09.12.2012 Views

Tanya Jawab Koperasi - Smecda

Tanya Jawab Koperasi - Smecda

Tanya Jawab Koperasi - Smecda

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

MEMASYARAKATKAN<br />

KOPERASI<br />

T A N Y A J A W A B<br />

PRAKTEK-PRAKTEK AKTUAL PEMBERDAYAAN KOPERASI<br />

- 1 -<br />

KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM


Tim Redaksi<br />

Pengarah : Freddy H. Tulung<br />

Penanggung <strong>Jawab</strong> : Bambang Wiswalujo<br />

Ketua : Rosmiati<br />

Wakil Ketua : Suminto Yuliarso<br />

Sekretaris : Nurlaili<br />

Anggota : 1. Subroto Hadi Soegondo<br />

2. Rully Nuryanto<br />

3. Adler Bastiyeri<br />

4. Ronny Hendrawan<br />

5. Irianta Narun<br />

6. Sonata Prayojaya<br />

7. Retno Endang Prihartini<br />

8. Mangatas Pasaribu<br />

9. Basuki<br />

10. Totok Sugiyono<br />

11. Dimas Aditya Nugraha<br />

12. Farida Dewi Maharani<br />

13. Lucy Tri Amintasari<br />

14. Budi Harto<br />

15. Heryadi<br />

Narasumber : 1. Deputi Bidang Kelembagaan, KUKM, Untung Tri Basuki<br />

2. Dirjen IKP, Kementerian Kominfo, Freddy H Tulung<br />

Pembuat Artikel : Prijambodo, Asdep Urusan Pengendalian dan Akuntabilitas KUKM,


Kata Pengantar<br />

<strong>Koperasi</strong> merupakan “soko guru” perekonomian rakyat,<br />

oleh karena itu jika koperasi maju dan kuat, perekonomian<br />

rakyat dengan sendirinya akan terangkat. Sebagai lembaga<br />

yang mengutamakan asas kebersamaan, kekeluargaan dan<br />

gotong-royong, koperasi terbukti mampu mengupayakan distribusi<br />

pendapatan secara adil dan merata. Tidak berlebihan<br />

jika koperasi sering disebut sebagai motor penggerak kemakmuran<br />

rakyat Indonesia, khususnya golongan ekonomi<br />

lemah.<br />

Secara kuantitatif, dalam tujuh dekade terakhir perkembangan<br />

koperasi memang luar biasa. Jumlah, jenis, keanggotaan,<br />

maupun kapasitas permodalannya tumbuh pesat. Akan tetapi<br />

perkembangan tersebut belum mampu mencapai target yang<br />

diharapkan pemerintah. Salah satu penyebabnya adalah karena<br />

koperasi itu sendiri belum memasyarakat. Masih banyak<br />

anggota masyarakat yang belum memahami secara komprehensif,<br />

apa, mengapa dan bagaimana sesungguhnya ko perasi.<br />

Rendahnya pemahaman masyarakat tersebut pada ak hirnya<br />

berpengaruh negatif terhadap minat masyarakat untuk menjadi<br />

anggota dan berpartisipasi aktif dalam pengembang an<br />

koperasi.<br />

Di sisi lain, pertumbuhan kuantitas juga belum diimbangi<br />

dengan peningkatan kualitas. Masih banyak koperasi yang<br />

mengalami stagnasi atau bahkan gulung tikar. Kurang maksimalnya<br />

kinerja sebagian koperasi pada umumnya disebabkan<br />

oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia pengelolanya.<br />

Dan faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya<br />

manusia tidak lain adalah karena rendahnya pengetahuan<br />

pengelola terhadap koperasi.<br />

Melihat fakta di atas, jelas bahwa dukungan pemerintah<br />

untuk terus memasyarakatkan koperasi sangat diperlukan.<br />

Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika<br />

- i -


melalui Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik<br />

berupaya memperkuat sosialisasi tentang koperasi kepada<br />

masyarakat. Berbagai bentuk dan cara sosialisasi, baik melalui<br />

media massa maupun komunikasi tatap muka, diharapkan<br />

mampu meningkatkan pemahaman masyarakat, pengurus,<br />

dan para pemangku kepentingan terhadap seluk-beluk<br />

koperasi.<br />

Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan buku<br />

”Memasyarakatkan <strong>Koperasi</strong>, <strong>Tanya</strong> <strong>Jawab</strong> Praktek-Praktek<br />

Aktual Perkoperasian” ini. Buku ini diterbitkan untuk melengkapi<br />

sosialisasi dalam bentuk dan format lainnya yang juga<br />

telah dan akan dilakukan Kementerian Kominfo. Saya berpendapat,<br />

buku yang dikemas dalam bentuk tanya-jawab ini<br />

sangat memudahkan masyarakat memahami koperasi secara<br />

utuh-menyeluruh.<br />

Akhir kata, saya berharap semoga penerbitan buku ini berdampak<br />

positif bagi para pelaku koperasi. Pada gilirannya,<br />

buku ini mampu mendorong berbagai pihak untuk mewujudkan<br />

koperasi yang kuat, berdaya, dan mampu berperan sebagai<br />

mesin pendorong dinamika ekonomi rakyat.<br />

Jakarta, November 2011<br />

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik<br />

Freddy H. Tulung<br />

- ii -


SAMBUTAN<br />

Sebagai khasanah memperkaya pengetahuan dan sumber<br />

referensi perkoperasian, maka telah tersusun buku “ME-<br />

MASYARAKATKAN KOPERASI, tanya jawab praktek-praktek<br />

aktual perkoperasian”. Buku ini, memiliki isi dan lingkup yang<br />

menggambarkan dinamika pemberdayaan perkoperasian di<br />

masa kini.<br />

Buku ini dihimpun dari pengalaman praktis di lapangan,<br />

yang dijalankan dan dialami langsung oleh para peserta bimbingan<br />

teknis (capacity building) perkoperasian yang dilaksanakan<br />

di Tahun 2011. Mereka adalah para aparat Dinas<br />

yang membidangi urusan <strong>Koperasi</strong> dan UKM dari 19 provinsi<br />

pada 288 kabupaten/kota serta unsur gerakan koperasi.<br />

Buku ini berisi tentang bahan pembelajaran perkoperasian<br />

yang aktual, praktek implementasi regulasi perkoperasian,<br />

penyelenggaraan bimbingan dan pemberdayaan koperasi,<br />

dan memberikan solusi terhadap permasalahan di lapangan.<br />

Penyebarluasan ide dan praktek-praktek perkoperasian<br />

perlu dilakukan secara terus menerus dan meluas untuk<br />

memperluas pengetahuan perkoperasian. Dalam kaitan itulah,<br />

buku ini merupakan salah satu sarana pendukung untuk<br />

memasyarakatkan ide berkoperasi dalam rangka Gerakan<br />

Masyarakat Sadar <strong>Koperasi</strong> (GEMASKOP) sebagai salah<br />

satu program prioritas Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Akhirnya kami menyampaikan penghargaan dan terima<br />

kasih, kepada semua pihak khususnya tim fasilitator dan penyusun<br />

buku ini, atas dedikasi dan kesungguhannya mampu<br />

mensintesa praktek-praktek pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>, menjadi<br />

satu informasi yang lengkap. Ucapan terima kasih juga<br />

disampaikan kepada Direktorat Jenderal Informasi dan Ko-<br />

- iii -


munikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika,<br />

atas kerjasamanya menerbitkan buku ini, sehingga mempercepat<br />

penyebarluasan pengetahuan perkoperasian kepada<br />

masyarakat.<br />

Semoga buku ini menjadi sarana untuk memperluas pengetahuan<br />

perkoperasian.<br />

- iv -


Ringkasan<br />

Eksekutif<br />

“MEMASYARAKATKAN KOPERASI, tanya jawab praktekpraktek<br />

aktual perkoperasian” merupakan himpunan pertanyaan<br />

dan penjelasan, yang diolah dari pertanyaan, komentar<br />

dan sharing pengalaman para peserta bimbingan teknis<br />

perkoperasian yang diselenggarakan Kementerian <strong>Koperasi</strong><br />

dan UKM, cq Deputi Bidang Kelembagaan <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />

bersama dengan Sekretariat Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM,<br />

pada tahun 2011.<br />

Bimbingan teknis perkoperasian merupakan kegiatan capacity<br />

building, diikuti sebanyak 1.011 orang terdiri atas, aparat<br />

Dinas yang membidangi urusan <strong>Koperasi</strong> dan UKM dari 19<br />

provinsi pada 288 kabupaten/kota, serta peserta dari gerakan<br />

koperasi. Capacity building dimaksudkan untuk membangun<br />

kesamaan persepsi tentang, kebijakan dan teknis perkoperasian,<br />

sehingga para aparat pembina di daerah memiliki<br />

kemampuan, ketrampilan dan memahami instrumen untuk<br />

pelaksanaan tugas pemberdayaan koperasi di masing-masing<br />

daerah.<br />

Segi menarik selama capacity building perkoperasian,<br />

adalah antusias dan proaktif peserta, pada sesi diskusi dan<br />

- v -


tanya jawab. Materi yang diangkat oleh para peserta, sungguh<br />

bernilai menggambarkan kondisi dan pengalaman aktual<br />

di lapangan, sehingga merupakan bahan pembelajaran yang<br />

berharga bagi orang lain. Informasi ini perlu diorganisir dan<br />

akhirnya disusun menjadi buku ini. Dengan demikian, bukan<br />

hanya peserta yang ikut langsung capacity building, tetapi<br />

para pihak yang tidak mengikuti langsung capacity building<br />

dapat belajar melalui pengalaman yang tertuang dalam buku<br />

ini. Para aparat Dinas yang membidangi urusan KUKM di<br />

provinsi, kabupaten/kota, gerakan koperasi, penggiat koperasi<br />

seperti lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, perguruan<br />

tinggi, dan tidak kalah penting juga bagi masyarakat<br />

luas. Dengan tanpa harus mengikuti secara fisik dan langsung<br />

capacity building, buku ini setidaknya mewakili untuk memperluas<br />

wawasan, pengetahuan, kebijakan dan informasi teknis<br />

perkoperasian.<br />

Isi buku tanya jawab ini, sungguh lengkap. Memuat materimateri<br />

praktis yang menggambarkan dinamika pemberdayaan<br />

koperasi di lapangan, saat ini. Dinamika yang menggambarkan<br />

tingkat pemahaman, implementasi regulasi, pendekatan,<br />

solusi dan kiat-kiat yang memperlihatkan kearifan lokal, dan<br />

bermanfaat sebagai bahan pembelajaran (lesson learn) bagi<br />

yang lain. Lingkup buku ini, membentang dari yang sederhana,<br />

membutuhkan penjelasan dan analisis yang sederhana<br />

pula, sampai hal yang komplek dan membutuhkan penjelasan<br />

dan analisis penyelesaian multi-faktor. Secara tidak langsung,<br />

materi tanya-jawab ini menunjukkan dinamika pemahaman<br />

perkoperasian di tingkat masyarakat umum, di tingkat gerakan<br />

koperasi itu sendiri, dan di tingkat aparat pembina pemerintah.<br />

Proses penyusunan buku ini, dimulai dari pencatatan<br />

- vi -


(mere kam) pertanyaan, komentar dan sharing pengalaman<br />

para peserta capacity building, mengelompokkan ke dalam<br />

rumpun subyek yang sama, memperjelas isi pesan dalam<br />

pertanyaan, serta menyaring subyek-subyek pertanyaan<br />

yang serupa. Dari semula ada sekitar 400 butir pertanyaan<br />

kemudian tersaring menjadi 187 subyek pertanyaan yang sudah<br />

fokus. Subyek-subyek pertanyaan ini kemudian dibahas,<br />

didiskusikan dan disusun penjelasannya oleh tim kerja, yang<br />

sekaligus juga fasilitator bimbingan teknis perkoperasian. Isi<br />

penjelasan terhadap setiap rumpun pertanyaan merupakan<br />

kontribusi bersama, tim penyusun terutama ; Rully Nuryanto,<br />

Adler Bastiyeri, Ronny Hendrawan, Irianta Narun, Sanata<br />

Prayojana, Retno Endang Prihartini, Mangatas Pasaribu, Basuki,<br />

Totok Sugiyono, Subroto Hadisoegondo dan Prijambodo.<br />

Sistematika buku tersusun ke dalam 14 (empat belas)<br />

rumpun materi, menjelaskan 187 pertanyaan. Dalam menggunakan<br />

buku ini, tidak harus berurutan mulai dari rumpun (1)<br />

sampai dengan rumpun (14). Para pengguna dan pembaca,<br />

dapat langsung fokus pada topik-topik tertentu. Namun demikian,<br />

secara ideal untuk memperoleh pemahaman perkoperasian<br />

secara lengkap, sebaiknya diikuti secara berurutan.<br />

Selain itu, antara satu rumpun materi dengan rumpun materi<br />

lain, ada korelasinya.<br />

Belajar dari pengalaman di lapangan melalui himpunan<br />

pertanyaan, komentar dan sharing pengalaman, memberikan<br />

informasi tentang potret dan kelompok kebutuhan di masa depan.<br />

Pertama, perlu menggalakkan penyebarluasan informasi<br />

perkoperasian kepada masyarakat umum. Kedua, menggiatkan<br />

penataan dan pengembangan organisasi dan manajemen<br />

koperasi. Beberapa permasalahan koperasi di lapangan,<br />

- vii -


sebagain (besar) merupakan urusan internal yang penyelesaiannya<br />

harus merujuk kembali peraturan-perundangan yang<br />

berlaku, maupun aturan internal koperasi. Ketiga, peningkatan<br />

kemampuan dan skill pembinaan (pendampingan) perkoperasian<br />

para pembina.<br />

- viii -<br />

Editor


Daftar isi<br />

KATA PENGANTAR i<br />

KATA SAMBUTAN iii<br />

RINGKASAN EKSEKUTIF v<br />

DAFTAR ISI ix<br />

A. Rumpun 1. Umum 1<br />

B. Rumpun 2. Prosedur dan Tata Cara<br />

Pembentukan <strong>Koperasi</strong> 10<br />

C. Rumpun 3. Perubahan Anggaran Dasar 30<br />

D. Rumpun 4. Keanggotaan 34<br />

E. Rumpun 5. Rapat Anggota 38<br />

F. Rumpun 6. Kepengurusan 44<br />

G. Rumpun 7. Pengawasan dan Akuntabilitas 51<br />

H. Rumpun 8. Permodalan 59<br />

I. Rumpun 9. Usaha <strong>Koperasi</strong> 62<br />

J. Rumpun 10. Usaha Simpan Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong> 72<br />

K. Rumpun 11. Pembenahan <strong>Koperasi</strong> Tidak Aktif 82<br />

L. Rumpun 12. Akuntansi dan Perpajakan 90<br />

M. Rumpun 13. Pendidikan dan Pelatihan 95<br />

N. Rumpun 14. Pembinaan oleh Pemerintah 96<br />

- ix -


RUMPUN 1:UMUM<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> saat mendaftarkan badan hukum sangat<br />

semangat. Namun setelah itu kurang ”greget”. Bagaimana<br />

cara meningkatkan semangat tersebut? Harap ada aturanaturan<br />

yang jelas sehingga Kope rasi tidak terselewengkan<br />

oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan.<br />

Penjelasan : Mari kita lihat permasalahan ini secara utuh.<br />

Pendirian <strong>Koperasi</strong>, bukan sekedar ada atau ikut-ikutan bahkan<br />

tidak memiliki tujuan jelas. Sejak niat mendirikan <strong>Koperasi</strong><br />

sudah harus memiliki tujuan jelas. Ada 2 pertanya an<br />

yang diajukan dan perlu dijawab oleh masyarakat yang akan<br />

mendirikan <strong>Koperasi</strong> :<br />

1. <strong>Tanya</strong>kan, apa alasan berkoperasi<br />

2. <strong>Tanya</strong>kan sejauh mana mereka paham tentang Kope rasi<br />

dan konsekuensi berkoperasi.<br />

Kejelasan jawaban pertanyaan itu, menuntun masyarakat<br />

untuk menjadi lebih sadar dan paham apa, bagaimana dan<br />

kemana <strong>Koperasi</strong> yang mereka bentuk akan diarahkan.<br />

Masyarakat yang tidak paham dan tidak jelas berkoperasi,<br />

menjadi salah satu alasan sebagaimana pertanyaan ini, “semangat<br />

saat membentuk, kurang greget setelah terbentuk”.<br />

Berikan penyuluhan yang lengkap tentang hakekat, motif,<br />

tujuan dan manfaat berkoperasi. Seandainya, mereka belum<br />

siap, sarankan untuk menempuh proses transisi sebagai pra<br />

<strong>Koperasi</strong> agar dapat dibina dan siap menjadi <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : Di daerah masih berkembang pandang an, <strong>Koperasi</strong><br />

itu milik masyarakat, dan disuruh bayar gaji guru. Bagaimana<br />

ini ?<br />

Penjelasan : pemahaman seperti itu keliru, dan perlu dibetulkan.<br />

<strong>Koperasi</strong> didirikan oleh dan untuk digunakan bagi ke-<br />

- 1 -


3<br />

4<br />

pentingan anggotanya. Tidak benar <strong>Koperasi</strong> harus melakukan<br />

urusan di luar kepentingannya. Lakukan sosialisasi dan<br />

penyuluhan kepada masyarakat bahwa <strong>Koperasi</strong> itu, sebagai<br />

organisasi memiliki aturan dan ketentuan tertentu. <strong>Koperasi</strong><br />

dimiliki para anggotanya, dan bukan milik masyarakat umum.<br />

Pertanyaan : dewasa ini sering muncul isu-isu yang mengganggu<br />

citra <strong>Koperasi</strong>, seperti black market & debt collector<br />

yang menggunakan nama <strong>Koperasi</strong>. Bagaimana kita menyikapinya<br />

?<br />

Penjelasan : Sikapi isu tersebut secara arif. Kejadian se perti<br />

dicontohkan ini bertentangan dari nilai-nilai Ko perasi. Lakukan<br />

upaya untuk menangkal, tindakan dan tuduhan yang menurunkan<br />

citra <strong>Koperasi</strong>. Lakukan sosialisasi dan komunikasi aktif<br />

kepada <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong>, agar <strong>Koperasi</strong> secara internal<br />

terbangun filter untuk menangkal kejadian dan tuduhan yang<br />

berdampak pada penurunan citra <strong>Koperasi</strong>. Sebagai pejabat<br />

perlu mene liti dan mengkaji peluang terjadinya kasus tersebut<br />

untuk mencari jalan penyelesaiannya.<br />

Pertanyaan : Diketahui bersama bahwa KUD sudah ada sejak<br />

dulu. Namun KUD bukan di-setting sebagai orga nisasi yang<br />

memiliki jiwa kewirausahaan, hanya melakukan program pemerintah.<br />

Dalam beberapa hal kinerja KUD menjadi kurang<br />

maju. Di sisi lain, untuk mengembalikan kepercayaan petani<br />

terhadap KUD sangat susah.<br />

Penjelasan : Pertanyaan ini mengandung 2 (dua) pesan. Pertama<br />

tentang kewirausahaan dan kedua, tentang citra <strong>Koperasi</strong>.<br />

Kedua pertanyaan tersebut benar, dan bukan berlaku<br />

hanya pada KUD tetapi pada <strong>Koperasi</strong> secara umum.<br />

a. Kewirausahaan, adalah satu wujud sikap mental, jiwa,<br />

perilaku dan tindakan seseorang yang mampu menghasilkan<br />

karya-karya produktif. Sikap mental seperti itu juga harus ada<br />

dan tumbuh pada diri pengurus, peng awas, anggota Kopera-<br />

- 2 -


5<br />

6<br />

si. Benar, bahwa <strong>Koperasi</strong> atau KUD yang pengurusnya tidak<br />

memiliki jiwa kewirausahaan, sukar untuk maju dan terbentuk<br />

ketergantungan. Padahal, program dari luar, antara lain dari<br />

pemerintah, BUMN maupun perusahaan-perusahaan hanya<br />

sebatas untuk menstimulir. Pimpinan dan orang-orang di internal<br />

<strong>Koperasi</strong> harus bangkit dan berubah sehingga tercapai<br />

produktivitas tinggi.<br />

b. Kedua, mengenai citra. Ini benar, bukan hanya berlaku<br />

untuk KUD saja. Badan usaha manapun jika memiliki<br />

citra kurang baik maka berdampak kurang baik bagi badan<br />

usaha bersangkutan. Penurunan citra <strong>Koperasi</strong>, harus diberantas<br />

dengan cara antara lain : memberikan penyuluhan<br />

yang benar, menunjukan bukti keberhasilan <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : Bagaimana sikap kita, kalau ada satu ke lompok<br />

masyarakat belum menjadi <strong>Koperasi</strong>, tetapi menggunakan<br />

kata dan atribut <strong>Koperasi</strong> ?<br />

Penjelasan : Pertama pastikan, kalau kelompok ini ”belum<br />

menjadi <strong>Koperasi</strong>”. Ingat pasal 9 Undang-Undang Nomor 25<br />

Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang berbunyi ”<strong>Koperasi</strong><br />

memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya<br />

disahkan oleh pemerintah”. Sikap kita jelas, kelompok itu<br />

bukan <strong>Koperasi</strong>. Jadi tidak dapat menggunakan atribut <strong>Koperasi</strong>.<br />

Sarankan dan lakukan teguran untuk tidak menggunakan<br />

atribut <strong>Koperasi</strong>. Kejadian-kejadian seperti ini ditertibkan<br />

dan jangan ragu bertindak karena ada landasan hukum yang<br />

jelas.<br />

Pertanyaan : Lembaga keuangan mikro, misalnya lembaga<br />

keuangan agrobisnis, apakah LKMA ini sebagai <strong>Koperasi</strong>?<br />

Penjelasan : Lembaga keuangan mikro, seperti contoh di atas,<br />

jelas bukan <strong>Koperasi</strong> (lihat status sebagai Ko perasi seperti<br />

penjelasan pada Nomor 5 di atas). Kalau LKM bukan (belum)<br />

menjadi <strong>Koperasi</strong>, maka tidak perlu menjadi hal yang meng-<br />

- 3 -


7<br />

8<br />

9<br />

ganggu, sepanjang tidak melanggar peraturan-perundangan<br />

tentang perkoperasian. Apabila mereka ingin menjadi badan<br />

hukum <strong>Koperasi</strong>, lakukan penyuluhan perkoperasian. Namun,<br />

sekali lagi, ini bukan keharusan. Keputusan menjadi <strong>Koperasi</strong><br />

diserahkan pada LKM tersebut, dan taat dengan prosedur dan<br />

tata cara pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : untuk membangun citra <strong>Koperasi</strong>, usul agar materi<br />

<strong>Koperasi</strong> dimasukkan pada sekolah ?<br />

Penjelasan : Secara praktis citra <strong>Koperasi</strong> ditentukan oleh<br />

perbuatan, sikap dan hasil yang ditunjukkan Ko perasi kepada<br />

anggota dan masyarakat. Sepanjang <strong>Koperasi</strong> secara individu,<br />

maupun <strong>Koperasi</strong> sebagai gera kan mampu tampil maju,<br />

dan memberikan manfaat bagi anggota dan masyarakat, pasti<br />

terbangun citra bagus. Sebaliknya, seandainya ada satu atau<br />

dua <strong>Koperasi</strong>, memberikan citra buruk, akan berdampak luas<br />

terhadap citra <strong>Koperasi</strong> secara keseluruhan. Inilah yang sulit.<br />

Di lingkungan <strong>Koperasi</strong> itu sendiri (internal) harus terbangun<br />

komunikasi untuk membangun citra yang baik.<br />

Pertanyaan : kekurangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />

1992 tentang Perkoperasian adalah sanksi yang kurang jelas.<br />

Mohon dalam Undang-Undang <strong>Koperasi</strong> nantinya dimasukkan<br />

sanksi yang tegas agar dapat di terapkan di daerah, baru<br />

menjadi <strong>Koperasi</strong> tingkat nasional.<br />

Pertanyaan : Setelah <strong>Koperasi</strong> berdiri dan berjalan, tetapi kemudian<br />

melakukan praktek-praktek bukan seperti <strong>Koperasi</strong>.<br />

Bagaimana menanganinya ?<br />

Penjelasan : Pertanyaan Nomor 8 dan 9 berkaitan, dan dijelaskan<br />

sekaligus. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />

tentang Perkoperasian merupakan Undang-Undang yang<br />

bersifat ”Lex Specialist” dan hanya meng atur bagaimana<br />

sebaiknya <strong>Koperasi</strong> dikelola dan dikembangkan. Kalau ada<br />

- 4 -


10<br />

masalah perdata dan/atau pidana, maka sanksi yang ada tunduk<br />

dan digunakan ketentuan pada KUHP/Perdata.<br />

Penyelenggaraan <strong>Koperasi</strong> di Indonesia, di atur dalam Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,<br />

dan dalam hal penyelenggaraan ke giatan usaha juga diatur<br />

dalam peraturan perundang an terkait. Ada ketentuan peraturan<br />

perundangan yang harus dipegang dan ditegakkan.<br />

<strong>Koperasi</strong> yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam per aturan<br />

perundang an perkoperasian, atau peraturan perundangan<br />

lain, ataupun pelanggaran yang bersifat pidana maupun perdata,<br />

maka ranah penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan<br />

yang berlaku dalam peraturan perundangan perkoperasian,<br />

peraturan perundangan terkait maupun KUHP/perdata.<br />

Pertanyaan : kalau <strong>Koperasi</strong> tingkat kabupaten ingin menjadi<br />

<strong>Koperasi</strong> tingkat nasional apakah perlu dibubarkan dulu ?<br />

Penjelasan : Tidak perlu. Tetapi <strong>Koperasi</strong> tersebut harus<br />

melakukan proses Perubahan Anggaran Dasar (PAD) yang<br />

memungkinkan masyarakat dari luar wilayah kedudukan <strong>Koperasi</strong><br />

yang bersangkutan, untuk menjadi anggota <strong>Koperasi</strong><br />

tersebut.<br />

• Apabila <strong>Koperasi</strong> di Kabupaten ingin ”mengembangkan”<br />

wilayah keanggotaannya maka harus melakukan proses<br />

PAD sebagaimana telah disebut diatas, untuk PAD ikuti ketentuan<br />

dalam PP Nomor 4 Tahun 1994 dan Permen 01/2006<br />

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan<br />

Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong><br />

• Apabila ada <strong>Koperasi</strong> yang ”ngotot” ingin mendapatkan<br />

”pengesahan badan hukum lagi untuk menjadi ” <strong>Koperasi</strong><br />

tingkat nasional ” maka badan hukum yang lama harus dicabut<br />

dibubarkan karena satu <strong>Koperasi</strong> tidak bisa mempunyai<br />

2 badan hukum. Sisi penting yang perlu dipahami oleh<br />

masyarakat, bahwa status badan hukum <strong>Koperasi</strong> itu adalah<br />

satu dan sama. Tidak ada arti bahwa status badan hukum<br />

yang diterbitkan di kabupaten/kota, lebih rendah dibanding-<br />

- 5 -


11<br />

12<br />

kan diterbitkan di provinsi ataupun di Kementerian KUKM. Kalau<br />

masih ada pandangan seperti itu, merupakan pandang an<br />

keliru dan harus diluruskan.<br />

Pertanyaan : Kami ingin sharing tentang aplikasi jati diri <strong>Koperasi</strong>.<br />

