09.12.2012 Views

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA - Damandiri

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA - Damandiri

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA - Damandiri

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

2.1. Kajian Teori<br />

2.1.1. Manajemen Strategi<br />

<strong>BAB</strong> <strong>II</strong><br />

<strong>KAJIAN</strong> <strong>PUSTAKA</strong><br />

Strategi memiliki kaitan yang erat dengan konsep perencanaan<br />

dan pengambilan keputusan, sehingga strategi berkembang menjadi<br />

manajemen strategi. Pengertian manajemen sendiri adalah proses<br />

perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan<br />

terhadap upaya-upaya yang dilakukan anggota organisasi dan<br />

penggunaan segala macam sumber daya organisasi untuk mencapai<br />

tujuan yang telah ditetapkan organisasi. (James A.F. Stoner, 1992:8)<br />

Husein Umar (1996:86) menyatakan bahwa manajemen strategik<br />

adalah suatu seni dan ilmu dalam hal pembuatan (formulating) penerapan<br />

(implementing), dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis<br />

antar fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuannya<br />

di masa datang. Menurut Pearce and Robinson (1997:20), manajemen<br />

strategi bisa diartikan sebagai sekumpulan keputusan dan tindakan yang<br />

menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk<br />

mencapai sasaran-sasaran perusahan. Glueck & Jauch (1991:6)<br />

menyebutkan bahwa manajemen strategi adalah arus keputusan dan<br />

tindakan yang mengarah pada perkembangan suatu strategi atau<br />

strategi-strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran<br />

perusahaan.<br />

Pengertian manajemen strategi yang lebih rinci dinyatakan oleh<br />

Mulyadi (2001:40); “Manajemen strategi adalah suatu proses yang<br />

digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan<br />

6


mengimplementasikan strategi dalam penyediaan costumer value terbaik<br />

untuk mewujudkan visi organisasi. Dari definisi tersebut terdapat empat<br />

(4) frasa penting berikut ini:<br />

1. Manajemen strategi merupakan suatu proses<br />

2. Proses digunakan untuk merumuskan dan mengimplementasikan<br />

strategi.<br />

3. Strategi digunakan untuk menyediakan costumer value terbaik<br />

guna mewujudkan visi organisasi.<br />

4. Manajer dan karyawan adalah pelaku manajemen strategi.<br />

2.1.1.1. Proses Manajemen Strategi<br />

Strategi pada hakikatnya merupakan rencana tindakan yang<br />

bersifat umum, berjangka panjang (berorientasi ke masa depan), dan<br />

cakupannya luas. Oleh karena itu, strategi biasanya dirumuskan dalam<br />

kalimat yang kandungan maknanya sangat umum dan tidak merujuk<br />

pada tindakan spesifik atau rinci. Namun demikian, dalam manajemen<br />

strategi tidak berarti bahwa “tindakan rinci dan spesifik” yang biasanya<br />

dirumuskan dalam suatu program kerja tidak harus disusun. Sebaliknya,<br />

program-program kerja tersebut harus direncanakan pula dalam proses<br />

manajemen strategi dan bahkan harus dapat dirumuskan atau<br />

diidentifikasi ukuran kinerjanya. Kegagalan dalam merumuskan ukuran<br />

kinerja yang sesuai, seringkali menjadi penyebab kegagalan organisasi<br />

dalam mencapai misinya.<br />

Proses sendiri adalah arus informasi melalui beberapa tahap<br />

analisis yang saling terkait menuju pencapaian tujuan atau cita-cita.<br />

Dalam proses manajemen strategi, arus informasi mencakup data<br />

7


historis, data saat ini, dan data ramalan tentang operasi dan lingkungan<br />

bisnis. Memandang manajemen strategi sebagai sebuah proses<br />

mengandung beberapa implikasi penting. Pertama, suatu perubahan<br />

pada sembarang komponen akan mempengaruhi beberapa atau semua<br />

komponen yang lain. Kedua, bahwa perumusan dan implementasi<br />

strategi terjadi secara berurutan, dan ketiga akan diperlukan umpan<br />

balik dari pelembagaan, tinjauan ulang (review), dan evaluasi terhadap<br />

tahap-tahap awal proses ini.<br />

Gordon E. Greenley (1989:16) menyatakan proses manajemen<br />

strategi terdiri dari empat (4) tahap utama :<br />

1. Analysing the environment.<br />

2. Planning direction.<br />

3. Planning strategy.<br />

4. Implementing strategy.<br />

Menurut Jauch dan Glueck (1998:6) proses manajemen strategi<br />

adalah: “Cara atau jalan dimana para perencana strategi menentukan<br />

sasaran dan mengambil keputusan.” Beberapa tahapan penting yang<br />

dirumuskan, yaitu :<br />

1. Menetapkan misi dan tujuan perusahaan<br />

2. Meneliti ancaman dan peluang<br />

3. Meneliti kekuatan dan kelemahan<br />

4. Mempertimbangkan alternatif strategi<br />

5. Memilih strategi<br />

6. Implementasi strategi<br />

7. Evaluasi strategi<br />

8


Sementara itu proses manajemen strategi menurut Pearce dan<br />

Robinson (1997:20), mengandung sembilan tugas penting yaitu :<br />

1. Merumuskan misi perusahaan, meliputi rumusan umum tentang<br />

maksud keberadaan (purpose), filosofi (phylosophy), dan tujuan<br />

(goal).<br />

2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi<br />

intern dan kapabilitasnya.<br />

3. Menilai lingkungan ekstern perusahaan, meliputi baik pesaing<br />

maupun faktor-faktor kontekstual umum.<br />

4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumber<br />

dayanya dengan lingkungan ekstern.<br />

5. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan<br />

mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan.<br />

6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum<br />

(grand strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling<br />

dikehendaki.<br />

7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek<br />

yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum<br />

yang dipilih.<br />

8. Mengimplementasikan pilihan strategik dengan mengalokasikan<br />

sumber daya anggaran yang menekankan pada kesesuaian antara<br />

tugas, SDM, Struktur, teknologi, dan sistem imbalan.<br />

9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategik sebagai masukan<br />

bagi pengambilan keputusan yang akan datang.<br />

9


Umpan balik<br />

Lngkungan Ekstern<br />

� Jauh<br />

� Industri<br />

� Operasional<br />

Sasaran Jangka Panjang<br />

Misi Perusahaan<br />

Analisa & Pilihan Strategik<br />

Strategi Umum<br />

Profil<br />

Perusahaan<br />

Sasaran Tahunan Strategi Operasional Kebijakan<br />

Melembagakan Strategi<br />

Pengendalian dan Evaluasi<br />

Gambar 1. Model Manajemen Strategi Pearce & Robinson<br />

Sumber : Pearce & Robinson, 1997:18.<br />

Dengan beberapa model manajemen strategi di atas, maka dapat<br />

diketahui bahwa manajemen strategi merupakan suatu proses yang<br />

saling terkait antara satu dengan yang lain. Dengan menggunakan suatu<br />

sistem manajemen strategi yang dilakukan secara bertahap, maka akan<br />

menghasilkan suatu rumusan strategi, pelaksanaan, dan pengawasan<br />

terhadap pelaksanaan strategi yang tersistem.<br />

2.1.2. Strategi<br />

Strategi tidak saja dibutuhkan oleh suatu organisasi yang menitik<br />

beratkan pada profit oriented saja, namun juga bagi organisasi non-profit<br />

oriented seperti rumah sakit, universitas, gereja, pemerintah daerah,<br />

10<br />

Umpan balik


perpustakaan dan lembaga sosial lainnya. Beberapa hasil penelitian<br />

menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai strategi yang jelas atau<br />

formal, lebih unggul (outperformed) kinerjanya dibandingkan dengan<br />

organisasi tanpa atau tidak terformulasikan dengan jelas strateginya.<br />

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata strategi memiliki arti<br />

