02.10.2015 Views

TRAGEDI MINA

20150928_MajalahDetik_200

20150928_MajalahDetik_200

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KERETA & ROMUSA<br />

PARA PENANTANG AHOK<br />

<strong>TRAGEDI</strong><br />

<strong>MINA</strong><br />

SALAH SIAPA<br />

EDISI 200 | 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


DAFTAR ISI<br />

EDISI 200 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />

TAP PADA KONTEN UNTUK MEMBACA ARTIKEL<br />

FOKUS<br />

DUKA <strong>MINA</strong><br />

SALAH SIAPA<br />

“SEKARANG BERHAJI MAKIN AMAN....<br />

TAPI KITA TIDAK AKAN PERNAH BISA<br />

MENCAPAI KEAMANAN SERATUS<br />

PERSEN.”<br />

NASIONAL<br />

CRIME STORY<br />

n MENUJU BURSA DKI SATU<br />

n BALIK BADAN TOLAK NAIK TUNJANGAN<br />

INTERNASIONAL<br />

n DI BALIK KISAH JASAD DI TAMAN<br />

HUKUM<br />

n DARI LEDEKAN ‘CUNGKRING’ DAN ‘GENDUT’<br />

EKONOMI<br />

n SETELAH PM LEE<br />

n BUKAN SURGA DI KOREA SELATAN<br />

INSPIRING PEOPLE<br />

n SATRIA BERGITAR DARI TER<strong>MINA</strong>L DEPOK<br />

INTERVIEW<br />

n PERUMNAS INGIN JADI SEPERTI BULOG<br />

RUMAH<br />

n PESONA HUNIAN INDUSTRIAL SUNJAYA ASKARIA<br />

SELINGAN<br />

n RIZAL VS LINO<br />

n TAK PERLU LEWAT CIKUNIR<br />

n URUSAN ANGKUTAN CIKARANG<br />

n AKSES TOL TANPA PERMUKIMAN ELITE<br />

n PUDARNYA PASAR AFRIKA DI TANAH ABANG<br />

BISNIS<br />

n SELAMAT DATANG, ‘RENTENIR’ ONLINE<br />

OBITUARI<br />

n BUYUNG, SEORANG GURU DAN ABANG<br />

LENSA<br />

n KERETA DAN ROMUSA<br />

BUDAYA<br />

n DOA DI HARI IDUL ADHA<br />

PEOPLE<br />

n DALAM LENA RAYUAN BASOEKI ABDULLAH<br />

FILM<br />

n KEITH MARTIN | CLARISSA TAMARA | JON HAMM<br />

GAYA HIDUP<br />

n KISAH MAGANG ROBERT DE NIRO<br />

n KATALOG<br />

n FILM PEKAN INI<br />

n AGENDA<br />

Cover:<br />

Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik<br />

n HIJAB DI AUSTRALIA LEBIH LONGGAR, LEBIH KASUAL<br />

n LADAKH, NEGERI DI ATAS LAUT<br />

n CITA RASA OTENTIK TIMUR TENGAH<br />

Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad. Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti. Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />

Nugroho, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif Arianto, Aryo<br />

Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita, Kustiah, M Rizal,<br />

Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar Rifai, Jaffry<br />

Prabu Prakoso, Ibad Durohman, Aditya Mardiastuti. Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar. Tim<br />

Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus Purnomo. Product Management & IT: Sena Achari,<br />

Sofyan Hakim, Andri Kurniawan. Creative Designer: Mahmud Yunus, Desy Purwaningrum, Suteja,<br />

Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Fuad Hasim, Luthfy Syahban. Ilustrator: Kiagus Auliansyah, Edi<br />

Wahyono.<br />

Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />

Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />

appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />

No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.


LENSA<br />

DOA DI HARI IDUL ADHA<br />

TAP UNTUK MELIHAT FOTO UKURAN BESAR<br />

Umat Islam di Indonesia merayakan Idul Adha dengan menunaikan salat, memanjatkan doa, dan berkurban pada Kamis (24/9). Hari raya ini menjadi<br />

pengingat akan peristiwa saat Nabi Ibrahim nyaris menyembelih Ismail sebelum malaikat mengganti anak Ibrahim itu dengan hewan.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


LENSA<br />

Jemaah salat Idul Adha berdoa di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta. (Beawiharta/REUTERS)


LENSA<br />

Salat Idul Adha di Pasar Senen, Jakarta. (Grandyos Zefna/DETIKCOM)


LENSA<br />

Presiden Joko Widodo menyerahkan hewan kurban kepada pengurus Masjid Agung Al-Karomah, Martapura, setelah melaksanakan salat Idul<br />

Adha di Kalimantan Selatan. (Herry Murdy Hermawan/ANTARA FOTO)


LENSA<br />

Daging hewan kurban siap dibagikan di sebuah masjid di Jakarta. (Hasan Alhabsy/DETIKCOM)


LENSA<br />

Ribuan warga Kota Palembang melaksanakan salat Idul Adha di bundaran air mancur Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang,<br />

yang diselimuti kabut asap. (Nova Wahyudi/ANTARA FOTO)


LENSA<br />

Warga antre untuk mendapatan hewan kurban di Surabaya. (Sigit Pamungkas/REUTERS)


NASIONAL<br />

MENUJU<br />

BURSA<br />

DKI<br />

SATU<br />

BURSA CALON GUBERNUR<br />

JAKARTA KEMBALI MENGHANGAT<br />

DENGAN MUNCULNYA ADHYAKSA<br />

DAULT DAN SANDIAGA UNO.<br />

RISMA DAN RIDWAN KEMBALI<br />

DIGADANG-GADANG.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Deklarasi dukungan untuk<br />

Adhyaksa Dault di Jakarta,<br />

Minggu (20/9).<br />

RACHMAN HARYANTO/DETIKCOM<br />

BEBERAPA hari belakangan Ketua<br />

Kwartir Nasional Pramuka Adhyaksa<br />

Dault kebanjiran pesan singkat ke<br />

telepon selulernya. Mayoritas isinya<br />

ucapan selamat dan dukungan untuk maju<br />

sebagai calon Gubernur DKI Jakarta 2017.<br />

Mereka berasal dari sejumlah jaringan yang<br />

dimiliki mantan Menteri Pemuda dan Olahraga<br />

itu, seperti Himpunan Mahasiswa Islam hingga<br />

Komite Nasional Pemuda Indonesia.<br />

“Juga dari sejumlah tokoh politik dan tokoh<br />

agama,” kata Adhyaksa saat berbincang dengan<br />

majalah detik, Rabu, 23 September lalu.<br />

Bertempat di Hotel Kartika Chandra, Jakarta<br />

Selatan, Ahad, 20 September lalu, sejumlah<br />

tokoh yang tergabung dalam Forum Peduli<br />

Jakarta mendaulat Adhyaksa maju sebagai calon<br />

Gubernur Ibu Kota. Dalam acara deklarasi<br />

dukungan itu, hadir sejumlah tokoh.<br />

Mereka antara lain mantan Menteri Perdagangan<br />

Rachmat Gobel, Marwah Daud Ibrahim,<br />

politikus Partai Amanat Nasional Tjatur<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

(Dari kiri ke kanan)<br />

Adhyaksa Dault, Sandiaga<br />

Uno, Tri Rismaharini,<br />

Abdullah Azwar Anas, dan<br />

Ridwan Kamil<br />

FOTO-FOTO: DOK.DETIKCOM DAN<br />

ANTARAFOTO<br />

Sapto Edy, mantan Menteri Pertanian dari<br />

Partai Keadilan Sejahtera Suswono, dan bekas<br />

Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal<br />

TNI (Purnawirawan) Hendardji Soepandji.<br />

Hadir pula Ketua Dewan Pimpinan Pusat<br />

Partai Gerindra Riza Patria, Ketua Dewan Pimpinan<br />

Wilayah PKS DKI Jakarta Selamat Nurdin,<br />

dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai<br />

Hanura DKI Mohamad Sangaji. Tampak pula<br />

sejumlah ulama, cendekiawan muslim, atlet,<br />

sampai selebritas, seperti Mark Sungkar, Olivia<br />

Zalianty, Cici Paramida, dan Dude Harlino.<br />

Adhyaksa mengklaim deklarasi itu hanya<br />

menghabiskan biaya Rp 20 juta. Itu pun berasal<br />

dari patungan para tokoh pendukung.<br />

“Ada juga yang menyumbang kaus,” ujar pria<br />

kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah, 52 tahun<br />

lalu itu.<br />

Karena “ditodong” sejumlah tokoh untuk ikut<br />

bertarung dalam pemilihan Gubernur Jakarta,<br />

yang kurang dari dua tahun lagi, Adhyaksa<br />

pun menyanggupi. Menjalankan amanah para<br />

tokoh untuk membenahi Jakarta menjadi alasannya<br />

menyatakan bersedia. Bukan semata<br />

mengejar jabatan.<br />

“Saya sudah jadi menteri dan Ketua Pramuka.<br />

Untuk apa lagi saya maju (dalam pilgub Jakarta)?<br />

Motivasi saya hanya ingin menjalankan<br />

amanah,” ujarnya.<br />

Adhyaksa, yang tengah menyiapkan Sembilan<br />

Manifesto untuk Kesejahteraan Jakarta<br />

sebagai programnya, juga tak merasa risau<br />

jika harus berhadapan dengan Basuki Tjahaja<br />

Purnama atau Ahok, yang kini menjabat orang<br />

nomor satu Jakarta.<br />

Namun ia tak ingin sembarang maju. Adhyaksa<br />

masih akan melihat apakah ia akan<br />

melalui jalur independen atau partai. Pengum-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Salah satu posko Teman<br />

Ahok di Mal Ambasador,<br />

Jakarta, Sabtu (25/7).<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

pulan kartu tanda penduduk sebagai syarat<br />

calon independen akan dilakukan. Jika animo<br />

masyarakat tinggi, ia akan mendeklarasikan<br />

diri sebagai calon independen pada Desember<br />

mendatang.<br />

“Dan kalau animo partai baik, saya maju (lewat<br />

partai),” tuturnya. “Saya akan lihat sebelum<br />

melompat.”<br />

Apalagi sejumlah tokoh partai yang hadir<br />

dalam acara pendaulatan Dault secara tersirat<br />

sudah memberikan dukungan. “Merekalah<br />

yang akan mendukung saya maju di pilgub<br />

nanti,” ucap Adhyaksa.<br />

Munculnya nama Adhyaksa kian meramaikan<br />

bursa calon Gubernur Jakarta. Sebelumnya<br />

sempat muncul nama kandidat lain, di<br />

antaranya Wali Kota Bandung Ridwan Kamil<br />

dan pengusaha nasional Sandiaga Uno. Sandi-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Ahok, bila<br />

disandingkan dengan<br />

nama-nama yang ada<br />

di Jakarta, enggak<br />

ada lawan.<br />

Hasan Nasbi<br />

aga, yang juga anggota Dewan Pembina Partai<br />

Gerindra, sudah menyatakan kesiapannya.<br />

“Kita belum melihat DKI setara dengan kota<br />

metropolis yang lain,” kata Sandiaga, mengungkapkan<br />

alasannya tertantang sebagai calon<br />

gubernur.<br />

Adapun Ridwan Kamil masuk hitungan setelah<br />

namanya disebut Presiden PKS Mohamad<br />

Sohibul Iman. Meskipun di partai dakwah itu<br />

muncul pula nama kader PKS Nurmahmudi Ismail,<br />

yang kini menjabat Wali Kota Depok,<br />

untuk diusung sebagai calon Gubernur<br />

Jakarta.<br />

“Ridwan Kamil masuk radar kami,”<br />

tutur Sohibul Iman di sela Musyawarah<br />

Nasional PKS di Hotel Bumi Wiyata,<br />

Depok, Senin, 14 September lalu.<br />

Rupanya bukan hanya PKS yang<br />

melirik Ridwan. PAN juga memasukkan<br />

nama Kang Emil, sapaan akrab Ridwan,<br />

dalam bursa tokoh yang akan diusung partai<br />

itu di Pilgub DKI 2017, di samping sejumlah<br />

nama lain.<br />

“Ada Ridwan Kamil, Wali Kota Surabaya Ibu<br />

Risma (Tri Rismaharini), ada Adhyaksa Dault,<br />

ada Pak Ahok. Nanti kita lihat yang terbaik<br />

untuk Jakarta siapa,” ucap Ketua Umum PAN<br />

Zulkifli Hasan.<br />

Namun, kendati digadang-gadang sejumlah<br />

partai, Ridwan Kamil mengaku belum terpikir<br />

untuk “pergi” dari Bandung, kota yang saat<br />

ini dipimpinnya. “Kalau ada yang menyebut<br />

(nama), saya apresiasi. Tapi, kalau ditanya, saya<br />

fokus di Bandung dulu. PR saya masih banyak,”<br />

kilahnya.<br />

Nama Ridwan Kamil juga disebut dalam rilis<br />

hasil survei calon Gubernur Jakarta yang digelar<br />

Cyrus Network, 7 Mei lalu. Hasil survei menunjukkan<br />

sosok Ridwan dan Tri Rismaharini berpotensi<br />

menjadi pesaing terberat Basuki, yang<br />

juga bersiap maju sebagai calon petahana.<br />

Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan<br />

Nasbi melihat ada upaya serius yang dibungkus<br />

dengan rapi agar figur Ridwan Kamil menarik<br />

perhatian publik, seperti melalui momen<br />

Konferensi Asia-Afrika beberapa waktu lalu di<br />

Jakarta dan Bandung.<br />

“Survei yang kami lakukan ini berlatar bela-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Wali Kota Surabaya Tri<br />

Rismaharini saat memantau<br />

perbaikan jalur pedestrian<br />

di kota itu.<br />

ARI SAPUTRA/DETIKCOM<br />

kang rasa penasaran. Momen KAA kemarin<br />

sepertinya dimanfaatkan untuk menguatkan<br />

karakter dan figur Ridwan Kamil secara masif<br />

ke level nasional. Untuk itu, kami buktikan<br />

secara scientific,” kata Hasan, Rabu pekan lalu.<br />

Survei yang dilakukan pada 24-30 April 2015<br />

dengan melibatkan seribu responden dari<br />

warga DKI Jakarta yang sudah menikah menunjukkan<br />

Ridwan masuk tiga besar tokoh populer<br />

jika maju di pilgub DKI. Namun peringkat<br />

pertama masih Ahok, dengan persentase 96,6<br />

persen, disusul Risma (74,5 persen) dan Ridwan<br />

(73 persen).<br />

Nama Ridwan bahkan jauh melampaui sejumlah<br />

tokoh, seperti Menteri Kelautan dan<br />

Perikanan Susi Pudjiastuti, Wakil Gubernur<br />

Jakarta Djarot Saiful Hidayat, bekas Gubernur<br />

Jakarta Fauzi Bowo, dan Wakil Ketua Dewan<br />

Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Abraham<br />

“Lulung” Lunggana.<br />

Menurut Hasan, nama-nama itu disurvei<br />

karena pihaknya ingin melihat lawan yang berbobot<br />

buat Ahok supaya pilkada DKI menarik<br />

dan bermutu. “Ahok, bila disandingkan dengan<br />

nama-nama yang ada di Jakarta, enggak ada<br />

lawan. Maka, selama empat bulan, kami mencari<br />

siapa kira-kira lawan Ahok yang bermutu.<br />

Nah, muncullah nama-nama itu,” ujarnya.<br />

Selain Risma dan Ridwan, muncul nama sejumlah<br />

tokoh yang dinilai sebagai kepala daerah<br />

berprestasi, seperti Bupati Banyuwangi Azwar<br />

Anas dan Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah.<br />

Kendati begitu, ada dua nama “utama” yang<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Gubernur DKI Jakarta<br />

Basuki Tjahaja Purnama<br />

atau Ahok<br />

LUCKY R/ANTARA FOTO<br />

bisa bersaing dengan Ahok versi masyarakat<br />

Jakarta. Dia adalah Risma dan Ridwan Kamil.<br />

Hasan pun menilai pertarungan menuju DKI-<br />

1 menjadi kurang seru apabila lawan tanding<br />

Basuki bukanlah kepala-kepala daerah berprestasi<br />

tersebut. Termasuk Adhyaksa dan Sandiaga,<br />

yang kini muncul di deretan kandidat,<br />

kecuali keduanya maju berpasangan dengan<br />

kepala daerah berprestasi tersebut.<br />

“Sehingga pilkada DKI itu menjadi contoh<br />

bahwa orang-orang bagus berhak naik pangkat<br />

dan bekerja di Ibu Kota,” ucapnya.<br />

Nah, selain nama-nama itu, muncul pula<br />

Marco Kusumawijaya. Pria yang selama ini<br />

dikenal sebagai ahli tata kota itu mengaku<br />

belum punya tim dan dana. Tapi, melalui dinding<br />

Facebook-nya, pada 19 September lalu ia<br />

menyatakan niat menjadi cagub Jakarta dan<br />

tengah mencari pendukung.<br />

Pilgub DKI masih hitungan tahun. Ke depan,<br />

mungkin saja akan terus muncul nama-nama<br />

lain, bahkan yang “tak terduga” dalam bursa<br />

kandidat. Kita tunggu saja. n<br />

DEDEN GUNAWAN, ADITYA MARDIASTUTI, JAFFRY PRABU | DIM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

BALIK BADAN<br />

TOLAK NAIK<br />

TUNJANGAN<br />

“SEHARUSNYA, SAAT MERENCANAKAN<br />

PROGRAM DAN ANGGARAN, SUDAH TERBANGUN<br />

TRANSPARANSI.”<br />

Anggota DPR periode 2014-2019 berfoto bersama kerabat setelah dilantik,<br />

Oktober 2014.<br />

LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

APA yang terjadi di Dewan Perwakilan<br />

Rakyat nyaris tak pernah<br />

luput dari sorotan. Setelah rencana<br />

pembangunan kompleks<br />

parlemen senilai Rp 2,7 triliun, kini giliran usul<br />

kenaikan tunjangan bagi pimpinan dan anggota<br />

Dewan yang menuai penolakan publik.<br />

Setelah kembali disorot, hampir seluruh<br />

fraksi di DPR, termasuk fraksi penguasa, Partai<br />

Demokrasi Indonesia Perjuangan, ramai-ramai<br />

balik badan menolak kenaikan tunjangan itu.<br />

Meski belum semua menyatakan secara resmi,<br />

penolakan dilontarkan justru setelah usul<br />

kenaikan disetujui pemerintah.<br />

Fraksi Partai Golkar, yang awalnya mendukung<br />

kenaikan, melalui juru bicara kubu<br />

Aburizal Bakrie, Tantowi Yahya, juga akhirnya<br />

menyatakan menolak. “Fraksi Golkar menganggap<br />

kenaikan tunjangan di saat ekonomi<br />

seperti sekarang tidak tepat,” kata Tantowi,<br />

Rabu pekan lalu.<br />

Pernyataan itu menyusul sebagian besar<br />

fraksi lain yang sudah menolak kenaikan, seperti<br />

Fraksi Partai Gerindra, NasDem, Hanura,<br />

Menteri Keuangan<br />

Bambang Brodjonegoro<br />

(kiri) berbincang<br />

dengan pimpinan DPR<br />

sebelum rapat paripurna<br />

membahas RAPBN 2016.<br />

LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Anggota DPR<br />

menggunakan mesin<br />

pencatat kehadiran saat<br />

mengikuti rapat paripurna<br />

di kompleks parlemen,<br />

Senayan, Jakarta.<br />

YUDHI MAHATMA/ANTARA FOTO<br />

Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat,<br />

Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan<br />

Pembangunan. Alasan mereka pun senada.<br />

Politikus PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka,<br />

menilai kondisi ekonomi rakyat sedang sulit,<br />

sehingga tak elok apabila Dewan menerima<br />

kenaikan tunjangan. Ketua Umum PDI Perjuangan<br />

Megawati Soekarnoputri sudah menginstruksikan<br />

kader partai berlambang banteng<br />

itu untuk tidak meminta kenaikan tersebut.<br />

“Ketum bilang, malu sama rakyat yang sedang<br />

tercekik begini,” ujar Rieke.<br />

Menurut anggota Komisi IX DPR, yang membidangi<br />

kesehatan dan ketenagakerjaan, itu,<br />

semestinya alokasi untuk DPR dialihkan untuk<br />

pos lain, seperti pengangkatan guru honorer<br />

menjadi pegawai negeri sipil, yang juga membutuhkan<br />

alokasi dalam Anggaran Pendapatan<br />

dan Belanja Negara.<br />

“Pemikiran politik kami, tidak etis apabila<br />

anggota DPR minta (kenaikan) tunjangan,”<br />

tuturnya.<br />

Partai Persatuan Pembangunan juga menginstruksikan<br />

anggotanya di Dewan mengembalikan<br />

kenaikan tunjangan itu ke negara apabila<br />

jadi dicairkan. Pengembalian melalui Sekretariat<br />

Jenderal DPR atau digunakan untuk keperluan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Berkas laporan Badan<br />

Anggaran DPR mengenai<br />

pembahasan RUU APBN<br />

Perubahan 2015 di sela<br />

rapat paripurna DPR,<br />

Februari lalu.<br />

ISMAR PATRIZKI/ANTARA FOTO<br />

konstituen. “Bukan untuk pribadi,” ucap juru<br />

bicara PPP kubu Romahurmuziy, Arsul Sani.<br />

Dewan baru ramai-ramai menolak setelah<br />

beredar kabar dari Badan Urusan Rumah Tangga<br />

(BURT) DPR bahwa kenaikan tunjangan cair<br />

Oktober ini. Padahal usul kenaikan tunjangan<br />

sudah jauh hari “dilempar” ke Kementerian Keuangan.<br />

Menteri pun sudah menanggapi lewat<br />

surat bernomor S-520/MK.02/2015 tertanggal<br />

9 Juli 2015, yang kemudian dipersepsikan telah<br />

menyetujui usul tersebut, meski tak sebesar<br />

yang diminta DPR.<br />

Misalnya tunjangan kehormatan untuk ketua<br />

badan dan komisi, yang saat ini Rp 4.460.000,<br />

diusulkan naik menjadi Rp 11.150.000. Melalui<br />

surat itu, Menteri Keuangan hanya mematok<br />

kenaikan menjadi Rp 6.690.000.<br />

Komunikasi intensif untuk ketua badan dan<br />

komisi, yang awalnya Rp 14.140.000, juga diusulkan<br />

naik menjadi Rp 18.170.000. Namun<br />

pemerintah cuma bisa menaikkan maksimal<br />

menjadi Rp 16.468.000.<br />

Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan<br />

anggaran untuk ketua badan dan komisi, yang<br />

awalnya Rp 3.500.000, juga diusulkan naik<br />

menjadi Rp 7.000.000. Tapi lagi-lagi pemerintah<br />

tidak menyetujui seluruhnya. Hanya jadi<br />

Rp 5.250.000 yang dikabulkan.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Anggota Komisi IX DPR,<br />

Rieke Diah Pitaloka (kiri)<br />

Menteri Keuangan<br />

Bambang Brodjonegoro<br />

ARI SAPUTRA/DETIKCOM DAN<br />

VITALIS YOGI TRISNA/ANTARA FOTO<br />

Sedangkan untuk bantuan langganan listrik<br />

dan telepon, pemerintah hanya menyetujui<br />

kenaikan menjadi Rp 7.700.000 dari awalnya<br />

Rp 5.500.000. Jauh di bawah usulan DPR, yang<br />

menjadi Rp 11.000.000.<br />

Alhasil, kenaikan berbagai tunjangan untuk<br />

ketua badan dan komisi DPR per bulan yang<br />

disetujui pemerintah total hanya Rp 8.508.000.<br />

Angka itu kurang dari setengah jumlah yang<br />

diusulkan DPR, yakni Rp 20.260.000. Usul kenaikan<br />

berbeda-beda untuk ketua komisi, wakil<br />

ketua komisi, dan anggota.<br />

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro<br />

sebenarnya sudah menjelaskan surat yang<br />

pernah ia kirim itu. Surat tersebut hanya menerangkan<br />

batas maksimum kenaikan anggaran<br />

bagi DPR, sehingga tidak perlu dicabut atau<br />

direvisi. Pemerintah pun menyerahkan kepada<br />

Dewan, akan menggunakan “peluang” kenaikan<br />

itu pada APBN Perubahan 2015 atau tidak.<br />

“SK itu cuma penentu batas maksimal kenaikan.<br />

Terserah di DPR mau dipakai atau enggak,<br />

naik atau enggak. Itu pengguna anggaran<br />

(yang) menentukan,” kata Bambang.<br />

Usul tersebut disampaikan dengan alasan<br />

sejumlah tunjangan bagi wakil rakyat belum<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Politikus Golkar, Tantowi<br />

Yahya (kiri)<br />

Sekjen Fitra Yenny Sucipto<br />

ARI SAPUTRA DAN LAMHOT<br />

ARITONANG /DETIKCOM<br />

pernah naik sejak beberapa tahun. Karena itu,<br />

menurut Kepala Biro Humas Setjen DPR Djaka<br />

Dwi Winarko, atas masukan BURT, Sekretaris<br />

Jenderal mengusulkannya kepada Menteri Keuangan.<br />

Nah, dengan munculnya penolakan dari<br />

kalangan internal Dewan, Sekjen akan kembali<br />

membahasnya dengan pimpinan Dewan,<br />

BURT, atau Badan Anggaran. “Nanti akan ada<br />

pertemuan, dan itu akan dilaporkan ke BURT<br />

atau pimpinan DPR, seperti apa tindak lanjutnya,”<br />

ujar Djaka.<br />

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal<br />

Forum Indonesia untuk Transparansi<br />

Anggaran Yenny Sucipto menilai penolakan<br />

dari fraksi-fraksi muncul lantaran transparansi<br />

penyusunan anggaran di DPR tergolong buruk.<br />

Mengacu pada Undang-Undang tentang<br />

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan<br />

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,<br />

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU<br />

MD3), perencana program dan anggaran di<br />

DPR adalah pimpinan DPR dan BURT, yang<br />

mendapat masukan dari alat kelengkapan dan<br />

Setjen.<br />

Namun, di lingkup internal Dewan, rencana<br />

program atau anggaran sering tidak dikomunikasikan<br />

sejak awal. Akibatnya, setelah dibawa<br />

ke sidang paripurna, sering kali mendapat<br />

penolakan lantaran rencana yang diusulkan<br />

dirasakan tidak sesuai.<br />

“Hal ini yang kami kritisi. Seharusnya, saat<br />

merencanakan program dan anggaran, sudah<br />

terbangun transparansi,” tutur Yenny.<br />

Ia pun menilai langkah sejumlah fraksi yang<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


NASIONAL<br />

Suasana rapat paripurna<br />

DPR untuk membahas<br />

RAPBN 2016. Banyak<br />

anggota yang tidak hadir.<br />

LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />

mendadak balik badan tak bisa disebut sebagai<br />

upaya pencitraan. Sebab, perencanaan program<br />

atau anggaran di DPR memang menjadi<br />

kewenangan badan-badan dan aktor-aktor<br />

tertentu.<br />

“Untuk membangun transparansi dan akuntabilitas<br />

di internal DPR, hal ini tidak boleh terulang<br />

dan perlu dievaluasi,” ucapnya.<br />

Namun Yenny sepakat apabila rencana kenaikan<br />

tunjangan itu dibatalkan. Sebab, tidak<br />

etis dilakukan di tengah keterpurukan perekonomian<br />

Indonesia. Apalagi, Yenny mengingatkan,<br />

gaji anggota DPR tergolong tinggi,<br />

yakni pada urutan keempat dunia.<br />

Ia mencontohkan pendapatan anggota DPR<br />

Malaysia 2,5 kali pendapatan per kapita penduduknya,<br />

yaitu sekitar US$ 25 ribu. Sedangkan<br />

gaji anggota DPR di Indonesia mencapai 18 kali<br />

pendapatan per kapita penduduk Indonesia,<br />

yakni hingga US$ 65 ribu.<br />

“Jadi setahun (anggota DPR) bisa (mendapat)<br />

Rp 720-800 juta, di luar tunjangan kunjungan<br />

kerja maupun reses. Makanya, tidak etis minta<br />

tunjangan (naik) lagi,” kata Yenny.<br />

DPR juga belum menjalankan fungsinya<br />

secara maksimal, baik dalam legislasi maupun<br />

pengawasan. Misalnya belum satu pun undang-undang<br />

yang diselesaikan dari yang ditargetkan<br />

dalam Program Legislasi Nasional 2015.<br />

“Fasilitas-fasilitas itu diendapkan dulu. Utamakan<br />

kinerja, baru bicara fasilitas,” ujarnya. n ADITYA<br />

MARDIASTUTI, JAFFRY PRABU, INDAH MUTIARA, DANU DAMARJATI | DIM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


HUKUM<br />

DARI LEDEKAN<br />

‘CUNGKRING’<br />

DAN ‘GENDUT’<br />

PROSES HUKUM KASUS ARDI, BOCAH KELAS II<br />

SD YANG DIDUGA DIANIAYA TEMANNYA HINGGA<br />

TEWAS, DIUPAYAKAN MELALUI “DIVERSI”. DUA<br />

KELUARGA SEPAKAT BERDAMAI.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


HUKUM<br />

KEDIAMAN pasangan Suliyan dan<br />

Karisa di Jalan Delman Utama,<br />

Kelurahan Kebayoran Lama Utara,<br />

Jakarta Selatan, Selasa, 22 September<br />

lalu, masih dipenuhi pelayat. Meski<br />

Noor Anggrah Ardiansyah, putra pasangan<br />

itu, sudah dimakamkan tiga hari sebelumnya,<br />

ucapan dukacita masih mengalir dari kerabat<br />

dan warga sekitar.<br />

Tiga anggota Kepolisian Sektor Kebayoran<br />

Lama juga berjaga di muka rumah yang tak<br />

jauh dari rel kereta api tersebut. Sementara<br />

itu, ibunda Anggrah Ardiansyah atau disapa<br />

Ardi (almarhum) sesekali menemui pelayat,<br />

yang kebanyakan kaum ibu.<br />

Selasa siang, Karisa juga kedatangan ibu<br />

kandung R, siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri<br />

07 Pagi, Kebayoran Lama Utara, yang<br />

diduga menganiaya Ardi. Korban dianiaya<br />

teman sekelasnya itu hingga menyebabkan<br />

bocah berusia 8 tahun tersebut meninggal.<br />

Sang tamu “khusus” itu datang didampingi<br />

SD Negeri 07 Pagi Kebayoran<br />

Lama Utara<br />

ADITYA MARDIASTUTI/DETIKCOM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


HUKUM<br />

Namanya anakanak,<br />

gimana, ya,<br />

ledek-ledek, (Ardi)<br />

bilang kalau R gendut<br />

dan Ardi (dibilang)<br />

cungkring.<br />

dua pria. Pertemuan dua keluarga―korban<br />

dan R―dilakukan di ruang tamu. Mereka berbincang<br />

serius. Ibunda R terlihat menulis sesuatu<br />

di atas selembar kertas. Kedua keluarga<br />

pun sepakat menempuh jalan damai.<br />

Ardi diduga dianiaya R setelah terlibat<br />

saling ejek de ngannya saat pelajaran<br />

menggambar di sekolah, Jumat,<br />

18 September lalu. “Diduga R<br />

memukul di bagian dada dan<br />

menendang bagian kepala<br />

hingga (korban) terjatuh,<br />

yang mengakibatkan korban<br />

mengalami luka di bagian<br />

kepala dan dada,” kata Kepala<br />

Bidang Humas Kepolisian<br />

Daerah Metro Jaya Komisaris<br />

Besar M. Iqbal.<br />

Melihat Ardi jatuh pingsan, beberapa<br />

guru membawanya ke Puskesmas<br />

Kebayoran Lama. Setiba di sana, Ardi sadar,<br />

tetapi muntah-muntah. Saat itulah Ardi sempat<br />

bercerita kepada sang ibu bahwa ia terlibat<br />

saling ledek dengan R. Setelah itu, kondisinya<br />

terus menurun. Sore hari, atas rujukan dokter<br />

puskesmas, Ardi dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati,<br />

Jakarta Selatan.<br />

Sayang, nyawanya tak tertolong. Selepas<br />

azan magrib, bocah yang bercita-cita menjadi<br />

polisi itu mengembuskan napas terakhir.<br />

Sebelum dimakamkan esok harinya, Sabtu,<br />

19 September, di Tempat Pemakaman Umum<br />

Bungur, Bintaro, Kebayoran Lama, Suliyan<br />

dan Karisa melaporkan kejadian yang mengakibatkan<br />

kematian anak mereka ke Kepolisian<br />

Resor Jakarta Selatan.<br />

Namun Karisa mengaku tidak menuntut pihak<br />

mana pun, baik sekolah maupun keluarga<br />

R. Ia menganggap kepergian putra bungsunya<br />

merupakan takdir Tuhan. “Namanya anak-anak,<br />

gimana, ya, ledek-ledek, (Ardi) bilang kalau R<br />

gendut dan Ardi (dibilang) cungkring,” ujarnya<br />

dengan mata sembap.<br />

Perempuan berusia 26 tahun itu juga menyayangkan<br />

informasi yang simpang-siur soal<br />

anaknya. Ia mengaku kecewa atas pemberitaan<br />

sejumlah media yang menulis putranya<br />

mengalami patah leher atau tewas di-“smack<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


HUKUM<br />

Ibunda Ardi, Karisa (kiri),<br />

menerima ucapan dukacita<br />

dari pelayat di rumahnya.<br />

ADITYA MARDIASTUTI/DETIKCOM<br />

down” temannya.<br />

“Sebagai ibu, gimana rasanya baca seperti<br />

itu? Janganlah teman-teman (wartawan) melebih-lebihkan,”<br />

tuturnya.<br />

Karisa, yang pernah bekerja sebagai pengasuh,<br />

juga meminta masyarakat tidak menghakimi<br />

pihak sekolah. Ia menilai sekolah anaknya<br />

sudah bertanggung jawab dengan membawa<br />

Ardi ke puskesmas sejak kejadian dan ikut<br />

mendampingi hingga ke peristirahatan terakhir.<br />

“Ini namanya kecelakaan. Saya sudah ikhlas,”<br />

ucap ibu dua anak itu. “Saya juga enggak mau<br />

anak saya sedih, biar dia tenang di sana.”<br />

Meski begitu, Karisa sadar bahwa publik berempati<br />

kepadanya. Musibah itu juga menjadi<br />

pelajaran berharga baginya. Ia kini akan lebih<br />

berfokus mendidik dan mengawasi si sulung,<br />

Aditya Noor Anggriansyah, yang kini duduk di<br />

bangku kelas V SD.<br />

Terkait kasus dugaan penganiayaan bocah<br />

ini, Polres Metro Jakarta Selatan sudah memeriksa<br />

tujuh saksi. Polisi juga berkoordinasi<br />

dengan sejumlah pihak terkait, seperti Suku<br />

Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Jakarta<br />

Selatan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan<br />

Perempuan dan Anak, Asosiasi Psikologi<br />

Forensik, dokter forensik RS Fatmawati, dan<br />

pihak SDN 07 Pagi Kebayoran Lama Utara.<br />

“Setelah 4 jam pemeriksaan, disepakati anak<br />

ini dikembalikan ke orang tuanya. Tentu pe-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


HUKUM<br />

Pemakaman Ardi di TPU<br />

Bungur, Bintaro, Jakarta<br />

RINI FRIASTUTI/DETIKCOM<br />

meriksaan anak ini khusus, tidak seperti orang<br />

dewasa umumnya,” kata Kepala Subbagian<br />

Humas Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris<br />

Polisi Aswin saat ditemui Senin, 21 September<br />

lalu.<br />

Menurut Aswin, meski sudah ada perdamaian,<br />

proses hukum tetap berjalan dengan<br />

mengupayakan “diversi”. Pasal 5 Ayat 3 Undang-Undang<br />

Nomor 11 Tahun 2012 tentang<br />

Sistem Peradilan Pidana Anak memang mengatur,<br />

dalam peradilan pidana anak, wajib diupayakan<br />

diversi. Dalam UU yang sama, Pasal<br />

1 angka 7, pengertian diversi adalah pengalihan<br />

penyelesaian perkara anak dari proses peradilan<br />

pidana ke proses di luar peradilan pidana.<br />

“Akan dilakukan peradilan diversi dengan<br />

difasilitasi kedua orang tua demi kepentingan<br />

anak,” ujarnya.<br />

Namun, mengenai kesepakatan damai yang<br />

dicapai, keluarga R menolak memberi pernyataan.<br />

Ibunda R buru-buru meninggalkan<br />

rumah keluarga korban saat majalah detik<br />

akan menanyainya soal ini dengan alasan ada<br />

agenda lain. “Maaf, tidak bisa, saya sudah ditunggu<br />

di polres,” tuturnya singkat.<br />

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak<br />

Arist Merdeka Sirait menilai pihak keluarga<br />

lalai dalam melakukan pendampingan dan<br />

pengawasan terhadap anak-anak mereka.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


