16.05.2013 Views

Dihina di Youtube dan Dipukul JLo Sapa Jakarta Tonnie Cusell Bisa ...

Dihina di Youtube dan Dipukul JLo Sapa Jakarta Tonnie Cusell Bisa ...

Dihina di Youtube dan Dipukul JLo Sapa Jakarta Tonnie Cusell Bisa ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

SABTU, 1 DESEMBER 2012<br />

Selangkah Lagi, Palestina Merdeka<br />

Akhirnya Majelis Umum Perserikatan<br />

Bangsa-Bangsa mengakui<br />

eksistensi negara Palestina. Sebanyak<br />

138 dari 193 negara anggota<br />

PBB menerima <strong>dan</strong> mendukung proposal<br />

keanggotaan negara Palestina.<br />

Voting yang berlangsung menegangkan<br />

<strong>di</strong> Markas Besar PBB <strong>di</strong><br />

New York itu telah mengukir sejarah.<br />

Palestina memperoleh status sebagai<br />

negara peninjau. Status negara<br />

peninjau menempatkan Palestina<br />

pada strata <strong>di</strong>plomatik yang sama<br />

dengan Vatikan.<br />

Dengan status sebagai negara<br />

peninjau, secara teknis Palestina<br />

adalah negara yang berdaulat.<br />

Makna dari status itu adalah, Palestina<br />

akan mempunyai akses ke<br />

organisasi internasional terutama<br />

Mahkamah Internasional <strong>di</strong> Den<br />

Haag. Kedudukan baru Palestina<br />

dalam sistem hukum internasional itu<br />

tentu akan menguntungkan Palestina<br />

untuk memperjuangkan hakhaknya.<br />

Tidak ada lagi justifikasi<br />

untuk mencap Palestina sebagai<br />

kelompok teroris militan.<br />

Selain itu, pengesahan Palestina<br />

sebagai negara peninjau <strong>di</strong> PBB<br />

memiliki simbol politik yang sangat<br />

penting dalam <strong>di</strong>plomasi. Palestina<br />

<strong>di</strong>akui sebagai sebuah negara oleh<br />

masyarakat internasional <strong>dan</strong> memiliki<br />

hak untuk berperan aktif dalam<br />

seluruh organ-organ PBB. Ucapan<br />

selamat pantas kita sampaikan<br />

kepada bangsa Palestina. Perjuangan<br />

<strong>di</strong>plomatik yang berliku <strong>dan</strong><br />

panjang telah membuahkan hasil.<br />

Pengakuan itu adalah modal penting<br />

untuk langkah ke depan.<br />

Perjalanan untuk mencapai<br />

tujuan sebagai negara merdeka <strong>dan</strong><br />

berdaulat seutuhnya mungkin masih<br />

akan sangat panjang. Penolakan<br />

Amerika Serikat <strong>dan</strong> Israel serta tujuh<br />

negara lainnya dalam voting tersebut<br />

mencerminkan peta perjalanan yang<br />

tidak mudah. Sikap keras kepala<br />

Israel tercermin dari pernyataan<br />

Per<strong>dan</strong>a Menteri Benyamin<br />

Netanyahu bahwa keputusan <strong>di</strong> PBB<br />

tidak akan mengubah apapun <strong>di</strong><br />

lapangan. Pernyataan itu jelas<br />

sangat melawan perdamaian.<br />

Dengan eksistensi negara Palestina<br />

saat ini, bangsa Palestina<br />

memiliki akses perjuangan secara<br />

hukum untuk melawan Israel. Perjuangan<br />

melalui jalur hukum tersebut<br />

melengkapi perjuangan rakyat<br />

Palestina melalui jalur <strong>di</strong>plomatik <strong>dan</strong><br />

militer, atau lebih tepatnya, menyempurnakan<br />

strategi totalitas perjuangan<br />

Palestina. Kelahiran negara<br />

Palestina <strong>di</strong> PBB semestinya mendorong<br />

masyarakat internasional<br />

untuk bertindak lebih gigih bagi<br />

kemerdekaan Palestina.<br />

Palestina kini bisa bergabung ke<br />

dalam organisasi-organisasi PBB<br />

serta terlibat dalam perjanjian-perjanjian<br />

internasional. Hal itu seyogyanya<br />

<strong>di</strong>sambut oleh komunitas<br />

internasional untuk bersama-sama<br />

Palestina mempercepat negosiasi<br />

damai dengan Israel. Inilah saatnya<br />

warga dunia, organisasi-organisasi<br />

dunia, <strong>dan</strong> terutama PBB, bersikap<br />

<strong>dan</strong> bertindak cepat menyelesaikan<br />

konflik Israel-Palestina. Tidak sepatutnya<br />

mayoritas warga dunia kalah<br />

oleh sikap antiperdamaian.<br />

Ambiguitas Kurikulum Nonpenjurusan SMA<br />

Stigma ganti menteri ganti kurikulum<br />

masih melekat kuat dalam masyarakat.<br />

Perubahan Kurikulum<br />

Berbasis Kompetensi (KBK) 2004<br />

menja<strong>di</strong> Kurikulum Tingkat Satuan<br />

Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan (KTSP) 2006, belum <strong>di</strong>implementasikan<br />