(1) Siasat perang (2) Ilmu siasat perang (3) Tempat yang baik menurut<br />

siasat perang (4) Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk<br />

mencapai sasaran khusus. Pendapat yang menunjukkan perkembangan<br />

terminologi strategi secara lebih sistematis di ungkapkan Henry Mintzberg<br />

dan James Brian Quinn (1991:4);<br />

Initially strategos referred to a role (a general ini command of an<br />

army). Later it came to mean “the art of the general” which is to say<br />

the phsychological and behavioral skills with which he occupied the<br />

role. By the time of pericles (450 B.C) it come to mean managerial<br />

skills (administration, leadership, oration, power). And by<br />

Alexander’s time (330 B.C) it reffered to the skill of employing forces<br />

to overcome opposition and to create a unified system of global<br />

governance.<br />

Dalam dunia bisnis, istilah strategi menunjukkan “rencana yang<br />

disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan<br />

strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang<br />

untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui<br />

pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan” (William Glueck & Lawrence R.<br />

Jauch, 1991:9). Mulyadi (2001:72) berpendapat bahwa strategi adalah<br />

pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi,<br />

melalui misi.<br />

Senada dengan pendapat diatas, Pearce dan Robinson (1997:20)<br />

menyatakan strategi sebagai suatu rencana yang berskala besar dan<br />

berorientasi kepada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan<br />

persaingan guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Strategi adalah<br />

