150710 KI 44 (I) #7
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
K a b a r I t a h<br />
Edisi <strong>44</strong> : April - Juni 2015<br />
Editorial<br />
Memasuki pertengahan tahun, kami<br />
sangat beruntung bisa memperbaharui<br />
Unit Administrasi dan Keuangan dengan<br />
membawa staf baru yang sangat<br />
berpengalaman. Dengan ini kami akan lebih<br />
efektif menangani sejumlah proyek yang baru<br />
dan besar yang menyongsong di depan kami.<br />
Perubahan signifikan yang terjadi terhadap<br />
mitra terdekat dan terlama kami, Kalimantan<br />
Gold, membuat YTS perlu menciptakan<br />
pondasi yang kuat. Salah satunya dengan<br />
terlibat dalam proyek-proyek yang lebih besar<br />
dan berjangka panjang, seperti yang barubaru<br />
ini dengan pemerintah Kanada, terkait<br />
tambang emas skala kecil.<br />
Namun, kami masih menghadapi tantangan<br />
dalam mendukung dan memperkuat<br />
hubungan dengan masyarakat Dayak di<br />
Hulu Kahayan. Ini sangat penting karena<br />
di sinilah letak visi jangka panjang kami,<br />
yaitu berkontribusi terhadap pembangunan<br />
peradaban dan sosial dengan berlandaskan<br />
nilai kemanusiaan yang lebih tinggi.<br />
Sejauh ini kami telah mulai melangkah<br />
menuju hal tersebut melalui kegiatan YTS<br />
di Kabupaten Gunung Mas. Pembangunan<br />
yang utama adalah mulai bekerja langsung<br />
dengan pemerintah kabupaten untuk<br />
meningkatkan kapasitas dan kinerjanya agar<br />
terlibat lebih efektif di masyarakat, khususnya<br />
di lokasi yang lebih terpencil yang tidak<br />
mendapat akses langsung dan cepat dari staf<br />
pemerintah.<br />
Tentu saja kerjasama YTS dengan pemerintah<br />
dan masyarakat memegang peran penting<br />
untuk memfasilitasi perubahan ini. Tidak<br />
mungkin mencapai perubahan dimaksud<br />
tanpa ada perantara yang menjembatani<br />
jurang antara kedua pihak tersebut.<br />
Kami harap edisi kali ini bisa menjadi<br />
pengantar para pembaca melewati liburan<br />
yang santai dan menyenangkan.<br />
Bardolf Paul<br />
Pimpinan YTS<br />
Membangun Visi Pertambangan Emas Skala Kecil<br />
di London<br />
Peserta lokakarya menuangkan gagasan mereka tentang cara meningkatkan sektor<br />
Pertambangan Tradisional dan Skala Kecil.<br />
Akhir April tahun ini, the International<br />
Institute for Environment and<br />
Development, IIED, mengadakan<br />
lokakarya yang melibatkan 40 individu<br />
dari beragam minat dan keterlibatan<br />
dalam sektor Pertambangan Tradisional<br />
dan Skala Kecil (PTSK). YTS terlibat<br />
aktif, membawa pengalaman kerja di<br />
Indonesia ke dalam diskusi.<br />
Acara ini bertujuan mendorong dialog<br />
multi-sektor, dan fokus utama diskusi<br />
adalah tantangan untuk mengajak<br />
pemerintah terlibat dalam sektor ini,<br />
karena hampir di semua negara, PTSK<br />
berstatus ‘ilegal’. Salah satu saran<br />
diangkat adalah menggandeng OMS<br />
untuk mendampingi pemerintah<br />
menjawab beberapa kebutuhan,<br />
terutama ketika terlibat langsung<br />
dengan komunitas PTSK.<br />
Dari diskusi ini sangat jelas disadari bahwa<br />
tidak banyak yang diketahui tentang<br />
sektor PTSK, sehingga pertanyaan<br />
apakah PTSK dilakukan karena dorongan<br />
kemiskinan atau karena kurangnya<br />
pilihan mata usaha masih belum terjawab,<br />
karena data sosial-ekonomi di lapangan<br />
sangat terbatas.<br />
Formalisasi sektor ini sepertinya bisa<br />
menjadi solusi, namun harus dengan<br />
pertimbangan bahwa formalisasi<br />
tersebut bisa merefleksikan keadaan,<br />
teritori, dan rejim hak tumpang<br />
tindih setempat. Harapannya,<br />
kita mengarusutamakan hal ini<br />
dalam agenda nasional negara dan<br />
mendukung transisi menuju sektor PTSK<br />
yang aman, berkelanjutan dan produktif.<br />
Dunia universal, mengakui bahwa PTSK<br />
juga harus bisa menjalankan fungsinya<br />
sebagai sektor bisnis.<br />
Pada akhir lokakarya, disepakati<br />
untuk memulai dialog nasional di<br />
setidaknya tiga negara paling lambat<br />
bulan Agustus-September. Peserta dari<br />
Indonesia sangat ingin kegiatan tersebut<br />
diadakan di Indonesia.
