 7.681 1.279Kembong - 3.043 699Lainnya 16.012 201.237 947Total 97.213 236.366 7.796Tangkapan ikan di Maluku pada tahun2002 mendekati seperempat juga ton, lebih daridua kali lipat tingkat produksi Maluku Utara(Tabel 3-4), dengan nilai lebih dari Rp 600miliar (sekitar US$ 70 juta). Produksiperikanan Poso terbilang kecil jikadibandingkan dengan daerah-daerah penghasilikan utama di Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utara.Pada akhir tahun 1990-an timbul tekananuntuk meningkatkan pendapatan <strong>dan</strong> lapangankerja berbasis perikanan, terutama dengan carameningkatkan armada industri yang mensasar25Termasuk PT Rajawali Samudra Indonesia yangberpusat di Jakarta, PT Mentari, PT Intisehat B. Jaya,PT Derhoo yang berpusat di Bitung, PT Bahari <strong>Alam</strong><strong>dan</strong> ba<strong>dan</strong> usaha milik negara PT Usaha Mina.<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan43ikan pelagis di perairan dalam ZEE. EstimasiMSY perikanan nasional pada tahun 1997adalah 6,1 juta ton, <strong>dan</strong> pada waktu itu statistikresmi menunjukkan bahwa tingkatpemanfaatan hanya setengah dari potensi yangada. Di Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku, potensiperikanan tangkap untuk ikan <strong>dan</strong> u<strong>dan</strong>gdiprakirakan 2,74 juta ton, sehingga MSY(yang dihitung 50 persen dari stok ikan) keduadaerah tersebut menjadi 1,37 juta ton (atau 22persen dari MSY nasional). 26 Berdasarkanasumsi-asumsi tersebut, tingkat pemanfaatanMaluku Utara <strong>dan</strong> Maluku (333.579 ton) baru24,4 persen dari MSY teoritis. Tetapi perluditekankan di sini bahwa data tersebuthanyalah prakiraan yang mutunya layakdipertanyakan. Selain itu, data tidakmemperhitungkan kegiatan penangkapan ilegal<strong>dan</strong> yang tidak tercatat di perairan kawasantimur Indonesia, dimana diyakini bahwa jenisikan komersial tertentu bahkan sudahterjadi tangkap lebih (overfished) <strong>dan</strong>se<strong>dan</strong>g menurun populasinya di Maluku. 27Di Maluku, lokasi utama penangkapanikan terdapat di bagian tenggara, dimanakawasan tersebut menghasilkan duapertiga produksi ikan daerah itu. Ambonadalah kabupaten terpenting kedua, tetapidata BPS untuk tahun 2003 menunjukkanterjadinya keanjlokan yang tajam padaproduksi ikan di Ambon.Perikanan <strong>dan</strong> PenghidupanSetempatDi Maluku Utara, nelayan tradisionalsetempat lazimnya menangkap ikan untukdipasok ke pasar-pasar setempat. Ikanyang ditangkap meliputi ikan pelagis kecil(kembong, teri) <strong>dan</strong> ikan demersal (kakap,kerapu), selain cumi-cumi <strong>dan</strong> kepiting.Nelayan tradisional hanya menangkap ikan diperairan pantai untuk konsumsi sendiri ataupasar belanja di desa, walaupun jumlahtangkapan lebih juga dijual kepada nelayanbesar dari daerah Manado atau pasar-pasar26Baru-baru ini Pemda Propinsi Malukumengumumkan potensi perikanan tangkap sebesar1.640.030 ton/tahun. Lihathttp://www.malukuprov.go.id/presentasi/sdperairan.htm.27Informasi tentang MSY di Maluku dipetik dariWorld Fish Centre (2001) An Institutional Analysis ofSasi Laut in Maluku; Chapter 6 – FisheriesManagement in Central Maluku.


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanBoks 5: Pengelolaan <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> Laut <strong>dan</strong> Kohesi Sosial di Maluku – Sasi LautSebuah studi oleh World Fish Centre yang rampung pada tahun 1997 secara gamblang mengidentifikasihubungan antara sasi, lembaga adat yang mengelola sumber daya, dengan manfaat-manfaat positif berupakerjasama <strong>dan</strong> keselarasan sosial yang lebih tinggi yang dirasakan oleh nelayan-nelayan lokal. Desa-desadengan sasi yang kuat dipan<strong>dan</strong>g memiliki interaksi yang lebih tinggi seputar isu-isu masyarakat, adat tindakankolektif yang lebih kuat <strong>dan</strong> lebih sedikit konflik. Selain itu, hasil penelitian tersebut mengidentifikasiperubahan-perubahan demografi yang penting. Dalam sampel 508 nelayan Maluku, tim peneliti menemukanbahwa "generasi yang lebih tua terutama beragama Kristen, sementara generasi muda beragama Islam, yangseringkali adalah pendatang Buton, yang tidak memiliki keterpautan dengan struktur kuasa tradisional desadesaMaluku <strong>dan</strong>, oleh karenanya, tidak memiliki motivasi untuk menaati ketentuan sasi atas dasarketerpautannya dengan adat istiadat. Sasi terutama bertahan di desa-desa Kristiani, tetapi di tempat-tempatsistem ini masih hidup, sasi laut di desa-desa Muslim adalah kuat <strong>dan</strong> seringkali berfungsi sebagai mekanismeuntuk memungut sewa sumber daya dari wilayah desa. Pertanyaannya adalah apakah suatu lembaga pengelolayang dirancang untuk masa depan, tetapi yang dilandasi pada sasi laut, dapat dijadikan relevan bagi pendatangyang semakin memadati sektor perikanan.Tidak seperti di desa-desa terpencil, lembaga ini tampaknya sudah menghiland dari daerah-daerah kota <strong>dan</strong>kota satelit di pusat-pusat perkotaan. Bentuk-bentuk sasi laut yang paling tidak efektif <strong>dan</strong> paling tergerusditemui di Pulau Ambon. Di daerah pinggiran kota Ambon, masyarakat sudah tidak lagi mengandalkanpertanian <strong>dan</strong> perikanan sehingga tidak ada sasi laut. Lahan pertanian tergusur bangunan-bangunan <strong>dan</strong>perairan pesisir di Pelabuhan Ambon, yang dulunya kaya sumber daya ikan laut, sekarang telah menurun <strong>dan</strong>tercemar sampai-sampai nelayan sudah jarang terlihat di sana. Jika desa-desa terpencil di kawasan pesisirKepulauan Lease lazimnya didominasi oleh penduduk Kristiani atau Muslim <strong>dan</strong> oleh segelintir keluargapendiri desa, daerah-daerah pinggiran kota <strong>dan</strong> desa-desa satelit yang mengitari pelabuhan memiliki pendudukdengan latar belakang agama <strong>dan</strong> warisan budaya berbeda yang tercampur rata. Sepertinya lembaga berbasisadat seperti sasi, dengan struktur yang terikat garis keturunan keluarga, tidak dapat bertahan dalam kondisigado-gado daerah perkotaan.Berdasarkan World Fish Centre (1998) An Institutional Analysis of Sasi Laut in Maluku, Indonesia. Working Paper No.39. Fisheries Co-management Research Project.belanja lainnya. Pengolahan terbatas padapenggaraman <strong>dan</strong> pengasapan, prosestradisional yang hasilnya digemari konsumenkonsumensetempat, <strong>dan</strong> hanya sedikit yangmenyimpan ikan dengan memanfaatkan es,quick freezing atau teknik ruang pendinginlainnya. Hal serupa terjadi di Poso, dimanakelebihan tangkapan dijual ke nelayan-nelayanbesar di Teluk Tomini dari daerah Gorontalo<strong>dan</strong> Manado.Di Maluku, melaut menjadi salah satukomponen utama penghidupan setempatdimana data propinsi menunjukkan bahwadaerah tersebut dihuni oleh lebih dari 20.000keluarga nelayan (Tabel 3-5). Nelayantradisional lazimnya menangkap ikan pelagiskecil <strong>dan</strong> ikan demersal selain cumi-cumi <strong>dan</strong>kepiting yang dijual di pasar-pasar belanjasetempat, meskipun mereka juga menangkapikan pelagis besar seperti ikan tuna <strong>dan</strong>cakalang yang dijual kepada kapal pengumpulatau kepada perusahaan-perusahaan besar diAmbon untuk diekspor. Hasil tangkapan lainadalah teripang <strong>dan</strong> kepiting yang dijual kepasar-pasar belanja tradisional. Selainkomoditi-komoditi tersebut, Pemda PropinsiMaluku memprakirakan bahwa daerah propinsitersebut memiliki sumber daya pesisir seluas500.000 ha yang menyimpan potensimarikultur seperti rumput laut (206.000 ha),kerapu (104.000 ha), mutiara (73.400 ha) <strong>dan</strong>u<strong>dan</strong>g barong (23.000 ha). Studi-studiterdahulu juga telah menyorot pembagian kerjamenurut jender di sektor perikanan.Contohnya, di wilayah timur Seram, perikananpesisir menjadi jatah anak <strong>dan</strong> perempuandimana hasil tangkapan dimanfaatkan untukkonsumsi sehari-hari, sementara laki-lakimelaut untuk menangkap ikan hiu <strong>dan</strong> produkberharga tinggi lainnya. 2828Lihat Soselisa, Hermien L. 1998. “The Significanceof Gender in a Fishing Economy of the Gorom Islands,Maluku”, dalam Sandra Pannell <strong>dan</strong> Franz von Benda-Beckmann (eds.), Old World Places, New WorldProblems: Exploring Resource Management Issues inEastern Indonesia, hlm 321-335. Canberra: Centre forResource and Environmental Studies, The AustralianNational University.44