11


“rencana main” suatu perusahaan. Meskipun rencana itu tidak secara<br />

persis merinci semua pemanfaatan SDM, keuangan, dan bahan dimasa<br />

mendatang, ia memberikan kerangka untuk keputusan manajerial.<br />

Strategi mencerminkan kesadaran perusahaan mengenai bagaimana,<br />

kapan, dan dimana ia harus bersaing; melawan siapa; dan untuk maksud<br />

(purpose) apa.<br />

2.1.2.1. Hirarki Strategi<br />

Manajemen strategi merupakan suatu aktifitas yang dijalankan<br />

oleh seluruh level manajemen dalam perusahaan. Ditinjau dari tugas dan<br />

fungsinya, manajemen strategi membentuk suatu piramida, dimana setiap<br />

tugas dari tingkatan piramida tersebut secara bersama melakukan<br />

formulasi strategi yang telah ditetapkan, sehingga proses<br />

pelaksanaannya bersifat bertingkat. Thompson & Stricland (1998:44)<br />

membedakan hirarki strategi berdasarkan macam bisnis yang dilakukan,<br />

sehingga dapat dibedakan menjadi 2 macam hirarki strategi, yaitu<br />

corporate strategy dan business strategy.<br />

Corporate<br />

Strategy<br />

Business<br />

Strategy<br />

Functional Strategies (R&D),<br />

Manufacturing, Marketing, Finance,<br />

HR,etc<br />

Operating Strategies (Region & Directs Plants,<br />

Departement Within Functional Teams)<br />

Gambar 2. Piramida Strategi<br />

Sumber: Thompson & Stricland, 1998:45<br />

12


Hirarki manajemen strategi, seperti yang ditunjukkan pada gambar<br />

diatas dapat diperjelas dalam uraian berikut ini:<br />

a. Corporate Strategy: Merupakan strategi perusahaan yang<br />

dikhususkan pada beragam bisnis atau sekumpulan bisnis.<br />

b. Business Strategy: Atau lazim disebut sebagai strategi kompetitif<br />

karena selain sebagai wujud strategi perusahaan dengan lini<br />

bisnis tunggal, juga berhubungan dengan produk atau jasa di<br />

pasar.<br />

c. Functional Strategy: Merupakan strategi yang berkaitan dengan<br />

intrepretasi peran dari fungsi atau departemen dalam menerapkan<br />

strategi bisnis atau strategi corporate.<br />

d. Operating Strategy: Merupakan strategi yang bersifat lebih<br />

2.1.2.2. Tipe Strategi<br />

terbatas, yaitu pada tingkatan unit operasional dan untuk<br />

menangani tugas operasional harian dari strategi, sehingga lebih<br />

bersifat berkelanjutan.<br />

Setiap perusahaan memiliki tipe strategi masing-masing di<br />

dalam menjalankan usahanya. Wheelen dan Hunger (2002:66)<br />

mengungkapkan pengertian tipe strategis, sebagai berikut :<br />

“A Strategic type is a category of firms based on a common<br />

strategic orientation and a combination of structure, culture, and<br />

processes consistennt with that strategy.”<br />

Dalam menganalisis tingkat intensitas persaingan dalam suatu<br />

industri atau kelompok strategis, menggambarkan berbagai pesaing<br />

untuk memprediksi tujuan merupakan suatu hal yang penting. Menurut<br />

Miles dan Snow dalam Wheelen dan Hunger (2002), perusahaan<br />

pesaing dalam suatu industri dapat dikelompokkan berdasarkan<br />

13


orientasi strategis umum mereka sebagai salah satu dari empat tipe<br />

dasar strategis. Setiap tipe memiliki strategi utama untuk menghadapi<br />

lingkungan dan memiliki kombinasi struktur, budaya serta proses yang<br />

konsisten dengan strategi utama tersebut. Perbedan antara tipe-tipe<br />

strategi menjelaskan alasan perusahaan-perisahaan yang menghadapi<br />

situasi yang sama, ternyata bertindak dengan cara yang berbeda dan<br />

mempertahankan cara bertindak tersebut dalam waktu yang lama.<br />

Miles dan Snow (1978) dalam Jabnoun, et.al (2003:21)<br />

menyarankan bahwa organisasi membangun pola perilaku yang<br />

sistematis dan dapat diidentifkasi terhadap adaptasi lingkungan.<br />

Elemen utama adaptasi dan hubungan diantara mereka adalah<br />

terkonseptualisasi oleh apa yang mereka sebut sebuah “adaptive cycle”<br />

sepanjang waktu. Siklus mewujudkan strategi bisnis yang berbeda,<br />

merepresentasikan respon organisasi pada lingkungan persaingan.<br />

Strategi organisasi mengalamatkan tiga tipe permasalahan, yang mana<br />

mewakili dimensi dari “adaptive cycel” : kewirausahaan<br />

(entrepreneurial), keahlian teknik (engineering) dan administratif<br />

(administrative). Masalah kewirausahaan berhubungan pada<br />

bagaimana organisasi mengorientasikan dirinya pada pasar<br />

(marketplace), merupakan wewenang pasar produk. Masalah keahlian<br />

teknik (engineering) mengacu pada sistem teknikal organisasi,<br />

merupakan teknologi dan proses digunakan untuk memproduksi produk<br />

dan jasanya. Masalah administrative adalah tentang bagaimana<br />

organisasi berusaha untuk mengkoordinasikan dan<br />

mengimplementasikan strateginya, merupakan isu-isu struktur, kontrol<br />

dan proses. Miles dan Snow (1978) dalam Jabnoun, et.al (2003)<br />

mengklasifikasikan perusahaan dengan pola-pola keputusan adaptif<br />

14


mereka pada defender, prospektor, analyzer dan reaktor. Adapun<br />

keempat tipe strategi ini, dapat kita jelaskan sebagai berikut :<br />

a. Defender<br />

Strategy defender meneliti pada stabilitas pasar, dan<br />

menawarkan serta mencoba untuk melindungi lini produk yang<br />

terbatas untuk segmen yang sempit dari pasar yang potensial.<br />

Defender mencoba membagi-bagi dan memperbaiki ceruk pasar ke<br />

dalam industri dimana pesaing menemukanya sulit untuk penetrasi.<br />

Mereka bersaing utamanya pada basis harga, kualitas,<br />

pengantaran, dan jasa serta konsentrasi pada efisiensi operasi dan<br />

kontrol biaya yang ketat untuk memelihara persaingan mereka.<br />

Struktur dan proses mereka terformalisasi dan terdesentralisasi<br />

(Stathakopoulos, 1998 dalam Jabnoun, et.al, 2003:21). Organisasi<br />

melakukan hal ini melalui tindakan ekonomis yang standar, seperti<br />

misalnya bersaing dengan harga atau menghasilkan atau<br />

menghasilkan produk berkualitas tinggi.<br />

b. Prospektor<br />

Prospektor adalah hampir kebalikan dari defender. Kekuatan<br />

mereka adalah menemukan dan mengeksploitasi produk baru dan<br />

peluang pasar. Inovasi lebih penting dari pada keuntungan besar.<br />

Strategi prospektor berfokus pada inovasi produk dan peluang<br />

pasar. Perusahaan-perusahaan yang mengadopsi strategi ini<br />

cenderung untuk menekankan pada kreatifitas dan fleksibilitas di<br />

atas efisiensi dalam perintah untuk merespon secara cepat pada<br />

perubahan kondisi pasar dan mengambil keuntungan dari peluang<br />

pasar baru. Struktur organisasi dari perusahaan prospektor adalah<br />

15


informal dan terdesentralisasi untuk lebih fleksibilitas dan respon<br />

lebih cepat pada perubahan lingkungan (Stathakopolous, 1998<br />

dalam Jabnoun, et.al, 2003:21). Prospektor cenderung untuk<br />

memiliki system kontrol terdesentralisasi dan untuk menggunakan<br />

ukuran ad hoc (Miles dan Snow, 1978 dalam Jabnoun, et.al,<br />

2003:21)<br />

c. Analyzer<br />

Analyzer mencoba mengambil yang terbaik dari kedua<br />

strategi tersebut di atas. Mereka mencoba meminimalkan resiko dan<br />

memaksimalkan peluang untuk memperoleh laba. Strategi mereka<br />

adalah hanya akan bergerak ke produk baru atau pasar baru,<br />

setelah keberhasilannya dibuktikan oleh prospektor. Analyzer hidup<br />

dari imitasi. Mereka mengambil alih ide-ide yang sukses dari<br />

prospektor dan kemudian menirunya. Analyzer cenderung untuk<br />

beroperasi dalam paling sedikit dua wilayah pasar produk yang<br />

berbeda, yaitu: satu stabil, yang mereka tekankan pada efisiensi<br />

dan satu variabel, yang mereka tekankan pada inovasi. Struktur<br />

organisasi mereka adalah komplek, merefleksikan pasar yang<br />

sangat luas yang mereka operasikan. Mereka mencoba untuk<br />

mengkombinasikan karakteritik dari organisasi mekanistik dan<br />

organik.<br />

d. Reaktor<br />

Reaktor mewakili strategi sisa. Nama tersebut dimaksudkan<br />

untuk menjelaskan pola-pola yang tidak konsisten dan tidak stabil<br />

yang timbul jika salah satu dari ketiga strategi lainnya dikejar secara<br />

16


tidak benar. Pada umumnya, reaktor memberikan tanggapan secara<br />

tidak benar. Pada umumnya, berprestasi buruk, dan akibatnya<br />

mereka segan mengikat diri secara agresif pada strategi tertentu<br />

untuk masa datang. Reaktor secara sederhana bereaksi pada<br />

perubahan lingkungan dan membuat strategik menyesuaikan hanya<br />

kapan tekanan datang. Mereka secara karakteristik kurang strategi<br />

koheren dan tidak dapat untuk merespon secara cepat pada<br />

perubahan lingkungan.<br />

Tabel 1. Tipologi Strategik Miles dan Snow<br />

STRATEGI TUJUAN LINGKUNGAN KARAKTERISTIK<br />

STRUKTURAL<br />

Defender Stabilitas dan efisiensi Stabil Kontrol ketat, pembagian<br />

kerja yang ekstansif;<br />

formalisasi tinggi;<br />

terpusat<br />

Analyzer Stabilitas dan efisiensi Perubahan Kontrol cukup terpusat;<br />

kontrol ketat atas<br />

aktivitas yang ada;<br />

kontrol agak lepas untuk<br />

usaha baru<br />

Prospektor Fleksibilitas Dinamis Struktur lepas;<br />

pembagian kerja rendah;<br />

formalisasi rendah;<br />

desentralisasi.<br />

Sumber : Robbins, 1990:147<br />

Perubahan Kecil dan<br />

Ketidakpastian Rendah<br />

Defender<br />

Reaktor<br />

Gambar 3. Kontinum Strategi-Lingkungan<br />

Sumber : Robbins, 1990:148<br />

Analyzer<br />

Perubahan Cepat dan<br />

Ketidakpastian Tinggi<br />

Prospektor<br />

17


2.1.3. Kewirausahaan dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)<br />

2.1.3.1. Kewirausahaan<br />

Sebelum kita membicarakan tentang manajemen usaha kecil<br />

ada baiknya kita membicarakan dulu tentang kewirausahaan yang<br />

merupakan elemen yang penting di dalam manajemen usaha kecil<br />

tersebut. Di Amerika Serikat misalnya, kewirausahaan seringkali<br />

diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil dan milik<br />

sendiri (Drucker, 1985:1). Kata “wirausaha” atau “wiraswasta” dalam<br />

bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Perancis entrepreneur,<br />