secara sempurna,<br />

Kementerian Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan <strong>dan</strong> Kebudayaan<br />

sudah merencanakan kurikulum<br />

baru bertema Kurikulum<br />

Perekat Kesatuan Bangsa (KPKB),<br />

mulai tahun ajaran 2013/ 2014.<br />

Mengapa kurikulum sebagai arah<br />

<strong>dan</strong> pedoman pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan begitu<br />

mudah <strong>di</strong>ubah?<br />

Bukankah setiap perubahan<br />

<strong>di</strong>tempuh melalui kajian ilmiah?<br />

Konsep KTSP, misalnya, mengacu<br />

pada argumen ilmiah, pendekatan<br />

mutakhir, background teori belajar<br />

terbaru, <strong>dan</strong> rasional-rasional yang<br />

tak terbantahkan. Toh, selalu ada<br />

alasan untuk mengubah. Tahun depan,<br />

selain perubahan kurikulum SD<br />

berbasis pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan karakter, draf<br />

kurikulum baru SMA menawarkan<br />

tiga alternatif; penjurusan mulai kelas<br />

X, penjurusan berdasarkan minat<br />

pada pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan lanjutan <strong>dan</strong> nonpenjurusan.<br />

Pemerintah cenderung akan<br />

memaksakan alternatif terakhir,<br />

yakni penghapusan jurusan SMA;<br />

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu<br />

Pengetahuan Sosial (IPS), <strong>dan</strong><br />

Bahasa. Sejatinya, penjurusan<br />

memiliki konsep ideal, yaitu menempatkan<br />

siswa sesuai dengan<br />

minat, bakat, <strong>dan</strong> potensi kecerdasan<br />

untuk mempersiapkan spesialisasi<br />

ke jenjang pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan<br />

selanjutnya. Kelemahan tentu ada,<br />

misalnya tidak semua potensi siswa<br />

tercakup dalam tiga jurusan itu, <strong>dan</strong><br />

tidak semua siswa bisa memilih<br />

sesuai dengan minatnya.<br />

Kini, penjurusan menja<strong>di</strong> tidak<br />

relevan ketika siswa akan melanjutkan.<br />

Perguruan tinggi tidak mempersoalkan<br />

secara ketat latar belakang<br />

jurusan SMA. Fakta lain, SMA<br />

yang lulusannya <strong>di</strong>konsep untuk<br />

melanjutkan ke pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan tinggi,<br />

tidak <strong>di</strong>dukung dengan data. Pada<br />

2011, lulusan SMAyang melanjutkan<br />

ke pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan lebih tinggi hanya sekitar<br />

23 persen, sebagian besar (77<br />

persen) tidak bisa melanjutkan karena<br />

kompleksitas persoalan; jumlah<br />

perguruan tinggi terbatas, <strong>dan</strong> biaya<br />

relatif mahal.<br />

Data ini mendorong pemerintah<br />

mengurangi SMA <strong>dan</strong> memperbanyak<br />

Sekolah Menengah Kejuruan<br />

(SMK) secara besar-besaran.<br />

Bahkan <strong>di</strong>target SMA : SMK berban<strong>di</strong>ng<br />

30 : 70 pada 2030. Fakta <strong>dan</strong><br />

data tentang SMAyang mengejutkan<br />

itu membuat pemerintah seolah-olah<br />

ambigu, bingung <strong>dan</strong> tidak jelas<br />

dalam menentukan arah kebijakan<br />

dasar pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan. Ambiguitas itu<br />

melahirkan kebijakan trial and error,<br />

coba <strong>dan</strong> gagal yang terus berulang,<br />

sehingga antara kurikulum lama <strong>dan</strong><br />

baru tidak nyambung.<br />

Mengapa pemerintah tidak<br />

mengevaluasi KTSP, kemu<strong>di</strong>an<br />

memperbaiki dalam kurikulum<br />

baru 2013? Jika benar-benar telah<br />

meletakkan dasar <strong>dan</strong> filosofi pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan<br />

