14.08.2017 Views

SERI CERITA TAPAK WATER.ORG

Mendapatkan akses air bersih layak minum dan sanitasi tidak semuanya bisa mendapatkannya. Terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Namun Water.org memberikan beberapa solusi berupa inovasi yang mereka sebut seperi WaterCredit bisa menjadi salah satu alternatif jalan keluar untuk mendapatkan hak esensial sebagai manusia, yaitu air dan sanitasi.

Mendapatkan akses air bersih layak minum dan sanitasi tidak semuanya bisa mendapatkannya. Terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Namun Water.org memberikan beberapa solusi berupa inovasi yang mereka sebut seperi WaterCredit bisa menjadi salah satu alternatif jalan keluar untuk mendapatkan hak esensial sebagai manusia, yaitu air dan sanitasi.

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Seri Cerita Tapak | vol 01<br />

6<br />

Mei-Juli 2017<br />

Air dan Kehidupan<br />

Menyicil Tandon untuk Akses Air<br />

Langsung Ke Rumah<br />

Tiap pagi dan sore hari sumber mata air<br />

satu-satunya Gedang-gedang, Kecamatan<br />

Batu Putih, Kabupaten Sumenep, Madura,<br />

Jawa Timur, selalu ramai dikunjungi warga<br />

yang antri bergantian mengambil air.<br />

Semakin ramai ketika musim kemarau,<br />

karena warga dari desa lainnya pun datang<br />

untuk mengambil air di sumber mata air<br />

satu-satunya di desa tersebut. Warga<br />

setempat menyebut sumber air tersebut<br />

dengan sebutan,”deg-deg.” Tidak ada artinya,<br />

deg-deg hanya diidentikan dengan bunyi air<br />

yang tengah diminum seseorang, dan saking<br />

hausnya hingga saat dia meminum<br />

terdengar bunyinya “deg-deg” di<br />

kerongkongan.<br />

Sudhana, 50, dan istrinya yang warga Desa<br />

Gedang-gedang juga salah satunya yang<br />

kerap kali ke sumber mata air deg-deg, guna<br />

memenuhi kebutuhan air minum dan<br />

memasak untuk keluarga. Sehari bisa tiga<br />

kali Sudhana dan istrinya mengambil air dari<br />

sumber mata air ke rumahnya yang berjarak<br />

kurang lebih 2 km yang ditempuhnya<br />

dengan berjalan kaki. Pagi, sore dan siang<br />

hari. Rumah Sudhana sendiri berada di<br />

dataran lebih tinggi, sementara sumber<br />

mata air ada di bawah desa tidak jauh dari<br />

batas pinggir pantai. Dia memikul dua<br />

ember air yang masing-masing bisa<br />

memuat hingga 25 liter. Artinya sekali<br />

angkut dia memikul 50 liter.<br />

Sudhana bisa ke mata air deg-deg lebih<br />

sering lagi sebelum dan selama Hari Raya<br />

Islam tiba, seperti Hari Raya Idul Fitri dan<br />

Idul Adha. Banyak tamu yaitu sanak dan<br />

kerabatnya yang berkunjung ke rumahnya,<br />

beberapa juga akan menginap. Artinya dia<br />

harus memastikan persediaan air di kamar<br />

mandinya tercukupi. Termasuk kebutuhan<br />

untuk seduhan minum panas (untuk teh<br />

dan kopi) atau masak makanan untuk<br />

disajikan tamu. Belum lagi untuk kebutuhan<br />

mencuci.<br />

“Begitu pula jika musim kemarau tiba, mata<br />

air deg-deg berkurang. Sangat kurang. Jadi<br />

kami harus menunggu lima atau 10 menit<br />

lagi sehingga mengumpul dan bisa kami<br />

ciduk. Kasihan warga desa tetangga kami di<br />

gunung lebih sengsara. Mereka harus<br />

berjalan lebih jauh lagi untuk menuju mata<br />

air deg-deg. Tapi airnya tersedia terbatas,”<br />

jelas Sudhana.<br />

Sudhana dan istrinya seperti warga lainnya di<br />

desa mengambil air di sumber mata air yang<br />

jauh dari rumahnya.<br />

(Foto: Musfarayani)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!