HUKUM<br />

Ketua Komisi Nasional<br />

Perlindungan Anak<br />

Arist Merdeka Sirait<br />

ARI SAPUTRA/DETIKCOM<br />

“Saya kira keluarga terdekat ada kontribusi,”<br />

ucapnya saat dihubungi secara terpisah.<br />

Secara hukum, R memang tidak bisa dipidana<br />

karena masih di bawah umur. Namun,<br />

dalam menyelesaikan kasus ini, Arist meminta<br />

semua pihak dilibatkan. Bukan hanya keluarga<br />

korban dan pelaku serta polisi, tapi juga guru,<br />

jaksa, hakim, sampai psikolog. “Agar ditemukan<br />

akar masalahnya,” katanya.<br />

Arist juga menilai pihak sekolah turut bertanggung<br />

jawab karena perseteruan antara<br />

korban dan pelaku tidak diantisipasi sejak awal.<br />

Ia menduga telah terjadi pembiaran-pembiaran<br />

di sekolah. “Seperti bullying, yang dibiarkan<br />

oleh pihak sekolah dan dianggap sesuatu yang<br />

biasa saja, kenakalan biasa,” ujar Arist.<br />

Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan<br />

Nasrudin juga menyayangkan mengapa<br />

ketika R dan Ardi terlibat saling ejek tidak<br />

segera dilerai. Belajar dari peristiwa itu, ia<br />

menyarankan para guru tak hanya mengajar<br />

intensif, tapi juga membangun relasi secara<br />

individu dengan siswanya.<br />

Nasrudin pun berjanji pihaknya bersama<br />

Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI<br />

Jakarta akan berkoordinasi lebih efektif dengan<br />

sekolah-sekolah, karena kasus kekerasan di<br />

sekolah bukan kali ini saja terjadi.<br />

“Apalagi proses ini terjadi di sekolah ketika<br />

proses belajar-mengajar, yang menjadi tanggung<br />

jawab guru sebagai pendidik dan kepala<br />

sekolah sebagai penanggung jawab satuan<br />

pendidikan,” tuturnya saat ditemui di SDN 07<br />

Kebayoran Lama Utara.<br />

Sementara itu, terkait R, pihaknya berencana<br />

memindahkannya ke sekolah lain. Tujuannya<br />

semata memberi perlindungan agar anak itu<br />

terhindar dari cap negatif teman-temannya.<br />

Begitu juga ketika dipindah, ia meminta pihak<br />

sekolah baru lebih mengawasi R agar jangan<br />

sampai jatuh korban lain, tapi juga jangan<br />

sampai anak tersebut terisolasi dari temannya.<br />

“Harus ada pendekatan yang efektif,” ucap<br />

Nasrudin. ■ ADITYA MARDIASTUTI, M. RIZAL | DEDEN GUNAWAN<br />

TAP/KLIK UNTUK BERKOMENTAR<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


CRIME STORY<br />

DI BALIK<br />

KISAH JASAD<br />

DI TAMAN<br />

CEMBURU DAN SAKIT HATI, NURDIN<br />

TEGA MEMBUNUH ISTRINYA SENDIRI.<br />

TAK ADA SAKSI, PELAKU DIJERAT PASAL<br />

PEMBUNUHAN “SPONTAN”.<br />

ILUSTRASI: KIAGUS AULIANSHAH & EDI WAHYONO<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


CRIME STORY<br />

BUKAN main terkejut Ame, 38 tahun,<br />

dan Haiti, 52 tahun. Dua petugas<br />

kebersihan itu tak menyangka bakal<br />

menemukan sesosok mayat perempuan<br />

dalam karung saat akan menata taman di<br />

lingkungan Perumahan Kota Wisata, Kecamatan<br />

Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,<br />

Selasa, 1 September 2015, pagi.<br />

Karung besar itu teronggok di taman di pinggir<br />

bulevar Cluster Monaco, Kompleks Kota Wisata.<br />

Begitu didekati, isi karung ternyata jasad<br />

perempuan tanpa busana. Mulutnya dilakban,<br />

wajahnya nyaris hancur diduga akibat hantaman<br />

benda tumpul. Kaki kiri wanita malang itu<br />

terikat karet ban. Namun anting perak masih<br />

tergantung di kedua telinganya .<br />

Dengan tergopoh-gopoh, keduanya mengabarkan<br />

penemuan mayat itu kepada Kano, 38<br />

tahun, penanggung jawab kebersihan perumahan<br />

tersebut. Mereka bertiga lalu melapor<br />

ke Kepolisian Sektor Gunung Putri.<br />

“Petugas (saat itu) langsung ke lokasi untuk<br />

melakukan olah tempat kejadian perkara dan<br />

proses identifikasi,” kata Kepala Satuan Reserse<br />

Kriminal Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris<br />

Auliya R. Djabar.<br />

Dari hasil autopsi di Rumah Sakit Polri Kramat<br />

Jati, Jakarta Timur, diduga kuat korban juga<br />

sempat mengalami kekerasan seksual. Ada luka<br />

lebam di sekitar kemaluannya. Meski sempat<br />

menjadi misteri lantaran tak ditemukan satu<br />

pun identitas, tiga hari kemudian jati diri mayat<br />

tersebut akhirnya terkuak. Dia adalah Nurjanah,<br />

32 tahun.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


CRIME STORY<br />

Saya tegasin lagi (melihat korban),<br />

astagfirullah… ternyata itu benar<br />

kakak saya. Saya mengenalinya<br />

dari hidung dan mulutnya.<br />

Jasad misterius itu diketahui identitasnya<br />

setelah polisi menyebar sketsa dan foto wajah<br />

korban ke sejumlah media sosial sehari setelah<br />

ditemukan. Informasi yang menyebar secara<br />

viral itu pun membuahkan hasil. Seorang wanita<br />

bernama Wati, warga Bekasi, mengenali<br />

wajah korban.<br />

Kepada polisi, Wati mengaku sebagai bibi<br />

Nurjanah alias Nungki, yang tinggal di Jalan<br />

Matador, Kelurahan Jatirangga, Kecamatan<br />

Pondok Gede, Kota<br />

Bekasi. Keponakannya<br />

itu hilang sejak tiga hari<br />

sebelumnya.<br />

Wati juga meminta<br />

putrinya, Eni, mengajak<br />

Ria, 28 tahun, adik Nurjanah, ikut ke RS<br />

Polri untuk memastikan apakah korban adalah<br />

kakaknya. Benar saja, begitu melihat jasad korban,<br />

Ria berteriak histeris.<br />

“Saya tegasin lagi (melihat korban), astagfirullah…<br />

ternyata itu benar kakak saya. Saya<br />

mengenalinya dari hidung dan mulutnya,” ujar<br />

Ria saat ditemui di rumahnya, kawasan Jatirade,<br />

Kecamatan Jatisampurna, Bekasi, dua pekan<br />

lalu.<br />

Polisi pun bergerak cepat. Polsek Gunung<br />

Putri membentuk tim buru sergap untuk<br />

memburu pelaku dengan meminta keterangan<br />

kepada keluarga. Diperoleh informasi bahwa<br />

Nurjanah memiliki suami bernama Nurdin, 43<br />

tahun, yang bekerja di daerah Gunung Putri.<br />

“Korban memang tertutup kepada keluarga,<br />

jadi tidak mengenal jauh siapa sebenarnya<br />

Nurdin,” tutur Kepala Polsek Gunung Putri<br />

Ajun Komisaris Tri Suhartanto.<br />

Kecurigaan bahwa pelaku pembunuhan<br />

Nungki adalah suaminya sendiri pun menguat.<br />

Sebab, setelah didatangi ke rumah kontrakannya,<br />

Nurdin tak pernah terlihat. Polisi<br />

sempat mendatangi pengembang Perumahan<br />

Kota Wisata karena Nurdin diketahui pernah<br />

bekerja sebagai petugas keamanan kompleks<br />

itu. Namun yang dicari ternyata sudah pindah<br />

kerja sebagai sopir di sebuah perusahaan konsultan<br />

di Gunung Putri.<br />

Saat perusahaan itu didatangi, Nurdin juga<br />

tidak ada. Tapi polisi mendapat informasi bahwa<br />

pria tersebut sempat berniat meminjam<br />

uang ke kantornya. “Saat itulah kami anggap<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


CRIME STORY<br />

petunjuk semakin dekat. Ada tanda pelaku<br />

ingin melarikan diri dengan meminjam uang<br />

dari kantornya,” ucap Tri.<br />

Tim buser lalu bergerak ke alamat kontrakan<br />

Nurdin. Nah, di tengah perjalanan, tim mendapat<br />

informasi, Nurdin sedang menuju kantornya<br />

untuk meminjam mobil. “Langsung kami<br />

kejar, dan pukul 7 malam kami sudah pegang<br />

Nurdin,” kata pria yang pernah mengungkap<br />

kasus korupsi di sejumlah tempat di Jawa Barat<br />

ini.<br />

Tak butuh lama bagi polisi untuk mendapatkan<br />

pengakuan Nurdin sebagai pelaku pembunuhan<br />

istrinya. Ia mengaku membunuh secara<br />

spontan karena menduga Nurjanah, yang<br />

bekerja di sebuah toko sepatu dan sandal di<br />

Pasar Kranggan, Bekasi, berselingkuh dengan<br />

pria lain.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


CRIME STORY<br />

Saya enggak tahu<br />

malam itu, saya<br />

khilaf, kalap.<br />

Saya cekik dia<br />

sambil saya<br />

bilang, ‘Gua<br />

akan tanggung<br />

jawab, biarin gua<br />

dipenjara, gua<br />

siap dipenjara.<br />

Saat ditemui majalah detik di ruang tahanan<br />

Polsek Gunung Putri, Nurdin mengaku<br />

membunuh karena tak tahan terhadap sikap<br />

istrinya. Selain menuding Nurjanah memiliki<br />

pria idaman lain, ia mengaku kerap dilecehkan<br />

karena penghasilannya yang lebih kecil.<br />

Perkawinan mereka sebelumnya sejatinya<br />

adem ayem saja. Apalagi pasangan ini sudah<br />

tujuh tahun menikah, meski belum dikaruniai<br />

keturunan. Saat menikah, status Nurdin adalah<br />

duda dengan dua anak. Sedangkan Nurjanah<br />

janda tanpa anak.<br />

Kehidupan rumah tangga Nurdin dan Nungki<br />

mulai goyah saat memasuki 2015. Saat itu,<br />

pertengahan Februari, Nurdin mengaku melihat<br />

dengan mata kepala sendiri, sang istri berboncengan<br />

mesra dengan seorang laki-laki. Ia<br />

tengah mengemudikan kendaraan kantornya.<br />

Karena penasaran, ia membuntuti istrinya<br />

dan pria yang ia duga sebagai pacar gelapnya<br />

itu. Namun saat itu Nurdin kehilangan jejak<br />

hingga akhirnya memilih melanjutkan perjalanan<br />

ke kantor.<br />

Api cemburu pun mulai membara sejak siang<br />

hari itu. Setiba di rumah menjelang malam,<br />

Nurdin langsung menanyakannya kepada sang<br />

istri. Siapa nyana, justru jawaban menyakitkan<br />

yang didapat. “Dia bilang, ‘Itu pacar gue, emang<br />

kenapa? Lu mau ceraiin (menceraikan) gue,<br />

silakan,’” ujarnya menirukan ucapan Nurjanah.<br />

Kecemburuan itu mencapai puncaknya pada<br />

Senin, 31 Agustus 2015, malam. Saat itu Nungki<br />

kembali mengucapkan kalimat pedas bernada<br />

ancaman saat Nurdin menegurnya. Menurut<br />

Nurdin, istrinya itu mengancam akan kabur<br />

bersama pria lain tersebut. Kesabarannya pun<br />

habis. Ia lalu mencekik istrinya tersebut hingga<br />

tewas.<br />

“Saya sayang sama dia, Pak. Makanya saya<br />

sabar terus. Saya enggak tahu malam itu, saya<br />

khilaf, kalap. Saya cekik dia sambil saya bilang,<br />

‘Gua akan tanggung jawab, biarin gua dipenjara,<br />

gua siap dipenjara,’” tutur Nurdin dengan<br />

mata berkaca-kaca.<br />

Nurdin juga membantah berniat kabur. Ia<br />

sadar pasti bakal tertangkap. Soal niatnya<br />

meminjam uang di tempat kerjanya, menurut<br />

Nurdin, bukan untuk melarikan diri, melainkan<br />

untuk keperluan sekolah anaknya dari istri pertama.<br />

“Di surat pengajuan (pinjaman) juga ada,<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


CRIME STORY<br />

Apa yang mendorong pelaku<br />

membunuh istrinya malam itu?<br />

Jangan lewatkan Crime Story<br />

edisi berikutnya.<br />

pinjaman untuk anak saya,” ujarnya.<br />

Tak ada satu pun saksi yang bisa menyangkal<br />

pembunuhan itu dilakukan spontan. Polisi masih<br />

berpegang pada keterangan sepihak dari<br />

pelaku. Alhasil, dengan tuduhan pembunuhan<br />

yang tak direncanakan itu, Nurdin “hanya”<br />

akan dijerat Pasal 338 Kitab Undang-Undang<br />

Hukum Pidana tentang Pembunuhan. Ancaman<br />

hukuman maksimalnya 15 tahun penjara.<br />

“Latar belakangnya cemburu dan sakit hati,”<br />

ucap Tri. (Bersambung) ■<br />

FARHAN (BOGOR), EDWARD FEBRIYATRI KUSUMA | M. RIZAL<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

HIMAWAN ARIEF SUGOTO:<br />

PERUMNAS<br />

INGIN JADI SEPERTI<br />

BULOG<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

UNTUK MENYIASATI MASALAH LAHAN, PERUMNAS BERHARAP DAPAT<br />

MENGGUNAKAN TANAH MILIK PEMDA DAN BUMN. HARUS LANGSUNG<br />

DIKOORDINASIKAN OLEH PRESIDEN.<br />

SEBAGAI perusahaan badan usaha milik negara<br />

penyedia perumahan, Perum Perumnas<br />

berharap perannya bisa seperti Bulog, yang<br />

mengurusi pasokan pangan. Peran semacam<br />

itu, kata Direktur Utama Perum Perumnas<br />

Himawan Arief Sugoto, dijalani dalam dua dekade<br />

awal kehadiran Perumnas. Tapi kemudian<br />

regulasi pemerintah mengubah Perumnas<br />

layaknya pengembang biasa, yang harus bersaing<br />

di pasar.<br />

“Perumnas dianggap sebagai pengembang<br />

biasa karena yang disubsidi cuma pembeli lewat<br />

KPR. Rumah dianggap komoditas komersial<br />

biasa, bukan lagi kebutuhan pokok seperti<br />

sandang dan pangan,” kata Himawan saat<br />

bersama jajaran direksi berkunjung ke redaksi<br />

detik pada Kamis, 10 September 2015.<br />

Karena itu, harga tanah, infrastruktur, kredit<br />

konstruksi, dan lainnya, semua menggunakan<br />

pendekatan komersial, sehingga hanya<br />

masyarakat berpenghasilan tinggi yang bisa<br />

membeli rumah di perkotaan. Sedangkan<br />

yang berpenghasilan rendah hanya mampu<br />

mencicil rumah di lokasi yang jauh di pinggiran<br />

kota. “Para pekerja pun akhirnya mencari<br />

petakan-petakan, kos-kosan, dan terciptalah<br />

kawasan kumuh dan padat di kota-kota besar,”<br />

Himawan menambahkan.<br />

Bagaimana Perumnas akan berkontribusi dalam<br />

program Sejuta Rumah yang dicanangkan<br />

Presiden Jokowi akhir April lalu? Bagaimana<br />

pula lahan yang kian terbatas dan amat mahal<br />

bisa didapatkan oleh Perumnas? Alumnus Fakultas<br />

Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung<br />

itu membeberkannya dalam petikan perbincangan<br />

berikut ini.<br />

Bagaimana peran Perumnas dalam me-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Video<br />

wujudkan program Sejuta Rumah?<br />

Pada 1970-an, Presiden Soeharto mendirikan<br />

Perumnas dengan meniru Housing and<br />

Development Board (HDB). Bedanya, di Singapura,<br />

HDB diawasi langsung oleh perdana<br />

menteri dan punya dua institusi penyokong<br />

yang sangat kuat, yakni Central Provident<br />

Fund, yang membiayai dan meng-collect dana<br />

untuk membiayai public housing, serta Urban<br />

Redevelopment Authority, yang menguasai<br />

land (bank tanah). Hasilnya, saat ini 90 persen<br />

warga Singapura sudah memiliki rumah yang<br />

disediakan oleh HDB.<br />

Pada era awal itu, Perumnas juga berhasil<br />

membangun perumahan besar-besaran di<br />

seluruh Indonesia, mulai Sabang sampai<br />

Merauke. Misalnya di Depok, yang pada awal<br />

1970-an cuma kelurahan, lalu di Bekasi, Antapani-Bandung,<br />

dan kota lainnya. Pada 1980-an<br />

juga sudah membangun konsep perumahan<br />

vertikal, seperti Rumah Susun Kebon Kacang,<br />

Tanah Abang, dan Klender, juga di Ilir Barat,<br />

Palembang. Hingga awal 1990-an, Perumnas<br />

dapat menyediakan 48 ribu rumah per tahun.<br />

Namun, seiring berjalannya waktu, regulasi-regulasi<br />

berubah dan Perumnas dianggap sebagai<br />

pengembang biasa karena yang disubsidi<br />

cuma pembeli lewat KPR. Rumah dianggap<br />

komoditas komersial biasa, bukan lagi kebutuhan<br />

pokok seperti sandang dan pangan.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Cuma di Indonesia<br />

penyediaan public<br />

housing itu dilepas<br />

ke mekanisme<br />

pasar. Akibatnya,<br />

harga tanah,<br />

infrastruktur,<br />

kredit konstruksi,<br />

semua komersial<br />

approach-nya.<br />

DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />

Apa yang terjadi kemudian dengan perubahan<br />

kebijakan tersebut?<br />

Cuma di Indonesia penyediaan public<br />

housing itu dilepas ke mekanisme pasar. Padahal,<br />

di Singapura, Jepang, Tiongkok, pemerintahnya<br />

pasti mengintervensi dari supply side.<br />

Akibat market mechanism itu, harga tanah,<br />

infrastruktur, kredit konstruksi, semuanya<br />

komersial approach-nya. Sekarang daya beli<br />

masyarakat, meskipun diberi insentif seperti<br />

KPR, makin lama makin tidak terjangkau.<br />

Apalagi jika investor dan spekulan lahan makin<br />

menguasai lahan-lahan di perkotaan. Inilah<br />

yang menyebabkan lahan di Jakarta dikuasai<br />

sedikit pelaku besar. Di Surabaya juga seperti<br />

itu. Semakin miskin seseorang, semakin jauh<br />

lokasi rumah yang bisa dia beli. Akibatnya, para<br />

pekerja mencari petakan-petakan, kos-kosan,<br />

dan akhirnya terciptalah kawasan kumuh dan<br />

padat di kota-kota besar.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Himawan Arief (kedua<br />

dari kiri) didampingi para<br />

direktur Perum Perumnas<br />

dalam acara syukuran ulang<br />

tahun Perumnas ke-40 dan<br />

peluncuran logo baru pada Juli<br />

2014 di Jakarta.<br />

DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />

Terkait program Sejuta Rumah, apa prasyarat<br />

yang perlu dipenuhi agar Perumnas<br />

bisa kembali berperan optimal?<br />

Perumnas harus ditempatkan kembali<br />

seperti semula, dengan merevisi peraturan<br />

pemerintah untuk memudahkan aspek penugasan,<br />

juga melindungi dari masalah lahan. Ini<br />

sebenarnya perannya sebagai land banking,<br />

developer, property management, dan pengelola<br />

kawasan rumah susun dan sebagainya.<br />

Itu yang kami usulkan. Di Singapura, harga<br />

perumahan rakyat 50 persen dari market price,<br />

bahkan lebih rendah lagi. Di sana, begitu masyarakat<br />

membeli, bisa dijual lagi, tapi (harus)<br />

ke HDB lagi, bukan kepada pihak luar. Kalau di<br />

Indonesia, Perumnas selesai bangun, ya sudah,<br />

selesai, lalu diserahkan ke pemda. Bagi pemda<br />

yang memiliki anggaran cukup, mengelolanya<br />

bisa lebih bagus. Tapi yang enggak punya anggaran<br />

cukup harus berbagi sehingga perumahannya<br />

menjadi kumuh.<br />

Saya melihat, kalau di sektor pangan peran<br />

Bulog sudah dimaksimalkan, di sektor papan,<br />

saya berharap Perumnas bisa didorong menjadi<br />

stabilisator harga untuk menjadi pionir<br />

membuka kawasan-kawasan baru seperti<br />

yang dulu dilakukan.<br />

Bagaimana dengan tingkat kapasitas<br />

produksi yang ada?<br />

Di beberapa national housing agency, tidak<br />

semuanya membangun. Dia bisa sebagai<br />

standby buyer seperti di India. Dia keluarkan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Di Jepang, konsep public housing itu standarnya<br />

dibangun harus 15 menit walking distance dari<br />

stasiun. Jadi dibuatnya dekat dengan simpul-simpul<br />

stasiun.<br />

DIDIK DH/DETIK TV<br />

spesifikasi, lalu ditenderkan. Lalu pengembang-pengembang<br />

bangun di seluruh provinsi,<br />

kemudian dibeli. Setelah dibeli, dia lempar ke<br />

pasar dengan harga yang lebih murah. Kalau<br />

di Indonesia ada 400 kabupaten kota, 1 kabupaten/kota<br />

bangun tower 1.000 saja, kita beli.<br />

Sudah 400 ribu. Jadi program Sejuta Rumah<br />

bisa diselesaikan. Kan tidak dikasih gratis ke<br />

masyarakat. Dalam PP itu sudah kita lengkapi<br />

bahwa Perumnas bisa menjadi standby buyer.<br />

Tentunya dibutuhkan pendanaan yang sangat<br />

kuat.<br />

Peran Perumnas waktu dulu didirikan berfungsi<br />

sebagai urban development. Tidak hanya<br />

bikin rumah, tetapi membuat sebuah kota dan<br />

menata kota. Bagaimana menyediakan rumah<br />

di tengah kota bagi masyarakat, bukan menyediakan<br />

rumah jauh dari luar kota. Sekarang<br />

karyawan dan buruh menjerit karena ongkos<br />

transportasi mahal, biaya sewa rumah di tengah<br />

kota mahal. Ini yang sebenarnya konsep<br />

pembangunan rusun atau apartemen rakyat<br />

sebenarnya harus didukung secara maksimal<br />

oleh pemerintah daerah.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Menerima penghargaan<br />

Golden Property Awards<br />

2015 untuk kategori Tokoh<br />

Penggerak Program Sejuta<br />

Rumah dari Indonesia Property<br />

Watch pada Agustus lalu.<br />

DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />

Di negara-negara lain juga seperti itu,<br />

ya?<br />

Di Jepang, konsep pembangunan public<br />

housing itu standarnya harus 15 menit walking<br />

distance dari stasiun. Jadi dibuatnya dekat dengan<br />

simpul-simpul stasiun. Tanahnya ditetapkan<br />

oleh pemerintah daerah setempat. Kalau<br />

kita sekarang malah disuruh wajib setor kepada<br />

pemerintah daerah. Kalau di sana, pemerintah<br />

daerahnya harus mengatur tata ruangnya dan<br />

20 persen dikasih untuk public housing yang<br />

lokasinya tadi. Peran national housing agency<br />

di sana sangat powerful, sementara kita harus<br />

izin, bebasin sendiri.<br />

Bahkan di Singapura, sekarang ini membuat<br />

permukiman untuk membuat situasi ketahanan<br />

politik ataupun menjaga masalah sosial.<br />

Seperti meluncurkan ethnic integration programme<br />

agar tidak ada bentrok antara ketu-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Pemasangan tiang pancang<br />

salah satu proyek Perum<br />

Perumnas<br />

SUHENDRA/DETIKCOM<br />

runan India dan Melayu. Dalam sebuah tower<br />

itu harus di-blended, sehingga tidak terjadi I’m<br />

Malaysian, you’re Chinese, but we are Singaporean.<br />

Terakhir HDB bikin konsep perpaduan<br />

usia. Kalau anak tinggal di tower dekat orang<br />

tuanya, si anak dikasih insentif. Supaya anaknya<br />

lebih produktif, cucunya dititipkan ke kakek-neneknya.<br />

Mereka ini sampai memikirkan<br />

seperti itu. Permukiman dipakai untuk membuat<br />

harmonisasi sosial.<br />

Tapi lahan di kota-kota besar sudah dikuasai<br />

swasta. Bagaimana Perumnas akan<br />

menyiasati pengadaan lahan?<br />

Banyak hal yang bisa dioptimalisasi, seperti<br />

lahan aset milik BUMN, lahan di pinggiran<br />

stasiun kereta, kantor-kantor pemerintah yang<br />

mungkin sudah bisa diefisienkan, lalu sisa lahannya<br />

dihibahkan untuk permukiman, juga<br />

lahan di kompleks instansi tertentu yang lebarlebar.<br />

Juga lahan di sejumlah pasar tradisional.<br />

Kan bisa nanti dibangun 1-3 lantai untuk pasar,<br />

selebihnya untuk hunian, seperti di Hong<br />

Kong.<br />

Kalau itu ditata ulang, peluangnya masih<br />

ada. Tapi memang harus ada kebijakan yang<br />

mengatur. Di beberapa negara sudah dilarang<br />

membangun landed house. Di Perumnas ini<br />

lahan yang diberikan tidak begitu banyak, jadi<br />

harus kami sendiri yang gerilya. Seharusnya<br />

bisa by policy. Tanah eks perkebunan dan sebagainya<br />

itu bisa dijadikan kota baru. Sekarang ini<br />

beberapa pengembang swasta itu land banknya<br />

lebih besar daripada kita. Di suatu tempat<br />

di Jakarta Utara itu pengembang swasta bisa<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Peletakan struktur terakhir<br />

pembangunan apartemen<br />

hunian di Sentra Timur,<br />

Pulogebang, Jakarta Timur,<br />

pada April 2013.<br />

DOK. HUMAS PERUM PERUMNAS<br />

memiliki lebih dari 3.000 hektare, sementara<br />

Perumnas total di Indonesia tinggal 2.000<br />

hektare. Harusnya kita minimum (punya) 20<br />

ribu hektare.<br />

Untuk mengatasi pendanaan, kenapa<br />

tidak bekerja sama dengan Jamsostek,<br />

yang punya banyak simpanan?<br />

Baik Jamsostek maupun institusi yang lain<br />

banyak memiliki dana. Tapi mereka juga punya<br />

aturan, hanya sekian persen yang bisa diinvestasikan.<br />

Ada juga institusi yang lain yang<br />

tidak punya uang tapi punya tanah. Memang<br />

sinergi antar-institusi belum menyatu. Saya<br />

sendiri lebih senang kalau ada kerja sama. Tapi<br />

mereka mungkin lebih senang bikin anak usaha.<br />

Harusnya sih kembali pada tugas pokok<br />

masing-masing.<br />

Pemikiran tadi sudah disampaikan kepada<br />

Presiden?<br />

Kalau bicara dengan beberapa menteri,<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

sudah. Singapura bisa (menyediakan perumahan<br />

bagi 90 persen warganya) karena perdana<br />

menteri langsung turun tangan. Filipina yang<br />

mulai bangkit melakukan penataan, chairmannya<br />

langsung wakil presiden. Thailand juga.<br />

Di beberapa negara, sekali membangun rumah<br />

susun itu 20 tower, yang dilengkapi dengan daerah<br />

komersial, belanja, sarana bermain, food court.<br />

DIDIK DH/DETIK TV<br />

Khusus di Jakarta yang demikian crowded,<br />

apa masih mungkin dibenahi?<br />

Bisa. Ahok saja bisa benahi Kampung Pulo.<br />

Kita tentu bisa juga dengan cara yang lebih<br />

baik.<br />

Di beberapa negara, sekali membangun<br />

rumah susun itu 20 tower, yang dilengkapi<br />

dengan daerah komersial, belanja, sarana bermain,<br />

food court. Itu dinamakan memindahkan<br />

komunitas lama ke komunitas yang lebih baik.<br />

Tidak cuma bangun-bangun saja. Apa yang Perumnas<br />

lakukan di Klender, di beberapa tempat<br />

menggunakan proses itu.<br />

Kalau rusun di Klender dan Kebon Kacang<br />

masih punya Perumnas?<br />

HPL (hak pengelolaan lahan) masih Perumnas.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

Suasana Rumah Susun Kebon<br />

Kacang, Tanah Abang, Jakarta<br />

Pusat<br />

DIDIK DH/DETIK TV<br />

Ada rencana untuk peremajaan karena<br />

sudah kumuh sekali?<br />

Rencananya memang menata ulang. Saat ini<br />

masih terjadi perdebatan dengan penghuni.<br />

Di beberapa tempat lain kita sudah bersepakat<br />

meremajakan, nanti mereka tidak perlu<br />

menambah biaya. Dapat tanggungan uang<br />

sewa selama proses pembangunan. Setelah<br />

itu mereka nantinya akan tinggal di tempat<br />

yang lebih baik dan pasti nilai komersialnya<br />

jauh lebih tinggi. Fasilitasnya kami perbaiki.<br />

Namun kadang-kadang dalam satu kompleks<br />

itu pendapatnya berbeda-beda. Kalau sekarang<br />

cuma 4 lantai dan dihuni sekitar 600 keluarga,<br />

nanti bisa dibuat 20-25 lantai. Jadi daya<br />

tampungnya bisa 1.500-2.000 keluarga. Selain<br />

di Jakarta, (rusun) di Medan dan Palembang<br />

akan ditata ulang. Cuma negosiasinya yang<br />

alot di Jakarta. ■ PASTI LIBERTI MAPPAPA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERVIEW<br />

BIODATA<br />

NAMA: Himawan Arief Sugoto<br />

TEMPAT/TANGGAL LAHIR: Solo, 1963<br />

PENDIDIKAN<br />

• Sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung,<br />

1990<br />

• Master in Project Management Universitas Indonesia,<br />

2001<br />

KARIER<br />

• Representative & Civil Engineer di Shiraishi Corporation<br />

Japan General Construction, 1990-1995<br />

• Chief Operation Officer di PT Prosys Bangun<br />

Nusantara (Bakrie Group), 1995-2000<br />

• Presiden Direktur PT Prosys Bangun Persada<br />

(Prosys Group), 2000-2007<br />

• Direktur Utama Perum Perumnas, 2007 hingga<br />

sekarang<br />

MAJALAH MAJALAH DETIK 28 DETIK SEPTEMBER 21 - 27 - SEPTEMBER 4 OKTOBER 2015


OBITUARI<br />

BUYUNG, SEORANG GURU<br />

DAN ABANG<br />

“TIDAK JADI MASALAH JIKA PLEIDOIMU DITOLAK, TAPI SETIDAKNYA MASYARAKAT<br />

TAHU TENTANG PERISTIWA HUKUM YANG TERJADI DAN BAGAIMANA SISTEM HUKUM<br />

MERESPONSNYA.”<br />

OLEH: NURSYAHBANI KATJASUNGKANA<br />

BIODATA<br />

NAMA:<br />

Nursyahbani Katjasungkana<br />

TEMPAT/TANGGAL<br />

LAHIR:<br />

Jakarta, 7 April 1955<br />

PENDIDIKAN<br />

SAYA pertama kali berjumpa dengan Abang Buyung, sekitar 1976, ketika<br />

hendak menyusun skripsi tentang pelaksanaan Undang-Undang Subversi.<br />

Kala itu Abang membela Hispran (Haji Ismail Pranoto, pemimpin<br />

Komando Jihad) di Pengadilan Negeri Surabaya dan saya hadir dalam<br />

persidangan itu untuk mengetahui bagaimana praktek pelaksanaan UU Subversi.<br />

Gayanya yang teatrikal mengingatkan saya pada film-film Amerika, yang<br />

menggambarkan cara dan gaya pengacara dengan sistem juri. Sungguh sangat<br />

mengesankan karena pengadilan laksana pertunjukan drama yang menarik. Kesan<br />

pertama ini menambah semangat saya untuk memilih profesi sebagai pengacara.<br />

Sejak kecil sebenarnya saya bercita-cita menjadi hakim, tapi ditentang oleh ayah<br />

seraya mengutip hadis: “Sembilan dari 10 hakim masuk neraka.”<br />

Pertemuan kedua terjadi di kampus Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Su-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


OBITUARI<br />

S-1 Fakultas Hukum<br />

Universitas Airlangga,<br />

Surabaya<br />

KARIER<br />

l Pengacara LBH<br />

Jakarta, 1980<br />

l Pengacara LBH<br />

Yogyakarta, 1981<br />

l Wakil Direktur LBH<br />

Jakarta, 1984-1987<br />

l Direktur LBH Jakarta,<br />

1987-1990<br />

l Mendirikan LBH<br />

Asosiasi Perempuan<br />

Indonesia untuk<br />

Keadilan (APIK), 1995<br />

l Anggota MPR Fraksi<br />

Utusan Golongan, 1999-<br />

2004<br />

l Anggota DPR Fraksi<br />

Partai Kebangkitan<br />

Bangsa, 2004-2009<br />

KARYA<br />

l Potret Perempuan: Tinjauan<br />

rabaya. Abang hadir atas undangan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas<br />

Airlangga untuk memberikan ceramah tentang rule of law and freedom of the press.<br />

Sampai pada 1980, saya membaca iklan di Kompas bahwa LBH membutuhkan<br />

pengacara muda. Saya melamar, tapi panggilan datang setelah saya diterima di<br />

sebuah perusahaan ekspor-impor. Enam bulan kemudian, iklan kedua muncul lagi<br />

di Kompas, saya pun minta pertimbangan teman-teman di kantor. Seorang senior<br />

mengatakan LBH adalah ladang yang tepat untuk perkembangan karier saya. Saya<br />

langsung diizinkan datang ke kantor LBH, yang waktu itu baru pindah dari Jalan<br />

Kebun Binatang.<br />

Saya langsung diminta menghadap Abang dan diwawancarai dengan beberapa<br />

pertanyaan yang menguji pengetahuan hukum serta motivasi saya. Hari itu Jumat,<br />

3 Juli 1980. Pada Senin tiga hari kemudian, saya disuruh masuk kantor, tanpa tes apa<br />

pun lagi. Padahal, sebelumnya, saya mendapat informasi akan ada tes-tes lainnya,<br />

termasuk wawancara panel pembina: Mochtar Lubis, Yap Thiam Hien, Harjono<br />

Tjitrosubono, Sukardjo, Hoegeng, dan lain-lain.<br />

Seminggu kemudian, saya diminta membela kasus kebakaran di Muara Baru,<br />

Jakarta Utara. Seorang laki-laki Tionghoa pemilik toko alat-alat kapal menjadi tertuduh.<br />

Hakimnya Benjamin Mangkoedilaga. Hati saya kecut bukan buatan. Saat saya<br />

menyusun pleidoi (nota pembelaan), tiba-tiba Bang Buyung menyatakan akan ikut<br />

ke Pengadilan, “Jika draf pleidoi kamu bagus dan tidak malu-maluin.”<br />

Saya mengerahkan seluruh kemampuan membuat pleidoi sebagus mungkin.<br />

Draf dikoreksi Abang dan “lulus”. Tapi, dalam putusan, hakim tetap menghukum si<br />

terdakwa meski tak sebanyak tuntutan Jaksa. Dari sini saya juga belajar bagaimana<br />

membuat sebuah pleidoi yang baik dan teknik pembacaan yang dapat menarik<br />

simpati para hakim, jaksa, dan pengunjung.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


OBITUARI<br />

Politik, Ekonomi, Hukum<br />

di Zaman Orde Baru,<br />

diterbitkan atas kerja sama<br />

Pusat Studi Wanita UMY<br />

dengan Pustaka Pelajar;<br />

Yogyakarta, 2001<br />

l Kasus-Kasus Hukum<br />

Kekerasan terhadap<br />

Perempuan, LBH APIK<br />

Jakarta, 2002<br />

l Membongkar Seksualitas<br />

Perempuan yang<br />

Terbungkam, Kartini<br />

Network, Jakarta, 2007<br />

l The Future of Asian<br />

Feminisms: Confronting<br />

Fundamentalisms, Conflicts<br />

and Neo-Liberalism,<br />

Cambridge Scholars<br />

Publishing, 2012<br />

“Pleidoi tak semata ditujukan kepada hakim,” katanya, “tapi juga untuk mengubah<br />

cara pandang masyarakat. Tidak jadi masalah jika pleidoimu ditolak, tapi<br />

setidaknya masyarakat tahu tentang peristiwa hukum yang terjadi dan bagaimana<br />

sistem hukum meresponsnya.”<br />

Tiga bulan bekerja saya mendapat promosi sebagai Wakil Kepala Humas LBH<br />

Jakarta. Setelah itu, saya dikirim ke Yogyakarta untuk bersama teman-teman aktivis<br />

di Yogyakarta dan LBH Yogyakarta memberikan pembelaan untuk 22 ribu<br />

penduduk Borobudur. Mereka digusur karena<br />

pengelolaannya diserahkan kepada<br />

PT Taman Wisata Borobudur<br />

pimpinan mantan Menteri<br />

Penerangan Budiardjo.<br />

Saya seperti dicemplungkan<br />

di kawah<br />

Candradimuka.<br />

Setahun kemudian,<br />

saya dipromosikan<br />

sebagai Wakil Direktur<br />

LBH Jakarta<br />

sebelum akhirnya<br />

menjadi Direktur<br />

LBH Jakarta selama<br />

dua periode.<br />

Selain hal-hal teknis<br />

maupun konseptual menge-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


OBITUARI<br />

nai hukum, Bang Buyung menyemangati para pembela umum waktu itu untuk<br />

berlatih silat dan latihan di Bangau Putih, perguruan yang juga diikuti Abang. Kerap<br />

juga bersama penyair W.S. Rendra yang juga sangat saya kagumi. Jika Abang pergi<br />

ke luar negeri, tak lupa bermacam oleh-oleh dibawa untuk seluruh staf, mulai dasi,<br />

parfum, hingga syal. Dan tentunya ini berkat Kakak Ria (istri Abang) juga. Setahun<br />

dua kali kami diajak Kak Ria ke toko pakaian (toko Rimo di Kota) untuk dibelikan 3-6<br />

pasang jas. “Agar pengacara LBH, khususnya yang perempuan, tetap tampil prima<br />

saat menghadap ke pengadilan atau institusi lainnya,” ujarnya.<br />

Pada saat-saat tertentu, teman-teman LBH sering diundang makan di restoran<br />

yang tak mungkin terjangkau oleh kami waktu itu atau bertandang ke rumahnya.<br />

Saat-saat seperti itu Abang lebih berperan sebagai bapak dan kakak bagi kami<br />

semua. Hal-hal kecil yang dilakukan Abang mampu mengikat tali persaudaraan<br />

sesama pekerja di lingkungan YLBHI.<br />

Pada Agustus 1993, saya meninggalkan LBH Jakarta dan hampir 20 tahun lamanya<br />

tak lagi bersentuhan, bahkan tak menjejakkan kaki lagi di almamater kedua<br />

saya itu. Sampai suatu hari pada Agustus 2013, saat saya mengikuti kursus singkat<br />

tentang International Comparative Law on Sexual Rights di Leiden, Abang mengontak<br />

saya. Dengan amat sangat, dia meminta saya kembali menyediakan waktu<br />

dan energi untuk YLBHI sebagai sekretaris pembina.<br />

Sebetulnya ini permintaan Abang yang kesekian kalinya. Saya belum bersedia<br />

memenuhinya karena masih kecewa atas proses-proses yang terjadi sebelumnya,<br />

yakni ketika pemilihan pengurus 1993, saat Abang baru pulang dari studi doktoralnya<br />

di Belanda dan mengusung “LBH sebagai Lokomotif Demokrasi”. Kecewa juga<br />

pada keputusan-keputusan Abang yang kontroversial, misalnya ketika membela<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


OBITUARI<br />

(Jenderal) Wiranto, sementara saya dan Munir (almarhum) menjadi anggota Komisi<br />

Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor Timur. Tak enak rasanya<br />

saya harus berhadapan dengan Abang (dan Ruhut Sitompul) ketika pemeriksaan<br />

berlangsung.<br />

Saya renungkan permintaan Abang itu sejenak. Ada rasa bersalah juga, karena<br />

jika menolaknya, saya seperti tak berterima kasih kepada Abang dan almamater<br />

kedua saya itu. Dalam sekejap itu, saya menyatakan kesediaan menjadi sekretaris<br />

pembina. Setahun kemudian, 22 Desember 2014, saya terpilih menjadi Ketua Pembina<br />

YLBHI untuk lima tahun mendatang. “Abang lega dan bahagia bahwa kamu<br />

akhirnya memimpin YLBHI dan segala harapan dan doa terbaik saya tumpahkan<br />

kepadamu,” katanya saat terakhir bertemu dalam rakernas YLBHI pada Februari<br />

2015.<br />

Tenanglah Abang di surga sana. Percayalah bahwa saya, bersama pembina dan<br />

pengurus serta kawan-kawan LBH seluruh Indonesia, sekuat tenaga akan mempertahankan<br />

dan mengembangkan LBH sesuai dengan cita dan konsep yang Abang<br />

ciptakan. Ya Allah ya Rob, terimalah Abang Buyung dalam pelukan kasih-Mu.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

DUKA <strong>MINA</strong><br />

SALAH SIAPA<br />

“SEKARANG BERHAJI MAKIN AMAN....<br />

TAPI KITA TIDAK AKAN PERNAH BISA<br />

MENCAPAI KEAMANAN SERATUS<br />

PERSEN.”