secara benar, perubahan<br />

kurikulum mestinya tidak berkesan<br />

trial and error. Kita prihatin, pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan<br />

menja<strong>di</strong> terjebak terlalu jauh<br />

ke dalam industri. Perubahan-perubahan<br />

kebijakan acap kali tidak<br />

mengedepankan idealisme, tetapi<br />

mengacu pada tarik menarik kepentingan<br />

politik-ekonomi sesaat<br />

yang bisa menghancurkan hakikat<br />

pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan.<br />

Angie sebut Nazarud<strong>di</strong>n orang terjahat.<br />

Terka<strong>dan</strong>g, banyak yang bergantung orang jahat...<br />

* * *<br />

Minta maaf, Bathoegana cium tangan Sinta Nuriyah.<br />

Masih punya rasa takut, rupanya...<br />

(Maunya tangan <strong>di</strong>cium, bukan mencium)<br />

Terbit sejak 11 Februari 1950<br />

PT Suara Merdeka Press<br />

Pen<strong>di</strong>ri : H Hetami<br />

Komisaris Utama : Ir Bu<strong>di</strong> Santoso<br />

Pemimpin Umum: Kukrit Suryo Wicaksono<br />

Pemimpin Redaksi : Amir Machmud NS<br />

Direktur Operasional : Hendro Basuki<br />

Direktur Pemberitaan : Sasongko Tedjo<br />

Direktur SDM : Sara Ariana Fiestri<br />

Penggembosan KPK<br />

Oleh Herie Purwanto<br />

JUMLAH perempuan dengan HIV positif saat ini<br />

makin meningkat. Kebanyakan penularan virus penyakit<br />

itu dari hubungan seks (59%), <strong>di</strong>susul injection drugs<br />

users (IDU, atau pemakaian jarum suntik oleh pecandu<br />

narkoba) 12%, <strong>dan</strong> gabungan keduanya (29%). Secara<br />

nasional kasus HIV positif pada perempuan hanya 25%<br />

dari keseluruhan.<br />

Tetapi secara parsial akhir-akhir ini kasus itu<br />

meningkat, bahkan <strong>di</strong> salah satu kota <strong>di</strong> Indonesia<br />

bagian Timur mencapai 50%. Pengidap sebagian besar<br />

ibu rumah tangga yang pasangan seksualnya sudah<br />

meninggal sehingga ia harus sen<strong>di</strong>rian melawan virus<br />

tersebut, selain membesarkan anak <strong>dan</strong> menja<strong>di</strong> tulang<br />

punggung keluarga.<br />

Menyadari cara penularan yang lebih berpangkal dari<br />

faktor perilaku, khususnya perilaku seks yang tidak sewajarnya<br />

ataupun melalui alat suntik, upaya pencegahan <strong>dan</strong><br />

penanggulangan menja<strong>di</strong> masalah sosial, termasuk<br />

dalam ranah keluarga. Peningkatan jumlah pengidap/<br />

penderita pada ibu rumah tangga <strong>dan</strong> anak, kebanyakan<br />

<strong>di</strong>tularkan dari suami yang heteroseks atau sering<br />

berhubungan seks dengan WTS.<br />

Berdasarkan estimasi Komisi Penanggulangan<br />

AIDS Nasional (KPAN) tahun 2009, laki-laki pembeli<br />

seks <strong>di</strong>perkirakan 3,2 juta orang sehingga menja<strong>di</strong><br />

kelompok berpengaruh dalam penularan <strong>di</strong> rumah tangga.<br />

Perempuan lebih mudah tertular karena kerentanan<br />

biologis. Dalam hubungan seks, permukaan mukosa<br />

perempuan lebih luas (vagina, leher rahim, <strong>dan</strong> rahim)<br />

ketimbang laki-laki yang terpapar cairan (vagina), <strong>dan</strong><br />

cairan itu menetap lebih lama setelah hubungan seks.<br />

Kadar HIV cairan semen lebih banyak ketimbang<br />

kadar HIV cairan vagina. Adapun risiko penularan<br />

lebih tinggi terja<strong>di</strong> pada perilaku seks anal, <strong>di</strong>susul seks<br />

vaginal, <strong>dan</strong> seks oral. Bila perempuan terinfeksi maka<br />

penularan berlanjut ke anak. Penularan bisa terja<strong>di</strong><br />

ketika hamil, melahirkan, ataupun dari air susu ibu<br />

(ASI). Pencegahan penularan virus dari ibu ke anak<br />

bisa <strong>di</strong>lakukan dengan obat antiretro virus (ARV).<br />

Hal itu hanyabisa <strong>di</strong>lakukan bila si ibu HIVpositif,<br />

<strong>dan</strong> <strong>di</strong>ketahui sejak awal saat hamil <strong>di</strong>lakukan<br />