Perempuan Meningkatkan Program Mata Pencaharian<br />
Perempuan yang bergabung dengan KUB di Sei Gohong 38, Bukit Batu bersemangat dengan proyek<br />
Aaaaaa<br />
budidaya ikan yang dilakukan<br />
aaaa<br />
aaaaaaaaaa<br />
Menjadi ibu rumah tangga ternyata membawa manfaat<br />
tersendiri bagi para perempuan yang tergabung dalam<br />
Pipi Selvia, berjuang antara Mimpi dan Kesempatan<br />
Kelompok Usaha Bersama (KUB) Sei Gohong Trans<br />
38, Bukit Batu. Mereka jadi punya lebih banyak waktu<br />
untuk beragam kegiatan dan terlibat dalam program,<br />
seperti program YTS. “Kami ingin sukses pemijahan<br />
ikan dan mendorong masyarakat aktif di program”,<br />
ujar ibu-ibu tersebut menjelaskan kegiatan mereka.<br />
Sebelas perempuan ini terbilang paling aktif di antara<br />
anggota kelompok lainnya dalam pelatihan budidaya<br />
ikan; mulai dari membuat kolam, memelihara ikan,<br />
sampai menjadi operator mesin dan menangani<br />
suplai pakan bagi anggota kelompok. “Kami mau<br />
produksi pakan ikan bulan ini, tidak cuma untuk<br />
kelompok tapi juga untuk di luar kelompok. Ini salah<br />
satu strategi menambah modal usaha. Kami ingin bisa<br />
menyuplai bibit ikan untuk masyarakat; dan tidak menyerah<br />
sampai pemijahan berhasil”, jelas Sulasmi, Ketua KUB.<br />
Bersambung ke halaman 4<br />
Pipi Selvia (kanan), mahasiswa dari Tumbang Manyoi, mengisi<br />
liburnya kali ini dengan mencari ikan dan menambang emas demi<br />
mendapat uang untuk membayar biaya semester berikutnya.<br />
Sementara<br />
anak-anak<br />
lain mengisi<br />
liburan<br />
dengan<br />
jalanjalan<br />
atau<br />
bersenangsenang,<br />
tidak<br />
demikian<br />
dengan Pipi<br />
Selvia. Ketika<br />
libur tiba, ia<br />
harus pulang ke kampung untuk bekerja sampai libur selesai,<br />
mencari uang untuk membiayai semester berikutnya.<br />
“Saya menyadap karet, atau mendulang emas di sungai.<br />
Kadang saya juga menerima upah panen padi,” jawabnya<br />
ketika ditanya apa yang biasa dia lakukan. Bagi Pipi, ini hal<br />
biasa.”Semua anak di keluarga kami sudah biasa bekerja<br />
sambil sekolah. Kalau tidak, kami tidak mampu sekolah.<br />
Saya rasa anak-anak lain di desa saya juga melakukan hal<br />
yang sama,”jelasnya. Pipi bercerita bahwa orang tuanya<br />
mempunyai lima anak, dan tidak mampu kalau harus<br />
membiayai mereka semua sekolah.”Kami harus berhenti<br />
dulu satu tahun setelah lulus sekolah dasar dan menengah,<br />
sebelum lanjut ke jenjang berikutnya. Harus bekerja dulu<br />
mencari uang untuk mendaftar,” jelas Pipi.<br />
“Di sini, sekolah tidak murah. Uang sekolah mungkin murah,<br />
tapi kalau mau sekolah, biaya tambahannya banyak,” imbuh<br />
Pipi. Misalnya, di desanya hanya ada Sekolah Dasar. Untuk<br />
melanjutkan pendidikan, ia harus memikirkan biaya untuk<br />
pergi ke desa lain yang memiliki fasilitas sekolah lanjutan,<br />
atau, biaya hidup di Ibu Kota Provinsi untuk melanjutkan<br />
ke universitas.<br />
Pipi mengatakan cita-cita sebenarnya adalah menjadi guru,<br />