yang sudah dikenal sejak abad 17 (Holt, 1992 dalam Riyanti, 2003:21).<br />

Kata entrepreneur diturunkan dari kata kerja entreprende. The Concise<br />

Oxford French Dictionary (1980) dalam Riyanti (2003:21) mengartikan<br />

entreprende sebagai to undertake (menjalankan, melakukan,<br />

berusaha), to set about (memulai), to begin (memulai); to attempt<br />

(Mencoba, berusaha). Kata “wirausaha” merupakan gabungan kata wira<br />

(=gagah berani, perkasa) dan usaha. Jadi, wirausaha berarti orang<br />

yang gagah berani atau perkasa dalam usaha. Kata “wiraswasta” terdiri<br />

dari kata wira (=gagah berani, perkasa) dan swa (=sendiri, mandiri).<br />

Jadi, wiraswasta berarti orang yang perkasa dan mandiri. Harus diakui<br />

memberikan definisi realis dari wirausaha tidak semudah semudah<br />

memformulasi definisi etimologisnya. Dalam berbagai referensi kita<br />

memenukan rumusan yang dikemukakan para pakar manajemen<br />

tentang wirausaha atau entrepreneur.<br />

Menurut Zimmerer dan Schorborough (1998) dalam Riyanti<br />

(2003:22) menyebutkan sebagai berikut:<br />

“an entrepreneur is one who creates a new business in face of risk<br />

and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by<br />

18


identifying opportunities and assembling the necessary resource<br />

to capitalize on them.”<br />

Peter dan Hisrich (1998:9) juga mengemukakan pendapat yang<br />

hampir senada , yaitu :<br />

“entrepreneurship is process of creating something new with<br />

value by devoting the necessary time and effort, asumming the<br />

accompanying financial, physic and social risk, and receiving the<br />

resultingrewards of monetary and personal satisfactin and<br />

independence”<br />

Stevenson (1999) berpendapat bahwa entrepreneurship<br />

merupakan sinonim dari “bearing risk” (= menanggung resiko), inovasi<br />

atau pembentukan suatu usaha.<br />

Meredith (2002) berpendapat bahwa para wirausaha adalah<br />

orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai<br />

kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber-sumber daya<br />

yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan<br />

mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses.<br />

Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996) dalam Riyanti (2003:24)<br />

mengartikan wirausaha sebagai :<br />

“orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru,<br />

menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk<br />

pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur<br />

permodalan operasinya”.<br />

Dari berbagai pengertian tersebut tentang wirausaha dapat kita<br />

tarik suatu kesimpulan (Riyanti, 2003:25), sebagai berikut :<br />

“Wirausaha adalah orang yang menciptakan kerja bagi orang lain<br />

dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan melembagakan<br />

perusahaan miliknya sendiri dengan bersedia mengambil resiko<br />

pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif<br />

menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk,<br />

emngelola dan menetukan cara produksi, menyusun operasi untuk<br />

pengadaan produk, memasarkannnya serta permodalan<br />

operasinya”.<br />

19


2.1.3.2. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)<br />

Kewirausahaan memang sangat identik dengan usaha kecil.<br />

Tidak banyak buku yang membahas tentang pengertian tentang usaha<br />

kecil dan menengah, karena belum ada batasan dan kriteria yang baku<br />

mengenai usaha kecil dan menengah. Wheelen dan Hunger (2002)<br />

berpendapat bahwa usaha kecil di operasikan dan dimiliki secara<br />

independen, tidak dominan dalam daerahnya dan tidak menggunakan<br />

praktek-praktek inovatif. Tapi usaha yang bersifat kewirusahaan adalah<br />

usaha yang pada awalnya bertujuan untuk tumbuh dan menguntungkan<br />

serta dapat dikarakteristikkan dengan praktek-pratek inovasi strategis.<br />

Pengertian usaha kecil di Indonesia masih sangat beragam.<br />

Sebelum dikeluarkannya UU No.9/1995, setidaknya ada lima instansi<br />

yang merumuskan usaha kecil dengan caranya masing-masing. Kelima<br />

instansi itu adalah Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen<br />

Perindustrian, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan serta Kamar<br />

Dagang dan Industri (Kadin). Pada kelima instansi itu, kecuali BPS,<br />

usaha kecil pada umumnya dirumuskan dengan menggunakan<br />

pendekatan finansial.<br />

Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia manggambarkan bahwa<br />

perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang digolongkan<br />

sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, perusahaan dengan<br />

tenaga kerja 5 – 19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan<br />

tenaga kerja 20 – 99 orang sebagai industri sedang atau menengah,<br />

dan perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai<br />

industri besar.<br />

Departemen Perindustrian memalui Surat Keputusan Menteri<br />

Perindustrian No. 286/M/SK/10/1989 dan Bank Indonesia,<br />

20


mendefinisikan usaha kecil berdasarkan nilai asetnya. Menurut kedua<br />

instansi ini, yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang<br />

asetnya (tidak termasuk tanah dan bangunannya), bernilai kurang dari<br />

Rp 600 juta. Departemen Perdagangan membatasi usaha kecil<br />

berdasarkan modal kerjanya. Menurut Departemen Perdagangan,<br />

usaha kecil adalah usaha (dagang) yang modal kerjanya bernilai kurang<br />

dari Rp 25 juta.<br />

Sedangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) terlebih dahulu<br />

membedakan usaha kecil menjadi dua kelompok. Kelompok pertama<br />

adalah yang bergerak dalam bidang perdagangan, pertanian dan<br />

industri. Kelompok kedua adalah bergerak dalam bidang konstruksi.<br />

Menurut Kadin yang dimaksud dengan usaha kecil untuk kelompok<br />

pertama adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp 600 juta.<br />

Adapaun untuk kelompok kedua yang dimaksud dengan usaha kecil<br />

adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp 250 juta dan memiliki<br />

