Pengaruh Pengkondisian Udara, - USU Institutional Repository ...
Pengaruh Pengkondisian Udara, - USU Institutional Repository ...
Pengaruh Pengkondisian Udara, - USU Institutional Repository ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Pengaruh</strong> <strong>Pengkondisian</strong> <strong>Udara</strong>, Pencahayaan,<br />
Dan Pengendalian Kebisingan Pada Perancangan Ruang Dan Bangunan<br />
I. PENDAHULUAN<br />
1.1. KENYAMANAN RUANG<br />
FIRMAN EDDY<br />
Jurusan Teknik Sipil<br />
Program Studi Arsitektur<br />
Fakultas Teknik<br />
Universitas Sumatera Utara<br />
1.1.1. PENGUDARAAN<br />
Pada dasarnya kenyamanan manusia dalam bangunan dapat dirasakan secara<br />
fisik maupun non fisik. Kenyamanan fisik didasarkan pada kebutuhan standar,<br />
sedangkan non fisik pada persepsi manusia. Pembahasan dititik beratkan pada<br />
kenyamanan fisik pengudaraan, pencahayaan, dan bunyi/ kebisingan.<br />
Kenyamanan pengudaraan ruang ditentukan 3 faktor yaitu:<br />
a. Temperatur/ suhu<br />
b. Kelembaban<br />
c. Aliran udara<br />
Adapun standar kenyamanan untuk setiap ruang ditentukan oleh macam<br />
kegiatan yang dilakukan dalam ruang dan iklim setempat. Untuk daerah tropis<br />
dengan ciri-ciri temperatur, kelembaban, dan aliran udara yang tinggi. maka untuk<br />
menunjang kenyamanan. AC (pengkondisian udara buatan) sangat penting. Adapun<br />
manfaat lebih dalam penggunaan AC antara lain:<br />
a. Temperatur dan kelembaban (RH) udara konstan.<br />
b. Kecepatan udara dapat diatur.<br />
c. <strong>Udara</strong> bersih dan melindungi peralatan, arsip, file dan lainnya dari debu<br />
d. Memberikan kenyamanan sehingga meningkatkan kemampuan kerja dalam ruang.<br />
1.1.2. PENCAHAYAAN<br />
Setiap ruang kegiatan memiliki standar kuat penerangan (illumination) yang<br />
berbeda-beda sesuai dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Adapun<br />
kualitas cahaya yang baik adalah yang tidak menyilaukan, karena kesilauan dapat<br />
melelahkan mata dan tekanan psikis. Pada daerah tropis, cahaya matahari<br />
merupakan potensi besar untuk penerangan ruang, yang dalam hal ini harus<br />
diperhatikan adalah terang langit dan radiasi panasnya. Standar terang langit<br />
minimal ( untuk kegiatan kerja seperti mengetik, menghitung dengan kalkulator dan<br />
lain- lain) adalah 3000 lux12, dengan day light faktor (perbandingan terang langit di<br />
dalam dan di luar ruang) sebesar 4%. Pencahayaan alami ini sering berubah-ubah<br />
kualitas maupun kualitasnya. Selain itu untuk kasus ruang tertentu cahaya alami<br />
mempunyai keterbatasan untuk masuk, dan keterbatasan pemerataan kuat<br />
penerangan dalam ruang, sehingga pencahayaan buatan merupakan suatu hal yang<br />
mutlak.<br />
1.1.3. KEBISINGAN<br />
Kebisingan merupakon aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan<br />
ruang dan bangunan. Karena mempengaruhi kenyamanan, ketenangan, maupun<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 1
konsentrasi dalam melakukan kegiatan. Dalam hal ini kebisingan ditentukan oleh<br />
unsur- unsur bunyi yaitu:<br />
a. Tingkat bunyi (perbandingon dua tekanan bunyi yang lain Pn dan Pnn oleh<br />
telinga).<br />
b. Nyaring bunyi (Fonn/phon : kesatuan kenyaringan subyektif yang diterima<br />
telinga).<br />
c. Pantulan dan Serapan bunyi.<br />
Kebisingan tergantung pada kebiasaan masing-masing yang disebut bunyi<br />
ambang, yaitu kebisingan yang biasa dalam suatu ruangan, yang berasal dari<br />
bermacam-macam sumber bunyi dan sudah terbiasa pada kita. Sehingga tidak<br />
merasa terganggu olehnya. Suatu kebisingan mengganggu ataupun tidak tergantung<br />
dan pikiran dan keinginan dari pendengarnya. Namun walaupun terbiasa dengan<br />
suatu kebisingan, hal ini dapat mengakibatkan kerugian fisik maupun psikis.<br />
Contohnya, sampai tingkat bunyi 65 db (mesin tik listrik berjarak 3 ml dapat<br />
menimbulkan kegelisahan psikis (bingung, gemetar, peka, dan letih).<br />
Kebisingan dari laur bangunan terutama pada jalan- jalan dengan kepadatan<br />
tinggi mempunyai intensitas lebih kurang 70 db, tidak terlalu mengganggu untuk<br />
ruang-ruang yang tertutup (memakai ACI atau dengan peredam kebisingan yang<br />
baik. Sedangkan kebisingan dari dalam akibat penggunaan mesin/alat, gerak dari<br />
kegiatan yang terjadi, maupun karena suara dari percakapan. Slander tingkat bunyi<br />
yang dapat diterima pada ruang kegiatan berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan<br />
kegiatan yang berlangsung dalam ruang.<br />
Untuk mencapai kenyamanan dari segi pengudaraan buatan, pencahayaan<br />
buatan dan kebisingan, faktor hemat energi tetap merupakan bahan pertimbangan.<br />
Ada beberapa pertimbangan dalam pencapaian hemat energi yaitu:<br />
a. Penggunaan energi matahari yang dapat dirubah menjadi energi listrik.<br />
b. Sistem pengudaraan dan pencahayaan alami dilakukan secara optimal.<br />
c. Disain bangunan dan ruang dengan efisiensi tinggi.<br />
d. Manajemen dan pengontrolon energi yang baik.<br />
1.2. PERANCANGAN BANGUNAN<br />
1.2.1. BENTUK MASSA<br />
Bentuk massa sangat dipengaruhi oleh matahari dan penataan ruang dalam.<br />
Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:<br />
a. Matahari<br />
Matahari dapat mempengaruhi pemilihan bentuk dasar massa bangunan karena<br />
mempengaruhi sinar matahari langsung yang masuk ke dalam bangunan untuk<br />
membantu penerangan dalam ruang. Radiasi panas yang masuk sangat<br />
mempengaruhi beban pendinginan AC. Pada label berikut dapat di lihat<br />
perbandingan tiga bentuk dasar ruang/bangunan dengan luas yang sama.<br />
Dari perbandingan di atas dapat dilihat bahwa cahaya alami yang masuk hampir<br />
sama, radiasi minimal pada bentuk segi empat sama sisi. Maka segi empat soma sisi<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 2
merupakan bentuk terbaik dari segi pencahayaan alami maupun pengkondisian<br />
udara buatan.<br />
b. Penataan Ruang<br />
Bentuk massa mempengaruhi penataan ruang. Penataan ruang harus<br />
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:<br />
1. Efisiensi dan efektifitas penggunaan dan pengaturan ruang.<br />
2. Fleksibilitas penataan perabot dan perubahannya.<br />
3. Memperhatikan modul ruang berdasarkan ruang gerak manusia.<br />
modul bahan yang dipakai maupun ukuran perabot.<br />
1.2.2. ORIENTASI MASSA<br />
Untuk mengatasi radiasi panas, sengat, dan silau matahari langsung dan kebisingan<br />
akibat kepadatan lalu lintas, maka orientasi massa bangunan sangat dipengaruhi<br />
