TRAGEDI MINA
20150928_MajalahDetik_200
20150928_MajalahDetik_200
- No tags were found...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
KERETA & ROMUSA<br />
PARA PENANTANG AHOK<br />
<strong>TRAGEDI</strong><br />
<strong>MINA</strong><br />
SALAH SIAPA<br />
EDISI 200 | 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
DAFTAR ISI<br />
EDISI 200 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />
TAP PADA KONTEN UNTUK MEMBACA ARTIKEL<br />
FOKUS<br />
DUKA <strong>MINA</strong><br />
SALAH SIAPA<br />
“SEKARANG BERHAJI MAKIN AMAN....<br />
TAPI KITA TIDAK AKAN PERNAH BISA<br />
MENCAPAI KEAMANAN SERATUS<br />
PERSEN.”<br />
NASIONAL<br />
CRIME STORY<br />
n MENUJU BURSA DKI SATU<br />
n BALIK BADAN TOLAK NAIK TUNJANGAN<br />
INTERNASIONAL<br />
n DI BALIK KISAH JASAD DI TAMAN<br />
HUKUM<br />
n DARI LEDEKAN ‘CUNGKRING’ DAN ‘GENDUT’<br />
EKONOMI<br />
n SETELAH PM LEE<br />
n BUKAN SURGA DI KOREA SELATAN<br />
INSPIRING PEOPLE<br />
n SATRIA BERGITAR DARI TER<strong>MINA</strong>L DEPOK<br />
INTERVIEW<br />
n PERUMNAS INGIN JADI SEPERTI BULOG<br />
RUMAH<br />
n PESONA HUNIAN INDUSTRIAL SUNJAYA ASKARIA<br />
SELINGAN<br />
n RIZAL VS LINO<br />
n TAK PERLU LEWAT CIKUNIR<br />
n URUSAN ANGKUTAN CIKARANG<br />
n AKSES TOL TANPA PERMUKIMAN ELITE<br />
n PUDARNYA PASAR AFRIKA DI TANAH ABANG<br />
BISNIS<br />
n SELAMAT DATANG, ‘RENTENIR’ ONLINE<br />
OBITUARI<br />
n BUYUNG, SEORANG GURU DAN ABANG<br />
LENSA<br />
n KERETA DAN ROMUSA<br />
BUDAYA<br />
n DOA DI HARI IDUL ADHA<br />
PEOPLE<br />
n DALAM LENA RAYUAN BASOEKI ABDULLAH<br />
FILM<br />
n KEITH MARTIN | CLARISSA TAMARA | JON HAMM<br />
GAYA HIDUP<br />
n KISAH MAGANG ROBERT DE NIRO<br />
n KATALOG<br />
n FILM PEKAN INI<br />
n AGENDA<br />
Cover:<br />
Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />
@majalah_detik<br />
majalah detik<br />
n HIJAB DI AUSTRALIA LEBIH LONGGAR, LEBIH KASUAL<br />
n LADAKH, NEGERI DI ATAS LAUT<br />
n CITA RASA OTENTIK TIMUR TENGAH<br />
Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad. Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti. Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />
Nugroho, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif Arianto, Aryo<br />
Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita, Kustiah, M Rizal,<br />
Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar Rifai, Jaffry<br />
Prabu Prakoso, Ibad Durohman, Aditya Mardiastuti. Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar. Tim<br />
Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus Purnomo. Product Management & IT: Sena Achari,<br />
Sofyan Hakim, Andri Kurniawan. Creative Designer: Mahmud Yunus, Desy Purwaningrum, Suteja,<br />
Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Fuad Hasim, Luthfy Syahban. Ilustrator: Kiagus Auliansyah, Edi<br />
Wahyono.<br />
Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />
Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />
appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />
No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />
Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.
LENSA<br />
DOA DI HARI IDUL ADHA<br />
TAP UNTUK MELIHAT FOTO UKURAN BESAR<br />
Umat Islam di Indonesia merayakan Idul Adha dengan menunaikan salat, memanjatkan doa, dan berkurban pada Kamis (24/9). Hari raya ini menjadi<br />
pengingat akan peristiwa saat Nabi Ibrahim nyaris menyembelih Ismail sebelum malaikat mengganti anak Ibrahim itu dengan hewan.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
LENSA<br />
Jemaah salat Idul Adha berdoa di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta. (Beawiharta/REUTERS)
LENSA<br />
Salat Idul Adha di Pasar Senen, Jakarta. (Grandyos Zefna/DETIKCOM)
LENSA<br />
Presiden Joko Widodo menyerahkan hewan kurban kepada pengurus Masjid Agung Al-Karomah, Martapura, setelah melaksanakan salat Idul<br />
Adha di Kalimantan Selatan. (Herry Murdy Hermawan/ANTARA FOTO)
LENSA<br />
Daging hewan kurban siap dibagikan di sebuah masjid di Jakarta. (Hasan Alhabsy/DETIKCOM)
LENSA<br />
Ribuan warga Kota Palembang melaksanakan salat Idul Adha di bundaran air mancur Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang,<br />
yang diselimuti kabut asap. (Nova Wahyudi/ANTARA FOTO)
LENSA<br />
Warga antre untuk mendapatan hewan kurban di Surabaya. (Sigit Pamungkas/REUTERS)
NASIONAL<br />
MENUJU<br />
BURSA<br />
DKI<br />
SATU<br />
BURSA CALON GUBERNUR<br />
JAKARTA KEMBALI MENGHANGAT<br />
DENGAN MUNCULNYA ADHYAKSA<br />
DAULT DAN SANDIAGA UNO.<br />
RISMA DAN RIDWAN KEMBALI<br />
DIGADANG-GADANG.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Deklarasi dukungan untuk<br />
Adhyaksa Dault di Jakarta,<br />
Minggu (20/9).<br />
RACHMAN HARYANTO/DETIKCOM<br />
BEBERAPA hari belakangan Ketua<br />
Kwartir Nasional Pramuka Adhyaksa<br />
Dault kebanjiran pesan singkat ke<br />
telepon selulernya. Mayoritas isinya<br />
ucapan selamat dan dukungan untuk maju<br />
sebagai calon Gubernur DKI Jakarta 2017.<br />
Mereka berasal dari sejumlah jaringan yang<br />
dimiliki mantan Menteri Pemuda dan Olahraga<br />
itu, seperti Himpunan Mahasiswa Islam hingga<br />
Komite Nasional Pemuda Indonesia.<br />
“Juga dari sejumlah tokoh politik dan tokoh<br />
agama,” kata Adhyaksa saat berbincang dengan<br />
majalah detik, Rabu, 23 September lalu.<br />
Bertempat di Hotel Kartika Chandra, Jakarta<br />
Selatan, Ahad, 20 September lalu, sejumlah<br />
tokoh yang tergabung dalam Forum Peduli<br />
Jakarta mendaulat Adhyaksa maju sebagai calon<br />
Gubernur Ibu Kota. Dalam acara deklarasi<br />
dukungan itu, hadir sejumlah tokoh.<br />
Mereka antara lain mantan Menteri Perdagangan<br />
Rachmat Gobel, Marwah Daud Ibrahim,<br />
politikus Partai Amanat Nasional Tjatur<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
(Dari kiri ke kanan)<br />
Adhyaksa Dault, Sandiaga<br />
Uno, Tri Rismaharini,<br />
Abdullah Azwar Anas, dan<br />
Ridwan Kamil<br />
FOTO-FOTO: DOK.DETIKCOM DAN<br />
ANTARAFOTO<br />
Sapto Edy, mantan Menteri Pertanian dari<br />
Partai Keadilan Sejahtera Suswono, dan bekas<br />
Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal<br />
TNI (Purnawirawan) Hendardji Soepandji.<br />
Hadir pula Ketua Dewan Pimpinan Pusat<br />
Partai Gerindra Riza Patria, Ketua Dewan Pimpinan<br />
Wilayah PKS DKI Jakarta Selamat Nurdin,<br />
dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai<br />
Hanura DKI Mohamad Sangaji. Tampak pula<br />
sejumlah ulama, cendekiawan muslim, atlet,<br />
sampai selebritas, seperti Mark Sungkar, Olivia<br />
Zalianty, Cici Paramida, dan Dude Harlino.<br />
Adhyaksa mengklaim deklarasi itu hanya<br />
menghabiskan biaya Rp 20 juta. Itu pun berasal<br />
dari patungan para tokoh pendukung.<br />
“Ada juga yang menyumbang kaus,” ujar pria<br />
kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah, 52 tahun<br />
lalu itu.<br />
Karena “ditodong” sejumlah tokoh untuk ikut<br />
bertarung dalam pemilihan Gubernur Jakarta,<br />
yang kurang dari dua tahun lagi, Adhyaksa<br />
pun menyanggupi. Menjalankan amanah para<br />
tokoh untuk membenahi Jakarta menjadi alasannya<br />
menyatakan bersedia. Bukan semata<br />
mengejar jabatan.<br />
“Saya sudah jadi menteri dan Ketua Pramuka.<br />
Untuk apa lagi saya maju (dalam pilgub Jakarta)?<br />
Motivasi saya hanya ingin menjalankan<br />
amanah,” ujarnya.<br />
Adhyaksa, yang tengah menyiapkan Sembilan<br />
Manifesto untuk Kesejahteraan Jakarta<br />
sebagai programnya, juga tak merasa risau<br />
jika harus berhadapan dengan Basuki Tjahaja<br />
Purnama atau Ahok, yang kini menjabat orang<br />
nomor satu Jakarta.<br />
Namun ia tak ingin sembarang maju. Adhyaksa<br />
masih akan melihat apakah ia akan<br />
melalui jalur independen atau partai. Pengum-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Salah satu posko Teman<br />
Ahok di Mal Ambasador,<br />
Jakarta, Sabtu (25/7).<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
pulan kartu tanda penduduk sebagai syarat<br />
calon independen akan dilakukan. Jika animo<br />
masyarakat tinggi, ia akan mendeklarasikan<br />
diri sebagai calon independen pada Desember<br />
mendatang.<br />
“Dan kalau animo partai baik, saya maju (lewat<br />
partai),” tuturnya. “Saya akan lihat sebelum<br />
melompat.”<br />
Apalagi sejumlah tokoh partai yang hadir<br />
dalam acara pendaulatan Dault secara tersirat<br />
sudah memberikan dukungan. “Merekalah<br />
yang akan mendukung saya maju di pilgub<br />
nanti,” ucap Adhyaksa.<br />
Munculnya nama Adhyaksa kian meramaikan<br />
bursa calon Gubernur Jakarta. Sebelumnya<br />
sempat muncul nama kandidat lain, di<br />
antaranya Wali Kota Bandung Ridwan Kamil<br />
dan pengusaha nasional Sandiaga Uno. Sandi-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Ahok, bila<br />
disandingkan dengan<br />
nama-nama yang ada<br />
di Jakarta, enggak<br />
ada lawan.<br />
Hasan Nasbi<br />
aga, yang juga anggota Dewan Pembina Partai<br />
Gerindra, sudah menyatakan kesiapannya.<br />
“Kita belum melihat DKI setara dengan kota<br />
metropolis yang lain,” kata Sandiaga, mengungkapkan<br />
alasannya tertantang sebagai calon<br />
gubernur.<br />
Adapun Ridwan Kamil masuk hitungan setelah<br />
namanya disebut Presiden PKS Mohamad<br />
Sohibul Iman. Meskipun di partai dakwah itu<br />
muncul pula nama kader PKS Nurmahmudi Ismail,<br />
yang kini menjabat Wali Kota Depok,<br />
untuk diusung sebagai calon Gubernur<br />
Jakarta.<br />
“Ridwan Kamil masuk radar kami,”<br />
tutur Sohibul Iman di sela Musyawarah<br />
Nasional PKS di Hotel Bumi Wiyata,<br />
Depok, Senin, 14 September lalu.<br />
Rupanya bukan hanya PKS yang<br />
melirik Ridwan. PAN juga memasukkan<br />
nama Kang Emil, sapaan akrab Ridwan,<br />
dalam bursa tokoh yang akan diusung partai<br />
itu di Pilgub DKI 2017, di samping sejumlah<br />
nama lain.<br />
“Ada Ridwan Kamil, Wali Kota Surabaya Ibu<br />
Risma (Tri Rismaharini), ada Adhyaksa Dault,<br />
ada Pak Ahok. Nanti kita lihat yang terbaik<br />
untuk Jakarta siapa,” ucap Ketua Umum PAN<br />
Zulkifli Hasan.<br />
Namun, kendati digadang-gadang sejumlah<br />
partai, Ridwan Kamil mengaku belum terpikir<br />
untuk “pergi” dari Bandung, kota yang saat<br />
ini dipimpinnya. “Kalau ada yang menyebut<br />
(nama), saya apresiasi. Tapi, kalau ditanya, saya<br />
fokus di Bandung dulu. PR saya masih banyak,”<br />
kilahnya.<br />
Nama Ridwan Kamil juga disebut dalam rilis<br />
hasil survei calon Gubernur Jakarta yang digelar<br />
Cyrus Network, 7 Mei lalu. Hasil survei menunjukkan<br />
sosok Ridwan dan Tri Rismaharini berpotensi<br />
menjadi pesaing terberat Basuki, yang<br />
juga bersiap maju sebagai calon petahana.<br />
Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan<br />
Nasbi melihat ada upaya serius yang dibungkus<br />
dengan rapi agar figur Ridwan Kamil menarik<br />
perhatian publik, seperti melalui momen<br />
Konferensi Asia-Afrika beberapa waktu lalu di<br />
Jakarta dan Bandung.<br />
“Survei yang kami lakukan ini berlatar bela-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Wali Kota Surabaya Tri<br />
Rismaharini saat memantau<br />
perbaikan jalur pedestrian<br />
di kota itu.<br />
ARI SAPUTRA/DETIKCOM<br />
kang rasa penasaran. Momen KAA kemarin<br />
sepertinya dimanfaatkan untuk menguatkan<br />
karakter dan figur Ridwan Kamil secara masif<br />
ke level nasional. Untuk itu, kami buktikan<br />
secara scientific,” kata Hasan, Rabu pekan lalu.<br />
Survei yang dilakukan pada 24-30 April 2015<br />
dengan melibatkan seribu responden dari<br />
warga DKI Jakarta yang sudah menikah menunjukkan<br />
Ridwan masuk tiga besar tokoh populer<br />
jika maju di pilgub DKI. Namun peringkat<br />
pertama masih Ahok, dengan persentase 96,6<br />
persen, disusul Risma (74,5 persen) dan Ridwan<br />
(73 persen).<br />
Nama Ridwan bahkan jauh melampaui sejumlah<br />
tokoh, seperti Menteri Kelautan dan<br />
Perikanan Susi Pudjiastuti, Wakil Gubernur<br />
Jakarta Djarot Saiful Hidayat, bekas Gubernur<br />
Jakarta Fauzi Bowo, dan Wakil Ketua Dewan<br />
Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Abraham<br />
“Lulung” Lunggana.<br />
Menurut Hasan, nama-nama itu disurvei<br />
karena pihaknya ingin melihat lawan yang berbobot<br />
buat Ahok supaya pilkada DKI menarik<br />
dan bermutu. “Ahok, bila disandingkan dengan<br />
nama-nama yang ada di Jakarta, enggak ada<br />
lawan. Maka, selama empat bulan, kami mencari<br />
siapa kira-kira lawan Ahok yang bermutu.<br />
Nah, muncullah nama-nama itu,” ujarnya.<br />
Selain Risma dan Ridwan, muncul nama sejumlah<br />
tokoh yang dinilai sebagai kepala daerah<br />
berprestasi, seperti Bupati Banyuwangi Azwar<br />
Anas dan Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah.<br />
Kendati begitu, ada dua nama “utama” yang<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Gubernur DKI Jakarta<br />
Basuki Tjahaja Purnama<br />
atau Ahok<br />
LUCKY R/ANTARA FOTO<br />
bisa bersaing dengan Ahok versi masyarakat<br />
Jakarta. Dia adalah Risma dan Ridwan Kamil.<br />
Hasan pun menilai pertarungan menuju DKI-<br />
1 menjadi kurang seru apabila lawan tanding<br />
Basuki bukanlah kepala-kepala daerah berprestasi<br />
tersebut. Termasuk Adhyaksa dan Sandiaga,<br />
yang kini muncul di deretan kandidat,<br />
kecuali keduanya maju berpasangan dengan<br />
kepala daerah berprestasi tersebut.<br />
“Sehingga pilkada DKI itu menjadi contoh<br />
bahwa orang-orang bagus berhak naik pangkat<br />
dan bekerja di Ibu Kota,” ucapnya.<br />
Nah, selain nama-nama itu, muncul pula<br />
Marco Kusumawijaya. Pria yang selama ini<br />
dikenal sebagai ahli tata kota itu mengaku<br />
belum punya tim dan dana. Tapi, melalui dinding<br />
Facebook-nya, pada 19 September lalu ia<br />
menyatakan niat menjadi cagub Jakarta dan<br />
tengah mencari pendukung.<br />
Pilgub DKI masih hitungan tahun. Ke depan,<br />
mungkin saja akan terus muncul nama-nama<br />
lain, bahkan yang “tak terduga” dalam bursa<br />
kandidat. Kita tunggu saja. n<br />
DEDEN GUNAWAN, ADITYA MARDIASTUTI, JAFFRY PRABU | DIM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
BALIK BADAN<br />
TOLAK NAIK<br />
TUNJANGAN<br />
“SEHARUSNYA, SAAT MERENCANAKAN<br />
PROGRAM DAN ANGGARAN, SUDAH TERBANGUN<br />
TRANSPARANSI.”<br />
Anggota DPR periode 2014-2019 berfoto bersama kerabat setelah dilantik,<br />
Oktober 2014.<br />
LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
APA yang terjadi di Dewan Perwakilan<br />
Rakyat nyaris tak pernah<br />
luput dari sorotan. Setelah rencana<br />
pembangunan kompleks<br />
parlemen senilai Rp 2,7 triliun, kini giliran usul<br />
kenaikan tunjangan bagi pimpinan dan anggota<br />
Dewan yang menuai penolakan publik.<br />
Setelah kembali disorot, hampir seluruh<br />
fraksi di DPR, termasuk fraksi penguasa, Partai<br />
Demokrasi Indonesia Perjuangan, ramai-ramai<br />
balik badan menolak kenaikan tunjangan itu.<br />
Meski belum semua menyatakan secara resmi,<br />
penolakan dilontarkan justru setelah usul<br />
kenaikan disetujui pemerintah.<br />
Fraksi Partai Golkar, yang awalnya mendukung<br />
kenaikan, melalui juru bicara kubu<br />
Aburizal Bakrie, Tantowi Yahya, juga akhirnya<br />
menyatakan menolak. “Fraksi Golkar menganggap<br />
kenaikan tunjangan di saat ekonomi<br />
seperti sekarang tidak tepat,” kata Tantowi,<br />
Rabu pekan lalu.<br />
Pernyataan itu menyusul sebagian besar<br />
fraksi lain yang sudah menolak kenaikan, seperti<br />
Fraksi Partai Gerindra, NasDem, Hanura,<br />
Menteri Keuangan<br />
Bambang Brodjonegoro<br />
(kiri) berbincang<br />
dengan pimpinan DPR<br />
sebelum rapat paripurna<br />
membahas RAPBN 2016.<br />
LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Anggota DPR<br />
menggunakan mesin<br />
pencatat kehadiran saat<br />
mengikuti rapat paripurna<br />
di kompleks parlemen,<br />
Senayan, Jakarta.<br />
YUDHI MAHATMA/ANTARA FOTO<br />
Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat,<br />
Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan<br />
Pembangunan. Alasan mereka pun senada.<br />
Politikus PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka,<br />
menilai kondisi ekonomi rakyat sedang sulit,<br />
sehingga tak elok apabila Dewan menerima<br />
kenaikan tunjangan. Ketua Umum PDI Perjuangan<br />
Megawati Soekarnoputri sudah menginstruksikan<br />
kader partai berlambang banteng<br />
itu untuk tidak meminta kenaikan tersebut.<br />
“Ketum bilang, malu sama rakyat yang sedang<br />
tercekik begini,” ujar Rieke.<br />
Menurut anggota Komisi IX DPR, yang membidangi<br />
kesehatan dan ketenagakerjaan, itu,<br />
semestinya alokasi untuk DPR dialihkan untuk<br />
pos lain, seperti pengangkatan guru honorer<br />
menjadi pegawai negeri sipil, yang juga membutuhkan<br />
alokasi dalam Anggaran Pendapatan<br />
dan Belanja Negara.<br />
“Pemikiran politik kami, tidak etis apabila<br />
anggota DPR minta (kenaikan) tunjangan,”<br />
tuturnya.<br />
Partai Persatuan Pembangunan juga menginstruksikan<br />
anggotanya di Dewan mengembalikan<br />
kenaikan tunjangan itu ke negara apabila<br />
jadi dicairkan. Pengembalian melalui Sekretariat<br />
Jenderal DPR atau digunakan untuk keperluan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Berkas laporan Badan<br />
Anggaran DPR mengenai<br />
pembahasan RUU APBN<br />
Perubahan 2015 di sela<br />
rapat paripurna DPR,<br />
Februari lalu.<br />
ISMAR PATRIZKI/ANTARA FOTO<br />
konstituen. “Bukan untuk pribadi,” ucap juru<br />
bicara PPP kubu Romahurmuziy, Arsul Sani.<br />
Dewan baru ramai-ramai menolak setelah<br />
beredar kabar dari Badan Urusan Rumah Tangga<br />
(BURT) DPR bahwa kenaikan tunjangan cair<br />
Oktober ini. Padahal usul kenaikan tunjangan<br />
sudah jauh hari “dilempar” ke Kementerian Keuangan.<br />
Menteri pun sudah menanggapi lewat<br />
surat bernomor S-520/MK.02/2015 tertanggal<br />
9 Juli 2015, yang kemudian dipersepsikan telah<br />
menyetujui usul tersebut, meski tak sebesar<br />
yang diminta DPR.<br />
Misalnya tunjangan kehormatan untuk ketua<br />
badan dan komisi, yang saat ini Rp 4.460.000,<br />
diusulkan naik menjadi Rp 11.150.000. Melalui<br />
surat itu, Menteri Keuangan hanya mematok<br />
kenaikan menjadi Rp 6.690.000.<br />
Komunikasi intensif untuk ketua badan dan<br />
komisi, yang awalnya Rp 14.140.000, juga diusulkan<br />
naik menjadi Rp 18.170.000. Namun<br />
pemerintah cuma bisa menaikkan maksimal<br />
menjadi Rp 16.468.000.<br />
Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan<br />
anggaran untuk ketua badan dan komisi, yang<br />
awalnya Rp 3.500.000, juga diusulkan naik<br />
menjadi Rp 7.000.000. Tapi lagi-lagi pemerintah<br />
tidak menyetujui seluruhnya. Hanya jadi<br />
Rp 5.250.000 yang dikabulkan.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Anggota Komisi IX DPR,<br />
Rieke Diah Pitaloka (kiri)<br />
Menteri Keuangan<br />
Bambang Brodjonegoro<br />
ARI SAPUTRA/DETIKCOM DAN<br />
VITALIS YOGI TRISNA/ANTARA FOTO<br />
Sedangkan untuk bantuan langganan listrik<br />
dan telepon, pemerintah hanya menyetujui<br />
kenaikan menjadi Rp 7.700.000 dari awalnya<br />
Rp 5.500.000. Jauh di bawah usulan DPR, yang<br />
menjadi Rp 11.000.000.<br />
Alhasil, kenaikan berbagai tunjangan untuk<br />
ketua badan dan komisi DPR per bulan yang<br />
disetujui pemerintah total hanya Rp 8.508.000.<br />
Angka itu kurang dari setengah jumlah yang<br />
diusulkan DPR, yakni Rp 20.260.000. Usul kenaikan<br />
berbeda-beda untuk ketua komisi, wakil<br />
ketua komisi, dan anggota.<br />
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro<br />
sebenarnya sudah menjelaskan surat yang<br />
pernah ia kirim itu. Surat tersebut hanya menerangkan<br />
batas maksimum kenaikan anggaran<br />
bagi DPR, sehingga tidak perlu dicabut atau<br />
direvisi. Pemerintah pun menyerahkan kepada<br />
Dewan, akan menggunakan “peluang” kenaikan<br />
itu pada APBN Perubahan 2015 atau tidak.<br />
“SK itu cuma penentu batas maksimal kenaikan.<br />
Terserah di DPR mau dipakai atau enggak,<br />
naik atau enggak. Itu pengguna anggaran<br />
(yang) menentukan,” kata Bambang.<br />
Usul tersebut disampaikan dengan alasan<br />
sejumlah tunjangan bagi wakil rakyat belum<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Politikus Golkar, Tantowi<br />
Yahya (kiri)<br />
Sekjen Fitra Yenny Sucipto<br />
ARI SAPUTRA DAN LAMHOT<br />
ARITONANG /DETIKCOM<br />
pernah naik sejak beberapa tahun. Karena itu,<br />
menurut Kepala Biro Humas Setjen DPR Djaka<br />
Dwi Winarko, atas masukan BURT, Sekretaris<br />
Jenderal mengusulkannya kepada Menteri Keuangan.<br />
Nah, dengan munculnya penolakan dari<br />
kalangan internal Dewan, Sekjen akan kembali<br />
membahasnya dengan pimpinan Dewan,<br />
BURT, atau Badan Anggaran. “Nanti akan ada<br />
pertemuan, dan itu akan dilaporkan ke BURT<br />
atau pimpinan DPR, seperti apa tindak lanjutnya,”<br />
ujar Djaka.<br />
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal<br />
Forum Indonesia untuk Transparansi<br />
Anggaran Yenny Sucipto menilai penolakan<br />
dari fraksi-fraksi muncul lantaran transparansi<br />
penyusunan anggaran di DPR tergolong buruk.<br />
Mengacu pada Undang-Undang tentang<br />
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan<br />
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,<br />
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU<br />
MD3), perencana program dan anggaran di<br />
DPR adalah pimpinan DPR dan BURT, yang<br />
mendapat masukan dari alat kelengkapan dan<br />
Setjen.<br />
Namun, di lingkup internal Dewan, rencana<br />
program atau anggaran sering tidak dikomunikasikan<br />
sejak awal. Akibatnya, setelah dibawa<br />
ke sidang paripurna, sering kali mendapat<br />
penolakan lantaran rencana yang diusulkan<br />
dirasakan tidak sesuai.<br />
“Hal ini yang kami kritisi. Seharusnya, saat<br />
merencanakan program dan anggaran, sudah<br />
terbangun transparansi,” tutur Yenny.<br />
Ia pun menilai langkah sejumlah fraksi yang<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
NASIONAL<br />
Suasana rapat paripurna<br />
DPR untuk membahas<br />
RAPBN 2016. Banyak<br />
anggota yang tidak hadir.<br />
LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />
mendadak balik badan tak bisa disebut sebagai<br />
upaya pencitraan. Sebab, perencanaan program<br />
atau anggaran di DPR memang menjadi<br />
kewenangan badan-badan dan aktor-aktor<br />
tertentu.<br />
“Untuk membangun transparansi dan akuntabilitas<br />
di internal DPR, hal ini tidak boleh terulang<br />
dan perlu dievaluasi,” ucapnya.<br />
Namun Yenny sepakat apabila rencana kenaikan<br />
tunjangan itu dibatalkan. Sebab, tidak<br />
etis dilakukan di tengah keterpurukan perekonomian<br />
Indonesia. Apalagi, Yenny mengingatkan,<br />
gaji anggota DPR tergolong tinggi,<br />
yakni pada urutan keempat dunia.<br />
Ia mencontohkan pendapatan anggota DPR<br />
Malaysia 2,5 kali pendapatan per kapita penduduknya,<br />
yaitu sekitar US$ 25 ribu. Sedangkan<br />
gaji anggota DPR di Indonesia mencapai 18 kali<br />
pendapatan per kapita penduduk Indonesia,<br />
yakni hingga US$ 65 ribu.<br />
“Jadi setahun (anggota DPR) bisa (mendapat)<br />
Rp 720-800 juta, di luar tunjangan kunjungan<br />
kerja maupun reses. Makanya, tidak etis minta<br />
tunjangan (naik) lagi,” kata Yenny.<br />
DPR juga belum menjalankan fungsinya<br />
secara maksimal, baik dalam legislasi maupun<br />
pengawasan. Misalnya belum satu pun undang-undang<br />
yang diselesaikan dari yang ditargetkan<br />
dalam Program Legislasi Nasional 2015.<br />
“Fasilitas-fasilitas itu diendapkan dulu. Utamakan<br />
kinerja, baru bicara fasilitas,” ujarnya. n ADITYA<br />
MARDIASTUTI, JAFFRY PRABU, INDAH MUTIARA, DANU DAMARJATI | DIM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
HUKUM<br />
DARI LEDEKAN<br />
‘CUNGKRING’<br />
DAN ‘GENDUT’<br />
PROSES HUKUM KASUS ARDI, BOCAH KELAS II<br />
SD YANG DIDUGA DIANIAYA TEMANNYA HINGGA<br />
TEWAS, DIUPAYAKAN MELALUI “DIVERSI”. DUA<br />
KELUARGA SEPAKAT BERDAMAI.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
HUKUM<br />
KEDIAMAN pasangan Suliyan dan<br />
Karisa di Jalan Delman Utama,<br />
Kelurahan Kebayoran Lama Utara,<br />
Jakarta Selatan, Selasa, 22 September<br />
lalu, masih dipenuhi pelayat. Meski<br />
Noor Anggrah Ardiansyah, putra pasangan<br />
itu, sudah dimakamkan tiga hari sebelumnya,<br />
ucapan dukacita masih mengalir dari kerabat<br />
dan warga sekitar.<br />
Tiga anggota Kepolisian Sektor Kebayoran<br />
Lama juga berjaga di muka rumah yang tak<br />
jauh dari rel kereta api tersebut. Sementara<br />
itu, ibunda Anggrah Ardiansyah atau disapa<br />
Ardi (almarhum) sesekali menemui pelayat,<br />
yang kebanyakan kaum ibu.<br />
Selasa siang, Karisa juga kedatangan ibu<br />
kandung R, siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri<br />
07 Pagi, Kebayoran Lama Utara, yang<br />
diduga menganiaya Ardi. Korban dianiaya<br />
teman sekelasnya itu hingga menyebabkan<br />
bocah berusia 8 tahun tersebut meninggal.<br />
Sang tamu “khusus” itu datang didampingi<br />
SD Negeri 07 Pagi Kebayoran<br />
Lama Utara<br />
ADITYA MARDIASTUTI/DETIKCOM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
HUKUM<br />
Namanya anakanak,<br />
gimana, ya,<br />
ledek-ledek, (Ardi)<br />
bilang kalau R gendut<br />
dan Ardi (dibilang)<br />
cungkring.<br />
dua pria. Pertemuan dua keluarga―korban<br />
dan R―dilakukan di ruang tamu. Mereka berbincang<br />
serius. Ibunda R terlihat menulis sesuatu<br />
di atas selembar kertas. Kedua keluarga<br />
pun sepakat menempuh jalan damai.<br />
Ardi diduga dianiaya R setelah terlibat<br />
saling ejek de ngannya saat pelajaran<br />
menggambar di sekolah, Jumat,<br />
18 September lalu. “Diduga R<br />
memukul di bagian dada dan<br />
menendang bagian kepala<br />
hingga (korban) terjatuh,<br />
yang mengakibatkan korban<br />
mengalami luka di bagian<br />
kepala dan dada,” kata Kepala<br />
Bidang Humas Kepolisian<br />
Daerah Metro Jaya Komisaris<br />
Besar M. Iqbal.<br />
Melihat Ardi jatuh pingsan, beberapa<br />
guru membawanya ke Puskesmas<br />
Kebayoran Lama. Setiba di sana, Ardi sadar,<br />
tetapi muntah-muntah. Saat itulah Ardi sempat<br />
bercerita kepada sang ibu bahwa ia terlibat<br />
saling ledek dengan R. Setelah itu, kondisinya<br />
terus menurun. Sore hari, atas rujukan dokter<br />
puskesmas, Ardi dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati,<br />
Jakarta Selatan.<br />
Sayang, nyawanya tak tertolong. Selepas<br />
azan magrib, bocah yang bercita-cita menjadi<br />
polisi itu mengembuskan napas terakhir.<br />
Sebelum dimakamkan esok harinya, Sabtu,<br />
19 September, di Tempat Pemakaman Umum<br />
Bungur, Bintaro, Kebayoran Lama, Suliyan<br />
dan Karisa melaporkan kejadian yang mengakibatkan<br />
kematian anak mereka ke Kepolisian<br />
Resor Jakarta Selatan.<br />
Namun Karisa mengaku tidak menuntut pihak<br />
mana pun, baik sekolah maupun keluarga<br />
R. Ia menganggap kepergian putra bungsunya<br />
merupakan takdir Tuhan. “Namanya anak-anak,<br />
gimana, ya, ledek-ledek, (Ardi) bilang kalau R<br />
gendut dan Ardi (dibilang) cungkring,” ujarnya<br />
dengan mata sembap.<br />
Perempuan berusia 26 tahun itu juga menyayangkan<br />
informasi yang simpang-siur soal<br />
anaknya. Ia mengaku kecewa atas pemberitaan<br />
sejumlah media yang menulis putranya<br />
mengalami patah leher atau tewas di-“smack<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
HUKUM<br />
Ibunda Ardi, Karisa (kiri),<br />
menerima ucapan dukacita<br />
dari pelayat di rumahnya.<br />
ADITYA MARDIASTUTI/DETIKCOM<br />
down” temannya.<br />
“Sebagai ibu, gimana rasanya baca seperti<br />
itu? Janganlah teman-teman (wartawan) melebih-lebihkan,”<br />
tuturnya.<br />
Karisa, yang pernah bekerja sebagai pengasuh,<br />
juga meminta masyarakat tidak menghakimi<br />
pihak sekolah. Ia menilai sekolah anaknya<br />
sudah bertanggung jawab dengan membawa<br />
Ardi ke puskesmas sejak kejadian dan ikut<br />
mendampingi hingga ke peristirahatan terakhir.<br />
“Ini namanya kecelakaan. Saya sudah ikhlas,”<br />
ucap ibu dua anak itu. “Saya juga enggak mau<br />
anak saya sedih, biar dia tenang di sana.”<br />
Meski begitu, Karisa sadar bahwa publik berempati<br />
kepadanya. Musibah itu juga menjadi<br />
pelajaran berharga baginya. Ia kini akan lebih<br />
berfokus mendidik dan mengawasi si sulung,<br />
Aditya Noor Anggriansyah, yang kini duduk di<br />
bangku kelas V SD.<br />
Terkait kasus dugaan penganiayaan bocah<br />
ini, Polres Metro Jakarta Selatan sudah memeriksa<br />
tujuh saksi. Polisi juga berkoordinasi<br />
dengan sejumlah pihak terkait, seperti Suku<br />
Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Jakarta<br />
Selatan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan<br />
Perempuan dan Anak, Asosiasi Psikologi<br />
Forensik, dokter forensik RS Fatmawati, dan<br />
pihak SDN 07 Pagi Kebayoran Lama Utara.<br />
“Setelah 4 jam pemeriksaan, disepakati anak<br />
ini dikembalikan ke orang tuanya. Tentu pe-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
HUKUM<br />
Pemakaman Ardi di TPU<br />
Bungur, Bintaro, Jakarta<br />
RINI FRIASTUTI/DETIKCOM<br />
meriksaan anak ini khusus, tidak seperti orang<br />
dewasa umumnya,” kata Kepala Subbagian<br />
Humas Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris<br />
Polisi Aswin saat ditemui Senin, 21 September<br />
lalu.<br />
Menurut Aswin, meski sudah ada perdamaian,<br />
proses hukum tetap berjalan dengan<br />
mengupayakan “diversi”. Pasal 5 Ayat 3 Undang-Undang<br />
Nomor 11 Tahun 2012 tentang<br />
Sistem Peradilan Pidana Anak memang mengatur,<br />
dalam peradilan pidana anak, wajib diupayakan<br />
diversi. Dalam UU yang sama, Pasal<br />
1 angka 7, pengertian diversi adalah pengalihan<br />
penyelesaian perkara anak dari proses peradilan<br />
pidana ke proses di luar peradilan pidana.<br />
“Akan dilakukan peradilan diversi dengan<br />
difasilitasi kedua orang tua demi kepentingan<br />
anak,” ujarnya.<br />
Namun, mengenai kesepakatan damai yang<br />
dicapai, keluarga R menolak memberi pernyataan.<br />
Ibunda R buru-buru meninggalkan<br />
rumah keluarga korban saat majalah detik<br />
akan menanyainya soal ini dengan alasan ada<br />
agenda lain. “Maaf, tidak bisa, saya sudah ditunggu<br />
di polres,” tuturnya singkat.<br />
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak<br />
Arist Merdeka Sirait menilai pihak keluarga<br />
lalai dalam melakukan pendampingan dan<br />
pengawasan terhadap anak-anak mereka.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
HUKUM<br />
Ketua Komisi Nasional<br />
Perlindungan Anak<br />
Arist Merdeka Sirait<br />
ARI SAPUTRA/DETIKCOM<br />
“Saya kira keluarga terdekat ada kontribusi,”<br />
ucapnya saat dihubungi secara terpisah.<br />
Secara hukum, R memang tidak bisa dipidana<br />
karena masih di bawah umur. Namun,<br />
dalam menyelesaikan kasus ini, Arist meminta<br />
semua pihak dilibatkan. Bukan hanya keluarga<br />
korban dan pelaku serta polisi, tapi juga guru,<br />
jaksa, hakim, sampai psikolog. “Agar ditemukan<br />
akar masalahnya,” katanya.<br />
Arist juga menilai pihak sekolah turut bertanggung<br />
jawab karena perseteruan antara<br />
korban dan pelaku tidak diantisipasi sejak awal.<br />
Ia menduga telah terjadi pembiaran-pembiaran<br />
di sekolah. “Seperti bullying, yang dibiarkan<br />
oleh pihak sekolah dan dianggap sesuatu yang<br />
biasa saja, kenakalan biasa,” ujar Arist.<br />
Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan<br />
Nasrudin juga menyayangkan mengapa<br />
ketika R dan Ardi terlibat saling ejek tidak<br />
segera dilerai. Belajar dari peristiwa itu, ia<br />
menyarankan para guru tak hanya mengajar<br />
intensif, tapi juga membangun relasi secara<br />
individu dengan siswanya.<br />
Nasrudin pun berjanji pihaknya bersama<br />
Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI<br />
Jakarta akan berkoordinasi lebih efektif dengan<br />
sekolah-sekolah, karena kasus kekerasan di<br />
sekolah bukan kali ini saja terjadi.<br />
“Apalagi proses ini terjadi di sekolah ketika<br />
proses belajar-mengajar, yang menjadi tanggung<br />
jawab guru sebagai pendidik dan kepala<br />
sekolah sebagai penanggung jawab satuan<br />
pendidikan,” tuturnya saat ditemui di SDN 07<br />
Kebayoran Lama Utara.<br />
Sementara itu, terkait R, pihaknya berencana<br />
memindahkannya ke sekolah lain. Tujuannya<br />
semata memberi perlindungan agar anak itu<br />
terhindar dari cap negatif teman-temannya.<br />
Begitu juga ketika dipindah, ia meminta pihak<br />
sekolah baru lebih mengawasi R agar jangan<br />
