Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Jaring ... - BAPPEDA Aceh
Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Jaring ... - BAPPEDA Aceh
Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Jaring ... - BAPPEDA Aceh
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong> <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>dan</strong><br />
<strong>Jaring</strong> Pengaman <strong>Sosial</strong> Perempuan Miskin<br />
di Provinsi <strong>Aceh</strong><br />
(The Analyze of Social Economic Condition and Social Safety Net<br />
of Poor Women in <strong>Aceh</strong> Province)<br />
Oleh : Suyanti Kasimin 1<br />
Abstrak<br />
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi sosial ekonomi <strong>dan</strong><br />
jaring pengaman sosial perempuan miskin di <strong>Aceh</strong>. Menggunakan statistika deksriptif,<br />
penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan sosial ekonomi perempuan miskin di<br />
<strong>Aceh</strong> adalah buruk. Dari seluruh perempuan miskin, sekitar 81,5 persen mempunyai<br />
suatu bentuk jaring pengaman sosial tertentu, tapi sisanya (18,5 persen) tidak<br />
mempunyai jaringan pengaman sosial dalam bentuk apapun. Rata-rata perempuan<br />
miskin di <strong>Aceh</strong> hanya mempunyai penghasilan sebesar Rp 565.000/bulan sementara<br />
pengeluarannya adalah sebesar Rp 541.000/bulan, sehingga menyisakan hanya Rp<br />
24.000 untuk keadaan darurat atau tabungan. Indikator lainnya menunjukkan bahwa<br />
86,3 persen perempuan miskin yang keadaan sosial ekonominya buruk mengatasinya<br />
dengan cara berhutang pada orang lain (24,1 persen), mengurangi konsumsi (15,2<br />
persen), atau dengan meminta bantuan pada anak atau saudara laki-laki mereka (16<br />
persen).<br />
Kata kunci : perempuan miskin, keadaan sosial ekonomi, jaring pengaman sosial.<br />
Abstract<br />
The objective of the research are to analyze of social economic condition and<br />
social safety net of poor women in <strong>Aceh</strong> province. By conductid of descriptive statistic<br />
in the method, the result showed that social economic conditions of poor women in<br />
<strong>Aceh</strong> is lack. They have only 81,5 percent of social safety net and the others (18,5<br />
percent) not have. The avarage of income level of poor women in <strong>Aceh</strong> only Rp<br />
565.03/a month and their expense only Rp 541.031/a month. Other indicators also<br />
showed that 86,3 pecent of poor women who lack of economic conditions solved<br />
their problem with indebt to other people (24,1percent), reduce of consumtion (15,2<br />
percent) and help by sons or brother 16 percent.<br />
Key words : Poor Women, Social Economic Conditions, and Social Safety Net.<br />
1 Suyanti Kasimin adalah Dosen Fakultas PertanianUniversitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda <strong>Aceh</strong><br />
1
PENDAHULUAN<br />
Jumlah orang miskin di dunia<br />
saat ini naik dua kali lipat (220 juta jiwa)<br />
dalam waktu dua tahun terakhir ini<br />
(Care International dalam Tahrir, 2009).<br />
Sebelumnya Goler (2001) mengatakan<br />
bahwa milyaran orang hidup dalam<br />
kemiskinan tersebut 70 persen adalah<br />
perempuan. Penyebab utamanya adalah<br />
: konflik, bencana alam, naiknya hargaharga<br />
pangan karena berkurangnya luas<br />
tanah <strong>dan</strong> perubahan iklim.<br />
Robert Chamber dalam Subandriyo<br />
(2006) mengatakan bahwa inti kemiskinan<br />
adalah jebakan kekurangan yang<br />
menyebabkan miskin, lemah, terasing,<br />
rentan <strong>dan</strong> tidak berdaya. World Bank<br />
(2007) membagi dimensi kemiskinan<br />
ke dalam empat hal pokok, yaitu : lack<br />
of opportunity, low of capabilituies, low<br />
security, <strong>dan</strong> low capacity. Kemiskinan<br />
juga dikaitkan dengan keterbatasan hakhak<br />
sosial, ekonomi, <strong>dan</strong> politik sehingga<br />
menyebabkan kerentanan, keterpurukan<br />
<strong>dan</strong> ketidakberdayaan.<br />
Perempuan <strong>dan</strong> anak merupakan<br />
golongan masyarakat yang sangat rentan<br />
dengan kemiskinan absolute, terutama<br />
perempuan miskin yang berfungsi<br />
sebagai kepala keluarga. Hal ini terjadi<br />
karena akses yang rendah terhadap<br />