oleh:<br />
a. Matahari<br />
penyinaran langsung mengakibatkan radiasi, sengat, dan silau yang masuk melalui<br />
bukaan. Hal ini mengurangi kenyamanan dan pemborosan energi listrik (radiasi<br />
panas meningkatkan beban AC).Orientasi bangunan terhadap matahari dapat dilihat<br />
pada label berikut:<br />
Arah bukaan<br />
Arah bukaan<br />
Barat - Timur<br />
Utara - Selatan<br />
� Daerah terkena radiasi luas<br />
� Beban pendinginan besar<br />
� Cahaya langsung menimbulkan<br />
sengat dan silau<br />
� Daerah terkena radiasi relatif<br />
kecil<br />
� Beban pendinginan kecil<br />
� Cahaya alami tidak langsung<br />
Maka orientasi bangunan harus sedemikian rupa sehingga bidang bukaan terbesar<br />
mengarah utara selatan. Bukaan pada arah Timur Barat di atasi buffer seperti<br />
vegetasi, sunscreen, pemilihan bahan bangunan, dan lain-lain.<br />
b. Jalan<br />
Kebisingan dan getaran dari lalu lintas dapat mengurangi kenyamanan dalam ruang.<br />
Orientasi bangunan terhadap jalan dapat diuraikan sebagai berikut:<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 3
Bangunan tegak lurus jalan Bangunan sejajar jalan<br />
� Areal yang terganggu<br />
oleh kebisingan lalu<br />
lintas kecil<br />
� Getaran akibat<br />
aktifitas jalan kurang<br />
terasa<br />
� Areal yang terganggu oleh<br />
kebisingan lalu lintas<br />
besar<br />
� Getaran akibat aktifitas<br />
jalan sangat terasa<br />
Berdasarkan uraian di alas orientasi massa bangunan terbaik adalah tegak lurus<br />
jalan, dan mengarah Utara-Selatan.<br />
1.2.3. JARAK BANGUNAN<br />
Kenyamanan ruang dirasakan apabila ruang bebas dari efek bayangan, pantulan<br />
silau, kebisingan dari luar, maka diperlukan pengaturan jarak antar bangunan<br />
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:<br />
a. Matahari<br />
� Sinar matahari langsung pada deretan bangunan yang berdekatan dapat<br />
mengakibatkan bayangan pada bangunan di dekatnya (daerah gelap/daerah<br />
yang tertutup). Untuk mendapatkan jarak minimal antar bangunan, harus<br />
diketahui sudut jatuh sinar matahari terhadap bidang datar, dengan rumus:<br />
Tg N = H I X<br />
X= H /tg N<br />
N = sudut jatuh sinar matahari<br />
H = ketinggian bangunan<br />
X = jarak minimal antar bangunan<br />
Gambar 3. Bangunan yang terkena bayangan<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 4
� Sinar matahari langsung pada deretan bangunan yang berdekatan<br />
mengakibatkan pantulan sinar dan radiasi panas pada bangunan didekatnya.<br />
Jarak minimal dapat tentukan seperti rumus di atas.<br />
Gambar 4. Pantulan sinar dari bangunan yang satu pada<br />
bangunan yang lain<br />
b. Bunyi<br />
Bunyi akan terdengar baik dan sumber bunyi maupun dan bunyi yang dipantulkan.<br />
Kedekatan bangunan menimbulkan pantulan bunyi yang kuat. Untuk mengurangi<br />
intensitas kebisingan dengan menjauhkan bangunan dan sumber bunyi. Sumber<br />
bunyi yang dijaukan 2x dan jarak semula, maka intensitasnya berkurang 6 db. Maka<br />
jarak bangunan sebaiknya dihindari dari efek pantulan bunyi. Apabila sumber bunyi<br />
terutama datang dan jalan maka jarak jalan dengan bangunan perlu diperhatikan.<br />
Selain dengan disain bangunan dan sistem isolasi yang baik.<br />
Gambar 5. Pantulan bunyi.<br />
c. Peraturan<br />
Peraturan di sini berkaitan dengan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan, yang setiap<br />
kata dapat berbeda. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel di bawah ini (kota<br />
Jakarta):<br />
KDB : 60 %<br />
KLB : 3,6 %<br />
KDB : 50 %<br />
KLB : 4<br />
5 lantai<br />
8 lantai<br />
8 lantai<br />
10 lantai<br />
Jarak bebas samping<br />
/belakang untuk bukaan<br />
dua arah<br />
min 12 m<br />
min 15 m<br />
min 16 m<br />
min 23 m<br />
d. Visual<br />
Pandangan ke luar ruang/bangunan dapat mengurangi kejenuhan/kebosanan. Untuk<br />
mendapatkan kebebasan arah dan jarak pandang maka jarak bangunan harus cukup<br />
sehingga dapat memberikan view yang luas dan bervariasi.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 5
II. FAKTOR-FAKTOR PENGARUH<br />
Gambar 6. Arah pandangan.<br />
II.1. PENGARUH LUAR BANGUNAN<br />
<strong>Pengaruh</strong> luar yang sangat mempengaruhi kenyamanan dolom bongunon adalah<br />
iklim don matahari.<br />
II.1.1.IKLlM<br />
Pada daerah tropis temperatur dan kelembaban relatif sangat tinggi, sehingga<br />
menimbulkan ketidaknyamanan. Dengan pengkondisian udara (penggunaan AC)<br />
dapat dicapai kondisi ideal lebih kurang 25° dan RH 50%. Namun perbedaan yang<br />
terjadi di dalam dan di luar bangunan dapat menimbulkan masalah pada suhu tubuh<br />
manusia, sehingga diperlukan ruang transisi untuk menetralisir efek perbedaan suhu<br />
tersebut.<br />
II.1.2. MATAHARI<br />
Sinar matahari sebagai potensi sumber cahaya dapat menimbulkan masalah bila<br />
secara berlebihan masuk kedalam ruang/ bangunan. Sinar ini sangat membantu<br />
penerangan dalam ruang namun bersamaan dengan masuknya sinar, masuk pula<br />
radiasi panas yang meningkatkan beban bagi pengkondisian udara. Masuknya radiasi<br />
panas terutama adalah akibat:<br />
a. Penyinaran langsung<br />
b. Transmisi melalui kulit bangunan<br />
c. Pantulan dari lingkungan sekitar bangunan<br />
Silau ditimbulkan karena sinar yang berlebihan dan kontras antara dalam dan luar<br />
ruang. Efek bayangan jarok antar bangunan kurang) menyebabkan sinar tidak dapat<br />
masuk ke dalam bangunan (pencahayaan alami tidak optimal), namun mengurangi<br />
beban pengkondisian udara. Dalam hal ini bentuk, orientasi, jarak, pengolahan<br />
eksterior, dan optimalisasi pencahayaan alami perlu diperhatikan.<br />
II.1.2. PENGARUH DALAM BANGUNAN<br />
II.2.1. KEBUTUHAN MANUSIA<br />
Kenyamanan manusia dari segi pengudaraan yaitu dituntut distribusi udara yang<br />
merata dalam ruang/bangunan (temperatur dan kelembaban ideal). Dari segi<br />
pencahayaan dituntut penerangan yang merata (bebas dari silau dan bayangan).<br />
Sedangkan kebisingan dituntut bunyi yang tidak mengganggu kegiatan yang<br />
dilakukan. Dalam hal ini faktor hemat energi harus dipertimbangkan dengan<br />
koordinasi perancangan yang hemat dan sistem operasional tepat guna (efisien).<br />
II.2.2. PERALATAN<br />
Penggunaan alat mekanikal elektrikal (menunjang kenyamanan) menggunakan listrik<br />
yang dirubah menjadi daya penggerak, panas, getaran, dan bunyi. Yang semuanya<br />