tetapi ia kini terpaksa mengambil jurusan agama di salah<br />
salah satu univesitas negeri di Palangka Raya. Alasannya<br />
karena jurusan ini lebih murah dibanding jurusan keguruan.<br />
“Ini jurusan paling murah yang dapat saya jangkau, daripada<br />
tidak sekolah sama sekali,”kata Pipi.<br />
Cerita Pipi ini mewakili banyak cerita lain dari murid-murid<br />
di desa dampingan kami. Bagi mereka, melanjutkan sekolah<br />
bukanlah hal yang mudah, bahkan terkadang mereka<br />
tidak bisa memilih jurusan yang diinginkan. Kebanyakan<br />
mengatakan bahwa itu masih lebih baik daripada tidak<br />
sekolah sama sekali.<br />
Semangat untuk sekolah dan keinginan yang kuat untuk<br />
mewujudkannya yang ditunjukkan oleh siswa-siswi ini menjadi<br />
alasan utama beasiswa Kalimantan Kids Club (KKC) dibentuk.<br />
Saat ini Pipi Selvia beserta 50 siswa lainnya dari wilayah<br />
dampingan kami adalah penerima beasiswa program KKC.<br />
Selama lebih dari 10 tahun, program KKC diperuntukan bagi<br />
siswa seperti Pipi, dengan harapan kami dapat membantu<br />
mereka mencapai mimpi dan mengambil pilihan pendidikan<br />
yang lebih baik, tanpa dibatasi masalah biaya. Dengan<br />
kemungkinan ini, semoga generasi muda dari desa dampingan<br />
kami bisa membangun desa mereka, dan mewujudkan<br />
pembangunan yang berkelanjutan. Kami berharap mereka<br />
dapat menjadi ujung tombak pelaku pembangunan untuk<br />
kehidupan yang lebih baik di Kalimantan.<br />
2<br />
Kabar Itah - Edisi <strong>44</strong>
Menuju Tata Kelola yang Baik: Perubahan Perilaku dalam Hal Sanitasi<br />
luar biasa dalam menerapkan pengetahuan<br />
yang didapatkannya dari pelatihan<br />
sanitarian tersebut.<br />
Siswa di Penda Pilang aktif merespon pertanyaan yang diajukan tentang sanitasi selama kunjungan monitoring<br />
YTS dan pemerintah di desa mereka.<br />
Jika kita berkunjung ke sekolah di Penda Pilang<br />
di mana Herman mengajar, kita akan menyadari<br />
perubahan besar bagaimana sekolah ini<br />
dikelola, dibandingkan kondisi sebelumnya.<br />
Anak-anak sekarang bermain di lapangan yang<br />
bersih dengan hampir tidak ada sampah sama<br />
sekali. Ketika ada yang membuang sampah,<br />
selalu ada siswa yang akan memungut dan<br />
membuangnya ke tempat sampah. Bahkan di<br />
toilet, kita tidak akan mencium bau pesing lagi<br />
seperti sebelumnya.<br />
Memulai perubahan harus dari diri sendiri! Di bulan Juni,<br />
tim monitoring yang terdiri dari tiga staf perempuan dari<br />
Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Mas dan dua staf<br />
Proyek Governance YTS membuktikan ungkapan. Saat itu,<br />
tim memonitor hasil dari Pelatihan Sanitarian yang dilakukan<br />
bulan Maret lalu. Dari Penda Pilang dan Tumbang Tambirah – dua<br />
dari tiga desa dimana 14 orang Sanitarian Desa dilatih – tim<br />
berbagi cerita bagaimana para Sanitarian baru tersebut<br />
menerapkan hasil pelatihan mereka dalam tindakan nyata.<br />
Di Tumbang Tambirah, tim menemui Awet Sander, ibu tiga<br />