program pengentasan kemiskinan,<br />
sumber daya, pengambilan keputusan<br />
<strong>dan</strong> status sosialnya sebagai seorang<br />
perempuan yang selalu dianggap bukan<br />
sebagai pencari nafkah utama. Kepala<br />
keluarga perempuan miskin sering tidak<br />
dilibatkan dalam pengalokasian <strong>dan</strong>a<br />
<strong>dan</strong> program pengentasan kemiskinan<br />
yang memerangkap mereka, terlupakan<br />
kepentingan <strong>dan</strong> keterbatasan yang<br />
mereka miliki, serta kesulitan mengakses<br />
2<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
sumber daya untuk menurunkan<br />
kemiskinan absolute yang mereka<br />
miliki. Buruknya fasilitas ekonomi yang<br />
dimiliki perempuan miskin tersebut<br />
menyebabkan fasilitas tersebut<br />
tidak berfungsi sebagai akselerator<br />
peningkatan pendapatan. Selain itu,<br />
pola pengaman sosial jaringan pangan<br />
juga tidak berpengaruh terhadap<br />
kesejahteraan mereka.<br />
Yustiwaty dalam Bungong (2008)<br />
menyatakan bahwa terjadi peningkatan<br />
jumlah penduduk miskin khususnya<br />
perempuan pasca tsunami. Peningkatan<br />
kemiskinan tersebut terjadi selain<br />
karena kehilangan anggota keluarga<br />
<strong>dan</strong> harta benda, juga karena tidak<br />
a<strong>dan</strong>ya keterampilan memadai bagi<br />
perempuan untuk mencari pekerjaan<br />
yang layak. Banyak diantara mereka<br />
hanya menjadi buruh cuci, pedagang<br />
kaki lima, pengemis, petani penggarap<br />
<strong>dan</strong> pekerjaan lain dengan uapah rendah<br />
(Munkner <strong>dan</strong> Walter, 2001).<br />
Jika perempuan diberikan akses<br />
<strong>dan</strong> kesempatan untuk mengembangkan<br />
diri maka kemiskinan dapat diatasi.<br />
Hasil penelitian menunjukkan bahwa<br />
keterlibatan perempuan relatif rendah<br />
dalam pembangunan rumah bantuan<br />
di <strong>Aceh</strong> (21 – 40 persen) <strong>dan</strong> hanya 50<br />
persen yang aktif baik dalam kehadiran<br />
maupun pemberian opini (Unsyiah <strong>dan</strong><br />
Unhabitat, 2008). Perempuan sering<br />
tidak diakui sebagai pemilik rumah karena<br />
kultur masyarakat sering menempatkan<br />
perempuan tidak terdaftar sebagai<br />
kepala keluarga.<br />
Penuntasan penanggulangan<br />
kemiskinan harus segera dilakukan<br />
<strong>dan</strong> setiap kebijakan yang dibuat harus<br />
memihak kepada rakyat miskin yang
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
sangat membutuhkan pertolongan<br />
dari semua pihak. Kasimin (2003)<br />
mendapatkan hasil analisis bahwa status<br />
sosial ekonomi perempuan miskin akan<br />
mempengaruhi jenis pekerjaan <strong>dan</strong><br />
tingkat pendapatan. <strong>Jaring</strong> pengaman<br />
sosial dalam ketahanan pangan adalah<br />
kerabat <strong>dan</strong> dari tetangga terdekat.<br />
Terlihat pula bahwa banyak program<br />
pengentasan kemiskinan tidak dapat<br />
dinikmati oleh perempuan miskin, <strong>dan</strong><br />
bagian besar dari mereka tidak terlibat<br />
aktif dalam kegiatan lembaga sosial yang<br />
mungkin dapat mereka manfaatkan<br />
untuk pemecahan masalah mereka.<br />
Berdasarkan uraian diatas, dengan<br />
menganalisis tingkat pendapatan <strong>dan</strong><br />
jaring pengaman sosial yang dimiliki<br />
perempuan miskin tersebut, maka akan<br />
dapat dibuat kebijakan pemenuhan<br />
kebutuhan <strong>dan</strong> jaminan bantuan<br />
bagi perempuan miskin, peningkatan<br />
penghasilan <strong>dan</strong> partisipasi masyarakat<br />
agar perempuan miskin di <strong>Aceh</strong> menjadi<br />
lebih produktif.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Penelitian ini menggunakan<br />
metoda survei, yaitu mengambil sampel<br />
dari suatu populasi <strong>dan</strong> menggunakan<br />
kuesioner sebagai alat pengumpulan<br />
data yang pokok (Singarimbun <strong>dan</strong><br />
Sofian, 1989). Penelitian ini dilakukan<br />
sampai taraf diskriptif <strong>dan</strong> analisis<br />
data dilakukan secara persentase <strong>dan</strong><br />
disajikan dalam tabulasi.<br />
LOKASI, OBJEK DAN RUANG<br />
LINGKUP<br />
Dari 21 daerah kabupaten/kota<br />
yang ada di Provinsi <strong>Aceh</strong> diambil 6<br />
daerah kota/kabupaten (28 persen)<br />
sebagai daerah penelitian yang mewakili<br />
