Tanya Jawab Koperasi - Smecda
Tanya Jawab Koperasi - Smecda
Tanya Jawab Koperasi - Smecda
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
MEMASYARAKATKAN<br />
KOPERASI<br />
T A N Y A J A W A B<br />
PRAKTEK-PRAKTEK AKTUAL PEMBERDAYAAN KOPERASI<br />
- 1 -<br />
KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
Tim Redaksi<br />
Pengarah : Freddy H. Tulung<br />
Penanggung <strong>Jawab</strong> : Bambang Wiswalujo<br />
Ketua : Rosmiati<br />
Wakil Ketua : Suminto Yuliarso<br />
Sekretaris : Nurlaili<br />
Anggota : 1. Subroto Hadi Soegondo<br />
2. Rully Nuryanto<br />
3. Adler Bastiyeri<br />
4. Ronny Hendrawan<br />
5. Irianta Narun<br />
6. Sonata Prayojaya<br />
7. Retno Endang Prihartini<br />
8. Mangatas Pasaribu<br />
9. Basuki<br />
10. Totok Sugiyono<br />
11. Dimas Aditya Nugraha<br />
12. Farida Dewi Maharani<br />
13. Lucy Tri Amintasari<br />
14. Budi Harto<br />
15. Heryadi<br />
Narasumber : 1. Deputi Bidang Kelembagaan, KUKM, Untung Tri Basuki<br />
2. Dirjen IKP, Kementerian Kominfo, Freddy H Tulung<br />
Pembuat Artikel : Prijambodo, Asdep Urusan Pengendalian dan Akuntabilitas KUKM,
Kata Pengantar<br />
<strong>Koperasi</strong> merupakan “soko guru” perekonomian rakyat,<br />
oleh karena itu jika koperasi maju dan kuat, perekonomian<br />
rakyat dengan sendirinya akan terangkat. Sebagai lembaga<br />
yang mengutamakan asas kebersamaan, kekeluargaan dan<br />
gotong-royong, koperasi terbukti mampu mengupayakan distribusi<br />
pendapatan secara adil dan merata. Tidak berlebihan<br />
jika koperasi sering disebut sebagai motor penggerak kemakmuran<br />
rakyat Indonesia, khususnya golongan ekonomi<br />
lemah.<br />
Secara kuantitatif, dalam tujuh dekade terakhir perkembangan<br />
koperasi memang luar biasa. Jumlah, jenis, keanggotaan,<br />
maupun kapasitas permodalannya tumbuh pesat. Akan tetapi<br />
perkembangan tersebut belum mampu mencapai target yang<br />
diharapkan pemerintah. Salah satu penyebabnya adalah karena<br />
koperasi itu sendiri belum memasyarakat. Masih banyak<br />
anggota masyarakat yang belum memahami secara komprehensif,<br />
apa, mengapa dan bagaimana sesungguhnya ko perasi.<br />
Rendahnya pemahaman masyarakat tersebut pada ak hirnya<br />
berpengaruh negatif terhadap minat masyarakat untuk menjadi<br />
anggota dan berpartisipasi aktif dalam pengembang an<br />
koperasi.<br />
Di sisi lain, pertumbuhan kuantitas juga belum diimbangi<br />
dengan peningkatan kualitas. Masih banyak koperasi yang<br />
mengalami stagnasi atau bahkan gulung tikar. Kurang maksimalnya<br />
kinerja sebagian koperasi pada umumnya disebabkan<br />
oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia pengelolanya.<br />
Dan faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya<br />
manusia tidak lain adalah karena rendahnya pengetahuan<br />
pengelola terhadap koperasi.<br />
Melihat fakta di atas, jelas bahwa dukungan pemerintah<br />
untuk terus memasyarakatkan koperasi sangat diperlukan.<br />
Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika<br />
- i -
melalui Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik<br />
berupaya memperkuat sosialisasi tentang koperasi kepada<br />
masyarakat. Berbagai bentuk dan cara sosialisasi, baik melalui<br />
media massa maupun komunikasi tatap muka, diharapkan<br />
mampu meningkatkan pemahaman masyarakat, pengurus,<br />
dan para pemangku kepentingan terhadap seluk-beluk<br />
koperasi.<br />
Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan buku<br />
”Memasyarakatkan <strong>Koperasi</strong>, <strong>Tanya</strong> <strong>Jawab</strong> Praktek-Praktek<br />
Aktual Perkoperasian” ini. Buku ini diterbitkan untuk melengkapi<br />
sosialisasi dalam bentuk dan format lainnya yang juga<br />
telah dan akan dilakukan Kementerian Kominfo. Saya berpendapat,<br />
buku yang dikemas dalam bentuk tanya-jawab ini<br />
sangat memudahkan masyarakat memahami koperasi secara<br />
utuh-menyeluruh.<br />
Akhir kata, saya berharap semoga penerbitan buku ini berdampak<br />
positif bagi para pelaku koperasi. Pada gilirannya,<br />
buku ini mampu mendorong berbagai pihak untuk mewujudkan<br />
koperasi yang kuat, berdaya, dan mampu berperan sebagai<br />
mesin pendorong dinamika ekonomi rakyat.<br />
Jakarta, November 2011<br />
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik<br />
Freddy H. Tulung<br />
- ii -
SAMBUTAN<br />
Sebagai khasanah memperkaya pengetahuan dan sumber<br />
referensi perkoperasian, maka telah tersusun buku “ME-<br />
MASYARAKATKAN KOPERASI, tanya jawab praktek-praktek<br />
aktual perkoperasian”. Buku ini, memiliki isi dan lingkup yang<br />
menggambarkan dinamika pemberdayaan perkoperasian di<br />
masa kini.<br />
Buku ini dihimpun dari pengalaman praktis di lapangan,<br />
yang dijalankan dan dialami langsung oleh para peserta bimbingan<br />
teknis (capacity building) perkoperasian yang dilaksanakan<br />
di Tahun 2011. Mereka adalah para aparat Dinas<br />
yang membidangi urusan <strong>Koperasi</strong> dan UKM dari 19 provinsi<br />
pada 288 kabupaten/kota serta unsur gerakan koperasi.<br />
Buku ini berisi tentang bahan pembelajaran perkoperasian<br />
yang aktual, praktek implementasi regulasi perkoperasian,<br />
penyelenggaraan bimbingan dan pemberdayaan koperasi,<br />
dan memberikan solusi terhadap permasalahan di lapangan.<br />
Penyebarluasan ide dan praktek-praktek perkoperasian<br />
perlu dilakukan secara terus menerus dan meluas untuk<br />
memperluas pengetahuan perkoperasian. Dalam kaitan itulah,<br />
buku ini merupakan salah satu sarana pendukung untuk<br />
memasyarakatkan ide berkoperasi dalam rangka Gerakan<br />
Masyarakat Sadar <strong>Koperasi</strong> (GEMASKOP) sebagai salah<br />
satu program prioritas Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Akhirnya kami menyampaikan penghargaan dan terima<br />
kasih, kepada semua pihak khususnya tim fasilitator dan penyusun<br />
buku ini, atas dedikasi dan kesungguhannya mampu<br />
mensintesa praktek-praktek pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>, menjadi<br />
satu informasi yang lengkap. Ucapan terima kasih juga<br />
disampaikan kepada Direktorat Jenderal Informasi dan Ko-<br />
- iii -
munikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika,<br />
atas kerjasamanya menerbitkan buku ini, sehingga mempercepat<br />
penyebarluasan pengetahuan perkoperasian kepada<br />
masyarakat.<br />
Semoga buku ini menjadi sarana untuk memperluas pengetahuan<br />
perkoperasian.<br />
- iv -
Ringkasan<br />
Eksekutif<br />
“MEMASYARAKATKAN KOPERASI, tanya jawab praktekpraktek<br />
aktual perkoperasian” merupakan himpunan pertanyaan<br />
dan penjelasan, yang diolah dari pertanyaan, komentar<br />
dan sharing pengalaman para peserta bimbingan teknis<br />
perkoperasian yang diselenggarakan Kementerian <strong>Koperasi</strong><br />
dan UKM, cq Deputi Bidang Kelembagaan <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />
bersama dengan Sekretariat Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM,<br />
pada tahun 2011.<br />
Bimbingan teknis perkoperasian merupakan kegiatan capacity<br />
building, diikuti sebanyak 1.011 orang terdiri atas, aparat<br />
Dinas yang membidangi urusan <strong>Koperasi</strong> dan UKM dari 19<br />
provinsi pada 288 kabupaten/kota, serta peserta dari gerakan<br />
koperasi. Capacity building dimaksudkan untuk membangun<br />
kesamaan persepsi tentang, kebijakan dan teknis perkoperasian,<br />
sehingga para aparat pembina di daerah memiliki<br />
kemampuan, ketrampilan dan memahami instrumen untuk<br />
pelaksanaan tugas pemberdayaan koperasi di masing-masing<br />
daerah.<br />
Segi menarik selama capacity building perkoperasian,<br />
adalah antusias dan proaktif peserta, pada sesi diskusi dan<br />
- v -
tanya jawab. Materi yang diangkat oleh para peserta, sungguh<br />
bernilai menggambarkan kondisi dan pengalaman aktual<br />
di lapangan, sehingga merupakan bahan pembelajaran yang<br />
berharga bagi orang lain. Informasi ini perlu diorganisir dan<br />
akhirnya disusun menjadi buku ini. Dengan demikian, bukan<br />
hanya peserta yang ikut langsung capacity building, tetapi<br />
para pihak yang tidak mengikuti langsung capacity building<br />
dapat belajar melalui pengalaman yang tertuang dalam buku<br />
ini. Para aparat Dinas yang membidangi urusan KUKM di<br />
provinsi, kabupaten/kota, gerakan koperasi, penggiat koperasi<br />
seperti lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, perguruan<br />
tinggi, dan tidak kalah penting juga bagi masyarakat<br />
luas. Dengan tanpa harus mengikuti secara fisik dan langsung<br />
capacity building, buku ini setidaknya mewakili untuk memperluas<br />
wawasan, pengetahuan, kebijakan dan informasi teknis<br />
perkoperasian.<br />
Isi buku tanya jawab ini, sungguh lengkap. Memuat materimateri<br />
praktis yang menggambarkan dinamika pemberdayaan<br />
koperasi di lapangan, saat ini. Dinamika yang menggambarkan<br />
tingkat pemahaman, implementasi regulasi, pendekatan,<br />
solusi dan kiat-kiat yang memperlihatkan kearifan lokal, dan<br />
bermanfaat sebagai bahan pembelajaran (lesson learn) bagi<br />
yang lain. Lingkup buku ini, membentang dari yang sederhana,<br />
membutuhkan penjelasan dan analisis yang sederhana<br />
pula, sampai hal yang komplek dan membutuhkan penjelasan<br />
dan analisis penyelesaian multi-faktor. Secara tidak langsung,<br />
materi tanya-jawab ini menunjukkan dinamika pemahaman<br />
perkoperasian di tingkat masyarakat umum, di tingkat gerakan<br />
koperasi itu sendiri, dan di tingkat aparat pembina pemerintah.<br />
Proses penyusunan buku ini, dimulai dari pencatatan<br />
- vi -
(mere kam) pertanyaan, komentar dan sharing pengalaman<br />
para peserta capacity building, mengelompokkan ke dalam<br />
rumpun subyek yang sama, memperjelas isi pesan dalam<br />
pertanyaan, serta menyaring subyek-subyek pertanyaan<br />
yang serupa. Dari semula ada sekitar 400 butir pertanyaan<br />
kemudian tersaring menjadi 187 subyek pertanyaan yang sudah<br />
fokus. Subyek-subyek pertanyaan ini kemudian dibahas,<br />
didiskusikan dan disusun penjelasannya oleh tim kerja, yang<br />
sekaligus juga fasilitator bimbingan teknis perkoperasian. Isi<br />
penjelasan terhadap setiap rumpun pertanyaan merupakan<br />
kontribusi bersama, tim penyusun terutama ; Rully Nuryanto,<br />
Adler Bastiyeri, Ronny Hendrawan, Irianta Narun, Sanata<br />
Prayojana, Retno Endang Prihartini, Mangatas Pasaribu, Basuki,<br />
Totok Sugiyono, Subroto Hadisoegondo dan Prijambodo.<br />
Sistematika buku tersusun ke dalam 14 (empat belas)<br />
rumpun materi, menjelaskan 187 pertanyaan. Dalam menggunakan<br />
buku ini, tidak harus berurutan mulai dari rumpun (1)<br />
sampai dengan rumpun (14). Para pengguna dan pembaca,<br />
dapat langsung fokus pada topik-topik tertentu. Namun demikian,<br />
secara ideal untuk memperoleh pemahaman perkoperasian<br />
secara lengkap, sebaiknya diikuti secara berurutan.<br />
Selain itu, antara satu rumpun materi dengan rumpun materi<br />
lain, ada korelasinya.<br />
Belajar dari pengalaman di lapangan melalui himpunan<br />
pertanyaan, komentar dan sharing pengalaman, memberikan<br />
informasi tentang potret dan kelompok kebutuhan di masa depan.<br />
Pertama, perlu menggalakkan penyebarluasan informasi<br />
perkoperasian kepada masyarakat umum. Kedua, menggiatkan<br />
penataan dan pengembangan organisasi dan manajemen<br />
koperasi. Beberapa permasalahan koperasi di lapangan,<br />
- vii -
sebagain (besar) merupakan urusan internal yang penyelesaiannya<br />
harus merujuk kembali peraturan-perundangan yang<br />
berlaku, maupun aturan internal koperasi. Ketiga, peningkatan<br />
kemampuan dan skill pembinaan (pendampingan) perkoperasian<br />
para pembina.<br />
- viii -<br />
Editor
Daftar isi<br />
KATA PENGANTAR i<br />
KATA SAMBUTAN iii<br />
RINGKASAN EKSEKUTIF v<br />
DAFTAR ISI ix<br />
A. Rumpun 1. Umum 1<br />
B. Rumpun 2. Prosedur dan Tata Cara<br />
Pembentukan <strong>Koperasi</strong> 10<br />
C. Rumpun 3. Perubahan Anggaran Dasar 30<br />
D. Rumpun 4. Keanggotaan 34<br />
E. Rumpun 5. Rapat Anggota 38<br />
F. Rumpun 6. Kepengurusan 44<br />
G. Rumpun 7. Pengawasan dan Akuntabilitas 51<br />
H. Rumpun 8. Permodalan 59<br />
I. Rumpun 9. Usaha <strong>Koperasi</strong> 62<br />
J. Rumpun 10. Usaha Simpan Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong> 72<br />
K. Rumpun 11. Pembenahan <strong>Koperasi</strong> Tidak Aktif 82<br />
L. Rumpun 12. Akuntansi dan Perpajakan 90<br />
M. Rumpun 13. Pendidikan dan Pelatihan 95<br />
N. Rumpun 14. Pembinaan oleh Pemerintah 96<br />
- ix -
RUMPUN 1:UMUM<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> saat mendaftarkan badan hukum sangat<br />
semangat. Namun setelah itu kurang ”greget”. Bagaimana<br />
cara meningkatkan semangat tersebut? Harap ada aturanaturan<br />
yang jelas sehingga Kope rasi tidak terselewengkan<br />
oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan.<br />
Penjelasan : Mari kita lihat permasalahan ini secara utuh.<br />
Pendirian <strong>Koperasi</strong>, bukan sekedar ada atau ikut-ikutan bahkan<br />
tidak memiliki tujuan jelas. Sejak niat mendirikan <strong>Koperasi</strong><br />
sudah harus memiliki tujuan jelas. Ada 2 pertanya an<br />
yang diajukan dan perlu dijawab oleh masyarakat yang akan<br />
mendirikan <strong>Koperasi</strong> :<br />
1. <strong>Tanya</strong>kan, apa alasan berkoperasi<br />
2. <strong>Tanya</strong>kan sejauh mana mereka paham tentang Kope rasi<br />
dan konsekuensi berkoperasi.<br />
Kejelasan jawaban pertanyaan itu, menuntun masyarakat<br />
untuk menjadi lebih sadar dan paham apa, bagaimana dan<br />
kemana <strong>Koperasi</strong> yang mereka bentuk akan diarahkan.<br />
Masyarakat yang tidak paham dan tidak jelas berkoperasi,<br />
menjadi salah satu alasan sebagaimana pertanyaan ini, “semangat<br />
saat membentuk, kurang greget setelah terbentuk”.<br />
Berikan penyuluhan yang lengkap tentang hakekat, motif,<br />
tujuan dan manfaat berkoperasi. Seandainya, mereka belum<br />
siap, sarankan untuk menempuh proses transisi sebagai pra<br />
<strong>Koperasi</strong> agar dapat dibina dan siap menjadi <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : Di daerah masih berkembang pandang an, <strong>Koperasi</strong><br />
itu milik masyarakat, dan disuruh bayar gaji guru. Bagaimana<br />
ini ?<br />
Penjelasan : pemahaman seperti itu keliru, dan perlu dibetulkan.<br />
<strong>Koperasi</strong> didirikan oleh dan untuk digunakan bagi ke-<br />
- 1 -
3<br />
4<br />
pentingan anggotanya. Tidak benar <strong>Koperasi</strong> harus melakukan<br />
urusan di luar kepentingannya. Lakukan sosialisasi dan<br />
penyuluhan kepada masyarakat bahwa <strong>Koperasi</strong> itu, sebagai<br />
organisasi memiliki aturan dan ketentuan tertentu. <strong>Koperasi</strong><br />
dimiliki para anggotanya, dan bukan milik masyarakat umum.<br />
Pertanyaan : dewasa ini sering muncul isu-isu yang mengganggu<br />
citra <strong>Koperasi</strong>, seperti black market & debt collector<br />
yang menggunakan nama <strong>Koperasi</strong>. Bagaimana kita menyikapinya<br />
?<br />
Penjelasan : Sikapi isu tersebut secara arif. Kejadian se perti<br />
dicontohkan ini bertentangan dari nilai-nilai Ko perasi. Lakukan<br />
upaya untuk menangkal, tindakan dan tuduhan yang menurunkan<br />
citra <strong>Koperasi</strong>. Lakukan sosialisasi dan komunikasi aktif<br />
kepada <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong>, agar <strong>Koperasi</strong> secara internal<br />
terbangun filter untuk menangkal kejadian dan tuduhan yang<br />
berdampak pada penurunan citra <strong>Koperasi</strong>. Sebagai pejabat<br />
perlu mene liti dan mengkaji peluang terjadinya kasus tersebut<br />
untuk mencari jalan penyelesaiannya.<br />
Pertanyaan : Diketahui bersama bahwa KUD sudah ada sejak<br />
dulu. Namun KUD bukan di-setting sebagai orga nisasi yang<br />
memiliki jiwa kewirausahaan, hanya melakukan program pemerintah.<br />
Dalam beberapa hal kinerja KUD menjadi kurang<br />
maju. Di sisi lain, untuk mengembalikan kepercayaan petani<br />
terhadap KUD sangat susah.<br />
Penjelasan : Pertanyaan ini mengandung 2 (dua) pesan. Pertama<br />
tentang kewirausahaan dan kedua, tentang citra <strong>Koperasi</strong>.<br />
Kedua pertanyaan tersebut benar, dan bukan berlaku<br />
hanya pada KUD tetapi pada <strong>Koperasi</strong> secara umum.<br />
a. Kewirausahaan, adalah satu wujud sikap mental, jiwa,<br />
perilaku dan tindakan seseorang yang mampu menghasilkan<br />
karya-karya produktif. Sikap mental seperti itu juga harus ada<br />
dan tumbuh pada diri pengurus, peng awas, anggota Kopera-<br />
- 2 -
5<br />
6<br />
si. Benar, bahwa <strong>Koperasi</strong> atau KUD yang pengurusnya tidak<br />
memiliki jiwa kewirausahaan, sukar untuk maju dan terbentuk<br />
ketergantungan. Padahal, program dari luar, antara lain dari<br />
pemerintah, BUMN maupun perusahaan-perusahaan hanya<br />
sebatas untuk menstimulir. Pimpinan dan orang-orang di internal<br />
<strong>Koperasi</strong> harus bangkit dan berubah sehingga tercapai<br />
produktivitas tinggi.<br />
b. Kedua, mengenai citra. Ini benar, bukan hanya berlaku<br />
untuk KUD saja. Badan usaha manapun jika memiliki<br />
citra kurang baik maka berdampak kurang baik bagi badan<br />
usaha bersangkutan. Penurunan citra <strong>Koperasi</strong>, harus diberantas<br />
dengan cara antara lain : memberikan penyuluhan<br />
yang benar, menunjukan bukti keberhasilan <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : Bagaimana sikap kita, kalau ada satu ke lompok<br />
masyarakat belum menjadi <strong>Koperasi</strong>, tetapi menggunakan<br />
kata dan atribut <strong>Koperasi</strong> ?<br />
Penjelasan : Pertama pastikan, kalau kelompok ini ”belum<br />
menjadi <strong>Koperasi</strong>”. Ingat pasal 9 Undang-Undang Nomor 25<br />
Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang berbunyi ”<strong>Koperasi</strong><br />
memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya<br />
disahkan oleh pemerintah”. Sikap kita jelas, kelompok itu<br />
bukan <strong>Koperasi</strong>. Jadi tidak dapat menggunakan atribut <strong>Koperasi</strong>.<br />
Sarankan dan lakukan teguran untuk tidak menggunakan<br />
atribut <strong>Koperasi</strong>. Kejadian-kejadian seperti ini ditertibkan<br />
dan jangan ragu bertindak karena ada landasan hukum yang<br />
jelas.<br />
Pertanyaan : Lembaga keuangan mikro, misalnya lembaga<br />
keuangan agrobisnis, apakah LKMA ini sebagai <strong>Koperasi</strong>?<br />
Penjelasan : Lembaga keuangan mikro, seperti contoh di atas,<br />
jelas bukan <strong>Koperasi</strong> (lihat status sebagai Ko perasi seperti<br />
penjelasan pada Nomor 5 di atas). Kalau LKM bukan (belum)<br />
menjadi <strong>Koperasi</strong>, maka tidak perlu menjadi hal yang meng-<br />
- 3 -
7<br />
8<br />
9<br />
ganggu, sepanjang tidak melanggar peraturan-perundangan<br />
tentang perkoperasian. Apabila mereka ingin menjadi badan<br />
hukum <strong>Koperasi</strong>, lakukan penyuluhan perkoperasian. Namun,<br />
sekali lagi, ini bukan keharusan. Keputusan menjadi <strong>Koperasi</strong><br />
diserahkan pada LKM tersebut, dan taat dengan prosedur dan<br />
tata cara pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : untuk membangun citra <strong>Koperasi</strong>, usul agar materi<br />
<strong>Koperasi</strong> dimasukkan pada sekolah ?<br />
Penjelasan : Secara praktis citra <strong>Koperasi</strong> ditentukan oleh<br />
perbuatan, sikap dan hasil yang ditunjukkan Ko perasi kepada<br />
anggota dan masyarakat. Sepanjang <strong>Koperasi</strong> secara individu,<br />
maupun <strong>Koperasi</strong> sebagai gera kan mampu tampil maju,<br />
dan memberikan manfaat bagi anggota dan masyarakat, pasti<br />
terbangun citra bagus. Sebaliknya, seandainya ada satu atau<br />
dua <strong>Koperasi</strong>, memberikan citra buruk, akan berdampak luas<br />
terhadap citra <strong>Koperasi</strong> secara keseluruhan. Inilah yang sulit.<br />
Di lingkungan <strong>Koperasi</strong> itu sendiri (internal) harus terbangun<br />
komunikasi untuk membangun citra yang baik.<br />
Pertanyaan : kekurangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />
1992 tentang Perkoperasian adalah sanksi yang kurang jelas.<br />
Mohon dalam Undang-Undang <strong>Koperasi</strong> nantinya dimasukkan<br />
sanksi yang tegas agar dapat di terapkan di daerah, baru<br />
menjadi <strong>Koperasi</strong> tingkat nasional.<br />
Pertanyaan : Setelah <strong>Koperasi</strong> berdiri dan berjalan, tetapi kemudian<br />
melakukan praktek-praktek bukan seperti <strong>Koperasi</strong>.<br />
Bagaimana menanganinya ?<br />
Penjelasan : Pertanyaan Nomor 8 dan 9 berkaitan, dan dijelaskan<br />
sekaligus. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />
tentang Perkoperasian merupakan Undang-Undang yang<br />
bersifat ”Lex Specialist” dan hanya meng atur bagaimana<br />
sebaiknya <strong>Koperasi</strong> dikelola dan dikembangkan. Kalau ada<br />
- 4 -
10<br />
masalah perdata dan/atau pidana, maka sanksi yang ada tunduk<br />
dan digunakan ketentuan pada KUHP/Perdata.<br />
Penyelenggaraan <strong>Koperasi</strong> di Indonesia, di atur dalam Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,<br />
dan dalam hal penyelenggaraan ke giatan usaha juga diatur<br />
dalam peraturan perundang an terkait. Ada ketentuan peraturan<br />
perundangan yang harus dipegang dan ditegakkan.<br />
<strong>Koperasi</strong> yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam per aturan<br />
perundang an perkoperasian, atau peraturan perundangan<br />
lain, ataupun pelanggaran yang bersifat pidana maupun perdata,<br />
maka ranah penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan<br />
yang berlaku dalam peraturan perundangan perkoperasian,<br />
peraturan perundangan terkait maupun KUHP/perdata.<br />
Pertanyaan : kalau <strong>Koperasi</strong> tingkat kabupaten ingin menjadi<br />
<strong>Koperasi</strong> tingkat nasional apakah perlu dibubarkan dulu ?<br />
Penjelasan : Tidak perlu. Tetapi <strong>Koperasi</strong> tersebut harus<br />
melakukan proses Perubahan Anggaran Dasar (PAD) yang<br />
memungkinkan masyarakat dari luar wilayah kedudukan <strong>Koperasi</strong><br />
yang bersangkutan, untuk menjadi anggota <strong>Koperasi</strong><br />
tersebut.<br />
• Apabila <strong>Koperasi</strong> di Kabupaten ingin ”mengembangkan”<br />
wilayah keanggotaannya maka harus melakukan proses<br />
PAD sebagaimana telah disebut diatas, untuk PAD ikuti ketentuan<br />
dalam PP Nomor 4 Tahun 1994 dan Permen 01/2006<br />
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan<br />
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong><br />
• Apabila ada <strong>Koperasi</strong> yang ”ngotot” ingin mendapatkan<br />
”pengesahan badan hukum lagi untuk menjadi ” <strong>Koperasi</strong><br />
tingkat nasional ” maka badan hukum yang lama harus dicabut<br />
dibubarkan karena satu <strong>Koperasi</strong> tidak bisa mempunyai<br />
2 badan hukum. Sisi penting yang perlu dipahami oleh<br />
masyarakat, bahwa status badan hukum <strong>Koperasi</strong> itu adalah<br />
satu dan sama. Tidak ada arti bahwa status badan hukum<br />
yang diterbitkan di kabupaten/kota, lebih rendah dibanding-<br />
- 5 -
11<br />
12<br />
kan diterbitkan di provinsi ataupun di Kementerian KUKM. Kalau<br />
masih ada pandangan seperti itu, merupakan pandang an<br />
keliru dan harus diluruskan.<br />
Pertanyaan : Kami ingin sharing tentang aplikasi jati diri <strong>Koperasi</strong>.<br />
Ada <strong>Koperasi</strong> yang dalam proses Rapat Anggota<br />
Tahun an (RAT) untuk pemilihan pengurus ternyata berjalan<br />
cepat dan lancar, karena kharisma dari ketua umum. Apakah<br />
kharisma tersebut sesuai dengan jati diri <strong>Koperasi</strong>?<br />
Pertanyaan: Berkaitan dengan jati diri <strong>Koperasi</strong>. Pembagian<br />
sisa hasil usaha dilakukan secara adil seban ding dengan<br />
besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Dalam pembinaan<br />
kami menekankan sebagai berikut. Kalau BUMN ada<br />
laba kembali ke kas Negara, bila swasta ada keuntungan akan<br />
masuk ke kantong peng usaha. Kalau <strong>Koperasi</strong> akan kembali<br />
ke masing-masing anggota sesuai besarnya jasa usaha anggota.<br />
Disini kami memberikan penerapan praktis tentang jati<br />
diri <strong>Koperasi</strong>. Benarkah!<br />
Penjelasan : Pertanyaan Nomor 11 dan 12 dijelaskan sekaligus.<br />
Kharisma atau ketokohan, bukanlah cermin an jati diri<br />
<strong>Koperasi</strong>. Salah satu prinsip <strong>Koperasi</strong>, yaitu “demokrasi” yang<br />
mengedepankan kesamaan hak, kewajiban dan suara bagi<br />
setiap anggota untuk aktif dan berpartisipasi, tanpa ditentukan<br />
besarnya modal (simpanan pokok). Kejadian ini, harus<br />
disikapi sebagai “kasus khusus atau kausalistis” dan tidak dapat<br />
berlaku umum.<br />
Mengenai kiat untuk menanamkan jati diri <strong>Koperasi</strong> de ngan<br />
menggunakan contoh perbandingan antara <strong>Koperasi</strong>, BUMN<br />
dan BUMS, seperti yang dilakukan tersebut, dapat diterima<br />
dan dijalankan. Pembagian Sisa Hasil Usaha menurut Undang-Undang<br />
Nomor 25 tahun 1992 tentang Perko perasian<br />
menyebutkan, <strong>Koperasi</strong> itu ba ngun perusahaan, yang memiliki<br />
nilai dan jati diri tidak berorientasi mencari untung, tetapi pelayanan.<br />
Namun bukan berarti <strong>Koperasi</strong> tidak boleh untung.<br />
- 6 -
13<br />
14<br />
Pertanyaan : Untuk pembinaan <strong>Koperasi</strong> sekolah, pada waktu<br />
