21.06.2013 Views

PESAN PIMPINAN - DPR-RI

PESAN PIMPINAN - DPR-RI

PESAN PIMPINAN - DPR-RI

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Keberadaan Undang-Undang<br />

Nomor 8 Tahun 1985 tentang<br />

Organisasi Kemasyarakatan (UU<br />

Ormas) saat ini dipandang tidak sejalan<br />

lagi dengan perkembangan dan<br />

kondisi saat ini, karena tidak mampu<br />

menampung aspirasi yang berkembang<br />

dan tidak mampu lagi mengatur<br />

berbagai masalah organisasi masyarakat.<br />

UU Ormas dinilai tidak tegas,<br />

karena tidak menimbulkan efek jera<br />

bagi ormas yang menimbulkan ekses<br />

negatif serta meresahkan masyarakat.<br />

Namun di sisi lain masyarakat masih<br />

menginginkan dan mempertahankan<br />

Undang-Undang Nomor 8 Tahun<br />

1985 tentang Organisasi Kemasyarakat<br />

sebagai regulasi yang mengatur<br />

berdirinya sebuah organisasi kemasyarakatan.<br />

Berdasarkan hal tersebut di atas,<br />

<strong>DPR</strong> berinisiatif merevisi Undang-<br />

Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang<br />

Organisasi Kemasyarakatan. <strong>DPR</strong> menilai<br />

Undang-undang Nomor 8 Tahun<br />

1985 sebagai pengatur, belum kuat<br />

sebagai payung hukum.<br />

Rapat Paripurna <strong>DPR</strong> <strong>RI</strong> 20 September<br />

2011 telah memutuskan membentuk<br />

Panitia Khusus (Pansus) yang<br />

bertugas membahas Revisi UU Ormas<br />

tersebut.<br />

Pansus RUU Ormas diharapkan<br />

dapat merumuskan regulasi bagi organisasi<br />

kemasyarakatan yang lebih<br />

partisipasif dalam pembangunan serta<br />

lebih profesional. Sehingga kebebasan<br />

berorganisasi tidak dimanfaatkan oleh<br />

pihak-pihak yang anti demokrasi dan<br />

anti persatuan nasional untuk memprovokasi<br />

terjadi konflik antar suku,<br />

ras, agama, maupun antar golongan.<br />

Saat ini Pansus RUU Ormas telah<br />

masuk pada pembahasan bersama<br />

pemerintah. Pansus RUU Ormas juga<br />

telah melakukan penjaringan melalui<br />

Rapat Dengar Pendapat/Rapat Dengar<br />

Pendapat Umum untuk mencari<br />

masukan positif dan konstruktif secara<br />

langsung bagi RUU Ormas dengan<br />

berbagai kalangan, baik instansi<br />

pemerintah, para pakar, ormas maupun<br />

LSM atau NGO. Hal ini dilakukan<br />

agar RUU Ormas nantinya benarbenar<br />

dapat mengakomodir berbagai<br />

kepentingan ormas di Indonesia.<br />

Bahkan Pansus RUU Ormas sudah<br />

mensosialisasikan RUU tersebut ke<br />

beberapa daerah untuk menampung<br />

usulan yang bisa diadopsi didalamnya<br />

dari berbagai kalangan, seperti<br />

pemerintah daerah, pelaku ormas di<br />

daerah maupun perguruan-perguruan<br />

tinggi. Mengingat banyaknya ormas<br />

yang ada di daerah baik yang merupakan<br />

cabang ormas pusat maupun<br />

ormas yang memang berkembang di<br />

daerah.<br />

Abdul Malik Haramain Ketua Pansus<br />

RUU Ormas menyatakan bahwa<br />

revisi UU Ormas bertujuan memberdayakaan<br />

Ormas agar lebih produktif,<br />

kontributif, dan tidak kontradiktif<br />

dalam melakukan pergerakan di masyarakat.<br />

Haramain memastikan UU tentang<br />

Ormas bebas dari pasal karet. “Kita<br />

memastikan hal itu tak terjadi seperti<br />

masa Orde Baru,” katanya.<br />

Ia mengatakan, dalam UU Ormas<br />

yang baru, pasal-pasal untuk memberikan<br />

sanksi jelas parameternya. Ia<br />

juga mengungkapkan, pembekuan<br />

Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain<br />

ataupun pembubaran suatu Ormas<br />

juga akan melalui pengadilan, sehingga<br />

pemerintah tak semena-mena<br />

membubarkan.<br />

“Kita tetap menginginkan pengadilan<br />

sebagai yang mengadili dalam<br />

perkara tersebut, sehingga pemerintah<br />

tidak semena-mena,” jelasnya.<br />

Ia mengatakan, RUU Ormas yang<br />

saat ini masih dibahas, isinya 60<br />

persen berbeda dengan UU Nomor 8<br />

Tahun 1985 tentang Ormas. “Ini bisa<br />

dikatakan baru karena lebih dari 60<br />

persen berbeda,” katanya.<br />

“Kita tidak terburu-buru ingin<br />

segera disahkan, karena jangan sampai<br />

nanti justru memunculkan masalah<br />

baru,” terang Anggota Komisi II<br />

<strong>DPR</strong> <strong>RI</strong> ini.<br />

RUU Ormas yang terdiri dari 57<br />

pasal dan 19 bab selain mengatur<br />

larangan dan kewajiban, juga secara<br />

khusus mengatur sanksi terhadap ormas<br />

yang melakukan pelanggaran.<br />

“RUU Ormas mengatur khusus soal<br />

sanksi. Sanksi akan diputuskan melalui<br />

mekanisme pengadilan,” ujarnya.<br />

Sanksi tersebut bisa berupa sanksi<br />

administratif, pembekuan sementara,<br />

hingga pembubaran. Hanya saja itu ti-<br />

| PARLEMENTA<strong>RI</strong>A | Edisi 91 TH. XLII, 2012 |

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!