kondisi <strong>dan</strong> pemecahan masalah<br />
terhadap perempuan miskin di <strong>Aceh</strong>,<br />
yaitu sebagai berikut :<br />
1. Daerah kota Banda <strong>Aceh</strong><br />
2.<br />
mewakili daerah kota <strong>dan</strong> pusat<br />
pemerintahan;<br />
Daerah kota Sabang mewakili daerah<br />
pulau dengan karakteristiknya yang<br />
khusus;<br />
3. Kabupaten <strong>Aceh</strong> Besar mewakili<br />
daerah<br />
tsunami;<br />
pheri-pheri <strong>dan</strong> ekses<br />
4. Kabupaten Pidie mewakili daerah<br />
ekses konflik, ekses tsunami, jalur<br />
padat transportasi <strong>dan</strong> daerah<br />
5.<br />
pedagangan;<br />
Kabupaten <strong>Aceh</strong> Utara mewakili<br />
daerah ekses konflik, ekses tsunami<br />
<strong>dan</strong> jalur padat transportasi <strong>dan</strong><br />
daerah industri;<br />
6. Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat mewakili<br />
jalur Barat <strong>dan</strong> Selatan, ekses<br />
tsunami, daerah pertanian <strong>dan</strong> jalur<br />
transportasi jarang.<br />
POPULASI DAN METODE<br />
PENGAMBILAN SAMPEL<br />
Metode pengambilan sampel<br />
adalah metoda single stage cluster<br />
sampling, yaitu diawali penentuan<br />
daerah penelitian <strong>dan</strong> penentuan<br />
daerah kecamatan penelitian, dengan<br />
jumlah sampel penelitian pada masingmasing<br />
kecamatan pada Tabel 1.<br />
3
Tabel 1. Lokasi penelitian <strong>dan</strong> Jumlah sample Penelitian<br />
4<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
No Kabupaten/Kota Kecamatan Lokasi Penelitian Jumlah Sampel<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5<br />
6,<br />
Banda <strong>Aceh</strong><br />
Sabang<br />
<strong>Aceh</strong> Besar<br />
Pidie<br />
<strong>Aceh</strong> Utara<br />
<strong>Aceh</strong> Barat<br />
Baitussalam, Meuraxa, SyiahKuala<br />
Balohan, Kota Atas, Kota Bawah<br />
Lhoknga, Indrapuri, Sukamakmur<br />
Geulumpang Tuga, Meuredu, Triengadeng<br />
Peusangan, Mujara Batu, Peudada<br />
Samatiga, johan Pahlawan, Meurebo<br />
Jumlah : 150<br />
Ukuran besarnya sampel<br />
ditentukan berdasarkan Roscoe (1992)<br />
dalam Sugiyono (1999) yang menyatakan<br />
jumlah ukuran sampel minimal 10 kali<br />
dari jumlah variabel. Jumlah variabel<br />
dalam penelitian ini adalah 7 <strong>dan</strong> dengan<br />
jumlah responden sebanyak 150 orang<br />
maka jumlah tersebut dianggap telah<br />
memadai <strong>dan</strong> telah representatif.<br />
Kriteria pengambilan sampel<br />
adalah sebagai berikut :<br />
1. Perempuan miskin berusia : (a)<br />
Produktif <strong>dan</strong> (b) Tidak Produktif;<br />
2. Perempuan miskin tinggal di : (a)<br />
aksesibilitas ekonomi baik <strong>dan</strong> (b)<br />
kurang baik;<br />
3. Perempuan miskin dengan (a)<br />
4.<br />
pekerjaan <strong>dan</strong> penghasilan relatif<br />
tetap <strong>dan</strong> (b) Tidak;<br />
Perempuan miskin dengan penyebab<br />
menjadi janda : alami, korban<br />
konflik/tsunami, cerai <strong>dan</strong> ditinggal<br />
begitu saja.<br />
HASIL PENELITIAN DAN<br />
PEMBAHASAN<br />
A. <strong>Kondisi</strong> <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>dan</strong> Tingkat<br />
Pendapatan Perempuan Miskin di<br />
Provinsi <strong>Aceh</strong>.<br />
Tingkat pendapatan perempuan<br />
miskin di <strong>Aceh</strong> rata rata adalah sebesar<br />
Rp. 565.000 per bulan dengan jumlah<br />
tanggungan rata-rata 3 jiwa maka ada<br />
25<br />
25<br />
25<br />
25<br />
25<br />
25<br />
86,3 persen dari mereka yang merasa<br />
pendapatan tersebut tidak mencukupi<br />
kebutuhan mereka. Cara mereka untuk<br />
mencukupi kekurangan pendapatan<br />
tersebut adalah melalui berhutang<br />
pada orang lain sebesar 24,11 persen,<br />
dibantu anak 16,70 persen, mengurangi<br />
konsumsi <strong>dan</strong> dibantu saudara masingmasing<br />
sebesar 15 persen. Dari 146<br />
responden ternyata 19 orang (8,5 persen)<br />
sama sekali tidak mempunyai cara untuk<br />
mengatasi kekurangan tersebut. Adapun<br />
tingkat pendapatan, pengeluaan,<br />
jumlah tanggungan <strong>dan</strong> cara mencukupi<br />
pendapatan bagi perempuan miskin<br />
di <strong>Aceh</strong> pada tahun 2008 dapat dilihat<br />
pada Tabel 2.