Sebuah studi yang dilaksanakan WorldFish Center yang rampung pada tahun 1997mendalami pengelolaan sumber daya berbasismasyarakat di Maluku Tengah (lihat Boks 5).Studi tersebut mengkaji sasi, lembaga adatuntuk bi<strong>dan</strong>g pengelolaan sumber daya diMaluku, yang menyimpulkan bahwa “lembagasasi se<strong>dan</strong>g menurun <strong>dan</strong> telah menghilang dibanyak desa, padahal pengelolaan lokal justrusekarang-sekarang ini sangat dibutuhkan.Mayoritas penduduk desa masihmengandalkan perikanan baik secara langsungmaupun tidak. Di lokasi penelitian terlihatterjadi penurunan interaksi <strong>dan</strong> kerjasamakemasyarakatan, kepatuhan terhadap perangkatperaturan yang mengatur bi<strong>dan</strong>g perikanan,jumlah tangkapan ikan, <strong>dan</strong> kesehatanlingkungan. Karena masa depan yang kurangmenjanjikan, nelayan tidak menginginkan anakuntuk mengikuti jejaknya, sehingga budayaperikanan di Maluku menjadi terancam.Dengan rontoknya volume tangkapan ikanpesisir, nelayan tradisional terpaksa melautlebih jauh. Lokasi-lokasi penangkapan ikanmereka sekarang tumpang tindih dengan lokasinelayan-nelayan komersial <strong>dan</strong> industri, <strong>dan</strong>konflik di masa mendatang sulit untukdihindari jika tidak ada perangkat pengelolaan<strong>dan</strong> resolusi konflik. Sebuah penelitian barubaruini menunjukkan bahwa penangkapansejumlah stok ikan komersial utama telahTabel 3-5: Keluarga Nelayan <strong>dan</strong> Perahu Tanpa Motor per Kabupaten/ Kotadi Propinsi Maluku. <strong>Sumber</strong>: BPSJumlahUkuran PerahuKabupaten/KeluargaTahunKecil Se<strong>dan</strong>g Besar TotalNelayanMTB 1.467 104 36 11 151Maluku Tenggara 3.544 187 88 37 312Maluku Tengah 12.230 604 350 14 968Buru 1.444 75 29 2 106Ambon 3.289 - 529 - 529Total (2002) 21.974 970 1.032 64 2.066Total (2001) 24.540 1.124 1.116 64 2.304Total (2000) 22.699 3.300 1.315 145 4.760Total (1999) 22.699 1.064 1.121 58 2.243Total (1998) 22.302 1.064 1.084 118 3.199melebihi ketentuan <strong>dan</strong> bahwa daerah tersebutmulai kehilangan berbagai jenis terumbukarang yang produktif akibat praktekpenangkapan ikan yang destruktif.”Salah satu permasalahan kunci adalahmenjaga keseimbangan antara perikanan skalaindustri yang memasok pasar-pasar ekspordengan kebutuhan masyarakat pesisir.<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan45Perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan menetapkan bahwaperairan pesisir diperuntukkan bagi sektorperikanan rakyat <strong>dan</strong> perikanan skala kecil –kapal ikan berkapasitas bobot muat diatas 5 tonyang dilarang melaut dalam jarak tiga mil daripantai serta perahu bebas memasuki lokasipenangkapan ikan. Hanya saja, ketentuan initidak ditegakkan secara efektif <strong>dan</strong> di banyaklokasi sektor industri <strong>dan</strong> masyarakat pesisirmengalami bentrok. 29Melalui Departemen Kelautan <strong>dan</strong>Perikanan pemerintah pusat telah men<strong>dan</strong>aikegiatan-kegiatan pengembangan sektorperikanan seperti pelatihan teknis bi<strong>dan</strong>gkelautan <strong>dan</strong> perikanan, pembangunan tempatpelelangan ikan (TPI), gu<strong>dan</strong>g, pangkalanpendaratan ikan (PPI), <strong>dan</strong> menyediakanberbagai kelengkapan seperti perahu, jaring,timbangan <strong>dan</strong> kotak pendingin.3.3.2 Tanaman KerasDi Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso,hampir semua produksi subsektor tree cropsberasal dari perkebunan rakyat. Produk yangdihasilkan antara lain adalah kelapa/ kopra,cengkeh, pala/ fuli, kakao, biji kopi, kayumanis, vanili, kacang mete <strong>dan</strong> biji lada.KelapaDi Maluku Utara, pohon kelapa adalahtanaman yang diusahakanpada lahan paling luas, yaitu40.578 ha. Petani-petanikelapa menjemur kelapa <strong>dan</strong>menjualnya sebagai kopra kepedagang pengumpul desaatau kecamatan. Pengumpulmemiliki berbagai latarbelakang suku <strong>dan</strong> agama<strong>dan</strong> meliputi penduduk asli,pendatang Bugis <strong>dan</strong>penduduk keturunan Cina.Pedagang besar, mata rataitata niaga setelah pedagangpengumpul, biasanya adalahpenduduk keturunan Cinayang menjual komoditi ini kepada pabrikpabrikminyak kelapa di Surabaya. Sebagianbesar kopra yang dihasilkan di Maluku Utaraditampung di Surabaya. Hanya sedikit yang29Lihat World Fish Centre (2001) An InstitutionalAnalysis of Sasi Laut in Maluku; Chapter 6 - FisheriesManagement in Central Maluku.


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupandijual kepada pabrik minyak kelapa di Ternate<strong>dan</strong> Bitung, Sulawesi Utara (PT Bimoli).Prakonflik, sebagian besar kopra dikirimsecara teratur lewat laut ke Ternate untukkemudian dikapalkan ke Bitung <strong>dan</strong> Surabaya.Setelah konflik, <strong>dan</strong> setelah digunakannyakapal-kapal kargo carteran (mungkin karenakebijaksanaan deregulasi di bi<strong>dan</strong>g perkapalanmenyusul pergantian pemerintahan pada tahun1997 serta UU desentralisasi <strong>dan</strong> otda tahun2000), kopra mulai dikapalkan langsung keBitung atau Surabaya dari pelabuhanpelabuhannon-Ternate seperti Tobelo, Galela,Jailolo, Weda, Mada <strong>dan</strong> Labuha. PT Bimolimemperbaiki sarana-sarananya di Ternate <strong>dan</strong>Sofifi, <strong>dan</strong> baru-baru ini telah membukakembali pabrik pengolah kelapanya, walaupunbelum beroperasi pada skala penuh.Hampir-hampir tidak ada produksampingan yang diusahakan, kecuali minyakkelapa dalam jumlah sangat kecil yang diolahdi desa untuk konsumsi sendiri. Serat kelapatidak dimanfaatkan, <strong>dan</strong> batok kelapa jugatidak diolah menjadi arang. Semenjak konflik,produksi kelapa mengalami penurunan akibathama Sexsaphia, sejenis jangkrik yangmemakan daun pohon kelapa. DepartemenPertanian belum mengambil tindakan untukmenanggulangi serangan hama yang berasaldari Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, itu.Pemangsa alami Sexsaphia adalah burungelang <strong>dan</strong> burung hantu yang ada di Maluku,yang pascakonflik populasinya konon kabarKomoditimengalami penurunan.Di Poso, pohon kelapa adalah tanamanyang diusahakan pada lahan dengan luasanterbesar kedua, yaitu 23.992 ha. Di urutanpertama adalah tanaman kakao. Mata rantaitata niaga komoditi kelapa mirip dengan yangdi Maluku Utara <strong>dan</strong> sebagian besar kopra asalPoso ditampung di Surabaya. Sebagian kecilkopra dijual kepada pabrik minyak kelapa diBitung, Sulawesi Utara (PT Bimoli). Produksikopra mencapai 51.657 ton pada tahun 2003.Di Maluku, pohon kelapa adalah tanaman yangdibudidaya paling luas. Luas perkebunantanaman kelapa mencapai 98.547 ha yangmenghasilkan 65.000 ton kopra. Komoditikelapa menjadi sumber penghidupan hampir60.000 rumah tangga di Maluku.Cengkeh, Pala <strong>dan</strong> FuliCengkeh, pala <strong>dan</strong> fuli adalah tanamankeras yang secara tradisional bernilai ekonomitinggi <strong>dan</strong> sejak zaman penjajah telah menjadiproduk unggulan Maluku. Tanaman-tanamantersebut dikelola secara tradisional dengansistem perkebunan rakyat, <strong>dan</strong> produkproduknyamemainkan peranan penting dalamekonomi rumah tangga. Pada saat hargamelambung, komoditi-komoditi ini ikutmemberi kontribusi kepada PAD lewatretribusi yang dikenakan terhadapnya <strong>dan</strong> yangdikumpulkan oleh Pemda pada tingkatkecamatan <strong>dan</strong> desa. Dulu perdagangankomoditi cengkeh diregulasi oleh pemerintahOrde Baru lewat BPPC, yang menurunkanTabel 3-6: Rantai Komoditi Tanaman Keras Utama di Maluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.<strong>Sumber</strong>: Business Indonesia, 24/6/04; World Bank Development Prospects, Juni ’04; BPS, 2002Harga Petani Harga Perantara Harga DuniaHarga Harga HargaLokasiLokasiRp/kg $/kgRp/kg $/kgRp/kg $/kgKelapa/ kopra 1.800 0,20 Tobelo 3.447 0,38 Bitung - - -Minyak kelapa - - - 5.841 0,65 Bitung 7.020 0,78 RotterdamCengkeh 12.000 1,33 Ternate 18.435 2,05 Surabaya 131.580 14,62 USAPala 17.000 1,89 Ternate - - - 151.110 16,79 USAFuli 27.000 3,00 Ternate - - - 253.800 28,20 USAKakao9.000 1,00 Ternate 10.800 1,20 Makassar 13.086 1,45 New York- - - 10.825 1,20 Palu - - -Kopi: robusta 3.000 0,33 Ternate 5.150 0,57 Surabaya 7.517 0,84 New YorkKopi: arabika 7.000 0,78 Ternate 16.000 1,78 Surabaya 16.124 1,79 New YorkLada: hitam 14.000 1,56 Ternate 20.430 2,27 Jakarta 95.850 10,65 USALada: putih 16.000 1,78 Ternate 22.050 2,45 Jakarta 105.660 11,74 USAKayu manis: AA - - - 8.370 0,93 Pa<strong>dan</strong>g 102.960 11,44 USAKayu manis: A - - - 5.760 0,64 Pa<strong>dan</strong>g - - -Vanili: basah 150.000 16,67 Tobelo - - - - - -Vanili: kering 1.000.000 111,11 Tobelo - - - 5.443.020 604,78 USALokasi46


