Majalah Santunan edisi Juni 2011 - Kementerian Agama Prov Aceh
Majalah Santunan edisi Juni 2011 - Kementerian Agama Prov Aceh
Majalah Santunan edisi Juni 2011 - Kementerian Agama Prov Aceh
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Banyak peristiwa yang mendera<br />
masyarakat kita sepekan terakhir.<br />
Di antaranya ialah kekacauan<br />
para siswa SLTA dalam menanggapi<br />
pengumuman hasil ujian nasional<br />
(UN) tanggal 16 Mei yang lalu. Bagi<br />
siswa yang lulus, banyak di antara<br />
mereka yang menyambutnya dengan<br />
hura-hura seperti konvoi di jalan raya<br />
sambil membawa kendaraan dengan<br />
ugal-ugalan sehingga membahayakan<br />
lalu lintas di berbagai jalan raya. Banyak<br />
pula yang berteriak-teriak sambil<br />
tertawa, berjingkrak-jingkrak dan<br />
mencorat-coret baju seragam mereka.<br />
Selain itu, banyak pula yang meluapkan<br />
kegembiraannya melalui pesta miras<br />
dan bermesraan dengan sesama teman<br />
sekolah lawan jenis. Hanya sedikit<br />
sekali yang melakukan sujud syukur<br />
pada Allah atas nikmat kelulusan yang<br />
Allah anugerahkan kepada mereka.<br />
Bagi yang tidak lulus UN, mereka<br />
menanggapinya dengan berbagai tingkah<br />
yang tidak baik dan sama sekali tidak<br />
mencerminkan kematangan kepribadian<br />
sebagai hasil didikan keimanan selama<br />
bertahun-tahun di sekolah. Banyak<br />
sekali yang berteriak-teriak histeris<br />
seakan nasib dan masa depan mereka<br />
hancur dan musnah. Ada pula yang<br />
merusak sekolah dan bertingkah tidak<br />
terpuji lainnya. Yang memprihatinkan<br />
lagi ialah ada yang bunuh diri seperti<br />
yang terjadi di beberapa daerah.<br />
Kegaduhan UN ini telah terjadi<br />
beberapa tahun belakangan, khususnya<br />
sejak pemerintah menetapkan sistem<br />
nilai kelulusan ujian akhir secara<br />
nasional, tanpa melihat apakah sekolah<br />
tersebut sudah memiliki tenaga-tenaga<br />
pendidik yang handal dan fasilitas yang<br />
memadai atau tidak. Semua sekolah<br />
Generasi tanpa Arah<br />
Oleh Nursanjaya<br />
harus mengikuti standar nilai yang<br />
ditetapkan <strong>Kementerian</strong> Pendidikan<br />
Nasional (Kemendiknas). Akibatnya,<br />
tahun ini misalnya, bukan hanya<br />
banyak yang tidak lulus, ada sekolah<br />
yang satupun muridnya tidak ada yang<br />
lulus. Tak heran, jika sebagian pakar<br />
pendidikan dan masyarakat menilai<br />
bahwa UN adalah bentuk teror nasional<br />
yang dilancarkan pemerintah terhadap<br />
para siswa.<br />
Sesungguhnya inti persoalannya<br />
bukan pada standar yang ditetapkan<br />
Kemendiknas. Menurut beberapa pakar<br />
pendidikan, bahwa standar tersebut<br />
sebenarnya biasa-biasa saja; bukan hal<br />
yang mustahil dicapai oleh siswa. Yang<br />
aneh dan perlu mendapat perhatian<br />
ialah tentang cara pandang siswa<br />
terhadap ijazah dan terhadap dunia<br />
pendidikan itu sendiri. Dari berbagai<br />
sikap yang muncul dalam menghadapi<br />
UN, baik yang lulus maupun yang tidak<br />
lulus, tercermin dengan jelas bahwa<br />
siswa atau anak didik kita saat ini<br />
sudah kehilangan orientasi hidup yang<br />
sebenarnya. Di mata mereka, ijazah itu<br />
<strong>Santunan</strong> JUNI <strong>2011</strong><br />
Opini<br />
telah menjadi segala-galanya. Karena<br />
ijazah identik dengan pekerjaan atau<br />
perguruan tinggi. Sebab itu, sikap yang<br />
mereka munculkan baik mereka yang<br />
lulus maupun yang tidak lulus sangat<br />
memprihatinkan. Faktanya, ratusan ribu<br />
pengangguran adalah orang-orang yang<br />
terdidik, bahkan lulusan dari berbagai<br />
perguruan tinggi ternama di negeri ini.<br />
Timbul pertanyaan mendasar: Siapa<br />
yang salah dan yang berkontribusi<br />
terhadap hilangnya orientasi hidup<br />
anak-anak didik kita saat ini? Bukankah<br />
mereka itu generasi masa depan yang<br />
akan menentukan baik dan buruknya<br />
negeri ini? Perlu kita sadari bahwa<br />
sesuai sunnatullah (ketetapan Allah),<br />
kita akan menuai apa yang kita tanam.<br />
Artinya, kondisi mental dan perilaku<br />
sebagian besar anak didik kita yang<br />
memprihatinkan itu adalah hasil dari<br />
apa yang kita tanamkan ke dalam diri<br />
mereka selama bertahun-tahun dan<br />
bahkan sejak mereka lahir.<br />
Kita telah gagal menanamkan iman<br />
dan taqwa ke dalam diri mereka, dan<br />
juga ilmu pengetahuan, baik dalam<br />
rumah tangga, institusi pendidikan dan<br />
juga dalam masyarakat. Pemerintah<br />
telah gagal menjadikan pendidikan<br />
sebagai lembaga character building<br />
(pembentukan karakter) iman dan<br />
taqwa. Akan tetap yang dibentuk adalah<br />
karakter sekulerisme dan materialisme<br />
yang sangat membahayakan kehidupan<br />
generasi kita di dunia dan di akhirat<br />
kelak. Sebab itu, tidaklah mengherankan<br />
bahwa generasi kita sekarang sedang<br />
kehilangan orientasi hidup yang benar<br />
yang sesuai dengan apa yang digariskan<br />
oleh Allah Ta’ala sebagai Tuhan Pencipta<br />
mereka, Pencipta kita dan Pencipta<br />
Alam semesta.<br />
39