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
Tabel 2. Tingkat Pendapatan, Pengeluaran, Jumlah Tanggungan, <strong>dan</strong> Cara Mencukupi<br />
Pendapatan bagi Perempuan Miskin di <strong>Aceh</strong>, 2008.<br />
Karakteristik<br />
1. Pendapatan<br />
a.Rp8601.000<br />
Banda<br />
<strong>Aceh</strong><br />
6<br />
16<br />
3<br />
0<br />
<strong>Aceh</strong><br />
Besar<br />
9<br />
0<br />
3<br />
3<br />
Nama Kabupaten/Kota<br />
Pidie<br />
1<br />
21<br />
0<br />
1<br />
<strong>Aceh</strong><br />
Utara<br />
7<br />
13<br />
1<br />
4<br />
<strong>Aceh</strong><br />
Barat<br />
3<br />
7<br />
10<br />
5<br />
Sabang<br />
9<br />
9<br />
4<br />
1<br />
Jlh %<br />
Rata-rata :Rp 565.031,- 515.200 581.200 531.520 594.400 672.000 495.869 146 100<br />
2. Pengeluaran<br />
a. rendah (600.000/bl)<br />
2<br />
16<br />
7<br />
8<br />
11<br />
6<br />
Rata-rata : Rp 541.000 569.400 545.400 559.787 541.000 569.000 561.304 146 100<br />
3.Jml Anak Yang ditanggung<br />
a.tidak ada<br />
b.1-2 orang<br />
c.3-4 orang<br />
4.>5 orang<br />
3<br />
16<br />
4<br />
2<br />
11<br />
7<br />
6<br />
1<br />
Rata-rata : 3 orang 3 3 4 3 3 3 146 100<br />
4. Kecukupan Pendapatan<br />
a. Cukup<br />
b. Tidak Cukup<br />
5. Cara Mencukupi<br />
a.Mengurangi Konsumsi<br />
b.Berutang pada orang lain<br />
c.Dibantu anak<br />
d.Dibantu saudara<br />
e.Dibantu orang tua<br />
f.Dibantu masyarakat<br />
g.Tidak ada cara<br />
3<br />
22<br />
4<br />
21<br />
2<br />
16<br />
5<br />
0<br />
14<br />
7<br />
2<br />
2<br />
21<br />
5<br />
12<br />
8<br />
4<br />
11<br />
10<br />
0<br />
4<br />
21<br />
3<br />
12<br />
10<br />
1<br />
14<br />
9<br />
1<br />
1<br />
24<br />
9<br />
10<br />
4<br />
6<br />
10<br />
7<br />
0<br />
6<br />
17<br />
35<br />
76<br />
21<br />
14<br />
29<br />
77<br />
40<br />
25<br />
72<br />
43<br />
6<br />
20<br />
126<br />
23,9<br />
52,0<br />
14,4<br />
9,6<br />
19,9<br />
52,7<br />
27,4<br />
17,1<br />
49,3<br />
29,5<br />
4,1<br />
13,7<br />
86,3<br />
25 25 23 25 25 23 146 100<br />
5<br />
8<br />
5<br />
4<br />
4<br />
1<br />
3<br />
5<br />
6<br />
15<br />
3<br />
4<br />
2<br />
4<br />
Jumlah : 30 39 48 34 47 26 224 100<br />
Sumber : Hasil Survey (2008).<br />
Berdasarkan Tabel 2, terlihat<br />
bahwa pendapatan yang paling rendah<br />
adalah pada perempuan miskin di Kota<br />
Sabang <strong>dan</strong> Kota Banda <strong>Aceh</strong>. Terlihat<br />
bahwa kota tidak dapat memberikan<br />
pendapatan yang lebih baik bagi<br />
perempuan miskin, se<strong>dan</strong>gkan kabupaten<br />
dengan mata pencaharian utama dari<br />
sektior pertanian ternyata memberikan<br />
kontribusi pendapatan yang relatif lebih<br />
baik bagi perempuan miskin.<br />
5<br />
12<br />
1<br />
16<br />
5<br />
7<br />
2<br />
6<br />
6<br />
5<br />
2<br />
2<br />
10<br />
3<br />
6<br />
12<br />
11<br />
9<br />
6<br />
2<br />
1<br />
7<br />
10<br />
1<br />
1<br />
1<br />
-<br />
6<br />
34<br />
54<br />
38<br />
35<br />
22<br />
22<br />
19<br />
15,2<br />
24,1<br />
17,0<br />
15,6<br />
9,8<br />
9,8<br />
8,5<br />
B. <strong>Jaring</strong> Pengaman <strong>Sosial</strong> dalam Pemenuhan<br />
Kebutuhan Hidup Seharihari.<br />
Untuk memenuhi kebutuhan<br />
hidup sehari-hari ada sembilan<br />
jaring pengaman sosial yang dimiliki<br />
perempuan miskin di <strong>Aceh</strong> yaitu, orang<br />
tua, saudara, anak sampai tetangga<br />
terdekat <strong>dan</strong> orang satu kampung.<br />
Diantara kesembilan jaring pengaman<br />
sosial tersebut, yang paling banyak<br />
5
dipakai adalah saudara kandung (25,54<br />
persen), anak kandung (25,02 persen),<br />
tetangga terdekat (17,93 persen).<br />
Jumlah ketiga jaringan ini adalah 68,49<br />
persen. Terlihat bahwa ketiga jaringan<br />
ini sangat berperan dalam membantu<br />
responden untuk memenuhi kebutuhan<br />
harian mereka. Hal ini terlihat bahwa<br />
kepedulian tetangga cukup tinggi yaitu<br />
sebesar 17,93 persen lebih tinggi dari<br />
kepedulian orang tua (11,75 persen).<br />
Ada beberapa penyebab terjadinya<br />
orang tua kurang berperan, yaitu : (a)<br />
responden tidak ingin membebani orang<br />
tua mereka yang seharusnya memang<br />
bukan tanggung jawab orang tua lagi<br />