Ada <strong>Koperasi</strong> yang dalam proses Rapat Anggota<br />

Tahun an (RAT) untuk pemilihan pengurus ternyata berjalan<br />

cepat dan lancar, karena kharisma dari ketua umum. Apakah<br />

kharisma tersebut sesuai dengan jati diri <strong>Koperasi</strong>?<br />

Pertanyaan: Berkaitan dengan jati diri <strong>Koperasi</strong>. Pembagian<br />

sisa hasil usaha dilakukan secara adil seban ding dengan<br />

besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Dalam pembinaan<br />

kami menekankan sebagai berikut. Kalau BUMN ada<br />

laba kembali ke kas Negara, bila swasta ada keuntungan akan<br />

masuk ke kantong peng usaha. Kalau <strong>Koperasi</strong> akan kembali<br />

ke masing-masing anggota sesuai besarnya jasa usaha anggota.<br />

Disini kami memberikan penerapan praktis tentang jati<br />

diri <strong>Koperasi</strong>. Benarkah!<br />

Penjelasan : Pertanyaan Nomor 11 dan 12 dijelaskan sekaligus.<br />

Kharisma atau ketokohan, bukanlah cermin an jati diri<br />

<strong>Koperasi</strong>. Salah satu prinsip <strong>Koperasi</strong>, yaitu “demokrasi” yang<br />

mengedepankan kesamaan hak, kewajiban dan suara bagi<br />

setiap anggota untuk aktif dan berpartisipasi, tanpa ditentukan<br />

besarnya modal (simpanan pokok). Kejadian ini, harus<br />

disikapi sebagai “kasus khusus atau kausalistis” dan tidak dapat<br />

berlaku umum.<br />

Mengenai kiat untuk menanamkan jati diri <strong>Koperasi</strong> de ngan<br />

menggunakan contoh perbandingan antara <strong>Koperasi</strong>, BUMN<br />

dan BUMS, seperti yang dilakukan tersebut, dapat diterima<br />

dan dijalankan. Pembagian Sisa Hasil Usaha menurut Undang-Undang<br />

Nomor 25 tahun 1992 tentang Perko perasian<br />

menyebutkan, <strong>Koperasi</strong> itu ba ngun perusahaan, yang memiliki<br />

nilai dan jati diri tidak berorientasi mencari untung, tetapi pelayanan.<br />

Namun bukan berarti <strong>Koperasi</strong> tidak boleh untung.<br />

- 6 -


13<br />

14<br />

Pertanyaan : Untuk pembinaan <strong>Koperasi</strong> sekolah, pada waktu<br />

dahulu berdasarkan Undang-Undang lama yaitu Undang-<br />

Undang Nomor 12 Tahun 1967, Departemen <strong>Koperasi</strong> mengeluarkan<br />

contoh format anggaran dasar tentang <strong>Koperasi</strong><br />

Sekolah. Bagaimana sekarang de ngan Undang-Undang Nomor<br />

25 Tahun 1992, khususnya untuk tujuan pembinaan <strong>Koperasi</strong><br />

sekolah kita apakah masih menggunakan contoh format<br />

tersebut atau terdapat aturan yang baru ?<br />

Penjelasan : Tidak ada aturan atau format khusus tentang<br />

<strong>Koperasi</strong> sekolah pada saat sekarang ini. Silahkan masingmasing<br />

mengembangkan kreativitas berkaitan dengan upaya<br />

pembinaan <strong>Koperasi</strong> di kalangan siswa (sekolah). Namun,<br />

harus tetap memegang esensi bahwa <strong>Koperasi</strong> di kalangan<br />

siswa, yang umurnya masih di bawah umur sesuai ketentuan<br />

persyaratan keanggotaan, dimaksudkan sebagai proses<br />

pembelajaran. Karena itu, <strong>Koperasi</strong> di kalangan sekolah, belum<br />

memiliki badan hukum.<br />

Pengembangan <strong>Koperasi</strong> dikalangan siswa (<strong>Koperasi</strong><br />

sekolah) merupakan langkah yang justru harus digalakkan.<br />

<strong>Koperasi</strong> di kalangan sekolah merupakan sarana untuk<br />

mengembangkan jiwa kewirausahaan siswa dan generasi<br />

muda.<br />

Pertanyaan : Kami ingin urun rembug tentang pengelolaan<br />

<strong>Koperasi</strong> yang baik. Salah satunya adalah pelaksanaan RAT<br />

yang tepat waktu, dan memiliki pengurus yang dapat mengelola<br />

usaha.<br />

Penjelasan : Pendapat saudara benar. Rapat anggota (tahunan)<br />

dan berfungsinya kepengurusan, hanya sebagian<br />

indikator yang menunjukkan tingkat kemajuan <strong>Koperasi</strong>. Ketentuan<br />

peraturan-perundangan Perkope rasian sebenarnya<br />

telah memberikan rambu-rambu yang dapat menjadi indikator<br />

kemajuan <strong>Koperasi</strong>, terutama berfungsinya rapat anggota,<br />

kepengurusan, kepengawasan, keanggotaan dan terwujud-<br />

- 7 -


15<br />

16<br />

nya prinsip dan jati diri <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM seharusnya ikut menangani Perkoperasian<br />

dan membuatkan aturan-aturan rinci untuk membina<br />

teknis Perkoperasian di daerah.<br />

Penjelasan : Mengenai pertanyaan ini kita harus proporsio nal.<br />

Berkaitan kewenangan, semua mengacu pada peraturan perundangan<br />

khususnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004<br />

tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah<br />

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan<br />

antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah<br />

Daerah Kabupatan/ Kota. Satu hal yang harus sama<br />

persepsinya, yaitu bahwa urusan <strong>Koperasi</strong> dan usaha kecil<br />

adalah urusan wajib di daerah. Jadi, sebenarnya operasio nalisasi<br />

pengembangan <strong>Koperasi</strong>, ada dan menjadi urusan wajib<br />

provinsi, kabupaten/kota. Pemerintah pusat bersifat mendukung.<br />

Memang ada kebijakan-kebijakan yang bersifat makro<br />

dan nasional tetap menjadi tugas pemerintah, Kementerian<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Pertanyaan : Di lapangan kita sering dihadapkan urus an kepailitan,<br />

yang kita sendiri kurang tahu dan diluar kewenangan<br />

kita. Kita juga dihadapkan dengan urusan bantuan pemerintah.<br />

Dimana kewenangan daerah ?<br />

Penjelasan : Seperti sudah dijelaskan pada pertanyaan Nomor<br />

8 dan Nomor 9, ada berbagai peraturan perundangan<br />

terkait yang harus dipahami dan dipedomani oleh pembina<br />

Dinas KUKM dalam membina <strong>Koperasi</strong> di lapangan. Mengenai<br />

kepailitan (yang dijadikan acu an pembubaran <strong>Koperasi</strong>)<br />

tunduk dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun<br />

- 8 -


2004 tentang Kepailit an dan Penundaan Kewajiban Pembayaran<br />

utang. Pernyataan dan keputusan kepalitan ini, ada<br />

di ta ngan pengadilan, bukan Dinas KUKM. Jadi, kalau maksudnya<br />

Dinas KUKM juga perlu memiliki kewenangan memutuskan<br />

kepailitan, ini tidak dapat. Demikian juga berkaitan<br />

kewenangan “program-program bantuan perkuatan”. Agar dilihat,<br />

sumber pendanaannya, melalui APBN atau APBD! Ada<br />

peraturan perundangan yang mengatur tentang itu, Undang-<br />

Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, Undang-<br />

Undang Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan ataupun<br />

peraturan daerah. Jadi, Dinas KUKM agar mempedomani<br />

ketentuan yang berlaku. Hal yang serupa juga berlaku pada<br />

lingkup urus an lain, yang memerlukan rujukan peraturan perundangan<br />

tertentu, di luar Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />

1992 tentang Perkoperasian.<br />

- 9 -


RUMPUN 2:PROSEDUR DAN TATA CARA<br />

PEMBENTUKAN KOPERASI.<br />

1<br />

Pertanyaan : Ada banyak masyarakat yang berbondongbondong<br />

mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Setelah dicek syaratnya tidak<br />

memenuhi, dan kebanyakan hanya ikut-ikutan karena ada<br />

bantuan. Bagaimana jika keinginan masyarakat tersebut didorong<br />

untuk menjadi unit otonom saja, daripada <strong>Koperasi</strong>.<br />

Bagaimana untuk meng atasi hal tersebut ?<br />

Penjelasan : Ada 2 (dua) pesan yang perlu diselesaikan. Pertama<br />

berkaitan dengan <strong>Koperasi</strong>, dan kedua berkaitan dengan<br />

unit otonom.<br />

a. Mengenai <strong>Koperasi</strong>, sikap yang perlu dipegang yaitu<br />

ikuti prosedur dan tata-cara pendirian <strong>Koperasi</strong> yang diatur<br />

dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang<br />

Persyaratan dan Tata Cara Pendirian <strong>Koperasi</strong>, dan Perubahan<br />

Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>, serta Peraturan Menteri <strong>Koperasi</strong><br />

dan UKM khususnya Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006<br />

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan<br />

Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>.<br />

Setiap anggota masyarakat, sah-sah saja membentuk <strong>Koperasi</strong><br />

sepanjang sesuai dengan pengertian, hakekat, tata<br />

cara pendirian <strong>Koperasi</strong>, dengan tujuan yang jelas. <strong>Koperasi</strong><br />

dibentuk tidak untuk ikut-ikutan, apalagi motif mencari bantuan.<br />

Ini tidak benar dan tidak sesuai de ngan hakekat <strong>Koperasi</strong>.<br />

Lakukan penyuluhan Perkoperasian kepada masyarakat.<br />

b. Kedua, mengenai unit otonom, yang dalam hal ini barangkali<br />

yang dimaksudkan adalah suatu kelompok Non-formal<br />

yang dikelola secara otonom. Kalau yang dimaksudkan<br />

sebagai suatu unit otonom, atau kelompok yang tidak berstatus<br />

badan hukum <strong>Koperasi</strong>, maka diposisikan sebagai bukan<br />

<strong>Koperasi</strong>, maka silakan saja. Tetapi jika ingin membentuk<br />

- 10 -


2<br />

3<br />

<strong>Koperasi</strong>, kembalikan keinginan tersebut dengan tata aturan<br />

Perkoperasian yang ada.<br />

Pertanyaan : Apakah <strong>Koperasi</strong> yang belum mendapatkan status<br />

badan hukum, boleh beroperasi sebagai <strong>Koperasi</strong> ?<br />

Penjelasan : Dalam ketentuan yang berlaku (Peraturan Pemerintah,<br />

dan Permen 01/Per/M.KUKM/I/2006) selama calon<br />

<strong>Koperasi</strong> (pra-<strong>Koperasi</strong>) itu masih dalam pro ses pengesahan<br />

untuk memperoleh status badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dapat<br />

melakukan kegiatan usaha. Seperti diketahui bahwa jangka<br />

waktu dihitung sejak peng ajuan permohonan sampai dengan<br />

penerbitan dan/atau penolakan menjadi badan hukum <strong>Koperasi</strong>,<br />

menurut Per aturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994<br />

tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendirian dan Perubahan<br />

Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>, adalah 3 (tiga) bulan. Namun, kegiatan<br />

usaha tersebut nanti dilaporkan dan untuk mendapatkan<br />

persetujuan dalam rapat anggota.<br />

Sepanjang rapat anggota menerima dan menyetujui operasionalisasi<br />

usaha yang dilakukan calon peng urus (pra-<strong>Koperasi</strong>),<br />

sebelum pengesahan status badan hukum <strong>Koperasi</strong>,<br />

maka operasionalisasi usaha tersebut menjadi tanggung<br />

jawab lembaga <strong>Koperasi</strong>. Tetapi jika rapat anggota tidak menyetujui<br />

operasionalisasi usaha yang dilakukan calon pengurus<br />

sebelum pengesahan status badan hukum <strong>Koperasi</strong>,<br />

maka hal itu menjadi tanggung jawab pribadi calon pengurus<br />

tersebut.<br />

Pertanyaan : Ketika <strong>Koperasi</strong> sudah mendapatkan akta Notaris<br />

diartikan juga sudah mendapatkan status Badan Hukum.<br />

Apakah ini betul ?<br />

Penjelasan : hal ini tidak betul (lihat penjelasan butir 2 di<br />

atas). Akta pendirian <strong>Koperasi</strong> tidak sama dengan pengesahan<br />

status badan hukum <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong> menyusun<br />

akta pendirian, yang penyusunannya itu dibantu oleh Notaris.<br />

- 11 -


4<br />

5<br />

Notaris hanya bertugas membantu membuatkan Akta Pendirian<br />

menjadi Akta yang otentik sepanjang belum diterbitkan<br />

status badan hukum Ko perasi oleh pemerintah, maka belum<br />

sah berstatus badan hukum <strong>Koperasi</strong>, sebagaimana Undang-<br />

Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal<br />

9. Bagi masyarakat yang masih memiliki pemahaman seperti<br />

yang disampaikan ini, perlu diluruskan.<br />

Pertanyaan : Kami mempunyai pengalaman barangkali sama<br />

dengan daerah lain. Calon pengurus <strong>Koperasi</strong> tiba-tiba membawa<br />

akta, minta disahkan badan hukumnya, Setelah dicek<br />

di lapangan ternyata datanya tidak benar. Dengan kejadian<br />

tersebut akhirnya kami membuat kesepakatan dengan Notaris,<br />

agar Notaris melakukan konsultasi dengan Dinas KUKM<br />

sebelum menandatangani akta. Pertanyaannya apakah cara<br />

yang kami lakukan dibenarkan dan tidak melanggar aturan ?<br />

Pertanyaan : Pengalaman di lapangan, dijumpai sebagian<br />

anggota masyarakat yang ingin berkoperasi datang, membawa<br />

akta pendirian yang penyusunannya dibantu Notaris,<br />

dan kemudian segera minta di sahkan. Padahal setelah kami<br />

cermati, isi akta pendirian tersebut belum tepat. Apakah ada<br />

ketentuan dari Kementerian KUKM, bahwa Notaris perlu menanyakan<br />

kepada Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM terlebih dahulu.<br />

Dengan demikian tidak terjadi akta pendirian yang sudah<br />

dibuat, ternyata tidak tepat.<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 5 dan Nomor 6 dijawab sekaligus.<br />

Langkah dan cara seperti itu, dapat dibenarkan. Verifikasi<br />

dokumen dan verifikasi lapangan memang harus dilakukan.<br />

Langkah proaktif dengan membuat kesepakatan dengan<br />

Notaris setempat, seperti yang dilakukan di daerah Saudara<br />

sangat baik dan tidak melanggar aturan. Pengalaman ini dapat<br />

dijadikan model bagi daerah lain.<br />

Berkaitan dengan masalah ini hendaknya dapat dilakukan<br />

hubungan dengan pengurus ikatan Notaris di daerah, sehing-<br />

- 12 -


6<br />

7<br />

ga sebelum tersusun akta pendirian diberikan saran sehingga<br />

memenuhi ketentuan dan ”roh” perkoperasian. Ketentuan<br />

berkaitan dengan peran Notaris sebagai pembuat akta <strong>Koperasi</strong>,<br />

diatur dalam Kepmen Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX/2004<br />

tentang Notaris sebagai Pembuat akta <strong>Koperasi</strong> (NPAK).<br />

Pertanyaan : mengusulkan pada pemerintah pusat untuk<br />

meninjau kembali berjalannya <strong>Koperasi</strong> dan masih banyak<br />

yang kurang pada pekerjaan Notaris, terutama muatan-muatan<br />

perkoperasian.<br />

Penjelasan : kemungkinan seperti itu ada saja. Penguasaan<br />

substansi Perkoperasian belum sepenuhnya dipahami oleh<br />

Notaris, khususnya hal-hal yang menjadi “roh perkoperasian”.<br />

Agar Dinas KUKM pro aktif dan ambil inisiatif untuk menjembatani<br />

persoalan seperti itu. Cara teknis yang baik, undang<br />

dan lakukan pertemuan konsultasi untuk menyamakan<br />

persepsi dan langkah teknis dalam proses pembuatan akta<br />

pendirian <strong>Koperasi</strong>. Misal, perlunya para pendiri berkonsultasi<br />

dengan Dinas KUKM untuk memperoleh saran, sebelum akta<br />

pendirian ditanda tangani Notaris. Pengalaman seperti ini dilakukan<br />

oleh beberapa kabupaten/kota, ternyata efektif.<br />

Pertanyaan : Di satu Kabupaten ada sekelompok orang mau<br />

mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Dalam penyampaian keinginan itu,<br />

tidak disebutkan <strong>Koperasi</strong> tingkat kabupaten, atau propinsi.<br />

Tahu-tahu mereka ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong> tingkat nasional.<br />

Apakah kehadiran kami untuk memberikan penyuluhan<br />

Perkoperasian saat pertemuan pendirian, harus dibatalkan<br />

atau diteruskan?<br />

Penjelasan : diteruskan. Penyuluhan Perkoperasian bagi<br />

masyarakat yang ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong>, dapat tetap<br />

diteruskan. Penyuluhan Perkoperasian itu berlaku umum,<br />

untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang<br />

<strong>Koperasi</strong> secara utuh dan benar. Penyuluhan Perkoperasian<br />

- 13 -


8<br />

9<br />

10<br />

dapat dilakukan kepada siapa, dimana saja. Berikan pengertian<br />

bahwa secara administratif pengesahan Badan Hukum,<br />

ada yang dilakukan di kabupaten/kota, atau provinsi, atau nasional,<br />

namun secara substansi <strong>Koperasi</strong> itu sama.<br />

Pertanyaan : Dalam rangka pembentukan <strong>Koperasi</strong> primer,<br />

kami menyarankan agar dalam rapat pembentukannya, selain<br />

mengundang Dinas/Instansi terkait, juga mengundang<br />

perangkat desa ( RT, Lurah ) setempat. Gunanya kalau terjadi<br />

sesuatu hal, perangkat kelurahan dapat mengetahui, sesuai<br />

dengan domisili wilayah kerjanya. Mohon Penjelasan!<br />

Penjelasan : pada dasarnya boleh saja, mengundang pihak<br />

lain yang dianggap relevan, seperti Lurah atau ketua RT,<br />

sepan jang perannya tidak mencampuri masalah pembentukan<br />

dan internal <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : Ada satu <strong>Koperasi</strong>, semula keberadannya di satu<br />

Kabupaten A. Setelah pemekaran kabupaten, <strong>Koperasi</strong> tersebut<br />

berada di wilayah Kabupaten B sebagai hasil pemekaran.<br />

Apakah <strong>Koperasi</strong> tersebut harus membuat kembali badan hukum,<br />

atau cukup melalui perubahan anggaran dasar?<br />

Penjelasan : tidak perlu, bahwa badan hukum (BH) <strong>Koperasi</strong><br />

itu hanya satu. Badan hukum diperoleh saat pendirian, dan<br />

lepas saat <strong>Koperasi</strong> dinyatakan bubar. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang sudah<br />

memiliki badan hukum, karena alasan pemekaran wilayah<br />

maka tidak perlu membuat badan hukum baru. Badan hukum<br />

lama tetap valid, walaupun <strong>Koperasi</strong>nya sekarang ber ada di<br />

Kabupaten B.<br />

Pertanyaan : Bagaimana sikap, langkah atau saran serta<br />

solusi yang harus kita berikan terhadap suatu <strong>Koperasi</strong> yang<br />

dokumen badan hukum/anggaran dasarnya hilang ? Sementara<br />

dokumen yang seharusnya ada pada kita pembina, baik<br />

di Kantor Dinas kab/kota maupun propinsi juga tidak dapat<br />

- 14 -


ditemukan pada arsip di kantor, karena beberapa faktor seperti<br />

: kejadian gempa bumi, pindah kantor dll. Untuk sekarang<br />

kita baru memberikan solusi :<br />

a. buat berita acara kehilangan<br />

b. buat laporan kehilangan kepada polisi<br />

c. dan dibuat lagi badan hukum/akta <strong>Koperasi</strong><br />

Apakah langkah-langkah ini tepat?<br />

Penjelasan : langkah yang dilakukan tepat. Pertanyaan ini<br />

mengandung 2 pesan. Pertama tentang pentingnya dokumentasi,<br />

dan kedua solusi mengatasi permasalahan tersebut,<br />

dokumen-dokumen <strong>Koperasi</strong> seperti badan hukum, akta<br />

pendirian, anggaran dasar <strong>Koperasi</strong>, seharusnya tersimpan<br />

tertib di setiap Dinas yang membidangi urusan KUKM. Setiap<br />

pengesahan badan hukum, harus dicatat dalam buku daftar<br />

umum <strong>Koperasi</strong>. Ini menjadi perhatian bagi Dinas yang mengurusi<br />

KUKM. Jika saat ini, pengadministrasian dokumen-dokumen<br />

<strong>Koperasi</strong>, belum tertib, segera tertibkan.<br />

a. Untuk alasan karena musibah, bencana alam, tsunami,<br />

banjir dan lain-lain, langkah yang dilakukan tersebut sudah<br />

tepat. Kehilangan dengan alasan bencana atau hal-hal yang<br />

tidak memungkinkan diketemukan kembali, dapat menempuh<br />

cara-cara di atas (membentuk badan hukum baru).<br />

b. Namun untuk alasan, misal pindah kantor sebenarnya<br />

tidak tepat dokumen penting seperti itu hilang. Langkah yang<br />

perlu dilakukan, satu, temukan Nomor badan hukum. Kalaupun<br />

dokumen-dokumen tulisnya hilang, barangkali ada pengurus<br />

atau orang masih ingat Nomor, tanggal, tahun penerbitan<br />

badan hukum <strong>Koperasi</strong>. Setelah, ketemu Nomor badan<br />

hukum, lacak ke Dinas KUKM provinsi, lacak ke Kementerian<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM. Apakah copy akta pendirian, anggaran<br />

dasar <strong>Koperasi</strong> tersebut masih ada. Jika tidak ketemu, maka<br />

susun dokumen anggaran dasar baru, dengan keteranganketerangan<br />

bukti kehilangan.<br />

- 15 -


11<br />

12<br />

13<br />

Pertanyaan : perlu pembatas jangka waktu umur <strong>Koperasi</strong>.<br />

Usul, tentukan masa waktu <strong>Koperasi</strong> ?<br />

Penjelasan : Jangka waktu badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dalam peraturan<br />

perundangan tidak ditentukan eksplisit. Jangka waktu<br />

badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dibuat tidak terbatas, dan/atau terbatas.<br />

Pilihan ini dikembalikan pada <strong>Koperasi</strong> sendiri. Kebanyakan<br />

<strong>Koperasi</strong> memilih tidak terbatas. Usulan ini bagus dan<br />

menjadi pertimbangan dalam penetapan kebijakan berkaitan<br />

umur badan hukum <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : ada orang bilang, perlu pra <strong>Koperasi</strong>, bagaimana<br />

menurut Bapak/Ibu ?<br />

Penjelasan : Pra-<strong>Koperasi</strong> adalah istilah yang digunakan sebagai<br />

teknik dan metode pembinaan. Bagi masyarakat yang<br />

ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong>, sebaiknya melakukan persiapan<br />

terlebih dulu. Persiapan ini, dalam bahasa program disebut pra-<br />

<strong>Koperasi</strong>. Jadi, pra-<strong>Koperasi</strong> merupakan langkah yang baik,<br />

digunakan sebagai sarana teknis operasional, pendekat an<br />

pembinaan perkoperasian. Beberapa daerah telah menerapkan<br />

teknik pra-<strong>Koperasi</strong> sehingga saat <strong>Koperasi</strong> tersebut telah<br />

berdiri, sudah memiliki kesiapan yang baik. Pra-<strong>Koperasi</strong><br />

ini, belum memiliki status badan hukum <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> sedang konsultasi, untuk menjadi<br />

<strong>Koperasi</strong> nasional, dengan motif akan buka cabang di wilayah<br />

lain. Bagaimana ini ?<br />

Penjelasan : motif seperti itu sebenarnya tidak tepat. Dalam<br />

konteks ini ada tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu oleh<br />

<strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan, seperti perubahan anggaran<br />

dasar yang memungkinkan masyarakat di luar wilayah domisili<br />

pendiri <strong>Koperasi</strong> menjadi anggota <strong>Koperasi</strong> tersebut. Selanjutnya<br />

apabila jumlah anggota di wilayah Kab/Kota lokasi kantor<br />

cabang akan didirikan sudah mencapai jumlah minimal 20<br />

- 16 -


14<br />

15<br />

orang, barulah <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan bisa membuka<br />

kantor cabang. Tetapi harus dipegang teguh bahwa pembukaan<br />

kantor cabang itu dengan maksud untuk mendekatkan<br />

pelayanan anggota <strong>Koperasi</strong> dimaksud.<br />

Pembukaan kantor cabang juga harus memenuhi persyaratan<br />

sesuai ketentuan yang berlaku seperti : usaha simpan<br />

pinjam sudah berjalan minimal 2 tahun dan sudah dinilai<br />

tingkat kesehatannya dengan hasil minimal ”cukup sehat”.<br />

Sebelum mencapai tahap itu, perlu diverifikasi terlebih dahulu<br />

apakah memang <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan sudah layak<br />

untuk mengembangkan wilayah domisili keanggotannya (dilihat<br />

omset/skala usaha <strong>Koperasi</strong>).<br />

Pertanyaan : untuk mencapai <strong>Koperasi</strong> menjadi <strong>Koperasi</strong><br />

berkualitas, maka pada pendirian perlu ada kelayakan usaha.<br />

Mohon kejelasan bagaimana kelayakan usaha ini !<br />

Pertanyaan : sebelum mendapatkan pengesahan badan hukum<br />

<strong>Koperasi</strong> agar ada study kelayakan, bagaimana maksud<br />

ini ?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 14 dan Nomor 15 dijelaskan<br />

sekaligus. Sebenarnya pertanyaan ini berlaku bagi masyarakat<br />

yang akan mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Untuk apa dan untuk siapa<br />

mereka mendirikan <strong>Koperasi</strong> ?<br />

Hakekat <strong>Koperasi</strong> dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />

1992 tentang Perkoperasian, sudah sangat jelas. <strong>Koperasi</strong><br />

dibentuk untuk dapat memperjuangkan kepentingan<br />

anggota, dengan melakukan usaha yang berkaitan dengan<br />

kegiatan usaha anggotanya atau untuk melayani kebutuhan<br />

anggotanya. Kelayakan usaha merupakan hal pokok dan<br />

penting. Patokan-patokan untuk memahami dan menilai suatu<br />

kelayakan usaha, dapat menggunakan patokan-patokan yang<br />

lazim digunakan untuk menilai suatu kelayakan usaha. Tentu,<br />

tidak harus seberat analisis proyek raksasa.<br />

Masalah yang ada, berapa jauh pengetahuan calon pengu-<br />

- 17 -


16<br />

17<br />

rus tentang kelayakan usaha ini, dan juga belum sepenuhnya<br />

dikuasai oleh petugas yang memproses pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />

Memang kelayakan usaha paling sering diabaikan saat pendirian<br />

<strong>Koperasi</strong>, dan lebih terpaku pada pemenuhan syarat administrasi<br />

belaka.<br />

` Dalam menyusun studi kelayakan usaha selama ini, silakan<br />

menggunakan buku-buku referensi, contoh-contoh kelayakan<br />

usaha yang ada di daerah saudara. Pada prinsipnya<br />

kelayakan usaha itu menganalisa, menghitung aspek organisasi<br />

dan manajemen, produksi, pemasaran, lingkungan, legal<br />

serta permodalan dan investasi dan mengambil keputusan<br />

bahwa usaha yang dilakukan secara finansial dan ekonomi<br />

dinilai layak.<br />

Pertanyaan : Apakah <strong>Koperasi</strong> dapat diberikan/diterbitkan<br />

pengesahan badan hukumnya dengan memperhatikan : (1)<br />

tempat tersebut sudah ada <strong>Koperasi</strong> lain ? (2) Apakah ada<br />

tumpang tindih tentang keanggotaan <strong>Koperasi</strong>?<br />

Penjelasan : Dapat. Dalam satu wilayah tertentu dapat<br />

berkembang lebih dari satu <strong>Koperasi</strong>, sesuai dengan tuntutan<br />

dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Apabila, <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong><br />

tersebut sejenis, dengan kebutuhan pelayanan kepada<br />

anggota yang juga sama, jelas menurunkan efisiensi dan keekonomian<br />

usaha, disarankan tidak perlu mendirikan <strong>Koperasi</strong><br />

sejenis. Idealnya <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong> yang ada dalam suatu<br />

kawasan tertentu, merupakan jenis <strong>Koperasi</strong> yang beda untuk<br />

memberikan pelayanan kebutuhan ekonomi yang berlainan.<br />

Sarankan, masyarakat yang ingin mendirikan <strong>Koperasi</strong> yang<br />

sama, lebih efisien menjadi anggota <strong>Koperasi</strong> yang ada. Jadi,<br />

tumpang tindih keanggotaan menjadi tidak ada, karena mereka<br />

memiliki kebutuhan yang berbeda.<br />

Pertanyaan : mohon petunjuk mengenai pendelegasian wewenang<br />

dalam rangka pengesahan Badan Hukum <strong>Koperasi</strong><br />

Primer tingkat Provinsi oleh Gubernur sebagai wakil Kemen-<br />

- 18 -


18<br />

19<br />

20<br />

terian <strong>Koperasi</strong> dan UKM untuk menandatangani Pengesahan<br />

BH. Tugas tersebut kemudian didelegasikan kepada Kepala<br />

Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM setempat. Apakah ada peraturan<br />

yang mengatur pendelegasian tersebut sebagai pedoman<br />

bagi kami di daerah.<br />

Pertanyaan : apa kira-kira ada masalah bila Kepala Dinas<br />

KUKM yang menandatangani pengesahan badan hukum <strong>Koperasi</strong><br />

?, karena masih tidak jelas.<br />

Pertanyaan : kewenangan pejabat yang mengesahkan akta<br />

pendirian disetiap Kabupaten/kota masih berbeda-beda, ada<br />

yang oleh Bupati/Walikota dan ada yang oleh Kepala Dinas<br />

KUKM. Pendelegasian dari Bupati/Walikota ke kepala Dinas<br />

KUKM apakah ada dasar hukumnya?<br />

Pertanyaan : apakah bisa penandatanganan pengesahan<br />

akta pendirian <strong>Koperasi</strong> oleh kepala Dinas KUKM, atas pelimpahan<br />

wewenang secara tertulis oleh Bupati ?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 17, 18, 19 dan 20 memiliki<br />

maksud sama dan dijelaskan sekaligus. Sebagaimana amanah<br />

dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />

Perkoperasian, yang berwenang mengesahkan pendirian <strong>Koperasi</strong><br />

adalah Menteri yang membidangi <strong>Koperasi</strong>. Menteri<br />

dapat mendelegasikan wewenang tersebut kepada Kepala<br />

Daerah dalam kerangka tugas pembantuan. Dalam era otonomi<br />

daerah, Menteri tidak dapat langsung menugaskan<br />

Kepala Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM, karena daerah Provinsi,<br />