pemeriksaan. Yang menja<strong>di</strong> masalah bila saat hamil<br />

<strong>di</strong>a merasa tidak berisiko, juga <strong>di</strong>dukung perilaku<br />

suami yang ”baik-baik saja” <strong>di</strong> depan istri maka akan<br />

lebih sulit terdeteksi. Tak mudah bagi suami untuk<br />

mengaku suka ”jajan” atau memakai jarum suntik bila<br />

ia pecandu narkoba.<br />

Kemenkes pada Februari 2012 menyebutkan ibu<br />

rumah tangga menempati urutan pertama pengidap<br />

BENARKAH penggembosan terhadap<br />

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal<br />

berlanjut? Isu mengenai topik itu seakan-akan<br />

terus bergulir seiring dengan beberapa fakta<br />

yang memberi kesan memang ada upaya<br />

penger<strong>di</strong>lan peran <strong>dan</strong> kewenangan komisi<br />

antikorupsi itu. Bahkan, beberapa me<strong>di</strong>a menyebut<br />

upaya penggembosan itu <strong>di</strong>lakukan<br />

secara masif <strong>dan</strong> sistemik.<br />

Fakta itu misalnya, terlihat dari upaya legislator<br />

Senayan untuk merevisi UU tentang<br />

KPK, kembalinya sejumlah penyi<strong>di</strong>k Polri<br />

atau jaksa KPK ke lembaga induk, hingga<br />

rapat tertutup antara anggota Komisi III DPR<br />

<strong>dan</strong> mantan penyi<strong>di</strong>k/ penuntut umum KPK.<br />

Penyi<strong>di</strong>k yang pernah bertugas selama 4<br />

tahun <strong>di</strong> KPK, Kompol Hendy F Kurniawan<br />

menyatakan Abraham Samad<br />

tidak profesional <strong>dan</strong> sering mengabaikan<br />

prosedur penyi<strong>di</strong>kan. Dia mencontohkan<br />

penetapan status tersangka terhadap<br />

Miranda S Goeltom <strong>dan</strong><br />

Angelina Sondakh tanpa mendasarkan<br />

pada alat bukti<br />

yang kuat <strong>dan</strong> tanpa<br />

surat perintah penyi<strong>di</strong>kan<br />

(sprin<strong>di</strong>k).<br />

Bila pernyataan itu benar,<br />

tentu kita prihatin. Mengapa demikian?<br />

Mengambil dua fakta itu sebagai<br />

sampel, saat ini kasus Miranda Swaray<br />

Goeltom sudah mendapat putusan,<br />

meski <strong>di</strong>a masih mengajukan ban<strong>di</strong>ng.<br />

Untuk Angie memang belum ada putusan.<br />

Fakta yang <strong>di</strong>sampaikan oleh Hendy<br />

menja<strong>di</strong> serius terkait dengan pembuktian.<br />

Bagaimana mungkin penyi<strong>di</strong>k tanpa <strong>di</strong>landasi<br />

alat bukti yang sah bisa menetapkan status<br />

seseorang sebagai tersangka? Kemu<strong>di</strong>an<br />

bisa menuntutnya, bahkan kasus itu pun<br />

sudah mendapat putusan penga<strong>di</strong>lan?<br />

Pertanyaannya adalah ketika memasuki<br />

tahap gelar perkara, <strong>dan</strong> tim penyi<strong>di</strong>k beserta<br />

jaksa penuntut KPK berkeyakinan tidak ada<br />

alat bukti, tapi kenapa Abraham Samad berani<br />

mengumumkan sen<strong>di</strong>ri ke publik bahwa status<br />

Miranda adalah tersangka? Bukankah<br />

keputusan pimpinan komisi antikorupsi itu<br />

bersifat kolektif kolegial?<br />

Publik pasti membaca ada <strong>di</strong>sharmoni <strong>di</strong><br />

internal komisi itu. Disharmoni ini sangat<br />

fatal apabila terbawa saat akan memutuskan<br />

status tersangka atau status peningkatan kasus<br />

secara internal.<br />

Meminjam istilah Profesor Satjipto<br />

Rahardjo, pemberantasan korupsi butuh<br />

penegak hukum ‘’gendheng’’ atau progresif.<br />

Hanya dengan cara-cara yang progresif pula,<br />

korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraor<strong>di</strong>nary<br />