sampai jatuh korban lain, tapi juga jangan<br />
sampai anak tersebut terisolasi dari temannya.<br />
“Harus ada pendekatan yang efektif,” ucap<br />
Nasrudin. ■ ADITYA MARDIASTUTI, M. RIZAL | DEDEN GUNAWAN<br />
TAP/KLIK UNTUK BERKOMENTAR<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
CRIME STORY<br />
DI BALIK<br />
KISAH JASAD<br />
DI TAMAN<br />
CEMBURU DAN SAKIT HATI, NURDIN<br />
TEGA MEMBUNUH ISTRINYA SENDIRI.<br />
TAK ADA SAKSI, PELAKU DIJERAT PASAL<br />
PEMBUNUHAN “SPONTAN”.<br />
ILUSTRASI: KIAGUS AULIANSHAH & EDI WAHYONO<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
CRIME STORY<br />
BUKAN main terkejut Ame, 38 tahun,<br />
dan Haiti, 52 tahun. Dua petugas<br />
kebersihan itu tak menyangka bakal<br />
menemukan sesosok mayat perempuan<br />
dalam karung saat akan menata taman di<br />
lingkungan Perumahan Kota Wisata, Kecamatan<br />
Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,<br />
Selasa, 1 September 2015, pagi.<br />
Karung besar itu teronggok di taman di pinggir<br />
bulevar Cluster Monaco, Kompleks Kota Wisata.<br />
Begitu didekati, isi karung ternyata jasad<br />
perempuan tanpa busana. Mulutnya dilakban,<br />
wajahnya nyaris hancur diduga akibat hantaman<br />
benda tumpul. Kaki kiri wanita malang itu<br />
terikat karet ban. Namun anting perak masih<br />
tergantung di kedua telinganya .<br />
Dengan tergopoh-gopoh, keduanya mengabarkan<br />
penemuan mayat itu kepada Kano, 38<br />
tahun, penanggung jawab kebersihan perumahan<br />
tersebut. Mereka bertiga lalu melapor<br />
ke Kepolisian Sektor Gunung Putri.<br />
“Petugas (saat itu) langsung ke lokasi untuk<br />
melakukan olah tempat kejadian perkara dan<br />
proses identifikasi,” kata Kepala Satuan Reserse<br />
Kriminal Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris<br />
Auliya R. Djabar.<br />
Dari hasil autopsi di Rumah Sakit Polri Kramat<br />
Jati, Jakarta Timur, diduga kuat korban juga<br />
sempat mengalami kekerasan seksual. Ada luka<br />
lebam di sekitar kemaluannya. Meski sempat<br />
menjadi misteri lantaran tak ditemukan satu<br />
pun identitas, tiga hari kemudian jati diri mayat<br />
tersebut akhirnya terkuak. Dia adalah Nurjanah,<br />
32 tahun.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
CRIME STORY<br />
Saya tegasin lagi (melihat korban),<br />
astagfirullah… ternyata itu benar<br />
kakak saya. Saya mengenalinya<br />
dari hidung dan mulutnya.<br />
Jasad misterius itu diketahui identitasnya<br />
setelah polisi menyebar sketsa dan foto wajah<br />
korban ke sejumlah media sosial sehari setelah<br />
ditemukan. Informasi yang menyebar secara<br />
viral itu pun membuahkan hasil. Seorang wanita<br />
bernama Wati, warga Bekasi, mengenali<br />
wajah korban.<br />
Kepada polisi, Wati mengaku sebagai bibi<br />
Nurjanah alias Nungki, yang tinggal di Jalan<br />
Matador, Kelurahan Jatirangga, Kecamatan<br />
Pondok Gede, Kota<br />
Bekasi. Keponakannya<br />
itu hilang sejak tiga hari<br />
sebelumnya.<br />
Wati juga meminta<br />
putrinya, Eni, mengajak<br />
Ria, 28 tahun, adik Nurjanah, ikut ke RS<br />
Polri untuk memastikan apakah korban adalah<br />
kakaknya. Benar saja, begitu melihat jasad korban,<br />
Ria berteriak histeris.<br />
“Saya tegasin lagi (melihat korban), astagfirullah…<br />
ternyata itu benar kakak saya. Saya<br />
mengenalinya dari hidung dan mulutnya,” ujar<br />
Ria saat ditemui di rumahnya, kawasan Jatirade,<br />
Kecamatan Jatisampurna, Bekasi, dua pekan<br />
lalu.<br />
Polisi pun bergerak cepat. Polsek Gunung<br />
Putri membentuk tim buru sergap untuk<br />
memburu pelaku dengan meminta keterangan<br />
kepada keluarga. Diperoleh informasi bahwa<br />
Nurjanah memiliki suami bernama Nurdin, 43<br />
tahun, yang bekerja di daerah Gunung Putri.<br />
“Korban memang tertutup kepada keluarga,<br />
jadi tidak mengenal jauh siapa sebenarnya<br />
Nurdin,” tutur Kepala Polsek Gunung Putri<br />
Ajun Komisaris Tri Suhartanto.<br />
Kecurigaan bahwa pelaku pembunuhan<br />
Nungki adalah suaminya sendiri pun menguat.<br />
Sebab, setelah didatangi ke rumah kontrakannya,<br />
Nurdin tak pernah terlihat. Polisi<br />
sempat mendatangi pengembang Perumahan<br />
Kota Wisata karena Nurdin diketahui pernah<br />
bekerja sebagai petugas keamanan kompleks<br />
itu. Namun yang dicari ternyata sudah pindah<br />
kerja sebagai sopir di sebuah perusahaan konsultan<br />
di Gunung Putri.<br />
Saat perusahaan itu didatangi, Nurdin juga<br />
tidak ada. Tapi polisi mendapat informasi bahwa<br />
pria tersebut sempat berniat meminjam<br />
uang ke kantornya. “Saat itulah kami anggap<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
CRIME STORY<br />
petunjuk semakin dekat. Ada tanda pelaku<br />
ingin melarikan diri dengan meminjam uang<br />
dari kantornya,” ucap Tri.<br />
Tim buser lalu bergerak ke alamat kontrakan<br />
Nurdin. Nah, di tengah perjalanan, tim mendapat<br />
informasi, Nurdin sedang menuju kantornya<br />
untuk meminjam mobil. “Langsung kami<br />
kejar, dan pukul 7 malam kami sudah pegang<br />
Nurdin,” kata pria yang pernah mengungkap<br />
kasus korupsi di sejumlah tempat di Jawa Barat<br />
ini.<br />
Tak butuh lama bagi polisi untuk mendapatkan<br />
pengakuan Nurdin sebagai pelaku pembunuhan<br />
istrinya. Ia mengaku membunuh secara<br />
spontan karena menduga Nurjanah, yang<br />
bekerja di sebuah toko sepatu dan sandal di<br />
Pasar Kranggan, Bekasi, berselingkuh dengan<br />
pria lain.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
CRIME STORY<br />
Saya enggak tahu<br />
malam itu, saya<br />
khilaf, kalap.<br />
Saya cekik dia<br />
sambil saya<br />
bilang, ‘Gua<br />
akan tanggung<br />
jawab, biarin gua<br />
dipenjara, gua<br />
siap dipenjara.<br />
Saat ditemui majalah detik di ruang tahanan<br />
Polsek Gunung Putri, Nurdin mengaku<br />
membunuh karena tak tahan terhadap sikap<br />
istrinya. Selain menuding Nurjanah memiliki<br />
pria idaman lain, ia mengaku kerap dilecehkan<br />
karena penghasilannya yang lebih kecil.<br />
Perkawinan mereka sebelumnya sejatinya<br />
adem ayem saja. Apalagi pasangan ini sudah<br />
tujuh tahun menikah, meski belum dikaruniai<br />
keturunan. Saat menikah, status Nurdin adalah<br />
duda dengan dua anak. Sedangkan Nurjanah<br />
janda tanpa anak.<br />
Kehidupan rumah tangga Nurdin dan Nungki<br />
mulai goyah saat memasuki 2015. Saat itu,<br />
pertengahan Februari, Nurdin mengaku melihat<br />
dengan mata kepala sendiri, sang istri berboncengan<br />
mesra dengan seorang laki-laki. Ia<br />
tengah mengemudikan kendaraan kantornya.<br />
Karena penasaran, ia membuntuti istrinya<br />
dan pria yang ia duga sebagai pacar gelapnya<br />
itu. Namun saat itu Nurdin kehilangan jejak<br />
hingga akhirnya memilih melanjutkan perjalanan<br />
ke kantor.<br />
Api cemburu pun mulai membara sejak siang<br />
hari itu. Setiba di rumah menjelang malam,<br />
Nurdin langsung menanyakannya kepada sang<br />
istri. Siapa nyana, justru jawaban menyakitkan<br />
yang didapat. “Dia bilang, ‘Itu pacar gue, emang<br />
kenapa? Lu mau ceraiin (menceraikan) gue,<br />
silakan,’” ujarnya menirukan ucapan Nurjanah.<br />
Kecemburuan itu mencapai puncaknya pada<br />
Senin, 31 Agustus 2015, malam. Saat itu Nungki<br />
kembali mengucapkan kalimat pedas bernada<br />
ancaman saat Nurdin menegurnya. Menurut<br />
Nurdin, istrinya itu mengancam akan kabur<br />
bersama pria lain tersebut. Kesabarannya pun<br />
habis. Ia lalu mencekik istrinya tersebut hingga<br />
tewas.<br />
“Saya sayang sama dia, Pak. Makanya saya<br />
sabar terus. Saya enggak tahu malam itu, saya<br />
khilaf, kalap. Saya cekik dia sambil saya bilang,<br />
‘Gua akan tanggung jawab, biarin gua dipenjara,<br />
gua siap dipenjara,’” tutur Nurdin dengan<br />
mata berkaca-kaca.<br />
Nurdin juga membantah berniat kabur. Ia<br />
sadar pasti bakal tertangkap. Soal niatnya<br />
meminjam uang di tempat kerjanya, menurut<br />
Nurdin, bukan untuk melarikan diri, melainkan<br />
untuk keperluan sekolah anaknya dari istri pertama.<br />
“Di surat pengajuan (pinjaman) juga ada,<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
CRIME STORY<br />
Apa yang mendorong pelaku<br />
membunuh istrinya malam itu?<br />
Jangan lewatkan Crime Story<br />
edisi berikutnya.<br />
pinjaman untuk anak saya,” ujarnya.<br />
Tak ada satu pun saksi yang bisa menyangkal<br />
pembunuhan itu dilakukan spontan. Polisi masih<br />
berpegang pada keterangan sepihak dari<br />
pelaku. Alhasil, dengan tuduhan pembunuhan<br />
yang tak direncanakan itu, Nurdin “hanya”<br />
akan dijerat Pasal 338 Kitab Undang-Undang<br />
Hukum Pidana tentang Pembunuhan. Ancaman<br />
hukuman maksimalnya 15 tahun penjara.<br />
“Latar belakangnya cemburu dan sakit hati,”<br />
ucap Tri. (Bersambung) ■<br />
FARHAN (BOGOR), EDWARD FEBRIYATRI KUSUMA | M. RIZAL<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
HIMAWAN ARIEF SUGOTO:<br />
PERUMNAS<br />
INGIN JADI SEPERTI<br />
BULOG<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
UNTUK MENYIASATI MASALAH LAHAN, PERUMNAS BERHARAP DAPAT<br />
MENGGUNAKAN TANAH MILIK PEMDA DAN BUMN. HARUS LANGSUNG<br />
DIKOORDINASIKAN OLEH PRESIDEN.<br />
SEBAGAI perusahaan badan usaha milik negara<br />
penyedia perumahan, Perum Perumnas<br />
berharap perannya bisa seperti Bulog, yang<br />
mengurusi pasokan pangan. Peran semacam<br />
itu, kata Direktur Utama Perum Perumnas<br />
Himawan Arief Sugoto, dijalani dalam dua dekade<br />
awal kehadiran Perumnas. Tapi kemudian<br />
regulasi pemerintah mengubah Perumnas<br />
layaknya pengembang biasa, yang harus bersaing<br />
di pasar.<br />
“Perumnas dianggap sebagai pengembang<br />
biasa karena yang disubsidi cuma pembeli lewat<br />
KPR. Rumah dianggap komoditas komersial<br />
biasa, bukan lagi kebutuhan pokok seperti<br />
sandang dan pangan,” kata Himawan saat<br />
bersama jajaran direksi berkunjung ke redaksi<br />
detik pada Kamis, 10 September 2015.<br />
Karena itu, harga tanah, infrastruktur, kredit<br />
konstruksi, dan lainnya, semua menggunakan<br />
pendekatan komersial, sehingga hanya<br />
masyarakat berpenghasilan tinggi yang bisa<br />
membeli rumah di perkotaan. Sedangkan<br />
yang berpenghasilan rendah hanya mampu<br />
mencicil rumah di lokasi yang jauh di pinggiran<br />
kota. “Para pekerja pun akhirnya mencari<br />
petakan-petakan, kos-kosan, dan terciptalah<br />
kawasan kumuh dan padat di kota-kota besar,”<br />
Himawan menambahkan.<br />
Bagaimana Perumnas akan berkontribusi dalam<br />
program Sejuta Rumah yang dicanangkan<br />
Presiden Jokowi akhir April lalu? Bagaimana<br />
pula lahan yang kian terbatas dan amat mahal<br />
bisa didapatkan oleh Perumnas? Alumnus Fakultas<br />
Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung<br />
itu membeberkannya dalam petikan perbincangan<br />
berikut ini.<br />
Bagaimana peran Perumnas dalam me-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Video<br />
wujudkan program Sejuta Rumah?<br />
Pada 1970-an, Presiden Soeharto mendirikan<br />
Perumnas dengan meniru Housing and<br />
Development Board (HDB). Bedanya, di Singapura,<br />
HDB diawasi langsung oleh perdana<br />
menteri dan punya dua institusi penyokong<br />
yang sangat kuat, yakni Central Provident<br />
Fund, yang membiayai dan meng-collect dana<br />
untuk membiayai public housing, serta Urban<br />
Redevelopment Authority, yang menguasai<br />
land (bank tanah). Hasilnya, saat ini 90 persen<br />
warga Singapura sudah memiliki rumah yang<br />
disediakan oleh HDB.<br />
Pada era awal itu, Perumnas juga berhasil<br />
membangun perumahan besar-besaran di<br />
seluruh Indonesia, mulai Sabang sampai<br />
Merauke. Misalnya di Depok, yang pada awal<br />
1970-an cuma kelurahan, lalu di Bekasi, Antapani-Bandung,<br />
dan kota lainnya. Pada 1980-an<br />
juga sudah membangun konsep perumahan<br />
vertikal, seperti Rumah Susun Kebon Kacang,<br />
Tanah Abang, dan Klender, juga di Ilir Barat,<br />
Palembang. Hingga awal 1990-an, Perumnas<br />
dapat menyediakan 48 ribu rumah per tahun.<br />
Namun, seiring berjalannya waktu, regulasi-regulasi<br />
berubah dan Perumnas dianggap sebagai<br />
pengembang biasa karena yang disubsidi<br />
cuma pembeli lewat KPR. Rumah dianggap<br />
komoditas komersial biasa, bukan lagi kebutuhan<br />
pokok seperti sandang dan pangan.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Cuma di Indonesia<br />
penyediaan public<br />
housing itu dilepas<br />
ke mekanisme<br />
pasar. Akibatnya,<br />
harga tanah,<br />
infrastruktur,<br />
kredit konstruksi,<br />
semua komersial<br />
approach-nya.<br />
DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />
Apa yang terjadi kemudian dengan perubahan<br />
kebijakan tersebut?<br />
Cuma di Indonesia penyediaan public<br />
housing itu dilepas ke mekanisme pasar. Padahal,<br />
di Singapura, Jepang, Tiongkok, pemerintahnya<br />
pasti mengintervensi dari supply side.<br />
Akibat market mechanism itu, harga tanah,<br />
infrastruktur, kredit konstruksi, semuanya<br />
komersial approach-nya. Sekarang daya beli<br />
masyarakat, meskipun diberi insentif seperti<br />
KPR, makin lama makin tidak terjangkau.<br />
Apalagi jika investor dan spekulan lahan makin<br />
menguasai lahan-lahan di perkotaan. Inilah<br />
yang menyebabkan lahan di Jakarta dikuasai<br />
sedikit pelaku besar. Di Surabaya juga seperti<br />
itu. Semakin miskin seseorang, semakin jauh<br />
lokasi rumah yang bisa dia beli. Akibatnya, para<br />
pekerja mencari petakan-petakan, kos-kosan,<br />
dan akhirnya terciptalah kawasan kumuh dan<br />
padat di kota-kota besar.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Himawan Arief (kedua<br />
dari kiri) didampingi para<br />
direktur Perum Perumnas<br />
dalam acara syukuran ulang<br />
tahun Perumnas ke-40 dan<br />
peluncuran logo baru pada Juli<br />
2014 di Jakarta.<br />
DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />
Terkait program Sejuta Rumah, apa prasyarat<br />
yang perlu dipenuhi agar Perumnas<br />
bisa kembali berperan optimal?<br />
Perumnas harus ditempatkan kembali<br />
seperti semula, dengan merevisi peraturan<br />
pemerintah untuk memudahkan aspek penugasan,<br />
juga melindungi dari masalah lahan. Ini<br />
sebenarnya perannya sebagai land banking,<br />
developer, property management, dan pengelola<br />
kawasan rumah susun dan sebagainya.<br />
Itu yang kami usulkan. Di Singapura, harga<br />
perumahan rakyat 50 persen dari market price,<br />
bahkan lebih rendah lagi. Di sana, begitu masyarakat<br />
membeli, bisa dijual lagi, tapi (harus)<br />
ke HDB lagi, bukan kepada pihak luar. Kalau di<br />
Indonesia, Perumnas selesai bangun, ya sudah,<br />
selesai, lalu diserahkan ke pemda. Bagi pemda<br />
yang memiliki anggaran cukup, mengelolanya<br />
bisa lebih bagus. Tapi yang enggak punya anggaran<br />
cukup harus berbagi sehingga perumahannya<br />
menjadi kumuh.<br />
Saya melihat, kalau di sektor pangan peran<br />
Bulog sudah dimaksimalkan, di sektor papan,<br />
saya berharap Perumnas bisa didorong menjadi<br />
stabilisator harga untuk menjadi pionir<br />
membuka kawasan-kawasan baru seperti<br />
yang dulu dilakukan.<br />
Bagaimana dengan tingkat kapasitas<br />
produksi yang ada?<br />
Di beberapa national housing agency, tidak<br />
semuanya membangun. Dia bisa sebagai<br />
standby buyer seperti di India. Dia keluarkan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Di Jepang, konsep public housing itu standarnya<br />
dibangun harus 15 menit walking distance dari<br />
stasiun. Jadi dibuatnya dekat dengan simpul-simpul<br />
stasiun.<br />
DIDIK DH/DETIK TV<br />
spesifikasi, lalu ditenderkan. Lalu pengembang-pengembang<br />
bangun di seluruh provinsi,<br />
kemudian dibeli. Setelah dibeli, dia lempar ke<br />
pasar dengan harga yang lebih murah. Kalau<br />
di Indonesia ada 400 kabupaten kota, 1 kabupaten/kota<br />
bangun tower 1.000 saja, kita beli.<br />
Sudah 400 ribu. Jadi program Sejuta Rumah<br />
bisa diselesaikan. Kan tidak dikasih gratis ke<br />
masyarakat. Dalam PP itu sudah kita lengkapi<br />
bahwa Perumnas bisa menjadi standby buyer.<br />
Tentunya dibutuhkan pendanaan yang sangat<br />
kuat.<br />
Peran Perumnas waktu dulu didirikan berfungsi<br />
sebagai urban development. Tidak hanya<br />
bikin rumah, tetapi membuat sebuah kota dan<br />
menata kota. Bagaimana menyediakan rumah<br />
di tengah kota bagi masyarakat, bukan menyediakan<br />
rumah jauh dari luar kota. Sekarang<br />
karyawan dan buruh menjerit karena ongkos<br />
transportasi mahal, biaya sewa rumah di tengah<br />
kota mahal. Ini yang sebenarnya konsep<br />
pembangunan rusun atau apartemen rakyat<br />
sebenarnya harus didukung secara maksimal<br />
oleh pemerintah daerah.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Menerima penghargaan<br />
Golden Property Awards<br />
2015 untuk kategori Tokoh<br />
Penggerak Program Sejuta<br />
Rumah dari Indonesia Property<br />
Watch pada Agustus lalu.<br />
DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />
Di negara-negara lain juga seperti itu,<br />
ya?<br />
Di Jepang, konsep pembangunan public<br />
housing itu standarnya harus 15 menit walking<br />
distance dari stasiun. Jadi dibuatnya dekat dengan<br />
simpul-simpul stasiun. Tanahnya ditetapkan<br />
oleh pemerintah daerah setempat. Kalau<br />
kita sekarang malah disuruh wajib setor kepada<br />
pemerintah daerah. Kalau di sana, pemerintah<br />
daerahnya harus mengatur tata ruangnya dan<br />
20 persen dikasih untuk public housing yang<br />
lokasinya tadi. Peran national housing agency<br />
di sana sangat powerful, sementara kita harus<br />
izin, bebasin sendiri.<br />
Bahkan di Singapura, sekarang ini membuat<br />
permukiman untuk membuat situasi ketahanan<br />
politik ataupun menjaga masalah sosial.<br />
Seperti meluncurkan ethnic integration programme<br />
agar tidak ada bentrok antara ketu-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Pemasangan tiang pancang<br />
salah satu proyek Perum<br />
Perumnas<br />
SUHENDRA/DETIKCOM<br />
runan India dan Melayu. Dalam sebuah tower<br />
itu harus di-blended, sehingga tidak terjadi I’m<br />
Malaysian, you’re Chinese, but we are Singaporean.<br />
Terakhir HDB bikin konsep perpaduan<br />
usia. Kalau anak tinggal di tower dekat orang<br />
tuanya, si anak dikasih insentif. Supaya anaknya<br />
lebih produktif, cucunya dititipkan ke kakek-neneknya.<br />
Mereka ini sampai memikirkan<br />
seperti itu. Permukiman dipakai untuk membuat<br />
harmonisasi sosial.<br />
Tapi lahan di kota-kota besar sudah dikuasai<br />
swasta. Bagaimana Perumnas akan<br />
menyiasati pengadaan lahan?<br />
Banyak hal yang bisa dioptimalisasi, seperti<br />
lahan aset milik BUMN, lahan di pinggiran<br />
stasiun kereta, kantor-kantor pemerintah yang<br />
mungkin sudah bisa diefisienkan, lalu sisa lahannya<br />
dihibahkan untuk permukiman, juga<br />
lahan di kompleks instansi tertentu yang lebarlebar.<br />
Juga lahan di sejumlah pasar tradisional.<br />
Kan bisa nanti dibangun 1-3 lantai untuk pasar,<br />
selebihnya untuk hunian, seperti di Hong<br />
Kong.<br />
Kalau itu ditata ulang, peluangnya masih<br />
ada. Tapi memang harus ada kebijakan yang<br />
mengatur. Di beberapa negara sudah dilarang<br />
membangun landed house. Di Perumnas ini<br />
lahan yang diberikan tidak begitu banyak, jadi<br />
harus kami sendiri yang gerilya. Seharusnya<br />
bisa by policy. Tanah eks perkebunan dan sebagainya<br />
itu bisa dijadikan kota baru. Sekarang ini<br />
beberapa pengembang swasta itu land banknya<br />
lebih besar daripada kita. Di suatu tempat<br />
di Jakarta Utara itu pengembang swasta bisa<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Peletakan struktur terakhir<br />
pembangunan apartemen<br />
hunian di Sentra Timur,<br />
Pulogebang, Jakarta Timur,<br />
pada April 2013.<br />
DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />
memiliki lebih dari 3.000 hektare, sementara<br />
Perumnas total di Indonesia tinggal 2.000<br />
hektare. Harusnya kita minimum (punya) 20<br />
ribu hektare.<br />
Untuk mengatasi pendanaan, kenapa<br />
tidak bekerja sama dengan Jamsostek,<br />
yang punya banyak simpanan?<br />
Baik Jamsostek maupun institusi yang lain<br />
banyak memiliki dana. Tapi mereka juga punya<br />
aturan, hanya sekian persen yang bisa diinvestasikan.<br />
Ada juga institusi yang lain yang<br />
tidak punya uang tapi punya tanah. Memang<br />
sinergi antar-institusi belum menyatu. Saya<br />
sendiri lebih senang kalau ada kerja sama. Tapi<br />
mereka mungkin lebih senang bikin anak usaha.<br />
Harusnya sih kembali pada tugas pokok<br />
masing-masing.<br />
Pemikiran tadi sudah disampaikan kepada<br />
Presiden?<br />
Kalau bicara dengan beberapa menteri,<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
sudah. Singapura bisa (menyediakan perumahan<br />
bagi 90 persen warganya) karena perdana<br />
menteri langsung turun tangan. Filipina yang<br />
mulai bangkit melakukan penataan, chairmannya<br />
langsung wakil presiden. Thailand juga.<br />
Di beberapa negara, sekali membangun rumah<br />
susun itu 20 tower, yang dilengkapi dengan daerah<br />
komersial, belanja, sarana bermain, food court.<br />
DIDIK DH/DETIK TV<br />
Khusus di Jakarta yang demikian crowded,<br />
apa masih mungkin dibenahi?<br />
Bisa. Ahok saja bisa benahi Kampung Pulo.<br />
Kita tentu bisa juga dengan cara yang lebih<br />
baik.<br />
Di beberapa negara, sekali membangun<br />
rumah susun itu 20 tower, yang dilengkapi<br />
dengan daerah komersial, belanja, sarana bermain,<br />
food court. Itu dinamakan memindahkan<br />
komunitas lama ke komunitas yang lebih baik.<br />
Tidak cuma bangun-bangun saja. Apa yang Perumnas<br />
lakukan di Klender, di beberapa tempat<br />
menggunakan proses itu.<br />
Kalau rusun di Klender dan Kebon Kacang<br />
masih punya Perumnas?<br />
HPL (hak pengelolaan lahan) masih Perumnas.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
Suasana Rumah Susun Kebon<br />
Kacang, Tanah Abang, Jakarta<br />
Pusat<br />
DIDIK DH/DETIK TV<br />
Ada rencana untuk peremajaan karena<br />
sudah kumuh sekali?<br />
Rencananya memang menata ulang. Saat ini<br />
masih terjadi perdebatan dengan penghuni.<br />
Di beberapa tempat lain kita sudah bersepakat<br />
meremajakan, nanti mereka tidak perlu<br />
menambah biaya. Dapat tanggungan uang<br />
sewa selama proses pembangunan. Setelah<br />
itu mereka nantinya akan tinggal di tempat<br />
yang lebih baik dan pasti nilai komersialnya<br />
jauh lebih tinggi. Fasilitasnya kami perbaiki.<br />
Namun kadang-kadang dalam satu kompleks<br />
itu pendapatnya berbeda-beda. Kalau sekarang<br />
cuma 4 lantai dan dihuni sekitar 600 keluarga,<br />
nanti bisa dibuat 20-25 lantai. Jadi daya<br />
tampungnya bisa 1.500-2.000 keluarga. Selain<br />
di Jakarta, (rusun) di Medan dan Palembang<br />
akan ditata ulang. Cuma negosiasinya yang<br />
alot di Jakarta. ■ PASTI LIBERTI MAPPAPA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERVIEW<br />
BIODATA<br />
NAMA: Himawan Arief Sugoto<br />
TEMPAT/TANGGAL LAHIR: Solo, 1963<br />
PENDIDIKAN<br />
• Sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung,<br />
1990<br />
• Master in Project Management Universitas Indonesia,<br />
2001<br />
KARIER<br />
• Representative & Civil Engineer di Shiraishi Corporation<br />
Japan General Construction, 1990-1995<br />
• Chief Operation Officer di PT Prosys Bangun<br />
Nusantara (Bakrie Group), 1995-2000<br />
• Presiden Direktur PT Prosys Bangun Persada<br />
(Prosys Group), 2000-2007<br />
• Direktur Utama Perum Perumnas, 2007 hingga<br />
sekarang<br />
MAJALAH MAJALAH DETIK 28 DETIK SEPTEMBER 21 - 27 - SEPTEMBER 4 OKTOBER 2015
OBITUARI<br />
BUYUNG, SEORANG GURU<br />
DAN ABANG<br />
“TIDAK JADI MASALAH JIKA PLEIDOIMU DITOLAK, TAPI SETIDAKNYA MASYARAKAT<br />
TAHU TENTANG PERISTIWA HUKUM YANG TERJADI DAN BAGAIMANA SISTEM HUKUM<br />
MERESPONSNYA.”<br />
OLEH: NURSYAHBANI KATJASUNGKANA<br />
BIODATA<br />
NAMA:<br />
Nursyahbani Katjasungkana<br />
TEMPAT/TANGGAL<br />
LAHIR:<br />
Jakarta, 7 April 1955<br />
PENDIDIKAN<br />
SAYA pertama kali berjumpa dengan Abang Buyung, sekitar 1976, ketika<br />
hendak menyusun skripsi tentang pelaksanaan Undang-Undang Subversi.<br />
Kala itu Abang membela Hispran (Haji Ismail Pranoto, pemimpin<br />
Komando Jihad) di Pengadilan Negeri Surabaya dan saya hadir dalam<br />
persidangan itu untuk mengetahui bagaimana praktek pelaksanaan UU Subversi.<br />
Gayanya yang teatrikal mengingatkan saya pada film-film Amerika, yang<br />
menggambarkan cara dan gaya pengacara dengan sistem juri. Sungguh sangat<br />
mengesankan karena pengadilan laksana pertunjukan drama yang menarik. Kesan<br />
pertama ini menambah semangat saya untuk memilih profesi sebagai pengacara.<br />
Sejak kecil sebenarnya saya bercita-cita menjadi hakim, tapi ditentang oleh ayah<br />
seraya mengutip hadis: “Sembilan dari 10 hakim masuk neraka.”<br />
Pertemuan kedua terjadi di kampus Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Su-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
OBITUARI<br />
S-1 Fakultas Hukum<br />
Universitas Airlangga,<br />
Surabaya<br />
KARIER<br />
l Pengacara LBH<br />
Jakarta, 1980<br />
l Pengacara LBH<br />
Yogyakarta, 1981<br />
l Wakil Direktur LBH<br />
Jakarta, 1984-1987<br />
l Direktur LBH Jakarta,<br />
1987-1990<br />
l Mendirikan LBH<br />
Asosiasi Perempuan<br />
Indonesia untuk<br />
Keadilan (APIK), 1995<br />
l Anggota MPR Fraksi<br />
Utusan Golongan, 1999-<br />
2004<br />
l Anggota DPR Fraksi<br />
Partai Kebangkitan<br />
Bangsa, 2004-2009<br />
KARYA<br />
l Potret Perempuan: Tinjauan<br />
rabaya. Abang hadir atas undangan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas<br />
Airlangga untuk memberikan ceramah tentang rule of law and freedom of the press.<br />
Sampai pada 1980, saya membaca iklan di Kompas bahwa LBH membutuhkan<br />
pengacara muda. Saya melamar, tapi panggilan datang setelah saya diterima di<br />
sebuah perusahaan ekspor-impor. Enam bulan kemudian, iklan kedua muncul lagi<br />
di Kompas, saya pun minta pertimbangan teman-teman di kantor. Seorang senior<br />
mengatakan LBH adalah ladang yang tepat untuk perkembangan karier saya. Saya<br />
langsung diizinkan datang ke kantor LBH, yang waktu itu baru pindah dari Jalan<br />
Kebun Binatang.<br />
Saya langsung diminta menghadap Abang dan diwawancarai dengan beberapa<br />
pertanyaan yang menguji pengetahuan hukum serta motivasi saya. Hari itu Jumat,<br />
3 Juli 1980. Pada Senin tiga hari kemudian, saya disuruh masuk kantor, tanpa tes apa<br />
pun lagi. Padahal, sebelumnya, saya mendapat informasi akan ada tes-tes lainnya,<br />
termasuk wawancara panel pembina: Mochtar Lubis, Yap Thiam Hien, Harjono<br />
Tjitrosubono, Sukardjo, Hoegeng, dan lain-lain.<br />
Seminggu kemudian, saya diminta membela kasus kebakaran di Muara Baru,<br />
Jakarta Utara. Seorang laki-laki Tionghoa pemilik toko alat-alat kapal menjadi tertuduh.<br />
Hakimnya Benjamin Mangkoedilaga. Hati saya kecut bukan buatan. Saat saya<br />
menyusun pleidoi (nota pembelaan), tiba-tiba Bang Buyung menyatakan akan ikut<br />
ke Pengadilan, “Jika draf pleidoi kamu bagus dan tidak malu-maluin.”<br />
Saya mengerahkan seluruh kemampuan membuat pleidoi sebagus mungkin.<br />
Draf dikoreksi Abang dan “lulus”. Tapi, dalam putusan, hakim tetap menghukum si<br />
terdakwa meski tak sebanyak tuntutan Jaksa. Dari sini saya juga belajar bagaimana<br />
membuat sebuah pleidoi yang baik dan teknik pembacaan yang dapat menarik<br />
simpati para hakim, jaksa, dan pengunjung.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
OBITUARI<br />
Politik, Ekonomi, Hukum<br />
di Zaman Orde Baru,<br />
diterbitkan atas kerja sama<br />
Pusat Studi Wanita UMY<br />
dengan Pustaka Pelajar;<br />
Yogyakarta, 2001<br />
l Kasus-Kasus Hukum<br />
Kekerasan terhadap<br />
Perempuan, LBH APIK<br />
Jakarta, 2002<br />
l Membongkar Seksualitas<br />
Perempuan yang<br />
Terbungkam, Kartini<br />
Network, Jakarta, 2007<br />
l The Future of Asian<br />
Feminisms: Confronting<br />
Fundamentalisms, Conflicts<br />
and Neo-Liberalism,<br />
Cambridge Scholars<br />
Publishing, 2012<br />
“Pleidoi tak semata ditujukan kepada hakim,” katanya, “tapi juga untuk mengubah<br />
cara pandang masyarakat. Tidak jadi masalah jika pleidoimu ditolak, tapi<br />
setidaknya masyarakat tahu tentang peristiwa hukum yang terjadi dan bagaimana<br />
sistem hukum meresponsnya.”<br />
Tiga bulan bekerja saya mendapat promosi sebagai Wakil Kepala Humas LBH<br />
Jakarta. Setelah itu, saya dikirim ke Yogyakarta untuk bersama teman-teman aktivis<br />
di Yogyakarta dan LBH Yogyakarta memberikan pembelaan untuk 22 ribu<br />
penduduk Borobudur. Mereka digusur karena<br />
pengelolaannya diserahkan kepada<br />
PT Taman Wisata Borobudur<br />
pimpinan mantan Menteri<br />
Penerangan Budiardjo.<br />
Saya seperti dicemplungkan<br />
di kawah<br />
Candradimuka.<br />
Setahun kemudian,<br />
saya dipromosikan<br />
sebagai Wakil Direktur<br />
LBH Jakarta<br />
sebelum akhirnya<br />
menjadi Direktur<br />
LBH Jakarta selama<br />
dua periode.<br />
Selain hal-hal teknis<br />
maupun konseptual menge-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
OBITUARI<br />
nai hukum, Bang Buyung menyemangati para pembela umum waktu itu untuk<br />
berlatih silat dan latihan di Bangau Putih, perguruan yang juga diikuti Abang. Kerap<br />
juga bersama penyair W.S. Rendra yang juga sangat saya kagumi. Jika Abang pergi<br />
ke luar negeri, tak lupa bermacam oleh-oleh dibawa untuk seluruh staf, mulai dasi,<br />
parfum, hingga syal. Dan tentunya ini berkat Kakak Ria (istri Abang) juga. Setahun<br />
dua kali kami diajak Kak Ria ke toko pakaian (toko Rimo di Kota) untuk dibelikan 3-6<br />
pasang jas. “Agar pengacara LBH, khususnya yang perempuan, tetap tampil prima<br />
saat menghadap ke pengadilan atau institusi lainnya,” ujarnya.<br />
Pada saat-saat tertentu, teman-teman LBH sering diundang makan di restoran<br />
yang tak mungkin terjangkau oleh kami waktu itu atau bertandang ke rumahnya.<br />
Saat-saat seperti itu Abang lebih berperan sebagai bapak dan kakak bagi kami<br />
semua. Hal-hal kecil yang dilakukan Abang mampu mengikat tali persaudaraan<br />
sesama pekerja di lingkungan YLBHI.<br />
Pada Agustus 1993, saya meninggalkan LBH Jakarta dan hampir 20 tahun lamanya<br />
tak lagi bersentuhan, bahkan tak menjejakkan kaki lagi di almamater kedua<br />
saya itu. Sampai suatu hari pada Agustus 2013, saat saya mengikuti kursus singkat<br />
tentang International Comparative Law on Sexual Rights di Leiden, Abang mengontak<br />
saya. Dengan amat sangat, dia meminta saya kembali menyediakan waktu<br />
dan energi untuk YLBHI sebagai sekretaris pembina.<br />
Sebetulnya ini permintaan Abang yang kesekian kalinya. Saya belum bersedia<br />
memenuhinya karena masih kecewa atas proses-proses yang terjadi sebelumnya,<br />
yakni ketika pemilihan pengurus 1993, saat Abang baru pulang dari studi doktoralnya<br />
di Belanda dan mengusung “LBH sebagai Lokomotif Demokrasi”. Kecewa juga<br />
pada keputusan-keputusan Abang yang kontroversial, misalnya ketika membela<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
OBITUARI<br />
(Jenderal) Wiranto, sementara saya dan Munir (almarhum) menjadi anggota Komisi<br />
Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor Timur. Tak enak rasanya<br />
saya harus berhadapan dengan Abang (dan Ruhut Sitompul) ketika pemeriksaan<br />
berlangsung.<br />
Saya renungkan permintaan Abang itu sejenak. Ada rasa bersalah juga, karena<br />
jika menolaknya, saya seperti tak berterima kasih kepada Abang dan almamater<br />
kedua saya itu. Dalam sekejap itu, saya menyatakan kesediaan menjadi sekretaris<br />
pembina. Setahun kemudian, 22 Desember 2014, saya terpilih menjadi Ketua Pembina<br />
YLBHI untuk lima tahun mendatang. “Abang lega dan bahagia bahwa kamu<br />
akhirnya memimpin YLBHI dan segala harapan dan doa terbaik saya tumpahkan<br />
kepadamu,” katanya saat terakhir bertemu dalam rakernas YLBHI pada Februari<br />
2015.<br />
Tenanglah Abang di surga sana. Percayalah bahwa saya, bersama pembina dan<br />
pengurus serta kawan-kawan LBH seluruh Indonesia, sekuat tenaga akan mempertahankan<br />
dan mengembangkan LBH sesuai dengan cita dan konsep yang Abang<br />
ciptakan. Ya Allah ya Rob, terimalah Abang Buyung dalam pelukan kasih-Mu.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
DUKA <strong>MINA</strong><br />
SALAH SIAPA<br />
“SEKARANG BERHAJI MAKIN AMAN....<br />
TAPI KITA TIDAK AKAN PERNAH BISA<br />
MENCAPAI KEAMANAN SERATUS<br />
PERSEN.”