nilai usaha kurang dari Rp 1 milyar.<br />

Berdasarkan pada kelima batasan tersebut dapat diketahui<br />

betapa sangat beragamnya pengertian usaha kecil yang kini berlaku di<br />

Indonesia. Padahal di luar kelima pengertian tersebut, kini juga terdapat<br />

pengertian usaha kecil sebagaimana dirumusakan oleh Undang-<br />

Undang No.9/1995. Menurut Undang-Undang ini, yang dimaksud<br />

dengan usah kecil adalah :<br />

1. Memiliki kekayaan paling banyak Rp 200.000.000,- (tidak<br />

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau<br />

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp<br />

1.000.000.000,-<br />

3. Milik warga negara Indonesia.<br />

21


4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang<br />

perusahaan yang dimiliki, dikuasi atau berafiliasi baik langsung<br />

mauapaun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha<br />

besar.<br />

5. berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha tidak<br />

berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum<br />

termasuk koperasi.<br />

Usaha kecil dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu<br />

mereka yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir (barang<br />

atau jasa konsumsi atau final) dan mereka yang berhubungan dengan<br />

perusahaan lain sebagai pemasok, sub kontrak dan lain-lain (Dirjen<br />

ILMK, 1997).<br />

Berdasarkan UU No.9/1995 tersebut juga, Departemen Koperasi<br />

dan Usaha Kecil dan Menengah membuat empat kelompok bidang<br />

usaha yang ada pada usaha kecil dan menengah (UKM), yaitu :<br />

perdagangan, industri pertanian, industri non pertanian dan aneka jasa.<br />

Definisi usaha kecil menurut Suryana (2001) umumnya<br />

mencantumkan karakteristik perusahaan yang tergolong usaha kecil : 1)<br />

biasanya bersifat bebas, tidak terikat dengan identitas bisnis lain,<br />

misalnya sebagai cabang, anak perusahaan, atau divisi dari<br />

perusahaan yang lebih besar, 2) biasanya sepenuhnya dikendalikan<br />

oleh pemiliknya yang biasanya adalah owner-manager yang<br />

memberikan konstribusi kepada hampir semua hal, tidak hanya terbatas<br />

pada modal kerja, 3) otoritas pengambilan keputusan dipegang penuh<br />

oleh pemilik usaha.<br />

Dari uraian di atas mengenai usaha kecil dan ciri-cirinya, maka<br />

dapat diperoleh gambaran bahwa usaha kecil mempunyai investasi<br />

22


modal yang relatif kecil, dengan keterampilan yang dimiliki bersifat turun<br />

temurun serta dengan penggunaan teknologi yang masih sederhana.<br />

Pembangunan di bidang usaha kecil yang lebih mengutamakan<br />

pemerataan kesempatan kerja perlu untuk lebih ditingkatkan melalui<br />

pembinaan yang teratur dan juga melalui penyempurnaan pengaturan<br />

serta pengembangan usaha.<br />

Terlepas dari keragaman pengertian itu, kiranya penting untuk<br />

diketahui adalah karakteristik atau ciri-ciri usaha kecil secara umum.<br />

Berdasarkan studi-studi yang dilakukan Mitzer serta Musselman dan<br />

Hugehs (Sutojo dkk, 1994), dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri umum<br />

usaha kecil dalam garis besarnya adalah sebagai berikut :<br />

1. Kegiatan cenderung tidak formal dan jarang yang memiliki<br />

rencana usaha.<br />

2. Struktur organisasi bersifat sederhana.<br />

3. Jumlah tenaga terbatas dengan pembagian kerja yang longgar.<br />

4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi<br />

dengan kekayaan perusahaan.<br />

5. Sistem akuntansi kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak<br />

memilikinya sama sekali.<br />

6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya.<br />

7. Kemampuan pemasaran serta diversifikasi pasar cenderung<br />

terbatas.<br />

8. Margin keuntungan sangat tipis.<br />

Di samping itu, usaha kecil dapat memainkan peranan penting<br />

untuk menjaga dinamika pertumbuhan dan perluasan manfaat ekonomi<br />

bagi masyarakat luas. Usaha kecil berperan bukan saja pada aspek<br />

sosial seperti pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan kerja,<br />

23


tetapi juga dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi pada sektor<br />

industri dan ekspor.<br />

Arah kebijakan pengembangan usaha kecil dan menengah<br />

(UKM) di Indonesia dinyatakan secara eksplisit di dalam Garis Besar<br />

Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 – 2004. pedoman kebijakan negara<br />