crime) bisa <strong>di</strong>berantas. Tapi ini tak bisa<br />

menja<strong>di</strong> pembenar cara-cara <strong>di</strong> luar<br />

mekanisme atau prosedur hukum. Mungkin<br />

saja, bila benar Samad memutuskan secara<br />

sepihak, dengan mengabaikan keyakinan <strong>dan</strong><br />

alat bukti sebagaimana <strong>di</strong>katakan mantan<br />

penyi<strong>di</strong>k KPK, <strong>dan</strong> kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>sepakati<br />

secara kolektif kolegial maka ini bisa <strong>di</strong>kategorikan<br />

sebagai para<strong>di</strong>gma progresif.<br />

Dalam kajian hukum,<br />

tindakan progresif berada dalam ranah semangat<br />

<strong>dan</strong> cara-cara yang tidak lazim tapi tetap<br />

berpijak pada landasan yuri<strong>di</strong>s <strong>dan</strong> legal.<br />

Sangat kontraproduktif ketika semangat progresif<br />

berada dalam konteks <strong>di</strong> luar aturan normatif<br />

sehingga bisa memunculkan kesewenang-wenangan<br />

yang mengarah pada<br />

abuse of power. Ini yang tidak boleh terja<strong>di</strong><br />

mengingat KPK merupakan lembaga penegak<br />

hukum yang harus tunduk pada aturan hukum.<br />

Dukungan untuk KPK<br />

Penulis berpendapat apa yang <strong>di</strong>lakukan<br />

oleh mantan penyi<strong>di</strong>k KPK itu dengan<br />

menggelar jumpa pers yang memojokkan<br />

KPK, bukan bagian dari upaya penggembosan.<br />

Tindakan mereka bisa <strong>di</strong>maknai<br />

sebagai feed back untuk KPK, terutama<br />

HIV/ penderita AIDS. Hal itu memicu kumulatif AIDS<br />

pada anak usia 0-4 tahun meningkat menja<strong>di</strong> 2,3%.<br />

Data itu menempatkan ibu rumah tangga pada urutan<br />

pertama (622 kasus) dari tiga besar, dua lainnya adalah<br />

karyawan/ pegawai (587) <strong>dan</strong> wiraswasta (544 kasus).<br />

Adapun WTS ”hanya” urutan ke-6 (140 kasus).<br />

Dalam budaya patriarki, seksualitas perempuan <strong>di</strong>letakkan<br />

<strong>di</strong> bawah dominasi pria, yakni demi melayani<br />

kebutuhan seks pria <strong>dan</strong> menja<strong>di</strong> pelayan emosional.<br />

Terminologi ini sejalan dengan posisi WTS <strong>di</strong> mata<br />

mucikari. Wanita pekerja seks itu tidak memiliki hak<br />

melawan atau membantah kemauan. Maka apa pun<br />

perintah mucikari harus <strong>di</strong>lakukan tanpa boleh mengajukan<br />

keberatan, termasuk terkait pemakaian kondom sebagai<br />

upaya pencegahan/ penularan.<br />

Beban Ganda<br />

Perempuan juga tak mempunyai kekuatan<br />

bernegosiasi dengan pasangannya dalam penggunaan<br />

bagi Samad. Penyikapan ini berdampak<br />

positif bila KPK juga meman<strong>dan</strong>gnya dari<br />

sisi positif.<br />

Sebagai katalisator atas kon<strong>di</strong>si itu,<br />

sebaiknya, pertama; KPK memperkuat<br />

secara internal peran dari kepemimpinan<br />

kolektif kolegial yang selama ini ja<strong>di</strong> komitmen.<br />

Keputusan pimpinan yang kolektif<br />

kolegial akan menja<strong>di</strong> kontrol dari semangat<br />

progresif masing-masing pimpinan dalam<br />

memutus perkara. Pasalnya, keputusan yang<br />

<strong>di</strong>ambil bukan yang <strong>di</strong>dasari atas kepentingan<br />

tertentu melainkan <strong>di</strong>dasari pada fakta-fakta<br />

hukum yang <strong>di</strong>dukung alat bukti.<br />

Menja<strong>di</strong> tidak profesional bila kasus yang<br />

<strong>di</strong>tangani KPK, <strong>dan</strong> <strong>di</strong> dalamnya ada unsur<br />

penyi<strong>di</strong>k, jaksa penuntut umum, <strong>di</strong>dukung<br />

sejumlah au<strong>di</strong>tor andal; akhirnya terdakwa<br />

<strong>di</strong>bebaskan <strong>di</strong> persi<strong>dan</strong>gan dengan dalih tak<br />