dapat mengganggu kenyamanan dalam ruang. Panas membebani AC, getaran dan<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 6
unyi menyebabkan ganguan yang mempengaruhi segi psikologis seperti panas,<br />
ingin cepat<br />
III. PEMBAHASAN<br />
III.1. PENGKONDISIAN UDARA BUATAN<br />
<strong>Pengkondisian</strong> udara buatan dalam ruang harus memperhatikan:<br />
a. Pemilihan type AC dan sistem pendinginannya.<br />
b. Sistem distribusi .<br />
c. Perletakan outlet.<br />
III.1.1. PEMILlHAN DAN SISTEM PENDINGINAN AC<br />
Pemilihan AC harus mempertimbangkan:<br />
� Kapasitas yang dibutuhkan.<br />
� Kemampuan distribusi yang baik dengan temperatur dan kelembaban<br />
tertentu.<br />
� Latak mesin AC dan AHU yang tidak menimbulkan kebisingan.<br />
� Instalasi dan mesin yang tahan lama.<br />
� Biaya awal dan maintenance relatif murah dan mudah.<br />
Type AC yang dikenal antara lain:<br />
� Window unit.<br />
� Package unit.<br />
� Split unit.<br />
� Central station unit.<br />
Type window unit kapasitasnya terbatas yaitu kurang lebih sebesar 2,5 TR, dan<br />
biasanya digunakan untuk penambahan yang tidak direncanakan sebelumnya.<br />
III.1.2. SISTEM DISTRIBUSI<br />
Sistem distribusi udara dingin tergantung pada:<br />
a. Pembagian zone<br />
b. Letak AHU (bila diperlukan)<br />
c. Sistem ducting (bila diperlukan)<br />
Ketiganya diuraikan sebagai berikut:<br />
a. Pembagian zone<br />
Tujuannya untuk mengetahui suplay daerah yang lebih banyak pada saat tertentu<br />
dan daerah yang tidak membutuhkan suplay udara untuk penghematan, dengan<br />
pertimbangan bahwa:<br />
� Beban panas tiap zone ruang tidak sama akibat orientasi matahari dan<br />
material bangunan yang digunakan.<br />
� Kegiatan tiap zone ruang yang berlainan mengakibatkan volume udara dingin<br />
yang dibutuhkan berlainan pula.<br />
� Kenyamanan dengan temperatur dan kelembaban yang ideal diharapkan<br />
merata pada ruang.<br />
Maka sistem distribusi harus mempunyai pembagian sebagai berikut:<br />
Secara vertikal<br />
Pembagian ruang arah Timur dan Barat, di mana ruang daerah Timur (orientasi ke<br />
Timur) disuplay lebih banyak pada pagi hari, sebaliknya daerah Barat pada siang<br />
hari. Penghematan dilakukan dengan pengaturan suplay sesuai kebutuhan daerah<br />
Timur dan Barat.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 7
Secara horisontal<br />
Pembagian ini berdasarkan kegiatan yang ada dalam ruang. Semakin banyak<br />
kegiatan maka semakin banyak suplay yang harus diatur sesuai dengan tingkat<br />
kenyamanan yang diinginkan. Misalnya pada ruang-ruang peralihan ( hall/lobby).<br />
dan pada koridor (kegiatan jarang), suplay dapat dikurangi.<br />
b. Letak AHU<br />
Kapasitas AHU bervariasi sesuai dengan kapasitas mesin AC sentral station unit yang<br />
ada. Pemakaian AHU dapat lebih dari satu, apabila ducting terlalu panjang sehingga<br />
udara dingin berkurang temperaturnya akibat besarnya geseran. Bila bangunan lebih<br />
dari satu lantai dan cukup luas biasanya disediakan AHU pada setiap lantai.<br />
c. Sistem ducting<br />
Agar distribusi udara dingin tidak kehilangan temperatur dan menimbulkan<br />
kebisingan, maka harus memperhatikan:<br />
� Jarak jangkau terpendek dari AHU ke outlet.<br />
� Jumlah keluarnya udara yang sama pada tiap outlet.<br />
� Isolasi ducting.<br />
Sistem ducting yang dikenal yaitu individual ducts dan trunk and branch ducts, yang<br />
diperbandingkan sebagai berikut.<br />
Individual ducts Trunk and branch ducts<br />
� Jarak AHU ke outlet pendek<br />
� <strong>Udara</strong> pada setiap cabang<br />
sama, sehingga temperatur<br />
tiap outlet sama<br />
� Temperatur tiap cabang<br />
dapat langsung diatur dari<br />
AHU<br />
� Jarak AHU ke outlet jauh.<br />
� <strong>Udara</strong> semakin jauh dari AHU<br />
semakin sedikit, temperatur<br />
setiap outlet berbeda.<br />
� Temperatur tiap cabang siatur<br />
dengan memasang kelep – kelep<br />
pada masing – masing cabang.<br />
III.1.3. PERLETAKAN OUTLET<br />
Perletakan outlet harus memperhatikan hal- hal sebagai berikut:<br />
� Dapat menyebarkan udara dingin secara merata.<br />
� Letaknya tidak terganggu oleh peletakan prabot.<br />
� Letaknya tidak mengganggu fleksibilitas penataan ruang.<br />
Adapun perletakan outlet dapat pada:<br />
� Lantai<br />
� Dinding<br />
� Plafond<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 8
Dari ketiga tempat perletakan outlet, perletakan pada plafond paling efisien,<br />
terutama bila terjadi perubahan pada dinding penyekat. Perubahan pada penataan<br />
perabot.<br />
III.2. PENERANGAN DALAM RUANG<br />
Untuk mendapatkan penerangan yang baik dalam ruang perlu<br />
memperhatikan:<br />
� Cahaya alami<br />
� Kuat penerangan<br />
� Kualitas cahaya<br />
� Daya penerangan<br />
� Pemilihan dan perletakan lampu<br />
Pencahayaan alami di sini dapat membantu penerangan buatan dalam batas-batas<br />
tertentu, baik dan kualitasnya maupun jarak jangkauannya dalam ruangan.<br />
III.2.1. CAHAYA ALAMI<br />
Cahaya alami di sini terutama pada siang hari dapat membantu penerangan dalam<br />
ruang bila:<br />
� Kuat penerangan minimal yang dibutuhkan selalu ada atau dilampaui tidak<br />
hanya yang di dekat jendela, namun sedapat mungkin diseluruh ruangan.<br />
� Cahaya yang masuk hendaknya sekecil mungkin memasukkan radiasi panas.<br />
� Tidak terdapat kontras yang dapat mengurangi kenyamanan pengelihatan/<br />
persepsi manusia.<br />
Pencahayaan alami siang hari efektif membantu penerangan maksimal sampai<br />
kedalaman 2.5 x tinggi bukaan atau 2,5 - 3 kali. Sedangkan ketinggian ruang atau<br />
bukaan sangat mempengaruhi perambatan sinar yang masuk. Dari percobaan yang<br />
ada, apabila ketinggian bukaan dikurangi lebih kurang 2 feet. Maka terjadi<br />
pengurangan penerangan lebih kurang 19% dari semula. Sedangkan bila bukaan<br />
semakin lebar, maka peneranganpun semakin besar. Penentuan ketinggian ruang<br />
berdasar pada:<br />
� Kebutuhan udara dalam ruang sebagai syarat kesehatan.<br />
� Kebutuhan ruang (tinggi lantai ke lantai balok, ducting, sanitasi dan rangka<br />
plafond).<br />
� Modul vertikal berdasarkan ruang gerak vertikal dan ukuran bahan.<br />
� Beban energi AC dan listrik untuk penerangan buatan.<br />
� Kebutuhan kenyamanan psikologis agar merasa tidak tertekan.<br />
Selain itu penerangan alami dapat menambah beban panas, yang mengakibatkan<br />
ketidak nyamanan dan menambah beban ada pemborosan energi listrik, oleh karena<br />
itu perlu diperhatikan:<br />
a. Orientasi bangunan<br />