FOKUS<br />

Personel pertahanan sipil Arab<br />

Saudi menolong jemaah haji<br />

yang menjadi korban dalam<br />

tragedi Mina.<br />

DIRECTORATE OF THE SAUDI CIVIL DEFENSE/<br />

HANDOUT VIA REUTERS<br />

HARI itu, Kamis, 12 Januari 2006,<br />

lewat jam makan siang, ribuan haji<br />

berduyun-duyun berjalan kaki menuju<br />

sisi timur jembatan jamarat di<br />

Kota Mina. Mereka semua berniat melempar<br />

jamrah sebagai simbol pengusiran terhadap<br />

setan, yang merupakan salah satu wajib haji.<br />

Sebagian jemaah datang dengan sedikit<br />

cemas. Wajar jika mereka waswas. Baru dua tahun<br />

lewat kala 251 orang meninggal di tempat<br />

itu. Beberapa hari sebelum mereka berangkat<br />

ke Kota Mina, menurut Aleem Maqbool, salah<br />

seorang haji, pemerintah Arab Saudi terus berusaha<br />

meyakinkan mereka bahwa tidak akan<br />

ada hal buruk terjadi selama melempar jamrah.<br />

Pemerintah Saudi sudah membuat rupa-rupa<br />

persiapan, tapi celaka datang tidak disangka.<br />

Entah ceroboh atau tergesa-gesa, bus yang<br />

mengangkut koper-koper milik jemaah menjatuhkan<br />

muatan di depan kerumunan. Dua-tiga<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Hanya Saudi yang<br />

bisa melakukan hal<br />

seperti ini.<br />

Anders Johansson, mahasiswa<br />

muslim program doktoral di<br />

Universitas Teknologi Dresden<br />

DOK PRIBADI<br />

orang tersandung barang, barisan di belakangnya<br />

terdorong dan mulai bertumbangan. Mereka<br />

yang terjatuh terinjak dan segera ditimpa<br />

orang di belakangnya. Kacau.<br />

“Aku mendengar orang-orang berteriak<br />

dan menangis.... Aku melihat sekeliling dan<br />

orang-orang saling tindih,” kata Abdullah Pulig,<br />

dari India, kala itu. Beberapa saat kemudian,<br />

terhampar pemandangan memilukan. “Di depanku<br />

sudah seperti jalan kematian,” seorang<br />

anggota jemaah menuturkan. Pada hari itu, 346<br />

haji meninggal. Itulah kesekian kalinya tragedi<br />

terjadi di Mina.<br />

Beberapa hari kemudian, di Dresden, Jerman,<br />

Anders Johansson buru-buru mengepak koper<br />

dan terbang ke Mekah. Mahasiswa muslim<br />

yang sedang menuntaskan program doktoral<br />

di Universitas Teknologi Dresden itu datang<br />

ke Saudi memenuhi undangan Kementerian<br />

Urusan Perkotaan dan Pedesaan. Pemerintah<br />

Saudi meminta Johansson dan dosennya, Dirk<br />

Helbing, menganalisis bagaimana tragedi di<br />

Mina terus berulang.<br />

Helbing punya keahlian yang agak langka,<br />

yakni memahami dinamika kerumunan besar,<br />

seperti yang terjadi di Mekah saat musim haji.<br />

Mekah dan Mina saat musim haji, kata Helbing,<br />

merupakan masalah pejalan kaki paling rumit<br />

di dunia. Ada jutaan orang dari lebih 100 negara,<br />

dari remaja hingga lanjut usia, dengan latar<br />

belakang budaya dan bahasa yang berbeda,<br />

berjalan kaki dalam waktu hampir bersamaan<br />

menuju satu tempat.<br />

Johansson mengembangkan<br />

aplikasi<br />

khusus untuk<br />

membuat simulasi<br />

pergerakan jemaah<br />

haji saat melempar<br />

jamrah. Mereka<br />

mengamati<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Kamera CCTV polisi memantau<br />

pergerakan haji di Mina, Jumat<br />

(25/9).<br />

Ahmad Masood/REUTERS<br />

rekaman video bagaimana kerumunan itu semakin<br />

padat, bagaimana mereka mulai saling<br />

dorong, dan mencermati tanda-tanda bahaya<br />

itu datang.<br />

Dengan perangkat simulasi tersebut, Helbing<br />

dan Jo hansson bisa memberikan rekomendasi<br />

bagaimana supaya kerumunan jemaah di kompleks<br />

jamarat bisa cepat mencair sebelum<br />

mencapai titik berbahaya. “Sains semakin penting<br />

perannya.... Kami belajar banyak bagaimana<br />

mesti mengelola aliran jemaah masuk dan<br />

keluar jamarat,” kata Salim al-Bosta, dari kantor<br />

Kementerian Urusan Perkotaan, kala itu.<br />

Mengawasi dan mengarahkan jutaan orang<br />

tidak pernah jadi urusan yang gampang. Untuk<br />

memantau setiap titik dalam perjalanan jemaah<br />

menuju jamarat, pemerintah Saudi memasang<br />

ribuan kamera. Aplikasi CrowdVision yang terpasang<br />

di pusat kendali, menurut Fiona Stern,<br />

pendiri perusahaan pembuat aplikasi tersebut,<br />

akan menganalisis rekaman video dan memberi<br />

peringatan jika konsentrasi jemaah sudah kelewat<br />

padat dan mendekati kondisi berbahaya.<br />

Agar setiap kelompok besar jemaah tidak<br />

berkonsentrasi pada satu waktu, pemerintah<br />

Saudi meminta Knut Haase, dari Universitas<br />

Teknologi Dresden, untuk mengatur jadwal<br />

kapan jemaah bisa melempar jamrah. Haase<br />

membagi seluruh jemaah menjadi puluhan ribu<br />

grup, masing-masing terdiri atas 100 orang.<br />

Perangkat-perangkat canggih itu, ditambah<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

senang.”<br />

Mohammed Shahnawaz datang ke Tanah<br />

Suci dari Delhi, India, tahun lalu. “Orang-orang<br />

bercerita, menunaikan haji merupakan perjuangan<br />

berat,” kata Shahnawaz. Tapi apa yang<br />

dia temui di Mekah maupun Mina jauh dari<br />

susah. Dia bisa menunaikan ibadah dengan<br />

tenang dan nyaman. “Hanya Saudi yang bisa<br />

melakukan hal seperti ini.”<br />

Namun Kota Mina pada Kamis, 24 September<br />

lalu, bukan Mina yang ditemui Shahnawaz<br />

setahun lalu. Apa yang salah?<br />

● ● ●<br />

Jemaah haji berjalan menuju<br />

jamarat untuk melempar<br />

jamrah di Mina pada hari<br />

pertama Idul Adha, Kamis<br />

(24/9).<br />

AHMAD MASOOD/REUTERS<br />

guyuran miliaran riyal dari pemerintah Saudi<br />

untuk membangun kompleks dan Jembatan jamarat,<br />

membuat tidak ada insiden berarti saat<br />

jemaah melempar jamrah selama delapan musim<br />

haji. “Sekarang berhaji makin aman.... Tapi<br />

kita tidak akan pernah bisa mencapai keamanan<br />

seratus persen,” Helbing mengingatkan,<br />

beberapa tahun lalu. “Jemaah bisa beribadah<br />

dengan tenang dan nyaman.... Semua orang<br />

Mohammad Awad, 36 tahun, dan ayahnya,<br />

56 tahun, kontan terpisah ketika jemaah haji di<br />

depan, belakang, kiri, dan kanannya mulai saling<br />

dorong. Awad sempat terjatuh dan segera<br />

tertimpa badan jemaah haji lain.<br />

Setengah mati dia berusaha lepas dari badanbadan<br />

yang menimpanya. Untung dia berhasil<br />

bangun dan melompati pagar. Tapi ayahnya<br />

hilang entah ke mana. Selama satu jam dia<br />

mencari ayahnya di antara tubuh-tubuh yang<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Petugas mengevakuasi korban<br />

tragedi Mina, Kamis (24/9).<br />

REUTERS<br />

bergelimpangan.<br />

“Entah berapa banyak tubuh jemaah yang<br />

bergelimpangan.... Tumpukannya lumayan<br />

tinggi,” kata Awad pekan lalu. Ternyata ayahnya<br />

tertimbun sekitar sepuluh orang. Beruntung dia<br />

masih hidup.<br />

Petaka pada Kamis pagi pekan lalu itu terjadi<br />

saat jemaah haji yang berniat melempar jamrah<br />

lewat Jalur 204 terhenti dan bertemu dengan<br />

rombongan jemaah lain yang melalui Jalur 223.<br />

Ribuan orang bertemu di persimpangan dan<br />

mulai saling dorong. Orang-orang berjatuhan<br />

dan terinjak-injak jemaah lain yang panik menyelamatkan<br />

diri. Hingga Jumat malam lalu, 717<br />

orang meninggal dan ratusan terluka.<br />

“Aku melihat jemaah di atas kursi roda jatuh<br />

menimpa jemaah lain dan kemudian tertimpa<br />

jemaah lain.... Orang-orang terpaksa menginjak<br />

orang lain hanya untuk bernapas….” kata Abdullah<br />

Lofty asal Mesir. “Kalian seperti menunggang<br />

gelombang. Kalian bergerak ke depan tapi<br />

tiba-tiba terseret balik ke belakang.”<br />

Entah bagaimana saling dorong antarjemaah<br />

itu bermula. Raja Salman bin Abdulaziz sudah<br />

memerintahkan investigasi penyebab tragedi<br />

Mina dan mengevaluasi semua prosedur pengaturan<br />

jemaah haji. Khalid al-Falih, Menteri<br />

Kesehatan Saudi, menduga sebagian jemaah<br />

tidak menaati instruksi dan pengaturan jadwal<br />

melempar jamrah sehingga jemaah yang berniat<br />

melempar jamrah melampaui kapasitas jalan.<br />

“Jika jemaah taat instruksi, kejadian seperti ini<br />

bisa dihindari,” kata Menteri Khalid.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Ini bukan kehendak<br />

Allah. Ini merupakan<br />

ketidakbecusan<br />

manusia.<br />

AHMAD MASOOD/REUTERS<br />

Lain pula cerita saksi mata. “Polisi menutup<br />

semua pintu masuk dan keluar dari lokasi kemah<br />

jemaah dan hanya menyisakan satu pintu,”<br />

kata Ahmed Abu Bakr, 45 tahun, asal Libya. Polisi<br />

yang bertugas menjaga ketertiban antrean,<br />

menurut Ahmed, juga tampak masih sangat<br />

“hijau”. “Mereka bahkan tidak tahu tempat-tempat<br />

sekitar sini.” Mohammed Hasan, dari Mesir,<br />

sepakat dengan pendapat Ahmed. “Polisi dan<br />

prajurit itu hanya berdiri tidak melakukan apa<br />

pun,” kata Hasan. Padahal mestinya mereka<br />

bisa mencegah jemaah menumpuk di satu<br />

lokasi.<br />

Justru Said Ohadi, Kepala Biro Haji Iran, menduga<br />

penutupan dua rute menuju jamrah tanpa<br />

alasan yang jelaslah yang menjadi penyebab<br />

tragedi Kamis kelabu. Akibat penutupan dua<br />

jalur tersebut, hanya tinggal tersisa tiga jalan<br />

menuju jamrah. Gara-gara dua jalur ditutup,<br />

Yusuf Ibrahim Yakasai, seorang saksi mata,<br />

menuturkan, sebagian jemaah keluar dari lokasi<br />

jamrah dengan berbalik melewati jalan masuk.<br />

Walhasil, mereka bertemu dengan jemaah yang<br />

baru datang.<br />

Roni Erdianto, 34 tahun, jemaah haji Indonesia,<br />

memberi kesaksian sejumlah prajurit Arab<br />

menggiring rombongannya yang tergabung<br />

dalam JKS-61 ke Jalur 204. Padahal jalur tersebut<br />

bukanlah jalur untuk jemaah haji Indonesia. “Ada<br />

tiga orang askar (prajurit). Aneh sekali. Padahal,<br />

kalau belok, sudah kelihatan berjubel,” tutur Roni<br />

saat ditemui tim Media Center Haji di Maktab 7,<br />

Mina Jadid, Jumat, 25 September 2015.<br />

Pagi itu, ada 8 rombongan dari JKS-61 yang<br />

hendak melempar jamrah. Roni termasuk ke dalam<br />

tiga rombongan awal yang selamat setelah<br />

memaksa tetap lurus di Jalan King Fahd sesuai<br />

dengan peta yang diberikan Panitia Penyelenggara<br />

Ibadah Haji (PPIH) Indonesia 2015. “Pas<br />

mau dibelokin, kita memaksa askar agar boleh<br />

tetap lurus karena sama rombongan lansia, ada<br />

beberapa pakai kursi roda,” tuturnya.<br />

Ada kabar dua jalur itu ditutup sehingga<br />

jemaah diperintahkan lewat jalur lain lantaran<br />

Raja Salman tengah menerima sejumlah pejabat<br />

di Istana Mina. "Ini merupakan kesalahan<br />

pemerintah Saudi. Setiap ada pangeran lewat,<br />

jalan selalu ditutup."<br />

Mereka selalu mengatakan seperti ini setiap<br />

ada kecelakaan, “‘Ini kehendak Allah….’ Ini bukan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Raja Saudi Salman bin<br />

Abdulaziz (kedua dari kanan)<br />

di lokasi jatuhnya crane di<br />

Masjidil Haram, Sabtu (12/9).<br />

BANDAR AL-JALOUD/REUTERS<br />

TAP/KLIK UNTUK BERKOMENTAR<br />

kehendak Allah. Ini merupakan ketidakbecusan<br />

manusia,” kata Mohammed Jafari, penasihat<br />

biro perjalanan haji di Inggris. Sumber resmi pemerintah<br />

Saudi belum memberikan konfirmasi<br />

atas kabar tersebut.<br />

Di Mina, ada 131 warga Iran jadi korban, terbesar<br />

setelah Pakistan, 236 orang. “Pemerintah<br />

Saudi harus memikul tanggung jawab sangat<br />

besar atas tragedi ini,” pemimpin spiritual Iran,<br />

Ayatullah Ali Khamenei, menulis pernyataan. ■<br />

GAGAH WIJOSENO (<strong>MINA</strong>), SAPTO PRADITYO | SMH | NYTIMES | THESTAR |<br />

MALAYSIANINSIDER | WSJ | MALAYMAILONLINE<br />

MAJALAH DETIK 28 28 SEPTEMBER - - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

MUSIM HAJI PENUH <strong>TRAGEDI</strong><br />

<strong>TRAGEDI</strong> Mina kembali terulang di<br />

Arab Saudi. Setidaknya 41 haji asal Indonesia<br />

tewas terinjak-injak saat akan<br />

melempar jamrah di Mina. Kejadian di<br />

Mina ini menambah panjang tragedi<br />

demi tragedi yang menelan korban<br />

jiwa sepanjang musim haji 2015.<br />

JUMLAH JEMAAH HAJI 2015:<br />

1,38 juta dari 164 negara<br />

(ada penurunan sekitar 5.000 orang dibanding pada 2014)<br />

LOKASI <strong>TRAGEDI</strong> <strong>MINA</strong>:<br />

Persimpangan Jalur 204 dan Jalur 223 di sekitar tenda pemondokan haji Muzdalifah.<br />

MASJIDIL HARAM<br />

AL JAMARAT<br />

JALUR 204<br />

JALUR 223<br />

JUMLAH KORBAN (PER 25 SEPTEMBER 2015)<br />

717 meninggal 850 terluka<br />

NEGARA ASAL KORBAN<br />

TEWAS DAN TERLUKA<br />

ALJAZAIR<br />

NIGER<br />

TURKI<br />

IRAN<br />

PAKISTAN<br />

BANGLADESH<br />

TIONGKOK<br />

SENEGAL<br />

INDONESIA<br />

NIGERIA<br />

CHAD<br />

MESIR<br />

KENYA<br />

OMAN<br />

SRI LANKA<br />

INDIA<br />

4 VERSI DUGAAN PENYEBAB<br />

1. PEMERINTAH ARAB SAUDI<br />

Ada jemaah yang datang dengan bus di<br />

luar waktu yang ditentukan, lalu masuk<br />

ke Jalur 204 sehingga ada jumlah yang<br />

berlebih. Juga didapati ada jemaah yang<br />

melawan arus.<br />

3. SAKSI MATA,<br />

BASHAAR JAMIL,<br />

DARI LONDON<br />

Jalur keluar dari lokasi<br />

lempar jamrah penuh-sesak<br />

karena terowongan keluar<br />

ditutup oleh otoritas setempat,<br />

sehingga jemaah yang<br />

masuk dan keluar berjalan<br />

melalui terowongan yang<br />

sama.<br />

2. KEPALA URUSAN HAJI<br />

IRAN, SAID OHADI<br />

Ada dua jalan dekat lokasi<br />

kejadian yang ditutup tanpa<br />

alasan yang jelas sehingga<br />

jemaah menumpuk di Jalur<br />

204<br />

4. SAKSI MATA DARI<br />

INDONESIA, JUHDI<br />

IBRAHIM<br />

Kekacauan di Jalur 204 terjadi karena ada<br />

sekelompok jemaah yang diduga asal<br />

Afrika berbalik dan berjalan melawan arus.<br />

INSIDEN MUSIM<br />

HAJI 2015<br />

11 SEPTEMBER 2015<br />

Setidaknya 107 orang tewas dan<br />

lebih dari 200 orang terluka akibat<br />

robohnya crane proyek perluasan<br />

Masjidil Haram.<br />

21 SEPTEMBER 2015<br />

4 haji asal Yaman terluka karena kebakaran<br />

akibat hubungan pendek arus listrik<br />

di hotel. Sekitar 1.500 orang lainnya diungsikan.<br />

17 SEPTEMBER 2015<br />

2 haji Indonesia terluka<br />

akibat kebakaran di<br />

hotel kawasan Aziziya.<br />

Sekitar seribu penghuni<br />

hotel diungsikan.<br />

23 SEPTEMBER 2015<br />

204 orang pingsan dan lemas akibat kerusakan pintu<br />

kereta Masher No. 16 di stasiun No. 1 di Mina, yang membawa<br />

jemaah ke Arafah. Korban jatuh akibat penumpang<br />

pindah dan menumpuk di stasiun No. 3.<br />

24 SEPTEMBER 2015<br />

717 orang meninggal<br />

dan 850 orang terluka<br />

akibat terinjak-injak<br />

saat akan melempar<br />

jamrah di Mina.<br />

OKTA WIGUNA | INFOGRAFIS: MINDRA PURNOMO<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

HARAP-HARAP CEMAS<br />

DARI <strong>TRAGEDI</strong> 204<br />

JUMLAH JEMAAH HAJI ASAL INDONESIA YANG MENJADI KORBAN <strong>TRAGEDI</strong> <strong>MINA</strong> MASIH SIMPANG-SIUR.<br />

SAAT TIM KHUSUS KEMENTERIAN AGAMA BERUSAHA KERAS MENCARI HAJI YANG MASIH HILANG,<br />

KABAR DUKA SATU PER SATU DITERIMA KELUARGA JEMAAH DI INDONESIA.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Keluarga memperlihatkan<br />

foto korban tragedi Mina,<br />

Hamid Atwitarji (almarhum) di<br />

kediamannya, Desa Muneng<br />

Kidul, Sumberasih, Probolinggo,<br />

Jawa Timur, Jumat (25/9).<br />

MOCH ASIM/ANTARA FOTO<br />

KABAR duka itu akhirnya menghampiri<br />

keluarga Ardani Ali Sirodj,<br />

75 tahun, di Nogotirto, Gamping,<br />

Sleman, Yogyakarta. Tengah malam,<br />

Kamis, 24 September 2015, anak Ardani, Taufik<br />

Arifianto, menelepon dari Tanah Suci Mekah<br />

bahwa ayahnya telah meninggal. Ardani menjadi<br />

salah satu korban tragedi di Jalur 204 Mina,<br />

Arab Saudi, saat menunaikan ibadah haji.<br />

Sore sebelumnya, Taufik mengabarkan<br />

bahwa ayahnya dirawat di sebuah rumah sakit<br />

pascatragedi yang menewaskan 717 haji itu.<br />

Namun nyawa pensiunan TNI Angkatan Udara<br />

berpangkat letnan kolonel tersebut tidak bisa<br />

lagi diselamatkan. Keluarga pun kemudian<br />

menggelar salat gaib setelah salat Jumat.<br />

“Almarhum akan dimakamkan di sana (Arab),”<br />

kata Muhammad Awidan Alwi, salah seorang<br />

kerabat, di rumah duka.<br />

Ardani dan Taufik berangkat menunaikan<br />

ibadah haji dari embarkasi Solo, Jawa Tengah.<br />

Mereka masuk dalam kelompok terbang (kloter)<br />

SOC-29. Pada saat kejadian Kamis pagi<br />

itu, Ardani didorong menggunakan kursi roda<br />

mengingat jarak antara tenda dan lokasi melempar<br />

jamrah ( jamarat) sangat jauh. Mereka<br />

berangkat bersama beberapa haji dari kloter<br />

yang sama.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Dede Herlan menunjukkan<br />

foto keluarga besarnya (kiri).<br />

Ira Kusmira dan Dikdik<br />

DEDE RAHADIAN/DETIKCOM<br />

Agus Prianto, Ketua Kafilah Kelompok<br />

Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Hajar Aswad,<br />

mengatakan korban terjatuh, lalu terinjakinjak<br />

saat terjadi pertemuan dua gelombang<br />

jemaah haji di Jalur 204. Taufik sebetulnya juga<br />

tersungkur, tapi bisa menyelamatkan diri. Ardani<br />

menderita luka parah. “Korban tidak bisa<br />

ditolong lagi sampai di rumah sakit,” ujarnya<br />

kepada CNNIndonesiaTV.<br />

Kepastian korban tewas jemaah haji Indonesia<br />

juga didapatkan dari keluarga Dede Herlan,<br />

63 tahun, warga Cikabuyutan Barat, Pataruman,<br />

Banjar, Jawa Barat. Dede kaget bukan kepalang<br />

ketika dikabari anaknya, Firdaus, bahwa sebagian<br />

rombongan haji dari keluarganya meninggal<br />

akibat tragedi Mina.<br />

Total ada tujuh orang anggota<br />

keluarga Dede yang berangkat haji.<br />

Mereka adalah empat anak kandung<br />

Dede: Irfan dan istri, Ati Rohyani,<br />

Atang Gumawang dan istri (Ima Rusmawati),<br />

serta Ira Kusmira dan suami<br />

(Dikdik Muhammad Tasdik). Empat<br />

yang terakhir menjadi korban tewas.<br />

Rombongan ini berasal dari kloter<br />

JKS-61. “Saya kaget ditelepon anak dari Arab,”<br />

ujar Dede.<br />

Meski keluarga jemaah haji di Indonesia<br />

sudah mendapat kepastian tentang nasib anggota<br />

keluarga mereka, nama-nama korban itu<br />

belum tercatat secara resmi oleh pemerintah<br />

Arab Saudi maupun petugas haji Kementerian<br />

Agama di Arab. Dikutip dari AFP, Sabtu, 26<br />

September 2015, Arab merilis jumlah korban<br />

serta negaranya. Dari Indonesia, korban tewas<br />

berjumlah 3 orang.<br />

Hingga Jumat sehari sebelumnya, Panitia<br />

Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah<br />

Kerja Mekah mendata dua nama korban<br />

tewas. Keduanya adalah Hamid Atwitarji asal<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Petugas mengevakuasi korban<br />

di Jalur 204, Mina, Kamis<br />

(24/9).<br />

REUTERS/STRINGER<br />

Probolinggo, Jawa Timur, dan Syaisiyah Syahril<br />

Abdul Gafar asal Pontianak, Kalimantan Barat.<br />

Satu lagi korban meninggal asal Probolinggo,<br />

namun belum diketahui namanya.<br />

Di Probolinggo, keluarga sudah memperoleh<br />

kejelasan nasib Hamid dari istrinya, Ayum, yang<br />

selamat dalam tragedi Mina. Warga Probolinggo<br />

lainnya, Reny Ayu Rahmawati, 23 tahun,<br />

menerima kabar dari sang ibu bahwa ayahnya,<br />

Niro, meninggal. “Setiap telepon dari Mekah,<br />

Ibu menangis terus, memikirkan jenazah Bapak,”<br />

kata Rahmawati. Namun apakah Niro<br />

adalah korban yang terdata di Kementerian<br />

Agama atau bukan, itu belum bisa dimintakan<br />

konfirmasi.<br />

Sedangkan nama Syaisiyah diduga kuat<br />

merupakan Busyaiyah, warga Pontianak. Data<br />

kloternya sama, yakni BTH-14, yang diberangkatkan<br />

dari Batam. Anak pertama Busyaiyah,<br />

Susanti, mengatakan, pada Kamis pagi itu Busyaiyah<br />

menelepon, namun dia baru menunaikan<br />

salat Idul Adha. Saat ditelepon balik, ibu<br />

Susanti tidak menjawab hingga kini. “Ibu sempat<br />

berpesan untuk baik-baik menjaga keluarga<br />

masing-masing,” kata Susanti sambil berlinang<br />

air mata.<br />

Selain korban tewas, petugas haji mendata<br />

enam korban luka pada Jumat 25 September<br />

itu. Mereka dirawat di sejumlah rumah sakit<br />

dan klinik. Jemaah haji tersebut mengalami dehidrasi<br />

dan diberi cairan infus. Mereka berasal<br />

dari kloter JKS-61 (2 orang), BTH-14 (3 orang),<br />

dan MES-7 (1 orang).<br />

Anggota Komisi VIII (Komisi Agama) Dewan<br />

Perwakilan Rakyat yang tengah berada di Mekah,<br />

Maman Imanulhaq, mengatakan jemaah<br />

haji Indonesia yang menjadi korban tragedi<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Jemaah melempar jamrah.<br />

REUTERS/AHMAD MASOOD<br />

Mina mungkin bertambah. Sebab, masih banyak<br />

yang belum kembali ke tenda masingmasing<br />

pascakejadian itu. “Misalnya seorang<br />

jemaah asal Kediri (Jawa Timur) kloter 61 belum<br />

kembali,” katanya kepada majalah detik.<br />

Adanya jemaah Indonesia yang menjadi korban<br />

disebabkan oleh tidak diindahkannya aturan<br />

dalam ibadah melempar jamrah. Kementerian<br />

Agama menetapkan, jemaah Indonesia<br />

berangkat melalui Jalan King Fahd, bukan Jalur<br />

204. Jadwal bagi jemaah haji Indonesia adalah<br />

setelah subuh atau menjelang magrib.<br />

Menurut Maman, jemaah Indonesia mencari<br />

keutamaan melempar jamrah, yakni waktu<br />

duha. Namun ada sebagian dari mereka yang<br />

ikut-ikutan atau karena tidak tahu. “Mereka<br />

hanya mengikuti gelombang manusia saja,”<br />

katanya. “Kami akan meminta penjelasan dari<br />

Kemenag,” tutur politikus Partai Kebangkitan<br />

Bangsa ini.<br />

Kepala PPIH Daerah Kerja Mekah Arsyad<br />

Hidayat mengatakan, hingga Jumat masih ada<br />

225 haji asal Indonesia yang belum kembali.<br />

Terbesar, sebanyak 192 orang berasal dari<br />

kloter JKS-61. Mereka tinggal di maktab Mina<br />

Jadid, pemondokan hasil pengembangan area<br />

Mina. Mina Jadid berjarak sekitar 6 kilometer<br />

dari jamarat dan terjauh dari jamarat.<br />

Ada kemungkinan mereka kembali ke hotel<br />

di Mekah, karena jaraknya lebih dekat. Yang<br />

jelas, petugas haji terus mencari keberadaan<br />

mereka yang masih hilang. Untuk itu, sebuah<br />

tim khusus untuk melakukan pencarian telah<br />

dibentuk. Salah satu langkah yang ditempuh<br />

adalah berkomunikasi dengan jemaah haji dan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Keluarga Suparno dan Dahlia<br />

di Pontianak menggelar doa<br />

bersama.<br />

ADI SAPUTRO/DETIKCOM<br />

menelusuri setiap rumah sakit di Mekah. Pada<br />

Sabtu, sebanyak 137 haji sudah ditemukan kembali.<br />

Mereka adalah bagian dari 192 anggota<br />

jemaah kloter JKS-61 yang hilang. "55 yang hilang,"<br />

kata Ketua Kloter JKS-61, Aceng Iskandar.<br />

Pada Minggu 27 September, tim khusus<br />

telah berhasil menemukan para jamaah haji<br />

yang hilang. Didapat data kemudian, termasuk<br />

3 jenazah di awal, 19 jamaah meninggal dunia.<br />

Jumlah itu meningkat menjadi 35 jamaah dan 41<br />

jamaah meninggal pada Senin 28 September.<br />

Sementara yang hilang masih 82 orang.<br />

"Tim telah bekerja keras siang dan malam<br />

mencari jamaah yang masih belum diketahui<br />

keberadaannya dan mengindentifikasi jenazah<br />

yang diketahui telah meninggal dunia," kata<br />

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag,<br />

Abdul Djamil, di Daerah Kerja Makkah.<br />

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyayangkan<br />

lambannya upaya penanganan yang dilakukan<br />

petugas haji terhadap korban selamat yang<br />

berada di rumah sakit. Sebagai contoh di RS<br />

Emergency Mina, ada jemaah Indonesia yang<br />

duduk berjam-jam menunggu dalam kondisi<br />

kedinginan. Kain ihramnya basah kuyup karena<br />

disiram air setelah berdesak-desakan di Mina.<br />

Jemaah bernama Ati Rohyani itu menderita<br />

luka dan tidak bisa berjalan. “Sayangnya, tak<br />

ada petugas kita yang stand by di RS Emergency<br />

Mina,” katanya kepada majalah detik.<br />

Di rumah sakit itu pula, menurut Fadli, ia<br />

menjumpai setidaknya 10 haji asal Indonesia<br />

yang tidak tahu bagaimana kembali ke maktab.<br />

Mereka duduk dan berbaring di pelataran rumah<br />

sakit. Umumnya berusia lanjut. “Ada yang<br />

hanya bisa berbahasa daerah,” tuturnya. ■<br />

IBAD DUROHMAN, ADI SAPUTRO (PONTIANAK), DEDEN RAHADIAN<br />

(BANJAR), SUKMA INDAH PERMANA (YOGYAKARTA), M. ROFIQ<br />

(PROBOLINGGO), GAGAH WIJOSENO (ARAB SAUDI) | IRWAN NUGROHO<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

USAHA SAUDI MENYETOP <strong>TRAGEDI</strong><br />

<strong>TRAGEDI</strong> <strong>MINA</strong> KEMBALI TERULANG, PADAHAL ARAB SAUDI MENGGELONTORKAN MILIARAN DOLAR AS DEMI MEMERMAK<br />

FASILITAS LEMPAR JAMRAH DI <strong>MINA</strong>. DIANGGAP TERLALU SIBUK MENGURUSI PEMBANGUNAN FISIK SEHINGGA LUPA<br />

MENGANTISIPASI PERILAKU JEMAAH HAJI.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Raja Saudi Salman bin<br />

Abdulaziz (di samping kemudi)<br />

saat meninjau lokasi jatuhnya<br />

crane di Masjidil Haram, Sabtu<br />

(12/9).<br />

BANDAR AL-JALOUD/REUTERS<br />

RAJA Salman bin Abdulaziz al-Saud<br />

melepas pandangan ke lembah yang<br />

terbentang di bawah Istana Mina.<br />

Dari balik jendela istana, ia melihat<br />

tenda-tenda putih yang menampung jemaah<br />

haji yang akan melakukan lempar jamrah.<br />

Dalam proses haji, melempar jamrah merupakan<br />

salah satu wajib haji. Bila tidak melakukan<br />

lempar jamrah, jemaah akan kena dam<br />

atau denda. Melempar jamrah merupakan<br />

ibadah yang mengikuti tindakan Nabi Ibrahim.<br />

Di Mina, Ibrahim menerima perintah Allah untuk<br />

menyembelih putranya, Ismail. Dikisahkan,<br />

dalam perjalanan untuk melaksanakan perintah<br />

itu, setan menggoda Ibrahim, istrinya, Siti<br />

Hajar, dan Ismail agar menolak perintah Tuhan<br />

tersebut.<br />

Mereka digoda di tiga tempat. Dan setiap kali<br />

setan datang menggoda, Ibrahim sekeluarga<br />

melemparkan tujuh batu ke arah setan terse-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