cukup bukti. Hal ini bisa <strong>di</strong>atasi dengan<br />

menghilangkan <strong>di</strong>sharmonisasi <strong>di</strong> internal<br />

KPK. Hubungan antara penyi<strong>di</strong>k <strong>dan</strong> para<br />

pimpinan KPK bukan saja tataran hubungan<br />

vertikal melainkan juga dalam semangat<br />

hubungan horizontal.<br />

Kedua; mekanisme gelar perkara<br />

yang selama ini menja<strong>di</strong> ajang<br />

penentuan status tersangka atau<br />

status penanganan perkara,<br />

benar-benar <strong>di</strong>pahami sebagai<br />

forum yang secara<br />

komprehensif menja<strong>di</strong><br />

arena pembuktian oleh penyi<strong>di</strong>k.<br />

Apabila terja<strong>di</strong> bias alat bukti<br />

atau pembuktian yang kurang,<br />

perlu segera mencari solusi, bukan memasukkan<br />

asumsi atau memaksakan kehendak.<br />

Fungsi keputusan secara kolektif kolegial<br />

menja<strong>di</strong> benteng terakhir keputusan sehingga<br />

hasil gelar perkara, yang tertuang dalam notulensi<br />

gelar perkara, benar-benar <strong>di</strong>sepakati<br />

bersama.<br />

Apa pun yang terja<strong>di</strong>, publik tetap memberi<br />

dukungan besar kepada KPK untuk lebih<br />

menunjukkan kemajuan dalam memberantas<br />

korupsi kelas kakap <strong>di</strong> negeri ini. Terhadap<br />

upaya pelemahan atau penggembosan KPK,<br />

masyarakat <strong>dan</strong> seluruh komponen bangsa ini<br />

pasti tidak akan tinggal <strong>di</strong>am. Ini yang harus<br />

<strong>di</strong>perhitungkan oleh pihak mana pun yang<br />

ingin menger<strong>di</strong>lkan KPK. (10)<br />

— Herie Purwanto SH MH, Assesse<br />

Penyi<strong>di</strong>k Tipikor Polda Jateng 2012<br />

Penyelamatan Ibu Rumah Tangga dari AIDS<br />

Oleh VG Tinuk Istiarti<br />

”<br />

Dalam budaya patriarki, seksualitas<br />

perempuan <strong>di</strong>letakkan <strong>di</strong> bawah<br />

dominasi pria, yakni demi melayani<br />

kebutuhan seks<br />

”<br />

kondom atau menolak untuk berhubungan seksual.<br />

Alan Boulton pada 2006 melaporkan kebanyakan<br />

laki-laki yang membeli jasa seks adalah mereka yang<br />

telah menikah atau memiliki pasangan tetap. Realitas<br />

itu berarti meningkatkan risiko infeksi HIV pada istri.<br />

Di tengah epidemi AIDS yang melanda dunia, posisi<br />

ibu rumah tangga sangat tersudutkan karena menanggung<br />

beban ganda. Selain tertular HIVdari suami, ia harus<br />

menja<strong>di</strong> penopang keluarga. Mereka lebih cenderung<br />

<strong>di</strong>am <strong>dan</strong> memegang keyakinan bahwa harus patuh kepada<br />

suami. Sebagai istri, ka<strong>dan</strong>g harus memperjuangkan<br />

kelangsungan hidup anak-anak karena suami sudah<br />

meninggal lebih dulu akibat AIDS.<br />

Bagi perempuan positif HIV, pekerjaan yang<br />

<strong>di</strong>idamkan adalah mempunyai penghasilan dengan<br />

bekerja <strong>di</strong> rumah sambil mengasuh anak. Beberapa pihak<br />

dari LSM peduli HIV/ AIDS sudah memberi dukungan<br />

guna meringankan beban merekaf. Namun, dukungan<br />

<strong>dan</strong>a saja tak cukup karena mereka memerlukan pelatihan<br />

guna memelihara kesehatan <strong>di</strong>ri <strong>dan</strong> anak, semisal<br />

pelatihan usaha kecil, pengelolaan uang, <strong>dan</strong> dukungan<br />

pemasaran produk.<br />

Di Thailand, upaya yang <strong>di</strong>lakukan oleh pemerintah<br />

adalah dengan menjalankan program <strong>dan</strong>a bergulir untuk<br />

ODHA. Di Indonesia belum banyak kegiatan nyata yang<br />

menyentuh kebutuhan mereka. Namun, wanita HIV<br />

positif masih punya harapan, yaitu pada ARV, obat bantuan<br />

gratis dari pemerintah. Pengidap yang sebelumnya<br />

berbaring <strong>di</strong> rumah sakit bisa pulang mengurus anak <strong>dan</strong><br />