ini menggarisbawahi 28 butir mengenai arah kebijakan pembangunan<br />

ekonomi nasional untuk periode 1999 – 2004. Kerangka kerja kebijakan<br />

terdiri dari tiga kebijakan utama (Menegkop & UKM, 2000 dalam<br />

Tambunan, 2002:126), yaitu :<br />

1. Sistem ekonomi kerakyatan yang didasarkan pada mekanisme<br />

pasar dengaan suatu persaingan yang adil dan memperhatikan<br />

pertumbuhan ekonomi, keadilan, prioritas pada sosial, kualitas<br />

hidup, lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Sistem ini<br />

menjamin kesempatan-kesempatan bisnis dan kesempatan kerja<br />

yang sama, perlindungan konsumen dan perlakuan yang adil<br />

terhadap masyarakat. Di bawah prioritas utama dalam<br />

pembangunan ekonomi nasional. Usaha-usaha mengambangkan<br />

sistem ekonomi kerakyatan dapat ditunjukkan dengan : a) adanya<br />

suatu sistem persaingan adil yang menjamin kesempatan bisnis<br />

dan kerja yang sama; b) peranan pemerintah yang efektif dalam<br />

menyempurnakan sistem pasar termasuk pengurangan pajak; c)<br />

kebijakan ekonomi yang menciptakan kesempatan berusaha bagi<br />

KUKM; d) suatu pertumbuhan kemitraan usaha antar pengusaha<br />

UKM; e) meningkatkan penerimaan positif dari masyarakat dalam<br />

bisnis dan peningkatan dalam penerimaan dari masyarakat.<br />

2. Penciptaan iklim bisnis yang kondusif untuk memberdayakan<br />

KUKM sehingga menjadi efisien, produktif dan kompetitif.<br />

24


Kebijaksanaan ini bertujuan untuk menciptakan suatu mekanisme<br />

yang adil dimana KUKM bisa mendapat keuntungan secara<br />

proporsional dan dapat bersaing secara adil dengan pemain-<br />

pemain bisnis lainnya. Pada dasarnya, kebijaksanaan ini sejalan<br />

dengan kebijaksanaan-kebijaksaan lainnya dari ekonomi makro,<br />

sektoral, dan pembangunan daerah/lokal, yang secara bersama-<br />

sama memberikan dukungan komplementer untuk meningkatkan<br />

bisnis KUKM.<br />

3. Kebijaksanaan peningkatan kapasitas KUKM yang bertujuan<br />

untuk membuat KUKM mampu bersaing di pasar bebas dengan<br />

pelaku-pelaku bisnis lainnya. Pada dasarnya kebijaksanaan ini<br />

bertujuan untuk menghilangkan segala kendala yang dihadapi<br />

KUKM, seperti keterbatasan modal, pasar dan input-input untuk<br />

berproduksi, kekurangan dalam kapabilitas manajemen,<br />

kekurangan pekerja dengan keahlian-keahlian teknis, bisnis,<br />

teknologi dan keterbatasan akses informasi dan mitra usaha.<br />

GBHN 1999 menekankan bahwa dukungan dari pemerintah<br />

terhadap penguatan KUKM harus dilaksanakan secara selektif<br />

dalam bentuk perlindungan terhadap persaingan yang tidak adil,<br />

pengembangan SDM lewat pendidikan dan pelatihan, diseminasi<br />

informasi mengenai bisnis dan teknolgi, penyediaan finansial,<br />

lokasi usaha dan kemitraan usaha dengan BUMN dan<br />

perusahaan-perusahaan besar swasta, penyediaan fasilitas-<br />

fasilitas untuk agribisnis, industri kecil (IK), industri rumah tangga<br />

(IRT), penyempurnaan dari pembangunan kapasitas dari<br />

lembaga-lembaga lokal dan utilisasi sumber daya alam (SDA).<br />

25


Namun demikian, dalam realitas, kebijaksanaa UKM masih<br />

berorientasi kepada sosial daripada pasar atau persaingan.<br />

Kebijaksanaan UKM belum sepenuhnya terintegrasi dalam<br />

kebijaksanaan ekonomi secara umum / makro di Indonesia.<br />

Konsekuensinya, kebijaksanaan UKM di Indonesia belum berfungsi<br />

sebagai elemen-elemen komplemen dan sektoral dari kebijaksanaan<br />

ekonomi seperti yang diharapkan.<br />

2.1.3.3. Kesuksesan Usaha Kecil Menengah<br />

Resnik dalam Certo dan Peter (1991) membuat sepuluh saran<br />

untuk formulasi strategi usaha kecil yang dirancang untuk<br />

mempertinggi kesempatan hidup dan sukses. Adapun kesepuluh<br />

formulasi strategi tersebut, adalah sebagai berikut :<br />

1. Menjadi Obyektif. Angan-angan sendiri tidak memiliki tempat di<br />

dalam bangunan sebuah bisnis. Kejujuran, penilaian yang tenang<br />

dari kekuatan dan kelemahan perusahaan dan keahlian bisnis<br />

serta manajemennya adalah hal yang mendasar.<br />

2. Membuat sederhana dan terfokus. Dalam usaha kecil,<br />

kesederhanaan adalah efektif. Usaha dan sumber daya,<br />

seharusnya dikonsentrasikan dimana dampak dan keuntungan<br />

adalah hal yang paling utama.<br />

3. Fokus pada pasar yang menguntungkan. Kelangsungan hidup dan<br />

keberhasilan usaha kecil oleh persediaan barang dan jasa khusus<br />

yang menemukan keinginan dan kebutuhan dari pemilihan<br />

kelompok pelanggan.<br />

26


4. Mengembangkan rencana pemasaran. Usaha kecil harus<br />

memutuskan bagaimana untuk meraih dan menjual kepada<br />

pelanggan.<br />

5. Memanajemen tenaga kerja secara efektif. Kesuksesan usaha<br />

kecil tergantung pada bangunan, pengaturan dan motivasi sebuah<br />

tim pemenang.<br />

6. Membuat catatan keuangan yang jelas. Usaha kecil perlu untuk<br />

memiliki catatan asset, liabilitas, penjualan, biaya dan informasi<br />

akunting lainnya dalam urutan untuk kelangsungan hidup dan<br />

keberhasilan.<br />

7. Tidak pernah menghambur-hamburkan kas. Kas adalah raja di<br />

dalam dunia usaha kecil.<br />

8. Menghindari perangkap yang berulang-ulang dari pertumbuhan<br />

yang cepat. Usaha kecil harus hati-hati melakukan ekspansi.<br />

9. Mengerti seluruh fase bisnis. Pengendalian usaha kecil dan<br />

kemajuan keuntungan usaha kecil , tergantung pada pengertian<br />

yang lengkap dari seluruh fungsi bisnis.<br />

10. Merencanakan ke depan. Usaha kecil harus memformulasikan<br />

secara kritis dan menantang, pencapaian yang masih, tujuan dan<br />

mengubahnya menjadi aktifitas yang produktif.<br />

Hisrich dan Peter (1998) menyatakan dua hal yang harus<br />

diperhatikan di dalam menumbuhkan usaha agar bisa mencapai<br />

keberhasilan, yaitu :1) Pengendalian keuangan, yang bisa dilakukan<br />

dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan dan memaksimalkan<br />

penjualan; dan 2) Pengendalian tenaga kerja, dengan cara merekrut,<br />

memotivasi dan mengarahkan mereka agar menjadi suatu tim yang<br />

kuat.<br />

27


Menurut C.W. Hofer dan W.R. Sandberg dalam Wheelen dan<br />

Hunger (2002), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja<br />

usaha kecil terutama untuk usaha baru. Sesuai dengan tingkat<br />

pengaruhnya, faktor-faktor tersebut adalah :<br />

1. Struktur industri<br />

Karakteristik produk industri mempunyai pengaruh langsung<br />

terhadap suksesnya perusahaan baru. Pertama, perusahaan baru<br />

akan lebih sukses ketika memasuki industri dengan yang heterogen<br />

daripada yang homogen. Pada industri yang produknya heterogen,<br />

perusahaan baru dapat mendiferensiasi produknya dari produk<br />

pesaing dengan produk yang unik dengan memfokuskan pada<br />