anak yang sukses mendorong dua keluarga lain di desanya<br />
untuk membangun toilet. Awet berhasil menjelaskan manfaat<br />
yang didapat dengan membangun toilet daripada buang air<br />
di sungai. Hasilnya, Suriyanto (58) dan Enun (<strong>44</strong>), bergabung<br />
dalam inisiatif ini pada akhir Juni.<br />
“Saya makin tua, bisa dibayangkan sulitnya nanti harus ke<br />
sungai tiap hari untuk buang air. Jadi, saya pikir, ini bagus,<br />
ada toilet yang dekat rumah, dan juga lebih bersih. Semoga<br />
ini juga mengurangi masalah kesehatan saya” Suryanto<br />
menjelaskan mengapa akhirnya ia sepakat mengambil inisiatif<br />
ini. Enun juga menyampaikan hal yang sama:”Ini inisiatif saya<br />
sendiri, setelah diberitahu manfaatnya. Saya pikir punya toilet<br />
lebih baik daripada buang air di sungai. Saya jelaskan kepada<br />
keluarga saya dan mereka setuju, jadi sekarang kami membuat<br />
toilet sendiri”. Saat dikunjungi, keduanya tengah membangun<br />
toilet di rumah mereka masing-masing.<br />
Awet juga berharap agar lebih banyak masyarakat menyadari<br />
isu sanitasi dan mulai berubah. Menurutnya, masih ada 18<br />
keluarga lagi yang belum memiliki toilet. Awet mengakui<br />
dengan melihat perkembangan kedua tetangganya<br />
semakin menguatkan kepercayaan dirinya bahwa dia<br />
sungguh mampu membawa perubahan positif untuk<br />
desanya. “Semoga, peserta lain di pelatihan juga dapat<br />
meyakinkan tetangga mereka,” lanjutnya ketika kami ditanya<br />
harapan selanjutnya.<br />
Kabar lain datang dari Penda Pilang, di mana tim bertemu<br />
Herman Yosef Pati, seorang guru yang mengambil langkah<br />
“Tidak mudah memulainya, karena mereka tidak tahu kalau<br />
nyampah atau buang air kecil sembarang itu salah. Saya sadar<br />
itu harus dimulai dengan merubah cara pandang mereka<br />
dulu,”jelas Herman.<br />
Herman juga menekankan bahwa anak muda adalah kunci<br />
perubahan perilaku masyarakat. Jika perubahan ini berlanjut,<br />
dia optimis bahwa desa bisa membangun perilaku bersih<br />
dan mencapai tahap bebas dari buang air sembarangan.<br />
Menurut Herman, sudah ada empat toilet dibangun di desa<br />
tahun ini, dan diharapkan bertambah seiring meningkatnya<br />
kesadaran di masyarakat.<br />
Herman telah melakukan sejumlah kegiatan pemicuan di<br />
ruang kelas untuk siswa kelas lima dan enam, dan juga untuk<br />
siswa Sekolah Menengah Pertama. Tim monitoring juga<br />
mewawancarai beberapa siswa, dan menemukan bahwa<br />
pengetahuan mereka tentang sanitasi meningkat dan berniat<br />
memelihara perilaku yang baru ini.<br />
Seperti Awet, Herman menyimpulkan bahwa kunci dalam<br />
melakukan aksi tersebut tergantung pada rasa percaya diri<br />
kita.”Yakinlah bahwa kita bisa. Perubahan harus muncul dari<br />
kita. Meskipun hanya perubahan kecil, yang penting kita<br />
mulai dulu,” kata Herman.<br />
Kegiatan monitoring ini telah menjadi contoh nyata bagi tim<br />
dari Dinas Kesehatan Gunung Mas: rencana kerja mereka bisa<br />
terlaksana secara nyata, dan tata kelola yang baik bukan lagi<br />