kembali mencari nafkah.<br />

Tindakan nyata yang dapat kita lakukan terkait<br />

dengan isu ”Selamatkan Ibu Rumah Tangga dari<br />

Kematian Sia-sia akibat HIV/ AIDS” adalah melalui pola<br />

penanggulangan yang sepenuhnya mengakomodasi<br />

kepentingan perempuan, <strong>dan</strong> memberi konseling. Upaya<br />

itu untuk memelihara kesehatan <strong>di</strong>ri <strong>dan</strong> anak-anak mereka,<br />

sekaligus penguatan dalam mengelola kehidupan<br />

keluarga. (10)<br />

— VG Tinuk Istiarti, anggota Komisi Penanggulangan<br />

AIDS Provinsi Jawa Tengah, Dekan Fakultas<br />

Kesehatan Masyarakat (FKM) Un<strong>di</strong>p<br />

Alamat Pengiriman Artikel<br />

Kirimkan artikel <strong>dan</strong> foto terbaru Anda<br />

ke: wacana_nasional@suaramerdeka. info.<br />

Panjang maksimal 7.500 karakter dengan spasi<br />

Wakil Pemimpin Redaksi : Gunawan Perma<strong>di</strong>. Redaktur Senior: Sri Mulya<strong>di</strong>, AZaini Bisri, Heryanto Bagas Pratomo. Redaktur Pelaksana : Ananto Pradono, Mur<strong>di</strong>yat Moko, Triyanto Triwikromo. Koor<strong>di</strong>nator Liputan: Hartono, I Nengah Segara Seni. Sekretaris Redaksi :<br />

Eko Hari Mudjiharto Staf Redaksi : Soesetyowati, Cocong Arief Priyono, Zaenal Abi<strong>di</strong>n, Eko Riyono, Edy Muspriyanto, Darjo Soyat , Ghufron Hasyim, Muhammad Ali, Dwi Ani Retnowulan, Bambang Tri Subeno, Hermanto, Simon Do<strong>di</strong>t, Bu<strong>di</strong> Surono, Renny Martini, Diah Irawati,<br />

Agusta<strong>di</strong>,Gunarso, Mohammad Saronji, Ahmad Muhaimin, Bina Septriono, Nugroho Dwi A<strong>di</strong>seno, Nasru<strong>di</strong>n, M.Asmu’i, Ali Arifin, Sri Syamsiyah LS, Gunawan Bu<strong>di</strong> Susanto, Imam Nuryanto, Arwan Pursi<strong>di</strong>, Arie Wi<strong>di</strong>arto, Zulkifli Masruch, Agus Fathu<strong>di</strong>n Yusuf, Petrus Heru Subono, Tavif<br />

Ru<strong>di</strong>yanto, Dwi Aria<strong>di</strong>, M Jokomono, Saroni Asikin, Purwoko A<strong>di</strong> Seno, Karya<strong>di</strong>, Arswinda Ayu Rusmaladewi, Maratun Nashihah, Abduh Imanulhaq, Mundaru Karya, Sarby SB Wietha, Mohamad Annas, Kuna<strong>di</strong> Ahmad, Ida Nursanti, Aris Mulyawan, Setyo Sri Mar<strong>di</strong>ko, Bu<strong>di</strong> Winarto, Sasi<br />

Pujiati, Hasan Hamid, Rony Yuwono, Sumaryono HS, Moh. Anhar, M Norman Wijaya, Surya Yuli P, A A<strong>di</strong>b, Noviar Yudho P, Yunantyo A<strong>di</strong> S, Fahmi Z Mar<strong>di</strong>zansyah, Saptono Joko S, Dian Chandra TB, Roosalina, Dicky Priyanto, Hasan Fikri, Tri Bu<strong>di</strong>anto. Litbang : Djurianto Prabowo (<br />

Kepala ), Da<strong>dan</strong>g Aribowo. Pusat Data & Analisa: Djito Patiatmodjo (Kepala). Personalia: Sri Mulya<strong>di</strong> (Kepala), Priyonggo. Redaktur Artistik: Putut Wahyu Widodo (Koor<strong>di</strong>nator), Toto Tri Nugroho, Joko Sunarto, Djoko Susilo, Sigit Anugroho. Reporter Biro Semarang : E<strong>di</strong> Indarto (<br />