Orientasi menghindarkan penyinaran langsung pada sisi bukaan terbesar yang<br />
menimbulkan silau dan panas yang besar.<br />
b. Sunshading<br />
Sunshanding digunakan untuk mengurangi radiasi panas dengan tetap<br />
memanfaatkan pencahayaan alami secara maksimal, antara lain dilakukan dengan:<br />
� Overstek bangunan<br />
Berfungsi memantulkan sinar dan mengurangi panas yang masuk ke dalam ruang<br />
(mengurangi beban pendingin AC listrik). Juga dapat melembutkan terang dan<br />
kontras pada ruang, sehingga menambah kenyamanan pandangan.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 9
Gambar 8. Overstek yang dapat mengurangi panas, melembutkon sinar dan kontras<br />
ke dalam ruang.<br />
� Bukaan sedikit ke dalam<br />
Dapat melembutkan kotras<br />
� Refleklor<br />
Memberikan penutup pada sisi luar jendela/ bukaan dengan jarak tertentu dari<br />
bahan reflektor. pada sisi bangunan yang terkena penyinaran langsung. Hal ini<br />
mengurangi radiasi panas namun sedikit menghalangi masuknya sinar. Sedangkan<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 10
venetian blind mengurangi radiasi sedikit dan menghindari silau, yang seolah<br />
memberikan kesan tertutup/ terkurung dalam ruang masif. Akan tetapi dapat diatasi<br />
dengan pemilihan warna, motif, dan tekstur yang dapat menetralisir kesan<br />
kemasifan.<br />
Adapun perbandingan antara tanpa shading. pemakaian shading di dalam . don<br />
pemakaian shading di luar dapat dilihat pada label dibawah ini:<br />
Dari gambar di atas terlihat bahwa eksterior shading dapat mengurangi kontribusi<br />
panas 90% - 95%. Alat pengontrol sinar alami dapot memasukan sinar sesuai<br />
dengan yang diinginkan dan mengeliminer sinar yang berlebihan. Alat ini ada yang<br />
dinamis (dapat diatur/ bergerak) dan yang statis (tidak dapat diatur/ permanen),<br />
yang statis lebih menyulitkan penyesuaian terhadap kondisi langit, tetapi efektif dan<br />
kecil resiko (contoh sunscreen), sedangkan yang dinamis lebih mudah menyesuaikan<br />
terhadap kondisi langit, efisiensi perancangan tinggi, namun membutuhkan<br />
perawatan khusus (pembersihan). Dilihat dari cara mengatasi terhadap datangnya<br />
sinar matahari, sunshading dibagi dua yaitu sunshanding horisontal dan<br />
shanshanding vertikal. Sunshading horisontal dapat mengatasi sinar datang tegak<br />
lurus bangunan (efektif mengatasi sinar dengan sudut tinggi/ siang hari). Sedangkan<br />
sunshading vertikal dapat mengatasi sinar datang dari arah samping ( efektif<br />
mengatasi sinar dengan sudut rendah/ pagi dan sore hari).<br />
Gambar 11. Sunshading horisontal dan vertikal<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 11
Ada beberapa tipe shading/reflektor :<br />
Dari tipe diatas, venetian blind paling efektif dalam mengontrol cahaya, karena dapat<br />
mengatasi cahaya sekaligus memasukan pantulan (dari plafond) dengan tetap<br />
memberi pandangan ke luar.<br />
c. Bidang Pantul Lengkung<br />
Digunakan untuk pengumpul dan pemantul sinar, dapat diletakan di dalam dan di<br />
luar ruang, sehingga sudut sinar menjadi besar dan sinar dapat masuk lebih dalam.<br />
Gambar 14. Bidang pengumpul dan pemantul cahaya.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong><br />
© 2004 Universitas Sumatera Utara 12
Keterangan gambar.<br />
� Sinar mengenai overstek menjadi panas, dimana panas tidak dapat masuk<br />
karena terhalang kaca, sedangkan pantulannya diteruskan ke dalam ruang<br />
mengenai bidang pantul plafond ke ruang.<br />
� Bidang lengkung plafond dapat memperbesar sudut penyinaran dalam ruang.<br />
� Bidang lengkung luar ruang menambah beban penyinaran ke dalam.<br />
� Sudut penyinaran terbesar dicapai dengan mendekatkan kedua bidang pantul<br />
lengkung.<br />
� Panel pengumpul sinar meneruskan sinar ke ruang melalui bukaan kaca<br />
miring di atasnya dan akan memancar jauh ke dalam ruang oleh bidang<br />
lengkung kedua.<br />
Untuk memperluas daerah pancaran sinar dalam ruang dengan cara:<br />
Arah sinar lebih dari satu arah bukaan, sehingga membantu distribusi sinar dan<br />
mengurangi kontras terang-gelap antara luar dan dalam.<br />
Gambar 15. Bukaan lebih dari satu arah.<br />
BUKAAN 2 ARAH<br />
Penyelesaian permukaan interior yang sebanyak mungkin dapat merefleksi sinar,<br />
misal dengan warna muda yang kuat memantulkan cahaya.<br />
III.2.2. KUAT PENERANGAN<br />
Kuat penerangan tergantung jenis kegiatan dalam ruang dan kebutuhannya,<br />
kegiatan yang berbeda membutuhkan kuat penerangan yang berbeda pula. Besar<br />
kuat penerangan yang disesuaikan dengan kegiatan dapat dilihat pada standar<br />
ashrae (Mechanical and Electrical Equipment for Building). Pengaturan kuat<br />
penerangan yang disesuaikan dengan kebutuhan dapat menghemat energi listrik.<br />
Maka dpat pula ditentukan perletakan, jumlah titik lampu, dan sistem<br />
operasionalnya.<br />
Gambar 16. Pengaturan kuat penerangan sesuai dengan kebutuhan.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 13
Gambar 17. pengaturan kuat penerangan pada ruangan<br />
Bila memakai 2 sistem penerangan (penerangan umum dan penerangan setempat),<br />
maka lampu setempat bila sudah tidak dipakai dapat dipadamkan tanpa<br />
mengganggu kegiatan disekitarnya (maupun sebaliknya).<br />
III.2.3. KUALITAS CAHAYA<br />
Kualitas cahaya ditentukan oleh:<br />
� Penggunaan ruang yang dilihat dari beratnya beban mata akibat kegiatan<br />
yang harus dilakukan.<br />
� Lamanya waktu kegiatan dengan penggunaan daya mata yang tinggi dan sifat<br />
kegiatannya.<br />
Sedangkan penggolongan kegialan dikaitkan dengan kualitas cahaya adalah:<br />
� Kegiatan halus sekali, adalah kegiatan cermat yang terus menerus, seperti<br />
menggambar ditail kecil.<br />
� Kegiatan halus, adalah kegialan cermat yang tidak intensif, seperti menulis.<br />
� Kegiatan sendang, adalah kegiatan tanpa konsentrasi besar.<br />
� Kegiatan kasar, adalah kegiatan ideal yang besar-besar.<br />
Dari penggolongan di atas dapat dilihat bahwa kegiatan halus sekali membutuhkan<br />
kualitas cahaya lebih tinggi dibandingkan kegiatan halus, demikian pula seterusnya.<br />
Kualitas penerangan dipengaruhi pula oleh:<br />
� Kecerlangan/ brightness.<br />
� Letak sumber cahaya.<br />
� Background brightness.<br />
Kualitas cahaya yang berlebihan dapat menimbulkan silau dan ketidak nyamanan<br />
persepsi psikologis manusia, dapat disebabkan:<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 14