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanharga cengkeh hingga di bawah titik impassehingga menjadikan pengusahaannya tidaklayak lagi di tingkat petani. Akibatnya, petanicengkeh membanting haluan <strong>dan</strong> beralih kekegiatan produktif lain. Pembubaran BPPCmenyusul gerakan reformasi membuat petanidapat menikmati kembali harga pasar cengkehyang layak, meski beberapa tahun terakhir inifluktuasinya cukup tinggi.Pada tahun 2002, Maluku memilikiperkebunan cengkeh terluas. Dengan luas total20.165 ha, perkebunan-perkebunan cengkehdikelola oleh 32.000 petani yang totalmenghasilkan 37.269 ton cengkeh. Di Poso,total lahan yang ditanami cengkeh adalah4.253 ha. Lokasi-lokasi perkebunanterkonsentrasi di Tentena, Pamona Utara. Padatahun 2003 dihasilkan 2.552 ton cengkeh.Menurut statistik resmi, cengkeh tidakmemainkan peran yang begitu besar di MalukuUtara dengan luas perkebunan yang hanya1.615 ha. Komoditi-komoditi ini memilikiceruk pasar masing-masing di Surabaya;cengkeh dipasok ke industri rokok, <strong>dan</strong> pala<strong>dan</strong> fuli dikeringkan, diseleksi/ grading <strong>dan</strong>diolah menjadi bubuk atau minyak atsiri, ataudikalengkan/ diasinkan, untuk pasar ekspor.Harga cengkeh sekarang ini se<strong>dan</strong>g menurunkarena produksi lebih di daerah-daerah lain diIndonesia, dimana harga di petani berkisarantara Rp 12.000 to 15.000/kg (Tabel 3-6).Pohon pala di Maluku Utara sudah cukup tua.Pohon pala mulai berbuah setelah umurdelapan tahun.Cengkeh yang dipanen dijemur <strong>dan</strong>kemudian dijual kepada pedagang pengumpuldesa atau kecamatan. Pedagang pengumpulberlatarbelakang suku yang berbeda, yaitusesuai dengan desa atau kecamatan tempatmereka berasal. Pedagang besar biasanyaadalah penduduk keturunan Cina yang menjualkomoditi ini kepada pabrik-pabrik rokok diSurabaya. Pemanenan cengkeh adalahpekerjaan yang membutuhkan ketelatenan <strong>dan</strong>ketrampilan. Secara tradisi yang dikerahkanadalah anggota keluarga, tetapi sekarang lebihsering digunakan jasa tenaga buruh sewa.Buruh sewa dibayar Rp 25.000 per hari.Dengan turunnya harga cengkeh sejumlahbesar cengkeh tidak dipanen, walaupun palingtidak di Maluku Utara tahun 2004 adalah tahuntidak panen (off-harvest). Pemanenan palasama-sama membutuhkan tenaga yang telaten<strong>dan</strong> terampil. Secara tradisi panen dilakukanoleh anggota keluarga. Tidak seperti cengkeh,harga dunia pala <strong>dan</strong> fuli stabil <strong>dan</strong> tetap tinggi.Harga pala di tingkat petani berkisar antara Rp17.000 sampai 20.000/kg <strong>dan</strong> fuli Rp 27.000-30.000/kg. Sama seperti cengkeh, pala <strong>dan</strong> fulidibeli oleh pedagang pengumpul yangberlatarbelakang suku yang berbeda-bedasesuai desa atau kecamatan yang ditinggali.Pedagang besar biasanya adalah pendudukketurunan Cina yang memiliki hubungandagang dengan kalangan eksportir di Surabaya.KakaoTanaman kakao dibawa masuk ke Posooleh petani-petani Bugis asal Sulawesi Selatan<strong>dan</strong> sekarang menjadi tanaman keras utamakabupaten tersebut. Dengan masuknya kakao,wilayah perbukitan Sulawesi Tengahmengalami transformasi sosial yang meliputipengkaplingan, komoditisasi <strong>dan</strong> akumulasiyang tidak merata terhadap lahan, sehinggaterdapat keluarga-keluarga tanpa tanah <strong>dan</strong> dibeberapa tempat sengketa tanah semakinmarak. 30 Dengan berlangsungnya krisisekonomi pada tahun 1997-98, harga jualkomoditi kakao, karena pengaruh nilai tukarUS dollar, naik tujuh kali lipat. Hal ini lantasmemicu migrasi masal penduduk suku Bugiske wilayah tapal batas hutan di SulawesiTengah tempat mereka membuka lahan untukmembudidaya tanaman kakao. Perantaraperantaratelah membeli tanah, terka<strong>dan</strong>glangsung dari pejabat pemerintahan desa ataudengan bantuan pejabat pemerintahankabupaten yang bertindak “atas namapembangunan”. Perantara menarik calon-calonpembeli dengan memberi pinjaman besertaiming-iming bahwa mereka akan mendapatkankeuntungan ekonomi yang tinggi dari investasiyang mereka lakukan. 31 Ketegangan sosialantara penduduk pendatang dari Bugis denganpetani-petani penduduk asli di daerahperbukitan (yang mayoritas beragama Kristen)adalah salah satu faktor pecahnya konflik Poso(lihat 3.4.2), meski hal ini tidak berlaku untukseluruh daerah.Sekarang ini total luas lahan yang ditanamikakao adalah 29.678 ha dimana pada tahun30 Li, T.M. (2002) Local Histories, Global Markets:Cocoa and Class in Upland Sulawesi. Developmentand Change 33: 415-437.31 Li, T.M (2002)47


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan2003 produksi buah kakao di Poso mencapai24.833 ton. Sebaliknya, kakao adalah tanamanyang relatif baru di Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku,setelah dibawa masuk dari Sulawesi. Total luaslahan yang ditanami kakao di Maluku Utaraadalah 2.135 ha. Di Maluku terdapatperkebunan kakao milik rakyat seluas 10.483ha yang menghasilkan 2.932 ton buah kakao.Walaupun harga di tingkat petani <strong>dan</strong>harga dunia kakao se<strong>dan</strong>g turun, nilainya stabil<strong>dan</strong> tetap menguntungkan. Tidak seperticengkeh, buah kakao dapat dipanen tiga tahunsetelah pohon ditanam. Kakao juga dapatdipanen sepanjang tahun sehingga memberisumber pemasukan yang ajek, meskipunlazimnya kakao dipanen dua kali setahun.Petani menjual buah kakao kering ke pedagangpengumpul desa atau kecamatan, yangmemiliki berbagai latar belakang suku (Bali,Jawa, Bugis). Pedagang-pedagang pengumpultersebut bekerja untuk <strong>dan</strong> dimodali olehpedagang-pedagang besar kakao (yangkebanyakan bersuku Bugis) yang memilikiperjanjian untuk membeli kakao untuk masamasapanen mendatang. Komoditi ini lantasdikirim ke Palu, Sulawesi Tengah, atauMakassar, Sulawesi Selatan. Di Makassarterdapat sejumlah tempat pengolahan buahkakao, tetapi sebagian besar komoditi inidikapalkan ke Surabaya tempat buah kakaodiolah <strong>dan</strong> diproduksi lebih lanjut. Negaratujuan ekspor utama buah kakao adalahBoks 6: Berubahnya mata rantai pemasaran lokalTidak lama setelah konflik, yaitu selama masa-masaawal pascakonflik pada tahun 2001, kapal-kapal tidakbersinggahan di Pelabuhan Tobelo karena terlaluriskan. Selain itu, pungutan-pungutan yang dikenakandi Pelabuhan Tobelo sangat memberatkan (Pemdatelah diprotes mengenai hal ini karena pungutanpungutan[liar] tersebut menjadi kendala bagi kapaluntuk menambat di Tobelo). Sembako didatangkan kepasar bukan lewat laut <strong>dan</strong> Pelabuhan Tobelo, tetapilewat jalur darat Si<strong>dan</strong>goli-Ternate, dengan biayayang lebih tinggi. Pemilik-pemilik toko setempatlantas berembuk. Mereka memutuskan untukmencarter kapal-kapal langsung dari Surabaya yangberlayar membawa barang-barang yang tahandisimpan (non-perishable goods). Kapal-kapaltersebut lantas balik ke Surabaya dengan muatankomoditi kopra, yang sempat menghilang dari pasarselama lebih dari 8 bulan. Saat ini, setiap bulan limasampai enam kapal carteran membawa sembako dariSurabaya <strong>dan</strong> kembali ke Surabaya dengan muatankomoditi kopra untuk pabrik-pabrik minyak kelapa.Malaysia atau AS.Tanaman Keras LainnyaKopi, kacang mete, karet <strong>dan</strong> kapok adalahtanaman-tanaman baru di Maluku yangdidatangkan dari Maluku Utara, Sulawesi <strong>dan</strong>Jawa. Luas lahan perkebunan rakyat di Malukuyang ditanami kopi adalah 3.267 ha denganproduksi 728 ton, kacang mete 5.298 hadengan produksi 1.093 ton, <strong>dan</strong> kapok 872 hadengan produksi 186 ton. Tanaman keras yangdiusahakan pada lahan terbatas di Poso adalahkopi (2.035 ha), kemiri (566 ha), kacang mete(538 ha), vanili (370 ha) <strong>dan</strong> lada (82 ha).3.3.3 Tata Niaga Komoditi diMaluku Utara <strong>dan</strong> PosoSalah satu efek samping dari konflik adalahberubahnya tata niaga komoditi (lihat Boks 6).Sebelum konflik, Ternate menjadi saluranutama masuk-keluarnya produk-produk bagiMaluku Utara, dimana Manado-Bitungberperan sebagai pelabuhan transit sekunderuntuk barang-barang. Selama konflik,pedagang-pedagang melarikan diri dari kotakotatempat mereka menjalankan usaha,dimana beberapa malah sampai berevakuasi keluar daerah Maluku Utara. Akibatnya,perdagangan komoditi-komoditi pertanian <strong>dan</strong>sembako terhenti selama 3 sampai 6 bulan didaerah-daerah yang terkena dampak terbesaroleh konflik. Selama masa ini petani <strong>dan</strong>nelayan bertani <strong>dan</strong> melaut untuk memenuhikebutuhan sendiri saja. Seiring denganmere<strong>dan</strong>ya konflik, <strong>dan</strong> sebelum pedagangpedagangkembali, roda perekonomian mulaiberputar kembali. Pemilik-pemilik toko didaerah-daerah tempat konflik telah meredaingin memasok sembako seperti minyakgoreng, beras, gula, makanan kaleng, sabun,tetapi kapal-kapal tidak melabuh sesering diMaluku Utara seperti pada masa prakonflik(hanya kapal-kapal PELNI yang beroperasiselama konflik). Sementara itu, petanimemanen <strong>dan</strong> menyimpan komoditi pertanian(yang tahan disimpan) seperti kopra, cengkeh<strong>dan</strong> kacang mete. Kapal-kapal dicarter dariSurabaya untuk memasok sembako ke daerahdaerahMaluku Utara di luar Ternate, sepertiTobelo, Morotai, Maba <strong>dan</strong> Galela, yangmembawa kembali ke Surabaya komoditikomoditipertanian seperti kopra untuk pabrikpabrikdi Surabaya. Berkat desentralisasi <strong>dan</strong>pemekaran 6 kabupaten baru, tren ini48