RAJA INGIN MEMONITOR SECARA<br />

PRIBADI KENYAMANAN JEMAAH<br />

DAN MENGAWASI LAYANAN<br />

SERTA FASILITAS YANG DIBERIKAN<br />

KEPADA MEREKA SEHINGGA BISA<br />

MENJALANKAN IBADAH DENGAN<br />

TENANG.<br />

but. Di tempat itulah kemudian didirikan tiga<br />

jamarat (pilar batu tempat jamrah dilemparkan),<br />

yakni ula (kecil), wustho (sedang atau tengah),<br />

dan aqobah atau kubro (besar). Meniru Nabi<br />

Ibrahim itulah, jemaah haji kemudian merajam<br />

setan alias melempari jamarat dengan kerikil<br />

batu.<br />

Hari itu, 22 September 2015, sehari sebelum<br />

hari pertama melempar<br />

jamrah, Raja Arab Saudi<br />

itu segera meninggalkan<br />

Jeddah menuju Mina.<br />

“Raja ingin memonitor<br />

secara pribadi kenyamanan<br />

jemaah dan mengawasi<br />

layanan serta fasilitas yang<br />

diberikan kepada mereka<br />

sehingga bisa menjalankan<br />

ibadah dengan tenang,”<br />

tulis kantor berita Arab Saudi, SPA.<br />

Agaknya Raja Salman ingin memastikan tidak<br />

ada lagi insiden dalam musim haji 2015. Tahun<br />

ini ibadah haji dibuka dengan robohnya crane<br />

proyek perluasan Masjidil Haram di Mekah,<br />

yang menewaskan lebih dari 100 orang.<br />

Lantas berturut-turut dua hotel tempat<br />

menginap jemaah haji terbakar. Ada juga pintu<br />

kereta yang macet sampai membuat sekitar<br />

200 haji lemas dan pingsan.<br />

Ketiga insiden ini mencoreng catatan bersih<br />

pelaksanaan ibadah haji yang tanpa insiden<br />

berarti sejak 2006. Saat itu jemaah yang berdesakan<br />

di jemba tan jamarat, Mina, saling dorong<br />

dan injak sehingga menewaskan 364 orang.<br />

Namun siapa sangka, di bawah pengawasan<br />

sang raja pun, insiden saling injak terulang di<br />

Mina. Pertemuan dua arus jemaah di persimpangan<br />

Jalur 204 dan Jalur 223, berdasarkan<br />

catatan pemerintah Arab Saudi hingga Sabtu,<br />

26 September 2015, menewaskan 717 orang<br />

dan melukai 800 orang.<br />

Menanggapi kejadian itu, Raja Salman memerintahkan<br />

evaluasi dalam perencanaan ibadah<br />

yang dipimpin oleh Ketua Komite Haji Agung<br />

Putra Mahkota Muhammad bin Naif. “Perlu<br />

ada peningkatan pengaturan dan manajemen<br />

pergerakan jemaah haji,” perintah sang raja.<br />

Tempat pelemparan jamrah atau dikenal<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Kondisi jamarat pada musim<br />

haji 2004<br />

GETTY IMAGES<br />

dengan nama jembatan jamarat dan area sekitarnya<br />

memang jadi tempat langganan insiden<br />

yang memakan korban jiwa pada penyelenggaraan<br />

ibadah haji. Dibangun pada 1963, jembatan<br />

jamarat terus dipermak demi mengurangi<br />

masalah.<br />

Namun proyek pembangunan baru dimulai<br />

setelah kejadian saling injak sesama jemaah<br />

pada 2004, yang menewaskan 251 orang. Pada<br />

tahun itu, Raja Fahd bin Abdul Aziz menginstruksikan<br />

pembangunan di Mekah dan Madinah<br />

agar mampu mengakomodasi jemaah<br />

haji hingga 20 tahun ke depan.<br />

Perintah itu diterjemahkan antara lain menjadi<br />

pemugaran jembatan jamarat dari satu<br />

lantai pada 2004 menjadi sembi lan lantai. Tahap<br />

pertama dibangun lima lantai, yang mampu<br />

menampung hingga 3 juta haji. Jika tahap<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Kondisi jembatan jamarat<br />

pada musim haji 2005<br />

GETTY IMAGES<br />

kedua selesai alias sembilan lantai terbangun,<br />

jembatan jamarat bisa menampung hingga 9<br />

juta “tamu Allah”.<br />

Mulai 2004 pula, setiap pilar jamarat, yang<br />

awalnya berbentuk tiang batu kecil, diubah<br />

menjadi tembok sepanjang 26 meter. Mengelilingi<br />

tembok itu dibangun lubang sumur untuk<br />

menampung batu-batu yang jatuh setelah<br />

dilemparkan ke jamarat. Perombakan itu demi<br />

keamanan, salah satunya untuk mengantisipasi<br />

lemparan jemaah yang kadang luput dan melayang<br />

mengenai pelontar di seberang.<br />

Proyek yang didesain oleh Dar al-Handasah<br />

dan ditangani kontraktor Saudi Binladin Group<br />

itu kelar pada 2007. Dari pembangunan ini,<br />

lebar jembatan menjadi 80 meter dengan panjang<br />

950 meter. Desain baru ini bisa menampung<br />

300 ribu orang setiap jamnya. Jembatan<br />

jamarat juga dilengkapi 11 jalur masuk dan 12<br />

jalur keluar, terowongan untuk pejalan kaki, es-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

KAMI SUDAH BERKOORDINASI<br />

DENGAN KETUA KLOTER AGAR TIDAK<br />

LEMPAR JAMRAH PADA PUKUL<br />

DELAPAN HINGGA SEBELAS PAGI.<br />

kalator, serta rute darurat.<br />

Pada 2010 dibangun semacam tenda besar<br />

di atas tembok jamrah di lantai enam guna<br />

membendung terik matahari. Pekerja yang<br />

membangun tudung itu antara lain berasal dari<br />

Indonesia. “Yang pasang payung itu kita, orang<br />

Indonesia,” kata Mahrus, asal Bojonegoro,<br />

Jawa Timur, yang bekerja di kawasan jamarat<br />

pada 2010. Menurut dia, ada 50 warga negara<br />

Indonesia yang bekerja di proyek tersebut.<br />

“Kami ini bersih-bersih<br />

sama pasang payung.”<br />

Selain pemugaran itu,<br />

otoritas haji pemerintah<br />

Saudi menetapkan pelemparan<br />

jamrah hanya satu<br />

arah. Jalur masuk jemaah<br />

juga terbagi menjadi melewati terowongan<br />

dan jembatan yang akan langsung mengarah<br />

pada lantai tertentu di jembatan jamarat.<br />

Masalah lain adalah penumpukan jemaah<br />

menuju jembatan jamarat karena mengejar<br />

afdhaliyah atau waktu paling utama dalam<br />

melempar jamrah. Mereka hendak mengikuti<br />

waktu Nabi Muhammad melempar jamrah,<br />

yakni waktu duha atau setelah tergelincirnya<br />

matahari hingga waktu sebelum salat zuhur,<br />

sekitar pukul 07.00-11.00.<br />

Pada 2004, konsentrasi massa dicoba dipecah<br />

dengan penerbitan fatwa oleh ulama Arab<br />

Saudi bahwa lempar jamrah bisa pagi hingga<br />

malam. Kementerian Agama RI bahkan melarang<br />

jemaah melempar jamrah pada puncak<br />

keramaian di jembatan jamarat dan diarahkan<br />

agar pergi pada sore hari.<br />

“Kami sudah berkoordinasi dengan ketua<br />

kloter agar tidak lempar jamrah pada pukul<br />

delapan hingga sebelas pagi,” kata Kepala Panitia<br />

Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja<br />

Mekah Arsyad Hidayat. “Itu waktu jemaah<br />

ramai-ramai lontar jamrah.”<br />

Selain pembangunan fisik, ritual lempar<br />

jamrah diawasi oleh sekitar 100 ribu petugas<br />

keamanan Saudi yang berpatroli di darat serta<br />

memantau dari udara dengan helikopter. Ada<br />

juga ribuan kamera pengawas yang memonitor<br />

setiap sudut Mina. Tenaga medis dan ambulans<br />

juga bersiaga demi mengantisipasi korban<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Kondisi jamarat pada musim<br />

haji 2014<br />

GETTY IMAGES<br />

akibat berdesakan atau panasnya udara.<br />

Nahas, tragedi pada 2015 justru bukan terjadi<br />

di jembatan jamarat, yang renovasinya memakan<br />

biaya US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 16,8<br />

triliun. Berdesakan dan saling injak justru terjadi<br />

di jalan area tenda haji yang tidak selebar<br />

jembatan jamarat.<br />

Namun kali ini pemerintah Saudi tidak berniat<br />

memugar “kota tenda”. Menteri Dalam<br />

Negeri Saudi Mayor Jenderal Mansur al-Turki<br />

mengatakan area tenda tidak bisa diutak-atik.<br />

“Mashar dan Mina tidak bisa diperluas karena<br />

batasnya sudah ditentukan dalam hukum Islam.”<br />

Pendiri Pusat Studi Haji di Arab Saudi,<br />

Sami Angawi, melihat pemerintah Saudi<br />

dari tahun ke tahun tidak berupaya banyak<br />

mengatasi kendala bahasa dan budaya dalam<br />

menangani ibadah haji. Pemerintah Saudi,<br />

kata pria yang membuat penelitian haji sejak<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Deretan tenda jemaah haji di<br />

Mina, Kamis (24/9)<br />

AHMAD MASOOD/REUTERS<br />

1970-an ini, terlalu berfokus pada pembangunan<br />

fisik.<br />

“Ada banyak uang yang dikeluarkan, tapi<br />

solusinya bukanlah membangun lebih banyak<br />

jalan atau jembatan,” ujarnya seperti dikutip<br />

New York Times. “Tapi lebih pada cara mengatur<br />

alur pergerakan manusia dari satu area ke<br />

yang lain.”<br />

Sami juga mengkritik persiapan pemerintah<br />

Saudi dalam menghadapi musim haji. Menteri<br />

Saudi dan anak buahnya, yang biasanya hanya<br />

menggelar rapat beberapa kali dalam setahun,<br />

didesak Sami untuk menyiapkan haji sepanjang<br />

tahun.<br />

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya<br />

Novanto juga meminta adanya perbaikan<br />

manajemen ibadah haji kepada Raja Salman.<br />

Sehari setelah tragedi Mina, Jumat, 25 September<br />

2015, Setya mengikuti jamuan tahunan di<br />

Istana Mina bagi pemimpin negara Islam yang<br />

menjalankan ibadah haji dan umrah.<br />

“Saya menyampaikan masukan tentang<br />

perlunya perbaikan penanganan dan evaluasi<br />

berkelanjutan manajemen ibadah haji,” kata<br />

Setya. Ia juga meminta penanganan ibadah<br />

haji dibahas bersama negara-negara yang tergabung<br />

dalam Organisasi Konferensi Islam.<br />

“Raja Salman berjanji akan menindaklanjuti<br />

masukan dari pemerintah maupun DPR RI,”<br />

kata Setya. “Ke depannya, otoritas Arab Saudi<br />

akan selalu terbuka atas berbagai kritik konstruktif<br />

terkait pengelolaan ibadah haji di masa<br />

yang akan datang.” ■ M. IQBAL | OKTA WIGUNA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER -- 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

HOROR PERTAMA<br />

DI TEROWONGAN<br />

<strong>MINA</strong><br />

BENCANA DI TEROWONGAN AL-MUAISIM, <strong>MINA</strong>, PADA 1990<br />

TERCATAT SEBAGAI <strong>TRAGEDI</strong> HAJI TERBESAR SEPANJANG<br />

SEJARAH. SEBANYAK 1.426 HAJI MENINGGAL<br />

AKIBAT BERDESAKAN DAN SALING<br />

INJAK. BENCANA SEMACAM<br />

INI MENJADI <strong>TRAGEDI</strong><br />

RUTIN DI TANAH<br />

SUCI.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Terowongan Mina setelah<br />

direnovasi<br />

DETIK.FORUM<br />

MASYKUR A. Baddal tidak dapat<br />

menemukan permukaan rata<br />

ketika melepaskan pegangannya<br />

pada besi lampu atap Terowongan<br />

Al-Muaisim, Mina, Arab Saudi. Ia sudah<br />

bergelantungan sekitar 30 menit pada atap<br />

terowongan. Tubuhnya pun jatuh menimpa<br />

tumpukan mayat.<br />

Tumpukan mayat tempat Masykur jatuh<br />

setinggi 1,5 meter. Ia baru saja lolos dari tragedi<br />

maut di Terowongan Mina.<br />

“Aku merinding melihat bagaimana seorang<br />

anak manusia begitu mudah kehilangan nyawanya.<br />

Sambil terus berdoa kepada-Nya dengan<br />

linangan air mata semoga diselamatkan dari<br />

bencana yang sangat mengerikan tersebut,”<br />

tulis Masykur dalam blog pribadinya.<br />

Masykur merupakan saksi mata tragedi itu<br />

dari dekat. Pemandangan di dalam terowongan<br />

sangat mengerikan. Sebanyak 1.426 haji tewas.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Jalur pejalan kaki jemaah haji<br />

menuju jamarat<br />

AHMAD MASOOD/REUTERS<br />

Jemaah asal Indonesia yang menjadi korban<br />

mencapai 631 jiwa. Saking banyaknya korban<br />

jiwa, pemerintah Arab Saudi menggunakan<br />

buldoser untuk memindahkan mayat.<br />

Namun Masykur enggan bercerita lebih lanjut.<br />

Ia tengah menemani tamu di Mesir ketika<br />

dihubungi majalah detik. “Maaf, belum bisa<br />

melayani wawancara, sedang ada tamu,” balasnya<br />

melalui pesan singkat.<br />

Cerita Masykur melalui blog-nya cukup lengkap.<br />

Saat itu, 2 Juli 1990, Masykur bekerja sebagai<br />

supervisor penanggung jawab keamanan<br />

dan keselamatan jemaah haji di Kantor Muassasah<br />

Haji Nomor 21. Tugasnya hampir selesai<br />

saat tragedi tersebut berlangsung.<br />

Rombongannya telah selesai melakukan<br />

prosesi wukuf pada malam sebelumnya, 1 Juli<br />

1990, dan tinggal menunggu waktu lempar<br />

jamrah. Ia pun menyarankan seluruh rombongan<br />

beristirahat. Jadwal melempar jamrah untuk<br />

rombongannya adalah lewat tengah hari pada<br />

2 Juli 1990.<br />

Perjalanan dari tenda pemondokan ke jamarat<br />

cukup melelahkan. Jaraknya antara 2 sampai<br />

10 kilometer. Jemaah haji harus berjalan kaki<br />

karena, pada puncak haji, jalan tersebut macet.<br />

Masykur meninggalkan rombongannya saat<br />

istirahat untuk melempar jamrah. Ia mengendarai<br />

sepeda motor milik petugas haji agar<br />

cepat mencapai jembatan jamarat, tempat<br />

melempar jamrah. Namun, setelah menyelesaikan<br />

prosesi melempar jamrah, ia mendapat<br />

laporan rombongannya telah berjalan menuju<br />

jembatan jamarat.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Perajin menyelesaikan<br />

pembuatan gelang identitas<br />

jemaah haji embarkasi<br />

Surabaya di Asrama Haji<br />

Sukolilo, Surabaya, Kamis<br />

(3/9).<br />

M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO<br />

Mereka berduyun-duyun menuju jembatan<br />

jamarat melalui Terowongan Al-Muaisim. Terowongan<br />

ini menembus perbukitan batu yang<br />

menghubungkan Pemondokan Mina de ngan<br />

jembatan jamarat. Namun kondisi terowongan<br />

saat itu masih sangat sederhana.<br />

Terowongan ini diperkirakan hanya mampu<br />

menampung 1.000 orang dengan panjang<br />

sekitar 0,5 kilometer dan lebar 32 meter. Beberapa<br />

aparat keamanan berjaga dan beberapa<br />

ambulans terparkir di depan terowongan saat<br />

Masykur memasuki terowongan yang mulai<br />

padat.<br />

Baru berjalan sekitar 10 menit, Masykur dihadang<br />

pemandangan mengerikan. Kerumunan<br />

jemaah saling dorong dan injak di depannya.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Jalur pejalan kaki jemaah haji<br />

di Mina<br />

REUTERS<br />

Sedangkan jemaah haji yang searah de ngannya<br />

tidak mau berhenti. Masykur pun melompat<br />

menggapai lampu gantung untuk menghindari<br />

tubrukan rombongan haji.<br />

“Dari posisi menggelantung itulah aku merinding<br />

melihat bagaimana seorang anak manusia<br />

begitu mudah kehilangan nyawanya,” tulisnya.<br />

Annisa Fitri Rangkuti nyaris kehilangan orang<br />

tuanya dalam tragedi itu. Ia ingat cerita ayahnya<br />

melintasi Terowongan Muaisim pada musim<br />

haji 1990. Rombongan ayahnya sudah berada<br />

di mulut terowongan ketika terjadi gelombang<br />

kerumunan.<br />

Beberapa orang mulai meminta air karena<br />

kehausan. Suhu di sekitar terowongan mencapai<br />

44 derajat Celsius. Ventilasi di dalam<br />

terowongan tidak bekerja dengan baik ketika<br />

dijejali ratusan orang.<br />

Apalagi terowongan itu tidak hanya digunakan<br />

searah. Pemerintah Arab Saudi hanya<br />

membangun satu terowongan yang digunakan<br />

secara dua arah tanpa pembatas jalan.<br />

“Tak berapa lama, dengan izin Allah, tiba-tiba<br />

terbuka sedikit jalan dari arah belakang. Ayah<br />

segera menarik tangan Umak (Ibu) menjauhi<br />

terowongan,” tulisnya di blog pribadi.<br />

Ketika menunaikan umrah beberapa waktu<br />

lalu, Annisa bisa membayangkan perjuangan<br />

yang harus dilakukan kedua orang tuanya. Mereka<br />

terus berjuang dengan kondisi fasilitas haji<br />

saat itu yang masih pas-pasan ditambah suhu<br />

yang panas membakar.<br />

Pemerintah Arab Saudi merilis penyebab<br />

celaka di Te rowongan Muaisim adalah kelebih-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Ketua MUI Amidhan Shaberah<br />

DETIKCOM<br />

an kapasitas jemaah yang melintasi terowongan.<br />

Terowongan yang dibangun de ngan dana<br />

US$ 15 miliar itu berkapasitas 1.000 orang, tapi<br />

jemaah yang masuk te rowongan mencapai<br />

5.000 orang dari dua sisi.<br />

Kepadatan ini membuat jemaah panik hingga<br />

jalur jembatan pedestrian di atas terowongan<br />

runtuh dan kian memperparah kepanikan.<br />

Akhirnya seluruh jemaah berdesakan dan<br />

saling injak.<br />

Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan<br />

Shaberah menyebutkan tragedi Mina terjadi<br />

pada saat puncak penuntasan ibadah haji.<br />

Melempar jamrah merupakan prosesi terakhir<br />

sebelum jemaah haji meninggalkan Mina dan<br />

kembali ke Mekah. Jemaah yang berangkat ke<br />

jembatan jamarat sangat bersemangat sehingga<br />

menerabas apa pun, termasuk rombongan<br />

yang berjalan pulang.<br />

Menteri Agama periode 1983-1993, Munawir<br />

Sjadzali, tidak melayangkan protes walaupun<br />

jemaah Indonesia termasuk negara dengan<br />

korban tewas terbanyak. Pemerintah hanya<br />

menyarankan dibangun terowongan lagi agar<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


FOKUS<br />

Jemaah haji melambaikan<br />

tangan kepada keluarganya<br />

saat menunggu<br />

pemberangkatan menuju<br />

Asrama Haji Sukolilo,<br />

Surabaya, Selasa (8/9).<br />

MOCH ASIM/ANTARA FOTO<br />

tidak terjadi tumbukan arus rombongan haji.<br />

Terowongan ini kemudian dibangun sekitar<br />

tahun 1992.<br />

“Bahkan terowongan itu hampir saja mau<br />

dinamai Te rowongan Soeharto. Tapi tidak jadi,<br />

akhirnya disebut te rowongan Al-Muaisim saja,”<br />

tuturnya.<br />

Pastinya, pemerintah Arab Saudi memberikan<br />

santunan kepada korban asal Indonesia.<br />

Tiap korban menerima uang US$ 2.500. Amidhan,<br />

yang saat itu menjabat Sekretaris Direktur<br />

Jenderal Haji Departemen Agama, turut<br />

membantu menyalurkan santunan ke tempat<br />

tinggal korban.<br />

Tragedi Terowongan Mina merupakan kecelakaan<br />

tumbukan rombongan haji pertama<br />

dalam sejarah haji. Sebelumnya, tercatat beberapa<br />

tragedi seperti aksi teror, kebakaran, dan<br />

kecelakaan gas.<br />

Kecelakaan akibat tumbukan rombongan ini<br />

terus terjadi. Berturut-turut kecelakaan yang<br />

sama terjadi pada 1994 (270 korban jiwa), tahun<br />

1998 (118 korban jiwa), tahun 2001 (35 korban<br />

jiwa), tahun 2003 (14 korban jiwa), tahun 2004<br />

(251 korban jiwa), tahun 2006 (346 korban jiwa),<br />

dan tahun 2015 (719 korban jiwa).<br />

Semua kecelakaan ini terjadi di Mina, menjelang<br />

pelemparan jamrah. Pemerintah Arab<br />

Saudi sebenarnya melakukan berbagai perbaikan<br />

fasilitas, namun tragedi terus berulang. ■<br />

BAHTIAR RIFAI, ISFARI HIKMAT, IBAD DUROHMAN | ARYO BHAWONO<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

Satria<br />

Bergitar<br />

dari<br />

Terminal<br />

Depok<br />

“AKAN KAMI BUKTIKAN BAHWA KARYA<br />

MUSIKUS JALANAN TAK BISA DIPANDANG<br />

SEBELAH MATA.”<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

BERTAHUN-TAHUN “menggelandang”<br />

di Jakarta, Andi Malewa, 33 tahun,<br />

tahu betul kerasnya hidup di jalan.<br />

Lulus dari SMA di Makassar pada<br />

2000, Andi lari ke Jakarta lantaran keluarganya<br />

kesulitan ekonomi. Selama itu pula pekerjaan<br />

apa pun dia sambar demi bertahan hidup.<br />

Di Jakarta, dia pernah jadi buruh pabrik, dia<br />

mengamen dan menggelandang, hingga terdampar<br />

di Terminal Depok. Di terminal inilah<br />

dia berkenalan dengan Agus Kurnia dan komunitas<br />

“penghuni” Terminal Depok. Disokong<br />

Abah Agus, Kurnia biasa disapa, dan Paguyuban<br />

Terminal alias Panter Depok, Andi dan temantemannya<br />

sempat membuat rumah baca di<br />

lingkungan terminal.<br />

Di Rumah Baca Panter, anak-anak jalanan bisa<br />

membaca dan belajar rupa-rupa keterampilan<br />

dari para sukarelawan. Sayang, rumah baca<br />

itu tamat riwayatnya lantaran kena gusur. Tapi<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

semangat rumah baca itu terus berlanjut menjadi<br />

rupa-rupa kegiatan sosial di bawah payung<br />

Humanioract.<br />

Berkat seorang kerabat, Andi bisa melanjutkan<br />

dan menamatkan kuliah di Jurusan Informatika,<br />

Universitas Pancasila. Untuk ongkos<br />

hidup sehari-hari, Andi tetap jualan suara di<br />

jalan-jalan. Hidup Andi, meskipun sudah punya<br />

titel keren, sarjana teknik informatika, memang<br />

tak bisa lepas dari teman-teman senasib, pengamen<br />

dan anak-anak jalanan. Andi paham<br />

betapa sulit mereka, apalagi setelah terbit<br />

Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 tentang<br />

Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban<br />

Umum.<br />

Berdasarkan peraturan itu, mengamen jadi<br />

pekerjaan haram. “Setiap hari, teman-teman<br />

kami ditangkep-tangkepin.... Miris kan melihat<br />

teman ditangkepin karena ngamen,” kata Andi<br />

dua pekan lalu. Dia tak habis pikir, untuk apa<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

Pemerintah Kota Depok menerbitkan peraturan<br />

seperti itu. “Teman-teman ditangkap, didata,<br />

lalu dilepas, berulang terus seperti itu. Hanya<br />

buang-buang anggaran tanpa melakukan pembinaan<br />

yang benar. Kalau benar pembinaannya,<br />

tidak akan ada orang-orang ini di jalan.”<br />

Pengamen, menurut Andi, adalah pekerjaan<br />

yang tak ada beda dengan pemusik profesional.<br />

“Cuma mereka tak punya uang untuk masuk ke<br />

industri yang ‘jahat’.... Jahat dalam arti semuanya<br />

harus dibayar,” kata Andi. Jika mau adil,<br />

pemerintah mestinya menyediakan panggung<br />

bagi pemusik jalanan ini sebelum melarangnya<br />

bekerja di jalan.<br />

Saat bertemu dengan wakil pemerintah,<br />

Andi dan teman-temannya sudah menyam-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

Musikus enggak<br />

serius yang hanya<br />

goyang tubuh seksi<br />

saja bisa laku, apalagi<br />

kalian yang serius<br />

bermusik.<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

paikan hal itu. “Silakan jalankan peraturan itu,<br />

tetapi bangun dulu dewan kesenian. Bangun<br />

dulu tempat untuk mereka berkarya. Mereka<br />

menjawab, ‘Wah, enggak bisa, Mas. Mereka<br />

ngapain mengamen? Mereka bisa bekerja hal<br />

lain,’” Andi menuturkan pengalamannya.<br />

Cara asal main melarang seperti itu, menurut<br />

Andi, tak memberi jalan keluar. “Larangan<br />

seperti itu hanya akan melahirkan bibit-bibit<br />

kriminal baru di jalanan.... Mereka lapar, mereka<br />

butuh makan, dan ada orang-orang yang<br />

menunggu mereka pulang untuk mendapatkan<br />

uang,” kata Andi, jengkel dengan sikap pemerintah.<br />

“Orang bermusik itu bakat yang turun<br />

langsung dari Tuhan. Bakat orang berbeda-beda,<br />

enggak bisa kita paksa. Orang suka melukis<br />

tak bisa kita paksa untuk menjahit.”<br />

Lantaran dialog dengan pemerintah sudah<br />

buntu, Andi dan kawan-kawannya memutuskan<br />

mendirikan Institut Musik Jalanan. “Akan<br />

kami buktikan bahwa karya musikus jalanan<br />

tak bisa dipandang sebelah mata,” kata Andi.<br />

Di Institut, Andi, Ikhsan “Skuter”, dan Frysto<br />

Gurning mendidik pengamen-pengamen menjadi<br />

musikus dan penghibur profesional.<br />

Andi bertugas mengumpulkan dan menyaring<br />

pengamen-pengamen dari pelbagai kota<br />

sekitar Jakarta. Ikhsan, yang memang punya<br />

pengalaman lumayan panjang di industri musik,<br />

bertugas meramu musik menjadi bentuk<br />

komplet lagu. Frysto, yang seorang pengusaha,<br />

bertugas menjual album karya penghiburpenghibur<br />

jalanan ini.<br />

“Saya ajak mereka, ayo ikut audisi. Daripada<br />

menyanyikan lagu orang lain, kenapa tidak<br />

kita ciptakan lagu sendiri,” kata Andi. “Karena,<br />

karya itu ibarat anak, masak kita banggain<br />

karya orang lain.” Pada 2014, mereka berhasil<br />

meluncurkan album bertajuk Kalahkan Hari Ini,<br />

karya 8 pengamen. Dalam waktu sebulan, 600<br />

keping cakram album musikus jalanan ini terjual<br />

hanya dengan mengandalkan media sosial.<br />

Di markas Institut Musik Jalanan di Depok,<br />

para pengamen punya panggung sendiri<br />

dengan alat lengkap untuk unjuk gigi. Mereka<br />

juga punya studio rekaman. Sesekali pemusik<br />

kondang, seperti Rindra “Padi” dan Glenn<br />

Fredly, mampir untuk menularkan ilmunya.<br />

Institut Musik juga mengajarkan bagaimana<br />

pengamen-pengamen bisa membuat video<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

dan mengunggahnya ke situs Internet, seperti<br />

YouTube.<br />

Hasan asal Padang pernah bertahun-tahun<br />

mengamen di daerah Pulogadung dan Tanjung<br />

Priok, Jakarta. Sempat pulang ke kampungnya,<br />

Hasan balik lagi ke Jakarta lantaran mendengar<br />

audisi pengamen oleh Institut Musik Jalanan<br />

beberapa bulan lalu. Bersama beberapa pengamen<br />

lain, Hasan lolos audisi untuk album<br />

kedua Institut Musik Jalanan.<br />

Sembari menunggu rekaman, Ihsan, Zedi asal<br />

Purwokerto, dan teman-temannya terus berlatih.<br />

Mereka juga ikut mengelola Kedai Ekspresi,<br />

kedai milik Institut Musik Jalanan. “Saya pengin<br />

karya saya didengar banyak orang,” kata Yanuar<br />

Rizalsyah, pengamen dari Yogyakarta.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

Suasana Terminal Kota Depok<br />

pascapenggusuran<br />

INDRIANTO EKO SUWARSO/ANTARA FOTO<br />

Mereka memang tak punya duit banyak atau<br />

perusahaan rekaman besar yang menyokong,<br />

tapi mereka punya You Tube, punya SoundCloud<br />

untuk memamerkan karya mereka. Karena<br />

itu, mereka tak mau main-main. Siapa tahu ada<br />

“Justin Bieber” di antara mereka.<br />

“Kami tak mau asal bikin video.... Mentangmentang<br />

musikus jalanan, orang menganggap<br />

video kami kelas abal-abal,” kata Andi. Bekerja<br />

sama dengan Project Katalis, Andi dan temantemannya<br />

juga berniat membuat situs Internet<br />

untuk menjual karya mereka. Mereka, kata Andi,<br />

sudah terbiasa hidup susah. Jadi, laku tak laku,<br />

sepanjang mereka sudah berusaha membuat<br />

karya terbaik, tak jadi soal. “Musikus enggak<br />

serius yang hanya goyang tubuh seksi saja bisa<br />

laku. Modal lip-sync saja bisa terkenal. Apalagi<br />

kalian yang serius bermusik.” ■ MELISA MAILOA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INSPIRING PEOPLE<br />

BIODATA<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

NAMA:<br />

Andi Malewa<br />

LAHIR:<br />

Makassar, 6 Januari 1982<br />

PENDIDIKAN<br />

● S-1 Teknik Informatika, Universitas<br />

Pancasila<br />

PEKERJAAN<br />

● Pendiri Institut Musik Jalanan<br />

● Pemilik Kedai Ekspresi<br />

● Pendiri Rumah Baca Paguyuban<br />

Terminal (Panter), Depok<br />

PENGHARGAAN<br />

● Ten People Helpful Smartfren<br />

Community of Indonesia, 2012<br />

● Cahaya dari Timur Award kategori<br />

People Music Empowerment, 2014<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />

MAJALAH DETIK MAJALAH 28 SEPTEMBER DETIK 19 - 25 4 OKTOBER JANUARI 2015


RUMAH<br />

PESONA<br />

HUNIAN<br />

INDUSTRIAL<br />

SUNJAYA<br />

ASKARIA<br />

BERANI BERPIKIR OUT OF THE BOX.<br />

HUNIAN INI MENGGUNAKAN KONSEP<br />

YANG JARANG SEKALI DIAPLIKASIKAN<br />

PADA RUMAH TINGGAL.<br />

FOTO-FOTO: AGUNG PAMBUDHY/DETIKCOM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


RUMAH<br />

KAFE atau restoran dengan tema<br />

industrial sudah menjamur di kota-kota<br />

besar, seperti Jakarta. Tapi<br />

bagaimana jika tema itu diaplikasikan<br />

pada rumah tinggal?<br />

Mungkin Anda akan mengernyitkan dahi<br />

sejenak mendengarnya. Namun, begitu<br />

melihat rumah di kawasan Tanjung Duren,<br />

Jakarta Barat, ini, mungkin Anda akan takjub.<br />

Rumah milik Sunjaya Askaria ini terlihat<br />

berbeda dengan rumah-rumah di kanankirinya.<br />

Arsitek muda ini berhasil mengubah<br />

rumah biasa menjadi rumah tak biasa.<br />

Awalnya, Sunjaya hanya mendapat tan-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


RUMAH<br />

tangan dari kedua orang tuanya untuk membangun<br />

hunian berkonsep unik. Jika orang<br />

tertarik pada model minimalis, Sunjaya justru<br />

berminat pada konsep industrial.<br />

Bersama dua rekannya di Delution Architect,<br />

Sunjaya merancang rumah ekonomis<br />

tapi tetap bernilai estetis. Dia melakukan<br />

eksperimen dengan elemen baja sebagai<br />

kerangka rumah.<br />

Dari luar, elemen baja tidak begitu terlihat.<br />

Yang mencolok justru jendela besar berbentuk<br />

sekat kotak-kotak dengan kerangka<br />

aluminium.<br />

Beberapa daun jendela ini bisa dibuka<br />

atau digeser supaya sirkulasi udara terjaga.<br />

Cahaya matahari pun bisa bebas masuk dan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


RUMAH<br />

menerangi ruangan di dalam rumah.<br />

Selain jendela, material yang digunakan<br />

untuk seluruh dindingnya<br />

menggunakan racikan khusus berupa<br />

acian mentah. Dindingnya tidak dicat,<br />

tetapi melewati proses coating.<br />

Hasilnya, dinding yang tidak terlalu<br />

doff tapi tetap bisa memantulkan<br />

cahaya. Lapisan khusus yang diaplikasikan<br />

pada dinding itu membuatnya<br />

tidak mudah kotor.<br />

Begitu masuk rumah, mata akan<br />

langsung tertuju pada kerangka baja<br />

yang diekspos. Benda itu semakin<br />

menguatkan konsep industrial yang<br />

diterapkan pada rumah ini.<br />

Selain memancarkan aura estetis,<br />

material baja juga terlihat lebih unik.<br />

Area lantai dasar rumah ini terlihat<br />

lebih luas tanpa adanya kolom di tengah<br />

ruangan.<br />

Sunjaya sengaja tidak menyekat ruangan<br />

agar tak membuat luas ruangan<br />

berkurang. “Saya ingin rumah punya<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


RUMAH<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


RUMAH<br />

banyak bentangan lebar,” ujarnya.<br />

Sunjaya mengoptimalkan lantai dasar<br />

sebagai area publik yang berfungsi<br />

sebagai area penerima sekaligus ruang<br />

keluarga. Konsep open plan diterapkan<br />

pada lantai ini.<br />

Ruang keluarga yang dibekali dua<br />

sofa besar dan satu meja dibuat menyatu<br />

dengan dapur serta ruang makan.<br />

Konsep seperti ini berhasil menciptakan<br />

layout yang jauh dari kesan<br />

sumpek.<br />

Hubungan antar-ruang juga terasa<br />

lebih cair. Berbagai macam aktivitas,<br />

seperti menonton televisi dan memasak,<br />

bisa dilakukan bersamaan.<br />

Sisi kanan dan kiri dinding di ruangan<br />

ini dilapisi material kayu jati Belanda.<br />

Kayu-kayu dari peti kemas diolah<br />

sehingga dapat diterapkan untuk dinding<br />

dan pintu-pintu di seluruh ruang.<br />

Selain lebih ramah lingkungan, unsur<br />

kayu ini juga menghasilkan suasana<br />

homey dan hangat. Hal ini penting<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


RUMAH<br />

untuk membuat konsep industrial tidak terlalu<br />

kaku.<br />

Di lantai ini terdapat kamar mandi bernuansa<br />

natural. Supaya tidak terlihat monoton,<br />

sisi dinding untuk meletakkan perlengkapan<br />

mandi dilapisi keramik tegel.<br />

Tamu yang berkunjung dapat menikmati<br />

suasana ke arah taman di dalam ruangan.<br />

Taman ini juga dilengkapi area duduk berupa<br />

kursi beton.<br />

Terdapat void di atas taman untuk mengoptimalkan<br />

sirkulasi pencahayaan dan penghawaan<br />

alami, sehingga atmosfernya menjadi<br />

sejuk dan nyaman meski tanpa penyejuk<br />

udara.<br />

Terdapat satu kamar tidur di lantai dasar<br />

dan tiga kamar tidur di lantai dua. Kamar tidur<br />

di rumah ini tidak didesain dengan ukuran<br />

besar, tapi tetap terasa nyaman.<br />

Masing-masing kamar tidur dilengkapi satu<br />

jendela besar untuk tata pencahayaan maksimal.<br />

Tangga menuju lantai dua terletak di sisi kanan<br />

pintu masuk. Tangga ini mengekspos kayu untuk<br />

pijakan dan besi sebagai pegangannya.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


RUMAH<br />

Lantai dua hunian ini lebih difungsikan sebagai<br />

tempat berkumpul bagi kerabat dekat.<br />

Di pojok kanan ruangan terdapat lemari builtin<br />

untuk memudahkan penghuninya menyimpan<br />

barang-barang.<br />

“Lantai dua kita buat suasana yang anak<br />

muda banget. Fungsi lemari kita buat cermin<br />

supaya terlihat lebih luas dan ada banyak barang<br />

yang bisa disimpan,” kata Sunjaya.<br />

Dua kamar lantai dua terhubung dengan<br />

satu balkon. Dari luar balkon memang terlihat<br />

lebih luas. Uniknya, batas balkon tidak dipasang<br />

terali, melainkan pot-pot berisi tanaman<br />

hijau.<br />

Balkon itu merupakan mimpi sang kakak<br />

sebagai pelepas penat. Dan Sunjaya berhasil<br />

mewujudkannya. Menginspirasi, bukan? n<br />

MELISA MAILOA | KEN YUNITA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


GAYA HIDUP<br />

Hijab di<br />

Australia<br />

LEBIH LONGGAR,<br />

LEBIH KASUAL<br />

FOTO-FOTO: AGUNG/DETIKCOM<br />

BUKAN CUMA DI INDONESIA,<br />

TREN HIJAB JUGA BERKEMBANG<br />

DI BERBAGAI NEGARA. SALAH<br />

SATUNYA DI AUSTRALIA.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


GAYA HIDUP<br />

TREN hijab terus melesat bukan<br />

cuma di negara-negara<br />

dengan penduduk mayoritas<br />

muslim. Di Amerika Serikat,<br />

para muslimah berhijab bahkan sudah<br />

tak malu lagi unjuk gigi.<br />

Perkembangan tren hijab di Australia<br />

juga tak kalah pesat. Desainer-desainer<br />

yang berfokus merancang busana<br />

muslimah dan hijab pun banyak<br />

bermunculan dari Negeri Kanguru.<br />

Wajar jika hijab sangat berkembang<br />

di Australia. Duta Besar Australia untuk<br />

Indonesia, Paul Grigson, pernah<br />

mengungkapkan jumlah umat Islam di<br />

negaranya lebih dari 500 ribu orang.<br />

Karena banyaknya keluarga muslim,<br />

orang-orang di Australia sudah tidak<br />

canggung lagi dengan perempuan<br />

berhijab. Di kota-kota besar, seperti<br />

Sydney, Brisbane, dan Melbourne, banyak<br />

komunitas berhijab.<br />

Menurut Paul, banyak perempuan<br />

berhijab di Australia menjadi anggo-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