� Perbedaan kecerlangan luar-dalam yang terlalu besar, sehingga pandangan<br />
akan gelap bila peralihan dan luar ke dalam.<br />
� Letak sumber cahaya terhadap bidang pandangan kurang baik, maka perlu<br />
diperhatikan posisi lampu terhadap sudut jatuh sinar ke mata. dengan<br />
memperhatikan zone-zone penerangan umum dan setempat.<br />
Gambar 19. Zone penerangan terhadap jatuhnya sinar<br />
Contoh pada kegiatan kerja, letak lampu pada zone 90° - 45° menimbulkan silau<br />
penerangan langsung, sedangkan 45° - 0° menimbulkan silau pantulan. Maka yang<br />
ideal bidang kerja pada zone 30 °- 60° dari titik lampu.<br />
Gambar 20. Posisi titik lampu terhadap sudut jatuh sinar ke mata.<br />
Dari gambar di atas agar tidak silau maka sudut penyinaran terhadap mata ke<br />
bidang kerja adalah 90. Bilo ketinggian 2,6 m, dan letak lampu terhadap bidang<br />
kerja rata-rata 45°, maka jarak lampu terhadap meja kerja (horisontal) adalah<br />
berkisar 2.6 m.<br />
III.2.4. DAYA PENERANGAN<br />
Kaitan kuat penerangan dalam ruang dengan kebutuhan cahaya per m2 dapat<br />
dijabarkan dengan rumus:<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 15
E = Kuat penerangan (lux)<br />
I = Daya penerangan (Lumen)<br />
T = Jarak lampu ke bidang kerja<br />
∆ = Sudut jatuh sinar ke meja kerja<br />
Kebutuhan daya penerangan ini ditinjau pada bidang kerja dan tergantung pada<br />
ketinggian titik lampu (pada kedudukan lampu tegak lurus bidang kerja dan dapat<br />
menimbulkan silau). Sedangkan untuk mendapatkan daya penerangan yang tidak<br />
silau, maka sudut jatuhnya sinar adalah 45°<br />
III.2.5. PEMILIHAN DAN PERLETAKAN LAMPU<br />
Pemilihan jenis lampu tergantung dari kegiatan yang dilakukan dan suasana ruang<br />
yang diharapkan, sehingga pemilihan ini mempengaruhi kualitas cahaya yang<br />
dibutuhkan. Pada umumnya jenis lampu yang banyak digunakan adalah lampu<br />
fluorecent (TL) dan incodecent (pijar) , yang keduanya dapat dibandingkan:<br />
Lampu TL Lampu Pijar<br />
� Warna pancaran putih,<br />
sehingga tidak cepat<br />
menimbulkan kelelahan<br />
mata<br />
� Efek penampilan<br />
permukaan lampu<br />
netral/putih.<br />
� Efek pada ruangan dingin<br />
� Warnanya dapat menyatu<br />
dengan cahaya alami<br />
� Menghasiilkan<br />
pencahayaan baur.<br />
� Dayanya 15 – 100 wat.<br />
� Untuk kuat penerangan<br />
yang sama hanya<br />
membutuhkan 1/3 daya<br />
lampu pijar.<br />
� Waktu hidup 12.000-<br />
20.000 jam<br />
� Kontrol terhadap silau baik<br />
sekali<br />
� Panas kecil , 45 % sisanya<br />
untuk penerangan.<br />
� Warna pancaran kekunikuningan<br />
� Efekpenampilan<br />
permukaan lampu putih<br />
kekuningan.<br />
� Efek pada ruang panas<br />
� Warnanya baik untuk<br />
rendering<br />
� Menghasilkan<br />
pencahayaan langsung<br />
� Dayanya 10 – 15.000<br />
watt<br />
� Untuk kuat penerangan<br />
yang sama membutuhkan<br />
yang sama membutuhkan<br />
3 kali daya lampu TL<br />
� Waktu hidup 750-1.000<br />
jam<br />
� Kontrol terhadap silau<br />
baik<br />
� Panasa besar, 20 %<br />
sisanya untuk<br />
penerangan.<br />
Dari perbandingan di alas maka lampu TL baik pada ruang-ruang untuk kerja<br />
(penerangan baur diffuse), sedangkan pijar untuk ruang-ruang khusus seperti hall,<br />
lobby, dan lain sebagainya (penerangan langsung). Untuk mendapatkan penerangan<br />
yang diinginkan, baik langsung maupun tidak dapat juga ditentukan oleh jenis dan<br />
penutup lampunya. Penutup lampu dapat berfungsi melembutkan pancaran dan<br />
sebagai elemen estetis. Ada 2 macam sistem penutup lampu yaitu:<br />
a. Membias<br />
Sistem ini bahan penutupnya bertekstur, sehingga dapat membaurkan cahaya,<br />
berarti dapat mengurangi silau dan bayangan (contohnya acrilic).<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 16
Gambar 21. efek bayangan akibat penyinaran lampu.<br />
� Penyinaran baur yang tidak menimbulkan<br />
Efek bayangan pada benda.<br />
� Penyinaran langsung akan memberikan<br />
Efek bayangan pada benda yang disinari.<br />
b. Transaparan<br />
Sistem ini menggunakan bahan penutup yang masih menghasilkan sinar langsung,<br />
tetapi tidak menimbulkan silau pada ruang. Contohnya : kisi-kisi louver reflektor,<br />
yang dapat merefleksikan cahaya sekitar 40%-60%<br />
Gambar 22. louver sebagai penutup lampu.<br />
Ada dua macam lauver, yaitu louver kisi rapat dan louver kisis searah.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 17
Gambar 23. Macam – macam laouver<br />
� Louver ini lebih dapat mengurangi silau,<br />
Karena pantulan sinar berulang – ulang.<br />
(louver kisi- kisi rapat).<br />
� Laover ini mengurangi sedikit silau (louver<br />
Kisi- kisis searah).<br />
Sedangkan pengaturan perletakan titik lampu perlu diperhatikan kebutuhan<br />
penerangan dari jenis kegiatannya dan keterpaduan distribusi sinarnya. Hal ini<br />
berkaitan dengan sistem penerangan yang dapat diuraikan sebagai berikut:<br />
� Penerangan umum<br />
Suatu sitem yang memberikan penerangan secara umum, sergam pada<br />
permukaan ruang, dan hasil penyinarannya tergantung terang gelapnya<br />
permukaa plafond. Pemilihon lampu umumnya jenis downlight.<br />
� Penerangan setempat<br />
Suatu penerangan yang terbatas dan langsung pada suatu bidang kerja.<br />
� Kombinasi<br />
Digunakan pada area yang membutuhkan intesitas penerangan umum rendah<br />
namun intensitas penerangan setempat tinggi.<br />
Adapun perletakan titik lampu dapat dibedakan menjadi:<br />
Perletakan titik lampu untuk penerangan umum ada dua macam yaitu:<br />
� Keluar dari plafond<br />
Dapat memberikan pencahayaan tidak langsung karena efek diffuse (pancaran<br />
kesegala arah),yang mengenai plafond langsung dipantulkan kembali ke seluruh<br />
ruang. Perletakan ini dapat menimbulkan silau bila jarak titik lampu dengan bidang<br />
pantul terlalu dekat. Disarankan panjang penggantung lampu tidak lebih dari 12 inch<br />
dengan ketinggian 9 feet (2.7m).<br />
Penempatan lampu demikian memberikan kesan dominan pada ruang.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 18
Gambar 24. Presentase refleksi lampu berkaitan dengan jarak lampu<br />
Penutup lampu yang dapat membiaskan sinar, memancarkan 85 % sinar ke atas dan<br />
sisanya akan dipancarkan langsung.<br />
Gambar 25. Efek pantulan pada ruangan.<br />
Pencahayaan tidak langsung dapat merubah fungsi plafond dan dinding atas menjadi<br />
sumber cahaya, bila faktor refleksi bidang tersebut tinggi maka pantulannya akan<br />
merata.<br />