FOKUS<br />
Personel pertahanan sipil Arab<br />
Saudi menolong jemaah haji<br />
yang menjadi korban dalam<br />
tragedi Mina.<br />
DIRECTORATE OF THE SAUDI CIVIL DEFENSE/<br />
HANDOUT VIA REUTERS<br />
HARI itu, Kamis, 12 Januari 2006,<br />
lewat jam makan siang, ribuan haji<br />
berduyun-duyun berjalan kaki menuju<br />
sisi timur jembatan jamarat di<br />
Kota Mina. Mereka semua berniat melempar<br />
jamrah sebagai simbol pengusiran terhadap<br />
setan, yang merupakan salah satu wajib haji.<br />
Sebagian jemaah datang dengan sedikit<br />
cemas. Wajar jika mereka waswas. Baru dua tahun<br />
lewat kala 251 orang meninggal di tempat<br />
itu. Beberapa hari sebelum mereka berangkat<br />
ke Kota Mina, menurut Aleem Maqbool, salah<br />
seorang haji, pemerintah Arab Saudi terus berusaha<br />
meyakinkan mereka bahwa tidak akan<br />
ada hal buruk terjadi selama melempar jamrah.<br />
Pemerintah Saudi sudah membuat rupa-rupa<br />
persiapan, tapi celaka datang tidak disangka.<br />
Entah ceroboh atau tergesa-gesa, bus yang<br />
mengangkut koper-koper milik jemaah menjatuhkan<br />
muatan di depan kerumunan. Dua-tiga<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Hanya Saudi yang<br />
bisa melakukan hal<br />
seperti ini.<br />
Anders Johansson, mahasiswa<br />
muslim program doktoral di<br />
Universitas Teknologi Dresden<br />
DOK PRIBADI<br />
orang tersandung barang, barisan di belakangnya<br />
terdorong dan mulai bertumbangan. Mereka<br />
yang terjatuh terinjak dan segera ditimpa<br />
orang di belakangnya. Kacau.<br />
“Aku mendengar orang-orang berteriak<br />
dan menangis.... Aku melihat sekeliling dan<br />
orang-orang saling tindih,” kata Abdullah Pulig,<br />
dari India, kala itu. Beberapa saat kemudian,<br />
terhampar pemandangan memilukan. “Di depanku<br />
sudah seperti jalan kematian,” seorang<br />
anggota jemaah menuturkan. Pada hari itu, 346<br />
haji meninggal. Itulah kesekian kalinya tragedi<br />
terjadi di Mina.<br />
Beberapa hari kemudian, di Dresden, Jerman,<br />
Anders Johansson buru-buru mengepak koper<br />
dan terbang ke Mekah. Mahasiswa muslim<br />
yang sedang menuntaskan program doktoral<br />
di Universitas Teknologi Dresden itu datang<br />
ke Saudi memenuhi undangan Kementerian<br />
Urusan Perkotaan dan Pedesaan. Pemerintah<br />
Saudi meminta Johansson dan dosennya, Dirk<br />
Helbing, menganalisis bagaimana tragedi di<br />
Mina terus berulang.<br />
Helbing punya keahlian yang agak langka,<br />
yakni memahami dinamika kerumunan besar,<br />
seperti yang terjadi di Mekah saat musim haji.<br />
Mekah dan Mina saat musim haji, kata Helbing,<br />
merupakan masalah pejalan kaki paling rumit<br />
di dunia. Ada jutaan orang dari lebih 100 negara,<br />
dari remaja hingga lanjut usia, dengan latar<br />
belakang budaya dan bahasa yang berbeda,<br />
berjalan kaki dalam waktu hampir bersamaan<br />
menuju satu tempat.<br />
Johansson mengembangkan<br />
aplikasi<br />
khusus untuk<br />
membuat simulasi<br />
pergerakan jemaah<br />
haji saat melempar<br />
jamrah. Mereka<br />
mengamati<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Kamera CCTV polisi memantau<br />
pergerakan haji di Mina, Jumat<br />
(25/9).<br />
Ahmad Masood/REUTERS<br />
rekaman video bagaimana kerumunan itu semakin<br />
padat, bagaimana mereka mulai saling<br />
dorong, dan mencermati tanda-tanda bahaya<br />
itu datang.<br />
Dengan perangkat simulasi tersebut, Helbing<br />
dan Jo hansson bisa memberikan rekomendasi<br />
bagaimana supaya kerumunan jemaah di kompleks<br />
jamarat bisa cepat mencair sebelum<br />
mencapai titik berbahaya. “Sains semakin penting<br />
perannya.... Kami belajar banyak bagaimana<br />
mesti mengelola aliran jemaah masuk dan<br />
keluar jamarat,” kata Salim al-Bosta, dari kantor<br />
Kementerian Urusan Perkotaan, kala itu.<br />
Mengawasi dan mengarahkan jutaan orang<br />
tidak pernah jadi urusan yang gampang. Untuk<br />
memantau setiap titik dalam perjalanan jemaah<br />
menuju jamarat, pemerintah Saudi memasang<br />
ribuan kamera. Aplikasi CrowdVision yang terpasang<br />
di pusat kendali, menurut Fiona Stern,<br />
pendiri perusahaan pembuat aplikasi tersebut,<br />
akan menganalisis rekaman video dan memberi<br />
peringatan jika konsentrasi jemaah sudah kelewat<br />
padat dan mendekati kondisi berbahaya.<br />
Agar setiap kelompok besar jemaah tidak<br />
berkonsentrasi pada satu waktu, pemerintah<br />
Saudi meminta Knut Haase, dari Universitas<br />
Teknologi Dresden, untuk mengatur jadwal<br />
kapan jemaah bisa melempar jamrah. Haase<br />
membagi seluruh jemaah menjadi puluhan ribu<br />
grup, masing-masing terdiri atas 100 orang.<br />
Perangkat-perangkat canggih itu, ditambah<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
senang.”<br />
Mohammed Shahnawaz datang ke Tanah<br />
Suci dari Delhi, India, tahun lalu. “Orang-orang<br />
bercerita, menunaikan haji merupakan perjuangan<br />
berat,” kata Shahnawaz. Tapi apa yang<br />
dia temui di Mekah maupun Mina jauh dari<br />
susah. Dia bisa menunaikan ibadah dengan<br />
tenang dan nyaman. “Hanya Saudi yang bisa<br />
melakukan hal seperti ini.”<br />
Namun Kota Mina pada Kamis, 24 September<br />
lalu, bukan Mina yang ditemui Shahnawaz<br />
setahun lalu. Apa yang salah?<br />
● ● ●<br />
Jemaah haji berjalan menuju<br />
jamarat untuk melempar<br />
jamrah di Mina pada hari<br />
pertama Idul Adha, Kamis<br />
(24/9).<br />
AHMAD MASOOD/REUTERS<br />
guyuran miliaran riyal dari pemerintah Saudi<br />
untuk membangun kompleks dan Jembatan jamarat,<br />
membuat tidak ada insiden berarti saat<br />
jemaah melempar jamrah selama delapan musim<br />
haji. “Sekarang berhaji makin aman.... Tapi<br />
kita tidak akan pernah bisa mencapai keamanan<br />
seratus persen,” Helbing mengingatkan,<br />
beberapa tahun lalu. “Jemaah bisa beribadah<br />
dengan tenang dan nyaman.... Semua orang<br />
Mohammad Awad, 36 tahun, dan ayahnya,<br />
56 tahun, kontan terpisah ketika jemaah haji di<br />
depan, belakang, kiri, dan kanannya mulai saling<br />
dorong. Awad sempat terjatuh dan segera<br />
tertimpa badan jemaah haji lain.<br />
Setengah mati dia berusaha lepas dari badanbadan<br />
yang menimpanya. Untung dia berhasil<br />
bangun dan melompati pagar. Tapi ayahnya<br />
hilang entah ke mana. Selama satu jam dia<br />
mencari ayahnya di antara tubuh-tubuh yang<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Petugas mengevakuasi korban<br />
tragedi Mina, Kamis (24/9).<br />
REUTERS<br />
bergelimpangan.<br />
“Entah berapa banyak tubuh jemaah yang<br />
bergelimpangan.... Tumpukannya lumayan<br />
tinggi,” kata Awad pekan lalu. Ternyata ayahnya<br />
tertimbun sekitar sepuluh orang. Beruntung dia<br />
masih hidup.<br />
Petaka pada Kamis pagi pekan lalu itu terjadi<br />
saat jemaah haji yang berniat melempar jamrah<br />
lewat Jalur 204 terhenti dan bertemu dengan<br />
rombongan jemaah lain yang melalui Jalur 223.<br />
Ribuan orang bertemu di persimpangan dan<br />
mulai saling dorong. Orang-orang berjatuhan<br />
dan terinjak-injak jemaah lain yang panik menyelamatkan<br />
diri. Hingga Jumat malam lalu, 717<br />
orang meninggal dan ratusan terluka.<br />
“Aku melihat jemaah di atas kursi roda jatuh<br />
menimpa jemaah lain dan kemudian tertimpa<br />
jemaah lain.... Orang-orang terpaksa menginjak<br />
orang lain hanya untuk bernapas….” kata Abdullah<br />
Lofty asal Mesir. “Kalian seperti menunggang<br />
gelombang. Kalian bergerak ke depan tapi<br />
tiba-tiba terseret balik ke belakang.”<br />
Entah bagaimana saling dorong antarjemaah<br />
itu bermula. Raja Salman bin Abdulaziz sudah<br />
memerintahkan investigasi penyebab tragedi<br />
Mina dan mengevaluasi semua prosedur pengaturan<br />
jemaah haji. Khalid al-Falih, Menteri<br />
Kesehatan Saudi, menduga sebagian jemaah<br />
tidak menaati instruksi dan pengaturan jadwal<br />
melempar jamrah sehingga jemaah yang berniat<br />
melempar jamrah melampaui kapasitas jalan.<br />
“Jika jemaah taat instruksi, kejadian seperti ini<br />
bisa dihindari,” kata Menteri Khalid.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Ini bukan kehendak<br />
Allah. Ini merupakan<br />
ketidakbecusan<br />
manusia.<br />
AHMAD MASOOD/REUTERS<br />
Lain pula cerita saksi mata. “Polisi menutup<br />
semua pintu masuk dan keluar dari lokasi kemah<br />
jemaah dan hanya menyisakan satu pintu,”<br />
kata Ahmed Abu Bakr, 45 tahun, asal Libya. Polisi<br />
yang bertugas menjaga ketertiban antrean,<br />
menurut Ahmed, juga tampak masih sangat<br />
“hijau”. “Mereka bahkan tidak tahu tempat-tempat<br />
sekitar sini.” Mohammed Hasan, dari Mesir,<br />
sepakat dengan pendapat Ahmed. “Polisi dan<br />
prajurit itu hanya berdiri tidak melakukan apa<br />
pun,” kata Hasan. Padahal mestinya mereka<br />
bisa mencegah jemaah menumpuk di satu<br />
lokasi.<br />
Justru Said Ohadi, Kepala Biro Haji Iran, menduga<br />
penutupan dua rute menuju jamrah tanpa<br />
alasan yang jelaslah yang menjadi penyebab<br />
tragedi Kamis kelabu. Akibat penutupan dua<br />
jalur tersebut, hanya tinggal tersisa tiga jalan<br />
menuju jamrah. Gara-gara dua jalur ditutup,<br />
Yusuf Ibrahim Yakasai, seorang saksi mata,<br />
menuturkan, sebagian jemaah keluar dari lokasi<br />
jamrah dengan berbalik melewati jalan masuk.<br />
Walhasil, mereka bertemu dengan jemaah yang<br />
baru datang.<br />
Roni Erdianto, 34 tahun, jemaah haji Indonesia,<br />
memberi kesaksian sejumlah prajurit Arab<br />
menggiring rombongannya yang tergabung<br />
dalam JKS-61 ke Jalur 204. Padahal jalur tersebut<br />
bukanlah jalur untuk jemaah haji Indonesia. “Ada<br />
tiga orang askar (prajurit). Aneh sekali. Padahal,<br />
kalau belok, sudah kelihatan berjubel,” tutur Roni<br />
saat ditemui tim Media Center Haji di Maktab 7,<br />
Mina Jadid, Jumat, 25 September 2015.<br />
Pagi itu, ada 8 rombongan dari JKS-61 yang<br />
hendak melempar jamrah. Roni termasuk ke dalam<br />
tiga rombongan awal yang selamat setelah<br />
memaksa tetap lurus di Jalan King Fahd sesuai<br />
dengan peta yang diberikan Panitia Penyelenggara<br />
Ibadah Haji (PPIH) Indonesia 2015. “Pas<br />
mau dibelokin, kita memaksa askar agar boleh<br />
tetap lurus karena sama rombongan lansia, ada<br />
beberapa pakai kursi roda,” tuturnya.<br />
Ada kabar dua jalur itu ditutup sehingga<br />
jemaah diperintahkan lewat jalur lain lantaran<br />
Raja Salman tengah menerima sejumlah pejabat<br />
di Istana Mina. "Ini merupakan kesalahan<br />
pemerintah Saudi. Setiap ada pangeran lewat,<br />
jalan selalu ditutup."<br />
Mereka selalu mengatakan seperti ini setiap<br />
ada kecelakaan, “‘Ini kehendak Allah….’ Ini bukan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Raja Saudi Salman bin<br />
Abdulaziz (kedua dari kanan)<br />
di lokasi jatuhnya crane di<br />
Masjidil Haram, Sabtu (12/9).<br />
BANDAR AL-JALOUD/REUTERS<br />
TAP/KLIK UNTUK BERKOMENTAR<br />
kehendak Allah. Ini merupakan ketidakbecusan<br />
manusia,” kata Mohammed Jafari, penasihat<br />
biro perjalanan haji di Inggris. Sumber resmi pemerintah<br />
Saudi belum memberikan konfirmasi<br />
atas kabar tersebut.<br />
Di Mina, ada 131 warga Iran jadi korban, terbesar<br />
setelah Pakistan, 236 orang. “Pemerintah<br />
Saudi harus memikul tanggung jawab sangat<br />
besar atas tragedi ini,” pemimpin spiritual Iran,<br />
Ayatullah Ali Khamenei, menulis pernyataan. ■<br />
GAGAH WIJOSENO (<strong>MINA</strong>), SAPTO PRADITYO | SMH | NYTIMES | THESTAR |<br />
MALAYSIANINSIDER | WSJ | MALAYMAILONLINE<br />
MAJALAH DETIK 28 28 SEPTEMBER - - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
MUSIM HAJI PENUH <strong>TRAGEDI</strong><br />
<strong>TRAGEDI</strong> Mina kembali terulang di<br />
Arab Saudi. Setidaknya 41 haji asal Indonesia<br />
tewas terinjak-injak saat akan<br />
melempar jamrah di Mina. Kejadian di<br />
Mina ini menambah panjang tragedi<br />
demi tragedi yang menelan korban<br />
jiwa sepanjang musim haji 2015.<br />
JUMLAH JEMAAH HAJI 2015:<br />
1,38 juta dari 164 negara<br />
(ada penurunan sekitar 5.000 orang dibanding pada 2014)<br />
LOKASI <strong>TRAGEDI</strong> <strong>MINA</strong>:<br />
Persimpangan Jalur 204 dan Jalur 223 di sekitar tenda pemondokan haji Muzdalifah.<br />
MASJIDIL HARAM<br />
AL JAMARAT<br />
JALUR 204<br />
JALUR 223<br />
JUMLAH KORBAN (PER 25 SEPTEMBER 2015)<br />
717 meninggal 850 terluka<br />
NEGARA ASAL KORBAN<br />
TEWAS DAN TERLUKA<br />
ALJAZAIR<br />
NIGER<br />
TURKI<br />
IRAN<br />
PAKISTAN<br />
BANGLADESH<br />
TIONGKOK<br />
SENEGAL<br />
INDONESIA<br />
NIGERIA<br />
CHAD<br />
MESIR<br />
KENYA<br />
OMAN<br />
SRI LANKA<br />
INDIA<br />
4 VERSI DUGAAN PENYEBAB<br />
1. PEMERINTAH ARAB SAUDI<br />
Ada jemaah yang datang dengan bus di<br />
luar waktu yang ditentukan, lalu masuk<br />
ke Jalur 204 sehingga ada jumlah yang<br />
berlebih. Juga didapati ada jemaah yang<br />
melawan arus.<br />
3. SAKSI MATA,<br />
BASHAAR JAMIL,<br />
DARI LONDON<br />
Jalur keluar dari lokasi<br />
lempar jamrah penuh-sesak<br />
karena terowongan keluar<br />
ditutup oleh otoritas setempat,<br />
sehingga jemaah yang<br />
masuk dan keluar berjalan<br />
melalui terowongan yang<br />
sama.<br />
2. KEPALA URUSAN HAJI<br />
IRAN, SAID OHADI<br />
Ada dua jalan dekat lokasi<br />
kejadian yang ditutup tanpa<br />
alasan yang jelas sehingga<br />
jemaah menumpuk di Jalur<br />
204<br />
4. SAKSI MATA DARI<br />
INDONESIA, JUHDI<br />
IBRAHIM<br />
Kekacauan di Jalur 204 terjadi karena ada<br />
sekelompok jemaah yang diduga asal<br />
Afrika berbalik dan berjalan melawan arus.<br />
INSIDEN MUSIM<br />
HAJI 2015<br />
11 SEPTEMBER 2015<br />
Setidaknya 107 orang tewas dan<br />
lebih dari 200 orang terluka akibat<br />
robohnya crane proyek perluasan<br />
Masjidil Haram.<br />
21 SEPTEMBER 2015<br />
4 haji asal Yaman terluka karena kebakaran<br />
akibat hubungan pendek arus listrik<br />
di hotel. Sekitar 1.500 orang lainnya diungsikan.<br />
17 SEPTEMBER 2015<br />
2 haji Indonesia terluka<br />
akibat kebakaran di<br />
hotel kawasan Aziziya.<br />
Sekitar seribu penghuni<br />
hotel diungsikan.<br />
23 SEPTEMBER 2015<br />
204 orang pingsan dan lemas akibat kerusakan pintu<br />
kereta Masher No. 16 di stasiun No. 1 di Mina, yang membawa<br />
jemaah ke Arafah. Korban jatuh akibat penumpang<br />
pindah dan menumpuk di stasiun No. 3.<br />
24 SEPTEMBER 2015<br />
717 orang meninggal<br />
dan 850 orang terluka<br />
akibat terinjak-injak<br />
saat akan melempar<br />
jamrah di Mina.<br />
OKTA WIGUNA | INFOGRAFIS: MINDRA PURNOMO<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
HARAP-HARAP CEMAS<br />
DARI <strong>TRAGEDI</strong> 204<br />
JUMLAH JEMAAH HAJI ASAL INDONESIA YANG MENJADI KORBAN <strong>TRAGEDI</strong> <strong>MINA</strong> MASIH SIMPANG-SIUR.<br />
SAAT TIM KHUSUS KEMENTERIAN AGAMA BERUSAHA KERAS MENCARI HAJI YANG MASIH HILANG,<br />
KABAR DUKA SATU PER SATU DITERIMA KELUARGA JEMAAH DI INDONESIA.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Keluarga memperlihatkan<br />
foto korban tragedi Mina,<br />
Hamid Atwitarji (almarhum) di<br />
kediamannya, Desa Muneng<br />
Kidul, Sumberasih, Probolinggo,<br />
Jawa Timur, Jumat (25/9).<br />
MOCH ASIM/ANTARA FOTO<br />
KABAR duka itu akhirnya menghampiri<br />
keluarga Ardani Ali Sirodj,<br />
75 tahun, di Nogotirto, Gamping,<br />
Sleman, Yogyakarta. Tengah malam,<br />
Kamis, 24 September 2015, anak Ardani, Taufik<br />
Arifianto, menelepon dari Tanah Suci Mekah<br />
bahwa ayahnya telah meninggal. Ardani menjadi<br />
salah satu korban tragedi di Jalur 204 Mina,<br />
Arab Saudi, saat menunaikan ibadah haji.<br />
Sore sebelumnya, Taufik mengabarkan<br />
bahwa ayahnya dirawat di sebuah rumah sakit<br />
pascatragedi yang menewaskan 717 haji itu.<br />
Namun nyawa pensiunan TNI Angkatan Udara<br />
berpangkat letnan kolonel tersebut tidak bisa<br />
lagi diselamatkan. Keluarga pun kemudian<br />
menggelar salat gaib setelah salat Jumat.<br />
“Almarhum akan dimakamkan di sana (Arab),”<br />
kata Muhammad Awidan Alwi, salah seorang<br />
kerabat, di rumah duka.<br />
Ardani dan Taufik berangkat menunaikan<br />
ibadah haji dari embarkasi Solo, Jawa Tengah.<br />
Mereka masuk dalam kelompok terbang (kloter)<br />
SOC-29. Pada saat kejadian Kamis pagi<br />
itu, Ardani didorong menggunakan kursi roda<br />
mengingat jarak antara tenda dan lokasi melempar<br />
jamrah ( jamarat) sangat jauh. Mereka<br />
berangkat bersama beberapa haji dari kloter<br />
yang sama.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Dede Herlan menunjukkan<br />
foto keluarga besarnya (kiri).<br />
Ira Kusmira dan Dikdik<br />
DEDE RAHADIAN/DETIKCOM<br />
Agus Prianto, Ketua Kafilah Kelompok<br />
Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Hajar Aswad,<br />
mengatakan korban terjatuh, lalu terinjakinjak<br />
saat terjadi pertemuan dua gelombang<br />
jemaah haji di Jalur 204. Taufik sebetulnya juga<br />
tersungkur, tapi bisa menyelamatkan diri. Ardani<br />
menderita luka parah. “Korban tidak bisa<br />
ditolong lagi sampai di rumah sakit,” ujarnya<br />
kepada CNNIndonesiaTV.<br />
Kepastian korban tewas jemaah haji Indonesia<br />
juga didapatkan dari keluarga Dede Herlan,<br />
63 tahun, warga Cikabuyutan Barat, Pataruman,<br />
Banjar, Jawa Barat. Dede kaget bukan kepalang<br />
ketika dikabari anaknya, Firdaus, bahwa sebagian<br />
rombongan haji dari keluarganya meninggal<br />
akibat tragedi Mina.<br />
Total ada tujuh orang anggota<br />
keluarga Dede yang berangkat haji.<br />
Mereka adalah empat anak kandung<br />
Dede: Irfan dan istri, Ati Rohyani,<br />
Atang Gumawang dan istri (Ima Rusmawati),<br />
serta Ira Kusmira dan suami<br />
(Dikdik Muhammad Tasdik). Empat<br />
yang terakhir menjadi korban tewas.<br />
Rombongan ini berasal dari kloter<br />
JKS-61. “Saya kaget ditelepon anak dari Arab,”<br />
ujar Dede.<br />
Meski keluarga jemaah haji di Indonesia<br />
sudah mendapat kepastian tentang nasib anggota<br />
keluarga mereka, nama-nama korban itu<br />
belum tercatat secara resmi oleh pemerintah<br />
Arab Saudi maupun petugas haji Kementerian<br />
Agama di Arab. Dikutip dari AFP, Sabtu, 26<br />
September 2015, Arab merilis jumlah korban<br />
serta negaranya. Dari Indonesia, korban tewas<br />
berjumlah 3 orang.<br />
Hingga Jumat sehari sebelumnya, Panitia<br />
Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah<br />
Kerja Mekah mendata dua nama korban<br />
tewas. Keduanya adalah Hamid Atwitarji asal<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Petugas mengevakuasi korban<br />
di Jalur 204, Mina, Kamis<br />
(24/9).<br />
REUTERS/STRINGER<br />
Probolinggo, Jawa Timur, dan Syaisiyah Syahril<br />
Abdul Gafar asal Pontianak, Kalimantan Barat.<br />
Satu lagi korban meninggal asal Probolinggo,<br />
namun belum diketahui namanya.<br />
Di Probolinggo, keluarga sudah memperoleh<br />
kejelasan nasib Hamid dari istrinya, Ayum, yang<br />
selamat dalam tragedi Mina. Warga Probolinggo<br />
lainnya, Reny Ayu Rahmawati, 23 tahun,<br />
menerima kabar dari sang ibu bahwa ayahnya,<br />
Niro, meninggal. “Setiap telepon dari Mekah,<br />
Ibu menangis terus, memikirkan jenazah Bapak,”<br />
kata Rahmawati. Namun apakah Niro<br />
adalah korban yang terdata di Kementerian<br />
Agama atau bukan, itu belum bisa dimintakan<br />
konfirmasi.<br />
Sedangkan nama Syaisiyah diduga kuat<br />
merupakan Busyaiyah, warga Pontianak. Data<br />
kloternya sama, yakni BTH-14, yang diberangkatkan<br />
dari Batam. Anak pertama Busyaiyah,<br />
Susanti, mengatakan, pada Kamis pagi itu Busyaiyah<br />
menelepon, namun dia baru menunaikan<br />
salat Idul Adha. Saat ditelepon balik, ibu<br />
Susanti tidak menjawab hingga kini. “Ibu sempat<br />
berpesan untuk baik-baik menjaga keluarga<br />
masing-masing,” kata Susanti sambil berlinang<br />
air mata.<br />
Selain korban tewas, petugas haji mendata<br />
enam korban luka pada Jumat 25 September<br />
itu. Mereka dirawat di sejumlah rumah sakit<br />
dan klinik. Jemaah haji tersebut mengalami dehidrasi<br />
dan diberi cairan infus. Mereka berasal<br />
dari kloter JKS-61 (2 orang), BTH-14 (3 orang),<br />
dan MES-7 (1 orang).<br />
Anggota Komisi VIII (Komisi Agama) Dewan<br />
Perwakilan Rakyat yang tengah berada di Mekah,<br />
Maman Imanulhaq, mengatakan jemaah<br />
haji Indonesia yang menjadi korban tragedi<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Jemaah melempar jamrah.<br />
REUTERS/AHMAD MASOOD<br />
Mina mungkin bertambah. Sebab, masih banyak<br />
yang belum kembali ke tenda masingmasing<br />
pascakejadian itu. “Misalnya seorang<br />
jemaah asal Kediri (Jawa Timur) kloter 61 belum<br />
kembali,” katanya kepada majalah detik.<br />
Adanya jemaah Indonesia yang menjadi korban<br />
disebabkan oleh tidak diindahkannya aturan<br />
dalam ibadah melempar jamrah. Kementerian<br />
Agama menetapkan, jemaah Indonesia<br />
berangkat melalui Jalan King Fahd, bukan Jalur<br />
204. Jadwal bagi jemaah haji Indonesia adalah<br />
setelah subuh atau menjelang magrib.<br />
Menurut Maman, jemaah Indonesia mencari<br />
keutamaan melempar jamrah, yakni waktu<br />
duha. Namun ada sebagian dari mereka yang<br />
ikut-ikutan atau karena tidak tahu. “Mereka<br />
hanya mengikuti gelombang manusia saja,”<br />
katanya. “Kami akan meminta penjelasan dari<br />
Kemenag,” tutur politikus Partai Kebangkitan<br />
Bangsa ini.<br />
Kepala PPIH Daerah Kerja Mekah Arsyad<br />
Hidayat mengatakan, hingga Jumat masih ada<br />
225 haji asal Indonesia yang belum kembali.<br />
Terbesar, sebanyak 192 orang berasal dari<br />
kloter JKS-61. Mereka tinggal di maktab Mina<br />
Jadid, pemondokan hasil pengembangan area<br />
Mina. Mina Jadid berjarak sekitar 6 kilometer<br />
dari jamarat dan terjauh dari jamarat.<br />
Ada kemungkinan mereka kembali ke hotel<br />
di Mekah, karena jaraknya lebih dekat. Yang<br />
jelas, petugas haji terus mencari keberadaan<br />
mereka yang masih hilang. Untuk itu, sebuah<br />
tim khusus untuk melakukan pencarian telah<br />
dibentuk. Salah satu langkah yang ditempuh<br />
adalah berkomunikasi dengan jemaah haji dan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Keluarga Suparno dan Dahlia<br />
di Pontianak menggelar doa<br />
bersama.<br />
ADI SAPUTRO/DETIKCOM<br />
menelusuri setiap rumah sakit di Mekah. Pada<br />
Sabtu, sebanyak 137 haji sudah ditemukan kembali.<br />
Mereka adalah bagian dari 192 anggota<br />
jemaah kloter JKS-61 yang hilang. "55 yang hilang,"<br />
kata Ketua Kloter JKS-61, Aceng Iskandar.<br />
Pada Minggu 27 September, tim khusus<br />
telah berhasil menemukan para jamaah haji<br />
yang hilang. Didapat data kemudian, termasuk<br />
3 jenazah di awal, 19 jamaah meninggal dunia.<br />
Jumlah itu meningkat menjadi 35 jamaah dan 41<br />
jamaah meninggal pada Senin 28 September.<br />
Sementara yang hilang masih 82 orang.<br />
"Tim telah bekerja keras siang dan malam<br />
mencari jamaah yang masih belum diketahui<br />
keberadaannya dan mengindentifikasi jenazah<br />
yang diketahui telah meninggal dunia," kata<br />
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag,<br />
Abdul Djamil, di Daerah Kerja Makkah.<br />
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyayangkan<br />
lambannya upaya penanganan yang dilakukan<br />
petugas haji terhadap korban selamat yang<br />
berada di rumah sakit. Sebagai contoh di RS<br />
Emergency Mina, ada jemaah Indonesia yang<br />
duduk berjam-jam menunggu dalam kondisi<br />
kedinginan. Kain ihramnya basah kuyup karena<br />
disiram air setelah berdesak-desakan di Mina.<br />
Jemaah bernama Ati Rohyani itu menderita<br />
luka dan tidak bisa berjalan. “Sayangnya, tak<br />
ada petugas kita yang stand by di RS Emergency<br />
Mina,” katanya kepada majalah detik.<br />
Di rumah sakit itu pula, menurut Fadli, ia<br />
menjumpai setidaknya 10 haji asal Indonesia<br />
yang tidak tahu bagaimana kembali ke maktab.<br />
Mereka duduk dan berbaring di pelataran rumah<br />
sakit. Umumnya berusia lanjut. “Ada yang<br />
hanya bisa berbahasa daerah,” tuturnya. ■<br />
IBAD DUROHMAN, ADI SAPUTRO (PONTIANAK), DEDEN RAHADIAN<br />
(BANJAR), SUKMA INDAH PERMANA (YOGYAKARTA), M. ROFIQ<br />
(PROBOLINGGO), GAGAH WIJOSENO (ARAB SAUDI) | IRWAN NUGROHO<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
USAHA SAUDI MENYETOP <strong>TRAGEDI</strong><br />
<strong>TRAGEDI</strong> <strong>MINA</strong> KEMBALI TERULANG, PADAHAL ARAB SAUDI MENGGELONTORKAN MILIARAN DOLAR AS DEMI MEMERMAK<br />
FASILITAS LEMPAR JAMRAH DI <strong>MINA</strong>. DIANGGAP TERLALU SIBUK MENGURUSI PEMBANGUNAN FISIK SEHINGGA LUPA<br />
MENGANTISIPASI PERILAKU JEMAAH HAJI.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Raja Saudi Salman bin<br />
Abdulaziz (di samping kemudi)<br />
saat meninjau lokasi jatuhnya<br />
crane di Masjidil Haram, Sabtu<br />
(12/9).<br />
BANDAR AL-JALOUD/REUTERS<br />
RAJA Salman bin Abdulaziz al-Saud<br />
melepas pandangan ke lembah yang<br />
terbentang di bawah Istana Mina.<br />
Dari balik jendela istana, ia melihat<br />
tenda-tenda putih yang menampung jemaah<br />
haji yang akan melakukan lempar jamrah.<br />
Dalam proses haji, melempar jamrah merupakan<br />
salah satu wajib haji. Bila tidak melakukan<br />
lempar jamrah, jemaah akan kena dam<br />
atau denda. Melempar jamrah merupakan<br />
ibadah yang mengikuti tindakan Nabi Ibrahim.<br />
Di Mina, Ibrahim menerima perintah Allah untuk<br />
menyembelih putranya, Ismail. Dikisahkan,<br />
dalam perjalanan untuk melaksanakan perintah<br />
itu, setan menggoda Ibrahim, istrinya, Siti<br />
Hajar, dan Ismail agar menolak perintah Tuhan<br />
tersebut.<br />
Mereka digoda di tiga tempat. Dan setiap kali<br />
setan datang menggoda, Ibrahim sekeluarga<br />
melemparkan tujuh batu ke arah setan terse-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
RAJA INGIN MEMONITOR SECARA<br />
PRIBADI KENYAMANAN JEMAAH<br />
DAN MENGAWASI LAYANAN<br />
SERTA FASILITAS YANG DIBERIKAN<br />
KEPADA MEREKA SEHINGGA BISA<br />
MENJALANKAN IBADAH DENGAN<br />
TENANG.<br />
but. Di tempat itulah kemudian didirikan tiga<br />
jamarat (pilar batu tempat jamrah dilemparkan),<br />
yakni ula (kecil), wustho (sedang atau tengah),<br />
dan aqobah atau kubro (besar). Meniru Nabi<br />
Ibrahim itulah, jemaah haji kemudian merajam<br />
setan alias melempari jamarat dengan kerikil<br />
batu.<br />
Hari itu, 22 September 2015, sehari sebelum<br />
hari pertama melempar<br />
jamrah, Raja Arab Saudi<br />
itu segera meninggalkan<br />
Jeddah menuju Mina.<br />
“Raja ingin memonitor<br />
secara pribadi kenyamanan<br />
jemaah dan mengawasi<br />
layanan serta fasilitas yang<br />
diberikan kepada mereka<br />
sehingga bisa menjalankan<br />
ibadah dengan tenang,”<br />
tulis kantor berita Arab Saudi, SPA.<br />
Agaknya Raja Salman ingin memastikan tidak<br />
ada lagi insiden dalam musim haji 2015. Tahun<br />
ini ibadah haji dibuka dengan robohnya crane<br />
proyek perluasan Masjidil Haram di Mekah,<br />
yang menewaskan lebih dari 100 orang.<br />
Lantas berturut-turut dua hotel tempat<br />
menginap jemaah haji terbakar. Ada juga pintu<br />
kereta yang macet sampai membuat sekitar<br />
200 haji lemas dan pingsan.<br />
Ketiga insiden ini mencoreng catatan bersih<br />
pelaksanaan ibadah haji yang tanpa insiden<br />
berarti sejak 2006. Saat itu jemaah yang berdesakan<br />
di jemba tan jamarat, Mina, saling dorong<br />
dan injak sehingga menewaskan 364 orang.<br />
Namun siapa sangka, di bawah pengawasan<br />
sang raja pun, insiden saling injak terulang di<br />
Mina. Pertemuan dua arus jemaah di persimpangan<br />
Jalur 204 dan Jalur 223, berdasarkan<br />
catatan pemerintah Arab Saudi hingga Sabtu,<br />
26 September 2015, menewaskan 717 orang<br />
dan melukai 800 orang.<br />
Menanggapi kejadian itu, Raja Salman memerintahkan<br />
evaluasi dalam perencanaan ibadah<br />
yang dipimpin oleh Ketua Komite Haji Agung<br />
Putra Mahkota Muhammad bin Naif. “Perlu<br />
ada peningkatan pengaturan dan manajemen<br />
pergerakan jemaah haji,” perintah sang raja.<br />
Tempat pelemparan jamrah atau dikenal<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Kondisi jamarat pada musim<br />
haji 2004<br />
GETTY IMAGES<br />
dengan nama jembatan jamarat dan area sekitarnya<br />
memang jadi tempat langganan insiden<br />
yang memakan korban jiwa pada penyelenggaraan<br />
ibadah haji. Dibangun pada 1963, jembatan<br />
jamarat terus dipermak demi mengurangi<br />
masalah.<br />
Namun proyek pembangunan baru dimulai<br />
setelah kejadian saling injak sesama jemaah<br />
pada 2004, yang menewaskan 251 orang. Pada<br />
tahun itu, Raja Fahd bin Abdul Aziz menginstruksikan<br />
pembangunan di Mekah dan Madinah<br />
agar mampu mengakomodasi jemaah<br />
haji hingga 20 tahun ke depan.<br />
Perintah itu diterjemahkan antara lain menjadi<br />
pemugaran jembatan jamarat dari satu<br />
lantai pada 2004 menjadi sembi lan lantai. Tahap<br />
pertama dibangun lima lantai, yang mampu<br />
menampung hingga 3 juta haji. Jika tahap<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Kondisi jembatan jamarat<br />
pada musim haji 2005<br />
GETTY IMAGES<br />
kedua selesai alias sembilan lantai terbangun,<br />
jembatan jamarat bisa menampung hingga 9<br />
juta “tamu Allah”.<br />
Mulai 2004 pula, setiap pilar jamarat, yang<br />
awalnya berbentuk tiang batu kecil, diubah<br />
menjadi tembok sepanjang 26 meter. Mengelilingi<br />
tembok itu dibangun lubang sumur untuk<br />
menampung batu-batu yang jatuh setelah<br />
dilemparkan ke jamarat. Perombakan itu demi<br />
keamanan, salah satunya untuk mengantisipasi<br />
lemparan jemaah yang kadang luput dan melayang<br />
mengenai pelontar di seberang.<br />
Proyek yang didesain oleh Dar al-Handasah<br />
dan ditangani kontraktor Saudi Binladin Group<br />
itu kelar pada 2007. Dari pembangunan ini,<br />
lebar jembatan menjadi 80 meter dengan panjang<br />
950 meter. Desain baru ini bisa menampung<br />
300 ribu orang setiap jamnya. Jembatan<br />
jamarat juga dilengkapi 11 jalur masuk dan 12<br />