hanya mimpi, meskipun langkah ke sana harus perlahan-lahan.<br />
Herman (kiri) and Awet (kanan) sanitarian yang baru dilatih dan mampu membawa<br />
perubahan di desa mereka<br />
Kabar Itah - Edisi <strong>44</strong> 3
Perempuan Meningkatkan Program Mata Pencaharian<br />
Lanjutan dari halaman 2<br />
Sementara di Tumbang Masukih, Miri Manasa, kami mengunjungi<br />
keramba ikan milik Ibu Nely dan Ibu Tuti yang kini memelihara<br />
lebih dari 4.000 ekor ikan. Ini luar biasa, sebab mereka belum<br />
pernah mendapat pelatihan budidaya ikan sebelumnya dan<br />
usaha ini cukup mahal dilakukan di desa. “Harga pakan Rp 20.000/<br />
kg, tapi kami sangat ingin memelihara ikan di desa. Sepertinya<br />
upaya kami mulai menghasilkan, kami senang sekali kata Ibu Tuti.<br />
Upaya kaum ibu ini, melalui kegagalan dan keberhasilan bersama<br />
kelompok di desa, menjadi contoh peran perempuan dalam<br />
meningkatkan mata pencaharian. Mereka rajin dan siap bekerja<br />
sama mencapai mimpi mereka. “Kami sangat bangga dengan para<br />
perempuan yang bekerja bersama kami”, kata Hero, salah satu<br />
anggota KUB di Trans 38. “Mereka lebih teratur, dan tidak pernah<br />
membuat alasan untuk absen dari kegiatan dan selalu datang”.<br />
Ibu Tuti (kiri) membuktikan bahwa budidaya ikan dapat dilakukan di desanya meskipun<br />
ada banyak tantangan.<br />
Kilas Berita<br />
Agenda<br />
Pertemuan Pengembangan SDM Internasional di Jakarta<br />
Tanggal 4 Juni, kami menghadiri acara jaringan triwulan – Pengembangan<br />
Sumber Daya Manusia Internasional di Jakarta. Tujuan pertemuan ini untuk<br />
mendiskusikan praktek dan isu berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).<br />
Kegiatan dilakukan di Kantor Conservation International dan dihadiri oleh Praktisi<br />
SDM dari LSM Internsional seperti WWF, Hivos, Greenpeace, dll. YTS adalah<br />
satu-satunya LSM dari luar Jakarta. Kami membicarakan tentang manajemen<br />
pengetahuan, pembinaan manajer yang baru dipromosikan, dan survei gaji<br />
dengan pembicara dari KMPlus dan Hay Group.<br />
Kegiatan Belajar Bersama<br />
Kami melaksanakan sesi belajar bersama dalam seri prinsip efektif<br />
pembangunan OMS: Komitment untuk Mewujudkan Perubahan Positif<br />
Berkelanjutan, tanggal 29 Mei. Di saat yang sama, kami juga berbagi informasi<br />
tentang “Teknologi untuk Pembangunan Berkelanjutan”, dari kegiatan yang<br />
dilaksanakan Company-Community Partnership for Health in Indonesia (CCPHI)<br />
yang dihadiri YTS di Jakarta tanggal 28 April. Sesi seperti ini dilakukan agar staf<br />
YTS mengetahui kabar dan isu LSM/OMS.<br />
Kunjungan Belajar ke SOMASI, Nusa Tenggara Barat<br />
Staf YTS Dino, Frind dan Yuddis melakukan kunjungan belajar ke SOMASI di<br />
Nusa Tenggara Barat, organisasi terkemuka dengan fokus memperkuat desa dan<br />
pemerintah untuk advokasi anggaran, pelayanan publik, dan advokasi kebijakan.<br />
Kami terlibat diskusi aktif dengan SOMASI, FITRA NTB, dan Ombudsman NTB<br />