� Ditanam rata pada plafond<br />
Penempatan lampu sedemikian dapat membatasi penyinarannya, karena sangat<br />
dipengaruhi oleh besar/lebar dan kedalam box lampu tersebut, seperti terlihat pada<br />
perbandingan gambar di bawah:<br />
Gambar 26. Besaran/ lebar box lampu dapat mempengaruhi penyebaran sinar.<br />
Dari gambar di atas terlihat bahwa besarnya penyebaran tergantung lebar,<br />
kedalaman, dan letak titik lampu di dalam box tersebut.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 19
Gambar 27. Efek penerangan pada ruang dengan perbedaan lebar box lampu.<br />
� Pancaran cahaya menerangi seluruh<br />
permukaan ruang, kecuali plafond yang<br />
mendapat penerangan sinar pantul<br />
� Pancaran cahaya menerangi seluruh lantai<br />
dan plafond, kecuali dinding.<br />
Penempatan lampu inipun perlu mempertimbangkan kemungkinan timbulnya silau,<br />
yang dapat pada perbandingan di bawah ini :<br />
Gambar 28. perbandingan efek cahaya dari penempatan lampu<br />
� Cahaya terkonsentrasi pada kedua lampu<br />
tersebut<br />
� Cahaya terbagi , sehingga mengurangi<br />
silau<br />
� Cahaya terbagi rata, sehingga tidak<br />
menimbulkan silau.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 20
Jadi dengan perbedaan letak lampu, efek silaunya berbeda pula.<br />
Perletakan titik lampu untuk penerangan setempat.<br />
Perletakannya dapat dibentuk pada plafond, dipasang pada furniture/ meja, dan lain<br />
sebagainya dengan memperhatikan:<br />
� Jarak dan posisi lampu terhadap bidang pengamatan, agar tidak silau dan<br />
memenuhi kuat penerangan yang dibutuhkan.<br />
� Efisiensi penggunaan ruang, sehingga penataan prabot mudah.<br />
� Estetika ruang, sehingga terkesan teratur dan titik lampu dominan dalam<br />
ruang.<br />
Kedua perletakan titik lampu ini akan memberikan kenyamanan pandangan dengan<br />
memperhatikan jarak, letak posisi, dan pemilihan lampu kuat penerangan sesuai<br />
dengan yang dibutuhkan.<br />
III.3. KEBISINGAN DALAM RUANG<br />
Ada dua cara mengatasi kebisingan:<br />
� Secara aktif yaitu dengan mengisolasi sumber bunyi.<br />
� Secara positif yaitu dengan mengisolasi pada ruangan.<br />
(Isolasi di sini yaitu membatasi/memutuskan media penghantar bunyi antara sumber<br />
bunyi dan pendengar. Media penghantar dapat melalui udara, lantai, ducting, dan<br />
lain sebagainya.<br />
III.3.1. ISOLASI AKTIF<br />
Isolasi secara aktif dapat dengan:<br />
a. Mengelilingi sumber bunyi dengan bahan kedap suara, misalnya:<br />
� Karpet pada lantai untuk meredam bunyi sepatu.<br />
� Glasswool dilapisi styroform untuk meredam bunyi ruang mesin, AHU, ruang<br />
komputer dan lain-lain.<br />
� Struktur khusus atau dengan bantalan-bantalan (meredam getaran).<br />
b. Pengaturan zona<br />
� Pemisahan sumber bunyi dan ruang (ruang khusus di luar bangunan)<br />
� Penempatan sumber bunyi pada ruang-ruang bawah tanah atau ruang<br />
peredam.<br />
� Penempatan peralatan tertentu pada suatu ruang.<br />
III.3.2. ISOLASI PASIF<br />
Dilakukan pada ruang khusus yang memerlukan privacy tinggi, dengan cara:<br />
� Menutupi mengelilingi ruang dengan bahan kedap suara (plafond, dinding,<br />
dan lantai, misal: lapisan karet pada jendela kaca.<br />
� Pemakaian bahan isolasi bunyi pada prabot.<br />
III.4.KOORDINASI PENGKONDISIAN UDARA, PENERANGAN, DAN<br />
PENGENDALlAN KEBISINGAN<br />
Hal ini dikaitkan degan kenyamanan fisik manusia yang melakukan kegiatan don<br />
hemat energi pada perancangan bangunan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:<br />
III.4.1. PENGELOMPOKAN KEGIATAN<br />
Pada daerah transisi antara luar dan dalam bangunan perlu kenyamanan suhu<br />
dengan tidak terlalu besar perbedaannya, di samping kebisingan yang ditimbulkan<br />
dan orang yang masuk dan kendaraan yang lewat. Oleh karena itu kegiatan<br />
dikelompokkan dari luar ke zone publik (zone peralihan dan buffer baik suhu maupun<br />
kebisingan), semi pubik, dan baru zone privat.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 21
Gambar 29. Daerah bising berdekatan dengan sumber bunyi yang bising<br />
dari luar bangunan dan sebagai peralihan temperatur.<br />
Sedangkan perletakan daerah service (core pada bangunan bertingkat)dapat<br />
diperbandingkan sebagai berikut :<br />
Gambar 30. Perletakan daerah service (core)<br />
Ditepi bangunan Ditengah bangunan<br />
Core di tepi bangunan Core di tengah bangunan<br />
� Distribusi udara dingin<br />
dari AHU kurang<br />
merata.<br />
� Core<br />
menghalangi/menguran<br />
gi daerah masuknya<br />
pencahyaan alami<br />
� Kebisingan dari<br />
peralatan mesin<br />
terhadap ruang relatif<br />
kecil<br />
� Sirkulasi relatif kurang<br />
efisien<br />
� Distribusi udara dingin<br />
dari AHU lebih merata<br />
karena radius pelaynan<br />
pendek<br />
� Pencahyaan alam lebih<br />
optimal<br />
� Kebisingan dari<br />
peralatan mesin relatif<br />
besar karena ruang<br />
mengelililngi sumber<br />
kebisingan<br />
� Sirkulasi lebih merata<br />
Peletakan daerah service secara vertikal ada 2 kemungkinan yaitu:<br />
� Di luar bangunan<br />
Dapat menghindari kebisingan peralatan mekanikal, Namun penggunaan<br />
cooling tower dapat mengganggu lingkungan sekitarnya (bila jarak dengan<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 22
angunan lainnya berdekatan), sehingga membutuhkan lahan relatif luas<br />
untuk kelancaran sirkulasi udara segar.<br />
� Di dalam bangunan<br />
Kebisingan dari peralatan mekalikal perlu diperhatikan (genset, cooling tower.<br />
mesin pompa dan lainnya). Biasanya dilakukan bila lahan terbatas. Pada<br />
perletakan di bawah tanah kebisingan tidak terlalu mengganggu, sebab<br />
dinding basement relatif dapat mengisolasi (jarang bukaan). Sedangkan<br />
perletakan pada lantai tertentu atau di atap memerlukan konstruksi khusus<br />
menahan beban dan getaran. Perletakan pada lantai tertentu umumnya untuk<br />
mendapatkan distribusi yang efisien dan merata.<br />
III.4.2. PEMBAGIAN RUANG<br />
Pembagian ruang sampai yang terkecil sesuai dengan kegiatan-kegiatan terkecil<br />
yang dilakukan dalam ruang secara tidak langsung berkaitan dengan perancangan<br />
pengkondisian udara, penerangan dan penanggulangan kebisingan. Pembagian<br />
ruang ini merupakan pembagian per ruang/ unit kegiatan yang memungkinkan<br />
dalam perencanaan pengkondisian udara mudah menentukan outlet AC untuk udara<br />
dingin, perencanaan daya penerangan pada setiap kegiatan dalam ruang maupun<br />