GAYA HIDUP<br />

ta kepolisian dan Angkatan Laut Australia.<br />

“Beberapa kesatuan kepolisian dan Angkatan<br />

Laut memperbolehkan anggotanya berhijab,”<br />

ujarnya.<br />

Amalina Aman, salah satu desainer hijab<br />

Australia, mengatakan perempuan muslim di<br />

negaranya juga mulai berani “bergaya” dengan<br />

hijab. Mereka pun tak menggunakan hijab<br />

dengan cara itu-itu saja.<br />

Namun, menurut Amalina, ada perbedaan<br />

dalam gaya berbusana muslimah Indonesia<br />

dan Australia. Sementara muslimah Indonesia<br />

lebih suka tabrak warna, hijabers Australia<br />

lebih suka tampil simpel.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


GAYA HIDUP<br />

“Di Australia, muslimah lebih suka gaya<br />

berbusana yang sederhana dan kasual, tidak<br />

suka banyak lapisan,” ujar Amalina saat ditemui<br />

seusai acara fashion show-nya di Jakarta<br />

Convention Center beberapa waktu lalu.<br />

Begitupun dengan hijab atau tutup kepala.<br />

Hijabers Australia juga lebih suka hijab dengan<br />

sedikit aksen. Hal ini terlihat dari hasil<br />

rancangan Amalina.<br />

Desainer kelahiran Port Hedland, Western<br />

Australia, itu menampilkan sembilan busana<br />

muslim plus hijab bertema gypsy wanderer,<br />

yang terinspirasi oleh salah satu film terkenal<br />

di Australia.<br />

Wanita yang pernah tinggal di Bogor selama<br />

tiga tahun ini benar-benar terinspirasi<br />

oleh gaya busana bohemian, gipsi, dan hippie,<br />

yang pernah hit pada 1970-an dan 1980-an.<br />

“And as you can see-lah, it’s very flowing,”<br />

ujar perempuan yang bisa sedikit berbahasa<br />

Indonesia ini.<br />

Ia menampilkan busana-busana dengan<br />

warna-warna kalem, seperti krem, putih, peach,<br />

oranye, dan cokelat, dengan potonganpotongan<br />

longgar dan tentu<br />

saja tak banyak lapisan.<br />

Salah satunya tampak<br />

pada outer berpotongan<br />

batwing<br />

dari bahan lace.<br />

Dipadukan<br />

dengan inner<br />

dress terusan<br />

berbahan licin<br />

dengan sentuhan<br />

lace di ujungnya.<br />

Busana dengan potongan<br />

longgar juga ditampilkan<br />

Hanadi Chehab dan<br />

Howayda Moussa. Desain<br />

berlabel “Integrity” itu didominasi<br />

warna kalem, seperti<br />

peach, putih, biru telur asin,<br />

biru dongker, hitam, merah<br />

bata.<br />

Meski sederhana, rancangan<br />

duo desainer Australia<br />

itu tetap tampak eleg-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


GAYA HIDUP<br />

an dengan tambahan material<br />

berkilauan dan aplikasi sequin<br />

pada koleksinya. Konon terinspirasi<br />

street style Paris pada<br />

1950-an.<br />

Satu lagi desainer Australia,<br />

Eisha Saleh, mengusung tema<br />

Effervescent untuk koleksinya.<br />

Ia menampilkan sebelas busana muslim dengan<br />

potongan dan garis yang sederhana.<br />

Eisha menambahkan detail bahan lace pada<br />

beberapa koleksinya, lipatan-lipatan kecil di<br />

beberapa bagian dan belahan di rok terusan<br />

maupun dress untuk mempermudah ruang<br />

gerak si pemakai. n<br />

ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

LADAKH,<br />

NEGERI DI<br />

ATAS LAUT<br />

INDIA SERING DIGAMBARKAN SEBAGAI NEGARA YANG<br />

KUMUH DAN PADAT PENDUDUK. TAPI, DI TEMPAT INI,<br />

GAMBARAN ITU SEAKAN-AKAN SIRNA.<br />

FOTO-FOTO: THINKSTOCK<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

BERBICARA tentang India, hal pertama<br />

yang terlintas di benak adalah<br />

filmnya yang unik. Dalam film-film<br />

India yang kita tonton hampir selalu<br />

penuh lagu dan tarian. Itulah ciri khasnya.<br />

Di samping film-filmnya yang terkenal, India<br />

ternyata menyimpan satu harta karun yang<br />

begitu indah dan menakjubkan. Jika pernah<br />

menonton film 3 Idiots, sudah pasti Anda<br />

melihat Ladakh.<br />

Lokasi syuting dalam akhir film 3 Idiots memang<br />

di Ladakh. Terletak di Negara Bagian<br />

Jammu dan Kashmir, Ladakh adalah sebuah<br />

daerah di India yang merupakan salah satu<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

dataran tertinggi di muka bumi.<br />

Karena berada di Pegunungan Himalaya,<br />

Ladakh sering disebut sebagai tempat langit<br />

dan bumi bertemu. Daerah itu berada di ketinggian<br />

sekitar 3.000 meter di atas permukaan<br />

laut.<br />

Dengan posisi seperti itu, oksigen di Ladakh<br />

lebih sedikit di banding di dataran rendah.<br />

Karena itu, kondisi kita harus benar-benar fit<br />

bila berwisata di tempat ini.<br />

Jumlah penduduk Ladakh masih sangat<br />

sedikit, sehingga daerah ini sepi dan sunyi.<br />

Jarang terlihat orang berlalu lalang. Namun<br />

justru karena itulah Ladakh menyimpan keindahan<br />

alam yang masih asli.<br />

Ada bentangan padang pasir luas, ada gunung-gunung<br />

batu tinggi dengan warna gelap,<br />

ditambah hamparan air danau jernih, dan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

dilengkapi birunya langit dengan gumpalangumpalan<br />

awan kecil. Sempurna.<br />

Tak mudah mencapai lokasi nan indah<br />

ini. Butuh waktu panjang. Dari New Delhi,<br />

Ladakh bisa dijangkau melalui jalur darat<br />

maupun udara. Butuh waktu kira-kira 16 jam<br />

perjalanan darat untuk mencapai Leh, ibu<br />

kota Ladakh.<br />

Enam belas jam tentu bukan waktu<br />

sebentar, bukan? Namun jalur inilah yang<br />

lebih disarankan mengingat Ladakh berada<br />

di ketinggian cukup ekstrem, sehingga para<br />

traveler butuh menyesuaikan diri.<br />

Lewat jalur darat, pengunjung akan dapat<br />

menyesuaikan tubuhnya dengan suhu maupun<br />

kondisi yang agak tak biasa itu. Namun,<br />

jika Anda ingin menggunakan pesawat juga<br />

tak jadi masalah. Hanya butuh waktu satu<br />

jam.<br />

Tapi sebaiknya kondisi tubuh benar-benar<br />

prima. Jangan sampai, saat tiba di sana, Anda<br />

malah tidak bisa menikmati suasana karena<br />

kondisi tubuh yang menurun. Rugi, kan?<br />

Begitu sampai di Leh, jangan terburu-buru<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

melanjutkan perjalanan ke Ladakh.<br />

Disarankan beristirahat<br />

dulu agar tubuh melakukan<br />

aklimatisasi. Lagi-lagi ini untuk<br />

menjaga kesehatan.<br />

Jika memungkinkan, menginaplah<br />

barang semalam.<br />

Leh memiliki beberapa<br />

tempat wisata yang sayang<br />

dilewatkan, di antaranya Leh<br />

Palace dan Shanti Stupa.<br />

Shanti Stupa berkubah putih<br />

dan terletak di ketinggian 4.267 meter di<br />

atas permukaan laut, berada tidak jauh dari<br />

Changspa Road. Di Shanti Stupa, mata kita<br />

akan dimanjakan oleh pemandangan Kota<br />

Leh dan sekitarnya.<br />

Setelah mengunjungi Shanti Stupa, berpindahlah<br />

ke Leh Palace atau Istana Leh. Istana<br />

ini terletak di atas bukit. Meski telah hancur,<br />

masih terlihat sisa-sisa bangunan istana ini,<br />

mirip Istana Potala di Tibet.<br />

Kemiripan itu sangat mungkin terjadi karena<br />

Ladakh memang berbatasan langsung<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

THINKSTOCK THINKSTOCK<br />

dengan Tibet dan kebanyakan penduduknya<br />

menganut agama Buddhisme Tibet.<br />

Di Kota Leh, banyak toko kecil menjual<br />

berbagai macam perhiasan, pakaian, kainkain<br />

atau pasmina, dompet, tas, dan pastinya<br />

hal yang selalu dicari ketika kita bepergian:<br />

suvenir.<br />

Setelah puas menikmati Kota Leh, saatnya<br />

bertualang lebih jauh, yaitu Ladakh. Cobalah<br />

berkunjung ke Biara Thikse, berjarak sekitar<br />

19 kilometer arah selatan dari Leh. Tepatnya<br />

ada di lembah Sungai Indus, India.<br />

Biara Thikse berdiri megah dan kokoh di<br />

atas puncak bukit batu. Dari jauh kita bisa<br />

melihat bangunan yang didominasi bercat putih<br />

itu. Biara Thikse berjejer rapi dan dibangun<br />

bertingkat mengikuti pola bukit.<br />

Jendela-jendela kecil berbentuk persegi<br />

membingkai cantik setiap sisi bangunan itu.<br />

Dari atas sini, kita juga bisa menikmati pemandangan<br />

alam yang sangat mempesona<br />

setiap mata yang melihatnya.<br />

Jangan lupa menyambangi keindahan ciptaan<br />

Tuhan bernama Danau Pangong, danau<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

dengan pemandangan alam luar biasa<br />

menakjubkan di sekitarnya.<br />

Danau ini bisa dijangkau melalui jalan<br />

raya Chang La, yang notabene merupakan jalan<br />

raya ketiga tertinggi di dunia. Bagaimana<br />

tidak, jalan ini terletak di ketinggian 5.360 meter<br />

di atas permukaan laut. Wow!<br />

Pemandangan di sepanjang jalan raya Chang<br />

La sangat mencuri perhatian. Ada gununggunung<br />

salju di sepanjang jalan dengan langit<br />

biru jernih berhias awan-awan putih kecil.<br />

Belum lagi pemandangan keledai yang<br />

wira-wiri mengangkut barang. Rasanya sulit<br />

menemukan kata-kata yang tepat untuk<br />

menggambarkan keindahan ini.<br />

Setelah melewati perjalanan yang cukup<br />

panjang, kita akan tiba di Danau Pangong. Sebuah<br />

danau yang terletak di ketinggian 4.267<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


WISATA<br />

meter di atas permukaan laut.<br />

Inilah momen paling breath taking. Coba<br />

bayangkan danau berair biru jernih dengan<br />

gradasi warna hijau yang menampakkan batubatu<br />

kecil di dasarnya dan angsa-angsa cantik<br />

yang berenang di atasnya.<br />

Seperti belum cukup, saat mendongak, terlihat<br />

panorama di sekeliling danau. Bukit-bukit<br />

batu yang seakan bertautan, menyambung<br />

antara satu dan yang lain, seperti menjadi pelindung<br />

Danau Pangong.<br />

Jika mendongakkan kepala sedikit lagi, akan<br />

terlihat keindahan tiada tara. Langit biru bersih<br />

dengan awan-awan putih bertebaran di sekelilingnya.<br />

Menakjubkan! n<br />

WWW.LONELYPLANET.COM, ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER OKTOBER 2015<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

CITA RASA OTENTIK<br />

TIMUR TENGAH<br />

NIKMATNYA ANEKA OLAHAN DAGING<br />

KAMBING UNTUK MERAMAIKAN<br />

SUASANA HARI RAYA.<br />

FOTO-FOTO: GRANDYOS/DETIKCOM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

SAAT Idul Adha tiba, hampir<br />

tiap rumah keluarga<br />

muslim menyediakan<br />

menu hewan kurban,<br />

seperti kambing atau sapi. Para ibu<br />

pun sibuk mengolah daging ini untuk<br />

disantap bersama keluarga.<br />

Namun, bila ingin merasakan<br />

sensasi berbeda menyantap daging<br />

kambing, berkunjunglah ke Aljazeerah<br />

Restaurant & Cafe di Jalan Raden<br />

Saleh, Jakarta Pusat.<br />

Restoran ini eksis sejak 2006. Awalnya,<br />

restoran ini menghidangkan<br />

olahan daging unta. Namun, sejak<br />

daging unta susah didapat, resto ini<br />

berfokus menyajikan masakan cita<br />

rasa otentik khas Timur Tengah.<br />

Bumbu-bumbu langsung dibawa<br />

dari Arab Saudi. Hal ini memungkinkan<br />

karena pemilik Aljazeerah juga<br />

memiliki bisnis tur dan umrah.<br />

Jadi biro perjalanan tersebut bisa<br />

turut membawakan aneka rempah.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

Selain itu, kreasi hidangan dibuat langsung<br />

oleh chef asli Timur Tengah.<br />

Cita rasa otentik itulah yang diincar oleh wisatawan<br />

asing, terutama turis dari Arab. Karena<br />

kebanyakan pelanggannya orang Arab, pelayan<br />

di Aljazeerah pun fasih berbahasa Arab.<br />

Dari luar, restoran ini tidak terlihat istimewa.<br />

Tapi, begitu masuk, pengunjung akan mendapati<br />

resto ini cukup luas. Pengunjung bisa<br />

memilih beberapa ruangan yang tersedia.<br />

Bahkan ada ruangan khusus untuk tamu-tamu<br />

bercadar. Perbedaannya terletak pada tirai<br />

di setiap meja, yang berguna sebagai penutup<br />

dan sekat antarmeja.<br />

Setiap ruangan diberi wallpaper berbeda sehingga<br />

memberikan kesan unik. Terdapat pula<br />

aneka pajangan kaligrafi Arab dengan bingkai<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

warna emas.<br />

Setiap ruangan dilengkapi dengan lampu<br />

gantung khas Arab. Pencahayaan yang agak<br />

redup turut membawakan suasana intim dan<br />

eksklusif.<br />

Saat datang, saya memilih duduk di ruang<br />

non-smoking. Seorang pelayan perempuan<br />

menyerahkan sebuah buku menu berisi daftar<br />

makanan berbahasa Arab yang, terus terang,<br />

tidak saya pahami.<br />

Untungnya, buku menu itu dilengkapi dengan<br />

gambar deskripsi hidangan. Menurut saya,<br />

gambar-gambar makanan di menu itu begitu<br />

menggoda. Namun saya tetap kesulitan memilih<br />

makanan.<br />

Dengan bantuan pelayan, akhirnya saya memesan<br />

Ruz Mandi Laham (Rp 135.360), Idam<br />

Bamia Quality (Rp 85.800), dan Moroccan Tea<br />

(Rp 66 ribu).<br />

Harga yang ditampilkan pada daftar menu<br />

sudah termasuk pajak dan biaya servis. Selain<br />

itu, setiap menu rata-rata disajikan dalam porsi<br />

cukup besar.<br />

Seperti Ruz Mandi Laham. Hidangan berbah-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

an dasar nasi ini cocok dinikmati dua sampai<br />

tiga orang. Berasal dari kata laham, yang artinya<br />

daging kambing dan mandi atau nasi Arab<br />

putih.<br />

Warna bening keemasan nasinya berasal dari<br />

campuran aneka rempah-rempah, di antaranya<br />

kayu manis, kapulaga, cengkeh, dan pala. Tak<br />

mengherankan bila aromanya menggiurkan.<br />

Keistimewaan lain dari hidangan ini adalah<br />

daging kambing panggang yang begitu lembut.<br />

Saya tidak perlu bersusah payah untuk<br />

melumatkan daging di dalam mulut.<br />

Rahasianya terdapat pada penggunaan daging<br />

kambing muda pada hidangan ini. Kambingnya<br />

dipilih yang masih berumur sekitar 3<br />

bulan.<br />

Daging empuk nikmat saat berpadu dengan<br />

gurihnya nasi. Ditemani tomat, mentimun, ser-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

ta sambal tomat dan sambal hijau. Tambahkan<br />

perasan lemon untuk menghadirkan kesegaran<br />

di tiap suapan.<br />

Yang tak kalah nikmat adalah Idam Bamia<br />

Quality. Hidangan ini disajikan bersama dua<br />

roti Arab. Potongan daging kambing dimasak<br />

bersama aneka rempah-rempah, termasuk<br />

tomat.<br />

Pantas saja, saat disajikan, kuahnya sedikit<br />

berwarna kemerahan. Hidangan ini dimasak<br />

dengan teknik slow cooking, sehingga daging<br />

yang dihasilkan memiliki tekstur empuk dan<br />

berkuah kental.<br />

Dari penampilannya, kuah ini hampir serupa<br />

semur. Namun, begitu dicicipi, rasanya lebih<br />

mirip kari dengan daging kambing dan okra,<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KULINER<br />

sejenis tanaman sayuran lonjong dan banyak<br />

mengandung serat.<br />

Lebih nikmat lagi saat roti Arab, berbentuk<br />

bundar dan agak tebal, dicocolkan pada kuah<br />

yang gurih. Tekstur luarnya agak kasar, tapi di<br />

dalam roti ini lebih ringan dibanding roti pada<br />

umumnya.<br />

Pas dinikmati bersama kuah dan daging<br />

kambing. Bila dinikmati tanpa kuah, roti ini memiliki<br />

perpaduan rasa gurih dan manis beserta<br />

sedikit aroma hangus.<br />

Untuk menyegarkan tenggorokan, Moroccan<br />

Tea sudah tersaji di atas meja. Campuran<br />

teh hijau dengan daun spearmint dan daun<br />

herbal lainnya disuguhkan panas-panas di dalam<br />

teko stainless steel.<br />

Tak ketinggalan gelas teh kecil berbahan dasar<br />

kaca. Pada tegukan pertama, rasanya agak<br />

pahit dan sepat di ujung lidah. Disusul dengan<br />

rasa manis yang masih samar-samar.<br />

Namun, pada tegukan berikutnya, saya mulai<br />

terbiasa menikmati rasa teh unik ini. Rasa<br />

manisnya sendiri bagi saya sudah pas sehingga<br />

tidak perlu ditambah gula.<br />

Karena masakan Timur Tengah identik dengan<br />

rempah, rasanya menu ini tidak sulit diterima<br />

oleh lidah Indonesia. Namun, jika menginginkan<br />

makanan lain, ada juga aneka pilihan<br />

seafood maupun Western food.<br />

Tapi buat apa ke restoran Timur Tengah kalau<br />

makan Western food? He-he-he…. n<br />

MELISA MAILOA | KEN YUNITA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

RIZAL VS LINO<br />

RIZAL RAMLI MENGINGINKAN KERETA, LINO MEMILIH<br />

TONGKANG UNTUK MENGURAI KEMACETAN LALU<br />

LINTAS TANJUNG PRIOK-CIKARANG.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Menteri Koordinator Maritim<br />

Rizal Ramli saat membongkar<br />

beton yang menutupi rel di<br />

Tanjung Priok.<br />

DOKUMEN PRIBADI MENKO MARITIM<br />

MENTERI Koordinator Maritim<br />

Rizal Ramli tiba di Dermaga 3<br />

Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta<br />

Utara. Ia mengenakan kaus kuning<br />

tua berkerah, celana panjang cokelat muda,<br />

sepatu hitam, serta rompi proyek oranye menyala.<br />

Disaksikan banyak orang, termasuk sejumlah<br />

awak media, ia bergegas menuju lokasi<br />

rel kereta api peninggalan Belanda di Dermaga<br />

3.<br />

Setiba di lokasi, Rizal mengambil alat penghancur<br />

beton yang telah disiapkan. Perlahan-lahan<br />

lapisan beton itu retak dan terbelah<br />

ditembus jackhammer, sehingga tampak dua<br />

batang baja rel yang selama ini tertutup. “Rel<br />

ini ditutup sehingga kereta barang tidak bisa<br />

masuk sampai pelabuhan,” ujar Rizal.<br />

Aksi teatrikal Rizal Ramli itu merupakan simbol<br />

dari rencana pemerintah menghidupkan<br />

rel kereta api dan membuat dermaga kering di<br />

Cikarang lebih hidup. Aksi ini juga hanya berselang<br />

beberapa pekan setelah Direktur Utama<br />

Pelindo II Richard Joost Lino mengungkapkan<br />

rencana mengembangkan tongkang untuk<br />

mengangkut peti kemas dari Cikarang ke Priok.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Terminal peti kemas<br />

Tanjung Priok<br />

HASAN ALHABSHY/DETIKCOM<br />

Saat ini jalur industri yang padat di Cikarang,<br />

Cikampek, sampai Purwakarta begitu banyak.<br />

Bisa dibilang, barang dari kawasan industri ke<br />

Pelabuhan Tanjung Priok hanya mengandalkan<br />

jalan tol Jakarta-Cikampek sebelum pindah ke<br />

ruas tol Cikunir-Cilincing atau ruas tol Halim-<br />

Tanjung Priok. Jalur Cikunir-Cikarang begitu<br />

padat sehingga menjadi leher botol untuk jalur<br />

kendaraan dari Jakarta ke arah Jawa Tengah<br />

atau Bandung.<br />

Sejumlah program sudah dibuat untuk meringankan<br />

beban jalan tol itu. Pertama, jalan<br />

tol Cilincing-Cibitung dijadwalkan selesai tiga<br />

tahun lagi. Jarak Cikarang ke Cibitung tidak begitu<br />

jauh. Begitu pula dari Cilincing ke Tanjung<br />

Priok.<br />

Di luar itu, ada rencana untuk lebih memanfaatkan<br />

kereta api dari dermaga kering di<br />

Cikarang ke Tanjung Priok. Masalahnya, saat ini<br />

kereta api peti kemas dari Cikarang hanya bisa<br />

sampai Stasiun Pasoso di luar dermaga. Dari<br />

Pasoso, peti kemas mesti diusung dengan truk.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

R.J. Lino rapat dengan<br />

Panitia Kerja Komisi VI DPR.<br />

LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />

Pemerintah ingin rel itu sampai ke dalam<br />

pelabuhan, tapi memerlukan lahan. Deputi II<br />

Menteri Koordinator Maritim Bidang Sumber<br />

Daya Alam dan Jasa Agung Kuswandono menuturkan<br />

masih ada 2 kilometer lahan yang<br />

belum dibebaskan karena pembahasan dengan<br />

pengelola pelabuhan, Pelindo II, PT Kereta Api<br />

Indonesia, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />

tersendat.<br />

Setelah aksi Rizal tersebut, Menteri Perhubungan<br />

Ignasius Jonan menyatakan Pelindo<br />

II telah sepakat dan PT Kereta Api Indonesia<br />

bersama Kementerian Perhubungan akan<br />

turun tangan membebaskan lahan. Proses<br />

pembebasan lahan diperkirakan selesai dalam<br />

waktu dua bulan.<br />

Setelah itu, dilanjutkan dengan proses konstruksi<br />

rel, yang diperkirakan memakan waktu<br />

hingga triwulan pertama 2016. Targetnya,<br />

kereta peti kemas dari Cikarang bisa masuk<br />

pelabuhan pada Maret tahun depan.<br />

Agung mengatakan kehadiran kereta api<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Kapasitas per tahun hanya 190 ribu peti<br />

kemas. Padahal volume lalu lintas peti kemas<br />

di Tanjung Priok mencapai 6,5 juta unit. (Jadi<br />

kereta) tidak ada artinya.<br />

R.J. Lino<br />

LAMHOT ARITONANG/DETIKCOM<br />

sampai ke dalam Pelabuhan Tanjung Priok akan<br />

menekan biaya logistik dan kemacetan karena<br />

mampu mengangkut minimal 60 kontainer<br />

ukuran 40 kaki sekali jalan. “Artinya sama<br />

dengan mengurangi 60 truk di jalan raya. Kan,<br />

lumayan, tuh,” kata Agung, mantan Direktur<br />

Jenderal Bea-Cukai.<br />

Meski demikian, Pelindo II memandang angka<br />

itu terlalu kecil sehingga operator Pelabuhan<br />

Tanjung Priok itu memilih dengan proyek<br />

tongkang. Satu tongkang mampu membuat<br />

140 peti kemas sekali jalan. “Kalau 140 kontainer<br />

ditaruh di jalan raya, itu panjangnya bisa 3<br />

kilometer,” kata Lino.<br />

Memakai tongkang juga menghemat sekitar<br />

US$ 40 (Rp 580 ribu) dari total ongkos logistik<br />

memakai truk, yang mencapai Rp 1,7 juta per<br />

hari. Itu di luar hitungan lain, seperti tak perlu<br />

lagi terkena macet.<br />

Lino mengaku pernah bertanya kepada<br />

Jonan saat masih menjadi Direktur Utama PT<br />

Kereta Api Indonesia soal kapasitas kereta.<br />

Jonan, menurut Lino, mengatakan kapasitas<br />

per tahun hanya 190 ribu peti kemas. Padahal<br />

volume lalu lintas peti kemas di Tanjung Priok<br />

mencapai 6,5 juta unit. “(Jadi kereta) tidak ada<br />

artinya,” kata Lino.<br />

Pilihan Pelindo II ini didukung Djoko Setijowarno,<br />

ahli transportasi kereta api dari Universitas<br />

Katolik Soegijapranata, Semarang. “Tidak<br />

ada jaminan dengan rel hingga dermaga dapat<br />

serta-merta menurunkan waktu tunggu dan<br />

biaya angkut barang,” katanya.<br />

Salah satu yang menjadi pertimbangan, jalur<br />

kereta api dari Jakarta sampai Bekasi sudah sangat<br />

padat oleh kereta api penumpang. Apalagi<br />

dengan penumpang kereta di Jabodetabek yang<br />

sudah di atas 900 ribu. “Riskan (jika dicampur<br />

jalurnya),” katanya. Yang lain adalah soal biaya.<br />

Menurut Djoko, jarak di bawah 40 kilometer<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Kapal peti kemas sedang<br />

dipandu merapat ke<br />

pelabuhan.<br />

RACHMAN/DETIKCOM<br />

itu lebih murah menggunakan truk dibanding<br />

kereta api. “Kereta api efisien jika jarak angkut<br />

kisaran 400-700 kilometer,” katanya.<br />

Karena sudah berniat mengembangkan tongkang,<br />

Pelindo II akan mulai melebarkan saluran<br />

air yang ada dari sekitar Marunda ke Cibitung<br />

sehingga bisa selebar 70 meter. Lebar ini cukup<br />

untuk papasan tongkang. Saluran sepanjang<br />

40 kilometer itu akan direkonstruksi selama<br />

dua tahun mulai November mendatang.<br />

Bagi kalangan pengusaha, tidak terlalu<br />

penting apakah menggunakan kereta api atau<br />

tongkang. Yang penting lebih cepat dan lebih<br />

murah. “Kami berharap pemerintah membuat<br />

yang paling bermanfaat bagi pengusaha,”<br />

kata Sekretaris Jenderal Gabungan Importir<br />

Nasional Seluruh Indonesia Achmad Ridwan<br />

Tento. n HANS HENRICUS B.S. ARON | SUDRAJAT<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

JALUR DARI CIKARANG BAKAL DITAMBAH DENGAN RUAS TOL<br />

CIBITUNG-CILINCING. SEKARANG PEMBEBASAN LAHAN, JALAN TOL<br />

DITARGETKAN BEROPERASI PADA 2018.<br />

THINKSTOCKPHOTOS<br />

TAK PERLU LEWAT<br />

CIKUNIR<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Pekerja menyelesaikan<br />

pembangunan jalan tol<br />

Cilincing-Tanjung Priok,<br />

Jakarta, tahun lalu.<br />

MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO<br />

MUHAMMAD Agung mengisap<br />

dalam-dalam batang rokok yang<br />

sudah pendek, membuang puntungnya,<br />

meraih kuas, dan mencelupkannya<br />

pada ember plastik yang berisi<br />

cat. Ia baru mulai mengecat rumah barunya, di<br />

Desa Wanasari, Kecamatan Cibitung, Kabupaten<br />

Bekasi, Jawa Barat. Rumah ini baru berusia<br />

beberapa bulan, hanya berselisih sekitar 10<br />

meter dari rumah lamanya.<br />

Tak jauh dari rumah barunya sudah dipasang<br />

plang putih yang menyatakan bahwa lahan<br />

itu milik negara. “Dilarang masuk atau memanfaatkan”,<br />

demikian bunyi plang tersebut.<br />

Rumah lama Agung memang sudah digusur<br />

untuk jalan tol Cilincing-Cibitung. “Ini baru<br />

berdiri sebelum Lebaran kemarin,” ucapnya.<br />

Ia mendirikan rumah baru setelah menerima<br />

uang ganti rugi sekitar setengah tahun silam.<br />

Jalan tol itu bakal memberi akses bagi lalu<br />

lintas barang di kawasan industri Cikarang ke<br />

Pelabuhan Tanjung Priok. Ruas ini bakal berujung<br />

di pertemuan Jakarta Outer Ring Road<br />

II (yang menyambung dari Cinere-Cimanggis-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Tumpukan peti kemas di<br />

Pelabuhan Tanjung Priok<br />

JAFKHAIRI/ANTARA FOTO<br />

Cibitung) dan ruas tol Jakarta-Cikampek. Di<br />

Cilincing, jalan tol ini bertemu dengan ruas<br />

terakhir JORR, yakni Tanjung Priok-Cilincing.<br />

Ditargetkan, pada 2018 ruas tol Cilincing-Cibitung<br />

mulai beroperasi.<br />

Jalan tol ini awalnya bukan Cilincing-Cibitung,<br />

tapi sedikit lebih jauh, yakni Cikarang-Tanjung<br />

Priok. Ruas ini diusulkan Kabupaten Bekasi<br />

untuk meringankan beban jalan tol Jakarta-<br />

Cikampek karena padatnya industri di sekitar<br />

Cikarang-Karawang-Cikampek.<br />

Perhitungan Kabupaten Bekasi bahwa jalur<br />

itu bakal padat memang benar. Saat ini jalur<br />

Jakarta-Cikarang sudah menjadi “kartu mati”<br />

bagi jalan tol Jakarta-Cikampek. Nyaris 24 jam<br />

penuh, jalur itu dipenuhi truk yang berjalan<br />

merambat berlalu-lalang dari Tanjung Priok.<br />

Ruas yang enam lajur pun kadang tinggal tersisa<br />

satu lajur di ujung kanan bagi kendaraan<br />

pribadi. Yang lain sudah “dikuasai” truk peti<br />

kemas dan truk barang berukuran besar.<br />

Tapi rencana itu kemudian dimodifikasi.<br />

Seperti diungkap Kepala Badan Pengelola<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Seorang petugas PT Jasa<br />

Marga di kantor Traffic<br />

Information Center, Kantor<br />

Cabang Cawang-Tangerang-<br />

Cengkareng, Jakarta, Kamis<br />

beberapa waktu lalu.<br />

JAFKHAIRI/ANTARA FOTO<br />

Proses inventarisasi kami<br />

targetkan selesai Oktober<br />

tahun ini, jadi tahun 2019 tol<br />

bisa beroperasi.<br />

Jalan Tol Herry T.Z., sejak 2006 rencana diubah<br />

sehingga menjadi Cibitung-Cilincing dan<br />

dimasukkan dalam paket JORR II. Konsesi ruas<br />

tol ini dipegang PT MTD CTP Expressway, pengelola<br />

tol dari Malaysia. Sekarang sekitar 45<br />

persen saham sedang dalam proses dijual ke<br />

anak usaha PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II,<br />

PT Akses Pelabuhan Indonesia. “Belum secara<br />

resmi, masih dalam proses untuk formalisasi,”<br />

ucap Herry.<br />

Awalnya, jalan tol ini ditargetkan kelar pada<br />

awal 2014. Tapi sampai sekarang pembebasan<br />

lahan belum sepenuhnya kelar. Menurut<br />

Herry, baru sekitar 16 persen lahan yang sudah<br />

dibebaskan. Namun ia memastikan, dalam dua<br />

tahun ke depan, jalan tol ini akan beroperasi.<br />

“Target kami, tahun depan mulai konstruksi,”<br />

ucapnya. “Proses inventarisasi kami targetkan<br />

selesai Oktober tahun ini, jadi tahun 2019 tol<br />

bisa beroperasi.”<br />

Kepala Subdirektorat Pembebasan Lahan di<br />

Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum,<br />

Herry Marzuki, mengatakan pembebasan bakal<br />

cepat karena akan menggunakan undangundang<br />

baru. Undang-undang baru inilah yang<br />

membuat Agung dan sejumlah tetangga sudah<br />

mendapat ganti rugi. Padahal proses pembebasannya<br />

dua tahun silam.<br />

Sebagian lahan lagi telah lebih dari setahun<br />

dibebaskan. Kepala Desa Sumber Jaya, Kecamatan<br />

Tambun Selatan, Tatam, mengatakan<br />

sejumlah warga yang tinggal di Perumahan<br />

Bekasi Griya Pratama sudah setahun ini mengosongkan<br />

rumahnya. “Malah yang bukan perumahan<br />

sudah menghancurkan rumahnya sejak<br />

setahun yang lalu,” ucapnya.<br />

Untuk menandai wilayah pemukiman yang<br />

sudah dibebaskan dari warga, Direktorat<br />

Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan<br />

Umum memasang plang yang berisi peringatan<br />

bahwa tanah tersebut dikuasai negara. ■<br />

BUDI ALIMUDDIN<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

URUSAN<br />

ANGKUTAN<br />

CIKARANG<br />

Kabupaten Bekasi, termasuk Cikarang,<br />

memiliki puluhan kawasan industri dengan<br />

ratusan atau bahkan ribuan perusahaan di<br />

sana. Bisa dibilang jantung industri Indonesia<br />

ada di kawasan Cikarang dan sekitarnya.<br />

Pabrik-pabrik mobil Jepang, misalnya, juga<br />

berkumpul di sana. Tak mengherankan jika<br />

jalur Cikarang-Tanjung Priok menjadi begitu<br />

padat oleh truk peti kemas.<br />

TANJUNG PRIOK<br />

Pusat lalu lintas eksporimpor<br />

Indonesia. Pelabuhan<br />

ini menjadi salah satu nyawa<br />

kawasan industri di Cikarang<br />

dan sekitarnya.<br />

JALAN TOL CILINCING-CIBITUNG<br />

Jalan tol ini bakal menjadi alternatif truk dari<br />

Cikarang ke Tanjung Priok. Ditargetkan jalan tol beroperasi<br />

tiga tahun lagi. Saat ini sedang pembebasan<br />

tanah, jalan tol ini akan tersambung dengan ruas tol<br />

Cimanggis-Cibitung dan Cilincing-Tanjung Priok.<br />

Cilincing<br />

TONGKANG MARUNDA-CIKARANG<br />

Pelindo II akan mengoperasikan tongkang<br />

dari Tanjung Priok ke Cikarang lewat<br />

saluran air yang akan diperlebar. Satu<br />

tongkang bisa memuat 140 peti kemas<br />

sekaligus. Pelindo II sudah menjadwalkan<br />

tongkang ini bisa beroperasi dua tahun lagi.<br />

Jatinegara<br />

Cikarang<br />

Cawang<br />

Cikunir<br />

Kampung Rambutan<br />

KERETA API TANJUNG<br />

PRIOK-CIKARANG<br />

Kereta api memiliki dermaga<br />

kering di Cikarang. Pemerintah<br />

ingin menghidupkan jalur<br />

ini sehingga rel di Tanjung<br />

Priok sedang didorong hingga<br />

masuk dalam pelabuhan.<br />

Menurut Pelindo—operator<br />

pelabuhan—kapasitas kereta<br />

api terlalu kecil sehingga tidak<br />

menjadi prioritas. Selain itu,<br />

jalurnya mesti berbagi dengan<br />

kereta komuter yang sangat<br />

padat.<br />

NASKAH: NUR KHOIRI<br />

CIBITUNG<br />

Bersebelahan dengan Cikarang, titik ini menjadi<br />

pertemuan jalan tol Jakarta-Cikampek dengan<br />

jalan tol Cinere-Cimanggis-Cibitung-Cilincing<br />

(Tanjung Priok). Kebetulan pula di titik ini kanal<br />

untuk tongkang peti kemas bakal berujung.<br />

JALAN TOL JAKARTA-CIKAMPEK<br />

Saat ini menjadi satu-satunya jalur transportasi barang<br />

dari Cikarang ke Tanjung Priok. Kondisinya sudah memprihatinkan<br />

dan sangat padat.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

AKSES TOL TANPA<br />

PERMUKIMAN ELITE<br />

MESKI DIBUKA JALUR TOL CIBITUNG-CILINCING,<br />

PERUMAHAN MENENGAH KE ATAS SULIT BERKEMBANG.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Pembangunan ruas<br />

terakhir JORR yang<br />

menyambungkan Cilincing<br />

dengan Tanjung Priok.<br />

GRANDYOS ZAFNA/DETIKCOM<br />

JALAN tol Cilincing-Cibitung bakal<br />

melewati sejumlah daerah yang<br />

“terpencil” di kawasan Bekasi Utara.<br />

Butuh waktu berjam-jam buat keluar<br />

dari jalan tol terdekat untuk sampai di kawasan-kawasan<br />

itu. Sebagian daerah ini masih<br />

rawa-rawa atau persawahan. Sebagian lagi<br />

membelah perumahan sederhana, dengan<br />

ukuran di bawah 50 meter persegi.<br />

Tapi, biarpun bakal diberi akses jalan tol, para<br />

pengembang, terutama untuk pasar menengah-atas,<br />

agaknya kurang tertarik pada daerah<br />

ini. Padahal biasanya akses tol menjadi pemikat<br />

pengembang perumahan menengah-atas.<br />

Penyebabnya ternyata sederhana: “Exit ruas<br />

tol di sana dibuka bukan untuk memudahkan<br />

pemilik kendaraan pribadi, tapi memudahkan<br />

pelaku industri memindahkan barangnya ke<br />

Tanjung Priok,” ucap Ali Tranghanda, salah satu<br />

pengamat properti.<br />

Saat ini di sejumlah wilayah yang berimpitan<br />

dengan rencana ruas tol Cilincing-Cibitung—<br />

dan berdekatan dengan rencana jalur tongkang<br />

peti kemas yang akan dibangun Pelindo II—su-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Suasana pameran<br />

perumahan di Real<br />

Estate Indonesia Expo<br />

pertengahan tahun<br />

ini. Diperkirakan,<br />

kawasan sekitar jalan<br />

tol Cilincing-Cibitung tak<br />

akan banyak memancing<br />

kehadiran perumahan<br />

baru.<br />

YUDHI MAHATMA/ANTARA FOTO<br />

dah ada sejumlah pengembang yang membuka<br />

proyek, tapi proyeknya adalah permukiman<br />

sederhana. Rumah satu lantai dengan luas<br />

umumnya di bawah 50 meter persegi.<br />

Di Desa Kertamukti, Cibitung, ada developer<br />

yang mengembangkan 200 rumah di sisi kanan<br />

kanal yang bakal diperlebar itu. Tak jauh dari<br />

Desa Kertamukti, Desa Muktiwari, tumbuh<br />

perumahan sederhana bernama Perumahan<br />

Bumi Sakinah 4. Kemudian di Kecamatan<br />

Tambun Selatan, tepatnya di Desa Sumberjaya,<br />

developer perumahan sederhana juga membangun<br />

sedikitnya 300 rumah dengan nama<br />

Perumahan Green Permata.<br />

Meski begitu, sudah muncul desas-desus sejumlah<br />

pengembang besar sedang mengincar<br />

sawah-sawah di sejumlah desa sekitar ruas tol<br />

Cilincing-Cibitung. “(Salah satu pengembang)<br />

sudah belanja tanah di Kertamukti dan Sukajaya<br />

seluas 200 hektare,” kata Hartono, salah satu<br />

pemborong pengurukan tanah yang sedang<br />

mengerjakan proyek perumahan di Cibitung.<br />

Ia juga bercerita bahwa di kawasan Tambun<br />

Utara hingga Babelan, pengembang kawasan<br />

perumahan dan apartemen mewah sudah berbelanja<br />

tanah di jalur tol dan kanal untuk tongkang.<br />

Ia bahkan menyebut pengembang yang<br />

memiliki proyek elite di Bekasi, Summarecon,<br />

sebagai salah satunya.<br />

Tapi kabar ini dibantah oleh Adrianto P. Adhi,<br />

salah satu direktur PT Summarecon Agung.<br />

Adrianto mengatakan pihaknya masih<br />

berfokus pada pengembangan kawasan Kota<br />

Summarecon Bekasi. “Maaf, tidak benar info<br />

kami sudah belanja tanah, kami masih fokus di<br />

Bekasi Kota,” ucapnya.<br />

Bantahan Summarecon ini agak cocok dengan<br />

perhitungan Tranghada, yang memperkira-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