tentang berbagai aspek advokasi dan layanan publik. Kami juga mengunjungi<br />
Sukaraja, Lombok Tengah dan Jeringo di Lombok Barat untuk belajar tentang<br />
advokasi anggaran dan praktek tata kelola yang baik.<br />
Pertemuan Global Green Growth Institute (GGGI)<br />
Tanggal 8 Juni, YTS menghadiri acara Global Green Growth Institute (GGGI) bersama 300<br />
peserta dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, serta stakeholder pembangunan<br />
lainnya. GGGI dan mitranya di Indonesia meluncurkan lima laporan untuk mendukung<br />
pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di Kalimantan Tengah. Dokumen ini<br />
berisi kajian unik peluang pertumbuhan hijau dan menjelaskan langkah yang bisa<br />
dilakukan untuk pembangunan pertumbuhan hijau yang menguntungkan masyarakat.<br />
Setelahnya, peserta mengikuti Pertemuan Konsultasi tentang Pendapatan Daerah<br />
Regional Bruto Kalimantan Tahun 2015. Kegiatan serupa akan dilakukan lagi tahun depan<br />
di Kalimantan Barat dan Utara. GGGI ingin melanjutkan kerjasama dengan Indonesia dan<br />
menerapkan startegi pertumbuhan hijau di seluruh Indonesia.<br />
Juli<br />
Proyek Kahayan & Tata Kelola Pemerintah<br />
Penguatan Kapasitas Pemerintah Desa<br />
Monitor Kegiatan Mata Pencaharian<br />
Pendampingan Teknis: KUPPAS<br />
Evaluasi Proyek Semester 1<br />
Proyek Bukit Batu<br />
Monitoring Program Budidaya Ikan<br />
Pelatihan Staf di Bogor: Budidaya Ikan<br />
Proyek UNEP ASGM<br />
Mengumpulkan Baseline Data<br />
Konsultasi Awal dengan Stakeholder<br />
Agustus<br />
Proyek Kahayan & Tata Kelola Pemerintah<br />
Penguatan Kapasitas Pemerintah Desa<br />
Monitor Kegiatan Mata Pencaharian<br />
Kunjungan Belajar dengan SKPD<br />
Pendampingan Teknis: KUPPAS & Penyusunan Rencana<br />
Anggaran SKPD<br />
Proyek Bukit Batu<br />
Pelatihan Budidaya Cacing Sutera<br />
Produksi Pakan<br />
Proyek UNEP ASGM<br />
Pembuatan Pusat Pelatihan Zero Merkuri<br />
Kampanye Penyadartahuan<br />
September<br />
Proyek Kahayan & Tata Kelola Pemerintah<br />
Penguatan Kapasitas Pemerintah Desa<br />
Monitor Kegiatan Mata Pencaharian<br />
Pendampingan Teknis: Penyusunan Rencana Anggaran SKPD<br />
Proyek Bukit Batu<br />
Produksi Pakan<br />
Proyek UNEP ASGM<br />
Lokakarya Nasional: Polusi Air Raksa dari PESK<br />
Pelatihan bersama Penambang<br />
Kabar Itah<br />
Kabar Itah adalah media informasi yang diterbitkan setiap triwulan oleh Yayasan Tambuhak Sinta<br />
(YTS), afiliasi PT Kalimantan Surya Kencana (KSK), sebuah perusahaan eksplorasi mineral.<br />
Diterbitkan oleh:<br />
Yayasan Tambuhak Sinta<br />
Jl. Rajawali VII, Srikandi III No. 100<br />
Bukit Tunggal Palangka Raya 73112<br />
Kalimantan Tengah-Indonesia<br />
Telp. +62 (0536) 3237184<br />
Fax. +62 (0536) 3229187<br />
Email:tambuhaksinta@gmail.com<br />
Website: www.tambuhaksinta.com<br />
Rekening Bank:<br />
Yayasan Tambuhak Sinta<br />
BNI 1946<br />
Palangka Raya Branch<br />
Central Kalimantan<br />
INDONESIA<br />
Number 0114981608<br />
Swift: BNINIDJA<br />
4<br />
Kabar Itah - Edisi <strong>44</strong>