isolasi terhadap kebisingan dapat disesuaikan dengan kebutuhannya.<br />
III.4.3. PENATAAN RUANG<br />
Penataan ruang perlu diperhatikan dalam mencapai kenyamanan fisik maupun psikis<br />
manusia. Dalam hal ini koordinasi pengkondisian udara, penerangan, dan<br />
penanggulangan kebisingan harus dapat menghemat energi namun tetap<br />
memberikan kenyamanan optimal. Penataan ruang harus saling menunjang satu<br />
sama lainnya yang meliputi elemen-elemen:<br />
a. Plafond<br />
b. Dinding elemen pembentuk ruang<br />
c. Lantai<br />
d. Furniture elemen pengisi ruang<br />
Penataan elemen ini dapat diuraikan sebagai berikut:<br />
a. Plafond<br />
Perencanaannya perlu memperhatikan pola perletakan titik lampu, outlet AC, modul<br />
bahan, sistem konstruksi lantai dan pola perletakan partisi/dinding pemisah.<br />
Perletakan titik lampu dan outlet AC dapat dibandingkan sebagai berikut:<br />
� Konvensional, lampu terpisah dengan outlet AC.<br />
� Intregasi antara titik lampu menjadi satu kesatuan dengan outlet AC (plot<br />
lantai dan plafond sebagai ducting).<br />
Kelebihan sistem integrasi antara lain:<br />
� <strong>Udara</strong> dingin (air supplay) melalui ducting poda sisi kiri dan kanan lampu<br />
berupa outlet type linier.<br />
� Ruang lantai (bila bertingkat dan plafond dapat berfungsi sebagai ducting<br />
untuk udara kembali (air return).<br />
Gambar 31. Sistem lampu dan outlet AC yang yang terintegrasi<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 23
Sistem ini tidak memerlukan ducting untuk air return yang berarti menghemat<br />
ketinggian lantai. Untuk mengatasi kebisingan pada outlet air return maka dibuat<br />
miring (tidak lurus) dan dilapisi bahan peredam suara.<br />
Gambar 32. Penanggulangan penjalaran bunyi melalui outlet.<br />
Contoh penerapannya pada konstruksi lantai wafel prategang ( ketinggian 1/35<br />
bentang) yang dapat menghemat ketinggian bangunan dari ducting dan<br />
konstruksinya, sekaligus berfungsi sebagai plafond dan penghalang penjalaran<br />
bunyi. Kemungkinan lain adalah integrasi outlet AC, pola perletakan titik lampu,<br />
sistem partisi, sistem telepon, dan sound system, melalui profil-plofil aluminium<br />
yang disesuaikan dengan pola plafond. Pola ini memiliki fleksibilitas penataan ruang<br />
yang tinggi.<br />
Gambar 33. sistem berintegrasi antara AC, Lampu, partisi, Telefon<br />
soundsisytem, plafond, dengan frofil alumunium yang didisain<br />
khusus<br />
Kelebihan sistem ini:<br />
� Menghemat listrik dengan penerangan setempat yang dapat dihidup matikan<br />
sesuai dengan kebutuhan.<br />
� Mengurangi ketinggian plafond, karena menggunakan ruang antara lantai dan<br />
plafond sebagai ducting air return.<br />
Kekurangan sistem ini:<br />
� Banyaknya lampu dan kabel yang tergantung berkesan ramai (kenyaman<br />
phsikis dan visual kurang.<br />
� Terkait dengan perletakan lampu, sehingga perubahan penataan prabot harus<br />
merubah penataan titik lampunya.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 24
Pemilihan bahan plafond sangat mempengaruhi kenyamanan phsikis dan fisik, maka<br />
harus memperhatikan:<br />
� Frekwensi bunyi dari sumber bunyi.<br />
� Pantulan sinar lampu yang membantu penerangan dengan faktor refleksi 80%<br />
- 90%.<br />
Maka sebaiknya dipakai bahan berpori seperti gypsum, accoustic file bertekstur<br />
halus, dan berwarna terang. Rangka sebaiknya dan aluminium dan penutup plafond<br />
ditaruh bebas/ dapat digeser untuk mengurangi perambatan getaran dan lantai, dan<br />
tidak merusak plafond bila ada perbaikan.<br />
b. Dinding<br />
Dinding berfungsi sebagai penyekat antar ruangan. Ruang privat biasanya berdinding<br />
penuh sampai plafond, sedangkan ruang kurang privat biasanya tidak penuh atau<br />
sesuai dengan tujuannya. Ruang-ruang pada bangunan dapat diatur dalam:<br />
� Sistem terbuka di mana pandangan ruang-keruang lebih bebas dan<br />
pengontrolan suhu lebih merata, namun kekurangannya AC dapat menjalar<br />
pada ruang yang tidak membutuhkan AC, dan kebisingan menjalar keseluruh<br />
ruang.<br />
� Sistem tertutup di mana distribusi udara dingin mudah diatur sesuai<br />
kebutuhan tiap ruang, dan penjalaran suara terbatas. Kekurangannya adalah<br />
pandangan terbatas dan pengontrolan temperatur lebih rumit.<br />
Bahan dinding ruang hendaknya memperhatikan:<br />
� Frekwensi bunyi dari sumber bunyi.<br />
� Membantuk penerangan dengan refleksi 40% - 60%.<br />
Maka bahan yang dipakai berpori banyak seperti gypsum diisi glasswool (mengatasi<br />
penjalaran suara dan isolasi api)<br />
Gambar 34. Detail dinding pembatas antar ruang.<br />
Sedangkan penutup dinding dapat dipakai wallpaper dan lain sebagainya, berwarna<br />
cerah apabila ingin berkesan luas dan bersih.<br />
c. Lantai<br />
Sistem lantai berkaitan dengan perencanaan penerangan terutama sistem<br />
penerangan yang bersatu dengan furniture. Bahan penutup lantai sebaiknya dapat<br />
meredam suara, seperti karpet yang mempunyai faktor refleksi 20% - 40% dengan<br />
warna agak gelap/ tidak berkesan kotor. Untuk zone entrance bangunan diperlukan<br />
bahan yang kuat, tahan lama, dan mudah pemeliharaannya.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 25
d. Furniture<br />
Dalam penghematan penerangan buatan, maka furniture dapat bersatu dengan<br />
sistem penerangan (setempat)<br />
Gambar 35. Furniture bersatu dengan lampu penerangan bidang kerja.<br />
penerangan setempat ini dapat digunakan secara efisien, harus ditunjang dengan<br />
perletakan outlet- outlet yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini<br />
kenyamanan fisik baik, namun secara visual kesan ruang menjadi sempit (dengan<br />
adanya tinggi-rendahnya lemari/ rak penyekat dan lain sebagainya). Dengan sistem<br />
furniture maka bunyi dapat dikurangi dengan bahan furniture yang meredam suara.<br />
Bahan furniture juga tidak menggunakan bahan yang kuat memantulkan sinar<br />
(silau), dengan warna sedang (faktor refleksi 25% - 45%), tidak terlalu gelap dan<br />
tekstur halus.<br />
III.5. EKSTERIOR BANGUNAN<br />
Banyak sedikitnya pengaruh luar yang masuk ke dalam bangunan tergantung pada<br />
pengolahan eksteriornya. Pada dasarnya eksterior dibagi dua yaitu: yang bersifat<br />
struktural dan non sturktural.<br />
III.5.1. EKSTERIOR STRUKTURAL<br />
Pengertiannya adalah kulit bangunan yang memperlihatkan struktur bangunannya.<br />
Kenyamanan dicapai bila eksterior struktural mempertimbangkan kemungkinan<br />