dahulu berdasarkan Undang-Undang lama yaitu Undang-<br />
Undang Nomor 12 Tahun 1967, Departemen <strong>Koperasi</strong> mengeluarkan<br />
contoh format anggaran dasar tentang <strong>Koperasi</strong><br />
Sekolah. Bagaimana sekarang de ngan Undang-Undang Nomor<br />
25 Tahun 1992, khususnya untuk tujuan pembinaan <strong>Koperasi</strong><br />
sekolah kita apakah masih menggunakan contoh format<br />
tersebut atau terdapat aturan yang baru ?<br />
Penjelasan : Tidak ada aturan atau format khusus tentang<br />
<strong>Koperasi</strong> sekolah pada saat sekarang ini. Silahkan masingmasing<br />
mengembangkan kreativitas berkaitan dengan upaya<br />
pembinaan <strong>Koperasi</strong> di kalangan siswa (sekolah). Namun,<br />
harus tetap memegang esensi bahwa <strong>Koperasi</strong> di kalangan<br />
siswa, yang umurnya masih di bawah umur sesuai ketentuan<br />
persyaratan keanggotaan, dimaksudkan sebagai proses<br />
pembelajaran. Karena itu, <strong>Koperasi</strong> di kalangan sekolah, belum<br />
memiliki badan hukum.<br />
Pengembangan <strong>Koperasi</strong> dikalangan siswa (<strong>Koperasi</strong><br />
sekolah) merupakan langkah yang justru harus digalakkan.<br />
<strong>Koperasi</strong> di kalangan sekolah merupakan sarana untuk<br />
mengembangkan jiwa kewirausahaan siswa dan generasi<br />
muda.<br />
Pertanyaan : Kami ingin urun rembug tentang pengelolaan<br />
<strong>Koperasi</strong> yang baik. Salah satunya adalah pelaksanaan RAT<br />
yang tepat waktu, dan memiliki pengurus yang dapat mengelola<br />
usaha.<br />
Penjelasan : Pendapat saudara benar. Rapat anggota (tahunan)<br />
dan berfungsinya kepengurusan, hanya sebagian<br />
indikator yang menunjukkan tingkat kemajuan <strong>Koperasi</strong>. Ketentuan<br />
peraturan-perundangan Perkope rasian sebenarnya<br />
telah memberikan rambu-rambu yang dapat menjadi indikator<br />
kemajuan <strong>Koperasi</strong>, terutama berfungsinya rapat anggota,<br />
kepengurusan, kepengawasan, keanggotaan dan terwujud-<br />
- 7 -
15<br />
16<br />
nya prinsip dan jati diri <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM seharusnya ikut menangani Perkoperasian<br />
dan membuatkan aturan-aturan rinci untuk membina<br />
teknis Perkoperasian di daerah.<br />
Penjelasan : Mengenai pertanyaan ini kita harus proporsio nal.<br />
Berkaitan kewenangan, semua mengacu pada peraturan perundangan<br />
khususnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004<br />
tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah<br />
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan<br />
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah<br />
Daerah Kabupatan/ Kota. Satu hal yang harus sama<br />
persepsinya, yaitu bahwa urusan <strong>Koperasi</strong> dan usaha kecil<br />
adalah urusan wajib di daerah. Jadi, sebenarnya operasio nalisasi<br />
pengembangan <strong>Koperasi</strong>, ada dan menjadi urusan wajib<br />
provinsi, kabupaten/kota. Pemerintah pusat bersifat mendukung.<br />
Memang ada kebijakan-kebijakan yang bersifat makro<br />
dan nasional tetap menjadi tugas pemerintah, Kementerian<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Pertanyaan : Di lapangan kita sering dihadapkan urus an kepailitan,<br />
yang kita sendiri kurang tahu dan diluar kewenangan<br />
kita. Kita juga dihadapkan dengan urusan bantuan pemerintah.<br />
Dimana kewenangan daerah ?<br />
Penjelasan : Seperti sudah dijelaskan pada pertanyaan Nomor<br />
8 dan Nomor 9, ada berbagai peraturan perundangan<br />
terkait yang harus dipahami dan dipedomani oleh pembina<br />
Dinas KUKM dalam membina <strong>Koperasi</strong> di lapangan. Mengenai<br />
kepailitan (yang dijadikan acu an pembubaran <strong>Koperasi</strong>)<br />
tunduk dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun<br />
- 8 -
2004 tentang Kepailit an dan Penundaan Kewajiban Pembayaran<br />
utang. Pernyataan dan keputusan kepalitan ini, ada<br />
di ta ngan pengadilan, bukan Dinas KUKM. Jadi, kalau maksudnya<br />
Dinas KUKM juga perlu memiliki kewenangan memutuskan<br />
kepailitan, ini tidak dapat. Demikian juga berkaitan<br />
kewenangan “program-program bantuan perkuatan”. Agar dilihat,<br />
sumber pendanaannya, melalui APBN atau APBD! Ada<br />
peraturan perundangan yang mengatur tentang itu, Undang-<br />
Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, Undang-<br />
Undang Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan ataupun<br />
peraturan daerah. Jadi, Dinas KUKM agar mempedomani<br />
ketentuan yang berlaku. Hal yang serupa juga berlaku pada<br />
lingkup urus an lain, yang memerlukan rujukan peraturan perundangan<br />
tertentu, di luar Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />
1992 tentang Perkoperasian.<br />
- 9 -
RUMPUN 2:PROSEDUR DAN TATA CARA<br />
PEMBENTUKAN KOPERASI.<br />
1<br />
Pertanyaan : Ada banyak masyarakat yang berbondongbondong<br />
mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Setelah dicek syaratnya tidak<br />
memenuhi, dan kebanyakan hanya ikut-ikutan karena ada<br />
bantuan. Bagaimana jika keinginan masyarakat tersebut didorong<br />
untuk menjadi unit otonom saja, daripada <strong>Koperasi</strong>.<br />
Bagaimana untuk meng atasi hal tersebut ?<br />
Penjelasan : Ada 2 (dua) pesan yang perlu diselesaikan. Pertama<br />
berkaitan dengan <strong>Koperasi</strong>, dan kedua berkaitan dengan<br />
unit otonom.<br />
a. Mengenai <strong>Koperasi</strong>, sikap yang perlu dipegang yaitu<br />
ikuti prosedur dan tata-cara pendirian <strong>Koperasi</strong> yang diatur<br />
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang<br />
Persyaratan dan Tata Cara Pendirian <strong>Koperasi</strong>, dan Perubahan<br />
Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>, serta Peraturan Menteri <strong>Koperasi</strong><br />
dan UKM khususnya Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006<br />
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan<br />
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>.<br />
Setiap anggota masyarakat, sah-sah saja membentuk <strong>Koperasi</strong><br />
sepanjang sesuai dengan pengertian, hakekat, tata<br />
cara pendirian <strong>Koperasi</strong>, dengan tujuan yang jelas. <strong>Koperasi</strong><br />
dibentuk tidak untuk ikut-ikutan, apalagi motif mencari bantuan.<br />
Ini tidak benar dan tidak sesuai de ngan hakekat <strong>Koperasi</strong>.<br />
Lakukan penyuluhan Perkoperasian kepada masyarakat.<br />
b. Kedua, mengenai unit otonom, yang dalam hal ini barangkali<br />
yang dimaksudkan adalah suatu kelompok Non-formal<br />
yang dikelola secara otonom. Kalau yang dimaksudkan<br />
sebagai suatu unit otonom, atau kelompok yang tidak berstatus<br />
badan hukum <strong>Koperasi</strong>, maka diposisikan sebagai bukan<br />
<strong>Koperasi</strong>, maka silakan saja. Tetapi jika ingin membentuk<br />
- 10 -
2<br />
3<br />
<strong>Koperasi</strong>, kembalikan keinginan tersebut dengan tata aturan<br />
Perkoperasian yang ada.<br />
Pertanyaan : Apakah <strong>Koperasi</strong> yang belum mendapatkan status<br />
badan hukum, boleh beroperasi sebagai <strong>Koperasi</strong> ?<br />
Penjelasan : Dalam ketentuan yang berlaku (Peraturan Pemerintah,<br />
dan Permen 01/Per/M.KUKM/I/2006) selama calon<br />
<strong>Koperasi</strong> (pra-<strong>Koperasi</strong>) itu masih dalam pro ses pengesahan<br />
untuk memperoleh status badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dapat<br />
melakukan kegiatan usaha. Seperti diketahui bahwa jangka<br />
waktu dihitung sejak peng ajuan permohonan sampai dengan<br />
penerbitan dan/atau penolakan menjadi badan hukum <strong>Koperasi</strong>,<br />
menurut Per aturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994<br />
tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendirian dan Perubahan<br />
Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>, adalah 3 (tiga) bulan. Namun, kegiatan<br />
usaha tersebut nanti dilaporkan dan untuk mendapatkan<br />
persetujuan dalam rapat anggota.<br />
Sepanjang rapat anggota menerima dan menyetujui operasionalisasi<br />
usaha yang dilakukan calon peng urus (pra-<strong>Koperasi</strong>),<br />
sebelum pengesahan status badan hukum <strong>Koperasi</strong>,<br />
maka operasionalisasi usaha tersebut menjadi tanggung<br />
jawab lembaga <strong>Koperasi</strong>. Tetapi jika rapat anggota tidak menyetujui<br />
operasionalisasi usaha yang dilakukan calon pengurus<br />
sebelum pengesahan status badan hukum <strong>Koperasi</strong>,<br />
maka hal itu menjadi tanggung jawab pribadi calon pengurus<br />
tersebut.<br />
Pertanyaan : Ketika <strong>Koperasi</strong> sudah mendapatkan akta Notaris<br />
diartikan juga sudah mendapatkan status Badan Hukum.<br />
Apakah ini betul ?<br />
Penjelasan : hal ini tidak betul (lihat penjelasan butir 2 di<br />
atas). Akta pendirian <strong>Koperasi</strong> tidak sama dengan pengesahan<br />
status badan hukum <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong> menyusun<br />
akta pendirian, yang penyusunannya itu dibantu oleh Notaris.<br />
- 11 -
4<br />
5<br />
Notaris hanya bertugas membantu membuatkan Akta Pendirian<br />
menjadi Akta yang otentik sepanjang belum diterbitkan<br />
status badan hukum Ko perasi oleh pemerintah, maka belum<br />
sah berstatus badan hukum <strong>Koperasi</strong>, sebagaimana Undang-<br />
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal<br />
9. Bagi masyarakat yang masih memiliki pemahaman seperti<br />
yang disampaikan ini, perlu diluruskan.<br />
Pertanyaan : Kami mempunyai pengalaman barangkali sama<br />
dengan daerah lain. Calon pengurus <strong>Koperasi</strong> tiba-tiba membawa<br />
akta, minta disahkan badan hukumnya, Setelah dicek<br />
di lapangan ternyata datanya tidak benar. Dengan kejadian<br />
tersebut akhirnya kami membuat kesepakatan dengan Notaris,<br />
agar Notaris melakukan konsultasi dengan Dinas KUKM<br />
sebelum menandatangani akta. Pertanyaannya apakah cara<br />
yang kami lakukan dibenarkan dan tidak melanggar aturan ?<br />
Pertanyaan : Pengalaman di lapangan, dijumpai sebagian<br />
anggota masyarakat yang ingin berkoperasi datang, membawa<br />
akta pendirian yang penyusunannya dibantu Notaris,<br />
dan kemudian segera minta di sahkan. Padahal setelah kami<br />
cermati, isi akta pendirian tersebut belum tepat. Apakah ada<br />
ketentuan dari Kementerian KUKM, bahwa Notaris perlu menanyakan<br />
kepada Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM terlebih dahulu.<br />
Dengan demikian tidak terjadi akta pendirian yang sudah<br />
dibuat, ternyata tidak tepat.<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 5 dan Nomor 6 dijawab sekaligus.<br />
Langkah dan cara seperti itu, dapat dibenarkan. Verifikasi<br />
dokumen dan verifikasi lapangan memang harus dilakukan.<br />
Langkah proaktif dengan membuat kesepakatan dengan<br />
Notaris setempat, seperti yang dilakukan di daerah Saudara<br />
sangat baik dan tidak melanggar aturan. Pengalaman ini dapat<br />
dijadikan model bagi daerah lain.<br />
Berkaitan dengan masalah ini hendaknya dapat dilakukan<br />
hubungan dengan pengurus ikatan Notaris di daerah, sehing-<br />
- 12 -
6<br />
7<br />
ga sebelum tersusun akta pendirian diberikan saran sehingga<br />
memenuhi ketentuan dan ”roh” perkoperasian. Ketentuan<br />
berkaitan dengan peran Notaris sebagai pembuat akta <strong>Koperasi</strong>,<br />
diatur dalam Kepmen Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX/2004<br />
tentang Notaris sebagai Pembuat akta <strong>Koperasi</strong> (NPAK).<br />
Pertanyaan : mengusulkan pada pemerintah pusat untuk<br />
meninjau kembali berjalannya <strong>Koperasi</strong> dan masih banyak<br />
yang kurang pada pekerjaan Notaris, terutama muatan-muatan<br />
perkoperasian.<br />
Penjelasan : kemungkinan seperti itu ada saja. Penguasaan<br />
substansi Perkoperasian belum sepenuhnya dipahami oleh<br />
Notaris, khususnya hal-hal yang menjadi “roh perkoperasian”.<br />
Agar Dinas KUKM pro aktif dan ambil inisiatif untuk menjembatani<br />
persoalan seperti itu. Cara teknis yang baik, undang<br />
dan lakukan pertemuan konsultasi untuk menyamakan<br />
persepsi dan langkah teknis dalam proses pembuatan akta<br />
pendirian <strong>Koperasi</strong>. Misal, perlunya para pendiri berkonsultasi<br />
dengan Dinas KUKM untuk memperoleh saran, sebelum akta<br />
pendirian ditanda tangani Notaris. Pengalaman seperti ini dilakukan<br />
oleh beberapa kabupaten/kota, ternyata efektif.<br />
Pertanyaan : Di satu Kabupaten ada sekelompok orang mau<br />
mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Dalam penyampaian keinginan itu,<br />
tidak disebutkan <strong>Koperasi</strong> tingkat kabupaten, atau propinsi.<br />
Tahu-tahu mereka ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong> tingkat nasional.<br />
Apakah kehadiran kami untuk memberikan penyuluhan<br />
Perkoperasian saat pertemuan pendirian, harus dibatalkan<br />
atau diteruskan?<br />
Penjelasan : diteruskan. Penyuluhan Perkoperasian bagi<br />
masyarakat yang ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong>, dapat tetap<br />
diteruskan. Penyuluhan Perkoperasian itu berlaku umum,<br />
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang<br />
<strong>Koperasi</strong> secara utuh dan benar. Penyuluhan Perkoperasian<br />
- 13 -
8<br />
9<br />
10<br />
dapat dilakukan kepada siapa, dimana saja. Berikan pengertian<br />
bahwa secara administratif pengesahan Badan Hukum,<br />
ada yang dilakukan di kabupaten/kota, atau provinsi, atau nasional,<br />
namun secara substansi <strong>Koperasi</strong> itu sama.<br />
Pertanyaan : Dalam rangka pembentukan <strong>Koperasi</strong> primer,<br />
kami menyarankan agar dalam rapat pembentukannya, selain<br />
mengundang Dinas/Instansi terkait, juga mengundang<br />
perangkat desa ( RT, Lurah ) setempat. Gunanya kalau terjadi<br />
sesuatu hal, perangkat kelurahan dapat mengetahui, sesuai<br />
dengan domisili wilayah kerjanya. Mohon Penjelasan!<br />
Penjelasan : pada dasarnya boleh saja, mengundang pihak<br />
lain yang dianggap relevan, seperti Lurah atau ketua RT,<br />
sepan jang perannya tidak mencampuri masalah pembentukan<br />
dan internal <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : Ada satu <strong>Koperasi</strong>, semula keberadannya di satu<br />
Kabupaten A. Setelah pemekaran kabupaten, <strong>Koperasi</strong> tersebut<br />
berada di wilayah Kabupaten B sebagai hasil pemekaran.<br />
Apakah <strong>Koperasi</strong> tersebut harus membuat kembali badan hukum,<br />
atau cukup melalui perubahan anggaran dasar?<br />
Penjelasan : tidak perlu, bahwa badan hukum (BH) <strong>Koperasi</strong><br />
itu hanya satu. Badan hukum diperoleh saat pendirian, dan<br />
lepas saat <strong>Koperasi</strong> dinyatakan bubar. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang sudah<br />
memiliki badan hukum, karena alasan pemekaran wilayah<br />
maka tidak perlu membuat badan hukum baru. Badan hukum<br />
lama tetap valid, walaupun <strong>Koperasi</strong>nya sekarang ber ada di<br />
Kabupaten B.<br />
Pertanyaan : Bagaimana sikap, langkah atau saran serta<br />
solusi yang harus kita berikan terhadap suatu <strong>Koperasi</strong> yang<br />
dokumen badan hukum/anggaran dasarnya hilang ? Sementara<br />
dokumen yang seharusnya ada pada kita pembina, baik<br />
di Kantor Dinas kab/kota maupun propinsi juga tidak dapat<br />
- 14 -
ditemukan pada arsip di kantor, karena beberapa faktor seperti<br />
: kejadian gempa bumi, pindah kantor dll. Untuk sekarang<br />
kita baru memberikan solusi :<br />
a. buat berita acara kehilangan<br />
b. buat laporan kehilangan kepada polisi<br />
c. dan dibuat lagi badan hukum/akta <strong>Koperasi</strong><br />
Apakah langkah-langkah ini tepat?<br />
Penjelasan : langkah yang dilakukan tepat. Pertanyaan ini<br />
mengandung 2 pesan. Pertama tentang pentingnya dokumentasi,<br />
dan kedua solusi mengatasi permasalahan tersebut,<br />
dokumen-dokumen <strong>Koperasi</strong> seperti badan hukum, akta<br />
pendirian, anggaran dasar <strong>Koperasi</strong>, seharusnya tersimpan<br />
tertib di setiap Dinas yang membidangi urusan KUKM. Setiap<br />
pengesahan badan hukum, harus dicatat dalam buku daftar<br />
umum <strong>Koperasi</strong>. Ini menjadi perhatian bagi Dinas yang mengurusi<br />
KUKM. Jika saat ini, pengadministrasian dokumen-dokumen<br />
<strong>Koperasi</strong>, belum tertib, segera tertibkan.<br />
a. Untuk alasan karena musibah, bencana alam, tsunami,<br />
banjir dan lain-lain, langkah yang dilakukan tersebut sudah<br />
tepat. Kehilangan dengan alasan bencana atau hal-hal yang<br />
tidak memungkinkan diketemukan kembali, dapat menempuh<br />
cara-cara di atas (membentuk badan hukum baru).<br />
b. Namun untuk alasan, misal pindah kantor sebenarnya<br />
tidak tepat dokumen penting seperti itu hilang. Langkah yang<br />
perlu dilakukan, satu, temukan Nomor badan hukum. Kalaupun<br />
dokumen-dokumen tulisnya hilang, barangkali ada pengurus<br />
atau orang masih ingat Nomor, tanggal, tahun penerbitan<br />
badan hukum <strong>Koperasi</strong>. Setelah, ketemu Nomor badan<br />
hukum, lacak ke Dinas KUKM provinsi, lacak ke Kementerian<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM. Apakah copy akta pendirian, anggaran<br />
dasar <strong>Koperasi</strong> tersebut masih ada. Jika tidak ketemu, maka<br />
susun dokumen anggaran dasar baru, dengan keteranganketerangan<br />
bukti kehilangan.<br />
- 15 -
11<br />
12<br />
13<br />
Pertanyaan : perlu pembatas jangka waktu umur <strong>Koperasi</strong>.<br />
Usul, tentukan masa waktu <strong>Koperasi</strong> ?<br />
Penjelasan : Jangka waktu badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dalam peraturan<br />
perundangan tidak ditentukan eksplisit. Jangka waktu<br />
badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dibuat tidak terbatas, dan/atau terbatas.<br />
Pilihan ini dikembalikan pada <strong>Koperasi</strong> sendiri. Kebanyakan<br />
<strong>Koperasi</strong> memilih tidak terbatas. Usulan ini bagus dan<br />
menjadi pertimbangan dalam penetapan kebijakan berkaitan<br />
umur badan hukum <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : ada orang bilang, perlu pra <strong>Koperasi</strong>, bagaimana<br />
menurut Bapak/Ibu ?<br />
Penjelasan : Pra-<strong>Koperasi</strong> adalah istilah yang digunakan sebagai<br />
teknik dan metode pembinaan. Bagi masyarakat yang<br />
ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong>, sebaiknya melakukan persiapan<br />
terlebih dulu. Persiapan ini, dalam bahasa program disebut pra-<br />
<strong>Koperasi</strong>. Jadi, pra-<strong>Koperasi</strong> merupakan langkah yang baik,<br />
digunakan sebagai sarana teknis operasional, pendekat an<br />
pembinaan perkoperasian. Beberapa daerah telah menerapkan<br />
teknik pra-<strong>Koperasi</strong> sehingga saat <strong>Koperasi</strong> tersebut telah<br />
berdiri, sudah memiliki kesiapan yang baik. Pra-<strong>Koperasi</strong><br />
ini, belum memiliki status badan hukum <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> sedang konsultasi, untuk menjadi<br />
<strong>Koperasi</strong> nasional, dengan motif akan buka cabang di wilayah<br />
lain. Bagaimana ini ?<br />
Penjelasan : motif seperti itu sebenarnya tidak tepat. Dalam<br />
konteks ini ada tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu oleh<br />
<strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan, seperti perubahan anggaran<br />
dasar yang memungkinkan masyarakat di luar wilayah domisili<br />
pendiri <strong>Koperasi</strong> menjadi anggota <strong>Koperasi</strong> tersebut. Selanjutnya<br />
apabila jumlah anggota di wilayah Kab/Kota lokasi kantor<br />
cabang akan didirikan sudah mencapai jumlah minimal 20<br />
- 16 -
14<br />
15<br />
orang, barulah <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan bisa membuka<br />
kantor cabang. Tetapi harus dipegang teguh bahwa pembukaan<br />
kantor cabang itu dengan maksud untuk mendekatkan<br />
pelayanan anggota <strong>Koperasi</strong> dimaksud.<br />
Pembukaan kantor cabang juga harus memenuhi persyaratan<br />
sesuai ketentuan yang berlaku seperti : usaha simpan<br />
pinjam sudah berjalan minimal 2 tahun dan sudah dinilai<br />
tingkat kesehatannya dengan hasil minimal ”cukup sehat”.<br />
Sebelum mencapai tahap itu, perlu diverifikasi terlebih dahulu<br />
apakah memang <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan sudah layak<br />
untuk mengembangkan wilayah domisili keanggotannya (dilihat<br />
omset/skala usaha <strong>Koperasi</strong>).<br />
Pertanyaan : untuk mencapai <strong>Koperasi</strong> menjadi <strong>Koperasi</strong><br />
berkualitas, maka pada pendirian perlu ada kelayakan usaha.<br />
Mohon kejelasan bagaimana kelayakan usaha ini !<br />
Pertanyaan : sebelum mendapatkan pengesahan badan hukum<br />
<strong>Koperasi</strong> agar ada study kelayakan, bagaimana maksud<br />
ini ?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 14 dan Nomor 15 dijelaskan<br />
sekaligus. Sebenarnya pertanyaan ini berlaku bagi masyarakat<br />
yang akan mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Untuk apa dan untuk siapa<br />
mereka mendirikan <strong>Koperasi</strong> ?<br />
Hakekat <strong>Koperasi</strong> dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />
1992 tentang Perkoperasian, sudah sangat jelas. <strong>Koperasi</strong><br />
dibentuk untuk dapat memperjuangkan kepentingan<br />
anggota, dengan melakukan usaha yang berkaitan dengan<br />
kegiatan usaha anggotanya atau untuk melayani kebutuhan<br />
anggotanya. Kelayakan usaha merupakan hal pokok dan<br />
penting. Patokan-patokan untuk memahami dan menilai suatu<br />
kelayakan usaha, dapat menggunakan patokan-patokan yang<br />
lazim digunakan untuk menilai suatu kelayakan usaha. Tentu,<br />
tidak harus seberat analisis proyek raksasa.<br />
Masalah yang ada, berapa jauh pengetahuan calon pengu-<br />
- 17 -
16<br />
17<br />
rus tentang kelayakan usaha ini, dan juga belum sepenuhnya<br />
dikuasai oleh petugas yang memproses pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />
Memang kelayakan usaha paling sering diabaikan saat pendirian<br />
<strong>Koperasi</strong>, dan lebih terpaku pada pemenuhan syarat administrasi<br />
belaka.<br />
` Dalam menyusun studi kelayakan usaha selama ini, silakan<br />
menggunakan buku-buku referensi, contoh-contoh kelayakan<br />
usaha yang ada di daerah saudara. Pada prinsipnya<br />
kelayakan usaha itu menganalisa, menghitung aspek organisasi<br />
dan manajemen, produksi, pemasaran, lingkungan, legal<br />
serta permodalan dan investasi dan mengambil keputusan<br />
bahwa usaha yang dilakukan secara finansial dan ekonomi<br />
dinilai layak.<br />
Pertanyaan : Apakah <strong>Koperasi</strong> dapat diberikan/diterbitkan<br />
pengesahan badan hukumnya dengan memperhatikan : (1)<br />
tempat tersebut sudah ada <strong>Koperasi</strong> lain ? (2) Apakah ada<br />
tumpang tindih tentang keanggotaan <strong>Koperasi</strong>?<br />
Penjelasan : Dapat. Dalam satu wilayah tertentu dapat<br />
berkembang lebih dari satu <strong>Koperasi</strong>, sesuai dengan tuntutan<br />
dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Apabila, <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong><br />
tersebut sejenis, dengan kebutuhan pelayanan kepada<br />
anggota yang juga sama, jelas menurunkan efisiensi dan keekonomian<br />
usaha, disarankan tidak perlu mendirikan <strong>Koperasi</strong><br />
sejenis. Idealnya <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong> yang ada dalam suatu<br />
kawasan tertentu, merupakan jenis <strong>Koperasi</strong> yang beda untuk<br />
memberikan pelayanan kebutuhan ekonomi yang berlainan.<br />
Sarankan, masyarakat yang ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong> yang<br />
sama, lebih efisien menjadi anggota <strong>Koperasi</strong> yang ada. Jadi,<br />
tumpang tindih keanggotaan menjadi tidak ada, karena mereka<br />
memiliki kebutuhan yang berbeda.<br />
Pertanyaan : mohon petunjuk mengenai pendelegasian wewenang<br />
dalam rangka pengesahan Badan Hukum <strong>Koperasi</strong><br />
Primer tingkat Provinsi oleh Gubernur sebagai wakil Kemen-<br />
- 18 -
18<br />
19<br />
20<br />
terian <strong>Koperasi</strong> dan UKM untuk menandatangani Pengesahan<br />
BH. Tugas tersebut kemudian didelegasikan kepada Kepala<br />
Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM setempat. Apakah ada peraturan<br />
yang mengatur pendelegasian tersebut sebagai pedoman<br />
bagi kami di daerah.<br />
Pertanyaan : apa kira-kira ada masalah bila Kepala Dinas<br />
KUKM yang menandatangani pengesahan badan hukum <strong>Koperasi</strong><br />
?, karena masih tidak jelas.<br />
Pertanyaan : kewenangan pejabat yang mengesahkan akta<br />
pendirian disetiap Kabupaten/kota masih berbeda-beda, ada<br />
yang oleh Bupati/Walikota dan ada yang oleh Kepala Dinas<br />
KUKM. Pendelegasian dari Bupati/Walikota ke kepala Dinas<br />
KUKM apakah ada dasar hukumnya?<br />
Pertanyaan : apakah bisa penandatanganan pengesahan<br />
akta pendirian <strong>Koperasi</strong> oleh kepala Dinas KUKM, atas pelimpahan<br />
wewenang secara tertulis oleh Bupati ?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 17, 18, 19 dan 20 memiliki<br />
maksud sama dan dijelaskan sekaligus. Sebagaimana amanah<br />
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />
Perkoperasian, yang berwenang mengesahkan pendirian <strong>Koperasi</strong><br />
adalah Menteri yang membidangi <strong>Koperasi</strong>. Menteri<br />
dapat mendelegasikan wewenang tersebut kepada Kepala<br />