Kab/Kota saat ini mempunyai kewenangan tersendiri, Menteri<br />

hanya dapat mendelegasikan wewenangnya kepada kepala<br />

daerah.<br />

Pendelegasian wewenang dalam rangka pengesahan<br />

badan hukum <strong>Koperasi</strong> primer Provinsi oleh Gubernur sebagai<br />

wakil Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM berdasarkan<br />

pada Keputusan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor<br />

- 19 -


21<br />

22<br />

: 123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang Penyelenggaraan Tugas<br />

Pembantuan Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian,<br />

Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran <strong>Koperasi</strong> pada<br />

Provinsi, Kab/Kota.<br />

Sedangkan pengesahan untuk <strong>Koperasi</strong> primer, sekunder<br />

skala Nasional berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor : 124/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang<br />

Penugasan Pejabat yang berwenang untuk memberikan<br />

pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan<br />

pembubaran <strong>Koperasi</strong> pada Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />

untuk <strong>Koperasi</strong> tingkat nasional.<br />

Penandatanganan pengesahan akta pendirian <strong>Koperasi</strong><br />

oleh kepala Dinas <strong>Koperasi</strong> UKM bisa dilakukan apabila ada<br />

perintah tertulis dari Gubernur dan Bupati/Walikota selaku<br />

Kepala Daerah kepada Kepala Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM untuk<br />

menandatangani pengesahan tersebut.<br />

Pertanyaan : Apakah pendirian <strong>Koperasi</strong> primer (seperti di<br />

atas), menjadi kewenangan prov untuk mengesahkannya ?<br />

Penjelasan : Lihat dahulu <strong>Koperasi</strong> primer di wilayah mana?,<br />

provinsi atau kabupaten/kota. Ketentuan kewenangan pengesahan<br />

badan hukum <strong>Koperasi</strong>, diatur menurut Keputusan<br />

Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor : 123/Kep/M.<br />

KUKM/X/2004 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan<br />

Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran<br />

Dasar dan Pembubaran <strong>Koperasi</strong> pada Provinsi, Kab/<br />

Kota. Jika <strong>Koperasi</strong> primer tersebut, ada dalam wilayah kabupaten/kota,<br />

maka pengesahannya dilakukan oleh Bupati/<br />

Walikota. Jika <strong>Koperasi</strong> primer tersebut, ada dalam wilayah<br />

provinsi, maka pengesahannya dilakukan oleh Gubernur.<br />

Pertanyaan : Kementerian KUKM jika menunjuk Notaris di<br />

suatu daerah, agar selektif. Karena beberapa pengalaman,<br />

terdapat Notaris yang tidak mengetahui peraturan dan teknis<br />

<strong>Koperasi</strong>, sehingga sering terjadi kekeliruan.<br />

- 20 -


Penjelasan : Penetapan Notaris sebagai pejabat pembuat akta<br />

pendirian koperasi, bekerjasama dengan Ikatan Notaris Indonesia<br />

(INI) yaitu setelah Notaris yang bersangkutan mengikuti<br />

program pembekalan oleh Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Kemudian telah dilakukan proses seleksi secara profesional<br />

dan telah diadakan penyuluhan serta pelatihan bagi para notaris,<br />

agar mereka paham tentang koperasi.<br />

Adapun persyaratan dan tata cara untuk menjadi Notaris<br />

diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan<br />

UKM Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai<br />

Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong>, BAB III Persyaratan dan tata<br />

cara penetapan Notaris Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong> pasal 4 dan 5<br />

yaitu;<br />

a. Untuk dapat ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta<br />

<strong>Koperasi</strong> harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:<br />

Notaris yang telah berwenang menjalankan jabatan sesuai<br />

peraturan Jabatan Notaris dan memiliki sertifikat<br />

tanda bukti telah meng ikuti pembekalan dibidang perkoperasian<br />

yang ditandatangani oleh Menteri.<br />

b. Notaris yang telah memenuhi persyaratan pada butir a,<br />

mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri untuk<br />

ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong><br />

melalui Kepala Dinas/Instansi yang membidangi <strong>Koperasi</strong><br />

tingkat Kab/Kota pada tempat kedudukan Notaris<br />

yang bersangkut an.<br />

c. Kepala Dinas/Instansi yang membidangi koperasi tingkat<br />

Kabupaten/Kota memberikan tanda terima permohonan<br />

dan menyampaikan berkas pendaftaran kepada Menteri<br />

dengan tembusan kepada Kepala Dinas/Instansi yang<br />

membidangi <strong>Koperasi</strong> tingkat propinsi (Dinas/Instansi<br />

paling lama dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal<br />

diterimanya permohonan secara resmi).<br />

d. Kemudian Menteri menetapkan Notaris sebagai Pembuat<br />

Akta <strong>Koperasi</strong> dengan Surat Keputusan Menteri dan<br />

di sampaikan langsung kepada Notaris yang bersangku-<br />

- 21 -


23<br />

24<br />

tan, dengan tembusan kepada Menteri Kehakiman dan<br />

HAM, Gubernur dan Kepala Dinas/Instansi yang membidangi<br />

koperasi tingkat Propinsi/Dinas Instansi serta<br />

kepada Bupati/Walikota dan Kepala Dinas/Instansi yang<br />

membidangi Kab/Kota pada tempat kedudukan Notaris.<br />

Kalaupun di lapangan masih ada kekurangan, disarankan<br />

agar melakukan pertemuan konsulatif antara Dinas KUKM<br />

setempat dengan ikatan notaries daerah (pengurus wilayah,<br />

pengurus daerah INI) untuk menyelesaikan persoalan tersebut.<br />

Pertanyaan : di kabupaten A baru ada satu Notaris pembuat<br />

akta <strong>Koperasi</strong>, biayanya mahal. Di kabupaten tetangga ada<br />

Notaris pembuat akta pendirian <strong>Koperasi</strong> dengan biaya lebih<br />

murah. Apakah akta pendirian boleh diterbitkan oleh Notaris di<br />

kabupaten tetangga ?<br />

Penjelasan : secara ketentuan tidak boleh. Karena wilayah<br />

kerja Notaris itu telah ditentukan menurut ketentuan di luar<br />

kewenangan Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM, yang mengatur<br />

wilayah kerja Notaris. Notaris di kabupaten A memiliki<br />

wilayah kerja di kabupaten A. Mengenai, biaya tentunya dapat<br />

dibicarakan.<br />

Pertanyaan : Di Kabupaten A terdapat Notaris sedangkan di<br />

Kabupaten B tidak ada Notaris, bolehkah masyarakat di Kab.<br />

B menggunakan Notaris di Kab A?<br />

Penjelasan : yang menjadi patokan boleh atau tidak boleh,<br />

adalah ketentuan internal kenotarisan itu sendiri. Wilayah<br />

kerja Notaris telah ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan<br />

HAM, dibagi menurut daerah administratif. Notaris di Kab A<br />

dengan wilayah kerja di Kabupaten A, demikian juga Notaris<br />

di Kabupaten lain. Peran Notaris, pada intinya membantu<br />

membuat dokumen akta pendirian dan anggaran dasar <strong>Koperasi</strong><br />

sehingga menjadi dokumen otentik. Dengan pegangan<br />

seperti itu, masyarakat dapat menggunakan jasa Notaris un-<br />

- 22 -


25<br />

26<br />

tuk penyusunan akta pendirian <strong>Koperasi</strong>. Kalau di wilayah itu,<br />

tidak ada Notaris pembuat akta pendirian <strong>Koperasi</strong>, maka dapat<br />

dibuat para pendiri dengan bantuan pejabat.<br />

Menurut Kepmen No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 dalam<br />

pasal 19 ayat 3 menyebutkan bahwa terhadap daerah tertentu<br />

yang belum ada Notaris serta berdasarkan kondisi wilayah<br />

dan masyarakatnya dipandang belum mampu melaksanakan<br />

keputusan ini dapat diatur dan ditetapkan seperti Surat Deputi<br />

No. 117/Dep.1/XI/2006 perihal penjelasan pasal 6 ayat 1 permen<br />

01/2006 apabila disuatu daerah belum ada Notaris yang<br />

telah ditetapkan oleh Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />

sebagai Notaris Pembuat Akta <strong>Koperasi</strong>, maka penyusunan<br />

Akta Pendirian <strong>Koperasi</strong> dilakukan oleh para pendiri <strong>Koperasi</strong><br />

yang bersangkutan, dibimbing oleh Pejabat yang membidangi<br />

pembinaan <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : Notaris minta jumlah pengurus genap, yaitu 6.<br />

Sedangkan kita mengatakan jumlah pengurus, ganjil, misal 3<br />

atau 5, akhirnya terjadilah tarik urat antara pembina-Notaris.<br />

Bagaimana solusi ini ?<br />

Penjelasan : ketentuan peraturan perundangan, tidak mengatur<br />

tentang jumlah pengurus. Berapa jumlah orang pengurus<br />

sesuai kebutuhan dan ditentukan dalam rapat pembentukan<br />

pertama kali, yang dapat disesuaikan melalui rapat anggota<br />

selanjutnya. Namun disarankan, ganjil, dengan maksud apabila<br />

dalam pengambilan keputusan yang harus ditempuh dengan<br />

voting, maka ada kepastian keputusannya. Pertimbangan<br />

ini penting, sebagai langkah antisipatif ke depan. Jadi,<br />

disarankan, ganjil.<br />

Pertanyaan : setiap keputusan yang dibuat oleh <strong>Koperasi</strong> harus<br />

disahkan Notaris. Namun ada juga yang tanpa disahkan<br />

Notaris. Apakah kita perlu atau boleh memberikan pengesahan<br />

Badan Hukum ?<br />

Penjelasan : Akta pendirian <strong>Koperasi</strong> disusun oleh pendiri<br />

- 23 -


27<br />

<strong>Koperasi</strong> (bagi daerah yang belum ada Notaris pembuat akta<br />

pendirian dan/atau disusun atas bantuan Notaris (NPAK).<br />

Perlu didudukkan secara benar, mengenai peran Notaris,<br />

pembuatan akta pendirian, anggaran dasar dan pengesahan<br />

badan hukum <strong>Koperasi</strong>.<br />

a. Dalam pembentukan <strong>Koperasi</strong> para pendiri menyusun<br />

akta pendirian dan anggaran dasar. Penyusunan akta pendirian<br />

dan anggaran dasar ini, dibantu oleh Notaris, agar dokumen<br />

itu menjadi dokumen otentik. Posisi dan peran Notaris<br />

adalah membantu para pendiri dalam menyusun akta pendirian<br />

dan Anggaran Dasar <strong>Koperasi</strong>.<br />

b. Jadi, sepanjang isi dan kebenaran akta pendirian<br />

dan anggaran dasar <strong>Koperasi</strong> tersebut dinilai benar, silahkan<br />

diproses dan diterbitkan status badan hukum <strong>Koperasi</strong> oleh<br />

pemerintah. Dengan demikian menjadi jelas, pengesahan badan<br />

hukum <strong>Koperasi</strong> tetap menjadi wewenang pemerintah,<br />

baik jika akta pendirian tersebut disusun atas bantuan Notaris,<br />

atau disusun sendiri oleh pendiri pada kabupaten/kota yang<br />

belum ada Notaris pembuat akta pendirian <strong>Koperasi</strong> (NPAK).<br />

Karena itu, pemberian pengesahan badan hukum, terhadap<br />

akta pendirian yang penyusunannya dibantu Notaris dan/atau<br />

disusun sendiri oleh pendiri, tetap memiliki bobot sama.<br />

Pertanyaan : penyusunan anggaran dasar oleh Notaris telah<br />

dilakukan, tapi banyak yang tidak sesuai dengan aturan yang<br />

berlaku. Contohnya tidak ada periode jabatan pengurus, simpanan<br />

pokok tidak ada, simpanan disebut dengan deposito.<br />

Bagaimana ini !<br />

Penjelasan : minta untuk diperbaiki. Isi anggaran dasar <strong>Koperasi</strong>,<br />

harus sesuai dengan peraturan perundangan yang<br />

ada, prosedur dan tata cara pendirian <strong>Koperasi</strong>, serta “kebutuhan”<br />

<strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Apabila menurut saudara, isi anggaran<br />

dasar tersebut kurang, maka minta untuk disempurnakan<br />

kembali, dan tidak harus disahkan badan hukumnya.<br />

- 24 -


28<br />

29<br />

30<br />

Pertanyaan : Untuk pengurusan dari Notaris dikenakan biaya.<br />

Sementara pengesahan dari pemerintahan seharusnya juga<br />

ada biaya. Bagaimana solusinya?<br />

Penjelasan : bantuan penyusunan akta oleh Notaris pakai<br />

biaya, karena memang mereka diperbolehkan menarik biaya,<br />

sebagai jasa keahlian (profesionalisme). Sedangkan pengesahan<br />

badan hukum merupakan kewajiban pemerintah sebagai<br />

bentuk pembinaan pemberdayaan. Selama ini tidak (belum)<br />

ada ketentuan pengenaan biaya pada penerbitan badan<br />

hukum <strong>Koperasi</strong>. Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan<br />

tugas penerbitan badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dapat diusulkan<br />

dan ditampung dalam APBN atau APBD.<br />

Pertanyaan : Bagaimana bentuk anggaran dasar pembentukan<br />

<strong>Koperasi</strong> ?<br />

Penjelasan : sebagaimana diatur dalam pasal 8 Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, isi anggaran<br />

dasar (AD) sekurang-kurangnya memuat :<br />

1. Daftar nama pendiri,<br />

2. Nama dan tempat kedudukan<br />

3. Maksud dan tujuan serta bidang usaha<br />

4. Ketentuan mengenai keanggotaan<br />

5. Ketentuan mengenai rapat anggota<br />

6. Ketentuan mengenai pengelolaan<br />

7. Ketentuan mengenai permodalan<br />

8. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya<br />

9. Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha.<br />

10. Ketentuan mengenai sanksi<br />

Pertanyaan : masih ada celah dalam Undang-Undang Nomor<br />

25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang lemah. Pendirian<br />

<strong>Koperasi</strong> dapat dibentuk sekurang-kurangnya 20 orang. Perlu<br />

wacana jika pembentukan <strong>Koperasi</strong>, minimal 100 atau 150<br />

orang.<br />

- 25 -


31<br />

Pertanyaan : Kepmen Nomor : 123/Kep/M.KUKM/X/2004<br />

tentang penyelenggaraan tugas pembantuan dalam rangka<br />

pengesahan akta pendirian, perubahan AD pada prov, kab/<br />

kota, diharapkan ada ketegasan terhadap jumlah anggota 20<br />

orang tersebut. Mengingat Kepmen ini hanya menyatakan<br />

tentang domisili keanggotaan lebih dari satu kab/kota, maka<br />

pengesahan Badan Hukum menjadi kewenangan Provinsi.<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 30 dan Nomor 31 dijelaskan<br />

sekaligus. Ketika proses pendirian <strong>Koperasi</strong>, hendaknya pejabat<br />

tidak semata-mata melihat dari sisi administratif belaka.<br />

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />

setidaknya mengisyaratkan hal-hal pokok untuk mendirikan<br />

<strong>Koperasi</strong>.<br />

Satu, <strong>Koperasi</strong> dibentuk untuk mencapai peningkatan<br />

kesejahteraan anggota. Dua, usaha <strong>Koperasi</strong> merupakan<br />

usaha yang memiliki keterkaitan dengan upaya untuk meningkatkan<br />

kepentingan usaha anggota. Tiga, saat pendirian<br />

<strong>Koperasi</strong> perlu membuat rencana usaha yang layak. Jadi,<br />

jelas ada kepentingan dari anggota yang perlu dilayani oleh<br />

<strong>Koperasi</strong>.<br />

a. Lakukan pengecekan siapa anggota, untuk apa berkoperasi,<br />

manfaat apa diharapkan diperoleh melalui <strong>Koperasi</strong>.<br />

“Roh” <strong>Koperasi</strong> sudah jelas termuat dan diatur dalam peraturan<br />

yang ada. Kalaupun sekarang, masih ada yang hanya<br />

melihat sisi administratif saja, tentunya ke depan perlu dirubah<br />

dengan melihat sisi-sisi lain yang memang diamanatkan.<br />

b. Mengenai ada pendapat, syarat jumlah orang untuk<br />

mendirikan <strong>Koperasi</strong> 20 orang, sangat sedikit sehingga<br />

sangat mudah mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Sekali lagi, keinginan<br />

mendirikan <strong>Koperasi</strong> yang berdasarkan kebutuhan, tidaklah<br />

terganggu dengan jumlah 20 orang. Lebih penting, adalah<br />

tujuan berkoperasi. Sebagai pembanding, Undang-Undang<br />

Perkoperasian di Thailand, cooperative act tahun 1999, menetapkan<br />

jumlah orang pendiri <strong>Koperasi</strong> 10 orang. jika pendirian<br />

<strong>Koperasi</strong> tersebut benar-benar sesuai kaidah <strong>Koperasi</strong>,<br />

maka jumlah tersebut bukan menjadi soal.<br />

- 26 -


32<br />

33<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang isi dalam akta pendirian dan<br />

anggaran dasarnya mencantumkan banyak sekali kegiatan<br />

usaha. Saya menyarankan, coba pilih dan fokus pada kegiatan<br />

usaha yang penting. Apa langkah saya ini benar ?.<br />

Penjelasan : langkah Saudara benar. Pencantuman seluruh<br />

kegiatan usaha dalam anggaran dasar, secara tidak langsung<br />

mencerminkan para pendiri koperasi itu, tidak paham dan<br />

mengkaburkan hakekat <strong>Koperasi</strong>. Undang-Undang Nomor<br />

25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 43 yang berbunyi<br />

“usaha <strong>Koperasi</strong> adalah usaha yang berkaitan langsung<br />

dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan<br />

kesejahteraan anggota”. Dengan mengacu pada ketentuan<br />

ini, maka jelas usaha <strong>Koperasi</strong> sudah fokus. Mencakup kegiatan<br />

usaha yang berkaitan dengan kepentingan usaha anggota,<br />

atau kegiatan yang terkait dengan kegiatan usaha. Penempatan<br />

kegiatan usaha <strong>Koperasi</strong>, yang terkesan asal taruh,<br />

jelas tidak betul.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> anggotanya di bawah 20 orang,<br />

disarankan untuk menambah atau untuk merger, tetapi pengurus<br />

ngotot tidak mau. Tanggung jawab siapa ini, pengurus?<br />

langkah apa yang perlu dilakukan ?<br />

Penjelasan : Sudah jelas bahwa koperasi tersebut tidak memenuhi<br />

ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang<br />

No. 25 tahun 1992, pasal 6 bahwa untuk koperasi primer jumlah<br />

anggota sekurang-kurangnya 20 orang.<br />

Langkah yang perlu dilakukan adalah :<br />

1. Pejabat dinas KUKM melakukan pembinaan terhadap koperasi<br />

dengan memberikan penjelasan kepada pengurus<br />

koperasi untuk memenuhi aturan yang tercantum dalam<br />

pasal 6 Undang-Undang No. 25 tahun 1992.<br />

2. Apabila dengan penjelasan yang diberikan pengurus koperasi<br />

tersebut tidak mengindahkannya, maka pejabat<br />

dinas KUKM dapat memberikan peringatan secara lisan<br />

- 27 -


34<br />

sebanyak 3 kali.<br />

3. Jika peringatan lisan juga tidak digubris sebagaimana<br />

angka 1 dan 2, maka langkah selanjutnya adalah memberikan<br />

surat peringatan rencana pembubaran dengan<br />

alasan yang jelas dan sesuai ketentuan pasal 3 Peraturan<br />

Pemerintah No. 17 tahun 1994. Surat peringatan tersebut<br />

ditembuskan ke pihak-pihak terkait. Ikuti prosedur dan tata<br />

cara pembubaran koperasi oleh Pemerintah (lihat Bab K<br />

rumpun (11) Pembenahan <strong>Koperasi</strong> Tidak Aktif No. 11)<br />

Pertanyaan : mohon ketegasan bahwa di daerah kami,<br />

ditempuh cara bagi orang yang akan mendirikan <strong>Koperasi</strong>,<br />

di arahkan untuk mendayagunakan BH <strong>Koperasi</strong> yang “collapse”,<br />

dengan catatan <strong>Koperasi</strong> tersebut tidak bermasalah<br />

dan ada niat pengurus lama untuk menyerahkannya.<br />

Penjelasan : cara seperti ini masuk kategori pengaktifan kembali<br />

koperasi, dan boleh saja dilakukan. Pengaktifan kembali<br />

<strong>Koperasi</strong> yang sudah ada, dengan mengaktifkan kembali badan<br />

hukum, dapat dilakukan. Langkah yang sudah ditempuh,<br />

telah benar. Lakukan pendekatan dan pertemuan antara <strong>Koperasi</strong><br />

yang ada dan tidak aktif, dengan masyarakat yang akan<br />

mendirikan <strong>Koperasi</strong>. Ada kesepakatan di pihak <strong>Koperasi</strong>,<br />

oleh anggota untuk menerima pengaktifan kembali <strong>Koperasi</strong>.<br />

Langkah selanjutnya, silahkan ditempuh misal, pemilihan<br />

peng urus, pengawas, program kerja dan lain-lain, sebagaimana<br />

ditempuh <strong>Koperasi</strong> pada umumnya.<br />

- 28 -


RUMPUN 3: PERUBAHAN ANGGARAN DASAR<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : meliputi apa saja yang berkaitan dengan perubahan<br />

anggaran dasar <strong>Koperasi</strong>, apa hanya usaha saja ?<br />

Penjelasan : agar mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor<br />

4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan<br />

Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar, serta<br />

Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 01/<br />

Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan,<br />

Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran<br />

Dasar <strong>Koperasi</strong>.<br />

a. Dalam pasal 12 disebutkan dalam hal perubahan anggaran<br />

dasar <strong>Koperasi</strong> yang menyangkut perubahan bidang<br />

usaha, penggabungan atau pembagian <strong>Koperasi</strong>, pengurus<br />

wajib mengajukan permintaan pengesahan atas perubahan<br />

anggaran dasar secara tertulis kepada Menteri.<br />

b. Dalam pasal 18 disebutkan perubahan anggaran dasar<br />

<strong>Koperasi</strong> yang tidak menyangkut perubahan bidang usaha,<br />

penggabungan atau pembagian <strong>Koperasi</strong> tidak perlu pengesahan<br />

oleh Pejabat. Tetapi wajib dilaporkan kepada pejabat<br />

paling lambat satu bulan sejak perubahan dilakukan, dan <strong>Koperasi</strong><br />

wajib mengumumkan ke media dalam kurun waktu 45<br />

hari.<br />

Jadi jelas PAD pada koperasi tidak hanya masalah usaha<br />

saja.<br />

Pertanyaan : perubahan AD <strong>Koperasi</strong> untuk perubahan nama<br />

<strong>Koperasi</strong>, misal semula <strong>Koperasi</strong> ”Harapan Maju” berubah<br />

menjadi <strong>Koperasi</strong> ”Maju Harapan” apakah perlu pengesahan<br />

oleh pejabat ?<br />

Penjelasan : tidak perlu. Perubahan kategori ini, tidak termasuk<br />

perubahan usaha, penggabungan dan pembagian<br />

yang ketentuannya perlu disahkan pejabat. Silahkan <strong>Koperasi</strong><br />

melakukan perubahan sendiri, dan cukup melaporkan ke pe-<br />

- 29 -


3<br />

4<br />

jabat setempat (lihat penjelasan Nomor 1 di atas).<br />

Pertanyaan : mohon petunjuk perubahan anggaran dasar<br />

<strong>Koperasi</strong> untuk 3 kasus berikut. (1) Perubahan Anggaran<br />

Dasar tempat kedudukan <strong>Koperasi</strong> dari provinsi misal Sumatera<br />

Barat ke Kota Jambi, semua anggota pindah ke kota<br />

Jambi kare na <strong>Koperasi</strong> ini adalah <strong>Koperasi</strong> karyawan yang<br />

perusaha an induknya pindah (2) Perubahan nama <strong>Koperasi</strong><br />

apakah dibuatkan AKTA Notarisnya dan SK <strong>Koperasi</strong>nya. (3)<br />

Perubah an syarat keanggotaan, contoh : KPN, anggotanya<br />

PNS di daerah ditambah PNS + Pensiunan<br />

Penjelasan : untuk pertanyaan pertama, maka perlu dilakukan<br />

perubahan anggaran dasar, karena perubahan tempat tinggal.<br />

Untuk pertanyaan kedua dan ketiga, juga perlu perubahan<br />

anggaran dasar. Namun karena, tidak menyangkut perubahan<br />

usaha, penggabungan dan pembagian yang ketentuannya<br />

perlu disahkan pejabat. Silahkan <strong>Koperasi</strong> melakukan perubahan,<br />

maka tidak perlu disahkan oleh pejabat. Perubahan<br />

tersebut cukup dilaporkan dan <strong>Koperasi</strong> mengumumkannya<br />

di media (lihat penjelasan Nomor 1 di atas).<br />

Pertanyaan : Bagaimana dengan akta pendirian <strong>Koperasi</strong><br />

yang membuka cabang, apakah perlu perubahan anggaran<br />

dasar atau tidak? Kalau ya, siapa yang berwenang?<br />

Penjelasan : Ya perlu PAD. Di dalam akta pendirian, anggaran<br />

dasar <strong>Koperasi</strong> harus jelas tercantum tentang urusan pembukaan<br />

cabang. Kalau ini belum ada, wajib melakukan perubahan<br />

anggaran dasar. Mengenai pengesahan perubahan<br />

anggaran dasar, sepanjang hal tersebut menyangkut pada<br />

per ubahan bidang usaha, penggabungan atau pembagian<br />

<strong>Koperasi</strong> wajib disahkan oleh pejabat. Perubahan di luar<br />

tersebut, cukup dilaporkan <strong>Koperasi</strong> kepada pejabat (lihat<br />

penjelasan Nomor 1 di atas).<br />

- 30 -


5<br />

6<br />

Pertanyaan : Untuk mengantisipasi kepentingan pribadi maupun<br />

golongan tertentu, dalam SOP Pendirian <strong>Koperasi</strong> di<br />

minta ada syarat tambahan, yaitu surat keterangan atau rekomendasi<br />

dari Kelurahan maupun Kecamatan sebagai salah<br />

satu syarat pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />

Penjelasan : tidak perlu. Syarat pendirian <strong>Koperasi</strong> yang<br />

diatur dalam peraturan perundangan sudah cukup. Bagi<br />

masyarakat yang akan mendirikan <strong>Koperasi</strong>, dan bagi pejabat<br />

yang membimbing pendirian <strong>Koperasi</strong>, agar perpegang pada<br />

peraturan perundangan tersebut. <strong>Koperasi</strong> didirikan untuk<br />

tujuan melayani kebutuhan anggota dalam menjalankan aktivitas<br />

usaha nya. Jadi, sebenarnya apabila latar belakang dan<br />

tujuan pendirian <strong>Koperasi</strong> jelas, tidak perlu ada rekomendasi<br />

tambahan yang tidak diperlukan.<br />

Pertanyaan : bagaimana dengan penomoran Badan Hukum<br />

<strong>Koperasi</strong> yang melakukan Perubahan anggaran dasar. Apakah<br />

perlu dibuat badan hukum baru dengan Nomor baru ?<br />

Penjelasan : Nomor badan hukum tetap. Badan hukum ha nya<br />

satu, sekali diterbitkan dan jika ada pencabutan, akan dicabut.<br />

Perubahan anggaran dasar, tidak mengganti Nomor badan hukum,<br />

atau menerbitkan badan hukum baru. Pada pengalam an<br />

perubahan anggaran dasar, maka Nomor badan hukum lama<br />

tetap hidup, cukup dengan mencantumkan Nomor surat keputusan<br />

pengesahan perubahan anggaran dasar saja.<br />

Contoh, <strong>Koperasi</strong> dengan Nomor badan hukum : 234/BH/<br />

KWK.1/1987. Jika dilakukan perubahan usaha, dan dilaku -<br />

kan perubahan anggaran dasar pada tahun 2007, pemerintah<br />

melalui pejabat yang berwenang akan mengeluarkan surat<br />

keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar, misal,<br />

Nomor 100/Kep/PAD/XI/2007. Untuk pengalaman <strong>Koperasi</strong><br />

ini, maka badan hukumnya tetap Nomor 234/BH/KWK.1/1987<br />

dengan mencantumkan tambahan surat keputusan perubahan<br />

anggaran dasar. Nomor 100/Kep/PAD/XI/2007.<br />

- 31 -


Ada 2 (dua) alasan penting tentang ini. Satu, badan hukum<br />

<strong>Koperasi</strong> itu hanya satu kali, saat dibentuk dan disahkan akta<br />

pendirian <strong>Koperasi</strong>, dan akan lepas saat pembubaran. Keduanya<br />