masuknya sinar matahari yang dapat membantu penerangan dalam bangunan.<br />
Sehingga perlu pembukaan transparan seperti kaca yang dapat membentuk<br />
menetralisir kesan pasif pada bangunan. Misalnya sistem struktur rangka (kolom dan<br />
balok) dan dinding kaca sebagai elemen pengisi.<br />
Gambar 36. Elemen struktur rangka.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 26
Sistem di atas memungkinkan radiasi panas masuk sehingga menambah beban<br />
panas dan energi listrik, maka dipertimbangkan kemungkinan penggunaan kolomkolom<br />
rapat dan overstek.<br />
� Kolom-kolom rapat.<br />
Kolom repot dengan dinding pengisi di sebelah dalam dapat berfungsi sebagai<br />
sunshading vertikal, yang juga secara visual memberikan kesan garis-garis<br />
vertikal.<br />
� Overstek<br />
Overstek dapat berfungsi sebagai sunshading horisontal, yang juga secara visual<br />
memberikan kesan garis horisontal, sehingga dapat menetralisir kesan ketinggian<br />
bangunan.<br />
III.5.2. EKSTERIOR NON STRUKTURAL<br />
Pengertiannya adalah kulit bangunan yang tidak memperlihatkan struktur<br />
bangunannya, yang biasanya ditempatkan di sebelah luar stuktur utamanya.<br />
Eksterior non struktural ini dapat dibagi menjadi dua yaitu sunscreen dan kaca.<br />
� Sunscreen<br />
Merupakan elemen tambahan kulit bangunan yang berfungsi sebagai takbir<br />
terhadap silau dan radiasi panas, tetapi tetap dapat memasukan cahaya untuk<br />
membantu penerangan dalam bangunan, membantu mengurangi kebisingan, dan<br />
menambah estetika bangunan. Untuk mengatasi silau dengan sistem pemasukan<br />
sinar tidak langsung (pengembangan prinsip sunshading horisontal) yaitu dengan<br />
potongan-potongan bidang yang merefleksikan cahaya ke dalam ruang sesuai<br />
waktu yang diinginkan. Sedangkan radiasi panas diatasi/dikurangi dengan<br />
memberikan jarak yang cukup dengan kaca pengisi, sehingga dapat dinetralisir<br />
aliran angin yang ada.<br />
Faktor-faktor dalam pemilihan sunscreen adalah:<br />
� Ringan, sehingga tidak menambah beban struktur.<br />
� Koefisien serap panas rendah sehingga tidak cepat panas.<br />
� Tidak tembus cahaya dan daya refleksi tinggi agar cahaya tidak langsung<br />
optimal.<br />
� Mudah perawatan dan tahan lama (biaya operasional kecil).<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 27
� Kaca<br />
Diperlukan untuk dapat memasukan cahaya semaksimal mungkin, di samping<br />
memberikan kesan ringan pada bangunan. Namun hal ini dapat menambah<br />
beban pengkondisian udara dan silau karena cahaya yang berlebihan. Untuk<br />
mengurangi radiasi panas dapat digunakan kaca ganda yang diberi jarak,<br />
sehingga radiasi tertahan pada daerah celah transisi, juga dapat sebagai isolasi<br />
bunyi.<br />
Gambar 38. Perbandingan transmisi panas pada penggunaan kaca tunggal,<br />
double, dan triple.<br />
Sedangkan mengatasi silau dapat digunakan kaca berwarna dingin dan dapat<br />
mereflesikan cahaya, walau berakibat mengurangi cahaya yang masuk.<br />
IV. KESIMPULAN<br />
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor utama yang<br />
mempengaruhi kenyamanan fisik pengudaraan, pencahayaan dan gangguan<br />
kebisingan adalah faktor iklim, manusia dan kebutuhannya, alat dan bahan yang<br />
dipakai, yang ketiganya saling mempengaruhi sehingga harus memperhatikan<br />
perancangan bangunan dan perancangan ruang.<br />
� Perancangan bangunan<br />
Yang harus diperhatikan adalah matahari dan iklim yang dapat menimbulkan<br />
radiasi panas, silau, transmisi panas, bayangan, dan kebisingan dari lalu lintas di<br />
sekitarnya. Sehingga perlu diperhatikan:<br />
� Bentuk massa yang sedikit mungkin dapat memasukkan radiasi panas namun<br />
sebanyak mungkin cahaya masuk, yaitu dengan bentuk-bentuk persegi<br />
dengan orientasi bukaan dihindarkan dari sumber gangguan (Timur-Barat dan<br />
sumber bunyi), dan dengan jarak antar bangunan minimal 0.7 x tinggi<br />
bangunan untuk menghindarkan efek gelap akibat bayangan bangunan di<br />
sampingnya.<br />
� Pengolahan eksterior bangunan dapat dengan pemakaian sunscreen,<br />
pemilihan bahan bangunan yang dapat menunjang pengkondisian udara,<br />
penerangan, dan penanggulangan ganguan kebisingan, juga menambah<br />
estetika pada penampilan bangunan.<br />
Perancangan ruang<br />
� Yang harus diperhatikan adalah pengkondisian udara, penerangan, dan<br />
penanggulangan kebisingan, namun tetap hemat energi.<strong>Pengkondisian</strong> udara<br />
dapat dilakukan dengan sistem yang bisa menghemat biaya konstruksi dan<br />
biaya energi listrik.<br />
� Sedangkan penerangan sebaiknya tetap dibantu cahaya alami dengan tetap<br />
mengurangi radiasi panasnya. Dapat menggunakan reflektor yang<br />
memantulkan cahaya alami dan bukaan-bukaan yang tidak langsung,<br />
sehingga dapat mengurangi penerangan buatan.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 28
� Juga diperhatikan kebisingan dan penggunaan peralatan dan kegiatan yang<br />
terjadi, yang dapat diatasi dengan isolasi aktif yaitu mengisolasi sumber<br />
bunyi misal dengan memindahkannya dan isolasi pasif yaitu dengan<br />
mengisolasi ruangan.<br />
� Dalam perletakan zone kegiatan disesuaikan dengan fungsinya. Daerah publik<br />
dan semi publik yang menampung kegiatan umum dapat menjadi pelindung<br />
terhadap gangguan kebisingan, peralihan temperatur maupun peralihan<br />
penerangan.<br />
� Dalam penataan ruang antara plafond, dinding, lantai, dan furniture saling<br />
berkaitan satu dengan yang lain.<br />
� Juga perlu diperhatikan penghematan tanpa mengurangi kenyamanan<br />
misalnya seperti pengelompokan penggunaan titik lampu, pengaturan nyala<br />
lampu dan lain sebagainya.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Konya, Allan .1980. Design primer for hot climates. London: The Architectural Press.<br />
Kureja, C.P.1978. Tropical architecture. New Delhi: Mc Graw Hill Company<br />
Koenigsberger, OH.1974. Manual of tropical housing and building, Part I.Climatic<br />
Design. London: Longman Group Limited.<br />
Fry, Maxwell.1965. Tropical architecture in the humid zone. New York: Reynhold.<br />
Flyn. John.1970. Architecture interior system. New York: Van Nostrond Rein Hold<br />
Company.<br />
Evans, Benyamin H.1981. Daylight in architecture. New York: Mc Grw Hill Book<br />
Commpany. 1981.<br />
Elder. AJ.1977.Handbook of building enclosure. London: The Architecture Press.<br />
e-<strong>USU</strong> <strong>Repository</strong> © 2004 Universitas Sumatera Utara 29