Daerah dalam kerangka tugas pembantuan. Dalam era otonomi<br />
daerah, Menteri tidak dapat langsung menugaskan<br />
Kepala Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM, karena daerah Provinsi,<br />
Kab/Kota saat ini mempunyai kewenangan tersendiri, Menteri<br />
hanya dapat mendelegasikan wewenangnya kepada kepala<br />
daerah.<br />
Pendelegasian wewenang dalam rangka pengesahan<br />
badan hukum <strong>Koperasi</strong> primer Provinsi oleh Gubernur sebagai<br />
wakil Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM berdasarkan<br />
pada Keputusan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor<br />
- 19 -
21<br />
22<br />
: 123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang Penyelenggaraan Tugas<br />
Pembantuan Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian,<br />
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran <strong>Koperasi</strong> pada<br />
Provinsi, Kab/Kota.<br />
Sedangkan pengesahan untuk <strong>Koperasi</strong> primer, sekunder<br />
skala Nasional berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor : 124/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang<br />
Penugasan Pejabat yang berwenang untuk memberikan<br />
pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan<br />
pembubaran <strong>Koperasi</strong> pada Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />
untuk <strong>Koperasi</strong> tingkat nasional.<br />
Penandatanganan pengesahan akta pendirian <strong>Koperasi</strong><br />
oleh kepala Dinas <strong>Koperasi</strong> UKM bisa dilakukan apabila ada<br />
perintah tertulis dari Gubernur dan Bupati/Walikota selaku<br />
Kepala Daerah kepada Kepala Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM untuk<br />
menandatangani pengesahan tersebut.<br />
Pertanyaan : Apakah pendirian <strong>Koperasi</strong> primer (seperti di<br />
atas), menjadi kewenangan prov untuk mengesahkannya ?<br />
Penjelasan : Lihat dahulu <strong>Koperasi</strong> primer di wilayah mana?,<br />
provinsi atau kabupaten/kota. Ketentuan kewenangan pengesahan<br />
badan hukum <strong>Koperasi</strong>, diatur menurut Keputusan<br />
Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor : 123/Kep/M.<br />
KUKM/X/2004 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan<br />
Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran<br />
Dasar dan Pembubaran <strong>Koperasi</strong> pada Provinsi, Kab/<br />
Kota. Jika <strong>Koperasi</strong> primer tersebut, ada dalam wilayah kabupaten/kota,<br />
maka pengesahannya dilakukan oleh Bupati/<br />
Walikota. Jika <strong>Koperasi</strong> primer tersebut, ada dalam wilayah<br />
provinsi, maka pengesahannya dilakukan oleh Gubernur.<br />
Pertanyaan : Kementerian KUKM jika menunjuk Notaris di<br />
suatu daerah, agar selektif. Karena beberapa pengalaman,<br />
terdapat Notaris yang tidak mengetahui peraturan dan teknis<br />
<strong>Koperasi</strong>, sehingga sering terjadi kekeliruan.<br />
- 20 -
Penjelasan : Penetapan Notaris sebagai pejabat pembuat akta<br />
pendirian koperasi, bekerjasama dengan Ikatan Notaris Indonesia<br />
(INI) yaitu setelah Notaris yang bersangkutan mengikuti<br />
program pembekalan oleh Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Kemudian telah dilakukan proses seleksi secara profesional<br />
dan telah diadakan penyuluhan serta pelatihan bagi para notaris,<br />
agar mereka paham tentang koperasi.<br />
Adapun persyaratan dan tata cara untuk menjadi Notaris<br />
diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan<br />
UKM Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai<br />
Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong>, BAB III Persyaratan dan tata<br />
cara penetapan Notaris Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong> pasal 4 dan 5<br />
yaitu;<br />
a. Untuk dapat ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta<br />
<strong>Koperasi</strong> harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:<br />
Notaris yang telah berwenang menjalankan jabatan sesuai<br />
peraturan Jabatan Notaris dan memiliki sertifikat<br />
tanda bukti telah meng ikuti pembekalan dibidang perkoperasian<br />
yang ditandatangani oleh Menteri.<br />
b. Notaris yang telah memenuhi persyaratan pada butir a,<br />
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri untuk<br />
ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong><br />
melalui Kepala Dinas/Instansi yang membidangi <strong>Koperasi</strong><br />
tingkat Kab/Kota pada tempat kedudukan Notaris<br />
yang bersangkut an.<br />
c. Kepala Dinas/Instansi yang membidangi koperasi tingkat<br />
Kabupaten/Kota memberikan tanda terima permohonan<br />
dan menyampaikan berkas pendaftaran kepada Menteri<br />
dengan tembusan kepada Kepala Dinas/Instansi yang<br />
membidangi <strong>Koperasi</strong> tingkat propinsi (Dinas/Instansi<br />
paling lama dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal<br />
diterimanya permohonan secara resmi).<br />
d. Kemudian Menteri menetapkan Notaris sebagai Pembuat<br />
Akta <strong>Koperasi</strong> dengan Surat Keputusan Menteri dan<br />
di sampaikan langsung kepada Notaris yang bersangku-<br />
- 21 -
23<br />
24<br />
tan, dengan tembusan kepada Menteri Kehakiman dan<br />
HAM, Gubernur dan Kepala Dinas/Instansi yang membidangi<br />
koperasi tingkat Propinsi/Dinas Instansi serta<br />
kepada Bupati/Walikota dan Kepala Dinas/Instansi yang<br />
membidangi Kab/Kota pada tempat kedudukan Notaris.<br />
Kalaupun di lapangan masih ada kekurangan, disarankan<br />
agar melakukan pertemuan konsulatif antara Dinas KUKM<br />
setempat dengan ikatan notaries daerah (pengurus wilayah,<br />
pengurus daerah INI) untuk menyelesaikan persoalan tersebut.<br />
Pertanyaan : di kabupaten A baru ada satu Notaris pembuat<br />
akta <strong>Koperasi</strong>, biayanya mahal. Di kabupaten tetangga ada<br />
Notaris pembuat akta pendirian <strong>Koperasi</strong> dengan biaya lebih<br />
murah. Apakah akta pendirian boleh diterbitkan oleh Notaris di<br />
kabupaten tetangga ?<br />
Penjelasan : secara ketentuan tidak boleh. Karena wilayah<br />
kerja Notaris itu telah ditentukan menurut ketentuan di luar<br />
kewenangan Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM, yang mengatur<br />
wilayah kerja Notaris. Notaris di kabupaten A memiliki<br />
wilayah kerja di kabupaten A. Mengenai, biaya tentunya dapat<br />
dibicarakan.<br />
Pertanyaan : Di Kabupaten A terdapat Notaris sedangkan di<br />
Kabupaten B tidak ada Notaris, bolehkah masyarakat di Kab.<br />
B menggunakan Notaris di Kab A?<br />
Penjelasan : yang menjadi patokan boleh atau tidak boleh,<br />
adalah ketentuan internal kenotarisan itu sendiri. Wilayah<br />
kerja Notaris telah ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan<br />
HAM, dibagi menurut daerah administratif. Notaris di Kab A<br />
dengan wilayah kerja di Kabupaten A, demikian juga Notaris<br />
di Kabupaten lain. Peran Notaris, pada intinya membantu<br />
membuat dokumen akta pendirian dan anggaran dasar <strong>Koperasi</strong><br />
sehingga menjadi dokumen otentik. Dengan pegangan<br />
seperti itu, masyarakat dapat menggunakan jasa Notaris un-<br />
- 22 -
25<br />
26<br />
tuk penyusunan akta pendirian <strong>Koperasi</strong>. Kalau di wilayah itu,<br />
tidak ada Notaris pembuat akta pendirian <strong>Koperasi</strong>, maka dapat<br />
dibuat para pendiri dengan bantuan pejabat.<br />
Menurut Kepmen No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 dalam<br />
pasal 19 ayat 3 menyebutkan bahwa terhadap daerah tertentu<br />
yang belum ada Notaris serta berdasarkan kondisi wilayah<br />
dan masyarakatnya dipandang belum mampu melaksanakan<br />
keputusan ini dapat diatur dan ditetapkan seperti Surat Deputi<br />
No. 117/Dep.1/XI/2006 perihal penjelasan pasal 6 ayat 1 permen<br />
01/2006 apabila disuatu daerah belum ada Notaris yang<br />
telah ditetapkan oleh Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />
sebagai Notaris Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong>, maka penyusunan<br />
Akta Pendirian <strong>Koperasi</strong> dilakukan oleh para pendiri <strong>Koperasi</strong><br />
yang bersangkutan, dibimbing oleh Pejabat yang membidangi<br />
pembinaan <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : Notaris minta jumlah pengurus genap, yaitu 6.<br />
Sedangkan kita mengatakan jumlah pengurus, ganjil, misal 3<br />
atau 5, akhirnya terjadilah tarik urat antara pembina-Notaris.<br />
Bagaimana solusi ini ?<br />
Penjelasan : ketentuan peraturan perundangan, tidak mengatur<br />
tentang jumlah pengurus. Berapa jumlah orang pengurus<br />
sesuai kebutuhan dan ditentukan dalam rapat pembentukan<br />
pertama kali, yang dapat disesuaikan melalui rapat anggota<br />
selanjutnya. Namun disarankan, ganjil, dengan maksud apabila<br />
dalam pengambilan keputusan yang harus ditempuh dengan<br />
voting, maka ada kepastian keputusannya. Pertimbangan<br />
ini penting, sebagai langkah antisipatif ke depan. Jadi,<br />
disarankan, ganjil.<br />
Pertanyaan : setiap keputusan yang dibuat oleh <strong>Koperasi</strong> harus<br />
disahkan Notaris. Namun ada juga yang tanpa disahkan<br />
Notaris. Apakah kita perlu atau boleh memberikan pengesahan<br />
Badan Hukum ?<br />
Penjelasan : Akta pendirian <strong>Koperasi</strong> disusun oleh pendiri<br />
- 23 -
27<br />
<strong>Koperasi</strong> (bagi daerah yang belum ada Notaris pembuat akta<br />
pendirian dan/atau disusun atas bantuan Notaris (NPAK).<br />
Perlu didudukkan secara benar, mengenai peran Notaris,<br />
pembuatan akta pendirian, anggaran dasar dan pengesahan<br />
badan hukum <strong>Koperasi</strong>.<br />
a. Dalam pembentukan <strong>Koperasi</strong> para pendiri menyusun<br />
akta pendirian dan anggaran dasar. Penyusunan akta pendirian<br />
dan anggaran dasar ini, dibantu oleh Notaris, agar dokumen<br />
itu menjadi dokumen otentik. Posisi dan peran Notaris<br />
adalah membantu para pendiri dalam menyusun akta pendirian<br />
dan Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>.<br />
b. Jadi, sepanjang isi dan kebenaran akta pendirian<br />
dan anggaran dasar <strong>Koperasi</strong> tersebut dinilai benar, silahkan<br />
diproses dan diterbitkan status badan hukum <strong>Koperasi</strong> oleh<br />
pemerintah. Dengan demikian menjadi jelas, pengesahan badan<br />
hukum <strong>Koperasi</strong> tetap menjadi wewenang pemerintah,<br />
baik jika akta pendirian tersebut disusun atas bantuan Notaris,<br />
atau disusun sendiri oleh pendiri pada kabupaten/kota yang<br />
belum ada Notaris pembuat akta pendirian <strong>Koperasi</strong> (NPAK).<br />
Karena itu, pemberian pengesahan badan hukum, terhadap<br />
akta pendirian yang penyusunannya dibantu Notaris dan/atau<br />
disusun sendiri oleh pendiri, tetap memiliki bobot sama.<br />
Pertanyaan : penyusunan anggaran dasar oleh Notaris telah<br />
dilakukan, tapi banyak yang tidak sesuai dengan aturan yang<br />
berlaku. Contohnya tidak ada periode jabatan pengurus, simpanan<br />
pokok tidak ada, simpanan disebut dengan deposito.<br />
Bagaimana ini !<br />
Penjelasan : minta untuk diperbaiki. Isi anggaran dasar <strong>Koperasi</strong>,<br />
harus sesuai dengan peraturan perundangan yang<br />
ada, prosedur dan tata cara pendirian <strong>Koperasi</strong>, serta “kebutuhan”<br />
<strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Apabila menurut saudara, isi anggaran<br />
dasar tersebut kurang, maka minta untuk disempurnakan<br />
kembali, dan tidak harus disahkan badan hukumnya.<br />
- 24 -
28<br />
29<br />
30<br />
Pertanyaan : Untuk pengurusan dari Notaris dikenakan biaya.<br />
Sementara pengesahan dari pemerintahan seharusnya juga<br />
ada biaya. Bagaimana solusinya?<br />
Penjelasan : bantuan penyusunan akta oleh Notaris pakai<br />
biaya, karena memang mereka diperbolehkan menarik biaya,<br />
sebagai jasa keahlian (profesionalisme). Sedangkan pengesahan<br />
badan hukum merupakan kewajiban pemerintah sebagai<br />
bentuk pembinaan pemberdayaan. Selama ini tidak (belum)<br />
ada ketentuan pengenaan biaya pada penerbitan badan<br />
hukum <strong>Koperasi</strong>. Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan<br />
tugas penerbitan badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dapat diusulkan<br />
dan ditampung dalam APBN atau APBD.<br />
Pertanyaan : Bagaimana bentuk anggaran dasar pembentukan<br />
<strong>Koperasi</strong> ?<br />
Penjelasan : sebagaimana diatur dalam pasal 8 Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, isi anggaran<br />
dasar (AD) sekurang-kurangnya memuat :<br />
1. Daftar nama pendiri,<br />
2. Nama dan tempat kedudukan<br />
3. Maksud dan tujuan serta bidang usaha<br />
4. Ketentuan mengenai keanggotaan<br />
5. Ketentuan mengenai rapat anggota<br />
6. Ketentuan mengenai pengelolaan<br />
7. Ketentuan mengenai permodalan<br />
8. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya<br />
9. Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha.<br />
10. Ketentuan mengenai sanksi<br />
Pertanyaan : masih ada celah dalam Undang-Undang Nomor<br />
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang lemah. Pendirian<br />
<strong>Koperasi</strong> dapat dibentuk sekurang-kurangnya 20 orang. Perlu<br />
wacana jika pembentukan <strong>Koperasi</strong>, minimal 100 atau 150<br />
orang.<br />
- 25 -
31<br />
Pertanyaan : Kepmen Nomor : 123/Kep/M.KUKM/X/2004<br />
tentang penyelenggaraan tugas pembantuan dalam rangka<br />
pengesahan akta pendirian, perubahan AD pada prov, kab/<br />
kota, diharapkan ada ketegasan terhadap jumlah anggota 20<br />
orang tersebut. Mengingat Kepmen ini hanya menyatakan<br />
tentang domisili keanggotaan lebih dari satu kab/kota, maka<br />
pengesahan Badan Hukum menjadi kewenangan Provinsi.<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 30 dan Nomor 31 dijelaskan<br />
sekaligus. Ketika proses pendirian <strong>Koperasi</strong>, hendaknya pejabat<br />
tidak semata-mata melihat dari sisi administratif belaka.<br />
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />
setidaknya mengisyaratkan hal-hal pokok untuk mendirikan<br />
<strong>Koperasi</strong>.<br />
Satu, <strong>Koperasi</strong> dibentuk untuk mencapai peningkatan<br />
kesejahteraan anggota. Dua, usaha <strong>Koperasi</strong> merupakan<br />
usaha yang memiliki keterkaitan dengan upaya untuk meningkatkan<br />
kepentingan usaha anggota. Tiga, saat pendirian<br />
<strong>Koperasi</strong> perlu membuat rencana usaha yang layak. Jadi,<br />
jelas ada kepentingan dari anggota yang perlu dilayani oleh<br />
<strong>Koperasi</strong>.<br />
a. Lakukan pengecekan siapa anggota, untuk apa berkoperasi,<br />
manfaat apa diharapkan diperoleh melalui <strong>Koperasi</strong>.<br />
“Roh” <strong>Koperasi</strong> sudah jelas termuat dan diatur dalam peraturan<br />
yang ada. Kalaupun sekarang, masih ada yang hanya<br />
melihat sisi administratif saja, tentunya ke depan perlu dirubah<br />
dengan melihat sisi-sisi lain yang memang diamanatkan.<br />
b. Mengenai ada pendapat, syarat jumlah orang untuk<br />
mendirikan <strong>Koperasi</strong> 20 orang, sangat sedikit sehingga<br />
sangat mudah mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Sekali lagi, keinginan<br />
mendirikan <strong>Koperasi</strong> yang berdasarkan kebutuhan, tidaklah<br />
terganggu dengan jumlah 20 orang. Lebih penting, adalah<br />
tujuan berkoperasi. Sebagai pembanding, Undang-Undang<br />
Perkoperasian di Thailand, cooperative act tahun 1999, menetapkan<br />
jumlah orang pendiri <strong>Koperasi</strong> 10 orang. jika pendirian<br />
<strong>Koperasi</strong> tersebut benar-benar sesuai kaidah <strong>Koperasi</strong>,<br />
maka jumlah tersebut bukan menjadi soal.<br />
- 26 -
32<br />
33<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang isi dalam akta pendirian dan<br />
anggaran dasarnya mencantumkan banyak sekali kegiatan<br />
usaha. Saya menyarankan, coba pilih dan fokus pada kegiatan<br />
usaha yang penting. Apa langkah saya ini benar ?.<br />
Penjelasan : langkah Saudara benar. Pencantuman seluruh<br />
kegiatan usaha dalam anggaran dasar, secara tidak langsung<br />
mencerminkan para pendiri koperasi itu, tidak paham dan<br />
mengkaburkan hakekat <strong>Koperasi</strong>. Undang-Undang Nomor<br />
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 43 yang berbunyi<br />
“usaha <strong>Koperasi</strong> adalah usaha yang berkaitan langsung<br />
dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan<br />
kesejahteraan anggota”. Dengan mengacu pada ketentuan<br />
ini, maka jelas usaha <strong>Koperasi</strong> sudah fokus. Mencakup kegiatan<br />
usaha yang berkaitan dengan kepentingan usaha anggota,<br />
atau kegiatan yang terkait dengan kegiatan usaha. Penempatan<br />
kegiatan usaha <strong>Koperasi</strong>, yang terkesan asal taruh,<br />
jelas tidak betul.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> anggotanya di bawah 20 orang,<br />
disarankan untuk menambah atau untuk merger, tetapi pengurus<br />
ngotot tidak mau. Tanggung jawab siapa ini, pengurus?<br />
langkah apa yang perlu dilakukan ?<br />
Penjelasan : Sudah jelas bahwa koperasi tersebut tidak memenuhi<br />
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang<br />
No. 25 tahun 1992, pasal 6 bahwa untuk koperasi primer jumlah<br />
anggota sekurang-kurangnya 20 orang.<br />
Langkah yang perlu dilakukan adalah :<br />
1. Pejabat dinas KUKM melakukan pembinaan terhadap koperasi<br />
dengan memberikan penjelasan kepada pengurus<br />
koperasi untuk memenuhi aturan yang tercantum dalam<br />
pasal 6 Undang-Undang No. 25 tahun 1992.<br />
2. Apabila dengan penjelasan yang diberikan pengurus koperasi<br />
tersebut tidak mengindahkannya, maka pejabat<br />
dinas KUKM dapat memberikan peringatan secara lisan<br />
- 27 -
34<br />
sebanyak 3 kali.<br />
3. Jika peringatan lisan juga tidak digubris sebagaimana<br />
angka 1 dan 2, maka langkah selanjutnya adalah memberikan<br />
surat peringatan rencana pembubaran dengan<br />
alasan yang jelas dan sesuai ketentuan pasal 3 Peraturan<br />
Pemerintah No. 17 tahun 1994. Surat peringatan tersebut<br />
ditembuskan ke pihak-pihak terkait. Ikuti prosedur dan tata<br />
cara pembubaran koperasi oleh Pemerintah (lihat Bab K<br />
rumpun (11) Pembenahan <strong>Koperasi</strong> Tidak Aktif No. 11)<br />
Pertanyaan : mohon ketegasan bahwa di daerah kami,<br />
ditempuh cara bagi orang yang akan mendirikan <strong>Koperasi</strong>,<br />
di arahkan untuk mendayagunakan BH <strong>Koperasi</strong> yang “collapse”,<br />
dengan catatan <strong>Koperasi</strong> tersebut tidak bermasalah<br />
dan ada niat pengurus lama untuk menyerahkannya.<br />
Penjelasan : cara seperti ini masuk kategori pengaktifan kembali<br />
koperasi, dan boleh saja dilakukan. Pengaktifan kembali<br />
<strong>Koperasi</strong> yang sudah ada, dengan mengaktifkan kembali badan<br />
hukum, dapat dilakukan. Langkah yang sudah ditempuh,<br />
telah benar. Lakukan pendekatan dan pertemuan antara <strong>Koperasi</strong><br />
yang ada dan tidak aktif, dengan masyarakat yang akan<br />
mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Ada kesepakatan di pihak <strong>Koperasi</strong>,<br />
oleh anggota untuk menerima pengaktifan kembali <strong>Koperasi</strong>.<br />
Langkah selanjutnya, silahkan ditempuh misal, pemilihan<br />
peng urus, pengawas, program kerja dan lain-lain, sebagaimana<br />
ditempuh <strong>Koperasi</strong> pada umumnya.<br />
- 28 -
RUMPUN 3: PERUBAHAN ANGGARAN DASAR<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : meliputi apa saja yang berkaitan dengan perubahan<br />
anggaran dasar <strong>Koperasi</strong>, apa hanya usaha saja ?<br />
Penjelasan : agar mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor<br />
4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan<br />
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar, serta<br />
Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 01/<br />
Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan,<br />
Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran<br />
Dasar <strong>Koperasi</strong>.<br />
a. Dalam pasal 12 disebutkan dalam hal perubahan anggaran<br />
dasar <strong>Koperasi</strong> yang menyangkut perubahan bidang<br />
usaha, penggabungan atau pembagian <strong>Koperasi</strong>, pengurus<br />
wajib mengajukan permintaan pengesahan atas perubahan<br />
anggaran dasar secara tertulis kepada Menteri.<br />
b. Dalam pasal 18 disebutkan perubahan anggaran dasar<br />
<strong>Koperasi</strong> yang tidak menyangkut perubahan bidang usaha,<br />
penggabungan atau pembagian <strong>Koperasi</strong> tidak perlu pengesahan<br />
oleh Pejabat. Tetapi wajib dilaporkan kepada pejabat<br />
paling lambat satu bulan sejak perubahan dilakukan, dan <strong>Koperasi</strong><br />
wajib mengumumkan ke media dalam kurun waktu 45<br />
hari.<br />
Jadi jelas PAD pada koperasi tidak hanya masalah usaha<br />
saja.<br />
Pertanyaan : perubahan AD <strong>Koperasi</strong> untuk perubahan nama<br />
<strong>Koperasi</strong>, misal semula <strong>Koperasi</strong> ”Harapan Maju” berubah<br />
menjadi <strong>Koperasi</strong> ”Maju Harapan” apakah perlu pengesahan<br />
oleh pejabat ?<br />
Penjelasan : tidak perlu. Perubahan kategori ini, tidak termasuk<br />
perubahan usaha, penggabungan dan pembagian<br />
yang ketentuannya perlu disahkan pejabat. Silahkan <strong>Koperasi</strong><br />
melakukan perubahan sendiri, dan cukup melaporkan ke pe-<br />
- 29 -
3<br />
4<br />
jabat setempat (lihat penjelasan Nomor 1 di atas).<br />
Pertanyaan : mohon petunjuk perubahan anggaran dasar<br />
<strong>Koperasi</strong> untuk 3 kasus berikut. (1) Perubahan Anggaran<br />
Dasar tempat kedudukan <strong>Koperasi</strong> dari provinsi misal Sumatera<br />
Barat ke Kota Jambi, semua anggota pindah ke kota<br />
Jambi kare na <strong>Koperasi</strong> ini adalah <strong>Koperasi</strong> karyawan yang<br />
perusaha an induknya pindah (2) Perubahan nama <strong>Koperasi</strong><br />
apakah dibuatkan AKTA Notarisnya dan SK <strong>Koperasi</strong>nya. (3)<br />
Perubah an syarat keanggotaan, contoh : KPN, anggotanya<br />
PNS di daerah ditambah PNS + Pensiunan<br />
Penjelasan : untuk pertanyaan pertama, maka perlu dilakukan<br />
perubahan anggaran dasar, karena perubahan tempat tinggal.<br />
Untuk pertanyaan kedua dan ketiga, juga perlu perubahan<br />
anggaran dasar. Namun karena, tidak menyangkut perubahan<br />
usaha, penggabungan dan pembagian yang ketentuannya<br />
perlu disahkan pejabat. Silahkan <strong>Koperasi</strong> melakukan perubahan,<br />
maka tidak perlu disahkan oleh pejabat. Perubahan<br />
tersebut cukup dilaporkan dan <strong>Koperasi</strong> mengumumkannya<br />
di media (lihat penjelasan Nomor 1 di atas).<br />
Pertanyaan : Bagaimana dengan akta pendirian <strong>Koperasi</strong><br />
yang membuka cabang, apakah perlu perubahan anggaran<br />
dasar atau tidak? Kalau ya, siapa yang berwenang?<br />
Penjelasan : Ya perlu PAD. Di dalam akta pendirian, anggaran<br />
dasar <strong>Koperasi</strong> harus jelas tercantum tentang urusan pembukaan<br />
cabang. Kalau ini belum ada, wajib melakukan perubahan<br />
anggaran dasar. Mengenai pengesahan perubahan<br />
anggaran dasar, sepanjang hal tersebut menyangkut pada<br />
per ubahan bidang usaha, penggabungan atau pembagian<br />
<strong>Koperasi</strong> wajib disahkan oleh pejabat. Perubahan di luar<br />
tersebut, cukup dilaporkan <strong>Koperasi</strong> kepada pejabat (lihat<br />
penjelasan Nomor 1 di atas).<br />
- 30 -
5<br />
6<br />
Pertanyaan : Untuk mengantisipasi kepentingan pribadi maupun<br />
golongan tertentu, dalam SOP Pendirian <strong>Koperasi</strong> di<br />
minta ada syarat tambahan, yaitu surat keterangan atau rekomendasi<br />
dari Kelurahan maupun Kecamatan sebagai salah<br />
satu syarat pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />
Penjelasan : tidak perlu. Syarat pendirian <strong>Koperasi</strong> yang<br />
diatur dalam peraturan perundangan sudah cukup. Bagi<br />
masyarakat yang akan mendirikan <strong>Koperasi</strong>, dan bagi pejabat<br />
yang membimbing pendirian <strong>Koperasi</strong>, agar perpegang pada<br />
peraturan perundangan tersebut. <strong>Koperasi</strong> didirikan untuk<br />
tujuan melayani kebutuhan anggota dalam menjalankan aktivitas<br />
usaha nya. Jadi, sebenarnya apabila latar belakang dan<br />
tujuan pendirian <strong>Koperasi</strong> jelas, tidak perlu ada rekomendasi<br />
tambahan yang tidak diperlukan.<br />
Pertanyaan : bagaimana dengan penomoran Badan Hukum<br />
<strong>Koperasi</strong> yang melakukan Perubahan anggaran dasar. Apakah<br />
perlu dibuat badan hukum baru dengan Nomor baru ?<br />
Penjelasan : Nomor badan hukum tetap. Badan hukum ha nya<br />
satu, sekali diterbitkan dan jika ada pencabutan, akan dicabut.<br />
Perubahan anggaran dasar, tidak mengganti Nomor badan hukum,<br />
atau menerbitkan badan hukum baru. Pada pengalam an<br />
perubahan anggaran dasar, maka Nomor badan hukum lama<br />
tetap hidup, cukup dengan mencantumkan Nomor surat keputusan<br />
pengesahan perubahan anggaran dasar saja.<br />
Contoh, <strong>Koperasi</strong> dengan Nomor badan hukum : 234/BH/<br />
KWK.1/1987. Jika dilakukan perubahan usaha, dan dilaku -<br />
kan perubahan anggaran dasar pada tahun 2007, pemerintah<br />
melalui pejabat yang berwenang akan mengeluarkan surat<br />
keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar, misal,<br />
Nomor 100/Kep/PAD/XI/2007. Untuk pengalaman <strong>Koperasi</strong><br />
ini, maka badan hukumnya tetap Nomor 234/BH/KWK.1/1987<br />
