Majalah Santunan edisi November 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi November 2011 - Kementerian Agama Prov ...
Majalah Santunan edisi November 2011 - Kementerian Agama Prov ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Tafsir<br />
hai ahlul bait dan membersihkan kamu<br />
sebersih-bersihnya. (HR. Muslim).<br />
Dengan keberadaan hadis Muslim<br />
ini, maka penafsiran yang baik ialah<br />
yang menggabungkan kedua dalil ini.<br />
Jadi yang dimaksud dengan ahli bait<br />
dalam ayat adalah para isteri Nabi, anak<br />
beliau (Fatimah), cucu beliau (Hasan<br />
dan Husain), dan Ali (menantu). Perlu<br />
digarisbawahi, bahwa Fatimah, Ali,<br />
Hasan, dan Husain adalah orang yang<br />
ikut terkena efek dari perintah dalam<br />
ayat, yaitu terjaga kehormatannya,<br />
jadi tidak ikut diembankan perintah<br />
menetap dalam rumah. Adapun<br />
para isteri Nabi, mereka diperintah<br />
menetap di rumah, dan merasakan<br />
sendiri hikmah terjaganya kehormatan<br />
sebagai akibat perintah tersebut.<br />
Sebagian kalangan Syiah berpendirian<br />
bahwa para isteri Nabi tidak<br />
termasuk dalam cakupan kata ahli bait<br />
dalam ayat 33 surat al-Ahzab. Menurut<br />
al-Qurthubi, penafsiran seperti ini bersumber<br />
dari al-Kilabi (zaman tabiin),<br />
namun orang ini tidak diakui keabsahan<br />
tafsirnya (tidak di-i‘tibar), seandainya<br />
di zaman salaf salih, sungguh<br />
ia ditolak. Al-Kilabi berhujah dengan<br />
zamir [ ] pada ungkapan “ ” dan<br />
“ ” bahwa zamir ini menunjukkan<br />
peralihan topik kepada orang yang berbeda,<br />
bukan lagi para isteri Nabi. Jadi<br />
ayat ini ditafsir secara terpenggal dari<br />
keseluruhan ayat, dan terpisah dari<br />
ayat sebelum dan sesudahnya.<br />
Para mufasir melihat pendapat al-<br />
Kilabi ini mengada-ada, sebab susunan<br />
redaksi ayat tidak memungkinkan<br />
untuk dipahami demikian. Nyatanya<br />
penggunaan zamir jamak muzakkar<br />
yang mencakup muannas cukup lazim<br />
digunakan Alquran, misalnya dua ayat<br />
tentang isteri Nabi Ibrahim as. dan<br />
isteri Nabi Musa as. berikut ini:<br />
Rahmat Allah dan berkah-Nya atas<br />
kamu wahai ahli bayt (keluarga<br />
Ibrahim). (Q.S. Hud [11]: 73)<br />
Ketika ia (Musa as.) melihat api, lalu<br />
berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah<br />
kamu (di sini), sesungguhnya<br />
aku melihat api, mudah-mudahan aku<br />
dapat membawa sedikit daripadanya<br />
kepadamu atau aku akan mendapat<br />
petunjuk di tempat api itu.” (Q.S.<br />
Thaha [20]: 10)<br />
Ayat ini menggunakan zamir jamak<br />
muzakkar [ ] untuk menyebut isteriisteri<br />
Nabi Ibrahim as. dan isteri Nabi<br />
Musa as., jadi penggunaan zamir jamak<br />
muzakkar tidak bisa dijadikan alasan<br />
bagi penafsiran al-Kilabi. Dengan demikian,<br />
kata ahli bait dalam ayat adalah<br />
isteri Nabi.<br />
Kepada para isteri Nabi inilah<br />
perintah khusus dalam ayat ditujukan,<br />
yaitu untuk tetap berada di rumah<br />
mereka demi menjaga kehormatan.<br />
Menurut Syaykh Thahir ibn ‘Asyur,<br />