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanberlangsung terus dimana kota-kota kabupatenhasil pemekaran memanfaatkan rute-rutelangsung alternatif kapal dengan tujuanSurabaya, Makassar, Jakarta <strong>dan</strong> Bangai.Selain itu juga digunakan pelabuhan-pelabuhantransit Ternate <strong>dan</strong> Bitung-Manado yangberbiaya lebih tinggi.3.4 Konflik <strong>dan</strong> SDADari analisis terhadap konflik di MalukuUtara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah terungkapkontribusi tidak langsung yang dimilikikebijakan <strong>dan</strong> praktek pengelolaan SDAterhadap konflik. Meskipun hubunganlangsung antara isu SDA dengan konflikkekerasan di daerah-daerah yang dikunjungitidak dapat digeneralisasi, di daerah-daerah initerdapat beragam keterpautan antara SDAdengan konflik kekerasan. Wawancarawawancaradengan narasumber di MalukuUtara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah mengungkapkanbahwa di tingkat lokal ada berbagai macampan<strong>dan</strong>gan. Sebagai contoh, di Poso,narasumber dari jajaran pemerintah setempatmenegaskan bahwa tidak ada hubungan antarakonflik kekerasan <strong>dan</strong> SDA, sementarakalangan LSM yang ditemui pada saatkunjungan lapangan hakulyakin bahwahubungan itu ada – contohnya, lihat Sub Bab3.3.2 yang membahas komoditi kakao diSulawesi Tengah. Kesimpulannya adalahbahwa perseteruan-perseteruan lokal seputarSDA memang melatarbelakangi sejumlahkonflik kekerasan, terutama di daerah pedesaanpropinsi-propinsi ini. Hubungan ini tergantungpada situasi <strong>dan</strong> kondisi serta dinamikamasing-masing lokalitas. Sub Bab inimenyajikan contoh-contoh kasus di MalukuUtara <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.3.4.1 Halmahera UtaraPada tahun 1996, PT NHM/ Newcrest,sebuah perusahaan pertambangan Australia,mulai mensurvei kandungan tambang di daerahsekitar Kecamatan Kao, yang sejatinya adalahtanah ulayat masyarakat Kao/ Soa Pagu.Sebagaimana ditengarai, masyarakat tidakdiberi tahu mengenai hal ini <strong>dan</strong> kegiatan PTNHM berlanjut dengan pembangunan sarana<strong>dan</strong> prasarana pertambangan. Masyarakatmerespons dengan melancarkan serangkaiandemonstrasi pada tahun 1998 untuk menuntutganti rugi atas lahan yang diserobot oleh PTNHM. Pada akhirnya, setelah tiga babakperundingan, PT NHM sepakat untukmengganti rugi melalui bantuan pendidikan<strong>dan</strong> kesehatan <strong>dan</strong> dengan cara menyeraptenaga kerja setempat.PT NHM memulai kegiatan operasionalpada tahun 1999, tetapi enam bulan setelahproduksi pertama pecah percekcokan antaramasyarakat Kao <strong>dan</strong> Malifut perihal kebijakanketenagakerjaan perusahaan. Perusahaanmemulangkan lebih dari 100 buruh tambangasal masyarakat Kao maupun Malifut.Tidak lama setelah itu, PP No. 42 tahun1999 memekarkan Kecamatan Kao menjadiKecamatan Malifut <strong>dan</strong> Kecamatan Kao, yangmemindahkan tambang <strong>dan</strong> lima desa yangsemula bercokol dibawah wilayah adminstrasiKao ke Malifut. PP tersebut keluar tanpaperingatan <strong>dan</strong> tanpa konsultasi denganmasyarakat. Kekerasan pecah pada bulanAgustus 1999 menyusul dikeluarkannya PPtersebut dalam suasana yang makin menegangseputar kehadiran tambang <strong>dan</strong> alokasi SDAantara kelompok masyarakat Kao <strong>dan</strong> Makian.Ini merupakan awal mula gelombangkekerasan konflik Maluku Utara, yang padaakhirnya menyelimuti sebagian besar daerahini.Kalangan elite kelompok masyarakatMakian mendukung PP tersebut, tetapi tidakdemikian halnya dengan Kao <strong>dan</strong> ketiga desayang dipindahkan ke wilayah administrasinya.Sejumlah masyarakat Kao di daerah sekitarKao <strong>dan</strong> Dumdum Suma yang menentangnyaberagama Islam, dimana banyak masyarakatsetempat menolak anggapan bahwa konflikyang terjadi bermotivasi agama.Pada tahun 2000, pada saat konflik, PTNHM melanjutkan kegiatan operasionaldengan memperkerjakan buruh tambang dariluar daerah, terutama dari Sulawesi Utara.Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Utaralantas memberi teguran tertulis kepada PTNHM agar merekrut kembali tenaga kerjalokal.Hingga sekarang, banyak permasalahanseputar PT NHM masih mengambangwalaupun berbagai pihak, termasuk Pemda <strong>dan</strong>tokoh-tokoh masyarakat, untukmenyelesaikannya. Misalnya, hanya segelintirpihak setempat, termasuk Pemda <strong>dan</strong> DPRDHalmahera Utara <strong>dan</strong> Halmahera Barat, yangmengetahui secara pasti wilayah pengusahaan49


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanpertambangan. Masyarakat seringkalimenemukan patok-patok di daerah tempatmereka dulu pergi berburu atau mengambilhasil hutan, <strong>dan</strong> meyakini bahwa PT NHMtidak memberikan sumbangan apapun kepadamasyarakat setempat.Diskusi dengan sejumlah informansetempat berhasil menetapkan setidaknyaempat faktor utama yang memicu konflikterbuka di Kao/ Malifut pada tahun 1999.Pertama, tidak ada arah kebijakan yang jelas<strong>dan</strong> terencana terhadap berbagai kesenjanganyang muncul di masyarakat (sosial, ekonomi,pendidikan <strong>dan</strong> politik) antara masyarakatMalifut <strong>dan</strong> Kao. Kedua, PP No. 42 tahun1999 yang memindahkan 5 desa dari wilayahKecamatan Kao ke wilayah administrasiKecamatan Malifut menyulut ketegangan yangtelah ada diantara kedua kelompok masyarakat.Ketiga, praktek investasi yang tidak ramahlingkungan, tidak ramah sosial <strong>dan</strong> tidak ramahekonomi (tidak memberikan manfaat yangnyata bagi masyarakat setempat) serta bersifatdiskriminatif terhadap kelompok-kelompoksuku tertentu makin memperparah ketegangansosial yang ada. Dan keempat, adaketidakjelasan mengenai batas-bataspengusahaan pertambangan <strong>dan</strong> kawasan hutanyang dapat diakses oleh masyarakat.PT NHM melanjutkan kegiatanoperasional setelah mandek selama selangsingkat karena kekurangan buruh tambang.Meskipun tetap merekrut tenaga terampil dariluar Kao <strong>dan</strong> Malifut, Halmahera, perusahaantelah menjadi lebih tanggap terhadap persepsimengenai kesetaraan <strong>dan</strong> keadilan denganmerekrut tenaga kerja dari Kecamatan Kaomaupun Kecamatan Malifut. Perusahaan jugatelah menyumbang Rp 5 milar kepada keduakecamatan, yang akan dimanfaatkan untukkepentingan lingkungan hidup <strong>dan</strong> peneranganjalan.3.4.2 PosoSDA bukan sebab langsung dari konflik diPoso tetapi ekonomi adalah sebab tidaklangsung dari konflik, terutama dalamkaitannya dengan hak-hak pengusahaan yangdiberikan oleh pemerintahan di berbagaitingkat dalam bentuk hak pengusahaan hutan,proyek transmigrasi <strong>dan</strong> izin kuasapertambangan, dimana kedua hal ini berkaitandengan (i) tanah negara, yang diwarnai kasuskasustuntutan tanah ulayat <strong>dan</strong> (ii) tempatmanfaat dari pemberian hak <strong>dan</strong> izin seperti itu(laba, lapangan kerja) bermuara, yaitu apakahlokal, Poso, Palu, Makassar, Jakarta, atau luarnegeri.Perselisihan seputar SDA yang memicukonflik kekerasan di Poso kebanyakandiwarnai oleh pemberian hak pengusahaanhutan lindung atau hutan adat oleh pemerintahkepada pendatang. Lembaga-lembaga swadayamasyarakat di Palu menegaskan bahwapecahnya konflik membuka kesempatan untukmembalas dendam. Kelompok-kelompokmasyarakat yang hak atas SDA konondipungkari serta merta menyerang kelompokkelompokmasyarakat yang berlatarbelakangagama <strong>dan</strong> suku berbeda <strong>dan</strong> mereka yangditengarai memiliki akses yang lebih besar atasSDA. Sebagai contoh, Desa Sepe diKecamatan Lage adalah tempat berdiamnyamasyarakat Topangan, kelompok masyarakatdari suku Tolage yang mayoritas beragamaKristen <strong>dan</strong> yang menguasai sejumlah tanah/hutan adat. Pemerintah menetapkan tanah adattersebut sebagai kawasan lindung sehinggaakses masyarakat setempat untuk membukahutan dipungkari selama bertahun-tahun.Setahun sebelum konflik pecah (tahun 1999),pemerintah memberi hak pengusahaan hutanmasyarakat Topangan kepada pendatang asalMakassar, yang utamanya beragama Islam.Pada masa awal konflik, penduduk setempat<strong>dan</strong> kelompok masyarakat Kristen serta mertamenyerang kelompok pendatang. Kasus yangmirip terjadi di Desa Taripa, Pamona Timur.3.4.3 Pendudukan Lahan <strong>dan</strong>RumahDalam situasi pascakonflik di ketiga daerahpropinsi, terutama di Maluku <strong>dan</strong> Poso, terjadipengambilalihan lahan <strong>dan</strong> rumah milik wargayang mengungsi oleh kelompok-kelompokmasyarakat pada saat masyarakat yangsebelumnya berbaur menjadi tersekat menurutgaris agama. Penempatan rumah <strong>dan</strong> lahanyang ditinggalkan warga yang mengungsiterka<strong>dan</strong>g dilakukan berdasarkan transaksinonformal, walaupun yang lebih sering terjadiadalah pendudukan atas lahan <strong>dan</strong> rumah. Dilapangan, hak perdata tidak ditangani secarasistematis <strong>dan</strong> kelembagaan, <strong>dan</strong> masyarakatterpaksa menangani sengketa-sengketa sepertiini secara swadaya. Pemda perlu mengambilsikap yang lebih proaktif <strong>dan</strong> terukur dalam50


mencegah hal ini menjadi potensi konflik dimasa depan.<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan51