AKSES CIKARANG<br />

Sejumlah pengguna<br />

kendaraan roda empat<br />

menggunakan layanan<br />

jalan tol Cinere-Jagorawi<br />

(Cijago). Ujung tol ini<br />

adalah Cimanggis, yang<br />

akan disambungkan<br />

hingga Cibitung.<br />

INDRIANTO EKO SUWARSO/ANTARA<br />

FOTO<br />

kan tidak akan muncul permukiman menengahatas<br />

di sekitar tol Cilincing-Cibitung. Kawasan<br />

ini berbeda dengan Cinere-Serpong di sebelah<br />

selatan Jakarta, yang menjadi “hidup” begitu<br />

dibuka jalan tol di sekitar ruas tol baru itu.<br />

Kalaupun ada pengembang, kata Tranghada,<br />

mereka akan mengincar Kota Cikarang dan<br />

Karawang, karena di sana masih sangat banyak<br />

ekspatriat yang bekerja di industri asing.<br />

“Cibitung dan Tambun serta Babelan sampai<br />

Marunda sangat terbatas untuk dibuka menjadi<br />

lahan perumahan mewah,” ucap Tranghada.<br />

Ia berhitung, kawasan ini masih memungkinkan<br />

untuk permukiman menengah ke bawah.<br />

“Tapi tidak untuk menengah ke atas,” ucapnya.<br />

Celakanya, untuk permukiman menengah ke<br />

bawah juga agak susah, terutama untuk rumah<br />

tapak. Menurut Ketua Asosiasi Pengembang<br />

Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia<br />

Eddy Ganefo, harga tanah di kawasan<br />

sekitar jalan tol sudah mahal meski sekarang<br />

masih terpencil. “Sulit untuk mengembangkan<br />

rumah tapak dalam jumlah besar,” ucapnya.<br />

Menurut Eddy, hanya pengembang pemerintah<br />

seperti PT Perumnas yang masih berani<br />

membangun rumah tapak di kawasan perbatasan<br />

Cilincing dan Babelan.<br />

Bagi pengembang swasta, Eddy menyatakan,<br />

peluangnya hanya pada apartemen untuk<br />

kelas menengah ke bawah. Perumahan vertikal<br />

ini biasanya untuk menyiasati mahalnya harga<br />

tanah. n BUDI ALIMUDDIN<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

PUDARNYA PASAR AFRIKA<br />

DI TANAH ABANG<br />

MESKI EKSPOR INDONESIA KE AFRIKA NAIK, PEDAGANG TANAH ABANG<br />

MALAH MENGELUHKAN PERDAGANGANNYA SEMAKIN LESU.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

Pekerja menata dagangan<br />

di pasar tekstil Tanah<br />

Abang, Jakarta.<br />

M AGUNG RAJASA/ANTARA FOTO<br />

LANTAI 3A di Blok G Pasar Tanah<br />

Abang, Jakarta Pusat, memiliki suasana<br />

sedikit berbeda dengan bagian lain<br />

pusat perdagangan garmen terbesar<br />

Indonesia itu. Belasan—mungkin puluhan—<br />

orang kulit hitam berlalu lalang, masuk toko,<br />

dan bercengkerama dengan para pemilik kios.<br />

Mereka berbicara dalam bahasa Indonesia,<br />

meski sebagian masih terbata, dan tercampur<br />

dengan bahasa Inggris.<br />

Bagian ini memang dikhususkan buat para<br />

pembeli asal Afrika yang ingin mengimpor<br />

pakaian jadi dari Indonesia. “Dua baris toko<br />

di lantai 3A ini memang dikhususkan untuk<br />

pedagang pakaian Tanah Abang yang melayani<br />

sejumlah importir asal Afrika,” kata Ibrohim,<br />

salah satu anggota staf Pusat Promosi Pasar<br />

Tanah Abang. “Kami menyebutnya Africa Line.”<br />

Yang juga agak berbeda, tak semua kios di<br />

sana buka. Banyak yang tutup dengan pintu<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

Suasana Africa Line, pusat<br />

penjualan baju untuk<br />

ekspor ke kawasan Afrika,<br />

di Pasar Tanah Abang<br />

BUDI ALIMUDDIN/DETIKCOM<br />

yang digembok bagian bawah. “Banyak yang<br />

tidak kuat jualan di sini sekarang,” ucap Supendi,<br />

salah satu pemilik kios yang tak ingin nama<br />

tokonya disebutkan. Satu-satunya yang membuatnya<br />

masih bertahan di bagian untuk ekspor<br />

ke Afrika ini adalah uang sewa yang murah<br />

meriah. “Cuma Rp 15 juta setahun,” ucapnya.<br />

Sejak 1990-an, banyak orang Afrika yang<br />

menyerbu Tanah Abang untuk kulakan pakaian<br />

jadi. Tepat 10 tahun silam, Tanah Abang<br />

membuka bagian untuk mempermudah orang<br />

Afrika kulakan baju. Deretan kios itu sempat<br />

cukup sukses, tapi kemudian mulai sepi. Saat<br />

ini tinggal sekitar 30 pedagang yang aktif di<br />

sana.<br />

Berbeda dengan bagian lain di Tanah Abang,<br />

tak semua toko di Africa Line memajang banyak<br />

pakaian. Hanya satu atau dua pakaian<br />

yang dipajang di toko-toko tersebut, sekadar<br />

sampel. Pendi mengatakan, saat awal Africa<br />

Line didirikan, omzetnya bisa lebih dari Rp 1<br />

miliar per tahun. “Sekarang Rp 800 juta saja<br />

setahun sudah bagus sekali,” ucapnya.<br />

Sepinya Africa Line ini berseberangan dengan<br />

data di Kementerian Perdagangan, yang<br />

memperlihatkan bahwa ekspor pakaian jadi<br />

ke Benua Hitam terus naik. Direktur Jenderal<br />

Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian<br />

Perdagangan Nus Nuzulia Ishak mengatakan<br />

tren ekspor ke Afrika terus naik. Selama periode<br />

2011-2014 naik 17 persen. Dihitung selama<br />

setahun, kenaikannya malah lebih dramatis.<br />

“Pertumbuhannya rata-rata 37 persen,” kata-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

Pekerja garmen di Fujian,<br />

Tiongkok, Mei lalu<br />

AFP/GETTY IMAGES<br />

nya.<br />

Meski naik, sebenarnya porsinya masih kecil.<br />

Tahun lalu, ekspor garmen Indonesia ke Afrika<br />

sebesar US$ 68 juta (hampir Rp 1 triliun dengan<br />

kurs sekarang). Angka ini kurang dari 1 persen<br />

dari nilai impor garmen ke Afrika. Porsi terbesar<br />

dikuasai Tiongkok, yang mengendalikan lebih<br />

dari 60 persen pasar Afrika. “Ekspor garmen<br />

Tiongkok tumbuh 76 persen per tahun,” ucapnya.<br />

Kuatnya pabrik garmen Tiongkok ke pasar<br />

Afrika inilah yang membuat Supendi menduga<br />

bahwa merekalah yang membuat bisnisnya<br />

menjadi sepi saat ini. Negara itu bisa kuat karena<br />

upah penjahit dan bahan baku yang murah.<br />

Sedangkan di Indonesia, katanya, “Biaya produksi<br />

terbilang mahal.”<br />

Karena bisnisnya surut, ia tak lagi memiliki<br />

konfeksi sendiri. Pakaian yang ia jual ke importir<br />

Nigeria, Kamerun, dan Kongo sekarang<br />

ia pesan kepada penjahit di Bekasi, Karawang,<br />

dan Tangerang.<br />

Pernyataan sepinya pasar di Africa Line juga<br />

diungkap rekan Supendi, Johan, yang memiliki<br />

toko Orient Pacific. Ia mengatakan, saat ramai<br />

pada 2008, ia pernah mengirim 300 kilogram<br />

pakaian jadi ke Afrika dalam sekali transaksi.<br />

“Sekarang saya malah belum dapat omzet<br />

sama sekali dalam sebulan ini,” ucapnya.<br />

Salah satu masalah utama penurunan perdagangan<br />

mereka dengan orang Afrika, menurut<br />

Johan, adalah sulitnya pedagang Afrika menda-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


EKONOMI<br />

Pabrik konfeksi di Jakarta<br />

RACHMAN HERYANTO/DETIKCOM<br />

patkan visa kunjungan ke Indonesia. “Pedagang<br />

Afrika selalu dicurigai sebagai pengedar obat<br />

bius dan heroin di sini,” ucapnya.<br />

Pada awal 2000-an, banyak sekali orang<br />

Afrika yang tertangkap sebagai penyelundup<br />

narkotik di Indonesia. Sebagian bahkan dijatuhi<br />

hukuman mati. Citra sebagai negara pengedar<br />

obat bius ini rupanya masih berbekas sampai<br />

sekarang.<br />

Johan mengatakan sering kali para pedagang<br />

Afrika tertahan di Imigrasi Indonesia. “Satu-dua<br />

orang yang tersangkut narkoba, hampir semua<br />

orang Afrika dicurigai pemerintah,” ucapnya.<br />

Para pedagang dari Afrika umumnya mengurus<br />

sendiri pengiriman ke negara asalnya.<br />

“Mereka (orang Afrika) yang datang ke sini<br />

dan membeli dari kita, kemudian mengapalkan<br />

sendiri ke negaranya,” ucapnya. n BUDI ALIMUDDIN<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


BISNIS<br />

SELAMAT DATANG,<br />

‘RENTENIR’ ONLINE<br />

PENDIRINYA BEKAS PENGACARA DI SINGAPURA. BELUM DIATUR PEMERINTAH.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


BISNIS<br />

Aidil Zulkifli (kedua dari kiri)<br />

DOK. UANGTEMAN<br />

FAKULTAS hukum di National<br />

University of Singapore dipandang<br />

sebagai kampus ilmu hukum terbaik<br />

di negara kota itu. Bukan cuma itu,<br />

malah selama puluhan tahun sempat menjadi<br />

satu-satunya sekolah hukum di sana. Bisa<br />

dibilang, orang-orang yang bergelut di bidang<br />

hukum di negara itu adalah lulusan sekolah<br />

tersebut.<br />

Nah, dari kampus itu, lima tahun silam<br />

Aidil Zulkifli lulus. Selama menuntut ilmu, ia<br />

membanggakan diri karena sempat menjadi<br />

Deputi Pemimpin Redaksi Singapore Law<br />

Review. Begitu lulus, pekerjaan sebagai pengacara<br />

spesialis bidang bisnis pun dijalani.<br />

Tapi rupanya panggilan hati berbicara lagi.<br />

Ia kepincut bidang finansial dan dunia online.<br />

Ia keluar, mendirikan sejumlah startup, dan<br />

sekarang memiliki bisnis online yang mulai<br />

berkembang: Uangteman.com. Ini bisnis meminjamkan<br />

uang tanpa jaminan dengan nilai<br />

maksimal Rp 2 juta.<br />

“Saya meninggalkan karier di bidang hukum<br />

dan fokus untuk menciptakan produk yang<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


BISNIS<br />

Fakultas hukum tempat Aidil<br />

Zulkifli menuntut ilmu<br />

DOK. NUS.EDU.SG<br />

dapat digunakan oleh jutaan orang di negaranegara<br />

emerging market, seperti Indonesia,”<br />

ucap pemuda Singapura ini.<br />

Saat ini Uangteman.com bukan cuma beroperasi<br />

di Jakarta dan sekitarnya, tapi sudah<br />

merambah ke Solo, Magelang, dan Klaten di<br />

Jawa Tengah serta Yogyakarta. Uangteman.<br />

com juga mulai masuk Malang di Jawa Timur.<br />

Padahal bunga yang dikenakan sangat tinggi.<br />

Uangteman.com memberi bunga 1 persen<br />

per hari alias 30 persen sebulan. Artinya, bila<br />

pinjam Rp 2 juta, mesti mengembalikan Rp<br />

2,6 juta sebulan kemudian. Ini sangat tinggi<br />

dibanding pembiayaan komersial lain, seperti<br />

kredit tanpa agunan, yang umumnya memasang<br />

bunga paling tinggi 2 persen per bulan.<br />

Aidil tidak langsung mendirikan Uangteman.com.<br />

Awalnya ia mendirikan Loangarage.<br />

com di Singapura, yang melebarkan sayap ke<br />

Indonesia dengan nama Kreditaja.com. Situs<br />

Kreditaja.com menyambungkan bank pemberi<br />

kredit dengan masyarakat yang ingin<br />

meminjam uang secara cepat. Situs kredit online<br />

ini sekarang sudah tidak bisa diakses. Tapi<br />

Aidil sudah memiliki bisnis baru lagi, startup<br />

finansial lain: Uangteman.com.<br />

Berbeda dengan Kreditaja.com, Uangteman.com<br />

langsung meminjamkan uang kepada<br />

masyarakat. Nilai kreditnya kecil, maksimal Rp<br />

2 juta, tanpa jaminan, dengan masa pengembalian<br />

maksimal 30 hari, dan dengan bunga<br />

30 persen. Tingginya bunga ini mengingatkan<br />

pada nama buruk bisnis rentenir, pekerjaan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


BISNIS<br />

Situs Uangteman.com<br />

ARI SAPUTRA/DETIKCOM<br />

yang menurut kamus adalah orang yang<br />

mencari nafkah dengan membungakan uang.<br />

Tentu saja, untuk memberikan pinjaman<br />

seperti itu butuh modal lebih besar. Bukan<br />

cuma untuk biaya operasional guna membayari<br />

karyawan atau staf bidang teknologi,<br />

yang saat ini mencapai 20 orang, tapi juga<br />

modal uang untuk diputar, yang dipinjamkan.<br />

Untung saja Aidil mendapat kepercayaan<br />

dari pemodal ventura Alpha JWC Ventures.<br />

Pemodal ini juga menanam uang di sejumlah<br />

perusahaan online top Indonesia, seperti Traveloka,<br />

Tokopedia, sampai Berrybenka.<br />

Meski begitu, karena risiko sangat besar,<br />

Uangteman.com memasang bunga sangat<br />

tinggi. Jika mengembalikan tanpa terlambat,<br />

peminjam bisa mengambil kredit lagi tapi<br />

dengan bunga dikurangi, hanya 0,8 persen<br />

per hari alias 24 persen per 30 hari. Untuk<br />

pinjaman berikutnya, bunga terus turun,<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


BISNIS<br />

Situs Wonga, produk<br />

dari Inggris yang serupa<br />

Uangteman.com<br />

DOK<br />

sampai menjadi 0,5 persen pada pinjaman<br />

keempat atau 15 persen per 30 hari. “Begitu<br />

seterusnya,” ucapnya.<br />

Pasar untuk kredit jangka pendek ini adalah<br />

kalangan menengah atau menengah ke<br />

bawah. “Yang biasanya tidak terlayani oleh<br />

bank,” kata Aidil.<br />

Di sejumlah negara, seperti Inggris, sistem<br />

pinjaman jangka pendek dengan bunga besar<br />

seperti ini cukup banyak. Di sana lazim disebut<br />

“payday loan” alias pinjaman yang dilunasi<br />

saat hari gajian (payday). Bunganya juga<br />

tinggi, biasa sampai 24 persen sebulan. Salah<br />

satu yang terkenal di antaranya Wonga, yang<br />

bahkan bisa jadi sponsor utama kesebelasan<br />

top Newcastle United.<br />

Nah, sistem kredit jangka pendek berbunga<br />

tinggi ini kemudian digabungkan dengan teknologi<br />

online. Jadilah Uangteman.com. Mereka<br />

menyaring calon peminjam lewat sistem<br />

penilaian kredit. Datanya sendiri didapat dari<br />

data yang dimasukkan calon peminjam. Jika<br />

lolos dari sistem penilaian kredit, akan dilakukan<br />

verifikasi. “Permohonan cukup sering<br />

ditolak,” ucapnya. “Kami sangat berhati-hati<br />

dan selektif dalam memberikan pinjaman. Hal<br />

tersebut merupakan bentuk antisipasi kami.”<br />

Uangteman.com berada di bawah PT Digital<br />

Alpha Indonesia, perusahaan yang sahamnya<br />

dimiliki Digital Alpha Grup Pte Ltd dari<br />

Singapura. Status perseroan terbatas ini tidak<br />

berarti mereka sudah mendapat izin penuh<br />

dari pengawas lembaga finansial, Otoritas<br />

Jasa Keuangan (OJK).<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


BISNIS<br />

Kantor Otoritas Jasa<br />

Keuangan di kompleks<br />

gedung Bank Indonesia,<br />

Jakarta Pusat<br />

FANNY OCTAVIANUS/ANTARA FOTO<br />

Aidil sudah berkonsultasi dengan OJK sebelum<br />

meluncurkan produk ini, tapi memang<br />

belum ada aturan di Indonesia soal kredit<br />

jangka pendek ini. Jika ada, katanya, “Uang-<br />

Teman siap untuk mengikuti dan mematuhi<br />

aturan-aturan dan regulasi tersebut.”<br />

Adapun OJK tak bisa melarang atau mengizinkan<br />

lembaga ini beroperasi karena satu<br />

hal: perusahaan tidak mengumpulkan dana<br />

dari masyarakat seperti bank. “Jadi tak bisa<br />

ditindak,” kata juru bicara OJK, Dody Ardiansyah.<br />

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi<br />

dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti<br />

S. Soetiono, mengatakan hal<br />

serupa. Pihaknya tidak bisa serta-merta melarang<br />

kegiatan operasional Uangteman.com.<br />

“Pemerintah ternyata belum memiliki aturan<br />

hukum tentang layanan pemberian pinjaman<br />

ini,” ucapnya. n BUDI ALIMUDDIN<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

KERETA DAN ROMUSA<br />

Dengan mengerahkan puluhan ribu orang Indonesia sebagai romusa, Jepang bisa membangun<br />

dua jalur kereta. Salah satunya jalur Saketi-Bayah di Banten pada 1943-1944. Peran<br />

Bung Karno dalam propaganda pengerahan romusa menjadi titik hitam perjalanan hidupnya<br />

sebagai bapak bangsa. Ada obsesi untuk menghidupkan kembali jalur yang sudah 60<br />

tahun mati itu. Tapi masih belum jelas siapa yang bakal mendanai proyek tersebut.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

MENENGOK ‘JALUR MAUT’<br />

SAKETI-BAYAH<br />

KEHADIRAN PABRIK SEMEN, PERKEBUNAN SAWIT,<br />

DAN OBYEK WISATA SAWARNA DAPAT MENDORONG<br />

PENGAKTIFAN KEMBALI JALUR KERETA API YANG<br />

DIBANGUN PARA ROMUSA ITU.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Kondisi jalur rel kereta api<br />

yang tersisa di belakang<br />

Pasar Saketi, sekitar 100<br />

meter dari Stasiun Saketi,<br />

Pandeglang.<br />

DIKY SASRA/DETIKCOM<br />

BERAGAM ekspresi diperlihatkan<br />

warga di sekitar Pasar Saketi, Pandeglang,<br />

saat melihat rombongan<br />

“Napak Tilas Jalur Kereta Saketi-<br />

Bayah” tiba di sana, Senin, 21 September lalu.<br />

Ada yang cemas, senang, pasrah, juga sinis, tak<br />

ramah dan menutup diri saat disapa. “Memang<br />

akan diaktifkan kembali, ya, keretanya? Kapan?”<br />

tanya seorang pemilik warung dalam bahasa<br />

Sunda saat majalah detik singgah untuk<br />

membeli minuman ringan.<br />

Ia mengaku senang bila jalur kereta yang<br />

dibangun pada masa pendudukan Jepang itu<br />

aktif kembali. Sebab, mobilitas warga akan<br />

lebih mudah karena mendapatkan alternatif<br />

sarana transportasi. Tapi di wajahnya juga tergores<br />

kecemasan akan nasib keluarganya yang<br />

sudah berpuluh tahun menempati lahan milik<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Mumu Mudjaya<br />

memperlihatkan foto<br />

mertuanya, Jasuri, yang<br />

pernah menjadi Kepala<br />

Stasiun Saketi.<br />

Stasiun Saketi, yang kini<br />

menjadi kediaman Mumu<br />

(kanan)<br />

DIKY SASRA/DETIKCOM<br />

PT Kereta Api Indonesia. “Kira-kira kami dapat<br />

ganti rugi atau diusir seperti warga Kampung<br />

Pulo di Jakarta?” si ibu kembali bertanya.<br />

Jalur Saketi-Bayah di Banten Selatan sepanjang<br />

89 kilometer merupakan lintas cabang<br />

dari lintas Rangkasbitung-Labuan. Jalur ini tidak<br />

aktif lagi sekitar 60 tahun. Lahan maupun jalurnya<br />

sudah banyak yang rusak, beralih fungsi,<br />

dan dijadikan permukiman warga. Bangunan<br />

Stasiun Saketi, misalnya, saat ini ditinggali dan<br />

dirawat oleh Mumu Mudjaya, menantu mantan<br />

Kepala Stasiun Saketi, Jasuri. Sementara<br />

itu, di sepanjang jalur rel berdiri puluhan rumah<br />

warga dan pasar.<br />

Menurut mantan Ketua Indonesian<br />

Railway Preservation<br />

Society Aditya Dwi Laksana,<br />

yang memandu acara Napak<br />

Tilas, pembangunan jalur rel<br />

kereta sepanjang 89 kilometer<br />

dari Saketi ke Bayah dilakukan<br />

selama 14 bulan, yakni mulai Februari<br />

1943 hingga Maret 1944.<br />

Puluhan ribu romusa yang didatangkan<br />

dari Purworejo, Kutoarjo,<br />

Purwodadi, Semarang, dan<br />

Yogyakarta dikerahkan untuk pembangunan<br />

proyek tersebut.<br />

Jepang membangun jalur ini untuk memenuhi<br />

kebutuhan bahan bakar kereta api dan<br />

kapal laut. Di Bayah, terdapat lokasi tambang<br />

batu bara yang belum dieksplorasi oleh Belanda.<br />

Potensinya mencapai 20-30 juta ton dengan<br />

ketebalan 80 sentimeter. “Mulai 1 April 1943,<br />

Jepang mengeksploitasi tambang batu bara<br />

lewat perusahaan Sumitomo,” ujarnya.<br />

Bayah, yang memiliki luas sekitar 15 ribu<br />

hektare, menjadi satu-satunya tempat yang<br />

mengandung batu bara di Pulau Jawa sebelum<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Puing bekas jembatan jalur<br />

kereta api di pinggir Samudra<br />

Hindia antara Bayah dan<br />

Malingping<br />

SUDRAJAT/DETIKCOM<br />

Jepang datang. Sejak awal 1900, kolonial Belanda<br />

sebetulnya melelang izin pertambangan<br />

kepada pihak swasta. “Tapi, karena lokasi<br />

tambang di Gunung Mandur, Bayah, terisolasi,<br />

butuh modal investasi sangat besar sehingga<br />

para pengusaha tak terlalu tertarik untuk<br />

mengeksploitasinya,” kata Ade Purnama dari<br />

Komunitas Sahabat Museum, yang turut menjadi<br />

pemandu.<br />

Hendri F. Isnaeni dalam buku Penyamaran<br />

Terakhir Tan Malaka di Banten menulis pembangunan<br />

jalur Saketi-Bayah menjadi neraka tersendiri<br />

bagi para romusa. Banyak pekerja yang<br />

akhirnya meregang nyawa karena kelaparan,<br />

penyakit, juga tak tahan menghadapi siksaan<br />

dari militer Jepang. Tak mengherankan bila jalur<br />

tersebut ada yang menjulukinya sebagai “jalur<br />

maut” atau death railways.<br />

Sejarah menyedihkan pembuatan rel kereta<br />

api Saketi-Bayah juga terjadi pada pembuatan<br />

jalan kereta api sepanjang 220 kilometer yang<br />

menghubungkan Pekanbaru, Riau, de ngan<br />

Muaro Sijunjung di Sumatera Barat. Neraka<br />

jahanam dan kuburan massal itu telah merenggut<br />

hidup para romusa dan tawanan perang<br />

Sekutu sejak ruas itu pertama kali dikerjakan<br />

pada 1943. Rel maut itu siap digunakan pasukan<br />

Dai Nippon untuk mendistribusikan batu bara<br />

dari pantai barat pulau itu ke pantai timurnya,<br />

untuk selanjutnya diseberangkan ke Singapura.<br />

Pola serupa diterapkan saat membangun<br />

proyek kereta api terbesar di Asia Tenggara<br />

sepanjang 440 kilometer antara Nong Pla Duk<br />

di Thailand dan Thanbyuzayat di Burma (sekarang<br />

Myanmar) pada Juli 1942 hingga Oktober<br />

1943. Di sana terdapat 55 ribu tawanan perang<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

diumumkan pertambangan batu bara Bayah<br />

membutuhkan 1.500 buruh,” tulis Hendri. Ketika<br />

tambang itu mulai dieksploitasi, menurut<br />

penulis yang lahir dan besar di Lebak itu, pekerjanya<br />

mencapai 20 ribu orang.<br />

lll<br />

Fondasi bekas peron Stasiun<br />

Malingping di tengah<br />

persawahan.<br />

SUDRAJAT/DETIKCOM<br />

Sekutu dan lebih dari 100 ribu romusa dari<br />

Burma, Thailand, Melayu, India, dan Tiongkok.<br />

Khusus dari Jawa, yang diangkut pada Maret<br />

1943, diperkirakan mencapai 15 ribu romusa.<br />

Pada masanya, jalur rel kereta api Saketi-<br />

Bayah telah membuka daerah Bayah yang<br />

semula amat terkucil itu menjadi magnet baru<br />

kehidupan. Di sepanjang rel, terbentang kabelkabel<br />

telegraf dan sebuah pusat pembangkit<br />

listrik. “Dalam Asia Raya terbitan 8 Juni 1943,<br />

Saat tiba di Bayah, majalah detik bersama<br />

rombongan Napak Tilas, yang berjumlah 50<br />

orang, tak melihat lagi sisa bangunan bekas<br />

stasiun di sana. Area stasiun telah berubah<br />

menjadi lapangan sepak bola dan sekolah dari<br />

tingkat dasar hingga menengah atas. Permukiman<br />

warga pun umumnya sudah dibangun<br />

permanen. Dari jarak sekitar 200 meter, debur<br />

ombak Samudra Hindia jelas terdengar dan<br />

terlihat putih bergulung-gulung.<br />

Di Malingping, pertengahan antara Saketi-<br />

Bayah, pun kondisinya nyaris serupa. Yang tersisa<br />

tinggal fondasi bekas peron stasiun dengan<br />

beberapa pohon kelapa tumbuh di sana.<br />

Sedangkan sekeliling area bekas stasiun sudah<br />

berpuluh tahun menjadi lahan persawahan.<br />

Meski begitu, sejumlah tokoh masyarakat<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Tugu romusa di pinggir Jalan<br />

Raya Bayah Kilometer 1<br />

SUDRAJAT/DETIKCOM<br />

di sana menyampaikan harapan agar jalur kereta<br />

api Saketi-Bayah bisa diaktifkan kembali.<br />

Bukan sekadar untuk nostalgia, tapi memang<br />

bisa menjadi alternatif kendaraan yang lebih<br />

murah dan cepat ketimbang lewat jalan raya.<br />

“Jadi, bagi kami, sih, kunjungan Bapak-Ibu<br />

sekalian sebaiknya tidak sekadar napak tilas,<br />

tapi apa yang diperjuangkan setelah itu. Kami<br />

senang sekali bila jalur ini bisa hidup lagi,” kata<br />

Sekretaris Camat Bayah, Ali Rachman.<br />

Kepala Laboratorium Transportasi Universitas<br />

Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno,<br />

yang turut dalam rombongan Napak Tilas,<br />

menilai tuntutan semacam itu tidak berlebihan.<br />

Sebab, di dekat Pulau Manuk, Bayah, kini telah<br />

berdiri pabrik Semen Merah Putih, ada perkebunan<br />

sawit di jalur Saketi-Malingping, serta<br />

obyek wisata Sawarna, sekitar 8 kilometer dari<br />

Bayah. “Reaktivasi jalur-jalur kereta api yang<br />

melintasi kawasan pedesaan, seperti Saketi-<br />

Bayah, ini pada gilirannya akan menghidupkan<br />

roda perekonomian di pedesaan,” ujarnya.<br />

Selain jalur Saketi-Bayah, masih ada jalur lintas<br />

Rangkasbitung-Labuan sejauh 56 kilometer<br />

yang, menurut Djoko, mendesak untuk diaktifkan<br />

kembali. Dulu, di jalur ini, puluhan kilogram<br />

ikan dari Labuan diangkut menuju Stasiun<br />

Tanah Abang, yang berjarak 129 kilometer. Dari<br />

Tanah Abang, biasanya kereta mengangkut<br />

garam untuk keperluan pembuatan ikan asin di<br />

Labuan. Labuan sebagai penghasil ikan dapat<br />

menjadi pemasok konsumsi ikan bagi warga<br />

Jakarta.<br />

Di jalur Rangkasbitung-Labuan terdapat<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Peta jalur kereta api di<br />

wilayah Banten pada era<br />

kolonial Belanda.<br />

DIKY SASRA/DETIKCOM<br />

Stasiun Pande glang, Saketi, Menes. Kondisi<br />

stasiun tersebut masih berwujud bangunan,<br />

meski tidak seutuh seperti sediakala.<br />

“Dengan mengaktifkan jalur ini, selanjutnya<br />

dapat meneruskan ke lintas cabang dari Saketi<br />

ke Bayah sejauh 89 kilometer,” kata Djoko.<br />

Di samping itu, di dekatnya sudah dikembangkan<br />

kawa san industri dan pariwisata<br />

Tanjung Lesung yang cukup terkenal. Selain<br />

rencana membangun jalan tol dari ruas Jakarta-<br />

Merak, tidak ada salahnya dibangun pula jalan<br />

rel dari Labuan atau Menes.<br />

Tersedianya jalur rel menuju Tanjung Lesung<br />

cukup mendukung distribusi barang dan pengembangan<br />

pariwisata di Provinsi Banten.<br />

Dengan mengaktifkan jalur rel, ada alternatif<br />

mobilitas bagi warga selain melalui jalan raya.<br />

Hanya, dalam Rencana Induk Perkeretaapian<br />

Nasional yang disusun Departemen<br />

Perhubungan pada 2011, tidak dicantumkan<br />

jalur Saketi-Bayah untuk diaktifkan kembali.<br />

Rancangan itu hanya mencantumkan 12 jalur<br />

kereta api mati yang akan diaktifkan kembali,<br />

yaitu jalur Sukabumi-Cianjur-Padalarang, Cicalengka-Jatinangor<br />

Tanjungsari, Cirebon-Kadipaten,<br />

Banjar-Cijulang, Purwokerto-Wonosobo,<br />

Kedungjati-Ambarawa, Jombang-Babat-Tuban,<br />

Kalisat-Panarukan, Semarang-Demak-Juana-<br />

Rembang, Madiun-Slahung, Sidoarjo-Tulangan-<br />

Tarik, dan Kamal-Sumenep. ■<br />

PASTI LIBERTI MAPPAPA | SUDRAJAT<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

JEJAK BUNG KARNO &<br />

TAN MALAKA DI BAYAH<br />

DI BAYAH, SUKARNO DAN<br />

TAN MALAKA SEMPAT<br />

TERLIBAT PERDEBATAN<br />

TENTANG CARA MENGGAPAI<br />

KEMERDEKAAN INDONESIA.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Bung Karno berpidato di<br />

hadapan ribuan romusa di<br />

Bayah, Banten Selatan, awal<br />

1944.<br />

FOTO: DOK SAHABAT MUSEUM<br />

RATUSAN orang berhamburan<br />

dari gubuk-gubuk yang<br />

terbuat dari bilik dan beratap<br />

rumbia ketika trompet menjerit<br />

melengking-lengking. Sambil<br />

menyanyikan lagu-lagu pembangkit semangat,<br />

mereka berlari-lari kecil membentuk barisan<br />

dengan tertib di lapangan. Rupanya di sana<br />

telah berdiri seorang lelaki tampan penuh karisma.<br />

Mengenakan kemeja warna terang dan<br />

topi bundar bernomor 970, lelaki itu tak lain<br />

adalah Sukarno atau Bung Karno. Para pekerja<br />

dan romusa itu merasa terhormat dikunjungi<br />

oleh pemimpin pergerakan semasa melawan<br />

Belanda.<br />

Tak mengherankan bila massa menyambut<br />

setiap kata-kata yang dilontarkan Bung Karno<br />

dengan antusias dan gegap gempita. Pada intinya,<br />

si Bung mengajak semua pekerja dan romusa<br />

bekerja keras membantu “Saudara Tua”<br />

Jepang, yang tengah mati-matian menghadapi<br />

Sekutu di bawah pimpinan imperialis Amerika<br />

Serikat dan Inggris. Bila Sekutu berhasil dikalahkan,<br />

Jepang akan memberikan kemerdekaan<br />

kepada Indonesia. Massa menyambut pidato<br />

Bung Karno itu dengan pekikan, “Lawan, lawan,<br />

lawan.”<br />

Semua adegan itu terekam dalam sebuah<br />

film dokumenter buatan Jepang. “Ini film propaganda<br />

Jepang untuk menyukseskan program<br />

romusa membangun jalur kereta api Saketi-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Bayah,” kata Ade Sampurna dari Komunitas<br />