jalur keluar, terowongan untuk pejalan kaki, es-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
KAMI SUDAH BERKOORDINASI<br />
DENGAN KETUA KLOTER AGAR TIDAK<br />
LEMPAR JAMRAH PADA PUKUL<br />
DELAPAN HINGGA SEBELAS PAGI.<br />
kalator, serta rute darurat.<br />
Pada 2010 dibangun semacam tenda besar<br />
di atas tembok jamrah di lantai enam guna<br />
membendung terik matahari. Pekerja yang<br />
membangun tudung itu antara lain berasal dari<br />
Indonesia. “Yang pasang payung itu kita, orang<br />
Indonesia,” kata Mahrus, asal Bojonegoro,<br />
Jawa Timur, yang bekerja di kawasan jamarat<br />
pada 2010. Menurut dia, ada 50 warga negara<br />
Indonesia yang bekerja di proyek tersebut.<br />
“Kami ini bersih-bersih<br />
sama pasang payung.”<br />
Selain pemugaran itu,<br />
otoritas haji pemerintah<br />
Saudi menetapkan pelemparan<br />
jamrah hanya satu<br />
arah. Jalur masuk jemaah<br />
juga terbagi menjadi melewati terowongan<br />
dan jembatan yang akan langsung mengarah<br />
pada lantai tertentu di jembatan jamarat.<br />
Masalah lain adalah penumpukan jemaah<br />
menuju jembatan jamarat karena mengejar<br />
afdhaliyah atau waktu paling utama dalam<br />
melempar jamrah. Mereka hendak mengikuti<br />
waktu Nabi Muhammad melempar jamrah,<br />
yakni waktu duha atau setelah tergelincirnya<br />
matahari hingga waktu sebelum salat zuhur,<br />
sekitar pukul 07.00-11.00.<br />
Pada 2004, konsentrasi massa dicoba dipecah<br />
dengan penerbitan fatwa oleh ulama Arab<br />
Saudi bahwa lempar jamrah bisa pagi hingga<br />
malam. Kementerian Agama RI bahkan melarang<br />
jemaah melempar jamrah pada puncak<br />
keramaian di jembatan jamarat dan diarahkan<br />
agar pergi pada sore hari.<br />
“Kami sudah berkoordinasi dengan ketua<br />
kloter agar tidak lempar jamrah pada pukul<br />
delapan hingga sebelas pagi,” kata Kepala Panitia<br />
Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja<br />
Mekah Arsyad Hidayat. “Itu waktu jemaah<br />
ramai-ramai lontar jamrah.”<br />
Selain pembangunan fisik, ritual lempar<br />
jamrah diawasi oleh sekitar 100 ribu petugas<br />
keamanan Saudi yang berpatroli di darat serta<br />
memantau dari udara dengan helikopter. Ada<br />
juga ribuan kamera pengawas yang memonitor<br />
setiap sudut Mina. Tenaga medis dan ambulans<br />
juga bersiaga demi mengantisipasi korban<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Kondisi jamarat pada musim<br />
haji 2014<br />
GETTY IMAGES<br />
akibat berdesakan atau panasnya udara.<br />
Nahas, tragedi pada 2015 justru bukan terjadi<br />
di jembatan jamarat, yang renovasinya memakan<br />
biaya US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 16,8<br />
triliun. Berdesakan dan saling injak justru terjadi<br />
di jalan area tenda haji yang tidak selebar<br />
jembatan jamarat.<br />
Namun kali ini pemerintah Saudi tidak berniat<br />
memugar “kota tenda”. Menteri Dalam<br />
Negeri Saudi Mayor Jenderal Mansur al-Turki<br />
mengatakan area tenda tidak bisa diutak-atik.<br />
“Mashar dan Mina tidak bisa diperluas karena<br />
batasnya sudah ditentukan dalam hukum Islam.”<br />
Pendiri Pusat Studi Haji di Arab Saudi,<br />
Sami Angawi, melihat pemerintah Saudi<br />
dari tahun ke tahun tidak berupaya banyak<br />
mengatasi kendala bahasa dan budaya dalam<br />
menangani ibadah haji. Pemerintah Saudi,<br />
kata pria yang membuat penelitian haji sejak<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Deretan tenda jemaah haji di<br />
Mina, Kamis (24/9)<br />
AHMAD MASOOD/REUTERS<br />
1970-an ini, terlalu berfokus pada pembangunan<br />
fisik.<br />
“Ada banyak uang yang dikeluarkan, tapi<br />
solusinya bukanlah membangun lebih banyak<br />
jalan atau jembatan,” ujarnya seperti dikutip<br />
New York Times. “Tapi lebih pada cara mengatur<br />
alur pergerakan manusia dari satu area ke<br />
yang lain.”<br />
Sami juga mengkritik persiapan pemerintah<br />
Saudi dalam menghadapi musim haji. Menteri<br />
Saudi dan anak buahnya, yang biasanya hanya<br />
menggelar rapat beberapa kali dalam setahun,<br />
didesak Sami untuk menyiapkan haji sepanjang<br />
tahun.<br />
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya<br />
Novanto juga meminta adanya perbaikan<br />
manajemen ibadah haji kepada Raja Salman.<br />
Sehari setelah tragedi Mina, Jumat, 25 September<br />
2015, Setya mengikuti jamuan tahunan di<br />
Istana Mina bagi pemimpin negara Islam yang<br />
menjalankan ibadah haji dan umrah.<br />
“Saya menyampaikan masukan tentang<br />
perlunya perbaikan penanganan dan evaluasi<br />
berkelanjutan manajemen ibadah haji,” kata<br />
Setya. Ia juga meminta penanganan ibadah<br />
haji dibahas bersama negara-negara yang tergabung<br />
dalam Organisasi Konferensi Islam.<br />
“Raja Salman berjanji akan menindaklanjuti<br />
masukan dari pemerintah maupun DPR RI,”<br />
kata Setya. “Ke depannya, otoritas Arab Saudi<br />
akan selalu terbuka atas berbagai kritik konstruktif<br />
terkait pengelolaan ibadah haji di masa<br />
yang akan datang.” ■ M. IQBAL | OKTA WIGUNA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER -- 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
HOROR PERTAMA<br />
DI TEROWONGAN<br />
<strong>MINA</strong><br />
BENCANA DI TEROWONGAN AL-MUAISIM, <strong>MINA</strong>, PADA 1990<br />
TERCATAT SEBAGAI <strong>TRAGEDI</strong> HAJI TERBESAR SEPANJANG<br />
SEJARAH. SEBANYAK 1.426 HAJI MENINGGAL<br />
AKIBAT BERDESAKAN DAN SALING<br />
INJAK. BENCANA SEMACAM<br />
INI MENJADI <strong>TRAGEDI</strong><br />
RUTIN DI TANAH<br />
SUCI.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Terowongan Mina setelah<br />
direnovasi<br />
DETIK.FORUM<br />
MASYKUR A. Baddal tidak dapat<br />
menemukan permukaan rata<br />
ketika melepaskan pegangannya<br />
pada besi lampu atap Terowongan<br />
Al-Muaisim, Mina, Arab Saudi. Ia sudah<br />
bergelantungan sekitar 30 menit pada atap<br />
terowongan. Tubuhnya pun jatuh menimpa<br />
tumpukan mayat.<br />
Tumpukan mayat tempat Masykur jatuh<br />
setinggi 1,5 meter. Ia baru saja lolos dari tragedi<br />
maut di Terowongan Mina.<br />
“Aku merinding melihat bagaimana seorang<br />
anak manusia begitu mudah kehilangan nyawanya.<br />
Sambil terus berdoa kepada-Nya dengan<br />
linangan air mata semoga diselamatkan dari<br />
bencana yang sangat mengerikan tersebut,”<br />
tulis Masykur dalam blog pribadinya.<br />
Masykur merupakan saksi mata tragedi itu<br />
dari dekat. Pemandangan di dalam terowongan<br />
sangat mengerikan. Sebanyak 1.426 haji tewas.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Jalur pejalan kaki jemaah haji<br />
menuju jamarat<br />
AHMAD MASOOD/REUTERS<br />
Jemaah asal Indonesia yang menjadi korban<br />
mencapai 631 jiwa. Saking banyaknya korban<br />
jiwa, pemerintah Arab Saudi menggunakan<br />
buldoser untuk memindahkan mayat.<br />
Namun Masykur enggan bercerita lebih lanjut.<br />
Ia tengah menemani tamu di Mesir ketika<br />
dihubungi majalah detik. “Maaf, belum bisa<br />
melayani wawancara, sedang ada tamu,” balasnya<br />
melalui pesan singkat.<br />
Cerita Masykur melalui blog-nya cukup lengkap.<br />
Saat itu, 2 Juli 1990, Masykur bekerja sebagai<br />
supervisor penanggung jawab keamanan<br />
dan keselamatan jemaah haji di Kantor Muassasah<br />
Haji Nomor 21. Tugasnya hampir selesai<br />
saat tragedi tersebut berlangsung.<br />
Rombongannya telah selesai melakukan<br />
prosesi wukuf pada malam sebelumnya, 1 Juli<br />
1990, dan tinggal menunggu waktu lempar<br />
jamrah. Ia pun menyarankan seluruh rombongan<br />
beristirahat. Jadwal melempar jamrah untuk<br />
rombongannya adalah lewat tengah hari pada<br />
2 Juli 1990.<br />
Perjalanan dari tenda pemondokan ke jamarat<br />
cukup melelahkan. Jaraknya antara 2 sampai<br />
10 kilometer. Jemaah haji harus berjalan kaki<br />
karena, pada puncak haji, jalan tersebut macet.<br />
Masykur meninggalkan rombongannya saat<br />
istirahat untuk melempar jamrah. Ia mengendarai<br />
sepeda motor milik petugas haji agar<br />
cepat mencapai jembatan jamarat, tempat<br />
melempar jamrah. Namun, setelah menyelesaikan<br />
prosesi melempar jamrah, ia mendapat<br />
laporan rombongannya telah berjalan menuju<br />
jembatan jamarat.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Perajin menyelesaikan<br />
pembuatan gelang identitas<br />
jemaah haji embarkasi<br />
Surabaya di Asrama Haji<br />
Sukolilo, Surabaya, Kamis<br />
(3/9).<br />
M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO<br />
Mereka berduyun-duyun menuju jembatan<br />
jamarat melalui Terowongan Al-Muaisim. Terowongan<br />
ini menembus perbukitan batu yang<br />
menghubungkan Pemondokan Mina de ngan<br />
jembatan jamarat. Namun kondisi terowongan<br />
saat itu masih sangat sederhana.<br />
Terowongan ini diperkirakan hanya mampu<br />
menampung 1.000 orang dengan panjang<br />
sekitar 0,5 kilometer dan lebar 32 meter. Beberapa<br />
aparat keamanan berjaga dan beberapa<br />
ambulans terparkir di depan terowongan saat<br />
Masykur memasuki terowongan yang mulai<br />
padat.<br />
Baru berjalan sekitar 10 menit, Masykur dihadang<br />
pemandangan mengerikan. Kerumunan<br />
jemaah saling dorong dan injak di depannya.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Jalur pejalan kaki jemaah haji<br />
di Mina<br />
REUTERS<br />
Sedangkan jemaah haji yang searah de ngannya<br />
tidak mau berhenti. Masykur pun melompat<br />
menggapai lampu gantung untuk menghindari<br />
tubrukan rombongan haji.<br />
“Dari posisi menggelantung itulah aku merinding<br />
melihat bagaimana seorang anak manusia<br />
begitu mudah kehilangan nyawanya,” tulisnya.<br />
Annisa Fitri Rangkuti nyaris kehilangan orang<br />
tuanya dalam tragedi itu. Ia ingat cerita ayahnya<br />
melintasi Terowongan Muaisim pada musim<br />
haji 1990. Rombongan ayahnya sudah berada<br />
di mulut terowongan ketika terjadi gelombang<br />
kerumunan.<br />
Beberapa orang mulai meminta air karena<br />
kehausan. Suhu di sekitar terowongan mencapai<br />
44 derajat Celsius. Ventilasi di dalam<br />
terowongan tidak bekerja dengan baik ketika<br />
dijejali ratusan orang.<br />
Apalagi terowongan itu tidak hanya digunakan<br />
searah. Pemerintah Arab Saudi hanya<br />
membangun satu terowongan yang digunakan<br />
secara dua arah tanpa pembatas jalan.<br />
“Tak berapa lama, dengan izin Allah, tiba-tiba<br />
terbuka sedikit jalan dari arah belakang. Ayah<br />
segera menarik tangan Umak (Ibu) menjauhi<br />
terowongan,” tulisnya di blog pribadi.<br />
Ketika menunaikan umrah beberapa waktu<br />
lalu, Annisa bisa membayangkan perjuangan<br />
yang harus dilakukan kedua orang tuanya. Mereka<br />
terus berjuang dengan kondisi fasilitas haji<br />
saat itu yang masih pas-pasan ditambah suhu<br />
yang panas membakar.<br />
Pemerintah Arab Saudi merilis penyebab<br />
celaka di Te rowongan Muaisim adalah kelebih-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Ketua MUI Amidhan Shaberah<br />
DETIKCOM<br />
an kapasitas jemaah yang melintasi terowongan.<br />
Terowongan yang dibangun de ngan dana<br />
US$ 15 miliar itu berkapasitas 1.000 orang, tapi<br />
jemaah yang masuk te rowongan mencapai<br />
5.000 orang dari dua sisi.<br />
Kepadatan ini membuat jemaah panik hingga<br />
jalur jembatan pedestrian di atas terowongan<br />
runtuh dan kian memperparah kepanikan.<br />
Akhirnya seluruh jemaah berdesakan dan<br />
saling injak.<br />
Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan<br />
Shaberah menyebutkan tragedi Mina terjadi<br />
pada saat puncak penuntasan ibadah haji.<br />
Melempar jamrah merupakan prosesi terakhir<br />
sebelum jemaah haji meninggalkan Mina dan<br />
kembali ke Mekah. Jemaah yang berangkat ke<br />
jembatan jamarat sangat bersemangat sehingga<br />
menerabas apa pun, termasuk rombongan<br />
yang berjalan pulang.<br />
Menteri Agama periode 1983-1993, Munawir<br />
Sjadzali, tidak melayangkan protes walaupun<br />
jemaah Indonesia termasuk negara dengan<br />
korban tewas terbanyak. Pemerintah hanya<br />
menyarankan dibangun terowongan lagi agar<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
FOKUS<br />
Jemaah haji melambaikan<br />
tangan kepada keluarganya<br />
saat menunggu<br />
pemberangkatan menuju<br />
Asrama Haji Sukolilo,<br />
Surabaya, Selasa (8/9).<br />
MOCH ASIM/ANTARA FOTO<br />
tidak terjadi tumbukan arus rombongan haji.<br />
Terowongan ini kemudian dibangun sekitar<br />
tahun 1992.<br />
“Bahkan terowongan itu hampir saja mau<br />
dinamai Te rowongan Soeharto. Tapi tidak jadi,<br />
akhirnya disebut te rowongan Al-Muaisim saja,”<br />
tuturnya.<br />
Pastinya, pemerintah Arab Saudi memberikan<br />
santunan kepada korban asal Indonesia.<br />
Tiap korban menerima uang US$ 2.500. Amidhan,<br />
yang saat itu menjabat Sekretaris Direktur<br />
Jenderal Haji Departemen Agama, turut<br />
membantu menyalurkan santunan ke tempat<br />
tinggal korban.<br />
Tragedi Terowongan Mina merupakan kecelakaan<br />
tumbukan rombongan haji pertama<br />
dalam sejarah haji. Sebelumnya, tercatat beberapa<br />
tragedi seperti aksi teror, kebakaran, dan<br />
kecelakaan gas.<br />
Kecelakaan akibat tumbukan rombongan ini<br />
terus terjadi. Berturut-turut kecelakaan yang<br />
sama terjadi pada 1994 (270 korban jiwa), tahun<br />
1998 (118 korban jiwa), tahun 2001 (35 korban<br />
jiwa), tahun 2003 (14 korban jiwa), tahun 2004<br />
(251 korban jiwa), tahun 2006 (346 korban jiwa),<br />
dan tahun 2015 (719 korban jiwa).<br />
Semua kecelakaan ini terjadi di Mina, menjelang<br />
pelemparan jamrah. Pemerintah Arab<br />
Saudi sebenarnya melakukan berbagai perbaikan<br />
fasilitas, namun tragedi terus berulang. ■<br />
BAHTIAR RIFAI, ISFARI HIKMAT, IBAD DUROHMAN | ARYO BHAWONO<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
Satria<br />
Bergitar<br />
dari<br />
Terminal<br />
Depok<br />
“AKAN KAMI BUKTIKAN BAHWA KARYA<br />
MUSIKUS JALANAN TAK BISA DIPANDANG<br />
SEBELAH MATA.”<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
BERTAHUN-TAHUN “menggelandang”<br />
di Jakarta, Andi Malewa, 33 tahun,<br />
tahu betul kerasnya hidup di jalan.<br />
Lulus dari SMA di Makassar pada<br />
2000, Andi lari ke Jakarta lantaran keluarganya<br />
kesulitan ekonomi. Selama itu pula pekerjaan<br />
apa pun dia sambar demi bertahan hidup.<br />
Di Jakarta, dia pernah jadi buruh pabrik, dia<br />
mengamen dan menggelandang, hingga terdampar<br />
di Terminal Depok. Di terminal inilah<br />
dia berkenalan dengan Agus Kurnia dan komunitas<br />
“penghuni” Terminal Depok. Disokong<br />
Abah Agus, Kurnia biasa disapa, dan Paguyuban<br />
Terminal alias Panter Depok, Andi dan temantemannya<br />
sempat membuat rumah baca di<br />
lingkungan terminal.<br />
Di Rumah Baca Panter, anak-anak jalanan bisa<br />
membaca dan belajar rupa-rupa keterampilan<br />
dari para sukarelawan. Sayang, rumah baca<br />
itu tamat riwayatnya lantaran kena gusur. Tapi<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
semangat rumah baca itu terus berlanjut menjadi<br />
rupa-rupa kegiatan sosial di bawah payung<br />
Humanioract.<br />
Berkat seorang kerabat, Andi bisa melanjutkan<br />
dan menamatkan kuliah di Jurusan Informatika,<br />
Universitas Pancasila. Untuk ongkos<br />
hidup sehari-hari, Andi tetap jualan suara di<br />
jalan-jalan. Hidup Andi, meskipun sudah punya<br />
titel keren, sarjana teknik informatika, memang<br />
tak bisa lepas dari teman-teman senasib, pengamen<br />
dan anak-anak jalanan. Andi paham<br />
betapa sulit mereka, apalagi setelah terbit<br />
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 tentang<br />
Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban<br />
Umum.<br />
Berdasarkan peraturan itu, mengamen jadi<br />
pekerjaan haram. “Setiap hari, teman-teman<br />
kami ditangkep-tangkepin.... Miris kan melihat<br />
teman ditangkepin karena ngamen,” kata Andi<br />
dua pekan lalu. Dia tak habis pikir, untuk apa<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
Pemerintah Kota Depok menerbitkan peraturan<br />
seperti itu. “Teman-teman ditangkap, didata,<br />
lalu dilepas, berulang terus seperti itu. Hanya<br />
buang-buang anggaran tanpa melakukan pembinaan<br />
yang benar. Kalau benar pembinaannya,<br />
tidak akan ada orang-orang ini di jalan.”<br />
Pengamen, menurut Andi, adalah pekerjaan<br />
yang tak ada beda dengan pemusik profesional.<br />
“Cuma mereka tak punya uang untuk masuk ke<br />
industri yang ‘jahat’.... Jahat dalam arti semuanya<br />
harus dibayar,” kata Andi. Jika mau adil,<br />
pemerintah mestinya menyediakan panggung<br />
bagi pemusik jalanan ini sebelum melarangnya<br />
bekerja di jalan.<br />
Saat bertemu dengan wakil pemerintah,<br />
Andi dan teman-temannya sudah menyam-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
Musikus enggak<br />
serius yang hanya<br />
goyang tubuh seksi<br />
saja bisa laku, apalagi<br />
kalian yang serius<br />
bermusik.<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
paikan hal itu. “Silakan jalankan peraturan itu,<br />
tetapi bangun dulu dewan kesenian. Bangun<br />
dulu tempat untuk mereka berkarya. Mereka<br />
menjawab, ‘Wah, enggak bisa, Mas. Mereka<br />
ngapain mengamen? Mereka bisa bekerja hal<br />
lain,’” Andi menuturkan pengalamannya.<br />
Cara asal main melarang seperti itu, menurut<br />
Andi, tak memberi jalan keluar. “Larangan<br />
seperti itu hanya akan melahirkan bibit-bibit<br />
kriminal baru di jalanan.... Mereka lapar, mereka<br />
butuh makan, dan ada orang-orang yang<br />
menunggu mereka pulang untuk mendapatkan<br />
uang,” kata Andi, jengkel dengan sikap pemerintah.<br />
“Orang bermusik itu bakat yang turun<br />
langsung dari Tuhan. Bakat orang berbeda-beda,<br />
enggak bisa kita paksa. Orang suka melukis<br />
tak bisa kita paksa untuk menjahit.”<br />
Lantaran dialog dengan pemerintah sudah<br />
buntu, Andi dan kawan-kawannya memutuskan<br />
mendirikan Institut Musik Jalanan. “Akan<br />
kami buktikan bahwa karya musikus jalanan<br />
tak bisa dipandang sebelah mata,” kata Andi.<br />
Di Institut, Andi, Ikhsan “Skuter”, dan Frysto<br />
Gurning mendidik pengamen-pengamen menjadi<br />
musikus dan penghibur profesional.<br />
Andi bertugas mengumpulkan dan menyaring<br />
pengamen-pengamen dari pelbagai kota<br />
sekitar Jakarta. Ikhsan, yang memang punya<br />
pengalaman lumayan panjang di industri musik,<br />
bertugas meramu musik menjadi bentuk<br />
komplet lagu. Frysto, yang seorang pengusaha,<br />
bertugas menjual album karya penghiburpenghibur<br />
jalanan ini.<br />
“Saya ajak mereka, ayo ikut audisi. Daripada<br />
menyanyikan lagu orang lain, kenapa tidak<br />
kita ciptakan lagu sendiri,” kata Andi. “Karena,<br />
karya itu ibarat anak, masak kita banggain<br />
karya orang lain.” Pada 2014, mereka berhasil<br />
meluncurkan album bertajuk Kalahkan Hari Ini,<br />
karya 8 pengamen. Dalam waktu sebulan, 600<br />
keping cakram album musikus jalanan ini terjual<br />
hanya dengan mengandalkan media sosial.<br />
Di markas Institut Musik Jalanan di Depok,<br />
para pengamen punya panggung sendiri<br />
dengan alat lengkap untuk unjuk gigi. Mereka<br />
juga punya studio rekaman. Sesekali pemusik<br />
kondang, seperti Rindra “Padi” dan Glenn<br />
Fredly, mampir untuk menularkan ilmunya.<br />
Institut Musik juga mengajarkan bagaimana<br />
pengamen-pengamen bisa membuat video<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
dan mengunggahnya ke situs Internet, seperti<br />
YouTube.<br />
Hasan asal Padang pernah bertahun-tahun<br />
mengamen di daerah Pulogadung dan Tanjung<br />
Priok, Jakarta. Sempat pulang ke kampungnya,<br />
Hasan balik lagi ke Jakarta lantaran mendengar<br />
audisi pengamen oleh Institut Musik Jalanan<br />
beberapa bulan lalu. Bersama beberapa pengamen<br />
lain, Hasan lolos audisi untuk album<br />
kedua Institut Musik Jalanan.<br />
Sembari menunggu rekaman, Ihsan, Zedi asal<br />
Purwokerto, dan teman-temannya terus berlatih.<br />
Mereka juga ikut mengelola Kedai Ekspresi,<br />
kedai milik Institut Musik Jalanan. “Saya pengin<br />
karya saya didengar banyak orang,” kata Yanuar<br />
Rizalsyah, pengamen dari Yogyakarta.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
Suasana Terminal Kota Depok<br />
pascapenggusuran<br />
INDRIANTO EKO SUWARSO/ANTARA FOTO<br />
Mereka memang tak punya duit banyak atau<br />
perusahaan rekaman besar yang menyokong,<br />
tapi mereka punya You Tube, punya SoundCloud<br />
untuk memamerkan karya mereka. Karena<br />
itu, mereka tak mau main-main. Siapa tahu ada<br />
“Justin Bieber” di antara mereka.<br />
“Kami tak mau asal bikin video.... Mentangmentang<br />
musikus jalanan, orang menganggap<br />
video kami kelas abal-abal,” kata Andi. Bekerja<br />
sama dengan Project Katalis, Andi dan temantemannya<br />
juga berniat membuat situs Internet<br />
untuk menjual karya mereka. Mereka, kata Andi,<br />
sudah terbiasa hidup susah. Jadi, laku tak laku,<br />
sepanjang mereka sudah berusaha membuat<br />
karya terbaik, tak jadi soal. “Musikus enggak<br />
serius yang hanya goyang tubuh seksi saja bisa<br />
laku. Modal lip-sync saja bisa terkenal. Apalagi<br />
kalian yang serius bermusik.” ■ MELISA MAILOA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INSPIRING PEOPLE<br />
BIODATA<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
NAMA:<br />
Andi Malewa<br />
LAHIR:<br />
Makassar, 6 Januari 1982<br />
PENDIDIKAN<br />
● S-1 Teknik Informatika, Universitas<br />
Pancasila<br />
PEKERJAAN<br />
● Pendiri Institut Musik Jalanan<br />
● Pemilik Kedai Ekspresi<br />
● Pendiri Rumah Baca Paguyuban<br />
Terminal (Panter), Depok<br />
PENGHARGAAN<br />
● Ten People Helpful Smartfren<br />
Community of Indonesia, 2012<br />
● Cahaya dari Timur Award kategori<br />
People Music Empowerment, 2014<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />
MAJALAH DETIK MAJALAH 28 SEPTEMBER DETIK 19 - 25 4 OKTOBER JANUARI 2015
RUMAH<br />
PESONA<br />
HUNIAN<br />
INDUSTRIAL<br />
SUNJAYA<br />
ASKARIA<br />
BERANI BERPIKIR OUT OF THE BOX.<br />
HUNIAN INI MENGGUNAKAN KONSEP<br />
YANG JARANG SEKALI DIAPLIKASIKAN<br />
PADA RUMAH TINGGAL.<br />
FOTO-FOTO: AGUNG PAMBUDHY/DETIKCOM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
RUMAH<br />
KAFE atau restoran dengan tema<br />
industrial sudah menjamur di kota-kota<br />
besar, seperti Jakarta. Tapi<br />
bagaimana jika tema itu diaplikasikan<br />
pada rumah tinggal?<br />
Mungkin Anda akan mengernyitkan dahi<br />
sejenak mendengarnya. Namun, begitu<br />
melihat rumah di kawasan Tanjung Duren,<br />
Jakarta Barat, ini, mungkin Anda akan takjub.<br />
Rumah milik Sunjaya Askaria ini terlihat<br />
berbeda dengan rumah-rumah di kanankirinya.<br />
Arsitek muda ini berhasil mengubah<br />
rumah biasa menjadi rumah tak biasa.<br />
Awalnya, Sunjaya hanya mendapat tan-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
RUMAH<br />
tangan dari kedua orang tuanya untuk membangun<br />
hunian berkonsep unik. Jika orang<br />
tertarik pada model minimalis, Sunjaya justru<br />
berminat pada konsep industrial.<br />
Bersama dua rekannya di Delution Architect,<br />
Sunjaya merancang rumah ekonomis<br />
tapi tetap bernilai estetis. Dia melakukan<br />
eksperimen dengan elemen baja sebagai<br />
kerangka rumah.<br />
Dari luar, elemen baja tidak begitu terlihat.<br />
Yang mencolok justru jendela besar berbentuk<br />
sekat kotak-kotak dengan kerangka<br />
aluminium.<br />
Beberapa daun jendela ini bisa dibuka<br />
atau digeser supaya sirkulasi udara terjaga.<br />
Cahaya matahari pun bisa bebas masuk dan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
RUMAH<br />
menerangi ruangan di dalam rumah.<br />
Selain jendela, material yang digunakan<br />
untuk seluruh dindingnya<br />
menggunakan racikan khusus berupa<br />
acian mentah. Dindingnya tidak dicat,<br />
tetapi melewati proses coating.<br />
Hasilnya, dinding yang tidak terlalu<br />
doff tapi tetap bisa memantulkan<br />
cahaya. Lapisan khusus yang diaplikasikan<br />
pada dinding itu membuatnya<br />
tidak mudah kotor.<br />
Begitu masuk rumah, mata akan<br />
langsung tertuju pada kerangka baja<br />
yang diekspos. Benda itu semakin<br />
menguatkan konsep industrial yang<br />
diterapkan pada rumah ini.<br />
Selain memancarkan aura estetis,<br />
material baja juga terlihat lebih unik.<br />
Area lantai dasar rumah ini terlihat<br />
lebih luas tanpa adanya kolom di tengah<br />
ruangan.<br />
Sunjaya sengaja tidak menyekat ruangan<br />
agar tak membuat luas ruangan<br />
berkurang. “Saya ingin rumah punya<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
RUMAH<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
RUMAH<br />
banyak bentangan lebar,” ujarnya.<br />
Sunjaya mengoptimalkan lantai dasar<br />
sebagai area publik yang berfungsi<br />
sebagai area penerima sekaligus ruang<br />
keluarga. Konsep open plan diterapkan<br />
pada lantai ini.<br />
Ruang keluarga yang dibekali dua<br />
sofa besar dan satu meja dibuat menyatu<br />
dengan dapur serta ruang makan.<br />
Konsep seperti ini berhasil menciptakan<br />
layout yang jauh dari kesan<br />
sumpek.<br />
Hubungan antar-ruang juga terasa<br />
lebih cair. Berbagai macam aktivitas,<br />
seperti menonton televisi dan memasak,<br />
bisa dilakukan bersamaan.<br />
Sisi kanan dan kiri dinding di ruangan<br />
ini dilapisi material kayu jati Belanda.<br />
Kayu-kayu dari peti kemas diolah<br />
sehingga dapat diterapkan untuk dinding<br />
dan pintu-pintu di seluruh ruang.<br />
Selain lebih ramah lingkungan, unsur<br />
kayu ini juga menghasilkan suasana<br />
homey dan hangat. Hal ini penting<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
RUMAH<br />
untuk membuat konsep industrial tidak terlalu<br />
kaku.<br />
Di lantai ini terdapat kamar mandi bernuansa<br />
natural. Supaya tidak terlihat monoton,<br />
sisi dinding untuk meletakkan perlengkapan<br />
mandi dilapisi keramik tegel.<br />
Tamu yang berkunjung dapat menikmati<br />
suasana ke arah taman di dalam ruangan.<br />
Taman ini juga dilengkapi area duduk berupa<br />
kursi beton.<br />
Terdapat void di atas taman untuk mengoptimalkan<br />
sirkulasi pencahayaan dan penghawaan<br />
alami, sehingga atmosfernya menjadi<br />
sejuk dan nyaman meski tanpa penyejuk<br />
udara.<br />
Terdapat satu kamar tidur di lantai dasar<br />
dan tiga kamar tidur di lantai dua. Kamar tidur<br />
di rumah ini tidak didesain dengan ukuran<br />
besar, tapi tetap terasa nyaman.<br />
Masing-masing kamar tidur dilengkapi satu<br />
jendela besar untuk tata pencahayaan maksimal.<br />
Tangga menuju lantai dua terletak di sisi kanan<br />
pintu masuk. Tangga ini mengekspos kayu untuk<br />
pijakan dan besi sebagai pegangannya.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
RUMAH<br />
Lantai dua hunian ini lebih difungsikan sebagai<br />
tempat berkumpul bagi kerabat dekat.<br />
Di pojok kanan ruangan terdapat lemari builtin<br />
untuk memudahkan penghuninya menyimpan<br />
barang-barang.<br />
“Lantai dua kita buat suasana yang anak<br />
muda banget. Fungsi lemari kita buat cermin<br />
supaya terlihat lebih luas dan ada banyak barang<br />
yang bisa disimpan,” kata Sunjaya.<br />
Dua kamar lantai dua terhubung dengan<br />
satu balkon. Dari luar balkon memang terlihat<br />
lebih luas. Uniknya, batas balkon tidak dipasang<br />
terali, melainkan pot-pot berisi tanaman<br />
hijau.<br />
Balkon itu merupakan mimpi sang kakak<br />
sebagai pelepas penat. Dan Sunjaya berhasil<br />
mewujudkannya. Menginspirasi, bukan? n<br />
MELISA MAILOA | KEN YUNITA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
GAYA HIDUP<br />
Hijab di<br />
Australia<br />
LEBIH LONGGAR,<br />
LEBIH KASUAL<br />
FOTO-FOTO: AGUNG/DETIKCOM<br />
BUKAN CUMA DI INDONESIA,<br />
TREN HIJAB JUGA BERKEMBANG<br />
DI BERBAGAI NEGARA. SALAH<br />
SATUNYA DI AUSTRALIA.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
GAYA HIDUP<br />
TREN hijab terus melesat bukan<br />
cuma di negara-negara<br />
dengan penduduk mayoritas<br />
muslim. Di Amerika Serikat,<br />
para muslimah berhijab bahkan sudah<br />
tak malu lagi unjuk gigi.<br />
Perkembangan tren hijab di Australia<br />
juga tak kalah pesat. Desainer-desainer<br />
yang berfokus merancang busana<br />
muslimah dan hijab pun banyak<br />
bermunculan dari Negeri Kanguru.<br />
Wajar jika hijab sangat berkembang<br />
di Australia. Duta Besar Australia untuk<br />
Indonesia, Paul Grigson, pernah<br />
mengungkapkan jumlah umat Islam di<br />
negaranya lebih dari 500 ribu orang.<br />
Karena banyaknya keluarga muslim,<br />
orang-orang di Australia sudah tidak<br />
canggung lagi dengan perempuan<br />
berhijab. Di kota-kota besar, seperti<br />
Sydney, Brisbane, dan Melbourne, banyak<br />
komunitas berhijab.<br />
Menurut Paul, banyak perempuan<br />
berhijab di Australia menjadi anggo-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
GAYA HIDUP<br />
ta kepolisian dan Angkatan Laut Australia.<br />
“Beberapa kesatuan kepolisian dan Angkatan<br />
Laut memperbolehkan anggotanya berhijab,”<br />
ujarnya.<br />
Amalina Aman, salah satu desainer hijab<br />
Australia, mengatakan perempuan muslim di<br />
negaranya juga mulai berani “bergaya” dengan<br />
hijab. Mereka pun tak menggunakan hijab<br />
dengan cara itu-itu saja.<br />
Namun, menurut Amalina, ada perbedaan<br />
dalam gaya berbusana muslimah Indonesia<br />
dan Australia. Sementara muslimah Indonesia<br />
lebih suka tabrak warna, hijabers Australia<br />
lebih suka tampil simpel.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
GAYA HIDUP<br />
“Di Australia, muslimah lebih suka gaya<br />
berbusana yang sederhana dan kasual, tidak<br />
suka banyak lapisan,” ujar Amalina saat ditemui<br />
seusai acara fashion show-nya di Jakarta<br />
Convention Center beberapa waktu lalu.<br />
Begitupun dengan hijab atau tutup kepala.<br />
Hijabers Australia juga lebih suka hijab dengan<br />
sedikit aksen. Hal ini terlihat dari hasil<br />
rancangan Amalina.<br />
Desainer kelahiran Port Hedland, Western<br />
Australia, itu menampilkan sembilan busana<br />
muslim plus hijab bertema gypsy wanderer,<br />