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupan4. Saran <strong>dan</strong> Kesimpulan – Mendukung <strong>Pembangunan</strong><strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanTingkat kesejahteraan masyarakat MalukuUtara, Maluku <strong>dan</strong> Poso jelas-jelas telahmenderita akibat konflik. Empat dari 18kabupaten di Indonesia yang mengalamipenurunan Indeks <strong>Pembangunan</strong> Manusia(IPM, berdasarkan Laporan <strong>Pembangunan</strong>Manusia <strong>UNDP</strong>) antara tahun 1999 <strong>dan</strong> 2003berada di Maluku (Ambon <strong>dan</strong> MalukuTengah) <strong>dan</strong> Maluku Utara (Maluku Utara <strong>dan</strong>Halmahera Tengah). Meskipun IPM menurun,data BPS menunjukkan bahwa tingkatkemiskinan di Maluku <strong>dan</strong> Maluku Utarajustru mengalami penurunan (Tabel 4-1). Padatahun 2002, satu diantara tiga orang di PropinsiMaluku hidup di bawah garis kemiskinan,sementara di Propinsi Maluku Utara rasionyaadalah satu diantara tujuh orang. Tingkatkemiskinan di Poso meningkat dari 29 persenpada tahun 1999 menjadi 33 pesen pada tahun2002.4.1 Tantangan dalam <strong>Pembangunan</strong><strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>4.1.1 Maluku Utara<strong>Ekonomi</strong> lokal Maluku Utara memulihsecara perlahan-lahan. PDRB tumbuh baikpada tahun 2001 (3,4 persen) maupun padatahun 2002 (2,9 persen), <strong>dan</strong> diprakirakan akantumbuh terus pada tahun 2003. Meskipunketegangan masih ada, kekerasan telah mereda.Meskipun demikian, pertumbunan PDRBsebesar 2,9 persen itu belum cukup untukmenyerap penganggur <strong>dan</strong> pencari kerja,apalagi pemuda tamatan sekolah dasar,menengah pertama <strong>dan</strong> atas serta perguruantinggi. Investasi swasta, asing <strong>dan</strong> domestikbelum kembali juga ke Maluku Utara, <strong>dan</strong>pinjaman produktif untuk sektor-sektor utama,yaitu pertanian <strong>dan</strong> kehutanan, perdagangan,manufaktur, <strong>dan</strong> pertambangan, belummengalir, selain untuk kredit konsumsi.Di sektor pertanian, subsektor perkebunantanaman keras, perikanan, perkebunan tanamanpangan, <strong>dan</strong> peternakan memberi kontribusiterbesar kepada ekonomi lokal, <strong>dan</strong> pada saatyang bersamaan menjadi sumber penghidupanbagi mayoritas penduduk Maluku Utara.Pertumbuhan subsektor-subsektor ini belumsepenuhnya memulih dari konflik. Tingkatproduksi semua komoditi (kelapa, cengkeh,pala, kakao, padi, jagung, ubi) masih rendah,yang antara lain disebabkan penelantaran arealpertanian selama konflik, kurangnya bantuanatas program pengelolaan hama penyakit olehdinas pemerintah, kurangnya akses atas kreditTabel 4-1: Tingkat kemiskinan di tingkat kabupaten, indeks pembangunan manusia, <strong>dan</strong> indeks kemiskinanmanusia untuk kabupaten-kabupaten di Maluku, Maluku Utara <strong>dan</strong> Poso, Sulawesi Tengah.<strong>Sumber</strong>: <strong>UNDP</strong> Human Development Report 2004.PropinsiMalukuMalukuUtaraSulawesiTengahKabupatenKontribusiPopulasi (%,2000)TingkatKemiskinan(%)IPM(Peringkat)IKM(Peringkat)1999 2002 1999 2002 1999 2002Ambon 17,1 13,0 7,573 72,7 17 17,9(3) (29) (39) (67)Buru 10,4 - 38,1 -63,126,2-(265)(204)Maluku Tengah 43,8 64,5 40,066,2 65,1 25,4 20,7(89) (200) (137) (105)Lain-lain 28,6 55,2 41,464,7 67,3 24,4 22,4(132) (131) (119) (130)Ternate 21,0 - 4,6 -71,425,3-(47)(192)Maluku Utara 60,3 36,2 15,265,5 63,8 12,6 33,7(105) (252) (228) (302)Halmahera67,3 65,4 9,8 21,418,7 56,5 21,3Tengah(67) (191) (71) (117)Poso 11,1 29,1 33,262,6 64,3 30 27,9(198) (231) (203) (240)52


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> PenghidupanPerikanan kini menjadi sektor utamaMaluku <strong>dan</strong> menyumbangkan PDA dalamjumlah yang lebih besar dibanding kehutanan<strong>dan</strong> perkebunan tanaman keras. Perikananpelagis didominasi oleh perusahaanperusahaanperikanan besar <strong>dan</strong> produksi untukpasar ekspor. Nelayan tradisional tidak mampubersaing dengan perusahaan perikanan karenakapal <strong>dan</strong> perlengkapan mereka tidakmemungkinkan untuk melaut ke perairandalam. Selain perikanan, marikulturmemainkan peranan yang makin penting bagiproduk-produk ikan <strong>dan</strong> nonikan sepertimutiara, rumput laut <strong>dan</strong> teripang yangmenjadi sumber penghidupan yang pentingbagi rumah tangga nelayan. Kendala utamadalam mengembangkan marikultur di Malukuada keterbatasan pengetahuan <strong>dan</strong> ketrampilannelayan tradisional, <strong>dan</strong> cenderung didominasioleh perusahaan-perusahaan yang lebih besaryang memperkerjakan tenaga kerja setempat.Pedagang besar <strong>dan</strong> menengah dariketuruan Cina belum kembali ke Ambonkarena alasan keamanan. Roda ekonomiperkotaan Ambon akan berputar kembali bilasituasi menjadi kondusif <strong>dan</strong> pusat niaga kotatersebut direhabilitasi. Demikian juga denganpasar-pasar belanja di Ambon yang belumdigunakan kembali oleh sejumlah besarpedagang pasar yang mengungsi pada saatkonflik. Isu ini diperumit lagi dengankenyataan bahwa banyak pasar-pasar belanjayang baru digunakan oleh pedagang-pedagangpasar yang baru. Sekarang ini pedagangkesulitan memperoleh kredit yang cukupringan <strong>dan</strong> banyak orang yang bergiat diekonomi nonformal tidak mampu memenuhipersyaratan yang ditetapkan untukmendapatkan kredit.4.1.3 PosoSituasi di Kabupaten Poso secara perlahankembali normal. PDRB tumbuh pada tahun2001 (0,7 persen) <strong>dan</strong> pada tahun 2002 (2,3persen), <strong>dan</strong> diprakirakan akan terus tumbuhpada tahun 2003. Meskipun insiden kekerasanBoks 7: Proyek P4KProyek Peningkatan Pendapatan Petani <strong>dan</strong> Nelayan Kecil (P4K) ada di Indonesia sejak tahun 1980. Proyekhasil rancangan FAO <strong>dan</strong> pemrakarsaan <strong>UNDP</strong> <strong>dan</strong> IFAD dengan kerja sama dengan Departemen Pertanian<strong>dan</strong> BRI ini tengah merampungkan tahap ketiga (1998-2005) dengan menggunakan <strong>dan</strong>a ADB <strong>dan</strong> IFAD.Berkat keterpaduannya dengan Deptan <strong>dan</strong> BRI, P4K dianggap cukup ajek sebagai suatu program kredit. P4Kdilaksanakan di seluruh Indonesia dengan penekanan pada pulau Jawa, Bali <strong>dan</strong> Sumatera. Proyek ini belumdijalankan di Maluku atau Maluku Utara.Pendekatan P4K adalah perencanaan partisipatif dengan kelompok-kelompok petani <strong>dan</strong> nelayan kecil.Dengan bantuan penyelenggaraan penyuluh-penyuluh pertanian <strong>dan</strong> LMS-LSM setempat, merekamelaksanakan suatu kajian PRA untuk merumuskan rencana tindakan. Mereka lantas mengumpulkantabungan anggota kelompok <strong>dan</strong> menggunakannya sebagai modal kerja awal. Untuk awal, kegiatan-kegiatankelompok akan dievaluasi oleh mereka sendiri <strong>dan</strong> juga oleh penyuluh lapangan. Kelompok-kelompok yangsukses diminta mengusulkan kegiatan tindak lanjut <strong>dan</strong>, jika perlu, menyusun permohonan pinjaman bank.Mereka menyerahkan permohonan kredit kepada BRI untuk dinilai. BRI juga mempertimbangkan pengalamankelompok-kelompok itu sebelum memutuskan apakah akan menerima atau menolak permohonan (karenarisiko ditanggung BRI, proyek tidak berwewenang dalam hal ini). Menurut IFAD, program kredit P4K cukupmemuaskan karena berhasil menyalurkan kredit kepada kelompok-kelompok petani <strong>dan</strong> nelayan kecil untukmeningkatkan produktivitas <strong>dan</strong> pendapatan, dimana jumlah kredit taklancar adalah kurang dari 5 persen, <strong>dan</strong>karena berhasil menciptakan keuntungan bagi kantor-kantor cabang BRI.Di Propinsi Maluku Utara kegiatan P4K se<strong>dan</strong>g mandek. Kendala-kendala yang dikemukakan adalah situasikonflik, tingkat risiko, layanan bank di kabupaten-kabupaten hasil pemekaran, <strong>dan</strong> kurangnya mitra-mitra BRI.Dinas Pertanian <strong>dan</strong> Perikanan perlu menyediakan penyuluhan teknis, pelatihan, <strong>dan</strong> fasilitasi untukmempersiapkan kelompok-kelompok petani <strong>dan</strong> nelayan kecil untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yanglayak secara finansial, maupun melakukan monitoring <strong>dan</strong> evaluasi atas kemajuan yang dicapai. Dalam diskusibaru-baru ini dengan staf BRI, perluasan kredit P4K ke daerah lain di Indonesia (seperti Propinsi MalukuUtara) bukan terkendala oleh modal BRI; modal ada, <strong>dan</strong> BRI tidak membutuhkan <strong>dan</strong>a pinjaman proyekuntuk memperluas P4K. Yang dibutuhkan BRI adalah kemitraan dengan lembaga-lembaga teknis <strong>dan</strong>/ atauLSM-LSM untuk mengembangkan kelompok-kelompok sasaran sebagai langkah persiapan dalammemberikan kredit BRI.54