Sahabat Museum pada Senin, 21 September<br />

lalu, di aula sebuah penginapan di Bayah, Banten<br />

Selatan.<br />

Ia memutarkan film, yang dibelinya di Amsterdam<br />

seharga 20 euro, itu di hadapan<br />

sekitar 50 peserta “Napak Tilas Jalur Saketi-<br />

Bayah” pada 21-22 September. Turut hadir di<br />

SUKARNO MENYOKONG JEPANG KARENA<br />

DIANGGAP LEBIH MENJANJIKAN KETIMBANG<br />

BELANDA SOAL KEMERDEKAAN.<br />

aula malam itu sejumlah tokoh masyarakat<br />

Bayah. Menurut Ade, Bung Karno datang ke<br />

Bayah pada awal 1944. Di sana, sejak Februari<br />

1943 hingga Maret 1944, tengah dibangun jalur<br />

kereta api sepanjang 89 kilometer dari Saketi<br />

di Pandeglang menuju tambang batu bara di<br />

Bayah, Banten Selatan. “Selama sepekan, dia<br />

tinggal di sana bersama para romusa,” ujar<br />

lulusan Sastra Belanda Universitas Indonesia<br />

pada 1996 itu.<br />

Dalam film berdurasi lima menit itu juga terekam<br />

adegan Sukarno tengah ikut menenteng<br />

pacul. Juga ada adegan dia makan di tengahtengah<br />

kerumunan para romusa. Bedanya, si<br />

Bung tetap tampil perlente dengan rambut<br />

klimis dan kacamata hitam.<br />

Menurut sejarawan Peter Kasenda dari Universitas<br />

Indonesia, Sukarno menyokong Jepang<br />

karena dianggap lebih menjanjikan ketimbang<br />

Belanda soal kemerdekaan. Sukarno juga punya<br />

kekaguman tersendiri pada Jepang yang, dalam<br />

waktu cukup singkat, bisa menaklukkan Belanda.<br />

Dia melihat kedatangan Jepang di Indonesia<br />

sebagai pintu masuk menuju kemerdekaan.<br />

“Sukarno juga bersahabat cukup baik dengan<br />

penguasa Jepang pertama, yaitu Jenderal Hitoshi<br />

Imamura, mereka lalu bekerja sama.”<br />

Selain Sukarno, ada tokoh pergerakan Tan<br />

Malaka yang menyamar dengan nama Ilyas<br />

Hussein selama program romusa di Bayah. Hal<br />

itu tertuang dalam biografi Tan Malaka bertajuk<br />

Pergulatan Menuju Republik yang ditulis<br />

sejarawan Belanda, Harry A. Poeze.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

mencita-citakan kemerdekaan Indonesia.<br />

l l l<br />

Bung Karno makan bersama<br />

para romusa di Bayah, Banten<br />

Selatan, awal 1944. Kerja sama<br />

Bung Karno dengan Jepang<br />

kala itu menjadi titik hitam<br />

perjuangannya sebagai bapak<br />

bangsa.<br />

DOK. SAHABAT MUSEUM<br />

Menurut Poeze, Ilyas alias Tan sempat terlibat<br />

perdebatan dengan Sukarno. Pidato Sukarno<br />

bahwa Indonesia bersama Jepang akan<br />

mengalahkan Sekutu dan setelah itu Jepang<br />

memberikan kemerdekaan buat Indonesia<br />

dibantah Tan Malaka. Itulah perbedaan sikap<br />

kedua pemimpin, pejuang yang sama-sama<br />

Pembangunan jalur kereta api Saketi-Bayah<br />

melibatkan puluhan ribu romusa yang didatangkan<br />

dari berbagai daerah di Yogyakarta<br />

dan Jawa Tengah, seperti Purworejo, Kutoarjo,<br />

Solo, Purwodadi, Semarang, serta Purwokerto.<br />

Mereka yang direkrut umumnya berasal dari<br />

kalangan masyarakat miskin di pedesaan dan<br />

berusia 14-30 tahun.<br />

Hingga 2002, di Bayah masih tercatat 17<br />

orang mantan romusa yang hidup. Mereka<br />

antara lain bertugas di bagian jalan, menggali<br />

lubang, merawat kuda, hingga juru tulis. Seorang<br />

di antaranya, P. Samijo bin Rejo Mukasan<br />

asal Kebumen, Jawa Tengah, yang bertugas<br />

sebagai juru tulis, menerima uang pensiun<br />

“Eks Pejuang Veteran” dari pemerintah. “Besarnya<br />

Rp 500 ribu per bulan,” kata Koordinator<br />

Sesepuh Banten Kidul, M.S. Achmad Badjadji,<br />

sambil menunjukkan dokumen yang dimaksud<br />

kepada majalah detik.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Kasmin B. Karta, warga Desa<br />

Bolang, Malingping, Lebak,<br />

Banten, merupakan satu-satunya<br />

romusa yang masih bugar.<br />

SUDRAJAT/MAJALAH DETIK<br />

Achmad, yang kini berusia 78 tahun, pernah<br />

menjadi guru selama 10 tahun, sejak 1957, sampai<br />

dia kemudian diminta menjadi Kepala Desa<br />

Bayah pada 1967-1971, lalu menjadi anggota<br />

DPRD Lebak pada 1971-1978.<br />

Dari cerita para orang tua maupun mertuanya,<br />

kata Badjadji, kebanyakan romusa mendapatkan<br />

perlakuan tidak manusiawi dari Jepang<br />

selama bekerja. Mereka dituntut terus bekerja<br />

dengan asupan makanan yang sangat minim.<br />

Akibatnya, banyak yang sakit dan meninggal.<br />

“Itu di luar romusa yang meninggal akibat<br />

disiksa karena dianggap malas bekerja,” kata<br />

Badjadji.<br />

Untuk mengenang jasa para romusa di Bayah,<br />

berdiri sebuah monumen berbentuk segitiga<br />

di pinggir Jalan Raya Bayah-Malingping<br />

Kilometer 1. Sayang, monumen itu sepertinya<br />

dibuat tanpa perencanaan desain yang baik.<br />

Juga tanpa penjelasan apa pun di sana, sehingga<br />

tak memberi makna apa-apa selain sebuah<br />

tugu.<br />

Kepada rombongan peserta napak tilas,<br />

Badjadji juga sempat mengajak melihat lokasi<br />

kuburan massal romusa dekat Pantai Wisata<br />

Pulau Manuk. Tepatnya di Jalan Dekker yang<br />

dikelilingi perkebunan karet. Tapi yang tersisa<br />

dan terawat tinggal satu makam yang lokasinya<br />

agak jauh ke dalam area perkebunan. Selebihnya,<br />

jejak makam sudah tak berbekas.<br />

Berbeda dengan cerita Badjadji maupun<br />

kisah-kisah tentang kekejaman Jepang terhadap<br />

romusa yang ditulis di buku-buku sejarah,<br />

Kasmin B. Karta, 91 tahun, justru mengaku tak<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

Daftar nama romusa yang<br />

masih hidup di Desa Bayah<br />

hingga 2002.<br />

SUDRAJAT/MAJALAH DETIK<br />

pernah mengalaminya. Sebagai romusa,<br />

warga Desa Bolang, Kecamatan<br />

Malingping, Banten, itu terlibat dalam<br />

pembangunan jalur rel kereta api dan<br />

Stasiun Malingping, yang posisinya di<br />

antara Saketi menuju Bayah.<br />

“Saya ikut macul, gali-gali, angkat<br />

batu dan bantalan kayu,” ujar Kasmin.<br />

Untuk pekerjaan semacam itu, ia mengaku<br />

menerima upah sebesar tiga ketip.<br />

Entah berapa besar nilai padanannya<br />

untuk saat ini, tapi kala itu pun sepertinya<br />

jumlah tersebut jauh dari cukup<br />

untuk biaya hidup. Toh, ia tetap mensyukurinya.<br />

Hal lain yang paling disyukuri Kasmin<br />

adalah kondisi tubuhnya yang masih bugar<br />

sampai sekarang. Mungkin karena ia<br />

tak menerima hukuman fisik dari Jepang<br />

seperti yang dialami sesama romusa lainnya.<br />

Pendengaran dan penglihatan lelaki<br />

kelahiran 31 Desember 1924 itu masih<br />

tergolong baik. Ia pun masih bisa berdiri<br />

dan duduk dengan tegak. Juga tak perlu<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

M.S. Achmad Badjadji,<br />

sesepuh Desa Bayah,<br />

tengah menjelaskan lokasi<br />

kuburan massal romusa di<br />

tengah perkebunan karet.<br />

SUDRAJAT/MAJALAH DETIK<br />

dipapah saat berjalan. Tapi gusinya yang sudah<br />

bersih dari gigi membuat lawan bicara sulit menangkap<br />

kata-kata yang dikatakannya. “Saya<br />

sehat dan baik, kecuali gigi-gigi saya sudah tak<br />

ada,” ujarnya.<br />

Kakek belasan buyut itu tak mengerti kenapa<br />

dirinya tak pernah kena pukul. Abdul Majid,<br />

Kepala Desa Bolang pada 1984-1989 dan 1997-<br />

2002, menduga profesi Kasmin sebagai guru<br />

mengaji di surau membuat para pengawas<br />

romusa se gan terhadapnya, sehingga ia luput<br />

dari siksaan. “Itu yang saya dengar dari cerita<br />

orang-orang tua dahulu,” ujarnya. ■<br />

PASTI LIBERTI MAPPAPA | SUDRAJAT<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SELINGAN<br />

JALUR<br />

KERETA DEMI<br />

BATU BARA<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015<br />

PEMERINTAH kolonial Belanda<br />

menemukan kandungan batu<br />

bara di Bayah, Banten Selatan,<br />

sejak 1903. Tapi, hingga awal<br />

1940-an, temuan itu tak kunjung dieksplorasi<br />

hingga militer Jepang tiba pada<br />

Maret 1942. Demi memenuhi kebutuhan<br />

batu bara bagi kegiatan operasional<br />

kereta dan kapal-kapal perang mereka,<br />

Jepang nekat mengeksplorasi tambang<br />

batu bara di Bayah. Untuk memudahkan<br />

akses, Jepang membangun jalur kereta<br />

dari Saketi di Pandeglang hingga Bayah<br />

sejauh 89 kilometer.<br />

Puluhan ribu tenaga kerja Indonesia<br />

dikerahkan lewat program romusa.<br />

Militer Jepang terpikat oleh data temuan Belanda bahwa ada<br />

potensi tambang batu bara di wilayah Bayah, Banten Selatan.<br />

Tepatnya di sekitar Gunung Mandur, Pulau Manuk. Dari kajian<br />

Belanda, potensinya mencapai 20-30 juta ton, dengan ketebalan<br />

80 sentimeter. Data ini tercantum dalam buku karya Jan de Bruin,<br />

Het Indische Spoor in Oorlogstijd, terbitan Eindhoven: Uitgeverij<br />

Uquilair B.V., 2004<br />

SAKETI<br />

CIMANGU<br />

KADUHAUK<br />

JASULANG<br />

Mulai Juli 1942, penguasa militer Jepang mengerahkan<br />

para ahli interniran Belanda untuk melakukan<br />

studi lapangan pembangunan jalur kereta api menuju<br />

kawasan tambang batu bara.<br />

PASUNG<br />

KERTA<br />

GINTUNG<br />

CILANGKAHAN<br />

GINTUNG<br />

SUKAHUJAN<br />

Januari 1943, pembangunan jalur kereta api dimulai dari Stasiun<br />

Saketi dengan sistem membuka lahan, menyiapkan, kemudian<br />

menaruh balas, bantalan, dan memasang rel secara berjalan terus<br />

ke arah Bayah. Jalur Saketi-Bayah merupakan persimpangan<br />

dari jalur Rangkasbitung-Pandeglang-Saketi-Labuan, yang sudah<br />

lebih dulu dioperasikan pada 1906 oleh perusahaan kereta api<br />

Belanda, Staatsspoorwegen (SS).<br />

CIHARA<br />

PANYAWUNGAN<br />

GUNUNG MANDUR<br />

BAYAH<br />

Semua tenaga kerja romusa dari Indonesia dikerahkan.<br />

Mereka sebagian besar berasal dari Yogyakarta<br />

serta Jawa Tengah, seperti Purworejo, Kutoarjo,<br />

Solo, Purwodadi, Semarang, dan Purwokerto. Mereka<br />

yang direkrut umumnya berasal dari kalangan<br />

masyarakat miskin di pedesaan dan berusia 14-30<br />

tahun.<br />

Jalur Saketi-Bayah memiliki 20 jembatan yang<br />

di setiap ujungnya berstruktur batu. Dari<br />

Malingping hingga Bayah, jalur melintasi tepian<br />

Samudra Hindia dengan deburan ombaknya<br />

yang cukup besar.<br />

Di jalur ini, ada tiga stasiun besar, yakni Saketi, Malingping,<br />

dan Bayah. Di luar itu, ada 10 stasiun kecil<br />

atau halte, yakni di Cimanggu, Kaduhauk, Jasulang,<br />

Pasung, Kerta, Gintung, Cilangkahan, Sukahujan,<br />

Cihara, Panyawungan, Gunung Mandur.<br />

Bahan-bahan material menggunakan limpahan rel<br />

dari jalur pabrik gula di Jawa Tengah yang ditutup.<br />

Ada pula yang menggunakan bekas bongkaran<br />

jalur Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (PsSM)<br />

sepanjang 19 kilometer.<br />

Tidak kurang dari 500 jiwa romusa melayang akibat<br />

perlakuan buruk tentara Jepang. Total kira-kira 60<br />

ribu romusa tewas selama pembangunan jalur<br />

tersebut, tidak termasuk korban meninggal di lokasi<br />

tambang batu bara.<br />

Jalur Saketi-Bayah merupakan jalur sepur tunggal,<br />

pada setiap stasiun atau halte dibuat menjadi jalur<br />

sepur ganda. Menggunakan tiang sinyal, handle<br />

dari kayu. Jalur ini mulai resmi beroperasi pada 1<br />

April 1944 di bawah pengawasan militer Jepang.<br />

Angkutan batu bara mencapai 300 ton setiap hari,<br />

angkutan penumpang membawa 800 orang setiap<br />

hari, yang kebanyakan merupakan pekerja tambang<br />

batu bara. Mereka semua diangkut menggunakan 15<br />

rangkaian kereta kelas III.<br />

Pada 1945-1946, jalur ini tetap beroperasi di bawah<br />

pengelolaan DKARI (Djawatan Kereta Api). Pada<br />

1946-1947, jalur ini tidak aktif akibat situasi keamanan<br />

yang semakin kacau. Pada 1948 kembali<br />

beroperasi sampai Agresi Militer Belanda II.<br />

Operasi terakhir sepanjang 1951.<br />

Pada 1 April 1944, diresmikan penggunaan<br />

lokomotif uap jenis BB106 yang berasal dari Staatsspoorwegen.<br />

Pada 1952, sempat diadakan penelitian untuk<br />

menghidupkan kembali jalur, tapi terpaksa dibatalkan<br />

karena tingginya biaya operasional, sedangkan<br />

pemasukan sangat minim.<br />

Kini nyaris tak banyak yang tersisa dari jalur Saketi-Bayah<br />

selain bekas badan jalur rel (roadbed),<br />

bekas fondasi jemba tan, serta bekas fondasi emplasemen<br />

di beberapa tempat. Selebihnya, lahan<br />

di sepanjang jalur ini telah diokupasi menjadi<br />

rumah-rumah penduduk, pasar, sekolah, area<br />

persawahan, hingga lapangan olahraga.<br />

SUMBER: UNIT PUSAT PELESTARIAN, PERAWATAN, DAN<br />

DESAIN ARSITEKTUR PT KAI DAN SURVEI LAPANGAN | SUDRAJAT<br />

Sepanjang jalur Saketi-Bayah, kereta api digantikan<br />

oleh bus Damri pada 1952-1953 sesuai dengan SK<br />

Menteri Perhubungan Nomor L 1/126 tanggal 21<br />

Agustus 1952 tentang perizinan otobus dan SK<br />

Nomor L 1/3/2 tanggal 22 April 1953 tentang perizinan<br />

truk.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

SETELAH<br />

PM LEE<br />

“SATU-SATUNYA ORANG YANG<br />

AKU PIKIR BISA MELAKUKAN<br />

HAL ITU DENGAN MEYAKINKAN<br />

DAN MENJANGKAU WARGA<br />

SINGAPURA LINTAS ETNIS<br />

ADALAH THARMAN.”<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Tharman<br />

Shanmugaratnam<br />

MIDDLEGROUND<br />

DUA tahun sebelum berpulang pada<br />

Maret lalu, Lee Kuan Yew menulis<br />

memoar. Pada satu bagian, Lee menyinggung<br />

soal masa depan Singapura,<br />

negara yang dia dirikan dan besarkan.<br />

Lee menulis apakah Singapura 100 tahun lagi<br />

bakal tetap bersinar seperti sekarang. “Aku tak<br />

yakin,” Lee Kuan Yew menulis. “Tapi aku yakin,<br />

jika Singapura mendapatkan pemimpin yang<br />

bodoh, selesai sudah. Singapura akan tenggelam<br />

tak jadi apa-apa.”<br />

Hanya dalam satu generasi, Lee menyulap<br />

rawa-rawa Singapura menjadi negara yang<br />

sangat maju. Bukan cuma menjadi salah satu<br />

negara paling makmur, paling bersih, dengan<br />

korupsi sangat kecil, Singapura juga menyandang<br />

gelar kota paling mahal di dunia. Menjaga<br />

Singapura supaya terus tumbuh tentu bukan<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

AKU YAKIN, JIKA SINGAPURA<br />

MENDAPATKAN PEMIMPIN<br />

YANG BODOH, SELESAI<br />

SUDAH.”<br />

urusan gampang. Lee sangat berhati-hati memilih<br />

siapa penggantinya.<br />

Ketika Lee Kuan Yew menyatakan niatnya<br />

mundur dari kursi nomor satu Negeri Singa<br />

pada 1988, ada empat orang calon penggantinya.<br />

Tiga orang keturunan Tionghoa, yakni Goh<br />

Chok Tong, Tony Tan, dan Ong Teng Cheong,<br />

dan satu keturunan India, Suppiah Dhanabalan.<br />

Menurut Ong Teng Cheong, pilihan pertama<br />

Lee sebenarnya adalah Tony<br />

Tan, baru Goh Chok Tong.<br />

“Aku di urutan ketiga karena<br />

menurut Lee, bahasa Inggrisku<br />

kurang bagus,” kata Ong<br />

beberapa tahun lalu. Suppiah<br />

Dhanabalan langsung tereliminasi<br />

lantaran dia bukan<br />

keturunan Tionghoa. Dalam<br />

sejumlah pidato, Lee terangterangan<br />

mengatakan bahwa<br />

Singapura belum siap dipimpin oleh seorang<br />

keturunan India. Sesuai dengan kesepakatan di<br />

antara mereka berempat, akhirnya Goh Chok<br />

Tong yang menggantikan Lee Kuan Yew.<br />

Memiliki 74 persen penduduk keturunan<br />

Tionghoa, barangkali memang sulit bagi Singapura<br />

dipimpin oleh keturunan etnis lain.<br />

Dua etnis lain yang populasinya lumayan besar<br />

di Singapura adalah keturunan Melayu (13,4<br />

persen) dan India (9,2 persen).<br />

Dua puluh tahun setelah Lee Kuan Yew<br />

berpidato soal Perdana Menteri Singapura dari<br />

etnis non-Tionghoa, isu itu kembali jadi perbincangan<br />

setelah rakyat Amerika Serikat memilih<br />

keturunan Afrika, Barack Obama, sebagai<br />

presiden pada 2008. “Rakyat Amerika sudah<br />

lelah. Mereka ingin sesuatu yang berbeda. Dan<br />

Mister Obama mewakili sesuatu yang berbeda<br />

itu,” kata Lee Hsien Loong, Perdana Menteri<br />

Singapura.<br />

Walaupun sama-sama negara maju, Singapura<br />

tentu tak bisa dipukul rata dengan Amerika.<br />

Perdana Menteri Singapura dari etnis Melayu<br />

atau India, menurut PM Lee, bukan hal yang<br />

mustahil. “Tapi tentu bergantung pada pilihan<br />

dan kepercayaan rakyat Singapura,” kata PM<br />

Lee kala itu. “Tapi apakah hal itu bakal terjadi<br />

dalam waktu dekat? Aku pikir tidak, karena dia<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Perdana Menteri<br />

Singapura Lee Hsien<br />

Loong<br />

ASIAONE<br />

harus merebut suara rakyat. Dan sentimen ras<br />

itu tak akan hilang dalam waktu lama sekalipun<br />

orang-orang tak pernah membicarakannya.”<br />

Jajak pendapat oleh Stomp pada 2008<br />

menunjukkan sentimen rasial itu masih sangat<br />

kuat. Dari 517 warga Singapura yang<br />

diwawancarai Stomp, 477 orang mengatakan<br />

belum bisa menerima keturunan non-Tionghoa<br />

menjadi Perdana Menteri Singapura. Tapi jajak<br />

pendapat lain oleh Sekolah Kajian Internasional<br />

S. Rajaratnam pada 2008 menunjukkan hasil<br />

berlawanan.<br />

Dari 1.824 warga Singapura, 94 persen menyatakan<br />

tak merasa keberatan negara mereka<br />

dipimpin keturunan India dan 91 persen tak<br />

keberatan seandainya Perdana Menteri Singapura<br />

berasal dari keturunan Melayu. “Generasi<br />

sebelumnya mungkin masih menyimpan prasangka<br />

rasial, tapi tidak generasiku dan generasi<br />

anakku,” kata Edmund Lam, warga Singapura.<br />

Suppiah Dhanabalan masih tak yakin Singapura<br />

sudah siap menerima perdana menteri<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Perdana Menteri<br />

Singapura Lee Hsien<br />

Loong<br />

ASIAONE<br />

non-Tionghoa. “Masih perlu waktu lama....<br />

Lihat saja Amerika. Butuh berapa lama hingga<br />

seorang Katolik bisa terpilih menjadi presiden?”<br />

kata Dhanabalan. Dia menduga responden<br />

survei Sekolah Rajaratnam hanya memberikan<br />

jawaban yang “benar”, bukan jawaban yang<br />

mereka yakini.<br />

Sentimen rasial mungkin tak akan bisa dikikis<br />

sampai habis, tapi PM Lee Hsien Loong yakin<br />

kesempatan bagi non-Tionghoa menggantikannya<br />

bakal makin besar. Syaratnya, dia harus<br />

bisa mendapatkan dukungan dari komunitas<br />

Tionghoa maupun India dan Melayu.<br />

“Jika Singapura pada 1955 bisa menerima seorang<br />

Yahudi sebagai menteri besar, aku tak<br />

melihat alasan untuk percaya bahwa 53 tahun<br />

kemudian, Singapura sudah mundur sedemikian<br />

jauh hingga tak bisa menerima warga<br />

non-Tionghoa sebagai perdana menteri,” kata<br />

Tommy Koh, pensiunan diplomat.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

●●●<br />

Pada 1994, Tharman Shanmugaratnam divonis<br />

bersalah oleh pengadilan lantaran dianggap<br />

telah membocorkan rahasia negara. Hakim<br />

menghukum Tharman—kala itu Direktur Ekonomi<br />

di Otoritas Moneter Singapura—denda<br />

sebesar Sin$ 1.500 atau sekitar Rp 15,5 juta<br />

GENERASI SEBELUMNYA MUNGKIN MASIH<br />

MENYIMPAN PRASANGKA RASIAL, TAPI TIDAK<br />

GENERASIKU.”<br />

dengan nilai tukar hari ini. Denda tak seberapa<br />

untuk ukuran Singapura.<br />

Hukuman dari pengadilan tak membuat karier<br />

Tharman suram. Karier alumnus Universitas<br />

Cambridge dan Universitas Harvard itu malah<br />

terus bersinar. Setelah sempat memimpin Otoritas<br />

Moneter Singapura, Tharman terjun ke<br />

dunia politik. Dia terpilih menjadi anggota parlemen<br />

pada 2001 merangkap anggota kabinet.<br />

“Dia akan memberi kontribusi besar bagi pemerintah,”<br />

David Hale, Kepala Ekonom Zurich Financial<br />

Services, kala itu meramal. Ramalan Hale<br />

tak meleset. Empat tahun lalu, Partai Aksi Rakyat<br />

menunjuk Tharman, 58 tahun, menjadi Wakil<br />

Perdana Menteri Singapura merangkap Menteri<br />

Keuangan, mendampingi Lee Hsien Loong.<br />

Dalam pemilihan umum Singapura beberapa<br />

pekan lalu, Tharman jadi salah satu bintangnya.<br />

Dengan gayanya yang kalem dan luwes, pria<br />

keturunan Sri Lanka Tamil itu bisa diterima oleh<br />

komunitas India maupun komunitas Tionghoa<br />

dan Melayu. Di depan massa Partai Aksi, yang<br />

mayoritas keturunan Tionghoa, Tharman menyelipkan<br />

satu puisi kuno Tiongkok. Tepuk<br />

tangan bergemuruh.<br />

“Rakyat Singapura ingin melihat bagaimana<br />

Tharman mengubah wajah kepemimpinan<br />

Partai.... Satu-satunya orang yang aku pikir<br />

bisa melakukan hal itu dengan meyakinkan<br />

dan menjangkau warga Singapura lintas etnis<br />

adalah Tharman,” analis politik, Catherine Lim,<br />

memuji Tharman.<br />

Dengan posisinya sekarang, Tharman berada<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Tharman<br />

Shanmugaratnam<br />

TODAYONLINE<br />

di jalur untuk menggantikan PM Lee Hsien Loong.<br />

Putra sulung Lee senior ini sudah menjabat<br />

Perdana Menteri Singapura sejak 2004 dan<br />

berencana mundur pada 2020. Ayahnya, Lee<br />

Kuan Yew, dan dia sendiri sama-sama pernah<br />

jadi orang nomor satu di Negeri Singa. Tapi<br />

anak-anaknya, menurut PM Lee, tak tertarik<br />

mengikuti jejak ayahnya maupun kakeknya.<br />

“Anak-anak memang berbeda. Orang tua selalu<br />

berharap mereka bisa terbang tinggi, tapi mereka<br />

punya alamnya sendiri,” kata PM Lee.<br />

Apakah lima tahun lagi, seandainya PM Lee<br />

benar-benar mundur, Singapura sudah bisa<br />

menerima keturunan Tamil seperti Tharman sebagai<br />

perdana menteri? Kepada penulis kolom di<br />

Washington Post, Fareed Zakaria, tiga bulan lalu,<br />

Tharman mengatakan itu hanya soal waktu. Tapi<br />

Tharman menghindar saat ditanya Fareed soal<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Tharman<br />

Shanmugaratnam<br />

TODAYONLINE<br />

kemungkinan dia menggantikan PM Lee.<br />

“Dalam olahraga, aku pilih bermain di tengah<br />

ketimbang di depan. Aku menikmati bermain<br />

di belakang dan memberikan umpan-umpan<br />

panjang, tapi aku bukan seorang penyerang,”<br />

Tharman menganalogikan posisinya di lapangan.<br />

Tapi, paling tidak, Tharman sudah berhasil<br />

merebut hati sebagian komunitas Tionghoa<br />

di Singapura. “Dia sudah cukup Tionghoa di<br />

mataku,” kata Teng Lang, warga Singapura. ■<br />

SAPTO PRADITYO | REUTERS | STRAITSTIMES | ASIAONE |<br />

CHANNELNEWSASIA | SCMP<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

BUKAN<br />

SURGA<br />

DI KOREA<br />

SELATAN<br />

“MEREKA TAK TAHU<br />

BAGAIMANA HARUS<br />

BERKOMPETISI. MEREKA<br />

HANYA BERMIMPI.”<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Hyeonseo Lee, pembelot<br />

dari Korea Utara<br />

SCMP<br />

DULU, sebelum Perang Korea, mereka<br />

adalah satu keluarga besar. Hampir<br />

tak ada beda di antara mereka. Tapi<br />

kini Korea Selatan dan Korea Utara<br />

merupakan dua dunia yang sangat jauh berbeda.<br />

Jarak kedua rakyat negara itu sekarang bak<br />

bumi dengan bulan.Kim Kyeong-il, 27 tahun,<br />

paham betul bagaimana beda kehidupan di<br />

Utara dan Selatan. “Aku seperti orang dari tahun<br />

1970-an yang ditaruh di atas mesin waktu<br />

dan dilemparkan ke abad ke-21,” kata Kyeong-il<br />

beberapa waktu lalu. Setelah upaya pertama<br />

gagal dan mereka sempat tertangkap, dia dan<br />

keluarganya berhasil lari dari Korea Utara pada<br />

2005. Ayah Kyeong-il meninggal dalam penjara.<br />

Tiba di seberang, Kyeong-il masuk sekolah<br />

khusus bagi para pembelot dari Korea Utara.<br />

Dia beruntung diterima di kampus ngetop, di<br />

Jurusan Bahasa Cina Universitas Korea. Tapi<br />

jalan tak semulus yang dikira Kyeong-il. Di<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

kampus, dia kesulitan mengikuti kuliah lantaran<br />

kemampuan bahasa Inggrisnya jeblok.<br />

Bukan cuma karena bahasa Inggrisnya yang<br />

kurang lancar, Kyeong-il juga kesulitan memahami<br />

kuliah dari dosen lantaran banyak sekali<br />

perbedaan antara bahasa Korea di Utara dengan<br />

bahasa sehari-hari di Selatan. “Di Selatan,<br />

mereka banyak sekali memakai bahasa Konglish,<br />

bahasa serapan dari bahasa Inggris.... Kami<br />

harus berlatih membiasakannya,” kata Joo<br />

Yang, pembelot lain dari Korea Utara. Gadis<br />

AKU SEPERTI ORANG DARI TAHUN 1970-AN<br />

YANG DITARUH DI ATAS MESIN WAKTU DAN<br />

DILEMPARKAN KE ABAD KE-21.”<br />

itu lari dari Utara lima<br />

tahun lalu.<br />

Para pembelot dari<br />

Utara lari ke Selatan<br />

dengan membawa harapan sangat muluk. Di<br />

Utara, mereka terbiasa hidup dengan makanan<br />

yang serbaterbatas. “Aku melihat sendiri orangorang<br />

yang mati kelaparan di jalan,” kata Lee<br />

Hyeon-seo, gadis asal Hyesan. Di Utara, kebebasan<br />

pun sangat sempit. Paling tidak sekali<br />

sebulan, menurut Hyeon-seo, petugas pemerintah<br />

datang ke setiap rumah hanya untuk<br />

memastikan ada foto Kim Il-sung, Kim Jong-il,<br />

dan belakangan, Kim Jong-un, terpasang paling<br />

tinggi di dinding rumah.<br />

Di Korea Selatan yang sangat makmur, segala<br />

rupa makanan bisa didapat setiap saat. “Saat<br />

tiba di sini, aku merasa orang-orang Korea<br />

Selatan bisa makan makanan yang di Utara<br />

hanya bisa dinikmati pada acara-acara khusus<br />

setiap hari,” kata Joo Yang. Rata-rata warga<br />

Korea Utara, Joo Yang menuturkan, hanya<br />

mampu menyantap beras jagung kasar setiap<br />

hari. “Tapi, pada hari khusus, seperti hari ulang<br />

tahun Kim Il-sung, mereka bisa menikmati<br />

nasi putih.... Tapi di Selatan, gelandangan pun<br />

makan nasi putih.”<br />

●●●<br />

Dilihat dari Utara, Korea Selatan barangkali<br />

memang tampak seperti surga. Tapi, kenya-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Para pembelot dari Korea Utara<br />

CNBC<br />

taannya, tak gampang<br />

bagi sekitar 27.500<br />

pembelot dari Korea<br />

Utara untuk menikmati<br />

“surga” di Selatan.<br />

Menurut survei Yayasan<br />

Hana, 53,1 persen<br />

pembelot dari Utara menganggur. Rata-rata<br />

gaji mereka yang bekerja juga hanya 1,47 juta<br />

won atau Rp 18 juta, jauh di bawah rata-rata<br />

Korea Selatan, 2,23 juta won atau Rp 27,4 juta.<br />

“Mereka tak dibekali cukup kemampuan<br />

untuk menghadapi persaingan sangat keras di<br />

Selatan,” kata Shin Hyo-sook, ahli pendidikan<br />

di lembaga milik pemerintah di Seoul, Yayasan<br />

Pengungsi Korea Utara.<br />

Sejak kecil hidup di lingkungan yang selalu<br />

diatur penguasa di Pyongyang, para pembelot<br />

ini hampir tak kenal namanya kompetisi. Apalagi<br />

persaingan dalam hal pendidikan dan men-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Joo Yang, pembelot dari<br />

Korea Utara<br />

CNBC<br />

cari pekerjaan di Korea Selatan luar biasa ketat.<br />

Sejak kecil, anak-anak di Korea Selatan biasa<br />

belajar keras hingga larut malam. Tak aneh jika<br />

rata-rata nilai sekolah anak-anak Korea Selatan<br />

salah satu yang tertinggi di dunia.<br />

Sudah tiga tahun Sam Kim, 22 tahun, tinggal<br />

di Korea Selatan, tapi dia masih kesulitan mengikuti<br />

pelajaran matematika dan bahasa Inggris<br />

untuk anak SMA. Padahal dia masih menyimpan<br />

cita-cita. “Aku ingin menjadi insinyur,” kata<br />

Kim dua bulan lalu. Cerita seperti Sam Kim<br />

sudah jadi hal biasa di antara para pembelot.<br />

Menurut sejumlah perusahaan di Selatan<br />

yang berniat merekrut para pembelot dari Utara,<br />

kemampuan saudara mereka dari seberang<br />

perbatasan ini memang di bawah standar, bahkan<br />

untuk seorang yang bergelar insinyur sekalipun.<br />

Jang Kap-dong, staf bagian rekrutmen<br />

di perusahaan manufaktur, punya pengalaman<br />

berurusan dengan insinyur dari Utara.<br />

Sang insinyur, kata Kap-dong, tak bisa mengenali<br />

bagian mesin yang sederhana sekalipun.<br />

Dia menaksir kualitas insinyur dari Utara<br />

ini kurang-lebih hanya setara dengan lulusan<br />

SMA di Korea Selatan. “Mereka sepertinya<br />

berpikir bahwa semua orang di Korea Selatan<br />

kaya raya dan mereka bisa mendapat uang<br />

dengan cepat. Mereka tak tahu bagaimana<br />

harus berkompetisi. Mereka hanya bermimpi,”<br />

kata Jang Kap-dong.<br />

Pemerintah Korea Selatan sebenarnya sudah<br />

membuat rupa-rupa program untuk membantu<br />

para pembelot dari Utara untuk beradaptasi<br />

dengan “rumah” baru mereka. “Mereka sudah<br />

mempertaruhkan hidupnya untuk mendapatkan<br />

kebebasan. Menjadi kewajiban kami untuk<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

MEREKA SEPERTINYA BERPIKIR<br />

BAHWA SEMUA ORANG DI<br />

KOREA SELATAN KAYA RAYA.”<br />

membantu mereka,” kata Jeong Chong-hun,<br />

profesor di Universitas Yonsei. Kampus Yonsei<br />

menyediakan program khusus bagi puluhan<br />

saudara mereka yang datang dari Utara.<br />

Tapi mereka memang datang dari “dunia lain”.<br />

“Ada banyak sekali hal baru yang harus kami<br />

pahami, seperti mesin uang tunai, kartu untuk<br />

naik kereta, eskalator, dan toilet duduk,” kata<br />

Joo Yang. Kelas persiapan tinggal di Selatan<br />

selama tiga bulan, menurut Lee Se-hoon, 24<br />

tahun, juga jauh dari cukup. Apalagi sebagian<br />

besar materi hanya disampaikan<br />

di dalam kelas. “Apa yang kami pelajari<br />

sulit dipraktekkan.... Selama seminggu,<br />

aku belajar sendiri lebih banyak di luar<br />

kelas ketimbang tiga bulan dalam kelas,”<br />

kata Se-hoon.<br />

Janji-janji yang ditebar dalam kelas adaptasi<br />

oleh pengajar ternyata juga tak gampang dipenuhi.<br />

“Di Sekolah Hanawon, mereka bilang<br />

kami bisa mendapat 3-5 juta won atau Rp 37-<br />

61 juta per bulan jika kami bekerja keras... tapi<br />

akhirnya kami harus menghadapi kenyataan<br />

bahwa harapan itu salah,” ujar Kim Gwanghyuk,<br />

29 tahun.<br />

Pengalaman buruk di kampung halaman dan<br />

hidup susah di negeri orang membuat sebagian<br />

pembelot frustrasi. Beberapa pembelot dari<br />

Utara hidupnya berakhir tragis. Tahun ini saja,<br />

ada delapan pembelot dari Korea Utara yang<br />

bunuh diri. “Ini isu yang sangat serius.... Para<br />

pembelot dari Utara yang mempertaruhkan<br />

hidupnya supaya bisa tinggal di Korea Selatan<br />

memilih mengakhiri hidupnya sendiri,” kata<br />

Won Hye-young, anggota parlemen Korea<br />

Selatan.<br />

Angka bunuh diri di kalangan pembelot ini<br />

memang mencemaskan. Survei Yayasan Hana<br />

terhadap 1.785 pembelot mengungkap fakta<br />

kurang sedap. Paling tidak 20,5 persen dari<br />

pembelot pernah berpikir untuk menamatkan<br />

hidupnya sendiri dalam setahun terakhir. Angka<br />

itu tiga kali lebih tinggi daripada rata-rata warga<br />

Korea Selatan, yakni 6,8 persen. Padahal, di<br />

antara negara-negara maju, angka bunuh diri<br />

di Korea Selatan paling tinggi.<br />

Kendati tak lagi hidup dalam ketakutan, mengutip<br />

hasil penelitian lain pada 2013, menurut<br />

Kim Young-woo, anggota parlemen Korea Selatan<br />

dari Partai Saenuri, 78,6 persen pembelot<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