yang terinspirasi oleh salah satu film terkenal<br />
di Australia.<br />
Wanita yang pernah tinggal di Bogor selama<br />
tiga tahun ini benar-benar terinspirasi<br />
oleh gaya busana bohemian, gipsi, dan hippie,<br />
yang pernah hit pada 1970-an dan 1980-an.<br />
“And as you can see-lah, it’s very flowing,”<br />
ujar perempuan yang bisa sedikit berbahasa<br />
Indonesia ini.<br />
Ia menampilkan busana-busana dengan<br />
warna-warna kalem, seperti krem, putih, peach,<br />
oranye, dan cokelat, dengan potonganpotongan<br />
longgar dan tentu<br />
saja tak banyak lapisan.<br />
Salah satunya tampak<br />
pada outer berpotongan<br />
batwing<br />
dari bahan lace.<br />
Dipadukan<br />
dengan inner<br />
dress terusan<br />
berbahan licin<br />
dengan sentuhan<br />
lace di ujungnya.<br />
Busana dengan potongan<br />
longgar juga ditampilkan<br />
Hanadi Chehab dan<br />
Howayda Moussa. Desain<br />
berlabel “Integrity” itu didominasi<br />
warna kalem, seperti<br />
peach, putih, biru telur asin,<br />
biru dongker, hitam, merah<br />
bata.<br />
Meski sederhana, rancangan<br />
duo desainer Australia<br />
itu tetap tampak eleg-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
GAYA HIDUP<br />
an dengan tambahan material<br />
berkilauan dan aplikasi sequin<br />
pada koleksinya. Konon terinspirasi<br />
street style Paris pada<br />
1950-an.<br />
Satu lagi desainer Australia,<br />
Eisha Saleh, mengusung tema<br />
Effervescent untuk koleksinya.<br />
Ia menampilkan sebelas busana muslim dengan<br />
potongan dan garis yang sederhana.<br />
Eisha menambahkan detail bahan lace pada<br />
beberapa koleksinya, lipatan-lipatan kecil di<br />
beberapa bagian dan belahan di rok terusan<br />
maupun dress untuk mempermudah ruang<br />
gerak si pemakai. n<br />
ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
LADAKH,<br />
NEGERI DI<br />
ATAS LAUT<br />
INDIA SERING DIGAMBARKAN SEBAGAI NEGARA YANG<br />
KUMUH DAN PADAT PENDUDUK. TAPI, DI TEMPAT INI,<br />
GAMBARAN ITU SEAKAN-AKAN SIRNA.<br />
FOTO-FOTO: THINKSTOCK<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
BERBICARA tentang India, hal pertama<br />
yang terlintas di benak adalah<br />
filmnya yang unik. Dalam film-film<br />
India yang kita tonton hampir selalu<br />
penuh lagu dan tarian. Itulah ciri khasnya.<br />
Di samping film-filmnya yang terkenal, India<br />
ternyata menyimpan satu harta karun yang<br />
begitu indah dan menakjubkan. Jika pernah<br />
menonton film 3 Idiots, sudah pasti Anda<br />
melihat Ladakh.<br />
Lokasi syuting dalam akhir film 3 Idiots memang<br />
di Ladakh. Terletak di Negara Bagian<br />
Jammu dan Kashmir, Ladakh adalah sebuah<br />
daerah di India yang merupakan salah satu<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
dataran tertinggi di muka bumi.<br />
Karena berada di Pegunungan Himalaya,<br />
Ladakh sering disebut sebagai tempat langit<br />
dan bumi bertemu. Daerah itu berada di ketinggian<br />
sekitar 3.000 meter di atas permukaan<br />
laut.<br />
Dengan posisi seperti itu, oksigen di Ladakh<br />
lebih sedikit di banding di dataran rendah.<br />
Karena itu, kondisi kita harus benar-benar fit<br />
bila berwisata di tempat ini.<br />
Jumlah penduduk Ladakh masih sangat<br />
sedikit, sehingga daerah ini sepi dan sunyi.<br />
Jarang terlihat orang berlalu lalang. Namun<br />
justru karena itulah Ladakh menyimpan keindahan<br />
alam yang masih asli.<br />
Ada bentangan padang pasir luas, ada gunung-gunung<br />
batu tinggi dengan warna gelap,<br />
ditambah hamparan air danau jernih, dan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
dilengkapi birunya langit dengan gumpalangumpalan<br />
awan kecil. Sempurna.<br />
Tak mudah mencapai lokasi nan indah<br />
ini. Butuh waktu panjang. Dari New Delhi,<br />
Ladakh bisa dijangkau melalui jalur darat<br />
maupun udara. Butuh waktu kira-kira 16 jam<br />
perjalanan darat untuk mencapai Leh, ibu<br />
kota Ladakh.<br />
Enam belas jam tentu bukan waktu<br />
sebentar, bukan? Namun jalur inilah yang<br />
lebih disarankan mengingat Ladakh berada<br />
di ketinggian cukup ekstrem, sehingga para<br />
traveler butuh menyesuaikan diri.<br />
Lewat jalur darat, pengunjung akan dapat<br />
menyesuaikan tubuhnya dengan suhu maupun<br />
kondisi yang agak tak biasa itu. Namun,<br />
jika Anda ingin menggunakan pesawat juga<br />
tak jadi masalah. Hanya butuh waktu satu<br />
jam.<br />
Tapi sebaiknya kondisi tubuh benar-benar<br />
prima. Jangan sampai, saat tiba di sana, Anda<br />
malah tidak bisa menikmati suasana karena<br />
kondisi tubuh yang menurun. Rugi, kan?<br />
Begitu sampai di Leh, jangan terburu-buru<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
melanjutkan perjalanan ke Ladakh.<br />
Disarankan beristirahat<br />
dulu agar tubuh melakukan<br />
aklimatisasi. Lagi-lagi ini untuk<br />
menjaga kesehatan.<br />
Jika memungkinkan, menginaplah<br />
barang semalam.<br />
Leh memiliki beberapa<br />
tempat wisata yang sayang<br />
dilewatkan, di antaranya Leh<br />
Palace dan Shanti Stupa.<br />
Shanti Stupa berkubah putih<br />
dan terletak di ketinggian 4.267 meter di<br />
atas permukaan laut, berada tidak jauh dari<br />
Changspa Road. Di Shanti Stupa, mata kita<br />
akan dimanjakan oleh pemandangan Kota<br />
Leh dan sekitarnya.<br />
Setelah mengunjungi Shanti Stupa, berpindahlah<br />
ke Leh Palace atau Istana Leh. Istana<br />
ini terletak di atas bukit. Meski telah hancur,<br />
masih terlihat sisa-sisa bangunan istana ini,<br />
mirip Istana Potala di Tibet.<br />
Kemiripan itu sangat mungkin terjadi karena<br />
Ladakh memang berbatasan langsung<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
THINKSTOCK THINKSTOCK<br />
dengan Tibet dan kebanyakan penduduknya<br />
menganut agama Buddhisme Tibet.<br />
Di Kota Leh, banyak toko kecil menjual<br />
berbagai macam perhiasan, pakaian, kainkain<br />
atau pasmina, dompet, tas, dan pastinya<br />
hal yang selalu dicari ketika kita bepergian:<br />
suvenir.<br />
Setelah puas menikmati Kota Leh, saatnya<br />
bertualang lebih jauh, yaitu Ladakh. Cobalah<br />
berkunjung ke Biara Thikse, berjarak sekitar<br />
19 kilometer arah selatan dari Leh. Tepatnya<br />
ada di lembah Sungai Indus, India.<br />
Biara Thikse berdiri megah dan kokoh di<br />
atas puncak bukit batu. Dari jauh kita bisa<br />
melihat bangunan yang didominasi bercat putih<br />
itu. Biara Thikse berjejer rapi dan dibangun<br />
bertingkat mengikuti pola bukit.<br />
Jendela-jendela kecil berbentuk persegi<br />
membingkai cantik setiap sisi bangunan itu.<br />
Dari atas sini, kita juga bisa menikmati pemandangan<br />
alam yang sangat mempesona<br />
setiap mata yang melihatnya.<br />
Jangan lupa menyambangi keindahan ciptaan<br />
Tuhan bernama Danau Pangong, danau<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
dengan pemandangan alam luar biasa<br />
menakjubkan di sekitarnya.<br />
Danau ini bisa dijangkau melalui jalan<br />
raya Chang La, yang notabene merupakan jalan<br />
raya ketiga tertinggi di dunia. Bagaimana<br />
tidak, jalan ini terletak di ketinggian 5.360 meter<br />
di atas permukaan laut. Wow!<br />
Pemandangan di sepanjang jalan raya Chang<br />
La sangat mencuri perhatian. Ada gununggunung<br />
salju di sepanjang jalan dengan langit<br />
biru jernih berhias awan-awan putih kecil.<br />
Belum lagi pemandangan keledai yang<br />
wira-wiri mengangkut barang. Rasanya sulit<br />
menemukan kata-kata yang tepat untuk<br />
menggambarkan keindahan ini.<br />
Setelah melewati perjalanan yang cukup<br />
panjang, kita akan tiba di Danau Pangong. Sebuah<br />
danau yang terletak di ketinggian 4.267<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
WISATA<br />
meter di atas permukaan laut.<br />
Inilah momen paling breath taking. Coba<br />
bayangkan danau berair biru jernih dengan<br />
gradasi warna hijau yang menampakkan batubatu<br />
kecil di dasarnya dan angsa-angsa cantik<br />
yang berenang di atasnya.<br />
Seperti belum cukup, saat mendongak, terlihat<br />
panorama di sekeliling danau. Bukit-bukit<br />
batu yang seakan bertautan, menyambung<br />
antara satu dan yang lain, seperti menjadi pelindung<br />
Danau Pangong.<br />
Jika mendongakkan kepala sedikit lagi, akan<br />
terlihat keindahan tiada tara. Langit biru bersih<br />
dengan awan-awan putih bertebaran di sekelilingnya.<br />
Menakjubkan! n<br />
WWW.LONELYPLANET.COM, ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER OKTOBER 2015<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
CITA RASA OTENTIK<br />
TIMUR TENGAH<br />
NIKMATNYA ANEKA OLAHAN DAGING<br />
KAMBING UNTUK MERAMAIKAN<br />
SUASANA HARI RAYA.<br />
FOTO-FOTO: GRANDYOS/DETIKCOM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
SAAT Idul Adha tiba, hampir<br />
tiap rumah keluarga<br />
muslim menyediakan<br />
menu hewan kurban,<br />
seperti kambing atau sapi. Para ibu<br />
pun sibuk mengolah daging ini untuk<br />
disantap bersama keluarga.<br />
Namun, bila ingin merasakan<br />
sensasi berbeda menyantap daging<br />
kambing, berkunjunglah ke Aljazeerah<br />
Restaurant & Cafe di Jalan Raden<br />
Saleh, Jakarta Pusat.<br />
Restoran ini eksis sejak 2006. Awalnya,<br />
restoran ini menghidangkan<br />
olahan daging unta. Namun, sejak<br />
daging unta susah didapat, resto ini<br />
berfokus menyajikan masakan cita<br />
rasa otentik khas Timur Tengah.<br />
Bumbu-bumbu langsung dibawa<br />
dari Arab Saudi. Hal ini memungkinkan<br />
karena pemilik Aljazeerah juga<br />
memiliki bisnis tur dan umrah.<br />
Jadi biro perjalanan tersebut bisa<br />
turut membawakan aneka rempah.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
Selain itu, kreasi hidangan dibuat langsung<br />
oleh chef asli Timur Tengah.<br />
Cita rasa otentik itulah yang diincar oleh wisatawan<br />
asing, terutama turis dari Arab. Karena<br />
kebanyakan pelanggannya orang Arab, pelayan<br />
di Aljazeerah pun fasih berbahasa Arab.<br />
Dari luar, restoran ini tidak terlihat istimewa.<br />
Tapi, begitu masuk, pengunjung akan mendapati<br />
resto ini cukup luas. Pengunjung bisa<br />
memilih beberapa ruangan yang tersedia.<br />
Bahkan ada ruangan khusus untuk tamu-tamu<br />
bercadar. Perbedaannya terletak pada tirai<br />
di setiap meja, yang berguna sebagai penutup<br />
dan sekat antarmeja.<br />
Setiap ruangan diberi wallpaper berbeda sehingga<br />
memberikan kesan unik. Terdapat pula<br />
aneka pajangan kaligrafi Arab dengan bingkai<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
warna emas.<br />
Setiap ruangan dilengkapi dengan lampu<br />
gantung khas Arab. Pencahayaan yang agak<br />
redup turut membawakan suasana intim dan<br />
eksklusif.<br />
Saat datang, saya memilih duduk di ruang<br />
non-smoking. Seorang pelayan perempuan<br />
menyerahkan sebuah buku menu berisi daftar<br />
makanan berbahasa Arab yang, terus terang,<br />
tidak saya pahami.<br />
Untungnya, buku menu itu dilengkapi dengan<br />
gambar deskripsi hidangan. Menurut saya,<br />
gambar-gambar makanan di menu itu begitu<br />
menggoda. Namun saya tetap kesulitan memilih<br />
makanan.<br />
Dengan bantuan pelayan, akhirnya saya memesan<br />
Ruz Mandi Laham (Rp 135.360), Idam<br />
Bamia Quality (Rp 85.800), dan Moroccan Tea<br />
(Rp 66 ribu).<br />
Harga yang ditampilkan pada daftar menu<br />
sudah termasuk pajak dan biaya servis. Selain<br />
itu, setiap menu rata-rata disajikan dalam porsi<br />
cukup besar.<br />
Seperti Ruz Mandi Laham. Hidangan berbah-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
an dasar nasi ini cocok dinikmati dua sampai<br />
tiga orang. Berasal dari kata laham, yang artinya<br />
daging kambing dan mandi atau nasi Arab<br />
putih.<br />
Warna bening keemasan nasinya berasal dari<br />
campuran aneka rempah-rempah, di antaranya<br />
kayu manis, kapulaga, cengkeh, dan pala. Tak<br />
mengherankan bila aromanya menggiurkan.<br />
Keistimewaan lain dari hidangan ini adalah<br />
daging kambing panggang yang begitu lembut.<br />
Saya tidak perlu bersusah payah untuk<br />
melumatkan daging di dalam mulut.<br />
Rahasianya terdapat pada penggunaan daging<br />
kambing muda pada hidangan ini. Kambingnya<br />
dipilih yang masih berumur sekitar 3<br />
bulan.<br />
Daging empuk nikmat saat berpadu dengan<br />
gurihnya nasi. Ditemani tomat, mentimun, ser-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
ta sambal tomat dan sambal hijau. Tambahkan<br />
perasan lemon untuk menghadirkan kesegaran<br />
di tiap suapan.<br />
Yang tak kalah nikmat adalah Idam Bamia<br />
Quality. Hidangan ini disajikan bersama dua<br />
roti Arab. Potongan daging kambing dimasak<br />
bersama aneka rempah-rempah, termasuk<br />
tomat.<br />
Pantas saja, saat disajikan, kuahnya sedikit<br />
berwarna kemerahan. Hidangan ini dimasak<br />
dengan teknik slow cooking, sehingga daging<br />
yang dihasilkan memiliki tekstur empuk dan<br />
berkuah kental.<br />
Dari penampilannya, kuah ini hampir serupa<br />
semur. Namun, begitu dicicipi, rasanya lebih<br />
mirip kari dengan daging kambing dan okra,<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KULINER<br />
sejenis tanaman sayuran lonjong dan banyak<br />
mengandung serat.<br />
Lebih nikmat lagi saat roti Arab, berbentuk<br />
bundar dan agak tebal, dicocolkan pada kuah<br />
yang gurih. Tekstur luarnya agak kasar, tapi di<br />
dalam roti ini lebih ringan dibanding roti pada<br />
umumnya.<br />
Pas dinikmati bersama kuah dan daging<br />
kambing. Bila dinikmati tanpa kuah, roti ini memiliki<br />
perpaduan rasa gurih dan manis beserta<br />
sedikit aroma hangus.<br />
Untuk menyegarkan tenggorokan, Moroccan<br />
Tea sudah tersaji di atas meja. Campuran<br />
teh hijau dengan daun spearmint dan daun<br />
herbal lainnya disuguhkan panas-panas di dalam<br />
teko stainless steel.<br />
Tak ketinggalan gelas teh kecil berbahan dasar<br />
kaca. Pada tegukan pertama, rasanya agak<br />
pahit dan sepat di ujung lidah. Disusul dengan<br />
rasa manis yang masih samar-samar.<br />
Namun, pada tegukan berikutnya, saya mulai<br />
terbiasa menikmati rasa teh unik ini. Rasa<br />
manisnya sendiri bagi saya sudah pas sehingga<br />
tidak perlu ditambah gula.<br />
Karena masakan Timur Tengah identik dengan<br />
rempah, rasanya menu ini tidak sulit diterima<br />
oleh lidah Indonesia. Namun, jika menginginkan<br />
makanan lain, ada juga aneka pilihan<br />
seafood maupun Western food.<br />
Tapi buat apa ke restoran Timur Tengah kalau<br />
makan Western food? He-he-he…. n<br />
MELISA MAILOA | KEN YUNITA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
RIZAL VS LINO<br />
RIZAL RAMLI MENGINGINKAN KERETA, LINO MEMILIH<br />
TONGKANG UNTUK MENGURAI KEMACETAN LALU<br />
LINTAS TANJUNG PRIOK-CIKARANG.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Menteri Koordinator Maritim<br />
Rizal Ramli saat membongkar<br />
beton yang menutupi rel di<br />
Tanjung Priok.<br />
DOKUMEN PRIBADI MENKO MARITIM<br />
MENTERI Koordinator Maritim<br />
Rizal Ramli tiba di Dermaga 3<br />
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta<br />
Utara. Ia mengenakan kaus kuning<br />
tua berkerah, celana panjang cokelat muda,<br />
sepatu hitam, serta rompi proyek oranye menyala.<br />
Disaksikan banyak orang, termasuk sejumlah<br />
awak media, ia bergegas menuju lokasi<br />
rel kereta api peninggalan Belanda di Dermaga<br />
3.<br />
Setiba di lokasi, Rizal mengambil alat penghancur<br />
beton yang telah disiapkan. Perlahan-lahan<br />
lapisan beton itu retak dan terbelah<br />
ditembus jackhammer, sehingga tampak dua<br />
batang baja rel yang selama ini tertutup. “Rel<br />
ini ditutup sehingga kereta barang tidak bisa<br />
masuk sampai pelabuhan,” ujar Rizal.<br />
Aksi teatrikal Rizal Ramli itu merupakan simbol<br />
dari rencana pemerintah menghidupkan<br />
rel kereta api dan membuat dermaga kering di<br />
Cikarang lebih hidup. Aksi ini juga hanya berselang<br />
beberapa pekan setelah Direktur Utama<br />
Pelindo II Richard Joost Lino mengungkapkan<br />
rencana mengembangkan tongkang untuk<br />
mengangkut peti kemas dari Cikarang ke Priok.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Terminal peti kemas<br />
Tanjung Priok<br />
HASAN ALHABSHY/DETIKCOM<br />
Saat ini jalur industri yang padat di Cikarang,<br />
Cikampek, sampai Purwakarta begitu banyak.<br />
Bisa dibilang, barang dari kawasan industri ke<br />
Pelabuhan Tanjung Priok hanya mengandalkan<br />
jalan tol Jakarta-Cikampek sebelum pindah ke<br />
ruas tol Cikunir-Cilincing atau ruas tol Halim-<br />
Tanjung Priok. Jalur Cikunir-Cikarang begitu<br />
padat sehingga menjadi leher botol untuk jalur<br />
kendaraan dari Jakarta ke arah Jawa Tengah<br />
atau Bandung.<br />
Sejumlah program sudah dibuat untuk meringankan<br />
beban jalan tol itu. Pertama, jalan<br />
tol Cilincing-Cibitung dijadwalkan selesai tiga<br />
tahun lagi. Jarak Cikarang ke Cibitung tidak begitu<br />
jauh. Begitu pula dari Cilincing ke Tanjung<br />
Priok.<br />
Di luar itu, ada rencana untuk lebih memanfaatkan<br />
kereta api dari dermaga kering di<br />
Cikarang ke Tanjung Priok. Masalahnya, saat ini<br />
kereta api peti kemas dari Cikarang hanya bisa<br />
sampai Stasiun Pasoso di luar dermaga. Dari<br />
Pasoso, peti kemas mesti diusung dengan truk.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
R.J. Lino rapat dengan<br />
Panitia Kerja Komisi VI DPR.<br />
LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />
Pemerintah ingin rel itu sampai ke dalam<br />
pelabuhan, tapi memerlukan lahan. Deputi II<br />
Menteri Koordinator Maritim Bidang Sumber<br />
Daya Alam dan Jasa Agung Kuswandono menuturkan<br />
masih ada 2 kilometer lahan yang<br />
belum dibebaskan karena pembahasan dengan<br />
pengelola pelabuhan, Pelindo II, PT Kereta Api<br />
Indonesia, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />
tersendat.<br />
Setelah aksi Rizal tersebut, Menteri Perhubungan<br />
Ignasius Jonan menyatakan Pelindo<br />
II telah sepakat dan PT Kereta Api Indonesia<br />
bersama Kementerian Perhubungan akan<br />
turun tangan membebaskan lahan. Proses<br />
pembebasan lahan diperkirakan selesai dalam<br />
waktu dua bulan.<br />
Setelah itu, dilanjutkan dengan proses konstruksi<br />
rel, yang diperkirakan memakan waktu<br />
hingga triwulan pertama 2016. Targetnya,<br />
kereta peti kemas dari Cikarang bisa masuk<br />
pelabuhan pada Maret tahun depan.<br />
Agung mengatakan kehadiran kereta api<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Kapasitas per tahun hanya 190 ribu peti<br />
kemas. Padahal volume lalu lintas peti kemas<br />
di Tanjung Priok mencapai 6,5 juta unit. (Jadi<br />
kereta) tidak ada artinya.<br />
R.J. Lino<br />
LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />
sampai ke dalam Pelabuhan Tanjung Priok akan<br />
menekan biaya logistik dan kemacetan karena<br />
mampu mengangkut minimal 60 kontainer<br />
ukuran 40 kaki sekali jalan. “Artinya sama<br />
dengan mengurangi 60 truk di jalan raya. Kan,<br />
lumayan, tuh,” kata Agung, mantan Direktur<br />
Jenderal Bea-Cukai.<br />
Meski demikian, Pelindo II memandang angka<br />
itu terlalu kecil sehingga operator Pelabuhan<br />
Tanjung Priok itu memilih dengan proyek<br />
tongkang. Satu tongkang mampu membuat<br />
140 peti kemas sekali jalan. “Kalau 140 kontainer<br />
ditaruh di jalan raya, itu panjangnya bisa 3<br />
kilometer,” kata Lino.<br />
Memakai tongkang juga menghemat sekitar<br />
US$ 40 (Rp 580 ribu) dari total ongkos logistik<br />
memakai truk, yang mencapai Rp 1,7 juta per<br />
hari. Itu di luar hitungan lain, seperti tak perlu<br />
lagi terkena macet.<br />
Lino mengaku pernah bertanya kepada<br />
Jonan saat masih menjadi Direktur Utama PT<br />
Kereta Api Indonesia soal kapasitas kereta.<br />
Jonan, menurut Lino, mengatakan kapasitas<br />
per tahun hanya 190 ribu peti kemas. Padahal<br />
volume lalu lintas peti kemas di Tanjung Priok<br />
mencapai 6,5 juta unit. “(Jadi kereta) tidak ada<br />
artinya,” kata Lino.<br />
Pilihan Pelindo II ini didukung Djoko Setijowarno,<br />
ahli transportasi kereta api dari Universitas<br />
Katolik Soegijapranata, Semarang. “Tidak<br />
ada jaminan dengan rel hingga dermaga dapat<br />
serta-merta menurunkan waktu tunggu dan<br />
biaya angkut barang,” katanya.<br />
Salah satu yang menjadi pertimbangan, jalur<br />
kereta api dari Jakarta sampai Bekasi sudah sangat<br />
padat oleh kereta api penumpang. Apalagi<br />
dengan penumpang kereta di Jabodetabek yang<br />
sudah di atas 900 ribu. “Riskan (jika dicampur<br />
jalurnya),” katanya. Yang lain adalah soal biaya.<br />
Menurut Djoko, jarak di bawah 40 kilometer<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Kapal peti kemas sedang<br />
dipandu merapat ke<br />
pelabuhan.<br />
RACHMAN/DETIKCOM<br />
itu lebih murah menggunakan truk dibanding<br />
kereta api. “Kereta api efisien jika jarak angkut<br />
kisaran 400-700 kilometer,” katanya.<br />
Karena sudah berniat mengembangkan tongkang,<br />
Pelindo II akan mulai melebarkan saluran<br />
air yang ada dari sekitar Marunda ke Cibitung<br />
sehingga bisa selebar 70 meter. Lebar ini cukup<br />
untuk papasan tongkang. Saluran sepanjang<br />
40 kilometer itu akan direkonstruksi selama<br />
dua tahun mulai November mendatang.<br />
Bagi kalangan pengusaha, tidak terlalu<br />
penting apakah menggunakan kereta api atau<br />
tongkang. Yang penting lebih cepat dan lebih<br />
murah. “Kami berharap pemerintah membuat<br />
yang paling bermanfaat bagi pengusaha,”<br />
kata Sekretaris Jenderal Gabungan Importir<br />
Nasional Seluruh Indonesia Achmad Ridwan<br />
Tento. n HANS HENRICUS B.S. ARON | SUDRAJAT<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
JALUR DARI CIKARANG BAKAL DITAMBAH DENGAN RUAS TOL<br />
CIBITUNG-CILINCING. SEKARANG PEMBEBASAN LAHAN, JALAN TOL<br />
DITARGETKAN BEROPERASI PADA 2018.<br />
THINKSTOCKPHOTOS<br />
TAK PERLU LEWAT<br />
CIKUNIR<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Pekerja menyelesaikan<br />
pembangunan jalan tol<br />
Cilincing-Tanjung Priok,<br />
Jakarta, tahun lalu.<br />
MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO<br />
MUHAMMAD Agung mengisap<br />
dalam-dalam batang rokok yang<br />
sudah pendek, membuang puntungnya,<br />
meraih kuas, dan mencelupkannya<br />
pada ember plastik yang berisi<br />
cat. Ia baru mulai mengecat rumah barunya, di<br />
Desa Wanasari, Kecamatan Cibitung, Kabupaten<br />
Bekasi, Jawa Barat. Rumah ini baru berusia<br />
beberapa bulan, hanya berselisih sekitar 10<br />
meter dari rumah lamanya.<br />
Tak jauh dari rumah barunya sudah dipasang<br />
plang putih yang menyatakan bahwa lahan<br />
itu milik negara. “Dilarang masuk atau memanfaatkan”,<br />
demikian bunyi plang tersebut.<br />
Rumah lama Agung memang sudah digusur<br />
untuk jalan tol Cilincing-Cibitung. “Ini baru<br />
berdiri sebelum Lebaran kemarin,” ucapnya.<br />
Ia mendirikan rumah baru setelah menerima<br />
uang ganti rugi sekitar setengah tahun silam.<br />
Jalan tol itu bakal memberi akses bagi lalu<br />
lintas barang di kawasan industri Cikarang ke<br />
Pelabuhan Tanjung Priok. Ruas ini bakal berujung<br />
di pertemuan Jakarta Outer Ring Road<br />
II (yang menyambung dari Cinere-Cimanggis-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Tumpukan peti kemas di<br />
Pelabuhan Tanjung Priok<br />
JAFKHAIRI/ANTARA FOTO<br />
Cibitung) dan ruas tol Jakarta-Cikampek. Di<br />
Cilincing, jalan tol ini bertemu dengan ruas<br />
terakhir JORR, yakni Tanjung Priok-Cilincing.<br />
Ditargetkan, pada 2018 ruas tol Cilincing-Cibitung<br />
mulai beroperasi.<br />
Jalan tol ini awalnya bukan Cilincing-Cibitung,<br />
tapi sedikit lebih jauh, yakni Cikarang-Tanjung<br />
Priok. Ruas ini diusulkan Kabupaten Bekasi<br />
untuk meringankan beban jalan tol Jakarta-<br />
Cikampek karena padatnya industri di sekitar<br />
Cikarang-Karawang-Cikampek.<br />
Perhitungan Kabupaten Bekasi bahwa jalur<br />
itu bakal padat memang benar. Saat ini jalur<br />
Jakarta-Cikarang sudah menjadi “kartu mati”<br />
bagi jalan tol Jakarta-Cikampek. Nyaris 24 jam<br />
penuh, jalur itu dipenuhi truk yang berjalan<br />
merambat berlalu-lalang dari Tanjung Priok.<br />
Ruas yang enam lajur pun kadang tinggal tersisa<br />
satu lajur di ujung kanan bagi kendaraan<br />
pribadi. Yang lain sudah “dikuasai” truk peti<br />
kemas dan truk barang berukuran besar.<br />
Tapi rencana itu kemudian dimodifikasi.<br />
Seperti diungkap Kepala Badan Pengelola<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Seorang petugas PT Jasa<br />
Marga di kantor Traffic<br />
Information Center, Kantor<br />
Cabang Cawang-Tangerang-<br />
Cengkareng, Jakarta, Kamis<br />
beberapa waktu lalu.<br />
JAFKHAIRI/ANTARA FOTO<br />
Proses inventarisasi kami<br />
targetkan selesai Oktober<br />
tahun ini, jadi tahun 2019 tol<br />
bisa beroperasi.<br />
Jalan Tol Herry T.Z., sejak 2006 rencana diubah<br />
sehingga menjadi Cibitung-Cilincing dan<br />
dimasukkan dalam paket JORR II. Konsesi ruas<br />
tol ini dipegang PT MTD CTP Expressway, pengelola<br />
tol dari Malaysia. Sekarang sekitar 45<br />
persen saham sedang dalam proses dijual ke<br />
anak usaha PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II,<br />
PT Akses Pelabuhan Indonesia. “Belum secara<br />
resmi, masih dalam proses untuk formalisasi,”<br />
ucap Herry.<br />
Awalnya, jalan tol ini ditargetkan kelar pada<br />
awal 2014. Tapi sampai sekarang pembebasan<br />
lahan belum sepenuhnya kelar. Menurut<br />
Herry, baru sekitar 16 persen lahan yang sudah<br />
dibebaskan. Namun ia memastikan, dalam dua<br />
tahun ke depan, jalan tol ini akan beroperasi.<br />
“Target kami, tahun depan mulai konstruksi,”<br />
ucapnya. “Proses inventarisasi kami targetkan<br />
selesai Oktober tahun ini, jadi tahun 2019 tol<br />
bisa beroperasi.”<br />
Kepala Subdirektorat Pembebasan Lahan di<br />
Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum,<br />
Herry Marzuki, mengatakan pembebasan bakal<br />
cepat karena akan menggunakan undangundang<br />
baru. Undang-undang baru inilah yang<br />
membuat Agung dan sejumlah tetangga sudah<br />
mendapat ganti rugi. Padahal proses pembebasannya<br />
dua tahun silam.<br />
Sebagian lahan lagi telah lebih dari setahun<br />
dibebaskan. Kepala Desa Sumber Jaya, Kecamatan<br />
Tambun Selatan, Tatam, mengatakan<br />
sejumlah warga yang tinggal di Perumahan<br />
Bekasi Griya Pratama sudah setahun ini mengosongkan<br />
rumahnya. “Malah yang bukan perumahan<br />
sudah menghancurkan rumahnya sejak<br />
setahun yang lalu,” ucapnya.<br />
Untuk menandai wilayah pemukiman yang<br />
sudah dibebaskan dari warga, Direktorat<br />
Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan<br />
Umum memasang plang yang berisi peringatan<br />
bahwa tanah tersebut dikuasai negara. ■<br />
BUDI ALIMUDDIN<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
URUSAN<br />
ANGKUTAN<br />
CIKARANG<br />
Kabupaten Bekasi, termasuk Cikarang,<br />
memiliki puluhan kawasan industri dengan<br />
ratusan atau bahkan ribuan perusahaan di<br />
sana. Bisa dibilang jantung industri Indonesia<br />
ada di kawasan Cikarang dan sekitarnya.<br />
Pabrik-pabrik mobil Jepang, misalnya, juga<br />
berkumpul di sana. Tak mengherankan jika<br />
jalur Cikarang-Tanjung Priok menjadi begitu<br />
padat oleh truk peti kemas.<br />
TANJUNG PRIOK<br />
Pusat lalu lintas eksporimpor<br />
Indonesia. Pelabuhan<br />
ini menjadi salah satu nyawa<br />
kawasan industri di Cikarang<br />
dan sekitarnya.<br />
JALAN TOL CILINCING-CIBITUNG<br />
Jalan tol ini bakal menjadi alternatif truk dari<br />
Cikarang ke Tanjung Priok. Ditargetkan jalan tol beroperasi<br />
tiga tahun lagi. Saat ini sedang pembebasan<br />
tanah, jalan tol ini akan tersambung dengan ruas tol<br />
Cimanggis-Cibitung dan Cilincing-Tanjung Priok.<br />
Cilincing<br />
TONGKANG MARUNDA-CIKARANG<br />
Pelindo II akan mengoperasikan tongkang<br />
dari Tanjung Priok ke Cikarang lewat<br />
saluran air yang akan diperlebar. Satu<br />
tongkang bisa memuat 140 peti kemas<br />
sekaligus. Pelindo II sudah menjadwalkan<br />
tongkang ini bisa beroperasi dua tahun lagi.<br />
Jatinegara<br />
Cikarang<br />
Cawang<br />
Cikunir<br />
Kampung Rambutan<br />
KERETA API TANJUNG<br />
PRIOK-CIKARANG<br />
Kereta api memiliki dermaga<br />
kering di Cikarang. Pemerintah<br />
ingin menghidupkan jalur<br />
ini sehingga rel di Tanjung<br />
Priok sedang didorong hingga<br />
masuk dalam pelabuhan.<br />
Menurut Pelindo—operator<br />
pelabuhan—kapasitas kereta<br />
api terlalu kecil sehingga tidak<br />
menjadi prioritas. Selain itu,<br />
jalurnya mesti berbagi dengan<br />
kereta komuter yang sangat<br />
padat.<br />
NASKAH: NUR KHOIRI<br />
CIBITUNG<br />
Bersebelahan dengan Cikarang, titik ini menjadi<br />
pertemuan jalan tol Jakarta-Cikampek dengan<br />
jalan tol Cinere-Cimanggis-Cibitung-Cilincing<br />
(Tanjung Priok). Kebetulan pula di titik ini kanal<br />
untuk tongkang peti kemas bakal berujung.<br />
JALAN TOL JAKARTA-CIKAMPEK<br />
Saat ini menjadi satu-satunya jalur transportasi barang<br />
dari Cikarang ke Tanjung Priok. Kondisinya sudah memprihatinkan<br />
dan sangat padat.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
AKSES TOL TANPA<br />
PERMUKIMAN ELITE<br />
MESKI DIBUKA JALUR TOL CIBITUNG-CILINCING,<br />
PERUMAHAN MENENGAH KE ATAS SULIT BERKEMBANG.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Pembangunan ruas<br />
terakhir JORR yang<br />
menyambungkan Cilincing<br />
dengan Tanjung Priok.<br />
GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />
JALAN tol Cilincing-Cibitung bakal<br />
melewati sejumlah daerah yang<br />
“terpencil” di kawasan Bekasi Utara.<br />
Butuh waktu berjam-jam buat keluar<br />
dari jalan tol terdekat untuk sampai di kawasan-kawasan<br />
itu. Sebagian daerah ini masih<br />
rawa-rawa atau persawahan. Sebagian lagi<br />
membelah perumahan sederhana, dengan<br />
ukuran di bawah 50 meter persegi.<br />
Tapi, biarpun bakal diberi akses jalan tol, para<br />
pengembang, terutama untuk pasar menengah-atas,<br />
agaknya kurang tertarik pada daerah<br />