Kepala), Widodo Prasetyo (wakil), Sutomo, Irawan Aryanto, Moh. Kundori, Adhitia Armitrianto, Rosyid Ridho, Yuniarto Hari Santosa, Maulana M Fahmi, Fani Ayudea, Hartatik, Leonardo Agung Bu<strong>di</strong> Prasetya, Modesta Fiska Diana, Royce Wijaya Setya Putra, Wahyu Wijayanto. Biro <strong>Jakarta</strong><br />

: Hartono Harimurti, ( Kepala), Wahyu Atmadji, Fauzan Djaza<strong>di</strong>, Wagiman Sidharta, Bu<strong>di</strong> Yuwono, Sumar<strong>di</strong>, Tresnawati, Bu<strong>di</strong> Nugraha, RM Yunus Bina Santosa, Saktia Andri Susilo, Kartika Runiasari, Mahendra Bungalan Dharmabrata, Wisnu Wijarnako. Biro Surakarta : Bu<strong>di</strong> Cahyono<br />

( Kepala ), Won Poerwono, Subakti ASi<strong>di</strong>k, Joko Dwi Hastanto, Bambang Purnomo, Anin<strong>di</strong>to, Sri Wahyu<strong>di</strong>, Setyo Wiyono, Merawati Sunantri, Sri Hartanto, Wisnu Kisawa, Achmad Husain, Djoko Murdowo, Langgeng Widodo, Yusuf Gunawan, Evi Kusnindya, Bu<strong>di</strong> Santoso, Irfan Salafu<strong>di</strong>n,<br />

Heru Susilowibowo, Basuni Hariwoto, Khalid Yogi Putranto, Bu<strong>di</strong> Santoso. Biro Banyumas :Sigit Oe<strong>di</strong>arto (Kepala), Khoeru<strong>di</strong>n Islam, Bu<strong>di</strong> Hartono, Agus Sukaryanto, RPArief Nugroho, Agus Wahyu<strong>di</strong>, M Syarif SW, Mohammad Sobirin, Bahar Ibnu Hajar, Bu<strong>di</strong> Setyawan. Biro Pantura<br />

:Trias Purwa<strong>di</strong> (Kepala), Wahi<strong>di</strong>n Soedja, Saiful Bachri, Nuryanto Aji, Arif Suryoto, Riyono Toepra, Muhammad Burhan, M Achid Nugroho, Wawan Hu<strong>di</strong>yanto, Cessna Sari, Bayu Setiawan, Teguh Inpras Tribowo, Nur Khoeru<strong>di</strong>n. Biro Muria : Muhammadun Sanomae (Kepala), Prayitno<br />

Alman Eko Darmo, Djamal AG, Urip Daryanto, Sukar<strong>di</strong>, Abdul Muiz, Anton Wahyu Hartono, Mulyanto Ari Wibowo, Ruli A<strong>di</strong>tio, Moch Noor Efen<strong>di</strong>. Biro Kedu/DIY: Komper Wardopo (Kepala), Doddy Ardjono, Tuhu Prihantoro, Sudarman, Eko Priyono, Henry Sofyan, Sholahu<strong>di</strong>n, Nur Kholiq,<br />

Amelia Hapsari, Supriyanto, Sony Wibisono. Daerah Istimewa Yogyakarta: Sugiarto, Asril Sutan Marajo, Agung Priyo Wicaksono, Juili Nugroho. Bandung :Dwi Setia<strong>di</strong>. Koresponden : Wiharjono (Malang), Ainur Rohim (Surabaya). Alamat Redaksi : Jl Raya Kaligawe KM 5 Semarang<br />

50118. Telepon : (024) 6580900 ( 3 saluran ), 6581925. Faks : (024) 6580605. Alamat Redaksi Kota : Jl Pan<strong>dan</strong>aran No 30 Semarang 50241. Telepon : (024) 8412600. Manajer Iklan :Bambang Pulunggono. Manajer Pemasaran: Berkah Yuliarto, Manajer Riset <strong>dan</strong> Pengembangan :<br />

Agus Widyanto. Manajer TU :Amir AR. Manajer Keuangan : Dimas Satrio W. Manajer Pembukuan : Kemad Suya<strong>di</strong>. Manajer Logistik/Umum :A<strong>di</strong> P. Manajer Produksi: Bambang Chadar. Alamat Iklan/Sirkulasi/Tata Usaha:Jl Pan<strong>dan</strong>aran No 30 Semarang 50241. Telepon: (024)<br />

8412600. Faks : (024) 8411116, 8447858. ■HOT LINE 24 JAM024-8454333 ■REDAKSI:(024) 6580900 Faks (024) 6580605 e-mail: redaksi@suaramerdeka.info. Dicetak oleh PTMasscom Graphy, isi <strong>di</strong> luar tanggung jawab percetakan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!