prospek pengembangan pertanian organik di sulawesi ... - Balitsereal
prospek pengembangan pertanian organik di sulawesi ... - Balitsereal
prospek pengembangan pertanian organik di sulawesi ... - Balitsereal
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Prosi<strong>di</strong>ng Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9<br />
memiliki potensi sampah <strong>organik</strong> sekitar 3.000 m 3 setiap harinya. Sampah Kota Makassar<br />
yang <strong>di</strong>hasilkan sekitar 80 % merupakan bahan <strong>organik</strong>. Selama bertahun-tahun sampai<br />
saat ini timbunan sampah Kota Makassar <strong>di</strong> TPA (Tempat Pembuangan Akhir)<br />
Tamangapa telah meliputi area sekitar 8,5 ha dengan kedalaman 6-12 m, dan sebagian<br />
telah menja<strong>di</strong> kompos.<br />
Program <strong>pengembangan</strong> <strong>pertanian</strong> <strong>organik</strong> <strong>di</strong> Sulawesi Selatan ke depan masih<br />
<strong>di</strong>hadapkan pada berbagai masalah dan tantangan, karena sistem ini memerlukan<br />
persyaratan-persyaratan khusus yang <strong>di</strong>tetapkan oleh suatu lembaga terakre<strong>di</strong>tasi. Pelaku<br />
program <strong>pertanian</strong> <strong>organik</strong> harus melalui proses sertifikasi, sehingga produknya dapat<br />
<strong>di</strong>nilai dan <strong>di</strong>akui sebagai produk <strong>organik</strong> (ada sertifikat). Oleh karena itu program<br />
<strong>pertanian</strong> <strong>organik</strong> masih memerlukan waktu dan pembahasan. Beberapa komo<strong>di</strong>tas<br />
tertentu seperti kopi, pa<strong>di</strong> lokal, sayuran dan buah-buahan serta tanaman rempah dalam<br />
jangka pendek dapat <strong>di</strong>persiapkan untuk <strong>di</strong>kembangkan sebagai produk <strong>organik</strong>. Karena<br />
itu segala sesuatu yang berkaitan dengan <strong>pertanian</strong> <strong>organik</strong> perlu <strong>di</strong>siapkan agar program<br />
tersebut dapat berjalan dengan baik <strong>di</strong> masa depan.<br />
PERTANIAN INTENSIF, MODERN – REVOLUSI HIJAU<br />
Esensi Pertanian Modern yang Dikenal Selama Ini<br />
Pertanian intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi<br />
dengan penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih<br />
tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat <strong>di</strong>sebut sebagai<br />
<strong>pertanian</strong> modern. Ciri Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul,<br />
aplikasi pupuk buatan, pestisida, penerapan mekanisasi <strong>pertanian</strong> dan pemanfaatan air<br />
irigasi. Sistem <strong>pertanian</strong> ini mengkonsumsi sumberdaya alam yang tak terbaharui dalam<br />
jumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan lain-lain, sehingga butuh modal<br />
yang besar pula. Sistem <strong>pertanian</strong> seperti ini telah berkembang sedemikian rupa <strong>di</strong><br />
berbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan <strong>di</strong>rasakan sangat bermanfaat dalam<br />
rangka peningkatan produksi berbagai komo<strong>di</strong>tas <strong>pertanian</strong> guna memenuhi kebutuhan<br />
manusia. Hasil kemajuan teknologi melalui <strong>pertanian</strong> modern begitu spektakuler dan<br />
mengesankan, sehingga fenomena tersebut <strong>di</strong>pandang sebagai “Revolusi Hijau”.<br />
Revolusi Hijau <strong>di</strong> Indonesia<br />
Gerakan revolusi hijau mulai <strong>di</strong>canangkan pemerintah Indonesia melalui program<br />
BIMAS pada tahun 1960-an. Program tersebut <strong>di</strong>tujukan terutama untuk meningkatkan<br />
produksi pa<strong>di</strong> sawah guna memenuhi kebutuhan beras dalam negeri (swasembada beras).<br />
Program ini terus berkembang, selanjunya <strong>di</strong>kenal dengan program intensifikasi yang<br />
beberapa kali mengalami mo<strong>di</strong>fikasi, dan bukan hanya <strong>di</strong>tujukan pada tanaman pa<strong>di</strong>,<br />
tetapi telah berkembang pada komo<strong>di</strong>tas <strong>pertanian</strong> lainnya (kedelai, jagung, komo<strong>di</strong>tas<br />
perkebunan, hortikultura, dan lain-lain). Gerakan revolusi hijau membuahkan hasil yang<br />
positif, yaitu produksi komo<strong>di</strong>tas <strong>pertanian</strong> rata-rata <strong>di</strong> Indonesia meningkat tajam. Hal<br />
yang paling membahagiakan adalah bahwa pada Tahun 1984, Indonesia berhasil<br />
mencapai kedudukan sebagai negara yang mampu memenuhi kebutuhan berasnya<br />
(swasembada beras). Keberhasilan ini telah mengangkat martabat bangsa Indonesia<br />
sehingga posisi Indonesia <strong>di</strong>kategorikan sebagai negara berkembang.<br />
Hingga saat ini sistem <strong>pertanian</strong> modern tetap <strong>di</strong>programkan oleh pemerintah dan<br />
telah <strong>di</strong>terapkan oleh sebagian besar petani. Petani sadar dan mengakui bahwa<br />
penggunaan bibit unggul, tanpa aplikasi pupuk buatan, tanpa pestisida dan pemanfaatan<br />
alsintan, produksi yang <strong>di</strong>harapkan tidak akan tercapai. Revolusi Hijau telah<br />
233