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanmasih meletup secara sporadis, konflikkekerasan belum terulang kembali. Meskipunbegitu, pertumbuhan PDRB sebesar 2,3 persenbelum cukup untuk menanggulangi tingkatpengangguran <strong>dan</strong> pengangguran terselubung.Investasi swasta, asing maupun dalam negeri,belum kembali ke Poso. Kredit produktif selainkredit konsumsi untuk sektor-sektor utama,yaitu pertanian <strong>dan</strong> kehutanan, perdagangan,manufaktur, <strong>dan</strong> pertambangan, belummengalir.Di sektor pertanian, subsektor perkebunantanaman keras, perikanan, tanaman pangan <strong>dan</strong>peternakan menjadi penyumbang ekonomilokal terbesar <strong>dan</strong> menjadi sumberpenghidupan mayoritas penduduk Poso.Pertumbuhan pascakonflik subsektor-subsektorini belum memulih sepenuhnya. Tingkatproduksi semua komoditi (kelapa, kakao,cengkeh, kopi, padi, jagung, ubi) masih rendahakibat terlantarnya areal pertanian selamakonflik, belum optimalnya bantuan lembagalembagateknis terhadap program pengelolaanhama penyakit, terbatasnya akses atas kreditproduksi dari bank-bank di daerah untukmengadakan peralatan <strong>dan</strong> kebutuhan usahapertanian <strong>dan</strong> perikanan, belum a<strong>dan</strong>yaprogram-program peremajaan tanaman keras,belum a<strong>dan</strong>ya program-program pelatihanuntuk membina ketrampilan petani <strong>dan</strong>nelayan, masih sangat terbatasnya pengolahanpascapanen untuk meningkatkan nilai tambahproduk, belum a<strong>dan</strong>ya pengolahan produkproduksampingan hasil panen, <strong>dan</strong> kurangnya<strong>dan</strong>a bagi balai-balai benih ikan.Kredit bank yang tersedia sekarang iniuntuk UKM <strong>dan</strong> petani serta nelayan di Posobelum memadai. Secara teori KUT tersediabagi semua petani; hanya saja, debitur yangpernah cedera janji (wanprestasi) tidak dapatlagi memperoleh KUT sampai ia melunasitunggakan. Selama masa konflik <strong>dan</strong>pascakonflik, banyak debitur yang wanprestasi.Program-program kredit lainnya, seperti P4KnyaBRI <strong>dan</strong> KUPEDES, belum beroperasi diPoso. Dari wawancara-wawancara denganpeserta program-program kredit nonformalskala kecil yang didukung <strong>UNDP</strong> melaluiLSM-LSM internasional (Mercy Corps)diketahui bahwa perempuan pedagang <strong>dan</strong>pedagang kecil harus meminjam <strong>dan</strong>a daripelepas uang dengan bunga 20 sampai 40persen sebulan, yang dilunasi lewat cicilanharian.4.1.4 Pengelolaan SDAAda beberapa isu penting yang mendorongterjadinya perubahan atas kebijakan <strong>dan</strong>praktek pengelolaan SDA di Maluku Utara <strong>dan</strong>Sulawesi Tengah. Isu-isu tersebut antara lain:• Pengelolaan SDA <strong>dan</strong> isu pertanahanmenjadi sumber konflik yang dapatmempengaruhi dinamika-dinamika konflik <strong>dan</strong>kekerasan setempat. Kendali oligopolistik atassumber-sumber daya daerah, termasuk atassumber daya sektor kehutanan, pertambangan<strong>dan</strong> perikanan melalui pemberian hakpengusahaan oleh pemerintah pusat <strong>dan</strong>daerah, telah mempengaruhi dinamikadinamikakonflik di daerah pedesaan di ketigapropinsi. Isu-isu ini harus dijawab <strong>dan</strong> diatasimelalui prakarsa-prakarsa yang menanggulangiketegangan yang terkait dengan sengketa tanah<strong>dan</strong>, jika memungkinkan, menyelesaikanketidakpastian seputar perbatasan tanah <strong>dan</strong>tanah adat vs tanah negara. Kerangkakebijakan di tingkat propinsi <strong>dan</strong> kabupatenperlu direstrukturisasi <strong>dan</strong> dirumuskankembali, <strong>dan</strong> kewenangan daerah perlu ditatalewat Perda sesuai un<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>g.• Industri ekstraktif turut berandilterhadap konflik. Industri-industri skala besaryang mengeksploitasi SDA pada umumnyamendapatkan hak pengusahaan daripemerintah pusat <strong>dan</strong> tidak beroperasi secaratransparan. Kehadiran mereka berdampakterhadap politik lokal <strong>dan</strong> daerah <strong>dan</strong>menciptakan ketegangan di dalam masyarakatyang belum dapat dikelola secara efektif.• Proses pemekaran telah merubahkomposisi demografi daerah-daerah <strong>dan</strong> dalambeberapa kasus (Kao-Malifut) menjadipenyebab konflik kekerasan. Perubahanperubahanseperti ini perlu mempertimbangkanaspirasi masyarakat, <strong>dan</strong> bukan hanya kalanganelite setempat, <strong>dan</strong> potensi dampak terhadapketegangan sosial.• Sengketa properti sekunder timbulkarena mengungsinya warga <strong>dan</strong>membutuhkan penanganan secara cermat <strong>dan</strong>tanpa menunda waktu.• Rencana tata ruang daerah propinsi<strong>dan</strong> kabupaten perlu mempertegas batasanbatasanyang telah disepakati menurut fungsi,55


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanstatus kepemilikan, peruntukan lahan sertapotensi SDA daerah. Poso <strong>dan</strong> Maluku Utaraterdiri dari kawasan pesisir maupun kepulauan,sehingga RTRW perlu terpadu antara daratan<strong>dan</strong> pesisir/ laut. 32• Lembaga-lembaga penyelesaiansengketa pengelolaan SDA dibutuhkan <strong>dan</strong>sampai sekarang belum optimal. Di MalukuUtara, Maluku <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah,kebutuhan ini perlu dalam rangka menjawab<strong>dan</strong> mengatasi konflik-konflik di masa lalu <strong>dan</strong>yang laten. Lembaga-lembaga seperti ini jugadibutuhkan di lingkungan desa, kecamatan <strong>dan</strong>kabupaten yang, jika efektif, mampu memberidampak yang cukup besar bagi upayapenyelesaian konflik <strong>dan</strong> penciptaanperdamaian.• Kekisruhan antara kebijakan-kebijakansektoral <strong>dan</strong> otda telah menimbulkan kalibut dibanyak daerah, seperti pemberian izin HPHH/IPK lokal.• Penegakan hukum yang belum optimalmemberi jalan bagi praktek-praktek ilegaluntuk terus berlangsung yang pada umumnyatelah meningkatkan ketegangan sosial.4.1.5 Pengungsian, Penghidupan<strong>dan</strong> <strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong>Pulangnya kembali atau pemukimankembali pengungsi masih menjadi tantangan diMaluku, Sulawesi Tengah <strong>dan</strong>, meski tidakseparah di kedua daerah tersebut, juga diMaluku Utara. Survei World Food ProgrammeSebagai contoh, rata-rata 10-15 persen rumahtangga pengungsi dikepalai perempuan,sehingga dibutuhkan program-program yangspesifik <strong>dan</strong> terarah. Tingkat pengangguranpada umumnya, meskipun tidak berlaku untuksemua daerah kajian, masih tinggi. Hanyasegelintir pengungsi yang bergiat di sektorpertanian di Ambon <strong>dan</strong> Halmahera Tengah,<strong>dan</strong> hanya sedikit yang memiliki akses ataslahan. Secara umum, tingkat kemiskinan masihtinggi di kalangan pengungsi tetapi tingkatpendapatan rumah tangga pengungsi diHalmahera Tengah rata-rata mengalamikenaikan. Satu hal penting, sebagaimanadisajikan di Tabel 4-2, adalah bahwapengungsi memiliki beragam latar belakang<strong>dan</strong> situasi sehingga program-program yangbertujuan mendukung pemulangan merekaperlu memperhitungkan kekhususankekhususankelompok masyarakat yangberbeda dalam suatu kerangka kebijakan yangadil <strong>dan</strong> operasional.Pada intinya, pemulangan <strong>dan</strong> pemukimankembali pengungsi masih terhambat olehberbagai kendala yang seyogianya perludipahami sesuai situasi <strong>dan</strong> kondisi masingmasingdaerah yang dikaji kasus per kasus.Kajian ini tidak mendalami kendala-kendalatersebut, tetapi jelaslah bahwa beberapadiantara kendala pemulangan pengungsi terkaitdengan peluang ekonomi <strong>dan</strong> penghidupan.Contohnya, kunjungan lapangan Bakornas-OCHA ke Maluku pada tahun 2003menemukan hal-hal sebagai berikut: 33Tabel 4-2: Status Pengungsi di Maluku Utara <strong>dan</strong> Maluku pada tahun 2002. <strong>Sumber</strong>: WFP IDP Survey 2002.Kabupaten% Kepala AnakAktif di Akses atas Perubahan RT dibawahPengangguranRT Sekolahsektor lahan pendapatan garis(Kepala RT)Perempuan (6-15)pertanian pertanian RT kemiskinanMaluku Utara 8 83 30 38 48 -53 56HalmaheraTengah10 84 33 5 13 154 60Ternate 12 94 20 19 40 -25 53Ambon 10 95 32 4 4 -18 44Buru 15 56 5 56 53 -11 45MalukuTenggara15 91 15 42 34 -13 66yang dilakukan pada tahun 2002 memberigambaran yang lebih mendetail tentang status<strong>dan</strong> kebutuhan pengungsi di Indonesia (lihatTabel 4-2 untuk rangkuman hasil survei).32Pemkot Balikpapan se<strong>dan</strong>g menyiapkan RTRWyang terpadu antara daratan <strong>dan</strong> laut.• Keamanan: Sejumlah pengungsi tetapmenjaga hubungan dengan tetangga-tetangga33Bakornas PBP <strong>dan</strong> Office for the Coordination ofHumanitarian Affairs (OCHA), April 2003,Kunjungan ke Pulau Ambon, Propinsi Maluku, 26-29Maret 2003.56