ini. Padahal biasanya akses tol menjadi pemikat<br />
pengembang perumahan menengah-atas.<br />
Penyebabnya ternyata sederhana: “Exit ruas<br />
tol di sana dibuka bukan untuk memudahkan<br />
pemilik kendaraan pribadi, tapi memudahkan<br />
pelaku industri memindahkan barangnya ke<br />
Tanjung Priok,” ucap Ali Tranghanda, salah satu<br />
pengamat properti.<br />
Saat ini di sejumlah wilayah yang berimpitan<br />
dengan rencana ruas tol Cilincing-Cibitung—<br />
dan berdekatan dengan rencana jalur tongkang<br />
peti kemas yang akan dibangun Pelindo II—su-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Suasana pameran<br />
perumahan di Real<br />
Estate Indonesia Expo<br />
pertengahan tahun<br />
ini. Diperkirakan,<br />
kawasan sekitar jalan<br />
tol Cilincing-Cibitung tak<br />
akan banyak memancing<br />
kehadiran perumahan<br />
baru.<br />
YUDHI MAHATMA/ANTARA FOTO<br />
dah ada sejumlah pengembang yang membuka<br />
proyek, tapi proyeknya adalah permukiman<br />
sederhana. Rumah satu lantai dengan luas<br />
umumnya di bawah 50 meter persegi.<br />
Di Desa Kertamukti, Cibitung, ada developer<br />
yang mengembangkan 200 rumah di sisi kanan<br />
kanal yang bakal diperlebar itu. Tak jauh dari<br />
Desa Kertamukti, Desa Muktiwari, tumbuh<br />
perumahan sederhana bernama Perumahan<br />
Bumi Sakinah 4. Kemudian di Kecamatan<br />
Tambun Selatan, tepatnya di Desa Sumberjaya,<br />
developer perumahan sederhana juga membangun<br />
sedikitnya 300 rumah dengan nama<br />
Perumahan Green Permata.<br />
Meski begitu, sudah muncul desas-desus sejumlah<br />
pengembang besar sedang mengincar<br />
sawah-sawah di sejumlah desa sekitar ruas tol<br />
Cilincing-Cibitung. “(Salah satu pengembang)<br />
sudah belanja tanah di Kertamukti dan Sukajaya<br />
seluas 200 hektare,” kata Hartono, salah satu<br />
pemborong pengurukan tanah yang sedang<br />
mengerjakan proyek perumahan di Cibitung.<br />
Ia juga bercerita bahwa di kawasan Tambun<br />
Utara hingga Babelan, pengembang kawasan<br />
perumahan dan apartemen mewah sudah berbelanja<br />
tanah di jalur tol dan kanal untuk tongkang.<br />
Ia bahkan menyebut pengembang yang<br />
memiliki proyek elite di Bekasi, Summarecon,<br />
sebagai salah satunya.<br />
Tapi kabar ini dibantah oleh Adrianto P. Adhi,<br />
salah satu direktur PT Summarecon Agung.<br />
Adrianto mengatakan pihaknya masih<br />
berfokus pada pengembangan kawasan Kota<br />
Summarecon Bekasi. “Maaf, tidak benar info<br />
kami sudah belanja tanah, kami masih fokus di<br />
Bekasi Kota,” ucapnya.<br />
Bantahan Summarecon ini agak cocok dengan<br />
perhitungan Tranghada, yang memperkira-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
AKSES CIKARANG<br />
Sejumlah pengguna<br />
kendaraan roda empat<br />
menggunakan layanan<br />
jalan tol Cinere-Jagorawi<br />
(Cijago). Ujung tol ini<br />
adalah Cimanggis, yang<br />
akan disambungkan<br />
hingga Cibitung.<br />
INDRIANTO EKO SUWARSO/ANTARA<br />
FOTO<br />
kan tidak akan muncul permukiman menengahatas<br />
di sekitar tol Cilincing-Cibitung. Kawasan<br />
ini berbeda dengan Cinere-Serpong di sebelah<br />
selatan Jakarta, yang menjadi “hidup” begitu<br />
dibuka jalan tol di sekitar ruas tol baru itu.<br />
Kalaupun ada pengembang, kata Tranghada,<br />
mereka akan mengincar Kota Cikarang dan<br />
Karawang, karena di sana masih sangat banyak<br />
ekspatriat yang bekerja di industri asing.<br />
“Cibitung dan Tambun serta Babelan sampai<br />
Marunda sangat terbatas untuk dibuka menjadi<br />
lahan perumahan mewah,” ucap Tranghada.<br />
Ia berhitung, kawasan ini masih memungkinkan<br />
untuk permukiman menengah ke bawah.<br />
“Tapi tidak untuk menengah ke atas,” ucapnya.<br />
Celakanya, untuk permukiman menengah ke<br />
bawah juga agak susah, terutama untuk rumah<br />
tapak. Menurut Ketua Asosiasi Pengembang<br />
Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia<br />
Eddy Ganefo, harga tanah di kawasan<br />
sekitar jalan tol sudah mahal meski sekarang<br />
masih terpencil. “Sulit untuk mengembangkan<br />
rumah tapak dalam jumlah besar,” ucapnya.<br />
Menurut Eddy, hanya pengembang pemerintah<br />
seperti PT Perumnas yang masih berani<br />
membangun rumah tapak di kawasan perbatasan<br />
Cilincing dan Babelan.<br />
Bagi pengembang swasta, Eddy menyatakan,<br />
peluangnya hanya pada apartemen untuk<br />
kelas menengah ke bawah. Perumahan vertikal<br />
ini biasanya untuk menyiasati mahalnya harga<br />
tanah. n BUDI ALIMUDDIN<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
PUDARNYA PASAR AFRIKA<br />
DI TANAH ABANG<br />
MESKI EKSPOR INDONESIA KE AFRIKA NAIK, PEDAGANG TANAH ABANG<br />
MALAH MENGELUHKAN PERDAGANGANNYA SEMAKIN LESU.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
Pekerja menata dagangan<br />
di pasar tekstil Tanah<br />
Abang, Jakarta.<br />
M AGUNG RAJASA/ANTARA FOTO<br />
LANTAI 3A di Blok G Pasar Tanah<br />
Abang, Jakarta Pusat, memiliki suasana<br />
sedikit berbeda dengan bagian lain<br />
pusat perdagangan garmen terbesar<br />
Indonesia itu. Belasan—mungkin puluhan—<br />
orang kulit hitam berlalu lalang, masuk toko,<br />
dan bercengkerama dengan para pemilik kios.<br />
Mereka berbicara dalam bahasa Indonesia,<br />
meski sebagian masih terbata, dan tercampur<br />
dengan bahasa Inggris.<br />
Bagian ini memang dikhususkan buat para<br />
pembeli asal Afrika yang ingin mengimpor<br />
pakaian jadi dari Indonesia. “Dua baris toko<br />
di lantai 3A ini memang dikhususkan untuk<br />
pedagang pakaian Tanah Abang yang melayani<br />
sejumlah importir asal Afrika,” kata Ibrohim,<br />
salah satu anggota staf Pusat Promosi Pasar<br />
Tanah Abang. “Kami menyebutnya Africa Line.”<br />
Yang juga agak berbeda, tak semua kios di<br />
sana buka. Banyak yang tutup dengan pintu<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
Suasana Africa Line, pusat<br />
penjualan baju untuk<br />
ekspor ke kawasan Afrika,<br />
di Pasar Tanah Abang<br />
BUDI ALIMUDDIN/DETIKCOM<br />
yang digembok bagian bawah. “Banyak yang<br />
tidak kuat jualan di sini sekarang,” ucap Supendi,<br />
salah satu pemilik kios yang tak ingin nama<br />
tokonya disebutkan. Satu-satunya yang membuatnya<br />
masih bertahan di bagian untuk ekspor<br />
ke Afrika ini adalah uang sewa yang murah<br />
meriah. “Cuma Rp 15 juta setahun,” ucapnya.<br />
Sejak 1990-an, banyak orang Afrika yang<br />
menyerbu Tanah Abang untuk kulakan pakaian<br />
jadi. Tepat 10 tahun silam, Tanah Abang<br />
membuka bagian untuk mempermudah orang<br />
Afrika kulakan baju. Deretan kios itu sempat<br />
cukup sukses, tapi kemudian mulai sepi. Saat<br />
ini tinggal sekitar 30 pedagang yang aktif di<br />
sana.<br />
Berbeda dengan bagian lain di Tanah Abang,<br />
tak semua toko di Africa Line memajang banyak<br />
pakaian. Hanya satu atau dua pakaian<br />
yang dipajang di toko-toko tersebut, sekadar<br />
sampel. Pendi mengatakan, saat awal Africa<br />
Line didirikan, omzetnya bisa lebih dari Rp 1<br />
miliar per tahun. “Sekarang Rp 800 juta saja<br />
setahun sudah bagus sekali,” ucapnya.<br />
Sepinya Africa Line ini berseberangan dengan<br />
data di Kementerian Perdagangan, yang<br />
memperlihatkan bahwa ekspor pakaian jadi<br />
ke Benua Hitam terus naik. Direktur Jenderal<br />
Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian<br />
Perdagangan Nus Nuzulia Ishak mengatakan<br />
tren ekspor ke Afrika terus naik. Selama periode<br />
2011-2014 naik 17 persen. Dihitung selama<br />
setahun, kenaikannya malah lebih dramatis.<br />
“Pertumbuhannya rata-rata 37 persen,” kata-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
Pekerja garmen di Fujian,<br />
Tiongkok, Mei lalu<br />
AFP/GETTY IMAGES<br />
nya.<br />
Meski naik, sebenarnya porsinya masih kecil.<br />
Tahun lalu, ekspor garmen Indonesia ke Afrika<br />
sebesar US$ 68 juta (hampir Rp 1 triliun dengan<br />
kurs sekarang). Angka ini kurang dari 1 persen<br />
dari nilai impor garmen ke Afrika. Porsi terbesar<br />
dikuasai Tiongkok, yang mengendalikan lebih<br />
dari 60 persen pasar Afrika. “Ekspor garmen<br />
Tiongkok tumbuh 76 persen per tahun,” ucapnya.<br />
Kuatnya pabrik garmen Tiongkok ke pasar<br />
Afrika inilah yang membuat Supendi menduga<br />
bahwa merekalah yang membuat bisnisnya<br />
menjadi sepi saat ini. Negara itu bisa kuat karena<br />
upah penjahit dan bahan baku yang murah.<br />
Sedangkan di Indonesia, katanya, “Biaya produksi<br />
terbilang mahal.”<br />
Karena bisnisnya surut, ia tak lagi memiliki<br />
konfeksi sendiri. Pakaian yang ia jual ke importir<br />
Nigeria, Kamerun, dan Kongo sekarang<br />
ia pesan kepada penjahit di Bekasi, Karawang,<br />
dan Tangerang.<br />
Pernyataan sepinya pasar di Africa Line juga<br />
diungkap rekan Supendi, Johan, yang memiliki<br />
toko Orient Pacific. Ia mengatakan, saat ramai<br />
pada 2008, ia pernah mengirim 300 kilogram<br />
pakaian jadi ke Afrika dalam sekali transaksi.<br />
“Sekarang saya malah belum dapat omzet<br />
sama sekali dalam sebulan ini,” ucapnya.<br />
Salah satu masalah utama penurunan perdagangan<br />
mereka dengan orang Afrika, menurut<br />
Johan, adalah sulitnya pedagang Afrika menda-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
EKONOMI<br />
Pabrik konfeksi di Jakarta<br />
RACHMAN HERYANTO/DETIKCOM<br />
patkan visa kunjungan ke Indonesia. “Pedagang<br />
Afrika selalu dicurigai sebagai pengedar obat<br />
bius dan heroin di sini,” ucapnya.<br />
Pada awal 2000-an, banyak sekali orang<br />
Afrika yang tertangkap sebagai penyelundup<br />
narkotik di Indonesia. Sebagian bahkan dijatuhi<br />
hukuman mati. Citra sebagai negara pengedar<br />
obat bius ini rupanya masih berbekas sampai<br />
sekarang.<br />
Johan mengatakan sering kali para pedagang<br />
Afrika tertahan di Imigrasi Indonesia. “Satu-dua<br />
orang yang tersangkut narkoba, hampir semua<br />
orang Afrika dicurigai pemerintah,” ucapnya.<br />
Para pedagang dari Afrika umumnya mengurus<br />
sendiri pengiriman ke negara asalnya.<br />
“Mereka (orang Afrika) yang datang ke sini<br />
dan membeli dari kita, kemudian mengapalkan<br />
sendiri ke negaranya,” ucapnya. n BUDI ALIMUDDIN<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
BISNIS<br />
SELAMAT DATANG,<br />
‘RENTENIR’ ONLINE<br />
PENDIRINYA BEKAS PENGACARA DI SINGAPURA. BELUM DIATUR PEMERINTAH.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
BISNIS<br />
Aidil Zulkifli (kedua dari kiri)<br />
DOK. UANGTEMAN<br />
FAKULTAS hukum di National<br />
University of Singapore dipandang<br />
sebagai kampus ilmu hukum terbaik<br />
di negara kota itu. Bukan cuma itu,<br />
malah selama puluhan tahun sempat menjadi<br />
satu-satunya sekolah hukum di sana. Bisa<br />
dibilang, orang-orang yang bergelut di bidang<br />
hukum di negara itu adalah lulusan sekolah<br />
tersebut.<br />
Nah, dari kampus itu, lima tahun silam<br />
Aidil Zulkifli lulus. Selama menuntut ilmu, ia<br />
membanggakan diri karena sempat menjadi<br />
Deputi Pemimpin Redaksi Singapore Law<br />
Review. Begitu lulus, pekerjaan sebagai pengacara<br />
spesialis bidang bisnis pun dijalani.<br />
Tapi rupanya panggilan hati berbicara lagi.<br />
Ia kepincut bidang finansial dan dunia online.<br />
Ia keluar, mendirikan sejumlah startup, dan<br />
sekarang memiliki bisnis online yang mulai<br />
berkembang: Uangteman.com. Ini bisnis meminjamkan<br />
uang tanpa jaminan dengan nilai<br />
maksimal Rp 2 juta.<br />
“Saya meninggalkan karier di bidang hukum<br />
dan fokus untuk menciptakan produk yang<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
BISNIS<br />
Fakultas hukum tempat Aidil<br />
Zulkifli menuntut ilmu<br />
DOK. NUS.EDU.SG<br />
dapat digunakan oleh jutaan orang di negaranegara<br />
emerging market, seperti Indonesia,”<br />
ucap pemuda Singapura ini.<br />
Saat ini Uangteman.com bukan cuma beroperasi<br />
di Jakarta dan sekitarnya, tapi sudah<br />
merambah ke Solo, Magelang, dan Klaten di<br />
Jawa Tengah serta Yogyakarta. Uangteman.<br />
com juga mulai masuk Malang di Jawa Timur.<br />
Padahal bunga yang dikenakan sangat tinggi.<br />
Uangteman.com memberi bunga 1 persen<br />
per hari alias 30 persen sebulan. Artinya, bila<br />
pinjam Rp 2 juta, mesti mengembalikan Rp<br />
2,6 juta sebulan kemudian. Ini sangat tinggi<br />
dibanding pembiayaan komersial lain, seperti<br />
kredit tanpa agunan, yang umumnya memasang<br />
bunga paling tinggi 2 persen per bulan.<br />
Aidil tidak langsung mendirikan Uangteman.com.<br />
Awalnya ia mendirikan Loangarage.<br />
com di Singapura, yang melebarkan sayap ke<br />
Indonesia dengan nama Kreditaja.com. Situs<br />
Kreditaja.com menyambungkan bank pemberi<br />
kredit dengan masyarakat yang ingin<br />
meminjam uang secara cepat. Situs kredit online<br />
ini sekarang sudah tidak bisa diakses. Tapi<br />
Aidil sudah memiliki bisnis baru lagi, startup<br />
finansial lain: Uangteman.com.<br />
Berbeda dengan Kreditaja.com, Uangteman.com<br />
langsung meminjamkan uang kepada<br />
masyarakat. Nilai kreditnya kecil, maksimal Rp<br />
2 juta, tanpa jaminan, dengan masa pengembalian<br />
maksimal 30 hari, dan dengan bunga<br />
30 persen. Tingginya bunga ini mengingatkan<br />
pada nama buruk bisnis rentenir, pekerjaan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
BISNIS<br />
Situs Uangteman.com<br />
ARI SAPUTRA/DETIKCOM<br />
yang menurut kamus adalah orang yang<br />
mencari nafkah dengan membungakan uang.<br />
Tentu saja, untuk memberikan pinjaman<br />
seperti itu butuh modal lebih besar. Bukan<br />
cuma untuk biaya operasional guna membayari<br />
karyawan atau staf bidang teknologi,<br />
yang saat ini mencapai 20 orang, tapi juga<br />
modal uang untuk diputar, yang dipinjamkan.<br />
Untung saja Aidil mendapat kepercayaan<br />
dari pemodal ventura Alpha JWC Ventures.<br />
Pemodal ini juga menanam uang di sejumlah<br />
perusahaan online top Indonesia, seperti Traveloka,<br />
Tokopedia, sampai Berrybenka.<br />
Meski begitu, karena risiko sangat besar,<br />
Uangteman.com memasang bunga sangat<br />
tinggi. Jika mengembalikan tanpa terlambat,<br />
peminjam bisa mengambil kredit lagi tapi<br />
dengan bunga dikurangi, hanya 0,8 persen<br />
per hari alias 24 persen per 30 hari. Untuk<br />
pinjaman berikutnya, bunga terus turun,<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
BISNIS<br />
Situs Wonga, produk<br />
dari Inggris yang serupa<br />
Uangteman.com<br />
DOK<br />
sampai menjadi 0,5 persen pada pinjaman<br />
keempat atau 15 persen per 30 hari. “Begitu<br />
seterusnya,” ucapnya.<br />
Pasar untuk kredit jangka pendek ini adalah<br />
kalangan menengah atau menengah ke<br />
bawah. “Yang biasanya tidak terlayani oleh<br />
bank,” kata Aidil.<br />
Di sejumlah negara, seperti Inggris, sistem<br />
pinjaman jangka pendek dengan bunga besar<br />
seperti ini cukup banyak. Di sana lazim disebut<br />
“payday loan” alias pinjaman yang dilunasi<br />
saat hari gajian (payday). Bunganya juga<br />
tinggi, biasa sampai 24 persen sebulan. Salah<br />
satu yang terkenal di antaranya Wonga, yang<br />
bahkan bisa jadi sponsor utama kesebelasan<br />
top Newcastle United.<br />
Nah, sistem kredit jangka pendek berbunga<br />
tinggi ini kemudian digabungkan dengan teknologi<br />
online. Jadilah Uangteman.com. Mereka<br />
menyaring calon peminjam lewat sistem<br />
penilaian kredit. Datanya sendiri didapat dari<br />
data yang dimasukkan calon peminjam. Jika<br />
lolos dari sistem penilaian kredit, akan dilakukan<br />
verifikasi. “Permohonan cukup sering<br />
ditolak,” ucapnya. “Kami sangat berhati-hati<br />
dan selektif dalam memberikan pinjaman. Hal<br />
tersebut merupakan bentuk antisipasi kami.”<br />
Uangteman.com berada di bawah PT Digital<br />
Alpha Indonesia, perusahaan yang sahamnya<br />
dimiliki Digital Alpha Grup Pte Ltd dari<br />
Singapura. Status perseroan terbatas ini tidak<br />
berarti mereka sudah mendapat izin penuh<br />
dari pengawas lembaga finansial, Otoritas<br />
Jasa Keuangan (OJK).<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
BISNIS<br />
Kantor Otoritas Jasa<br />
Keuangan di kompleks<br />
gedung Bank Indonesia,<br />
Jakarta Pusat<br />
FANNY OCTAVIANUS/ANTARA FOTO<br />
Aidil sudah berkonsultasi dengan OJK sebelum<br />
meluncurkan produk ini, tapi memang<br />
belum ada aturan di Indonesia soal kredit<br />
jangka pendek ini. Jika ada, katanya, “Uang-<br />
Teman siap untuk mengikuti dan mematuhi<br />
aturan-aturan dan regulasi tersebut.”<br />
Adapun OJK tak bisa melarang atau mengizinkan<br />
lembaga ini beroperasi karena satu<br />
hal: perusahaan tidak mengumpulkan dana<br />
dari masyarakat seperti bank. “Jadi tak bisa<br />
ditindak,” kata juru bicara OJK, Dody Ardiansyah.<br />
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi<br />
dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti<br />
S. Soetiono, mengatakan hal<br />
serupa. Pihaknya tidak bisa serta-merta melarang<br />
kegiatan operasional Uangteman.com.<br />
“Pemerintah ternyata belum memiliki aturan<br />
hukum tentang layanan pemberian pinjaman<br />
ini,” ucapnya. n BUDI ALIMUDDIN<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
KERETA DAN ROMUSA<br />
Dengan mengerahkan puluhan ribu orang Indonesia sebagai romusa, Jepang bisa membangun<br />
dua jalur kereta. Salah satunya jalur Saketi-Bayah di Banten pada 1943-1944. Peran<br />
Bung Karno dalam propaganda pengerahan romusa menjadi titik hitam perjalanan hidupnya<br />
sebagai bapak bangsa. Ada obsesi untuk menghidupkan kembali jalur yang sudah 60<br />
tahun mati itu. Tapi masih belum jelas siapa yang bakal mendanai proyek tersebut.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
MENENGOK ‘JALUR MAUT’<br />
SAKETI-BAYAH<br />
KEHADIRAN PABRIK SEMEN, PERKEBUNAN SAWIT,<br />
DAN OBYEK WISATA SAWARNA DAPAT MENDORONG<br />
PENGAKTIFAN KEMBALI JALUR KERETA API YANG<br />
DIBANGUN PARA ROMUSA ITU.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Kondisi jalur rel kereta api<br />
yang tersisa di belakang<br />
Pasar Saketi, sekitar 100<br />
meter dari Stasiun Saketi,<br />
Pandeglang.<br />
DIKY SASRA/DETIKCOM<br />
BERAGAM ekspresi diperlihatkan<br />
warga di sekitar Pasar Saketi, Pandeglang,<br />
saat melihat rombongan<br />
“Napak Tilas Jalur Kereta Saketi-<br />
Bayah” tiba di sana, Senin, 21 September lalu.<br />
Ada yang cemas, senang, pasrah, juga sinis, tak<br />
ramah dan menutup diri saat disapa. “Memang<br />
akan diaktifkan kembali, ya, keretanya? Kapan?”<br />
tanya seorang pemilik warung dalam bahasa<br />
Sunda saat majalah detik singgah untuk<br />
membeli minuman ringan.<br />
Ia mengaku senang bila jalur kereta yang<br />
dibangun pada masa pendudukan Jepang itu<br />
aktif kembali. Sebab, mobilitas warga akan<br />
lebih mudah karena mendapatkan alternatif<br />
sarana transportasi. Tapi di wajahnya juga tergores<br />
kecemasan akan nasib keluarganya yang<br />
sudah berpuluh tahun menempati lahan milik<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Mumu Mudjaya<br />
memperlihatkan foto<br />
mertuanya, Jasuri, yang<br />
pernah menjadi Kepala<br />
Stasiun Saketi.<br />
Stasiun Saketi, yang kini<br />
menjadi kediaman Mumu<br />
(kanan)<br />
DIKY SASRA/DETIKCOM<br />
PT Kereta Api Indonesia. “Kira-kira kami dapat<br />
ganti rugi atau diusir seperti warga Kampung<br />
Pulo di Jakarta?” si ibu kembali bertanya.<br />
Jalur Saketi-Bayah di Banten Selatan sepanjang<br />
89 kilometer merupakan lintas cabang<br />
dari lintas Rangkasbitung-Labuan. Jalur ini tidak<br />
aktif lagi sekitar 60 tahun. Lahan maupun jalurnya<br />
sudah banyak yang rusak, beralih fungsi,<br />
dan dijadikan permukiman warga. Bangunan<br />
Stasiun Saketi, misalnya, saat ini ditinggali dan<br />
dirawat oleh Mumu Mudjaya, menantu mantan<br />
Kepala Stasiun Saketi, Jasuri. Sementara<br />
itu, di sepanjang jalur rel berdiri puluhan rumah<br />
warga dan pasar.<br />
Menurut mantan Ketua Indonesian<br />
Railway Preservation<br />
Society Aditya Dwi Laksana,<br />
yang memandu acara Napak<br />
Tilas, pembangunan jalur rel<br />
kereta sepanjang 89 kilometer<br />
dari Saketi ke Bayah dilakukan<br />
selama 14 bulan, yakni mulai Februari<br />
1943 hingga Maret 1944.<br />
Puluhan ribu romusa yang didatangkan<br />
dari Purworejo, Kutoarjo,<br />
Purwodadi, Semarang, dan<br />
Yogyakarta dikerahkan untuk pembangunan<br />
proyek tersebut.<br />
Jepang membangun jalur ini untuk memenuhi<br />
kebutuhan bahan bakar kereta api dan<br />
kapal laut. Di Bayah, terdapat lokasi tambang<br />
batu bara yang belum dieksplorasi oleh Belanda.<br />
Potensinya mencapai 20-30 juta ton dengan<br />
ketebalan 80 sentimeter. “Mulai 1 April 1943,<br />
Jepang mengeksploitasi tambang batu bara<br />
lewat perusahaan Sumitomo,” ujarnya.<br />
Bayah, yang memiliki luas sekitar 15 ribu<br />
hektare, menjadi satu-satunya tempat yang<br />
mengandung batu bara di Pulau Jawa sebelum<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Puing bekas jembatan jalur<br />
kereta api di pinggir Samudra<br />
Hindia antara Bayah dan<br />
Malingping<br />
SUDRAJAT/DETIKCOM<br />
Jepang datang. Sejak awal 1900, kolonial Belanda<br />
sebetulnya melelang izin pertambangan<br />
kepada pihak swasta. “Tapi, karena lokasi<br />
tambang di Gunung Mandur, Bayah, terisolasi,<br />
butuh modal investasi sangat besar sehingga<br />
para pengusaha tak terlalu tertarik untuk<br />
mengeksploitasinya,” kata Ade Purnama dari<br />
Komunitas Sahabat Museum, yang turut menjadi<br />
pemandu.<br />
Hendri F. Isnaeni dalam buku Penyamaran<br />
Terakhir Tan Malaka di Banten menulis pembangunan<br />
jalur Saketi-Bayah menjadi neraka tersendiri<br />
bagi para romusa. Banyak pekerja yang<br />
akhirnya meregang nyawa karena kelaparan,<br />
penyakit, juga tak tahan menghadapi siksaan<br />
dari militer Jepang. Tak mengherankan bila jalur<br />
tersebut ada yang menjulukinya sebagai “jalur<br />
maut” atau death railways.<br />
Sejarah menyedihkan pembuatan rel kereta<br />
api Saketi-Bayah juga terjadi pada pembuatan<br />
jalan kereta api sepanjang 220 kilometer yang<br />
menghubungkan Pekanbaru, Riau, de ngan<br />
Muaro Sijunjung di Sumatera Barat. Neraka<br />
jahanam dan kuburan massal itu telah merenggut<br />
hidup para romusa dan tawanan perang<br />
Sekutu sejak ruas itu pertama kali dikerjakan<br />
pada 1943. Rel maut itu siap digunakan pasukan<br />
Dai Nippon untuk mendistribusikan batu bara<br />
dari pantai barat pulau itu ke pantai timurnya,<br />
untuk selanjutnya diseberangkan ke Singapura.<br />
Pola serupa diterapkan saat membangun<br />
proyek kereta api terbesar di Asia Tenggara<br />
sepanjang 440 kilometer antara Nong Pla Duk<br />
di Thailand dan Thanbyuzayat di Burma (sekarang<br />
Myanmar) pada Juli 1942 hingga Oktober<br />
1943. Di sana terdapat 55 ribu tawanan perang<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
diumumkan pertambangan batu bara Bayah<br />
membutuhkan 1.500 buruh,” tulis Hendri. Ketika<br />
tambang itu mulai dieksploitasi, menurut<br />
penulis yang lahir dan besar di Lebak itu, pekerjanya<br />
mencapai 20 ribu orang.<br />
lll<br />
Fondasi bekas peron Stasiun<br />
Malingping di tengah<br />
persawahan.<br />
SUDRAJAT/DETIKCOM<br />
Sekutu dan lebih dari 100 ribu romusa dari<br />
Burma, Thailand, Melayu, India, dan Tiongkok.<br />
Khusus dari Jawa, yang diangkut pada Maret<br />
1943, diperkirakan mencapai 15 ribu romusa.<br />
Pada masanya, jalur rel kereta api Saketi-<br />
Bayah telah membuka daerah Bayah yang<br />
semula amat terkucil itu menjadi magnet baru<br />
kehidupan. Di sepanjang rel, terbentang kabelkabel<br />
telegraf dan sebuah pusat pembangkit<br />
listrik. “Dalam Asia Raya terbitan 8 Juni 1943,<br />
Saat tiba di Bayah, majalah detik bersama<br />
rombongan Napak Tilas, yang berjumlah 50<br />
orang, tak melihat lagi sisa bangunan bekas<br />
stasiun di sana. Area stasiun telah berubah<br />
menjadi lapangan sepak bola dan sekolah dari<br />
tingkat dasar hingga menengah atas. Permukiman<br />
warga pun umumnya sudah dibangun<br />
permanen. Dari jarak sekitar 200 meter, debur<br />
ombak Samudra Hindia jelas terdengar dan<br />
terlihat putih bergulung-gulung.<br />
Di Malingping, pertengahan antara Saketi-<br />
Bayah, pun kondisinya nyaris serupa. Yang tersisa<br />
tinggal fondasi bekas peron stasiun dengan<br />
beberapa pohon kelapa tumbuh di sana.<br />
Sedangkan sekeliling area bekas stasiun sudah<br />
berpuluh tahun menjadi lahan persawahan.<br />
Meski begitu, sejumlah tokoh masyarakat<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Tugu romusa di pinggir Jalan<br />
Raya Bayah Kilometer 1<br />
SUDRAJAT/DETIKCOM<br />
di sana menyampaikan harapan agar jalur kereta<br />
api Saketi-Bayah bisa diaktifkan kembali.<br />
Bukan sekadar untuk nostalgia, tapi memang<br />
bisa menjadi alternatif kendaraan yang lebih<br />
murah dan cepat ketimbang lewat jalan raya.<br />
“Jadi, bagi kami, sih, kunjungan Bapak-Ibu<br />
sekalian sebaiknya tidak sekadar napak tilas,<br />
tapi apa yang diperjuangkan setelah itu. Kami<br />
senang sekali bila jalur ini bisa hidup lagi,” kata<br />
Sekretaris Camat Bayah, Ali Rachman.<br />
Kepala Laboratorium Transportasi Universitas<br />
Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno,<br />
yang turut dalam rombongan Napak Tilas,<br />
menilai tuntutan semacam itu tidak berlebihan.<br />
Sebab, di dekat Pulau Manuk, Bayah, kini telah<br />
berdiri pabrik Semen Merah Putih, ada perkebunan<br />
sawit di jalur Saketi-Malingping, serta<br />
obyek wisata Sawarna, sekitar 8 kilometer dari<br />
Bayah. “Reaktivasi jalur-jalur kereta api yang<br />
melintasi kawasan pedesaan, seperti Saketi-<br />
Bayah, ini pada gilirannya akan menghidupkan<br />
roda perekonomian di pedesaan,” ujarnya.<br />
Selain jalur Saketi-Bayah, masih ada jalur lintas<br />
Rangkasbitung-Labuan sejauh 56 kilometer<br />
yang, menurut Djoko, mendesak untuk diaktifkan<br />
kembali. Dulu, di jalur ini, puluhan kilogram<br />
ikan dari Labuan diangkut menuju Stasiun<br />
Tanah Abang, yang berjarak 129 kilometer. Dari<br />
Tanah Abang, biasanya kereta mengangkut<br />
garam untuk keperluan pembuatan ikan asin di<br />
Labuan. Labuan sebagai penghasil ikan dapat<br />
menjadi pemasok konsumsi ikan bagi warga<br />
Jakarta.<br />
Di jalur Rangkasbitung-Labuan terdapat<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Peta jalur kereta api di<br />
wilayah Banten pada era<br />
kolonial Belanda.<br />
DIKY SASRA/DETIKCOM<br />
Stasiun Pande glang, Saketi, Menes. Kondisi<br />
stasiun tersebut masih berwujud bangunan,<br />
meski tidak seutuh seperti sediakala.<br />
“Dengan mengaktifkan jalur ini, selanjutnya<br />
dapat meneruskan ke lintas cabang dari Saketi<br />
ke Bayah sejauh 89 kilometer,” kata Djoko.<br />
Di samping itu, di dekatnya sudah dikembangkan<br />
kawa san industri dan pariwisata<br />
Tanjung Lesung yang cukup terkenal. Selain<br />
rencana membangun jalan tol dari ruas Jakarta-<br />
Merak, tidak ada salahnya dibangun pula jalan<br />
rel dari Labuan atau Menes.<br />
Tersedianya jalur rel menuju Tanjung Lesung<br />
cukup mendukung distribusi barang dan pengembangan<br />
pariwisata di Provinsi Banten.<br />
Dengan mengaktifkan jalur rel, ada alternatif<br />
mobilitas bagi warga selain melalui jalan raya.<br />
Hanya, dalam Rencana Induk Perkeretaapian<br />
Nasional yang disusun Departemen<br />
Perhubungan pada 2011, tidak dicantumkan<br />
jalur Saketi-Bayah untuk diaktifkan kembali.<br />
Rancangan itu hanya mencantumkan 12 jalur<br />
kereta api mati yang akan diaktifkan kembali,<br />
yaitu jalur Sukabumi-Cianjur-Padalarang, Cicalengka-Jatinangor<br />
Tanjungsari, Cirebon-Kadipaten,<br />
Banjar-Cijulang, Purwokerto-Wonosobo,<br />
Kedungjati-Ambarawa, Jombang-Babat-Tuban,<br />
Kalisat-Panarukan, Semarang-Demak-Juana-<br />
Rembang, Madiun-Slahung, Sidoarjo-Tulangan-<br />
Tarik, dan Kamal-Sumenep. ■<br />
PASTI LIBERTI MAPPAPA | SUDRAJAT<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
JEJAK BUNG KARNO &<br />
TAN MALAKA DI BAYAH<br />
DI BAYAH, SUKARNO DAN<br />
TAN MALAKA SEMPAT<br />
TERLIBAT PERDEBATAN<br />
TENTANG CARA MENGGAPAI<br />
KEMERDEKAAN INDONESIA.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Bung Karno berpidato di<br />
hadapan ribuan romusa di<br />
Bayah, Banten Selatan, awal<br />
1944.<br />
FOTO: DOK SAHABAT MUSEUM<br />
RATUSAN orang berhamburan<br />
dari gubuk-gubuk yang<br />
terbuat dari bilik dan beratap<br />
rumbia ketika trompet menjerit<br />
melengking-lengking. Sambil<br />
menyanyikan lagu-lagu pembangkit semangat,<br />
mereka berlari-lari kecil membentuk barisan<br />
dengan tertib di lapangan. Rupanya di sana<br />
telah berdiri seorang lelaki tampan penuh karisma.<br />
Mengenakan kemeja warna terang dan<br />
topi bundar bernomor 970, lelaki itu tak lain<br />
adalah Sukarno atau Bung Karno. Para pekerja<br />
dan romusa itu merasa terhormat dikunjungi<br />
oleh pemimpin pergerakan semasa melawan<br />
Belanda.<br />
Tak mengherankan bila massa menyambut<br />
setiap kata-kata yang dilontarkan Bung Karno<br />
dengan antusias dan gegap gempita. Pada intinya,<br />
si Bung mengajak semua pekerja dan romusa<br />
bekerja keras membantu “Saudara Tua”<br />
Jepang, yang tengah mati-matian menghadapi<br />
Sekutu di bawah pimpinan imperialis Amerika<br />
Serikat dan Inggris. Bila Sekutu berhasil dikalahkan,<br />
Jepang akan memberikan kemerdekaan<br />
kepada Indonesia. Massa menyambut pidato<br />
Bung Karno itu dengan pekikan, “Lawan, lawan,<br />
lawan.”<br />
Semua adegan itu terekam dalam sebuah<br />
film dokumenter buatan Jepang. “Ini film propaganda<br />
Jepang untuk menyukseskan program<br />
romusa membangun jalur kereta api Saketi-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Bayah,” kata Ade Sampurna dari Komunitas<br />
Sahabat Museum pada Senin, 21 September<br />
lalu, di aula sebuah penginapan di Bayah, Banten<br />
Selatan.<br />
Ia memutarkan film, yang dibelinya di Amsterdam<br />
seharga 20 euro, itu di hadapan<br />
sekitar 50 peserta “Napak Tilas Jalur Saketi-<br />