segmen pasar yang mempunyai kebutuhan unik. Kedua, menurut<br />

data hasil studi, perusahaan baru akan lebih sukses jika produknya<br />

merupakan produk yang relatif tidak penting terhadap kebutuhan<br />

total pembelian konsumen daripada jika produk tersebut penting.<br />

Konsumen akan lebih mempunyai kesempatan untuk mencoba<br />

produk baru jika produk tersebut lebih murah dan kegagalan karena<br />

mengkonsumsi produk tersebut tidak beresiko.<br />

2. Strategi Bisnis<br />

Kunci sukses bagi kebanyakan perusahaan baru adalah : (a).<br />

mendiferensiasi produk dari produk pesaing dalam hal kualitas dan<br />

layanan, dan (b). memfokuskan produk pada kebutuhan konsumen<br />

dalam segmen pasar yang dimasukki untuk mendapatkan ceruk<br />

pasar (strategi kompetitif diferensiasi dari Porter).<br />

3. Karakteristik Wirausaha<br />

Ada empat faktor perilaku yang berpengaruh terhadap kesuksesan<br />

perusahaan baru, yaitu :<br />

28


a. Wirausaha sukses lebih baik dibanding orang lain dalam<br />

mengidentifikasi kesempatan bisnis potensial. Mereka<br />

memfokuskan pada aspek kesempatan, bukan pada masalah,<br />

dan mencoba belajar dari kegagalan. Wirausahawan<br />

berorientasi pada tujuan dan mempunyai pengaruh budaya yang<br />

kuat pada organisasinya.<br />

b. Wirausaha sukses biasanya memiliki sense of urgency yang<br />

membuat mereka beroreintasi pada tindakan. Mereka<br />

mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi dan hal itu<br />

memotivasi mereka untuk mengembangkan ide ke dalam<br />

tindakan.<br />

c. Wirausahawan sukses mempunyai pengetahuan terinci atas<br />

faktor-faktor kunci yang diperlukan untuk sukses dalam industri<br />

dan stamina fisik yang diperlukan untuk pekerjaannya.<br />

d. Wirausahawan sukses mencari bantuan dari pihak luar untuk<br />

melengkapi keahlian, pengetahuan dan kemampuannya.<br />

Mereka juga mengembangkan hubungan relasional dengan<br />

pihak-pihak yang terdiri atas orang-orang yang memiliki keahlian<br />

dan pengetahuan kunci dimana ia dapat mendapatkan<br />

dukungan.<br />

Selain hal di atas, Tambunan (2002) mengungkapkan bahwa<br />

kinerja industri kecil dan menengah dapat dilihat dari beberapa hal,<br />

yaitu :<br />

1. Penciptaan Kesempatan Kerja<br />

Penciptaan kesempatan kerja ini sangat penting di dalam melihat<br />

sukses tidaknya suatu usaha. Dengan semakin banyaknya tenaga<br />

kerja yang diserap, semakin besar pula peranan industri kecil dan<br />

29


menengah dalam menanggulangi masalah pengangguran. Demikian<br />

pula dengan produktivitas usaha itu sendiri, dengan meningkatnya<br />

tenaga kerja yang dipakai berarti produktivitas pun bisa ditingkatkan.<br />

2. Konstribusi pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB)<br />

Kontribusi pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) bisa terjadi<br />

apabila industri kecil dan menengah itu bisa memberikan<br />

pendapatan bagi negara, dalam hal ini baik dari pendapatan dari<br />

pemasaran di dalam negeri maupun dari penjualan keluar negeri<br />

(ekspor). Suatu industri kecil dan menengah dikatakan sukses<br />

apabila memiliki pendapatan yang terus meningkat yang biasanya<br />

besar dipengaruhi oleh peningkatan penjualan. Dengan<br />

meningkatnya penjualan secara langsung juga akan mempengaruhi<br />

peningkatan kinerja industri kecil dan menengah itu sendiri.<br />

2.2. Kajian Penelitian Terdahulu<br />

Penelitian ini juga menggunakan kajian penelitian terdahulu yang<br />

merupakan kajian empiris sebagai landasan untuk berpikir dan sekaligus<br />

untuk mengetahui dan mempelajari berbagai metode analisis yang<br />

digunakan yang kemungkinan dapat diterapkan oleh peneliti dalam<br />

penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu tersebut, dapat kita lihat pada<br />

Tabel 2.<br />

30


Tabel 2. Kajian Penelitian Terdahulu<br />

No. Peneliti Judul Sampel Variabel Alat Analisis Hasil Temuan<br />

1.<br />

2.<br />

Judy Gray<br />

(1997)<br />

Bernice<br />

Kotey &<br />

G.G.<br />

Meredith<br />

(1997)<br />

3. Judy H.<br />

Gray (1999)<br />

“Small<br />

Business<br />

Strategy In<br />

Australia”<br />

“Relationship<br />

Among<br />

owner/Manager<br />

Personal<br />

Value,<br />

Business<br />

Strategies, and<br />

Entrepise<br />

Performance”<br />

“A Predictive<br />

Model of Small<br />

Business<br />

Succes”<br />

578 pengusaha<br />

kecil, lulusan<br />

lembaga<br />

Pendidikan bisnis<br />

NEIS, Australia<br />

659 pengusaha<br />

kecil manufaktur<br />

perabot rumah<br />

tangga di New<br />

South Wales,<br />

Australia<br />

255 pengusaha<br />

kecil, lulusan<br />

lembaga<br />

Pendidikan bisnis<br />

NEIS, Australia<br />

Tipe Strategi<br />

• Defender<br />

• Prospektor<br />

• Analyzer<br />

• Reaktor<br />

• Nilai-nilai<br />

Pribadi<br />

• Strategi Bisnis<br />

• Kinerja<br />

Perusahaan<br />

• Locus of control<br />

• Gaya<br />

Pengambilan<br />

Keputusan<br />

• Strategi Bisnis<br />

• Kesuksesan<br />

Usaha Kecil<br />

• Confirmatory<br />

Factor Analysis<br />

(Lisrel 7.20)<br />

• One-Way<br />

ANOVA<br />

• Analisis Cluster<br />

•<br />

MANOVA<br />

• SEM<br />

(Lisrel 7.20)<br />

Strategi Proaktif yang terdiri dari tipe strategi Prospektor dan<br />

Defender secara empiris memiliki hubungan lebih positif<br />

terhadap pengembangan dan pertumbuhan usaha kecil di<br />

Australia dari pada strategi Reaktif yang terdiri dari tipe strategi<br />

Analyzer dan Reaktor.<br />

1. Nilai Pribadi, strategi dan kinerja pengusaha secara empris<br />

berkaitan.<br />

2. Para pelaku bisnis yang memiliki kinerja tinggi adalah proaktif<br />

dalam orientasi strategi dan menunjukkan nilai pribadi<br />

kewirausahaan.<br />

3. Sebaliknya, para pelaku bisnis yang mempunyai kinerja<br />

rendah adalah menerapkan strategi reaktif serta<br />

menunjukkan nilai pribadi yang konservatif.<br />

1. External locus of control memiliki hubungan negatif terhadap<br />

kesuksesan bisnis dan internal locus of control ditransmisikan<br />

terhadap gaya pengambilan keputusan dan kesuksesan<br />

bisnis usaha kecil.<br />

2. Gaya pengambilan keputusan Intentive memiliki pengaruh<br />

blangsung terhadap strategi Proaktif dan kelangsungan hidup<br />

usaha serta memiliki perbedaan terhadap perusahaan yang<br />

memiliki pertumbuhan ketenagakerjaan dengan yang tidak<br />

memiliki pertumbuhan ketenagakerjaan.<br />

3. Strategi Reaktif berhubungan langsung terhadap<br />

ketenagakerjaan, sedangkan strategi Proaktif memiliki<br />

perbedaan terhadap usaha yang memiliki pertumbuhan<br />

ketenagakerjaan dengan yang tidak memiliki pertumbuhan<br />

ketenagakerjaan.