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupandi tempat asal mereka, tetapi mereka belumyakin untuk pulang secara permanen.• Penempatan rumah <strong>dan</strong> sengketakepemilikan tanah: Sejumlah pengungsimemiliki sertifikat tanah, tetapi yang lainnyatidak. Lahan warga yang mengungsi seringkaliditempati oleh pengungsi dari desa yangberbeda, yang lantas makin memperumitmasalah. Sejauh ini, Pemerintah belum berbuatbanyak untuk menengahi kasus-kasus sepertiini.• Identifikasi <strong>dan</strong> perolehan lahan:Seandai pengungsi ingin direlokasi, makamenjadi tanggung jawab pengungsi untukmengadakan lahan dengan biaya yangditanggung sendiri. Pemprop lantasmembangun rumah di lahan tersebut. Yangseringkali terjadi adalah bahwa pengungsitidak memiliki cukup <strong>dan</strong>a untuk membelitanah.• Kurangnya lapangan kerja di daerahrelokasi: Pengungsi yang bekerja sebagaiburuh pelabuhan di Kota Ambon hampirhampirsudah pasti enggan direlokasi ke daerahyang jauh dari kota. Tidak semua pengungsidapat bertani. Pemerintah merespons denganmemetakan pekerjaan masyarakat pengungsi<strong>dan</strong> mencari kemungkinan-kemungkinan untukmenyediakan pelatihan kejuruan, seandaimemang dibutuhkan.• Ketidakpuasan dengan ukuran rumahyang dibangun pemerintah: Dinas PU hanyamenyediakan rumah T 21. Rumah T 21 terlalusempit bagi pengungsi karena mereka biasanyamembagi rumah dengan dua sampai tigarumah tangga sekaligus. Sejumlah pengungsitidak mengetahui ukuran rumah yang akandibangun untuk mereka, meskipun merekasetuju untuk direlokasi. (NB: Dinas Sosialmenyediakan bantuan BBR, demikian jugaDinas Nakertrans meski tidak secaramenyeluruh).• Kurangnya informasi yang jelastentang alternatif-alternatif yang tersedia bagipengungsi: Beberapa pengungsi mendengarkabar bahwa yang lainnya telah menerima<strong>dan</strong>a pemberdayaan/ terminasi , yang ternyatahanya kabar burung. Tampaknya bahwakoordinator-koordinator pengungsi secaraorang perorangan menghubungi berbagai unitpemerintahan, tetapi keprihatinan/ klaimmereka tidak melewati saluran yangsemestinya.• Keterbatasan <strong>dan</strong>a: Pengungsi asalMaluku di Sulawesi Tenggara, Jawa Timur <strong>dan</strong>Sulawesi Utara menunggu kesempatan untukdipulangkan kembali. Meskipun pengangkutanakan ditangani oleh masing-masing daerahpenampung pengungsi, biaya lainnya harusditanggung oleh daerah asal, yaitu PropinsiMaluku.Pemahaman tentang siasat-siasat matapencaharian rumah tangga kelompokkelompokmasyarakat pengungsi <strong>dan</strong>penampung di daerah-daerah ini masih kurang,terutama tentang bagaimana siasat-siasat ituberubah selama masa konflik <strong>dan</strong> pascakonflik.Pemrograman perlu dilakukan berdasarkanpemahaman yang lebih mendalam tentangsiasat mata pencaharian rumah tangga besertaketerpautan antara siasat tersebut dengandinamika perdamaian <strong>dan</strong> konflik.4.2 Desain Program4.2.1 Prioritas DukunganSektor pertanian perlu dijadikan fokusbantuan <strong>UNDP</strong> kepada Pemerintah di masamasamendatang untuk pengembangan lebihlanjut untuk memantapkan rekonsiliasi konflik<strong>dan</strong> pembangunan perdamaian. Fokus utamaperlu diberikan kepada subsektor perkebunanrakyat <strong>dan</strong> perikanan skala kecil, se<strong>dan</strong>gkanfokus sekunder diberikan kepada subsektorperkebunan tanaman pangan <strong>dan</strong> peternakan.Petani-petani perkebunan rakyat di desa/kecamatan yang diseleksi perlu mendapatbantuan program dalam bentuk konsultasipartisipatif kelompok, perencanaan tindakan,sekolah lapangan, <strong>dan</strong> pembinaan ketrampilanuntuk mengelola sistem pertanian lahan keringcampuran <strong>dan</strong> terpadu, termasul tanamanpangan, pengelolaan ternak, <strong>dan</strong> tanaman kerasbernilai ekonomi tinggi (kakao, vanili, kopi,lada). LSM-LSM dapat membantumemfasilitasi suatu proses seleksi desa yangtransparan, suatu proses konsultasi, pendirian<strong>dan</strong> pelatihan organisasi kelompok,perencanaan tindakan, kegiatan simpan pinjam,<strong>dan</strong> bantuan pemasaran, sementara lembagalembagateknis setempat antara lain akanmengadakan layanan teknis <strong>dan</strong> penyuluhan dibi<strong>dan</strong>g pembiakan benih <strong>dan</strong> bibit, pengelolaan57


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupantanaman terpadu, diversifikasi tanaman,teknologi pascapanen, PHT.Nelayan kecil perlu mendapat bantuanprogram dalam bentuk konsultasi partisipatifkelompok, penilaian cepat (rapid appraisal),perencanaan tindakan <strong>dan</strong> sekolah perikananuntuk membina ketrampilan nelayan. LSM-LSM dapat membantu memfasilitasi suatuproses seleksi yang adil <strong>dan</strong> transparan, suatuproses konsultasi, ketrampilan pendirian,pengorganisasian <strong>dan</strong> pengelolaan kelompok,perencanaan tindakan, kegiatan simpan pinjam,<strong>dan</strong> bantuan pemasaran, sementara lembagalembagateknis setempat antara lain akanmengadakan layanan teknis untukmeningkatkan teknik penangkapan,perencanaan <strong>dan</strong> pengelolaan penangkapan,penanganan kapal <strong>dan</strong> peralatan, teknologipascatangkap.Sektor perdagangan juga perludiperhatikan. Bantuan awal berupapembangunan perdamaian <strong>dan</strong> pengislahan,<strong>dan</strong> bantuan untuk menyelesaikanpermasalahan yang acapkali muncul sepertirusaknya pasar-pasar belanja lama, masihberoperasinya pasar-pasar belanja sementara,<strong>dan</strong> persaingan tidak sehat dalam mendapatkankembali lokasi pasar <strong>dan</strong> tempat berjualan yanghilang pada waktu konflik. Enam puluh persenpedagang adalah perempuan, sehingga merekaperlu diberdayakan agar dapat aktif dalammencari jalan keluar, seperti menutup sejumlahpasar belanja, membangun kembali <strong>dan</strong>memperluas beberapa pasar belanja,memindahkan pasar belanja lainnya. Pemda,perkumpulan pedagang <strong>dan</strong> LSM-LSM dapatberperan aktif dalam menyelesaikan masalahmasalahini.Kendala kedua pada sektor perdaganganadalah tidak memadainya kredit tak terjaminjangka pendek. Peminjaman <strong>dan</strong>a oleh banksekarang ini belum berjalan secara efektifuntuk investasi atau modal kerja. Pelepaspelepasuang nonformal meminjamkan <strong>dan</strong>akepada pedagang dengan suku bunga yangsetara dengan APR 40 sampai 80 persen.Kredit pedagang skala kecil yang berjangkapendek, dengan suku bunga 5-10 persen perbulan, memiliki risiko kecil <strong>dan</strong> profitabilitasbesar. Program-program kredit nasional untukUKM yang di daerah lain disediakan oleh BRI,BNI, Bukopin, Bank Mandiri, belum ada didaerah-daerah ini karena alasan risiko <strong>dan</strong>keamanan. Disini dibutuhkan keputusankebijakan di tingkat pusat guna menanggulangikendala moneter <strong>dan</strong> fiskal <strong>dan</strong> mempromosipertumbuhan ekonomi di daerah-daerah inisebagai bagian dari program pembangunanperdamaian <strong>dan</strong> rekonsiliasi.Pelatihan kejuruan bagi pemuda di daerahperkotaan, seperti pelatihan servis sepedamotor/ mobil, servis barang elektronik, operasi/servis komputer/ Internet. Dengan tumbuhnyasektor konstruksi, ketrampilan konstruksi(instalasi listrik <strong>dan</strong> air, pekerjaan kayu) jugamenjadi relevan. Metodologi pelatihankejuruan bagi pemuda akan berbasis kabupatendengan peserta dari berbagai desa/ kecamatanagar semua faksi yang bertikai terlingkupi.Sementara itu, daerah ini membutuhkaninvestor. Investor diharapkan dapat memberimanfaat kepada daerah <strong>dan</strong> penduduksetempat. Mereka dapat menciptakan lapangankerja untuk meningkatkan pendapatan <strong>dan</strong>mengurangi pengangguran sehingga secaratidak langsung meminimalisasi potensi konflik.Kebijakan <strong>dan</strong> praktek investasi daerah perlumemastikan bahwa investor tidakmenimbulkan dampak negatif terhadapketegangan sosial.Terakhir, sejak tahun 1999 PemerintahIndonesia telah membentuk banyak kabupatenbaru di daerah-daerah propinsi ini (lihat Bab 1).Tugas pengembangan kelembagaan <strong>dan</strong>pengembangan kapasitas yang menanti sertaperekrutan <strong>dan</strong> pelatihan staf adalah luar biasa.Selain itu, DPRD masing-masing kabupatentersebut akan diisi oleh anggota-anggota baruyang akan memangku kewenangan <strong>dan</strong>tanggung jawab baru sesuai denganperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan tentang otonomi daerah.Salah satu masalah utama adalah kurangnyainformasi <strong>dan</strong> pengetahuan tentang kerangkakerangkakebijakan nasional, termasuk yangberkaitan dengan kebijakan SDA. Lembagalembagapendidikan di daerah sepertiperguruan-perguruan tinggi di Ambon <strong>dan</strong>Ternate serta community college di Tobelodapat memberi pendampingan teknis yangpenting kepada pemerintah-pemerintah lokal.4.2.2 Desain Strategis <strong>dan</strong>PendekatanStrategi umum untuk intervensi positif diMaluku Utara, Maluku <strong>dan</strong> Poso dalam rangkamemelihara perdamaian yang telah ada <strong>dan</strong>58