berdasar perintah dalam ayat ini, maka<br />
menetap di rumah merupakan ibadah<br />
Kata “tabarruj”<br />
berarti perbuatan<br />
wanita yang<br />
sengaja<br />
memperlihatkan<br />
‘perhiasan’ kepada<br />
laki-laki<br />
bagi para isteri Nabi. Berpijak pada<br />
teks ayat ini, pendapat sebagian ulama<br />
bahwa perintah menetap dalam rumah<br />
tidak berlaku bagi para isteri kaum<br />
muslimin (selain isteri Nabi) tidak<br />
bisa dinyatakan keliru. Tapi larangan<br />
berhias dan berperilaku seperti<br />
jahiliyyah (tabarruj) tetap berlaku<br />
umum, termasuk untuk semua isteri<br />
kaum muslimin. Hal ini sebagaimana<br />
penegasan dalam ayat 60 surat al-<br />
Nur, di mana wanita beriman dilarang<br />
menampakkan perhiasan mereka.<br />
30 <strong>Santunan</strong> NOVEMBER <strong>2011</strong><br />
Katakan kepada wanita yang beriman<br />
“Hendaklah mereka menahan pandangannya,<br />
dan memelihara kemaluannya,<br />
dan janganlah mereka menampakkan<br />
perhiasannya, kecuali yang (biasa)<br />
Nampak dari padanya. Dan hendaklah<br />
mereka menutupkan kain kudung ke<br />
dadanya, dan janganlah menampakkan<br />
perhiasannya, kecuali kepada suami<br />
mereka, atau ayah mereka, atau ayah<br />
suami mereka, atau putera-putera<br />
mereka, atau putera-putera suami<br />
mereka, atau saudara-saudara laki-laki<br />
mereka, atau putera-putera sudara lakilaki<br />
mereka, atau putera-putera saudara<br />
perempuan mereka, atau wanita-wanita<br />
Islam, atau budak-budak yang mereka<br />
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki<br />
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap<br />
wanita) atau anak-anak yang<br />
belum mengerti tentang aurat wanita.<br />
Dan janganlah mereka memukulkan<br />
kakinya agar diketahui perhiasan yang<br />
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah<br />
kamu sekalian kepada Allah, hai orangorang<br />
yang beriman supaya kamu beruntung.<br />
(Q.S. al-Nur [24]: 31)<br />
Kata “tabarruj” dalam ayat 33<br />
surat al-Ahzab berarti perbuatan<br />
wanita yang sengaja memperlihatkan<br />
‘perhiasan’ kepada laki-laki, baik itu<br />
bagian tubuhnya yang indah, perhiasan<br />
indah yang dipakai ditubuhnya, atau<br />
pakaian indah yang dipakai. Penjelasan<br />
detil bagi larangan tabarruj ini dapat<br />
dilihat dalam ayat 31 surat al-Nur, “wa<br />
la yubdina zinatahunna…” Namun<br />
penggunaan kata “tabarruj jahiliyah”<br />
dalam ayat 33 surat al-Ahzab lebih<br />
mendalam lagi (balaghah), sebab mengandung<br />
unsur membangkitkan rasa<br />
muak terhadap tradisi jahiliyah.<br />
Para ulama berbeda pendapat tentang<br />
kata “al-jahiliyyat al-ula” dalam<br />
ayat. Sebagian mengatakan masa<br />
kelahiran Nabi Ibrahim, sebab para<br />
wanita kala itu keluar rumah dengan<br />
memakai baju rumahan bertatahkan<br />
permata, tujuannya memperlihatkan<br />
kemolekan dirinya kepada kaum lakilaki.<br />
Ada pula ulama yang mengatakan<br />
itu di zaman antara Nabi Nuh dan Nabi<br />
Ibrahim, sebab kala itu wanita turun<br />
ke jalan dengan memakai baju permata