INTERNASIONAL<br />

Para pembelot dari<br />

Korea Utara tengah<br />

belajar di SMA<br />

Hangyeore<br />

GUARDIAN<br />

merasa tak bahagia di Korea Selatan. Apalagi di<br />

rumah barunya, para pembelot dari Korea Utara<br />

ini kadang mendapat perlakuan kurang ramah.<br />

“Di kampus, jika aku mengatakan dari mana<br />

asalku, orang-orang memandangku seperti<br />

orang asing, seolah-olah alien dari bulan,” kata<br />

Yu Sung-kim. Logat bahasanya yang terdengar<br />

asing juga acap jadi bahan lelucon. “Kadang<br />

aku pikir, bisa hidup di Selatan merupakan satu<br />

keberuntungan tapi sekaligus ketidakberuntungan.”<br />

■ SAPTO PRADITYO | CHOSUNILBO | CSM | SCMP | GUARDIAN<br />

| BUSINESSINSIDER | CNN<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


Tap judul untuk<br />

baca artikel<br />

KEITH MARTIN<br />

IKUT ARISAN<br />

AMAL<br />

CLARISSA TAMARA<br />

VIOLINIS<br />

TERCEPAT<br />

JON HAMM<br />

AKHIRNYA<br />

MENANG!<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


PEOPLE<br />

PEOPLE<br />

KEITH MARTIN<br />

IKUT ARISAN AMAL<br />

KEITH Martin rupanya tertarik<br />

pada kegiatan yang populer<br />

dilakukan di Indonesia:<br />

arisan. Namun arisan yang<br />

diikuti penyanyi asal Amerika Serikat ini<br />

bukanlah sembarang arisan.<br />

Keith bergabung dengan Positive<br />

Charity Selebs Sosialita, yang digelar di<br />

Panti Asuhan Putra Utama, Duren Sawit,<br />

Jakarta Timur. “Saya senang bisa ikut<br />

berbagi dengan anak-anak,” ujar Keith.<br />

Selain memasok arisan, pelantun<br />

Because of You ini menghibur anak-anak<br />

dengan nyanyian. Dia juga bermain aneka<br />

game yang dipersembahkan untuk<br />

anak-anak.<br />

Keith mengaku siap mengikuti arisan<br />

lagi selama tinggal di Indonesia dan tidak<br />

ada kegiatan. “Kalau memang bisa, saya<br />

akan ikut lagi bulan depan,” ujar pria 48<br />

tahun ini.<br />

Sejak Maret 2015, Keith memang memutuskan<br />

tinggal sementara di Indonesia.<br />

Selama di Indonesia, penyanyi RnB<br />

ini masih melakukan kegiatan menyanyi,<br />

baik on air maupun off air. n<br />

ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />

Tap untuk kembali<br />

ke Indeks People<br />

FOTO: REUTERS<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


PEOPLE<br />

PEOPLE<br />

CLARISSA TAMARA<br />

VIOLINIS TERCEPAT<br />

SEDARI kecil, Clarissa Tamara<br />

berteman dengan musik. Gadis<br />

16 tahun ini bahkan tertarik<br />

pada biola sejak berumur 3,5<br />

tahun dan sudah piawai memainkannya.<br />

Ketika Clarissa berumur 5 tahun, orang<br />

tuanya, yang juga berkecimpung di dunia<br />

musik, mendaftarkannya dalam Kids<br />

Talent Contest dan langsung menyabet<br />

juara 1.<br />

Dara yang akrab disapa Icha ini juga<br />

telah meluncurkan dua album, 8 dan<br />

9 Gifts of Christmas. Dalam albumnya,<br />

Icha memasukkan berbagai unsur musik,<br />

seperti pop, dangdut, dan jazz.<br />

Icha pernah mendapat penghargaan<br />

Anugerah Musik Indonesia 2009 sebagai<br />

Artis Terbaik dan Karya Produksi Terbaik<br />

dalam bidang instrumentalia.<br />

Salah satu penghargaan yang paling<br />

menarik adalah Icha berhasil mencatat<br />

rekor dunia pada Badan Record Holder<br />

Republic sebagai The Fastest Violinist<br />

dengan kecepatan 273 bpm (beat per<br />

minute) dalam waktu 49,42 detik.<br />

Meski sangat mencintai musik, Icha<br />

ternyata punya cita-cita lain. “Saya suka<br />

anak-anak, jadi saya ingin menjadi seorang<br />

dokter anak,” ujar Icha. n<br />

ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />

Tap untuk kembali<br />

ke Indeks People<br />

FOTO: DETIKCOM<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


PEOPLE<br />

JON HAMM<br />

AKHIRNYA MENANG!<br />

LIMA belas kali menjadi nomine<br />

dalam Emmy Awards, Jon<br />

Hamm tak pernah menang.<br />

Tapi kini, pada tahun kedelapan,<br />

impiannya membawa pulang piala<br />

terwujud.<br />

Hamm berhasil memenangi kategori<br />

Outstanding Lead Actor dalam<br />

serial Mad Men. Dalam serial tersebut,<br />

Hamm berperan sebagai Don Draper,<br />

seorang pria brilian tapi pemarah dan<br />

bermasalah.<br />

“Jelas, pasti ada kesalahan. Tidak<br />

mungkin saya yang menang di antara<br />

pria-pria luar biasa itu,” komentar<br />

Hamm setelah menerima award diiringi<br />

riuh tepuk tangan teman-temannya.<br />

Hamm mengatakan keberhasilannya<br />

tidak terlepas dari peran orang-orang<br />

yang terlibat dalam Mad Men: para<br />

pemain lain, penulis, dan seluruh kru.<br />

“Tak mungkin saya bisa berdiri di sini<br />

tanpa mereka semua,” kata pria kelahiran<br />

10 Maret 1971 ini. Ia juga berterima<br />

kasih kepada mantan kekasihnya, Jennifer<br />

Westfeldt.<br />

Hamm jatuh-bangun di dunia akting<br />

sejak 1992. Setelah beberapa kali<br />

berperan dalam serial televisi, Hamm<br />

akhirnya mendapat peran di layar lebar<br />

dalam film Space Cowboys pada 2000.<br />

Hingga kini setidaknya Hamm telah<br />

bermain dalam 19 film. Di dunia serial<br />

televisi, nama Hamm telah sangat dikenal.<br />

Dia juga menjadi produser dalam<br />

serial Mad Men. n ADELINE WAHYU | KEN YUNITA<br />

Tap untuk kembali<br />

ke Indeks People<br />

FOTO: MIKE BLAKE/ REUTERS<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

BUDAYA<br />

Dalam Lena Rayuan<br />

BASOEKI ABDULLAH<br />

ANGGAPAN SINIS SEPANJANG HIDUPNYA JUGA TAK PERNAH BERAKHIR. PELUKIS<br />

SALON, PENGANUT MOOI INDIES, KEBARAT-BARATAN, MATA KERANJANG, PLAYBOY, DAN<br />

PERAYU PEREMPUAN.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN BUDAYA<br />

BASOEKI Abdullah pemilih<br />

dan perfeksionis, bukan<br />

sombong dan elitis. Dia<br />

terlalu tinggi bagi kalangan<br />

yang tak memungkinkan<br />

dekat dengan diri dan dunianya.<br />

Untuk melihat pamerannya<br />

saja harus bayar, sesuatu<br />

yang di luar kebiasaan di Indonesia, dulu<br />

hingga sekarang.<br />

Tahun ini genap 100 tahun kelahiran mendiang<br />

pelukis Basoeki Abdullah. Lahir di Solo, 27<br />

Januari 1915, dari ayah R. Abdullah Surjosubroto<br />

dan ibu Ngadisah. Perayaannya di Museum<br />

Nasional Jakarta, 21-30 September 2015, bertajuk<br />

“Rayuan: 100 Tahun Basoeki Abdullah”<br />

Basoeki Abdullah melukis Ratu<br />

Timur, Ratu Mangkunegara,<br />

1941 (kiri) dan potret Ratu<br />

Timur, Ratu Keraton Kasunanan<br />

Surakarta, 1941<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

BUDAYA<br />

dengan gelaran utama pameran<br />

40 lukisan Basoeki Abdullah<br />

bertema potret, pemandangan<br />

alam, mitologi, dan keperempuanan.<br />

Pameran yang diorganisasi<br />

Museum Basoeki Abdullah ini<br />

dikuratori Mikke Susanto dan<br />

Bambang Asrini Wijanarko.<br />

Empat puluh lukisan yang<br />

dipamerkan merupakan koleksi<br />

Museum Basoeki Abdullah,<br />

Kementerian Pendidikan dan<br />

Kebudayaan RI, Galeri Nasional<br />

Indonesia, Museum Seni Rupa<br />

dan Keramik, Cemara 6 Gallery,<br />

serta kolektor individu. Sejumlah<br />

lukisan milik Istana Presiden RI<br />

hanya ditampilkan dalam bentuk<br />

reproduksi, juga karya-karya<br />

yang berada di luar negeri.<br />

Cucu tokoh pergerakan nasional<br />

dr Wahidin Sudiruhusodo ini<br />

Bersama istri dan putrinya,<br />

Nataya Nareerat dan Sidhawati<br />

dianggap sebagai sosok pelukis<br />

yang paling dikenal di Indonesia<br />

karena telah memberi warna<br />

dalam praktek dan wacana seni<br />

rupa modern Indonesia.<br />

Basoeki Abdullah tumbuh dalam<br />

naungan keluarga yang moderat,<br />

terbuka dalam atmosfer<br />

intelektual (priayi) yang kuat. Ia<br />

berada dalam lingkungan budaya<br />

Jawa yang kental sekaligus pola<br />

berpikir Barat serta tetap berpegang<br />

teguh pada spiritualitas<br />

Katolik-Jawa.<br />

Persentuhannya dengan budaya<br />

Jawa diawali saat ia lahir, di<br />

lingkungan inti budaya Jawa, Keraton<br />

Kasunanan Solo. Ia merawatnya<br />

dengan caranya sendiri:<br />

menari, mendengarkan musik<br />

gamelan, dan melukis berbagai<br />

kisah dan kepercayaan Jawa.<br />

Basoeki Abdullah kerap menari<br />

bersama GRM Dorojatun (Sri<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

BUDAYA<br />

Sultan Hamengku Buwono IX).<br />

Lukisan pertamanya berjudul Potret Mahatma Gandhi dengan<br />

media pensil di atas kertas yang dia bikin saat kelas IV HIS<br />

Solo. Setamat AMS Solo, pada 1935 Basoeki belajar di Koninklijke<br />

Academie van Beeldende Kunsten, Den Haag, Belanda, lulus dua<br />

tahun kemudian. Lalu melanjutkan studi pada 1937 di Academy<br />

Fine Art di Roma dan Paris.<br />

Pada 1937, Basoeki menikahi perempuan Belanda, Josephine, 20<br />

tahun, di Belanda, lalu kembali ke Indonesia. Setahun kemudian<br />

lahir putri pertamanya, Saraswati, di Jakarta. Setelah pernikahan<br />

mereka berakhir, Basoeki menikah dengan perempuan Belanda,<br />

Maria Michel (Maya), pada 1944, lalu berangkat kembali ke Eropa<br />

untuk berkarya di Belanda.<br />

Pada 1959, Basoeki menikah dengan perempuan Muangthai,<br />

Somwang Noi, dari Chiangmai, tapi usia pernikahan ini hanya dua<br />

tahun. Perkenalannya de ngan Nataya Nareerat, yang juga dari Muangthai,<br />

pada 1962 mengantarnya pada pernikahan ke-4, setahun<br />

kemudian. Basoeki pulang ke Indonesia, tinggal di Hotel Indonesia<br />

bersama Nataya. Putri mereka lahir pada 1972, Sidhawati.<br />

Sepanjang hidupnya, Basoeki Abdullah setidaknya telah berpameran<br />

tunggal hingga 47 kali, 1933-1993 (70 tahun), tapi tak satu<br />

pun menyajikan aspek-aspek yang terkait dengan kesejarahan<br />

Fatmawati, 1943<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

BUDAYA<br />

maupun catatan dokumen untuk memberitakan<br />

kepada publik tentang bagaimana dirinya<br />

selama ini bekerja. Mungkin baru kali inilah<br />

yang pertama.<br />

Menurut Nataya, sang istri, seperti tertulis<br />

di katalog pameran, Basoeki Abdullah tidak<br />

pernah melukis di bawah sorot lampu. Dia<br />

harus melukis di bawah sinar matahari. Kalau<br />

inspirasinya muncul, misalnya malam hari, dia<br />

membuat sketsa.<br />

Proses kreatif yang dijalani adalah membuat<br />

sketsa dan melakukan pengamatan langsung di<br />

lapangan, tidak hanya mengandalkan imajinasi<br />

dan fantasi. Dia juga akan mengenakan jubah<br />

putih khusus untuk melukis.<br />

Nyai Roro Kidul sang penguasa Laut Selatan<br />

serta legenda Joko Tarub memberi kesan<br />

tersendiri bagi Basoeki sehingga dilukis berkalikali.<br />

Hal ini diawali ketika Basoeki tinggal di<br />

Yogya pada usia belasan tahun sebelum belajar<br />

Djoko Tarub #3 (kiri) dan Djoko Tarub<br />

#4, 1956, koleksi Istana Presiden RI<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

BUDAYA<br />

Melukis Tien Soeharto di Jalan<br />

Cendana, 1968<br />

ke Belanda, dia sering berdiam diri di Pantai<br />

Parangtritis.<br />

Setelah dewasa, keinginan melukis Nyai Roro<br />

Kidul tak tertahankan lagi. Dicarinya model<br />

yang sekiranya mewakili kecantikan dan keanggunan<br />

Nyai Roro Kidul. Perempuan itu bernama<br />

Nyonya Harahap, istri seorang dokter.<br />

Setelah dilukis, Nyonya Harahap menderita<br />

kanker dan wafat. Pada mulanya, Basoeki<br />

menganggap wafatnya model tersebut hanya<br />

kebetulan. Setelah tiga kali melukis Nyai Roro<br />

Kidul, semua modelnya mengalami hal yang<br />

kurang menyenangkan, dia akhirnya menyadari<br />

hal itu.<br />

Sampai Basoeki meninggal, dia telah melukis<br />

Nyai Roro Kidul sebanyak enam kali. Lukisan<br />

yang Nyonya Harahap sebagai model akhirnya<br />

menjadi koleksi Presiden Sukarno dan kini<br />

dipajang di Istana Presiden Yogyakarta.<br />

Djoko Tarub pun dibuat Abdullah hingga<br />

enam seri, berisi tujuh bidadari turun mandi di<br />

sungai dan satu pemuda bernama Joko Tarub<br />

mencuri salah satu selendang milik bidadari.<br />

Basoeki menggunakan seorang model untuk<br />

memperagakan gesture setiap bidadari.<br />

Lukisan ini pertama kali dibuat atas pesanan<br />

khusus Presiden Sukarno untuk dipasang di<br />

Istana Merdeka. Uniknya, yang dipesan Bung<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

BUDAYA<br />

Karno, jumlah bidadarinya cuma enam, bukan tujuh sebagaimana<br />

lima lukisan lainnya dan sebagaimana legenda Jawa itu dituturkan<br />

turun-temurun. Sampai sekarang tidak ada penjelasan mengapa<br />

bidadari untuk Bung Karno hanya enam.<br />

Sukarno dan Basoeki Abdullah bagai keping mata uang. Rekto<br />

verso. Mereka adalah “dua serangkai” de ngan selera estetik yang<br />

sama yang terselip di antara gejolak revolusi dan pergerakan kemerdekaan<br />

republik ini.<br />

Perkenalannya dengan Sukarno terjadi sejak sebelum Basoeki<br />

sekolah ke Belanda. Hubungan mereka mulai terjalin dari urusan<br />

selera sebagai laki-laki yang melahirkan puluhan lukisan telanjang<br />

yang dikoleksi Sukarno, yang kini ada di Istana Presiden. Juga sepanjang<br />

1943-1960-an, Sukarno memesan lukisan potret diri dan<br />

istri-istrinya, yakni Fatmawati, Hartini, dan Ratna Sari Dewi.<br />

Perempuan menjadi penting dalam ranah kreatif Basoeki Abdullah.<br />

Ideologi bahwa lukisan merupakan medan yang memberi<br />

kelebihan dibanding realitas adalah ide yang selalu dipegangnya.<br />

Lukisan harus lebih indah dari aslinya.<br />

Ada yang menyebut Basoe ki Abdullah mengeksploitasi perempuan,<br />

terutama dalam lukisan telanjang. Konsep ketelanjangan<br />

yang tersirat dari lukisan Basoeki lebih pada mengambil alih pose<br />

Nyai Roro Kidul, 1955, koleksi<br />

Istana Presiden RI<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

BUDAYA<br />

tentang keindahan tubuh dengan efek geraknya.<br />

Dia tidak pernah melukis dalam posisi tubuh yang vulgar atau<br />

mengeksploitasi seks. Dia menerapkan komposisi akademis, seperti<br />

pandangan para pelukis Eropa lainnya. Setidaknya ada 300<br />

karya lukisan perempuan telanjang yang pernah dibuatnya.<br />

Basoeki Abdullah tutup usia pada 5 November 1995 setelah dipopor<br />

senjata oleh orang yang hendak mencuri di kediamannya.<br />

Pelukis besar ini dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta.<br />

Indonesia bukan sekadar tempat Basoeki Abdullah berasal, tapi<br />

juga inspirasi dan ruang melabuhkan segenap jiwa-raganya. Melalui<br />

lukisan pemandangan, dia menatap Indonesia dengan citra tersendiri,<br />

hingga membawa namanya sebagai duta budaya dan diplomasi<br />

yang menyatakan Indonesia sebagai the land of endless beauty.<br />

Dia pun telah meninggalkan jejak berupa rayuan. Bukan perkara<br />

perilakunya, melainkan dalam konteks lukisan-lukisannya<br />

sebagai salah satu hasil “rayuan atau hiburan (yang menyenangkan)”.<br />

Kebesaran alam, para potret elite, perempuan-perempuan<br />

cantik, dewa-dewi adalah obyek yang menjadi sarana beautifikasi<br />

atau penciptaan kenikmatan baginya. Rayuannya memikat kita<br />

semua. ■ SILVIA GALIKANO<br />

Lukisan Bung Hatta, karakter<br />

tokoh diungkapkan dengan baik<br />

melalui lukisan ini.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

FILM<br />

DUNIA KERJA KREATIF YANG DIISI<br />

ORANG-ORANG MUDA TERNYATA<br />

MEMBUTUHKAN SEORANG PENSIUNAN<br />

DENGAN ETOS KERJA KUNONYA.<br />

TERBUKTI LEWAT PROGRAM MAGANG<br />

SENIOR.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

FILM<br />

Tap untuk melihat Video<br />

Judul: The Intern<br />

Sutradara: Comedy<br />

Skenario: Nancy Meyers<br />

Produksi:<br />

Warner Bros. Pictures<br />

Pemain:<br />

Robert De Niro, Anne<br />

Hathaway, Rene Russo<br />

Durasi:<br />

2 jam 1 menit<br />

BEN Whittaker (Robert De Niro) adalah<br />

pensiunan berusia 70 tahun yang<br />

hilang pegangan setelah kematian istrinya.<br />

Ben tinggal seorang diri di rumahnya<br />

yang resik. Anaknya sudah berkeluarga<br />

dan tinggal di kota lain.<br />

Hari-harinya diisi dengan menyibukkan diri:<br />

ke Starbucks pukul 7 pagi, membeli lasagna<br />

beku porsi satu orang, berlatih yoga dan taichi,<br />

sampai les bahasa Mandarin, tapi tetap saja tak<br />

dapat mengisi kesepiannya. Pernah dia habiskan<br />

tabungan untuk keliling dunia. Tapi, begitu pulang,<br />

dan tak ada siapa pun yang menyambut di<br />

rumah, kembali Ben merasa kehilangan tujuan.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

FILM<br />

Di sebuah sudut jalan, Ben melihat iklan<br />

“magang senior” untuk toko baju online yang<br />

sedang berkembang pesat, About the Fit (ATF).<br />

Dia pun melamar.<br />

Ben diterima bersama empat pemagang<br />

senior dan satu junior, dan ditempatkan di<br />

“bagian umum” untuk sang pemilik ATF, Jules<br />

Ostin (Anne Hathaway). Jules adalah perempuan<br />

stylish berusia 30-an yang bergerak cepat.<br />

Dia bahkan naik sepeda di dalam kantor demi<br />

menghemat waktu. Kadang ikut menerima<br />

telepon keluhan pelanggan untuk sekadar mengecek<br />

basis kliennya, dan memeriksa detail<br />

tampilan website. Jules pun pulang paling akhir.<br />

Kerjanya yang sangat sibuk itu memicu konflik<br />

di keluarga. Ibunya mencereweti agar dia<br />

tidur cukup, suaminya (yang bapak rumah<br />

tangga) resah seiring dengan makin besarnya<br />

perusahaan Jules, dan makin sedikit waktu<br />

bersama putrinya yang masih TK. Belakangan,<br />

ketahuan kalau sang suami berselingkuh.<br />

Dalam keadaan demikianlah Ben masuk kehidupan<br />

Jules dan mengenal keluarga bos barunya<br />

ini. Akankah Ben menggunakan kebijaksa-<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

FILM<br />

The Intern menguarkan<br />

humor dan kesedihan yang<br />

sama porsinya.<br />

naannya untuk ikut menyelesaikan<br />

masalah pekerjaan dan keluarga<br />

Jules, sekaligus menemukan arti<br />

baru dalam hidupnya sendiri?<br />

Dengan cerita dan alur yang standar,<br />

The Intern bisa tampil menggigit<br />

dan seja lan dengan perkembangan<br />

dunia kerja terbaru. Jangan tertukar<br />

film ini dengan The Internship yang<br />

diperankan Owen Wilson dan Vince<br />

Vaughn pada 2013.<br />

The Intern menguarkan humor<br />

dan kesedihan yang sama porsinya, dengan<br />

tone mewah dan lembut. Suguhannya “sesuai<br />

yang dijanjikan”, tak kurang, tak lebih. Bukan<br />

berarti karya ini buruk, melainkan pelajaran<br />

yang dapat dipetik, perasaan yang diperoleh,<br />

dan kebijaksanaan yang tersampaikan setara<br />

dengan tiket yang dibeli untuk menonton sebuah<br />

film komedi.<br />

Film ini bagai selimut tebal yang membungkus<br />

kita dalam sebuah pelukan nyaman. Jadi<br />

jangan bertanya mengapa film ini tidak dibuat<br />

lebih kasar, lebih tangguh, dan lebih cerdas,<br />

karena memang demikianlah idealnya.<br />

Naskah Meyers punya tone mantap dan<br />

menikung di tempat yang tak disangka-sangka.<br />

Misalnya dia menyelipkan adegan e-mail salah<br />

kirim yang lucu, padahal jika diperhatikan, tidak<br />

bersambungan ke adegan sebelum maupun<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

FILM<br />

sesudahnya.<br />

Jika pernah menonton Something’s Gotta<br />

Give (2003), It’s Complicated (2009), What<br />

Women Want (2000), The Parent Trap (1998),<br />

atau The Holiday (2006), Anda akan paham<br />

mengapa Meyers membuat The Intern seperti<br />

ini. Termasuk subplot masuknya seorang pemijat<br />

profesional (masseur), Fiona (Renee Russo),<br />

yang menarik perhatian Ben.<br />

Walau skenarionya sedikit datar dan standar,<br />

syukurlah aktris-aktornya mengeksekusi kewajiban<br />

mereka dengan cukup baik. De Niro<br />

memainkan karakter nyata dan bisa kita temui<br />

setiap hari, bukan sekadar kumpulan “akting<br />

hebat” dan ekspresi wajah yang kuat. Melihat<br />

Ben menyetir mobil untuk Jules dalam posisi<br />

sopir dan penumpang sambil mengeluarkan<br />

satu-dua kalimat bijak, kita seperti diingatkan<br />

pada peran ikonis De Niro di Taxi Driver (1976)<br />

bersama Jodie Foster.<br />

Hathaway juga memberikan setiap momen<br />

dan kalimat dengan apik, sampai-sampai tak<br />

tega melihatnya menangis hingga merah seluruh<br />

wajahnya.<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015


SENI HIBURAN<br />

FILM<br />

Sinematografer Stephen Goldblatt (The Help<br />

dan Get on Up) membuat tampilan cantik,<br />

meski terlalu teratur dan rapi, hingga karakterkarakternya<br />

terasa seperti berjalan melalui area<br />

ruang pamer furnitur mewah.<br />

The Intern anggun, mulus tanpa cacat, tapi<br />

masih kurang di unsur tegangan dan percikan<br />

semangat yang membuatnya hidup, kecuali<br />

momen ketika Ben dan Jules berseberangan<br />

paham. Pada akhirnya, memang Hathaway dan<br />

De Niro yang menuntaskan tugas menghibur<br />

penonton, bukan Meyers si sutradara atau<br />

Meyers si penulis skenario. ■<br />

SILVIA GALIKANO<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKROBER OKTOBER 2015


FILM PEKAN INI<br />

BLACK MASS<br />

WHITEY Bulger (Johnny Depp) adalah<br />

mafia paling kejam dan kuat asal<br />

Irlandia yang berkuasa di Boston<br />

Selatan, Amerika. Untuk menghindari<br />

jerat hukum, Bulger akhirnya bekerja<br />

sama dengan FBI untuk menangkap kelompok keluarga<br />

mafia Italia.<br />

JENIS FILM: BIOGRAPHY, CRIME,<br />

DRAMA | PRODUSER: BRIAN OLIVER,<br />

JOHN LESHER, BRETT GRANSTAFF,<br />

TYLER THOMPSON | SUTRADARA: SCOTT<br />

COOPER | PENULIS: SCOTT COOPER, MARK<br />

MALLOUK | PRODUKSI: WARNER BROS.<br />

PICTURES | DURASI: 122 MENIT<br />

EVEREST<br />

EVEREST diadaptasi dari buku berjudul<br />

Into Thin Air: A Personal Account of the<br />

Mt. Everest Disaster karya Jon Krakauer,<br />

yang diangkat dari kisah nyata pada 1996.<br />

Sebuah tim penjelajah harus berhadapan<br />

dengan keganasan alam yang ada di Everest ketika<br />

datang badai salju paling ganas yang pernah dihadapi<br />

umat manusia.<br />

JENIS FILM: ADVENTURE, DRAMA,<br />

THRILLER | PRODUSER: TIM BEVAN,<br />

NICKY KENTISH BARNES, ERIC FELLNER,<br />

BRIAN OLIVER, BALTASAR KORMAKUR,<br />

TYLER THOMPSON, EVAN | SUTRADARA:<br />

BALTASAR KORMAKUR | PENULIS:<br />

WILLIAM NICHOLSON, SIMON BEAUFOY<br />

| PRODUKSI: UNIVERSAL PICTURES |<br />

DURASI: 121 MENIT<br />

SELF/LESS<br />

DAMIAN (Ben Kingsley) adalah pengusaha kaya raya yang<br />

sedang sekarat akibat kanker. Sebuah tindakan medis diambil<br />

Damian dengan memindah seluruh ingatannya ke dalam<br />

tubuh yang lebih muda dan sehat (Ryan Reynolds).<br />

Sukses dengan pemindahan tubuh, Damian merasa hidup<br />

kembali. Namun, belakangan, ia mengetahui hal-hal yang diketahui<br />

pemilik tubuh asli. Damian pun mencoba mencari tahu siapa sebenarnya<br />

pemilik tubuh muda yang ia gunakan itu. Sebuah rahasia membawa<br />

Damian ke sebuah organisasi berbahaya.<br />

JENIS FILM: MYSTERY, SCI-FI,<br />

THRILLER | PRODUSER:<br />

RAM BERGMAN, PETER<br />

SCHLESSEL, JAMES D. STERN<br />

| SUTRADARA: TARSEM<br />

SINGH | PENULIS: DAVID<br />

PASTOR, ALEX PASTOR<br />

| PRODUKSI: ENDGAME<br />

ENTERTAINMENT | DURASI:<br />

116 MENIT<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KATALOG<br />

REKAMAN ISU<br />

TANPA PRETENSI ILMIAH<br />

MUNGKIN karena judul dan desain<br />

sampulnya, buku ini sepintas jadi<br />

terkesan seperti diktat kuliah atau<br />

bacaan wajib para mahasiswa ilmu<br />

komunikasi. Padahal isinya adalah kumpulan<br />

tulisan yang pernah muncul dalam rubrik Takrif<br />

di halaman muka Pikiran Rakyat, Bandung.<br />

Total ada 75 artikel yang merekam berbagai<br />

isu aktual dari kacamata guru besar ilmu<br />

komunikasi Universitas Padjadjaran, Profesor<br />

Deddy Mulyana, serta Pemimpin dan Wakil<br />

Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat, Islaminur<br />

Pempasa dan Rahim Asyik, sebagai penulisnya.<br />

Artikel-artikel yang muncul ditulis dengan<br />

sederhana tapi menghibur dan bernas,<br />

meski tak selalu menawarkan solusi. Juga tak<br />

berpretensi ilmiah atau sastrawi. Toh, lewat<br />

tulisan-tulisan itu, pembaca dapat mengangguk<br />

tanda mengerti meski belum tentu setuju.<br />

Mungkin lantaran ketiga penulis punya<br />

latar keilmuan serupa karena pernah belajar<br />

di kampus yang sama, Fikom-Unpad, tulisantulisan<br />

mereka nyaris sewarna. Hanya Rahim<br />

Asyik yang cukup tekun berupaya menampilkan<br />

kata baru atau kata lawas yang lama tak<br />

digunakan, sehingga sangat jarang muncul<br />

dalam percakapan sehari-hari. Ia, misalnya,<br />

menampilkan kata “gelojoh” (rakus, suka makan<br />

banyak), “lantip” (berotak cemerlang, cerdas),<br />

atau “rampat” (sama rata).<br />

JUDUL: KOMUNIKASI, MEDIA, DAN<br />

MASYARAKAT | PENULIS: PROFESOR<br />

DEDDY MULYANA, DKK | PENERBIT:<br />

ROSDA KARYA | TERBITAN: SEPTEMBER<br />

2015 | TEBAL: 267 HALAMAN<br />

MAJALAH DETIK 29 28 SEPTEMBER -- 54 OKTOBER 2015 2014


KATALOG<br />

TERAPI ATASI CEGUKAN<br />

JUDUL:<br />

HINGGA SULIT TIDUR<br />

HYPNOPARENTING |<br />

PENULIS: DEWI P. FAENI<br />

PENERBIT: NOURA BOOKS |<br />

TERBIT: JUNI 2015 | TEBAL: 162<br />

HALAMAN<br />

HIPNOTIS atau hipnoterapi kerap disalahpahami sebagai gendam.<br />

Padahal metode ini sebetulnya dikenal dan dipraktekkan sejak ribuan<br />

tahun sebelum Masehi dalam berbagai bidang kehidupan. Selain untuk<br />

kesehatan, hipnoterapi bisa dimanfaatkan dalam pola pengasuhan anak<br />

dalam keluarga. Sebab, hampir setiap orang tua pasti bakal mengalami saat-saat<br />

kewalahan dan nyaris frustrasi oleh ulah anak-anaknya sendiri. Ada yang sulit diatur,<br />

manja dan tak mandiri, kecanduan main game, suka membantah, malas belajar, dan<br />

segala persoalan lainnya.<br />

Buku ini disusun dengan kemasan populer, bahasa yang mudah dipahami, serta teoriteori<br />

yang sudah disederhanakan agar pembaca bisa langsung mempraktekkan sendiri<br />

metode hypnoparenting di rumah. Dalam bab tentang “Menerapkan Hypnoparenting<br />

di Rumah”, misalnya, penulis memberikan tip bagaimana menghadapi anak usia 4-12<br />

bulan yang sulit tidur hingga menghilangkan cegukan.<br />

Buku ini menjadi istimewa karena ditulis oleh seorang doktor yang di masa kanakkanaknya<br />

pernah mengidap gangguan hiperaktif dan kurang tumpuan (ADHA) serta<br />

disleksia. Tapi, berkat kegigihan orang tuanya membimbingnya, ia justru bisa lulus<br />

SMA di Jerman dengan IPK mendekati 4,0.<br />

MAJALAH DETIK 29 SEPTEMBER - 5 OKTOBER 2014<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


KATALOG<br />

BERHAJI MURAH-MERIAH<br />

MADA, pemuda yang<br />

semula dikenal alim,<br />

mendadak berubah ketika<br />

sang ibunda berpulang.<br />

Ia marah, mempertanyakan kehadiran<br />

Allah SWT, dan akhirnya memutuskan<br />

berkelana ke berbagai negara, yaitu<br />

Thailand, Laos, Vietnam, Tiongkok,<br />

Tibet, Nepal, India, Pakistan, Iran, Teluk<br />

Persia, hingga Arab Saudi.<br />

Mada sangat menikmati perjalanan<br />

backpacker-nya, tapi ternyata tetap<br />

haus akan sesuatu yang baru meskipun<br />

telah mendapatkan banyak hal, yaitu<br />

kenyamanan batin. Cerita demi cerita<br />

pun terjadi dan dialaminya selama<br />

pengembaraannya tersebut, lalu ia<br />

pun mulai tersadar bahwa Tuhan selalu<br />

menemaninya di mana pun dan kapan<br />

pun tanpa ia sadari.<br />

Dalam kondisi kekinian, mungkinkah haji<br />

ditempuh secara backpacker? Ketika ongkos<br />

naik haji selalu naik setiap tahun, menunaikan<br />

ibadah dengan cara ini sepertinya bisa menjadi<br />

alternatif. Tapi, untuk bisa berhaji secara murahmeriah,<br />

tentu saja ada sederet prasyarat yang<br />

harus dipenuhi calon jemaah. Hal itu antara lain<br />

kondisi fisik yang prima dan waktu luang yang<br />

lapang. Sebab, para sahabat di era Rasulullah<br />

pun banyak yang melakukan haji dengan cara<br />

backpacker-an sesuai masanya. Di dalam Al-<br />

Quran, ada gambaran berangkat haji dengan<br />

menunggangi unta yang kurus-kurus lagi kecil,<br />

bahkan tak jarang para sahabat nekat berangkat<br />

haji dalam kondisi yang masih belum aman.<br />

JUDUL: HAJI BACKPACKER 2<br />

| PENULIS: AGUK IRAWAN M.N. |<br />

PENERBIT: IIMAN REAL | TERBITAN: 2014<br />

| TEBAL: 268 HALAMAN<br />

MAJALAH DETIK 29 MAJALAH 28 SEPTEMBER DETIK -- 15 54 OKTOBER - 21 JUNI 2015 2014


AGENDA<br />

BEDAH BUKU KOTA DI DJAWA TEMPO<br />

DOELOE KARYA OLIVIER JOHANNES<br />

NAMAKU NAMA<br />

Oleh Teater Keleng<br />

29 SEPTEMBER 2015<br />

GOR Bulungan, Jakarta Selatan<br />

• 28 SEPTEMBER 2015, PUKUL 13.00 WIB,<br />

UIN SUNAN GUNUNG DJATI, BANDUNG<br />

• 29 SEPTEMBER 2015, PUKUL 13.00 WIB,<br />

UNIVERSITAS PADJADJARAN, BANDUNG<br />

• 30 SEPTEMBER 2015, PUKUL 19.30 WIB,<br />

BALAI SOEDJATMOKO, SOLO<br />

• 1 OKTOBER 2015, PUKUL 14.00 WIB,<br />

INSTITUT SENI INDONESIA, YOGYAKARTA<br />

• 2 OKTOBER 2015, PUKUL 18.00 WIB, TOKO<br />

OEN, SEMARANG<br />

HARI RUMI SEDUNIA<br />

30 SEPTEMBER 2015,<br />

PUKUL 09.00WITA<br />

Aula Prof. Amiruddin, Universitas<br />

Hasanuddin, Makassar<br />

SENLIMA: PERJALANAN<br />

TANPA BATAS<br />

• 1 OKTOBER 2015, PUKUL 18.00<br />

WIB & 20.30 WIB, PPKH UGM,<br />

YOGYAKARTA<br />

• 4 OKTOBER 2015, PUKUL 20.00<br />

WIB, TEATER SALIHARA, JAKARTA<br />

PRESENTATION:<br />

INTERNATIONAL<br />

COFFEE DAY: EXPRESSO<br />

YOURSELF<br />

29 SEPTEMBER 2015, PUKUL<br />

20.30WIB<br />

@america, Pacific Place, Jakarta<br />

NITA AARTSEN &<br />

PATRICK LAUWERENDS<br />

30 SEPTEMBER 2015,<br />

PUKUL 19.30 WIB<br />

Erasmus Huis, Jakarta<br />

SPECIAL PERFORMANCE<br />

DUA RUANG: ARI<br />

LASSO-TULUS<br />

4 OKTOBER 2015,<br />

PUKUL 18.30 WIB<br />

Istora Senayan, Jakarta<br />

Promotor: Garam Production<br />

Yockie Suryo Prayogo<br />

1 & 2 OKTOBER 2015,<br />

PUKUL 20.00 WIB<br />

Nusa Indah Theatre, Balai<br />

Kartini, Jakarta<br />

KOPI DAN PUISI<br />

Bienal Sastra Salihara 2015<br />

SABTU, 3 OKTOBER 2015, PUKUL 16.00-18.30 WIB<br />

Ruang Terbuka Salihara<br />

MAJALAH DETIK 28 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2015


Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />

Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />

Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!