6<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
karena responden sudah dewasa <strong>dan</strong><br />
sudah pernah menikah; (b) orang tua<br />
responden sendiri sebenarnya dalam<br />
kondisi tidak mampu.<br />
Tabel 3. Susunan <strong>Jaring</strong>an Pengaman <strong>Sosial</strong> yang Membantu Responden dalam Pemenuhan<br />
Kebutuhan Sehari-hari <strong>dan</strong> Jenis Bantuan yang Sering Diterima Responden<br />
Susunan Kekerabatan<br />
1. <strong>Jaring</strong>an Bantuan<br />
a. Saudara kandung<br />
b. Anak Kandung<br />
c. Orang tua<br />
d. Tetangga dekat<br />
e. Mertua<br />
f. Ipar<br />
g. Ponakan kandung<br />
h. Ponakan Ipar<br />
i. Tetangga Jauh<br />
2. Tidak mempunyai <strong>Jaring</strong>an<br />
Banda<br />
<strong>Aceh</strong><br />
6<br />
10<br />
5<br />
4<br />
1<br />
3<br />
7<br />
1<br />
3<br />
1<br />
<strong>Aceh</strong><br />
Besar<br />
7<br />
14<br />
3<br />
7<br />
2<br />
2<br />
1<br />
0<br />
1<br />
1<br />
Pidie<br />
9<br />
2<br />
4<br />
5<br />
2<br />
3<br />
0<br />
0<br />
3<br />
6<br />
Nama Kabupaten<br />
<strong>Aceh</strong><br />
Utara<br />
3<br />
8<br />
0<br />
9<br />
0<br />
1<br />
0<br />
0<br />
1<br />
6<br />
<strong>Aceh</strong><br />
Barat<br />
19<br />
8<br />
8<br />
8<br />
1<br />
1<br />
1<br />
0<br />
0<br />
0<br />
Sabang<br />
3<br />
4<br />
2<br />
0<br />
0<br />
0<br />
0<br />
0<br />
2<br />
13<br />
Jml %<br />
47<br />
46<br />
22<br />
33<br />
6<br />
10<br />
9<br />
1<br />
10<br />
27<br />
25,54<br />
25,02<br />
11,95<br />
17,93<br />
3,36<br />
5,97<br />
4,89<br />
0,25<br />
5,97<br />
18,50<br />
Jumlah 1: 40 37 28 22 46 11 184 100,0<br />
2. Jenis bantuan<br />
a.Uang<br />
- tidak rutin (
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
Gambar 1. <strong>Jaring</strong> Pengaman <strong>Sosial</strong><br />
Perempuan Miskin di Provinsi <strong>Aceh</strong>, 2008.<br />
Saudara<br />
25,52%<br />
Keponakan<br />
4,8 %<br />
Anak<br />
25,02 %<br />
Orang tua<br />
11,95 %<br />
Responden<br />
Peranan keluarga eks suami<br />
ternyata tidak besar dalam membantu<br />
responden, bahkan peranan keluarga<br />
suami lebih kecil dari peranan tetangga<br />
jauh sekalipun. Hal ini menunjukkan<br />
kekurang pedulian keluarga suami<br />
terhadap responden, terlepas apakah<br />
keluarga suami mampu atau tidak<br />
mampu. Ada suatu norma keluarga<br />
suami lebih ingin dibantu oleh suami<br />
responden jika suami responden<br />
masih ada. Pada saat suami responden<br />
tidak terikat perkawinan lagi dengan<br />
responden apakah karena meninggal<br />
atau bercerai, otomatis keinginan untuk<br />
membantu relatif kecil. Harapan keluarga<br />
suami adalah dibantu bukan membantu,<br />
karena ada anggapan suami anak laki-laki<br />
yang harus bertanggung jawab terhadap<br />
keluarga.<br />
Bahkan tidak jarang terjadi<br />
pertentangan antara responden dengan<br />
keluarga suami terlebih pada kasus<br />
perceraian. Misalnya bu Ida, responden<br />
yang bertempat tinggal di Kabupaten<br />
Tetangga Jauh<br />
5,97 %<br />
Tetangga Dekat<br />
17,93 %<br />
Mertua<br />
3,36 %<br />
Ipar<br />
0,25 %<br />
Keponakan<br />
0,25 %<br />
<strong>Aceh</strong> Besar mengatakan bahwa ia sangat<br />
sakit hati, karena harta peninggalan<br />
suami berupa kebun di kampung asal<br />
suami (Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat) dijual<br />
tanpa izin darinya oleh keluarga suami.<br />
Puluhan tahun telah berlalu, peristiwa<br />
tersebut masih membayang dalam<br />
ingatannya, bahkan ia akan bercerita<br />
dengan emosi jika kita tanya kembali. Ibu<br />
Nurmali bertempat tinggal di Kabupaten<br />
<strong>Aceh</strong> Utara, merasa sangat berat pada<br />
awal bercerai karena tidak punya apaapa<br />
sehingga sering menerima pakaian<br />
bekas dari saudaranya, <strong>dan</strong> hubungannya<br />
dengan keluaga suami sampai saat ini<br />
tidak baik. Ia katakan mertuanya sering<br />
mencaci maki dirinya <strong>dan</strong> selalu ingin<br />
mengambil anaknya.<br />
Tidak semua keluarga suami<br />
tidak begitu peduli pada responden. Ibu<br />
Zulliawati (30 tahun), mempunyai empat<br />
orang anak, dimana semua biaya sekolah<br />
<strong>dan</strong> makan anaknya ditanggung oleh ibu<br />
7