dengan mencantumkan tambahan surat keputusan perubahan<br />
anggaran dasar. Nomor 100/Kep/PAD/XI/2007.<br />
- 31 -
Ada 2 (dua) alasan penting tentang ini. Satu, badan hukum<br />
<strong>Koperasi</strong> itu hanya satu kali, saat dibentuk dan disahkan akta<br />
pendirian <strong>Koperasi</strong>, dan akan lepas saat pembubaran. Keduanya<br />
(dibentuk dan dibubarkan) diumumkan dalam lembaran<br />
negara. Jadi, satu <strong>Koperasi</strong> tidak memiliki lebih dari satu<br />
badan hukum. Dua, tahun pendirian badan hukum <strong>Koperasi</strong><br />
(dalam contoh di atas tahun 1987, dan mengalamui perubahan<br />
sepuluh tahun kemudian tahun 2007) maka jika dihapus<br />
keterangan tahun 1987, diubah menjadi 2007, akan menghilangkan<br />
track-record <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong> seolah-olah baru<br />
lahir di tahun 2007.<br />
- 32 -
RUMPUN 4: KEANGGOTAAN<br />
1<br />
2<br />
3<br />
Pertanyaan : Bagaimana permasalahan tentang KTP sebagai<br />
syarat masuk anggota <strong>Koperasi</strong> berkaitan dengan kedomisilian.<br />
Domisili itu apakah tempat tinggal sesuai KTP atau tempat<br />
kerjanya ?<br />
Pertanyaan : Bagaimana masalah domisili anggota <strong>Koperasi</strong>.<br />
Karena hal ini berhubungan langsung dengan perkembangan<br />
<strong>Koperasi</strong> tersebut !<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 1 dan Nomor 2 dijelaskan<br />
sekaligus. Bagi <strong>Koperasi</strong> baru maka berlaku Undang-Undang<br />
Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 7 ayat 2<br />
yaitu <strong>Koperasi</strong> mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah<br />
negara RI. (tempat kedudukan adalah alamat tetap kantor<br />
<strong>Koperasi</strong>). Dan dihubungkan dengan pendiri <strong>Koperasi</strong>, maka<br />
Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM RI Nomor : 01/<br />
Per/M.KUKM/I/2006 pasal 7 ayat 2 huruf h yaitu melampirkan<br />
poto copy KTP dari para pendiri. Tentunya kedudukan disini<br />
adalah kedudukan wilayah kerja <strong>Koperasi</strong> dan biasanya diperkuat<br />
di anggaran dasar Bab keanggotaan.<br />
Jadi pengurus harus selektif dalam menentukan keanggotaan<br />
sesuai dengan AD/ART. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang telah<br />
berdiri lama penerimaan keanggotaan sebaiknya disesuaikan<br />
dengan aturan yang ada. Wilayah Keanggotaan <strong>Koperasi</strong> didasarkan<br />
pada kedomisilian/tempat tinggal anggota <strong>Koperasi</strong><br />
yang bersangkutan, bukan tempat kerjanya.<br />
Pertanyaan : berapa lama batas waktu status calon anggota<br />
<strong>Koperasi</strong> dan bagaimana dasar hukum calon anggota <strong>Koperasi</strong><br />
?<br />
Penjelasan : Sesuai dengan Undang-Undang 25 Tahun 1992,<br />
- 33 -
4<br />
5<br />
keanggotaan <strong>Koperasi</strong> terdiri dari anggota dan anggota luar<br />
biasa. Untuk KSP sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor<br />
9/1995 tentang Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam<br />
oleh <strong>Koperasi</strong>, KSP yang dimaksud keanggotaan, maka<br />
selain anggota (penuh), anggota luar biasa juga ada calon<br />
anggota. KSP/USP koperasi melayani :<br />
a. Anggota;<br />
b. Calon anggota (calon anggota disini adalah bagi mereka<br />
yang telah menyetor simpanan pokok, tetapi secara admistrasi<br />
belum menandatangani buku anggota dan paling<br />
lama 3 bulan setelah melunasi simpanan pokok harus sudah<br />
menjadi anggota);<br />
c. <strong>Koperasi</strong> lain dan anggotanya.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang keanggotaannya hanya<br />
sedikit tercatat 20 orang anggota. Namun yang dilayani ribuan<br />
dan diakui sebagai anggota luar biasa. Anggota luar biasa itu<br />
seperti apa?<br />
Pertanyaan : Keanggotaan dalam <strong>Koperasi</strong> perlu diadakan<br />
penegasan, karena terdapat keanggotaan sementara. Padahal<br />
dalam aturan, setelah 3 bulan calon anggota harus menjadi<br />
anggota tetap, terutama simpan pinjam<br />
Penjelasan : pertanyaan nomor 4 dan 5 dijelaskan sekaligus.<br />
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />
pasal 4, mengatur tentang keanggotaan. Disini hanya<br />
dikenal sebutan anggota dan anggota luar biasa. Anggota<br />
adalah orang yang memenuhi ketentuan Undang-Undang<br />
dan juga ketentuan dalam AD dan ART <strong>Koperasi</strong>. Anggota<br />
luar biasa adalah orang yang ingin menjadi anggota <strong>Koperasi</strong>,<br />
namun tidak sepenuhnya memenuhi syarat yang ditetapkan<br />
dalam AD. Orang seperti ini dapat diterima sebagai anggota<br />
luar biasa.<br />
b. Sedangkan yang dimaksudkan dengan anggota luar<br />
biasa adalah mereka yang berstatus sebagai WNA atau WNI<br />
- 34 -
6<br />
yang bermaksud menjadi anggota dan memiliki kepentingan<br />
kebutuhan dan kegiatan ekonomi yang diusahakan oleh <strong>Koperasi</strong>,<br />
namun tidak dapat memenuhi semua syarat sebagai<br />
anggota. Misalkan yang bersangkutan tidak mempunyai<br />
KTP yang sesuai AD/ART <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan, tidak<br />
membayar simpanan wajib.<br />
c. Lebih jauh, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9<br />
Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan<br />
Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong> pasal 18 selain menyebut “anggota”<br />
ada sebutan calon anggota. Dengan demikian ada 3 sebutan<br />
keanggotaan : anggota, anggota luar biasa dan calon anggota.<br />
Di <strong>Koperasi</strong> tidak dikenal sebutan anggota sementara.<br />
d. Berkaitan dengan pertanyaan ini, kembalikan pada<br />
peraturan perundangan yang berlaku, yaitu anggota, calon<br />
anggota dengan ketentuan batas waktu maksimal 3 bulan<br />
segera menjadi anggota (tidak ada calon anggota abadi) dan<br />
anggota luar biasa.<br />
Pertanyaan : jika anggota dirasionalisasi bagaimana ketentuannya<br />
?<br />
Penjelasan : rasionalisasi tidak ada payung hukumnya. aturan<br />
tentang siapa, persyaratan diterima dan keluar sebagai anggota<br />
<strong>Koperasi</strong>, termasuk rasionalisasi anggota, semestinya<br />
menjadi urusan internal <strong>Koperasi</strong>, dan diatur dalam AD dan<br />
ART. Namun demikian dapat diberikan, saran rasionalisasi<br />
keanggotaan mengacu pada AD dan ART. <strong>Koperasi</strong> dapat<br />
mengirimkan edaran atau pemberitahuan untuk mengkonfirmasi<br />
keseriusan tetap menjadi anggota, pemenuhan kewajiban,<br />
berikan pilihan, dan dengan batas waktu yang tegas.<br />
Dari sini terinventarisasi anggota-anggota yang dikategorikan<br />
memenuhi persyaratan dan kewajiban. Hasil inventarisasi<br />
akan menemukan jumlah dan sebaran anggota, untuk bahan<br />
rasionalisasi.<br />
- 35 -
7<br />
8<br />
Pertanyaan : mohon dapat diberi pengertian tentang jumlah<br />
anggota minimal ?, apakah betul, setahu saya kalau <strong>Koperasi</strong><br />
tingkat nasional harus dihadiri oleh 85 orang ?<br />
Penjelasan : perlu dipahami secara utuh bahwa <strong>Koperasi</strong> itu<br />
hanya satu. Secara kelembagaan tidak ada pemahaman bahwa<br />
<strong>Koperasi</strong> tingkat nasional itu lebih tinggi daripada provinsi,<br />
dan kabupaten/kota. Tidak ada peningkatan skala seperti itu,<br />
misal kabupaten, naik ke provinsi, naik ke nasional.<br />
a. Jumlah keanggotaan <strong>Koperasi</strong>, diatur dalam Undang-<br />
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal<br />
6, yaitu minimal 20 orang untuk <strong>Koperasi</strong> primer, dan 3 badan<br />
hukum <strong>Koperasi</strong> untuk <strong>Koperasi</strong> sekunder.<br />
b. Mengenai jumlah lebih dari 20 orang, itu saran pejabat<br />
atas dasar kewajaran. Apakah wajar kalau <strong>Koperasi</strong> yang<br />
jangkauan dan skope kerjanya secara nasional, maka sewajarnya<br />
jumlah anggota lebih dari 20 orang !<br />
Pertanyaan : ada anggota umur 15 tahun, diberi status calon<br />
anggota, bagaimana kedudukannya ?<br />
Penjelasan : Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />
1992 Pasal 18 ayat (1) yang dapat menjadi anggota <strong>Koperasi</strong><br />
adalah setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang mampu<br />
melakukan tindak hukum. Tindakan hukum adalah yang telah<br />
mempunyai KTP yaitu minimal 16 tahun. Jadi anggota yang<br />
belum mampu melakukan tindakan hukum (umur 15 tahun)<br />
belum resmi menjadi anggota penuh.<br />
- 36 -
RUMPUN 5: RAPAT ANGGOTA<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : apa tindakan kita sebagai aparat/petugas pembina<br />
terhadap pengurus yang tidak mau melaksanakan RAT<br />
meskipun sudah didesak oleh anggota. Pengurus tetap tidak<br />
mau melaksanakan RAT dengan alasan, misalnya : terkait<br />
dengan manajemen perusahaan induk, hal ini terjadi pada<br />
kop kar.<br />
Penjelasan : alasan seperti itu, tidak tepat. Pisahkan antara<br />
kepengurusan Kopkar dengan manajemen perusahaan dimana<br />
kopkar berada. Kepengurusan Kopkar bersifat independen,<br />
tunduk pada rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi<br />
dalam <strong>Koperasi</strong>, bukan pada perusahaan induk.<br />
Sebagaimana kita ketahui bersama, pengurus berkewajiban<br />
melaksanakan Rapat Anggota, minimal 1 (satu) kali<br />
dalam setahun, sebagai pelaksanaan pertanggungjawaban<br />
pelaksanaan tugas pengurus selama setahun. Oleh sebab itu<br />
bila hal ini terjadi (tidak melaksanakan RAT) pengurus dapat<br />
diberikan sanksi berupa peringatan teguran, baik oleh anggota<br />
maupun pembina. Anggota dapat saja mendesak, untuk<br />
dilakukan rapat anggota luar biasa, dan seberat-beratnya dapat<br />
dilakukan pembubaran oleh pemerintah bila tidak melaksanakan<br />
RAT dalam 2 (dua) tahun berturut-turut.<br />
Pertanyaan : Usaha apa yang ditempuh bila anggota ingin<br />
melakukan rapat anggota untuk pertanggungjawaban pengelolaan<br />
<strong>Koperasi</strong>. Sedangkan pengurus tidak mau mempertanggungjawabkan<br />
kegiatannya pada rapat anggota tersebut?<br />
Penjelasan : Perlu diberi peringatan tentang kewajiban bahwa<br />
rapat anggota secara organisasi merupakan aplikasi pemegang<br />
kekuasaan tertinggi di <strong>Koperasi</strong>. Salah satu tugas pengurus<br />
adalah menyelenggarakan rapat anggota/rapat ang-<br />
- 37 -
3<br />
4<br />
gota tahunan. Pengurus yang tidak mau menyelenggarakan<br />
RAT padahal tidak ada alasan prinsip yang dapat diterima,<br />
menunjukkan ketidakmampuan pengurus dan penyimpangan<br />
organi sasi. Anggota dapat saja mendesak, untuk dilakukan<br />
rapat anggota luar biasa.<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> melaksanakan rapat anggota hanya<br />
setiap 1 tahun sekali ?<br />
Penjelasan : pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar,<br />
dan perlu diluruskan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />
tentang Perkoperasian tidak membatasi jumlah rapat anggota.<br />
Rapat anggota dapat dilakukan lebih dari satu kali. Rapat<br />
anggota minimal satu kali dalam satu tahun (pasal 26) itu<br />
yang disebut RAT. Pengertian yang ada dan berkembang, seolah-olah<br />
hanya ada satu kali rapat anggota, yang kebetul an<br />
pelaksanaannya dilakukan di akhir tahun buku, dan di sebut<br />
rapat anggota tahunan (RAT). Perlu penyuluhan tentang halhal<br />
apa saja yang perlu dilakukan rapat anggota, dan ini seharusnya<br />
diatur dalam AD dan ART.<br />
Pertanyaan : suatu <strong>Koperasi</strong> bergerak dibidang kelapa sawit<br />
dengan jumlah anggota semula 250 orang. Kemudian keanggotaan<br />
ini bertambah menjadi 1000 orang Pada awalnya setiap<br />
orang anggota memiliki 2 ha kebun. Dengan bertambah<br />
menjadi 750 orang anggota baru, maka jatah tanah yang semula<br />
2 ha/anggota berkurang menjadi ¼ ha saja, dan perubahan<br />
jumlah kebun dari 2 ha menjadi ¼ ha sudah dibahas<br />
dalam rapat anggota dan setuju, Dalam perkembangan<br />
pelaksanaan ada 34 anggota merasa dirugikan dan mempermasalahkan<br />
keputusan yang telah disetujui dalam rapat<br />
anggota, dibawa ke pihak berwajib. Apakah dengan kejadian<br />
seperti ini <strong>Koperasi</strong> masih dapat melakukan rapat anggota?<br />
Penjelasan : rapat anggota dapat dijalankan. Pisahkan antara<br />
urusan rapat anggota yang telah memiliki ketentuan, dalam<br />
- 38 -
5<br />
6<br />
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />
maupun dalam AD/ART <strong>Koperasi</strong>, harus dijalankan sesuai<br />
ketentuan yang berlaku. Masalah yang muncul tersebut,<br />
adalah sisi lain, yang perlu diselesaikan tersendiri. Masalah ini<br />
tidak harus menghentikan <strong>Koperasi</strong> untuk menyelenggarakan<br />
rapat anggota.<br />
Pertanyaan : di dalam forum rapat anggota tahunan, semenjak<br />
tahun 2000 belum ada aturan tentang forum rapat anggota.<br />
Saran agar forum rapat anggota itu diatur dalam Per aturan<br />
Pemerintah atau Peraturan Menteri <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Penjelasan : urusan rapat anggota atau khususnya rapat anggota<br />
tahunan, sebenarnya merupakan urusan internal <strong>Koperasi</strong><br />
sehingga diatur dalam AD dan ART <strong>Koperasi</strong>. Rapat<br />
anggota dapat saja dilakukan secara langsung, jika jumlah<br />
anggota <strong>Koperasi</strong> masih sedikit. Rapat anggota dapat dilakukan<br />
dengan cara perwakilan kelompok. Cara-cara rapat<br />
anggota kelompok atau perwakilan sudah banyak dilakukan<br />
oleh <strong>Koperasi</strong> yang jumlah anggotanya banyak, dan hasilnya<br />
tetap sah. Dalam hal itu, pemerintah dapat bertindak sebatas<br />
memberikan rambu-rambu umum sesuai ketentuan peraturan<br />
perundangan.<br />
Pertanyaan : pengawas tidak hadir dan tidak membuat laporan<br />
pengawasan dalam rapat anggota, rapat ini syah atau tidak<br />
?<br />
Penjelasan : rapat anggota tersebut tetap sah. Sah tidaknya<br />
Rapat Anggota ditentukan oleh kuorum rapat. Bila tahapan untuk<br />
mencapai kuorum telah dilaksanakan seperti point Nomor<br />
3 dan 4. RAT itu hanya mengesahkan pertanggungjawaban<br />
pengurus. Sedangkan pertanggungjawaban pengawas belum<br />
dapat disahkan.<br />
- 39 -
7<br />
8<br />
9<br />
Pertanyaan : mengenai kehadiran aparat dinas, karena ada<br />
<strong>Koperasi</strong> yang mengundang, dan ada yang tidak mengundang.<br />
Sebaiknya diharuskan kepada <strong>Koperasi</strong> setiap RAT<br />
mengundang pejabat. Apa peran kita sebagai pembina dalam<br />
acara tersebut?<br />
Penjelasan : ketentuan yang mengharuskan aparat/pembina<br />
diundang dalam RAT, tidak ada. Memang pada Undang-Undang<br />
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok<br />
Perkoperasi an (Undang-Undang lama) RAT wajib dihadiri<br />
aparat/pembina. Namun, pada Undang-Undang Nomor 25<br />
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tidak ada keharusan<br />
menghadirkan aparat/pembina. Kehadiran aparat/pembina,<br />
merupakan undangan.<br />
Bagi aparat/pembina yang hadir dalam undangan RAT,<br />
merupakan kesempatan bagus untuk melakukan pembinaan.<br />
Banyak hal yang dapat dilakukan, antara lain, memberikan motivasi<br />
dan dorongan, memberikan saran perbaikan-perbaik an,<br />
menanamkan dan menegaskan lagi penegakan aturan main<br />
perkoperasian, pendidikan perkoperasian kepada anggota,<br />
menampung aspirasi <strong>Koperasi</strong>, dan hal-hal positif lain.<br />
Pertanyaan : jika ada <strong>Koperasi</strong> yang tidak mengundang pembina<br />
dalam RAT, maka bagaimana keabsahan RAT tersebut?<br />
Penjelasan : RAT tetap sah. Kehadiran aparat/pembina bukan<br />
keharusan. RAT merupakan urusan internal <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong><br />
dapat mengundang atau tidak mengundang pembina.<br />
Namun selaku pembina tetap pro-aktif memonitor <strong>Koperasi</strong><br />
yang menyelenggarakan RAT, tapi tidak mengundang aparat.<br />
Hasil penyelenggaraan RAT agar dilaporkan ke Dinas yang<br />
membidangi urusan <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Pertanyaan : calon anggota jumlahnya banyak, sedangkan<br />
anggota hanya 20 orang. Calon anggota adalah pekerja tambang,<br />
dengan alasan mereka sukar untuk menghadiri RAT dan<br />
untuk tidak mengganggu keabsahan RAT, karena itu mereka<br />
- 40 -
10<br />
11<br />
tetap diposisikan calon anggota saja. Mohon penjelasan?<br />
Penjelasan : pemikiran seperti ini keliru. Alasan bahwa ada<br />
orang yang nantinya diduga tidak dapat datang di RAT, merupakan<br />
pandangan keliru, dan harus diluruskan. Peraturan-perundangan<br />
tentang <strong>Koperasi</strong>, tidak mengenal dan memberikan<br />
penafsiran seperti itu.<br />
Kekhawatiran mereka yang disebut calon anggota sukar<br />
datang di RAT, tidak tepat. Ada cara dan teknik penyelenggaraan<br />
RAT bagi <strong>Koperasi</strong> yang anggotanya sudah banyak. Misal<br />
melalui pra rapat anggota dengan cara kelompok. Dalam<br />
paripurna, setiap kelompok cukup mengirim wakil kelompok<br />
dengan membawa suara anggota, sehingga tidak harus semua<br />
orang hadir sekaligus saat RAT. Beri pengertian kepada<br />
pengurus <strong>Koperasi</strong> seperti itu, bahwa cara pikir ini keliru dan<br />
tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.<br />
Ingat kan, yang namanya calon anggota itu, sementara, dalam<br />
jangka waktu 3 bulan harus menjadi anggota. Bukan, digantung<br />
dengan alasan yang tidak tepat.<br />
Pertanyaan : apakah boleh dalam suatu forum rapat anggota<br />
diwakilkan kepada yang tidak memiliki kompetensi dalam<br />
perkoperasian?<br />
Penjelasan : kalau yang dimaksudkan sepanjang tidak memiliki<br />
kompeten disini, seperti seorang Bapak, mewakilkan kepada<br />
anaknya untuk hadir dalam rapat Rukun Tangga (RT),<br />
tidak boleh. Hak suara keanggotaan tidak dapat dipindahkan<br />
ke orang lain. Tetapi, jika yang dimaksud ”diwakilkan” adalah<br />
perwakilan anggota, dia hadir dalam rapat angota membawa<br />
mandat atau suara anggota (dalam rapat anggota kelompok),<br />
maka ini sah.<br />
Pertanyaan : dalam pertanggungjawaban rapat anggota, dan<br />
telah disahkan. Dikemudian hari terbukti ada penyelewengan.<br />
Bagaimana keabsahan rapat anggota itu ?<br />
- 41 -
Penjelasan : rapat anggota tersebut tetap sah. Mengenai<br />
munculnya permasalahan penyelewengan, maka ini harus<br />
diselesaikan dalam lingkup tersendiri. Bagaimana hasil penyelesaian<br />
itu ? nanti menjadi pertimbangan untuk langkah<br />
lebih lanjut.<br />
Berkaitan dengan ini, terjadi karena lemahnya sistem<br />
peng awasan di <strong>Koperasi</strong>, terutama pengawasan internal. Seharusnya,<br />
apabila <strong>Koperasi</strong> telah siap dengan sistim pengawasan,<br />
maka langkah-langkah preventif (pencegahan) dapat<br />
mendeteksi adanya penyelewengan. Apabila langkah preventif<br />
tidak maksimal, baru dilakukan langkah represif.<br />
- 42 -
RUMPUN 6: KEPENGURUSAN<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : pengurus <strong>Koperasi</strong> itu sebaiknya tidak sering<br />
berganti. Bagaimana kalau ada <strong>Koperasi</strong> pengurusnya tetap<br />
orang yang sama (tidak ganti) dan kharismatik ?<br />
Pertanyaan : bagaimanakah cara pengoptimalan pengelolaan<br />
<strong>Koperasi</strong> yang pengelolanya bersifat ketokohan, dan<br />
cara proses pengkaderan anggota <strong>Koperasi</strong> ?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 1 dan Nomor 2 dijelaskan<br />
sekaligus.<br />
a. Praktek-praktek tidak adanya pergantian kepengurusan,<br />
merupakan implikasi kondisi sosial-budaya masyarakat<br />
daripada urusan organisasi <strong>Koperasi</strong>. Praktek-praktek<br />
semacam itu, tidak dapat diberlakukan secara umum, hanya<br />
bersifat spesifik dan lokalistik, karena itu penyelesaiannya<br />
juga secara spesifik pula. Kita maklum, tidak mudah memperoleh<br />
SDM <strong>Koperasi</strong> yang memiliki kemampuan memimpin,<br />
menjadi pengurus. Tetapi justru menjadi tanggung jawab moral<br />
seorang pengurus, melakukan pengkaderan sebagai bentuk<br />
pelaksanaan salah satu prinsip <strong>Koperasi</strong> “pendidikan anggota”<br />
sekaligus menjadi ukuran keberhasilan kepemimpinan<br />
pengurus yang ada.<br />
b. Mengenai pengalaman ini mari kita letakkan dalam<br />
porsi yang lebih luas. Kondisi ideal yang diharapkan adalah<br />
<strong>Koperasi</strong> dipimpin oleh pengurus yang mempunyai kemampuan<br />
kepemimpinan dan pengelolaan yang handal. Untuk<br />
mewujudkan harapan tersebut, dapat ditempuh melalui kaderisasi<br />
dan pergantian kepengurusan yang professional.<br />
c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian,<br />
memberikan ketentuan tentang jabatan kepengurusan.<br />
Jabatan pengurus 5 tahun. Pengaturan rinci di <strong>Koperasi</strong>,<br />
- 43 -
3<br />
4<br />
5<br />
diatur dalam AD dan ART. Sisi yang lebih penting adalah<br />
melakukan kaderisasi, sehingga <strong>Koperasi</strong> siap dengan caloncalon<br />
pengurus yang memenuhi kualifikasi.<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> punya AD, tapi pengurus belum pernah<br />
membaca AD dikarenakan sering berganti-ganti.<br />
Penjelasan : alasan ini kurang tepat. Suatu hal “kurang bagus”<br />
kalau ada seorang pengurus, belum pernah membaca<br />
AD, ART, peraturan lain dan juga Undang-Undang Nomor 25<br />
Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Kalau jabatan pengurus<br />
3 tahun, masa dalam waktu 3 tahun tidak ada waktu untuk<br />
membaca AD !. Justru di dalam AD itulah pengurus diberikan<br />
rambu-rambu untuk menjalankan tugasnya. Bagaimana seorang<br />
pengurus mampu mengelola <strong>Koperasi</strong>, kalau dia tidak<br />
paham tugas pokok, ketentuan yang dikandung <strong>Koperasi</strong>!<br />
Informasi semacam ini, penting, mengindikasikan perlunya<br />
perhatian khusus pendidikan pengurus atau calon-calon pengurus.<br />
Pertanyaan : pengurus sekunder syaratnya dari pengurus<br />
primer. Masa jabatan, pengurus maksimal 5 tahun. Bagaimana<br />
jika dipilih kembali ?<br />
Penjelasan : ketentuan kepengurusan, siapa menjadi pengurus,<br />
berapa lama, tugas, wewenang pengurus seharusnya<br />
jelas diatur di AD/ART. Dengan demikian jikalau ada ketentuan<br />
internal di suatu <strong>Koperasi</strong>, misal tentang pengangkatan<br />
kembali pengurus, silahkan diatur rinci di AD asal tidak bertentangan<br />
dengan Undang-Undang maupun peraturan lain.<br />
Pertanyaan : jabatan kepengurusan ada periode waktu. Jika<br />
pengurus dibatasi periodenya, <strong>Koperasi</strong> akan gulung tikar.<br />
Karena di banyak <strong>Koperasi</strong>, tidak semua orang mampu dan<br />
mau menjadi pengurus ?<br />
- 44 -
6<br />
7<br />
8<br />
Penjelasan : mensikapi materi ini, agar tidak ditarik kesimpulan<br />
lurus seperti itu. Memang disadari tidak mudah mencari<br />
pengurus yang kompeten. Tetapi bukan berarti, harus menggugurkan<br />
ketentuan dan hakekat kepengurusan. Justru, hal<br />
ini menjadi bahan untuk melakukan pembinaan dan kaderisasi.<br />
<strong>Koperasi</strong> melakukan pendidikan anggota untuk menyiapkan<br />
kader.<br />
Pertanyaan : apabila terjadi perubahan pengurus <strong>Koperasi</strong>,<br />
atau terjadi berakhirnya pengurus <strong>Koperasi</strong>, apakah Dinas<br />
yang membidangi <strong>Koperasi</strong> mengeluarkan Surat Keputusan<br />
perubahan pengurus <strong>Koperasi</strong> ?<br />
Penjelasan : tidak perlu. <strong>Koperasi</strong> itu merupakan organisasi<br />
independen, yang mengurus dan menentukan dirinya sendiri.<br />
Pemilihan, perubahan dan penetapan pengurus, menjadi ranah<br />
kewenangan <strong>Koperasi</strong>. Jadi, tidak perlu ada surat keputusan<br />
(SK) dari Dinas KUKM.<br />
Pertanyaan : banyak pengurus <strong>Koperasi</strong> yang mendobel jadi<br />
pengurus di <strong>Koperasi</strong> lain. Dimohon ada kebijakan untuk<br />
membuat peraturan tentang kepengurusan tersebut ?<br />
Pertanyaan : pengurus <strong>Koperasi</strong> tidak boleh merangkap di<br />
<strong>Koperasi</strong> lain (antar KSP primer). Apakah boleh pengurus <strong>Koperasi</strong><br />
primer merangkap jabatan di <strong>Koperasi</strong> primer lain ?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 6 dan 7 dijelaskan sekaligus.<br />
Semua, dikembalikan pada ketentuan yang berlaku. Untuk<br />
<strong>Koperasi</strong> sekunder, pengurusnya berasal dari pengurus <strong>Koperasi</strong><br />
primer anggotanya. Untuk <strong>Koperasi</strong> sekunder dibenarkan<br />
ada pengurus yang duduk sebagai pengurus <strong>Koperasi</strong><br />
sekunder, sekaligus <strong>Koperasi</strong> primer anggotanya (dobel).<br />
Untuk pengurus <strong>Koperasi</strong> bukan <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam<br />
(primer), tidak ada ketentuan khusus. Namun ditilik dari sisi<br />
dan kewajaran, tidak tepat seorang pengurus merangkap ja-<br />
- 45 -
9<br />
10<br />
11<br />
batan di beberapa <strong>Koperasi</strong> primer lain. Untuk permasalahan<br />
ketentuan jabatan ini, agar diatur dalam AD dan ART. Sedangkan<br />
khusus untuk pengurus <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam (primer)<br />
tidak diperbolehkan merangkap jabatan di pengurus <strong>Koperasi</strong><br />
primer simpan pinjam (primer) lain. Jadi untuk <strong>Koperasi</strong> simpan<br />
pinjam, dilarang jabatan dobel.<br />
Pertanyaan : pengurus dan pengawas merupakan pilihan dari<br />
anggota, lalu bagaiman jika pengurus dan pengawasnya satu<br />