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanmembangun pemulihan ekonomi perludilandasi pada tiga pilar: (1) penciptaan tatapemerintahan lokal yang baik yang bersifatpartisipatif <strong>dan</strong> konsultatif, terbuka <strong>dan</strong>akuntabel; (2) penguatan kohesi sosial antar<strong>dan</strong> antara semua kelompok suku, budaya <strong>dan</strong>agama dalam masyarakat Maluku Utara, baikdi pedesaan maupun perkotaan; <strong>dan</strong> (3)pembangunan ekonomi lokal secara adil <strong>dan</strong>merata.A. Strategi <strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>Karena pertanian menjadi motor utamaekonomi di ketiga daerah ini, maka pertanianperlu dijadikan titik masuk (entry point)pertama bagi intervensi pembangunanekonomi lokal. Subsektor perkebunan(perkebunan kelapa rakyat <strong>dan</strong> lainsebagainya) <strong>dan</strong> perikanan menjadi sumberpenghidupan mayoritas penduduk. Denganmeningkatkan ketrampilan pengelolaanpertanian <strong>dan</strong> perikanan, mutu <strong>dan</strong> jumlahproduksi, <strong>dan</strong> pemasaran hasil panen, makapenghidupan pun akan membaik.Peningkatan dalam produksi pertanian,peningkatan dalam jumlah penjualanperdagangan besar <strong>dan</strong> eceran, <strong>dan</strong> pendirianusaha-usaha mikro baru perlu difasilitasi olehpemerintah lokal, didukung oleh LSM-LSMinternasional <strong>dan</strong> lokal, yang bekerja secaralangsung dengan masyarakat-masyarakatsasaran secara kemitraan, <strong>dan</strong> di<strong>dan</strong>ai lewatprogram kredit yang adil <strong>dan</strong> andal yangdiselenggarakan oleh lembaga keuangan yangmapan <strong>dan</strong> berpengalaman yang memilikijangkauan sampai ke tingkat kecamatan <strong>dan</strong>desa di Maluku Utara.B. Pihak Penerima ManfaatSasaran pihak penerima manfaat dariintervensi pembangunan ekonomi lokal adalah(a) petani perkebunan tanaman keras rakyatbeserta keluarga mereka, (b) nelayan kecilbeserta keluarga mereka, (c) pedagang kecilyang berjualan di pasar, baik laki maupunperempuan, <strong>dan</strong> (d) pemuda di perkotaan yangmenganggur baik terselubung maupun terbuka.Pendekatan intervensi harus merangkulsemua kelompok suku, budaya <strong>dan</strong> agama.Perkebunan tanaman keras rakyat <strong>dan</strong>perikanan adalah dua subsektor pada ekonomiMaluku Utara yang berlingkup sedemikianbesar sehingga memungkinkan semuakelompok untuk berpartisipasi. Selain itu,kedua subsektor tersebut memungkinkandilakukannya pengarusutamaan jender maupunpengarusutamaan pemuda di daerah-daerahpedesaan di Maluku Utara.Di sektor perkotaan, sebagian besarpedagang kecil adalah perempuan yang bekerjadi pasar belanja setempat. Denganmenyelenggarakan/ merestrukturisasipersatuan-persatuan pasar, perempuan akanmendapatkan suara <strong>dan</strong> kendali yang lebihbesar atas mata pencaharian mereka, yangsekaligus akan memperbesar suara masyarakatpasar pada umumnya, untuk bekerjasamadengan pemerintah lokal lewat hubungankemitraan. Selain itu, pemuda di perkotaanyang menganggur baik terselubung maupunterbuka akan menjadi sasaran pelatihankejuruan <strong>dan</strong> kecakapan hidup (life skills)untuk pembangunan usaha mikro secara patut.C. Komponen-komponenKomponen-komponenuntukmelaksanakan strategi di atas adalah sebagaiberikut.1) Pengembangan Kapasitas <strong>dan</strong>Pendampingan Teknis untuk Pemerintah<strong>Lokal</strong>• Bantuan kepada Pemda/ Bappeda propinsi<strong>dan</strong> kabupaten di bi<strong>dan</strong>g perencanaantanggap konflik meliputi perencanaan tataruang, manajemen informasi, penetapanprioritas <strong>dan</strong> pentahapan intervensi,koordinasi antara berbagai dinas,monitoring <strong>dan</strong> evaluasi kegiatan-kegiatanpembangunan ekonomi lokal, penerbitanhikmah-hikmah pembelajaran <strong>dan</strong>penerapannya dalam RENSTRA <strong>dan</strong>rencana-rencana tahunan, penyesuaianimplementasi berdasarkan hasil-hasilmonitoring <strong>dan</strong> evaluasi.• Bantuan kepada dinas-dinas perkebunan<strong>dan</strong> perikanan berupa pelatihan teknis,pengembangan program penyuluhan <strong>dan</strong>dukungan untuk pelaksanaan programpenyuluhan.• Penyaluran bantuan kepada dinas industri,perdagangan, koperasi di tingkat kabupatendi bi<strong>dan</strong>g perencanaan, penyelenggaraan,pengelolaan pasar belanja lokal sertapengembangan usaha mikro.• Penyaluran bantuan kepada Ba<strong>dan</strong>Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD)di bi<strong>dan</strong>g pelaksanaan konsultasi59


<strong>Pembangunan</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Lokal</strong>, <strong>Sumber</strong> <strong>Daya</strong> <strong>Alam</strong> <strong>dan</strong> Penghidupanmasyarakat yang terarah, perencanaanpartisipatif, implementasi komunitas, <strong>dan</strong>monitoring <strong>dan</strong> evaluasi komunitas.• Penyaluran bantuan kepada dinas-dinas<strong>dan</strong> DPRD-DPRD dalam rangkamendukung pembuatan kebijakan <strong>dan</strong>legislasi <strong>dan</strong> pengelolaan SDA daerah yangmeliputi konsultasi publik secara ekstensif.2) Memahami Penghidupan <strong>Lokal</strong>• Kajian yang mendalami konteks, sebab,<strong>dan</strong> kebijakan-kebijakan alternatif, <strong>dan</strong>program-program pemulihan matapencaharian.3) Intensifikasi <strong>dan</strong> DiversifikasiPerkebunan Inti Rakyat• PHT, multi-tiered tree cropping,pengelolaan kelompok tani, peremajaanperkebunan tanaman keras, penangananpascapanen <strong>dan</strong> pemanfaatan produksampingan kelapa.4) Intensifikasi Organisasi Nelayan Kecil• Pengembangan <strong>dan</strong> peningkatanketrampilan teknis nelayan <strong>dan</strong>pengelolaan organisasi nelayan, pengadaanperalatan tangkat yang layak, termasukkapal, motor, jaring, perangkap ikan, <strong>dan</strong>pelatihan pengoperasian, pemeliharaan <strong>dan</strong>reparasi peralatan tangkap.5) Konstruksi Pasar Belanja Baru• Konstruksi pasar-pasar belanja baruberasas konsultasi multi-stakeholder <strong>dan</strong>perencanaan bersama pemerintah lokal <strong>dan</strong>persatuan pasar, mengupayakan pasarbelanja baru dikembangkan <strong>dan</strong> dikelolasecara adil <strong>dan</strong> merata.6) Mengembangkan Usaha Mikro <strong>dan</strong>Lapangan Kerja di Daerah Perkotaan• Mengembangkan usaha-usaha mikro,mengadakan pelatihan bagi pemuda diperkotaan yang menganggur baikterselubung maupun terbuka denganmenekankan ketrampilan kejuruan praktisyang memberi kesempatan untuk memulaiusaha mikro yang layak <strong>dan</strong> penghidupanyang ajek.7) Program Kredit yang diselenggarakandari Program-program Kredit Nasionalyang Ada• Melalui kemitraan dengan suatu banknasional, memprakarsai suatu programkredit yang diselenggarakan dari programprogramkredit nasional yang ada yangmensasar petani <strong>dan</strong> nelayan, UKM, baikkredit investasi maupun modal kerja, diPropinsi Maluku Utara dalam rangkamendukung komponen 2 sampai 5.8) Mekanisme Kelembagaan untukPenyelesaian Sengketa Tanah <strong>dan</strong> Properti• Pembentukan (bersama) suatu tim/mekanisme kelembagaan untukmemetakan tanah yang lantas disahkanoleh pemerintah lewat suatu dokumenhukum.• Pembentukan (bersama) suatu tim/mekanisme kelembagaan untukmenyelesaikan berbagai isu hakkeperdataan (kepemilikan tanah wargayang mengungsi) <strong>dan</strong> untuk berkoordinasidengan Pemprop.60

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!