mertua yang mempunyai pensiun. Tapi<br />
terlihat ia mempunyai tenggang rasa<br />
yang cukup tinggi. Ibu mertua hanya<br />
mempuyai dua orang anak <strong>dan</strong> suaminya<br />
adalah anak tertua, sehingga ibu mertua<br />
sangat sayang pada cucunya. Ibu ini<br />
terlihat masih muda <strong>dan</strong> cukup sehat<br />
untuk menikah lagi. Keinginan untuk<br />
menikah lagi terlihat ada, hanya ia pikir<br />
untuk apa menikah lagi, anaknya sudah<br />
empat orang <strong>dan</strong> ibu mertuanya pun<br />
cukup baik untuk menanggung biaya<br />
anak-anaknya.<br />
Demikian juga tidak semua<br />
saudara kandung responden baik<br />
dengan responden. Ibu Nurasiah (43<br />
tahun) bertempat tinggal di Kabupaten<br />
<strong>Aceh</strong> Besar bekerja sebagai tukang cuci<br />
baju. Bertempat tinggal di tanah kebun<br />
milik orang dengan ukuran rumah 4<br />
x 4 m persegi. Di kebun tersebut ia<br />
bertetangga dengan abang kandungnya.<br />
Abang kandungnya sering memarahinya<br />
bahkan memukul <strong>dan</strong> mengusirnya dari<br />
rumah tersebut karena anak-anaknya<br />
sering iri melihat anak-anak Ibu Nurasiah<br />
memakan makanan yang cukup enak<br />
dari hasil pemberian orang lain. Sering<br />
terjadi jika anak-anak abangnya makan<br />
enak, ka<strong>dan</strong>g-ka<strong>dan</strong>g bungkusan<br />
makanan tersebut dibuang di depan<br />
rumah Ibu Nurasiah. Saat ini ia tidak<br />
tinggal berdekatan dengan abangnya<br />
lagi karena ia takut dipukul lagi, lalu<br />
ia menumpang pada gubuk pos jaga<br />
tambak milik Pak Mus yang berukuran<br />
3 x 3 m persegi an diberi aliran listrik<br />
untuk satu buah lampu. Digubuk seluas<br />
9 m 2 itulah Ibu Nurasiah beserta dua<br />
orang anaknya tinggal <strong>dan</strong> beraktivitas<br />
memenuhi kebutuhan hidupnya.<br />
Dari 146 responden, ternyata ada<br />
8<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
27 orang (18,5 persen) responden yang<br />
tidak mempunyai jaring pengaman sosial<br />
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.<br />
Jumlah responden terbanyak yang tidak<br />
mempunyai jaringan adalah responden<br />
di Sabang (56,6 persen), kemudian<br />
Pidie <strong>dan</strong> <strong>Aceh</strong> Utara, masing-masing<br />
24 persen. Responden di <strong>Aceh</strong> Barat<br />
mempunyai jaring pengaman sosial yang<br />
paling baik, karena tidak satupun dari<br />
mereka yang tidak dibantu, selain itu<br />
responden di <strong>Aceh</strong> Barat memang relatif<br />
lebih mandiri daripada responden di<br />
daerah lainnya.<br />
Di kabupaten Pidie resoponden<br />
lebih banyak di bantu oleh saudara<br />
kandung daripada anaknya. Hal ini karena<br />
anak responden .Terlihat bahwa saudara<br />
kandung sebagai wali sangat membantu<br />
bagi responden di Kabupaten <strong>Aceh</strong><br />
Barat <strong>dan</strong> Pidie. Sebaliknya responden<br />
di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Besar <strong>dan</strong> Banda<br />
<strong>Aceh</strong> lebih banyak dibantu oleh anak<br />
kandung masing-masing 56 persen <strong>dan</strong><br />
40 persen.<br />
Jenis bantuan yang sering diterima<br />
resonden adalah dalam bentuk uang<br />
(42,58 persen), beras (28,99 persen),<br />
bahan baku non beras (26,03 persen)<br />
<strong>dan</strong> pakaian (2,36 persen). Uang yang<br />
diterima umumnya sidikit lebih kurang<br />
Rp 20.000,- <strong>dan</strong> tidak rutin 26,03 persen,<br />
sedikit tapi rutin ada 9,46 persen.<br />
Terlihat bahwa walaupun ada bantuan,<br />
tapi umumnya bantuan tersebut tidak<br />
rutin, yang rutin hanya 14,19 persen.<br />
D. <strong>Jaring</strong> PemecahanMasalah Jika Responden<br />
Mengalami Masalah Yang<br />
Relatif Sulit<br />
<strong>Jaring</strong> pemecahan masalah<br />
responden ternyata berbeda dengan
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
jaring pengaman responden dalam<br />
kehidupan sehari-hari. <strong>Jaring</strong> pemecahan<br />
masalah responden adalah jaring-jaring<br />
yang dimiliki oleh responden untuk<br />
memecahkan masalah-masalah yang<br />
dihadapai selain masalah sehari-hari.<br />
Contoh jaring pemecahan masalah<br />
seperti masalah melanjutkan sekolah<br />
anak, masalah harta yang cukup bernilai,<br />
atau masalah kesehatan pada saat ia<br />