saja ? karena peran pengawas kurang diperlukan.<br />
Penjelasan : pendapat seperti itu keliru, selama ini karena<br />
masih banyak <strong>Koperasi</strong> melihat atau menonjolkan sosok<br />
”orang” pengurus dan ”orang” pengawas, bukan fungsi<br />
kepeng urusan dan fungsi kepengawasan. Organisasi, atau<br />
perusahaan yang besar dan skala raksasa (multi nasional)<br />
sekalipun, tetap mengedepankan fungsi pengawasan atau<br />
kontrol dalam sistem manajemen.<br />
Pertanyaan : dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />
tentang Perkoperasian, terdapat prinsip demokrasi. Implementasi<br />
prinsip ini belum terwujud. Perbandingan ada pengurus<br />
<strong>Koperasi</strong> yang seumur hidup seperti PNS saja!<br />
Penjelasan : wujud konkrit demokrasi dalam <strong>Koperasi</strong>, yaitu<br />
prinsip satu orang satu suara (one man one vote). Hak suara<br />
pada organisasi <strong>Koperasi</strong>, ditentukan orang anggota, bukan<br />
besarnya modal. Implementasi lain wujud demokrasi,<br />
adalah hak setiap anggota untuk dipilih dan memilih menjadi<br />
pengurus atau pengawas, dan sekali lagi bukan didasarkan<br />
besarnya modal. Segi penting wujud demokrasi, yaitu rapat<br />
anggota sebagai Pemegang Kekuasaan Tertinggi di <strong>Koperasi</strong>.<br />
Rapat anggota memutuskan kebijakan, program kerja dan<br />
hal-hal pokok dan penting di <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> akan berjalan baik jika pengurus memiliki<br />
kejujuran. Karena jika tidak ada kejujuran, akan merugikan<br />
anggota dan merusak citra <strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Jadi kita<br />
- 46 -
12<br />
tanam kan kepada pengurus prinsip kejujuran !.<br />
Penjelasan : sangat tepat. Kejujuran bukan hanya monopoli<br />
dan berlaku bagi pengurus. Kejujuran berlaku untuk peng urus,<br />
pengawas, pengelola dan anggota. Kalau kita menyimak kembali<br />
pemikiran Bung Hatta tentang <strong>Koperasi</strong>, beliau menggariskan<br />
bahwa kemajuan <strong>Koperasi</strong> itu sangat tergantung pada<br />
kesadaran dan keinsyafan anggota untuk berusaha dalam<br />
perkumpulan <strong>Koperasi</strong> dan kejujuran pengurusnya. Khusus<br />
untuk pengurus, yang memang dipercaya anggota memimpin<br />
dan mengelola <strong>Koperasi</strong>, tentu memiliki amanah besar untuk<br />
dijalankan dengan jujur.<br />
Mengenai kejujuran ini, sebaiknya menjadi kriteria dalam<br />
pemilihan pengurus, pengawas dan pengelola di <strong>Koperasi</strong>.<br />
Salah satu alat uji untuk itu, antara lain, melalui rekam jejak<br />
(track record) calon pengurus.<br />
Pertanyaan : pengelola diangkat oleh pengurus dan bertanggung<br />
jawab kepada pengurus. Jika pertanggungjawaban<br />
peng urus tidak diterima RAT dan pengawas harus lengser<br />
dari jabatan, apakah pengelola akan otomatis ikut lengser dari<br />
jabatan ?<br />
Penjelasan : tidak otomatis lengser. Pisahkan antara hubung an<br />
pengurus-pengelola, dengan pertanggungjawaban peng urus<br />
di depan anggota (dalam rapat anggota). Keberadaan pengelola<br />
di <strong>Koperasi</strong> didasarkan pada perjanjian tertulis, antara<br />
<strong>Koperasi</strong> (pengurus) dengan pengelola. Pengangkat an pengelola<br />
oleh pengurus telah dilaporkan dan disetujui anggota<br />
dalam rapat anggota. Jadi, keberadaan pengelola merupakan<br />
ikatan institusional <strong>Koperasi</strong>, bukan ikatan perseorangan dengan<br />
pengurus. Kelangsungan dan atau ketidak langsungan<br />
keberadaan pengelola, dikembalikan pada perjanjian yang<br />
terikat diantara pengelola dengan institusi Ko perasi itu.<br />
- 47 -
13<br />
14<br />
15<br />
Pertanyaan : apakah hasil pengawasan yang dilakukan oleh<br />
pengawas, perlu disosialisasikan/diberitahukan terlebih dahulu<br />
ke pengurus, sebelum dibawa ke rapat anggota?<br />
Penjelasan : ya benar harus dikomunikasikan ke pengurus.<br />
Dudukan kembali fungsi, pengawas sebagaimana diatur dalam<br />
Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 maupun hakekat<br />
pengawasan dalam arti umum. Tentang pertanyaan ini, jelas<br />
dan justru perlu komunikasi yang harmonis antara pengawas<br />
dengan pengurus. Pengawas sebaiknya membantu pengurus<br />
dalam menjalankan kegiatan operasional. Hasil pengawasan<br />
harus dikomunikasikan ke pengurus untuk perbaikan.<br />
Pertanyaan : usaha apakah yang dapat dilakukan apabila terjadi<br />
perselisihan dalam kepengurusan <strong>Koperasi</strong>?<br />
Penjelasan : perlu disepakati dulu, bahwa persoalan ini adalah<br />
urusan internal <strong>Koperasi</strong>. Cermati dulu, apa penyebab dan<br />
posisi perselisihan, masalah pribadi atau masalah organisasi.<br />
Apabila masalahnya ada hubungan dengan urusan organisasi<br />
maka kembalikan ke aturan yang berlaku yaitu AD/ ART<br />
atau keputusan-keputusan <strong>Koperasi</strong>. Posisi pembina adalah<br />
mediasi dan advokasi, bukan intervensi.<br />
Pertanyaan : pengurus wajib membuat laporan pertanggungjawaban<br />
pengurus yang berisi laporan keuangan, laporan<br />
organisasi dan lain-lain pada setiap akhir tahun. Saran:<br />
sebaiknya laporan dinamakan laporan pertanggungjawaban<br />
pengurus jika sudah disetujui pada RAT ! (agar ada persamaan<br />
persepsi)<br />
Penjelasan : aturan ini sudah jelas dalam Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 35,<br />
peng urus menyusun laporan tahunan satu bulan setelah tahun<br />
buku ditutup. Persetujuan atas laporan tahunan tersebut,<br />
merupakan penerimaan pertanggungjawaban pengurus oleh<br />
- 48 -
apat anggota. Jadi, gunakan acuan peraturan perundangan<br />
ini, sehingga memiliki persepsi sama.<br />
- 49 -
RUMPUN 7: PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : seyogyanya pengurus dan pengawas harus<br />
sama persepsi. Namun pengawas perlu memiliki kepekaan<br />
untuk curiga lebih dahulu. Karena tanpa ada rasa curiga tidak<br />
akan menemukan masalah!.<br />
Pertanyaan : Banyak <strong>Koperasi</strong> jatuh karena pengawasan<br />
kurang efektif?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 1 dan Nomor 2 dijelaskan<br />
sekaligus. Untuk materi pertama, “pengawas dan pengurus<br />
harus punya persepsi sama”, sangat benar. Pengurus dan<br />
pengawas berbeda karena jabatan, dan ruang. Pengurus<br />
dan pengawas harus memiliki orientasi sama yaitu kemajuan<br />
<strong>Koperasi</strong> dan kesejahteraan anggota. Kondisi yang ada saat<br />
ini, pengurus dan pengawas belum memiliki persepsi sama.<br />
Dalam beberapa kejadian, mereka bahkan berhadapan dan<br />
bukan menjadi mitra satu dengan yang lain.<br />
Untuk materi kedua, pengawas perlu bekal kecurigaan<br />
untuk menemukan masalah, tentu tidak tepat. Tugas pengawasan<br />
untuk memonitor pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan<br />
<strong>Koperasi</strong>, yang telah diputuskan dalam rapat anggota<br />
untuk mencapai tujuan. Jadi tidak benar, pengawasan itu untuk<br />
mencari salah pihak lain. Tetapi untuk memberikan input<br />
perbaikan.<br />
Pertanyaan ini merupakan gambaran nyata di lapangan.<br />
Sejauh ini sudah dikenali sebab-sebabnya. Satu anggapan<br />
bahwa fungsi pengawasan itu tidak penting, dan dianggap<br />
prioritas kedua. Padahal kenyataannya banyak <strong>Koperasi</strong> “jebol”?<br />
karena lemahnya fungsi pengawasan. Sistem manajemen<br />
dan penghargaan di <strong>Koperasi</strong> terhadap pengawas, masih<br />
rendah. Sering kebanyakan <strong>Koperasi</strong> hanya ditentukan oleh<br />
pengurus.<br />
- 50 -
3<br />
4<br />
5<br />
Pertanyaan : dalam kenyataan ada tugas pengawas belum<br />
maksimal. Bahkan ada laporan pengawas yang justru dibuat/<br />
dibuatkan oleh pengurus dan menjadi laporan pengawas<br />
pada saat RAT.<br />
Penjelasan : Ini kondisi yang keliru. Intisari pertanyaan ini adalah<br />
gambaran salah, walaupun terjadi riil di lapangan. Pengawas<br />
yang tidak melakukan fungsi atau tugas pengawasan,<br />
apalagi laporannya dibuatkan pengurus, merupakan bentuk<br />
“pengingkaran tugas, tanggung jawab dan kepercayaan anggota”.<br />
Di kemudian hari tidak boleh dan harus dibina.<br />
Pertanyaan : dalam AD dan ART pengurus dan pengawas<br />
dipilih dan diberhentikan oleh anggota. Namun dalam pelaksanaan<br />
pemilihan, kurang selektif, kurang mendasarkan kemampuan.<br />
Pertanyaan : apakah pengawas itu harus lebih tahu (mempunyai<br />
pengetahuan lebih) dibandingkan pengurus? Karena<br />
mereka yang nantinya bertugas mengawasi jalannya program<br />
kerja <strong>Koperasi</strong>.<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 4 dan 5 dijelaskan sekaligus.<br />
Setiap jabatan memiliki bidang kompetensi sendiri. Ada<br />
kompetensi pengawasan, ada kompetensi pengurus. Sebagai<br />
pembanding, ada orang ahli mesin (kompetensi permesinan),<br />
dan ada orang ahli menjahit (kompetensi menjahit). Jabatan<br />
kepengawasan memang memerlukan keahlian kepengawasan,<br />
berbeda dengan kepengurusan. Jadi tidak perlu<br />
harus lebih unggul dibanding pengurus.<br />
Mengenai pemilihan yang kurang didasarkan kemampuan,<br />
ini persoalan umum di <strong>Koperasi</strong>. Kriteria, persyaratan pengurus<br />
dan pengawas relatif belum tegas. Di <strong>Koperasi</strong>, memang<br />
sampai sekarang ini dihadapkan pada kualitas SDM. Namun<br />
pemilihan pengurus dan pengawas yang lebih menonjol kare-<br />
- 51 -
6<br />
7<br />
na aspek sosial, ketokohan daripada kemampuan, secara<br />
bertahap harus dihilangkan.<br />
Pertanyaan : Jika pengurus mengawasi pengelola, lalu tugas<br />
pengawas itu apa?<br />
Penjelasan : pertanyaan ini tentunya berkaitan dengan pasal<br />
32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berbunyi<br />
”pengurus <strong>Koperasi</strong> dapat mengangkat pengelola yang diberi<br />
wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha”. Penjelasan<br />
pasal 38, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berbunyi,<br />
“dalam hal <strong>Koperasi</strong> mengangkat pengelola, pengawas<br />
dapat diadakan secara tetap atau diadakan pada waktu diperlukan<br />
sesuai dengan keputusan rapat anggota. Hal ini tidak<br />
mengurangi arti pengawas sebagai perangkat organisasi, dan<br />
memberi kesempatan kepada <strong>Koperasi</strong> untuk memilih pengawas<br />
secara tetap atau pada waktu diperlukan.<br />
Pertanyaan seperti ini banyak diajukan di semua acara<br />
bimbingan teknis perkoperasian. Anggapan, jika pengurus<br />
mengangkat pengelola, maka pengawas hapus tidak sesuai<br />
dengan ketentuan pasal 38 tersebut.<br />
Fungsi pengawasan tetap harus ada. Hanya saja ketika<br />
ada pengelola, pelaku pengawas tersebut dapat tetap, atau<br />
dibuat pada waktu diperlukan, bukan hapus. Agar diingat<br />
fungsi pengawasan itu bagian dari sistem manajemen. Jangankan<br />
<strong>Koperasi</strong>, perusahaan multinasional yang besar<br />
pun, pasti memiliki fungsi pengawasan yang canggih.<br />
Pertanyaan : Agar dipertimbangkan masak-masak. Jika pemerintah<br />
memberikan ketentuan syarat sertifikasi SDM<br />
pengawas, namun dalam AD dan ART <strong>Koperasi</strong>, tidak mencantumkan<br />
persyaratan itu, maka potensial menimbulkan<br />
ketidakharmonisan! Jika sertifikasi dijadikan filter dalam pemilihan<br />
pengurus atau pengawas, apakah nantinya tidak menimbulkan<br />
kerancuan?<br />
- 52 -
8<br />
9<br />
10<br />
11<br />
Pertanyaan : Agar Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM, juga menetapkan<br />
syarat kompetensi SDM, seperti penetapan syarat<br />
kompetensi dokter seperti akreditasi rumah sakit, sehingga<br />
mutu SDM di <strong>Koperasi</strong> terstandarisasi?<br />
Pertanyaan : sebagai saran terkait masalah kompetensi pengawas,<br />
diperlukan pelatihan (sertifikasi) pengawas.<br />
Penjelasan pertanyaan Nomor 7, 8 dan 9 dijelaskan sekaligus.<br />
Latar belakang pertanyaan ini muncul dipicu oleh keprihatinan<br />
banyak <strong>Koperasi</strong> terhadap kinerja pengawasan dan<br />
SDM pengawas yang lemah, sehingga hasil pengawasan di<br />
<strong>Koperasi</strong> menjadi lemah pula. Ada banyak usulan, seharusnya<br />
SDM pengawas itu punya kompetensi, dan kalau perlu<br />
ada sertifikasi pengawas.<br />
Kekhawatiran dalam pertanyaan ini dapat diterima. Tentunya<br />
semua pihak harus menghormati ketentuan yang diatur<br />
pada AD/ART. Apabila ada upaya untuk meningkatkan<br />
kemampuan pengawas dengan sertifikasi, tentunya bukan<br />
paksaan. Semuanya dikembalikan pada keputusan <strong>Koperasi</strong>.<br />
Dalam arti, ada keselarasan ketentuan dalam AD/ART yang<br />
mempersyaratkan kualifikasi kompetensi dan sertifikasi jabatan<br />
pengawas.<br />
Pertanyaan : untuk KUD, kenyataan sekarang ini AD dan ART<br />
belum disempurnakan sehingga tidak menampung hal-hal<br />
yang berkembang sekarang ini. Saran!<br />
Pertanyaan : apa diperbolehkan jika di AD ART, juga mencantumkan<br />
hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan manajerial,<br />
misal mencantumkan persyaratan memiliki sertifikasi kemampuan<br />
tertentu?<br />
Penjelasan pertanyaan Nomor 10 dan 11 dijelaskan sekaligus.<br />
<strong>Koperasi</strong> boleh dan justru harus mengubah atau<br />
menyempurna kan isi AD dan ART sesuai kebutuhan saat ini,<br />
- 53 -
12<br />
13<br />
14<br />
15<br />
termasuk persyaratan manajer. Kewenangan untuk menentukan<br />
isi AD dan ART, sepenuhnya ada pada <strong>Koperasi</strong> sendiri.<br />
Janganlah berpikir kalau perubahan harus dilakukan atau<br />
ditentukan pemerintah. (ikuti ketentuan tentang perubahan<br />
anggaran dasar).<br />
Pertanyaan : Jika status <strong>Koperasi</strong> harus berbadan hukum lalu<br />
bagaimana cara menyikapi <strong>Koperasi</strong> yang tidak berbadan<br />
hukum? apakah harus dibubarkan? bagaimana cara membubarkannya!<br />
Penjelasan : tidak ada <strong>Koperasi</strong> yang tidak berbadan hukum.<br />
Suatu organisasi sah menyandang status badan hukum, setelah<br />
sah diterbitkan badan hukum <strong>Koperasi</strong> (lihat pasal 9 Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />
yang berbunyi : ”<strong>Koperasi</strong> memperoleh status badan hukum<br />
setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah”. Kalau<br />
ada organisasi kelompok mengaku sebagai <strong>Koperasi</strong>, padahal<br />
tidak memenuhi pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />
1992, maka itu bukan <strong>Koperasi</strong> sehingga tidak perlu menjadi<br />
fokus pekerjaan pembubaran.<br />
Pertanyaan : Akuntabilitas kita sudah kuat sesuai peraturan<br />
(rule). Untuk mengukur akuntabilitas <strong>Koperasi</strong>, indikator apa<br />
yang kita gunakan?<br />
Pertanyaan : Akuntabilitas diciptakan agar semua dapat diukur<br />
dengan baik. Tapi kenyataan di lapangan susah untuk<br />
diaplikasikan. Yang terjadi di lapangan, tingkat kepatuhan <strong>Koperasi</strong><br />
dengan peraturan-peraturan yang disyaratkan sangat<br />
jauh. Seorang pengawaslah yang akan ditakuti?<br />
Pertanyaan : akuntabilitas di <strong>Koperasi</strong> sangat lemah. Pengurus<br />
dan pengawas tidak cukup berperan maksimal. Dinas<br />
KUKM sebagai regulator tidak maksimal menjangkau pembina<br />
<strong>Koperasi</strong>.<br />
- 54 -
16<br />
Pertanyaan : akuntabilitas diciptakan agar semua dapat diukur<br />
dengan baik. Kenyataannya di lapangan, susah untuk<br />
diaplikasikan, karena tingkat kepatuhan <strong>Koperasi</strong> dengan peraturan-peraturan<br />
yang disarankan sangat jauh.<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 13, 14, 15 dan 16 dijelaskan<br />
sekaligus. Akuntabilitas merupakan satu kondisi organisasi,<br />
yang telah menunjukkan kesiapan aturan main (peraturan<br />
dan ketentuan) dari masing-masing komponen atau organ<br />
organisasi <strong>Koperasi</strong>, berfungsinya aturan main tersebut dan<br />
menghasilkan laporan pelaksanaan yang dapat dipertanggungjawabkan.<br />
a. Penerapan akuntabilitas pada <strong>Koperasi</strong>, berarti membuat<br />
pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada <strong>Koperasi</strong><br />
itu sendiri. Satu, sudahkah <strong>Koperasi</strong> siap dengan aturanaturan<br />
dari setiap komponen organisasi <strong>Koperasi</strong> ? aturan<br />
tentang rapat anggota, kepengurusan, kepengawasan,<br />
keanggotaan ! <strong>Jawab</strong>annya, barangkali sudah ada dan sempurna,<br />
ada kurang sempurna, dan belum ada. Mencermati<br />
pengalaman yang ada, nampaknya di <strong>Koperasi</strong> kondisi saat<br />
ini, aturan-aturan yang mengatur setiap komponen atau organ<br />
organisasi <strong>Koperasi</strong>, masih belum sempurna.<br />
b. Pertanyaan kedua, sudahkan masing-masing jabatan<br />
setiap komponen atau organ organisasi <strong>Koperasi</strong>, melakukan<br />
fungsinya secara optimal ? Sama dengan jawaban di atas,<br />
ada tetapi belum sempurna. Lihat kembali, pengalaman pengurus<br />
tidak menyelenggarakan RAT, pengawas tidak membuat<br />
laporan kepengawasan, anggota tidak melakukan partisipasi<br />
kepada <strong>Koperasi</strong>nya, dll.<br />
c. Pertanyaan ketiga, sudahkan dibuat laporan pelaksanaan<br />
fungsi masing-masing komponen organisasi, yang dapat<br />
dipertanggung jawabkan. Sekali lagi, jawabannya mungkin,<br />
ada tetapi tidak sempurna. Pengurus, pengawas barangkali<br />
membuat laporan pelaksanaan, hanya satu tahun sekali, saat<br />
RAT. Kalau keadaan ini yang terjadi, jelas menunjukkan kelemahan<br />
dalam sistem organisasi <strong>Koperasi</strong>.<br />
- 55 -
17<br />
18<br />
19<br />
Akuntabilitas ini penting. Penyelenggaraan akuntabilitas<br />
pada <strong>Koperasi</strong>, menjaga dan menjamin organisasi dapat<br />
dikelola dengan tertib, sesuai aturan-ketentuan, dan menunjukkan<br />
laporan prestasi yang dapat dipertanggungjawabkan.<br />
Akuntabilitas meredam kerancuan pelaksanaan, beda pandangan<br />
dan persepsi serta penyimpangan.<br />
Pertanyaan : dalam menghitung anggaran di dalam suatu organisasi<br />
<strong>Koperasi</strong> menggunakan jasa akuntan publik, apakah<br />
masih dibutuhkan pengawasan dalam menghitung/pemeriksaaan<br />
keuangan?<br />
Penjelasan : sekali lagi, fungsi pengawasan tetap ada. Pelaku<br />
pengawasan boleh dilakukan oleh pengawas, atau dibantu<br />
auditor internal atau meminta bantuan dari auditor eksternal<br />
atau akuntan publik.<br />
Pertanyaan : apa batasan yang digunakan apabila ditemui indikasi<br />
mencurigakan dalam penggunaan uang <strong>Koperasi</strong> yang<br />
modalnya berasal dari uang negara?<br />
Penjelasan : hal ini berkaitan dengan pengawasan eksternal,<br />
terutama pengawasan terhadap pemanfaatan bantuan-bantuan<br />
permodalan dari pemerintah. Pertama, pelajari dan ikuti<br />
petunjuk teknis yang mengatur program bantuan pemerintah.<br />
Kedua, ikuti dan laksanakan tugas-tugas yang menjadi bagian<br />
Dinas KUKM menurut Juknis tersebut. Mengacu pada Juknis<br />
tersebut, maka terlihat peran, tugas yang harus dilakukan dalam<br />
monitoring termasuk pengawasan penggunaan bantuan<br />
dana.<br />
Pertanyaan : dapatkah seorang pengawas menjadi pengelola<br />
<strong>Koperasi</strong> ?<br />
Penjelasan : tidak dapat. Jabatan tugas pengawas berbeda<br />
dengan jabatan tugas pengelola yang dilakukan pengurus.<br />
- 56 -
20<br />
Pengawas pada saat masih menjabat pengawas tidak boleh<br />
menjadi pengelola. Organisasi <strong>Koperasi</strong> sudah mengatur masing-masing<br />
jabatan dengan tugas, kewajiban dan tanggung<br />
jawab sebagai pengurus atau pengawas atau pengelola.<br />
Pertanyaan : Dalam pemeringkatan <strong>Koperasi</strong>, apakah hanya<br />
dilakukan oleh PT. Surveyor saja. Apa tidak bisa dilakukan<br />
oleh institusi lainnya? Misalnya perguruan tinggi.<br />
Penjelasan : pada dasarnya pemeringkatan tidak harus dilakukan<br />
oleh PT. Surveyor Indonesia, sebagai satu-satunya pelaksana<br />
pemeringkatan <strong>Koperasi</strong>. Pelaksana pemeringkatan<br />
<strong>Koperasi</strong> dapat dilakukan oleh institusi lain, yang memenuhi<br />
syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan<br />
Menteri tentang pemeringkatan <strong>Koperasi</strong>.<br />
- 57 -
RUMPUN 8: PERMODALAN<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : apa bedanya simpanan jasa <strong>Koperasi</strong> (Sijakop)<br />
dengan modal penyertaan ? Apakah ada ketentuan tentang<br />
modal penyertaan ?<br />
Penjelasan : ada persamaan antara sijakop dengan modal<br />
penyertaan. Tapi juga ada perbedaan diantara keduanya.<br />
a. Sijakop (simpanan jasa <strong>Koperasi</strong>) adalah simpanan<br />
yaitu pemupukan modal <strong>Koperasi</strong> dari luar dalam bentuk<br />
simpanan (anggota). Perlakuan administrasi dan keuangan<br />
dibukukan sebagai simpanan. Sedangkan modal penyertaan,<br />
juga sumber permodalan <strong>Koperasi</strong> diperoleh dari luar. Dari<br />
segi penggunaan maka sifat sijakop dan sifat modal penyertaan<br />
berbeda.<br />
b. Modal penyertaan merupakan suatu bentuk investasi<br />
terhadap kegiatan usaha tertentu (proyek usaha tertentu).<br />
Apabila <strong>Koperasi</strong> memiliki proyek usaha maka dapat mencari<br />
investasi dari luar, berupa modal penyertaan. Investor<br />
dapat memilih pola penyertaan aktif, yaitu ikut aktif dalam<br />
manajemen dan menanggung resiko, atau pola penyertaan<br />
pasif, yaitu tidak ikut aktif dalam manajemen dan tidak menanggung<br />
resiko. Modal penyertaan pada proyek usaha ini,<br />
didasarkan kesepakatan dan perjanjian tertulis. Contoh pola<br />
penyertaan modal, dilakukan oleh perusahaan modal ventura<br />
yang melakukan kerjasama investasi ke pengusaha pasangan<br />
usaha.<br />
c. Ketentuan tentang modal penyertaan kepada <strong>Koperasi</strong>,<br />
yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />
Perkoperasian pasal 42, dan Peraturan pemerintah Nomor<br />
33/1998 tentang Modal Penyertaan pada <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang memperoleh penyertaan<br />
modal dari anggaran Pemda. Boleh atau tidak ? alasannya<br />
apa !<br />
- 58 -
3<br />
4<br />
Penjelasan : <strong>Koperasi</strong> dapat memperoleh modal penyertaan<br />
(Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />
pasal 42, dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 33/1998<br />
tentang Modal Penyertaan pada <strong>Koperasi</strong>). Jadi penyertaan<br />
modal oleh pihak luar, apakah dari pemerintah atau investor<br />
lain, dapat dilakukan dan sah.<br />
Pertanyaan : apakah dana cadangan dapat dibagi sebesar<br />
50%, dari jumlah cadangan yang ada ?<br />
Penjelasan : secara prinsip dana cadangan tidak dapat dibagi.<br />
Dudukkan dengan benar pengertian dana cadangan. Dana<br />
cadangan adalah sejumlah dana dari bagian SHU, yang posisinya<br />
menjadi ”equitas” <strong>Koperasi</strong>, digunakan untuk mengembangkan<br />
<strong>Koperasi</strong> dan menutup kerugian <strong>Koperasi</strong> (Undang-<br />
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal<br />
41 ayat 2, yang berbunyi “modal sendiri dapat berasal dari<br />
simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan dan hibah”. Jadi,<br />
ketentuan peraturan-perundangan, tidak dapat dibagi.<br />
Pertanyaan : terdapat aset <strong>Koperasi</strong> yang dijual tanpa cara<br />
yang benar. Bagaimana cara penanggulangannya?<br />
Penjelasan : lakukan pengecekan terlebih dahulu, tentang<br />
kategori asset. Apakah asset yang murni milik <strong>Koperasi</strong>, atau<br />
asset yang berasal dari dukungan atau bantuan program pemerintah<br />
?.<br />
a. Pada asset yang murni milik <strong>Koperasi</strong>, ini adalah hak<br />
milik dan urusan internal <strong>Koperasi</strong>. Pihak luar tidak dapat<br />
mencampuri urusan internal. Tindakan yang apat dilakukan<br />
yaitu memberikan saran dan advokasi, agar segalanya diselesaikan<br />
sesuai AD dan ART.<br />
b. Apabila yang dimaksud asset tersebut, adalah asset<br />
berasal dari program pemerintah, maka lakukan pengecekan<br />
ketentuan peruntukannya. Apakah status asset ini, sudah dihibahkan<br />
dan ada bukti keputusan hibah, apakah asset ini<br />
- 59 -
masih dalam status bagian harta program pemerintah. Jika,<br />
masih dalam status harta program pemerintah, misal bantuan<br />
peralatan, tanah yang merupakan Inventaris Kekayaan Milik<br />
Negara (IKMN) tentu diselesaikan sesuai petunjuk teknis dan<br />
ketentuan yang berlaku.<br />
- 60 -
RUMPUN 9: USAHA KOPERASI<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : untuk pendirian <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP)<br />
dipersyaratkan modal disetor sebesar Rp 15 juta untuk <strong>Koperasi</strong><br />
primer, dan Rp 50 juta untuk <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam<br />
sekunder. Untuk <strong>Koperasi</strong> bukan usaha simpan pinjam, berapa<br />
ketentuan modal ?<br />
Penjelasan : tidak ada ketentuan batas modal untuk <strong>Koperasi</strong><br />
yang bergerak di sektor produktif (Non simpan pinjam). Untuk<br />
<strong>Koperasi</strong> yang melakukan usaha Non simpan pinjam (misal<br />
produksi, pertokoan, angkutan), tidak ada ketentuan modal.<br />
Kebutuhan modal <strong>Koperasi</strong> sesuai kebutuhan dalam kelayakan<br />
usaha atau rencana usaha.<br />
Pertanyaan : Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992<br />
tentang Perkoperasian menyediakan kesempatan <strong>Koperasi</strong><br />
memperoleh permodalan melalui sistem keuangan: salah satunya<br />
melalui Bank/Lembaga Keuangan. Ada salah satu <strong>Koperasi</strong><br />