(dibentuk dan dibubarkan) diumumkan dalam lembaran<br />

negara. Jadi, satu <strong>Koperasi</strong> tidak memiliki lebih dari satu<br />

badan hukum. Dua, tahun pendirian badan hukum <strong>Koperasi</strong><br />

(dalam contoh di atas tahun 1987, dan mengalamui perubahan<br />

sepuluh tahun kemudian tahun 2007) maka jika dihapus<br />

keterangan tahun 1987, diubah menjadi 2007, akan menghilangkan<br />

track-record <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong> seolah-olah baru<br />

lahir di tahun 2007.<br />

- 32 -


RUMPUN 4: KEANGGOTAAN<br />

1<br />

2<br />

3<br />

Pertanyaan : Bagaimana permasalahan tentang KTP sebagai<br />

syarat masuk anggota <strong>Koperasi</strong> berkaitan dengan kedomisilian.<br />

Domisili itu apakah tempat tinggal sesuai KTP atau tempat<br />

kerjanya ?<br />

Pertanyaan : Bagaimana masalah domisili anggota <strong>Koperasi</strong>.<br />

Karena hal ini berhubungan langsung dengan perkembangan<br />

<strong>Koperasi</strong> tersebut !<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 1 dan Nomor 2 dijelaskan<br />

sekaligus. Bagi <strong>Koperasi</strong> baru maka berlaku Undang-Undang<br />

Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 7 ayat 2<br />

yaitu <strong>Koperasi</strong> mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah<br />

negara RI. (tempat kedudukan adalah alamat tetap kantor<br />

<strong>Koperasi</strong>). Dan dihubungkan dengan pendiri <strong>Koperasi</strong>, maka<br />

Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM RI Nomor : 01/<br />

Per/M.KUKM/I/2006 pasal 7 ayat 2 huruf h yaitu melampirkan<br />

poto copy KTP dari para pendiri. Tentunya kedudukan disini<br />

adalah kedudukan wilayah kerja <strong>Koperasi</strong> dan biasanya diperkuat<br />

di anggaran dasar Bab keanggotaan.<br />

Jadi pengurus harus selektif dalam menentukan keanggotaan<br />

sesuai dengan AD/ART. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang telah<br />

berdiri lama penerimaan keanggotaan sebaiknya disesuaikan<br />

dengan aturan yang ada. Wilayah Keanggotaan <strong>Koperasi</strong> didasarkan<br />

pada kedomisilian/tempat tinggal anggota <strong>Koperasi</strong><br />

yang bersangkutan, bukan tempat kerjanya.<br />

Pertanyaan : berapa lama batas waktu status calon anggota<br />

<strong>Koperasi</strong> dan bagaimana dasar hukum calon anggota <strong>Koperasi</strong><br />

?<br />

Penjelasan : Sesuai dengan Undang-Undang 25 Tahun 1992,<br />

- 33 -


4<br />

5<br />

keanggotaan <strong>Koperasi</strong> terdiri dari anggota dan anggota luar<br />

biasa. Untuk KSP sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor<br />

9/1995 tentang Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam<br />

oleh <strong>Koperasi</strong>, KSP yang dimaksud keanggotaan, maka<br />

selain anggota (penuh), anggota luar biasa juga ada calon<br />

anggota. KSP/USP koperasi melayani :<br />

a. Anggota;<br />

b. Calon anggota (calon anggota disini adalah bagi mereka<br />

yang telah menyetor simpanan pokok, tetapi secara admistrasi<br />

belum menandatangani buku anggota dan paling<br />

lama 3 bulan setelah melunasi simpanan pokok harus sudah<br />

menjadi anggota);<br />

c. <strong>Koperasi</strong> lain dan anggotanya.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang keanggotaannya hanya<br />

sedikit tercatat 20 orang anggota. Namun yang dilayani ribuan<br />

dan diakui sebagai anggota luar biasa. Anggota luar biasa itu<br />

seperti apa?<br />

Pertanyaan : Keanggotaan dalam <strong>Koperasi</strong> perlu diadakan<br />

penegasan, karena terdapat keanggotaan sementara. Padahal<br />

dalam aturan, setelah 3 bulan calon anggota harus menjadi<br />

anggota tetap, terutama simpan pinjam<br />

Penjelasan : pertanyaan nomor 4 dan 5 dijelaskan sekaligus.<br />

a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />

pasal 4, mengatur tentang keanggotaan. Disini hanya<br />

dikenal sebutan anggota dan anggota luar biasa. Anggota<br />

adalah orang yang memenuhi ketentuan Undang-Undang<br />

dan juga ketentuan dalam AD dan ART <strong>Koperasi</strong>. Anggota<br />

luar biasa adalah orang yang ingin menjadi anggota <strong>Koperasi</strong>,<br />

namun tidak sepenuhnya memenuhi syarat yang ditetapkan<br />

dalam AD. Orang seperti ini dapat diterima sebagai anggota<br />

luar biasa.<br />

b. Sedangkan yang dimaksudkan dengan anggota luar<br />

biasa adalah mereka yang berstatus sebagai WNA atau WNI<br />

- 34 -


6<br />

yang bermaksud menjadi anggota dan memiliki kepentingan<br />

kebutuhan dan kegiatan ekonomi yang diusahakan oleh <strong>Koperasi</strong>,<br />

namun tidak dapat memenuhi semua syarat sebagai<br />

anggota. Misalkan yang bersangkutan tidak mempunyai<br />

KTP yang sesuai AD/ART <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan, tidak<br />

membayar simpanan wajib.<br />

c. Lebih jauh, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9<br />

Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan<br />

Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong> pasal 18 selain menyebut “anggota”<br />

ada sebutan calon anggota. Dengan demikian ada 3 sebutan<br />

keanggotaan : anggota, anggota luar biasa dan calon anggota.<br />

Di <strong>Koperasi</strong> tidak dikenal sebutan anggota sementara.<br />

d. Berkaitan dengan pertanyaan ini, kembalikan pada<br />

peraturan perundangan yang berlaku, yaitu anggota, calon<br />

anggota dengan ketentuan batas waktu maksimal 3 bulan<br />

segera menjadi anggota (tidak ada calon anggota abadi) dan<br />

anggota luar biasa.<br />

Pertanyaan : jika anggota dirasionalisasi bagaimana ketentuannya<br />

?<br />

Penjelasan : rasionalisasi tidak ada payung hukumnya. aturan<br />

tentang siapa, persyaratan diterima dan keluar sebagai anggota<br />

<strong>Koperasi</strong>, termasuk rasionalisasi anggota, semestinya<br />

menjadi urusan internal <strong>Koperasi</strong>, dan diatur dalam AD dan<br />

ART. Namun demikian dapat diberikan, saran rasionalisasi<br />

keanggotaan mengacu pada AD dan ART. <strong>Koperasi</strong> dapat<br />

mengirimkan edaran atau pemberitahuan untuk mengkonfirmasi<br />

keseriusan tetap menjadi anggota, pemenuhan kewajiban,<br />

berikan pilihan, dan dengan batas waktu yang tegas.<br />

Dari sini terinventarisasi anggota-anggota yang dikategorikan<br />

memenuhi persyaratan dan kewajiban. Hasil inventarisasi<br />

akan menemukan jumlah dan sebaran anggota, untuk bahan<br />

rasionalisasi.<br />

- 35 -


7<br />

8<br />

Pertanyaan : mohon dapat diberi pengertian tentang jumlah<br />

anggota minimal ?, apakah betul, setahu saya kalau <strong>Koperasi</strong><br />

tingkat nasional harus dihadiri oleh 85 orang ?<br />

Penjelasan : perlu dipahami secara utuh bahwa <strong>Koperasi</strong> itu<br />

hanya satu. Secara kelembagaan tidak ada pemahaman bahwa<br />

<strong>Koperasi</strong> tingkat nasional itu lebih tinggi daripada provinsi,<br />

dan kabupaten/kota. Tidak ada peningkatan skala seperti itu,<br />

misal kabupaten, naik ke provinsi, naik ke nasional.<br />

a. Jumlah keanggotaan <strong>Koperasi</strong>, diatur dalam Undang-<br />

Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal<br />

6, yaitu minimal 20 orang untuk <strong>Koperasi</strong> primer, dan 3 badan<br />

hukum <strong>Koperasi</strong> untuk <strong>Koperasi</strong> sekunder.<br />

b. Mengenai jumlah lebih dari 20 orang, itu saran pejabat<br />

atas dasar kewajaran. Apakah wajar kalau <strong>Koperasi</strong> yang<br />

jangkauan dan skope kerjanya secara nasional, maka sewajarnya<br />

jumlah anggota lebih dari 20 orang !<br />

Pertanyaan : ada anggota umur 15 tahun, diberi status calon<br />

anggota, bagaimana kedudukannya ?<br />

Penjelasan : Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />

1992 Pasal 18 ayat (1) yang dapat menjadi anggota <strong>Koperasi</strong><br />

adalah setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang mampu<br />

melakukan tindak hukum. Tindakan hukum adalah yang telah<br />

mempunyai KTP yaitu minimal 16 tahun. Jadi anggota yang<br />

belum mampu melakukan tindakan hukum (umur 15 tahun)<br />

belum resmi menjadi anggota penuh.<br />

- 36 -


RUMPUN 5: RAPAT ANGGOTA<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : apa tindakan kita sebagai aparat/petugas pembina<br />

terhadap pengurus yang tidak mau melaksanakan RAT<br />

meskipun sudah didesak oleh anggota. Pengurus tetap tidak<br />

mau melaksanakan RAT dengan alasan, misalnya : terkait<br />

dengan manajemen perusahaan induk, hal ini terjadi pada<br />

kop kar.<br />

Penjelasan : alasan seperti itu, tidak tepat. Pisahkan antara<br />

kepengurusan Kopkar dengan manajemen perusahaan dimana<br />

kopkar berada. Kepengurusan Kopkar bersifat independen,<br />

tunduk pada rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi<br />

dalam <strong>Koperasi</strong>, bukan pada perusahaan induk.<br />

Sebagaimana kita ketahui bersama, pengurus berkewajiban<br />

melaksanakan Rapat Anggota, minimal 1 (satu) kali<br />

dalam setahun, sebagai pelaksanaan pertanggungjawaban<br />

pelaksanaan tugas pengurus selama setahun. Oleh sebab itu<br />

bila hal ini terjadi (tidak melaksanakan RAT) pengurus dapat<br />

diberikan sanksi berupa peringatan teguran, baik oleh anggota<br />

maupun pembina. Anggota dapat saja mendesak, untuk<br />

dilakukan rapat anggota luar biasa, dan seberat-beratnya dapat<br />

dilakukan pembubaran oleh pemerintah bila tidak melaksanakan<br />

RAT dalam 2 (dua) tahun berturut-turut.<br />

Pertanyaan : Usaha apa yang ditempuh bila anggota ingin<br />

melakukan rapat anggota untuk pertanggungjawaban pengelolaan<br />

<strong>Koperasi</strong>. Sedangkan pengurus tidak mau mempertanggungjawabkan<br />

kegiatannya pada rapat anggota tersebut?<br />

Penjelasan : Perlu diberi peringatan tentang kewajiban bahwa<br />

rapat anggota secara organisasi merupakan aplikasi pemegang<br />

kekuasaan tertinggi di <strong>Koperasi</strong>. Salah satu tugas pengurus<br />

adalah menyelenggarakan rapat anggota/rapat ang-<br />

- 37 -


3<br />

4<br />

gota tahunan. Pengurus yang tidak mau menyelenggarakan<br />

RAT padahal tidak ada alasan prinsip yang dapat diterima,<br />

menunjukkan ketidakmampuan pengurus dan penyimpangan<br />

organi sasi. Anggota dapat saja mendesak, untuk dilakukan<br />

rapat anggota luar biasa.<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> melaksanakan rapat anggota hanya<br />

setiap 1 tahun sekali ?<br />

Penjelasan : pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar,<br />

dan perlu diluruskan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />

tentang Perkoperasian tidak membatasi jumlah rapat anggota.<br />

Rapat anggota dapat dilakukan lebih dari satu kali. Rapat<br />

anggota minimal satu kali dalam satu tahun (pasal 26) itu<br />

yang disebut RAT. Pengertian yang ada dan berkembang, seolah-olah<br />

hanya ada satu kali rapat anggota, yang kebetul an<br />

pelaksanaannya dilakukan di akhir tahun buku, dan di sebut<br />

rapat anggota tahunan (RAT). Perlu penyuluhan tentang halhal<br />

apa saja yang perlu dilakukan rapat anggota, dan ini seharusnya<br />

diatur dalam AD dan ART.<br />

Pertanyaan : suatu <strong>Koperasi</strong> bergerak dibidang kelapa sawit<br />

dengan jumlah anggota semula 250 orang. Kemudian keanggotaan<br />

ini bertambah menjadi 1000 orang Pada awalnya setiap<br />

orang anggota memiliki 2 ha kebun. Dengan bertambah<br />

menjadi 750 orang anggota baru, maka jatah tanah yang semula<br />

2 ha/anggota berkurang menjadi ¼ ha saja, dan perubahan<br />

jumlah kebun dari 2 ha menjadi ¼ ha sudah dibahas<br />

dalam rapat anggota dan setuju, Dalam perkembangan<br />

pelaksanaan ada 34 anggota merasa dirugikan dan mempermasalahkan<br />

keputusan yang telah disetujui dalam rapat<br />

anggota, dibawa ke pihak berwajib. Apakah dengan kejadian<br />

seperti ini <strong>Koperasi</strong> masih dapat melakukan rapat anggota?<br />

Penjelasan : rapat anggota dapat dijalankan. Pisahkan antara<br />

urusan rapat anggota yang telah memiliki ketentuan, dalam<br />

- 38 -


5<br />

6<br />

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />

maupun dalam AD/ART <strong>Koperasi</strong>, harus dijalankan sesuai<br />

ketentuan yang berlaku. Masalah yang muncul tersebut,<br />

adalah sisi lain, yang perlu diselesaikan tersendiri. Masalah ini<br />

tidak harus menghentikan <strong>Koperasi</strong> untuk menyelenggarakan<br />

rapat anggota.<br />

Pertanyaan : di dalam forum rapat anggota tahunan, semenjak<br />

tahun 2000 belum ada aturan tentang forum rapat anggota.<br />

Saran agar forum rapat anggota itu diatur dalam Per aturan<br />

Pemerintah atau Peraturan Menteri <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Penjelasan : urusan rapat anggota atau khususnya rapat anggota<br />

tahunan, sebenarnya merupakan urusan internal <strong>Koperasi</strong><br />

sehingga diatur dalam AD dan ART <strong>Koperasi</strong>. Rapat<br />

anggota dapat saja dilakukan secara langsung, jika jumlah<br />

anggota <strong>Koperasi</strong> masih sedikit. Rapat anggota dapat dilakukan<br />

dengan cara perwakilan kelompok. Cara-cara rapat<br />

anggota kelompok atau perwakilan sudah banyak dilakukan<br />

oleh <strong>Koperasi</strong> yang jumlah anggotanya banyak, dan hasilnya<br />

tetap sah. Dalam hal itu, pemerintah dapat bertindak sebatas<br />

memberikan rambu-rambu umum sesuai ketentuan peraturan<br />

perundangan.<br />

Pertanyaan : pengawas tidak hadir dan tidak membuat laporan<br />

pengawasan dalam rapat anggota, rapat ini syah atau tidak<br />

?<br />

Penjelasan : rapat anggota tersebut tetap sah. Sah tidaknya<br />

Rapat Anggota ditentukan oleh kuorum rapat. Bila tahapan untuk<br />

mencapai kuorum telah dilaksanakan seperti point Nomor<br />

3 dan 4. RAT itu hanya mengesahkan pertanggungjawaban<br />

pengurus. Sedangkan pertanggungjawaban pengawas belum<br />

dapat disahkan.<br />

- 39 -


7<br />

8<br />

9<br />

Pertanyaan : mengenai kehadiran aparat dinas, karena ada<br />

<strong>Koperasi</strong> yang mengundang, dan ada yang tidak mengundang.<br />

Sebaiknya diharuskan kepada <strong>Koperasi</strong> setiap RAT<br />

mengundang pejabat. Apa peran kita sebagai pembina dalam<br />

acara tersebut?<br />

Penjelasan : ketentuan yang mengharuskan aparat/pembina<br />

diundang dalam RAT, tidak ada. Memang pada Undang-Undang<br />

Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok<br />

Perkoperasi an (Undang-Undang lama) RAT wajib dihadiri<br />

aparat/pembina. Namun, pada Undang-Undang Nomor 25<br />

Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tidak ada keharusan<br />

menghadirkan aparat/pembina. Kehadiran aparat/pembina,<br />

merupakan undangan.<br />

Bagi aparat/pembina yang hadir dalam undangan RAT,<br />

merupakan kesempatan bagus untuk melakukan pembinaan.<br />

Banyak hal yang dapat dilakukan, antara lain, memberikan motivasi<br />

dan dorongan, memberikan saran perbaikan-perbaik an,<br />

menanamkan dan menegaskan lagi penegakan aturan main<br />

perkoperasian, pendidikan perkoperasian kepada anggota,<br />

menampung aspirasi <strong>Koperasi</strong>, dan hal-hal positif lain.<br />

Pertanyaan : jika ada <strong>Koperasi</strong> yang tidak mengundang pembina<br />

dalam RAT, maka bagaimana keabsahan RAT tersebut?<br />

Penjelasan : RAT tetap sah. Kehadiran aparat/pembina bukan<br />

keharusan. RAT merupakan urusan internal <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong><br />

dapat mengundang atau tidak mengundang pembina.<br />

Namun selaku pembina tetap pro-aktif memonitor <strong>Koperasi</strong><br />

yang menyelenggarakan RAT, tapi tidak mengundang aparat.<br />

Hasil penyelenggaraan RAT agar dilaporkan ke Dinas yang<br />

membidangi urusan <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Pertanyaan : calon anggota jumlahnya banyak, sedangkan<br />

anggota hanya 20 orang. Calon anggota adalah pekerja tambang,<br />

dengan alasan mereka sukar untuk menghadiri RAT dan<br />

untuk tidak mengganggu keabsahan RAT, karena itu mereka<br />

- 40 -


10<br />

11<br />

tetap diposisikan calon anggota saja. Mohon penjelasan?<br />

Penjelasan : pemikiran seperti ini keliru. Alasan bahwa ada<br />

orang yang nantinya diduga tidak dapat datang di RAT, merupakan<br />

pandangan keliru, dan harus diluruskan. Peraturan-perundangan<br />

tentang <strong>Koperasi</strong>, tidak mengenal dan memberikan<br />

penafsiran seperti itu.<br />

Kekhawatiran mereka yang disebut calon anggota sukar<br />

datang di RAT, tidak tepat. Ada cara dan teknik penyelenggaraan<br />

RAT bagi <strong>Koperasi</strong> yang anggotanya sudah banyak. Misal<br />

melalui pra rapat anggota dengan cara kelompok. Dalam<br />

paripurna, setiap kelompok cukup mengirim wakil kelompok<br />

dengan membawa suara anggota, sehingga tidak harus semua<br />

orang hadir sekaligus saat RAT. Beri pengertian kepada<br />

pengurus <strong>Koperasi</strong> seperti itu, bahwa cara pikir ini keliru dan<br />

tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.<br />

Ingat kan, yang namanya calon anggota itu, sementara, dalam<br />

jangka waktu 3 bulan harus menjadi anggota. Bukan, digantung<br />

dengan alasan yang tidak tepat.<br />

Pertanyaan : apakah boleh dalam suatu forum rapat anggota<br />

diwakilkan kepada yang tidak memiliki kompetensi dalam<br />

perkoperasian?<br />

Penjelasan : kalau yang dimaksudkan sepanjang tidak memiliki<br />

kompeten disini, seperti seorang Bapak, mewakilkan kepada<br />

anaknya untuk hadir dalam rapat Rukun Tangga (RT),<br />

tidak boleh. Hak suara keanggotaan tidak dapat dipindahkan<br />

ke orang lain. Tetapi, jika yang dimaksud ”diwakilkan” adalah<br />

perwakilan anggota, dia hadir dalam rapat angota membawa<br />

mandat atau suara anggota (dalam rapat anggota kelompok),<br />

maka ini sah.<br />

Pertanyaan : dalam pertanggungjawaban rapat anggota, dan<br />

telah disahkan. Dikemudian hari terbukti ada penyelewengan.<br />

Bagaimana keabsahan rapat anggota itu ?<br />

- 41 -


Penjelasan : rapat anggota tersebut tetap sah. Mengenai<br />

munculnya permasalahan penyelewengan, maka ini harus<br />

diselesaikan dalam lingkup tersendiri. Bagaimana hasil penyelesaian<br />

itu ? nanti menjadi pertimbangan untuk langkah<br />

lebih lanjut.<br />

Berkaitan dengan ini, terjadi karena lemahnya sistem<br />

peng awasan di <strong>Koperasi</strong>, terutama pengawasan internal. Seharusnya,<br />

apabila <strong>Koperasi</strong> telah siap dengan sistim pengawasan,<br />

maka langkah-langkah preventif (pencegahan) dapat<br />

mendeteksi adanya penyelewengan. Apabila langkah preventif<br />

tidak maksimal, baru dilakukan langkah represif.<br />

- 42 -


RUMPUN 6: KEPENGURUSAN<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : pengurus <strong>Koperasi</strong> itu sebaiknya tidak sering<br />

berganti. Bagaimana kalau ada <strong>Koperasi</strong> pengurusnya tetap<br />

orang yang sama (tidak ganti) dan kharismatik ?<br />

Pertanyaan : bagaimanakah cara pengoptimalan pengelolaan<br />

<strong>Koperasi</strong> yang pengelolanya bersifat ketokohan, dan<br />

cara proses pengkaderan anggota <strong>Koperasi</strong> ?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 1 dan Nomor 2 dijelaskan<br />

sekaligus.<br />

a. Praktek-praktek tidak adanya pergantian kepengurusan,<br />

merupakan implikasi kondisi sosial-budaya masyarakat<br />

daripada urusan organisasi <strong>Koperasi</strong>. Praktek-praktek<br />

semacam itu, tidak dapat diberlakukan secara umum, hanya<br />

bersifat spesifik dan lokalistik, karena itu penyelesaiannya<br />

juga secara spesifik pula. Kita maklum, tidak mudah memperoleh<br />

SDM <strong>Koperasi</strong> yang memiliki kemampuan memimpin,<br />

menjadi pengurus. Tetapi justru menjadi tanggung jawab moral<br />

seorang pengurus, melakukan pengkaderan sebagai bentuk<br />

pelaksanaan salah satu prinsip <strong>Koperasi</strong> “pendidikan anggota”<br />

sekaligus menjadi ukuran keberhasilan kepemimpinan<br />

pengurus yang ada.<br />

b. Mengenai pengalaman ini mari kita letakkan dalam<br />

porsi yang lebih luas. Kondisi ideal yang diharapkan adalah<br />

<strong>Koperasi</strong> dipimpin oleh pengurus yang mempunyai kemampuan<br />

kepemimpinan dan pengelolaan yang handal. Untuk<br />

mewujudkan harapan tersebut, dapat ditempuh melalui kaderisasi<br />

dan pergantian kepengurusan yang professional.<br />

c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian,<br />

memberikan ketentuan tentang jabatan kepengurusan.<br />

Jabatan pengurus 5 tahun. Pengaturan rinci di <strong>Koperasi</strong>,<br />

- 43 -


3<br />

4<br />

5<br />

diatur dalam AD dan ART. Sisi yang lebih penting adalah<br />

melakukan kaderisasi, sehingga <strong>Koperasi</strong> siap dengan caloncalon<br />

pengurus yang memenuhi kualifikasi.<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> punya AD, tapi pengurus belum pernah<br />

membaca AD dikarenakan sering berganti-ganti.<br />

Penjelasan : alasan ini kurang tepat. Suatu hal “kurang bagus”<br />

kalau ada seorang pengurus, belum pernah membaca<br />

AD, ART, peraturan lain dan juga Undang-Undang Nomor 25<br />

Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Kalau jabatan pengurus<br />

3 tahun, masa dalam waktu 3 tahun tidak ada waktu untuk<br />

membaca AD !. Justru di dalam AD itulah pengurus diberikan<br />

rambu-rambu untuk menjalankan tugasnya. Bagaimana seorang<br />

pengurus mampu mengelola <strong>Koperasi</strong>, kalau dia tidak<br />

paham tugas pokok, ketentuan yang dikandung <strong>Koperasi</strong>!<br />

Informasi semacam ini, penting, mengindikasikan perlunya<br />

perhatian khusus pendidikan pengurus atau calon-calon pengurus.<br />

Pertanyaan : pengurus sekunder syaratnya dari pengurus<br />

primer. Masa jabatan, pengurus maksimal 5 tahun. Bagaimana<br />

jika dipilih kembali ?<br />

Penjelasan : ketentuan kepengurusan, siapa menjadi pengurus,<br />

berapa lama, tugas, wewenang pengurus seharusnya<br />

jelas diatur di AD/ART. Dengan demikian jikalau ada ketentuan<br />

internal di suatu <strong>Koperasi</strong>, misal tentang pengangkatan<br />

kembali pengurus, silahkan diatur rinci di AD asal tidak bertentangan<br />

dengan Undang-Undang maupun peraturan lain.<br />

Pertanyaan : jabatan kepengurusan ada periode waktu. Jika<br />

pengurus dibatasi periodenya, <strong>Koperasi</strong> akan gulung tikar.<br />

Karena di banyak <strong>Koperasi</strong>, tidak semua orang mampu dan<br />

mau menjadi pengurus ?<br />

- 44 -


6<br />

7<br />

8<br />

Penjelasan : mensikapi materi ini, agar tidak ditarik kesimpulan<br />

lurus seperti itu. Memang disadari tidak mudah mencari<br />

pengurus yang kompeten. Tetapi bukan berarti, harus menggugurkan<br />

ketentuan dan hakekat kepengurusan. Justru, hal<br />

ini menjadi bahan untuk melakukan pembinaan dan kaderisasi.<br />

<strong>Koperasi</strong> melakukan pendidikan anggota untuk menyiapkan<br />

kader.<br />

Pertanyaan : apabila terjadi perubahan pengurus <strong>Koperasi</strong>,<br />

atau terjadi berakhirnya pengurus <strong>Koperasi</strong>, apakah Dinas<br />

yang membidangi <strong>Koperasi</strong> mengeluarkan Surat Keputusan<br />

perubahan pengurus <strong>Koperasi</strong> ?<br />

Penjelasan : tidak perlu. <strong>Koperasi</strong> itu merupakan organisasi<br />

independen, yang mengurus dan menentukan dirinya sendiri.<br />

Pemilihan, perubahan dan penetapan pengurus, menjadi ranah<br />

kewenangan <strong>Koperasi</strong>. Jadi, tidak perlu ada surat keputusan<br />

(SK) dari Dinas KUKM.<br />

Pertanyaan : banyak pengurus <strong>Koperasi</strong> yang mendobel jadi<br />

pengurus di <strong>Koperasi</strong> lain. Dimohon ada kebijakan untuk<br />

membuat peraturan tentang kepengurusan tersebut ?<br />

Pertanyaan : pengurus <strong>Koperasi</strong> tidak boleh merangkap di<br />

<strong>Koperasi</strong> lain (antar KSP primer). Apakah boleh pengurus <strong>Koperasi</strong><br />

primer merangkap jabatan di <strong>Koperasi</strong> primer lain ?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 6 dan 7 dijelaskan sekaligus.<br />

Semua, dikembalikan pada ketentuan yang berlaku. Untuk<br />

<strong>Koperasi</strong> sekunder, pengurusnya berasal dari pengurus <strong>Koperasi</strong><br />

primer anggotanya. Untuk <strong>Koperasi</strong> sekunder dibenarkan<br />

ada pengurus yang duduk sebagai pengurus <strong>Koperasi</strong><br />

sekunder, sekaligus <strong>Koperasi</strong> primer anggotanya (dobel).<br />

Untuk pengurus <strong>Koperasi</strong> bukan <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam<br />