terdesak tidak punya uang <strong>dan</strong> lain-lain.<br />
Jadi, jaring pemecahan masalah adalah:<br />
kepada siapa responden berani minta<br />
tolong, jika responden menghadapi<br />
masalah yang cukup sulit, seperti masalah<br />
anak-anak, rumah , kesehatan <strong>dan</strong> yang<br />
lain-lain. <strong>Jaring</strong> pemecahan masalah<br />
responden dibedakan pada tiga level yaitu<br />
level di atas responden seperti orang tua<br />
ke atas, level sejajar responden <strong>dan</strong> level<br />
di bawah responden. <strong>Jaring</strong> pemecahan<br />
masalah yang dimilki responden dapat<br />
dilihat pada Gambar 2.<br />
Pada gambar 2, terlihat bahwa<br />
jaring pemecahan masalah responden<br />
yang utama adalah anak kandung (1),<br />
kemudian saudara kandung (2), orang<br />
tua kandung (3), saudara ipar (4), merua<br />
(5) <strong>dan</strong> keponakan (6). Sama seperti<br />
jaring pengaman sosial dalam kehidupan<br />
sehari-hari ternyata jaringan pemecahan<br />
masalahnya juga didominasi oleh anak<br />
kandung, saudara kandung <strong>dan</strong> orang<br />
tua kandung. Jika orang-orang satu<br />
darah tidak bisa membantu <strong>dan</strong> kalau<br />
mendesak sekali baru responden memita<br />
bantuan pemecahan masalah pada<br />
saudara ipar <strong>dan</strong> mertua. Se<strong>dan</strong>gkan<br />
keponakan merupakan jaring pemecahan<br />
masalah yang terakhir. Jumlah yang tidak<br />
mempunyai jaring pemecahan masalah<br />
sama sekali ada 10,27 persen. Jumlah<br />
ini cukup tinggi <strong>dan</strong> responden harus<br />
menyelesaikan sendiri masalahnya.<br />
Anak sebagai sumber pemecahan<br />
masalah umumnya dominan bagi<br />
responden di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Besar (56<br />
persen), <strong>Aceh</strong> Utara (48 persen), <strong>dan</strong><br />
<strong>Aceh</strong> Barat (48 persen). Hal ini karena<br />
responden di tiga Kabupaten tersebut<br />
memiliki anak-anak yang sudah relatif<br />
besar <strong>dan</strong> sudah mandiri sehingga<br />
bisa di ajak berunding oleh responden<br />
untuk mencari jalan keluar. Se<strong>dan</strong>gkan<br />
responden di Kabupaten <strong>Aceh</strong> Barat <strong>dan</strong><br />
Pidie lebih menggantungkan pemecahan<br />
masalah pada kakak kandung (80 <strong>dan</strong><br />
43 persen) serta adik kandung (52 <strong>dan</strong><br />
39,1 persen). Terlihat bahwa saudara<br />
kandung sebagai wali yang bertanggung<br />
jawab terhadap responden cukup<br />
berperan sebagai sumber pemecahan<br />
masalah untuk responden yang berlokasi<br />
di Kabupaten Pidie <strong>dan</strong> <strong>Aceh</strong> Barat.<br />
Sebaliknya di Kota Banda <strong>Aceh</strong> yang<br />
berperan sebagai sumber pemecahan<br />
masalah adalah orang tua (36 persen)<br />
<strong>dan</strong> anak (32 persen).<br />
9
Gambar 2 : <strong>Jaring</strong> Pemecahan Masalah yang dimiliki Wanita Miskin di <strong>Aceh</strong>, 2008.<br />
10<br />
(2)<br />
Kakak<br />
23,31%<br />
(10)<br />
Nenek Kandung<br />
1,27%<br />
(8)<br />
Keponakan<br />
2,54 %<br />
(3)<br />
Orang Tua<br />
16,10%<br />
(4)<br />
Adik<br />
15,68%<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Reponden<br />
(1)<br />
Anak<br />
24,15 %<br />
A. Kesimpulan<br />
1. Tingkat pendapatan rata-rata<br />
perempuan miskin di Provinsi<br />
<strong>Aceh</strong> relatif rendah dengan jumlah<br />
tanggungan anak satu hingga<br />
empat orang (78,8 persen) <strong>dan</strong><br />
86,3 persen perempuan miskin<br />
tersebut merasa tingkat pendapatannya<br />
tidak mencukupi untuk<br />
memenuhi kebutuhan hidupnya.<br />
Karena tidak cukup, maka 42,41<br />
persen responden harus dibantu<br />
oleh anak, saudara atau orang tua,<br />
<strong>dan</strong> berhutang pada orang lain<br />
sebesar 24,11 persen atau mengurangi<br />
konsumsi sebesar 15,18<br />
persen. Selanjutnya terdapat 8,5<br />
persen responden yang sama<br />
(9)<br />
Nenek Suami<br />
3,38%<br />
(7)<br />
Mertua<br />
3,81%<br />
(5)<br />
Kakak Ipar<br />
6,36%<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
(6)<br />
Adik Ipar<br />
4,64%<br />
sekali tidak mempunyai jalan keluar<br />
untuk memenuhi kebutuhan<br />
hidupnya.<br />