kami mengadakan pendekatan ke Lembaga Keuang an<br />
(LPEI = Lembaga Pembiayaan Export Indonesia) yang Kantor<br />
Pusatnya di Medan, sedang kami di Rokan Hilir Riau. Apa<br />
yang harus kami buat ? dan apakah aparat kami bisa memberikan<br />
rekomendasi kepada <strong>Koperasi</strong> tersebut ?<br />
Penjelasan : hubungan atau kerjasama usaha seperti memperoleh<br />
dukungan permodalan dengan lembaga keuangan seperti<br />
pertanyaan ini, tidak terkunci oleh batas wilayah administratif.<br />
<strong>Koperasi</strong> dapat saja memperoleh sumber permodalan<br />
yang berada di kawasan lain (luar daerah) sepanjang kedua<br />
belah pihak sepakat dengan ketentuan atau perjanjian yang<br />
disepakati. Pengalaman ini sama saja dengan ada <strong>Koperasi</strong><br />
di provinsi, misal Nusa Tenggara Barat (NTB) memperoleh<br />
bantuan dari Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM, atau dari Kementerian<br />
lain, yang berada di Jakarta. Tidak ada masalah.<br />
- 61 -
3<br />
4<br />
Dalam hal contoh diatas, Dinas KUKM tidak perlu memberikan<br />
rekomendasi, yang sifatnya semacam “approval”. Sebab,<br />
ini deal bisnis biasa, menjadi urusan internal <strong>Koperasi</strong>. Tugas<br />
Dinas KUKM untuk menjembatani, dan memfasilitasi agar <strong>Koperasi</strong><br />
mampu memenuhi persyaratan kerjasama tersebut.<br />
Pertanyaan : hubungan antara <strong>Koperasi</strong> dan pengusaha tidak<br />
sederajat. Contoh hubungan Plasma-Inti. Sering <strong>Koperasi</strong> dijadikan<br />
objek oleh perusahaan sehingga kedudukan <strong>Koperasi</strong><br />
lemah. Usulan ada aturan dari Kementerian KUKM (seperti<br />
perlindungan konsumen) di Kementerian Perdagangan yaitu<br />
dibuat semacam perlindungan <strong>Koperasi</strong>?.<br />
Penjelasan : persoalan semacam ini memang sering terjadi.<br />
<strong>Koperasi</strong> sering dalam posisi lemah, seperti kerjasama atau<br />
kemitraan inti plasma. Perjanjian jangan sekedar pemenuhan<br />
administratif saja. Bantu <strong>Koperasi</strong> untuk mencermati hak<br />
dan kewajiban, sehingga sejak awal <strong>Koperasi</strong> jelas posisi<br />
dan kekuatannya. Dalam hal ini, pihak Dinas KUKM berperan<br />
memberikan advokasi.<br />
Mengenai lembaga perlindungan konsumen, disini perlu<br />
diluruskan. Lembaga perlindungan konsumen yang ada, bukan<br />
milik satu kantor pemerintah. Lembaga ini memiliki tugas<br />
pokok dan fungsi memberikan perlindungan kepada konsumen<br />
(perseorangan, perusahaan, <strong>Koperasi</strong>, dll), apabila<br />
ada hal-hal yang memang merugikan konsumen. Keberadaan<br />
lembaga ini dalam pembinaan administratif Kementerian Perdagangan,<br />
itu hanya kedudukan administratif bukan batas<br />
per untukannya dan sudah di atur dalam Undang-Undang<br />
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi<br />
tidak perlu ada lembaga perlindungan konsumen khusus <strong>Koperasi</strong>.<br />
Manfaatkan lembaga perlindungan konsumen yang<br />
ada, apabila memang diperlukan oleh <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : jika ada kesalahan pengelolaan oleh pengurus,<br />
atau dana macet di anggota, apa sanksinya dan diatur oleh<br />
- 62 -
5<br />
6<br />
Undang-Undang Nomor berapa ?<br />
Penjelasan : kita lihat dulu, dana apa dan darimana!. Kalau<br />
kesalahan pengelolaan dana macet atau urusan-urusan internal<br />
<strong>Koperasi</strong>, sepenuhnya memang menjadi urusan internal<br />
<strong>Koperasi</strong>. Kalau <strong>Koperasi</strong> ada kerjasama dengan pihak lain,<br />
mitra, misal perjanjian modal dari lembaga keuangan, kerjasama<br />
dengan investor, dll, tentu penyelesaiannya merujuk<br />
pada perjanjian kerjasama yang mereka buat. Kalaupun <strong>Koperasi</strong><br />
tersebut memperoleh dukungan dana dari program pemerintah,<br />
juga mengacu pada pedoman atau petunjuk teknis<br />
yang mengaturnya. Rujukan ketentuan untuk menyelesaikan<br />
persoalan ini, kembali pada perjanjian, pedoman atau petunjuk<br />
teknis yang berlaku.<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> yang bergerak di bidang usaha unit jasa<br />
perkebunan, apakah boleh memiliki anggota yang mencakup<br />
3 wilayah kecamatan, karena hamparan wilayah atau lahan<br />
perkebunannya di 3 kecamatan. Apakah boleh sesuai dengan<br />
Permen Nomor 01 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan<br />
Pembentukan, Pengesahan Akta pendirian dan Perubahan<br />
Anggaran Dasar ?<br />
Penjelasan : boleh. <strong>Koperasi</strong> itu dibentuk atas dasar kebutuhan<br />
anggota. Setiap anggota yang melakukan aktivitas usaha<br />
dan untuk memperjuangkan kepentingannya, mereka bergabung<br />
dalam perkumpulan <strong>Koperasi</strong>. Jadi boleh saja anggota<br />
tersebar dalam beberapa wilayah, disini 3 kecamatan<br />
membentuk <strong>Koperasi</strong>. Aturan dalam Permen Nomor 01 Tahun<br />
2006 tersebut, tidak mempersulit pembentukan <strong>Koperasi</strong> yang<br />
anggotanya di 3 kecamatan.<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> yang bergerak di bidang usaha perkebunan,<br />
apakah boleh membuat cabang unit di luar/kecamatan<br />
lain, legalitas kedudukan wilayah <strong>Koperasi</strong> induk?<br />
- 63 -
7<br />
8<br />
9<br />
Penjelasan : pertanyaan ini ada kaitannya dengan pertanyaan<br />
Nomor 5. Pada dasarnya tidak ada masalah, ada cabang atau<br />
unit-unit pelayanan untuk mendekatkan pelayanan kepada<br />
anggota. Pembukaan tempat-tempat pelayanan tersebut,<br />
tentu saja tetap berada dan menjadi bagian organik organisasi<br />
<strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang akan melakukan usaha di<br />
bidang jasa travel. Tapi, terdapat kabar bahwa ada larangan<br />
bagi <strong>Koperasi</strong> melakukan usaha di bidang jasa travel. Apakah<br />
benar ? adakah peraturan atau hukum yang mengaturnya ?<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> usaha pegadaian, kemudian memasang<br />
plang, dan oleh kantor pegadaian disuruh untuk<br />
menurunkan plang. Bagaimana kami menyikapinya? apakah<br />
boleh <strong>Koperasi</strong> bergerak di usaha pegadaian?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 7 dan 8 dijelaskan sekaligus.<br />
<strong>Koperasi</strong> dapat melakukan berbagai kegiatan usaha,<br />
termasuk jasa traveling dalam memberikan pelayanan kepada<br />
anggota, atau sebagai wujud “kelebihan kemampuan<br />
pelayanan <strong>Koperasi</strong> dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan<br />
masyarakat yang bukan anggota <strong>Koperasi</strong>” (Undang-<br />
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal<br />
43 ayat 2). Sejauh ini belum diketemukan ada peraturan yang<br />
membatasi <strong>Koperasi</strong> melakukan usaha jasa travel.<br />
Demikian juga <strong>Koperasi</strong> yang bergerak di bidang usaha<br />
jasa pegadaian. Kenapa <strong>Koperasi</strong> yang memasang papan<br />
nama (plang) usaha pegadaian kemudian diturunkan, karena<br />
usaha jasa pegadaian ini ada ketentuannya. Pelanggaran terhadap<br />
ketentuan tersebut, tentu saja akan ditindak, dalam hal<br />
ini papan nama diturunkan.<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> melakukan franchise dengan salah<br />
satu perusahaan pasar modern. Tetapi toko modern seperti<br />
swalayan oleh pemda dilarang beroperasi di daerah setempat,<br />
karena dapat mematikan UKM dan warung-warung tra-<br />
- 64 -
10<br />
disional. Upaya apa yg dapat kita lakukan?<br />
Penjelasan : penjelasan atas pertanyaan ini sama dengan<br />
pertanyaan Nomor 8 dan kejadian lain, taati peraturan perundangan<br />
yang berlaku. Intisarinya, ketika <strong>Koperasi</strong> melakukan<br />
kegiatan usaha pada bidang atau sektor usaha tertentu, wajib<br />
taat pada peraturan-perundangan yang berlaku pada bidang<br />
usaha tertentu.<br />
Dalam kejadian ini, maka pokok persoalannya adalah kerjasama<br />
usaha dalam pola francise adalah potensial. Namun,<br />
di daerah tertentu pasar modern tidak diijinkan berdiri karena<br />
ada peraturan perundangan yang mengatur tentang pasar.<br />
Dalam hal ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 112<br />
tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,<br />
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta Peraturan<br />
Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER./12/2008 tentang<br />
Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal,<br />
Pusat Perbenjaan dan pasar Modern. Sepanjang ketentuan<br />
berkaitan dengan penataan pasar tidak mengijinkan berdirinya<br />
pasar modern di suatu wilayah tertentu, maka kita harus<br />
mengikuti ketentuan itu dan tidak dapat diterabas. Dengan<br />
demikian tidak dapat dipaksakan, karena ada peraturan lain<br />
yang mengaturnya.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang sudah berjalan cukup lama,<br />
bergerak dibidang usaha pengolahan sagu untuk di eksport<br />
dan usaha bidang pengolahan arang (pembakaran kayu bakar<br />
menjadi arang untuk di ekspor). <strong>Koperasi</strong> tersebut hanya<br />
mengurus administrasi untuk ekspor, bukan mengekpor langsung.<br />
Kesimpulanya : <strong>Koperasi</strong> menerima jasa dari pengusaha-pengusaha<br />
kecil, sementara itu <strong>Koperasi</strong> tidak ada keanggotaannya,<br />
tidak ada RAT. Bagaimana cara mengatasinya ?<br />
Penjelasan : mengenai kegiatan usaha, yang diperkirakan<br />
hanya sebagai pengumpul atau penampung produk dari anggota<br />
(pengusaha kecil), perlu di cek. Kalau sementara ini<br />
- 65 -
11<br />
12<br />
<strong>Koperasi</strong> baru mampu sebatas sebagai pengumpul produk,<br />
maka tidak masalah. Asal semua kegiatan untuk kemanfaatan<br />
ekonomi anggota dan <strong>Koperasi</strong>.<br />
a. Mengenai aktivitas usaha yang sekarang ini masih sebatas,<br />
mengumpulkan produk dari pengusaha kecil (anggota),<br />
melakukan urusan administrasi ekspor dan belum mengekpor<br />
langsung, tidak masalah. Saat ini masih sebatas pemasok barang<br />
untuk ekspor. Di masa depan didorong menjadi pelaku<br />
ekspor langsung.<br />
b. Berkaitan dengan <strong>Koperasi</strong> itu tidak RAT, cek dan pastikan<br />
apakah betul <strong>Koperasi</strong> sebagaimana diatur dalam Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.<br />
Jika, jawabnya “ya”, maka pembinaan yang dilakukan untuk<br />
<strong>Koperasi</strong> melakukan tertib organisasi, manajemen <strong>Koperasi</strong>,<br />
seperti : melakukan rapat anggota, melakukan pelayanan<br />
kepada anggota, dan hal-hal sesuai AD dan ART <strong>Koperasi</strong>.<br />
<strong>Koperasi</strong> yang dianggap tidak ada anggota, tidak rapat anggota<br />
(tahunan) dan lain-lain, jelas tidak betul. Kembalikan dan<br />
luruskan tentang ketegakan kelembagaan <strong>Koperasi</strong>.<br />
c. Tetapi, kalau ini bukan <strong>Koperasi</strong>, atau organisasi yang<br />
tidak memiliki status badan hukum <strong>Koperasi</strong>, maka tidak ada<br />
keharusan untuk RAT dan melakukan berbagai hal yang diatur<br />
dalam peraturan perundangan tentang perkoperasian.<br />
Pertanyaan : apakah manajer <strong>Koperasi</strong> boleh mempunyai staf<br />
manajemen atau karyawan? Berapa orang?<br />
Penjelasan : boleh, Manajer adalah orang yang diangkat oleh<br />
pengurus, atas persetujuan rapat anggota, untuk menangani<br />
pekerjaan usaha. Manajer dapat mengangkat tenaga atau<br />
karyawan untuk membantu pekerjaannya. Mengenai jumlah,<br />
tentu tergantung dari kebutuhan, kualifikasi dan kemampuan<br />
pendanaan <strong>Koperasi</strong> itu sendiri.<br />
Pertanyaan : kendala di lapangan ada pengelola <strong>Koperasi</strong><br />
yang mundur dari <strong>Koperasi</strong>, setelah merasakan keuntungan<br />
yg diperoleh dari <strong>Koperasi</strong>. Orang itu membuat usaha sendiri<br />
- 66 -
13<br />
untuk kepentingan pribadi?<br />
Penjelasan : agar didudukkan dan dipisahkan pokok persoalannya.<br />
Seseorang yang kemudian minta mundur dari jabatan<br />
di <strong>Koperasi</strong>. Jika kemudian membuat usaha sendiri, adalah<br />
hal wajar dan tidak dilarang. Lain kalau orang tersebut, mundur<br />
masih ada sangkutan persoalan dengan <strong>Koperasi</strong>, maka<br />
lingkup persoalannya seputar sengketa persoalan tersebut,<br />
perlu diselesaikan. Jadi pengalaman ini bukan kendala, ba -<br />
nyak terjadi di semua sektor usaha. Sepanjang tidak merugikan<br />
<strong>Koperasi</strong>, tidak dapat disalahkan.<br />
Pertanyaan : materi yang kami utarakan berkaitan dengan penyusunan<br />
rencana kerja (program kerja) yang menjadi bagian<br />
tugas pokok pengurus. Selama ini, kami menyusun program<br />
kerja <strong>Koperasi</strong>, mendasarkan pada kebiasaan yang sudah-sudah.<br />
Misal, kalau rencana tahun lalu SHU naik 10%, ya untuk<br />
tahun depan kita susun rencana kenaikan SHU sekitar 10%<br />
saja. Selain itu, isi rencana kerja juga kita buat seperti yang<br />
sudah-sudah. Berkaitan dengan kemampuan manajemen seorang<br />
pengurus, terutama keahlian dalam menyusun rencana<br />
kerja (program kerja) apa cara yang dilakukan Ko perasi itu<br />
sudah tepat? Mohon saran!<br />
Penjelasan : pengurus mempunyai tugas dan tanggung jawab<br />
menyusun rencana kerja (program kerja) yang nantinya disampaikan<br />
dan untuk mendapat pengesahan dalam rapat<br />
anggota. Pokok persoalan yang ada di lapangan, apakah<br />
proses, teknologi dan hasil berupa rencana kerja (program<br />
kerja) <strong>Koperasi</strong> itu, merupakan hasil yang memiliki kualitas<br />
sebagai rencana kerja yang rasional ?<br />
Kalau proses dan teknologi penyusunan rencana kerja<br />
seperti itu, yaitu hanya mendasarkan kebiasaan, turun menurun<br />
dan kurang atau tidak mendasarkan data kemampuan,<br />
perkembangan situasi serta perhitungan yang rasional, tentu<br />
bukan rencana kerja (program kerja) yang bagus. Ada beberapa<br />
cara dan teknik untuk menyusun suatu rencana kerja<br />
- 67 -
14<br />
(program kerja) yang bagus, antara lain dengan menerapkan<br />
teknik Balanced Scorcard (BSC). Untuk itu, Dinas yang membidangi<br />
KUKM di daerah, terutama melalui Unit Pelaksana<br />
Teknis Daerah (UPTD) dapat memprogramkan pelatihan<br />
teknik-teknik penyusunan rencana kerja (program kerja) ini.<br />
Pertanyaan : program kerja yang disusun pengurus dan nantinya<br />
menjadi pedoman pengurus dalam mengelola <strong>Koperasi</strong>.<br />
Praktek di lapangan, RAT tidak selalu dilaksanakan di bulan<br />
Januari, kadang-kadang Maret, April atau bahkan lebih dari<br />
itu, maka pengesahan program kerja baru terealisir pada bulan<br />
penyelenggaraan RAT. Jadi ada ketidak sinkronan, antara<br />
perhitungan waktu dimulainya program kerja per Januari awal<br />
tahun, dengan waktu pengesahan program kerja, tidak selalu<br />
per Januari ! Jadi ini merupakan satu persolan manajemen<br />
yang perlu dicari jalan keluarnya.<br />
Penjelasan : materi yang diangkat ini, sangat betul, ada<br />
ketidak sinkronan antara rencana ideal, dengan kenyataan.<br />
Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi. Dalam praktek, masih<br />
terjadi.<br />
Input ini justru menjadi satu koreksi teknis operasional<br />
pelaksanaan manajemen organisasi di <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong><br />
harus mampu mensinkronkan antara ketentuan organisasi,<br />
dengan rationalitas manajemen. Koreksi pertama, tentu karena<br />
RAT menjadi faktor penentu (determinant factor) dan bukan<br />
faktor pelengkap, maka seharusnya penyelenggaraan RAT<br />
diselenggarakan pada bulan Januari di awal tahun, sehingga<br />
terjadi sinkronisasi rasionalitas organisasi dan manajemen.<br />
Jika berdasarkan pengalaman, RAT sulit diselenggarakan<br />
pada bulan Januari, maka perhitungan dasar rencana kerja<br />
tidak dibuat mulai Januari, tetapi bulan saat RAT direncanakan<br />
akan dilaksanakan. Tapi, ini saran yang kurang baik.<br />
Koreksi kedua, dengan pengalaman ini maka menjadi<br />
pengingat keharusan <strong>Koperasi</strong> menyusun rencana kerja (program<br />
kerja) jangka menengah, misal 5 tahun dalam masa<br />
- 68 -
15<br />
jabatan pengurus. Dengan adanya program kerja jangka menengah,<br />
maka rencana kerja tahunan, merupakan rencana tahunan<br />
saja dengan tetap mengacu pada program induk yang<br />
sudah disusun dalam jangka waktu 5 tahun. Disini, kelemahan<br />
<strong>Koperasi</strong>, belum terencana menyiapkan program kerja<br />
jangka menengah. Apabila ini ada, maka problem-problem<br />
teknis-administratif yang dipertanyakan ini, menjadi tidak begitu<br />
serius.<br />
Pertanyaan : bolehkan <strong>Koperasi</strong> membentuk perseroan terbatas<br />
(PT) dan bagaimana konsekuensinya ?<br />
Penjelasan : boleh. Untuk kepentingan tertentu yang memang<br />
dibutuhkan anggota, <strong>Koperasi</strong> boleh membentuk perseroan<br />
terbatas (PT) dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.<br />
Posisi <strong>Koperasi</strong> adalah sebagai pemilik saham<br />
(kepemilikan saham) perusahaan tersebut. Besarnya jumlah<br />
saham yang dimiliki <strong>Koperasi</strong>, tergantung kemampuannya.<br />
Saat ini, ada <strong>Koperasi</strong> yang memiliki saham perusahaan. Ada<br />
<strong>Koperasi</strong> yang memiliki saham di perusahaan perbankan,<br />
memiliki saham di perusahaan-perusahaan lain. Kita masih<br />
ingat, pada tahun 1995 an, beberapa Induk <strong>Koperasi</strong> memiliki<br />
saham di perusahaan retail besar (PT Goro Batara Sakti).<br />
Pada tahun 1985-an, juga ada kebijakan kepemilikan saham<br />
perusahaan (swasta) oleh <strong>Koperasi</strong>.<br />
Tentu kebijakan kepemilikan saham dalam perusahaan ini,<br />
menjadi keputusan anggota dan disetujui dalam rapat anggota.<br />
Dalam hal perluasan usaha ini, tentunya dapat mengacu<br />
pada ketentuan pasal 43 ayat 2 Undang-undang Nomor<br />
25/1992 tentang Perkoperasian, “kelebihan kemampuan pelayanan<br />
<strong>Koperasi</strong> dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan<br />
masyarakat yang bukan anggota <strong>Koperasi</strong>”.<br />
- 69 -
RUMPUN 10: USAHA SIMPAN PINJAM OLEH<br />
KOPERASI<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : Terkait dengan pembukaan cabang yang diperuntukkan<br />
pada pencarian anggota baru. Bagaimana seharusnya?<br />
Penjelasan : kalau yang dimaksudkan, ada koperasi kemudian<br />
membuka kantor cabang, dengan maksud untuk mencari anggota<br />
baru, maka ini terbalik, dan keliru. Berarti pemaham an<br />
maksud pembukaan kantor cabang, tidak dijalankan secara<br />
tepat. Untuk dicermati kembali isi pasal 6 ayat (1) Per aturan<br />
Pemerintah Nomor 9/1994 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan<br />
Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, yang berbunyi “untuk meningkatkan<br />
pelayanan kepada anggota, <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam dan<br />
Unit Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan<br />
pinjam”. Lebih jelas lagi pasal 6 ayat (2)” jaringan simpan<br />
pinjam tersebut berupa, kantor cabang, kantor cabang pembantu<br />
dan kantor kas”.<br />
Pembukaan kantor cabang itu, maksud utama untuk<br />
mening katkan pelayanan. Keberadaan anggota ada di suatu<br />
wilayah tertentu dan jauh dari pusat pelayanan simpan pinjam.<br />
Karena jarak yang jauh, maka anggota kurang memperoleh<br />
pelayan memadai. Bagaimana cara anggota memperoleh<br />
layanan memadai? dengan membuka kantor cabang<br />
atau kantor cabang pembantu atau kantor kas, yang secara<br />
fisik dekat dengan anggota.<br />
Dalam praktek, banyak kekeliruan seperti pertanyaan ini.<br />
Untuk cari anggota baru, maka dibuka kantor cabang. Seharusnya<br />
sudah ada anggota, karena jauh, pelayanannya tidak<br />
optimal, perlu dibuka kantor cabang.<br />
Pertanyaan : tiba-tiba muncul beberapa cabang <strong>Koperasi</strong>, kemudian<br />
mengundang pembina. Bagaimana sebenarnya mekanisme<br />
mendirikan cabang?<br />
- 70 -
3<br />
4<br />
5<br />
Pertanyaan : ada pembukaan cabang oleh suatu <strong>Koperasi</strong><br />
yang membuka cabang di suatu kota. Setelah ditelusuri pada<br />
Anggaran Dasarnya ternyata isinya tidak menurut untuk pembukaan<br />
cabang. Mohon saran!<br />
Pertanyaan : mohon dijelaskan tentang tata cara pembukaan<br />
cabang <strong>Koperasi</strong> di suatu daerah (antar kab/kota dan antar<br />
prov.) yaitu cabang usaha simpan pinjam. Mohon ada contoh<br />
blanko izin cabang!<br />
Pertanyaan : mohon penjelasan SK pembubaran cabang<br />
dikeluarkan di mana ? Ada Perda, yang Surat Keputusan (SK)<br />
pembukaan kantor cabang diganti penamaannya, menjadi<br />
Surat Rekomendasi Menyetujui Pembukaan Kantor Cabang.<br />
Penjelasan : pertanyaan No. 2, 3, 3 dan 4 dijelaskan sekaligus.<br />
Tata cara pendirian kantor cabang, kantor cabang pembantu<br />
dan kantor kas, diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah<br />
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan<br />
Usaha Simpan Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, Peraturan Menteri Negara<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.<br />
KUKM/XII/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri<br />
Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM, Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008<br />
tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam<br />
Oleh <strong>Koperasi</strong>. Dalam pasal 18 ayat (2), ada ketentuan<br />
yang meng atur tentang pembukaan kantor cabang, yang intisarinya<br />
sebagai berikut :<br />
a. Pembukaan kantor cabang, dimaksudkan untuk<br />
mendekatkan jarak pelayanan (lihat penjelasan pertanyaan no<br />
1). Syarat dapat dibuka kantor cabang apabila pada wilayah<br />
itu, sudah ada anggota minimal 20 (dua puluh) orang. Jadi bukan<br />
sekedar membuka kantor cabang, yang tidak jelas siapa<br />
anggota yang dilayani.<br />
b. KSP atau USP <strong>Koperasi</strong> yang membuka kantor cabang,<br />
dipersyaratkan sudah melakukan kegiatan usaha simpan<br />
pinjam minimal 2 (dua) tahun.<br />
- 71 -
6<br />
c. Ada persetujuan dan ijin pembukaan kantor cabang,<br />
mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang di domisili<br />
kantor cabang. Ada ijin yang diterbitkan pejabat yang mengesahkan<br />
akta pendirian <strong>Koperasi</strong>. Dalam hal ini, pejabat yang<br />
berwenang wajib menutup kantor cabang yang belum memperoleh<br />
ijin usaha simpan pinjam.<br />
d. Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu<br />
dan Kantor Kas KSP dan USP <strong>Koperasi</strong> paling sedikit<br />
memenuhi persyaratan sebagai berikut:<br />
1) menyediakan modal sendiri/modal tetap untuk investasi<br />
dan modal kerja awal;<br />
2) pernyataan dari Pengurus <strong>Koperasi</strong> yang berisi bahwa<br />
dana yang dihimpun di kantor cabang harus disalurkan<br />
dikantor cabang yang bersangkutan paling sedikit 80 %<br />
(delapan puluh persen);<br />
3) layak berusaha secara ekonomi, dibuktikan dengan kelayakan<br />
pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang<br />
Pembantu dan Kantor Kas;<br />
4) mempunyai anggota paling sedikit 20 (dua puluh) orang<br />
dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;<br />
5) memasang papan nama pada Kantor di mana Kantor<br />
Cabang tersebut didirikan yang paling sedikit memuat<br />
informasi mengenai; nama <strong>Koperasi</strong>, Nomor dan tanggal<br />
badan hukum, alamat, Nomor dan tanggal keputusan<br />
pendaftaran, serta Nomor dan tanggal surat persetujuan<br />
sebagaimana dimaksud pada ayat (4);<br />
6) memasang papan nama pada Kantor di mana Kantor Cabang<br />
Pembantu dan Kantor Kas tersebut didirikan, paling<br />
sedikit memuat informasi mengenai; nama <strong>Koperasi</strong>,<br />
Nomor dan tanggal badan hukum, alamat, dan Nomor<br />
dan tanggal pelaporan, serta Nomor dan tanggal surat<br />
persetujuan.<br />
Pertanyaan : terkait dengan persyaratan tentang Sertifikat<br />
yang diperlukan oleh pengurus jika ingin membentuk KSP<br />
(Unit Simpan Pinjam), bagaimana sikap kita, kalau sekarang<br />
- 72 -
7<br />
8<br />
ini pengelola <strong>Koperasi</strong> yang baru saja dibentuk, tetapi pengelolanya<br />
belum memiliki sertifikat tersebut ? Salahkah, dan<br />
harus bagaimana ?<br />
Penjelasan : menurut ketentuan maka persyaratan kepemilikan<br />
sertifikat sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan<br />
Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM, Nomor 19/Per/M.KUKM/<br />
XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan<br />
Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong>, wajib dipenuhi. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang<br />
dibentuk baru, sebenarnya masih cukup waktu agar mereka<br />
para pengelola segera dilatih atau mengikuti pelatihan tentang<br />
usaha simpan pinjam, dari lembaga-lembaga pelatihan<br />
yang kompeten. Sambil proses pengesahan akta pendirian<br />
menjadi Badan Hukum k<strong>Koperasi</strong> (sesuai peraturan maksimal<br />
3 bulan), maka ini, waktu yang cukup untuk mengadakan<br />
pelatihan.<br />
Pertanyaan : banyak orang berkeinginan mendirikan <strong>Koperasi</strong><br />
Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Sesuai Peraturan Pemerintah<br />
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha<br />
Simpan Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, kita arahkan ke KSP tidak<br />
setuju karena takut usahanya terbatas. Kita arahkan ke <strong>Koperasi</strong><br />