Tabel 2. (Lanjutan)<br />

No Peneliti Judul Sampel Variabel Alat Analisis Hasil Temuan<br />

4. I Wayan Wisardja<br />

(2000)<br />

5. BC. Gosh, Tan Wee<br />

Liang, Tan Teck<br />

Meng, Ben Chan<br />

(2001)<br />

6. Joseph E. McCann<br />

<strong>II</strong>I, Anna Y. Leon-<br />

Guerrero, Jonathan<br />

D. Haley Jr. (2001)<br />

7.<br />

“Analisis Lingkungan<br />

Industri Kerajinan<br />

Ukiran Kayu di<br />

Kabupaten Gianyar,<br />

Propinsi Bali”<br />

“The Key Success<br />

Factors, Distinctive<br />

Capabilities, and<br />

Strategic Thrust of<br />

Top SMEs in<br />

Singapore”<br />

“Strategic Goals and<br />

Practices of<br />

Innovative Family<br />

Busniess”<br />

Daniel Maranto “Strategy, Distinctive<br />

Vargas (2001) Competences<br />

and<br />

Business<br />

Performance: A Field<br />

Research in<br />

IndustrialSan Luis<br />

Potosi, Mexico”<br />

255 Pengerajin<br />

Ukiran Kayu di<br />

Gianyar, Bali<br />

50 Usaha Kecil<br />

Menengah Top di<br />

Singapura<br />

231 usaha<br />

keluarga di<br />

Amerika Serikat.<br />

184 perusahaan<br />

di Kawasan<br />

Industri San Luis<br />

Potosi, Mexico<br />

• Lingkungan<br />

Industri<br />

• Keberhasilan<br />

Usaha<br />

• Tipe Strategi<br />

• Kompetensi<br />

Unggul<br />

• Kesuksesan<br />

usaha<br />

• Karakterisitik<br />

Perusahaan<br />

• Tipe Strategi<br />

• Kinerja Bisnis<br />

• Tipe Strategi<br />

• Kompetensi<br />

Unggul<br />

• Kinerja Usaha<br />

• Analisis Regresi<br />

Berganda<br />

• Analisis Cluster<br />

• Teknik Korelasi<br />

Pearson<br />

• Analisis cluster<br />

• ANOVA<br />

• Analisis Path<br />

1. Faktor lingkungan industri yang unsur-unsurnya<br />

adalah pelanggan, pemasok, pesaing dan<br />

teknologi memiliki pengaruh yang signifikan<br />

terhadap keberhasilan usaha industri ukiran<br />

kayu di Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali.<br />

2. Unsur pelanggan berpengaruh paling dominan<br />

terhadap keberhasilan usaha kayu tersebut.<br />

1. Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata 60%<br />

dari perusahaan yang disurvei ditemukan<br />

sebagai tipe organisasi Defender.<br />

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan<br />

perusahaan adalah: a). mampu untuk<br />

memuaskan kebutuhan pelanggan; b).<br />

kemampuan regionalisasi; c). pengembangan<br />

secara konstan terhadap ide-ide baru dan<br />

kapabilitas, terutama inovasi; d). dapat<br />

mengidentifikasi pasar secara baik; e). mampu<br />

mengidentifikasi ceruk pasar; dan f). hubungan<br />

yang baik antara manajemen puncak dengan<br />

tenaga kerja di bawahnya.<br />

Penelitian ini secara empiris menghasilkan bahwa<br />

tipe strategi Prospektor memiliki keuntungan lebih<br />

dibandingkan tipe strategi lainnya, yaitu : Defender,<br />

Analyzer dan Reaktor.<br />

Penemuan utama mengilustrasikan bahwa<br />

orientasi strategik yang diorientasikan keluar,<br />

seperti strategi Prospektor berbanding lurus<br />

terhadap orientasi pasar pelanggan cenderung<br />

memberikan hasil keuangan dan pasar yang lebih<br />

baik dibandingkan dengan orientasi<br />

strategi ke<br />

dalam,<br />

seperti strategi Defender.


Tabel 2. (Lanjutan)<br />

No Peneliti Judul Sampel Variabel Alat Analisis Hasil Temuan<br />

8.<br />

Muhammad<br />

Buswari (2003)<br />

“Hubungan Nilai-Nilai<br />

Pribadi Pengusaha,<br />

Strategi Bisnis terhadap<br />

Kinerja Perusahaan<br />

pada Industri Keramik di<br />

Kota Malang”<br />

40 industri<br />

keramik di Kota<br />

Malang<br />

� Nilai-nilai<br />

Pribadi<br />

� Strategi Bisnis<br />

� Kinerja<br />

Perusahaan<br />

• Analisis cluster<br />

• ANOVA<br />

1. Kelompok pengusaha yang memiliki nilai pribadi<br />

kewirausahaan cenderung memberikan nilai yang<br />

relatif tinggi untuk veriabel-variabel yang meliputi :<br />

Keberanian mengambil resiko; kemampuan<br />

(kompetensi); inovatif dan kerja keras, sedangkan<br />

untuk kelompok pengusaha dengan nilai konservati<br />

cenderung memberikan nilai yang relatif rendah<br />

untuk variabel-variabel tersebut.<br />

2. kelompok pengusaha yang menerapkan strategi<br />

Proaktif cenderung memberikan nilai relatif tinggi<br />

untuk variabel-variabel yang meliputi : produk;<br />

harga produk yang ditawarkan pesaing; dan<br />

pelayanan pada pelanggan, sebaliknya kelompok<br />

pengusaha yang menerapkan strategi Reaktif<br />

cenderung memberikan nilai yang relatif rendah<br />

untuk veriabel-variabel tersebut.<br />

3. Untuk kelompok pengusaha dengan nilai pribadi<br />

dan kewirausahaan serta menerapkan strategi<br />

proaktif cenderung mempunyai tingkat<br />

produktivitas yang relatif tinggi; tingkat keuntungan<br />

yang relatif besar; biaya produksi yang dikeluarkan<br />

relatif rendah serta lebih banyak di dalam<br />

memciptakan lapangan kerja. Sebaliknya,<br />

kelompok pengusaha dengan nilai pribadi<br />

konservatif dan menerapkan strategi reaktif<br />

cenderung memiliki produktivitas yang realtif<br />

rendah; tingkat keuntungan yang relatif kecil; biaya<br />

produksi yang dikeluarkan relatif tinggi serta tidak<br />

banyak menciptakan lapangan kerja.


Tabel 2. (Lanjutan)<br />

No Peneliti Judul Sampel Variabel Alat Analisis Hasil Temuan<br />

9. G. Tomas Hult,<br />

Charles C. Snow,<br />

Destan Kandemir<br />

(2003)<br />

“The Role of<br />

Entrepreneurship in<br />

Building Cultural<br />

Competitiveness in<br />

764 unit bisnis<br />

strategis<br />

berdasarkan<br />

database Dun &<br />

• Kewirausahaan<br />

(entrepreneurship)<br />

• Inovasi<br />

• SEM (Lisrel)<br />

4. Organisasi besar dan berusia muda mempunyai<br />

kinerja kuat dengan fokus secara langsung pada<br />

kewirausahaan (entrepreneurship), sedangkan<br />

pada tipe organisasi lainnya kewirausahaan<br />

Different Organizational<br />

Types ”<br />

Bradstreet dan<br />

Fortune 500<br />

( innovativeness)<br />

• Orientasi pasar<br />

(market<br />

orientation)<br />

• Pembelajaran<br />

organisasi<br />

(organizational<br />

learning)<br />

(entrepreneurship) secara tidak langsung<br />

berpengaruh pada kinerja.<br />

5. Organisasi besar dan berusia tua, lebih baik fokus<br />

pada pembelajaran organisasi (organizational<br />

learning).<br />

6. Organisasi kecil dan berusia tua lebih baik focus<br />

pada orientasi pasar (market orientation)<br />

7. Organisasi kecil dan berusia muda lebih baik focus<br />

pada keseimbangan atau pendekatan selektif yang<br />

ditekankan pada seluruh elemen budaya<br />

persaingan atau pada salah satu elemen yang<br />

memiliki keistimewaan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!