Bayah” pada 21-22 September. Turut hadir di<br />
SUKARNO MENYOKONG JEPANG KARENA<br />
DIANGGAP LEBIH MENJANJIKAN KETIMBANG<br />
BELANDA SOAL KEMERDEKAAN.<br />
aula malam itu sejumlah tokoh masyarakat<br />
Bayah. Menurut Ade, Bung Karno datang ke<br />
Bayah pada awal 1944. Di sana, sejak Februari<br />
1943 hingga Maret 1944, tengah dibangun jalur<br />
kereta api sepanjang 89 kilometer dari Saketi<br />
di Pandeglang menuju tambang batu bara di<br />
Bayah, Banten Selatan. “Selama sepekan, dia<br />
tinggal di sana bersama para romusa,” ujar<br />
lulusan Sastra Belanda Universitas Indonesia<br />
pada 1996 itu.<br />
Dalam film berdurasi lima menit itu juga terekam<br />
adegan Sukarno tengah ikut menenteng<br />
pacul. Juga ada adegan dia makan di tengahtengah<br />
kerumunan para romusa. Bedanya, si<br />
Bung tetap tampil perlente dengan rambut<br />
klimis dan kacamata hitam.<br />
Menurut sejarawan Peter Kasenda dari Universitas<br />
Indonesia, Sukarno menyokong Jepang<br />
karena dianggap lebih menjanjikan ketimbang<br />
Belanda soal kemerdekaan. Sukarno juga punya<br />
kekaguman tersendiri pada Jepang yang, dalam<br />
waktu cukup singkat, bisa menaklukkan Belanda.<br />
Dia melihat kedatangan Jepang di Indonesia<br />
sebagai pintu masuk menuju kemerdekaan.<br />
“Sukarno juga bersahabat cukup baik dengan<br />
penguasa Jepang pertama, yaitu Jenderal Hitoshi<br />
Imamura, mereka lalu bekerja sama.”<br />
Selain Sukarno, ada tokoh pergerakan Tan<br />
Malaka yang menyamar dengan nama Ilyas<br />
Hussein selama program romusa di Bayah. Hal<br />
itu tertuang dalam biografi Tan Malaka bertajuk<br />
Pergulatan Menuju Republik yang ditulis<br />
sejarawan Belanda, Harry A. Poeze.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
mencita-citakan kemerdekaan Indonesia.<br />
l l l<br />
Bung Karno makan bersama<br />
para romusa di Bayah, Banten<br />
Selatan, awal 1944. Kerja sama<br />
Bung Karno dengan Jepang<br />
kala itu menjadi titik hitam<br />
perjuangannya sebagai bapak<br />
bangsa.<br />
DOK. SAHABAT MUSEUM<br />
Menurut Poeze, Ilyas alias Tan sempat terlibat<br />
perdebatan dengan Sukarno. Pidato Sukarno<br />
bahwa Indonesia bersama Jepang akan<br />
mengalahkan Sekutu dan setelah itu Jepang<br />
memberikan kemerdekaan buat Indonesia<br />
dibantah Tan Malaka. Itulah perbedaan sikap<br />
kedua pemimpin, pejuang yang sama-sama<br />
Pembangunan jalur kereta api Saketi-Bayah<br />
melibatkan puluhan ribu romusa yang didatangkan<br />
dari berbagai daerah di Yogyakarta<br />
dan Jawa Tengah, seperti Purworejo, Kutoarjo,<br />
Solo, Purwodadi, Semarang, serta Purwokerto.<br />
Mereka yang direkrut umumnya berasal dari<br />
kalangan masyarakat miskin di pedesaan dan<br />
berusia 14-30 tahun.<br />
Hingga 2002, di Bayah masih tercatat 17<br />
orang mantan romusa yang hidup. Mereka<br />
antara lain bertugas di bagian jalan, menggali<br />
lubang, merawat kuda, hingga juru tulis. Seorang<br />
di antaranya, P. Samijo bin Rejo Mukasan<br />
asal Kebumen, Jawa Tengah, yang bertugas<br />
sebagai juru tulis, menerima uang pensiun<br />
“Eks Pejuang Veteran” dari pemerintah. “Besarnya<br />
Rp 500 ribu per bulan,” kata Koordinator<br />
Sesepuh Banten Kidul, M.S. Achmad Badjadji,<br />
sambil menunjukkan dokumen yang dimaksud<br />
kepada majalah detik.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Kasmin B. Karta, warga Desa<br />
Bolang, Malingping, Lebak,<br />
Banten, merupakan satu-satunya<br />
romusa yang masih bugar.<br />
SUDRAJAT/MAJALAH DETIK<br />
Achmad, yang kini berusia 78 tahun, pernah<br />
menjadi guru selama 10 tahun, sejak 1957, sampai<br />
dia kemudian diminta menjadi Kepala Desa<br />
Bayah pada 1967-1971, lalu menjadi anggota<br />
DPRD Lebak pada 1971-1978.<br />
Dari cerita para orang tua maupun mertuanya,<br />
kata Badjadji, kebanyakan romusa mendapatkan<br />
perlakuan tidak manusiawi dari Jepang<br />
selama bekerja. Mereka dituntut terus bekerja<br />
dengan asupan makanan yang sangat minim.<br />
Akibatnya, banyak yang sakit dan meninggal.<br />
“Itu di luar romusa yang meninggal akibat<br />
disiksa karena dianggap malas bekerja,” kata<br />
Badjadji.<br />
Untuk mengenang jasa para romusa di Bayah,<br />
berdiri sebuah monumen berbentuk segitiga<br />
di pinggir Jalan Raya Bayah-Malingping<br />
Kilometer 1. Sayang, monumen itu sepertinya<br />
dibuat tanpa perencanaan desain yang baik.<br />
Juga tanpa penjelasan apa pun di sana, sehingga<br />
tak memberi makna apa-apa selain sebuah<br />
tugu.<br />
Kepada rombongan peserta napak tilas,<br />
Badjadji juga sempat mengajak melihat lokasi<br />
kuburan massal romusa dekat Pantai Wisata<br />
Pulau Manuk. Tepatnya di Jalan Dekker yang<br />
dikelilingi perkebunan karet. Tapi yang tersisa<br />
dan terawat tinggal satu makam yang lokasinya<br />
agak jauh ke dalam area perkebunan. Selebihnya,<br />
jejak makam sudah tak berbekas.<br />
Berbeda dengan cerita Badjadji maupun<br />
kisah-kisah tentang kekejaman Jepang terhadap<br />
romusa yang ditulis di buku-buku sejarah,<br />
Kasmin B. Karta, 91 tahun, justru mengaku tak<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
Daftar nama romusa yang<br />
masih hidup di Desa Bayah<br />
hingga 2002.<br />
SUDRAJAT/MAJALAH DETIK<br />
pernah mengalaminya. Sebagai romusa,<br />
warga Desa Bolang, Kecamatan<br />
Malingping, Banten, itu terlibat dalam<br />
pembangunan jalur rel kereta api dan<br />
Stasiun Malingping, yang posisinya di<br />
antara Saketi menuju Bayah.<br />
“Saya ikut macul, gali-gali, angkat<br />
batu dan bantalan kayu,” ujar Kasmin.<br />
Untuk pekerjaan semacam itu, ia mengaku<br />
menerima upah sebesar tiga ketip.<br />
Entah berapa besar nilai padanannya<br />
untuk saat ini, tapi kala itu pun sepertinya<br />
jumlah tersebut jauh dari cukup<br />
untuk biaya hidup. Toh, ia tetap mensyukurinya.<br />
Hal lain yang paling disyukuri Kasmin<br />
adalah kondisi tubuhnya yang masih bugar<br />
sampai sekarang. Mungkin karena ia<br />
tak menerima hukuman fisik dari Jepang<br />
seperti yang dialami sesama romusa lainnya.<br />
Pendengaran dan penglihatan lelaki<br />
kelahiran 31 Desember 1924 itu masih<br />
tergolong baik. Ia pun masih bisa berdiri<br />
dan duduk dengan tegak. Juga tak perlu<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
M.S. Achmad Badjadji,<br />
sesepuh Desa Bayah,<br />
tengah menjelaskan lokasi<br />
kuburan massal romusa di<br />
tengah perkebunan karet.<br />
SUDRAJAT/MAJALAH DETIK<br />
dipapah saat berjalan. Tapi gusinya yang sudah<br />
bersih dari gigi membuat lawan bicara sulit menangkap<br />
kata-kata yang dikatakannya. “Saya<br />
sehat dan baik, kecuali gigi-gigi saya sudah tak<br />
ada,” ujarnya.<br />
Kakek belasan buyut itu tak mengerti kenapa<br />
dirinya tak pernah kena pukul. Abdul Majid,<br />
Kepala Desa Bolang pada 1984-1989 dan 1997-<br />
2002, menduga profesi Kasmin sebagai guru<br />
mengaji di surau membuat para pengawas<br />
romusa se gan terhadapnya, sehingga ia luput<br />
dari siksaan. “Itu yang saya dengar dari cerita<br />
orang-orang tua dahulu,” ujarnya. ■<br />
PASTI LIBERTI MAPPAPA | SUDRAJAT<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SELINGAN<br />
JALUR<br />
KERETA DEMI<br />
BATU BARA<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />
PEMERINTAH kolonial Belanda<br />
menemukan kandungan batu<br />
bara di Bayah, Banten Selatan,<br />
sejak 1903. Tapi, hingga awal<br />
1940-an, temuan itu tak kunjung dieksplorasi<br />
hingga militer Jepang tiba pada<br />
Maret 1942. Demi memenuhi kebutuhan<br />
batu bara bagi kegiatan operasional<br />
kereta dan kapal-kapal perang mereka,<br />
Jepang nekat mengeksplorasi tambang<br />
batu bara di Bayah. Untuk memudahkan<br />
akses, Jepang membangun jalur kereta<br />
dari Saketi di Pandeglang hingga Bayah<br />
sejauh 89 kilometer.<br />
Puluhan ribu tenaga kerja Indonesia<br />
dikerahkan lewat program romusa.<br />
Militer Jepang terpikat oleh data temuan Belanda bahwa ada<br />
potensi tambang batu bara di wilayah Bayah, Banten Selatan.<br />
Tepatnya di sekitar Gunung Mandur, Pulau Manuk. Dari kajian<br />
Belanda, potensinya mencapai 20-30 juta ton, dengan ketebalan<br />
80 sentimeter. Data ini tercantum dalam buku karya Jan de Bruin,<br />
Het Indische Spoor in Oorlogstijd, terbitan Eindhoven: Uitgeverij<br />
Uquilair B.V., 2004<br />
SAKETI<br />
CIMANGU<br />
KADUHAUK<br />
JASULANG<br />
Mulai Juli 1942, penguasa militer Jepang mengerahkan<br />
para ahli interniran Belanda untuk melakukan<br />
studi lapangan pembangunan jalur kereta api menuju<br />
kawasan tambang batu bara.<br />
PASUNG<br />
KERTA<br />
GINTUNG<br />
CILANGKAHAN<br />
GINTUNG<br />
SUKAHUJAN<br />
Januari 1943, pembangunan jalur kereta api dimulai dari Stasiun<br />
Saketi dengan sistem membuka lahan, menyiapkan, kemudian<br />
menaruh balas, bantalan, dan memasang rel secara berjalan terus<br />
ke arah Bayah. Jalur Saketi-Bayah merupakan persimpangan<br />
dari jalur Rangkasbitung-Pandeglang-Saketi-Labuan, yang sudah<br />
lebih dulu dioperasikan pada 1906 oleh perusahaan kereta api<br />
Belanda, Staatsspoorwegen (SS).<br />
CIHARA<br />
PANYAWUNGAN<br />
GUNUNG MANDUR<br />
BAYAH<br />
Semua tenaga kerja romusa dari Indonesia dikerahkan.<br />
Mereka sebagian besar berasal dari Yogyakarta<br />
serta Jawa Tengah, seperti Purworejo, Kutoarjo,<br />
Solo, Purwodadi, Semarang, dan Purwokerto. Mereka<br />
yang direkrut umumnya berasal dari kalangan<br />
masyarakat miskin di pedesaan dan berusia 14-30<br />
tahun.<br />
Jalur Saketi-Bayah memiliki 20 jembatan yang<br />
di setiap ujungnya berstruktur batu. Dari<br />
Malingping hingga Bayah, jalur melintasi tepian<br />
Samudra Hindia dengan deburan ombaknya<br />
yang cukup besar.<br />
Di jalur ini, ada tiga stasiun besar, yakni Saketi, Malingping,<br />
dan Bayah. Di luar itu, ada 10 stasiun kecil<br />
atau halte, yakni di Cimanggu, Kaduhauk, Jasulang,<br />
Pasung, Kerta, Gintung, Cilangkahan, Sukahujan,<br />
Cihara, Panyawungan, Gunung Mandur.<br />
Bahan-bahan material menggunakan limpahan rel<br />
dari jalur pabrik gula di Jawa Tengah yang ditutup.<br />
Ada pula yang menggunakan bekas bongkaran<br />
jalur Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (PsSM)<br />
sepanjang 19 kilometer.<br />
Tidak kurang dari 500 jiwa romusa melayang akibat<br />
perlakuan buruk tentara Jepang. Total kira-kira 60<br />
ribu romusa tewas selama pembangunan jalur<br />
tersebut, tidak termasuk korban meninggal di lokasi<br />
tambang batu bara.<br />
Jalur Saketi-Bayah merupakan jalur sepur tunggal,<br />
pada setiap stasiun atau halte dibuat menjadi jalur<br />
sepur ganda. Menggunakan tiang sinyal, handle<br />
dari kayu. Jalur ini mulai resmi beroperasi pada 1<br />
April 1944 di bawah pengawasan militer Jepang.<br />
Angkutan batu bara mencapai 300 ton setiap hari,<br />
angkutan penumpang membawa 800 orang setiap<br />
hari, yang kebanyakan merupakan pekerja tambang<br />
batu bara. Mereka semua diangkut menggunakan 15<br />
rangkaian kereta kelas III.<br />
Pada 1945-1946, jalur ini tetap beroperasi di bawah<br />
pengelolaan DKARI (Djawatan Kereta Api). Pada<br />
1946-1947, jalur ini tidak aktif akibat situasi keamanan<br />
yang semakin kacau. Pada 1948 kembali<br />
beroperasi sampai Agresi Militer Belanda II.<br />
Operasi terakhir sepanjang 1951.<br />
Pada 1 April 1944, diresmikan penggunaan<br />
lokomotif uap jenis BB106 yang berasal dari Staatsspoorwegen.<br />
Pada 1952, sempat diadakan penelitian untuk<br />
menghidupkan kembali jalur, tapi terpaksa dibatalkan<br />
karena tingginya biaya operasional, sedangkan<br />
pemasukan sangat minim.<br />
Kini nyaris tak banyak yang tersisa dari jalur Saketi-Bayah<br />
selain bekas badan jalur rel (roadbed),<br />
bekas fondasi jemba tan, serta bekas fondasi emplasemen<br />
di beberapa tempat. Selebihnya, lahan<br />
di sepanjang jalur ini telah diokupasi menjadi<br />
rumah-rumah penduduk, pasar, sekolah, area<br />
persawahan, hingga lapangan olahraga.<br />
SUMBER: UNIT PUSAT PELESTARIAN, PERAWATAN, DAN<br />
DESAIN ARSITEKTUR PT KAI DAN SURVEI LAPANGAN | SUDRAJAT<br />
Sepanjang jalur Saketi-Bayah, kereta api digantikan<br />
oleh bus Damri pada 1952-1953 sesuai dengan SK<br />
Menteri Perhubungan Nomor L 1/126 tanggal 21<br />
Agustus 1952 tentang perizinan otobus dan SK<br />
Nomor L 1/3/2 tanggal 22 April 1953 tentang perizinan<br />
truk.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
SETELAH<br />
PM LEE<br />
“SATU-SATUNYA ORANG YANG<br />
AKU PIKIR BISA MELAKUKAN<br />
HAL ITU DENGAN MEYAKINKAN<br />
DAN MENJANGKAU WARGA<br />
SINGAPURA LINTAS ETNIS<br />
ADALAH THARMAN.”<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Tharman<br />
Shanmugaratnam<br />
MIDDLEGROUND<br />
DUA tahun sebelum berpulang pada<br />
Maret lalu, Lee Kuan Yew menulis<br />
memoar. Pada satu bagian, Lee menyinggung<br />
soal masa depan Singapura,<br />
negara yang dia dirikan dan besarkan.<br />
Lee menulis apakah Singapura 100 tahun lagi<br />
bakal tetap bersinar seperti sekarang. “Aku tak<br />
yakin,” Lee Kuan Yew menulis. “Tapi aku yakin,<br />
jika Singapura mendapatkan pemimpin yang<br />
bodoh, selesai sudah. Singapura akan tenggelam<br />
tak jadi apa-apa.”<br />
Hanya dalam satu generasi, Lee menyulap<br />
rawa-rawa Singapura menjadi negara yang<br />
sangat maju. Bukan cuma menjadi salah satu<br />
negara paling makmur, paling bersih, dengan<br />
korupsi sangat kecil, Singapura juga menyandang<br />
gelar kota paling mahal di dunia. Menjaga<br />
Singapura supaya terus tumbuh tentu bukan<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
AKU YAKIN, JIKA SINGAPURA<br />
MENDAPATKAN PEMIMPIN<br />
YANG BODOH, SELESAI<br />
SUDAH.”<br />
urusan gampang. Lee sangat berhati-hati memilih<br />
siapa penggantinya.<br />
Ketika Lee Kuan Yew menyatakan niatnya<br />
mundur dari kursi nomor satu Negeri Singa<br />
pada 1988, ada empat orang calon penggantinya.<br />
Tiga orang keturunan Tionghoa, yakni Goh<br />
Chok Tong, Tony Tan, dan Ong Teng Cheong,<br />
dan satu keturunan India, Suppiah Dhanabalan.<br />
Menurut Ong Teng Cheong, pilihan pertama<br />
Lee sebenarnya adalah Tony<br />
Tan, baru Goh Chok Tong.<br />
“Aku di urutan ketiga karena<br />
menurut Lee, bahasa Inggrisku<br />
kurang bagus,” kata Ong<br />
beberapa tahun lalu. Suppiah<br />
Dhanabalan langsung tereliminasi<br />
lantaran dia bukan<br />
keturunan Tionghoa. Dalam<br />
sejumlah pidato, Lee terangterangan<br />
mengatakan bahwa<br />
Singapura belum siap dipimpin oleh seorang<br />
keturunan India. Sesuai dengan kesepakatan di<br />
antara mereka berempat, akhirnya Goh Chok<br />
Tong yang menggantikan Lee Kuan Yew.<br />
Memiliki 74 persen penduduk keturunan<br />
Tionghoa, barangkali memang sulit bagi Singapura<br />
dipimpin oleh keturunan etnis lain.<br />
Dua etnis lain yang populasinya lumayan besar<br />
di Singapura adalah keturunan Melayu (13,4<br />
persen) dan India (9,2 persen).<br />
Dua puluh tahun setelah Lee Kuan Yew<br />
berpidato soal Perdana Menteri Singapura dari<br />
etnis non-Tionghoa, isu itu kembali jadi perbincangan<br />
setelah rakyat Amerika Serikat memilih<br />
keturunan Afrika, Barack Obama, sebagai<br />
presiden pada 2008. “Rakyat Amerika sudah<br />
lelah. Mereka ingin sesuatu yang berbeda. Dan<br />
Mister Obama mewakili sesuatu yang berbeda<br />
itu,” kata Lee Hsien Loong, Perdana Menteri<br />
Singapura.<br />
Walaupun sama-sama negara maju, Singapura<br />
tentu tak bisa dipukul rata dengan Amerika.<br />
Perdana Menteri Singapura dari etnis Melayu<br />
atau India, menurut PM Lee, bukan hal yang<br />
mustahil. “Tapi tentu bergantung pada pilihan<br />
dan kepercayaan rakyat Singapura,” kata PM<br />
Lee kala itu. “Tapi apakah hal itu bakal terjadi<br />
dalam waktu dekat? Aku pikir tidak, karena dia<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Perdana Menteri<br />
Singapura Lee Hsien<br />
Loong<br />
ASIAONE<br />
harus merebut suara rakyat. Dan sentimen ras<br />
itu tak akan hilang dalam waktu lama sekalipun<br />
orang-orang tak pernah membicarakannya.”<br />
Jajak pendapat oleh Stomp pada 2008<br />
menunjukkan sentimen rasial itu masih sangat<br />
kuat. Dari 517 warga Singapura yang<br />
diwawancarai Stomp, 477 orang mengatakan<br />
belum bisa menerima keturunan non-Tionghoa<br />
menjadi Perdana Menteri Singapura. Tapi jajak<br />
pendapat lain oleh Sekolah Kajian Internasional<br />
S. Rajaratnam pada 2008 menunjukkan hasil<br />
berlawanan.<br />
Dari 1.824 warga Singapura, 94 persen menyatakan<br />
tak merasa keberatan negara mereka<br />
dipimpin keturunan India dan 91 persen tak<br />
keberatan seandainya Perdana Menteri Singapura<br />
berasal dari keturunan Melayu. “Generasi<br />
sebelumnya mungkin masih menyimpan prasangka<br />
rasial, tapi tidak generasiku dan generasi<br />
anakku,” kata Edmund Lam, warga Singapura.<br />
Suppiah Dhanabalan masih tak yakin Singapura<br />
sudah siap menerima perdana menteri<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Perdana Menteri<br />
Singapura Lee Hsien<br />
Loong<br />
ASIAONE<br />
non-Tionghoa. “Masih perlu waktu lama....<br />
Lihat saja Amerika. Butuh berapa lama hingga<br />
seorang Katolik bisa terpilih menjadi presiden?”<br />
kata Dhanabalan. Dia menduga responden<br />
survei Sekolah Rajaratnam hanya memberikan<br />
jawaban yang “benar”, bukan jawaban yang<br />
mereka yakini.<br />
Sentimen rasial mungkin tak akan bisa dikikis<br />
sampai habis, tapi PM Lee Hsien Loong yakin<br />
kesempatan bagi non-Tionghoa menggantikannya<br />
bakal makin besar. Syaratnya, dia harus<br />
bisa mendapatkan dukungan dari komunitas<br />
Tionghoa maupun India dan Melayu.<br />
“Jika Singapura pada 1955 bisa menerima seorang<br />
Yahudi sebagai menteri besar, aku tak<br />
melihat alasan untuk percaya bahwa 53 tahun<br />
kemudian, Singapura sudah mundur sedemikian<br />
jauh hingga tak bisa menerima warga<br />
non-Tionghoa sebagai perdana menteri,” kata<br />
Tommy Koh, pensiunan diplomat.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
●●●<br />
Pada 1994, Tharman Shanmugaratnam divonis<br />
bersalah oleh pengadilan lantaran dianggap<br />
telah membocorkan rahasia negara. Hakim<br />
menghukum Tharman—kala itu Direktur Ekonomi<br />
di Otoritas Moneter Singapura—denda<br />
sebesar Sin$ 1.500 atau sekitar Rp 15,5 juta<br />
GENERASI SEBELUMNYA MUNGKIN MASIH<br />
MENYIMPAN PRASANGKA RASIAL, TAPI TIDAK<br />
GENERASIKU.”<br />
dengan nilai tukar hari ini. Denda tak seberapa<br />
untuk ukuran Singapura.<br />
Hukuman dari pengadilan tak membuat karier<br />
Tharman suram. Karier alumnus Universitas<br />
Cambridge dan Universitas Harvard itu malah<br />
terus bersinar. Setelah sempat memimpin Otoritas<br />
Moneter Singapura, Tharman terjun ke<br />
dunia politik. Dia terpilih menjadi anggota parlemen<br />
pada 2001 merangkap anggota kabinet.<br />
“Dia akan memberi kontribusi besar bagi pemerintah,”<br />
David Hale, Kepala Ekonom Zurich Financial<br />
Services, kala itu meramal. Ramalan Hale<br />
tak meleset. Empat tahun lalu, Partai Aksi Rakyat<br />
menunjuk Tharman, 58 tahun, menjadi Wakil<br />
Perdana Menteri Singapura merangkap Menteri<br />
Keuangan, mendampingi Lee Hsien Loong.<br />
Dalam pemilihan umum Singapura beberapa<br />
pekan lalu, Tharman jadi salah satu bintangnya.<br />
Dengan gayanya yang kalem dan luwes, pria<br />
keturunan Sri Lanka Tamil itu bisa diterima oleh<br />
komunitas India maupun komunitas Tionghoa<br />
dan Melayu. Di depan massa Partai Aksi, yang<br />
mayoritas keturunan Tionghoa, Tharman menyelipkan<br />
satu puisi kuno Tiongkok. Tepuk<br />
tangan bergemuruh.<br />
“Rakyat Singapura ingin melihat bagaimana<br />
Tharman mengubah wajah kepemimpinan<br />
Partai.... Satu-satunya orang yang aku pikir<br />
bisa melakukan hal itu dengan meyakinkan<br />
dan menjangkau warga Singapura lintas etnis<br />
adalah Tharman,” analis politik, Catherine Lim,<br />
memuji Tharman.<br />
Dengan posisinya sekarang, Tharman berada<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Tharman<br />
Shanmugaratnam<br />
TODAYONLINE<br />
di jalur untuk menggantikan PM Lee Hsien Loong.<br />
Putra sulung Lee senior ini sudah menjabat<br />
Perdana Menteri Singapura sejak 2004 dan<br />
berencana mundur pada 2020. Ayahnya, Lee<br />
Kuan Yew, dan dia sendiri sama-sama pernah<br />
jadi orang nomor satu di Negeri Singa. Tapi<br />
anak-anaknya, menurut PM Lee, tak tertarik<br />
mengikuti jejak ayahnya maupun kakeknya.<br />
“Anak-anak memang berbeda. Orang tua selalu<br />
berharap mereka bisa terbang tinggi, tapi mereka<br />
punya alamnya sendiri,” kata PM Lee.<br />
Apakah lima tahun lagi, seandainya PM Lee<br />
benar-benar mundur, Singapura sudah bisa<br />
menerima keturunan Tamil seperti Tharman sebagai<br />
perdana menteri? Kepada penulis kolom di<br />
Washington Post, Fareed Zakaria, tiga bulan lalu,<br />
Tharman mengatakan itu hanya soal waktu. Tapi<br />
Tharman menghindar saat ditanya Fareed soal<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Tharman<br />
Shanmugaratnam<br />
TODAYONLINE<br />
kemungkinan dia menggantikan PM Lee.<br />
“Dalam olahraga, aku pilih bermain di tengah<br />
ketimbang di depan. Aku menikmati bermain<br />
di belakang dan memberikan umpan-umpan<br />
panjang, tapi aku bukan seorang penyerang,”<br />
Tharman menganalogikan posisinya di lapangan.<br />
Tapi, paling tidak, Tharman sudah berhasil<br />
merebut hati sebagian komunitas Tionghoa<br />
di Singapura. “Dia sudah cukup Tionghoa di<br />
mataku,” kata Teng Lang, warga Singapura. ■<br />
SAPTO PRADITYO | REUTERS | STRAITSTIMES | ASIAONE |<br />
CHANNELNEWSASIA | SCMP<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
BUKAN<br />
SURGA<br />
DI KOREA<br />
SELATAN<br />
“MEREKA TAK TAHU<br />
BAGAIMANA HARUS<br />
BERKOMPETISI. MEREKA<br />
HANYA BERMIMPI.”<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Hyeonseo Lee, pembelot<br />
dari Korea Utara<br />
SCMP<br />
DULU, sebelum Perang Korea, mereka<br />
adalah satu keluarga besar. Hampir<br />
tak ada beda di antara mereka. Tapi<br />
kini Korea Selatan dan Korea Utara<br />
merupakan dua dunia yang sangat jauh berbeda.<br />
Jarak kedua rakyat negara itu sekarang bak<br />
bumi dengan bulan.Kim Kyeong-il, 27 tahun,<br />
paham betul bagaimana beda kehidupan di<br />
Utara dan Selatan. “Aku seperti orang dari tahun<br />
1970-an yang ditaruh di atas mesin waktu<br />
dan dilemparkan ke abad ke-21,” kata Kyeong-il<br />
beberapa waktu lalu. Setelah upaya pertama<br />
gagal dan mereka sempat tertangkap, dia dan<br />
keluarganya berhasil lari dari Korea Utara pada<br />
2005. Ayah Kyeong-il meninggal dalam penjara.<br />
Tiba di seberang, Kyeong-il masuk sekolah<br />
khusus bagi para pembelot dari Korea Utara.<br />
Dia beruntung diterima di kampus ngetop, di<br />
Jurusan Bahasa Cina Universitas Korea. Tapi<br />
jalan tak semulus yang dikira Kyeong-il. Di<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
kampus, dia kesulitan mengikuti kuliah lantaran<br />
kemampuan bahasa Inggrisnya jeblok.<br />
Bukan cuma karena bahasa Inggrisnya yang<br />
kurang lancar, Kyeong-il juga kesulitan memahami<br />
kuliah dari dosen lantaran banyak sekali<br />
perbedaan antara bahasa Korea di Utara dengan<br />
bahasa sehari-hari di Selatan. “Di Selatan,<br />
mereka banyak sekali memakai bahasa Konglish,<br />
bahasa serapan dari bahasa Inggris.... Kami<br />
harus berlatih membiasakannya,” kata Joo<br />
Yang, pembelot lain dari Korea Utara. Gadis<br />
AKU SEPERTI ORANG DARI TAHUN 1970-AN<br />
YANG DITARUH DI ATAS MESIN WAKTU DAN<br />
DILEMPARKAN KE ABAD KE-21.”<br />
itu lari dari Utara lima<br />
tahun lalu.<br />
Para pembelot dari<br />
Utara lari ke Selatan<br />
dengan membawa harapan sangat muluk. Di<br />
Utara, mereka terbiasa hidup dengan makanan<br />
yang serbaterbatas. “Aku melihat sendiri orangorang<br />
yang mati kelaparan di jalan,” kata Lee<br />
Hyeon-seo, gadis asal Hyesan. Di Utara, kebebasan<br />
pun sangat sempit. Paling tidak sekali<br />
sebulan, menurut Hyeon-seo, petugas pemerintah<br />
datang ke setiap rumah hanya untuk<br />
memastikan ada foto Kim Il-sung, Kim Jong-il,<br />
dan belakangan, Kim Jong-un, terpasang paling<br />
tinggi di dinding rumah.<br />
Di Korea Selatan yang sangat makmur, segala<br />
rupa makanan bisa didapat setiap saat. “Saat<br />
tiba di sini, aku merasa orang-orang Korea<br />
Selatan bisa makan makanan yang di Utara<br />
hanya bisa dinikmati pada acara-acara khusus<br />
setiap hari,” kata Joo Yang. Rata-rata warga<br />
Korea Utara, Joo Yang menuturkan, hanya<br />
mampu menyantap beras jagung kasar setiap<br />
hari. “Tapi, pada hari khusus, seperti hari ulang<br />
tahun Kim Il-sung, mereka bisa menikmati<br />
nasi putih.... Tapi di Selatan, gelandangan pun<br />
makan nasi putih.”<br />
●●●<br />
Dilihat dari Utara, Korea Selatan barangkali<br />
memang tampak seperti surga. Tapi, kenya-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Para pembelot dari Korea Utara<br />
CNBC<br />
taannya, tak gampang<br />
bagi sekitar 27.500<br />
pembelot dari Korea<br />
Utara untuk menikmati<br />
“surga” di Selatan.<br />
Menurut survei Yayasan<br />
Hana, 53,1 persen<br />
pembelot dari Utara menganggur. Rata-rata<br />
gaji mereka yang bekerja juga hanya 1,47 juta<br />
won atau Rp 18 juta, jauh di bawah rata-rata<br />
Korea Selatan, 2,23 juta won atau Rp 27,4 juta.<br />
“Mereka tak dibekali cukup kemampuan<br />
untuk menghadapi persaingan sangat keras di<br />
Selatan,” kata Shin Hyo-sook, ahli pendidikan<br />
di lembaga milik pemerintah di Seoul, Yayasan<br />
Pengungsi Korea Utara.<br />
Sejak kecil hidup di lingkungan yang selalu<br />
diatur penguasa di Pyongyang, para pembelot<br />
ini hampir tak kenal namanya kompetisi. Apalagi<br />
persaingan dalam hal pendidikan dan men-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Joo Yang, pembelot dari<br />
Korea Utara<br />
CNBC<br />
cari pekerjaan di Korea Selatan luar biasa ketat.<br />
Sejak kecil, anak-anak di Korea Selatan biasa<br />
belajar keras hingga larut malam. Tak aneh jika<br />
rata-rata nilai sekolah anak-anak Korea Selatan<br />
salah satu yang tertinggi di dunia.<br />
Sudah tiga tahun Sam Kim, 22 tahun, tinggal<br />
di Korea Selatan, tapi dia masih kesulitan mengikuti<br />
pelajaran matematika dan bahasa Inggris<br />
untuk anak SMA. Padahal dia masih menyimpan<br />
cita-cita. “Aku ingin menjadi insinyur,” kata<br />
Kim dua bulan lalu. Cerita seperti Sam Kim<br />
sudah jadi hal biasa di antara para pembelot.<br />
Menurut sejumlah perusahaan di Selatan<br />
yang berniat merekrut para pembelot dari Utara,<br />
kemampuan saudara mereka dari seberang<br />
perbatasan ini memang di bawah standar, bahkan<br />
untuk seorang yang bergelar insinyur sekalipun.<br />
Jang Kap-dong, staf bagian rekrutmen<br />
di perusahaan manufaktur, punya pengalaman<br />
berurusan dengan insinyur dari Utara.<br />
Sang insinyur, kata Kap-dong, tak bisa mengenali<br />
bagian mesin yang sederhana sekalipun.<br />
Dia menaksir kualitas insinyur dari Utara<br />
ini kurang-lebih hanya setara dengan lulusan<br />
SMA di Korea Selatan. “Mereka sepertinya<br />
berpikir bahwa semua orang di Korea Selatan<br />
kaya raya dan mereka bisa mendapat uang<br />
dengan cepat. Mereka tak tahu bagaimana<br />
harus berkompetisi. Mereka hanya bermimpi,”<br />
kata Jang Kap-dong.<br />
Pemerintah Korea Selatan sebenarnya sudah<br />
membuat rupa-rupa program untuk membantu<br />
para pembelot dari Utara untuk beradaptasi<br />
dengan “rumah” baru mereka. “Mereka sudah<br />
mempertaruhkan hidupnya untuk mendapatkan<br />
kebebasan. Menjadi kewajiban kami untuk<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
MEREKA SEPERTINYA BERPIKIR<br />
BAHWA SEMUA ORANG DI<br />
KOREA SELATAN KAYA RAYA.”<br />
membantu mereka,” kata Jeong Chong-hun,<br />
profesor di Universitas Yonsei. Kampus Yonsei<br />
menyediakan program khusus bagi puluhan<br />
saudara mereka yang datang dari Utara.<br />
Tapi mereka memang datang dari “dunia lain”.<br />
“Ada banyak sekali hal baru yang harus kami<br />
pahami, seperti mesin uang tunai, kartu untuk<br />
naik kereta, eskalator, dan toilet duduk,” kata<br />
Joo Yang. Kelas persiapan tinggal di Selatan<br />
selama tiga bulan, menurut Lee Se-hoon, 24<br />
tahun, juga jauh dari cukup. Apalagi sebagian<br />
besar materi hanya disampaikan<br />
di dalam kelas. “Apa yang kami pelajari<br />
sulit dipraktekkan.... Selama seminggu,<br />
aku belajar sendiri lebih banyak di luar<br />
kelas ketimbang tiga bulan dalam kelas,”<br />
kata Se-hoon.<br />
Janji-janji yang ditebar dalam kelas adaptasi<br />
oleh pengajar ternyata juga tak gampang dipenuhi.<br />
“Di Sekolah Hanawon, mereka bilang<br />
kami bisa mendapat 3-5 juta won atau Rp 37-<br />
61 juta per bulan jika kami bekerja keras... tapi<br />
akhirnya kami harus menghadapi kenyataan<br />
bahwa harapan itu salah,” ujar Kim Gwanghyuk,<br />
29 tahun.<br />
Pengalaman buruk di kampung halaman dan<br />
hidup susah di negeri orang membuat sebagian<br />
pembelot frustrasi. Beberapa pembelot dari<br />
Utara hidupnya berakhir tragis. Tahun ini saja,<br />
ada delapan pembelot dari Korea Utara yang<br />
bunuh diri. “Ini isu yang sangat serius.... Para<br />
pembelot dari Utara yang mempertaruhkan<br />
hidupnya supaya bisa tinggal di Korea Selatan<br />
memilih mengakhiri hidupnya sendiri,” kata<br />
Won Hye-young, anggota parlemen Korea<br />
Selatan.<br />
Angka bunuh diri di kalangan pembelot ini<br />
memang mencemaskan. Survei Yayasan Hana<br />
terhadap 1.785 pembelot mengungkap fakta<br />
kurang sedap. Paling tidak 20,5 persen dari<br />
pembelot pernah berpikir untuk menamatkan<br />
hidupnya sendiri dalam setahun terakhir. Angka<br />
itu tiga kali lebih tinggi daripada rata-rata warga<br />
Korea Selatan, yakni 6,8 persen. Padahal, di<br />
antara negara-negara maju, angka bunuh diri<br />
di Korea Selatan paling tinggi.<br />
Kendati tak lagi hidup dalam ketakutan, mengutip<br />