biasa (bukan KSP) juga tidak mau karena minta KJKS,<br />
mohon saran!<br />
Penjelasan : Pendirian KJKS berdasarkan pada Keputusan<br />
Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan Usaha Kecil dan Menengah<br />
Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang<br />
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha <strong>Koperasi</strong> Jasa Keuangan<br />
Syariah. Sesuaikan dan lakukan pembinaan pendirian<br />
KJKS mengacu pada Kepmen ini.<br />
Pertanyaan : apakah ada aturan yang mengatur bahwa KSP/<br />
USP wajib dinilai setiap tahunnya?<br />
- 73 -
9<br />
Penjelasan : ya, wajib dinilai, Ketentuan tentang pelaksanaan<br />
penilaian kesehatan KSP/USP <strong>Koperasi</strong> diatur dalam Peraturan<br />
Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Republik Indonesia<br />
Nomor 15/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan Atas<br />
Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 19/<br />
Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan<br />
Usaha Simpan Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong> pasal 30 ayat<br />
(1) huruf (b) yang menjelaskan bahwa pelaksanaan penilaian<br />
kesehatan KSP/USP <strong>Koperasi</strong> dilaksanakan pada setiap<br />
akhir tahun buku. Dan tata cara Penilaian kesehatan KSP/<br />
USP diatur dalam Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan<br />
UKM Nomor 14/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan<br />
Atas Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 20/<br />
Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan<br />
<strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam <strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />
tentang Perkoperasian, kegiatan usaha simpan pinjam merupakan,<br />
suatu usaha untuk membantu menyalurkan dana kepada<br />
anggotanya ? dan untuk melakukan atau menyalurkan<br />
dana bagi kegiatan keuangan yang lain-lain !.<br />
Penjelasan : kita pertegas dahulu maksud pertanyaan ini. Jika<br />
yang dimaksudkan, bahwa koperasi itu didirikan dengan maksud,<br />
untuk menjadi lembaga penyalur (misal seperti pe nyalur<br />
bantuan), tentu ini salah. KSP dan USP koperasi adalah koperasi<br />
yang usaha utama (core business) di bidang keuangan,<br />
bukan produksi, pemasaran, konsumsi atau jasa lain. Dalam<br />
penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />
Perkoperasian pasal 16, ada 5 (lima) jenis <strong>Koperasi</strong>, yaitu:<br />
<strong>Koperasi</strong> produsen, <strong>Koperasi</strong> konsumen, <strong>Koperasi</strong> pemasaran,<br />
<strong>Koperasi</strong> jasa dan <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam.<br />
Untuk memperoleh pemahaman yang benar, agar tidak<br />
terjadi kekeliruan pemahaman seolah-olah KSP dan USP <strong>Koperasi</strong><br />
itu, sebatas penyalur dana, dapat diikuti dari kronologis<br />
perkembangan usaha simpan pinjam <strong>Koperasi</strong>.<br />
a. Ketika R. Aria Wiraatmaja, patih Purwokerto, mengga-<br />
- 74 -
gas berdirinya perkumpulan yang bertujuan untuk memenuhi<br />
kebutuhan keuangan bagi para pegawai, dan di kemudian<br />
hari meluas ke para petani, dipicu oleh keadaan bahwa para<br />
petani membutuhkan dana, untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya.<br />
Mereka, para petani dididik untuk menabung dan<br />
untuk melakukan kegiatan yang berlandaskan kebersamaan<br />
dan tolong menolong. Di kemudian hari gagasan pendirian<br />
perkumpulan ini, menjadi tanda kebangkitan <strong>Koperasi</strong> di Indonesia.<br />
b. Uraian Bung Hatta, dalam bukunya “pengantar ke<br />
jalan ekonomi yang disusun pada tahun 1954, juga menjelaskan<br />
tentang <strong>Koperasi</strong> perkreditan. Pada dasarnya <strong>Koperasi</strong><br />
perkreditan dibentuk untuk melayani kebutuhan keuangan<br />
para anggotanya. Mereka, para anggota dididik untuk menabung,<br />
menyimpan dan hasil simpanan ini menjadi modal bagi<br />
pemberian kredit.<br />
c. Kedua ilustrasi tersebut, menjadi jelas bagaimana<br />
hubungan <strong>Koperasi</strong> dengan anggotanya. KSP dan USP <strong>Koperasi</strong>,<br />
harus menjadi lembaga yang memenuhi kebutuhan<br />
keuangan anggota, menggali modal dari anggota dalam<br />
bentuk simpanan, dan bentuk lain, dan juga dapat digali dari<br />
sumber lain sesuai ketentuan. KSP dan USP <strong>Koperasi</strong> bukan<br />
sebagai lembaga penyalur dana.<br />
d. Benar, secara fisik menyalurkan dana tetapi berbeda<br />
dengan semacam penyaluran dana bantuan. <strong>Koperasi</strong> simpan<br />
pinjam merupakan lembaga keuangan yang melakukan<br />
fungsi intermediasi. Menghimpun dan meminjamkan dana<br />
sebagai bentuk pelayanan kebutuhan keuangan para anggota.<br />
Walaupun <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam<br />
<strong>Koperasi</strong>, core business di sektor keuangan, juga tidak tepat<br />
melakukan aktivitas usaha di luar ketentuan simpan pinjam,<br />
seperti misal praktek perbankan, asuransi, pegadaian, dll<br />
yang diatur dalam peraturan-perundangan tersendiri. Lebih<br />
jauh, KSP/USP <strong>Koperasi</strong> dilarang melakukan kegiatan usaha<br />
pada sektor riil secara langsung.<br />
- 75 -
10<br />
11<br />
Pertanyaan : apakah Peraturan Pemerintah Nomor 9/1994<br />
tentang Pelaksanaan kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh<br />
<strong>Koperasi</strong>, masih layak dipertahankan? Apakah selain <strong>Koperasi</strong><br />
simpan pinjam, <strong>Koperasi</strong> lain perlu menyediakan modal<br />
Rp 15 juta?<br />
Penjelasan : Peraturan Pemerintah tersebut masih valid sebagai<br />
acuan pembinaan usaha simpan pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>,<br />
sampai sekarang ini (sepanjang belum dicabut atau dirubah).<br />
Mengenai ketentuan tentang penyediaan modal Rp. 15 juta,<br />
sekali lagi ketentuan ini hanya berlaku untuk usaha simpan<br />
pinjam (KSP /USP <strong>Koperasi</strong>). Sedangkan <strong>Koperasi</strong> yang bergerak<br />
diluar usaha simpan pinjam, (sektor produktif) maka tidak<br />
ada ketentuan modal. Berapa besaran modal yang diperlukan,<br />
tergantung pada besaran modal yang diperlukan sesuai<br />
dengan rencana usahanya.<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> (simpan pinjam) kegiatannya meng urus<br />
uang maka sebaiknya di tarik menjadi urusan pusat. Kare na<br />
ada kaitannya dengan urusan moneter.<br />
Penjelasan : agar dipisahkan urusan kepemerintahan dengan<br />
urusan private yang dilakukan oleh masyarakat. Penyelenggaraan<br />
usaha simpan pinjam (ingat usaha simpan pinjam itu<br />
berlaku umum) ada yang dilakukan oleh <strong>Koperasi</strong>, disebut<br />
usaha simpan pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, ada yang dilakukan oleh<br />
kelompok, seperti pola arisan, mempraktekkan cara simpanpinjam.<br />
Arisan yang banyak berkembang di masyarakat, juga<br />
sah mempraktekkan pola simpan-pinjam. Usaha simpan pinjam<br />
oleh <strong>Koperasi</strong>, merupakan usaha private, dilakukan oleh<br />
organisasi yang namanya “<strong>Koperasi</strong>” Tetapi arisan bukan <strong>Koperasi</strong>.<br />
Urusan semacam ini, menjadi urusan di daerah sebagaimana<br />
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32<br />
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan khususnya<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian<br />
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah<br />
Daerah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota.<br />
- 76 -
12<br />
13<br />
14<br />
15<br />
Pertanyaan : apakah pengertian dan maksud modal dasar disetor<br />
pada USP dan <strong>Koperasi</strong>?<br />
Penjelasan : mengacu pada Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong><br />
dan UKM Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman<br />
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong>,<br />
yang dimaksud modal awal disetor adalah sejumlah<br />
modal (besarnya Rp 15 juta untuk KSP primer, dan USP primer<br />
dan Rp 50 juta untuk KSP sekunder dan USP sekunder)<br />
berupa simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah, yang disetor<br />
ke Bank pemerintah atas nama Menteri.<br />
Pertanyaan : dalam Permen Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008<br />
tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam<br />
Oleh <strong>Koperasi</strong> dikatakan bahwa <strong>Koperasi</strong> yang mempunyai<br />
unit usaha simpan pinjam wajib melampirkan surat<br />
bukti penyetoran modal tetap USP paling kurang Rp. 15 juta<br />
(primer) yang disetor atas nama Menteri <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Sementara di kabupaten banyak kami temui <strong>Koperasi</strong> yang<br />
mempunyai unit usaha simpan pinjam namun tidak melaksanakan<br />
seperti diatas, dengan alasan keterbatasan modal.<br />
Upaya apa yang bisa kami lakukan terhadap <strong>Koperasi</strong> tersebut<br />
sehubungan dengan hal tadi?<br />
Pertanyaan : Dalam pembentukan <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam<br />
ketentuan menyatakan modal minimal disetor sebesar Rp.<br />
15 juta untuk <strong>Koperasi</strong> primer pada Bank atas nama Menteri.<br />
Atas nama Menteri inilah yang sulit. Karena banyak Bank<br />
yang tidak mau. Sarannya bagaimana jika, atas nama Menteri<br />
dirubah atas nama Ketua Pengurus <strong>Koperasi</strong>?<br />
Pertanyaan : untuk modal awal pendirian <strong>Koperasi</strong> simpan<br />
pinjam (primer) ditetapkan modal awal yang disetor sebagai<br />
modal tetap sebesar Rp 15 juta (lima besas juta rupiah).<br />
Ternyata anggota hanya berkisar 25 orang, simpanan pokok<br />
dan wajib hanya Rp 5 juta (lima juta rupiah) sehingga kalau<br />
- 77 -
dijumlah terkumpul Rp 12,5 juta (dua belas juta lima ratus ribu<br />
rupiah). Bolehkah kita teruskan pengesahan BH-nya ?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 12, 13, 14 dan 15 dijelaskan<br />
sekaligus. Modal awal disetor adalah sejumlah modal yang<br />
besarnya ditetapkan yaitu Rp. 15 juta untuk pendirian KSP<br />
primer, atau USP <strong>Koperasi</strong> primer, dan Rp. 50 juta untuk<br />
pendirian KSP sekunder, atau USP <strong>Koperasi</strong> sekunder, yang<br />
akan menjalankan usaha simpan pinjam. Modal awal ini disetor<br />
ke Bank Pemerintah atas nama Menteri.<br />
Sesuai pasal 5 ayat 2 huruf f butir (5) yang berbunyi “KSP<br />
dapat melakukan kegiatan usaha simpan pinjam, setelah<br />
mendapat pengesahan akta pendirian <strong>Koperasi</strong> dan memperoleh<br />
ijin menyelenggarakan usaha simpan pinjam yang dikeluarkan<br />
oleh pejabat yang berwenang”. Demikian juga pasal<br />
24 ayat 5 Peraturan Menteri tersebut, <strong>Koperasi</strong> yang belum<br />
memenuhi ketentuan permodalan tersebut, tidak dapat dapat<br />
diberikan pengesahan akta pendirian dan perubahan anggaran<br />
dasar. Dengan demikian menurut peraturan yang berlaku,<br />
bagi pendirian KSP yang belum memenuhi persyarat an modal,<br />
maka belum dapat disahkan akta pendiriannya, demikian<br />
juga bagi USP koperasi belum dapat disahkan perubahan<br />
anggaran dasarnya.<br />
- 78 -
RUMPUN 11: PEMBENAHAN KOPERASI<br />
TIDAK AKTIF<br />
1<br />
2<br />
3<br />
4<br />
Pertanyaan : Apa tindakan yang harus kita lakukan terhadap<br />
<strong>Koperasi</strong> yang sudah tidak aktif, tinggal papan nama, kepengurusan<br />
dan keanggotaan sudah tidak jelas keberadaannya.<br />
Pertanyaan : Apakah tindakan yang harus dilakukan untuk<br />
mengatasi kondisi <strong>Koperasi</strong> yang mati suri? Bagaimana cara<br />
menghidupkan atau membubarkan <strong>Koperasi</strong> tersebut?<br />
Pertanyaan : jika kita mengaktifkan <strong>Koperasi</strong> yang tidak aktif,<br />
itu sama saja menghabiskan tenaga.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang tidak aktif. Kebanyakan <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong><br />
tersebut hanya papan nama saja, dan mempunyai<br />
hutang. Bagaimana dan apa yang harus kita lakukan?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 1, 2, 3 dan 4 karena memiliki<br />
isi yang sama, dijelaskan sekaligus. Dalam kacamata pemberdayaan<br />
oleh pemerintah, keberadaan koperasi yang kurang<br />
aktif seperti itu, dicari alasan penyebab untuk diberdayakan<br />
kembali.<br />
a. Pertama, lakukan identifikasi kondisi riil dan penyebab<br />
ketidak-aktifan <strong>Koperasi</strong>. Dari langkah identifikasi ini, ada<br />
2 (dua) kemungkinan. <strong>Koperasi</strong> yang masih memiliki atau<br />
menunjukkan potensi, didorong untuk diaktifkan kembali.<br />
Pengaktifan <strong>Koperasi</strong>, dimulai dari penataan kepengurusan,<br />
organisasi, asset dan potensi ekonomi (usaha) yang masih<br />
dimiliki <strong>Koperasi</strong>. Inventarisasi ulang anggota, lakukan rapat<br />
anggota untuk menyusun program kerja. Disini dapat ditempuh<br />
jalur, mengaktifkan kembali <strong>Koperasi</strong>.<br />
b. Aletrnatif kedua, bagi <strong>Koperasi</strong> yang masih memiliki<br />
potensi, juga dapat didorong dilakukan penggabungan.<br />
- 79 -
5<br />
6<br />
7<br />
c. Ketiga, jika dari hasil identifikasi ternyata <strong>Koperasi</strong> sudah<br />
tidak memiliki potensi untuk diaktifkan, dapat ditempuh<br />
jalur pembubaran. Apabila pembubaran oleh <strong>Koperasi</strong> sudah<br />
tidak mungkin, dapat dilakukan pembubaran oleh pemerintah<br />
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994<br />
tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah,<br />
d. Mengenai pendapat bahwa pengaktifan <strong>Koperasi</strong> itu<br />
menghabiskan tenaga, tentu tidak seperti itu. Sepanjang tugas<br />
ini menjadi tugas pemerintah, maka laksanakan sesuai<br />
penugasannya. Apabila pembubaran <strong>Koperasi</strong>, dilakukan<br />
oleh pemerintah maka kebutuhan pendanaan untuk proses<br />
pembubaran, dibebankan pada anggaran pemerintah (APBN/<br />
APBD), seperti telah dilakukan oleh beberapa Kabupaten/<br />
Kota.<br />
Pertanyaan : banyak <strong>Koperasi</strong> khususnya KUD sekarang ini<br />
kurang aktif, namun masih memiliki fasilitas memadai (dari<br />
pemerintah). Apa yang harus dilakukan?<br />
Penjelasan : pilih dan lakukan langkah pengaktifan kembali<br />
<strong>Koperasi</strong>, seperti penjelasan di atas. Artinya, bina kembali<br />
dengan menata ulang (restruktrurisasi) kelembagaan dan<br />
usaha <strong>Koperasi</strong>. Asset dan potensi usaha yang ada ditata untuk<br />
dimanfaatkan <strong>Koperasi</strong>. Kumpulkan pengurus dan anggota<br />
yang ada, diajak berembuk untuk mengaktifkan kembali<br />
<strong>Koperasi</strong>.<br />
Pertanyaan : Agar dibuatkan payung hukum yang jelas tentang<br />
pembubaran <strong>Koperasi</strong> yang dilakukan oleh Pemerintah.<br />
Sementara ini banyak <strong>Koperasi</strong> yang mati tetapi masih tercatat<br />
?<br />
Pertanyaan : kami minta acuan untuk pembubaran <strong>Koperasi</strong>?<br />
- 80 -
8<br />
9<br />
10<br />
11<br />
Pertanyaan : beberapa <strong>Koperasi</strong> di Kabupaten A yang tidak<br />
sesuai aturan, akan dibubarkan. Apakah dalam pembubaran<br />
itu harus membentuk team penyelesaian? Jika tidak membentuk<br />
team apa yang kita lakukan? Jika <strong>Koperasi</strong>nya sudah tidak<br />
punya aset?<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> sudah tidak aktif, ingin membubarkan<br />
diri. Namun <strong>Koperasi</strong> tersebut masih memiliki sangkutan<br />
dana dari pemerintah. Bagaimana tindak lanjutnya?<br />
Pertanyaan : jika harta <strong>Koperasi</strong> nol atau minus, beban biaya<br />
tim penyelesaian ditanggung siapa ?<br />
Pertanyaan : Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994<br />
tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah kurang pas.<br />
Jika yang membubarkan pemerintah tidak nyambung, karena<br />
pemerintah juga tidak ikut membuat <strong>Koperasi</strong>. Sedangkan<br />
ada aturan kebebasan berserikat dan berkumpul. Artinya jika<br />
diambil alih oleh pemerintah, maka semua aset <strong>Koperasi</strong> menjadi<br />
urusan pemerintah. Sebaiknya istilah pembubaran diganti<br />
dengan pencabutan badan hukum.<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 dijelaskan<br />
sekaligus. Pertanyaan ini berkaitan dengan (a) payung hukum<br />
pembubaran, (b) tata cara dan konsekuensi pembubar an.<br />
a. Kita mulai dari pesan pertanyaan pertama, payung<br />
hukum pembubaran <strong>Koperasi</strong> sudah ada dan jelas, yaitu Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />
pasal 46 sampai dengan pasal 56. Khusus pembubaran oleh<br />
pemerintah, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17<br />
Tahun 1994 tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah.<br />
Ketentuan pembubaran <strong>Koperasi</strong> ini, secara lengkap memuat<br />
alasan, prosedur dan tata cara pembubaran <strong>Koperasi</strong>.<br />
b. ada (empat) alasan <strong>Koperasi</strong> harus bubar (dibubarkan),<br />
yaitu : (a) <strong>Koperasi</strong> tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-<br />
Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan/atau tidak melaksanakan<br />
- 81 -
12<br />
AD <strong>Koperasi</strong> (b) kegiatan <strong>Koperasi</strong> bertentangan dengan ketertiban<br />
umum dan/atau kesusilaan (c) <strong>Koperasi</strong> dinyatakan<br />
pailit berdasarkan keputusan pengadilan (d) Kope rasi tidak<br />
melakukan kegiatan usaha selama 2 tahun berturut-turut sejak<br />
didirikan.<br />
c. Pelaku pembubaran <strong>Koperasi</strong>, ada 2 (dua) cara. Pembubaran<br />
dilakukan oleh <strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Kedua, pembubaran<br />
<strong>Koperasi</strong> dilakukan oleh pemerintah.<br />
d. Prosedur dan tata cara pembubaran tersebut telah<br />
lengkap dan jelas. Langkah pembubaran dimulai sejak persiapan<br />
pembubaran sampai dengan pencabutan badan hukum<br />
<strong>Koperasi</strong>, dan pengumumannya di lembaran negara.<br />
e. Dalam proses pembubaran ini, maka dapat dibentuk<br />
tim penyelesai pembubaran. Jadi berkaitan dengan pertanyaan,<br />
apakah perlu ada tim penyelesai, karena merupakan<br />
ketentuan pembubaran dalam peraturan perundangan yang<br />
ada, maka ikuti ketentuan itu.<br />
f. Mengenai pertanyaan, apakah pembubaran tidak bertentangan<br />
dengan kebebasan berserikat masyarakat? jawabannya<br />
tidak bertentangan dengan kebebasan berserikat. Seperti<br />
sudah disebutkan di atas, pembubaran hanya dikenakan<br />
pada <strong>Koperasi</strong> yang melanggar kriteria-kriteria tertentu. Prosedur<br />
dan tata caranya terbuka, dengan memberi kesempatan<br />
kepada <strong>Koperasi</strong> untuk keberatan, dilakukan pengumum an,<br />
proses pembubaran, dll. Silahkan ikuti urutan pekerjaan yang<br />
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994<br />
tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah.<br />
Pertanyaan : jika dalam membubarkan <strong>Koperasi</strong>, namun<br />
anggotanya yang dicari sudah tidak ada, bagaimana proses<br />
pembubarannya?<br />
Penjelasan : beberapa pengalaman praktis pembubaran <strong>Koperasi</strong>,<br />
yang dilakukan oleh beberapa Kabupaten/kota, dapat<br />
dijadikan referensi. Secara garis besar, cari alamat para pengurus<br />
yang tersisa. Selalu ada sisa-sisa laporan alamat pengurus,<br />
anggota <strong>Koperasi</strong> tersebut kerjasama dengan kecama-<br />
- 82 -
13<br />
14<br />
15<br />
16<br />
tan atau kelurahan setempat. Dari hasil kerjasama ini, dapat<br />
diambil sikap lanjutan. Mengenai prosedur dan tata cara pembubaran,<br />
untuk mengacu pada peraturan perundangan sebagaimana<br />
uraian pada penjelasan no 1 sampai dengan 4.<br />
Pertanyaan : berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor<br />
25 Tahun 1992 dan Peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun<br />
1994 tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh pemerintah, bahwa<br />
<strong>Koperasi</strong> dapat dibubarkan oleh pemerintah apabila memenuhi<br />
syarat antara lain dinyatakan pailit oleh pengadilan.<br />
Apakah putusan pengadilan tingkat pertama ataupun Iurah?<br />
Penjelasan : sesuai dengan ketentuan keputusan pengadilan<br />
tentang pailit <strong>Koperasi</strong> adalah keputusan yang telah memiliki<br />
kekuatan hukum yang pasti.<br />
Pertanyaan : tentang penggabungan dan peleburan <strong>Koperasi</strong><br />
mohon arahan, agar kedepan yang dilakukan Dinas KUKM<br />
tidak melenceng.<br />
Pertanyaan : apabila bergabung, apakah yang tergabung harus<br />
melebur? Yang melebur harus dibubarkan? Bagaimanakah<br />
dasar hukumnya?<br />
Pertanyaan : bagaimana dasar hukum peleburan, penggabung<br />
an, pembubaran dan pembagian <strong>Koperasi</strong> ?<br />
Pertanyaan : ketika terjadi penggabungan 2 <strong>Koperasi</strong>, setelah<br />
dibuat neraca, itu aset bersama atau aset masing-masing?<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 14, 15, 16 dan 17 memiliki<br />
pesan sama, maka dijawab sekaligus. Kalau pertanyaan Nomor<br />
6 sampai 12 berkaitan dengan pembubaran. Pertanyaan<br />
Nomor 14 sampai dengan 16, berkaitan dengan penggabungan<br />
dan peleburan.<br />
a. Penggabungan dan peleburan memiliki payung hukum<br />
jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />
- 83 -
17<br />
Perkoperasian khususnya pasal 14, dan Kepmen <strong>Koperasi</strong><br />
dan PPK Nomor 36/KEP/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan<br />
Penggabungan dan Peleburan <strong>Koperasi</strong>.<br />
b. Kalau pada pembubaran, didasarkan pada alasan<br />
karena ketidakmampuan atau adanya pelanggaran terhadap<br />
peraturan-perundangan, dan berujung pada pencabutan badan<br />
hukum <strong>Koperasi</strong>. Alasan penggabungan dan peleburan<br />
adalah untuk pengembangan dan efisiensi penggabungan<br />
atau peleburan mungkin sekali melibatkan koperasi yang<br />
masih hidup, aktif dan bahkan maju.<br />
c. Penggabungan, adalah proses bergabungnya satu<br />
atau lebih <strong>Koperasi</strong>, kepada <strong>Koperasi</strong> lain. Ada <strong>Koperasi</strong><br />
yang menggabungkan diri, dan ada <strong>Koperasi</strong> yang menerima<br />
penggabungan. Untuk itu ada syarat, prosedur dan tata cara<br />
penggabungan, sampai benar-benar terealisasi penggabungan<br />
<strong>Koperasi</strong> (Kepmen <strong>Koperasi</strong> dan PPK Nomor 36/KEP/M/<br />
II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan<br />
Peleburan <strong>Koperasi</strong>).<br />
d. Peleburan, adalah proses meleburnya satu atau beberapa<br />
<strong>Koperasi</strong>, sehingga dihasilkan <strong>Koperasi</strong> baru. Jadi ada<br />
beberapa <strong>Koperasi</strong> yang melebur, dan dari hasil peleburan ini<br />
lahir <strong>Koperasi</strong> baru. Untuk itu ada syarat, prosedur dan tata<br />
cara peleburan, sampai benar-benar terealisasi lahir <strong>Koperasi</strong><br />
baru. Pada proses peleburan ini, koperasi-koperasi yang melebur<br />
bubar dulu, dan membentuk koperasi baru.<br />
e. Mengenai asset <strong>Koperasi</strong> dalam penggabungan, tentu<br />
sudah dihitung dan menjadi asset <strong>Koperasi</strong> hasil penggabungan.<br />
Pertanyaan : di daerah saya, seperti diketahui dalam era<br />
otonomi maka terjadi penataan satuan kerja (kantor kerja) di<br />
daerah. Dahulu ada <strong>Koperasi</strong> A ada di Dinas A. Ada <strong>Koperasi</strong><br />
B ada di Dinas B. Dengan perubahan Satuan Kerja Perangkat<br />
daerah (SKPD) terjadi mutasi pegawai, tempat kedudukan,<br />
dll termasuk <strong>Koperasi</strong>nya. Kami anjurkan <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong><br />
tersebut (<strong>Koperasi</strong> A dan <strong>Koperasi</strong> B) untuk bergabung saja<br />
- 84 -
18<br />
atau dilebur. Tetapi mereka (<strong>Koperasi</strong>) tidak setuju, karena<br />
merasa sama-sama masih jalan, walaupun SKPD sudah<br />
berubah. Saran !<br />
Penjelasan : tidak harus digabung atau dilebur. Penggabungan<br />
atau peleburan bukan keharusan, bukan paksaan. Apabila<br />
<strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong> tersebut, aktif dan maju, biar tetap<br />
berkembang seperti yang ada. Sarankan lakukan perubahan<br />
anggar an dasar, untuk mengakomodir perubahan domisili,<br />
keanggotaan, dll.<br />
Pertanyaan : beberapa bulan yang lalu datang pengurus <strong>Koperasi</strong><br />
karyawan di kawasan industri datang ke Dinas <strong>Koperasi</strong><br />
dan UKM melaporkan bahwa <strong>Koperasi</strong> mereka akan tutup.<br />
Karena perusahaan tempat mereka bekerja menutup<br />
usaha nya. Pada waktu itu kita anjurkan pengurus melaksanakan<br />
rapat anggota dalam rangka rencana pembubaran.<br />
Namun menurut pengurus hal tersebut tidak mungkin sebab<br />
sebagian besar anggota <strong>Koperasi</strong> sudah pulang ke daerahnya<br />
masing-masing, dan tidak mungkin bisa hadir pada acara<br />
rapat anggota tersebut.<br />
a. Apa yang perlu kami lakukan sehubungan dengan<br />
permohonan pembubaran <strong>Koperasi</strong> tersebut?<br />
b. Seandainya pengurus <strong>Koperasi</strong> melaksanakan rapat<br />
anggota sehubungan dengan pembubaran, apakah sah<br />
menurut peraturan yang berlaku?<br />
Penjelasan : apakah benar-benar <strong>Koperasi</strong> ini memenuhi<br />
alasan dan kriteria pembubaran (Undang-Undang Nomor 25<br />
Tahun 1992 tentang Perkoperasian) seperti dijelaskan dalam<br />
penjelasan butir 6 sampai dengan 11 di atas ? Ada pelanggaran<br />