(primer), tidak ada ketentuan khusus. Namun ditilik dari sisi<br />

dan kewajaran, tidak tepat seorang pengurus merangkap ja-<br />

- 45 -


9<br />

10<br />

11<br />

batan di beberapa <strong>Koperasi</strong> primer lain. Untuk permasalahan<br />

ketentuan jabatan ini, agar diatur dalam AD dan ART. Sedangkan<br />

khusus untuk pengurus <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam (primer)<br />

tidak diperbolehkan merangkap jabatan di pengurus <strong>Koperasi</strong><br />

primer simpan pinjam (primer) lain. Jadi untuk <strong>Koperasi</strong> simpan<br />

pinjam, dilarang jabatan dobel.<br />

Pertanyaan : pengurus dan pengawas merupakan pilihan dari<br />

anggota, lalu bagaiman jika pengurus dan pengawasnya satu<br />

saja ? karena peran pengawas kurang diperlukan.<br />

Penjelasan : pendapat seperti itu keliru, selama ini karena<br />

masih banyak <strong>Koperasi</strong> melihat atau menonjolkan sosok<br />

”orang” pengurus dan ”orang” pengawas, bukan fungsi<br />

kepeng urusan dan fungsi kepengawasan. Organisasi, atau<br />

perusahaan yang besar dan skala raksasa (multi nasional)<br />

sekalipun, tetap mengedepankan fungsi pengawasan atau<br />

kontrol dalam sistem manajemen.<br />

Pertanyaan : dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />

tentang Perkoperasian, terdapat prinsip demokrasi. Implementasi<br />

prinsip ini belum terwujud. Perbandingan ada pengurus<br />

<strong>Koperasi</strong> yang seumur hidup seperti PNS saja!<br />

Penjelasan : wujud konkrit demokrasi dalam <strong>Koperasi</strong>, yaitu<br />

prinsip satu orang satu suara (one man one vote). Hak suara<br />

pada organisasi <strong>Koperasi</strong>, ditentukan orang anggota, bukan<br />

besarnya modal. Implementasi lain wujud demokrasi,<br />

adalah hak setiap anggota untuk dipilih dan memilih menjadi<br />

pengurus atau pengawas, dan sekali lagi bukan didasarkan<br />

besarnya modal. Segi penting wujud demokrasi, yaitu rapat<br />

anggota sebagai Pemegang Kekuasaan Tertinggi di <strong>Koperasi</strong>.<br />

Rapat anggota memutuskan kebijakan, program kerja dan<br />

hal-hal pokok dan penting di <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> akan berjalan baik jika pengurus memiliki<br />

kejujuran. Karena jika tidak ada kejujuran, akan merugikan<br />

anggota dan merusak citra <strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Jadi kita<br />

- 46 -


12<br />

tanam kan kepada pengurus prinsip kejujuran !.<br />

Penjelasan : sangat tepat. Kejujuran bukan hanya monopoli<br />

dan berlaku bagi pengurus. Kejujuran berlaku untuk peng urus,<br />

pengawas, pengelola dan anggota. Kalau kita menyimak kembali<br />

pemikiran Bung Hatta tentang <strong>Koperasi</strong>, beliau menggariskan<br />

bahwa kemajuan <strong>Koperasi</strong> itu sangat tergantung pada<br />

kesadaran dan keinsyafan anggota untuk berusaha dalam<br />

perkumpulan <strong>Koperasi</strong> dan kejujuran pengurusnya. Khusus<br />

untuk pengurus, yang memang dipercaya anggota memimpin<br />

dan mengelola <strong>Koperasi</strong>, tentu memiliki amanah besar untuk<br />

dijalankan dengan jujur.<br />

Mengenai kejujuran ini, sebaiknya menjadi kriteria dalam<br />

pemilihan pengurus, pengawas dan pengelola di <strong>Koperasi</strong>.<br />

Salah satu alat uji untuk itu, antara lain, melalui rekam jejak<br />

(track record) calon pengurus.<br />

Pertanyaan : pengelola diangkat oleh pengurus dan bertanggung<br />

jawab kepada pengurus. Jika pertanggungjawaban<br />

peng urus tidak diterima RAT dan pengawas harus lengser<br />

dari jabatan, apakah pengelola akan otomatis ikut lengser dari<br />

jabatan ?<br />

Penjelasan : tidak otomatis lengser. Pisahkan antara hubung an<br />

pengurus-pengelola, dengan pertanggungjawaban peng urus<br />

di depan anggota (dalam rapat anggota). Keberadaan pengelola<br />

di <strong>Koperasi</strong> didasarkan pada perjanjian tertulis, antara<br />

<strong>Koperasi</strong> (pengurus) dengan pengelola. Pengangkat an pengelola<br />

oleh pengurus telah dilaporkan dan disetujui anggota<br />

dalam rapat anggota. Jadi, keberadaan pengelola merupakan<br />

ikatan institusional <strong>Koperasi</strong>, bukan ikatan perseorangan dengan<br />

pengurus. Kelangsungan dan atau ketidak langsungan<br />

keberadaan pengelola, dikembalikan pada perjanjian yang<br />

terikat diantara pengelola dengan institusi Ko perasi itu.<br />

- 47 -


13<br />

14<br />

15<br />

Pertanyaan : apakah hasil pengawasan yang dilakukan oleh<br />

pengawas, perlu disosialisasikan/diberitahukan terlebih dahulu<br />

ke pengurus, sebelum dibawa ke rapat anggota?<br />

Penjelasan : ya benar harus dikomunikasikan ke pengurus.<br />

Dudukan kembali fungsi, pengawas sebagaimana diatur dalam<br />

Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 maupun hakekat<br />

pengawasan dalam arti umum. Tentang pertanyaan ini, jelas<br />

dan justru perlu komunikasi yang harmonis antara pengawas<br />

dengan pengurus. Pengawas sebaiknya membantu pengurus<br />

dalam menjalankan kegiatan operasional. Hasil pengawasan<br />

harus dikomunikasikan ke pengurus untuk perbaikan.<br />

Pertanyaan : usaha apakah yang dapat dilakukan apabila terjadi<br />

perselisihan dalam kepengurusan <strong>Koperasi</strong>?<br />

Penjelasan : perlu disepakati dulu, bahwa persoalan ini adalah<br />

urusan internal <strong>Koperasi</strong>. Cermati dulu, apa penyebab dan<br />

posisi perselisihan, masalah pribadi atau masalah organisasi.<br />

Apabila masalahnya ada hubungan dengan urusan organisasi<br />

maka kembalikan ke aturan yang berlaku yaitu AD/ ART<br />

atau keputusan-keputusan <strong>Koperasi</strong>. Posisi pembina adalah<br />

mediasi dan advokasi, bukan intervensi.<br />

Pertanyaan : pengurus wajib membuat laporan pertanggungjawaban<br />

pengurus yang berisi laporan keuangan, laporan<br />

organisasi dan lain-lain pada setiap akhir tahun. Saran:<br />

sebaiknya laporan dinamakan laporan pertanggungjawaban<br />

pengurus jika sudah disetujui pada RAT ! (agar ada persamaan<br />

persepsi)<br />

Penjelasan : aturan ini sudah jelas dalam Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 35,<br />

peng urus menyusun laporan tahunan satu bulan setelah tahun<br />

buku ditutup. Persetujuan atas laporan tahunan tersebut,<br />

merupakan penerimaan pertanggungjawaban pengurus oleh<br />

- 48 -


apat anggota. Jadi, gunakan acuan peraturan perundangan<br />

ini, sehingga memiliki persepsi sama.<br />

- 49 -


RUMPUN 7: PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : seyogyanya pengurus dan pengawas harus<br />

sama persepsi. Namun pengawas perlu memiliki kepekaan<br />

untuk curiga lebih dahulu. Karena tanpa ada rasa curiga tidak<br />

akan menemukan masalah!.<br />

Pertanyaan : Banyak <strong>Koperasi</strong> jatuh karena pengawasan<br />

kurang efektif?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 1 dan Nomor 2 dijelaskan<br />

sekaligus. Untuk materi pertama, “pengawas dan pengurus<br />

harus punya persepsi sama”, sangat benar. Pengurus dan<br />

pengawas berbeda karena jabatan, dan ruang. Pengurus<br />

dan pengawas harus memiliki orientasi sama yaitu kemajuan<br />

<strong>Koperasi</strong> dan kesejahteraan anggota. Kondisi yang ada saat<br />

ini, pengurus dan pengawas belum memiliki persepsi sama.<br />

Dalam beberapa kejadian, mereka bahkan berhadapan dan<br />

bukan menjadi mitra satu dengan yang lain.<br />

Untuk materi kedua, pengawas perlu bekal kecurigaan<br />

untuk menemukan masalah, tentu tidak tepat. Tugas pengawasan<br />

untuk memonitor pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan<br />

<strong>Koperasi</strong>, yang telah diputuskan dalam rapat anggota<br />

untuk mencapai tujuan. Jadi tidak benar, pengawasan itu untuk<br />

mencari salah pihak lain. Tetapi untuk memberikan input<br />

perbaikan.<br />

Pertanyaan ini merupakan gambaran nyata di lapangan.<br />

Sejauh ini sudah dikenali sebab-sebabnya. Satu anggapan<br />

bahwa fungsi pengawasan itu tidak penting, dan dianggap<br />

prioritas kedua. Padahal kenyataannya banyak <strong>Koperasi</strong> “jebol”?<br />

karena lemahnya fungsi pengawasan. Sistem manajemen<br />

dan penghargaan di <strong>Koperasi</strong> terhadap pengawas, masih<br />

rendah. Sering kebanyakan <strong>Koperasi</strong> hanya ditentukan oleh<br />

pengurus.<br />

- 50 -


3<br />

4<br />

5<br />

Pertanyaan : dalam kenyataan ada tugas pengawas belum<br />

maksimal. Bahkan ada laporan pengawas yang justru dibuat/<br />

dibuatkan oleh pengurus dan menjadi laporan pengawas<br />

pada saat RAT.<br />

Penjelasan : Ini kondisi yang keliru. Intisari pertanyaan ini adalah<br />

gambaran salah, walaupun terjadi riil di lapangan. Pengawas<br />

yang tidak melakukan fungsi atau tugas pengawasan,<br />

apalagi laporannya dibuatkan pengurus, merupakan bentuk<br />

“pengingkaran tugas, tanggung jawab dan kepercayaan anggota”.<br />

Di kemudian hari tidak boleh dan harus dibina.<br />

Pertanyaan : dalam AD dan ART pengurus dan pengawas<br />

dipilih dan diberhentikan oleh anggota. Namun dalam pelaksanaan<br />

pemilihan, kurang selektif, kurang mendasarkan kemampuan.<br />

Pertanyaan : apakah pengawas itu harus lebih tahu (mempunyai<br />

pengetahuan lebih) dibandingkan pengurus? Karena<br />

mereka yang nantinya bertugas mengawasi jalannya program<br />

kerja <strong>Koperasi</strong>.<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 4 dan 5 dijelaskan sekaligus.<br />

Setiap jabatan memiliki bidang kompetensi sendiri. Ada<br />

kompetensi pengawasan, ada kompetensi pengurus. Sebagai<br />

pembanding, ada orang ahli mesin (kompetensi permesinan),<br />

dan ada orang ahli menjahit (kompetensi menjahit). Jabatan<br />

kepengawasan memang memerlukan keahlian kepengawasan,<br />

berbeda dengan kepengurusan. Jadi tidak perlu<br />

harus lebih unggul dibanding pengurus.<br />

Mengenai pemilihan yang kurang didasarkan kemampuan,<br />

ini persoalan umum di <strong>Koperasi</strong>. Kriteria, persyaratan pengurus<br />

dan pengawas relatif belum tegas. Di <strong>Koperasi</strong>, memang<br />

sampai sekarang ini dihadapkan pada kualitas SDM. Namun<br />

pemilihan pengurus dan pengawas yang lebih menonjol kare-<br />

- 51 -


6<br />

7<br />

na aspek sosial, ketokohan daripada kemampuan, secara<br />

bertahap harus dihilangkan.<br />

Pertanyaan : Jika pengurus mengawasi pengelola, lalu tugas<br />

pengawas itu apa?<br />

Penjelasan : pertanyaan ini tentunya berkaitan dengan pasal<br />

32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berbunyi<br />

”pengurus <strong>Koperasi</strong> dapat mengangkat pengelola yang diberi<br />

wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha”. Penjelasan<br />

pasal 38, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berbunyi,<br />

“dalam hal <strong>Koperasi</strong> mengangkat pengelola, pengawas<br />

dapat diadakan secara tetap atau diadakan pada waktu diperlukan<br />

sesuai dengan keputusan rapat anggota. Hal ini tidak<br />

mengurangi arti pengawas sebagai perangkat organisasi, dan<br />

memberi kesempatan kepada <strong>Koperasi</strong> untuk memilih pengawas<br />

secara tetap atau pada waktu diperlukan.<br />

Pertanyaan seperti ini banyak diajukan di semua acara<br />

bimbingan teknis perkoperasian. Anggapan, jika pengurus<br />

mengangkat pengelola, maka pengawas hapus tidak sesuai<br />

dengan ketentuan pasal 38 tersebut.<br />

Fungsi pengawasan tetap harus ada. Hanya saja ketika<br />

ada pengelola, pelaku pengawas tersebut dapat tetap, atau<br />

dibuat pada waktu diperlukan, bukan hapus. Agar diingat<br />

fungsi pengawasan itu bagian dari sistem manajemen. Jangankan<br />

<strong>Koperasi</strong>, perusahaan multinasional yang besar<br />

pun, pasti memiliki fungsi pengawasan yang canggih.<br />

Pertanyaan : Agar dipertimbangkan masak-masak. Jika pemerintah<br />

memberikan ketentuan syarat sertifikasi SDM<br />

pengawas, namun dalam AD dan ART <strong>Koperasi</strong>, tidak mencantumkan<br />

persyaratan itu, maka potensial menimbulkan<br />

ketidakharmonisan! Jika sertifikasi dijadikan filter dalam pemilihan<br />

pengurus atau pengawas, apakah nantinya tidak menimbulkan<br />

kerancuan?<br />

- 52 -


8<br />

9<br />

10<br />

11<br />

Pertanyaan : Agar Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM, juga menetapkan<br />

syarat kompetensi SDM, seperti penetapan syarat<br />

kompetensi dokter seperti akreditasi rumah sakit, sehingga<br />

mutu SDM di <strong>Koperasi</strong> terstandarisasi?<br />

Pertanyaan : sebagai saran terkait masalah kompetensi pengawas,<br />

diperlukan pelatihan (sertifikasi) pengawas.<br />

Penjelasan pertanyaan Nomor 7, 8 dan 9 dijelaskan sekaligus.<br />

Latar belakang pertanyaan ini muncul dipicu oleh keprihatinan<br />

banyak <strong>Koperasi</strong> terhadap kinerja pengawasan dan<br />

SDM pengawas yang lemah, sehingga hasil pengawasan di<br />

<strong>Koperasi</strong> menjadi lemah pula. Ada banyak usulan, seharusnya<br />

SDM pengawas itu punya kompetensi, dan kalau perlu<br />

ada sertifikasi pengawas.<br />

Kekhawatiran dalam pertanyaan ini dapat diterima. Tentunya<br />

semua pihak harus menghormati ketentuan yang diatur<br />

pada AD/ART. Apabila ada upaya untuk meningkatkan<br />

kemampuan pengawas dengan sertifikasi, tentunya bukan<br />

paksaan. Semuanya dikembalikan pada keputusan <strong>Koperasi</strong>.<br />

Dalam arti, ada keselarasan ketentuan dalam AD/ART yang<br />

mempersyaratkan kualifikasi kompetensi dan sertifikasi jabatan<br />

pengawas.<br />

Pertanyaan : untuk KUD, kenyataan sekarang ini AD dan ART<br />

belum disempurnakan sehingga tidak menampung hal-hal<br />

yang berkembang sekarang ini. Saran!<br />

Pertanyaan : apa diperbolehkan jika di AD ART, juga mencantumkan<br />

hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan manajerial,<br />

misal mencantumkan persyaratan memiliki sertifikasi kemampuan<br />

tertentu?<br />

Penjelasan pertanyaan Nomor 10 dan 11 dijelaskan sekaligus.<br />

<strong>Koperasi</strong> boleh dan justru harus mengubah atau<br />

menyempurna kan isi AD dan ART sesuai kebutuhan saat ini,<br />

- 53 -


12<br />

13<br />

14<br />

15<br />

termasuk persyaratan manajer. Kewenangan untuk menentukan<br />

isi AD dan ART, sepenuhnya ada pada <strong>Koperasi</strong> sendiri.<br />

Janganlah berpikir kalau perubahan harus dilakukan atau<br />

ditentukan pemerintah. (ikuti ketentuan tentang perubahan<br />

anggaran dasar).<br />

Pertanyaan : Jika status <strong>Koperasi</strong> harus berbadan hukum lalu<br />

bagaimana cara menyikapi <strong>Koperasi</strong> yang tidak berbadan<br />

hukum? apakah harus dibubarkan? bagaimana cara membubarkannya!<br />

Penjelasan : tidak ada <strong>Koperasi</strong> yang tidak berbadan hukum.<br />

Suatu organisasi sah menyandang status badan hukum, setelah<br />

sah diterbitkan badan hukum <strong>Koperasi</strong> (lihat pasal 9 Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />

yang berbunyi : ”<strong>Koperasi</strong> memperoleh status badan hukum<br />

setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah”. Kalau<br />

ada organisasi kelompok mengaku sebagai <strong>Koperasi</strong>, padahal<br />

tidak memenuhi pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun<br />

1992, maka itu bukan <strong>Koperasi</strong> sehingga tidak perlu menjadi<br />

fokus pekerjaan pembubaran.<br />

Pertanyaan : Akuntabilitas kita sudah kuat sesuai peraturan<br />

(rule). Untuk mengukur akuntabilitas <strong>Koperasi</strong>, indikator apa<br />

yang kita gunakan?<br />

Pertanyaan : Akuntabilitas diciptakan agar semua dapat diukur<br />

dengan baik. Tapi kenyataan di lapangan susah untuk<br />

diaplikasikan. Yang terjadi di lapangan, tingkat kepatuhan <strong>Koperasi</strong><br />

dengan peraturan-peraturan yang disyaratkan sangat<br />

jauh. Seorang pengawaslah yang akan ditakuti?<br />

Pertanyaan : akuntabilitas di <strong>Koperasi</strong> sangat lemah. Pengurus<br />

dan pengawas tidak cukup berperan maksimal. Dinas<br />

KUKM sebagai regulator tidak maksimal menjangkau pembina<br />

<strong>Koperasi</strong>.<br />

- 54 -


16<br />

Pertanyaan : akuntabilitas diciptakan agar semua dapat diukur<br />

dengan baik. Kenyataannya di lapangan, susah untuk<br />

diaplikasikan, karena tingkat kepatuhan <strong>Koperasi</strong> dengan peraturan-peraturan<br />

yang disarankan sangat jauh.<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 13, 14, 15 dan 16 dijelaskan<br />

sekaligus. Akuntabilitas merupakan satu kondisi organisasi,<br />

yang telah menunjukkan kesiapan aturan main (peraturan<br />

dan ketentuan) dari masing-masing komponen atau organ<br />

organisasi <strong>Koperasi</strong>, berfungsinya aturan main tersebut dan<br />

menghasilkan laporan pelaksanaan yang dapat dipertanggungjawabkan.<br />

a. Penerapan akuntabilitas pada <strong>Koperasi</strong>, berarti membuat<br />

pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada <strong>Koperasi</strong><br />

itu sendiri. Satu, sudahkah <strong>Koperasi</strong> siap dengan aturanaturan<br />

dari setiap komponen organisasi <strong>Koperasi</strong> ? aturan<br />

tentang rapat anggota, kepengurusan, kepengawasan,<br />

keanggotaan ! <strong>Jawab</strong>annya, barangkali sudah ada dan sempurna,<br />

ada kurang sempurna, dan belum ada. Mencermati<br />

pengalaman yang ada, nampaknya di <strong>Koperasi</strong> kondisi saat<br />

ini, aturan-aturan yang mengatur setiap komponen atau organ<br />

organisasi <strong>Koperasi</strong>, masih belum sempurna.<br />

b. Pertanyaan kedua, sudahkan masing-masing jabatan<br />

setiap komponen atau organ organisasi <strong>Koperasi</strong>, melakukan<br />

fungsinya secara optimal ? Sama dengan jawaban di atas,<br />

ada tetapi belum sempurna. Lihat kembali, pengalaman pengurus<br />

tidak menyelenggarakan RAT, pengawas tidak membuat<br />

laporan kepengawasan, anggota tidak melakukan partisipasi<br />

kepada <strong>Koperasi</strong>nya, dll.<br />

c. Pertanyaan ketiga, sudahkan dibuat laporan pelaksanaan<br />

fungsi masing-masing komponen organisasi, yang dapat<br />

dipertanggung jawabkan. Sekali lagi, jawabannya mungkin,<br />

ada tetapi tidak sempurna. Pengurus, pengawas barangkali<br />

membuat laporan pelaksanaan, hanya satu tahun sekali, saat<br />

RAT. Kalau keadaan ini yang terjadi, jelas menunjukkan kelemahan<br />

dalam sistem organisasi <strong>Koperasi</strong>.<br />

- 55 -


17<br />

18<br />

19<br />

Akuntabilitas ini penting. Penyelenggaraan akuntabilitas<br />

pada <strong>Koperasi</strong>, menjaga dan menjamin organisasi dapat<br />

dikelola dengan tertib, sesuai aturan-ketentuan, dan menunjukkan<br />

laporan prestasi yang dapat dipertanggungjawabkan.<br />

Akuntabilitas meredam kerancuan pelaksanaan, beda pandangan<br />

dan persepsi serta penyimpangan.<br />

Pertanyaan : dalam menghitung anggaran di dalam suatu organisasi<br />

<strong>Koperasi</strong> menggunakan jasa akuntan publik, apakah<br />

masih dibutuhkan pengawasan dalam menghitung/pemeriksaaan<br />

keuangan?<br />

Penjelasan : sekali lagi, fungsi pengawasan tetap ada. Pelaku<br />

pengawasan boleh dilakukan oleh pengawas, atau dibantu<br />

auditor internal atau meminta bantuan dari auditor eksternal<br />

atau akuntan publik.<br />

Pertanyaan : apa batasan yang digunakan apabila ditemui indikasi<br />

mencurigakan dalam penggunaan uang <strong>Koperasi</strong> yang<br />

modalnya berasal dari uang negara?<br />

Penjelasan : hal ini berkaitan dengan pengawasan eksternal,<br />

terutama pengawasan terhadap pemanfaatan bantuan-bantuan<br />

permodalan dari pemerintah. Pertama, pelajari dan ikuti<br />

petunjuk teknis yang mengatur program bantuan pemerintah.<br />

Kedua, ikuti dan laksanakan tugas-tugas yang menjadi bagian<br />

Dinas KUKM menurut Juknis tersebut. Mengacu pada Juknis<br />

tersebut, maka terlihat peran, tugas yang harus dilakukan dalam<br />

monitoring termasuk pengawasan penggunaan bantuan<br />

dana.<br />

Pertanyaan : dapatkah seorang pengawas menjadi pengelola<br />

<strong>Koperasi</strong> ?<br />

Penjelasan : tidak dapat. Jabatan tugas pengawas berbeda<br />

dengan jabatan tugas pengelola yang dilakukan pengurus.<br />

- 56 -


20<br />

Pengawas pada saat masih menjabat pengawas tidak boleh<br />

menjadi pengelola. Organisasi <strong>Koperasi</strong> sudah mengatur masing-masing<br />

jabatan dengan tugas, kewajiban dan tanggung<br />

jawab sebagai pengurus atau pengawas atau pengelola.<br />

Pertanyaan : Dalam pemeringkatan <strong>Koperasi</strong>, apakah hanya<br />

dilakukan oleh PT. Surveyor saja. Apa tidak bisa dilakukan<br />

oleh institusi lainnya? Misalnya perguruan tinggi.<br />

Penjelasan : pada dasarnya pemeringkatan tidak harus dilakukan<br />

oleh PT. Surveyor Indonesia, sebagai satu-satunya pelaksana<br />

pemeringkatan <strong>Koperasi</strong>. Pelaksana pemeringkatan<br />

<strong>Koperasi</strong> dapat dilakukan oleh institusi lain, yang memenuhi<br />

syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan<br />

Menteri tentang pemeringkatan <strong>Koperasi</strong>.<br />

- 57 -


RUMPUN 8: PERMODALAN<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : apa bedanya simpanan jasa <strong>Koperasi</strong> (Sijakop)<br />

dengan modal penyertaan ? Apakah ada ketentuan tentang<br />

modal penyertaan ?<br />

Penjelasan : ada persamaan antara sijakop dengan modal<br />

penyertaan. Tapi juga ada perbedaan diantara keduanya.<br />

a. Sijakop (simpanan jasa <strong>Koperasi</strong>) adalah simpanan<br />

yaitu pemupukan modal <strong>Koperasi</strong> dari luar dalam bentuk<br />

simpanan (anggota). Perlakuan administrasi dan keuangan<br />

dibukukan sebagai simpanan. Sedangkan modal penyertaan,<br />

juga sumber permodalan <strong>Koperasi</strong> diperoleh dari luar. Dari<br />

segi penggunaan maka sifat sijakop dan sifat modal penyertaan<br />

berbeda.<br />

b. Modal penyertaan merupakan suatu bentuk investasi<br />

terhadap kegiatan usaha tertentu (proyek usaha tertentu).<br />

Apabila <strong>Koperasi</strong> memiliki proyek usaha maka dapat mencari<br />

investasi dari luar, berupa modal penyertaan. Investor<br />

dapat memilih pola penyertaan aktif, yaitu ikut aktif dalam<br />

manajemen dan menanggung resiko, atau pola penyertaan<br />

pasif, yaitu tidak ikut aktif dalam manajemen dan tidak menanggung<br />

resiko. Modal penyertaan pada proyek usaha ini,<br />

didasarkan kesepakatan dan perjanjian tertulis. Contoh pola<br />

penyertaan modal, dilakukan oleh perusahaan modal ventura<br />

yang melakukan kerjasama investasi ke pengusaha pasangan<br />

usaha.<br />

c. Ketentuan tentang modal penyertaan kepada <strong>Koperasi</strong>,<br />

yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />

Perkoperasian pasal 42, dan Peraturan pemerintah Nomor<br />

33/1998 tentang Modal Penyertaan pada <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang memperoleh penyertaan<br />

modal dari anggaran Pemda. Boleh atau tidak ? alasannya<br />

apa !<br />

- 58 -


3<br />

4<br />

Penjelasan : <strong>Koperasi</strong> dapat memperoleh modal penyertaan<br />

(Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />

pasal 42, dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 33/1998<br />

tentang Modal Penyertaan pada <strong>Koperasi</strong>). Jadi penyertaan<br />

modal oleh pihak luar, apakah dari pemerintah atau investor<br />

lain, dapat dilakukan dan sah.<br />

Pertanyaan : apakah dana cadangan dapat dibagi sebesar<br />

50%, dari jumlah cadangan yang ada ?<br />

Penjelasan : secara prinsip dana cadangan tidak dapat dibagi.<br />

Dudukkan dengan benar pengertian dana cadangan. Dana<br />

cadangan adalah sejumlah dana dari bagian SHU, yang posisinya<br />

menjadi ”equitas” <strong>Koperasi</strong>, digunakan untuk mengembangkan<br />

<strong>Koperasi</strong> dan menutup kerugian <strong>Koperasi</strong> (Undang-<br />

Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal<br />

41 ayat 2, yang berbunyi “modal sendiri dapat berasal dari<br />

simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan dan hibah”. Jadi,<br />

ketentuan peraturan-perundangan, tidak dapat dibagi.<br />

Pertanyaan : terdapat aset <strong>Koperasi</strong> yang dijual tanpa cara<br />

yang benar. Bagaimana cara penanggulangannya?<br />

Penjelasan : lakukan pengecekan terlebih dahulu, tentang<br />

kategori asset. Apakah asset yang murni milik <strong>Koperasi</strong>, atau<br />

asset yang berasal dari dukungan atau bantuan program pemerintah<br />

?.<br />

a. Pada asset yang murni milik <strong>Koperasi</strong>, ini adalah hak<br />

milik dan urusan internal <strong>Koperasi</strong>. Pihak luar tidak dapat<br />

mencampuri urusan internal. Tindakan yang apat dilakukan<br />

yaitu memberikan saran dan advokasi, agar segalanya diselesaikan<br />

sesuai AD dan ART.<br />

b. Apabila yang dimaksud asset tersebut, adalah asset<br />

berasal dari program pemerintah, maka lakukan pengecekan<br />

ketentuan peruntukannya. Apakah status asset ini, sudah dihibahkan<br />

dan ada bukti keputusan hibah, apakah asset ini<br />

- 59 -


masih dalam status bagian harta program pemerintah. Jika,<br />

masih dalam status harta program pemerintah, misal bantuan<br />

peralatan, tanah yang merupakan Inventaris Kekayaan Milik<br />

Negara (IKMN) tentu diselesaikan sesuai petunjuk teknis dan<br />

ketentuan yang berlaku.<br />

- 60 -


RUMPUN 9: USAHA KOPERASI<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : untuk pendirian <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP)<br />

dipersyaratkan modal disetor sebesar Rp 15 juta untuk <strong>Koperasi</strong><br />

primer, dan Rp 50 juta untuk <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam<br />

sekunder. Untuk <strong>Koperasi</strong> bukan usaha simpan pinjam, berapa<br />

ketentuan modal ?<br />

Penjelasan : tidak ada ketentuan batas modal untuk <strong>Koperasi</strong><br />

yang bergerak di sektor produktif (Non simpan pinjam). Untuk<br />

<strong>Koperasi</strong> yang melakukan usaha Non simpan pinjam (misal<br />

produksi, pertokoan, angkutan), tidak ada ketentuan modal.<br />

Kebutuhan modal <strong>Koperasi</strong> sesuai kebutuhan dalam kelayakan<br />

usaha atau rencana usaha.<br />

Pertanyaan : Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992<br />

tentang Perkoperasian menyediakan kesempatan <strong>Koperasi</strong><br />

memperoleh permodalan melalui sistem keuangan: salah satunya<br />

melalui Bank/Lembaga Keuangan. Ada salah satu <strong>Koperasi</strong><br />

kami mengadakan pendekatan ke Lembaga Keuang an<br />

(LPEI = Lembaga Pembiayaan Export Indonesia) yang Kantor<br />

Pusatnya di Medan, sedang kami di Rokan Hilir Riau. Apa<br />

yang harus kami buat ? dan apakah aparat kami bisa memberikan<br />

rekomendasi kepada <strong>Koperasi</strong> tersebut ?<br />

Penjelasan : hubungan atau kerjasama usaha seperti memperoleh<br />

dukungan permodalan dengan lembaga keuangan seperti<br />

pertanyaan ini, tidak terkunci oleh batas wilayah administratif.<br />

<strong>Koperasi</strong> dapat saja memperoleh sumber permodalan<br />

yang berada di kawasan lain (luar daerah) sepanjang kedua<br />

belah pihak sepakat dengan ketentuan atau perjanjian yang<br />

disepakati. Pengalaman ini sama saja dengan ada <strong>Koperasi</strong><br />

di provinsi, misal Nusa Tenggara Barat (NTB) memperoleh<br />

bantuan dari Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM, atau dari Kementerian<br />

lain, yang berada di Jakarta. Tidak ada masalah.<br />

- 61 -


3<br />

4<br />

Dalam hal contoh diatas, Dinas KUKM tidak perlu memberikan<br />

rekomendasi, yang sifatnya semacam “approval”. Sebab,<br />

ini deal bisnis biasa, menjadi urusan internal <strong>Koperasi</strong>. Tugas<br />

Dinas KUKM untuk menjembatani, dan memfasilitasi agar <strong>Koperasi</strong><br />

mampu memenuhi persyaratan kerjasama tersebut.<br />

Pertanyaan : hubungan antara <strong>Koperasi</strong> dan pengusaha tidak<br />

sederajat. Contoh hubungan Plasma-Inti. Sering <strong>Koperasi</strong> dijadikan<br />

objek oleh perusahaan sehingga kedudukan <strong>Koperasi</strong><br />

lemah. Usulan ada aturan dari Kementerian KUKM (seperti<br />

perlindungan konsumen) di Kementerian Perdagangan yaitu<br />

dibuat semacam perlindungan <strong>Koperasi</strong>?.<br />

Penjelasan : persoalan semacam ini memang sering terjadi.<br />

<strong>Koperasi</strong> sering dalam posisi lemah, seperti kerjasama atau<br />

kemitraan inti plasma. Perjanjian jangan sekedar pemenuhan<br />

administratif saja. Bantu <strong>Koperasi</strong> untuk mencermati hak<br />

dan kewajiban, sehingga sejak awal <strong>Koperasi</strong> jelas posisi<br />

dan kekuatannya. Dalam hal ini, pihak Dinas KUKM berperan<br />

memberikan advokasi.<br />

Mengenai lembaga perlindungan konsumen, disini perlu<br />

diluruskan. Lembaga perlindungan konsumen yang ada, bukan<br />

milik satu kantor pemerintah. Lembaga ini memiliki tugas<br />

pokok dan fungsi memberikan perlindungan kepada konsumen<br />

(perseorangan, perusahaan, <strong>Koperasi</strong>, dll), apabila<br />

ada hal-hal yang memang merugikan konsumen. Keberadaan<br />

lembaga ini dalam pembinaan administratif Kementerian Perdagangan,<br />

itu hanya kedudukan administratif bukan batas<br />

per untukannya dan sudah di atur dalam Undang-Undang<br />

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi<br />

tidak perlu ada lembaga perlindungan konsumen khusus <strong>Koperasi</strong>.<br />

Manfaatkan lembaga perlindungan konsumen yang<br />

ada, apabila memang diperlukan oleh <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : jika ada kesalahan pengelolaan oleh pengurus,<br />

atau dana macet di anggota, apa sanksinya dan diatur oleh<br />

- 62 -


5<br />

6<br />

Undang-Undang Nomor berapa ?<br />

Penjelasan : kita lihat dulu, dana apa dan darimana!. Kalau<br />

kesalahan pengelolaan dana macet atau urusan-urusan internal<br />

<strong>Koperasi</strong>, sepenuhnya memang menjadi urusan internal<br />

<strong>Koperasi</strong>. Kalau <strong>Koperasi</strong> ada kerjasama dengan pihak lain,<br />

mitra, misal perjanjian modal dari lembaga keuangan, kerjasama<br />

dengan investor, dll, tentu penyelesaiannya merujuk<br />

pada perjanjian kerjasama yang mereka buat. Kalaupun <strong>Koperasi</strong><br />

tersebut memperoleh dukungan dana dari program pemerintah,<br />

juga mengacu pada pedoman atau petunjuk teknis<br />

yang mengaturnya. Rujukan ketentuan untuk menyelesaikan<br />

persoalan ini, kembali pada perjanjian, pedoman atau petunjuk<br />

teknis yang berlaku.<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> yang bergerak di bidang usaha unit jasa<br />

perkebunan, apakah boleh memiliki anggota yang mencakup<br />

3 wilayah kecamatan, karena hamparan wilayah atau lahan<br />

perkebunannya di 3 kecamatan. Apakah boleh sesuai dengan<br />

Permen Nomor 01 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan<br />

Pembentukan, Pengesahan Akta pendirian dan Perubahan<br />

Anggaran Dasar ?<br />

Penjelasan : boleh. <strong>Koperasi</strong> itu dibentuk atas dasar kebutuhan<br />

anggota. Setiap anggota yang melakukan aktivitas usaha<br />

dan untuk memperjuangkan kepentingannya, mereka bergabung<br />

dalam perkumpulan <strong>Koperasi</strong>. Jadi boleh saja anggota<br />

tersebar dalam beberapa wilayah, disini 3 kecamatan<br />

membentuk <strong>Koperasi</strong>. Aturan dalam Permen Nomor 01 Tahun<br />

2006 tersebut, tidak mempersulit pembentukan <strong>Koperasi</strong> yang<br />

anggotanya di 3 kecamatan.<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> yang bergerak di bidang usaha perkebunan,<br />

apakah boleh membuat cabang unit di luar/kecamatan<br />

lain, legalitas kedudukan wilayah <strong>Koperasi</strong> induk?<br />

- 63 -


7<br />

8<br />

9<br />

Penjelasan : pertanyaan ini ada kaitannya dengan pertanyaan<br />

Nomor 5. Pada dasarnya tidak ada masalah, ada cabang atau<br />

unit-unit pelayanan untuk mendekatkan pelayanan kepada<br />

anggota. Pembukaan tempat-tempat pelayanan tersebut,<br />

tentu saja tetap berada dan menjadi bagian organik organisasi<br />

<strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang akan melakukan usaha di<br />

bidang jasa travel. Tapi, terdapat kabar bahwa ada larangan<br />

bagi <strong>Koperasi</strong> melakukan usaha di bidang jasa travel. Apakah<br />

benar ? adakah peraturan atau hukum yang mengaturnya ?<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> usaha pegadaian, kemudian memasang<br />

plang, dan oleh kantor pegadaian disuruh untuk<br />

menurunkan plang. Bagaimana kami menyikapinya? apakah<br />

boleh <strong>Koperasi</strong> bergerak di usaha pegadaian?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 7 dan 8 dijelaskan sekaligus.<br />

<strong>Koperasi</strong> dapat melakukan berbagai kegiatan usaha,<br />

termasuk jasa traveling dalam memberikan pelayanan kepada<br />

anggota, atau sebagai wujud “kelebihan kemampuan<br />

pelayanan <strong>Koperasi</strong> dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan<br />

masyarakat yang bukan anggota <strong>Koperasi</strong>” (Undang-<br />

Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal<br />

43 ayat 2). Sejauh ini belum diketemukan ada peraturan yang<br />

membatasi <strong>Koperasi</strong> melakukan usaha jasa travel.<br />

Demikian juga <strong>Koperasi</strong> yang bergerak di bidang usaha<br />

jasa pegadaian. Kenapa <strong>Koperasi</strong> yang memasang papan<br />

nama (plang) usaha pegadaian kemudian diturunkan, karena<br />

usaha jasa pegadaian ini ada ketentuannya. Pelanggaran terhadap<br />

ketentuan tersebut, tentu saja akan ditindak, dalam hal<br />

ini papan nama diturunkan.<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> melakukan franchise dengan salah<br />

satu perusahaan pasar modern. Tetapi toko modern seperti<br />

swalayan oleh pemda dilarang beroperasi di daerah setempat,<br />

karena dapat mematikan UKM dan warung-warung tra-<br />

- 64 -


10<br />

disional. Upaya apa yg dapat kita lakukan?<br />

Penjelasan : penjelasan atas pertanyaan ini sama dengan<br />

pertanyaan Nomor 8 dan kejadian lain, taati peraturan perundangan<br />

yang berlaku. Intisarinya, ketika <strong>Koperasi</strong> melakukan<br />

kegiatan usaha pada bidang atau sektor usaha tertentu, wajib<br />

taat pada peraturan-perundangan yang berlaku pada bidang<br />

usaha tertentu.<br />

Dalam kejadian ini, maka pokok persoalannya adalah kerjasama<br />

usaha dalam pola francise adalah potensial. Namun,<br />

di daerah tertentu pasar modern tidak diijinkan berdiri karena<br />

ada peraturan perundangan yang mengatur tentang pasar.<br />

Dalam hal ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 112<br />

tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,<br />

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta Peraturan<br />

Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER./12/2008 tentang<br />

Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal,<br />

Pusat Perbenjaan dan pasar Modern. Sepanjang ketentuan<br />

berkaitan dengan penataan pasar tidak mengijinkan berdirinya<br />

pasar modern di suatu wilayah tertentu, maka kita harus<br />

mengikuti ketentuan itu dan tidak dapat diterabas. Dengan<br />

demikian tidak dapat dipaksakan, karena ada peraturan lain<br />

yang mengaturnya.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang sudah berjalan cukup lama,<br />

bergerak dibidang usaha pengolahan sagu untuk di eksport<br />

dan usaha bidang pengolahan arang (pembakaran kayu bakar<br />

menjadi arang untuk di ekspor). <strong>Koperasi</strong> tersebut hanya<br />

mengurus administrasi untuk ekspor, bukan mengekpor langsung.<br />

Kesimpulanya : <strong>Koperasi</strong> menerima jasa dari pengusaha-pengusaha<br />

kecil, sementara itu <strong>Koperasi</strong> tidak ada keanggotaannya,<br />

tidak ada RAT. Bagaimana cara mengatasinya ?<br />

Penjelasan : mengenai kegiatan usaha, yang diperkirakan<br />

hanya sebagai pengumpul atau penampung produk dari anggota<br />

(pengusaha kecil), perlu di cek. Kalau sementara ini<br />

- 65 -


11<br />

12<br />

<strong>Koperasi</strong> baru mampu sebatas sebagai pengumpul produk,<br />

maka tidak masalah. Asal semua kegiatan untuk kemanfaatan<br />

ekonomi anggota dan <strong>Koperasi</strong>.<br />

a. Mengenai aktivitas usaha yang sekarang ini masih sebatas,<br />

mengumpulkan produk dari pengusaha kecil (anggota),<br />

melakukan urusan administrasi ekspor dan belum mengekpor<br />

langsung, tidak masalah. Saat ini masih sebatas pemasok barang<br />

untuk ekspor. Di masa depan didorong menjadi pelaku<br />

ekspor langsung.<br />

b. Berkaitan dengan <strong>Koperasi</strong> itu tidak RAT, cek dan pastikan<br />

apakah betul <strong>Koperasi</strong> sebagaimana diatur dalam Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.<br />

Jika, jawabnya “ya”, maka pembinaan yang dilakukan untuk<br />

<strong>Koperasi</strong> melakukan tertib organisasi, manajemen <strong>Koperasi</strong>,<br />

seperti : melakukan rapat anggota, melakukan pelayanan<br />

kepada anggota, dan hal-hal sesuai AD dan ART <strong>Koperasi</strong>.<br />

<strong>Koperasi</strong> yang dianggap tidak ada anggota, tidak rapat anggota<br />

(tahunan) dan lain-lain, jelas tidak betul. Kembalikan dan<br />

luruskan tentang ketegakan kelembagaan <strong>Koperasi</strong>.<br />

c. Tetapi, kalau ini bukan <strong>Koperasi</strong>, atau organisasi yang<br />

tidak memiliki status badan hukum <strong>Koperasi</strong>, maka tidak ada<br />

keharusan untuk RAT dan melakukan berbagai hal yang diatur<br />

dalam peraturan perundangan tentang perkoperasian.<br />

Pertanyaan : apakah manajer <strong>Koperasi</strong> boleh mempunyai staf<br />

manajemen atau karyawan? Berapa orang?<br />

Penjelasan : boleh, Manajer adalah orang yang diangkat oleh<br />

pengurus, atas persetujuan rapat anggota, untuk menangani<br />

pekerjaan usaha. Manajer dapat mengangkat tenaga atau<br />

karyawan untuk membantu pekerjaannya. Mengenai jumlah,<br />

tentu tergantung dari kebutuhan, kualifikasi dan kemampuan<br />

pendanaan <strong>Koperasi</strong> itu sendiri.<br />

Pertanyaan : kendala di lapangan ada pengelola <strong>Koperasi</strong><br />

yang mundur dari <strong>Koperasi</strong>, setelah merasakan keuntungan<br />

yg diperoleh dari <strong>Koperasi</strong>. Orang itu membuat usaha sendiri<br />

- 66 -


13<br />

untuk kepentingan pribadi?<br />

Penjelasan : agar didudukkan dan dipisahkan pokok persoalannya.<br />

Seseorang yang kemudian minta mundur dari jabatan<br />

di <strong>Koperasi</strong>. Jika kemudian membuat usaha sendiri, adalah<br />

hal wajar dan tidak dilarang. Lain kalau orang tersebut, mundur<br />

masih ada sangkutan persoalan dengan <strong>Koperasi</strong>, maka<br />

lingkup persoalannya seputar sengketa persoalan tersebut,<br />

perlu diselesaikan. Jadi pengalaman ini bukan kendala, ba -<br />

nyak terjadi di semua sektor usaha. Sepanjang tidak merugikan<br />

<strong>Koperasi</strong>, tidak dapat disalahkan.<br />

Pertanyaan : materi yang kami utarakan berkaitan dengan penyusunan<br />

rencana kerja (program kerja) yang menjadi bagian<br />

tugas pokok pengurus. Selama ini, kami menyusun program<br />

kerja <strong>Koperasi</strong>, mendasarkan pada kebiasaan yang sudah-sudah.<br />

Misal, kalau rencana tahun lalu SHU naik 10%, ya untuk<br />

tahun depan kita susun rencana kenaikan SHU sekitar 10%<br />

saja. Selain itu, isi rencana kerja juga kita buat seperti yang<br />

sudah-sudah. Berkaitan dengan kemampuan manajemen seorang<br />

pengurus, terutama keahlian dalam menyusun rencana<br />

kerja (program kerja) apa cara yang dilakukan Ko perasi itu<br />

sudah tepat? Mohon saran!<br />

Penjelasan : pengurus mempunyai tugas dan tanggung jawab<br />

menyusun rencana kerja (program kerja) yang nantinya disampaikan<br />

dan untuk mendapat pengesahan dalam rapat<br />

anggota. Pokok persoalan yang ada di lapangan, apakah<br />

proses, teknologi dan hasil berupa rencana kerja (program<br />

kerja) <strong>Koperasi</strong> itu, merupakan hasil yang memiliki kualitas<br />

sebagai rencana kerja yang rasional ?<br />

Kalau proses dan teknologi penyusunan rencana kerja<br />

seperti itu, yaitu hanya mendasarkan kebiasaan, turun menurun<br />

dan kurang atau tidak mendasarkan data kemampuan,<br />

perkembangan situasi serta perhitungan yang rasional, tentu<br />

bukan rencana kerja (program kerja) yang bagus. Ada beberapa<br />

cara dan teknik untuk menyusun suatu rencana kerja<br />

- 67 -


14<br />

(program kerja) yang bagus, antara lain dengan menerapkan<br />

teknik Balanced Scorcard (BSC). Untuk itu, Dinas yang membidangi<br />

KUKM di daerah, terutama melalui Unit Pelaksana<br />

Teknis Daerah (UPTD) dapat memprogramkan pelatihan<br />

teknik-teknik penyusunan rencana kerja (program kerja) ini.<br />

Pertanyaan : program kerja yang disusun pengurus dan nantinya<br />

menjadi pedoman pengurus dalam mengelola <strong>Koperasi</strong>.<br />

Praktek di lapangan, RAT tidak selalu dilaksanakan di bulan<br />

Januari, kadang-kadang Maret, April atau bahkan lebih dari<br />

itu, maka pengesahan program kerja baru terealisir pada bulan<br />

penyelenggaraan RAT. Jadi ada ketidak sinkronan, antara<br />

perhitungan waktu dimulainya program kerja per Januari awal<br />

tahun, dengan waktu pengesahan program kerja, tidak selalu<br />

per Januari ! Jadi ini merupakan satu persolan manajemen<br />

yang perlu dicari jalan keluarnya.<br />

Penjelasan : materi yang diangkat ini, sangat betul, ada<br />

ketidak sinkronan antara rencana ideal, dengan kenyataan.<br />

Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi. Dalam praktek, masih<br />

terjadi.<br />

Input ini justru menjadi satu koreksi teknis operasional<br />

pelaksanaan manajemen organisasi di <strong>Koperasi</strong>. <strong>Koperasi</strong><br />

harus mampu mensinkronkan antara ketentuan organisasi,<br />

dengan rationalitas manajemen. Koreksi pertama, tentu karena<br />

RAT menjadi faktor penentu (determinant factor) dan bukan<br />

faktor pelengkap, maka seharusnya penyelenggaraan RAT<br />

diselenggarakan pada bulan Januari di awal tahun, sehingga<br />

terjadi sinkronisasi rasionalitas organisasi dan manajemen.<br />

Jika berdasarkan pengalaman, RAT sulit diselenggarakan<br />

pada bulan Januari, maka perhitungan dasar rencana kerja<br />

tidak dibuat mulai Januari, tetapi bulan saat RAT direncanakan<br />

akan dilaksanakan. Tapi, ini saran yang kurang baik.<br />

Koreksi kedua, dengan pengalaman ini maka menjadi<br />

pengingat keharusan <strong>Koperasi</strong> menyusun rencana kerja (program<br />

kerja) jangka menengah, misal 5 tahun dalam masa<br />

- 68 -


15<br />

jabatan pengurus. Dengan adanya program kerja jangka menengah,<br />

maka rencana kerja tahunan, merupakan rencana tahunan<br />

saja dengan tetap mengacu pada program induk yang<br />

sudah disusun dalam jangka waktu 5 tahun. Disini, kelemahan<br />

<strong>Koperasi</strong>, belum terencana menyiapkan program kerja<br />

jangka menengah. Apabila ini ada, maka problem-problem<br />

teknis-administratif yang dipertanyakan ini, menjadi tidak begitu<br />

serius.<br />

Pertanyaan : bolehkan <strong>Koperasi</strong> membentuk perseroan terbatas<br />

(PT) dan bagaimana konsekuensinya ?<br />

Penjelasan : boleh. Untuk kepentingan tertentu yang memang<br />

dibutuhkan anggota, <strong>Koperasi</strong> boleh membentuk perseroan<br />

terbatas (PT) dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.<br />

Posisi <strong>Koperasi</strong> adalah sebagai pemilik saham<br />

(kepemilikan saham) perusahaan tersebut. Besarnya jumlah<br />

saham yang dimiliki <strong>Koperasi</strong>, tergantung kemampuannya.<br />

Saat ini, ada <strong>Koperasi</strong> yang memiliki saham perusahaan. Ada<br />

<strong>Koperasi</strong> yang memiliki saham di perusahaan perbankan,<br />

memiliki saham di perusahaan-perusahaan lain. Kita masih<br />

ingat, pada tahun 1995 an, beberapa Induk <strong>Koperasi</strong> memiliki<br />

saham di perusahaan retail besar (PT Goro Batara Sakti).<br />

Pada tahun 1985-an, juga ada kebijakan kepemilikan saham<br />

perusahaan (swasta) oleh <strong>Koperasi</strong>.<br />

Tentu kebijakan kepemilikan saham dalam perusahaan ini,<br />

menjadi keputusan anggota dan disetujui dalam rapat anggota.<br />

Dalam hal perluasan usaha ini, tentunya dapat mengacu<br />

pada ketentuan pasal 43 ayat 2 Undang-undang Nomor<br />

25/1992 tentang Perkoperasian, “kelebihan kemampuan pelayanan<br />

<strong>Koperasi</strong> dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan<br />

masyarakat yang bukan anggota <strong>Koperasi</strong>”.<br />

- 69 -


RUMPUN 10: USAHA SIMPAN PINJAM OLEH<br />

KOPERASI<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : Terkait dengan pembukaan cabang yang diperuntukkan<br />

pada pencarian anggota baru. Bagaimana seharusnya?<br />

Penjelasan : kalau yang dimaksudkan, ada koperasi kemudian<br />

membuka kantor cabang, dengan maksud untuk mencari anggota<br />

baru, maka ini terbalik, dan keliru. Berarti pemaham an<br />

maksud pembukaan kantor cabang, tidak dijalankan secara<br />

tepat. Untuk dicermati kembali isi pasal 6 ayat (1) Per aturan<br />

Pemerintah Nomor 9/1994 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan<br />

Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, yang berbunyi “untuk meningkatkan<br />

pelayanan kepada anggota, <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam dan<br />

Unit Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan<br />

pinjam”. Lebih jelas lagi pasal 6 ayat (2)” jaringan simpan<br />

pinjam tersebut berupa, kantor cabang, kantor cabang pembantu<br />

dan kantor kas”.<br />

Pembukaan kantor cabang itu, maksud utama untuk<br />

mening katkan pelayanan. Keberadaan anggota ada di suatu<br />

wilayah tertentu dan jauh dari pusat pelayanan simpan pinjam.<br />

Karena jarak yang jauh, maka anggota kurang memperoleh<br />

pelayan memadai. Bagaimana cara anggota memperoleh<br />

layanan memadai? dengan membuka kantor cabang<br />

atau kantor cabang pembantu atau kantor kas, yang secara<br />

fisik dekat dengan anggota.<br />

Dalam praktek, banyak kekeliruan seperti pertanyaan ini.<br />

Untuk cari anggota baru, maka dibuka kantor cabang. Seharusnya<br />

sudah ada anggota, karena jauh, pelayanannya tidak<br />

optimal, perlu dibuka kantor cabang.<br />

Pertanyaan : tiba-tiba muncul beberapa cabang <strong>Koperasi</strong>, kemudian<br />

mengundang pembina. Bagaimana sebenarnya mekanisme<br />

mendirikan cabang?<br />

- 70 -


3<br />

4<br />

5<br />

Pertanyaan : ada pembukaan cabang oleh suatu <strong>Koperasi</strong><br />

yang membuka cabang di suatu kota. Setelah ditelusuri pada<br />

Anggaran Dasarnya ternyata isinya tidak menurut untuk pembukaan<br />

cabang. Mohon saran!<br />

Pertanyaan : mohon dijelaskan tentang tata cara pembukaan<br />

cabang <strong>Koperasi</strong> di suatu daerah (antar kab/kota dan antar<br />

prov.) yaitu cabang usaha simpan pinjam. Mohon ada contoh<br />

blanko izin cabang!<br />

Pertanyaan : mohon penjelasan SK pembubaran cabang<br />

dikeluarkan di mana ? Ada Perda, yang Surat Keputusan (SK)<br />

pembukaan kantor cabang diganti penamaannya, menjadi<br />

Surat Rekomendasi Menyetujui Pembukaan Kantor Cabang.<br />

Penjelasan : pertanyaan No. 2, 3, 3 dan 4 dijelaskan sekaligus.<br />

Tata cara pendirian kantor cabang, kantor cabang pembantu<br />

dan kantor kas, diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah<br />

Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan<br />

Usaha Simpan Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, Peraturan Menteri Negara<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.<br />

KUKM/XII/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri<br />

Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM, Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008<br />

tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam<br />

Oleh <strong>Koperasi</strong>. Dalam pasal 18 ayat (2), ada ketentuan<br />

yang meng atur tentang pembukaan kantor cabang, yang intisarinya<br />

sebagai berikut :<br />

a. Pembukaan kantor cabang, dimaksudkan untuk<br />

mendekatkan jarak pelayanan (lihat penjelasan pertanyaan no<br />

1). Syarat dapat dibuka kantor cabang apabila pada wilayah<br />

itu, sudah ada anggota minimal 20 (dua puluh) orang. Jadi bukan<br />

sekedar membuka kantor cabang, yang tidak jelas siapa<br />

anggota yang dilayani.<br />

b. KSP atau USP <strong>Koperasi</strong> yang membuka kantor cabang,<br />

dipersyaratkan sudah melakukan kegiatan usaha simpan<br />

pinjam minimal 2 (dua) tahun.<br />

- 71 -


6<br />

c. Ada persetujuan dan ijin pembukaan kantor cabang,<br />

mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang di domisili<br />

kantor cabang. Ada ijin yang diterbitkan pejabat yang mengesahkan<br />

akta pendirian <strong>Koperasi</strong>. Dalam hal ini, pejabat yang<br />

berwenang wajib menutup kantor cabang yang belum memperoleh<br />

ijin usaha simpan pinjam.<br />

d. Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu<br />

dan Kantor Kas KSP dan USP <strong>Koperasi</strong> paling sedikit<br />

memenuhi persyaratan sebagai berikut:<br />

1) menyediakan modal sendiri/modal tetap untuk investasi<br />

dan modal kerja awal;<br />

2) pernyataan dari Pengurus <strong>Koperasi</strong> yang berisi bahwa<br />

dana yang dihimpun di kantor cabang harus disalurkan<br />

dikantor cabang yang bersangkutan paling sedikit 80 %<br />

(delapan puluh persen);<br />

3) layak berusaha secara ekonomi, dibuktikan dengan kelayakan<br />

pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang<br />

Pembantu dan Kantor Kas;<br />

4) mempunyai anggota paling sedikit 20 (dua puluh) orang<br />

dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;<br />

5) memasang papan nama pada Kantor di mana Kantor<br />

Cabang tersebut didirikan yang paling sedikit memuat<br />

informasi mengenai; nama <strong>Koperasi</strong>, Nomor dan tanggal<br />

badan hukum, alamat, Nomor dan tanggal keputusan<br />

pendaftaran, serta Nomor dan tanggal surat persetujuan<br />

sebagaimana dimaksud pada ayat (4);<br />

6) memasang papan nama pada Kantor di mana Kantor Cabang<br />

Pembantu dan Kantor Kas tersebut didirikan, paling<br />

sedikit memuat informasi mengenai; nama <strong>Koperasi</strong>,<br />

Nomor dan tanggal badan hukum, alamat, dan Nomor<br />

dan tanggal pelaporan, serta Nomor dan tanggal surat<br />

persetujuan.<br />

Pertanyaan : terkait dengan persyaratan tentang Sertifikat<br />

yang diperlukan oleh pengurus jika ingin membentuk KSP<br />

(Unit Simpan Pinjam), bagaimana sikap kita, kalau sekarang<br />

- 72 -


7<br />

8<br />

ini pengelola <strong>Koperasi</strong> yang baru saja dibentuk, tetapi pengelolanya<br />

belum memiliki sertifikat tersebut ? Salahkah, dan<br />

harus bagaimana ?<br />

Penjelasan : menurut ketentuan maka persyaratan kepemilikan<br />

sertifikat sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan<br />

Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM, Nomor 19/Per/M.KUKM/<br />

XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan<br />

Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong>, wajib dipenuhi. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang<br />

dibentuk baru, sebenarnya masih cukup waktu agar mereka<br />

para pengelola segera dilatih atau mengikuti pelatihan tentang<br />

usaha simpan pinjam, dari lembaga-lembaga pelatihan<br />

yang kompeten. Sambil proses pengesahan akta pendirian<br />

menjadi Badan Hukum k<strong>Koperasi</strong> (sesuai peraturan maksimal<br />

3 bulan), maka ini, waktu yang cukup untuk mengadakan<br />

pelatihan.<br />

Pertanyaan : banyak orang berkeinginan mendirikan <strong>Koperasi</strong><br />

Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Sesuai Peraturan Pemerintah<br />

Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha<br />

Simpan Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, kita arahkan ke KSP tidak<br />

setuju karena takut usahanya terbatas. Kita arahkan ke <strong>Koperasi</strong><br />

biasa (bukan KSP) juga tidak mau karena minta KJKS,<br />

mohon saran!<br />

Penjelasan : Pendirian KJKS berdasarkan pada Keputusan<br />

Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan Usaha Kecil dan Menengah<br />

Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang<br />

Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha <strong>Koperasi</strong> Jasa Keuangan<br />

Syariah. Sesuaikan dan lakukan pembinaan pendirian<br />

KJKS mengacu pada Kepmen ini.<br />

Pertanyaan : apakah ada aturan yang mengatur bahwa KSP/<br />

USP wajib dinilai setiap tahunnya?<br />

- 73 -


9<br />

Penjelasan : ya, wajib dinilai, Ketentuan tentang pelaksanaan<br />

penilaian kesehatan KSP/USP <strong>Koperasi</strong> diatur dalam Peraturan<br />

Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Republik Indonesia<br />

Nomor 15/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan Atas<br />

Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 19/<br />

Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan<br />

Usaha Simpan Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong> pasal 30 ayat<br />

(1) huruf (b) yang menjelaskan bahwa pelaksanaan penilaian<br />

kesehatan KSP/USP <strong>Koperasi</strong> dilaksanakan pada setiap<br />

akhir tahun buku. Dan tata cara Penilaian kesehatan KSP/<br />

USP diatur dalam Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan<br />

UKM Nomor 14/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan<br />

Atas Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 20/<br />

Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan<br />

<strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam <strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992<br />

tentang Perkoperasian, kegiatan usaha simpan pinjam merupakan,<br />

suatu usaha untuk membantu menyalurkan dana kepada<br />

anggotanya ? dan untuk melakukan atau menyalurkan<br />

dana bagi kegiatan keuangan yang lain-lain !.<br />

Penjelasan : kita pertegas dahulu maksud pertanyaan ini. Jika<br />

yang dimaksudkan, bahwa koperasi itu didirikan dengan maksud,<br />

untuk menjadi lembaga penyalur (misal seperti pe nyalur<br />

bantuan), tentu ini salah. KSP dan USP koperasi adalah koperasi<br />

yang usaha utama (core business) di bidang keuangan,<br />

bukan produksi, pemasaran, konsumsi atau jasa lain. Dalam<br />

penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />

Perkoperasian pasal 16, ada 5 (lima) jenis <strong>Koperasi</strong>, yaitu:<br />

<strong>Koperasi</strong> produsen, <strong>Koperasi</strong> konsumen, <strong>Koperasi</strong> pemasaran,<br />

<strong>Koperasi</strong> jasa dan <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam.<br />

Untuk memperoleh pemahaman yang benar, agar tidak<br />

terjadi kekeliruan pemahaman seolah-olah KSP dan USP <strong>Koperasi</strong><br />

itu, sebatas penyalur dana, dapat diikuti dari kronologis<br />

perkembangan usaha simpan pinjam <strong>Koperasi</strong>.<br />

a. Ketika R. Aria Wiraatmaja, patih Purwokerto, mengga-<br />

- 74 -


gas berdirinya perkumpulan yang bertujuan untuk memenuhi<br />

kebutuhan keuangan bagi para pegawai, dan di kemudian<br />

hari meluas ke para petani, dipicu oleh keadaan bahwa para<br />

petani membutuhkan dana, untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya.<br />

Mereka, para petani dididik untuk menabung dan<br />

untuk melakukan kegiatan yang berlandaskan kebersamaan<br />

dan tolong menolong. Di kemudian hari gagasan pendirian<br />

perkumpulan ini, menjadi tanda kebangkitan <strong>Koperasi</strong> di Indonesia.<br />

b. Uraian Bung Hatta, dalam bukunya “pengantar ke<br />

jalan ekonomi yang disusun pada tahun 1954, juga menjelaskan<br />

tentang <strong>Koperasi</strong> perkreditan. Pada dasarnya <strong>Koperasi</strong><br />

perkreditan dibentuk untuk melayani kebutuhan keuangan<br />

para anggotanya. Mereka, para anggota dididik untuk menabung,<br />

menyimpan dan hasil simpanan ini menjadi modal bagi<br />

pemberian kredit.<br />

c. Kedua ilustrasi tersebut, menjadi jelas bagaimana<br />

hubungan <strong>Koperasi</strong> dengan anggotanya. KSP dan USP <strong>Koperasi</strong>,<br />

harus menjadi lembaga yang memenuhi kebutuhan<br />

keuangan anggota, menggali modal dari anggota dalam<br />

bentuk simpanan, dan bentuk lain, dan juga dapat digali dari<br />

sumber lain sesuai ketentuan. KSP dan USP <strong>Koperasi</strong> bukan<br />

sebagai lembaga penyalur dana.<br />

d. Benar, secara fisik menyalurkan dana tetapi berbeda<br />

dengan semacam penyaluran dana bantuan. <strong>Koperasi</strong> simpan<br />

pinjam merupakan lembaga keuangan yang melakukan<br />

fungsi intermediasi. Menghimpun dan meminjamkan dana<br />

sebagai bentuk pelayanan kebutuhan keuangan para anggota.<br />

Walaupun <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam<br />

<strong>Koperasi</strong>, core business di sektor keuangan, juga tidak tepat<br />

melakukan aktivitas usaha di luar ketentuan simpan pinjam,<br />

seperti misal praktek perbankan, asuransi, pegadaian, dll<br />

yang diatur dalam peraturan-perundangan tersendiri. Lebih<br />

jauh, KSP/USP <strong>Koperasi</strong> dilarang melakukan kegiatan usaha<br />

pada sektor riil secara langsung.<br />

- 75 -


10<br />

11<br />

Pertanyaan : apakah Peraturan Pemerintah Nomor 9/1994<br />

tentang Pelaksanaan kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh<br />

<strong>Koperasi</strong>, masih layak dipertahankan? Apakah selain <strong>Koperasi</strong><br />

simpan pinjam, <strong>Koperasi</strong> lain perlu menyediakan modal<br />

Rp 15 juta?<br />

Penjelasan : Peraturan Pemerintah tersebut masih valid sebagai<br />

acuan pembinaan usaha simpan pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>,<br />

sampai sekarang ini (sepanjang belum dicabut atau dirubah).<br />

Mengenai ketentuan tentang penyediaan modal Rp. 15 juta,<br />

sekali lagi ketentuan ini hanya berlaku untuk usaha simpan<br />

pinjam (KSP /USP <strong>Koperasi</strong>). Sedangkan <strong>Koperasi</strong> yang bergerak<br />

diluar usaha simpan pinjam, (sektor produktif) maka tidak<br />

ada ketentuan modal. Berapa besaran modal yang diperlukan,<br />

tergantung pada besaran modal yang diperlukan sesuai<br />

dengan rencana usahanya.<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> (simpan pinjam) kegiatannya meng urus<br />

uang maka sebaiknya di tarik menjadi urusan pusat. Kare na<br />

ada kaitannya dengan urusan moneter.<br />

Penjelasan : agar dipisahkan urusan kepemerintahan dengan<br />

urusan private yang dilakukan oleh masyarakat. Penyelenggaraan<br />

usaha simpan pinjam (ingat usaha simpan pinjam itu<br />

berlaku umum) ada yang dilakukan oleh <strong>Koperasi</strong>, disebut<br />

usaha simpan pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, ada yang dilakukan oleh<br />

kelompok, seperti pola arisan, mempraktekkan cara simpanpinjam.<br />

Arisan yang banyak berkembang di masyarakat, juga<br />

sah mempraktekkan pola simpan-pinjam. Usaha simpan pinjam<br />

oleh <strong>Koperasi</strong>, merupakan usaha private, dilakukan oleh<br />

organisasi yang namanya “<strong>Koperasi</strong>” Tetapi arisan bukan <strong>Koperasi</strong>.<br />

Urusan semacam ini, menjadi urusan di daerah sebagaimana<br />

diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32<br />

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan khususnya<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian<br />

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah<br />

Daerah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota.<br />

- 76 -


12<br />

13<br />

14<br />

15<br />

Pertanyaan : apakah pengertian dan maksud modal dasar disetor<br />

pada USP dan <strong>Koperasi</strong>?<br />

Penjelasan : mengacu pada Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong><br />

dan UKM Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman<br />

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh <strong>Koperasi</strong>,<br />

yang dimaksud modal awal disetor adalah sejumlah<br />

modal (besarnya Rp 15 juta untuk KSP primer, dan USP primer<br />

dan Rp 50 juta untuk KSP sekunder dan USP sekunder)<br />

berupa simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah, yang disetor<br />

ke Bank pemerintah atas nama Menteri.<br />

Pertanyaan : dalam Permen Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008<br />

tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam<br />

Oleh <strong>Koperasi</strong> dikatakan bahwa <strong>Koperasi</strong> yang mempunyai<br />

unit usaha simpan pinjam wajib melampirkan surat<br />

bukti penyetoran modal tetap USP paling kurang Rp. 15 juta<br />

(primer) yang disetor atas nama Menteri <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Sementara di kabupaten banyak kami temui <strong>Koperasi</strong> yang<br />

mempunyai unit usaha simpan pinjam namun tidak melaksanakan<br />

seperti diatas, dengan alasan keterbatasan modal.<br />

Upaya apa yang bisa kami lakukan terhadap <strong>Koperasi</strong> tersebut<br />

sehubungan dengan hal tadi?<br />

Pertanyaan : Dalam pembentukan <strong>Koperasi</strong> simpan pinjam<br />

ketentuan menyatakan modal minimal disetor sebesar Rp.<br />

15 juta untuk <strong>Koperasi</strong> primer pada Bank atas nama Menteri.<br />

Atas nama Menteri inilah yang sulit. Karena banyak Bank<br />

yang tidak mau. Sarannya bagaimana jika, atas nama Menteri<br />

dirubah atas nama Ketua Pengurus <strong>Koperasi</strong>?<br />

Pertanyaan : untuk modal awal pendirian <strong>Koperasi</strong> simpan<br />

pinjam (primer) ditetapkan modal awal yang disetor sebagai<br />

modal tetap sebesar Rp 15 juta (lima besas juta rupiah).<br />

Ternyata anggota hanya berkisar 25 orang, simpanan pokok<br />

dan wajib hanya Rp 5 juta (lima juta rupiah) sehingga kalau<br />

- 77 -


dijumlah terkumpul Rp 12,5 juta (dua belas juta lima ratus ribu<br />

rupiah). Bolehkah kita teruskan pengesahan BH-nya ?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 12, 13, 14 dan 15 dijelaskan<br />

sekaligus. Modal awal disetor adalah sejumlah modal yang<br />

besarnya ditetapkan yaitu Rp. 15 juta untuk pendirian KSP<br />

primer, atau USP <strong>Koperasi</strong> primer, dan Rp. 50 juta untuk<br />

pendirian KSP sekunder, atau USP <strong>Koperasi</strong> sekunder, yang<br />

akan menjalankan usaha simpan pinjam. Modal awal ini disetor<br />

ke Bank Pemerintah atas nama Menteri.<br />

Sesuai pasal 5 ayat 2 huruf f butir (5) yang berbunyi “KSP<br />

dapat melakukan kegiatan usaha simpan pinjam, setelah<br />

mendapat pengesahan akta pendirian <strong>Koperasi</strong> dan memperoleh<br />

ijin menyelenggarakan usaha simpan pinjam yang dikeluarkan<br />

oleh pejabat yang berwenang”. Demikian juga pasal<br />

24 ayat 5 Peraturan Menteri tersebut, <strong>Koperasi</strong> yang belum<br />

memenuhi ketentuan permodalan tersebut, tidak dapat dapat<br />

diberikan pengesahan akta pendirian dan perubahan anggaran<br />

dasar. Dengan demikian menurut peraturan yang berlaku,<br />

bagi pendirian KSP yang belum memenuhi persyarat an modal,<br />

maka belum dapat disahkan akta pendiriannya, demikian<br />

juga bagi USP koperasi belum dapat disahkan perubahan<br />

anggaran dasarnya.<br />

- 78 -


RUMPUN 11: PEMBENAHAN KOPERASI<br />

TIDAK AKTIF<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

Pertanyaan : Apa tindakan yang harus kita lakukan terhadap<br />

<strong>Koperasi</strong> yang sudah tidak aktif, tinggal papan nama, kepengurusan<br />

dan keanggotaan sudah tidak jelas keberadaannya.<br />

Pertanyaan : Apakah tindakan yang harus dilakukan untuk<br />

mengatasi kondisi <strong>Koperasi</strong> yang mati suri? Bagaimana cara<br />

menghidupkan atau membubarkan <strong>Koperasi</strong> tersebut?<br />

Pertanyaan : jika kita mengaktifkan <strong>Koperasi</strong> yang tidak aktif,<br />

itu sama saja menghabiskan tenaga.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang tidak aktif. Kebanyakan <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong><br />

tersebut hanya papan nama saja, dan mempunyai<br />

hutang. Bagaimana dan apa yang harus kita lakukan?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 1, 2, 3 dan 4 karena memiliki<br />

isi yang sama, dijelaskan sekaligus. Dalam kacamata pemberdayaan<br />

oleh pemerintah, keberadaan koperasi yang kurang<br />

aktif seperti itu, dicari alasan penyebab untuk diberdayakan<br />

kembali.<br />

a. Pertama, lakukan identifikasi kondisi riil dan penyebab<br />

ketidak-aktifan <strong>Koperasi</strong>. Dari langkah identifikasi ini, ada<br />

2 (dua) kemungkinan. <strong>Koperasi</strong> yang masih memiliki atau<br />

menunjukkan potensi, didorong untuk diaktifkan kembali.<br />

Pengaktifan <strong>Koperasi</strong>, dimulai dari penataan kepengurusan,<br />

organisasi, asset dan potensi ekonomi (usaha) yang masih<br />

dimiliki <strong>Koperasi</strong>. Inventarisasi ulang anggota, lakukan rapat<br />

anggota untuk menyusun program kerja. Disini dapat ditempuh<br />

jalur, mengaktifkan kembali <strong>Koperasi</strong>.<br />

b. Aletrnatif kedua, bagi <strong>Koperasi</strong> yang masih memiliki<br />

potensi, juga dapat didorong dilakukan penggabungan.<br />

- 79 -


5<br />

6<br />

7<br />

c. Ketiga, jika dari hasil identifikasi ternyata <strong>Koperasi</strong> sudah<br />

tidak memiliki potensi untuk diaktifkan, dapat ditempuh<br />

jalur pembubaran. Apabila pembubaran oleh <strong>Koperasi</strong> sudah<br />

tidak mungkin, dapat dilakukan pembubaran oleh pemerintah<br />

mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994<br />

tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah,<br />

d. Mengenai pendapat bahwa pengaktifan <strong>Koperasi</strong> itu<br />

menghabiskan tenaga, tentu tidak seperti itu. Sepanjang tugas<br />

ini menjadi tugas pemerintah, maka laksanakan sesuai<br />

penugasannya. Apabila pembubaran <strong>Koperasi</strong>, dilakukan<br />

oleh pemerintah maka kebutuhan pendanaan untuk proses<br />

pembubaran, dibebankan pada anggaran pemerintah (APBN/<br />

APBD), seperti telah dilakukan oleh beberapa Kabupaten/<br />

Kota.<br />

Pertanyaan : banyak <strong>Koperasi</strong> khususnya KUD sekarang ini<br />

kurang aktif, namun masih memiliki fasilitas memadai (dari<br />

pemerintah). Apa yang harus dilakukan?<br />

Penjelasan : pilih dan lakukan langkah pengaktifan kembali<br />

<strong>Koperasi</strong>, seperti penjelasan di atas. Artinya, bina kembali<br />

dengan menata ulang (restruktrurisasi) kelembagaan dan<br />

usaha <strong>Koperasi</strong>. Asset dan potensi usaha yang ada ditata untuk<br />

dimanfaatkan <strong>Koperasi</strong>. Kumpulkan pengurus dan anggota<br />

yang ada, diajak berembuk untuk mengaktifkan kembali<br />

<strong>Koperasi</strong>.<br />

Pertanyaan : Agar dibuatkan payung hukum yang jelas tentang<br />

pembubaran <strong>Koperasi</strong> yang dilakukan oleh Pemerintah.<br />

Sementara ini banyak <strong>Koperasi</strong> yang mati tetapi masih tercatat<br />

?<br />

Pertanyaan : kami minta acuan untuk pembubaran <strong>Koperasi</strong>?<br />

- 80 -


8<br />

9<br />

10<br />

11<br />

Pertanyaan : beberapa <strong>Koperasi</strong> di Kabupaten A yang tidak<br />

sesuai aturan, akan dibubarkan. Apakah dalam pembubaran<br />

itu harus membentuk team penyelesaian? Jika tidak membentuk<br />

team apa yang kita lakukan? Jika <strong>Koperasi</strong>nya sudah tidak<br />

punya aset?<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> sudah tidak aktif, ingin membubarkan<br />

diri. Namun <strong>Koperasi</strong> tersebut masih memiliki sangkutan<br />

dana dari pemerintah. Bagaimana tindak lanjutnya?<br />

Pertanyaan : jika harta <strong>Koperasi</strong> nol atau minus, beban biaya<br />

tim penyelesaian ditanggung siapa ?<br />

Pertanyaan : Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994<br />

tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah kurang pas.<br />

Jika yang membubarkan pemerintah tidak nyambung, karena<br />

pemerintah juga tidak ikut membuat <strong>Koperasi</strong>. Sedangkan<br />

ada aturan kebebasan berserikat dan berkumpul. Artinya jika<br />

diambil alih oleh pemerintah, maka semua aset <strong>Koperasi</strong> menjadi<br />

urusan pemerintah. Sebaiknya istilah pembubaran diganti<br />

dengan pencabutan badan hukum.<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 dijelaskan<br />

sekaligus. Pertanyaan ini berkaitan dengan (a) payung hukum<br />

pembubaran, (b) tata cara dan konsekuensi pembubar an.<br />

a. Kita mulai dari pesan pertanyaan pertama, payung<br />

hukum pembubaran <strong>Koperasi</strong> sudah ada dan jelas, yaitu Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian<br />

pasal 46 sampai dengan pasal 56. Khusus pembubaran oleh<br />

pemerintah, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17<br />

Tahun 1994 tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah.<br />

Ketentuan pembubaran <strong>Koperasi</strong> ini, secara lengkap memuat<br />

alasan, prosedur dan tata cara pembubaran <strong>Koperasi</strong>.<br />

b. ada (empat) alasan <strong>Koperasi</strong> harus bubar (dibubarkan),<br />

yaitu : (a) <strong>Koperasi</strong> tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-<br />

Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan/atau tidak melaksanakan<br />

- 81 -


12<br />

AD <strong>Koperasi</strong> (b) kegiatan <strong>Koperasi</strong> bertentangan dengan ketertiban<br />

umum dan/atau kesusilaan (c) <strong>Koperasi</strong> dinyatakan<br />

pailit berdasarkan keputusan pengadilan (d) Kope rasi tidak<br />

melakukan kegiatan usaha selama 2 tahun berturut-turut sejak<br />

didirikan.<br />

c. Pelaku pembubaran <strong>Koperasi</strong>, ada 2 (dua) cara. Pembubaran<br />

dilakukan oleh <strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Kedua, pembubaran<br />

<strong>Koperasi</strong> dilakukan oleh pemerintah.<br />

d. Prosedur dan tata cara pembubaran tersebut telah<br />

lengkap dan jelas. Langkah pembubaran dimulai sejak persiapan<br />

pembubaran sampai dengan pencabutan badan hukum<br />

<strong>Koperasi</strong>, dan pengumumannya di lembaran negara.<br />

e. Dalam proses pembubaran ini, maka dapat dibentuk<br />

tim penyelesai pembubaran. Jadi berkaitan dengan pertanyaan,<br />

apakah perlu ada tim penyelesai, karena merupakan<br />

ketentuan pembubaran dalam peraturan perundangan yang<br />

ada, maka ikuti ketentuan itu.<br />

f. Mengenai pertanyaan, apakah pembubaran tidak bertentangan<br />

dengan kebebasan berserikat masyarakat? jawabannya<br />

tidak bertentangan dengan kebebasan berserikat. Seperti<br />

sudah disebutkan di atas, pembubaran hanya dikenakan<br />

pada <strong>Koperasi</strong> yang melanggar kriteria-kriteria tertentu. Prosedur<br />

dan tata caranya terbuka, dengan memberi kesempatan<br />

kepada <strong>Koperasi</strong> untuk keberatan, dilakukan pengumum an,<br />

proses pembubaran, dll. Silahkan ikuti urutan pekerjaan yang<br />

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994<br />

tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh Pemerintah.<br />

Pertanyaan : jika dalam membubarkan <strong>Koperasi</strong>, namun<br />

anggotanya yang dicari sudah tidak ada, bagaimana proses<br />

pembubarannya?<br />

Penjelasan : beberapa pengalaman praktis pembubaran <strong>Koperasi</strong>,<br />

yang dilakukan oleh beberapa Kabupaten/kota, dapat<br />

dijadikan referensi. Secara garis besar, cari alamat para pengurus<br />

yang tersisa. Selalu ada sisa-sisa laporan alamat pengurus,<br />

anggota <strong>Koperasi</strong> tersebut kerjasama dengan kecama-<br />

- 82 -


13<br />

14<br />

15<br />

16<br />

tan atau kelurahan setempat. Dari hasil kerjasama ini, dapat<br />

diambil sikap lanjutan. Mengenai prosedur dan tata cara pembubaran,<br />

untuk mengacu pada peraturan perundangan sebagaimana<br />

uraian pada penjelasan no 1 sampai dengan 4.<br />

Pertanyaan : berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor<br />

25 Tahun 1992 dan Peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun<br />

1994 tentang Pembubaran <strong>Koperasi</strong> oleh pemerintah, bahwa<br />

<strong>Koperasi</strong> dapat dibubarkan oleh pemerintah apabila memenuhi<br />

syarat antara lain dinyatakan pailit oleh pengadilan.<br />

Apakah putusan pengadilan tingkat pertama ataupun Iurah?<br />

Penjelasan : sesuai dengan ketentuan keputusan pengadilan<br />

tentang pailit <strong>Koperasi</strong> adalah keputusan yang telah memiliki<br />

kekuatan hukum yang pasti.<br />

Pertanyaan : tentang penggabungan dan peleburan <strong>Koperasi</strong><br />

mohon arahan, agar kedepan yang dilakukan Dinas KUKM<br />

tidak melenceng.<br />

Pertanyaan : apabila bergabung, apakah yang tergabung harus<br />

melebur? Yang melebur harus dibubarkan? Bagaimanakah<br />

dasar hukumnya?<br />

Pertanyaan : bagaimana dasar hukum peleburan, penggabung<br />

an, pembubaran dan pembagian <strong>Koperasi</strong> ?<br />

Pertanyaan : ketika terjadi penggabungan 2 <strong>Koperasi</strong>, setelah<br />

dibuat neraca, itu aset bersama atau aset masing-masing?<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 14, 15, 16 dan 17 memiliki<br />

pesan sama, maka dijawab sekaligus. Kalau pertanyaan Nomor<br />

6 sampai 12 berkaitan dengan pembubaran. Pertanyaan<br />

Nomor 14 sampai dengan 16, berkaitan dengan penggabungan<br />

dan peleburan.<br />

a. Penggabungan dan peleburan memiliki payung hukum<br />

jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />

- 83 -


17<br />

Perkoperasian khususnya pasal 14, dan Kepmen <strong>Koperasi</strong><br />

dan PPK Nomor 36/KEP/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan<br />

Penggabungan dan Peleburan <strong>Koperasi</strong>.<br />

b. Kalau pada pembubaran, didasarkan pada alasan<br />

karena ketidakmampuan atau adanya pelanggaran terhadap<br />

peraturan-perundangan, dan berujung pada pencabutan badan<br />

hukum <strong>Koperasi</strong>. Alasan penggabungan dan peleburan<br />

adalah untuk pengembangan dan efisiensi penggabungan<br />

atau peleburan mungkin sekali melibatkan koperasi yang<br />

masih hidup, aktif dan bahkan maju.<br />

c. Penggabungan, adalah proses bergabungnya satu<br />

atau lebih <strong>Koperasi</strong>, kepada <strong>Koperasi</strong> lain. Ada <strong>Koperasi</strong><br />

yang menggabungkan diri, dan ada <strong>Koperasi</strong> yang menerima<br />

penggabungan. Untuk itu ada syarat, prosedur dan tata cara<br />

penggabungan, sampai benar-benar terealisasi penggabungan<br />

<strong>Koperasi</strong> (Kepmen <strong>Koperasi</strong> dan PPK Nomor 36/KEP/M/<br />

II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan<br />

Peleburan <strong>Koperasi</strong>).<br />

d. Peleburan, adalah proses meleburnya satu atau beberapa<br />

<strong>Koperasi</strong>, sehingga dihasilkan <strong>Koperasi</strong> baru. Jadi ada<br />

beberapa <strong>Koperasi</strong> yang melebur, dan dari hasil peleburan ini<br />

lahir <strong>Koperasi</strong> baru. Untuk itu ada syarat, prosedur dan tata<br />

cara peleburan, sampai benar-benar terealisasi lahir <strong>Koperasi</strong><br />

baru. Pada proses peleburan ini, koperasi-koperasi yang melebur<br />

bubar dulu, dan membentuk koperasi baru.<br />

e. Mengenai asset <strong>Koperasi</strong> dalam penggabungan, tentu<br />

sudah dihitung dan menjadi asset <strong>Koperasi</strong> hasil penggabungan.<br />

Pertanyaan : di daerah saya, seperti diketahui dalam era<br />

otonomi maka terjadi penataan satuan kerja (kantor kerja) di<br />

daerah. Dahulu ada <strong>Koperasi</strong> A ada di Dinas A. Ada <strong>Koperasi</strong><br />

B ada di Dinas B. Dengan perubahan Satuan Kerja Perangkat<br />

daerah (SKPD) terjadi mutasi pegawai, tempat kedudukan,<br />

dll termasuk <strong>Koperasi</strong>nya. Kami anjurkan <strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong><br />

tersebut (<strong>Koperasi</strong> A dan <strong>Koperasi</strong> B) untuk bergabung saja<br />