hasil penelitian lain pada 2013, menurut<br />
Kim Young-woo, anggota parlemen Korea Selatan<br />
dari Partai Saenuri, 78,6 persen pembelot<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
INTERNASIONAL<br />
Para pembelot dari<br />
Korea Utara tengah<br />
belajar di SMA<br />
Hangyeore<br />
GUARDIAN<br />
merasa tak bahagia di Korea Selatan. Apalagi di<br />
rumah barunya, para pembelot dari Korea Utara<br />
ini kadang mendapat perlakuan kurang ramah.<br />
“Di kampus, jika aku mengatakan dari mana<br />
asalku, orang-orang memandangku seperti<br />
orang asing, seolah-olah alien dari bulan,” kata<br />
Yu Sung-kim. Logat bahasanya yang terdengar<br />
asing juga acap jadi bahan lelucon. “Kadang<br />
aku pikir, bisa hidup di Selatan merupakan satu<br />
keberuntungan tapi sekaligus ketidakberuntungan.”<br />
■ SAPTO PRADITYO | CHOSUNILBO | CSM | SCMP | GUARDIAN<br />
| BUSINESSINSIDER | CNN<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
Tap judul untuk<br />
baca artikel<br />
KEITH MARTIN<br />
IKUT ARISAN<br />
AMAL<br />
CLARISSA TAMARA<br />
VIOLINIS<br />
TERCEPAT<br />
JON HAMM<br />
AKHIRNYA<br />
MENANG!<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
PEOPLE<br />
PEOPLE<br />
KEITH MARTIN<br />
IKUT ARISAN AMAL<br />
KEITH Martin rupanya tertarik<br />
pada kegiatan yang populer<br />
dilakukan di Indonesia:<br />
arisan. Namun arisan yang<br />
diikuti penyanyi asal Amerika Serikat ini<br />
bukanlah sembarang arisan.<br />
Keith bergabung dengan Positive<br />
Charity Selebs Sosialita, yang digelar di<br />
Panti Asuhan Putra Utama, Duren Sawit,<br />
Jakarta Timur. “Saya senang bisa ikut<br />
berbagi dengan anak-anak,” ujar Keith.<br />
Selain memasok arisan, pelantun<br />
Because of You ini menghibur anak-anak<br />
dengan nyanyian. Dia juga bermain aneka<br />
game yang dipersembahkan untuk<br />
anak-anak.<br />
Keith mengaku siap mengikuti arisan<br />
lagi selama tinggal di Indonesia dan tidak<br />
ada kegiatan. “Kalau memang bisa, saya<br />
akan ikut lagi bulan depan,” ujar pria 48<br />
tahun ini.<br />
Sejak Maret 2015, Keith memang memutuskan<br />
tinggal sementara di Indonesia.<br />
Selama di Indonesia, penyanyi RnB<br />
ini masih melakukan kegiatan menyanyi,<br />
baik on air maupun off air. n<br />
ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />
Tap untuk kembali<br />
ke Indeks People<br />
FOTO: REUTERS<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
PEOPLE<br />
PEOPLE<br />
CLARISSA TAMARA<br />
VIOLINIS TERCEPAT<br />
SEDARI kecil, Clarissa Tamara<br />
berteman dengan musik. Gadis<br />
16 tahun ini bahkan tertarik<br />
pada biola sejak berumur 3,5<br />
tahun dan sudah piawai memainkannya.<br />
Ketika Clarissa berumur 5 tahun, orang<br />
tuanya, yang juga berkecimpung di dunia<br />
musik, mendaftarkannya dalam Kids<br />
Talent Contest dan langsung menyabet<br />
juara 1.<br />
Dara yang akrab disapa Icha ini juga<br />
telah meluncurkan dua album, 8 dan<br />
9 Gifts of Christmas. Dalam albumnya,<br />
Icha memasukkan berbagai unsur musik,<br />
seperti pop, dangdut, dan jazz.<br />
Icha pernah mendapat penghargaan<br />
Anugerah Musik Indonesia 2009 sebagai<br />
Artis Terbaik dan Karya Produksi Terbaik<br />
dalam bidang instrumentalia.<br />
Salah satu penghargaan yang paling<br />
menarik adalah Icha berhasil mencatat<br />
rekor dunia pada Badan Record Holder<br />
Republic sebagai The Fastest Violinist<br />
dengan kecepatan 273 bpm (beat per<br />
minute) dalam waktu 49,42 detik.<br />
Meski sangat mencintai musik, Icha<br />
ternyata punya cita-cita lain. “Saya suka<br />
anak-anak, jadi saya ingin menjadi seorang<br />
dokter anak,” ujar Icha. n<br />
ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />
Tap untuk kembali<br />
ke Indeks People<br />
FOTO: DETIKCOM<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
PEOPLE<br />
JON HAMM<br />
AKHIRNYA MENANG!<br />
LIMA belas kali menjadi nomine<br />
dalam Emmy Awards, Jon<br />
Hamm tak pernah menang.<br />
Tapi kini, pada tahun kedelapan,<br />
impiannya membawa pulang piala<br />
terwujud.<br />
Hamm berhasil memenangi kategori<br />
Outstanding Lead Actor dalam<br />
serial Mad Men. Dalam serial tersebut,<br />
Hamm berperan sebagai Don Draper,<br />
seorang pria brilian tapi pemarah dan<br />
bermasalah.<br />
“Jelas, pasti ada kesalahan. Tidak<br />
mungkin saya yang menang di antara<br />
pria-pria luar biasa itu,” komentar<br />
Hamm setelah menerima award diiringi<br />
riuh tepuk tangan teman-temannya.<br />
Hamm mengatakan keberhasilannya<br />
tidak terlepas dari peran orang-orang<br />
yang terlibat dalam Mad Men: para<br />
pemain lain, penulis, dan seluruh kru.<br />
“Tak mungkin saya bisa berdiri di sini<br />
tanpa mereka semua,” kata pria kelahiran<br />
10 Maret 1971 ini. Ia juga berterima<br />
kasih kepada mantan kekasihnya, Jennifer<br />
Westfeldt.<br />
Hamm jatuh-bangun di dunia akting<br />
sejak 1992. Setelah beberapa kali<br />
berperan dalam serial televisi, Hamm<br />
akhirnya mendapat peran di layar lebar<br />
dalam film Space Cowboys pada 2000.<br />
Hingga kini setidaknya Hamm telah<br />
bermain dalam 19 film. Di dunia serial<br />
televisi, nama Hamm telah sangat dikenal.<br />
Dia juga menjadi produser dalam<br />
serial Mad Men. n ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />
Tap untuk kembali<br />
ke Indeks People<br />
FOTO: MIKE BLAKE/ REUTERS<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
BUDAYA<br />
Dalam Lena Rayuan<br />
BASOEKI ABDULLAH<br />
ANGGAPAN SINIS SEPANJANG HIDUPNYA JUGA TAK PERNAH BERAKHIR. PELUKIS<br />
SALON, PENGANUT MOOI INDIES, KEBARAT-BARATAN, MATA KERANJANG, PLAYBOY, DAN<br />
PERAYU PEREMPUAN.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN BUDAYA<br />
BASOEKI Abdullah pemilih<br />
dan perfeksionis, bukan<br />
sombong dan elitis. Dia<br />
terlalu tinggi bagi kalangan<br />
yang tak memungkinkan<br />
dekat dengan diri dan dunianya.<br />
Untuk melihat pamerannya<br />
saja harus bayar, sesuatu<br />
yang di luar kebiasaan di Indonesia, dulu<br />
hingga sekarang.<br />
Tahun ini genap 100 tahun kelahiran mendiang<br />
pelukis Basoeki Abdullah. Lahir di Solo, 27<br />
Januari 1915, dari ayah R. Abdullah Surjosubroto<br />
dan ibu Ngadisah. Perayaannya di Museum<br />
Nasional Jakarta, 21-30 September 2015, bertajuk<br />
“Rayuan: 100 Tahun Basoeki Abdullah”<br />
Basoeki Abdullah melukis Ratu<br />
Timur, Ratu Mangkunegara,<br />
1941 (kiri) dan potret Ratu<br />
Timur, Ratu Keraton Kasunanan<br />
Surakarta, 1941<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
BUDAYA<br />
dengan gelaran utama pameran<br />
40 lukisan Basoeki Abdullah<br />
bertema potret, pemandangan<br />
alam, mitologi, dan keperempuanan.<br />
Pameran yang diorganisasi<br />
Museum Basoeki Abdullah ini<br />
dikuratori Mikke Susanto dan<br />
Bambang Asrini Wijanarko.<br />
Empat puluh lukisan yang<br />
dipamerkan merupakan koleksi<br />
Museum Basoeki Abdullah,<br />
Kementerian Pendidikan dan<br />
Kebudayaan RI, Galeri Nasional<br />
Indonesia, Museum Seni Rupa<br />
dan Keramik, Cemara 6 Gallery,<br />
serta kolektor individu. Sejumlah<br />
lukisan milik Istana Presiden RI<br />
hanya ditampilkan dalam bentuk<br />
reproduksi, juga karya-karya<br />
yang berada di luar negeri.<br />
Cucu tokoh pergerakan nasional<br />
dr Wahidin Sudiruhusodo ini<br />
Bersama istri dan putrinya,<br />
Nataya Nareerat dan Sidhawati<br />
dianggap sebagai sosok pelukis<br />
yang paling dikenal di Indonesia<br />
karena telah memberi warna<br />
dalam praktek dan wacana seni<br />
rupa modern Indonesia.<br />
Basoeki Abdullah tumbuh dalam<br />
naungan keluarga yang moderat,<br />
terbuka dalam atmosfer<br />
intelektual (priayi) yang kuat. Ia<br />
berada dalam lingkungan budaya<br />
Jawa yang kental sekaligus pola<br />
berpikir Barat serta tetap berpegang<br />
teguh pada spiritualitas<br />
Katolik-Jawa.<br />
Persentuhannya dengan budaya<br />
Jawa diawali saat ia lahir, di<br />
lingkungan inti budaya Jawa, Keraton<br />
Kasunanan Solo. Ia merawatnya<br />
dengan caranya sendiri:<br />
menari, mendengarkan musik<br />
gamelan, dan melukis berbagai<br />
kisah dan kepercayaan Jawa.<br />
Basoeki Abdullah kerap menari<br />
bersama GRM Dorojatun (Sri<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
BUDAYA<br />
Sultan Hamengku Buwono IX).<br />
Lukisan pertamanya berjudul Potret Mahatma Gandhi dengan<br />
media pensil di atas kertas yang dia bikin saat kelas IV HIS<br />
Solo. Setamat AMS Solo, pada 1935 Basoeki belajar di Koninklijke<br />
Academie van Beeldende Kunsten, Den Haag, Belanda, lulus dua<br />
tahun kemudian. Lalu melanjutkan studi pada 1937 di Academy<br />
Fine Art di Roma dan Paris.<br />
Pada 1937, Basoeki menikahi perempuan Belanda, Josephine, 20<br />
tahun, di Belanda, lalu kembali ke Indonesia. Setahun kemudian<br />
lahir putri pertamanya, Saraswati, di Jakarta. Setelah pernikahan<br />
mereka berakhir, Basoeki menikah dengan perempuan Belanda,<br />
Maria Michel (Maya), pada 1944, lalu berangkat kembali ke Eropa<br />
untuk berkarya di Belanda.<br />
Pada 1959, Basoeki menikah dengan perempuan Muangthai,<br />
Somwang Noi, dari Chiangmai, tapi usia pernikahan ini hanya dua<br />
tahun. Perkenalannya de ngan Nataya Nareerat, yang juga dari Muangthai,<br />
pada 1962 mengantarnya pada pernikahan ke-4, setahun<br />
kemudian. Basoeki pulang ke Indonesia, tinggal di Hotel Indonesia<br />
bersama Nataya. Putri mereka lahir pada 1972, Sidhawati.<br />
Sepanjang hidupnya, Basoeki Abdullah setidaknya telah berpameran<br />
tunggal hingga 47 kali, 1933-1993 (70 tahun), tapi tak satu<br />
pun menyajikan aspek-aspek yang terkait dengan kesejarahan<br />
Fatmawati, 1943<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
BUDAYA<br />
maupun catatan dokumen untuk memberitakan<br />
kepada publik tentang bagaimana dirinya<br />
selama ini bekerja. Mungkin baru kali inilah<br />
yang pertama.<br />
Menurut Nataya, sang istri, seperti tertulis<br />
di katalog pameran, Basoeki Abdullah tidak<br />
pernah melukis di bawah sorot lampu. Dia<br />
harus melukis di bawah sinar matahari. Kalau<br />
inspirasinya muncul, misalnya malam hari, dia<br />
membuat sketsa.<br />
Proses kreatif yang dijalani adalah membuat<br />
sketsa dan melakukan pengamatan langsung di<br />
lapangan, tidak hanya mengandalkan imajinasi<br />
dan fantasi. Dia juga akan mengenakan jubah<br />
putih khusus untuk melukis.<br />
Nyai Roro Kidul sang penguasa Laut Selatan<br />
serta legenda Joko Tarub memberi kesan<br />
tersendiri bagi Basoeki sehingga dilukis berkalikali.<br />
Hal ini diawali ketika Basoeki tinggal di<br />
Yogya pada usia belasan tahun sebelum belajar<br />
Djoko Tarub #3 (kiri) dan Djoko Tarub<br />
#4, 1956, koleksi Istana Presiden RI<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
BUDAYA<br />
Melukis Tien Soeharto di Jalan<br />
Cendana, 1968<br />
ke Belanda, dia sering berdiam diri di Pantai<br />
Parangtritis.<br />
Setelah dewasa, keinginan melukis Nyai Roro<br />
Kidul tak tertahankan lagi. Dicarinya model<br />
yang sekiranya mewakili kecantikan dan keanggunan<br />
Nyai Roro Kidul. Perempuan itu bernama<br />
Nyonya Harahap, istri seorang dokter.<br />
Setelah dilukis, Nyonya Harahap menderita<br />
kanker dan wafat. Pada mulanya, Basoeki<br />
menganggap wafatnya model tersebut hanya<br />
kebetulan. Setelah tiga kali melukis Nyai Roro<br />
Kidul, semua modelnya mengalami hal yang<br />
kurang menyenangkan, dia akhirnya menyadari<br />
hal itu.<br />
Sampai Basoeki meninggal, dia telah melukis<br />
Nyai Roro Kidul sebanyak enam kali. Lukisan<br />
yang Nyonya Harahap sebagai model akhirnya<br />
menjadi koleksi Presiden Sukarno dan kini<br />
dipajang di Istana Presiden Yogyakarta.<br />
Djoko Tarub pun dibuat Abdullah hingga<br />
enam seri, berisi tujuh bidadari turun mandi di<br />
sungai dan satu pemuda bernama Joko Tarub<br />
mencuri salah satu selendang milik bidadari.<br />
Basoeki menggunakan seorang model untuk<br />
memperagakan gesture setiap bidadari.<br />
Lukisan ini pertama kali dibuat atas pesanan<br />
khusus Presiden Sukarno untuk dipasang di<br />
Istana Merdeka. Uniknya, yang dipesan Bung<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
BUDAYA<br />
Karno, jumlah bidadarinya cuma enam, bukan tujuh sebagaimana<br />
lima lukisan lainnya dan sebagaimana legenda Jawa itu dituturkan<br />
turun-temurun. Sampai sekarang tidak ada penjelasan mengapa<br />
bidadari untuk Bung Karno hanya enam.<br />
Sukarno dan Basoeki Abdullah bagai keping mata uang. Rekto<br />
verso. Mereka adalah “dua serangkai” de ngan selera estetik yang<br />
sama yang terselip di antara gejolak revolusi dan pergerakan kemerdekaan<br />
republik ini.<br />
Perkenalannya dengan Sukarno terjadi sejak sebelum Basoeki<br />
sekolah ke Belanda. Hubungan mereka mulai terjalin dari urusan<br />
selera sebagai laki-laki yang melahirkan puluhan lukisan telanjang<br />
yang dikoleksi Sukarno, yang kini ada di Istana Presiden. Juga sepanjang<br />
1943-1960-an, Sukarno memesan lukisan potret diri dan<br />
istri-istrinya, yakni Fatmawati, Hartini, dan Ratna Sari Dewi.<br />
Perempuan menjadi penting dalam ranah kreatif Basoeki Abdullah.<br />
Ideologi bahwa lukisan merupakan medan yang memberi<br />
kelebihan dibanding realitas adalah ide yang selalu dipegangnya.<br />
Lukisan harus lebih indah dari aslinya.<br />
Ada yang menyebut Basoe ki Abdullah mengeksploitasi perempuan,<br />
terutama dalam lukisan telanjang. Konsep ketelanjangan<br />
yang tersirat dari lukisan Basoeki lebih pada mengambil alih pose<br />
Nyai Roro Kidul, 1955, koleksi<br />
Istana Presiden RI<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
BUDAYA<br />
tentang keindahan tubuh dengan efek geraknya.<br />
Dia tidak pernah melukis dalam posisi tubuh yang vulgar atau<br />
mengeksploitasi seks. Dia menerapkan komposisi akademis, seperti<br />
pandangan para pelukis Eropa lainnya. Setidaknya ada 300<br />
karya lukisan perempuan telanjang yang pernah dibuatnya.<br />
Basoeki Abdullah tutup usia pada 5 November 1995 setelah dipopor<br />
senjata oleh orang yang hendak mencuri di kediamannya.<br />
Pelukis besar ini dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta.<br />
Indonesia bukan sekadar tempat Basoeki Abdullah berasal, tapi<br />
juga inspirasi dan ruang melabuhkan segenap jiwa-raganya. Melalui<br />
lukisan pemandangan, dia menatap Indonesia dengan citra tersendiri,<br />
hingga membawa namanya sebagai duta budaya dan diplomasi<br />
yang menyatakan Indonesia sebagai the land of endless beauty.<br />
Dia pun telah meninggalkan jejak berupa rayuan. Bukan perkara<br />
perilakunya, melainkan dalam konteks lukisan-lukisannya<br />
sebagai salah satu hasil “rayuan atau hiburan (yang menyenangkan)”.<br />
Kebesaran alam, para potret elite, perempuan-perempuan<br />
cantik, dewa-dewi adalah obyek yang menjadi sarana beautifikasi<br />
atau penciptaan kenikmatan baginya. Rayuannya memikat kita<br />
semua. ■ SILVIA GALIKANO<br />
Lukisan Bung Hatta, karakter<br />
tokoh diungkapkan dengan baik<br />
melalui lukisan ini.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
FILM<br />
DUNIA KERJA KREATIF YANG DIISI<br />
ORANG-ORANG MUDA TERNYATA<br />
MEMBUTUHKAN SEORANG PENSIUNAN<br />
DENGAN ETOS KERJA KUNONYA.<br />
TERBUKTI LEWAT PROGRAM MAGANG<br />
SENIOR.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
FILM<br />
Tap untuk melihat Video<br />
Judul: The Intern<br />
Sutradara: Comedy<br />
Skenario: Nancy Meyers<br />
Produksi:<br />
Warner Bros. Pictures<br />
Pemain:<br />
Robert De Niro, Anne<br />
Hathaway, Rene Russo<br />
Durasi:<br />
2 jam 1 menit<br />
BEN Whittaker (Robert De Niro) adalah<br />
pensiunan berusia 70 tahun yang<br />
hilang pegangan setelah kematian istrinya.<br />
Ben tinggal seorang diri di rumahnya<br />
yang resik. Anaknya sudah berkeluarga<br />
dan tinggal di kota lain.<br />
Hari-harinya diisi dengan menyibukkan diri:<br />
ke Starbucks pukul 7 pagi, membeli lasagna<br />
beku porsi satu orang, berlatih yoga dan taichi,<br />
sampai les bahasa Mandarin, tapi tetap saja tak<br />
dapat mengisi kesepiannya. Pernah dia habiskan<br />
tabungan untuk keliling dunia. Tapi, begitu pulang,<br />
dan tak ada siapa pun yang menyambut di<br />
rumah, kembali Ben merasa kehilangan tujuan.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
FILM<br />
Di sebuah sudut jalan, Ben melihat iklan<br />
“magang senior” untuk toko baju online yang<br />
sedang berkembang pesat, About the Fit (ATF).<br />
Dia pun melamar.<br />
Ben diterima bersama empat pemagang<br />
senior dan satu junior, dan ditempatkan di<br />
“bagian umum” untuk sang pemilik ATF, Jules<br />
Ostin (Anne Hathaway). Jules adalah perempuan<br />
stylish berusia 30-an yang bergerak cepat.<br />
Dia bahkan naik sepeda di dalam kantor demi<br />
menghemat waktu. Kadang ikut menerima<br />
telepon keluhan pelanggan untuk sekadar mengecek<br />
basis kliennya, dan memeriksa detail<br />
tampilan website. Jules pun pulang paling akhir.<br />
Kerjanya yang sangat sibuk itu memicu konflik<br />
di keluarga. Ibunya mencereweti agar dia<br />
tidur cukup, suaminya (yang bapak rumah<br />
tangga) resah seiring dengan makin besarnya<br />
perusahaan Jules, dan makin sedikit waktu<br />
bersama putrinya yang masih TK. Belakangan,<br />
ketahuan kalau sang suami berselingkuh.<br />
Dalam keadaan demikianlah Ben masuk kehidupan<br />
Jules dan mengenal keluarga bos barunya<br />
ini. Akankah Ben menggunakan kebijaksa-<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
FILM<br />
The Intern menguarkan<br />
humor dan kesedihan yang<br />
sama porsinya.<br />
naannya untuk ikut menyelesaikan<br />
masalah pekerjaan dan keluarga<br />
Jules, sekaligus menemukan arti<br />
baru dalam hidupnya sendiri?<br />
Dengan cerita dan alur yang standar,<br />
The Intern bisa tampil menggigit<br />
dan seja lan dengan perkembangan<br />
dunia kerja terbaru. Jangan tertukar<br />
film ini dengan The Internship yang<br />
diperankan Owen Wilson dan Vince<br />
Vaughn pada 2013.<br />
The Intern menguarkan humor<br />
dan kesedihan yang sama porsinya, dengan<br />
tone mewah dan lembut. Suguhannya “sesuai<br />
yang dijanjikan”, tak kurang, tak lebih. Bukan<br />
berarti karya ini buruk, melainkan pelajaran<br />
yang dapat dipetik, perasaan yang diperoleh,<br />
dan kebijaksanaan yang tersampaikan setara<br />
dengan tiket yang dibeli untuk menonton sebuah<br />
film komedi.<br />
Film ini bagai selimut tebal yang membungkus<br />
kita dalam sebuah pelukan nyaman. Jadi<br />
jangan bertanya mengapa film ini tidak dibuat<br />
lebih kasar, lebih tangguh, dan lebih cerdas,<br />
karena memang demikianlah idealnya.<br />
Naskah Meyers punya tone mantap dan<br />
menikung di tempat yang tak disangka-sangka.<br />
Misalnya dia menyelipkan adegan e-mail salah<br />
kirim yang lucu, padahal jika diperhatikan, tidak<br />
bersambungan ke adegan sebelum maupun<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
FILM<br />
sesudahnya.<br />
Jika pernah menonton Something’s Gotta<br />
Give (2003), It’s Complicated (2009), What<br />
Women Want (2000), The Parent Trap (1998),<br />
atau The Holiday (2006), Anda akan paham<br />
mengapa Meyers membuat The Intern seperti<br />
ini. Termasuk subplot masuknya seorang pemijat<br />
profesional (masseur), Fiona (Renee Russo),<br />
yang menarik perhatian Ben.<br />
Walau skenarionya sedikit datar dan standar,<br />
syukurlah aktris-aktornya mengeksekusi kewajiban<br />
mereka dengan cukup baik. De Niro<br />
memainkan karakter nyata dan bisa kita temui<br />
setiap hari, bukan sekadar kumpulan “akting<br />
hebat” dan ekspresi wajah yang kuat. Melihat<br />
Ben menyetir mobil untuk Jules dalam posisi<br />
sopir dan penumpang sambil mengeluarkan<br />
satu-dua kalimat bijak, kita seperti diingatkan<br />
pada peran ikonis De Niro di Taxi Driver (1976)<br />
bersama Jodie Foster.<br />
Hathaway juga memberikan setiap momen<br />
dan kalimat dengan apik, sampai-sampai tak<br />
tega melihatnya menangis hingga merah seluruh<br />
wajahnya.<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015
SENI HIBURAN<br />
FILM<br />
Sinematografer Stephen Goldblatt (The Help<br />
dan Get on Up) membuat tampilan cantik,<br />
meski terlalu teratur dan rapi, hingga karakterkarakternya<br />
terasa seperti berjalan melalui area<br />
ruang pamer furnitur mewah.<br />
The Intern anggun, mulus tanpa cacat, tapi<br />
masih kurang di unsur tegangan dan percikan<br />
semangat yang membuatnya hidup, kecuali<br />
momen ketika Ben dan Jules berseberangan<br />
paham. Pada akhirnya, memang Hathaway dan<br />
De Niro yang menuntaskan tugas menghibur<br />
penonton, bukan Meyers si sutradara atau<br />
Meyers si penulis skenario. ■<br />
SILVIA GALIKANO<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015
FILM PEKAN INI<br />
BLACK MASS<br />
WHITEY Bulger (Johnny Depp) adalah<br />
mafia paling kejam dan kuat asal<br />
Irlandia yang berkuasa di Boston<br />
Selatan, Amerika. Untuk menghindari<br />
jerat hukum, Bulger akhirnya bekerja<br />
sama dengan FBI untuk menangkap kelompok keluarga<br />
mafia Italia.<br />
JENIS FILM: BIOGRAPHY, CRIME,<br />
DRAMA | PRODUSER: BRIAN OLIVER,<br />
JOHN LESHER, BRETT GRANSTAFF,<br />
TYLER THOMPSON | SUTRADARA: SCOTT<br />
COOPER | PENULIS: SCOTT COOPER, MARK<br />
MALLOUK | PRODUKSI: WARNER BROS.<br />
PICTURES | DURASI: 122 MENIT<br />
EVEREST<br />
EVEREST diadaptasi dari buku berjudul<br />
Into Thin Air: A Personal Account of the<br />
Mt. Everest Disaster karya Jon Krakauer,<br />
yang diangkat dari kisah nyata pada 1996.<br />
Sebuah tim penjelajah harus berhadapan<br />
dengan keganasan alam yang ada di Everest ketika<br />
datang badai salju paling ganas yang pernah dihadapi<br />
umat manusia.<br />
JENIS FILM: ADVENTURE, DRAMA,<br />
THRILLER | PRODUSER: TIM BEVAN,<br />
NICKY KENTISH BARNES, ERIC FELLNER,<br />
BRIAN OLIVER, BALTASAR KORMAKUR,<br />
TYLER THOMPSON, EVAN | SUTRADARA:<br />
BALTASAR KORMAKUR | PENULIS:<br />
WILLIAM NICHOLSON, SIMON BEAUFOY<br />
| PRODUKSI: UNIVERSAL PICTURES |<br />
DURASI: 121 MENIT<br />
SELF/LESS<br />
DAMIAN (Ben Kingsley) adalah pengusaha kaya raya yang<br />
sedang sekarat akibat kanker. Sebuah tindakan medis diambil<br />
Damian dengan memindah seluruh ingatannya ke dalam<br />
tubuh yang lebih muda dan sehat (Ryan Reynolds).<br />
Sukses dengan pemindahan tubuh, Damian merasa hidup<br />
kembali. Namun, belakangan, ia mengetahui hal-hal yang diketahui<br />
pemilik tubuh asli. Damian pun mencoba mencari tahu siapa sebenarnya<br />
pemilik tubuh muda yang ia gunakan itu. Sebuah rahasia membawa<br />
Damian ke sebuah organisasi berbahaya.<br />
JENIS FILM: MYSTERY, SCI-FI,<br />
THRILLER | PRODUSER:<br />
RAM BERGMAN, PETER<br />
SCHLESSEL, JAMES D. STERN<br />
| SUTRADARA: TARSEM<br />
SINGH | PENULIS: DAVID<br />
PASTOR, ALEX PASTOR<br />
| PRODUKSI: ENDGAME<br />
ENTERTAINMENT | DURASI:<br />
116 MENIT<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KATALOG<br />
REKAMAN ISU<br />
TANPA PRETENSI ILMIAH<br />
MUNGKIN karena judul dan desain<br />
sampulnya, buku ini sepintas jadi<br />
terkesan seperti diktat kuliah atau<br />
bacaan wajib para mahasiswa ilmu<br />
komunikasi. Padahal isinya adalah kumpulan<br />
tulisan yang pernah muncul dalam rubrik Takrif<br />
di halaman muka Pikiran Rakyat, Bandung.<br />
Total ada 75 artikel yang merekam berbagai<br />
isu aktual dari kacamata guru besar ilmu<br />
komunikasi Universitas Padjadjaran, Profesor<br />
Deddy Mulyana, serta Pemimpin dan Wakil<br />
Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat, Islaminur<br />
Pempasa dan Rahim Asyik, sebagai penulisnya.<br />
Artikel-artikel yang muncul ditulis dengan<br />
sederhana tapi menghibur dan bernas,<br />
meski tak selalu menawarkan solusi. Juga tak<br />
berpretensi ilmiah atau sastrawi. Toh, lewat<br />
tulisan-tulisan itu, pembaca dapat mengangguk<br />
tanda mengerti meski belum tentu setuju.<br />
Mungkin lantaran ketiga penulis punya<br />
latar keilmuan serupa karena pernah belajar<br />
di kampus yang sama, Fikom-Unpad, tulisantulisan<br />
mereka nyaris sewarna. Hanya Rahim<br />
Asyik yang cukup tekun berupaya menampilkan<br />
kata baru atau kata lawas yang lama tak<br />
digunakan, sehingga sangat jarang muncul<br />
dalam percakapan sehari-hari. Ia, misalnya,<br />
menampilkan kata “gelojoh” (rakus, suka makan<br />
banyak), “lantip” (berotak cemerlang, cerdas),<br />
atau “rampat” (sama rata).<br />
JUDUL: KOMUNIKASI, MEDIA, DAN<br />
MASYARAKAT | PENULIS: PROFESOR<br />
DEDDY MULYANA, DKK | PENERBIT:<br />
ROSDA KARYA | TERBITAN: SEPTEMBER<br />
2015 | TEBAL: 267 HALAMAN<br />
MAJALAH DETIK 29 28 SEPTEMBER -- 54 OKTOBER 2015 2014
KATALOG<br />
TERAPI ATASI CEGUKAN<br />
JUDUL:<br />
HINGGA SULIT TIDUR<br />
HYPNOPARENTING |<br />
PENULIS: DEWI P. FAENI<br />
PENERBIT: NOURA BOOKS |<br />
TERBIT: JUNI 2015 | TEBAL: 162<br />
HALAMAN<br />
HIPNOTIS atau hipnoterapi kerap disalahpahami sebagai gendam.<br />
Padahal metode ini sebetulnya dikenal dan dipraktekkan sejak ribuan<br />
tahun sebelum Masehi dalam berbagai bidang kehidupan. Selain untuk<br />
kesehatan, hipnoterapi bisa dimanfaatkan dalam pola pengasuhan anak<br />
dalam keluarga. Sebab, hampir setiap orang tua pasti bakal mengalami saat-saat<br />
kewalahan dan nyaris frustrasi oleh ulah anak-anaknya sendiri. Ada yang sulit diatur,<br />
manja dan tak mandiri, kecanduan main game, suka membantah, malas belajar, dan<br />
segala persoalan lainnya.<br />
Buku ini disusun dengan kemasan populer, bahasa yang mudah dipahami, serta teoriteori<br />
yang sudah disederhanakan agar pembaca bisa langsung mempraktekkan sendiri<br />
metode hypnoparenting di rumah. Dalam bab tentang “Menerapkan Hypnoparenting<br />
di Rumah”, misalnya, penulis memberikan tip bagaimana menghadapi anak usia 4-12<br />
bulan yang sulit tidur hingga menghilangkan cegukan.<br />
Buku ini menjadi istimewa karena ditulis oleh seorang doktor yang di masa kanakkanaknya<br />
pernah mengidap gangguan hiperaktif dan kurang tumpuan (ADHA) serta<br />
disleksia. Tapi, berkat kegigihan orang tuanya membimbingnya, ia justru bisa lulus<br />
SMA di Jerman dengan IPK mendekati 4,0.<br />
MAJALAH DETIK 29 SEPTEMBER - 5 OKTOBER 2014<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
KATALOG<br />
BERHAJI MURAH-MERIAH<br />
MADA, pemuda yang<br />
semula dikenal alim,<br />
mendadak berubah ketika<br />
sang ibunda berpulang.<br />
Ia marah, mempertanyakan kehadiran<br />
Allah SWT, dan akhirnya memutuskan<br />
berkelana ke berbagai negara, yaitu<br />
Thailand, Laos, Vietnam, Tiongkok,<br />
Tibet, Nepal, India, Pakistan, Iran, Teluk<br />
Persia, hingga Arab Saudi.<br />
Mada sangat menikmati perjalanan<br />
backpacker-nya, tapi ternyata tetap<br />
haus akan sesuatu yang baru meskipun<br />
telah mendapatkan banyak hal, yaitu<br />
kenyamanan batin. Cerita demi cerita<br />
pun terjadi dan dialaminya selama<br />
pengembaraannya tersebut, lalu ia<br />
pun mulai tersadar bahwa Tuhan selalu<br />
menemaninya di mana pun dan kapan<br />
pun tanpa ia sadari.<br />
Dalam kondisi kekinian, mungkinkah haji<br />
ditempuh secara backpacker? Ketika ongkos<br />
naik haji selalu naik setiap tahun, menunaikan<br />
ibadah dengan cara ini sepertinya bisa menjadi<br />
alternatif. Tapi, untuk bisa berhaji secara murahmeriah,<br />
tentu saja ada sederet prasyarat yang<br />
harus dipenuhi calon jemaah. Hal itu antara lain<br />
kondisi fisik yang prima dan waktu luang yang<br />
lapang. Sebab, para sahabat di era Rasulullah<br />
pun banyak yang melakukan haji dengan cara<br />
backpacker-an sesuai masanya. Di dalam Al-<br />
Quran, ada gambaran berangkat haji dengan<br />
menunggangi unta yang kurus-kurus lagi kecil,<br />
bahkan tak jarang para sahabat nekat berangkat<br />
haji dalam kondisi yang masih belum aman.<br />
JUDUL: HAJI BACKPACKER 2<br />
| PENULIS: AGUK IRAWAN M.N. |<br />
PENERBIT: IIMAN REAL | TERBITAN: 2014<br />
| TEBAL: 268 HALAMAN<br />
MAJALAH DETIK 29 MAJALAH 28 SEPTEMBER DETIK -- 15 54 OKTOBER - 21 JUNI 2015 2014
AGENDA<br />
BEDAH BUKU KOTA DI DJAWA TEMPO<br />
DOELOE KARYA OLIVIER JOHANNES<br />
NAMAKU NAMA<br />
Oleh Teater Keleng<br />
29 SEPTEMBER 2015<br />
GOR Bulungan, Jakarta Selatan<br />
• 28 SEPTEMBER 2015, PUKUL 13.00 WIB,<br />
UIN SUNAN GUNUNG DJATI, BANDUNG<br />
• 29 SEPTEMBER 2015, PUKUL 13.00 WIB,<br />
UNIVERSITAS PADJADJARAN, BANDUNG<br />
• 30 SEPTEMBER 2015, PUKUL 19.30 WIB,<br />
BALAI SOEDJATMOKO, SOLO<br />
• 1 OKTOBER 2015, PUKUL 14.00 WIB,<br />
INSTITUT SENI INDONESIA, YOGYAKARTA<br />
• 2 OKTOBER 2015, PUKUL 18.00 WIB, TOKO<br />
OEN, SEMARANG<br />
HARI RUMI SEDUNIA<br />
30 SEPTEMBER 2015,<br />
PUKUL 09.00WITA<br />
Aula Prof. Amiruddin, Universitas<br />
Hasanuddin, Makassar<br />
SENLIMA: PERJALANAN<br />
TANPA BATAS<br />
• 1 OKTOBER 2015, PUKUL 18.00<br />
WIB & 20.30 WIB, PPKH UGM,<br />
YOGYAKARTA<br />
• 4 OKTOBER 2015, PUKUL 20.00<br />
WIB, TEATER SALIHARA, JAKARTA<br />
PRESENTATION:<br />
INTERNATIONAL<br />
COFFEE DAY: EXPRESSO<br />
YOURSELF<br />
29 SEPTEMBER 2015, PUKUL<br />
20.30WIB<br />
@america, Pacific Place, Jakarta<br />
NITA AARTSEN &<br />
PATRICK LAUWERENDS<br />
30 SEPTEMBER 2015,<br />
PUKUL 19.30 WIB<br />
Erasmus Huis, Jakarta<br />
SPECIAL PERFORMANCE<br />
DUA RUANG: ARI<br />
LASSO-TULUS<br />
4 OKTOBER 2015,<br />
PUKUL 18.30 WIB<br />
Istora Senayan, Jakarta<br />
Promotor: Garam Production<br />
Yockie Suryo Prayogo<br />
1 & 2 OKTOBER 2015,<br />
PUKUL 20.00 WIB<br />
Nusa Indah Theatre, Balai<br />
Kartini, Jakarta<br />
KOPI DAN PUISI<br />
Bienal Sastra Salihara 2015<br />
SABTU, 3 OKTOBER 2015, PUKUL 16.00-18.30 WIB<br />
Ruang Terbuka Salihara<br />
MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015
Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />
Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />
Email: redaksi@majalahdetik.com<br />
Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />
@majalah_detik<br />
majalah detik