terhadap Undang-Undang Perkoperasian? mungkin ya<br />
mungkin tidak. Pelanggaran terhadap ketertiban umum dan<br />
kesusilaan, jelas tidak. Pelanggaran karena tidak melakukan<br />
kegiatan usaha, mungkin juga tidak. <strong>Koperasi</strong> mengalami<br />
kerugian dan dinyatakan pailit, belum tentu.<br />
- 85 -
Dari gambaran tersebut, terlihat <strong>Koperasi</strong> masih punya<br />
potensi untuk berkembang. Dari sisi kelembagaan, nampaknya<br />
lembaga koperasi ini masih potensial. Pokok masalahnya<br />
ada pada keanggotaan, walaupun ada jalan keluarnya.<br />
Jadi, sebenarnya alasan pembubaran tersebut kurang kuat.<br />
Coba, lakukan konsolidasi, perpindahan kantor perusahaan<br />
tempat kerja, tidak mutlak berimbas kepada <strong>Koperasi</strong>. Ada<br />
meka nisme perubahan anggaran dasar, tidak selalu harus<br />
ber ujung pada pembubaran.<br />
Seandainya terpaksa dipilih jalur pembubaran, maka ikuti<br />
prosedur dan tatacara pembubaran yang sudah dijelaskan<br />
pada penjelasan Nomor 6 sampai dengan 11 di atas.<br />
- 86 -
RUMPUN 12: AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : banyak <strong>Koperasi</strong> kurang atau tidak melakukan<br />
catatan keuangan. Tolong dijelaskan apa saja yang harus dimasukkan<br />
dalam catatan keuangan, termasuk penyajian barang<br />
yang dipakai !<br />
Penjelasan : perlu sepakat bahwa peyelenggaraan pembukuan<br />
atau akuntansi bagi <strong>Koperasi</strong>, adalah hal pokok dan<br />
pen ting bagi kemajuan <strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Hal ini berarti, <strong>Koperasi</strong><br />
wajib menyelenggarakan pembukuan atas akuntansi<br />
di Kope rasinya. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang sekarang belum menyelenggarakan<br />
pembukuan atau akuntansi secara tertib dan<br />
lengkap, tentu harus melakukan perbaikan diri. Mengenai apa<br />
saja catatan keuanga, pembukuan atau akuntansi yang harus<br />
dikerjakan, tentu sesuai dengan perkembangan <strong>Koperasi</strong> itu<br />
sendiri.<br />
Secara ideal, ketentuan tentang akuntansi <strong>Koperasi</strong> sudah<br />
tersusun dalam PSAK 27 yaitu akuntansi untuk <strong>Koperasi</strong>.<br />
Walaupun PSAK 27 ini sedang dalam proses penyempurnaan<br />
menyesuaian standar akuntansi yang dberlakukan baru. Paling<br />
sederhana adalah catatan pengeluaran, pemasukan,<br />
buku kas, buku barang.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> satu anggaran dasar dengan dua<br />
pola yaitu syariah dan konvensional. Masalah selanjutnya<br />
adalah masalah audit, <strong>Koperasi</strong>nya syariah tapi yang muncul<br />
adalah konvensional. Permasalahan ini harus kita selesaikan<br />
bersama.<br />
Penjelasan : kalau dalam satu anggaran dasar memuat pola<br />
konvensional dan pola syariah, itu tidak jadi masalah. Sedalam<br />
dan seluas apa isi anggaran dasar, disesuaikan dengan<br />
keperluan. Tetapi kalau yang dimaksud adalah perlakuan<br />
- 87 -
3<br />
4<br />
(terutama perlakuan akuntansi) antara pola konvensional<br />
de ngan pola syariah, jawabannya, betul harus jelas dan berbeda.<br />
Sekali lagi bukan persoalan anggaran dasarnya, tetapi<br />
perlakuan polanya.<br />
Pertanyaan : sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 40 Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 bahwa <strong>Koperasi</strong> dapat<br />
meminta jasa audit kepada akuntan publik terhadap laporan<br />
keuangan yang dikelola oleh pengurus <strong>Koperasi</strong>. Apakah ada<br />
batasan terhadap lama beroperasinya <strong>Koperasi</strong> untuk dimintakan<br />
jasa audit dari akuntan publik.<br />
Penjelasan : lingkup pertanyaan ini agar dikembalikan ke<br />
pokok kepentingannya, yaitu berkaitan dengan penyelenggaraan<br />
fungsi pengawasan. Pelaksana fungsi pengawasan itu,<br />
dilakukan oleh pengawas, dan apabila perlu dapat meminta<br />
bantuan jasa audit ke akuntan publik. Sepanjang penyelenggaraan<br />
dan hasil fungsi pengawasan tersebut, valid dan dapat<br />
dipertanggung jawabkan, kemungkinan pengawasan dilakukan<br />
sendiri secara internal. Sepanjang koperasi menganggap<br />
perlu minta bantuan dari akuntan publik, silahkan di audit oleh<br />
akuntan publik. Mengenai batasan waktu atau umur <strong>Koperasi</strong>,<br />
tidak ada ketentuan yang mengatur batasan waktu.<br />
Pertanyaan : ada ketentuan tentang audit independen bagi <strong>Koperasi</strong><br />
yang omzetnya di atas Rp 1 milyar. Padahal di provinsi<br />
tertentu, belum ada akuntan publik dan harus ke provinsi lain,<br />
tentu biaya menjadi tinggi, bagaimana solusinya ? Apakah<br />
ada sanksi terhadap <strong>Koperasi</strong> yang telah lama beroperasi<br />
dan omzetnya di atas Rp 1 milyar tapi belum pernah di audit<br />
oleh akuntan publik ?.<br />
Penjelasan : agar dipahami terlebih dahulu ketentuan audit<br />
bagi <strong>Koperasi</strong> yang omzet pinjaman telah di atas Rp 1 milyar<br />
(satu milyar) per tahun wajib diaudit oleh akuntan publik, sebagaimana<br />
termuat dalam Permen No 19/Per/M.KUKM/XI/2008<br />
- 88 -
5<br />
6<br />
7<br />
8<br />
9<br />
pasal 36, wajib dilaksanakan. Semua ini untuk menjaga transparansi<br />
pengelolaan sekaligus kredibilitas <strong>Koperasi</strong> itu sendiri,<br />
di mata anggota dan di mata mitra kerjanya. Dalam ketentuan<br />
ini sebagai indikator adalah jumlah omzet pinjaman per tahun,<br />
bukan waktu. Seandainya <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan maju<br />
pesat, dalam jangka waktu relatif pendek telah memiliki omzet<br />
pinjaman di atas Rp 1 milyar (satu milyar), maka wajib di audit<br />
akuntan publik.<br />
Mengenai ketidak beradaan akuntan publik di suatu<br />
provinsi, hendaknya dapat diatasi melalui mekanisme kerjasama<br />
yang memungkinkan untuk itu.<br />
Pertanyaan : pajak yang diberlakukan pada <strong>Koperasi</strong>, ternyata<br />
menjadi beban untuk <strong>Koperasi</strong>, terlebih lagi untuk <strong>Koperasi</strong><br />
baru. Untuk SHU yang diterima oleh anggota juga dikenai pajak.<br />
Mohon tanggapan masalah ini.<br />
Pertanyaan : sebenarnya <strong>Koperasi</strong> dapat menerima pengenaan<br />
pajak bagi <strong>Koperasi</strong>. Namun, dalam praktek pajak tersebut<br />
dikenakan berkali-kali, dari anggota ke <strong>Koperasi</strong> kena pajak,<br />
dari <strong>Koperasi</strong>nya sendiri kena pajak ?<br />
Pertanyaan : di harapkan Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />
memberikan formulasi atau cara lain untuk menghitung Pajak<br />
PPh maupun PPN, mana yang memberikan pelayanan kepada<br />
anggota, dan mana usaha yang berbisnis dengan Non<br />
Anggota.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> untuk simpanan pokok dan simpanan<br />
wajib menjadi beban/biaya <strong>Koperasi</strong>, sehingga memperkecil<br />
SHU, dengan maksud memperkecil perhitungan<br />
pembayaran pajak atas perhitungan SHU dimaksud. Mohon<br />
saran.<br />
Pertanyaan : bagaimana peran pemerintah dalam perkembangan<br />
<strong>Koperasi</strong>, yang saya tahu dalam hal pajak, Kopera-<br />
- 89 -
si dan BUMN atau PT disamakan. Padahal tujuan <strong>Koperasi</strong><br />
beda dengan badan usaha lainnya?<br />
Penjelasan : pertanyaan no 5, 6, 7, 8 dan 9 dijelaskan sekaligus.<br />
Penjelasan pertanyaan ini kita dekati dalam 2 (dua)<br />
pendekatan, yaitu kepatuhan terhadap pajak, dan perlakuan<br />
pajak kepada koperasi.<br />
a. Kita dudukkan dulu, apa itu pajak. Mengutip Undang-<br />
Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi<br />
pasal 1 ayat 10 yang berbunyi “pajak daerah yang selanjutnya<br />
disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang<br />
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa<br />
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan<br />
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan<br />
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebagai<br />
warga Negara, pengenaan pajak kepada <strong>Koperasi</strong>, sesuai<br />
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pengalaman<br />
selama penyelenggaraan bimbingan teknis perkoperasian,<br />
pada dasarnya <strong>Koperasi</strong> patuh dan tidak keberatan tentang<br />
ketentuan pajak. Persoalan yang muncul adalah terjadinya<br />
penghitungan pajak yang dobel (berganda) dan besaran pengenaannya.<br />
b. Segi kedua, berkaitan dengan pengenaan pajak terhadap<br />
<strong>Koperasi</strong>. Dalam hal ini, memang perlu peninjauan<br />
kembali terhadap besaran pengenaan pajak terhadap <strong>Koperasi</strong>,<br />
bukan pembebasan pajak sebagaimana penjelasan di<br />
atas. Masukan dari banyak <strong>Koperasi</strong>, sebenarnya <strong>Koperasi</strong><br />
tidak ada masalah tentang pengenaan pajak. Pokok masalah<br />
yang timbul karena, dalam perhitungan menggunakan kaidah-kaidah<br />
yang tidak tepat, tidak mengakomodir hakekat organisasi<br />
<strong>Koperasi</strong>, dan sering terjadi pengenaan pajak yang<br />
dobel.<br />
c. Beberapa persoalan yang dinilai belum tepat, bahwa<br />
di dalam organisasi <strong>Koperasi</strong> itu, walaupun disebutkan sebagai<br />
badan usaha, namun ada sisi-sisi khusus yang tidak da-<br />
- 90 -
pat disamakan dengan badan usaha lain, seperti perseroan<br />
terbatas. Apa yang dimaksud transaksi dan mengakibatkan<br />
perpindahan kepemilikan, di <strong>Koperasi</strong> tidak mutlak seperti<br />
itu. Sebagai contoh, pada <strong>Koperasi</strong> peternakan sapi perah.<br />
Petani anggota yang menghasilkan produk susu, yang kemudian<br />
di serahkan ke <strong>Koperasi</strong>, ini bukan transaksi dan tidak<br />
ada pemindahan kepemilikan. Hal ini berbeda, kalau <strong>Koperasi</strong><br />
menjual pakan ternak ke anggota, ini transaksi dan terjadi<br />
pemindahan kepemilikan. Kejadian-kejadian seperti ini yang<br />
masih meleset dari pertimbangan pengenaan perpajakan.<br />
d. Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM terus melakukan komunikasi<br />
dan advokasi, berkaitan perlakuan perpajakan kepada<br />
<strong>Koperasi</strong>.<br />
- 91 -
RUMPUN 13: PENDIDIKAN DAN LATIHAN<br />
1<br />
2<br />
Pertanyaan : pendidikan dan pelatihan bagi pengurus <strong>Koperasi</strong><br />
merupakan kebutuhan dalam memajukan <strong>Koperasi</strong>. Tapi<br />
banyak <strong>Koperasi</strong> enggan melakukan pelatihan. <strong>Koperasi</strong> hanya<br />
mau mengikuti pelatihan yang biayanya ditanggung oleh<br />
Dinas KUKM.<br />
Penjelasan : Mengenai pendidikan dan pelatihan perkoperasian,<br />
justru harus diingatkan bahwa itu merupakan salah satu<br />
butir prinsip <strong>Koperasi</strong> “pendidikan perkoperasian”. Dalam arti,<br />
lembaga <strong>Koperasi</strong> secara kelembagaan merupakan lembaga<br />
yang memiliki nilai dan jiwa untuk mencerdaskan dan mendidik<br />
anggotanya. <strong>Koperasi</strong> bukan semata-mata melakukan<br />
usaha. Tetapi juga penting melakukan fungsi pendidikan.<br />
Mendidik dan melatih anggota, agar memiliki ketrampilan<br />
dalam berusaha, pengetahuan dalam menjalankan hak dan<br />
kewajiban, pengetahuan dan kemauan untuk berkontribusi<br />
kepada <strong>Koperasi</strong>, dan lain-lain. Prinsip pendidikan perkoperasian<br />
ini dalam praktek masih sering kurang diperhatikan atau<br />
diabaikan oleh <strong>Koperasi</strong>.<br />
Seharusnya dalam program kerja dari bagian SHU untuk<br />
porsi pendidikan perkoperasian. Kalaupun saat ini, masih<br />
kurang, menjadi tugas pembina untuk menggerakkan <strong>Koperasi</strong><br />
agar menjalankan prinsip pendidikan perkoperasian.<br />
Pertanyaan : perlu tenaga/petugas lapangan <strong>Koperasi</strong> di Kabupaten/Kota.<br />
Karena sumber daya manusia di Dinas KUKM<br />
sangat terbatas. Supaya mereka menjadi ujung tombak dalam<br />
pembinaan <strong>Koperasi</strong> di Kab/kota.<br />
Penjelasan : sangat setuju. Pengaktifan tenaga-tenaga teknis<br />
lapangan berdasarkan pengalaman, memang efektif membantu<br />
pembinaan perkoperasian di lapangan. Pada tahun 1980-<br />
- 92 -
1990-an, waktu itu Departemen <strong>Koperasi</strong> dan PPK, memiliki<br />
program Petugas Konsultasi <strong>Koperasi</strong> Lapangan (PKKL) dan<br />
terbukti efektif.<br />
Dalam era otonomi seharusnya pengaktifan tenaga-tenaga<br />
penyuluh <strong>Koperasi</strong> lapangan, atau dengan penamaan lain<br />
harus menjadi urusan daerah. Sudah banyak pemerintah<br />
daerah cq Dinas yang membidangi urusan koperasi dan UKM,<br />
provinsi maupun kabupaten/kota memiliki dan menjalankan<br />
program tenaga-tenaga penyuluh lapangan, tenaga pendamping<br />
lapangan atau penamaan lain, sebagai program daerah<br />
dengan pembiayaan dari masing-masing APBD. Kementerian<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM, menginisiasi kembali pengaktif an tenagatenaga<br />
penyuluh <strong>Koperasi</strong> lapangan.<br />
- 93 -
RUMPUN 14: PEMBINAAN OLEH PEMERINTAH<br />
1<br />
Pertanyaan : bagaimana batas kewenangan pembina (pemerintah)<br />
dalam hal ada kasus-kasus seperti penggelapan di<br />
<strong>Koperasi</strong>. Kita ditanya tanggung jawabnya selaku pihak yang<br />
menerbitkan badan hukum?<br />
Penjelasan : pisahkan antara kewenangan pemerintah dalam<br />
pengesahan badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dengan operasionalisasi<br />
<strong>Koperasi</strong> sebagai badan usaha. Perlu ditegaskan kembali,<br />
<strong>Koperasi</strong> itu adalah lembaga private dimiliki oleh para anggotanya.<br />
Sebagai lembaga private, <strong>Koperasi</strong> itu independen,<br />
seperti badan usaha perseroan terbatas (PT) atau CV. <strong>Koperasi</strong><br />
bukan milik pemerintah. Dari sini menjadi jelas, seluruh<br />
persoalan yang muncul ketika <strong>Koperasi</strong> menjalankan aktivitasnya,<br />
merupakan urusan internal dan tangung jawab <strong>Koperasi</strong><br />
sebagai lembaga independen.<br />
Untuk pertanyaan ini, gunakan beberapa rujukan sebagai<br />
acuan tentang kewenangan pemerintah daerah terhadap<br />
pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>. Pertama tentu mengacu pada Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,<br />
khususnya pasal 60 sampai dengan 64. Secara garis<br />
besar, tugas pemerintah terhadap pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>,<br />
dilakukan melalui 3 (tiga) subyek yaitu : (a) menciptakan dan<br />
mengembangkan iklim kondusif, (b) memberikan bimbingan<br />
dan kemudahan (c) memberikan perlindungan. Namun juga<br />
harus dipahami sebagaimana penjelasan pasal-pasal itu,<br />
bahwa pemerintah dalam memberdayakan <strong>Koperasi</strong>, tidak<br />
boleh mengganggu upaya kemandirian <strong>Koperasi</strong>.<br />
Peran pemerintah bersifat fasilitasi dan advokasi, tidak intervensi.<br />
Pengesahan akta pendirian <strong>Koperasi</strong> menjadi badan<br />
hukum koperasi oleh pemerintah, tidak dapat dikaitkan dengan<br />
kasus-kasus yang ada di <strong>Koperasi</strong>. Pengesahan badan<br />
hukum <strong>Koperasi</strong> diterbitkan sesuai dan sepanjang memenuhi<br />
ketentuan pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />
- 94 -
2<br />
3<br />
4<br />
Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> mau dibawa kemana? Karena kelemahan<br />
<strong>Koperasi</strong> pada regulasi, kemampuan SDM <strong>Koperasi</strong><br />
dan SDM pembina. Selain itu pemahaman antara pemerintah<br />
pusat dan pemerintah daerah tidak nyambung, seperti Nomenklatur<br />
kedinasan yang berbeda-beda.<br />
Pertanyaan : di daerah sering terjadi penggantian pejabat/<br />
pembina, sehingga orang-orang yang ahli di Bidang <strong>Koperasi</strong><br />
boleh dikatakan tidak ada lagi. Bagaimana kalau ada penegasan<br />
dari pihak Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM kepada<br />
Kepala Daerah bahwa orang-orang yang trampil di bidang<br />
<strong>Koperasi</strong> dikembalikan kepada Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Penjelasan : pertanyaan Nomor 2 dan 3 dijawab sekaligus.<br />
Ada 2 (dua) pesan terkandung dalam pertanyaan ini, (a)<br />
masalah kualitas SDM <strong>Koperasi</strong> dan SDM pembina (b) struktur<br />
organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).<br />
Untuk masalah pertama, kualitas SDM <strong>Koperasi</strong> berdasarkan<br />
fakta inventarisasi di lapangan, memang persoalan kualitas<br />
SDM <strong>Koperasi</strong> menjadi hal prioritas. Anggota <strong>Koperasi</strong><br />
seharusnya menjadi motor penggerak, belum mampu memahami<br />
hak dan kewajiban dan melakukan partisipasi aktif kepada<br />
<strong>Koperasi</strong>nya. Padahal, kemajuan <strong>Koperasi</strong> secara ideal,<br />
ditentukan dan digerakkan oleh anggota. Ini fakta, dengan demikian<br />
menjadi prioritas program pendidikan perkopersian.<br />
Untuk masalah struktur organisasi kedinasan di daerah,<br />
tentu Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM tidak dapat memaksakan.<br />
Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM terus menghimbau<br />
kepala daerah, untuk memberikan perhatian terhadap urusan<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM, dapat dibentuk dalam satu kedinasan<br />
tersendiri.<br />
Pertanyaaan : batas kewenangan suatu provinsi, kabupaten/<br />
kota untuk membina cabang <strong>Koperasi</strong>, yang badan hukumnya<br />
diterbitkan di wilayah lain. Belum ada payung hukum yang<br />
jelas, terutama berkaitan apabila ada penyimpangan. Sebaik-<br />
- 95 -
5<br />
nya Kementerian KUKM memberikan batasan kewenangan<br />
tersebut.<br />
Penjelasan : untuk kantor cabang, kita dapat merujuk pada<br />
Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 19/<br />
Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan<br />
Usaha Simpan Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, pasal 18 ayat 4<br />
yang berbunyi pembukaan kantor cabang KSP/USP koperasi<br />
tersebut wajib mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang<br />
yang telah mengesahkan akta pendirian KSP/USP <strong>Koperasi</strong>,<br />
setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang<br />
di Kab/Kota di tempat kedudukan kantor cabang <strong>Koperasi</strong><br />
tersebut akan dibuka. Sehingga untuk pembinaan kantor cabang<br />
<strong>Koperasi</strong> adalah pejabat yang berwenang di Kab/Kota<br />
tempat kedudukan kantor cabang <strong>Koperasi</strong> tersebut dibuka.<br />
Pertanyaan : bagaimana pola pembinaan dan pertanggungjawaban<br />
<strong>Koperasi</strong>, dimana <strong>Koperasi</strong> tersebut merupakan cabang<br />
di daerah ?<br />
Penjelasan : kita klarifikasi dahulu, apa yang dimaksudkan<br />
pertanggung jawaban kantor cabang <strong>Koperasi</strong>? Jika yang<br />
dimaksud pertanggung jawaban kantor cabang <strong>Koperasi</strong> sebagai<br />
organisasi <strong>Koperasi</strong> itu sendiri, maka ketentuan dan<br />
mekanisme pertanggungjawabannya mengikuti ketentuan internal<br />
<strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Kantor cabang <strong>Koperasi</strong> menyampaikan<br />
laporan pertanggungjawaban kepada <strong>Koperasi</strong>nya.<br />
<strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan menyampaikan laporan, seperti<br />
hasil ra pat anggota tahunan ke Dinas yang membidangi urusan<br />
KUKM di lokasi keberadaan domisili <strong>Koperasi</strong>.<br />
Namun untuk KSP, disamping laporan hasil RAT, juga <strong>Koperasi</strong><br />
memiliki kewajiban menyampaikan laporan keuangan<br />
secara periodik bulanan, triwulan, semester dan tahunan<br />
kepada Dinas yang membidangi urusan KUKM di lokasi keberadaan<br />
domisili <strong>Koperasi</strong>.<br />
- 96 -
6<br />
7<br />
Pertanyaan : agar diadakan kembali sosialisasi implementasi<br />
Permenkop dan UKM, dan/atau Kepmenkop dan UKM yang<br />
lebih teknis<br />
Penjelasan : setuju. Sosialisasi berbagai Permen maupun<br />
Kepmen dan juga Perda tentang perkoperasian, harus<br />
terus dilakukan dan disebarluaskan ke seluruh daerah dan<br />
kepada para pembina, antara lain melalui acara bimbingan<br />
teknis Perkoperasian ini. Hal ini penting untuk meningkatkan<br />
pengetahuan dan pemahaman para aparat/pembina <strong>Koperasi</strong><br />
di daerah. Acara bimbingan teknis Perkoperasian sekarang<br />
ini merupakan langkah konkrit yang disosialisasikan oleh<br />
Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM. Tentu setiap Perda, dapat<br />
mengembangkan sendiri program-program sosialisasi atas<br />
biaya daerah (APBD).<br />
Dengan terus melakukan sosialisasi, dan terjadi perubahan<br />
dalam hal pemahaman, pengetahuan tentang kebijakan<br />
dan regulasi perkoperasian, memberikan bekal memadai kepada<br />
para pembina, dalam menyelenggarakan pembinaan<br />
dan pencarian solusi berbagai permasalahan Perkoperasian<br />
di lapangan.<br />
Pertanyaan : terdapat 2 payung hukum yaitu Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Perdasus<br />
Gubernur, Jadi mana yang lebih mengikat atau lebih utama<br />
diikuti ?<br />
Penjelasan : kedua peraturan perundangan tersebut, tetap<br />
harus menjadi acuan pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>. Peraturan<br />
per undangan tentang <strong>Koperasi</strong>, diatur dalam Undang-Undang<br />
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan<br />
hierarki peraturan perundangan sesuai Undang-Undang Nomor<br />
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,<br />
maka posisi tertinggi adalah Undang-<br />
Undang Dasar 1945, diikuti Undang-Undang atau Peraturan<br />
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Peraturan<br />
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah. Jadi,<br />
- 97 -
8<br />
9<br />
tidak dan tidak boleh ada perbedaan antara perdasus tentang<br />
<strong>Koperasi</strong> dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />
perkoperasian.<br />
Pertanyaan : berkaitan dengan kebijakan kantor pelayanan<br />
perijinan satu atap. Bagi unit simpan-pinjam yg menerbitkan<br />
izin simpan-pinjam, apakah izin ini dapat dikeluarkan oleh<br />
kantor pelayanan satu atap, karena di daerah kami masingmasing<br />
Dinas diminta menginventarisir perijinan untuk masuk<br />
dalam pelayanan perijinan satu atap. atau tetap di Dinas<br />
KUKM ?<br />
Penjelasan : agar menyesuaikan perkembangan yang berlaku<br />
sekarang ini, kebijakan mengenai pelayanan perijinan<br />
satu atap, memiliki maksud bagus, yaitu efisiensi, kemudahan<br />
dan transparansi proses perijinan usaha. Perbedaanya adalah<br />
cara penerbitannya. Selama ini, ijin-ijin usaha dilakukan<br />
dan diterbitkan di setiap kantor yang berkepentingan. De ngan<br />
pelayanan satu atap, teknis penerbitan lokasinya disatukan<br />
sehingga tidak boros waktu, energi. Teknis administratif perijinan<br />
itu sendiri, masih tetap, hanya tempatnya saja yang<br />
disatukan.<br />
Pertanyaan : kita telah membina dan melakukan sentuhan<br />
yang sangat intensif seperti merawat bayi kepada <strong>Koperasi</strong>.<br />
Namun hasilnya belum maksimal. Apa kiat kita untuk membangkitkan<br />
semangat mereka ?<br />
Penjelasan : ini adalah pembinaan <strong>Koperasi</strong> seperti biasa.<br />
Kemajuan <strong>Koperasi</strong> sangat tergantung dari kemampuan SDM<br />
pengurus, pengawas, pengelola untuk mampu menjalankan<br />
fungsinya, serta aktivitas anggota dalam berkontribusi dan<br />
berpartisipasi kepada <strong>Koperasi</strong>nya. Antara satu <strong>Koperasi</strong> dengan<br />
<strong>Koperasi</strong> lain, tentu tingkat kemajuannya berbeda. Kita<br />
yakin, di daerah Saudara ada <strong>Koperasi</strong> yang relatif maju, kenapa<br />
<strong>Koperasi</strong> ini dapat maju !<br />
- 98 -
10<br />
11<br />
Kiat pengembangan <strong>Koperasi</strong>, tentu dorong setiap unsur<br />
dan organ di dalam <strong>Koperasi</strong> berfungsi optimal. Peran pembina,<br />
Dinas KUKM memberikan dukungan, pemberdayaan<br />
melalui antara lain, pelatihan, bantuan manajemen, bantuan<br />
permodalan dan kebutuhan-kebutuhan lain, asal tidak mematikan<br />
kemandirian <strong>Koperasi</strong>. Belajar dari pengalaman atau<br />
benchmaking dari koperasi maju, yang ada di daerah yang<br />
sama, atau di daerah lain, dapat membangkitkan spirit sekaligus<br />
sebagai inspirasi.<br />
Pertanyaan : Agar disusun kembali bunga rampai peraturan<br />
perundangan tentang per<strong>Koperasi</strong>an. Karena sekarang ini<br />
mencari “file” peraturan perundangan perkopersian, terutama<br />
yang lama namun masih valid, sangat sulit!<br />
Penjelasan : usulan untuk menyusun bunga rampai, kami perhatikan.<br />
Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang berkembang ingin memanfaatkan<br />
aset <strong>Koperasi</strong> yang mati suri. Dimana kewenangan<br />
kita?<br />
Penjelasan : cermati terlebih dahulu, kalau kejadian yang<br />
dipertanyakan ini mengarah ke semacam penguasaan sepihak,<br />
tentu tidak benar. <strong>Koperasi</strong> yang kuat tidak dapat melakukan<br />
penguasaan sepihak kepada <strong>Koperasi</strong> yang lemah. Dalam<br />
kejadian ini, ada mekanisme yang cocok untuk penyelesaian<br />
yaitu penggabungan atau peleburan. Arahkan ke proses<br />
penggabungan atau peleburan (lihat penjelasan rumpun pembenahan<br />
<strong>Koperasi</strong> tidak aktif, butir 13 sampai dengan 17).<br />
- 99 -
diterbitkan tahun 2011 oleh;<br />
Direktorat Pengolahan dan Penyediaan Informasi<br />
Direktorat Jenderal Komunikasi dan Informasi Publik<br />
Kementerian Komunikasi dan Informatika<br />
- 100 -