- 84 -


18<br />

atau dilebur. Tetapi mereka (<strong>Koperasi</strong>) tidak setuju, karena<br />

merasa sama-sama masih jalan, walaupun SKPD sudah<br />

berubah. Saran !<br />

Penjelasan : tidak harus digabung atau dilebur. Penggabungan<br />

atau peleburan bukan keharusan, bukan paksaan. Apabila<br />

<strong>Koperasi</strong>-<strong>Koperasi</strong> tersebut, aktif dan maju, biar tetap<br />

berkembang seperti yang ada. Sarankan lakukan perubahan<br />

anggar an dasar, untuk mengakomodir perubahan domisili,<br />

keanggotaan, dll.<br />

Pertanyaan : beberapa bulan yang lalu datang pengurus <strong>Koperasi</strong><br />

karyawan di kawasan industri datang ke Dinas <strong>Koperasi</strong><br />

dan UKM melaporkan bahwa <strong>Koperasi</strong> mereka akan tutup.<br />

Karena perusahaan tempat mereka bekerja menutup<br />

usaha nya. Pada waktu itu kita anjurkan pengurus melaksanakan<br />

rapat anggota dalam rangka rencana pembubaran.<br />

Namun menurut pengurus hal tersebut tidak mungkin sebab<br />

sebagian besar anggota <strong>Koperasi</strong> sudah pulang ke daerahnya<br />

masing-masing, dan tidak mungkin bisa hadir pada acara<br />

rapat anggota tersebut.<br />

a. Apa yang perlu kami lakukan sehubungan dengan<br />

permohonan pembubaran <strong>Koperasi</strong> tersebut?<br />

b. Seandainya pengurus <strong>Koperasi</strong> melaksanakan rapat<br />

anggota sehubungan dengan pembubaran, apakah sah<br />

menurut peraturan yang berlaku?<br />

Penjelasan : apakah benar-benar <strong>Koperasi</strong> ini memenuhi<br />

alasan dan kriteria pembubaran (Undang-Undang Nomor 25<br />

Tahun 1992 tentang Perkoperasian) seperti dijelaskan dalam<br />

penjelasan butir 6 sampai dengan 11 di atas ? Ada pelanggaran<br />

terhadap Undang-Undang Perkoperasian? mungkin ya<br />

mungkin tidak. Pelanggaran terhadap ketertiban umum dan<br />

kesusilaan, jelas tidak. Pelanggaran karena tidak melakukan<br />

kegiatan usaha, mungkin juga tidak. <strong>Koperasi</strong> mengalami<br />

kerugian dan dinyatakan pailit, belum tentu.<br />

- 85 -


Dari gambaran tersebut, terlihat <strong>Koperasi</strong> masih punya<br />

potensi untuk berkembang. Dari sisi kelembagaan, nampaknya<br />

lembaga koperasi ini masih potensial. Pokok masalahnya<br />

ada pada keanggotaan, walaupun ada jalan keluarnya.<br />

Jadi, sebenarnya alasan pembubaran tersebut kurang kuat.<br />

Coba, lakukan konsolidasi, perpindahan kantor perusahaan<br />

tempat kerja, tidak mutlak berimbas kepada <strong>Koperasi</strong>. Ada<br />

meka nisme perubahan anggaran dasar, tidak selalu harus<br />

ber ujung pada pembubaran.<br />

Seandainya terpaksa dipilih jalur pembubaran, maka ikuti<br />

prosedur dan tatacara pembubaran yang sudah dijelaskan<br />

pada penjelasan Nomor 6 sampai dengan 11 di atas.<br />

- 86 -


RUMPUN 12: AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : banyak <strong>Koperasi</strong> kurang atau tidak melakukan<br />

catatan keuangan. Tolong dijelaskan apa saja yang harus dimasukkan<br />

dalam catatan keuangan, termasuk penyajian barang<br />

yang dipakai !<br />

Penjelasan : perlu sepakat bahwa peyelenggaraan pembukuan<br />

atau akuntansi bagi <strong>Koperasi</strong>, adalah hal pokok dan<br />

pen ting bagi kemajuan <strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Hal ini berarti, <strong>Koperasi</strong><br />

wajib menyelenggarakan pembukuan atas akuntansi<br />

di Kope rasinya. Bagi <strong>Koperasi</strong> yang sekarang belum menyelenggarakan<br />

pembukuan atau akuntansi secara tertib dan<br />

lengkap, tentu harus melakukan perbaikan diri. Mengenai apa<br />

saja catatan keuanga, pembukuan atau akuntansi yang harus<br />

dikerjakan, tentu sesuai dengan perkembangan <strong>Koperasi</strong> itu<br />

sendiri.<br />

Secara ideal, ketentuan tentang akuntansi <strong>Koperasi</strong> sudah<br />

tersusun dalam PSAK 27 yaitu akuntansi untuk <strong>Koperasi</strong>.<br />

Walaupun PSAK 27 ini sedang dalam proses penyempurnaan<br />

menyesuaian standar akuntansi yang dberlakukan baru. Paling<br />

sederhana adalah catatan pengeluaran, pemasukan,<br />

buku kas, buku barang.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> satu anggaran dasar dengan dua<br />

pola yaitu syariah dan konvensional. Masalah selanjutnya<br />

adalah masalah audit, <strong>Koperasi</strong>nya syariah tapi yang muncul<br />

adalah konvensional. Permasalahan ini harus kita selesaikan<br />

bersama.<br />

Penjelasan : kalau dalam satu anggaran dasar memuat pola<br />

konvensional dan pola syariah, itu tidak jadi masalah. Sedalam<br />

dan seluas apa isi anggaran dasar, disesuaikan dengan<br />

keperluan. Tetapi kalau yang dimaksud adalah perlakuan<br />

- 87 -


3<br />

4<br />

(terutama perlakuan akuntansi) antara pola konvensional<br />

de ngan pola syariah, jawabannya, betul harus jelas dan berbeda.<br />

Sekali lagi bukan persoalan anggaran dasarnya, tetapi<br />

perlakuan polanya.<br />

Pertanyaan : sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 40 Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 bahwa <strong>Koperasi</strong> dapat<br />

meminta jasa audit kepada akuntan publik terhadap laporan<br />

keuangan yang dikelola oleh pengurus <strong>Koperasi</strong>. Apakah ada<br />

batasan terhadap lama beroperasinya <strong>Koperasi</strong> untuk dimintakan<br />

jasa audit dari akuntan publik.<br />

Penjelasan : lingkup pertanyaan ini agar dikembalikan ke<br />

pokok kepentingannya, yaitu berkaitan dengan penyelenggaraan<br />

fungsi pengawasan. Pelaksana fungsi pengawasan itu,<br />

dilakukan oleh pengawas, dan apabila perlu dapat meminta<br />

bantuan jasa audit ke akuntan publik. Sepanjang penyelenggaraan<br />

dan hasil fungsi pengawasan tersebut, valid dan dapat<br />

dipertanggung jawabkan, kemungkinan pengawasan dilakukan<br />

sendiri secara internal. Sepanjang koperasi menganggap<br />

perlu minta bantuan dari akuntan publik, silahkan di audit oleh<br />

akuntan publik. Mengenai batasan waktu atau umur <strong>Koperasi</strong>,<br />

tidak ada ketentuan yang mengatur batasan waktu.<br />

Pertanyaan : ada ketentuan tentang audit independen bagi <strong>Koperasi</strong><br />

yang omzetnya di atas Rp 1 milyar. Padahal di provinsi<br />

tertentu, belum ada akuntan publik dan harus ke provinsi lain,<br />

tentu biaya menjadi tinggi, bagaimana solusinya ? Apakah<br />

ada sanksi terhadap <strong>Koperasi</strong> yang telah lama beroperasi<br />

dan omzetnya di atas Rp 1 milyar tapi belum pernah di audit<br />

oleh akuntan publik ?.<br />

Penjelasan : agar dipahami terlebih dahulu ketentuan audit<br />

bagi <strong>Koperasi</strong> yang omzet pinjaman telah di atas Rp 1 milyar<br />

(satu milyar) per tahun wajib diaudit oleh akuntan publik, sebagaimana<br />

termuat dalam Permen No 19/Per/M.KUKM/XI/2008<br />

- 88 -


5<br />

6<br />

7<br />

8<br />

9<br />

pasal 36, wajib dilaksanakan. Semua ini untuk menjaga transparansi<br />

pengelolaan sekaligus kredibilitas <strong>Koperasi</strong> itu sendiri,<br />

di mata anggota dan di mata mitra kerjanya. Dalam ketentuan<br />

ini sebagai indikator adalah jumlah omzet pinjaman per tahun,<br />

bukan waktu. Seandainya <strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan maju<br />

pesat, dalam jangka waktu relatif pendek telah memiliki omzet<br />

pinjaman di atas Rp 1 milyar (satu milyar), maka wajib di audit<br />

akuntan publik.<br />

Mengenai ketidak beradaan akuntan publik di suatu<br />

provinsi, hendaknya dapat diatasi melalui mekanisme kerjasama<br />

yang memungkinkan untuk itu.<br />

Pertanyaan : pajak yang diberlakukan pada <strong>Koperasi</strong>, ternyata<br />

menjadi beban untuk <strong>Koperasi</strong>, terlebih lagi untuk <strong>Koperasi</strong><br />

baru. Untuk SHU yang diterima oleh anggota juga dikenai pajak.<br />

Mohon tanggapan masalah ini.<br />

Pertanyaan : sebenarnya <strong>Koperasi</strong> dapat menerima pengenaan<br />

pajak bagi <strong>Koperasi</strong>. Namun, dalam praktek pajak tersebut<br />

dikenakan berkali-kali, dari anggota ke <strong>Koperasi</strong> kena pajak,<br />

dari <strong>Koperasi</strong>nya sendiri kena pajak ?<br />

Pertanyaan : di harapkan Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM<br />

memberikan formulasi atau cara lain untuk menghitung Pajak<br />

PPh maupun PPN, mana yang memberikan pelayanan kepada<br />

anggota, dan mana usaha yang berbisnis dengan Non<br />

Anggota.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> untuk simpanan pokok dan simpanan<br />

wajib menjadi beban/biaya <strong>Koperasi</strong>, sehingga memperkecil<br />

SHU, dengan maksud memperkecil perhitungan<br />

pembayaran pajak atas perhitungan SHU dimaksud. Mohon<br />

saran.<br />

Pertanyaan : bagaimana peran pemerintah dalam perkembangan<br />

<strong>Koperasi</strong>, yang saya tahu dalam hal pajak, Kopera-<br />

- 89 -


si dan BUMN atau PT disamakan. Padahal tujuan <strong>Koperasi</strong><br />

beda dengan badan usaha lainnya?<br />

Penjelasan : pertanyaan no 5, 6, 7, 8 dan 9 dijelaskan sekaligus.<br />

Penjelasan pertanyaan ini kita dekati dalam 2 (dua)<br />

pendekatan, yaitu kepatuhan terhadap pajak, dan perlakuan<br />

pajak kepada koperasi.<br />

a. Kita dudukkan dulu, apa itu pajak. Mengutip Undang-<br />

Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi<br />

pasal 1 ayat 10 yang berbunyi “pajak daerah yang selanjutnya<br />

disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang<br />

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa<br />

berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan<br />

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan<br />

daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebagai<br />

warga Negara, pengenaan pajak kepada <strong>Koperasi</strong>, sesuai<br />

dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pengalaman<br />

selama penyelenggaraan bimbingan teknis perkoperasian,<br />

pada dasarnya <strong>Koperasi</strong> patuh dan tidak keberatan tentang<br />

ketentuan pajak. Persoalan yang muncul adalah terjadinya<br />

penghitungan pajak yang dobel (berganda) dan besaran pengenaannya.<br />

b. Segi kedua, berkaitan dengan pengenaan pajak terhadap<br />

<strong>Koperasi</strong>. Dalam hal ini, memang perlu peninjauan<br />

kembali terhadap besaran pengenaan pajak terhadap <strong>Koperasi</strong>,<br />

bukan pembebasan pajak sebagaimana penjelasan di<br />

atas. Masukan dari banyak <strong>Koperasi</strong>, sebenarnya <strong>Koperasi</strong><br />

tidak ada masalah tentang pengenaan pajak. Pokok masalah<br />

yang timbul karena, dalam perhitungan menggunakan kaidah-kaidah<br />

yang tidak tepat, tidak mengakomodir hakekat organisasi<br />

<strong>Koperasi</strong>, dan sering terjadi pengenaan pajak yang<br />

dobel.<br />

c. Beberapa persoalan yang dinilai belum tepat, bahwa<br />

di dalam organisasi <strong>Koperasi</strong> itu, walaupun disebutkan sebagai<br />

badan usaha, namun ada sisi-sisi khusus yang tidak da-<br />

- 90 -


pat disamakan dengan badan usaha lain, seperti perseroan<br />

terbatas. Apa yang dimaksud transaksi dan mengakibatkan<br />

perpindahan kepemilikan, di <strong>Koperasi</strong> tidak mutlak seperti<br />

itu. Sebagai contoh, pada <strong>Koperasi</strong> peternakan sapi perah.<br />

Petani anggota yang menghasilkan produk susu, yang kemudian<br />

di serahkan ke <strong>Koperasi</strong>, ini bukan transaksi dan tidak<br />

ada pemindahan kepemilikan. Hal ini berbeda, kalau <strong>Koperasi</strong><br />

menjual pakan ternak ke anggota, ini transaksi dan terjadi<br />

pemindahan kepemilikan. Kejadian-kejadian seperti ini yang<br />

masih meleset dari pertimbangan pengenaan perpajakan.<br />

d. Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM terus melakukan komunikasi<br />

dan advokasi, berkaitan perlakuan perpajakan kepada<br />

<strong>Koperasi</strong>.<br />

- 91 -


RUMPUN 13: PENDIDIKAN DAN LATIHAN<br />

1<br />

2<br />

Pertanyaan : pendidikan dan pelatihan bagi pengurus <strong>Koperasi</strong><br />

merupakan kebutuhan dalam memajukan <strong>Koperasi</strong>. Tapi<br />

banyak <strong>Koperasi</strong> enggan melakukan pelatihan. <strong>Koperasi</strong> hanya<br />

mau mengikuti pelatihan yang biayanya ditanggung oleh<br />

Dinas KUKM.<br />

Penjelasan : Mengenai pendidikan dan pelatihan perkoperasian,<br />

justru harus diingatkan bahwa itu merupakan salah satu<br />

butir prinsip <strong>Koperasi</strong> “pendidikan perkoperasian”. Dalam arti,<br />

lembaga <strong>Koperasi</strong> secara kelembagaan merupakan lembaga<br />

yang memiliki nilai dan jiwa untuk mencerdaskan dan mendidik<br />

anggotanya. <strong>Koperasi</strong> bukan semata-mata melakukan<br />

usaha. Tetapi juga penting melakukan fungsi pendidikan.<br />

Mendidik dan melatih anggota, agar memiliki ketrampilan<br />

dalam berusaha, pengetahuan dalam menjalankan hak dan<br />

kewajiban, pengetahuan dan kemauan untuk berkontribusi<br />

kepada <strong>Koperasi</strong>, dan lain-lain. Prinsip pendidikan perkoperasian<br />

ini dalam praktek masih sering kurang diperhatikan atau<br />

diabaikan oleh <strong>Koperasi</strong>.<br />

Seharusnya dalam program kerja dari bagian SHU untuk<br />

porsi pendidikan perkoperasian. Kalaupun saat ini, masih<br />

kurang, menjadi tugas pembina untuk menggerakkan <strong>Koperasi</strong><br />

agar menjalankan prinsip pendidikan perkoperasian.<br />

Pertanyaan : perlu tenaga/petugas lapangan <strong>Koperasi</strong> di Kabupaten/Kota.<br />

Karena sumber daya manusia di Dinas KUKM<br />

sangat terbatas. Supaya mereka menjadi ujung tombak dalam<br />

pembinaan <strong>Koperasi</strong> di Kab/kota.<br />

Penjelasan : sangat setuju. Pengaktifan tenaga-tenaga teknis<br />

lapangan berdasarkan pengalaman, memang efektif membantu<br />

pembinaan perkoperasian di lapangan. Pada tahun 1980-<br />

- 92 -


1990-an, waktu itu Departemen <strong>Koperasi</strong> dan PPK, memiliki<br />

program Petugas Konsultasi <strong>Koperasi</strong> Lapangan (PKKL) dan<br />

terbukti efektif.<br />

Dalam era otonomi seharusnya pengaktifan tenaga-tenaga<br />

penyuluh <strong>Koperasi</strong> lapangan, atau dengan penamaan lain<br />

harus menjadi urusan daerah. Sudah banyak pemerintah<br />

daerah cq Dinas yang membidangi urusan koperasi dan UKM,<br />

provinsi maupun kabupaten/kota memiliki dan menjalankan<br />

program tenaga-tenaga penyuluh lapangan, tenaga pendamping<br />

lapangan atau penamaan lain, sebagai program daerah<br />

dengan pembiayaan dari masing-masing APBD. Kementerian<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM, menginisiasi kembali pengaktif an tenagatenaga<br />

penyuluh <strong>Koperasi</strong> lapangan.<br />

- 93 -


RUMPUN 14: PEMBINAAN OLEH PEMERINTAH<br />

1<br />

Pertanyaan : bagaimana batas kewenangan pembina (pemerintah)<br />

dalam hal ada kasus-kasus seperti penggelapan di<br />

<strong>Koperasi</strong>. Kita ditanya tanggung jawabnya selaku pihak yang<br />

menerbitkan badan hukum?<br />

Penjelasan : pisahkan antara kewenangan pemerintah dalam<br />

pengesahan badan hukum <strong>Koperasi</strong>, dengan operasionalisasi<br />

<strong>Koperasi</strong> sebagai badan usaha. Perlu ditegaskan kembali,<br />

<strong>Koperasi</strong> itu adalah lembaga private dimiliki oleh para anggotanya.<br />

Sebagai lembaga private, <strong>Koperasi</strong> itu independen,<br />

seperti badan usaha perseroan terbatas (PT) atau CV. <strong>Koperasi</strong><br />

bukan milik pemerintah. Dari sini menjadi jelas, seluruh<br />

persoalan yang muncul ketika <strong>Koperasi</strong> menjalankan aktivitasnya,<br />

merupakan urusan internal dan tangung jawab <strong>Koperasi</strong><br />

sebagai lembaga independen.<br />

Untuk pertanyaan ini, gunakan beberapa rujukan sebagai<br />

acuan tentang kewenangan pemerintah daerah terhadap<br />

pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>. Pertama tentu mengacu pada Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,<br />

khususnya pasal 60 sampai dengan 64. Secara garis<br />

besar, tugas pemerintah terhadap pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>,<br />

dilakukan melalui 3 (tiga) subyek yaitu : (a) menciptakan dan<br />

mengembangkan iklim kondusif, (b) memberikan bimbingan<br />

dan kemudahan (c) memberikan perlindungan. Namun juga<br />

harus dipahami sebagaimana penjelasan pasal-pasal itu,<br />

bahwa pemerintah dalam memberdayakan <strong>Koperasi</strong>, tidak<br />

boleh mengganggu upaya kemandirian <strong>Koperasi</strong>.<br />

Peran pemerintah bersifat fasilitasi dan advokasi, tidak intervensi.<br />

Pengesahan akta pendirian <strong>Koperasi</strong> menjadi badan<br />

hukum koperasi oleh pemerintah, tidak dapat dikaitkan dengan<br />

kasus-kasus yang ada di <strong>Koperasi</strong>. Pengesahan badan<br />

hukum <strong>Koperasi</strong> diterbitkan sesuai dan sepanjang memenuhi<br />

ketentuan pendirian <strong>Koperasi</strong>.<br />

- 94 -


2<br />

3<br />

4<br />

Pertanyaan : <strong>Koperasi</strong> mau dibawa kemana? Karena kelemahan<br />

<strong>Koperasi</strong> pada regulasi, kemampuan SDM <strong>Koperasi</strong><br />

dan SDM pembina. Selain itu pemahaman antara pemerintah<br />

pusat dan pemerintah daerah tidak nyambung, seperti Nomenklatur<br />

kedinasan yang berbeda-beda.<br />

Pertanyaan : di daerah sering terjadi penggantian pejabat/<br />

pembina, sehingga orang-orang yang ahli di Bidang <strong>Koperasi</strong><br />

boleh dikatakan tidak ada lagi. Bagaimana kalau ada penegasan<br />

dari pihak Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM kepada<br />

Kepala Daerah bahwa orang-orang yang trampil di bidang<br />

<strong>Koperasi</strong> dikembalikan kepada Dinas <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Penjelasan : pertanyaan Nomor 2 dan 3 dijawab sekaligus.<br />

Ada 2 (dua) pesan terkandung dalam pertanyaan ini, (a)<br />

masalah kualitas SDM <strong>Koperasi</strong> dan SDM pembina (b) struktur<br />

organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).<br />

Untuk masalah pertama, kualitas SDM <strong>Koperasi</strong> berdasarkan<br />

fakta inventarisasi di lapangan, memang persoalan kualitas<br />

SDM <strong>Koperasi</strong> menjadi hal prioritas. Anggota <strong>Koperasi</strong><br />

seharusnya menjadi motor penggerak, belum mampu memahami<br />

hak dan kewajiban dan melakukan partisipasi aktif kepada<br />

<strong>Koperasi</strong>nya. Padahal, kemajuan <strong>Koperasi</strong> secara ideal,<br />

ditentukan dan digerakkan oleh anggota. Ini fakta, dengan demikian<br />

menjadi prioritas program pendidikan perkopersian.<br />

Untuk masalah struktur organisasi kedinasan di daerah,<br />

tentu Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM tidak dapat memaksakan.<br />

Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM terus menghimbau<br />

kepala daerah, untuk memberikan perhatian terhadap urusan<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM, dapat dibentuk dalam satu kedinasan<br />

tersendiri.<br />

Pertanyaaan : batas kewenangan suatu provinsi, kabupaten/<br />

kota untuk membina cabang <strong>Koperasi</strong>, yang badan hukumnya<br />

diterbitkan di wilayah lain. Belum ada payung hukum yang<br />

jelas, terutama berkaitan apabila ada penyimpangan. Sebaik-<br />

- 95 -


5<br />

nya Kementerian KUKM memberikan batasan kewenangan<br />

tersebut.<br />

Penjelasan : untuk kantor cabang, kita dapat merujuk pada<br />

Peraturan Menteri Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM Nomor 19/<br />

Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan<br />

Usaha Simpan Pinjam oleh <strong>Koperasi</strong>, pasal 18 ayat 4<br />

yang berbunyi pembukaan kantor cabang KSP/USP koperasi<br />

tersebut wajib mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang<br />

yang telah mengesahkan akta pendirian KSP/USP <strong>Koperasi</strong>,<br />

setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang<br />

di Kab/Kota di tempat kedudukan kantor cabang <strong>Koperasi</strong><br />

tersebut akan dibuka. Sehingga untuk pembinaan kantor cabang<br />

<strong>Koperasi</strong> adalah pejabat yang berwenang di Kab/Kota<br />

tempat kedudukan kantor cabang <strong>Koperasi</strong> tersebut dibuka.<br />

Pertanyaan : bagaimana pola pembinaan dan pertanggungjawaban<br />

<strong>Koperasi</strong>, dimana <strong>Koperasi</strong> tersebut merupakan cabang<br />

di daerah ?<br />

Penjelasan : kita klarifikasi dahulu, apa yang dimaksudkan<br />

pertanggung jawaban kantor cabang <strong>Koperasi</strong>? Jika yang<br />

dimaksud pertanggung jawaban kantor cabang <strong>Koperasi</strong> sebagai<br />

organisasi <strong>Koperasi</strong> itu sendiri, maka ketentuan dan<br />

mekanisme pertanggungjawabannya mengikuti ketentuan internal<br />

<strong>Koperasi</strong> itu sendiri. Kantor cabang <strong>Koperasi</strong> menyampaikan<br />

laporan pertanggungjawaban kepada <strong>Koperasi</strong>nya.<br />

<strong>Koperasi</strong> yang bersangkutan menyampaikan laporan, seperti<br />

hasil ra pat anggota tahunan ke Dinas yang membidangi urusan<br />

KUKM di lokasi keberadaan domisili <strong>Koperasi</strong>.<br />

Namun untuk KSP, disamping laporan hasil RAT, juga <strong>Koperasi</strong><br />

memiliki kewajiban menyampaikan laporan keuangan<br />

secara periodik bulanan, triwulan, semester dan tahunan<br />

kepada Dinas yang membidangi urusan KUKM di lokasi keberadaan<br />

domisili <strong>Koperasi</strong>.<br />

- 96 -


6<br />

7<br />

Pertanyaan : agar diadakan kembali sosialisasi implementasi<br />

Permenkop dan UKM, dan/atau Kepmenkop dan UKM yang<br />

lebih teknis<br />

Penjelasan : setuju. Sosialisasi berbagai Permen maupun<br />

Kepmen dan juga Perda tentang perkoperasian, harus<br />

terus dilakukan dan disebarluaskan ke seluruh daerah dan<br />

kepada para pembina, antara lain melalui acara bimbingan<br />

teknis Perkoperasian ini. Hal ini penting untuk meningkatkan<br />

pengetahuan dan pemahaman para aparat/pembina <strong>Koperasi</strong><br />

di daerah. Acara bimbingan teknis Perkoperasian sekarang<br />

ini merupakan langkah konkrit yang disosialisasikan oleh<br />

Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM. Tentu setiap Perda, dapat<br />

mengembangkan sendiri program-program sosialisasi atas<br />

biaya daerah (APBD).<br />

Dengan terus melakukan sosialisasi, dan terjadi perubahan<br />

dalam hal pemahaman, pengetahuan tentang kebijakan<br />

dan regulasi perkoperasian, memberikan bekal memadai kepada<br />

para pembina, dalam menyelenggarakan pembinaan<br />

dan pencarian solusi berbagai permasalahan Perkoperasian<br />

di lapangan.<br />

Pertanyaan : terdapat 2 payung hukum yaitu Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Perdasus<br />

Gubernur, Jadi mana yang lebih mengikat atau lebih utama<br />

diikuti ?<br />

Penjelasan : kedua peraturan perundangan tersebut, tetap<br />

harus menjadi acuan pemberdayaan <strong>Koperasi</strong>. Peraturan<br />

per undangan tentang <strong>Koperasi</strong>, diatur dalam Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan<br />

hierarki peraturan perundangan sesuai Undang-Undang Nomor<br />

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,<br />

maka posisi tertinggi adalah Undang-<br />

Undang Dasar 1945, diikuti Undang-Undang atau Peraturan<br />

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Peraturan<br />

Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah. Jadi,<br />

- 97 -


8<br />

9<br />

tidak dan tidak boleh ada perbedaan antara perdasus tentang<br />

<strong>Koperasi</strong> dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang<br />

perkoperasian.<br />

Pertanyaan : berkaitan dengan kebijakan kantor pelayanan<br />

perijinan satu atap. Bagi unit simpan-pinjam yg menerbitkan<br />

izin simpan-pinjam, apakah izin ini dapat dikeluarkan oleh<br />

kantor pelayanan satu atap, karena di daerah kami masingmasing<br />

Dinas diminta menginventarisir perijinan untuk masuk<br />

dalam pelayanan perijinan satu atap. atau tetap di Dinas<br />

KUKM ?<br />

Penjelasan : agar menyesuaikan perkembangan yang berlaku<br />

sekarang ini, kebijakan mengenai pelayanan perijinan<br />

satu atap, memiliki maksud bagus, yaitu efisiensi, kemudahan<br />

dan transparansi proses perijinan usaha. Perbedaanya adalah<br />

cara penerbitannya. Selama ini, ijin-ijin usaha dilakukan<br />

dan diterbitkan di setiap kantor yang berkepentingan. De ngan<br />

pelayanan satu atap, teknis penerbitan lokasinya disatukan<br />

sehingga tidak boros waktu, energi. Teknis administratif perijinan<br />

itu sendiri, masih tetap, hanya tempatnya saja yang<br />

disatukan.<br />

Pertanyaan : kita telah membina dan melakukan sentuhan<br />

yang sangat intensif seperti merawat bayi kepada <strong>Koperasi</strong>.<br />

Namun hasilnya belum maksimal. Apa kiat kita untuk membangkitkan<br />

semangat mereka ?<br />

Penjelasan : ini adalah pembinaan <strong>Koperasi</strong> seperti biasa.<br />

Kemajuan <strong>Koperasi</strong> sangat tergantung dari kemampuan SDM<br />

pengurus, pengawas, pengelola untuk mampu menjalankan<br />

fungsinya, serta aktivitas anggota dalam berkontribusi dan<br />

berpartisipasi kepada <strong>Koperasi</strong>nya. Antara satu <strong>Koperasi</strong> dengan<br />

<strong>Koperasi</strong> lain, tentu tingkat kemajuannya berbeda. Kita<br />

yakin, di daerah Saudara ada <strong>Koperasi</strong> yang relatif maju, kenapa<br />

<strong>Koperasi</strong> ini dapat maju !<br />

- 98 -


10<br />

11<br />

Kiat pengembangan <strong>Koperasi</strong>, tentu dorong setiap unsur<br />

dan organ di dalam <strong>Koperasi</strong> berfungsi optimal. Peran pembina,<br />

Dinas KUKM memberikan dukungan, pemberdayaan<br />

melalui antara lain, pelatihan, bantuan manajemen, bantuan<br />

permodalan dan kebutuhan-kebutuhan lain, asal tidak mematikan<br />

kemandirian <strong>Koperasi</strong>. Belajar dari pengalaman atau<br />

benchmaking dari koperasi maju, yang ada di daerah yang<br />

sama, atau di daerah lain, dapat membangkitkan spirit sekaligus<br />

sebagai inspirasi.<br />

Pertanyaan : Agar disusun kembali bunga rampai peraturan<br />

perundangan tentang per<strong>Koperasi</strong>an. Karena sekarang ini<br />

mencari “file” peraturan perundangan perkopersian, terutama<br />

yang lama namun masih valid, sangat sulit!<br />

Penjelasan : usulan untuk menyusun bunga rampai, kami perhatikan.<br />

Pertanyaan : ada <strong>Koperasi</strong> yang berkembang ingin memanfaatkan<br />

aset <strong>Koperasi</strong> yang mati suri. Dimana kewenangan<br />

kita?<br />

Penjelasan : cermati terlebih dahulu, kalau kejadian yang<br />

dipertanyakan ini mengarah ke semacam penguasaan sepihak,<br />

tentu tidak benar. <strong>Koperasi</strong> yang kuat tidak dapat melakukan<br />

penguasaan sepihak kepada <strong>Koperasi</strong> yang lemah. Dalam<br />

kejadian ini, ada mekanisme yang cocok untuk penyelesaian<br />

yaitu penggabungan atau peleburan. Arahkan ke proses<br />

penggabungan atau peleburan (lihat penjelasan rumpun pembenahan<br />

<strong>Koperasi</strong> tidak aktif, butir 13 sampai dengan 17).<br />

- 99 -


diterbitkan tahun 2011 oleh;<br />

Direktorat Pengolahan dan Penyediaan Informasi<br />

Direktorat Jenderal Komunikasi dan Informasi Publik<br />

Kementerian Komunikasi dan Informatika<br />

- 100 -

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!