2. <strong>Jaring</strong> pengaman sosial yang dimiliki<br />
perempuan miskin di Provinsi<br />
<strong>Aceh</strong> dalam memenuhi kebutuhan<br />
sehari-hari yang utama adalah<br />
: saudara, anak <strong>dan</strong> tetangga<br />
dekat sebesar 68,5 persen. Hal ini<br />
menunjukkan bahwa saudara sebagai<br />
wali responden cukup bertanggung<br />
jawab, anak yang sudah<br />
mampu cukup dapat diandalkan,<br />
serta kepedulian tetangga dekat<br />
yang cukup baik karena ada kecaman<br />
dalam agama bagi orang<br />
yang tidak mau memberikan makan<br />
anak yatim.<br />
3.<br />
<strong>Jaring</strong> pemecahan masalah jika
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
responden mengalami kesulitan<br />
yang utama adalah saudara sebesar<br />
38,99 persen <strong>dan</strong> anak sebesar<br />
24,15 persen. Hal ini menunjukkan<br />
keberanian responden untuk<br />
meminta tolong pada saudaranya<br />
cukup tinggi karena tanggapan<br />
saudara yang cukup responsif terhadap<br />
responden. Anak sebagai<br />
harta yang berharga cukup terbukti,<br />
karena setelah besar anak<br />
dapat diajak berunding mencari<br />
jalan keluar, <strong>dan</strong> anak memang<br />
menjadi tumpuan harapan bagi<br />
responden cukup tinggi.<br />
B. Saran<br />
Selama ini yang membantu<br />
responden baru dalam lingkungan<br />
keluarga. Suatu saat keluarga mungkin<br />
sudah tidak mampu lagi, maka perlu<br />
peningkatan kepedulian masyarakat<br />
terhadap janda miskin. Caranya adalah<br />
sebagai berikut :<br />
1. <strong>Sosial</strong>isasi kondisi kemiskinan<br />
perempuan miskin <strong>dan</strong> anak-anak<br />
yatim, yang perlu dibantu bagi<br />
masyarakat yang lebih mampu.<br />
2. <strong>Sosial</strong>isasi perlunya bantuan dari<br />
masyarakat untuk janda miskin<br />
<strong>dan</strong> anak-anaknya (untuk makan<br />
<strong>dan</strong> sekolah).<br />
3. <strong>Sosial</strong>isasi dapat dilakukan selain<br />
oleh Pemda setempat, juga<br />
dibantu oleh organisasi sosial kemasyarakatan<br />
yang ada si daerah<br />
setempat.<br />
4. Koordinasi dalam pencarian donatur,<br />
pengumpulan <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong><br />
bantuan dari donatur, serta<br />
pendistribusiannya.<br />
11
12<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<strong>Analisis</strong> <strong>Kondisi</strong>...<br />
Bungong. 2008. Perempuan <strong>dan</strong> Kemiskinan. Mimbar Perempuan. Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Goler, Nicole Von Rovensburg. 2001. Meningkatkan <strong>Kondisi</strong> Kerangka Penghapusan<br />
Kemiskinan, Peran Apakah yang Dapat Dilakukan Organisasi Lokal? dalam<br />
Sugihardjanto Ali, “ Mengempur Akar-Akar kemiskinan”. Yakoma. PGI. Jakarta<br />
Kasimin, Suyanti. 2003. <strong>Analisis</strong> Status <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>dan</strong> Pola Pengaman <strong>Sosial</strong><br />
Ketahan Pangan Perempuan Miskin di Provinsi Nanggroe <strong>Aceh</strong> Darusalam.<br />
Kementrian Riset <strong>dan</strong> Teknologi Republik Indonesia- Lembaga Penelitian<br />
Universitas Syiah Kuala Darussalam. Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Munkner, H Hans <strong>dan</strong> Thomas Walter. 2001. Sektor Informal, Sumber Pendapatan<br />
Bagi Kaum Miskin dalam Sugihardjanto Ali, “Mengempur Akar-Akar kemiskinan”.<br />
Yakoma. PGI. Jakarta.<br />
Subandriyo, Toto. 2006. Metamarfosis Kemiskinan, dalam Kompas 24 Juni 2006.<br />
Sugiyono. 1999. Statistik Non Parametrik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.<br />
Tahrir, Hizburt Indonesia. 2009. 220 Juta Hadapi Kelaparan.<br />
Unsyiah <strong>dan</strong> Unhabitat. 2008. Laporan Analisa Pembangunan Perumahan di<br />
Kecamatan Meuraxa. Banda <strong>Aceh</strong>.<br />
Walter, Victoria. 2001. Perempuan <strong>dan</strong> Penghapusan Kemiskinan dalam Sugihardjanto<br />
Ali, “ Mengempur Akar-Akar kemiskinan”. Yakoma. PGI. Jakarta.<br />
World Bank. 2007. Kemiskinan <strong>dan</strong> Pembangunan <strong>Ekonomi</strong> Berkelanjutan di <strong>Aceh</strong>.<br />
Laporan Kajian Kemiskinan. Dampak Tsunami <strong>dan</strong> Konfl;ik Terhadap Kemiskinan<br />
di <strong>Aceh</strong>. Dana Perwalian (Trust Fund) <strong>dan</strong> DANIDA. Banda <strong>Aceh</strong>.